BAB I PENDAHULUAN. Skripsi ini akan membahas secara komprehensif strategi perusahaan-perusahaan
|
|
- Yohanes Hardja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skripsi ini akan membahas secara komprehensif strategi perusahaan-perusahaan multinasional Jepang dalam memengaruhi pemerintah dalam negosiasi Japan-Mexico Economic Partnership Agreement Kasus ini menjadi menarik untuk dibahas karena periode 2000-an menjadi titik balik kebijakan perdagangan internasional Jepang, di mana Jepang mulai melakukan negosiasi untuk dibentuknya perjanjian FTA bilateral dengan berbagai pihak. Perjanjian FTA yang paling awal ditandatangani oleh Jepang adalah Japan- Singapore Economic Partnership Agreement di tahun Namun kemudian, Jepang menandatangani perjanjian FTA keduanya dengan Meksiko di tahun Hal ini menjadi menarik karena pada dasarnya tingkat perdagangan Jepang dan Meksiko pada saat itu tidak sebesar tingkat perdagangan Jepang dengan negara/kawasan lain, dengan Amerika Serikat, Cina dan Eropa menjadi rekanan dagang terbesar Jepang. 2 Hal ini ternyata dipengaruhi oleh negosiasi dan lobi panjang yang dilakukan oleh perusahaan multinasional Jepang yang telah lama berinvestasi dan beroperasi di Meksiko, yang terkena dampak dari North Atlantic Free Trade Agreement (NAFTA) di tahun R.S. Rajan dan R. Sen, The Japan-Singapore New-Age Economic Partnership Agreement, Mei 2002, < Economic-Partnership-Agreement.pdf>, diunduh dari 18 April Fund Supermart Singapore, Is It The Right Time to Invest in Japan?, 7 Mei 2008, diakses pada 18 April M. Manger, Investing in Protection: The Politics of Preferential Trade Agreements between North and South, 2009, Cambridge: Cambridge University Press, p.124
2 Jepang mengalami peningkatan ekonomi yang cukup signifikan pada tahun an. Hal ini mendorong peningkatan jumlah ekspor industri dan investasi asing oleh Jepang. 4 Sejak pertengahan 1980-an, Jepang mulai menanamkan investasinya di Meksiko. Investasi yang ditanamkan Jepang terkonsentrasi pada sektor komponen elektronik dan otomotif. Perusahaan-perusahaan Jepang seperti Sony, Sanyo, Sharp, Hitachi dan Matsushita (Panasonic) telah memproduksi produk-produk elektronik, terutama televisi, di Meksiko. Investasi Jepang ini pun meningkatkan tingkat ekspor Meksiko ke Amerika Serikat dari 2.6 persen di tahun 1985 menjadi 40 persen di tahun Di sini terlihat bahwa tujuan utama perusahaan-perusahaan Jepang berinvestasi di Meksiko adalah untuk menembus pasar Amerika Serikat. Sampai tahun 2002, tercatat ada kurang lebih 205 perusahaan Jepang yang 6 beroperasi di Meksiko. Kedekatan geografis Meksiko dengan Amerika Serikat mempermudah Jepang menjangkau pasar nomor satunya itu. 7 Investasi perusahaanperusahaan Jepang ini ditanamkan di Meksiko menggunakan mekanisme Maquiladora. Mekanisme Maquiladora merupakan kebijakan ekonomi industri, pemerintah Meksiko yang telah dilaksanakan sejak tahun Mekanisme ini memungkinkan Meksiko untuk mengimpor sementara selama periode tertentu bahan mentah komponen, mesin dan barang mentah/setengah jadi lainnya untuk dirakit di Meksiko, dan kemudian diekspor kembali, dengan tujuan mayoritas ke Amerika Serikat. Maquiladora berkembang menjadi komponen 4 M. Solis dan S.N. Katada, The Japan-Meksiko FTA: A Cross-Regional Step in The Path towards Asian Regionalism, Pacific Affairs, vol. 80, no. 2, 2007, p Manger, p Manger, p L. Rohter, Plants in Meksiko Help Japan Sell to US, The New York Times, 16 Mei 1987, < diakses pada 10 Maret 2015
3 ekonomi yang sentral di Meksiko, dan berkontribusi terhadap lebih dari 50 persen ekspor Meksiko di tahun Namun pada tahun 1992, Meksiko menandatangani kesepakatan North American Free Trade Agreement (NAFTA) bersama Kanada dan Amerika Serikat yang berlaku efektif sejak 1 Januari Salah satu pasal dalam NAFTA, terutama pasal 303, secara spesifik meregulasi mekanisme Maquiladora. Pasal ini menyebutkan bahwa negara-negara yang bukan anggota NAFTA yang mengekspor material ke Meksiko untuk dirakit dan diproses akan dikenakan tarif yang sama dengan tarif ekspor barang ke Meksiko secara permanen. 10 Hal ini pun menyulitkan perusahaan-perusahaan yang bukan anggota NAFTA yang telah menanamkan investasi di Maquiladora, terutama perusahaan-perusahaan Jepang. Pada saat perjanjian ini sedang dinegosiasikan, terhitung sebanyak 6% dari keseluruhan maquiladora plants merupakan perusahaan Jepang dengan karyawan, di mana 55% di antaranya memproduksi komponen elektronik dan sisanya memproduksi komponen otomotif. 11 Perusahaan-perusahaan Jepang melalui federasi-federasi dagangnya, terutama Japan Chambers of Commerce and Industry (JCCI) dan Japan Maquiladora Association (JMA), mulai mengajukan keberatan terhadap NAFTA sejak perundingan NAFTA pada tahun JCCI dan JMA pun mulai memfokuskan advokasi kepentingan mereka kepada pemerintah Meksiko, dengan harapan agar tarif yang diberlakukan kepada barang-barang impor dari 8 J. Carillo dan R. Zarate, The Evolution of Maquiladora Best Practices: , Journal of Business Ethics, vol. 8, no. 2, 2009, p US Customs and Border Protection, North American Free Trade Agreement (NAFTA), < diakses pada 10 Maret NAFTA Secretariat, Article 303: Restriction on Drawback and Duty Referral Programs, < diakses 15 Maret A. Koido, The Color Television Industry: Japanese-US Competition and Mexico s Maquiladoras, dalam G. Szekely (ed.), Manufacturing across Borders and Oceans: Japan, The United States, and Mexico, 1991, La Jolla, California: Center for Us-Mexican Studies, University of California San Diego, p.64
4 negara nonanggota NAFTA dikurangi. Setelah melalui serangkaian perundingan dengan pemerintah Meksiko di tahun 1993, mekanisme atas Maquiladora ini pun ditunda sampai Pada tahun 1998, wakil menteri MITI dan ketua Japan External Trade Organization (JETRO), Hatakeyama Noboru, bertemu dengan Menteri Perdagangan dan Industri Meksiko, Herminio Blanco. Dalam pertemuan tersebut, Blanco menginformasikan Hatakeyama bahwa Meksiko telah dalam tahap akhir negosiasi dengan Uni Eropa untuk membentuk perjanjian yang akan mengarah kepada terbentuknya free trade agreement antara kedua pihak. Hal ini dilaporkan menjadi salah satu faktor yang mendorong Hatakeyama untuk mempertimbangkan pembuatan kerangka perjanjian FTA antara Jepang dan Meksiko untuk menjaga daya saing perusahaan Jepang di Meksiko. Hatakeyama pun membawa hal ini kepada menteri MITI saat itu, Yosano Kaoru. Hal ini menarik karena selama ini pun pada dasarnya Jepang tidak memiliki tingkat investasi asing yang sangat besar di Meksiko apabila dibandingkan dengan investasi asing yang ditanamkan Jepang di kawasan lain, terutama Asia Tenggara. Selain itu, tren diplomasi perdagangan Jepang pada saat itu adalah memfokuskan diri pada level multilateral, terutama di WTO dan APEC. 13 Kemudian, perusahaan-perusahaan multinasional Jepang, di bawah keidanren, JCCI, dan federasi bisnis lain seperti JMA dan JETRO (Japan External Trade Association) mulai melakukan advokasi ke pemerintah Jepang untuk menegosiasikan pembentukan economic partnership agreement dengan Meksiko. Perundingan semakin sulit setelah pemerintah Meksiko pada awal 2003 meminta Jepang untuk membuka pasarnya dalam beberapa sektor pertanian, terutama daging babi dan buah- 12 Manger, p Manger, p.139
5 buah sitrus. Hal ini menjadi dikotomi karena Jepang selama ini telah melakukan perlindungan terhadap lebih dari peternak babi di Jepang, dan telah menyulut protes keras dari Japan Agricultual Group (JA Group). 14 Setelah perundingan yang alot dan setelah menempuh beberapa kompromi dengan pemerintah Meksiko di awal 2000-an, akhirnya economic partnership agreement di antara kedua negara diresmikan pada tahun B. Pertanyaan Penelitian Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penulis mengangkat pertanyaan penelitian utama; Bagaimana strategi perusahaan-perusahaan multinasional Jepang memengaruhi pemerintah dalam negosiasi Japan-Mexico Economic Partnership Agreement 2004? C. Landasan Konseptual di atas. Penulis akan menggunakan dua konsep utama untuk menjawab pertanyaan penelitian a. Lobi Bisnis Organisasional (Organizational-level Business Lobbying) Sebagai salah satu aktor yang juga bermain dalam politik negara, pelaku bisnis pun turut melakukan upaya-upaya politis dalam usaha mencapai kepentingan pribadinya. Pebisnis melakukan teknik-teknik dan strategi lobi politis kepada pemerintah; dalam 14 A.G Mulgan, Where Tradition Meets Change: Japan s Agricultural Politics in Transition, Journal of Japanese Studies, vol. 31, no.2, 2005, pp
6 konteks perusahaan multinasional, baik pemerintah dalam konteks negara asal (home government) maupun pemerintah negara penerima (host government). Menurut Carroll dan Bucholtz, dalam buku mereka Business & Society: Ethics and Stakeholder Management, dipaparkan bahwa masyarakat bisnis melakukan lobi melalui organisasi-organisasi. Cara organisasional ini melibatkan beberapa jalur, yaitu umbrella organizations lobbying, trade associations lobbying, grass root lobbying, dan company lobbying. Pada dasarnya, lobi-lobi ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh akses kepada pembuat kebijakan. Apabila akses telah diperoleh, maka difusi kepentingan dapat lebih mudah dijalankan. Orang-orang kunci yang berperan dalam sebuah perusahaan biasanya memiliki hubungan dekat dengan birokrat dan politisi di pemerintahan. Bahkan dalam beberapa kasus, petinggi dalam sbeuah perusahaan Amerika Serikat merupakan mantan birokrat senior di pemerintahan. 15 Berikut penjelasan detil mengenai empat jalur lobi bisnis organisasional; 1. Lobi Organisasi Payung (Umbrella organizations lobbying) merupakan lobi yang dilaksanakan dalam wadah terbersar bagi komunitas bisnis dalam mengadvokasikan kepentingan mereka ke pemerintah. Umbrella organizations memayungi bisnis antarsektor industri, dan beranggotakan komunitas bisnis dari berbagai level ekonomi dan sektor. Contoh dari umbrella organizations adalah Chamber of Commerce of the United States. Organisasi ini juga memiliki peran penting dengan memberikan rekomendasi kepada pemerintah dalam pengambilan kebijakan. Dalam 15 A.B. Carroll dan A.K. Buchholtz, Business and Society: Ethics and Stakeholder Management 7 th edition, 2008, Mason:South-Western Cengage Learning, pp
7 konteks Jepang, umbrella organizations ini mencakup Japan Chamber of Commerce and Industry (JCCI) dan Keidanren. 2. Lobi Asosiasi Dagang (Trade associations lobbying) merupakan lobi yang dilaksanakan dalam asosiasi bisnis dalam sektor yang spesifik, misalnya National Association of Wholesalers of the United States. Dalam konteks Jepang, trade associations dapat ditranslasikan sebagai asosiasi sektor bisnis tertentu, misalnya Japan External Trade Organization (JETRO). 3. Lobi Perusahaan (Company lobbying) merupakan lobi yang dilaksanakan oleh masing-masing perusahaan langsung kepada pemerintah, baik kepada birokrat senior maupun kepada bagian-bagian/bidang-bidang dalam kementrian atau bentuk birokrasi lainnya. 4. Lobi Akar Rumput (Grass root lobbying) merupakan lobi yang dilakukan kepada masyarakat luas secara langsung, dengan memobilisasi masyarakat. Lobi ini bertujuan untuk membentuk dan mengarahkan opini masyarakat. Lobi ini biasanya dilakukan melalui kampanye publik dan penerbitan jurnal dan opini di media. Secara bersamaan, grass root lobbying juga dilaksanakan dalam trade association lobbying dan umbrella organizations lobbying. b. Zaikai Secara spesifik, sektor bisnis di Jepang sudah sangat terorganisasi secara vertikal. Perusahaan-perusahaan umumnya tergabung dalam asosiasi dan federasi bisnis tertentu. Dalam sistem politik Jepang, khususnya pembuatan kebijakan, sektor bisnis ini, dilihat
8 oleh banyak pihak, mampu mengartikulasikan kepentingannya ke dalam kebijakankebijakan yang spesifik. Terdapat dua institusi utama yang mengakomodasi sektor bisnis di Jepang; yaitu Zaikai dan Gyokai. Kedua institusi ini dibahas oleh Hidetaka Yoshimatsu dalam tulisannya yang bertajuk Business-Government Relations in Japan: The Influence of Business on Policymaking through Two Routes. 16 Menurut Yoshimatsu, Perusahaan-perusahaan besar dan sektor bisnis di Jepang memiliki pengaruh yang cukup besar dalam proses pembuatan kebijakan di Jepang. Sektor bisnis menyalurkan peran besar di pemerintahan melalui dua institusi utama yang terorganisasi secara vertikal, yaitu zaikai dan gyokai. Zaikai didefinisikan sebagai sekelompok orang yang, terlepas dari keterlibatannya dalam perusahaan/industri tertentu, mewakili para kapitalis dan menggunakan pengaruh kuat dalam politik. 17 Zaikai berinteraksi dan bernegosiasi dengan birokrat level tinggi dan pemimpin senior partai. Zaikai tertua dan terbesar adalah Japan Chamber of Commerce and Industry (Nissho), sedangkan Zaikai dengan pengaruh paling dominan adalah Keidanren. Gyokai merupaka asosiasi industri Jepang yang mewakili suara di level sektoral. Gyokai lebih banyak berinteraksi pada level biro, bagian dalam kementrian, serta zoku partai. Zaikai menunjukkan pengaruh kuat dalam politik level kebijakan makroekonomi dan isu nasional, sedangkan gyokai memainkan pengaruhnya dalam pembuatan kebijakan yang sektornya (baik isu maupun actor) tunggal/spesifik. Dalam 16 H. Yoshimatsu, Business-Government Relations in Japan: The Influence of Business on Policy-making through Two Routes, Asian Perspective, vol. 21, no. 2, 1997, pp Y. Tanaka, The World of Zaika, dalam H. Murakami dan H. Johannes, Politics and Economics in Contemporary Japan, 1979, Tokyo: Japan Culture Institute, p.64
9 kasus ini, jalur zaikai lebih relevan untuk dilakukan karena berhubungan dengan kebijakan makroekonomi dan melibatkan banyak isu/sektor. yaitu: Zaikai memengaruhi proses pembuatan kebijakan di Jepang melalui tiga metode, 1. Pengumpulan rekomendasi kebijakan formal kepada kementrian relevan. Dalam metode ini, federasi bisnis mengadakan riset pada isu domestic dan internasional. Rekomendasi-rekomendasi ini berisi pembahasan masalah dalam sektor tertentu secara detil, serta menyajikan alternatif solusi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang tengah dihadapi. 2. Penempatan perwakilan dalam dewan penasihat/advisory council (shingikai). Dewan ini terdapat dan dipilih oleh kementrian-kementrian dan beranggotakan perwakilan industri, bisnis, investor, jurnalis dan akademisi. Dewan penasihat ini berfungsi untuk menyampaikan kepentingan sektor bisnis dan industri untuk kemudian dijadikan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan. 3. Koordinasi kebijakan antara sekretariat serikat bisnis dengan kementrian melalui interaksi informal. Dalam kasus keidanren, masing-masing divisi dalam keidanren menjalin kontak yang intens dengan biro dan bagian kementrian. D. Argumentasi Utama Sebagai konsekuensi dari diberlakukannya NAFTA di tahun 1994 (terutama penghapusan mekanisme Maquiladora bagi negara nun-anggota), perusahaan multinasonal Jepang yang beroperasi di Meksiko merasa terhimpit, di mana kepentingannya untuk tetap melakukan
10 aktivitas bisnis terancam. Maka dari itu, perusahaan-perusahaan multinasional tersebut melakukan beberapa strategi untuk tetap dapat mempertahankan kepentingannya. Strategi yang diambil pun dinilai berhasil, degan ditandatanganinya perjanjian Japan-Mexico Economic Partnership Agreement 2004 yang sebenarnya sangat memuat kepentingan sektor bisnis di mana perusahaan multinasional Jepang tetap dapat beroperasi di Meksiko dan tetap menuai keuntungan ekonomi. Dalam negosiasi Japan-Mexico Economic Partnership Agreement tahun 2004, perusahaan-perusahaan multinasional Jepang telah melakukan beberapa langkah strategis yang membuatnya berhasil dalam mengartikulaiskan kepentingannya dalam negosiasi ini. Strategi para perusahaan multinasional tersebut dalam dilihat sebagai sebuah kombinasi dari lobi bisnis yang dapat dikemas dalam konsep lobi bisnis level organisasi, serta pengaruh yang diberikan melalui zaikai. Kedua strategi utama inilah yang mampu membawa sektor bisnis dengan sukses mendorong pemerintah Jepang untuk memulai dan menandatangai perjanjian FTA dengan Meksiko. Secara umum, sektor bisnis sebagai kelompok kepentingan yang berpengaruh dalam proses pembuatan kebijakan, melakukan artikulasi kepentingannya melalui lobi bisnis di level organisasi. Hal ini dapat dipahami sebagai cara yang digunakan oleh sektor bisnis untuk memengaruhi pemerintah, sehingga pemerintah dapat mengambil keputusan yang menguntungkan bagi mereka. Yang harus digarisbawahi adalah bahwa strategi ini dapat ditranslasikan sebagai usaha difusi kepentingan sektor nonpolitik dan nonpemerintahan yang sebelumnya belum terinkorporasi dalam sistem pembuatan kebijakan secara keseluruhan, dengan memperoleh akses kepada pengambil kebijakan. Strategi ini dilakukan melalui empat jalur, yaitu umbrella organizations lobbying, trade associations lobbying, company lobbying,
11 serta grass-root lobbying. Keempat strategi utama inilah yang mampu membawah perusahaan multinasional Jepang sukses dalam mengartikulasikan kepentingannya dalam negosiasi Japan-Mexico Economic Partnership Agreement Lebih lanjut lagi, sektor bisnis Jepang memiliki institusi spesifik yang mampu mengakomodasi kepentingannya di pemerintah. Langkah-langkah ini pun tercermin dalam zaikai sebagai penghantar kepentingan sektor bisnis. Melalui federasi bisnis, terutama keidanren dan JCCI, perusahaan-perusahaan multinasional ini mampu menyajikan berbagai rekomendasi kebijakan hasil riset yang telah mereka lakukan tentang peluang dan keuntungan FTA dengan Meksiko, serta kerugian yang dialami oleh para perusahaan multinasional yang beroperasi di Meksiko akibat dampak NAFTA yang tidak dibendung. Petinggi-petinggi di kementrian pun, misalnya METI, merangkap jabatan penting di federasi bisnis. Hal ini mempermudah penyampaian kepentingan para perusahaan multinasional Jepang tersebut. Kedua strategi utama ini lah yang kemudian mampu membawa sektor bisnis di Jepang, terutama perusahaan multinasionalnya berhasil mendifusikan kepentingannya kepada pemerintah, dengan ditandatanganinya perjanjian Japan-Mexico Economic Partnership Agreement E. Metode Penelitian Skripsi ini akan menyoroti strategi perusahaan multinasional Jepang, terutama yang beroperasi di Meksiko pada saat itu (Sony, Sanyo, Sharp, Hitachi, Matsushita/Panasonic, Nissan, Toyota, Honda dan Denso), serta federasi-federasi bisnis (keidanren, JCCI, JMA, JETRO, JA Group) yang terkait, selama negosiasi Japan-Mexico Economic Partnership Agreement, mulai dari tahun 1991 hingga Data-data akan dihimpun dengan mengambil
12 data sekunder dengan sumber dan jenis yang variatif, mulai dari data tabel dan grafik hingga fakta-fakta empiris, yang berasal dari buku, artikel jurnal, internet, majalah dan surat kabar. F. Sistematika Penulisan Rencana penelitian ini akan ditulis dalam empat bab, yang terdiri dari: a. BAB I Pendahuluan Bagian ini berisi paparan singkat mengenai latar belakang masalah, pertanyaan penelitian, argumentasi semetara serta konsep-konsep yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. b. BAB II Aktivitas dan Kepentingan Perusahaan Multinasional Jepang di Meksiko Bagian ini berisi tentang kronologi masuknya perusahaan-perusahaan Jepang di Meksiko, aktivitas-aktivitas ekonomi apa saja yang telah mereka lakukan, serta perkembangan mekanisme Maquiladora. Akan disertakan pula data-data yang berisi signifikansi aktivitas bisnis Jepang di Meksiko. Selanjutnya, akan dibahas pula kepentingan dari perusahaan-perusahaan multinasional Jepang yang beroperasi di Meksiko. Selain itu, akan dibahas bagaimana NAFTA muncul sebagai ancaman terhadap terpenuhnya kepentingan perusahaan multinasional Jepang di Meksiko, sebagai awal munculnya usaha perusahaan multinasional Jepang untuk melakukan penetrasi kepentingan kepada pemerintah Jepang. c. BAB III Strategi Perusahaan Multinasional Jepang dalam Memengaruhi Pemerintah Jepang
13 Bagian ini mencakup strategi dan langkah-langkah yang dilakukan oleh perusahaanperusahaan multinasional Jepang dalam usahanya untuk tetap mempertahankan kepentingannya yang terancam di Meksiko, di bawah panduan dua konsep utama; lobi bisnis organisasional dan zaikai. Bagian ini akan menjustifikasi keberhasilan perusahaan multinasional Jepang dalam melakukan artikulasi kepentingannya kepada pemerintah melalui perjanjian Japan Mexico Economic Partnership Agreement d. Bab IV Kesimpulan Bagian ini berisi kesimpulan dari pembahasan yang telah terpapar di bab-bab sebelumnya, terutama dalam merangkum analisis yang ditujukan untuk menjawab pertanyaan penelitian.
BAB IV KESIMPULAN. dapat menyesuaikan diri dengan berbagai tantangan-tantangan yang dapat mengancam
BAB IV KESIMPULAN Sebagai negara yang berorientasi industri ekspor, Jepang memang terus dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan berbagai tantangan-tantangan yang dapat mengancam ekonominya ini. Selain
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun
Lebih terperinciBab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5
Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 1 PENGERTIAN GLOBALISASI Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi
Lebih terperinciBab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1
Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Pengertian Globalisasi Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan menyulut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan
BAB V KESIMPULAN Penelitian ini membahas salah satu isu penting yang kerap menjadi fokus masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan berkembangnya isu isu di dunia internasional,
Lebih terperinciMateri Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional
E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia dan Thailand merupakan dua negara berkembang di kawasan Asia Tenggara yang sedang berusaha mengembangkan sektor industri otomotif negerinya. Kenyataan bahwa
Lebih terperinciterlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut.
BAB V KESIMPULAN Sampai saat ini kelima negara pemilik nuklir belum juga bersedia menandatangani Protokol SEANWFZ. Dan dilihat dari usaha ASEAN dalam berbagai jalur diplomasi tersebut masih belum cukup
Lebih terperinci2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi yang semakin maju ini ada banyak isu-isu yang berkembang. Bukan hanya isu mengenai hard power yang menjadi perhatian dunia, tetapi isu soft
Lebih terperinciMENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE CZECH REPUBLIC OF ECONOMIC COOPERATION
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE
BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three
Lebih terperinciBAB V. Kesimpulan. Seperti negara-negara lain, Republik Turki juga telah menjalin kerja sama
BAB V Kesimpulan Seperti negara-negara lain, Republik Turki juga telah menjalin kerja sama ekonomi melalui perjanjian perdagangan bebas dengan beberapa negara secara bilateral, seperti perjanjian perdagangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerja sama merupakan upaya yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok maupun negara untuk mencapai kepentingan bersama. Lewat bekerjasama, tentu saja seseorang, kelompok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama yang dilakukan negara untuk menjalin kerjasama perdagangan. Hal ini
BAB I PENDAHULUAN Saat ini, pembentukan Free Trade Agreement (FTA) menjadi salah satu opsi utama yang dilakukan negara untuk menjalin kerjasama perdagangan. Hal ini menjadikan evaluasi dampak terhadap
Lebih terperinciMarket Brief. Peluang Produk Sepeda di Jerman. ITPC Hamburg
Market Brief Peluang Produk Sepeda di Jerman ITPC Hamburg 2015 I DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... II I. PENDAHULUAN... 1 A. Pemilihan Produk... 1 B. Profil Geografi Jerman... 1 II. POTENSI PASAR NEGARA JERMAN...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meyampaikan pendapatnya di pertemuan rakyat terbuka untuk kepentingan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Media dan demokrasi merupakan dua entitas yang saling melengkapi. Media merupakan salah satu produk dari demokrasi. Dalam sejarah berkembangnya demokrasi, salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak kebijakan ODA Jepang mulai dijalankan pada tahun 1954 1, ODA pertama kali diberikan kepada benua Asia (khususnya Asia Tenggara) berupa pembayaran kerusakan akibat
Lebih terperinciASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara
ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,
Lebih terperinciASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.
ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan
Lebih terperinciADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN telah menghasilkan banyak kesepakatan-kesepakatan baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya. Pada awal berdirinya, kerjasama ASEAN lebih bersifat politik
Lebih terperinciSignifikasi Kawasan Asia Pasifik. Yesi Marince, S.Ip., M.Si
Signifikasi Kawasan Asia Pasifik Yesi Marince, S.Ip., M.Si A NEW WORLD AND ASIA PACIFIC ORDER Bagaimana Berakhirnya Perang Dingin mempengaruhi kawasan Asia Pasifik? 1. Alasan pelaksanaan containment policy
Lebih terperinciSIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS?
SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS? Oleh: Ahmad Syariful Jamil, S.E., M.Si Calon Widyaiswara Ahli Pertama Belum selesai proses penarikan diri Inggris dari keanggotaan Uni Eropa,
Lebih terperinciDhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A.
Pertemuan 5 Dinamika Organisasi Internasional Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A. STTKD Yogyakarta Jl.Parangtritis Km.4,5 Yogyakarta, http://www.sttkd.ac.id info@sttkd.ac.id, sttkdyogyakarta@yahoo.com
Lebih terperinciperdagangan, industri, pertania
6. Organisasi Perdagangan Internasional Untuk mempelajari materi mengenai organisasi perdagangan internasional bisa dilihat pada link video berikut: https://bit.ly/2i9gt35. a. ASEAN (Association of South
Lebih terperinciSATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA
RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi perdagangan kini telah menjadi fenomena dunia. Hampir di seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok perdagangan bebas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tenggara, Uni Eropa (UE) di Eropa dan NAFTA di Amerika Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya laju globalisasi ekonomi dunia, terbentuklah blok ekonomi dan perdagangan regional disejumlah wilayah di dunia seperti pembentukan integrasi-integrasi
Lebih terperinciBENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL.
BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL BADAN-BADAN KERJASAMA EKONOMI KERJA SAMA EKONOMI BILATERAL: antara 2 negara KERJA SAMA EKONOMI REGIONAL: antara negara-negara dalam 1 wilayah/kawasan KERJA SAMA EKONOMI
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan
Lebih terperinciSambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia
Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia Disampaikan Pada Forum Seminar WTO Tanggal 12 Agustus 2008 di Hotel Aryaduta, Jakarta Kepada
Lebih terperinciAdapun penulis menyadari beberapa kekurangan dari penelitian ini yang diharapkan dapat disempurnakan pada penelitian mendatang :
BAB 5 PENUTUP Berkembangnya regionalisme yang dipicu dari terbentuknya pasar Uni Eropa (UE) yang merupakan salah satu contoh integrasi ekonomi regional yang paling sukses, telah menarik negara-negara lain
Lebih terperinciSIARAN PERS. Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia
SIARAN PERS Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia Pada Dialog Bisnis Uni Eropa - Indonesia (EIBD) keempat yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerjasama ASEAN telah dimulai ketika Deklarasi Bangkok ditandatangani oleh Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filiphina pada tahun 1967. Sejak saat
Lebih terperinciLAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013
LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan
Lebih terperinciMarket Brief. Pasar Produk Organik di Jerman ### ITPC Hamburg ITPC HAMBURG - PELUANG PASAR PRODUK ORGANIK DI JERMAN 2015 I
Market Brief Pasar Produk Organik di Jerman ### ITPC Hamburg ITPC HAMBURG - PELUANG PASAR PRODUK ORGANIK DI JERMAN 2015 I Daftar Isi Kata Pengantar... III 1 Pendahuluan... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010 TENTANG SURAT KETERANGAN ASAL (CERTIFICATE OF ORIGIN) UNTUK BARANG EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciBAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah
BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Industri otomotif merupakan salah satu industri yang tengah berkembang di kawasan Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Di kawasan Asia Tenggara terdapat beberapa
Lebih terperinci2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2015 PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa- Bangsa Asia Tenggara. Republik India. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinci2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia
No.92, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. Republik Rakyat Tiongkok. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan
BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena laporan
Lebih terperinciTinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Yose Rizal Damuri
Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Meninjau Ulang Pentingnya Perjanjian Perdagangan Bebas Bagi Indonesia Yose Rizal Damuri Publikasi Ikhtisar Kebijakan Singkat ini merupakan hasil dari Aktivitas Kebijakan
Lebih terperinciLaporan Delegasi Indonesia pada High-level Dialogue Regional Economic Cooperation and Integration, UN-ESCAP 21 April 2017
Laporan Delegasi Indonesia pada High-level Dialogue Regional Economic Cooperation and Integration, UN-ESCAP 21 April 2017 Dr. Ir. Suprayoga Hadi, MSP Ketua Delegasi Indonesia pada HLD RECI UN-ESCAP Bangkok,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. para pemimpin yang mampu membawa China hingga masa dimana sektor
BAB V KESIMPULAN China beberapa kali mengalami revolusi yang panjang pasca runtuhnya masa Dinasti Ching. Masa revolusi yang panjang dengan sendirinya melahirkan para pemimpin yang mampu membawa China hingga
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. ASEAN. (2007). ASEAN Economic Community Blueprint. Singapura: National University of Singapore.
5. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian pada analisis Bab IV tentang analisis faktor penentu Foreign Direct Investment otomotif di 5 negara ASEAN, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa research and development,
Lebih terperinciPETUNJUK PELAKSANAAN KERJA SAMA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN LUAR NEGERI
LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : TANGGAL : PETUNJUK PELAKSANAAN KERJA SAMA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN LUAR NEGERI I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era globalisasi ekonomi
Lebih terperinciJAWA BARAT DAN KAMPUNG ASIA-AFRIKA
JAWA BARAT DAN KAMPUNG ASIA-AFRIKA Oleh: Yanyan Mochamad Yani Pada tanggal 22 April 2008 ini tepat sudah 53 tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA) dirayakan di tanah air. Beberapa gagasan muncul ke permukaan
Lebih terperinciMarket Brief. Beras di Jerman
Market Brief Beras di Jerman ITPC Hamburg 2015 Daftar Isi Kata Pengantar... III 1 Pendahuluan... 1 1.1 Pemilihan Produk... 1 1.2 Profil Geografi Jerman... 1 2 Potensi Beras di Pasar Jerman... 2 2.1 Analisa
Lebih terperinciANALISIS PELUANG DI PASAR GLOBAL. Pokok Bahasan
ANALISIS PELUANG DI PASAR GLOBAL Pokok Bahasan Pasar dan Pembeli Global, dengan Bahasan : Kerjasana Ekonomi dan Pengaturan Perdagangan, Kejasama Ekonomi Regional, Karakteristik Pasar Regional, Pemasaran
Lebih terperinciBAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.
BAB VI. KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian mengenai aliran perdagangan dan investasi pada kawasan integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Integrasi ekonomi memberi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri jasa konstruksi memiliki arti penting dan strategis dalam pembangunan nasional mengingat industri jasa konstruksi menghasilkan produk akhir berupa bangunan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini, distirbusi informasi serta mobilitas manusia menjadi lebih mudah. Hal ini merupakan dampak langsung dari adanya pengembangan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...
DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang
Lebih terperinciBAB II ARAH KEBIJAKAN LUAR NEGERI CHINA DALAM MENENTUKAN KEIKUTSERTAAN DI SEBUAH KERJASAMA MULTILATERAL
BAB II ARAH KEBIJAKAN LUAR NEGERI CHINA DALAM MENENTUKAN KEIKUTSERTAAN DI SEBUAH KERJASAMA MULTILATERAL Didalam bab ini penulis akan membahas bagaimana arah kebijakan luar negeri China dalam menentukan
Lebih terperinciORGANIZATION THEORY AND DESIGN
Modul ke: ORGANIZATION THEORY AND DESIGN LINGKUNGAN ORGANISASI & DESAIN Fakultas Pascasarjana Dr. Mochammad Mukti Ali, ST., MM. Program Studi Magister Manajemen www.mercubuana.ac.id Mata Kuliah OTD Daftar
Lebih terperinciJURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA
UPAYA JEPANG DALAM MENJAGA STABILITAS KEAMANAN KAWASAN ASIA TENGGARA RESUME SKRIPSI Marsianaa Marnitta Saga 151040008 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN
Lebih terperinciKERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL
ekonomi KELAS XII IPS - KURIKULUM 2013 02 Sesi KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Liputan6.com, Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Dapil Kalimantan Barat, Oesman Sapta Odang menilai Indonesia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1)
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dua dasawarsa terakhir perkembangan perekonomian dunia telah mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1) mulai bergesernya
Lebih terperinciKerja sama ekonomi internasional
Meet -12 1 hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatankesepakatan tertentu, dengan memegang prinsip keadilan dan saling menguntungkan. Tujuan umum kerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber energi yang dominan dalam permintaan energi dunia. Dibandingkan dengan kondisi permintaan energi beberapa
Lebih terperinciBISNIS INTERNASIONAL. By Nina Triolita, SE, MM. Pertemuan ke 14 Pengantar Bisnis
BISNIS INTERNASIONAL By Nina Triolita, SE, MM. Pertemuan ke 14 Pengantar Bisnis BISNIS INTERNATIONAL Kegiatan bisnis yang dilakukan antara Negara yang satu dengan Negara yang lain. Kegiatan : Perdagangan
Lebih terperinciBAB I. A. Latar Belakang
BAB I A. Latar Belakang Keamanan pangan merupakan kebutuhan paling mendasar bagi setiap negara. World Trade Organization (WTO) adalah organisasi internasional yang sejak tahun 1995 memiliki peran sentral
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap
Lebih terperinciBAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang
BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Globalisasi menyebabkan negara saling terintegrasi yang dimana dapat dilihat banyak sekali terbentuknya Free Trade Agreement (FTA) yang merupakan hasil dari diplomasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar modal memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian suatu negara, karena pasar modal merupakan lembaga intermediasi dana dari pihak yang kelebihan dana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus
Lebih terperinciASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF)
ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF) www.appf.org.pe LATAR BELAKANG APPF dibentuk atas gagasan Yasuhiro Nakasone (Mantan Perdana Menteri Jepang dan Anggota Parlemen Jepang) dan beberapa orang diplomat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perdagangan resiprokal antara dua mitra dagang atau lebih. RTA mencakup
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Regional Trade Agreements (RTA) didefinisikan sebagai kerjasama perdagangan resiprokal antara dua mitra dagang atau lebih. RTA mencakup free trade agreements (FTA),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yang telah membangun mitra kerjasama dengan Tiongkok dalam berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan dapat dengan bebas bergerak ke setiap Negara di penjuru dunia. yang secara langsung berpengaruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan ekonomi suatu negara saat ini tidak bisa terlepas dari negara lain. Perdagangan antar negara menjadi hal yang perlu dilakukan suatu negara. Disamping
Lebih terperinci1. Pengertian Logistik Global 2. Pengaturan Logistik 3. Zona Perdagangan Bebas 4. Operasi Maquiladora 5. Tarif Dasar Impor Khusus di A.S 6.
1 1. Pengertian Logistik Global 2. Pengaturan Logistik 3. Zona Perdagangan Bebas 4. Operasi Maquiladora 5. Tarif Dasar Impor Khusus di A.S 6. Retail Global 2 Distribusi dan logistik Global memegang peranan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Liberalisasi perdagangan telah menjadi fenomena dunia yang tidak bisa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Liberalisasi perdagangan telah menjadi fenomena dunia yang tidak bisa dihindari oleh suatu negara sebagai anggota masyarakat internasional. Salah satu bentuk liberalisasi
Lebih terperinciKeterangan Pers Presiden RI pada Acara Kunjungan Kenegaraan Presiden Amerika Serikat, Selasa, 09 November 2010
Keterangan Pers Presiden RI pada Acara Kunjungan Kenegaraan Presiden Amerika Serikat, 09-11-2010 Selasa, 09 November 2010 KETERANGAN PERS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA KUNJUNGAN KENEGARAAN PRESIDEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap
Lebih terperinciBab I Pendahuluan 1. Latar Belakang
Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang Perjanjian Bidang Pertanian/ Agreement on Agriculture merupakan salah satu jenis perjanjian multilateral yang disepakati di dalam WTO. Secara umum, hal ini dilakukan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Kepentingan ekonomi politik..., Agus Haryanto, Program Pascasarjana, 2009
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Hubungan diplomatik Indonesia - Jepang yang dimulai tahun 1958 mengalami pasang surut. Sejak penandatanganan perjanjian perdamaian pada bulan April 1958, Jepang dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perusahaan korporasi pada awalnya dibentuk agar badan usaha dapat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri pupuk sangat penting dalam upaya pencapaian ketahanan pangan nasional. Segala cara dilakukan oleh Pemerintah sebagai regulator untuk dapat memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Maret 2013, diakses pada 8 Juli 2013,<
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keputusan Jepang untuk menjadi anggota resmi Trans-Pacific Partnership (TPP) pada 23 Juli 2013 adalah sebuah kebijakan yang beresiko tinggi. Sebelumnya, meskipun Jepang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era ini kebutuhan komunikasi di setiap perusahaan semakin kompleks. Untuk mengatasi kebutuhan tersebut, banyak perusahaan mencari bantuan dari perusahaan-perusahaan
Lebih terperinciBAB I. masalah yang populer dalam isu lingkungan, karena masalah-masalah tersebut
BAB I A. Latar Belakang Kondisi hubungan internasional dewasa ini banyak dipenuhi oleh isu sosial dan budaya, lingkungan, serta isu ekonomi. Isu sosial meliputi pemberantasan perdagangan obat-obatan terlarang,
Lebih terperinciSATUAN ACARA PENGAJARAN ( SEJARAH DAN DIPLOMASI BUDAYA CHINA)
SATUAN ACARA PENGAJARAN ( SEJARAH DAN DIPLOMASI BUDAYA CHINA) SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2014/2015 Dosen Pengampu : Indrawati, M.A A. Deskripsi Mata kuliah ini dirancang agar mahasiswa dapat mengetahui
Lebih terperinciH. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI
PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Pasal 2 (3) dari Piagam PBB Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN. kebutuhan untuk menghasilkan rekomendasi yang lebih spesifik bagi para aktor
BAB 5 KESIMPULAN Sebagaimana dirumuskan pada Bab 1, tesis ini bertugas untuk memberikan jawaban atas dua pertanyaan pokok. Pertanyaan pertama mengenai kemungkinan adanya variasi karakter kapasitas politik
Lebih terperinciBAB 1. PENDAHULUAN. memproduksi dan menjual produknya dalam lingkup nasional saja. Keuntungan yang
BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Pada waktu lalu perusahaan dapat mencapai kesuksesan hanya dengan memproduksi dan menjual produknya dalam lingkup nasional saja. Keuntungan
Lebih terperinciIndustri global adalah industri di mana posisi-posisi strategis pesaing dalam pasar geografis atau nasional utama pada dasarnya dipengaruhi posisi
Industri global adalah industri di mana posisi-posisi strategis pesaing dalam pasar geografis atau nasional utama pada dasarnya dipengaruhi posisi globalnya secara keseluruhan. Perusahaan global adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan dengan mengurangi atau menghapuskan hambatan perdagangan secara diskriminatif bagi negara-negara
Lebih terperinciIsu Prioritas - Standar (SNI)
1 Isu Prioritas - Standar (SNI) Melindungi hak konsumen dan memaksimalkan kepuasan pelanggan adalah bagian dari tujuan utama perusahaanperusahaan di seluruh dunia. Untuk mencapai tujuan tersebut, Indonesia
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan. perekonomian suatu bangsa. Indonesia sebagai negara berkembang memandang
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Kerjasama merupakan salah satu jalan untuk meningkatkan perekonomian suatu bangsa. Indonesia sebagai negara berkembang memandang pentingnya kerjasama dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 59/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 59/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG KETENTUAN PENERBITAN SURAT KETERANGAN ASAL (CERTIFICATE OF ORIGIN) UNTUK BARANG EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPENGARUH REGULASI NORTH AMERICA FREE TRADE AREA (NAFTA) TERHADAP EKSPOR PRODUK PERTANIAN MEKSIKO KE KANADA DAN AMERIKA SERIKAT (TAHUN )
PENGARUH REGULASI NORTH AMERICA FREE TRADE AREA (NAFTA) TERHADAP EKSPOR PRODUK PERTANIAN MEKSIKO KE KANADA DAN AMERIKA SERIKAT (TAHUN 2004-2009) Didiek Firgiawan Putra 1 Nim. 0901120136 (didiekfirgiawanputra@gmail.com)
Lebih terperinciKERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3
KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Bab 3 1. Pengertian Kerjasama Ekonomi Internasional Hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatan-kesepakatan tertentu, dengan
Lebih terperinci