NANOKOMPOSIT KAOLIN-TiO 2 DENGAN DOPAN UREA UNTUK ADSORPSI DAN FOTODEGRADASI ZAT WARNA BIRU METILENA SARA AISYAH SYAFIRA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NANOKOMPOSIT KAOLIN-TiO 2 DENGAN DOPAN UREA UNTUK ADSORPSI DAN FOTODEGRADASI ZAT WARNA BIRU METILENA SARA AISYAH SYAFIRA"

Transkripsi

1 i NANOKOMPOSIT KAOLIN-TiO 2 DENGAN DOPAN UREA UNTUK ADSORPSI DAN FOTODEGRADASI ZAT WARNA BIRU METILENA SARA AISYAH SYAFIRA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2 ii

3 iii PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Nanokomposit Kaolin-TiO 2 dengan Dopan Urea untuk Adsorpsi dan Fotodegradasi Zat Warna Biru Metilena adalah benar karya saya dengan arahan pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, 26 Agustus 2013 Sara Aisyah Syafira NIM G

4 iv

5 v ABSTRAK SARA AISYAH SYAFIRA. Nanokomposit Kaolin-TiO 2 dengan Dopan Urea untuk Adsorpsi dan Fotodegradasi Zat Warna Biru Metilena. Dibimbing oleh SRI SUGIARTI dan ACHMAD SJAHRIZA Biru metilena merupakan salah satu sumber zat warna yang mencemari perairan Indonesia. Nanokomposit kaolin-tio 2 dengan dopan urea disintesis dan digunakan untuk mengatasi masalah tersebut melalui mekanisme adsorpsi-fotodegradasi. Nanokomposit kaolin-tio 2 dibuat dengan pencampuran secara fisik antara serbuk kaolin dan TiO 2 menggunakan metode ball milling dan metode pasta. Metode ball milling lebih praktis dan menghasilkan partikel dengan ukuran yang lebih kecil sehingga dapat meningkatkan aktivititas adsorpsi maupun fotodegradasi, dibandingkan dengan metode pasta. Metode tersebut juga diyakini menghasilkan campuran yang lebih homogen. Dari 2 komposisi bahan dan 3 ragam waktu milling yang digunakan, diperoleh bahwa pembuatan nanokomposit kaolin-tio 2 dengan metode ball milling tetap membutuhkan tambahan bahan pengikat berbahan dasar kalsium dan optimum pada waktu milling 5 jam. Pengembanan urea pada nanokomposit kaolin-tio 2 melalui pencampuran fisik secara manual dan kalsinasi pada suhu 300 C selama 2 jam berhasil menggeser daerah penyerapan TiO 2 ke arah panjang gelombang sinar tampak, yang ditunjukkan dengan aktivitas kaolin-tio 2 /urea yang lebih besar daripada kaolin-tio 2 di bawah lampu sinar tampak, sehingga pemanfaatan cahaya matahari sebagai sumber sinar untuk menghemat energi menjadi lebih dimungkinkan. Kata kunci: adsorpsi, ball milling, biru metilena, fotodegradasi, kaolin ABSTRACT SARA AISYAH SYAFIRA. Nanocomposite Kaolin-TiO 2 with Urea as Dopant for Methylene Blue Dye Adsorption and Photodegradation. Supervised by SRI SUGIARTI dan ACHMAD SJAHRIZA Methylene blue is one type of dyes found as pollutant in Indonesia water system. Kaolin-TiO 2 nanocomposite was synthesized and used to overcome this problem by utilizing its adsorption-photodegradation mechanism. Kaolin-TiO 2 nanocomposite was made by mixing kaolin powder and TiO 2 powder physically using ball milling and paste methods. The ball milling method is found to be simpler than paste method, and also resulting in smaller particle size. Smaller particle size also found to increase both adsorption and photodegradation activities. It is believed that ball milling method also generated a homogenous mixture. From 2 different sample compositions and 3 milling times used, it was found that synthesis kaolin-tio 2 nanocomposite requiring calciumbased binder with an optimum milling time of 5 hours. Kaolin-TiO 2 nanocomposite was doped with urea by manual physical mixing followed by calsination at 300 C for 2 hours. Urea doped-nanocomposite has larger activity than undoped nanocomposite in visible light zone. It means that the photocatalytic activity of urea doped-nanocomposite was successfully shifted to the red zone area of the visible light. Therefore, incident sunlight can be used as energy source in the adsorption-photodegradation process using nanocomposite Kaolin-TiO 2. Keywords: adsorption, ball milling, kaolin, methylene blue, photodegradation

6 vi

7 vii NANOKOMPOSIT KAOLIN-TiO 2 DENGAN DOPAN UREA UNTUK ADSORPSI DAN FOTODEGRADASI ZAT WARNA BIRU METILENA SARA AISYAH SYAFIRA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Kimia DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

8 viii

9 Judul Skripsi : Nanokomposit kaolin-ti02 dengan dopan urea untuk adsorpsi dan fotodegradasi zat warn a biru metilena Nama : Sara Aisyah Syafira NIM : G Disetujui oleh Sri Sugiarti PhD Pembimbing I ~\zk --- Drs Achmad Sjahriza Pembimbing II Tanggallulus: 6

10 ix Judul Skripsi : Nanokomposit kaolin-tio 2 dengan dopan urea untuk adsorpsi dan fotodegradasi zat warna biru metilena Nama : Sara Aisyah Syafira NIM : G Disetujui oleh Sri Sugiarti PhD Pembimbing I Drs Achmad Sjahriza Pembimbing II Diketahui oleh Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi MS Ketua Departemen Kimia Tanggal lulus:

11

12 i

13 ii PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat rahmat dan keridhoan-nyalah skripsi yang berjudul Nanokomposit Kaolin-TiO 2 dengan Dopan Urea untuk Adsorpsi dan Fotodegradasi Zat Warna Biru Metilena ini dapat terselesaikan dengan baik. Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Penulis pun merasa masih banyak kekurangan, baik pada teknis penulisan maupun materi yang disampaikan, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, saran dan masukan dari pembaca untuk karya selanjutnya yang lebih baik sangat diharapkan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Sri Sugiarti PhD selaku pembimbing pertama dan Bapak Drs Achmad Sjahriza selaku pembimbing kedua yang telah dengan sabar memberikan arahan dan bimbingannya serta membagi ilmunya kepada penulis. Tidak lupa ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang turut membantu dan mendukung kelancaran penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini, termasuk seluruh dosen, laboran dan staf Departemen Kimia IPB, teman-teman satu departemen, juga seluruh keluarga. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua yang selalu mendukung dan mendoakan penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Aamiin. Bogor, Agustus 2013 Sara Aisyah Syafira

14 iii DAFTAR ISI DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR viii PENDAHULUAN 1 BAHAN DAN METODE 2 Alat dan Bahan 2 Pembuatan Nanokomposit Kaolin/TiO 2 Metode Ball Milling 2 Pembuatan Nanokomposit Kaolin/TiO 2 Metode Pasta 3 Pengembanan Urea pada Nanokomposit Kaolin/TiO 2 3 Penentuan Kapasitas Adsorpsi Larutan Biru Metilena 3 Uji Sifat Fotokatalis 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 Hasil Pencirian Awal dengan XRD 4 Kestabilan Nanokomposit Kaolin-TiO 2 dalam Air 7 Ukuran Partikel Nanokomposit 7 Hasil Uji Kapasitas Adsorpsi Nanokomposit Kaolin/TiO 2 9 Nanokomposit Kaolin-TiO 2 /Urea (B5U) 10 Pencirian nanokomposit Kaolin-TiO 2 /Urea (B5U) 11 Kapasitas Adsorpsi dan Aktivitas Fotodegradasi B5U 13 SIMPULAN 18 SARAN 19 DAFTAR PUSTAKA 20

15 iv DAFTAR TABEL 1 Kode berbagai sampel nanokomposit kaolin-tio2 3 2 Nilai 2θ beserta intensitas puncak-puncak tertinggi hasil karakterisasi XRD 4 3 Derajat kristalinitas berdasarkan perhitungan dari spektrum XRD 6 4 Data hasil PSA 8 5 Kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi 9 6 Kandungan unsur sampel B5 hasil EDX 12 7 Kandungan unsur sampel B5U hasil EDX 12 DAFTAR GAMBAR 1 Hasil pencirian awal dengan XRD 5 2 Hasil uji kestabilan sampel dalam air 7 3 Struktur kation biru metilena 10 4 Hasil pencirian XRD sampel B5U 11 5 Foto SEM sampel B5 (a) dan B5U (b) 11 6 Spektrum EDX sampel B Spektrum EDX sampel B5U 12 8 Filtrat hasil uji fotodegradasi 13 9 Endapan hasil uji fotodegradasi Spektrum serapan filtrat hasil penyinaran UV Spektrum serapan filtrat hasil penyinaran sinar tampak Spektrum serapan filtrat tanpa penyinaran Filtrat hasil uji fotodegradasi 12.5 ppm Endapan hasil uji fotodegradasi 12.5 ppm Spektrum filtrat hasil fotodegradasi 12.5 ppm di bawah sinar UV Spektrum filtrat hasil fotodegradasi 12.5 ppm di bawah sinar tampak 18

16 1 PENDAHULUAN Biru metilena merupakan salah satu zat warna yang banyak ditemukan dalam limbah perairan. Biru metilena menurut Widihati et al. (2011) merupakan zat warna tiazina yang sering digunakan karena harganya yang ekonomis dan mudah diperoleh. Mengacu kepada Hamdaoui dan Chiha (2006), penggunaan biru metilena dapat menimbulkan beberapa efek negatif bagi kesehatan, seperti iritasi saluran pencernaan jika tertelan, sianosis jika terhirup, dan iritasi kulit jika tersentuh. Berbagai upaya penanganan masalah pencemaran lingkungan oleh zat warna, termasuk biru metilena, telah banyak dilakukan, diantaranya dengan metode adsorpsi menggunakan berbagai jenis adsorben. Akan tetapi, seperti diungkapkan oleh Wijaya et al. (2006), metode ini kurang efektif karena zat warna yang diadsorpsi akan terakumulasi dalam adsorben dan menimbulkan masalah baru. Berbagai penelitian mengenai pemanfaatan fotokatalis dalam mengatasi permasalahan ini mulai dikembangkan. Dengan keberadaan sinar yang memiliki panjang gelombang tertentu, fotokatalis ini dapat mengurai zat warna menjadi senyawa-senyawa sederhana yang relatif lebih aman bagi lingkungan. Dalam beberapa penelitian, fotokatalis dimanfaatkan secara tunggal untuk mengurai zat warna atau zat pencemar organik lainnya. Fotoaktivitas berbagai oksida logam diketahui dapat ditingkatkan dengan memperkecil ukuran partikel hingga 1-10 nm (Wijaya et al. 2005). Nanopartikel ini dapat dibuat dengan cara mengembankan oksida logam dalam bahan inang seperti polimer, lempung, dan zeolit. Hal ini mendorong perkembangan berbagai penelitian pemanfaatan fotokatalis dalam bentuk nanokompositnya. Fotokatalis yang mendapat perhatian utama dan banyak dikembangkan terutama sebagai katalis dalam penanganan berbagai polutan organik dan zat warna adalah oksida logam semikonduktor seperti TiO 2, ZnO, dan Fe 2 O 3 (Wijaya et al. 2005). Senyawa titanium seperti TiO 2 banyak diteliti karena beberapa keunggulan yang dimilikinya seperti celah pita energi (band gap) yang besar ( ev), fotoreaktif, stabil, nontoksik, dan efektif sebagai katalis alternatif untuk mengurai cemaran organik baik didalam air maupun udara (Tjahjanto et al. 2001). Bahan inang utama dalam pembuatan nanokomposit fotokatalis adalah lempung. Bahan ini lebih mudah diperoleh dan lebih murah dibandingkan dengan bahan lain karena jumlahnya yang melimpah dan tersebar luas di alam terutama di Indonesia (Wijaya et al. 2005). Contoh lempung tersebut adalah kaolin, yang mengandung mineral kaolinit sebanyak 85-95%. Selain pengembanan TiO 2 ke dalam bahan inang seperti kaolin, berkembang upaya lain untuk meningkatkan aktivitas atau efektivitas TiO 2 dalam mendegradasi zat pencemar. Upaya tersebut berupa penambahan dopan pada TiO 2. Terdapat 2 jenis dopan berdasarkan fungsi/cara kerjanya, yaitu dopan yang meningkatkan pemisahan muatan dan menghambat rekombinasi elektron-lubang serta dopan yang memperlebar kisaran panjang gelombang yang dapat digunakan untuk mengatalisis proses penguraian. Dalam penelitian ini dipilih dopan jenis kedua karena biasanya lebih murah dan sekaligus dapat meningkatkan penghematan energi. Dengan penggunaan dopan jenis kedua, pemanfaatan energi

17 2 dari sinar matahari yang lebih banyak berada pada rentang panjang gelombang sinar tampak menjadi lebih dimungkinkan, sehingga dapat menggantikan lampu ultraviolet (UV) sebagai sumber energinya. Salah satu jenis dopan yang sesuai dan telah diujikan untuk hal ini adalah urea, sebagai sumber N (Yuan et al, 2006). Nisaa (2011) telah membuat nanokomposit kaolin-tio 2 serta menguji kapasitas adsorpsi dan sifat fotokatalisisnya. Nanokomposit dibuat secara fisik dengan mencampurkan serbuk kaolin dengan serbuk TiO 2 dan dengan bantuan bahan pengikat berbahan dasar kalsium. Nisbah yang tepat antara kaolin, bahan pengikat, dan TiO 2, dilaporkan 7:2:1. Pencampuran hanya dilakukan melalui proses pembuatan pasta dengan menambahkan sedikit akuades dan diaduk secara manual dengan menggunakan pengaduk kaca. Kini telah berkembang metode pencampuran serbuk dengan ball milling yang dapat menghasilkan campuran yang lebih homogen dan berukuran nanometer. Penelitian ini bertujuan menyintesis nanokomposit kaolin-tio 2 melalui pencampuran secara fisik menggunakan metode ball milling dan membandingkan hasilnya dengan pencampuran dalam bentuk pasta. Nanokomposit yang diperoleh dimodifikasi dengan penambahan dopan berupa urea. Nanokomposit yang telah diembankan urea diuji kapasitas adsorpsinya dan dibandingkan aktivitas fotodegradasinya pada sinar UV dan sinar tampak terhadap zat warna biru metilena. BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Bahan-bahan yang digunakan adalah kaolin, akuades, serbuk biru metilena (Merck), semen putih, urea, dan serbuk TiO 2 anatase (10 nm) (PT Setia Guna). Alat-alat yang digunakan antara lain neraca analitik, alat-alat kaca, oven, sentrifuga, lampu UV 9 watt, lampu biru Sin Sen T5 18 watt, spektrofotometer UV-tampak, dan difraktometer sinar-x merek Simadzu, penganalisa ukuran partikel (PSA), mikroskop elektron payaran (SEM)-sinar-X dispersif energi (EDX) Pembuatan Nanokomposit Kaolin/TiO 2 Metode Ball Milling Terdapat 2 variasi komposisi yang digunakan, yaitu komposisi untuk sampel tanpa bahan pengikat (sampel A) dengan komposisi kaolin:tio 2 9:1 dan sampel dengan bahan pengikat (sampel B) dengan komposisi kaolin:bahan pengikat:tio 2 7:2:1. Tiga variasi waktu milling yang digunakan yaitu 5, 10 dan 15 jam, menghasilkan sampel A5, B5, A10, B10, A15, dan B15.

18 3 Pembuatan Nanokomposit Kaolin/TiO 2 Metode Pasta (Nisaa 2011) Campuran kaolin, bahan pengikat, dan TiO 2 dengan komposisi 7:2:1 dibuat pasta dengan cara menambahkan sedikit akuades. Pasta diaduk hingga homogen, lalu dikeringkan pada suhu 105 ºC selama 3 jam. Nanokomposit yang terbentuk digerus menjadi bentuk serbuk dan disimpan sebagai sampel C. Tabel 1 Kode berbagai sampel nanokomposit kaolin-tio 2 beserta keterangannya Kode Sampel Penggunaan bahan pengikat Metode pembuatan Waktu milling (jam) A5 Tidak Ball milling 5 B5 Ya Ball milling 5 A10 Tidak Ball milling 10 B10 Ya Ball milling 10 A15 Tidak Ball milling 15 B15 Ya Ball milling 15 C Ya Metode pasta (Nisaa 2011) - Pengembanan Urea pada Nanokomposit Kaolin/TiO 2 (Modifikasi Vilimova 2012) Urea yang telah ditumbuk dikeringkan dan dihomogenkan secara mekanik dengan nanokomposit kaolin/tio 2 dengan nisbah bobot 1:1. Sebanyak kurang lebih 2 g dari campuran tersebut dipanaskan dalam tanur menggunakan cawan porselen. Kalsinasi dilakukan pada suhu 300 ºC selama 2 jam. Nanokomposit yang telah diembankan urea kemudian dianalisis dengan XRD dan SEM-EDX dan dibandingkan dengan kaolin dan nanokomposit kaolin/tio 2 yang belum diembankan urea. Penentuan Kapasitas Adsorpsi Larutan Biru Metilena (Modifikasi Nisaa 2011) Sebanyak 50 mg sampel dimasukkan ke dalam vial kemudian ditambahkan larutan biru metilena sebanyak 15 ml dengan konsentrasi 50, 75, 100, 125, 150, 175, 200, dan 225 mg/l hasil pengenceran larutan stok biru metilena 1000 mg/l. Larutan kemudian diagitasi selama 2 jam. Setelah itu, larutan disentrifuga selama 15 menit pada 5000 rpm dan konsentrasi supernatan (biru metilena,c eq ) ditentukan dengan spektrofotometer UV-tampak pada panjang gelombang maksimum nm. Larutan standar biru metilena digunakan dengan konsentrasi 0.5, 1.5, 2, 2.5, dan 3 mg/l. Uji Sifat Fotokatalis (Modifikasi Nisaa 2011) Sebanyak 100 mg sampel dimasukkan ke dalam cawan petri kemudian ditambahkan 15 ml larutan larutan biru metilena 12.5 mg/l. Cawan diletakkan dalam kotak tertutup dan disinari dengan lampu sinar tampak selama 6 jam. Filtrat dianalisis serapannya dengan spektrofotometer UV-tampak pada panjang

19 4 gelombang nm. Larutan biru metilena yang tidak ditambahkan sampel digunakan sebagai kontrol. Pengujian dengan menggunakan sinar UV dan tanpa penyinaran juga dilakukan sebagai pembanding. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pencirian Awal dengan XRD Pencirian dengan XRD dilakukan untuk menunjukkan fase yang terdapat dalam sampel dan derajat kristalinitasnya. Sampel nanokomposit kaolin-tio 2 yang disintesis dengan metode ball milling diwakili oleh sampel A5, B5, dan A15. Selain itu, sampel C serta kaolin dan TiO 2 sebagai pembanding juga dicirikan (Tabel 2 dan Gambar 1) Tabel 2 Nilai 2θ beserta intensitas puncak-puncak tertinggi hasil XRD Kaolin TiO2 A5 B5 C A / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / Tabel 2 menunjukkan bahwa TiO 2 yang digunakan dalam penelitian ini merupakan TiO 2 anatase, dibuktikan dengan adanya puncak tertinggi pada 2θ = Menurut Tjahjanto dan Gunlazuardi (2001), anatase merupakan bentuk TiO 2 yang memiliki aktivitas tertinggi. Dijelaskan oleh Palupi (2006) bahwa lubang pada permukaan TiO 2 merupakan spesies oksidator kuat yang akan mengoksidasi spesies kimia dengan potensial redoks yang lebih kecil lainnya, termasuk molekul air dan/atau gugus hidroksil yang akan menghasilkan radikal hidroksil. Palupi (2006) juga memaparkan bahwa radikal hidroksil pada ph = 1 mempunyai potensial sebesar 2.8 V, dan kebanyakan zat organik mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil daripada potensial tersebut. XRD secara keseluruhan menunjukkan bahwa nanokomposit kaolin-tio 2 hasil sintesis dengan metode pasta atau ball milling hanya berupa campuran secara fisik dan struktur setiap bahan penyusunnya tidak berubah. Tidak terjadi reaksi kimia dalam proses sintesis, ditunjukkan oleh hanya adanya puncak-puncak kaolin dan TiO 2 tanpa puncak-puncak lain pada spektrum XRD sampel A5 dan A15. Untuk nanokomposit kaolin-tio 2 yang menggunakan bahan pengikat, yaitu

20 5 sampel B5 dan C, spektrum XRD memunculkan puncak pada daerah sekitar 2θ = 29.4 (Gambar 1 (d) dan 1 (e)). Puncak tersebut tidak terdapat pada sampel lainnya yang tidak mengandung bahan pengikat, sehingga dapat dipastikan puncak tersebut dihasilkan oleh komponen dalam bahan pengikat yang digunakan. Spektrum XRD sampel A15 menunjukkan keruntuhan struktur kristal kaolinit. Hal ini terlihat dari bentuk spektrum A15 yang cenderung amorf dan tidak memunculkan puncak-puncak kaolinit, hanya terdapat puncak-puncak TiO 2 anatase. (a) (b) (c) (d) (e) (f) Gambar 1 Hasil XRD sampel kaolin (a), TiO 2 (b), A5 (c), B5 (d), C (e), dan A15 (f)

21 6 Derajat kristalinitas sampel juga dapat ditentukan dari spektrum XRD. Seperti terlihat pada Tabel 3, derajat kristalinitas nanokomposit kaolin-tio 2 mulai dari yang tertinggi ialah sampel C, B5, A5, dan A15. Hasil tersebut menunjukkan bahwa proses ball-milling selama 15 jam menurunkan derajat kristalinitas secara drastis. Tabel 3 Derajat kristalinitas berdasarkan perhitungan dari spektrum XRD Sampel Derajat kristalinitas (%) Kaolin TiO A B A C Penurunan derajat kristalinitas secara drastis serta tidak munculnya puncakpuncak kaolinit pada spektrum XRD sampel A15 mungkin disebabkan oleh perubahan fase mineral kaolinit dalam sampel menjadi metakaolinit. Metakaolinit merupakan turunan kaolinit yang diperoleh melalui proses pemanasan yang akan menghilangkan molekul air terikat, disebut juga proses dehidroksilasi. Berbeda dengan kaolinit yang bersifat kristalin, metakaolinit memiliki struktur yang amorf. Secara sederhana proses perubahan kaolinit menjadi metakaolinit dapat dituliskan sebagai berikut: Al 2 O 3 2SiO 2 2H 2 O Al 2 O 3 2SiO 2 + 2H 2 O Hasil penelitian Biljana et al. (2010) menunjukkan bahwa kondisi optimum untuk memperoleh metakaolinit dari kaolinit adalah melalui pemanasan pada suhu 650ºC selama 90 menit, dengan derajat dehidroksilasi sebesar Derajat dehidroksilasi ditentukan berdasarkan %bobot yang hilang. Nilainya 1 jika %bobot yang hilang sebanyak 14%, yaitu presentase air dalam satu molekul kaolinit (39.5% Al 2 O 3, 46.5% SiO 2, dan 14% H 2 O). Dari suhu optimum tersebut, dapat dikatakan bahwa pengubahan kaolinit menjadi metakaolinit memerlukan suhu yang sangat tinggi. Dalam penelitian Suryanarayana (2003), diperoleh bahwa suhu yang digunakan dalam proses ball milling berpengaruh pada pembentukan fase amorf. Material yang diteliti berupa NiTi dan NiZr. Dalam penelitian tersebut, diperoleh bahwa pada suhu milling yang rendah (menggunakan N 2 cair) tidak dihasilkan fase amorf, pada suhu kamar dihasilkan fase amorf parsial, dan pada suhu tinggi (200 C, menggunakan pemanas) dihasilkan fase amorf sempurna. Dalam penelitian ini, proses ball milling hanya dilakukan pada suhu kamar. Panas yang dihasilkan oleh tumbukan selama proses milling diperkirakan masih jauh dibawah suhu kalsinasi kaolinit menjadi metakaolinit. Setelah proses milling, wadah beserta sampelnya dapat langsung ditangani dengan tangan kosong tanpa pelindung atau alat bantu. Dengan demikian, energi dalam proses ball-milling selama 15 jam yang mengubah struktur kristal kaolinit menjadi metakaolinit kemungkinan hanya berupa energi mekanik saja, bukan berupa energi panas. Dapat dikatakan pula bahwa energi yang dihasilkan selama proses kalsinasi pada suhu 650 C selama 90 menit hampir setara dengan energi yang dihasilkan pada proses ball-milling selama 15 jam dengan kecepatan 780 rpm.

22 7 Kestabilan Nanokomposit Kaolin-TiO 2 dalam Air Tujuan utama penggunaan ball-milling dalam penelitian ini ialah mengefektifkan proses pembuatan komposit kaolin dengan TiO 2 agar lebih homogen dan meminimumkan jumlah TiO 2 yang terlepas kembali saat diaplikasikan. TiO 2 yang terlepas akan terdispersi dalam air. Sifatnya yang sulit diendapkan mengakibatkan penanganan TiO 2 menjadi lebih sulit. Jika dibiarkan terdispersi dalam air, akan terbentuk kekeruhan berwarna putih seperti susu. Selain itu, efektivitas penggunaan TiO 2 menjadi berkurang karena TiO 2 menjadi lebih mudah terbawa dalam aliran air pada saat aplikasi yang sesungguhnya. Gambar 2 Hasil uji kestabilan sampel dalam air. Dari kiri: A5, B5, A10, B10, A15, B15, A20, B20, C, kaolin, dan TiO 2 Pengamatan secara visual hasil uji kestabilan sampel dalam air (Gambar 3) tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara sampel Cdan sampel B. Perbedaan yang cukup jelas teramati untuk sampel A. Semua sampel A lebih mengeruhkan air dibandingkan dengan sampel C maupun semua sampel B. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembuatan komposit antara kaolin dan TiO 2 dengan metode ball-milling tetap membutuhkan bahan pengikat agar keduanya tidak memisah kembali. Penggunaan ball-milling sendiri tidak menunjukkan efek stabilisasi yang nyata, demikian pula ragam waktu milling yang digunakan. Ukuran Partikel Nanokomposit Metode ball milling telah banyak dikenal karena fungsinya yang dapat mereduksi ukuran partikel, bahkan hingga ukuran nanometer. Penghancuran butiran partikel dengan metode ini terjadi karena penumbukan berulang-ulang dan cold welding dari partikel bubuk (Wahyu et al 2007). Semakin kecil ukuran partikel, semakin luas permukaannya, semakin tinggi pula aktivitas adsorpsi maupun fotodegradasinya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan pencirian ukuran partikel menggunakan PSA. Hasil analisis PSA menunjukkan bahwa sebagian besar sampel belum mencapai ukuran nanometer, masih diatas 1000 nm. Distribusi ukuran partikel hasil PSA tersebut yang meliputi nilai modus, median, dan reratanya diberikan pada Tabel 4. Modus merupakan nilai ukuran partikel yang paling banyak dimiliki oleh komponen-komponen dalam sampel. Sementara itu, median adalah nilai tengah dari seluruh nilai ukuran partikel yang terbaca.

23 8 Tabel 4 Distribusi ukuran partikel nanokomposit hasil pengukuran dengan PSA Sampel Distribusi ukuran partikel (µm) Modus Median Rata-rata A B A B A B Nanokomposit kaolin-tio 2 tersusun dari bahan-bahan yang hanya bercampur secara fisik. Hal ini telah dibuktikan sebelumnya dengan data XRD. Dengan demikian, karena kaolin paling banyak komposisinya, nilai modus dapat dianggap paling mewakili ukuran kaolin dalam komposit. Nilai modus yang diperoleh cukup jauh berbeda dari nilai reratanya karena terdapat TiO 2 yang berukuran nanometer. Namun, ukuran partikel TiO 2 terlalu kecil untuk pengukuran dengan PSA yang hanya berskala mikro, dengan pengukuran terkecil mencapai sekitar 0.4 µm. Berdasarkan Tabel 4, modus ukuran partikel A5, B5, dan A10 sama, yaitu 26,14 µm. Sedikit penurunan terjadi pada sampel B10 dengan ukuran partikel µm. Penurunan yang cukup jauh terjadi pada sampel dengan waktu milling 15 jam, yaitu µm untuk A15 dan µm untuk B15. Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa lamanya waktu milling berbanding lurus dengan penurunan ukuran partikel. Sementara itu, untuk waktu milling yang sama, ukuran partikel sampel A dan sampel B cenderung tidak berbeda jauh. Pola nilai rerata hampir serupa dengan pola nilai modus. Dengan waktu milling yang semakin lama, rerata ukuran partikel B5, B10, dan B15 semakin kecil/berkurang. Akan tetapi, untuk sampel A, terjadi kenaikan ukuran partikel dari A5 ke A10, tetapi setelah itu, turun cukup jauh pada A15. Kenaikan ukuran partikel ini dapat disebabkan oleh proses penggumpalan atau penggabungan butiran-butiran partikel akibat tekanan berupa tumbukan yang terjadi selama proses milling. Gumpalan tersebut retak lalu pecah dan berhamburan menjadi butiran-butiran partikel yang jauh lebih kecil pada proses milling yang lebih lama. Rerata ukuran partikel sampel A selalu lebih besar dibandingkan dengan sampel B. Bahkan, pada sampel A5 dan B5, walaupun keduanya memiliki nilai modus yang sama, nilai rerata ukuran partikel A5 lebih besar daripada B5. Hal ini mungkin disebabkan oleh komponen tambahan berupa bahan pengikat pada sampel B memiliki ukuran partikel yang lebih kecil sehingga menurunkan nilai rerata ukuran partikel. Pada waktu milling 10 dan 15 jam, nilai modus ukuran partikel sampel A juga lebih besar daripada sampel B. Hal ini menunjukkan bahwa adanya bahan pengikat juga dapat memengaruhi seberapa besar penurunan ukuran partikel oleh proses milling.

24 9 Hasil Uji Kapasitas Adsorpsi Nanokomposit Kaolin/TiO 2 Penentuan kapasitas adsorpsi dilakukan dengan menggunakan ragam konsentrasi awal dari larutan biru metilena. Kapasitas adsorpsi akan terus naik seiring dengan kenaikan konsentrasi awal hingga tercapai kapasitas adsorpsi maksimum. Kapasitas adsorpsi maksimum inilah yang kemudian digunakan untuk membedakan sampel/adsorben yang satu dengan yang lainnya. Tabel 5 Kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi nanokomposit kaolin-tio 2 Sampel Kapasitas Adsorpsi Isoterm Adsorpsi (R 2 ) (mg/g) Langmuir Freundlich Kaolin Bahan pengikat TiO A B A B A B C Kaolin memiliki kapasitas adsorpsi sebesar mg/g, yang artinya 1 g kaolin mampu menjerap mg biru metilena. Nilai kapasitas adsorpsi bahan pengikat dan TiO 2 berturut-turut hanya 7.57 mg/g dan 7.89 mg/g, disebabkan kedua bahan ini tidak memiliki struktur yang menunjang untuk menjadikannya bersifat sebagai adsorben. Nanokomposit yang dibuat dengan metode pasta (sampel C) memiliki kapasitas adsorpsi mg/g. Penurunan kapasitas adsorpsi dibandingkan dengan kaolin ini merupakan akibat dari rendahnya kapasitas adsorpsi bahan pengikat dan TiO 2 yang dikompositkan dengan kaolin. Sebaliknya, penggunaan metode ball milling selama 5 jam dalam pembuatan nanokomposit kaolin-tio 2 (sampel A5 dan sampel B5) menaikkan kapasitas adsorpsi secara signifikan jika dibandingkan dengan kapasitas adsorpsi sampel C, bahkan juga lebih tinggi daripada kapasitas adsorpsi kaolin saja. Penambahan waktu milling menjadi 10 dan 15 jam menurunkan kapasitas adsorpsi, tetapi sampel A10 masih memiliki kapasitas adsorpsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampel C. Penurunan kapasitas adsorpsi secara drastis terjadi ketika milling dilakukan selama 15 jam. Kapasitas adsorpsi sampel A15 dan B15 bahkan lebih kecil daripada bahan pengikat dan TiO 2. Perbedaan kapasitas adsorpsi antara sampel A dengan sampel B cenderung kecil. Kapasitas adsorpsi sampel B lebih besar pada waktu milling 5 dan 15 jam, tetapi lebih kecil pada waktu milling 10 jam. Selisih kapasitas adsorpsi juga cukup signifikan antara A10 dan B10. Dapat disimpulkan bahwa kenaikan kapasitas adsorpsi akibat penurunan ukuran partikel oleh penggunaan proses ball milling hanya efektif untuk proses selama 5 jam. Proses milling yang lebih lama memang semakin memperkecil ukuran partikel, tetapi juga menurunkan derajat kristalinitas cukup jauh sehingga menurunkan kapasitas adsorpsinya.

25 10 Selain kapasitas adsorpsi, dalam penelitian ini dipelajari pula isoterm adsorpsi nanokomposit (Tabel 5). Kaolin menghasilkan linearitas yang lebih tinggi untuk isoterm Langmuir dibandingkan dengan isoterm Freundlich. Hal ini menunjukkan bahwa proses adsorpsi hanya membentuk lapisan tunggal (monolayer) dan biasanya berlangsung secara kimia. Dari data pada Tabel 5 diketahui bahwa adanya tambahan berupa bahan pengikat dan TiO 2 terhadap kaolin dalam nanokomposit kaolin-tio 2 tidak mengubah isoterm adsorpsinya, yaitu linearitasnya tetap jauh lebih tinggi untuk isoterm Langmuir. Hal ini disebabkan oleh komponen utama yang berperan dalam melakukan adorpsi/penjerapan tetaplah kaolin. Hal tersebut tidak hanya dikarenakan oleh komposisi kaolin dalam nanokomposit kaolin-tio 2 yang lebih banyak, tetapi juga dikarenakan bahan pengikat dan TiO 2 memiliki kapasitas adsorpsi yang sangat rendah. Dengan demikian, tetap sifat penjerapan dari kaolinlah yang paling memengaruhi hasil penentuan isoterm adsorpsi dalam nanokomposit kaolin-tio 2. Biru metilena sebagai zat yang dijerap dalam penelitian ini merupakan zat warna kationik yang memiliki muatan positif pada strukturnya (Gambar 4). Sementara itu, meskipun secara keseluruhan struktur dari penyusun utama kaolin yaitu kaolinit memiliki muatan total yang netral, terdapat banyak atom elektronegatif berupa oksigen dengan banyak pasangan elektron bebas (kaya akan elektron) yang dapat berinteraksi dengan zat kationik seperti biru metilena. Oleh karena itu, kemungkinan besar proses adsorpsi biru metilena oleh kaolin terjadi dengan adanya interaksi ionik antara zat warna biru metilena dengan bagianbagian tertentu atau tapak aktif-tapak aktif yang terdapat di permukaan kaolin, sehingga adsorpsinya hanya menghasilkan satu lapisan (monolayer). Menurut Muhdarina dan Linggawati (2003), lapisan 1:1, yaitu satu lapisan oksida-si (lapisan silikat) dan satu lapisan hidroksioksida-al (lapisan aluminat) berseling dalam setiap satuan mineral pada struktur kaolinit, saling berikatan kuat satu sama lain dengan ikatan hidrogen dan van der Waals. Hal ini mengakibatkan kation atau anion dan molekul air tidak dapat masuk ke lapisan silikat maupun aluminat sehingga efektivitas penjerapannya terbatas hanya di permukaan. Gambar 3 Struktur kation biru metilena Nanokomposit Kaolin-TiO 2 /Urea (B5U) Berdasarkan kapasitas adsorpsi dan kestabilan dalam air, sampel B5 dipilih untuk perlakuan lebih lanjut, yaitu penambahan dopan urea. Penambahan dopan ini bertujuan meningkatkan aktivitas fotodegradasi TiO 2 dalam nanokomposit kaolin-tio 2. Dalam pembuatan nanokomposit kaolin-tio 2, tujuan utama penggunaan ball-milling adalah mengefektifkan pengikatan TiO 2 dengan kaolin dan agar lebih

26 11 homogen. Akan tetapi, memperlama waktu milling lebih dari 5 jam tidak memberikan pengaruh yang nyata untuk hal tersebut. Pengaruh waktu milling justru terlihat jelas pada penurunan ukuran partikel, derajat kristalinitas, dan kapasitas adsorpsinya. Oleh karena itu, penggunaan ball-milling dalam pengembanan urea mungkin akan menurunkan derajat kristalinitas B5 dan pada akhirnya menurunkan kapasitas adsorpsi. Mesin pencampur serbuk yang energinya tidak setinggi ball-milling dapat digunakan, tetapi dalam penelitian ini, diputuskan bahwa pencampuran fisik B5 dengan urea hanya secara manual dengan menggunakan mortar. Urea yang telah digerus sebelumnya dicampur dengan B5 dengan nisbah bobot 1:1. Setelah itu dilakukan kalsinasi pada suhu 300 C selama 2 jam. Hasil yang diperoleh digerus hingga membentuk serbuk kembali dan disimpan sebagai sampel B5U. Pencirian Nanokomposit Kaolin-TiO 2 /Urea (B5U) Spektrum XRD sampel B5U (Gambar 5) masih memperlihatkan puncakpuncak kaolinit, TiO 2 anatase, serta bahan pengikat. Intensitas puncak-puncak kaolinit sangat rendah, yang menunjukkan bahwa derajat kristalinitasnya turun cukup jauh dibandingkan dengan B5. Hasil perhitungan berdasarkan spektrum XRD tersebut menunjukkan bahwa sampel B5U memiliki derajat kristalinitas 56.72%. Penurunan derajat kristalinitas ini mungkin disebabkan oleh proses kalsinasi atau oleh urea atau hasil dekomposisinya yang terdapat dalam B5U. Gambar 4 Spektrum XRD sampel B5U (a) (b) Gambar 5 Foto SEM sampel B5 (a) dan B5U (b)

27 12 Gambar 6 Spektrum EDX dan kandungan unsur sampel B5 Tabel 6 Kandungan unsur sampel B5 hasil EDX Element unn. C (wt. %) norm. C (wt. %) Atom. C (at. %) Carbon Oxygen Aluminuium Silicon Calcium Titanium Tellurium Gold Total Gambar 7 Spektrum EDX dan kandungan unsur sampel B5U Tabel 7 Kandungan unsur sampel B5U hasil EDX Element unn. C (wt. %) norm. C (wt. %) Atom. C (at. %) Carbon Nitrogen Oxygen Aluminuium Silicon Calcium Titanium Tellurium Gold Total

28 13 Pengamatan menggunakan SEM (Gambar 6) memperlihatkan morfologi sampel B5 dan B5U. Sementara itu, analisis kandungan unsur dengan menggunakan SEM-EDX (Gambar 7 dan Gambar 8) menunjukkan bahwa proses pengembanan urea pada sampel B5 telah berhasil. Unsur nitrogen terdeteksi dengan %bobot sebesar 8.21% pada sampel B5U. Kapasitas Adsorpsi dan Aktivitas Fotodegradasi B5U Kapasitas adsorpsi B5U diperoleh sebesar mg/g, jauh lebih kecil dibandingkan kapasitas adsorpsi B5 yang sebesar mg/g. Namun, linearitas isoterm adsorpsinya tetap lebih tinggi untuk isoterm adsorpsi Langmuir, yaitu sebesar 0.994, sedangkan linearitas isoterm Freundlich hanya Uji fotodegradasi selanjutnya dilakukan menggunakan sinar UV dan sinar tampak dengan lama penyinaran selama 6 jam. Bobot sampel yang digunakan 0.1 gram, dengan konsentrasi larutan biru metilena 100 ppm. Mulai dari konsentrasi inilah kebanyakan sampel mencapai kapasitas adsorpsi maksimumnya. Sampel kaolin, TiO 2, dan larutan biru metilena tanpa sampel juga diuji sebagai pembanding dan kontrol. Selain itu, karena aktivitas fotodegradasi secara keseluruhan merupakan hasil aktivitas adsorpsi-fotodegradasi dari setiap sampel, pengujian aktivitas fotodegradasi tanpa penyinaran/tertutup juga dilakukan untuk menunjukkan pengaruh adsorpsi oleh sampel pada pengujian aktivitas fotodegradasi. (a) (b) (c) Gambar 8 Filtrat hasil uji fotodegradasi dengan penyinaran sinar UV (a), sinar tampak (b),dan tanpa penyinaran (c). Kiri ke kanan: kaolin, TiO 2, B5, B5U, dan biru metilena (blangko)

29 14 Gambar 9 Endapan hasil uji fotodegradasi. Kiri ke kanan: kaolin, TiO 2, B5, dan B5U.Atas: hasil penyinaran dengan sinar UV,bawah: hasil penyinaran dengan sinar tampak Berdasarkan warna filtratnya (Gambar 9), sampel kaolin paling banyak mengurangi jumlah biru metilena dalam larutan, baik pada penyinaran dengan sinar UV atau sinar tampak, maupun tanpa penyinaran. Sebaliknya, warna endapan kaolin paling pekat dibandingkan dengan endapan lainnya (Gambar 9). Hal ini menunjukkan bahwa sampel kaolin hanya mengadsorpsi biru metilena. Tidak terdapat proses fotodegradasi pada kaolin. Gambar 9 dengan jelas memperlihatkan bahwa filtrat hasil penyinaran dengan sinar tampak yang warna birunya paling pekat berasal dari TiO 2. Hal ini disebabkan TiO 2 tidak aktif pada sinar tampak sehingga penurunan konsentrasi biru metilena hanya berasal dari adsorpsi. Padahal, uji kapasitas adsorpsi telah mendapatkan kapasitas adsorpsi yang paling rendah untuk TiO 2 (Tabel 5). Hasil uji tanpa penyinaran juga menunjukkan bahwa filtrat sampel TiO 2 memiliki warna biru yang paling pekat. Gambar 10 Spektrum serapan filtrat hasil penyinaran dengan UV.

30 15 Gambar 11 Spektrum serapan filtrat hasil penyinaran dengan sinar tampak Gambar 12 Spektrum serapan filtrat tanpa penyinaran Spektrum serapan filtrat hasil penyinaran menggunakan UV (Gambar 10),menunjukkan puncak serapan biru metilena pada masing-masing filtrat sampel secara berturut-turut mulai dari yang tertinggi ialah B5U, B5, TiO 2, dan kaolin. Sementara itu, spektrum filtrat hasil penyinaran menggunakan sinar tampak (Gambar 11) memperlihatkan bahwa serapan biru metilena pada masingmasing filtrat sampel tertinggi diberikan oleh TiO 2. Puncak serapan tertinggi selanjutnya diberikan oleh B5 dan B5U yang saling berimpit. Puncak serapan terendah diberikan oleh kaolin. Spektrum serapan filtrat tanpa penyinaran (Gambar 12) memperlihatkan bahwa puncak serapan biru metilena pada masingmasing filtrat sampel secara berturut-turut mulai dari yang tertinggi ialah TiO 2, B5U, B5, dan kaolin. Spektrum dari filtrat hasil pengujian tanpa penyinaran (Gambar 12), yang dalam hal ini menunjukkan aktivitas adsorpsinya saja, menunjukkan bahwa aktivitas B5U lebih kecil daripada B5. Akan tetapi, TiO 2 memiliki aktivitas yang jauh lebih kecil daripada B5U, yang ditunjukkan dengan tingginya puncak spektrum pada daerah serapan biru metilena. Kedua hal ini sesuai dengan hasil pengujian kapasitas adsorpsi yang telah dibahas pada subbab Hasil Uji Kapasitas Adsorpsi. Akan tetapi, puncak serapan biru metilena dari filtrat kaolin seperti yang terdapat pada Gambar 10, 11, dan 12 merupakan yang paling rendah

31 16 intensitasnya atau paling besar aktivitasnya dibandingkan TiO 2, B5, dan B5U. Hasil ini tidak sesuai dengan hasil uji kapasitas adsorpsi sebelumnya yang menujukkan bahwa kapasitas adsorpsi B5 sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kaolin. Ketidaksesuaian ini mungkin dikarenakan perbedaan waktu kontak sampel dengan biru metilena. Pada uji kapasitas adsorpsi, waktu kontak hanya 2 jam, sedangkan pada uji fotodegradasi, waktu kontak 6 jam. Waktu yang hanya 2 jam mungkin belum merupakan waktu optimum bagi proses adsorpsi oleh kaolin. Dari Gambar 10 dan Gambar 11, diperoleh bahwa ketika disinari sinar UV, kombinasi aktivitas adsorpsi-fotodegradasi B5 lebih besar daripada B5U. Akan tetapi, ketika disinari dengan sinar tampak, B5U memiliki aktivitas yang setara dengan B5, padahal kapasitas adsorpsi B5U lebih kecil daripada B5. Hal ini menunjukan bahwa pengembanan urea terhadap sampel B5 telah menggeser aktivitas TiO2 yang terdapat pada sampel B5 ke arah cahaya tampak. Dalam penelitian ini, pengujian aktivitas fotodegradasi juga dilakukan pada konsentrasi awal biru metilena yang cukup rendah, yaitu 12.5 ppm. Konsentrasi ini dipilih sebagai perbandingan dengan uji fotodegradasi sebelumnya, dengan kemungkinan bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pengembanan urea lebih terlihat pada konsentrasi ini. Gambar 13 Filtrat hasil uji fotodegradasi 12.5 ppm. Kiri ke kanan: biru metilena tanpa sampel (kontrol), kaolin, TiO 2, B5, dan B5U hasil penyinaran dengan sinar UV; lalu biru metilena tanpa sampel (kontrol), kaolin, TiO 2, B5, dan B5U hasil penyinaran dengan sinar tampak Gambar 14 Endapan hasil uji fotodegradasi 12.5 ppm. Kiri ke kanan: TiO 2, kaolin, B5, dan B5U. Atas: hasil penyinaran dengan sinar tampak.bawah: hasil penyinaran dengan sinar tampak Dari Gambar 13 dan Gambar 14, diperoleh hal yang sama dengan pengujian aktivitas fotodegradasi yang menggunakan konsentrasi biru metilena sebesar 100 ppm, yaitu kaolin merupakan yang paling banyak mengurangi jumlah biru metilena pada larutan, tetapi hanya dengan adsorpsi saja. Untuk sampel TiO 2,

32 17 pada pengujian aktivitas fotodegradasi menggunakan konsentrasi biru metilena awal sebesar 12.5 ppm,endapan dan filtratnya sulit untuk dipisahkan dengan penyaringan biasa. Oleh karena itu, filtratnya masih berwarna putih susu, yang menunjukkan adanya TiO 2 yang terdispersi dalam filtrat. Dari Gambar 13 terlihat bahwa filtrat TiO 2 oleh sinar tampak berwarna putih susu dengan sedikit kebiruan. Sementara itu, filtrat TiO 2 oleh sinar UV sudah menjadi putih susu seluruhnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa TiO 2 lebih aktif dibawah sinar UV dibandingkan sinar tampak dan seharusnya tidak aktif di bawah sinar tampak. Berkurangnya warna biru pada filtrat TiO 2 sinar tampak mungkin dikarenakan adanya sinar UV yang juga terkandung pada lampu sinar tampak yang digunakan. Jika dibandingkan antara endapan dan filtrat sampel B5 dan B5U, tidak terlihat perbedaan yang signifikan jika dilihat secara visual. Akan tetapi, terlihat bahwa endapan B5 dan B5U memiliki warna endapan yang lebih pudar dibandingkan kaolin, walaupun warna filtratnya tidak jauh berbeda, baik di bawah sinar UV maupun di bawah sinar tampak. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi proses fotodegradasi baik pada sampel B5 maupun B5U dibawah sinar UV maupun sinar tampak. Pada pengujian aktivitas fotodegradasi yang menggunakan konsentrasi awal 100 ppm, spektrum filtratnya menunjukkan bahwa aktivitas B5 lebih besar daripada B5U pada sinar UV, namun setara pada sinar tampak. Sementara itu, pada pengujian aktivitas fotodegradasi yang menggunakan konsentrasi awal 12.5 ppm, hasil spektrum filtratnya seperti yang terlihat pada Gambar 15, dan Gambar 16, menunjukkan bahwa aktivitas B5 lebih besar daripada B5U pada sinar UV, namun aktivitas B5 lebih kecil daripada B5U pada sinar tampak. Kedua hal ini, baik hasil pengujian dengan konsentrassi awal 100 ppm maupun 12.5 ppm, menunjukkan bahwa terjadi pergeseran aktivitas TiO 2 pada sampel B5U ke arah cahaya tampak, dengan perbedaan hasil yang lebih terlihat pada pengujian menggunakan konsentrasi awal sebesar 12.5 ppm. Gambar 15 Spektrum filtrat hasil fotodegradasi 12.5 ppm di bawah sinar UV, Spektrum dengan warna hitam untuk kaolin, hijau untuk B5, coklat untuk B5U, dan hijau kekuningan untuk kontrol (biru metilena)

33 18 Gambar 16 Spektrum filtrat hasil fotodegradasi 12.5 ppm di bawah sinar tampak. Spektrum dengan warna biru tua untuk kaolin, ungu untuk B5, hijau kebiruan untuk B5U, dan abu-abu untuk kontrol (biru metilena) Seperti yang telah diungkapkan oleh Chong et al. (2010), penambahan dopan dapat meningkatkan kerja fotokatalis dengan cara menggeser rentang panjang gelombang yang digunakan atau dengan cara meningkatkan efisiensi pemisahan muatan dan menghambat proses rekombinasi elektron-lubang dari fotokatalis yang digunakan. Urea yang digunakan dalam penelitian ini, menurut Yuan et al. (2006) merupakan salah satu senyawa nonlogam sumber N yang dapat digunakan sebagai dopan. Dijelaskan oleh Chong et al. (2010) bahwa doppan berupa senyawa nonlogam mengefektifkan kinerja TiO 2 dengan cara memperlebar rentang panjang gelombang yang dapat digunakan untuk mengkatalisis suatu proses degradasi. Selain yang mengandung N, senyawa nonlogam lain yang dapat digunakan antara lain yang mengandung S, F, dan C, Chong et al. (2010) juga menyebutkan bahwa ion logam transisi juga mengefektifkan kerja TiO 2 dengan cara yang sama dengan senyawa non logam. Penggeseran rentang panjang gelombang oleh kedua dopan jenis ini dilakukan dengan cara memanfaatkan pasangan elektron bebas yang dimiliki mempersempit band gap dari fotokatalis yang diemban dengan dopan tersebut. Band gap tersebut merupakan celah energi antara pita konduksi dan pita valensi yang dimiliki oleh fotokatalis. Dengan berkurangnya band gap, energi minimal yang dibutuhkan agar elektron berpindah meninggalkan lubang pada pita valensi ke pita konduksi menjadi lebih rendah. Dengan kata lain, terjadi pergeseran ke arah foton yang memiliki panjang gelombang lebih panjang (energi rendah). SIMPULAN Secara teknis, pengerjaan ball-milling lebih praktis dibandingkan dengan metode pasta karena hanya satu tahap dan tidak membutuhkan air dalam pembuatan nanokomposit kaolin-tio 2. Secara hasil, penggunaan ball-milling

34 19 diyakini menghasilkan komposit yang lebih homogen, namun keterikatan TiO 2 pada kaolin tidak berbeda dengan yang dihasilkan oleh metode pasta dan tetap membutuhkan tambahan berupa bahan pengikat berbahan dasar kalsium. Penggunaan ball milling dapat meningkatkan kapasitas adsorpsi melalui penurunan ukuran partikel, namun hanya efektif pada waktu milling 5 jam. Waktu milling yang lebih lama justru menurunkan kapasitas adsorpsinya karena terjadi penurunan derajat kristalinitas secara drastis. Pengembanan urea terhadap nanokomposit kaolin-tio 2 yang dilakukan dengan pencampuran secara fisik dan kalsinasi suhu 300 C dapat menggeser aktivitas fotokatalisis TiO 2 yang terdapat pada nanokomposit kaolin-tio 2 ke arah cahaya tampak. SARAN Pengaruh proses ball milling sebaiknya juga diamati terhadap sampel kaolin sebagai pembanding, baik dilihat derajat kristalinitas, ada tidaknya perubahan fasa, ukuran partikel, maupun kapasitas adsorpsi dan aktivitas fotodegradasihasil tersebut dibandingkan juga dengan metakaolin yang sengaja dibentuk dari kaolin melalui proses kalsinasi suhu tinggi. Seain itu, untuk memastikan penurunan derajat kristalinitas berdasarkan spektrum XRD karena penggunaan ball milling dikarenakan adanya perubahan fasa dari kaolinit menjadi metakaolinit, sebaiknya dilakukan analisis %kehilangan bobot dan analisis gugus OH dengan FTIR Pengukuran partikel dari nanokomposit kaolin-tio 2 yang dibuat dengan metode pasta dengan PSA sebaiknya juga dilakukan untuk meyakinkan bahwa kapasitas adsorpsi nanokomposit kaolin-tio 2 yang diperoleh melalui proses ballmilling selama 5 jam lebih besar daripada yang diperoleh melalui metode pasta memang dikarenakan adanya penurunan ukuran partikel. Terhadap sampel-sampel nanokomposit kaolin-tio 2,pengujian kestabilan dalam air sebaiknya dilakukan pula dengan cara yang lebih kuantitatif seperti pengukuran kekeruhan dengan turbidimeter. Banyaknya jumlah TiO 2 maksimum yang dapat dikompositkan pun dengan demikian dapat ditentukan agar lebih efektif. Selain itu,pengaruh proses ball milling juga sebaiknya tidak hanya dilihat dari kapasitas adsorpsinya, tetapi juga aktivitas adsorpsi-fotodegradasinya secara keseluruhan. Dalam pengembanan urea, perlu ditentukan cara dan kondisi terbaik guna mendapatkan hasil yang paling optimum dan efektif. Perlu dikaji dan dibandingkan hasil pembuatan nanokomposit kaolin-tio 2 /urea jika TiO 2 diemban dengan urea terlebih dahulu sebelum dikompositkan dengan urea atau jika semua bahan yaitu kaolin, bahan pengikat, TiO 2, dan urea dikompositkan secara bersamaan dengan perbandingan tertentu. Kondisi optimum berupa perbandingan bobot urea yang ditambahkan dan suhu kalsinasi yang digunakan juga perlu ditentukan. Perlu diuji pula aktivitas nanokomposit kaolin-tio 2 /urea jika pembuatannya tidak menggunakan proses kalsinasi. Lampu yang digunakan sebagai sumber sinar tampak dalam uji fotodegradasi sebaiknya diketahui spektrum panjang gelombangnya. Hal ini untuk mengetahui ada tidaknya sinar UV yang terkandung dalam sinar yang dihasilkan

35 20 oleh lampu tersebut. Keefektifan nanokomposit kaolin-tio 2 yang telah diemban dengan urea sebaiknya diuji pula di bawah sinar matahari langsung DAFTAR PUSTAKA Aminikia B, Youzbashi AA Effect of milling time on mechanochemical synthesis of nanocrystalline zirconium diboride. Material Physics and Mechanics. 17: 1-5 Biljana R, Ilic, Aleksandra A, Mitrovic, Liljana R, Milicic Thermal treatment of kaolin clay to obtain metakaolin. Hem Ind 64(4): Chong MN, Jin B, Chow CWK, dan Saint C Recent development in photocatalytic water treatment technology: a review. Water Reserch 44: Gunlazuardi J, Andayani W Evaluasi deklorinasi dan pemecahan cincin aromatis selama degradasi pentaklorofenol secara fotokatalisis pada permukaan lapis tipis titanium dioksida dalam Prosiding Seminar Nasional Himpunan Kimia Indonesia Mei 2002 di UPI Bandung. Bandung: UPI Pr. Hamdaoui O, Chiha M Removal of methylene blue from aqueous solutions by wheat bran. Acta Chim. 54: Handoko E, Manaf A Penghalusan butir fasa magnetik SmCO5 dengan vibration ball mill untuk pembuatan kristal berskala nanometer.jurnal Sains Materi Indonesia. Ed khusus Oktober 2006, hlm: Haq A, Iqbal Yaseen, Khan MR Historical development in the classification of kaolin subgroup. J Pak Mater Soc. 2(1): Hernandes J, Zarate J, Rosas G Zirconia stabilization assisted by high energy ball- milling. Journal of Ceramic Processing Research. 10(2): Kustiningsih I, Mareta H, Mustofa D, Slamet Pengaruh morfologi TiO2 dan dopan platina terhadap produksi hidrogen dari air dengan metode fotokatalisis. Indonesian Journal of Materials Science. 14(1): Lubis G Kajian peningkatan pengusahaan sumber daya alam sektor pertambangan di Sumatera Utara. Inovasi. 6(3): Macias LT The design and evaluation of a continuous photocatalytic reactor utilizing titanium dioxida in thin film of mesoporous sililca. [Thesis]. USA:Mississippi State University Mustanir, Zulkarnain J Pengaruh lama miling terhadap sifat absorpsi material penyimpan hidrogen MgH 2 yang dikatalisasi dengan Fe. Bulletin of Chemical Reaction Engineering & Catalysis. 4(2): Nadeak SMR, Susanti D Variasi temperatur dan waktu tahan kalsinasi terhadap unjuk kerja semikonduktor TiO2 sebagai Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) dengan dye dari buah naga merah. Jurnal Teknik ITS. 1: Nisaa S Adsorpsi biru metilena pada kaolin dan nanokomposit kaolin TiO2 serta uji sifat fotokatalis. [skripsi]. Bogor: FMIPA IPB

METODE. Penentuan kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi zat warna

METODE. Penentuan kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi zat warna bermuatan positif. Kation yang dihasilkan akan berinteraksi dengan adsorben sehingga terjadi penurunan intensitas warna. Penelitian ini bertujuan mensintesis metakaolin dari kaolin, mensintesis nanokomposit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Katalis merupakan suatu zat yang sangat diperlukan dalam kehidupan. Katalis yang digunakan merupakan katalis heterogen. Katalis heterogen merupakan katalis yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Telah banyak dibangun industri untuk memenuhi kebutuhan manusia. Berkembangnya industri tentu dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat, tetapi juga menimbulkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas mengenai preparasi ZnO/C dan uji aktivitasnya sebagai fotokatalis untuk mendegradasi senyawa organik dalam limbah, yaitu fenol. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fotokatalis telah mendapat banyak perhatian selama tiga dekade terakhir sebagai solusi yang menjanjikan baik untuk mengatasi masalah energi maupun lingkungan. Sejak

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini diulas dalam tiga subbab. Karakterisasi yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari 3 macam, yaitu SEM-EDS, XRD dan DRS. Karakterisasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Fotodegradasi Senyawa Biru Metilena

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Fotodegradasi Senyawa Biru Metilena 4 koloid pada tabung tersebut dengan jarak 10 cm dari permukaan larutan. Fraksi ini ditampung dan dikoagulasikan dengan penambahan NaCl. Setelah fraksi terkoagulasi, larutan bagian atas dibuang dan endapan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi TiO2 Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. TiO2 dapat ditemukan sebagai rutile dan anatase yang mempunyai fotoreaktivitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. cahaya matahari.fenol bersifat asam, keasaman fenol ini disebabkan adanya pengaruh

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. cahaya matahari.fenol bersifat asam, keasaman fenol ini disebabkan adanya pengaruh BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Fenol merupakan senyawa organik yang mengandung gugus hidroksil (OH) yang terikat pada atom karbon pada cincin benzene dan merupakan senyawa yang bersifat toksik, sumber pencemaran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna Adsorpsi Zat Warna Pembuatan Larutan Zat Warna Larutan stok zat warna mg/l dibuat dengan melarutkan mg serbuk Cibacron Red dalam air suling dan diencerkan hingga liter. Kemudian dibuat kurva standar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian minyak, pekerjaan teknisi, dan proses pelepasan cat (Alemany et al,

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian minyak, pekerjaan teknisi, dan proses pelepasan cat (Alemany et al, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenol merupakan senyawa organik yang dapat mengganggu kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Fenol merupakan salah satu senyawa organik yang bersifat karsinogenik,

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN 4.1 Sintesis Padatan ZnO dan CuO/ZnO Pada penelitian ini telah disintesis padatan ZnO dan padatan ZnO yang di-doped dengan logam Cu. Doping dengan logam Cu diharapkan mampu

Lebih terperinci

BENTUK KRISTAL TITANIUM DIOKSIDA

BENTUK KRISTAL TITANIUM DIOKSIDA BENTUK KRISTAL TITANIUM DIOKSIDA TiO2 memiliki tiga macam bentuk kristal : Anatase rutil brukit namun yang memiliki aktivitas fotokatalis terbaik adalah anatase. Bentuk kristal anatase diamati terjadi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 5 ke dalam persamaan regresi (Y=aX+b) dengan konsentrasi zeolit sintesis (% berat) sebagai absis (sumbu X) dan nilai persentase inhibisi sebagai ordinat (sumbu Y). Nilai IC 50 diperoleh pada saat persentase

Lebih terperinci

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Henni Eka Wulandari Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Henni Eka Wulandari Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si SEMINAR TUGAS AKHIR Add Your Company Slogan STUDI AWAL FABRIKASI DAN KARAKTERISASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) MENGGUNAKAN EKSTRAKSI BUNGA SEPATU SEBAGAI DYE SENSITIZERS DENGAN VARIASI LAMA ABSORPSI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan industri tekstil dan industri lainnya di Indonesia menghasilkan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan industri tekstil dan industri lainnya di Indonesia menghasilkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan industri tekstil dan industri lainnya di Indonesia menghasilkan banyak limbah organik golongan senyawa azo, yang akan menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium penelitian jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel kulit

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING I Dewa Gede Panca Suwirta 2710100004 Dosen Pembimbing Hariyati Purwaningsih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan TiO 2 sebagai fotokatalis diperkenalkan pertama kali oleh Fujishima dan Honda tahun 1972 mengenai pemecahan air menjadi oksigen dan hidrogen secara fotoelektrokimia

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.I Sintesis dan Karakterisasi Zeolit Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kaolin alam Cicalengka, Jawa Barat, Indonesia. Kaolin tersebut secara fisik berwarna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan mengembangkan industri tekstil (Achmad, 2004). Keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan mengembangkan industri tekstil (Achmad, 2004). Keberadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu upaya manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya adalah dengan mengembangkan industri tekstil (Achmad, 2004). Keberadaan industri tekstil selain menguntungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan oleh logam berat menjadi masalah yang cukup serius seiring dengan penggunaan logam berat dalam bidang industri yang semakin meningkat. Keberadaan

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban 5 Kulit kacang tanah yang telah dihaluskan ditambahkan asam sulfat pekat 97%, lalu dipanaskan pada suhu 16 C selama 36 jam. Setelah itu, dibilas dengan air destilata untuk menghilangkan kelebihan asam.

Lebih terperinci

Manfaat Penelitian. Hipotesis BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

Manfaat Penelitian. Hipotesis BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian 3 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan sebagai luaran penelitian ini adalah pemanfaatan zeolit sintetik dan zeolit sintetik terpilar yang memiliki aktivitas antioksidan sehingga dapat diaplikasikan

Lebih terperinci

ADSORPSI BIRU METILENA PADA KAOLIN DAN NANOKOMPOSIT KAOLIN/TiO 2 SERTA UJI SIFAT FOTOKATALISIS SHOFWATUN NISAA

ADSORPSI BIRU METILENA PADA KAOLIN DAN NANOKOMPOSIT KAOLIN/TiO 2 SERTA UJI SIFAT FOTOKATALISIS SHOFWATUN NISAA ADSORPSI BIRU METILENA PADA KAOLIN DAN NANOKOMPOSIT KAOLIN/TiO 2 SERTA UJI SIFAT FOTOKATALISIS SHOFWATUN NISAA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum penelitian akan dilakukan dengan pemanfaatan limbah media Bambu yang akan digunakan sebagai adsorben dengan diagram alir keseluruhan

Lebih terperinci

Sintesis Komposit TiO 2 /Karbon Aktif Berbasis Bambu Betung (Dendrocalamus asper) dengan Menggunakan Metode Solid State Reaction

Sintesis Komposit TiO 2 /Karbon Aktif Berbasis Bambu Betung (Dendrocalamus asper) dengan Menggunakan Metode Solid State Reaction Sintesis Komposit TiO 2 /Karbon Aktif Berbasis Bambu Betung (Dendrocalamus asper) dengan Menggunakan Metode Solid State Reaction Yuliani Arsita *, Astuti Jurusan Fisika Universitas Andalas * yulianiarsita@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu pembuatan adsorben dan uji kinerja adsorben tersebut untuk menyisihkan phenanthrene dari dalam air. 4.1 Pembuatan adsorben

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004). 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Penelitian ini menggunakan campuran kaolin dan limbah padat tapioka yang kemudian dimodifikasi menggunakan surfaktan kationik dan nonionik. Mula-mula kaolin dan

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas Lampung. Analisis XRD di Universitas Islam Negeri Jakarta Syarif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya

Lebih terperinci

I. KEASAMAN ION LOGAM TERHIDRAT

I. KEASAMAN ION LOGAM TERHIDRAT I. KEASAMAN ION LOGAM TERHIDRAT Tujuan Berdasarkan metode ph-metri akan ditunjukkan bahwa ion metalik terhidrat memiliki perilaku seperti suatu mono asam dengan konstanta keasaman yang tergantung pada

Lebih terperinci

UJI AKTIVITAS FOTOKATALIS SENYAWA Ca1-xCoxTiO3 PADA PROSES DEGRADASI METILEN BIRU DENGAN SINAR UV DAN SINAR TAMPAK

UJI AKTIVITAS FOTOKATALIS SENYAWA Ca1-xCoxTiO3 PADA PROSES DEGRADASI METILEN BIRU DENGAN SINAR UV DAN SINAR TAMPAK UJI AKTIVITAS FOTOKATALIS SENYAWA Ca1-xCoxTiO3 PADA PROSES DEGRADASI METILEN BIRU DENGAN SINAR UV DAN SINAR TAMPAK PHOTOCATALYTIC ACTIVITY OF Ca1-xCoxTiO3 IN DEGRADATION OF METHYLENE BLUE BY USING UV AND

Lebih terperinci

PREPARASI KOMPOSIT TiO 2 -SiO 2 DENGAN METODE SOL-GEL DAN APLIKASINYA UNTUK FOTODEGRADASI METHYL ORANGE

PREPARASI KOMPOSIT TiO 2 -SiO 2 DENGAN METODE SOL-GEL DAN APLIKASINYA UNTUK FOTODEGRADASI METHYL ORANGE PREPARASI KOMPOSIT TiO 2 -SiO 2 DENGAN METODE SOL-GEL DAN APLIKASINYA UNTUK FOTODEGRADASI METHYL ORANGE Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-1 Program Studi Kimia Oleh

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran lingkungan oleh zat warna yang berasal dari industri tekstil dan pewarnaan (dying) serta pencemaran logam berat Cu(II) dari kegiatan electroplating

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM

IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM HASIL PROSES MILLING Yosef Sarwanto, Grace Tj.S., Mujamilah Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir - BATAN Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang 15314.

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI CORE-SHELL ZnO/TiO2 SEBAGAI MATERIAL FOTOANODA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) SKRIPSI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI CORE-SHELL ZnO/TiO2 SEBAGAI MATERIAL FOTOANODA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) SKRIPSI SINTESIS DAN KARAKTERISASI CORE-SHELL ZnO/TiO2 SEBAGAI MATERIAL FOTOANODA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) SKRIPSI Oleh Yuda Anggi Pradista NIM 101810301025 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Perlakuan awal kaolin dan limbah padat tapioka yang dicuci dengan akuades, bertujuan untuk membersihkan pengotorpengotor yang bersifat larut dalam air. Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging optimal pada sintesis zeolit dari abu sekam padi pada temperatur kamar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Titanium dioksida atau TiO 2 merupakan material semikonduktor yang banyak dimanfaatkan untuk fotokatalis, mikroelektronik, sel optik, inaktivasi mikroorganisme,

Lebih terperinci

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO 2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO 3 Pendahuluan ZnO merupakan bahan semikonduktor tipe-n yang memiliki lebar pita energi 3,37 ev pada suhu ruang dan 3,34 ev pada temperatur rendah dengan nilai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental. B. Tempat dan Waktu Pengerjaan sampel dilakukan di laboratorium Teknik Kimia

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Produksi H 2 Sampai saat ini, bahan bakar minyak masih menjadi sumber energi yang utama. Karena kelangkaan serta harganya yang mahal, saat ini orang-orang berlomba untuk mencari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil

Lebih terperinci

IMMOBILISASI TiO 2 DALAM MATRIKS SiO 2 DENGAN METODE SOL-GEL UNTUK MENDEGRADASI LIMBAH CAIR PEWARNA TEKSTIL SKRIPSI

IMMOBILISASI TiO 2 DALAM MATRIKS SiO 2 DENGAN METODE SOL-GEL UNTUK MENDEGRADASI LIMBAH CAIR PEWARNA TEKSTIL SKRIPSI IMMOBILISASI TiO 2 DALAM MATRIKS SiO 2 DENGAN METODE SOL-GEL UNTUK MENDEGRADASI LIMBAH CAIR PEWARNA TEKSTIL SKRIPSI Oleh Angga Pradana NIM 061810301045 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan uji aktivitas katalis Pt/Zr-MMT serta aplikasinya sebagai katalis dalam konversi sitronelal menjadi mentol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Titanium dioksida (TiO 2 ) sejak beberapa tahun terakhir banyak digunakan dalam berbagai bidang anatas anatara lain sebagai pigmen, bakterisida, pasta gigi,

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari hingga April 2008 di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Institut Teknologi Bandung. Sedangkan pengukuran

Lebih terperinci

FOTODEGRADASI METILEN BIRU MENGGUNAKAN KATALIS TiO 2 -MONTMORILONIT DAN SINAR UV

FOTODEGRADASI METILEN BIRU MENGGUNAKAN KATALIS TiO 2 -MONTMORILONIT DAN SINAR UV FOTODEGRADASI METILEN BIRU MENGGUNAKAN KATALIS TiO 2 -MONTMORILONIT DAN SINAR UV I Kadek Sumerta, Karna Wijaya, Iqmal Tahir Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan eksperimental. B. Tempat dan Waktu Tempat penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ABSTRAK ABSTRACT

PENDAHULUAN ABSTRAK ABSTRACT KIMIA.STUDENTJOURNAL, Vol. 2, No. 2, pp. 576-582, UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Received 26 September 2014, Accepted 26 September 2014, Published online 28 September 2014 PENGARUH PENAMBAHAN HIDROGEN PEROKSIDA

Lebih terperinci

STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS

STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS SKRIPSI Oleh : Ahsanal Holikin NIM 041810201063 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory),

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory), 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory), Karakterisasi FTIR dan Karakterisasi UV-Vis dilakukan di laboratorium Kimia Instrumen,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh Contoh yang diambil dari alam merupakan contoh zeolit dengan bentuk bongkahan batuan yang berukuran besar, sehingga untuk dapat dimanfaatkan harus diubah ukurannya

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu penentuan spektrum absorpsi dan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan zat warna RB red F3B. Tahap

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009).

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009). BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Pada penelitian ini alat yang digunakan adalah timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg, shaker, termometer, spektrofotometer serapan atom (FAAS GBC), Oven Memmert, X-Ray

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Arang Aktif dari Sekam Padi Arang sekam yang telah diaktivasi disebut arang aktif. Arang aktif yang diperoleh memiliki ukuran seragam (210 µm) setelah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen laboratorium yang meliputi dua tahap. Tahap pertama dilakukan identifikasi terhadap komposis kimia dan fase kristalin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum mengenai pemanfaatan tulang sapi sebagai adsorben ion logam Cu (II) dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE

BAB III. BAHAN DAN METODE 10 BAB III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan dari bulan Februari dan berakhir pada bulan Agustus 2011. Proses pembuatan dan pengujian arang aktif dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia Analitik dan laboratorium penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, mulai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian penetapan konsentrasi ammonium dengan metode spektrofotometri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Agustus 2013 di Laboratorium Riset dan Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

Distribusi Celah Pita Energi Titania Kotor

Distribusi Celah Pita Energi Titania Kotor Jurnal Nanosains & Nanoteknologi ISSN 1979-0880 Edisi Khusus, Agustus 009 Distribusi Celah Pita Energi Titania Kotor Indah Nurmawarti, Mikrajuddin Abdullah (a), dan Khairurrijal Kelompok Keahlian Fisika

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOPORI TiO2-SiO2/KITOSAN DENGAN PENAMBAHAN SURFAKTAN DTAB SKRIPSI SARJANA KIMIA. Oleh STEFANI KRISTA BP :

SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOPORI TiO2-SiO2/KITOSAN DENGAN PENAMBAHAN SURFAKTAN DTAB SKRIPSI SARJANA KIMIA. Oleh STEFANI KRISTA BP : SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOPORI TiO2-SiO2/KITOSAN DENGAN PENAMBAHAN SURFAKTAN DTAB SKRIPSI SARJANA KIMIA Oleh STEFANI KRISTA BP : 0910412029 JURUSAN S1 KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Persiapan Adsorben Cangkang Gonggong Cangkang gonggong yang telah dikumpulkan dicuci bersih dan dikeringkan dengan matahari. Selanjutnya cangkang gonggong

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BENTONIT TEKNIS SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA USAGE OF TECHNICAL BENTONITE AS A DYE ADSORBENT

PEMANFAATAN BENTONIT TEKNIS SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA USAGE OF TECHNICAL BENTONITE AS A DYE ADSORBENT PEMANFAATAN BENTONIT TEKNIS SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA USAGE OF TECHNICAL BENTONITE AS A DYE ADSORBENT Imam Fathoni* dan Rusmini Departement of Chemistry, Faculty of Matematics and Natural Sciences State

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang kecenderungan pemakaian bahan bakar sangat tinggi sedangkan sumber bahan bakar minyak bumi yang di pakai saat ini semakin menipis. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

BAB III BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September

BAB III BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September BAB III BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September tahun 2011 di Laboratorium Riset kimia makanan dan material, untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian berikut: Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir Mulai Persiapan alat dan bahan Meshing 100 + AAS Kalsinasi + AAS

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 47 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini bertujuan untuk menunjukan pengaruh suhu sintering terhadap struktur Na 2 O dari Na 2 CO 3 yang dihasilkan dari pembakaran tempurung kelapa. Pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging pada sintesis zeolit dari abu jerami padi dan karakteristik zeolit dari

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN METODE SINTESIS UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS ZEOLIT ALAMI DI INDONESIA

PENGEMBANGAN METODE SINTESIS UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS ZEOLIT ALAMI DI INDONESIA Laporan Akhir Tesis LOGO PENGEMBANGAN METODE SINTESIS UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS ZEOLIT ALAMI DI INDONESIA Disusun Oleh: M. Furoiddun Nais 2309201016 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Gede Wibawa, M.Eng

Lebih terperinci

Uji fotokatalisis reduksi benzaldehida menggunakan titanium dioksida hasil sintesis

Uji fotokatalisis reduksi benzaldehida menggunakan titanium dioksida hasil sintesis Uji fotokatalisis reduksi benzaldehida menggunakan titanium dioksida hasil sintesis Diana Rakhmawaty Eddy*, Sanidya Saraswati B, Rustaman Departemen Kimia, FMIPA, Universitas Padjadjaran, Bandung *Email:

Lebih terperinci

MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI KATALIS MELALUI PENGEMBANAN LOGAM TEMBAGA

MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI KATALIS MELALUI PENGEMBANAN LOGAM TEMBAGA SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VIII Peningkatan Profesionalisme Pendidik dan Periset Sains Kimia di Era Program Studi Pendidikan FKIP UNS Surakarta, 14 Mei 2016 MAKALAH PENDAMPING PARALEL

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah penelitian laboratorium yaitu mensintesis zeolit K-F dari kaolin dan

Lebih terperinci

SINTESIS ZEOLIT DAN NANOKOMPOSIT ZEOLIT/TiO 2 DARI ABU LAYANG DAN WATERGLASS SERTA UJI ADSORPSI DAN FOTODEGRADASINYA ADE EVAN ERVIANA

SINTESIS ZEOLIT DAN NANOKOMPOSIT ZEOLIT/TiO 2 DARI ABU LAYANG DAN WATERGLASS SERTA UJI ADSORPSI DAN FOTODEGRADASINYA ADE EVAN ERVIANA SINTESIS ZEOLIT DAN NANOKOMPOSIT ZEOLIT/TiO 2 DARI ABU LAYANG DAN WATERGLASS SERTA UJI ADSORPSI DAN FOTODEGRADASINYA ADE EVAN ERVIANA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Ana Thoyyibatun Nasukhah Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Ana Thoyyibatun Nasukhah Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si SEMINAR TUGAS AKHIR Add Your Company Slogan FABRIKASI DAN KARAKTERISASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) DENGAN MENGGUNAKAN EKTRAKSI DAGING BUAH NAGA MERAH (HYLOCEREUS POLYRHIZUS) SEBAGAI DYE SENSITIZER

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanoteknologi merupakan teknologi masa depan, tanpa kita sadari dengan

I. PENDAHULUAN. Nanoteknologi merupakan teknologi masa depan, tanpa kita sadari dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nanoteknologi merupakan teknologi masa depan, tanpa kita sadari dengan nanoteknologi tersebut berbagai aspek persoalan dapat kita selesaikan (Anonim A, 2012). Pengembangan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: fotokatalis, fenol, limbah cair, rumah sakit, TiO 2 anatase. 1. Pendahuluan

ABSTRAK. Kata Kunci: fotokatalis, fenol, limbah cair, rumah sakit, TiO 2 anatase. 1. Pendahuluan OP-015 PENGARUH BERAT TiO 2 ANATASE, KECEPATAN PENGADUKAN DAN ph DALAM DEGRADASI SENYAWA FENOL Zulkarnaini 1, Yeggi Darnas 2, Nofriya 3 Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Unversitas Andalas Kampus

Lebih terperinci

3 Metodologi penelitian

3 Metodologi penelitian 3 Metodologi penelitian 3.1 Peralatan dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini mencakup peralatan gelas standar laboratorium kimia, peralatan isolasi pati, peralatan polimerisasi, dan peralatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian penetapan kadar krom dengan metode spektrofotometri

Lebih terperinci

IMPREGNASI ZEOLIT ALAM DENGAN TiO 2 UNTUK DEGRADASI JINGGA METIL SECARA FOTOKATALITIK

IMPREGNASI ZEOLIT ALAM DENGAN TiO 2 UNTUK DEGRADASI JINGGA METIL SECARA FOTOKATALITIK IMPREGNASI ZEOLIT ALAM DENGAN TiO 2 UNTUK DEGRADASI JINGGA METIL SECARA FOTOKATALITIK Wahyu Windati, Yusuf Syah, Alfa Akustia Widati. Program Studi S1 Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTER SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-EDTA DAN Cu(II)- C 6 H 8 N 2 O 2 S Dian Nurvika 1, Suhartana 2, Pardoyo 3

SINTESIS DAN KARAKTER SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-EDTA DAN Cu(II)- C 6 H 8 N 2 O 2 S Dian Nurvika 1, Suhartana 2, Pardoyo 3 SINTESIS DAN KARAKTER SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-EDTA DAN Cu(II)- C 6 H 8 N 2 O 2 S Dian Nurvika 1, Suhartana 2, Pardoyo 3 1 Universitas Diponegoro/Kimia, Semarang (diannurvika_kimia08@yahoo.co.id) 2 Universitas

Lebih terperinci