STUDI KAPASITAS KERJA DAN SUSUT PEMANENAN RICE COMBINE HARVESTER DI DESA SUKAMANDI, SUBANG, JAWA BARAT LEDYTA HINDIANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI KAPASITAS KERJA DAN SUSUT PEMANENAN RICE COMBINE HARVESTER DI DESA SUKAMANDI, SUBANG, JAWA BARAT LEDYTA HINDIANI"

Transkripsi

1 STUDI KAPASITAS KERJA DAN SUSUT PEMANENAN RICE COMBINE HARVESTER DI DESA SUKAMANDI, SUBANG, JAWA BARAT LEDYTA HINDIANI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Kapasitas Kerja dan Susut Pemanenan Rice Combine Harvester di Desa Sukamandi, Subang, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2013 Ledyta Hindiani NIM F

4 ABSTRAK LEDYTA HINDIANI. Studi Kapasitas Kerja dan Susut Pemanenan Rice Combine Harvester di Desa Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Dibimbing oleh GATOT PRAMUHADI. Metode pemanenan padi di lahan sawah dapat dilakukan secara manual menggunakan sabit atau mekanis menggunakan rice combine harvester. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kapasitas kerja dan susut pemanenan pemanenan menggunakan rice combine harvester A, rice combine harvester B serta pemanenan manual dan perontokan menggunakan power thresher dan membandingkan hasil analisis tersebut. Hasil pengujian rice combine harvester menunjukkan kapasitas lapang efektif pemanenan, susut produksi GKP, serta presentase tingkat kebersihan dan gabah utuh untuk mesin A berturut-turut ha/jam, 2.013%, 98.3% dan 97.6% sedangkan untuk mesin B berturut-turut ha/jam, 3.028%, 98.3% dan 97.3%. Hasil pengujian kapasitas lapang efektif pemanenan dan perontokan, kapasitas perontokan, susut produksi GKP, serta presentase tingkat kebersihan dan gabah utuh untuk pemanenan manual dan perontokan menggunakan power thresher berturut-turut ha/jam/orang, ha/jam, ton/jam, %, 97.7% dan 96.2%, sehingga pemanenan padi di lahan sawah lebih efektif dan efisien menggunakan rice combine harvester. Kata kunci: pemanenan, sabit, power thresher, rice combine harvester ABSTRACT LEDYTA HINDIANI. Study Working Capacity and Harvesting Losses of Rice Combine Harvester in Sukamandi, Subang, West Java. Supervised by Gatot Pramuhadi. Methode of paddy wet field harvesting could be done manually utilized sickle or mechanically utilized combine harvester. The objectives of the research was analyzing working capacity and harvesting losses of rice combine harvester A, rice combine harvester B, harvesting and thresher use sickle and power thresher and compare the result of analysis. Results of research showed that effective field capacity, and harvesting losses of rice combine harvester A were ha/hour, and 2.013% respectively. Results of rice combine harvester B were ha/hour, and 3.028% whereas effective field capacity of harvesting and threshing, yield capacity of threshing, and losses of harvesting and threshing were ha/person.hour, ha/jam, ton/jam, and % respectively. Percentage level of cleanliness and intact unhulled rice use rice combine harvester A, rice combine harvester B, and power thresher were 98.3% and 97.6%, 98.3% and 97.3%, 97.7% dan 96.2% respectively, so that paddy wet field harvesting utilized rice combine harvester was more effective and efficient. Keywords: harvesting, sickle, power thresher, rice combine harvester

5 STUDI KAPASITAS KERJA DAN SUSUT PEMANENAN RICE COMBINE HARVESTER DI DESA SUKAMANDI, SUBANG, JAWA BARAT LEDYTA HINDIANI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

6

7 Judul Skripsi: Studi Kapasitas Kerja dan Susut Pemanenan Rice Combine Harvester di Desa Sukamandi, Subang, Jawa Barat Nama : Ledyta Hindiani NIM : F Disetujui oleh Dr Ir Gatot Pramuhadi, MSi Pembimbing Tanggal Lulus: 2 3 AUG 2013

8 Judul Skripsi : Studi Kapasitas Kerja dan Susut Pemanenan Rice Combine Harvester di Desa Sukamandi, Subang, Jawa Barat Nama : Ledyta Hindiani NIM : F Disetujui oleh Dr Ir Gatot Pramuhadi, MSi Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Desrial, MEng Ketua Departemen Tanggal Lulus:

9 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul Studi Kapasitas Kerja dan Susut Pemanenan Rice Combine Harvester di Desa Sukamandi, Subang, Jawa Barat berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Gatot Pramuhadi, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, saran dan motivasi selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini, serta Bapak Dr Ir M. Faiz Syuaib, MAgr dan Bapak Dr Liyantono, S.TP, MAgr selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan arahannya. Terima kasih kepada Bapak Prayogo, Bapak Nono, Bapak Yuda, Bapak Fajar, Bapak Evan, dan seluruh pihak PT Bina Pertiwi yang telah menyediakan rice combine harvester dan membantu pelaksanaan penelitian ini. Di samping itu, ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Bapak Ajar, Bapak Iwan, dan seluruh pihak PT Sang Hyang Seri serta para petani desa Sukamandi yang telah memberikan izin tempat penelitian, membantu selama pengumpulan data, dan menyediakan alsintan yang dibutuhkan selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada papa, mama, dan seluruh keluargaku yang telah memberikan doa, dukungan, dan motivasinya serta seluruh teman-teman ORION 46 yang banyak memberikan semangat dan membantu dalam pelaksanaan penelitian ini khususnya teman satu bimbingan Rina, Nurul, Rouf, dan Arnod. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi terhadap perkembangan teknologi dibidang pertanian. Bogor, Agustus 2013 Ledyta Hindiani

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 3 TINJAUAN PUSTAKA 3 Pemanenan Padi 3 Alat dan Mesin Pemanenan 3 Kapasitas Lapang dan Susut Pemanenan 6 Analisis Biaya Pemanenan 7 METODE 8 Lokasi dan Waktu Penelitian 8 Bahan 8 Alat 8 Rancangan Penelitian 8 Prosedur Analisis Data 12 HASIL DAN PEMBAHASAN 16 Kondisi Lahan dan Operator 16 Kondisi Tanaman 18 Hasil Pengujian Pemanenan Mekanis dan Manual 20 SIMPULAN DAN SARAN 31 Simpulan 31 Saran 32 DAFTAR PUSTAKA 32 LAMPIRAN 34 RIWAYAT HIDUP 38

11 DAFTAR TABEL 1 Kapasitas dan presentase susut panen dari cara panen yang berbeda 7 2 Bentuk dan ukuran lahan sawah saat penelitian 16 3 Kondisi operator saat penelitian 17 4 Hasil pengukuran rata-rata kondisi tanaman 18 5 Hasil analisis kapasitas kerja dan susut pemanenan mekanis dan manual 21 6 Hasil pengukuran tingkat kebersihan dan kualitas mutu gabah 28 7 Mutu gabah menurut SNI Rincian biaya pemanenan menggunakan rice combine harvester A 29 9 Rincian biaya pemanenan menggunakan rice combine harvester B Rincian biaya pemanenan manual Rincian biaya perontokan menggunakan power thresher 30 DAFTAR GAMBAR 1 Alat panen sabit 4 2 Pedal thresher dan power thresher 5 3 Bagian-bagian fungsional dari self-propelled combine harvester 6 4 Diagram skematik metode pemanenan di desa Sukamandi 8 5 Diagram skematik analisis kapasitas kerja, susut pemanenan dan biaya pemanenan menggunakan rice combine harvester 9 6 Diagram skematik analisis kapasitas kerja dan susut pemanenan manual dan perontokan menggunakan power thresher 10 7 Diagram skematik analisis biaya pemanenan manual dan perontokan dengan power thresher 11 8 Petak ubinan untuk bentuk lahan simetris 12 9 Petak ubinan untuk bentuk lahan tidak simetris Tahapan pengambilan padi sampling Contoh diagram skematik analisis kapasitas kerja dan biaya pemanenan menggunakan rice combine harvester A untuk varietas Ciherang Contoh kondisi rebah pada varietas Inpago Contoh ketidaktelitian operator saat pemotongan Contoh gabah tercecer saat pengarungan Pengaruh metode pemanenan terhadap susut hasil panen 27 DAFTAR LAMPIRAN 1 Spesifikasi rice combine harvester A 34 2 Spesifikasi rice combine harvester B 35 3 Spesifikasi power thresher 36 4 Cara pengambilan data kondisi tanaman 37

12 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Salah satu komoditas utama yang banyak dibudidayakan adalah padi. Tanaman padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan yang sangat penting bagi kehidupan manusia dimana tanaman ini menghasilkan beras. Dibeberapa negara Asia termasuk Indonesia beras merupakan makanan pokok bagi masyarakatnya, sehingga tanaman ini banyak dikembangkan. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) jumlah penduduk Indonesia tahun 2013 diperkirakan akan mencapai 250 juta jiwa dengan pertumbuhan penduduk 1.49 per tahun. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk ini, mengakibatkan semakin tingginya kebutuhan beras nasional. Secara keseluruhan menurut data BPS (2013) produksi tanaman padi Indonesia mencapai 69,3 juta ton dengan produktivitas padi ton/ha serta luas panen mencapai 13,5 juta ha. Salah satu sentra penghasil beras nasional adalah Jawa Barat, menurut data BPS tahun 2013 produksi padi provinsi Jawa Barat mencapai 11,9 juta ton dengan produktivitas ton/ha serta luas panen 1,9 juta ha. Saat ini kegiatan pemanenan di Indonesia khususnya provinsi Jawa Barat masih didominasi oleh cara panen manual yaitu pemotongan dengan sabit dan perontokan dengan cara dibanting (gebot). Namun dibeberapa tempat sudah menggunakan alat perontok thresher walaupun dengan jumlah yang relatif sedikit. Jika cara ini diaplikasikan untuk memanen padi di Jawa Barat yang mencapai luas panen 1,9 juta ha maka diperlukan sumber daya manusia dalam jumlah yang besar dan waktu yang lama untuk memanen padi tersebut. Menurut Sulistiaji (2007) kapasitas kerja panen dengan cara gebot berkisar antara ha/jam (28 sampai 34 kg/jam/orang) dan untuk provinsi Jawa Barat kapasitas kerja gebot berkisar antara 40 sampai 60 kg/jam/orang. Kapasitas pemanenan yang rendah menyebabkan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan sangatlah banyak untuk memanen padi pada luasan yang tinggi sedangkan data BPS (2012) menyebutkan bahwa jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani saat ini sebesar 39% dan dalam waktu setahun selama tahun 2011 jumlah tersebut menurun sebesar 3,1 juta (7.42 %) serta rata-rata usia petani saat ini didominasi oleh pekerja diatas umur 40 tahun. Dengan melihat kondisi ini, sangat sulit untuk tercapainya target produksi yang diinginkan. Selain kapasitas yang rendah dan terbatasnya sumber daya manusia, permasalahan lain yang sering dihadapi oleh petani adalah tingginya kehilangan hasil atau susut panen dan rendahnya mutu gabah yang dihasilkan dengan cara panen manual. Menurut hasil survei BPS tahun 2005 sampai 2007, susut hasil padi sebesar 10.82% dan pada tahun 2012 di 12 provinsi sentra total susut hasil panen, perontokan, dan pengeringan mencapai 10.43%. Walaupun terjadi penurunan susut hasil panen, nilai tersebut masih terbilang cukup tinggi. Menurut Setyono et al (2007) susut pemanenan konvensional dapat mencapai 18.75%. Selain itu rendahnya mutu gabah disebabkan oleh tingginya

13 2 kadar kotoran, gabah hampa serta butir mengapur yang mengakibatkan rendahnya rendemen giling yang dihasilkan (Setyono et al 2000). Kadar kotoran dan gabah hampa yang tinggi dipengaruhi oleh cara perontokan. Sebagian besar cara perontokan konvensional dengan gebot dan pedal thresher menghasilkan kadar kotoran dan gabah hampa yang tinggi. Dengan melihat beberapa kendala yang demikian maka penerapan mekanisasi dibutuhkan guna meningkatkan produktivitas hasil baik secara kuantitas maupun kualitas, serta mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja. Saat ini mesin-mesin pemanenan untuk pemotongan, perontokan, atau yang telah mengkombinasikan keduanya sudah banyak dikembangkan seperti halnya mesin tuai padi (reaper), paddy mower, binder, power thresher dan mesin panen tipe kombinasi (rice combine harvester). Menurut Nugraha et al (2007) titik kritis kehilangan hasil terdapat pada tahap pemotongan, pengumpulan potongan padi, dan perontokan. Menurut Purwadaria et al (1994) dengan menggunakan rice combine harvester, kehilangan hasil panen dapat diminimalkan menjadi 2.5% karena panen, pengumpulan, dan perontokan digabung menjadi satu tahapan kegiatan. Melalui penerapan mesin rice combine harvester ini berbagai permasalahan dalam kegiatan pemanenan dapat diatasi, serta mampu mencapai target produksi yang diinginkan guna menjaga ketersediaan beras nasional. Perumusan Masalah Produksi padi yang terus meningkat guna memenuhi kebutuhan beras nasional yang semakin tinggi menyebabkan perlu adanya sistem pemanenan secara mekanis dengan kapasitas kerja yang tinggi, waktu pemanenan yang lebih cepat, dan susut produksi GKP yang rendah. Selain itu sistem pemanenan mekanis mampu mengatasi keterbatasan jumlah tenaga kerja untuk melakukan kegiatan pemanenan. Untuk itu, diperlukan penelitian mengenai kapasitas kerja pemanenan secara mekanis dengan rice combine harvester yang diterapkan pada lahan padi sawah di desa Sukamandi, Subang, Jawa Barat yang merupakan salah satu sentra penghasil beras nasional. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian studi kapasitas kerja pemanenan menggunakan rice combine harvester antara lain : 1. Menganalisis pemanenan secara mekanis menggunakan rice combine harvester A dan B serta pemanenan manual dan perontokan menggunakan power thresher yang meliputi kapasitas lapang efektif pemanenan, kapasitas lapang efektif perontokan, kapasitas perontokan, susut produksi gabah kering panen (GKP), tingkat kebersihan dan uji kualitas gabah hasil panen, serta analisis biaya pemanenan. 2. Membandingkan hasil analisis menggunakan rice combine harvester A dengan pemanenan menggunakan rice combine harvester B, dan pemanenan secara manual serta perontokan menggunakan power thresher.

14 ` 3 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu dapat memberikan gambaran pemanenan secara mekanis menggunakan rice combine harvester yang lebih efektif dan efisien sehingga proses pemanenan gabah kering panen dapat berlangsung lebih cepat dan susut hasil panen yang rendah. TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Padi Pemanenan padi adalah semua proses kegiatan yang dilakukan dilahan (On Farm), sedangkan pascapanen padi merupakan semua proses kegiatan yang dilakukan di luar lahan (Off Farm). Panen padi dimulai dengan pemotongan bulir padi yang siap panen dari batang pohon, dilanjutkan dengan perontokan yaitu pelepasan butir-butir gabah dari malainya, sedangkan pascapanen meliputi kegiatan pengeringan, pembersihan dan penggilingan (Sulistiaji 2007). Panen pada umur yang optimal akan menghasilkan mutu gabah dan beras yang baik serta tingkat kehilangan hasil yang rendah. Menurut Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian cara menentukan umur panen padi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengamatan visual dan pengamatan teoritis. Secara visual dapat dilihat kenampakan padi pada hamparan sawah. Umur panen optimal padi dicapai setelah 90 sampai 95% butir gabah pada malai padi sudah berwarna kuning atau kuning keemasan. Padi yang dipanen pada kondisi demikian dapat menghasilkan gabah yang berkualitas sangat baik, dengan kandungan butir hijau dan butir mengapur rendah. Padi yang panen dengan kondisi optimum juga menghasilkan rendemen giling tinggi. Penentuan umur optimum berdasarkan pengamatan teoritis dilakukan dengan menghitung umur tanaman berdasarkan hari setelah berbunga rata (hsb), yaitu sekitar 30 sampai 35 hsb atau umur tanaman berdasarkan hari saat tanam (hst), yaitu 135 sampai 140 hst. Selain itu dapat juga dihitung kadar air gabah. Umur panen optimum mencapai 22 sampai 23 % pada musim kemarau dan 24 sampai 26% pada musim hujan. Pada umumnya di Indonesia cara panen padi masih menggunakan cara tradisional yaitu menggunakan sabit. Pemotongan menggunakan sabit ini dilakukan dengan beberapa cara antara lain cara panen potong bawah, potong tengah, dan potong atas. Cara panen yang berbeda-beda ini disesuaikan dengan cara perontokan yang akan dilakukan baik dengan digebot atau thresher. Alat dan Mesin Pemanenan Dalam kegiatan pemanenan, salah satu yang menjadi titik kritisnya adalah penggunaan alat dan mesin panen. Alat dan mesin panen dalam penggunaannya disesuaikan dengan standar teknis, kesehatan, dan ekonomis. Saat ini

15 4 perkembangan alat dan mesin panen padi telah disesuaikan dengan perkembangan varietas baru padi yang dihasilkan. Menurut Sulistiaji (2007) ada 3 cara panen padi di Indonesia yakni secara tradisional (ani-ani), secara manual (pemanenan dengan sabit dan perontokan menggunakan gebot), dan pemanenan mekanis. Kegiatan perontokan dilakukan setelah kegiatan pemotongan, penumpukan, dan pengumpulan padi. Seperti halnya pemanenan, kegiatan perontokan dilakukan secara manual dan mekanis. Perontokan secara manual dengan cara dibanting (gebot) menghasilkan susut yang relatif besar, kualitas mutu gabah yang rendah, dan membutuhkan tenaga kerja yang banyak sedangkan penggunaan mesin perontok mampu meningkatkan efisiensi kerja dan kapasitas kerja, kualitas mutu gabah yang baik, dan susut yang lebih rendah. Alat Panen Sabit Gambar 1 Alat panen sabit (Setiyono 2012) Sabit (Gambar 1) merupakan alat panen manual untuk memotong padi secara cepat. Sabit terdiri dari dua jenis yaitu sabit biasa dan sabit bergerigi. Panjang sabit biasanya 25 sampai 30 cm dan memiliki pisau yang berbentuk melengkung. Pada sabit bergerigi memiliki jumlah gerigi yang bervariasi yaitu gerigi halus, lebih dari 16 gerigi dalam 1 inchi, gerigi sedang memiliki 14 sampai 16 gerigi dalam1 inchi, dan gerigi kasar memiliki kurang dari 14 gerigi dalam 1 inci (Sulistiaji 2007). Pada umumnya kedua sabit ini digunakan untuk memotong padi varietas unggul baru berpostur pendek seperti IR-64 dan Cisadane. Pemotongan padi dengan sabit dilakukan dengan cara memotong bagian atas, tengah, dan bawah. Hal ini disesuaikan dengan cara perontokannya. Pemotongan dengan cara memotong bagian bawah dilakukan apabila perontokan dibanting atau digebot dan menggunakan pedal thresher sedangkan pemotongan atas biasanya menggunakan perontokan power thresher. Thresher Di Indonesia perontokan menggunakan thresher sudah mulai populer. Ada beberapa jenis thresher yang dikembangkan dan terdapat dipasaran. Namun pada umumnya, pedal thresher dan power thresher yang banyak dikenal.

16 ` 5 (a) (b) Gambar 2 Pedal thresher lipat (a) dan power thresher (b) (Badan Penelitian Pengembangan Pertanian 2009) Pedal thresher (Gambar 2a) merupakan alat perontok padi dengan konstruksi sederhana dan digerakan menggunakan tenaga manusia. Kelebihan alat ini jika dibandingkan dengan gebot yakni mampu menghemat tenaga manusia dan waktu, mudah dioperasikan dan mengurangi kehilangan hasil panen. Power thresher (Gambar 2b) merupakan mesin perontok yang menggunakan tenaga penggerak enjin. Kelebihan mesin perontok ini adalah mampu meningkatkan kapasitas kerja dan efisiensi kerja. Putaran silinder perontok untuk merontokan padi yaitu 500 sampai 600 rpm. Cara perontokan dengan power thresher ada dua jenis yaitu throw in dimana semua bagian yang akan dirontokan masuk kedalam lubang perontok dan hold in dimana tangkai jerami dipegang, sehingga hanya bagian ujung padi yang terdapat butir gabah saja yang akan masuk ke dalam perontok. Rice Combine Harvester Rice combine harvester telah mengkombinasikan sistem memotong, merontokkan, memisahkan, membersihkan, dan mengayak gabah sehingga hasil akhirnya berupa gabah bersih. Menurut Reynoldson dan Humpries dalam Smith (1965) keuntungan menggunakan mesin ini yaitu mengurangi biaya pemanenan dan perontokan, kebutuhan tenaga kerja berkurang, lahan lebih cepat dibersihkan untuk kegiatan pengolahan tanah kembali, jerami terdistribusi di atas tanah dan pemasaran dapat dilakukan lebih awal sedangkan kerugiannya adalah membutuhkan investasi yang relatif besar. Terdapat dua tipe combine harvester yaitu tipe pull atau tractor-drawn yang ditarik oleh traktor dan tipe self-propelled yang digerakkan oleh mesin dan dioperasikan oleh satu orang (Smith 1965). Menurut Koga (1988), combine harvester tipe self-propelled terbagi menjadi dua jenis, yaitu tipe head-feed dan tipe standard. Tipe head-feed dikembangkan di Jepang. Mesin ini hanya mengumpankan bagian malai dari padi yang dipotong kebagian perontok mesin. Gabah hasil perontokan dapat ditampung pada karung atau tangki penampungan sementara (hopper). Tipe standard dikembangkan di Amerika dan Eropa, yang dipergunakan juga untuk memanen gandum. Padi yang dipotong termasuk jeraminya, semua dimasukan kebagian perontokan. Gabah hasil perontokan ditampung dalam tangki, dan jeraminya ditebarkan secara acak di atas permukaan tanah. Semua jenis combine ini dioperasikan dengan cara dikendarai.

17 6 Gambar 3 Bagian-bagian fungsional dari self-propelled combine harvester (Allis- Chalmers Mfg.Co dalam Smith 1965 ) Bagian-bagian fungsional dari self-propelled combine harvester dapat dilihat pada Gambar 3. Tujuan akhir dari setiap operasi pemanenan dan perontokan adalah untuk memperoleh biji yang bebas dari kotoran dan sisa-sisa tanaman, dengan susut yang minimum, kerusakan eksternal minimum, dan kerusakan internal minimum, jika biji-bijian tersebut akan dipakai untuk bibit. Kapasitas Lapang dan Susut Pemanenan Kapasitas lapang termasuk salah satu komponen dari kinerja suatu mesin. Menurut Daywin et al (1992) ada dua jenis kapasitas lapang yang biasa digunakan dalam pertanian, yaitu kapasitas lapang teoritis dan kapasitas lapang efektif. Kedua jenis kapasitas ini dinyatakan dalam satuan ha/jam. Kapasitas lapang teoritis adalah kemampuan kerja suatu alat di dalam suatu bidang tanah, jika mesin berjalan maju sepenuh waktunya (100%) dan alat tersebut bekerja pada lebar maksimum (100%). Perhitungan kapasitas lapang teoritis menggunakan lebar kerja mesin dan kecepatan teoritis. Kapasitas lapang efektif merupakan ratarata dari kemampuan kerja mesin di lapang untuk menyelesaikan suatu bidang tanah atau jumlah dari produktivitas yang benar-benar terjadi saat bekerja. Kehilangan kapasitas merupakan perhatian sangat penting bagi operator mesin, karena dapat mempengaruhi pendapatan dan sumber daya. Kehilangan kapasitas dipengaruhi oleh waktu hilang, waktu tidak beroperasi, dan mengoperasikan mesin kurang dari lebar kerja maksimum (Field and Solie 2007). Selain itu, menurut Field and Solie (2007) konsep kapasitas lapang teoritis dan efektif berlaku juga pada kapasitas material. Kapasitas material didasarkan pada waktu, tetapi karena kapasitas ini mengacu pada aliran material melalui sebuah mesin, sehingga satuan berbeda dengan kapasitas lapang. Satuan kapasitas material pemanenan yaitu ton/jam. Susut panen atau kehilangan hasil panen adalah banyaknya butir gabah yang tercecer akibat perlakuan panen dengan tenaga pemanen atau peralatan panen yang digunakan (Nugraha 2009). Cara menentukan susut panen bermacammacam salah satunya yaitu dengan menghitung atau membandingkan antara

18 ` produktivitas hasil panen dari petak kontrol yang dipanen secara hati-hati dengan produktivitas hasil panen dari petak yang dipanen oleh tenaga pemanen seperti layaknya memanen padi. Metode untuk menentukan produktivitas hasil panen dari petak kontrol yaitu menggunakan ubinan. Istilah ubinan ini merupakan cara menghitung cepat dan sederhana yang biasa digunakan petugas pertanian atau statistik untuk mengetahui produktivitas hasil panen produk pertanian. Beberapa alat dan mesin pemanenan dengan berbagai tipe sudah dilakukan pengujian. Kapasitas aktual dan susut panen salah satu mesin rice combine harvester tipe standar yaitu sebesar 0.48 ha/jam dan 1.06% (Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian 2012). Kapasitas kerja panen dengan cara gebot berkisar antara 0.10 sampai 0.16 ha/jam (28 sampai 34 kg/jam/orang) dan untuk provinsi Jawa Barat kapasitas kerja gebot berkisar antara 40 sampai 60 kg/jam/orang sedangkan untuk kapasitas pedal thresher (Gambar 2a) yaitu sebesar 90 sampai 120 kg/jam dengan satu operator sedangkan power thresher tipe drum tertutup memiliki kapasitas 500 kg/jam dengan dioperasikan dua atau tiga operator (Sulistiaji 2007). Purwadaria dkk (1996) telah melakukan pengujian kapasitas dan susut panen dengan cara panen yang berbeda. Adapun hasil pengujian kapasitas panen dan susut dengan cara berbeda dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kapasitas dan presentase susut panen dari cara panen yang berbeda Susut Susut Mutu Sistem Pemanenan Kapasitas Tercecer (%) Butir Rusak Butir Retak Sabit + Gebot kg/jam/orang Reaper + Thresher ton/jam Sumber: Purwadaria (1996) Analisis Biaya Pemanenan Menurut Daywin et al (1992) analisis biaya alat dan mesin pertanian terdapat dua komponen biaya yakni biaya tetap (fixed cost atau owning cost) dan biaya tidak tetap (variable cost atau operating cost). Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap pada suatu perioda dan tidak tergantung pada jumlah produk/jam kerja mesin. Biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan, bunga modal dan asuransi, biaya pajak, biaya gudang/garasi, biaya beban listrik, dan lain-lain. Biaya penyusutan bervariasi menurut umur design dan perkiraan umur pemakaian dari alat atau mesin. Penyusutan didefinisikan sebagai penurunan dari nilai modal suatu mesin/alat akibat pertambahan umurnya. Biaya tidak tetap atau biaya operasi ini bervariasi menurut pemakaian. Biaya ini sangat dipengaruhi oleh jam pemakaian. Biaya tidak tetap meliputi biaya bahan bakar, biaya pemeliharaan preventif (biaya pelumasan, biaya filter, dan biaya ban), biaya perbaikan, dan biaya operator. Penjumlahan antara biaya tetap dan tidak tetap akan menghasilkan biaya total sedangkan biaya pokok merupakan biaya yang dikeluarkan oleh sebuah mesin untuk membuat satu unit produk (Rp/kg, Rp/ha, Rp/liter, Rp/unit). Biaya pokok atau biaya pemanenan diperoleh dengan mengetahui kapasitas kerja mesin panen. 7

19 8 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lahan padi sawah milik PT. Sang Hyang Seri di Desa Sukamandi, Kecamatan Ciasem, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian yaitu pada bulan Maret 2013 hingga Juli Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu petak lahan sawah siap panen dan padi berbagai varietas. Alat Peralatan yang digunakan adalah mesin panen rice combine harvester A dan B dengan spesifikasi yang dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Mesin perontok power thresher tipe throw in buatan lokal dengan spesifikasi dapat dilihat pada Lampiran 3. Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas pengukur digital kadar air gabah (Grain moisture meter), meteran untuk mengukur luas, timbangan kasar untuk pengukur berat gabah hasil panen dan timbangan halus digital untuk pengukur berat gabah sampel yang digunakan dalam pengujian kualitas gabah, stopwatch untuk alat pengukur waktu, dan gelas ukur untuk pengukur volume bahan bakar. Rancangan Penelitian Metode Pemanenan Manual Mekanis Sabit Padi Kering Panen Power Thresher Rice Combine Harvester A Gabah Kering Panen Rice Combine Harvester B Gabah Kering Panen Gabah Kering Panen Gambar 4 Diagram skematik metode pemanenan di desa Sukamandi Metode pemanenan yang digunakan di desa Sukamandi yang dapat dilihat dalam Gambar 4. Adapun diagram skematik analisis kapasitas kerja dan susut pemanenan menggunakan rice combine harvester dan manual dapat dilihat dalam

20 ` Gambar 5 dan 6, sedangkan diagram skematik analisis biaya pemanenan manual dan perontokan ditunjukkan dalam Gambar 7. 9 Luas Lahan Awal (ha) Luas Lahan Sampling (ha) Bobot PKP Sampling (ton) Luas Panen Aktual (ha) Rice Combine Harvesting Harga Bahan Bakar (Rp/liter) Bobot GKP Sampling (ton) Produktivitas GKP Sampling (ton/ha) Produktivitas GKP Aktual (ton/ha) Susut Produksi GKP (%) = (Prod.GKP Sampling Prod.GKP Aktual) Prod.GKP Sampling Tingkat Kerbersihan dan Uji Kualitas Gabah (%) x 100% Bobot GKP Aktual (ton) Biaya Bunga Modal (Rp/tahun) Waktu Pemanenan Efektif (jam) Biaya Penyusutan (Rp/tahun) Konsumsi Bahan Bakar (liter/jam) Kapasitas Lapang Efektif Pemanenan (ha/jam) Waktu Operasional (jam/tahun) Biaya Konsumsi Bahan Bakar (Rp/jam) Upah Operator (Rp/jam) Biaya Pelumasan (Rp/jam) Biaya Pemanenan (Rp/ha) Biaya Tetap (Rp/jam) Biaya Tidak Tetap (Rp/jam) Biaya Total (Rp/jam) Gambar 5 Diagram skematik analisis kapasitas kerja, susut pemanenan dan biaya pemanenan mekanis dengan menggunakan rice combine harvester

21 10 Luas Lahan Awal (ha) Luas Lahan Sampling (ha) Luas Panen Aktual (ha) Bobot PKP Sampling (ton) Sickling Bobot GKP Sampling (ton) Produktivitas GKP Sampling (ton/ha) Jumlah Tenaga Pemanenan (orang) Waktu Pemanenan Efektif(jam) Bobot PKP Aktual (ton) Produktivitas GKP Aktual (ton/ha) Susut Produksi GKP (%) = (Prod.GKP Sampling Prod.GKP Aktual) Prod.GKP Sampling x 100% Kapasitas Lapang Efektif Pemanenan (ha/jam/orang) Power Threshing Tingkat Kerbersihan dan Uji Kualitas Gabah (%) Bobot GKP Aktual (ton) Waktu Perontokan Efektif (jam) Kapasitas Perontokan (ton/jam) Gambar 6 Diagram skematik analisis kapasitas kerja dan susut pemanenan manual dan perontokan menggunakan power thresher Kapasitas Lapang Efektif Perontokan (ha/jam)

22 ` 11 Metode Pemanenan (sabit) Perontokan (Power Thresher) Upah Panen (Rp/ha) Jumlah Tenaga Panen (orang) Luas Panen Aktual (ha) Waktu Panen Efektif (jam) Kapasitas Lapang Efektif Perontokan (ha/jam) Konsumsi Bahan Bakar (liter/jam) Harga Bahan Bakar (Rp/Liter) Upah Tenaga (Rp/jam/orang) Kapasitas Lapang Efektif Pemanenan (ha/jam/orang) Biaya Penyusutan (Rp/tahun) Biaya Bunga Modal (Rp/tahun) Biaya Konsumsi Bahan Bakar (Rp/jam) Biaya Pemanenan (Rp/ha) Waktu Operasional (jam/tahun) Biaya Tetap (Rp/jam) Upah Operator (Rp/jam) Biaya Perawatan (Rp/jam) Biaya Total (Rp/jam) Biaya Tidak Tetap (Rp/jam) Biaya Perontokan (Rp/ha) Gambar 7 Diagram skematik analisis biaya pemanenan secara manual dan perontokan dengan power thresher

23 12 Prosedur Analisis Data Pengukuran Lahan Pengukuran luas lahan awal (At) dilakukan sebelum kegiatan pemanenan. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan petak ubinan sebesar 2 x 2 m 2 di lima titik sampling secara diagonal. Pembuatan petak ubinan ini disesuaikan dengan bentuk lahan, sehingga pengambilan sampling dapat mewakili luas lahan. Untuk kondisi lahan yang simetris (persegi atau persegi panjang) pembuatan petak ubinan dapat dilihat pada Gambar 8 sedangkan kondisi lahan yang tidak simetris (trapesium) dapat dilihat pada Gambar 9. Luas lahan sampling (As) merupakan total dari luas petak ubinan sedangkan luas panen aktual merupakan pengurangan dari At dan As. Luas panen aktual inilah yang dipanen menggunakan rice combine harvester. As1 As2 At As5 Aa As3 As4 Gambar 8 Petak ubinan untuk bentuk lahan simetris As1 As2 At As5 Aa As3 Gambar 9 Petak ubinan untuk bentuk lahan tidak simetris Pengamatan Kondisi Tanaman Pengamatan kondisi tanaman yang dilakukan antara lain varietas, umur tanaman padi, kadar air gabah, tinggi tanaman, panjang malai, jarak tanam, jarak baris, kerapatan (jumlah rumpun dalam luasan petak ubinan), dan jumlah tanaman per rumpun. Pengukuran tinggi tanaman, panjang malai, jarak tanam, jarak baris dilakukan secara acak sebanyak lima kali ulangan sedangkan untuk kerapatan dan jumlah tanaman per rumpun dilakukan di setiap petak ubinan sebanyak lima kali ulangan. Cara pengambilan data kondisi tanaman terdapat pada Lampiran 4. Pengukuran Kapasitas Lapang Efektif Pemanenan Kapasitas lapang efektif pemanenan (KL) dalam ha/jam diperoleh dari hasil waktu panen efektif (Ta), dan luas panen aktual (Aa). Perhitungan dengan menggunakan persamaan 1: As4

24 ` 13...(1) Waktu panen total dihitung saat mesin rice combine harvester mulai memotong padi hingga selesai pada satu petak percobaan dan waktu belok (waktu tidak bekerja) dihitung saat mesin mulai belok sampai memotong padi kembali. Hasil pengurangan waktu panen total dengan waktu belok menghasilkan waktu panen efektif. Untuk pemanenan secara manual dan perontokan power thresher terbagi menjadi kapasitas lapang efektif penyabitan (KLS) dalam ha/jam/orang, kapasitas lapang efektif perontokan (KLP) dalam ha/jam, kapasitas perontokan (KPP) dalam ton/jam. Perhitungan ini diperoleh dari waktu efektif penyabitan (Ts), Jumlah tenaga sabit (La), bobot GKP aktual dari perontokan (Wt) dan waktu efektif perontokan (Tp). Perhitungan menggunakan Persamaan 2, 3, dan 4 :......(2)...(3)...(4) Waktu efektif penyabitan dihitung saat tenaga penyabit memotong padi hingga selesai, sedangkan waktu efektif perontokan dihitung saat jerami mulai masuk kedalam mesin perontok hingga selesai menghasilkan gabah dan hasil gabah yang tertampung tersebut akan ditimbang sehingga memperoleh bobot GKP aktual. Pengukuran ini dilakukan dalam satu petak percobaan mulai dari penyabitan hingga perontokan. Pengukuran Susut Produksi Gabah Kering Panen (GKP) Susut produksi GKP diperoleh dengan membandingkan produktivitas GKP sampling (Xs) yang diperoleh dari metode ubinan dengan produktivitas GKP lahan aktual (Xa) yang diperoleh dari pemanenan menggunakan rice combine harvester dalam satu petak percobaan. Pemanenan padi untuk lahan sampling dipotong dengan menggunakan sabit dan dirontok dengan cara diserut manual secara hati-hati agar gabah tidak tercecer dilahan. Tahapan proses pengambilan padi pada lahan sampling (Gambar 10) yaitu rumpun padi sebelum dipotong, dikemas dengan plastik transparan dan diikat dengan tali untuk mencegah tercecernya gabah saat pemotongan menggunakan sabit. Gambar 10 Tahapan pengambilan padi sampling

25 14 Produktivitas GKP lahan sampling dan aktual dalam ton/ha diperoleh dari masing-masing bobot GKP sampling (Ws), bobot GKP aktual (Wa), luas lahan sampling (As) dan luas panen aktual (Aa) dengan menggunakan Persamaan 5. Susut produksi GKP (Sg) dalam persen dihitung dengan menggunakan Persamaan 6....(5)...(6) Bobot GKP sampling diperoleh dari total GKP yang diserut secara manual dan bobot GKP aktual diperoleh dari hasil panen menggunakan mesin rice combine harvester yang kemudian masing-masing ditimbang. Pengukuran susut produksi GKP untuk proses pemanenan manual dan perontokan power thresher merupakan hasil susut total seluruh kegiatan mulai dari pemotongan hingga perontokan. Sama halnya dengan perhitungan susut produksi GKP menggunakan rice combine harvester, susut produksi GKP ini dihitung menggunakan Persamaan 6. Bobot GKP aktual untuk kegiatan ini menggunakan bobot GKP aktual yang diperoleh dari hasil akhir perontokan (Wt). Agar dapat membandingkan susut pemanenan secara manual dan mekanis maka diperlukan kondisi kadar air GKP yang sama. Bobot GKP sampling dan aktual pada kadar air aktual (Wi) akan dikonversi menjadi bobot GKP sampling dan aktual pada kadar air 14% (Wf) yang dihitung dengan menggunakan Persamaan 7. Kadar air gabah aktual merupakan kadar air gabah setelah gabah dipanen. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan pengukur kadar air digital (grain moisture tester) (7) Tingkat Kebersihan dan Uji Kualitas Gabah Tingkat kebersihan (TK) dalam persen diperoleh dengan pengambilan sampel gabah dari hasil panen rice combine harvester dan perontokan power thresher sebanyak 300 gr (Bt). Sampel gabah dianalisis secara manual dengan memisahkan antara gabah dan selain gabah (kotoran) sehingga menghasilkan gabah bersih (Bg). Setelah dilakukan pemisahan dengan kotoran, maka pengujian kualitas gabah (Q) dalam persen dilakukan dengan memisahkan gabah utuh, gabah rusak, dan gabah hampa dari total gabah bersih. Setiap elemen tersebut ditimbang sehingga menghasilkan bobot gabah utuh (Bgu), bobot gabah rusak (Bgr), dan bobot gabah hampa (Bgh). Tingkat kebersihan dan kualitas gabah masing-masing dihitung menggunakan persamaan 8 dan 9....(8)...(9)

26 ` Bobot setiap elemen merupakan bobot dari Bgu, Bgr, dan Bgh yang masing-masing dihitung presentasenya menggunakan Persamaan 9. Gabah rusak yang dimaksud ialah butir gabah yang kulitnya pecah atau telah menjadi beras akibat faktor mekanis sedangkan gabah hampa merupakan butir gabah yang tidak berisi butir beras. Selain dari elemen tersebut maka disebut dengan gabah utuh yaitu butir gabah yang sempurna. Analisis Biaya Pemanenan Perhitungan biaya tetap dalam Rp/tahun diperoleh dari penjumlahan biaya penyusutan dalam Rp/tahun dan biaya bunga modal (I) dalam Rp/tahun dengan mengetahui tingkat bunga modal (i) harga awal mesin (P), harga akhir mesin (S), dan umur ekonomis mesin (N). Perhitungan biaya penyusutan dan bunga modal (I) menggunakan persamaan 10 dan 11. Biaya tidak tetap dalam Rp/jam diperoleh dari penjumlahan biaya konsumsi bahan bakar, upah operator atau tenaga kerja, dan biaya pelumasan. Biaya total (B) dalam Rp/jam diperoleh dari penjumlahan dari biaya tetap (BT) dan biaya tidak tetap (BTT). Perhitungan biaya total menggunakan persamaan (10) ( (11)... (12) X dalam persamaan 11 merupakan perkiraan jam kerja per tahun. Perhitungan biaya pemanenan (BP) dalam Rp/ha diperoleh dengan menghitung biaya total dan mengetahui kapasitas kerja mesin (K). Persamaan yang digunakan yaitu persamaan (13)

27 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lahan dan Operator Parameter Tabel 2 Bentuk dan ukuran lahan sawah saat penelitian Varietas Satuan Ciherang Inpago Inpara 2 Rice Combine Harvester A b b b Bentuk lahan - a c a c a d d Dimensi lahan m a = 30, b = 20.5, c = 34, d = 15.9 a = 20, b = 29.5, c = 27, d = 28.1 a = 34 b = 25.9 Luas lahan ha Rice Combine Harvester B b Bentuk lahan - a Dimensi lahan m a = 31.6, b = 24 Luas lahan ha Sabit dan Power Thresher - b Bentuk lahan a Dimensi lahan m a = 15.5, b = 26.5 Luas lahan ha Lahan sawah yang digunakan pada penelitian ini sudah menerapkan sistem mekanis untuk pengolahan tanah yaitu dengan menggunakan traktor roda dua dan traktor roda empat, sedangkan penanaman dan pemupukan masih dilakukan secara manual. Pada kegiatan pemanenan penerapan mekanisasi tidak dapat digunakan pada semua petak sawah. Hal ini dikarenakan tidak semua kondisi lahan memenuhi kriteria operasi mesin rice combine harvester. Pada Tabel 2 menunjukkan bentuk dan ukuran lahan sawah yang berbedabeda pada setiap percobaan. Hal ini dapat mempengaruhi kinerja rice combine harvester dalam melakukan pemanenan. Bentuk lahan yang simetris memudahkan operator bekerja pada kondisi lebar pemotongan yang maksimal dan

28 ` meningkatkan waktu panen efektif dibandingkan dengan bentuk lahan yang tidak simetris. Kondisi lahan sawah yang digunakan saat pengujian cukup memenuhi kriteria mesin rice combine harvester, dimana memiliki sistem drainase yang baik sehingga tidak terdapat genangan air irigasi di permukaan lahan. Hal ini dikarenakan kondisi lahan yang tergenang dapat menyulitkan pengoperasian mesin di lahan, sebab slip yang terjadi akan tinggi dan menyebabkan laju mesin berkurang atau bahkan tidak dapat berjalan. Selain itu kepadatan tanah juga berpengaruh pada pengoperasian mesin. Oleh karena itu sebelum pemanenan dimulai, terlebih dahulu dilakukan pengujian kepadatan tanah yang layak untuk beroperasinya mesin. Cara pengujian kepadatan tanah dilakukan secara manual dengan menjejakan kaki diatas lahan sawah. Sebagai gambaran atau pendekatan pengujian kepadatan tanah secara manual dilakukan dengan membenamkan kaki ke lahan sawah yang akan dipanen, jika kaki terbenam sampai batas mata kaki,maka lahan tersebut layak untuk operasi rice combine harvester. Selain kondisi lahan yang memenuhi kriteria penerapan mesin, maka kondisi lahan yang tidak memungkinkan untuk beroperasinya mesin pemanenan dilakukan pengujian pemanenan secara manual dengan menggunakan sabit dan perontokan power thresher. Tabel 3 Kondisi operator saat penelitian Operator Varietas Satuan Ciherang Inpago Inpara 2 Rice Combine Harvester A Nama - Ama Sutari Sutari Umur tahun Pengalaman tahun Pola Kerja - Tidak teratur Teratur Teratur Keterampilan - Kurang Baik Baik Rice Combine Harvester B Nama - Dudu - - Umur tahun Pengalaman tahun Pola Kerja - Tidak teratur - - Keterampilan - Kurang - - Selain itu pada Tabel 3 menunjukkan kondisi operator saat penelitian berbeda-beda. Hal ini juga mempengaruhi kinerja mesin saat pemanenan. Keterampilan operator yang kurang ahli dapat dilihat dari pola kerja yang digunakan serta dalam memaksimalkan lebar kerja pemotongan saat pemanenan. Pola kerja yang tidak teratur dapat menyebabkan banyaknya waktu panen efektif yang hilang akibat waktu belok atau tidak bekerja. 17

29 18 Kondisi Tanaman Tabel 4 Hasil pengukuran rata-rata kondisi tanaman Parameter Satuan Varietas Ciherang Inpago Inpara 2 Rice Combine Harvester A Umur panen hari Tinggi tanaman cm Panjang malai cm Jarak tanam cm Jarak baris cm Kerapatan a Jumlah batang/rumpun Kadar air gabah awal % Kadar air gabah akhir % Rice Combine Harvester B Umur panen hari Tinggi tanaman cm Panjang malai cm Jarak tanam cm Jarak baris cm Kerapatan a Jumlah batang/rumpun Kadar air gabah awal % Kadar air gabah akhir % Sabit dan Power Thresher Umur panen hari Tinggi tanaman cm Panjang malai cm Jarak tanam cm Jarak baris cm Kerapatan Jumlah batang/rumpun Kadar air gabah awal % Kadar air gabah akhir % a Kerapatan merupakan jumlah rumpun dalam luasan ubinan 2 x 2 m 2 Hasil pengukuran rata-rata kondisi tanaman dapat dilihat pada Tabel 4. Pengukuran kondisi tanaman ini dilakukan sebelum dan sesudah kegiatan pemanenan. Umur tanaman saat panen berbeda-beda tergantung dari jenis varietas tanaman padi. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi varietas Ciherang memiliki umur tanaman hari, varietas Inpago memiliki umur tanaman hari, dan varietas Inpara 2 memiliki umur tanaman 128 hari. Pemanenan varietas Inpago dan Inpara 2 menggunakan rice combine harvester A dilakukan lebih awal dari umur panen yang optimum. Pemanenan yang tidak sesuai dengan

30 ` umur panen optimum dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti, terserang hama dan penyakit, menghindari rebahnya tanaman akibat hujan, atau akibat terbatasnya mesin dan tenaga untuk melakukan pemanenan. Pengukuran jarak tanam dan baris dari hasil pengukuran menunjukkan hasil yang tidak seragam, hal ini dikarenakan penanaman padi masih dilakukan secara manual. Ketidakseragaman jarak tanam dan baris ini menyebabkan rice combine harvester tidak dapat bekerja optimal saat pemotongan. Hal ini dikarenakan, lebar kerja rice combine harvester yang mencapai 2 m, dapat melakukan pemotongan maksimum sebanyak 6 baris pada tanaman berjarak 30 x 30 cm dan dapat memotong 8 baris tanaman jika menggunakan jarak tanam 25 x 25 cm. Kedua ukuran ini merupakan ukuran yang biasa digunakan petani di desa Sukamandi. Dengan jarak tanam dan baris tidak seragam, maka mengakibatkan pemotongan dapat melebihi jumlah maksimum pemotongan atau terdapat rumpun tanaman yang tidak terpotong jika operator berjalan lurus saat pemanenan. Kerapatan tanaman dan jumlah batang/rumpun yang berbeda-beda dapat juga mempengaruhi laju rice combine harvester saat pemotongan. Pengukuran kadar air gabah awal sebelum pemanenan rata-rata kisaran 18.4 sampai 19.9%. Menurut Departemen Pertanian umur panen optimum jika dilakukan pengamatan teoritis yaitu saat kadar air mencapai 22 sampai 23% dimusim kemarau dan 24 sampai 26% dimusim hujan. Namun jika dilakukan pengamatan visual umur panen optimum dicapai saat 90 sampai 95 % butir gabah berwarna kuning atau kuning keemasaan. Walaupun pada saat penelitian kondisi kadar air gabah lebih rendah dari kriteria yang ditentukan, akan tetapi secara pengamatan visual lahan tersebut sudah termasuk kriteria dimana 90 % butir gabah berwarna kuning. 19

31 20 Hasil Pengujian Pemanenan Mekanis dan Manual Luas Lahan Awal (0.051 ha) Luas Lahan Sampling (0.002 ha) Bobot PKP Sampling (0.017 ton) Luas Panen Aktual ( ha) Rice Combine Harvesting Harga Bahan Bakar (Rp 6000/liter) Bobot GKP Sampling ( ton) Produktivitas GKP Sampling ( ton/ha) Produktivitas GKP Aktual (3.218 ton/ha) Susut Produksi GKP (2.555%) Tingkat Kerbersihan dan Uji Kualitas Gabah (98.3%, 97.6%) Bobot GKP Aktual (0.158 ton) Waktu Operasional (1155jam/tahun) Waktu panen efektif (0.101 jam) Konsumsi Bahan Bakar (2.143l/jam) Kapasitas Lapang Efektif pemanenan (0.486 ha/jam) Biaya Penyusutan (Rp 63juta/tahun) Biaya Bunga Modal (Rp 21juta/tahun) Biaya Konsumsi Bahan Bakar (Rp12875/jam) Upah Operator (Rp 24288/jam) Biaya Pelumasan (Rp 4545/jam) Biaya Pemanenan (Rp235427/ha) Biaya Tetap (Rp 72727/jam) Biaya Tidak Tetap (Rp 41690/jam) Biaya Total (Rp /jam) Gambar 11 Contoh diagram skematik analisis kapasitas kerja, susut pemanenan dan biaya pemanenan menggunakan rice combine harvester A untuk varietas Ciherang.

32 ` 21 Tabel 5 Hasil analisis kapasitas kerja dan susut pemanenan mekanis dan manual Parameter Satuan Rice Combine Harvester A Varietas Ciherang Inpago Inpara 2 Luas lahan awal ha Luas lahan sampling ha Luas panen aktual ha Waktu pemanenan efektif jam Bobot GKP aktual (KA aktual) a ton KA GKP aktual w.b % Bobot GKP aktual (KA l4% w.b) ton Bobot GKP sampling (KA aktual) ton KA GKP sampling w.b % Bobot GKP sampling (KA l4% w.b) ton Bobot PKP sampling ton Produktivitas GKP sampling (KA aktual) ton/ha Produktivitas GKP aktual (KA aktual) ton/ha Produktivitas GKP sampling (KA 14% w.b) ton/ha Produktivitas GKP aktual (KA 14% w.b) ton/ha GSR Kapasitas lapang efektif pemanenan ha/jam Susut produksi GKP (KA aktual) % Susut produksi GKP (KA 14% w.b) % Rice Combine Harvester B Luas lahan awal ha Luas lahan sampling ha Luas pemanenan aktual ha Waktu panen efektif jam Bobot GKP Aktual (KA aktual) ton KA GKP aktual w.b % Bobot GKP aktual (KA l4% w.b) ton Bobot GKP sampling (KA aktual) ton KA GKP sampling w.b % Bobot GKP sampling (KA l4% w.b) ton Bobot PKP sampling ton Produktivitas GKP sampling (KA aktual) ton/ha Produktivitas GKP aktual (KA aktual) ton/ha Produktivitas GKP sampling (KA 14% w.b) ton/ha Produktivitas GKP aktual (KA 14% w.b) ton/ha GSR Kapasitas lapang efektif pemanenan ha/jam Susut produksi GKP (KA aktual) % Susut produksi GKP (KA 14% w.b) %

33 22 Parameter Satuan Varietas Ciherang Inpago Inpara 2 Sabit dan Power Thresher Luas lahan awal ha Luas lahan sampling ha Luas panen aktual ha Waktu pemanenan efektif jam Waktu perontokan efektif jam Jumlah tenaga pemanenan orang Bobot PKP aktual ton Bobot GKP Aktual (KA aktual w.b) ton KA aktual w.b % Bobot GKP aktual (KA l4% w.b) ton Bobot GKP Sampling (KA aktual w.b) ton KA aktual w.b % Bobot GKP sampling (KA l4% w.b) ton Bobot jerami sampling ton Bobot PKP sampling ton Produktivitas GKP sampling (KA aktual w.b) ton/ha Produktivitas GKP aktual (KA aktual w.b) ton/ha Produktivitas GKP sampling (KA 14% w.b) ton/ha Produktivitas GKP aktual (KA 14% w.b) ton/ha GSR Kapasitas lapang efektif pemanenan ha/jam/orang Kapasitas perontokan (KA aktual w.b) ton/jam Kapasitas perontokan (KA 14% w.b) ton/jam Kapasitas lapang efektif perontokan ha/jam Susut produksi GKP (KA aktual) % Susut produksi GKP (KA 14% w.b) % a KA: Kadar air Kapasitas Lapang Efektif Pemanenan Pengujian kapasitas kerja dan susut produksi GKP pemanenan mekanis dan manual dapat dilihat pada Tabel 5. Pengujian mesin rice combine harvester A dilakukan pada kondisi tanaman, kondisi lahan, serta keterampilan operator yang berbeda. Hal ini dikarenakan varietas padi yang ditanam di desa Sukamandi beragam dan setiap lahan sawah tidak memiliki bentuk dan ukuran lahan yang sama. Pengoperasian mesin panen juga tidak dilakukan oleh operator yang sama melainkan operator yang berbeda yang secara bergantian melakukan pemanenan dengan waktu dan tempat yang berbeda. Hasil analisis kapasitas kerja dan susut produksi GKP yang terdapat pada Tabel 5 menunjukkan hasil yang berbeda pada setiap varietasnya. Agar dapat memperoleh bobot GKP pada kadar air yang sama maka dilakukan penyetaraan kadar air GKP aktual yaitu sebesar 14%. Penggunaan

34 ` kadar air GKP 14% dikarenakan, kadar air 14% merupakan kondisi yang ideal untuk dilakukannya proses penggilingan menjadi beras. Hasil pengujian kapasitas lapang efektif pemanenan menggunakan mesin A pada varietas Ciherang, Inpago, dan Inpara 2 berturut-turut sebesar ha/jam ha/jam, dan ha/jam. Faktor-faktor penyebab kapasitas lapang efektif pemanenan yang berbeda terjadi akibat kondisi tanaman, kondisi lahan, dan keterampilan operator yang berbeda pada saat pengujian berturut-turut ditunjukkan pada Tabel 2, 3, dan 4. Kondisi tanaman yang rebah dan kerapatan yang tinggi dapat menyebabkan waktu pemanenan menjadi lebih lama. Hal ini dikarenakan, pemanenan dengan kondisi tanaman yang rebah menggunakan kecepatan low sedangkan untuk tanaman yang tegak menggunakan kecepatan high. Berdasarkan pengukuran kecepatan maju mesin A saat low yaitu berkisar antara 1.37 sampai 1.49 m/det, sedangkan high berkisar 1.54 sampai 1.78 m/det. Selain itu kerapatan dan jumlah batang/rumpun yang tinggi juga menyebabkan laju kecepatan mesin menjadi berkurang dibandingkan laju kecepatan saat memanen dengan kondisi kerapatan dan jumlah batang/rumpun yang lebih rendah. Menurut Field dan Solie (2007) kehilangan kapasitas dipengaruhi oleh waktu hilang, waktu tidak beroperasi, dan mengoperasikan mesin kurang dari lebar kerja. Pada saat pengujian beberapa kondisi bentuk dan ukuran lahan berbeda. Bentuk yang tidak simetris dan ukuran yang luas menyebabkan waktu pemanenan menjadi lebih lama dan apabila operator tidak ahli dalam mengoperasikan mesin dan menyesuaikan dengan kondisi lahan tersebut maka hilangnya waktu panen efektif akan semakin tinggi akibat waktu belok atau tidak bekerja. Selain itu hilangnya waktu efektif pemanenan akibat waktu belok atau tidak bekerja juga dipengaruhi oleh pola kerja saat pemanenan. Pola kerja yang tidak teratur, menyebabkan hilangnya waktu efektif pemanenan semakin tinggi. Pada varietas Ciherang, kondisi tanaman memiliki jumlah batang/rumpun yang cukup tinggi, bentuk lahan yang tidak simetris, ukuran lahan yang kecil, serta operator yang kurang ahli dalam mengoperasikan mesin A sehingga menyebabkan kapasitas lapang efektif pemanenan menjadi lebih rendah dibandingkan varietas lainnya. Keterampilan operator yang kurang ahli, dapat dilihat dari penggunaan pola kerja saat pemanenan yang tidak teratur. Pada varietas Inpago, kondisi tanaman memiliki kerapatan dan jumlah batang/rumpun yang tinggi dibandingkan varietas lainnya. Selain itu bentuk lahan yang tidak simetris dengan ukuran lahan yang luas, dan terdapat beberapa tanaman yang rebah menyebabkan waktu pemanenan menjadi lebih lama, namun pada kondisi yang demikian, operator mampu mengoperasikan mesin dengan baik. Pola kerja pemanenan teratur sehingga menyebabkan sedikitnya waktu pemanenan efektif yang hilang. Oleh karena itu, kapasitas lapang efektif pemanenan tidak berbeda jauh jika dibandingkan varietas Ciherang. Nilai kapasitas lapang efektif yang tertinggi diperoleh pada saat pemanenan varietas Inpara 2. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi tanaman memiliki jumlah batang/rumpun yang rendah, bentuk lahan yang simetris, ukuran lahan yang luas, serta keterampilan operator yang baik dalam mengoperasikan mesin. Kondisi lahan yang simetris (persegi) menyebabkan operator mampu bekerja pada lebar pemotongan yang maksimal serta penggunaan pola kerja teratur menyebabkan hilangnya waktu pemanenan efektif menjadi lebih rendah. 23

35 24 Disamping itu, pengujian kapasitas kerja aktual mesin A sebelumnya telah dilakukan oleh Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian yaitu sebesar 0.48 ha/jam. Nilai ini tidak berbeda jauh dengan hasil pengujian yaitu kisaran sampai ha/jam. Perbedaan nilai ini dapat terjadi akibat metode pengujian, kondisi lahan, kondisi tanaman, operator, waktu dan tempat pengujian yang berbeda. Dengan melihat hasil pengujian kapasitas kerja mesin A rata-rata dapat menyelesaikan lahan seluas 3 sampai 3.5 ha/hari jika menggunakan waktu yang tersedia yaitu 7 jam/hari. Waktu ini merupakan waktu kerja yang biasa digunakan para petani di desa Sukamandi. Pemanenan yang dilakukan di desa Sukamandi tidak hanya menggunakan mesin rice combine harvester A, akan tetapi juga menggunakan mesin rice combine harvester lain yaitu B. Selain itu sistem pemanenan manual dan perontokan dengan power thresher juga masih dominan digunakan. Sebagai data sekunder maka dilakukan juga pengujian kapasitas kerja kedua sistem tersebut dengan varietas yang sama yaitu Ciherang dengan umur panen 125 hari namun dengan kondisi tanaman, lahan, dan operator yang berbeda. Tabel 5 menunjukkan kapasitas lapang efektif mesin B sebesar ha/jam. Hasil pengujian kapasitas lapang efektif pemanenan mesin B tidak berbeda jauh jika dibandingkan mesin A, akan tetapi kapasitas lapang efektif mesin A lebih tinggi dibandingkan mesin B. Hal ini disebabkan kondisi lahan, tanaman, dan operator yang digunakan saat pengujian mesin A dan B berbeda. Kondisi lahan yang lebih luas serta kerapatan tanaman yang tinggi menyebabkan waktu pemanenan menjadi lebih lama. Selain itu keterampilan operator dalam mengoperasikan mesin B dinilai kurang ahli. Hal ini dikarenakan, penggunaan pola kerja yang tidak teratur membuat banyak waktu panen efektif yang hilang akibat waktu belok atau tidak bekerja. Dengan melihat kondisi yang demikian, maka untuk dapat memaksimalkan kapasitas kerja penggunaan mesin rice combine harvester diperlukan kondisi lahan dengan bentuk dan ukuran yang sesuai serta peningkatan keterampilan operator dalam mengoperasikan mesin. Keuntungan menggunakan mesin panen ini adalah tidak diperlukan lagi proses pengumpulan dan perontokan seperti halnya pada sistem pemanenan manual. Penggunaan mesin ini mampu melakukan pemotongan, perontokan, pembersihan gabah, pencacahan jerami, dan pengarungan gabah dalam satu gerakan maju. Selain itu penggunaan mesin dapat meminimalkan kebutuhan tenaga kerja, karena hanya menggunakan satu operator yang mengoperasikan mesin dan dua orang yang bekerja untuk proses pengarungan. Hasil pengujian pemanenan manual dan perontokan dengan power thresher yang ditunjukkan pada Tabel 5 diperoleh kapasitas lapang efektif pemanenan, kapasitas perontokan dalam kadar air 14%, dan kapasitas lapang efektif perontokan pada pemanenan manual dan perontokan menggunakan power thresher berturut-turut ha/jam/orang, ton/jam, dan ha/jam. Mesin power thresher yang digunakan merupakan buatan bengkel-bengkel lokal yang banyak terdapat didaerah Indramayu. Nilai kapasitas lapang pemanenan ini dihitung berdasarkan lama waktu petani memotong padi hingga selesai. Jumlah tenaga penyabit yang dikerjakan sebanyak 4 orang laki-laki dengan umur antara 40 sampai 50 tahun sehingga diperoleh kapasitas lapang pemanenan sebesar ha/jam/orang sedangkan

36 ` untuk proses perontokan menggunakan tenaga kerja sebanyak 3 orang laki-laki dengan umur sekitar 28 sampai 30 tahun. Tenaga kerja ini dikerjakan untuk proses pengangkutan ke mesin dan pengarungan gabah. Kapasitas perontokan mesin dihitung berdasarkan hasil bobot gabah yang keluar dari lubang pengeluaran mesin perontok per jamnya sedangkan kapasitas lapang efektif dihitung berdasarkan lama waktu yang diperlukan merontokkan padi dalam luasan tersebut. Di desa Sukamandi pemanenan manual biasa dilakukan dengan oleh 25 sampai 35 orang, jika waktu kerja pemanenan 7 jam/hari maka kapasitas lapang efektif pemanenan sebesar 1 sampai 1.47 ha/hari dengan hasil panen yang masih berupa padi kering panen (PKP). Hasil pemanenan yang masih berupa PKP menyebabkan dibutuhkannya proses perontokan untuk menghasilkan produk GKP. Kapasitas lapang efektif perontokan dengan menggunakan mesin power thresher ini jika dikonversi per hari maka mampu menyelesaikan 2 ha/hari. Jika pemanenan dengan satu unit mesin rice combine harvester memiliki kapasitas sampai ha/jam, maka untuk kapasitas yang setara dengan satu mesin rice combine harvester dibutuhkan orang untuk melakukan pemanenan secara manual. Dengan kebutuhan tenaga kerja yang tinggi sangat sulit menerapkan pemanenan manual seluruhnya, sebab data BPS (2012) menyebutkan bahwa jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani saat ini sebesar 39% dan dalam waktu setahun selama tahun 2011 jumlah tersebut menurun sebesar 3,1 juta (7.42 %) serta rata-rata usia petani saat ini didominasi oleh pekerja diatas umur 40 tahun. Susut Produksi Gabah Kering Panen Pengujian susut produksi GKP dilakukan dengan membandingkan produktivitas GKP sampling dan aktual. Tinggi atau rendahnya produktivitas padi yang dihasilkan di desa Sukamandi tergantung pada varietas yang ditanam. Selain itu rendahnya produktivitas padi yang dihasilkan diakibatkan oleh beberapa faktor seperti terserang hama dan penyakit, pemeliharaan yang kurang optimal, serta kondisi iklim dan cuaca. Hal ini terjadi pada varietas Ciherang yang dipanen dengan menggunakan mesin A. Saat penelitian, kondisi tanaman tersebut terserang hama tikus sehingga produktivitasnya rendah. Pengujian susut produksi GKP juga dilakukan penyetaraan pada kadar air GKP 14%. Hasil pengukuran susut produksi GKP menggunakan mesin A yang terlihat pada Tabel 3 menunjukkan varietas Ciherang sebesar 2.013%, varietas Inpago 4.476%, dan varietas Inpara 2 sebesar 2.884%. Nilai susut produksi GKP yang berbeda-beda disebabkan oleh kondisi tanaman, kelalaian operator saat pemotongan dan proses pengarungan GKP dari penampungan sementara (hopper). Kondisi tanaman seperti varietas Inpago yang rebah (Gambar 12) menyebabkan susut produksi GKP lebih tinggi. Rebahnya tanaman menyebabkan gabah menjadi mudah rontok saat pemanenan. 25

37 26 Gambar 12 Contoh kondisi rebah pada varietas Inpago Susut produksi GKP pada saat pemanenan tidak hanya dipengaruhi oleh umur tanaman saat panen, sebab kondisi pemanenan yang lebih awal pada varietas Inpara 2 menunjukkan susut produksi GKP yang lebih tinggi dibandingkan varietas Ciherang. Berdasarkan pengamatan susut produksi GKP varietas Inpara 2 diakibatkan oleh faktor lain yaitu kelalaian saat pemotongan dan pengarungan GKP. Operator yang kurang memaksimalkan lebar pemotongan dan tidak teliti saat pemotongan menyebabkan 1 atau 2 batang padi masih tertinggal di lahan atau tidak terpotong (Gambar 13). Selain itu proses pengarungan GKP yang tidak hatihati menyebabkan tercecernya gabah dibawah hopper (Gambar 14). Kondisi yang ditunjukkan pada gambar 13 dan 14 dapat terjadi pada setiap pemanenan. Namun seberapa besar kondisi ini terjadi dipengaruhi oleh kinerja operator tersebut dalam melakukan kegiatan pemanenan. Batang padi yang tidak terpotong Gambar 13 Contoh ketidaktelitian operator saat pemotongan Gambar 14 Contoh gabah yang tercecer saat pengarungan

ALAT DAN MESIN PANEN HASIL PERTANIAN drh. Saiful Helmy, MP

ALAT DAN MESIN PANEN HASIL PERTANIAN drh. Saiful Helmy, MP ALAT DAN MESIN PANEN HASIL PERTANIAN drh. Saiful Helmy, MP Proses panen padi dimulai dengan pemotongan bulir padi yang sudah tua (siap Panen) dari batang tanaman padi, dilanjutkan dengan perontokan yaitu

Lebih terperinci

STUDI KAPASITAS KERJA DAN SUSUT SAAT PANEN PADI (Oryza sativa L.) VARIETAS CIHERANG MENGGUNAKAN PADDY MOWER MOHAMMAD IKHSAN

STUDI KAPASITAS KERJA DAN SUSUT SAAT PANEN PADI (Oryza sativa L.) VARIETAS CIHERANG MENGGUNAKAN PADDY MOWER MOHAMMAD IKHSAN STUDI KAPASITAS KERJA DAN SUSUT SAAT PANEN PADI (Oryza sativa L.) VARIETAS CIHERANG MENGGUNAKAN PADDY MOWER MOHAMMAD IKHSAN DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

50kg Pita ukur/meteran Terpal 5 x 5 m 2

50kg Pita ukur/meteran Terpal 5 x 5 m 2 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai dengan Februari 2010. Pembuatan desain prototipe dilakukan di laboratorium Teknik

Lebih terperinci

ALAT DAN MESIN PANEN PADI

ALAT DAN MESIN PANEN PADI ALAT DAN MESIN PANEN PADI Sejalan dengan perkembangan teknologi dan pemikiran-pemikiran manusia dari jaman ke jaman, cara pemungutan hasil (panen) pertanian pun tahap demi tahap berkembang sesuai dengan

Lebih terperinci

Pertemuan ke-14. A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa

Pertemuan ke-14. A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa Pertemuan ke-14 A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa akan dapat menentukan jenis tenaga dan mesin peralatan yang layak untuk diterapkan di bidang pertanian 2. Khusus

Lebih terperinci

Jember, Juli, 2011 [PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERTETA 2011] Rokhani Hasbullah 1), Riska Indaryani 1) Abstrak

Jember, Juli, 2011 [PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERTETA 2011] Rokhani Hasbullah 1), Riska Indaryani 1) Abstrak Penggunaan Mesin Perontok untuk Menekan Susut dan Mempertahankan Kualitas Gabah (The Use of Power Thresher to Reduce Losses and Maintain Quality of Paddy) Rokhani Hasbullah 1), Riska Indaryani 1) 1) Departemen

Lebih terperinci

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang PRODUKSI BENIH PADI Persyaratan Lahan Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang ditanam sama, jika lahan bekas varietas

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN DAN UJI TEKNIS ALAT PERONTOK PADI SEMI MEKANIS PORTABEL

RANCANG BANGUN DAN UJI TEKNIS ALAT PERONTOK PADI SEMI MEKANIS PORTABEL RANCANG BANGUN DAN UJI TEKNIS ALAT PERONTOK PADI SEMI MEKANIS PORTABEL Mislaini R Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Andalas-Padang 25163 Email: mislaini_rahman@yahoo.co.id ABSTRAK Rancang bangun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah,

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar merupakan komoditas pertanian yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan sebagai media untuk menanam padi. memprihatinkan, dimana negara Indonesia yang memiliki lahan yang cukup luas

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan sebagai media untuk menanam padi. memprihatinkan, dimana negara Indonesia yang memiliki lahan yang cukup luas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok, sehingga padi termasuk tanaman prioritas. Hampir diseluruh

Lebih terperinci

Gambar 15. Gambar teknik perontok padi hasil rancangan (O-Belt Thresher) 34

Gambar 15. Gambar teknik perontok padi hasil rancangan (O-Belt Thresher) 34 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Prototipe Perontok Padi Tipe Pedal Hasil Rancangan (O-Belt Thresher) Prototipe perontok padi ini merupakan modifikasi dari alat perontok padi (threadle thresher) yang sudah ada.

Lebih terperinci

MESIN PANEN PADI TIPE SISIR (IRRI STRIPPER GATHERED SG

MESIN PANEN PADI TIPE SISIR (IRRI STRIPPER GATHERED SG MESIN PANEN PADI TIPE SISIR (IRRI STRIPPER GATHERED SG 800) Oleh : Ir. H. Koes Sulistiadji, MS Perekayasa Madya pada Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Badan Litbang, Deptan ------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan di Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Mekar Tani, Kecamatan Kutawaluya, Kabupaten Karawang dan Balai Besar Penelitian dan

Lebih terperinci

II. MENEKAN KEHILANGAN HASIL

II. MENEKAN KEHILANGAN HASIL II. MENEKAN KEHILANGAN HASIL 1. Faktor-faktor penyebab kehilangan hasil panen Selama waktu panen, susut dapat terjadi karena ada gabah yang rontok di lahan akibat cara panen yang tidak benar atau akibat

Lebih terperinci

METODOLOGI. Waktu dan Tempat. Alat dan Bahan. Metode Penelitian

METODOLOGI. Waktu dan Tempat. Alat dan Bahan. Metode Penelitian 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama ±3 bulan dimulai dari Februari sampai April 2013 yang berlokasikan di Kecamatan Majauleng Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

STUDI TINGGI PEMOTONGAN PADI PADA KEGIATAN PANEN MANUAL DAN PERONTOKAN MENGGUNAKAN THROW-IN TYPE POWER THRESHER SANTOSA ADI NUGROHO

STUDI TINGGI PEMOTONGAN PADI PADA KEGIATAN PANEN MANUAL DAN PERONTOKAN MENGGUNAKAN THROW-IN TYPE POWER THRESHER SANTOSA ADI NUGROHO STUDI TINGGI PEMOTONGAN PADI PADA KEGIATAN PANEN MANUAL DAN PERONTOKAN MENGGUNAKAN THROW-IN TYPE POWER THRESHER SANTOSA ADI NUGROHO DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PANEN DAN PENGELOLAAN PASCAPANEN PADI

PANEN DAN PENGELOLAAN PASCAPANEN PADI PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA PADI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PANEN DAN PENGELOLAAN PASCAPANEN PADI BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi 11: PANEN DAN

Lebih terperinci

STUDI UNJUK KERJA PENANAMAN BIBIT PADI SECARA MEKANIS DI DESA SUKAMANDI, SUBANG, JAWA BARAT RINA OKTAVIANA

STUDI UNJUK KERJA PENANAMAN BIBIT PADI SECARA MEKANIS DI DESA SUKAMANDI, SUBANG, JAWA BARAT RINA OKTAVIANA STUDI UNJUK KERJA PENANAMAN BIBIT PADI SECARA MEKANIS DI DESA SUKAMANDI, SUBANG, JAWA BARAT RINA OKTAVIANA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

MODUL POWER THRESHER. Diklat Teknis Dalam Rangka Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Pertanian dan BABINSA

MODUL POWER THRESHER. Diklat Teknis Dalam Rangka Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Pertanian dan BABINSA MODUL POWER THRESHER Diklat Teknis Dalam Rangka Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Pertanian dan BABINSA KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN 2015 Sesi Perontok

Lebih terperinci

Rancang Bangun Mesin Perontok Padi (Paddy Thresher) dalam Upaya Peningkatan Kualitas dan Efisiensi Produksi Beras Pasca Panen

Rancang Bangun Mesin Perontok Padi (Paddy Thresher) dalam Upaya Peningkatan Kualitas dan Efisiensi Produksi Beras Pasca Panen Rancang Bangun Mesin Perontok Padi (Paddy Thresher) dalam Upaya Peningkatan Kualitas dan Efisiensi Produksi Beras Pasca Panen Pathya Rupajati 1,a), Saharudin 2,b), Syaiful Arif 3,c),Dwita Suastiyanti 4,d)

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Terminologi Pasca Panen Padi. A. Kualitas Fisik Gabah

II. TINJAUAN PUSTAKA Terminologi Pasca Panen Padi. A. Kualitas Fisik Gabah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terminologi Pasca Panen Padi Kegiatan pascapanen padi perontokan, pengangkutan, pengeringan, penggilingan, penyimpanan dan pengemasan (Patiwiri, 2006). Padi biasanya dipanen pada

Lebih terperinci

UNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1

UNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1 UNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1 Hanim Zuhrotul A 2, Nursigit Bintoro 2 dan Devi Yuni Susanti 2 ABSTRAK Salah satu faktor yang mengakibatkan kehilangan hasil pada produk pertanian tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA AgroinovasI TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA Dalam menghasilkan benih bermutu tinggi, perbaikan mutu fisik, fisiologis maupun mutu genetik juga dilakukan selama penanganan pascapanen. Menjaga mutu fisik

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: padi, konfigurasi penggilingan, susut penggilingan, rendemen giling PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: padi, konfigurasi penggilingan, susut penggilingan, rendemen giling PENDAHULUAN Konfigurasi Mesin Penggilingan Padi Untuk Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling (Rice Milling Machine Configuration to Reduce Losses and Increase Milling Yield) Rokhani Hasbullah, Anggitha Ratri

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI MESIN PEMANEN DAN PERONTOK TYPE MOBIL COMBINE HARVESTER TERHADAP KEHILANGAN HASIL PADI

UJI PERFORMANSI MESIN PEMANEN DAN PERONTOK TYPE MOBIL COMBINE HARVESTER TERHADAP KEHILANGAN HASIL PADI Jurnal AGROTEK Vol. 5 No. 1, Februari 2018. ISSN 2356-2234 (print), ISSN 2614-6541 (online) Journal Homepage: http://journal.ummat.ac.id/index.php/agrotek UJI PERFORMANSI MESIN PEMANEN DAN PERONTOK TYPE

Lebih terperinci

ALAT DAN MESIN PERTANIAN ALAT DAN MESIN PERTANIAN DI DESA GLURANPLOSO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK

ALAT DAN MESIN PERTANIAN ALAT DAN MESIN PERTANIAN DI DESA GLURANPLOSO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK ALAT DAN MESIN PERTANIAN ALAT DAN MESIN PERTANIAN DI DESA GLURANPLOSO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK Oleh : Qurrotu A ayuni 14111006 Dosen Pengampu : Mahrus Ali, S.TP. M.Agr PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1. Keragaan Usahatani Padi Keragaan usahatani padi menjelaskan tentang kegiatan usahatani padi di Gapoktan Jaya Tani Desa Mangunjaya, Kecamatan Indramayu, Kabupaten

Lebih terperinci

MODIFIKASI ALAT PERONTOK PADI TIPE HAMMER THRESHER [Modification of Rice Thresher-Hammer thresher Type]

MODIFIKASI ALAT PERONTOK PADI TIPE HAMMER THRESHER [Modification of Rice Thresher-Hammer thresher Type] Jurnal Teknik Pertanian Lampung Vol. 1, No. 1, Oktober 2012: 23-28 MODIFIKASI ALAT PERONTOK PADI TIPE HAMMER THRESHER [Modification of Rice Thresher-Hammer thresher Type] Oleh : Ahmad Harbi 1, Tamrin 2,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bulat, beruas-ruas dan tingginya antara cm. Jagung merupakan

BAB I PENDAHULUAN. bulat, beruas-ruas dan tingginya antara cm. Jagung merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang mempunyai batang bebentuk bulat, beruas-ruas dan tingginya antara 60 300 cm. Jagung merupakan komoditas vital dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teoritis 2.1.1. Sawah Tadah Hujan Lahan sawah tadah hujan merupakan lahan sawah yang dalam setahunnya minimal ditanami satu kali tanaman padi dengan pengairannya sangat

Lebih terperinci

WNWLlSlS PEMlLlHAN CARA PANEN DAN PERONTOKAN PAD% SERTA KEBUTUHAN PERALATAN DI KECAMATAN JAT!SARI, KARAWANG, JAWA BARAT

WNWLlSlS PEMlLlHAN CARA PANEN DAN PERONTOKAN PAD% SERTA KEBUTUHAN PERALATAN DI KECAMATAN JAT!SARI, KARAWANG, JAWA BARAT WNWLlSlS PEMlLlHAN CARA PANEN DAN PERONTOKAN PAD% SERTA KEBUTUHAN PERALATAN DI KECAMATAN JAT!SARI, KARAWANG, JAWA BARAT Oleh : REKY HENDRAWAN F 26.1347 1995 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. BEBERAPA KIAT PENGOPERASIAN MESIN PERONTOK PADI

I. BEBERAPA KIAT PENGOPERASIAN MESIN PERONTOK PADI 1 I. BEBERAPA KIAT PENGOPERASIAN MESIN PERONTOK PADI Beberapa kiat pengoperasian mesin perontok padi yang akan diuraikan dibawah ini dimaksudkan untuk tujuan dari hasil perancangan mesin perontok tersebut.

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI PADI MENDUKUNG SWASEMBADA BERKELANJUTAN DI SULAWESI SELATAN

TEKNOLOGI PRODUKSI PADI MENDUKUNG SWASEMBADA BERKELANJUTAN DI SULAWESI SELATAN TEKNOLOGI PRODUKSI PADI MENDUKUNG SWASEMBADA BERKELANJUTAN DI SULAWESI SELATAN Astiani Asady, SP., MP. BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BONE 2014 OUT LINE: PENDAHULUAN

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR Oleh : Ir. Indra Gunawan Sabaruddin Tanaman Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman penting karena merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36, 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilaksanakan di lahan sawah irigasi Desa Sinar Agung, Kecamatan Pulau Pagung, Kabupaten Tanggamus dari bulan November 2014 sampai April

Lebih terperinci

Masa berlaku: Alamat : Situgadung, Tromol Pos 2 Serpong, Tangerang Februari 2010 Telp. (021) /87 Faks.

Masa berlaku: Alamat : Situgadung, Tromol Pos 2 Serpong, Tangerang Februari 2010 Telp. (021) /87 Faks. Nama Laboratorium : Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian ; Ir. H. Koes Sulistiadji, M.S. Mekanik Traktor roda empat Pengukuran dimensi : - Dimensi unit traktor IK-SP TR4: 2007 butir 1 - Dimensi

Lebih terperinci

STUDI TEKNO-EKONOMI MESIN TANAM INDO JARWO TRANSPLANTER 2:1 DI KABUPATEN DHARMASRAYA DAN PADANG PARIAMAN

STUDI TEKNO-EKONOMI MESIN TANAM INDO JARWO TRANSPLANTER 2:1 DI KABUPATEN DHARMASRAYA DAN PADANG PARIAMAN STUDI TEKNO-EKONOMI MESIN TANAM INDO JARWO TRANSPLANTER 2:1 DI KABUPATEN DHARMASRAYA DAN PADANG PARIAMAN Study of Techno-Economic of Indo Jarwo Transplanter 2:1 in Dharmasraya and Padang Pariaman Regency

Lebih terperinci

MAKALAH MENGENAL ALAT DAN MESIN PEMANEN PADI

MAKALAH MENGENAL ALAT DAN MESIN PEMANEN PADI MAKALAH MENGENAL ALAT DAN MESIN PEMANEN PADI Dosen Pengampuh : Mahrus Ali S.TP M.Agr Oleh : Nanda Kusuma Arum (14.111.005) Chusnan Muslikin (14.111.010) PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2012 hingga April 2012 di areal lahan hak guna usaha (GU) Divisi I PT PG Laju Perdana Indah site OKU, Palembang,

Lebih terperinci

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A34104064 PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

Gambar 14. Grafik Jumlah Butir per Malai pada Beberapa Varietas Padi

Gambar 14. Grafik Jumlah Butir per Malai pada Beberapa Varietas Padi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Karakteristik Tanaman Padi Tanaman padi memiliki karakteristik yang berbeda-beda sesuai dengan varietas padi. Karakteristik yang dimiliki menjadi suatu kelebihan atau

Lebih terperinci

pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional.

pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional. pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional. 2.2. PENDEKATAN MASALAH Permasalahan yang dihadapi dalam upaya pencapaian surplus 10 juta ton beras pada tahun 2014 dirumuskan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sebuah negara pengekspor beras. Masalah ketahanan pangan akan lebih ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sebuah negara pengekspor beras. Masalah ketahanan pangan akan lebih ditentukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen beras yang besar, tetapi kebutuhan konsumsi beras dan pertumbuhan penduduk yang besar menyebabkan Indonesia tidak mampu menjadi

Lebih terperinci

Mesin Pemanen Jagung Tipe mower

Mesin Pemanen Jagung Tipe mower PEDOMAN PENGGUNAAN DAN PEMELIHARAAN Mesin Pemanen Jagung Tipe mower BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN 2007 I. PEDOMAN PENGGUNAAN MESIN PEMANEN TIPE MOWER 1 Mesin pemanen jagung tipe mower ini

Lebih terperinci

Teknik Penanganan Pascapanen Padi untuk Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling

Teknik Penanganan Pascapanen Padi untuk Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling A R T I K E L Teknik Penanganan Pascapanen Padi untuk Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling Rokhani Hasbullah a dan Anggitha Ratri Dewi b a Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk genus yang meliputi kurang lebih 25 spesies, tersebar di daerah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk genus yang meliputi kurang lebih 25 spesies, tersebar di daerah 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Tanaman Padi Padi termasuk genus yang meliputi kurang lebih 25 spesies, tersebar di daerah tropik dan daerah sub tropik seperti Asia, Afrika, Amerika dan Australia. Menurut

Lebih terperinci

Kode Produk Target : 1.3 Kode Kegiatan :

Kode Produk Target : 1.3 Kode Kegiatan : Kode Produk Target : 1.3 Kode Kegiatan : 1.03.02 PENGEMBANGAN PAKET TEKNOLOGI MESIN PERONTOK PADI LIPAT DI DAERAH TERASERING UNTUK MENEKAN LOSSES DAN MENGURANGI KEJERIHAN KERJA Oleh Koes Sulistiadji Joko

Lebih terperinci

METODE MENEKAN KEHILANGAN HASIL PADI. Sigit Nugraha dan tim. Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian. Jl. Tentara Pelajar 12 Kampus Cimanggu, Bogor

METODE MENEKAN KEHILANGAN HASIL PADI. Sigit Nugraha dan tim. Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian. Jl. Tentara Pelajar 12 Kampus Cimanggu, Bogor METODE MENEKAN KEHILANGAN HASIL PADI Sigit Nugraha dan tim Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian Jl. Tentara Pelajar 12 Kampus Cimanggu, Bogor ABSTRAK Usaha untuk meningkatkan produksi telah berhasil

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN KEDELAI

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN KEDELAI PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN KEDELAI BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PANEN DAN PASKA PANEN KEDELAI A.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. GEBOT (PAPAN PERONTOK PADI)

TINJAUAN PUSTAKA A. GEBOT (PAPAN PERONTOK PADI) II. TINJAUAN PUSTAKA A. GEBOT (PAPAN PERONTOK PADI) Perontokan merupakan tahap penanganan pasca panen setelah pemotongan, penumpukan, dan pengumpulan padi. Pada tahap ini, kehilangan akibat ketidak tepatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman jagung Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika Tengah (Meksiko Bagian Selatan). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini, lalu teknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan komoditas pangan unggulan Provinsi Lampung. Produksi padi yang dihasilkan di Provinsi Lampung secara

Lebih terperinci

REKAYASA ALSINTAN PERONTOK PADI HOLD ON TIPE STRIPPING RASPBAR

REKAYASA ALSINTAN PERONTOK PADI HOLD ON TIPE STRIPPING RASPBAR REKAYASA ALSINTAN PERONTOK PADI HOLD ON TIPE STRIPPING RASPBAR Oleh : Koes Sulistiadji, Rosmeika, Andri Gunanto Balai Besar Pengembangan Mekanisasi pertanian Abstrak Rekayasa Alsintan Perontok Padi Hold

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. barang dan jasa akan terdistribusi dengan jumlah, waktu, serta lokasi yang

TINJAUAN PUSTAKA. barang dan jasa akan terdistribusi dengan jumlah, waktu, serta lokasi yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Rantai Pasok Rantai pasok adalah sekumpulan aktivitas dan keputusan yang saling terkait untuk mengintegrasi pemasok, manufaktur, gudang, jasa transportasi, pengecer,

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI 5.1 PENDAHULUAN Pengembangan usaha pelayanan jasa pengeringan gabah dapat digolongkan ke dalam perencanaan suatu kegiatan untuk mendatangkan

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI MODIFIED MOWER BBPMP UNTUK PEMANENAN PADI DI KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN

UJI PERFORMANSI MODIFIED MOWER BBPMP UNTUK PEMANENAN PADI DI KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN UJI PERFORMANSI MODIFIED MOWER BBPMP UNTUK PEMANENAN PADI DI KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN Performance Test of Modified BBPMP Mower for Planting Rice in Sumbermanjing Wetan Ary Mustofa Ahmad *, Gunomo

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian ini dimulai pada bulan Juni-Agustus 2014 dengan lokasi penelitian

III. METODOLOGI. Penelitian ini dimulai pada bulan Juni-Agustus 2014 dengan lokasi penelitian III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Juni-Agustus 2014 dengan lokasi penelitian bertempat di peternakan kambing di Desa Sumberrejo, Kecamatan Batanghari, Lampung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Varietas Padi

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Varietas Padi II. TINJAUAN PUSTAKA Penanganan pasca panen padi meliputi beberapa tahap kegiatan yaitu penentuan saat panen, pemanenan, penumpukan sementara di lahan sawah, pengumpulan padi di tempat perontokan, penundaan

Lebih terperinci

7. Pencapaian Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi

7. Pencapaian Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi 7. Pencapaian Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Komoditi padi sebagai bahan konsumsi pangan pokok masyarakat, tentunya telah diletakkan sebagai prioritas dan fokus kegiatan program

Lebih terperinci

INFORMASI PRAKTIS PENANGANAN PASCAPANEN KEDELAI. OLeh Ir. I. Ketut Tastra, MS. Informasi Praktis Balitkabi No.:

INFORMASI PRAKTIS PENANGANAN PASCAPANEN KEDELAI. OLeh Ir. I. Ketut Tastra, MS. Informasi Praktis Balitkabi No.: INFORMASI PRAKTIS PENANGANAN PASCAPANEN KEDELAI OLeh Ir. I. Ketut Tastra, MS Informasi Praktis Balitkabi No.:2015-12 Disajikan pada: Workshop Optimalisasi Pengembangan Mekanisasi Usahatani Kedelai Serpong,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. padi jika dibandingkan dengan tanaman-tanaman lainnya seperti tanaman jagung

I. PENDAHULUAN. padi jika dibandingkan dengan tanaman-tanaman lainnya seperti tanaman jagung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan komoditi pangan unggulan di Indonesia sehingga di Indonesia mayoritas petani lebih memilih menanami sawahnya dengan tanaman padi jika dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang dilakukannya penelitian, perumusan dari masalah yang akan diselesaikan, tujuan yang ingin dicapai, pembatasan masalah pada penelitian ini, serta sistematika

Lebih terperinci

Penanganan Susut Panen dan Pasca Panen Padi Kaitannya dengan Anomali Iklim di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta

Penanganan Susut Panen dan Pasca Panen Padi Kaitannya dengan Anomali Iklim di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta Planta Tropika Journal of Agro Science Vol 3 No 2 / Agustus 2015 Penanganan Susut Panen dan Pasca Panen Padi Kaitannya dengan Anomali Iklim di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta DOI 10.18196/pt.2015.046.100-106

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari bulan Februari sampai dengan September 2011. Studi literatur dan pengambilan data sekunder akan dilaksanakan di perpustakaan IPB

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang. Kebutuhan manusia juga semakin banyak yang bergantung dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang. Kebutuhan manusia juga semakin banyak yang bergantung dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Di zaman yang semakin canggih ini, kemajuan teknologi juga semakin pesat berkembang. Kebutuhan manusia juga semakin banyak yang bergantung dengan teknologi, khususnya

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MEKANISASI PERTANIAN

LAPORAN PRAKTIKUM MEKANISASI PERTANIAN LAPORAN PRAKTIKUM MEKANISASI PERTANIAN ACARA V PENGENALAN RICE MILL UNIT Disusun Oleh: Nama : Arif Ardiawan NIM : A1L008062 Rombongan : B Kelompok : 4 KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL

Lebih terperinci

Pedal Thresher dan Pedal Thresher Lipat

Pedal Thresher dan Pedal Thresher Lipat Pedal Thresher dan Pedal Thresher Lipat Oleh : KOES SULISTIADJI **) BALAI BESAR PENGEMBANGAN MEKANISASI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2009 **) Perekayasa Madya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama 16 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama adalah modifikasi alat yang dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup penting keberadaannya di Indonesia. Sektor inilah yang mampu menyediakan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia, sehingga

Lebih terperinci

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH 11:33 PM MASPARY Selain ditanam pada lahan sawah tanaman padi juga bisa dibudidayakan pada lahan kering atau sering kita sebut dengan budidaya padi gogo rancah. Pada sistem

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Oktober 2014 hingga Maret

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

CARA PENGAMBILAN DAN PENENTUKAN LUAS UBINAN SISTEM JARAK TANAMAN LEGOWO

CARA PENGAMBILAN DAN PENENTUKAN LUAS UBINAN SISTEM JARAK TANAMAN LEGOWO CARA PENGAMBILAN DAN PENENTUKAN LUAS UBINAN SISTEM JARAK TANAMAN LEGOWO Metode pengambilan ubinan adalah cara memperkirakan hasil panen per satuan luas yang disebut dengan produktivitas. Satuan produktivitas

Lebih terperinci

SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN Indratmo Soekarno Departemen Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung, email: indratmo@lapi.itb.ac.id, Tlp

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada 27 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada 105 13 45,5 105 13 48,0 BT dan 05 21 19,6 05 21 19,7 LS, dengan

Lebih terperinci

Laporan Tahunan 2015: Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani

Laporan Tahunan 2015: Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani 92 Laporan Tahunan 2015: Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya padi dihadapkan pada beberapa permasalahan,

Lebih terperinci

Perancangan dan Pembuatan Mesin Perontok Padi Untuk Peningkatan Produksi Kelompok Tani Desa Ngadirejo Kromengan Kabupaten Malang

Perancangan dan Pembuatan Mesin Perontok Padi Untuk Peningkatan Produksi Kelompok Tani Desa Ngadirejo Kromengan Kabupaten Malang Perancangan dan Pembuatan Mesin Perontok Padi Untuk Peningkatan Produksi Kelompok Tani Desa Ngadirejo Kromengan Kabupaten Malang Dwi Ana Anggorowati 1,*, Erni Junita Sinaga 2, Anis Artiyani 3 1 Program

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK AgroinovasI PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK Lahan rawa lebak merupakan salahsatu sumberdaya yang potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan pertanian tanaman pangan di Provinsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KONDISI LINTASAN UJI Tanah yang digunakan untuk pengujian kinerja traktor tangan Huanghai DF-12L di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Pertanian, Leuwikopo, IPB adalah

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. (RAK) faktor tunggal dengan perlakuan galur mutan padi gogo. Galur mutan yang

BAB IV METODE PENELITIAN. (RAK) faktor tunggal dengan perlakuan galur mutan padi gogo. Galur mutan yang 17 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini disusun dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktor tunggal dengan perlakuan galur mutan padi gogo. Galur mutan yang diuji

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian yang dilakukan adalah sebagai. a. Pengambilan data tahanan penetrasi tanah

METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian yang dilakukan adalah sebagai. a. Pengambilan data tahanan penetrasi tanah METODE PENELITIAN A. Rangkaian kegiatan Kegiatan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Pengambilan data tahanan penetrasi tanah b. Pengolahan tanah c. Pesemaian d. Penanaman dan uji performansi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Cihideung Ilir merupakan salah satu desa dari 13 (tiga belas) desa yang terdapat di kecamatan Ciampea, dan wilayahnya masuk dalam Kabupaten

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

STRATEGI PENANGANAN PASCA PANEN PADI DI DAERAH PASANG SURUT DAN RAWA LEBAK SUMATERA SELATAN HASBI

STRATEGI PENANGANAN PASCA PANEN PADI DI DAERAH PASANG SURUT DAN RAWA LEBAK SUMATERA SELATAN HASBI STRATEGI PENANGANAN PASCA PANEN PADI DI DAERAH PASANG SURUT DAN RAWA LEBAK SUMATERA SELATAN HASBI PUSAT UNGGULAN RISET PENGEMBANGAN LAHAN SUB OPTIMAL UNIVERSITAS SRIWIJAYA PASCA PANEN PENTING? Gabah adalah

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MESIN PERONTOK PADI BERMOTOR TIPE LIPAT MENGGUNAKAN DRUM GIGI PERONTOK TIPE STRIPPING RASPBAR

RANCANG BANGUN MESIN PERONTOK PADI BERMOTOR TIPE LIPAT MENGGUNAKAN DRUM GIGI PERONTOK TIPE STRIPPING RASPBAR Jurnal Enjiniring Pertanian RANCANG BANGUN MESIN PERONTOK PADI BERMOTOR TIPE LIPAT MENGGUNAKAN DRUM GIGI PERONTOK TIPE STRIPPING RASPBAR (Design of The Folded Rice Powered Thresher Using Stripper Raspbar)

Lebih terperinci

UJI KINERJA DAN ANALISIS BIAYA TRENCHER BERTENAGA TRAKTOR RODA EMPAT UNTUK PEMBUATAN PARIT PADA TANAH PADAS DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA X JEMBER

UJI KINERJA DAN ANALISIS BIAYA TRENCHER BERTENAGA TRAKTOR RODA EMPAT UNTUK PEMBUATAN PARIT PADA TANAH PADAS DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA X JEMBER UJI KINERJA DAN ANALISIS BIAYA TRENCHER BERTENAGA TRAKTOR RODA EMPAT UNTUK PEMBUATAN PARIT PADA TANAH PADAS DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA X JEMBER Yuan Septia 1, Siswoyo Soekarno 1, Ida Bagus Suryaningrat

Lebih terperinci

BUDIDAYA PADI RATUN. Marhaenis Budi Santoso

BUDIDAYA PADI RATUN. Marhaenis Budi Santoso BUDIDAYA PADI RATUN Marhaenis Budi Santoso Peningkatan produksi padi dapat dicapai melalui peningkatan indeks panen dan peningkatan produksi tanaman setiap musim tanam. Padi Ratun merupakan salah satu

Lebih terperinci

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3 Nomor persilangan : BP3448E-4-2 Asal persilangan : Digul/BPT164-C-68-7-2 Golongan : Cere Umur tanaman : 110 hari Bentuk tanaman : Sedang Tinggi tanaman : 95

Lebih terperinci

Mulai. Merancang bentuk alat. - Menentukan dimensi alat - Menghitung daya yang diperlukan - Menghitung kecepatan putaran alat Menggambar alat

Mulai. Merancang bentuk alat. - Menentukan dimensi alat - Menghitung daya yang diperlukan - Menghitung kecepatan putaran alat Menggambar alat Lampiran 1. Flowchart penelitian Mulai Merancang bentuk alat - Menentukan dimensi alat - Menghitung daya yang diperlukan - Menghitung kecepatan putaran alat Menggambar alat Memilih bahan yang akan digunakan

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ALAT MESIN HAMMER MILL UNTUK PENGOLAHAN JAGUNG PAKAN

RANCANG BANGUN ALAT MESIN HAMMER MILL UNTUK PENGOLAHAN JAGUNG PAKAN RANCANG BANGUN ALAT MESIN HAMMER MILL UNTUK PENGOLAHAN JAGUNG PAKAN Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Email: zulnadiujeng@gmail.com ABSTRAK Dalam rangka mempertahankan usaha peternak ayam di Kabupaten

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro, 20 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro, Desa Rejomulyo Kecamatan Metro Selatan Kota Metro dengan ketinggian

Lebih terperinci

Pertemuan ke-13. A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa

Pertemuan ke-13. A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa Pertemuan ke-13 A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa akan dapat menentukan jenis tenaga dan mesin peralatan yang layak untuk diterapkan di bidang pertanian. 2. Khusus

Lebih terperinci