BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Kacang Merah (Phaseolus vulgaris, L.) a. Karakteristik kacang merah Gambar 1. Biji Kacang Merah (Phaseolus vulgaris, L.) Kacang merah atau biasa dikenal dengan sebutan kacang buncis, merupakan tanaman semusim yang berbentuk perdu. Buahnya (polongnya) pendek, sekitar 12 cm, lurus atau bengkok dan warnanya bermacam-macam. Kacang merah sangat digemari oleh masyarakat, karena rasanya enak dan gurih, juga merupakam sumber protein nabati penting dan banyak mengandung vitamin A, vitamin B, dan vitamin C, terutama pada bagian bijinya (Hendro Sunaryo & Rismunandar, 1984: 132). Kacang merah, dalam lingkungan masyarakat, dapat dengan mudah di taman di daerah daerah yang tingginya antara m dari 7

2 permukaan air laut. Namun, tempat-tempat yang tingginya lebih dari 1000 m di atas permukaan air laut merupakan tempat yang paling baik untuk bertanam kacang merah ini. Untuk perawatan tanaman ini memerlukan beberapa perlakuan khusus, tapi tidak sulit dilakukan. Syarat-syarat penting yang harus diperhatikan untuk pertumbuhanya ialah: ketersediaan air tanah yang cukup dan tidak menggenang, suhu antara C dan iklimnya kering selama pertumbuhan.uantuk derajat keasaman (ph) berkisar antara 5,5-6. Waktu bertanam yang paling baik ialah menjelang akhir musim hujan (Maret/April) atau pada musim hujan, asalkan pembuangan airnya memadai dan teratur, sehingga tidak menyebabkan adanya air yang menggenang. Tanaman kacang merah ini sangat responsif terhadap tanah yang subur. Bila pada tanah yang subur tumbuhnya gemuk tapi buahnya menjadi sedikit, yang berarti hasilnya rendah. Itulah sebabnya, pemupukan yang berat, terutama dengan ZA, justru akan menurunkan hasil panen (Hendro Sunaryo & Rismunandar, 1984: ). b. Jenis kacang merah Kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) atau dapat juga disebut kacang buncis, termasuk sub famili Papilonaceae (famili Leguminisae). Kacang merah itu banyak sekali macam dan ragamnya, akan tetapi pada garis besarnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu: yang membelit (merambat) dan yang tidak membelit. Hendro Sunaryo & Rismunandar 8

3 (1984: 134), menyatakan bahwa dari golongan yang membelit itu diantaranya ada yang disebut buncis, kacang lompeh, kacang kopak dan lainnya. Tapi yang terkenal ialah kacang yang disebut koro buncis atau buncis. Buncis ada yang berbiji ungu, hitam, dan putih. Buncis itu biasanya dimakan saat buah (polongnya) masih muda. Dari golongan kacang buncis yang tidak membelit (biasa disebut kacang jago) yang terkenal adalah: 1) Kacang merah atau kacang jago (rode boom). Tanaman ini pendek, tingginya sekitar 30 cm, bijinya berwarna merah atau merah bintikbintik putih. Kacang ini hanya dimakan bijinya, yakni dari buah yang telah tua. Jenis inilah yang banyak ditanam di Jawa Barat. 2) Kacang coklat (bruine boon). Tanaman kacang coklat ini pendek, tingginya hanya sekitar 40 cm. Warna biji-biji kacang coklat ini beranekaragam. Jenis kacang ini pun yang dimakan juga bagian bijinya saja, tapi dapat juga dimakan saat buahnya masih muda. Peter Goldsworthly dan Fisher (1992: 405), menyatakan bahwa kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) adalah tanaman yang ditanam terluas diantara empat spesies Phaseolus yang diusahakan, yang semuanya berasal di Amerika. P. acoccius (runner bean) ditaman pada ketinggian >2000 m, daratan-daratan tinggi tropik Amerika latin dan garis-garis lintang iklim sedang. P. accutifolius (tepary bean) sangat sesuai untuk iklim-iklim subtropik yang hangat dan kering, sementara P. 9

4 lunatus (lima bean) sesuai untuk ketinggian sedang dan rendah didaerah tropik. Produksi P. vulgaris saja menaggung kira-kira 95% produksi kacang Phaseolus dunia total sebesar 8,3 juta ton, sehingga kurang dari 5% produksi total adalah dari spesies lainnya yang diusahakan. c. Klasifikasi kacang merah Berdasarkan USDA (Unites State Departement of Agriculture) kalsifikasi kacang merah yaitu sebagai berikut: Kingdon : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Superdevision : Spermatophyta Devision Class Subclass Order Family : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Rosidae : Fabales : Fabaceae/ Leguminosae Genus : Phaseolus L. Spesies : Phaseolus vulgaris, L. (Sumber: USDA, 2015) d. Kandungan Gizi Kacang merah Kacang merah banyak mengandung protein dan karbohidrat. Keunggulan lainnya yaitu kacang merah bebas kolesterol, sehingga aman untuk dikonsumsi oleh semua golongan masyarakat dari berbagai 10

5 kelompok umur. Protein kacang merah juga dapat digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol LDL yang bersifat jahat bagi kesehatan manusia, serta meningkatkan kadar kolesterol HDL yang bersifat baik bagi kesehatan manusia Made Astawan (2009: 22). Komposisi zat gizi biji kacang merah sangat bervariasi, tergantung pada kondisi tanaman dan cara perawatannya. Jenis-jenis protein yang terdapat dalam kacang merah adalah faseolin 20% (berat kering), faselin 2%, konfaseolin 0,36-0,40%. Lebih jelasnya adalah sebagai berikut: Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Kacang Merah Per 100 gram No Komponen Per 100g Kacang Merah Energi (mg) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat besi (mg) Vitamin A (Sl) Vitamin B1 (mg) Vitamin B2 (mg) ,3 1,7 61, ,8 30 0,5 0,2 (Sumber: Direktorat Gizi, Depkes, 1992) 11

6 Tabel 2. Komposisi Asam Amino dalam Kacang Merah No Komponen Asam Amino mg/g protein Isoleusin Leusin Lisin Metionin Fenilalanin Tirosin Triptofan Valin Arginin Histidin Alanin Sistein 41,52 76, ,56 53,16 25,28 10,08 45,92 56,80 28,32 52,16 8,48 (Sumber: Kay, 1979) Kandungan karbohidrat pada kacang merah juga sangat tinggi, yaitu mencapai 61gr/100gr. Komponen karbohidrat pada kacang merah terdiri dari gula 1,6%, dekstrin 2,7%, pati 35,2%, pentosa 8,4%, galaktan 1,3%, dan pektin 0,7%. Tingginya kadar karbohidrat pada kacang merah merupakan sumber energi yang baik, yaitu sekitar 348 kkal per 100 gram. Sedangkan kadar lemak pada kacang merah juga relafif rendah, yaitu 1,5 g per 100 g. Adapun komponen lemak dari kacang merah terdiri atas asam lemak jenuh 19% dan asam lemak tak jenuh 63,3%. Selain itu, Kacang merah merupakan sumber mineral yang baik. Komposisi mineral per 100 gram kacang merah kering adalah fosfor(410mg), kalsium (260 mg), mangan (194 mg), besi (5,8 mg), tembaga (0,95 mg), serta natrium (15 mg) (Made Astawan, 2009: 23-24). 12

7 Ratna Djamil dan Tria A (2009), dalam jurnal penelitiannya menyebutkan bahwa kacang merah mengandung berbagai jenis zat kimia. Berikut ini merupakan hasil penapisan fitokimia estrak kacang merah dalam penelitian Ratna Djamil (2009), yaitu: Tabel 3. Komposisi Senyawa Kimia yang Terdapat Dalam Ekstrak Kacang Merah Nama senyawa Hasil analisis kandungan kacang merah Alkaloid - Flavanoid + Saponin + Tanin + Kuinon - Steroid/triterpenoid + Kumarin + Minyak atsiri - e. Kandungan Fitoestrogen Kacang Merah Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dalam kacang merah mengandung zat kimia berupa fitroestrogen, ditunjukkan dengan adanya senyawa flavanoid. Biben (2012: 2), menyatakan bahwa fitoestrogen adalah senyawa yang terkandung dalam kelompok tanaman, baik bijibijian, kacang-kacangan, sayuran, dan buah-buahan yang memiliki sifat khasiat menyerupai hormon estrogen. Meskipun saat ini, sifat atau khasiat tersebut menimbulkan pro dan kontra, terhadap perannya pada sistem reproduksi, namun kenyataan bahwa pengguna, pemakai fitoestrogen, disadari atau tidak tentang khasiat serupa estrogen tersebut, terus 13

8 meningkat. Peningkatan ini selain merupakan suatu kebiasaan menggunakan/memakai kandungan jenis fitoestrogen dalam makanan sehari-hari, juga penelitian epidemiologi, menemukan relatif menurunnya atau berkurangnya, penyakitpenyakit reproduksi, terkait dampak hormon estrogen dan ada juga kelompok fitoestrogen ini termasuk ke dalam golongan fitofarmaka, sebagai obat-obatan herbal. Terdapat kurang lebih 20 golongan tanaman yang telah diidentifikasi berkhasiat estrogen dari sejumlah 300 jenis tanaman yang berasal dari 16 gugus tanaman. Banyak diantara tanaman yang termasuk golongan ini menjadi bahan makanan sehari-hari seperti bawang putih, gandum, kacang-kacangan, beras, kentang, wortel, apel, kurma, biji kopi, dan berbagai sayuran. Dari kelompok fitoestrogen ini yang paling banyak diteliti adalah kelompok lignan, termasuk kedalamnya buah-buahan & sayur-sayuran, kelompok isoflavon termasuk kedalamnya kacangkacangan dan biji-bijian, dan kelompok koumestan termasuk ke dalamnya sejenis rumput umputan dan biji bunga matahari (Biben, 2012: 2). Fitoestrogen merupakan senyawa alami yang berasal dari tumbuhan. Stuktur kimianya dan fungsinya mirip dengan hormon 17 β- estradiol, mengandung komponen defenolik yang berubah menjadi bahan estrogenik dalam saluran cerna. Dikenal 2 klasifikasi biokimia yaitu lignans (enterolacton, enterodiol) dan isoflavon (genistein, daizein, biochanin-a, formononetin dan glycetin), yang jumlahnya lebih sedikit yaitu 14

9 komestan, lactones dan teroles. Fitoestrogen genestein dan daizein banyak terdapat dalam kacang kedelai dan produk olahannya (Wolf A.S, 2000 dalam Rizani Amran, 2011:12). Struktur kimia fitoestrogen yang mirip dengan 17β-estradiol membuatnya mampu berikatan dengan reseptor estrogen. Afinitas ikatan masing-masing anggota fitoestrogen dengan reseptor estrogen (RE) berbeda satu dengan yang lainya. Afinitas ikatan relatif genistein terhadap RE-β 36/100, sedangkan terhadap Re-α sebesar 5/100 dibandingkan dengan 17β-estradiol. RE-β terdistribusi tinggi di organ kelenjar prostat, ovarium, paru-paru, kandung kemih, ginjal, uterus dan testis, sehingga efek fitoestrogen akan tampil nyata khususnya di organ-organ tersebut. Estradiol akan dihambat ikatanya terhadap reseptor estrogen oleh isoflavon dan lignan pada konsentrasi relatif aman terhadap endometrium karena efeknya pada endometrium hanya 0,08% dibandingkan 17βestradiol (Wolf A.S, 2000 dalam Rizani Amran, 2011:13). 15

10 Gambar 2. Persamaan struktur antara fitoestrogen dan estradiol : (1) 17β-estradiol, (2) geniestein (isoflavon), (3) transresveratrol (stibene), (4) coumestrol (coumestan), (5) mataresinol (lignan), dan (6) 8-prenyl naringenin. (Sumber: Elsevier, 2012) Lignans dan isoflavon memiliki aktivitas biologis estrogen yang rendah, antiestrogenik parsial, antimikoba, antikarsinogenik, dan antiinflamasi melalui mekanisme peningkatan SHBG (menurunkan hormon steroid bebas termasuk androgen dan estradiol), memblok reseptor estrogen (menghambat poliferasi), dan menghambat enzim intrasel (Wolf A.S, 2000 dalam Rizani Amran, 2011:13). Efek klinis fitoestrogen diantaranya yaitu menurunkan keluhan klimaterium, mencegah esteoporosis, efek perlindungan terhadap kardiovaskuler, dan pencegahan keganasan kanker pada payudara dan prostat (Wolf A.S, 2000 dalam Rizani Amran, 2011:13). 16

11 USDA menyatakan kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) mentah mengandung fitoestrogen jenis isoflavon yang terdiri dari genistein dan daidzein, dengan rincian sebagai berikut: genistein sebanyak 0,29 mg/100 g dan daidzein sebanyak 0,30 mg/100 g. Sehingga total isoflavon dalam 100 g kacang merah adalah 0,59 mg. Selain mengandung fitoestrogen jenis isoflavon, kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) juga mengandung fitoestrogen jenis coumestan dengan jumlah 0,01 mg/100 g kacang merah. f. Khasiat Kacang Merah Kacang merah sering digunakan dalam berbagai hidangan, terutama beras, kari, salad dan topping. Destrivana (2013), mengungkapkan ada banyak manfaat kesehatan dari kacang merah yang perlu kita ketahui. Berikut adalah manfaat kesehatan dari kacang merah: 1) Memasok banyak energi Kacang merah dapat meningkatkan energi karena tinggi kandungan zat besi. Makanan ini mengandung banyak zat besi yang merupakan sumber utama yang diperlukan untuk meningkatkan metabolisme dan energi tubuh. Kacang merah juga membantu sirkulasi oksigen ke seluruh tubuh. 17

12 2) Mengontrol berat badan Makanan ini baik dikonsumsi bagi mereka yang ingin mengontrol berat badan karena memberi rasa kenyang yang lebih lama. 3) Menjaga gula darah Kacang merah terkenal kaya serat. Serat ini dapat menurunkan tingkat metabolisme kandungan karbohidrat dalam kacang-kacangan. 4) Baik untuk otak Kacang merah menawarkan manfaat yang luar biasa bagi otak. Makanan ini mengandung banyak vitamin K yang menyediakan nutrisi penting untuk otak dan sistem saraf. 5) Sumber vitamin Kacang merah juga merupakan sumber yang baik untuk vitamin B, yang penting untuk sel-sel otak. Vitamin ini memelihara saraf otak dan sel-sel yang mencegah penyakit yang terkait usia seperti Alzheimer. 6) Mempermudah buang air besar Serat yang hadir dalam kacang merah dapat membantu mempertahankan gerakan usus yang sehat. Jika dimakan dalam jumlah yang tepat, kacang merah membantu membersihkan saluran pencernaan. Buang air besar secara teratur berhubungan dengan rendahnya risiko kanker usus besar. 18

13 7) Kardiovaskular Kacang merah juga mengandung banyak magnesium dan serat yang bertanggung jawab untuk menurunkan kadar kolesterol jahat. Ingin terhindar dari risiko stroke, serangan jantung, dan penyakit pembuluh darah perifer. 2. Tikus Putih (Rattus norvegicus, L.) a. Karakteristik tikus putih Gambar 3. Tikus Putih (Rattus norvegicus, L.) Galur Wistar Tikus (Rattus sp) termasuk binatang pengerat yang merugikan dan termasuk hama terhadap tanaman petani. Selain menjadi hama yang merugikan, hewan ini juga membahayakan kehidupan manusia. Sebagai pembawa penyakit yang berbahaya, hewan ini dapat menularkan penyakit seperti wabah pes dan leptospirosis. Hewan ini, hidup bergerombol dalam sebuah lubang. Satu gerombol dapat mencapai 200 ekor. Di alam tikus ini dijumpai di perkebunan kelapa, selokan dan padang rumput. Tikus ini 19

14 mempunyai indera pembau yang sangat tajam. Tikus albino (tikus putih) merupakan jenis tikus yang banyak digunakan sebagai hewan percobaan di laboratorium. (Budhi Akbar, 2010: 4). b. Klasifikasi Berdasarkan ITIS (Interagency Taxonomic Information System) klasifikasi tikus putih adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Subkingdom : Bilateria Phylum : Chordata Subphylum : Vetebrata Class : Mamalia 3. Ovarium tikus putih Subclass : Theria Order : Rodentia Family : Muridae Genus : Rattus Spesies : Rattus norvegicus Gambar 4. Foto Mikroskopis Ovarium Tikus Putih (HE, 100x), Hewan betina tidak saja menghasilkan sel-sel kelamin betina yang penting untuk membentuk satu individu baru, tetapi juga menyediakan 20

15 lingkungan dimana individu tersebur terbentuk, diberi makanan dan berkembang selama masa permulaan hidupnya (Feradis, 2010: 33). Ovarium, merupakan alat kelamin yang paling utama. Ovarium menghasilkan sel kelamin betina (ovum) melalui peristiva oogenesis dan menghasilkan hormon ovarium terutama estrogen dan progesteron. Ovarium disokong oleh pelebaran peritonium yang disebut dengan mesovarium. Mesovarium tersebut mengandung pembuluh darah dan saraf. Ukuran ovarium sangat bervariasi tergantung pada spesies, umur, dan status kebuntingan (I Ketut Puja, 2010: 9). Dellman (1992: 489), mengungkapkan bahwa ovarium merupakan kelenjar ganda, yaitu sebagai kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin, misalnya, sebagai kelenjar eksokrin mampu menghasilkan sekreta berupa ovum, dan sebagai kelenjar endokrin mampu menghasilkan hormon ovarium, terutama estrogen dan progesteron. Secara normal, struktur ovarium sangat bervariasi, tergantung pada spesies, umur dan tahap siklus seksual. Bentuknya lonjong dan pada sayatan memanjang tampak adanya bagian korteks dan medula. Berikut ini merupakan bagian-bagian dari ovarium secara umum pada setiap spesies, yaitu: a. Korteks Korteks pada ovarium merupakan daerah tepi yang lebar, mengandung folikel dan korpus luteum (corpus lutea), dan dibalut oleh epitel permukaan berbentuk kubus rendah. Stroma korteks berupa 21

16 jaringan ikat padat longgar. Tunika albuginea tebal dan merupakan lapis yang langsung di bawah epitel permukaan. Tebal tunika albuginea dapat menipis dan bahkan menghilang karena terdesak oleh perkembangan folikel ovariun serta korpus luteum selama aktivitas ovarium meningkat. b. Medula Medula merupakan bagian dalam yang mengandung saraf, banyak pembuluh darah dengan bentuk mengulir dan pembuluh limfe, terdiri dari jaringan ikat longgar dengan jalur otot polos, berlanjut dengan otot mesovarium. Rete ovarii terdapat dalam medula, berbentuk jalinan saluran yang tidak teratur dan bibalut oleh epitel kubus atau tali sel-sel pekat. Rete ovarii tersebut dapat berdeferensiasi menjadi sel-sel folikel bila terletak jukstaposisi terhadap oosit yang cukup jelas pada karnivora dan ruminansia. c. Folikel ovarium Folikel ovarium, memiliki beberapa tahap perkembangan. Berikut ini merupakan tahap perkembangan folikel ovarium berdasarkan pernyataan dari Dellman (1992: 493), yaitu: 1) Folikel primer Folikel primer (folikel unilaminar) terdiri dari oosit primer, berdiameter sekitar 20 μm pada kebanyakan jenis hewan, dikelilingi oleh epitel pipih atau kubus selapis, disebut sel-sel folikel. Folikel primer paling muda (paling awal) dikelilingi oleh epitel pipih selapis, yang 22

17 disebut folikel primordia. Pada stadium lebih lanjut, epitel berubah menjadi kubus sebaris. Folikel primer, berdiameter sekitar 40μm, dikelilingi oleh membran basal dan terletak dibagian luar korteks dibawah epitel permukaan. Apparatus golgi dan mitokondria pada oosit, terdapat di dekat inti. Mikrovili dapat tampak pada sebagian permukaan oosit. Beberapa ratus ribu sampai satu juta oosit potensial, terdapat pada sebuah ovarium saat partus pada berbagai spesies. Hanya beberapa ratus yang dapat diovulasikan selama hidup. Kebanyakan mengalami degenerasi sebelum lahir. Proses yang menyangkut seleksi folikel yang harus tumbuh dari kelompok folikel primordia yang tidak berproliferasi belum banyak diketahui. 2) Folikel sekunder Folikel sekunder (folikel multilaminar atau folikel tumbuh) terdiri dari epitel banyak lapis dari sel-sel granulosa berbentuk polihedral dan mengitari oosit primer. Rongga yang berisi cairan belum terbentuk diantara sel-sel folikel. Folikel sekunder ditandai oleh berkembangnya 3 sampai 5 μm lapis glikoprotein tebal, disebut zona pellucida, mengitari membran plasma oosit. Terdapat penetrasi parsial di daerah ini oleh mikrovili permukaan oosit. Zona pellucida dihasilkan oleh sel-sel granulosa yang langsung mengitari oosit dan sebagian oosit itu sendiri. Penjuluran sitoplasma sel-sel granulosa 23

18 yang mengitari oosit menembus zona pellucida dan berkaitan erat dengan mikrovili permukaan oosit. Karena perkembangan folikel berlanjut, rongga kecil berisi cairan terbentuk diantara sel-sel granulosa. Lapis vaskular yang terdiri dari sel-sel berbebtuk kincir, disebut sel-sel teka, mulai terbentuk mengitari lapis sel-sel granulosa pada tahap akhir folikel tersier. 3) Folikel tersier Folikel tersier (folikel antrum, veskular, atau de Graff) ditandai dengan perkembangan rongga sentral yang disebut folikel antrum. Antrum ini terbebtuk bila cairan pengisi celah antara selsel granulosa pada folikel sekunder bergabung untuk membentuk satu rongga besar yang menyimpan cairan folikel (liquor folliculi). Folikel tersier yang hampir mengalami ovulasi disebut folikel matang (mature folicle). Oosit primer pada folikel tersier berdiameter 150 sampai 300 μm tergantung pada spesiesnya. Bentuk bulat, inti terletak di tengah dengan jalinan kromatin tipis, dan nukleus jelas. Apparatus golgi mula-mula tersebar dalam sitoplasma, kemudian terkonsentrasi dekat memptan plasma. Butir lipid dan pigmen lipolrom terjadi dalam sitoplasma. Akibat folikel antrum yang mulai membesar dengan meningkatkan liquor folliculi, oosit terdesak kearah tepi, lazimnya dibagian folikel yang paling dekat dengan pusat ovarium. Oosit 24

19 terdapat didaerah akumulasi sel-sel granulosa disebut kumulus ooforus. Pada folikel tersier yang besar, bentuk sel-sel granulosa yang langsung mengitari oosit menjadi silinder dengan susunan radial, yang dikenal sebagai korona radiata. Sel-sel yang membentuk korona radiata dianggap menjamin nutrisi bagi oosit (Dellman, 1992: 493). 4) Folikel atresia Folikel ovarium tidak semuanya berkembang secara normal. Ovarium juga selalu memiliki sejumlah folikel tertentu yang mengalami degenerasi dan folikel yang mengalami atresia. Atresia folikuler biasanya menyertai pembentukan dan pemasakan folikel, serta ovarium dianggap tidak normal hanya bila sejumlah besar folikel menjadi atretik. Pembentukan folikel yang tidak normal, yaitu folikel yang akan mengalami atresia, ternyata ditandai dengan reaksi pengecatan yang menbrana disekitar telur. Membrana tercat biru tua atau ungu sangat berbeda bila dibandingkan dengan folikel normal. Pada tahap atresia lanjut, maka tanda-tanda histologik yang menunjukkan degenerasi akan tampak, yaitu berupa butir-butis lemak dan granula kasar di dalam ovum, pengerutan ovum, lepasnya ovum dari sel-sel granulosa disekitarnya, dan akhirnya sel-sel granulosa degenerasi. Atresia dapat menimpa folikel pada ketiga tahap perkembangannya, tetapi pada hewan domestika yang paling umum terhadi pada tahap folikel tersier (Nalbanov, A. V, 1990: 24). 25

20 5) Korpus luteum Ruang folikuler akan terisi dengan darah dan cairan limpa setelah terjadinya fase ovulasi. Beberapa spesies, misalnya babi, cairan tersebut sangat merengangkan folikel yang telah mengalami ovulasi, sehingga selama lima sampai tujuh hari setelah pecah, folikel tersebut lebih besar dari saat sebelum-sebelumnya. Spesies lain, seperti domba dan sapi, penimbunan cairan tidak terlalu mencolok, dan bahkan folikel lebih kecil dari sebelum terjadinya ovulasi. Pada saat luteinasi mengalami kemajuan, maka bekuan darah secara berangsur-angsur deserap, dan akhirnya ruangnya terisi korpus luteum. Secara histologi, korpus luteum hampir seluruhnya terdiri dari sel-sel granulosa, tetapi sel-sel teka pun dapat ikut dalam pembentukan korpus luteum. Bertambah besarnya ukuran folikel terjadi karena hipertrofi, hiperplasiana sel-sel granulosa, dan sel-sel teka. (Nalbanov, A. V, 1990: 24-25). Saat korpus luteum yang telah melewati puncak aktivitas fungsionalnya, maka semakin banyak jaringan pengikat, lemak, dan subtansi mirip hialin timbul diantara sel-sel luteal. Seluruh korpus luteum berangsur-angsur mengecil, akhirnya menjadi jaringan parut yang tidak berarti yang terlihat di permukaan ovarium. Korpus luteum 26

21 juga kehilangan warna merah-coklat yang semula dimilikinya dan berubah menjadi putih atau coklat pucat. Bagian ini kemudian disebut korpus albikan (Nalbanov, A. V, 1990: 25). 4. Siklus estrus pada tikus putih Gambar 5. Foto Mikroskopis Epitel Vagina Tikus Putih Fase Estrus Perbesaran 100x (Foto Hasil Dokumentasi Penelitian, 2015) a. Periode Siklus Estrus Sistem reproduksi pada hewan betina yang telah memasuki masa dewasa biasanya mengalami perubahan-perubahan secara teratur yang disebut dengan siklus estrus. Estrus atau birahi adalah suatu periode secara psikologis maupun fisiologis yang bersedia menerima pejantan untuk berkopulasi. Lamanya waktu siklus estrus pada seekor hewan dihitung dari munculnya estrus, sampai munculnya estrus lagi pada periode berikutnya. Umumnya setiap hewan mamalia lama siklus estrus akan berbeda-beda. (Feradis, 2010: 113). 27

22 Siklus estrus adalah siklus seksual pada mamalia bukan primata yang tidak menstruasi. Siklus estrus merupakan cerminan dari berbagai aktivitas yang saling berkaitan antara hipotalamus, hipofisis, dan ovarium. Selama siklus estrus terjadi berbagai perubahan baik pada organ reproduksi maupun pada perubahan tingkah laku seksual. Tikus dan mencit termasuk hewan poliestrus. Artinya, dalam periode satu tahun terjadi siklus estrus yang berulang-ulang (Budhi Akbar, 2010: 10). Feradis (2010: 114) menyatakan lamanya waktu yang dipergunakan dalam setiap periode berbeda-beda untuk setiap spesies. Siklus estrus pada mamalia dibedakan menjadi empat periode, yaitu periode estrus, metestrus, diestrus, dan proestrus, sedangkan menurut Budhi Akhbar (2010: 10), daur estrus dibedakan menjadi lima fase yaitu Proestrus, Estrus, Metestrus I, Metestrus II dan Diestrus. Siklus estrus mencit berlangsung 4-5 hari, sedangkan tikus satu siklus bisa selesai dalam 6 hari. Meskipun pemilihan waktu siklus dapat dipengaruhi oleh faktor- faktor eksteroseptif seperti cahaya, suhu, status nutrisi dan hubungan sosial. Setiap fase dari daur estrus dapat dikenali melalui pemeriksaan apus vagina. Apus vagina merupakan cara yang sampai kini dianggap relatif paling mudah dan murah untuk mempelajari kegiatan fungsional ovarium. Melalui apus vagina dapat dipelajari berbagai tingkat diferensiasi sel epitel vagina yang secara tidak langsung mencerminkan perubahan fungsional ovarium (Budhi Akbar, 2010:10). 28

23 Berikut adalah penjelasan dari masing-masing periode pada siklus estrus menurut Budi Akhbar (2010: 11), yaitu: 1) Fase proestrus Proestrus adalah fase sebelum estrus yaitu periode dimana folikel ovarium tumbuh menjadi folikel de Graff dibawah pengaruh FSH. Fase ini berlangsung 12 jam. Setiap folikel mengalami pertumbuhan yang cepat selama 2-3 hari sebelum estrus sistem reproduksi memulai persiapan-persiapan untuk pelepasan ovum dari ovarium. Akibatnya sekresi estrogen dalam darah semakin meningkat sehingga akan menimbulkan perubahan-perubahan fisiologis dan saraf, disertai kelakuan birahi pada hewan-hewan betina peliharaan. Perubahan fisiologis tersebut meliputi pertumbuhan folikel, meningkatnya pertumbuhan endometrium, uteri dan serviks serta peningkatan vaskularisasi dan keratinisasi epitel vagina pada beberapa spesies. Preparat apus vagina pada fase proestrus ditandai akan tampak jumlah sel epitel berinti dan sel darah putih berkurang, digantikan dengan sel epitel bertanduk, dan terdapat lendir yang banyak. 2) Fase estrus Estrus adalah fase yang ditandai oleh penerimaan pejantan oleh hewan betina untuk berkopulasi, fase ini berlangsung selama 12 jam. Folikel de Graff membesar dan menjadi matang serta ovum mengalami perubahan-perubahan kearah pematangan. Pada fase ini 29

24 pengaruh kadar estrogen meningkat sehingga aktivitas hewan menjadi tinggi, telinganya selalu bergerak-gerak dan punggung lordosis. Ovulasi hanya terjadi pada fase ini dan terjadi menjelang akhir siklus estrus. Pada preparat apus vagina ditandai dengan menghilangnya leukosit dan epitel berinti, yang ada hanya epitel bertanduk dengan bentuk tidak beraturan dan berukuran besar. Feradis (2010: 114) menyatakan periode estrus dapat ditandai dari tingkah laku dari hewan yang bersangkutan, seperti misalnya betina yang sedang estrus menyediakan diri untuk dikawini oleh hewan lawan jenisnya, meningkatnya aktivitas fisik, bagian vulva berwarna kemerahan dan berlendir. 3) Fase metestrus Metestrus adalah periode segera sesudah estrus di mana korpus luteum bertumbuh cepat dari sel granulose folikel yang telah pecah di bawah pengaruh LH dan adenohypophysa. Metestrus sebagian besar berada di bawah pengaruh progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum. Progesteron menghambat sekresi FSH oleh adenohypophysa sehingga menghambat pembentukan folikel de Graff yang lain dan mencegah terjadinya estrus. Selama metestrus uterus mengadakan persiapan-persiapan seperlunya untuk menerima dan memberi makan pada embrio. Menjelang pertengahan sampai akhir metestrus, uterus menjadi agak lunak karena pengendoran otot uterus. Fase ini 30

25 berlangsung selama 21 jam. Pada preparat apus vagina ciri yang tampak yaitu epitel berinti dan leukosit terlihat lagi dan jumlah epitel menanduk makin lama makin sedikit. 4) Fase diestrus Diestrus adalah periode terakhir dan terlama siklus birahi pada ternak-ternak dan mamalia. Korpus luteum menjadi matang dan pengaruh progesteron terhadap saluran reproduksi menjadi nyata. Endometrium lebih menebal dan kelenjar-kelenjar berhypertrophy. Serviks menutup dan lendir vagina mulai kabur dan lengket. Selaput mukosa vagina pucat dan otot uterus mengendor. Pada akhir periode ini korpus luteum memperlihatkan perubahan-perubahan yang signifikan. Endometrium dan kelenjar-kelenjarnya beregresi ke ukuran semula. Mulai terjadi perkembangan folikel-folikel primer dan sekunder dan akhirnya kembali ke proestrus. Pada preparat apus vagina dijumpai banyak sel darah putih dan epitel berinti yang letaknya tersebar dan homogen. Pada setiap fase akan terlihat perubahan dengan ciri-ciri yang berbeda antara fase proestrus, estrus, metestrus dan diestrus. Feradis (2010: 114) menyatakan periode diestrus merupakan periode terpanjang dibandingkan ketiga periode siklus estrus lainnya. Periode ini sudah tampak pengaruh dari progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum, yang menyebabkan terjadinya perubahan pada saluran reproduksi. 31

26 Endometrium menebal, kelenjar dan urat daging pada uterus berkembang untuk menrawat embrio dari hasil pembuahan, keadaan ini tetap berlanjut selama masa kebuntingan, dan korpus luteum akan beregregasi. Korpus luteum pada masa kebuntingan ini tidak dinamakan korpus luteum gravidatum, tetapi korpus luteum periodikum. Sedangkan bila korpus luteum tidak mau beregregasi, sedangkan hewan tidak bunting maka korpus luteumnya dinamakan korpus luteum persistan. Keadaan ini merupakan gangguan reproduksi pada hewan yang bersangkutan. 5. Pengaturan Hormonal Pada Siklus Estrus Siklus estrus pada dasarnya diatur oleh keseimbangan antara hormonhormon steroid dan protein dari ovarium dan hormon- hormon gonadotropin dari hipopisa anterior, sedangkan fungsi dari hipopisa anterior sendiri diatur oleh hipotalamus. Dengan mengunakan teknik RIA (Radio Immuno Assay), uji kimia dan biologi terlihat perubahan-perubahan relatif yang terjadi pada hormon-hormon ovarium dan gonadotropin yang dimonitor selama periode siklus estrus. Hasilnya ditemukan lebih banyak kesamaan-kesamaan dibandingkan ketidaksamaan dari spesies-spesies yang diamati. Berdasarkan hal ini, disimpulkan bahwa progesteron mempunyai pengaruh yang dominan terhadap siklus estrus (Feradis, 2010: 118). GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone) merupakan hormon yang disintesis di hipotalamus dan disekresikan ke hipofisis anterior melalui vena porta hipotalamo-hipofisis. Hipofisis anterior tidak mempunyai serabut saraf. 32

27 untuk Pelepasan hormon-hormonnya dirangsang oleh faktor-faktor hormonal melalui pembuluh darah. GnRH ini akan mempengaruhi sekresi FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luitinizing Hormone) dari hipofisis anterior. FSH dan LH akan merangsang ovarium untuk mensekresikan hormon estrogen dan progesteron yang akan mempengaruhi siklus estrus (Budhi Akbar, 2010: 14). Saat fase proestrus folikel-folikel ovarium masih dalam ukuran kecil. Adanya FSH yang disintesis di hipofisa anterior menyebabkan selsel granulose yang terdapat didalam folikel akan cepat menjadi banyak. Kemudian akan terbentuk ruangan dalam folikel. Folikel ini disebut folikel de Graff. Pada sel-sel granulose di dalam folikel de Graff akan dihasilkan estrogen. Estrogen berperan untuk merangsang pertumbuhan epitel vagina dan folikel ovarium sehingga menjadi matang dan siap untuk ovulasi (Budhi Akbar, 2010: 14). Folikel yang matang akan terus memproduksi estrogen, akibatnya estrogen dalam darah menjadi tinggi. Kadar estrogen yang tinggi dalam darah menandakan sedang dalam fase estrus dan estrogen ini akan merangsang GnRH untuk memproduksi LH. Pada tahap berikutnya akibat terus dihasilkannya LH akan terjadi lonjakan LH yang penting untuk terjadinya ovulasi setelah oosit ke luar, maka folikel berubah menjadi korpus luteum yang mampu menghasilkan progesteron. Progesteron menyebabkan perubahan-perubahan endometrium berupa perubahan lapisan endometrium. 33

28 Lapisan endometrium ini dipersiapkan untuk terjadinya implantasi. Fase pembentukkan lapisan ini terjadi pada fase metestrus (Budhi Akbar, 2010: 14). Fase berikutnya yaitu diestrus, jika terjadi implantasi peningkatan kadar progesteron penting untuk pertumbuhan plasenta. Plasenta dapat membentuk gonadotropin yang pada manusia disebut HcG (Human Chorionic Gonadothropine) untuk mempertahankan korpus luteum. Korpus luteum akan mampu memproduksi estrogen dan progesteron sendiri. Jika tidak terjadi implantasi maka tidak terbentuk plasenta sehingga kadar estrogen dan progesteron akan menurun. Menurunnya kadar progesteron menyebabkan terjadinya pengelupasan lapisan endometrium (Budhi Akbar, 2010: 15). B. Kerangka Berfikir Banyak jenis tumbuhan yang dapat menghasilkan senyawa yang menyerupai estrogen, yang disebut fitoestrogen, salah satunya yaitu dari golongan kacang-kacangan. Kacang merah merupakan salah satu jenis kacang-kacangan yang telah banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Kacang merah terdapat beberapa jenis senyawa yang terkandung seperti alkaloid, flavanoid, saponin, tanin, kuinon, steroid/tripernoid, kumarin dan minyak atsiri. Diantaranya seperti flavanoid, merupakan senyawa yang memiliki efek terhadap fertilitas. Senyawa favanoid yang serupa dengan fitoestrogen ini diduga dapat memiliki pengaruh terhadap aktivitas hormonal dalam tubuh. Adanya penambahan senyawa lain dari luar yang menyerupai estrogen, akan 34

29 mempengaruhi sistem kerja dalam tubuh, terutama efeknya terhadap Progesteron yang sistem kerjanya saling berkebalikan. Budhi Akbar (2010: 14) menyatakan pelepasan hormon dirangsang oleh faktor-faktor hormonal melalui pembuluh darah. GnRH akan mempengaruhi sekresi FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luitinizing Hormone) dari hipofisis anterior. FSH dan LH inilah yang kemudian akan merangsang ovarium untuk mensekresikan hormon estrogen dan progesteron yang akan mempengaruhi siklus estrus. Perkembangan folikel, berjalan sesuai dengan siklus estrus yang berlangsung, sehingga perkembangan folikel ini juga dipengaruhi oleh aktivitas hormon yang bekerja pada setiap tahapnya. Hal inilah yang kemudian dapat menjadi perhatian, dimana adanya penambahan senyawa flavanoid dalam kacang merah diharapkan memiliki efek yang jelas terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih, serta dapat mengetahui berapakah jumlah dosis optimum yang dapat menunjukkan perningkatan perkembangan folikel ovarium tikur putih. C. Hipotesis 1. Pemberian ekstrak kacang merah dapat meningkatkan perkembangan folikel ovarium pada tikus putih yang ditandai dengan perdedaan jumlah folikel pada setiap perlakuan. 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian mengenai pengruh pemberian ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) bagi Provinsi Nusa Tenggara Barat, bahkan telah menjadi lambang bagi provinsi

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L. PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK (Rizka Qori Dwi Mastuti) 131 PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.) Rizka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family Menispermaceae yang mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat digunakan untuk mengobati

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak kacang kedelai hitam (Glycine soja) terhadap jumlah kelenjar dan ketebalan lapisan endometrium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting

BAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Estrogen adalah salah satu hormon yang berperan dalam reproduksi hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting adalah estradiol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisional maupun pasar modern. Kacang kedelai hitam juga memiliki kandungan

BAB I PENDAHULUAN. tradisional maupun pasar modern. Kacang kedelai hitam juga memiliki kandungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan di era modern ini semakin beragam bahan yang digunakan, tidak terkecuali bahan yang digunakan adalah biji-bijian. Salah satu jenis biji yang sering digunakan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Domba Lokal Domba merupakan hewan ternak yang pertama kali di domestikasi. Bukti arkeologi menyatakan bahwa 7000 tahun sebelum masehi domestik domba dan kambing telah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan lekosit tikus putih (Rattus norvegicus) betina adalah sebagai berikut :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan lekosit tikus putih (Rattus norvegicus) betina adalah sebagai berikut : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap jumlah kelenjar endometrium, jumlah eritrosit dan lekosit tikus putih (Rattus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia saat ini sudah cukup luas. Pengobatan tradisional terus dikembangkan dan dipelihara sebagai warisan budaya bangsa yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit 40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Oosit Pada Stadia Folikel Primer Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit pada stadia folikel primer dapat dilihat pada gambar 10.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattus

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole (PO) Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia. Populasi sapi PO terbesar berada di

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina.

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus reproduksi adalah perubahan siklus yang terjadi pada sistem reproduksi (ovarium, oviduk, uterus dan vagina) hewan betina dewasa yang tidak hamil, yang memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12 Nama : Kristina vearni oni samin Nim: 09031 Semester 1 Angkatan 12 Saya mengkritisi tugas biologi reproduksi kelompok 7 tentang siklus menstruasi yang dikerjakan oleh saudari Nela Soraja gusti. Tugas mereka

Lebih terperinci

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; Fisiologi Reproduksi & Hormonal Wanita Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; 1. Hormon yang dikeluarkan hipothalamus, Hormon pelepas- gonadotropin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Senyawa Isoflavon Tepung Kedelai dan Tepung Tempe Hasil analisis tepung kedelai dan tepung tempe menunjukkan 3 macam senyawa isoflavon utama seperti yang tertera pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Ekstrak Metanol Buah Adas terhadap Lama Siklus Siklus estrus terdiri dari proestrus (12 jam), estrus (12 jam), metestrus (12 jam), dan diestrus (57 jam), yang secara total

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak yang dapat menyediakan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat Indonesia selain dari sapi, kerbau dan unggas. Oleh karena itu populasi dan kualitasnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi Simmental dengan nama SIMPO. Sapi SIMPO merupakan hasil

Lebih terperinci

HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS

HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS Hipotalamus merupakan bagian kecil otak yang menerima input baik langsung maupun tidak dari semua bagian otak. Hipofisis adalah kelenjar endokrin kecil yang terletak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam periode 10 tahun terakhir jumlah penduduk Indonesia meningkat dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode 10 tahun sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Wijen (Sesamum indicum L) 1. Sistematika Tanaman Tanaman wijen mempunyai klasifikasi tanaman sebagai berikut : Philum : Spermatophyta Divisi : Angiospermae Sub-divisi

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 36 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Lapisan Granulosa Folikel Primer Pengaruh pemberian ekstrak rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.) terhadap ketebalan lapisan granulosa pada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Siklus Menstruasi Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Prawirohardjo, 2005), sedangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagi seorang wanita, menopause itu sendiri adalah datangnya masa tua.

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagi seorang wanita, menopause itu sendiri adalah datangnya masa tua. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi seorang wanita, menopause itu sendiri adalah datangnya masa tua. Menopause yang dikenal sebagai masa berakhirnya menstruasi atau haid, sering menjadi ketakutan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Estrus 4.1.1 Tingkah Laku Estrus Ternak yang mengalami fase estrus akan menunjukkan perilaku menerima pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina

Lebih terperinci

PENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

... Tugas Milik kelompok 8...

... Tugas Milik kelompok 8... ... Tugas Milik kelompok 8... 6. Siklus menstruasi terjadi pada manusia dan primata. Sedang pada mamalia lain terjadi siklus estrus. Bedanya, pada siklus menstruasi, jika tidak terjadi pembuahan maka lapisan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berat badan dewasa : - jantan - betina g. Konsumsi air minum tikus dewasa

TINJAUAN PUSTAKA. Berat badan dewasa : - jantan - betina g. Konsumsi air minum tikus dewasa 19 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Umum Tikus Tikus digolongkan ke dalam kelas Mamalia, bangsa Rodentia, suku Muridae dan marga Rattus (Meehan 1984). Tikus merupakan hewan mamalia yang mempunyai peranan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat sekitar tumbuhan, diduga sekitar spesies

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat sekitar tumbuhan, diduga sekitar spesies BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia dikenal sebagai megabiodiversity country, yaitu Negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang besar. Di hutan tropis Indonesia terdapat sekitar 30.000 tumbuhan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak di pelihara petani-peternak di Sumatera Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi pesisir dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan salah satu contoh rusa yang ada di Indonesia yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk. untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat (Supriadi dkk,

BAB I PENDAHULUAN. yang ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk. untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat (Supriadi dkk, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Data menunjukkan bahwa sekitar 80 % penduduk dunia memanfaatkan obat tradisional yang bahan bakunya berasal dari tumbuhan. Hal ini timbul sebagai

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

SISTEM REPRODUKSI TERNAK BETINA Oleh Setyo Utomo (Kuliah ke 7)

SISTEM REPRODUKSI TERNAK BETINA Oleh Setyo Utomo (Kuliah ke 7) SISTEM REPRODUKSI TERNAK BETINA Oleh Setyo Utomo (Kuliah ke 7) TIU : 1 Memahami bentuk anatomis dan histologis alat reproduksi betina. TIK : 1 Memahami secara anatomis dan histologis ovarium sebagai kelkenjar

Lebih terperinci

F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc.

F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. Sasaran Pembelajaran Mahasiswa dapat menjelaskan sistem reproduksi dan laktasi Materi Kontrol gonad dan perkembangan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan PENGANTAR Latar Belakang Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan pendapatan peternak. Produktivitas itik lokal sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba merupakan ruminansia kecil yang relatif mudah dibudidayakan oleh masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai pakan berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18%

BAB I PENDAHULUAN tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap satu diantara enam penduduk dunia adalah remaja. Sedangkan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Di Indonesia, jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat

Lebih terperinci

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS Titta Novianti OOGENESIS Pembelahan meiosis yang terjadi pada sel telur Oogenesis terjadi dalam dua tahapan pembelahan : yaitu mitosis meiosis I dan meiosis II Mitosis : diferensaiasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Ovarium Oogenesis dan Folikulogenesis

TINJAUAN PUSTAKA Domba Ovarium Oogenesis dan Folikulogenesis 3 TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba merupakan salah satu sumber protein yang semakin digemari oleh penduduk Indonesia. Fenomena ini semakin terlihat dengan bertambahnya warung-warung sate di pinggiran jalan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein. Salah satu komoditas yang menjadi primadona saat ini adalah ikan lele (Clarias sp.). Ikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele. Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele. Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan ukuran panjang tubuh sekitar 45cm dan ukuran berat tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak

Lebih terperinci

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Kelompok 3 Aswar Anas 111810401036 Antin Siti Anisa 121810401006 Nenny Aulia Rochman 121810401036 Selvi Okta Yusidha 121810401037 Qurrotul Qomariyah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengamati preparat uterus di mikroskopdengan menghitung seluruh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengamati preparat uterus di mikroskopdengan menghitung seluruh BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pengaruh pemberian ekstrak daun kenari terhadap jumlah kelenjar endometrium Pengamatan jumlah kelenjar endometrium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yoghurt merupakan salah satu produk minuman susu fermentasi yang populer di kalangan masyarakat. Yoghurt tidak hanya dikenal dan digemari oleh masyarakat di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Kambing Pada mulanya domestikasi kambing terjadi di daerah pegunungan Asia Barat sekitar 8000-7000 SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus) berasal

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II VAGINAL SMEAR Oleh : Nama : Nur Amalah NIM : B1J011135 Rombongan : IV Kelompok : 2 Asisten : Andri Prajaka Santo LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Rata- rata bobot ovarium dan uterus tikus putih

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Rata- rata bobot ovarium dan uterus tikus putih BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng terhadap tikus putih betina pada usia kebuntingan 1-13 hari terhadap rata-rata bobot ovarium dan bobot uterus tikus putih dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tumbuhan Bunga Matahari (Helianthus annuus L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tumbuhan Bunga Matahari (Helianthus annuus L.) 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tumbuhan Bunga Matahari (Helianthus annuus L.) Klasifikasi dari tumbuhan bunga matahari yaitu: Kingdom : Plantae (tumbuhan) Super divisi : Spermatophyta (mengahsilkan biji)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Menstruasi 2.1.1. Definisi Menstruasi Menstruasi adalah suatu keadaan fisiologis atau normal, merupakan peristiwa pengeluaran darah, lendir dan sisa-sisa sel secara berkala

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu usaha yang mutlak dibutuhkan untuk mengembangkan budi daya ikan adalah penyediaan benih yang bermutu dalam jumlah yang memadai dan waktu yang tepat. Selama ini

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kedelai merupakan salah satu jenis tanaman polong-polongan (golongan Leguminoceae). Terdapat dua spesies kedelai yang biasa dibudidayakan, yaitu kedelai putih

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infertilitas 1. Definisi Infertilitas atau kemandulan adalah penyakit sistem reproduksi yang ditandai dengan ketidakmampuan atau kegagalan dalam memperoleh kehamilan, walaupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,

Lebih terperinci

drh. Herlina Pratiwi

drh. Herlina Pratiwi drh. Herlina Pratiwi Fase Folikuler: Oosit primer => folikel primer => foliker sedunder => folikel tertier => folikel degraaf => ovulasi => folikel haemoraghicum Fase Luteal: corpus luteum => corpus spurium

Lebih terperinci

teka mulai terbentuk mengitari lapis sel-sel granulosa pada tahap akhir folikel sekunder (Dellmann dan Brown 1992).

teka mulai terbentuk mengitari lapis sel-sel granulosa pada tahap akhir folikel sekunder (Dellmann dan Brown 1992). PEMBAHASAN Organ reproduksi betina terdiri atas organ reproduksi primer yaitu ovarium dan organ reproduksi sekunder yaitu tuba uterina, uterus (kornua, korpus, dan serviks), dan vagina. Ovarium memiliki

Lebih terperinci

Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ

Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ STRUKTUR TUBUH MANUSIA SEL (UNSUR DASAR JARINGAN TUBUH YANG TERDIRI ATAS INTI SEL/ NUCLEUS DAN PROTOPLASMA) JARINGAN (KUMPULAN SEL KHUSUS DENGAN BENTUK & FUNGSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menstruasi A. Pengertian Menstruasi Menstruasi merupakan keadaan fisiologis, yaitu peristiwa keluarnya darah, lendir ataupun sisa-sisa sel secara berkala. Sisa sel tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental Peranakan Ongole (SimPO)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental Peranakan Ongole (SimPO) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Persilangan Simmental Peranakan Ongole (SimPO) Pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) di Peternakan rakyat masih sekedar menyilangkan sapi lokal (terutama induk sapi PO)

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 30 4.1 Luas Ovarium BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak minyak jintan hitam terhadap organ reproduksi betina diawali dengan pengamatan patologi anatomi (PA) dari ovarium dan uterus. Pengamatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 Kabupaten yang terdapat di provinsi Gorontalo dan secara geografis memiliki

Lebih terperinci

HORMON REPRODUKSI JANTAN

HORMON REPRODUKSI JANTAN HORMON REPRODUKSI JANTAN TIU : 1 Memahami hormon reproduksi ternak jantan TIK : 1 Mengenal beberapa hormon yang terlibat langsung dalam proses reproduksi, mekanisme umpan baliknya dan efek kerjanya dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. partum perlu diperhatikan. Peranakan Etawah (PE) mempunyai lama involusi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. partum perlu diperhatikan. Peranakan Etawah (PE) mempunyai lama involusi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Estrus Post Partum Estrus atau berahi pada ternak betina setelah melahirkan atau estrus post partum perlu diperhatikan. Peranakan Etawah (PE) mempunyai lama involusi uterus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda 3 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda Siklus reproduksi terkait dengan berbagai fenomena, meliputi pubertas dan kematangan seksual, musim kawin, siklus estrus, aktivitas seksual setelah beranak, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang-kacangan (Leguminosa), seperti kacang hijau, kacang tolo, kacang gude, kacang merah, kacang kedelai, dan kacang tanah, sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. Mekanisme umpan balik pelepasan hormon reproduksi pada hewan betina Rangsangan luar Cahaya, stress,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peristiwa ovulasi (Sophia, 2003).Berahi diawali dengan turunnya hormon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peristiwa ovulasi (Sophia, 2003).Berahi diawali dengan turunnya hormon 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanda tanda Berahi Masa subur ditandai dengan dilepaskannya sel telur betina matang melalui peristiwa ovulasi (Sophia, 2003).Berahi diawali dengan turunnya hormon progesteron

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi potong. Namun kondisi sapi potong di usaha peternakan rakyat masih dijumpai adanya kasus

Lebih terperinci

D. Uraian Pembahasan. Sistem Regulasi Hormonal 1. Tempat produksinya hormone

D. Uraian Pembahasan. Sistem Regulasi Hormonal 1. Tempat produksinya hormone SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) IX A. 1. Pokok Bahasan : Sistem Regulasi Hormonal A.2. Pertemuan minggu ke : 12 (2 jam) B. Sub Pokok Bahasan: 1. Tempat produksi hormone 2. Kelenjar indokrin dan produksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar belakang

PENDAHULUAN Latar belakang 16 PENDAHULUAN Latar belakang Ikan nila merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Beberapa kelebihan yang dimiliki ikan ini adalah mudah dipelihara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada garis khatulistiwa. Hal ini mempengaruhi segi iklim, dimana Indonesia hanya memiliki 2 musim

Lebih terperinci

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Rangsangan seksual libido Berkembang saat pubertas dan setelah dewasa berlangsung terus selama hidup Tergantung pada hormon testosteron

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan fase luteal yang terdiri dari metestrus-diestrus (Toelihere, 1979).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan fase luteal yang terdiri dari metestrus-diestrus (Toelihere, 1979). 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Estrus Siklus estrus umumnya terdiri dari empat fase, yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Namun ada juga yang membagi siklus estrus hanya menjadi dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia mulai dalam kandungan sampai mati tampaklah. perkembangan, sedangkan pada akhirnya perubahan itu menjadi kearah

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia mulai dalam kandungan sampai mati tampaklah. perkembangan, sedangkan pada akhirnya perubahan itu menjadi kearah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kehidupan manusia mulai dalam kandungan sampai mati tampaklah manusia itu akan melalui suatu proses yang sama, yaitu semuanya selalu dalam perubahan. Pada awal hidup

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ukuran panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran berat tubuh gram. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. ukuran panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran berat tubuh gram. Di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kematangan Gonad Ikan Lele Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur satu tahun dengan ukuran panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran berat tubuh 100-200 gram.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pubertas 2.1.1. Definisi Pubertas Pubertas adalah masa dimana ciri-ciri seks sekunder mulai berkembang dan tercapainya kemampuan untuk bereproduksi. Antara usia 10 sampai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jam 59 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Ekstrak Air Daun Katu (Sauropuss androgynus (L.) Merr) terhadap Panjang Fase Diestrus Mencit (Mus musculus L.) Betina Premenopause Pengukuran panjang fase

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Menarche a. Pengertian menarche Menarche adalah pengeluaran darah menstruasi pertama yang disebabkan oleh pertumbuhan folikel primodial ovarium yang mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya peningkatan akumulasi lemak tubuh yang disebabkan oleh asupan kalori

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya peningkatan akumulasi lemak tubuh yang disebabkan oleh asupan kalori BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan terjadinya peningkatan akumulasi lemak tubuh yang disebabkan oleh asupan kalori yang melebihi kebutuhan

Lebih terperinci

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed Sel akan membelah diri Tujuan pembelahan sel : organisme multiseluler : untuk tumbuh, berkembang dan memperbaiki sel-sel yang rusak organisme uniseluler (misal : bakteri,

Lebih terperinci