Perbedaan Psychological Well-Being pada Guru Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan di Kabupaten Bangka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Perbedaan Psychological Well-Being pada Guru Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan di Kabupaten Bangka"

Transkripsi

1 Perbedaan Psychological Well-Being pada Guru Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan di Kabupaten Bangka (The Difference of Psychological Well-Being among Senior High School and Vocational High School Teachers in Bangka Regency) Primalita Putri Distina dan Erida Rusli Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia Penelitian ini dilatarbelakangi adanya perbedaan tantangan dan beban mengajar pada guru SMA dan SMK. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan psychological well-being pada guru sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan di Kabupaten Bangka. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan pengumpulan data melalui kuesioner. Penelitian ini menggunakan alat ukur Ryff s Scale of Psychological Well-Being yang telah diadaptasi oleh kelompok payung penelitian Psychological Well-Being Responden dalam penelitian ini berjumlah 152 guru, terdiri dari 74 guru SMA dan 78 guru SMK di Kabupaten Bangka. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ditemukan perbedaan skor mean psychological well-being yang signifikan pada guru SMA dan SMK di Kabupaten Bangka (r(152)=1.801, p=0.074, signifikan pada L.o.S 0.05). Hasil tersebut dapat diartikan, tidak terdapat perbedaan psychological well-being pada guru SMA dan SMK di Kabupaten Bangka. Kata Kunci : guru; Kabupaten Bangka; psyhcological well-being; SMA; SMK This reseacrh was conduct because of there re difference of challenge and teaching loads between senior high school teachers and vocational high school teachers. This research aims to describe the difference of psychological well-being among senior high school and vocational high school teachers in Bangka Regency. This research used quantitative approach by collecting data through questionnaires. This research used Ryff s Scale of Psychological Well-Being which adopted by a research team of psychological well-being in The respondents in this research were 152 teachers, with 74 from senior high school teachers and 78 from vocational high school teachers in Bangka Regency. The result showed there s no significant difference of psychological well-being among senior high school and vocational high school teachers in Bangka Regency (r(152)=1.801, p=0.074, significant at L.o.S 0.05). This result indicated there s no difference of psychological well-being among senior high school and vocational high school teachers in Bangka Regency. Keywords : Bangka Regency; psyhcological well-being; senior high school; teachers; vocational high school Pendahuluan Pendidikan merupakan salah satu usaha untuk mengembangkan potensi seseorang agar memiliki keterampilan yang dibutuhkan dalam hidupnya. Berbicara tentang pendidikan, kita tidak bisa lepas dari sosok yang menjadi pelaksana pendidikan yaitu guru sebagai tenaga

2 pendidik. Undang-Undang Republik Indonesia No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan, Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru memiliki banyak tugas dan tanggung jawab yang besar. Guru tidak hanya berperan dalam memberikan pengajaran, tetapi juga mendidik siswa serta bertanggung jawab kepada orang tua, sekolah, dan masyakaratnya. Berbagai macam tugas dan tanggung jawab guru tersebut, membuat profesi guru merupakan salah satu pekerjaan yang rentan menimbulkan stres (Cherniss; Greenberg dan Vallentutti; Lazarus dan Folkman, dalam Ben-Ari, Krole & Har- Even, 2003). Umumnya, stres pada guru disebabkan oleh perilaku buruk siswa. Perilaku siswa yang harus ditangani oleh guru, menurut Biglan (2008) berhubungan dengan psychological well-being mereka, dimana hubungan ini saling timbal balik. Malek, Mearns dan Flin (2010) menyatakan bahwa sumber stres kerja memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan psychological well-being. Hal ini berarti semakin tinggi stres kerjanya maka akan semakin rendah psychological well-beingnya. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa stres yang dihadapi oleh guru berpengaruh pada psychological well-being mereka. Pyschological well-being dijelaskan sebagai kesejahteraan (well-being) psikologis dimana seseorang memiliki potensi untuk berfungsi secara penuh yang dilihat dari enam dimensi yaitu penerimaan diri, pertumbuhan pribadi, hubungan yang positif dengan orang lain, kemandirian, penguasaan lingkungan, dan memiliki tujuan hidup (Ryff, 1989). Seorang guru diharapkan mampu memiliki tingkat psychological well-being yang tinggi karena akan berdampak positif bagi performa kerjanya. Hal ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Wright dan Corpanzano (2000) yang menemukan bahwa semakin tinggi psychological wellbeing seseorang, performa kerja yang diberikan pun akan tinggi. Guru yang memiliki psychological well-being yang tinggi tentu dapat mengatasi hal-hal yang membuat mereka stres yang akhirnya berakibat pada performa kerja mereka. Performa kerja guru tentu saja akan berdampak pada hasil pengajaran, terutama pencapaian akademik siswa. Di Indonesia, guru-guru tersebar dan mengajar di berbagai sekolah, diantaranya adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai bentuk pendidikan menengah yang paling banyak di Indonesia. Siswa yang berada di pendidikan menengah pada umumnya sedang berada pada masa remaja, dimana siswa SMA dan SMK telah memasuki tahap pencarian identitas yang disebutkan oleh Erikson (Papalia, Olds & Feldman, 2009). Pada masa remaja ini, mereka seringkali sulit diatur dan melakukan tindakan yang buruk seperti tawuran, bullying, tindakan kriminal, seks bebas, dan perilaku buruk

3 lainnya. Karakteristik remaja yang seperti itu tentu saja membuat guru yang mengajar di pendidikan menengah memiliki tantangan yang lebih besar. Guru yang mengajar di SMA dan SMK juga memiliki tantangan dan beban yang berbeda. Berdasarkan Perpem No. 29 tahun 1990, siswa SMA dipersiapkan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, sedangkan siswa SMK dipersiapkan untuk langsung terjun ke dunia kerja. Oleh karena itu, guru di SMA akan lebih memberikan pengajaran yang bersifat teoritis dan mengarahkan siswa untuk persiapan ujian masuk perguruan tinggi, sedangkan guru SMK harus mengajarkan keterampilan kepada siswanya agar mereka memiliki kesiapan untuk langsung bekerja setelah lulus. Akan tetapi, siswa SMK sekarang juga bisa memilih untuk melanjutkan ke perguruan tinggi (snmptn.ac.id, n.d), sehingga tentu saja guru di SMK memiliki tanggung jawab yang lebih untuk mengajar siswa agar mampu bersaing dan dapat melanjutkan ke perguruan tinggi. Selain itu, berdasarkan wawancara kepada salah satu guru yang pernah mengajar di SMA dan SMK, guru di SMK memiliki beban yang lebih berat dalam menangani perilaku buruk siswa karena siswa SMK seringkali melakukan tindakan kenakalan remaja. Berbeda dengan siswa SMA yang tingkat kenakalannya hanya sebatas membuat keributan di kelas sebagai bentuk dari mencari perhatian guru. Meskipun ada beberapa siswa SMA yang dikeluarkan karena tindakan kenakalan remaja, tetapi hal tersebut tidak sebanyak dan sesering siswa SMK (Hikmah, Komunikasi Pribadi, 3 Mei 2013). Padahal, siswa SMK diharapkan mampu memiliki tingkat kedisiplinan yang lebih tinggi karena ketika mereka lulus dan bekerja, kedisplinan sangat diperlukan dalam dunia kerja. Oleh karena itu, peneliti menjadi tertarik untuk melihat bagaimana kondisi psychological well-being pada guru SMA dan SMK dan apakah terdapat perbedaan pada keduanya, mengingat bahwa guru SMA dan SMK memiliki beban dan tanggung jawab yang berbeda. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan pada guru-guru SMA dan SMK di Kabupaten Bangka, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Hal ini dilakukan karena belum ada penelitian mengenai psychological well-being yang dilakukan di Kabupaten Bangka dan juga pada guru-guru SMA dan SMK di Kabupaten Bangka. Kemudian, Bangka Belitung memiliki slogan Serumpun Sebalai dan ini merupakan kebudayaan masyarakat Bangka Belitung yang mencerminkan sistem hidup bermasyarakat yang menjunjung tinggi rasa solidaritas dan menegakkan demokrasi melalui musyawarah dan mufakat (babelprov.go.id, n.d). Budaya Serumpun Sebalai termasuk budaya kolektivis dan tentu saja berbeda dengan penelitian psychological well-being yang sudah dilakukan di negara barat oleh Ryff yang memiliki budaya individualis. Selain itu, dari tahun ke tahun tingkat kelulusan siswa SMA dan SMK di Kabupaten Bangka selalu berbeda. Misalnya, di tahun 2011 siswa SMA yang

4 tidak lulus sebanyak 2,45%, sedangkan siswa SMK yang tidak lulus sebanyak 7,47% (Laporan Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka tahun 2011). Kemudian, di tahun 2012 siswa SMA yang tidak lulus sebanyak 0,25% dan siswa SMK yang tidak lulus sebanyak 0,53% (Tomo, 27 Mei 2012). Meskipun ada peningkatan, tetapi jumlah siswa SMK yang tidak lulus selalu saja lebih banyak daripada siswa SMA. Peneliti semakin tertarik untuk melihat apakah adanya perbedaan pada angka kelulusan siswa SMA dan SMK ini dikarenakan adanya perbedaan psychological well-being pada guru yang mengajar di SMA dan di SMK. Hal ini dikarenakan psychological well-being pada akhirnya mempengaruhi peforma guru dalam mengajar yang tentunya berakibat pada nilai akademik siswa. Pada akhirnya, dengan dilakukannya penelitian ini dan melihat gambaran dan perbedaan psychological well-being pada guru SMA dan SMK di Kabupaten Bangka dapat menjadi pertimbangan untuk dilakukannya berbagai macam kegiatan intervensi psikologis untuk meningkatkan psychological well-being pada guru sehingga akan berakibat positif terhadap performa kerja mereka khususnya, dan juga dalam dunia pendidikan secara umum. Tinjauan Teoritis Psychological Well-Being Ryff (1989) menjelaskan psychological well-being sebagai potensi yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat berfungsi secara penuh dalam hidupnya yang dilihat dari enam dimensi yaitu penerimaan diri (self-acceptance), pertumbuhan pribadi (personal growth), hubungan yang positif dengan orang lain (positive relation with others), kemandirian (autonomy), penguasaan lingkungan (environmental mastery), dan memiliki tujuan hidup (purpose in life). Keenam dimensi psychological well-being tersebut memiliki tantangan tersendiri yang harus dihadapi oleh seseorang agar dapat berfungsi secara positif. Menurut Ryff, seseorang harus puas dengan dirinya dan mengetahui batas kemampuannya sendiri (self-acceptence). Mereka juga harus membangun dan menjalin hubungan yang hangat dengan orang lain (positive relation with others) serta membentuk lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan dan kepribadian mereka (environmental mastery). Agar dapat hidup secara mandiri di lingkungannya, mereka juga harus mampu mengambil keputusan sendiri dan tidak selalu bergantung kepada orang lain (autonomy). Hal yang paling penting adalah bagaimana mereka menemukan makna dan tujuan dari hidup mereka agar mampu berusaha dan siap menerima tantangan (purpose in life) serta berusaha mengembangkan kemampuan dan bakat mereka sendiri selama hidupnya (personal growth).

5 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Psychological Well-Being Beberapa penelitian mengenai psychological well-being menemukan bahwa terdapat faktor-faktor yang memengaruhi tingkat psychological well-being seseorang yaitu, pertama adalah usia, dimana skor dimensi enviromental mastery, dewasa madya dan dewasa tua lebih tinggi dibandingkan dewasa muda. Dimensi autonomy meningkat dari dewasa muda ke dewasa madya. Purpose in life dan personal growth meningkat dari dewasa muda, tetapi menurun pada dewasa madya ke dewasa akhir. Pada dimensi self-acceptance dan positive relation with others tidak menunjukkan perbedaan yang dipengaruhi oleh usia. Kedua, jenis kelamin dimana perempuan dari semua rentang usia memiliki dimensi positive relation with others dan personal growth lebih tinggi daripada laki-laki. Untuk keempat dimensi lainnya tidak ditemukan perbedaan pada keduanya. Ketiga, budaya yaitu pada negara dengan budaya individualis seperti negara barat, dimensi self-acceptance dan autonomy lebih tinggi, sedangkan negara dengan budaya kolektivis dimensi self-acceptance dan autonomy rendah (Ryff & Singer, 1996). Sebaliknya, dimensi positive realtion with others lebih tinggi pada budaya kolektivis daripada budaya individualis (Ryff, 1995). Terakhir adalah status sosial-ekonomi yang menurut Ryff, dkk., (dalam Ryan & Deci, 2001) status sosial-ekonomi berhubungan dengan dimensi self-acceptance, purpose in life, environmental mastery, dan personal growth. Terdapat banyak efek negatif yang ditimbulkan dari rendahnya status sosial-ekonomi seseorang terutama pada social comparison. Individu dengan status sosial-ekonomi rendah cenderung memberikan penilaian yang buruk ketika membandingkan diri mereka dengan orang lain dan merasa tidak mampu mendapatkan sumber daya yang dibutuhkan. Pendidikan, pendapatan, dan jabatan pekerjaan juga termasuk status sosial-ekonomi. Semakin tinggi jenjang pendidikan seseorang, semakin tinggi psychological well-being mereka (Ryff & Singer, 1996), terutama asosiasinya pada dimensi personal growth dan purpose in life (Ryff & Singer, 2008). Dinamika Perbedaan Psychological Well-Being pada Guru SMA dan SMK Guru yang mengajar di SMA dan SMK memiliki tantangan, beban, dan tanggung jawab yang berbeda. Hal ini dapat dilihat dari tujuan SMA dan SMK yang berbeda sehingga beban mengajar guru juga ikut berbeda. SMA bertujuan agar lulusannya dapat melanjutkan ke perguruan tinggi, sedangkan SMK bertujuan agar lulusannya dapat langsung bekerja (Perpem No. 29 tahun 1990). Guru SMA akan berfokus memberi pengajaran berupa pemahaman teoritis yang mendalam agar mereka dapat lulus ketika menghadapi UN dan juga ujian masuk perguruan tinggi. Berbeda dengan guru SMA, guru SMK harus memberikan pengajaran

6 berupa pemahaman teoritis dan juga keterampilan kejuruan pada siswa. Siswa SMK dituntut tidak hanya bisa lulus UN, tetapi juga ketika lulus mereka dapat memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk dapat langsung bekerja. Akan tetapi, siswa SMK sekarang juga sudah dapat memilih untuk terus melanjutkan ke perguruan tinggi (snmptn.ac.id, n.d) sehingga beban dan tanggung jawab guru SMK menjadi bertambah. Bertambahnya beban mengajar ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi performa guru (Nadeem, Rana, Lonu, Maqbool, Naz, & Ali, 2011) dan tentu saja berhubungan dengan psychological well-being mereka. Selanjutnya, perilaku siswa SMA dan SMK juga berbeda. Berdasarkan pengamatan peneliti dan hasil wawancara kepada guru SMK, siswa SMK kurang memiliki motivasi dalam belajar dan cenderung lebih sering melakukan perilaku buruk daripada siswa SMA. Kurangnya motivasi untuk belajar dan berperilaku buruk merupakan salah satu stressor yang dialami oleh guru dan berpengaruh kepada well-being mereka (Broman, Hamilton & Hoffman; Hamilton, dkk., dalam Merino, 2004). Perilaku siswa juga merupakan salah satu faktor yang memengaruhi performa guru (Nadem, dkk., 2011) yang ikut berhubungan dengan psychological well-being guru. Adanya perbedaan beban mengajar dan tantangan dalam menghadapi perilaku siswa seperti yang telah disebutkan sebelumnya, membuat peneliti untuk mengambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan psychological well-being pada guru SMA dan SMK. Metode Penelitian Variabel penelitian ini adalah psychological well being dengan konstruk yang dikembangkan oleh Carol D. Ryff. Karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah individu yang bekerja sebagai guru yang mengajar di SMA dan SMK, sudah mengajar minimal satu tahun, sedang berada pada masa dewasa muda dan madya, dan masih aktif menjadi guru hingga tahun Pengambilan data dilakukan pada 29 April 2013 hingga 3 Mei 2013 di tiga SMA dan tiga SMK di Kabupaten Bangka dengan teknik accidental sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 152 orang dari populasi guru SMA dan SMK di Kabupaten Bangka. Hipotesis Penelitian Ha: Terdapat perbedaan psychological well-being pada guru SMA dan SMK di Kabupaten Bangka.. H0: Tidak terdapat terdapat perbedaan psychological well-being pada guru SMA dan SMK di Kabupaten Bangka.

7 Alat Ukur Penelitian ini menggunakan alat ukur yaitu Ryff s Scale of Psychological Well-Being (RSPWB) oleh Ryff (1989) dan sudah diadaptasi oleh peneliti kelompok payung skripsi psychological well-being tahun 2012 dengan reliabilitas koefisien alpha sebesar dan validitas lebih besar dari 0.2. Alat ukur ini terdiri dari 18 item dengan respon jawaban 6 point Likert Scale. Norma berdasarkan persentil 50 yang dilihat dari skor median kelompok yaitu 86. Kelompok yang memiliki psychological well-being yang rendah adalah kelompok yang memiliki skor mean sama dengan dan dibawah skor median ( 86), sedangkan total skor kelompok tinggi berada di atas skor median (>86). Prosedur Pengambilan data dilakukan satu kali 29 April 2013 hingga 3 Mei 2013 di tiga SMA dan tiga SMK di Kabupaten Bangka. Peneliti mendatangi sekolah yang dituju dan menyebarkan kuesioner pada saat jam istirahat di ruang guru. Terdapat dua sekolah dimana peneliti harus menitipkan kuesioner selama dua hari karena sedikitnya jumlah guru yang masuk. Data penelitian yang didapat diolah melalui sistem SPSS dengan teknik analisis statistika deskriptif, independent sample t-test, dan one-way ANOVA. Hasil Penelitian Mayoritas responden yang mengajar di SMA dan SMK sedang berada di masa dewasa muda, berjenis kelamin perempuan, menempuh pendidikan terakhir di S1 (sarjana), telah bekerja selama 1-5 tahun, guru bidang studi sains untuk guru SMA dan guru bidang studi kejuruan untuk guru SMK, sudah menikah, memiliki status kerja sebagai guru PNS pada guru SMA dan sebagai guru honorer pada guru SMK, sudah memiliki sertifikasi pada guru SMA dan belum memiliki sertifikasi pada guru SMK, memiliki pendapatan per bulan dengan rentang 1,5 juta-3 juta, dan untuk responden yang sudah menikah paling banyak memiliki pasangan yang bekerja. Untuk lebih data demografis yang lebih menyeluruh, dapat dilihat pada tabel 1.

8 Tabel 1. Gambaran Data Demografis Responden (N=152) Karakteristik Usia Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Pendidikan SMA/Sederajat D2 D3 S1 S2 Lama Kerja 1-5 tahun 6-10 tahun tahun tahun tahun tahun >30 tahun Bidang Studi Bahasa Sains Sosial Kejuruan Agama Penjaskes Kesenian/Muatan Lokal Lain-lain Status Perkawinan Belum Menikah Menikah Status Pekerjaan PNS Honorer Guru Tetap Yayasan Status Sertifikasi Memiliki Sertifikasi Belum Memiliki Sertifikasi Pendapatan <1,5 juta 1,5 juta-3 juta 3 juta- 5 juta Di atas 5 juta Status Kerja Pasangan (Responden yang Menikah) Bekerja Tidak Bekerja SMA SMK N % N %

9 Dari hasil analisis data, ditemukan tidak terdapat perbedaan mean psychological wellbeing yang signifikan pada responden (r(152)=1.801, p=0.074, siginifikan pada L.o.S 0.05). Hal ini berarti meskipun terdapat selisih pada skor mean psychological well-being pada guru SMA dan SMK, tetapi selisih mean tersebut tidak membuat adanya perbedaan yang signifikan. Akan tetapi, mean psychological well-being pada responden yang mengajar di SMA dan SMK berada di kelompok yang berbeda. Responden yang mengajar di SMA memiliki skor mean yang lebih tinggi daripada responden yang mengajar di SMK. Responden yang mengajar di SMA memiliki psychological well-being yang tergolong tinggi (M=86.55, SD=6.646), sedangkan responden yang mengajar di SMK memiliki psychological well-being yang tergolong rendah (M=84.58, SD=6.873). Hal ini berarti responden yang mengajar di SMA lebih memiliki kemampuan untuk puas dan menerima dirinya, memiliki hubungan yang akrab dan hangat dengan orang lain, mampu mengambil keputusan sendiri dan memiliki standar evaluasi sendiri, mampu memanfaatkan lingkungan kerjanya, memiliki keinginan mengembangkan diri dan memiliki tujuan hidup (Ryff, 1989) daripada responden yang mengajar di SMK. Selanjutnya, peneliti juga ingin melihat gambaran skor mean dimensi psychological well-being pada responden penelitian yang mengajar di SMA dan SMK. Tabel 2. Gambaran Mean Dimensi Psychological Well-Being pada Responden yang Mengajar di SMA (N=74) Dimensi Psychological Well-Being Mean Standar Deviasi Self Acceptance Positive Relations with others Autonomy Environmental Mastery Purpose in Life Personal Growth Tabel 3. Gambaran Mean Dimensi Psychological Well-Being pada Responden yang Mengajar di SMK (N=78). Dimensi Psychological Well-Being Mean Standar Deviasi Self Acceptance Positive Relations with others Autonomy Environmental Mastery Purpose in Life Personal Growth

10 Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan psychological well-being yang signifikan antara guru SMA dan SMK di Kabupaten Bangka. Akan tetapi, hal ini bukan berarti tidak adanya perbedaan pada skor mean psyhcological well-being pada kedua responden, melainkan selisih angka yang ada tidak cukup kuat untuk menjelaskan bahwa adanya perbedaan psychological well-being pada guru SMA dan SMK. Jika dilihat secara seksama, psychological well-being pada guru yang mengajar di SMA tergolong tinggi, sedangkan psychological well-being pada guru SMK tergolong rendah. Hal ini dapat disebabkan karena guru yang mengajar di SMK memiliki beban mengajar yang lebih banyak daripada guru di SMA. Guru SMK tidak hanya mengajar dengan memberikan keterampilan kepada siswa saja, tetapi juga pengajaran yang bersifat teoritis karena siswa SMK juga mengikuti UN. Selain itu, sekarang siswa SMK juga sudah bisa untuk memilih melanjutkan ke perguruan tinggi (snmptn.ac.id, n.d), sehingga guru SMK juga memiliki beban untuk mengajar siswa SMK agar mampu bersaing dengan siswa SMA untuk masuk ke perguruan tinggi. Bertambahnya beban mengajar ini membuat guru SMK memiliki tambahan stressor untuk membuat mereka menjadi stres dan pada akhirnya akan membuat psychological well-being mereka menjadi rendah. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Malek, Mearns, dan Flinn (2010) bahwa sumber stres kerja memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan psychological well-being. Selanjutnya, guru SMK memiliki tantangan yang lebih besar dalam menghadapi perilaku buruk siswa daripada guru yang mengajar di SMA. Berdasarkan hasil wawancara pada salah seorang responden yang pernah mengajar di SMA dan sekarang mengajar SMK, dirinya mengaku kesulitan dalam berhubungan dan memotivasi siswanya. Siswa SMK cenderung kurang memiliki semangat belajar, kurang kompetitif, dan seringkali menimbulkan banyak masalah. Hal ini berbeda dengan siswa SMA dimana mereka cukup memiliki motivasi dalam belajar dan berkompetisi serta perilaku buruk mereka tidak lebih buruk daripada siswa SMK (Hikmah, Komunikasi Pribadi, 3 Mei 2013). Hal tersebut tentu saja membuat tingkat psychological well-being guru SMK tergolong rendah daripada guru SMA. Hal ini juga didukung oleh Biglan (2008) bahwa psychological well-being guru berhubungan dengan kemampuan mereka dalam menangani perilaku siswa, dimana hubungan ini saling timbal balik. Kemudian, guru SMK yang menjadi responden penelitian ini kebanyakan adalah guru honorer dengan gaji Rp ,00-Rp ,00. Hal ini berbeda dengan guru SMA yang kebanyakan adalah guru PNS dengan gaji tetap setiap bulan sesuai golongan dan dibayar

11 dengan APBN/APBD. Telah disinggung sebelumnya bahwa status sosial ekonomi dalam hal ini adalah pendapatan memengaruhi psychological well-being seseorang (Ryff, dkk., dalam Ryan & Deci, 2001) sehingga menyebabkan tingkat psychological well-being guru SMK menjadi rendah. Selain itu, guru honorer juga tidak mendapat kejelasan mengenai status kerja mereka di masa depan sehingga hal ini dapat menjadi stressor tambahan yang berdampak pada psychological well-being mereka. Peneliti juga membahas hasil data demografis responden penelitian ini. Mayoritas responden yang mengajar di SMA dan SMK penelitian sedang berada di masa dewasa muda, berjenis kelamin perempuan, menempuh pendidikan terakhir di S1 (sarjana), telah bekerja selama 1-5 tahun, sudah menikah, memiliki pendapatan per bulan dengan rentang 1,5 juta-3 juta, dan untuk responden yang sudah menikah paling banyak memiliki pasangan yang bekerja. Hal itu terjadi karena peneliti dalam proses pemilihan sampel menggunakan teknik non-probability sampling sehingga menyebabkan tidak semua anggota dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel penelitian. Penelitian ini juga menggunakan accidental sampling karena pengambilan data penelitian berdasarkan kemudahan dan ketersediaan responden saat itu (Kumar, 2005), sehingga peneliti tidak dapat mengontrol data demografis tersebut. Kemudian, untuk banyaknya jumlah responden yang menempuh pendidikan S1 dikarenakan kualifikasi akademik yang ditentukan oleh pemerintah adalah guru yang telah menempuh pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau program diploma empat (D4) (UU No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen). Selanjutnya, jumlah guru bidang studi sains pada guru SMA lebih banyak karena mata pelajaran bidang sains yang peneliti kelompokkan terdiri dari matematika, fisika, biologi dan kimia. Keempat mata pelajaran tersebut diajarkan di kelas X, XI SMA program IPA, dan XII SMA program IPA. Selain itu, masing-masing mata pelajaran sains memiliki alokasi waktu yang paling banyak yaitu sebanyak 4 jam per minggu (Permendiknas No.22 tahun 2006). Untuk guru SMK, paling banyak adalah guru yang mengajar bidang studi kejuruan. Hal ini tentu saja dikarenakan SMK memang mengajarkan mengenai kejuruan atau keterampilan yang dibutuhkan oleh siswa, sehingga lebih banyak dibutuhkan guru yang mengajar bidang studi kejuruan. Berikutnya, untuk jumlah guru honorer yang lebih banyak di SMK dikarenakan kurangnya jumlah guru PNS di sekolah tersebut, terlebih dalam penelitian ini lebih banyak SMK swasta sehingga hampir semuanya merupakan guru honorer (Napitulu, 2012). Terakhir, banyak guru SMK yang belum memiliki sertifikasi dikarenakan persyaratan untuk mengambil sertifikasi adalah guru PNS dan guru tetap yayasan (non-pns) dengan

12 kualifikasi akademik S1 dan D4. Lama kerja juga menjadi bahan perhitungan, dimana guru yang bisa mengikuti ujian sertifikasi adalah mereka yang telah bekerja minimal 2 tahun (Permendiknas No.18 tahun 2007). Ujian sertifikasi guru juga memiliki tes kinerja dalam bentuk real teaching dimana mereka harus menjadi fasilitator dan mediator dalam proses belajar mengajar sesuai dengan KTSP. Guru-guru yang sudah sejak lama terbiasa mengajar dengan metode ceramah akan merasa kesulitan dan menyebabkan banyak yang gagal dalam ujian praktik mengajar ini. Berikutnya, peneliti menemukan bahwa dimensi yang paling tinggi dimiliki oleh responden baik secara umum maupun digolongkan berdasarkan tempat mengajar adalah dimensi personal growth. Tingginya dimensi ini dikarenakan guru-guru seringkali mengikuti pelatihan dan seminar untuk mengembangkan dan meningkatkan kompetensi dalam melaksanakan tugas sebagai guru. Sebelum memulai mengajar, biasanya guru akan mempelajari bahan ajar terlebih dahulu. Mereka tidak ingin tertinggal dan terkadang mencari materi dari sumber lainnya (Hikmah, Komunikasi Pribadi, 3 Mei 2013; D. Sihombing, Komunikasi Pribadi, 30 Mei 2013). Keinginan yang kuat untuk terus belajar dan menjadi lebih baik adalah salah satu komponen personal growth (Ryff, 1989). Selain itu, mayoritas responden ini adalah guru yang telah menempuh pendidikan S1 yang termasuk salah satu jenjang pendidikan tinggi. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Ryff dan Singer (2008) bahwa psychological well-being dan pendidikan memiliki hubungan positif yang kuat, terutama asosiasinya dengan personal growth. Dimensi yang paling rendah yang dimiliki oleh responden baik secara umum maupun digolongkan berdasarkan tempat mengajar adalah dimensi autonomy. Rendahnya dimensi ini menurut peneliti disebabkan oleh ketidakmampuan mereka dalam mengambil keputusan secara cepat dan tepat ketika menghadapi masalah di dalam kelas. Kebanyakan responden penelitian ini memiliki lama kerja 1-5 tahun sehingga mereka masih belum memiliki banyak pengalaman dalam menangani permasalahan di dalam kelas. Kemudian, tuntutan sebagai guru yang dianggap harus menjadi teladan dan sempurna di mata masyarakat juga membuat mereka menjadi khawatir dalam mengambil keputusan yang dianggap tidak sesuai dengan standar masyarakat. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Ryff (1989) bahwa orang yang memilki autonomy yang rendah salah satunya karena mereka yang bertindak bergantung pada penilaian dan keputusan orang lain, khawatir terhadap standar masyarakat dan orang lain dalam membuat keputusan penting. Selain itu, budaya Bangka Belitung yang bersifat kolektivis juga dapat menjadi penyebab rendahnya dimensi ini. Ryff dan Singer (1996)

13 menemukan bahwa dimensi yang berorientasi pada diri seperti autonomy tidak menonjol pada masyarakat dengan budaya kolektivis. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan, ditarik kesimpulan yang dapat menjawab pertanyaan penelitian, yaitu tidak terdapat perbedaan psychological well-being pada guru SMA dan SMK di Kabupaten Bangka. Jika dilihat dari masing-masing tempat mengajar, responden yang mengajar di SMA memiliki psychological well-being yang tergolong tinggi, sedangkan responden yang mengajar di SMK memiliki psychological wellbeing yang tergolong rendah. Dimensi paling tinggi pada responden baik yang mengajar di SMA dan SMK adalah dimensi personal growth, sedangkan dimensi paling rendah adalah dimensi autonomy. Saran Saran Metodologis a. Penelitian mengenai psychological well-being pada guru sebaiknya terus dikembangkan, mengingat masih banyaknya keterbatasan dalam penelitian ini dan belum banyaknya penelitian mengenai topik ini di Indonesia, khususnya di daerah (di luar Jakarta). b. Penelitian selanjutnya dengan topik sejenis sebaiknya juga dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif agar dapat memahami lebih mendalam mengenai psychological well-being dan juga dimensi-dimensinya. Hal ini juga diperlukan untuk memberikan penjelasan yang lebih valid dan realiabel serta mampu melengkapi penjelasan dari data kuantitatif yang dihasilkan. c. Penelitian selanjutnya dengan topik sejenis sebaiknya mengukur variabel stres kerja juga, sehingga penelitian ini tidak hanya berdasarkan asumsi dan penarikan kesimpulan mengenai stres kerja dari penelitian lain. Hal ini akan berdampak pada gambaran yang lebih jelas mengenai psychological well-being pada guru SMA dan SMK di Kabupaten Bangka. d. Penelitian selanjutnya dengan topik sejenis sebaiknya melihat minat untuk menjadi guru karena hal tersebut dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi performa guru dan psychological well-being mereka. e. Penelitian selanjutnya dengan topik sejenis sebaiknya menambah jumlah responden penelitian dan menyeimbangkan proporsi responden agar mendapatkan hasil yang lebih representatif.

14 Saran Praktis a. Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa skor psychological well-being pada guru SMA tergolong tinggi dan guru SMK di Kabupaten Bangka tergolong rendah, tetapi hasil yang didapatkan hanyalah rata-rata dari psychological well-being pada guru SMA dan SMK di Kabupaten Bangka. Meskipun demikian, Pemerintah Daerah atau Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka sebaiknya membuat suatu kebijakan baru dalam organisasi dengan menyediakan konseling psikologis dalam lingkungan kerja mereka untuk membantu guru-guru meningkatkan kesejahteraan psikologis mereka dan mengurangi tingkat stres mereka terutama guru yang mengajar di SMK mengingat tingkat psychological well-being mereka tergolong rendah. b. Memberikan saran kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka untuk terus menerus melakukan pelatihan dan pengembangan guru karena akan meningkatkan dimensi personal growth mereka yang tentunya berdampak pada psychological well-being. Selain itu, diperlukan adanya pelatihan untuk meningkatkan dimensi autonomy pada guru karena semua responden baik yang mengajar di SMA dan SMK memiliki dimensi autonomy yang rendah. Daftar Pustaka Ben-Ari, R., Krole, R., & Har-Even, D. (2003). Differential effects of simple frontal versus complex teaching strategy on teachers stress, burnout and satisfaction. International Journal of Stress Management, 10 (2), doi: / Biglan, Anthony. (2008). Teacher stress and collegiality: Overlooked factors in the effort to promote evidence-based practices. Association for Behaviour Analysis International Newsletter. Diunduh dari pada 17 Januari Ketentutan umum dan persyaratan. (n.d). Diunduh dari pada 6 Juli Lambang daerah dan artinya. (n.d). Diunduh dari pada 17 Juni Malek, M. D. A., Mearns, K., & Flin, R. (2010). Stress and psychological well-being in uk and malaysian fire fighters. An International Journal Vol. 17(1), doi: /

15 Merino, Akindotun. (2004). The effect of academic policy on the psychological well-being and collective self-esteem of California urban teachers. (Dissertation for Doctor of Phylosophy). Cappela University, Minneapolis. Nadeem, M., Rana, M. S., Lone, A. H., Maqbool, S., Naz, K., & Ali, A. (2011). Teacher s competencies and factors affecting the performance of female teachers in bahawalpur (southern punjab) pakistan. International Journal of Business and Social Science, 2 (19), Diunduh dari pada 3 Juli 2013 Papalia, D. E., Olds, S. W, & Feldman, R. D. (2009). Human development 11 th Edition. New York: McGraw-Hill. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah. Ryan, R. M., & Deci, E. L. (2001). On happiness and human potentials: A review of research on hedonic and eudaimonic well-being. Annual Review of Psychology 52, doi: /annurev.psych Ryff, C. D. & Singer, B. H. (1996). Psychological well-being: Meaning, Measurement, and implication for psychotherapy research. Psychother Psychosom, 65, Diunduh dari pada 15 Maret Ryff, C. D. & Singer, B. H. (2008). Know the self and become what you are: a eudaimonic approach to psychological well-being. Journal of Happiness Studies, 9, doi: /s Ryff, C. D. (1989). Happiness is everything, or is it? Explorations on the meanings of psychological well being. Journal of Personality and Psychology, 57, Diunduh dari pada 20 Februari Ryff, C. D. (1995). Psychological well-being in adult life. Current Directions in Psychological Science, 4, doi: / ep Tomo, Y. P. (2012). Kelulusan UN di babel meningkat. Diunduh dari pada 3 Juli Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

16 Wright, T. A. & Cropanzano, R. (2000). Psychological well-being and job satisfaction as predictors of job performance. Journal of Occupational Health Psychology, 5 (1), doi: //

GAMBARAN KEBAHAGIAAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN DENGAN LATAR BELAKANG BUDAYA BATAK, JAWA, MINANG, DAN SUNDA

GAMBARAN KEBAHAGIAAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN DENGAN LATAR BELAKANG BUDAYA BATAK, JAWA, MINANG, DAN SUNDA GAMBARAN KEBAHAGIAAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN DENGAN LATAR BELAKANG BUDAYA BATAK, JAWA, MINANG, DAN SUNDA INDIENA SARASWATI ABSTRAK Studi yang menggunakan teori kebahagiaan

Lebih terperinci

Perbedaan Psychological Well-being pada Dewasa Muda Pasangan Long Distance Relationship dengan Pasangan Non Long Distance Relationship

Perbedaan Psychological Well-being pada Dewasa Muda Pasangan Long Distance Relationship dengan Pasangan Non Long Distance Relationship Perbedaan Psychological Well-being pada Dewasa Muda Pasangan Long Distance Relationship dengan Pasangan Non Long Distance Relationship Sania Faradita ABSTRACT The purpose of this study, is to know the

Lebih terperinci

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Psikologi Disusun oleh : RIZKIAN

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui psychological well-being pada pasien HIV positif (usia 20-34 tahun) di RS X Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing 67 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing pada mahasiswa Fakultas Psikologi Unversitas X di kota Bandung, maka diperoleh kesimpulan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian & Hipotesis 3.1.1. Variabel Penelitian & Definisi Operasional Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang akan diuji adalah: 1. Variable (X): Materialisme

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Dina Meyraniza Sari,2013

DAFTAR ISI Dina Meyraniza Sari,2013 DAFTAR ISI Halaman Halaman Pernyataan... i Kata Pengantar... ii Hikmah... iii Ucapan Terima Kasih... iv Abstrak... vi Abstract... vii Daftar Isi... viii Daftar Tabel... xi Daftar Gambar... xii Daftar Lampiran...

Lebih terperinci

iv Universitas Kristen Maranatha

iv Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Psychological Well-Being pada pensiunan bank X di Kota Bandung. Pemilihan sampel menggunakan metode Accidental Sampling dan didapatkan sampel berjumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam pembentukan karakter bangsa. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam pembentukan karakter bangsa. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan sangat penting dalam pembentukan karakter bangsa. Hal ini dapat terwujud dengan adanya partisipasi dan dukungan perangkat yang baik. Salah satu perangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan mengambil metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan mengambil metode 56 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat

Lebih terperinci

ABSTRAK. viii. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. viii. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran mengenai derajat Psychological Well-Being pada tunanetra dewasa awal di Panti Sosial Bina Netra X Kota Bandung. Pemilihan sampel menggunakan metode

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan oleh peneliti, peneliti dapat menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara psychological well being

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tujuan suatu bangsa untuk memberdayakan semua warga negaranya agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN...i. KATA PENGANTAR.ii. ABSTRAK..v. DAFTAR ISI..vi. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR DIAGRAM.xi. DAFTAR LAMPIRAN..

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN...i. KATA PENGANTAR.ii. ABSTRAK..v. DAFTAR ISI..vi. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR DIAGRAM.xi. DAFTAR LAMPIRAN.. Abstrak Penelitian ini berjudul studi kasus mengenai profil Psychological Well- Being pada anak yatim piatu di Panti Asuhan Putra X Bandung. Penelitian ini dilaksanakan untuk memperoleh gambaran mengenai

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai kesejahteraan psikologis pada pegawai outsourcing Universitas X kota Bandung. Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel pada penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. B. Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. B. Definisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel bebas : Psychological Well-Being 2. Variabel tergantung : Komitmen Organisasional B. Definisi Operasional 1. Komitmen Organisasional

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Metode Penelitian Dan Rancangan Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Metode Penelitian Dan Rancangan Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Dan Rancangan Penelitian 3.1.1 Metode Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN Pada bab ketiga ini akan dijelaskan mengenai permasalahan penelitian, hipotesis penelitian, subjek penelitian, tipe dan desain penelitian, alat ukur yang digunakan dan prosedur pelaksanaan

Lebih terperinci

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS)

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS) Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS) 1 Hany Fakhitah, 2 Temi Damayanti Djamhoer 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi, Sampel, dan Lokasi Penelitian 1. Populasi dan Sampel penelitian Sampel penelitian adalah orang tua anak tunarungu. Anak tunarungu tersebut bersekolah di kelas satu

Lebih terperinci

Hubungan Antara Psychological Well Being (Kesejahteraan Psikologi) dengan Kepuasan Kerja pada PNS Dinas Sosial Provinsi Lampung

Hubungan Antara Psychological Well Being (Kesejahteraan Psikologi) dengan Kepuasan Kerja pada PNS Dinas Sosial Provinsi Lampung Hubungan Antara Psychological Well Being (Kesejahteraan Psikologi) dengan Kepuasan Kerja pada PNS Dinas Sosial Provinsi Lampung Aden Rahmat Afrianto, Binsar Siregar, Insan Firdaus Fakultas Psikologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif adalah fakta-fakta dari objek penelitian realitas dan variabel-variabel

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif adalah fakta-fakta dari objek penelitian realitas dan variabel-variabel BAB III METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Hal ini dikarenakan peneliti lebih menekankan pada data yang dapat dihitung untuk mendapatkan penafsiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci : Attachment to God, Psychological Well Being, Early Adulthood

Abstrak. Kata kunci : Attachment to God, Psychological Well Being, Early Adulthood Abstrak Penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kontribusi dimensi Attachment to God terhadap dimensi Psychological Well Being. Adapun responden dalam penelitian tersebut adalah 200

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang ini untuk mendapatkan pekerjaan sangat sulit contohnya

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang ini untuk mendapatkan pekerjaan sangat sulit contohnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia kerja merupakan tempat sekumpulan individu melakukan suatu aktivitas kerja. Aktivitas tersebut terdapat di dalam perusahaan atau organisasi. Pada zaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 2.1.1. Definisi Psychological Well-Being Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being. Menurut Ryff (1989), psychological well being

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia memerlukan norma atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Tindakan kriminalitas merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu hukuman yang akan diberikan

Lebih terperinci

ABSTRAK Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK  Program Magister Psikologi  Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Low vision merupakan salah satu bentuk gangguan pengihatan yang tidak dapat diperbaiki meskipun telah dilakukan penanganan secara medis. Penyandang low vision hanya memiliki sisa penglihatan yang

Lebih terperinci

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA NUR IKHSANIFA Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda INTISARI Penelitian

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian & Hipotesis 3.1.1 Variabel penelitian & definisi operasional Variabel adalah sebuah karakteristik atau kondisi yang berubah atau memiliki nilai yang berbeda

Lebih terperinci

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran Psychological Well-Being (PWB) pada pria pensiunan PNS usia 64 tahun di Bandung Utara. Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori Psychological

Lebih terperinci

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai Psychological Well-Being pada lansia di Panti Jompo X Kota Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

Lebih terperinci

Karakteristik Anak Umur Jenis Kelamin Urutan anak Kepribadian Cita-cita dan tujuan. Tingkat Stres Menghadapi UN SMA Negeri SMA Swasta

Karakteristik Anak Umur Jenis Kelamin Urutan anak Kepribadian Cita-cita dan tujuan. Tingkat Stres Menghadapi UN SMA Negeri SMA Swasta 44 KERANGKA PEMIKIRAN Salah satu ciri yang paling sering muncul pada remaja untuk menjalani penanganan psikologisnya adalah stres. Stres pada remaja yang duduk dibangku sekolah dapat dilanda ketika mereka

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan bentuk penelitian kuantitatif dengan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan bentuk penelitian kuantitatif dengan pendekatan 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan bentuk penelitian kuantitatif dengan pendekatan korelasional dengan menggunakan teknik analisa regresi berganda ( multiple regresion).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan memperoleh ilmu sesuai dengan tingkat kebutuhannya yang dilaksanakan secara formal sebagai

Lebih terperinci

Studi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung

Studi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 246-6448 Studi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung 1 Rahmadina Haturahim, 2 Lilim Halimah 1,2

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA LOKUS PENGENDALIAN INTERNAL DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA GURU SMA NEGERI DI KOTA BOGOR

HUBUNGAN ANTARA LOKUS PENGENDALIAN INTERNAL DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA GURU SMA NEGERI DI KOTA BOGOR HUBUNGAN ANTARA LOKUS PENGENDALIAN INTERNAL DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA GURU SMA NEGERI DI KOTA BOGOR Cindy Puspita Sari, Anita Listiara FakultasPsikologi, UniversitasDiponegoro, Jl. Prof. Soedarto,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran konsep diri pada siswa kelas XII yang mengambil jurusan IPA dan IPS di SMA X Bandung beserta dimensi-dimensi konsep diri serta kaitannya dengan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini beberapa variabel yang akan dikaji adalah :

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini beberapa variabel yang akan dikaji adalah : BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian & Hipotesis Dalam penelitian ini beberapa variabel yang akan dikaji adalah : 1. Variabel ( X ) : Kesepian (loneliness) 2. Variabel ( Y ) : Kesehjateraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, dari kehidupan bersama antara seorang laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari itu

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab metodologi penelitian, akan dibahas mengenai variabel penelitian, masalah penelitian, subjek penelitian, metode pengambilan data, alat ukur yang digunakan, prosedur

Lebih terperinci

Subjective Well-Being Pada Guru Sekolah Menengah. Dinda Arum Natasya Fakultas Psikologi Universitas Surabaya

Subjective Well-Being Pada Guru Sekolah Menengah. Dinda Arum Natasya Fakultas Psikologi Universitas Surabaya Subjective Well-Being Pada Guru Sekolah Menengah Dinda Arum Natasya Fakultas Psikologi Universitas Surabaya dindanatasyaa@yahoo.com Abstrak - Guru mengalami berbagai masalah dalam menjalankan profesinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Homoseksual adalah orang yang konsisten tertarik secara seksual, romantik, dan afektif terhadap orang yang memiliki jenis kelamin sama dengan mereka (Papalia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN...ii. KATA PENGANTAR...iii. DAFTAR ISI..vi. DAFTAR BAGAN.ix. DAFTAR TABEL...x. DAFTAR LAMPIRAN.xi BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN...ii. KATA PENGANTAR...iii. DAFTAR ISI..vi. DAFTAR BAGAN.ix. DAFTAR TABEL...x. DAFTAR LAMPIRAN.xi BAB I PENDAHULUAN... ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dinamika dimensi-dimensi psychological well-being pada pasien kanker serviks stadium lanjut di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Maksud dan tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D Human Development (Psikologi Perkembangan Edisi Kesepuluh). Jakarta: Kencana.

DAFTAR PUSTAKA. Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D Human Development (Psikologi Perkembangan Edisi Kesepuluh). Jakarta: Kencana. DAFTAR PUSTAKA Fransiska, M. 2009. Gambaran Psychological well-being pada Pria Gay Dewasa Muda yang telah Coming-out. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Mardiah, D. 2009. Hubungan antara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Variabel- variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel Tergantung : Psychological well-being 2. Variabel Bebas : Locus

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran Purpose of Life pada mahasiswa tingkat akhir Fakultas Psikologi di Universitas X Bandung. Pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Arikunto (2006:12), mengatakan bahwa penelitian kuantitatif adalah pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Arikunto (2006:12), mengatakan bahwa penelitian kuantitatif adalah pendekatan BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian yang dilakukan ini dapat dikatakan sebagai penelitian kuantitatif. Arikunto (2006:12), mengatakan bahwa penelitian kuantitatif adalah pendekatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KESUNGGUHAN (CONSCIENTIOUSNESS) DENGAN HASIL BELAJAR BIOLOGI: STUDI KORELASIONAL TERHADAP SISWA KELAS X MIPA DI SMA NEGERI 38 JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA KESUNGGUHAN (CONSCIENTIOUSNESS) DENGAN HASIL BELAJAR BIOLOGI: STUDI KORELASIONAL TERHADAP SISWA KELAS X MIPA DI SMA NEGERI 38 JAKARTA BIOSFER: JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI (BIOSFERJPB) 2016, Volume 9 No 1, 28-33 ISSN: 0853-2451 HUBUNGAN ANTARA KESUNGGUHAN (CONSCIENTIOUSNESS) DENGAN HASIL BELAJAR BIOLOGI: STUDI KORELASIONAL TERHADAP SISWA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN Identifikasi variabel penelitian digunakan untuk menguji hipotesa penelitian. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini ialah: Variabel

Lebih terperinci

BAB 3. Metodologi Penelitian

BAB 3. Metodologi Penelitian BAB 3 Metodologi Penelitian 3.1 Variabel Penelitian Variabel penelitian merupakan karakteristik atau fenomena yang dapat berbeda di antara organisme, situasi, atau lingkungan (Christensen, 2001). 3.1.1

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional. Metode korelasional yaitu suatu cara untuk menemukan hubungan antara variabel-variabel

Lebih terperinci

Hubungan antara Psychological Well-being dan Kepuasan Kerja pada PNS

Hubungan antara Psychological Well-being dan Kepuasan Kerja pada PNS Hubungan antara Psychological Well-being dan Kepuasan Kerja pada PNS Organisasi Pemerintahan di Yogyakarta (The Relationship Between Psychological Well-Being and Job Satisfaction Among Civil Servant in

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang,

BAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh setiap individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang, mengisi

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 25 3. METODE PENELITIAN Pada bagian ketiga ini, peneliti akan menjelaskan mengenai permasalahan penelitian, hipotesis penelitian, variabel-variabel penelitian, tipe dan desain penelitian, partisipan penelitian,

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Alat Ukur

LAMPIRAN A. Alat Ukur LAMPIRAN A Alat Ukur A1. Kuesioner PWB Petunjuk pengisian : Di balik halaman ini terdapat sejumlah pernyataan yang berhubungan dengan apa yang Saudara rasakan terhadap diri sendiri dan kehidupan Saudara

Lebih terperinci

KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS DITINJAU DARI DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA. (Psychological Well-Being Review From Family Social Support)

KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS DITINJAU DARI DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA. (Psychological Well-Being Review From Family Social Support) KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS DITINJAU DARI DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA (Psychological Well-Being Review From Family Social Support) ANITA CRESENTIANA LINDA YOSEPHIN Fakultas Psikologi Universitas Semarang Abstrak

Lebih terperinci

HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN

HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN Disusun Oleh Nama : Pandu Perdana NPM : 15512631 Kelas : 4PA05 Keluarga Perceraian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kuantitatif. Metode kuantitatif menurut Robert Donmoyer (Given, 2008), adalah pendekatan-pendekatan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: financial self-efficacy, faktor sosiodemografi, pengelolaan keuangan pribadi

ABSTRAK. Kata kunci: financial self-efficacy, faktor sosiodemografi, pengelolaan keuangan pribadi ABSTRAK Kesejahteraan keuangan merupakan kondisi dimana seseorang memiliki kontrol atas keuangan sehari-hari, punya kapasitas untuk menghadapi masalah keuangan, berada di jalur yang benar menuju tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles yang selanjutnya dalam ilmu psikologi menjadi istilah

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles yang selanjutnya dalam ilmu psikologi menjadi istilah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah Eudaimonia (kebahagiaan) dikenal melalui tulisan filsuf Aristoteles yang selanjutnya dalam ilmu psikologi menjadi istilah psychological well-being.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum anak-anak tinggal dengan orang tua mereka di rumah, tetapi ada juga sebagian anak yang tinggal di panti asuhan. Panti asuhan adalah suatu lembaga

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN KERJA DAN MOTIVASI KERJA DI PT. PERTIWI AGUNG

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN KERJA DAN MOTIVASI KERJA DI PT. PERTIWI AGUNG HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN KERJA DAN MOTIVASI KERJA DI PT. PERTIWI AGUNG SKRIPSI Oleh: DHEVY NOVERIA ADESTA 201210515024 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA 2016

Lebih terperinci

HUBUNGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA ISTRI YANG TINGGAL DI RUMAH MERTUA

HUBUNGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA ISTRI YANG TINGGAL DI RUMAH MERTUA HUBUNGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA ISTRI YANG TINGGAL DI RUMAH MERTUA Nellafrisca Noviasari dan Agoes Dariyo Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara ABSTRAKSI Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidik yang kemudian terjadi interaksi di antara keduanya. Interaksi tersebut. didik atau siswa, dalam suatu konteks tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. pendidik yang kemudian terjadi interaksi di antara keduanya. Interaksi tersebut. didik atau siswa, dalam suatu konteks tertentu. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan merupakan wadah bagi para peserta didik untuk mendapatkan pembelajaran dan pengembangan pengetahuan juga keterampilan. Dunia pendidikan tidak

Lebih terperinci

Bab III Metode Penelitian

Bab III Metode Penelitian 25 Bab III Metode Penelitian A. Rumusan Masalah Perumusan masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah: Apakah terdapat perbedaan self-efficacy antara guru yang mengajar di SMA Plus dengan guru

Lebih terperinci

HARGA DIRI, ORIENTASI KONTROL, DAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN

HARGA DIRI, ORIENTASI KONTROL, DAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN HARGA DIRI, ORIENTASI KONTROL, DAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN Andri 1 Lieke E.M. Waluyo 2 1,2 Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Jl. Margonda Raya No. 100 Depok 16424, Jawa Barat 2 andric@minamas.co.id

Lebih terperinci

Prosiding Psikologi ISSN:

Prosiding Psikologi ISSN: Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Psychological Well-Being pada Atlet Tunanetra Low Vision Bidang Atletik di NPCI Kota Bandung Descriptive Study of Psychological Well-Being at Low Vision

Lebih terperinci

Abstrak. v Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. v Universitas Kristen Maranatha Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat stress kerja pada pegawai Account Officer (AO) di Bank X Kota Bandung. Terdapat tiga ciri-ciri yang menjadi indikator dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 29 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Pada penelitian ini metode yang digunakan oleh peneliti adalah metode penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif ini menggunakan pendekatan korelasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sumber daya manusia itu sendiri dapat dirincikan menjadi seorang

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sumber daya manusia itu sendiri dapat dirincikan menjadi seorang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini, sumber daya manusia menjadi hal yang sangat penting bagi suatu perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya, semakin banyak sumber daya

Lebih terperinci

BAB 5 Simpulan, Diskusi, Saran

BAB 5 Simpulan, Diskusi, Saran BAB 5 Simpulan, Diskusi, Saran 5.1 Simpulan Pada penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kecemasan state dengan psychological well being pada isteri TNI Angkatan Darat yang suaminya bertugas

Lebih terperinci

Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING

Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING Pendahuluan Psikologi kesehatan sebagai pengetahuan social-psychological dapat digunakan untuk mengubah pola health behavior dan mengurangi pengaruh dari psychosocial

Lebih terperinci

Psychological Well-Being Pada Petugas Pemadam Kebakaran di Jakarta (Psychological Well-Being of Firefighters in Jakarta)

Psychological Well-Being Pada Petugas Pemadam Kebakaran di Jakarta (Psychological Well-Being of Firefighters in Jakarta) Psychological Well-Being Pada Petugas Pemadam Kebakaran di Jakarta (Psychological Well-Being of Firefighters in Jakarta) Hellen Citra Dewi dan Siti Dharmayati Bambang Utoyo Fakultas Psikologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Erikson (dalam Lahey, 2009), mengungkapkan individu pada masa remaja akan mengalami konflik

Lebih terperinci

Hubungan Psychological Well-Being dan Work Engagement pada Karyawan yang Bekerja di Lokasi Tambang

Hubungan Psychological Well-Being dan Work Engagement pada Karyawan yang Bekerja di Lokasi Tambang Hubungan Psychological Well-Being dan Work Engagement pada Karyawan yang Bekerja di Lokasi Tambang Kimberly dan Siti Dharmayati Bambang Utoyo Program Studi Sarjana, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL i. LEMBAR PENGESAHAN ii. LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN iii

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL i. LEMBAR PENGESAHAN ii. LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN iii Abstrak Pemenuhan terhadap basic needs satisfaction akan mendukung siswa untuk dapat berfungsi secara optimal dalam mencapai educational outcomes. Menggunakan teori basic need satisfaction oleh Deci &

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang beragam dan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. yang beragam dan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan manusia, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu memiliki kebutuhan yang tidak terbatas dan tidak akan pernah berhenti sampai mengalami kematian. Untuk bisa memenuhi kebutuhan yang beragam

Lebih terperinci

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Pada tahun 1980-an di Amerika setidaknya 50 persen individu yang lahir menghabiskan sebagian masa remajanya pada keluarga dengan orangtua tunggal dengan pengaruh

Lebih terperinci

Abstrak. viii. Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. viii. Universitas Kristen Maranatha Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan Spiritual Well-Being pada dewasa madya laki-laki dan perempuan di kota Bandung. Responden dalam penelitian ini adalah dewasa madya laki-laki

Lebih terperinci

PEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU

PEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU PEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU Program Studi PG-PAUD FKIP Universitas Riau email: pakzul_n@yahoo.co.id ABSTRAK Kesejahteraan guru secara umum sangat penting diperhatikan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL Gambaran umum responden. bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai identitas responden.

BAB 4 ANALISIS HASIL Gambaran umum responden. bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai identitas responden. BAB 4 ANALISIS HASIL 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran umum responden Responden dalam penelitian ini adalah anggota dari organisasi nonprofit yang berjumlah 40 orang. Pada bab ini akan dijelaskan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi lansia di dunia mengalami peningkatan pesat. Berdasarkan hasil penelitian Kinsella &Velkof (2001), bahwa sepanjang tahun 2000, populasi lansia dunia tumbuh

Lebih terperinci

S E M I N A R A S E A N 2 nd PSYCHOLOGY & HUMANITY Psychology Forum UMM, Februari 2016

S E M I N A R A S E A N 2 nd PSYCHOLOGY & HUMANITY Psychology Forum UMM, Februari 2016 Analisa Psikometrik Alat Ukur Ryff s Psychological Well-Being (RPWB) Versi Bahasa Indonesia: Studi pada Lansia guna Mengukur Kesejahteraan dan Kebahagiaan Sofa Amalia Universitas Muhammadiyah Malang amaliasofa@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Konsep Psychological Well Being Konsep psychological well being sendiri mengacu pada pengalaman dan fungsi psikologis yang optimal. Sampai saat

Lebih terperinci

v Universitas Kristen Maranatha

v Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT This study was conducted to describe the degree of self compassion on mother with intellectual disability children in SLB C X Bandung. Self compassion is ability to comfort ourselves, see a failure

Lebih terperinci

Hubungan Kesejahteraan Psikologis Dengan Self Esteem Pada Wanita Rawan Sosial Ekonomi (WRSE) di Wilayah Kecamatan Tebet

Hubungan Kesejahteraan Psikologis Dengan Self Esteem Pada Wanita Rawan Sosial Ekonomi (WRSE) di Wilayah Kecamatan Tebet Hubungan Kesejahteraan Psikologis Dengan Self Esteem Pada Wanita Rawan Sosial Ekonomi (WRSE) di Wilayah Kecamatan Tebet SKRIPSI Oleh : Bayhaqqi 201210515003 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Tingkat Pemahaman Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Multi Data Palembang Terhadap Konsep Aset, Kewajiban Dan Ekuitas

Tingkat Pemahaman Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Multi Data Palembang Terhadap Konsep Aset, Kewajiban Dan Ekuitas Tingkat Pemahaman Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Multi Data Palembang Terhadap Konsep Aset, Kewajiban Dan Ekuitas Novita Maya Sari (novita.maya1991@gmail.com) Betri Sirajuddin (betri.sirajuddin@facebook.com)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prostitusi merupakan fenomena yang tiada habisnya. Meskipun telah dilakukan upaya untuk memberantasnya dengan menutup lokalisasi, seperti yang terjadi di lokalisasi

Lebih terperinci

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran body image dari anggota Hansamo Modern Dance di Komunitas BKC Kota Bandung. Teori yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah Teori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi psychological well-being, faktor-faktor yang berkaitan dengan psychological well-being, pengertian remaja,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini berjudul Studi Deskriptif mengenai Student Centered Learning yang Diterapkan pada Siswa di SMA X Bandung. Student Centered Learning (SCL) merupakan pendekatan pembelajaran yang memadukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Jurusan Psikologi

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Jurusan Psikologi BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN` Pada bab ini, akan dipaparkan mengenai hasil penelitian mengenai hubungan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN` Pada bab ini, akan dipaparkan mengenai hasil penelitian mengenai hubungan BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN` Pada bab ini, akan dipaparkan mengenai hasil penelitian mengenai hubungan antara tingkat self-esteem dengan normative social influence pada remaja di SMA X yang meliputi hasil

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara anxiety dalam menghadapi respon dari orang terdekat dengan masing-masing dimensi pada psychological

Lebih terperinci

HUBUNGAN MOTIVASI KERJA GURU DAN KEPUASAN KERJA GURU DENGAN KINERJA GURU SMA NEGERI DI KABUPATEN TEMANGGUNG

HUBUNGAN MOTIVASI KERJA GURU DAN KEPUASAN KERJA GURU DENGAN KINERJA GURU SMA NEGERI DI KABUPATEN TEMANGGUNG HUBUNGAN MOTIVASI KERJA GURU DAN KEPUASAN KERJA GURU DENGAN KINERJA GURU SMA NEGERI DI KABUPATEN TEMANGGUNG Tesis Diajukan kepada Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan untuk Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran subjective well-being pada orangtua yang mengalami kehilangan anak di komunitas Heaven is for Real di kota Bandung, dilihat dari komponen-komponen

Lebih terperinci