LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 352 JL. MARGONDA RAYA NO. 326, DEPOK PERIODE 1-30 SEPTEMBER 2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 352 JL. MARGONDA RAYA NO. 326, DEPOK PERIODE 1-30 SEPTEMBER 2014"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 352 JL. MARGONDA RAYA NO. 326, DEPOK PERIODE 1-30 SEPTEMBER 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER HARRY UTOMO, S.Farm ANGKATAN LXXIX FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2015

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 352 JL. MARGONDA RAYA NO. 326, DEPOK PERIODE 1-30 SEPTEMBER 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker HARRY UTOMO, S.Farm ANGKATAN LXXIX FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2015 ii

3

4

5 iii

6 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah Subhanahuwata ala, yang telah senantiasa melimpahkan karunia dan rahmat-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia Farma No. 352, Depok. Laporan PKPA ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia (FF UI) untuk mencapai gelar Apoteker. Selain itu, kegiatan PKPA juga memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk memahami peran dan tugas Apoteker di apotek, khususnya di Apotek Kimia Farma No Pelaksanaan PKPA di Apotek Kimia Farma No. 352 berlangsung pada periode 1-29 September Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan bimbingan yang diberikan, kepada: 1. Bapak Dr. Iskandarsyah, M.S., Apt., selaku pembimbing di FF UI, 2. Bapak Dr. Hayun, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker FF UI, 3. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.S., Apt., selaku Dekan FF UI, 4. Para staf di Apotek Kimia Farma No. 352, khususnya Ibu Ani (kepala Asisten Apoteker) dan Afifah Maulani, 5. Seluruh keluarga penulis atas do a, semangat, dan dukungan moril serta materil yang telah diberikan, 6. Ifthah Nur S., S.Farm., Apt., yang telah dengan penuh cinta dan kesabaran membantu dan menemani penulis, 7. Rekan-rekan Program Profesi Apoteker FF UI angkatan LXXIX atas kebersamaan dan dukungan selama menempuh pendidikan, khususnya Cut Intan N.F., S.Farm. sebagai rekan PKPA di Apotek Kimia Farma No. 352, 8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan laporan ini, iv

7 Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani PKPA ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan. Penulis 2014 v

8

9 ABSTRAK Nama : Harry Utomo, S.Farm. Program Studi : Profesi Apoteker Judul : Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma No. 352, Jl. Margonda Raya No. 326, Depok, Periode 1-30 September 2014 Praktik Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma (KF) No. 352 Depok bertujuan untuk mengevaluasi secara umum kegiatan pelayanan kefarmasian di Apotek KF No. 352 Depok; serta mengetahui peran dan fungsi apoteker dalam aspek profesional dan aspek manajerial di apotek secara umum, dan di Apotek KF No. 352 Depok secara khusus. Apoteker memiliki tiga peran di apotek, yaitu sebagai profesional, penjual, dan manajer. Sebagai profesional, apoteker harus menjamin mutu dan rasionalitas pengobatan yang diterima pasien. Sebagai penjual, apoteker harus dapat memberikan pelayanan kepada pelanggan sehingga dapat meningkatkan omset apotek. Sebagai manajer, apoteker harus dapat mengelola sistem manajerial apotek dengan baik untuk kelangsungan apoteknya. Tugas khusus yang diberikan berjudul Kajian Service Level Apotek Kimia Farma No. 345 kepada Pelanggan. Tugas khusus ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pelayanan kefarmasian dengan ketersediaan perbekalan farmasi dalam penerimaan dan penolakan obat dalam resep, sehingga dihasilkan persentase penerimaan dan penolakan obat dalam resep di Apotek Kimia Farma No Kata Kunci : Apotek Kimia Farma, Apotek, pelayanan kefarmasian, service level, pelanggan Tugas Umum : ix + 65 halaman; 1 tabel; 6 gambar; 9 lampiran Tugas Khusus : iv + 18 halaman; 1 tabel; 2 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 18 ( ) Daftar Acuan Tugas Khusus : 4 ( )

10 ABSTRACT Name : Harry Utomo, S.Farm. Study program : Pharmacist/Apothecary Title : Pharmacist Professional Practice Report in Kimia Farma Pharmacy No. 352, Jl. Margonda Raya No. 326, Depok, Period of 1-29 September 2014 Pharmacist Professional Practice in Kimia Farma (KF) Pharmacy No. 352 Depok aims to evaluate the general activities of pharmaceutical cares in KF Pharmacy No. 352 Depok; and to know the role and function of the pharmacist in the professional aspects and managerial aspects in Pharmacy in general, and in KF Pharmacy No. 352 Depok in particular. Pharmacists have three roles in the Pharmacy, which are a professional, seller, and manager. As a professional, the pharmacist must ensure the quality and the patient received treatment rationality. As a seller, the pharmacist should be able to provide service to customers in order to increase the turnover of Pharmacy. As a manager, the pharmacist should be able to manage the pharmacy with good managerial system for continuity of his/her pharmacy. The given special assignment titled Service Level Assessment of Kimia Farma Pharmacy No. 345 to the Customer. This special assignment aimed to determine the relationship of pharmaceutical cares with the availability of pharmaceuticals in the acceptance and rejection in prescription drugs, so it s resulting in a percentage of acceptance and rejection in prescription drugs in Kimia Farma Pharmacy No Keywords : Kimia Farma Pharmacy, Pharmacy, pharmaceutical cares, service level, customer General Assignment : ix + 65 pages; 1 table; 6 pictures; 9 appendices Special Assignment : iv + 18 pages; 1 table; 2 appendices Bibliography of General Assignment : 18 ( ) Bibliography of Special Assignment : 4 ( )

11 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM Apotek Kegiatan di Apotek Sediaan Farmasi BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT. Kimia Farma (Persero) Tbk PT. Kimia Farma Apotek Apotek Kimia Farma No Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika BAB 4 PEMBAHASAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN Lampiran vi

12 DAFTAR TABEL Tabel 1. Daftar Obat Wajib Apotek 1, 2, dan vii

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Penandaan Obat Bebas Gambar 2. Penandaan Obat Bebas Terbatas Gambar 3. Penandaan Peringatan Pada Obat Bebas Terbatas Gambar 4. Penandaan Obat Keras Gambar 5. Penandaan Obat Narkotika Gambar 6. Logo PT. Kimia Farma viii

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Kimia Farma Apotek Lampiran 2. Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma Lampiran 3. Alur Perizinan Praktek Apoteker Lampiran 4. Denah Apotek Kimia Farma No Lampiran 5. Alur Pelayanan Resep di Apotek Kimia Farma No Lampiran 6. Contoh Surat Pesanan Narkotika Lampiran 7. Contoh Surat Pesanan Psikotropika Lampiran 8. Contoh Copy Resep di Apotek Kimia Farma No Lampiran 9. Contoh Etiket dan Bungkus Obat ix

15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, Pemerintah mengkategorikan Pekerjaan Kefarmasian dalam berbagai kegiatan, meliputi pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Dalam pelaksanaannya, salah satu sarana peyalanan kefarmasian tempat melaksanakan pekerjaan kefarmasian adalah di apotek. Apotek merupakan salah satu sarana apotek sebagai salah satu sarana penunjang kesehatan turut berperan dalam mewujudkan upaya kesehatan yang dilaksanakan oleh pemerintah sebagai sarana distribusi obat dan perbekalan farmasi yang aman, bermutu, berkhasiat serta terjangkau harganya oleh masyarakat luas. Disamping itu, apotek juga berperan sebagai sarana pemberian informasi obat kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya sehingga kedua pihak tersebut mendaptkan pengetahuan yang benar tentang obat dan turut meningkatkan penggunaan obat yang rasional (KepMenKes No Tahun 2004). Apoteker sangat berperan penting dalam keberlangsungan apotek. Peran apoteker, selain menjalankan fungsi profesional dengan melakukan pelayanan kefarmasian, apoteker juga berperan dalam fungsi manajerial termasuk sebagai retailer. Sebagai sebuah bisnis retail, apotek harus dikelola dengan baik agar memperoleh keuntungan guna menutup beban biaya operasional dan menjaga kelangsungan hidupnya. Akan tetapi, bisnis apotek juga tidak melupakan fungsi sosialnya di dalam mendistribusikan perbekalan kesehatan, khususnya obat kepada masyarakat sehingga keberadaan apotek turut membantu pemerintah dalam memelihara dan menjaga kesehatan masyarakat. Untuk dapat melaksanakan kedua peran tersebut dibutuhkan apoteker yang ahli dan terampil serta menguasai dan memahami segala aspek yang berhubungan 1

16 2 dengan pengelolaan apotek. Apoteker sebagai seorang manager di apotek dituntut untuk memiliki kredibilitas yang tinggi dapat menjalankan perannya dengan baik. Mengingat akan pentingnya hal tersebut dan upaya untuk pemberian dukungan terhadap kompetensi apoteker di apotek, maka Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI bekerja sama dengan Apotek Kimia Farma dalam menyelenggarakan Praktik Kerja Profesi Apoteker dari tanggal 1-30 September Praktik Kerja Profesi Apoteker ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman calon apoteker mengenai peranan, kegiatan manajerial serta pelayanan kefarmasian di apotek dengan mengikuti kegiatan yang ada di apotek Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia Farma No. 352 Margonda Depok bertujuan agar calon apoteker: 1. Mengevaluasi secara umum kegiatan pelayanan kefarmasian di Apotek Kimia Farma No. 352 Margonda Depok. 2. Mengetahui peran dan fungsi apoteker di Apotek Kimia Farma No. 352 Margonda Depok dalam aspek profesional 3. Mengetahui peran dan fungsi apoteker di Apotek Kimia Farma No. 352 Margonda Depok dalam aspek manajerial.

17 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Apotek Pengertian Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1027/MenKes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, yang dimaksud dengan apotek adalah suatu tempat tertentu dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Menurut Undang-Undang RI No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, yang dimaksud dengan perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 Tahun 2014, Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker. Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Apotek merupakan sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang wajib menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik. Pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker di apotek merupakan bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasiannya untuk meningkatkan kualitas hidup pasien Tugas dan Fungsi Apotek Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009, tugas dan fungsi apotek adalah: a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. b. Sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian. c. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi, antara lain: obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika. 3

18 4 d. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat, pengelola obat dan pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional Persyaratan Apotek Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin Apotek (SIA). Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana apotek untuk menyelenggarakan pelayanan apotek disuatu tempat tertentu. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002, disebutkan bahwa persyaratan-persyaratan apotek adalah: a. Tenaga Kerja/Personalia Apotek 1) Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu Apoteker yang telah memiliki Surat Izin Apotek (SIA). 2) Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang bekerja di Apotek di samping APA dan atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka Apotek. 3) Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA selama APA tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 bulan secara terusmenerus, telah memiliki Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) dan tidak bertindak sebagai APA di Apotek lain. 4) Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker. Sedangkan tenaga lainnya yang diperlukan untuk mendukung kegiatan di apotek terdiri dari: 1) Juru resep, adalah petugas yang membantu pekerjaan Asisten Apoteker dalam peracikan. 2) Kasir, adalah orang yang bertugas menerima uang, mencatat penerimaan dan pengeluaran uang.

19 5 3) Pegawai tata usaha, adalah petugas yang melaksanakan administrasi apotek dan membuat laporan pembeian, penjualan, penyimpanan dan keuangan apotek. b. Surat Izin Praktek Tenaga Kefarmasian Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: 1) SIPA bagi Apoteker Penanggung Jawab dan Apoteker Pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian; Untuk memperoleh SIPA sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, seorang Apoteker harus memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). STRA ini dapat diperoleh jika seorang apoteker memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) Memiliki Ijazah Apoteker. b) Memiliki sertifikat kompentensi apoteker. c) Surat pernyataan telah mengucapkan sumpah dan janji apoteker. d) Surat sehat fisik dan mental dari dokter yang mempunyai surat izin praktik. e) Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan etika profesi. 2) SIKA bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas produksi atau fasilitas distribusi/penyaluran. c. Lokasi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922, lokasi apotek tidak lagi ditentukan harus memiliki jarak minimal dari apotek lain dan sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi, namun sebaiknya harus mempertimbangkan segi penyebaran dan pemerataan pelayanan, jumlah penduduk, jumlah dokter, sarana pelayanan kesehatan, lingkungan yang higienis, keamanan dan mudah dijangkau masyarakat banyak dengan kendaraan dan faktor-faktor lainnya. d. Bangunan dan kelengkapannya Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922, luas apotek tidak diatur lagi, namun harus memenuhi persyaratan teknis, sehingga

20 6 kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi serta kegiatan pemeliharaan perbekalan farmasi dapat terjamin. Persyaratan teknis apotek adalah bangunan apotek setidaknya terdiri dari: 1) Ruang tunggu pasien. 2) Ruang peracikan dan penyerahan obat. 3) Ruang administrasi. 4) Ruang penyimpanan obat. 5) Ruang tempat pencucian alat. 6) Kamar kecil (WC). 7) Sumber air yang memenuhi persyaratan kesehatan. 8) Penerangan yang cukup sehingga dapat menjamin pelaksanaan tugas dan fungsi apotek. 9) Alat pemadam kebakaran minimal dua buah yang masih berfungsi dengan baik. 10) Ventilasi dan sistem sanitasi yang memenuhi persyaratan hygiene lainnya. 11) Papan nama apotek, yang memuat nama apotek, nama APA, nomor Surat Izin Apotek (SIA), alamat apotek dan nomor telpon apotek (bila ada). Papan nama apotek dibuat dengan ukuran minimal panjang 60 cm, lebar 40 cm dengan tulisan hitam diatas dasar putih dengan tinggi huruf minimal 5 cm dan tebal 5 cm. e. Perlengkapan apotek Perlengkapan yang wajib dimiliki oleh apotek adalah: 1) Alat pembuatan, pengelolaan, peracikan obat, seperti: timbangan, mortir, gelas piala dan sebagainya. 2) Wadah untuk bahan pengemas dan bahan pembungkus, seperti: etiket, wadah pengemas dan pembungkus untuk penyerahan obat. 3) Perlengkapan dan tempat penyimpanan perbekalan farmasi seperti lemari dan rak untuk penyimpanan obat, lemari pendingin, lemari untuk penyimpanan narkotika dan psikotropika. 4) Alat administrasi seperti blanko pemesanan obat, kartu stok obat, faktur, nota penjualan, salinan resep, alat tulis dan sebagainya.

21 7 5) Pustaka, seperti Farmakope edisi terbaru dan kumpulan peraturan perundang-undangan serta buku-buku penunjang lain yang berhubungan dengan apotek Apoteker Pengelola Apotek Apoteker Pengelola Apotek atau APA adalah seorang apoteker yang telah diberikan Surat Izin Apotek (SIA) berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/Menkes/SK/X/2002 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.922/Menkes/Per/X/1993 tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek pada pasal (1). Apoteker Pengelola Apotek (APA) berkewajiban menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola Sumber Daya Manusia (SDM) secara efektif, selalu belajar sepanjang karier dan membantu memberi pendidikan serta memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek Persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi apoteker pengelola apotek berdasarkan PerMenkes RI No.184/Menkes/Per/II/1995 adalah: a. Ijazah telah terdaftar pada Departemen Kesehatan. b. Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai Apoteker. c. Memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dari Menteri Kesehatan. d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai Apoteker. e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi APA di apotek lain Fungsi dan Tugas Apoteker di Apotek Seorang APA bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup apotek yang dipimpinnya, juga bertanggung jawab kepada pemilik modal jika bekerja sama dengan pemilik sarana apotek. Fungsi dan tugas apoteker di Apotek adalah: a. Membuat visi dan misi. b. Membuat tujuan, strategi dan program kerja.

22 8 c. Membuat dan menetapkan peraturan atau Standar Operasional Prosedur (SOP) pada setiap fungsi kegiatan apotek. d. Membuat dan menentukan indikator form record pada setiap fungsi kegiatan apotek. e. Membuat sistem pengawasan dan pengendalian SOP dan program kerja pada setiap fungsi diapotek Wewenang dan Tanggung Jawab Sedangkan wewenang dan tanggung jawab apoteker di apotek adalah: a. Menentukan arah terhadap seluruh kegiatan. b. Menentukan sistem atau peraturan yang akan digunakan. c. Mengawasi pelaksanaan SOP dan program kerja. d. Bertanggungjawab terhadap kinerja yang diperoleh Peran Apoteker di Apotek Apoteker mempunyai 3 peran, yaitu: a. Peranan Apoteker Sebagai Profesional Apoteker memiliki kemampuan dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian yang bermutu dan efisien yang berasaskan pharmaceutical care di apotek. Adapun standar pelayanan kefarmasian di apotek telah diatur melaluisurat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/I X/2004. Tujuan dari standar pelayanan ini adalah: 1) Melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional. 2) Melindungi profesi dari tuntutan masyarakat yang tidak wajar. 3) Pedoman dalam pengawasan praktek Apoteker. 4) Pembinaan serta meningkatkan mutu pelayanan farmasi di apotek. b. Peranan Apoteker Sebagai Manager Manajemen secara formal diartikan sebagai perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian, terhadap penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan. Fungsi manajemen adalah untuk: 1) Mencapai tujuan. 2) Menjaga keseimbangan di antara tujuan-tujuan yang saling bertentangan. 3) Mencapai efisiensi dan efektivitas.

23 9 Dua konsepsi utama untuk mengukur prestasi kerja (performance) manajemen adalah efisiensi dan efektivitas. Efisiensi adalah kemampuan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan benar, merupakan konsep matematika, atau merupakan perhitungan ratio antara keluaran (output) dan masukan (input). Seorang manajer dikatakan efisien adalah seseorang yang mencapai keluaran yang lebih tinggi (hasil, produktivitas,performance) dibanding masukan-masukan (tenaga kerja, bahan, uang, mesin dan waktu) yang digunakan. Efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Manajer yang efektif adalah manajer yang dapat memilih pekerjaan yang harus dilakukan atau metode (cara) yang tepat untuk mencapai tujuan. c. Peranan Apoteker Sebagai Retailer Apotek merupakan tempat pengabdian profesi kefarmasian. Namun tidak dapat dipungkiri di sisi lain bahwa apotek adalah salah satu model badan usaha retail, yang tidak jauh berbeda dengan badan usaha retail lainnya. Apotek sebagai badan usaha retail, bertujuan untuk menjual komoditinya, dalam hal ini obat dan alat kesehatan, sebanyak-banyaknya untuk mendapatkan profit. Profit memang bukanlah tujuan utama dan satu-satunya dari tugas keprofesian apoteker, tetapi tanpa profit apotek sebagai badan usaha retail tidak dapat bertahan. Oleh karena itu, segala usaha untuk meningkatkan profit perlu dilaksanakan, di antaranya mencapai kepuasan pelanggan. Pelanggan merupakan sumber profit. Oleh karena itu, sebagai seorang retailer berkewajiban mengidentifikasi apa yang menjadi kebutuhan pelanggan, menstimulasi kebutuhan pelanggan agar menjadi permintaan, dan memenuhi permintaan tersebut sesuai bahkan melebihi harapan pelanggan. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No.992/Menkes/Per/X/1993, tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek Menteri Kesehatan, pasal 6, dinyatakan bahwa :

24 10 a. Untuk mendapatkan izin Apotek, Apoteker atau Apoteker yang bekerjasama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. b. Sarana Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi. c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi. Berdasarkan peraturan tersebut, terutama ayat 2 dan 3, membuka peluang bagi apotek untuk melakukan kegiatan usaha di luar sediaan farmasi. Oleh karena begitu besarnya peluang, dan kelonggaran regulasi yang ada, apotek memiliki keleluasan dalam menjalankan perannya sebagai salah satu badan usaha retail. Oleh karena itu, Apoteker Pengelola Apotek seyogyanya menjalan peran memainkan peranannya sebagai retailer,terutama bagi Apoteker Pengelola Apotek yang full management. Kompetensi minimal mengenai marketing dan strateginya,akan menjadi nilai tambah bagi Apoteker Pengelola Apotek, dalam memimpin suatu apotek. Pengaturan sarana dan prasarana yang menunjang juga sangat menentukan keputusan pelanggan untuk membeli, seperti pajangan yang menarik, layout apotek, merchandising, pelayanan yang hangat dan ramah, dan lain sebagainya Permohonan Perizinan Apotek Dalam mendirikan apotek, apoteker harus memiliki Surat Izin Apotek (SIA) yaitu surat yang diberikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana apotek untuk mendirikan apotek di suatu tempat tertentu. Wewenang pemberian SIA dilimpahkan oleh Menteri Kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Dinkes Kabupaten/Kota). Kepala Dinkes Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri Kesehatan dan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Selanjutnya, Kepala Dinas Kesehatan wajib melaporkan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan.

25 11 Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah: a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. b. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai Pengawas Obat dan Makanan (Balai POM) untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan. c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat. d. Dalam hal pemeriksaaan tidak dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi. e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan SIA. f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan. g. Dalam Surat Penundaan, Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat Penundaan. h. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan Pencabutan Izin Apotek Setiap apotek harus berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI

26 12 No.1332/Menkes/SK/X/2002, Kepala Dinas Kesehatan dapat mencabut surat izin apotek apabila: a. Apoteker yang sudah tidak memenuhi ketentuan atau persyaratan sebagai apoteker pengelola apotek. b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dalam menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan terjamin keabsahannya serta tidak memenuhi kewajiban dalam memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan dan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat paten. c. Apoteker pengelola apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terus-menerus. d. Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan Perundang-undangan mengenai narkotika, obat keras, psikotropika serta ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. e. Surat izin kerja apoteker pengelola apotek dicabut. f. Pemilik sarana apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundangundangan dibidang obat. g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai apotek. Pelaksanaan pencabutan izin apotek dapat dilaksanakan setelah dikeluarkannya: a. Peringatan tertulis kepada apoteker pengelola apotek sebanyak 3 kali berturutturut dengan tenggang waktu masing-masing 2 bulan. b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan di apotek. Pembekuan izin apotek dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini dilakukan setelah Kepala Balai POM setempat melakukan pemeriksaan. Keputusan pencabutan surat izin apotek dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan/Kota disampaikan langsung kepada apoteker pengelola apotek dengan tembusan kepada Menteri dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat serta Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan setempat. Apabila surat izin apotek

27 13 dicabut, apoteker pengelola apotek atau apoteker pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasinya. Pengamanan tersebut dilakukan dengan tata cara sebgai berikut: a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat lainnya dan seluruh resep yang tersisa di apotek. b. Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci. c. Apoteker pengelola apotek wajib melaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau petugas yang diberi wewenang tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventaris yang dimaksud di atas Pelanggaran Apotek Berdasarkan berat ringannya pelanggaran, maka pelanggaran di apotek dapat dikategorikan dalam dua macam. Kegiatan yang termasuk pelanggaran berat di apotek meliputi: a. Melakukan kegiatan tanpa ada tenaga teknis farmasi. b. Terlibat dalam penyaluran atau penyimpanan obat palsu atau gelap. c. Pindah alamat apotek tanpa izin. d. Menjual narkotika tanpa resep dokter. e. Kerjasama dengan PBF dalam menyalurkan obat kepada pihak yang tidak berhak dalam jumlah besar. f. Tidak menunjuk apoteker pendamping atau apoteker pengganti pada waktu APA keluar daerah. Kegiatan yang termasuk pelanggaran ringan apotek meliputi: a. Tidak menunjuk Apoteker pendamping pada waktu APA tidak bisa hadir pada jam buka apotek (apotek yang buka 24 jam). b. Mengubah denah apotek tanpa izin. c. Menjual obat daftar G kepada yang tidak berhak. d. Melayani resep yang tidak jelas dokternya. e. Menyimpan obat rusak, tidak mepunyai penandaan atau belum dimusnahkan. f. Obat dalam kartu stok tidak sesuai dengan jumlah yang ada. g. Salinan resep yang tidak ditandatangani oleh apoteker. h. Melayani salinan resep narkotika dari apotek lain.

28 14 i. Lemari narkotika tidak memenuhi syarat. j. Resep narkotika tidak dipisahkan. k. Buku narkotika tidak diisi atau tidak dapat dilihat atau diperiksa. l. Tidak mempunyai atau mengisi kartu stok hingga tidak dapat diketahui dengan jelas asal usul obat tersebut. Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku dapat dikenakan sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi administratif yang diberikan menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MENKES/SK/X/2002 dan Permenkes No.922/MENKES/PER/X/1993 adalah: a. Peringatan secara tertulis kepada APA secara 3 kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 bulan. b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan izin apotek. Keputusan pencabutan SIA disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Menteri Kesehatan dan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat. Pembekuan izin apotek tersebut dapat dicairkan kembali apabila apotek tersebut dapat membuktikan bahwa seluruh persyaratan yang ditentukan dalam keputusan Menteri Kesehatan RI dan Permenkes tersebut telah dipenuhi. Sanksi pidana berupa denda maupun hukuman penjara diberikan bila terdapat pelanggaran terhadap: a. Undang-Undang Obat Keras (St.1937 No.541). b. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. c. Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. d. Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. 2.2 Kegiatan di Apotek Kegiatan Teknis Kefarmasian Pengelolaan teknis kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya yang meliputi kegiatan:

29 Perencanaan Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu memperhatikan: a) pola penyakit, b) Kemampuan masyarakat, c) Budaya masyarakat, dan d) Pola penulisan resep oleh dokter sekitar Pengadaan Pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai peraturan perundangundangan Penyimpanan a. Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor bets, dan tanggal kadaluarsa. b. Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan Pelayanan Apotek Pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser orientasinya dari drug oriented menjadi patient oriented. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat melakukan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pelayanan resep, pelayanan obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek dan perbekalan kesehatan lainnya juga pelayanan informasi obat dan monitoring penggunaan obat agar tujuan pengobatan sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus mengidentifikasi kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan kefarmasian. Oleh karena itu, apoteker harus berupaya mencegah dan meminimalkan masalah terkait obat (drug related problem) dengan membuat keputusan profesional untuk tercapainya pengobatan yang rasional.

30 16 Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1027/MENKES/SK/2004 pelayanan kesehatan meliputi: a. Pelayanan resep 1) Skrining resep a) Persyaratan administratif, seperti: nama, SIP, dan alamat dokter; tanggal penulisan resep; tanda tangan atau paraf dokter penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta; cara pemakaian serta informasi lainnya. b) Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. c) Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). 2) Penyiapan obat a) Peracikan yang merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. b) Etiket harus jelas dan dapat dibaca. c) Kemasan obat yang diserahkan harus rapi dan cocok sehingga terjaga kualitasnya. d) Penyerahan obat pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep dan penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien. e) Apoteker harus memenuhi informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. f) Apoteker harus memberikan konseling kepada pasien sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien. Konseling terutama ditujukan untuk pasien penyakit kronis (hipertensi, diabetes melitus, TBC, asma dan lain-lain).

31 17 g) Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat. b. Promosi dan edukasi Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang ingin melakukan upaya pengobatan diri sendiri (swamedikasi) untuk peyakit yang ringan dengan memilihkan obat yang sesuai dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan ini. c. Pelayanan residensial (home care) Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan penyakit kronis. Untuk kegiatan ini, apoteker harus membuat catatan pengobatan pasien (medication record). d. Komunikasi Informasi dan Edukasi Farmasi sebagai salah satu aspek dalam pelayanan kesehatan telah mengalami perkembangan paradigm yang awalnya berorientasi terhadap produk/obat kini berorientasi kepada pasien berdasarkan pada nilai-nilai asuhan kefarmasian. Asuhan kefarmasian adalah tanggung jawab atau kompetensi dari seorang Apoteker untuk meningkatkan kualitas kesehatan dan kehidupan pasien. Hal ini menuntut Apoteker untuk menciptakan hubungan yang baik antara pasien, sesama Apoteker dan dengan profesi kesehatan lain. Seorang Apoteker dalam menjalankan kegiatan profesinya banyak berhubungan dengan orang lain baik pasien, rekan seprofesi, dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya. Kemampuan dan keterampilan berkomunikasi yang efektif sangat diperlukan oleh seorang Apoteker yang profesional. Kurangnya komunikasi secara efektif dapat menyebabkan timbulnya permasalahan. Untuk dapat berkomunikasi dengan baik maka memerlukan usaha, waktu, serta kemauan untuk belajar dengan membuat suatu proses menjadi efektif. Komunikasi merupakan pembentukan pesan dari pemikiran, perasaan, perilaku pengirim (sender) atau penyampaian pesan kepada penerima (receiver) yang kemudian ada reaksi dari penerima. Komunikasi dapat dikatakan sempurna apabila pesan yang disampaikan oleh pengirim pesan dapat diterima dan dimengerti dengan jelas oleh penerima pesan. Informasi disampaikan melalui

32 18 media agar dapat diterima dan dimengerti oleh orang lain sesuai dengan maksud pesan atau informasi tersebut. Media merupakan alat yang digunakan untuk mempermudah suatu komunikasi. Media yang tepat akan memberikan informasi atau pesan yang ingin disampaikan oleh seorang pengirim pesan. Salah satu implementasi dari komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) adalah kegiatan konseling. Konseling merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat. Konseling dilakukan untuk mengoptimalkan hasil terapi obat dan tercapainya tujuan dari terapi obat dengan cara membina hubungan dan menumbuhkan kepercayaan, perhatian, dan kepedulian terhadap pasien serta mencegah dan mengurangi terjadinya efek samping obat,toksisitas, resistensi antibiotika, dan ketidakpatuhan pasien. e. Swamedikasi Swamedikasi (Self Medication) merupakan suatu bentuk pengobatan mandiri yang dilakukan oleh masyarakat, tanpa melalui dokter. Biasanya swamedikasi dilakukan untuk mengatasi gangguan kesehatan ringan mulai dari batuk, pilek, demam, sakit kepala, maag, gatal-gatal hingga iritasi ringan pada mata. Beberapa hal yang melatarbelakangi berkembangnya swamedikasi di kalangan masyarakat saat ini, yaitu meningkatnya kesadaran akan kesehatan dan tersedianya obat-obatan menyebabkan sebagian masyarakat berinisiatif mengobati dirinya sendiri tanpa melalui konsultasi dengan dokter. Banyaknya obat yang beredar saat ini dapat membingungkan masyarakat dalam memilih obat yang tepat dan aman. Masyarakat sebagai konsumen memerlukan bantuan dalam membuat keputusan terhadap swamedikasi yang dilakukan. Apoteker adalah profesi yang ideal dalam membantu masyarakat memilih obat yang aman dan efektif dalam mengobati penyakit yang diderita. Upaya swamedikasi oleh apoteker harus tetap memperhatikan prinsip penggunaan obat yang rasional dengan memperhatikan ketepatan indikasi penyakit, pemilihan obat, dosis, cara pakai, lama penggunaan, dan kondisi pasien.

33 19 Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam swamedikasi oleh seorang Apoteker, yaitu 1. Membaca informasi yang tertera pada kemasan atau brosur yang meliputi komposisi obat, indikasi, kontra indikasi, interaksi obat, efek samping, dosis dan cara penggunaan. 2. Obat yang dipilih memiliki jenis kandungan zat aktif sesuai penyakit yang diderita. 3. Penggunaan obat swamedikasi hanya untuk jangka pendek, jika penyakit tidak membaik setelah beberapa hari penggunaan obat tersebut, maka sebaiknya konsultasikan ke dokter. 4. Memperhatikan aturan pakai obat serta berapa jumlah yang diperlukan. 5. Perlu diperhatikan juga tentang masalah kontra indikasi dan cara penyimpanan obat. Untuk lebih mengarahkan ketepatan pemilihan obat pada saat melakukan pelayanan swamedikasi, konseling pra pelayanan swamedikasi dapat dilakukan kepada pasien dengan 5 arahan pertanyaan penuntun sebagai berikut : 1. W : who (Untuk siapa obat tersebut) 2. W : what symptoms (Gejala apa yang dirasakan) 3. H : how long (Sudah berapa lama gejala tersebut berlangsung) 4. A : action (Tindakan apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut) 5. M : medicine (Obat-obat apa saja yang sedang digunakan oleh pasien). Dalam melakukan kegiatan swamedikasi tidaklah selalu berjalan dengan lancar. Terdapat beberapa kendala yang timbul dan menjadi penghalang komunikasi antara apoteker dengan pasien pada saat pemberian pelayanan swamedikasi, yaitu: 1. Kendala yang berasal dari pasien, yaitu perasaan malu, marah, sedih, takut dan ragu-ragu. Hal ini dapat diatasi dengan sikap empati, mencari sumber timbulnya masalah tersebut dan tetap bersikap terbuka dan siap membantu. 2. Kendala yang berasal dari latar belakang pendidikan, budaya dan bahasa. Kendala ini dapat diatasi dengan menggunakan istilah yang mudah dimengerti.

34 20 3. Kendala yang berasal dari fisik dan mental. Kendala ini dapat diatasi dengan upaya menggunakan alat bantu. 4. Kendala yang berasal dari Apoteker dapat berupa menunjukkan sikap yang kurang perhatian, cara berbicara yang tidak sesuai, mendominasi percakapan, menggunakan istilah yang sulit dimengerti oleh pasien, sikap dan gerak tubuh yang mengganggu konsentrasi pasien. 5. Kendala yang berasal dari lingkungan sekitar tempat swamedikasi berlangsung misalnya dilakukan di tempat terbuka, suasana yang berisik dan adanya pihak ketiga yang ikut mendengarkan. Persiapan yang matang diperlukan agar Apoteker dapat mengembangkan swamedikasi menjadi keunggulan dari pelayanan Apotek yaitu dengan menyediakan obat serta informasi yang memadai untuk keperluan swamedikasi. f. Good Pharmacy Practices ( GPP) Good pharmacy practice merupakan suatu pedoman untuk menjamin bahwa pelayanan yang diberikan farmasis kepada setiap pasien telah memenuhi kualitas yang tepat. Dengan adanya pedoman tersebut, masyarakat diharapkan dapat menggunakan obat-obatan dan produk serta jasa kesehatan dengan lebih tepat yang pada akhirnya dapat mencapai tujuan terapi yang diharapkan. Adanya konsep Pharmaceutical Care merupakan filosofi yang sangat identik dengan konsep Good Pharmacy Practice (GPP), sehingga dapat dikatakan bahwa GPP merupakan suatu cara untuk menerapkan Pharmaceutical Care. Standar Good Pharmacy Practice sebagai pedoman pengelolaan farmasi diantaranya: 1. Bangunan Tujuan: menjamin tersedianya bangunan yang cukup dan memenuhi syarat dalam penyediaan layanan. 2. Penyiapan obat Tujuan: menjamin bahwa pasien menerima obat dengan dosis, jenis nama dan bentuk obat yang tepat. 3. Wadah obat Tujuan: menjamin integritas produk.

35 21 4. Label atau etiket obat Tujuan: menjamin obat yang diterima benar untuk apa dan siapa yang menerima. 5. Instruksi pada pasien Tujuan: mengetahui bahwa obat digunakan dengan benar dan sesuai petunjuk atau instruksi, kapan dan bagaimana obat harus digunakan. 6. Pencatatan pengobatan pasien Tujuan: pasien mengetahui bahwa obat diminum secara terus menerus, frekuensi, waktu minum yang tepat dalam bentuk sediaan yang tepat serta kapan kembali ke dokter. g. Informasi obat dan konseling Tujuan: memberikan pemahaman pasien tentang kegunaan obat, efek samping yang mungkin terjadi, cara penggunaan, apa yang perlu di hindari dan cara penyimpanannya Kegiatan Teknis Non-Kefarmasian Pengelolaan non teknis kefarmasian, meliputi kegiatan : 1. Pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. Administrasi pelayanan 3. Pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat. 2.3 Sediaan Farmasi Sediaan farmasi digolongkan menjadi 5 bagian yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras serta obat narkotika dan psikotropika. a. Obat Bebas Obat bebas adalah obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Pada kemasan ditandai dengan lingkaran hitam, mengelilingi bulatan berwarna hijau yang dapat dilihat dengan lebih jelas pada Gambar 1. Dalam kemasan obat disertakan brosur yang berisi nama obat, nama dan isi zat berkhasiat, indikasi,

36 22 dosis, aturan pakai, efek samping, nomor batch, nomor registrasi, nama dan alamat pabrik, serta cara penyimpanannya. Gambar 1. Penandaan obat bebas b. Obat Bebas Terbatas Obat bebas terbatas yaitu obat yang digunakan untuk mengobati penyakit ringan yang dapat dikenali oleh penderita sendiri. Obat bebas terbatas termasuk obat keras dimana pada setiap takaran yang digunakan diberi batas dan pada kemasan ditandai dengan lingkaran hitam mengelilingi bulatan berwarna biru serta sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.6355/Dirjen/SK/69 tanggal 5 November 1975, disertai tanda peringatan P. No.1 sampai P. No. 6 dan harus ditandai dengan etiket atau brosur yang menyebutkan nama obat yang bersangkutan, daftar bahan berkhasiat serta jumlah yang digunakan, nomor batch, tanggal kadaluarsa, nomor registrasi, nama dan alamat produsen, petunjuk penggunaan, indikasi, cara pemakaian, peringatan serta kontra indikasi. Penandaan terhadap obat bebas terbatas beserta Penandaan peringatannya dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3. Gambar 2. Penandaan obat bebas terbatas Gambar 3. Penandaan peringatan pada obat bebas terbatas

37 23 c. Obat Keras Obat keras adalah obat yang hanya boleh diserahkan dengan resep dokter, dimana pada bungkus luarnya diberi tanda bulatan dengan lingkaran hitam dengan dasar merah yang didalamnya terdapat huruf K yang menyentuh garis tepi. Tanda dapat dilihat dengan lebih jelas pada Gambar 4. Obat yang masuk ke dalam golongan obat keras ini adalah obat yang dibungkus sedemikian rupa yang digunakan secara parenteral, baik dengan cara suntikan maupun dengan cara pemakaian lain dengan jalan merobek jaringan, obat baru yang belum tercantum dalam kompendial/farmakope terbaru yang berlaku di Indonesia serta obat-obat yang ditetapkan sebagai obat keras melalui keputusan Menkes Republik Indonesia. Gambar 4. Penandaan obat keras f. Obat Narkotika Menurut Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, dalam Bab I pasal 1 Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan. Gambar 5. Penandaan obat narkotika g. Obat Psikotropika Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, dalam Bab I pasal 1 Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

38 Obat Generik Obat generik adalah obat dengan nama resmi yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan Internasional Non Proprietary Name (INN) WHO untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Selain itu obat generik dapat juga merupakan obat yang telah habis masa patennya, sehingga dapat diproduksi oleh semua perusahaan farmasi tanpa perlu membayar royalti. Ada dua jenis obat generik yaitu obat generik bermerek dagang dan obat generik berlogo yang dipasarkan dengan merek kandungan zat aktifnya. Kewajiban menuliskan resep dan atau menggunakan obat generik pada fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.085/Menkes/Per/I/1989 pasal 7 ayat (1) dan (3) Obat Wajib Apotek Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.919/Menkes/Per/X/1993, obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan pada pasien tanpa resep dokter dengan mengikuti peraturan dari Menteri Kesehatan. Obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria: a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun. b. Pengobatan diri sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit. c. Penggunaan tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. d. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia. e. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan diri sendiri. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.925/Menkes/Per/X/1993 Tentang Daftar Perubahan Golongan Obat No.1, Keputusan Menteri Kesehatan No.924/Menkes/Per/X/1993 Tentang Daftar Obat Wajib No.2, dan Keputusan Menteri Kesehatan No.1176/Menkes/SK/X/1999 Tentang Daftar Obat Wajib No.3. Contoh obat yang termasuk dalam Obat Wajib Apotek Golongan 1, 2 dan 3 sebagai berikut:

39 25 Tabel 1. Daftar Obat Wajib Apotek 1, 2, dan 3 OWA 1 OWA 2 OWA 3 Albendazol Bacitracin Benorilate Bismuth subcitrate Clindamicin Dexametason Ibuprofen Ketokonazole Omeprazole Piroxicam Prednisolon, dll Linestrenol Levonorgestrel Norgestrel Antasid Papaverin Metampiron Papaverin Metoklopramid Bisakodil supp Hexetidine Triamcinolone acetonide Aminophillin supp Salbutamol Bromheksin Karbosistein Asam mefenamat Mebhidrolin Astemizol Dexklorpheniramine maleat Mebendazol Tetrasiklin Gentamisin Eritromisin Hidokortison Triamsinolon Heksaklorofen Mikonazol nitrat Nistatin Lidokain, dll Pengelolaan Narkotika Famotidin Ranitidin Tretionin Isoniazid Rifampisin Pirazinamid Etambutol Streptomisin Alopurinol Natrium Diklofenak Setirizin Siproheptadin, dll Berdasarkan Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang narkotika, narkotika dapat didefinisikan sebagai suatu zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan-golongan:

40 26 a. Narkotika Golongan I adalah Narkotika yang hanya digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. b. Narkotika Golongan II adalah Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. c. Narkotika Golongan III adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Pengelolaan narkotika meliputi kegiatan: a. Pemesanan narkotika. Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan oleh Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma. Pesanan narkotika bagi apotek ditandatangani oleh APA dengan menggunakan surat pesanan rangkap empat, dimana tiap satu jenis narkotika menggunakan satu surat pesanan yang dilengkapi dengan nomor SIK apoteker dan stempel apotek. b. Penyimpanan narkotika Narkotika yang berada di apotek wajib disimpan secara khusus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dalam UU No. 35 tahun 2009 pasal 14 ayat (1). Adapun tata cara penyimpanan narkotika diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 28/MENKES/PER/1978 pasal 5, yaitu apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika. Tempat khusus tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) Harus seluruhnya terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat. 2) Harus mempunyai kunci ganda yang kuat. 3) Dibagi menjadi 2 bagian, masing-masing bagian dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama digunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya serta persediaan narkotika, sedangkan bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari. 4) Apabila tempat tersebut berukuran 40x80x100 cm, maka lemari tersebut harus dibuat pada tembok dan lantai.

41 27 Selain itu pada pasal 6 Peraturan Menteri Kesehatan No.28/Menkes/Per/I/1978 dinyatakan bahwa: 1) Apotek harus menyimpan narkotika dalam lemari khusus sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 5 Peraturan Menteri Kesehatan No.28/Menkes/Per/1978 dan harus dikunci dengan baik. 2) Lemari khusus tidak boleh dipergunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan. 3) Anak kunci lemari khusus dikuasai oleh penanggung jawab atau pegawai lain yang diberi kuasa. 4) Lemari khusus diletakkan di tempat yang aman dan tidak boleh terlihat oleh umum. c. Pelayanan resep mengandung narkotika Apotek hanya melayani pembelian narkotika berdasarkan resep dokter dengan ketentuan berdasarkan surat edaran balai POM No.336/EE/SE/1977 antara lain dinyatakan: 1) Sesuai dengan bunyi pasal 7 ayat (2) undang-undang no. 9 tahun 1976 tentang narkotika, apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali. 2) Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep aslinya. 3) Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Oleh karena itu dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika. d. Pelaporan narkotika Berdasarkan Undang-Undang No. 35 tahun 2009 Pasal 14 ayat (2) dinyatakan bahwa industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya.

42 28 Laporan tersebut meliputi laporan pemakaian narkotika dan laporan pemakaian morfin dan petidin. harus di tandatangani oleh apoteker pengelola apotek dengan mencantumkan SIPA, SIA, nama jelas dan stempel apotek, kemudian dikirimkan kepada Kepala Dinas Kesehatan RI Kota/Kabupaten setempat dengan tembusan kepada: 1) Kepala Dinas Kesehatan. 2) Balai Besar POM. 3) Penanggung jawab narkotika PT. Kimia Farma Tbk. 4) Arsip. Laporan yang ditandatangani oleh APA meliputi: 1) Laporan penggunaan sediaan jadi narkotika. 2) Laporan penggunaan bahan baku narkotika. 3) Laporan khusus penggunaan morfin dan petidin. Laporan narkotika tersebut dibuat setiap bulannya dan harus dikirim selambatlambatnya tanggal 10 bulan berikutnya. e. Pemusnahan narkotika Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.28/MENKES/PER/I/1978 Pasal 9 disebutkan bahwa pemegang izin khusus dan atau APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak atau tidak memenuhi syarat. Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika disebutkan bahwa pemusnahan narkotika dilakukan dalam hal: 1) Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi. 2) Kadaluarsa. 3) Tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan dan atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan. 4) Berkaitan dengan tindak pidana. Berdasarkan Pasal 61 Undang-Undang No. 22 Tahun 1997, pemusnahan narkotika dilaksanakan oleh pemerintah, orang atau badan usaha yang bertanggung jawab atas produksi dan atau peredaran narkotika, sarana kesehatan tertentu serta lembaga ilmu pengetahuan dengan disaksikan oleh pejabat yang

43 29 ditunjuk oleh Menteri Kesehatan RI. Pelaksanaan pemusnahan narkotika yang rusak atau tidak memenuhi persyaratan pada apotek adalah sebagai berikut: 1) Bagi apotek di tingkat propinsi, pelaksanaan pemusnahan disaksikan oleh petugas dari Balai POM setempat. 2) Bagi apotek di tingkat Kabupaten/Kota pemusnahan disaksikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Tingkat II Pemegang izin khusus atau apoteker pengelola apotek yang memusnahkan narkotika harus membuat berita acara pemusnahan paling sedikit 3 rangkap. Berita acara pemusnahan tersebut memuat: 1) Hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan. 2) Nama pemegang izin khusus atau apoteker pengelola apotek. 3) Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari apotek tersebut. 4) Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan. 5) Cara pemusnahan. 6) Tanda tangan penanggung jawab apotek dan saksi-saksi. f. Pelanggaran terhadap ketentuan pengelolaan narkotik Dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, disebutkan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanan dan pelaporan narkotika dapat dikenai sanksi administratif oleh Menteri Kesehatan, yang berupa: teguran, peringatan, denda administratif, penghentian sementara kegiatan atau pencabutan izin Pengelolaan Psikotropika Psikotropika menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1997 merupakan zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis, bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu a. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.

44 30 b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berhasiat pengobatan digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. c. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. d. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan untuk terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Kegiatan-kegiatan pengelolaan psikotropika meliputi: a. Pemesanan psikotropika Tata cara pemesanan obat-obat psikotropika sama dengan pemesanan obat lainnya, yakni dengan surat pemesanan yang sudah ditandatangani oleh APA yang dikirim ke pedagang besar farmasi (PBF). Pemesanan psikotropika tidak memerlukan surat pemesanan khusus dan dapat dipesan apotek dari PBF atau pabrik obat. Penyaluran psikotropika tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 pasal 12 ayat (2) dinyatakan bahwa penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan pelayanan resep. Satu lembar surat pesanan psikotropika dapat terdiri dari lebih dari satu jenis obat psikotropika. b. Penyimpanan psikotropika Sampai saat ini, penyimpanan untuk obat-obatan golongan psikotropika belum diatur dalam perundang-undangan. Namun, karena obat-obatan psikotropika ini cenderung untuk disalahgunakan, maka disarankan agar menyimpan obat-obatan psikotropika tersebut dalam suatu rak atau lemari khusus yang terpisah dengan obat-obat lain, tidak harus dikunci dan membuat kartu stok psikotropika. c. Penyerahan psikotropika Penyerahan obat golongan psikotropika oleh apotek hanya dapat diberikan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan kepada pasien bila disertai dengan resep dokter. d. Pelaporan psikotropika

45 31 Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1997, pabrik obat, PBF, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan lembaga penelitian dan atau lembaga pendidikan, wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan wajib melaporkannya kepada Menteri Kesehatan secara berkala. Pelaporan psikotropika dilakukan setahun sekali dengan ditandatangani oleh APA dilakukan secara berkala yaitu setiap tahun kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan setempat dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan. e. Pemusnahan psikotropika Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1997 pasal 53 tentang psikotropika, pemusnahan psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat digunakan dalam proses psikotropika, kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika wajib dibuat berita acara dan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam waktu 7 hari setelah mendapat kepastian. Berita acara pemusnahan tersebut memuat: 1) Hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan. 2) Nama pemegang izin khusus atau apoteker pengelola apotek. 3) Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari apotek tersebut. 4) Nama dan jumlah psikotropika yang dimusnahkan. 5) Cara pemusnahan. 6) Tanda tangan penanggung jawab apotek dan saksi-saksi.

46 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Sejarah PT. Kimia Farma Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun Nama perusahaan ini pada awalnya adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co. Berdasarkan kebijaksanaan nasionalisasi atas eks perusahaan Belanda di masa awal kemerdekaan, pada tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia melakukan peleburan sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara Farmasi) Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk badan hukum PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas, sehingga nama perusahaan berubah menjadi PT Kimia Farma (Persero). Pada tanggal 4 Juli 2001, PT Kimia Farma (Persero) kembali mengubah statusnya menjadi perusahaan publik, PT Kimia Farma (Persero) Tbk, dalam penulisan berikutnya disebut Perseroan. Bersamaan dengan perubahan tersebut, Perseroan telah dicatatkan pada Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang kedua bursa telah merger dan kini bernama Bursa Efek Indonesia). Berbekal pengalaman selama puluhan tahun, Perseroan telah berkembang menjadi perusahaan dengan pelayanan kesehatan terintegrasi di Indonesia. Perseroan kian diperhitungkan kiprahnya dalam pengembangan dan pembangunan bangsa, khususnya pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia Visi dan Misi a. Visi Menjadi korporasi bidang kesehatan terintegrasi dan mampu menghasilkan pertumbuhan nilai yang berkesinambungan melalui konfigurasi dan koordinasi bisnis yang sinergis b. Misi Menghasilkan pertumbuhan nilai korporasi melalui usaha di bidang-bidang: 32

47 33 1) Industri kimia dan farmasi dengan basis penelitian dan pengembangan produk yang inovatif. 2) Perdagangan dan jaringan distribusi. 3) Pelayanan kesehatan yang berbasis jaringan ritel farmasi dan jaringan pelayanan kesehatan lainnya. 4) Pengelolaan aset-aset yang dikaitkan dengan pengembangan usaha perusahaan Logo PT. Kimia Farma Gambar 6. Logo PT. Kimia Farma a. Simbol Matahari 1) Paradigma baru, matahari terbit adalah tanda memasuki babak baru kehidupan yang lebih baik. 2) Optimis, matahari memiliki cahaya sebagai sumber energi, cahaya tersebut adalah penggambaran optimisme Kimia Farma dalam menjalankan bisnisnya. 3) Komitmen, matahari selalu terbit dari timur dan tenggelam di arah barat secara teratur dan terus-menerus memiliki makna adanya komitmen dan konsistensi dalam menjalankan segala tugas yang diemban oleh Kimia Farma dalam bidang farmasi dan kesehatan. 4) Sumber energi, matahari sumber energi bagi kehidupan, dan Kimia Farma baru memposisikan dirinya sebagai sumber energi bagi kesehatan masyarakat. 5) Semangat yang abadi, warna orange berarti semangat, warna biru adalah keabadian. Harmonisasi antara kedua warna tersebut menjadi satu makna yaitu semangat yang abadi. b. Jenis Huruf

48 34 Dirancang khusus untuk kebutuhan Kimia Farma yang disesuaikan dengan nilai dan image yang telah menjadi energi bagi Kimia Farma, karena prinsip sebuah identitas harus berbeda dengan identitas yang telah ada. c. Sifat Huruf 1) Kokoh, memperlihatkan Kimia Farma sebagai perusahaan terbesar dalam bidang farmasi yang memiliki bisnis dari hulu hilir, dan merupakan perusahaan farmasi pertama yang dimiliki Indonesia. 2) Dinamis, dengan jenis huruf italic memperlihatkan kedinamisan dan optimisme Kimia Farma dalam menjalankan bisnis kesehatan. 3) Bersahabat, dengan jenis huruf kecil dan lengkung, memperlihatkan keramahan Kimia Farma dalam melayani konsumennya Bidang Kegiatan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. memiliki beberapa bidang kegiatan antara lain bidang industri yang dilakukan oleh PT. Kimia Farma Holding dan bidang pemasaran dilakukan oleh dua anak perusahaannya yaitu PT. Kimia Farma Apotek dan PT. Kimia Farma Trading and Distribution (PT. Kimia Farma PBF) a. Bidang industri 1) Riset dan teknologi PT. Kimia Farma memiliki fasilitas laboratorium riset yang berlokasi di Jl. Cihampelas No. 5, Bandung, yang berfungsi antara lain melakukan kegiatan pengembangan dan riset dalam rangka meningkatkan kemampuan perusahaan, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Fasilitas tersebut diresmikan oleh Menteri Kesehatan RI pada tanggal 19 Juli Kegiatan pengembangan dan penelitian yang dilakukan selain pengembangan obat asli Indonesia juga berupa pengembangan formula produk baru maupun reformulasi produk lama untuk meningkatkan efektivitas obat dan efisiensi produksi. Kegiatan pengembangan dan penelitian ini didukung oleh 53 orang ahli. Dalam kegiatan pengembangan formula produk baru, unit kerja ini mendapatkan masukan terutama dari

49 35 divisi pemasaran. Dalam pengembangan produknya, PT. Kimia Farma menggunakan teknologi tepat guna dan melakukan kerjasama penelitian dengan berbagai perguruan tinggi dan lembaga penelitian. 2) Produksi Kegiatan produksi PT. Kimia Farma difokuskan pada komitmen terhadap mutu dan ketersediaan produk sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Dalam melaksanakan kegiatannya PT. Kimia Farma didukung oleh unit-unit usaha di bidang bahan baku (manufaktur), unit produksi obat jadi (formulasi) dan unit usaha pelayanan distribusi farmasi (baik Pedagang Besar Farmasi maupun apotek) di seluruh Indonesia. PT. Kimia Farma memiliki 6 unit produksi yang terdiri dari: a) Unit Produksi Formulasi Jakarta (UPFJ) Memproduksi obat dalam bentuk sediaan tablet, tablet salut, kapsul, granul, sirop kering, suspensi, sirop, tetes mata, krim dan injeksi. b) Unit Produksi Formulasi Bandung (UPFB) Memproduksi obat dalam bentuk sediaan tablet, sirop, suspensi, dan pil keluarga berencana. c) Unit Produksi Formulasi Tanjung Morawa (UPFT) Berfungsi mengisi kebutuhan obat-obatan khususnya di wilayah Sumatera. Unit ini menghasilkan obat-obatan dalam bentuk sediaan tablet, krim dan kapsul. d) Unit Produksi Bandung (UPB) Menghasilkan bahan baku garam kina dan memproduksi alat kontrasepsi dalam rahim serta obat asli Indonesia seperti Enkasari. e) Unit Produksi Semarang (UPS) Memproduksi minyak jarak (castor oil) untuk produk kosmetika, obatobatan, cat, karet. f) Unit Produksi Watudakon (UPW) Kegiatan meliputi pertambangan yodium dan produksi obat jadi dengan sediaan seperti tablet, tablet salut, kapsul lunak, salep, sirop dan cairan obat luar/dalam. Selain itu, juga menghasilkan bahan baku fero sulfat untuk tablet besi.

50 36 b. Bidang Pemasaran Kegiatan pemasaran ditangani oleh divisi pemasaran. PT. Kimia Farma membagi kegiatan pemasarannya masing-masing untuk produk obat generik, OTC, Ethical dan Obat Lisensi. Divisi pemasaran secara konsisten melakukan penelitian pasar baik berdasarkan data primer dan sekunder sehingga mampu menghasilkan strategi pemasaran yang tepat bagi perusahaan. Divisi ini juga membuat rencana pemasaran secara terpadu yang dikoordinasikan dengan unit terkait seperti produksi dan distribusi. 3.2 PT. Kimia Farma Apotek PT. Kimia Farma Apotek (KFA) adalah anak perusahaan dari PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. PT. Kimia Farma didirikan pada tanggal 4 Januari 2003, dengan tujuan untuk mengelola apotek-apotek milik perusahaan yang ada, dalam upaya meningkatkan kontribusi penjualan untuk memperbesar penjualan konsolidasi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Visi dan Misi PT. Kimia Farma Apotek a. Visi Menjadi perusahaan jaringan layanan kesehatan yang terkemukadan mampu memberikan solusi kesehatan masyarakat di Indonesia. b. Misi Menghasilkan pertumbuhan nilai perusahaan melalui jaringan layanan kesehatan terintegrasi (apotek, klinik, laboratorium klinik, dan layanan kesehatan lainnya); saluran distribusi utama bagi produk sendiri dan produk prinsipal; pengembangan bisnis waralaba dan peningkatan pendapatan lainnya Budaya Perusahaan Dalam menjalankan usaha, PT. Kimia Farma Apotek mengacu pada nilainilai perusahaan dengan motto I CARE, yaitu a. I (Inovative), memiliki budaya berfikir out of the box, smart dan kreatif untuk membangun produk unggulan. b. C (Customer First), mengutamakan pelanggan sebagai mitra kerja. c. A (Accountability), bertanggung jawab atas amanah yang dipercayakan oleh perusahaan dengan memegang teguh profesionalisme, integritas dan kerjasama.

51 37 d. R (Responsibility), memiliki tanggung jawab pribadi untuk bekerja tepat waktu, tepat sasaran dan dapat diandalkan, serta senantiasa berusaha untuk tegar dan bijaksana dalam menghadapi setiap masalah. e. E (Eco Friendly), menciptakan dan menyediakan baik produk maupun jasa layanan yang ramah lingkungan Struktur Organisasi Organisasi PT. Kimia Farma Apotek terdiri dari Business Manager (BM) dan Apotek Pelayanan. Business Manager membawahi beberapa Apotek Pelayanan yang berada dalam suatu wilayah. Business Manager bertugas menangani pembelian, penyimpanan barang dan administrasi apotek pelayanan yang berada di bawahnya. Dengan adanya konsep BM diharapkan pengelolaan asset dan keuangan dari apotek dalam satu area menjadi lebih efektif dan efisien, demikian juga kemudahan dalam pengambilan keputusan-keputusan yang menyangkut antisipasi dan penyelesaian masalah. Secara umum keuntungan yang diperoleh melalui konsep BM adalah a. Koordinasi modal kerja menjadi lebih mudah. b. Apotek pelayanan akan lebih fokus pada kualitas pelayanan, sehingga mutu pelayanan akan meningkat yang diharapkan akan berdampak pada peningkatan penjualan. c. Merasionalkan jumlah SDM terutama tenaga administrasi yang diharapkan berimbas pada efisiensi biaya administrasi. d. Meningkatkan bargaining dengan pemasok untuk memperoleh sumber barang dagangan yang lebih murah, dengan maksud agar dapat memperbesar range margin atau HPP rendah. PT.Kimia Farma Apotek membawahi Apotek Kimia Farma (KF) wilayah usahanya terbagi menjadi 50 wilayah Unit Bisnis yang menaungi sejumlah 600 Apotek di seluruh Indonesia. Untuk wilayah Jabodetabek dibagi menjadi 9 Unit Bisnis, yaitu a. Bisnis Manager Jaya I, membawahi wilayah Jakarta Selatan dan JakartaBarat dengan BM (Bisnis Manager) di Apotek Kimia Farma No. 42, Kebayoran Baru.

52 38 b. Bisnis Manager Jaya II, membawahi wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Utara dan Jakarta Timur dengan BM di Apotek Kimia Farma No. 48, Matraman. c. Bisnis Manager Depok, membawahi wilayah Depok dengan BM di Apotek Kimis Farma No. 352, Depok. d. Bisnis Manager Bogor, membawahi wilayah Bogor dengan BM di Apotek Kimia Farma No.7, Bogor. e. Bisnis Manager Tangerang membawahi wilayah Provinsi Tangerang dengan BM di Apotek Kimia Farma No. 78, Tangerang. f. Bisnis Manager Rumah Sakit di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. g. Bisnis Manager Wilayah Bekasi h. Bisnis Manager Wilayah Karawang i. Bisnis Manager Wilayah Cilegon Bisnis Manager secara struktur organisasi langsung membawahi para manager apotek pelayanan dan membawahi supervisor akuntasi dan keuangan serta supervisor inventory. Masing-masing dari bagian tersebut terdiri dari fungsi - fungsi yang menjalankan perannya masing-masing Apotek Kimia Farma No.352 Apotek Kimia Farma No. 352 Depok merupakan Bisnis Manager (BM) wilayah Depok. Apotek ini mengelola penjualan dan pelayanan. Akan tetapi walaupun apotek sekaligus merangkap BM, kegiatan administrasi pengadaan/pembelian, piutang dagang, hutang dagang, pajak, kas, personalia, dan kasir besar untuk kepentingan Apotek Kimia masih dilakukan oleh BM Bogor karena BM Depok ini sendiri sedang dalam masa transisi Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma No. 352 Apotek Kimia Farma No.352 dipimpin oleh seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang sekaligus merangkap sebagai Bisnis Manager Depok. Tenaga kerja di Apotek Kimia Farma No.352 berjumlah 11 orang yang terdiri dari 1 orang APA, 1 orang Apoteker pendamping (Aping), 8 orang asisten apoteker yang merangkap sebagai kasir dan 1 orang petugas keamanan. APA membawahi Aping dan Asisten Apoteker (AA). Asisten Apoteker memiliki tugas utama menyiapkan obat dan memberikan obat kepada pasien, namun juga dapat bertanggung jawab

53 39 dalam pemesanan obat ke Bisnis Manager dan bertindak sebagai frontliner. Masing-masing AA juga bertanggung jawab pada rak-rak obat tertentu dalam persediaan obat di apotek Lokasi dan Tata Ruang Apotek a. Lokasi Apotek Kimia Farma No. 352 terletak di Jalan Margonda Raya No.326, Depok. Apotek berada di tepi jalan dengan arus lalu lintas dua arah yang cukup ramai dan terletak dalam lingkungan kampus, pertokoan, mall dan pemukiman penduduk. Lokasi yang strategis menjadikannya mudah dijangkau oleh masyarakat yang menggunakan kendaraan umum maupun kendaraan pribadi. Terdapat beberapa sarana penunjang di sekitar apotek yaitu rumah sakit, balai kesehatan masyarakat, klinik, praktek dokter dan praktek bidan. b. Tata ruang Apotek Kimia Farma No. 352 berdiri di atas lahan seluas ± 300m 2 dengan luas bangunan ± 150m 2. Pembagian ruangan terdiri dari : 1) Ruang Tunggu Ruang ini dilengkapi dengan pendingin ruangan sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi pasien yang menunggu. Selain itu terdapat koran dan majalah yang dapat dibaca serta televisi di tempat selama pasien menunggu. 2) Tempat Penyerahan Resep dan Pengambilan Obat Tempat ini berupa counter yang membatasi ruang dalam apotek dengan pasien atau pelanggan. 3) Swalayan Farmasi Penjualan obat bebas menggunakan konsep swalayan dimana barang barang yang ditawarkan di swalayan farmasi berupa obat bebas, alat kesehatan, kosmetik, produk susu, suplemen, minyak angin dan lain sebagainya. 4) Tempat Penyimpanan Obat dan Peracikan Tempat penyimpanan obat berada dibelakang area transaksi. Di sini terdapat rak-rak penyimpanan obat yang disusun berdasarkan farmakologis, golongan obat (obat generik, psikotropik, narkotik), bentuk sediaan

54 40 (tetes/drop, tetes mata, salep/cream, sirup), bahan baku, suhu penyimpanan/lemari es (suppositoria, injeksi, vaksin, ovula), obat produksi PT. Kimia Farma Tbk., dimana semuanya disusun secara alfabetis. Setiap jenis obat dimasukkan ke dalam kotak yang berukuran sama dan tersusun rapi pada rak obat yang bersekat. Untuk obat psikotropik dan narkotik disimpan pada lemari khusus yang tertutup dan terkunci. Pada kotak diberi label nama obat, dosis dan dilengkapi dengan kartu stok. Ruang racikan terletak di belakang dan dekat dengan tempat penyimpanan bahan baku obat. Ruang ini dilengkapi dengan alat racik seperti timbangan, lumpang, alu, sudip, cangkang kapsul, kertas perkamen, pot obat, gelas ukur, dll. 5) Ruang Bagian Administrasi Ruangan ini dilengkapi dengan komputer untuk menginput barang barang yang dikirim oleh distributor. 6) Ruang Praktek Dokter Ruangan untuk praktek dokter berada di lantai dua bangunan apotek dengan 2 orang dokter umum dan 5 orang dokter gigi. Selain terdapat nya ruangan tersebut, Apotek Kimia Farma No.352 juga dilengkapi dengan fasilitas umum seperti toilet, mushola dan lapangan parkir Tugas dan Tanggung Jawab Personalia Apotek a. Apoteker Pengelola Apotek Pimpinan Apotek Kimia Farma No. 352 adalah seorang apoteker yang telah memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu memiliki Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA), Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dan Surat Izin Apotek (SIA). Tugas dan tanggung jawab seorang Apoteker Pengelola Apotek adalah: 1) Memimpin, merencanakan, mengatur, menentukan kebijaksanaan, melaksanakan pengawasan dan pengendalian keseluruhan kegiatan apotek untuk mencapai kelancaran kegiatan apotek sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku. 2) Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) sesuai dengan pedoman yang telah ditentukan oleh perusahaan seperti

55 41 menentukan target berupa omset yang akan dicapai, kebutuhan sarana, personalia dan anggaran dana yang dibutuhkan. 3) Melakukan kegiatan pengembangan apotek sehingga dapat memberikan hasil yang optimal. 4) Membuat laporan berkala mengenai pelaksanaan seluruh kegiatan perkembangan dan kemajuan yang telah dicapai apotek. Dalam praktek sehari-harinya, karena APA di apotek Kimia Farma no. 352 sekaligus merangkap BM, maka kerja APA ini dibantu oleh seorang Aping (Apoteker Pendamping) yang stand by di apotek untuk membantu kerja APA dan menggantikan saat APA tidak ada di tempat. b. Asisten Apoteker Dalam melaksanakan kegiatan di apotek, Asisten Apoteker (AA) bertanggung jawab langsung kepada APA dan Aping. Tugas dan tanggung jawab Asisten Apoteker adalah: 1) Mengatur dan menyusun penyimpanan obat dan perbekalan farmasi lainnya di ruang peracikan serta mencatat keluar masuknya barang di kartu stok. AA bertanggung jawab terhadap stok barang yang ada di lemari penyimpanan dan penanganan barang expired date. 2) Mencatat obat janji, yaitu obat-obatan yang belum tersedia atau jumlahnya belum memadai bagi pasien dengan resep kredit. 3) Menerima resep, memeriksa keabsahan dan kelengkapan resep, serta memberi harga resep. Selanjutnya memeriksa ketersediaan obat dan perbekalan farmasi lainnya berdasarkan resep dokter yang diterima, kemudian menyiapkan obat, menghitung dosis, meracik obat, mengemas dan memberi etiket. Asisten apoteker yang lainnya mengecek ulang kebenaran dan kelengkapan obat sebelum diserahkan ke pasien seperti bentuk sediaan, jumlah obat, nama pasien, nomor resep dan aturan pakai obat. 4) Menyerahkan obat dan perbekalan farmasi lainnya serta memberikan informasi kepada pasien saat penyerahan obat seperti aturan pakai, efek samping serta mencatat alamat dan nomor telepon pasien.

56 42 5) Membuat copy resep untuk obat iter, obat yang baru atau obat yang belum diserahkan sebagian. 6) Menghitung bon penjualan kredit untuk resep kredit dari perusahaan atau instansi sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. 7) Mencatat semua hasil panjualan tunai dengan cara memasukkan barang secara benar di komputer mengenai harga dan jumlahnya. 8) Mencatat semua hasil penjualan tunai setiap hari pada penjualan harian. 9) Menghitung dan menyetorkan semua hasil penjualan tunai harian selama bertugas dan mencatat semua penjualan. 10) Berpartisipasi dalam pemeliharaan dan menjaga kebersihan apotek. c. Petugas Penjualan Obat Bebas Petugas penjualan obat bebas bertugas: 1) Melayani penjualan barang seperti obat bebas, suplemen vitamin, kosmetika, alat-alat kesehatan serta perbekalan farmasi lainnya. 2) Menulis laporan penjualan barang. 3) Bertanggung jawab atas ketersediaan barang apotek untuk keperluan penjualan. 4) Memberikan informasi, solusi mengenai obat yang akan dibeli konsumen dalam bentuk pelayanan self care. 5) Bertanggung jawab terhadap keamanan barang yang terdapat di bagian penjualan dan kenyamanan ruang tunggu dan fasilitas konsumen lainnya. d. Petugas keamanan Bertanggung jawab dalam menjaga keamanan semua ruangan dan fasilitas lain yang ada di Apotek Kimia Farma No. 352 Depok Kegiatan Operasional Apotek Sebagai apotek pelayanan maka kegiatan utama yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No. 352 ini adalah kegiatan pelayanan farmasi. Apotek Kimia Farma No. 352 memberikan pelayanan 24 jam. Kegiatan praktek kerja kefarmasian di Apotek Kimia Farma No. 352 meliputi kegiatan teknis dan kegiatan non teknis.

57 Kegiatan Teknis Kefarmasian a. Pengadaan barang Bagian pengadaan barang di Apotek Kimia Farma No. 352 dilakukan oleh apoteker pendamping dan asisten apoteker yang bertanggung jawab langsung kepasa Apoteker Pengelola Apotek (APA). Pengadaan barang dilakukan dengan 2 cara, yaitu: 1) Distribution Center (DC) Pengadaan ini menggunakan sistem komputerisasi terintegritas yang terkoneksi melalui server tiap apotek ke dalam server sistem komputer BM Bogor sehingga BM Bogor dapat melihat stok barang yang berkurang dan kosong untuk kemudian dikirimkan ke Apotek Kimia Farma No.352. Sistem ini terbatas untuk barang yang berada pada golongan pareto A (10-20% dari total item barang yang mempresentasikan 60-70% total nilai penjualan) dan Pareto B (20% dari total item barang yang mempresentasikan 20% total nilai penjualan). Barang barang yang berada pada golongan Pareto C (60-70% dari total item barang mempresentasikan 10-20% total nilai penjualan) dipesan menggunakan Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA). 2) Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) Permintaan barang yang berada di golongan pareto C dan barang yang sudah habis stok namun tidak dikirimkan pada sistem DC dilakukan dengan mengisi lembar Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) kemudian dikirim secara online dan akan terbaca secara otomatis di komputer Bisnis Manager. Apotek pelayanan dapat melakukan pembelian mendesak jika obat atau perbekalan farmasi lainnya dibutuhkan segera tetapi tidak ada persediaan. Pembelian secara mendesak harus tetap dikomunikasikan dengan bagian pembelian di BM. Khusus pengadaan narkotika dan psikotropika pengadaan dilakukan oleh masing masing apotek pelayanan melalui surat pesanan. b. Penerimaan barang Setiap barang yang datang ke Apotek Kimia Farma No. 352 dilakukan penerimaan dan pemeriksaan terhadap barang barang tersebut. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain pemeriksaan kecocokan antara BPBA dengan surat

58 44 pesanan kemudian dilakukan pemeriksaan dengan stok fisik barang yang datang dengan stok barang yang tercantum pada BPBA. Setelah dilakukan pemeriksaan kemudian dibuat tanda terima pada BPBA dengan ditandatangani dan diberi stempel apotek. c. Penyimpanan barang 1) Barang yang datang setelah diperiksa kelengkapannya, langsung disimpan di ruang penyimpanan barang untuk pelayanan resep dan di swalayan farmasi. Untuk melakukan pengawasan dan kontrol terhadap persediaan barang maka tiap akhir bulan dilakukan stock opname yaitu mencocokkan jumlah barang yang ada dengan catatan pada kartu stok. 2) Penyimpanan barang untuk pelayanan resep Penyimpanan disusun berdasarkan sifat farmakologi dan secara alfabetis, suhu penyimpanan, golongan obat (obat generik, paten, askes, narkotik atau psikotropika) serta bentuk sediaan. Setiap barang yang masuk dan keluar harus di entry ke komputer dan dicatat pada kartu stok meliputi data tanggal, nomor resep, jumlah barang yang diisi/diambil, sisa barang, paraf petugas, tanggal kadaluarsa dan nomor bets. 3) Penyimpanan barang di swalayan farmasi Setiap barang yang masuk atau keluar dicatat pada kartu stok sama seperti pada penyimpanan barang di ruang penyimpanan barang untuk pelayanan resep. Penataan penyimpanan berdasarkan farmakologi, jenis obat, bentuk sediaan yang disusun secara alfabetis. d.penjualan Kegiatan penjualan yang dilakukan oleh Apotek Kimia Farma No. 352 meliputi penjualan resep dokter, baik tunai maupun kredit, penjualan obat bebas (OTC) atau swalayan farmasi. 1) Penjualan Tunai Penjualan tunai dilakukan terhadap pasien yang langsung datang ke apotek untuk menebus obat yang dibutuhkan dan pembayaran dilakukan secara tunai. Pada setiap tahapannya, petugas apotek wajib menulis paraf atas kegiatan yang dikerjakan pada resep tersebut, untuk memudahkan

59 45 penelusuran apabila ada kesalahan yang terjadi. Prosedur pelayanan resep tunai sebagai berikut: a) Apoteker pada bagian penerimaan resep menerima resep. Setiap pasien yang datang di input nama, alamat dan nomor telepon pasien di komputer. Resep yang diterima di skrining (administrasi, farmasetik dan klinik). b) Apoteker akan memeriksa ketersediaan obat. Bila obat yang dibutuhkan tersedia, obat akan dihargai dan diinformasikan kepada pasien. Setelah pasien setuju, segera dilakukan pembayaran ke bagian kasir. Bila obat hanya diambil sebagian, maka petugas membuat salinan/copy resep untuk pengambilan sisanya. Bagi pasien yang memerlukan kuitansi,akan dibuat kuitansinya. c) Resep diberi nomor resep, kemudian AA akan meracik atau menyiapkan obat sesuai dengan resep. d) Setelah obat selesai disiapkan maka obat diberi etiket dan dikemas. e) Sebelum obat diberikan kepada pasien, dilakukan pemeriksaan kembali (nomor resep, nama pasien, umur, alamat, nomor telpon pasien, tanggal resep, kebenaran dan kelengkapan nama obat, jumlah obat, bentuk sediaan, dosis, etiket dan aturan pakai) oleh apoteker. Salinan resep juga dilakukan pemeriksaan sesuai resep aslinya serta kebenaran kwitansi. f) Apoteker/asisten apoteker menyerahkan obat kepada pasiensesuai dengan nomor resep, kemudian pasien diberikan informasi tentang cara pemakaian obat dan informasi lain yang diperlukan pasien, serta meminta pasien mencatat nomor telepon pasien dan paraf pasien. g) Lembaran resep asli dikumpulkan berdasarkan nomor urut dan tanggal resep diterima. 2) Penjualan kredit Resep kredit adalah resep yang ditulis oleh dokter yang bertugas pada suatu instansi atau perusahan untuk pasien dari instansi tersebut yang telah mengadakan kerja sama dengan apotek yang disebut dengan Ikatan Kerja Sama (IKS). Pembayaran dilakukan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian yang telah disepakati bersama. Prosedur pelayanan resep kredit

60 46 pada dasarnya sama dengan pelayanan resep tunai, hanya terdapat beberapa perbedaan pada pelayanan resep kredit, seperti: a) Setelah resep kredit diterima dan diperiksa kelengkapannya resep langsung dikerjakan oleh petugas apotek. b) Penomoran resep kredit dibedakan dengan resep tunai dan dicatat pada buku resep kredit. c) Apabila kebutuhan obat pasien masih kurang karena persediaan obat yang dibutuhkan habis, maka obat tersebut dicatat pada formulir obat janji, jika persediaan obat telah ada, maka pasien dihubungi oleh AA atau apoteker untuk mengambil obatnya. d) Pada saat penyerahan obat, petugas akan meminta tanda tangan pasien pada bukti penerimaan obat. e) Resep disusun dan disimpan terpisah dari resep tunai kemudian dikumpulkan dan dijumlahkan nilai rupiahnya berdasarkan masing-masing instansi atau perusahaan. Dibuat alat tagih pada saat jatuh tempo pembayaran yang telah disepakati bersama. 3) Penjualan obat bebas atau swalayan farmasi Penjualan bebas yang dimaksud adalah penjualan obat dan perbekalan farmasi lainnya yang dapat dibeli tanpa resep dari dokter seperti obat OTC (Over The Counter) baik obat bebas maupun obat bebas terbatas.penjualan ini dikenal sebagai pelayananhv (Hand Verkoop). Prosedur pelayanan penjualan obat bebas yang dilakukan sebagai berikut: a) Petugas swalayan farmasi menerima permintaan barang dari pasien dan langsung menginformasikan harga. b) Setelah disetujui oleh pembeli, pembeli langsung membayar ke kasir. c) Bagian kasir menerima uang pembayaran dan membuat bukti pembayaran nota penjualan bebas. d) Barang beserta bukti pembayaran penjualan bebas diserahkan kepada pasien. e) Bukti penjualan obat bebas dikumpulkan dan diurutkan berdasarkan nomor, kemudian dicatat pada laporan penjualan harian.

61 47 f) Setiap pengambilan obat/barang diswalayan, maka jumlah obat yang tertera pada kartu stok harus dicatat jumlah pengurangan dan sisa persediaan. e. Pelayanan resep 1) Skrining resep a) Persyaratan administratif, seperti: nama, SIP, dan alamat dokter; tanggal penulisan resep; tanda tangan atau paraf dokter penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta; cara pemakaian serta informasi lainnya. b) Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. c) Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). b) Penyiapan obat Penyiapan obat dimulai dengan peracikan. Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah obat, serta penulisan etiket yang benar. Etiket harus jelas dan dapat dibaca. Obat hendaknya dikemas dengan rapi. dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh Apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas, serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya

62 48 penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. Setelah penyerahan obat kepada pasien, Apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya Kegiatan Non Teknis Kefarmasian a. Administrasi Resep, berupa pencatatan data pasien, penyimpanan resep, pembuatan kwitansi, salinan resep, pelaporan resep narkotika dan psikotropika serta pengarsipannya. b. Administrasi Non Resep c. Administrasi Keuangan d. Administrasi Barang, kegiatannya meliputi pembuatan dan pengarsipan dropping, Surat Pesanan narkotika dan psikotropika, kartu stok, laporan stock opname, dan lain-lain. e. Administrasi SDM, kegiatannya meliputi tata tertib pegawai, absensi, lembur pegawai, perhitungan hari kerja, perhitungan lembur, pengaturan jadwal kerja, tunjangan dan lain-lain. 3.5 Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika Pengelolaan Narkotika Pengelolaan narkotika diatur secara khusus mulai dari pengadaan sampai pemusnahan untuk menghindari terjadinya kemungkinan penyalahgunaan obat tersebut.apa bertanggung jawab terhadap pengelolaan narkotika. Pelaksanaan pengelolaan narkotika di Apotek Kimia Farma No. 352 meliputi: a. Pemesanan narkotika Pemesanan narkotika dilakukan oleh masing-masing apotek pelayanan dan harus dilakukan secara tertulis sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penulisan defekta narkotika harus sepengetahuan dari supervisor, kemudian dibuatkan Surat Pesanan (SP) narkotika oleh bagian pembelian yang ditandatangani oleh APA. Pemesanan dan pembayaran dilakukan oleh administrasi pembelian BM

63 49 Bogor ke PBF Kimia Farma dengan membuat SP khusus narkotika yang dibuat rangkap 4, yaitu 3 lembar SP asli diserahkan ke Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota, Balai POM dan PBF yang bersangkutan dan 1 lembar sebagai arsip apotek. SP narkotika harus mencantumkan nama, alamat apotek, nama dan tanda tangan APA, nomor SIKA, nomor SIA, serta nama dan alamat distributor. Satu lembar SP hanya berlaku untuk 1 jenis narkotika. b. Penerimaan narkotika Penerimaan narkotika dari PBF berupa faktur harus diterima atau dilakukan dengan sepengetahuan APA. APA kemudian akan menandatangani faktur tersebut setelah dilakukan pencocokkan dengan SP Narkotik. Pada saat diterima dilakukan pemeriksaan yang meliputi jenis, jumlah narkotika yang dipesan, bentuk sediaan, kemasan serta tanggal kadaluarsa. c. Penyimpanan narkotika Obat yang termasuk golongan narkotika di Apotek Kimia Farma No.352 disimpan dalam lemari kayu yang kuat. Lemari tersebut terletak di tempat yang tidak diketahui oleh umum, tetapi dapat diawasi langsung oleh asisten apoteker yang bertugas. Sesuai dengan peraturan, lemari tersebut berkunci dua dan mempunyai kunci yang dipegang oleh apoteker atau AA penanggungjawab yang diberi kuasa oleh APA. Setiap obat narkotika dilengkapi dengan kartu stok yang diletakkan dalam lemari dan dicantumkan tanggal kadaluarsanya. d. Pelayanan narkotika Apotek Kimia Farma No. 352 melayani resep narkotika sesuai ketentuan yang berlaku yaitu hanya melayani resep narkotika dari resep asli dokter. Apotek tidak melayani pembelian obat narkotika tanpa resep danresep dengan tulisan iter tidak boleh dilayani. Resep narkotika yang masuk dipisahkan dari resep lainnya. e. Pelaporan narkotika Pelaporan penggunaan narkotika di Apotek Kimia Farma No. 352 dibuat setiap bulan meliputi laporan penggunaan sediaan jadi narkotika dan laporan penggunaan bahan baku narkotika. Khusus untuk narkotika dilakukan stock opname tiap bulan, pelaporannya dilakukan setiap bulan dan selambat-

64 50 lambatnya tanggal 10 setiap bulannya. Laporan penggunaan narkotik tersebut dilaporkan melalui situs f. Pemusnahan narkotika Prosedur pemusnahan narkotika dilakukan sebagai berikut: 1) APA membuat dan menandatangani surat permohonan untuk pemusnahan narkotika yang berisi antara lain jenis dan jumlah narkotika yang rusak dan atau tidak memenuhi syarat. 2) Surat permohonan yang telah ditandatangani oleh APA dikirim ke Balai Pengawas Obat dan Makanan Daerah Khusus Ibukota Jawa Barat. Balai POM akan menetapkan waktu dan tempat pemusnahan. 3) Setelah izin pemusnahan keluar, kemudian dibentuk panitia pemusnahan yang terdiri dari APA, AA, petugas Balai POM dan Kepala Suku Dinas setempat. 4) Bila pemusnahan narkotika telah dilaksanakan, dibuat Berita Acara Pemusnahan (BAP) yang berisi: a) Hari, tanggal, bulan, tahun, alasan dan tempat dilakukan pemusnahan. b) Identitas lengkap APA. c) Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi dari Apotek. d) Nama, jenis dan jumlah narkotika yang dimusnahkan. e) Cara pemusnahan. f) Nama dan tanda tangan APA dan saksi. Selanjutnya berita acara tersebut dikirim kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan Depok dengan tembusan kepada: a) Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Provinsi Jawa Barat. b) Kepala Kantor Dinas Kesehatan Depok c) Penanggungjawab obat narkotika PT. Kimia Farma Tbk. d) Arsip apotek Pengelolaan Psikotropika a. Pemesanan psikotropika Pemesanan obat psikotropika Apotek KF No. 352 dilakukan oleh bagian pembelian dengan menggunakan SP psikotropika yang telah ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama jelas, nomor SIK, nomor SIA, dan

65 51 stempel apotek. Surat pesanan psikotropika selanjutnya dikirim ke BM Bogor.Setiap SP dapat berlaku untuk lebih dari 1 item psikotropika dan dibuat dua rangkap untuk distributor dan sebagai arsip Apotek. b. Penyimpanan psikotropika Sampai saat ini penyimpanan obat psikotropika belum mempunyai peraturan khusus, tetapi karena obat-obatan ini memiliki kecenderungan untuk disalahgunakan, maka untuk penyimpanannya perlu dipisahkan dengan obat lainnya.apotek Kimia Farma No. 352 mempunyai rak khusus untuk menyimpan obat golongan psikotropika dan disusun secara alfabetis sehingga memudahkan untuk mencari obat yang dibutuhkan. Obat psikotropik disimpan dalam lemari kayu, tidak harus terkunci dan juga tersedia kartu stok. c. Pelayanan psikotropika Pelayanan psikotropika Apotek Kimia Farma No.352 sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu melayani resep psikotropika dari resep asli dari dokter. d. Pelaporan psikotropika Apotek Kimia Farma No. 352 membuat laporan penggunaan psikotropika berdasarkan kode resep, nama bahan sediaan, stok awal, jumlah penerimaan dan pengeluaran, serta stok akhir. Laporan penggunaan psikotropika Apotek Kimia Farma 352 setiap satu bulan sekali dilaporkan melalui situs e. Pemusnahan psikotropika Prosedur pemusnahan narkotika dilakukan sebagai berikut: 1) APA membuat dan menandatangani surat permohonan untuk pemusnahan narkotika yang berisi antara lain jenis dan jumlah narkotika yang rusak dan atau tidak memenuhi syarat. 2) Surat permohonan yang telah ditandatangani oleh APA dikirim ke Balai Pengawas Obat dan Makanan Daerah Khusus Ibukota Jawa Barat. Balai POM akan menetapkan waktu dan tempat pemusnahan. 3) Setelah izin pemusnahan keluar, kemudian dibentuk panitia pemusnahan yang terdiri dari APA, AA, petugas Balai POM dan Kepala Suku Dinas setempat.

66 52 4) Bila pemusnahan narkotika telah dilaksanakan, dibuat Berita Acara Pemusnahan (BAP) yang berisi: c) Hari, tanggal, bulan, tahun, alasan dan tempat dilakukan pemusnahan. d) Identitas lengkap APA. e) Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi dari Apotek. f) Nama, jenis dan jumlah psikotropika yang dimusnahkan. g) Cara pemusnahan. h) Nama dan tanda tangan APA dan saksi. Selanjutnya berita acara tersebut dikirim kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan Depok dengan tembusan kepada: a) Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Provinsi Jawa Barat. b) Kepala Kantor Dinas Kesehatan Depok c) Penanggung jawab obat psikotropika PT. Kimia Farma Tbk. d) Arsip apotek.

67 BAB 4 PEMBAHASAN Apotek Kimia Farma No. 352 merupakan salah satu unit usaha dari PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. yang bergerak di bidang perapotekan. Apotek ini memiliki total 11 orang sumber daya manusia yang terdiri dari 1 orang Apoteker Penanggung jawab Apotek (APA) yang merupakan BM wilayah Depok, 1 orang Apoteker Pendamping (Aping), 8 orang Asisten Apoteker dan 1 orang petugas keamanan. Apotek Kimia Farma No. 352 berlokasi di Jalan Margonda Raya No. 326 Depok. Lokasi apotek ini sangat strategis karena terletak di tepi jalan raya dan mudah dijangkau oleh masyarakat dengan kendaraan umum maupun kendaraan pribadi, tersedianya area parkir kendaraan yang luas dan berada di dekat pemukiman penduduk seperti Kompleks Perumahan Pesona Khayangan dan Apartemen Margonda Residence. Selain itu apotek ini terletak di dekat pusat perbelanjaan Margo City dan Depok Town Square, Universitas Gunadarma, BSI dan serta Rumah Sakit Umum Bunda Margonda. Selain itu dilakukan strategi untuk menambah pelanggan antara lain dengan melakukan kerjasama dengan dokter praktik (doctor in house) yaitu praktik dokter umum dan dokter gigi, pelayanan pasien BPJS, serta adanya pemeriksaan kesehatan seperti pengukuran tekanan darah, kadar gula darah, asam urat dan kadar kolesterol dalam darah. Kegiatan operasional Apotek Kimia Farma No. 352 diadakan setiap hari selama 24 jam. Terdiri dari tiga shift, yaitu pagi (pukul WIB), siang (pukul WIB), malam (pukul WIB). Semua sistem pengadaan dan pembelian barang dipusatkan serta dikoordinasi oleh Bisnis Manager (BM) Bogor secara komputerisasi yang disebut sebagai sistem Distribution Center (DC), sehingga BM Bogor dapat mengetahui langsung barang yang mencapai stok minimum dan akan melakukan dropping barang tersebut ke apotek yang bersangkutan. Dropping rutin dilakukan oleh BM setiap dua kali dalam seminggu ke apotek. 53

68 54 Untuk obat-obat narkotik, permintaan barang harus menggunakan Surat Pesanan (SP) khusus rangkap empat yang dalam satu SP hanya dapat memesan satu macam obat dan harus ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA). Sedangkan untuk obat-obat psikotropik, permintaan barang harus menggunakan SP khusus rangkap dua dan dalam satu SP dapat memesan beberapa jenis psikotropik dan harus ditandatangani oleh APA. Karena itu, khusus untuk pemesanan narkotika dan psikotropik tidak termasuk ke dalam sistem DC melainkan langsung dilakukan oleh apotek melalui Surat Pesanan. Pengamatan yang didapat selama melakukan PKPA antara lain; Apabila ada obat dalam resep yang tidak tersedia, dilakukan upaya untuk memenuhi permintaan konsumen dengan menawarkan obat lain sebagai pengganti obat dengan komposisi yang sama. Selain itu juga dilakukan pencatatan terhadap resep yang ditolak guna mempersiapkan persediaan obat agar mengurangi penolakan resep di masa mendatang. Jika ada obat yang persediaannya habis, maka dilakukan pengecekan stok obat di gudang atau di apotek kimia farma terdekat lain dan jika obat tersedia maka obat dapat langsung diberikan kepada pasien. Tetapi jika tidak ada maka pasien ditawarkan untuk menunggu obat atau obat diantarkan ke rumah pasien tanpa harus menunggu, selain itu obat yang kurang pun akan dijanjikan untuk disediakan obatnya sehari setelah pembelian. Apabila pada pelayanan resep terdapat kendala peresepan obat paten pada pasien yang kurang mampu, petugas akan memberikan masukan kepada pasien untuk menggantinya dengan obat generik yang mempunyai kandungan dan khasiat yang sama dengan obat paten atas persetujuan dari dokter dan/atau pasien. Hal ini sangat membantu pasien didalam mendapatkan pengobatan yang optimal tetapi disesuaikan dengan kondisi keuangannya. Secara umum, petugas yang bekerja di bagian pelayanan atau penjualan telah melayani dengan ramah, biasanya dimulai dengan sapaan dan tawaran bantuan serta diakhiri dengan ucapan terima kasih sebagai penutup. Petugas juga bersikap santun dan informatif dengan selalu berbicara menggunakan bahasa yang baik serta cepat tanggap dalam menangani keluhan pasien.

69 55 Apoteker akan menanyakan 3 prime question setelah pasien melakukan pengobatan ke dokter atau pertanyan 5W+1H jika pasien melakukankonseling untuk swamedikasi. Apotek ini juga telah menerapkan sistem validasi resep, yaitu mulai dari skrining resep, pengecekan kembali obat sebelum diserahkan sampai dengan pemberian informasi obat ke pasien untuk meminimalisir kesalahan yang mungkin terjadi. Adminstrasi keuangan yang dilakukan ada 5 yaitu: a. Bukti Setoran Kas (BSK), dibuat oleh kasir sebagai tanda terima atas hasil penjualan tunai pada tiap shift dan bukti setoran kas ini divalidasi dan dicetak oleh MAP (Manager Apotek Pelayanan). b. Laporan Ikhtisar Penjualan Harian (LIPH), dibuat pada akhir transaksi hari berjalan untuk pembayaran tunai. Laporan ini memberikan informasi jumlah penjualan OTC, UPDS, HV, debit dan tunai. Laporan ini dibuat dan divalidasi oleh APA. Khusus untuk laporan konsinyasi, dibuat terpisah dan dicetak per supplier serta direkap tiap bulan. c. Laporan Realisasi Penggunaan Dana Kas Kecil (LRPDKK), berupa laporan realisasi penggunaan dana kas kecil, laporan ini merupakan laporan mengenai penggunaan kas kecil (petty cash) untuk keperluan operasional apotek, misalnya untuk pembayaran listrik, air, bensin, keamanan, A.T.K dan lainlain. Laporan ini dibuat oleh bagian administrasi yang ditunjuk dan diketahui oleh APA. d. Laporan Laba Rugi Apotek e. Laporan Cash Flow atau Aliran Uang Kas di Apotek Sedangkan untuk administrasi non keuangan ada administrasi resep berupa pencatatan data pasien, pencatatan Medication Record (MR) untuk pasien-pasien tertentu, penyimpanan resep, pembuatan kuitansi, pembuatan salinan resep, pelaporan dan pengarsipan obat-obat narkotika dan psikotropika. Resep disimpan selama 3 tahun, kemudian dimusnahkan. Selain itu ada administrasi barang (BPBA pengadaan cito, Surat Pesanan narkotik dan psikotropik, kartu stok, dll) serta administrasi SDM (absensi pegawai, perhitungan lembur, pengaturan jadwal kerja, dll).

70 BAB 5 KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan 1. Secara umum lokasi, bangunan, tata letak ruang, pengelolaan obat, dan pelayanan di Apotek Kimia Farma No.352 Margonda Depok sudah baik dalam memberikan kenyamanan dan kepuasan kepada pasien. 2. Penerapan fungsi professional sudah baik karena beberapa fungsi seperti skrining resep, pelayanan informasi obat, konseling, informasi dan edukasi, serta home care dan dispensing obat sudah dilakukan dengan baik 3. Fungsi manajerial apoteker di Apotek Kimia Farma No. 352 dimana termasuk fungsi retailer, pengelolaan obat mulai dari perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, sampai pelaporan dan pemusnahan juga sudah dijalankan dengan baik. 5.2 Saran 1. Untuk meningkatkan efektifitas, efisiensi dan kecepatan dalam pelayanan, perlu dilakukan penempelan label harga pada barang-barang khususnya barangbarang yang berada di swalayan farmasi, agar pasien tidak kesulitan mengetahui harga barang yang akan dibelinya. 1. Sebaiknya kedisiplinan pegawai dalam mengisi kartu stok perlu ditingkatkan. Selain itu, pencatatan stok secara komputerisasi lebih dioptimalkan lagi sehingga pengecekan ketersediaan obat menjadi lebih mudah, cepat dan selisih antara stok fisik dan stok computer bisa diminimalkan 2. Dalam hal peningkatan keselamatan kerja serta kedisiplinan petugas sebaiknya dalam mengerjakan peracikan menggunakan masker dan penggunaan perlengkapan untuk mencuci alat racik sebaiknya dibedakan dengan perlengkapan yang digunakan untuk mencuci piring dan gelas agar tidak ada kontaminasi dari obat kepada petugas dan dari petugas terhadap obat. 3. Evaluasi perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan Apotek Kimia Farma No.352 Margonda Depok, misalnya dengan kuisioner yang diisi pasien pada saat berkunjung ke apotek sehingga dapat diketahui hal-hal yang perlu ditingkatkan di apotek. 56

71 57 DAFTAR ACUAN Departemen Kesehatan RI Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/Sk/IX/2004. Jakarta: Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 51 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: 2009 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta; Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuandan Tata Cara Pemberian IzinApotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. No.035/MENKES/PER/2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. No.6355/DIRJEN/SK/69 tentang Peringatan Obat Bebas Terbatas. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. No.919/MENKES/PER/X/1993 tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. No.925/MENKES/PER/X/1993 tentang Daftar Perubahan Golongan Obat No. 1. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. No.924/MENKES/PER/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib No. 2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. No.1176/MENKES/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib No. 3. Jakarta: 1999.

72 58 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. No.085/MENKES/PER/I/1989 tentang Obat Generik. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Undang-undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Undang-Undang No. 9 Tahun 1976 tentang Pemesanan Narkotika. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.28/MENKES/PER/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Pemusnahan Narkotik. Jakarta: Diakses tanggal 17 September Diakses tanggal 17 September 2014.

73 59 Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Kimia Farma Apotek

74 60 Lampiran 2. Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma No. 352 Apoteker Penanggung jawab Apotek (APA) Apoteker Pendamping (Aping) Asisten Apoteker (AA) Non Asisten Apoteker (Non AA) Lampiran 3. Alur perizinan praktek apoteker Ka Dinkes Kabupaten/Kota

75 61 Lampiran 4. Denah Apotek Kimia Farma No. 352 a. Lantai 1 b. Lantai 2 Keterangan : 1, 3, G1-4 = Gondola swalayan farmasi 2 = Toilet 4 = Meja peracikan 5-8, = Lemari putar penyimpanan obat berdasarkan kelas terapi 9-10 = Lemari penyimpanan suplemen kesehatan 11-14, = Rak penyimpanan sirup, krim, salep, dan alat kesehatan 19 = Meja untuk cek kesehatan

76 62 Lampiran 5. Alur Pelayanan Resep di Apotek Kimia Farma No. 352

77 63 Lampiran 6. Contoh Surat Pesanan Narkotika Lampiran 7. Contoh Surat Pesanan Psikotropika

78 64 Lampiran 8. Contoh Copy Resep di Apotek Kimia Farma No. 352

79 65 Lampiran 9. Contoh Etiket dan Bungkus Obat a. Etiket untuk Obat Dalam b. Etiket untuk Obat Luar c. Bungkus Puyer d. Bungkus Obat

80 UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN SERVICE LEVEL APOTEK KIMIA FARMA NO. 345 KEPADA PELANGGAN TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER HARRY UTOMO, S.Farm ANGKATAN LXXIX FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2015

81 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 3 BAB 2 TINJAUAN UMUM Pelayanan Jenis Pelayanan Kepuasan Pelanggan... 5 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN Waktu dan Tempat Pengkajian Objek Pengkajian Metode Pengkajian... 7 BAB 4 PEMBAHASAN Hasil Pembahasan... 8 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN Lampiran ii

82 DAFTAR TABEL Tabel4.1. Penggolongan dan Persentase Penolakan... 8 iii

83 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Obat yang Ditolak Periode 3-23 September Lampiran 2. Perhitungan Persentase Penolakan Barang iv

84 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kesehatan merupakan suatu upaya yang diselenggarakan secara mandiri atau besama-sama untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Penyelenggaraan berbagai upaya diantaranya dilakukan dengan pemerataan dan peningkatan pelayanan kesehatan yang didukung oleh penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai, penyediaan jumlah obat yang mencukupi, bermutu baik dan terdistribusi merata dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat luas. Apotek termasuk kedalam sarana kesehatan yang berperan penting dalam upaya kesehatan, terutama dalam pendistribusian dan pemberian informasi obat kepada masyarakat. Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukannnya praktek kefarmasian oleh apoteker (1). Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992 telah mengatur tentang peranan profesi apoteker, yakni mengenal pekerjaan kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian tersebut adalah pengadaan, pembuatan, penyimpanan, termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi dan pengelolaan obat, distribusi obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat tradisional. Apotek mempunyai fungsi utama dalam pelayanan obat atas resep dokter dan yang berhubungan dengan itu, serta pelayanan obat tanpa resep dokter yang biasa dipakai di rumah. Dalam pelayanan obat ini apoteker harus berorientasi pada pasien/penderita. Apotek selain bersifat sosial, yaitu tempat pengabdian profesi apoteker, juga bersifat ekonomi, yaitu untuk memperoleh laba. Karena merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan, sudah selayaknya apotek mengutamakan kepentingan masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan. Apotek tidak hanya dituntut dari segi teknis kefarmasian saja tetapi dari segi manajemen supaya dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Peranan apoteker sebagai pengelola dan penanggung jawab sangatlah besar, mengingat apotek berjalan dengan fungsi ganda, yaitu fungsi sosial dan fungsi ekonomi. Fungsi sosial adalah apotek ikut serta dalam peningkatan kulaitas 1

85 2 hidup masyarakat secara luas dengan menyediakan obat dan perbekalan farmasi lainnya yang dibutuhkan masyarakat dengan mengukur kepada daya jangkau masyarakat, seperti menyediakan obat generik. Sedangkan fungsi ekonomi dari apotek adalah sebagai badan usaha yang harus dapat memberikan keuntungan. Hal ini berguna untuk mengembangkan apotek sebagai sarana pelayanan kesehatan agar selalu memberikan pelayanan kesehatan yang optimal terhadap masyarakat (2). Seiring dengan majunya persaingan dan ketatnya kompetisi di industri farmasu, terutama di retail product healt and beauty, sebuah perusahaan dengan segala jenis produknya ini dituntut untuk mampu tetap bertahan dan memenangkan persaingan. Persaingan tersebut tidak hanya terbatas pada persaingan harga saja tetapi juga kualitas dan service. Pada sebuah supply chain terdapat banyak pihak yang terlibat didalamnya, antara lain manufaktur, supplier, dan customer. Para pemain supply chain tersebut memiliki peran masing-masing yang saling terintegrasi. Satu diantara cara yang bisa dilakukan untuk memenangkan persaingan antara lain dengan memberikan service yang terbaik bagi customer. Dalam hal ini, service atau layanan bisa berupa pemenuhan permintaan tepat waktu atau ketersediaan produk saat dibutuhkan customer. Service level adalah ukuran kinerja suatu perusahaan dalam pemenuhan order customer. Penentuan service level harus ditentukan dengan tepat karena penetuan yang kurang tepat akan berdampak timbulnya total cost yang membengkak akibat bertambahnya biaya penyimpanan yang besar untuk bisa memenuhi semua permintaan. Oleh karena itu, perusahaan dituntut untuk mampu memenuhi semua permintaan customer yang datang serta menetapkan kebijakan inventory atau majemen dengan tepat. Dari permasalahan tersebut, penelitian ini dilakukan untuk melihat seberapa besar Service Level Apotek Kimia Farma No. 345 Tebet terhadap pelanggan, yang dilihat dari jumlah persentase obat yang ditolak oleh Apotek. Sehingga dengan data tersebut, dapat dilihat pemenuhan kepuasan pelanggan terhadap apotek Kimia Farma No. 345 Tebet.

86 3 1.2 Tujuan Untuk mengetahui hubungan pelayanan kefarmasian dengan ketersediaan perbekalan farmasi dalam penerimaan dan penolakan obat dalam resep, sehingga dihasilkan persentase penerimaan dan penolakan obat dalam resep di Apotek Kimia Farma No. 345.

87 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Pelayanan Pelayanan adalah suatu tindakan melayani, menyediakan, memberikan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan seseorang. Pelayanan merupakan suatu upaya penjual barang atau jasa untuk memberi dan memenuhi unsur-unsur yang menjadi harapan kepuasan konsumen. Dasar pertimbangan kepuasan konsumen adalah kesesuaian antara biaya yang dikeluarkan konsumen (cost customer) terhadap nilai barang atau jasa yang diperolehnya (customer delivered value) (3). 2.2 Jenis Pelayanan Dalam mengelola pelayanan perbekalan farmasi, terutama obat, di apotek terdapat dua jenis pelayanan, yaitu: a. Pelayanan saat penjualan (sales service) Sales service adalah pelayanan yang diberikan apotek kepada konsumen pada saat konsumen sedang membeli obat di apotek. b. Pelayanan sesudah penjualan (after sales service) After sales service adalah pelayanan yang diberikan apotek kepada konsumen setelah konsumen membeli dan menggunakan obat. Jenis pelayanan ini dapat berupa: 1) Penyediaan informasi data penggunaan obat konsumen (consumer medication profile) 2) Peduli terhadap penggunaan obat oleh konsumen 3) Jaminan 4) Dapat diandalkan Penjualan perbekalan farmasi dapat berupa pelayanan resep, penjualan obat bebas, obat bebas terbatas, obat-obat wajib apotek, kosmetik dan alat kesehatan. Apotek mempunyai fungi utama dalam pelayanan obat atas dasar resep dan hal yang berhubungan dengan itu, serta pelayanan obat tanpa resep yang biasa dipakai dirumah. Dalam pelayanan obat ini apoteker harus berorientasi pada 4

88 5 pasien/penderita, bagaimana obat yang diinginkan pasien tersebut dapat menyembuhkan penyakit serta tidak ada efek amping yang merugikan. Harga jual obat merupakan faktor yang mempengaruhi pelayanan kefarmasian di apotek. Pelayanan harga obat yang wajar bagi kemampuan masyarakat sekitar apotek perlu dipertimbangkan sehingga masyarakat dapat memperoleh obat dengan harga yang terjangkau dengan kualitas yang terjamin. Harga jual obat di apotek harus mempertimbangkan faktor jual obat terutama dari apotek sekitarnya. Bila sebuah apotek tidak memiliki kelebihan khusus dibanding apotek sekitarnya, misalnya lokasi yang lebih nyaman, perbekalan farmasi yang lebih lengkap, lebih banyak jumlah dan pilihannya atau pelayanan yang lebih baik, tentunya apotek tidak dapat menetapkan harga tinggi. Apotek yang mempunyai kelebihan khusus dapat menetapkan harga yang lebih tinggi hanya bila apotek dapat meyakinkan konsumennya akan kelebihan tersebut. Persepsi pasien/konsumen didasarkan pada kesan yang dimiliki sebuah apotek. Kesan sebuah apotek sebagian ditentukan oleh harga-harga yang ditetapkan apotek tersebut. Faktor lain yang cukup mempengaruhi kesan sebuah apotek mencakup luas dan lokasi apotek, kualitas dan keanekaragaman barang dagangan non resep yang dijual (alat kesehatan, kosmetik) dan kualitas pelayanan yang ditawarkan. Pengendalian persediaan obat juga penting sebab apotek harus mempunyai stok yang benar agar dapat melayani pasiennya dengan baik. Apotek harus mempunyai produk yang dibutuhkan pasien/konsumen dalam jumlah yang dibutuhkan konsumen. Bila pada sebuah apotek umum tidak tersedia obat yang dibutuhkan pasiennya pada waktu mereka memerlukan, apotek akan kehilangan penjualan. Bila hal ini sering terjadi, apotek akan kehilangan konsumen. Oleh karena itu, pengendalian persediaan yang efektif adalah mengoptimalkan dua tujuan yaitu memperkecil total investasi pada persediaan obat dan menjual berbagai produk yang benar untuk memenuhi permintaan konsumen. 2.3 Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan bahwa harapannya telah terpenuhi atau terlampaui. Kepuasan pelanggan dapat mempengaruhi minat untuk

89 6 kembali ke apotek yang sama. Hal ini akan merupakan promosi dari mulut ke kemulut bagi calon pasien lainnya yang diharapkan sangat positif bagi usaha apotek. Kepuasan merupakan pengalaman yang akan mengendap di dalam ingatan pasien sehingga mempengaruhi proses pengambilan keputusan pembelian ulang produk yang sama. Agar dapat bertahan di dunia persaingan bisnis apotek, maka apotek harus berusaha sekeras mungkin agar pelanggan tidak pergi. Agar pelanggan tidak pergi hendaknya apotek harus memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Untuk mewujudkannya, apotek dapat melakukan empat hal yaitu sebagai berikut: a. Mengidentifikasi mengenai siapa yang akan menjadi pelanggan. b. Memahami tingkat harapan pelanggan atas harga produk atau kualitas produk. c. Memahami strategi kualitas produk yang dihasilkan untuk pelanggan. d. Memahami siklus pengukuran dan umpan balik dari kepuasan pelanggan. Produk farmasi sangat banyak jumlahnya, menyulitkan dalam penyediaan barang, ditambah lagi produk farmasi umumnya merupakan me too product, suatu produk yang sama dengan kemasan yang berbeda, tapi isi obatnya sama. Bila di apotek tidak tersedia obat yang dibutuhkan pasiennya pada waktu mereka memerlukan, apotek akan kehilangan penjualan. Bila hal ini sering terjadi, apotek akan kehilangan konsumen. Untuk mengelola persediaan apotek yang besar itu, diperlukan tindak lanjut penolakan resep, pengendalian persediaan (kontrol inventori) yang baik untuk mengoptimalkan dua tujuan yaitu memperkecil total investasi pada persediaan obat dan menjual berbagai produk yang benar untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Persediaan merupakan investasi yang paling besar dalam sebuah apotek, sehingga pengendalian persediaan obat yang tepat sangat diperlukan, pengendalian yang efektif berakibat pada investasi yang lebih kecil. Tindak lanjut untuk melayani resep dapat dilakukan dengan mengganti obat dengan obat lain yang kandungannya sama dengan persetujuan pasien, atau membeli pada apotik lain.

90 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian Tempat Apotek Kima Farma No. 345, Jalan Prof. Dr. Supomo No.45 BZ, Tebet, Jakarta Selatan Waktu Penelitian ini dilakukan pada periode 3-22 September Objek Pengkajian Objek penelitian ini dibatasi pada penerimaan dan penolakan obat ethical oleh Apotek Kimia Farma No. 345 Tebet, baik melalui pembelian menggunakan resep (R/) maupun non resep yang digunakan dalam upaya pengobatan diri sendiri (UPDS). 3.3 Metode Pengkajian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah case control study yang bertujuan untuk mempelajari secara intensif tentang service level Apotek Kimia Farma No. 345 Tebet terhadap pelanggan pada periode penilitian, yang mana data diambil secara prospektif. 7

91 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Hasil Tabel 4.1 Penggolongan dan Persentase Penolakan ALASAN PENOLAKAN JUMLAH RESEP PERSENTASE DITOLAK (%) TAP (Tidak Ada Persediaan) 29 1,07 TAPD (Tidak Ada Persediaan Distributor) 15 0,55 TAP TP Qty (Tidak Penuh Quantity) 7 0,25 TAP TP Item (Tidak Penuh Item) 0 0 TT (Tidak Terbaca) 1 0,04 Total Jumlah Resep yang Ditolak 52 1,93 Total Jumlah Resep yang Diterima , Pembahasan Apotek Kimia Farma No.345 terletak di Jalan Prof. Dr. Supomo No. 45 BZ, Tebet Jakarta Selatan. Lokasi Apotek Kimia Farma No. 345 ini cukup strategis dikarenakan terletak di tepi jalan raya yang ramai yang dilalui banyak sarana angkutan umum, mempunyai tempat parkir yang cukup luas, aman dan dekat dengan beberapa pusat perkantoran seperti bank, kantor polisi, dealer mobil serta dekat dengan stasiun dan pusat perbelanjaan seperti pasar tebet dan indomaret. Selain itu, tapotek Kimia Farma tebet berada di kawasan yang masyarakatnya rata-rata memiliki tingkat pendapatan menengah keatas. Apotek Kimia Farma No. 345 Tebet merupakan apotek yang buka 1 x 24 jam, dimana terdapat tempat praktek dokter gigi yang buka pada hari senin-jumat dan sabtuminggu buka apabila dengan janji khusus antara pasien dengan dokter. Selain itu, di lingkungan sekitar apotek ini juga banyak terdapat praktek dokter baik dokter spesialis maupun non spesialis dan juga dekat sekali dengan RS Tebet. Berdasarkan letak yang sangat strategis itu, dapat memberikan keuntungan bagi 8

92 9 apotek baik dalam jumlah resep yang masuk maupun penjualan obat dalam rangka upaya pengobatan diri sendiri (UPDS). Untuk dapat memberikan pelayanan resep dan swamedikasi yang baik, apotek ini harus menyediakan berbagai jenis obat, dan menjamin ketersediaan obat di apotek sehingga perbekalan yang lengkap juga dapat meningkatkan kepuasan pelanggan terhadap apotek. Untuk mengelola persediaan apotek yang besar itu, diperlukan pengendalian persediaan (kontrol inventori) yang baik untuk mengoptimalkan dua tujuan yaitu memperkecil total investasi pada persediaan obat dan menjual berbagai produk yang benar untuk mernenuhi kebutuhan konsumen. Persediaan merupakan investasi yang paling besar dalam sebuah apotek, sehingga pengendalian persediaan obat yang tepat sangat diperlukan, pengendalian yang efektif berakibat pada investasi yang lebih kecil. Pengendalian persediaan obat penting dilakukan untuk mempunyai stok yang benar agar dapat melayani pasien dengan baik. Untuk mendapatkan stok yang benar adalah dengan menciptakan keseimbangan antara persediaan dan permintaan, hal ini dilakukan cara-cara terus melakuan evaluasi terhadap kepuasan pelanggan dan pemenuhan kebutuhan pelanggan yang mana satu diantara cara yang dapat digunakan dengan melakukan evaluasi mengenai service level apotek Kimia Farma tebet terhadap pelanggan. Service level di Kimia Farma dibagi menjadi 2 yakni service level gudang terhadap apotek Kimia Farma yang dihitung dari persentase jumlah item barang yang datang dibandingkan dengan barang yang dipesan pada BPBA dan juga service level apotek Kimia Farma terhadap pelanggan. Pada penelitian ini dilakukan evaluasi kepuasan pelanggan dengan menilai service level apotek Kimia Farma terhadap pelanggan apotek. Untuk mengetahui seberapa besar pemenuhan kepuasan pelanggan di Apotek Kimia Farma No. 345 Tebet, dilihat dari banyaknya persentase resep obat yang diterima dan persentase resep obat yang ditolak dibandingkan dengan total resep yang masuk, pada periode 3-23 September Service level adalah ukuran kinerja suatu perusahaan dalam pemenuhan order customer. Penentuan service level harus ditentukan dengan tepat karena penetuan yang kurang tepat akan berdampak timbulnya total cost yang

93 10 membengkak akibat bertambahnya biaya penyimpanan yang besar untuk bisa memenuhi semua permintaan. Semua ini sangat berkaitan dengan manajemen inventaris di apotek, meningkatnya presentase permintaan obat pelanggan yang terpenuhi atau semakin menurunnya presentase penolakan permintaan pelanggan berbanding lurus dengan kepuasan pelanggan terhadap service yang kita berikan sehingga dapat pula meningkatkan pendapatan apotek. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan persentase penolakan resep sebesar 1,98% yang mana meskipun belum melampaui batas standar yang ditetapkan oleh Kimia Farma yakni persentase service level tidak boleh melebihi dari 2%, namun angka ini cukup tinggi. Adapun beberapa kategori alasan penolakan resep pelanggan oleh apotek diantaranya: 1. TAP (tidak ada persediaan), yang mana termaksud diantaranya adalah penolakan barang-barang memang yang ada di master komputer apotek Kimia Farma, barang yang belum listing, dan juga obat-obat baru yang belum masuk di apotek Kimia Farma, selain itu penolakan yang tergolong TAP ini dapat terjadi pula karena kehabisan stok obat maupun obat tidak di order kembali dikarenakan obat tersebut tidak ataupun kurang laku. Dari total persentase penolakan obat-obat ethical di apotek TAP merupakan penyebab tertinggi dari tingginya persentase penolakan obat tersebut, yakni sebesar 1,07% dari total penolakan; 2. TAP-D (Tidak ada persediaan dari distributor), angka barang yang kosong distributor ini juga cukup besar yakni 0,55% dari total resep yang masuk. Obat kosong distributor ini dapat terjadi akibat pabrik yang memang tidak produksi obat tersebut kembali maupun kekosongan barang di gudang Kimia Farma, dalam hal ini BM Jaya II; 3. TAP-TP (tidak terpenuhinya permintaan karena kurangnya jumlah obat yang diminta maupun obat yang diminta) baik dari segi jumlah atau quantity maupun item barang yang dibutuhkan; 4. TT (Resep Obat tidak terbaca), namun hal ini sangat jarang terjadi, sebab apotek Kimia Farma merupakan apotek jaringan yang mana jika ada obat yang tidak terbaca maka apotek akan menanyakan terlebih dahulu ke apotek Kimia Farma lainnya sebelum mengkonfirmasikannya ke dokter penulis

94 11 resep. Persentase penolakan resep yang disebabkan oleh resep yang tidak terbaca, hanya 0,25%. Dalam upaya meningkatkan service level Kimia Farma terhadap pelanggan ada beberapa upaya tindak lanjut yang biasa dilakukan di apotek, yang juga merupakan prosedur tetap penangan barang kosong di Kimia Farma, yaitu : 1. Menawarkan atau mereferensikan apotek Kimia Farma lain yang mempunyai stok obat yang dibutuhkan oleh pelanggan; 2. Meminta pasien agar menunggu untuk diambilkan di apotek Kimia Farma lainnya; 3. Pasien dijanjikan untuk menunggu obat datang dari BM (dicatat dibuku janji pasien); dan 4. Pasien ditawarkan obat lain yang memiliki kandungan yang sama dengan obat yang diinginkan. Berdasarkan besarnya presentase penolakan permintaan pelanggan, apotek dapat melakukan evaluasi dalam hal manajerial inventory misalnya dalam hal BPBA, apotek dapat lebih cermat memperhitungkan kapan seharusnya BPBA dilakukan, berapa lama waktu tunggu (lead time) produk yang dipesan dan berapa banyak produk penyangga (buffer stock) yang harus ada selama pemesanan obat. Sehingga meminimalkan kekosongan produk obat di apotek dan memperkecil kemungkinan penolakan permintaan pelanggan yang dapat meningkatkan kepuasan pelanggan terhadap pelayanan apotek.

95 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Persentase service level Apotek Kimia Farma No. 345 Tebet adalah sebesar 1,98 % dengan 52 item obat ethical yang ditolak dan item obat ethical yang diterima. 2. Persentase alasan penolakan resep tertinggi adalah persediaan barang yang kosong (TAP). 5.2 Saran Perlu dilakukan evaluasi dan pengkajian secara akurat mengenai persediaan barang, terkait dengan stok penyangga (buffer stock) dan lamanya waktu tunggu barang (lead time), sehingga dapat menjamin ketersediaan barang dan meningkatkan service level Apotek Kimia Farma No. 345 Tebet terhadap pelanggan. 12

96 13 DAFTAR ACUAN Kementerian Kesehatan. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kepresidenan Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Mas'ud. (2009, Agustus). Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggan Terhadap Pelayanan Apotek Kimia Farma Jakarta Menggunakan Model Servqual (Studi Kasus Pada Tiga Apotek). Majalah Ilmu Kefarmasian, VI(2). Umar, Muhammad. (2009). Manajemen Apotek Praktis. Jakarta: Wira Putra Kencana.

97 Lampiran 1. Daftar Obat yang Ditolak Periode 3-23 September 2014 Alasan Penolakan Tgl. No R/ Nama Obat TAP-TP Jumlah R/ Ket. TAP TAP-D TT QTY ITEM 4/9 Vestigo 1 Stok kosong Ampisilin 1 Stok kosong Cendamicetin 5 1 Stok barang kurang Adalat 10 mg 20 1 Stok barang kurang Ikaphen 1 Stok kosong Piroxetine 1 Belum pernah ada 5/9 Bactrim 1 Stok kosong N-Acethylcistein 1 Stok kosong Valsartan 1 Kosong distributor Naphrox 1 Kosong distributor Hyalin 1 Stok kosong 6/9 Xenical 1 Stok kosong Inhipraz 1 Belum pernah ada Fixacep 1 Belum pernah ada Vit. K 1 Stok kosong Tribestan 10 1 Stok kurang Anusol 1 Kosong distributor Aminofilin 1 Kosong ditributor 8/9 Isoniazid 1 Stok kosong Rifampisin 450mg 1 Stok kosong Cefadroxil 1 Kosong distributor 14

98 9/9 ISDN 1 Stok kosong Ascardia 1 Kosong distributor Rifampicin 600mg 18 1 Stok kurang Enzimplex 1 Kosong distributor 10/9 Rifampisin 600mg 1 Stok kosong Enziplex 1 Kosong distributor Floxsid 2 1 Stok kurang 11/9 Anusol 1 Kosong distributor Aminfilin 1 Kosong distributor Enzimfort 1 Stok kosong 12/9 Fenozol 5 1 Stok kurang Alprazolam 1 Stok kosong 14/9 Ceftriaxone 1 Stok kosong Fixcef 1 Stok kosong 15/9 Hyperil 5mg 1 Stok kosong Inzana 1 Stok kosong Lanprazid 1 Stok kosong Pantoprazol 1 Kosong distributor Ribone 1 Stok kosong 16/9 IUD Spiral 1 Kosong distributor Quidex 1 Stok kosong Enziplex 1 Kosong distributor 17/9 Valsartan 1 Kosong distributor 18/9 Tribestan 1 Stok kosong 19/9 Enziplex 1 Kosong distributor 22/9 Benoson 1 Tidak Terbaca Benocol 1 Stok kosong 15

99 23/9 Amoxicilin 1 Kosong distributor Neurodex 1 Stok kosong Actos 19 1 Stok kurang Ranitidin 150 mg 1 Stok kosong 16

100 17 Lampiran 2. Perhitungan Persentase Penolakan Barang 1. Persentase Total Resep Ditolak Persentase Resep ditolak (%) = Persentase Resep ditolak (%) = % = 1,93 % 2. Persentase Total Resep Diterima Persentase Resep diterima (%) = 100% % Persentase Resep diterima (%) =, % 3. Persentase Resep Ditolak (TAP) Persentase Resep ditolak TAP (%) = Persentase Resep ditolak TAP (%) = % = 1,07 % 4. Persentase Total Resep Ditolak (TAPD) Persentase Resep ditolak TAPD (%) = Persentase Resep ditolak TAPD (%) = % = 0,55 % 5. Persentase Total Resep Ditolak (TAP-TP Qty) Persentase Resep ditolak TAP TP Qty (%) TAP TP Qty = Persentase Resep ditolak TAP TP Qty (%) = % = 0,25 % 6. Persentase Resep Ditolak TAP-TP Item Persentase Resep ditolak TAP TP Item (%) TAP TP Item = Persentase Resep ditolak TAP TP Item (%) = % = 0

101 18 7. Persentase Resep Ditolak TT Persentase Resep ditolak TT (%) = Persentase Resep ditolak TT (%) = % = 0,04% TT

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT Peranan Apoteker Farmasi Rumah Sakit adalah : 1. Peranan Dalam Manajemen Farmasi Rumah Sakit Apoteker sebagai pimpinan Farmasi Rumah Sakit harus mampu mengelola Farmasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. (Peraturan Pemerintah no 51 tahun 2009). Sesuai ketentuan perundangan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENIMBANG : bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak asasi manusia, setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di dalamnya mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menjadi prioritas utama program pemerintah menuju masyarakat yang sehat dan sejahtera. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat kesehatan demi peningkatan kualitas hidup yang lebih

Lebih terperinci

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG .. MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN 01 APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 JALAN MERDEKA NO. 24 BOGOR PERIODE 1 SEPTEMBER 30 SEPTEMBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER HANUM PRAMITA

Lebih terperinci

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Oleh : DWI KURNIYAWATI K 100 040 126 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: ROSY MELLISSA K.100.050.150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan dan memperluas akses

Lebih terperinci

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa:

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa: I.PENDAHULUAN Apotek adalah suatu tempat tertentu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian berupa penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat dan tempat dilakukannya praktik kefarmasian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan terus meningkat seiring perkembangan zaman. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat senantiasa diupayakan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA, KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : LINDA WIDYA RETNA NINGTYAS K 100 050 110 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENDIRIAN APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGERTIAN ISTILAH Apotek (kepmenkes 1027 standar pelayanan kefarmasian di apotek) adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Pelayanan kefarmasian di apotek saat ini telah mempunyai standar dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan setiap umat manusia karena aktivitasnya dapat terhambat apabila kondisi kesehatan tidak baik.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pelayanan apotik harus diusahakan agar

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh: WAHID BEKTI FITRIANTO K 100 040 146 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ( No.276, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Apotek. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA Jl. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 26 SEPTEMBER 29 OKTOBER 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER CYNTHIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia karena tanpa kesehatan yang baik, maka setiap manusia akan sulit dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari.

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN TENTANG

MENTERI KESEHATAN TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IJIN APOTIK MENTERI KESEHATAN MENIMBANG : a. bahwa penelenggaraan pelayanan Apotik harus diusahakan agar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu Hak Asasi Manusia (HAM) dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia adalah kesehatan. Berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Pada penelitian sebelumnya dengan judul pengaruh keberadaan apoteker terhadap mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas wilayah Kabupaten Banyumas berdasarkan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 298 JL. BENDUNGAN HILIR RAYA NO. 41, JAKARTA PUSAT PERIODE 3 MARET 11 APRIL 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 298 JL. BENDUNGAN HILIR RAYA NO. 41, JAKARTA PUSAT PERIODE 3 MARET 11 APRIL 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 298 JL. BENDUNGAN HILIR RAYA NO. 41, JAKARTA PUSAT PERIODE 3 MARET 11 APRIL 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MAYA MASITHA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 284 JL. SILIWANGI NO.86A, BEKASI PERIODE 13 FEBRUARI - 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia memiliki hak asasi yang diatur dalam perundang-undangan, salah satunya yaitu hak mengenai kesehatan, sesuai dengan UU No. 36 tahun 2009 bahwa kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mewujudkan suatu negara yang lebih baik dengan generasi yang baik adalah tujuan dibangunnya suatu negara dimana

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mewujudkan suatu negara yang lebih baik dengan generasi yang baik adalah tujuan dibangunnya suatu negara dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mewujudkan suatu negara yang lebih baik dengan generasi yang baik adalah tujuan dibangunnya suatu negara dimana untuk memperoleh generasi yang baik perlu adanya peningkatan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA No. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NENDEN PUSPITASARI,

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG a. PENDAHULUAN Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan termasuk didalamnya pelayanan kefarmasian di Puskesmas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha untuk mewujudkan masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan merupakan visi dari Kementerian Kesehatan RI dan telah dirumuskan dalam UU RI No. 36 tahun 2009

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya perkembangan dan perubahan pola hidup pada manusia (lifestyle) dapat berdampak langsung salah satunya pada kesehatan, sehingga kesehatan menjadi salah satu hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu tujuan dari pembangunan suatu bangsa. Kesehatan sendiri adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MITRASANA TAMAN HARAPAN BARU RUKO TAMAN HARAPAN BARU BLOK E7 NO. 9 BEKASI PERIODE JANUARI FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JALAN TOLE ISKANDAR No. 4 5 DEPOK PERIODE 7 JANUARI 15 FEBRUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MIFTAHUL HUDA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, manfaat, perlindungan dan diarahkan untuk dapat meningkatkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PERMITA SARI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat, pemerintah melakukan berbagai upaya diantaranya menyediakan sarana pelayanan kesehatan seperti farmasi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 180 JL. PAHLAWAN NO. 10 SIDOARJO 22 JULI AGUSTUS 2015

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 180 JL. PAHLAWAN NO. 10 SIDOARJO 22 JULI AGUSTUS 2015 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 180 JL. PAHLAWAN NO. 10 SIDOARJO 22 JULI 2015 24 AGUSTUS 2015 PERIODE XLV DISUSUN OLEH: JEFRI PRASETYO, S.Farm. 2448715123 PROGRAM STUDI PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.55 JALAN KEBAYORAN LAMA NO.34K JAKARTA SELATAN PERIODE 03 APRIL- 10 MEI 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.55 JALAN KEBAYORAN LAMA NO.34K JAKARTA SELATAN PERIODE 03 APRIL- 10 MEI 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.55 JALAN KEBAYORAN LAMA NO.34K JAKARTA SELATAN PERIODE 03 APRIL- 10 MEI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan semakin berkembangnya zaman, pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan juga meningkat. Menurut Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun

Lebih terperinci

PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK.. JL...

PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK.. JL... PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK.. JL... A. PENDAHULUAN Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap mahluk hidup didunia memiliki hak untuk hidup sehat. Kesehatan merupakan suatu keadaan dimana tubuh dan jiwa yang tiap orang miliki mampu melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Profesi Kefarmasian Secara historis perubahan mendasar dalam profesi kefarmasian dapat dibagi dalam beberapa periode (Anonim. 2008 b ). 1. Periode zaman penjajahan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YULIANA, S.Farm. 1106047511 ANGKATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 366 RUKO MAHARAJA BLOK A1 NO. 3 DEPOK PERIODE 2 31 OKTOBER 2014

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 366 RUKO MAHARAJA BLOK A1 NO. 3 DEPOK PERIODE 2 31 OKTOBER 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 366 RUKO MAHARAJA BLOK A1 NO. 3 DEPOK PERIODE 2 31 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER RIYAN HARIYADI,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JAKARTA PERIODE 10 JANUARI - 28 FEBRUARI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JAKARTA PERIODE 10 JANUARI - 28 FEBRUARI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JAKARTA PERIODE 10 JANUARI - 28 FEBRUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NITA KARTIKA, S. Farm. 1206313425 ANGKATAN

Lebih terperinci

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING Oleh : Sri Tasminatun, M.Si., Apt NIK 173 036 PROGRAM STUDI PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.7 JALAN H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.7 JALAN H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.7 JALAN H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK PROFESI APOTEKER DEWI NUR ANGGRAENI,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 202 JL. KEJAYAAN RAYA BLOK XI NO. 2 DEPOK II TIMUR PERIODE 2 JANUARI 14 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 FARMASI BAB 11: PERBEKALAN FARMASI Nora Susanti, M.Sc, Apk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB XI PERBEKALAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Profesi Kefarmasian Secara historis perubahan mendasar dalam profesi kefarmasian dapat dibagi dalam beberapa periode. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER Oleh Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya Disampaikan pada pertemuan Korwil PC Surabaya Tanggal 9,16 dan 23 April

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan penting dari setiap manusia. Hidup sehat bukan hanya tujuan dari setiap individu melainkan juga tanggung jawab dan tujuan dari setiap

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NOMOR 143 JALAN MARGONDA RAYA NOMOR 154 A DEPOK PERIODE 4-29 AGUSTUS 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER FADILATUL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kefarmasian merupakan bagian yang penting dalam pelayanan kesehatan. Cara pelayanan kefarmasian yang baik menyangkut seluruh aspek pelayanan kefarmasian dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Definisi apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002 yaitu sebagai suatu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian, penyaluran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat pada umumnya semakin sadar akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan. Kesehatan merupakan salah satu kunci utama bagi seseorang dalam melaksanakan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 24 JL. DHARMAWANGSA NO. 24 SURABAYA 16 JANUARI FEBRUARI 2017

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 24 JL. DHARMAWANGSA NO. 24 SURABAYA 16 JANUARI FEBRUARI 2017 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 24 JL. DHARMAWANGSA NO. 24 SURABAYA 16 JANUARI 2017 17 FEBRUARI 2017 PERIODE XLVIII DISUSUN OLEH : CYNTHIA ZAIN DERMAYATI, S.Farm. NPM. 2448716018

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh: ASRI MUHTAR WIJIYANTI K 100 040 150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembangunan kesehatan di Indonesia, bertanggung jawab untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembangunan kesehatan di Indonesia, bertanggung jawab untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Puskesmas merupakan unit pelaksana tingkat pertama dan ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia, bertanggung jawab untuk menyelenggarakan upaya kesehatan di tingkat

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017

KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017 KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017 Program : Program Pelayanan Kefarmsian Puskesmas Megang Hasil (Outcome) : Terselengaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia dalam melakukan segala aktivitas dengan baik dan maksimal yang harus diperhatikan salah satu hal yaitu kesehatan. Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JAKARTA PERIODE 10 JANUARI - 28 FEBRUARI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JAKARTA PERIODE 10 JANUARI - 28 FEBRUARI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JAKARTA PERIODE 10 JANUARI - 28 FEBRUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NISA YULIANTI SUPRAHMAN 1206313412 ANGKATAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Definisi Sistem Sistem dapat diartikan dengan pendekatan prosedur dan pendekatan komponen. Melalui pendekatan prosedur, sistem dapat didefinisikan sebagai kumpulan dari prosedur-prosedur

Lebih terperinci

Resep. Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal. Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat

Resep. Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal. Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat Resep Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal Kewenangan bidan dalam pemberian obat selama memberikan pelayanan kebidanan pada masa kehamilan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DEVINA LIRETHA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37 JAKARTA SELATAN PERIODE 6 JUNI 1 JULI 2011 DAN 1 AGUSTUS - 12 AGUSTUS 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil penginderaan manusia atau hasil dari tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, telinga

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 115 JL. PAMULANG PERMAI RAYA D2/1A PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Laukha

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin maju, berkembang pula akan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menjaga kesehatan. Kesehatan merupakan hak asasi

Lebih terperinci

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta; BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DAN PEDAGANG ECERAN OBAT (TOKO OBAT) WALIKOTA BOGOR, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan yang esensial dari setiap individu, keluarga, dan masyarakat. Kesehatan juga merupakan perwujudan dari tingkat kesejahteraan suatu masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dalam melakukan kegiatan perlu memperhatikan masalah kesehatan. Kesehatan merupakan keadaan dimana tubuh dan mampu melakukan kegiatan yang produktif, oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada hakikatnya kesehatan adalah hak dasar yang senantiasa dimiliki oleh setiap manusia, tak terkecuali seluruh rakyat Indonesia. Menurut Undang - Undang Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat mulai menyadari pentingnya menjaga kesehatan, dimana kesehatan merupakan salah satu faktor penting yang dapat mendukung dan mempengaruhi pekerjaan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 143 JL.MARGONDA RAYA NO. 154 A, DEPOK PERIODE 2 31 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 143 JL.MARGONDA RAYA NO. 154 A, DEPOK PERIODE 2 31 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 143 JL.MARGONDA RAYA NO. 154 A, DEPOK PERIODE 2 31 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER FAMELLA YULISTIA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan aksesibilitas,

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI

MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang

Lebih terperinci