5 ANALISIS PROSPEKTIF PARTISIPATIF

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5 ANALISIS PROSPEKTIF PARTISIPATIF"

Transkripsi

1 5 ANALISIS PROSPEKTIF PARTISIPATIF 5.1 Penentuan Variabel Kunci Pelaksanaan analisis prospektif partisipatif dilakukan melalui temu pakar (expert meeting). Temu pakar dihadiri oleh 27 orang partisipan. Jumlah tersebut dianggap cukup, sebagaimana analisis pernah di Bogor pada tahun 2002, telah dianggap cukup dengan dihadiri oleh 13 orang pakar (Bourgeois dan Jesus 2004). Dalam pertemuan tersebut, pakar atau partisipan diminta untuk mengidentifikasi variabel kunci yang dianggap paling berpengaruh terhadap penataan ruang wilayah pesisir Teluk Lampung. Aktivitas ini dilakukan secara bebas, yaitu masingmasing partisipan menuliskan setiap variabel pada selembar kartu berwarna, dan kemudian dikumpulkan. Dari pendapat partisipan secara bebas diidentifikasi 56 variabel yang dianggap paling menentukan dalam perencanaan tata ruang wilayah pesisir Teluk Lampung, seperti disajikan pada Tabel 28. Setelah identifikasi variabel kunci, kemudian partisipan diminta untuk menetapkan definisi dari masingmasing variabel tersebut (pada Tabel 28) secara konsensus. Dalam proses ini, ternyata diketahui terdapat banyak variabel yang merupakan pengulangan atau bermiripan antara satu dengan lainnya. Sebagai ilustrasi Pada Tabel 28, terlihat bahwa variabel nomor 6, 15, 23, 41, 52, dan 54, sangat bermiripan dan mempunyai kata kunci yang sama yaitu sumberdaya manusia (SDM). Dalam proses yang berlangsung, kelima variabel tersebut secara konsensus digabung menjadi variabel kualitas SDM masyarakat pesisir. Selain itu, dengan menerapkan tiga aturan sederhana analisis kandungan dari opini partisipan, serta relevansinya (Bourgeois dan Jesus 2004), kembali dapat ditemukan beberapa variabel yang dapat digabung atau dibuang dari daftar. Dari diskusi yang terjadi antar partisipan, dicapai suatu konsensus untuk menggabung dan membuang sejumlah variabel. Pada akhirnya dari proses ini didapatkan 19 variabel yang dapat didefinisikan secara konsensus, seperti disajikan pada Tabel 29.

2 124 Tabel 28 Variabel pengaruh yang diidentifikasi oleh partisipan No. Variabel No. Variabel 1 Ketersediaan Ruang 29 Perlunya pengawasan aparat terkait 2 Aktivitas Ekonomi 30 Perlunya pengawasan penimbunan pantai 3 Pertumbuhan Penduduk 31 Potensi ekonomi dan SD ekonomi wilayah 4 Sebaran Limbah Industri dan 32 Kelestarian lingkungan domestik 5 Penegakan hukum 33 Sentra usaha UMKM 6 Kualitas SDM Masyarakat 34 Perizinan Pesisir 7 Koordinasi antar Pemda 35 Reklamasi pantai Kab/Kota 8 Perlindungan Ekosistem 36 Strategis Pesisir 9 Zonasi Wilayah 37 Keterpaduan antar sektor 10 Kebijakan Pemerintah 38 Tingkat pendapatan nelayan 11 Illegal fishing (IUU) 39 Habitat yang perlu dilindungi 12 Perusakan Lingkungan 40 Prospektif wilayah 13 Sarana Prasarana 41 SDM terdidik 14 Abrasi 42 Kepentingan semua pihak 15 Kualitas SDM 43 Perusakan lingkungan pesisir 16 Pencemaran 44 Kebijakan pemerintah 17 Pencemaran 45 Profil ekonomi rakyat 18 Keberadaan SDA yang harus 46 Kelembagaan dilestarikan 19 Reklamasi pantai 47 Biofisik wilayah 20 Luas lahan 48 Limbah 21 Terumbu karang akibat bahan 49 Konsentrasi permukiman peledak 22 Ekonomi 50 Kekhasan wilayah 23 SDM 51 Potensi SD 24 Komunikasi 52 SDM dan budaya 25 Kondisi sosekbud 53 Kebijakan pemerintah 26 Kondisi eksisting ruang 54 SDM Masyarakat 27 Pemboman ikan 55 Kepadatan penduduk 28 Pukat harimau 56 Tingkat kedalaman pantai Keterangan: Penulisan nama masingmasing variabel adalah persis sama dengan yang ditulis oleh masingmasing partisipan; SDM = sumberdaya manusia; SDA = sumberdaya alam; UMKM = usaha mikro, kecil, dan menengah; SD = sumberdaya; IUU = illegal, unreported and unregulated.

3 Tabel 29 Variabel pengaruh yang diidentifikasi dan didefinsikan oleh partisipan 125 No. Variabel Definisi dan Deskripsi 1 Ketersediaan ruang Bagian perairan, darat/lahan, udara yang masih dapat dimanfaatakn untuk budidaya ataupun lindung 2 Aktivitas ekonomi Ekspolitasi sumberdaya alam (SDA) dan jasa lingkungan untuk mendapatkan manfaat ekonomi 3 Pertumbuhan penduduk Laju pertambahan neto penduduk baik dari alamiah maupun migrasi per tahun 4 Sebaran limbah industri dan Sebaran limbah padat, cair, dan gas yang masuk ke wilayah pesisir domestik 5 Penegakan hukum Konsistensi pemangku kepentingan terhadap 6 Kualitas sumberdaya manusia (SDM) masyarakat pesisir 7 Koordinasi antar Pemda Kab/Kota 8 Perlindungan ekosistem pesisir peraturan yang dibuat Kualitas sumberdaya manusia (SDM) yang diukur dari pendapatan, pendidikan, dan kesehatan masyarakat, serta pelestarian budaya dan kearifan lokal Keterpaduan pengelolaan wilayah pesisir antar Pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi Keberadaan ekosistem, komunitas, spesies, di wilayah pesisir yang rentan dan perlu dilindungi 9 Zonasi wilayah Peruntukan wilayah berdasarkan kebutuhan para pemangku kepentingan 10 Kebijakan pemerintah Ketersediaan peraturan/kebijakan pemerintah yang akomodatif terhadap pengelolaan wilayah pesisir 11 Illegal fishing (IUU) Penangkapan ikan yang tidak mengikuti peraturan/perundangan (IUU) 12 Perusakan lingkungan Aktivitas manusia (antropogenik) yang menimbulkan kerusakan lingkungan 13 Sarana prasarana Kondisi sarana prasarana (permukiman/perkotaan. Perhubungan, listrik, air bersih, dll) baik secara kualitas kuantitas 14 Abrasi Laju abrasi yang terjadi di sekitar wilayah pantai 15 Reklamasi pantai Reklamasi pantai yang tidak sesuai kaidah lingkungan (UU 17/2005, RPP reklamasi pantai) 16 Kondisi eksisting ruang 17 Sentra usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) 18 Keterpaduan antar sektor 19 Prospek nilai strategis wilayah Kondisi faktual pemanfaatan ruang yang sedang berlangsung Keberadaan sentra ekonomi mikro, kecil, dan menengah yang terkait dengan sumberdaya alam (SDA) pesisir dan perikanan Pemanfaatan ruang antar kepentingan sektor seperti pariwisata, perikanan, permukiman, yang terpadu dan sinergis untuk mengurangi konflik kepentingan di wilayah pesisir Potensi wilayah pesisir untuk pemanfaatan ke depan Keterangan: Penulisan nama, definisi, dan deskripsi masingmasing variabel adalah sama dengan yang ditulis dan disepakati oleh partisipan; SDM = sumberdaya manusia; SDA = sumberdaya alam; UMKM = usaha mikro, kecil, dan menengah; IUU = illegal, unreported and unregulated.

4 126 Dari daftar dan definisi variabel yang disajikan pada Tabel 29, partisipan kembali melakukan diskusi. Diskusi terfokus pada pembahasan definisi beberapa variabel pada Tabel 29, yang masih menunjukkan kesamaan kata kunci atau definisi yang telah disusun, yaitu sebagai berikut: 1) Variabel nomor 1, 16, dan 19 memiliki kemiripan, yaitu berkaitan dengan ruang pada wilayah pesisir. 2) Variabel nomor 2 dan 17 memiliki kemiripan, yaitu berkaitan dengan perekonomian wilayah dan masyarakat pesisir. 3) Variabel nomor 5, 7, dan 10, memiliki kemiripan, yaitu berkaitan produk hukum dan impelementasinya pada wilayah pesisir. 4) Variabel nomor 8, akan lebih relevan bila mengacu pada lingkungan sensitif di wilayah pesisir. 5) Variabel nomor 9 dan 18, memiliki kemiripan, yaitu berkaitan dengan koordinasi, keterpaduan, dan peruntukan ruang di wilayah pesisir. 6) Variabel nomor 11, 12, dan 15, memiliki kemiripan, yaitu berkaitan dengan perusakan lingkungan dan pelestarian sumberdaya pesisir. Diskusi yang terfokus pada enam butir pembahasan definisi variabel di atas, pada akhirnya menghasilkan konsensus para partisipan, dan disimpulkan bahwa beberapa variabel pada Tabel 29 harus didefinisikan ulang, yaitu: 1) Variabel nomor 1, 16, dan 19 digabung menjadi Kondisi ruang. 2) Variabel nomor 2 dan 17 digabung dan ditambah kerakyatan sesuai dengan maksud dari partisipan, menjadi Aktivitas ekonomi kerakyatan. 3) Variabel nomor 5, 7, dan 10 digabung menjadi Penegakan hukum. 4) Variabel nomor 4, dinamai ulang sesuai dengan definisinya, dari Sebaran limbah menjadi Pencemaran pesisir. 5) Variabel nomor 8 diubah menjadi Lingkungan sensitif. 6) Variabel nomor 9 dan 18 digabung menjadi Zonasi wilayah. 7) Variabel nomor 11, 12, dan 15 digabung menjadi Perusakan lingkungan. Dari konsensus di atas, maka ditetapkan hanya terdapat 11 variabel yang dapat dianggap paling menentukan dalam perencanaan tata ruang wilayah pesisir Teluk Lampung, seperti disajikan pada Tabel 30.

5 Tabel 30 Variabel yang disimpulkan paling berpengaruh oleh partisipan No. Variabel Definisi dan Deskripsi 1 Kondisi ruang Kondisi faktual pemanfaatan ruang yang sedang berlangsung, ketersediaan bagian perairan, darat/lahan, udara yang masih dapat dimanfaatkan untuk budidaya ataupun lindung, serta potensi wilayah pesisir untuk pemanfaatan ke depan. 2 Aktivitas ekonomi kerakyatan Ekspolitasi sumberdaya alam (SDA) dan jasa lingkungan (terkait dengan SDA pesisir dan perikanan) oleh masyarakat pesisir untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari usaha skala mikro, kecil, dan menengah. 3 Pertumbuhan penduduk Laju pertambahan neto penduduk baik dari alamiah maupun migrasi per tahun 4 Pencemaran pesisir Limbah padat, cair, dan gas dari industri dan domestik yang masuk ke wilayah pesisir 5 Penegakan hukum Keterpaduan pengelolaan wilayah pesisir antar Pemda Kab/Kota dan Prov, ketersediaan peraturan/kebijakan pemerintah yang akomodatif terhadap pengelolaan wilayah pesisir, serta konsistensi pemangku kepentingan terhadap peraturan yang dibuat 6 Kualitas SDM masyarakat pesisir Kualitas SDM yang diukur dari pendapatan, pendidikan, dan kesehatan masyarakat, serta pelestarian budaya dan kearifan lokal Lingkungan sensitif Keberadaan ekosistem, komunitas, spesies, di wilayah pesisir yang rentan dan perlu dilindungi 8 Zonasi wilayah Peruntukan wilayah berdasarkan kebutuhan pemangku kepentingan, dan pengaturan pemanfaatan ruang antar kepentingan sektor seperti pariwisata, perikanan, permukiman, yang terpadu dan sinergis untuk mengurangi konflik kepentingan di wilayah pesisir 9 Perusakan lingkungan Aktivitas manusia (antropogenik) yang menimbulkan kerusakan lingkungan, penangkapan ikan yang tidak mengikuti peraturan/perundangan (IUU), serta reklamasi pantai yang tidak sesuai kaidah lingkungan (UU 17/2005, RPP reklamasi pantai) 10 Infrastruktur wilayah Ketersediaan dan kondisi sarana prasarana (permukiman/perkotaan, perhubungan, listrik, air bersih, dan lainlain) baik secara kualitas maupun kuantitas 11 Abrasi Laju abrasi yang terjadi di sekitar wilayah pantai Keterangan: Penulisan nama, definisi, dan deskripsi masingmasing variabel adalah sama dengan yang ditulis dan disepakati oleh partisipan; SDM = sumberdaya manusia; SDA = sumberdaya alam; IUU = illegal, unreported and unregulated.

6 128 Variabel yang terdaftar pada Tabel 30 merupakan hasil diskusi dan konsensus yang dicapai oleh partisipan. Dalam hal ini belum diketahui varibel yang paling menentukan dalam perencanaan tata ruang wilayah pesisir Teluk Lampung. Pengaruh antar variabel juga belum dapat digambarkan, sehingga semua variabel memiliki kepentingan dan kekuatan yang sama terhadap sistem. Di sisi lain, untuk kepentingan perencanaan, perlu diketahui perbedaan tingkat pengaruh variabel terhadap sistem yang dikaji. Dengan demikian, dapat ditentukan variabel yang perlu diintervensi sebagai titik masuk (entry point) bagi perencanaan yang efektif (Godet dan Roubelat 1996; Bourgeois dan Jesus 2004; Gray dan Hatchard. 2008; Godet 2010). 5.2 Analisis Pengaruh AntarVariabel Kunci Berdasarkan 11 variabel pada Tabel 30, kemudian partisipan kembali berdiskusi dan secara konsensus memberikan skor pada pengaruh silang antar variabel, yang dianalisis secara matriks dengan bantuan perangkat lunak Excel, dari Bourgeois dan Jesus (2004). Proses ini dilakukan melalui analisis struktural dan kerja kelompok, dilakukan analisis pengaruh/ketergantungan langsung (influence/dependence, I/D) setiap variabel dengan variabel lainnya, dengan menggunakan pendekatan valuasi konsensual (consensual). Analisis struktural berbasis pada analisis pengaruh langsung, sebagai suatu cara untuk mengelompokkan variabel. Secara praktis, analisis pengaruh langsung terdiri dari valuasi pengaruh langsung suatu variabel terhadap variabel lainnya, dengan menggunakan skala dari 0 = tidak ada pengaruh sampai 3 = berpengaruh sangat kuat. Nilai yang telah didiskusikan dan disepakati oleh partisipan, langsung dimasukkan di dalam matriks I/D. Nilai skor pengaruh silang hasil kesepakatan, secara lengkap disajikan pada Tabel 31. Adapun hasil analisis pengaruh antar variabel disajikan dalam bentuk grafik dan tabel, seperti disajikan pada Gambar 27, 28, dan 29; dan Tabel 32.

7 Tabel 31 Skor pengaruh antarvariabel yang dinilai oleh partisipan No Terhadap Dari Kondisi ruang Aktivitas ekonomi kerakyatan Pertumbuhan penduduk Pencemaran pesisir 1 Kondisi ruang Aktivitas ekonomi kerakyatan Pertumbuhan penduduk Pencemaran pesisir Penegakan hukum Kualitas SDM masyarakat Lingkungan sensitif Zonasi wilayah Perusakan lingkungan Infrastruktur wilayah Abrasi Keterangan: Skor: 0 = Tidak ada pengaruh (no influence) 3 = Pengaruh kuat (strong influence) 2 = Pengaruh sedang (mild influence) 1 = Pengaruh lemah (little influence) Penegakan hukum Kualitas SDM masyarakat pesisir Lingkungan sensitif Zonasi wilayah Perusakan lingkungan Infrastruktur wilayah Abrasi 129

8 130 2,00 1,80 [Kuadran I] [Kuadran II] 1,60 Kualitas SDM masyarakat 1,40 pesisir Penegakan hukum Aktivitas ekonomi kerakyatan 1,20 Infrastruktur wilayah Pertumbuhan penduduk Zonasi wilayah 1,00 0,80 Kondisi ruang Perusakan Lingkungan 0,60 Lingkungan sensitif 0,40 Pencemaran pesisir Abrasi 0,20 [Kuadran IV] [Kuadran III] 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 2,00 Dependence Copyright: CIRAD/CAPSA 2004 Authors: Franck Jésus and Robin Bourgeois Influence Gambar 27 Hasil analisis pengaruh langsung antar variabel 2,00 1,80 [Kuadran I] [Kuadran II] Influence 1,60 1,40 1,20 1,00 Kondisi ruang Penegakan hukum Aktivitas ekonomi Pertumbuhan penduduk kerakyatan Kualitas SDM masyarakat Zonasi wilayah pesisir Infrastruktur wilayah 0,80 Lingkungan sensitif Perusakan lingkungan 0,60 Pencemaran pesisir Abrasi 0,40 0,20 [Kuadran IV] [Kuadran III] 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 2,00 Copyright: CIRAD/CAPSA 2004 Authors: Franck Jésus and Robin Bourgeois Dependence Gambar 28 Hasil analisis pengaruh tidak langsung antar variabel Grafik pengaruh (langsung, tidak langsung, dan total) menunjukkan pencaran variabel di dalam ruang empatkuadran yang dibatasi oleh dua sumbu. Penggambaran tersebut didasarkan pada nilainilai I/D terboboti pada masingmasing variabel, yang dihitung dari tabel pengaruh dan ketergantungan. Interpretasi hasil meliputi: posisi variabel; bentuk distribusi variabel; dan interpretasi hasil langsung dan tidak langsungnya (Bourgeois dan Jesus 2004).

9 131 2,00 1,80 [Kuadran I] [Kuadran II] Influence 1,60 1,40 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 Kualitas SDM masyarakat Aktivitas ekonomi pesisir kerakyatan Penegakan hukum Zonasi wilayah Pertumbuhan penduduk Infrastruktur wilayah Kondisi ruang Perusakan lingkungan Lingkungan sensitif Pencemaran pesisir Abrasi [Kuadran IV] [Kuadran III] 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 2,00 Dependence Copyright: CIRAD/CAPSA 2004 Authors: Franck Jésus and Robin Bourgeois Gambar 29 Hasil analisis pengaruh langsung dan tidak langsung antar variabel Masingmasing kuadran berhubungan dengan karakteristik khusus dari variabel. Kuadran I (kiri atas) merupakan wilayah variabel penggerak (driving). Kuadran II (kanan atas) merupakan wilayah variabel kontrol (leverage), yang bercirikan pengaruh dan juga ketergantungan kuat, beberapa variabel dalam kuadran ini dapat juga digolongkan sebagai variabel kuat. Kuadran III (kanan bawah) merupakan wilayah variabel keluaran (output), yang bersifat sangat tergantung dan hanya sedikit pengaruh. Kuadran IV (kiri bawah) merupakan wilayah variabel marjinal (marginal), kelompok ini akan langsung dikeluarkan dari analisis. Selain keempat kuadran, juga terdapat area abuabu di sepanjang sumbu yang memisahkan kudran IV dari kuadran lainnya. Pada area abuabu mungkin didapati sekelompok variabel, yang peranannya di dalam sistem tidak dapat diidentifikasi secara jelas. Perbandingan antara grafik pengaruh langsung dan tidak langsung (Gambar 27 dan 28), digunakan untuk mengenali variabel yang kuat secara tidak langsung. Interpretasi didasarkan pada variabel yang bertambah kuat secara progresif dengan adanya pertimbangan terhadap pengaruh tidak langsung, yaitu bahwa jika kekuatan globalnya dan/atau rangkingnya meningkat, atau mereka cenderung bergerak ke arah atas grafik, maka mereka merupakan variabel yang dapat muncul setelah waktu yang cukup lama. Variabel ini harus dianggap sebagai

10 132 variabel yang memiliki posisi penting pada sistem di masa depan. Secara khusus, variabel yang berlokasi di kananatas dan bergerak secara progresif ke arah kiriatas grafik, dapat menjadi variabel penggerak di masa depan. Karena variabel yang berlokasi di kananatas juga dianggap sebagai variabel jaminan, maka pengendalian terhadap variabel ini menjadi penting (Bourgeois dan Jesus 2004). Tabel 32 Skor kekuatan variabel global tertimbang No. Variabel Kekuatan variabel global tertimbang 1 Kualitas SDM masyarakat pesisir 1,50 2 Penegakan hukum 1,42 3 Pertumbuhan penduduk 1,39 4 Infrastruktur wilayah 1,36 5 Aktivitas ekonomi kerakyatan 1,34 6 Zonasi wilayah 1,29 7 Kondisi ruang 0,75 8 Perusakan lingkungan 0,66 9 Lingkungan sensitif 0,55 10 Pencemaran pesisir 0,46 11 Abrasi 0,26 Keterangan: SDM = sumberdaya manusia Dari prsentasi hasil analisis pengaruh langsung dan tidak langsung (total) yang disajikan pada Gambar 29, dapat dipilih 6 variabel yang dapat dikatakan sebagai variabel paling berpengaruh, yaitu: kualitas SDM masyarakat pesisir, penegakan hukum, pertumbuhan penduduk, infrastruktur wilayah, aktivitas ekonomi kerakyatan, dan zonasi wilayah. Hal ini ditunjang oleh nilai kekuatan global tertimbang masingmasing variabel, dimana keenam variabel tersebut memiliki nilai yang lebih tinggi dari lima variabel lainnya (seperti disajikan pada Tabel 32). Dari hasil analisis tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa variabel nomor 1 sampai dengan 6 (pada Tabel 32), terpilih sebagai variabel paling berpengaruh (Godet dan Roubelat 1996; Bourgeois dan Jesus 2004). 5.3 Penentuan Kondisi (State) Variabel Kunci di Masa Depan Dari keenam variabel terpilih, selanjutnya partisipan melakukan eksplorasi secara konsensus, untuk menentukan kondisi yang berpeluang terjadi terhadap variabel tersebut untuk 20 tahun ke depan (sesuai dengan dimensi waktu analisis). Eksplorasi terhadap kondisi variabel tersebut, penting dilakukan untuk

11 133 membangun skenario yang diinginkan (Godet dan Roubelat 1996; Bourgeois dan Jesus 2004; Gray dan Hatchard 2008; Wiek dan Walter 2009; Coates et al. 2010; Durance dan Godet 2010). Hasil penentuan kondisi variabel dan kombinasinya untuk membangun skenario dalam perencanaan tata ruang wilayah pesisir Teluk Lampung, disajikan pada Tabel 33. Tabel 33 Kondisi variabel yang ditetapkan oleh partisipan secara konsensus Variabel Kode Kondisi yang mungkin terjadi pada 20 tahun ke depan Variabel Kualitas SDM masyarakat A Meningkat Tetap pesisir Penegakan hukum B Baik Tetap Pertumbuhan penduduk C Meningkat Tetap Menurun Infrastruktur wilayah D Meningkat Tetap Menurun Aktivitas ekonomi E Meningkat Tetap Menurun Fluktuatif kerakyatan Zonasi wilayah F Baik Tetap Keterangan: Hurup (A, B,..., F) merupakan kode untuk nama variabel; angka (1, 2,..., 4) merupakan kode untuk kondisi variabel; SDM = sumberdaya manusia. Pada Tabel 33, masingmasing variabel diberi kode dengan hurup (A sampai F), dan kondisi variabel diberi kode angka (1 sampai 4), sehingga kombinasinya dapat ditulis ringkas seperti B2, yang bermakna bahwa kondisi variabel penegakan hukum 20 tahun ke depan adalah tetap seperti saat ini. Penentuan kondisi variabel di masa depan, merupakan hasil dari analisis morfologis dan diskusi kelompok, dimana partisipan melakukan perkiraan (foresight) terhadap masingmasing variabel. Hasil perkiraan oleh partisipan (Tabel 33), ternyata tidak sama untuk semua variabel. Terdapat variabel yang menurut partisipan hanya akan mempunyai peluang dua bentuk kondisi (kualitas SDM masyarakat pesisir, penegakan hukum, dan zonasi wilayah); tiga bentuk kondisi (pertumbuhan penduduk dan infrastruktur wilayah); serta empat kondisi (aktivitas ekonomi kerakyatan). Masingmasing peluang dari bentuk kondisi tersebut merupakan

12 134 opini dan cerminan kebutuhan para pemangku kepentingan di masa depan (Godet dan Roubelat 1996; Bourgeois dan Jesus 2004; Gray dan Hatchard 2008; Coates et al. 2010; Durance dan Godet 2010). 5.4 Pembangunan Skenario Dari penentuan kondisi variabel pada Tabel 33, dapat ditentukan kombinasi kondisi variabel yang tidak mungkin terjadi. Kombinasi antar kondisi variabel yang tidak mungkin tersebut, selanjutnya dibuang dari penyusunan skenario. Kombinasi kondisi variabel yang tidak mungkin, adalah sebagai berikut: 1) A1B2 2) A1D3 3) A1E3 4) A2B1 5) A2E1 6) B1F2 7) B2F1 8) D1E3 Pengembangan skenario dilakukan melalui curah pendapat (brainstorming) dan diskusi kelompok terstruktur. Dalam forum tersebut partisipan diminta untuk dapat memberikan perkiraan dari kondisi masingmasing variabel penentu pada masa datang. Perkiraan tersebut merupakan opini dan cerminan kebutuhan para pemangku kepentingan di masa depan. Dari perkiraan mengenai kondisi variabel tersebut di masa datang, dapat disusun skenario yang mungkin terjadi di wilayah pesisir Teluk Lampung (Godet dan Roubelat 1996; Bourgeois dan Jesus 2004; Godet 2010). Suatu skenario merupakan sebuah kombinasi variabel dengan kondisi yang berbedabeda. Pembangkitan skenario dilakukan melalui curah pendapat terhadap berbagai kondisi variabel (yang telah diidentifikasi pada Tabel 33), oleh para partisipan. Secara konsensus, partisipan diminta untuk menyusun berbagai kombinasi dari kondisi variabel yang mungkin terjadi atau mungkin dicapai di masa depan (dalam kurun waktu 20 tahun ke depan).

13 135 Hasil curah pendapat partisipan, dan didapat konsensus penyusunan skenario dalam penataan ruang wilayah pesisir Teluk Lampung yang mungkin terjadi, adalah sebagai berikut: 1) Optimis : A1B1C3D1E1F1, yaitu: kualitas SDM masyarakat pesisir (meningkat), penegakan hukum (baik), pertumbuhan penduduk (menurun), infrastruktur wilayah (meningkat), aktivitas ekonomi kerakyatan (meningkat), zonasi wilayah (baik). 2) Moderat : A1B1C2D2E1F1, yaitu: kualitas SDM masyarakat pesisir (meningkat), penegakan hukum (baik), pertumbuhan penduduk (tetap), infrastruktur wilayah (tetap), aktivitas ekonomi kerakyatan (meningkat), zonasi wilayah (baik). 3) Pesimis : A2B2C2D2E2F2, yaitu: kualitas SDM masyarakat pesisir (tetap), penegakan hukum (tetap), pertumbuhan penduduk (tetap), infrastruktur wilayah (tetap), aktivitas ekonomi kerakyatan (tetap), zonasi wilayah (tetap). 4) Sangat Pesimis : A2B2C1D3E3F2, yaitu: kualitas SDM masyarakat pesisir (tetap), penegakan hukum (tetap), pertumbuhan penduduk (meningkat), infrastruktur wilayah (menurun), aktivitas ekonomi kerakyatan (menurun), zonasi wilayah (tetap). Dari skenario yang disusun partisipan, tampak bahwa perbedaan antar skenario memberikan implikasi terhadap upaya yang harus dilakukan dalam penataan ruang wilayah pesisir Teluk Lampung. Pada skenario optimis, harus dilakukan upaya perbaikan yang maksimal terhadap semua variabel, sehingga sistem akan menuju ke arah yang lebih baik. Secara implisit tampak bahwa skenario optimis, merupakan cerminan kebutuhan para pemangku kepentingan untuk mencapai suatu kondisi wilayah pesisir yang ideal pada masa depan. Pada ekstrim yang lain, skenario sangat pesimis menunjukkan bahwa bila kondisi seperti saat ini terus berlangsung, maka tidak diperlukan upaya pebaikan, dan tentunya sistem akan menjadi lebih buruk daripada kondisi saat ini.

14 136 Sebagai kompromi dari kedua skenario ekstrim di atas, partisipan juga merumuskan skenario moderat dan pesimis. Kedua skenario kompromis ini merupakan cerminan dari kebutuhan para pemangku kepentingan dengan mempertimbangkan kemampuan memperbaiki berbagai variabel penentu (Brown et al. 2001). Upaya logis yang dapat diajukan oleh partisipan, secara nyata dapat dirumuskan dalam implikasi strategis dan aksi antisipatif. 5.5 Implikasi Strategis dan Aksi Antisipatif Dari kombinasi kondisi variabel dan skenario yang mungkin terjadi dalam 20 tahun ke depan, selanjutnya partisipan melakukan diskusi terstruktur dan menyusun implikasi strategis dan aksi antisipatif. Rencana aksi yang dapat disusun oleh partisipan adalah mempersiapkan diri untuk menghadapi situasi di masa datang (proaktif). Selain itu, eksplorasi kondisi masa datang juga dapat membantu dalam menyiapkan aksi yang bersifat reaktif. Melalui identifikasi dan perbandingan skenario, maka para pengambil keputusan dan pemangku kepentingan dapat lebih mampu merencanakan masa depan suatu wilayah (Godet dan Roubelat 1996; Bourgeois dan Jesus 2004; Gray dan Hatchard 2008; Coates et al. 2010; Durance dan Godet 2010). Pada akhirnya sebagai kesimpulan konsensus, dapat dirumuskan implikasi strategis dan aksi antisipatif yang harus diakomodasi dalam penataan ruang wilayah pesisir Teluk Lampung adalah sebagai berikut: 1) Pemenuhan kebutuhan ruang untuk prasarana dan sarana kesehatan dan pendidikan masyarakat pesisir 2) Pemenuhan kebutuhan ruang untuk pengembangan sentrasentra usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terkait dengan kelautan dan perikanan 3) Pemenuhan kebutuhan ruang untuk permukiman di wilayah pesisir yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana sanitasi lingkungan. 4) Penyusunan struktur dan pola ruang yang sinergis antar kabupaten/kota di wilayah pesisir 5) Penyusunan struktur dan pola ruang yang mampu mendorong pengembangan wirausaha UMKM untuk masyarakat pesisir.

15 137 6) Penyusunan struktur ruang yang dapat mendorong distribusi penduduk yang proporsional di wilayah pesisir, dan sekaligus menjamin pengelolaan kawasan lindung dan budidaya secara berimbang. Implikasi strategis dan aksi antisipatif di atas merupakan kebutuhan pemangku kepentingan yang dapat dipenuhi melalui intervensi terhadap berbagai variabel penentu dalam penataan ruang wilayah pesisir Teluk Lampung. 5.6 Hubungan Analisis Prospektif Partisipatif dengan Pemodelan Hasil analisis prospektif partisipatif digunakan sebagai bentuk kebutuhan pemangku kepentingan dalam pengembangan skenario perencanaan tata ruang. Pada subbab 7.1, hasil analisis ini dipresentasikan dalam model sistem dinamik untuk penggambaran skenario melalui peubah kebijakan. Adapun hasil penyusunan implikasi strategis dan aksi antisipatif oleh para pemangku kepentingan, digunakan sebagai dasar dalam penyusunan strategi implementasi kebijakan tata ruang, yang dibahas dalam subbab 7.3.

7 KEBIJAKAN TATA RUANG WILAYAH PESISIR

7 KEBIJAKAN TATA RUANG WILAYAH PESISIR 7 KEBIJAKAN TATA RUANG WILAYAH PESISIR 7.1 Simulasi Skenario 7.1.1 Kebutuhan pemangku kepentingan dari analisis prospektif partisipatif Kebutuhan para pemangku kepentingan wilayah pesisir Teluk Lampung

Lebih terperinci

PASCASARJANA FORUM. y Anali~is Prospektif Par!isipatif Dalam Pengelolaan Wilayah Sekolah Pascasarjana lnstitut Perta.

PASCASARJANA FORUM. y Anali~is Prospektif Par!isipatif Dalam Pengelolaan Wilayah Sekolah Pascasarjana lnstitut Perta. FORUM PASCASARJANA ISS 0126 '1886 'Volume 34 N0mor 4 Oktober 2011 Disain Kebijakan Pengelolaan Kola Tepian Pantai: Kasus Kota 231 248 Semarang Bambang Kanti Laras, Marimin, I Wayan Nurjaya, dan Sugeng

Lebih terperinci

Gambar 35 Keputusan Tingkat Kepentingan Kerentanan Pulau-Pulau Kecil yang Dika ji

Gambar 35 Keputusan Tingkat Kepentingan Kerentanan Pulau-Pulau Kecil yang Dika ji 167 7 MODEL PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL BERBASIS KERENTANAN DAN DAYA DUKUNG 7.1 Model Penge mbanga n dan Penge lolaa n PPK Berbas is Kerentanan denga n Analisis Multi Kriteria Fakor-faktor kerentanan

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2011-2030 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN 31 III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Minapolitan Kampung Lele Kabupaten Boyolali, tepatnya di Desa Tegalrejo, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali. Penelitian

Lebih terperinci

4/3/2017 PEMBANGUNAN PERIKANAN & KELAUTAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017

4/3/2017 PEMBANGUNAN PERIKANAN & KELAUTAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017 PEMBANGUNAN PERIKANAN & KELAUTAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017 1 SUMBER PAGU REALISASI % Keterangan APBD (termasuk DAK) Rp. 529,9 M Rp. 7,7 M 14,64 Rencana Pemotongan 5 10% APBN Rp. 15,8 M Rp. 193 juta

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

SKENARIO STRATEGI SISTEM KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAS DAN PESISIR CITARUM JAWA BARAT

SKENARIO STRATEGI SISTEM KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAS DAN PESISIR CITARUM JAWA BARAT SKENARIO STRATEGI SISTEM KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAS DAN PESISIR CITARUM JAWA BARAT Hasil kinerja sistem berdasarkan hasil analisis keberlanjutan sistem dan kinerja model sistem menunjukkan bahwa sistem

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.44, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Industrialisasi. Kelautan. Perikanan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.27/MEN/2012

Lebih terperinci

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN ARAHAN UMUM MKP

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN ARAHAN UMUM MKP GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN ARAHAN UMUM MKP Jakarta, 21 April 2015 I. PENDAHULUAN 1. Hasil kajian KPK (Gerakan Nasional Penyelamatan SD Kelautan) merupakan

Lebih terperinci

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Daerah peralihan (interface area) antara ekosistem daratan dan laut. Batas ke arah darat: Ekologis: kawasan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN. Deputi Bidang SDA dan LH

KEBIJAKAN NASIONAL ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN. Deputi Bidang SDA dan LH KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL KEBIJAKAN NASIONAL ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN Deputi Bidang SDA dan LH

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

vi panduan penyusunan rencana pengelolaan kawasan konservasi laut daerah DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Tahapan Umum Penetapan KKLD 9 Gambar 2. Usulan Kelembagaan KKLD di Tingkat Kabupaten/Kota 33 DAFTAR LAMPIRAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tual adalah salah satu kota kepulauan yang ada di Provinsi Maluku dengan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup melimpah serta potensi pariwisata yang

Lebih terperinci

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE (Environmental Study of University of Pattimura) Memiliki 1.340 pulau Pulau kecil sebanyak 1.336 pulau Pulau besar (P. Seram,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PARIWISATA BAHARI BERBASIS MASYARAKAT DI PULAU KALEDUPA, KABUPATEN WAKATOBI, PROVINSI SULAWESI TENGGARA

PENGEMBANGAN PARIWISATA BAHARI BERBASIS MASYARAKAT DI PULAU KALEDUPA, KABUPATEN WAKATOBI, PROVINSI SULAWESI TENGGARA J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN, Vol. 22, No. 3, November 2015: 380-387 PENGEMBANGAN PARIWISATA BAHARI BERBASIS MASYARAKAT DI PULAU KALEDUPA, KABUPATEN WAKATOBI, PROVINSI SULAWESI TENGGARA (Community Based Marine

Lebih terperinci

BAB 5 PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS

BAB 5 PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS BAB 5 PENETAPAN Berdasarkan Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya di prioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No.573, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Pertanahan. Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Penataan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LARANGAN PENGAMBILAN KARANG LAUT DI WILAYAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN KAWASAN NELAYAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KABUPATEN SUKAMARA TAHUN 2015-2035 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

B A P P E D A D A N P E N A N A M A N M O D A L P E M E R I N T A H K A B U P A T E N J E M B R A N A. 1.1 Latar Belakang

B A P P E D A D A N P E N A N A M A N M O D A L P E M E R I N T A H K A B U P A T E N J E M B R A N A. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang U ntuk menindak lanjuti diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 maka dalam pelaksanaan otonomi daerah yang harus nyata dan bertanggung

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir memiliki kompleksitas yang lebih tinggi dibandingkan wilayah daratan, karena merupakan perpaduan dari daratan dan perairan, bersifat dinamik, dan rentan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Pendekatan Penelitian

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Pendekatan Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian menggunakan metodologi sistem dinamik digunakan berdasarkan pertimbangan kemampuannya menyajikan keterkaitan antar variabel yang dikaji dan mensimulasikan

Lebih terperinci

MENGAPA ASPEK RUANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA? 1. PERENCANAAN EKONOMI SERINGKALI BERSIFAT TAK TERBATAS 2. SETIAP AKTIVITAS SELAL

MENGAPA ASPEK RUANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA? 1. PERENCANAAN EKONOMI SERINGKALI BERSIFAT TAK TERBATAS 2. SETIAP AKTIVITAS SELAL KESERASIAN TATA RUANG KAWASAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA Ani Rahmawati, S.Pi, M.Si Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA MENGAPA ASPEK RUANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA? 1.

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 1. Pangkep 4 33' ' ' ' 2, Takalar , Bulukumba

3 METODE PENELITIAN. 1. Pangkep 4 33' ' ' ' 2, Takalar , Bulukumba 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sulawesi Selatan mulai bulan Februari 2011 hingga Oktober 2011. Lokasi penelitian dilakukan di 3 kabupaten yaitu Kabupaten

Lebih terperinci

Penentuan Variabel Berpengaruh dalam Pengembangan Kawasan Strategis Ekonomi Pesisir Utara pada Bidang Perikanan di Kota Pasuruan

Penentuan Variabel Berpengaruh dalam Pengembangan Kawasan Strategis Ekonomi Pesisir Utara pada Bidang Perikanan di Kota Pasuruan C1 Penentuan Berpengaruh dalam Pengembangan Kawasan Strategis Ekonomi Pesisir Utara pada Bidang Perikanan di Kota Pasuruan Dwi Putri Heritasari dan Rulli Pratiwi Setiawan Perencanaan Wilayah dan Kota,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PERMEN-KP/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERAN SERTA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR I. UMUM Air merupakan karunia Tuhan sebagai salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

VI. REKOMENDASI 6.1. Analisis dan Rekomendasi Penggunaan Lahan berdasar RTRW Rekomendasi Kebijakan untuk RTRW

VI. REKOMENDASI 6.1. Analisis dan Rekomendasi Penggunaan Lahan berdasar RTRW Rekomendasi Kebijakan untuk RTRW 232 VI. REKOMENDASI 6.1. Analisis dan Rekomendasi Penggunaan Lahan berdasar RTRW 6.1.1 Rekomendasi Kebijakan untuk RTRW Dengan menggabungkan hasil simulasi model, Multi Dimensional Scaling dan Analytical

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA ARAHAN UMUM MKP GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN Medan, 24 Maret 2015 I. PENDAHULUAN 1. Hasil kajian KPK (Gerakan Nasional Penyelamatan SD Kelautan) merupakan bahan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LARANGAN PENGAMBILAN KARANG LAUT DI WILAYAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Tujuan, jenis dan cara pengumpulan data, metode analisis, dan output yang diharapkan. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Tujuan, jenis dan cara pengumpulan data, metode analisis, dan output yang diharapkan. Jenis dan Cara Pengumpulan Data III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada pada kawasan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV (Persero) Propinsi Sumatera Utara. PTPN IV bergerak di bidang usaha perkebunan dengan

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

LAMPIRAN II HASIL ANALISIS SWOT

LAMPIRAN II HASIL ANALISIS SWOT LAMPIRAN II HASIL ANALISIS SWOT AIR LIMBAH Analisa SWOT sub sektor air limbah domestik Lingkungan Mendukung (+), O Internal Lemah (-) W Internal Kuat (+) S Diversifikasi Terpusat (+2, -5) Lingkungan tidak

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang :

Lebih terperinci

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi 3. URUSAN LINGKUNGAN HIDUP a. Program dan Kegiatan. Program pokok yang dilaksanakan pada urusan Lingkungan Hidup tahun 2012 sebagai berikut : 1) Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan

Lebih terperinci

PERSPEKTIF HUKUM. Dr. IMA MAYASARI, S.H., M.H

PERSPEKTIF HUKUM. Dr. IMA MAYASARI, S.H., M.H PERSPEKTIF HUKUM KEBIJAKAN REKLAMASI PANTAI UTARA JAKARTA DIALOG PUBLIK DENGAN TEMA KEBIJAKAN REKLAMASI, MENILIK TUJUAN, MANFAAT, DAN EFEKNYA DI KPK, SELASA, 04 OKTOBER 2016 Dr. IMA MAYASARI, S.H., M.H

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang diperkirakan memiliki kurang lebih 17 504 pulau (DKP 2007), dan sebagian besar diantaranya adalah pulau-pulau kecil

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS dan 105º10-105º22 BT, mempunyai berbagai permasalahan yang berkaitan dengan karakteristik wilayah

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG:

PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG: MATERI 1. Pengertian tata ruang 2. Latar belakang penataan ruang 3. Definisi dan Tujuan penataan ruang 4. Substansi UU PenataanRuang 5. Dasar Kebijakan penataan ruang 6. Hal hal pokok yang diatur dalam

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 PRIORITAS PEMBANGUNAN 2017 Meningkatkan kualitas infrastruktur untuk mendukung pengembangan wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tegal terletak di pantai utara Jawa Tengah dengan wilayah pantai dan laut yang berbatasan dengan Kabupaten Tegal oleh Sungai Ketiwon di sebelah timur dan dengan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.121, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SERBAGITA. Kawasan Perkotaan. Tata Ruang. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan subsektor perikanan tangkap semakin penting dalam perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS, kontribusi sektor perikanan dalam PDB kelompok pertanian tahun

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGI KEGIATAN INTEGRATED COASTAL MANAGEMENT DI KABUPATEN SUKABUMI

RENCANA STRATEGI KEGIATAN INTEGRATED COASTAL MANAGEMENT DI KABUPATEN SUKABUMI RENCANA STRATEGI KEGIATAN INTEGRATED COASTAL MANAGEMENT DI KABUPATEN SUKABUMI Kerjasama BPLHD Propinsi Jawa Barat BLH Kabupaten Sukabumi PKSPL IPB Oleh: Yudi Wahyudin, S.Pi. Mujio, S.Pi. Renstra ICM 1

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MOR 32 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PROGRAM KALI BERSIH TAHUN 2012 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN 5.1. Rencana Program dan Kegiatan Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH Lampiran I Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor : 2 TAHUN 2011 Tanggal : 4 Pebruari 2011 Tentang : Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan

Lebih terperinci

KELURAHAN BAROMBONG KATA PENGANTAR

KELURAHAN BAROMBONG KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan Rahmat, Taufik dan Hidayah-Nya hingga Laporan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu (Integrated Coatal Managemen-ICM)

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT PEMAPARAN PROGRES IMPLEMENTASI FOKUS AREA RENCANA PEMERINTAH DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT DALAM RANGKA GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA (GNP

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain:

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program dan Kegiatan dalam dokumen Memorandum Program Sanitasi ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan

Lebih terperinci

10. Pemberian bimbingan teknis pelaksanaan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di wilayah laut kewenangan daerah.

10. Pemberian bimbingan teknis pelaksanaan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di wilayah laut kewenangan daerah. II. URUSAN PILIHAN A. BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Kelautan 1. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumber daya kelautan dan ikan di wilayah laut kewenangan 2. Pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Dr. EDWARD Saleh FORUM DAS SUMATERA SELATAN 2013

Dr. EDWARD Saleh FORUM DAS SUMATERA SELATAN 2013 Disampaikan pada Seminar Nasional dan Kongres VIII MKTI Di Palembang 5-7 November 2013 Dr. EDWARD Saleh FORUM DAS SUMATERA SELATAN 2013 Permasalahan Pengelolaan SDA Sampah Pencemaran Banjir Kependudukan

Lebih terperinci

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN Voluntary National Review (VNR) untuk Tujuan 14 menyajikan indikator mengenai rencana tata ruang laut nasional, manajemen

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2014 WILAYAH. Kepulauan. Pesisir. Pulau-Pulau Kecil. Pengelolaan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5490) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

LINGKUNGAN HIDUP: masalah dan solusinya

LINGKUNGAN HIDUP: masalah dan solusinya LINGKUNGAN HIDUP: masalah dan solusinya Pembekalan Peserta Pemilihan Putri Pariwisata Provinsi Gorontalo Tahun 2011 Ramli Utina Ecologist & Environmental Education Department of Biology - Gorontalo State

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Kawasan pesisir merupakan ekosistem yang kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya alam yang tinggi.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selat Lembeh merupakan suatu kawasan khas yang terletak di wilayah Indonesia bagian timur tepatnya di Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara dengan berbagai potensi sumberdaya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA 5.1. KESIMPULAN Kawasan Strategis Pantai Utara yang merupakan Kawasan Strategis Provinsi DKI Jakarta sesuai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2009 TENTANG PERAN SERTA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN FERRY INDARTO, ST DINAS LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TIMUR Malang, 24 Oktober 2017 DEFINISI KLHS : RANGKAIAN ANALISIS

Lebih terperinci

BEST PRACTICE MARICULTURE OPTIMALISASI PENGELOLAAN DAN PEMANFAAATAN SUMBERDAYA LAUT DAN PESISIR SECARA TERPADU Dengan MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT GUNA

BEST PRACTICE MARICULTURE OPTIMALISASI PENGELOLAAN DAN PEMANFAAATAN SUMBERDAYA LAUT DAN PESISIR SECARA TERPADU Dengan MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT GUNA BEST PRACTICE MARICULTURE OPTIMALISASI PENGELOLAAN DAN PEMANFAAATAN SUMBERDAYA LAUT DAN PESISIR SECARA TERPADU Dengan MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT GUNA MENINGKATKAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR KOTA PANGKALPINANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa. bersama akan maksimal, dengan demikian kemakmuran sebuah bangsa dapat

I. PENDAHULUAN. Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa. bersama akan maksimal, dengan demikian kemakmuran sebuah bangsa dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa pembangunan adalah sesuatu yang bersahabat, pembangunan seharusnya merupakan proses yang memfasilitasi

Lebih terperinci

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah 4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah Mencermati isu-isu strategis diatas maka strategi dan kebijakan pembangunan Tahun 2014 per masing-masing isu strategis adalah sebagaimana tersebut pada Tabel

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1429, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Dana Alokasi Khusus. Pemanfaatan. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2013

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Keterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur

Keterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur P E M E R I N T A H KABUPATEN KUTAI TIMUR Keterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur Oleh: Ir. Suprihanto, CES (Kepala BAPPEDA Kab. Kutai Timur)

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa III. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Pendekatan Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa meningkatnya persepsi masyarakat yang melihat adanya hubungan tidak searah antara keberhasilan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MASALAH PERMUKIMAN PADA KAMPUNG NELAYAN DI SURABAYA

IDENTIFIKASI MASALAH PERMUKIMAN PADA KAMPUNG NELAYAN DI SURABAYA IDENTIFIKASI MASALAH PERMUKIMAN PADA KAMPUNG NELAYAN DI SURABAYA Vippy Dharmawan 1, Zuraida 2 1+2 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surabaya Jl. Sutorejo Nomor 59 Surabaya

Lebih terperinci

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NASKAH KAPOLRI SEBAGAI KEYNOTE SPEECH PADA RAKORNAS PEMBERANTASAN ILLEGAL, UNREPORTED AND UNREGULATED FISHING TANGGAL 11 JULI 2017 ASSALAMU ALAIKUM Wr. Wb. SALAM

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang:

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI BALI GUBERNUR BALI

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI BALI GUBERNUR BALI GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI BALI PROGRES IMPLEMENTASI 4 FOKUS AREA RENCANA AKSI GUBERNUR BALI 1 KONDISI GEOGRAFIS DAN WILAYAH ADMINISTRASI

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN TERUMBU KARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa ekosistem

Lebih terperinci

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut. - 602 - CC. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN 1. Kelautan 1. Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan di wilayah laut

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR 2007

PERATURAN DAERAH PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR 2007 PROGRAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT 11.1210.50A PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR 2007 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jalan Urip Sumoharjo

Lebih terperinci

Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi

Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi 3.1. Visi dan misi sanitasi Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi Dalam rangka merumuskan visi misi sanitasi Kabupaten Lampung Tengah perlu adanya gambaran Visi dan Misi Kabupaten Lampung Tengah sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 074 TAHUN 2015

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 074 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 074 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2015-2035 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.157, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Penanganan. Fakir Miskin. Pendekatan Wilayah. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5449) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang: a. bahwa wilayah pesisir Kota Kupang memiliki keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 410 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci