SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR"

Transkripsi

1 KARAKTERISTIK ORIENTED STRAND BOARD DARI KAYU AKASIA DAN AFRIKA BERDASARKAN PENYUSUNAN ARAH STRAND NURHAIDA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Karakteristik Oriented Strand Board dari Kayu Akasia dan Afrika Berdasarkan Penyusunan Arah Strand belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Mei 2008 Nurhaida NIM E

3 ABSTRACT NURHAIDA. Characteristics of Oriented Strand Board Made from Akasia and Afrika Wood Based on Strand Orientation. Under the direction of NARESWORO NUGROHO and DEDE HERMAWAN. The research objectives are to evaluate physical and mechanical properties of OSB based on strands orientation; and to evaluate physical and mechanical properties of OSB made from akasia wood (Acacia mangium Wild) and afrika wood (Maesopsis eminii Engl). Akasia and afrika wood are used for OSB strand material with phenol formaldehyde (PF) as adhesives and addition of paraffin. OSB made in this research is consist of three plies whereas are differed into eight (8) strand orientations. In the making process, hot press was carried out at 160ºC and pressure 25 kg/cm² for 15 minutes. Determination of OSB physical and mechanical properties is referred to JIS A Result showed that strand orientations has no affect to OSB physical properties except for linier swelling 24 h, but it significantly influence all mechanical properties of OSB. Wood species have an effect on mechanical properties of OSB in the dry test, wet MOE lengthwise test and OSB physical properties, particularly to OSB density and water absorbing capability at 2 h and 24 h. All of OSB physical properties are meet JIS A standard, but not all of the mechanical properties such as dry MOE lengthwise, dry MOE and MOR widthwise. The best physical and mechanical properties is presented by OSB made from akasia wood in strand orientation F, G, B and C whereas all parameters meet JIS A standard. In comparation with strand orientation B that is frequent used in industry, strand orientation F and G are proficient to raise the modulus elasticity value (MOE) and strength (MOR) as much as % and %, respectively; especially in widthwise board application. Furthermore, strand orientation F and G are more flexible as structural components. Key words: oriented strand board, strand orientation, phenol formaldehyde

4 RINGKASAN NURHAIDA. Karakteristik Oriented Strand Board dari Kayu Akasia dan Afrika Berdasarkan Penyusunan Arah Strand. Dibimbing oleh NARESWORO NUGROHO dan DEDE HERMAWAN Oriented Strand Board (OSB) merupakan papan yang mempunyai kekuatan tinggi dan dibuat dari partikel yang berbentuk strand. Berdasarkan arah seratnya, OSB bisa dibuat dengan arah serat sejajar dan tidak sejajar. Berdasarkan jumlah lapisannya, OSB terdiri dari papan satu lapis, tiga lapis, lima lapis atau lebih. OSB memiliki sifat sama dengan kayu lapis, sehingga dalam penggunaannya dapat menggantikan kayu lapis dengan ketebalan sama sebagai bahan bangunan (Blomquist et al. 1983; Blinn et al. 1986). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sifat fisis dan mekanis OSB dari pengaturan arah strand dan mengevaluasi sifat fisis dan mekanis OSB yang dihasilkan dari kayu akasia (Acacia mangium Wild) dan afrika (Maesopsis eminii Engl). Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu akasia dan kayu afrika dalam bentuk strand berukuran panjang mm, lebar mm serta ketebalan 0,6-1 mm. Perekat yang digunakan adalah Phenol formaldehyde (PF) sebanyak 7 % dari berat kering oven dan parafin sebanyak 1 %. OSB dibuat dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 0,9 cm sebanyak 3 lapis, dengan perbandingan berat muka, inti dan belakang adalah sama. Penyusunan arah strand setiap lapisan terdiri dari penyusunan arah strand A (orientasi strand luar dan strand lapisan inti searah, 0 /0º/0 ), penyusunan arah strand B (orientasi strand luar tegak lurus dengan lapisan inti, 0 /90º/0 ), penyusunan arah strand C (lapisan inti acak dan lapisan luar terorientasi, 0 /R/0 ), penyusunan arah strand D (lapisan inti terorientasi 45º terhadap lapisan luar, 0 /45º/0 ), penyusunan arah strand E (lapisan inti terorientasi 45 dan -45 terhadap lapisan luar, 0 /45 /- 45 /0 ), penyusunan arah strand F (lapisan inti terorientasi dan lapisan luar acak, R /0 /R ), penyusunan arah strand G (lapisan inti terorientasi 45 dan lapisan luar acak, R /45 /R ), penyusunan arah strand H (lapisan inti terorientasi 45 dan - 45 dan lapisan luar acak, R /45 /-45 /R ). Penyusunan arah strand menggunakan alat bantu former device skala laboratorium yang selanjutnya dilakukan pengempaan panas pada suhu 160ºC dengan tekanan kempa 25 kg/cm² selama 15 menit. Setelah OSB mengalami proses pengkondisian selama 2 minggu kemudian dilakukan pengujian sifat fisis dan mekanis sebanyak 3 kali ulangan untuk setiap perlakuan berdasarkan JIS A Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyusunan arah strand tidak mempengaruhi sifat fisis OSB kecuali pengembangan linier 24 jam tetapi sangat mempengaruhi seluruh sifat mekanis OSB. Jenis kayu yang digunakan mempengaruhi sifat mekanis OSB pada seluruh pengujian kering, pengujian MOE basah sejajar lebar dan juga mempengaruhi sifat fisis terutama kerapatan OSB dan daya serap air 2 jam dan 24 jam. Seluruh pengujian sifat fisis OSB memenuhi persyaratan JIS A sedangkan sifat mekanisnya tidak semua memenuhi standar, antara lain nilai pengujian MOE kering sejajar panjang, pengujian MOE kering sejajar lebar dan MOR kering sejajar lebar.

5 Hasil terbaik penelitian ini adalah OSB dari kayu akasia dengan penyusunan arah strand F, G, B dan C. Penyusunan arah strand F dan G dapat meningkatkan nilai kekakuan (MOE) sebesar 167,81-231,65% dan kekuatan (MOR) sebesar 89,73-109,87% terutama pada penggunaan searah lebar papan dibanding penyusunan arah strand B yang umum digunakan pada industri. Dilihat dari segi penggunaan sebagai komponen struktural penyusunan arah strand F dan G lebih fleksibel baik pada pembebanan searah panjang maupun searah lebar.

6 Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

7 KARAKTERISTIK ORIENTED STRAND BOARD DARI KAYU AKASIA DAN AFRIKA BERDASARKAN PENYUSUNAN ARAH STRAND NURHAIDA Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr

9 Judul Tesis Nama NIM : Karakteristik Oriented Strand Board dari Kayu Akasia dan Afrika Berdasarkan Penyusunan Arah Strand : Nurhaida : E Disetujui Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Naresworo Nugroho, M.Si. Ketua Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc. Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Iman Wahyudi, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S. Tanggal Ujian : 14 Mei 2008 Tanggal Lulus :

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya sehingga pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis berjudul Karakteristik Oriented Strand Board dari Kayu Akasia dan Afrika Berdasarkan Penyusunan Arah Strand ini dapat diselesaikan. Tesis ini disusun berdasarkan hasil penelitian selama 4 bulan di Laboratorium Bio-komposit, Laboratorium Kayu Solid, Laboratorim Kimia Hasil Hutan, Laboratorium Keteknikan Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Terima kasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada: 1. Dr.Ir.Naresworo Nugroho, M.Si. sebagai ketua Komisi Pembimbing dan Dr.Ir.Dede Hermawan, M.Sc. sebagai anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak membimbing dan memberikan masukan serta saran dalam berbagai kesempatan diskusi yang terkait dengan penelitian ini, Prof.Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr. selaku penguji luar komisi dan Prof.Dr. Ir. Imam Wahyudi, M.S selaku pimpinan sidang ujian yang telah banyak memberi masukan dan saran. 2. Rektor Universitas Tanjungpura, Dekan Fakultas Kehutanan, dan ketua Jurusan Teknologi Hasil Hutan atas kesempatan untuk melanjutkan Program Studi Pasca Sarjana dan biaya bantuan penyelesaian studi. 3. Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang memberikan Beasiswa Program Pasca Sarjana (BPPS). 4. Staf di Laboratorium Bio-komposit, Laboratorium Kayu Solid, Laboratorim Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Keteknikan Kayu yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis melaksanakan penelitian, Pak Abdullah, Pak Atin, Pak Amin, Pak Kadiman dan Mbak Esti. 5. Teman-teman angkatan 2006 di pasca sarjana, arief, mbak desy, mbak erni, cici dan teman-teman seprofesi di Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, teman seperjuangan (teteh, anti) dan penghuni Regensi B-26 yang telah memberi semangat, masukan dan dorongan selama proses belajar. 6. Ayahnda H. Hairudin H. Ali, Ibunda Hj. Saniah, mertuaku Kartini, saudarasaudaraku (Denah Suswati, Emy Hastuti, Aswar, Anwari, Zulfikri, Muntasir), kakak dan adik ipar serta keluarga di Sambas dan Singkawang atas segala doa dan kasih sayangnya. 7. Suami dan putraku tercinta (Fauzi Cahyono dan M. Adib Qashmal) atas kasih, pengorbanan dan dukungannya selama penulis menjalani studi, sehingga mengurangi hari-hari kebersamaan kita. Tanpa pengertian dan dukungan keluarga tercinta mustahil studi ini dapat terselesaikan dengan baik. Selain itu tesis ini dapat terselesaikan juga atas dukungan dan dorongan berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, untuk itu penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Mei 2008 Nurhaida

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sambas pada tanggal 15 Januari Penulis adalah anak keenam dari tujuh bersaudara. Ayah bernama H. Hairudin H. Ali dan Ibu bernama Hj.Saniah. Penulis menikah dengan Fauzi Cahyono pada tanggal 13 Maret 2004 dan dari pernikahan ini, penulis telah dikaruniai seorang putra yaitu Muhammad Adib Qashmal. Pendidikan dasar penulis selesaikan di Sekolah Dasar No. 2 Sambas tahun 1988 dan Sekolah Menengah Pertama No. 1 Sambas hingga tahun 1991, kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Sambas dan lulus tahun Pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di Jurusan Kehutanan Program Studi Teknologi Hasil Hutan Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Kalimantan Barat dan lulus pada tahun Pada bulan Desember tahun 2002 penulis diterima menjadi Dosen di Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak. Pada tahun 2006 diterima sebagai mahasiswa S2 Sekolah Pascasarjana IPB pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan (IPK) Program Studi Teknologi Hasil Hutan dengan Beasiswa Program Pasca Sarjana (BPPS). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan penulis menyusun tesis dengan judul Karakteristik Oriented Strand Board dari Kayu Akasia dan Afrika Berdasarkan Penyusunan Arah Strand dibawah bimbingan Dr.Ir.Naresworo Nugroho, M.Si. sebagai ketua Komisi Pembimbing dan Dr.Ir.Dede Hermawan, M.Sc. sebagai anggota Komisi Pembimbing. Selama mengikuti program S2, penulis menjadi anggota Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) dan menyajikan karya ilmiah berjudul Teknologi Pembuatan Kayu Lapis dengan Arah Serat 45º pada Seminar Nasional Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) X di Universitas Tanjungpura Pontianak pada tanggal 9-11 Agustus Membuat buku Analisis Perekatan Kayu bersama tim (Prof. Dr.Ir.Surdiding Ruhendi, M.Sc., Desy NK, Firda AS, Hikma Y, Sahriyanti S, Tito S) yang telah diterbitkan tahun 2007.

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xi xii xiv PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 4 Tujuan... 5 Manfaat Penelitian... 5 Hipotesis... 5 TINJAUAN PUSTAKA... 6 Oriented Strand Board... 6 Perekat Phenol Formaldehyde Jenis Kayu Percobaan Pendahuluan MATERI DAN METODE Materi Penelitian Metode Penelitian Analisis Penunjang Rancangan Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisis Kerapatan Kadar Air Pengembangan Tebal Pengembangan Linier Daya Serap Air Sifat Mekanis Modulus of Elasticity (MOE) Kering Sejajar Arah Panjang dan Lebar Modulus of Rupture (MOR) Kering Sejajar Arah Panjang dan Lebar MOE Basah Sejajar Arah Panjang dan Lebar MOR Basah Sejajar Arah Panjang dan Lebar Keteguhan Rekat Internal (Internal Bond) Retensi kekuatan (Strength Retention) Kualitas OSB terbaik KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

13 DAFTAR TABEL Halaman 1 Sifat dasar kayu akasia (Acacia mangium willd) Sifat fisis dan mekanis OSB hasil percobaan pendahuluan Perbandingan sifat-sifat fisis dan mekanis OSB dengan beberapa standar 21 xi

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Penggunaan OSB untuk bahan bangunan Proses pembuatan OSB Pembuatan strand dengan disk flaker (Nuryawan & Massijaya 2006) 24 4 Alat bantu former device skala laboratorium Skema penyusunan arah strand Penyusunan arah strand yang digunakan Pola pemotongan contoh uji untuk pengujian sifat fisis dan mekanis Pengujian MOE dan MOR Pengujian keteguhan rekat internal (Internal Bond) Skema pengambilan contoh uji BJ pada penampang kayu di setiap bagian pangkal dan tengah/ujung batang Histogram kerapatan Hasil scan permukaan strand Histogram kadar air Histogram pengembangan tebal Histogram pengembangan linier Histogram daya serap air Uji keterbasahan kayu akasia dan afrika Histogram MOE kering // arah panjang Histogram MOE kering // arah lebar Histogram MOR kering // arah panjang Histogram MOR kering // arah lebar Nilai MOE dan MOR hasil penelitian dibandingkan dengan prediksi dari Hankinson formula Histogram MOE basah // arah panjang Histogram MOE basah // arah lebar Histogram MOR basah // arah panjang Histogram MOR basah // arah lebar Histogram keteguhan rekat internal (Internal Bond) xii

15 27 Histogram retensi kekuatan MOR sejajar panjang Histogram retensi kekuatan MOR sejajar lebar xiii

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Nilai solid content, ph, viscosity perekat Phenol Formaldehyde Hasil pengujian berat jenis dan kadar air kayu Hasil pengukuran nisbah kelangsingan (selenderness ratio) dan nisbah aspek (aspect ratio) Kadar zat ekstraktif kayu akasia dan afrika Hasil pengukuran dan uji t sudut kontak perekat Data hasil penelitian sifat fisis Data hasil penelitian sifat mekanis Hasil analisis sidik ragam kerapatan Hasil analisis sidik ragam kadar air Hasil analisis sidik ragam pengembangan tebal 2 jam Hasil analisis sidik ragam pengembangan tebal 24 jam Hasil analisis sidik ragam pengembangan linier 2 jam Hasil analisis sidik ragam pengembangan linier 24 jam Hasil analisis sidik ragam daya serap air 2 jam Hasil analisis sidik ragam daya serap air 24 jam Hasil analisis sidik ragam nilai MOE kering sejajar arah panjang Hasil analisis sidik ragam nilai MOE kering // arah lebar Hasil analisis sidik ragam nilai MOR kering // arah panjang Hasil analisis sidik ragam nilai MOR kering // arah lebar Hasil analisis sidik ragam nilai MOE basah // arah panjang Hasil analisis sidik ragam nilai MOE basah // arah lebar Hasil analisis sidik ragam nilai MOR basah // arah panjang Hasil analisis sidik ragam nilai MOR basah // arah lebar Hasil analisis sidik ragam nilai keteguhan rekat (Internal Bond) Uji t perbedaan lebar dan tebal strand akasia, afrika Uji t perbedaan selenderness ratio strand akasia dan afrika Uji t model F, G, H pengujian MOE dan MOR // arah panjang dan lebar Gambar kerusakan contoh uji xiv

17 29 Rangking pengujian Rangkuman nilai sifat fisis dan mekanis Contoh perhitungan bahan untuk pembuatan OSB xv

18 PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun menyebabkan peningkatan konsumsi kayu dengan berbagai bentuk penggunaan akhir, terutama untuk kebutuhan pembangunan perumahan. Peningkatan kebutuhan terhadap kayu tidak diimbangi dengan kemampuan pasokan kayu dari hutan. Peningkatan konsumsi terhadap kayu menimbulkan akibat negatif, yaitu semakin menurunnya potensi hutan berupa kayu dan semakin sempitnya lahan hutan produktif di Indonesia. Laju kerusakan hutan Indonesia adalah termasuk yang tertinggi di dunia. Sampai saat ini diperkirakan antara 1,9-2,8 juta ha per tahun dalam lima tahun terakhir ( ), sebagaimana dinyatakan oleh Menteri Kehutanan Indonesia sehingga secara keseluruhan, Indonesia telah kehilangan lebih dari 72% dari wilayah hutan alam utuhnya dan 40% dari tutupan hutannya sama sekali hancur. Penebangan besar-besaran berskala industri dan operasi pembalakan liar yang tak terhitung jumlahnya semua berkontribusi terhadap terjadinya kerusakan ini (Greenpeace 2006). Kayu lapis yang menjadi primadona ekspor non migas selama ini memiliki tingkat efisiensi (rendemen) yang baik dibandingkan dengan kayu gergajian, namun mensyaratkan bahan baku berupa kayu bulat yang berkualitas tinggi sedangkan industri panil-panil kayu di luar kayu lapis (plywood) tidak memerlukan persyaratan bahan baku yang istimewa, artinya bahan baku panilpanil tersebut bisa berasal dari kayu bernilai rendah, log berdiameter kecil, limbah eksploitasi atau limbah pengolahan kayu. Produksi kayu lapis cenderung menurun dari tahun ke tahun sejak tahun 1996/1997. Pada tahun 2002 produksi kayu lapis Indonesia hanya mencapai angka produksi 1,20 juta m 3, terus menurun dari tahun-tahun sebelumnya (Departemen Keuangan 2004). Dari 120 pabrik kayu lapis nasional, pabrik yang sampai saat ini tercatat masih mengekspor hasil produksinya tinggal 52 pabrik. Lebih parah lagi, pabrikpabrik ini rata-rata berproduksi dengan kapasitas terpakai kurang dari 50%

19 2 kapasitas normal. Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Panel Kayu Indonesia (Apkindo), penurunan ekspor kayu lapis belakangan ini lebih karena kesulitan bahan baku (Tempo 2006). Masalah keterbatasan bahan baku mengharuskan adanya efisiensi yang tinggi dalam industri kayu lapis. Jenis industri pengolahan kayu yang mempunyai peluang bertahan di masa mendatang adalah industri-industri dengan efisiensi tinggi dan berbasis pada bahan baku kayu kecil, limbah pembalakan, atau produk daur ulang. Oleh karena itu mulai dari sekarang sudah harus dipikirkan struktur industri dan strategi investasi yang tepat sesuai dengan prediksi keadaan masa depan (Nurrochmat 2006). Dunia perkayuan dewasa ini harus berupaya melakukan diversifikasi bahan baku, salah satu sumber bahan baku menurut Rowell (1998) diantaranya dapat memanfaatkan kayu yang berasal dari pohon berdiameter kecil dan limbah penanaman seperti hasil penjarangan dan pemangkasan, tapi kayu ini dianggap mempunyai mutu yang rendah bila dibandingkan dengan kayu hutan alam sehingga diversifikasi bahan baku berdiameter kecil yang biasa ditemukan pada kayu cepat tumbuh memerlukan ilmu dan teknologi pengolahan kayu, misalnya mengolah kayu menjadi kayu majemuk (composite wood) (Santoso et al. 2000). Bentuk-bentuk produk kayu majemuk diantaranya adalah papan serat, papan partikel, papan wafer, flake board, oriented strand board (OSB) dan comply (Maloney 1986 dalam Youngquist 1999 dan Rowell 1998). OSB sebagai bahan material struktural dan salah satu produk panel-panel kayu dirancang untuk menggantikan kayu lapis (Nishimura et al. 2004). OSB yang telah dikembangkan di Amerika dan Kanada sekitar tahun 1960-an dan 1970-an. OSB mulai masuk dalam skala industri dan menjadi bagian dalam pasar panil-panil kayu struktural internasional sejak tahun 1980 dan meraih sukses besar di Amerika Utara dan Eropa (ATTC 1994). OSB telah digunakan secara luas di Amerika dan Kanada untuk atap, dinding, pelapis lantai pada perumahan dan bangunan komersial (Lowood 1997). Kapasitas produksi OSB di Eropa meningkat tajam, pada akhir tahun 2000 kapasitas industrinya mencapai 2 juta m³ / tahun (Nishimura et al. 2004).

20 3 Perkembangan Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan fast growing spesiesnya dapat merupakan sumber bahan baku potensial untuk produksi OSB di masa depan. Didukung dengan ketersediaan kayu hutan tanaman industri yang akan terus meningkat dan sebaliknya produksi kayu bulat dari hutan alam akan terus menurun atau diturunkan. Pada tahun 2005 produksi Hutan Tanaman Industri adalah sebesar 12,8 juta m³ dan produksi hutan alam hanya mencapai produksi 5,7 juta m³ (Departemen Kehutanan RI 2006). Pemilihan jenis kayu yang cocok untuk bahan baku OSB dihadapkan pada masalah keragaman jenis dan kerapatan kayu, sehingga diperlukan kondisi pengolahan yang sesuai. Pada umumnya bahan berlignoselulosa dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan OSB, kayu yang memiliki berat jenis (BJ) 0,35 0,65 lebih disukai dan disarankan (Tambunan 2000). OSB merupakan produk panel kayu struktural yang diproduksi dari partikel yang berbentuk strand dan perekat thermosetting tahan air (waterproof) dan dibentuk lapik (mats) dengan arah serat masing-masing strand diatur sedemikian rupa dimana arah serat lapisan permukaan tegak lurus terhadap arah serat lapisan inti sehingga memiliki kekuatan dan karakteristik seperti kayu lapis (APA 2006). Menurut Maloney (1993) terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi sifat akhir papan yaitu : jenis kayu, jenis bahan baku, jenis partikel, jenis perekat, jumlah dan distribusi perekat, penggunaan aditif, kadar air dan distribusi lapik, lapisan berdasarkan ukuran partikel, lapisan berdasarkan kerapatan, serta orientasi partikel. Pengaturan arah partikel dimaksudkan untuk memperbaiki sifat modulus patah dan modulus elastisitas panel. Penelitian tentang OSB telah mulai dilakukan di Indonesia antara lain oleh Sutrisno (1999) yang meneliti pengaruh nisbah tekan terhadap sifat OSB kayu sengon dan tusam, dengan orientasi strand inti tegak lurus dengan lapisan permukaan, OSB yang memenuhi standar dari jenis kayu tusam untuk lapisan luar dan lapisan tengah sebesar 86,67%, kayu campuran antara kayu sengon dan tusam untuk lapisan luar dan lapisan tengah sebesar 78,89%, lapisan luar kayu tusam lapisan tengah kayu sengon sebesar 71,67%, serta jenis kayu sengon untuk lapisan luar dan lapisan inti sebesar 60,70 %. Nishimura dan Ansell (2002) melaporkan

21 4 penggunaan analisis image filter untuk memonitor orientasi strand selama proses produksi di industri. Sudut orientasi rata-rata yang digunakan berkisar 25-30, sedangkan sudut 25 dan 60 digunakan untuk produksi OSB komersial diperoleh bahwa perbaikan sudut orientasi pada produksi OSB komersial akan meningkatkan nilai maksimum MOR dan MOE searah panjang OSB tanpa mengurangi MOR dan MOE searah lebarnya. Moses (2003) meneliti model strand pada laminated strand lumber (LSL) dari jenis kayu aspen dengan kombinasi seluruhnya terorientasi (model A), seluruhnya acak (model B), lapisan inti acak dan lapisan luar terorientasi, 0 /R/R/0 (model C), lapisan atas acak/inti terorientasi, R /0 /0 /R (model D), delapan orientasi lapisan, 0 /+45 /-45/0 /0 /- 45 /+45 /0 (model E), model E menunjukkan nilai tertinggi untuk modulus geser dengan nilai antara MPa, yang diikuti oleh nilai model C dan model D, sedangkan untuk nilai MOE model C menunjukkan nilai tertinggi antara MPa, diikuti oleh model E dan model D. Hasil penelitian Law, et al. (1975) dalam Sutrisno (1999) menunjukkan bahwa pengaturan arah serat pada papan serat berkerapatan tinggi (hardboard), berpengaruh positif terhadap keteguhan tarik. Peningkatan tekanan kempa dari 3,52 kg/cm² sampai 21,09 kg/cm² diikuti oleh peningkatan nilai keteguhan tarik sebesar 122 % pada papan serat terarah, sedangkan pada papan serat acak peningkatannya 100 %. Peningkatan sifat tersebut ditunjukkan oleh keteguhan rekat yang lebih baik pada papan serat terarah daripada papan serat acak. Lebih lanjut dinyatakan bahwa kerapatan papan serat terarah lebih tinggi daripada papan serat acak karena pengikatan antar serat pada papan serat terarah lebih baik. Perumusan Masalah Pada pembuatan OSB penyusunan arah strand umumnya dibuat dengan penyusunan arah strand lapisan permukaan tegak lurus terhadap strand lapisan inti, pengaturan arah partikel terbukti dapat meningkatkan atau memperbaiki sifat modulus patah dan modulus elastisitas panel. Jika digunakan pengaturan strand dengan beberapa penyusunan arah strand yang berbeda pada OSB yang dibuat dari kayu akasia (Acacia mangium Wild) dan afrika (Maesopsis eminii Engl)

22 5 apakah juga dapat meningkatkan sifat-sifat papan yang dihasilkan seperti pada uraian diatas. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sifat fisis dan mekanis OSB dari kayu akasia (Acacia mangium Wild) dan afrika (Maesopsis eminii Engl) berdasarkan penyusunan arah strand. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi teknologi tentang penyusunan arah strand pada pembuatan OSB dan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari kayu akasia (Acacia mangium Wild) dan afrika (Maesopsis eminii Engl) dalam upaya pengembangan industri OSB di Indonesia. Informasi ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk penelitian-penelitian selanjutnya dan sebagai salah satu alternatif untuk pengembangan pemanfaatan kayu-kayu yang berdiameter kecil, berkerapatan rendah dan kayu cepat tumbuh menjadi berkualitas tinggi. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini: 1. Penyusunan arah strand akan mempengaruhi sifat fisis dan mekanis OSB yang dihasilkan. 2. Jenis kayu akan mempengaruhi sifat fisis dan mekanis OSB.

23 6 TINJAUAN PUSTAKA Oriented Strand Board Oriented Strand Board (OSB) adalah sebuah panil yang terdiri atas tiga lapisan, seperti halnya pada kayu lapis dibuat dengan flake (strand) yang tipis atau wafer kayu dalam suatu plat kempa bersuhu tinggi, dengan resin Phenol Formaldehyde sebagai bahan perekat utama dan di kempa panas (ATTC 1994). OSB merupakan perkembangan dari waferboard, yaitu suatu produk panil yang pertama kali dibuat di Amerika Utara pada tahun Dibandingkan dengan kayu lapis, waferboard, mempunyai banyak keunggulan, diantaranya dapat menggunakan bahan baku dari jenis yang kurang dikenal, sifat kekuatannya tinggi sehingga sangat cocok digunakan sebagai substitusi terhadap kayu lapis dalam beberapa aplikasi (Walter 1993). Di Amerika penggunaan OSB ini sangat populer dan dirancang secara khusus serta sudah dimanfaatkan untuk pelapis dinding, dinding, lantai, pelapis lantai, dan penutup atap (Gambar 1). Sejak pemakaian log di industri kayu lapis semakin menurun, OSB menjadi populer sebagai pengganti kayu lapis. Vadja (1978a) dalam Koch (1985) menyimpulkan bahwa OSB sangat cocok digunakan sebagai substitusi terhadap kayu lapis eksterior. Prospek pengembangan OSB di Amerika pada masa datang sangat positif, karena hal ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti menyusutnya persediaan log yang bermutu bagus, tingginya biaya produksi industri kayu lapis dan mudahnya penyusupan ke pasar papan partikel (Asian Timber 1995). Selain itu Asian Timber (1995) menyatakan bahwa OSB dapat dibuat dari jenis kayu yang berkualitas rendah dan panilnya menghasilkan sifat kuat pegang sekrup dan paku yang tinggi serta ikatan internal yang baik. Sedangkan nilai modulus patah dan modulus elastisitas hampir sebanding dengan chipboard.

24 7 sumber : sumber sumber : Gambar 1 Penggunaan OSB untuk bahan bangunan

25 8 OSB merupakan papan partikel yang mempunyai kekuatan tinggi dan dibuat dari partikel yang berbentuk strand. Strand itu sendiri memiliki dimensi panjang paling sedikit tiga atau empat kali lebih besar dibanding dengan lebarnya. Perbandingan ini mendukung pelurusan strand-strand dalam rangka pembentukan lapik (Koch 1985). Berdasarkan arah seratnya, OSB bisa dibuat dengan arah serat sejajar dan tidak sejajar. OSB dengan arah tidak sejajar dapat berupa OSB lapisan luar sejajar sedangkan lapisan tengah acak, atau lapisan luar tegak lurus dengan lapisan tengah. Berdasarkan jumlah lapisannya, OSB terdiri dari papan satu lapis, tiga lapis, lima lapis atau lebih. OSB memiliki sifat sama dengan kayu lapis, sehingga dalam penggunaannya dapat menggantikan kayu lapis dengan ketebalan sama sebagai bahan bangunan (Blomquist et al. 1983; Blinn et al. 1986). Arah partikel kayu dalam membentuk lembaran papan partikel dapat tersebar acak atau diatur arahnya menurut panjang partikel. Papan partikel yang susunan partikelnya diarahkan menurut panjang partikel disebut papan partikel terarah. Pengaturan arah partikel dimaksudkan untuk memperbaiki sifat modulus patah dan modulus elastisitas panel (Maloney 1993). Pengaturan arah partikel dapat dilakukan dengan menggunakan metode mekanis atau metode elektris dimana partikel kecil dan besar dapat diarahkan sama baiknya, mampu mengarahkan partikel dari berbagai tipe dan ukuran, bahkan serat. Partikel yang digunakan dalam pembuatan papan terarah harus memiliki nisbah kelangsingan dan nisbah aspek (aspect ratio) yang cukup besar. Nisbah aspek adalah perbandingan antara panjang partikel dengan lebarnya dan sebaiknya lebih besar dari tiga agar diperoleh arah yang cukup baik (Maloney 1993). Hasil penelitian Nishimura et al. (2004) bahwa strand dengan luasan lebih besar akan memiliki nisbah aspek lebih rendah dibandingkan strand dengan luasan yang kecil namun perlu diperhatikan agar mendapatkan kekuatan yang optimal aspek rasio strand-strand yang digunakan untuk bahan baku OSB minimal bernilai 3. Menurut Walter (1993), dimensi ketebalan dari OSB yang diproduksi tergantung penggunaan akhir dari OSB itu sendiri. Ketebalan OSB berkisar 1,6 mm-6,0 mm untuk lapisan inti kayu lapis dan 6,0 mm-19,0 mm untuk panil

26 9 struktural. Di Amerika Serikat dan Kanada ukuran ketebalan yang paling banyak digunakan adalah 3/8 inci (9,5 mm), 7/16 inci (11,1 mm) dan 5/8 inci (15,8 mm). Untuk produk tertentu ketebalannya bisa lebih dari 40 mm bahkan ada yang mencapai 40 mm 150 mm. Sifat kekakuan (MOE) OSB pada arah longitudinal sebesar 4,72 GPa dan arah transversal sebesar 2,14 GPa. Bahan baku OSB lebih baik dari jenis kayu cepat tumbuh dengan BJ berkisar 0,35-0,65 dan diameter log sekitar cm. Sedangkan ukuran panjangnya bervariasi dari 2,65 m sampai 8,0 m (Dingguo dan Yukun 1990). Pada umumnya bahan berlignoselulosa dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan OSB, kayu yang memiliki berat jenis (BJ) 0,35 0,65 lebih disukai dan disarankan (Tambunan 2000). Dalam pembuatan OSB, penggunaan perekat sangatlah penting. Tipe dan jumlah resin perekat yang dipakai akan berpengaruh terhadap kualitas OSB yang diproduksi. Sejumlah OSB yang dipersiapkan untuk penggunaan eksterior memakai perekat tahan air seperti Phenol Formaldehide (PF), Isocyanate (MDI), dan Melamin Urea Formaldehide (MUF). Perekat yang umum digunakan dalam produksi OSB yaitu resin phenol formaldehyde (PF) dan perekat Metane Di- Isocyanat (MDI) (SBA 2005). Perekat PF dalam pembentukan OSB, yang dapat membentuk ikatan yang kuat, keawetan dan kemampuan tahan terhadap air. Dalam pencampuran PF dengan strand, strand harus dikeringkan dahulu sampai kadar air mencapai 6 % (Caesar 1997). Menurut Bowyer et al. (2003) kebanyakan tipe papan partikel yang menggunakan resin dalam bentuk cair, maka partikel tersebut dikeringkan sampai kadar air 2-5 % karena kira-kira 4-6 % kadar air akan ditambahkan kembali dengan dicampurkannya resin, sehingga kandungan air akhir mendekati 10 %. Menurut Walter (1993) penggunaan OSB kebanyakan untuk keperluan eksterior, untuk itu diperlukan perekat yang tahan terhadap air diantranya : Phenol formaldehide dalam bentuk powder atau cair, isocyanate dan MUF. Untuk memperoleh nilai kekuatan rekat yang baik serta kadar air sesuai dengan standar ANSI, perekat PF powder diberikan sebanyak 2,5-3% dari berat kering oven strand, sedangkan PF cair 4-5% dan MUF sebesar 9-11 %.

27 10 Teknik Pembuatan Oriented Strand Board (OSB) Secara umum tahapan-tahapan pembuatan OSB sama dengan pembuatan papan partikel secara umum, hanya terdapat proses pengorientasian arah saat pembuatan lembaran. Secara umum pembuatan OSB meliputi : pembuatan strand, pengeringan strand dalam kilang pengering, pemilahan strand pada drum secreening machine atau disk sreening instrument, pencampuran strand dengan perekat phenol Formaldehide untuk panil OSB struktural, pembentukan lapik, pengempaan dengan kempa panas, pengerjaan akhir (finishing), dan pengepakan dan pengiriman (Gambar 2). Secara umum tahapan pembuatan OSB adalah sebagai berikut : Pembuatan Strand Menurut Walter (1993) pembuatan strand dimulai dengan pembuangan kulit kayu (debarking). Untuk pembuatan strand dari log berukuran pendek, alat yang digunakan flaker tipe U (U type flaker), flaker tipe PZU (PZU Type Flaker of Pallman) dan disk flaker. Dalam pembuatan perlu diperhatikan geometri khususnya rasio panjang terhadap tebal strand (Koch 1985). Natus dalam Misran (2004) ukuran strand untuk pembuatan OSB bisa mengikuti panjang mm, lebar mm dengan tebal 0,5 0,8 mm. Untuk menghasilkan OSB dengan kekuatan lentur (bending) dan kekakuan yang lebih besar, maka strand yang dibuat harus memiliki perbandingan panjang dan lebar strand (aspect ratio) paling sedikit tiga (Youngquist 1999). Pengeringan Strand Strand yang telah dibuat disimpan dalam alat pengering, yaitu baik berupa alat pengering konvensional Triple-pass Dryer, Single-pass Dryer, keduanya dibuat dari drum yang dipanaskan yang dilengkapi dengan interior flight atau wring Partikel secara singkat tertahan pada sayap-sayap ini, dan melalui perputaran drum-drum tersebut, partikel-partikel tersebut secara gradual dipindahkan keluar. Three-pass dryer (pengeringan tiga pintu) dibuat dari tiga buah drum, baik pada temperatur maupun kesepatan udara dibedakan pada ketiga kompatemen ini secara berurutan, drum interior yang berada disisi dalam tidak memiliki gerigi (Tsoumis 1991). Avramidis et al. dalam Misran (2004)

28 11 menyarankan untuk pembuatan OSB yang menggunakan perekat phenol formaldehyde kadar air strandnya adalah antara 3-5%. Pemilahan Strand Untuk keperluan peruntukan strand lapisan muka dan lapisan tengah, strand-strand setelah dikeringkan perlu dipilah dengan menggunakan drum screening machine atau disc sreening instrument. Strand yang baik dipindahkan ke dalam drybin, dan strand yang baik inilah yang digunakan untuk pembuatan OSB (Dinggou dan Yukun 1990). Pencampuran Perekat (Resin Blending) Strand-strand dicampur dengan perekat PF cair sebanyak 6-7% dari berat kering oven strand dalam drum pencampur perekat (Dingguo dan Yukun 1990). Strand yang telah kering dimasukkan ke dalam drum pencampur perekat yang berputar, lalu perekat cair yang telah disiapkan disemprotkan kedalam drum yang sedang berputar melalui lubang yang ada dalam drum tersebut dengan menggunakan alat sprayer (Walter 1993). Pencampuran perekat terhadap strand-strand lapisan muka dan lapisan tengah (core) dilakukan dalam rotary blender yang berbeda. Untuk meningkatkan daya tahan panil terhadap penyerapan uap air atau air, maka selama proses pencampuran perekat terhadap strand-strand, dilakukan juga penyemprotan emulsi zat lilin sebanyak 1,0 1,5 % dari berat kering tanur strand (Koch 1985). Penambahan zat lilin sebanyak 0,75-1,0% untuk mengurangi sifat higroskopisitas sehingga meningkatkan stabilitas dimensional kayu (Tsoumis 1991) Pembentukan Lapik (Mats) Orientasi letak strand lapik diatur oleh mesin khusus yang disebut orienter machine, yang dapat bekerja secara mekanis maupun elektrostatis. Orientasi mekanis dapat dilakukan dengan menjatuhkan partikel-partikel yang panjang, ramping diantara plat-plat tipis sejajar atau dengan membawanya ke dalam kantong-kantong sempit untuk kemudian dijatuhkan pada plat. Pada mesin pengatur elektrostatis strand-strand dijatuhkan diantara plat-plat bermuatan listrik, dan strand-strand karena polar mengatur dirinya dengan medan listrik.

29 12 Dengan masing-masing tipe peralatan tersebut pengaturan letak strand memang belum sempurna, tetapi papan yang dihasilkan dengan cara ini jauh lebih kuat daripada papan yang berorientasi acak (Bowyer et al. 2003). Pengorientasian arah strand bisa dilakukan secara manual dengan alat sederhana seperti yang dilakukan Nishimura et al. (2004) dan Nuryawan (2007) dengan alat former divice skala laboratorium. Pengempaan Lapik yang terbentuk dimasukkan ke dalam ruang atau celah diantara dua plat kempa yang panas, lalu dikempa dengan tekanan sebesar kg/cm 2, suhu kempa 180 C- 200 C, selama 5-7 menit. Sistem kempa yang digunakan biasanya berupa plat datar bercelah banyak (16 Opening Presses) (Diggou dan Yukun 1990). Avramidis et al. dalam Misran (2004) variasi temperatur dan waktu kempa untuk OSB dengan perekat phenol formaldehyde, temperatur ºC dengan waktu 5-11 menit. Nuryawan (2007) menggunakan temperatur 160 ºC dengan tekanan kempa 25 kgf/cm² selama 15 menit untuk perekat phenol formaldehyde dan OSB hybrid dengan perekat phenol formldehyde untuk bagian permukaan dan bagian intinya menggunakan isocyanat. Pengerjaan Akhir (Finishing) Lembaran-lembaran panil OSB setelah dikeluarkan dari kempa panas, segera dihaluskan/diamplas untuk menghilangkan strand-strand yang tidak terikat secara utuh pada lembaran panil, selanjutnya dipotong sesuai dengan ukuran yang diinginkan dan diberi label tanda mutu, ditumpuk rapat (solid-piled) selama jam (Tambunan 2000). Penumpukan rapat dalam kondisi panil masih panas dimaksudkan agar perekat mengeras sempurna selama ± 14 hari (Walter 1993). Pengepakan dan Pengiriman Lembaran-lembaran panil yang sudah diberi label kemudian di berkas (bundled) dan selanjutnya bagian-bagian pingir-pinggirnya disemprot dengan zat tertentu yaitu a low-permeability coating that retards moisture absorption untuk mencegah agar panil tidak menyerap uap air (Tambunan 2000). OSB yang telah disertifikasi siap dikemas dan dipasarkan (SBA 2006)

30 13 Gambar 2 Proses pembuatan OSB Sumber : Faktor-faktor yang Menentukan Kualitas OSB Kualitas OSB dapat ditentukan oleh banyak faktor diantaranya adalah bahan baku (jenis kayu), ukuran, orientasi strand, kerapatan panil, kadar perekat dan kondisi pengempaan. Ukuran dan orientasi strand berpengaruh terhadap kualitas OSB terutama terhadap nilai modulus patah dan modulus elastisitas sejajar dan tegak lurus panjang panil. Selain jenis kayu dan orientasi strand, kadar resin dan kerapatan panil juga sangat perlu diperhatikan, semakin besar kadar resin dan kerapatan panil, maka semakin besar pula nilai MOE dan MOR yang dihasilkan (Koch 1985). Selain itu Kelly (1977) menyatakan bahwa semakin meningkat kerapatan panil, maka nilai ikatan internalnya juga akan semakin bertambah.

31 14 Sifat Fisis dan Mekanis OSB Kerapatan Besar kecilnya kerapatan panil dipengaruhi oleh besarnya kerapatan kayu dan kandungan perekat serta bahan aditif yang digunakan (Kelly 1977). Kerapatan kayu yang rendah lebih mudah dipadatkan pada saat dikempa dan menghasilkan kontak strands yang lebih baik sehingga meningkatkan ikatan antar strand dan menghasilkan panil yang kekuatannya tinggi. Untuk menghasilkan kontak/ikatan yang sempurna antar strand diperlukan pengempaan sampai tercapai compaction ratio sebesar 1,2-1,6 (Bowyer et al. 2003). Kadar Air Papan Kayu bersifat higroskopis yaitu mempunyai kemampuan untuk mengikat dan melepaskan air atau uap air dalam kayu sampai mencapai keseimbangan dengan kelembaban udara sekitarnya. Jumlah dan distribusi air yang terdapat pada lembaran panil pada saat dibentuk secara signifikan berpengaruh terhadap sifat panil yang dikempa. Selain itu juga berpengaruh terhadap nilai MOE dan MOR dari panil yang dihasilkan (Koch 1985). Pengembangan Tebal, Linier dan Penyerapan Air Pengembangan tebal panil terjadi bila kadar airnya meningkat. Kayu yang kering akan mengembang dan lapik yang telah dikempa cenderung kembali ke kondisi awalnya bila dibasahkan. Pengembangan tebal terjadi bila RH lebih besar dari 70%. Pengembangan tebal dapat diminimumkan dengan cara menyeragamkan pemampatan dan kerapatan panil (Koch 1985). Modulus of Elasticity dan Modulus of Rupture (MOE dan MOR) Panil OSB untuk tujuan struktural harus tahan beban tanpa terjadi defleksi. Sifat kekakuan suatu panil merupakan ukuran kemampuan panil untuk menahan bentuk dan lenturan yang terjadi akibat adanya pembebanan sampai batas proporsi. Tegangan pada batas proporsi adalah tegangan maksimum untuk menerima sejumlah beban tanpa terjadi perubahan bentuk yang tetap. Sifat inilah yang dinyatakan dalam bentuk modulus elasticity. Sedangkan tegangan patah

32 15 adalah tegangan yang terjadi pada saat benda menerima beban maksimum. Sifat ini dinyatakan dalam modulus patah, yang merupakan ukuran kekuatan dan sifat kritis dari bahan yang diuji (Wangaard 1950 dalam Mardikanto 1979). MOE dan MOR panil diperngaruhi oleh beberapa variabel diantaranya adalah kerapatan dan jenis kayu, orientasi strand, kualitas strand, dimensi strand, resin content, kadar air lapik, prosedur kempa dan kerapatan panil (Koch 1985). Menurut Price (1974) dalam Koch (1985) mempelajari tentang sifat-sifat flakeboard yang dibuat dari jenis campuran (sweetgum, hickory dan southern red oak) dijelaskan bahwa flake dengan tebal 0,04 cm menghasilkan MOE maksimum dan ikatan internal maksimum dicapai pada ketebalan flake sebesar 0,06 cm. Nilai MOE dan MOR semakin tinggi dengan semakin tingginya resin content perekat yang digunakan. Keteguhan Rekat Internal Keteguhan rekat internal adalah keteguhan tarik tegak lurus terhadap permukaan panil yang menunjukkan ukuran kohesif antara ikatan strand dengan strand dan diuji pada kadar air kesetimbangan panil pada suhu 22 C dan RH 50%. Orientasi strand mempunyai pengaruh yang besar pada MOE dan MOR tetapi pada ikatan internal pengaruhnya kecil. Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai ikatan internal menurut Koch (1985) adalah kerapatan dan jenis kayu, dimensi strand, kualitas strand dan kadar air strand sebelum dicampur perekat. Jenis kayu dengan kerapatan rendah lebih mudah dipadatkan bila dikempa, kontak strand menjadi lebih baik dan menghasilkan panil dengan ikatan internal yang tinggi pada kerapatan panil yang diinginkan. Price (1978) dalam Koch (1985) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi nilai MOE dan MOR, juga mempengaruhi nilai ikatan internal. Selain itu Lei dan Wilson (1980) dalam Koch (1985) menyimpulkan bahwa ikatan internal dapat ditingkatkan dengan menghilangkan atau mengurangi daerah yang lebih sedikit atau bahkan tidak terdapat perekat ikatan internal akan meningkat dengan meningkatnya kerapatan panil.

33 16 Perekat Phenol Formaldehyde (PF) Phenol formaldehyde merupakan hasil kondensasi formaldehyde dengan monohidrik phenol, termasuk phenol itu sendiri, creosol dan xylenol. Phenol formaldehyde ini dapat dibagi menjadi dua kelas yaitu resol yang bersifat thermosetting dan novolak yang bersifat thermoplastik. Perbedaan kedua ini disebabkan oleh perbandingan molar fenol dan formaldehyde, serta katalis atau kondisi yang terjadi selama berlangsungnya reaksi (Ruhendi dan Hadi 1997). Resol terbentuk bila formaldehyde terdapat dalam jumlah yang berlebih dibanding phenol yaitu 1,8 2,2 dengan alkali kuat sebagai katalisnya, seperti natrium hidroksida. Sedangkan novolak terbentuk bila phenol terdapat dalam jumlah yang berlebih dibanding formaldehyde yaitu 1 (0,8 1) dengan asam kuat sebagai katalisnya, seperti para-toluena, asam sulfonik, asam oksalat dan asam sulfat. Resol ini merupakan tahap A (A stage) dalam proses kimianya, dimana bila resol ini dipanaskan maka akan terbentuk resitol (tahap B). Pada tahap ini perekat menjadi mengembang dan sifatnya seperti karet, serta proses percabangan molekul dan ikatan jaringan jalannya terus berkembang. Dengan panas yang berkesinambungan maka sampailah pada tahap C atau resite, dimana tahap ini perekat tidak larut dan tidak dapat ditambahkan perekat tahap lainnya. Kelebihan phenol formaldehyde yaitu tahan terhadap perlakuan air, tahan terhadap kelembaban dan temperatur tinggi, tahan terhadap bakteri, fungi, rayap dan mikro-organisme serta tahan terhadap bahan kimia, seperti minyak, basa dan bahan pengawet kayu. Kelemahan phenol formaldehyde yaitu memberikan warna gelap, kadar air kayu harus lebih rendah daripada perekat urea formaldehyde atau perekat lainnya serta garis perekatan yang relatif tebal dan mudah patah. Menurut Kim et al. (1994), sekarang ini resin PF digunakan sebagai perekat dalam pembuatan OSB, untuk lapisan tengah perekat PF mengandung resin solid 40-50%, dengan viskositas perekat Mpa, sedangkan untuk lapisan permukaan mengandung resin solid sebesar 55% atau lebih, dengan viskositas yang sama menunjukkan bahwa berat molekulnya lebih rendah.

34 17 Menurut Pizzi (1994) suhu kempa perekat fenol formaldehyde dalam pembuatan papan partikel adalah C dan tekanan kempa kg/cm 2. Sedangkan Sutigno (1989) menyatakan bahwa suhu kempa perekat phenol formaldehyde dalam pembuatan kayu lapis berkisar C dan perekat ini termasuk tipe eksterior yang tahan terhadap pengaruh cuaca. Di Cina, resin PF digunakan jika produk yang dihasilkan berguna sebagai penahan beban dengan kadar resin sekitar 6-7 % atas dasar berat strand kering tanur (Dingguo dan Yukun 1990). Jenis Kayu Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl) Kayu afrika dengan nama botani (Maesopsis eminii Engl), termasuk dalam famili Rhamnaceae, dikenal dengan nama kayu Manii. Kayu afrika merupakan spesies asli dari Afrika tengah, yang kemudian disebarkan antara lain ke Fiji, Indonesia dan Malaysia. Menurut Wahyudi et al. (1990) secara umum kayu afrika memiliki ciriciri: a. Bagian gubal berwarna putih, sedangkan teras kuning gelap sampai kecoklatan. Tekstur kayu sedang-kasar; berserat lurus-berpadu teras pahit dan berbau masam. b. Sel pembuluh berbentuk bulat sampai oval, sebagian soliter tapi ada yang bergabung radial 2-4 sel dan sedikit mengandung tilosis. c. Sel-sel jari-jarinya 2 macam, sebagian ada yang lebar dan sebagian ada yang sempit (namun kurang menyolok). d. Tipe sel parenkima adalah parenkima paratrakeal aliform sampai aliform bersambung (concluent). e. Tidak dijumpai saluran damar. f. Sel penyusun kayu didominasi oleh sel serabut (56,70%) dengan ukuran panjang (1,1-1,7) mm; tebal dinding (3,1-3,5) υm; dengan diameter serabut (26-35) µm. g. Berat jenis (BJ) kering udara berkisar 0,34-0,46 dengan rata-rata 0,43.

35 18 h. Rata-rata susut volume total kondisi basah ke kondisi kering tanur 4,01% dan rata-rata 1,57%. i. Rata-rata kandungan zat ekstraktif larut dalam air dingin 1,60%, kadar ekstraktif larut air panas 2,75% dan rata-rata kadar abu 0,94%. Rata-rata kadar selulosa 47, 19 % dan rata-rata kandungan ligninnya 20,45%. j. Termasuk kelas kuat III-IV. Kayu afrika merupakan jenis cepat tumbuh, dengan pertambahan tinggi 2-3 meter setiap tahun pada usia muda. Penyebaran kayu afrika di Indonesia antara lain Jawa Barat, Jawa Timur, kebun-kebun percobaan Lembaga Penelitian Hasil Hutan, menjadi tanaman pengisi pada kelas hutan rimba yang dikelola Perum Perhutani dan sebagai tanaman pengayaan pada hutan rakyat. Akasia (Acacia mangium Willd) Menurut Mandang dan Pandit (1997) Acacia mangium termasuk ke dalam famili Leguminosae. Nama lain kasia, kihia (Sunda), akasia (berlaku umum). Warna kayu akasia dengan kayu teras berwarna coklat pucat sampai coklat tua, kadang-kadang coklat zaitun sampai coklat kelabu. Batasnya tegas dengan gubal yang berwarna kuning pucat sampai kuning jerami. Mempunyai corak polos atau berjalur-jalur berwarna gelap dan terang bergantian pada bidang radial, teksturnya halus sampai agak kasar dan merata, arah seratnya biasanya lurus, kadang-kadang berpadu, permukaannya agak mengkilap. Kesan raba : licin. Kekerasan : agak keras sampai keras. Pembuluh/porinya baur, soliter dan berganda radial yang terdiri atas 2 3 pori, kadang-kadang sampai 4, diameter agak kecil, jarang sampai agak jarang, bidang perforasi sederhana. Parenkimnya bertipe paratrakea bentuk selubung di sekeliling pembuluh, kadang-kadang cenderung bentuk sayap pada pembuluh yang kecil dan mempunyai jari-jari yang sempit, jarang sampai agak jarang, ukurannya agak pendek sampai pendek. Berat jenis rata-rata 0,61 (0,43 0,66), kelas awet III, kelas kuat II III. Digunakan sebagai bahan konstruksi ringan sampai berat, rangka pintu dan jendela, perabot rumah tangga (seperti lemari), lantai, papan dinding, tiang, tiang pancang, gerobak dan rodanya, pemeras minyak, gagang alat-alat pertanian, kotak

36 19 dan batang korek api, papan partikel, papan serat, vinir dan kayu lapis, pulp dan kertas; selain itu juga baik juga untuk kayu bakar dan arang. Malik et al. (2001) menyatakan bahwa kayu mangium merupakan tanaman asli yang banyak tumbuh di wilayah Papua Nugini, Papua Barat dan Maluku. Tanaman ini pada mulanya dikembangkan eksitu di Malaysia Barat dan selanjutnya Malaysia Timur, yaitu di Sabah dan Serawak. Karena menunjukkan pertumbuhan yang baik, maka Filipina telah mengembangkan pula sebagai hutan tanaman. Di Indonesia sejak dicanangkan pembangunan HTI pada tahun 1984, kayu mangium telah dipilih sebagai salah satu jenis favorit untuk ditanam di areal HTI. Penggunaannya untuk kayu serat, kayu pertukangan maupun kayu energi (bahan bakar dan arang). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menunjang perluasan pemanfaatannya dalam bentuk kayu utuh, partikel, serat ataupun turunan kayu. Selain kayunya telah diteliti juga ekstraksi kulit mangium yang banyak mengandung tanin sebagai bahan perekat. Ginoga (1997) dalam Malik et al. (2001) menyatakan bahwa kayu mangium termasuk jenis kayu cepat tumbuh (fast growing species) yang memiliki batas lingkaran tahun yang jelas pada bagian terasnya dengan lebar 1-2 cm. Ginoga et al. (1999) dalam Malik et al. (2001) menyatakan bahwa warna kayu teras dan gubal dapat dilihat jelas, bagian teras berwarna lebih gelap, sedangkan gubalnya berwarna putih dan lebih tipis. Warna kayu teras agak kecoklatan, hampir mendekati kayu Jati kadang-kadang mendekati warna jati gembol. Arah serat lurus sampai berpadu. Menurut Malik et al. (2001), kayu Mangium memiliki sifat-sifat seperti yang tertera pada Tabel 1 berikut:

37 20 Tabel 1. Sifat dasar kayu akasia (Acacia mangium willd) Sifat Dasar Berat jenis Kelas kuat Modulus patah (MOR) Modulus elastis (MOE) Panjang serat Diameter serat Tebal dinding Diameter lumen Sumber : Malik et al (2001) Besaran dan Ukuran Basah: 0,79-0,95 (4-10 thn) Kering udara : 0,47-0,52 (4-10 thn) Kering oven : 0,38-0,42 (4-10 thn) II-III 942,23 kg/cm 2 (10 thn) 725,37 kg/cm 2 (9 thn) 118,664 x 10 3 kg/cm 2 (10 thn) 116,693 x 10 2 kg/cm 2 (9 thn) 950 μ (alam), 934,1 (tanaman) 16,357 μ (alam), 16,000 (tanaman) 3,197 μ (alam), 2,300 (tanaman) 9,923 μ (alam), 11,412 (tanaman) Percobaan Pendahuluan Sebelum penelitian ini dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan percobaan pendahuluan berupa pembuatan OSB dari kayu Afrika dengan penyusunan arah strand lapisan inti terorientasi 45º terhadap lapisan muka (0 /45º/0 ), menggunakan perekat phenol formaldehyde cair sebanyak 7% dari berat kering oven (kadar air <5%) dan parafin sebanyak 1% dari berat kering oven, pada suhu kempa 160 C selama 15 menit pada tekanan kempa 25 kg/cm 2. OSB dibuat dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 0,9 cm dengan kerapatan 0,75 g/cm³, selanjutnya diuji sifat fisis dan mekanisnya. Hasil percobaan pendahuluan ini dimaksudkan untuk mengetahui perlakuan yang akan dilakukan sehingga kebaikan dan kekurangannya dapat diperbaiki pada penelitian yang sesungguhnya. Hasil percobaan pendahuluan ini disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3 berikut ini :

38 21 Tabel 2 Sifat fisis dan mekanis OSB hasil percobaan pendahuluan Sifat Fisis dan Mekanis Pra Penelitian (Kayu Afrika) Penelitian Sutrisno, 1999 (kayu tusam) Penelitian Sutrisno, 1999 (kayu sengon) Kadar air (%) 5,1 12,94 14,43 Kerapatan (gr/cm³) 0,71 0,78 0,49 Pengembangan Tebal (%) 14,72 23,67 26,05 Penyerapan air (%) 69,86 41,22 65,74 MOE // panjang(kgf/cm 2 ) 45318, , ,18 MOR // panjang (kgf/cm 2 ) 447,3 398,40 290,68 MOE // lebar (kgf/cm 2 ) , ,81 MOR // lebar (kgf/cm 2 ) ,25 219,81 Internal Bond (kgf/cm²) 7,34 6,24 2,70 Tabel 3. Perbandingan sifat- sifat fisis dan mekanis OSB dengan beberapa standar Sifat Fisis dan Mekanis Standar yang dipenuhi JIS A (1) FAO, 1966 (2) British Standar (3) Kadar air (%) Kerapatan (gr/cm³) 1,2 0,40-0,90 0,40-0,80 - Pengembangan Tebal (%) 1, Penyerapan air (%) MOE // panjang (kgf/cm 2 ) 1,2,3 Min ,7 MOR // panjang (kgf/cm 2 ) 1,2,3 Min Min 133,7 MOE // lebar (kgf/cm 2 ) - Min MOR // lebar (kgf/cm 2 ) 1 Min Internal Bond (kgf/cm²) 1,2,3 Min 3, Min 3,2 Dari hasil percobaan pendahuluan bila dibandingkan dengan hasil penelitian Sutrisno (1999) yang meneliti pengaruh nisbah tekan terhadap sifat OSB kayu sengon dan tusam dengan model arah strand inti tegak lurus dengan lapisan permukaan, nilai yang diperoleh untuk sifat mekanis, nilai MOE dan MOR sejajar arah panjang relatif lebih tinggi dan nilai MOE dan MOR sejajar arah lebar relatif lebih rendah sedangkan untuk sifat fisisnya, kadar air dan pengembangan tebal relatif lebih rendah sedangkan nilai penyerapan airnya relatif sama.

39 22 Bila dibandingkan dengan beberapa standar, nilai sifat fisis dan mekanis telah memenuhi standar JIS A , standar FAO (1966) dan standar Britis, kecuali untuk MOE tegak lurus tidak memenuhi standar JIS A (min kgf/cm 2 ). Dari hasil percobaan pendahuluan ini dapat disimpulkan bahwa metode percobaan pendahuluan dapat dilakukan pada penelitian yang sesungguhnya.

40 23 MATERI DAN METODE Materi Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit, Laboratorium Keteknikan Kayu dan Laboratorium Kayu Solid, Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor selama 4 bulan yaitu dari bulan Oktober 2007 Februari Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu akasia dan kayu afrika yang berasal dari hutan rakyat desa Leuwiliang Bogor dengan diameter pohon antara cm, tinggi 9-10 m dan berumur antara 9-10 tahun. Perekat phenol formaldehyde (PF) cair dari PT. Duta Pertiwi Nusantara Pontianak dengan solid content 41,37% (Lampiran 1) serta parafin 1%. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : mesin pembuat strand (disk flaker), jangka sorong, oven, timbangan, gelas piala, pengaduk, pipet, semprotan (sprayer), compressor, kantong plastik, alat cetakan 30 cm x 30 cm, mesin kempa (kempa panas), gergaji potong, kalkulator, alat pencatat waktu, balok besi, Universal Testing Machine, kamera, dan alat tulis. Metode Penelitian Pembuatan Strand Strand dibuat dari kayu segar tanpa kulit. Kayu bulat dikonversi dulu kedalam bentuk kayu gergajian dengan tebal sekitar mm dan panjang 1 meter, dengan disk flaker, dibuat strand yang berukuran mm panjang, lebar mm serta ketebalan 0,6-1 mm (Gambar 3). Strand yang digunakan untuk lapisan inti, muka-belakang adalah sama. Untuk memperoleh strand yang berukuran relatif seragam, dilakukan pemilahan terhadap strand-strand. Strand kemudian dikeringkan dalam oven sampai mencapai kadar air < 5%

41 24 Strand akasia Strand afrika Gambar 3 Pembuatan strand dengan disk flaker (Nuryawan & Massijaya 2006)

42 25 Proses Pembuatan Lembaran Pencampuran strand dengan perekat Dalam pembuatan contoh uji berukuran 30 cm x 30 cm x 0,9 cm dengan target kerapatan 0,75 g/cm 3. Jenis perekat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Phenol Formaldehyde dengan solid content 41,37% (atas dasar perekat padat) sebanyak 7% atas dasar berat strand kering oven baik untuk lapisan muka maupun lapisan inti. Setelah perekat dan strandnya disiapkan, strand untuk setiap lapisan dimasukkan ke dalam blending dan perekat PF disemprotkan kedalam blending dengan menggunakan sprayer, sehingga perekat bercampur secara merata dengan strand. Setelah itu campuran strand dan perekat ditambahkan dengan parafin sebanyak 1% dari berat strand. Pembentukan lapik Lapik terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan muka, inti dan belakang. dengan perbandingan berat kering oven sama. Pengarahan strand menggunakan alat bantu former device skala laboratorium (Gambar 4). Gambar 4 Alat bantu former device skala laboratorium Ada delapan penyusunan arah strand yang akan digunakan dalam penelitian ini : penyusunan arah strand A (orientasi strand luar dan strand lapisan inti searah, 0 /0º/0 ), penyusunan arah strand B (orientasi strand luar tegak lurus dengan lapisan inti, 0 /90º/0 ), penyusunan arah strand C (lapisan inti acak dan lapisan luar terorientasi, 0 /R/0 ), penyusunan arah strand D (lapisan inti

43 26 terorientasi 45º terhadap lapisan luar, 0 /45º /0 ), penyusunan arah strand E (lapisan inti terorientasi 45 dan -45 terhadap lapisan luar, 0 /45 /-45 /0 ), penyusunan arah strand F (lapisan inti terorientasi dan lapisan luar acak, R /0 /R ), penyusunan arah strand G (lapisan inti terorientasi 45 dan lapisan luar acak, R /45 /R ), penyusunan arah strand H (lapisan inti terorientasi 45 dan - 45 dan lapisan luar acak, R /45 /-45 /R ) (Gambar 5 dan 6). A ( 0 /0 /0 ) B (0 /90 /0 ) Acak C (0 /R/0 ) D (0 /45 /0 ) Acak E (0 /45 /-45/0 ) F (R /0 /R ) Acak Acak Acak G (R /45 /R ) Acak H (R/45 /-45/R) Acak Gambar 5 Skema penyusunan arah strand

44 27 arah strand 0º arah strand 90º arah strand 45º arah strand -45º arah strand acak/random (R) Gambar 6 Penyusunan arah strand yang digunakan

45 28 Pengempaan Selanjutnya lapik yang telah tersusun dikempa panas dengan menggunakan tekanan maksimum 25 kg/cm 2 dengan waktu kempa 15 menit pada suhu 160 C. Pengkondisian OSB yang sudah dibuat selanjutnya dibiarkan selama 2 minggu agar kadar airnya sesuai dengan kadar air lingkungan atau ada dalam kondisi kesetimbangan sebelum dilakukan pengujian sifat fisis dan mekanisnya. Setelah itu OSB dipotong menjadi contoh uji-contoh uji berdasarkan JIS A Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis Dalam pelaksanaan penelitian ini, pengujian dilakukan terhadap beberapa sifat fisis dan mekanis yang penting, yaitu kerapatan (density), kadar air (moisture content), daya serap air, pengembangan tebal dan linier, modulus of elasticity (MOE), modulus of repture (MOR), keteguhan rekat internal (internal bond strenght, IB) standar pengujian mengacu pada JIS A , serta retensi kekuatan (strength retention) Pola pemotongan contoh uji untuk pengujian sifat fisis dan mekanis contoh uji dengan penyusunan arah strand A, B, C, D dan E penentuan arah panjang papan mengikuti arah strand lapisan permukaan sedangkan untuk penyusunan arah strand F, G, H penentuan panjang papan mengikuti arah strand lapisan inti yang telah ditandai sebelumnya sesuai dengan skema penyusunan arah strand, pola pemotongannya seperti ditunjukkan pada Gambar 7 berikut ini :

46 29 arah lebar OSB 30 cm 6 arah memanjang OSB 30 cm Gambar 7 Pola pemotongan contoh uji untuk pengujian sifat fisis dan mekanis Keterangan : No Contoh Uji Ukuran (cm 3 ) Jumlah 1 Internal bond 5x5x0,9 1 2 Pengembangan tebal dan 1 linier 5x5x0,9 3 Kerapatan dan Kadar Air 10x10x0,9 1 4 MOE dan MOR kering 1 sejajar arah panjang 20x5x0,9 5 MOE dan MOR basah 1 sejajar arah panjang 20x5x0,9 6 MOE dan MOR kering 1 sejajar arah lebar 20x5x0,9 7 MOE dan MOR basah 1 sejajar arah lebar 20x5x0,9 8 Cadangan 15x5x0,9 1 Kerapatan (Density) Pengujian kerapatan dilakukan pada kondisi kering udara dengan contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm. Dimensi panjang dan lebar diukur pada dua sisi berbeda kemudian hasilnya dirata-ratakan. Sedangkan dimensi tebal diukur pada keempat sudut berbeda dan hasilnya dirata-ratakan. Hasil rata-rata dari ketiga

47 30 dimensi tersebut dikalikan sehingga memperoleh volume (V). Kemudian diukur beratnya (W 1 ) dan kerapatan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : Kr = dimana : Kr = Kerapatan (g/cm³) W 1 = Berat contoh uji (g) V = Volume contoh uji (cm 3 ) W1 V Kadar Air (Moisture Content) Contoh uji untuk pengujian kadar air berukuran 10 cm x 10 cm (pengujian yang sama dengan kerapatan), ditimbang beratnya (W 1 ). Kemudian contoh uji dimasukkan ke dalam oven dengan temperatur 103±2 C sampai berat konstan, sehingga diperoleh contoh uji kering oven. Contoh uji dikeluarkan dari oven dan dimasukkan ke dalam desicator dan ditimbang (W 2 ). Kadar air diperoleh dengan persamaan sebagai berikut : KA = dimana : KA = Kadar air (%) W 1 W 2 = Berat contoh uji mula-mula (g) = Berat contoh uji kering oven (g) W 1 -W 2 W 2 Daya Serap Air Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm. Daya serap air dilakukan dengan menghitung selisih antara berat contoh uji sebelum dan setelah direndam 2 jam dan 24 jam dan dinyatakan dalam persen. B 2 -B 1 DS = x 100% B 1 dimana : DS = Daya serap air (%) B1 = Berat contoh uji sebelum direndam (gr)

48 31 B2 = Berat contoh uji sesudah direndam (gr) Pengembangan Tebal dan Pengembangan Linier Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm. Sebelum direndam contoh uji diukur tebalnya pada bagian tengah dengan micrometer sekrup dan diukur panjang dan lebarnya pada bagian tengahnya dengan kaliper. Contoh uji kemudian direndam secara horizontal kira-kira 3 cm dari permukaan air dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam. Kemudian diukur tebalnya pada tempat yang sama dengan pengukuran sebelumnya. Nilai pengembangan tebal dan linier dapat dihitung dengan persamaan berikut : T 2 -T 1 P = x 100 % T 1 dimana : P = Pengembangan tebal (%) T1 = Tebal atau panjang awal contoh uji sebelum direndam (cm) T2 = Tebal atau panjang contoh uji sesudah direndam (cm) Modulus of Elasticity (MOE) dan Modulus of Rupture (MOR) Kering dan Basah Contoh uji dibuat dengan ukuran 20 cm x 5 cm x 0,9 cm. Untuk pengujian MOE dan MOR dilakukan pada dua arah berbeda, yaitu searah dengan panjang papan dan searah dengan lebar papan. Sebelum dilakukan pengujian, contoh uji diukur dulu kerapatan dan dimensinya. Dimensi yang diukur adalah panjang pada dua sisi, tebal dan lebar masing-masing 3 kali ulangan. Untuk pengujian basah menurut JIS A untuk bending strength test B contoh uji direbus dalam air mendidih selama 2 jam dan kemudian direndam dalam air pada suhu kamar selama 1 jam. Nilai modulus elastisitas diperoleh dengan persamaan sebagai berikut : MOE = L 3 ΔP 4 bh 3 ΔY

49 32 dimana : MOE = Modulus elastisitas (modulus of elasticity) ΔP = Kenaikan beban dibawah batas proporsi (kgf) b = Lebar contoh uji (cm) h = Tebal contoh uji (cm) L = Jarak sangga (cm) ΔY = Kenaikan defleksi sehubungan dengan kenaikan ΔP (cm) Sedangkan nilai modulus patah diperoleh dengan persamaan sebagai berikut: 3 PL MOR = 2 bh 2 dimana : MOR = Modulus patah (modulus of rupture) P = Beban maksimum (kgf) L = Jarak sangga (cm) b = Lebar contoh uji (cm) h = Tebal contoh uji (cm) Posisi beban dan jarak sangga disajikan pada Gambar 8 berikut ini :

50 33 Titik beban h Contoh uji L l b Keterangan : L : Panjang contoh uji (20 cm) l : Jarak sangga (16,5 cm) h : Tebal contoh uji b : Lebar contoh uji Gambar 8 Pengujian MOE dan MOR Keteguhan Rekat Internal (Internal Bond) Sebelum dilakukan pengujian, contoh uji diukur dulu kerapatan dan dimensinya (panjang dan lebar). Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm, direkat dengan perekat epoksi pada dua buah blok logam dan dibiarkan mengering selama 24 jam. Penarikan dilakukan pada arah tegak lurus terhadap permukaan contoh uji dengan kecepatan tetap sampai contoh uji mengalami kerusakan (Gambar 9) Arah beban Balok besi Contoh uji Gambar 9 Pengujian keteguhan rekat internal (Internal Bond)

51 34 Nilai keteguhan rekat internal diperoleh dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : Pmaks IB = A dimana : IB = Keteguhan rekat internal (kgf/cm 2 ) P = Beban maksimum (kg) A = Luas permukaan contoh uji (cm 2 ) Retensi kekuatan (Strength Retention) Untuk menilai sampai sejauh mana produk yang dihasilkan dapat digunakan untuk keperluan eksterior atau tidak dapat dilihat dari nilai retensi kekuatan yang dapat menggambarkan ketahanan dari contoh uji. Nilai retensi kekuatan (Strength retention) dihitung dengan persamaan (Massijaya 1997), sebagai berikut: MOR basah Retensi kekuatan MOR = x 100% MOR kering Analisis Penunjang Berat Jenis dan Kadar Air Kayu Perhitungan berat jenis dan kadar air kayu berdasarkan standar ASTM D (ASTM 2002). Contoh uji berukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm diukur beratnya (BKU), volumenya diukur dengan menghitung selisih volume air saat contoh uji dimasukkan ke dalam gelas ukur, sebelumnya contoh uji dicelupkan kedalam parafin. Contoh uji dibersihkan dari parafin kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 103± 2 0 C sampai beratnya konstan (BKT). Berat jenis dan kadar air kayu dihitung dengan rumus: Berat Jenis = BKT/Volume kering udara Kadar air, (%) = [(BKU-BKT)/BKT] x 100

52 35 Contoh uji untuk penentuan berat jenis kayu diambil dari bagian pangkal dan tengah/ujung batang pohon dan hasilnya dirata-ratakan (Lampiran 2). Skema pengambilan contoh uji untuk penentuan berat jenis kayu pada setiap bagian pangkal, tengah/ujung dapat dilihat pada Gambar 10.. L L L D D D D L Keterangan: L: kayu gubal L D D D D L D: kayu teras L L Gambar 10 Skema pengambilan contoh uji BJ pada penampang kayu di setiap bagian pangkal dan tengah/ujung batang. Ukuran Partikel Partikel berbentuk strand diukur panjang, lebar dan tebalnya dengan menggunakan kaliper. Pengukuran dilakukan pada 2 bagian lebar, 2 bagian panjang dan tengah strand dan hasilnya dirata-ratakan (Lampiran 3). Strand yang akan diukur dimensinya diambil secara acak sebanyak 100 buah strand. Nisbah kelangsingan (selenderness ratio) dan nisbah aspek (aspect ratio) ditentukan dengan rumus: Nisbah kelangsingan = panjang strand/tebal strand Nisbah aspek = panjang strand/lebar strand Kelarutan Kayu dalam Air Dingin Kelarutan kayu dalam air dingin diuji berdasarkan standar ASTM D (ASTM 2002) metode A. Serbuk kayu berukuran mesh yang telah diketahui kadar airnya diambil contohnya sebanyak 2 g kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala dan ditambahkan air destilata sebanyak 300 ml. Campuran ini dibiarkan selama 48 jam pada suhu kamar sambil sering diaduk. Kemudian campuran disaring dengan cawan saring, dicuci dengan air destilata dingin sampai

53 36 filtratnya jernih, kelebihan airnya diisap menggunakan pompa vakum. Serbuk kayu dikeringkan di dalam oven pada suhu C sampai beratnya konstan. Penentuan kelarutan kayu dalam air dingin dilakukan sebanyak 2 kali sebagai ulangan dan hasilnya dirata-ratakan (Lampiran 4). Kelarutan kayu dalam air dingin ditentukan dengan rumus: Kelarutan kayu dalam air dingin, % = [(W 1 -W 2 )/W 1 )] x 100 dimana : W 1 : berat serbuk kayu kering oven sebelum diekstraksi, g W 2 : berat serbuk kayu kering oven setelah diekstraksi, g Kelarutan Kayu dalam Air Panas Kelarutan kayu dalam air panas ditentukan berdasarkan standar ASTM D (ASTM 2002) metode B (Lampiran 4). Serbuk kayu berukuran mesh yang telah diketahui kadar airnya diambil contohnya sebanyak 2 g kemudian diekstraksi dengan air destilata sebanyak 100 ml dengan cara meletakkan gelas piala dalam air mendidih pada penangas air selama 3 jam. Selanjutnya campuran ini disaring dengan cawan saring, dicuci dengan air destilata panas sampai filtratnya jernih dan kelebihan air diisap dengan pompa vakum. Serbuk kayu dikeringkan di dalam oven pada suhu C sampai beratnya konstan. Penentuan kelarutan kayu dalam air panas dilakukan sebanyak 2 kali sebagai ulangan dan hasilnya dirata-ratakan (Lampiran 4). Kelarutan kayu dalam air panas ditentukan dengan rumus: Kelarutan kayu dalam air panas, % = [(W 1 -W 2 )/W 1 )] x 100 dimana : W 1 = berat serbuk kayu kering oven sebelum diekstraksi, g W 2 = berat serbuk kayu kering oven setelah diekstraksi, g Kelarutan Kayu dalam Alkohol-Benzen Kelarutan kayu dalam alkohol-benzen ditentukan berdasarkan standar ASTM D (ASTM 2002). Serbuk kayu dengan ukuran mesh yang telah diketahui kadar airnya diambil contohnya sebanyak 2 g. Selanjutnya contoh tersebut diekstraksi menggunakan larutan etanol (95%) dan benzen (perbandingan volume etanol:benzen = 1 : 2) sebanyak 150 ml didalam alat ekstraktor sokslet

54 37 selama 6-8 jam. Setelah penguapan pelarut dari ekstraktor, serbuk kayu dikeringkan di dalam oven pada suhu C sampai beratnya konstan. Penentuan kelarutan kayu dalam alkohol-benzen dilakukan sebanyak 2 kali sebagai ulangan dan hasilnya dirata-ratakan (Lampiran 4). Kelarutan kayu dalam alkohol-benzen ditentukan dengan rumus: Kelarutan kayu dalam alkohol-benzen, % = [(W 1 -W 2 )/W 1 )] x 100 dimana: W 1 = berat serbuk kayu kering oven sebelum diekstraksi, g W 2 = berat serbuk kayu kering oven setelah diekstraksi, g Keterbasahan Kayu Pengujian keterbasahan kayu dilakukan dengan mengukur sudut kontak perekat (Sutrisno 1999) dengan meneteskan larutan perekat sebanyak satu tetes (kurang lebih 0.05 ml) ke permukaan strand dengan menggunakan pipet. Tiga detik setelah tetesan perekat tadi jatuh diatas permukaan strand dilakukan pemotretan dengan fotomikroskop. Penentuan sudut kontak perekat dilakukan sebanyak 3 kali dan hasilnya dirata-ratakan (Lampiran 5). Kadar Resin Padat Kadar resin padat ditentukan berdasarkan SNI untuk perekat phenol formaldehyde (SNI 1998). Perekat ditimbang sebanyak 2 g ke dalam cawan abu kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 150±2 0 C selama 1 jam. Contoh uji dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin kemudian ditimbang. Penentuan kadar resin padat dilakukan sebanyak 3 kali sebagai ulangan dan hasilnya dirata-ratakan. Kadar resin padat dihitung dengan rumus: Kadar resin padat, % = (W 2 /W 1 ) x 100 dimana: W 1 = berat contoh uji sebelum dipanaskan di dalam oven, g W 2 = berat contoh uji setelah dipanaskan di dalam oven, g

55 38 Viskositas Perekat Viskositas perekat ditentukan berdasarkan SNI untuk perekat phenol formaldehyde (SNI 1998). Contoh perekat dimasukkan ke dalam wadah viskotester sampai tanda batas pada tangkai rotor yang telah ditentukan sesuai dengan kisaran kekentalan perekat, viscotester dihidupkan dan rotor dibiarkan berputar selama kurang lebih dua menit sampai menunjukkan nilai konstan pada skala alat. Nilai viskositas dapat dibaca langsung pada alat. Penentuan viskositas perekat dilakukan sebanyak 3 kali sebagai ulangan dan hasilnya dirata-ratakan. ph Perekat Penentuan ph perekat berdasarkan standar SNI untuk perekat phenol formaldehyde (SNI 1998) dilakukan dengan menggunakan kertas ph dan alat pengukur ph. Pengukuran dengan kertas ph dilakukan dengan cara mencelupkan kertas ph ke dalam perekat kemudian perubahan warna dari kertas ph dibandingkan dengan warna standar. Pengukuran ph dengan menggunakan alat pengukur ph dilakukan dengan cara mencelupkan ujung pendeteksi ke dalam larutan perekat dan nilai ph dapat langsung dibaca pada alat. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan faktorial pola rancangan acak lengkap (RAL) yang menggunakan dua faktor perlakuan yaitu jenis kayu (A) dan pengaturan arah strand (B). Faktor A : Jenis kayu yang terdiri dari : a1 = kayu akasia a2 = kayu afrika Faktor B : penyusunan arah strand terdiri dari : b0 = penyusunan arah strand A (orientasi strand luar dan strand lapisan inti searah, 0 /0º/0 ) b1 = penyusunan arah strand B (orientasi strand luar tegak lurus dengan lapisan inti, 0 /90º/0 )

56 39 b2 = penyusunan arah strand C (lapisan inti acak dan lapisan luar terorientasi, 0 /R/0 ) b3 = penyusunan arah strand D (lapisan inti terorientasi 45º terhadap lapisan luar, 0 /45º /0 ) b4 = penyusunan arah strand E (lapisan inti terorientasi 45 dan -45 terhadap lapisan luar, 0 /45 /-45 /0 ) b5 = penyusunan arah strand F (lapisan inti terorientasi dan lapisan luar acak, R /0 /R ) b6 = penyusunan arah strand G (lapisan inti terorientasi 45 dan lapisan luar acak, R /45 /R ) b7 = penyusunan arah strand H (lapisan inti terorientasi 45 dan -45 dan lapisan luar acak, R /45 /-45 /R ) Dari kedua faktor tersebut diperoleh 16 kombinasi perlakuan dengan ulangan sebanyak 3 kali, sehingga diperoleh jumlah contoh uji sebanyak 48 contoh uji. Model linier aditif dari rancangan penelitian ini menurut Matjik dan Sumertajaya (2006) adalah : Yijk = u + Ai + Bj +(AB) ij + E ijk Yijk = nilai respon pada taraf ke-i faktor jenis kayu dan taraf ke-j faktor penyusunan arah strand i = taraf faktor jenis kayu j = taraf penyusunan arah strand k = ulangan u = nilai rata-rata pengamatan Ai = pengaruh sebenarnya taraf ke i faktor jenis kayu Bj = pengaruh sebenarnya taraf ke-j faktor penyusunan arah strand (AB)ij = pengaruh sebenarnya taraf ke-i faktor jenis kayu dan taraf ke-j faktor penyusunan arah strand Eijk = kesalahan (galat) percobaan pada taraf ke-i faktor jenis kayu dan taraf ke-j faktor penyusunan arah strand

57 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisis Kerapatan Dari hasil pengujian terhadap kerapatan, kisaran nilai rataan kerapatan OSB adalah 0,61-0,69 g/cm 3 (Gambar 11). Nilai kerapatan ini tidak memenuhi kerapatan sasaran kedua jenis kayu yaitu sebesar 0,75 g/cm 3 namun kerapatan yang dihasilkan masih masuk dalam rentang kerapatan JIS A yaitu antara 0,4-0,9 g/cm Kerapatan (g/cm 3 ) JIS A A B C D E F G H Penyusunan arah strand Gambar 11 Histogram kerapatan Akasia Afrika Dilihat dari histogram di atas rata-rata kerapatan yang tertinggi adalah pada penyusunan arah strand G OSB akasia (0,69 g/cm 3 ), dan kerapatan terendah adalah pada penyusunan arah strand G OSB afrika (0,61 g/cm 3 ). Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan pengaruh jenis kayu terhadap kerapatan OSB berpengaruh sangat nyata sedangkan penyusunan arah strand dan interaksinya tidak berbeda nyata. Dari uji lanjut Duncan (Lampiran 8) kerapatan OSB akasia lebih tinggi 6,67% dari OSB afrika. Kerapatan OSB afrika yang mempunyai kecendrungan lebih kecil dari kerapatan OSB akasia dapat disebabkan karena kurang terdistribusinya perekat kedalam seluruh strand akibat permukaan strand afrika yang dihasilkan kurang halus atau memiliki serat terangkat seperti bulu-bulu dibandingkan permukaan strand akasia, sehingga serat yang terangkat pada permukaan strand akan

58 41 menghalangi bidang kontak antar strand pada proses perekatan dan pengempaan akibatnya ikatan antar strand menjadi kurang sempurna (Gambar 12). strand akasia strand afrika Gambar 12 Hasil scan permukaan strand Wahyudi et al. (1990) melakukan percobaan dan pengamatan secara kualitatif terhadap kayu afrika yang digergaji menunjukkan hasil gergajian seakan-akan tampak berbulu pada permukaannya dan kesulitan dalam penggergajian pada saat sampel segar, hal ini juga dialami pada saat pembuatan strand afrika dengan disk flaker dimana pembuatan strandnya tidak bisa dilakukan dalam keadaan kayu basah tetapi dalam keadaan kayu kering udara (15-20%) dan strand yang dihasilkan pada bagian permukaannya lebih kasar dari pada strand akasia, berbeda dengan strand akasia yang mudah dibuat pada saat kayu masih basah. Proses pengerjaan seperti ini yang mempengaruhi tekstur permukaan dapat mengakibatkan bertambahnya jumlah perekat yang diperlukan sehingga mengganggu proses perekatan (Ruhendi et al. 2007). Akibatnya setelah tekanan kempa dihilangkan dan selama proses pengkondisian, OSB afrika

59 42 mengalami pengembangan tebal yang lebih besar daripada OSB akasia, sehingga adanya kecendrungan OSB afrika mempunyai nilai kerapatan yang lebih rendah. Namun secara keseluruhan kerapatan sasaran kedua jenis kayu tidak mencapai kerapatan sasaran yaitu 0,75 g/cm 3, menurut Bowyer et al. (2003) sukar untuk memproduksi papan dengan profil yang beragam. Perbedaan kerapatan ini hanya disebabkan oleh perbedaan ketebalan papan, meskipun untuk mencapai tebalan sasaran sebesar 0,9 cm telah digunakan stiker baja setebal 0,9 cm dalam pengempaan, namun akibat adanya efek spring back yaitu lepasnya tekanan dari partikel-partikel yang di kompresi (Tsoumis 1991) sebagian papan mengalami sedikit pengembangan tebal setelah tekanan kempa dihilangkan dan selama proses pengkondisian. Menurut Maloney (1993) kerapatan sangat mempengaruhi hampir semua sifat papan komposit kecuali stabilitas dimensi, kerapatan yang tinggi akan menghasilkan kontak yang intensif antara perekat dengan partikel sehingga penggunaan perekat lebih efesien. Data-data yang digunakan untuk nilai sifat fisis dan mekanis papan digunakan data terkoreksi berdasarkan kerapatan masingmasing papan sehingga hasilnya dianalisis pada kerapatan yang seragam yaitu 0,75 g/cm 3. Kadar Air Nilai rataan kadar air OSB dari hasil pengujian berkisar antara 7,38-8,85% (Gambar 13). Kadar air yang diisyaratkan JIS A adalah 5-13%, dengan demikian kadar air seluruh OSB memenuhi standar. Kadar air (%) A B C D E F G H Penyusunan arah strand JIS A Akasia Afrika Gambar 13 Histogram kadar air

60 43 Terlihat pada histogram di atas kadar air tertinggi adalah kadar air OSB dengan penyusunan arah strand D untuk OSB afrika (8,85%) sedangkan kadar air terendah penyusunan arah strand H pada OSB afrika (7,38%). Hasil sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara jenis kayu dan penyusunan arah strand maupun interaksinya terhadap kadar air yang dicapai, ini menunjukkan jenis kayu dan penyusunan arah strand OSB tidak mempengaruhi kadar air akhir OSB. Menurut Maloney (1993) kadar air papan berasal dari tiga sumber yaitu kadar air partikel sebelum dicampur dengan perekat, air yang masuk dari perekat cair yang digunakan, uap air yang berasal reaksi pemadatan saat dilakukan pengepresan panas. Pada pembuatan OSB kedua jenis kayu dan penyusunan arah strand, kadar air strand yang digunakan sama yaitu <5% dari berat kering oven dan menggunakan perekat phenol formaldehyde dengan solid content sebesar 41,37% sebanyak 7% dari berat kering oven, menurut Maloney (1993) pada kondisi seperti ini kadar air yang dicapai papan adalah maksimum berkisar antara 10% - 11%. Pengembangan Tebal Nilai pengembangan tebal OSB setelah perendaman 2 jam adalah sebesar 0,79-4,22%, sementara pengembangan tebal setelah 24 jam berkisar 4,93-9,29% (Gambar 14). Di dalam JIS A , nilai pengembangan tebal ditetapkan maksimal 25% dengan demikian pengembangan tebal OSB semua penyusunan arah strand dari kedua jenis kayu ini memenuhi standar. Pengembangan tbl (%) A B C D E F G H A B C D E F G H Akas ia Afrika Penyusunan arah strand JIS A jam 24 jam Gambar 14 Histogram pengembangan tebal

61 44 Dilihat dari histogram di atas pengembangan tebal 2 jam yang terbesar adalah penyusunan arah strand G pada OSB akasia (4,22%) dan pengembangan yang terendah adalah penyusunan arah strand G pada OSB afrika (0,79%) sedangkan pengembangan tebal 24 jam yang terbesar adalah penyusunan arah G pada OSB akasia (9,29%) dan yang terendah adalah penyusunan arah G pada OSB afrika (4,93%). Namun dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 10) untuk pengembangan tebal 2 jam dan 24 jam (Lampiran 11) tidak terdapat perbedaan yang nyata antara jenis kayu dan penyusunan arah strand maupun interaksi keduanya terhadap pengembangan tebal yang dicapai. Menurut Koch (1985) bahwa nilai pengembangan tebal berhubungan dengan kualitas strand, strand dengan ketebalan yang sama untuk tiap lapisan serta dengan lebar yang sama pula akan menghasilkan nilai pengembangan tebal semakin kecil, apabila dengan tidak adanya celah-celah kecil antar strand. Dalam penelitian ini strand yang digunakan mempunyai ketebalan dan lebar yang hampir seragam baik pada OSB akasia maupun OSB afrika, pengujian t untuk perbedaan lebar dan tebal strand yang digunakan pada masing-masing OSB tidak menunjukkan perbedaan (Lampiran 25), sehingga nilai pengembangan tebalnya kecil. Penggunaan parafin sebanyak 1% berarti sudah mampu untuk menahan masuknya air kedalam OSB yang dihasilkan, menurut Bowyer et al. (2003) penggunaan parafin sekitar 0,25-2% dapat memberikan sifat tahan air pada papan. Hasil penelitian Muehl et al. (1997) yang menggunakan parafin 1,6% pada hardboard, nilai pengembangan tebal 24 jamnya sebesar 10,1% lebih rendah dari hardboard tanpa mengunakan parafin yaitu sebesar 13,1% dan nilai keduanya berbeda nyata. Pada pembuatan OSB ini perekat yang digunakan adalah phenol formaldehyde, menurut Pizzi (1994) fenol formaldehyde tahan terhadap perlakuan yang lama terhadap pemanasan dan pendinginan di dalam air, pembasahan dan pengeringan yang bersifat terus menerus suhu dan kelembaban relatif yang ekstrim. Hasil penelitian Ragaukas (2001) terhadap penggunaan PF pada pine strand board menunjukan pengembangan tebalnya lebih kecil 60% dibandingkan papan yang direkat dengan perekat UF yang merupakan perekat yang biasa digunakan di dalam ruangan (interior).

62 45 Pengembangan Linier Di dalam JIS A , nilai pengembangan linier tidak dipersyaratkan. Meskipun pengembangan linier ini tergolong kecil, tetapi akan menyebabkan permasalahan jika papan yang dibuat tidak diharapkan pengembangannya. Nilai pengembangan linier OSB setelah perendaman 2 jam adalah sebesar 0,07 0,22%, sementara pengembangan linier setelah 24 jam berkisar 0,18-0,50% (Gambar 15). Pengembangan linier (%) A B C D E F G H A B C D E F G H Akasia Afrika Penyusunan arah strand 2 jam 24 jam Gambar 15 Histogram pengembangan linier Dilihat dari histogram di atas pengembangan linier 2 jam yang terbesar adalah penyusunan arah strand A pada OSB akasia (0,23%) dan pengembangan yang terendah adalah penyusunan arah strand F pada OSB akasia (0,07%) sedangkan pengembangan linier 24 jam yang terbesar adalah penyusunan arah strand D pada OSB afrika (0,50%) dan yang terendah adalah penyusunan arah strand H pada OSB afrika (0,18%). Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 12) untuk pengembangan linier 2 jam tidak terdapat perbedaan yang nyata antara jenis kayu dan penyusunan arah strand maupun interaksi keduanya terhadap pengembangan linier yang dicapai, sedangkan untuk pengembangan linier 24 jam (Lampiran 13) penyusunan arah strand berpengaruh sangat nyata terhadap pengembangan linier 24 jam tetapi jenis kayu serta interaksi keduanya tidak berpengaruh. Dari uji lanjut Duncan (Lampiran 13) penyusunan arah strand A yang tertinggi pengembangan liniernya tetapi tidak berbeda dengan penyusunan arah strand D, B, dan C, sedangkan penyusunan arah strand H yang terendah pengembangan linier 24 jamnya tetapi tidak berbeda dengan penyusunan arah strand F, G dan E. Pengembangan linier

63 46 papan disebabkan oleh pengembangan pada strand sendiri pada arah radial maupun tangensial. Penyusunan arah strand lapisan dan perbandingan ketebalan antara lapisan inti dan lapisan permukaan pada OSB mempengaruhi pemuaian memanjang (Suchsland 2004), penyusunan arah strand A, D, B dan C 66 % dari seluruh strandnya searah dengan dimensi lebar OSB, yaitu pada bagian muka dan belakang OSB sehingga banyaknya air yang masuk pada rongga sel strand menyebabkan persentasinya lebih tinggi bila dibandingkan dengan penyusunan arah strand F, G, H yang strandnya acaknya pada bagian muka dan belakang sebanyak 66 % sehingga pengembangan yang saling mengelaminir lebih banyak, sedangkan untuk penyusunan arah strand E walaupun sama dengan penyusunan arah A, D, B dan C pada bagian depan dan belakang tetapi berbeda pada bagian inti. Daya serap air Nilai rataan daya serap air OSB setelah perendaman 2 jam adalah sebesar 8,63-14,70%, sementara daya serap air setelah 24 jam berkisar 31,51-44,17% (Gambar 16). Di dalam JIS A , daya serap air tidak dipersyaratkan. Daya serap air (%) A B C D E F G H A B C D E F G H Akasia Afrika Penyusunan arah strand 2 jam 24 jam Gambar 16 Histogram daya serap Dilihat dari histogram di atas daya serap air setelah 2 jam yang terbesar adalah penyusunan arah strand D pada OSB afrika (14,70%) dan daya serap air yang terendah adalah penyusunan arah strand F pada OSB akasia (8,63%) sedangkan daya serap air 24 jam yang terbesar adalah penyusunan arah strand D pada OSB afrika (44,17%) dan yang terendah adalah penyusunan arah strand F

64 47 pada OSB akasia (31,51%). Dari analisis sidik ragam daya serap air setelah 2 jam (Lampiran 14) dan 24 jam (Lampiran 15) jenis kayu berpengaruh nyata terhadap daya serap air 2 jam dan 24 jam sedangkan penyusunan arah strand dan interaksinya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, uji lanjut Duncan (Lampiran 14 dan 15) menunjukkan perbedaan yang nyata dimana OSB afrika lebih besar 30,89% untuk daya serap air 2 jam dan 18,57% untuk daya serap air 24 jam dibandingkan OSB akasia. Daya serap air menunjukkan besarnya pertambahan berat papan setelah perendaman 2 jam dan 24 jam dibandingkan dengan berat awalnya, air yang masuk kedalam papan dapat melalui rongga-rongga kosong antar partikel atau masuk kedalam patikel kayu penyusunnya. Kayu dengan berat jenis (BJ) rendah memiliki karakteristik berupa dinding sel yang tipis serta lumen yang relatif besar, karakteristik demikian menyebabkan papan memiliki kemampuan yang tinggi untuk menyimpan air bebas dalam rongga selnya. Kayu afrika sebagai bahan baku asalnya memiliki BJ 0,42 dan lebih rendah dari kayu akasia yang mempunyai BJ 0,50. OSB afrika menyerap air lebih cepat dan lebih banyak dibandingkan OSB akasia hal ini didukung dari perhitungan uji keterbasahan kayu afrika (Lampiran 5) yang mempunyai nilai cosinus sudut kontak sebesar 0,68 yang lebih besar daripada kayu akasia yang mempunyai nilai cosinus 0,47 (Gambar 17) sudut kontak kayu afrika sudut kontak kayu akasia Gambar 17 Uji keterbasahan kayu akasia dan afrika

65 48 Pada uji t sudut kontak kedua jenis kayu berbeda (Lampiran 5), nilai cosinus yang mendekati satu diperkirakan mempunyai energi permukaan kayu yang besar untuk menyerap cairan (Ruhendi et al. 2007), selain itu strand-strand afrika mempunyai tekstur permukaan kurang halus atau terangkat seperti bulubulu sehingga berimplikasi pada kurang terdistribusinya perekat pada seluruh permukaan partikel dan saat dilakukan perendaman area yang tidak terjadi kontak antar partikel dapat terisi oleh air. Hasil lengkap perhitungan sifat fisis yang meliputi kerapatan, kadar air pengembangan tebal, pengembangan linier dan daya serap air disajikan pada Lampiran 6. Sifat Mekanis Modulus of Elasticity (MOE) Kering Sejajar Arah Panjang dan Lebar Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rataan MOE kering sejajar panjang (MOE KSP) berkisar antara kgf/cm 2 (Gambar 18). Jika dibandingkan dengan nilai MOE minimal yang dipersyaratkan pada standar JIS A sebesar kgf/cm 2 maka nilai rata-rata MOE ini telah memenuhi standar kecuali penyusunan arah strand F, G dan H untuk OSB afrika dan penyusunan arah strand H pada OSB akasia. MOE kering // panjang (kgf/cm 2 ) JIS A A B C D E F G H Penyusunan arah strand Akasia Afrika Gambar 18 Histogram MOE kering // arah panjang

66 49 Dilihat dari histogram nilai MOE KSP yang terbesar terdapat pada penyusunan arah strand D OSB akasia (75683 kgf/cm 2 ) sedangkan nilai yang terkecil terdapat pada penyusunan arah strand H OSB afrika (31245 kgf/cm 2 ). Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 16) nilai MOE KSP menunjukkan bahwa jenis kayu dan penyusunan arah strand berpengaruh sangat nyata terhadap nilai MOE KSP, sedangkan interaksi keduanya tidak nyata, hal ini berarti selain dipengaruhi jenis kayu, penyusunan arah strand mempengaruhi kekakuan OSB yang dihasilkan. Pada histogram terlihat nilai rataan MOE KSP penyusunan arah strand B yang umumnya digunakan dalam pembuatan OSB (Natus 1996; Avramidis et al dalam Misran 2004) mempunyai nilai yang lebih kecil dari pada penyusunan arah strand E, C, A, D dan peningkatan nilai MOE KSPnya mencapai 21,77-33,69%, sedangkan dibandingkan dengan penyusunan arah strand F, G dan H MOE KSP penyusunan arah strand B lebih besar. Uji lanjut Duncan (Lampiran 16) terhadap pengaruh penyusunan arah strand terhadap kekakuan menunjukkan hasil bahwa penyusunan arah strand B mempunyai nilai MOE KSP yang berbeda dengan penyusunan arah strand lainnya dan nilainya lebih kecil dari penyusunan arah strand E, C, A, D, ini berarti ada konstribusi lapisan inti terhadap nilai MOE KSP saat papan mengalami defleksi karena lapisan luar dari kelima jenis penyusunan arah strand ini sama (0º), sedangkan dengan penyusunan arah strand F, G dan H nilai penyusunan arah strand B mempunyai nilai MOE KSP yang lebih besar, selain berbeda pada lapisan intinya ketiga jenis penyusunan arah ini berbeda pada lapisan luar yaitu acak. Jika dilihat dari pengaruh jenis kayu, seluruh penyusunan arah strand OSB akasia memiliki nilai MOE KSP 19,20% lebih besar jika dibandingkan dengan OSB afrika, uji lanjut Duncan (Lampiran 16) menunjukkan perbedaan yang nyata antara OSB akasia dan OSB afrika. Dari pengujian MOE sejajar arah lebar (MOE KSL) nilai MOE berkisar antara kgf/cm 2 (Gambar 19). Jika dibandingkan dengan nilai MOE minimal yang dipersyaratkan pada standar JIS A sebesar kgf/cm 2 maka nilai rata-rata MOE yang memenuhi standar adalah penyusunan

67 50 arah strand F, G, H dari kedua jenis OSB dan penyusunan arah strand B, C untuk OSB akasia sedangkan penyusunan arah strand yang lain tidak masuk standar MOE kering//lebar (kgf/cm 2 ) JIS A A B C D E F G H Penyusunan arah strand Gambar 19 Histogram MOE kering // arah lebar Akasia Afrika Dari histogram terlihat bahwa nilai MOE KSL yang terbesar terdapat pada penyusunan arah strand F OSB akasia (56332 kgf/cm 2 ) sedangkan nilai yang terkecil terdapat pada penyusunan arah strand D OSB afrika (7399 kgf/cm 2 ). Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 17) menunjukkan bahwa jenis kayu dan penyusunan arah strand berpengaruh sangat nyata terhadap nilai MOE KSL, sedangkan interaksi keduanya nyata pada taraf 5%, hal ini berarti selain dipengaruhi jenis kayu, penyusunan arah strand mempengaruhi kekakuan OSB yang dihasilkan, demikian juga interaksi kedua faktor. Pada histogram terlihat nilai rataan MOE KSL penyusunan arah strand B mempunyai nilai yang lebih kecil dari pada penyusunan arah strand F, H, G dan peningkatan nilai MOE KSLnya mencapai 167,81-231,65% dan dari uji Duncan (lampiran 17) penyusunan arah F, H, dan G berbeda dengan penyusunan arah strand B. Dibandingkan dengan penyusunan arah strand lainnya penyusunan arah strand B mempunyai rataan nilai MOE KSL yang lebih besar dari penyusunan arah strand C, E, D dan A tetapi dari uji Duncan (Lampiran 17) nilai MOE KSL orientasi strand C, E, D dan A tidak berbeda dengan penyusunan arah strand B Pengaruh jenis kayu pada seluruh penyusunan arah strand OSB akasia memiliki nilai MOE KSL 42,33% lebih besar jika dibandingkan dengan OSB afrika, perbedaan nilai ini nyata dengan uji lanjut Duncan (Lampiran 17) dengan nilai MOE KSL OSB akasia lebih besar dari OSB afrika.

68 51 Selanjutnya uji lanjut Duncan (Lampiran 17) untuk interaksi antara jenis kayu dan penyusunan arah strand terlihat bahwa interaksi kayu akasia dengan penyusunan arah strand F memiliki rataan yang tertinggi namun tidak berbeda dengan penyusunan arah strand H dengan jenis kayu yang sama, tetapi berbeda dengan penyusunan arah strand lainnya. Interaksi penyusunan arah strand G dengan jenis kayu akasia tidak berbeda dengan penyusunan arah strand F, G dan H dengan jenis kayu afrika dan berbeda dengan penyusunan arah strand lainnya, sedangkan penyusunan arah strand B, C, E, D, A dari kedua jenis kayu tidak berbeda nyata, tidak bedanya penyusunan arah strand B, C, E, D, A dari kedua jenis kayu pada pengujian MOE KSL menunjukkan bahwa pada pengujian MOE KSL selain dipengaruhi oleh penyusunan arah strand, jenis kayu juga berpengaruh. Nilai MOE yang merupakan keteguhan kayu untuk menahan beban lenturan tanpa terjadi perubahan bentuk yang tetap. Pada ke delapan penyusunan arah strand OSB, strand-strand yang menyusun OSB penyusunan arahnya tidak semua sama. Panil OSB disusun 3 lapisan, lapisan muka, inti (core), belakang. Menurut teori lentur (Bodig dan Jayne 1993) pembagian bidang pada bahan yang mengalami lenturan dimana pada bagian sisi permukaan concave atau atas merupakan bagian tekan (compression), pada bagian tengah dikenal sebagai permukaan netral (neutral surface), sementara pada bagian sisi convex atau bawah merupakan bagian tarik (tension). Untuk keperluan menahan beban (kontruksi) pada arah tegak lurus panjang papan penyusunan arah strand B yang umum digunakan pada pembuatan OSB dapat ditingkatkan nilai kekakuannya dengan variasi penyusunan arah strand pada lapisan inti, namun pada arah tegak lurus lebar papan, variasi penyusunan arah strand pada lapisan inti tidak menunjukkan perbedaan. Penyusunan arah strand lapisan luar acak dengan variasi lapisan inti dapat digunakan untuk keperluan menahan beban (kontruksi) pada kedua arah pembebanan. Pada Gambar 14 dan Gambar 15 pengujian nilai MOE dilakukan pada posisi pengujian yang berbeda, secara umum penyusunan arah strand A, B, C, D, E nilai MOE KSP jauh lebih besar dengan nilai MOE KSL, karena pemberian beban pada pengujian MOE KSP seolah-olah memotong serat, sedangkan pada

69 52 MOE KSL seolah-olah membelah serat sehingga beban yang dibutuhkan untuk mematahkan OSB sejajar arah memanjang panil lebih besar dibanding OSB pada arah tegak lurus. Pada pengujian OSB pengujian pada arah lebar pada penyusunan arah strand A, B, C, D yang penyusunan arah permukaannya sejajar arah lebar (0º) mengalami penurunan nilai MOE, karena pembebanan yang seolah-oleh memotong serat, Nishimura dan Ansell (2002) pada produksi OSB komersial merekomendasikan penyusunan arah strand 25º-65º agar dapat menaikkan nilai MOE dan MOR searah lebar papan tanpa harus mengurangi nilai MOE dan MOR searah panjang papan. Untuk penyusunan arah F, G dan H nilai MOE KSP dan MOE KSL setelah dilakukan uji t berpasangan tidak menunjukkan perbedaan (Lampiran 27), ini menunjukkan arah pengujian tidak mempengaruhi nilai MOE penyusunan arah strand F, G dan H dimana lapisan muka dan belakang penyusunan arah strandnya tersusun secara acak. Pada penyusunan arah permukaan acak ini, arah strand bervariasi sehingga memungkinkan pengujian MOE searah panjang dan lebar sama. Selain itu perekat, distribusi strand dan kerapatan strand juga mempengaruhi nilai kekakuan papan (Nishimura dan Ansell 2002). Secara umum nilai MOE panil OSB dipengaruhi oleh sejumlah variabel antara lain penyusunan arah strand pada lapik, jenis dan BJ kayu, kualitas strand, rasio panjang terhadap tebal strand, lebar strand, kadar perekat, profil kadar air lapik, prosedur pengempaan dan profil kerapatan panil (Koch 1985). OSB akasia baik pada pengujian MOE KSP dan MOE KSL menunjukkan nilai yang selalu lebih tinggi daripada OSB afrika, dari hasil pengukuran slenderness ratio, strand akasia mempunyai nilai rataan sebesar 86,34 lebih besar dari OSB afrika (70,34) (Lampiran 3) dan dari hasil uji t nilai keduanya berbeda nyata (Lampiran 26), peningkatan rasio panjang terhadap tebal strand (selenderness ratio) pada lapisan permukaan akan meningkatkan nilai MOE dari panil OSB yang dihasilkan, peningkatan rasio memiliki pengaruh yang besar di bawah 200 dan kecil di atas 200 (Koch 1985).

70 53 Modulus of Rupture (MOR) Kering Sejajar Arah Panjang dan Lebar Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rataan MOR kering sejajar panjang (MOR KSP) berkisar antara 275,41-711,74 kgf/cm 2 (Gambar 20). Jika dibandingkan dengan nilai MOR minimal yang dipersyaratkan pada standar JIS A sebesar 245 kgf/cm 2 maka nilai rata-rata MOR semua penyusunan arah strand OSB dari kedua jenis kayu telah memenuhi standar. MOR kering// panjang (kgf/cm 2 ) A B C D E F G H Penyusunan arah strand JIS A Akasia Afrika Gambar 20 Histogram MOR kering // arah panjang Pada histogram terlihat bahwa nilai MOR KSP yang terbesar penyusunan arah strand A OSB akasia (711,74 kgf/cm 2 ) dan yang terkecil terdapat pada penyusunan arah strand H OSB Afrika (275,41 kgf/cm 2 ). Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 18) menunjukkan bahwa jenis kayu dan penyusunan arah strand berpengaruh sangat nyata terhadap nilai MOR KSP, sedangkan interaksi keduanya tidak nyata. Pada histogram terlihat nilai rataan penyusunan arah strand B mempunyai nilai yang lebih kecil dari pada penyusunan arah strand A, E, C, D, F dan peningkatan nilai MOR KSPnya mencapai 3,31-35,90%, meskipun dari uji lanjut Duncan (Lampiran 18) nilai MOR KSP penyusunan arah strand B hanya berbeda nyata dengan penyusunan arah strand A. Dilihat secara keseluruhan seluruh penyusunan arah strand OSB akasia memiliki nilai MOR KSP 23,50% lebih besar jika dibandingkan dengan OSB afrika dan perbedaan nilai ini nyata dalam uji lanjut Duncan (Lampiran 18).

71 54 Untuk nilai rataan MOR kering sejajar lebar (MOR KSL) berkisar antara 78,01-525,75 kgf/cm 2 (Gambar 21). Jika dibandingkan dengan nilai MOR minimal yang dipersyaratkan pada standar JIS A sebesar 102 kgf/cm 2 maka nilai rata-rata MOR penyusunan arah strand A saja yang tidak memenuhi standar. MOR kering // lebar (kgf/cm 2 ) A B C D E F G H Akasia JIS A Penyusunan arah strand Afrika Gambar 21 Histogram MOR kering // arah lebar Pada histogram terlihat bahwa nilai MOR KSL yang terbesar terdapat pada penyusunan arah strand F OSB akasia (525,75 kgf/cm 2 ), sedangkan nilai yang terkecil terdapat pada penyusunan arah strand A OSB afrika (78,01 kgf/cm 2 ). Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 19) menunjukkan bahwa jenis kayu dan penyusunan arah strand dan juga interaksinya berpengaruh sangat nyata. Pada histogram terlihat nilai rataan penyusunan arah strand B mempunyai nilai yang lebih kecil dari pada penyusunan arah strand F, H, G dan peningkatan nilai MOR KSLnya mencapai 89,72-189,87% dari uji lanjut Duncan (Lampiran 19) penyusunan arah strand B dan penyusunan arah strand F, H dan G ini berbeda nyata dengan penyusunan arah strand B. Dibandingkan dengan penyusunan arah strand lainnya penyusunan arah strand B mempunyai rataan nilai MOE KSL yang lebih besar dari C, strand E, D, A tetapi dari uji Duncan (Lampiran 17) nilai MOE KSL orientasi strand C, E, D dan A tidak berbeda dengan penyusunan arah strand B Jika dilihat dari pengaruh jenis kayu seluruh penyusunan arah strand OSB akasia memiliki nilai MOR KSL yang 37,65% lebih besar jika dibandingkan

72 55 dengan OSB afrika dan perbedaan nilai ini nyata dalam uji lanjut Duncan (Lampiran 19). Nilai MOR merupakan indikasi kekuatan kayu, yaitu berupa tegangan serat pada beban maksimum (fiber stress at maximum load) yang juga dikenal sebagai tegangan yang terjadi saat benda mengalami kerusakan/patah. Pada MOR KSP penyusunan arah strand A mempunyai nilai yang tertinggi karena tiga lapisan muka, tengah dan belakang tersusun dengan penyusunan arah serat yang searah lebar (0º) sehingga saat diberikan beban, kekuatan yang diperlukan sampai OSB patah besar. Penyusunan arah strand A yang nilai MOR KSPnya tidak berbeda dengan penyusunan arah strand E, C dan D, menunjukkan bagian tengah OSB penyusunan arah strand E dengan penyusunan arah strand tengahnya 45º/- 45º, penyusunan arah C yang orientasi strand tengahnya acak (R) dan orientasi D yang penyusunan arah strand tengahnya 45º memberikan kekuatan yang hampir sama dengan penyusunan arah tengah strandnya 0º, tetapi pada MOR KSL penyusunan arah strand A memberikan nilai rataan yang terendah. Sama seperti pengujian MOE penyusunan arah F, G, H nilai MORnya hampir sama dalam arah pengujian yang berbeda, sedangkan penyusunan arah A, B, C, D dan E nilai MOR saat dilakukan pengujian searah lebar, nilainya berkurang karena bagian permukaanya yang searah dengan lebar papan (0º) seolah-olah membelah serat, untuk meningkatkan mencapai nilai MOR searah lebar tanpa harus mengurangi nilai MOR searah panjang, penyusunan arah strand harus kurang dari 40º (Nishimura dan Ansell 2002). Selanjutnya uji lanjut Duncan (Lampiran 19) untuk interaksi antara jenis kayu dan penyusunan arah strand terlihat bahwa interaksi kayu akasia dengan penyusunan arah strand F memiliki rataan yang tertinggi dan berbeda dengan penyusunan arah strand dan jenis kayu lainnya, interaksi penyusunan arah strand A dan kayu afrika yang memiliki rataan terkecil tetapi tidak berbeda dengan penyusunan arah C, E, D dengan jenis kayu yang sama dan penyusunan arah strand D dan A dari jenis kayu akasia. Penyusunan arah strand E, C, D, A dari jenis kayu akasia tidak berbeda dengan penyusunan arah strand B, C, D, A dari jenis kayu afrika, penyusunan arah strand F kayu afrika tidak berbeda dengan penyusunan arah strand B kayu akasia, penyusunan arah strand F, G dan H dari

73 56 kayu afrika tidak beda tetapi berbeda dengan penyusunan arah strand lainnya. Dilihat dari beda dan tidak bedanya interaksi antara penyusunan arah dan jenis kayu antara satu dengan yang lainnya, secara garis besar penyusunan arah dengan lapisan muka dan belakang yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan dalam pengujian MOR KSL, tapi yang menarik adalah interaksi penyusunan arah strand F dari kayu afrika tidak berbeda dengan penyusunan arah strand B dari kayu akasia, yang mempunyai lapisan muka dan belakang yang berbeda, ini menunjukkan garis netral pengujian MOR KSL pada OSB berpengaruh terhadap keteguhan patah OSB. Kerusakan akibat pembebanan pada pengujian MOR searah panjang umumnya terjadi pada zona tarik (bagian bawah) dan zona netral. Pada zona tarik terlepasnya ikatan antar strand seolah-olah terjadi kerusakan tarik akibat serat miring (cross grain tension), pembebanan menyebabkan garis netral mengalami tegangan geser yang paling besar sehingga pada bagian yang mempunyai perekat yang kurang sempurna terlepasnya ikatan antara strandstrand (Lampiran 28 ), karena pada zona tekan, beban memotong strand sehingga beban tegangan pada zona tarik mencapai maksimum terlebih dahulu. Untuk pengujian searah lebar contoh uji mengalami kerusakan pada zona tekan, netral dan tarik. Nilai pengujian kekuatan searah lebar pada penyusunan arah strand A, B, C, D dan E mengalami penurunan dibanding pengujian searah panjang, ini disebabkan sebelum zona tarik mencapai maksimum, zona tekan terlebih dahulu mencapai maksimum, beban yang seolah-olah membelah strand, akibatnya nilai kekakuan dan kekuatannya lebih kecil, hal ini tidak terjadi pada penyusunan arah strand F, G dan H yang mempunyai permukaan atas dan bawah acak, kerusakan yang terjadi pada pengujian searah lebar dan panjang hampir sama (Lampiran 28). Variasi nilai MOE dan MOR terutama dengan variasi penyusunan arah strand pada lapisan inti pada penyusunan arah strand A dengan lapisan inti 0º, penyusunan arah strand D dengan lapisan inti 45º dan penyusunan arah strand B dengan lapisan inti 90º memiliki kecendrungan yang sama dengan prediksi MOE dan MOR pada Hankinson formula (Bodig dan Jayne 1993) yang mengikuti orientasi sudut untuk tekanan dua dimensi dengan rumus σ u = σ u// σ u (σ u// Sin²θ+

74 57 σ u Cos²θ) dimana σ u// nilai MOE dan MOR sejajar panjang dan σ u nilai MOE dan MOR sejajar lebar seperti yang disajikan pada Gambar 22 berikut : MOE (kgf/cm 2 ) MOR (kgf/cm 2 ) Sudut (a) Sudut (b) Hankinson formula Hasil penelitian Gambar 22 Nilai MOE (a) dan MOR (b) hasil penelitian dibandingkan dengan prediksi dari Hankinson formula Variasi pada lapisan inti memberikan pengaruh terhadap kekakuan dan kekuatan OSB, pada gambar di atas terlihat nilai MOE dan MOR penelitian lebih besar dibandingkan dengan prediksi Hankinson formula. Hal ini disebabkan produk OSB tersebut telah memenuhi standar yang dipersyaratkan baik dari segi proses produksi maupun sifat fisis mekanisnya.

75 58 MOE Basah Sejajar Arah Panjang dan Lebar Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rataan MOE basah sejajar panjang (MOE BSP) berkisar antara kgf/cm 2 (Gambar 23). Standar JIS A tidak mensyaratkan nilai MOE BSP. MOE basah//panjang (kgf/cm 2 ) A B C D E F G H Penyusunan arah strand Akasia Afrika Gambar 23 Histogram MOE basah // arah panjang Pada histogram terlihat bahwa nilai MOE BSP yang terbesar terdapat pada penyusunan arah strand C OSB akasia (39558 kgf/cm 2 ) sedangkan nilai yang terkecil terdapat pada penyusunan arah strand G OSB akasia (18046 kgf/cm 2 ). Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 20) menunjukkan bahwa penyusunan arah strand berpengaruh sangat nyata terhadap nilai MOE BSP sedangkan jenis kayu dan interaksi keduanya tidak nyata. Untuk nilai rataan MOE BSL berkisar antara kgf/cm 2 (Gambar 24). Standar JIS A tidak mensyaratkan nilai MOE BSL. Nilai MOE BSL yang terbesar terdapat pada penyusunan arah strand F OSB akasia (22935 kgf/cm 2 ) sedangkan nilai yang terkecil terdapat pada penyusunan arah strand A OSB akasia (3576 kgf/cm 2 ). Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 21) menunjukkan bahwa penyusunan arah strand dan jenis kayu berpengaruh nyata terhadap nilai MOR BSL, sedangkan interaksi keduanya tidak nyata.

76 59 MOE basah // lebar (kgf/cm 2 ) A B C D E F G H Penyusunan arah strand Gambar 24 Histogram MOE basah // arah lebar Akasia Afrika MOR Basah Sejajar Arah Panjang dan Lebar Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rataan MOR basah sejajar panjang (MOR BSP) berkisar antara 197,41-430,33 kgf/cm 2 (Gambar 25). Jika dibandingkan dengan nilai MOR BSP minimal yang dipersyaratkan pada standar JIS A sebesar 122 kgf/cm 2 maka nilai rata-rata MOR BSP semua penyusunan arah strand OSB dari kedua jenis kayu telah memenuhi standar. MOR basah// panjang (kgf/cm 2 ) A B C D E F G H Penyusunan arah strand JIS A Akasia Afrika Gambar 25 Histogram MOR basah // arah panjang Pada histogram terlihat nilai MOR BSP yang terbesar terdapat pada penyusunan arah strand A OSB akasia (430,33 kgf/cm 2 ) sedangkan nilai yang terkecil terdapat pada penyusunan arah strand G OSB akasia (197,41 kgf/cm 2 ). Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 22) menunjukkan bahwa jenis kayu tidak berpengaruh nyata sedangkan penyusunan arah strand berpengaruh sangat nyata

77 60 terhadap nilai MOR BSP dan interaksi keduanya berpengaruh nyata pada taraf 5%. Nilai rataan MOR basah sejajar arah lebar (MOR BSL) berkisar antara 56,79-286,70 kgf/cm 2 (Gambar 26). Jika dibandingkan dengan nilai MOR minimal yang dipersyaratkan pada standar JIS A sebesar 51 kgf/cm 2 maka nilai rata-rata MOR telah memenuhi standar. Nilai MOR BSL yang terbesar terdapat pada penyusunan arah strand F OSB akasia (286,70 kgf/cm 2 ) dan nilai yang terkecil terdapat pada penyusunan arah strand A OSB afrika (56,79 kgf/cm 2 ). Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 23) penyusunan arah strand berpengaruh sangat nyata terhadap nilai MOR BSP sedangkan jenis kayu dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata. 400 MOR basah // lebar (kgf/cm 2 ) JIS A A B C D E F G H Penyusunan arah strand Akasia Afrika Gambar 26 Histogram MOR basah // arah lebar Secara keseluruhan hasil pengujian basah terhadap semua penyusunan arah strand untuk pengujian MOE dan MOR baik pada pengujian sejajar arah memanjang atau sejajar arah lebar mempunyai trend nilai yang hampir sama dengan pengujian pada saat kering, hanya nilainya menurun karena telah diperlakukan secara ekstrim (direbus 2 jam dalam air mendidih dan 1 jam direndam dalam air dingin suhu kamar), perubahan kadar air dari 5 menjadi 15 % dapat mengurangi MOR dan MOE sekitar 25-50% (Tsoumis 1991).

78 61 Keteguhan Rekat Internal (Internal Bond) Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rataan keteguhan rekat internal (IB) berkisar antara 3,94-7,01 kgf/cm 2 (Gambar 27). Jika dibandingkan dengan nilai IB minimal yang dipersyaratkan pada standar JIS A sebesar 3,1 kgf/cm 2 maka nilai rata-rata IB ini semua memenuhi standar, nilai IB yang terbesar pada penyusunan arah strand A OSB akasia (7,01 kgf/cm 2 ) sedangkan penyusunan arah strand A pada OSB afrika memiliki rata-rata yang terkecil (3,94 kgf/cm 2 ). Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 24) menunjukkan bahwa jenis kayu, penyusunan arah strand dan interaksi keduanya tidak nyata. Penyusunan arah strand mempunyai pengaruh yang besar pada MOE dan MOR tetapi pada ikatan internal pengaruhnya kecil (Koch 1985) Keteguhan rekat internal (kgf/cm 2 ) A B C D E F G H JIS A Akasia Afrika Penyusunan arah strand Gambar 27 Histogram keteguhan rekat internal Dalam papan komposit kualitas ikatan antar partikel dan perekat disebut internal bond (IB) atau keteguhan rekat internal yang mempengaruhi sifat fisis dan mekanis dari papan komposit. Keteguhan rekat internal dapat dijadikan petunjuk daya tahan partikel terhadap kemungkinan pecah atau belah, papan dengan IB rendah dapat terkelupas dalam pemakaian apabila tegangan pengembangan terjadi dalam finir atau pelapis bertekanan tinggi direkatkan pada permukaannya (Bowyer et al. 2003). Hasil lengkap perhitungan sifat mekanis yang meliputi pengujian MOE kering sejajar panjang dan lebar, MOR kering sejajar panjang dan lebar, MOE

79 62 basah sejajar panjang dan lebar dan MOR kering sejajar panjang dan lebar disajikan pada Lampiran 7. Retensi kekuatan (Strength Retention) Hasil pengujian nilai retensi kekuatan MOR sejajar arah panjang dan lebar menunjukkan bahwa nilai retensi kekuatan MOR sejajar panjang berkisar antara 34,58-94,27% (Gambar 28 dan 29) dan nilai retensi MOR sejajar lebar berkisar antara 46,63-74,80%. Jika nilai retensi kekuatan MOR lebih dari 50 % dapat diartikan produk tersebut bisa digunakan untuk keperluan eksterior dan tahan akan kondisi ekstrim (Nuryawan 2007). Dari hasil pengujian nilai retensi kekuatan MOR sejajar arah panjang dan lebar sebanyak 87,5% dari seluruh penyusunan arah strand mempunyai nilai diatas 50%. Retensi kekuatan MOR // panjang (%) A B C D E F G H Akasia Afrika Penyusunan arah strand Gambar 28 Histogram retensi kekuatan MOR sejajar panjang Retensi kekuatan MOR// lebar (%) A B C D E F G H Akasia Afrika Penyusunan arah strand Gambar 29 Histogram retensi kekuatan MOR sejajar lebar

80 63 Pada histogram MOR sejajar panjang penyusunan arah strand G OSB afrika mempunyai nilai retensi yang paling besar (94,27%), sedangkan retensi terkecil adalah penyusunan arah strand F OSB akasia (34,58%), penyusunan arah strand F dan H OSB akasia mempunyai nilai dibawah 50% namun pada pengujian retensi kekuatan MOR sejajar lebar kedua penyusunan arah strand menunjukkan retensi diatas 50%, pada MOR sejajar lebar penyusunan arah strand D OSB afrika menunjukkan nilai retensi yang terbesar (74,80%) dan E OSB akasia menunjukkan retensi terkecil (46,63%). Secara umum retensi OSB afrika lebih besar dibanding OSB akasia, ini bisa disebabkan dari adanya perlakuan yang ekstrim, menyebabkan keluarnya zat ekstraktif OSB akasia sehingga melepaskan ikatan antara perekat dan strand, dari pengujian kadar ekstraktif kayu pada air dingin, air panas dan alkohol benzen (Lampiran 4) kadar ekstraktif kayu akasia lebih tinggi dari kayu afrika. Kualitas OSB terbaik OSB terbaik ditunjukkan dari hasil pengujian seluruh sifat fisis dan mekanis yang paling banyak memenuhi standar JIS A dan hasil perangkingan berdasarkan nilai hasil pengujian seluruh sifat fisis dan mekanis (Lampiran 29). Perangkingan dilakukan dengan memberi skor 1-8, dimana sifat fisis yang paling rendah adalah papan dengan rangking pertama (kecuali kerapatan) dan sifat mekanis yang paling tinggi merupakan papan dengan rangking pertama, rangking pertama diberi skor tertinggi dan seterusnya. OSB dengan total rangking tertinggi merupakan OSB terbaik. Penyusunan arah strand yang paling banyak memenuhi standar JIS A dengan hasil perangkingan tertinggi adalah penyusunan arah strand F, G, B, dan C sedangkan OSB akasia adalah OSB yang paling banyak memenuhi standar. Banyaknya pengujian yang tidak memenuhi standar terutama dari pengujian sifat mekanis yaitu nilai pengujian MOE kering sejajar panjang yang tidak memenuhi standar sebanyak 18,75% dari seluruh contoh uji, pengujian MOE kering sejajar lebar sebanyak 50% dan MOR kering sejajar lebar sebanyak 12,5%. Pengujian terhadap sifat fisis OSB akasia dan afrika untuk semua penyusunan arah strand

81 64 meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal 24 jam semuanya memenuhi standar yang dipersyaratkan (Lampiran 30). Penggunaan OSB sebagai komponen struktural, salah satu sifat yang terpenting adalah nilai kekuatan (MOR), hal ini disebabkan dalam penggunaannya kebanyakan beban yang diterima papan berupa beban lentur. Penyusunan arah strand F dan G dapat meningkatkan nilai kekuatan (MOR) terutama kekuatan pada penggunaan searah lebar papan dengan peningkatan kekuatan mencapai 89,72-189,87% dari penyusunan arah strand B yang umum digunakan pada industri dan dilihat dari segi penggunaannya, penyusunan strand F dan G lebih fleksibel dalam penggunaannya sebagai komponen struktural baik pada pembebanan searah panjang maupun searah lebar Penyusunan arah strand C juga dilakukan oleh Ayrilmis et al. (2005) pada pembuatan OSB dari jenis aspen (Populus spp) dengan panjang strand 80 mm, lebar 25 mm dan tebal 0,6 menggunakan phenol formaldehyde nilai MOR searah panjang papan sebesar 317,85 kgf/cm² dan MOR searah lebar papan sebesar 168,15 kgf/cm² lebih kecil nilainya dari penyusunan arah strand F, C, B dan G dalam penelitian ini. Dilihat dari waktu pembuatan OSB pembuatan OSB penyusunan arah strand F, C, G mempunyai rata-rata waktu pembuatan yang lebih singkat dibanding penyusunan arah B. Rata-rata waktu pembuatan penyusunan arah strand B adalah 13 menit 21 detik, penyusunan arah strand C 11 menit 14 detik, penyusunan arah strand F 10 menit 11 detik, penyusunan arah strand G 11 menit 40 detik. Bila dihubungkan dengan retensi kekuatan, untuk bahan bangunan penggunaan luar, penyusunan arah strand F mempunyai nilai retensi pada MOR searah panjang dibawah 50% walaupun pada MOR searah lebar menujukkan nilai retensi diatas 50%, ini menunjukkan penyusunan arah strand F belum bisa digunakan pada penggunaan yang ekstrim, sedangkan ketiga penyusunan arah strand lainnya mempunyai retensi di atas 50% bisa digunakan pada penggunaan luar secara ekstrim.

82 65 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyusunan arah strand tidak mempengaruhi sifat fisis OSB kecuali pengembangan linier 24 jam tetapi penyusunan arah strand sangat mempengaruhi seluruh sifat mekanis OSB. 2. Jenis kayu yang digunakan mempengaruhi sifat mekanis OSB pada pengujian kering, pengujian MOE basah sejajar lebar, jenis kayu juga mempengaruhi sifat fisis OSB terutama kerapatan, daya serap air 2 jam dan 24 jam 3. Seluruh pengujian sifat fisis OSB memenuhi persyaratan JIS A sedangkan sifat mekanisnya tidak semua memenuhi standar, seperti nilai pengujian MOE kering sejajar panjang, MOE kering sejajar lebar dan MOR kering sejajar lebar. 4. Sifat fisis dan mekanis yang terbaik dan seluruh parameternya paling banyak memenuhi standar JIS A adalah OSB akasia dengan penyusunan arah strand berturut-turut pada penyusunan arah strand F, G, B dan C. 5. OSB akasia memiliki nilai daya serap air 2 jam dan daya serap air 24 jam sebesar 30,89% dan 18,57% lebih kecil dari OSB afrika. 6. Nilai MOE OSB akasia pada pegujian searah panjang sebesar 19,20% dan pengujian searah lebar sebesar 42,33% lebih besar dari OSB afrika. 7. Nilai MOR OSB akasia pada pegujian searah panjang sebesar 23,50% dan pengujian searah lebar sebesar 37,65% lebih besar dari OSB afrika. 8. Penyusunan arah strand F dan G dapat meningkatkan nilai kekakuan (MOE) sebesar 167,81-231,65% dan kekuatan (MOR) sebesar 89,73-109,87% terutama pada penggunaan searah lebar papan dibanding penyusunan arah strand B yang umum digunakan pada industri. 9. Dilihat dari segi penggunaan sebagai komponen struktural penyusunan strand F dan G lebih fleksibel baik pada pembebanan searah panjang maupun searah lebar.

83 66 Saran 1. Penyusunan arah strand F dan G dapat dipertimbangkan sebagai alternatif penyusunan arah strand yang praktis untuk industri. 2. Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk mencoba OSB dari mix tropical hardwood (campuran) dan analisis kelayakan pembuatan OSB di Indonesia. 3. Perlu dilakukan pengujian lanjutan terutama ketahanan/menahan gaya-gaya dari samping sebagai aplikasi tahan gempa.

84 67 DAFTAR PUSTAKA American Society for Testing Materials (ASTM) Annual Book of ASTM Standard Section 4. Construction.Volume Wood.ASTM D , D , D Philadelphia.p [APA] American Plywood Association Oriented Strand Board Product Guide. The Engeenereed Wood Association. Washington. [ATTC] ASEAN Timber Technology Centre The ASEAN Timber Link. Vol VII (3). March ASEAN Timber Technology Centre. Kuala Lumpur. Asian Timber OSB : Routing the plywood trade. Asian Timber Vol 14 No. 3. For the Forestry. Woodworking. Panels and Furniture Industries. March Singapore. Ayrilmis N, Kartal SN, Laufenberg TL, Winandy JE, White RF Physical and mechanical properties and fire, decay, and termite resistance of treated oriented strand board. Forest Products Journal 55 (5): British Standards Institution Specification for Wood Chipboard and Methods of Test for Particleboard. BS British Standard Institution. Bodig J, Jayne BA Mechanics of Wood and Wood Composites. New York. Van Nostrand Reinhold Co. Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG Forest Products and Wood Science. an Introduction 4 th Ed.USA:Iowa State Press A Blackwell Publ. Departemen Kehutanan RI Statistik Kehutanan Tahun Jakarta. Departemen Keuangan Hutan Produksi. Jakarta. 8 Mei 2007]. Dinggou. Z, Hua Yukun Industrial Production of OSB Made from Fastgrowing Spesies in China. College of Wood Sci & Tech. Nanjing Forestry University. Nanjing. FAO Plywood and Other Wood Based Panels. Food and Agriculture Organization of The United Nation. Rome. Greenpeace Kayu Lapis Indonesia. Dewa Perusak Hutan Alam Indonesia yang Pandai Menghindar dari Hukum. [16 Mei 2007].

85 68 Japanese Industrial Standard Particleboard JIS A 5908 : Japan. Kellly. M.W.1977 Critical Literature Review of Relationships Betwen Processing Parameter and Psysical Properties of Particleboard. Department of Wood and Paper Science School of Forestry Resources North Carolina Institute Raleigh. Koch.P Utilization of hardwoods growing on southern pine sites. Vol III. U.S. Department of Agriculture Forest Service. Washington. D.C. Lowood J Oriented strand board and waferboard. Di dalam: Smulski S, editor. Engineered Wood Products a Guide for Specifiers, Designers, and User. Madison : PFS Research Foundation. Mardikanto. T.R Sifat Mekanis Kayu. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Mandang YI, Pandit IKN Pedoman Identifikasi Kayu di Lapangan. Bogor : Yayasan Prosea dan Pusat Diklat Pegawai dan SDM Kehutanan. Malik J, Santoso A, Rachman O Sari Hasil Penelitian Mangium dan Pinus. Pusat Penelitian Hasil Hutan Deartemen Kehutanan. Bogor. Maloney TM Modern Particleboard and Dry-Process Fiberboard Manufacturing Edisi Revisi. USA: Miller Freemann Inc San Francisco. Massijaya MY Development of Board Made from Waste Newspaper. [disertasi].tokyo Japan: Tokyo University. Mattjik AA, Sumertajaya IM Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor: IPB Press. Misran S Production of Oriented Strand Board (OSB) from Rubberwood Using Phenol Formaldehyde Resin As A Binder. [thesis]. Malaysia : Universitas Putra Malaya. Moses DM, Prion HGL, Li H, Boehner W Composite behavior of laminated strand lumber. Wood Sc Technol. Vol 37 Issue 1. USA : Springer Verlag. Muehl JH, Krzysik AM Effect of Resin and Wax on Mechanical and Physical Properties of Hardboard from Air-Laid Mats. Forest Products Laboratory. USDA. Madison.. USA. Nishimura T, Ansell MP Monitoring fiber orientation in OSB during production using filltered image analysis. Wood Sc Technol. Vol 36 N0.3. June: USA : Springer Verlag.

86 69 Nishimura T, Amin J, Ansell MP Image analysis and bending properties to model osb panels as function of strand distribution, shape and size. Journal of Wood Science and Technology 38 (4-5) Springer Verlag Heidelberg. Nuryawan A, Massijaya MY Mengenal Oriented Strand Board (OSB). Kerjasama Antara Fak. Pertanian Univ. Sumatera Utara dan Fak. Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Nuryawan A Sifat Fisis dan Mekanis Oriented Strand Board dari Kayu Akasia, Ekaliptus dan Gmelina Berdiameter Kecil. [thesis]. Bogor : Program Pascasarjana, IPB. Nurrochmat DR Posisi Pasar dan Strategi Pemasaran Produk Perkayuan Indonesia. Bogor. Fakultas Kehutanan IPB. Pizzi A Wood Adhesives Chemistry and Technology. New York : Marcel Dekker. Ragauskas AJ Fast Curing of Composite Wood Product. Insitute of Paper Science and Technology. USDA Laboratory. Ruhendi S, Hadi YS Perekat dan Perekatan (Adhesive and gluing). Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Ruhendi S, Natalia D, Aulia FS, Yanti H, Nurhaida, Sahriyanti S, Sucipto T Analisis Perekatan Kayu. Bogor: Program Studi Ilmu Kehutanan. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Ruliaty S, Mandang YI Struktur Anatomi Beberapa jenis Kayu Hutan Tanaman Industri. Bogor. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 5 ; 6. Rowell RM State of art and future development of bio-based composite science and technology towards the 21 st century. Didalam Hadi YS. editor. Proceedings the Fourth Pacific Rim Bio-Based Composites Symposium. Bogor. Santoso A, Hadjib N, Sutigno P Peningkatan Mutu Kayu Melalui Produk Perekatan. Makalah Utama pada Diskusi Peningkatan Kualitas Kayu tanggal 24 Februari. Pusat Penelitian Hasil Hutan Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Standar Nasional Indonesia SNI Fenol Formaldehida Cair untuk Perekat Kayu Lapis. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. Suchsland O The Swelling and Shrinking of Wood: A Practical Technology Primer. Madison WI. Forest Products Soc.

87 70 Sutrisno Pengaruh Nisbah Tekan Terhadap Sifat Papan Untai Kayu Sengon dan Tusam. [thesis]. Bogor : Program Pascasarjana, IPB. Tambunan B Oriented Strand Board. Bogor : Laboratorium Biokomposit Fakultas Kehutanan IPB. Tempo Industri Kayu Lapis Bukan lagi Unggulan. [7 Februari 2007]. Tsoumis G Science and Technology of Wood Structure, Properties, Utilization. New York:Van Nostrand Reinhold. Walter. K Oriented Strandboard and Laminated Strand Lumber. Update Aplications and NewDevelopment. G. Siempelkamp GMBH and Co. Krefeld. Germany. Wahyudi I, Febrianto F, Wistara NJ Sifat Dasar, Sifat Pengolahan dan Sifat Penggunaan Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl). Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. [7 Februari 2007] [7 Februari 2007] [7 Februari 2007] Youngquist J A Unlikely Partners? The Marriage of Wood and Nonwood Materials. USA : Forest Products Journal 45;10: Youngquist J A Wood Based Composite and Panel Product. Di dalam : Wood Handbook Wood as an Engeneering Material. USDA. Madison.

88 ix

89 71 Lampiran 1 Nilai solid content, ph, viscosity perekat Phenol Formaldehyde Resin Solid Content Ulangan Berat Berat cawan+resin Berat resin BKO+cawan BKO cawan (BA) (gr) (gr) (gr) RSC (%) 1 20,99 22, ,82 0,83 41, ,49 18, ,33 0,84 41, ,54 22,5 1,96 21,34 0,8 40,82 rataan 41,37 ph dan Viscosity ph 30 C 12,33 Viscosity 30 C 56 cps

90 72 Lampiran 2 Hasil pengujian berat jenis dan kadar air kayu Kayu akasia No Kode BKU Berat air BKU+BA BKT Vol KA (gr) (BA)(gr) (gr) (gr) KU KU(%) BJ 1 AkKUL1 6,23 132,47 145,42 5,44 12,95 14,50 0,42 2 AkKUL2 5,97 132,46 144,33 5,22 11,87 14,28 0,44 3 AkKUD1 6,75 132,46 144,23 5,88 11,77 14,80 0,50 4 AkKUD2 6,81 132,45 144,78 5,92 12,34 15,01 0,48 5 Ak UL1 6,43 132,44 143,92 5,63 11,48 14,31 0,49 6 Ak UL2 6,22 132,42 143,46 5,41 11,04 14,99 0,49 7 Ak UD1 8,92 132,42 148,57 7,76 16,15 15,01 0,48 8 Ak UD2 8,92 132,40 150,53 7,73 18,13 15,36 0,43 9 AkKPUL1 9,63 132,38 149,23 8,34 16,85 15,47 0,49 10 AkKPUL2 9,63 132,37 148,89 8,43 16,52 14,28 0,51 11 AkKPUD1 10,52 132,36 149,72 9,20 17,36 14,32 0,53 12 AkKPUD2 10,59 132,33 149,69 9,20 17,36 15,12 0,53 13 Ak PL1 7,93 132,33 145,51 6,85 13,18 15,73 0,52 14 Ak PL2 7,85 132,33 145,43 6,82 13,11 15,19 0,52 15 Ak PD1 8,93 132,32 146,34 7,76 14,02 15,08 0,55 16 Ak PD2 10,63 132,31 149,41 9,24 17,10 15,07 0,54 rataan 14,91 0,50 Kayu Afrika No Kode BKU Berat air BKU+BA BKT Vol KA (gr) (BA)(gr) (gr) (gr) KU (%) BJ 1 AfKUL1 3,67 131,58 141,25 3,26 9,67 12,58 0,34 2 AfKUL2 4,33 131,56 141,55 3,83 9,99 13,14 0,38 3 AfKUD1 5,02 131,55 141,17 4,41 9,61 13,75 0,46 4 AfKUD2 5,32 131,55 141,50 4,67 9,95 13,87 0,47 5 Af UL1 3,21 131,51 140,49 2,84 8,98 13,23 0,32 6 Af UL2 3,61 131,51 141,18 3,18 9,68 13,52 0,33 7 Af UD1 4,15 131,46 141,01 3,67 9,56 13,08 0,38 8 Af UD2 3,39 131,43 140,84 2,99 9,41 13,26 0,32 9 AfKPUL1 4,77 126,18 135,44 4,21 9,26 13,27 0,45 10 AfKPUL2 4,66 126,16 135,54 4,13 9,38 12,91 0,44 11 AfKPUD1 5,19 126,13 135,75 4,55 9,62 13,97 0,47 12 AfKPUD2 5,29 126,12 135,96 4,65 9,83 13,89 0,47 13 Af PL1 5,11 126,12 136,27 4,48 10,15 13,99 0,44 14 Af PL2 4,53 126,11 134,62 3,97 8,51 14,22 0,47 15 Af PD1 5,43 126,09 136,37 4,74 10,28 14,53 0,46 16 Af PD2 5,08 126,06 135,37 4,46 9,31 13,95 0,48 rataan 13,57 0,42 Keterangan Ak=Akasia Af=Afrika K=Kiri U=Ujung P=Pangkal L=Luar (gubal) D=Dalam(teras)

91 Lampiran 3 Hasil pengukuran Nisbah kelangsingan (selenderness ratio) dan nisbah aspek (aspect ratio) 73

92 74

93 75

94 76

95 77 Lampiran 4 Kadar zat ekstraktif kayu akasia dan afrika Kadar zat ekstraktif Kelarutan dalam Air Dingin No Kode Sampel Berat sampel (BKU)(gr) Berat kertas saring(bks)(gr) BS+BKS %KD 1 AfD1 2,008 0,912 2,644 3,45 2 AfD2 2,006 0,904 2,644 2,95 Rataan 3,2 3 AkD1 2,011 0,908 2,549 9,23 4 AkD2 2,003 0,895 2,536 8,37 Rataan 8,8 Keterangan Af=kayu afrika Ak=kayu akasia Kelarutan dalam Air Panas No Kode Sampel Berat sampel (BKU)(gr) Berat kertas saring(bks)(gr) BS+BKS %KPs 1 AfPs1 2,013 1,29 2,605 6,83 2 AfPs2 2,02 0,22 2,61 7,04 rataan 6,94 3 AkPs1 2,017 0,38 2,497 13,58 4 AkPs2 2,022 0,917 2,477 14,19 rataan 13,89 Keterangan Af=kayu afrika Ak=kayu akasia Kelarutan dalam Alkohol Benzen No Kode Sampel Berat Timbal (BT)(gr) Berat sampel (BKU)gr(gr) BT+BS %KDAb 1 AfAb1 4,89 8,752 12,475 3,04 2 AfAb2 4,741 8,902 12,41 3,62 rataan 3,33 3 AkAb1 5,025 8,687 12,131 9,05 4 AkAb2 4,678 8,915 11,98 8,93 rataan 8,99 Keterangan Af=kayu afrika Ak=kayu akasia

96 78 Lampiran 5 Hasil pengukuran dan uji t sudut kontak perekat Hasil pengukuran sudut kontak : Ulangan Afrika Akasia 1 50,8º 61,4º 52,8º 61,2º Rata-rata 51,8º 61,3º nilai cos 0,62 0, ,7º 61,1º 42,5º 61,1º Rata-rata 42,1º 61,1º nilai cos 0,75 0, ,5º 62,6º 49,2º 62,7º Rata-rata 47,35º 62,65º nilai cos 0,68 0,46 Rataan 47,08º 61,68º nilai cos rata-rata 0,68 0,47 Uji t perbedaan nilai cosinus kayu akasia dan afrika Nilai cosinus t-test: Paired Two Sample for Means Akasia Afrika Mean 0, , Variance 0, , Observations 6 6 Pearson Correlation -0,08671 Hypothesized Mean Difference 0 df 5 t Stat 8, P(T<=t) one-tail 0, ** t Critical one-tail 2, P(T<=t) two-tail 0, t Critical two-tail 2, Keterangan : **= berbeda sangat nyata

97 81 Lampiran 8 Hasil analisis sidik ragam kerapatan Sumber keragaman db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Fhitung Pr>F Perlakuan 15 0,0285 0,0019 2,86 0,0062 Jenis kayu 1 0,0213 0, ,01 0,0062 Penyusunan arah strand 7 0,0025 0,0004 0,54 0,7993 Interaksi 7 0,0047 0,0007 1,01 0,4405 Galat 32 0,0213 0,0007 Total 47 0,0498 R-Square C,V, Root MSE Kerapatan Mean 0, ,9499 0, ,6527 Uji lanjut Duncan (Jenis kayu) Duncan Grouping Mean N JK A 0, a1 B 0, a2

98 82 Lampiran 9 Hasil analisis sidik ragam kadar air Sumber keragaman db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Fhitung Pr>F Perlakuan 15 7,0520 0,4701 0,60 0,8526 Jenis kayu 1 0,1183 0,1183 0,15 0,7001 Penyusunan arah strand 7 1,2407 0,1772 0,23 0,9761 Interaksi 7 5,6930 0,8133 1,04 0,4243 Galat 32 25,0553 0,7830 Total 47 32,1073 R-Square C,V, Root MSE KA Mean 0, ,1083 0,8849 7,9658

99 83 Lampiran 10 Hasil analisis sidik ragam pengembangan tebal 2 jam Sumber keragaman db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Fhitung Pr>F Perlakuan 15 29,4876 1,9658 0,74 0,7244 Jenis kayu 1 4,1218 4,1218 1,56 0,2209 Penyusunan arah strand 7 4,1040 0,5863 0,22 0,9774 Interaksi 7 21,2618 3,0374 1,15 0,3588 Galat 32 84,6139 2,6442 Total ,1016 R-Square C,V, Root MSE PT2 Mean 0, ,6982 1,6261 2,2368

100 84 Lampiran 11 Hasil analisis sidik ragam pengembangan tebal 24 jam Sumber keragaman db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Fhitung Pr>F Perlakuan 15 65,4853 4,3657 0,44 0,9544 Jenis kayu 1 3,1380 3,1380 0,31 0,5790 Penyusunan arah strand 7 23,1731 3,3104 0,33 0,9337 Interaksi 7 39,1743 5,5963 0,56 0,7819 Galat ,4932 9,9842 Total ,9785 R-Square C,V, Root MSE PT24 Mean 0, ,6427 3,1598 6,9228

101 85 Lampiran 12 Hasil analisis sidik ragam pengembangan linier 2 jam Sumber keragaman db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Fhitung Pr>F Perlakuan 15 0,0871 0,0058 1,48 0,1733 Jenis kayu 1 0,0001 0,0001 0,02 0,8865 Penyusunan arah strand 7 0,0435 0,0062 1,58 0,1779 Interaksi 7 0,0436 0,0062 1,58 0,1766 Galat 32 0,1260 0,0039 Total 47 0,2131 R-Square C,V, Root MSE PL2 Mean 0, ,5136 0,0627 0,1378

102 86 Lampiran 13 Hasil analisis sidik ragam pengembangan linier 24 jam Sumber keragaman db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Fhitung Pr>F Perlakuan 15 0,4910 0,0327 2,65 0,0102 Jenis kayu 1 0,0001 0,0001 0,01 0,9190 Penyusunan arah strand 7 0,4238 0,0605 4,90 0,0008 Interaksi 7 0,0670 0,0096 0,77 0,6130 Galat 32 0,3957 0,0124 Total 47 0,8867 R-Square C,V, Root MSE PL24 Mean 0, ,2536 0,1112 0,3448 Uji lanjut Duncan (Penyusunan arah strand) Duncan Grouping Mean N Penyusunan arah strand A 0, A B A 0, D B A C 0, B B A C 0, C B D C 0, E D C 0, G D C 0, F D 0, H

103 87 Lampiran 14 Hasil analisis sidik ragam daya serap air 2 jam Sumber keragaman db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Fhitung Pr>F Perlakuan , ,1802 2,56 0,0126 Jenis kayu 1 112, , ,66 0,0001 Penyusunan arah strand 7 23,6866 3,3838 0,77 0,6130 Interaksi 7 31,9080 4,5583 1,04 0,4214 Galat ,8180 4,3693 Total ,5202 R-Square C,V, Root MSE DSA2 Mean 0, ,2986 2, ,4232 Uji lanjut Duncan (Jenis kayu) Duncan Grouping Mean N JK A 12, a2 B 9, a1

104 88 Lampiran 15 Hasil analisis sidik ragam daya serap air 24 jam Sumber keragaman db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Fhitung Pr>F Perlakuan , ,9168 1,47 0,1743 Jenis kayu 1 479, , ,39 0,0004 Penyusunan arah strand 7 82, ,8539 0,38 0,9070 Interaksi 7 126, , ,58 0,7685 Galat , ,1681 Total ,1314 R-Square C,V, Root MSE DSA24 Mean 0, ,0043 5, ,2084 Uji lanjut Duncan (Jenis kayu) Duncan Grouping Mean N JK A 40, a2 B 34, a1

105 89 Lampiran 16 Hasil analisis sidik ragam MOE kering // arah panjang Sumber keragaman db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Fhitung Pr>F Perlakuan , ,51 8,60 0,0001 Jenis kayu , ,76 13,87 0,0008 Penyusunan arah strand , ,30 15,81 0,0001 Interaksi , ,25 0,63 0,7305 Galat , ,77 Total ,20 R-Square C,V, Root MSE MOE4 Mean 0, , , ,2793 Uji lanjut Duncan (Jenis kayu) Uji lanjut Duncan (Penyusunan arah strand) Duncan Grouping Mean N JK A a1 B a2 Duncan Grouping Mean N Penyusunan arah strand A E A C A A A D B B C F C G C H

106 90 Lampiran 17 Hasil analisis sidik ragam MOE kering // arah lebar Sumber keragaman db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Fhitung Pr>F Perlakuan , ,74 17,09 0,0001 Jenis kayu , ,18 15,00 0,0005 Penyusunan arah strand , ,48 31,47 0,0001 Interaksi , ,23 3,01 0,0153 Galat , ,06 Total ,96 R-Square C,V, Root MSE MOE6 Mean 0, , , ,5763 Uji lanjut Duncan (Jenis kayu) Duncan Grouping Mean N JK A a1 B a2 Uji lanjut Duncan (Penyusunan arah strand) Duncan Grouping Mean N Penyusunan arah strand A F B A H B G C B C C C E C D C A

107 91 Lampiran 17 (lanjutan) Uji lanjut Duncan (interaksi) Duncan Grouping Mean N JK Penyusunan arah strand A a1f A a1h B a2g B a1g B a2f B a2h C a1b C a1c C a1e C a2b C a1d C a1a C a2e C a2c C a2a C a2d

108 92 Lampiran 18 Hasil analisis sidik ragam MOR kering // arah panjang Sumber keragaman db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Fhitung Pr>F Perlakuan , ,22 3,82 0,0007 Jenis kayu , ,88 12,38 0,0013 Penyusunan arah strand , ,50 5,27 0,0004 Interaksi , ,85 1,15 0,3593 Galat , ,83 Total ,76 R-Square C,V, Root MSE MOR4 Mean 0, , , ,64 Uji lanjut Duncan (Jenis kayu) Duncan Grouping Mean N JK A 554,38 24 a1 B 448,91 24 a2 Uji lanjut Duncan (Penyusunan arah strand) Duncan Grouping Mean N Penyusunan arah strand A 641,17 6 A B A 571,90 6 E B A 565,72 6 C B A 533,75 6 D B C 487,40 6 F B C D 471,79 6 B C D 397,46 6 H D 343,97 6 G

109 93 Lampiran 19 Hasil analisis sidik ragam MOR kering // arah lebar Sumber keragaman db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Fhitung Pr>F Perlakuan , ,05 25,60 0,0001 Jenis kayu , ,91 30,97 0,0001 Penyusunan arah strand , ,53 46,35 0,0001 Interaksi , ,59 4,07 0,0027 Galat , ,18 Total ,45 R-Square C,V, Root MSE MOR6 Mean 0, , , , Uji lanjut Duncan (Jenis kayu) Duncan Grouping Mean N JK A 265,87 24 a1 B 193,14 24 a2 Uji lanjut Duncan (Penyusunan arah strand) Duncan Grouping Mean N Penyusunan arah strand A 401,82 6 F A 364,98 6 H A 363,25 6 G B 191,46 6 B B 148,86 6 C B 146,92 6 E B C 134,41 6 D C 84,35 6 A

110 94 Lampiran 19 (lanjutan) Uji lanjut Duncan (Interaksi) Duncan Grouping Mean N JK Penyusunan arah strand A 525,75 3 a1f B 412,92 3 a1h C B 381,79 3 a1g C B D 344,71 3 a2g C D 317,03 3 a2h E D 277,90 3 a2f F E 213,95 3 a1b F G 176,86 3 a1e F G 171,39 3 a1c F G 168,97 3 a2b F G H 153,67 3 a1d G H 126,33 3 a2c G H 116,99 3 a2e G H 115,15 3 a2d G H 90,64 3 a1a H 78,06 3 a2a

111 95 Lampiran 20 Hasil analisis sidik ragam MOE basah // arah panjang Sumber keragaman db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Fhitung Pr>F Perlakuan , ,10 6,15 0,0001 Jenis kayu , ,50 2,57 0,1184 Penyusunan arah strand , ,95 11,61 0,0001 Interaksi , ,48 1,19 0,3374 Galat , ,74 Total ,19 R-Square C,V, Root MSE MOE5 Mean 0, , , , Uji lanjut Duncan (Penyusunan arah strand) Duncan Grouping Mean N Penyusunan arah strand A A B A C B A E B B B D C G C F C H

112 96 Lampiran 21 Hasil analisis sidik ragam MOE basah // arah lebar Sumber keragaman db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Fhitung Pr>F Perlakuan , ,86 24,13 0,0001 Jenis kayu , ,19 9,08 0,0050 Penyusunan arah strand , ,39 48,75 0,0001 Interaksi , ,29 1,66 0,1555 Galat , ,14 Total ,61 R-Square C,V, Root MSE MOE7 Mean 0, , , , Uji lanjut Duncan (Jenis kayu) Duncan Grouping Mean N JK A 11594,2 24 a1 B 9280,7 24 a2 Uji lanjjut Duncan (Penyusunan arah strand) Duncan Grouping Mean N Penyusunan arah strand A H B A F B G C B C E C C C D C A

113 97 Lampiran 22 Hasil analisis sidik ragam MOR basah // arah panjang Sumber keragaman db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Fhitung Pr>F Perlakuan , ,78 6,91 0,0001 Jenis kayu , ,94 2,32 0,1372 Penyusunan arah strand , ,37 11,43 0,0001 Interaksi , ,30 3,05 0,0141 Galat , ,70 Total ,09 R-Square C,V, Root MSE MOR5 Mean 0, , , ,0839 Uji lanjut Duncan (Penyusunan arah strand) Duncan Grouping Mean N Penyusunan arah strand A 404,07 6 A B 338,46 6 C B 338,19 6 E B 323,70 6 D B 321,10 6 B C 243,55 6 G C 231,39 6 F C 208,22 6 H

114 98 Lampiran 22 (lanjutan) Uji lanjut Duncan (Interaksi) Duncan Grouping Mean N JK Penyusunan arah strand A 430,33 3 a1a B A 394,98 3 a1c B A C 377,82 3 a2a B A C 375,02 3 a1e B D A C 355,78 3 a1d B D E C 333,75 3 a1b F B D E C 308,45 3 a2b F D E C 301,37 3 a2e F G D E C 291,62 3 a2d F G D E C 289,69 3 a2g F G D E H 281,93 3 a2c F G E H 254,97 3 a2f F G H 217,82 3 a2h G H 207,80 3 a1f H 198,62 3 a1h H 197,41 3 a1g

115 99 Lampiran 23 Hasil analisis sidik ragam MOR basah // arah lebar Sumber keragaman db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Fhitung Pr>F Perlakuan , ,62 11,68 0,0001 Jenis kayu , ,27 1,44 0,2391 Penyusunan arah strand , ,99 23,64 0,0001 Interaksi , ,03 1,18 0,3421 Galat , ,75 Total ,30 R-Square C,V, Root MSE MOR7 Mean 0, , , , Uji lanjut Duncan (Penyusunan arah strand) Duncan Grouping Mean N Penyusunan arah strand A 242,99 6 F A 213,10 6 H A 209,05 6 G B 117,38 6 B C B 95,23 6 C C B 84,72 6 E C B 79,41 6 D C 57,55 6 A

116 100 Lampiran 24 Hasil analisis sidik ragam keteguhan rekat internal (Internal bond) Sumber keragaman db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Fhitung Pr>F Perlakuan 15 43,1548 2,8770 0,70 0,7649 Jenis kayu 1 0,0033 0,0033 0,00 0,9775 Penyusunan arah strand 7 19,1894 2,7413 0,67 0,6974 Interaksi 7 23,9620 3,4231 0,83 0,5673 Galat ,3521 4,1048 Total ,5068 R-Square C,V, Root MSE IB Mean 0, ,4657 2,0260 5,2671

117 101 Lampiran 25 Uji t perbedaan ketebalan dan lebar strand akasia, afrika Lebar strand akasia t-test: Paired Two Sample for Means Variable 1 Variable 2 Mean 1, ,98547 Variance 0, , Observations Pearson Correlation 0, Hypothesized Mean Difference 0 Df 49 t Stat 0, P(T<=t) one-tail 0, tn t Critical one-tail 1, P(T<=t) two-tail 0, t Critical two-tail 2, Ketebalan strand akasia t-test: Paired Two Sample for Means Variable 1 Variable 2 Mean 0,0877 0,08708 Variance 0, , Observations Pearson Correlation 0, Hypothesized Mean Difference 0 Df 49 t Stat 0, P(T<=t) one-tail 0, tn t Critical one-tail 1, P(T<=t) two-tail 0, t Critical two-tail 2, Keterangan: tn = tidak berbeda nyata

118 102 Lampiran 25 (lanjutan) Lebar strand afrika t-test: Paired Two Sample for Means Variable 1 Variable 2 Mean 1, ,90409 Variance 0, , Observations Pearson Correlation 0, Hypothesized Mean Difference 0 df 49 t Stat -0, P(T<=t) one-tail 0, tn t Critical one-tail 1, P(T<=t) two-tail 0, t Critical two-tail 2, Ketebalan strand afrika t-test: Paired Two Sample for Means Variable 1 Variable 2 Mean 0,1071 0,11438 Variance 0, , Observations Pearson Correlation 0, Hypothesized Mean Difference 0 df 49 t Stat -1, P(T<=t) one-tail 0, tn t Critical one-tail 1, P(T<=t) two-tail 0, t Critical two-tail 2, Keterangan: tn = tidak berbeda nyata

119 103 Lampiran 26 Uji t perbedaan selenderness ratio strand akasia dan afrika selenderness ratio t-test: Paired Two Sample for Means Akasia Afrika Mean 86, , Variance 617, , Observations Pearson Correlation 0, Hypothesized Mean Difference 0 df 99 t Stat 4, P(T<=t) one-tail 1,6515E-06** t Critical one-tail 1, P(T<=t) two-tail 3,30301E-06 t Critical two-tail 1, Keterangan : **= berbeda sangat nyata

120 104 Lampiran 27 Uji t model F, G, H untuk nilai MOE dan MOR yang diuji searah panjang dan lebar t-test: Paired Two Sample for Means MOE pj MOE lb Mean 44325, ,21 Variance ,02E+08 Observations 9 9 Pearson Correlation 0, Hypothesized Mean Difference 0 Df 8 t Stat -0,84415 P(T<=t) one-tail 0, tn t Critical one-tail 1, P(T<=t) two-tail 0, t Critical two-tail 2, Keterangan : tn = tidak berbeda nyata t-test: Paired Two Sample for Means MOR pj MOR lb Mean 500, ,153 Variance 18844, ,39 Observations 9 9 Pearson Correlation 0, Hypothesized Mean Difference 0 df 8 t Stat 1,56561 P(T<=t) one-tail 0, tn t Critical one-tail 1, P(T<=t) two-tail 0, t Critical two-tail 2, Keterangan: tn = tidak berbeda nyata

121 105 Lampiran 28 Gambar kerusakan contoh uji PAS A PAS B PAS C PAS D PAS E PAS F PAS G PAS H Gambar kerusakan pengujian // arah panjang OSB afrika PAS A PAS B PAS C PAS D PAS E PAS F PAS G PAS H Gambar kerusakan pengujian // arah lebar OSB afrika

122 106 Lampiran 28 (lanjutan) PAS A PAS B PAS C PAS D PAS E PAS F PAS G PAS H Gambar kerusakan pengujian // arah panjang OSB akasia PAS A PAS B PAS C PAS D PAS E PAS F PAS G PAS H Gambar kerusakan pengujian // arah lebar OSB akasia

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KARAKTERISTIK ORIENTED STRAND BOARD DARI KAYU AKASIA DAN AFRIKA BERDASARKAN PENYUSUNAN ARAH STRAND NURHAIDA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 0 8 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Oriented Strand Board

TINJAUAN PUSTAKA Oriented Strand Board 6 TINJAUAN PUSTAKA Oriented Strand Board Oriented Strand Board (OSB) adalah sebuah panil yang terdiri atas tiga lapisan, seperti halnya pada kayu lapis dibuat dengan flake (strand) yang tipis atau wafer

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu yang ditemukan oleh ilmuwan Amerika

TINJAUAN PUSTAKA. (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu yang ditemukan oleh ilmuwan Amerika TINJAUAN PUSTAKA Oriented Strand Board (OSB) Awalnya produk OSB merupakan pengembangan dari papan wafer (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu yang ditemukan oleh ilmuwan Amerika pada tahun 1954. Limbah-limbah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oriented Strand Board (OSB) Oriented Strand Board (OSB) merupakan papan yang diproduksi untuk penggunaan struktural terbuat dari untaian (strand) kayu yang sengaja diorientasikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 8 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2011 sampai Agustus 2011. Pemotongan kayu dilakukan di Work Shop Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ORIENTED STRAND BOARD BERDASARKAN PENYUSUNAN ARAH STRAND Characteristics of Oriented Strand Board Based on Strand Orientation

KARAKTERISTIK ORIENTED STRAND BOARD BERDASARKAN PENYUSUNAN ARAH STRAND Characteristics of Oriented Strand Board Based on Strand Orientation Karakteristik Oriented Strand Board Berdasarkan 87 KARAKTERISTIK ORIENTED STRAND BOARD BERDASARKAN PENYUSUNAN ARAH STRAND Characteristics of Oriented Strand Board Based on Strand Orientation NURHAIDA 1,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian 23 MATERI DAN METODE Materi Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di aboratorium Biokomposit, aboratorium Keteknikan Kayu dan aboratorium Kayu Solid, Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan TINJAUAN PUSTAKA A. Papan Partikel A.1. Definisi papan partikel Kayu komposit merupakan kayu yang biasa digunakan dalam penggunaan perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763 16 TINJAUAN PUSTAKA A. Kelapa sawit Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) adalah sebagai berikut: Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Sub famili Genus Spesies : Plantae

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand secara lengkap disajikan pada Lampiran 1, sedangkan nilai rata-ratanya tertera pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai pengukuran

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 4.1 Geometri Strand pada Tabel 1. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran nilai rata-rata geometri strand pada penelitian ini tertera Tabel 1 Nilai rata-rata pengukuran dimensi strand, perhitungan

Lebih terperinci

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 48 4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 4.1 Pendahuluan Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, kekuatan papan yang dihasilkan masih rendah utamanya nilai MOR

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan data, nilai rata-rata dimensi strand yang ditentukan dengan menggunakan 1 strand

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan, [ TINJAUAN PUSTAKA Batang Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis yang berasal dari Nigeria (Afrika Barat). Tinggi kelapa sawit dapat mencapai 24 m sedangkan diameternya

Lebih terperinci

6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 77 6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 6.1 Pendahuluan Pengempaan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas papan yang dihasilkan (USDA, 1972). Salah satu hal

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan partikel yang diuji meliputi kerapatan, kadar air, daya serap air dan pengembangan tebal. Sifat mekanis papan partikel yang diuji meliputi Modulus of Elasticity

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 7 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit dan pengujian sifat fisis dan mekanis dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa dan Desain

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Mutu Kekakuan Lamina BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan lamina diawali dengan melakukan penentuan mutu pada tiap ketebalan lamina menggunakan uji non destructive test. Data hasil pengujian NDT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PAPAN PARTIKEL 2.1.1 Definisi dan Pengertian Papan partikel adalah suatu produk kayu yang dihasilkan dari hasil pengempaan panas antara campuran partikel kayu atau bahan berlignoselulosa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober 2015. Pembuatan papan dan pengujian sifat fisis dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Program Studi Kehutanan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tandan Kosong Sawit Jumlah produksi kelapa sawit di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2010 mencapai 21.958.120 ton dan pada tahun 2011 mencapai

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA i PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 i PENGARUH PERENDAMAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Akustik Papan Partikel Sengon 4.1.1 Koefisien Absorbsi suara Apabila ada gelombang suara bersumber dari bahan lain mengenai bahan kayu, maka sebagian dari energi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2010. Tempat yang dipergunakan untuk penelitian adalah sebagai berikut : untuk pembuatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2007 sampai Juli 2008. Pembuatan OSB dilakukan di Laboratorium Biokomposit, pembuatan contoh uji di Laboratorium

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PAPAN KOMPOSIT RAMAH LINGKUNGAN DARI BAMBU, FINIR DAN LOG CORE KAYU KARET (Hevea brasiliensis (Willd.Ex A.Juss.) Mull. Arg.

PENGEMBANGAN PAPAN KOMPOSIT RAMAH LINGKUNGAN DARI BAMBU, FINIR DAN LOG CORE KAYU KARET (Hevea brasiliensis (Willd.Ex A.Juss.) Mull. Arg. PENGEMBANGAN PAPAN KOMPOSIT RAMAH LINGKUNGAN DARI BAMBU, FINIR DAN LOG CORE KAYU KARET (Hevea brasiliensis (Willd.Ex A.Juss.) Mull. Arg.) SUKMA SURYA KUSUMAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Papan Partikel 4.1.1 Kerapatan Kerapatan merupakan perbandingan antara massa per volume yang berhubungan dengan distribusi partikel dan perekat dalam contoh

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4.1. Sifat Fisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat bahan dasar kayu yang digunakan. Sifat fisis yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang sawit berbentuk silinder dengan

TINJAUAN PUSTAKA. kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang sawit berbentuk silinder dengan TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit Sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak mempunyai kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang sawit berbentuk silinder dengan diameter 20-75 cm. Tinggi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIS DAN MEKANIS PAPAN PARTIKEL BAMBU BETUNG

KARAKTERISTIK FISIS DAN MEKANIS PAPAN PARTIKEL BAMBU BETUNG KARAKTERISTIK FISIS DAN MEKANIS PAPAN PARTIKEL BAMBU BETUNG HASIL PENELITIAN Oleh: Satria Muharis 071203013/Teknologi Hasil Hutan PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Bahan HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Serat Sisal (Agave sisalana Perr.) Serat sisal yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari serat sisal kontrol dan serat sisal yang mendapatkan perlakuan mekanis

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan bahan baku dan pembuatan papan partikel dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Bio-Komposit sedangkan untuk pengujian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Bambu Tali. kayu dengan masa panen 3-6 tahun. Bahan berlignoselulosa pada umumnya dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Bambu Tali. kayu dengan masa panen 3-6 tahun. Bahan berlignoselulosa pada umumnya dapat TINJAUAN PUSTAKA Bambu Tali Bambu sebagai salah satu hasil hutan bukan kayu yang memiliki kandungan lignoselulosa melimpah di Indonesia dan berpotensi besar untuk dijadikan sebagai bahan pengganti kayu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Menurut Hadi (2004), klasifikasi botani kelapa sawit dapat diuraikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Kelas Ordo Familia Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Liliopsida

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN Febriyani. E24104030. Sifat Fisis Mekanis Panel Sandwich

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin berkurang pasokan kayunya dari hutan alam, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia melaksanakan

Lebih terperinci

KUALITAS PAPAN SERAT BERKERAPATAN SEDANG DARI AKASIA DAN ISOSIANAT

KUALITAS PAPAN SERAT BERKERAPATAN SEDANG DARI AKASIA DAN ISOSIANAT KUALITAS PAPAN SERAT BERKERAPATAN SEDANG DARI AKASIA DAN ISOSIANAT HASIL PENELITIAN Oleh: Desi Haryani Tambunan 061203010/ Teknologi Hasil Hutan DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai bulan April 2012 Juli 2012. Dilaksanakan di Laboratorium Bio Komposit, Laboratorium Rekayasa Departemen Hasil Hutan,

Lebih terperinci

PENGARUH PANJANG PARTIKEL TERHADAP KUALITAS ORIENTED PARTICLE BOARD DARI BAMBU TALI (Gigantochloa apus J.A & J.H. Schult.

PENGARUH PANJANG PARTIKEL TERHADAP KUALITAS ORIENTED PARTICLE BOARD DARI BAMBU TALI (Gigantochloa apus J.A & J.H. Schult. PENGARUH PANJANG PARTIKEL TERHADAP KUALITAS ORIENTED PARTICLE BOARD DARI BAMBU TALI (Gigantochloa apus J.A & J.H. Schult. Kurz) SKRIPSI Oleh: RICKY HALOMOAN GEA 111201132/TEKNOLOGI HASIL HUTAN PROGRAM

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan bahan baku, pembuatan dan pengujian sifat fisis papan partikel dilaksanakan di Laboratorium Bio-Komposit sedangkan untuk pengujian sifat mekanis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari hingga Juni 2009 dengan rincian waktu penelitian terdapat pada Lampiran 3. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAPAN SEMEN DARI LIMBAH INDUSTRI PENSIL DENGAN BERBAGAI RASIO BAHAN BAKU DAN TARGET KERAPATAN

SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAPAN SEMEN DARI LIMBAH INDUSTRI PENSIL DENGAN BERBAGAI RASIO BAHAN BAKU DAN TARGET KERAPATAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAPAN SEMEN DARI LIMBAH INDUSTRI PENSIL DENGAN BERBAGAI RASIO BAHAN BAKU DAN TARGET KERAPATAN Oleh: Yunida Syafriani Lubis 111201033 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisis Papan Semen 4.1.1. Kadar Air Nilai rata-rata kadar air papan semen sekam hasil pengukuran disajikan pada Gambar 7. 12 Kadar air (%) 9 6 3 0 JIS A5417 1992:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel CLT, dan pengujian

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID

Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 Pengaruh Variasi Penyusunan

Lebih terperinci

PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD

PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD i PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber 2.1.1 Definisi Cross Laminated Timber (CLT) pertama dikembangkan di Swiss pada tahun 1970-an. Produk ini merupakan perpanjangan dari teknologi rekayasa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 10 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai bulan Mei 2012 Agustus 2012. Dilaksanakan di Laboratorium Bio Komposit, Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Departemen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Dasar dan Keawetan Alami Kayu Sentang A.1. Anatomi kayu Struktur anatomi kayu mencirikan macam sel penyusun kayu berikut bentuk dan ukurannya. Sebagaimana jenis kayu daun

Lebih terperinci

PENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN

PENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN 1 PENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara ERICK MARTHIN GULTOM (061203028) KEHUTANAN 2010 KUALITAS PAPAN PLASTIK KOMPOSIT PADA BERBAGAI TINGKAT PENDAURULANGAN PLASTIK ERICK MARTHIN GULTOM 061203028 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Sifat fisis dari panel CLT yang diuji yaitu, kerapatan (ρ), kadar air (KA), pengembangan volume (KV) dan penyusutan volume (SV). Hasil pengujian sifat fisis

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PAPAN SEMEN DARI LIMBAH KERTAS KARDUS DENGAN PENAMBAHAN KATALIS NATRIUM SILIKAT

KARAKTERISTIK PAPAN SEMEN DARI LIMBAH KERTAS KARDUS DENGAN PENAMBAHAN KATALIS NATRIUM SILIKAT KARAKTERISTIK PAPAN SEMEN DARI LIMBAH KERTAS KARDUS DENGAN PENAMBAHAN KATALIS NATRIUM SILIKAT SKRIPSI Oleh Ance Trisnawati Gultom 061203040/Teknologi Hasil Hutan PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ORIENTED STRAND BOARD

ORIENTED STRAND BOARD KARYA TULIS ORIENTED STRAND BOARD Disusun Oleh: APRI HERI ISWANTO, S.Hut, M.Si NIP. 132 303 844 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 KATA PENGANTAR Puji syukur pada Allah

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PAPAN SEMEN DARI LIMBAH KERTAS KARDUS DENGAN PENAMBAHAN KATALIS KALSIUM KLORIDA

KARAKTERISTIK PAPAN SEMEN DARI LIMBAH KERTAS KARDUS DENGAN PENAMBAHAN KATALIS KALSIUM KLORIDA KARAKTERISTIK PAPAN SEMEN DARI LIMBAH KERTAS KARDUS DENGAN PENAMBAHAN KATALIS KALSIUM KLORIDA HASIL PENELITIAN Oleh: Zul Rahman Arief 061203037 / Teknologi Hasil Hutan PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kingdom plantae, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas

TINJAUAN PUSTAKA. kingdom plantae, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas TINJAUAN PUSTAKA Batang Kelapa Sawit (BKS) Menurut sistem klasifikasi yang ada kelapa sawit termasuk dalam kingdom plantae, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledoneae, family

Lebih terperinci

VARIASI KADAR PEREKAT PHENOL FORMALDEHIDA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN PARTIKEL KELAPA SAWIT DAN SERUTAN MERANTI

VARIASI KADAR PEREKAT PHENOL FORMALDEHIDA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN PARTIKEL KELAPA SAWIT DAN SERUTAN MERANTI 1 VARIASI KADAR PEREKAT PHENOL FORMALDEHIDA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN PARTIKEL KELAPA SAWIT DAN SERUTAN MERANTI SKRIPSI ANDRIAN TELAUMBANUA 111201059/TEKNOLOGI HASIL HUTAN PROGRAM

Lebih terperinci

KUALITAS FIBER PLASTIC COMPOSITE DARI KERTAS KARDUS DENGAN MATRIKS POLIETILENA (PE)

KUALITAS FIBER PLASTIC COMPOSITE DARI KERTAS KARDUS DENGAN MATRIKS POLIETILENA (PE) KUALITAS FIBER PLASTIC COMPOSITE DARI KERTAS KARDUS DENGAN MATRIKS POLIETILENA (PE) SKRIPSI Oleh: Reymon Fernando Cibro 071203026/ Teknologi Hasil Hutan PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 8 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Penelitian ini menggunakan bahan-bahan berupa tandan kosong sawit (TKS) yang diperoleh dari pabrik kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara VIII Kertajaya,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN B. Tahapan Proses Pembuatan Papan Serat 1. Pembuatan Matras a. Pemotongan serat Serat kenaf memiliki ukuran panjang rata-rata 40-60 cm (Gambar 18), untuk mempermudah proses pembuatan

Lebih terperinci

Nuryawan et al. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 1(2): (2008)

Nuryawan et al. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 1(2): (2008) 6 SIFAT FISIS DAN MEKANIS ORIENTED STRANDS BOARD (OSB) DARI AKASIA, EKALIPTUS DAN GMELINA BERDIAMETER KECIL : PENGARUH JENIS KAYU DAN MACAM APLIKASI PEREKAT Physical and Mechanical Properties of Oriented

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel, dan pengujian

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI FACE-CORE TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIS ORIENTED STRAND BOARD DARI BAMBU DAN ECENG GONDOK

PENGARUH KOMPOSISI FACE-CORE TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIS ORIENTED STRAND BOARD DARI BAMBU DAN ECENG GONDOK Jurnal Perennial, 2012 Vol. 8 No. 2: 75-79 ISSN: 1412-7784 Tersedia Online: http://journal.unhas.ac.id/index.php/perennial PENGARUH KOMPOSISI FACE-CORE TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIS ORIENTED STRAND

Lebih terperinci

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F KAYU LAMINASI Oleh : Yudi.K. Mowemba F 111 12 040 Pendahuluan Kayu merupakan bahan konstruksi tertua yang dapat diperbaharui dan merupakan salah satu sumber daya ekonomi yang penting. Seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

KUALITAS PAPAN PARTIKEL BEREMISI FORMALDEHIDA RENDAH DARI LIMBAH INTI KENAF (Hibiscus cannabinus L.) DESY NATALIA KOROH

KUALITAS PAPAN PARTIKEL BEREMISI FORMALDEHIDA RENDAH DARI LIMBAH INTI KENAF (Hibiscus cannabinus L.) DESY NATALIA KOROH KUALITAS PAPAN PARTIKEL BEREMISI FORMALDEHIDA RENDAH DARI LIMBAH INTI KENAF (Hibiscus cannabinus L.) DESY NATALIA KOROH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI

PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGARUH

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan dari bulan Mei sampai Juli 2011 bertempat di Laboratorium Biokomposit, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 204 di Workshop Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara untuk membuat

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN PENDAHULUAN Pasokan kayu sebagai bahan mebel dan bangunan belum mencukupi kebutuhan yang ada Bambu (multiguna, cepat tumbuh, tersebar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Data hasil pengujian sifat fisis kayu jabon disajikan pada Tabel 4 sementara itu untuk analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% ditampilkan dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tampilan Kayu Pemadatan kayu menghasilkan warna yang berbeda dengan warna aslinya, dimana warnanya menjadi sedikit lebih gelap sebagai akibat dari pengaruh suhu pengeringan

Lebih terperinci

3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 17 3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 3.1 Pendahuluan Perbedaan jenis kayu yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan papan komposit akan sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG Oleh Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Iwan Risnasari : Kajian

Lebih terperinci

KUALITAS PAPAN KOMPOSIT YANG TERBUAT DARI LIMBAH KAYU SENGON DAN KARTON DAUR ULANG

KUALITAS PAPAN KOMPOSIT YANG TERBUAT DARI LIMBAH KAYU SENGON DAN KARTON DAUR ULANG 6 KUALITAS PAPAN KOMPOSIT YANG TERBUAT DARI LIMBAH KAYU SENGON DAN KARTON DAUR ULANG The Quality of Composite Board Made From Sengon Wood Wastes and Recycled Carton Suhasman, Muh. Yusram Massijaya, Yusuf

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 %

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 % TINJAUAN PUSTAKA Limbah Penggergajian Eko (2007) menyatakan bahwa limbah utama dari industri kayu adalah potongan - potongan kecil dan serpihan kayu dari hasil penggergajian serta debu dan serbuk gergaji.

Lebih terperinci

PENGARUH RASIO SEMEN DAN PARTIKEL TERHADAP KUALITAS PAPAN SEMEN DARI LIMBAH PARTIKEL INDUSTRI PENSIL

PENGARUH RASIO SEMEN DAN PARTIKEL TERHADAP KUALITAS PAPAN SEMEN DARI LIMBAH PARTIKEL INDUSTRI PENSIL PENGARUH RASIO SEMEN DAN PARTIKEL TERHADAP KUALITAS PAPAN SEMEN DARI LIMBAH PARTIKEL INDUSTRI PENSIL SKRIPSI Oleh: RIZQI PUTRI WINANTI 111201013 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL

PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL IV. PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL Pendahuluan Dalam pembuatan papan partikel, secara umum diketahui bahwa terdapat selenderness rasio (perbandingan antara panjang dan tebal partikel) yang optimal untuk

Lebih terperinci

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI Standar Nasional Indonesia Papan partikel ICS 79.060.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Klasifikasi...

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PAPAN SEMEN DARI TIGA JENIS BAMBU DENGAN PENAMBAHAN KATALIS MAGNESIUM KLORIDA (MgCl 2 )

KARAKTERISTIK PAPAN SEMEN DARI TIGA JENIS BAMBU DENGAN PENAMBAHAN KATALIS MAGNESIUM KLORIDA (MgCl 2 ) KARAKTERISTIK PAPAN SEMEN DARI TIGA JENIS BAMBU DENGAN PENAMBAHAN KATALIS MAGNESIUM KLORIDA (MgCl 2 ) SKRIPSI Oleh: Irvan Panogari Sibarani 071203007/ Teknologi Hasil Hutan PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

SIFAT SIFAT DASAR PAPAN COMPLY YANG MENGGUNAKAN PEREKAT POLIURETAN DAN MELAMINE FORMALDEHIDA TRY ANGGRAHINI KARANGAN

SIFAT SIFAT DASAR PAPAN COMPLY YANG MENGGUNAKAN PEREKAT POLIURETAN DAN MELAMINE FORMALDEHIDA TRY ANGGRAHINI KARANGAN SIFAT SIFAT DASAR PAPAN COMPLY YANG MENGGUNAKAN PEREKAT POLIURETAN DAN MELAMINE FORMALDEHIDA TRY ANGGRAHINI KARANGAN DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 SIFAT SIFAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dari tahun seluas 8,91 juta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dari tahun seluas 8,91 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan kelapa sawit telah berkembang dengan pesat di Indonesia. Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dari tahun 2011-2012 seluas 8,91 juta Ha 9,27 juta

Lebih terperinci

SIFAT FISIS MEKANIS PAPAN PARTIKEL DARI LIMBAH KAYU GERGAJIAN BERDASARKAN UKURAN PARTIKEL

SIFAT FISIS MEKANIS PAPAN PARTIKEL DARI LIMBAH KAYU GERGAJIAN BERDASARKAN UKURAN PARTIKEL SIFAT FISIS MEKANIS PAPAN PARTIKEL DARI LIMBAH KAYU GERGAJIAN BERDASARKAN UKURAN PARTIKEL NATURE OF FISIS MECHANICAL PARTICLE BOARD FROM RIPSAW WASTE OF PURSUANT TO SIZE MEASURE PARTICLE Saibatul Hamdi

Lebih terperinci

BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L)

BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L) Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol., No., Desember 00 : 7 BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L) LAMINATED BEAMS FROM COCONUT WOOD (Cocos nucifera L) Djoko Purwanto *) *) Peneliti Baristand

Lebih terperinci

KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR BATANG PINANG (Areca catechu L.)

KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR BATANG PINANG (Areca catechu L.) KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR BATANG PINANG (Areca catechu L.) HASIL PENELITIAN Oleh : TRISNAWATI 051203021 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

SIFAT FISIS-MEKANIS PAPAN PARTIKEL DARI KOMBINASI LIMBAH SHAVING KULIT SAMAK DAN SERAT KELAPA SAWIT DENGAN PERLAKUAN TEKANAN BERBEDA

SIFAT FISIS-MEKANIS PAPAN PARTIKEL DARI KOMBINASI LIMBAH SHAVING KULIT SAMAK DAN SERAT KELAPA SAWIT DENGAN PERLAKUAN TEKANAN BERBEDA SIFAT FISIS-MEKANIS PAPAN PARTIKEL DARI KOMBINASI LIMBAH SHAVING KULIT SAMAK DAN SERAT KELAPA SAWIT DENGAN PERLAKUAN TEKANAN BERBEDA SKRIPSI MARIA YUNITA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Nangka sebagai Bahan Baku Alternatif dalam Pembuatan Papan Partikel untuk Mengurangi Penggunaan Kayu dari Hutan Alam

Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Nangka sebagai Bahan Baku Alternatif dalam Pembuatan Papan Partikel untuk Mengurangi Penggunaan Kayu dari Hutan Alam Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Nangka sebagai Bahan Baku Alternatif dalam Pembuatan Papan Partikel untuk Mengurangi Penggunaan Kayu dari Hutan Alam Andi Aulia Iswari Syam un 1, Muhammad Agung 2 Endang Ariyanti

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 9 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pembuatan CLT dengan sambungan perekat yang dilakukan di laboratorium dan bengkel kerja terdiri dari persiapan bahan baku,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel

TINJAUAN PUSTAKA. Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel kayu yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya, yang diikat menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kayu Lapis Tsoumis (1991) mengemukakan bahwa, kayu lapis (plywood) adalah sebuah produk panel yang terbuat dengan merekatkan sejumlah lembaran vinir atau merekatkan lembaran

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 3 (2015), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 3 (2015), Hal ISSN : SINTESIS DAN ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK PAPAN KOMPOSIT DARI LIMBAH PELEPAH SAWIT DAN SABUT KELAPA Erwan 1), Irfana Diah Faryuni 1)*, Dwiria Wahyuni 1) 1) Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai Juli 2011 Januari 2012 dan dilaksanakan di Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Bagian Kimia Hasil Hutan, Bagian Biokomposit

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Papan Partikel

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Papan Partikel II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Papan Partikel Panil-panil kayu adalah kelompok produk yang merupakan suatu bentuk pemanfaatan kayu secara lebih efisien yang dapat menunjang usaha pelestarian sumberdaya hutan

Lebih terperinci

SIFAT FISIS MEKANIS PAPAN GIPSUM DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DENGAN PERLAKUAN PERENDAMAN DAN VARIASI KADAR GIPSUM

SIFAT FISIS MEKANIS PAPAN GIPSUM DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DENGAN PERLAKUAN PERENDAMAN DAN VARIASI KADAR GIPSUM SIFAT FISIS MEKANIS PAPAN GIPSUM DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DENGAN PERLAKUAN PERENDAMAN DAN VARIASI KADAR GIPSUM SKRIPSI Oleh : FAUZAN KAHFI 031203035 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia menyebabkan industri kehutanan mengalami krisis bahan baku.

PENDAHULUAN. Indonesia menyebabkan industri kehutanan mengalami krisis bahan baku. PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan akan kayu semakin meningkat dengan semakin berkembangnya pembangunan di Indonesia. Fakta menunjukkan, besarnya laju kerusakan hutan di Indonesia menyebabkan industri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan. 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Papan Komposit Anyaman Pandan 4.1.1 Kerapatan Sifat papan yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh kerapatan. Dari pengujian didapat nilai kerapatan papan berkisar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokompsit Departemen Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kekuatan Bahan dan Laboratorium

Lebih terperinci