STUDI TINGGI PEMOTONGAN PADI PADA KEGIATAN PANEN MANUAL DAN PERONTOKAN MENGGUNAKAN THROW-IN TYPE POWER THRESHER SANTOSA ADI NUGROHO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI TINGGI PEMOTONGAN PADI PADA KEGIATAN PANEN MANUAL DAN PERONTOKAN MENGGUNAKAN THROW-IN TYPE POWER THRESHER SANTOSA ADI NUGROHO"

Transkripsi

1 STUDI TINGGI PEMOTONGAN PADI PADA KEGIATAN PANEN MANUAL DAN PERONTOKAN MENGGUNAKAN THROW-IN TYPE POWER THRESHER SANTOSA ADI NUGROHO DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Tinggi Pemotongan Padi pada Kegiatan Panen Manual dan Perontokan Menggunakan Throw- In Type Power Thresher adalah benar karya saya dengan arahan dari Dr Ir I Wayan Astika, MSi dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Santosa Adi Nugroho NIM F

4

5 STUDI TINGGI PEMOTONGAN PADI PADA KEGIATAN PANEN MANUAL DAN PERONTOKAN MENGGUNAKAN THROW-IN TYPE POWER THRESHER SANTOSA ADI NUGROHO Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

6

7 ABSTRAK SANTOSA ADI NUGROHO. Studi Tinggi Pemotongan Padi pada Kegiatan Panen Manual dan Perontokan Menggunakan Throw-In Type Power Thresher. Dibimbing oleh I WAYAN ASTIKA. Salah satu cara perontokan gabah adalah menggunakan power thresher tipe pelemparan jerami atau throw-in. Sebelum dilakukan perontokan, padi dipotong dengan pemotongan atas. Tujuan penelitian ini adalah mengukur dan membandingkan susut dan kinerja kegiatan mulai dari pemotongan, pengangkutan, dan perontokan antara tinggi pemotongan 30, 40, 50, dan 60 cm dari permukaan tanah dengan menggunakan sabit dan power thresher. Pemotongan terbaik dari segi susut dan biaya total adalah pemotongan 40 cm karena susut dan biaya total yang dihasilkan terendah yaitu 4.59 %, Rp /ha untuk Ciherang dan 5.03 %, Rp /ha untuk Inpari 13. Pemotongan terbaik dari segi kapasitas adalah pemotongan 60 cm karena kapasitasnya terbesar. KLE pemotongan, KLE pengangkutan, dan KLE perontokan masing-masing sebesar ha/jam.orang, ha/jam.orang, dan ha/jam untuk Ciherang dan ha/jam.orang, ha/jam.orang, dan ha/jam untuk Inpari 13. Faktor tersebut dapat dijadikan pertimbangan dalam pemilihan tinggi pemotongan padi untuk menentukan besar kerugian dan keuntungan yang diakibatkan dari susut, biaya, dan kapasitas kerja yang dihasilkan. Kata kunci: kapasitas, padi, potong, susut, tinggi ABSTRACT SANTOSA ADI NUGROHO. Study of Height of Cutting Paddy on Manual Harvesting and Threshing by Using Throw-In Type Power Thresher. Supervised by I WAYAN ASTIKA. One way of threshing paddy grain is using throw-in type power thresher. Before threshing, paddy is cut at the upper point of the straw. The purpose of this study was to measure and compare the losses and working performances during cutting, transporting, and threshing among the height of 30, 40, 50 and 60 cm cutting above the ground with sickle and power thresher. The 40 cm height of cutting gave the lowest losses and total cost, those are 4.59 %, Rp /ha for Ciherang dan 5.03 %, Rp /ha for Inpari 13. The 60 cm height of cutting gave the best capacity, EFC (Effective Field Capacity) of cutting, EFC of transporting, and EFC of threshing are ha/hour.person, ha/hour.person, dan ha/hour for Ciherang and ha/hour.person, ha/hour.person, dan ha/hour for Inpari 13. Those factors can be taken into consideration, especially in selecting the height of cutting paddy based on the amount of losses and benefits that are caused by grain losses, costs, and work performances. Key words: capacity, paddy, height, losses, cutting

8

9 21

10

11 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga penyusunan skripsi dengan judul Studi Tinggi Pemotongan Padi pada Kegiatan Panen Manual dan Perontokan Menggunakan Throw- In Type Power Thresher dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibunda Siti Sunaryati, ayahanda Pujo Sriyono (Alm), kakak Danang Adi Hapsoro, dan adik Radite Adi Yuwono serta semua keluarga besar atas doa, kasih sayang, dukungan dan semangat untuk penulis selama pembuatan karya ilmiah ini. 2. Dr Ir I Wayan Astika, MSi selaku dosen pembimbing serta Dr Ir Gatot Pramuhadi, MSi dan Dr Ir I Dewa Made Subrata, MAgr selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sampai menyelesaikan skripsi ini. 3. Firman, Andri Marzuki, Ghozali, Sulyaden, Abas, dan Ahmad beserta seluruh staff TMB dan CREATA, Bu Emil, Bu Indah, Bu Qori, Bu Mar, Pak Nandang, Mas Ardi, Pak Qodir, Bu Pia, dan Bu Cetty yang telah membantu dalam proses belajar mengajar serta melayani kami dengan sangat baik. 4. Teman-teman seperjuangan khususnya kepada Amalia Retnasari ESL 47, Aghra dan Dennis TEP 44, Andriannova IPTP 47, Doni Saun Saputra STK 47, serta teman-teman TMB 47, Haga Putranto, Marchawanda Aditya, Qoniurrohmatullah, Puri Sahanaya, Ekasari Rahmawati, Rizki Agung Prandita, Safrullah Cahya Mardika, Sigit Eko Prastya, Rizki Wiradinata, Rizky Aidil, Dhanny Apriyatna, Wenny Sulistyowati, Yusuf Saputra, Danang Aria PB, Muhammad Fachri Hasim, Nurbaiti Araswati, Dwi Budi Aswin, Bagus yang telah meluangkan waktu untuk berdiskusi dan memberikan masukan serta turut serta langsung dalam membantu proses penelitian. 5. Terima kasih kepada seluruh pihak yang pernah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat dijadikan acuan para pembaca untuk melakukan penelitian dalam bidang ilmu pengetahuan khususnya di bidang panen maupun pascapanen. Bogor, Agustus 2015 Santosa Adi Nugroho

12

13 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 METODE 2 Tempat dan Waktu 2 Alat dan Bahan 3 Prosedur 3 Rancangan Percobaan 12 HASIL DAN PEMBAHASAN 12 Kondisi Tanaman 12 Kondisi Pemanen 14 Pengaruh Tinggi Pemotongan dan Varietas Terhadap Nilai Susut 15 Kapasitas Kerja 19 Analisis Biaya 23 SIMPULAN DAN SARAN 24 DAFTAR PUSTAKA 25 LAMPIRAN 27 RIWAYAT HIDUP 33

14 DAFTAR TABEL 1 Hasil pengukuran rata-rata kondisi tanaman 13 2 Sebaran tinggi batang padi varietas Ciherang 13 3 Sebaran tinggi batang padi varietas Inpari Kondisi pemanen saat penelitian 14 5 Pengaruh tinggi potong dan varietas terhadap nilai susut rata-rata 15 6 Persentase gabah tercecer papan sampel, tak terpotong, dan penumpukan sementara 17 7 Persentase gabah tak terontok, terbawa kotoran, dan keluar alas perontokan pada berbagai varietas dan tinggi pemotongan 18 8 Rasio antara bobot padi (jerami dan gabah) terhadap gabah yang dihasilkan dari varietas Ciherang dan Inpari KLE pemotongan padi pada berbagai varietas dan tinggi potong Kapasitas pengangkutan rata-rata dengan asumsi jarak angkut 10 m Kapasitas perontokan rata-rata gabah berbagai tinggi potong Potensi hasil panen dan gabah tak terpotong secara aktual dan teoritis Gabah hasil dan jerami perhitungan teoritis Data rata-rata KLE, susut, biaya total, dan pendapatan 23 DAFTAR GAMBAR 1 Sabit 1 2 Power thresher tipe throw-in 2 3 Diagram alir penelitian 4 4 Ketinggian batang padi yang diukur 5 5 Perlakuan tinggi pemotongan 6 6 Peletakan papan sampel secara acak di antara batang padi 6 7 Tata letak pemasangan alas terpal dan perontok untuk pengamatan 8 8 Cara pembagian gabah hasil dan susut 10 9 Perhitungan susut dan hasil panen gabah teoritis Kombinasi perlakuan tinggi pemotongan pada setiap varietas Hasil pemotongan padi secara berurut (a) 30 cm, (b) 40 cm, (c) 50 cm, dan (d) 60 cm dari atas permukaan tanah Gabah tak terpotong Jerami sisa hasil pemotongan 20 DAFTAR LAMPIRAN 1 Spesifikasi mesin perontok atau power thresher 27 2 Tabel konversi susut 28 3 Rincian biaya operasional pada padi varietas Ciherang 29 4 Rincian biaya operasional pada padi varietas Inpari Dokumentasi kegiatan 31

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Kegiatan panen dan pascapanen padi terdiri dari serangkaian proses, diantaranya pemotongan, pengangkutan dan perontokan. Pemanenan adalah proses pemotongan padi menggunakan alat potong. Tiga cara panen padi yang biasa dilakukan, yaitu potong bawah, potong tengah, dan potong atas. Cara panen dipilih berdasarkan jenis atau cara perontokan yang digunakan. Beberapa alat yang digunakan, yaitu ani-ani, sabit, dan mesin pemanen. Ani-ani dan sabit merupakan alat panen tradisional yang digunakan pada daerah yang masih memiliki banyak tenaga kerja (Nugraha et al 1990). Contoh sabit terdapat pada Gambar 1. Menurut Setyono (2010), pemanenan dengan menggunakan sabit menyebabkan kehilangan hasil 3-8 %. Gambar 1 Sabit Perontokan merupakan proses pelepasan butiran gabah dari malai dengan cara memberikan tekanan atau pukulan terhadap malai (Setyono et al 1998). Cara perontokan padi, yaitu manual dengan diinjak-injak, dipukul, atau dibanting dan mekanis menggunakan pedal thresher atau power thresher (Hernowo 1979). Beberapa tahun terakhir, penggunaan power thresher menjadi pilihan di beberapa daerah untuk merontokkan padi dibanding yang lainnya. Menurut Litbangtan (2010), power thresher merupakan mesin perontok yang menggunakan sumber tenaga penggerak mesin dikarenakan kapasitas kerja yang lebih besar dan efisiensi kerja yang lebih tinggi. Selain itu, penggunaan power thresher menghasilkan susut perontokan berkisar antara % (Indaryani 2009). Contoh power thresher disajikan dalam Gambar 2. Berdasarkan metode pemotongan, power thresher terbagi menjadi dua yaitu hold-on dan throw-in. Menurut Litbangtan (2007), cara hold-on yaitu dengan melakukan potong bawah pada saat panen sehingga batang padi dapat tergenggam dengan baik saat melakukan proses perontokan serta hanya bagian malai yang masuk ke dalam ruang perontokan sedangkan cara throw-in atau pelemparan jerami dilakukan dengan mengumpankan seluruh bagian padi ke dalam ruang perontok sehingga pada saat proses pemotongan, pemotongan atas dilakukan agar dapat meminimalkan kotoran atau jerami sehingga proses perontokan tidak berjalan dengan baik ditandai dengan adanya butir gabah yang tak terontok. Alasan

16 2 kemudahan dan kepraktisan dalam penggunaan, power thresher tipe throw-in lebih sering digunakan oleh masyarakat daripada tipe hold-on. Dengan demikian diperlukan adanya suatu penelitian mengenai besarnya penyusutan dan kapasitas kerja selama pemotongan hingga perontokan berdasarkan pengaruh antara tingkat ketinggian pemotongan batang padi terhadap berbagai varietas padi hasil perontokan menggunakan power thresher tipe throw-in. Gambar 2 Power thresher tipe throw-in Perumusan Masalah Power thresher tipe throw-in dirancang khusus untuk merontokkan gabah hasil panen dengan melemparkan atau memasukkan seluruh bagian padi hasil pemotongan ke bagian perontok. Minimalisasi bagian jerami diharapkan mampu meningkatkan kapasitas kerja dan melihat pengaruh terhadap berbagai susut. Minimalisasi dilakukan dengan menaikkan tinggi pemotongan yang dilakukan pada saat panen. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Mempelajari pengaruh tinggi pemotongan batang padi menggunakan sabit dan alat perontok power thresher tipe throw-in terhadap jumlah susut dan kapasitas kerja.. 2. Mendapatkan tinggi pemotongan batang padi yang optimum. METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan selama lima bulan mulai bulan Oktober 2014 hingga Februari Penelitian dilaksanakan di dua tempat. Pertama, pengambilan data dilakukan di lahan petani di Komplek IPB 2, Desa Ciherang. Kedua, pengambilan data dilakukan di Batuhulung, Desa Balumbang Jaya. Keduanya berada di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

17 3 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1. Sabit, 2. Power thresher tipe throw-in dengan spesifikasi teknik terlampir pada Lampiran 1, 3. Timbangan digital, 4. Tachometer, 5. Penggaris atau meteran, 6. Roll meter, 7. Papan kayu ukuran 14 x 40 cm 2, 8. Grain moisture tester, 9. Alas terpal milik petani berukuran 4 x 4 m 2, dan 10. Alas terpal pengamatan ukuran 8 x 8 m 2. Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah 1. Tanaman padi varietas Ciherang seluas 180 m 2, dan 2. Tanaman padi Inpari 13 siap panen seluas 180 m 2. Prosedur Penelitian ini terdiri dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Pemanenan yang dilakukan pada penelitian utama dibagi menjadi dua pekerjaan yang terpisah yaitu pemotongan dan pengangkutan. Beberapa parameter yang diamati adalah susut (%), kapasitas kerja (ha/jam.orang), dan biaya (Rp/ha) selama pemanenan dan perontokan yang meliputi pemotongan, pengangkutan, dan perontokan. Prosedur penelitian disajikan pada Gambar 3.

18 4 Gambar 3 Diagram alir penelitian

19 PT PR 5 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan yang dilakukan terdiri atas 3 tahap, yaitu 1. Pengukuran tinggi batang padi tertinggi (PT), 2. Pengukuran tinggi batang padi perundukan (PR), dan 3. Pengukuran tinggi pemotongan batang padi untuk perontokan menggunakan power thresher. Penelitian ini dimaksudkan untuk menentukan perlakuan tinggi pemotongan yang digunakan pada penelitian utama. Ketinggian batang padi tertinggi adalah ketinggian setiap batang padi dari permukaan tanah hingga posisi malai tertinggi. Ketinggian batang padi perundukan adalah ketinggian setiap batang padi dari permukaan tanah hingga posisi malai terendah. Ketinggian batang padi tertinggi dan perundukan yang diukur disajikan pada Gambar 4. Malai Daun Batang padi Penelitian Utama Gambar 4 Ketinggian batang padi yang diukur A. Pengamatan Kondisi Tanaman Kondisi tanaman padi yang diukur adalah jumlah batang per rumpun, bobot gabah per 1000 butir, butir per malai, dan kerapatan sebanyak 5 kali ulangan serta pengukuran tinggi batang padi tertinggi dan perundukan sebanyak 20 rumpun secara acak di dalam petakan. B. Pengukuran Susut dan Kapasitas Pemotongan Susut pemotongan adalah banyaknya gabah yang hilang akibat pemotongan pada saat panen. Pemotongan batang padi dilakukan dengan menggunakan sabit dengan 4 taraf perlakuan tinggi pemotongan, disajikan dalam Gambar 5, yaitu pada ketinggian 30 (T1 atau kontrol), 40 (T2), 50 (T3), dan 60 (T4) cm dan pada varietas yang berbeda, yaitu Ciherang (V1) dan Inpari 13 (V2). Penentuan tinggi

20 6 pemotongan tersebut dipilih berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan dengan pemotongan rata-rata sebesar 30.2 cm sehingga tinggi pemotongan 30 cm digunakan sebagai kontrol. Tinggi Pemotongan ±60 cm (T4) Tinggi Pemotongan ±50 cm (T3) Tinggi Pemotongan ±40 cm (T2) Tinggi Pemotongan ±30 cm (T1 atau kontrol) Permukaan Tanah Gambar 5 Perlakuan tinggi pemotongan Pengukuran susut pemotongan dilakukan dengan menggunakan metode papan sampel yang berukuran 14 x 40 cm 2 sebanyak 9 buah yang diletakkan secara acak. Peletakan papan disajikan dalam Gambar 6. Pengukuran dilakukan pada ubinan seluas 3 x 3 m 2 untuk setiap ulangan sebanyak 5 kali untuk masing-masing perlakuan tinggi pemotongan dan varietas. Terdapat tiga parameter susut pemotongan pada penelitian ini, yaitu bobot gabah pada papan sampel, bobot gabah tak terpotong, dan bobot gabah tercecer pada penumpukan sementara. Menurut Litbangtan (2009), susut panen dihitung dengan menggunakan Persamaan 1. SP = Wt + ((Wgt + Wgtt)/Aa) 100% (1) Wt + ((Wp + Wgt + Wgtt)/Aa) Keterangan SP : Susut pemotongan (%) Wt : Bobot gabah susut berdasarkan jumlah butir gabah bernas yang menempel pada 9 papan dari tabel konversi pada Lampiran 2 (kg/ha) Wp : Bobot gabah hasil panen ubinan (kg) Wgt : Bobot gabah yang tercecer selama penumpukan sementara (kg) Wgtt : Bobot gabah yang tidak terpotong pada saat panen (kg) Aa : Luas petakan (ha) Papan sampel Batang padi Gambar 6 Peletakan papan sampel secara acak di antara batang padi

21 Lama pemotongan atau waktu efektif pemotongan diukur untuk selanjutnya dihitung menggunakan Persamaan 2 sehingga didapatkan nilai kapasitas pemotongan atau KLE pemotongan. 7 KLE p = A a T p (2) Keterangan KLEp : Kapasitas lapang efektif pemotongan (ha/jam.orang) Aɑ : Luas petakan (ha) : Waktu efektif pemotongan (jam) Tp C. Pengukuran Susut dan Kapasitas Pengangkutan Setelah melalui proses pemotongan, padi diangkut dari penumpukan sementara di lahan hingga ke bagian perontokan. Bobot padi sebelum pengangkutan dan sesudah pengangkutan ditimbang dan dikonversi menjadi bobot gabah yang diperoleh dari hasil kali bobot padi dengan rasio padi gabah sehingga susut pengangkutan adalah bobot gabah yang hilang selama proses pengangkutan atau selisih dari bobot gabah sebelum dan sesudah angkut. Rasio padi gabah adalah perbandingan antara padi (jerami dan gabah hasil) dengan gabah hasil pemanenan. Pengukuran pada tahap ini masih dipisahkan berdasarkan perlakuan sebagaimana proses pemotongan. Susut pengangkutan dihitung menggunakan Persamaan 3 dan 4. Setelah itu, jarak dan waktu efektif pengangkutan pada petakan diukur dan dikonversi menjadi 10 meter jarak angkut agar lebih mudah untuk dibandingkan. Selanjutnya, kapasitas pengangkutan dan KLE pengangkutan dihitung dengan menggunakan Persamaan 5 dan 6. Selain itu, banyaknya jumlah pengangkutan atau intensitas angkut dihitung dengan menggunakan Persamaan 7. S a0 = W a1 W a2 W a1 100% (3) S a = S ak0 K a = Wa Ta KLE a = KA P Ja 10 m (4) (5) (6) I a = P r pg W a1 (7) Keterangan Sɑ0 : Susut pengangkutan sebelum konversi (%) Wɑ1 : Bobot gabah sebelum pengangkutan (kg) Wɑ2 : Bobot gabah setelah pengangkutan (kg) Sɑk : Susut pengangkutan setelah konversi (%)

22 8 Jɑ : Jarak angkut (m) Kɑ : Kapasitas pengangkutan (kg/jam.orang) Wɑ : Bobot padi saat pengangkutan (kg) Tɑ : Waktu efektif pengangkutan (jam) KLEɑ : Kapasitas lapang efektif pengangkutan (ha/jam.orang) P : Produktivitas lahan atau gabah hasil panen (kg/ha) : Rasio padi gabah rpg D. Pengukuran Susut dan Kapasitas Perontokan Menurut Indaryani (2009), perontokan adalah proses pelepasan gabah dari jerami. Padi hasil pengangkutan dirontokkan dengan menggunakan power thresher tipe throw-in yang ditaruh di alas yang telah disiapkan sebelumnya, yaitu alas terpal 8 x 8 m 2 dan alas terpal milik petani ukuran 4 x 4 m 2. Tata letak penempatan mesin perontok dan alat disajikan pada Gambar 7. Beberapa parameter susut perontokan adalah bobot gabah yang terlempar keluar alas, bobot gabah tak terontok, dan gabah terbawa kotoran. Gabah terlempar keluar alas adalah bobot gabah yang terlempar keluar alas milik petani dan masih berada di dalam alas pengamatan 8 x 8 m 2. Gabah tak terontok adalah gabah yang masih menempel pada jerami dan keluar ke bagian pembuangan. Gabah terbawa kotoran adalah gabah yang tertinggal pada mesin dan juga gabah rontok yang terbuang bersama jerami. Pengukuran pada tahap ini masih dipisahkan berdasarkan perlakuan sebagaimana proses pemotongan. Perhitungan susut perontokan dihitung dengan menggunakan Persamaan 8. W r1 + W r2 + W r3 S r = 100% W r0 + W r1 + W r2 + W r3 (8) Keterangan Sr : Susut perontokan (%) Wr0 : Bobot gabah hasil perontokan (kg) Wr1 : Bobot gabah terlempar keluar alas (kg) Wr2 : Bobot gabah tak terontok (kg) : Bobot gabah terbawa kotoran (kg) Wr3 4 m Mesin Perontok Alas Terpal (Petani) 4 m 8 m Alas Terpal Pengamatan 8 m Gambar 7 Tata letak pemasangan alas terpal dan perontok untuk pengamatan

23 9 Menurut BSN (2008), kapasitas perontokan diukur dan dihitung menggunakan Persamaan 9. Setelah itu, kapasitas lapang efektif perontokan dihitung menggunakan Persamaan 10. Selain itu, perbandingan antara padi dan gabah atau rasio padi gabah dihitung menggunakan Persamaan 11. Rasio padi gabah diperlukan untuk menentukan porsi gabah atau jerami pada beberapa perhitungan seperti pada kapasitas pengangkutan dan jerami potong teoritis. K r = W r T r (9) KLE r = K r P (10) r pg = W p W r0 (11) Keterangan Kr : Kapasitas perontokan (kg/jam) Wr : Bobot gabah hasil perontokan (kg) Tr : Waktu efektif perontokan (jam) KLEr : Kapasitas lapang efektif perontokan (ha/jam) P : Produktivitas lahan atau gabah hasil panen (kg/ha) rpg : Rasio padi gabah : Bobot padi (kg) Wp E. Perhitungan Potensi Hasil Panen dan Susut Pemotongan Teoritis Potensi hasil panen adalah gabah yang dihasilkan dari lahan tanpa memperhatikan nilai susut. Potensi hasil panen aktual diperoleh dari penjumlahan nilai susut gabah dan produktivitas lahan setelah panen dan perontokan sedangkan potensi hasil panen secara teoritis dihitung menggunakan Persamaan 12. Selain itu, perhitungan jerami potong dihitung menggunakan Persamaan 13. P h = W gb B m B r R (12) W j = (r pg 1) P (13) Keterangan Wgb : Bobot gabah per butir (kg) Bm : Butir per malai Br : Jumlah batang per rumpun R : Kerapatan (rumpun/ha) Ph : Potensi hasil panen panen (kg/ha) : Jerami hasil pemotongan (kg/ha) Wj Susut pemotongan teoritis diperoleh dari perhitungan gabah susut per gabah total. Ilustrasi pemotongan terdapat pada Gambar 8. Proses perhitungan susut dan pemotongan hasil secara keseluruhan dapat dilihat dalam Gambar 9.

24 10 Bagian terpotong atau gabah hasil Malai padi Tx Bagian tak terpotong atau gabah susut Permukaan tanah Gambar 8 Cara pembagian gabah hasil dan susut Keterangan, Tx : Tinggi Pemotongan (30 cm, 40 cm, 50 cm, atau 60 cm) Gambar 9 Perhitungan susut dan hasil panen gabah teoritis F. Analisis Biaya Biaya pada penelitian ini mencakup biaya yang dibutuhkan untuk pemotongan, pengangkutan, dan perontokan serta biaya akibat susut. Biaya tersebut

25 dihitung menggunakan Persamaan 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, dan 22. Biaya perontokan memiliki parameter tambahan seperti sewa perontok serta harga bensin. 11 B p = B a = U r = U tp KLE p (14) U ta KLE a (15) U tr KLE r (16) B bb = K bb H bb (17) B r = U r + S r + B bb (18) B o = B p + B a + B r (19) B s = S t + P + H (20) B t = B p + B a + B r + B s (21) P d = (P H) (B o + B a ) (22) Keterangan Bp : Biaya pemotongan (Rp/ha) Utp : Upah tenaga pemotong (Rp/jam) Bɑ : Biaya pengangkutan (Rp/ha) Utɑ : Upah tenaga pengangkut (Rp/jam) Ur : Upah perontokan (Rp/ha) Utr : Upah tenaga perontok (Rp/jam) Bbb : Biaya bahan bakar (Rp/ha) Kbb : Konsumsi bahan bakar (l/ha) Hbb : Harga bahan bakar (Rp/ha) Br : Biaya perontokan (Rp/ha) Bo : Biaya operasional (Rp/ha) Sr : Sewa perontok (Rp/ha) Bs : Biaya akibat susut (Rp/ha) St : Susut total (%) P : Produktivitas lahan (kg/ha) H : Harga gabah (Rp/kg) Bt : Biaya total (Rp/ha) Bp : Biaya pemotongan (Rp/ha) : Biaya pengangkutan (Rp/ha) Bɑ

26 12 Br Bs Pd : Biaya perontokan (Rp/ha) : Biaya akibat susut (Rp/ha) : Pendapatan (Rp/ha) Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan perlakuan tinggi pemotongan yang terdiri dari 4 taraf, yaitu 1) Tinggi pemotongan 30 cm sebagai kontrol (T1), 2) Tinggi pemotongan 40 cm (T2), dan 3) Tinggi pemotongan 50 cm (T3), 4) Tinggi pemotongan 60 cm (T4), dengan varietas yang diujikan sebagai kelompok, yaitu 1) Ciherang (V1), dan 2) Inpari 13 (V2). Peubah yang diamati adalah susut pemanenan yang terdiri dari susut pemotongan, pengangkutan, dan perontokan. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan ketika terdapat perbedaan yang nyata diantara perlakuan (p<0.05), maka akan dilakukan uji lanjut dengan metode least significant difference. Kombinasi perlakuan terdapat pada Gambar m 3 m VxT3 VxT4 VxT4 VxT1 VxT2 VxT4 VxT3 VxT1 VxT2 VxT3 VxT2 VxT3 VxT4 VxT2 VxT1 12 m VxT1 VxT2 VxT3 VxT4 VxT1 15 m Gambar 10 Kombinasi perlakuan tinggi pemotongan pada setiap varietas HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Tanaman Pengukuran kondisi tanaman dilakukan sebelum dan sesudah kegiatan pemanenan. Hasil pengukuran rata-rata kondisi tanaman dapat dilihat pada Tabel 1. Penanaman bibit padi varietas Ciherang dan Inpari 13 dilakukan menggunakan sistem tanam tegel secara manual.

27 13 Tabel 1 Hasil pengukuran rata-rata kondisi tanaman Varietas Parameter Satuan Ciherang Inpari 13 Umur panen hari Tinggi batang tertinggi cm Tinggi perundukan cm Jarak tanam cm 25/25 30/30 Kerapatan a Jumlah batang Bobot 1000 butir gabah g Butir gabah per malai Kadar air gabah awal (w.b.) % Kadar air gabah akhir (w.b.) % a Kerapatan merupakan jumlah rumpun dalam luasan ubinan 1 x 1 m 2 Masing-masing varietas, memiliki ketinggian batang padi tertinggi dan perundukan yang berbeda-beda. Sebaran tinggi batang padi keseluruhan tersaji dalam Tabel 2 untuk varietas Ciherang dan Tabel 3 untuk varietas Inpari 13. Padi varietas Inpari 13 relatif lebih tinggi baik dari segi batang tertinggi maupun perundukan. Selang ketinggian (cm) Tabel 2 Sebaran tinggi batang padi varietas Ciherang Batang tertinggi Kuantitas Persentase (%) Batang perundukan Batang tertinggi Batang perundukan Jumlah Rata-rata (cm) Total rumpun 20

28 14 Selang ketinggian (cm) Tabel 3 Sebaran tinggi batang padi varietas Inpari 13 Batang tertinggi Kuantitas Persentase (%) Batang perundukan Batang tertinggi Batang perundukan Jumlah Rata-rata (cm) Total rumpun 20 Kondisi Pemanen Pemanen padi pada varietas Ciherang yaitu Wawan berstatus sebagai penggarap lahan dan pemodal. Pekerjaannya dimulai dari prapanen meliputi pembelian bibit dan pupuk, pengolahan tanah, penanaman bibit, pemupukan, hingga perontokan sedangkan pada varietas Inpari 13 yaitu Burhan hanya berstatus sebagai pekerja meliputi penanaman, penyiangan, dan pemanenan. Kondisi pemanen secara umum terdapat pada Tabel 4. Tabel 4 Kondisi pemanen saat penelitian Pemanen Satuan Varietas Ciherang Inpari 13 Nama - Wawan Burhan Umur Tahun Pengalaman Tahun ± 15 ± 5 Jenis Kelamin - Laki-laki Laki-laki Pengerjaan - Sedang Cepat

29 15 Pengaruh Tinggi Pemotongan dan Varietas Terhadap Nilai Susut Tinggi pemotongan memberikan pengaruh nyata (P<0.01) terhadap susut pemotongan dan perontokan. Varietas hanya memberikan pengaruh nyata pada susut pemotongan (P<0.05) dan perontokan (P<0.01) sedangkan interaksi antar varietas dan tinggi potong tidak berpengaruh nyata. Pengaruh tinggi pemotongan dan varietas disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5 Pengaruh tinggi potong dan varietas terhadap nilai susut rata-rata Parameter Susut pemotongan (%) Susut pengangkutan (%) Susut perontokan (%) Tinggi Varietas potong (cm) Ciherang (V1) Inpari 13 (V2) Rataan 30 (T1) c * 40 (T2) c * 50 (T3) b * 60 (T4) a * Rataan 4.23 x 5.65 y 30 (T1) a 40 (T2) a 50 (T3) a 60 (T4) a Rataan 0.52 x 0.63 x 30 (T1) a * 40 (T2) b * 50 (T3) b * 60 (T4) b * Rataan 1.17 x * 1.52 y * Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom/baris yang sama berbeda nyata (P<0.05) dan bila disertai bintang berbeda sangat nyata (P<0.01) Berdasarkan tinggi potong, susut pemotongan rata-rata terkecil adalah pada tinggi potong 40 cm dan terbesar adalah 60 cm. Susut pengangkutan rata-rata terkecil adalah pada tinggi potong 30 cm dan terbesar adalah 60 cm. Susut perontokan rata-rata terkecil adalah pada tinggi potong 40 cm dan terbesar 30 cm. Berdasarkan varietas, padi Ciherang memiliki nilai susut pemotongan, pengangkutan, dan perontokan rata-rata lebih kecil daripada padi Inpari 13. Hal ini disebabkan oleh gabah Inpari 13 lebih mudah rontok dibanding Ciherang. Pemotongan yang tinggi mengakibatkan jerami padi menjadi lebih pendek dan memungkinkan petani untuk menyentuh, menggenggam atau kontak dengan malai padi lebih sering sedangkan malai padi berisi gabah yang mudah rontok. Oleh karena itu, pemotongan dan pengangkutan padi pada perlakuan tinggi potong 60 cm menghasilkan nilai susut rata-rata terbesar yaitu 7.75 % dan 0.79 % meskipun susut perontokan tergolong rendah 1.24 %. Hal tersebut menandakan bahwa semakin tinggi pemotongan yang dilakukan maka nilai susut yang dihasilkan akan semakin tinggi serta perbedaan varietas juga mempengaruhi besarnya susut.

30 16 Susut Pemotongan Pemotongan padi dilakukan dengan menggunakan sabit. Pemotong biasanya melakukan dua hingga empat kali pemotongan rumpun padi sebelum menumpuknya sementara di lahan. Perlakuan tinggi pemotongan sangat mempengaruhi jumlah padi yang tercecer pada papan. Menurut Setyono (2010), pemanenan dengan menggunakan sabit menyebabkan kehilangan hasil 3-8 %. Padi hasil pemotongan berdasarkan tinggi potong disajikan dalam Gambar 9. Bila pemotongan dilakukan dengan sangat tinggi, bukan hanya batang padi saja yang digenggam oleh petani tetapi terdapat sebagian malai padi yang tergenggam sebelum melakukan pemotongan. Padi yang pada saat pemotongan malainya yang tergenggam mudah sekali rontok sehingga susut yang dihasilkan lebih tinggi daripada malai yang tidak terpegang pada saat pemotongan. (a) (b) (c) (d) Gambar 11 Hasil pemotongan padi secara berurut (a) 30 cm, (b) 40 cm, (c) 50 cm, dan (d) 60 cm dari atas permukaan tanah Susut pemotongan untuk varietas padi Ciherang dan Inpari 13 yaitu sebesar 3.18 % dan 3.75 % pada tinggi pemotongan sedang atau 30 cm. Nilai susut yang dihasilkan termasuk rendah dikarenakan diantaranya metode pengukuran yang dilakukan. Terdapat beberapa metode dalam pengukuran susut pemotongan yaitu, metode 9 papan dan metode pembandingan. Menurut Ikhsan (2014), susut panen padi menggunakan sabit sebesar 7.89 %. Analisis susut pemotongan menggunakan metode 9 papan akan menghasilkan nilai susut yang jauh lebih rendah daripada metode pembandingan. Metode pembandingan menggunakan perbandingan antara petak kontrol (dilakukan proses pemotongan dengan sangat hati-hati agar tidak terjadi losses) dengan petak perlakuan. Masing-masing analisis melebihi kelebihan dan kekurangan. Kekurangan metode pembandingan adalah bila pemilihan sampel tidak dilakukan secara selektif maka akan dihasilkan nilai error atau kesalahan perhitungan karena bobot padi yang dihasilkan pada petak kontrol lebih rendah dari petak perlakuan dikarenakan jumlah rumpun antar petakan tidak sama. Seharusnya bobot gabah pada petak kontrol lebih besar daripada petak perlakuan. Metode 9 papan memiliki kekurangan yaitu kurang leluasanya petani dalam memotong dan meningkatnya kehati-hatian sehingga dapat mempengaruhi nilai susut. Kelebihan metode pembandingan adalah lebih mendekati keadaan riil, sedangkan metode 9 papan adalah menghindari bias dalam pengukuran petakan maupun dalam pemilihan keseragaman kesuburan tanaman, sehingga tidak akan terjadi angka negatif karena perbedaan produksi antara petak kontrol dan perlakuan.

31 Tabel 6 Persentase gabah tercecer papan sampel, tak terpotong, dan penumpukan sementara Varietas Ciherang Inpari 13 Tinggi potong (cm) Gabah tercecer papan sampel (%) Gabah tak terpotong (%) 17 Gabah tercecer penumpukan sementara (%) Pemotongan yang terlalu tinggi menghasilkan susut yang tinggi pula. Tinggi potong 60 cm menghasilkan gabah tak terpotong yang besar disertai gabah tercecer yang besar pula. Meskipun begitu, pada tinggi potong 40 cm dihasilkan nilai susut pemotongan sebesar 3.35 %. Berdasarkan Tabel 5, terjadi penurunan nilai susut pemotongan total rata-rata dan kembali meningkat pada pemotongan 50 dan 60 cm. Gambar 12 Gabah tak terpotong Susut Pengangkutan Pengangkutan padi dilakukan dengan mengangkut padi dari penumpukan sementara hingga ke bagian perontokan. Tinggi pemotongan menyebabkan batang padi yang akan diangkut menjadi semakin pendek sehingga menyulitkan pengangkut dalam melakukan proses pengangkutan dan menyebabkan banyak gabah yang tercecer ditandai dengan berkurangnya bobot setelah pengangkutan. Besarnya susut pengangkutan dapat dilihat pada Tabel 5, susut pengangkutan ratarata tertinggi sebesar 0.65 % (Ciherang) dan 0.79 % (Inpari 13) pada tinggi pemotongan 60 cm meskipun kedua nilai tersebut tidak berbeda nyata. Penyebab meningkatnya nilai susut pengangkutan yang lain yaitu, kontak antara tangan petani dengan gabah secara langsung akibat jerami yang terlalu pendek menyebabkan gabah rontok dengan mudah.

32 18 Susut Perontokan Perontokan padi dilakukan dengan menggunakan power thresher tipe throw-in dengan menggunakan 510 rpm. Penggunaan rpm yang disarankan dalam perontokan padi berkisar antara rpm (Litbangtan 2010). Menurut Hasbullah dan Indaryani (2011), susut perontokan menggunakan power thresher berkisar antara % pada pemotongan sedang atau 30 cm. Penelitian ini menghasilkan nilai susut terendah pada pemotongan 40 cm. Parameter pengamatan susut perontokan terbagi menjadi gabah tak terontok, gabah terbawa kotoran, dan gabah keluar alas perontok. Persentase parameter tersebut disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7 Persentase gabah tak terontok, terbawa kotoran, dan keluar alas perontokan pada berbagai varietas dan tinggi pemotongan Tinggi Parameter pengamatan (%) Varietas potong Gabah tak Gabah terbawa Gabah keluar (cm) terontok kotoran alas perontok Ciherang Inpari Tinggi potong 30 cm (T1) menghasilkan gabah tak terontok tertinggi sebesar 0.99% (V1) dan 1.12% (V2). Panjangnya jerami atau banyaknya bagian yang tidak diinginkan yang masuk ke bagian perontokan menyebabkan gabah terbuang bersama kotoran dan juga gabah masih menempel pada bagian jerami atau tidak terontok sehingga susut yang dihasilkan tinggi. Semakin tinggi pemotongan padi yang dilakukan maka semakin rendah susut perontokan. Rasio Padi Gabah Padi yang baik adalah tanaman padi yang dapat menghasilkan gabah bernas lebih banyak, dengan kata lain rasio antara padi dan gabah yang dihasilkan tinggi. Semakin tinggi rasio antara bobot padi dan gabah yang dihasilkan menunjukkan potensi produksi varietas tersebut tinggi. Menurut Nugraha (2011), rasio antara berat padi (jerami dan gabah) terhadap gabah yang dihasilkan dari perontokan varietas Ciherang dan Inpari 13 yaitu 7.82 dan 6.64 dengan tinggi pemotongan sedang atau 30 cm. Rasio padi gabah yang dihasilkan disajikan dalam Tabel 8. Semakin besar rasio gabah padi yang dihasilkan artinya nilainya rendah maka semakin baik proses perontokan karena bagian yang tidak diinginkan dapat diminimalkan. Rasio yang rendah dapat menyebabkan mesin perontok macet, kapasitasnya rendah, dan susut perontokan yang dihasilkan meningkat.

33 Tabel 8 Rasio antara bobot padi (jerami dan gabah) terhadap gabah yang dihasilkan dari varietas Ciherang dan Inpari 13 Varietas padi Tinggi potong (cm) Rasio padi-gabah Ciherang Inpari Kapasitas Kerja KLE Pemotongan Kapasitas pemotongan terbaik adalah kapasitas pemotongan pada tinggi potong 30 cm dan 40 cm yaitu sebesar ha/jam.orang untuk varietas Ciherang dan ha/jam.orang untuk varietas Inpari 13 pada pemotongan 40 cm. Sedangkan kapasitas pemotongan terendah untuk varietas padi Ciherang dan Inpari 13 adalah sebesar dan ha/jam.orang. Kapasitas pemotongan secara keseluruhan tersaji dalam Tabel 9. Tabel 9 KLE pemotongan padi pada berbagai varietas dan tinggi potong Varietas Ciherang Inpari 13 Tinggi potong (cm) KLE pemotongan rata-rata (ha/jam.orang) Menurut Ikhsan (2014), kapasitas pemotongan padi adalah sebesar ha/jam.orang pada pemotongan normal. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, kapasitas pemotongan berada di kisaran ha/jam orang, tergantung pada faktor pemanen, kondisi lahan, dan perlakuan tinggi pemotongan. Padi varietas Ciherang pada penelitian ini memiliki jarak tanam yang lebih rapat bila dibandingkan dengan Inpari 13. Hal ini menyebabkan kapasitas pemotongan padi varietas Inpari 13 lebih besar dikarenakan pada luasan yang sama rumpun padi yang harus dipotong lebih sedikit daripada Ciherang sehingga waktu pemotongan menjadi lebih cepat. Selain itu, semakin tinggi pemotongan yang dilakukan maka nilai KLE pemotongan menurun karena jerami sisa hasil potong yang tinggi menyebabkan petani kesulitan untuk melakukan pemotongan berikutnya. 19

34 20 Tinggi potong 40 cm Tinggi potong 60 cm Gambar 13 Jerami sisa hasil pemotongan KLE Pengangkutan Tinggi pemotongan 60 cm menghasilkan kapasitas pengangkutan terbesar pada kedua varietas. Berdasarkan Tabel 10, besarnya kapasitas pengangkutan terlihat pada kolom pengangkutan gabah pada varietas Ciherang dan Inpari 13. Tabel 10 Kapasitas pengangkutan rata-rata dengan asumsi jarak angkut 10 m Varietas Ciherang Inpari 13 Tinggi Kapasitas pengangkutan KLE Intensitas potong (cm) Padi (kg/jam.orang) Gabah (kg/jam.orang) pengangkutan (ha/jam.orang) angkut per ha Pengangkutan yang dilakukan di lahan adalah pengangkutan yang dilakukan dalam bentuk padi. Terjadi penurunan nilai kapasitas pengangkutan karena batang padi yang semakin pendek akan lebih sulit diangkut daripada batang padi yang panjang akan tetapi bila dilihat dari banyaknya gabah yang dapat diangkut maka kapasitas pengangkutan dalam bentuk gabah dan KLE pengangkutan maka akan semakin besar. Kapasitas pengangkutan gabah diperoleh dari hasil kali kapasitas pengangkutan padi dikali dengan rasio padi gabah yang terdapat pada Tabel 8 sedangkan kapasitas pengangkutan berdasarkan luasan atau KLE pengangkutan diperoleh dari hasil kali gabah per ha rata-rata dikali kapasitas pengangkutan gabah. Intensitas angkut adalah banyaknya pengangkutan padi seluas 1 ha dengan asumsi rata-rata jarak angkut adalah 10 m. Jarak angkut yang berbeda tentunya menghasilkan kapasitas yang berbeda sehingga perlu adanya kesamaan jarak angkut agar kapasitas pengangkutan rata-rata dapat dibandingkan.

35 KLE Perontokan Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil bahwa semakin tinggi pemotongan padi yang dilakukan atau semakin sedikit batang padi yang dimasukkan ke dalam thresher maka semakin besar kapasitas yang dihasilkan. Kapasitas perontokan gabah tertinggi diperoleh dari tinggi potong 60 cm. Batang padi dengan pemotongan rendah atau batang panjang menyebabkan mesin membutuhkan waktu lebih lama untuk memisahkan antara gabah dan jerami. Bila terjadi overload, hal ini akan menyebabkan silinder perontok macet sehingga kapasitas perontokan rendah. Besarnya kapasitas perontokan disajikan dalam Tabel 11. Menurut Herawati (2008), kapasitas kerja power thresher berkisar antara kg/jam pada pemotongan normal atau 30 cm tergantung dari spesifikasi mesin dan kecepatan putar silinder. Varietas Ciherang Inpari 13 Tabel 11 Kapasitas perontokan rata-rata gabah berbagai tinggi potong Tinggi potong (cm) Kapasitas perontokan gabah (kg/jam) 21 KLE perontokan (ha/jam) Terjadi peningkatan kapasitas perontokan berdasarkan tinggi potong, semakin tinggi pemotongan yang dilakukan maka semakin besar kapasitas perontokan yang dihasilkan. Berdasarkan hasil penelitian pemotongan 60 cm menghasilkan kapasitas perontokan terbesar. Hal ini disebabkan karena pemotongan 60 cm menghasilkan jerami atau kotoran yang masuk ke bagian perontokan sedikit sehingga gabah lebih cepat rontok dan waktu yang dibutuhkan untuk merontok lebih cepat. Potensi Hasil Panen dan Susut Pemotongan Teoritis Potensi hasil panen (kg/ha) secara teoritis diperoleh dari hasil kali antara bobot gabah (kg), malai per rumpun, dan kerapatan per ha sedangkan secara aktual diperoleh dari jumlah produktivitas aktual dan susut total pada masing-masing varietas. Selain itu, susut secara teoritis yang diperhitungkan hanya susut pemotongan berdasarkan gabah tak terpotong sedangkan susut secara aktual yang diperhitungkan meliputi susut pemotongan, pengangkutan, dan perontokan. Jadi, pembandingan yang dilakukan hanya mencakup pada potensi hasil panen dan susut pemotongan.

36 22 Tabel 12 Potensi hasil panen dan gabah tak terpotong secara aktual dan teoritis Varietas Ciherang Inpari 13 Tinggi potong (cm) Potensi hasil panen teoritis (kg/ha) Gabah tak terpotong teoritis (%) Potensi hasil panen aktual (kg/ha) Gabah tak terpotong aktual (%) Berdasarkan hasil analisis, potensi hasil panen aktual lebih rendah bila dibandingkan dengan teoritis karena terdapat beberapa susut yang tidak terukur seperti pada saat penumpukan setelah proses angkut, gabah yang tersangkut di dalam silinder perontok atau terbuang keluar alas pengamatan 8 x 8 m 2. Semakin tinggi pemotongan yang dilakukan, semakin besar susut yang dihasilkan. Tinggi potong 30 cm menghasilkan susut pemotongan aktual lebih tinggi daripada teoritis disebabkan diantaranya oleh batang padi yang patah akibat burung dan angin, juga tidak sempurnanya proses pemotongan yang dilakukan sedangkan pada tinggi potong 40, 50, dan 60 cm, susut pemotongan aktual lebih rendah daripada teoritis disebabkan oleh kecenderungan petani untuk menurunkan potongan yang dilakukan sehingga malai padi yang berada tepat pada ketinggian potong tersebut diambil sebagai gabah hasil bukan terbuang sebagai susut. Dasar perhitungan potensi hasil panen dan susut pemotongan teoritis adalah asumsi mengenai penggunaan alat potong atau mower yang disertai bagian penadah untuk proses pemotongan dan pengangkutan. Selain untuk memotong, alat ini berfungsi untuk menampung padi hasil pemotongan sehingga gabah tercecer pada papan, gabah tercecer pada penumpukan sementara, dan gabah hilang saat pengangkutan dapat dihindari. Susut yang diperhitungkan hanya berdasarkan gabah tak terpotong. Hal ini dilakukan untuk melihat sampai sejauh mana nilai susut bisa diturunkan. Pemotongan 30 cm merupakan pemotongan terbaik karena susut pemotongan yang dihasilkan terendah dan produktivitas lahan yang dihasilkan terbesar. Proses pemotongan menghasilkan padi potong yang terdiri dari gabah dan jerami. Produktivitas lahan atau gabah hasil dan jerami hasil potong disajikan pada Tabel 13. Semakin tinggi pemotongan yang dilakukan, semakin rendah jerami hasil pemotongan yang dihasilkan atau jerami (tegak) yang tersisa di lahan semakin meningkat. Jerami tersebut dapat dimanfaatkan kembali dengan cara ditimbun pada proses pengolahan tanah sehingga tanah menjadi lebih subur.

37 23 Varietas Ciherang Inpari 13 Tabel 13 Gabah hasil dan jerami perhitungan teoritis Tinggi potong (cm) Produktivitas lahan atau gabah hasil (kg/ha) Jerami hasil pemotongan (kg/ha) Analisis Biaya Terdapat beberapa aspek biaya yang digunakan dalam analisis, antara lain biaya operasional, biaya akibat susut, dan biaya total. Selain itu, pendapatan juga dihitung pada masing-masing tinggi potong untuk melihat seberapa besar hasil yang diterima oleh petani dalam bentuk uang. Biaya, pendapatan, susut, dan KLE ratarata keseluruhan tersaji dalam Tabel 14. Tabel 14 Data rata-rata KLE, susut, biaya total, dan pendapatan Varietas Parameter Satuan Ciherang Inpari 13 Tinggi potong (cm) KLE pemotongan ha/jam.orang KLE pengangkutan ha/jam.orang KLE perontokan ha/jam Susut total % Produktivitas lahan kg/ha Biaya operasional Rp/ha Biaya akibat susut Rp/ha Biaya total Rp/ha Pendapatan Rp/ha KLE pemotongan ha/jam.orang KLE pengangkutan ha/jam.orang KLE perontokan ha/jam Susut total % Produktivitas lahan kg/ha Biaya operasional Rp/ha Biaya akibat susut Rp/ha Biaya total Rp/ha Pendapatan Rp/ha

38 24 Kenyataannya, pekerja diupah berdasarkan sistem bagi hasil sebesar seperlima bagian. Pembagian ini dilakukan dengan kerja mulai dari pengolahan tanah hingga perontokan sehingga sulit untuk dibandingkan. Oleh karena itu, pada penelitian ini diasumsikan pemanen diupah berdasarkan jam kerja yaitu sebesar Rp per orang dengan 6 jam kerja efektif per hari (umumnya jam kerja pemanen adalah 8 jam per hari tetapi angka tersebut merupakan penjumlahan dari waktu kerja efektif, waktu untuk beristirahat sejenak, sekedar minum, berbincang, mengasah sabit, dan lain-lain). Rincian biaya operasional tersaji dalam Lampiran 3 dan 4. Besarnya biaya akibat susut, tergantung dari besarnya jumlah susut (%) pada masing-masing kegiatan. Bobot susut diperoleh dari produktivitas panen aktual dikalikan susut total. Biaya susut adalah bobot susut dikalikan dengan harga gabah asumsi sebesar Rp 4 000/kg. Tinggi potong 60 cm menghasilkan biaya akibat susut terbesar, yaitu Rp /ha untuk Ciherang dan Rp /ha untuk Inpari 13 sedangkan biaya susut terendah dihasilkan dari perlakuan 40 cm yaitu sebesar Rp /ha dan Rp /ha. Biaya operasional serta biaya akibat susut yang besar tentunya akan mengurangi pendapatan yang diterima oleh petani. Semakin besar biaya maka semakin berkurang pendapatan petani. Selain itu, biaya yang rendah menghasilkan kapasitas yang rendah, menyebabkan pekerjaan menjadi semakin lama. Hal ini terlihat dari penurunan rata-rata KLE pada penurunan tinggi potong. Hubungan KLE, Susut, dan Biaya Berdasarkan hasil penelitian, semakin besar kapasitas kerja maka semakin besar biaya yang dibutuhkan. Hal ini terlihat dari peningkatan biaya seiring dengan naiknya tinggi potong. Kapasitas kerja, susut, dan biaya mulai dari pemotongan, pengangkutan, dan perontokan, bila dibandingkan maka perlakuan 40 cm menghasilkan susut gabah serta biaya total terendah yaitu, 4.59 % dan Rp /ha untuk Ciherang serta 5.03 % dan Rp /ha untuk Inpari 13 serta kapasitas yang dihasilkan rendah tetapi perlakuan 60 cm menghasilkan kapasitas rata-rata terbesar serta susut gabah dan biaya total rata-rata yang dihasilkan tertinggi yaitu sebesar 7.65 % dan Rp /ha untuk Ciherang serta % dan Rp /ha untuk Inpari 13. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Pemotongan yang optimum berdasarkan kapasitas adalah pemotongan 60 cm baik varietas Ciherang maupun Inpari 13 karena menghasilkan kapasitas terbesar. KLE pemotongan, KLE pengangkutan, dan KLE perontokan yang dihasilkan masing-masing sebesar ha/jam.orang, ha/jam.orang, dan ha/jam untuk varietas Ciherang dan ha/jam.orang, ha/jam.orang, dan ha/jam untuk varietas Inpari Pemotongan yang optimum berdasarkan susut total, biaya total, dan pendapatan petani adalah pemotongan 40 cm baik varietas Ciherang maupun Inpari 13 karena menghasilkan susut dan biaya total terendah serta pendapatan yang

39 tinggi. Susut dan biaya total, serta pendapatan masing-masing adalah sebesar 4.59 %, Rp /ha, dan Rp /ha untuk varietas Ciherang serta 5.03 %, Rp /ha, dan Rp /ha untuk varietas Inpari Saran Kapasitas yang besar membutuhkan biaya yang besar dan menghasilkan susut yang tinggi serta berkurangnya pendapatan. Sebaliknya, kapasitas yang kecil membutuhkan biaya yang minim, menghasilkan susut yang rendah serta pendapatan yang yang dihasilkan tinggi sehingga perlu dipertimbangkan antara kapasitas, nilai susut, dan pendapatan dalam melakukan tinggi pemotongan padi pada saat panen. DAFTAR PUSTAKA [BSN] Badan Standardisasi Nasional Syarat mutu dan cara uji mesin perontok padi tipe pelemparan jerami. SNI 7429:2008. Jakarta (ID): BSN. Hasbullah R dan R Indaryani Penggunaan mesin perontok untuk menekan susut dan mempertahankan kualitas gabah. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Perteta; 2011 Juli Jember, Indonesia. Jember (ID): Perteta. hlm Herawati H Mekanisme dan kinerja pada sistem perontokan padi. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Teknik Pertanian; 2008 November Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID). hlm Herawati H Mekanisme dan kinerja pada sistem perontokan padi. Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah 6(2): Hernowo A Mempelajari pengaruh beberapa cara perontokan padi varietas IR-36 terhadap kualitas hasil perontokan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ikhsan M Studi kapasitas kerja dan susut saat panen padi (Oryza sativa l.) varietas ciherang menggunakan paddy mower [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Indaryani R Kajian penggunaan berbagai jenis alat/mesin perontok terhadap susut perontokan pada beberapa varietas padi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Litbangtan] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Alat dan mesin padi di Indonesia [internet]. [diacu 2014 September 25]. Tersedia dari: lat_dan_mesin_panen_padi_di_indonesia.pdf. [Litbangtan] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Metode baru pengukuran susut panen [internet]. [diacu 2014 Oktober 25]. Tersedia dari: [Litbangtan] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Cara memanen padi dengan sabit [internet]. [diacu 2014 Agustus 18]. Tersedia dari:

40 26 [Litbangtan] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Perontokan padi dengan power thresher [internet]. [diacu 2014 Agustus 18]. Tersedia dari: Nugraha S, A Setyono, dan Damardjati Pengaruh Keterlambatan Perontokan Padi terhadap Kehilangan Hasil dan Mutu. Di dalam: Laporan Hasil Penelitian 1988/1989. Sukamandi: Balai Penelitian Tanaman Padi. Nugraha S Di dalam: Uji kinerja power thresher modifikasi lokal terhadap susut hasil dan mutu pada beberapa varietas padi. Richana N, Hidayat T, Abubakar, Sumangat D, Setyanto H, editor. Peran teknologi pascapanen dalam meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian; 2011 November 17. Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Balai Besar Peneleitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. hlm

41 27 Lampiran 1 Spesifikasi mesin perontok atau power thresher A. Mesin : A.1. Nama A.2. Merk A.3. Tipe/model A.4. Dimensi A.5. Sistem perontokan : Gerigi gerak A.6. Sistem transmisi : Sabuk-puli B. Motor Penggerak (Engine) : : Power thresher tipe throw-in : Agrindo : TPA MG : panjang total : 1.2 m lebar total : 1.1 m tinggi total : 1.4 m B.1. Nama : Motor Diesel B.2. Merk : Kubota B.3. Tipe/model : RD55H B.4. Isi silinder : 340 cc B.5. Daya maksimum : 5.5 hp, 4.0 kw B.6. Putaran poros : 2200 rpm 2 Keterangan : 1. Hopper (pemasukan) 2. Drum perontok 3. V-Belt 4. Blower 5. Rumah/rangka perontok 6. Motor diesel 7. Roda Throw-In type power thresher sumber:

42 28 Lampiran 2 Tabel konversi susut Jumlah gabah (butir) Susut (kg/ha) Jumlah gabah (butir) Susut (kg/ha) Jumlah gabah (butir) Susut (kg/ha) Jumlah gabah (butir) Susut (kg/ha) Jumlah gabah (butir) Susut (kg/ha) Sumber: Litbangtan (2009)

43 29 Lampiran 3 Rincian biaya operasional pada padi varietas Ciherang Parameter Satuan Jumlah 30 cm 40 cm 50 cm 60 cm KLE pemotongan ha/jam.orang Upah tenaga pemotong Rp/jam.orang Biaya pemotongan Rp/ha Kapasitas pengangkutan gabah kg/jam.orang KLE pengangkutan ha/jam.orang Upah tenaga pengangkut Rp/jam.orang Biaya pengangkutan Rp/ha Kapasitas perontokan gabah kg/jam KLE perontokan ha/jam Upah tenaga perontok Rp/jam Upah perontokan Rp/ha Sewa perontok Rp/ha Produktivitas lahan kg/ha Konsumsi bahan bakar liter/jam Harga bensin Rp/liter Biaya bensin Rp/ha Biaya perontokan Rp/ha Biaya operasional Rp/ha *KLE (Kapasitas Lapang Efektif)

44 30 Lampiran 4 Rincian biaya operasional pada padi varietas Inpari 13 Parameter Satuan Jumlah 30 cm 40 cm 50 cm 60 cm KLE pemotongan ha/jam.orang Upah tenaga pemotong Rp/jam.orang Biaya pemotongan Rp/ha Kapasitas pengangkutan gabah kg/jam.orang KLE pengangkutan ha/jam.orang Upah tenaga pengangkut Rp/jam.orang Biaya pengangkutan Rp/ha Kapasitas perontokan gabah kg/jam KLE perontokan ha/jam Upah tenaga perontok Rp/jam Upah perontokan Rp/ha Sewa perontok Rp/ha Produktivitas lahan kg/ha Konsumsi bahan bakar liter/jam Harga bensin Rp/liter Biaya bensin Rp/ha Biaya perontokan Rp/ha Biaya operasional Rp/ha *KLE (Kapasitas Lapang Efektif)

45 31 Lampiran 5 Dokumentasi kegiatan Proses pemotongan dan peletakan papan sampel Tata letak alas pengamatan, petani, dan power thresher Gabah terbawa kotoran atau tertinggal pada mesin Gabah keluar alas perontokan Penimbangan bobot gabah sebelum pengangkutan Proses penumpukan sementara di lahan Gabah hasil perontokan

46 32 Jerami hasil perontokan Pengukuran bobot gabah pada papan sampel Pengukuran kadar air gabah Pengukuran tinggi batang padi tertinggi dan perontokan

47 33 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada 21 Juni 1992 dari Bapak Pujo Sriyono dan Ibu Siti Sunaryati. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan akademik di SDN Polisi 1 Kota Bogor pada tahun 2004 SMPN 4 Kota Bogor pada tahun 2007 SMAN 5 Kota Bogor pada tahun 2010 dan diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2010 pada program Studi Teknik Mesin dan Biosistem Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian. Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu Ketua Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) Engineering Design Club (EDC) di bawah departemen TMB pada tahun ketiga. Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah Gambar Teknik (2014). Penulis mengikuti kegiatan praktik lapangan di PT Momenta Agrikultura Sentul Bogor Jawa Barat pada bulan Juni - Agustus 2013 dengan judul Budidaya dan Penanganan Pascapanen Caisim di PT Momenta Agrikultura (Amazing Farm) Bogor. Sebagai tugas akhir penulis melakukan penelitian dengan judul Studi Tinggi Pemotongan Padi pada Kegiatan Panen Manual dan Perontokan Menggunakan Throw-In Type Power Thresher dibimbing oleh Dr Ir I Wayan Astika MSi.

STUDI KAPASITAS KERJA DAN SUSUT PEMANENAN RICE COMBINE HARVESTER DI DESA SUKAMANDI, SUBANG, JAWA BARAT LEDYTA HINDIANI

STUDI KAPASITAS KERJA DAN SUSUT PEMANENAN RICE COMBINE HARVESTER DI DESA SUKAMANDI, SUBANG, JAWA BARAT LEDYTA HINDIANI STUDI KAPASITAS KERJA DAN SUSUT PEMANENAN RICE COMBINE HARVESTER DI DESA SUKAMANDI, SUBANG, JAWA BARAT LEDYTA HINDIANI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Jember, Juli, 2011 [PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERTETA 2011] Rokhani Hasbullah 1), Riska Indaryani 1) Abstrak

Jember, Juli, 2011 [PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERTETA 2011] Rokhani Hasbullah 1), Riska Indaryani 1) Abstrak Penggunaan Mesin Perontok untuk Menekan Susut dan Mempertahankan Kualitas Gabah (The Use of Power Thresher to Reduce Losses and Maintain Quality of Paddy) Rokhani Hasbullah 1), Riska Indaryani 1) 1) Departemen

Lebih terperinci

50kg Pita ukur/meteran Terpal 5 x 5 m 2

50kg Pita ukur/meteran Terpal 5 x 5 m 2 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai dengan Februari 2010. Pembuatan desain prototipe dilakukan di laboratorium Teknik

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

ALAT DAN MESIN PANEN PADI

ALAT DAN MESIN PANEN PADI ALAT DAN MESIN PANEN PADI Sejalan dengan perkembangan teknologi dan pemikiran-pemikiran manusia dari jaman ke jaman, cara pemungutan hasil (panen) pertanian pun tahap demi tahap berkembang sesuai dengan

Lebih terperinci

STUDI KAPASITAS KERJA DAN SUSUT SAAT PANEN PADI (Oryza sativa L.) VARIETAS CIHERANG MENGGUNAKAN PADDY MOWER MOHAMMAD IKHSAN

STUDI KAPASITAS KERJA DAN SUSUT SAAT PANEN PADI (Oryza sativa L.) VARIETAS CIHERANG MENGGUNAKAN PADDY MOWER MOHAMMAD IKHSAN STUDI KAPASITAS KERJA DAN SUSUT SAAT PANEN PADI (Oryza sativa L.) VARIETAS CIHERANG MENGGUNAKAN PADDY MOWER MOHAMMAD IKHSAN DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan di Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Mekar Tani, Kecamatan Kutawaluya, Kabupaten Karawang dan Balai Besar Penelitian dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah,

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar merupakan komoditas pertanian yang paling

Lebih terperinci

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang PRODUKSI BENIH PADI Persyaratan Lahan Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang ditanam sama, jika lahan bekas varietas

Lebih terperinci

ALAT DAN MESIN PANEN HASIL PERTANIAN drh. Saiful Helmy, MP

ALAT DAN MESIN PANEN HASIL PERTANIAN drh. Saiful Helmy, MP ALAT DAN MESIN PANEN HASIL PERTANIAN drh. Saiful Helmy, MP Proses panen padi dimulai dengan pemotongan bulir padi yang sudah tua (siap Panen) dari batang tanaman padi, dilanjutkan dengan perontokan yaitu

Lebih terperinci

MODIFIKASI ALAT PERONTOK PADI TIPE HAMMER THRESHER [Modification of Rice Thresher-Hammer thresher Type]

MODIFIKASI ALAT PERONTOK PADI TIPE HAMMER THRESHER [Modification of Rice Thresher-Hammer thresher Type] Jurnal Teknik Pertanian Lampung Vol. 1, No. 1, Oktober 2012: 23-28 MODIFIKASI ALAT PERONTOK PADI TIPE HAMMER THRESHER [Modification of Rice Thresher-Hammer thresher Type] Oleh : Ahmad Harbi 1, Tamrin 2,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36, 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilaksanakan di lahan sawah irigasi Desa Sinar Agung, Kecamatan Pulau Pagung, Kabupaten Tanggamus dari bulan November 2014 sampai April

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI MESIN PEMANEN DAN PERONTOK TYPE MOBIL COMBINE HARVESTER TERHADAP KEHILANGAN HASIL PADI

UJI PERFORMANSI MESIN PEMANEN DAN PERONTOK TYPE MOBIL COMBINE HARVESTER TERHADAP KEHILANGAN HASIL PADI Jurnal AGROTEK Vol. 5 No. 1, Februari 2018. ISSN 2356-2234 (print), ISSN 2614-6541 (online) Journal Homepage: http://journal.ummat.ac.id/index.php/agrotek UJI PERFORMANSI MESIN PEMANEN DAN PERONTOK TYPE

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. padi jika dibandingkan dengan tanaman-tanaman lainnya seperti tanaman jagung

I. PENDAHULUAN. padi jika dibandingkan dengan tanaman-tanaman lainnya seperti tanaman jagung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan komoditi pangan unggulan di Indonesia sehingga di Indonesia mayoritas petani lebih memilih menanami sawahnya dengan tanaman padi jika dibandingkan dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. GEBOT (PAPAN PERONTOK PADI)

TINJAUAN PUSTAKA A. GEBOT (PAPAN PERONTOK PADI) II. TINJAUAN PUSTAKA A. GEBOT (PAPAN PERONTOK PADI) Perontokan merupakan tahap penanganan pasca panen setelah pemotongan, penumpukan, dan pengumpulan padi. Pada tahap ini, kehilangan akibat ketidak tepatan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Waktu dan Tempat. Alat dan Bahan. Metode Penelitian

METODOLOGI. Waktu dan Tempat. Alat dan Bahan. Metode Penelitian 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama ±3 bulan dimulai dari Februari sampai April 2013 yang berlokasikan di Kecamatan Majauleng Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

Rancang Bangun Mesin Perontok Padi (Paddy Thresher) dalam Upaya Peningkatan Kualitas dan Efisiensi Produksi Beras Pasca Panen

Rancang Bangun Mesin Perontok Padi (Paddy Thresher) dalam Upaya Peningkatan Kualitas dan Efisiensi Produksi Beras Pasca Panen Rancang Bangun Mesin Perontok Padi (Paddy Thresher) dalam Upaya Peningkatan Kualitas dan Efisiensi Produksi Beras Pasca Panen Pathya Rupajati 1,a), Saharudin 2,b), Syaiful Arif 3,c),Dwita Suastiyanti 4,d)

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

Gambar 15. Gambar teknik perontok padi hasil rancangan (O-Belt Thresher) 34

Gambar 15. Gambar teknik perontok padi hasil rancangan (O-Belt Thresher) 34 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Prototipe Perontok Padi Tipe Pedal Hasil Rancangan (O-Belt Thresher) Prototipe perontok padi ini merupakan modifikasi dari alat perontok padi (threadle thresher) yang sudah ada.

Lebih terperinci

KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI

KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI OLEH: ANGGITHA RATRI DEWI F14051034 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Gambar 14. Grafik Jumlah Butir per Malai pada Beberapa Varietas Padi

Gambar 14. Grafik Jumlah Butir per Malai pada Beberapa Varietas Padi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Karakteristik Tanaman Padi Tanaman padi memiliki karakteristik yang berbeda-beda sesuai dengan varietas padi. Karakteristik yang dimiliki menjadi suatu kelebihan atau

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro, 20 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro, Desa Rejomulyo Kecamatan Metro Selatan Kota Metro dengan ketinggian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama 16 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama adalah modifikasi alat yang dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi Pertanian

Lebih terperinci

MODUL POWER THRESHER. Diklat Teknis Dalam Rangka Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Pertanian dan BABINSA

MODUL POWER THRESHER. Diklat Teknis Dalam Rangka Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Pertanian dan BABINSA MODUL POWER THRESHER Diklat Teknis Dalam Rangka Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Pertanian dan BABINSA KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN 2015 Sesi Perontok

Lebih terperinci

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A34104064 PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A34403066 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH PADA BEBERAPA VARIETAS DAN PEMBERIAN PUPUK NPK. Oleh:

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH PADA BEBERAPA VARIETAS DAN PEMBERIAN PUPUK NPK. Oleh: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH PADA BEBERAPA VARIETAS DAN PEMBERIAN PUPUK NPK SKRIPSI Oleh: CAROLINA SIMANJUNTAK 100301156 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

Teknik Penanganan Pascapanen Padi untuk Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling

Teknik Penanganan Pascapanen Padi untuk Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling A R T I K E L Teknik Penanganan Pascapanen Padi untuk Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling Rokhani Hasbullah a dan Anggitha Ratri Dewi b a Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN DAN UJI TEKNIS ALAT PERONTOK PADI SEMI MEKANIS PORTABEL

RANCANG BANGUN DAN UJI TEKNIS ALAT PERONTOK PADI SEMI MEKANIS PORTABEL RANCANG BANGUN DAN UJI TEKNIS ALAT PERONTOK PADI SEMI MEKANIS PORTABEL Mislaini R Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Andalas-Padang 25163 Email: mislaini_rahman@yahoo.co.id ABSTRAK Rancang bangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan sebagai media untuk menanam padi. memprihatinkan, dimana negara Indonesia yang memiliki lahan yang cukup luas

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan sebagai media untuk menanam padi. memprihatinkan, dimana negara Indonesia yang memiliki lahan yang cukup luas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok, sehingga padi termasuk tanaman prioritas. Hampir diseluruh

Lebih terperinci

MEKANISME DAN KINERJA PADA SISTEM PERONTOKAN PADI 1. Heny Herawati 2

MEKANISME DAN KINERJA PADA SISTEM PERONTOKAN PADI 1. Heny Herawati 2 MEKANISME DAN KINERJA PADA SISTEM PERONTOKAN PADI 1 Heny Herawati 2 ABSTRAK Faktor efisiensi pelaksanaan kegiatan di lapangan menjadi faktor utama dalam pemilihan jenis, sistem dan alat yang dapat mendukung

Lebih terperinci

Pertemuan ke-13. A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa

Pertemuan ke-13. A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa Pertemuan ke-13 A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa akan dapat menentukan jenis tenaga dan mesin peralatan yang layak untuk diterapkan di bidang pertanian. 2. Khusus

Lebih terperinci

ISSN No Vol.23, No.2, OKtober 2009

ISSN No Vol.23, No.2, OKtober 2009 ISSN No. 0216-3365 Vol.23, No.2, OKtober 2009 Jurnal Keteknikan Pertanian merupakan publikasi resmi Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia (PERTETA) yang didirikan 10 Agustus 1968 di Bogor, berkiprah dalam

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PENUNDAAN DAN CARA PERONTOKAN TERHADAP HASIL DAN MUTU GABAH PADI LOKAL VARIETAS KARANG DUKUH DI KALIMANTAN SELATAN

PENGARUH WAKTU PENUNDAAN DAN CARA PERONTOKAN TERHADAP HASIL DAN MUTU GABAH PADI LOKAL VARIETAS KARANG DUKUH DI KALIMANTAN SELATAN PENGARUH WAKTU PENUNDAAN DAN CARA PERONTOKAN TERHADAP HASIL DAN MUTU GABAH PADI LOKAL VARIETAS KARANG DUKUH DI KALIMANTAN SELATAN Susi Lesmayati 1, Sutrisno 2, dan Rokhani Hasbullah 2 1 Balai Pengkajian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Desa Situ Gede Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 Februari 2010. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA AgroinovasI TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA Dalam menghasilkan benih bermutu tinggi, perbaikan mutu fisik, fisiologis maupun mutu genetik juga dilakukan selama penanganan pascapanen. Menjaga mutu fisik

Lebih terperinci

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : FERI F

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : FERI F PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR Oleh : FERI F14103127 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI MODIFIED MOWER BBPMP UNTUK PEMANENAN PADI DI KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN

UJI PERFORMANSI MODIFIED MOWER BBPMP UNTUK PEMANENAN PADI DI KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN UJI PERFORMANSI MODIFIED MOWER BBPMP UNTUK PEMANENAN PADI DI KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN Performance Test of Modified BBPMP Mower for Planting Rice in Sumbermanjing Wetan Ary Mustofa Ahmad *, Gunomo

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Desa Negara Ratu Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Tanaman padi saat berumur 1-3 MST diserang oleh hama keong mas (Pomacea caanaliculata). Hama ini menyerang dengan memakan bagian batang dan daun tanaman yang

Lebih terperinci

UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F

UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F14104084 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR vii UJI

Lebih terperinci

INFORMASI PRAKTIS PENANGANAN PASCAPANEN KEDELAI. OLeh Ir. I. Ketut Tastra, MS. Informasi Praktis Balitkabi No.:

INFORMASI PRAKTIS PENANGANAN PASCAPANEN KEDELAI. OLeh Ir. I. Ketut Tastra, MS. Informasi Praktis Balitkabi No.: INFORMASI PRAKTIS PENANGANAN PASCAPANEN KEDELAI OLeh Ir. I. Ketut Tastra, MS Informasi Praktis Balitkabi No.:2015-12 Disajikan pada: Workshop Optimalisasi Pengembangan Mekanisasi Usahatani Kedelai Serpong,

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1. Keragaan Usahatani Padi Keragaan usahatani padi menjelaskan tentang kegiatan usahatani padi di Gapoktan Jaya Tani Desa Mangunjaya, Kecamatan Indramayu, Kabupaten

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang sebelumnya dilakukan oleh

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang sebelumnya dilakukan oleh 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang sebelumnya dilakukan oleh Anjani (2013) pada musim tanam pertama yang ditanami tanaman tomat,

Lebih terperinci

I. BEBERAPA KIAT PENGOPERASIAN MESIN PERONTOK PADI

I. BEBERAPA KIAT PENGOPERASIAN MESIN PERONTOK PADI 1 I. BEBERAPA KIAT PENGOPERASIAN MESIN PERONTOK PADI Beberapa kiat pengoperasian mesin perontok padi yang akan diuraikan dibawah ini dimaksudkan untuk tujuan dari hasil perancangan mesin perontok tersebut.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Oktober 2014 hingga Maret

Lebih terperinci

PANEN DAN PENGELOLAAN PASCAPANEN PADI

PANEN DAN PENGELOLAAN PASCAPANEN PADI PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA PADI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PANEN DAN PENGELOLAAN PASCAPANEN PADI BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi 11: PANEN DAN

Lebih terperinci

II. MENEKAN KEHILANGAN HASIL

II. MENEKAN KEHILANGAN HASIL II. MENEKAN KEHILANGAN HASIL 1. Faktor-faktor penyebab kehilangan hasil panen Selama waktu panen, susut dapat terjadi karena ada gabah yang rontok di lahan akibat cara panen yang tidak benar atau akibat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

Pertemuan ke-14. A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa

Pertemuan ke-14. A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa Pertemuan ke-14 A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa akan dapat menentukan jenis tenaga dan mesin peralatan yang layak untuk diterapkan di bidang pertanian 2. Khusus

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

Kode Produk Target : 1.3 Kode Kegiatan :

Kode Produk Target : 1.3 Kode Kegiatan : Kode Produk Target : 1.3 Kode Kegiatan : 1.03.02 PENGEMBANGAN PAKET TEKNOLOGI MESIN PERONTOK PADI LIPAT DI DAERAH TERASERING UNTUK MENEKAN LOSSES DAN MENGURANGI KEJERIHAN KERJA Oleh Koes Sulistiadji Joko

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH BIBIT DAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO YANG DIMODIFIKASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH

PENGARUH JUMLAH BIBIT DAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO YANG DIMODIFIKASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH 1 PENGARUH JUMLAH BIBIT DAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO YANG DIMODIFIKASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) DI KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN SKRIPSI OLEH : STEPHANIE C.C. TAMBUNAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai September 2012 oleh Septima (2012). Sedangkan pada musim tanam kedua penelitian dilakukan

Lebih terperinci

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH 11:33 PM MASPARY Selain ditanam pada lahan sawah tanaman padi juga bisa dibudidayakan pada lahan kering atau sering kita sebut dengan budidaya padi gogo rancah. Pada sistem

Lebih terperinci

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Sanggar Penelitian Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran Unit

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A

PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A24051868 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

Perancangan dan Pembuatan Mesin Perontok Padi Untuk Peningkatan Produksi Kelompok Tani Desa Ngadirejo Kromengan Kabupaten Malang

Perancangan dan Pembuatan Mesin Perontok Padi Untuk Peningkatan Produksi Kelompok Tani Desa Ngadirejo Kromengan Kabupaten Malang Perancangan dan Pembuatan Mesin Perontok Padi Untuk Peningkatan Produksi Kelompok Tani Desa Ngadirejo Kromengan Kabupaten Malang Dwi Ana Anggorowati 1,*, Erni Junita Sinaga 2, Anis Artiyani 3 1 Program

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: padi, konfigurasi penggilingan, susut penggilingan, rendemen giling PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: padi, konfigurasi penggilingan, susut penggilingan, rendemen giling PENDAHULUAN Konfigurasi Mesin Penggilingan Padi Untuk Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling (Rice Milling Machine Configuration to Reduce Losses and Increase Milling Yield) Rokhani Hasbullah, Anggitha Ratri

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI PENUTUPAN TUMBUHAN BAWAH DAN ARAH SADAP TERHADAP PRODUKTIVITAS GETAH PINUS (Pinus merkusii) EVA DANIAWATI

PENGARUH BERBAGAI PENUTUPAN TUMBUHAN BAWAH DAN ARAH SADAP TERHADAP PRODUKTIVITAS GETAH PINUS (Pinus merkusii) EVA DANIAWATI PENGARUH BERBAGAI PENUTUPAN TUMBUHAN BAWAH DAN ARAH SADAP TERHADAP PRODUKTIVITAS GETAH PINUS (Pinus merkusii) EVA DANIAWATI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Mahasiswa Program Teknik Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi 2)

Mahasiswa Program Teknik Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi 2) KAJIAN KEHILANGAN HASIL PADA PEMANENAN PADI SAWAH MENGGUNAKAN MESIN MINI COMBINE HARVESTER MAXXI-M (Studi Kasus di DesaTorout Kecamatan Tompaso Baru Kabupaten Minahasa Selatan) 1) Valentinus I.W Tandi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada 27 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada 105 13 45,5 105 13 48,0 BT dan 05 21 19,6 05 21 19,7 LS, dengan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI PADI MENDUKUNG SWASEMBADA BERKELANJUTAN DI SULAWESI SELATAN

TEKNOLOGI PRODUKSI PADI MENDUKUNG SWASEMBADA BERKELANJUTAN DI SULAWESI SELATAN TEKNOLOGI PRODUKSI PADI MENDUKUNG SWASEMBADA BERKELANJUTAN DI SULAWESI SELATAN Astiani Asady, SP., MP. BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BONE 2014 OUT LINE: PENDAHULUAN

Lebih terperinci

1) Dosen Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon 2) Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kuningan

1) Dosen Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon 2) Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kuningan PERTUMBUHAN DAN HASIL EMPAT KULTIVAR PADI SAWAH (Oryza sativa L) PADA TIGA JUMLAH BARIS CARA TANAM LEGOWO A. Harijanto Soeparman 1) dan Agus Nurdin 2) 1) Dosen Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon 2) Dinas

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. (RAK) faktor tunggal dengan perlakuan galur mutan padi gogo. Galur mutan yang

BAB IV METODE PENELITIAN. (RAK) faktor tunggal dengan perlakuan galur mutan padi gogo. Galur mutan yang 17 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini disusun dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktor tunggal dengan perlakuan galur mutan padi gogo. Galur mutan yang diuji

Lebih terperinci

BONTCJK MENIGANALISIS SISTEM PENANGARAN PASCA PANEN PAD!

BONTCJK MENIGANALISIS SISTEM PENANGARAN PASCA PANEN PAD! PROTOTIPE PROGRAM KBMPBBTER BONTCJK MENIGANALISIS SISTEM PENANGARAN PASCA PANEN PAD! 1994 FAKUQTAS TEKMOLOGI PERTANIAN lrlstltur PERTANIAN BOGOR BOGOR BUDIAWAN, F 26.1223, Prototipe Program Komputer Untuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kaca University Farm, Cikabayan, Dramaga, Bogor. Ketinggian tempat di lahan percobaan adalah 208 m dpl. Pengamatan pascapanen dilakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada titik koordinat 5 22 10 LS dan 105 14 38 BT

Lebih terperinci

OPTIMALISASI KINERJA PROTOTIPE MESIN PEMANEN UDANG DAN IKAN BERDASARKAN TINGKAT KEPADATAN TERTENTU. Oleh : RAMLI MANURUNG F

OPTIMALISASI KINERJA PROTOTIPE MESIN PEMANEN UDANG DAN IKAN BERDASARKAN TINGKAT KEPADATAN TERTENTU. Oleh : RAMLI MANURUNG F OPTIMALISASI KINERJA PROTOTIPE MESIN PEMANEN UDANG DAN IKAN BERDASARKAN TINGKAT KEPADATAN TERTENTU Oleh : RAMLI MANURUNG F14102115 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR OPTIMALISASI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian,Perlakuan dan Analisis Data

BAB III METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian,Perlakuan dan Analisis Data BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan mulai Oktober 2014 Februari 2015. Penelitian dilaksanakan di Desa Semawung Kec. Andong, Kab. Boyolali,

Lebih terperinci

1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Kelompok tani sehamparan

1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Kelompok tani sehamparan 1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Pilih kondisi lahan sawah Anda: O Irigasi O Tadah hujan O Rawa pasang surut Apakah rekomendasi pemupukan yang diperlukan akan digunakan untuk: O lahan sawah individu petani

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

UJI KINERJA MESIN PEMBERSIH BIJI-BIJIAN DENGAN VARIASI KECEPATAN PUTAR (RPM) DAN FEEDING RATE TERHADAP KUALITAS HASIL PEMIPILAN JAGUNG (Zea mays L.

UJI KINERJA MESIN PEMBERSIH BIJI-BIJIAN DENGAN VARIASI KECEPATAN PUTAR (RPM) DAN FEEDING RATE TERHADAP KUALITAS HASIL PEMIPILAN JAGUNG (Zea mays L. UJI KINERJA MESIN PEMBERSIH BIJI-BIJIAN DENGAN VARIASI KECEPATAN PUTAR (RPM) DAN FEEDING RATE TERHADAP KUALITAS HASIL PEMIPILAN JAGUNG (Zea mays L.) KARYA ILMIAH TERTULIS Diajukan guna memenuhi salah satu

Lebih terperinci

SUSUT SAAT PANEN PADI Prof DR. Ir. Hadi K Purwodaria (Disunting Oleh : Ir.H. Koes Sulistiadji, MS)

SUSUT SAAT PANEN PADI Prof DR. Ir. Hadi K Purwodaria (Disunting Oleh : Ir.H. Koes Sulistiadji, MS) SUSUT SAAT PANEN PADI Prof DR. Ir. Hadi K Purwodaria (Disunting Oleh : Ir.H. Koes Sulistiadji, MS) 1. Metodologi 1.1. Umum saat panen secara umum disebabkan karena adanya butir padi yang tercecer sebagai

Lebih terperinci

STUDI TEKNO-EKONOMI MESIN TANAM INDO JARWO TRANSPLANTER 2:1 DI KABUPATEN DHARMASRAYA DAN PADANG PARIAMAN

STUDI TEKNO-EKONOMI MESIN TANAM INDO JARWO TRANSPLANTER 2:1 DI KABUPATEN DHARMASRAYA DAN PADANG PARIAMAN STUDI TEKNO-EKONOMI MESIN TANAM INDO JARWO TRANSPLANTER 2:1 DI KABUPATEN DHARMASRAYA DAN PADANG PARIAMAN Study of Techno-Economic of Indo Jarwo Transplanter 2:1 in Dharmasraya and Padang Pariaman Regency

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teoritis 2.1.1. Sawah Tadah Hujan Lahan sawah tadah hujan merupakan lahan sawah yang dalam setahunnya minimal ditanami satu kali tanaman padi dengan pengairannya sangat

Lebih terperinci

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3 Nomor persilangan : BP3448E-4-2 Asal persilangan : Digul/BPT164-C-68-7-2 Golongan : Cere Umur tanaman : 110 hari Bentuk tanaman : Sedang Tinggi tanaman : 95

Lebih terperinci

1 LAYANAN KONSULTASI PADI TADAH HUJAN Kelompok tani sehamparan

1 LAYANAN KONSULTASI PADI TADAH HUJAN Kelompok tani sehamparan 1 LAYANAN KONSULTASI PADI TADAH HUJAN Pilih kondisi lahan sawah Anda: O Irigasi O Tadah hujan O Rawa pasang surut Apakah rekomendasi pemupukan yang diperlukan akan digunakan untuk: O lahan sawah individu

Lebih terperinci

UNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1

UNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1 UNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1 Hanim Zuhrotul A 2, Nursigit Bintoro 2 dan Devi Yuni Susanti 2 ABSTRAK Salah satu faktor yang mengakibatkan kehilangan hasil pada produk pertanian tanaman

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci

MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MEKANISME ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L) SEMI MEKANIS TIPE BELT

MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MEKANISME ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L) SEMI MEKANIS TIPE BELT MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MEKANISME ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L) SEMI MEKANIS TIPE BELT Oleh : SUPRIYATNO F141 02 105 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGKAJIAN PENGUKURAN SUSUT PASCAPANEN KEDELAI

PENGKAJIAN PENGUKURAN SUSUT PASCAPANEN KEDELAI PENGKAJIAN PENGUKURAN SUSUT PASCAPANEN KEDELAI Suismono 1 dan Didik Harnowo 2 1 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Jl. Tentara Pelajar No. 12. Cimanggu, Bogor; e-mail:suismono@yahoo.com

Lebih terperinci

MESIN PANEN PADI TIPE SISIR (IRRI STRIPPER GATHERED SG

MESIN PANEN PADI TIPE SISIR (IRRI STRIPPER GATHERED SG MESIN PANEN PADI TIPE SISIR (IRRI STRIPPER GATHERED SG 800) Oleh : Ir. H. Koes Sulistiadji, MS Perekayasa Madya pada Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Badan Litbang, Deptan ------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L.) SKRIPSI OLEH :

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L.) SKRIPSI OLEH : PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L.) SKRIPSI OLEH : RIAN EKO PRADANA / 110301061 BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih BAHAN DAN METODE Ruang Lingkup Penelitian Penelitian tentang penapisan galur-galur padi (Oryza sativa L.) populasi RIL F7 hasil persilangan varietas IR64 dan Hawara Bunar terhadap cekaman besi ini dilakukan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TANAMAN KACANG HIJAU SEGERA SETELAH PANEN PADA SAWAH DI KOLISIA DAN NANGARASONG KABUPATEN SIKKA NTT

PENGEMBANGAN TANAMAN KACANG HIJAU SEGERA SETELAH PANEN PADA SAWAH DI KOLISIA DAN NANGARASONG KABUPATEN SIKKA NTT PENGEMBANGAN TANAMAN KACANG HIJAU SEGERA SETELAH PANEN PADA SAWAH DI KOLISIA DAN NANGARASONG KABUPATEN SIKKA NTT I.Gunarto, B. de Rosari dan Tony Basuki BPTP NTT ABSTRAK Penelitian dilaksanakan di hamparan

Lebih terperinci

KAJIAN APLIKASI PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANIK DAN AN- ORGANIK TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH

KAJIAN APLIKASI PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANIK DAN AN- ORGANIK TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Juni, 2012 KAJIAN APLIKASI PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANIK DAN AN- ORGANIK TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH Gatot Kustiono 1), Jajuk Herawati 2), dan Indarwati

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. RIWAYAT HIDUP... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR... vi. DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. RIWAYAT HIDUP... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR... vi. DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii RIWAYAT HIDUP... iii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii

Lebih terperinci

APLIKASI PERBANDINGAN SISTEM JAJAR LEGOWO UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

APLIKASI PERBANDINGAN SISTEM JAJAR LEGOWO UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI APLIKASI PERBANDINGAN SISTEM JAJAR LEGOWO UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI (Oryza sativa L.) DENGAN VARIETAS INDRAGIRI DI KABUPATEN TEBO. Oleh : M. FAJRI PUTRA YEZA ( Pembimbing Dr. Wiwik

Lebih terperinci

KAJIAN TEKNIS EKONOMIS THRESHER LIPAT BERMOTOR PADA BEBERAPA VARIETAS PADI DI KABUPATEN SOLOK

KAJIAN TEKNIS EKONOMIS THRESHER LIPAT BERMOTOR PADA BEBERAPA VARIETAS PADI DI KABUPATEN SOLOK Kajian Teknis Ekonomis Thresher Lipat Bermotor pada Beberapa Varietas Padi di Kabupaten Solok KAJIAN TEKNIS EKONOMIS THRESHER LIPAT BERMOTOR PADA BEBERAPA VARIETAS PADI DI KABUPATEN SOLOK Technical and

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat 18 BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di kebun percobaan Institut Pertanian Bogor, Sawah Baru Babakan Darmaga, selama 4 bulan, dari bulan Mei-September 2010. Bahan dan Alat Bahan-bahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci