HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 5 ke dalam persamaan regresi (Y=aX+b) dengan konsentrasi zeolit sintesis (% berat) sebagai absis (sumbu X) dan nilai persentase inhibisi sebagai ordinat (sumbu Y). Nilai IC 50 diperoleh pada saat persentase inhibisi sebesar 50%. Penentuan Kapasitas Adsorpsi ( Hediana 2011) Sebanyak 50.0mg zeolit sintesis dan yang terpilar ditambahkan larutan biru metilena 100, 200, 300, 400 dan 500mg L -1 sebanyak 15 ml, kemudian dikocok menggunakan vortex selama 2 jam. Setelah itu larutan disentrifugasi dengan kecepatan 500rpm selama 20 menit. Konsentrasi supernatant ( biru metilena / Ct) ditentukan dengan spektrofotometer UV tampak pada panjang gelombang maksimum ( λ maks). Penentuan λ maks dilakukan dengan mengukur serapan larutan biru metilena pada rentang panjang gelombang nm. Larutan baku biru metilena dibuat dengan konsentrasi 2, 3, 4, 5, dan 6 mg L -1. Kapasitas adsorpsi ditentukan dengan persamaan : Q = Dimana Q = kapasitas adsorpsi ( mg g -1 ), V = volume larutan biru metilen (L), Co = konsentrasi biru metilen awal (mg L -1 ), Ct = konsentrasi biru metilena sisa (mg L -1 ), dan m = massa zeolit (mg) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pencirian Zeolit, Zeolit Terpilar TiO 2 serta Zeolit Terpilar Fe 2 O 3 Zeolit yang dibuat dalam penelitian ini berasal dari kaolin. Kaolin merupakan bahan yang banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan zeolit, karena kaolin mengandung SiO 2 dan Al 2 O 3 sebagai bahan dasar untuk menyintesis zeolit (Barrer 1978). Hal ini karena struktur dan senyawa penyusun kaolin mirip dengan penyusun zeolit. Kaolin mempunyai struktur yang berupa lapisan 1 : 1, yaitu untuk setiap lembar terdiri atas satu lapisan tetrahedral oksida Si (lapisan silikat) dan satu lapisan oktahedral hidroksioksida Al (lapisan aluminat). Selembar silika tetrahedral dikombinasi dengan hidroksil oktahedral yang dibagi dengan lembar alumina oktahedral (Murray 2000). Sementara zeolit memiliki struktur tetrahedral semua,oleh sebab itu diperlukan pemanasan agar struktur oktahedral aluminat kaolin dapat diubah menjadi struktur tetrahedral aluminat zeolit. Morfologi serbuk kaolin, metakaolin, zeolit sintetik dan zeolit sintetik terpilarisasi diperlihatkan pada Gambar 1. Gambar 1 memperlihatkan perbedaan mendasar pada kaolin (K), metakaolin (M) dan zeolit sintetik (ZS). Perubahan yang terjadi yaitu dari kaolin yang semula serbuk berwarna putih (Gambar 1a), kemudian setelah dikalsinasi

2 6 pada suhu 700 C menjadi sedikit kecoklatan tetapi masih berbentuk serbuk kasar yang kemudian disebut metakaolin (Gambar 1b). Pemanasan 700 C bertujuan meruntuhkan struktur kristal kaolin yang ditandai dengan hilangnya gugus hidroksil yang terikat secara kimia. Adapun reaksinya diperlihatkan pada Persamaan 1 (Hosseini et al. 2011). (1) Kaolin metakaolin Persamaan 1 menunjukkan perubahan jumlah molekul oksigen dan hidrogen dari kaolin. Selama proses kalsinasi struktur kaolin terdegradasi dan dua molekul H 2 O akan terdehidroksilasi (Hosseini et al. 2011). Dehidroksilasi adalah hilangnya molekul air yang terserap pada kisi-kisi kristal dari mineral kaolin membentuk metakaolin. Proses kalsinasi telah merubah molekul Al 2 O 3 yang - berbentuk oktahedral pada kaolin membentuk ion AlO 2 yang berbentuk tetrahedral pada metakaolin. Metakaolin selanjutnya direaksikan dengan NaOH 2M yang berfungsi sebagai pemberi suasana basa yang memengaruhi waktu nukleasi dengan mengubah fase metakaolin dari fase padat menjadi larutan. NaOH juga berfungsi sebagai donor kation yang berperan dalam mengarahkan dan menyeimbangkan muatan pada kerangka struktur zeolit (Georgiev et al. 2009). Larutan metakaolin dipanaskan pada suhu 40 C selama 6 jam untuk mempercepat proses pembentukan inti kristal zeolit. Pemanasan dilanjutkan pada suhu 100 C selama 24 jam untuk menyempurnakan pembentukan kristal zeolit. Zeolit sintetik (ZS) yang diperoleh dicuci menggunakan air bebas ion hingga ph netral. Pencucian bertujuan menghilangkan material yang tidak menjadi bagian dari penyusun zeolit yang mungkin ada di permukaan dan larut dalam air bebas ion. ZS selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 100 C selama 24 jam dengan tujuan selain menguapkan air yang terperangkap dalam pori-pori kristal zeolit juga agar jumlah pori dan luas permukaan spesifiknya bertambah (Suardana 2008). ZS yang dihasilkan berupa kristal putih kekuningan (Gambar 1c). ZS yang diperoleh dipanaskan lagi pada suhu 300 C selama 5 jam dengan tujuan memperbaiki kristalinitas, meski secara fisik tidak terjadi perubahan warna yang mencolok (Gambar 1d) tetapi dari data difraktogram terjadi kenaikan kristalinitas. Pemilaran menggunakan TiO 2 (Gambar 1e) dilakukan melalui penambahan TiO 2 ke larutan awal metakaolin NaOH menghasilkan zeolit sintetik ZSTi (Gambar 1f) yang warnanya putih kekuningan dengan bentuk serbuk lebih halus. Kemudian ZSTi dioksidasi lagi dan diperoleh hasil ZSTiO berbentuk serbuk lebih kasar (Gambar 1g) dibandingkan serbuk ZSTi. Pemilaran TiO 2 secara fisik dilakukan melalui penambahan TiO 2 pada zeolit yang telah disintesis menghasilkan campuran/komposit berupa serbuk berwarna kuning pucat (Gambar 1h) yang selanjutnya disebut ZSTiF. Pemilaran ZS dengan Fe 2 O 3 (Gambar 1i) dilakukan melalui penambahan Fe 2 O 3 ke larutan awal metakaolin NaOH menghasilkan serbuk berwarna merah coklat ZSFe (Gambar 1j). Warna serbuk akan lebih tua lagi jika dioksidasi lanjut

3 7 ZSFeO (Gambar 1k). Pemilaran secara fisik antara ZS dengan Fe 2 O 3 menghasilkan serbuk ZSFeF (Gambar 1l) yang berwarna merah coklat pekat dibandingkan dengan ZSFe. Serbuk TiO 2 berwarna putih dan Fe 2 O 3 berwarna merah bata, apabila kedua bahan ini dicampurkan dengan zeolit sintetik baik secara fisik maupun saat proses sintesis zeolit maka warnanya akan saling mempengaruhi. Proses sintesis zeolit dengan pilarisasi TiO 2 dan Fe 2 O 3 yang dilakukan secara fisik maupun saat proses sintesis memengaruhi warna zeolit yang dihasilkan, namun secara kasat mata semuanya bercampur dengan merata. Morfologi zeolit maupun zeolit terpilar TiO 2 dan Fe 2 O 3 akan terlihat lebih jelas menggunakan SEM EDS dan keberhasilan pemilaran ini juga diamati dengan XRD. a b c d e f g h i j k l Gambar 1 Morfologi serbuk (a) K, (b) M, (c) ZS, (d) ZSO, (e) TiO 2, (f) ZSTi, (g) ZSTiO, (h) ZSTiF, (i) Fe 2 O 3, (j) ZSFe, (k) ZSFeO, dan (l) ZSFeF. Karakter zeolit melalui pengamatan menggunakan XRD Difraksi sinar X digunakan untuk mengidentifikasi jenis mineral zeolit yang terkandung dan kristalinitasnya. Gambar 2a dan 3a menunjukkan difraktogram

4 8 kaolin, sedangkan Gambar 2b dan 3b memperlihatkan difraktogram metakaolin. Perbandingan kedua difraktogram ini memperlihatkan adanya perbedaan puncak antara kaolin dan metakaolin, yang berarti bahwa telah terjadi perubahan struktur pada kaolin, yaitu lepasnya gugus hidroksil. Perubahan ini menghasilkan metakaolin dengan struktur yang lebih amorf dibandingkan kaolin, diindikasikan oleh kristalinitas metakaolin (45.39%), dan kaolin (83.33%). Gambar 2c dan 3c memperlihatkan difraktogram zeolit sintetik referensi Joint Committee on Powder Difraction Standards (JCPDS ) nomor , sedangkan difraktogram zeolit sintetik hasil penelitian ditunjukkan pada Gambar 2f dan 3e. ZS hasil penelitian memiliki puncak pada sudut 2θ=10.19, 12.47, 16.10, 21.64, 23.95, 26.07, 27.08, 29.90, 32.49, dan dengan kristalinitas sebesar 79.27%. Berdasarkan JCPDS nomor puncak khas zeolit referensi tersebut sebagai zeolit tipe A mempunyai sudut 2θ sebesar 10.17, 12.46, 16.11, 21.36, 23.99, 26.11, 27.11, 29.94, 32.54, dan Berdasarkan perbandingan pola difraktogram antara ZS hasil penelitian dengan referensi disimpulkan bahwa zeolit hasil penelitian merupakan zeolit sintetik tipe A. Hasil pemanasan tidak menunjukkan perubahan yang signifikan pada nilai 2θ yaitu berturut-turut 10.24, 12.52, 16.16, 21.72, 24.03, 26.18, 27.16, 29.99, 32.59, dan Bagaimanapun, pemanasan menghasilkan zeolit dengan kristalinitas yang lebih baik, ditunjukkan oleh meningkatnya kristalinitas dari 79.27% menjadi 85.41% (Gambar 2d). Kenaikan kristalinitas ini disebabkan oleh terjadinya penyusunan ulang kristal seiring kenaikan suhu. Gambar 2e memperlihatkan difraktogram TiO 2 (anatase) dengan tiga puncak yang kuat pada sudut difraksi (2θ) yaitu (d= ȧ), (d= ȧ), dan (d= ȧ), sedangkan Gambar 2g sampai 2i memperlihatkan pola difraktogram ZS setelah dipilar menggunakan TiO 2. ZS yang dipilar TiO 2 bersamaan saat sintesis zeolit (ZSTi) yang diperlihatkan pada Gambar 2g menunjukkan puncak 2θ pada 25.29, puncak ini merupakan puncak dari TiO 2 yang berhasil disisipkan. Selain itu terjadi peningkatan kristalinitas dari 79.27% menjadi 89.97%, hasil ini sedikit berbeda ketika ZSTi dioksidasi (Gambar 2h). Setelah dioksidasi, terjadi perbedaan puncak 2θ pada ZSTi dari menjadi dan penurunan kristalinitas dari 89.97% menjadi 86.67%. Turunnya kristalinitas dan berubahnya 2θ setelah dioksidasi menunjukkan bahwa proses oksidasi mengakibatkan interaksi fisik antara ZS dengan TiO 2 menjadi lebih lemah. Namun, hasil yang cenderung sama diperlihatkan pada pemilaran TiO 2 yang dilakukan secara fisik (ZSTiF) dengan terlihat puncak 2θ yang tidak jauh berbeda, yaitu pada (d= A ) dan kristalinitas sebesar 88.37% (Gambar 2i). Difraktogram Fe 2 O 3 (hematit) memperlihatkan puncak 2θ pada (d= ȧ), (d= ȧ), dan (d= ȧ) (Gambar 3d). Gambar 3f menunjukkan difraktogram zeolit yang dipilar dengan Fe 2 O 3 bersamaan saat sintesis dengan sudut 2θ pada dengan kristalinitas 90.68%. Ketika ZSFe dioksidasi, terjadi sedikit perubahan pada sudut sudut 2θ, yaitu dari menjadi dan naiknya kristalinitas dari 90.68% menjadi 95.45% (Gambar 3g). Gambar 3h menunjukkan difraktogram zeolit ketika dipilar dengan Fe 2 O 3 secara fisik (ZSFeF) dengan sudut 2θ pada dengan kristalinitas 84.20%. Telah terjadinya pilarisasi pada zeolit juga diperlihatkan pada data EDS (Lampiran 3). Data EDS memperlihatkan bahwa sebelum dipilar dengan Fe 2 O 3,

5 9 ZS tidak mengandung unsur Fe. Sementara, setelah dipilar terdapat unsur Fe sebesar 2.31%. Artinya, ZS telah berhasil dipilar dengan Fe. Gambar 2 Difraktogram (a) K, (b) M, (c) Zref, (d) ZSO, (e) TiO 2, (f) ZS, (g) ZSTi, (h) ZSTiO, (i) ZSTiF.

6 10 Gambar 3 Difraktogram sinar-x (a) K, (b) M, (c) Zref, (d) Fe 2 O 3, (e) ZS, (f) ZSFe, (g) ZSFeO, (h) ZSFeF. Apabila TiO 2 dan Fe 2 O 3 memiliki aktivitas antioksidan maka proses pilarisasi TiO 2 dan Fe 2 O 3 ke dalam zeolit sintesis akan meningkatkan aktivitas antioksidannya, namun hal ini bergantung pada seberapa banyak TiO 2 dan Fe 2 O 3 yang terpilar pada zeolit sintesis dan bagaimana cara pilarisasinya. Proses pilarisasi TiO 2 dan Fe 2 O 3 ke dalam zeolit melalui pemilaran fisik hanya akan menghomogenkan campuran dan tidak dapat memaksimalkan penyisipan antara TiO 2 dan Fe 2 O 3 dengan zeolit sintetik, namun hal ini dapat dilakukan dengan cara pemilaran secara hidrotermal, karena TiO 2 dan Fe 2 O 3 dapat bergerak secara termal menembus ruang-ruang kosong zeolit dan menyisip diantaranya sehingga meningkat nilai derajat kristalinitasnya. Meningkatnya nilai derajat kristalinitasnya sangat berhubungan erat dengan proses sintesis antara pemilaran fisik saja dengan bersamaan proses sintesis zeolit.

7 11 Hasil Pengamatan SEM terhadap morfologi zeolit dan kompositnya Keberhasilan sintesis maupun pemilaran suatu material juga dapat ditunjukkan dengan melihat morfologi material tersebut. Oleh karena itu, dilakukan pencirian selanjutnya dengan pengamatan SEM (Gambar 4). Gambar 4a memperlihatkan morfologi kaolin yang memiliki tekstur permukaan kasar dan bentuk kristal berupa lembaran persegi yang menumpuk. Hasil SEM ini mirip dengan morfologi kaolin referensi dari Excalibur Mineral Company (2010) (Gambar 4b) yang juga memperoleh bentuk kristal kaolin berupa lembaran persegi yang menumpuk dan cenderung beraturan. Proses agregasi terlihat ketika kaolin dikalsinasi menghasilkan metakaolin (Gambar 4c). Metakaolin memiliki tekstur permukaan kasar dan berbentuk lapisan yang terdiri atas kristal lembaran persegi tak beraturan serta cenderung beragregat. Penelitan yang dilakukan oleh Weng et al. (2013) juga memperoleh hasil SEM metakaolin berbentuk kristal yang beragregat dan tak beraturan (Gambar 4d). Gambar 4 Mikrograf SEM (a) kaolin, (b) kaolin referensi, (c) metakaolin, (d) metakaolin referensi. Gambar 5a memperlihatkan zeolit sintetik tipe A referensi dari Warzywoda (2000) dengan ciri-ciri berbentuk kristal kubus. Zeolit dalam penelitian ini memperlihatkan morfologi yang sama dengan zeolit tipe A (Gambar 5a dan 5b). Perbandingan morfologi zeolit pada Gambar 5 dengan metakaolin pada Gambar 4 menunjukkan perubahan struktur yang lebih teratur dan berbentuk kubus dari metakaolin menjadi zeolit. Gambar 5c menujukkan morfologi dari zeolit sintesis dengan pemanasan lebih lanjut pada 300 ºC. Pemanasan tidak mengakibatkan banyak perubahan pada permukaan zeolit sintetik. Bentuk kristal zeolit terlihat masih berbentuk kubus, hanya saja terlihat lebih menumpuk. Data EDS juga menunjukkan komposisi logam-logam yang terkandung dalam zeolit

8 12 cenderung tidak jauh berbeda. Artinya, zeolit sintetik tahan terhadap pemanasan atau dengan kata lain pemanasan tidak merubah struktur zeolit. a b c Gambar 5 Mikrograf SEM (a) referensi zeolit tipe A (b) Zeolit hasil sintesis dan (c) Zeolit hasil sintesis setelah dioksidasi. Gambar 6a, 6b, dan 6c menunjukkan mikrograf SEM hasil pilarisasi TiO 2 ke dalam ZS. Dari ketiga gambar tersebut terlihat TiO 2 paling sedikit menempel di permukaan ZS ketika dipilar secara hidrotermal (Gambar 6a). Hal ini terjadi karena TiO 2 ikut masuk ke dalam kerangka struktur zeolit sehingga hanya sedikit TiO 2 yang terlihat di permukaan zeolit. Meskipun TiO 2 terlihat sedikit menempel di permukaan, namun jumlah titanium berdasarkan data EDS pada ZSTi paling besar dibandingkan zeolit sintesis yang dipilar dengan TiO 2 secara fisik. Sementara zeolit sintetik yang dipilar dengan TiO 2 setelah dioksidasi memperlihatkan lebih banyak TiO 2 menempel di permukaan zeolit dibandingkan sebelum ZSTi dioksidasi (Gambar 6b). Hal ini disebabkan oleh efek pemanasan mengakibatkan TiO 2 keluar dari kerangka struktur zeolit dan diduga TiO 2 bereaksi dengan NaOH menjadi titanat seperti yang diperlihatkan pada Persamaan 2 (Qin et al. 2000). Titanium titanat (2) Data EDS menunjukkan jumlah titanium dalam ZSTi setelah dioksidasi menurun menjadi 0.40%. Oksidasi dilakukan pada suhu 300 ºC selama 5 jam, suhu ini belum cukup untuk menguapkan TiO 2 yang memiliki titik didih 1825 ºC. Dengan demikian, penurunan jumlah titanium disebabkan oleh adanya titanium yang bertransformasi menjadi titanat. Titanat yang terbentuk ini diduga menempel di permukaan (tidak berada dalam kerangka struktur zeolit), sedangkan TiO 2 yang dipilar secara fisik (Gambar 6c) menunjukkan paling banyak TiO 2 terlihat menempel di permukaan zeolit. Artinya, TiO 2 yang dipilar secara fisik berinteraksi dengan zeolit hanya di permukaan, diduga hanya sedikit sekali yang masuk ke dalam kerangka struktur zeolit. Data EDS menunjukkan titanium yang terdapat pada zeolit sintesis yang dipilar TiO 2 secara fisik sebesar 0.41%. Analisis data EDS menunjukkan bahwa pemilaran TiO 2 ke dalam zeolit secara hidrotermal lebih efektif dibandingkan dengan pemilaran secara fisik.

9 13 a b c Gambar 6 Mikrograf SEM (a) ZSTi, (b) ZSTiO, (c) ZSTiF. Keterangan: bagian yang dilingkari menunjukkan TiO 2 Gambar 7a, 7b dan 7c menunjukkan mikrograf SEM hasil pilarisasi Fe 2 O 3 ke dalam ZS. Mikrograf SEM hasil pemilaran zeolit sintetik dengan Fe 2 O 3 cenderung mirip dengan hasil mikrograf SEM zeolit sintetik yang dipilar dengan TiO 2. Zeolit sintetik yang dipilar dengan Fe 2 O 3 secara hidrotermal memperlihatkan hanya sedikit Fe 2 O 3 yang menempel di permukaan zeolit (Gambar 7a). Setelah zeolit sintetik yang telah dipilar Fe 2 O 3 dioksidasi, Fe 2 O 3 terlihat lebih banyak menempel (Gambar 7b). Hal ini terjadi sebelum dioksidasi, Fe 2 O 3 ikut masuk ke dalam kerangka struktur zeolit (hanya sedikit yang menempel di luar), sementara setelah dioksidasi Fe 2 O 3 keluar dari kerangka struktur zeolit dan diduga bereaksi dengan NaOH membentuk senyawa NaHFe 3 O 4 sesuai Persamaan 3. Sama seperti pada pemilaran dengan TiO 2, oksidasi dilakukan pada suhu 300 ºC selama 5 jam. Suhu ini belum cukup untuk menguapkan Fe 2 O 3 yang memiliki titik didih 1538 ºC. Hal ini didukung dari data EDS, yaitu ZSFe sebelum dioksidasi memiliki jumlah Fe sebesar 4.26%, sedangkan setelah dioksidasi jumlahnya menurun menjadi 1.68%. Penurunan jumlah Fe 2 O 3 dapat terjadi karena diduga Fe 2 O 3 bertransformasi menjadi NaHFe 3 O 4. Senyawa ini diduga menempel di permukaan zeolit sintetik. Sementara zeolit sintetik yang dipilar dengan Fe 2 O 3 secara fisik (Gambar 7c) menunjukkan paling banyak Fe 2 O 3 terlihat menempel di permukaan zeolit. Data EDS zeolit sintetik yang dipilar Fe 2 O 3 secara fisik memperlihatkan jumlah Fe sebesar 2.31%. Artinya, meskipun terlihat banyak menempel di permukaan zeolit, namun jumlah Fe yang terkandung dalam zeolit sintetik yang dipilar dengan Fe 2 O 3 lebih sedikit dibandingkan jumlah Fe yang terkandung pada zeolit sintetik yang dipilar dengan Fe 2 O 3 secara hidrotermal. Dengan demikian, pemilaran zeolit secara hidrotermal baik dengan TiO 2 maupun dengan Fe 2 O 3 lebih efektif dibandingkan pemilaran zeolit secara fisik. Pilarisasi dengan TiO 2 maupun Fe 2 O 3, baik secara fisik maupun hidrotermal dan hidrotermal dilanjutkan dengan pemanasan tidak mengubah bentuk kristal dari zeolit sintetik. Bentuk kristal zeolit masih berbentuk kubus dengan perbandingan Si/Al mendekati 1. Dengan demikian, penambahan TiO 2 atau Fe 2 O 3 maupun pemanasan saat sintesis zeolit tidak mengganggu proses pembentukan inti kristal. (3)

10 14 a b c Gambar 7 Mikrograf SEM (a) ZSFe (b) ZSFeO (c) ZSFeF Keterangan: bagian yang dilingkari menunjukkan Fe 2 O 3 Kapasitas adsorpsi Zeolit dan kompositnya terhadap biru metilena Kapasitas adsorpsi pada penelitian ini ditentukan dengan mengukur banyaknya biru metilena yang dapat dijerap zeolit yang hasilnya diperlihatkan pada Tabel 1. Penentuan kapasitas penjerapan menggunakan variasi konsentrasi biru metilena 100, 200, 300, 400, dan 500ppm. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang serapan maksimum 664.5nm menggunakan spektrofotometer. Panjang gelombang maksimum yang diperoleh pada penelitian ini mirip dengan yang diperoleh Mouzdahir et al. (2007), yaitu 663nm. Kapasitas adsorpsi(xm) menggambarkan jumlah adsorbat (biru metilena) yang dapat diserap oleh adsorben pada saat kesetimbangan. Sedangkan tetapan isoterm Langmuir (K L ) adalah kekuatan ikatan molekul adsorbat pada permukaan adsorben. Nilai X m dan K L tertinggi diperlihatkan oleh zeolit sintetik yang dioksidasi (ZSO), sementara zeolit sintetik terpilar TiO 2 secara fisik memiliki nilai X m terendah dan zeolit sintetik terpilar Fe 2 O 3 secara fisik memiliki nilai K L terendah (Tabel 2). Umumnya nilai K L dan X m berbanding lurus, semakin tinggi nilai K L, maka nilai X m juga semakin tinggi. Namun, pada penelitian ini nilai K L dan X m tidak memiliki kecenderungan berbanding lurus. Hal ini terlihat dari nilai koefisien determinasi atau linearitas adsorben pada persamaan Langmuir yang tidak sama sehingga prediksi nilai K L dan X m berbeda keakuratannya. Korelasi antara kapasitas adsorpsi zeolit dan kompositnya dengan aktivitas antioksidan melalui pengamatan adsorpsi terhadap DPPH Pengukuran aktivitas antioksidan biasanya dilakukan dengan beberapa metode di antaranya uji kapasitas antioksidan reduksi kuprat (CUPRAC), uji kekuatan antioksidan mereduksi ferat (FRAP), dan metode DPPH. Metode CUPRAC (Apak et al.2007) menggunakan bis(neokuproin) tembaga(ii) (Cu(Nc) 2 2+ ) sebagai pereaksi kromogenik. Pereaksi (Cu(Nc) 2 2+ ) yang berwarna biru akan mengalami reduksi menjadi Cu(Nc) 2+ yang berwarna kuning dengan reaksi sebagai berikut: n Cu(Nc) Ag(OH) n ncu(nc) Ag(=O) n + n H +

11 15 3+ Metode FRAP (Benzie dan Strain 1996) menggunakan Fe(TPTZ) 2 kompleks besi ligan 2,4.6-tripiridil-triazin sebagai pereaksi. Kompleks biru Fe(TPTZ) 3+ 2 akan berfungsi sebagai zat pengoksidasi dan akan mengalami reduksi menjadi Fe(TPTZ) 3+ 2 yang berwarna kuning dengan reaksi berikut : Fe(TPTZ) AgOH Fe(TPTZ) H + + Ag=O Pada penelitian ini uji aktivitas antioksidan zeolit menggunakan metode DPPH (Molyneux 2004). Metode DPPH menggunakan 2,2-difenil-1- pikrilhidrazil sebagai sumber radikal bebas. Anonim (2006) melaporkan mekanisme zeolit sebagai antioksidan dengan cara menjebak molekul DPPH ke dalam pori-pori zeolit seperti yang diperlihatkan pada Gambar 8. Gambar 8 Penjebakan molekul DPPH oleh zeolit (sumber: Anonim 2006) Keterangan : warna kuning menunjukkan struktur zeolit, sedangkan warna hijau menunjukkan molekul DPPH Tabel 1 Aktivitas antioksidan zeolit sintetik dengan DPPH dan kapasitas adsorpsi zeolit sintetik terhadap biru metilena Sampel IC 50 (ppm) DPPH yang terjerap pada 250 mg zeolit Kapasitas Adsorpsi terhadap biru metilena ( mg g -1 ) (mg g -1 ) ZS ZSO ZSTi ZSTiO ZSTiF ZSFe ZSFeO ZSFeF TiO Fe 2 O Vitamin C

12 16 Tabel 2 Nilai koefisien korelasi dan koefisien determinasi adsorpsi biru metilena oleh zeolit sintetik, komposit zeolit sintetik, TiO 2 dan Fe 2 O 3 Mineral Isoterm Adsorpsi Langmuir Isoterm Adsorpsi Freundlich R R 2 R R 2 ZS % % ZSO % % ZSTi % % ZSTiO % % ZSTiF % % ZSFe % % ZSFeO % % ZSFeF % % TiO % % Fe 2 O % % Tabel 3 Kapasitas adsorpsi terhadap biru metilena dan tetapan isoterm Langmuir adsorben. Adsorben X m (mg g -1 ) K L (L g -1 ) ZS ZSO ZSTi ZSTiO ZSTiF ZSFe ZSFeO ZSFeF TiO Fe 2 O Penangkapan radikal DPPH merupakan salah satu metode uji untuk menentukan aktivitas antioksidan. Metode DPPH dipilih karena sederhana, mudah, cepat dan hanya memerlukan sedikit sampel. Mekanisme penangkapan radikal DPPH oleh antioksidan cukup sederhana dengan memberikan proton kepada radikal, sehingga senyawa-senyawa yang memungkinkan untuk mendonasikan protonnya memiliki aktivitas penangkapan radikal cukup kuat. Donasi proton menyebabkan radikal DPPH (berwarna ungu) menjadi senyawa tidak radikal, maka aktivitas penangkapan radikal dapat dihitung dari peluruhan radikal DPPH. Kadar radikal DPPH tersisa diukur secara spektrofotometri pada panjang gelombang 517nm (Blois 1958). Reaksi penangkapan DPPH oleh antioksidan diperlihatkan pada Gambar 9. Metode DPPH ini juga dapat diterapkan pada suatu mineral alam yang memiliki pori seperti zeolit (Molyneux 2004). Kemampuan suatu senyawa untuk menangkap radikal DPPH merupakan suatu indikasi bahwa senyawa tersebut memiliki aktivitas antioksidan. Berbeda dari reaksi penangkapan DPPH oleh antioksidan pada umumnya, zeolit berperan sebagai antioksidan dengan cara

13 17 menjebak/menangkap DPPH ke dalam kerangka strukturnya. Setelah terjebak dalam kerangka struktur zeolit, DPPH menjadi tidak aktif sebagai radikal bebas nantinya dapat dengan aman dihilangkan dari tubuh (Anonim 2006 ). Gambar 9 Reaksi penangkapan radikal bebas DPPH Aktivitas antioksidan diukur sebagai penurunan serapan larutan DPPH akibat penambahan sampel zeolit yang diukur absorbansinya dan ditentukan IC 50 menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 517.5nm yang hasilnya diperlihatkan pada Tabel 1. Nilai IC 50 merupakan konsentrasi suatu senyawa yang diperlukan untuk menghambat aktivitas radikal DPPH sebesar 50% (IUPAC 1997). Semakin rendah IC 50 maka aktivitas antioksidan semakin tinggi. Sedangkan, kapasitas adsorpsi merupakan jumlah maksimum adsorben yang dapat menjerap adsorbat. Semakin tinggi kapasitas adsorpsi diduga aktivitas antioksidan semakin tinggi. Meskipun pada penentuan kapasitas adsorpsi menggunakan biru metilena, dan penetapan kapasitas adsorpsi zeolit dan kompositnya tidak dilakukan terhadap DPPH, tetapi kedua senyawa DPPH dan biru metilena memiliki struktur yang relatif sama besar (Gambar 10), maka kapasitas adsorpsi terhadap biru metilena dapat digunakan untuk menganalisis adsorpsi DPPH. (a) (b) Gambar 10 Struktur molekul (a) biru metilena (b) DPPH Tabel 1 memperlihatkan bahwa terjadi penurunan nilai IC 50 ZS, ketika ZS dioksidasi maupun dipilar dengan TiO 2 dan Fe 2 O 3. Penurunan nilai IC 50 ini mengindikasikan terjadi kenaikan aktivitas antioksidan pada ZS dengan perlakuan pemanasan maupun pilarisasi. ZS yang dipilar dengan TiO 2 memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan ZS yang dipilar dengan

14 18 Fe 2 O 3. Hal ini dapat terjadi karena TiO 2 memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi daripada Fe 2 O 3 yang ditunjukkan dari nilai IC 50 TiO 2 (9919ppm) yang lebih rendah dibandingkan Fe 2 O 3 (17919ppm). Sehingga kontribusi TiO 2 dalam meningkatkan aktivitas antioksidan zeolit lebih besar dibandingkan Fe 2 O 3. Aktivitas antioksidan tertinggi diperlihatkan oleh ZSTi yaitu sebesar 19ppm. Jika dibandingkan dengan nilai IC 50 vitamin C, yaitu sebesar 5ppm, nilai IC 50 ZSTi masih jauh lebih besar. Artinya, aktivitas antioksidan ZSTi belum seefektif vitamin C. Penelitian yang dilakukan oleh Jati (2013) juga menunjukkan terjadi peningkatan aktivitas antioksidan zeolit alam sebesar 14.8% setelah zeolit alam dipilar dengan TiO 2. Kapasitas adsorpsi zeolit dan nanokomposit terhadap biru metilena berada di kisaran 105mg g -1 dengan nilai yang cenderung tidak berfluktuasi, nilai tertinggi ditunjukkan oleh ZS, dan terendah oleh ZSTiO. Namun bila dibandingkan dengan nilai IC 50 zeolit dan nanokomposit terhadap DPPH terlihat bahwa nilai IC 50 sangat dipengaruhi oleh oksida logam yang digunakan sebagai pemilar dan proses pemilaran. Pencampuran zeolit dengan TiO 2 atau Fe 2 O 3 secara fisik meningkatkan nilai IC 50 yang tinggi, dan nilai ini dapat dikorelasikan sebagai rendahnya kapasitas adsorpsi campuran zeolit terhadap DPPH. Proses pilarisasi secara hidrotermal memberikan hasil yang sangat baik terhadap nilai IC 50, yaitu dihasilkan nilai IC 50 terendah dibandingkan seluruh perlakuan. Nilai IC 50 ZSTi adalah 19ppm dan ini hanya 4 kali lipat lebih besar dari nilai IC 50 vitamin C. Artinya ZSTi memiliki kemampuan menyerap DPPH dalam jumlah besar, dan nilai ini dapat dikorelasikan dengan tingginya aktivitas antioksidan ZSTi. Proses pemilaran secara umum meningkatkan nilai IC 50, dan bila nilai ini diartikan sebagai adsorpsi DPPH, maka dapat disimpulkan bahwa proses pemilaran meningkatkan kapasitas adsorpsi zeolit / nanokomposit terhadap DPPH. Pemanasan zeolit terpilar TiO 2 atau Fe 2 O 3 yang disintesis melalui metode hidrotermal menghasilkan nilai IC 50 yang lebih rendah dari ZS. Artinya daya adsorpsi komposit ini tinggi terhadap DPPH. Hal ini dapat diakibatkan oleh penyusunan ulang pada zeolit yang terpilar bila dipanaskan pada suhu tinggi. Penyusunan ulang ini kemungkinan besar menghasilkan ukuran pori yang lebih kecil, sehingga nilai kapasitas adsorpsi terhadap biru metilena maupun DPPH yang berukuran relatif besar menjadi turun. Tabel 1 menunjukkan korelasi antara turunnya kapasitas adsorpsi ZSTiO dan ZS terhadap biru metilena dan turunnya nilai IC 50 kedua komposit tersebut terhadap DPPH. Rendahnya nilai IC 50 untuk ZSTi memberikan indikasi bahwa ZSTi tidak hanya menjerap DPPH namun juga melakukan reaksi antioksidan. Secara umum terlihat bahwa pemilaran zeolit dengan TiO 2 atau Fe 2 O 3 menurunkan kapasitas adsorpsi terhadap biru metilena, hal ini diduga karena zeolit pemilar mengisi sebagian rongga zeolit yang seharusnya dipakai untuk proses adsorpsi. Namun hal ini tidak terlihat pada adsorpsi DPPH. Pemilaran tidak menurunkan daya adsorpsi zeolit terhadap DPPH, bahkan dapat dikatakan bahwa daya adsorpsinya meningkat sampai hampir 5000 kali lipat (Tabel 1). Tentunya peningkatan daya adsorpsi ini tidak dapat hanya disimpulkan sebagai adsorpsi sederhana. Dapat diduga bahwa ZSTi juga memiliki mekanisme pemadaman radikal, meskipun mekanismenya masih belum dapat diamati secara detail. Salah satu kemungkinan yang terjadi pada proses sintesis zeolit yang berlangsung bersamaan dengan pilarisasi oksida logam secara hidrotermal adalah

Manfaat Penelitian. Hipotesis BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

Manfaat Penelitian. Hipotesis BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian 3 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan sebagai luaran penelitian ini adalah pemanfaatan zeolit sintetik dan zeolit sintetik terpilar yang memiliki aktivitas antioksidan sehingga dapat diaplikasikan

Lebih terperinci

KORELASI ANTARA AKTIVITAS ANTIOKSIDAN ZEOLIT SINTETIS TERPILAR TITANIUM DIOKSIDA DAN BESI (III) OKSIDA DENGAN ADSORPSI DPPH UNING RINININGSIH EM

KORELASI ANTARA AKTIVITAS ANTIOKSIDAN ZEOLIT SINTETIS TERPILAR TITANIUM DIOKSIDA DAN BESI (III) OKSIDA DENGAN ADSORPSI DPPH UNING RINININGSIH EM KORELASI ANTARA AKTIVITAS ANTIOKSIDAN ZEOLIT SINTETIS TERPILAR TITANIUM DIOKSIDA DAN BESI (III) OKSIDA DENGAN ADSORPSI DPPH UNING RINININGSIH EM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Lebih terperinci

METODE. Penentuan kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi zat warna

METODE. Penentuan kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi zat warna bermuatan positif. Kation yang dihasilkan akan berinteraksi dengan adsorben sehingga terjadi penurunan intensitas warna. Penelitian ini bertujuan mensintesis metakaolin dari kaolin, mensintesis nanokomposit

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.I Sintesis dan Karakterisasi Zeolit Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kaolin alam Cicalengka, Jawa Barat, Indonesia. Kaolin tersebut secara fisik berwarna

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging optimal pada sintesis zeolit dari abu sekam padi pada temperatur kamar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna Adsorpsi Zat Warna Pembuatan Larutan Zat Warna Larutan stok zat warna mg/l dibuat dengan melarutkan mg serbuk Cibacron Red dalam air suling dan diencerkan hingga liter. Kemudian dibuat kurva standar dari

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban 5 Kulit kacang tanah yang telah dihaluskan ditambahkan asam sulfat pekat 97%, lalu dipanaskan pada suhu 16 C selama 36 jam. Setelah itu, dibilas dengan air destilata untuk menghilangkan kelebihan asam.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh Contoh yang diambil dari alam merupakan contoh zeolit dengan bentuk bongkahan batuan yang berukuran besar, sehingga untuk dapat dimanfaatkan harus diubah ukurannya

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu penentuan spektrum absorpsi dan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan zat warna RB red F3B. Tahap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Fotodegradasi Senyawa Biru Metilena

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Fotodegradasi Senyawa Biru Metilena 4 koloid pada tabung tersebut dengan jarak 10 cm dari permukaan larutan. Fraksi ini ditampung dan dikoagulasikan dengan penambahan NaCl. Setelah fraksi terkoagulasi, larutan bagian atas dibuang dan endapan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN METODE SINTESIS UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS ZEOLIT ALAMI DI INDONESIA

PENGEMBANGAN METODE SINTESIS UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS ZEOLIT ALAMI DI INDONESIA Laporan Akhir Tesis LOGO PENGEMBANGAN METODE SINTESIS UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS ZEOLIT ALAMI DI INDONESIA Disusun Oleh: M. Furoiddun Nais 2309201016 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Gede Wibawa, M.Eng

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging pada sintesis zeolit dari abu jerami padi dan karakteristik zeolit dari

Lebih terperinci

BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN

BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HasU Penelitian 4.1.1. Sintesis Zeolit mo 3«00 3200 2aiW 2400 2000 IMO l«m l«m I2«) 1000 100 600 430.0 Putri H_ kaolin 200 m_zeolit Gambar 11. Spektogram Zeolit A Sintesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan oleh logam berat menjadi masalah yang cukup serius seiring dengan penggunaan logam berat dalam bidang industri yang semakin meningkat. Keberadaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya. 8 kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya. HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Kapasitas Tukar Kation Kapasitas tukar kation

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi TiO2 Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. TiO2 dapat ditemukan sebagai rutile dan anatase yang mempunyai fotoreaktivitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis BCP dan ACP Sintesis BCP dan ACP dilakukan dengan metode yang berbeda, dengan bahan dasar yang sama yaitu CaO dan (NH 4 ) 2 HPO 4. CaO bersumber dari cangkang telur

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS BAB 4 HASIL DAN ANALISIS Sehubungan dengan prekursor yang digunakan yaitu abu terbang, ASTM C618 menggolongkannya menjadi dua kelas berdasarkan kandungan kapur (CaO) menjadi kelas F yaitu dengan kandungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Perlakuan awal kaolin dan limbah padat tapioka yang dicuci dengan akuades, bertujuan untuk membersihkan pengotorpengotor yang bersifat larut dalam air. Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu pembuatan adsorben dan uji kinerja adsorben tersebut untuk menyisihkan phenanthrene dari dalam air. 4.1 Pembuatan adsorben

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan uji aktivitas katalis Pt/Zr-MMT serta aplikasinya sebagai katalis dalam konversi sitronelal menjadi mentol

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI...vii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR LAMPIRAN...xiii. 1.2 Perumusan Masalah...

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI...vii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR LAMPIRAN...xiii. 1.2 Perumusan Masalah... DAFTAR ISI JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR...... iii INTISARI......v ABSTRACT...... vi DAFTAR ISI......vii DAFTAR TABEL...... x DAFTAR GAMBAR...... xi DAFTAR LAMPIRAN....xiii BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

AKTIVASI ABU LAYANG BATUBARA DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN TIMBAL DALAM PENGOLAHAN LIMBAH ELEKTROPLATING

AKTIVASI ABU LAYANG BATUBARA DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN TIMBAL DALAM PENGOLAHAN LIMBAH ELEKTROPLATING AKTIVASI ABU LAYANG BATUBARA DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN TIMBAL DALAM PENGOLAHAN LIMBAH ELEKTROPLATING Widi Astuti 1, F. Widhi Mahatmanti 2 1 Fakultas Teknik, 2 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum penelitian akan dilakukan dengan pemanfaatan limbah media Bambu yang akan digunakan sebagai adsorben dengan diagram alir keseluruhan

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Karakterisasi Awal Serbuk Bentonit Dalam penelitian ini, karakterisasi awal dilakukan terhadap serbuk bentonit. Karakterisasi dilakukan dengan teknik difraksi sinar-x. Difraktogram

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh/hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004). 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Penelitian ini menggunakan campuran kaolin dan limbah padat tapioka yang kemudian dimodifikasi menggunakan surfaktan kationik dan nonionik. Mula-mula kaolin dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Katalis merupakan suatu zat yang sangat diperlukan dalam kehidupan. Katalis yang digunakan merupakan katalis heterogen. Katalis heterogen merupakan katalis yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini diulas dalam tiga subbab. Karakterisasi yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari 3 macam, yaitu SEM-EDS, XRD dan DRS. Karakterisasi

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah penelitian laboratorium yaitu mensintesis zeolit K-F dari kaolin dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Agustus 2013 di Laboratorium Riset dan Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Waktu Optimal yang Diperlukan untuk Adsorpsi Ion Cr 3+ Oleh Serbuk Gergaji Kayu Albizia Data konsentrasi Cr 3+ yang teradsorpsi oleh serbuk gergaji kayu albizia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium penelitian jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel kulit

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi

LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi 35 LAMPIRAN 2 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sesudah Aktivas 36 LAMPIRAN 3 Data XRD Pasir Vulkanik Merapi a. Pasir Vulkanik

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perlakuan nh 4 cl dan gelombang mikro terhadap karakter keasaman montmorillonit Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M.0304063 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lempung merupakan materi yang unik.

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah senyawa zeolit dari abu sekam padi.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah senyawa zeolit dari abu sekam padi. BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah senyawa zeolit dari abu sekam padi. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah karakter zeolit

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia Analitik dan laboratorium penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, mulai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN 4.1 Sintesis Padatan ZnO dan CuO/ZnO Pada penelitian ini telah disintesis padatan ZnO dan padatan ZnO yang di-doped dengan logam Cu. Doping dengan logam Cu diharapkan mampu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian berikut: Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir Mulai Persiapan alat dan bahan Meshing 100 + AAS Kalsinasi + AAS

Lebih terperinci

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 6 Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 900⁰C dengan waktu penahanannya 5 jam. Timbang massa sampel setelah proses sintering, lalu sampel dikarakterisasi dengan menggunakan XRD dan FTIR. Metode wise drop

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini pada intinya dilakukan dengan dua tujuan utama, yakni mempelajari pembuatan katalis Fe 3 O 4 dari substrat Fe 2 O 3 dengan metode solgel, dan mempelajari

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Warna Larutan Fikosianin Warna Larutan secara Visual

4. PEMBAHASAN 4.1. Warna Larutan Fikosianin Warna Larutan secara Visual 4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, dilakukan ekstraksi fikosianin dari spirulina yang digunakan sebagai pewarna alami pada minuman. Fikosianin ini memberikan warna biru alami, sehingga tidak memberikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis Penentuan panjang gelombang maksimum (λ maks) dengan mengukur absorbansi sembarang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase Skripsi Sarjana Kimia Oleh WENI ASTUTI 07132011 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI KATALIS MELALUI PENGEMBANAN LOGAM TEMBAGA

MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI KATALIS MELALUI PENGEMBANAN LOGAM TEMBAGA SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VIII Peningkatan Profesionalisme Pendidik dan Periset Sains Kimia di Era Program Studi Pendidikan FKIP UNS Surakarta, 14 Mei 2016 MAKALAH PENDAMPING PARALEL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang kecenderungan pemakaian bahan bakar sangat tinggi sedangkan sumber bahan bakar minyak bumi yang di pakai saat ini semakin menipis. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dihasilkan sebanyak 5 gram. Perbandingan ini dipilih karena peneliti ingin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dihasilkan sebanyak 5 gram. Perbandingan ini dipilih karena peneliti ingin BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis Katalis CuO/ZnO/Al 2 O 3 Katalis CuO/ZnO/Al 2 O 3 disintesis dengan metode kopresipitasi dengan rasio fasa aktif Cu, promotor ZnO, penyangga dan Al 2 O 3 yaitu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009).

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009). BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Pada penelitian ini alat yang digunakan adalah timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg, shaker, termometer, spektrofotometer serapan atom (FAAS GBC), Oven Memmert, X-Ray

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methylene Blue

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methylene Blue Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methylene Blue 1. Larutan Induk Pembuatan larutan induk methylene blue 1000 ppm dilakukan dengan cara melarutkan kristal methylene blue sebanyak 1 gram dengan aquades kemudian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam +

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam + 6 adsorpsi sulfur dalam solar juga dilakukan pada AZT2 dan AZT2.5 dengan kondisi bobot dan waktu adsorpsi arang aktif berdasarkan kadar sulfur yang terjerap paling tinggi dari AZT1. Setelah proses adsorpsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi.

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi. BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah aktivitas antioksidan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Aktivasi Zeolit Sebelum digunakan, zeolit sebaiknya diaktivasi terlebih dahulu untuk meningkatkan kinerjanya. Dalam penelitian ini, zeolit diaktivasi melalui perendaman dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

θ HASIL DAN PEMBAHASAN. oksida besi yang terkomposit pada struktur karbon aktif.

θ HASIL DAN PEMBAHASAN. oksida besi yang terkomposit pada struktur karbon aktif. Intensitas 5 selama 24 jam. Setelah itu, filtrat dipisahkan dari sampel C, D, dan E dengan cara mendekatkan batang magnet permanen pada permukaan Erlenmeyer. Konsentrasi filtrat ditentukan menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methyl Violet = 5

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methyl Violet = 5 Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methyl Violet 1. Membuat larutan Induk Methyl Violet 1000 ppm. Larutan induk methyl violet dibuat dengan cara melarutkan 1 gram serbuk methyl violet dengan akuades sebanyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum tentang pemanfaatan daun matoa sebagai adsorben untuk menyerap logam Pb dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1. Preparasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Tepung Kentang Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan kentang. Pembuatan tepung kentang dilakukan dengan tiga cara yaitu tanpa pengukusan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan salah satu turunan selulosa yang disebut eter selulosa (Nevell dan Zeronian 1985). CMC dapat larut di dalam air dingin dan air panas dan menghasilkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE. Prosedur Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei 2010 sampai Maret 2011 di Laboratorium Bagian Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA IPB dan di Laboratory of Applied

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang didapatkan dari 20 kg buah naga merah utuh adalah sebanyak 7 kg.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang didapatkan dari 20 kg buah naga merah utuh adalah sebanyak 7 kg. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penyiapan sampel Kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dalam keadaan basah yang didapatkan dari 20 kg buah naga merah utuh adalah sebanyak 7 kg. Kulit buah naga merah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 47 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini bertujuan untuk menunjukan pengaruh suhu sintering terhadap struktur Na 2 O dari Na 2 CO 3 yang dihasilkan dari pembakaran tempurung kelapa. Pada

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM

IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM HASIL PROSES MILLING Yosef Sarwanto, Grace Tj.S., Mujamilah Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir - BATAN Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang 15314.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.1 Latar Belakang Pasir besi merupakan salah satu sumber besi yang dalam

Lebih terperinci

REAKSI AMOKSIMASI SIKLOHEKSANON MENGGUNAKAN KATALIS Ag/TS-1

REAKSI AMOKSIMASI SIKLOHEKSANON MENGGUNAKAN KATALIS Ag/TS-1 REAKSI AMOKSIMASI SIKLOHEKSANON MENGGUNAKAN KATALIS Ag/TS-1 Oleh: Dyah Fitasari 1409201719 Pembimbing: Dr. Didik Prasetyoko, S.Si, M.Sc Suprapto, M.Si, Ph.D LATAR BELAKANG Sikloheksanon Sikloheksanon Oksim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Telah banyak dibangun industri untuk memenuhi kebutuhan manusia. Berkembangnya industri tentu dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat, tetapi juga menimbulkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen laboratorium yang meliputi dua tahap. Tahap pertama dilakukan identifikasi terhadap komposis kimia dan fase kristalin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Silikon dioksida merupakan elemen terbanyak kedua di alam semesta dari segi massanya setelah oksigen, yang paling banyak terdapat pada debu, pasir, platenoid dan planet

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pembuatan Larutan Methyl Red

Lampiran 1. Pembuatan Larutan Methyl Red Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methyl Red 1. Larutan Induk Larutan induk 1000 ppm dibuat dengan cara menimbang kristal methyl red sebanyak 1 gram, dilarutkan dalam etanol sebanyak 600 ml dan distirrer selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. 1.1 Latar Belakang Masalah Mineral besi oksida merupakan komponen utama dari

Lebih terperinci

I. KEASAMAN ION LOGAM TERHIDRAT

I. KEASAMAN ION LOGAM TERHIDRAT I. KEASAMAN ION LOGAM TERHIDRAT Tujuan Berdasarkan metode ph-metri akan ditunjukkan bahwa ion metalik terhidrat memiliki perilaku seperti suatu mono asam dengan konstanta keasaman yang tergantung pada

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ampas Tebu Ampas tebu adalah bahan sisa berserat dari batang tebu yang telah mengalami ekstraksi niranya pada industri pengolahan gula pasir. Ampas tebu juga dapat dikatakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c. Pada proses pembentukan magnetit, urea terurai menjadi N-organik (HNCO), NH + 4,

HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c. Pada proses pembentukan magnetit, urea terurai menjadi N-organik (HNCO), NH + 4, 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Magnetit Pembentukan magnetit diawali dengan reaksi reduksi oleh natrium sitrat terhadap FeCl 3 (Gambar 1). Ketika FeCl 3 ditambahkan air dan urea, larutan berwarna jingga.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji

Lebih terperinci