MINAPOLITAN BERBASIS BUDIDAYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MINAPOLITAN BERBASIS BUDIDAYA"

Transkripsi

1 RISET PENGEMBANGAN MODEL MINAPOLITAN BERBASIS BUDIDAYA Tim: Agus Heri Purnomo, Hikmah, Rani Hafsaridewi, Tikkyrino Kurniawan, Tenny Apriliani, i Nensyana Safitri, i HertriaMaharani, i Sapto Adi Pranowo BALAI BESAR RISET SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN RISET KELAUTAN DAN PERIKANAN 2010

2 LAPORAN AKHIR TAHUN Riset Minapolitan Berbasis Budidaya Judul Riset: PENGEMBANGAN MODEL MINAPOLITAN BERBASIS BUDIDAYA TIM PENELITI: AGUS HERI PURNOMO HIKMAH RANI HAFSARIDEWI TENNY APRILIANI TIKKYRINO KURNIAWAN SAPTO ADI PRANOWO HERTRIA MAHARANI PUTRI NENSYANA SAFITRI RIESTI TRIYANTI BALAI BESAR RISET SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN RISET KELAUTAN DAN PERIKANAN 2010

3 LEMBAR PENGESAHAN Lembaga Riset : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Nama Proyek : Bagian Proyek Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Judul Proposal : Riset Minapolitan Berbasis Budidaya Judul Kegiatan : Riset Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya Status : Baru Tahun Anggaran : 2010 Biaya : Rp Penanggung Jawab RPTP : Dr. Agus Heri Purnomo Wakil Penanggung Jawab : Hikmah, S.Pi, M.Si Penanggung Jawab RPTP Wakil Penanggung Jawab Dr. Agus Heri Purnomo, M.Sc. Hikmah, S.Pi, M.Si. NIP NIP Mengetahui: Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Dr. Agus Heri Purnomo, M.Sc. NIP Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya iii

4 DAFTAR ISI LAPORAN AKHIR TAHUN... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... xi EXECUTIVE SUMMARY... xii I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG TUJUAN KELUARAN... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wilayah Dan Pengembangan Wilayah Konsep Pengembangan Minapolitan Tujuan Dan Sasaran Pengembangan Kawasan Minapolitan Syarat-Syarat Dalam Usaha Pengembangan Kawasan Minapolitan Model Minapolitan Yang Sudah Ada III. METODOLOGI Kerangka Pikir dan Ruang Lingkup Penelitian Kerangka Pemikiran Model Existing Model Konseptual Ruang Lingkup Kerangka Pentahapan Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Wilayah dan baseline survei sosek Kabupaten Malang Kabupaten Boyolali Kota Palangkaraya Kabupaten Gowa Kabupaten Bogor Kabupaten Gresik Kabupaten Jambi Kabupaten Kotawaringin Barat Identifikasi Permasalahan Penerapan Minapolitan (Aspek-aspek generik dan aspek-aspek khusus kesesuaian lokasi, maupun komoditas yang dikembangkan) Kabupaten Malang Kabupaten Boyolali Kotamadya Palangkaraya Kabupaten Gowa Kabupaten Bogor Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya iv

5 Kabupaten Gresik Kabupaten Jambi Kabupaten Kotawaringin Barat Analisis Peluang Perbaikan Terkait dengan Permasalahan Aspek-Aspek Generik dan Aspek Khusus dalam Penerapan Minapolitan Aspek Kelembagaan Aspek Sumberdaya dan Tata Ruang Aspek Kemasyarakatan dan Bisnis Aspek Kebijakan dan Governance Aspek Infrastruktur Model Praktikal Model Praktikal Kabupaten Malang Model Praktikal Kabupaten Boyolali Model Praktikal Kabupaten Kota Palangkaraya Model Praktikal Kabupaten Gowa Model Praktikal Kabupaten Bogor Model Praktikal Kabupaten Gresik Model Praktikal Kabupaten Jambi Model Praktikal Kabupaten Kotawaringin Barat Perspektif Model Aktual Minapolitan (Rekomendasi Kebijakan) V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Arahan Kebijakan DAFTAR PUSTAKA Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya v

6 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kerangka Klasifikasi Konsep Wilayah... 6 Gambar 2. Pola Pikir Pembentukan Minapolitan Usaha Perikanan Tangkap Gambar 3. Tahapan Pembangunan & Pengembangan Minapolitan Perikanan Tangkap Gambar 4. Mekanisme Minapolitan Pesisir Gambar 5. Kerangka Pikir Penelitian Gambar 6. Model Existing (Diadopsi dari Model Rustiadi E dan Hadi S, 2008) Gambar 7. Kerangka Model Konseptual Minapolitan Gambar 8. Tahapan Penelitian Gambar 9. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kota Palangkaraya Gambar 10. Perkembangan Produksi Perikanan Darat Perikanan di Kabupaten Gowa, Tahun Gambar 11. Jenis Mata Pencaharian Masyarakat Kabupaten Bogor Gambar 12. Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten Kotawaringin Barat tahun Gambar 13. Jalur distribusi benih dan pemasaran hasil produksi ikan Gambar 14. Jalur Distrubusi Sarana Input Produksi dan Pemasaran Ikan Lele di Kawasan Minapolitan Gambar 15. Saluran Pemasaran Benih dan Ikan di Kabupaten Gowa Gambar 16. Jalur Distrubusi Sarana Input Produksi dan Pemasaran Komoditas Unggulan di Calon Kawasan Minapolitan Gambar 17. Saluran Pemasaran Benih dan Ikan di Kabupaten Jambi Gambar 18. Model Praktikal Minapolitan Kabupaten Malang Gambar 19. Model Praktikal Minapolitan Kabupaten Boyolali Gambar 20. Model Perspektif Minapolitan di Kota Palangkaraya Gambar 21. Model Praktikal Minapolitan Kabupaten Gowa Gambar 22. Model Praktikal Kabupaten Bogor Gambar 23. Model praktikal Kabupaten Gresik Gambar 24. Model Perspektif Minapolitan di Kabupaten Batanghari Gambar 25. Model Perspektif Minapolitan di Kabupaten Kotawaringin Barat Gambar 26. Perspektif Perbaikan Model Aktual Minapolitan Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya vi

7 DAFTAR TABEL Tabel 1. Integrasi Komponen Pendukung Minapolitan Pesisir Tabel 2. Kronologi Pengumpulan Data, Pengolahan Data dan Interpretasi Tabel 3. Luas wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Malang Tahun Tabel 4. Luas Penggunaan Lahan di Kawasan Minapolitan dan Hinterland Kabupaten Malang Tabel 5. Total Produksi Perikanan di Kabupaten Malang Tahun Tabel 6. Produksi Perikanan Berdasarkan jenis Perairan di Kabupaten Malang Tahun Tabel 7. Nilai Produksi Perikanan di Kabupaten Malang tahun Tabel 8. Produksi Ikan Olahan di Kabupaten Malang tahun Tabel 9. Jumlah Pembudidaya Ikan pada tahun Tabel 10. Jumlah kelompok pembudidaya di Kecamatan Wajak tahun Tabel 11. Permasalahan Budidaya di Kabupaten Malang Tabel 12. Kepadatan Penduduk di Kawasan Minapolitan Tabel 13. Tingkat Pendidikan Masyarakat di Kawsan Minapolitan Tabel 14. Lapangan Pekerjaan Masyarakat di Kawasan Minapolitan Tabel 15. Penggunaan Tanah Di Kawaan Minapolitan Tabel 16. Produksi Perikanan Tangkap PUD Tabel 17. Produksi Perikanan Budidaya Menurut Jenis dan Asalnya Tabel 18. Produksi Perikanan Budidaya di Kawasan Minapolitan Kabupaten Boyolali Tabel 19. Produksi Benih Ikan di Kawasan Minapolitan Tabel 20. Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Kabupaten Boyolali Tabel 21. Kelompok Unit Pembenihan Rakyat Kabupaten Boyolali Tabel 22. Sarana Pendidikan Di Kawasan Minapolitan Kabupaten Boyolali Tahun Tabel 23. Sarana Kesehatan Di Kawasan Minapolitan Kabupaten Boyolali Tahun Tabel 24. Sarana Peribadatan Di Kawasan Minapolitan Kab. Boyolali Tahun Tabel 25. Prasarana Perhubungan di Kawasan Minapolitan Kabupaten Boyolali Tahun Tabel 26. Panjang Jalan Yang Dikelola Pemerintah Kabupaten Boyolali Tahun Tabel 27. Luas Wilayah per kecamatan di Kota Palangkaraya Tabel 28. Pemanfaatan Wilayah Kota Palangkaraya Tabel 29. Luas wilayah, jumlah Penduduk, Jumlah KK dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan Sebangau Tabel 30. Struktur Penduduk Kota Palangkaraya Menurut Umur, tahun Tabel 31. Jumlah Penduduk 10 Tahun ke Atas Menurut Tingkat Pendidikan yang ditamatkan dan Jenis Kelaminnya Tabel 32. Jumlah Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jenis Kelamin Tabel 33. Kondisi Geografis dan Kegiatan Ekonomi Masyarakat di Kabupaten Palangkaraya Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya vii

8 Tabel 34. Orbitasi dan Sumber Air Minum Per Kelurahan di Kabupaten Palangkaraya Tabel 35. Produksi Perikanan Menurut Kabupaten Kota (Ton) Tabel 36. Produksi Perairan Umum dan Budidaya Tiga tahun Terakhir di Kota Palangkaraya ( ) Tabel 37. Luas dan Pembagian Daerah Admnistrasi Kabupaten Gowa Tabel 38. Jumlah Penduduk, Rumah Tangga, dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Gowa Tabel 39. Luas dan Jenis Penggunaan Lahan dalam Kawasan Tabel 40. Luas dan Poduksi Perikanan Darat Kabupaten Gowa Tabel 41. Luas dan Produksi Perikanan Budidaya dalam Kawasan Tabel 42. Jumlah RTP dalam Kawasan Tabel 43. Luas Wilayah dan Jumlah Desa dalam Kawasan Tabel 44. Sarana Pendidikan Di Kawasan Minapolitan Kabupaten Gowa Tahun Tabel 45. Sarana Kesehatan Di Kawasan Minapolitan Kabupaten Gowa Tahun Tabel 46. Sarana Peribadatan Di Kawasan Minapolitan Kabupaten Gowa Tahun Tabel 47. Wewenang Pemerintah Menurut Jenis Permukaannya dan Kondisi di Kabupaten Gowa Tahun 2007 (dalam Kilometer) Tabel 48. Penyebaran Potensi lahan Perikanan Tabel 49. Perkembangan Produksi Perikanan di Kabupaten Bogor Tahun Tabel 50. Pencapaian Produksi Perikanan Tahun Tabel 51. Perkembangan Produksi Ikan Konsumsi di Kabupaten Bogor Tahun Tabel 52. Penyebaran Aktifitas Budidaya Ikan Tabel 53. Perkembangan Produksi Benih Ikan di kabupaten Bogor Tahun Tabel 54. Jumlah Pelaku Usaha di Kabupaten Bogor Tabel 55. Jumlah kelompok pembudidaya di Kabupaten Bogor tahun Tabel 56. Lembaga keuangan di daerah Minapolitan Kabupaten Bogor Tabel 57. Produksi Perikanan Kec. Sidayu dibanding dengan Kecamatan lain Tahun Tabel 58. Jumlah Penduduk Masing-Masing Desa Berdasarkan Kepala Keluarga dan Jenis Kelamin Tabel 59. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Kabupaten Gresik. 95 Tabel 60. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan di Kabupaten Gresik Tabel 61. Jumlah Penduduk Pada Masing-Masing Desa berdasarkan Tingkat Pendidikan Tabel 62. Jumlah Sarana Pendidikan di Kabupaten Gresik Tabel 63. Jumlah Sarana Peribadatan di Kabupaten Gresik Tabel 64. Keadaan Perumahan Penduduk di Kabupaten Gresik Tabel 65. Luasan Areal Penggunaan Lahan di Kabupaten Gresik Tabel 66. Luasan Tambak Di Kecamatan Sidayu, Tabel 67. Nama dan Panjang Sungai/Saluran Tambak di Kecamatan Sidayu, Tahun Tabel 68. Potensi Pengolahan Ikan Kecamatan Sidayu di Kabupaten Gresik Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya viii

9 Tabel 69. Data Produksi Perikanan Tangkap Laut dan Perairan Umum di Kecamatan Sidayu, Tabel 70. Produksi Perikanan Tambak Air Payau Kecamatan Sidayu Tahun Tabel 71. Produksi Perikanan Tambak Air Tawar di Kecamatan Sidayu Tahun Tabel 72. Produksi Pengolahan Ikan di Kecamatan Sidayu Tahun Tabel 73. Kelompok Pembudidaya Ikan Sektor di Kecamatan Sidayu Tabel 74. Luas dan Jarak ke Ibukota di Masing-masing Desa di Kawasan Minapolitan Tabel 75. Luas Areal, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Masing-masing Desa di Kawasan Minapolitan, tahun Tabel 76. Jumlah KK berdasarkan Tingkat Kesejahteraan Keluarga Tabel 77. Penggunaan Lahan di Kecamatan Pemayung Tahun Tabel 78. Perkembangan Poduksi Perikanan Kecamatan Pemayung Tabel 79. Penduduk di Kotawaringin Barat berdasarkan budidaya yang dilakukan (orang) Tabel 80. Jumlah luasan lahan pada setiap kecamatan dan tiap tipologi budidaya di Kabupaten Kotawaringin Barat (unit/hektar) Tabel 81. Produksi Ikan Berdasarkan Jenis Usaha di Kabupaten Kobar, Tahun Tabel 82. Jenis Hasil Produksi di Kabupaten Kotawaringin Barat Tabel 83. Kondisi Permasalahan Aspek Generik di Kabupaten Malang Tabel 84. Biaya untuk Usaha Pembenihan Tabel 85. Kondisi Permasalahan Aspek Khusus Tabel 86. Kondisi Permasalahan Aspek Generik di Kabupaten Boyolali Tabel 87. Kondisi Permasalahan Aspek Khusus di Kabupaten Boyolali Tabel 88. Struktur Biaya Budidaya Lele Dalam Satu Siklus Produksi Tabel 89. Kondisi Permasalahan Aspek Generik di Kabupaten Palangkaraya Tabel 90. Kondisi Permasalahan Aspek Khusus di Kotamadya Palangkaraya Tabel 91. Biaya untuk Usaha Pembenihan Tabel 92. Kondisi Permasalahan Aspek Generik Tabel 93. Kondisi Permasalahan Aspek Khusus Tabel 94. Struktur Biaya Budidaya Ikan Mas dan Nila di Kabupaten Gowa Tabel 95. Kondisi Permasalahan Aspek Generik di Kabupaten Bogor Tabel 96. Analisis usaha pembenihan ikan lele di Kabupaten Bogor Tabel 97. Kondisi Permasalahan Aspek Khusus Tabel 98. Kondisi Permasalahan Aspek Generik di Kabupaten Gresik Tabel 99. Struktur Biaya Budidaya Udang dan Bandeng, Tabel 100. Kondisi Permasalahan Aspek Khusus di Kabupaten Gresik Tabel 101. Kondisi Permasalahan Aspek Generik di Kabupaten Jambi Tabel 102. Kondisi Permasalahan Aspek Khusus di Kabupaten Jambi Tabel 103. Kondisi Permasalahan Aspek Generik di Kabupaten Kotawaringin Barat Tabel 104. Kondisi Permasalahan Aspek Khusus di Kabupaten Kotawaringin Barat Tabel 105. Evaluasi Kondisi eksisting, permasalahan dan Peluang Perbaikan Kelembagaan di Lokasi Minapolitan Tabel 106. Evaluasi Kondisi eksisting, permasalahan dan Peluang Perbaikan Sumberdaya dan Tata Ruang di Lokasi Minapolitan Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya ix

10 Tabel 107. Evaluasi Kondisi eksisting, permasalahan dan Peluang Perbaikan Aspek Masyarakat dan Bisnis di Lokasi Minapolitan Tabel 108. Evaluasi Kondisi eksisting, permasalahan dan Peluang Perbaikan Aspek Kebijakan dan Governance di Lokasi Minapolitan Tabel 109. Evaluasi Kondisi eksisting, permasalahan dan Peluang Perbaikan Aspek Infrastruktur di Lokasi Minapolitan Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya x

11 DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1. NOTULEN FOCUS GROUP DISSCUSION - MINAPOLITAN KABUPATEN BOYOLALI; KAMIS, 23 SEPTEMBER LAMPIRAN 2. NOTULEN FOCUS GROUP DISSCUSION- MINAPOLITAN KOTA PALANGKARAYA; KAMIS, 12 JULI LAMPIRAN 3. NOTULEN FOCUS GROUP DISSCUSION- MINAPOLITAN KABUPATEN GOWA; KAMIS, 21OKTOBER LAMPIRAN 4. NOTULEN FOCUS GROUP DISSCUSION- MINAPOLITAN KABUPATEN GRESIK; KAMIS, 14 OKTOBER LAMPIRAN 5. NOTULENSI FOCUS GROUP DISSCUSION RISET PENGEMBANGAN MODEL MINAPOLITAN DI KABUPATEN BATANGHARI; BATANGHARI, 28 OKTOBER LAMPIRAN 6. NOTULENSI FOCUS GROUP DISSCUSION RISET PENGEMBANGAN MODEL MINAPOLITAN DI KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT; SELASA, 28 SEPTEMBER LAMPIRAN 7. FOTO KABUPATEN MALANG LAMPIRAN 8. FOTO KABUPATEN BOYOLALI LAMPIRAN 9. FOTO KOTA PALANGKARAYA LAMPIRAN 10. FOTO KABUPATEN GOWA LAMPIRAN 11. FOTO KABUPATEN BOGOR LAMPIRAN 12. FOTO KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya xi

12 EXECUTIVE SUMMARY Paradigma pembangunan saat ini yang lebih cenderung terbatas pada pembangunan perkotaan dan menyebabkan sedang bergeser ke paradigma yang mengedepankan kesetaraan kota dan desa. Sebagai contoh saat ini berkembang gagasan untuk memacu perkembangan desa-desa perikanan melalui perbaikan aspek-aspek pendukung yang diperlukan batasan tersebut adalah minapolitan. Melalui pengembangan minapolitan, diharapkan terjadi interaksi positif yang kuat pada sistem usaha antara pusat pusat produksi dengan pusat kawasan, dimana produk perikanan diolah dan dipasarkan. Melalui pendekatan minapolitan diharapkan pula perkembangan yang terjadi pada sistem usaha akan mendorong akumulasi nilai tambah yang selanjutnya akan memperkuat sistem permukiman di desa perikanan. Pengembangan kawasan minapolitan yang merupakan pengembangan berbasis kawasan perikanan tidak bisa terlepas dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. RTRWN yang merupakan matra spasial yang menjadi kesepakatan bersama. Karenanya RTRWN merupakan acuan penting bagi pengembangan kawasan minapolitan. Mengacu pada kesepakatan bersama tersebut semua pihak yang terkait dengan pengembangan kawasan minapolitan harus mengindahkan keberadaan RTRWN dalam desain-desain maupun implemantasinya. Hal ini penting dalam rangka mewujudkan pembangunan yang serasi, seimbang dan terintegrasi. Konsep minapolitan yang diadopsi dari agropolitan belum teruji di lapangan, sedangkan yang diterapkan minapolitan masih terfokus pada sistem produksi/usaha. Dari konsep ini perlu disesuaikan dengan keragaman tipologi budidaya kolam, tambak dan keramba jaring apung (KJA). Untuk mendukung kebijakan KKP tersebut, maka perlu dilakukan kajian model minapolitan dengan tujuan menganalisis potensi, tingkat perkembangan kawasan dan keberlanjutan untuk pengembangan minapolitan budidaya, membangun model pengembangan kawasan minapolitan budidaya secara berkelanjutan, dan merumuskan kebijakan dan skenario strategi pengembangan kawasan minapolitan budidaya. Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi permasalahan penerapan minapolitan di lokasi-lokasi minapolitan (aspek-aspek generik dan aspek-aspek khusus, kesesuaian lokasi, maupun komoditas yang dikembangkan) sebagaimana dipersyaratkan dalam model konseptual 2. Menganalisis peluang perbaikan terkait dengan permasalahan aspek-aspek generik dan aspek khususu dalam penerapan program minapolitan 3. Melakukan sintesa perbaikan kerangka model konseptual minapolitan 4. Merumuskan model praktikal pengembangan minapolitan budidaya Metoda penelitian yang digunakan antara lain: menggunakan metoda survey lapangan, dengan pendekatan expert consultation, Focus Group Discussions (FGD) dan critical analysis. Secara actual, konsep model minapolitan yang telah di tetapkan dalam buku pedoman pelakasaan minapolitan sudah detail komprehensif. Dalam buku pedoman umum pengembangan kawasan minapolitan yang dikeluarkan oleh dirjen budidaya- Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya xii

13 KKP dinyatakan bahwa tujuan pengembangan Kawasan Minapolitan adalah untuk mendorong percepatan pengembangan wilayah dengan kegiatan perikanan sebagai kegiatan utama dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat dengan mendorong keterkaitan desa dan kota dan berkembangnya sistem dan usaha minabisnis yang berdaya saing berbasis kerakyatan, berkelanjutan (tidak merusak lingkungan) dan terdesentralisasi (wewenang berada di Pemerintah Daerah dan Masyarakat) di Kawasan Minapolitan. Dengan berkembangnya system dan usaha minabisnis maka di Kawasan Minapolitan tersebut tidak saja dibangun usaha budidaya (on farm) saja tetapi juga off farm nya yaitu usaha minabisnis hulu (pengadaan sarana perikanan) dan jasa penunjangnya, sehingga akan menggurangi kesenjangan kesejahteraan pendapatan antar masyarakat, mengurangi kemiskinan dan mencegah terjadinya urbanisasi tenaga produktif, serta akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selanjutnya, dinyatakan bahwa persyaratan Kawasan Minapolitan sebagai berikut: 1. Memiliki sumberdaya lahan/ perairan yang sesuai untuk pengembangan komoditas perikananan yang dapat dipasarkan atau telah memiliki pasar (komoditas unggulan), serta berpotensi atau telah berkembang diversifikasi usaha dari komoditas unggulannya. Pengembangan kawasan tersebut tidak saja menyangkut kegiatan budidaya perikanan (on farm) tetapi juga kegiatan off farmnya; yaitu mulai pengadaan sarana dan prasarana perikanan (benih, pakan, obat-obatan dsb) kegiatan pengolahan hasil perikanan sampai dengan pemasaran hasil perikanan serta kegiatan penunjang (pasar hasil, industri pengolahan, minawisata dsb); 2. Memiliki berbagai sarana dan prasarana Minabisnis yang memadai untuk mendukung pengembangan system dan usaha Minabisnis yaltu: - Pasar, baik pasar untuk hasil-hasil perikanan, pasar sarana perikanan (pakan, obat-obatan dsb), maupun pasar jasa pelayanan termasuk pasar lelang, cold storage dan prosessing hasil perikanan sebelum dipasarkan; - Lembaga keuangan (perbankan dan non perbankan) sebagai sumber modal untuk kegiatan minabisnis; - Memiliki kelembagaan pembudidaya ikan (kelompok UPP) yang dinamis dan terbuka pada inovasi baru, yang diharapkan dapat berfungsi sebagai Sentra Pembelajaran dan Pengembangan Minabisnis (SPPM). Kelembagaan pembudidaya disamping sebagai pusat pembelajaran (pelatihan), juga diharapkan kelembagaan pembudidaya ikan dengan pembudidaya ikan disekitarnya merupakan Inti-Plasma dalam usaha minabisnis; - Balai benih Ikan (BBI), Unit Pembenihan Rakyat (UPR), dsb yang berfungsi sebagai penyumpai induk dan penyedia benih untuk kelangsungan kegiatan budidaya ikan. - Penyuluhan dan bimbingan teknologi minabisnis, untuk mengembangkan teknologi tepat guna yang cocok untuk daerah Kawasan Minapolitan; - Jaringan jalan yang memadai dan aksesibilitas dengan daerah lainnya ser:ta sarana irigasi, yang kesemuanya untuk mendukung usaha perikanan yang effisien. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya xiii

14 3. Memiliki sarana dan prasarana umum vang memadai seperti transportasi, jaringan listrik, telekomunikasi, air bersih dll; 4. Memiliki sarana dan prasarana kesejahteraan sosial/masyarakat yang memadai seperti kesehatan, pendidikan, kesenian, rekreasi, perpustakaan, swalayan dll; 5. Kelestarian lingkungan hidup baik kelestarian sumberdaya alam, kelestarian sosial budaya maupun keharmonisan hubungan kota dan desa terjamin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi perikanan pada lokasi penelitian sangat mendukung untuk dilaksanakan pengembangan program minapolitan. Namun dari potensi yang ada, masih ada permasalahan dan kendala yang teridentifikasi dalam pelaksanaan mianpolitan. Permasalahan yang teridentifikasi aspek-aspek generik dan aspek khusus. Dari berbagai permasalahan yang teridentifikasi aspek-aspek generik, aspek kunci yang sering muncul pada setiap lokasi yang dikaji adalah aspek kebijakan dan governance. Permasalahan ini bersumber pada kurangnya pemahaman pemerintah daerah tentang konsep minapolitan. Sehingga dalam implementasi program minapolitan tidak sejalan dengan yang dipersyaratkan model kawasan minapolitan. Permasalahan-permasalahan dalam aspek kebijakan dan governance antara lain: - Kurangnya koordinasi antar instansi baik pusat, pemerintah daerah dan dinasdinas terkait untuk mendukung minapolitan - Kurangnya komitmen pemerintah daerah dalam melaksanakan minapolitan. - Pemerintah daerah masih memahami bahwa minapolitan adalah proyek dari pusat dan akan mendapatkan anggaran dari pusat. - Penentuan lokasi minapolitan belum memenuhi persyaratan berdasarkan kondisi eksiting dan potensi yang ada (adanya sentra kegiatan produksi, pengolahan dan pemasaran oleh sebagian besar kelompok masyarakat setempat di lokasi minapolitan). Aspek sumberdaya dan tata ruang merupakan kendala yang utama disamping aspek kebijakan. sebagian besar daerah belum memiliki RTRW, RPIJM, dan masterplan, bahkan ada yang belum menentukan lokasi sentra minpolis. Aspek lain yang mempengaruhi keberhasilan pelaksaan minapolitan adalah aspek kelembagaan: permasalahan kelembagaan yang teridentifikasi di beberapa lokasi penelitian adalah kelembagaan penyuluh perikanan. Penyuluh perikanan kurang aktif dan inisiatif dalam memberikan penyuluhan tentang teknologi baru. Masih kurangnya pembinaan dari dinas terkait dalam pengembangan iptekmas. Di samping itu, dari sisi aspek masyarakat dan bisnis, terkait dengan teknis juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan minapolitan. Permasalahan yang paling selalu teridentifikasi di beberapa lokasi penelitian adalah: - Harga input pakan yang terlalu tinggi sehingga pembudidaya sering merugi dalam usaha budidaya - Segmen pasar terbatas dan belum ada kebijakan pengembangan minabisnis beroreintasi industri dan berbahan baku lokal - Permasalahan pemasaran pada saat produksi ikan booming harga ikan turun - Tingkat kematian ikan yang tinggi disebabkan lingkungan usaha kurang kondusif. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya xiv

15 Hasil survey menunjukkan adanya tingkat kematian sampai persen di kolam lele Boyolali dan di karamba sungai kota Palangkaraya. Aspek lain yang mempengaruhi penerapan model minapolitan adalah aspek infrastruktur. Berdasarkan hasil penelitian, ketersediaan infrastruktur tertutama sarana pendukung usaha perikanan seperti: - Sarana Balai benih ikan untuk memenuhi kebutuhan benih lokal - Belum adanya pabrik pembuatan pakan sebagai sarana yang mendukung kegiatan produksi usaha budidaya ikan. Sarana input pabrik pakan yang masih belum tersedia di kawasan-kawasan minapolitan. - Sarana pemasaran untuk penjualan ikan olahan (showroom/toko) - Peralatan yang digunakan untuk industri pengolahan ikan masih berbasis tradisional, teknologi sederhana, punya kesan tidak higienis dan kurang tahan lama Perspektif model aktual kawasan minapolitan disarankan tetap mengacu pada model yang sudah ada, namun perlu memperhatikan beberapa aspek yang menjadi permasalahan dan kendala dalam pelaksanaan minapoltan. Selanjutnya memerlukan komitmen awal, konsistensi serta perubahan mendasar dalam pembangunan oleh pemerintah daerah. Jika hal-hal tersebut tidak dipenuhi maka secara umum keberhasilan penerapan konsep minapolitan relatif kecil. Berdasarkan kondisi dan permasalahan yang ada, implementasi dan pentahapan pengembangan model minapolitan yang diimplementasikan: Tahap Pertama, Sosialisasi program minapolitan ke seluruh daerah yang telah ditetapkan dalam SK Ditjen budidaya menjadi kawasan minapolitan yang melibatkan kepala daerah, dinas-dinas terkait seperti dinas kelautan dan perikanan, dinas pekerjaan umum, dinas pendidikan, dinas kesehatan dan dinas terkait lainnya sehingga pemahaman tentang konsep minapolitan dapat diterima dengan jelas. Tahap Kedua adalah mengidentifikasi daerah-daerah yang paling siap dan memenuhi atau minimal mendekati persyaratan sebagaimana yang persyaratkan dalam model minapolitan. Sehingga dalam implementasinya permasalahan dan kendala yang ada dapat diminimalisir. Tahap Ketiga, melakukan uji coba model minapolitan di beberapa lokasi yang dinilai sudah siap dan memenuhi persyaratan minapolitan sebagai lokasi percontohan. Hal ini perlu dibarengi dengan komitmen pemerintah daerah untuk mendukung pengembangan minapolitan baik dalam hal APBD atau pendanaan lain yang sah. Sehingga dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi dapat berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat. Pada tahap ini perlu memperbaiki aspek-aspek yang menjadi kendala dalam implementasi model minapolitan yaitu; aspek kebijakan dan governance, aspek kelembagaan, aspek masyarakat dan minabisnis, aspek sumberdaya dan tata ruang dan aspek infrastruktur. Implementasi dan pentahapan pengembangan model minapolitan yang diimplementasikan adalah: Tahap Pertama, Sosialisasi program minapolitan ke seluruh daerah yang telah ditetapkan dalam SK ditjen budidaya menjadi kawasan minapolitan. Tahap Kedua, selanjutnya adalah mengidentifikasi daerah-daerah yang paling siap dan memenuhi atau minimal mendekati persyaratan sebagaimana yang persyaratkan dalam model minapolitan. Tahap Ketiga, melakukan uji coba model Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya xv

16 minapolitan di beberapa lokasi yang dinilai sudah siap dan memenuhi persyaratan minapolitan sebagai lokasi percontohan. Tahap keempat, mengimplementasikan model minapolitan ke seluruh daerah yang telah ditetapkan menjadi kawasan minpolitan. Arahan kebijakan yang disarankan adalah: 1. Sosialisasi program minapolitan ke seluruh daerah yang ditetapkan menjadin kawasan minapolitan 2. Mendorong pemerintah daerah yang telah ditetapkan sebagai lokasi minapolitan untuk membuat RTRW, RIPJM dan masterplan minapolitan 3. Memfasilitasi pembentukan dan penguatan kelembagaan penyuluhan, permodalan dan pemasaran 5. Memfasilitasi program percepatan penguasaan teknologi dan ketrampilan wirausaha kepada masyarakat Memfasilitasi program pembangunan infrastruktur terutama yang berhubungan langsung dengan produksi ikan antara lain sarana dan prasarana BBI. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya xvi

17 I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kesenjangan antara kawasan perkotaan dan perdesaan serta kemiskinan di perdesaan telah memunculkan pemikiran diberbagai kalangan untuk mendorong upaya-upaya pembangungan di kawasan perdesaan. Meskipun demikian kenyataan menunjukkan bahwa sejauh ini, pendekatan pengembangan kawasan perdesaan seringkali terpisah dari perencanaan pengembangan kawasan perkotaan. Hal ini telah mengakibatkan terjadinya proses urban bias yaitu pengembangan kawasan perdesaan yang pada awalnya ditujukan untuk meningkatkan kawasan kesejahteraan masyarakat perdesaan justru berakibat sebaliknya yaitu tersedotnya potensi perdesaan ke perkotaan baik dari sisi sumber daya manusia, alam, bahkan modal (Douglas, 1998). Sementara menurut Saragih (2001), ketimpangan pembangunan dan pendapatan antara perkotaan dan perdesaan menimbulkan fenomena demografi yang kurang menguntungkan seperti menguatnya arus urbanisasi dan migrasi dari wilayah tertinggal ke wilayah maju. Wilayah perdesaan tetap tertinggal dan mengalami gejala menderita pelarian sumberdaya manusia (brain-drain) dan pelarian kapital (capital flight) yang apabila tidak dihentikan akan semakin memperbesar kesenjangan ekonomi dan pembangunan. Paradigma pembangunan saat ini yang lebih cenderung terbatas pada pembangunan perkotaan dan menyebabkan sedang bergeser ke paradigma yang mengedepankan kesetaraan kota dan desa. Sebagai contoh saat ini berkembang gagasan untuk memacu perkembangan desa-desa perikanan melalui perbaikan aspekaspek pendukung yang diperlukan batasan tersebut adalah minapolitan. Melalui pengembangan minapolitan, diharapkan terjadi interaksi positif yang kuat pada sistem usaha antara pusat pusat produksi dengan pusat kawasan, dimana produk perikanan diolah dan dipasarkan. Melalui pendekatan minapolitan diharapkan pula perkembangan yang terjadi pada sistem usaha akan mendorong akumulasi nilai tambah yang selanjutnya akan memperkuat sistem permukiman di desa perikanan. Pengembangan kawasan minapolitan yang merupakan pengembangan berbasis kawasan perikanan tidak bisa terlepas dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. RTRWN yang merupakan matra spasial yang menjadi kesepakatan bersama. Karenanya RTRWN merupakan acuan penting bagi pengembangan kawasan minapolitan. Mengacu pada kesepakatan bersama tersebut semua pihak yang terkait dengan pengembangan kawasan minapolitan harus mengindahkan keberadaan Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 1

18 RTRWN dalam desain-desain maupun implemantasinya. Hal ini penting dalam rangka mewujudkan pembangunan yang serasi, seimbang dan terintegrasi. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menetapkan sebuah kebijakan dalam pengembangan kawasan minapolitan di perdesaan. Dengan mengadopsi konsep agropolitan, konsep minapolitan ini dimaksudkan untuk: meningkatkan keterkaitan desa dan kota, mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasiskan kerakyatan dan berkelanjutan, mempercepat industrialisasi di perdesaan, memberi peluang usaha dan menciptakan lapangan pekerjaan, mengurangi arus urbanisasi dari desa ke kota, mempercepat pertumbuhan kegiatan ekonomi perdesaan, meningkatkan pendapatan asli daerah, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di perdesaan. Pengembangan kawasan agropolitan/minapolitan pada dasarnya memiliki keungulankeunggulan yaitu: 1) mendorong ke arah terjadinya desentralisasi pembangunan maupun kewenangan, 2) menanggulangi hubungan saling memperlemah antara perdesaan dan perkotaan, dan 3) menekankan kepada pengembangan ekonomi yang berbasis sumberdaya lokal dan diusahakan dengan melibatkan sebesar mungkin masyarakat perdesaan itu sendiri (Rustiadi et al. 2006). Penetapan minapolitan oleh KKP sangat relevan dengan visi misi KKP, yang memfokuskan pada peningkatan produksi dan kesejahteraan masyarakat. minapolitan dijadikan sebagai sarana untuk mewujudkan visi tersebut. Sebagai negara penghasil produk perikanan terbesar, ditetapkan perikanan budidaya sebagai ujung tombak penghasil produk perikanan. Hal ini disebabkan adanya ketersediaan lahan untuk budidaya yaitu laut, payau dan tawar, serta adanya keberhasilan spesies ikan komersial yang telah berhasil dibudidayakan. Disamping itu, penguasaan teknologi dan adanya ketersediaan sumber daya manusia dalam bidang perikanan dan juga peningkatan permintaan pasar domestik dan internasional terhadap produk perikanan. Pada tahun 2015 mendatang diproyeksikan terjadi kenaikan produksi perikanan budidaya sebesar 350% ( Di sisi lain, relevansi konsep minapolitan terletak pada pencantuman aspek permukiman sebagai salah satu komponen intinya. Ini berarti bahwa konsep ini tidak hanya mengedepankan sisi produksi melainkan juga sisi peningkatan kesejahteraannya. Konsep minapolitan yang diadopsi dari agropolitan belum teruji dilapangan, sedangkan yang diterapkan minapolitan masih terfokus pada sistem produksi/usaha. Dari konsep ini perlu disesuaikan dengan keragaman tipologi budidaya kolam, tambak dan keramba jaring apung (KJA). Untuk mendukung kebijakan KKP tersebut, maka perlu dilakukan kajian model minapolitan dengan tujuan menganalisis potensi, Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 2

19 tingkat perkembangan kawasan dan keberlanjutan untuk pengembangan minapolitan budidaya, membangun model pengembangan kawasan minapolitan budidaya secara berkelanjutan, dan merumuskan kebijakan dan skenario strategi pengembangan kawasan minapolitan budidaya TUJUAN 5. Mengidentifikasi permasalahan penerapan minapolitan di lokasi-lokasi minapolitan (aspek-aspek generik dan aspek-aspek khusus, kesesuaian lokasi, maupun komoditas yang dikembangkan) sebagaimana dipersyaratkan dalam model konseptual 6. Menganalisis peluang perbaikan terkait dengan permasalahan aspek-aspek generik dan aspek khususu dalam penerapan program minapolitan 7. Melakukan sintesa perbaikan kerangka model konseptual minapolitan 8. Merumuskan model praktikal pengembangan minapolitan budidaya 1.3. KELUARAN 1. Data dan Informasi tentang permasalahan penerapan minapolitan di lokasi-lokasi minapolitan (aspek-aspek generik dan aspek-aspek khusus, kesesuaian lokasi, maupun komoditas yang dikembangkan) sebagaimana dipersyaratkan dalam model konseptual 2. Data dan Informasi tentang peluang perbaikan model konsep terkait dengan permasalahan penerapan minapolitan 3. Rekomendasi kebijakan model konseptual minapolitan 4. Model praktikal pengembangan minapolitan budidaya spesifik lokasi penelitian Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 3

20 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Wilayah Dan Pengembangan Wilayah Wilayah menurut UU No. 24 tahun 1992 adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrative dan atau aspek fungsional. Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang,wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Menurut Rustiadi, et al. (2004) wilayah dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu dimana komponenkomponen wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Sehingga batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis. Komponen-komponen wilayah mencakup komponen biofisik alam, sumberdaya buatan (infrastruktur), manusia serta bentukbentuk kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit geografis tertentu. Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget, Cliff dan Frey, 1977 dalam Rustiadi et al., 2006) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wilayah ke dalam tiga kategori, yaitu: (1) wilayah homogen (uniform/homogenous region); (2) wilayah nodal (nodal region); dan (3) wilayah perencanaan (planning region atau programming region). Wilayah homogeny adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan pada kenyataan bahwa faktor-faktor dominan pada wilayah tersebut bersifat homogeny, sedangkan faktor-faktor yang tidak dominan dapat beragam (heterogen). Pada dasarnya terdapat beberapa faktor penyebab homogenitas wilayah. Secara umum terdiri atas penyebab alamiah dan penyebab artificial. Faktor alamiah yang dapat menyebabkan homogenitas wilayah adalah kelas kemampuan lahan, iklim dan berbagai faktor lainnya. Sedangkan homogenitas yang bersifat artificial adalah homogenitas yang didasarkan pada pengklasifikasian berdasarkan aspek tertentu yang dibuat oleh manusia. Contoh perwilayah homogen artificial adalah wilayah homogen atas dasar kemiskinan (peta kemiskinan). Karena pada umumnya wilayah homogen sangat dipengaruhi oleh potensi sumber daya alam dan permasalahan spesifik yang seragam, maka menurut Rustiadi et al. (2001) wilayah homogen sangat bermanfaat dalam : Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 4

21 1. Penentuan sektor basis perekonomian wilayah sesuai dengan potensi/daya dukung utama yang ada (comparative advantage). 2. Pengembangan pola kebijakan yang tepat sesuai dengan permasalahan masingmasing wilayah. Konsep wilayah nodal didasarkan atas asumsi bahwa suatu wilayah diumpamakan sebagai suatu sel hidup yang mempunyai plasma dan inti. Inti (pusat simpul) adalah pusat-pusat pelayanan/pemukiman, sedangkan plasma adalah daerah belakang (periphari/hinterland), yang mempunyai hubungan fungsional (Rustiadi et al., 2001). Pusat wilayah berfungsi sebagai : 1. Tempat terkonsentrasinya penduduk (pemukiman); 2. Pasar bagi komoditi-komoditi pertanian maupun industri; 3. Pusat pelayanan terhadap daerah hinterland; dan 4. Lokasi pemusatan industri manufaktur yang diartikan sebagai kegiatan mengorganisasikan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan suatu output tertentu. Sedangkan hinterland berfungsi sebagai: 1. Pemasok (produsen) bahan-bahan mentah dan atau bahan baku; 2. Pemasok tenaga kerja melalui proses urbanisasi; 3. Daerah pemasaran barang dan jasa industri manufaktur dan umumnya terdapat suatu interdependensi antara inti dan plasma. Secara historik, pertumbuhan pusatpusat atau kota ditunjang oleh hinterland yang baik. 4. Penjaga fungsi-fungsi keseimbangan ekologis. Konsep wilayah berikutnya adalah wilayah perencanaan yaitu wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan terdapatnya sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut yang bisa bersifat alamiah maupun artificial dimana keterkaitannya sangat menentukan sehingga perlu perencanaan secara integral. Namun cara klasifikasi konsep wilayah menurut Hagget et al. ini ternyata kurang mampu menjelaskan kompleksitas atau keragaman konsep-konsep wilayah yang ada. Menurut Rustiadi et al. (2001) pemahaman wilayah dapat dilihat dalam Gambar xx. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa wilayah merupakan suatu sistem yang mempunyai keterkaitan fungsional yang berbeda. Namun sayangnya pendekatan perencanaan dan pengelolaan wilayah seringkali lebih didasarkan pada aspek administrasi-politik daripada aspek keterkaitan wilayah sebagai sebuah sistem. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 5

22 Homogen Nodal (pusat-hinterland) Sistem Sederhana Desa - Kota Budidaya - Lindung Wilayah Sistem/ Fungsional Sistem Ekonomi: Agrolopitan, kawasan produksi, kawasan industri Sistem Komplek Sistem Ekologi : DAS, hutan, pesisir Sistem Sosial Politik: Cagar budaya, wilayah etnik Perencanaan/ Pengelolaan Umumnya disusun/dikembangkan berdasarkan : Konsep homogen/fungsional: KSP, KATING dan sebagainya Administrasi-politik: propinsi, kabupaten, kota Gambar 1. Kerangka Klasifikasi Konsep Wilayah Sejalan dengan klasifikasi tersebut, (Glason, 1974 dalam Tarigan, 2005) berdasarkan fase kemajuan perekonomian mengklasifikasikan region/wilayah menjadi : 1) Fase pertama yaitu wilayah formal yang berkenaan dengan keseragaman/homogenitas. Wilayah formal adalah suatu wilayah geografik yang seragam menurut kriteria tertentu, seperti keadaan fisik geografi, ekonomi, sosial dan politik; 2) Fase kedua yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan koherensi dan interdependensi fungsional, saling hubungan antar bagian-bagian dalam wilayah tersebut. Kadang juga disebut wilayah nodal atau polarized region dan terdiri dari Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 6

23 satuan-satuan yang heterogen, seperti desa-kota yang secara fungsional saling berkaitan; 3) Fase ketiga yaitu wilayah perencanaan yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Menurut Saefulhakim, dkk (2002) wilayah adalah satu kesatuan unit geografis yang antar bagiannya mempunyai keterkaitan secara fungsional. Wilayah berasal dari bahasa Arab wala-yuwali-wilayah yang mengandung arti dasar saling tolong menolong, saling berdekatan baik secara geometris maupun similarity. Contohnya: antara supply dan demand, hulu-hilir. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan pewilayahan (penyusunan wilayah) adalah pendelineasian unit geografis berdasarkan kedekatan, kemiripan, atau intensitas hubungan fungsional (tolong menolong, bantu membantu, lindung melindungi) antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Wilayah Pengembangan adalah pewilayahan untuk tujuan pengembangan/pembangunan/development. Tujuan-tujuan pembangunan terkait dengan lima kata kunci, yaitu: (1) pertumbuhan; (2) penguatan keterkaitan; (3)keberimbangan; (4) kemandirian; dan (5) keberlanjutan. Pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Sedangkan menurut Anwar (2005), pembangunan wilayah dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan wilayah yang mencakup aspek-aspek pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan yang berdimensi lokasi dalam ruang dan berkaitan dengan aspek sosial ekonomi wilayah. Pengertian pembangunan dalam sejarah dan strateginya telah mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang menekankan kepada pertumbuhan ekonomi, kemudian pertumbuhan dan kesempatan kerja, pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada kebutuhan dasar (basic need approach), pertumbuhan dan lingkungan hidup, dan pembangunan yang berkelanjutan (suistainable development). Pendekatan pengembangan wilayah harus dilakukan dengan penetapan struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang yang disusun berdasarkan karakteristik, potensi, kebutuhan daerah, kepentingan stakeholders, daya dukung daerah serta mempertimbangkan perkembangan dinamika pasar dan dampak arus globalisasi. Menurut Rondinelli (1985), ada tiga konsep dalam pengembangan wilayah yaitu: 1) kutub-kutub pertumbuhan (growth pole); 2) integrasi fungsi (functional integration), dan 3) pendekatan pendesentralisasian wilayah (decentralized territorial approaches). Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 7

24 Pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan wilayah di Indonesia sangat beragam karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan model pengembangan wilayah serta tatanan sosial-ekonomi, sistem pemerintahan dan administrasi pembangunan. Pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan tanpa memperhatikan lingkungan, bahkan akan menghambat pertumbuhan itu sendiri (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2003). Pengembangan wilayah dengan memperhatikan potensi pertumbuhan akan membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan melalui penyebaran penduduk lebih rasional, meningkatkan kesempatan kerja dan produktifitas (Mercado, 2002). Menurut Direktorat Pengembangan Kawasan Strategis, Ditjen Penataan Ruang, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002) prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan wilayah adalah : 1. Sebagai growth center Pengembangan wilayah tidak hanya bersifat internal wilayah, namun harus diperhatikan sebaran atau pengaruh (spred effect) pertumbuhan yang dapat ditimbulkan bagi wilayah sekitarnya, bahkan secara nasional. 2. Pengembangan wilayah memerlukan upaya kerjasama pengembangan antar daerah dan menjadi persyaratan utama bagi keberhasilan pengembangan wilayah. 3. Pola pengembangan wilayah bersifat integral yang merupakan integrasi dari daerah-daerah yang tercakup dalam wilayah melalui pendekatan kesetaraan. 4. Dalam pengembangan wilayah, mekanisme pasar harus juga menjadi prasyarat bagi perencanaan pengembangan kawasan. Dalam pemetaan strategic development region, satu wilayah pengembangan diharapkan mempunyai unsur-unsur strategis antara lain berupa sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan infrastruktur yang saling berkaitan dan melengkapi sehingga dapat dikembangkan secara optimal dengan memperhatikan sifat sinergisme di antaranya (Direktorat Pengembangan Wilayah dan Transmigrasi, 2003) Konsep Pengembangan Minapolitan Salah satu bentuk pendekatan pengembangan perdesaan pesisir yang dapat diwujudkan adalah berupa pengembangan kemandirian pembangunan perdesaan pesisir yang didasarkan pada potensi wilayah desa-desa pesisir itu sendiri, dimana keterkaitan dengan perekonomian kota harus bisa diminimalkan. Berkaitan dengan bentuk inilah maka pendekatan minapolitan disarankan sebagai strategi pembangunan yang terkonsentrasi di wilayah perdesaan dengan jumlah penduduk antara sampal orang. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 8

25 Berdasarkan isu dan permasalahan pembangunan perdesaan yang terjadi, pengembangan kawasan minapolitan merupakan alternatif solusi untuk pengembangan wilayah (perdesaan). Kawasan minapolitan disini diartikan sebagai sistem fungsional desa-desa yang ditunjukkan dari adanya hirarki keruangan desa yakni dengan adanya pusat minapolitan dan desa-desa disekitarnya membentuk kawasan minapolitan. Minapolitan akan menjadi relevan dengan wilayah pengembangan perdesaan karena pada umumnya sektor perikanan dan pemanfaatan sumberdaya laut memang merupakan mata pencaharian utama dari sebagian besar masyarakat pesisir. Otoritas perencanaan dan pengambilan keputusan akan didesentralisasikan di desa-desa sehingga masyarakat yang tinggal di perdesaan pesisir akan mempunyal tanggung jawab penuh terhadap pekembangan dan pembangunan daerahnya sendiri. Disamping itu, kawasan minapolitan ini juga dicirikan dengan kawasan perikanan yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha minabisnis dipusat minapolitan yang diharapkan dapat melayani dan mendorong kegiatan-kegiatan pembangun perikanan (minabisnis) diwilayah sekitarnya. Dalam pengembangannya, kawasan tersebut tidak bisa terlepas dari pengembangan sistem pusat-pusat kegiatan nasional (RTRWN) dan sistem pusat kegiatan pada tingkat propinsi (RTRW Propinsi) dan Kabupaten (RTRW Kabupaten). Hal ini disebabkan, rencana tata ruang wilayah merupakan kesepakatan bersama tentang pengaturan ruang wilayah. Terkait dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), maka pengembangan kawasan minapolitan harus mendukung pengembangan kawasan andalan. Dengan demikian, tujuan pembangunan nasional dapat diwujudkan. Disamping itu pentingnya pengembangan kawasan minapolitan di Indonesia diindikasikan oleh ketersediaan lahan perikanan dan tenaga kerja yang murah, telah terbentuknya kemampuan (skill) dan pengetahuan (knowledge) di sebagian besar pembudidaya, jaringan (network) terhadap sektor hulu dan hilir yang sudah terjadi, dan kesiapan pranata (institusi). Kondisi ini menjadikan suatu keuntungan kompetitif (competitive advantage) Indonesia dibandingkan dengan negara lain karena kondisi ini sangat sulit untuk ditiru (coping) (Porter, 1998). Lebih jauh lagi, mengingat pengembangan kawasan minapolitan ini menggunakan potensi lokal, maka konsep ini sangat mendukung perlindungan dan pengembangan budaya sosial lokal (local social culture). Secara lebih luas, pengembangan kawasan minapolitan diharapkan dapat mendukung terjadinya sistem kota-kota yang terintegrasi. Hal ini ditunjukkan dengan Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 9

26 keterkaitan antar kota dalam bentuk pergerakan barang, modal dan manusia. Melalui dukungan sistem infrastruktur transportasi yang memadai, keterkaitan antar kawasan minapolitan dan pasar dapat dilaksanakan. Dengan demikian, perkembangan kota yang serasi, seimbang, dan terintegrasi dapat terwujud. Dalam konteks pengembangan model minapolitan terdapat tiga isu utama yang perlu mendapat perhatian: (1) akses terhadap sumberdaya, (2) kewenangan administratif dari tingkat pusat kepada pemerintah daerah, dan (3) perubahan paradigma atau kebijakan pembangunan daerah untuk lebih mendukung diversifikasi produk perikanan dan kelautan. Tingkat pengembangan minapolitan cukup dikembangkan dalam skala Kabupaten, karena dengan luasan atau skala kabupaten akan memungkinkan hal-hal sebagai berikut yakni : (1) Akses lebih mudah bagi rumah tangga atau masyarakat perdesaan untuk menjangkau kota; (2) Cukup luas untuk meningkatkan atau mengembangkan wilayah pertumbuhan ekonomi (scope of economic growth) dan cukup luas dalam upaya pengembangan diversifikasi produk untuk mengatasi keterbatasan keterbatasan pengembangan desa sebagai unit ekonomi; dan (3) Alih transfer pengetahuan dan teknologi (knowledge spillovers) akan mudah diinkorporasikan dalam proses perencanaan jika proses itu dekat dengan rumah tangga dan produsen perdesaan. Dari berbagai altematif model pembangunan, konsep minapolitan juga dapat dipandang sebagai konsep yang menjanjikan teratasinya permasalah ketimpangan perdesaan dan perkotaan sebagaimana disampaikan di pendahuluan sebelumnya, hal ini karena minapolitan memiliki karaktersitik : Mendorong desentralisasi dan pembangunan infrastruktur setara kota di wilayah perdesaan, sehingga mendorong penciptaan urbanisasi (way of life) dalam arti positif; Menanggulangi dampak negatif pembangunan seperti migrasi desa kota yang tak terkendali, polusi, kemacetan Ialu lintas, pengkumuhan kota, kehancuran masif sumberdaya alam, pemiskinan desa dan lain sebagainya. Konsep Minapolitan (kota dengan basis ekonomi sub sektor perikanan) merupakan salah satu upaya meningkatkan percepatan pembangunan perdesaan melalui pelaksanaan pembangunan pada desa-desa pusat pertumbuhan. Kawasan minapolitan adalah kota perikanan yang direncanakan mampu tumbuh dan berkembang sejalan dengan komoditas unggulan dan usaha agribisnis yang dikembangkan. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 10

27 Dalam perkembangannya kawasan minapolitan diharapkan mampu melayani, mendorong dan menarik kegiatan pembangunan agribisnis di wilayah hinterlandnya. Struktur tata ruang kawasan minapolitan terdiri dari kota tani (desa dengan fasilitas kota) sebagai pusat kegiatan agroindustri (hilir), pusat pelayanan agribisnis, serta kawasan desa pemasok bahan baku yang berupa produksi primer. Minapolitan adalah konsep pembangunan kelautan dan perikanan berbasis wilayah dengan pendekatan dan sistem manajemen kawasan dengan prinsip-prinsip : integrasi, efisien, kualitas, dan akselerasi (Menteri Kelautan dan Perikanan, 2010). Sedangkan menurut Hubeis dan Wasmana (2010), pengertian minapolitan adalah kawasan pengembangan ekonomi berbasis perikanan yang dikembangkan secara bersama oleh pemerintah, swasta, dan organisasi non pemerintah untuk menciptakan kondisi yang lebih baik untuk pertumbuhan ekonomi lokal dan penciptaan lapangan kerja pada wilayah yang ditetapkan. Kawasan minapolitan adalah kawasan ekonomi yang terdiri dari sentra-sentra produksi dan perdagangan komoditas kelautan dan perikanan, jasa, perumahan, dan kegiatan lainnya yang saling terkait. Karakteristik kawasan minapolitan antara lain : (1) Kawasan terdiri dari sentra-sentra produksi dan pemasaran berbasis perikanan dan mempunyai multiplier effect tinggi terhadap perekonomian disekitarnya, (2) mempunyai keanekaragaman kegiatan ekonomi, produksi, perdagangan, jasa pelayanan kesehatan, dan sosial yang saling terkait, dan (3) mempunyai sarana dan prasarana memadai sebagai pendukung keanekaragaman aktivitas ekonomi sebagaimana layaknya sebuah kota. Dengan demikian pendekatan Minapolitan ini diharapkan dapat mendorong penduduk perdesaan untuk tetap tinggal di perdesaan melalui investasi di wilayah perdesaan. Minapolitan juga diharapkan akan mampu mengantarkan tercapainya tujuan akhir dari upaya Pemerintah Pusat dalam menciptakan pemerintahan di daerah yang mandiri dan otonom Tujuan Dan Sasaran Pengembangan Kawasan Minapolitan Tujuan program minapolitan adalah untuk (1) meningkatkan produktivitas dan kualitas, (2) meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya, dan pengolah ikan yang adil dan merata, (3) mengembangkan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di daerah (Menteri Kelautan dan Perikanan, 2010). Sasaran pelaksanaan Minapolitan, menurut Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.12/Men/2010 Tentang Minapolitan meliputi: Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 11

28 1. Meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat kelautan dan perikanan skala mikro dan kecil, antara lain berupa: a. penghapusan dan/atau pengurangan beban biaya produksi, pengeluaran rumah tangga, dan pungutan liar; b. pengembangan sistem produksi kelautan dan perikanan efisien untuk usaha mikro dan kecil; c. penyediaan dan distribusi sarana produksi tepat guna dan murah bagi masyarakat; d. pemberian bantuan teknis dan permodalan; dan/atau e. pembangunan prasarana untuk mendukung sistem produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran produk kelautan dan perikanan. 2. Meningkatkan jumlah dan kualitas usaha kelautan dan perikanan skala menengah ke atas sehingga berdaya saing tinggi, antara lain berupa: a. deregulasi usaha kelautan dan perikanan; b. pemberian jaminan keamanan dan keberlanjutan usaha dan investasi; c. penyelesaian hambatan usaha dan perdagangan (tarif dan non-tarif barriers); d. pengembangan prasarana untuk mendukung sistem produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran; dan e. pengembangan sistem insentif dan disinsentif ekspor-impor produk kelautan dan perikanan. 3. Meningkatkan sektor kelautan dan perikanan menjadi penggerak ekonomi regional dan nasional, antara lain berupa: a. pengembangan sistem ekonomi kelautan dan perikanan berbasis wilayah; b. pengembangan kawasan ekonomi kelautan dan perikanan di daerah sebagai pusat pertumbuhan ekonomi lokal; c. revitalisasi sentra produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran sebagai penggerak ekonomi masyarakat; dan d. Pemberdayaan kelompok usaha kelautan dan perikanan di sentra produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran. Sedangkan sasaran dalam pengembangan kawasan minapolitan secara umum adalah (Sulistiono, 2008): a. Pemberdayaan masyarakat pelaku agribisnis agar mampu meningkatkan produksi, produktifitas komoditi perikanan dan produk-produk olahannya secara efisien, menguntungkan dan berwawasan lingkungan; b. Penguatan kelembagaan pembudidaya ikan; Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 12

29 c. Pengembangan kelembagaan sistem agribisnis perikanan meliputi penyedia input, pengolah hasil, pemasaran dan penyedia jasa; d. Pengembangan kelembagaan penyuluh pembangunan terpadu; e. Peningkatan sarana dan prasarana pendukung kegiatan agribisnis, umum dan kesejahteraan sosial Syarat-Syarat Dalam Usaha Pengembangan Kawasan Minapolitan Karakteristik kawasan minapolitan meliputi: 1. Suatu kawasan ekonomi yang terdiri atas sentra produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran dan kegiatan usaha lainnya, seperti jasa dan perdagangan; 2. Mempunyai sarana dan prasarana sebagai pendukung aktivitas ekonomi; 3. Menampung dan mempekerjakan sumberdaya manusia di dalam kawasan dan daerah sekitarnya; dan 4. Mempunyai dampak positif terhadap perekonomian di daerah sekitarnya. Suatu kawasan dapat ditetapkan sebagai kawasan minapolitan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. kesesuaian dengan Rencana Strategis, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan/atau Rencana Zonasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) kabupaten/kota, serta Rencana Pengembangan Investasi Jangka Menengah Daerah (RPIJMD) yang telah ditetapkan; b. memiliki komoditas unggulan di bidang kelautan dan perikanan dengan nilai ekonomi tinggi; c. letak geografi kawasan yang strategis dan secara alami memenuhi persyaratan untuk pengembangan produk unggulan kelautan dan perikanan; d. terdapat unit produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran dan jaringan usaha yang aktif berproduksi, mengolah dan/atau memasarkan yang terkonsentrasi di suatu lokasi dan mempunyai mata rantai produksi pengolahan, dan/atau pemasaran yang saling terkait; e. tersedianya fasilitas pendukung berupa aksesibilitas terhadap pasar, permodalan, sarana dan prasarana produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran, keberadaan lembaga-lembaga usaha, dan fasilitas penyuluhan dan pelatihan; f. kelayakan lingkungan diukur berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, potensi dampak negatif, dan potensi terjadinya kerusakan di lokasi di masa depan; g. komitmen daerah, berupa kontribusi pembiayaan, personil, dan fasilitas pengelolaan dan pengembangan minapolitan; Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 13

30 h. keberadaan kelembagaan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang kelautan dan perikanan; dan i. ketersediaan data dan informasi tentang kondisi dan potensi kawasan. Beberapa persyaratan yang harus ada dalam usaha pengembangan kawasan minapolitan, antara lain (Menteri Kelautan dan Perikanan, 2010): a. Memiliki sumberdaya lahan dengan agroklimat yang sesuai untuk mengembangkan budidaya perikanan, telah mempunyai pasar serta berpotensi dikembangkan diversifikasi usaha dari komoditas unggulan; b. Memiliki berbagai sarana dan prasarana minabisnis yang memadai untuk mendukung pengembangan sistem dan usaha agribisnis perikanan, yaitu pasar, lembaga keuangan, kelembagaan petani, penyuluh, balai pengembangan teknologi dan jaringan irigasi. c. Memiliki sarana prasarana umum yang memadai yaitu jaringan transportasi, jaringan listrik, telekomunikasi, air bersih; d. Memiliki sarana dan prasarana kesejahteraan sosial yang memadai seperti pendidikan, kesehatan. e. Kelestarian lingkungan hidup terjaga dengan baik. Sedangkan persyaratan dalam usaha pengembangan kawasan minapolitan antara lain (Sulistiono,2008): 1. Komitmen Daerah, komitmen daerah melalui rencana strategis, alokasi dana melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), dan penetapan tata ruang yang seimbang sesuai dengan renstra dan tata ruang, ditetapkan Bupati/Walikota, dan alokasi APBD seimbang. 2. Komoditas Unggulan, seperti udang, patin, lele, tuna, dam rumput laut 3. Lokasi strategis dan secara alami cocok untuk usaha perikanan 4. Sistem dan Mata Rantai Produksi Hulu dan Hilir; keberadaan sentra produksi yang aktif berproduksi seperti lahan budidaya dan pelabuhan perikanan. 5. Fasilitas Pendukung; keberadaan sarana dan prasarana seperti jalan, pengairan, listrik, dan lainnya. 6. Kelayakan Lingkungan; kondisi lingkungan baik dan tidak merusak. Dalam rangka pengembangan kawasan minapolitan secara terintegrasi, perlu disusun masterplan pengembangan kawasan minapolitan yang akan menjadi Acuan penyusunan program pengembangan. Adapun muatan yang terkandung didalamnya adalah: 1. Penetapan pusat agropolitan/minapolitan yang berfungsi sebagai (Douglas 1986): Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 14

31 a. Pusat perdagangan dan transportasi perikanan (aquacultural trade/transport center). b. Penyedia jasa pendukung perikanan (aquacultural support services). c. Pasar konsumen produk non-perikanan (non aquacultural consumers market). d. Pusat industry perikanan (aqua based industry). e. Penyedia pekerjaan non perikanan (non-aquacultural employment). f. Pusat minapolitan dan hinterlandnya terkait dengan sistem permukiman nasional, propinsi, dan kabupaten (RTRW Propinsi/Kabupaten). 2. Penetapan unit-unit kawasan pengembangan yang berfungsi sebagai (Douglas, 1986): b. Pusat produksi perikanan (aquacultural production). c. Intensifikasi perikanan (aquacultural intensification). d. Pusat pendapatan perdesaan da permintaan untuk barang-barang dan jasa nonperikanan (rural income and demand for non-aquacultural goods and services). e. Produksi ikan siap jual dan diversifikasi perikanan (cash fish production and aquacultural diversification). 3. Penetapan sektor unggulan: a. Merupakan sektor unggulan yang sudah berkembang dan didukung oleh sektor hilirnya. b. Kegiatan minabisnis yang banyak melibatkan pelaku dan masyarakat yang paling besar (sesuai dengan kearifan lokal). c. Mempunyai skala ekonomi yang memungkinkan untuk dikembangkan dengan orientasi ekspor. 4. Dukungan sistem infrastruktur Dukungan infrastruktur yang membentuk struktur ruang yang mendukung pengembangan kawasan minapolitan diantaranya: jaringan jalan, irigasi, sumbersumber air, dan jaringan utilitas (listrik dan telekomunikasi). 5. Dukungan sistem kelembagaan. a. Dukungan kelembagaan pengelola pengembangan kawasan minapolitan yang merupakan bagian dari pemerintah daerah dengan fasilitasi pemerintah pusat. b. Pengembangan sistem kelembagaan insentif dan disinsentif pengembangan kawasan minapolitan. Melalui keterkaitan tersebut, pusat minapolitan dan kawasan produksi perikanan berinteraksi satu sama lain secara menguntungkan. Dengan adanya pola interaksi ini diharapkan untuk meningkatkan niali tambah (value added) produksi Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 15

32 kawasan minapolitan sehingga pembangunan perdesaan dapat dipacu dan migrasi desa-kota yang terjadi dapat dikendalikan Model Minapolitan Yang Sudah Ada Pengertian model menurut Meadows (1982) dalam Pranoto (2005) adalah usaha memahami beberapa segi dari dunia kita yang sangat beraneka ragam sifatnya, dengan cara memilih sekian banyak pengamatan dan pengalaman masa lalu untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Model juga dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk peniruan dan penyederhanaan dari suatu gejala, proses, atau benda dalam skala yang lebih kecil skalanya. Untuk meyakinkan keakuratan model, penggambaran dari kenyataan dalam permodelan harus dicek dengan kondisi sebenarnya. 1. Minapolitan Perikanan Tangkap (MPT) Pembangunan perikanan tangkap diarahkan pada keterpaduan antara basis produksi dengan unit pengolahan dan pemasaran produk perikanan. Dalam sasaran strategis Departemen Kelautan dan Perikanan tahun , keterpaduan usaha penangkapan ikan tersebut merupakan bentuk pelaksanaan pengembangan suatu kawasan minapolitan dengan usaha yang bankable, memiliki komoditas unggulan dengan mutu terjamin,diproduksi dan mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dan dilaksanakan secara terintegrasi. Pembangunan suatu kawasan minapolitan perikanan tangkap juga diharapkan bisa membantu pemecahan permasalahan pembangunan perikanan tangkap dan meningkatkan kesejahteraan nelayan dan penduduk wilayah pesisir yang berada dalam lingkup kawasan minapolitan. Berdasarkan hal tersebut, maka Minapolitan Perikanan Tangkap didefenisikan sebagai kawasan pengembangan ekonomi wilayah berbasis usaha penangkapan ikan yang dikembangkan secara bersama oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk menciptakan iklim usaha yang lebih baik untuk pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat pada suatu wilayah. Konsep manajemen pengelolaan minapolitan perikanan tangkap didasarkan pada konsep membangun sistem manajemen perikanan tangkap yang berbasis pada kemudahan nelayan bekerja dan memotivasi mereka untuk meningkatkan pendapatan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan. Disamping itu, juga memberikan kemudahan nelayan dalam bekerja dengan penyediaan sarana dan prasarana (pelabuhan perikanan, galangan kapal, bengkel, SPDN/SPBN, Unit Pengolahan Ikan, Pabrik Es dan Unit Pemasaran) di sentra-sentra nelayan, Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 16

33 penyederhanaan perijinan dan penyediaan permodalan (/ index.php?option=com_content &view=article&id=95&itemid =103). Minapolitan Perikanan Tangkap (MPT) merupakan kawasan pengembangan ekonomi berbasis perikanan tangkap. Jenis usaha perikanan tangkap meliputi perikanan laut dan perairan umum. Strategi pengembangan MPT antara lain : 1. Penyediaan Sarana dan prasarana pendukung pengembangan usaha 2. Consumer oriented melalui sistem keterkaitan produsen dan konsumen 3. Berorientasi pada kekuatan pasar (market driven) melalui pemberdayaan masyarakat 4. Komoditas yang akan dikembangkan bersifat export base bukan raw base. Pola pikir pembentukan minapolitan usaha perikanan tangkap disajikan dalam Gambar 2. Gambar 2. Pola Pikir Pembentukan Minapolitan Usaha Perikanan Tangkap (Sumber: Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2009) Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (2010), kriteria pembentukan minapolitan berbasis perikanan tangkap antara lain : 1. Memiliki potensi untuk mengembangkan komoditas unggulan serta informasi budidaya ikan yang terukur dengan baik. 2. Tersedia infrastruktur awal (pelabuhan perikanan). 3. Telah ditetapkan melalui rencana umum tata ruang (RUTR) menjadi zona pengembangan perikanan (Gambar 2). Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 17

34 4. Terdapat unit-unit usaha yang telah berjalan dengan baik serta berpotensi untuk pengembangan usaha baru. 5. Tersedia lahan yang dapat dikembangkan disekitar daerah pelabuhan perikanan maupun sentra kegiatan nelayan. 6. Tersedia suplai BBM, listrik, dan air bersih yang memadai. 7. Terdapat lembaga ekonomi berbasis kerakyatan seperti KUB, TPI, dan atau koperasi perikanan. 8. Diusulkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota dengan rekomendasi pemda Kabupaten/Kota dan Pemda Provinsi serta lolos seleksi dari tim seleksi. Gambar 3. Tahapan Pembangunan & Pengembangan Minapolitan Perikanan Tangkap (Sumber: Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2009) Berdasarkan Surat Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor: 4885/DPT.5/ M.210.D5/XI/09 Tentang Penetapan Kawasan Minapolitan Perikanan Tangkap Tanggal 17 November 2009, berikut ini usulan calon lokasi MPT, sebagai berikut : a. SUMATERA BARAT: 1) PPS Bungus, Kecamatan Bungus Teluk Kabung, Kota Padang dan 2) Kawasan Pelabuhan Perikanan Carocok Terusan, Kec. Koto XI Terusan, Kab. Pesisir Selatan. b. JAWA BARAT: 1) PPI Karangsong atau PPI Eretan Wetan, Kab. Indramayu, 2) PPI PPN Pelabuhanratu atau PPI Cisolok, Kab. Sukabumi dan 3) PPI Pamayangsari, Desa CikawungGading Kecamatan Cipatujah, Kab Tasikmalaya. c. BANTEN: 1) PPP Labuan, Kab. Pandeglang dan 2) PPI Cituis, Kab. Tangerang Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 18

35 d. SULAWESI BARAT: 1) Kawasan Polewali, Kab. Polewali Mandar, 2) Kawasan Banggae, Kab. Majene dan 3) Kawasan Mamuju, Kab. Mamuju e. SULAWESI TENGAH: 1) Kawasan Donggala, Kab. Donggala dan 2) Kawasan Pagimana, Kab. Banggai f. Nusa Tenggara Timur: Kelurahan Alak, Kota Kupang g. LAMPUNG: 1) PPP Lempasing, Kota Bndar Lmapung, 2) PPP Labuhan Maringgai Kab. Lampung timur dan 3) PPI Kalianda Kab. Lampung Selatan h. SUMATERA SELATAN: 1) Desa Sungsang, Kab. Banyuasin i. SULAWESI UTARA: 1) Kecamatan Tuminting dan Malalayang, Kota Manado, 2) Kec. Kema, Kab. Minahasa Utara dan 3) Kec. Belang, Kab. Minahasa Tenggara j. JAMBI: PPP Kuala Tungkal, Kab. Tanjung Jabung Barat k. Kabupaten Tanah Bumbu l. PP Ujung Serangga, Kec Susoh, Kab. Aceh Barat Daya m. GORONTALO: 1) Kec. Kwandang, Kab Gorontalo Utara dan 2) Kec. Tilamuta, Kab. Boalemo 2. Minapolitan Perikanan Budidaya (MPB) Minapolitan Perikanan Budidaya (MPB) merupakan kawasan pengembangan ekonomi berbasis perikanan budidaya. Jenis usaha perikanan budidaya meliputi budidaya kolam, budidaya keramba, budidaya tambak, dan mina padi. Landasan kerja pengembangan kawasan minapolitan perikanan budidaya terdiri dari (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2009) : 1. UU Penataan Ruang No 26/2007, yang juga mengatur tentang Kawasan Agropolitan, Bab I Ketentuan Umum Nomor 24, Pasal 51 ayat 1 dan 2 2. Sembilan Butir Kesepakatan Temu Koordinasi Agropolitan/Minapolitan di Kaliurang, 14 Desember Pernyataan Bersama Sarasehan Nasional Agropolitan/ Minapolitan dihadapan 5 Menteri di Magelang 15 Desember SK Pembentukan Kelompok Kerja Pengembangan Kawasan Agropolitan Keputusan Mentan Nomor : 467/Kpts/OT.160/8/ Hasil Audiensi Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Se-Indonesia dengan Deputi Bidang Koordinasi Pertanian Dan Kelautan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tentang Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Perikanan di Ruang Rapat Graha Sawala Jakarta 19 Maret Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 41/MEN/2009 tentang Penetapan Lokasi Minapolitan Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 19

36 7. Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya No. KEP 45/DJ-PB/2009 tentang Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Minapolitan Pengembangan kawasan minapolitan budidaya bertujuan untuk menjadikan kegiatan perikanan budidaya menjadi core business dalam suatu Pengembangan Wilayah dengan dukungan berbagai sektor dan mendorong pengembangan kawasan budidaya yang telah tumbuh secara alamiah melalui dukungan Pengembangan Kawasan Minapolitan. Konsep pengembangan infrastruktur kawasan minapolitan diutamakan di daerah-daerah yang telah ada kegiatan usaha budidaya, sehingga infrastruktur yang dibangun akan dapat menjadi pendorong bagi kegiatan budidaya yang sudah ada. Pengembangan kawasan ini dilakukan melalui Kerjasama dengan berbagai instansi dalam pengembangan kawasan minapolitan seperti: DJCK PU, Pemda Kab/Kota dan sektor terkait lainnya. Kegiatan perikanan budidaya menjadi core business dalam suatu pengembangan wilayah dengan dukungan berbagai sektor sehingga akan mendorong pengembangan kawasan budidaya yang telah tumbuh secara alamiah melalui dukungan pengembangan kawasan minapolitan. Tahapan pengembangan kawasan minapolitan antara lain (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2009) : 1. Sosialisasi program (di tingkat pusat, prov, kab, dan kawasan) 2. Pemilihan dan penetapan lokasi (oleh bupati, gub dan menteri) 3. Penyusunan pokja minapolitan kabupaten (oleh bupati) 4. Penyusunan master plan / rpjm minapolitan (oleh pemda dan diasistensi pokja) 5. Penyusunan detail desain, disesuaikan t.a. Pembangunan masing-masing sektor 6. Pelaksanaan pembangunan minapolitan (pendanaan secara lintas sektor dengan stimulans dari subsektor cipta karya - dpu 7. Monitoring dan evaluasi (oleh tim pokja agro/mina pusat, prov, kab) 8. Pengembangan minapolitan pasca 3 tahun fasilitasi (menuju minapolitan mandiri oleh masyarakat dgn fasilitasi pemda setempat) Pemilihan dan penetapan kawasan minapolitan berdasarkan pada 3 hal yaitu usulan dari masyarakat, hasil studi kelayakan lokasi serta kebijakan pengembangan kawasan yang didasarkan pada RTRW provinsi/kabupaten/kota. Pemilihan dan penetapan kawasan minapolitan ini dilakukan melalui proses koordinasi, konsultasi, dan sinkronisasi kebijakan antar sektor terkait. Kemudian penetapan Lokasi dan Master Plan Pengembangan Kawasan Minapolitan dipublikasikan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat dan dunia usaha secara transparan. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 20

37 3. Minapolitan Pesisir Minapolitan pesisir yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Ditjen KP3K), Kementrian Kelautan dan Perikanan bertujuan untuk membangun kemandirian usaha masyarakat pesisir, dengan sasaran adalah kawasan pesisir sebagai pusat ekonomi sektor kelautan dan perikanan. Prinsip pengembangan minapolitan pesisir yang diacu oleh Ditjen KP3K adalah: 1) Empowerment, pelibatan masyarakat secara langsung dalam pengembangan ekonomi kawasan pesisir dan 2) Entrepeneurship: menciptakan peluang-peluang usaha baru bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir Komponen pendukung minapolitan terdiri dari beberapa kegiatan meliputi pembiayaan, pelayanan BBM, pelayanan kebutuhan melaut/sehari-hari/pemasaran, penyediaan armada tangkap, pengolahan/mutu produk perikanan dan pembinaan kelembagaan non-ekonomi. Ke enam komponen kegiatan tersebut harus saling terintegrasi agar dapat mendukung kesuksesan minapolitan pesisir seperti yang ditampilkan pada Tabel xy. Mekanisme Pengelolaan program ini yaitu : Jenis kegiatan meliputi pembiayaan, pelayanan kepada masyarakat, penyediaan sarana penangkapan dan pemasaran; Masing-masing kegiatan dikelola di tingkat pusat oleh DKP maupun di daerah melalui UPTD; Pelaksanaan kegiatan oleh BLU, BLUD maupun koperasi; Guna kelangsungan kegiatan, maka perlu menjalin kerjasama dengan beberapa pihak seperti bank, pertamina, retail company, maupun investor. Pembinaan kelembagaan lainnya (non-ekonomi), seperti Pemuda Pesisir, Perempuan Pesisir, Punggawa Nusantara, Pusat Pelayanan dan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, Klinik Bisnis Sumber pembiayaan BLU melalui persetujuan Menkeu demikian juga untuk BLUD pada kegiatan penyediaan armada tangkap dan pemasaran/mutu perikanan. Pelayanan BBM melalui SPDN/SPBN disediakan melalui anggaran DAK oleh Depkeu sedangkan Kedai Pesisir disediakan melalui kegiatan TP oleh DKP. Untuk fasilitasi kelembagaan lainnya sumber pendanaan berasal dari APBN Pusat. Tabel 1. Integrasi Komponen Pendukung Minapolitan Pesisir NO JENIS KEGIATAN PENGELOLA PELAKSANA 1 Pembiayaan Lembaga pembiayaan Perbankan, BLU UNIT KERJA MITRA SUMBER DANA LKM Bank APBN/ Bank Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 21

38 NO JENIS KEGIATAN PENGELOLA PELAKSANA UNIT KERJA MITRA SUMBER DANA 2 Pelayanan BBM UPTD Koperasi SPDN/ SPBN 3 Pelayanan kebutuhan melaut/seharihari/pemasaran 4 Penyediaan armada tangkap 5 Pengolahan/ mutu produk perikanan 6 Pembinaan kelembagaan non-ekonomi Sumber : Ditjen KP3K, 2009 UPTD Koperasi Kedai Pesisir UPTD BLUD Galangan Kapal UPTD BLUD Cold Storage Pemerintah/Pemda Masy Lembaga lokal/ adat Pertamina Retail company (franchaise) Investor/ Bank Investor/ Bank APBN/ Investor APBN/ Investor APBN/ Investor APBN/ Investor APBN/ APBD Skema pengembangan minapolitan pesisir dimulai dengan ditetapkannya MoU antara Dep Teknis, BUMN, Pemda, dan Perbankan, kemudian Pemda menetapkan lokasi kawasan ekonomi bahari sebagai kawasan Minapolitan berbasis produk unggulan tertentu. Tahap selanjutnya adalah pendirian UPTD sebagai pemilik aset dan pengelola unit usaha, penunjukkan koperasi pengelola unit usaha dan dilakukan konsolidasi dan revitalisasi unit usaha. Pengembangan sumberdaya manusia juga dilakukan melalui Bimbingan Teknis bagi masyarakat pesisir. Serta dilakukan pula pengembangan dalam pelayanan input produksi dan pemasaran hasil produksi. Mekanisme minapolitan pesisir yang dikembangkan oleh Ditjen KP3K adalah seperti pada Gambar 4 melibatkan berbagai stakeholder seperti Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) yang saat ini menjadi Kementerian Kelautan dan Perikanan, Perbankan, Koperasi, LKM (Lembaga Keuangan Masyarakat), Koperasi serta masyarakat pesisir. Mekanisme minapolitan pesisir dimulai dengan DKP sebagai direktorat teknis membentuk BLU yang merupakan satuan kerja tersendiri di bawah Sekretaris Jenderal (1). Kegiatan pembiayaan BLU dilakukan melalui kerjasama dengan lembaga perbankan (2). Bank menyalurkan, baik melalui mekanisme channeling maupun executing kepada LKM (3). Kemudian DKP membentuk UPTD sebagai agen pengembangan kawasan ekonomi bahari (4). UPTD membentuk BLUD atas persetujuan Menkeu (5). BLUD menangani kegiatan industri galangan kapal dan cold storage (6). UPTD menunjuk koperasi sebagai pengelola pelayanan BBM dan kebutuhan melaut/sehari-hari masyarakat (7). Operasional SPDN/SPBN dan atau Kedai Pesisi dibawah pengelolaan koperasi (8). Tahap akhir yang ingin dicapai adalah Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 22

39 LKM, SPDN/SPBN, Kedai Pesisir, Galangan Kapal dan Cold Storage dapat diakses oleh masyarakat pesisir (9). Gambar 4. Mekanisme Minapolitan Pesisir Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk dapat mengakses program minapolitan pesisir ini meliputi : 1. Masyarakat dapat mengajukan kredit kepada LKM guna pengembangan kegiatan usahanya; 2. Guna mendapatkan BBM dan bekal melaut nelayan mengajukan kepada unit kerja tersebut yang kemudian diteruskan kepada LKM. Setelah disetujui oleh LKM, maka nelayan akan mendapatkan BBM dan perbekalan melaut dan LKM membayar lunas kepada SPDN/SPBN dan atau Kedai Pesisir; 3. Hasil tangkapan nelayan wajib dijual kepada BLUD pengelola Cold Storage yang hasil penjualannya akan dipotong sesuai jumlah keperluan BBM dan perbekalan melaut untuk kemudian disetorkan sebagai pelunasan hutang kepada LKM; 4. Guna mendapatkan armada kapal, maka nelayan harus mengajukan kredit kepada LKM dan membelinya secara lunas kepada BLUD sebagai pengelola galangan kapal. Kawasan minapolitan mandiri dapat dibentuk jika mendapatkan dukungan yang komprehensif. Dukungan tersebut terkait dengan 1) penyusunan peta lokasi Minapolitan berbasiskan produk unggulan serta kelengkapan komponen pendukung dan 2) Penguatan kelembagaan dengan melibatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dan melalui korporasi usaha dan kemitraan. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 23

40 III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pikir dan Ruang Lingkup Penelitian Kerangka Pemikiran Mengacu pada latar belakang dan tujuan, secara garis besar penelitian ini dirancang mengikuti kerangka pikir sebagaimana Gambar 5 berikut ini. Gambar 5. Kerangka Pikir Penelitian Pada gambar tersebut di atas, ditunjukkan bahwa model minapolitan yang akan dihasilkan melalui penelitian ini adalah sebuah model pratikal, yaitu model minapolitan yang dikembangkan berdasarkan kajian dari sebuag model konseptual melalui pengamatan berbagai aspek relevan diberbagai tipologi budidaya, dimana model minapolitan tersebut akan diaplikasikan. Dalam penelitian ini ditetapkan sebuah definisi kerja (work definition) dari model pratikal minapolitan, yaitu : sebuah representasi diagramatik dan deskriptif serta penjelasannya tentang batasan, tujuan terutama prosedur dan strategi pengembangan minapolitan Model Existing Model minapolitan sebagai sebuah konsep secara teoritis dikembangkan oleh para peneliti (Deni Dj., R. 2009, Rustiadi, E. dan S. Hadi., 2008, Nugroho, P. 2008, Ditjen KP3K, 2009, DJPT, 2009) sebagai jembatan atas tantangan pembangunan kontemporer, diantaranya yang terkait dengan kebijakan kebijakan pembangunan peningkatan menyangkut kinerja antar wilayah. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 24

41 Pada awalnya, model ini diterapkan pada sektor pertanian dengan sebutan agropolitan yaitu model pembangunan yang mengandalkan desentralisasi dan pembangunan infrastruktur setara kota di perdesaan utk mendorong urbanisasi positif serta pembangunan inter-regional berimbang dan bersinergi antar wilayah (Ernan dan Hadi, 2008). Model konseptual yang akan dikaji dalam penelitian ini merupakan pengembangan dari sebuah model existing, yaitu model yang disarankan dari literatur. Model existing itu pulalah saat ini langsung diterapkan oleh direktorat jenderal lingkup KKP di berbagai lokasi. Dalam representasi diagramatik model existing dapat dihasilkan seperti pada Gambar 6. Sedangkan model konseptual, diilustrasikan seperti pada gambar 7. Gambar 6. Model Existing (Diadopsi dari Model Rustiadi E dan Hadi S, 2008) Kebijakan pembangunan nasional mengamanatkan pendayagunaan sumberdaya alam sebagai pokok-pokok kemakmuran rakyat dilakukan secara terencana, rasional optimal bertanggung jawab, dan sesuai dengan kemampuan daya dukungnya dengan mengutamakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat serta memperhatikan fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup bagi pembangunan yang berkelanjutan. Namun proses pembangunan yang dilaksanakan selama ini, selain memberikan dampak positif sebagaimana diamanatkan dalam kebijakan pembangunan nasional, di sisi lain telah menimbulkan masalah yang cukup besar dan kompleks. Pembangunan berkelanjutan sebenarnya didasarkan kepada kenyataan bahwa kebutuhan manusia terus meningkat. Kondisi yang demikian ini membutuhkan suatu Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 25

42 strategi pemanfaatan sumberdaya alam yang efesien. Disamping itu perhatian dari konsep pembangunan yang berkelanjutan adalah adanya tanggungjawab moral untuk memberikan kesejahteraan bagi generasi yang akan datang, sehingga permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan adalah bagaimana memperlakukan alam dengan kapasitas yang terbatas namun akan tetap dapat mengalokasikan sumberdaya secara adil sepanjang waktu dan antar generasi untuk menjamin kesejahteraannya (Sulistiono, 2008). Munasinghe (1994) menyatakan bahwa pendekatan ekonomi dalam pembangunan yang berkelanjutan bertujuan untuk memaksimalkan kesejahteraan manusia melalui pertumbuhan ekonomi dan efesiensi penggunaan kapital dalam keterbatasan dan kendala sumberdaya serta keterbatasan teknologi. Peningkatan output pembangunan ekonomi dilakukan dengan tetap memperhatikan kelestarian ekologi dan sosial sepanjang waktu dan memberikan jaminan kepada kebutuhan dasar manusia serta memberikan perlindungan kepada golongan. Pendekatan pembangunan yang lebih menonjolkan pertumbuhan ekonomi secara cepat tidak bisa dipungkiri telah mengakibatkan terjadinya kesenjangan pembangunan antar wilayah yang cukup besar, dimana investasi dan sumberdaya terserap dan terkonsentrasi di perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan, sementara wilayah-wilayah perdesaan (hinterland) mengalami pengurasan sumberdaya yang berlebihan. Ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah/kawasan tentunya akan berdampak semakin buruknya distribusi dan alokasi pemanfaatan sumberdaya yang menciptakan inefisiensi dan tidak optimalnya sistem ekonomi, serta potensi konflik yang cukup besar, dimana wilayah yang dulunya kurang tersentuh pembangunan mulai menuntut hak-haknya. Konsep pengembangan minapolitan dimaksudkan untuk memberikan pelayanan perkotaan di kawasan perdesaan yang disebut oleh Friedman (1974) dalam Pasaribu (1999) sebagai kota di ladang. Kementerian Kelautan dan Perikanan mengangkat minapolitan sebagai isu nasional yang tujuannya untuk mengembangkan sistem dan usaha minabisnis, sehingga akan mengurangi kesenjangan kesejahteraan pendapatan antar masyarakat, mengurangi kemiskinan dan mencegah terjadinya urbanisasi tenaga produktif, serta akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Model Konseptual Sebagai langkah awal dalam membangun model paraktikal minapolitan pada penelitian ini, dilakukan review dari berbagai model yang sudah ada (model existing). Hasil review kemudian disempurnakan dengan masukan-masukan dari narasumber Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 26

43 ahli melalui focus group disscussion untuk membangun model konseptual (conceptual model). Berdasarkan hasil review, secara konseptual, pembangunan wilayah dengan menerapkan konsep minapolitan budidaya perlu mempertimbangkan aspek-aspek generik sebagai berikut: 1) aspek kelembagaan dan bisnis, 2) aspek masyarakat, 3) aspek sumberdaya dan tata ruang, 4) aspek kebijakan dan governance dan 5) aspek infrastruktur. Aspek-aspek generik tersebut terkait dengan sistem produksi minabisnis dan pusat-pusat pelayan (service). Jika dilihat dari pendekatan kawasan, pembangunan selalu dilihat dari dua sisi; demand side dan supply side. Sisi demand menitikberatkan pada pentingnya akses pada pusat-pusat pelayanan dan pemukiman untuk menciptakan income multiplication. Dari sisi supply menekankan adanya sektor basis yang memiliki comparattive dan competitive advantage, pengembangan sektor unggulan yang menciptakan multipier effect terhadap perubahan regional (khususnya kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja) dan peningkatan produksi sektor-sektor unggulan serta diversivikasi hulu-hilir sektor/ komoditas unggulan. Kebocoran terjadi jika dan kegiatan produksi dikuasai/dimiliki oleh penduduk di luar kawasan dan orientasi mengkonsumsi barang dan jasa banyak dilakukan di luar daerah. Belakangan, muncul isu-isu tentang perubahan iklim, sehingga ini merupakan salah satu aspek yang mungkin dapat mempengaruhi minapolitan. Perubahan iklim menyebabkan berbagai dampak baik terhadap lingkungan biofisik, social dan ekonomi. Menurut WWF (2007) perubahan iklim menyebabkan potensi bencana alam yang dipicu oleh curah hujan menjadi semakin tinggi, seperti: banjir, longsor, pelupaan sungai, dan penyebaran vektor penyakit. Sedangkan pada kondisi curah hujan yang mengecil dapat terjadi potensi bencana seperti: kekeringan, gagal panen, kekurangan air bersih, dan berbagai permasalahan sosial yang mungkin timbul, seperti monopoli air. Di samping itu, dampak perubahan iklim pada ekosistem pesisir terkait dengan kenaikan paras muka laut, perubahan suhu permukaan laut, perubahan kadar keasaman air laut dan meningkatnya frekuensi serta intensitas kejadian ektrim berupa badai tropis dan gelombang tinggi. Kemudian, dampak susulannya berupa penggenangan kawasan budidaya, kehilangan aset ekonomi dan infrastruktur, meningkatnya erosi dan rusaknya situs budaya di wilayah pesisir serta keanekaragaman hayati pesisir dan pulau-pulau kecil (Anonim, 2007). Sejalan dengan itu, Wibowo (1996) menyatakan dampak yang merugikan akibat perubahan iklim antara lain perubahan pada lingkungan fisik maupun biota sehingga menimbulkan kerusakan pada komposisi, ketahanan, serta produktivitas ekosistem Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 27

44 alami. Dampak perubahan iklim untuk perikanan budidaya, seperti penggenangan kawasan budidaya, penurunan kualitas air, peningkatan penyakit akan mengganggu produksi perikanan. Hal ini dapat mempengaruhi sistem produksi minabisnis dan konsumsi melalui proses adaptasi. Secara diagramatik, kerangka konseptual minapolitan dapat dilihat pada Gambar 7 berikut ini. Gambar 7. Kerangka Model Konseptual Minapolitan Ruang Lingkup Berdasarkan model konseptual, ruang lingkup kegiatan penelitian ini adalah identifikasi kondisi aspek-aspek generik dan aspek khusus di lokasi budidaya perikanan, mengkaji hubungan/keterkaitan antara masing-masing aspek, mengkaji kesesuaian antara kondisi dan hubungan antar aspek tersebut dengan kondisi dan hubugan antar aspek sebagaimana dipersyaratkan dalam model konseptual, faktorfaktor eksternal yang mempengaruhi aspek-aspek tersebut, prediksi hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan indikator keberlanjutan, prediksi hubugan antara keterkaitan antar faktor dengan indikator keberlanjutan, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pengkajian aspek-aspek, peluang dan cara memperkuat faktor dan interaksi positif, dan peluang serta cara mengurangi pengaruh faktor dan interaksi negatif. Dari hasil penelitian, dilakukan koreksi terhadap model konseptual Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 28

45 untuk membangun model praktikal. Sehingga diharapkan model ini dapat menjadi acuan atau strategi kebijakan bagi pembangunan kelautan dan perikanan. Gambar 8. Tahapan Penelitian Kerangka Pentahapan Penelitian Berdasarkan kerangka pikir penelitian untuk mengkaji model konseptual sebagaimana dijelaskan diatas, komponen-komponen kegiatan penelitian dirancang untuk dilaksanakan secara kronologis seperti tercantum pada Tabel 2. Tabel 2. Kronologi Pengumpulan Data, Pengolahan Data dan Interpretasi Kegiatan Lokasi Pendekatan File acuan Output Penggalian gagasan 2 awal Jakarta, Bogor Studi literatur, desk work - Artikel, textbook & bhn presentasi agropolitan, clusters, minapolitan Draft awal model konseptual Pengkayaan gagasan dan konsep Cianjur, Gresik, Malang, Boyolali Lokakarya survey cepat konsultasi, lokakarya diskusi 2 tim pengamatan - Draft awal model konseptual - Model konseptual - Workshop feedback - Daftar topik data Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 29

46 Kegiatan Lokasi Pendekatan File acuan Output Lapang Pemantapan ROKR Jakarta Lokakarya - Model konseptual - Workshop feedback - Daftar topik data - Grand design riset minapolitan bddy - ROKR riset2 pendukung - Kuesioner Pengumpulan data: Aspek generik sistem usaha sistem permukima n value chain Konsumsi &kebocoran pengaruh CC pd perikanan*) Boyolali, Palangka Raya, Malang, Bogor, Gresik, Gowa Batanghari, Pangkalan bun Survey Expert consultation Focus group discussions Critical analysis - Grand design riset minapol bddy - ROKR riset2 pendukung - Kuesioner - Kuesioner 2 terisi - Field notes - Dokumen sekunder Pengolahan data: Aspek Generik sistem usaha sistem permukima n Jalur pemasaran Konsumsi & kebocoran pengaruh CC pd perikanan*) Jakarta Analisis deskriptif Tabulatif Analisis usaha Analisis Sistem (powersim) - Kuesioner 2 terisi - Field notes - Dokumen sekunder - Tabulasi data - Teridentifikasi masalah pengemb minapol - Prediksi peluang perbaikan terhadap permasalahan pada aspek generic dan aspek khusus - Persepktif Model Spesifik lokasi - Perbaikan Model Konsepsual Sintesis model praktikal Jakarta Diskusi tim - Data-data terolah Draft model praktikal Verifikasi lapang data inkonsisten Lokasi yang relevan FGDs - Draft model praktikal Koreksi draft model praktikal Pengumpulan umpan balik Jakarta Lokakarya - Koreksi draft model praktikal Draft model praktikal terkoreksi Perbaikan model praktikal Jakarta Sumber: Data Primer yang di olah Diskusi tim, desk study Draft model praktikal terkoreksi Model praktikal Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 30

47 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Profil Wilayah dan baseline survei sosek Kabupaten Malang Kondisi Geografis Kabupaten Malang adalah salah satu Kabupaten di Indonesia yang terletak di Propinsi Jawa Timur dan merupakan kabupaten yang mempunyai wilayah terluas diantara 37 kabupaten/kotamadya di Jawa Timur. Luas wilayah Kabupaten Malang sebesar km² atau Ha. Kabupaten Daerah Tingkat II Malang terletak pada `10090`` sampai `00`` Bujur Timur 7044`55011`` sampai 8026`35045`` Lintang Selatan. Adapun batas wilayah Kabupaten ini antara lain: - Sebelah utara : Kab. Pasuruan dan Kab. Mojokerto - Sebalah Timur : Kab. Probolinggo dan Kab. Lumajang - Sebelah Selatan : Samudera Indonesia - Sebelah Barat : Kab. Blitar dan Kab. Kediri Kabupaten Malang memiliki potensi pertanian dengan iklim sejuk. Kabupaten Malang juga dikenal sebagai daerah yang kaya akan potensi diantaranya dari pertanian, perkebunan, tanaman obat keluarga dan lain sebagainya. Kondisi lahan di Kabupaten Malang bagian utara relatif subur, sementara di sebelah selatan relatif kurang subur. Bagian timur merupakan kompleks Pegunungan Bromo-Tengger- Semeru, dengan puncaknya Gunung Bromo (2.392 m) dan Gunung Semeru (3.676 m). Gunung Semeru adalah gunung tertinggi di Pulau Jawa. Bagian selatan berupa pegunungan dan dataran bergelombang. Dataran rendah di pesisir selatan cukup sempit dan sebagian besar pantainya berbukit. Keadaan topografi di Kabupaten Malang adalah: - Daerah dataran rendah terletak pada ketinggian m di atas permukaan air laut - Daerah dataran tinggi - Daerah perbukitan kapur - Daerah Lereng Gunung Kawi-Arjuno ( m di atas permukaan air lautdpal) - Daerah lereng Tengger- Semeru di Bagian Timur ( dpal) Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 31

48 Kependudukan Kabupaten Malang merupakan daerah ke-2 yang paling banyak penduduknya setelah Surabaya. Kepadatan penduduknya rata-rata mencapai 808 jiwa/km 2. Jumlah penduduk dan kapatan penduduk dapat dilihat pada Tabel 3. di bawah ini. Tabel 3. Luas wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Malang Tahun Tahu n Luas Wilayah (Km 2 ) Jumlah Penduduk (Jiwa) Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km 2 ) Rata-rata Sumber: Data Penduduk berdasarkan Hasil Proyeksi Supas 2005, BPS Provinsi Jawa Timur, diolah Jumlah penduduk yang semakin meningkat ini membuat kebutuhan atas lapangan kerja pun semakin tinggi. Usia produktif tentunya semakin banyak, dan kebutuhan untuk peningkatan kesejahteraan keluarga pun semakin tinggi akibat betambahnya jumlah anggota keluarga misalnya. Sumberdaya dan Tata Ruang Di Kabupaten Malang, penggunaan lahan berdasarkan jenis pemanfaatannya meliputi lahan pemukiman desa, pemukiman kota, sawah irigasi, sawah tadah hujan, tegalan, kebun, hutan lindung, hutan produksi, perikanan danau/waduk. Penggunaan Lahan di kawasan minapolitan dan hinterland Kabupaten Malang dapat dilihat pada Tabel 4. Sungai-sungai yang mengalir mempunyai pengaruh yang besar bagi perekonomian yang agraris yaitu : - Kali Brantas : Bermata air di DK. Sumber Brantas, Desa Tulungrejo (batu), membelah Kabupaten Malang menjadi 2 dan berakhir di Bendungan Karangkates - Kali Konto : Mengalir melintasi wilayah Kecamatan Pujon dan Ngantang dan berakhir di Bendungan Selorejo (ngantang) - Kali Lesti : Mengalir di bagian timur, wilayah Kecamatan Turen, Dampit dan sekitarnya - Kali Amprong : Mengalir di bagian timur, wilayah Kecamatan Poncokusumo dan Tumpang Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 32

49 Tabel 4. Luas Penggunaan Lahan di Kawasan Minapolitan dan Hinterland Kabupaten Malang Jenis Penggunaan Wajak Wonosari Dau Gondanglegi Turen Lahan Pemukiman Desa 124,23 53,33 83,18 69,26 168,23 Permukiman Kota 1093,24 691,14 387,44 555, ,24 Sawah Irigasi 1024,98 740,8 557,3 2238,3 1691,9 Sawah Tadah Hujan 409,1 285,6 136,4 867,9 655,4 Tegalan 733,6 894,3 1004,6 661,4 876,1 Kebun 2886,2 1684,5 993,2 675,5 874,2 Hutan Lindung 1132,74 955, ,24 601,94 93,04 Hutan Produksi 3540, , , , ,55 Danau/waduk/Sungai 91,3 48,2 83,7 51,8 68,8 Besar Luas Kecamatan 11036, , ,1 7483, ,46 Sumber: BPS Kabupaten Malang, 2009, Dalam program minapolitan yang digagas di Kabupaten Malang, desa Sukoanyar dipilih sebagai kawasan Minapolitan. Berdasarkan survei sumberdaya yang dilakukan Pemkab Malang, bahwa desa ini memiliki beberapa keunggulan yaitu sumberdaya air yang baik, luas lahan hamparan yang memiliki akses jalan yang mudah dan baik, dan dapat mejadi di sentral bagi wilayah yang lain. Di Desa Sukoanyar terdapat dua sumber air, yaitu Sumber Air Kajaran dan Sumber Air Pawon yang tidak pernah kering sepanjang tahun dengan debit air ratarata 200 liter/detik. Sumber itu tidak terkontaminasi bahan kimia, tidak mengalami polusi, kecerahan tinggi dan tanahnya tidak porous (berongga). Di Desa Sukoanyar memiliki sekitar 10 hektar lahan yang dilewati kedua sungai itu. Sehingga menjadikan nilai tambah untuk Desa Sukoanyar. Selain itu akses yang dimiliki juga telah baik. Lahan-lahan itu berada persis dipinggir jalan raya menuju Kecamatan Wajak. Sebagai kawasan minapolitan, Sukoanyar memegang posisi sentral. Sedang desa lainnya adalah hinterland (pendukung). Dalam kacamata antar wilayah, hal yang sama juga diterapkan. Kecamatan lain yang mempunyai potensi budidaya perikanan juga dijadikan sebagai hinterland. Diperkirakan, dibutuhkan pembebasan lahan seluas 5 hektar untuk aktivitas intensifikasi, mulai dari pemilihan induk, pembenihan, pendederan serta pembesaran yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah. Juga melalui diversifikasi end product (pemilihan/ penggolongan hasil berdasarkan kriteria tertentu). Program minapolitan di Kabupaten Malang ini menitikberatkan pada budidaya air tawar, dengan komoditas unggulan ikan nila. Tapi jenis tombro (mas), lele, udang, gurami dan ikan koi tak luput dari perhatian. Pilihan ikan nila sebagai produk Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 33

50 unggulan bukan tak beralasan. Selain nilai proteinnya tinggi, harga jual ikan Nila cukup tinggi, yaitu Rp Rp /kg dengan masa pemeliharaan 4-5 bulan. Di tahun 2008, produksi perikanan air tawar termasuk nila di kawasan Sumberpucung, Kalipare, Pagak, Kromengan, Wonosari, Turen, Wajak, Dau, Lawang, Bululawang, Tajinan, Singosari, Pakis, Tumpang dan Gondanglegi mencapai ton. Aktivitas yang dimulai tahun 2009 hingga Namun, tak berarti program ini akan berhenti di tahun itu. Tapi diharapkan pada tahun yang ditetapkan, masyarakat sudah mandiri dan bisa melanjutkan kegiatan ini. Program ini juga tak menutup peluang munculnya program untuk budidaya air payau dan laut. Seperti halnya yang dikembangkan di Kabupaten Buleleng, Propinsi Bali. Potensi Perikanan Kabupaten Malang merupakan salah satu daerah penghasil ikan di Jawa Timur. Total produksi perikanan tahun 2008 mencapai ,65 ton. Total produksi tersebut sebesar 89,68% atau 9.433,56 ton diperoleh dari perikanan tangkap. Selebihnya berasal dari produksi budidaya yaitu sebesar 1.086,09 ton atau 10,32% dari total produksi perikanan. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai ,70 ton, total produksi perikanan mengalami penurunan sebesar 3,88%. Hal ini dikarenakan pada tahun 2008, produksi dari penangkapan mengalami penurunan sebesar 6,68%. Sedangkan produksi dari kegiatan budidaya mengalami kenaikan sebesar 26,64%. Penurunan dan kenaikan ini menunjukkan bahwa tren produksi mengarah ke pengembangan budidaya karena penangkapan sudah tidak optimal lagi. Penurunan penangkapan ini disebabkan akibatnya banyaknya kapal yang tidak beroperasi karena faktor cuaca yang buruk pada bulan Januari-April dan November-Desember, serta dampak dari dikuranginya pasokan BBM di Sendangbiru sehingga kebutuhan operasional nelayan terbatas. Peningkatan produksi perikanan di Kabupaten Malang dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini. Tabel 5. Total Produksi Perikanan di Kabupaten Malang Tahun Kegiatan Produksi (ton) Kenaikan /Penurunan Volume (Ton) (%) Perikanan Tangkap , ,56-653,58-6,48 Perikanan Budidaya 857, ,09 228,53 26,64 Jumlah , ,65-425,05 Sumber: Laporan tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Malang, 2008, diolah Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 34

51 Berdasarkan jenis kegiatannya, produksi dari penangkapan ikan laut, penangkapan ikan perairan umum, budidaya tambak, dan kolam mengalami penurunan. Sedangkan budidaya baik di minapadi maupun sekatan mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu masing-masing sebesar 46,14 % pada minapadi dan 186,73% pada sekatan. Kenaikan produksi tersebut disebabkan oleh meningkatnya minat masyarakat untuk melakukan kegiatan budidaya (pembesaran) ikan di sekatan yang berada di Waduk/Bendungan Sutami. Kegiatan budidaya mengalami peningkatan dari tahun 2007 ke tahun Budidaya minapadi merupakan sistem pemeliharaan ikan di sawah. Budidaya ini dinilai lebih menguntungkan karena petani bukan hanya mendapatkan padi dari lahannya tetapi juga dapat memproduksi ikan yang dipelihara di sawah tersebut. Selain itu diyakini bahwa budidaya di lahan minapadi dapat meningkatkan kesuburan tanah serta sebagai pengendali hama tanaman padi. Khusus untuk area minapadi, ikan yang dipelihara anatara lain ikan tombro, nila, lele, koi dan beberapa ikan lainnya. Budidaya minapadi ini banyak terdapat di kecamatan Wajak, Bululawang, Wonosari, Poncokusumo, Ngajum dan Turen. Sistem pemeliharaan ikan yang kini juga sedang dikembangkan adalah minamendong. Budidaya minamendong merupakan sistem pemeliharaan ikan di lahan mendong. Mendong adalah bahan yang banyak digunakan untuk membuat tikar atau tas. Tabel 6. Produksi Perikanan Berdasarkan jenis Perairan di Kabupaten Malang Tahun Kegiatan Produksi (ton) Kenaikan /Penurunan Volume (Ton) (%) Penangkapan , ,56-653,58-6,48 - Perairan Laut 9.729, ,72-506,05-5,20 - Perairan Umum 357,37 209,84-147,53-41,28 Budidaya 857, ,09 228,53 26,64 - Tambak 532,60 443,65-88,95-16,70 - Kolam 135,52 108,75-26,77-19,75 - Karamba 0,59 0-0,59 - Minapadi 5,57 8,14 2,57 46,14 - Sekatan 183,29 525,55 342,26 186,73 Sumber: Statistik Perikanan Kabupaten Malang, 2009 Bila dilihat dari nilai produksi, perikanan dapat terbilang menguntungkan, baik di perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. Nilai produksi perikanan tangkap pada tahun 2008 mencapai Rp 93 milyar, sedangkan perikanan budidaya Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 35

52 mencapai Rp.27 milyar. Nilai produksi perikanan di kabupaten Malang dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini. Tabel 7. Nilai Produksi Perikanan di Kabupaten Malang tahun 2008 Jenis Penangkapan - Perairan Laut - Perairan Umum Budidaya - Tambak - Kolam - Karamba - Minapadi - Sekatan Sumber: Statistik Perikanan Kabupaten Malang, 2009 Nilai (Rp.1000) , , , , , , , ,00 Produksi ikan olahan pada tahun 2007 sebesar 3.392,86 ton, sedangkan pada tahun 2008 hanya sebesar 3.276,92 ton yang berarti berkurang sebanyak 115,94 ton atau sekitar 3,41% dari produksi tahun Hal ini disebabkan oleh hasil perikanan yang menurun. Teknologi yang digunakan dalam budidaya yang dikembangkan di Kecamatan Wajak adalah teknologi semi intensif. Produksi ikan olahan di Kabupaten Malang dapat dilihat di bawah ini. Tabel 8. Produksi Ikan Olahan di Kabupaten Malang tahun Tahun Produksi Ikan Olahan (Ton) , ,92 Sumber: Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Tahun 2008 Kelembagaan a. Kelembagaan Pelaku Utama Kabupaten Malang mempunyai potensi perkembangan usaha perikanan yang cukup besar jika dilihat dari jumlah pembudidaya yang sudah ada. Jumlah pembudidaya ikan pada tahun 2008 adalah sebanyak orang yang terdiri dari pembudidaya ikan di jaring sekat, kolam, tambak dan minapadi. Hal ini dapat terlihat pada tabel di bawah ini. Tabel 9. Jumlah Pembudidaya Ikan pada tahun 2008 No Jenis Budidaya Jumlah Orang 1 Pembudidaya Tambak 9 2 Pembudidaya Kolam Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 36

53 3 Pembudidaya Minapadi 73 4 Pembudidaya Jaring Sekat 835 Jumlah Sumber: Statistik Perikanan Kabupaten Malang, 2009 Mayoritas kelompok pembudidaya yang ada di Kabupaten Malang ini baru dibentuk kurang lebih satu tahun belakangan ini. Untuk itu kemampuan teknis yang mereka miliki masih sangat minim dan tingkat keberhasilannya masih tergolong rendah. Walaupun demikian dengan adanya pembentukan lembaga ini, maka antar pembudidaya dapat melakukan pertukaran pengetahuan yang dapat berguna bagi pengembangan usaha budidaya mereka. Ketua kelompok yang dipilih oleh tiap-tiap kelompok bertugas untuk melaporkan kegiatan kelompok kepada para anggota sehingga tercipta keterbukaan khususnya dalam bidang keuangan. Ketua kelompok juga biasanya memberikan sosialisasi kepada para anggota mengenai teknis budidaya yang baik karena rata-rata para pembudidaya memiliki pengalaman usaha kurang dari satu tahun. Sebelumnya, pembudidaya ini hanya bertani mendong dan kini mereka melakukan usaha budidaya minamendong. Berikut adalah jumlah kelompok pembudidaya yang sudah terbentuk dari tahun 2009: Tabel 10. Jumlah kelompok pembudidaya di Kecamatan Wajak tahun 2009 No Nama Kelompok Desa 1 Ekoproyo 1 Sukoanyar 2 Ekoproyo 2 3 Sumber Makmur I Wajak 4 Sumber Makmur II 5 Sbr Cilung Mandiri Blayu 6 Ngudi Mulyo I 7 Ngudi Mulyo II 8 Ngudi Mulyo III 9 Mina tani Bringin 10 Bangun Karyo I Sukolilo 11 Bangun Karyo II 12 Bangun Karyo III 13 Mina jaya Mina Jaya 14 Subur II Codo 15 Sbr Rejeki Sumber Putih Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Malang, 2009, diolah b. Kelembagaan Pemasaran Dalam hal lembaga pemasaran, belum terlihat adanya lembaga pemasaran yang telah dibentuk secara resmi oleh poemerintah. Namun, justru inisiatif Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 37

54 pembentukan lembaga pemasaran ini muncul dari kalangan kelompok pembudidaya yang berencana untuk membangun sebuah pasar sebagai bentuk antisipasi jika terjadi lonjakan produksi akibat program Minapolitan di Kabupaten Malang. Selama ini ikan yang diproduksi dijual ke Kota Malang dan sekitarnya. Tetapi untuk benih yang dihasilkan di Kecamatan dau, sudah banyak dikirim ke Kalimantan dan Sumatra. Mayoritas mereka sudah memiliki jaringannya sendiri dan untuk produsen benih mereka memberikan layanan pesan antar kepada konsumen dan memberikan garansi benih selama 1 minggu. Jika benih selama 1 minggu ternyata banyak yang mati maka akan diganti oleh penjual. Hal ini dilakukan untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat. c. Kelembagaan permodalan Inisiatif yang tinggi ini ternyata belum didukung oleh kelembagaan permodalan. Banyak pembudidaya yang masih sulit untuk mencari suimber permodalan dikarenakan biasanya bank ataupun institusi keuangan yang mempunyai fungsi untuk kegiatan pinjaman, tidak bersedia untuk menginvestasikan dana mereka ke sektor perikanan yang dinilai tinggi resikonya. Rata-rata dari mereka menggunakan modal pribadi dari usaha sampingan lainnya. Banyak juga pembudidaya yang mempunyai pekerjaan lain seperti berdagang dan bertani. d. Kelembagaan penyedia sarana input Masalah yang juga lebih penting, masih sedikitnya penyedia saranan input di Kabupaten Malang. Mayoritas dari pembudidaya masih membeli sarana input ke Kotamadya Malang. Belum disediakan pula sebuah lembaga yang khusus menyediakan sarana input bagi pengembangan usaha budidaya. Walaupun BBI sudah ada tetapi sarana penyedia input ini hanya mampu menyediakan 1 juta benih/ tahunnya. Untuk Kecamatan Wajak sendiri, berikut adalah gambarannnya: Tabel 11. Permasalahan Budidaya di Kabupaten Malang Variabel Potensi Masalah Bahan Baku Bibit Benih ikan diperoleh dengan pemijahan sendiri - Kualitas bibit masih kurang karena memakai metode tradisional - Tidak terdapat BBI - Mayoritas masih mengandalkan benih dari luar seperti Kab. Blitar sehingga memakan ongkos biaya transportasi yang tidak sedikit - Minim pengetahuan teknik Pakan Ikan Kemudahan memperoleh pakan karena terdapat agen- pengelolaan budidaya - Harga pakan semakin mahal - Kurangnya dukungan sektor Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 38

55 Variabel Potensi Masalah agen kecil di kecamatan pertanian untuk bahan baku pakan Obat-obatan terdapat apotek - pembudidaya jarang ada yang mengerti kegunaan obat Peralatan dan muncul teknologi dengan - pengetahuan SDM masih kurang teknologi metode sederhan Tenaga Kerja tersedianya tenaga kerja - skill belum menunjang Sumber: Data primer, 2010, diolah. Kebijakan Pemerintah Daerah Tentang Minapolitan Pendekatan program Minapolitan di Kabupaten Malang berdasarkan potensi sumberdaya alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang secara teknis mendukung program Minapolitan. Model yang diterapkan adalah dengan menentukan desa Sukoanyar kecamatan Wajak sebagai Sentra Kawasan Minapolitan dan desa lainnya di kecamatan Wajak sebagai hinterland (pendukung). Sedangkan secara eksternal kecamatan lainnya yang mempunyai potensi budidaya perikanan juga sebagai hinterland. Di desa Sukoanyar akan dibentuk lembaga Pengelolaan Manajemen Unit (PMU) atau biasa disebut dengan Unit Pelayanan Teknis (UPT) sebagai pusat inkubator minabisnis ikan nila di kabupaten Malang agar mempunyai daya saing yang tinggi. Untuk itu perlu adanya pembebasan lahan untuk kegiatan budidaya nila unggul (indukan), pembenihan, pendederan, pembesaran, meningkatkan nilai tambah melalui diversifikasi end product. Direncanakan Pemkab Malang akan membebaskan lahan minimal sebesar 5 Ha pada tahun 2010 untuk kegiatan minapolitan. Tahap Persiapan Minapolitan Untuk menunjang program minapolitan, program yang dirancang oleh Dinas Keluatan dan Perikanan Kabupaten Malang sampai dengan tahun 2012 lebih menitikberatkan kepada pengembangan pada tingkat grass root yang memiliki makna pada penguatan sumber daya manusia, penguatan kelembagaan dan pengembangan teknologi. Selain itu dinas juga member perhatian lebih untuk penguatan jaringan pemasaran sehingga jika produksi pada tahun-tahun mendatang meningkat maka pembudidaya tidak akan kesulitan untuk memasarkan produknya. Sedangkan, pengembangan dalam hal fisik atau infrastruktur belum menjadi prioritas dan akan terbangun setelah adanya kesiapan di tingkat masyarakat. Pola pengelolaan yang akan diterapkan dalam program minapolitan kabupaten Malang berupa PMU (Pengelolaan Manajemen Unit) atau juga dikenal sebagai UPT (Unit Pelaksana Teknis. Dinas akan mengembangkan pola budidaya Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 39

56 petani sekitar yang ada dalam rangka merangsang petani lainnya untuk aktif dalam minapolitan. Hal inilah yang membedakan konsep minapolitan dengan agropilitan. Sejauh ini persiapan dinas dalam kaitannya dengan program Minapolitan, dinas melaksanakan program Minamendong yaitu kegiatan budidaya ikan yang ditumpangsarikan dengan tanaman mending. Tanaman mendong ini adalah tanaman yang digunakan sebagai bahan pembuatan tikar. Pada awalnya, masyarakat hanya bertani mendong saja yang hanya panen dua tahun sekali. Hal ini mengakibatkan kesejahteraan mereka masihlah sangat minim. Untuk meningkatkan pendapatan petani, Dinas Keluatan dan Perikanan menginisiasi pembudidayaan ikan bersama tanaman mendong. Keterlibatan berbagai sektor sangat diperlukan dalam kerjasama tim yang apik. Termasuk diantaranya yang terlibat adalah Badan Perencanaan dan Pembangunan Kabupaten Malang, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Dinas Pertanian dan Perkebunan, Dinas Peternakan dan Kesehatan hewan, Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksanaan Penyuluhan, Dinas Pengairan, Dinas Bina Marga, Dinas Lingkungan Hidup, Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perbankan, Dinas Koperasi, Dinas Pasar, Perindustrian dan perdagangan, Dinas Pariwisata, Perguruan Tinggi serta Kelompok Pembudidaya Ikan. Berdasarkan pengamatan lapangan, kesiapan daerah dari sisi keterkaitan antar instansi masih kurang. Selain itu SDM, dinilai masih kurang. Masyarakat masih minim dalam hal penguasaan teknis budidaya ikan karena pengalaman usaha mereka yang relative baru. Teknologi yang digunakan pun masih bersifat tradisional. Dari sisi sarana produksi, ketersediaan input produksi masih terbatas sehingga biasanya mereka harus membeli ke Kabupaten atau Kota Malang. Sedanhkan dari sisi permodalan, lembaga permodalan yang ada masih terbatas pada usaha mikro. Banyak juga lembaga keuangan terutama bank yang enggan memberikan pinjaman pada sector perikanan karena dinilai tidak dapat diprediksi. Pelaksanaan Minapolitan Program Minapolitan di Kabupaten Malang dilaksanakan sejak tahun Pemilihan pengembangan minamendong juga ternyata memiliki kendala teknis yaitu adanya Mendong di lahan budidaya membuat ph air terlalu tinggi sehingga pertumbuhan ikan cenderung lambat. Untuk itu diperlukan kajian teknologi untuk menurunkan kadar ph sehingga pertumbuhan ikan dapat optimal. Setelah dilaksanakan kurang lebih satu tahun, sebenarnya untuk membina SDM bukanlah hal Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 40

57 terlampau sulit, asalkan para pembudidaya baru ini diberikan contoh sehingga mereka dapat memahami teknis pembudidayaan secara baik dan optimal. Infrastruktur Pembangunan infrastruktur bukanlah fokus utama dari pemkab kabupaten Malang dalam program Minapolitan ini. Yang sudah terbentuk adalah pembangunan jalan aspal sepanjang kawasan minapolitan dengan menggunakan aspal hotmix. Saluran irigrasi yang ada di Kabupaten Malang juga sudah cukup baik dan sumber air bersih pun di Kecamatan Wajak sangatlah cocok untuk mengembangkan ikan nila, gurami dan ikan mas. Salah satu infrastruktur yang ada di Kabupaen Malang adalah Balai Benih Ikan (BBI). Balai benih ikan yang ada di Kabupaten malang adalah BBI Sukorejo dengan luas BBI seluas 1,7 Ha. BBI ini mempunyai kolam 22 kolam. Sebanyak 12 kolam berada di belakang dan 10 kolam berada di depan. BBI ini berdiri sejak tahun Komoditas benih yang diproduksi adalah benih nila, tombro dan lele. Benih yang paling banyak diminta adalah benih nila. Benih nila dengan ukuran 3-5 dijual dengan harga Rp. 60,- dan ukuran 6-7 dengan harga Rp. 100,-. BBI ini memproduksi benih sebanyak 1 juta / tahun. Produksi dari balai ini tidak dapat mencukupi permintaan benih ikan untuk Kabupaten Malang. Idealnya, produksi benih di BBI adalah 4-5 juta ton/tahun. Untuk sertifikat, benih yang diproduksi belum bersertifikat. Program yang akan dilaksanakan oleh BBI terkait untuk menyukseskan program minapolitan adalah pengadaan induk baru dari seputaran Jawa Timur dan membangun fasilitas pendukung BBI. Adapun strategi BBI antara lain: - Memperbaiki kualitas dan kuantitas induk yang ada. Induk selama ini berasal dari Sukabumi dan Umbulan - Sumber daya manusia harus berkualitas dan ditingkatkan kuantitasnya karena selama ini hanya diisi oleh 8 orang dari latar belakang teknik - Membangun kerjasama antara BBI dengan UPR Salah satu permasalahan teknis yang ada di BBI ini adalah debit air yang mengandalkan saluran irigasi untuk sawah sehingga pada awal musim tanam sawah maka BBI akan kesulitan air. Hal ini coba diatasi oleh BBI engan membuat pompa air tetapi menyebabkan bertambahnya biaya operasional. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 41

58 Kabupaten Boyolali Kondisi Geoerafis Kabupaten Boyolali merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah, yang terletak antara Bujur Timur dan Lintang Selatan. Wilayah Boyolali dibatasi oleh : Sebelah Utara : Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Semarang. Sebelah Timur : Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen dan Kabupaten Sukoharjo. Sebelah Selatan : Kabupaten Klaten dan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebelah Barat : Kabupaten Magelang dan Kabupaten Semarang. Secara administratif Kabupaten Boyolali terdiri dari 19 Kecamatan yang terbagi menjadi 262 desa dan 5 kelurahan. Dari seluruh desa dan kelurahan yang ada, 224 desa/kelurahan merupakan desa yang berada di dataran rendah atau sekitar 83% dari seluruh desa/kelurahan dan selebihnya merupakan desa di dataran tinggi. Secara eksternal Kabupaten Boyolali merupakan sub sistem pembangunan dari Sistem Regional Jawa Tengah dan sub-sub sistem pembangunan dari konstelasi nasional. Sedangkan secara interenal wilayah Kabupaten Boyolali juga merupakan satu sistem kota dan desa serta berbagai unsur kegiatan dan perhubungan yang ada didalamnya sebagai sub sistemnya. Kabupaten Boyolali adalah termasuk dalam Sub Daerah Tujuan Wisata di Jawa Tengah, yaitu terletak di kaki sebelah timur gunung Merapi dan Merbabu sehingga memiliki pemandangan yang indah dan mempesona serta mempunyai Bandara Internasional Adi Sumarmo. Kota Boyolali berjarak +25 km dari Kota Budaya Surakarta dan merupakan koridor jalur wisata Solo-Selo-Borobudur (SSB). Keadaan topografi di Kabupaten Boyolali adalah daerah bergelombang sehingga sebagian besar wilayahnya merupakan daerah pertanian lahan kering yang potensial. Berdasarkan topografinya Kabupaten Boyolali berada pada ketinggian antara meter diatas permukaan laut. a DPL : meliputi wilayah Kecamatan Mojosongo, Teras, Sawit, Banyudono, Sambi, Ngemplak, Simo, Nogosari, Karanggede, Andong, Klego, Kemusu, Wonosegoro, Juwangi dan sebagian Boyolali. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 42

59 b DPL : meliputi wilayah Kecamatan Boyolali, Musuk, Ampel, dan Cepogo. c DPL : meliputi wilayah Kecamatan Musuk, Ampel, dan Cepogo. d DPL : meliputi wilayah Kecamatan Cepogo, Ampel, dan Selo. e DPL : meliputi wilayah Kecamatan Selo. Secara umum, Kabupaten Boyolali terbagi menjadi empat relief daratan, yaitu sebagai berikut : Lereng Gunung Merbabu, membentang ke arah timur meliputi sebagian besar Kecamatan Ampel Lereng Gunung Merapi (dari puncak ke kaki gunung), membentang ke arah timur meliputi sebagian besar Kecamatan Selo, Kecamatan Musuk, dan Kecamatan Cepogo Dataran Rendah, merupakan daerah terendah di Kabupaten Boyolali meliputi Kecamatan Boyolali, Mojosongo, Teras, Banyudono, Sawit, Sambi, Nogosari, dan Kecamatan Ngemplak Daerah Berbukit, merupakan daerah di sekitar Pegunungan Kendeng meliputi Kecamatan simo, Wonosegoro, Klego, andong, Kemusu, Karanggede, dan Juwangi Budidaya perikanan dapat dilakukan pada dataran rendah dan memiliki ketersediaan air yang cukup yaitu pada wilayah yang memilki ketinggian mdpl. Kondisi tersebut sangat memungkinkan untuk dikembangkan budidaya perikanan. Selain itu kondisi curah hujan Kabupaten Boyolali yang mempunyai tipe curah hujan D (menurut Schmidt Ferguson) yaitu kejadian bulan kering sebanding dengan bulan basah menjadikan wilayah ini memiliki curah hujan dan memiliki sumber air yang juga mendukung untuk usaha perikanan budidaya termasuk perikanan air tawar. Hari hujan yang ada di Kabupaten Boyolali selama tahun 2006 sebanyak 105 hari dengan rata-rata curah hujan 2297 mm/th. Curah hujan tertinggi terdapat pada bulan Januari dan terendah pada bulan Juli-September. Sumber perairan di Kabupaten Boyolali berasal dari sumber air dangkal/mata air, waduk dan sungai. Melihat kondisi alam yang ada, maka dikembangkan suatu konsep pembangunan yang dapat mendorong pertumbuhan pembangunan yaitu melalui pengembangan kawasan minapolitan. Perwujudan pengembangan kawasan minapolitan yang terintegrasi yang memiliki keunggulan potensi perikanan. Kemudian ditetapkan potensi kawasan budidaya perikanan di desa Tegalrejo Kecamatan Sawit yang menjadi pusat pengembangan kawasan minapolitan dan Kecamatan Banyudono serta Kecamatan Teras menjadi wilayah pendukung (hinterland). Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 43

60 Kemasyarakatan Kondisi kemasyarakatan menjadi hal penting dalam penentuan kebijakan pembangunan yang akan diambil oleh pemerintah. Kemasyarakat dapat dilihat dari kepadatan dan distribusi penduduk, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan. Bahasan kemasyarakatan dibatasi pada kawasan minapolitan yaitu Kecamatan Sawit, Kecamatan Bayudono dan Kecamatan Teras. Kecamatan Sawit sebagai sentra produksi perikanan mempunyai batasan administrasi dengan berbagai kecamatan. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Banyudono, sebelah timur Kabupaten Sukoharjo, sebelah timur Kecamatan Sawit, sebelah selatan Kabupaten Klaten dan sebelah barat Kecamatan Teras dengan luas wilayah Ha. Kecamatan Banyudono sebagai daerah pendukung terdiri dari 14 desa, dan secara administrasi mempunyai batas daerah sebelah utara kecamatan Sambi, sebelah timur Kabupaten Sukoharjo dan Kecamatan Sawit, sebelah selatan Kecamatan Sawit dan sebelah barat Kecamatan Teras. Daerah pendukung lainnya adalah Kecamatan teras yang mempunyai luas wilayah 2.993,6267 Ha. Batasn admistrasi kecamatan teras adalah sebelah utara Kecamatan Sambi dan Kabupaten Semarang, Sebelah Timur Kecamatan Banyudono, sebelah selatan Kecamatan Sawit dan sebelah barat Kecamatan Mojosongo. Terkait dengan jumlah penduduk di kawasan minapolitan pada tahun 2008 adalah jiwa dengan luas wilayah 72,5480km 2. Standart yang digunakan dalam menentukan kepadatan kawasan minapolitan adalah : 1. Standar yang digunakan sebagai kriteria kepadatan penduduk kotor (bruto), yaitu jumlah penduduk dibagi dengan luas wilayah adalah sebagai berikut : jiwa/km 2 : kepadatan rendah jiwa/km 2 : kepadatan sedang jiwa/km 2 : kepadatan tinggi > jiwa/km 2 : kepadatan sangat tinggi 2. Sedangkan standar untuk kepadatan penduduk bersih (netto), yaitu jumlah penduduk dibagi dengan luas lahan terbangun adalah sebagai berikut : jiwa/km 2 : kepadatan rendah jiwa/km 2 : kepadatan sedang jiwa/km 2 : kepadatan tinggi > jiwa/km 2 : kepadatan sangat tinggi (Bappeda, 2008) Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 44

61 Berdasarkan standar dan hasil perhitungan maka kepadatan dalam kawasan minapolitan adalah rendah. Kepadatan penduduk kawasan minapolitan dapat dilihat pada Tabel 12 di bawah ini. Tabel 12. Kepadatan Penduduk di Kawasan Minapolitan N O KECAMAT AN LUAS (Km 2 ) JENIS KELAMIN PRIA WANITA JUMLAH PEKARA NGAN (Km2) Kepadat an Netto (Jiwa/ Km2) Kepada tan Brutto (Jiwa/ Km2) 1 Teras 29, ,47 542,76 2 Sawit 17, ,66 871,51 3 Banyudono 25, ,99 601,37 Sumber : BPS, 2008 Lebih lanjut, tingkat pendidikan masyarakat di Kawasan Minapolitan sebagain besar adalah lulusan SD sebanyak orang. Tingkat pendidikan yang rendah di kawasan minapolitan akan mempengaruhi seseorang dalam mengelola usaha baik secara formal maupun non formal. Semakin lama seseorang mengenyam pendidikan akan dapat merubah pola pikir, daya penalaran yang lebih baik, sehingga semakin rasional. Pendidikan merupakan salah satu indikator karakteristik individu yang terkait dengan tingkat pengetuan, produktivitas dan keterampilan usaha budidaya perikanan yang akhirnya berpengaruh pada pengambilan keputusan. Berikut tabel tingkat pendidikan di kawasan minapolitan. Tabel 13. Tingkat Pendidikan Masyarakat di Kawsan Minapolitan NO Kecamatan Belum/Tidak Tamat SD(Jiwa) SD (Jiwa) SLTP (Jiwa) SLTA (Jiwa) D1, 2, 3 (Jiwa) D IV/S1 (Jiwa) 1 Teras Sawit Banyudono Jumlah Sumber : BPS, 2008 Pada Tabel 14 digambarkan lapangan pekerjaan masyarakat di kawasan minapolitan. Jenis pekerjaan yang dimiliki oleh masyarakat adalah pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, pertanian lainnya, industri pengolahan, perdagangan, jasa, angkutan dan laiinya. Hanya 671 oarng yang bekerja pada sektor perikanan. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 45

62 Tabel 14. Lapangan Pekerjaan Masyarakat di Kawasan Minapolitan No Lapangan Pekerjaan Kecamatan Teras Sawit Banyudono 1 Pertanian Tanaman Pangan Perkebunan Perikanan Peternakan Pertanian Lainnya Industri Pengolahan Perdagangan Jasa Angkutan Lainnya Jumlah Sumber : BPS, 2008 Sumberdaya dan Tata Ruang a. Penggunaan lahan menurut Jenis Pemanfaatan Ketersediaan lahan perikanan sangatlah penting untuk usaha budidaya ikan di kolam yang merupakan media produksi. Luas wilayah kawasan minapolitan terdiri dari 3 (tiga) kecamatan dengan luas wilayah 7.254,7494 Ha atau sebesar 7,15% dari luas Kabupaten Boyolali sebesar ,1955 Ha. Sedangkan untuk penggunaan lahan yang terdapat di kawasan minapolitan secara umum terbagi atas penggunaan tanah sawah dan penggunaan tanah kering. Penggunaan tanah sawah yang paling besar adalah sebagai tanah sawah irigasi setengah teknis sebesar 1794,756 Ha dan yang paling kecil sebagai sawah tadah hujan sebesar 59,292 Ha. Penggunaan tanah kering di kawasan minapolitan yang paling besar adalah sebagai Pekarangan/bangunan sebesar 1968,0784 Ha dan yang paling sedikit adalah penggunaan tanah tambak/kolam sebesar 29,6055 Ha. Secara rinci luasan penggunaan lahan di kawasan minapolitan dapat dilihat pada gambar dan Tabel dibawah ini. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 46

63 Tabel 15. Penggunaan Tanah Di Kawaan Minapolitan N o Kecam a-tan Penggunaan Tanah Sawah Penggunaan Tanah Kering Jumla h Irigasi Irigasi Irigasi Tada h Pekara nga/ Tegal / Tamba k/ Lainny a Teknis Setenga h Sederh ana Hujan Bangun an Kebu n Kola m Teknis 1 Banyu dono 869,69 499,71 144, ,31 144,0 2 0,09 118, , 03 2 Teras 650,17 582,31 133,25 57,29 836,02 507,5 6 14,52 212, , 63 3 Sawit 214,15 712,74 348, ,74 17,46 15,00 35, , 18 Jumlah 1734, ,76 625,98 59, , ,0 4 29,61 367, , 84 Sumber : BPS, 2008 b. Sumberdaya air Sumber daya air juga menjadi bagian penting dalam usaha budidaya perikanan. Ketersediaan sumberdaya air di Kabupaten Boyolali berasal dari air sumber dangkal/mata air. Sumber mata air untuk Kabupaten Boyolali terdapat di Tlatar (Kecamatan Boyolali), Nepen (Kecamatan Teras), Pengging (Kecamatan Banyudono), Pantaran (Kecamatan Ampel), Wonopedut (Kecamatan Cepogo) dan Mungup (Kecamatan Sawit) (BPS, 2008 : 3). Terkait dengan mata air, untuk melindunginya maka ditetapkan kawasan konservasi dan resapan air. Hal ini dilakukan karena beberapa mata air bersih digunakan sebagai sumber mata air bersih bagi penduduk yang didistribusikan oleh PDAM Kabupaten Boyolali. Luas kawasan konservasi dan resapan air di Kabupaten Boyolali adalah ,2 Ha atau 15,23% dari luas wilayah Kabupaten Boyolali keseluruhan. Sumberdaya air lainnya adalah waduk, dan terdapat 4 buah waduk yang tersebar di 4 kecamatan. Waduk tersebut adalah Kedungombo dengan luas Ha di Kecamatan Kemusu. Waduk Kedungdowo (48 Ha) di wilayah Kecamatan Andong, Cengklik (240 Ha) di Kecamatan Ngemplak dan Bade (80 Ha) di wilayah Kecamatan Klego juga menjadi sumber air Kabupaten Boyolali. Selain sumber mata air dan waduk, sungai menjadi andalan sumberdaya air. Sungai Serang yang melewati Kecamatan Kemusu dan Wonosegoro, Sungai Cemoro yang melintasi Kecamatan Simo dan Nogosari. Sungai Pepe melewati Kecamatan Boyolali, Mojosongo, Teras, Banyudono, Sambi dan Ngemplak. Sementara Sungai Gandul melintasi Kecamatan Selo, Cepogo, Musuk, Mojosongo, Teras dan Sawit. (BPS, 2008 : 4) Ketersediaan air untuk budidaya perikanan di kawasan minapolitan bukan menjadi hambatan karena terdapat beberapa sumber mata air dan sungai yang Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 47

64 melewati kawasan minapolitan. Seperti di Kecamatan Banyudono mempunyai 17 buah mata air dan di Kecamatan Sawit 16 buah. Mata air yang ada dipergunakan oleh masyarakat sekitra untuk air bersih, irigasi pertanian dan kegiatan budidaya yang lain. Sehingga untuk melestarikan keberadaan mata air dan air tanah perlu pengelolaan yang baik pada kawasan minapolitan secara khusus dan Kabupaten Boyolali secara khusus. Potensi Perikanan Kabupaten Kondisi topografi Kabupaten Boyolali daerah bergelombang sehingga sebagian besar wilayahnya merupakan daerah pertanian lahan kering yang potensial. Meskipun pertanian merupakan sektor dominan dalam menopang perekonomian, namun produktifitasnya paling rendah dibanding sektor lain. Sementara sektor perikanan sangat berpengaruh terhadap PDRB terutama pada tahun 2006 dengan dibukanya Kampung Lele di desa Tegalrejo Kecamatan Sawit. Perikanan Kabupaten Boyolali adalah jenis budidaya perikanan air tawar, karena wiayah Kabupaten Boyolali tidak memiliki kawasan pantai. Oleh karena itu, potensi perikanan air tawar di Kabupaten Boyolali sangat besar dan dibudidayakan di kolam dan di perairan umum (sungai dan waduk). Jenis ikan yang dibudidayakan oleh masyarakat adalah udang, tawes, mujair, nila, lele, gabus, karper, rucah dan betutu. a. Perkembangan Produksi Ikan Tangkapan Kabupaten Boyolali adalah wilayah yang tidak mempunyai kawasan pantai, sehingga produksi ikan tangkapan tidak sebesar dengan produksi perikanan budidaya di kolam dan karamba jaring apung (KJA). Jenis ikan yang ditangkap adalah ikan gabus, ikan rucah, ikan betutu dan ikan red devil. Produksi hasil perikanan tangkap perairan umum daratan (PUD)mengalami penurunan, pada tahun 2007 sebesar Kg dan tahun 2008 sebesar Kg. Hasil tangkapan ikan di perairan umum dari tahun 2003 sampai 2006 tidak teridentifikasi dikarenakan data tidak dipecah antara hasil KJA dan tangkap. Untuk kawasan minapolitan Kecamatan Sawit, Kecamatan Teras dan Kecamatan Banyudono tidak mempunyai produksi hasil perikanan tangkap. Berikut tabel produksi hasil perikanan tangkap di Kabupaten Boyolali. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 48

65 Tabel 16. Produksi Perikanan Tangkap PUD 2008 No Jenis Ikan Perairan Umum Tangkap (Kg) 1 Gabus Rucah Betutu Red devil JUMLAH Sumber : BPS Kabupaten Boyolali, 2008 b. Perkembangan Produksi Perikanan Budidaya Perikanan budidaya memberikan kontribusi yang besar dalam produksi perikanan Kabupaten Boyolali. Hasil dari usaha perikanan budidaya dikolam adalah udang, tawes, mujair, nila, lele, kaper dan rucah yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun terutama produksi ikan lele yang mencapai Kg pada tahun Hasil produksi dari perairan umum adalah udang, tawes, mujair, nila, lele dan kaper dan ikan mujair menjadi komoditas terbesar dari hasil budidaya di perairan umum sebesar pada tahun Tabel produksi perikanan budidaya menurut jenis dan asalnya dapat di lihat dibawah ini. Tabel 17. Produksi Perikanan Budidaya Menurut Jenis dan Asalnya No Jenis Kolam 1 Udang Tawes Mujair Nila *) Lele *) Karper Rucah Perairan Umum 1 Udang Tawes Mujair Nila Lele Karper *) : Data tidak tersedia Sumber : BPS, Sementara, produksi perikanan budidaya di kawasan minapolitan berdasarkan tipologi kolam dan KJA, dapat dilihat pada tabel 7 bahwa produksi Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 49

66 budidaya terbesar dihasilkan dari kolam seluas 23 Ha dengan produksi Kg pada tahun 2007 dan 30 Ha pada tahun 2008 dengan produksi Kg. Sedangkan dari budidaya di KJA berproduksi sebanyak kg di tahun Tabel 18. Produksi Perikanan Budidaya di Kawasan Minapolitan Kabupaten Boyolali No Kecamatan Kolam KJA Kolam KJA Luas Produksi Luas Produksi Luas Produksi Luas Produksi (Ha) (kg) (Ha) (kg) (Ha) (ekor) (Ha) (ekor) 1 Teras , Sawit Banyudono Jumlah Sumber: BPS, Untuk menunjang budidaya pembesaran ikan lele, maka diperlukan sarana input berupa benih ikan lele. Untuk produksi benih ikan lele didapatkan dari BBIKPI dan hasil budidaya benih ikan lele masyarakat di kolam. Produksi benih ikan lele di kawasan minapolitan hanya dihasilkan di Kecamatan Banyudono dan Kecamatan Sawit penurunan. Pada tahun 2007 BBIKPI memproduksi ekor benih dengan luas lahan 1 Ha dan produksi dari kolam sebesar ekor. Tahun 2008 dengan luas lahan 0,9 Ha BBIKPI menghasilkan ekor dan kolam seluas 3 Ha memproduksi ekor. Untuk itu pada program minapolitan telah ditetapkan pengembangan kawasan yaitu Kecamatan Teras dan Kecamatan Banyudono sebagai kawasan budidaya benih ikan lele sebagai daerah pendukung untuk Kecamatan Sawit yang ditetapkan sebagai sentra pembesaran ikan lele. Tabel 19. Produksi Benih Ikan di Kawasan Minapolitan N Kecamat O an BBIKPI Kolam BBIKPI Kolam Luas (Ha) Produksi (ekor) Luas (Ha) Produksi (ekor) Luas (Ha) Produksi (ekor) Luas (Ha) Produksi (ekor) 1 Teras Sawit Banyudo , no 0 Jumlah Sumber: BPS, , Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 50

67 Potensi perikanan dengan komoditas ikan lele yang sangat besar terkadang menyebabkan over produksi maka dilakukan suatu usaha untuk meningkatkan nila tambah pada ikan tersebut dengan mengolah ikan lele menjadi produk yang siap saji. Produk olahan ikan lele berupa bakso ikan lele, kerupuk ikan lele, abon ikan lele dan nuget ikan lele. Pengolahan ikan lele masih dilakukan dalam skala indutri rumah tangga dan diusahakan di sentra produksi Kampung Lele Kecamatan SawitTerkait dengan masalah pemasaran, saat ini masih mengalami banyak kendala. Hal ini disebabkan karena sarana promosi yang sangat minim. Meskipun pemerintah telah memberikan sarana toko untuk mempromosikan hasil olahan, pada kenyataan sampai dengan penelitian ini dilakukan toko tersebut masi belum dimanfaatkan oleh kelompok. Lokasi Kampung Lele yang bukan menjadi tempat tujuan wisata menyebabkan konsumen enggan untuk meluangan waktunya hanya untuk membeli hasil olahan ikan lele. Kendala ini kemudian diatasi dengan menitipkan hasil olahan ikan lele di pusat wisata dan kuliner, tetapi karena belum memasyarakatnya hasil olahan ikan lele dan harga yang kalah bersaing dengan produk sejenis menyebabkan konsumen tidak menjadikan olahan ikan lele sebagai buah tangan. Untuk mengatasi kendala tersebut diatas diperlukan pengembangan industri pengolahan dengan memberikan dukungan sarana dan prasana yang terkait dengan kegiatan pengolahan ikan lele. Dukungan dalam bidang manajemen juga diperlukan agar pengelolaan manajemen pengolahan hasil perikanan lebih modern dan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Peningkatan pendapatan masyarakat dapat dilakukan jika dalam pengelolaan usaha budidaya dan pengolahan hasil perikanan menerapkan teknologi yang diintroduksikan. Saat ini dalam usaha budidaya ikan lele dan pengolahan, masyarakat masih menggunakan teknologi tradisional. Pembudidaya juga belum menerapkan cara budidaya ikan yang baik (CBIB). Keterbatasan pengetahuan dan modal menyebabkan pembudidaya dan pengolah tidak melaksanakan telnologi yang dianjurkan. Kelembagaan Kelembagaan menjadi salah satu aspek dalam pelaksanaan Program Minapolitan dan kelembagaan mempunyai fungsi untuk menjada keutuhan masyarakat dan dapat memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social control system) (Nasution, 2007). Kelembagaan menjadi satu kebutuhan yang dapat dikembangkan oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan kelembagaan dapat memenuhi kebutuhan pokok untuk kelangsungan hidup masyarakat. Diharapkan masyarakat terlibat secara langsung dalam Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 51

68 pemanfaatan sumber daya alam dengan adanya keberadaan kelembagaan. Kelembagaan yang ada dimasyarakat dapat dikelompokkan sebagai berikut : a) Kelembagaan Pelaku Utama Kelembagaan pelaku utama mendasarkan pada aktivitas utama dalam usaha budidaya perikanan. Di Kabupaten Boyolali terdapat 8 kelembagaan pelaku utama dan 2 diantara berada di kawasan minapolitan. Kelembagaan pelaku utama tersebut tersebar di Kecamatan Sawit, Kecamatan Simo, Kecamatan Karanggede, Kecamatan Banyudono, Kecamatan Sambi dan Kecamatan Juwangi dimana komoditas utamanya adalah lele. Pada Tabel 20 dapat dilihat luas areal dan rata-rata produksi untuk masing-masing kelompok. Tabel 20. Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Kabupaten Boyolali No Nama Pokdakan Alamat Desa Kecamatan Luas Areal (Ha) Rata-Rata Produksi/Bulan (Ton) 1 Karya Mina Tegalrejo Sawit Lele Utama 2 Bungsu Teter Simo 0,006 2 Lele 3 Mina Sari Blagung Simo 0,003 1,8 Lele 4 Mina Sari Tegalsari Karanggede 0,15 12 Lele 5 Agromino Ngreni Simo 0,05 6 Lele 6 Karya Muda Peni Banyudono 0,4 14 Lele 7 Mina Ngudi Canden Sambi 0,12 7,2 Lele Luhur 8 Kismo Peni Cerme Juwangi 0,72 8 Lele Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali, 2010 Komoditas Utama b. Kelembagaan Pemasaran Di lokasi penelitian tidak ditemukan kelembagaan khusus yang menangani masalah pemasaran. Kelembagaan pemasaran yang terbentuk adalah pembudidaya ikan lele yang langsung menjual kepada pengumpul, dimana hubungan ini membentuk ikatan ekonomis. Pola pemasaran ini telah lama terbentuk, pembudidaya yang mempunyai lahan dan produksi yang besar telah mempunyai pelanggan pengepul sehingga mereka tidak kesulitan untuk memasarkan ikan lele. Sistem pemasarannya adalah pembudidaya mengantarkan langsung ikan lele pesanan pengepul, kemudian pengepul memasarkan langsung kepada pembeli. Untuk pembudidaya yang lahan dan hasil produksinya tidak besar, rata-rata pemasaran ikan lele mereka dilakukan oleh pembudidaya besar. Hal ini disebabkan karena keterbatasn modal sehingga pola usaha budidaya ikan lele dikelola oleh Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 52

69 pedagang besar dari mulai penyediaan benih, pemanenan dan pemasaran. Sistem bagi hasil diterapkan dalam hubungan ini. Pangsa pasar terbesar ikan lele hasil usaha masyarakat Kabupaten Boyolali adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), disamping itu daerah sekitar Kabupaten Boyolali seperti Kabupaten Klaten, Kotamadya Solo, Kabupaten Magelang juga menjadi pasar potensial bagi pembudidaya. DIY menjadi konsumen terbesar ikan lele produksi Boyolali dikarenakan DIY merupakan kota pelajar dimana sebagian besar adalah masyarakatnya perantau (siswa sekolah dan mahasiswa) yang mempunyai gaya hidup mengkonsumsi makanan diluar rumah. Oleh sebab itu muncul para penjual makanan dengan menu utama ikan lele, dimana harga menu makanan tersebut sangat terjangkau oleh masyarakat. Permasalahan pemasaran tidak menjadi kendala bagi para pembudidaya, meskipun diakui kondisi pemasaran saat ini tidak sebaik sebelum dicanangkan Kampung Lele oleh presiden. Pencanangan Kampung Lele menyebabkan beralihnya pekerjaan masyarakat dari yang sebelumnya mempunyai pekerjaan pertanian menjadi pembudidaya ikan lele dan hal ini menyebabkan banyak beralih fungsinya lahan pertanian ke perikanan. Sementara itu pangsa pasar yang tetap berakibat terjadinya persaingan pemasaran diantara para pembudidaya. Oleh karena itu diperlukan kelembagaan pemasaran tersendiri atau tergabung dalam kelembagaan pelaku utama, sehingga kelembagaan ini bertanggung jawab terhadap kegiatan pemasaran. c. Kelembagaan Permodalan Terkait dengan kelembagaan permodalan, modal usaha responden berasal dari modal sendiri. Seperti halnya dengan kelembagaan pemasaran, kelembagaan permodalan juga tidak ditemui dilokasi sendiri. Pengetahuan yang kurang dari responden terkait dengan dasar pembentukan kelembagaan permodala membuat responden tidak memiliki ide pembentukan kelembagaan permodalan. Padahal tujuan pembentukan kelembagaan permodalan cukup penting bagi kegiatan usaha perikanan budidaya. Modal untuk kegiatan usaha budidaya dapat berasal dari kelompok atau kelembagaan yang tidak menjadi bagian dari kelembagaan usaha budidaya seperti contoh dari dunia perbankan. Kepercayaan dunia perbankan pada usaha perikanan dirasa sangat kurang, karena terdapat anggapan bahwa sektor perikanan kurang menguntungkan padahal perputaran uang yang cukup besar terjadai pada usaha budidaya ikan lele. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 53

70 Keadaan seperti tersebut diatas berbanding terbalik untuk saat ini, dengan berbagai usaha yang dilakukan oleh pihak pemerintah daerah (pemda) kemudahan untuk memperoleh bantuan permodalan melalui dunia perbankan dapat dirasakan oleh masyarakat responden. Kegiatan yang dilakukan oleh pemda untuk menarik minat perbankan menggulirkan dananya seperti pertemuan antar pelaku usaha dengan perbankan dan pencangangan Kampung Lele dengan produksi kurang lebih 7 ton/hari dengan pasar yang sudah pasti. Nilai uang yang dipinjamkan oleh bank pemerintah maupun bank swasta mencapai ratusan juta untuk satu pembudidaya. Kemudahan yang didapat oleh masyarakat tentunya tidak hanya mementingkan jumlah masyarakat yang dibantu tetapi juga nilai bantuan yang diperlukan. Tak kalah pentingnya yang juga harus diperhatikan adalah mengawal usaha perikanan ke arah yang lebih bankable. d. Kelembagaan Penyedia Sarana Input Kelembagaan penyedia input usaha adalah kelembagaan menyediakan sarana dan prasana produksi untuk usaha budidaya perikanan. Menurut Syahyuti (2003) yang termasuk dalam kelembagaan penyedia sarana input seperti kelembagaan pupuk yang mencakup mulai dari pengadaan sampai distribusinya, kelembagaan benih, kelembagaan penyediaan dan distribusi pestisida. Kelembagaan yang seperti disebutkan diatas belum dibentuk oleh masyarakat responden di kawasan minapolitan. Tabel 21. Kelompok Unit Pembenihan Rakyat Kabupaten Boyolali No Nama Pokdakan Alamat Desa Kecamatan Luas Areal (Ha) Rata-Rata Produksi/Bulan (Ton) 1 Bangun Bendan Banyudono 0, Lele Mina Tani 2 Mina Karya Ketaon Teras 0, Lele Muda 3 Tani Mulyo BlagungBendan Banyudono Lele 4 Kedung Lele Bendungan Simo Lele 5 Mina Jaya Mudal Boyolali Lele Makmur 6 Mina Asih Guwokajen Sawit Lele Pambudi 7 Mina Maju Karang Kepoh Karanggede Lele 8 Mina Keongan Nogosari Lele Sejahtera 9 Candi Mandiri Kiringan Boyolali Lele Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 54 Komoditas Utama

71 10 Perintis Mudal Boyolali Lele 11 Patil Mudal Boyolali Lele 12 Mina Sari Tanjungsari Bayudono Lele Mulyo 13 Minasari Blagung Simo Lele Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali, 2010 Kelembagaan input lainnya adalah kelembagaan pakan dimana hubungan yang terbentuk sama halnya dengan kelembagaan benih yaitu ikatan ekonomis antara pedagang dan pembeli. Meskipun tidak terdapat kelembagaan pakan pembudidaya tidak kesulitan untuk mendapatkan pakan di kawaan minapolitan. Beberapa pembudidaya besar juga sebagai pedagang pakan dengan harga pakan relatif kompetitif dibanding dengan harga dipedagang retail lainnya. Pedagang yang sekaligus pembudidaya besar membutuhkan pakan dalam jumlah banyak ditambah dengan kebutuhan pakan dari pembudidaya lain menyebabkan pabrik pakan yang biasa menyuplai ke pedagang tersebut dan dapat memberikan harga yang kompetitif. Kebiasaan lain yang dilakukan oleh pembudidaya pembesaran ikan lele dalam memenuhi kebutuhan pakan dan untuk mendapatkan harga yang kompetitif adalah beberapa pembudidaya membentuk ikatan dengan salah satu pabrik pakan. Kebijakan Pemerintah Daerah Tentang Minapolitan Program minapolitan yang menjadi kendaraan untuk meningkatkan produksi perikanan Indonesia, disambut positif oleh Kabupaten Boyolali. Kabupaten Boyolali merupakan salah satu kabupaten yang menjadi model pelaksanaan program minapolitan untuk perikanan budidaya dengan komiditas ikan lele. Komitmen yang ditunjukkan oleh Bupati Kabupaten Boyolali diantara adalah dengan diterbitakan Keputusan Bupati Boyolali No. 050/519 Tahun 2008 tentang Penetapan Lokasi dan Masterplan Pengembangan Kawasan Minapolitan Kabupaten Boyolali Kampung Lele. Keputusan ini dapat menjadi payung hukum pelaksanaan program minapolitan di Kabupaten Boyolali. Disebutkan dalam keputusan tersebut bahwa lokasi pengembangan kawasan minapolitan Kabupaten Boyolali dengan nama Kampung Lele adalah sebagai: (1) kawasan pusat pertumbuhan atau kota tani utama yaitu Kecamatan Sawit dan (2) kota tani tani yang berfungsi sebagai hindterland adalah Kecamatan Teras dan Kecamatan Banyudono. Selain itu menetapkan masterplan pengembangan kawasan minapolitan Kabupaten Boyolali Kampung Lele. Pembuatan masterplan pengembangan kawasan minapolitan didasarkan karena adanaya kesenjangan antara kawasan perdesaan dan perkotaan di Kabupaten Boyolali yang menyebabkan tingginya angka kemiskinan, pengangguran dan Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 55

72 rendahnya produktifitas sektor pertanian dan sebagai bentuk implementasi Program Prioritas Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. (Bappeda, 2008 : 2). Penetapan lokasi minapolitan menggunakan pendekatan kawasan dan pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan. Kawasan tersebut terkait dengan sistem permukiman nasional dan propinsi (RTRW propinsi) dan kabupaten (RTRW kabupaten). Penetapan kawasani minapolitan adalah Kecamatan Sawit, Kecamatan Teras dan Kecamatan Banyudono. Setelah penetapan lokasi dan masterplan pengembangan kawasan minapolitan dan untuk pendukung keputusan diatas, maka dibentuk kelompok kerja (pokja) pengembangan kawasan minapolitan dengan diterbitkannya Keputusan Bupati Boyolali No. 050/328 tahun 2009 tentang pembentukan kelompok kerja dan sekretariat kelompok kerja pengembangam kawasan minapolitan Kabupaten Boyolali. Dalam keputusan disebutkan pembentukan pokja dan sektretariat pokja serta tugas kelompok kerja. Tugas pokja adalah merumuskan, melaksanakan, melakukan koordinasi/sinkronisasi, pemecahan masalah, pelayanan data informasi, monitoring dan evaluasi serta melaporkan program pengembangan kawasan minapolitan Kabupaten Boyolali kepada Bupati. Sedangkan sekretariat pokja memberikan pelayanan teknis dan administrasi untuk mendukung pelaksanaan tugas pokja. Sementara itu, susunan keanggotaan pokja dan sektretariat pokja merupakan gabungan dari berbagai instansi pemerintah daerah. Hal ini menunjukkan bahwa program minapolitan tidak hanya menjadi pekerjaan dari sektor perikanan saja tetapi juga menjadi bagian dari sektor-sektor lain yang terkait dengan program pengembangan kawasan minapolitan. Hal lain yang menjadi perhatian dari pemerintah daerah dan guna mendukung salah satu tugas pokja maka dalam merumuskan rencana kerja program pengembangan kawasan minapolitan mengacu pada dokumen masterplan dan rencana kerja pengembangan infrastruktur Jangka Menengah (RPIJM) kawasan minapolitan, dimana rencana program investasi infrastuktur terdiri dari pengembangan permukiman, pengembangan air minum, persampahan, drainase, air limbah, tata bangunan dan lingkunan serta pendukung bidang cipta karya.hal-hal yang disebutkan diatas merupakan kebijakan yang diambil oleh pemda Kabupaten Boyolali sebagai wujud atas komiteman terhadap program minapolitan. Infrastruktur Infrastruktur adalah kondisi sarana dan prasarana; baik fisik maunpun non fisik yang sesuai untuk dapat terciptanya kemandirian kawasan pedesaan kelautan Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 56

73 dan perikanan; sesuai dengan fungsi keruangan (ekosistem) dan keterkaitan fungsional suatu kawasan minapolitan. Infrastruktur yang tersedia adalah sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana perekonomian, sarana peribadatan, jaringan listrik dan jaringan air bersih. Sarana pendidikan sangat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia (SDM) dikawasan minapolitan. Sarana pendidikan dikawasan minapolitan terdiri dari taman kanak-kanak, SD, SLTP dan SLTA. Jumlah sarana pendidikan dikawasan minapolitan adalah taman kanak-kanak sebanyak 72, sekolah dasar 80, sekolah lanjutan tingkat pertama 10 dan sekolah lanjutan tingkat pertama 7. Keberadaan sarana pendidikan ini mudah dijangkau oleh masyarakat dikarena lokasi yang tidak jauh dari pemukiman pendudukan dan askses trasnportasi yang tersedia dari dan menuju sarana pendidikan. Sarana yang memadai dan tersebar merata diharapkan dapat meningkatkan kualitas SDM. Sebaran jumlah sarana pendidikan dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Sarana Pendidikan Di Kawasan Minapolitan Kabupaten Boyolali Tahun 2008 No Kecamatan 2008 TK SD SLTP SLTA 1 Teras Sawit Banyudono Jumlah Sumber : BPS, 2008 Di samping pendidikan kualitas SDM manusia juga dipengaruhi oleh tingkat kesehatan masyarakat. Ketersediaan sarana kesehatan terdiri dari rumah sakit, balai kesehatan ibu dan anak (BKIA), poliklinik swasta, puskesmas/perawatan, puskesman pembantu dan tempat praktek dokter. Di kawasan minapolitan terdapat 2 buah RS, 2 BKIA, 3 poliklinik swasta, 6 puskesmas perawatan, 8 puskesmas pembantu dan 99 tempat praktek dokter. Tabel 23. Sarana Kesehatan Di Kawasan Minapolitan Kabupaten Boyolali Tahun 2008 No Kecamatan RS BKIA Poliklinik Swasta Puskesmas/ Perawatan Puskesmas Pembantu Tempat Praktek Dokter 1 Teras Sawit Banyudono Jumlah Sumber : BPS, 2008 Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 57

74 Sarana peribadatan yang dimiliki oleh kawasan minapolitan terdiri dari masjid, gereja, kuil/vihara, mushola/surau. Jumlah sarana peribadatan di Kecamatan Teras antara lain masjid sebanyak 105, gereja 7, kuil/vihara 3 dan mushola/surau 122. Di Kecamatan Sawit masjid sebanyak 69, gereja 4, kuil/vihara 0, dan mushola/surau 95 sementara di Kecamatan Banyudono terdapat 86 masjid, 11 gereja, 3 kuil/vihara dan 75 mushola/surau. Pada tabel 24 menggambarakan sebaran sarana peribadatan di kawasan minapolitan. Tabel 24. Sarana Peribadatan Di Kawasan Minapolitan Kab. Boyolali Tahun 2008 No Kecamatan Masjid Gereja Kuil/Vihara Mushola/Surau 1 Teras Sawit Banyudono Jumlah Sumber : BPS, 2008 Untuk memperlancar arus barang dan jasa, mobilitas masyarakat dan meningkatkan perdagangan maka diperlukan prasarana perhubungan yang memadai. Di kawasan minapolitan prasaraa perhubungan sangat beragam mulai dari yang modern sampai yang tradisional. Prasarana tersebut adalah sepeda, sepeda motor, mobil, gerobak, andong, dokar dan becak. Sarana perhubungan mobil dibedakan menjadi mobil dinas, pribadi, taxi, colt, bus, truk, sedangkan gerobak dibedakan gerobak hewan dan dorong. Jumlah sarana perhubungan yang tersedia di kawasan minapolitan adalah (1) sepeda: 9.248; (2) sepeda motor ; (3) Mobil : dinas 11, pribadi 888, taxi 1, colt 358, bus 22, truk 149; (4) gerobak : hewan 7, dorong 222; (5) andong 39; (6) dokar 72; dan (7) becak 99. Berikut tabel prasana perhubungan di kawasan minapolitan tahun Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 58

75 Sepeda Sepeda Motor Dinas Pribadi Taxi Colt Bus Truk Hewan Dorong Andong Dokar Becak LAPORAN TEKNIS RISET 2010 Tabel 25. Prasarana Perhubungan di Kawasan Minapolitan Kabupaten Boyolali Tahun 2008 N o Kecamata n Mobil Gerobak 1 Teras Sawit Banyudo no Jumlah Sumber : BPS, Di samping sarana transportasi, diperlukan juga kondisi jalan yang baik. Pada tabel 26 dijelaskan panjang jalan yang dikelola oleh pemerintah kabupaten pada tahun Dijelaskan bahwa keadaan jalan mengalami peningkatan dari tahun 2007 ke tahun Di kawasan minapolitan kondisi jenis permukaan jalan adalah beraspal tetapi kondisi jalan dapat dikategorikan dalam baik dan sedang. Untuk itu diperlukan usaha dari pemerintah daerah untuk terus melakukan perbaikan keadaan jalan yang sedang dan rusak serta meningkatkan jenis permukaan jalan menjadi aspal. Tabel 26. Panjang Jalan Yang Dikelola Pemerintah Kabupaten Boyolali Tahun 2008 Keadaan Jalan Jenis Permukaan 1. Aspal Kerikil Tanah Tidak Terinci - - Jumlah Kondisi Jalan 1. Baik Sedang Rusak Tidak Dirinci - - Jumlah Kelas Jalan 1. Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IIIA Kelas III/IV Kelas IIIC Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 59

76 Keadaan Jalan Tidak terinci - - Jumlah Sumber : BPS, 2008 Hal lain yang juga perlu diperhatikan dalam program minapolitan adalah jaringan drainase, dimana drainase dapat menghindarkan terjadinya banjir atau genangan pada suatu wiliayah tertentu, ketinggian tertentu dan waktu tertentu. Pada kenyataan penggunaan drainase digunakan sebagai penampung atau penyangga limbah industri dikaenakan masih menyatu dengan jarinan sanitasi. Jaringan drainase memanfaatkan sungai dan jaringan irigasi sebagai jaringan pemutusan dan tempat bermuara akhir aliran air. Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terdapat di Kabupaten antara lain : DAS Serang dan DAS Bengawan Solo. Umumnya sungai-sungai di Kabupaten Boyolali bermuara di Sungai Bengawan Solo dan Sungai Serang.(Bappeda, 2008 : 25) Selain drainase, jaringan listrk dan sumber air bersih menjadi bagaian tak terpisahkan dalam pelaksanaan program minapolitan. Jaringan listrik sudah menjangkau di seluruh wilayah Kabupaten Boyolali, termasuk di kawasan minapolitan. Penggunaan listrik di kawasan minapolitan banyak digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, karena dalam usaha budidaya ikan lele prosentase penggunaan listrik sangat kecil bahwa dalam usaha pembesaran tidak diperlukan listrik. Begitu juga dalam pengolahan ikan lele, listrik digunakan dalam proses pengepakan. Sumber daya air bersih di Kabupaten Boyolali sangat memadai untuk kehidupan sehari-hari masyarakat. Banyak sumber air ditemui di lokasi penelitian baik dari air permukaan, air sawah maupun sumber air lainnya. Pemerintah daerah telah menyediakan jaringan pipa penyalur air bersih khususnya untuk daerah perkotaan. Layanan air bersih dikelola oleh perusahaan daerah air minum (PDAM). Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, masyarakat di kawasan minapolitan menggunakan sumur galian dan hal tersebut tidak menjadi kendala untuk memenuhi kehidupan sehari hari ataupun usaha budidaya. Di samping menggunakan air sumur, pemerintah pusat memberikan bantuan penampungan air bersih dan air bersih ditempat ini membantu pembudidaya dalam mempersiapkan pemasaran hasil panen. Untuk itu melayani semua kebutuhan masyarakat pihak pemerintah dan PDAM perlu peningkatkan jangkauan pelayanan baik dari segi produksi air, peningkatan sarana prasarana dan peningkatan manjemen dan pemeliharaan terhadap pengelolaan air minum (Bappeda, 2008 : 26). Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 60

77 Tak kalah penting sarana untuk mendukung pemasaran hasil budidaya adalah sarana perekonomian. Dalam meningkatkan perekonomian maka diperlukan antara lain pasar, koperasi dan bank. Pasar yang tersedia bersifat permanen maupun berkala dengan jenis pasar yaitu pasar tradisional, swalayan dan pasar desa. Sedangkan untuk koperasi yang terdapat di Kabupaten Boyolali memiliki beberapa jenis antara lain: KUD (Koperasi Unit Desa), Koperasi Peternakan/Pertanian, Koperasi Industri, Koperasi Jasa (KSP), Koperasi Fungsional dan Koperasi Sekunder (PKPRI). Selain pasar dan koperasi untuk memenuhi dan melayani kebutuhan seharihari penduduk serta memasarkan hasil produksi di Kabupaten Boyolali juga tersedia sarana perdagangan berupa toko, kios, dan warung. Sedangkan dalam mendukung kelancaran kegiatan ekonomi masyarakat dapat dipenuhi oleh sarana ekonomi berupa Bank, baik itu bank pemerintah, swasta dan daerah. (Bappeda RPIJM, 2008 : 23) Kota Palangkaraya Kondisi Geografis Provinsi Kalimantan Tengah mempunyai luas wilayah sebesar km 2. Dengan luas wilayah tersebut, Provinsi Kalimantan Tengah menjadi provinsi terluas ke tiga setelah Provinsi Papua dan Provinsi Kalimantan Timur. Kepadatan penduduk di Kalimantan relative masih jarang, yaitu 12 jiwa/ km 2. Sedangkan rata-rata tingkat kepadatan penduduk secara nasional/indonesia adalah 118 jiwa per km 2. Pada awalnya daerah Kalimantan Tengah terdiri dari tiga Kabupaten Otonom berasal dari eks Daerah Dayak Besar dan Swapraja Kotawaringin yang termasuk dalam wilayah Keresidenan Kalimantan Selatan. Ketiga Kabupaten otonom itu adalah Kabupaten Barito, Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Kotawaringin yang di tetapkan pada tahun Kemudian pada Tahun 1958 ditetapkan ibukota Propinsi Kalimantan Tengah bernama Palangkaraya. Visi kota Palangkaraya adalah terwujudnya kota Palangkaraya yang tertata, tertib, dan berwawasan lingkungan, dalam suasana kehidupan masyarakat yang aman, sejahtera dan dinamis sesuai budaya betang. Sedangkan misi dari kota Palangkaraya adalah: 1. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). 2. Meningkatkan Pembangunan Prasarana dasar (Infrastruktur) untuk mendukung kelancaran dan kemudahan di segala bidang kehidupan masyarakat. 3. Memberdayakan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi khususnya pengusaha kecil dan menengah serta koperasi Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 61

78 4. Mengembangkan iklim dunia usaha yang kondusif dengan menciptakan peluangpeluang investasi. 5. Memanfaatkan sumberdaya alam (SDA) secara optimal dan bertanggung jawab, berkelanjutan dengan memperhatikan kelestarian alam dan lingkungan hidup. 6. pengaruh dan gangguan yang dapat mengancam 7. Mengembangkan kehidupan social budaya yang harmonis, dinamis dan kreatif guna menigkatkan ketahanan masyarakat terhadap pengaruh dan gangguan yang dapat mengancam kehidupan masyarakat. 8. Mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih, sehingga dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Kota Palangkaraya, secara geografis terletak pada: Bujur Timur dan Lintang Selatan. Kota Palangkaraya terdiri dari 5 wilayah administrasi kecamatan, yaitu Pahandut, Sebangau, Jekan Raya, Bukit Batu dan Rakumpit. Luas wilayah kecamatan di Kota Palangkaraya dapat dilihat pada Tabel 27, sedangkan batas-batas kota Palangkaraya adalah - Sebelah utara : Kabupaten Gunung Mas - Sebelah timur : Kabupaten Gunung Mas - Sebalah selatan : Kabupaten Pulang Pisau - Sebelah Barat : Kabupaten Katingan Tabel 27. Luas Wilayah per kecamatan di Kota Palangkaraya No. Kecamatan Luas wilayah (Km 2 ) 1 Pahandut 117,25 2 Sebangau 583,50 3 Jekan Raya 352,62 4 Bukit Batu 572,00 5 Rakumpit 1.053,14 Total luas wilayah 2.678,51 Sumber: Kota Palangkaraya Dalam Angka 2009 Sebagian besar wilayah kota Palangkaraya atau 92,80% dari total luas wilayah kota Palangkaraya merupakan kawasan hutan. Selain kawasan hutan tersebut, pemanfaatan wilayah adalah tanah pertanian, perkampungan, areal perkebunan, sungai dan danau. Pemanfaatan wilayah kota Palangkaraya dapat dilihat pada Tabel 28 di bawah ini. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 62

79 Tabel 28. Pemanfaatan Wilayah Kota Palangkaraya No. Pemanfaatan Luas Wilayah (Km 2 ) Prosentase (%) 1 Kawasan hutan 2.485,75 92,80 2 Tanah Pertanian 12,65 0,47 3 Perkampungan 45,54 1,70 4 Areal Perkebunan 22,30 0,83 5 Sungai dan Danau 42,86 1,60 6 Lain-lain 69,41 2,59 Total Luas Wilayah 2.678,51 100,00 Sumber: Kota Palangkaraya Dalam Angka 2009 Kecamatan Sebangau merupakan target tempat yang akan dijadikan lokasi pengembangan program Minapolitan. Kecamatan Sebangau ini dibentuk berdasarkan Perda Kota Palangkaraya Nomor 32 Tahun 2003 tentang pembentukan, pemecahan dan penggabungan kecamatan dan kelurahan. Kecamatan Sebangau dengan ibukotanya Kalampangan terdiri dari enam kelurahan, yaitu Kalampangan, Kereng Bangkirai, Bereng Bengkel, Sabaru, Kameloh Baru dan Danau Tundai. Luas wilayah kecamatan Sebangau ini adalah Ha, dengan batas wilayah: - Sebelah Utara : Kecamatan Jekan Raya, Kecamatan Pahandut dan Kabupaten Pulang Pisau - Sebelah Timur : Kabupaten Pulang Pisau - Sebelah Selatan : Kabupaten Pulang Pisau - Sebelah Barat : Kabupaten Katingan Kemasyarakatan Jumlah penduduk kota Palangkaraya pada tahun 2008 ada jiwa, yang terdiri dari 50,58% perempuan dan 49,42% laki-laki. Berdasarkan luas wilayah dibanding dengan jumlah penduduk, kepadatan penduduk Palangkaraya tergolong rendah bila dibandingkan dengan kepadatan penduduk rata-rata nasional, yaitu 71 jiwa/km 2. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 63

80 Gambar 9. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kota Palangkaraya Sedangkan penduduk di kecamatan Sebangau berjumlah jiwa, yang terdiri dari laki-laki (49,55%) dan perempuan (50,45%). Kepadatan ratarata Kecamatan Sebangau sebanyak 28,87 jiwa/km 2. Jumlah Penduduk, KK dan kepadatan penduduk di Kecamatan Sebangau dapat dilihat pada Tabel 29 berikut ini. Tabel 29. Luas wilayah, jumlah Penduduk, Jumlah KK dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan Sebangau No Kelurahan Luas Wilayah (Km2) Lakilaki Jumlah Penduduk Perempuan Jumlah Jumlah KK Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km 2 ) 1 Kereng Bangkirai 270, ,49 2 Sabaru 152, ,58 3 Kalampang-an 46, ,15 4 Kameloh Baru 53, ,24 5 Bereng Bengkel 18, ,68 6 Danau Tundai 42, ,11 Jumlah ,87 Sumber: Kecamatan Sebangau dalam Angka 2009 BPS Kota Palangkaraya - Kelompok Usia Jumlah penduduk Kota Palangkaraya menurut kelompok umur menunjukkan struktur penduduk muda. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk dalam kelompok umur 0-4 tahun sebesar jiwa, kelompok umur 5 14 tahun sebanyak jiwa, kelompok umur tahun sebesar jiwa, yang merupakan penduduk terbesar. Sedangkan penduduk tahun yaitu sebanyak jiwa. Sebagai akibat dari struktur penduduk muda ini, maka Kota Palangkaraya dituntut untuk Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 64

81 dapat menyediakan lapangan pekerjaan bagi penduduk yang telah memasuki usia kerja, menyediakan fasilitas sosial untuk memenuhi kebutuhan sektor pendidikan, sosial kemasyarakatan dan ekonomi. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 30 seperti yang disajikan berikut. Tabel 30. Struktur Penduduk Kota Palangkaraya Menurut Umur, tahun 2008 No. Kelompok Umur (tahun) Jumlah (jiwa) % 1 < , , , ,68 Jumlah ,00 Sumber: Kota Palangkaraya Dalam Angka 2009, BPS Kota Palangkaraya - Tingkat Pendidikan Dibidang pendidikan, pada tingkat makro kemampuan baca-tulis penduduk merupakan ukuran yang sangat mendasar. Dari data Kota Palangkaraya dalam Angka 2009, total penduduk Palangkaraya pada tahun 2008 masih banyak juga yang tidak mengenyam wajib belajar 9 tahun yang sudah dicanangkan oleh pemerintah dan 13,62% dari penduduk Palangkaraya tidak pernah mengenyam pendidikan dasar. Tabel 31. Jumlah Penduduk 10 Tahun ke Atas Menurut Tingkat Pendidikan yang ditamatkan dan Jenis Kelaminnya Jumlah / Total Tingkat Pendidikan Laki- Perempuan Laki-laki+ Yang Ditamatkan Laki Perempuan % 1. Tidak Pernah Sekolah ,62 2. SD atau Setingkat ,72 3. SLTP atau Setingkat ,51 4. SLTA Umum atau Setingkat ,54 5. D-I/ D-II/ D-II/ Sarjana Muda ,88 6. D-IV/ S1/ S2/ S ,73 Jumlah / Total ,00 Sumber: Kota Palangkaraya Dalam Angka 2009, BPS Kota Palangkaraya - Jenis Pekerjaan Tenaga kerja kota Palangkaraya banyak terpusat pada jasa (32,81%) dan perdagangan (30,37%). Sedangkan untuk Perikanan yang termasuk dalam sub bidang pertanian menduduki posisi ke 4 besar lapangan pekerjaan di kota Palangkaraya pada saat ini. Berbeda dengan pada tahun 2006 yang memiliki 64% penduduknya bekerja pada sector pertanian. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 65

82 Tabel 32. Jumlah Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jenis Kelamin Lapangan Pekerjaan Laki-Laki Perempuan jumlah % 1. Pertanian ,25 2. Pertambangan dan Penggalian ,55 3. Industri ,89 4. Listrik, Gas & Air ,76 5. Konstruksi ,95 6. Perdagangan 2) ,37 7. Transportasi dan Komunikasi ,75 8. Keuangan 3) ,68 9. Jasa 4) ,81 Jumlah/ Total Sumber: Kota Palangkaraya Dalam Angka 2009, BPS Kota Palangkaraya Keterangan: 1) Termasuk Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan. 2) Termasuk Perdagangan, Rumah Makan, dan Jasa Akomodasi 3) Termasuk Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan 4) Termasuk Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan Sumberdaya dan Tata Ruang Penggunaan lahan menurut Jenis Pemanfaatan Kecamatan Sebangau yang mempunyai luas 583,50 Km 2 terdiri dari kawasan hutan tropis, rawa, tanah gambut, sungai dan danau. Dari enam kelurahan, hanya kelurahan Kalapangan saja yang tidak mempunyai kawasan hutan. Sedangkan kegiatan perikanan berada di Desa Kereng Bangkirai, Kameloh Baru, Bereng Bengkel dan Danau Tundai. Kondisi geografis dan kegiatan ekonomi masyarakat dapat dilihat pada Tabel 33 di bawah ini. Tabel 33. Kondisi Geografis dan Kegiatan Ekonomi Masyarakat di Kabupaten Palangkaraya No. Kelurahan Kondisi Geografis Kegiatan Ekonomi Dominan 1 Kereng Bangkirai Sebagian hutan tropis, berawa-rawa/danau dan hamparan rata Perikanan, Pertanian dan Kehutanan Perdagangan dan jasa 2 Sabaru Sebagian hutan tropis, hamparan rata, dan sebagian berawa-rawa/ danau 3 Kalampangan Tanah Gambut, hamparan rata Pertanian 4 Kameloh Baru Sebagian besar hutan tropis, sebagian hamparan rata, berawa-rawa dan dilintasi sungai besar 5 Bereng Bengkel Sebagian besar hutan tropis, hamparan rata, sebagian berawa-rawa dan dilintasi sungai besar Perikanan dan perkebunana Perikanan dan perkebunana Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 66

83 No. Kelurahan Kondisi Geografis Kegiatan Ekonomi Dominan 6 Danau Tundai Sebagian besar hutan tropis, sebagian berawarawa/danau Perikanan Sumber: Kecamatan Sebangau Dalam Angka 2009 Di Desa Sabaru, sudah mulai ada kegiatan budidaya. terdapat sekitar enam kolam, dengan luas areal sekitar 8 ha. Berdasarkan hasil wawancara, akan bertambah dibangun beberapa kolam tambahan. Tetapi masih menunggu terkumpulnya modal. Sebenarnya Pemkot Palangkaraya sudah bersedia memberikan bantuan berupa pinjaman alat berat untuk membuat kolam, tetapi tidak menyediakan biaya pengiriman dan juga ongkos operasi alat berat tersebut. Sehingga sampai saat ini penambahan kolam baru belum terealisasi. Sumberdaya air Sumberdaya air yang digunakan masyarakat kecamatan Sebangau berasal dari air tanah dan sungai. Orbitasi dan sumber air minum di Kecamatan Sebangau dapat dilihat di Tabel 34 berikut ini. Tabel 34. Orbitasi dan Sumber Air Minum Per Kelurahan di Kabupaten Palangkaraya No. Kelurahan Orbitasi Sumber Air Minum 1 Kereng Bangkirai Bebas banjir Air tanah/ Pompa/Sungai 2 Sabaru Bebas banjir Air tanah/pompa 3 Kalampangan Bebas banjir Air tanah/pompa 4 Kameloh Baru Bantaran Sungai/ Rawan banjir Air Sungai 5 Bereng Bengkel Bantaran Sungai/ Rawan banjir Air tanah / Pompa/Sungai 6 Danau Tundai Rawan banjir Air Sungai Sumber: Kecamatan Sebangau Dalam Angka 2009 Potensi Perikanan Kabupaten Kota Palangkaraya memiliki potensi sumberdaya perikanan perairan umum yang cukup besar seperti sungai, danau dan rawa gambut. Sampai saat ini sebagian dari potensi perikanan tersebut sudah di manfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani yang murah dan juga sebagai sumber pendapatan masyarakat. Pada bagian ini, uraian aktivitas penangkapan ikan lebih ditujukan kepada aktivitas penangkapan oleh nelayan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan perkenomian mereka. Potensi perikanan di Kalimantan tengah, terutama di kota Palangkaraya merupakan potensi yang masih bisa dikembangkan lagi, hal ini terlihat dari produksi Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 67

84 perikanan yang terus berkembang dan pendapatan perikanan yang termasuk dalam pendapatan pertanian merupakan penyumbang PDRB kalteng terbesar berdasarkan Evaluasi Daya Dukung Perairan Danau Untuk Uji Coba Budidaya Ikan Di Perairan Terbuka. - Perkembangan Produksi Ikan tangkapan Alat tangkap dan teknik penangkapan ikan yang digunakan nelayan perairan umum di Kota Palangkaraya umumnya masih bersifat tradisional. Jika ditinjau dari segi prinsip teknik penangkapan yang digunakan terlihat bahwa telah banyak pemanfaatan tingkah laku ikan (behaviour) untuk tujuan penangkapan ikan yang telah digunakan. Tabel 35. Produksi Perikanan Menurut Kabupaten Kota (Ton) Kabupaten/ kota Perikanan Darat/ Inland Fisheries Periknana n Perairan Budidaya/ Cultured Regency/ Laut Umum Budidaya Kolam Air / Tawar/ Municipality Marine Inland Cultured Sawah Pond Karamb a (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Total 1. Ktw. Barat 7.846, ,60 434,05 22,77 374, ,42 2. Ktw. Timur 9.293, , ,70 3. Kapuas 6.434, ,50-990,36 12, ,04 4. Barito selatan ,40-51,85 951, ,61 5. Barito utara Sukamara 2.931,10 124,20 140,74 6,48 19, ,68 7.Lamandau - 119,30 581,37 94,09 65,39 860,15 8. Seruyan 5.421, ,70 21,40 95,87 649, ,02 9. Katingan 8.299, ,20 50,60 86, , , Pulang Pisau 8.718, ,60-30,33 24, ,06 11.Gunung Mas - 185,70-37,50 18,45 241,65 12.Barito Timur ,80-17,73 26, , Murung Raya - 34,40-34,31 49,56 118,27 14.Palangkaraya ,20-104, , ,55 Jumlah/ Total , , , , , , , , ,38 836, , , , ,10 Sumber: Kalimantan Tengah Dalam Angka 2009, BPS Kalimantan Tengah. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 68

85 Jika dilihat dari berbagai jenis alat tangkap yang beroperasi pada jenis-jenis perairan di Kalimantan Tengah maka cukup banyak jenis alat tangkap dan teknik yang digunakan. Namun berbagai alat tangkap tersebut banyak mempunyai kemiripan dalam pengoperasianya walaupun ada yang lebih sederhana dan ada yang lebih kompleks. Sebagai contoh adalah alat tangkap pancing yang menggunakan hanya satu mata pancing (hand line) jika dibandingkan dengan rawai (long line) yang bisa mempunyai puluhan mata pancing. Kedua jenis alat tangkap ini sama-sama pancing tetapi ada yang sangat sederhana dengan jumlah hasil tangkapan yang sangat sedikit dan ada yang lebih besar. Untuk perkembanganya, penangkapan pada perikanan laut tidak begitu membuahkan peningkatan hasil tangkapan yang cukup bagus, dilain pihak penangkapan pada perikanan darat cukup tinggi hal ini dapat dilihat pada tabel Perkembangan produksi Ikan Budidaya Perikanan budidaya adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfatan sumberdaya untuk usaha pembudidayaan dan pasca panen ikan. Budidaya adalah kegiatan memelihara ikan/binatang air lainnya/tanaman air dengan menggunakan fasilitas buatan. Pada umumnya budidaya perairan yang dikelilingi galangan atau tanggul (seperti tambak, kolam, pagar dan lain-lain). Karena itu pembenihan dan peternakan ikan juga termasuk kedalam budidaya. Usaha budidaya ikan air tawar yang telah berkembang di Kota Palangkaraya jika dilihat wadah atau jenis areal budidaya ikan yang digunakan adalah kolam, Keramba dan beje. Budidaya yang dikembangkan di wilayah Kota Palangkaraya adalah Ikan Patin, Ikan Toman, Ikan Mas, Ikan Nila, Ikan Bawal Tawar dan jenis lainnya. Tabel 36. Produksi Perairan Umum dan Budidaya Tiga tahun Terakhir di Kota Palangkaraya ( ) No. Tahun Perairan Umum Budidaya (ton) Kolam Budidaya (ton) Karamba ,60 21,80 863, ,50 26,65 875, ,50 94, ,25 Sumber: Dinas Pertanian, Perikanan, dan Peternakan Kota Palangkaraya, 2009 Berdasarkan Statistik Perikanan Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2008 Jumlah rumah tangga perikanan perairan umum sebanyak 951 RTP, rumah tangga budidaya sebanyak RTP dan jumlah Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 69

86 armada perikanan yang melakukan usaha penangkapan ikan sebanyak 838 buah serta jumlah alat tangkap sebanyak 959 buah. Produksi ikan perairan umum tahun 2007 mengalami penurunan sebesar 7,1 ton atau 0,37% dari 1.903,60 menjadi 1.896,50 ton dan terus menurun di tahun 2008 menjadi 1.892,50 ton Produksi ikan budidaya di kolam dan karamba mengalami kenaikan sebesar 17,05 ton atau, 193% dari 884,90 ton menjadi 901,95 ton tahun 2007 dan terus meningkat sebesar 1.247,05 ton di tahun Kenaikan produksi budidaya ikan dapat diketahui dari keinginan masyarakat untuk melakukan usaha budidaya ikan di kolam dan karamba serta adanya penambahan rumah tangga perikanan budidaya. - Perkembangan Produksi Ikan Olahan Produk Sumberdaya ikan Kalimantan Tengah selain dipasarkan dalam keadaan segar, juga dipasarkan dalam bentuk olahan. Metode pengolahan ikan secara tradisional masih memegang peranan penting dalam pemanfaatan hasil perikanan perairan umum Kalimantan Tengah, mengingat pengolahan ikan yang dilakukan di Kalimantan Tengah selama ini adalah pengolahan tradisional. Diantara metode pengolahan tersebut, teknik penggaraman yang diikuti pengeringan adalah yang paling dominan dan sangat umum diterapkan pada hampir seluruh sentra perairan umum Kalimantan Tengah. Sesudah teknik penggaraman dan pengeringan, teknik fermentasi (wadi dan bakasam) merupakan teknik berikutnya yang penting, kemudian pengolahan kerupuk ikan pipih dan gabus ada pada kabupaten tertentu. Ikan asap dan abon ikan termasuk jenis hasil olahan yang ada di daerah daerah tertentu. Pengolahan tradisional hasil perikanan dewasa ini, menempati kedudukan khusus di Kalimantan Tengah, terutama mengingat berbagai fungsi dan aspek berikut: a) Gizi. Masih perlu diungkapkan, sampai seberapa jauh hasil tangkapan perikanan yang diolah secara tradisional sudah dimanfaatkan secara efektif dalam kerangka pemenuhan kebutuhan gizi, juga jika dibandingkan dengan metode pengolahan lainnya. b) Kesehatan Masyarakat. Produk pengolahan tradisional dewasa ini masih berada jauh dari jangkauan pembinaan mutu secara hygienis. c) Praktek dan teknik yang dilakukan. Kebanyakan masih jauh dari kewajaran apalagi dari cara berproduksi yang baik. d) Sumber Pendapatan dan penghasilan. Kegiatan usaha pengolahan tradisional sebagai sumber penghasilan bagi nelayan dan pengolah kecil. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 70

87 e) Pemasaran. Oleh karena sifat produk yang tidak stabil, daya awet pendek dan lainlain, maka banyak dari jenis-jenis olehen tradisional itu belum mempunyai kerangka saluran pemasaran yang mantap Kabupaten Gowa Kondisi Geografis Secara geografis Kabupaten Gowa terletak pada koordinat antara sampai Lintang Selatan dan sampai Bujur Timur. Batasbatas wilayah administratif Kabupaten Gowa adalah - Sebelah Utara : Kota Makassar dan Kabupaten Maros - Sebelah Timur : Kabupaten Sinjai, Bulukumba dan Bantaeng - Sebelah Selatan : Kabupaten Takalar dan Kabupaten Jeneponto - Sebelah Barat : Kabupaten Takalar, Kota Makassar dan Selat Makassar Berdasarkan letak geografis ini, maka Kabupaten Gowa menjadi wilayah yang berbatasan langsung dengan Kota Makassar (Ibukota Propinsi Sulawesi Selatan). Sebagai wilayah yang berbatasan dengan Ibukota Propinsi, daerah ini berada pada posisi yang sangat strategis dan sangat prospektif sebagai wilayah pengembangan kegiatan-kegiatan ekonomi rakyat, termasuk kegiatan pada sektor perikanan. Luas wilayah Kabupaten Gowa adalah 1.883,33 km² atau 3,01% dari luas wilayah Sulawesi Selatan. Secara administratif pemerintahan terbagi menjadi 18 kecamatan dan 167 desa/ kelurahan. Kabupaten Gowa dilalui oleh banyak sungai yang cukup besar yaitu 15 sungai dengan luas daerah aliran yang terbesar adalah sungai Jeneberang, yaitu 881 km² dengan panjang 90 km. Secara morfologi, wilayah kawasan minapolitan Kabupaten Gowa memiliki topografi yang rendah dengan kemiringan lahan rata-rata 0-10%, yang dipengaruhi oleh Selat Makassar. Secara klimatologi, Kabupaten Gowa terletak pada posisi iklim musim barat, dimana mengenal 2 musim, yaitu musim kemarau pada Bulan Juni sampai September dan musim hujan pada Bulan Oktober sampai Mei. Kondisi seperti ini berganti setiap tahun setelah masa peralihan, yaitu pada Bulan April sampai Mei dan Bulan Oktober sampai September. Rata-rata curah hujan perbulan di Kabupaten Gowa adalah 146 mm dengan suhu udara 22 sampai 26 C pada dataran rendah dan suhu udara 18 sampai 21 C pada dataran tinggi. Seperti halnya dengan daerah lain di Indonesia, di Kabupaten Gowa hanya dikenal dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Musim kemarau biasanya dimulai pada bulan Juni sampai September, sedangkan musim hujan dimulai pada bulan Desember sampai Maret. Keadaan seperti itu Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 71

88 berganti setiap tahun setelah melewati masa peralihan, yaitu bulan April-Mei dan Oktober-Nopember. Wilayah administrasi Kabupaten Gowa terdiri dari 18 kecamatan dan 167 desa/kelurahan dengan luas sekitar 1.883,33 km 2 atau sekitar 3,01% dari luas Provinsi Sulawesi Selatan. Rincian luas daerah menurut kecamatan tersaji pada tabel berikut : Tabel 37. Luas dan Pembagian Daerah Admnistrasi Kabupaten Gowa No. Kecamatan Luas (Km 2 ) Jumlah Desa Jarak dari Ibukota Kabupaten (km) 1. Bontonompo 30, Bontonompo Selatan 29, Bajeng 60, Bajeng Barat 19, Pallangga 48, Barombong 20, Sombaopu 28, Bontomarannu 52, Pattallassang 84, Parangloe 221, Manuju 91, Tinggimoncong 142, Tombolo Pao 251, Parigi 132, Bungaya 175, Bontolempangan 142, Tompobulu 132, Biringbulu 218, Jumlah 1.833, Sumber : Gowa dalam Angka, 2008 Kependudukan Berdasarkan hasil Susenas 2007, jumlah penduduk Kabupaten Gowa tercatat sebesar jiwa dan merupakan kabupaten terbesar ketiga jumlah penduduknya di Sulawesi Selatan setelah Kota Makassar dan Kabupaten Bone. Rincian jumlah penduduk, jumlah rumah tangga, dan kepadatan penduduk menurut kecamatan tersaji pada tabel berikut : Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 72

89 Tabel 38. Jumlah Penduduk, Rumah Tangga, dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Gowa No. Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa) Jumlah RT Kepadatan (jiwa/km 2 ) 1. Bontonompo Bontonompo Selatan Bajeng Bajeng Barat Pallangga Barombong Sombaopu Bontomarannu Pattallassang Parangloe Manuju Tinggimoncong Tombolo Pao Parigi Bungaya Bontolempangan Tompobulu Biringbulu Jumlah Sumber : Gowa dalam Angka, 2008 Berdasarkan hasil Susenas 2007, penduduk usia kerja di Kabupaten Gowa berjumlah jiwa yang terdiri dari laki-laki dan wanita. Angkatan kerja dari penduduk usia kerja berjumlah jiwa atau 59,19% dari seluruh penduduk usia kerja. Sumberdaya dan Tata Ruang Penggunaan lahan menurut Jenis Pemanfaatan Pemanfaatan lahan dalam kawasan meliputi : lahan sawah, bukan sawah, dan bukan pertanian. Jenis dan luas penggunaan lahan dalam kawasan disajikan pada tabel berikut: Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 73

90 Tabel 39. Luas dan Jenis Penggunaan Lahan dalam Kawasan Jenis Penggunaan Bontonompo Luas (Ha) per Kecamatan Bontonompo Selatan Bajeng Bajeng Barat Pallangga Jumlah Lahan Sawah Lahan Bukan sawah : - Tegal Ladang Kebun Hutan Rakyat Kolam/Empang Lainnya Lahan Bukan Pertanian: - Rumah/Bangunan Hutan Negara Lainnya Jumlah Sumber : Gowa dalam Angka, 2008 Sebaran data pata Tabel 39 menunjukkan bahwa penggunaan lahan untuk perikanan (kolam/empang) masih sangat relatif kecil dibanding potensi lahan yang ada. Potensi lahan yang masih sangat luas dan produktifitas komoditi perikanan yang semakin membaik memberi peluang pengembangan lahan budidaya pada masa-masa yang akan datang. Hal ini dapat dilihat dari trend pengembangan lahan yang cenderung meningkat dan animo masyarakat dalam kawasan yang semakin tinggi untuk usaha budidaya perikanan. Sumberdaya air Sarana penyediaan air baku untuk kebutuhan rumah tangga maupun untuk kegiatan-kegiatan lain berasal dari PAM. Sumber air baku berasal dari DAM Bili-bili, air tanah/gali, mata air, sungai dan air hujan. Potensi Perikanan Kabupaten Gowa memiliki potensi dalam pengembangan perikanan terutama budidaya darat (tambak, kolam/sawah) dengan luas areal 736,91 ha. Total produksi perikanan Kabupaten Gowa pada tahun 2007 sebesar 1.042,4 ton dengan nilai produksi sebesar Rp ,-. Untuk membangun sektor perikanan dan kelautan, masyarakat diarahkan agar mampu memanfaatkan sumberdaya seoptimal mungkin dan secara bertahap memposisikan sebagai alternatif basis utama pembangunan daerah. Harapan untuk Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 74

91 menjadikan sektor ini sebagai basis pembangunan didasarkan pada produk domestik regional bruto (PDRB) yang disumbangkan pada struktur Potensi Perikanan daerah. Pada tahun 2007, PDRB Kabupaten Gowa atas dasar harga berlaku sebesar Rp 4.457,66 milyar dengan distribusi terbesar dari sektor pertanian, yaitu 52,15%. Konstribusi perikanan sebagai subsektor pada sektor pertanian sebesar 3.761,26 juta atau sekitar 0,27%. Jenis usaha perikanan di Kabupaten Gowa pada umumnya budidaya darat, yakni : tambak, kolam, sawah, rawa, sungai, dan waduk. Luas dan produksi masing-masing jenis usaha disajikan pada tabel berikut : Tabel 40. Luas dan Poduksi Perikanan Darat Kabupaten Gowa No. Kecamatan Tambak Kolam Sawah Jumlah Luas Produksi Luas Produksi Luas Produksi Luas Produksi 1. Bontonompo ,7 8,3 15,5 3,8 32,2 12,1 2. Bontonompo Selatan 136,3 71, ,3 71,0 3. Bajeng ,1 21,9 47,7 12,1 74,8 34,0 4. Bajeng Barat ,1 12,8 20,1 4,9 34,2 17,7 5. Pallangga ,9 13,7 16,6 4,1 41,5 17,8 6. Barombong - - 8,8 3, ,8 3,2 7. Sombaopu ,4 15,3 14,2 3,5 42,6 18,8 8. Bontomarannu - - 8,1 4,0 15,5 4,0 23,6 8,0 9. Pattallassang Parangloe - - 7,7 7,6 28,6 7,1 36,3 14,7 11. Manuju Tinggimoncong - - 9,3 4,2 47,1 11,6 56,4 15,8 13. Tombolo Pao - - 2,4 1,2 1,7 22,6 4,1 23,8 14. Parigi ,3 3,8 15,3 3,8 15. Bungaya ,8 4,5 21,5 5,3 32,3 9,8 16. Bontolempangan - - 6,6 2,6 17,3 4,3 23,9 6,9 17. Tompobulu - - 2,2 1,1 22,8 5,7 25,0 6,8 18. Biringbulu - - 7,1 3, ,1 3,8 Jumlah 136,3 71,0 174,2 103,9 373,9 92,6 594,4 268,0 Sumber : Gowa dalam Angka, 2008 Luas = Ha Produksi = Ton Kawasan Minapolitan Bontonompo memiliki potensi pengembangan perikanan darat (budidaya). Secara umum, pengelolaan perikanan budidaya dikelompokkan dalam 2 jenis usaha, yaitu budidaya air tawar dan budidaya air payau dengan produksi utama : ikan mas, tawes, nila, gabus, sepat siam, sidat, bandeng, dan udang windu. Budidaya air tawar dilakukan di sawah (minapadi) dan kolam, sedangkan budidaya air payau dilakukan di areal pertambakan. Produksi masingmasing jenis budidaya dalam kawasan disajikan pada Tabel 41 berikut : Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 75

92 Produksi (Ton) LAPORAN TEKNIS RISET 2010 Tabel 41. Luas dan Produksi Perikanan Budidaya dalam Kawasan Kecamatan Tambak Kolam Sawah Jumlah Luas Produksi Luas Produksi Luas Produksi Luas Produksi Bontonompo ,7 8,3 15,5 3,8 32,2 12,1 Bontonompo Sel. 136,3 71, ,3 71,0 Bajeng ,1 21,9 47,7 12,1 74,8 34,0 Bajeng Barat ,1 12,8 20,1 4,9 34,2 17,7 Pallangga ,9 13,7 16,6 4,1 41,5 17,8 Jumlah 136,3 71,0 174,2 103,9 373,9 92,6 594,4 268,0 Sumber : Gowa dalam Angka, 2008 Keterangan :Luas = Ha Produksi = Ton Data pada Tabel 41 menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan budidaya belum menghasilkan produksi yang belum optimal. Hal ini berarti bahwa pengembangan budidaya dalam kawasan sangat potensial untuk lebih dikembangkan secara optimal melalui pengembangan kawasan minapolitan dengan dukungan pembinaan RTP dari para pemangku kepentingan. Jumlah RTP dalam kawasan sebanyak 724 yang terdiri dari RTP budidaya dan RTP pada perairan umum. Rincian per kecamatan dalam kawasan disajikan pada Tabel 42. Tabel 42. Jumlah RTP dalam Kawasan Kecamatan Budidaya Perairan Umum Jumlah Bontonompo Bonto.Selatan Bajeng Bajeng Barat Pallangga Jumlah Sumber : Gowa dalam Angka, Mas Nilem Tawes Blanak Nila Gabus Sepat Siam Mujair Bandeng Tahun Lele Udang Windu Udang Vaname Kepiting Gambar 10. Perkembangan Produksi Perikanan Darat Perikanan di Kabupaten Gowa, Tahun Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 76

93 Kegiatan budidaya dilakukan di kolam (alih fungsi sawah dan bekas galian tanah merah). Jenis ikan yang dibudidayakan di Kabupaten Gowa sebanyak 14 jenis ikan dan udang-udangan yaitu ikan mas, nila, nilem, tawes, blanak, gabus, sepat siam, mujair, bandeng, lele, udang windu, udang vanamae, kepiting dan jenis ikan lainnya. Produksi ikan mas dan nila mendominasi kegiatan budidaya di kawasan minapolitan namun jika dilihat dari perkembangannya, kedua jenis ikan ini mengalami penurunan produksi dari tahun 2006 ke 2007, namun mulai tahun 2007 sampai dengan 2009 sudah ada peningkatan jumlah produksi namun tidak terlalu signifikan. Kelembagaan Kelembagaan Pelaku Utama Sub-sistem budidaya dalam rakitan sistem agribisnis adalah kegiatan untuk menghasilan komoditi perikanan. Proses budidaya yang dilakukan oleh para petani dan nelayan umumnya masih dilakukan dengan sistem tradisional dengan peralatan yang masih sederhana. Pemberdayaan bagi petani/nelayan oleh pemerintah dan pihak swasta terus dilakukan melalui peningkatan ilmu dan teknologi terapan. Kegiatan budidaya di kawasan minapolitan relatif masih baru, sebagian besar pembudidaya belum memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam usaha budidaya. Bahkan di salah satu desa yaitu Desa Tangkebajeng, kegiatan budidaya masih dalam tahap ujicoba yaitu dengan memanfaatkan lahan bekas galian tanah untuk bahan baku batu bata (batu merah). Di kawasan minapolitan kabupaten Gowa, sudah terbentuk kelembagaan pelaku utama, baik di sentra produksi maupun di hinterland. Sedangkan kelembagaan penyedia sarana input jasa, kelembagaan pemasaran dan kelembagaan permodalan belum terbentuk. Kelembagaan pelaku utama sudah terbentuk yaitu berupa kelompokkelompok pembudidaya yang dipayungi oleh satu unit pelayanan pengembangan (UPP) perikanan. Kelompok pembudidaya meliputi : Kelompok Lantang Peo (15 orang), Jenetaisa (19 orang), Taisak (15 orang), Ranai dan Buana (13 orang) yang berdomisili di Desa Pabentengan. Kegiatan dalam kelompok ini adalah pembesaran ikan nila, mas dan koi. Disamping sebagian petani juga melakukan kegiatan pembenihan ikan mas, nila dan koi. Pembenihan ikan ini hanya untuk memenuhi kebutuhan kelompok. Keberadaan kelembagaan memberikan keuntungan kepada anggotanya dengan diberikan bantuan benih nila dan mas kepada anggota kelompok. Kelembagaan Pemasaran Pemasaran dalam struktur agribisnis perikanan merupakan salah satu simpul dalam rakitan sistem agribisnis yang aktivitas ekonominya menghubungkan antara produksi dan Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 77

94 konsumsi. Di lokasi penelitian tidak ditemukan kelembagaan khusus yang menangani masalah pemasaran. Kegiatan pemasaran dalam kawasan sangat bervariasi dan umumnya didistribusikan dengan dua sistem, yaitu secara langsung ke konsumen tanpa melibatkan lembaga pemasaran dan secara tidak langsung melalui lembaga pemasaran (pengumpul dan pengecer). Pola pemasaran ini telah lama terbentuk, pembudidaya yang mempunyai lahan dan produksi yang besar telah mempunyai pelanggan pengepul. Sistem pemasarannya adalah pembudidaya mengantarkan langsung ikan pengepul, kemudian pengepul memasarkan langsung kepada pembeli atau pembeli yang langsung datang ke lokasi budidaya. Setelah terbentuk Unit Pelaksana Perikanan, terdapat sistem pemasaran yang baru yaitu melalui UPP. UPP kemudian mendistribusikan langsung ke konsumen (pengusaha di Bali) sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati (saat ini kemampuan produksi adalah sekitar 1 ton per bulan). Lokasi pemasaran ikan adalah Makasar, Takalar, Jeneponto, Bantaeng dan Bulukumba. Khusus untuk lokasi Takalar dan Jeneponto dilakukan pula penjualan ikan ukuran benih selain ukuran konsumsi. Kelembagaan permodalan Sarana kelembagaan koperasi mendapat perhatian khusus dari Pemerintah Kabupaten Gowa terutama dalam menumbuhkan ekonomi kerakyatan. Koperasi yang terdapat dalam kawasan terdiri dari Koperasi Unit Desa (KUD) dan Non-KUD, termasuk koperasi nelayan. Lembaga-lembaga penunjang kegiatan agribisnis perikanan dalam kawasan secara garis besar dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Gowa, dunia usaha (perbankan), swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan sebagainya. Secara umum aktivitas-aktivitas dari lembaga tersebut melakukan bimbingan teknis dan pendampingan, bantuan modal secara bergulir, serta peningkatan kapasitas kelompok tani melalui pelatihan proses budidaya, pemeliharaan, manajemen panen hingga pasca panen. Kelembagaan penyedia sarana input Sub-sistem hulu perikanan adalah kegiatan pengadaan sarana produksi (saprokan) yang dibutuhkan untuk proses budidaya/penangkapan, misalnya : bibit, pakan, pupuk dan obatobatan, pestisida, alat tangkap, dan lain-lain. Ketersediaan saprotan dalam jumlah, kualitas, jenis, waktu, harga, dan lokasi yang tepat merupakan indikator penentu keberhasilan dan kontinuitas usaha. Pengadaan sarana produksi dalam kawasan berasal dari pabrik yang didistribusikan ke grosir lalu ke pasar (kios-kios). Petani/nelayan membeli sarana tersebut secara pribadi atau kolektif melalui kelompok tani dari kios perikanan yang umumnya berada di pasar kecamatan dan di beberapa desa tertentu di dalam kawasan. Khususnya untuk pakan, di dalam kawasan Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 78

95 belum terdapat pabrik, distributor maupun agen pakan, lokasi agen terdekat terdapat di Kota Makasar. Kebutuhan input penting lainnya adalah benih. Supply benih ikan di kawasan minapolitan berasal dari dua sumber yaitu unit pembenihan rakyat (UPR) dan balai benih ikan (BBI). Produksi dari UPR hanya mampu memenuhi sebagian kebutuhan benih anggotanya sedangkan kekurangannya berasal dari BBI. Jumlah BBI di kabupaten Gowa sebanyak 4 Balai Benih Ikan (BBI) yaitu BBI Limbung, Bontomanae, Bellapunranga dan Bulutana. Kebijakan Pemerintah Daerah Tentang Minapolitan Pemerintah Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan melalui Surat Keputusan Bupati Gowa Nomor 362/VII/2008 menetapkan 5 (lima) wilayah kecamatan dalam Pengembangan Kawasan Minapolitan Kabupaten Gowa. Kelima kecamatan tersebut adalah : Kecamatan Bontonompo Selatan, Kecamatan Bontonompo, Kecamatan Bajeng, Kecamatan Bajeng Barat, dan Kecamatan Pallangga. Wilayah pengembangan ini disebut Kawasan Minapolitan Bontonompo. Batas-batas administratif Kawasan Minapolitan Bontonompo adalah : Sebelah Utara : Kecamatan Sombaopu Kabupaten Gowa Sebelah Timur : Kabupaten Takalar Sebelah Selatan : Kabupaten Takalar Sebelah Barat : Kabupaten Takalar, Kota Makassar dan Selat Makassar Total luas kawasan adalah 187,00 km 2 atau sekitar 10,20% dari total luas Kabupaten Gowa dengan jumlah penduduk sebesar jiwa atau sekitar 38,29% dari total penduduk Kabupaten Gowa. Rincian luas setiap kecamatan dalam kawasan disajikan pada tabel berikut : Tabel 43. Luas Wilayah dan Jumlah Desa dalam Kawasan No. Kecamatan Luas Jumlah Jarak dari Ibukota (Km 2 ) Desa Kabupaten (km) 1. Bontonompo 30, Bontonompo Selatan 29, Bajeng 60, Bajeng Barat 19, Pallangga 48, Jumlah 187, Sumber : Gowa dalam Angka, 2008 Kawasan Minapolitan sangat strategis karena dilewati oleh jalur jalan arteri primer yang menghubungkan antara ibukota Propinsi Sulawesi Selatan (Kota Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 79

96 Makassar) dengan beberapa kabupaten yang terletak di pesisir selatan Propinsi Sulawesi Selatan. Kondisi topografi kawasan ini relatif datar dengan ketinggian 0 25 m dpl yang pada umumnya terdiri dari hamparan persawahan pengairan teknis dan pengairan setengah teknis dari jaringan irigasi Dam Bili-Bili sehingga sangat potensial dikembangkan sebagai kawasan minapolitan. Infrastruktur Infrastruktur adalah kondisi sarana dan prasarana; baik fisik maunpun non fisik yang sesuai untuk dapat terciptanya kemandirian kawasan pedesaan kelautan dan perikanan; sesuai dengan fungsi keruangan (ekosistem) dan keterkaitan fungsional suatu kawasan minapolitan. Infrastruktur yang tersedia adalah sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana perekonomian, sarana peribadatan, jaringan listrik dan jaringan air bersih. Prasarana dan Sarana Sosial Prasarana dan sarana sosial di Kabupaten Gowa terdiri dari sekolah, fasilitas kesehatan, dan fasilitas peribadatan. Sarana pendidikan berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM) dikawasan minapolitan, hal ini terkait dengan kemampuan SDM untuk mengadopsi teknologi budidaya perikanan. Sarana pendidikan dikawasan minapolitan terdiri dari SD, SLTP dan SLTA/SMK. Jumlah sarana pendidikan dikawasan minapolitan adalah sekolah dasar sebanyak 164, sekolah lanjutan tingkat pertama 33, sekolah lanjutan tingkat pertama 12 dan sekolah kejuruan sebanyak 6. Keberadaan sarana pendidikan ini mudah dijangkau oleh masyarakat dikarena lokasi yang tidak jauh dari pemukiman pendudukan dan askses trasnportasi yang tersedia dari dan menuju sarana pendidikan. Sarana yang memadai dan tersebar merata diharapkan dapat meningkatkan kualitas SDM. Sebaran jumlah sarana pendidikan dapat dilihat pada Tabel 44. Tabel 44. Sarana Pendidikan Di Kawasan Minapolitan Kabupaten Gowa Tahun 2008 No. Kecamatan Sekolah SD/MI SMP/MTs SMA/MA SMK 1. Bontonompo Bontonompo Selatan Bajeng Bajeng Barat Pallangga Jumlah Sumber : Gowa dalam Angka, 2008 Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 80

97 Di samping pendidikan kualitas SDM manusia juga dipengaruhi oleh tingkat kesehatan masyarakat. Di Kawasan Minapolitan belum terdapat rumah sakit, terdapat rumah bersalin sebanyak 1 unit, Puskesmas terdapat dihampir seluruh kecamatan yaitu sebanyak 44 unit, poliklinik terdapat 4 unit dan posyandu terdapat 219 unit. Ketersediaan sarana kesehatan di kawasan minapolitan dapat dilihat pada Tabel 45. Tabel 45. Sarana Kesehatan Di Kawasan Minapolitan Kabupaten Gowa Tahun 2008 No. Kecamatan Kesehatan RS RB PKM Poliklinik Posyandu 1. Bontonompo Bontonompo Selatan Bajeng Bajeng Barat Pallangga Jumlah Sumber : Gowa dalam Angka, 2008 Penduduk di Kawasan Minapolitan mayoritas adalah beragama Islam sehingga sarana peribadatan yang tersedia berupa masjid sebanyak 301 unit dan mushola 27 unit. Sebaran tempat peribadatan di kawasan minapolitan dapat dilihat pada Tabel 46. Tabel 46. Sarana Peribadatan Di Kawasan Minapolitan Kabupaten Gowa Tahun 2008 No. Kecamatan Tempat Ibadah Mesjid Mushallah Gereja 1. Bontonompo Bontonompo Selatan Bajeng Bajeng Barat Pallangga Jumlah Sumber : Gowa dalam Angka, 2008 Sistem Transportasi Peran dan fungsi transportasi terhadap proses transformasi wilayah yang menghubungkan wilayah yang satu dengan wilayah yang lainnya merupakan kebutuhan aksesibilitas yang sangat penting guna menunjang pertumbuhan wilayah/kawasan. Keterkaitan tersebut terutama merupakan prasarana utama dalam hal mobilisasi barang, dan penumpang, sehingga sirkulasi pola aliran sangat Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 81

98 ditentukan oleh sistem transportasi tersebut. Aspek-aspek yang erat kaitannya dalam sistem transportasi adalah kemudahan hubungan (aksesibilitas) dan ketersediaan sarana angkutan. Sistem transportasi di dalam kawasan minapolitan khususnya pada tingkat desa masih sangat minim, angkutan umum hanya terdapat pada beberapa lokasi saja seperti di Desa Bontonompo, sedangkan didesa lainnya seperti Desa Pabentengang dan Desa Tangkebajeng belum terdapat sarana transportasi umum yang menunjang mobilitas masyarakat. Sarana transportasi yang digunakan oleh masyarakat baik untuk kegiatan sehari-hari maupun aktivitas usaha budidaya adalah dengan menggunakan motor. Jaringan Jalan Jaringan jalan merupakan sarana penghubung antar wilayah atau kawasan yang berfungsi sebagai prasarana transportasi, yang tidak hanya digunakan sebagai jalur aliran barang dan penumpang tetapi juga berperan sebagai pembuka keterhubungan antar kawasan terutama pada kawasan yang terbelakang. Selain itu fungsi jaringan jalan dalam lingkup lokal atau lingkungan dapat berfungsi dalam menata atau mengatur pola permukiman. Berdasarkan klasifikasi fungsi jaringan jalan, Kabupaten Gowa dilalui oleh jalan arteri sebagai jalur penghubung utama, sedangkan penghubung antar kawasan dan lingkungan permukiman dilalui oleh jalan kolektor sekunder dan jalan lokal. Jalan arteri di Kabupaten Gowa terbentang mulai dari Perbatasan Kota Sungguminasa yang menghubungkan ke wilayah Kota Makassar, dan Provinsi Sulawesi Selatan lainnya. Jaringan jalan di Kabupaten Gowa berdasarkan jenis permukaannya dapat diklasifikasikan menjadi 3 kategori, yaitu jenis permukaan jalan berupa aspal, kerikil, tanah dan beton. Panjang jalan di seluruh wilayah Kabupaten Gowa pada Tahun 2007 mencapai 4.601,86 kilometer. Panjang jalan yang berada di bawah wewenang negara ada 21,50 Km, di bawah wewenang Propinsi ada Km dan sisanya di bawah wewenang Kabupaten/Kota sebanyak 4.387,86 kilometer. Untuk lebih jelasnya mengenai panjang jalan di Kabupaten Gowa menurut kondisi dan jenis permukaan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 47. Wewenang Pemerintah Menurut Jenis Permukaannya dan Kondisi di Kabupaten Gowa Tahun 2007 (dalam Kilometer) No Jenis Jalan Panjang Jalan Menurut Wewenang Jumlah Negara Propinsi Kabupaten 1 Aspal 21,50 186,00 890, Kerikil - 6,50 558,36 567,86 Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 82

99 3 Tanah ,70 938,70 4 Tidak Dirinci Jumlah 21,50 192, , ,86 No Kondisi Jalan 1 Baik 21,50 187,00 628,86 837,36 2 Sedang - 3,00 683,64 686,64 3 Rusak ,67 336,67 4 Rusak Berat ,67 741,19 Jumlah 21,50 192, , ,86 Sumber : Kabupaten Gowa Dalam Angka, Tahun 2008 Untuk kondisi jaringan jalan di kawasan minapolitan dimana akses utama dalan pengembangan minapolitan hal yang utama baik dalam upaya pemeliharaan peningkatan mapun pembuatan jalan usaha tani, berikut eksampel dari beberapa kondisi jaringan jalan di Kawasan Minapolitan Kabupaten Gowa Kabupaten Bogor Kondisi Geografis Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas ,304 Ha, dengan tipe morfologi wilayah yang bervariasi, dari dataran yang relatif rendah di bagian utara hingga dataran tinggi di bagian selatan, yaitu sekitar 29,28 % berada pada ketinggian meter diatas permukaan laut (dpl), 42,62% berada pada ketinggian meter dpl, 19,53% berada pada ketinggian meter dpl, 8,43 berada pada ketinggiat meter dpl dan 0,22% berada pada ketinggian meter dpl. Selain itu, kondisi morfologi Kabupaten Bogor sebagian besar berupa dataran tinggi, perbukitan dan pegunungan dengan batuan penyusunya didominasi oleh hasil letusan gunung, yang terdiri dari andesit, tufa dan basalt. Gabungan batu tersebut termasuk dalam sifat jenis batuan relatif lulus air, dimana kemampuannya meresapkan air hujan tergolong besar. Jenis pelapukan batuan ini relatif rawan terhadap gerakan tanah bila mendapatkan siraman curah hujan yang tinggi. Sejanjutnya, jenis tanah penutup didominasi oleh material vulkanik lepas agak peka dan sangat peka terhadap erosi, antara lain Latosol, Aluvial, Regosol, Podsolik dan Andosol. Batas Administrasi : Sebelah Utara : Kab. Tangerang, Kab / Kota Bekasi, Kota Depok Sebelah Timur : Kab. Cianjur dan Kab. Karawang Sebelah Barat : Kab. Lebak Sebelah Selatan : Kab. Sukabumi dan Cianjur Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 83

100 Sebelah Tengah : Kota Bogor Kependudukan Letak Kabupaten Bogor yang berdekatan dengan ibukota, membuat kepadatan di kabupaten ini cukup tinggi. Penduduk di Kabupaten Bogor juga menunjukkan sebaran yang belum merata. Jumlah penduduk terbanyak berada di wilayah perkotaan dan wilayah industri seperti di ibukota Cibinong ( jiwa), Kecamatan Bojonggede ( jiwa), Kecamatan Cileungsi ( jiwa), Kecamatan Gunung Putri ( jiwa), Kecamatan Ciomas ( jiwa) dan Kecamatan Citeurep ( jiwa). Sedangkan jumlah penduduk yang rendah berada di wilayah pedesaan seperti di Kecamatan Sukajaya, Cigudeg, Sukamakmur, Cariu dan Kecamatan Tanjungsari. Dilihat dari rata-rata tingkat kepadatan penduduk kabupaten Bogor adalah 14,18 jiwa/ha dengan kepadatan terndah berada di Kecamatan Tanjungsari yaitu sebesar 3,06 jiwa/ha dan tingkat kepadatan tertinggi berada di Kecamatan Ciomas sebanyak 78,60 jiwa/ha. Dari data tersebut terlihat bahawa wilayah perkotaan lebih padat daripada wilayah pedesaan, terutama yang berbatasan dengan Kota Depok dan Kota Bogor. Berdasarkan mata pecaharian, penduduk di Kabupaten Bogor mayoritas berwiraswasta yaitu sebesar %, selanjutnya bermatapencaharian sebagai karyawan sebesar %. Profesi sebagai buruh sebesar %. Sedangkan yang berprofesi sebagai petani baru hanya sebesar 4,64% saja. Gambar berikut ini menunjukkan persentase mata pencaharian penduduk Kabupaten Bogor Petani Wiraswasta karyawan TNI/Polri PNS Buruh Jasa Lainnya Gambar 11. Jenis Mata Pencaharian Masyarakat Kabupaten Bogor Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 84

101 Sumberdaya dan Tata Ruang Potensi lahan basah yang dapat dimanfaatkan untuk usaha budidaya perikanan di wilayah pengembangan minapolitan tersebar di 4 kecamatan dan 27 desa, yaitu kecamatan Gunung Sindur terdapat 6 desa, di keamatan Kemang sebanyak 6 desa, di Kecamatan Parung terdapat 7 desa dan di kecamatan Ciseeng sebanyak 8 desa. Total lahan basah yang potensial yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung usaha budidaya perikanan adalah 2592,5 Ha dengan rincian di Kecamatan ciseeng 1309,5 Ha, Parung 607 Ha, Gunung Sindur 192 Ha dan Kemang 484 Ha. Berikut adalah penyebaran potensi lahan perikanan di wilayah minapolitan: Tabel 48. Penyebaran Potensi lahan Perikanan No Kecamatan Desa Luas (ha) 1 Ciseeng Babakan Parigi Mekar Putat Nutug Ciseeng Cibentang Cibeutung Udik Cibeutung Muara Cihoe Parung Bj Indah Cogreg Bj. Sempu Waru Jaya Waru Pamegar sari Iwu Gunung Sindur Pangasinan Cibinong Gunung sindur Curug Cidokom Pabuaran Kemang Pabuaran Kemang Tegal Pondok Udik Bojong Jampang 8.00 Sumber: Data dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, Tahun 2010 Pengembangan kawasan minapolitan tidak terikat oleh batasan wilayah administratif, melainkan lebih difokuskan pada skala ekonomi dan struktur kawasannya. Sesuai dengan arahan kebijakan pembangunan wilayah Kabupaten Bogor, maka kecamatan yang dijadikan sebagai kawasan minapolitan antara lain; Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 85

102 kecamatan Gunung Sindur (Hinterland), kecamatan Kemang (Hinterland), kecamatan Parung (Hinterland), kecamatan Ciseeng (Minapolis). Potensi Perikanan Kabupaten ini memiliki potensi perikanan yang cukup besar. Potensi perikanan tersebut bersasal dari perikanan budidaya air tawar dan Berdasarkan data dari dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor tahun 2009 menunujukkan bahwa total volume produksi perikanan Kabupaten Bogor mencapai 25, ton pada tahun 2008 dan 28,742,00 ton pada tahun Hal ini berarti ada kenaikan produksi sebesar 3, ton pada tahun Tabel 49. Perkembangan Produksi Perikanan di Kabupaten Bogor Tahun No Jenis Usaha Produksi A. Budidaya Perikanan Air Tawar 25, , (Ton) 1 Kolam air tenang (KAT) 17, , Kolam air Deras (KAD) 6, , Perikanan Sawah Jaring Apung Karamba B. Perikanan Tangkap Air Tawar 1 Perairan Umum (Ton) Jumlah A + B 25, , (Ikan Konsumsi) Sumber Data dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor Tahun 2009 Dari data di atas terlihat bahwa budidaya perikanan air tawar terus meningkat sejak tahun 2008 jika dibandingkan dengan perikanan tangkap air tawar yang justru mengalami penurunan jumlah produksi. Dengan demikian potensi perikanan di kabupaten ini dapat diarahkan menuju kegiatan budidaya. Sedangkan, menurut klasifikasi usaha ikannnya, pencapaian target untuk ikan konsumsi, hias dan usaha pembenihan sangatlah baik. Hal ini dapat terlihat pada tabel 50 berikut. Tabel 50. Pencapaian Produksi Perikanan Tahun 2009 No Jenis Produksi Target 2009 Realisasi 2009 Pencapaian Target (%) 1 Ikan Konsumsi (Ton) 27, , Ikan Hias (Ribu Ekor) 87, , Pembenihan (Ribu Ekor) 819, , Sumber: Data dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor Tahun 2009 Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 86

103 Untuk ikan konsumsi, perkembangan produksi ikan lele merupakan komoditas yang paling mengalami peningkatan tajam dari tahun 2008 hingga tahun Hal ini dapat mengindikasikan bahwa permintaan lele semakin banyak dari kabupaten ini. Perkembangan produksi ikan konsumsi dapat dilihat dari tabel berikut ini. Tabel 51. Perkembangan Produksi Ikan Konsumsi di Kabupaten Bogor Tahun No Jenis Ikan Produksi (Ton) Lele 9, , Mas 8, , Gurame 1, , Nila 3, , Bawal , Patin Tawes Tambakan Mujair Nilem Lain-lain Jumlah 25, , Sumber: Data dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor Tahun 2009 Produksi ikan tersebut dihasilkan oleh beberapa lahan di kecamatan. Dengan demikian di wilayah kawasan minapolitan, komoditas yang paling banyak dibudidayakan adalah komoditas lele. Tabel 52. Penyebaran Aktifitas Budidaya Ikan Komoditas Kecamatan Ciseeng Parung Gunung Sindur Kemang Lele Gurame Ikan hias Jenis Lain Total Sumber Data dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor Tahun 2009 Untuk benih, produksi yang dihasilkan oleh Kabupaten Bogor pada tahun 2009 mengalami kenaikan dari tahun Tetapi kenaikan ini hanya disumbangkan melalui benih ikan bawal yang meningkat drastis. Komoditas lainnya justru mengalami penurunan produksi pada tahun Hal ini dapat dikarenakan beralih Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 87

104 para pembudidaya benih menjadi pembudidaya pembesaran ikan. Dari tabel-tabel di atas dapat tergambar potensi perikanan Kabupaten Bogor yang cukup besar dan berpotensi untuk dikembangkan. Tabel 53. Perkembangan Produksi Benih Ikan di kabupaten Bogor Tahun No Jenis Ikan Produksi (Ton) Mas 166, , Nila 109, , Nilem Mujair 2, Gurame 92, , Tawes 9, , Patin 79, , Lele 244, , Sepat Siam Tambakan 6, , Bawal 33, , Jumlah 744, , Sumber: Data dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor Tahun 2009 Kelembagaan a. Kelembagaan Pelaku Utama Kabupaten Bogor mempunyai potensi perkembangan usaha perikanan yang cukup besar jika dilihat dari jumlah pembudidaya yang sudah ada. Jumlah pelaku usaha di kabupaten ini cukup beragam. Daerah Ciseeng banyak digunakan sebagai daerah pembenihan sedangkan gunung Sindur dapat dikategorikan sebagai wilayah pembesaran lele. Berikut adalah data jumlah pelaku usaha budidaya perikanan di wilayah minapolitan. Tabel 54. Jumlah Pelaku Usaha di Kabupaten Bogor No Kecamatan Desa Jumlah Pelaku UPR Pembesaran 1 Ciseeng Babakan Parigi Mekar Putat Nutug Ciseeng Cibentang Cibeutung Udik Cibeutung Muara Cihoe Parung Bj Indah Cogreg Bj. Sempu Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 88

105 Waru Jaya Waru Pamegar sari Iwu Gunung Sindur Pangasinan Cibinong Gunung sindur Curug Cidokom Pabuaran Kemang Pabuaran Kemang Tegal Pondok Udik Bojong - 20 Jampang Sumber: Data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2009 Mayoritas kelompok pembudidaya yang ada di Kabupaten Bogor ini baru sudah terbentuk lebih dari 2 tahun. Untuk itu kemampuan teknis yang mereka miliki sudah cukup baik dan tingkat keberhasilannya tergolong tinggi. Ditambah lagi dengan dengan adanya pembentukan lembaga ini, maka antar pembudidaya dapat melakukan pertukaran pengetahuan yang dapat berguna bagi pengembangan usaha budidaya mereka. Berikut adalah jumlah kelompok pembudidaya yang sudah terbentuk hingga tahun Tabel 55. Jumlah kelompok pembudidaya di Kabupaten Bogor tahun 2009 No Cabang Usaha Komoditas Jumlah Kelompok 1 Ikan Hias Silver dolar, 15 manvis,koki, cupang, lobster hias, aquacaping, platys, kol, tiger, catfish, red sumatera 2 Ikan konsumsi (Pembesaran) Lele, gurami, mas, nila, 64 bawal 3 Pembenihan Lele, gurami, patin,mas, nila 44 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bogor, Buku Data Perikanan, Tahun 2009 b. Kelembagaan Pemasaran Dalam hal lembaga pemasaran, belum terlihat adanya lembaga pemasaran yang telah dibentuk secara resmi oleh pemerintah. Dikarenakan letaknya yang dekat dengan sentra pemasaran (Jakarta), maka sebenarnya para pembudidaya ini sudah Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 89

106 memiliki banyak pelanggan. Namun, pemasaran ini biasanya dilakukan secara individual, artinya tidak melalui sebuah lembaga yang khusus mengatur tentang pola pemasarannya. Karena sifatnya yang indiviual, terkadang pembudidaya yang sedang tidak berhasil menjual barangnya, tidak mempunyai tempat untuk menampung ikannya. Sedangkan jika terdapat kelembagan pemasaran maka mereka dapat langsung menampung ikannya untuk dapat didistribusikan. c. Kelembagaan permodalan Inisiatif yang tinggi ini ternyata belum didukung oleh kelembagaan permodalan. Banyak pembudidaya yang masih sulit untuk mencari suimber permodalan dikarenakan biasanya bank ataupun institusi keuangan yang mempunyai fungsi untuk kegiatan pinjaman, jarang bersedia untuk menginvestasikan dana mereka ke sektor perikanan yang dinilai tinggi resikonya. Rata-rata dari mereka menggunakan modal pribadi dari usaha sampingan lainnya. Adapun beberapa lembaga keuangan yang ada di kawasan minapolitan adalah; Tabel 56. Lembaga keuangan di daerah Minapolitan Kabupaten Bogor Lembaga Lokasi BRI unit Parung Desa Parung, Kec. Parung BRI unit Prungpung Desa Gunung Sindur, Kec. Gunung Sindur KUD Ciseeng Ds. Ciseeng, Kec. Ciseeng Bank Perkreditan rakyat Setiap kecamatan Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bogor, 2009 d. Kelembagaan penyedia sarana input Masalah yang juga lebih penting, masih sedikitnya penyedia saranan input di Kabupaten Malang. Mayoritas dari pembudidaya masih membeli sarana input ke Kotamadya Malang. Belum disediakan pula sebuah lembaga yang khusus menyediakan sarana input bagi pengembangan usaha budidaya. Berikut adalah gambarannnya: Kebijakan Pemerintah Daerah Tentang Minapolitan Sejauh ini persiapan dinas dalam kaitannya dengan program Minapolitan, dinas bersama instansi-instansi lainnya seperti Bapedda, Bina Marga merumuskan secara bersama-sama masterplan kawasan Minapolitan Kabupate Bogor. Berdasarkan pengamatan lapangan, kesiapan daerah dari sisi SDM, dinilai sudah sangat baik. Masyarakat sudah cukuo menguasai teknis budidaya ikan karena pengalaman usaha mereka yang relative cukup lama. Yang masih lemah adalah lembaga pemasaran yang Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 90

107 belum tampak untuk memberikan jaminan harga atau mengantisipasi jika terjadi booming produksi ikan. Sedangkan dari sisi permodalan, lembaga permodalan yang ada masih terbatas pada usaha mikro. Banyak juga lembaga keuangan terutama bank yang enggan memberikan pinjaman pada sector perikanan karena dinilai memiliki resiko yang besar. Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor mempunyai visi dalam pengembangan kawasan minapolitan yaitu pengembangan kawasan minapolitan sebagai pusat dan pemacu pertumbuhan kawasan di Kabupaten Bogor Bagian Tengah. Strategi yang akan dilaksanakan pemda setempat adalah: - pengembangan sentra produksi komoditas unggulan berbasis teknologi - pengembangan jaringan pemasaran berbasis teknologi informasi Secara berkala pelaku usaha dapat mengirimkan informasi tentang ketersediaan produk ke pusat jaringan pasar di Pasar Ciseeng yang meliputi jenis, jumlah, kualitas, harga dan lokasi melalui layanan sms. Pusat jaringan pemasaran akan mengolah untuk diinformasikan pada stakeholder. - Pengembangan kawasan minapolitan sebagai kawasan wisatamina - Pengembangan tata ruang dan minapolis - Pengembangan usaha produk olahan perikanan - Pengembangan infrastruktur dasar dan infrastruktur perikanan - Pengembangan sistem kelembagan pengelola kawasan minapolitan - Pengembangan pembiayaan kawasan minapolitan Strategi-strategi di atas menunjukkan keseriusan pemerintah untuk dapat menyukseskan program minapolitan Kabupaten Gresik Kondisi Georafis Kabupaten Gresik adalah salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang terletak di sebelah Barat Laut Surabaya dengan luas 1.191,25 kilometer persegi. Berikut kondisi geografis Kabupaten Gresik menurut Gresik Dalam Angka (2009, 3-4). Secara geografis, wilayah Kabupaten Gresik terletak antara 112 o 113 o Bujur Timur dan 7 o 8 o Lintang Selatan. Wilayahnya merupakan dataran rendah dengan ketinggian 2 12 meter di atas permukaan air laut kecuali kecamatan Panceng yang mempunyai ketinggian 25 meter di atas permukaan air laut. Secara administrasi pemerintahan, wilayah Kabupaten Gresik terdiri dari 18 kecamatan, 330 Desa dan 26 Kelurahan. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 91

108 Di Kabupaten Gresik hampir sepertiga bagian wilayahnya merupakan daerah pesisir pantai, yaitu sepanjang Kecamatan Kebomas, sebagian Kecamatan Gresik, Kecamatan Manyar, Kecamatan Bungah dan Kecamatan Ujungpangkah. Sedangkan Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak berada di Pulau Bawean. Adapun batas-batas wilayah Gresik adalah : - Sebelah Utara : Pulau Jawa - Sebelah Timur : Selat Madura - Sebelah Selatan : Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto dan Kota Surabaya - Sebelah Barat : Kabupaten Lamongan Kabupaten Gresik menjadi salah satu kabupaten yang tergabung dengan Gerbangkertasusila yaitu Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan. Terkait dengan iklim, curah hujan di Kabupaten Gresik mengalami kenaikan pada tahun 2008 jika dibandingkan pada tahun sebelumnya yaitu 942,78 mm menjadi 1.191,00 atau mengalami kenaikan sebesar 26,33%. Banyaknya hari curah hujan tahun 2008 adalah 64,00 hari atau mengalami kenaikan sebesar 19% dengan hari hujan terbanyak terjadi pada bulan Desember sebanyak 12 hari, diikuti bulan Januari, Februari dan Maret masing-masing sebesar 11 hari dan 10 hari. Wilayah Kabupaten Gresik sebagian besar terdiri dari dataran rendah dengan ketinggian antara 2-12 meter di atas permukaan laut, kecuali di Kecamatan Panceng yang mempunyai ketinggian 25 meter di atas permukaan laut. Sebagian besar Wilayah Kabupaten Gresik merupakan daerah pesisir pantai. Jumlah penduduk Kabupaten Gresik pada tahun 2008 sebesar jiwa yang terdiri dari jiwa laki-laki dan perempuan dan berada pada keluarga dengan luas wilayah ,25 km2. Sememtara itu, jumlah tenaga kerja yang tercatat pada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten sebanyak laki-laki dan perempuan. Persentase terbesar 46.70% adalah tamat sarjana, 36,07% tamat SLTA, dan 16,99% tamat akademi. Dari jumlah tersebut pencari kerja yang ditempatkan sebesar 392 orang dengan prosentase 77,55% laki-laki dan 22,45% perempuan. Penetapan kawasan di kabupaten/kota sebagai kawasan pengembangan minapolitan melalui kelayakan yang cermat yaitu kelayakan ekonomis, teknis sosial budidaya dan lingkungan hidup. Oleh karena itu dari berbagai kecamatan dan potensi yang dimiliki tiap kecamatan dan telah melalui kelayakan yang cermat, maka Kecamatan Sidayu akan dicanangkan sebagai calon kawasan minapolis di Kabupaten Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 92

109 Gresik. Untuk penetapan calon kawasan ini belum dituangkan dalam SK Bupati, masterplan maupun rencana pembangunan investasi jangka panjang. Beberapa pertimbangan yang mendasari Kecamatan Sidayu sebagai calon sentra mapolis diantaranya berdasarkan tata ruang dan wilayah daerah propinsi dan disinergikan dengan tata ruang dan wilayah kabupaten, Kecamatan Sidayu menjadi wilayah untuk pengembangan sektor perikanan. Meskipun jika dilihat potensi perikanan di Kecamatan Sidayu lebih kecil dibandingkan dengan kecamatan lain yang juga mempunyai potensi perikanan seperti tergambar pada tabel 57. Tabel 57. Produksi Perikanan Kec. Sidayu dibanding dengan Kecamatan lain Tahun 2008 No Kecamatan Penangkapan Di Laut Tambak Payau Budidaya Tambak Kolam Tawar Perairan Umum 1 Duduk Sampean , ,89-20,01 2 Manyar 7.040,03 6, , ,42 3 Bungah 18, , ,78 2, Sidayu 912, , ,18 5 Ujung Pangkah 2.427, ,08 58,69-11,40 Sumber : BPS Gresik, 2009 Dilihat dari sisi ekologi kawasan budidaya di Kecamatan Sidayu jauh dari kawasan industri sehingga dimungkinkan berkembangnya usaha budidaya perikanan. komoditas unggulan di calon sentra minapolis saat ini adalah udang dan bandeng, melihat kesesuaian lahan dan sumber air dapat dikembkan pula komoditas lain yaitu ikan nila. Dampak sebagai daerah penyangga menjadikan pengembangan sektor industri menjadi prioritas utama. Beberapa wilayah yang mempunyai potensi perikanan akan dikembangkan ke arah sektor industri, misalnya Kecamatan Manyar dan Kecamatan Ujung Pangkah untuk pengembangan kawasan agroindustri. Disamping itu jika sentra minapolis Kecamatan Ujung Pangkah dan Kecamatan Bungah termasuk dalam kawasan rawan banjir. Kecamatan yang mempunyai potensi perikana dapat ditetapkan sebagai daerah pendukung untuk sentra minapolis, seperti di Kecamatan Duduk Sampean yang akan dijadikan sebagai sentra pemasaran. Nilai tambah lainnya adalah karakteristik masyarakat Kecamatan Sidayu, bahwa mata pencaharian masyarakat Kecamatan Sidayu sebagai besar dalah pembudidaya. Mereka memiliki ketrampilan berbudidaya secara turun menurun, pengalaman usaha yang cukup lama menyebabkan masyarakat sadar akan pentingnya pengetahuan untuk mendapatkan hasil produksi yang lebih baik. Masyarakat terbuka Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 93

110 terhadap inovasi dan adanya kesadaran untuk maju sehingga aktif dan kreatif menjalin kemitraan dengan para pemangku kepentingan serta di calon lokasi minapolitan sudah terbentuk kelembagaan pelaku utama yang establish dengan segala perangkat dan kegiatannya. Selain faktor tersebut diatas, sarana umum (public service) telah tersedia di lokasi calon minapolitan seperti jaringan jalan dan aksesbilitasnya, transportasi, jaringan listrik dan telekomunikasi. Akses menuju kawasan budidaya mudah dijangkau dari pemukiman masyarakat menjadi bagian dari peningkatan pelayanan jaringan kawasan yang mudah dijangkau dengan sarana transportasi seperti trasnportasi umum dan pribadi. Jarigan telekomunikasi yang sudah menjangkau calon sentra minapolis menjadikan kemudahan pelayanan telekomunikasi bagi dunia usaha dan masyarakat. Lebih lengkap akan dipaparkan mengenai potensi Kecamatan Sidayu, Kabupaten Gresik. Kependudukan Secara difinitif wilayah Kecamatan Sidayu mempunyai batas wilayah sebagai berikut : sebelah barat Kecamatan Ujung Pangkah, sebelah timur Kecamtan Bungah, sebelah Selatan Kecamatan Dukun dan sebelah utara Kecamatan Ujung Pangkah dan Kecamatan Bungah. Adapun desa di Kecamatan Sidayu terdiri dari Desa Randuboto, Desa Ngawen, Desa Mojoasem, Desa Mriyunan, Desa Sedagaran, Desa Srowo, Desa Purwodadi, Desa Raci Tengah, Desa Raci Kulon, Desa Golokan, Desa Kertosono, Desa Lasem, Desa Sukorejo, dan Desa Penguluh. Kondisi kependudukan Kecamatan Sidayu terdiri dari kepala keluarga dengan jumlah penduduk jiwa. Jumlah penduduk masing-masing desa berdasarkan kepala keluarga dan jenis kelamin terlihat pada tabel 58. Tabel 58. Jumlah Penduduk Masing-Masing Desa Berdasarkan Kepala Keluarga dan Jenis Kelamin No Nama desa Jumlah kk Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah total 1 Randuboto Ngawen Mojo Asem Mriyunan Sedagran Srowo Purwodadi Raci Tengah Raci Kulon Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 94

111 10 Golokan Kertososno Lasem Sukorejo Penguluh Jumlah Sumber : Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik, 2010 Keadaan ekonomi pembudidaya di Kecamatan Sidayu bisa dilihat dari keadaan para pemilik dan pendega. Untuk para pemilik tambak keadaan ekonominya cukup baik dan hal ini terlihat dalam pemenuhan kebutuhan perumahan, sandang dan pangan. Tetapi keadaan ekonomi pandega masih perlu mendapat perhatian karena dalam pemenuhan kebutuhan rumah, sandang dan pangan masih rendah. Keadaan ekonomi ini dapat dilihat dari pendapatan pemilik tambak sebesar Rp Rp untuk sekali panen udang windu dalam 1 ha. Sementara pendapatan yang diperoleh pandega sebesar Rp Rp Penjualan udang windu berkisar antara Rp Rp /Kg dengan ukuran ekor. Ikan bandeng dijual harga Rp Rp 8.000/Kg dengan ukuran 3 dan 4 ekor, udang vaname Rp /Kg dengan ukuran 120 ekor/kg dan Rp /Kg dengan ukuran ukuran 90 ekor/kg. Sementara mata pencarian masyarakat di Kecamatan Sidayu terbesar adalah petani tambak. Mata pencarian lain yang diusahakan pada masyarakat adalah nelayan, peternak, petani perkebunan, petani perkebunan, pedagang,pengracin, PNS, ABRI dan pengolah ikan seperti tertuang pada tabel 59. Tabel 59. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Kabupaten Gresik No Jenis mata pencaharian Jumlah (orang) 1 Petani Tambak Nelayan Peternak Petani Perkebunan 90 5 Pedagang PengRacin 36 7 PNS ABRI 56 9 Pengolah Ikan 153 Sumber : Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik, 2010 Sementara jumlah penduduk di desa Sidayu berdasarkan tingkat pendidikan yaitu tamat SD/MI, SLTP/MTS, SMU/Aliyah dan sarjana muda/sarjana seperti tergambar pada tabel 3. Tamatan SD/MI sebesar 40%, SLTP/MTS sebanyak 30%, SMU/Aliyah sebanyak 26% dan Sarjana Muda/Sarjana hanya 4%. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 95

112 Tabel 60. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan di Kabupaten Gresik No Tingkat pendidikan Jumlah (orang) 1 Tamat SD/MI SLTP/MTS SMU/ALIYAH Sarjana Muda/Sarjana 780 Jumlah Sumber : Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik, 2010 Sebaran tingakat pendidikan pada masing-masing desa di Kecamatan Sidayu terlihat pada tabel 61. Tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan Sidayu paling banyak adalah tamatan Sekolah Dasar (SD). Meskipun demikian masyarakat dilokasi penelitian mempunyai keterampilan dalam setiap bidang usahanya. Tabel 61. Jumlah Penduduk Pada Masing-Masing Desa berdasarkan Tingkat Pendidikan No Nama desa Tamat sd/mi Tamat sltp/mts Tamat slta/mta Tamat sarmud/sarjana 1 Randuboto Ngawen Mojo Asem Mriyunan Sedagran Srowo Purwodadi Raci Tengah Raci Kulon Golokan Kertososno Lasem Sukorejo Penguluh Jumlah Sumber : Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik, 2010 Lebih lanjut, jumlah sarana pendidikan di Kecamatan Sidayu memadai dan hal ini menjadi salah satu prasyarat dalam program minapolitan. Tingkat taman kanakkanak hingga perguruan tinggi tersebar di seluruh wilayah Kecamatan Sidayu. Jumlah sarana pendidikan Di Kecamtan Sidayu tergambar pada tabel 62. Tabel 62. Jumlah Sarana Pendidikan di Kabupaten Gresik No Sarana pendidikan Jumlah (buah) 1 Taman Kanak-Kanak 25 2 SD 13 3 SLTP 10 Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 96

113 4 Madrasyah Tsanawiyah 12 5 SMU 10 6 Perguruan Tinggi 1 Sumber : Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik, 2010 Begitu juga dengan jumlah sarana peribadatan, dapat ditemui masjid dan musholla (langgar). Terdapat 15 buah masjid dan 35 musholla (langgar) di Kecamatan Sidayu. Tabel 63. Jumlah Sarana Peribadatan di Kabupaten Gresik No Sarana peribadatan Jumlah (buah) 1 Masjid 15 2 Musholla (Langgar) 35 Sumber : Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik, 2010 Dilihat dari rumah tinggal masyarakat, dapat diklasifikasikan menjadi 5 yaitu rumah dari tembok, rumah dari kayu, rumah dari bambu, rumah berlantai dan rumah berlantai keramik. Rumah dari tembok paling banyak dimiliki oleh responden dan rumah dari bambu paling sedikit dimiliki oleh responden. Berikut tabel keadaan perumahan penduduk. Tabel 64. Keadaan Perumahan Penduduk di Kabupaten Gresik No Uraian Jumlah (buah) 1 Rumah dari tembok Rumah dari kayu Rumah dari bambu Rumah berlantai Rumah berlantai keramik 4900 Sumber : Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik, 2010 Sumberdaya dan Tata Ruang a. Penggunaan lahan menurut Jenis Pemanfaatan Kabupaten Gresik adalah wilayah yang mempunyai luas 1.191,25 km2. Dari luas wilayah tersebut digunakan untuk keperluan berbagai sektor antara lahan pertanian, perkebunan dan perikanan. Berdasarkan tabel 65 menjelaskan bahwa lahan untuk pertanian seluas ha, perkebunan ha dan perikanan ,66 ha. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 97

114 Tabel 65. Luasan Areal Penggunaan Lahan di Kabupaten Gresik Lahan Pertanian (ha) Lahan Tanaman Perkebunan (ha) Lahan Perikanan (ha) ,66 Sumber : Gresik Dalam Angka, 2009 Sementara lahan perikanan di Kecamatan Sidayu terdiri dari tambak payau dan tawar. Luas tambak payau yang diusahakann sebesar ha dan luas tambak tawar sebesar ha, dimana kesemuanya adalah lahan tambak tradisional seperti terlihat pada tabel 66. Tabel 66. Luasan Tambak Di Kecamatan Sidayu, 2009 No Nama desa Luas tambak payau (ha) Tradisional Semi intensif Luas tambak tawar (ha) Tradisional Semi intensif 1 Randuboto Ngawen Mojo Asem Mriyunan Sedagran Srowo Purwodadi Raci Tengah Raci Kulon Golokan Kertososno Lasem Sukorejo Penguluh Jumlah Sumber : Gresik Dalam Angka, 2009 b. Sumberdaya air Sumber air yang digunakan untuk budidaya di Kecamatan Sidayu adalah air dari laut/payau dan air tawar dan hal ini menjadi keistimewaan karena tidak semua wilayah di Kabupaten mempunyai tambak air tawar dan air payau sekaligus. Sumber air tawar yang digunakan untuk usaha budidaya berasal dari Sungai Bengawan Solo, Kali Gumemng, Kali Pacar Karang Jarak, Kali Lengo dan Kali Ketudi. Selain dari sungai, sumber air lainya berasal dari air tadah hujan dan sumur bor. Berikut nama dan panjang sungai di Kecamatan Sidayu. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 98

115 Tabel 67. Nama dan Panjang Sungai/Saluran Tambak di Kecamatan Sidayu, Tahun 2010 No Nama desa Primer Sekunder Keterangan (Km) (Km) 1 Randuboto 16 3 Bengawan Solo 2 Kali Gumeng 1,5 Kali Lengok 4 Kali Pacar Karang Jarak 2 Ngawen 2 Kali Lengok 3 Mojo Asem 3 Kali Lengok 4 Mriyunan 5 Kali Lengok 5 Sedagran 6 Kali Lengok 6 Srowo Kali Lengok 7 Purwodadi 2 Kali Lengok 8 Raci Tengah 3 Kali Ketudi 9 Raci Kulon 3,5 Kali Ketudi 10 Golokan Sumber air tadah hujan & sumur bor 11 Kertososno Sumber air tadah hujan & sumur bor 12 Lasem Sumber air tadah hujan & sumur bor 13 Sukorejo Sumber air tadah hujan & sumur bor 14 Penguluh 6 Kali Lengok Sumber : Gresik Dalam Angka, 2009 Potensi Perikanan Perikanan menjadi salah satu komoditas unggulan di Kabupaten Gresik, hal ini dikarenakan hampir sepertiga wilayahnya merupakan daerah pesisir pantai. Daratan wilayah Kabuapten Gresik dilintasi 2 sungai besar yaitu sungai Bengawan Solo dan sungan Lamong disampingn mempunyai panjang pantai kurang lebih 140 km. Wilayah-wilayah yang dilintasi oleh kedua sungai tersebut menjadi wilayah potensial untuk usaha perikanan Wilayah tersebut antara lain Kecamatan Dukun, Kecamatan Bungah, Kecamatan Sidayu Kecamatan Ujung Pangkah, Kecamatan Cerme dan Kecamatan Kebomas. Sumber daya perikanan yang ada dijadikan kegiatan usaha oleh masyarakat dalam bidang perikanan tangkap, perikanan budidaya dan pengolahan hasil perikanan. Untuk usaha perikanan budidaya, kegiatan yang dilakukan adalah budidaya tambak air payau, air tawar, kolam dan laut. Usaha penangkapan ikan di laut banyak dilakukan oleh nelayan kecil dengan menggunakan perahu tanpa motor dan perahu bermotor sedang kapal motor banyak dilakukan oleh nelayan pendatang dari luar daerah. Sementara itu usaha pengolahan juga menjadi concern dari pemerintah daerah untuk meningkatkan nilai tambah sebelum terjadi penurunan mutu dan nilai jual serta karakteristik produksi sumberdaya dan penangkapan ikan yang mudah rusak Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 99

116 Peta yang menggambarkan kegiatan ekonomi masyarakat di Kecamatan Sidayu didominasi masing-masing jenis komoditi perikanan unggulan antara lain : Budidaya udang dan bandeng, budidaya udang dan nila, dan pengolahan hasil perikanan. Sentra budidaya udang dan bandeng di Desa Randuboto, Desa Ngawen, Desa Mojoasem, Desa Srowo, Desa Sedagaran, Desa Purwodadi, dan Desa Penguluh. Sentra udang dan nila di Desa Randuboto, Ngawen, Mojoasem, Raci Tengah, Raci Kulon, Golokan, Kersosono, Lasem dan Sukorejo. Sedangkan potensi pengolahan hasil perikanan terdapat di Desa Randuboto, Desa Ngawen, Desa Mojo Asem, Desa Mriyunan, Desa Sedagaran, Desa Srowo, Desa Purwodadi, Raci Tengah, Raci Kulon dan Golokan. Tabel 68 menunjukkan potensi pengolhan ikan di Kecamatan Sidayu. Tabel 68. Potensi Pengolahan Ikan Kecamatan Sidayu di Kabupaten Gresik No Nama desa Jenis pengolahan Jumlah unit 1 Randuboto Pengeringan/pengasinan 1 Kerupuk Ikan 5 Terasi 1 Petis 14 Pengasapan 25 Pengesan/Pembekuan 11 2 Ngawen Pengeringan 1 Kerupuk Ikan 11 Terasi 1 Petis 5 Pengasapan 10 Pengesan/Pembekuan 8 3 Mojo Asem Pengeringan 5 Kerupuk Ikan 2 Petis 1 Pengasapan 15 Pengesan/Pembekuan 2 4 Mriyunan Pengesan/Pembekuan 2 5 Sedagaran Pengesan/Pembekuan 4 6 Srowo Kerupuk Ikan 16 Pengesan/Pembekuan 2 7 Purwodadi Kerupuk Ikan 1 8 Raci Tengah Kerupuk Ikan 1 Pengesan/Pembekuan 1 9 Raci Kulon Kerupuk Ikan 1 Pengesan/Pembekuan 1 10 Golokan Kerupuk Ikan 1 Pengesan/Pembekuan 1 Sumber : Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik, 2010 Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 100

117 a. Komoditas Unggulan Dalam menentukan komoditas uggulan terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi. Kriteria tersebut antara lain 1) harus mampu menjadi penggerak utama (prime mover) pembangunan perekonomian, (2) mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang kuat baik sesama komoditas unggulan maupun komoditas lainnya, (3) mampu bersaing dengan produk/komoditas sejenis dari wilayah lain di pasar nasional maupun internasional baik dalam hal harga produk, biaya produksi, maupun kualitas pelayanan, (4) memiliki keterkaitan dengan wilayah lain baik dalam hal pasar maupun pasokan bahan baku, (5) memiliki status teknologi yang terus meningkat, (6) mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal sesuai dengan skala produksinya, (7) dapat bertahan dalam jangka panjang tertentu, (8) tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal, (9) pengembangannya harus mendapatkan berbagai bentuk dukungan (keamanan, sosial, budaya, informasi dan peluang pasar, kelembagaan, fasilitas insentif/ disinsentif, dan lainnya, dan (10) pengembangannya berorientasi pada kelestarian sumberdaya dan lingkungan (Alkadri, 2001). Berdasarkan hal tersebut diatas komoditas unggulan perikanan budidaya di Kabupaten Gresik adalah udang dan Bandeng. Komoditas udang menjadi penggerak pembanguanan ekonomi karena telah lama diusahakan oleh masyarakat setempat dengan komoditas berorientasi eksport. Pemerintah daerah, kondisi sosial budaya dan kelembagaan, memberikan dukungan terhadap pengembangan usaha budidaya udang dan bandeng. b. Produksi Perikanan Tangkap Selain perikanan budidaya, di Kecamatan Sidayu terdapat pula potensi perikanan tangkap laut. Komoditas yang dihasilkan dari tangkap laut adalah kerapu, kakap, pari, bawal, belanak, udang lanang, udang lain werus, utik/wagal, udang galah, kerang hijau, kerang kukur, kerang dolong, kerang batik, simping, sembilang dan keting. Total nilai yang dihasilkan dari produksi perikanan tangkap laut di Kecamatan Sidayu pada tahun 2009 sebesar seperti tercantum pada tabel 69. Tabel 69. Data Produksi Perikanan Tangkap Laut dan Perairan Umum di Kecamatan Sidayu, 2009 No Jenis Ikan Volume (Kg) Nilai Harga (RP) 1 Kerapu Kakap Pari Bawal Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 101

118 5 Belanak Udang Lanang Udang Lain Werus Utik/Wagal Udang Gragoh Udang Galah Kerang Wandu Kerang Hijau Kerang Kukur Kerang Dolong Kerang Batik Simping Sembilang Keting Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan, 2010 c. Produksi Perikanan Budidaya Sub sektor perikanan budidaya menjadi andalan bagi penggerak sektor ekonomi di Kabupaten Gresik. Potensi lahan tambak yang luas, menjadikan sub sektor ini sebagai mata pencaharian masyarakat. Komoditas perikanan budidaya yang dihasilkan di Kecamatan Sidayu adalah bandeng, udang windu, udang vanamei dan mujaer. Total nilai produksi dari tambak air payau pada tahun 2009 sebesar Rp Tabel 70 menunjukkan produksi perikanan tambak air payau di Kecamatan Sidayu. Tabel 70. Produksi Perikanan Tambak Air Payau Kecamatan Sidayu Tahun 2009 No Jenis Ikan dan Udang Volume (Kg) Nilai Harga (Rp) 1 Bandeng Udang Windu Udang Vanamei Mujaer Sumber : Dinas Kelautan & Perikanan Kab. Gresik, 2009 Sementara, untuk produksi perikanan tambak air tawar pada tahun 2009 komiditas ikan bandeng paling banyak berproduksi dengan nilai sebesar Rp Sedangkan untuk komoditas udang windu dan udang vanamei sebanyak Rp dan Rp serta ikan mujaer menghasilkan nilai Rp Hal ini tergambar pada tabel 71. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 102

119 Tabel 71. Produksi Perikanan Tambak Air Tawar di Kecamatan Sidayu Tahun 2009 No Jenis Ikan dan Udang Volume (Kg) Nilai Harga (Rp) 1 Bandeng Udang Windu Udang Vanamei Mujaer Sumber : Maliki, 2010 d. Perkembangan Produksi Ikan Olahan Hasil produksi dari perikanan budidaya baik di air tawar maupun air payau selain dijual dalam bentuk segar, sebagain diolah untuk memperoleh nilai tambah. Pengolahan hasil perikanan diproduksi dalam skala rumah tangga. Hasil olahan tersebut dalam bentuk pengeringan/pengasinan, kerupuk ikan, terasi, petis, pengasapan dan pengesan/pembekuan. Tabel 72. Produksi Pengolahan Ikan di Kecamatan Sidayu Tahun 2010 No Jenis Pengolahan Jumlah Produksi (Ton) 1 Pengeringan/pengasinan 6,5 2 Kerupuk Ikan 18,1 3 Terasi 0,3 4 Petis 8,1 5 Pengasapan 50 6 Pengesan/pembekuan 39 Sumber : Maliki, 2010 e. Teknologi Budidaya Perikanan Teknologi perikanan budidaya yang digunakan oleh pembudidaya adalah teknologi tradisonal, trandisional plus, semi intensif dan intensif. Hanya beberapa pembudidaya yang menggunakan teknologi semi intensif dan intensif, hal ini terkait dengan masalah permodalan. Kelembagaan Kelembagaan menjadi salah satu aspek dalam pelaksanaan Program Minapolitan dan kelembagaan mempunyai fungsi untuk menjaga keutuhan masyarakat dan dapat memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social control system) (Nasution, 2007). Kelembagaan menjadi satu kebutuhan yang dapat dikembangkan oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan kelembagaan dapat memenuhi kebutuhan pokok untuk kelangsungan hidup masyarakat dan terlibat secara langsung dalam pemanfaatan sumber daya alam Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 103

120 dengan adanya keberadaan kelembagaan. Kelembagaan yang ada dimasyarakat dapat dikelompokkan sebagai berikut : b) Kelembagaan Pelaku Utama Kelembagaan pelaku utama mendasarkan pada aktivitas utama dalam usaha perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Di Kecamatan Sidayu terdapat 14 kelembagaan pelaku utama, 13 diantaranya adalah kelembagaan gabungan antara pembudidaya dan nelayan, hanya 1 kelompok nelayan yang terbentuk di Kecamatan Sidayu dimana kelas kelompok kelembagaan pelaku utama adalah pemula. Tabel 73. Kelompok Pembudidaya Ikan Sektor di Kecamatan Sidayu No Nama desa Nama kelompok Jumlah anggota (orang) Jenis kegiatan sektor Kelas kelompok 1 Randuboto Mina Makmur 520 Pembudidaya Pemula udang/ikan Rukun Nelayan 276 Nelayan Pemula 2 Ngawen Karya Tani 182 Pembudidaya Pemula /Nelayan 3 Mojo Asem Mekarsari 124 Pembudidaya Pemula /nelayan 4 Mriyunan Tambak Rejo 46 Pembudidaya Pemula udang/ikan 5 Sedagran 81 Pembudidaya Pemula udang/ikan 6 Srowo Pembudidaya udang/ikan Pemula 7 Purwodadi 420 Pembudidaya Pemula udang/ikan 8 Raci Tengah 62 Pembudidaya Pemula udang/ikan 9 Raci Kulon 46 Pembudidaya Pemula udang/ikan 10 Golokan 1450 Pembudidaya Pemula udang/ikan 11 Kertososno 510 Pembudidaya Pemula udang/ikan 12 Lasem 545 Pembudidaya Pemula udang/ikan 13 Sukorejo 514 Pembudidaya Pemula udang/ikan 14 Penguluh 81 Pembudidaya udang/ikan Pemula Sumber : Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik, 2010 Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 104

121 a. Lembaga Pemasaran Di lokasi penelitian tidak ditemukan kelembagaan khusus yang menangani masalah pemasaran. Kelembagaan pemasaran yang terbentuk adalah kemitraan ekonomi antara pembudidaya dengan pengusaha. Para pengusaha ini kemudian memasarkan udang ke pasar ekspor dan sebagain dijual untuk pasar lokal. Sedangkan ikan bandeng dipasarkan untuk konsumsi lokal dan daerah di sekitar Kabupaten Gresik dan Kota Surabaya. Ikan bandeng banyak diolah untuk memberikan nilai tambah dan dijadikan buah tangan bandeng asap. Cara pembudidaya memasarkan hasil produksinya dengan cara dilelang. Permasalahan pemasaran produksi udang tidak menjadi kendala bagi pembudidaya karena terserap oleh pasar, tetapi untuk komoditas bandeng masalah pemasaran tidak sebaik dengan tahun-tahun sebelumya karena banyaknya kompetitor yang masuk ke wilayah Kabupaten Gresik. Untuk mengantisipasi permainan harga oleh pihak eksternal, maka diperlukan kelembagaan pemasaran tersendiri atau tergabung dalam kelembagaan pelaku utama, sehingga kelembagaan ini bertanggung jawab terhadap kegiatan pemasaran. b. Lembaga Permodalan Terkait dengan kelembagaan permodalan, modal usaha responden berasal dari modal sendiri. Seperti halnya dengan kelembagaan pemasaran, kelembagaan permodalan juga tidak ditemui dilokasi sendiri. Pengetahuan yang kurang dari responden terkait dengan dasar pembentukan kelembagaan permodala membuat responden tidak memiliki ide pembentukan kelembagaan permodalan. Padahal tujuan pembentukan kelembagaan permodalan cukup penting bagi kegiatan usaha perikanan budidaya. Modal untuk kegiatan usaha budidaya dapat berasal dari kelompok atau kelembagaan yang tidak menjadi bagian dari kelembagaan usaha budidaya seperti contoh dari dunia perbankan. Kepercayaan dunia perbankan pada usaha perikanan dirasa sangat kurang, karena terdapat anggapan bahwa sektor perikanan kurang menguntungkan padahal perputaran uang yang cukup besar terjadai pada usaha budidaya ikan lele. Melalui UPP yang merupakan bentukan dari Ditjen Budidaya menjadi fasilitator antara pembudidaya dengan perbankan untuk permodalan. Salah satu bank yang memberikan pinjaman kredit usaha rakyat adalah Bank Jatim, dimana terdapat kemudahan persyaratan dalam memberikan pinjaman dalam pengembangan usaha perikanan. UPP hendaknya juga dapat mengawal usaha perikanan ke arah yang lebih bankable. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 105

122 c. Lembaga Penyedia Sarana Input Kelembagaan penyedia input usaha adalah kelembagaan menyediakan sarana dan prasana produksi untuk usaha budidaya perikanan. Menurut Syahyuti (2003) yang termasuk dalam kelembagaan penyedia sarana input seperti kelembagaan pupuk yang mencakup mulai dari pengadaan sampai distribusinya, kelembagaan benih, kelembagaan penyediaan dan distribusi pestisida. Kelembagaan yang seperti disebutkan diatas belum dibentuk oleh masyarakat responden di kawasan minapolitan. Kebijakan Pemerintah Daerah Tentang Minapolitan Kabupaten Gresik menjadi salah satu daerah yang termasuk dalam program minapolitan untuk tahun Dalam pelaksaanaannya, saat ini kelengkapan untuk persyaratan program minapolitan sedang dalam proses penyusunan. Hal ini menunjukkan komitmen dari pemerintah daerah yang bekerjasama dengan instansi terkait seperti dinas kelautan, perikanan, dan peternakan; badan perencanaan daerah dan dinas pekerjaan umum untuk menyiapkan hal-hal yang dipersyaratkan dalam minapolitan, seperti pembuatan masterplan, RPIJM, pembentukan pokja dan kesemuanya itu akan dilakukan pada tahun anggaran Infrastruktur Infrastruktur adalah kondisi sarana dan prasarana; baik fisik maunpun non fisik yang sesuai untuk dapat terciptanya kemandirian kawasan pedesaan kelautan dan perikanan; sesuai dengan fungsi keruangan (ekosistem) dan keterkaitan fungsional suatu kawasan minapolitan. Di calon kawasan minapolitan terlah mempunyai sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana perekonomian, sarana peribadatan, jaringan listrik, jaringan air bersih dan kondisi jalan yang berasapal. Sementara untuk infrastuktur yang berupa sarana pendukung produksi belum banyak tersedia. Oleh karena itu, pemerintah memfasilitasi pembangunan sarana tersebut guna menunjang pelaksanaan program minapolitan Kabupaten Jambi Kondisi Geografis Secara geografis Kabupaten Batanghari terletak diantara 1 15 dan 2 2 Lintang Selatan dan antara Bujur Timur dan memiliki luas areal sebesar 5.180,35km². Sebagian besar daerah ini (92,7%) terdiri dari dataran rendah dengan ketinggian meter di atas permukaan laut, sedangkan hanya 7,33% saja yang Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 106

123 berada pada ketinggian meter di atas permukaan laut. Adapun batas-batas wilayah kabupaten sebagai berikut: - Utara : Kab Tebo dan Muaro jambi - Timur : Kab Muaro jambi - Selatan : Prov. Sumatera Selatan, Kab. Sarolangun dan Kab. Muaro Jambi - Barat : Kab.Tebo Pada tahun 2009, Kabupaten Batanghari ditetapkan sebagai lokasi minapolitan melalui SK Menteri Kelautan dan Perikanan RI No.Kep.41/MEN/2009 tentang Penetapan Lokasi Minapolitan. Daerah yang dipilih sebagai kawasan minapolitan di Kab. Batanghari adalah Kecamatan Pemayung. Kecamatan Pemayung secara resmi menjadi kecamatan Defenitif sejak tanggal 10 Januari Tetapi pada tahun 2003 melalui Perda Kabupaten Batanghari No.2 tahun 2003 terjadi pemekaran, yaitu Kec. Pamayung dan Kec. Marosebo Ilir. Setelah terjadi pemekaran luas kecamatan Pemayung menjadi km 2. Secara administrasi Kecamatan Pemayung, terdiri dari 17 desa dan 1 kelurahan. Ibukota Kecamatan Pemayung adalah Jembatan Mas dan jarak ibukota kecamatan menuju ibukota Kabupaten Batanghari adalah 29 km dan menuju ibukota provinsi Jambi berjarak 36 km. Jarak ibukota kecamatan menuju lokasi sentra minapolitan (Desa Lubuk Ruso) sekitar 5 km, sedangkan lokasi minapolitan yang terjauh dari ibukota kecamatan adalah Desa Ture (12km). Luas masing-masing desa di kawasan minapolitan dan jarak desa ke ibukota kecamatan, kabupaten dan provinsi dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 74. Luas dan Jarak ke Ibukota di Masing-masing Desa di Kawasan Minapolitan No Desa Jarak ke ibukota kec. Pemayung (km) Jarak ke ibukota kab. Batanghari (km) Jarak ke ibukota Prov. Jambi (km) 1 Kubu Kandang Kuap Senaning Lubuk Ruso Teluk Ketapang Ture Pulau Betung Lopak Aur Sumber: Kecamatan Pemayung Dalam Angka 2007, BPS Kab. Batanghari Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 107

124 Batas daerah wilayah kecamatan: Utara : Kec. Sekernan Kab, Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjabtim Selatan : Kec. Jaluko Kab. Muaro Jambi, Kec. Muara Bulian dan Kec. Bajubang Kab. Batang Timur : Kec. Jaluko Kab. Muaro Jambi Barat : Kec. Muara Bulian, Kec. Tembesi, Kec. Mersam dan Kec. Muaro Sebo Ilir Kab. Batanghari Dari luas kec. Pamayung, dua per tiga wilayah terletak di seberang sungai Batanghari yang mempunyai potensi perkebunan dan merupakan hutan yang luas, sedangkan di tepi sungai Batanghari memiliki potensi perikanan keramba dan juga kolam. Kawasan minapolitan meliputi delapan desa yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari. Kawasan tersebut adalah Desa Lubuk Ruso, Desa Tore, Desa Kubu Kandang, Desa Kuap, Desa Senaning, Desa Teluk Ketapang, Desa Pulau Betung dan Desa Lapak Aur. Kedelapan desa tersebut dipilih karena mempunyai potensi perikanan yang cukup besar. Kependudukan Karakteristik masyarakat dalam kecamatan Pamayung pada umumnya adalah rumpun masyarakat Melayu dan didominasi oleh agama Islam. Terdapat pula suku lainnya yaitu suku Jawa, Sumbar, Batak, Bugis, dan Cina. Tetapi toleransi beragama cukup kuat dan saling menghargai. Jumlah penduduk di Kecamatan Pemayung berkisar jiwa dengan rasio perempuan 48.52%. Secara keseluruhan kepadatan penduduk di Kecamatan Pemayung 29 jiwa/km 2. Bila dilihat pada masing-masing desa, maka desa yang paling padat penduduknya di kawasan minapolitan adalah Desa Ture dengan kepadatan penduduk 110 jiwa/km 2, sedangkan desa yang paling rendah kepadatan penduduknya adalah Desa Kuap. Bila dilihat dari jumlah penduduk, Desa Lubuk Ruso adalah desa yang mempunyai jumlah penduduk yang paling banyak yaitu mencapai jiwa. Hal ini mungkin karena letak Desa Lubuk Ruso mempunyai akses yang paling mudah dan paling dekat dengan ibukota Kecamatan. Luas areal, jumlah penduduk dan tingkat kepadatan penduduk dapat dilihat pada tabel berikut ini. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 108

125 Tabel 75. Luas Areal, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Masing-masing Desa di Kawasan Minapolitan, tahun 2007 No Desa Luas Areal Penduduk Kepadatan (km 2 ) Laki-Laki Perempuan Jumlah (Jiwa/km 2 ) 1 Kubu Kandang Kuap , Senaning Lubuk Ruso ,433 1,577 3, Teluk Ketapang , Ture ,064 1,034 2, Pulau Betung , Lopak Aur , Desa Lainnya ,191 8,068 16, Jumlah ,477 14,483 28, Sumber: Expose Kecamatan Pemayung Pada Penilaian Kecamatan Berprestasi Tingkat Kabupaten Batanghari Tahun 2009 Tingkat kesejahteraan keluaran sebagian besar KK di Kecamatan Pemayung termasuk ke dalam Keluarga Sejahtera I sebanyak KK atau 31% dari total jumlah KK di Kec. Pemayung, dan Keluarga Sejahtera II sebanyak KK atau 29% dari total KK di Kec. Pemayung. Jumlah kepala keluarga (KK) di Kecamatan Pemayung adalah KK. Dengan adanya program minapolitan diharapkan dapat meningkatkan tingkat kesejateraan keluarga. Tingkat kesejahteraan keluarga dapat dilihat dari Tabel 76 di bawah ini. Tabel 76. Jumlah KK berdasarkan Tingkat Kesejahteraan Keluarga No Tingkat Kesejahteraan Keluarga Jumlah KK Persentase 1 Keluarga Pra sejahtera 286 4% 2 Keluarga Sejahtera I 2,472 31% 3 Keluarga Sejahtera II 2,310 29% 4 Keluarga Sejahtera III % 5 Keluarga Sejahtera III Plus 116 1% SumbExpose Kecamatan Pemayung Pada Penilaian Kecamatan Berprestasi Tingkat Kabupaten Batanghari Tahun 2009 Sumberdaya dan Tata Ruang a. Penggunaan lahan menurut Jenis Pemanfaatan Penggunaan lahan di Kecamatan Pemayung dimanfaatkan untuk sawah, pekarangan, tegalan/kebun, perkebunan. Hutan negara, hutan rakyat, rawa-rawa dan kolam. Pemanfaatan lahan yang paling banyak adalah untuk hutan rakyat, dengan luas sebesar ha dan hanya 6 ha yang dimanfaatkan untu kolam. Tabel di bawah ini menunjukkan penggunaan lahan pada tahun Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 109

126 Tabel 77. Penggunaan Lahan di Kecamatan Pemayung Tahun 2007 No Jenis penggunaan Luas (ha) 1 Sawah Pekarangan Tegalan/Kebun Perkebunan Hutan negara Belum diusahakan Hutan rakyat Rawa-rawa Kolam 6 10 Lain-lain Jumlah Sumber : BPP Kecamatan Pemayung b. Sumberdaya air Sumber air yang digunakan untuk usaha budidaya perilanan diperoleh dari aliran sungai Batanghari dan DAS Batanghari banyak dikembangkan budidaya keramba jaring apung. Sementara untu budidaya di kolam, air diperoleh dari mata air yang muncul ketika kolam digali, dimana lahan kolam adalah lahan bekas rawa sehingga tidak sulit untuk mendapatkan sumber air. Potensi Perikanan Kabupaten Batanghari menjadi salah satu kabupaten yang ditetapkan sebagai kawasan minapolitan dikarenkan potensi perikanan yang dimiliki oleh daerah tersebut. Potensi perikanan di Kabupaten Batanghari banyak dikembangkan di perairan umum karena sekitar Ha terdiri dari Daerah Aliran Sungai (DAS) seluas Ha (42,20%), perairan danau seluas Ha (6,57%) dan sisanya adalah lebak. Dari potensi tersebut, hanya 115 Ha atau 1,45% yang termanfaatkan serta potensi danau seluas Ha atau 25,89%. Untuk kawasan minapolitan di Kecamatan Pemayung luas kawasan perairan umum yang potensial seluas 934 Ha dan luas rawa yang belum dimanfaatkan untuk kolam sebesar 471,3 ha. Sementara usaha perikanan dengan karamba jaring apung (KJA) sebanyak unit. Total produksi perikanan baik untuk perikanan tangkap maupun budidaya pada tahun 2007 sebesar ton. Berdasarkan hal tersebut pengembangan sektor perikanan masih dapat dilakukan mengingat potensi yang belum banyak dimanfaatkan. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 110

127 a. Komoditas Unggulan Komoditas unggulan yang ditetapkan di Kecamatan Pemayung pada program minapolitan adalah ikan patin dan nila. Penetapan komoditas unggulan disebabkan ke dua jenis ikan ini sebelumnya telah lama dan banyak diusahakan serta memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat setempat. Di samping itu kondisi lahan budidaya yang dimiliki memungkinkan ke dua ikan tersebut untuk dibudidayakan. b. Perkembangan Produksi Perikanan Budidaya dan Perikanan Tangkap Produksi perikanan di Kecamatan Pemayung terdiri dari perikanan budidaya dan perikanan tangkap. Perikanan budidaya dikembangkan pada wadah kolam dan karamba jaring jaring apung. Sementara untuk perikanan tangkap, penangkapan banyak dilakukan di perairan umum. Pada tabel 78 menunjukkan perkembangan produksi perikanan budidaya dan perikanan tangkap dari pada tahun 2007 dan Pada tahun 2007 budidaya ikan di kolam menghasilkan produksi sebesar 30 ton dan pada tahun 2008 mengalami kenaikan dan berproduksi sebanyak 240 ton. Pada budidaya di KJA pada tahun 2007 produksi ikan sebesar 800 ton dan tahun 2008 sebesar ton. Sementara perikanan tangkap di perairan umum menghasilkan pada tahun 2007 dan 2008 tidak mengalami perubahan produksi yaitu sebesar 85 ton. Tabel 78. Perkembangan Poduksi Perikanan Kecamatan Pemayung Komoditi Luas /Unit Produktivita s (Ton) Jumla h RTP Produks i (Ton) Produ ksi (Ton) Luas /Uni t Produkt i vitas (Ton) Jumla h RTP Budidaya , Kolam Budidaya Keramba Perikanan Tangkap PU Sumber : BPP Kecamatan Pemayung c. Pengolahan Hasil Perikanan Home industri produksi pengolahan ikan di Kecamatan Pemayung menghasilkan ikan olahan berupa sale patin/ikan sale dan abon ikan. Pemasaran ikan olahan masih terbatas di dalam Kabupaten Batanghari dan Propinsi Jambi. Hasil pengolahan ikan produksinya tidak besar dikarenakan ikan produksi dari kolam dan KJA banyak dipasarkan dalam bentuk hidup/segar. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 111

128 d. Teknologi Perikanan Teknologi yang digunakan oleh pembudidaya masih berupa teknologi tradisional. Hal ini berkaitan dengan modal usaha para pembudidaya, karena sebagain pembudidaya dalam menjalankan usaha modal pertama diperoleh dari bantuan dinas peternakan dan perikanan. Disamping itu, pengalaman usaha di bidang perikanang yang terbilang baru bagi sebagian pembudidaya menyebabkan merekan menjalankan usaha dengan mengambil resiko terkecil sehingga pembudidaya masih mengembangkan teknogi tradisonal. Kelembagaan a. Kelembagaan Pelaku Utama Kelembagaan pelaku utama di Kecamatan Pemayung berupa kelompok pembudidaya ikan (pokdakan) dan dihampir semuadesa dalam kawasan minapolitan terdapat kegiatan usaha perikanan dan telah terbentuk pokdakan. Pada minapolis telah terbentuk 5 pokdakan KJA dengan jumlah anggota 213 orang (Dinas Peternakan dan Perikanan, 2009) b. Kelembagaan Pemasaran Di lokasi penelitian ditemui kelembagaan pemasaran secara khusus, pemasaran dilakukan melalui pedagang keliling dengan sepeda motor. Pedagang keliling ini mempunyai andil besar dalam pemasaran produksi, distribusi ikan oleh pedagang sampai ke desa-desa yang jauh dari kawasan/sentra industri (Dinas Peternakan dan Perikanan, c. Kelembagaan Permodalan Kelembagaan permodalan tidak ditemui dilokasi penelitian. Sumber permodalan awal untuk pembiayaan kegiatan usaha perikanan masyarakat diperoleh dari bantuan pemerintah. Bantuan pemerintah berasal dari dana APBN, APBD tingkat I, APBD II. Selain itu, modal usaha berasal kemitraan dengan pihak swasta dan dana swadaya murni dari masyarakat. Alokasi pembiayaan terbesar dialokasikan untuk pengembangan usaha budidaya ikan sistim keramba jaring apung (KJA) dan sebagian untuk usaha budidaya di kolam pembesaran dan pembenihan. Sumber permodalan lain non pemerintah antara lain bersumber dari kemitraan dengan pihak lain swasta dan permodalan murni masyarakat. (Dinas Peternakan dan Perikanan, 2009). Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 112

129 d. Kelembagaan Penyedia Input Produksi Kelembagaan input produksi produksi yang terdidentifikasi adalah kelembagaan benih, pakan dan sarana produksi lainnya. Kelembagaan input benih difasilitasi oleh dari Balai Benih Ikan dibangun stasiun induk ikan milik dinas yang berfungsi untuk menyediakan benih ikan ikan untuk pembudidaya dalam kawasan khususnya benih ikan patin. Terdapat pula unit pembenihan rakyat (UPR) yang menyediakan benih ikan patin. Pada awal produksi, UPR ini mampu menyediakan benih patin, tetapi ketika penelitian ini dilakukan UPR ini tidak lagi berproduksi. UPR yang ada saat ini belum berperan maksimal dalam penyediaan benih patin sehingga input benih banyak didatangkan dari luar kawasan minapolitan seperti dari Muaro Jambi. Kelembagaan input pakan adalah kelembagaan informal yang mempunyai ikatan ekonomis antara pembudidaya dan pedagang pakan. Pakan yang digunakan oleh pembuddidaya adalah pakan pabrikan dan didatangkan dari luar Kabupaten Batanghari. Kelembagaan input produksi laiinya telah tercukupi oleh dari dalam wilayah Kabupaten Batanghari dan terjadi pula ikatan ekonomis antara pembudidaya dan pedagang. Kebijakan Pemerintah Daerah Tentang Minapolitan Dukungan pemerintah daerah Kabupaten Batanghari dalam sektor perikanan terutama dalam minapolitan diwujudkan dalam surat keputusan (SK) bupati tentang penetapan kawasan minapolitan Kabupaten Batanghari, SK Bupati tentang pembentukan kelompok kerja (pokja) pengembangan kawasan minapolitan Kabupaten Batanghari. Kebijakan lain diwujudkan dalam pembuatan masterplan dan RPIJM, dimana koordinasi telah berjalan baik antar instansi terkait dalam pembuatan persyaratan kelengkapan minapolitan. Selain itu, pemda telah mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaan progam minapolitan. Infrastruktur Minapolitan memberikan dampak positif dalam pembangunan infrastruktur di Kecamatan Pemayung terutama pada infrastruktur jalan desa. Kondisi jalan desa dengan jenis hotmix dibuat sepanjang 1,5 km setelah program minapolitan, dimana sebelumnya tidak terdapat jalan desa yang hotmix. Selain jalan desa dengan jenis hotmix, jalan dikondisi kawasan minapolitan telah berasapal. Infrastruktur listrik telah menjangkau kawasan minapolitan, tetapi masih terdapat kawasan usaha budidaya yang belum terjangkau oleh listrik. Sarana infrastruktur lain adalah jaringan Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 113

130 telekomunikasi yang juga telah menjangkau kawasan minapolitan, yaitu jaringan telekomunikasi dari PT Telkom dan telephon seluler Kabupaten Kotawaringin Barat Kondisi Geografis Kabupaten Kotawaringin Barat atau dikenal dengan singkatan Kobar merupakan salah satu daerah yang ditunjuk sebagai kawasan minapolitan melalui Keputusan Menteri Kelautan & Perikanan RI No.Kep.32/MEN/2010 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan. Kabupaten Kobar ini adalah salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah, yang berbatasan: Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Barat, sebelah timur berbatasan Kabupaten Seruyan, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lamandau dan Sukamara dan sebelah Selatan: Laut Jawa. Kabupaten Kobar mempunyai luas wilayah Km 2 yang terbagi menjadi enam wilayah kecamatan. Kecamatan tersebut adalah: Kecamatan Arut Selatan, Kecamatan Arut Utara, Kecamatan Kotawaringin Lama, Kecamatan Kumai, Kecamatan Pangkalan Banteng, dan Kecamatan Pangkalan Lada. Secara geografis Kabupaten Kotawaringin terletak antara daerah bujur Timur dan lintang selatan Tingkat curah hujan mencapai mm/tahun. Suhu rata-rata 27,48 o C, dengan suhu minimum 21,6 23,40 o C dan suhu maksimal 31,7 33,20 o C dan kelembaban udara sebesar %. Berdasarkan fisiografis, wilayah Kabupaten Kobar ini digolongkan menjadi empat bagian yaitu daerah daratan, daerah berombak (utara), daerah berombak dan berbukit, dan daerah berbukit. Kependudukan Jumlah penduduk Kotawaringin Barat setelah pemekaran pada tahun 2003 hingga 2009 adalah jiwa dan sehingga terlihat adanya peningkatan jumlah penduduk. Laju pertumbuhan penduduk adalah 5,24% dan pada adalah 1,58% dengan rata-rata pertumbuhan penduduk dalam 5 tahun terakhir adalah 3,52% dengan 80,61% termasuk dalam usia produktif. Jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dengan perbandingan 52,67% laki-laki dan 47,33% perempuan. Kepadatan penduduk di Kotawaringin Barat adalah 21 orang tiap km perseginya. Gambar 12 menunjukkan pertumbuhan penduduk di Kabupaten Kobar tahin Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 114

131 250,000 Penduduk 230, , , , Gambar 12. Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten Kotawaringin Barat tahun Jika dilihat dari sektor perikanannya, jumlah penduduk terbanyak adalah pada budidaya kolam. Penambahan jumlah pembudidaya adalah pada budidaya laut. Tambah mengalami penurunan sangat jauh bahkan hamper setengahnya pada tahun 2009 dari tahun Hal ini dapat dilihat pada Tabel 79. Tabel 79. Penduduk di Kotawaringin Barat berdasarkan budidaya yang dilakukan (orang) Jenis Usaha Kecamatan Tambak Arut Selatan Kotawaringin Lama Arut Utara Kumai Pangkalan Lada Pangkalan Banteng Jumlah Kolam Arut Selatan Kotawaringin Lama Arut Utara Kumai Pangkalan Lada Pangkalan Banteng Jumlah Karamba/ Jaring Apung Arut Selatan Kotawaringin Lama Arut Utara Kumai Pangkalan Lada Pangkalan Banteng Jumlah Budidaya laut Arut Selatan Kotawaringin Lama Arut Utara Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 115

132 Jenis Usaha Kecamatan Kumai Pangkalan Lada Pangkalan Banteng Jumlah Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kotawaringin Barat Sumberdaya dan Tata Ruang Kecamatan Kumai mempunyai sumberdaya yang mendukung kegiatan budidaya udang, bandeng dan rumput laut. Jumlah luas lahan pada setiap kecamatan dan tiap tipologi budidaya di Kabupaten Kotawaringin Barat (unit/hektar) dapat dilihat pada tabel 80. Kabupaten Kotarwaringin Barat masih belum menentukan masterplan untuk program minapolitan. Potensi yang ada di Kotawaringin Barat bisa untuk minapolitan budidaya atau minapolitan tangkap, dan kedua potensi perikanan ini cukup besar. Perikanan budidayanya masih sedang berkembang tapi memiliki potensi yang besar, sedangkan untuk perikanan tangkap sudah cukup berkembang. Oleh karena itu pemerintah belum membentuk RTRW. Tabel 80. Jumlah luasan lahan pada setiap kecamatan dan tiap tipologi budidaya di Kabupaten Kotawaringin Barat (unit/hektar) Jenis Usaha Kecamatan Tambak Arut Selatan Kotawaringin Lama Arut Utara Kumai Pangkalan Lada Pangkalan Banteng Jumlah Kolam Arut Selatan Kotawaringin Lama Arut Utara Kumai Pangkalan Lada Pangkalan Banteng Jumlah Karamba/ Jaring Apung Arut Selatan Kotawaringin Lama Arut Utara Kumai Pangkalan Lada Pangkalan Banteng Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 116

133 Jenis Usaha Kecamatan Jumlah Budidaya laut Arut Selatan Kotawaringin Lama Arut Utara Kumai Pangkalan Lada Pangkalan Banteng Jumlah Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kotawaringin Barat Potensi Perikanan a. Budidaya Keramba Daerah yang mempunyai potensi besar untuk budidaya keramba/jaring apung adalah Kecamatan Arut Selatan. Lokasi budidaya keramba/jaring apung ini berada di sepanjang Sungai Arut. Komoditas utama yang dikembangkan di KJA adalah ikan Nila. Berdasarkan hasil wawancara, benih Nila diperoleh dari UPR dan BBI dengan harga benih ukuran 1-3 cm sekitar Rp 150,-/ekor. Jumlah keramba yang dimiliki rata-rata sekitar 10 unit dengan ukuran 2x3 m. Kepadatan benih dalam keramba sekitar ekor. Pakan yang digunakan adalah pakan buatan dengan harga sekitar Rp / sak atau Rp 5.800/kg. Jumlah pakan selama masa pemeliharaan (5-6 bulan) membutuhkan 2500 kg. Permintaan pasar untuk ikan mencapai 2 ton/hari. Sedangkan kebutuhan benih mencapai 3 juta ekor/tahun. Sedangkan BBI baru dapat memproduksi 750ribu ekor/tahun dan UPR mencapai 500 ribu ekor/tahun. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut, benih diperoleh dari luar daerah. Kendala yang dirasakan oleh pembudidaya Nila adalah adanya perubahan alam yang dapat menyebabkan kematian pada ikan, harga pakan yang semakin mahal, harga ikan yang tidak stabil, dan belum terbentuknya koperasi. b. Budidaya Tambak Pada budidaya tambak, komoditas yang dikembangkan adalah Bandeng dan Udang. Tetapi pada saat survei berlangsung, sebagian besar tambak digunakan untuk budidaya Bandeng. Sentra budidaya Bandeng terdapat di Desa Sei Bakau dan Sei Cabang. Luas areal sekitar 101 Ha. Di Sei Bakau, terdapat sekitar 34 petak tambak dengan luas areal berkisar 0,5 1,5 Ha. Benih Bandeng diperoleh dari dari Pulau Jawa (daerah Tubun, Sidoarjo, Gresik dan Juana) dengan harga Rp.55,-/ekor. Kendala yang ditemui dalam budidaya Bandeng ini adalah kesulitan memperoleh pupuk bersubsidi. Harga pupuk bersubsidi adalah Rp. 2500/kg sedangkan pupuk non subsidi sekitar Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 117

134 Rp.5000/kg. Kesulitan memperoleh pupuk bersubsidi ini disebabkan karena pupuk bersubsidi lebih diutamakan untuk pertanian dan perkebunan. Kendala lain adalah hama berang-berang yang memakan ikan Bandeng. Kehilangan produksi ikan Bandeng ini dapat mencapai 50% lebih. Berang-berang ini mulai muncul sekitar tahun 2008 dan belum adanya upaya untuk mengatasi masalah tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan pembudidaya Udang Windu, sejak tahun 2009 petani tambak tidak lagi membudidayakan Udang Windu. Hal ini disebabkan karena produksi Udang Windu yang semakin menurun. Benih Udang Windu diperoleh dari Pulau Jawa dengan harga sekitar Rp.20/ekor untuk ukuran benih udang PL-12. Pakan yang digunakan pada budidaya Udang Windu ini adalah pakan alami. Pembudidaya Udang Windu membutuhkan pupuk Urea sekitar 25 kg dan TSP sekitar 20 Kg selama masa pemeliharaan 4,5 bulan. Bila padat tebar awal sekitar ekor, maka akan dihasilkan panenan sekitar 2 kuintal Udang Windu dengan ukuran 40 ekor/kg. Tetapi pada hasil panen terakhir hanya diperoleh 80 kg. Menurut pembudidaya, hal ini disebabkan karena kurang optimalnya perawatan tanah dan adanya hama berang-berang. c. Budidaya Laut Daerah Teluk Bogam merupakan sentra budidaya Rumput laut spesies Cottoni sp. Di Teluk Bogam terdapat 20 kelompok petani rumput laut, dengan jumlah anggota kelompok sekitar 5 10 orang/kelompok. Teknologi yang digunakan dalam budidaya rumput Laut ini adalah Long line. Panjang tali yang digunakan adalah 25 m, rumput laut yang ditanam sekitar rumpun. Harga bibit rumputlaut sekitar Rp /kg (1 kg bibit = 10 rumpun). Bibit awal berasal dari Kotabaru (Kalimantan Selatan). Selanjutnya kelompok menghasilkan dan mengelola bibit sendiri, untuk kebutuhan anggota kelompok maupun kelompok lainnya. Kelebihan lokasi di Teluk Bogam ini adalah dapat melakukan budidaya Rumput Laut sepanjang tahun. Wilayah pemasarannya adalah kota Semarang. Harapan kelompok rumput laut adalah Pemda segera mengatur tata ruang untuk budidaya rumput laut. Karena jika rumputlaut ini terus berkembang dikhawatirkan akan terjadi konflik antara pembudidaya. Jenis Usaha perikanan yang berkembang di Kab. Kobar adalah perikanan tambak, kolam, keramba/jaring apung, dan budidaya laut. Produksi ikan per kecamatan di Kabupaten Kobar berdasarkan jenis usaha dapat dilihat pada tabel berikut ini. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 118

135 Tabel 81. Produksi Ikan Berdasarkan Jenis Usaha di Kabupaten Kobar, Tahun Jenis Usaha Tambak Kolam Karamba/ Jaring Apung Budidaya laut Kecamatan Produksi Ikan (Ton) Arut Selatan Kotawaringin Lama Arut Utara Kumai Pangkalan Lada Pangkalan Banteng Jumlah Arut Selatan Kotawaringin Lama Arut Utara Kumai Pangkalan Lada Pangkalan Banteng Jumlah Arut Selatan Kotawaringin Lama Arut Utara Kumai Pangkalan Lada Pangkalan Banteng Jumlah Arut Selatan Kotawaringin Lama Arut Utara Kumai Pangkalan Lada Pangkalan Banteng Jumlah Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Kotawaringin Barat Perairan umum Kabupaten Kotawaringin Barat untuk daerah rawa pasang surut mempunyai potensi sebesar ± ton /tahun, potensi tersebut baru termanfaat sebesar 655,20 ton/tahun (6,10%), sedang perairan laut sebesar ± ton/tahun baru termanfaatkan sebesar ,15 ton/tahun (36,14 %). Tabel di bawah ini menunjukkan data hasil produksi penangkapan ikan kelautan dalam 2 tahun terahir. Tabel 82. Jenis Hasil Produksi di Kabupaten Kotawaringin Barat No. Jenis hasil produksi Produksi (Ton) Perairan umum 671,36 655,48 2 Budidaya 1.186,84 815,10 3 Perairan laut 8.176, ,68 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kecamatan Kumai dan Kecamatan Arut Selatan mempunyai potensi yang lebih besar dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Di Kecamatan Arut Selatan, jenis usaha perikanan yang paling berkembang adalah keramba/jaring apung. Lokasi Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 119

136 budidayanya adalah di sepanjang Sungai Arut dan komoditas yang berkembang adalah ikan Nila. Sedangkan di Kecamatan Kumai yang paling berkembang adalah budidaya tambak dan laut. Komoditas yang berkembang di budidaya tambak adalah Bandeng dan Udang Windu, sedangkan budidaya laut, komoditas yang berkembang adalah rumput laut dan kepiting. Dalam laporan ini, lokasi yang menjadi fokus pembahasan adalah Kecamatan Kumai. Kelembagaan Kelembagaan adalah salah satu aspek yang dipersyaratkan dalam pelaksanaan minapolitan. Di Kecamatan Kumai, telah terbentuk kelembagaan masyarakat yang bergerak di perikanan. Kelembagaan tersebut adalah: a) Kelembagaan Pelaku Utama DI Kecamatan Kumai sudah terbentuk lembaga pelaku utama, yaitu kelompok pembudidaya bandeng dan udang sebanyak 1 kelompok (di Desa Kubu) dan terdapat 20 kelompok Pembudidaya Rumput Laut di Desa Teluk Bogam. Masing-masing kelompok beranggotakan 5-10 orang. Sedangkan di Kecamatan Arut Selatan terdapat 4 kelompok budidaya. b) Kelembagaan Pemasaran Di Kecamatan Kumai terdapat tempat pelelangan ikan (TPI), tetapi belum berfungsi secara sempurna. Tetapi terdapat pasar ikan yang menampung hasil penangkapan dan juga budidaya perikanan. c) Kelembagaan Permodalan Di Kecamatan Arut Selatan belum ada lembaga permodalan termasuk Koperasi. Ada keinginan pembudidaya untuk membentuk koperasi, tetapi tidak semua pembudidaya setuju membentuk koperasi. Terutama pembudidaya berskala besar. Pembudidaya berskala besar ini biasanya menyuplai input produksi yaitu pakan. Sedangkan terdapat Koperasi Swamitra di PPI Kumai, tetapi lembaga ini belum mencapai sentra produksi di Desa Kubu, Sei Bakau dan Teluk Bogam. d) Kelembagaan Penyedia Sarana Input Belum terdapat penyedia input, seperti pakan dan pupuk. Pembudidaya Udang di Desa Kubu, Desa Sei Bakau dan Desa Sei Cabang membeli input produksi (pupuk) di Pasar Kumai, sedangkan benih didatangkan dari pulau Jawa. Di Kecamata Arut Selatan terdapat lembaga penyedia input, yaitu pembudidaya berskala besar. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 120

137 Pembudidaya yang membeli input produksi melakukan pembayaran dengan cara jatuh tempo. Jika panen, baru pembudidaya melakukan pembayaran. Kebijakan Pemerintah Daerah Tentang Minapolitan Kabupaten Kotawaringin Barat Potensi perikanan yang cukup besar, sehingga ditetapkan sebagai kawasn minapolitan melalui Keputusan Menteri No.32/MEN/2010 Tentang Penetapan lokasi Minapolitan. Tetapi sampai survey ini dilaksanakan, Pemerintah daerah belum menetapkan strategi pelaksanaan minapolitan. Walau demikian, koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah, serta koordinasi dengan instansi setempat sudah terlaksana dengan baik. Berdasarkan matrik Pengembangan kawasan minapolitan, komoditas unggul, rencana kegiatan dan pengembangan insfrastruktur tahun , prioritas pembangunan di Kab. Kobar akan dimulai tahun Tahap Persiapan Minapolitan Program minapolitan merupakan proram yang memerlukan koordinasi dengan berbagai pihak, baik pihak pemerintah pusat, daerah, stakeholder dan juga masyarakat. Pemerintah daerah Kab. Kobar sudah melaksanakan koordinasi tersebut dalam rangka persiapan minapolitan. Sebagai tahapan awal pelaksanaan minapolitan, Pemerintah Kab. Kobar mengundang lembaga penelitan dan pengembangan Pemerintah Pusat untuk mengkaji kesiapan Kab. Kobar dalam pelaksanaan Minapolitan. Sebelum adanya program minapolitan, Pemerintah Kobar melaksanakan program agropolitan dengan komoditas unggulan Udang. Penetapan potensi komoditas unggulan ini ditetapkan melalui SK Bupati Kotawaringin Barat No.050/200/BAPP/2003 tanggal 8 Agustus 2003 tetang Penetapan Unggulan. Kawasan yang dipilih adalah kecamatan Kumai, dengan lokasi produksi di Desa Sebuai, Keraya, Teluk Bogam, Sei Bakau, Sei Cabang Timur, Kapitan dan Kelurahan Kumai Hilir. Kendala yang ditemui dalam pengembangan komoditas tersebut adalah kendala fisik, sosial, ekonomi, kelembagaan, pemasaran dan faktor alam. Berdasarkan pengamatan lapangan, kendala yang masih ditemui adalah insfrastruktur jalan menuju Teluk Bogam masih rusak, pembudidaya udang dan bandeng masih mendapatkan kendala modal. Sedangkan pada budidaya rumput laut, kesiapan daerah dari sisi SDM, dinilai masih kurang. masyarakat masih minim dalam hal penguasaan teknis budidaya rumput laut karena pengalaman usaha mereka yang relative baru. Teknologi yang digunakan pun masih bersifat tradisional. Dari sisi Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 121

138 sarana produksi, ketersediaan input produksi masih terbatas sehingga biasanya mereka harus membeli ke Kabupaten. Sedangkan dari sisi permodalan, lembaga permodalan yang ada masih terbatas pada usaha mikro. Banyak juga lembaga keuangan terutama bank yang enggan memberikan pinjaman pada sector perikanan karena dinilai tidak dapat diprediksi. Infrastruktur Berdasarkan persayaratan minapolitan, sarana dan prasarana yang harus dipenuhi di kawasan minapolitan, adalah: sarana pendukung perikanan (BBI, PPI, Cold storage, Pabrik Es, pabrik pakan, pasar ikan, pasar benih ikan, pusat pengolahan ikan, saluran irigasi dan SPDN), sarana umum (jaringan jalan dan aksesibilitas, transportasi, jaringan listrik, telekomunikasi dan listrik) dan tersedianya sara kesejahteraan (kesehatan, pendidikan, kesenian, rekreasi, perpustakaan dan swalayan. Di Kabupaten Kobar, khususnya di Kecamatan Kumai, sarana pendukung yang sudah tersedia BBI (walaupun belum memenuhi kebutuhan benih), PPI, Cold storage (belum berfungsi), Pabrik Es, pusat pengolahan ikan (ikan hasil tangkap laut) dan SPDN. Sedangkan sarana umum belum cukup memadai, karena kondisi jalan yang rusak, tidak ada sarana telekomunikasi, dan transportasi. Jaringan listrik terdapat di rumah-rumah penduduk. Tetapi di lokasi budidaya dan sepanjang jalan tidak ada jaringan listrik Identifikasi Permasalahan Penerapan Minapolitan (Aspek-aspek generik dan aspek-aspek khusus kesesuaian lokasi, maupun komoditas yang dikembangkan) Kabupaten Malang Di desa yang ditunjuk sebagai sentra maupun daerah hinterland, telah terbentuk kelompok-kelompok pembudidaya baik yang sudah berdiri lama maupun yang baru didirikan untuk mendukung program Minapolitan. Untuk kawasan Wajak, kelompok pembudidaya yang ada memang sudah diarahkan untuk mendukung program Minapolitan dan sudah ada sosialisasi sejak tahun 2009 yang lalu. Kelompokkelompok budidaya ini memiliki beberapa anggota yang mempunyai klasifikasi usaha yang berbeda antara lain: pembenihan, pendederan dan pembesaran. Kelompokkelompok ini juga sudah diberdayakan oleh dinas dengan memberikan bantuan misalnya seperti mesin pembuat pakan seharga 40 juta yang dapat digunakan secara bersamaan oleh anggota kelompok untuk menekan biaya pakan yang tinggi. Selain itu, ketua kelompok bertugas untuk melaporkan kegiatan kelompok kepada para anggota sehingga tercipta keterbukaan khususnya dalam bidang Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 122

139 keuangan. Ketua kelompok juga biasanya memberikan sosialisasi kepada para anggota mengenai teknis budidaya yang baik karena rata-rata para pembudidaya memiliki pengalaman usaha kurang dari satu tahun. Sebelumnya, pembudidaya ini hanya bertani mendong dan kini mereka melakukan usaha budidaya minamendong. Dari segi, aspek kelembagaan yang belum terlihat adalah kelembagaan finansial. Para pembudidaya ini masih tidak mengetahui dan kesulitan untuk mencari pinjaman modal jika mereka sudah tidak lagi dibantu oleh pemda setempat. Bankbank yang ada mempunyai kecenderungan untuk tidak memberikan pinjaman kepada pelaku usaha budidaya ikan karena menganggap bisnis perikanan tidak dapat diprediksi dan mempunyai resiko yang tinggi. Sedangkan, aspek masyarakat merupakan aspek utama yang diperhatikan oleh Pemkab Malang dan juga oleh Dinas perikanan setempat. Hal ini dikarenakan perlu adanya pemahaman dan kemampuan untuk dapat mengembangkan usaha budidaya di daerah Malang. Karena budidaya ikan merupakan suatu kegiatan usaha yang baru maka pengasahan keterampilan dan perubahan paradigma di dalam masyarakat merupakan poin penting yang harus dilakukan oleh pemerintah setempat. Dari hasil survey, banyak responden yang sudah mengetahui minapolitan namun mereka tidak memahami sepenuhnya. Tetapi inisiatif dari mereka sudah tampak begitu besar terlihat dari terdapat satu kelompok pembudidaya yang sudah mulai menciptakan pasar ikan secara mandiri untuk mengantisipasi jikalau terjadi booming ikan akibat adanya program ini. Rata-rata responden juga menyambut baik adanya program ini mengingat terjadinya pula perubaha pola makan masyarakat Malang yang kini gemar mengkonsumsi ikan. Selain masyarakat, aspek tata ruang juga memerlukan perhatian dari pemerintah setempat. Dari ketersediaan lahan, untuk kecamatan Wajak memang masih banyak lahan yang dapat digunakan. Hal ini disebabkan di kecamatan ini belum padat penduduk dan sebagian besar lahannya digunakan untuk areal persawahan. Pemerintah juga sedang berusaha membebaskan lahan sebesar 5 Ha untuk pengembangan kawasan minapolitan. Dari segi air dan salurannya, Kabupaten Malang tidak kesulitan untuk penyediaan air maupun saluran irigasinya. Air di daerah Wajak bersih dan alirannya tergolong deras, sehingga cocok untuk budidaya ikan Nila. Dari aspek kebijakan, sudah terdapat pembentukan Pokja-pokja melalui SK Bupati untuk lebih memudahkan penyaluran dan evaluasi program. Pemerintah Kabupaten Malang menggagas program Minamendong sebagai program unggulan dalam Minapolitan. Mina mendong ini adalah usaha budidaya ikan yang dibarengi dengan menanam mendong. Namun secara lebih lanjut, mina mendong ini harus dikaji Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 123

140 ulang apakah pertumbuhan usaha menjadi lebih baik jika ada dua komoditas berbeda dalam satu lahan. Pemerintah kabupaten kurang memahami konsep minapolitan sehingga yang dituangkan dalam masterplan hanya bertumpu pada perencanaan. Bukan didasarkan pada kondisi riil kecamatan yang ada dalam kabupaten tersebut. Belum juga adanya usaha pengintegrasian antara kawasan minapolis dan hinterland, sehingga terkesan semua usaha yang tertuang dalam masterplan minapolitan harus dimulai dari awal. Kekurangan juga ditemui dari aspek infrastruktur. Melihat potensi produksi perikanan di Kabupaten Malang yang cukup baik, belum ditemui pasar ikan di daerah ini. Sementara jaringan listrik sudah masuk di seluruh wilayah Kabupaten Malang, begitu juga dengan jaringan air bersih baik yang dikelola oleh PDAM maupun air bersih yang diperoleh masyarakat dengan membuat sumur bor. Lebih lanjut, untuk meningkatkan perdagangan sarana transportasi sangat beragam dengan sarana trasnportasi yang dominan adalah sepeda motor. Masyarakat di kawasan minapolitan rata-rata mempunyai sepeda motor pribadi sehingga memudahkan mobilitas terutama untuk mendukung usaha budidaya. Selain sarana transportasi yang beragam kemudahan akses untuk menjangkau lokasi diperlukan kondisi jalan yang baik. Di kawasan minapolitan kondisi jenis permukaan jalan adalah beraspal tetapi kondisi jalan dapat dikategorikan dalam baik dan sedang. Berikut tabel yang menggambarkan kondisi dan permasalahan aspek infratruktur di kabupaten Malang. Berikut adalah tabel aspek generik Kabupaten Malang. Tabel 83. Kondisi Permasalahan Aspek Generik di Kabupaten Malang Permasalahan Aspek Generik Kelembagaan - Kelembagaan Pelaku utama sudah terbentuk namun ketrampilan teknologi budidaya dan manajemen wirausaha masih kurang - Kelembagaan permodalan/keuangan sudah ada namun akses petani untuk mendapatkan kredit masih terkendala dengan agunan - Belum tersedianya Kelembagaan pemasaran ikan. Petani ikan kesulitan dalam memasarkan hasil produksi - Belum tersedianya kelembagaan penyedia input yang sudah memadai. Yang banyak berkembang adalah agen-agen distribusi kecil - Lembaga penyuluh kurang optimal dalam memberikan pembinaan dan pendampingan teknolgi terhadap petani ikan (SDM kurang) - Belum ada koperasi Masyarakat dan Bisnis - Sebagian besar pembudidaya masih pada level pemula, khususnya di Desa wajak yang sebelumnya berprofesi sebagai petani mendong - Karena pembentukan kelompok yang relatif baru, sebagian petani ikan belum menguasai teknologi Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 124

141 budidaya ikan - Produk yang ditawarkan masih bersifat bahan mentah (sebatas ikan segar) Sumberdaya dan Tata Ruang - Belum terintegrasinya hirarki fungsional antara kawasan sentra minapolitan dengan kawasan pendukung Kebijakan dan Governance - Koordinasi antara level pemerintahan belum baik Infrastruktur - Terdapat bebetapa Jaringan jalan dan aksesibilitas buruk, tetapi sudah ada yang mulai di bangun dengan paving block untuk jalan desanya - Belum terdapat pasar ikan dan pasar benih ikan di lokasi sentra Sumber: Data Primer diolah Tahun 2010 Kawasan minapolitan di Kabupaten Malang yang ditetapkan yaitu Kecamatan Wajak sebagai sentra produksi. Kecamatan dau dijadikan sebagai sentra produksi benih, jarak lokasi budidaya sangat dekat dengan permukiman masyarakat masih dalam satu desa. Hal ini memudahkan pembudiya untuk mengontrol usahanya. Jarak antara sentra produksi dan hinterland sangat terjangkau dan masih dalam satu kawasan sub pengembangan wilayah, sehingga diharapkan terdapat ketergantungan antara lokasi dan akhirnya meningkatkan produksi benih ikan nila dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Berdasarkan kajian dan kesesuaian dengan rencana tata ruang daerah desa wajak ditetapkan sebagai sentra produksi dan sentra minapolis, lahan yang di canangkan sebagai sentra produksi minamedong sudah tepat dan memiliki potensi untuk dikembangkan usaha budidaya perikanan. Namun jika dilihat dari sisi persyaratan minapoliatan yang mempersyaratkan adanya kegiatan produksi budidaya, pengolahan dan pemasaran perikanan di lokasi minapolis, desa wajak kurang tepat dijadikan sentra minapolis. Karena kegiatan perikanan baik pembenihan, pembesaran dan Sentra pemasaran belum berkembang di desa ini. Bahkan kawasan yang dicanangkan sebagai sentra produksi masih berupa lahan pertanian mendong yang rencananya akan dikembangkan menjadi minamendong. Namun demikian belum ada teknologi yang diterapkan kepada masyarakat terkait dengan rencana minamendong tersebut. Komoditas yang dapat dikembangkan di kawasan minapolitan Kabupaten Malang adalah Nila dan lele. Namun yang paling cocok untuk dikembangkan adalah nila. Selain kondisi air, dan suhu, kemudahan mendapatkan benih dan konsumsi ikan di kabupaten Malang lebih kepada komoditas nila. Hal ini berarti komoditas yang dipilih sesuai. Berikut adalah tabel kondisi permasalahan dari segi aspek khusus di Kabupaten Malang. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 125

142 Produksi ikan nila dapat ditingkatkan dengan salah satunya adalah melakukan cara budidaya ikan yang baik (CBIB). Di lokasi penelitian CBIB belum terapkan oleh pembudidaya, cara budidaya yang dilakukan oleh responden masih menggunakan cara tradisional. Permodalan menjadi kendala dalam menerapkan CBIB. Penerapan CBIB akan mempengaruhi pengelolaan budidaya, kondisi alam saat ini yang cenderung mulai jenuh menyebabkan timbulnya banyak penyakit pada ikan dan kondisi lahan. Meskipun belum menerapkan CBIB dalam pengelolaannya, pembudidaya tidak menggunakan obat-obat untuk mempercepat panen. Obatanobatan dan vitamin digunakan untuk mengatasi penyakit dan memperbaiki kondisi lahan budidaya. Budidaya yang dilakukan di Malang ini menggunakan kolam sebagai media ikan. Penggerajaannya semi intensif dan menggunakan pakan buatan. Pakan mereka beli dari Kota, Kabupaten Malang dan Kota Batu. Selain komoditas nila, terdapat beberapa dari mereka yang melakukan budidaya ikan lele ataupun ikan mas. Ikan koi juga banyak dibudidayakan di daerah ini. Tabel 84. Biaya untuk Usaha Pembenihan NO Uraian Jumlah (Rp) 1 Investasi Biaya tetap Biaya variabel Total Biaya Penerimaan Keuntungan Sumber: Data Primer diolah, 2010 Kendala utama yang masih dirasakan oleh pembudidaya Malang adalah mahalnya harga pakan. Satu sak pakan dapat mencapai harga Rp dan tiap kali siklus mereka membutuhkan setidaknya tiga sak pakan. Hal ini tentunya sangat memberatkan pembudidaya. Pembudidaya akhirnya berinisiatif untuk menciptakan pakan buatan sendiri misalnya dari kotoran ayam, bungkil, tepung dan beberapa bahan lainnya. Dengan pakan buatan sendiri maka harga 1 kg pakan yang mereka keluarkan kurang lebih RP 3.500,- sedangkan jika membeli pakan yang sudah jadi kurang lebih harus mengeluarkan Rp ,-. Dari segi tingkat mortalitas, pembudidaya mengaku bahwa ikan yang mereka budidayakan jarang terkena penyakit sehingga tingkat mortalitas sangatlah rendah. Mereka pun jarang menggunakan obat-obatan ataupun vitamin. Dari segi pemasaran, khusus untuk pembenihan, di Kecamatan Dau, mereka sudah mengirimnya ke berbagai daerah baik yang di daerah Malang sekitarnya maupun hingga ke luar pulau Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 126

143 Jawa seperti Kalimantan. Tetapi justru kurang mendistribusikan benihnya ke kawasan minapolis di Kecamatan Wajak. Hal ini menunjukkan tidak adanya keterkaitan erat antara kawasan minapolis dan hinterlandnya. Sedangkan untuk pembesaran biasanya ikan hanya dijual di Malang atau daerah sekitarnya. Belum ada jaringan pasar yang kuat ke daerah-daerah lain. Belum ada juga pembentukan pasar sehingga tukar informasi atau pun wadah untuk jual beli masih sulit. Dalam konsep pengembangan wilayah, perlu dicegah kebocoran lokal. Kebocoran terjadi jika orientasi mengkonsumsi barang dan jasa banyak dilakukan di luar. Hal ini bertujuan untuk mendorong peningkatan pendapatan daerah. Maka penting akses pada pusat-pusat pelayanan untuk menciptakan income multiplication. Menurunkan biaya-biaya konsumsi barang dan jasa di kawasan minapolitan. Berdasarkan hasil penelitian, kebocoran terjadi di lokasi kawasan minapolitan. Walaupun ketersediaan input baik pakan, benih, obat-obatan tersedia di pasar lokal, tetapi banyak pembudidaya yang membeli pakan dan peralatan perikanan di luar kabupaten. Hal ini dikarenakan daerah luar Kabupaten yang banyak dijadikan tempat membeli input produksi, merupakan sentra bisnis dengan harga barang-barang yang cukup bersaing. Selain itu dari segi akses, perjalanan ke kota Malang lebih banyak sarana transportasinya. JAWA TIMUR Kab. Malang Kotamadya Batu Surabaya Kec. Dau Kec. Wonosari Kotamadya Malang Kec. Turen Kec. Gondanglegi Desa Sukoanyar Kec. Wajak Tulungagung Kalimantan Palangka Raya Gambar 13. Jalur distribusi benih dan pemasaran hasil produksi ikan Sedangkan untuk dampak perubahan iklim terhadap usaha budidaya, sering terjadinya perubahan musim dan curah hujan di daerah tersebut. Hal ini sangat Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 127

144 mempengaruhi siklus tanam benih ikan. Perubahan ini dapat menyebabkan munculnya penyakit sehingga dapat menimbulkan kematian pada ikan. Penyakit yang belakangan ini banyak bermunculan adalah munculnya ikan yang terinfeksioleh bakteri. Menurut pembudidaya hal ini disebabkan kareana perubahan musim yang sangat dinamis. Disamping itu, perubahan iklim menyebabkan suhu air tidak stabil. Pola adapatasi yang dilakukan oleh pembudidaya adalah penurunan jumlah pada tebar, pengaturan sirkulasi air, mengurangi jumlah pakan serta panen sebelum waktunya. Tabel 85. Kondisi Permasalahan Aspek Khusus Permasalahan Aspek Khusus Kesesuaian Komoditas unggulan - Komoditas unggulan yang ditetapkan sudah sesuai dengan potensi lahan yg tersedia Sistem Usaha - Input Benih didapatkan dari Balai Benih Ikan dan UPR, namun kualitas benih masih belum bersertifikat - Input makan sudah ada dan sudah ada yang memproduksi sendiri - Input Lainnya sudah tersedia di pasar kecamatan - Sistem usaha mina-mendong masih pada tahap uji coba, dalam artian pengabungan 2 komoditas ini belum terlihat efektivitasannya. Konsumsi dan Kebocoran - Adanya kebocoran PAD karena Sebagian besar masyarakat membeli kebutuhan sandang di Kota Malang Dampak Perubahan Iklim Belum ada pelaporan tanda-tanda adanya perubahan iklim dari pembudidaya Sumber: Data Primer diolah tahun Kabupaten Boyolali Pembangunan wilayah yang menerapkan kosep minapolitan budidaya perlu mempertimbangkan aspek-aspek generik seperti (a) aspek kelembagaan, (b) aspek masyarakat, (c) aspek sumberdaya dan tata ruang, (d) aspek kebijakan dan governance dan (e) aspek infrastruktur. Berdasarkan aspek tersebut diatas, identifikasi kebutuhan untuk penetapan kawasan minapolitan dapat dilakukan. Berdasarkan aspek generik, banyak dijumpai permasalahan di lokasi penelitian karena ketidaksesuaian dengan persyaratan yang ditetapkan. Pada aspek kelembagaan permasalah yang terjadi adalah kelembagaan pelaku utama belum menunjukkan perannya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jumlah anggota yang banyak (100 orang) menyebabkan kurangnya koordinasi antara pengurus dan anggota. Kelembagaan lain yang telah terbentuk adalah kelembagaan penyedia input jasa sama halnya dengan kelembagaan pelaku utama, kelembagaan ini juga tidak berperan sebagai penyuplai benih untuk kawasan sentra produksi, sehingga Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 128

145 belum tercipta hubungan yang sinergis antara sentra minapolis dan hinterland. Koperasi perikanan sebagai soko guru perekonomian pembudidaya juga belum terbentuk di kawasan minapolitan. Pada aspek masyarakat dan bisnis telah terdapat kesesuaian antara yang dipersyarakan dengan penerapan di lapangan. Di kawasan minapolitan sebagain besar masyarakat memperoleh pendapatannya dari kegiatan perikanan dan sebagian besar kegiatan ekonomi didominasi kegiatan perikanan. Meskipun demikan masih terdapat kendala dalam pengembangan pengolahan hasil perikanan, yaitu dalam hal pemasaran dalam hasil pengolahan ikan. Berbeda halnya dengan aspek sumber daya dan tata ruang serta kebijakan dan governance semua kondisi yang dipersyaratkan telah terpenuhi. Untuk aspek sumber daya dan tata ruang telah memiliki sumberdaya air/perairan yang sesuai dan kawasan minapolitan sesuai dengan RTRWN. Sementara aspek kebijakan dan governance berupa komitmen pemerintah yang tertuang dalam Keputusan Bupati Boyolali No. 050/519 Tahun 2008 tentang Penetapan Lokasi dan Masterplan Pengembangan Kawasan Minapolitan Kabupaten Boyolali Kampung Lele dan penyediaan anggaran untuk pengembangan minapolitan. Koordinasi antar instansi yang sudah terjalin baik antara pemerintah pusat, daerah maupun antar instansi didaerah. Berkaitan dengan aspek infrastruktur teridentifikasi beberapa permasalahan seperti Balai Benih Ikan yang belum mampu memenuhi permintaan, tidak terdapat pabrik es, pakan dan cold storage serta tidak terdapat pasar ikan dan pasar benih ikan di kawasan minapolitan. Sementara untuk sarana umum jaringan telephon rumah belum menjangkau kawasn minapolitan. Kondiso permasalahan aspek generik di Kabupaten Boyolali tergambar pada tabel 86. Tabel 86. Kondisi Permasalahan Aspek Generik di Kabupaten Boyolali Aspek Kelembagaan Aspek Masyarakat dan Bisnis Permasalahan Aspek Generik - Adanya konflik dalam kepengurusan kelompok - Harga pakan mahal sehingga keuntungan sedikit - Belum berperannya kelembagaan input jasa benih dan input pakan - Masih kurangnya tenaga penyuluh - Harga pakan mahal sehingga keuntungan sedikit - Belum ada koperasi - Sebagian besar pembudidaya masih pada level pemula, khususnya di Desa wajak yang sebelumnya berprofesi sebagai petani mendong - Karena pembentukan kelompok yang relatif baru, sebagian petani ikan belum menguasai teknologi budidaya ikan - Belum ada informasi pasar yang baik - Produk yang ditawarkan masih bersifat bahan mentah Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 129

146 Aspek Sumberdaya dan Tata Ruang Aspek Kebijakan dan Governance Aspek Infrastruktur Sumber : Data Primer Diolah, Belum terlihat integrasi (hirarki fungsional) antara kawasan sentra minapolitan dengan kawasan pendukung - Sudah baik - BBI Belum dapat memenuhi kebutuhan benih ikan - Belum ada pasar ikan dan pasar benih ikan di sentra kawasan minapolitan - Belum berkembang industri produk perikanan Disamping aspek generik diatas, aspek khusus juga menjadi pertimbangan dalam penerapan konsep minapolitan. Aspek khusus terdiri dari komoditas unggulan, sistem usaha, konsumsi dan kebocoran serta perubahan iklim. Keterkaitan kedua aspek tersebut diharapkan dapat menciptakan multiplier effect terhadap perubahan regional. Kondisi permasalahan aspek khusus di Kabupaten Boyolali tergambar pada tabel 87. Tabel 87. Kondisi Permasalahan Aspek Khusus di Kabupaten Boyolali Kesesuai Komoditas Unggulan Sistem Usaha Konsumsi dan Kebocoran Permasalahan Aspek Khusus - Sudah sesuai - Input Benih : berasal dari Tulungagung - Input Pakan : Jakarta dan Surabaya, - Pemasaran pada saat produksi ikan booming harga ikan turun - Kebocoran dalam input produksi seperti bibit dan pakan Dampak Perubahan Iklim - Mempengaruhi siklus tanam benih ikan Sumber: Data Primer diolah tahun 2010 Pada aspek komoditas unggulan tidak terdapat permasalahan karena penetapan ikan lele sebagai komoditas unggulan berdasarkan sektor unggulan yang sudah berkembang dan didukung oleh sektor hilirnya, kegiatan agribisnis yang banyak melibatkan pelaku dan masyarakat yang paling besar (seseuai kearifan lokal) dan mempunyai skala ekonomi yang menungkinkan untuk dikembangkan dengan orientasi lokal (Bappeda, 2008 : 32). Budidaya ikan lele mempunyai kesesuain dengan wadah budidaya kolam air tawar yang banyak terdapat di lokasi penelitian. Produksi ikan lele dapat ditingkatkan dengan salah satunya adalah melakukan cara budidaya ikan yang baik (CBIB). Di lokasi penelitian CBIB belum terapkan oleh pembudidaya, cara budidaya yang dilakukan oleh responden masih menggunakan cara tradisional. Permodalan menjadi kendala dalam menerapkan CBIB. Penerapan CBIB akan mempengaruhi pengelolaan budidaya, kondisi alam saat ini yang cenderung mulai jenuh menyebabkan timbulnya banyak penyakit pada ikan dan Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 130

147 kondisi lahan. Meskipun belum menerapkan CBIB dalam pengelolaannya, pembudidaya tidak menggunakan obat-obat untuk mempercepat panen. Obatanobatan dan vitamin digunakan untuk mengatasi penyakit dan memperbaiki kondisi lahan budidaya. Sistem usaha budidaya ikan lele di Kabupaten Boyolali mempunyai kendala, hal ini ditunjukkan adanya input benih ikan lele yang berasal dari luar Kabupaten Boyolali yaitu dari Kabupaten Tulungagung dan input pakan yang berasal dari Jakarta dan Surabaya. Permasalahan lain adalah jika terjadi dalam hal pemasaran pada saat produksi ikan booming harga ikan menjadi turun. Pangsa pasar terbesar adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), disamping konsumsi lokal dan sekitar Kabupaten Boyolali seperti Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo, Kotamadya Solo serta Kabupaten Magelang. Kondisi tersebut diatas menyebabkan kebocoran pendapatan asli daerah. Kebocoran yang terjadi di lokasi penelitian adalah penyedia input jasa benih dan pakan. Benih ikan lele diperoleh dari Jawa Timur (Tulungagung dan Kediri). UPR yang ada tidak mampu memenuhi ukuran benih ikan lele, kontinuitas dan harga yang dipersyaratkan oleh pembudiaya pembesaran ikan lele. Demikian halnya dengan pakan, pembudiaya mendapatkan pakan dari Jakarta dan Surabaya. Terdapat kebocoran lain mengenai konsumsi masyarakat. Lokasi minapolitan yang terletak di daerah perbatasan, menyebabkan masyarakat di kawasan minapolitan membelanjakan kebutuhan rumah tangga dan konsumsi non rumah tangga seperti pendidikan, kesehatan dan rekereasi di Kabupaten/Kota yang berbatasan langsung dengan lokasi minapolitan seperti di Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo dan Kota Solo. Dalam melakukan usaha budidaya, struktur baiaya biaya budidaya lela untuk rata-rata jumlah petakan (kolam) 50 dengan luas petakan rata-rata 40 M2 memerlukan investasi sebesar Rp ; biaya variabel Rp ; biaya tetap Total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp , dengan penerimaan Rp dan keuntungan sebesar Rp dalam satu siklus produksi. Diketahui bahwa usaha budidaya pada skala usaha kecil memiliki nilai keuntungan dan R/C ratio yang paling rendah yaitu 1. Tabel 88. Struktur Biaya Budidaya Lele Dalam Satu Siklus Produksi No Uraian Nilai (Rp) Keterangan 1 Investasi Biaya Variabel Biaya Tetap Total Biaya Penerimaan Keuntungan Jumlah petakan (kolam) rata-rata 50 dengan luas petakan rata-rata 40 M2 Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 131

148 7 R/C 1 8 PP 24 Sumber: Data Primer diolah, 2010 Berdasarkan pemaparan diatas makan dapat digambarkan jalur distribusi sarana input produksi dan pemasaran ikan lele di kawasan minapolitan. JAWA TENGAH Kab. Boyolali Pasar Lokal Magelang Kampung Le le Kec. Sawit Sukoharjo Kec. Teras & Banyudono Klaten Tulungagung Yogyakarta Jakarta DKI Jakarta Jawa Timur Surabaya DI Yogyakarta Keterangan Gambar : : Jalur Pemasaran : Jalur Input Benih : Jalur Input Pakan Gambar 14. Jalur Distrubusi Sarana Input Produksi dan Pemasaran Ikan Lele di Kawasan Minapolitan Perubahan iklim merupakan salah satu aspek yang mungkin dapat mempengaruhi minapolitan. Perubahan iklim menyebabkan berbagai dampak baik terhadap lingkungan biofisik, sosial dan ekonomi. Begitu juga perubahan iklim mempengaruhi usaha budidaya ikan lele. Dampak perubahan iklim terhadap usaha budidaya adalah penyakit pada ikan lele, salinitas dan kondisi lahan yang kekurangan unsur hara. Pola adapatasi yang dilakukan oleh pembudidaya adalah penurunan jumlah pada tebar, pengaturan sirkulasi air, mengurangi jumlah pakan serta panen sebelum waktunya. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 132

149 Kotamadya Palangkaraya Beberapa permasalahan yang terjadi di kotamadya Palangkaraya dari sisi Aspek Generik yang meliputi kelembagaan, masyarakat dan bisnis, sumberdaya dan tata ruang, kebijakan dan governance, serta infrastruktur. Dari sisi kelembagaan adalah belum semua pembudidaya di kotamadya palangkaraya tergabung dalam kelompok pembudidaya. Dimana secara keuangan mereka harus bergantung pada diri sendiri atau meminjam kepada tengkulak yang biasa menyediakan bibit dan pakan ikan. Untuk pemasaran, mereka harus menjual secara individual ke pasar dengan menyeberangi sungai Kahayan. Koperasi dan penyuluh kurang memberikan bantuan dan pendampingan kepada pembudidaya ikan. Pembudidaya memiliki informasi pasar yang terbatas karena pemasaranya melalui pengumpul di pasar. Diversifikasi produk juga belum banyak terlihat khusunya untuk ikan budidaya, sedangkan untuk kerupuk amplang hanya dari perikanan tangkap untungnya sebagian besar pembudidaya sudah berpengalaman sehingga mereka bisa meningkatkan produksi untuk di jual sebagai ikan segar dengan kwalitas baik. Untuk tata ruangnya sendiri, kawasan pahandur seberang yang merupakan permukiman penduduk dan masyarakat perikanan sendiri memang sudah sesuai dengan tata ruang kawasan dan kawasan ini juga sudah sesuai dengan potensi wilayahnya. Dilain pihak, kecamatan sedayu yang merupakan bekas kawasan perkemahan kurang sesuai jika akan di jadikan kawasan minapolitan karena kawasan tersebut tidak didominasi oleh sektor perikanan. Berbicara tentang komoditas, Ikan patin dan nila yang ditentukan sebagai komoditas unggulan sudah sesuai dengan potensi yang ada di palangkaraya dan diperkuat dengan penetapan di masterplan sehingga bisa di tingkatkan pembudidayaanya. Infrastruktur yang merupakan pendukung perikanan juga mengalami permasalahan. Saluran irigasi tidak memadai di kec. Sebangau, dan di kecamatan pahandut tidak terdapat saluran irigasi terutama untuk air bersih karena KJAnya terdapat di bantaran sungai kahayan. Konstruksi kolam untuk budidaya juga belum memenuhi standar CBIB. Untuk Jalan, Kondisi yang kurang baik berada di kec. Sebangau, sedangkan di kec. Pahandut sudah cukup baik karena berada dalam kota. Sedangkan akses ke Pahandut bisa melalui air dengan menggunakan kapal sehingga tidak menjadi masalah. Penerangan menjadi salah satu masalah karena listrik belum sepenuhnya masuk ke pelosok sehingga jalan akses ke kec. Sebagau masih belum ada penerangan, dan sangat gelap. Untuk transportasi tidak begitu menjadi masalah karena bisa menggunakan kendaraan charter. Pasar yang sudah berkembang adalah Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 133

150 pasar umum yang juga menjual ikan di kec. Pahandut, sedangkan di kec. Sebangau belum terdapat pasar ikan dan pasar benih. Tabel 89. Kondisi Permasalahan Aspek Generik di Kabupaten Palangkaraya Aspek Kelembagaan Kelembagaan Pelaku Utama Kelembagaan Modal Kelembagaan Pemasaran Kelembagaan Input Kelembagaan Penyuluh Koperasi Aspek Masyarakat dan Bisnis Informasi Pasar Permasalahan Aspek Generik - Kelembagaan pelaku utama sudah terbentuk namun baru sebagian kecil pembudidaya yang ikut serta - Kelembagaan permodalan/keuangan sudah ada namun petani masih sulit untuk diakses petani - Belum tersedianya kelembagaan pemasaran ikan. - Ikan hasil budidaya dipasarkan di pasar umum di Kec. Pahandut - Sudah tersedianya kelembagaan penyedia input (sub agen) - Lembaga penyuluh kurang optimal dalam memberikan pembinaan dan pendampingan teknolgi terhadap petani ikan - Sudah terbentuk koperasi, namun masih kurang memenuhi kebutuhan petani - Informasi pasar masih terbatas, pemasaran melalui pengumpul Diversifikasi Produk - Ikan dijual dalam bentuk hidup atau segar Aspek Sumberdaya dan Tata Ruang Kesesuaian Lahan - Penetapan kawasan minapolis di Kecamatan Sedayu kurang sesuai karena kegiatan masyarakat dan kegiatan ekonomi tidak didominasi oleh sektor perikanan Tata Ruang Kawasan Aspek Kebijakan dan Governance Komitmen Koordinasi antar Instansi Kesiapan Masterplan, RTRW, RPJM Aspek Infrastruktur Saluran Irigasi Konstruksi kolam/tambak Jalan Listrik Pasar Sumber: Data Primer diolah Tahun Di Kec. Pahandut sudah sesuai dengan tata ruang kawasan - Belum ada komitmen dari pemerintah daerah khususnya di level kotamadya untuk mensukseskan program minapolitan - Belum ada koordinasi antara level pemerintahan dan juga instansi terkait - Belum adanya masterplam, RTRW, RPIJM - Kondisi saluran irigasi di Kec. Sebangau tidak memadai - Tidak ada irigasi di Kec. Pahandut, karena wadah budidaya adalah KJA di Sungai Kahayan - Konstruksi kolam belum memenuhi standar CBIB - Jaringan jalan dan aksesibilitas di Kec. Sebangau kurang baik - Penerangan jalan didalam desa masih minim - Belum terdapat pasar ikan dan pasar benih ikan di lokasi Kec, Sebangau - Terdapat pasar umum di Kec. Pahandut Ada beberapa permasalahan pada aspek Khusus di kotamadya Palangkaraya yang meliputi sistem usaha, konsumsi dan kebocoran, serta dampak perubahan iklim. Balai benih sudah berproduksi, akan tetapi kebutuhan bibit yang cukup besar tersebut Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 134

151 belum dapat dipenuhi seluruhnya oleh BBI. Pakan yang banyak tersedia berasal dari pulau Jawa sehingga harganya sangat tinggi dan menaikkan harga produksi ikan yang menyebabkan harga kalah bersaing untuk dijual ke luar pulau. Dilain pihak, pakan buatan yang dibuat oleh penduduk setempat memang sudah ada. Tetapi kwalitas pakan tersebut masih dalam tahap trial and error untuk mendapatkan kwalitas yang menghasilkan produksi ikan yang optimum. Input produksi lainnya sudah tersedia dipasar kecamatan. Karena hambatan-hambatan tersebut, metoda budidayanya belum memenuhi standard CBIB yang baik dan benar. Tabel 90. Kondisi Permasalahan Aspek Khusus di Kotamadya Palangkaraya Sistem Usaha Benih Permasalahan Aspek Khusus - Input Benih didapatkan dari Balai Benih Ikan namun belum memenuhi kebutuhan Pakan - Di Kec. Sebangau, pembudidaya membuat pakan sendiri, namun belum diketahui kualitasnya secara pasti - Input Pakan sudah ada, tetapi merupakan agen besar berasal dari pulau Jawa di Kota Palangkaraya Input Lain - Input Lainnya sudah tersedia di pasar kecamatan Cara Budidaya Ikan yang Baik - Metode budidaya belum memenuhi standar CBIB Konsumsi dan Kebocoran Penerimaan Daerah - Kebocoran PAD pada saat pembenihan input produksi, selebihnya kebutuhan rumah tangga sudah tersedia di pasar kecamatan ataupun di pasar kotamadya Dampak Perubahan Iklim Penurunan kuantitas produksi - Adanya curah hujan yang tidak menentu, suhu udara dan air yang terus meningkat dan juga cukup berfluktuasi, pasang surut yang ekstrim dapat menyebabkan kematian ikan di Kec. Pahandut Sumber: Data Primer diolah tahun 2010 Struktur biaya yang dibutuhkan dalam usaha budidaya Patin dan Nila di Palangkaraya mencakup investasi sebesar Rp ,-/karamba, biaya tetap yang dikeluarkan adalah biaya pemeliharaan karamba, sebesar Rp /musim tanam. Biaya variable yang dikeluarkan adalah untuk pembelian pakan ikan sebanyak ratarata Rp ,-. Sedangkan penerimaan setiap musim tanam adalah sebesar Rp , sehingga keuntungan yang diperoleh adalah sebesar Rp ,-. Struktur biaya dapat dilihat di Tabel 91 berikut ini. Tabel 91. Biaya untuk Usaha Pembenihan NO Uraian Jumlah (Rp) 1 Investasi Rp Biaya tetap Rp Biaya variabel Rp Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 135

152 NO Uraian Jumlah (Rp) 4 Total Biaya Rp Penerimaan Rp Keuntungan Rp Sumber: Data Primer diolah, 2010 Terdapat kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada saat pembenihan input produksi karena input produksi berasal dari Jawa yang di import langsung seperti bibit dan pakan sehingga pengeluaran untuk input produksi akan mengalir ke Jawa. Selain kebutuhan produksi, kebutuhan rumah tangga sudah banyak tersedia di pasar kecamatan ataupun dipasar kotamadya, sehingga kebocorannya dapat di kurangi meskipun beberapa barang yang di jual berasap dari pulau jawa juga. Terdapat perubahan iklim pada kotamadya Palangkaraya. Perubahan iklim tersebut diantaranya adalah curah hujan yang tidak menentu, suhu udara dan air yang terus meningkat dan juga cukup fluktuatif, pasang surut yang ekstrim dapat menyebabkan kematian ikan di kec. Pahandut. Dilain pihak, tidak dirasakan penurunan kualitas produksi, dan tidak ditemukan adanya penyakit pada ikan Kabupaten Gowa Identifikasi permasalahan penerapan Minapolitan di Kabupaten Gowa dibagi kedalam dua aspek yaitu aspek generik dan aspek khusus. Aspek generik yang dikaji pada penelitian ini adalah aspek kelembagaan, aspek masyarakat dan bisnis, aspek sumber daya dan tata ruang, aspek kebijakan dan governance dan aspek infrastruktur. Aspek khusus yang dikaji pada penelitian ini meliputi kesesuaian komoditas unggulan, sistem usaha, konsumsi dan kebocoran serta dampak perubahan iklim. Secara lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel xxx dan Tabel xxx. Dari setiap aspek tersebut ditemui permasalahan-permasalahan yang dapat menghambat pengembangan program minapolitan di Kabupaten Gowa. Kelembagaan pelaku usaha yang terbentuk belum menunjukkan peran yang cukup signifikan dalam peningkatan ekonomi petani ikan. Permasalahan terkait dengan kelembagaan pelaku utama adalah keterbatasan ketrampilan petani ikan baik dari sisi teknologi maupun manajemen kewirausahaaan yang masih sangat tradisional dan sederhana. Permasalahan lain yang menjadi kendala dalam pengembangan minapolitan di Kabupaten Gowa adalah kelembagaan penyedia input terutama pakan masih belum tersedia di sentra kawasan minapolis. Sehingga dalam pemenuhan kebutuhan pakan harus didatangkan dari luar Kabupaten yaitu dari Kota Makassar. Kelembagaan keuangan/ permodalan konvensional di kawasan minapolis sudah tersedia namun belum dapat diakses oleh petani ikan karena terkendala oleh Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 136

153 anggunan yang dipersyaratkan pihak perbankan. Sementara kelembagaan keuangan mikro seperti KUR, Koperasi dan sejenisnya masih belum tersedia. Namun demikian, UPP telah menginisiasi pembentukan koperasi, namun hingga saat penelitian ini dilakukan belum ada perkembangan dan realisasinya. Disamping itu, permasalahan kelembagaan yang menjadi hambatan dalam pengembangan program minapolitan di Kabupaten Gowa adalah masalah pemasaran. Selama ini belum ada kelembagaan pemasaran yang menangani atau menampung hasil produksi ikan. Petani ikan kesulitan dalam memasarkan hasil produksi karena jaringan pemasaran untuk komoditas ikan nila dan mas masih terbatas dan permintaan pasar untuk komoditas nila dan mas masih rendah. Sejauh ini pemasaran ikan melalui pedagang pengumpul dan pengecer yang dipasarkan ke pasar local kota Makassar Bantaeng dan Bulukumba (kebutuhan pasar tradisional untuk konsumsi rumah tangga dan rumah makan). Permasalahan lain terkait dengan kelembagaan adalah kurangnya tenaga penyuluh yang memberikan pembinaan dan pendampingan teknologi baru kepada petani ikan di kabupaten Gowa merupakan salah satu yang menjadi kendala dalam pengembangan program minapolitan. Dari sisi aspek masyarakat dan bisnis yang menjadi permasalahan dalam pengembangan minapolitan adalah pada umumnya petani budidaya ikan nila dan mas masih tergolong baru, sehingga ketrampilan dalam hal budidaya pun masih minim. Teknologi yang digunakan masih tradisional. Disamping itu keterampilan dalam manajemen usaha masih sederhana dan belum berorientasi bisnis, terutama pembudidaya di desa Tangkebajeng. Usaha budidaya yang dilakukan baru pada taraf uji coba di bekas lahan galian tanah untuk pembuatan batako. Konstruksi kolam masih apa adanya dan tidak berdasarkan kriteria cara budidaya ikan yang baik (CBIB). Dalam hal penerimaan teknologi baru, masyarakat masih lamban Hal ini disebabkan karena kurangnya informasi teknologi baru tentang budidaya ikan khususnya nila dan mas. Ditinjau dari sisi sumberdaya alamnya, kabupaten Gowa memiliki potensi lahan yang besar untuk perikanan air tawar. Didalam masterplan, kawasan yang ditetapkan menjadi kawasan sentra minapolis adalah kawasan yang potensi sumber daya perikanannya sedikit dan terbatas dalam pengembangannya. Lokasi yang ditetapkan sebagai sentra minapolis diwilayah pertambakan dengan komoditas udang dan bandeng hanya merupakan komoditas penunjang. Sehingga pembangunan infrastruktur yang ada diarahkan ke kawasan perikanan tambak bukan perikanan air tawar. Sementara berdasarkan hasil penelitian, komoditas yang masih di usahakan Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 137

154 oleh sebagian besar petani tambak pada saat penelitian dilakukan hanya komoditas bandeng. Tingkat produksi pada tahun terakhir cenderung menurun. Sehingga pemerintah daerah berencana melakukan revisi terhadap masterplan yang ada. Rencananya sentra minapolis akan di arahkan ke sentra perikanan darat di Desa Tangkebajeng Kecamatan Bajeng dengan komoditas unggulan nila dan mas. Namun revisi masterplan ini masih terkendala dengan pembiayaan. Disamping permasalahan ketidaksesuaian penetapan kawasan minapolis, di Kabupaten Gowa belum ada penetapan zona-zona fungsional berdasarkan kelayakan ruang dalam kawasan sehingga struktur dan pola ruang dalam kawasan belum jelas. Akibatnya, tidak ada interkoneksi antar simpul-simpul wilayah dan titik-titik ruang tidak berartikulasi secara optimal optimal terhadap lingkungan eksternalnya. Pada aspek kebijakan dan governance yang menjadi permasalahan utama adalah kurangnya koordinasi antar level pemerintah, baik dari pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah daerah. apa peran pemeritah pusat, apa peran pemerintah daerah dan bagaimana aturan mainnya dalam rangka mensukseskan program minapolitan ini. Dalam hal ini, belum ada mekanisme yang jelas, sehingga pemerintah daerah dalam melaksanakan program minapolitan masih jalan ditempat. Sementara pemerintah pusat kurang memberikan sosialisasi bagaimana peran pemerintah pusat dalam pelaksanaan program minapolitan ini. Tabel 92. Kondisi Permasalahan Aspek Generik Aspek Generik Kelembagaan Masyarakat dan Bisnis Sumberdaya dan Tata Ruang Permasalahan - Kelembagaan Pelaku utama sudah terbentuk namun ketrampilan teknologi budidaya dan manajemen wirausaha masih kurang - Kelembagaan permodalan/keuangan sudah ada namun akses petani untuk mendapatkan kredit masih terkendala dengan agunan - UPP telah menginisiasi pembentukan koperasi namun belum ada realisasi - Belum tersedianya Kelembagaan Penyedia input - Belum tersedianya Kelembaga an pemasaran ikan. Petani ikan kesulitan dalam memasarkan hasil produksi - Lembaga penyuluh kurang optimal dalam memberikan pembinaan dan pendampingan teknolgi terhadap petani ikan - Sebagian besar pembudidaya masih pada level pemula, khususnya di Desa Pabentengang yang masih taraf ujicoba bekas lahan galian tanah - Sebagian petani ikan belum menguasai teknologi budidaya ikan - Masyarakat masih kesulitan dalam pemasaran hasil produksi - Penetapan kawasan minapolis yang kurang sesuai dengan potensi perikanan yang ada di wilayah Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 138

155 Kebijakan dan Governance Infrastruktur Sumber: Data Primer diolah Tahun 2010 setempat dan komoditas unggulan (perikanan air tawar) - Belum terintegrasinya hirarki fungsional antara kawasan sentra minapolitan dengan kawasan pendukung - Koordinasi antara level pemerintahan belum baik - BBI belum dapat memenuhi permintaan benih - Belum terdapat pabrik es, pakan, cold storage - Belum terdapat pasar ikan dan pasar benih ikan di lokasi sentra - Belum pusat pengolahan ikan - Kondisi saluran irigasi buruk - Jaringan jalan dan aksesibilitas buruk - Sarana transportasi perlu perbaikan Beberapa jalan poros antar kecamatan sudah mulai terdegradasi kualitasnya dan dinilai kurang mendukung lagi aktivitas-aktivitas ekonomi kelak yang diprediksi memiliki dinamika yang cukup tinggi jika kegiatan dalam kawasan berjalan. Gudang penyimpanan dan kios-kios sarana produksi sangat terbatas, umumnya berada di pasar kecamatan dan beberapa desa tertentu dalam kawasan. Kondisi ini mengakibatkan jumlah saprotan yang dibutuhkan petani/nelayan tidak terpenuhi secara tepat (waktu dan jumlah). Tempat pembenihan ikan/udang masing terbatas sehingga ikan/udang yang dibudidayakan relatif terbatas. Jaringan irigasi dalam kawasan belum berfungsi secara optimal sehingga penyediaan air baku untuk kebutuhan budidaya relatif terbatas. Kondisi beberapa jalan poros desa masih minim dengan konstruksi jalan pengerasan dan jalan tanah sehingga tidak kondusif dalam mendukung akselerasi pengembangan kawasan. Kondisi beberapa jalan tani juga masih sangat minim dengan konstruksi jalan tanah dengan badan jalan yang relatif sempit sehingga hanya dapat dilalui oleh kendaraan roda dua. Kondisi jalan seperti ini sangat tidak kondusif bagi komoditas perikanan yang sangat rentan terhadap waktu. Sarana pengolahan seperti cold storage, gudang pengolahan dan mesin pengering dalam kawasan masih terbatas. Fasilitas lantai jemur dan kondisi jalan akses masuk ke dalam gudang pengolahan yang sudah ada masih minim. Stasiun Terminal Agribisnis (STA) dalam kawasan belum ada sehingga transaksi produk perikanan, penyimpanan sementara, dan peningkatan mutu komoditi pasca panen relatif terbatas. Tabel 93 menunjukan kondisi permasalahan generik yang menjadi kendala dalam pelaksanaan minapoltan. Tabel 93. Kondisi Permasalahan Aspek Khusus Aspek Khusus Kesesuaian Komoditas Unggulan Permasalahan - Komoditas unggulan sudah sesuai dengan potensi dan masterplan yaitu ikan mas dan nila sebagai unggulan dan udang dan nila sebagai komoditas penunjang Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 139

156 Sistem Usaha Aspek Khusus Konsumsi dan Kebocoran Permasalahan - Input Benih didapatkan dari Balai Benih Ikan dan UPR, namun kualitas benih masih belum bersertifikat - Input Pakan masih harus didatangkan dari Makasar - Input Lainnya sudah tersedia di pasar kecamatan - Belum kepastian pasar jika produksi ikan melimpah - Adanya kebocoran PAD karena Sebagian besar masyarakat membeli kebutuhan sandang di Kota Makassar Dampak Perubahan Iklim - Perubahan iklim tidak signifikan mempengaruhi budidaya ikan di Kabupaten Gowa Sumber: Data Primer diolah tahun 2010 Berdasarkan masterplan yang telah disusun pada tahun 2008, komoditas unggulan pada kawasan minapolitan adalah ikan mas dan nila dengan komoditas penunjang udang dan bandeng. Penetapan ini sudah sesuai karena potensi lahan yang dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya tawar lebih luas jika dibandingkan dengan lahan budidaya air payau. Aspek khusus yang kedua terkait dengan sistem usaha, permasalahan yang muncul adalah pemenuhan saprokan berupa benih dan pakan serta pemasaran hasil perikanan. Suplai benih untuk kawasan minapolitan berasal dari UPR dan BBI setempat. Dari sisi kuantitas, benih yang disuplai dari BBI dan UPR yang terletak di BBI Limbung (Kecamatan Bajeng) dan BBI Bontomanai (Kecamatan Bontomaranu) sudah cukup memenuhi kebutuhan pembudidaya bahkan BBI Bontomanai menjual benih ke luar Kabupaten Gowa (Kabupaten Takalar dan Bantaeng) bahkan hingga ke Irian Jaya. Permasalahan yang muncul adalah benih belum bersertifikasi baik yang berasal dari BBI maupun UPR, dengan demikian kualitas ikan hasil budidaya relative rendah. Sistem pembelian benih terdiri dari 2 sistem yaitu pembayaran tunai dan pembayaran setelah panen. Pembayaran tunai dilakukan jika pembudidaya yang membeli benih dari BBI. Sedangkan pembelian dengan sistem pembayaran setelah panen dilakukan jika pembudidaya tergabung dalam kelompok pembudidaya yang terdapat UPR didalamnya. Distributor dan agen pakan berada di Kota Makasar. Pada dasarnya pembudidaya tidak berkeberatan jika harus melakukan pembelian di sana, namun jika memperhitungkan efisiensi biaya transportasi maka akan lebih baik jika di dalam Kabupaten Gowa terdapat perwakilan distributor atau agen. Sistem pembelian pakan adalah pembayaran tunai dan pembayaran dengan tempo waktu. Pembayaran tunai Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 140

157 dilakukan oleh pembudidaya yang langsung membeli ke distributor atau agen di Makasar. Sedangkan bagi kelompok pembudidaya yang tergabung dalam UPP memiliki kemudahan dalam suplai pakan karena pembelian pakan dapat dilakukan melalui rekanan dan ada tempo pembayaran (sekitar 1 minggu). Struktur biaya yang dibutuhkan dalam usaha budidaya ikan mas dan nila di Kabupaten Gowa untuk kegiatan pembenihan dan pembesaran mencakup investasi sebesar Rp ,-/Ha, biaya tetap yang dikeluarkan adalah biaya pemeliharaan kolam, sebesar Rp /tahun. Biaya variabel yang dikeluarkan adalah untuk pembelian benih, pakan dan obat-obatan lainnya sebanyak rata-rata Rp ,-. Sedangkan penerimaan setiap per tahun adalah sebesar Rp ,-, sehingga rata-rata keuntungan per tahun yang diperoleh adalah sebesar Rp ,-. Siklus produksi untuk kegiatan pembesaran ikan nila dan mas selama 3 bulan, dalam satu tahun sekitar 3 kali siklus. Kegiatan pembenihan membutuhkan waktu sekitar 25 hari sehingga dalam satu tahun sekitar 9 kali pemanenan. Struktur biaya dapat dilihat di Tabel 94 berikut ini. Tabel 94. Struktur Biaya Budidaya Ikan Mas dan Nila di Kabupaten Gowa NO URAIAN JUMLAH 1 Investasi Biaya tetap Biaya variabel Total Biaya Penerimaan Keuntungan Sumber : Data Primer diolah, Tahun 2010 Pemasaran menjadi permasalahan yang dihadapi oleh pembudidaya di kawasan minapolitan. Sebagian besar pembudidaya adalah pemula, sehingga jaringan pasar masih sangat terbatas. Saat ini pemasaran masih terbatas pada pasar antar desa, antar kecamatan dan antar kabupaten yaitu untuk konsumsi pasar tradisional dan rumah makan diantaranya ke Kabupaten Jeneponto, Takalar, Bantaeng dan Bulukumba. Pada saat penelitian dilakukan, UPP telah berupaya untuk memperluas pasar yaitu melalui kontrak kerja dengan pengusaha Bali. Namun persyaratan yang harus dipenuhi adalah kemampuan untuk melakukan suplai secara konsisten baik dari sisi kualitas maupun kuantitas, saat ini pembudidaya baru mampu menyanggupi suplai sebesar 1 ton per bulan. Preferensi masyarakat terhadap ikan air tawar masih rendah bila dibandingkan dengan konsumsi ikan laut, hal ini dapat dilihat dari jumlah rumah makan dengan produk ikan laut jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 141

158 ikan air tawar. Biaya transportasi yang cukup tinggi juga menjadi hambatan dalam pemasaran produk budidaya untuk dapat keluar propinsi, karena membutuhkan moda transportasi yang cepat (pesawat). Hal ini dikaitkan dengan bentuk produk ikan air tawar yang berupa hidup atau segar, sehingga harus cepat sampai ke konsumen. Rantai pemasaran ikan mas dan nila di Kabupaten Gowa dapat dilihat pada Gambar 15. SULAWESI SELATAN Provinsi Lain Kab. Gowa B Ke c. Bajeng Ikan B Ikan Ikan Ikan Ikan Ikan Kab. Takalar Kab. Jeneponto Bali Ke c. Botonompo Ke c. Pallanga B Kab. Bantaeng B B Ke c. Botonompo Se latan P P P Ke c. Bontomaranu B Kab. Bulukumba Irian Jaya B P Makasar P P Jawa Timur Keterangan Gambar : : Jalur Pemasaran Ikan B P : Jalur Input Benih : Jalur Input Pakan Gambar 15. Saluran Pemasaran Benih dan Ikan di Kabupaten Gowa Permasalahan aspek khusus lainnya adalah adanya kebocoran Penerimaan Daerah (PAD) untuk pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Kabupaten Gowa merupakan kabupaten yang berbatasan langsung dengan ibukota propinsi. Hal ini mengakibatkan pembangunan pusat-pusat perbelanjaan maupun hiburan lebih maju pada ibukota propinsi. Kabupaten Gowa berkembang menjadi daerah pinggiran dengan mobilitas penduduk yang tinggi. Sebagian besar masyarakat yang tinggal di Kabupaten Gowa melakukan usaha (bekerja) di Kota Makasar sehingga konsumsi sandang dan pangan lebih banyak dilakukan di luar Kabupaten. Aspek khusus terakhir yang menjadi fokus kajian adalah dampak perubahan iklim terhadap usaha budidaya. Perubahan iklim yang dirasakan oleh pembudidaya adalah perubahan cuaca yang cukup signifikan dan musim penghujan yang semakin panjang. Semakin panjangnya musim penghujan mengakibatkan penurunan kualitas Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 142

159 air, saluran irigasi yang tidak berfungsi dengan optimal mengakibatkan air menjadi keruh pada saat debit air tinggi. Namun secara umum pembudidaya tidak terlalu merasakan dampak dari perubahan iklim ini terdapat kegiatan usaha Kabupaten Bogor Usaha budidaya di Kabupaten Bogor sudah berjalan cukup lama. Tetapi untuk aspek kelembagaan hanya kelembagan pelaku usaha yang sudah berjalan dengan baik, khususnya untuk klasifikasi usaha pembesaran dan UPR. Sedangkan untuk kelembagan penyedia input, kelembagaan pemasaran dan kelembagan permodalan dapat dikatakan belum berkembang. Kalaupun sudah terbentuk kelembagan finansial misalnya, belum difungsikan secara optimal. Dari segi kelembagan pemasaran, produk perikanan yang dihasilkan dari Kabupaten Bogor memang sudah pasti memiliki jaminan pasar yang jelas yaitu untuk dikirim ke Kota Bogor, Jakarta bahkan untuk pasar luar Jawa. Tetapi tidak adanya lembaga pemasaran membuat tidak adanya jaminan harga terhadap harga harga komoditas yang mereka hasilkan. Pada saat terjadi panen yang besar secara bersamaan, harga sewaktu-waktu dapat turun dan pembudidaya tidak dapat mengendalikanya. Kelembagaan lainnya yang juga masih belum berkembang adalah kelembagaan permodalan. Banyak pembudidaya yang sebenarnya berniat untuk melebarkan usahanya, tetapi biasanya mereka terbentur modal. Usaha perikanan juga dianggap tidak bankable, artinya bank sulit memberikan kepercayaan dalam hal peminjaman dana. Hal ini lah yang juga menjadi permasalahan dalam aspek masyarakat dan bisnis. Di satu sisi masyarakat sudah sangat bersemangat dan memiliki kemampuan teknis untuk mengembangkan usahanya, tetapi hal itu tidak didukung dengan permodalan yang kuat dari sisi bisnisnya. Tabel 95. Kondisi Permasalahan Aspek Generik di Kabupaten Bogor Aspek Generik Permasalahan Kelembagaan - Belum terdapat kelembagaan pemasaran. Jaminan pasar sudah ada tetapi jaminan harga tidak ada. - Belum ada lembaga penyedia input yang formal. Yang ada hanya agen-agen distribusi kecil - Penyuluh masih sangat minim jumlahnya - Koperasi belum terbentuk Masyarakat dan Bisnis - Pembudidaya sudah memiliki skill yang baik dalam teknik berbudidaya tetapi terkadang terbentur dengan modal - Belum banyak mengetahui tentang minapolitan secara lengkap Sumberdaya dan Tata Ruang ketersediaan air bersih dan tata ruang yang dekat dengan sentra pemasaran (ibukota) membuat daerah Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 143

160 ini potensial sebagai etalase minapolitan. Hal ini mengaharuskan pemerintah dan pembudidaya selalu siaga memberikan contoh yang baik bagi daerahdaerah lain. Kebijakan dan Governance - masterplan sedang dalam proses pengerjaan Infrastruktur - Saluran irigasi masih mengandalkan aliran sungai. Terdapat beberapa daerah yan dilanda kekeringan saat tejadi musim kemarau - BBI ada tetapi masih kurang produksinya untuk memenuhi permintaan Sumber: Data Primer diolah tahun 2010 Sistem usaha yang dikembangkan di Kabupaten Bogor sudah cukup baik. Dari segi tingkat mortalitas, pembudidaya mengaku bahwa ikan yang mereka budidayakan jarang terkena penyakit sehingga tingkat mortalitas sangatlah rendah. Mereka pun jarang menggunakan obat-obatan ataupun vitamin. Dari segi pemasaran, mereka sudah mengirimnya ke berbagai daerah baik yang di daerah Bogor sekitarnya maupun hingga ke luar pulau Jawa seperti Kalimantan. Analisis usahanya juga sudah cukup baik, walaupun jarang dari mereka yang dapat mengembangkan lahannya lagi jika tidak dibantu dengan modal dari investor luar kecamatan. Berikut adalah analisis usaha pembenihan ikan lele: Tabel 96. Analisis usaha pembenihan ikan lele di Kabupaten Bogor No Uraian Jumlah Satuan Total 1 Investasi - Sewa lahan/pajak 100 m 2 - Induk 6 pasang - Pupuk 10 kg - Cacing 60 takar - Sewa alat - Upah 1 orang Penjualan ekor Rp 10, Keuntungan Sumber: Data Primer diolah tahun 2010 Dengan demikian usaha ini masih cukup menguntungkan. Hasil dari penjualan dapat dijadikan sebagian untuk modal kembali dan biaya untuk membeli kebutuhan keluarga. Dari pendapatan yang dihasilkan oleh pembudidaya, ternyata hasil tersebut masih digunakan untuk membeli barang atau jasa dari luar kabupaten. Hal tersebut menunjukkan adanya kebocoran di lokasi kawasan minapolitan. Walaupun ketersediaan input baik pakan, benih, obat-obatan tersedia di pasar lokal, tetapi banyak pembudidaya yang membeli pakan dan peralatan perikanan di luar kabupaten. Hal ini dikarenakan daerah luar Kabupaten yang banyak dijadikan tempat membeli input produksi, merupakan sentra bisnis dengan harga barang-barang yang cukup bersaing. Selain membelanjakan sarana input, banyak penduduk kawasan minapolitan Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 144

161 yang justru membeli sandang dan barang-barang lainnya di luar Kabupaten Bogor seperti Kota Bogor atau bahkan Jakarta. Hal ini dikarenakan pusat perbelanjaan terletak di kota-kota besar dan akses untuk ke kota-kota besar itu pun mudah. Selain kebocoran, hal yang terlihat dalam pelaksanaan budidaya adalah adanya perubahan. Perubahan iklim di Kabupaten Bogor dapat terlihat dari adanya perubahan musim dan curah hujan. Curah hujan yang terjadi secara intens membuat kawasan budidaya dilanda banjir. Banjir dapat menyapu ikan atau benih yang sedang ditanam. Untuk itu para pembudidaya saat ini sangat mengatur waktu tanam dan beberap dari mereka memasang jaring disekitar kolam untuk mencegah ikan yang hanyut akibat banjir. Banyak dari mereka yang jugamengalihkan produksi mereka menjadi produksi komoditas yang memiliki siklus yang pendek sehingga resiko dapat diperkecil, pembudidaya banyak memilih ikan lele yang memiliki siklus pendek sebagai komoditas unggulan. Komoditas yang dapat dikembangkan di kawasan minapolitan Kabupaten Bogor adalah lele, tombro dan gurami. Namun yang paling cocok untuk dikembangkan adalah lele. Selain kondisi air, dan suhu, kemudahan mendapatkan benih dan konsumsi ikan di kabupaten Bogor lebih kepada komoditas lele. Hal ini berarti komoditas yang dipilih sesuai. Tabel 97. Kondisi Permasalahan Aspek Khusus Aspek Khusus Permasalahan Kesesuaian Komoditas unggulan - Komoditas unggulan yang ditetapkan sudah sesuai dengan potensi lahan yg tersedia Sistem Usaha - Input Benih didapatkan dari Balai Benih Ikan dan UPR, namun kualitas benih masih belum bersertifikat - Input makan sudah ada tetapi harga terus meningkat - Input Lainnya sudah tersedia di pasar kecamatan - Belum ada kepastian harga pada produksi ikan melimpah Konsumsi dan Kebocoran - Adanya kebocoran PAD karena Sebagian besar masyarakat membeli kebutuhan sandang di Kota Bogor atau Jakarta Dampak Perubahan Iklim - Perubahan iklim terjadi di Bogor naamun hanya sebatas curah hujan yang tidak menentu dan intensitasnya yang meningkat. Sumber: Data Primer diolah tahun Kabupaten Gresik A. Aspek Generik Banyak hal yang harus diperhatikan dalam menentukan suatu kawasan untuk ditetapkan sebagai kawasan minapolitan. Kawasan perikanan yang akan dikembangkan di daerah perdesaan dikembangkan sebagai satu kesatuan pengembangan wilayah berdasarkan keterkaitan ekonomi antara desa-kota (urban- Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 145

162 rural linkages), dan menyeluruh hubungan yang bersifat timbal balik yang dinamis. (Kamil, 2010). Persyaratan yang harus dipenuhi untuk menentukan kawasan minapolitan sebagai berikut : (1) lahan agronimat sesuai; (2) potensi pemasaran; (3) potensi diversifikasi usaha komoditas unggulan; (4) berbagai sarana dan prasana agribisnis, umum dan sosial dan (5) kelestarian lingkungan hidup. Disamping itu pembangunan wilayah yang menerapkan kosep minapolitan budidaya perlu mempertimbangkan aspek-aspek generik seperti (a) aspek kelembagaan, (b) aspek masyarakat, (c) aspek sumberdaya dan tata ruang, (d) aspek kebijakan dan governance dan (e) aspek infrastruktur (BBRSE KP, 2010). Berdasarkan aspek tersebut diatas, identifikasi kebutuhan untuk penetapan kawasan minapolitan dapat dilakukan. Aspek kelembagaan merupakan kondisi yang menggambarkan sejahumana keberadaan kelembagaan yang berkaitan dengan mina-bisnis pada kawasan yang diidentifikasi; baik terkait input, proses, dan output, maupun kelembagaan pelaku utama, serta kelembagaan penunjang lainnya yang berkaitan dengan produksi dan peningkatan nilai tambah produk. Berdasarkan hal tersebut diatas, kelembagaan yang dipersyaratkan adalah pembentukan pokja minapolitan, adanya kelompok pembudidaya, lembaga penyedia input seperti pakan, pupuk, obat-obatan di kawasan minapolitan, adanya pasar ikan yang menampung hasil budidaya di kawasan minapolitan, tersedianya lembaga dan kemudahan akses modal dari lembaga permodalan (bank perkreditan rakyat) untuk modal usaha budidaya, tersedianya lembaga penyuluh yang membantu pembudidaya dalam memberikan informasi dan ilmu pengetahuan dan teknologi tentang budidaya ikan. Menilik kondisi yang dipersyaratkan, teidentifikasi beberapa permasalahan dalam hal kelembagaan yaitu lembaga pemerintah yang bertanggung jawab terhadap penataan ruang yaitu pokja minapolitan sampai dengan penelitian ini dilakukan belum terbentuk. Meskipun Kabupaten Gresik sudah tercantum dalam SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep. 32/MEN/2010 tentang penetapan kawasan minapolitan, banyak perangkat yang sedang disiapkan pemerintah daerah dalam hal ini oleh badan perencanaan daerah, dinas kelautan dan perikanan serta instansi terkait dengan program minapolitan untuk memenuhi persyaratan minapolitan. Kelembagaan input jasa di calon lokasi minapolitan belum terbentuk secara khusus. Input produksi yang dibutuhkan oleh pembudidaya adalah benih, pakan, pupuk dan probiotik. Kelembagaan penyedia input jasa yang terbentuk adalah kelembagaan informal antara pembudidaya dan pedagang berupa ikatan ekonomis. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 146

163 Pasar ikan yang menampung hasil budidaya tidak ditemui di lokasi penelitian. Kelembagaan pemasaran yang terbentuk adalah kelembagan kemitraan bisnis antara pembudidaya dan pengusaha. Komoditas udang telah dipasarkan sampai dengan pasar eksport dalam bentuk udang segar. Selain dijual untuk pasar ekspor, udang dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan lokal seperti restoran dan pasar regional. Hasil perikanan laiinnya adalah bandeng, banyak dipasarkan untuk memenuhi pasar lokal dan regional. Terkait dengan lembaga permodalan, modal usaha budidaya berasal dari modal sendiri dan supplier. Akses modal juga didapat dari lembaga permodalan (perbankan) dalam bentuk kredit usaha rakyat dari Bank Jatim yang memberikan kemudahan dalam hal peminjaman modal usaha. Terkait dengan aspek masyarakat kelautan dan perikanan, yang dipersyarakan dalam aspek tersebut adalah masyarakat memperoleh pendapatannya dari kegiatan perikanan, didominasi kegiatan budidaya ikan, pemasaran ikan, kegiatan pengolah hasil perikanan. Disamping itu, masyarakat mempunyai keterampilan berbudidaya, terbuka terhadap inovasi, kreatif dan terampil. Berdasarkan kondisi lapang aspek masyarakat dan bisnis telah memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam program minapolitan. Selanjutnya yang dipersyaratkan dalam sumber daya dan tata ruang yaitu memiliki sumber daya air atau perairan yang sesuai untuk di dikembangkan komoditi unggulan perikanan budidaya. Sedangkan untuk tata rang terdapat kesesuaian antara lokasi minapolitan dengan rencana tata ruang. Sumber daya air di calon lokasi minapolitan tidak terkontaminasi zat polutan dan tidak membahayakan kesehatan manusia dimana sumber daya air yang dimiliki adalah air tawar dan air payau dan sesuai dengan komoditas yang dikembangkan yaitu udang, bandeng dan nila. Berbeda dengan aspek sumber tata ruang, permasalahan yang didapati adalah rencana tata ruang dan wilayah belum dicanangkan dalam masterplan dan rencana pembangunan investasi jangka menengah (RPIJM) dimana masterplan dan RPIJM menjadi salah satu persyaratan dalam pelaksanaan program minapolitan. Namun demikian kegiatan ini akan dianggarkan dan dilakukan pada tahun Dibutukan komitmen pemerintah daerah dalam program minapolitan, dan aspek kebijakan dan governance diperlukan untuk tata kelola pemerintah yang kondusif yang diwujudkan dalam pembentukan pokja, penetapan SK Bupati/Walikota, penyusunan rencana induk, rencana pengusahaan dan rencana tindak serta kontribusi anggaran APBD atau sumber dana lain yang sah. Dilihat dari persyaratan yang ada, terdapat hal-hal yang belum sesuai dengan yang dipersyaratkan seperti pembentukan Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 147

164 kelompok kerja minapolitan dan penetapan lokasi minapolitan dalam SK Bupati yang masih dalam proses penyusunan. Selain itu mekanisme perimbangan kontribusi anggaran APBD atau sumber dana yang lain yang sah untuk program minapolitan di daerah masih menjadi hal yang ambigu bagi pemda. Telah terjalin koordinasi antar instansi pemerintah yang terkait baik dari pusat, propinsi, kota/kabupaten dan peningkatan sinkronisasi program antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar terjadi keselarasan dalam pelaksanaan program minapolitan. Sarana dan prasarana mendukung baik fisik maupun non fisik yang sesuai dengan fungsi keruangan dan keterkaitan fungsional dalam kawasan minapolitan termasuk dalam aspek infrastuktur. Infrastruktur yang ditetapkan terdiri dari sarana pendukung produksi seperti dari balai benih ikan (BBI), PPI, cold storage, pabrik es, pabrik pakan, pasar ikan, pasr benih ikan, pusat pengolahan ikan, saluran irigasi, stasiun pebgisian bahan bakar nelayan (SPBN). Selain sarana pendukung produksi, sarana umum seperti jaringan jalan dan aksesbilitas, transportasi, jaringan listrik, telekomunikasi, air bersih menjadi salah satu persyaratan yang ditetapkan, di samping itu sarana kesejahteraan seperti kesehatan, pendidikan, kesenian, rekreasi, perpustakaan dan swalayan Berdasarkan kondisi dilapangan belum terdapat BBI, dan untuk kebutuhan input produksi benih disediakan oleh swasta dan berasal dari hachery wilayah Tubah, Lamongan, Situbondo bahkan ada yang berasal dari daerah Jawa Tengah yaitu Jepara dan Rembang dan belum terdapat pusat pengolahan ikan. Kondisi saluran sungai yang dangkal sehingga perlu dibuat pintu air dan tanggul karena lokasi minapolitan termasuk daerah datar/flat dan normalisasi air sungai. Infrastuktur lain yang dirasa perlu juga dibangun adalah handling space sebagai tempat pendaratan ikan selagi panen. Kondisi permasalahan aspek generik di Kabupaten Gresik tercantum pada tabel 98. Tabel 98. Kondisi Permasalahan Aspek Generik di Kabupaten Gresik Aspek Generik Permasalahan Kelembagaan - Lembaga pemerintah yg bertanggung jawab terhadap penataan ruang dalam (kelompok kerja minapolitan) masih dalam proses - Belum terbentuk lembaga penyedia input secara khusus (input benih, pakan, pupuk.probiotik) - Belum terdapat lembaga pemaran berupa pasar ikan - Lembaga keuangan utk modal usaha budidaya belum ada, sebagaian besar permodalan berasal dari modal sendiri dan beberapa yang berasal dari supplier Masyarakat dan Bisnis - Sumberdaya dan Tata Ruang - Kawasan minapolitan sesuai dengan RTRWN tetapi Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 148

165 belum dituangkan dalam RPIJM & masterplan Kebijakan dan Governance - Belum ada penetapan SK Bupati untuk pelaksanaan minapolitan - Belum dibentuk Pokja Minapolitan Infrastruktur - Saluran irigasi sudah ada namun mengalami pendangkalan - Tidak ada saluran pembuangan limbah tambak - BBI ada tetapi masih kurang produksinya untuk memenuhi permintaan - Belum terdapat BBI, kebutuhan benih disediakan oleh swasta - Cold storage, pabrik es tersedia di calon lokasi sentra minapolitan - Pasar benih ikan dari luar kecamatan & kabupaten - Belum terdapat pusat pengolahan ikan Sumber: Data Primer diolah tahun 2010 B. Aspek Khusus Pembangunan wilayah yang menerapkan konsep minapolitan selain mempertimbangkan aspek genrik yang berupa aspek kelembagaan dan bisnis; aspek masyarakat; aspek sumberdaya dan tata ruang; aspek kebijakan dan governance dan aspek infrastruktur, harus juga memperhatikan aspek khusus seperti komoditas unggulan; kesesuian lahan, sistem usaha, konsumsi dan kebocoran serta perubahan iklim. Keterkaitan kedua aspek tersebut diharapkan dapat menciptakan multiplier effect terhadap perubahan regional. Penetapan komoditas unggulan di Kabupaten Gresik berdasarkan sektor unggulan yang sudah berkembang dan didukung oleh sektor hilirnya, kegiatan agribisnis yang banyak melibatkan pelaku dan masyarakat yang paling besar (seseuai kearifan lokal) dan mempunyai skala ekonomi yang menungkinkan untuk dikembangkan dengan orientasi lokal (Bappeda, 2008). Berdasarkan hal tersebut maka udang dan bandeng ditetapkan sebagai komoditas unggulan. Dalam perkembangan, ikan nila banyak diusahan oleh masyrakat karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Dalam menentukan komoditas tentunya juga memperhatikan kesesuian lahan budidaya. Wadah budidaya yang terdapat di Kabupaten Gresik adalah tambak air payau dan air tawar. Jenis ikan yang dibudidayakan yaitu udang, bandeng dan ikan nila dapat berkembang dengan baik di tambak air tawar dan air payau. Pengembangan produksi perikanan budidaya di Kabupaten Gresik telah terdapat kesusuaian lahan dengan komoditas unggulan yang ditetapkan. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, permasalahan aspek khusus yang ditemukan di lokasi penelitian adalah sistem usaha. Sistem usaha yang dimaksud adalah input benih, input pakan, input lainnya serta tenaga kerja. Pada sistem usaha yang menjadi permasalah utama adalah input benih dan input pakan. Input benih yang Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 149

166 digunakan oleh responden berasal pihak swasta berasal dari luar Kabupaten Gresik seperti berasal dari Kabupaten Tuban, Situbondo, Lamongan bahkan dari luar propinsi Jawa Timur benih berasal dari Kabupaten Jepara dan Kabupaten Rembang (Jawa Tengah). Kabupaten Gresik memperoleh benih dari luar kabupaten dikarenakan ketidaksesuaian lahan untuk memproduksi benih udang. Sementara yang dibudidayakan di Kabupaten Gresik adalah benih dalam glondongan/tongkolan. Begitu pula dengan input pakan, tidak terdapat pakan di Kabupaten Gresik. Input pakan berasal dari Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Jombang. Dikarenakan letak Kabupaten Gresik yang berdekatan dengan ibu kota Propinsi, distribusi input pakan tidak menjadi kendala. Walaupun demikian, di lokasi penelitian sudah terdapat pedagang pengumpul pakan yang menjadi perantara bagi pembudidaya untuk memperoleh input pakan dengan harga pabrik. Sementara input sarana produksi perikanan laiinya telah tercukupi dalam kabupaten sendiri. Banyak poultry shop yang menyediakan sara produksi perikan, bahkan untuk kebutuhan probiotik terdapat pabrik PT. Petrokimia Gresik yang memproduksi probiotik tersebut. Sedangkan untuk kebutuhan tenaga kerja berasal dari dalam Kabupaten juga, dan tenaga kerja untuk pembudidaya di Kecamatan Sidayu juga berasal dari Kecamatan Sidayu. Oleh karena input pakan benih dan input pakan, berasal dari luar Kabupaten Gresik permasalahan aspek khusus laiinya yang muncul adalah terjadinya kebocoran. Kondisi ini menyebabkan perputaran uang yang seharusnya bisa menambah pendapatan daerah terserap oleh daerah lain. Untuk mngurangi kebocoran yang dapat dilakukan adalah memaksimalkan penumbuhan unit pembenihan rakyat dalam skala rumah tangga, meskipun kondisi ini belum mampu memenuhi kebutuhan input benih setidaknya mengurangi tingkat kebocoran. Untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga meskipun di Kabupaten Gresik sudah tersedia sarana pertokoan, perbelanjaan dan pasar untuk kebutuhan sehari-hari, untuk memenuhi kebutuhan tersebut masyarakat terkadang membeli kebutuhan rumah tangga di Kota Surabaya karena lokasi yang berdekatan. Demikian halnya dengan kebutuhan non konsumsi rumah tangga seperti pendidikan, kesehatan, hiburan dan pariwisata, masyarakat memenuhi kebutuhan tersebut di Kota Surabaya ataupun kabupaten/kota disekitar Kabupaten Gresik. Dalam melakukan usaha budidaya, struktur biaya budidaya udang dan bandeng untuk rata-rata luasan budidaya 4 ha memerlukan investasi sebesar Rp ; biaya tidak tetap Rp ; biaya tetap Rp Total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp , dengan penerimaan Rp dan keuntungan sebesar Rp dalam satu siklus produksi. Diketahui bahwa usaha Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 150

167 budidaya pada skala usaha kecil memiliki nilai keuntungan dan R/C ratio yang paling rendah yaitu 1. Struktur biaya budidaya udang dan bandeng tergambar pada tabel 99. Tabel 99. Struktur Biaya Budidaya Udang dan Bandeng, 2010 No KATEGORI BIAYA NILAI (RP) KETERANGAN 1 Investasi Biaya tetap Biaya tidak tetap Rata-rata luasan lahan produktif 4 ha 4 Total Biaya dengan komoditas udang & bandeng 5 Penerimaan Margin R/C 1 Sumber : Data Primer Diolah, 2010 Peningkatan komoditas unggulan dapat dilakukan dengan melakukan cara budidaya ikan yang baik (CBIB). Di lokasi penelitian CBIB tidak semua pembudidaya melakukan CBIB. CBIB hanya dilakukan oleh pembudidaya yang mempunyai skala usaha besar (semi intensif dan intensif). Permodalan menjadi kendala dalam menerapkan CBIB. Penerapan CBIB akan mempengaruhi pengelolaan budidaya, kondisi alam saat ini yang cenderung mulai jenuh menyebabkan timbulnya banyak penyakit pada ikan dan kondisi lahan. Meskipun belum menerapkan CBIB dalam pengelolaannya, pembudidaya tidak menggunakan obat-obat untuk mempercepat panen. Obatan-obatan dan vitamin digunakan untuk mengatasi penyakit dan memperbaiki kondisi lahan budidaya. Gambar 16 berikut menujukkan jalur distribusi sarana input produksi dan pemasaran komoditas unggulan di calon kawasan minapolitan. Jawa Timur Surabaya Kab. Gresik Pasar Lokal Lamongan Keterangan : PAKAN Sidoarjo Kec. Dukun Kecamatan Sidayu Tuban Benih Jombang Kec. Bungah Tulungagung Pemasaran Regional Jepara Ekspor Jawa Tengah Rembang Gambar 16. Jalur Distrubusi Sarana Input Produksi dan Pemasaran Komoditas Unggulan di Calon Kawasan Minapolitan Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 151

168 Terkait dengan perubahan iklim, dapat menyebabkan berbagai dampak baik terhadap lingkungan biofisik, sosial dan ekonomi. Dampak perubahan iklim terhadap usaha budidaya adalah penyakit pada udang, salinitas dan kondisi lahan yang kekurangan unsur hara. Pola adapatasi yang dilakukan oleh pembudidaya adalah penurunan jumlah pada tebar, pengaturan sirkulasi air, serta panen sebelum waktunya. Penyakit pada ikan sampai saat ini menjadai kendalan utama bagi pembudidaya, karena pengobatan untuk penyakit udang belum bisa diatasi secara maksimal. Permasalah aspek khusus secara sederhana digambarkan pada tabel 100. Tabel 100. Kondisi Permasalahan Aspek Khusus di Kabupaten Gresik Aspek Khusus Kesesuaian Komoditas unggulan Sistem Usaha Konsumsi dan Kebocoran Dampak Perubahan Iklim Sumber: Data Primer diolah tahun 2010 Permasalahan Komoditas unggulan yang ditetapkan sudah sesuai dengan potensi lahan yg tersedia - Input Benih didapatkan dari luar kabupaten, kualitas benih masih belum bersertifikat - Mortalitas ikan cukup tinggi - Hama penyakit - Adanya kebocoran PAD karena Sebagian besar masyarakat membeli kebutuhan sandang di Kota Surabaya. Karena jaraknya yang lebih dekat ke Kota Kota Surabaya - Dampak perubahan iklim menimbulkan perubahan suhu dan timbulnya berbagai penyakit Kabupaten Jambi A. Aspek Generik Pada aspek sumberdaya dan tata ruang, kecamatan Pemayung yang menjadi kawasan minapolitan sudah sesuai dengan RTRW Kab. Batanghari. Terdapat 8 desa yang menjadi kawasan minapolitan, yaitu Desa Kubu Kandang, Kuap, Teluk Ketapang, Lubuk Ruso, Ture, Senaning, Pulau Betung dan Lopak Aur. Dari ke-8 desa tersebut berada di satu kawasan DAS Batanghari, dan yang menjadi sentra minapolis adalah Desa Lubuk Ruso. Kawasan tersebut terdapat lokasi yang belum dimanfaatkan. Berdasarkan sumberdaya air, di kawasan tersebut sumberdaya air berasal dari air tanah dan hujan. Para pembudidaya di kawasan minapolitan terutama di Desa Lubuk Ruso memulai usaha budidaya ikan Patin sejak tahun Komoditas yang dibudidayakan adalah ikan Patin dan juga Nila. Berdasarkan hasil budidaya, sumberdaya air di kawasan tersebut cocok untuk budidaya ikan Patin dan Nila. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden di Desa Lubuk Ruso, terkadang terjadi banjir di beberapa wilayah terutama di Desa Lubuk Ruso. Hal ini terjadi jika air Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 152

169 sungai Batanghari meluap. Kasus banjir ini pun terjadi di Desa Pulau Betung pada saat siklus I budidaya Patin (sekitar tahun 2010). Pada aspek masyrakat dan bisnis, sebagian besar latar belakang pekerjaan para pembudidaya adalah sektor pertanian dan perkebunan. Usaha budidaya di kawasan minapolitan dimulai pada tahun Sehingga pengalaman usaha budidaya di kawasan minapolitan masih relatif baru. Sehingga teknik budidaya belum dikuasai secara keseluruhan. Dalam hal ini diperlukan tambahan pengetahuan dan wawasan melalui pelatihan budidaya. Selama berbudidaya, para pembudidaya di kawasan minapolitan selalu didampingi oleh penyuluh. Pada aspek infrastruktur, di kawasan minapolitan infrastruktur yang sudah dibangun adalah sarana pendukung budidaya (kolam), sarana umum (jalan, listrik) dan sarana kesejahteraan (sekolah, mesjid, perpustakaan, puskesmas). Infrastruktur yang sangat diperlukan di kawasan ini adalah listrik di kawasan perkolaman. Listrik sudah dibangun di wilayah permukiman. Selain itu belum ada sarana pendukung usaha budidaya yaitu pasar ikan, pasar benih dan pabrik pakan. Di Desa Lubuk Ruso, terdapat 5 (lima) kelompok pembudidaya, yang masingmasing beranggotakan rata-rata 10 orang pembudidaya. Masing-masing kelompok mengelola kolam yang jumlahnya sama dengan jumlah anggota. Sedangkan pembagian hasil tergantung masing-masing kelompok. Di Lubuk Ruso, masing-masing kolam berada di lahan masing-masing anggota, sehingga setiap anggota mandapatkan hasil berdasarkan hasil panen dari kolamnya, sedangkan di Desa Tore, areal kawasan kolam dimiliki oleh 3 orang anggota, sehingga pembagian hasilnya adalah 10% untuk pemilik lahan, 70% untuk anggota dan 20% untuk kas kelompok. Selain kelompok pembudidaya, belum terbentuk kelembagaan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pembentukan kelembagaan lain terutama penyedia input, lembaga pemasaran dan jasa permodalan. Hal yang dapat dilakukan adalah pembentukan koperasi. Pada aspek kebijakan, Pemerintah daerah Kabupaten Batanghari sangat mendukung program minapolitan. Hal ini diwujudkan dalam SK Bupati Batanghari No. 286.A tahun 2008 Tentang Kawasan Minapolitan Kab. Batanghari, SK Bupati Batang Hari No. 609 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA) Pengembangan Kawasan Minapolitan dan Masterplan Kawasan dan Rencana Pembangunan Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Minapolitan Pemayung tahun Selain itu Pemda Batanghari mengalokasikan APBD untuk pelaksanaan program minapolitan ini. Berikut adalah tabel kondisi aspek-aspek generik yang ada di Kabupaten Batang Hari; Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 153

170 Tabel 101. Kondisi Permasalahan Aspek Generik di Kabupaten Jambi Aspek Generik Permasalahan Kelembagaan - Kelembagaan pelaku utama sudah terbentuk namun ketrampilan teknologi budidaya dan manajemen wirausaha masih kurang. Hal ini karena pengalaman budidaya masih baru - Kelembagaan permodalan/keuangan belum terbentuk - Belum tersedianya kelembagaan pemasaran ikan. - Ikan dijual ke pedagang pengumpul dan pengecer yang dating ke kolam - Koperasi belum terbentuk Masyarakat dan Bisnis - Seluruh pembudidaya masih pada level pemula - Teknologi masih tradisional - Informasi pasar masih terbatas, pemasaran melalui pengumpul - Produk olahan ikan Patin (Patin Asap) masih sangat kurang Sumberdaya dan Tata Ruang - Perlu diperhatikan kondisi lingkungan, karena termasuk daerah yang rawan banjir. - Terintegrasinya hirarki fungsional antara kawasan sentra minapolitan dengan kawasan pendukung sudah terjalin tetapi belum optimal (penyediaan benih oleh desa pendukung) Kebijakan dan Governance - Adanya komitmen dari pemerintah daerah khususnya di level kabupaten untuk mensukseskan program minapolitan - Koordinasi antara level pemerintahan dana antar instansi (co: PU) sudah terjalin baik Infrastruktur - Belum ada penerangan jalan di dalam desa - Tidak tersedia sarana transportasi umum, sehingga pembudidaya harus menyediakan transportasi sendiri - Belum terdapat pasar ikan dan pasar benih ikan di lokasi sentra Sumber: Data Primer diolah tahun 2010 B. Aspek Khusus Pada awalnya pembudidaya di Desa Lebak ruso, pemda memberikan suntikan modal sebesar 3 juta untuk mencetak kolam dan bantuan 7 sak pakan dan benih. Kolam yang ada di cetak dalam ukuran 12 x 25 m dengan kedalaman kurang lebih 1 s/d 1,5 m. Biaya yang harus dikeluarkan hingga panen ± Rp 10 juta. Kekurangan modal sebesar 7 juta ditanggung sendiri oleh pembudidaya. Lahan dimiliki sendiri oleh pembudidaya. Biasanya lahan tersebut merupakan areal sawah yang dialihfungsikan sebagai kolam dikarenakan laba yang didapatkan dari padi terus menurun. Para pembudidaya ini juga belum memiliki alat panennya sendiru sehingga mereka harus menyewa dengan biaya ± Rp ,-/ panen. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 154

171 Pakan yang dibuat sendiri oleh kelompok budidaya. Mereka masih mengandalkan pakan pabrikan yang harganya relatif mahal. Pakan yang diberikan pada saat ikan masih kecil yaitu pelet udang dengan harga Rp ,-/ 10 kg. Setelah umur 1 bulan ikan diberikan pakan 88-2 dengan harga ,-/30 kg. Lalu setelah umur 2-3 bulan diberikan pakan 88-3 dengan harga ,-/30 kg. Di atas umur 3 bulan, ikan diberi pakan 333 dengan harga ,-/50 kg. Terkadang, untuk mempercepat pertumbuhan patin, pembudidaya memberikan miwon (semacam vetsin) ke pakan agar ikan patin bertambah besar. Kolam yang ada di daerah ini juga diberi kaporit dan pupuk untuk mengurangi kadar asam dan menghilankan kekeruhan air. Mengenai tenaga kerja, mereka rata-rata bekerja secara kelompok dan terdapat spesialisasi pembagian pekerjaan. Terdapat beberapa orang yang bertugas memberikan pakan, jaga malam dan sifatnya bergilir. Jika tiba saat panen, seluruh anggota kelompok bergotong royong untuk melakukan panen. Ikan yang berhasil di panen dijual ke pedagang keliling untuk dijual langsung ke konsumen penduduk sekitar. Selain pedagang keliling di kawasan ini juga terdapat pengumpul yang mengumpulkan ikan untuk kemudian dijual ke Pasar Angso Duo di Kota Muaro Jambi. Terdapat pula beberapa pengolah yang membeli ikan untuk dijadikan bahan olahan ikan seperti ikan salai, abon dan produk olahan lainnya, tetapi jumlahnya masih sangat terbatas. Berikut adalah jalur pemasaran Kabupaten batanghari: Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 155

172 PROV. JAMBI KAB. BATANGHARI Kec. Pemayung Desa Kubu Kandang, Kuap, Teluk Ketapang, Lopak Aur, Pasar Lokal Pengolah: Desa Senaning Lubok Ruso Pembenih: Desa Pulau Betung & Ture Kota Jambi Pasar Regional Ja karta La mpung Pakan Gambar 17. Saluran Pemasaran Benih dan Ikan di Kabupaten Jambi Hasil uang yang diperoleh oleh pembudidaya ikan, mayoritas digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, membeli keperluan sandang dan ada juga yang dipakai untuk modal kembali. Namun mereka biasanya membelanjakan uang mereka di Kota Jambi yang lebih maju pusat perbelanjaannya. Terkait dengan aspek perubahan iklim, pembudidaya mengaku belum merasakan perubahan ini. Kecuali untuk pembudidaya karamba yang mengeluhkan kualitas air sungai, pembudidaya kolam mengaku tidak merasakan dampak apapun yang terkait dengan perubahan iklim. Berikut adalah tabel aspek-aspek khusus di Kabupaten Batang Hari: Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 156

173 Tabel 102. Kondisi Permasalahan Aspek Khusus di Kabupaten Jambi Aspek Khusus Permasalahan Kesesuaian Komoditas unggulan Komoditas unggulan yang ditetapkan sudah sesuai dengan potensi lahan yg tersedia Sistem Usaha - Input Benih didapatkan dari Balai Benih Ikan dan UPR, namun kualitas benih masih belum bersertifikat - Input Pakan masih harus didatangkan dari Kota Jambi - Input lainnya masih didatangkan dari Kota Jambi dan sebagian tersedia di pasar kecamatan - Metode budidaya belum memenuhi standar CBIB Konsumsi dan Kebocoran - Adanya kebocoran PAD karena Sebagian besar masyarakat membeli kebutuhan sandang di Kota Jambi. Karena jaraknya yang lebih dekat ke Kota Jambi Dampak Perubahan Iklim - Dampak perubahan iklim belum terasa, karena pengalaman budidaya masih belum lama Sumber: Data Primer diolah tahun Kabupaten Kotawaringin Barat Berdasarkan persyaratan minapolitan, kelembagaan harus dibentuk dalam pelaksanaan minapolitan. Lembaga tersebut adalah lembaga yang bertangguang jawab terhadap penataan ruang, lembaga pelaku utama, lembaga penyedia input, lembaga pemasaran, lembaga modal, lembaga penyuluh. Kab. Kobar belum membentuk lembaga pokja minapolitan. Hal ini karena program minapolitan belum dilaksanakan. Hal ini disebabkan adanya kendala internal mengenai pilkada. Pada saat survey ini dilaksanakan, belum ada pejabat bupati yang syah. Selain itu Kab. Kobar belum mempunyai RTRW dan masterplan untuk program minapolitan ini. Sehingga program minapolitan ini belum dilaksanakan. Program minapolitan yang dijalankan baru terbatas koordinasi dengan Pemerintah Pusat. Lembaga penyedia input produksi belum terbentuk di Kecamatan Kumai, tetapi sudah ada lembaga input produksi untuk pertanian. Di Kec. Kumai, komoditas budidaya yang berkembang adalah Udang, Bandeng dan rumput laut. Input produksi yang yang diperlukan untuk budidaya udang dan bandeng adalah pupuk. Berdasarkan hasil wawancara, para pembudidaya mendapatkan kesulitan mendapatkan pupuk, terutama pupuk bersubsidi, karena pupuk bersubsidi diperuntukan untuk petani Kelapa sawit. Sedangkan di Kec. Arut Selatan, telah tersedia lembaga penyedia input yang menyediakan pakan buatan. Lembaga penyedia input ini adalah pembudidaya berskala besar. Koperasi belum terbentuk baik di Kecamatan Kumai maupun di Kecamatan Arut Selatan. Di Kecamatan Arut Selatan, pembentukan koperasi terhambat karena Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 157

174 beberapa pembudidaya besar keberatan membentuk koperasi. Hal ini mungkin karena para pembudidaya besar ini merupakan juga lembaga penyedia input. Di Kab. Kotawaringin Barat, pembudidaya tidak mengetahui tentang program minapolitan. Sebagian besar dari mereka juga tidak mengetahui adanya local knowledge apa yang mereka dapat gunakan untuk bisa mendukung program minapolitan. Sebagian besar masyaarakat di Kecamatan Kumai memperoleh pendapatannya dari perikanan, mulai dengan pembudidaya udang, bandeng, rumput laut, nelayan dan pengolah perikanan. Kegiatan perekonomian didominasi oleh perikanan. Di desa Teluk Bogam, para pembudidaya rumput laut memiliki keterampilan budidaya yang masih terbatas. Hal ini karena pengalaman budidaya yang memang masih baru. Akses untuk mendapatkan informasi masih terbatas karena lokasi yang memang jauh dari kota. Tetapi pembudidaya rumput laut dan pengolahan hasil perikanan selalu mencari perkembangan dan terobosan baru dengan membaca buku dan trial and error sehingga mereka terus mengembangkan usaha mereka agar dapat menguntungkan dan bisa memiliki daya saing yang cukup tinggi. Masterplan dan RTRW belum ada karena masih dalam proses menentukan minapolitan budidaya atau minapolitan tangkap. Dengan dua potensi yang sama-sama cukup besar dan sama-sama punya kelebihan dan kelemahan di kedua sisi. Pada saat survey ini dilaksanakan, Pemerintah Kotawaringin Barat masih belum menentukan jenis minapolitan apa yang akan mereka tetapkan. Berdasarkan persyaratan minapolitan, infrastruktur, sarana dan prasarana yang telah ada lebih mendukung untuk program minapolitan tangkap. Tetapi budidaya mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan. Selah satunya adalah komoditas rumput laut. Sumberdaya perairan sangat mendukung pertumbuhan rumput laut. Selain kondisi pantai yang cocok, juga kualitas air dan kondisi lingkungan yang masih bebas dari polusi dan pencemaran lingkungan. Komitmen pemerintah daerah belum dituangkan dalan SK bupati, sehingga dokumen yang lain seperti masterplan dan RPIJM belum dapat dibentuk. Begitu pula konstribusi anggaran APBD. Pada saat survey dilaksanakan belum ada pejabat tertinggi (Bupati) yang syah. Sehingga kontribusi anggaran APBD belum dapat dilaksanakan. Hal lain yang menjadi masalah pada aspek kebijakan dan governance, kurangnya koordinasi dan komunikasi antara pemerintah propinsi dan kabupaten. Sehingga tidak terjadi sinkronisasi dalam pengambilan keputusan. Untuk sarana pendukung perikanan, Belum berfungsinya cold storage. Hal ini dikarenakan belum adanya pasokan listrik yang memadai ke wilayah PPI Kumai. Pada saat Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 158

175 pembanngunan cold storage sudah ada kesepakatan dengan pihak PLN dalam hal pasokan listrik. Tetapi secara keseluruhan PLN memang belum mampu memasok listrik ke wilayah Kumai, sehinga jika PLN memenuhi pasokan listrik untuk cold storage maka akan menimbulkan konflik dengan masyarakat sekiitarnya. Saluran irigasi di daerah tambak sudah terdapat saluran irigasi, tetapi ada kesalahan konstruksi, sehingga menimbulkan permasalahan di budidaya. Pada saat FGD hasil kajian minapolitan di Kab. Kobar, antara Dinas KP dan Dinas PU telah sepakat untuk duduk bersama membahas masalah infrastruktur ini. Sarana Umum yang ada antara lain Kondisi jalan menuju sentra produksi udang/bandeng dan rumput laut, di Kubu, Sei Bakau dan Teluk Bogam mengalami rusak parah. Selain itu tidak ada transportasi menuju kesana. Jaringan listrik dan telekomunikasi pun belum memadai. Jaringan listrik masih terbatas di wilayah perkampungan penduduk, di daerah tambak dan jalan belum ada listrik. Masyarakat di lokasi tersebut mengandalkan air hujan dan air tanah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tabel 103. Kondisi Permasalahan Aspek Generik di Kabupaten Kotawaringin Barat Permasalahan Aspek Generik Aspek Kelembagaan Kelembagaan Pokja - Kelembagaan pokja minapolitan belum terbentuk Monapolitan Kelembagaan Modal - Kelembagaan permodalan/keuangan sudah ada namun petani masih sulit untuk diakses petani Kelembagaan - Sudah kelembagaan pemasaran rumput laut tetapi masih mencari Pemasaran pemasaran keluar daerah. Terdapat TPI ttetapi tidak berfungsi karena dikuasai oleh tengkulak Kelembagaan Input - Sudah tersedianya kelembagaan penyedia input (sub agen) Koperasi - Di Kec. Kumai, sudah terbentuk koperasi, namun masih kurang memenuhi kebutuhan petani karena ada di PPI Aspek Masyarakat dan Bisnis Informasi Pasar - Informasi pasar masih terbatas, pemasaran melalui pengumpul Diversifikasi Produk - Ikan dijual dalam bentuk hidup atau segar. Aspek Sumberdaya dan Tata Ruang Kesesuaian Lahan - Masih banyak lahan yang belum termanfaatkan secara optimal, karena kekurangan modal usaha - Kawasan sentra minapolitan belum ditetapkan Tata Ruang Kawasan - Masterplan dan RTRW belum ada karena masih dalam proses menentukan minapolitan budidaya atau minapolitan tangkap Aspek Kebijakan dan Governance Komitmen - Pemda Kab. Kobar belum menunjukkan komitmennya melalui SK Bupati dan kontribusi APBD Koordinasi antar - Belum ada koordinasi antara level pemerintahan dan juga instansi Instansi terkait Kesiapan Masterplan, - Belum adanya masterplam, RTRW, RPIJM RTRW, RPJM Aspek Infrastruktur Saluran Irigasi - Kondisi saluran irigasi perlu perbaikan Jalan - Kondisi jalan perlu perbaikan Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 159

176 Permasalahan Aspek Generik Listrik - Tidak ada pasokan listrik yang cukup untuk mengoperasikan cold storage;. Pasar - Terdapat pasar ikan di kumai tapi jaringan pasar masih dikuasai oleh tengkulak. Sumber: Data Primer diolah Tahun 2010 Pada tahun 2003, Pemda Kab. Kobar melalui SK Bupati Kotawaringin Barat No.050/200/BAPP/2003 Tentang penetapan potensi unggulan yang sesuai potensi dan propek komoditai unggulan pertanian, menetapkan lada dan udang sebagai komoditas unggulan. Tetapi sejak tahun 2009, Udang tidak lagi menjadi komoditas unggulan. Karena produksi Udang semakin menurun. Berkaitan dengan program minapolitan. Komoditas yang potensial dapat menjadi komoditas unggulan adalah nila, rumput laut dan udang. Input produksi sebagian besar berasal dari luar daerah. Benih berasala dari pulau Jawa, udang dari Jawa Timur. Belum ada pabrik pakan sehingga pakan didatangkan dari luar daerah. Masalah yang dtimbul adalah harga pakan yang tinggi dan kesulitan memperoleh benih. Masalah lain adalah pemasaran. Karena masih adanya fluaktuasi harga dan juga harga masih dikendalikan oleh tengkulak. Tabel 104. Kondisi Permasalahan Aspek Khusus di Kabupaten Kotawaringin Barat Sistem Usaha Benih Pakan Input Lain Cara Budidaya Ikan yang Baik Konsumsi dan Kebocoran Penerimaan Daerah Permasalahan Aspek Khusus - Benih masih dipasok dari luar daerah. Kecuali Rumput laut. - BBI belum mampu memenuhi kebutuhan benih - Sulitnya mendapatkan benih merupakan kendala produks - Tidak terdapat pabrik pakan, sehingga pakan masih didatangkan dari luar daerah. - Harga pakan yang tinggi - Harga pupuk yang tinggi - Pembudidaya di sentra produksi (Desa Kubu, Sei Bakau, Teluk Bogam) membeli input produksi di kota kecamatan - Metode budidaya belum memenuhi standar CBIB - Masih ada asset (PPI) milik Pemerintah Pusat yang berada di Kab.Kobar sehingga mempunyai kendala dalam manajemennya. - Pemda Kab. Kobar belum menunjukkan komitmennya melalui SK Bupati dan kontribusi APBD Dampak Perubahan Iklim Penurunan kuantitas produksi - Perubahan iklim cukup dirasakan oleh pembudidaya Sumber: Data Primer diolah tahun 2010 Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 160

177 Di kawasan sentra produksi, masih terdapat kebocoran-kebocoran. Dalam konsep minapolitan, kebocoran perlu dicegah. Kebocoran terjadi jika orientasi mengkonsumsi barang dan jasa banyak dilakukan di luar. Hal ini bertujuan untuk mendorong peningkatan pendapatan daerah. Maka penting akses pada pusat-pusat pelayanan untuk menciptakan income multiplication. Menurunkan biaya-biaya konsumsi barang dan jasa di kawasan minapolitan. Berdasarkan hasil penelitian, masih terdapat kebocoran yang terjadi di Kabupaten Kobar. kebocoran yang terjadi adalah penyediaan sarana input (benih, pupuk, pakan) dan juga kebutuhan rumahtangga Analisis Peluang Perbaikan Terkait dengan Permasalahan Aspek-Aspek Generik dan Aspek Khusus dalam Penerapan Minapolitan Rencana strategis, program, dan pedoman-pedoman pelaksanaan minapolitan telah secara cukup komprehensif mencakup berbagai bentuk arahan, rambu-rambu dan persyaratan. Namun dalam implementasinya, model minapolitan di beberapa wilayah penelitian sangat beragam versi, kondisi, maupun kinerjanya. Hasil kajian Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan menunjukkan adanya berbagai permasalahan dan kendala pada berbagai aspek, termasuk aspek kebijakan dan kepemerintahan, kelembagaan, sumberdaya dan tata ruang serta masyarakat dan sistem minabisnis. Berikut adalah pelajaran-pelajaran yang dapat dipetik dari hasil kajian BBRSE tersebut Aspek Kelembagaan Pengamatan di berbagai lokasi calon wilayah pengembangan minapolitan menunjukkan adanya keragaman kondisi dan situasi terkait dengan aspek kelembagaan. Namun demikian, pencermatan secara lebih mendalam mengisyaratkan adanya benang-benang merah tentang permasalahan umum yang terjadi pada aspek tersebut di lokasi-lokasi tersebut. Berikut adalah rangkuman dari pengamatan tersebut. Di Malang, semua desa yang ditetapkan sebagai sentra maupun daerah hinterland telah memiliki kelompok-kelompok pembudidaya baik yang sudah berdiri lama maupun yang baru dibentuk dalam rangka mendukung program Minapolitan. Untuk kawasan Wajak, kelompok pembudidaya yang ada memang sudah diarahkan untuk mendukung program Minapolitan dan sudah ada sosialisasi sejak tahun 2009 yang lalu. Kelompok-kelompok budidaya ini memiliki beberapa anggota yang mempunyai klasifikasi usaha yang berbeda antara lain: pembenihan, pendederan dan pembesaran. Kelompok-kelompok ini juga sudah diberdayakan oleh dinas dengan Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 161

178 memberikan bantuan misalnya seperti mesin pembuat pakan seharga 40 juta yang dapat digunakan secara bersamaan oleh anggota kelompok untuk menekan biaya pakan yang tinggi. Selain itu, ketua kelompok bertugas untuk melaporkan kegiatan kelompok kepada para anggota sehingga tercipta keterbukaan khususnya dalam bidang keuangan. Ketua kelompok juga biasanya memberikan sosialisasi kepada para anggota mengenai teknis budidaya yang baik karena rata-rata para pembudidaya memiliki pengalaman usaha kurang dari satu tahun. Sebelumnya, pembudidaya ini hanya bertani mendong dan kini mereka melakukan usaha budidaya minamendong. Aspek kelembagaan yang belum terlihat adalah kelembagaan finansial. Para pembudidaya ini masih tidak mengetahui dan kesulitan untuk mencari pinjaman modal jika mereka sudah tidak lagi dibantu oleh pemda setempat. Bank-bank yang ada mempunyai kecenderungan untuk tidak memberikan pinjaman kepada pelaku usaha budidaya ikan karena menganggap bisnis perikanan tidak dapat diprediksi dan mempunyai resiko yang tinggi. Di kawasan minapolitan Kabupaten Boyolali, telah terbentuk kelembagaan pelaku utama, baik di sentra produksi maupun di hinterland. Sedangkan kelembagaan penyedia sarana input jasa, kelembagaan pemasaran dan kelembagaan permodalan belum terbentuk. Kelembagaan pelaku utama yang terbentuk adalah Kelompok Karya Mina Utama yang berdomisili di Desa Tegalrejo Kecamatan Sawit dan beranggotakan sebanyak 101 orang. Kegiatan dalam kelompok Karya Mina Utama ini adalah pembesaran ikan lele. Keberadaan kelembagaan memberikan keuntungan kepada anggotanya dengan diberikan bantuan benih ikan lele kepada anggota kelompok. Di samping itu untuk mendukung kegiatan usaha pembesaran ikan lele diberikan juga bantuan berupa bak penampung air dan pompa air yang dipasang di kawasan perkolaman ikan Lele. Kelembagaan lain adalah kelembagaan penyedia input produksi. Kelembagaan penyedia input yang telah terbentuk adalah kelembagaan pembenihan atau Unit Pemebnihan Rakyat (UPR). UPR ini berada di kawasan hinterland minapolis yaitu di Kecamatan Teras dan Kecamatan Banyudono. Meskipun kelompok UPR ini sudah memproduksi benih Lele, tetapi belum dapat memenuhi permintaan dari kelompok pembesaran di Desa Tegal Rejo atau Kampung Lele. Persyaratan yang diinginkan oleh kelompok pembesaran adalah ukuran mencapai 7-8 inchi, jumlah dan kontinuitas. Kelompok pembesaran di kampong Lele, memperoleh benih dari Kabupaten Tulungagung Jawa Timur. Kelembagaan penyedia input jasa lainnya seperti pakan, obatan dan vitamin yang terbentuk dalah adanya ikatan ekonomis yaitu antara Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 162

179 pembudidaya dan pedagang terutama ikan ekonomis antara pembudidaya dan perusahaan pakan karena pakan merupakan unsur terbesar dalam usaha budidaya perikanan. Demikian halnya dengan kelembagaan pemasaran juga terjadi hubungan ekonomis antara pembudidaya dan pedagang pengumpul, dimana para pedagang pengumpul berada di luar Kabupaten Boyolali. Setiap pembudidaya telah mempunyai pedagang pengumpul dan pangsa pasar terbesar untuk pemasaran ikan lele adalah Daerah Istimewa Yogyakarta. Terkait dengan masalah permodalan dengan turut campurnya pemerintah daerah, saat ini usaha budidaya perikanan telah mendapatkan kepercayaan dari perbankan. Baik dari bank pemerintah maupun swasta telah mengucurkan bantuan modal kepada pembudidaya. Permasalahan yang terkait dengan kelembagaan adalah kelembagaan pelaku usaha yang terbentuk belum menunjukkan perannya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kelembagaan pelaku utama. Pada saat penelitian dilakukan terjadi konflik internal antara anggota dan pengurus mengenai bantuan benih ikan lele. Kelembagaan lain yang telah terbentuk adalah kelembagaan penyedia input jasa sama halnya dengan kelembagaan pelaku utama, kelembagaan ini juga tidak berperan sebagai penyuplai benih untuk kawasan sentra produksi. Kelembagaan permodalan yang ada saat ini hanya bank, kelembagaan permodalan yang berasal dari masyarakat dan oleh masyarakat seperti koperasi perikanan tidak dijumpai di lokasi penelitian. Tabel berikut menunjukkan kondisi dan permasalahan aspek kelembagaan yang ada di kabupaten Boyolali Di Palangkaraya, lokasi yang akan dijadikan kawasan minapolitan merupakan kawasan eks-area pramuka yang sudah tidak aktif yang berada di Kecamatan Sebangau. Sehingga pada lahan tersebut belum ada masyarakat yang melakukan kegiatan budidaya ikan. Walaupun wilayah ini cukup potensial karena berada di DAS Sebangau, masih perlu kajian lanjutan untuk menguji kualitas air. Bila mengacu pada Pedoman Pengembangan Minapolitan yang disusun oleh Ditjen Perikanan Budidaya KKP, bahwa salah satu syarat lokasi dijadikan kawasan minapolitan adalah di lokasi tersebut sebagian besar penduduknya mempunyai pendapatan yang berasal dari kegiatan budidaya. Sehingga lokasi ini sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk dijadikan kawasan minapolitan. Sementara itu, di kecamatan-kecamatan lainnya, seperti di kecamatan Pahandut, kelompok pembudidaya memang sudah ada. Di beberapa lokasi ada yang masih aktif dan ada juga yang sudah bubar. Hal ini disebabkan tujuan pembuatan kelompok pembudidaya tersebut semata-mata hanya untuk menerima bantuan dari Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 163

180 pemerintah maupun pihak swasta, akan tetapi yang justru menerima bantuan adalah kelompok lainnya. Koperasi pembudidaya perikanan di Palangkaraya belum berkembang. Masih terdapat persepsi masyarakat, bahwa koperasi hanya diperuntukan untuk pembudidaya yang butuh bantuan saja. Kelembagaan finansial lainnya, seperti perbankan masih sulit diakses masyarakat terutama oleh petani ikan. Kelembagaan yang berkembang terutama di Kecamatan Pahandut adalah kelembagaan keagamaan. Paparan kasus di tiga lokasi calon wilayah pengembangan minapolitan menunjukkan bahwa dari aspek kelembagaan, permasalahan dan kendala pemasaran merupakan yang paling banyak teridentifikasi di lapangan (Tabel 104); hampir seluruh lokasi kajian BBRSE menunjukkan indikasi serupa. Sebagai contoh, kasus di Kabupaten Boyolali, keterbatasan kelembagaan menyebabkan pemasaran lele dari Boyolali hanya terbatas pada target-target lokal dan Yogyakarta, kondisi yang serupa terjadi untuk kasus Tulungagung. Keterbatasan kelembagaan pendukung yang efektif menyebabkan persaingan harga yang ekstrim di antara para produsen sehingga harga penawaran lele menjadi sangat rendah. Kondisi seperti itu memperparah buruknya kinerja finansial para produsen yang menghadapi kenaikan harga input produksi secara terus menerus, terutama harga pakan ikan. Lebih jauh, ketiadaan kelembagaan pasar yang baik dan efektif juga menyebabkan biaya transportasi menjadi terlalu tinggi, sehingga margin yang diperoleh produsen semakin tereduksi. Untuk permasalahan ini, menciptakan kelembagaan pemasaran yang efektif, yang indikatornya adalah terciptanya margin yang wajar bagi produsen merupakan sebuah prasyarat tambahan yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan minapolitan. Koperasi produsen adalah salah satu contohnya. Melalui koperasi tersebut, kegiatan usaha oleh segenap produsen dapat diintegrasikan untuk memungkinkan terjadinya posisi tawar yang lebih baik. Dalam kerangka kelembagaan seperti itu, dapat pula dipertimbangkan pengembangan unit-unit usaha pendukung, antara lain unit-unit usaha pengolahan hasil perikanan, yang memungkinkan para produsen secara bersama-sama menahan produk untuk tidak segera dilempar ke pasar, menunggu saat terjadinya harga ekuilibrium yang lebih baik. Menyusul permasalahan kelembagaan pemasaran, permasalahan kelembagaan permodalan merupakan hal terpenting berikutnya yang perlu menjadi perhatian (Tabel 104). Seolah merupakan masalah klasik yang tidak akan pernah mendapatkan solusinya, kelembagaan keuangan untuk usaha-usaha di bidang perikanan merupakan momok yang menghantui pelaksanaan program minapolitan. Hal ini terutama mengingat bahwa program minapolitan, tidak seperti program- Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 164

181 program lain pada umumnya, diharapkan akan berkembang dengan dukungan dana pemerintah yang minimal. Sementara itu, sejauh ini usaha perikanan kurang mendapatkan perhatian dari perbankan; pengajuan kredit investasi maupun kredit modal kerja oleh sebuah unit usaha perikanan kecil peluangnya untuk disetujui, pada umumnya dengan alasan tidak bankable. Untuk program minapolitan, hal ini merupakan informasi yang sebaiknya dipertimbangkan dalam pengembangan desainnya. Dalam desain minapolitan sebagaimana kita pahami pada pembahasan terdahulu, bankable menjadi tujuan dari pengembangan unit-unit usaha perikanan melalui program minapolitan. Ini berarti bahwa berdasarkan kajian BBRSEKP, pendekatan dalam konteks ini dalam desain minapolitan harus dibalik, bankable harus menjadi prasyarat awal, bukannya tujuan akhir bagi pengembangan minapolitan. Prasyarat bankable tersebut harus menjadi salah satu bagian paling awal dari fokus kegiatan pengembangan minapolitan, yang targetnya adalah unit-unit usaha secara individu. Sebaliknya tujuan minapolitan adalah tujuan kolektif, yang sasarannya adalah berkembangnya ekonomi di suatu kawasan, yang ditopang oleh unit-unit usaha secara bersama-sama dan terintegrasi. Dalam hal ini, skim penjaminan kredit kepada bank konvensional untuk pengusaha perikanan merupakan salah satu contoh konkret yang dapat dipertimbangkan. Permasalahan menonjol berikutnya pada aspek kelembagaan adalah kelembagaan penyuluh perikanan. Selama ini peran kelembagaan penyuluh perikanan kurang berfungsi dengan optimal. Keterbatasan sumberdaya manusia baik dari kuantititas maupun kualitas penyuluh perikanan masih sangat terbatas. Permasalahan umum yang menggejala di semua lokasi kajian BBRSEKP adalah bahwa secara struktural penyuluh perikanan tidak berada dibawah koordinasi Dinas Kelautan dan Perikanan, melainkan Badan Penyuluh Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan. Situasi seperti itu ternyata menyulitkan koordinasi antara Dinas Perikanan dengan penyuluh perikanan, terutama karena masalah birokrasi. Dengan system koordinasi yang ada saat ini, sering terjadi pula bahwa penyuluh perikanan tidak memiliki kualifikasi keahlian perikanan, melainkan kualifikasi pendidikan bidang lain, misalnya sarjana pertanian atau peternakan. Pada saat ini, sebenarnya payung hukum untuk kelembagaan penyuluhan perikanan telah tersedia, namun demikian implementasi efektif dari produk hukum tersebut belum terlaksana dan masih memerlukan waktu untuk terjadinya. Dengan demikian, apabila minapolitan adan harus berjalan ssuai yang dikonsepkan dan diprogramkan, maka percepatan implementasi dari produk hukum terkait kelembagaan penyuluhan merupakan Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 165

182 sebuah prasyarat tambahan yang perlu diakomodasikan kedalam program minapolitan. Tabel 105. Evaluasi Kondisi eksisting, permasalahan dan Peluang Perbaikan Kelembagaan di Lokasi Minapolitan Kondisi eksisting Kelembagaan pelaku usaha baru terbentuk Kelembagaan permodalan sudah ada Kelembagaan input produksi belum tersedia Kelembagaan pemasaran belum tersedia Kelembagaan penyuluhan sudah ada Kelembagaan pelaku usaha sudah baik Kelembagaan permodalan sudah ada, petani bisa mengakses permodalan ke perbankan Kelembagaan input produksi belum tersedia Kelembagaan pemasaran belum tersedia Kelembagaa penyuluhan sudah cukup baik Kelembagaan pelaku usaha sudah ada Kelembagaan permodalan sudah ada Kelembagaan input produksi belum tersedia Permasalahan dan Kendala Peluang Perbaikan Lokasi : Malang Kurangnya pengetahuan Memberikan penyuluhan, pelatihan teknologi budidaya & budidaya & manajemen usaha kewirusahaan Sulit mengakses Pemerintah perlu membuat skim permodalan ke Bank penjaminan kredit perikanan Harga input produksi Adanya subsidi pakan untuk petani terutama pakan mahal ikan Petani ikan kesulitan Pemda membantu memberikan dalam memasarkan ikan informasi jaringan pemasaran Belum optimalnya peran Peningkatan kualitas dan kuantitas lembaga penyuluh penyuluh di kawasan sentra minapolitan Lokasi: Boyolali Adanya konflik dalam Restrukturisasi organiasi kelompok kelompok pembudidaya - - Harga pakan mahal sehingga keuntungan sedikit harga lele menurun adanya karena persaingan dari kabupaten lain Masih kurangnya tenaga penyuluh Lokasi: Kota Palangkaraya Peran dan fungsi kelompok belum berjalan optimal Petani kesulitan mengakses permodalan karena terkendala agunan Harga input produksi sangat mahal karena harus didatangkan dari pulau jawa Perlu subsidi pakan dari pemerintah Pembangunan pabrik pengolahan, Diversifikasi produk Penambahan tenaga penyulug perikanan di kawasan minapolitan Optimalisasi pernan kelompok dalam informasi teknologi baru dan memecahkan masalah budidaya ikan Dibentuknya kelembagaan keuangan mikro seperti Koperasi, BPR Subsidi pakan oleh pemerintah, membangun pabrik pakan di kawasan sentra perikanan Kelembagaan pemasaran terbentuk Kelembagaan penyuluhan sudah ada Kelembagaan pelaku utama sudah terbentuk Kelembagaan pemasaran masih terbatas pada pasar local Penyuluh belum optimal karena keterbatasan SDM Lokasi: Gowa Kurangnya pengetahuan teknologi budidaya dan manajemen wirausaha Memperluas jaringan pemasaran, diversifikasi produk menjadi produk olahan Perlu peningkatan kualitas dan kuantitas SDM penyuluh perikanan Memberikan penyuluhan & pelatihan keterampilan teknologi budidaya dan wirausaha Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 166

183 Kondisi eksisting Kelembagaan permodalan sudah ada Kelembagaan input produksi belum tersedia Kelembagaan pemasaran belum terbentuk Kelembagaan penyuluhan sudah ada Kelembagaan pelaku utama sudah ada & keterampilan budidaya cukup baik Kelembagaan permodalan sudah ada dan para kreditur perikanan mudah mengakses perbankan Kelembagaan input produksi sudah tersedia Kelembagaan pemasaran terbentuk dengan sendirinya Kelembagaan penyuluhan sudah ada dan cukup baik Kelembagaan Pelaku Utama Kelembagaan Modal - Permasalahan dan Kendala Akses terhadap perbankan terkendala agunan Input produksi terutama pakan masih didatangkan dari Makasar Petani ikan kesulitan memasarkan hasil produksi Penyuluh perikanan sangat minim dan tidak di bawah korodinasi dinas perikanan Lokasi: Bogor Pada saat musim panen harga ikan murah Penyuluh perikanan tidak bawah Koordinasi dinas perikanan Lokasi: Gresik - Peluang Perbaikan Program KUR, Pembentukan Koperasi Membangun sarana input pakan di lokasi minapolitan Informa pasar, dan menrikan pasar ikan Menempatkan penyuluh perikanan dibawah koordinasi dinas perikanan Pengaturan harga oleh Pemerintah daerah, perlu membantu mengupayakan Diversifikasi produk Penempatan penyuluh perikanan langsung dibawah koordinasi dinas perikanan Kelembagaan Pemasaran - Kelembagaan Input Belum tersedianya kelembagaan penyedia input benih Kelembagaan Penyuluh - Lokasi: Jambi Kelembagaan Pelaku Kelembagaan pelaku Utama utama sudah terbentuk namun ketrampilan teknologi budidaya dan manajemen wirausaha masih kurang. Hal ini karena pengalaman budidaya masih baru Kelembagaan Modal Kelembagaan permodalan/keuangan belum terbentuk Kelembagaan Pemasaran Belum tersedianya kelembagaan pemasaran ikan. Ikan dijual ke pedagang pengumpul dan pengecer Mengembangkan UPR di kawasana minapolitan Pelatihan teknologi budidaya Pelatihan kewirausahaan Program kewirausahaan Kredit Usaha Rakyat PUMP Pembentukan pasar ikan Peran koperasi sebagai pengumpul Kemitraan antara pedagang besar dgn pedagang kecil sehingga dapat menjaga harga pasar Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 167

184 Kondisi eksisting Kelembagaan Input Kelembagaan Penyuluh Kelembagaan pelaku usaha baru terbentuk Kelembagaan permodalan sudah ada Kelembagaan input produksi belum tersedia Belum tersedianya kelembagaan pemasaran ikan, sehingga petani ikan kesulitan memasarkan hasil produksi Kelembagaan penyuluhan sudah ada Sumber: Hasil Riset BBRSEKP, 2010 Permasalahan dan Kendala yang dating ke kolam Belum tersedianya kelembagaan penyedia input Lembaga penyuluh cukup optimal dalam memberikan pembinaan dan pendampingan teknolgi terhadap petani ikan Lokasi: Kotawaringin Barat Minimnya pengetahuan teknologi budidaya ikan dan ketrampilan wirausaha Akses perbankan terkendala Agunan Pakan masih didatangkan dari pulau jawa, harga sangat tinggi Sistem Patron client masih terlaltu kuat Penyuluh perikanan sangat minim dan tidak di bawah korodinasi dinas perikanan Peluang Perbaikan Distributor/agen pakan di tingkat kabupaten, lembaga penyedia input buatan lokal seperti benih dan pakan pelatihan tentang teknologi budidaya dan manajemen wirausaha Perlu Skim kredit untuk rakyat seperti KUR, atau dibentuk koperasi Menyediakan distributor pabrik pakan, atau membuat pabrik pakan. Pemerintah daerah menyediakan skema jalur pemasaran dan lembaga pemasaranya Menempatkan penyuluh perikanan dibawah koordinasi dinas perikanan Aspek Sumberdaya dan Tata Ruang Seperti halnya, pengamatan aspek kelembagaan di berbagai lokasi calon wilayah pengembangan minapolitan, pengamatan pada aspek sumberdaya dan tata ruang juga menunjukkan adanya keragaman kondisi dan situasi terkait dengan aspek kelembagaan. Dan seperti halnya pula pada pengamatan aspek kelembagaan, pencermatan secara lebih mendalam mengisyaratkan adanya benang-benang merah tentang permasalahan umum yang terjadi pada aspek sumberdaya dan tata ruang di lokasi-lokasi contoh. Berikut adalah rangkuman dari pengamatan tersebut. Di Kabupaten Boyolali, potensi perikanan tercatat cukup besar dan didukung oleh sumber daya yang ada dengan luas lahan yang memungkinkan untuk usaha perikanan. Dari luas lahan yang ada meskipun digunakan untuk berbagai macam kegiatan usaha, ternyata sekarang banyak terjadi konversi lahan dari lahan pertanian berubah menjadi lahan perikanan dengan membuka kolam untuk usaha budidaya ikan lele khususnya pembesaran. Sumber daya di desa Tegal Rejo Kecamatan Sawit sebagai sentra produksi untuk minapolitan merupakan daerah dengan hampuran yang cukup Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 168

185 luas dan sesuai untuk budidaya pembesaran ikan lele. Kebutuhan air untuk budidaya tidak mengalami kesulitan karena lokasi yang terletak di daerah sumber air. Ditinjau dari aspek tata ruang, Penentuan kawasan minapolitan telah disesuaikan dengan rencana tata ruang daerah sehingga diharapkan tercipta saling ketergantungan (interdependency) dan keterkaitan (linkage) antara kota satu dengan yang lain secara seimbang sesuai dengan potensi dan kondisi yang ada. Tata ruang berdasarkan pada rencana struktur wilayah, dima pengembangan wilayah disesuaiakn dengan karakteristik letak, geografis dan bentuk wilyah, spesifikasi kegiatan yang ada dan potensi lokasiserta karakteristik kegiatan yang akan dikembangkan pada masing-masing wilayah. Kawasan minapolitan berada pada sub wilayah pengambangan II dengan sektor pembagunan domina industri, perdagangan dan pertanian, pariwisata serta perikanan. Di dalam tata ruang daerah termasuk rencana Rencana Struktur Tata Ruang Kota yamg meliputi Bagian Wilayah Kota (BWK) dan dikembangkan sesuai dengan fungsinya. Tabel menunjukkan kondisi dan permasalahan aspek sumberdaya dan tata ruang yang ada di kabupaten Boyolali. Sementara itu, pengamatan di Malang menunjukkan bahwa dari ketersediaan lahan, untuk kecamatan Wajak memang masih banyak lahan yang dapat digunakan. Hal ini disebabkan di kecamatan ini belum padat penduduk dan sebagian besar lahannya digunakan untuk areal persawahan. Pemerintah juga sedang berusaha membebaskan lahan sebesar 5 Ha untuk pengembangan kawasan minapolitan. Dari segi air dan salurannya, Kabupaten Malang tidak kesulitan untuk penyediaan air maupun saluran irigasinya. Air di daerah Wajak bersih dan alirannya tergolong deras, sehingga cocok untuk budidaya ikan Nila. Di Palangkaraya, berdasarkan Surat Keputusan Menteri KP No. KEP 32/MEN/2010 Kotamadya Palangkaraya ditetapkan sebagai kawasan minapolitan, tetapi pada saat survey ini dilaksanakan Pemerintah Kota Palangkaraya belum membentuk masterplan dan juga belum berkoordinasi dengan Bappeda setempat. Akan tetapi Pemerintah Palangkaraya melalui Dinas Pertanian, Peternakan, dan Perikanan telah merencanakan wilayah kawasan minapolitan di kecamatan Sebangau. Kawasan di kecamatan Sebangau merupakan kawasan yang dahulunya digunakan untuk perkemahan Pramuka. Pemerintah kota Palangkaraya berencana akan menjadikan Desa Sebangau menjadi kawasan Minapolitan seluas 100Ha. Berdasarkan potensi areal dan lokasi, kawasan ini mempunyai potensi untuk dijadikan kawasan minapolitan, karena luas lahan dan lokasi yang dekat dengan sungai Sebangau. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 169

186 Akan tetapi kawasan ini relatif cukup jauh dari pemukiman penduduk, sehingga jika kawasan ini dijadikan kawasan minapolitan, harus ada penjagaan khusus untuk menghindari pencurian ikan baik oleh manusia maupun oleh hewan pemangsa ikan. Daerah ini pun termasuk rawan banjir. Pada saat survey ini dilaksanakan, lokasi agak terendam air, sehingga sulit batas daratan dan sungai tidak dapat dilihat. Selain itu sarana dan prasarana pendukung yang dibutuhkan belum lengkap. Sarana yang tersedia adalah jalan masuk yang sudah cukup baik. Tetapi untuk melengkapi sarana prasaran lainnya membutuhkan biaya yang cukup tinggi. Sedangkan di kecamatan lain, yaitu Pahandut, mempunyai potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar. Di Kecamatan Pahandut telah terdapat sekitar 3000 keramba. Masyarakat yang melakukan budidaya keramba tidak mengalami kesulitan dalam berbudidaya ikan. Sumber air cukup menunjang kegiatan budidaya. Walaupun di saat musim kemarau, terjadi penurunan kualitas air. Sehingga menurunkan produksi ikan. Lokasi Pahandut ini pun cukup strategis, dan memudahkan dalam pemasaran ikan. Kajian yang dilakukan oleh Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan tersebut di atas menunjukkan bahwa lokasi-lokasi yang telah dicanangkan oleh KKP sebagai lokasi pengembangan minapolitan pada umumnya memang memiliki potensi sumberdaya perikanan yang memadai. Kabupaten dan kota yang menjadi calon lokasi lokasi minapolitan tersebut didukung oleh penguasaan wilayah perairan penangkapan ikan dengan luasan yang besar dan produktivitas yang tinggi dan atau luas lahan budidaya yang, pada aspek tersebut, memungkinkan untuk usaha perikanan yang ekonomis. Pada umumnya pula, lokasi-lokasi tersebut didukung oleh keberadaan sumber air yang memadai, suatu kondisi yang sangat positif karena air merupakan salah satu input esensial utama untuk pengembangan usaha perikanan. Namun demikian, dari jumlah luasan lahan yang ada, ternyata di beberapa lokasi sebagian dari luasan yang ada tidak lagi tidak dapat dimanfaatkan untuk pengembangan usaha perikanan, terutama budidaya. Sebagai contoh, lahan-lahan yang tercatat sebagai lahan potensial untuk budidaya di Kabupaten Malang, Boyolali dan Gowa, ternyata telah banyak terjadi alih fungsi untuk peruntukan lain, meskipun di sana-sini terjadi alih fungsi sebaliknya. Alih fungsi dari lahan perikanan terutama adalah ke peruntukan perumahan. Sementara itu, alih fungsi dari sektor lain terjadi pada lahan-lahan yang pada sektor semula memang dipandang tidak lagi ekonomis. Misalnya, di Kabupaten Malang, alih fungsi ke lahan perikanan terjadi untuk lahan pertanian tanaman mendong sedangkan di Boyolali, alih fungsi serupa terjadi pada lahan sawah, sementara di Gowa terjadi pada lahan bekas galian batu bata. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 170

187 Tabel 106. Evaluasi Kondisi eksisting, permasalahan dan Peluang Perbaikan Sumberdaya dan Tata Ruang di Lokasi Minapolitan Kondisi eksisting Permasalahan dan Kendala Peluang Perbaikan Lokasi : Malang Memiliki potensi sumberdaya lahan untuk perikan yang cukup besar Penetapan kawasan minapolis bukan di lokasi eksisting Introdusi teknologi budidaya ikan, membangun sarana dan prasarana input produksi dan pemasaran Sumberdaya air Tersedia - Komoditas unggulan Sudah sesuai - Sudah memiliki Tata Ruang dan Masterplan Memiliki potensi sumberdaya lahan untuk perikan yang cukup besar Belum terintegrasinya hirarki fungsional antara kawasan sentra minapolitan dengan kawasan pendukung Lokasi: Boyolali Sudah sesuai - Sumberdaya air Tersedia - Komoditas unggulan Sudah sesuai - Sudah memiliki Tata Ruang dan Masterplan Sudah sesuai Memiliki potensi sumberdaya lahan untuk perikan yang cukup besar Sumberdaya air Lokasi: Kota Palangkaraya Tersedia Pemda setempat melakukan memfasilitasi hinterland dan minapolitan agar jelas terlihat hirarki fungsionalnya Antara kawasan minapolis dengan hinterland harus lebih terintegrasi Tersedia Komoditas unggulan Belum ditentukan Melakukan pemilihan komoditas unggulan Belum memiliki Tata Ruang dan Masterplan Belum memenuhi persyaratan kawsan minapolitan, belum ditentukan kawasan minapolis dan hinterlandnya Lokasi: Gowa Memiliki potensi - sumberdaya lahan untuk perikanan darat yang cukup besar Sumberdaya air Tersedia - Komoditas unggulan Sudah memiliki Tata Ruang dan Masterplan Memiliki potensi sumberdaya lahan untuk perikan darat yang cukup besar Sudah sesuai Penetapan kawasan minapolis tidak di kawasan perikanan air tawar akan tetapi di daerah air payau, Lokasi: Bogor - - Perlu segera membuat RTRW dan Masterplan dan penentuan kawasan minapolis Penetapan kawasan minapolis diarahkan ke perikanan air tawar Sumberdaya air tersedia - Komoditas unggulan Sudah sesuai Belum memiliki Masterplan Masterplan masih dalam proses pembuatan Penyelesaian Masterplan Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 171

188 Kondisi eksisting Memiliki potensi sumberdaya lahan untuk perikanan darat dan perikanan air yang cukup besar Sumberdaya air - Permasalahan dan Kendala Lokasi: Gresik Peluang Perbaikan Tersedia Komoditas unggulan Belum ditetapkan Penetapan komoditas unggulan Belum memiliki Masterplan Pokja Belum ditetapkan kawsan sentra minapolitan dan Perlu segera membuat Masterplan dan penentuan kawasan minpolis Kesesuaian Lahan Kesesuaian Komoditas Tata Ruang Kawasan Kesesuaian Lahan Memiliki potensi sumberdaya lahan untuk perikanan darat dan perikanan air yang cukup besar Sumberdaya air belum dibentuk pokja Lokasi: Jambi Perlu diperhatikan kondisi lingkungan, karena termasuk daerah yang rawan banjir. Komoditas unggulan sudah sesuai dengan potensi dan masterplan yaitu ikan Patin sebagai unggulan dan Nila sebagai komoditas penunjang Sudah sesuai dengan masterplan dan RPIJM Terintegrasinya hirarki fungsional antara kawasan sentra minapolitan dengan kawasan pendukung sudah terjalin tetapi belum optimal (penyediaan benih oleh desa pendukung) Perlu diperhatikan kondisi lingkungan, karena termasuk daerah yang rawan banjir. Lokasi: Kotawaringin Barat Belum ada penetapan kawasan minapolitan Pembuatan saluran irigasi yang sesuai Peningkatan kemampuan produksi benih Pembuatan saluran irigasi yang sesuai Menetapkan kawasan minapolitan budidaya atau tankap Tersedia Komoditas unggulan Belum ditetapkan Penetapan komoditas unggulan Belum memiliki Tata Ruang dan Masterplan Belum memenuhi persyaratan kawsan minapolitan, belum ditentukan kawasana minapolis dan hinterlandnya Sumber: Hasil Riset BBRSEKP, 2010 Perlu segera membuat RTRW dan Masterplan dan penentuan kawasan minpolis Mengacu pada kerangka koseptualnya, penentuan kawasan minapolitan harus disesuaikan dengan rencana tata ruang daerah sehingga diharapkan tercipta iklim Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 172

189 kondusif untuk menciptakan saling ketergantungan (interdependency) dan keterkaitan (linkage) yang saling membesarkan dan seimbang diantara kota satu dengan yang lain, sesuai dengan potensi dan kondisi masing-masing. Tentu saja, iklim kondusif tersebut dapat terjadi hanya apabila tata ruang yang diacu telah disusun sesuai dengan karakteristik letak, geografis dan bentuk wilyah, spesifikasi kegiatan yang ada dan potensi lokasi serta karakteristik kegiatan yang akan dikembangkan pada masingmasing wilayah. Dalam peristilahan ketataruangan, kawasan minapolitan berada pada sub wilayah pengambangan II dengan sektor pembagunan dominan industri, perdagangan, pertanian, pariwisata dan perikanan. Permasalahannya, meskipun sebagian lokasi telah memiliki tata ruang dan RIPJMD serta masterplan seperti yang dipersyaratkan dalam permen No 32 tahun 2010, sebagian calon lokasi minapolitan belum memilikinya. Sebagai contoh, di caloncalon lokasi minapolitan Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Bogor ternyata tidak master plan sebagaimana dipersyaratkan. Ini mengindikasikan adanya kebutuhan mendesak akan intervensi pemerintah pusat untuk mendorong dan atau mendampingi penyiapan master plan dan RIPJMD untuk kota atau kabupaten calon lokasi minapolitan yang belum memilikinya Aspek Kemasyarakatan dan Bisnis Dalam konteks minapolitan, kajian-kajian yang dilakukan oleh Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan melaporkan adanya keterkaitan yang sangat erat antara dua aspek, kemasyarakatan dan bisnis. Kondisi kemasyarakatan di lokasi-lokasi pengembangan kawasan minapolitan, terutama di kantung-kantung calon pusat layanan dan pusat produksi, merupakan faktor krusial dalam penentuan kebijakan pembangunan yang diterapkan. Di Boyolali, masyarakat menjadi perhatian penting bagi pemerintah daerah, karena masyarakat menjadi roda penggerak dalam usaha budidaya. Pembudidaya di kawasan minapolitan adalah masyarakat biasa. Masyarakat di sentra produksi mempunyai mata pekerjaan utama sebagai pembudidaya, sedangkan untuk Kecamatan Teras dan Kecamatan Banyudono mata pekerjaan masyarakat di sektor pertanian dan perikanan (budidaya). Masyarakat dikawasan minapolitan sangat terbuka dengan inovasi teknologi terutama untuk masyarakat di Kecamatan Banyudono. Sentra produksi Kecamatan Sawit mampu memenuhi permintaan pasar, sedangkan daerah hinterland belum mampu memenuhi permintaan pasar. Kondisi dan permasalahan aspek kemasyarakatan dan bisnis di kabupaten boyolali dapat dilihat pada tabel berikut. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 173

190 Permasalahan dari aspek masyarakat sebagian besar masyarakat pembudidaya ikan memiliki tingkat pendidikan rendah. Sehingga dalam hal penerimaan informasi tentang pengetahuan dan teknologi masih lamban. Untuk itu solusi yang perlu diperlukan upaya dari pemerintah daerah dengan memberikan penyuluhan dan pelatihan guna meningkatkan kemampuan pembudidaya dalam mengelola usahanya. Pelatihan yang diberikan sebagai contoh CBIB, pembuatan pakan dan manajemen. Pemda perlu melibatkan masyarakat dalam pembuatan rencana program serta turut bagian dalam memonitor dan mengevaluasi kegiatan minapolitan. Di Malang, aspek masyarakat merupakan fokus utama yang diperhatikan oleh Pemkab Malang dan juga oleh Dinas perikanan setempat. Hal ini dikarenakan perlu adanya pemahaman dan kemampuan untuk dapat mengembangkan usaha budidaya di daerah Malang. Karena budidaya ikan merupakan suatu kegiatan usaha yang baru maka pengasahan keterampilan dan perubahan paradigma di dalam masyarakat merupakan poin penting yang harus dilakukan oleh pemerintah setempat. Dari hasil survey, banyak responden yang sudah mengetahui minapolitan namun mereka tidak memahami sepenuhnya. Tetapi inisiatif dari mereka sudah tampak begitu besar terlihat dari terdapat satu kelompok pembudidaya yang sudah mulai menciptakan pasar ikan secara mandiri untuk mengantisipasi jikalau terjadi booming ikan akibat adanya program ini. Rata-rata responden juga menyambut baik adanya program ini mengingat terjadinya pula perubaha pola makan masyarakat Malang yang kini gemar mengkonsumsi ikan. Di Palangkaraya, kegiatan minapolitan ini adalah salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakatnya dengan meningkatkan produksi perikanan. Salah satu ciri atau syarat jika suatu lokasi akan dijadikan kawasan minapolitan adalah sebagaian besar masyarakatnya bermata pencaharian dari kegiatan perikanan. Masyarakat Palangkaraya, terutama di Kecamatan Pahandut sebagian besar bermata pencaharian di bidang budidaya perikanan. Sedangkan di Kecamatan Sebangau, sebagaian besar masyarakatnya mempunyai penghasilan yang berasal dari perkebunan dan pertanian, hanya sebagaian kecil masyarakat yang melakukan budidaya ikan. Berdasarkan hasil survei, masyarakat yang ada di kota Palangkaraya berpendidikan SMA ke bawah. Tetapi masyarakat mempunyai sifat sangat terbuka terhadap inovasi jika inovasi itu membantu meringakan beban mereka dan dapat meningkatkan taraf hidup. Berdasarkan hasil survei, sebagian besar responden yang belum mengetahui mengenai konsep minapolitan. Pengetahuan tentang minapolitan masih terbatas di kalangan dinas perikanan. Walau demikian Kota Palangkaraya mempunyai potensi Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 174

191 yang besar untuk dijadikan kawasan minapolitan. Hal ini berdasarkan hasil produksi dan juga permintaan pasar akan ikan di Palangkaraya. Pemerintah kota berusaha terus untuk meningkatkan produksi perikanan karena masih belum bisa memenuhi permintaan pasar kota Palangkaraya sendiri sebanyak ton/hari sehingga harus mengambil dari kota-kota terdekatnya seperti Kapuas dan Banjarmasin. Masyarakat Kota Palangkaraya sendiri memang gemar makan ikan sehingga pasar sudah terbentuk. Peluang usaha di budidaya dan pengolahan ikan sebenarnya cukup potensial dan dapat dikembangkan lebih besar lagi. Terutama di Desa Sebangau dengan mengembangkan budidaya kolam karena belum terlalu berkembang, berbeda dengan Desa Pahandut Seberang yang budidaya ikan di kerambanya sudah sangat berkembang. Berbagai lokasi memperlihatkan kinerja bisnis yang berbeda karena kondisi kemasyarakatan yang tidak sama, meski aspek-aspek lain setara satu dengan yang lain. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa permasalahan kemasyarakatan tersebut termasuk di dalamnya budaya kerja, kewirausahaan, manajemen dan kondisi sosial ekonomi setempat. Di banyak lokasi, didapatkan adanya banyak pembudidaya ikan masih tergolong pendatang baru dengan ketrampilan minimal dan akses ke dan penguasaan terhadap teknologi yang sangat terbatas. Semua keterbatasan tersebut menjadikan para pelaku usaha tersebut belum banyak berorientasi bisnis, sebagaimana dimaksudkan dalam program minapolitan; pembudidaya misalnya, pada umumnya tidak hirau dengan prinsip cara budidaya ikan yang dianjurkan (cara budidaya ikan yang baik, CBIB). Jelas bahwa dengan alasan di atas, aspek kemasyarakatan merupakan praysarat berikut yang harus ditambahkan kedalam kerangka program minapolitan, terutama pada tararan yang lebih operasional. Langkah konkret terkait hal ini adalah misalnya dalam bentuk pengenalan program komplemen, yang dimaksudkan untuk mempercepat dan memasyarakatkan teknologi melalui sosialisasi gencar tentang standar CBIB dan peningkatan keterampilan teknologis dan manajemen usaha pada lokasi-lakasi sentra produksi di kawasan minapolitan. Kondisi kemasyarakatan lain yang juga sangat krusial keberadaannya dalam pengembangan minapolitan adalah budaya kerja. Bahkan untuk lokasi-lokasi kawasan minapolitan yang berdekatan, tidak jarang bahwa budaya kerja atau paling tidak preferensi jenis pekerjaan masyarakatnya berlainan. Sebagai contoh, membandingkan kelompok etnis Melayu dengan etnis Dayak di dua propinsi, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, tampak adanya kecenderungan bahwa naluri bisnis etnis Melayu Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 175

192 lebih menonjol dibanding etnis Dayak, yang pada umumnya lebih menjunjung nilai konservatif, yang dikaitkan dengan perspektif mereka tentang keseimbangan alam. Situasi seperti ini memberikan isyarat bahwa pendekatan yang harus diterapkanuntuk pengembangan bisnis, termasuk dalam kerangka minapolitan, akan berbeda untuk Kabupaten Katingan, yang mayoritas penduduknya adalah etnis Dayak dan Kabupaten Kapuas, yang penduduk dominannya adalah etnis Melayu. Tabel 107. Evaluasi Kondisi eksisting, permasalahan dan Peluang Perbaikan Aspek Masyarakat dan Bisnis di Lokasi Minapolitan Kondisi eksisting Pengetahuan dan pengalaman pembudidaya Penguasaan teknologi Informasi Pasar Diversifikasi Produk Pengetahuan dan pengalaman pembudidaya Penguasaan teknologi Informasi Pasar Diversifikasi Produk Pengetahuan dan pengalaman pembudidaya Penguasaan teknologi Informasi Pasar Permasalahan dan Peluang Perbaikan Kendala Lokasi : Malang Sebagian besar Diberikan pelatihan teknis budidaya pembudidaya masih pada mina mendong level pemula, khususnya di Desa wajak yang sebelumnya berprofesi sebagai petani mendong Karena pembentukan Diberikan pelatihan teknologi kelompok yang relatif budidaya yang mudah dan efisien baru, sebagian petani ikan belum menguasai teknologi budidaya ikan Belum ada informasi Dinas melalui penyuluh dapat pasar yang baik mengupdate informasi pasar Produk yang ditawarkan Pembentukan kelompok pengolahan masih bersifat bahan mentah Lokasi: Boyolali - - Dari sisi penguasaan teknologi budidaya pembesaran sudah baik, namun untuk pembenihan masih kurang Informasi pasar masih terbatas Belum adanya diversivikasi produk pengolahan hasil perikanan di kawasan minapolitan Lokasi: Kota Palangkaraya - - Teknologi masih tradisional Informasi pasar masih terbatas Melakukan Pembinaan dan pemberian informasi teknologi pembenihan terhadap kelompok Melakukan Pemetaan Jaringan pemasaran Pemngenbangan sentra sentra pengolahan skala mikro dalam bentuk KUB maupun skala indutri Pelatihan teknologi budidaya Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 176

193 Kondisi eksisting Diversifikasi Produk Pengetahuan dan pengalaman pembudidaya Penguasaan teknologi Informasi Pasar Diversifikasi Produk Pengetahuan dan pengalaman pembudidaya Permasalahan dan Kendala Sudah ada diversifikasi produk, termasuk produk olahan dari KUB wanita tani tetapi terkadang belum ada kontinuitas Lokasi: Gowa Sebagian besar pembudidaya masih pada level pemula Teknologi masih tradisional Informasi pasar masih terbatas, pemasaran melalui pengumpul Ikan dijual dalam bentuk hidup atau segar Lokasi: Bogor - - Penguasaan teknologi - - Informasi Pasar Sudah ada rencana untuk membuat sistem informasi pasar melalui SMS tetapi sistem ini belum dijalankan Diversifikasi Produk Pengetahuan dan pengalaman pembudidaya Sudah mulai ada diversifikasi produk, termasuk produk olahan tetapi terkadang belum ada kontinuitas Lokasi: Gresik - - Penguasaan teknologi - - Informasi Pasar Sudah ada rencana untuk membuat sistem informasi pasar melalui SMS tetapi sistem ini belum dijalankan Diversifikasi Produk Pengetahuan dan pengalaman pembudidaya Penguasaan teknologi Informasi Pasar Sudah mulai ada diversifikasi produk, termasuk produk olahan tetapi terkadang belum ada kontinuitas Lokasi: Jambi Seluruh pembudidaya masih pada level pemula Teknologi masih tradisional Informasi pasar masih terbatas, pemasaran melalui pengumpul Peluang Perbaikan Pengenalan teknologi pengolahan ikan Pelatihan pengolahan produk Transfer informasi antar anggota kelompok yang sudah berpengalaman Pelatihan teknologi budidaya Dinas KP lebih berperan aktif untuk memberikan informasi pasar bagi pembudidaya Pengenalan teknologi pengolahan ikan Pelatihan pengolahan produk Sistem harus segera dibuat agar ada informasi pasar yang jelas Dibuat kelembagan pengolahan produk agar terjadi diversifikasi produk dan kontinutas terjaga Sistem harus segera dibuat agar ada informasi pasar yang jelas Dibuat kelembagan pengolahan produk agar terjadi diversifikasi produk dan kontinutas terjaga Peran penyuluh sangat diperlukan untuk meningkatkan pengalaman dan keterampilan budidaya Pelatihan teknologi budidaya Dinas KP lebih berperan aktif untuk memberikan informasi pasar bagi pembudidaya Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 177

194 Kondisi eksisting Diversifikasi Produk Kurangnya akses untuk meningkatkan keterampilan SDM Sebagian petani ikan belum menguasai teknologi budidaya ikan Pembudidaya kurang mempunyai akses ke pasar Permasalahan dan Kendala Produk olahan ikan Patin (Patin Asap) masih sangat kurang Lokasi: Kotawaringin Barat Menciptakan akses munju informasi dan teknologi Pendampingan dan pelatihan yang terus berjalan Menciptakan akses munju informasi dan teknologi Peluang Perbaikan Meningkatkan promosi untuk memasarkan produknya Kurangnya akses untuk meningkatkan keterampilan SDM Sebagian petani ikan belum menguasai teknologi budidaya ikan Pembudidaya kurang mempunyai akses ke pasar Produk yang ada sudah beragam Sumber: Hasil Riset BBRSEKP, 2010 Pemerintah perintah mengembangkan berbagai macam produk turunan Produk yang ada sudah beragam Aspek Kebijakan dan Governance Program minapolitan, yang telah ditetapkan sebagai kendaraan untuk meningkatkan produksi perikanan Indonesia, disambut positif oleh pemerintah daerah. Namun hasil kajian Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan menunjukkan bahwa kesiapan daerah dalam melaksanakan program ini beragam. Bahkan pada saat implementasi telah dimulai, beberapa daerah masih belum merampungkan penyelesaian persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan bagi calon pengembang kawasan minapolitan. Di Kabupaten Boyolali, pemerintah Daerah (Pemda) mempunyai komitmen yang kuat terhadap program minapolitan. Oleh karena itu diperlukan payung hukum untuk pelaksanaan program minapolitan di Kabupaten Boyolali dan hal ini dibuktikan dengan Keputusan Bupati Boyolali No. 050/519 Tahun 2008 tentang Penetapan Lokasi dan Masterplan Pengembangan Kawasan Minapolitan Kabupaten Boyolali Kampung Lele. Kemudian dibentuklah kelompok kerja (pokja) pengembangan kawasan minapolitan dengan diterbitkannya Keputusan Bupati Boyolali No. 050/328 tahun 2009 tentang pembentukan kelompok kerja dan sekretariat kelompok kerja pengembangam kawasan minapolitan Kabupaten Boyolali. Untuk mendukung semua itu, dirumuskan rencana kerja program pengembangan kawasan minapolitan mengacu pada dokumen masterplan dan rencana kerja pengembangan infrastruktur Jangka Menengah (RPIJM) kawasan minapolitan. Di Malang, pokja-pokja dibentuk melalui SK Bupati untuk lebih memudahkan penyaluran dan evaluasi program. Pemerintah Kabupaten Malang menggagas Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 178

195 program Minamendong sebagai program unggulan dalam Minapolitan. Mina mendong ini adalah usaha budidaya ikan yang dibarengi dengan menanam mendong. Namun secara lebih lanjut, mina mendong ini harus dikaji ulang apakah pertumbuhan usaha menjadi lebih baik jika ada dua komoditas berbeda dalam satu lahan. Berikut adalah gambar mendong yang ada di Kabupaten Malang. Pemerintah kabupaten kurang memahami konsep minapolitan sehingga yang dituangkan dalam masterplan hanya bertumpu pada perencanaan. Bukan didasarkan pada kondisi riil kecamatan yang ada dalam kabupaten tersebut. Belum juga adanya usaha pengintegrasian antara kawasan minapolis dan hinterland, sehingga terkesan semua usaha yang tertuang dalam masterplan minapolitan harus dimulai dari awal. Di Palangkaraya, pemerintah setempat belum mempunyai komitmen terhadap pelaksanaan program minapolitan. Hal ini karena memang belum ada koordinasi dengan pemerintah pusat mengenai minapolitan. Pada saat survei ini dilaksanakan, belum terbentuk pokja, masterplan, RTRW dan SK Walikota. Aspek kebijakan dan governance (tatakelola) terbukti telah sangat berperan menyebabkan permasalahan tersebut. Di banyak lokasi, kebijakan yang tidak sinkron dan komunikasi yang kurang efektif antar institusi vertical maupun horizontal telah sangat menghambat kesiapan kabupaten atau kota untuk menyelesaikan berbagai persyaratan secara tepat waktu. Selain hal-hal tersebut di atas, permasalahan pada aspek ini sebagian bersumber pada kurangnya pemahaman pemerintah daerah tentang konsep minapolitan. Akibatnya, perancangan dalam implementasi program minapolitan tidak jarang menyimpang dari pengertian-pengertian yang terkandung dalam jabaran konsepnya. Gejala umum yang teridentifikasi di lapangan mengenai permasalahan pada aspek kebijakan dan governance antara lain: (i) Kurangnya koordinasi antar instansi baik pusat, pemerintah daerah dan dinas-dinas terkait untuk mendukung minapolitan, (ii) Kurangnya komitmen pemerintah daerah dalam melaksanakan minapolitan, (iii) Pemerintah daerah masih memahami bahwa minapolitan adalah proyek dari pusat dan akan mendapatkan anggaran dari pusat, (iv) Penentuan lokasi minapolitan belum memenuhi persyaratan berdasarkan kondisi eksiting dan potensi yang ada (adanya sentra kegiatan produksi, pengolahan dan pemasaran oleh sebagian besar kelompok masyarakat setempat di lokasi minapolitan). Pemilihan dan penerapan pendekatan yang lebih efektif untuk melaksanakan sosialisasi program minapolitan ke seluruh daerah, terutama yang telah ditetapkan menjadi kawasan minapolitan merupakan solusi potensial, yang juga dapat ditempatkan sebagai sebuah prasyarat, untuk memperbaiki kelemahan program Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 179

196 minapolitan pada aspek kebijakan dan governance. Kejelasan mengenai prinsipprinsip dasar, mekanisme pelaksanaan, pembagian peran dan tanggung-jawab pemerintah pusat dan daerah merupakan beberapa hal substantive yang harus tercakup dalam materi sosialisasi yang akan disampaikan melalui pendekatan terpilih tersebut. Tabel 108. Evaluasi Kondisi eksisting, permasalahan dan Peluang Perbaikan Aspek Kebijakan dan Governance di Lokasi Minapolitan Kondisi eksisting Penentuan lokasi Permasalahan dan Kendala Lokasi : Malang Penetapan lokasi minapolis tidak banyak dilakukan usaha budidaya. Masterplan Sudah ada - Pokja Sudah ada - RPIJM Sudah ada - Koordinasi pusat daerah Koordinasi antar institusi di daerah Sudah ada namun belum optimal Sudah ada - Lokasi: Boyolali Penentuan lokasi Sudah sesuai - Masterplan Sudah ada - Pokja Sudah ada - RPIJM Sudah ada - Koordinasi pusat daerah Koordinasi antar institusi di daerah Sudah ada - Sudah ada - Peluang Perbaikan Pemda setempat perlu menyiapkan paket teknologi budidaya, karena pembudidaya masih pemula Memperjelas mekanisme pelaksanaan minapolitan, bagaimana peran pemerintah pusat dan apa perluas disiapkan pemda Lokasi: Kota Palangkaraya Penentuan lokasi Belum ditetapkan Lokasi minapolis Pemda Segera Menetapkan Lokasi minapolis Masterplan Belum dibuat masterplan Pemda Segera membuat masterplan Pokja Belum dibuat pokja Pemda Segera membuat pokja RPIJM Belum dibuat RPIJM Pemda Segera membuat RPIJM Koordinasi pusat daerah Belum optimal Melakukan koordinasi yang lebih intesif dengan pemerintah pusat Koordinasi antar institusi di daerah Sudah ada namun kurang optimal Melakukan koordinasi yang lebih intesif antar institiusi daerah Lokasi: Gowa Penentuan lokasi Sudah ditetapkan lokasi minapolis, namun letaknya tidak dikawasan Mengalihkan lokasi minapolis ke kawasan perikanan perairan air tawar perikanan perairan air tawar Masterplan Sudah di buat Revisi masterplan Pokja Sudah ada RPIJM Sudah ada Koordinasi pusat daerah Sudah ada Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 180

197 Kondisi eksisting Koordinasi antar institusi di daerah Permasalahan dan Kendala Sudah ada Peluang Perbaikan Lokasi: Bogor Penentuan lokasi Sudah ditetapkan - Masterplan Belum dibuat masterplan Pemda Segera membuat masterplan Pokja Belum dibuat pokja Pemda Segera membuat pokja RPIJM Belum dibuat RPIJM Pemda Segera membuat RPIJM Koordinasi pusat daerah Koordinasi antar institusi di daerah Sudah ada - Sudah ada - Lokasi: Gresik Penentuan lokasi Belum ditetapkan Lokasi minapolis Pemda Segera Menetapkan Lokasi minapolis Masterplan Belum dibuat masterplan Pemda Segera membuat masterplan Pokja Belum dibuat pokja Pemda Segera membuat pokja RPIJM Belum dibuat RPIJM Pemda Segera membuat RPIJM Koordinasi pusat daerah Belum optimal Melakukan koordinasi yang lebih intesif dengan pemerintah pusat Koordinasi antar institusi di daerah Sudah ada namun kurang optimal Melakukan koordinasi yang lebih intesif antar institiusi daerah Lokasi: Jambi Komitmen Adanya komitmen dari - pemerintah daerah khususnya di level kabupaten untuk mensukseskan program minapolitan Koordinasi antar Koordinasi antara level - Instansi pemerintahan dana antar instansi (co: PU) sudah terjalin baik Kesiapan Masterplan, Penetapan lokasi sentra - RTRW, RPJM minapolis sudah sesuai dengan komoditas unggulan Komitmen Adanya komitmen dari - pemerintah daerah khususnya di level kabupaten untuk mensukseskan program minapolitan Koordinasi antar Koordinasi antara level - Instansi pemerintahan dana antar instansi (co: PU) sudah terjalin baik Kesiapan Masterplan, RTRW, RPJM Penetapan lokasi sentra minapolis sudah sesuai dengan komoditas unggulan - Lokasi: Kotawaringin Barat Penentuan lokasi Belum ditetapkan Lokasi minapolis Pemda Segera Menetapkan Lokasi minapolis Masterplan Belum dibuat masterplan Pemda Segera membuat masterplan Pokja Belum dibuat pokja Pemda Segera membuat pokja RPIJM Belum dibuat RPIJM Pemda Segera membuat RPIJM Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 181

198 Kondisi eksisting Permasalahan dan Kendala Koordinasi pusat Belum optimal daerah Koordinasi antar Sudah ada namun kurang institusi di daerah optimal Sumber: Hasil Riset BBRSEKP, 2010 Peluang Perbaikan Melakukan koordinasi yang lebih intesif dengan pemerintah pusat Melakukan koordinasi yang lebih intesif antar institiusi daerah Aspek Infrastruktur Infrastruktur adalah kondisi sarana dan prasarana; baik fisik maunpun non fisik yang sesuai untuk dapat terciptanya kemandirian kawasan pedesaan kelautan dan perikanan; sesuai dengan fungsi keruangan (ekosistem) dan keterkaitan fungsional suatu kawasan minapolitan. Aspek infrastruktur adalah kondisi sarana dan prasarana, baik fisik maupun non fisik yang dapat mempercepat terciptanya kemandirian kawasan pedesaan kelauatan dan perikanan, sesuai dengan fungsi keruangan (ekosistem) dan keterkaitan fungsional suatu kawasan minapolitan (BBRSE, 2010). Terkait hal ini, pemerintah Kabupaten Boyolali telah mempersiapkan sarana dan prasana infrastruktur yang dpersyaratkan untuk mendukung pelaksanaan minapolitan, maka pemerintah daerah pun. Sarana dan prasarana infrastruktur tersebut adalah pendidikan, kesehatan, perekonomian, listrik dan jaringan bersih. Sarana dan prasarana tersebut tersebar di kecamatan-kecamatan pada kawasan minapolitan dengan jumlah sangat memadai. Tingkat pendidikan dari SD sampai dengan SLTA, pelayanan kesehatan yang tersedia dari rumah sakit, BKIA, poliklinik swasta, puskesmas/perawatan, puskesmas pembantu dan tempat praktek dokter. Sarana perekonomian seperti pasar, bank dan koperasi. Melihat potensi produksi perikanan, di Kabupaten Boyolali tidak ditemui pasar ikan. Sementara jaringan listrik sudah masuk di seluruh wilayah Kabupaten Boyolali, begitu juga dengan jaringan air bersih baik yang dikelola oleh PDAM maupun air bersih yang diperoleh masyarakat dengan membuat sumur bor. Lebih lanjut, untuk meningkatkan perdagangan sarana transportasi sangat beragam dengan sarana trasnportasi yang dominan adalah sepeda motor. Masyarakat di kawasan minapolitan rata-rata mempunyai sepeda motor pribadi sehingga memudahkan mobilitas terutama untuk mendukung usaha budidaya. Selain sarana transportasi yang beragam kemudahan akses untuk menjangkau lokasi diperlukan kondisi jalan yang baik. Di kawasan minapolitan kondisi jenis permukaan jalan adalah beraspal tetapi kondisi jalan dapat dikategorikan dalam baik dan sedang. Berikut tabel yang menggambarkan kondisi dan permasalahan aspek infratruktur di kabupaten Boyolali. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 182

199 Sementara itu, kasus Malang menunjukkan bahwa meskipun memiliki potensi produksi perikanan, di Kabupaten Malang belum ditemui pasar ikan. Sementara jaringan listrik sudah masuk di seluruh wilayah Kabupaten Malang, begitu juga dengan jaringan air bersih baik yang dikelola oleh PDAM maupun air bersih yang diperoleh masyarakat dengan membuat sumur bor. Lebih lanjut, untuk meningkatkan perdagangan sarana transportasi sangat beragam dengan sarana trasnportasi yang dominan adalah sepeda motor. Masyarakat di kawasan minapolitan rata-rata mempunyai sepeda motor pribadi sehingga memudahkan mobilitas terutama untuk mendukung usaha budidaya. Selain sarana transportasi yang beragam kemudahan akses untuk menjangkau lokasi diperlukan kondisi jalan yang baik. Di kawasan minapolitan kondisi jenis permukaan jalan adalah beraspal tetapi kondisi jalan dapat dikategorikan dalam baik dan sedang. Berikut tabel yang menggambarkan kondisi dan permasalahan aspek infratruktur di kabupaten Malang. Di Palangkaraya, infrastruktur di calon kawasan minapolitan yaitu di Desa Sebangau dan Desa Pahandut Seberang, belum dapat menunjang kegiatan program minapolitan. Insfrastruktur tersebut yaitu saluran irigasi, kondisi jalan, serta sarana penunjang lainnya masih jauh ke lokasi. Sarana yang terkait dengan perikanan seperti BBI, PPI, cold storage, pabrik es, pabrik pakan, dan pasar ikan belum terdapat di Desa Sebangau. Benih ikan dan pakan berasal dari luar daerah. Sarana kesehatan, pendidikan, kesenian, rekreasi, perpustakaan swalayan sudah ada namun terletak di lokasi hinterland. Kondisi aspek infrastruktur di lokasi minapolitan Kota Palangkaraya dapat dilihat pada tabel 109 berikut ini. Berdasarkan hasil kajian di beberapa lokasi penelitian, fasislitas pelayan publik seperti sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana perekonomian, sarana peribadatan, jaringan listrik dan jaringan air bersih telah tersedia. Namun di beberapa lokasi sarana dan prasana untuk kegiatan perikanan masih minim seperti kondisi saluran irigasi yang buruk, konstruksi kolam/tambak masih belum memenuhi standar budidaya yang baik. Disamping itu fasilitas pasar ikan di beberapa lokasi belum tersedia dan akses jalan menuju sentra produksi masih kurang baik. Peluang perbaikan terhadap permasalahan infrastruktur adalah pemda setempat berkoordinasi dengan dinas Pekerjaan Umum untuk merencanakan pembangunan fasilitas-fasilitan pendukung keberhasilan program minapolitan. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 183

200 Tabel 109. Evaluasi Kondisi eksisting, permasalahan dan Peluang Perbaikan Aspek Infrastruktur di Lokasi Minapolitan Kondisi eksisting Saluran Irigasi Konstruksi kolam/tambak Jalan Jaringan Listrik Sarana transportasi Pasar BBI Permasalahan dan Kendala Lokasi : Malang Kondisi saluran irigasi buruk Konstruksi kolam belum memenuhi standar CBIB Jaringan jalan dan aksesibilitas buruk Penerangan jalan didalam desa masih minim (sumber listrik dari rumah penduduk) Sarana transportasi perlu perbaikan Belum terdapat pasar ikan dan pasar benih ikan di lokasi sentra Lokasi: Boyolali Terdapat BBI tetapi belum dapat memenuhi permintaan benih Peluang Perbaikan Melakukan perbaikan saluran irigasi agar pada saat musim hujan (debit air tinggi) air dari luar tidak masuk kedalam kolam Perbaikan konstruksi kolam sesuai dengan standar CBIB Perlu dibuatkan jalan yang baik oleh PU Melakukan perbaikan saluran irigasi agar pada saat musim hujan (debit air tinggi) air dari luar tidak masuk kedalam kolam Melakukan penambahan sarana transportasi publik Pembentukan pasar ikan Kemitraan antara pedagang besar dgn pedagang kecil sehingga bisa menjaga harga pasar Memaksimalkan produksi benih ikan lele PPI Tidak terdapat PPI Pembangunan tempat pendaratan ikan Cold storage Tidak terdapat cold storage Pabrik es Tidak terdapat pabrik es Pabrik pakan Tidak terdapat pabrik Menjalin kemitraan pakan Pasar ikan Tidak terdapat pasar ikan dan pasar benih ikan di lokasi sentra Pasar pengumpul ikan Pasar benih ikan Tidak terdapat pasar benih Membangun pasar benih ikan Pusat pengolahan ikan Terdapat pusat pengolahan ikan - Saluran Irigasi Terdapat saluran irigasi Perbaikan saluran irigasi dan pembanguanan jaringan irigasi baru Jaringan jalan dan aksesibilitas Jaringan jalan baik, beraspal dan aksesibilitas Transportasi Jaringan listrik, mudah - Sarana transportasi kurang, tetapi masayarakat sudah mempunyai moda transportasi pribadi Jaringan listrik sudah masuk ke daerah minapolitas - Telekomunikasi Jaringan telekomunikasi mobile phone Air bersih - - Lokasi: Kota Palangkaraya Saluran Irigasi Kondisi saluran irigasi di Kec. Sebangau tidak Pembangunan jaringan telephon rumah Perbaikan saluran irigasi dan pembanguanan jaringan irigasi baru Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 184

201 Kondisi eksisting Konstruksi kolam/karamba Jalan Listrik Pasar Saluran Irigasi Konstruksi kolam/tambak Jalan Listrik Sarana transportasi Pasar Saluran Irigasi Konstruksi kolam/tambak Permasalahan dan Kendala memadai Tidak ada irigasi di Kec. Pahandut, karena wadah budidaya adalah KJA di Sungai Kahayan Konstruksi kolam belum memenuhi standar CBIB Jaringan jalan dan aksesibilitas di Kec. Sebangau kurang baik Penerangan jalan didalam sudah ada Belum terdapat pasar ikan dan pasar benih ikan di lokasi Kec, Sebangau Terdapat pasar umum di Kec. Pahandut Lokasi: Gowa Kondisi saluran irigasi buruk Konstruksi kolam belum memenuhi standar CBIB Jaringan jalan dan aksesibilitas buruk Penerangan jalan didalam desa masih minim (sumber listrik dari rumah penduduk) Sarana transportasi perlu perbaikan Belum terdapat pasar ikan dan pasar benih ikan di lokasi sentra Lokasi: Gresik Kondisi saluran irigasi mengalami pendangkalan karena tidak pernah tersentuh Belum ada saluran pembuangan limbah tambak Jalan Sudah baik - Listrik - - Sarana transportasi - - Pasar - - Lokasi: Jambi Saluran Irigasi Konstruksi kolam/tambak Jalan Listrik Tidak ada saluran irigasi buruk Konstruksi kolam sudah memenuhi standar CBIB Jaringan jalan dan aksesibilitas baik Belum ada penerangan jalan di dalam desa Peluang Perbaikan Perbaikan konstruksi kolam sesuai dengan standar CBIB Perbaikan jalan dan aksesibilitas ke kawasan minapolis Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya Pembentukan pasar ikan Kemitraan antara pedagang besar dengan pedagang kecil sehingga bisa menjaga harga pasar Melakukan perbaikan saluran irigasi agar pada saat musim hujan (debit air tinggi) air dari luar tidak masuk kedalam kolam Perbaikan konstruksi kolam sesuai dengan standar CBIB Perlu dibuatkan jalan yang baik oleh PU Melakukan perbaikan saluran irigasi agar pada saat musim hujan (debit air tinggi) air dari luar tidak masuk kedalam kolam Melakukan penambahan sarana transportasi publik Pembentukan pasar ikan Kemitraan antara pedagang besar dgn pedagang kecil sehingga bisa menjaga harga pasar Perlu perbaikan Perlu pembuatan saluaran pembuangan limbah tambak Pembangunan saluran irigasi - - Pembangunan sarana listrik

202 Kondisi eksisting Sarana transportasi Pasar Saluran Irigasi Konstruksi kolam/tambak Jalan Permasalahan dan Kendala Tidak tersedia sarana transportasi umum, sehingga pembudidaya harus menyediakan transportasi sendiri Belum terdapat pasar ikan dan pasar benih ikan di lokasi sentra Lokasi: Kotawaringin Barat Kondisi saluran irigasi perlu perbaikan Peluang Perbaikan Melakukan penambahan sarana transportasi publik Pembentukan pasar ikan Kemitraan antara pedagang besar dgn pedagang kecil sehingga dapat menjaga harga pasar Kondisi saluran jalan perlu perbaikan Bekerja sama dengan PU untuk memperbaiki jalan Listrik Tidak ada pasokan listrik yang cukup untuk Bekerjasama dengan PLN untuk mensuply listrik mengoperasikan cold storage;. Sarana transportasi Sarana transportasi tidak sampai pada daerah-daerah Pemerintah bisa menyediakan transportasi umum pembudidaya Pasar Terdapat pasar ikan di Pengaktifan TPI kumai tapi jaringan pasar masih dikuasai oleh tengkulak. Lokasi: Bogor Fasilitas perikanan BBI sudah ada tapi terkadang belum dapat memenuhi permintaan Dapat dibuat rencana pembuatan infrastruktur terkait dengan instansiinstansi yang berwenang benih Belum terdapat pabrik es, pakan, cold storage Belum terdapat pusat pengolahan ikan Saluran Irigasi Kondisi saluran irigasi yang masih mengandalkan air sungai Dapat dibuat pompa agar dapat mengairi kolam walaupun sedang musim kemarau Konstruksi Sesuai dengan - kolam/tambak pengembangan kawasan (sudah dalam 1 cluster) Jalan Masih terdapat beberapa kawasan yang jaringan Perlu dibuatkan jalan yang baik oleh PU jalan dan aksesibilitasnya buruk Listrik Sudah tersedia - Sarana transportasi Sarana transportasi perlu perbaikan Ditambahkan lagi jumlah sarana transportasi Pasar Belum terdapat pasar ikan dan pasar benih ikan di lokasi sentra Dibuatkan pasar khusus ikan Sumber: Hasil Riset BBRSEKP, 2010 Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 186

203 4.4. Model Praktikal Model Praktikal Kabupaten Malang Penetapan kabupaten malang merupakan suatu langkah strategis sebagai peluang bagi kabupaten Malang untuk dapat mengembangkan daerahnya. Kabupaten Malang yang selama ini hanya bertumpu pada agribisnis, kini beralih menjadi minabisnis. Dari segi sistem usaha, yang harus dilakukan dalam penguatan kelembagaan adalah dengan menciptakan penguatan kelembagaan. Karena sifatnya yang masih baru, para pelaku utama budidaya memerlukan pendampingan yang ekstra sehingga keberadaan penyuluh sangatlah diperlukan. Selama ini penyuluh yang ada di kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Malang masih sangat minim jumlahnya sehingga para penyuluh harus dapat membagi waktunya dengan baik untuk dapat mendampingi daerah binaannya. Selain penguatan kelembagaan, penguatan sistem usaha juga harus didukung dengan adanya ketersediaan input produksi yang baik pula. Selama ini BBI yang seharusnya menjadi andalan dalam produksi benih di kabupaten, belum dapat menghasilkan benih sesuai permintaan konsumen. BBI hanya dapat menghasilkan 1 juta benih per tahunnya. Hal ini dikarenakan masih sedikitnya jumlah tenaga kerja yang tersedia di BBI. Selain itu infrastruktur berupa kolam harus ditambah kuantitasnya. Antara pemerintah, sarana pendukung input produksi dan kelembagaan yang ada di kawasan minapoltan seperti: pembudidaya, penyedia input, permodalan, penyuluhan, koperasi, pemasaran, Lembaga Pengawas Masyarakat, harus mempunyai suatu jaringan komunikasi yang baik. Apalagi di Kabupaten Malang, antara jarak kantor Dinas Perikanan, pembudidaya, penyedia input dan fungsi-fungsi lainnya cukup jauh. Untuk itu perlu adanya koordinasi agar tidak ada satu fungsi tidak mendapatkan informasi yang terkait dengan program minapolitan. Penguatan sistem usaha lainnya adalah dengan peningkatan nilai tambah atau diversifikasi usaha. Dinas Kabupaten Malang saat ini hanya berfokus pada produksi komoditas berupa ikan segar saja. Tetapi belum memberikan perhatian kepada industri-industri pengolahan ikan. Dinas Perikanan juga seharusnya berkoordinasi dengan dinas perindustrian untuk membahas masalah pengolahan mendong sebagai sampingan produk pembudidaya ikan. Berdasarkan komoditas unggulan yang ditetapkan oleh pemerintah setempat, pembudidaya diarahkan untuk melakukan minamendong. Tetapi hasil produksi mendong masih belum dipikirkan mulai dari pengolahannya hingga pemasarannya. Belum adanya perhatian ke mendong, membuat komoditas program minamendong yang dicanangkan pemda setempat tidak Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 187

204 dapat berjalan dengan mulus. Sudah mulai bermunculan pembudidaya yang ingin menghentikan komoditas mendongnya dan hanya membudidayakan ikan saja. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 188

205 MINAPOLITAN KABUPATEN MALANG Kebijakan Pemerintah Pusat/KKP:Program Minapolitan Persyaratan Minapolitan: 1. Keseuaian dgn Renstra, RTRW, RPIJMD dg yg ditetapkan 2. Memiliki komoditas Unggulan 3. Letak geografis kaw asan yg strategis 4. Keg. Perikanan yang aktif berproduksi (Unit Produksi, Pengolahan dan Pemasaran) 5. Fasilitas Pendukung 6. Kelayakan Lingkungan 7. Komitmen Daerah 8. Kelembagaan perikanan 9. Data kondisi dan potensi kaw asan Kebijakan Pemerintah Daerah (Belum ada SK, Masterplan, RPIJM, Pembentukan POKJA) Sosialisasi Program Minapolitan Koordinasi antar instansi Penetapan: 1. Komoditas Unggulan 2. Penetapan Sentra Minapolis Sosialisasi dengan masyarakat Penambahan tenaga SDM penyuluh dan perbaikan kelembagaan permodalan Jaringan Pasar: 1. Informasi Pasar 2. Stabilitas harga Pembangunan/Perbaikan Fasilitas: 1. Sarana Pendukung 2. Sarana Umum 3. Sarana Kesejahteraan Penguatan kelembagaan kelompok pembenih dan BBI Jaringan dan informasi pasar untuk mendong juga harus dipikirkan Input Produksi: Benih & Pakan Lembaga yg sudah terbentuk: 1. Pelaku utama 2. Penyedia Input 3. Permodalan 4. Penyuluhan 5. Pemasaran Belum ada pengolahan baik untuk komoditas ikan maupun mendong. Harus dibuat industri kerajinan mendoong dan pengolahan ikan Penguatan sistem usaha Dampak Perubahan Iklim Koordinasi antar instansi dan pembuatan Jarkom (jaringan komunikasi) Peningkatan pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat Perikanan dan kemandirian daerah Keterangan Gambar : : Kondisi eksisting dan permasalahan dalam pengembangan Minapolitan : Peluang perbaikan/solusi : Tujuan program minapolitan : Alur pelaksanaan program minapolitan : Alur peluang perbaikan/solusi Gambar 18. Model Praktikal Minapolitan Kabupaten Malang Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 189

206 Model Praktikal Kabupaten Boyolali Dalam pembuatan model praktikal minapolitan, sebagai langkah awal mengacu pada berbagai model yang sudah ada (existing). Acuan ini kemudian disempurnakan berdasarkan hasil kajian di lapangan. Secara konseptual dalam penerapan kosep minapolitan budidaya mempertimbangan aspek generik seperti : 1) aspek kelembagaan dan bisnis, 2) aspek masyarakat, 3) aspek sumberdaya dan tata ruang, 4) aspek kebijakan dan governance dan 5) aspek infrastruktur. Berdasarkan aspek generik tersebut dikaitkan dengan aspek khusus yaitu komoditas unggulan, sistem usaha, konsumsi dan kebocoran serta dampak perubahan iklim. Pada aspek generik pengembangan sektor/komoditas unggulan diharapkan berdampak pada peningkatan produksi dan menciptakan multipier effect. Konsumsi dan kebocoran jika input produksi perikann berasal dari luar kawasan minapolitan dan konsumsi barang serta jasa dilakukan di luar daerah. Disamping itu, dampak perubahan iklim untuk perikanan budidaya, seperti penggenangan kawasan budidaya, penurunan kualitas air, peningkatan penyakit akan mengganggu produksi perikanan. Hal ini dapat mempengaruhi sistem produksi minabisnis dan konsumsi melalui proses adaptasi. Merujukan pada model konseptual dan temuan dilapangan maka dapat diperoleh model praktikal untuk lokasi Kabupaten Boyolali. Dalam model praktial halhal yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan program minapolitan adalah sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dalam penentuan suatu kawasan minapolitan harus memperhatikan persyaratan yang ditetapkan. Persyaratan tersebut terdiri dari : kesesuaian dengn rencana dan strategi (renstra), rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) dan rencana pembangunan investasi jangka menengah daerah yang ditetapkan. Daerah tersebut telah mempunyai komoditas unggulan yang dimana komoditas unggulan ini disesuaikan dengan kondisi lahan budidaya dan berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat. Letak geografis yang strategis yang mudah dijangkau oleh berbagai stakeholder yang terlibat dalam usaha perikanan dan mempunyai kegiatan perikanan yang aktif berproduksi (unit produksi, pengolahan dan pemasaran), Seiring dengan peningkatan produksi maka diperlukan fasilitas pendukung dan kelayakan lingkungan untuk usaha budidaya. Peran pemerintah daerah diwujudkan dengan komitmennya dalam pengembangan sektor perikanan, kelembagaan perikanan, data serta potensi kawasan menjadi hal penting dalam penerapan minapolitan. Selanjutnya, dilakukan sosialisasi program minapolitan kepada pemerintah daerah untuk menyamakan persepsi tentag minapolitan sehingga dalam Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 190

207 pelaksanaannya sesuai dengan kebijakan minapolitan yang telah ditetapkan. Melihat persyaratan yang telah ditentukan Kabupaten Boyolali, pemerintah telah membuat kebijakan dalam hal penetapan surat keputusan bupati (SK Bupati) tentang penetapan lokasi dan Masterplan Pengembangan Kawasan Minapolitan Kabupaten Boyolali Kampung Lele dan pembentukan kelompok kerja dan sekretariat kelompok kerja pengembangam kawasan minapolitan Kabupaten Boyolali. Untuk mendukung semua itu, dirumuskan rencana kerja program pengembangan kawasan minapolitan mengacu pada dokumen masterplan dan rencana kerja pengembangan infrastruktur Jangka Menengah (RPIJM) kawasan minapolitan. Selanjutnya penetapan komoditas unggulan dan kawasan sentraminapolis, dimana lele sebagai komoditas unggulan serta Kecamatan Sawit (Kampung Lele) menjadi sentra minapolis dan kecamatan Teras dan Kecamatan Kecamatan Banyudono sebagai hinterland. Setelah perangkat utama ditetapkan dilakukan sosialisasi kepada masyakat di kawasan minapolitan dengan tujuan agar masyarakat mempunyai keterikatan atau rasa memiliki terhadap program minapolitan. Masyarakat tersebut terkait dengan kelembagaan yang telah terbentuk dikawasan minapolitan seperti kelembagaan pelaku utama, kelembagaan input jasa, kelembagaan permodalan, kelembagaan penyuluhan dan kelembagaan pemasaran. Terkait dengan penetapan komoditas unggulan dan kawasan minapolitan maka dinas terkait melakukan pembangunan atau perbaikan fasilitas dilakukan seperti fasilitas sarana pendukung produksi, sarana umum dan kesejahteraan. Meskipun Kabupaten Boyolali menjadi salah satu kabupaten yang menjadi model percontohan program minapolitan, masih terdapat permasalahan yang dihadapi sehingga masih diperlukan perbaikan dalam model praktikal terutama pada input produksi yaitu benih dan pakan. Selain itu pemasaran yang menjadi ujung tombak dalam usaha budidaya mempunyai permasalahan dalam meraih pangsa pasar karena persaingan yang terjadi antar daerah produsen ikan lele. Hal lain adalah dampak dari perubahan iklim fluktuasi suhu yang tinggi mempengaruhi usaha budidaya. Merujuk pada permasalahan diatas pada input produksi benih, maka dilakukan penguatan kelembagaan input benih dengan melakukan klasifikasi usaha pembenihan guna memenuhi kebutuhan benih yang dipersyaratkan oleh pembudidaya pembesaran. Klasifikasi ini dilakukan karena terkait dengan masalah permodalan yang dihadapi oleh para pembudidaya pembenihan. Kelembagaan input pakan dapat diatasi dengan kemitraan antara pembudidaya dan pabrik pakan sehingga pabrik pakan tidak mempermainkan harga pakan dikarenakan pakan menjadi faktor terbesar yang mempengaruhi dalam usaha perikanan. Intervensi Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 191

208 pemerintah dalam untuk memberikan informasi pasar dan mengatur atau menjamin harga dibutuhkan dalam jaringan pemasaran. Dalam memberikan informasi harga dan stabilitas harga, koordinasi antar instansi seperti dinas kelautan dan perikanan, dinas perdagangan, dinas perindustrian dan instansi terkait lainnya sangat diperlukan sehingga produksi yang dihasilkan dapat terserap oleh pasar dengan harga yang jual yang menguntungkan. Dampak perubahan iklim dilakukan dengan pola adapati dengan pengurangan jumlah padat tebar dan pengurangan pemberian pakan. Terkait dengan kelembagaan dapat dibentuk kelembagaan koperasi dimana kelembagaan ini dikelola oleh masyarakat perikanan dimana kelembagaan ini dapat menjadi kelembagaan penyedia sarana produksi perikanan maupun permodalan. Disamping itu kelembagaan masyarakat pengawasan dapat dibentuk sebagai suatu lembaga pelaksana pengawasan terkait dengan kegiatan perikanan dan menjadi lembaga pelestarian sumber daya perikanan. Selain itu, pengembangan pengolahan hasil perikanan dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah dan membuka lapangan kerja. Kesemuanya itu dilakukan untuk penguatan sistem usaha dan akhirnya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat dan menjadikan masyarakat perikanan yang mandiri. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 192

209 MINAPOLITAN BOYOLALI Kebijakan Pemerintah Pusat/KKP:Program Minapolitan Persyaratan Minapolitan: 1. Keseuaian dgn Renstra, RTRW, RPIJMD dg yg ditetapkan 2. Memiliki komoditas Unggulan 3. Letak geografis kaw asan yg strategis 4. Keg. Perikanan yang aktif berproduksi (Unit Produksi, Pengolahan dan Pemasaran) 5. Fasilitas Pendukung 6. Kelayakan Lingkungan 7. Komitmen Daerah 8. Kelembagaan perikanan 9. Data kondisi dan potensi kaw asan Kebijakan Pemerintah Daerah (Sudah ada SK, Masterplan, RPIJM, Pembentukan POKJA) Sosialisasi Program Minapolitan Koordinasi antar instansi Penetapan: 1. Komoditas Unggulan 2. Kawasan Sentra Minapolis Sosialisasi dengan masyarakat Pembentukan Koperasi dan lembaga Pokw asmas Intervensi Pemerintah untuk memberikan informasi pasar, dan mengatur/menjamin harga jual Jaringan Pasar: 1. Informasi Pasar 2. Stabilitas harga Pembangunan/Perbaikan Fasilitas: 1. Sarana Pendukung 2. Sarana Umum 3. Sarana Kesejahteraan Penguatan kelembagaan kelompok pembenih Input Produksi: Benih & Pakan Lembaga yg sudah terbentuk: 1. Pelaku utama 2. Penyedia Input 3. Permodalan 4. Penyuluhan 5. Pemasaran Usaha Pengolahan Lele: Kripik Lele dan Abon Lele Penguatan sistem usaha Dampak Perubahan Iklim: adanya fluktuasi suhu yang tinggi Koordinasi antar instansi Peningkatan pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat Perikanan dan kemandirian daerah Pola adaptasi: 1. Pengurangan padat tebar 2. Pengurangan pemberian pakan Keterangan Gambar : : Kondisi eksisting dan permasalahan dalam pengembangan Minapolitan : Peluang perbaikan/solusi : Tujuan program minapolitan : Alur pelaksanaan program minapolitan : Alur peluang perbaikan/solusi Gambar 19. Model Praktikal Minapolitan Kabupaten Boyolali Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 193

210 Model Praktikal Kabupaten Kota Palangkaraya Daerah Kotamadya Palangkaraya ditetapkan sebagai kawasan minapolitan melalui KepMen KP No. Kep 32/Men/2010. Pada saat survey ini dilaksanakan, sama halnya dengan daerah Kabupaten Kobar, pelaksanaan program minapolitan di Kota Palangkaraya baru pada tahap pengkajian penetapan kawasan dan komoditas unggulan. Lokasi awal yang akan ditunjuk oleh Pemda Palangkaraya adalah Kec. Sebangau. Tetapi lokasi yang lebih berpotensi menjadi kawasan minapolitan adalah Kec. Pahandut. Karena kegiatan ekonomi di kec. Pahandut didominasi oleh sector perikanan, produksi ikan dari kecamatan Pahandut pun cukup tinggi. Akses pasar mudah, lembaga pelakku utama sudah terbentuk walaupun masih perlu penguatan. Infrastruktur sudah memadai karena kec. Pahandut berada di tengah kota Palangkaraya. Sedangkan di Kec. Sebangau cukup jauh dan masih butuh pembangunan infrastruktu terutama jalan. Untuk pelaksanaan minapolitan, komitmen Pemda Palangkaraya harus segera dituangkan dalam SK Walikota dan segera melakukan koordinasi dengan instansi terkait terutama Bappeda. Karena pada saat survei dilaksanakan belum ada koordinasi antar instansi terkait. Berdasarkan uraian diatas maka, beberapa langkah yang perlu segera dilakukan adalah : - Menetapkan SK Bupati mengenai penetapan kawasan minapolitan - Sosialisasi kepada masyarakat - Pembangunan infrastruktur yang kurang, baik sarana pendukung budidaya, sarana umum dan sarana kesejahteraan - Penguatan kelembagaan, baik pelaku utama dan penyuluh - Pembentukan lembaga input produksi, modal, pemasaran dan atau koperasi - Pembentukan kelembagaan pengawas masyarakat (Pokmaswas); Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 194

211 MINAPOLITAN KOTA PALANGKARAYA Kebijakan Pemerintah Pusat/KKP:Program Minapolitan Persyaratan Minapolitan: 1. Kesesuaian dgn Renstra, RTRW, RPIJMD dg yg ditetapkan 2. Memiliki komoditas Unggulan 3. Letak geografis kaw asan yg strategis 4. Keg. Perikanan yang aktif berproduksi (Unit Produksi, Pengolahan dan Pemasaran) 5. Fasilitas Pendukung 6. Kelayakan Lingkungan 7. Komitmen Daerah 8. Kelembagaan perikanan 9. Data kondisi dan potensi kaw asan Kebijakan Pemerintah Daerah (belum ada SK, Masterplan, RPIJM, Pembentukan POKJA) Sosialisasi Program Minapolitan Belum ada penetapan: 1. Komoditas Unggulan 2. Kawasan Sentra Minapolis Pembentukan: 1. Penyedia Input 2. Permodalan 3. Koperasi 4. Pemasaran 5. Lembaga Pokw asmas Sosialisasi dengan masyarakat Koordinasi antar instansi Jaringan Pasar: 1. Informasi Pasar 2. Stabilitas harga Pembangunan/Perbaikan Fasilitas: 1. Sarana Pendukung 2. Sarana Umum 3. Sarana Kesejahteraan Koordinasi antar instansi Penguatan lembaga: 1. Pelaku utama 2. Penyuluhan Peningkatan nilai tambah/diverfisikasi usaha Penguatan sistem usaha Koordinasi antar instansi Dampak Perubahan Iklim Peningkatan pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat Perikanan dan kemandirian daerah Pola adaptasi Keterangan Gambar : : Kondisi eksisting dan permasalahan dalam pengembangan Minapolitan : Peluang perbaikan/solusi : Tujuan program minapolitan : Alur pelaksanaan program minapolitan : Alur peluang perbaikan/solusi Gambar 20. Model Perspektif Minapolitan di Kota Palangkaraya Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 195

212 Model Praktikal Kabupaten Gowa Gambar 21 merupakan model perspektif minapolitan di Kabupaten Gowa dengan berbagai permasalahan yang dihadapi serta peluang perbaikannya. Minapolitan merupakan salah satu kebijakan pemerintah pusat (Kementerian Kelautan dan Perikanan) sebagai solusi untuk perbaikan perikanan melalui peningkatan produksi. Minapolitan adalah strategi pembangunan perikanan berbasis kawasan. Untuk itu persyaratan awal penetapan suatu kawasan sebagai kawasan minapolitan harus terpenuhi. Persyaratan tersebut meliputi : (1) kesesuaian dengan Renstra, RTRW, dan RPIJM; (2) memiliki komoditas yang diunggulkan; (3) letak geografis yang strategis; (4) Sudah aktif berproduksi kegiatan perikanan (unit produksi, pengolahan dan pemasaran); (5) Fasilititas pendukung yang memadai; (6) Kelayakan lingkungan; (7) Adanya komitmen daerah; (8) Kelembagaan perikanan serta (9) Kesediaan data kondisi dan potensi kawasan. Komunikasi merupakan salah-satu variabel penting yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik, komunikasi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan dan program. Faktor komunikasi sangat berpengaruh terhadap penerimaan kebijakan oleh kelompok sasaran, sehingga kualitas komunikasi akan mempengaruhi dalam mencapai efektivitas implementasi kebijakan. Dengan demikian, penyebaran isi kebijakan melalui proses komunikasi yang baik akan mempengaruhi terhadap implementasi kebijakan. Dalam hal ini, media komunikasi yang digunakan untuk menyebarluaskan isi kebijakan kepada kelompok sasaran akan sangat berperan. Pemahaman terhadap program minapolitan masih sangat rendah khususnya di tingkat pembudidaya. Sosialisasi hanya sampai pada level pemerintahan saja sedangkan pembudidaya sebagai penerima program belum memahami bahkan belum mengetahui keberadaan program minapolitan. Kesiapan pemerintah daerah untuk menunjang minapolitan sangat penting, khususnya dalam hal legalisasi kebijakan pemerintah. Beberapa persyaratan administrasi yang harus dilengkapi diantaranya SK Program Minapolitan, Masterplan, RPIJM dan Pokja Minapolitan. Dari sisi persyaratan administrasi dan kebijakan Pemerintah Kabupaten Gowa untuk mendukung program minapolitan sudah cukup siap namun perlu beberpa perbaikan dan optimalisasi. Revisi terhadap master plan minapolitan perlu dilakukan mengingat pemilihan sentra minapolitan yang tidak sesuai dengan komoditas yang diunggulkan. Optimalisasi terhadap kinerja kelompok kerja minapolitan perlu dilakukan karena kelompok kerja yang telah terbentuk belum melakukan tugas dan fungsi secara optimal. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 196

213 Dari sisi apek generik, di Kabupaten Gowa secara umum sudah terpenuhi namun perlu dilengkapi dan diperbaiki. Dari aspek kelembagaan, kelembagaan input pelaku utama, penyedia input dan penyuluh sudah tersedia namun perlu optimalisasi peran masing-masing kelembagaan tersebut. Kelembagaan penyedia input yang sudah terbentuk adalah untuk input benih yaitu dengan keberadaan BBI dan UPR sedangkan input pakan dan input lainnya belum terbentuk kelembagaannya. Peran penyuluh dirasakan masih sangat kurang, hal ini dikarenakan jumlah tenaga penyuluh yang masih minim sehingga menghambat proses transfer infromasi dan teknologi ditingkat pembudidaya. Peluang perbaikan yang dapat dilakukan adalah segera dibentuknya kelembagaan berupa koperasi yang difungsikan sebagai penyedia input, permodalan serta pemasaran. Kelembagaan pokmawas juga dirasakan perlu untuk segera dibentuk. Kelompok ini memiliki peran dan fungsi untuk mengawasi distribusi input, kestabilan harga dan waktu produksi untuk menghindari kelebihan suplai. Suplai input utama untuk budidaya ikan mas, nilai, koi di Kabupaten Gowa terdiri dari input benih dan pakan. Secara kuantitas, suplai benih sudah dapat terpenuhi dari BBI dan UPR yang terletak dikawasan minapolitan meskipun dan sisi kualitas benih yang dihasilkan masih rendah. Input pakan masih diperoleh dari Kota Makasar, untuk itu peluang perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan membuka distributor atau agen lokal di kawasan minapolitan serta introduksi teknologi pembuatan pakan dengan bahan baku lokal. Introduksi pembuatan pakan buatan ini harus didahului dengan identifikasi potensi bahan baku lokal, hal ini perlu dilakukan agar produksi pakan buatan lokal dapat berkelanjutan. Dengan adanya pembuatan pakan buatan lokal maka pembudidaya dapat mengefisiensikan biaya produksi budidaya. Aspek infrastruktur memegang peranan yang tidak kalah penting baik infrastruktur yang langsung terkait dengan kegiatan budidaya maupun infrastruktur penunjang. Jaringan irigasi dan drainase merupakan bentuk keterkaitan teknologis sebagai perwujudan dari keterkaitan fisik ekologis yang ditranformasikan menjadi sebuah jaringan. Jaringan ini merupakan prasarana vital yang dibutuhkan dalam usaha yang mengelola sumber daya air. Upaya untuk meningkatkan produktivitas perlu diimbangi dengan jaminan penyediaan air irigasi atau air baku untuk kebutuhan budidaya. Rehabilitasi irigasi dalam kawasan dilakukan di sepanjang jalur irigasi yang telah ada, khususnya jaringan irigasi sekunder dan tersier. Wilayah rehabilitasi meliputi saluran irigasi di Kecamatan Bontonompo Selatan, Bajeng, dan Pallanga. Rehabilitasi ini diharapkan dapat menjamin suplai air masuk ke dalam kolam/tambak sehingga bahan baku air untuk budidaya tersedia pada saat dibutuhkan dan proses Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 197

214 sirkulasi air dalam areal budidaya dapat dilakukan dengan baik. Dalam upaya menunjang kualitas lingkungan, maka perlu pengembangan drainase untuk mengalirkan air buangan dari berbagai kegiatan yang menghasilkan limbah cair. Infrastruktur lainnya adalah berupa jalan dan listrik yang perlu segera di perbaiki dan diadakan. Infrastruktur jalan di kawasan minapolitan sebagian besar masih berupa jalan tanah dan berbatu, dengan demikian menghambat dalam distribusi dan pemasaran ikan. Begitupula halnya dengan listrik, lampu jalan yang menerangi kawasan minapolitan belum ada hal ini mengakibatkan keterbatasan waktu untuk pemanenan dan pemasaran produk. Pemasaran hasil merupakan bagian hilir dari usaha budidaya perikanan, pemasaran ikan mas dan nila masih terbatas pada pemasaran lokal antar kabupaten dan Kota Makasar. Pasar yang dimaksud adalah pasar-pasar tradisional dan untuk konsumsi di rumah makan. Keterbatasan pemasaran dikarenakan kurangnya informasi dan akses pasar yang dimiliki oleh pembudidaya. Untuk itu diperlukan intervensi pemerintah untuk menyebarluaskan informasi pasar serta penetapan harga dasar ikan untuk melindungi pembudidaya pada saat terjadi suplai berlebih. Selain perlunya intervensi pemerintah dalam hal pasar dan harga, diperlukan pula introduksi teknologi pengolahan. Saat ini produk yang dipasarkan terbatas pada produk ikan hidup dan mati segar saja. Peluang untuk ikan olahan masih terbuka lebar seperti pembuatan abon ikan, kerupuk, nugget dan bentuk olahan lainnya. Minimnya pengetahuan tentang pengolahan ikan ini dapat ditindaklanjuti dengan cara melakukan introduksi teknologi pengolahan kepada ibu-ibu rumah tangga yang ada disekitar kawasan minapolitan. Dengan adanya pemberdayaan ibu-ibu rumah tangga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat melalui mata pencaharian sampingan/alternatif yaitu pengolahan ikan. Perubahan iklim yang dirasakan oleh pembudidaya adalah dalam hal kualitas air. Musim hujan yang lebih panjang mengakibatkan debit air meningkat, dengan kondisi irigasi yang rusak mengakibatkan air kembali masih kekolam dan keruh serta adanya genangan air dan bahkan membanjiri areal kolam dan jalan. Pola adaptasi yang dilakukan adalah dengan cara memperbaiki saluran air serta melaporkan kepada dinas terkait yaitu Dinas Pekerjaan Umum untuk segera memperbaiki saluran irigasi dan jalan. Penguatan usaha diharapkan dapat terwujud apabila aspek-aspek tersebut diatas dapat segera dibenahi agar tujuan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta kemandirian daerah dapat tercapai. Berdasarkan uraian diatas maka, beberapa langkah yang perlu segera dilakukan adalah : Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 198

215 - Perbaikan masterplan, yaitu penetapan kawasan minapolitan yang sesuai dengan komoditas yang diunggulkan yaitu perikanan air tawar (ikan mas, nila dan koi); - Sosialisasi program minapolitan di tingkat pembudidaya; - Distributor atau agen pakan lokal di kawasan minapolitan; - Identifikasi potensi bahan baku pakan lokal; - Introduksi teknologi pembuatan pakan dengan bahan baku lokal; - Perbaikan saluran irigasi, jalan dan listrik dikawasan minapolitan melalui koordinasi dengan dinas terkait dalam hal ini adalah Dinas PU; - Pembentukan koperasi yang berfungsi sebagai penyedia input, permodalan dan pemasaran; - Pembentukan kelembagaan pengawas masyarakat (Pokmaswas); - Introduksi teknologi pengolahan ikan. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 199

216 MINAPOLITAN KAB. GOWA Kebijakan Pemerintah Pusat/KKP:Program Minapolitan Persyaratan Minapolitan: 1. Kesesuaian dgn Renstra, RTRW, RPIJMD 2. Memiliki komoditas Unggulan 3. Letak geografis kaw asan yg strategis 4. Keg. Perikanan yang aktif berproduksi (Unit Produksi, Pengolahan dan Pemasaran) 5. Fasilitas Pendukung 6. Kelayakan Lingkungan 7. Komitmen Daerah 8. Kelembagaan perikanan 9. Data kondisi dan potensi kaw asan Kebijakan Pemerintah Daerah (sudah ada SK, Masterplan, RPIJM, Pembentukan POKJA) Sosialisasi Program Minapolitan Sosialisasi dengan masyarakat Koordinasi antar instansi Penetapan kaw asan tidak sesuai dengan komoditas unggulan Pembentukan Koperasi & Pokmasw as Masterplan perlu direvisi karena penetapan kaw asan tidak sesuai potensi Jaringan Pasar: 1. Informasi Pasar 2. Stabilitas harga Pembangunan/ Perbaikan Fasilitas: 1. Sarana Pendukung 2. Sarana Umum 3. Sarana Kesejahteraan Perbaikan jalan, listrik & irigasi Input produksi: Pakan masih diperoleh dari luar daerah Lembaga yg sdh terbentuk: 1. Pelaku utama 2. Penyedia Input 3. Penyuluhan Intervensi Pemerintah - Distributor/agen lokal - Introduksi teknologi pembuatan pakan Introduksi teknologi pengolahan dan pemberdayaan ibu2 rumahtangga Belum ada diverfisikasi usaha Penguatan sistem usaha Koordinasi antar instansi Peningkatan pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat Perikanan dan kemandirian daerah Pola adaptasi: perbaikan saluran air/irigasi Dampak Perubahan Iklim: curah hujan yg tinggi, menyebabkan air keruh Keterangan Gambar : : Kondisi eksisting dan permasalahan dalam pengembangan Minapolitan : Peluang perbaikan/solusi : Tujuan program minapolitan : Alur pelaksanaan program minapolitan : Alur peluang perbaikan/solusi Gambar 21. Model Praktikal Minapolitan Kabupaten Gowa Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 200

217 Model Praktikal Kabupaten Bogor Minapolitan mempunyai beberapa persyaratan antara lain: 1. Kesesuaian dengan Renstra, RPIJMD dengan yang ditetapkan; 2. Memiliki komoditas unggulan; 3. Letak geografis kawasan yang strategis; 4. Kegiatan Perikanan yang aktif berproduksi (unit Produksi, Pengolahan dan Pemasaran); 5. Fasilitas pendukung; 6. Kelayakan lingkungan; 7. Komitmen daerah; 8. Kelembagaan perikanan; 9. Data kondisi dan potensi kawasan. Persayaratan tersebut, seluruhnya sudah dimiliki oleh Kabupaten Bogor walaupun masih ada yang belum optimal. Poin utama yang dimiliki oleh Kabupaten Bogor adalah poin ke- 3 yaitu letak geografis kawasan minapolitan kabupaten yang sangat strategis. Kawasan minapolitan kabupaten ini diapit oleh kotakota besar pusat perdagangan seperti Kota Bogor dan Jakarta. Hal ini menyebabkan akses informasi dan perngembangan daerah dapat mudah terjadi. Berbeda dari kawasan yang lainnya yang terkadang minim informasi tentang minapolitan, Kabupaten Bogor sangat mudah terjangkau dan mendapatkan banyak perhatian dari pemerintah pusat. Untuk itu kawasan minapolitan Kabupaten Bogor dapat dijadikan etalase atau kawasan percontohan kawasan minapolitan bagi stakeholder lainnya yang berkedudukan di Jakarta. Kegiatan perikanan yang aktif berproduksi juga sudah lama terbina sehingga tidak perlu banyak melakukan sosialisasi dalam hal teknis budidaya. Selain kegiatan perikanan yang sudah berkelanjutan, para pembudidaya di daerah ini telah membentuk kelompok masing-masing sesuai bidang usahanya. Sedangkan dari segi peran pemerintah daerah, sudah ada kesesuaian dengan Renstra, RTRW dan RPIJMD yang telah ditetapkan. Komitmen daerahpun juga sudah mulai terlihat dengan adanya pembicaraan pembagian anggaran antara daerah dan pusat. Selain itu masterplan minapolitan masih dalam tahap pembuatan oleh lintas instansi terkait. Aspek yang masih lemah dalam rangka penguatan usaha budidaya perikanan di Kabupaten Bogor adalah stabilitas harga yang sangat tidak terjamin. Para pembudidaya mengeluhkan karena tidak ada pengaturan panen dan seringkali terjadi booming jumlah ikan, maka harga ikan pun terkadang turun hingga mereka tidak lagi dapat memperoleh untung dari penjualan. Biaya operasional yang sudah cukup besar, tidak dapat ditutupi dengan harga penjulalan yang rendah. Selain itu, stabilitas harga ini sangat terkait dengan informasi pasar. Sistem informasi pasar yang dicanangkan oleh pemerintah daerah belum dapat dilaksanakan karena sistem yang belum dibuat. Padahal jika ada informasi harga, maka pembudidaya dapat melakukan prediksi kapan produknya seharusnya dijual. Untuk pencegahan booming produksi, hendaknya pemerintah melakukan pengaturan jadwal panen. Selain dapat dilakukan pemerintah Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 201

218 hal ini juga dapat diatur oleh para kelompok budidaya sehingga besaran produksi dapat diatur dengan baik. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 202

219 MINAPOLITAN KABUPATEN BOGOR Kebijakan Pemerintah Pusat/KKP:Program Minapolitan Persyaratan Minapolitan: 1. Keseuaian dgn Renstra, RTRW, RPIJMD dg yg ditetapkan 2. Memiliki komoditas Unggulan 3. Letak geografis kaw asan yg strategis 4. Keg. Perikanan yang aktif berproduksi (Unit Produksi, Pengolahan dan Pemasaran) 5. Fasilitas Pendukung 6. Kelayakan Lingkungan 7. Komitmen Daerah 8. Kelembagaan perikanan 9. Data kondisi dan potensi kaw asan Kebijakan Pemerintah Daerah (Belum ada SK, Masterplan, RPIJM, Pembentukan POKJA) Sosialisasi Program Minapolitan Koordinasi antar instansi Penetapan: 1. Komoditas Unggulan 2. Penetapan Sentra Minapolis Sosialisasi dengan masyarakat Pembentukan Koperasi dan lembaga pemasaran Pengaturan Jadwal Panen, Pembentukan koperasi untuk stabilkan harga dan pembuatan sistem informasi harga pasar Jaringan Pasar: 1. Informasi Pasar 2. Stabilitas harga Pembangunan/Perbaikan Fasilitas: 1. Sarana Pendukung 2. Sarana Umum 3. Sarana Kesejahteraan Input Produksi: Benih & Pakan Lembaga yg sudah terbentuk: 1. Pelaku utama 2. Penyedia Input 3. Permodalan 4. Penyuluhan 5. Pemasaran Usaha pengolahan lele asap Penguatan sistem usaha Dampak Perubahan Iklim: adanya kekurangan air pada w aktu tertentu Koordinasi antar instansi Peningkatan pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat Perikanan dan kemandirian Pola adaptasi: Pembuatan sumur bor Keterangan Gambar : : Kondisi eksisting dan permasalahan dalam pengembangan Minapolitan : Peluang perbaikan/solusi : Tujuan program minapolitan : Alur pelaksanaan program minapolitan : Alur peluang perbaikan/solusi Gambar 22. Model Praktikal Kabupaten Bogor Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 203

220 Model Praktikal Kabupaten Gresik Dalam pembuatan model praktikal minapolitan, sebagai langkah awal mengacu pada berbagai model yang sudah ada (existing). Acuan ini kemudian disempurnakan berdasarkan hasil kajian di lapangan. Secara konseptual dalam penerapan kosep minapolitan budidaya mempertimbangan aspek generik seperti : 1) aspek kelembagaan dan bisnis, 2) aspek masyarakat, 3) aspek sumberdaya dan tata ruang, 4) aspek kebijakan dan governance dan 5) aspek infrastruktur. Berdasarkan aspek generik tersebut dikaitkan dengan aspek khusus yaitu komoditas unggulan, sistem usaha, konsumsi dan kebocoran serta dampak perubahan iklim. Pada aspek generik pengembangan sektor/komoditas unggulan diharapkan berdampak pada peningkatan produksi dan menciptakan multipier effect. Konsumsi dan kebocoran jika input produksi perikann berasal dari luar kawasan minapolitan dan konsumsi barang serta jasa dilakukan di luar daerah. Disamping itu, dampak perubahan iklim untuk perikanan budidaya, seperti penggenangan kawasan budidaya, penurunan kualitas air, peningkatan penyakit akan mengganggu produksi perikanan. Hal ini dapat mempengaruhi sistem produksi minabisnis dan konsumsi melalui proses adaptasi. Merujukan pada model konseptual dan temuan dilapangan maka dapat diperoleh model praktikal untuk lokasi Kabupaten Gresik. Dalam model praktikal hal-hal yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan program minapolitan adalah sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dalam penentuan suatu kawasan minapolitan harus memperhatikan persyaratan yang ditetapkan. Persyaratan tersebut terdiri dari : kesesuaian dengn rencana dan strategi (renstra), rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) dan rencana pembangunan investasi jangka menengah daerah yang ditetapkan. Daerah tersebut telah mempunyai komoditas unggulan yang dimana komoditas unggulan ini disesuaikan dengan kondisi lahan budidaya dan berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat. Letak geografis yang strategis yang mudah dijangkau oleh berbagai stakeholder yang terlibat dalam usaha perikanan dan mempunyai kegiatan perikanan yang aktif berproduksi (unit produksi, pengolahan dan pemasaran). Seiring dengan peningkatan produksi maka diperlukan fasilitas pendukung dan kelayakan lingkungan untuk usaha budidaya. Peran pemerintah daerah diwujudkan dengan komitmennya dalam pengembangan sektor perikanan, kelembagaan perikanan, data serta potensi kawasan menjadi hal penting dalam penerapan minapolitan. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 204

221 Melihat persyaratan yang telah ditentukan, pada model praktikal banyak hal yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah dalam pelaksanaan minapolitan meskipun kegiatan ini akan dilakukan pada tahun Hal yang harus dilakukan adalah penentuan kawasan minapolitan baik sebagai sentra minapolis dan hinterland. Penetapan kawasan pengembangan minapolitan melalui kelayakan yang cermat yaitu kelayakan ekonomis, teknis sosial budidaya dan lingkungan hidup. Kemudian dituangkan dalam masterplan dan rencana pembangunan infrastruktur jangka menengah (RPIJM) yang dikuatkan dalam surat keputusan bupati tentang penetapan kawasan minapolitan dan pembentukan kelompok kerja (pokja minapolitan) sebagai dasar hukum pelaksanaan minapolitan di daerah. Penentuan komoditas unggulan adalah komoditas yang telah banyak diusahakan oleh masyarakat adalah udang dan bandeng. Setelah perangkat utama ditetapkan kemudian dilakukan sosialisasi kepada masyakat di kawasan minapolitan dengan tujuan agar masyarakat mempunyai keterikatan atau rasa memiliki terhadap program minapolitan. Masyarakat tersebut terkait dengan kelembagaan yang telah terbentuk dikawasan minapolitan seperti kelembagaan pelaku utama, kelembagaan input jasa, kelembagaan permodalan, kelembagaan penyuluhan dan kelembagaan pemasaran. Pembangunan atau perbaikan fasilitas dilakukan seperti fasilitas sarana pendukung produksi, sarana umum dan kesejahteraan dilakukan seiring dengan peningkatan produksi perikanan. Pemasaran terutama untuk komoditas udang telah berorientasi ekspor dimana, sedangkan untuk produk bandeng masih diperlukan intervensi dari pemerintah setempat dalam memberikan informasi pasar dan stabilitas harga. Hal lain adalah dampak dari perubahan iklim fluktuasi suhu yang tinggi dan penyakit pada udang saat ini masih kendala utama mempengaruhi usaha budidaya. Permasalahan lain yang perlu tindak lanjuti adalah kelembagaan pada input produksi benih, karena benih di diperoleh dari luar Kabupaten Gresik mengingat ketidaksesuaian lahan untuk usaha pembenihan. Diperlukan introduksi teknologi dari instansi penelitian tentang usaha pembenihan yang disesuaikan dengan lahan yang ada di calon kawasan minapolitan. Kelembagaan input pakan dapat diatasi dengan kemitraan antara pembudidaya dan pabrik pakan sehingga pabrik pakan tidak mempermainkan harga pakan dikarenakan pakan menjadi faktor terbesar yang mempengaruhi dalam usaha perikanan. Dalam memberikan informasi harga dan stabilitas harga, koordinasi antar instansi seperti dinas kelautan dan perikanan, Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 205

222 dinas perdagangan, dinas perindustrian dan instansi terkait lainnya sangat diperlukan sehingga produksi yang dihasilkan dapat terserap oleh pasar dengan harga yang jual yang menguntungkan. Dampak perubahan iklim dilakukan dengan pola adaptasi dengan pengurangan jumlah padat tebar dan pengurangan pemberian pakan. Terkait dengan kelembagaan dapat dibentuk kelembagaan koperasi dimana kelembagaan ini dikelola oleh masyarakat perikanan dimana kelembagaan ini dapat menjadi kelembagaan penyedia sarana produksi perikanan maupun permodalan. Disamping itu kelembagaan masyarakat pengawasan dapat dibentuk sebagai suatu lembaga pelaksana pengawasan terkait dengan kegiatan perikanan dan menjadi lembaga pelestarian sumber daya perikanan. Selain itu, pengembangan pengolahan hasil perikanan terutama untuk ikan bandeng dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah dan membuka lapangan kerja. Kesemuanya itu dilakukan untuk penguatan sistem usaha dan akhirnya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat dan menjadikan masyarakat perikanan yang mandiri. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 206

223 MINAPOLITAN GRESIK Kebijakan Pemerintah Pusat/KKP:Program Minapolitan Persyaratan Minapolitan: 1. Keseuaian dgn Renstra, RTRW, RPIJMD dg yg ditetapkan 2. Memiliki komoditas Unggulan 3. Letak geografis kaw asan yg strategis 4. Keg. Perikanan yang aktif berproduksi (Unit Produksi, Pengolahan dan Pemasaran) 5. Fasilitas Pendukung 6. Kelayakan Lingkungan 7. Komitmen Daerah 8. Kelembagaan perikanan 9. Data kondisi dan potensi kaw asan Pembuatan SK Bupati, Masterplan, RPIJM dan Pembentukan Pokja Kebijakan Pemerintah Daerah (Belum ada SK, Masterplan, RPIJM, Pembentukan POKJA) Sosialisasi Program Minapolitan Koordinasi antar instansi Penetapan: 1. Komoditas Unggulan 2. Penetapan Sentra Minapolis Sosialisasi dengan masyarakat Pembentukan Koperasi dan lembaga Pokw asmas Intervensi Pemerintah untuk memberikan informasi pasar, dan mengatur/menjamin harga jual Jaringan Pasar: 1. Informasi Pasar 2. Stabilitas harga Pembangunan/Perbaikan Fasilitas: 1. Sarana Pendukung 2. Sarana Umum 3. Sarana Kesejahteraan Penguatan kelembagaan kelompok pembenih Input Produksi: Benih & Pakan Lembaga yg sudah terbentuk: 1. Pelaku utama 2. Penyedia Input 3. Permodalan 4. Penyuluhan 5. Pemasaran Usaha Pengolahan Udang & Bandeng Penguatan sistem usaha Dampak Perubahan Iklim: adanya fluktuasi suhu yang tinggi Koordinasi antar instansi Peningkatan pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat Perikanan dan kemandirian daerah Pola adaptasi: 1. Pengurangan padat tebar 2. Pengurangan pemberian pakan Keterangan Gambar : : Kondisi eksisting dan permasalahan dalam pengembangan Minapolitan : Peluang perbaikan/solusi : Tujuan program minapolitan : Alur pelaksanaan program minapolitan : Alur peluang perbaikan/solusi Gambar 23. Model praktikal Kabupaten Gresik Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 207

224 Model Praktikal Kabupaten Jambi Program minapolitan telah berjalan dari tahun Kawasan minapolitan pun telah dtetapkan melalui SK Bupati Batanghari No.286A Tahun 2008 Tentang Kawasan Minapolitan Kab. Batanghari. Berdasarkan persyaratan minapolitan, daerah harus mempunyai kesiapan seperti: kesesuaian dengan renstra, RTRW dan RPIJM, memiliki komoditas unggulan, letak geografis yang strategis, adanya kegiatan perikanan yang aktif, adanya fasilitas pendukung, kelayakan lingkungan, adanya komitmen daerah, kelembagaan perikanan dan potensi perikanan. Sebagain besar persyarata tersebut sudah dipenuhi oleh Kabupaten Batanghari. Lokasi yang ditetapkan menjadi kawasan minapolitan di Kabupaten Batanghari adalah Kecamatan Pemayung. Kec. Pamayung mempunyai potensi perikanan yang dapat dikembangkan. Kawasan ini pun mempunyai letak geografis yang strategis karena berada relative dekat dengan ibukota provinsi. Sehingga akses pasar mudah. Komitmen daerah sudah diwujudkan dalam SK, menyusunan masterplan dan RPIJM. Dalam pelaksanaannya ada beberapa syarat yang belum terpenuhi atau belum optimal yaitu infrastruktur, penyedia input produksi, kelembagaan, dan informasi pasar. Infrastruktur merupakan salah satu aspek yang penting dalam pelaksanaan minapolitan. Infrastruktur yang belum sesuai adalah kurangnya sarana pendukung budidaya (irigasi, pasar benih dan pabrik pakan) dan sarana umum (listrik, moda transportasi, dan jaringan telekomunikasi). dalam hal ini Pemda memerlukan koordinasi dengan instansi terkait seperti Dinas PU dan Dinas Perhubungan. Di kawasan minapolitan, benih dan pakan berasal dari luar daerah, yaitu Kab. Muaro Jambi dan Kota Jambi. Upaya penyediaan benih dilakukan oleh Kab. Batanghari melalui pembentukan UPR skala rumah tangga di Desa Ture. Pemda Batanghari memberikan bantuan berupa induk, pakan induk dan juga hatchery. Tetapi usaha pembenihan ini tidak dapat berkelanjutan, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan benih di kawasan minapolitan. Berdasarkan hasil wawancara, ketidakberlanjutan ini disebabkan kurangnya modal usaha. Hal ini disebabkan kurangnya kemampuan pembenih dalam manajerial keuangan usaha dan keuangan rumah tangga. Sehingga pembenih tidak mampu mengumpulkan modal usaha. Selain itu ketidakberlanjutan usaha pembenihan ini karena kurangnya motivasi pembenih terhadap usaha pembenihan. Hal ini mungkin disebabkan karena latar belakang pembenih yang bukan dari usaha perikanan dan kurangnya pengetahuan dan pengalaman pembenih. Untuk mengatasi masalah tersebut adalah peningkatan wawasan dan pengetahuan terhadap pembenih, pendampingan teknologi pembenihan. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 208

225 Kelembagaan yang sudah terbentuk di kawasan minapolitan adalah lembaga pelaku utama dan lembaga penyuluhan. Tetapi masih perlu adanya penguatan kelembagaan terutama pelaku utama. Lembaga yang belum terbentuk adalah lembaga modal, input produksi, pemasaran dan juga koperasi. Pembentukan koperasi akan memenuhi persyaratan tersebut. Karena koperasi dapat berfungsi sebagai lembaga penyedia modal, input produksi dan juga pemasaran. Dalam hal ini harus ada koordinasi dengan instansi terkait. Pada saat survei pertama dilaksanakan, harga ikan patin hanya Rp 9.000/kg, sedangkan pada saat survey ke dua dilaksanakan, harga patin sedang tinggi yaitu mencapai Rp /kg. Terjadi fluktuasi harga jual. Sebaiknya pembudidaya memperoleh jaminan kestabilan harga dari pemerintah. Oleh karena itu pemerintah harus dapat memberikan informasi mengenai pasar. Dalam hal ini harus ada koordinasi dengan instansi lain untuk menjaga kestabilan harga. Di kawasan minapolitan sudah terdapat sentra pengolahan produk, di Desa Senaning. Usaha pengolahan tersebut adalah pembuatan Patin asap. Tetapi usaha pengolahan ini kapasitasnya masih terbatas. Perlu adanya peningkatan kapasitas, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah produksi. Berdasarkan uraian diatas maka, beberapa langkah yang perlu segera dilakukan adalah : - Mengembangkan usaha pembenihan agar dapat memenuhi kebutuhan benih di kawasan minapolitan - Peningkatan SDM terutama pembenihan - Distributor atau agen pakan lokal di kawasan minapolitan; - Identifikasi potensi bahan baku pakan lokal; - Introduksi teknologi pembuatan pakan dengan bahan baku lokal; - Perbaikan saluran irigasi, jalan dan listrik di kawasan minapolitan melalui koordinasi dengan dinas terkait dalam hal ini adalah Dinas PU; - Pembentukan koperasi yang berfungsi sebagai penyedia input, permodalan dan pemasaran; - Pembentukan kelembagaan pengawas masyarakat (Pokmaswas); - Pengembangan usaha pengolahan ikan. Gambar di dibawah menggambarkan model perspektif pelaksanaan minapolitan di Kabupaten Batanghari. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 209

226 MINAPOLITAN KAB. BATANGHARI Kebijakan Pemerintah Pusat/KKP:Program Minapolitan Persyaratan Minapolitan: 1. Keseuaian dgn Renstra, RTRW, RPIJMD dg yg ditetapkan 2. Memiliki komoditas Unggulan 3. Letak geografis kaw asan yg strategis 4. Keg. Perikanan yang aktif berproduksi (Unit Produksi, Pengolahan dan Pemasaran) 5. Fasilitas Pendukung 6. Kelayakan Lingkungan 7. Komitmen Daerah 8. Kelembagaan perikanan 9. Data kondisi dan potensi kaw asan Kebijakan Pemerintah Daerah (SK, Masterplan, RPIJM, Pembentukan POKJA) Sosialisasi Program Minapolitan Intervensi Pemerintah: 1. Pengaturan pola tanam 2. Penetapan harga dasar Koordinasi antar instansi Penetapan: 1. Komoditas Unggulan: Patin 2. Kawasan Sentra Minapolis: Kec. Pemayung Sosialisasi dengan masyarakat Pembentukan lembaga: 1. penyedia input 2. Koperasi 3. Lembaga Pokw asmasy optimalisasi sentra pembenihan Jaringan Pasar: 1. Informasi Pasar 2. Stabilitas harga Pembangunan/Perbaikan Fasilitas: 1. Sarana Pendukung 2. Sarana Umum 3. Sarana Kesejahteraan Perbaikan jalan, listrik & irigasi Input produksi: produksi benih di lokasi belum memenuhi kebutuhan Kelembagaan yang sudah terbentuk: 1. Pelaku utama 2. Penyuluhan Peningkatan nilai tambah/diverfisikasi usaha Koordinasi antar instansi Penguatan sistem usaha Pola adaptasi Dampak Perubahan Iklim Peningkatan keterampilan pembudidaya Pengembangan usaha Patin asap, abon Patin Peningkatan pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat Perikanan dan kemandirian daerah Keterangan Gambar : : Kondisi eksisting dan permasalahan dalam pengembangan Minapolitan : Peluang perbaikan/solusi : Tujuan program minapolitan : Alur pelaksanaan program minapolitan : Alur peluang perbaikan/solusi Gambar 24. Model Perspektif Minapolitan di Kabupaten Batanghari Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 210

227 Model Praktikal Kabupaten Kotawaringin Barat Gambar 25 di bawah ini menggambarkan model perspektif pelaksanaan minapolitan di Kabupaten Kotawaringin Barat. Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat ditetapkan sebagai kawasan minapolitan melalui KepMen KP No. Kep 32/Men/2010. Pada saat survey ini dilaksanakan, pelaksanaan program minapolitan Kab. Kobar baru pada tahap pengkajian penetapan kawasan dan komoditas unggulan. Di Kabupaten Kobar, lokasi yang mempunyai potensi perikanan yang dapat berkembang adalah Kec. Arut Selatan (wadah budidaya keramba, komoditas Nila, ekosistem sungai Arut) dan kec. Kumai (wadah budidaya tambak dan Laut, komoditas udang, bandeng & rumput laut, ekosistem pantai dan laut). Di Kecamatan Kumai pun berkembang perikanan tangkap laut. Sebagian besar infrastruktur pun sudah tersedia untuk perikanan tangkap laut, yaitu PPI, TPI, pabrik es, dan cold storage). Sedangkan untuk infrastruktur budidaya belum memadai, karena lokasi budidaya berada agak jauh dari ibukota kecamatan Kumai. Infrastruktur yang kurang adalah kondisi jalan yang sangat rusak, tidak ada penerangan di jalan dan juga di tambak, jarak tempuh cukup jauh, sehingga biaya untuk pengiriman akan menaikan biaya produksi. Kelembagaan yang sudah terbentuk hanya lembaga pelaku utama. Pembudidaya udang dan bandeng memperoleh kesulitan untuk mendapatkan input produksi (benih dan pupuk). Input produksi tersebut diperoleh dari luar daerah. Sedangkan di kec. Arut Selatan, infrastruktur sudah memadai. Karena sentra budidaya berada di tengah kota Arut Selatan. Jalan sudah dalam kondisi yang baik, akses pasar mudah, tersedia pula input produksi. Untuk dapat melaksanaakan minapolitan, komitmen Pemda Kobar harus segera dituangkan dalam SK Bupati, sehingga masterplan dan RPIJM dapat segera disusun. Tetapi terdapat kendala internal kepemerintahan Kobar. Pada saat survey ini dilaksanakan, terjadi konflik masyarakat karena pemilihan bupati. Sehingga belum ada pejabat bupati yang syah. Hal ini pun harus segera diselesaikan oleh Pemda Kobar, melalui campur tangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dan juga Pemerintah Pusat untuk turut menyelesaikan konflik tersebut. Berdasarkan uraian diatas maka, beberapa langkah yang perlu segera dilakukan adalah : - Menetapkan SK Bupati mengenai penetapan kawasan minapolitan - Sosialisasi kepada masyarakat - Pembangunan insfrastruktur yang kurang, baik sarana pendukung budidaya, sarana umum dan sarana kesejahteraan - Penguatan kelembagaan, baik pelaku utama dan penyuluh Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 211

228 - Pembentukan lembaga input produksi, modal, pemasaran dan atau koperasi - Pembentukan kelembagaan pengawas masyarakat (Pokmaswas); Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 212

229 MINAPOLITAN KAB. KOTAWARINGIN BARAT Kebijakan Pemerintah Pusat/KKP:Program Minapolitan Persyaratan Minapolitan: 1. Kesesuaian dgn Renstra, RTRW, RPIJMD dg yg ditetapkan 2. Memiliki komoditas Unggulan 3. Letak geografis kaw asan yg strategis 4. Keg. Perikanan yang aktif berproduksi (Unit Produksi, Pengolahan dan Pemasaran) 5. Fasilitas Pendukung 6. Kelayakan Lingkungan 7. Komitmen Daerah 8. Kelembagaan perikanan 9. Data kondisi dan potensi Kebijakan Pemerintah Daerah (belum ada SK, Masterplan, RPIJM, Pembentukan POKJA) Sosialisasi Program Minapolitan Koordinasi antar instansi Belum ada penetapan: 1. Komoditas Unggulan 2. Kawasan Sentra Minapolis Pembentukan: 1. Penyedia Input 2. Permodalan 3. Koperasi 4. Pemasaran 5. Lembaga Pokw asmas Sosialisasi dengan masyarakat Jaringan Pasar: 1. Informasi Pasar 2. Stabilitas harga Pembangunan/Perbaikan Fasilitas: 1. Sarana Pendukung 2. Sarana Umum 3. Sarana Kesejahteraan Input Produksi Lembaga yang telah terbentuk: 1. Pelaku utama 2. Penyuluhan Peningkatan nilai tambah/diverfisikasi usaha Penguatan sistem usaha Koordinasi antar instansi Peningkatan pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat Perikanan dan kemandirian daerah Pola adaptasi Dampak Perubahan Iklim Keterangan Gambar : : Kondisi eksisting dan permasalahan dalam pengembangan Minapolitan : Peluang perbaikan/solusi : Tujuan program minapolitan : Alur pelaksanaan program minapolitan : Alur peluang perbaikan/solusi Gambar 25. Model Perspektif Minapolitan di Kabupaten Kotawaringin Barat Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 213

230 4.5. Perspektif Model Aktual Minapolitan (Rekomendasi Kebijakan) Secara actual, konsep model minapolitan yang telah di tetapkan dalam buku pedoman pelakasaan minapolitan sudah detail komprehensif. Dalam buku pedoman umum pengembangan kawasan minapolitan yang dikeluarkan oleh dirjen budidaya- KKP dinyatakan bahwa tujuan pengembangan Kawasan Minapolitan adalah untuk mendorong percepatan pengembangan wilayah dengan kegiatan perikanan sebagai kegiatan utama dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat dengan mendorong keterkaitan desa dan kota dan berkembangnya sistem dan usaha minabisnis yang berdaya saing berbasis kerakyatan, berkelanjutan (tidak merusak lingkungan) dan terdesentralisasi (wewenang berada di Pemerintah Daerah dan Masyarakat) di Kawasan Minapolitan. Dengan berkembangnya system dan usaha minabisnis maka di Kawasan Minapolitan tersebut tidak saja dibangun usaha budidaya (on farm) saja tetapi juga off farm nya yaitu usaha minabisnis hulu (pengadaan sarana perikanan) dan jasa penunjangnya, sehingga akan menggurangi kesenjangan kesejahteraan pendapatan antar masyarakat, mengurangi kemiskinan dan mencegah terjadinya urbanisasi tenaga produktif, serta akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selanjutnya, dinyatakan bahwa persyaratan Kawasan Minapolitan sebagai berikut: 1. Memiliki sumberdaya lahan/ perairan yang sesuai untuk pengembangan komoditas perikananan yang dapat dipasarkan atau telah memiliki pasar (komoditas unggulan), serta berpotensi atau telah berkembang diversifikasi usaha dari komoditas unggulannya. Pengembangan kawasan tersebut tidak saja menyangkut kegiatan budidaya perikanan (on farm) tetapi juga kegiatan off farmnya; yaitu mulai pengadaan sarana dan prasarana perikanan (benih, pakan, obat-obatan dsb) kegiatan pengolahan hasil perikanan sampai dengan pemasaran hasil perikanan serta kegiatan penunjang (pasar hasil, industri pengolahan, minawisata dsb); 2. Memiliki berbagai sarana dan prasarana Minabisnis yang memadai untuk mendukung pengembangan system dan usaha Minabisnis yaltu: - Pasar, baik pasar untuk hasil-hasil perikanan, pasar sarana perikanan (pakan, obat-obatan dsb), maupun pasar jasa pelayanan termasuk pasar lelang, cold storage dan prosessing hasil perikanan sebelum dipasarkan; - Lembaga keuangan (perbankan dan non perbankan) sebagai sumber modal untuk kegiatan minabisnis; - Memiliki kelembagaan pembudidaya ikan (kelompok UPP) yang dinamis dan terbuka pada inovasi baru, yang diharapkan dapat berfungsi sebagai Sentra Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 214

231 Pembelajaran dan Pengembangan Minabisnis (SPPM). Kelembagaan pembudidaya disamping sebagai pusat pembelajaran (pelatihan), juga diharapkan kelembagaan pembudidaya ikan dengan pembudidaya ikan disekitarnya merupakan Inti-Plasma dalam usaha minabisnis; - Balai benih Ikan (BBI), Unit Pembenihan Rakyat (UPR), dsb yang berfungsi sebagai penyumpai induk dan penyedia benih untuk kelangsungan kegiatan budidaya ikan. - Penyuluhan dan bimbingan teknologi minabisnis, untuk mengembangkan teknologi tepat guna yang cocok untuk daerah Kawasan Minapolitan; - Jaringan jalan yang memadai dan aksesibilitas dengan daerah lainnya ser:ta sarana irigasi, yang kesemuanya untuk mendukung usaha perikanan yang effisien. 3. Memiliki sarana dan prasarana umum vang memadai seperti transportasi, jaringan listrik, telekomunikasi, air bersih dll; 4. Memiliki sarana dan prasarana kesejahteraan sosial/masyarakat yang memadai seperti kesehatan, pendidikan, kesenian, rekreasi, perpustakaan, swalayan dll; 5. Kelestarian lingkungan hidup baik kelestarian sumberdaya alam, kelestarian sosial budaya maupun keharmonisan hubungan kota dan desa terjamin. Namun demikian, dalam pelaksanaannya masih terdapat banyak permasalahan dan kendala. Permasalahan dan kendala tersebut dari berbagai aspek baik dari aspek kebijakan pemerintah & governance, kelembagaan, sumberdaya dan tata ruang serta masyrakat dan bisnis. Dari berbagai permasalahan yang teridentifikasi aspek-aspek generik, aspek kunci yang sering muncul pada setiap lokasi yang dikaji adalah aspek kebijakan dan governance. Permasalahan ini bersumber pada kurangnya pemahaman pemerintah daerah tentang konsep minapolitan. Sehingga dalam implementasi program minapolitan tidak sejalan dengan yang dipersyaratkan model kawasan minapolitan. Permasalahan-permasalahan dalam aspek kebijakan dan governance antara lain: - Kurangnya koordinasi antar instansi baik pusat, pemerintah daerah dan dinasdinas terkait untuk mendukung minapolitan - Kurangnya komitmen pemerintah daerah dalam melaksanakan minapolitan. - Pemerintah daerah masih memahami bahwa minapolitan adalah proyek dari pusat dan akan mendapatkan anggaran dari pusat. - Penentuan lokasi minapolitan belum memenuhi persyaratan berdasarkan kondisi eksiting dan potensi yang ada (adanya sentra kegiatan produksi, pengolahan dan Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 215

232 pemasaran oleh sebagian besar kelompok masyarakat setempat di lokasi minapolitan). Aspek sumberdaya dan tata ruang merupakan kendala yang utama disamping aspek kebijakan. sebagian besar daerah belum memiliki RTRW, RPIJM, dan masterplan, bahkan ada yang belum menentukan lokasi sentra minpolis. Aspek lain yang mempengaruhi keberhasilan pelaksaan minapolitan adalah aspek kelembagaan: permasalahan kelembagaan yang teridentifikasi di beberapa lokasi penelitian adalah kelembagaan penyuluh perikanan. Penyuluh perikanan kurang aktif dan inisiatif dalam memberikan penyuluhan tentang teknologi baru. Masih kurangnya pembinaan dari dinas terkait dalam pengembangan iptekmas. Di samping itu, dari sisi aspek masyarakat dan bisnis, terkait dengan teknis juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan minapolitan. Permasalahan yang paling selalu teridentifikasi di beberapa lokasi penelitian adalah: - Harga input pakan yang terlalu tinggi sehingga pembudidaya sering merugi dalam usaha budidaya - Segmen pasar terbatas dan belum ada kebijakan pengembangan minabisnis beroreintasi industri dan berbahan baku lokal - Permasalahan pemasaran pada saat produksi ikan booming harga ikan turun - Tingkat kematian ikan yang tinggi disebabkan lingkungan usaha kurang kondusif. Hasil survey menunjukkan adanya tingkat kematian sampai persen di kolam lele Boyolali dan di karamba sungai kota Palangkaraya. Aspek lain yang mempengaruhi penerapan model minapolitan adalah aspek infrastruktur. Berdasarkan hasil penelitian, ketersediaan infrastruktur tertutama sarana pendukung usaha perikanan seperti: - Sarana Balai benih ikan untuk memenuhi kebutuhan benih lokal - Belum adanya pabrik pembuatan pakan sebagai sarana yang mendukung kegiatan produksi usaha budidaya ikan. Sarana input pabrik pakan yang masih belum tersedia di kawasan-kawasan minapolitan. - Sarana pemasaran untuk penjualan ikan olahan (showroom/toko) - Peralatan yang digunakan untuk industri pengolahan ikan masih berbasis tradisional, teknologi sederhana, punya kesan tidak higienis dan kurang tahan lama Perspektif model aktual kawasan minapolitan disarankan tetap mengacu pada model yang sudah ada, namun perlu memperhatikan beberapa aspek yang menjadi permasalahan dan kendala dalam pelaksanaan minapoltan. Selanjutnya memerlukan komitmen awal, konsistensi serta perubahan mendasar dalam pembangunan oleh Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 216

233 pemerintah daerah. Jika hal-hal tersebut tidak dipenuhi maka secara umum keberhasilan penerapan konsep minapolitan relatif kecil. Berdasarkan kondisi dan permasalahan yang ada, implementasi dan pentahapan pengembangan model minapolitan yang diimplementasikan: Tahap Pertama, Sosialisasi program minapolitan ke seluruh daerah yang telah ditetapkan dalam SK Ditjen budidaya menjadi kawasan minapolitan yang melibatkan kepala daerah, dinas-dinas terkait seperti dinas kelautan dan perikanan, dinas pekerjaan umum, dinas pendidikan, dinas kesehatan dan dinas terkait lainnya sehingga pemahaman tentang konsep minapolitan dapat diterima dengan jelas. Tahap Kedua adalah mengidentifikasi daerah-daerah yang paling siap dan memenuhi atau minimal mendekati persyaratan sebagaimana yang persyaratkan dalam model minapolitan. Sehingga dalam implementasinya permasalahan dan kendala yang ada dapat diminimalisir. Tahap Ketiga, melakukan uji coba model minapolitan di beberapa lokasi yang dinilai sudah siap dan memenuhi persyaratan minapolitan sebagai lokasi percontohan. Hal ini perlu dibarengi dengan komitmen pemerintah daerah untuk mendukung pengembangan minapolitan baik dalam hal APBD atau pendanaan lain yang sah. Sehingga dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi dapat berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat. Pada tahap ini perlu memperbaiki aspek-aspek yang menjadi kendala dalam implementasi model minapolitan yaitu; aspek kebijakan dan governance, aspek kelembagaan, aspek masyarakat dan minabisnis, aspek sumberdaya dan tata ruang dan aspek infrastruktur. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 217

234 Kebijakan Pemerintah Pusat/KKP:Program Minapolitan Persyaratan Minapolitan: 1. Kesesuaian dgn Renstra, RTRW, RPIJMD 2. Memiliki komoditas Unggulan 3. Letak geografis kaw asan yg strategis 4. Keg. Perikanan yang aktif berproduksi (Unit Produksi, Pengolahan dan Pemasaran) 5. Fasilitas Pendukung 6. Kelayakan Lingkungan 7. Komitmen Daerah 8. Kelembagaan perikanan 9. Data kondisi dan potensi kaw asan Kebijakan Pemerintah Daerah (SK, Masterplan, RPIJM, Pembentukan POKJA) Sosialisasi Program Minapolitan Koordinasi antar instansi Penetapan: 1. Komoditas Unggulan 2. Kawasan Sentra Minapolis Sosialisasi dengan masyarakat Koordinasi antar instansi Koordinasi antar instansi Jaringan Pasar: 1. Informasi Pasar 2. Stabilitas harga Pembangunan/Perbaikan Fasilitas: 1. Sarana Pendukung 2. Sarana Umum 3. Sarana Kesejahteraan Ketersediaan Input Produksi Penguatan Kelembagaan: 1. Pelaku utama 2. Penyedia Input 3. Permodalan 4. Penyuluhan 5. Koperasi 6. Pemasaran 7. Lembaga Pengaw as Masyarakat Peningkatan nilai tambah/diverfisikasi usaha Penguatan sistem usaha Dampak Perubahan Iklim Peningkatan pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat Perikanan dan kemandirian daerah Pola adaptasi Keterangan Gambar : : Kondisi eksisting dan permasalahan dalam pengembangan Minapolitan : Peluang perbaikan/solusi : Tujuan program minapolitan : Alur pelaksanaan program minapolitan : Alur peluang perbaikan/solusi Gambar 26. Perspektif Perbaikan Model Aktual Minapolitan Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 218

235 V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 5.1. Kesimpulan Dilihat dari potensi perikanan pada lokasi penelitian sangat mendukung untuk dilaksanakan pengembangan program minapolitan. Namun dari potensi yang ada, masih ada permasalahan dan kendala yang teridentifikasi dalam pelaksanaan mianpolitan. Permasalahan yang teridentifikasi aspek-aspek generik dan aspek khusus. Pada aspek generik, aspek kunci yang sering muncul pada setiap lokasi yang dikaji adalah aspek kebijakan dan governace. Pada aspek kebijakan pemerintah masih ditemui kurang singkronnya antara kebijakan pusat dan kebijakan pemerintah daerah dalam penetuan lokasi dan komoditas unggulan di kawasan minapolitan. Aspek lain yang mempengaruhi keberhasilan pelaksaan minapolitan adalah aspek kelembagaan penyuluh perikanan yang kurang aktif dan inisiatif dalam memberikan penyuluhan tentang teknologi baru. Dari sisi aspek masyarakat dan bisnis, terkait dengan teknis juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan minapolitan. Selanjutnya permasalahan yang terkait dengan aspek infrastruktur adalah ketersediaan infrastruktur tertutama sarana pendukung usaha perikanan seperti fasilitas dan SDM Balai benih ikan, ketersediaan pabrik pembuatan pakan, Sarana pemasaran untuk penjualan ikan olahan (showroom/toko), dan teknologi. Pada aspek khusus yakni sistem pemasaran dan kemajuan teknologi. Perspektif model aktual kawasan minapolitan disarankan tetap mengacu kepada model yang sudah ada, namun perlu memperhatikan beberapa aspek yang menjadi permasalahan dan kendala dalam pelaksanaan minapolitan. Implementasi dan pentahapan pengembangan model minapolitan yang diimplementasikan adalah: Tahap Pertama, Sosialisasi program minapolitan ke seluruh daerah yang telah ditetapkan dalam SK ditjen budidaya menjadi kawasan minapolitan. Tahap Kedua, selanjutnya adalah mengidentifikasi daerah-daerah yang paling siap dan memenuhi atau minimal mendekati persyaratan sebagaimana yang persyaratkan dalam model minapolitan. Tahap Ketiga, melakukan uji coba model minapolitan di beberapa lokasi yang dinilai sudah siap dan memenuhi persyaratan minapolitan sebagai lokasi percontohan. Tahap keempat, mengimplementasikan model minapolitan ke seluruh daerah yang telah ditetapkan menjadi kawasan minpolitan. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 219

236 5.2. Arahan Kebijakan Arahan kebijakan yang di sarankan adalah: 1. Sosialisasi program minapolitan ke seluruh daerah yang ditetapkan menjadin kawasan minapolitan 2. Mendorong pemerintah daerah yang telah ditetapkan sebagai lokasi minapolitan untuk membuat RTRW, RIPJM dan masterplan minapolitan 3. Memfasilisi pembentukan dan penguatan kelembagaan penyuluhan, permodalan dan pemasaran 6. Memfasilitasi program percepatan penguasaan teknologi dan ketrampilan wirausaha kepada masyarakat 7. Memfasilitasi program pembangunan infrastruktur terutama yang berhubungan langsung dengan produksi ikan antara lain sarana dan prasarana BBI. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 220

237 DAFTAR PUSTAKA Anwar, A Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan : Tinjauan Kritis. P4Wpress. Bogor. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kebijakan Pengembangan Kawasan Minapolitan Sebagai Langkah DKP dalam Mendukung Pengembangan Wilayah. Gorontalo, 13 Nopember Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Pengembangan Minapolitan. Makalah disampaikan di Makassar, 6 Desember Direktorat Jenderal Penataan Ruang Beberapa Ungkapan Sejarah Penataan Ruang Indonesia Citra Kreasi. Jakarta. Direktorat Pengembangan Wilayah dan Transmigrasi Penyusunan Strategic Development Regions (SDR). Jakarta. Hubeis, A.V.S dan Wasmana, P Strategi Komunikasi Pemberdayaan Masyarakat Melalui Minapolitan. Makalah disampaikan pada Seminar Membangun Minapolitan Berbasis Masyarakat, IPB-Bogor 25 Maret 2010.Bogor. Menteri Kelautan dan Perikanan Revolusi Biru dan Program Nasional Minapolitan. Makalah disampaikan pada Seminar Membangun Minapolitan Berbasis Masyarakat, IPB-Bogor 25 Maret 2010.Bogor. Mercado, R.G Regional Development in The Philippine: A Review of Experience, State of The Art and Agenda for Research and Action, Discussion Paper Series. Phillipine Institute for Development Studies. Rustiadi, E Pemantapan Kebijakan dalam Mendukung Pengembangan Kawasan Agropolitan. Makalah pada lokakarya Nasional Agropolitan. Proyek Pengembangan prasarana dan sarana Desa Agropolitan. Gorontalo. Rustiadi, Ernan Alih Fungsi Lahan dalam Perspektif Lingkungan Perdesaan. Makalah disampaikan pada Lokakarya Penyusunan Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Lingkungan Kawasan Perdesaan. Bogor. Rondinelli, A. Dennis Applied Methods of Regional Analysis- The Spatial Dimensions of Development Policy. Westview Press/Boulder. London. Saefulhakim, dkk Studi Penyusunan Wilayah Pengembangan Strategis (Strategic Development Regions). IPB dan Bapenas. Bogor. Sulistiono Model Pengembangan Wilayah Dengan Pendekatan Agropolitan (Studi Kasus Kabupaten Banyumas).[Tesis]. Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah. Sekolah Pascasarjana.Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tarigan, R Perencanaan Pembangunan Wilayah. PT Bumi Aksara. Jakarta. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Pengembangan Minapolitan Perikanan Tangkap. Http// option= com_content&view= article&id=95&it. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 221

238 LAMPIRAN 1. NOTULEN FOCUS GROUP DISSCUSION - MINAPOLITAN KABUPATEN BOYOLALI; KAMIS, 23 SEPTEMBER 2010 Peserta : 1. Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan, Kabupaten Boyolali 2. Kepala Bidang Perikanan, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali 3. Kepala Seksi Budidaya Ikan, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali 4. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Boyolali 5. Kepala Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Boyolali 6. Kepala Seksi Bidang Tata Ruang, Bappeda, Kabupaten Boyolali 7. Kepala Seksi Bidang Infrastruktur, Bappeda, Kabupaten Boyolali 8. Ketua Kelompok Pembudidaya Ikan di lokasi Minapolitan, Kabupaten Boyolali 9. IPB dan BAPPENAS Dinas Peternakan dan Perikanan Sosialisasi mengenai minapolitan, pengetahuan informasi mengenai minapolitan memang belum banyak dimengerti oleh masyarakat bahkan dari pihak dinas sendiri. Kesiapan program jika terkonsep dan terarah dari awal maka hasilnya bisa berjalan dengan baik, program ini sangat dekat dengan pemberdayaan masyarakat. Ada produksi nila namun saat ini masih difokuskan untuk ikan lele. Kegiatan budidaya dikampung lele sudah mendapatkan sertifikat memenuhi standar CBIB dari pusat meskipun masih ada kekurangan seperti penempatan pakan dan rumput disekitar kolam namun tujuannya memang kedepan adalah memenuhi CBIB. Cita2 budidaya lele sesuai dengan CBIB Pakan 60% biaya produksi dari pakan (sempat turun ketika lebaran, namun ada informasi akan naik kembali) ketika lebaran harga ikan lele naik. Pembelajaran ke Kalimantan untuk pembuatan pakan buatan. Benih dari Tulungagung, ada segmen yang belum dimiliki yaitu pendederan. Ada paguyuban Pembenihan Lele Boyolali, solusi adalah pemanfaatan bantuan 500 kolam untuk pendederan. Terlintas mengenai Pokmaswas seperti stabilisasi harga (pemantauan pemasaran), benih maupun pakan. Saat ini sudah ada pokmaswas namun untuk kegiatan perikanan tangkap (tahun 2004, boyolali sebagai percontohan) namun belum secara legalisasi dengan surat keputusan yang jelas. Stabilitas harga komitmen yang kuat antar bakul. Ada Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 222

239 kecemasan untuk over produksi jika 500 kolam bantuan sudah berjalan, ada lele yang tidak terjual karena ukuran tidak sesuai untuk konsumsi maka sudah ada pengembangan kegiatan pengolahan ikan, akan dikembangkan juga di desa2 bantuan 500 kolam. Bappeda Kawasan minapolitan belum mandiri karena ada beberapa faktor input masih tergantung pikan luar seperti benih dan pakan. Benih bida mendorong dari hinterland untuk penyuplai kawasan minapolitan (tidak hanya kampong lele saja), Kec. Simo dan ngempok?? Sedangkan untuk mandiri pakan, kesulitan untuk memenuhi rekomendasinya. Teknologi RPH produk dari darah kurang sehat (literature), kandungan nutrisi sudah memenuhi. Uji coba demplot penggunaan pakan buatan Rekomendasi bisa dibuat sesuai dengan level kepemerintahan hingga masyarakat (sesuai dengan tupoksinya) agar bisa segera di tindaklanjuti. Pabrik pakan distribusi atau pabrik pakan mini di Boyolali (kemampuan dari daerah tidak kuat sehingga harus dari pusat Kontribusi dari setiap stakeholder untuk pengembangan kawasan minapolitan (baik dari pusat maupun propinsi). Anggaran daerah memang besar namun 70% untuk kegiatan rutin, sedangkan untuk dana khusus untuk pengembangan minapolitan masih minim. Kelompok Pembudidaya (Kampung Lele) 1. Bagaimana melestarikan kegiatan budidaya lele agar berkelanjutan : Pakan, pabrik pakan milik asosiasi pakan ikan harga tergantung asosiasi pakan Pakan merupakan kunci, pakan perlu digarap (mandiri) Program sudah ada pelatihan pakan (petani sudah mampu), belum ada : bentuk pakan dan aplikasi pemanfaatan di kolam. Terkendala alat pengolah pakan, mendekatkan pabrik pakan di wilayah minapolitan Pasca panen pengolahan sudah ada; bahan baku melimpah, tenaga kerja tersedia terkendala pada informasi pasar belum ada (perlu ada perluasan terhadap jaringan pasar). Pembudidaya akan secara alami terseleksi untuk keberlanjutan usaha, antara pembudidaya yang memiliki kolam yang banyak dengan kolam yang sedikit Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 223

240 (sehingga jika terjadi over produksi, penurunan harga maka pembudidaya dengan kolam sedikit akan hancur). Pak Ngurah Pembenihan ada kesepakatan dari pembudidaya (ukuran bibit untuk pembesaran adalah 8-9 cm). Namun karena benih ukuran dibawah 8-9 cm saja sudah ada yang mau membeli maka pembenih lebih memilih untuk menjual daripada membesarkan sesuai dengan ukuran benih pembesaran. Pembuatan pakan sendiri sudah ada teori, beberapa tahun yang lalu sudah pernah dipraktekkan (KKN dari UGM) pengolahan pakan dengan penggunaan alat seadanya. Namun setelah dibuat maka hasilnya. Pemasaran belum ada proteksi dari pemerintah baik sisi stabilitas harga maupun jaringan pemasaran. Dinas Peternakan & Perikanan Informasi, kajian pakan dari limbah ternak. Terus mencari informasi mengenai bahan-bahan lokal untuk pakan buatan Saran dari Ditjen Budidaya pelatihan untuk pengolahan pakan mulai dari awal hingga prakteknya Rekomendasi di per jelas untuk per tupoksi masing-masing level pemerintah (khususnya untuk pakan sub pabrik pakan di Boyolali). Koordinasi dengan instansi terkait untuk pemenuhan kebutuhan infrastruktur (seperti saluran jalan, infrastruktur dengan menggunakan dana dari dinas PU) Pabrik pakan harga sangat tergantung pada swasta. Pendekatan misalnya dengan sub pabrik pakan (untuk mengurangi biaya transportasi). Informasi pasar rekomendasi untuk dirjen P2HP, ada sentra-sentra pengolahan, tidak hanya untuk pelatihan pengolahan tapi harus sampai pada bagaimana memperoleh informasi pasarnya. Pembentukan pokmaswas Lebih efektif untuk mengatasi permasalahan seperti persaingan harga PU Pakan ikan buatan pabrik, tidak akan tahun jenis bahannya. Bisa melalui ujicoba di laboratorium (sample) kandungannya, untuk kemudian dikembangkan. Saluran irigasi sebaiknya tidak difungsikan sebagai sumber air yang sama untuk budidaya ikan lele, karena kualitas airnya tidak terjamin (bisa saja tercemar Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 224

241 pestisida dll) dengan demikian sebaiknya ada sumber air tersendiri untuk budidaya ikan. Dinas Peternakan & Perikanan Uji laboratorium memang belum dilakukan. Inti pakan adalah di proteinnya, pakan apung atau tenggelam (tergantung jenis ikan dan umurnya). Pakan jangan hanya dilihat dari kandungan protein, lemak, karbohidrat, dll. Tapi harus dipertimbangkan juga dengan kelarutan dalam air, ketertarikan misalnya dari sisi warna, bau dsb). Jika ada pakan baru jiga harus dilakukan kajian untuk pengaruh terhadap lingkungannya. BAPENNAS Rekomendasi ada yang belum tuntas, formulasi bentuk kemitraan seperti apa (untuk kelembagaan pemasaran) harus ada keuntungan dari kedua belah pihak. Mengubah pola tanam benih, apakah sudah ada atau masih dalam kajian? Peningkatan produksi juga harus dibarengi dengan peningkatan pendapatan masyarakat dan penyerapan tenaga kerja. IPB/Bappenas Kapasitas disini adalah mencari solusi untuk mendukung amanat dari RPJM, pertumbuhan peroduksi, penyerapan tenaga kerja, serta pengentasan kemiskinan. Warning ke P2HP, harus memikirkan aspek pasar (harus digarap juga, karena persaingan produksi). Ada peran dari pengusaha pakan untuk mempertemukan pembudidaya. Kebutuhan infrastruktur pasar (player of the game dan role pf the game) dan benih (teknologi jangan dibebankan kepada pembudidaya tapi merupakan tanggung jawab pemerintah untuk mencari teknologi tersebut). Untuk mendukung hal tersebut harus ada infrastruktur untuk pembenihan seperti laboratorium ikan untuk mengatasi penyakit ikan. Apakah saluran air sudah cukup? Pakan pakan lokal adalah sebagai suplemen. Tidak dianjurkan untuk pembuatan pakan sendiri, bukan untuk mengganti pakan tapi sebagai suplemen. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 225

242 Kelompok Pembudidaya (Kampung Lele) Sumber air pompa dan air permukaan Perubahan iklim kecepatan panen. Peran pemerintah ada inbreeding (umur, segi warna) pemurnian induk (penggunaan benih unggul), banyak mutasi terjadi inbreeding. Sumber air khusus untuk budidaya tidak bercampur sumber air dari sawah karena sudah tercampur dengan pestisida. Dinas Peternakan & Perikanan Infrastruktur ada kebutuhan-kebutuhan baik jenis maupun kuantitasnya sudah tercantum dalam RPIJM. Pemasaran diversifikasi produk (pembuatan showroom) untuk sentra informasi peternakan dan perikanan. Tugas pekerayasa seleksi induk ; kajian untuk seleksi induk dan pakan. Kepala Desa Tanjung Sari : Target produksi 140 ton/hari. Permasalahan demikian, sudah melakukan studi banding untuk pengembangan budidaya daya lele (pemula) memenuhi standar SNI. Antara pembibitan dan pembesaran harus saling berkesinambungan. Di Desa Tanjung Sari, pembenihan dan pembesaran sudah dalam satu kawasan. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 226

243 LAMPIRAN 2. NOTULEN FOCUS GROUP DISSCUSION- MINAPOLITAN KOTA PALANGKARAYA; KAMIS, 12 JULI 2010 Peserta : 1. Kepala Dinas Perikanan, Pertanian, Peternakan, 2. Bidang Perikanan Budidaya, Dinas KP Provinsi Kalimantan Tengah 3. Kepala Bidang Perikanan, Dinas Kotamadya Palangkaraya 4. Kepala Seksi Bidang Budidaya, Dinas KP Kotamadya Palangkaraya 5. Staff DKP, Kotamadya Palangkaraya 6. Ketua Kelompok Pembudidaya Ikan Kotamadya Palangkarya 7. Perwakilan Pengusaha Resume Hasil Focus Group Disccusion : 1. Kepala Dinas Perertanian, Perikanan & Peternakan Kotamadya Palangkaraya : Hasil dari riset pengembangan model minapolitan berbasis budidaya diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi penetapan atau penetuan kawasan minapolitan di Kotamadya Palangkaraya. Pada saat ini memang kotamadya Palangkaraya Belum menetapkan kawasan Minapolitan serta komoditas unggulannya. Kotamadya Palangkaraya memiliki potensi yang cukup besar untuk mendukung program minapolitan ini. Dari beberapa kecamatan yang ada di kotamadya Palangkaraya, yang memiliki potensi perikanan yang cukup besar adalah kecamatan Pahandut untuk perikanan budidaya dalam karamba dan kecamatan Sebangau untuk perikanan tangkap. Terus Terang pemahaman kami tentang konsep minapolitan masih sangat minim sehingga kami mengharapkan masukan dari teman-teman Balai Besar Riset Sosek ini melalui penelitiannya. Menurut rencana, kami akan menjadikan kecamatan Sebangau sebagai Kota Minapolisnya, namun masih terbentur dengan tata ruang kota dimana lokasi yang akan dicanangkan tersebut sebagai kawasan konservasi hutan. Input produksi : a. Pasokan benih berasal dari banjarmasin, dan Bogor. Input benih yang terdapat di Pembuatan hachery tidak dimungkinkan karena ketidak sesuaian lahan, hal yang diperlukan saat ini adalah penumbuhan UPR sakla rumah tangga. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 227

244 b. Permasalahan utama dalam budidaya ikan di kotamdya Palangkaraya adalah pakan didatangkan dari Surabaya. Pada saat air surut, kapal tidak bisa berlabuh di dermaga sehingga ketersediaan pakan terkendala. 2. Kabid Perikanan Kotamadya Palangkaraya : Program minapolitan yang akan dilaksanakan di Kotamadya Palangkataya adalah minapolitan budidaya. Rencana lokasi yang akan menjadi pengembangan kawasan indutsri adalah Kecamatan Manyar & Kecamatan Ujung Pangkah. Meskipun menjadi menjadi kawasan industri pengembangan kawasan berwawasan lingkungan menjadi hal penting untuk diperhatikan seperti pengawasan yang ketat untuk konsep penangan limbah industri dan pengembagan kawasan agroindustri (di Kec.Ujung Pangkah). Kelengakapan dalam aspek sumber daya & tata ruang seperti Pembuatan masterplan akan dilakukan oleh Bappeda Komoditas unggulan Patin dan nila Dalam strategi pelaksanaan minapolitan Kotamadya Palangkaraya diperlukan pemecahan masalahah mengenai pakan dan Benih ikan. Dalam pelaksanaan minpolitan diperlukan sinkronisasi program antara pemerintah, masyarakat & dunia usaha. 3. Perwakilan Kelompok Kami sangat senang dan mendukung adanya program minapolitan. Mudahmudahan program ini bisa berjalan sebagaimana mestinya, sehingga kami kelompok pembudidaya bisa terbantu dengan adanya program ini. Tentang benih ikan, memang kami masih mendatangkan dari Banjarmasin dan Bogor untuk benih nila dan patin. Untuk itu, dengan adanya minapolitan ini diharapkan Kotamadya Palangkaraya bisa memproduksi benih sendiri melalui UPR. Tentu saja ini harus dibarengi dengan pelatihan paket teknologi pembernihan ikan nila dan patin. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 228

245 LAMPIRAN 3. NOTULEN FOCUS GROUP DISSCUSION- MINAPOLITAN KABUPATEN GOWA; KAMIS, 21OKTOBER 2010 Peserta : 1. UPP, 2. Pokdakan, 3. Bappeda, 4. BPSDA, 5. Dinas perikanan dan peternakan kab. Gowa. Resume Hasil Focus Group Disccusion : Bp Aris: Dalam kebutuhan dan penyebaran balai benih, di gowa ada BBI Bantemanai, limbung. BBI bontomanae sudah melayani smua wilaya di gowa karena terbesar, limbung sebagai pendukung 2Ga. BBI itu saling bekerja sama untuk menyetok benih. BBI juga memenuhi daerah tetangga, contoh takalar, serta irian. Pakan di dapet dari Makasar karena dekat. Sedang diusahakan bermitra dengan PT untuk menyetok di Gowa. Pabentengan cukup berhasil dan siap membantu kecamatan lain yang butuh bibit. Sehingga saling mendukung. Infrastruktur mengenai pasar dan pasar benih terkait dengan kemajuan minapolitan, jika sekarang belum mendesak tapi kedepanya bisa diupayakan Seharusnya ada penataan2 saluran irigasi, tapi sekarang belum karena itu salah satu pendukung utama Koperasi pembudidaya menjadi pemikiran kedepanya. Bappeda: Hambatan utama yang dialami itu apa? Apa sumberdaya yang ada dikembangkan sampe sejauh mana untuk mengatasi hambatan itu? Identifikasinya? Ada signifikanya dibanding diambil dari makasar.. Sisi petaninya sendiri, atau dana? PSDA Dinas perikanan dan peternakan kab. Gowa. Saluran irigasi. Saluran irigasi yang di bangun sekala sekunder saja, tersier hanya di sawah2. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 229

246 Masalah air, di parekate dibangun di saluran tersier. Jika ada kebutuhan langsung di lapor kebutuhan jika ingin dibangunkan sesuai dengan kebutuhan. UPT Stake holder tidak pernah tau dan tidak dapat datanya. Belum mengerti minapolitan, awalnya di tempatkan di bontonompo selatan. Jika hanya mengacu pada 1 tempat saja, potensinya air tawar. Tidak mungkin air tawar di dukung air payau, kecuali ketemunya di pasar. Sehingga seharusnya Gowa dapat berkembang. Kunjungan ke daerah merupakan hal yang penting untuk melihat smua situasi yang ada. Minapolitan akan jadi jika dikuatkan. Produksi, siapkan market atau pasar, kontrak kerja. Libatkan kelompok lain yang terlibat dalam UPP. Bulan 11 akan kirim supply. Dirjen P2HP. Pak ateng untuk kenalkan marketnya. Ternyata di adakan oleh Bank Indonesia sehingga tidak terlalu ketemu sehingga high risk. Di backup dari sisi pemasaran, terus di tanya ikan nila dan mas utk export orientied.. nuget dari ikan nila. Tekstur daging yang mampu untuk di supply adalah nugget. Di koperasi UKM kanwilkani, untuk segera pembentukan koperasi perikanan di rumah bendahara sekaligus UPP. Niat utk aplikasi onfarm sehingga tau dan aplikatif.. jangan off farm.. Membawa ikan sehingga jalan dan Saluran dari pabentengan perlu perbaikan sehingga ketika jalan swadaya (namanya) krg lbh 1200m malem bisa kepleset. Kalo hujan banjir.. saluran pembuangan dari kolam dari suditanga rusak perlu di perbaiki dan banjir.. ke arah takalar naik di paleko. Kerena banjir, maka jembatanya longsor dan berlubang padahal dipake untuk peternakan (PT) Kawasan penggandeng sayur, pembawa telur dsb lewat jalan swadaya tersebut ke arah takalar untuk mempermudah perjalanan. Den tayang Sudah beberapa kali bilang ke bupati untuk perbaikan, tapi belum di bentuk apa2. Bp. Edy Ingin mundur kebelakang menjelaskan masterplan. Pembuatan masterplan harusnya keterlibatanya segala unsur. Pengusulan masterplan ditandatangani oleh bapak bupati terus turun SK meteri ttg minapolitan. Lahirlah tiba2 masterplan di bontonompo selatan, terus di tanya apa komoditas unggulan mas dan nila. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 230

247 Dimungkinkan untuk revisi masterplan, terutama matriks kegiatanya dibuat oleh pak aris untuk di buat di cipta karya. Mungkin dr psda sudah ada sehingga ada waktu2 libur untuk memperlihatkan potensi perikanan di gowa. Kampung lele saja bisa dengan pompa bisa berkembang. Palangga pengolahanya skala rumah tangga saja, sisanya pemasaran Mba Tenny Pengolahan ikan lele di boyolali setiap anggota tubuhnya berarti dan diolah, sehingga produksinya bisa di atur. Pak Edi Produksi diatur sehingga tidak booming tidak turun sehingga bisa diatur harganya. Kolam di bonto marangu ada pemancingan. Pak Benny Kelompok pemancingan mbentuk kelompok sendiri bisa menjadi prospek tp jgn dekat2 dengan kolam karena bisa hilang Bp Aris Mungkin ikan gabus bisa di olah karena bisa dijadikan obat juga. Sehingga bisa menambah nilai tambah. Mba Tenny Kalau pakan sendiri gimana, pakanya apakah susah karena harus ngambil ke makasar? Bp. Benny Ketemu dengan org luar chainis yang masukkan ke hotel2. Pakan yang dipakai kurang baik karena harus pake yang tinggi proteinya. Kalau pakan akan beli dengan mitra, begitu pergi jual ikan segar kemudian pulang dengan membawa pakan dengan tempo 1 minggu. Sampai pak kadis menyediakan toko saprokan. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 231

248 Bp. Dinas perikanan dan peternakan kab. Gowa Untuk saluran sudah dibicarakan dgn PU sehingga bisa dimasukkan dalam anggaran Antara DPR dengan bupati untuk menetapkan anggaran di Yg akan dimasukkan adalah bantuan benih 1jt ekor untuk menaikkan produksi nila. Untuk pemasaran, tidak melakukan kontrak kerja akan tetapi melalui berapapun produksinya harus dapat menyerap sehingga pasti terjual. Untuk itu pasti Perencanaan di gowa: 1. target dari mentri kelautan 2. target dari renstra Kalo yg 1 agak sulit sehingga harus di sesuaikan dengan lapangan. Tp harus di coba dulu untuk membuat. Bp Beny Pabentengan bersandingan dengan takalar, sehingga selalu beafiliasi dengan di pabentengan. Dan mau membeli bibit dengan standar 3-5 dengan utang, dan hasilnya masuk ke pabentengan dan statistik Gowa. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 232

249 LAMPIRAN 4. NOTULEN FOCUS GROUP DISSCUSION- MINAPOLITAN KABUPATEN GRESIK; KAMIS, 14 OKTOBER 2010 Peserta : 1. Kepala Bidang Perikanan Budidaya, Dinas KP Kab. Gresik 2. Kepala Seksi Bidang Budidaya, Dinas KP Kab. Gresik 3. Staff DKP, Kab. Gresik 4. Kepala Bidang Fisik Bappeda, Kab. Gresik 5. Kepala Bidang Pengairan Dinas PU, Kab. Gresik 6. Ketua Kelompok Pembudidaya Ikan Kab. Gresik 7. Perwakilan Pengusaha 8. Perwakilan UPP Resume Hasil Focus Group Disccusion : 1. Dinas Kelautan, Perikanan & Peternakan Kab. Gresik : Hasil dari riset pengembangan model minapolitan berbasis budidaya diharapkan dapat menjadi bahan pengkayaan bagi pembuatan masterplan dan RPIJM program minapolitan Kab. Gresik Pada hasil penelitian dinyatakan bahwa antara kondisi yang dipersyaratkan dengan kondisi dilapangan banyak ketidaksesuaian, tetapi untuk saat ini halhal yang dipersyaratkan tersebut dalam proses pembuatan. Terkait dengan pemeriksaan kualitas air tidak diperlukan laboratorium di sentra minapolitan tetapi mengoptimalkan UPTD yang terdekat dengan sentraminapolitan. Untuk pengembangan sarana & prasana umum diperlukan handling space sebagai tempat pendaratan ikan di lokasi minapolitan. Input produksi : 1. Pasokan benih berasal dari hachery Tuban, Lamongan, Situbondo, Jepara & Rembang. Input benih yang terdapat di Kab. Gresik adalah glondongan/tongkolan. Pembuatan hachery tidak dimungkinkan karena ketidak sesuaian lahan, hal yang diperlukan saat ini adalah penumbuhan UPR sakla rumah tangga. 2. Pakan berasal dari Surabaya, Sidoarjo, Jombang & Lamongan. Penetapan hinterland untuk mendukung Kec. Sidayu adalah Kec. Bungah, Kec. Ujung Pangkah (lokasi dekat dengan Kec. Sidayu), Kec. Dukun dan Kec. Duduk Sampean. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 233

250 Pada kesimpulan koreksi kata ketidaksiapan diganti menjadi belum terlaksananya Peruntukkan anggaran APBD untuk program minapolitan : perlu dikonfirmasi kembali dengan Ditjen Budidaya Perlu sinkronisai program antara pusat, propinsi dan kabupaten untuk penggunaan anggaran Bendung gerak bengawan solo untuk penangan pesisir 2. Badan Perencanaan Daerah Kab. Gresik : Program minapolitan yang akan dilaksanakan di Kab. Gresik adalah minapolitan budidaya & minapolitan garam. Melihat potensi di Kab. Gresik maka dikembangan minapolitan garam dan dari produksi garam dapat diperoleh hasil sampingan berupa artemia (esktrak garam) yang mempunyai nilai tambah dan selama ini banyak diambil oleh perusahaan garam. Untuk itu perlu disosialisasikan mengenai hasil sampingan dari garam (artemia) untuk meningkatkan pendapatan petani garam. Minapolitan garam dilakukan dengan peningkatan produksi dan revitalisasi garam dan lokasi yang akan dijadikan minapolitan garam adalah Kec. Panceng sesuai dengan RTRW Kab. Gresik. Sesuai dengan RTRW Propinsi, bahwa Kab. Gresik diarakan ke industri, tetapi dengan potensi perikanan yang cukup besar pengembangan sektor perikanan tetap menjadi prioritas. Rencana lokasi yang akan menjadi pengembangan kawasan indutsri adalah Kecamatan Manyar & Kecamatan Ujung Pangkah. Meskipun menjadi menjadi kawasan industri pengembangan kawasan berwawasan lingkungan menjadi hal penting untuk diperhatikan seperti pengawasan yang ketat untuk konsep penangan limbah industri dan pengembagan kawasan agroindustri (di Kec.Ujung Pangkah). Kelengakapan dalam aspek sumber daya & tata ruang seperti Pembuatan masterplan akan dilakukan oleh Bappeda bidang ekonomi, sementara RPIJM oleh Dinas PU dan RPIJM Kelautan Perikanan akan dibuat pada tahun Untuk tata ruang darat dan laut di Kab. Gresik dibuat secara bersamaan. Kec. Sidayu menjadi menjadi calon sentra minapolis dikarenakan sesuai dengan RTRW Kabupaten. Sedangkan Kecamatan Ujung Pangkah dan Kecamatan Bungah termasuk dalam kawasan rawan banjir. Kec. Duduk Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 234

251 Sampean menjadi sentra pemasaran hasil perikanan dan lima tahun kedepan pengembangan sektor perikanan tetap dilakukan di Kec. Manyar. Komoditas unggulan selain udang dan bandeng, komoditas ikan nila harus dikembangkan. Terkait dengan irigasi dan saluran air di lokasi minapolitan hal ini berhubungan dengan tanggul bengawan solo dan pintu air. BPPS Bengawan Solo merupakan kewenangan pemerintah pusat dan bukan kewenangan kabupaten. Normalisasi air karena sungai yang mulai dangkal, maka pada tahun 2011 akan disediakan tronton untuk pengerukan sungai dan hal ini bisa dimanfaatkan oleh masyarakat dan harus dikoordinasikan dengan pemerintah pusat. Perlu pengembangan kelompok untuk pengawasan lingkungan (Pokmawas) Dalam strategi pelaksanaan minapolitan Kab. Gresik diperlukan tenpat pendaratan ikan. Dalam pelaksanaan minpolitan diperlukan sinkronisasi program antara pemerintah, masyarakat & dunia usaha. Pengembangan potensi Pulau Bawean untuk program minapolitan. 3. Perwakilan Kelompok Pendangkalan kali di Desa Srowo menyebabkan potensi perikanan berkurang (sebelum pendangkalan 90% penduduknya adalah nelayan) Tedapat lahan seluas 11 ha dimana lahan ini merupakan lahan kerjasama antara DKPP Kab. Gresik yang dapat digunakan sebagai lahan percontohan. Perlunya sinkronisasi antar stakeholder tidak terjadi konflik. Program pemerintah yang sering tidak berjalan sebagaimana mestinya seperti paket wieausaha diharapak tidak terjadi pada program minapolitan. 4. UPP UPP merupakan pembentukan dari Ditjen Budidaya dan keberadaan sudah eksis dengan kegiatan sebagai fasilitator antara pembudidaya dengan perbankan seperti peminjaman KUR di Bank Jatim yang memberikan persyaratan lebih mudah untuk pengembangan usaha perikanan Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 235

252 LAMPIRAN 5. NOTULENSI FOCUS GROUP DISSCUSION RISET PENGEMBANGAN MODEL MINAPOLITAN DI KABUPATEN BATANGHARI; BATANGHARI, 28 OKTOBER 2010 Peserta : 1. Kepala Bidang Perikanan Dinas Peternakan & Perikanan Kabupaten Batanghari 2. Kepala Bidang Litbang Bappeda Kab. Batanghari 3. Staf Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jambi 4. Dinas PU Cipta Karya Propinsi Jambi 5. Staf Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batanghari 6. Perwakilan Kelompok Pembudidaya Ikan Kabupaten Batanghari 7. Kecamatan Pemayung 8. Penyuluh Perikanan Kec. Pemayung 9. Kepala Balai Penyuluhan Kec. Pemayung 10. BBRSE KP Resume Hasil Focus Group Disccusion : 1. Dinas Kelautan, Perikanan & Peternakan Kab. Batanghari : Kualitas air sungai Batanghari dilakukan secara periodik oleh petugas dari karantina dan dinas perikanan propinsi, tetapi untuk pemantauan kualitas air dikolam hanya dilihat ketika membuat kolam baru dengan memeriksa PH air dan kecerahan air kolam. Hal ini terlihat selama 3 kali panen tidak terjadi tingkat kematian yang rendah dan kondisi ikan patin yang layak untuk dipasarkan. Disamping itu dilokasi penelitian tidak terdapat sumber polutan. Input pakan berasal dari Medan, Jakarta, Jambi dan Lampung. Di Batanghari hari terdapat juga pakan lokal, tetapi yang menjadi kendala adalah kontiunitas bahan baku dan kualitas pakan tidak sesuai untuk budidaya. Bahan baku pakan lokal bermitra dengan masyarakat desa Teluk Ketapang dan Ture. Terkait dengan masalah penyuluhan, diperlukan penyuluh yang mempunyai latar belakang perikanan karena terdapat banyak kendala ketika terjadi masalah teknis dilapangan misalnya untuk penyakit ikan. Jumlah penyuluh yang terbatas hanya ada 6 penyuluh untuk 5 kecamatan. Pemanfaatan lahan untuk kolam, telah diatur oleh kepala desa. Terdapat aturan bagi pembudidaya yang tidak memiliki lahan yang menggunakan lahan orang lain atau pembudidaya pemilik lahan Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 236

253 2. Balai Penyuluhan Kec. Pemayung: Permohonan penambahan tenaga penyuluh dimana tidak harus 1 desa 1 penyuluh dan minimal terdapat penyuluh ahli perikanan yang bertindak sebagai koordinator Di Desa Pudak terdapat kegiatan pembuatan pakan lokal dan ketersediaan bahan paku yang mencukupi. Diharapkan adanya plafon kredit untuk pembuatan pakan lokal. Masalah kepemilikan lahan, di Desa Senaning dan Desa Lebak Alur banyak kolam pembudidaya yang dibangun di atas tanah milik orang lain, sehingga mereka tidak mempunyai rasa memiliki dan ini berakibat pada masalah pengisian kolam untuk budidaya. Kondisi jalan dekat perkebunan karet rusak. 3. Badan Perencanaan Daerah Kab. Batanghari: Pada hasil rekomendasi mengenai kemandirian inpu produksi menjadi perhatian bagi Dinas Perikanan Penambahan tenaga penyuluh harus dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan Melibatan masyarakat dalam pembuatan konsep perencanaan, pelaksanaan dan ahli Kelola terhadap pembangunan infrastruktur. Peningkatan koordinasi antara SKPD dalam pelaksanaan program minapolitan. Promosi kawasan minapolitan dengan pembangunan papan nama kawasan minapolitan di lokasi yang strategis yang mudah dilihat oleh banyak orang, sepeti disimpamg Kubu Kadang, Lebak Alur dan Lubuk Ruso Bantuan mesin untuk pembuatan pakan harus dipertimbangakan karena pemanfaatan dari mesin tersebut dipertanyakan. (bantuan dari pusat yaitu mesin dan gedung tidak dimanfaatkan). Pasar benih akan dibangun tetapi dikelola oleh masyrakat & pedagang Hal penting saat ini adalah pembuatan wadah benih utk kegiatan budidaya sehingga input output akan mengikuti. Diharapkan hasil penelitian dapat dikirimkan kepada Pemda Batanghari 4. Dinas PU Propinsi Kab. Jambi Untuk tahun 2011 akan ditambah pembangunan jalan di Desa Teluk Ketapang sepanjang 2 km, Desa Senaning ujung 2 km. Di Desa Senaning : pembangunan jalan setapak menuju kolam ± 2 km Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 237

254 LAMPIRAN 6. NOTULENSI FOCUS GROUP DISSCUSION RISET PENGEMBANGAN MODEL MINAPOLITAN DI KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT; SELASA, 28 SEPTEMBER 2010 Peserta : 11. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kotawaringin Barat 12. Perwakilan Bappeda Kabupaten Kotawaringin Barat 13. Staf Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kotawaringin Barat 14. Dinas PU Kabupaten Kotawaringin Barat 15. Perwakilan Kelompok Pembudidaya Ikan Kabupaten Kotawaringin Barat 16. Perwakilan AIRUT Kabupaten Kotawaringin Barat 17. BBRSE KP Resume Hasil Focus Group Disccusion : Bp. Chairil Anwar Permasalahan di bagian budidaya adalah saluran di tambak udang jadi satu sehingga mengganggu budidaya. Budidaya didaerah Kumai akan dilakukan dengan menggunakan tiga (3) komoditas yaitu udang, bandeng dan rumpul laut. Hal ini dilakukan kerena rumput laut bisa menetralisir racun-racun yang mengganggu budidaya. PPI belum dimanfaatkan dengan makimal. Untuk itu dilakukan pengawasan terpadu dengan cara mengerahkan seluruh instansi di areal pelabuhan dan peningkatan kepolisian. Kemudian menyediakan listrik untuk penuhi pasokan listrik dipelabuhan untuk menyalakan coldstorage. Pengolahan dimaksimalkan lagi Setelah itu budidaya dan tangkap sudah siap. Tinggal menyemputnakan yang belum sempurna sehingga dapat menetapkan areal minapolitan dengan lebih baik lagi. Yang terlebih penting lagi sharing-sharing dana yang belum ada koordinasi harus dirundingkan sehingga tidak akan salah sasaran. Bp. Rudolf Sebenarnya ada tambak seluas 500Ha yang sudah siap untuk di bentuk di masterplan, tapi masih dalam penggarapan. Pada awalnya arahan minapolitan itu di daerah katingan, sehingga Kotawaringin barat belum membuat masterplan. TPI sebenarnya sudah siap untuk melakukan lelang, akan tetapi yang menjadi masalah adalah status bangunan PPI dan TPI. Bangunan tersebut adalah milik propinsi karena 75% dari dana DIPA. Permasalahanya belum dilepas oleh propinsi untuk kabupaten akan tetapi pengelolaannya dilakukan oleh dinas. Pihak dinas sendiri Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 238

255 khawatir kalau seandainya PPI dan TPI sukses, maka akan diambil alih oleh dinas setempat. Hal ini akan merugikan dinas kabupaten. Dilain pihak, Kabupaten sulit untuk merekap aset-aset mereka karena untuk penggunaan dana decon. Dana untuk pelabuhan seharusnya dari dana pemda tingkat 2. Berdasarkan SK Dirjen Tangkap, minapolitan di Kotawaringin Barat adalah minapolitan tangkap yang akan dilaksanakan pada tahun Jika PPI sukses, maka akan ada pembangunan pelabuhan perikanan pantai yang luasnya sudah dalam lingkup kota. Pembangunan ini dilakukan dengan kerjasama BAPPEDA, dimana 1 kawasan untuk semuanya seluas Ha dengan sarana dan prasarana dilengkapi dengan rumah-rumah nelayan. Sie Budidaya Sarana dan prasarana banyak sekali kekuranganya terutama dalam 2 tahun terakhir terjadi kekurangan dibidan pembenihan. Masalah selanjutnya adalah adanya pabrik pakan, tapi belum optimal. Masalah lainnya adalah pada saat musim ujan air tawar merembas kedalam kolam sehingga perlu mengambil air dari tengah laut pada saat-saat tertentu. Komoditasnya sudah ditentukan adalah udang dan rajungan. Sesuai pencangan peningkatan produksi 353, maka pemerintah mengembakan patin, nila dan ikan mas untuk dibudidayakan. Pembenihan dilakukan sendiri di BBI dan BBU akan tetapi memenuhi syarat penebaran dan dibangun melalui dana DAK. Dilain pihak pasar benih belum ditentukan. Tahun 2011, kabupaten akan lebih konsen kepada pakan. Untuk menilai kesiapan maka perlu melihat sambutan baik masyarakat, bisa koordinasi dengan baik, dan siap untuk pelaksanaan. Sehingga pengurangan pakan import dari daerah lain untuk meningkatkan keuntungan dengan alasan: Ikan rucah tersedia dengan baik dan harga sangat rendah sehingga banyak dibuang. Pabrik jagung di pangkalan bun adalah yang terbesar. Bungkil sawit belum dimanfaatkan dengan optimal. Untuk itu perlu memoles dan mengfungsikan kelembagaan dengan baik Bp. Syarul Sebenarnya pada 2006 pernah ada masterplan agropolitan udang, dan seharusnya pada tahun 2008 sudah pada action plan udang. Akan tetapi pelaksanaanya tidak terlihat, bahkan terkesan tidak ada apa-apa. Sesungguhnya Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 239

256 sungai Ratik/Bakau itu membuat kondisi udang cukup baik. Akan tetapi karena kepentingan yang berbeda, maka pembuatan saluran air yang dinamakan entah irigasi atau drainase, justru membuat airnya berkurang bukan bertambah. Untuk itu perlu duduk bersama untuk mendiskusikan hal tersebut. Bisa saja saluran pembuangan di buat oleh PU, saluran pengairan dibuat oleh DKP. Jika ingin membudidayakan lebih setuju membudidayakan ikan lokal seperti lais. Jika memaksakan budidaya nila, dan produksi terlalu banyak bahkan dikirim dari banjar dan palangkaraya ke pangkalan bun maka produksi nila berlimpah sehingga harga akan hancur. Jika ini terjadi, maka pembudidaya akan rugi. Leading sektor dulunya adalah udang, dimana pas harga meningkat drastis maka pendapatan meningkat sangat tinggi. Akan tetapi sekarang susah dan harga cenderung stabil. Bp. Sapto Era berbeda, pemakaian bahan dulu hanya pada hari H saja dan tidak meliat kebelakangnya. Masterplan harus cepat dibentuk dengan satker lainnya Setuju pengembangbiakan ikan lokal, karena kalau ikan standard dipasar akan lebih gampang di guncang harganya sehingga ikan lokal akan lebih baik, Potensi kobar baik dan belum kesentuh sehingga perlu dimanfaatkan apa yang ada disini. Sebagai contohnya andalakn pakan yang ada sehingga dapat mengurangi biaya. Pakan ikan dapat dibuat dengan bahan dari ikan ruca dan kelapa sawit (untuk pembuatan magot). Akan tetapi bahan-bahan tersebut hanya tahan selama 2 hari saja. Perlu adanya keterlibatan semua pihak di pelabuhan. Seperti contohnya SPDN dengan kunci persyaratan layanan lengkap adalah mempunyai tandatangan dari syahbandar. Hal ini menyebabkan kapal lebih terawat dan rapih administrasi. Syarat berikutnya adalah boleh membeli solar di SPDN jika mengikuti lelang di TPI, tapi permasalahanya adalah pembeli harus setor modal dulu sehingga nelayan bisa mendapatkan uang cash secepatnya. Lelang ada perdanya untuk menarik komisi dan itu perlu di kelola dengan benar untuk santunan KUD pada saat paceklik, pembangunan masjid, dan santunan kecelakaan nelayan. Untuk itu pertama-tama perlu pembenahan dari dalam agar dapat terlaksana dengan baik. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 240

257 Ibu Rani Perlu duduk bersama sehingga dukungan dari semua dinas untuk menyukseskan program minapolitan. Sehingga program ini bukan hanya milik KKP saja. Bp. Chairil Anwar Permasalahan di agropolitan adalah belum adanya ketentuan pembiayaan sehingga tidak ada koordinatornya. Selain itu program minapolitan ini harus lebih fokus dan kerjasama dengan dewan untuk menyukseskanya. Perwakilan dr Airut Minapolitan adalah strategi KKP untuk mencapai tujuannya, tapi beda nama dengan agropolitan. Airut mendukung sekali. Kecamatan pendulangan dan arut selatan juga masuk ke dalam area minapolitan. Wilayah Airut dibagi dua; yaitu Kumai dan Arut Selatan. Pada kecamatan kumai, penduduknya tidak mau susah sehinga maunya menangkap saja. Selain itu juga memang banyak zat asam. Sedangkan di Arut Selatan, budidaya tambaknya cukup tinggi. Perwakilan dari PU Saluran sungai Ratih yang dibuat menjadi kering karena beberapa hal, antara lain: Dibangun oleh propinsi pada tahun 2006 Survey investegasi desainya dilakukan 70% Kemudian membuat pegangan untuk menjadi pegangan Sehingga saluran tersebut yang seharusnya terdapat pintu air, tapi tidak diberikan pintunya. Udang hanya dapat hidup di air asin sehingga harus di jaga airnya pada musim kemarau. Pada musim tersebut ada interupsi lewat tanah sehingga kondisi arinya menjadi tawar sehingga udang banyak yang mati. Lain halnya dengan tanaman bakau itu dapat hidup di asin dan tawar. Daerah Nate Kerbau masih di kembangkan perikanan, akan tetapi sumber airnya dari air hujan yang ditampung. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 241

258 Bp. Sapto Hasil akhir dari penelitian ini kenapa tidak menyinggung dana karena FGD ini bertujuan untuk sosialisasi program minapolitan, duduk bareng-bareng dan kemudian hari untuk mengkoordinasikan dana blank. Pelaksanaan minapolitan pada tahun 2013 untuk output 353 tersebut. KKP sendiri masih mengupayakan payung hukumnya agar program ini dapat terlaksana dengan baik. Akan tetapi hal ini banyak disalah gunakan untuk membuat proyek di beberapa tempat dengan menetapkan minapolitan di area baru. Pertanyaan berikutnya dari SK bupati apakah ditetapkan tangkap atau budidaya karena dalam SK mentri Kelatutan dan Perikanan belum ada ketetapannya. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 242

259 LAMPIRAN 7. FOTO KABUPATEN MALANG Gambar Sumber Air di Kec. Wajak, Kabupaten Malang Gambar Kolam Pembesaran Ikan Nila dan Mas Gambar Hasil Pakan Olahan Buatan Sendiri Gambar Pakan Pabrik Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 243

260 Gambar Mesin Pakan Bantuan Dinas Gambar Mendong Gambar UPR di Kecamatan Dau Gambar Motor Angkut Pakan Modifikasi (Cator) Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 244

261 LAMPIRAN 8. FOTO KABUPATEN BOYOLALI Lokasi Sentra Produksi Hasil Panen Ikan Lele Kolam Pembesaran Ikan Lele Kelompok Penggolahan Ikan Lele Hasil Olahan Ikan Lele Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 245

262 LAMPIRAN 9. FOTO KOTA PALANGKARAYA Gambar Sepetak lahan yang terdiri dari rumah dan beberapa buah Keramba Jaring Apung (KJA). Gambar Pembudidaya sedang menangkap ikan dengan Jaring. Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 246

263 Gambar Mesin pembuat pakan buatan dan cara membuat pakanya dengan mesin pembuat pakan. Gambar Fasilitas Pembibitan Gambar ikan yang di asinkan dan di jual Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 247

264 LAMPIRAN 10. FOTO KABUPATEN GOWA Gambar Menguras Kolam Untuk Memindahkan Bibit yang Akan Dibesarkan Kembali Pengembang Biakan Ikan KOI Gambar BBI Bontomanai Kabupaten Gowa Dengan Tempat Pertemuanya Gambar Jaringan Infrastruktur Jalan di Kecamatan Bajeng (Kawasan Minapolitan) Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 248

265 LAMPIRAN 11. FOTO KABUPATEN BOGOR Gambar Kolam Pembesaran dan Kolam Pembibitan ikan yang terbuat dari Tanah di Kabupaten Bogor Gambar Pakan Ikan Lele Pabrikan yang Digunakan di Kapubaten Bogor Gambar Kolam Beton/ Permanen di Kabupaten Bogor Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 249

266 LAMPIRAN 12. FOTO KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT Gambar Pabrik Es di Pelabuhan Pendaratan Ikan Kotawaringin Barat Gambar KJA di Kotawaringin Barat Gambar Pengolahan Kerupuk Ikan dan Amplang Gambar Fasilitas Pengeringan Ikan dengan Sistem Rumah Kaca Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 250

267 Gambar Fasilitas Jalan ke Lokasi yang masih Butuh Banyak Perbaikan Pengembangan Model Minapolitan Berbasis Budidaya 251

Pengembangan Wilayah dan Penataan Ruang

Pengembangan Wilayah dan Penataan Ruang Pengembangan Wilayah dan Penataan Ruang Konsep Wilayah dan Pengembangan Wilayah Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geogra is beserta

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah 7 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan Istilah pembangunan atau development menurut Siagian (1983) adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Konsep Wilayah

TINJAUAN PUSTAKA. Konsep Wilayah 7 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wilayah Wilayah menurut UU No. 26 tahun 2007 adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan

Lebih terperinci

PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan

PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember www.adamjulian.net Pengembangan Kawasan Pertanian Industrial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBENTUKAN SENTRA HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNGGULAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DALAM KONSEP MINAPOLITAN

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DALAM KONSEP MINAPOLITAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN INDIVIDU PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DALAM KONSEP MINAPOLITAN Oleh: Edmira Rivani, S.Si., M.Stat. Peneliti Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik PUSAT PENELITIAN BADAN KEAHLIAN

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dengan melihat karakteristik Kabupaten Garut bagian selatan dapat dilihat bagaimana sifat ketertinggalan memang melekat pada wilayah ini. Wilayah Garut bagian selatan sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pedesaan saat ini menempati bagian paling dominan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pedesaan saat ini menempati bagian paling dominan dalam BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan pedesaan saat ini menempati bagian paling dominan dalam mengisi wacana pembangunan daerah. Hal tersebut bukan saja didasarkan atas alasan fisik geografis,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sebagai negara agraris dengan berbagai produk unggulan di setiap daerah, maka pembangunan ekonomi berbasis pertanian dan perikanan di Indonesia harus berorientasi pada

Lebih terperinci

Lomba Penulisan Artikel HUT KORPRI Ke 43 Kabupaten Cilacap Mengangkat HARKAT, MINAPOLITAN Cilacap*

Lomba Penulisan Artikel HUT KORPRI Ke 43 Kabupaten Cilacap Mengangkat HARKAT, MINAPOLITAN Cilacap* Mengangkat HARKAT, MINAPOLITAN Cilacap* Sebagai Kabupaten dengan wilayah administrasi terluas di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Cilacap menyimpan potensi sumberdaya alam yang melimpah. Luas Kabupaten

Lebih terperinci

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN BIREUEN

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN BIREUEN PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN BIREUEN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Wilayah

TINJAUAN PUSTAKA Wilayah TINJAUAN PUSTAKA Wilayah Dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 32 TAHUN 2015 TENTANG SENTRA PRODUKSI PERIKANAN UNGGULAN DI KABUPATEN CIAMIS

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 32 TAHUN 2015 TENTANG SENTRA PRODUKSI PERIKANAN UNGGULAN DI KABUPATEN CIAMIS 1 BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 32 TAHUN 2015 TENTANG SENTRA PRODUKSI PERIKANAN UNGGULAN DI KABUPATEN CIAMIS Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS

Lebih terperinci

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan di Kabupaten Gorontalo Utara meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan di Kabupaten Gorontalo Utara meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan di Kabupaten Gorontalo Utara meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Salah satu potensi sumberdaya perikanan yang belum banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Fenomena Kesenjangan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INTEGRASI MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI, DAN BLUE ECONOMY

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG,

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG, PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendorong percepatan

Lebih terperinci

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN 8.1. Rekomendasi Kebijakan Umum Rekomendasi kebijakan dalam rangka memperkuat pembangunan perdesaan di Kabupaten Bogor adalah: 1. Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat, adalah

Lebih terperinci

LAPORAN TEKNIS JUDUL PENELITIAN EVALUASI DAMPAK INDUSTRIALISASI PERIKANAN PADA KAWASAN MINAPOLITAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

LAPORAN TEKNIS JUDUL PENELITIAN EVALUASI DAMPAK INDUSTRIALISASI PERIKANAN PADA KAWASAN MINAPOLITAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN LAPORAN TEKNIS JUDUL PENELITIAN EVALUASI DAMPAK INDUSTRIALISASI PERIKANAN PADA KAWASAN MINAPOLITAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN (Perairan Umum Daratan) Tim Penelitian : Zahri Nasution

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut UU No. 32 Tahun 2004, kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PROGRAM INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN (INBUDKAN) DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5497 KEPENDUDUKAN. Transmigrasi. Wilayah. Kawasan. Lokasi. Pemukiman. Pelaksanaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 9) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Desentralisasi sebagai suatu fenomena yang bertujuan untuk membawa kepada penguatan komunitas pada satuan-satuan pembangunan terkecil kini sudah dicanangkan sebagai

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Wilayah dan Pembangunan wilayah Budiharsono (2001) menyebutkan bahwa ruang atau kawasan sangat penting dalam pembangunan wilayah.

Lebih terperinci

Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Perikanan Budidaya Melalui PUMP Perikanan Budidaya Sebagai Implementasi PNPM Mandiri Kelautan Dan Perikanan

Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Perikanan Budidaya Melalui PUMP Perikanan Budidaya Sebagai Implementasi PNPM Mandiri Kelautan Dan Perikanan Draft Rekomendasi Kebijakan Sasaran: Perikanan Budidaya Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Perikanan Budidaya Melalui PUMP Perikanan Budidaya Sebagai Implementasi PNPM Mandiri Kelautan Dan Perikanan Seri

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Pada awalnya Kabupaten Tulang Bawang mempunyai luas daratan kurang lebih mendekati 22% dari luas Propinsi Lampung, dengan pusat pemerintahannya di Kota Menggala yang telah

Lebih terperinci

MENTERI TRANSMIGRASI DAN PEMUKIMAN PERAMBAH HUTAN R.I. KEPUTUSAN MENTERI TRANSMIGRASI DAN PEMUKIMAN PERAMBAH HUTAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TRANSMIGRASI DAN PEMUKIMAN PERAMBAH HUTAN R.I. KEPUTUSAN MENTERI TRANSMIGRASI DAN PEMUKIMAN PERAMBAH HUTAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TRANSMIGRASI DAN PEMUKIMAN PERAMBAH HUTAN R.I. KEPUTUSAN MENTERI TRANSMIGRASI DAN PEMUKIMAN PERAMBAH HUTAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung

Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung Ardhana Januar Mahardhani Mahasiswa Magister Kebijakan Publik, FISIP, Universitas Airlangga, Surabaya Abstract Implementasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan pertanian dewasa ini telah berorientasi bisnis (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut usahatani (on-farm agribusiness)

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER.12/MEN/2010 TENTANG MINAPOLITAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER.12/MEN/2010 TENTANG MINAPOLITAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.12/MEN/2010 TENTANG MINAPOLITAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendorong percepatan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN

PEMBAHASAN UMUM DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN 147 PEMBAHASAN UMUM DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN Pemerintah Kabupaten Banyumas pada tahun 2008 akan mencanangkan pengembangan wilayah dengan pendekatan agropolitan

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

KEPMEN NO. 96 TH 1998

KEPMEN NO. 96 TH 1998 KEPMEN NO. 96 TH 1998 KEPUTUSAN MENTERI TRANSMIGRASI DAN PEMUKIMAN PERAMBAH HUTAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP 96/MEN/1998 TENTANG PENGEMBANGAN PERMUKIMAN TRANSMIGRASI POLA PERIKANAN MENTERI TRANSMIGRASI

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan wilayah tersebut dengan meningkatkan pemanfaatan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan tangkap pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan, sekaligus untuk menjaga kelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lele (Clarias sp) adalah salah satu satu komoditas perikanan yang memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan komoditas unggulan. Dikatakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

BOKS : PENGEMBANGAN SUB SEKTOR PERIKANAN BUDIDAYA AIR TAWAR DI KAWASAN MINAPOLITAN KABUPATEN KAMPAR, PROVINSI RIAU

BOKS : PENGEMBANGAN SUB SEKTOR PERIKANAN BUDIDAYA AIR TAWAR DI KAWASAN MINAPOLITAN KABUPATEN KAMPAR, PROVINSI RIAU BOKS : PENGEMBANGAN SUB SEKTOR PERIKANAN BUDIDAYA AIR TAWAR DI KAWASAN MINAPOLITAN KABUPATEN KAMPAR, PROVINSI RIAU I. LATAR BELAKANG Perubahan mendasar cara berpikir dari daratan ke maritim yang dikenal

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH Strategi pembangun daerah adalah kebijakan dalam mengimplementasikan program kepala daerah, sebagai payung pada perumusan program dan kegiatan pembangunan di dalam mewujdkan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR MINAPOLITAN

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR MINAPOLITAN KEGIATAN PERDESAAN POTENSIAL DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-CIPTA KARYA-AN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR MINAPOLITAN RAPAT KOORDINASI MINAPOLITAN TAHUN 2014 BATAM 21 23 SEPTEMBER 2014 DIREKTORAT PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Agropolitan

TINJAUAN PUSTAKA Agropolitan TINJAUAN PUSTAKA Agropolitan Agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang yang mampu memacu berkembangnya sistem dan usaha agribisnis, sehingga dapat melayani, mendorong, menarik, menghela

Lebih terperinci

Potensi pengembangan budi daya ikan nila skala industri di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan

Potensi pengembangan budi daya ikan nila skala industri di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Potensi pengembangan budi daya ikan nila skala industri di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan Rasidi 1, Estu Nugroho 1, Lies Emawati 1, Idil Ardi 2, Deni Radona

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Lampung yang dikukuhkan berdasarkan Undang-Undang Negara Republik

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Lampung yang dikukuhkan berdasarkan Undang-Undang Negara Republik 47 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Profil Kabupaten Pringsewu 1. Sejarah Singkat Kabupaten Pringsewu Kabupaten Pringsewu merupakan salah satu Daerah Otonom Baru (DOB) di Provinsi Lampung yang

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengembangan Wilayah penghematan ongkos produksi dan distribusi yang disebabkan oleh kegiatankegiatan produksi yang dilakukan di satu tempat atau terkonsentrasi di suatu lokasi (Sitorus 2012), didekati dengan menganalisis

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA SEMINAR INTERNASIONAL TEMU ILMIAH NASIONAL XV FOSSEI JOGJAKARTA, 4 MARET 2015 DR HANIBAL HAMIDI, M.Kes DIREKTUR PELAYANAN SOSIAL

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pembangunan

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pembangunan 8 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pembangunan Istilah pembangunan dan pengembangan banyak digunakan dalam hal yang sama, yang dalam Bahasa Inggrisnya development. Namun berbagai kalangan cenderung untuk menggunakan

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Pembangunan daerah agar dapat berhasil sesuai dengan tujuannya harus tanggap terhadap kondisi yang terjadi di masyarakat. Kondisi tersebut menyangkut beberapa masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Kebijakan Perikanan Budidaya. Riza Rahman Hakim, S.Pi

Kebijakan Perikanan Budidaya. Riza Rahman Hakim, S.Pi Kebijakan Perikanan Budidaya Riza Rahman Hakim, S.Pi Reflection Pembangunan perikanan pada dasarnya dititikberatkan pada perikanan tangkap dan perikanan budidaya Pada dekade 80-an perikanan budidaya mulai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2010, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan Pelabuhan Perikanan Nasional (PPN) Palabuhanratu sebagai lokasi proyek minapolitan perikanan tangkap.

Lebih terperinci

Pemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal

Pemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal BUKU 2 Manual Penyusunan RP4D Kabupaten Pemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal bagi penyusun

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MALANG TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RANCANGAN RENCANA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MALANG TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN 1 LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MALANG NOMOR : 180/1918/KEP/421.115/2015 TENTANG PENGESAHAN RENCANA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MALANG TAHUN 2016 RANCANGAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sanitasi di Indonesia telah ditetapkan dalam misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMPN) tahun 2005 2025 Pemerintah Indonesia. Berbagai langkah

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kawasan pedesaan di Indonesia akan semakin menantang dimasa depan dengan kondisi perekonomian daerah yang semakin terbuka dan kehidupan berpolitik yang lebih

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian dan kelautan yang memiliki peran penting sebagai penggerak kemajuan perekonomian nasional di Indonesia. Selain menjadi

Lebih terperinci

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT 7.1. Kinerja Lembaga Penunjang Pengembangkan budidaya rumput laut di Kecamatan Mangarabombang membutuhkan suatu wadah sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. Pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. 2. Penerapan budidaya pertanian yang baik / Good Agriculture Practices

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan daerah dalam era globalisasi saat ini memiliki konsekuensi seluruh daerah di wilayah nasional menghadapi tingkat persaingan yang semakin tinggi secara langsung

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 608 TAHUN 2003 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA,

KEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 608 TAHUN 2003 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA, KEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 608 TAHUN 2003 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Transmigrasi pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan daerah sebagai upaya untuk mempercepat pembangunan, terutama di kawasan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG I - 1 LAPORAN AKHIR D O K U M E N

PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG I - 1 LAPORAN AKHIR D O K U M E N 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pendekatan pembangunan yang lebih menonjolkan pertumbuhan ekonomi secara cepat tidak dapat dipungkiri dan telah mengakibatkan pertumbuhan di perkotaan melampaui kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas perairan yang di dalamnya terdapat beraneka kekayaan laut yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas perairan yang di dalamnya terdapat beraneka kekayaan laut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 104.000 km (Putra,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA A. RENCANA KINERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014

BAB II PERENCANAAN KINERJA A. RENCANA KINERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014 BAB II PERENCANAAN KINERJA A. RENCANA KINERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014 Perencanaan kinerja merupakan proses penyusunan rencana kinerja sebagai penjabaran dari sasaran dan program yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT Menimbang PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 31 TAHUN 2015 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2005 2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci