3 METODE PENELITIAN. 3.1 Pendekatan Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "3 METODE PENELITIAN. 3.1 Pendekatan Penelitian"

Transkripsi

1 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian menggunakan metodologi sistem dinamik digunakan berdasarkan pertimbangan kemampuannya menyajikan keterkaitan antar variabel yang dikaji dan mensimulasikan prilaku sistem bila dilakukan intervensi terhadap sistem tersebut. Penerapan sistem dinamik dapat membantu dalam penyusunan skenario kebijakan dan pengambilan keputusan dalam kajian sistem kompleks. Dengan demikian dapat dipelajari sifat sistem wilayah pesisir Teluk Lampung. Kemampuan tersebut memudahkan penyusunan skenario perencanaan sistem kompleks, seperti perencanaan tata ruang wilayah pesisir Teluk Lampung. Untuk mendapatkan penyajian spasial terhadap skenario perencanaan tata ruang, hasil simulasi sistem dinamik dikaitkan dengan dengan sistem informasi geografis (SIG). 3.2 Wilayah Penelitian Perumusan definisi wilayah pesisir yang diacu dalam penelitian ini disusun berdasarkan pertimbangan yang telah disajikan pada sub-bab 2.1. Dari pertimbangan tersebut, lingkup wilayah penelitian meliputi wilayah daratan dan perairan Teluk Lampung (Gambar 11), yaitu: 1) Wilayah daratan adalah meliputi semua kecamatan pesisir di dalam administrasi Kota Bandar Lampung (Kecamatan Telukbetung Barat, Telukbetung Selatan, dan Panjang), Kabupaten Lampung Selatan (Kecamatan Ketibung, Sidomulyo, Kalianda, Rajabasa, dan Bakauheni), dan Kabupaten Pesawaran (Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada), yang berbatasan langsung dengan perairan Teluk Lampung. 2) Wilayah perairan adalah Teluk Lampung dengan posisi geografis terletak antara 105 o o 43 BT dan 5 o 26-5 o 59 LS. 3.3 Kerangka Pemikiran dan Analisis Pada dasarnya perencanaan tata ruang wilayah pesisir merupakan bagian dari pengelolaan wilayah pesisir terpadu yang mengandung tiga dimensi yaitu

2 50 sektoral, bidang ilmu, dan keterkaitan ekologis (Dahuri et al. 2001; Kay dan Alder 1999; Gangai dan Ramachandran 2010). Oleh karena itu, pengelolaan wilayah pesisir terpadu menghendaki kesamaan visi antar pelaku. Menyadari arti penting visi pengelolaan wilayah pesisir, Pemerintah Provinsi Lampung telah mempelopori perumusan visi bersama. Visi pengelolaan wilayah pesisir Lampung yang disepakati antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha, dirumuskan sebagai berikut (Pemerintah Provinsi Lampung 2001). SELAT SUNDA Gambar 11 PETA WILAYAH PENELITIAN Ibukota Kab./Kota Ibukota Kecamatan Wilayah Penelitian

3 51 Terwujudnya pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan yang didukung oleh peningkatan kualitas sumberdaya manusia, penataan dan penegakan hukum, serta penataan ruang untuk terwujudnya peningkatan kesejahteraan rakyat. Mengacu pada visi tersebut, strategi pengelolaan wilayah pesisir terpadu di Provinsi Lampung harus memperhatikan aspek sumberdaya manusia, lingkungan, hukum, tata ruang, dan kesejahteraan bersama. Oleh karena itu, penataan ruang wilayah pesisir memiliki peran strategis sebagai salah satu upaya perwujudan visi. Namun pada kenyataannya telah terdapat permasalahan kompleks di wilayah pesisir Teluk Lampung, yang meliputi aspek-aspek ekonomi, ekologi, dan sosial. Jika permasalahan tersebut tidak mendapatkan solusi yang tepat dan cepat, maka upaya perwujudan visi menjadi semakin sulit dicapai. Berdasarkan visi sebagai tujuan utama pengelolaan wilayah pesisir, disusun kerangka pemikiran penelitian. Permasalahan kompleks yang meliputi aspek-aspek ekonomi, ekologi, dan sosial, bersumber dari lemahnya penyelengaraan penataan ruang. Seperti diketahui bahwa penyelenggaraan penataan ruang harus ditopang oleh pilar pengaturan, pengawasan, dan pelaksanaan penataan ruang. Pelaksanaan penataan ruang menempati posisi penting dalam penyelenggaran, karena bersentuhan langsung dengan berbagai dimensi kepentingan masyarakat dan dunia usaha, dan pada dasarnya merupakan domain pemerintah bersama masyarakat. Pelaksanaan penataan ruang merupakan suatu sistem proses yang meliputi sub-sistem pengendalian, perencanaan, dan pemanfaatan ruang. Ketiga sub-sistem tersebut saling berinteraksi dan menentukan performa sistem secara keseluruhan. Perencanaan tata ruang sebagai suatu sub-sistem, akan menentukan performa pelaksanaan penataan ruang, karena perencanaan merupakan titik tolak bagi pengendalian dan pemanfaatan ruang. Oleh karena itu, penataan ruang hanya akan berjalan dengan baik bila didasari dengan perencanaan tata ruang yang dapat memenuhi kebutuhan para pemangku kepentingan dan dapat diimplementasikan di lapangan. Dengan demikian, perencanaan tata ruang memiliki peran strategis dalam pengelolaan wilayah pesisir Teluk Lampung secara berkelanjutan.

4 52 Pendapatan penduduk rendah Pencemaran lingkungan dan kerusakan ekosistem pesisir RTRW belum partisipatif dan operasional Kantung kemiskinan RTRW belum mengakomodasi peekonomian masyarakat Permasalahan Ekonomi Domain pemerintah: Pengaturan Pembinaan Pengawasan Pengendalian Ruang Visi pengelolaan wilayah pesisir Lampung Kawasan lindung dan budidaya belum jelas RTRW bias darat dan kota Permasalahan Ekologis Penyelenggaraan penataan ruang masih lemah Pemanfaatan Ruang Domain pemerintah dan masyarakat: Pengawasan Pelaksanaan Perencanaan Tata Ruang Belum ada perencanaan tata ruang yang komprehensif dan partisipatif Perlu kajian sistem Ekonomi masyarakat yang berbasis pada sumberdaya pesisir. Pengembangan ekonomi wilayah pesisir berkelanjutan yang mengakomodasi kepentingan ekonomi masyarakat dan usaha skala besar, secara berimbang. Keterkaitan antara aspek ekonomi dan sosial terhadap aspek ekologi dan kerusakan ekosistem pesisir. Kondisi ekologis wilayah pesisir yang dikehendaki pada masa mendatang. Pemetaan berbagai kepentingan stakeholders. Konflik penggunaan ruang antar pelaku (stakeholders). Wilayah pesisir sebagai suatu kawasan terpadu yang meliputi daratan dan perairan. Permukiman kumuh Konflik pemanfaatan ruang Permasalahan Sosial Penguatan penyelenggaraan penataan ruang Manfaat Komprehensif dan akomodatif terhadap kepentingan ekonomi masyarakat kecil (nelayan) dan usaha skala besar, secara berimbang. Berbasis pada pelestarian sumberdaya dan ekosistem wilayah pesisir. Akomodatif terhadap kepentingan berbagai pelaku secara berimbang. Skenario perencanaan Kajaian penelitian melalui pendekatan sistem Tujuan penelitian Isu utama Permasalahan wilayah pesisir Gambar 12 Kerangka pemikiran penelitian

5 53 Visi Pengelolaan Pesisir Lampung RTRW Provinsi dan Kabupaten / Kota Data Atribut Sekunder: Biofisik dan Sosial Ekonomi Citra Satelit Stakeholders Interpretasi Citra Satelit Data Spasial (Peta Tematik) Sekunder: Biofisik dan Sosial Ekonomi Analisis Prospektif Partisipatif Indikasi Tata Ruang Isu Tata Ruang Pesisir Penelitian Lapangan Analisis Sistem Informasi Geografis Analisis Ekonomi Wilayah, Analisis Kewilayahan Basis Data Keterkaitan Analisis Sistem Dinamik Arahan/Rekomendasi Pola dan Struktur Ruang Wilayah Pesisir Teluk Lampung Gambar 13 Kerangka alur analisis penelitian Kerangka pemikiran penelitian, dibangun dengan pandangan bahwa perencanaan tata ruang harus disusun secara komprehensif dan partisipatif dengan menggunakan pendekatan sistem. Pada akhirnya perencanaan tata ruang yang baik akan dapat mendukung penguatan penyelenggaraan penataan ruang dan menuju perwujudan visi sebagai tujuan utama. Secara ringkas kerangka pemikiran penelitian, disajikan pada Gambar 12.

6 54 Untuk melaksanakan penelitian sebagaimana digambarkan dalam kerangka pemikiran, dibutuhkan berbagai data dan informasi, yang harus dirangkum dalam suatu kerangka analisis. Kerangka analisis menggunakan pendekatan sistem dinamik dan partisipatif, yang diintegrasikan dengan sistem informasi geografis (SIG), ditujukan untuk membangun skenario perencanaan tata ruang wilayah pesisir Teluk Lampung yang bersifat komprehensif, partisipatif, dan akomodatif terhadap berbagai kebutuhan pemangku kepentingan. Secara ringkas kerangka alur analisis penelitian disajikan pada Gambar Batas Sistem Sistem yang dibangun dibatasi oleh lingkungan sistem, yaitu semua elemen-elemen yang mempengaruhi sistem secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan. Secara fisik sistem dibatasi hanya pada wilayah penelitian, secara non-fisik sistem dibatasi hanya pada komponen-komponen utama di wilayah penelitian yaitu populasi, aktivitas ekonomi, serta kebutuhan dan ketersediaan ruang (Graham 1976 in HPS 1990; Oppenheim 1980; Chadwick 1987; Hall 1996; Fedra 2004; Gee et al. 2004; Gilliland et al. 2004; Taussik 2004; Martin dan Hall-Arber 2008), serta interaksi di antara komponen tersebut. Aspek lain di luar ketiga komponen dan interaksinya tersebut, dimasukkan sebagai lingkungan sistem, antara lain adalah aspek sosial budaya, agama, etnis, kebijakan pemerintah pusat, perubahan perekonomian akibat resesi, dan lain-lain. Sub-komponen pengguna ruang di wilayah pesisir yang dimasukkan di dalam sistem meliputi: 1) Kawasan lindung daratan dan kawasan konservasi perairan 2) Kawasan budidaya daratan (perikanan budidaya pesisir (tambak), pertanian, pariwisata pantai, permukiman perkotaan dan perdesaan, bisnis dan industri, dan prasarana wilayah); serta pemanfaatan umum perairan (perikanan tangkap, perikanan budidaya laut, transportasi laut, dan kawasan militer TNI-AL). Secara ringkas komponen sistem dan interaksinya, serta arah kebijakan dan implikasinya, disajikan pada Gambar 14.

7 Industri Manufaktur Ketersediaan Tenaga Kerja Pengangguran Kemiskinan Permukiman Kumuh Limbah Domestik Pariwisata Transportasi Laut Peningkatan Imigrasi Permukiman Perkotaan dan Perdesaan Populasi / Penduduk Perikanan Tidak Ramah Lingkungan Perikanan Tangkap Perikanan Budidaya Pesisir Perikanan Budidaya Laut Pertanian Aktivitas Ekonomi Penggunaan Ruang Lainnya Penataan Ruang Kebutuhan Dan Ketersediaan Ruang Perencanaan Tata Ruang Tekanan Terhadap Ruang Konflik Penggunaan Ruang Gangguan Terhadap Kawasan Lindung Kerusakan Sumberdaya Pesisir Perdagangan dan Jasa Limbah Domestik, Pertanian, dan Industri Pencemaran Lingkungan Keterangan: (1) Aliran Penyebab (2) Arah Kebijakan (3) Implikasi Kebijakan Gambar 14 Komponen sistem dan interaksinya, serta arah kebijakan dan implikasinya 55

8 Tahapan Pendekatan Sistem Pendekatan sistem dilakukan dalam beberapa tahap proses yang terdiri dari penetapan tujuan dan analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem, pemodelan sistem, dan evaluasi., yang secara ringkas disajikan pada Gambar 15. Dalam analisis kebutuhan dilakukan inventarisasi kebutuhan dan opini segenap pemangku kepentingan yang terlibat, sebagai masukan dalam model. Inventarisasi kebutuhan dilakukan secara objektif menggunakan metode prospektif partispatif. Kebutuhan diinventarisasi melalui pendapat pemangku kepentingan dari pihak yang berkompeten sebagai pelaku dan pakar (expert) mengenai wilayah Teluk Lampung, dalam suatu forum pertemuan pakar. Partisipan berasal dari berbagai latar belakang, yaitu meliputi: masyarakat, pengusaha, institusi pemerintah daerah, perguruan tinggi setempat, dan lembaga swadaya masyarakat. Tahap formulasi permasalahan merupakan perumusan permasalahan tata ruang Teluk Lampung. Tahap identifikasi sistem didasarkan pada komponen utama yaitu populasi, aktivitas ekonomi, dan ketersediaan ruang, serta interaksi di antaranya. Setelah identifikasi, selanjutnya dilakukan pemodelan dan simulasi sistem. Tahap simulasi akan memberikan informasi mengenai performa model yang dibangun apakah memuaskan atau tidak, jika tidak maka akan dilakukan perbaikan yang diperlukan. Pada akhirnya, hasil dari pendekatan sistem akan memberikan informasi mengenai dinamika komponen penyusun struktur wilayah Teluk Lampung yaitu ketersediaan ruang, populasi penduduk, dan aktivitas ekonomi. Selanjutnya dengan bantuan sistem informasi geografis (SIG), informasi tersebut digunakan dalam analisis spasial guna menyusun berbagai skenario bagi perencanaan tata ruang wilayah pesisir Teluk Lampung.

9 57 Mulai A Analisis Prospektif Partisipatif untuk Penetapan Tujuan Sistem dan Kebutuhan Stakeholders Basis Data Pemodelan Sistem Validasi Model Formulasi Permasalahan Sistem Tidak Memuaskan Tidak Ya Identifikasi Sistem Simulasi Model Tidak Memuaskan Tidak A Ya Keterkaitan Selesai Analisis Sistem Informasi Geografis Gambar 15 Tahap analisis sistem dinamik 3.6 Analisis Prospektif Partisipatif Pelaksanaan analisis prospektif partisipatif dilakukan melalui temu pakar (expert meeting), yang dihadiri oleh partisipan. Temu pakar dilakukan pada tanggal 23 Juli 2009 bertempat di Wisma Tamu Universitas Lampung, Jalan Sumantri Brojonegoro No.1, Gedong Meneng, Bandar Lampung. Sebelum dilakukan temu pakar, terlebih dahulu telah dilakukan kontak secara personal

10 58 kepada masing-masing pakar (perwakilan pemangku kepentingan) untuk memberikan informasi mengenai materi, tujuan, dan metode dari pertemuan tersebut. Pertemuan dihadiri oleh 27 orang pakar, yang meliputi: (1) aparat Pemerintah Provinsi Lampung, Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Pesawaran, dan TNI-AL (Lanal Panjang); (2) nelayan dan pembudidaya ikan; (3) masyarakat dan pengusaha; dan (4) perguruan tinggi setempat (Universitas Lampung). Jumlah pakar yang dapat menghadiri pertemuan tersebut dianggap cukup, sebagaimana pernah dilaksanakan dalam penelitian: Crop research and development prospects in Asia and the Pacific oleh The centre for alleviation of poverty through secondary crops development in Asia and the Pacific (CAPSA) di Bogor pada tahun 2002, telah dianggap cukup dengan dihadiri oleh 13 orang pakar (Bourgeois dan Jesus 2004). Jenis data yang digunakan dalam analisis ini merupakan semua data, informasi, dan opini yang dikemukakan pakar dalam temu pakar. Adapun dimensi waktu analisis ditetapkan selama 20 tahun ke depan, dengan mengacu pada UU No, 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Analisis data dilakukan secara simultan dalam pengumpulan data pada saat temu pakar dilaksanakan. Tahapan analisis disajikan pada Tabel 3. Uraian tahapan analisis prospektif partisipatif adalah sebagai berikut (Bourgeois dan Jesus 2004): Penentuan/definisi sistem dilakukan sebagai tahap awal dalam temu pakar, dan dilakukan melalui diskusi. Tahap ini penting sebagai pengembangan eksplorasi masa depan, yang terfokus pada wilayah pesisir Teluk Lampung (sesuai dengan batas sistem yang telah didefinisikan sebelumnya). Identifikasi variabel sistem dilakukan melalui brainstorming, yang dimulai dengan identifikasi variabel yang memiliki pengaruh terhadap susunan dan evolusi sistem, dari sudut pandang peserta. Untuk menjamin terjadinya partisipasi yang sama, diterapkan teknik visualisasi menggunakan kartu berwarna. Partisipan diminta menulis secara bebas variabel-variabel yang dianggapnya penting, sebanyak satu variabel untuk setiap kartu. Kemudian kartu dikumpulkan dan dipajang pada papan tulis. Kartu yang berisikan

11 opini yang sama persis, dibuang dari pajangan dan diganti dengan satu kartu pengganti. Dalam hal ini, harus terdapat konsensus dari seluruh peserta untuk membuang atau mempertahankan kartu yang dipajang tersebut. Pada tahap ini belum dilakukan diskusi mengenai relevansi dari masing-masing variabel, baru merupakan opini dan konsensus dari partisipan. Tabel 3 Tahapan analisis prospektif partisipatif No. Tahapan Pendekatan 1. Penentuan/Definisi Sistem Persiapan awal dan diskusi kelompok 2. Identifikasi variabel sistem Curah pendapat 3. Definisi variabel kunci Diskusi kelompok terstruktur 4. Analisis pengaruh antar variabel Analisis struktural dan kerja kelompok 5. Interpretasi dari pengaruh dan ketergantungan antar variabel Diskusi kelompok yang didukung dengan grafik dan tabel hasil analisis 6. Pendefinisian kondisi variabel di masa datang. Analisis morfologis dan diskusi kelompok 7. Pembangunan skenario Curah pendapat Diskusi terstruktur 8. Penyusunan implikasi strategis dan aksi antisipatif Sumber: Bourgeois dan Jesus (2004) Definisi variabel kunci dilakukan melalui diskusi terstruktur, yang membahas relevansi dari masing-masing variabel yang telah disepakati sebelumnya. Aturan sederhana yang digunakan dalam mendiskusikan kandungan dari opini yang diajukan oleh peserta merupakan variabel atau bukan, adalah: (1) bukan merupakan sebuah kalimat; (2) tidak berbentuk negatif; dan (3) secara umum bukan ekspresi fisik. Jika terdapat variabel yang tidak dapat dinyatakan dalam berbagai kondisi yang berbeda, maka dianggap sebagai variabel yang tidak relevan. Biasanya suatu kondisi dideskripsikan dengan menggunakan kata kualifikasi seperti adjektif, sedangkan variabel bersifat substantif. Teladan sederhana untuk menentukan variabel relevan dan kondisi yang dapat diidentifikasi, adalah sebagai berikut: 59

12 60 o Hubungan buruk antara petani dan pedagang bukanlah suatu variabel; yang dimaksud variabel adalah Hubungan antara petani dan pedagang. Variabel ini dapat mengambil berbagai kondisi di dalam sistem yang sama, seperti tidak saling percaya atau saling percaya ; o Psikologis petani, adalah variabel tidak relevan, karena tidak dapat dideskripsikan dalam kondisi yang berbeda-beda. Dari tahap ini ditetapkan daftar akhir dari keseluruhan variabel sistem, kemudian variabel didefinisikan. Semua variabel yang sudah ditentukan dan didefinisikan, langsung dimasukkan dalam paket lembar kerja perangkat lunak Microsoft Excel yang telah diprogram (hak cipta Bourgeois dan Jesus 2004), untuk analisis selanjutnya. Analisis pengaruh antar variabel dilakukan melalui analisis struktural dan kerja kelompok, peserta diminta untuk menganalisis pengaruh/ketergantungan langsung influence/dependence (I/D) setiap variabel dengan variabel lainnya, dengan menggunakan pendekatan valuasi konsensual. Valuasi pengaruh langsung masing-masing variabel terhadap variabel lainnya, menggunakan skala dari 0=tidak ada pengaruh sampai 3 = berpengaruh sangat kuat. Nilai-nilai tersebut didiskusikan oleh peserta, dan setelah tercapai kesepakatan, dimasukkan di dalam matriks I/D. Jumlah valuasi tergantung pada jumlah variabel yang telah diidentifikasi, jika terdapat n buah maka ada n 2 n hubungan antar variabel yang harus didiskusikan dan divaluasi. Interpretasi hubungan pengaruh antar variabel dilakukan berdasarkan hasil olahan paket perangkat lunak Microsoft Excel, dengan output berupa tabel dan grafik. Interpretasi tabel skor kekuatan variabel global tertimbang, adalah untuk menentukan peringkat variabel. Variabel yang memiliki skor tertinggi merupakan variabel terkuat, yang memiliki pengaruh tertinggi dan ketergantungan terendah. Grafik pengaruh langsung dan tidak langsung, juga menunjukkan tingkat kekuatan variabel. Kuadran I (kiri atas) merupakan wilayah variabel penggerak. Kuadran II (kanan atas) merupakan wilayah variabel kontrol.

13 61 Kuadran III (kanan bawah) merupakan wilayah variabel keluaran, yang bersifat sangat tergantung dan hanya sedikit pengaruh. Kuadran IV (kiri bawah) merupakan wilayah variabel marjinal, kelompok ini akan dikeluarkan dari analisis. Variabel yang berada pada kuadran I dan II merupakan variabel kuat, dan akan dipilih sebagai variabel penentu dalam analisis selanjutnya. Tahap pendefinisian kondisi variabel di masa depan disebut juga sebagai analisis morfologi, yang bertujuan untuk menjajaki domain masa depan yang mungkin terjadi, serta mengemukakan alternatif-alternatif yang relevan dan dapat dipertanggungjawabkan. Untuk masing-masing variabel yang telah dipilih, peserta diminta mengidentifikasi beberapa kondisi variabel yang akan terjadi di masa depan, dan fokus terhadap alternatifalternatif yang kontras dan saling bebas. Suatu kondisi merupakan sebuah deskripsi dari variabel di masa depan; dan bukan sebagai ukuran dari variabel tersebut. Variabel dan kondisi-nya disusun dalam bentuk tabel, yang menyajikan dasar bagi penyusunan kombinasi untuk melakukan elaborasi skenario. Peserta juga diminta untuk membuat daftar kombinasi kondisi yang tidak dapat atau sangat sulit terjadi, kemudian dikeluarkan dari pilihan untuk membangun skenario. Untuk mempermudah proses tersebut, masing-masing variabel diberi simbol (misalnya huruf besar) dan masing-masing kondisi diberi simbol angka. Tahap pembangunan skenario, dilakukan melalui penyusunan kombinasi variabel dengan kondisi yang berbeda-beda. Peserta diminta untuk menyusun sejumlah skenario, dengan menyusun kombinasi kode variabel dan kondisinya (hurup dan angka). Penyusunan implikasi strategis dan aksi antisipatif, dilaksanakan dengan menggunakan skenario yang telah dibangun. Masing-masing skenario didiskusikan secara terstruktur dalam suatu kerangka yang meliputi deskripsi skenario, implikasi terhadap varibel kunci lainnya, unsur strategis (yang dapat mempengaruhi evolusi sistem), dan aksi yang mungkin dilakukan. Informasi yang dihasilkan merupakan suatu peta jalan

14 62 bagi pemangku kepentingan untuk menghadapi perkembangan dan ancaman yang mungkin terjadi di masa depan. Rencana aksi yang dapat disusun oleh para pemangku kepentingan adalah mempersiapkan diri untuk menghadapi situasi di masa datang (pro-aktif). Selain itu, eksplorasi kondisi masa datang juga dapat membantu dalam menyiapkan aksi yang bersifat re-aktif. Melalui identifikasi dan perbandingan skenario, para pengambil keputusan dan pemangku kepentingan dapat lebih mampu merencanakan masa depan suatu wilayah. Tingkat kedalaman pelibatan pemangku kepentingan dalam analisis prospektif partisipatif, dianggap dapat memenuhi tingkat partisipasi kolegiat sebagaimana perspektif Bigg (1989 diacu dalam Cornwall dan Jewkes 1995); serta termasuk dalam tipologi partisipasi interaktif menurut Brown et al. (2001). 3.7 Pemodelan Sistem Dalam membangun sistem perencanaan tata ruang Teluk Lampung, dilakukan pengembangan model guna mempresentasikan peubah populasi, aktivitas ekonomi, dan ketersediaan ruang, serta interaksi di antaranya. Berdasarkan karakteristik wilayah pesisir yang kompleks dan multidimensi, ditetapkan penggunaan model simbolik, yang menggunakan persamaanpersamaan matematis. Perangkat lunak komputer yang digunakan sebagai alat bantu dalam pemodelan sistem adalah Stella 7.r. dari HPS Inc. (2001). Tenaga Kerja Sub-Model Populasi Lapangan Kerja Sub-Model Aktivitas Ekonomi Penyediaan Ruang Penyediaan Ruang Kebutuhan Ruang Sub-Model Ketersediaan Ruang Kebutuhan Ruang Gambar 16 Model secara global

15 63 Secara global model menggambarkan interaksi antara komponen populasi, aktivitas ekonomi, dan ketersediaan ruang yang bersifat timbal balik. Masingmasing komponen mempunyai gugus formula sendiri-sendiri, namun saling terkait pada satu atau lebih peubah tertentu. Oleh karena itu, model global disusun oleh tiga sub-model yang meliput i sub-model populasi, sub-model aktivitas ekonomi, dan sub-model ketersediaan ruang, yang dikembangkan secara terpisah. Secara ringkas model global disajikan pada Gambar Faktor-faktor penyusun model Sub-model populasi menggambarkan dinamika penduduk (populasi), yang ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor penyusun sub-model populasi adalah meliputi: jumlah populasi, kelahiran, imigrasi, kematian, emigrasi, angkatan kerja, fraksi angkatan kerja, fraksi kelahiran, fraksi kematian, nomal imigrasi, normal emigrasi, pengangguran, pertambahan penduduk, dampak penganggur, kemudahan tenaga kerja, percepatan imigrasi, dan percepatan emigrasi. Kesemua peubah berhubungan baik secara langsung maupun tidak, yang diformulasikan secara numerik. Dari berbagai faktor di atas, dapat disintesis model dengan menggunakan perangkat lunak Stella. Sub-model populasi dihubungkan dengan sub-model aktivitas ekonomi melalui faktor lapangan kerja-pengangguran, dan kemudahan tenaga kerjapercepatan investasi. Terhadap sub-model ketersediaan ruang, populasi dihubungkan melalui faktor kendala ruang-percepatan emigrasi, serta pertambahan penduduk-kebutuhan permukiman dan prasarana. Sub-model aktivitas ekonomi menggambarkan dinamika perekonomian, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang terlibat dalam submodel ini meliputi: aktivitas ekonomi (produk domestik regional bruto, PDRB), pertumbuhan ekonomi, sektor industri, pertumbuhan sektor industri, investasi, laju investasi, kebangkrutan investasi, sektor perikanan laut, pertumbuhan sektor perikanan, sektor transportasi laut, pertumbuhan sektor transportasi laut, sektor pariwisata, pertumbuhan sektor pariwisata, sektor lain, pertumbuhan sektor lain, kebutuhan tenaga kerja, lapangan kerja, fraksi pertumbuhan sektor industri, fraksi pertumbuhan sektor perikanan, fraksi pertumbuhan sektor transportasi laut, fraksi

16 64 pertumbuhan sektor pariwisata, fraksi pertumbuhan sektor lain, fraksi pertumbuhan investasi, tingkat kebangkrutan investasi, dan percepatan investasi. Sub-model aktivitas ekonomi dihubungkan dengan sub-model populasi melalui faktor lapangan kerja-pengangguran, dan kemudahan tenaga kerjapercepatan investasi. Terhadap sub-model ketersediaan ruang, aktivitas ekonomi dihubungkan melalui peubah percepatan investasi-kendala ruang. Sub-model ketersediaan ruang menggambarkan dinamika kebutuhan dan penggunaan ruang yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang terlibat dalam sub-model ini meliputi: lahan total, kawasan lindung daratan, konversi kawasan lindung daratan, lahan tersedia, penggunaan lahan perkotaan, penggunaan lahan perdesaan, penggunaan lahan pertanian, penggunaan lahan lain, perairan total, perairan tangkap, kawasan lindung perairan, perairan daerah kerja pelabuhan, perairan daerah kepentingan pelabuhan, alur pelayaran, perairan kepentingan TNI-AL, perairan untuk pariwisata, perairan tersedia, konversi kawasan lindung, permukiman per kapita, prasarana per kapita, reklamasi pantai, degradasi sumberdaya pesisir, fraksi ruang terpakai, kendala ruang, inkonsistensi tata ruang, dan laju konversi pantai. Sub-model ketersediaan ruang dihubungkan dengan sub-model populasi melalui faktor kendala ruang-percepatan emigrasi, serta pertambahan pendudukkebutuhan permukiman dan prasarana; sedangkan terhadap sub-model aktivitas ekonomi melalui peubah percepatan investasi-kendala ruang Blok bangunan dasar dan persamaan dalam model Blok bangunan dasar dalam bahasa Stella yang digunakan adalah meliputi stok (stocks), aliran (flows), pengubah (converter), penghubung (connectors), dan awan (sink/source). Masing-masing blok dasar tersebut mempunyai simbol dan arti sebagai berikut. Stok merupakan akumulasi dari materi yang mencerminkan kondisi atau keadaan sistem pada titik waktu tertentu. Aliran merupakan aliran materi, sebagai indikasi aktivitas dalam sistem, dari atau yang atau ke luar stok; atau dari dan ke awan.

17 65 Pengubah merupakan pengkonversi input menjadi output, dapat mewakili baik materi maupun informasi. Penghubung merupakan alur informasi sebagai penghubung antara stok ke pengubah, stok ke aliran, antaraliran, pengubah ke aliran, atau antarpengubah. Awan merupakan sumber dari materi yang tidak didefinisikan, dan juga merupakan tempat mengalirnya materi yang tidak didefinisikan. Semua persamaan yang digunakan dalam pengembangan model bersifat deterministik. Bentuk persamaan dasar yang digunakan dalam pengembangan model adalah sebagai berikut: Persamaan stok Persamaan stok menghitung akumulasi dari suatu aliran terhadap waktu, dengan bentuk dasar diberikan pada persamaan berikut (HPS 1990 dan 1994): stock t = t n 0 flow dt..(1) Persamaan stock merupakan integral definit yang dibentuk dari aliran dalam rentang waktu awal (t0) sampai waktu akhir (t n ). Di dalam model, persamaan stok memiliki bentuk dasar sebagai berikut: STOCK(t) = STOCK(t - dt) + (INFLOW OUTFLOW)*dt.... (2) Persamaan di atas menyatakan bahwa nilai stok saat ini (t) merupakan jumlah dari nilai stok di masa lalu (t - dt) ditambah dengan perubahan akibat aliran yang mempengaruhi stok tersebut selama selang waktu (dt). Lama waktu (dt) disebut dengan waktu komputasi, atau interval solusi. Persamaan aliran Persamaan aliran digunakan untuk menghitung nilai dari suatu aliran masuk atau keluar dari atau ke dalam stok, dengan persamaan dasar diberikan sebagai berikut (HPS 1990 dan 1994):

18 66 flow d( stock)/dt =..... (3) Persamaan aliran merupakan turunan (diferensial) dari persamaan stok. Di dalam model, persamaan aliran dapat dibentuk dari beragam persamaan seperti aditif, multiplikatif, eksponensial, ataupun bentuk lainnya, dengan input dari pengubah, stok, ataupun aliran yang lain. Di dalam model, persamaan aliran tidak memiliki bentuk standar tertentu, dan tergantung pada struktur kebijakan yang ada pada sistem. Panduan untuk pendefinisian persamaan aliran, adalah: Pada umumnya persamaan aliran tidak dapat mengandung unsur dt, kecuali dalam pemodelan akhir tahun, pemodelan deret waktu, dan sebagai pembatas. Dependensi antar aliran harus dihindari, karena menimbulkan kesalahan melingkar, yaitu kesalahan pendefinisian sistem akibat ketergantungan antar variabel yang bersifat siklis, sehingga program tidak dapat menentukan variabel mana yang dijadikan acuan awal dan simulasi tidak dapat dijalankan. Persamaan pembantu Persamaan pembantu (auxiliary) merepresentasikan komputasi informasi dalam sistem umpan balik. Persamaan pembantu di dalam model diberikan oleh blok dasar pengubah, yang dapat merupakan suatu konstanta, ataupun persamaan yang dapat berbentuk aditif, multiplikatif, eksponensial, ataupun bentuk lainnya, dengan input dari stok, aliran, ataupun pengubah yang lain. Dalam melakukan representasi sistem ke dalam persamaan matematis, persamaan pembantu sulit ditentukan tanpa mengetahui informasi yang mempengaruhi variabel pembantu tersebut. Sama halnya dengan persamaan aliran, persamaan pembantu tidak memiliki bentuk standar, namun ada batasan yang harus diperhatikan : Persamaan pembantu tidak dapat mengandung unsur dt pada sisi kanan persamaan. Sebuah peubah pembantu secara umum bergantung pada stok atau pembantu lainnya.

19 67 Perumusan sekumpulan persamaan pembantu secara simultan, misalnya susunan peubah pembantu yang membentuk lingkaran tanpa ada stok, akan menimbulkan pesan kesalahan. Penundaan Dalam sistem informasi-umpan balik, adanya penundaan (delay) akan menciptakan karakteristik dinamis dari suatu sistem. Terdapat dua bentuk penundaan, yaitu: penundaan fisik/material dan penundaan informasi. 3.8 Analisis SIG Analisis sistem informasi geografis (SIG) dilakukan untuk mendapatkan penyajian spasial dari skenario perencanaan tata ruang wilayah pesisir Teluk Lampung. Analisis SIG dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak komputer Arc/Info dan Arc View dari ESRI (2001). Tahap analisis dimulai dengan pembentukan basis data yang disusun dari data atribut dan spasial, serta informasi tata ruang saat ini. Data dan informasi tersebut dilengkapi dengan interpretasi citra satelit, dan selanjutnya dilakukan penelitian lapang, untuk validasi dan melengkapi data lapangan. Data dan informasi dari citra satelit sangat diperlukan, karena dapat menyajikan informasi kondisi fisik wilayah eksisting secara lengkap dalam satu kesatuan. Citra yang digunakan adalah Landsat-7 ETM path 123 row 64, tahun 2001 dan Tahapan interpretasi citra secara ringkas disajikan pada Gambar 17. Berdasarkan basis data yang telah dibangun, analisis SIG dilakukan malalui tahap dijitasi data spasial (peta) yang berasal dari peta tematik berbentuk cetakan, yang dilengkapi dengan data atribut untuk yang menghasilkan peta dijital. Peta yang dihasilkan meliputi peta dasar (administrasi) dan tematik (kelas lereng, penggunaan lahan, batimetri, dan sebagainya). Selanjutnya analisis dilakukan untuk mendapatkan kawasan lindung. Tahap analisis adalah dengan melakukan tumpang tindih antarpeta dasar dan tematik, kemudian dilakukan penyanggaan dengan memasukkan kriteria kawasan lindung baik untuk daratan maupun perairan.

20 68 Citra Landsat-7 path 123 row 64 Koreksi Koreksi Geometrik Untuk memperoleh citra yang berkoordinat geografis Koreksi Radiometrik Untuk menghilangkan gangguan perekaman pada citra Penyusunan Komposit Menggunakan Algorithma-RGB Agar penampilan citra mendekati keadaan yang sebenarnya di lapangan Analisis kenampakan permukaan bumi dan landcover Analisis (pola dan sebaran) sedimentasi Analisis garis dan morfologi pantai Analisis Berdasarkan Algorithma Band (Pita) Gelombang Analisis Klorofil, Sebaran Plankton, Suhu Permukaan Laut, ekosistem mangrove Analisis kelerengan dan kelas kemampuan lahan dan kesesuaian lahan wilayah pesisir Peta-peta Tematik (Tentatif) dari Interpretasi Citra Satelit Penentuan Lokasi Observasi lapang citra satelit, bersamaan penelitian lapangan Koreksi sesuai hasil observasi lapang Basis Data Analisis Sistem Informasi Geografis (SIG) Analisis Sistem Dinamik Gambar 17 Bagan alir interpretasi citra satelit Setelah didapatkan kawasan lindung, kawasan lain di luar kawasan lindung merupakan kawasan budidaya (baik pertanian, perkotaan, ataupun perairan). Kawasan budidaya selanjutnya dianalisis untuk menentukan kesesuaian bagi berbagai peruntukan ruang kawasan budidaya daratan dan perairan. Tahap analisis dilakukan dengan cara tumpang tindih antarpeta dasar dan tematik, kemudian memasukkan kriteria untuk masing-masing kesesuaian peruntukan ruang.

21 69 Pada akhirnya dari analisis SIG yang diintegrasikan dengan analisis sistem, didapatkan arahan kebijakan perencanaan tata ruang wilayah pesisir pada keseluruhan wilayah penelitian yang disajikan dalam bentuk peta, dengan skala perencanaan tingkat provinsi yaitu minimal 1: Secara ringkas bagan alir analisis SIG, disajikan pada Gambar 18. Mulai Basis Data Dijitasi dan Data Tabel Peta Dasar Peta-peta Tematik Kriteria Kawasan Lindung Tumpang tindih dan penyanggaan Kawasan Lindung Kawasan Budidaya Kriteria Kawasan Budidaya Tumpang tindih dan penyanggaan Informasi Spasial dan Atribut Wilayah Perairan dan Daratan Keterkaitan Analisis Sistem Dinamik Selesai Gambar 18 Bagan alir analisis sistem informasi geografis (SIG)

22 Data dan Analisis Data dan informasi yang dikumpulkan meliputi data biofisik dan sosial ekonomi, baik yang bersifat spasial maupun atribut yang berhubungan dengan pemanfatan ruang wilayah pesisir. Secara ringkas, data dan informasi yang dikumpulkan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Data dan informasi yang dikumpulkan No. Data dan Informasi Sumber 1. Dokumen RTRW Provinsi Bappeda Lampung, Kota Bandar Lampung, dan Kabupaten Lampung Selatan 2. Peta Perairan skala 1:75.000, Dishidros TNI-AL 1:25.000, dan 1: Peta Peta land systems, land Bakosurtanal suitability, dan 1: Peta Lingkungan Pantai Indonesia Skala 1: Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1: Data hidrooseanografi dan kualitas perairan Teluk Lampung Dishidros TNI-AL, PT. Pelindo II, Bappeda, Bapedalda 5. Data ekosistem utama pesisir, Dinas Perikanan, Bapedalda perikanan, degaradasi sumberdaya, serta informasi lain yang relevan. 6. Dokumen perencanaan dan hasilhasil penelitian yang relevan Bappeda, Bapedalda, PT. Pelindo II, Dinas Perikanan dan Kelautan. 7. Informasi kepelabuhan, lalu lintas PT. Pelindo II barang dan manusia, peta alur pelayaran, kepadatan pelayaran 8. Demografi dan sosial ekonomi BPS 9. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan perekonomian wilayah BPS 10. Investasi dan pertumbuhannya Badan Penanaman Modal Daerah 11. Kepariwisataan BPS dan Dinas Pariwisata 12. Reklamasi pantai dan degradasi sumberdaya pesisir Bappeda, Bapedalda, Dinas Perikanan 13. Kawasan terbangun dan belum terbangun Bappeda, Bapedalda, BPN, Dinas Tata Kota, Analisis SIG 14. Citra satelit LAPAN 15. Kondisi eksisting aspek biofisik dan sosial ekonomi wilayah Penelitian lapang; analisis citra satelit dan ground check 16 Kebutuhan pemangku kepentingan Participatory prospective analysis

23 71 Sebagian besar data dan informasi yang disajikan pada Tabel 4, merupakan data dan informasi sekunder. Data dan informasi primer dikumpulkan dari penelitian lapang dengan melakukan observasi yang meliputi: kondisi sosial ekonomi wilayah. Secara umum, untuk mendapatkan data primer, dilakukan untuk pengamatan kondisi sosial ekonomi pada desa nelayan di wilayah pesisir Analisis biofisik wilayah Analisis biofisik wilayah meliputi analisis kesesuaian ruang (lahan dan perairan) untuk kawasan lindung dan konservasi, serta kawasan budidaya dan pemanfaatan umum perairan. Alat utama analisis biofisik wilayah adalah sistem informasi geografis (SIG) yang menggunakan data sekunder (sebagaimana digambarkan pada Sub-Bab 3.8). Kriteria yang digunakan dalam analisis biofisik wilayah, disajikan pada Lampiran 5, yang meliputi: kesesuaian kawasan lindung (daratan) dan kawasan konservasi (perairan) berupa (terumbu karang dan padang lamun); kesesuaian kawasan budidaya pertanian pangan (tanaman semusim) dan perkebunan (tanaman tahunan), kawasan budidaya pesisir (tambak), kawasan bisnis dan industri, kawasan permukiman, dan prasarana wilayah; serta kawasan pemanfaatan umum (perairan) untuk perikanan budidaya dan perikanan tangkap Analisis pemilihan skenario Dalam analisis analisis prospektif partisipatif, partisipan menyusun beberapa skenario yang mungkin terjadi di wilayah Teluk Lampung. Semua skenario dari partisipan, selanjutnya akan dipresentasikan ke dalam model dinamik dan disimulasi. Salah satu dari hasil simulasi skenario tersebut, selanjutnya dipilih yang dianggap paling mampu mengakomodasi kebutuhan partisipan (pemangku kepentingan), dan dijadikan sebagai dasar dalam kebijakan pola dan struktur ruang wilayah pesisir Teluk Lampung. Alat yang digunakan dalam memilih skenario adalah analisis pembuatan keputusan multikriteria (MCDM), berupa pengambilan keputusan berbasis indeks kinerja. Indeks kinerja merupakan berbagai kriteria dari suatu sistem, yang diolah dengan berbagai teknik atau metode perhitungan, sehingga menghasilkan nilainilai numerik sebagai indeks. Indeks tersebut kemudian dijadikan sebagai dasar bagi pengambilan suatu keputusan. Metode yang digunakan dalam pengambilan

24 72 keputusan berbasis indeks kinerja, adalah indeks kinerja komposit (composite performance index, CPI), karena dapat menggunakan berbagai kriteria yang tidak seragam (Marimin 2004). CPI merupakan indeks komposit dari berbagai kriteria, yang didapat dari pemodelan. Hasil perbandingan kriteria yang ditransformasi dapat digunakan untuk menentukan penilaian atas peringkat dari berbagai alternatif. Formula yang digunakan adalah sebagai berikut: A A I I Keterangan : A ij = nilai alternatif ke-i pada kriteria ke-j ij (min) = nilai alternatif ke-i pada kriteria awal minimum ke-j A (i + 1j) = nilai alternatif ke-i + 1 pada kriteria ke-j (i + 1j) = nilai alternatif ke-i + 1 pada kriteria awal ke-j P ij = bobot kepentingan kriteria ke-j I ij = indeks altenatif ke-i I i i ( i+ 1 j) ij ij = = = A n = ij i= 1 ij(min) P ( I ij(min) ij ij 100 ij(min) ) ( i+ 1 j) (4)..... (5)..... (6) (7) = indeks gabungan kriteria pada altenatif ke-i Untuk pengambilan keputusan peringkat nilai alternatif, dilakukan dengan menggunakan rata-rata nilai alternatif dan simpangan bakunya. Skenario dengan peringkat nilai alternatif tertinggi (I) merupakan skenario yang akan dipilih. Penentuan peringkat nilai alternatif adalah sebagai berikut: 1) Peringkat I adalah: Jika nilai alternatif>dari rata-rata nilai alternatif+ simpangan baku; 2) Peringkat II adalah: Jika rata-rata nilai alternatif<nilai alternatif<dari ratarata nilai alternatif+simpangan baku; 3) Peringkat III adalah: Jika nilai alternatif<dari rata-rata nilai alternatif.

25 Analisis ekonomi wilayah dan kewilayahan Kemampuan memacu pertumbuhan suatu wilayah sangat tergantung dari keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayahnya. Nilai strategis setiap sektor di dalam memacu menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi wilayah berbeda-beda. Sektor ekonomi suatu wilayah dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu sektor basis dimana kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut menyebabkan terjadinya mekanisme ekspor dan impor antar wilayah. Artinya industri basis ini menghasilkan barang dan jasa, baik untuk pasar domestik daerah maupun pasar luar wilayah/daerah. Sedangkan sektor non-basis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar di daerahnya sendiri, dan kapasitas ekspor daerah belum berkembang (Hoover dan Giarratani 1999; Rustiadi et al. 2009). Dalam kaitannya dengan perencanaan tata ruang, analisis ekonomi wilayah menjadi penting dilakukan (Rustiadi et al. 2009; Djakapermana 2006). Analisis ekonomi wilayah dan analisis kewilayahan yang dilakukan meliputi location quotient (LQ), localization index (LI), specialization index (SI), dan skalogram. Analisis tersebut, digunakan untuk penggambaran kondisi umum wilayah, dan juga digunakan dalam penentuan struktur ruang wilayah pesisir Teluk Lampung. a. Analisis location quotient (LQ) Analisis LQ merupakan cara untuk mengetahui kemampuan suatu subwilayah dalam sektor/kegiatan tertentu. Hasil dari analisis ini dapat memberikan gambaran mengenai perbandingan relatif kemampuan suatu sub-wilayah terhadap wilayah yang lebih luas (tinggi) dalam sektor/kegiatan tertentu. Analisis ini dilakukan pada dua tingkat unit analisis, yaitu: (1) tingkat provinsi dengan wilayah pesisir Teluk Lampung sebagai sub-wilayah dan Provinsi Lampung sebagai wilayah yang lebih tinggi; serta (2) tingkat kawasan dengan kecamatan pesisir Teluk Lampung sebagai sub-wilayah dan wilayah pesisir Teluk Lampung sebagai wilayah yang lebih tinggi. Data yang digunakan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan (ADHK) sembilan sektor tahun 2007.

26 74 Persamaan dalam perhitungan perbandingan relatif nilai LQ adalah sebagai berikut: ij / i. LQ ij = (8) / Keterangan: LQ ij = nilai LQ sektor ke-j di sub-wilayah ke-i (wilayah pesisir untuk tingkat provinsi, atau wilayah kecamatan untuk tingkat kawasan) ij i..j...j.. = produk sektor ke-j di sub-wilayah ke-i (wilayah pesisir untuk tingkat provinsi, atau wilayah kecamatan untuk tingkat kawasan) = total produk seluruh sektor di sub-wilayah ke-i (wilayah pesisir untuk tingkat provinsi, atau wilayah kecamatan untuk tingkat kawasan) = produk sektor ke-j di wilayah yang lebih tinggi (wilayah Provinsi Lampung untuk tingkat provinsi, atau wilayah pesisir Teluk Lampung untuk tingkat kawasan) = total produk seluruh sektor di wilayah yang lebih tinggi (wilayah Provinsi Lampung untuk tingkat provinsi, atau wilayah pesisir Teluk Lampung untuk tingkat kawasan) Struktur perumusan LQ memberikan beberapa nilai sebagai berikut : LQ>1, menunjukan bahwa sektor yang bersangkutan di sub-wilayah yang diamati memiliki potensi surplus LQ<1, menunjukan bahwa sektor yang bersangkutan di sub-wilayah yang diamati memiliki kecenderungan impor dari wilayah lain. LQ=1, menunjukan bahwa sektor yang bersangkutan di sub-wilayah yang diamati telah mencukupi. b. Analisis localization index (LI) Analisis LI merupakan penghitungan indeks lokalisasi yang menggambarkan pemusatan relatif suatu aktivitas dibandingkan dengan kecenderungan total di dalam wilayah. Umumnya indeks ini digunakan untuk mengetahui persentase distribusi suatu aktivitas tertentu di dalam wilayah (Isard

27 75 et.al diacu dalam Rustiadi et al. 2009). Secara umum analisis ini digunakan untuk menentukan wilayah mana yang potensial untuk mengembangkan aktivitas tertentu. Analisis ini dilakukan pada tingkat kawasan dengan unit analisis adalah kecamatan di pesisir Teluk Lampung sebagai subwilayah dan wilayah pesisir Teluk Lampung sebagai wilayah yang lebih tinggi. Data yang digunakan adalah PDRB-ADHK sembilan sektor tahun Persamaan LI adalah sebagai berikut: LI Keterangan: LI j = nilai LI sektor ke-j di wilayah pesisir Teluk Lampung. ij i..j.. J n = 1 ij i..... (9) 2 I = 1. j.. = produk sektor ke-j di sub-wilayah ke-i (wilayah kecamatan) = total produk seluruh sektor di sub-wilayah ke-i (wilayah kecamatan) = produk sektor ke-j di wilayah pesisir Teluk Lampung = total produk seluruh sektor di wilayah pesisir Teluk Lampung. Interpretasi nilai indeks adalah sebagai berikut: Nilai LI mendekati 0 berarti perkembangan suatu sektor di kecamatan tertentu cenderung memiliki tingkat yang sama dengan perkembangan wilayah pesisir Teluk Lampung. Tingkat perkembangan sektor akan relatif indifferent di seluruh lokasi, atau sektor tersebut mempunyai peluang yang relatif sama di seluruh lokasi. Nilai LI mendekati 1 berarti sektor yang diamati akan cenderung berkembang memusat di kecamatan tertentu, atau sektor yang diamati akan berkembang lebih baik jika dilakukan di kecamatan tertentu. c. Analisis specialization index (SI) Analisis SI merupakan penghitungan indeks yang menggambarkan pembagian wilayah berdasarkan sektor-sektor yang ada. Lokasi tertentu menjadi pusat bagi sektor tertentu. Analisis ini dilakukan pada tingkat kawasan dengan unit analisis adalah kecamatan di pesisir Teluk Lampung sebagai sub-wilayah dan wilayah pesisir Teluk Lampung sebagai wilayah yang lebih tinggi. Data yang

28 76 digunakan adalah PDRB-ADHK sembilan sektor tahun Persamaan SI adalah sebagai berikut: SI Keterangan: SI i = nilai SI di sub-wilayah ke-i (kecamatan pesisir Teluk Lampung). ij i..j.. i P = 1 ij. j... (10) 2 j= 1 i.. = produk sektor ke-j di sub-wilayah ke-i (wilayah kecamatan) = total produk seluruh sektor di sub-wilayah ke-i (wilayah kecamatan) = produk sektor ke-j di wilayah pesisir Teluk Lampung = total produk seluruh sektor di wilayah pesisir Teluk Lampung. Interpretasi nilai indeks adalah sebagai berikut: Nilai SI mendekati 0 berarti tidak ada kekhasan, yang bermakna bahwa sub-wilayah (kecamatan pesisir) yang diamati tidak memiliki sektor khas yang relatif menonjol perkembangannya dibandingkan dengan kecamatan lain. Nilai SI mendekati 1 berarti terdapat kekhasan, yang bermakna bahwa sub-wilayah (kecamatan pesisir) yang diamati memiliki sektor khas yang perkembangannya relatif menonjol dibandingkan dengan kecamatan lain. d. Analisis shift-share Analisis pergeseran-pertumbuhan (shift-share) ditujukan untuk menggambarkan pergeseran struktur aktivitas/sektor ekonomi di suatu lokasi (subwilayah) tertentu dibandingkan dengan suatu wilayah referensi yang lebih tinggi, dalam dua titik waktu. Struktur aktivitas dari analisis ini menggambarkan kemampuan kompetisi sektor tertentu di suatu wilayah secara dinamis (Hoover dan Giarratani 1999). Analisis ini dilakukan pada tingkat provinsi dengan unit analisis adalah wilayah pesisir Teluk Lampung sebagai sub-wilayah dan Provinsi Lampung sebagai wilayah yang lebih tinggi. Data yang digunakan adalah PDRB- ADHK sembilan sektor pada dua titik tahun yaitu 2003 dan Gambaran kinerja dari analisis ini dapat dijelaskan dari 3 komponen, sebagai berikut:

29 77 Komponen laju pertumbuhan total, menggambarkan pertumbuhan atau pergeseran struktur perekonomian wilayah pesisir Teluk Lampung yang dipengaruhi oleh pergeseran pertumbuhan perekonomian Provinsi Lampung. Komponen pergeseran proporsional, menunjukkan pertumbuhan sektor tertentu di wilayah pesisir Teluk Lampung secara relatif, dibandingkan dengan pertumbuhan seluruh sektor dalam wilayah Provinsi Lampung. Komponen pergeseran diferensial, menunjukkan pertumbuhan sektor tertentu di wilayah pesisir Teluk Lampung dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor tersebut dalam wilayah Provinsi Lampung. Komponen ini menggambarkan dinamika (keunggulan) sektor tersebut di wilayah pesisir Teluk Lampung terhadap sektor yang sama di subwilayah lain di Provinsi Lampung. Persamaan analisis pergeseran-pertumbuhan adalah sebagai berikut: SSA =.. ( t1) 1.. ( t0) + i( t1) i( t0).. ( t.. ( t 1) 0) + ij( t1) ij( t0) S P D i( t1) i( t0) (11) Keterangan: S = komponen pertumbuhan total P = komponen pergeseran proporsional D = komponen pergeseran diferensial.. = nilai produk seluruh sektor dalam wilayah Provinsi Lampung..i = nilai produk seluruh sektor dalam wilayah pesisir Teluk Lampung. ij = nilai produk sektor ke-j di wilayah pesisir Teluk Lampung. t 1 = titik tahun akhir (2007) t 0 = titik tahun awal (2003) e. Analisis skalogram Analisis skalogram digunakan untuk menentukan hirarki sub-wilayah, dimana seluruh fasilitas umum yang dimiliki oleh setiap sub-wilayah didata dan disusun dalam satu matriks. Sub-wilayah yang memiliki jumlah unit dan jumlah jenis fasilitas yang lebih banyak, akan menempati hirarki yang lebih tinggi

30 78 dibandingkan dengan unit wilayah yang lain. Unit analisis yang digunakan adalah tingkat kecamatan di wilayah pesisir Teluk Lampungsebagai sub-wilayah. Data yang digunakan adalah data potensi desa (Podes) dari BPS (2008), yang digabungkan untuk masing-masing kecamatan di wilayah pesisir Teluk Lampung. Jumlah jenis fasilitas yang dianalisis sebanyak 67 jenis, yang secara lengkap disajikan pada Tabel Lampiran 13. Prosedur kerja penyusunan hirarki wilayah kecamatan berdasarkan fasilitas adalah sebagai berikut: Menyusun peubah yang digunakan sebagai penyusun indeks hirarki dalam bentuk matriks, dengan kecamatan sebagai baris dan fasilitas sebagai kolom. Dalam analisis ini, semua peubah (berjumlah 67 jenis fasilitas, disajikan pada Tabel Lampiran 13) adalah berbanding lurus dengan hierarki wilayah. Semakin besar nilai peubah tersebut mencirikan wilayah dengan tingkat perkembangan lebih tinggi. Tahap selanjutnya adalah menghitung bobot indeks penciri dengan persamaan berikut: I Keterangan: I ij = bobot indeks penciri untuk sub-wilayah ke-i (kecamatan pesisir di Teluk Lampung) dan fasilitas ke-j, ij = jumlah fasilitas ke-j yang terdapat di wilayah kecamatan ke-i (kecamatan pesisir di Teluk Lampung),..j = jumlah fasilitas ke-j yang terdapat di seluruh wilayah kecamatan pesisir di Teluk Lampung, a j n ij = ij. j n a j.. (12) = jumlah kecamatan pesisir di Teluk Lampung yang memiliki fasilitas ke-j, = jumlah kecamatan di wilayah pesisir di Teluk Lampung (10 kecamatan), i = 1, 2,..., n, menunjukkan sub-wilayah (10 kecamatan pesisir di Teluk Lampung) j = 1, 2,..., p, menunjukkan jenis fasilitas (67 jenis).

31 79 Tahap berikutnya adalah melakukan pembakuan indeks untuk seluruh peubah, sehingga didapatkan indeks baku dengan persamaan berikut: K Keterangan: K ij = nilai baku indeks hierarki untuk wilayah kecamatan ke-i dan fasilitas ke-j, I ij = bobot indeks penciri untuk sub-wilayah ke-i (kecamatan pesisir di Teluk Lampung) dan fasilitas ke-j, min(i) j = nilai minimum indeks yang terdapat pada fasilitas ke-j di seluruh wilayah kecamatan pesisir Teluk Lampung, s j I min( I) s j ij j = (13) ij = simpangan baku pada fasilitas ke-j di seluruh wilayah kecamatan pesisir Teluk Lampung. Tahap berikutnya menjumlahkan indeks baku untuk setiap wilayah kecamatan (per baris), sehingga diperoleh jumlah indeks pelayanan per wilayah kecamatan (IPi). Kemudian juga dihitung nilai rata-rata indeks wilayah kecamatan ( IP ), dan simpangan baku indeks wilayah kecamatan (s), dengan persamaan sebagai berikut: p IP i = K ij. (14) IP = j= 1 n IP i (15) ( IPi IP) s = n 1 2 (16) Keterangan: IP i = nilai baku indeks pelayanan kecamatan ke-i, IP = nilai rata-rata indeks pelayanan wilayah kecamatan pesisir Teluk Lampung,

7 KEBIJAKAN TATA RUANG WILAYAH PESISIR

7 KEBIJAKAN TATA RUANG WILAYAH PESISIR 7 KEBIJAKAN TATA RUANG WILAYAH PESISIR 7.1 Simulasi Skenario 7.1.1 Kebutuhan pemangku kepentingan dari analisis prospektif partisipatif Kebutuhan para pemangku kepentingan wilayah pesisir Teluk Lampung

Lebih terperinci

5 ANALISIS PROSPEKTIF PARTISIPATIF

5 ANALISIS PROSPEKTIF PARTISIPATIF 5 ANALISIS PROSPEKTIF PARTISIPATIF 5.1 Penentuan Variabel Kunci Pelaksanaan analisis prospektif partisipatif dilakukan melalui temu pakar (expert meeting). Temu pakar dihadiri oleh 27 orang partisipan.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir memiliki kompleksitas yang lebih tinggi dibandingkan wilayah daratan, karena merupakan perpaduan dari daratan dan perairan, bersifat dinamik, dan rentan

Lebih terperinci

Penentuan Variabel Berpengaruh dalam Pengembangan Kawasan Strategis Ekonomi Pesisir Utara pada Bidang Perikanan di Kota Pasuruan

Penentuan Variabel Berpengaruh dalam Pengembangan Kawasan Strategis Ekonomi Pesisir Utara pada Bidang Perikanan di Kota Pasuruan C1 Penentuan Berpengaruh dalam Pengembangan Kawasan Strategis Ekonomi Pesisir Utara pada Bidang Perikanan di Kota Pasuruan Dwi Putri Heritasari dan Rulli Pratiwi Setiawan Perencanaan Wilayah dan Kota,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tegal terletak di pantai utara Jawa Tengah dengan wilayah pantai dan laut yang berbatasan dengan Kabupaten Tegal oleh Sungai Ketiwon di sebelah timur dan dengan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tual adalah salah satu kota kepulauan yang ada di Provinsi Maluku dengan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup melimpah serta potensi pariwisata yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa III. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Pendekatan Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa meningkatnya persepsi masyarakat yang melihat adanya hubungan tidak searah antara keberhasilan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Agropolitan Ciwidey yang meliputi Kecamatan Pasirjambu, Kecamatan Ciwidey dan Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN ii iii iv PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 4 Tujuan Penelitian... 9 Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian... 9 Manfaat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Provinsi Lampung memiliki kegiatan pembangunan yang berorientasikan pada potensi sumberdaya alam

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Provinsi Lampung memiliki kegiatan pembangunan yang berorientasikan pada potensi sumberdaya alam 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Provinsi Lampung memiliki kegiatan pembangunan yang berorientasikan pada potensi sumberdaya alam pada sektor pertanian terutama subsektor tanaman pangan.

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN 31 III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Minapolitan Kampung Lele Kabupaten Boyolali, tepatnya di Desa Tegalrejo, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali. Penelitian

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah 7 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 4 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian

BAHAN DAN METODE. Tabel 4 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan Gambar 2, pada bulan Oktober 2008 sampai dengan Februari 2011. Secara geografis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukuan diwilayah Kota Bandar Lampung dan Provinsi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukuan diwilayah Kota Bandar Lampung dan Provinsi III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukuan diwilayah Kota Bandar Lampung dan Provinsi Lampung Sebagai Refrensi B. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang... DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data 13 3 METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi wilayah Kabupaten yang mencakup 10 kecamatan. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 6 bulan yaitu dari bulan Mei sampai Oktober

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 32 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil lokasi di seluruh kabupaten dan kota yang berada di Provinsi Banten, yaitu Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan, merupakan salah satu aset pembangunan

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN 2016 Pembangunan Perikanan dan Kelautan dalam Mendukung Kedaulatan Pangan Nasional Bandar Lampung, 17 Mei 2016 DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Kawasan Agropolitan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan September sampai Desember

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 20 3. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian Pengembangan agroindustri udang merupakan hal yang sangat penting dalam siklus rantai komoditas udang. Pentingnya keberadaan agroindustri udang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2007

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pulau Madura merupakan wilayah dengan luas 15.250 km 2 yang secara geografis terpisah dari Pulau Jawa dan dikelilingi oleh selat Madura dan laut Jawa. Sebagai kawasan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dilihat dari sejarah atau proses perkembangannya pada masa yang lalu dapat diketahui bahwa kota-kota pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dilihat dari sejarah atau proses perkembangannya pada masa yang lalu dapat diketahui bahwa kota-kota pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dilihat dari sejarah atau proses perkembangannya pada masa yang lalu dapat diketahui bahwa kota-kota pada umumnya mempunyai corak atau cirinya sendiri yang berbeda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang diperkirakan memiliki kurang lebih 17 504 pulau (DKP 2007), dan sebagian besar diantaranya adalah pulau-pulau kecil

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat.

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat. 43 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep dasar dan Defenisi Operasional Konsep dasar dan defenisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisa

Lebih terperinci

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Kupang adalah salah satu kabupaten dengan ekosistem kepulauan. Wilayah ini terdiri dari 27 pulau dimana diantaranya masih terdapat 8 pulau yang belum memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Tahura Wan Abdul Rachman di Propinsi Lampung adalah salah satu kawasan yang amat vital sebagai penyangga kehidupan ekonomi, sosial dan ekologis bagi masyarakat

Lebih terperinci

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Pemikiran Pembangunan pulau kecil menjadi kasus khusus disebabkan keterbatasan yang dimilikinya seperti sumberdaya alam, ekonomi dan kebudayaannya. Hal

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 47 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian Kabupaten Natuna merupakan salah satu daerah tertinggal dari tujuh kabupaten dan kota di Provinsi Kepulauan Riau. Daerah tertinggal adalah daerah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan adalah upaya perubahan dari kondisi kurang baik menjadi lebih baik. Untuk itu pemanfaatan sumber daya alam dalam proses pembangunan perlu selalu dikaitkan

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Metode Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Juni hingga September 2011.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan kurang lebih 17.508 buah pulau dan mempunyai panjang garis pantai 81.791 km (Supriharyono, 2002).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selat Lembeh merupakan suatu kawasan khas yang terletak di wilayah Indonesia bagian timur tepatnya di Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara dengan berbagai potensi sumberdaya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 51 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teori Selama ini, pengelolaan sumberdaya perikanan cenderung berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata dengan mengeksploitasi sumberdaya perikanan secara besar-besaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, persaingan yang kuat di pusat kota, terutama di kawasan yang paling

I. PENDAHULUAN. Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, persaingan yang kuat di pusat kota, terutama di kawasan yang paling 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, pemukiman semakin lama membutuhkan lahan yang semakin luas. Terjadi persaingan yang kuat di pusat kota,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan kota pantai merupakan tempat konsentrasi penduduk yang paling padat. Sekitar 75% dari total penduduk dunia bermukim di kawasan pantai. Dua pertiga dari kota-kota

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan dan hubungan fungsional berupa perencanaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

6 ANALISIS PEMODELAN PENGEMBANGAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

6 ANALISIS PEMODELAN PENGEMBANGAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN 6 ANALISIS PEMODELAN PENGEMBANGAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN 6. Analisis Input-Output 6.. Analisis Keterkaitan Keterkaitan aktivitas antar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir yang kompleks, unik dan indah serta mempunyai fungsi biologi, ekologi dan ekonomi. Dari fungsi-fungsi tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang jumlah potensinya cukup besar di Provinsi Jawa Barat sehingga diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. yang jumlah potensinya cukup besar di Provinsi Jawa Barat sehingga diharapkan BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pengembangan sumber daya mineral yang jumlah potensinya cukup besar di Provinsi Jawa Barat sehingga diharapkan dapat mendukung bagi perekonomian

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 10/PRT/M/2015 TANGGAL : 6 APRIL 2015 TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR BAB I TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian 20 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam rentang waktu 4 bulan, pada bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2012. Persiapan dilakukan sejak bulan Maret 2011

Lebih terperinci

6 ANALISIS SISTEM. 6.1 Pemodelan Sistem Dinamik

6 ANALISIS SISTEM. 6.1 Pemodelan Sistem Dinamik 6 ANALISIS SISTEM 6.1 Pemodelan Sistem Dinamik Pemodelan sistem merupakan gugus kegiatan pembuatan model yang akan menggambarkan sistem yang dikaji (Forrester 1968; HPS Inc. 1994; Eriyatno 1999). Model

Lebih terperinci

ANALISIS PEMANFAATAN RUANG YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PESISIR KOTA TEGAL

ANALISIS PEMANFAATAN RUANG YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PESISIR KOTA TEGAL , Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana UNDIP JURNAL ILMU LINGKUNGAN Volume, Issue : () ISSN ANALISIS PEMANFAATAN RUANG YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PESISIR KOTA TEGAL Dzati Utomo

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Kabupaten yang berbatasan langsung dengan Serawak-Malaysia yaitu Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sanggau,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki kurang lebih 17.508 pulau (Indonesia.go.id). Wilayah Indonesia didominasi laut dengan

Lebih terperinci

6 MODEL PENGEMBANGAN PESISIR BERBASIS BUDIDAYA PERIKANAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

6 MODEL PENGEMBANGAN PESISIR BERBASIS BUDIDAYA PERIKANAN BERWAWASAN LINGKUNGAN 119 6 MODEL PENGEMBANGAN PESISIR BERBASIS BUDIDAYA PERIKANAN BERWAWASAN LINGKUNGAN Skenario pengembangan kawasan pesisir berbasis budidaya perikanan berwawasan lingkungan, dibangun melalui simulasi model

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini Indonesia sedang melakukan pembangunan wilayah yang bertujuan menyejahterakan rakyat atau menjadi lebih baik dari sebelumnya. Indonesia terdiri dari pulau-pulau

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN 7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN Berdasarkan analisis data dan informasi yang telah dilakukan, analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

X. ANALISIS KEBIJAKAN

X. ANALISIS KEBIJAKAN X. ANALISIS KEBIJAKAN 10.1 Alternatif Kebijakan Tahapan analisis kebijakan pada sub bab ini merupakan metode pengkajian untuk menghasilkan dan mentransformasikan flow of thinking dari serangkaian analisis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan salah satu modal utama untuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan nasional, yaitu pemanfaatan sumber daya yang sebesar-besarnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS dan 105º10-105º22 BT, mempunyai berbagai permasalahan yang berkaitan dengan karakteristik wilayah

Lebih terperinci

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

ANALISIS PROYEKSI SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI MALUKU UTARA. Abstract

ANALISIS PROYEKSI SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI MALUKU UTARA. Abstract ANALISIS PROYEKSI SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI MALUKU UTARA Disusun oleh : Karmila Ibrahim Dosen Fakultas Pertanian Universitas Khairun Abstract Analisis LQ Sektor pertanian, subsektor tanaman pangan,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak abad ke-18, pertumbuhan penduduk di dunia meningkat dengan tajam. Lahan lahan dengan potensi untuk dipergunakan sebagai tempat bermukim pun beragam. Besarnya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Bahan dan Alat Teknik Pengumpulan Data Metode Analisis Analisis Spasial

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Bahan dan Alat Teknik Pengumpulan Data Metode Analisis Analisis Spasial METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah administratif Kabupaten Tulang yang terdiri dari 13 kecamatan. Waktu pelaksanaan penelitian selama kurang lebih 8 (delapan) bulan,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Provinsi Lampung dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14

BAB IV GAMBARAN UMUM. Provinsi Lampung dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 A. Gambaran Umum Provinsi Lampung BAB IV GAMBARAN UMUM Provinsi Lampung dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Lampung tanggal 18 Maret 1964. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota dan desa, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa maupun antara dua

BAB I PENDAHULUAN. kota dan desa, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa maupun antara dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang pada umumnya termasuk di Indonesia masih memunculkan adanya dualisme yang mengakibatkan adanya gap atau kesenjangan antara daerah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR Oleh: TAUFIQURROHMAN L2D 004 355 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 KESESUAIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. komoditas tanaman pangan pada 21 kecamatan di wilayah Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN. komoditas tanaman pangan pada 21 kecamatan di wilayah Kabupaten BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini berfokus pada komoditas unggulan, keragaman (diversitas), tingkat konsentrasi, dan tingkat spesialisasi komoditas tanaman

Lebih terperinci

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).

Lebih terperinci

SKENARIO STRATEGI SISTEM KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAS DAN PESISIR CITARUM JAWA BARAT

SKENARIO STRATEGI SISTEM KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAS DAN PESISIR CITARUM JAWA BARAT SKENARIO STRATEGI SISTEM KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAS DAN PESISIR CITARUM JAWA BARAT Hasil kinerja sistem berdasarkan hasil analisis keberlanjutan sistem dan kinerja model sistem menunjukkan bahwa sistem

Lebih terperinci

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN Bab ini menjelaskan aspek-aspek yang dianalisis dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten dan data (time-series) serta peta

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

Tujuan, jenis dan cara pengumpulan data, metode analisis, dan output yang diharapkan. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Tujuan, jenis dan cara pengumpulan data, metode analisis, dan output yang diharapkan. Jenis dan Cara Pengumpulan Data III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada pada kawasan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV (Persero) Propinsi Sumatera Utara. PTPN IV bergerak di bidang usaha perkebunan dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 2010).

I. PENDAHULUAN. panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 2010). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci