BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jaringan dan struktur wajah dengan sisi berlawanan dari bidang median sagital. 19,24,25

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jaringan dan struktur wajah dengan sisi berlawanan dari bidang median sagital. 19,24,25"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Simetri wajah mengacu pada keadaan seimbang pada ukuran, bentuk, dan susunan jaringan dan struktur wajah dengan sisi berlawanan dari bidang median sagital. 19,24,25 Kompleks kraniofasial yang terdiri dari struktur identik, harus tumbuh dan berkembang sama untuk mencapai simetri. 4 Asimetri pada wajah menggambarkan ketidakseimbanganatau disproporsionalitasantarasisi kanan dankiri wajah.namun, tidak adawajah manusiayang menunjukkansimetri bilateralsempurna. 21,24 Penyebab asimetri bersifat multifaktorial dan berbeda pada setiap individu, serta melibatkan faktor genetik dan lingkungan. Penyebab lokal dapat berupa erupsi gigi yang tidak normal,premature loss gigi desidui, ekstraksi gigi permanen dan kelainan skeletal yang meliputi maksila dan mandibula. 1,19 Asimetri dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur kraniofasial yang terlibat menjadi asimetri dental, skeletal, jaringan lunak, dan fungsional. Keempat jenis asimetri tersebut dapat menimbulkan tampilan asimetri pada wajah. 19,21,25,26 Asimetri dental dapat terjadi karena faktor lokal seperti kehilangan dini gigi desidui, kehilangan kongenital gigi permanen dan kebiasaan buruk seperti mengisap jempol. Asimetri dental dapat meliputi asimetri dalam ukuran mesiodistal gigi dan bentuk gigi, ketidakseimbangan antara jumlah gigi dengan lengkung gigi, serta ketidakseimbangan lengkung gigi maksila dan mandibula secara keseluruhan atau sebagian. 24,26 Relasi oklusi asimetri dapat diakibatkan oleh asimetri pada lengkung gigi atau asimetri relasi skeletal antara maksila dan mandibula. 11 Asimetri skeletal merupakan asimetri yang terjadi pada tulang pembentuk wajah mencakup tulang rahang baik maksila maupun mandibula. 21 Asimetri pada jaringan lunak merupakan asimetri yang terjadi karena adanya perkembangan otot yang abnormal atau penyakit yang mempengaruhi perkembangan otot disalah satu sisi wajah seperti cerebral palsy dan hemifacial

2 atrophy. 19,21 Fungsi otot yang abnormal sering menghasilkan deviasi pada dental dan skeletal. Asimetri fungsionaldapat terjadi karena adanya gangguan untuk mencapai oklusi sentrik sehingga mandibula beradaptasi dengan bergerak lebih ke arah lateral atau anteroposterior. Deviasi fungsional ini biasanya disebabkan oleh konstriksi lengkung maksila ataupun adanya gigi yang malposisi Asimetri Lengkung Transversal Maksila Anak-anak maupun dewasa dapat memiliki asimetril engkung gigi, namun asimetri lengkung gigi pada orang dewasa cenderung lebih besar. Hal ini terjadi akibatfaktor lingkungan eksternal yang terus-menerus, seperti: mengisap ibu jari, pengunyahan unilateral, kehilangan kontak karena gigi berlubang, kehilangan dini karena ekstraksi atau trauma. 19,26 Subjek crossbite memiliki jarak interkaninus maksila yang 2-3 mm yang lebih sempit dan 3-4 mm pada intermolar. 10 Analisa asimetri pada lengkung gigi dapat menggunakan teknik yang dilakukan oleh Maurice TJ dan Mahmoud JK menggunakan titik-titik referensi seperti yang dijelaskan dalam Gambar 2.1. Titik-titik referensi pada model studi maksila yaitu mesial insisivus sentralis kanan dan kiri (U1R dan U1L), tonjolkaninus kanan dan kiri (UCR/U3R dan UCL/U3L), tonjolmesiobukal molar dua desidui kanan dan kiri (UERMB dan UELMB) serta tonjolmesiobukal molar satu permanen (U6RMB dan U6LMB). Titik-titik referensi pada model studi mandibula yaitu mesial insisivus sentralis kanan dan kiri (L1R dan L1L), tonjolkaninus kanan dan kiri (LCR/L3R dan LCL/L3L), tonjolmesiobukal molar dua desidui kanan dan kiri (LERMB dan LELMB) serta tonjolmesiobukal molar satu permanen (L6RMB dan L6LMB), MPP merupakan Mid Palatal Plane dan TPP adalah Trans Palatal Plane. 9,27,28 Maurice dkk menentukan midline pada model studi dengan menghubungkan titik pertemuan rugae palatina kedua kiri dan kanan pada raphe palatina maksila. Midline model mandibula diambil dari refleksi midline model maksila. 10,13

3 Teknik lain yang dipakai oleh Mahmoud untuk menentukan midline model maksila adalah dengan menghubungkan 2 titik referensi yaitu titik pertemuan bagian distal papila insisivum dan fovea centralis. Midline model mandibula juga diambil dari refleksi midline model maksila. 28,30 Gambar 2.1. Titik- titik referensi model studi dalam analisis asimetri lrngkung gigi yang dipakai oleh Maurice 28 Penilaian asimetri lengkung gigi dalam arah transversal yaitu membandingkan jarak dari titik-titik referensi ke midline model antara sisi kanan dan kiri.penelitian Maurice dkk dan Mahmoud mengategorikan asimetri lengkung gigi secara klinis bila selisih jarak titik referensi kiri dan kanan ke midline model 2 mm (Gambar 2.2). 10,13,28

4 Ferro dkk juga melakukan penelitian untuk menilai keberadaan asimetri lengkung transversal maksila dengan memodifikasi teknik Maurice dkk.titik-titik variabel dental yang digunakan adalah ujung tonjol kaninus, tonjol bukal premolar pertama dan kedua, serta tonjol mesiobukal, mesiolingual, dan distobukal molar pertama dan kedua pada kedua sisi.titik-titik ini diukurterhadap midpalatal raphe (midline maksila) pada model studi dengan menghubungkan dua titik referensi anatomi pada raphe palatina. Titik referensi anterior dibuat pada titik tengah rugae palatinal kedua pada raphe palatina, sedangkan titik referensi posterior pada perbatasan antara palatum keras dan lunak yaitu titik tengah antara foveola pada raphe palatina. 4 Gambar 2.2. Perhitungan asimetri lengkung gigi pada teknik yang dipakai Maurice dkk 28 Ferro dkktersebut menyatakan bahwa ada 3lengkungtransversalmaksila pada sisi crossbiteposteriorunilateral, yaitusimetri,ekspansi dan kontraksi(gambar 2.3).Lengkung transversal ini ditetapkan dengan mengukur perbedaaan jarak tranversal gigi antara sisi crossbite yang dibandingkan dengan sisi noncrossbite. 7

5 SIMETRIS EKSPANSI KONTRAKSI Gambar 2.3. Tipe lengkung transversal maksila yang dikelompokkan oleh Ferro dkk: simetri, ekspansi dan kontraksi pada sisi crossbite(xbs) Asimetri Mandibula Haraguchi dkk menyatakan bahwa asimetri pada 1/3 wajah bawah lebih besar dibandingkan 1/3 wajah tengah dan atas. 29 Bagian 1/3 wajah bawah mencakup maksila, mandibula, dan asimetri skeletal lebih sering terjadi pada mandibula. 28 Hal ini disebabkanpertumbuhan mandibula berlangsung lebih lama. 28,29 Selain itumandibula merupakan organ yang bebas bergerak dan dapat beradaptasi secara fungsional, sedangkanmaksilaterhubungkakuke struktur skeletalyang berdekatandengan sutura dansinkondrosis. 29 Asimetri antara kedua sisi mandibula disebabkan adaptif respon terhadap penyimpangan mandibula selama berfungsi, yang dapat menyebabkan remodelling kondilus, fossa glenoidalis,dan tulang mandibula, 4,14,29 Asimetri mandibula secara signifikan berkontribusi terhadap asimetri wajah dan penting bagi klinisi untuk mengidentifikasi masalah tersebut. 21,33 Variasi posisi, morfologi antara sisi kanan dan kiri mandibula, seperti perbedaan panjang korpus mandibula, tinggi ramus dan angulasi sudut gonial mandibula dapat memicu asimetri. 2,3 Asimetri dimensi pada mandibula terutama dikaitkan dengan maloklusi crossbite 4,14,29 2.2CrossbitePosterior Unilateral Kutin dan Hawes menemukan bahwa satu dari setiap 13 pasien anak-anak terdapat crossbite posteriordengan prevalensi 7,7%. Prevalensi tidak jauh berbeda antara laki-laki dan

6 perempuan. Pada kasuscrossbite posterior yangtidak dirawat, gigi permanen akan erupsi menjadi hubungan crossbite sama seperti pada gigi geraham desidui. 11 Crossbite posterior dapat meliputi kombinasi dental, skeletal, dan komponen neuromuskular fungsional. Untuk menentukan apakahcrossbite yang terjadi adalah crossbite dental, skeletal atau fungsional dilakukan evaluasi midline dental dan wajah dalam posisi mulut terbuka, relasi sentrik, kontak awal dan oklusi sentrik. Selain itu evaluasi juga dilakukan pada gambaran radiografi dalam posisi oklusi sentrik dan relasi sentrik. Crossbite posteriorunilateralskeletal menunjukkan diskrepansi midline wajah dan dental yang sama dalam relasi dan oklusi sentrik, selain itu pada gambaran anteroposterior menunjukkan diskrepansi skeletal dalam arah transversal. Crossbite posterior unilateral fungsional menunjukkanshifting mandibuladari relasi sentrik ke oklusi sentrik saat berfungsi. 32 Rasio lebar intermolar maksila dan mandibula yang kecil dan tinggi wajah bawah yang besar merupakan dua variabel yang berpengaruh terhadap crossbite posterior. 11 Crossbite posterior unilateral yang tidak dirawat menyebabkan asimetri posisi dan lintasan kondilus, dengan perpindahan kondilu sipsilateral terhadap sisi crossbite dan meningkatkan pertumbuhan kondilu skontralateral. Fungsi dan ktivitas rahang asimetris mencerminkan perkembangan yang berbeda dari sisi kanan dan kiri mandibula. 7,33 Asimetri fungsional pada subjek crossbite posterior unilateral dapat berkontribusi terhadap asimetri mandibula, selama proses pertumbuhan, perpindahan kondilus dari fossa glenoidalis menginduksi pertumbuhan differensial dari kondilus. Fungsi yang asimetris ini merefleksikan perkembangan differensial dari otot elevator mandibula dari setiap sisi rahang dan memicu otot masseter yang lebih tipis pada sisi crossbite. 21 Pada subjek crossbite, otot masseter, temporalis kanan dan kiri berkontraksi dalam pola yang berubah dan asimetris. Otot temporalis anterior merupakan otot yang paling aktif pada group crossbite pada saat mengunyah dan menunjukkan aktivitas yang signifikan lebih tinggi pada sisi crossbite,

7 sebaliknya otot masseter pada sisi ipsilateral kurang aktif pada group crossbite dari pada group normal oklusi. Hal ini menunjukkan bahwa urutan sistem neuromuskular pada subjek crossbite memprioritaskan penempatan posisi mandibula untuk mencapai stabilisasi oklusal dahulu baru mengeluarkan energi yang cukup untuk pengunyahan. Pada sisi lain aktifitas otot masseter pada sisicrossbite lebih rendah karena refleks inhibisi-protektif untuk menghindari injuri atau sakit pada struktur dari sistem stomatognati, sehingga kapasitas dari otot untuk berkontraksi dapat dihilangkan. 34 Beberapa etiologi crossbite meliputi persistensi atau kehilangan dini gigi desidui, crowding, celah palatum, kontrol genetik, defisiensi lengkung gigi, abnormalitas anatomi gigi atau urutan erupsi, kebiasaan buruk, masalah pernafasan pada saat periode pertumbuhan, dan malfungsi Temporo Mandibula Joint (TMJ). 9 Crowding dapat menyebabkan pergeseran gigi keluar dari lengkung gigi dan menyebabkan crossbite.premolar kedua cenderung erupsi ke arah lingual atau palatal, menyebabkan crossbite posterior yang diasosiasikan dengan kehilangan dini molar kedua desidui. Pada maloklusi crossbite posteriorunilateral, makin banyak gigi yang terlibat, makin besar masalah skeletal yang timbul. Lengkung maksila yang simetri dan sempit dapat menghasilkan crossbite posteriorunilateralkarena perbedaan lebar lengkung maksila dan mandibula. Terdapat hubungan yang erat antara kebiasaan menggigit jari dan menghisap kompeng yang berkepanjangan pada usia 4 tahun dengan konstriksi lebar lengkung maksila transversal dan peningkatan insiden crossbite pada masa gigi bercampur. Pada kondisi normal, lidah diposisikan tinggi di palatum, sehingga menetralkan tekanan otot buksinator dan gigi geligi berada pada neutralzone(gambar 2.4.). 10

8 Gambar 2.4. A.Posisi lidah normal, B. Posisi lidah kebawah sebagai kompensasi bernafas melaui mulut. 10 Penyesuaian dental dan neuromuskular sebagai hasil dari diskrepansi fungsional dapat menghasilkan konstriksi lebih lanjut dari lengkung maksila, crowding yang relatif lebih berat dan pola erupsi gigi yang tidak teratur pada sisi kontralateral. 10 Obstruksi jalan nafas yang kronik menyebabkan mandibula yang rendah dan postur lidah rendah, serta kepala dimiringkan ke belakang untuk melancarkan jalan nafas, tekanan dari pipi yang meningkat dan dapat menyebabkan konstriksi lengkung maksila dan berkontribusi terhadapcrossbite posteriorunilateral Shifting Fungsional Mandibula Crossbite posterior unilateral merupakan diskrepansi transversal dentoalveolarmaksila dengan mandibula sering mengalami kompensasi otot dengan pergeseran dari mandibula pada penutupan untuk menghindari gangguan oklusal. Pergeseran mandibula lateral yang biasanya menghasilkan deviasi midline mandibulake sisi crossbite, menghasilkan crossbite unilateral yang melibatkan beberapa gigi posterior pada oklusi interkuspasi maksimal (gambar 2.5).

9 Gambar 2.5.Shifting mandibula berakibat padapergeseran midline mandibula. 10 Pada saat menampilkan maloklusi unilateral pada oklusi sentrik, crossbite posteriorfungsional menunjukkan kontak tonjol lawan tonjol, lebar transversal bilaterallengkung maksilayang sempit tidak cukup lebar untuk berkoordinasi dengan lengkung mandibula pada posisi istirahat dan sentrik relasi, pada saat oklusi maksimum, crossbite unilateral fungsional menunjukkan deviasi mandibula pada sisi crossbite. Rotasi mandibula biasanya menghasilkan perbedaan anteroposterior, dengan sisi crossbite Klas II pola segmen bukal dan sisi non-crossbiteklas I - III. 10 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa crossbiteposterior berhubungan dengan asimetri fungsi dari otot mastikasi. 34 Otot masseter lebih tipis di sisi crossbite pada pasien crossbite dengan shifting lateral. 20 Perbandingan antara karakteristik mengunyah pada anak-anak dengan dan tanpa crossbite posterior unilateral menunjukkan similaritas ritme dan siklus mastikasi, ini menunjukkan bahwa pasien crossbite posterior unilateral menghasilkan adaptif respon terhadap perubahan morfologi sehingga menghasilkan keseimbangan fungsi mastikasi. 35 Volume otot temporalis dan masseter memberikan pengaruh terhadap ukuran skeletal dari sisi fossa temporalis, arcus zygomatikus, dan ramus mandibula.asimetri postural pada maloklusi crossbite posterior dapat berpengaruh terhadap perbedaan ketebalan otot, fungsi mastikasi, pertumbuhan dan perkembangan skeletal.sefalometri lateral menunjukkan

10 ketebalan otot masseter berhubungan dengan tinggi ramus mandibula tetapi tidak berpengaruh terhadap inklinasi mandibula Morfologi Mandibula dan Crossbite Posterior Pirtiniemi dkk. mempelajari jalur pergerakan kondilus, kemiringan eminensia artikularis dan panjang mandibula terhadap 22 subjek crossbite posteriorunilateralmenunjukkan Klas II pada sisi crossbite dan Klas I atau III pada sisi non-crossbite, panjang mandibula yang lebih pendek pada sisi crossbite dibanding sisi non-crossbite, jalur pergerakan kondilus dan eminensia lebih terjal pada sisi crossbite dan lebih lurus pada sisi non-crossbite, sedangkan pada pasien yang telah dirawat menunjukkan Klas II hubungan tonjol lawan tonjol pada sisi yang semula crossbite dan Klas I pada sisi yang semula non crossbite, derajat asimetri mandibula dua kali lebih besar pada kasus yang tidak dirawat dibandingkan sisi yang dirawat, dimana asimetri yang terbentuk pada awal cenderung bertahan seperti awal crossbite. 31 Kilic dkk.menginvestigasi asimetri kondilus dan ramal terhadap 81 pasien crossbite posteriorunilateraldan 75 pasien dengan oklusi normal. Kondilus, ramal, dan kondilus-ramal asimetri dinilai menggunakan radiografi panoramik.hasil penelitian mengindikasikan pasien dengan crossbite posteriorunilateralmemiliki posisi kondilus yang lebih asimetri daripada kontrol.tinggi kondilus, ramal, dan kondilus-ramal pada sisi crossbite lebih kecil daripada sisi non-crossbite.kiki dkk.melakukan pengukuran terhadap asimetri kondilus pada 75 pasien crossbite posteriorbilateral, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pada sisi kiri dan kanan. Uysal dkk.melaporkan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam asimetri antara crossbite posteriorunilateraldan bilateral dan terhadap grup normal oklusi, ketiga grup menunjukkan asimetri pada radiografi panoramik. 12 Feli dkk. melakukan penelitian dengan menggunakan Cone-Beam CT terhadap remaja usia 13 tahun yang terdiri dari 15 subjek crossbite posteriorunilateral, 15 subjek crossbite posteriorbilateral dan 15 subjek non-croosbite sebagai grup kontrol. Hasil menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap panjang mandibula dari ketiga grup.lebar kondilus lebih besar pada grup crossbite posteriorunilateral, kemungkinan akibat pergeseran kondilus ipsilateral menuju sisi

11 crossbite dan peningkatan pertumbuhan pada kondilus kontralateral.subjek crossbite posteriorbilateral juga menunjukkan asimetri mandibula.perbedaan yang signifikan pada tinggi ramal dan lebar korpus mandibula dibandingkan grup kontrol, hal ini menunjukkan pasien yang secara klinis memiliki wajah yang simetri tetap memiliki kompensasi terhadap perbedaan asimetri mandibula. Kesimpulan studi ini adalah komponen skeletal mandibula memiliki asimetri pada crossbite posteriorunilateral, bilateral dan subjek normal, tetapi posterior crossbite memiliki faktor predisposisi lebih asimetri pada kondilus dan mandibula. 10 Kecikdkk. pada penelitian yang membandingkan crossbite posteriorfungsional terhadap pola stomatognasi terhadap anak-anak (usia rata-rata 10,6 tahun) sebelum dan sesudah perawatan dengan Quad-helix terhadap grup kontrol menggunakan sefalometri lateral, Anteroposterior, Submental Vertex, radiografi trans-cranialtmj, aktivitas EMG/EVG. Hasil sebelum perawatan menunjukkan asimetri mandibula terhadap basis crania dan asimetri posisi kondilus terhadap fossa glenoidalis. Panjang mandibula secara signifikan lebih kecil pada sisi crossbite dibandingkan dengan sisi non-crossbite, ruang sendi pada fossa glenoidalis secara signifikan lebih lebar pada sisi crossbite dibandingkan dengan sisi non-crossbite. Setelah perawatan morfologi dan posisi mandibula tidak terdapat perbedaan signifikan pada kedua sisi, begitu juga dengan ruang sendi. 10 Langberg dkk.menyimpulkan bahwa pola crossbite pada orang dewasa terutama diakibatkan asimetri dento-alveolar dan deviasi posisi pada mandibula, dan jarang disebabkan asimetri skeletal mandibula. Studi terhadap pasien diatas usia 17 tahun crossbite posteriorunilateralyang belum dirawat. O bryn dkk.meneliti simetri dental dan skeletal menggunakan radiografi Submento Vertex dan posisi kondilus terhadap fossa glenoidalis dalam bidang horizontal menggunakancomputer Tomogram melaporkan bahwa molar pertama mandibula pada sisi crossbite lebih lateral dan relatif lebih distal bila dibandingkan dengan sisi kontralateral. Pasien dewasa dengan crossbite posteriorsering menunjukkan pola asimetri maloklusi Klas II subdivisi. Asimteri skeletal dengan ramal mandibula dan panjang mandibula yang lebih pendek pada sisi crossbite, asimteri dagu, kemiringan dataran palatal dan oklusal. 9

12 Studi Poikela pada kelinci telah menunjukkan bahwa sudut gonial mandibula, serta dimensi mandibula, terpengaruh ketika fungsi pengunyahan diubah.hasil penelitian mendukung hipotesis bahwa mandibula merespon terhadap jumlah yang berbeda dari pertumbuhan di lokasi yang berbeda dan menyesuaikan sudut antara berbagai bagian komponen (korpus, ramus, dan kondilus), sehingga beradaptasi sebagai tuntutan fungsional Radiografi Panoramik Asimetri mandibula merupakan anomali yang sering dijumpai pada pasien ortodonti. Beberapa alat diagnostik terhadap asimetri ini meliputi: pemeriksaan klinis, analisis fotografi, analisis radiografi rutin seperti radiografi sefalometri lateral, radiografi panoramik, radiografi tambahan seperti: sefalometri Anteroposterior, radiografi Submento Vertex, (CT) Computer Tomography, stereometry dengan atau tanpa implant, Technitium-99 Scintigraphy dll. Radiografi tambahan tersebut bukan saja meningkatkan dosis radiasi tetapi juga memberikan biaya tambahan yang dibebankan kepada pasien. Radiografi panoramik yang rutin dilakukan di klinik memberikan rasio cost-benefit yang menguntungkan karena hasil radiografi yang dapat diterima, tidak bersifat invasif, hemat, serta radiasi yang minimal 18,24,37. Radiografi panoramik juga memberikan tampilan bilateral dandan dapat mengevaluasi asimetri mandibula serta untuk mengetahui adanya masalah TMD. 18,19,37 Pengukuran asimetri mandibula dapat dilakukan secara linear yaitu dari perbedaan tinggi vertikal kondilusdan ramus kanan dan kiri, secara horizontal yaitu panjang korpus mandibula, secara angular yaitu pengukuran sudutgonial, sudut pogonion dan sudut kondilus. 37,38 Menurut Graber, pembesaran pada radiografi panoramic adalah sama dan secara material tidak mempengaruhi keputusan diagnostik. 39 Silverstrini dkk. menyempurnakan penelitian Habet dengan menggunakan radiografi panoramik yaitu, meneliti simetris mandibula secara horizontal dan diagonal pada gigi bercampur antara group crossbite dan non-crossbite menemukan bahwa tinggi kondilus, tinggi ramus ditambah kondilus, dan

13 panjang mandibula diagonal menunjukkan perbedaan asimetri yang signifikan pada group crossbite unilateral dibandingkan group non-crossbite. 40 Reproduksibilitas pengukuran radiografi panoramik dapat diterima jika kepala pasien diposisikan dengan benar pada alat dan menggigit bite block. 12,31,32 Habets dkk. menyimpulkan bahwa cephalostat pemegang kepala harus tetap, dan kepala harus berpusat pada cephalostat. 13,18,23 Larheim dan Svanaes melakukan penelitian terhadap 31 pasien dengan radiografi panoramik mengatakan bahwa pengukuran vertikal dan angular dapat dihitung. Penelitian tambahan terhadap 5 skeletal kepala menunjukkan faktur pembesaran pada pengukuran vertikal adalah 18% -21%, sedangkan pada pengukuran sudut gonial pada tengkorak identik dengan pengukuran sudut pada radiografi panoramik Pengukuran Sudut Gonial Mandibula Sudut mandibula atau sudut gonial diukur pada garis singgung yang dibentuk oleh batas posterior ramus dan kondilus mandibula (Ar-Go pada ramus mandibula) dan batas inferior korpus mandibula (Go pada mandibula corpus-pg). Ar adalah artikularis, Go adalah gonial, dan Pg adalah pogonion (Gambar 2.6 dan 2.7). Hasil ditunjukkan sebagai derajat sudut.sudut gonial mandibula diukur untuk penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 2.6. Perbedaan antara sudut kanan dan kiri digunakan untuk menentukan jumlah asimetri.nilai sudut kiri dikurangkan dari sudut kanan sudut gonial.tingkat keparahan asimetri ditentukan menurut metode Raminez Yanez sebagai berikut: Non Signifikan, jika perbedaan antara kanan dan kiri sudut adalah antara 0 sampai 2,99 derajat; Low, jika perbedaan antara 3 sampai 5 derajat; Moderate, ketika perbedaan itu lebih dari 5 derajat tetapi kurang dari atau sama dengan 10 derajat; dan Severe, ketika perbedaan itu lebih dari 10 derajat. 4

14 Ar Go Pg Gambar 2.6 Sudut gonial mandibula yaitu sudut yang dibentuk oleh garis singgung posterior dari ramus dan kondilus terhadap garis singgung paling inferior dari korpus. 17 Perbedaan sudut gonial mandibula dihitung menggunakan rumus berikut: 4 Perbedaan sudut gonial =Sudut gonial kiri Sudut gonial kanan

15 Gambar 2.7Metode pengukuran sudut gonial berdasarkan Raminez-Yanez, sudut gonial mandibula yaitu sudut yang dibentuk oleh garis singgung posterior ramus-kondilus dengan garsis singgung inferior korpus Kerangka Teori

16 Crossbite Posterior Unilateral Maksila Mandibula Lengkung Transversal Maksila Sudut gonial Mandibula Asimetri Non Significant Asimetri simetri Asimetri Low Ekspansi Kontraksi Moderate Severe

17 2.10 Kerangka Konsep Crossbite Posterior Unilateral Model studi Panoramik Lengkung Maksila Transversal Asimetri sudut gonial mandibula Simetri Ekspansi Kontraksi Asimetri 2.11 Hipotesis Hubungan Hipotesis dari penelitian ini adalah: 1. Ada hubungan lengkung transversal maksila simetri dengan sudut gonial mandibula pada crossbite posterior unilateral. 2. Ada hubungan lengkung transversal maksila ekspansi dengan sudut gonial mandibula pada crossbite posterior unilateral. 3. Ada hubungan lengkung transversal maksila kontraksi dengan sudut gonial mandibula pada crossbite posterior unilateral. 4. Ada lengkung transversal maksila yang lebih banyak mempengaruhi sudut gonial mandibula pada crossbite posterior unilateral. 5. Ada perbedaan antara sudut gonial mandibula pada sisi crossbite dan sisi non crossbite pada crossbite posterior unilateral.

BAB 1 PENDAHULUAN. dan harmonis.pada saat mendiagnosis dan membuat rencana perawatan perlu diketahui ada

BAB 1 PENDAHULUAN. dan harmonis.pada saat mendiagnosis dan membuat rencana perawatan perlu diketahui ada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Fundamental perawatan ortodonti adalah menciptakan penampilan wajah yang seimbang dan harmonis.pada saat mendiagnosis dan membuat rencana perawatan perlu diketahui ada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesimetrisan Diagnosis dalam ilmu ortodonti, sama seperti disiplin ilmu kedokteran gigi dan kesehatan lainnya memerlukan pengumpulan informasi dan data yang adekuat mengenai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah

BAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah bukolingual atau bukopalatal antara gigi antagonis. Crossbite posterior dapat terjadi bilateral

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Definisi simetri adalah persamaan salah satu sisi dari suatu objek baik dalam segi bentuk, ukuran, dan sebagainya dengan sisi yang berada di belakang median plate.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Asimetri merupakan komposisi yang sering dikaitkan dalam dunia seni dan kecantikan, tetapi lain halnya dalam keindahan estetika wajah. Estetika wajah dapat diperoleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Dentokraniofasial Simetris berasal dari bahasa Yunani, yaitu symmetria yang berarti ukuran. Simetris dapat didefinisikan sebagai suatu kesesuaian dalam ukuran, bentuk,

Lebih terperinci

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodonti merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan teknik untuk mencegah, mengintervensi dan mengoreksi keberadaan maloklusi dan kondisi

Lebih terperinci

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi BAB 2 MALOKLUSI KLAS III 2.1 Pengertian Angle pertama kali mempublikasikan klasifikasi maloklusi berdasarkan hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi apabila tonjol

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Klas I Angle Pada tahun 1899, Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan relasi molar satu permanen rahang bawah terhadap rahang atas karena menurut Angle, yang

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Gambar 1. Anatomi Palatum 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengukuran Maloklusi Suatu kriteria untuk menetapkan tingkat kesulitan perawatan pada American Board of Orthodontic (ABO) adalah kompleksitas kasus. ABO mengembangkan teknik

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan metode cross

BAB 3 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan metode cross BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Rancangan penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan metode cross sectional. 3.2Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1Tempat Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi-Geligi dan Oklusi Perkembangan oklusi mengalami perubahan signifikan sejak kelahiran sampai dewasa. Perubahan dari gigi-geligi desidui menjadi gigi-geligi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi berjejal merupakan jenis maloklusi yang paling sering ditemukan. Gigi berjejal juga sering dikeluhkan oleh pasien dan merupakan alasan utama pasien datang untuk melakukan perawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Maloklusi secara umum dapat diartikan sebagai deviasi yang cukup besar dari hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik maupun secara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Lengkung gigi merupakan suatu garis imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah yang dibentuk oleh mahkota gigigeligi dan merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Saluran Pernafasan Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan. Pada bagian anterior saluran pernafasan terdapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebiasaan Buruk Kebiasaan adalah suatu tindakan berulang yang dilakukan secara otomatis atau spontan. Perilaku ini umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dan sebagian besar selesai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien ortodonti adalah gigi berjejal. 3,7 Gigi berjejal ini merupakan suatu keluhan pasien terutama pada aspek estetik

Lebih terperinci

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. BAB 2 KANINUS IMPAKSI Gigi permanen umumnya erupsi ke dalam lengkungnya, tetapi pada beberapa individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. Salah satunya yaitu gigi kaninus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing 20 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing dikenal sebagai maksila dan mandibula. 6 Lengkung gigi adalah berbeda pada setiap individu, tidak ada seorang

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang CROSSBITE ANTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang bawah. Istilah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi yang disebabkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi yang disebabkan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Skeletal Maloklusi Klas I Maloklusi dibagi dalam tiga golongan yaitu dental displasia, skeleto dental displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lengkung gigi merupakan suatu garis lengkung imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan bawah. 7,9 Bentuk lengkung gigi ini berhubungan dengan bentuk kepala

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective cross-sectional karena pengukuran variabel dilakukan pada satu saat atau setiap subyek

Lebih terperinci

III. KELAINAN DENTOFASIAL

III. KELAINAN DENTOFASIAL III. KELAINAN DENTOFASIAL PEN DAHULUAN Klasifikasi maloklusi dan oklusi Occlusion = Oklusi Pengertian Oklusi adalah hubungan gigi geligi rahang atas dan rahang bawah bila rahang bawah digerakkan sehingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi dapat didefinisikan sebagai suatu ketidaksesuaian dari hubungan gigi atau rahang yang menyimpang dari normal. 1 Maloklusi merupakan sebuah penyimpangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Maloklusi a. Definisi Oklusi merupakan hubungan gigi rahang atas dan rahang bawah saat berkontak fungsional selama aktivitas mandibula (Newman, 1998). Oklusi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009). BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi dalam pengertian yang sederhana adalah penutupan rahang beserta gigi atas dan bawah. Pada kenyataannya oklusi merupakan suatu proses kompleks karena meibatkan gigi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi merupakan suatu keadaan kedudukan gigi geligi yang menyimpang dari oklusi normal.1 Masalah maloklusi ini mendapat perhatian yang besar dari praktisi dan dokter

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Relasi Klas I Skeletal Pola Klas I skeletal memiliki besar sudut ANB berkisar antara 2-4º, dan bila sudut lebih besar dari 4º dapat dikatakan sebagai Klas II skeletal atau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Menurut DuBRUL (1980), bentuk lengkung gigi sangat bervariasi, akan tetapi secara umum lengkung gigi rahang atas berbentuk elips dan lengkung gigi rahang bawah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Maloklusi merupakan penyimpangan baik dari segi estetis dan/atau fungsional dari oklusi ideal. 10 Maloklusi bukan merupakan penyakit, tapi sebuah disabiliti yang berpotensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai komponen terdiri dari gigi-geligi, sendi temporomandibula, otot kunyah, dan sistem

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA yaitu: 5 a. Gigi geligi pada tiap lengkung rahang harus memiliki inklinasi mesiodistal 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. Oklusi Oklusi didefinisikan sebagai kontak interkuspal antara gigi geligi rahang atas

Lebih terperinci

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas BAB II KLAS III MANDIBULA 2.1 Defenisi Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas dan gigi-gigi pada rahang bawah bertemu, pada waktu rahang atas dan rahang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. perawatan ortodonti dan mempunyai prognosis yang kurang baik. Diskrepansi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. perawatan ortodonti dan mempunyai prognosis yang kurang baik. Diskrepansi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kasus maloklusi yang disertai diskrepansi vertikal cenderung sulit dalam perawatan ortodonti dan mempunyai prognosis yang kurang baik. Diskrepansi vertikal dapat bermanifestasi pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Impaksi Kaninus Gigi impaksi dapat didefinisikan sebagai gigi permanen yang terhambat untuk erupsi keposisi fungsional normalnya oleh karena adanya hambatan fisik dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Rahang Tumbuh-kembang adalah suatu proses keseimbangan dinamik antara bentuk dan fungsi. Prinsip dasar tumbuh-kembang antara lain berkesinambungan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi berasal dari kata occlusion, yang terdiri dari dua kata yakni oc yang berarti ke atas (up) dan clusion yang berarti menutup (closing). Jadi occlusion adalah closing

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MALOKLUSI Maloklusi adalah bentuk hubungan rahang atas dan bawah yang menyimpang dari bentuk normal. Menurut Salzman (1957), maloklusi adalah susunan gigi dalam lengkung gigi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi,

BAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi, studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodonti adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Sefalometri Ditemukannya sinar X di tahun 1985 oleh Roentgen merupakan suatu revolusi di bidang kedokteran gigi yang merupakan awal mula dari ditemukannya radiografi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari oklusi normal dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari oklusi normal dengan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari oklusi normal dengan susunan gigi yang tidak harmonis secara estetik mempengaruhi penampilan seseorang dan mengganggu keseimbangan fungsi

Lebih terperinci

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR WISATA DENTISTRY YOGYAKARTA 6 FEBRUARI 2009 Oleh Endah Mardiati, drg., MS., Sp.Ort 1 PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR DENTISTRY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila dan mandibula. Pada kenyataannya, oklusi gigi merupakan hubungan yang kompleks karena melibatkan

Lebih terperinci

BIONATOR Dikembangkan oleh Wilhelm Balters (1950-an). Populer di Amerika Serikat tahun

BIONATOR Dikembangkan oleh Wilhelm Balters (1950-an). Populer di Amerika Serikat tahun BIONATOR DRG.NAZRUDDIN C.ORT. PH.D. 1 BIONATOR Dikembangkan oleh Wilhelm Balters (1950-an). Populer di Amerika Serikat tahun 1970-1980. 2 Bionator Balters 3 BIONATOR Merawat retrusi mandibula Menghasilkan

Lebih terperinci

Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan

Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan PERAWATAN ORTODONTI Nurhayati Harahap,drg.,Sp.Ort Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan Empat Fase Perawatan Preventif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau benar dan dontos yang berarti gigi. Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki posisi gigi dan memperbaiki

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi merupakan hubungan statis antara gigi atas dan gigi bawah selama interkuspasi dimana pertemuan tonjol gigi atas dan bawah terjadi secara maksimal. Dikenal dua

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pernafasan Normal Fungsi utama pernafasan adalah untuk memperoleh O 2 agar dapat digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeliminasi CO 2. 19 Normalnya, Hidung merupakan jalan utama

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi beberapa golongan ras. Masyarakat negara Indonesia termasuk ke dalam golongan ras Mongoloid. Jacob

Lebih terperinci

III. RENCANA PERAWATAN

III. RENCANA PERAWATAN III. RENCANA PERAWATAN a. PENDAHULUAN Diagnosis ortodonsi dianggap lengkap bila daftar problem pasien diketahui dan antara problem patologi dan perkembangan dipisahkan. Tujuan rencana perawatan adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004),

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Motivasi pasien dalam menjalani ortodontik pada umumnya adalah karena ingin memperbaiki keserasian dentofasial, yaitu keserasian antara gigi-gigi dengan wajah (Waldman,

Lebih terperinci

PERAWATAN MALOKLUSI KELAS I ANGLE TIPE 2

PERAWATAN MALOKLUSI KELAS I ANGLE TIPE 2 PERAWATAN MALOKLUSI KELAS I ANGLE TIPE 2 MAKALAH Oleh : Yuliawati Zenab, drg.,sp.ort NIP.19580704 199403 2 001 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2010 Bandung, Maret 2010 Disetujui

Lebih terperinci

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA 6 BAB 2 TI JAUA PUSTAKA Ortodonti adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan estetika gigi, wajah, dan kepala. Berdasarkan American Board of Orthodontics (ABO), Ortodonti adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Molar Dua Mandibula Fungsi molar dua mandibula permanen adalah melengkapi molar satu mandibula. Seluruh bagian molar dua mandibula lebih kecil sekitar 1mm daripada molar satu.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gigi Gigi merupakan organ tubuh yang turut berperan dalam proses pencernaan, pengunyahan, dan terutama sebagai estetis dalam pembentukan profil wajah. Gigi terbentuk

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian untuk mencari perbedaan antara variabel bebas (faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai macam penyebab dan salah satunya karena hasil dari suatu. pertumbuhan dan perkembangan yang abnormal.

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai macam penyebab dan salah satunya karena hasil dari suatu. pertumbuhan dan perkembangan yang abnormal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi adalah suatu kondisi yang tidak dapat diwakilkan oleh suatu keadaan yang tunggal tetapi merupakan jumlah atau kumpulan dari sifat oklusi yang multifaktorial.

Lebih terperinci

Analisis Model Studi, Sumber Informasi Penting bagi Diagnosis Ortodonti. Analisis model studi merupakan salah satu sumber informasi penting untuk

Analisis Model Studi, Sumber Informasi Penting bagi Diagnosis Ortodonti. Analisis model studi merupakan salah satu sumber informasi penting untuk Analisis Model Studi, Sumber Informasi Penting bagi Diagnosis Ortodonti Avi Laviana Bagian Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Jl. Sekeloa Selatan No. 1 Bandung Abstrak Analisis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik bertujuan untuk mengoreksi maloklusi sehingga diperoleh oklusi yang normal. Penatalaksanaan perawatan ortodontik sering dihadapkan kepada permasalahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. RPE adalah suatu alat yang digunakan di klinik, bertujuan untuk mengoreksi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. RPE adalah suatu alat yang digunakan di klinik, bertujuan untuk mengoreksi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rapid Palatal Expansion 2.1.1. Pengertian RPE adalah suatu alat yang digunakan di klinik, bertujuan untuk mengoreksi defisiensi maksila dalam arah transversal dan untuk menambah

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah. Secara umum bentuk wajah (facial) dipengaruhi oleh bentuk kepala, jenis kelamin

I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah. Secara umum bentuk wajah (facial) dipengaruhi oleh bentuk kepala, jenis kelamin 1 I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Secara umum bentuk wajah (facial) dipengaruhi oleh bentuk kepala, jenis kelamin dan usia. Bentuk wajah setiap orang berbeda karena ada kombinasi unik dari kontur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya, perawatan ortodonti adalah usaha pengawasan untuk membimbing dan mengoreksi struktur dentofasial yang sedang tumbuh atau yang sudah dewasa. Perawatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Perawatan ortodonti modern merupakan tujuan yang digunakan untuk mencapai suatu keselarasan estetika wajah, keseimbangan struktural pada wajah dan fungsional pengunyahan. 2 Penampilan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Skeletal Vertikal Wajah Basis kranii anterior (Sella-Nasion) sering digunakan sebagai garis acuan untuk menentukan kemiringan bidang mandibula (MP). Individu dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Menurut Angle, maloklusi merupakan oklusi yang menyimpang dari bidang oklusal gigi normal (cit. Martin RK dkk.,). 10 Menurut Cairns dkk.,, maloklusi terjadi saat

Lebih terperinci

Analisa Ruang Metode Moyers

Analisa Ruang Metode Moyers ANALISA RUANG I. Analisa Ruang Analisis ruang sangat diperlukan untuk membandingkan ruangan yang tersedia dengan ruangan yang dibutuhkan untuk normalnya keteraturan gigi. Adanya ketidakteraturan atau crowding

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ras Deutro-Melayu Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang disebut dengan ras Melayu. Ras Melayu terdiri dari kelompok Proto-Melayu (Melayu tua)

Lebih terperinci

II. ORTODONSI INTERSEPTIF

II. ORTODONSI INTERSEPTIF II. ORTODONSI INTERSEPTIF Untuk memahami arti dari ortodonsi interseptif perlu diketahui terlebih dulu pengertian ilmu ortodonsi. Ilmu Ortodonsi adalah gabungan ilmu dan seni yang berhubungan dengan perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ortodontik (Shaw, 1981). Tujuan perawatan ortodontik menurut Graber (2012)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ortodontik (Shaw, 1981). Tujuan perawatan ortodontik menurut Graber (2012) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Area dentofasial sangat berpengaruh terhadap penampilan wajah seseorang. Kelainan di sekitar area tersebut akan berdampak pada hilangnya kepercayaan diri sehingga memotivasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika wajah. Pengetahuan tentang pertumbuhan kraniofasial meliputi jaringan keras dan jaringan lunak yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keausan gigi adalah suatu kondisi yang ditandai dengan hilangnya jaringan keras gigi karena proses fisik maupun kimiawi, bukan proses karies (Oltramari-Navarro

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan jaman membuat pemikiran masyarakat semakin maju dan cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan kesehatan, karena pengetahuan masyarakat tentang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan, dan perbaikan dari keharmonisan dental dan wajah. 1 Perawatan

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan, dan perbaikan dari keharmonisan dental dan wajah. 1 Perawatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodonti adalah bidang kedokteran gigi yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan wajah dan gigi geligi, serta diagnosis, pencegahan, dan perbaikan dari

Lebih terperinci

BAB 2 PERSIAPAN REKONSTRUKSI MANDIBULA. mandibula berguna dalam proses pembicaraan, mastikasi, penelanan dan juga

BAB 2 PERSIAPAN REKONSTRUKSI MANDIBULA. mandibula berguna dalam proses pembicaraan, mastikasi, penelanan dan juga BAB 2 PERSIAPAN REKONSTRUKSI MANDIBULA Rekonstruksi mandibula masih merupakan tantangan yang kompleks. Tulang mandibula berguna dalam proses pembicaraan, mastikasi, penelanan dan juga dukungan jalan pernafasan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak wajah memegang peranan penting dalam pertimbangan perawatan ortodontik. Keseimbangan dan keserasian wajah ditentukan oleh tulang wajah dan jaringan lunak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai perawatan selesai (Rahardjo, 2009). Hasil perawatan ortodontik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai perawatan selesai (Rahardjo, 2009). Hasil perawatan ortodontik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka. Perawatan ortodontik cekat Perawatan ortodontik cekat adalah alat yang dipasang secara cekat pada elemen gigi pasien sehingga alat tidak bisa dilepas oleh pasien

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap populasi juga berbeda dengan populasi lainnya. 1 Data lebar mesiodistal gigi penting sebagai informasi sebelum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sejak tahun 1922 radiografi sefalometri telah diperkenalkan oleh Pacini dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sejak tahun 1922 radiografi sefalometri telah diperkenalkan oleh Pacini dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Sefalometri. 22,23 Sejak tahun 1922 radiografi sefalometri telah diperkenalkan oleh Pacini dan Carrera dan kemudian dikembangkan oleh Hofrath (Jerman) dan Broadbent

Lebih terperinci

Ringkasan. Ringkasan

Ringkasan. Ringkasan Ringkasan Chapter 1 Merupakan tinjauan pustaka dari sejak era pelopor pembedahan sumbing sampai dengan saat ini. Pada awalnya, perawatan bedah hanya dilakukan pada sumbing bibir. Setelah ditemukannya anetesi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Keberhasilan perawatan ortodonti sering kali dikaitkan dengan adanya perbaikan penampilan wajah termasuk morfologi vertikal skeletal. Morfologi vertikal skeletal wajah merupakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN

HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN 1 HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN Hubungan rahang disebut juga dengan relasi vertikal/dimensi vertikal. Pengertian relasi vertikal : Jarak vertikal rahang atas dan rahang bawah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gigi Impaksi Menurut Indonesian Journal of Dentistry, gigi impaksi adalah gigi yang erupsinya terhalang oleh gigi tetangga, tulang sekitarnya atau jaringan patologis, gigi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi Perkembangan gigi merupakan proses kompleks yang disebut juga morfogenesis gigi atau odontogenesis yang dimulai selama minggu ke-6 perkembangan embrio. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau bergantian (Hamilah, 2004). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. atau bergantian (Hamilah, 2004). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses tumbuh kembang pada anak bisa disebut masa rentan karena masa kanak-kanak merupakan masa kritis dalam proses tumbuh kembang. Pada umumnya proses tumbuh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pernafasan Pernafasan (respirasi) adalah proses menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang mengandung karbon dioksida sebagai

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Eksperimental kuasi dengan desain one group pre dan post. Tempat : Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Eksperimental kuasi dengan desain one group pre dan post. Tempat : Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Eksperimental kuasi dengan desain one group pre dan post. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat : Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU Waktu : 3 bulan 3.3 Populasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuna wicara adalah suatu kelainan baik dalam pengucapan (artikulasi)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuna wicara adalah suatu kelainan baik dalam pengucapan (artikulasi) 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuna wicara adalah suatu kelainan baik dalam pengucapan (artikulasi) bahasa maupun suara dari bicara normal, sehingga menimbulkan kesulitan dalam berkomunikasi lisan

Lebih terperinci

GAMBARAN KLINIS DAN PERAWATAN ANOMALI ORTODONTI PADA PENDERITA SINDROMA WAJAH ADENOID YANG DISEBABKAN OLEH HIPERTROPI JARINGAN ADENOID

GAMBARAN KLINIS DAN PERAWATAN ANOMALI ORTODONTI PADA PENDERITA SINDROMA WAJAH ADENOID YANG DISEBABKAN OLEH HIPERTROPI JARINGAN ADENOID GAMBARAN KLINIS DAN PERAWATAN ANOMALI ORTODONTI PADA PENDERITA SINDROMA WAJAH ADENOID YANG DISEBABKAN OLEH HIPERTROPI JARINGAN ADENOID SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Periode Perkembangan Gigi Geligi Terdapat empat tahap perkembangan gigi geligi manusia, yaitu periode bantalan gusi (gum pads), periode gigi desidui (primary dentition stage),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan individu lainnya, antara satu populasi dengan populasi lainnya. 1 Adanya variasi ukuran lebar

Lebih terperinci

BAB III PREVENTIF ORTHODONTIK

BAB III PREVENTIF ORTHODONTIK BAB III PREVENTIF ORTHODONTIK 1. Pendahuluan Preventif orthodontik mempunyai peranan yang sangat penting dalam halmengusahakan agar gigi-gigi permanen yang akan menggantikan posisi gigi desidui akan mendapatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi berjejal, tidak teratur dan protrusif adalah kondisi yang paling sering terjadi dan memotivasi individu untuk melakukan perawatan ortodontik. Motivasi pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Oklusi adalah berkontaknya permukaan oklusal gigi geligi rahang atas dengan permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang bawah menutup.

Lebih terperinci

BAB II CELAH PALATUM KOMPLET BILATERAL. Kelainan kongenital berupa celah palatum telah diketahui sejak lama. Pada

BAB II CELAH PALATUM KOMPLET BILATERAL. Kelainan kongenital berupa celah palatum telah diketahui sejak lama. Pada BAB II CELAH PALATUM KOMPLET BILATERAL Kelainan kongenital berupa celah palatum telah diketahui sejak lama. Pada beberapa kasus, celah ini terjadi setiap delapan ratus kelahiran dan kira-kira seperempatnya

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode

BAB 3 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode case control, karena sampel tidak menerima perlakuan dan pengukuran dilakukan dalam satu

Lebih terperinci