IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Komponen Bioaktif Buah Takokak Metode penelitian yang dilakukan diawali dengan tahap pemberian perlakuan terhadap sampel segar buah takokak dengan membagi sampel menjadi dua perlakuan, yaitu perlakuan buah utuh atau tanpa penghancuran dan hancuran buah. Tujuan pemberian perlakuan untuk mengidentifikasi dan memperoleh komponen bioaktif buah takokak dengan memberikan pengaruh penghancuran pada sebagian sampelnya, sehingga dapat diketahui dampaknya dan perbedaannya terhadap kandungan komponen bioaktif dengan buah yang tidak mengalami proses penghancuran. Komponen bioaktif yang diperoleh ini salah satunya berperan sebagai antioksidan. Tahap persiapan sampel diawali dengan proses penimbangan sampel segar buah takokak yang telah dipisahkan dari tangkainya sebanyak 1-2 kg. Sampel mengalami pencucian dan penirisan untuk selanjutnya dibagi menjadi dua perlakuan. Proses penghancuran buah takokak dilakukan secara bertahap atau sedikit demi sedikit, yaitu sekitar 500 gram setiap proses penghancuran selama ± menit tanpa penambahan air hingga keseluruhan bentuk hancuran sampel yang diperoleh relatif sama (homogen) untuk setiap kali proses penghancurannya. Sampel buah utuh dan hancuran buah takokak yang diperoleh dimasukkan ke dalam plastik HDPE (bening) ukuran 1 kg, dimana ¾ bagian plastik diisi oleh sampel. Kemudian, sampel-sampel tersebut secara bersamaan dimasukkan ke dalam freezer selama satu malam dan dikeringkan dengan alat freeze dryer pada keesokan harinya selama + 48 jam. Setiap sampel diukur pula kadar air segarnya, sehingga dapat diketahui kadar air buah segar dan hancuran buah segar takokak. Berdasarkan hasil analisis kadar air, buah takokak segar memiliki kadar air sebesar 80.94% bahan basah, sedangkan hancuran buah takokak segar memiliki kadar air sebesar 84.32% bahan basah. Perhitungan kadar air sampel segar secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. Menurut penelitian Rahmat (2009) dan Apriady (2010), kadar air buah takokak segar yang dianalisis sebesar 89.20% bahan basah dan 79.89% bahan basah. Hal ini menunjukkan, bahwa kandungan air pada buah dan hancuran buah segar takokak yang diperoleh relatif tinggi sebagai bahan pangan segar. Nilai kadar air kedua sampel tersebut relatif tidak berbeda jauh. Pada buah segar takokak, analisis kadar air diawali dengan proses pemotongan atau pengirisan sampel. Hal ini untuk mempermudah dan mempercepat proses pengeringan. Sementara itu, untuk hancuran buah segar takokak, analisis kadar air diperoleh dari sampel buah takokak yang telah dihancurkan. Proses pemotongan atau pengirisan dan penghancuran akan berpengaruh terhadap luas permukaan bahan yang dikeringkan. Permukaan bahan yang luas ketika pengeringan akan memudahkan bahan berhubungan dengan medium pemanasan atau udara panas dan mengurangi jarak gerak panas untuk sampai ke bahan yang dikeringkan (Muchtadi 2008). Sebagai tambahan, air bebas pada bahan segar banyak yang terikat di jaringan matriks bahan, seperti kapiler, membran, serat, dan lain-lain. Air bebas ini mudah diuapkan dan sering dimanfaatkan sebagai media pertumbuhan mikroba dan media reaksireaksi kimiawi (Winarno 1980). Sebelumnya telah dijelaskan bahwa buah takokak mengalami pengeringan terlebih dahulu dengan menggunakan alat pengering beku (freeze dryer) selama ± 48 jam. Salah satu tujuan pengeringan beku dilakukan untuk mengurangi tingkat kerusakan sampel pada senyawa metabolit sekunder, khususnya senyawa flavonoid (Sandrasari 2008). Tingkat kerusakan bahan pangan yang dikeringkan dengan cara pengeringan beku menjadi lebih minimum karena prinsipnya berupa penghilangan air melalui sublimasi yakni perubahan wujud padat (es) langsung menjadi gas (uap) 19

2 dengan suhu pengeringan di bawah titik beku dan tekanan vakum (di bawah tekanan triple) (Fellows 2000). Proses ini dapat menghambat dan tidak memungkinkan aktivitas enzim mendegradasi senyawa di dalam bahan pangan (Chan 2009). Selain itu, pengeringan beku (freeze-drying) memiliki efisiensi ekstraksi yang tinggi daripada pengeringan udara (air-drying) karena kristal es yang terbentuk di dalam matriks bahan sebagai hasil pengeringan beku dapat memecah struktur sel yang memungkinkan keluar dari komponen seluler dan larut baik dalam pelarut, akibatnya proses ekstraksi pun akan menjadi lebih baik. Sementara itu, pengeringan udara hanya akan menyebabkan pecahnya sel sedikit saja atau bahkan tidak pecah dan adanya pengaruh pemberian panas yang dapat menyebabkan bahan yang dikeringkan kehilangan senyawa fenolik dan asam askorbat (Asami et al. 2003). Setelah proses pengeringan beku, sampel dihancurkan dengan cara diblender kering dan diayak dengan ayakan berukuran 20 mesh untuk memperoleh bubuk takokak dengan kehalusan yang cukup tinggi dan seragam. Sampel dalam bentuk bubuk akan mempermudah kontak antara bahan dan pelarutnya, sehingga proses ekstraksi lebih optimal. Hasil warna bubuk hancuran buah dan buah takokak dapat dilihat pada Gambar 8. Warna bubuk buah takokak yang diperoleh berwarna hijau muda, sedangkan bubuk hancuran buah takokak berwarna kecoklatan. Hal ini disebabkan pigmen atau warna bahan pangan sangat sensitif terhadap perubahan kimia dan fisika selama pengolahan, seperti proses penghancuran. Peningkatan aktivitas beberapa enzim akibat proses penghancuran disebabkan sel-sel tenunan dan pigment body tempat pigmen itu berada telah pecah, sehingga pigmen keluar (Muchtadi 2008). Kemudian, pigmen tersebut menjadi rusak dan teroksidasi karena kontak dengan udara yang dikatalisasi oleh enzim, seperti enzim peroksidase (POD) dan polifenol oksidase (PPO). Enzim POD dan PPO dapat mengkatalisasi berbagai proses oksidatif pada reaksi perubahan warna dan cita rasa (Gardjito et al. 2006). Dengan demikian, secara fisik terlihat sampel hancuran buah takokak mengalami perubahan warna dari hijau muda menjadi kecoklatan. Gambar 8. Warna bubuk hancuran buah dan buah takokak (kiri ke kanan) Bubuk buah dan hancuran buah takokak hasil pengeringan beku ditentukan kadar airnya seperti pada Lampiran 2. Berdasarkan hasil analisis, kadar air bubuk buah takokak sebesar 7.72% bahan basah dan kadar air bubuk hancuran buah takokak sebesar 8.50% bahan basah. Menurut penelitian Rahmat (2009), kadar air bubuk buah takokak yang diperoleh sebesar 4.36% bahan basah dan Apriady (2010) menyebutkan bahwa kadar air buah takokak segar yang dianalisis sebesar 13.16% bahan basah. Adanya perbedaan antara hasil kadar air bubuk buah takokak pada penelitian ini dengan penelitian sebelumnya dapat disebabkan oleh faktor kondisi keragaman buah atau sampel yang diuji, seperti sumber atau buah berasal dari pohon yang berbeda dan tingkat kematangan buah yang kemungkinan bervariasi (Tanudjaja 1999). Kemudian, suatu bahan yang kadar airnya berkisar 3-7% akan mencapai kestabilan optimum, terutama pada bahan-bahan yang mengandung lemak tak jenuh yang lebih mudah mengalami oksidasi (Winarno 1980). Oleh karena itu, kadar air yang diperoleh pada bubuk buah dan hancuran buah takokak yang diuji akan membuat bahan menjadi lebih stabil selama penyimpanan, karena tingkat perubahan bahan secara biologis dan kimiawi relatif rendah. 20

3 Sampel bubuk buah dan hancuran buah takokak dianalisis untuk diketahui kandungan total antosianin, total asam askorbat, dan aktivitas Phenylalanine Ammonia Lyase (PAL) termasuk kandungan proteinnya dengan metode protein Lowry. Alasan penggunaan sampel bubuk untuk beberapa analisis ini karena ingin diketahui pengaruh penghancuran terhadap komponen-komponen kimia tersebut. 1. Kandungan Antosianin Buah Takokak Antosianin memiliki cincin aromatik bergugus polar (hidroksil, karboksil, metoksil) dan residu glikosil yang menghasilkan molekul polar. Maka dari itu, pigmen antosianin dilarutkan dengan menggunakan pelarut polar, seperti etanol, metanol, dan air (Bridle dan Timberlake 1997). Namun biasanya proses ekstraksi pun menggunakan pelarut asam untuk mendenaturasi dan merusak membran sel atau jaringan tanaman, sehingga pigmen antosianin lebih mudah keluar dari sel. Hal ini karena, antosianin senyawa yang tidak stabil dalam suasana netral atau basa (Jackman dan Smith 1996). Cara ekstraksi antosianin secara sederhana dan sering digunakan adalah dengan maserasi, yaitu merendam bahan yang diekstrak dalam alkohol, suhu rendah, dan dengan penambahan sedikit asam seperti HCl. Berdasarkan penelitian oleh Raharja dan Dianawati (2001), bahwa ekstraksi antosianin pada daun erpa dengan menggunakan tiga jenis pelarut, yaitu aquades, etanol, dan metanol yang masing-masing mengandung HCl, maka ditemukan bahwa aquades yang mengandung HCl (HCl 5% dalam aquades) cukup asam untuk memecah dinding sel vakuola dimana pigmen antosianin berada. Namun pelarut ini tidak terlalu asam untuk membuat kerusakan pigmen. Pemilihan jenis pelarut HCl 5% dalam aquades untuk penelitian ini pun diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurniasih (2010), bahwa penelitian kandungan antosianin pada 24 sampel sayuran indigenous menunjukkan nilai yang relatif tinggi, khususnya pada buah takokak. Beberapa metode untuk mengetahui kandungan antosianin suatu bahan, antara lain metode dengan larutan yang memiliki nilai satu ph dan metode dengan menggunakan dua larutan dengan dua nilai ph yang berbeda. Salah satu metode dengan menggunakan satu nilai ph dalm penelitian ini, yaitu metode Lees dan Francis (1972). Total antosianin dihitung berdasarkan absorbansi ekstrak yang dilarutkan dalam etanol 95%:HCl 1.5 N (85:15) pada panjang gelombang 535 nm. Nilai serapan molar yang digunakan adalah 98.2, yaitu nilai E (1%, 1 cm, 535 nm) untuk pelarut etanol yang diasamkan. Nilai tersebut merujuk pada absorpsi campuran antosianin buah cranberry di dalam etanol asam yang diukur di dalam celah selebar 1 cm pada panjang gelombang 535 nm dengan konsentrasi 1% (w/v). Hasil nilai total antosianin buah dan hancuran buah takokak ini dihitung dalam berat segar (fresh weight) yang secara berurutan sebesar 3.42 mg/100 gram fresh weight dan 5.33 mg/100 gram fresh weight atau dalam basis keringnya (dry basis) sebesar mg/100 gram dry basis dan mg/100 gram dry basis. Perhitungan total antosianin takokak secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3. Pengolahan data nilai total antosianin buah dan hancuran buah takokak menggunakan uji t-test dengan output seperti pada Lampiran 4. Hasil uji statistik menunjukkan adanya perbedaan yang nyata terhadap nilai kandungan antosianin kedua sampel dalam basis kering sampel (dry basis) seperti pada Gambar 9. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi sampel yang dihasilkan, yaitu lebih kecil dari taraf α (0.05). 21

4 Keterangan : Tanda * dan ** menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) dengan uji t-test Gambar 9. Total antosianin buah takokak berdasarkan dry basis Perbedaan nilai total antosianin buah dan hancuran buah karena pigmen antosianin buah berwarna lebih kehijauan dan hancuran buah takokak berwarna lebih merah kecoklatan. Pada sampel buah takokak, antosianin kurang terlarut baik dalam pelarut ekstrak karena membran sel tempat pigmen antosianin berada tidak terdenaturasi secara baik. Di samping itu, pigmen klorofil (zat hijau) buah takokak lebih mendominasi daripada pigmen antosianin. Aktivitas pembentukan antosianin pada bagian-bagian tanaman (termasuk buah) dapat terjadi secara bersamaan dengan pembentukan klorofil. Kemudian, pigmen antosianin pada hancuran buah takokak lebih terlarut baik pada pelarut ekstrak karena pada awal persiapan sampel, sampel mengalami penghancuran, sehingga membran sel tempat pigmen antosianin berada sudah terdegradasi lebih awal. Nilai total antosianin buah takokak yang diuji, baik yang dalam kondisi buah utuh atau pun hancuran buah lebih rendah daripada buah terong ( melongena) sebesar mg/100 gram fresh weight (Sadilova et al. 2006). Namun, nilai total antosianin buah takokak yang diuji pada penelitian ini masih berada atau dekat hasilnya dengan.nilai total antosianin buah takokak penelitian Kurniasih (2010), yaitu sebesar mg/100 gram dry basis. 2. Kandungan Asam Askorbat (Vitamin C) Buah Takokak Analisis vitamin C dalam penelitian ini menggunakan pelarut air untuk mengekstrak dan membantu melarutkan vitamin C dari bubuk buah dan hancuran buah takokak. Hal ini disebabkan asam askorbat atau vitamin C merupakan salah satu vitamin yang tergolong larut air disamping vitamin-vitamin B kompleks (Winarno 1997). Metode yang digunakan untuk mengetahui total asam askorbat sampel menggunakan metode titrasi dengan iodium. Ekstrak sampel yang diperoleh direaksikan dengan larutan amilum (soluble starch) 1%. Larutan ini merupakan indikator perubahan warna ekstrak setelah dititrasi dengan 0.01 N iodium, menjadi warna semburat biru. Sebanyak 1 ml 0.01 N iodium setara dengan 0.88 mg asam askorbat, sehingga hasil titrasi yang diperoleh dapat dikalkulasikan menjadi seberapa banyak asam askorbat (vitamin C) dalam sampel tersebut. Perhitungan total asam askorbat dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil total asam askorbat (vitamin C) buah dan hancuran buah takokak dalam berat segar (fresh weight) berturut-turut sebesar mg/100 gram fresh weight dan mg/100 gram fresh weight, sedangkan dalam basis kering sampel (dry basis), nilai total asam askorbat buah takokak sebesar mg/100 gram dry basis dan hancuran buah takokak sebesar mg/100 gram dry basis. Pengujian secara statistik untuk nilai total asam askorbat (vitamin C) sampel menggunakan uji t-test dengan output seperti pada Lampiran 22

5 6. Nilai total asam askorbat buah takokak terlihat berbeda nyata (p<0.05) dengan nilai total asam askorbat hancuran buah takokak pada taraf signifikansi 5% setelah di uji t-test dalam dry basis (Gambar 10). Keterangan : Tanda * dan ** menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) dengan uji t-test Gambar 10. Total asam askorbat (vitamin C) buah takokak berdasarkan dry basis Nilai total asam askorbat buah takokak lebih tinggi dari hancuran buah takokak dan secara statistik berbeda nyata untuk kedua jenis sampel ini. Hal tersebut dikarenakan buah takokak tidak mengalami penghancuran (perlakuan mekanis) pada persiapan sampel. Vitamin C mudah mengalami kerusakan akibat oksidasi, panas, dan alkali, sehingga pengirisan dan penghancuran yang berlebihan dapat menyebabkan vitamin C pada bahan banyak yang hilang (Winarno 1997). Penurunan kadar vitamin C pada takokak akibat penghancuran akan membuat bahan mudah teroksidasi dan kemungkinan akan memicu pula aktivitas enzim, seperti peroksidase, asam askorbat oksidase, sitokrom oksidase, dan fenolase. Penelitian Kurniasih (2010) pun menyebutkan, bahwa kandungan asam askorbat buah takokak sebagai salah satu sampel sayuran indigenous dari ke-24 sampel yang diuji sebesar mg/100 gram dry basis. Apabila dibandingkan dengan sayuran buah lainnya yang masih satu famili Solanaceae, total asam askorbat buah dan hancuran buah takokak yang diuji relatif masih lebih tinggi. Seperti penelitian Vasco et al. (2008) yang menyebutkan bahwa total asam askorbat dari buah naranjilla ( quitoense Lam.) dan pepino ( muricatum Ait.) hanya sebesar mg/100 gram fresh weight dan mg/100 gram fresh weight. Begitu pula dengan total asam askorbat buah terong ( melongena) yang hanya mengandung 12.0 mg/100 gram fresh weight (Gopalan et al. 2007) dan mg/100 gram dry basis (Hanson et al. 2006) serta total asam askorbat aethiopicum sebesar mg/100 gram dry basis (Hanson et al. 2006). Total asam askorbat buah dan hancuran buah takokak ini sudah dapat mencukupi kebutuhan tubuh akan kebutuhan vitamin C setiap harinya. Kebutuhan tubuh akan vitamin C berdasarkan RDA (Recommended Dietary Allowance) atau AKG (Angka Kecukupan Gizi) untuk pria dewasa dan wanita menurut National Academy of Science (2000) adalah mg/hari. 3. Phenylalanine Ammonia Lyase (PAL) Buah Takokak Phenylalanine Ammonia Lyase (PAL) (E.C ) merupakan salah satu enzim yang berperan dalam metabolisme sekunder pada tanaman. Menurut Sadasivam dan Manickam (1996), PAL berperan dalam konversi substrat asam amino aromatik L-fenilalanin menjadi asam trans- 23

6 sinamat. Aktivitas PAL dalam penelitian ini dinyatakan sebagai jumlah asam trans sinamat (µmol) yang terbentuk per mg protein setiap menit. Perhitungan nilai protein takokak dengan metode Lowry. Perhitungan kurva standar yang diperoleh untuk standar protein BSA tercantum pada Lampiran 7a dengan persamaan garis yang diperoleh y = x dan R² = Nilai kandungan protein Lowry dapat dilihat pada Lampiran 7b, dimana kandungan protein bubuk buah takokak dan bubuk hancuran buah takokak, yaitu sebanyak µg/g sampel dan µg/g sampel. Kemudian, kurva standar aktivitas PAL berupa asam trans sinamat tercantum pada Lampiran 7c dan perhitungan aktivitas PAL buah takokak dapat dilihat pada Lampiran 7d. Persamaan garis standar asam trans sinamat adalah y = x dan R² = Hasil aktivitas PAL (Gambar 11) buah dan hancuran buah takokak yang diperoleh sebesar 1.37 µmol trans cinnamic acid/mg protein/menit dan 0.76 µmol trans cinnamic acid/mg protein/menit. Hasil aktivitas PAL diuji secara statistik dengan uji t-test (Lampiran 8) dan hasilnya menunjukkan adanya perbedaan nyata antara aktivitas PAL buah takokak dengan aktivitas PAL hancuran buah takokak pada taraf signifikansi 5%, karena nilai signifikansi sampel lebih kecil dari 0.05 (p<0.05). Nilai aktivitas PAL buah takokak lebih tinggi dibandingkan aktivitas PAL hancuran buah takokak, karena proses penghancuran bahan akan membuat aktivitas PAL menjadi turun akibat protein dalam bahan mengalami denaturasi dan pada saat itu konformasi enzim tidak berada pada posisi yang sesuai untuk dapat menempel pada substratnya (Tanudjaja 1999). Aktivitas PAL dibandingkan terhadap protein bahan karena enzim PAL berfungsi untuk mengkatalisis perubahan asam amino aromatik fenilalanin menjadi asam trans sinamat. Fenilalanin yang termasuk asam amino aromatik bercincin benzena ini diidentifikasi dengan metode Lowry. Metode Lowry merupakan salah satu metode untuk mengetahui jumlah protein atau asam amino jenis aromatik, seperti tirosin, triptofan, dan fenilalanin dengan mereduksi Cu 2+ menjadi Cu +. Ion Cu + akan mereduksi reagen Folin-Ciocalteau, kompleks phosphomolibdat-phosphotungstat (phosphomolybdotungstate), menghasilkan heteropolymolybdenum blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang memberikan warna biru intensif yang dapat dideteksi secara kolorimetri (Lowry 1951). Kandungan protein bahan ini berbeda dengan aktivitas PAL yang ditunjukkan. Hal ini disebabkan, protein yang diperoleh dengan metode Lowry tidak semuanya adalah asam amino jenis fenilalanin. Namun demikian, kandungan asam amino fenilalanin buah takokak kemungkinan lebih banyak daripada asam amino fenilalanin hancuran buah takokak, sehingga aktivitas PAL buah takokak relatif lebih tinggi. Keterangan : Tanda * dan ** menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) dengan uji t-test Gambar 11. Aktivitas Phenylalanine Ammonia Lyase (PAL) buah takokak 24

7 Penelitian terkait aktivitas PAL relatif masih terbatas, khusunya untuk famili Solanaceae. Nilai aktivitas Phenylalanine Ammonia Lyase (PAL) buah takokak termasuk rendah jika dibandingkan dengan aktivitas PAL dari buah segar seperti buah tomat yang belum diinfeksi larva sebesar 5 µmol trans sinamat/mg protein N (Brueske 1980). Kemudian, aktivitas PAL yang terdeteksi pada kulit buah segar blueberries sebesar 2.3 µmol/mg protein dan cranberries beku (frozen powder) sebesar µmol/mg protein (Sapers et al. 1987). Namun, aktivitas PAL relatif lebih tinggi dibandingkan host plant Persea bombycina dengan tingkat kematangan medium sebesar 4.14 x 10-3 µmol/mg/menit dan host plant Litsea citrate sebesar 0.96 x 10-3 µmol/mg/menit seperti pada penelitian Neog et al. (2011). Beberapa faktor lain yang mempengaruhi aktivitas PAL adalah cahaya atau sinar, keragaman buah (bahan), perlakuan stress pada tanaman, dan kematangan buah. Total aktivitas PAL setiap buah akan lebih tinggi nilainya saat buah tersebut matang dibandingkan buah yang masih muda (Cheng et al. 1991). Umumnya, nilai antosianin berkaitan dengan nilai aktivitas PAL, namun kondisi tersebut tidaklah mutlak. Seperti pada penelitian buah takokak ini, nilai total antosianin buah takokak tidak berkorelasi atau tidak mempengaruhi nilai aktivitas PAL-nya. Peningkatan aktivitas PAL tidak selalu bertanggung jawab pada akumulasi antosianin pada suatu bahan. PAL hanya merupakan enzim kunci untuk menghasilkan prekursor zat warna bagi tanaman, salah satunya seperti antosianin. Pengaturan konsentrasi prekursor inilah yang kemungkinan berpengaruh terhadap jumlah antosianin yang dihasilkan. Tetapi, jika jumlah prekursor pada buah telah mencukupi, perubahan aktivitas PAL tidak berkaitan dengan akumulasi antosianin. Kondisi maksimum aktivitas PAL dan antosianin bisa berbeda. Kemudian, penemuan lainnya menemukan bahwa jenis senyawa fenol sederhana lebih erat berkorelasi dengan tingkat PAL daripada antosianin karena fenol sederhana dihasilkan pada awal biosintesis fenolik melalui jalur fenilpropanoid dengan melibatkan enzim PAL (Ju et al. 1995). B. Kualitatif dan Kuantitatif Komponen Bioaktif Ekstrak Buah Takokak Tahap penelitian ini selanjutnya adalah tahap pengekstraksian sampel bubuk buah takokak. Tujuannya untuk memperoleh zat atau senyawa kimia (fitokimia) yang berperan sebagai metabolit sekunder dari ekstrak, sehingga dapat diketahui pula perubahan senyawa tersebut dan kadar serta aktivitas antioksidan pada hancuran buah. Tahap ekstraksi sampel bubuk takokak dengan menggunakan metode ekstraksi maserasi. Metode ini merupakan salah satu metode ekstraksi yang cukup sederhana karena dilakukan dengan cara melarutkan sampel menggunakan pelarut, perendaman selama beberapa hari, dilakukan pengadukan, dan proses penyaringan hingga diperoleh cairan (Pandiangan 2008). Pada proses ekstraksi, sampel bubuk buah dan hancuran buah takokak dilarutkan dengan pelarut organik, yaitu metanol (polar), etil asetat (semi polar), dan heksan (non polar). Penggunaan ketiga pelarut organik yang berbeda kepolarannya ini akan menentukan jenis komponen bioaktif (fitokimia) yang terekstrak dari sampel. Oleh karena itu, sampel ekstrak yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Warna ekstrak hasil ekstraksi buah dan hancuran buah takokak dapat dilihat pada Gambar 12. Warna ekstrak bubuk buah takokak dan bubuk hancuran buah takokak yang dilarutkan dalam pelarut metanol, etil asetat, dan heksan tidak berbeda. Warna hijau yang diperoleh dari jenis ekstrak metanol dan etil asetat menunjukkan bahwa kemungkinan buah dan hancuran buah takokak mengandung senyawa klorofil (zat hijau). Sementara itu, warna kuning yang diperoleh dari jenis ekstrak heksan menunjukkan bahwa buah dan hancuran buah diduga mengandung senyawa flavonoid, karotenoid, dan antosianin. 25

8 a b c d e f Gambar 12. Ekstrak buah takokak pelarut heksan (a), etil asetat (b), dan metanol (c); Ekstrak hancuran buah takokak pelarut heksan (d), etil asetat (e), dan metanol (f) 1. Kualitatif Fitokimia Ekstrak Buah Takokak Hasil ekstraksi buah dan hancuran buah takokak dianalisis lanjut secara kualitatif dengan melihat perubahan warna setelah ekstrak ditambahkan zat-zat kimia atau perlakuan tertentu. Perubahan warna atau secara fisik ekstrak menunjukkan bahwa ekstrak mengandung komponen senyawa bioaktif tertentu. Hasil analisis kualitatif komponen bioaktif (fitokimia) ekstrak buah dan hancuran buah dari pelarut metanol, etil asetat, dan heksan secara keseluruhan tidak berbeda. Perbedaan kandungan komponen kimia terdapat pada ekstrak antar pelarut. Ekstrak buah utuh dan hancuran buah untuk jenis pelarut metanol mengandung alkaloid, flavonoid jenis flavon, tanin, dan saponin. Sementara itu, ekstrak buah utuh dan hancuran buah untuk jenis pelarut etil asetat dan heksan mengandung alkaloid, flavonoid jenis flavon, terpenoid, dan saponin. Perbandingan hasil fitokimia ekstak buah takokak dengan beberapa penelitian lainnya dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 2. Menurut Chah et al. (2000), ekstrak metanol buah takokak yang diuji menunjukkan adanya kandungan alkaloid, flavonoid, tanin, dan saponin. Adanya kandungan komponen bioaktif ini ditunjukkan dengan adanya perubahan warna atau endapan (+). Hasil penelitian Rammohan et al. (2011) menunjukkan hasil positif adanya kandungan alkaloid, isoflavonoid, dan tanin pada ekstrak metanol buah takokak. Sementara itu, Stevanie et al. (2007) menyatakan adanya hasil positif terhadap kandungan flavonoid dan terpenoid pada sampel ekstrak n-heksan buah takokak yang diuji. Penelitian Sapkale et al. (2009) menyatakan bahwa adanya kandungan positif terhadap flavonoid, alkaloid, tanin, dan steroid pada ekstrak alkohol buah takokak ( torvum Swartz.). Dengan demikian, secara umum hasil fitokimia ekstrak metanol buah dan hancuran buah takokak yang diuji masih memiliki banyak kesamaan dengan hasil fitokimia ekstrak metanol atau etanol dari sayuran buah lainnya yang masih termasuk famili Solanaceae. Perbedaannya lebih terletak pada jenis flavonoid yang teridentifikasi pada ekstrak metanol buah dan hancuran buah takokak, yaitu jenis flavon, sedangkan jenis flavonoid ekstrak metanol buah takokak pada penelitian Rammohan et al. (2011) adalah jenis isoflavonoid. 26

9 Tabel 2. Hasil kualitatif komponen bioaktif (fitokimia) ekstrak sayuran buah famili Solanaceae 27 Alkaloid Nama Indonesia Nama Latin Ekstrak Flavonoid Tanin Terpenoid Steroid Saponin Referensi Dragendorff Mayer Wagner Takokak Metanol (flavon) torvum (buah dan Etil Asetat (flavon) Swartz. hancuran buah) Heksan (flavon) Takokak Terong Terong Belanda Leunca Pepino Terong hias Metanol +* Chah et al. (2000) Sapkale et al. Alkohol +* torvum (2009) Swartz. + Rammohan et al. Metanol +* + (isoflavonoid) (2011) Stevanie et al. n-heksana + + (2007) Latha dan Aqueous trilobatum Linn. Kannabiran (2006) Hassan et al. gilo Metanol +* (2006) Metanol Tiwari et al. (2009) melongena Aqueous betaceum Etanol +* Sinaga (2009) Cav. nigrum Karmakar et al. Etanol +* Linn. (2010) Aqueous +* aethiopicum L. Chinedu et al. (2011) Aqueous +* macrocarpon L. Sari buah Saptarini et al. +* + + muricatum Aiton. (air) (2011) Olayemi et al. Metanol +* macranthum (2011) Keterangan : (+) : (+) menunjukkan adanya perubahan dalam bentuk warna atau endapan; (+*) menunjukkan bahwa referensi tidak menjelaskan hasil fitokimia alkaloid dengan metode spesifik; (-) tidak menunjukkan adanya perubahan dalam bentuk warna atau endapan 27

10 Senyawa alkaloid terdapat pada ketiga pelarut, yaitu metanol, etil asetat, dan heksan. Hal ini dikarenakan senyawa alkaloid hanya dapat terlarut baik pada pelarut organik. Senyawa alkaloid merupakan senyawa organik (metabolit sekunder) terbesar diantara senyawa lainnya baik secara jumlah maupun penyebarannya (Astuti et al. 1995). Oleh karena itu, kemungkinan ditemukannya senyawa alkaloid pada ketiga ekstrak buah dan hancuran buah menjadi lebih besar. Senyawa flavonoid dan tanin merupakan senyawa fenolik yang dapat larut dalam pelarut polar karena adanya gugus hidroksi, sehingga pada ekstrak metanol, senyawa ini dapat terdeteksi. Kemudian, pada pelarut etil asetat yang bersifat semipolar juga ditemukan adanya senyawa flavonoid dan fenol, karena sifat pelarut etil asetat yang mampu mengekstrak senyawa bersifat polar dan non polar. Pada ekstrak buah dan hancuran buah pelarut heksan dapat ditemukan adanya senyawa flavonoid. Hal ini dimungkinkan, struktur senyawa flavonoid pada pelarut heksan merupakan aglikon flavonoid, yaitu flavonoid tanpa gula terikat. Contoh senyawa aglikon flavonoid, seperti isoflavon, flavonon, flavon, dan flavonol yang termetoksilasi yang cenderung lebih mudah larut dalam pelarut non polar (Markham 1988).Senyawa terpenoid, steroid, dan saponin termasuk senyawa yang dapat larut lemak, sehingga dapat terekstrak dengan pelarut non polar, seperti heksan. Saponin pun masih dapat ditemukan pada pelarut polar metanol (Cowan 1999). Setelah diketahui hasil analisis ekstrak secara kualitatif, sampel ekstrak juga dianalisis secara kuantitatif dengan menganalisis kandungan total fenolnya dalam setiap ekstrak, sehingga dapat dihitung pula nilai total fenol buah dan hancuran buah takokak. 2. Total Fenol dan Yield Ekstrak Buah Takokak Total fenol ekstrak diperoleh dengan mereaksikan ekstrak sampel dari masing-masing pelarut (metanol, etil asetat, dan heksan) bersama senyawa folin. Senyawa fenol dapat bereaksi dengan gugus kromofor pada fenolik dan dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 725 nm. Perhitungan total fenol ekstrak dengan membandingkan fenol pada kurva standar asam galat. Persamaan garis dari kurva standar asam galat adalah y = x dengan nilai R 2 = Konsentrasi asam galat yang dibuat adalah 50, 100, 150, 200, dan 250 mg/l. Kurva standar asam galat dapat dilihat pada Lampiran 9a. Perhitungan total fenol ekstrak dilakukan untuk setiap jenis ekstrak. Perhitungan total fenol ekstrak buah dan hancuran buah dalam satuan mg/100 gram dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 9b dan 9c. Nilai rata-rata total fenol ekstrak metanol, etil asetat, dan heksan buah takokak secara berurutan adalah mg/100 gram ekstrak, mg/100 gram ekstrak, dan mg/100 gram ekstrak. Sementara itu, nilai rata-rata total fenol untuk ekstrak metanol hancuran buah sebesar mg/100 gram ekstrak, ekstrak etil asetat dan heksan hancuran buah berturut-turut sebesar mg/100 gram ekstrak dan mg/100 gram ekstrak. Hasil uji ANOVA total fenol ekstrak buah takokak berbeda nyata (p<0.05) pada taraf signifikansi 5% terhadap jenis pelarutnya, namun untuk perlakuan buah dan hancuran buah tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% karena nilai signifikansi sampel lebih besar (p>0.05), seperti terlihat pada Lampiran 10a. Perbedaan hasil ANOVA dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan pada Lampiran 10b. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa total fenol ekstrak untuk jenis pelarut antara ekstrak metanol dengan ekstrak etil asetat dan heksan berbeda nyata karena berada pada subset yang berbeda. Kemudian, hasil uji ANOVA total fenol ekstrak untuk faktor interaksi perlakuan (buah dan hancuran buah) dan jenis pelarut berbeda nyata (p<0.05) pada taraf signifikansi 5%, seperti terlihat pada Lampiran 10c. Hasil perbedaan ini dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan yang dapat dilihat di Lampiran 10d. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa total fenol ekstrak untuk perlakuan buah 28

11 ekstrak metanol berada pada subset yang sama dengan hancuran buah ekstrak metanol. Namun, kedua sampel tersebut berbeda subset dengan buah atau hancuran buah ekstrak etil asetat dan buah atau hancuran buah ekstrak heksan. Dengan demikian, pengaruh perlakuan berupa buah dan hancuran buah tidak menyebabkan perbedaan secara signifikan terhadap nilai total fenol ekstrak. Sementara itu, pengaruh jenis pelarut menyebabkan perbedaan yang signifikan terhadap nilai total fenol ekstrak. Nilai total fenol ekstrak untuk perlakuan (buah dan hancuran buah takokak) dan jenis pelarut dapat dilihat pada Gambar 13. Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) dengan uji lanjut Duncan Gambar 13. Total fenol ekstrak buah takokak untuk perlakuan (buah dan hancuran buah) dan jenis pelarut Perhitungan yield ekstrak dilakukan untuk mengetahui berat fenol tiap ekstrak terhadap berat kering bahan yang diekstrak. Berat fenol dalam tiap ekstrak diperoleh dari total fenol ekstrak dengan berat ekstrak dari masing-masing pelarut. Yield yang diperoleh dari ekstrak metanol, etil asetat, dan heksan buah takokak secara berturut-turut sebesar %, %, dan %. Sementara itu, yield yang diperoleh dari ekstrak metanol, etil asetat, dan heksan hancuran buah takokak secara berturut-turut sebesar %, %, dan %. Perhitungan yield secara lengkap dapat dilihat di Lampiran 11. Hasil uji ANOVA yield ekstrak buah takokak berbeda nyata (p<0.05) pada taraf signifikansi 5% terhadap jenis pelarutnya, namun untuk perlakuan buah dan hancuran buah tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% karena nilai signifikansi sampel lebih besar (p>0.05), seperti terlihat pada Lampiran 12a. Perbedaan hasil ANOVA dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan pada Lampiran 12b. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa yield ekstrak untuk jenis pelarut antara ekstrak metanol dengan ekstrak etil asetat dan heksan berbeda nyata karena berada pada subset yang berbeda. Kemudian, hasil uji ANOVA yield ekstrak untuk faktor interaksi perlakuan (buah dan hancuran buah) dan jenis pelarut berbeda nyata (p<0.05) pada taraf signifikansi 5%, seperti terlihat pada Lampiran 12c. Hasil perbedaan ini dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan yang dapat dilihat di Lampiran 12d. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa yield ekstrak untuk perlakuan buah ekstrak metanol berada pada subset yang sama dengan hancuran buah ekstrak metanol. Namun, kedua sampel tersebut berbeda subset dengan buah atau hancuran buah ekstrak etil asetat dan buah atau hancuran buah ekstrak heksan. Dengan demikian, pengaruh perlakuan berupa buah dan hancuran buah 29

12 tidak menyebabkan perbedaan secara signifikan terhadap nilai yield ekstrak. Sementara itu, pengaruh jenis pelarut menyebabkan perbedaan yang signifikan terhadap nilai yield ekstrak. Nilai yield ekstrak untuk perlakuan (buah dan hancuran buah takokak) dan jenis pelarut dapat dilihat pada Gambar 14. \ Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) dengan uji lanjut Duncan Gambar 14. Yield ekstrak buah takokak untuk perlakuan (buah dan hancuran buah) dan jenis pelarut Hasil yield ekstrak buah takokak terbaik diperoleh dari ekstrak metanol buah dan hancuran buah takokak, sedangkan nilai total fenol ekstrak tertinggi diperoleh dari ekstrak etil asetat buah takokak sebesar mg/100 gram ekstrak dan diikuti oleh ekstrak etil asetat hancuran buah takokak sebesar mg/100 gram ekstrak. Hasil total fenol ekstrak dan yield ekstrak tidak berbanding lurus. Hal ini dikarenakan yield ekstrak ditentukan oleh berat akhir ekstrak yang diperoleh dari tiap jenis pelarut terhadap berat awal bubuk (bahan), dimana hasil berat akhirnya berbeda-beda. Rata-rata berat akhir ekstrak dari pelarut metanol untuk bubuk buah dan bubuk hancuran buah lebih banyak diperoleh dibandingkan dengan ekstrak dari jenis pelarut lainnya, yaitu etil asetat dan heksan. Komponen-komponen kimia pada buah dan hancuran buah relatif lebih banyak terlarut di pelarut metanol. Komponen tersebut bukan hanya komponen fenolik (-OH) atau komponen bermolekul kecil saja, akan tetapi juga komponen lainnya yang bermolekul besar dan komponen non fenolik yang kemungkinan bersifat polar. Penggunaan pelarut metanol yang bersifat polar untuk memperoleh komponen yang juga bersifat polar, seperti gula, asam amino, dan glikosida (Houghton dan Raman 1998), terpenoid, saponin, alkaloid, dan kuasinoid. Oleh karena itu, pelarut metanol dapat mengekstrak komponen atau senyawa bioaktif lebih banyak. Kemudian, pelarut heksan biasanya dapat mengekstrak senyawa non polar lainnya seperi lilin, lemak, dan minyak atsiri (Houghton dan Raman 1998) dan senyawa fenolik yang ikut terlarut atau bergabung dengan senyawa non polar, seperti terpenoid dan steroid. Pelarut etil asetat sendiri dapat mengekstrak senyawa yang bersifat polar dan juga non polar karena sifatnya yang semi polar. Total fenol ekstrak terlarut baik pada pelarut etil asetat daripada metanol karena kemungkinan senyawa fenolik pada ekstrak etil asetat lebih banyak jumlahnya ketika terukur oleh spektrofotometer. Sementara itu, ekstrak metanol yang memiliki berat akhir ekstrak lebih banyak, ternyata hanya memiliki sedikit senyawa fenolik yang terlarut atau terukur. Komponen-komponen molekul besar, seperti protein dan gula (karbohidrat) lebih banyak yang terekstrak. Seperti penelitian Adawiyah (1998) yang menyatakan bahwa pelarut etil asetat bersifat semipolar dan memiliki kelarutan yang 30

13 tinggi terhadap zat antimikroba biji buah atung dibandingkan dengan pelarut etanol (polar) yang hanya sedikit larut dan pelarut heksan (non polar) yang sama sekali tidak larut. Zat antimikroba ini dapat bersifat sebagai antioksidan juga karena biasanya mengandung senyawa fenol yang mampu menghambat pertumbuhan suatu mikroba. Dengan demikian, total fenol ekstrak etil asetat memiliki nilai yang tinggi karena pelarut ini memiliki dua sifat kelarutan, yaitu hidrofilik dan hidrofobik, sehingga mampu juga untuk mengekstrak senyawa yang bercincin benzena dengan gugus hidroksi. Menurut Harborne (1987), salah satu senyawa kurang polar yang mampu larut dengan baik dalam etil asetat adalah flavonon. Senyawa ini merupakan kelompok flavonoid aglikon. Hasil yield ekstrak buah takokak lebih tinggi daripada yield ekstrak hancuran buah, karena ekstrak buah takokak tidak mengalami proses penghancuran (perlakuan mekanis) di awal persiapannya. Oleh karena itu, komponen bioaktif pada ekstrak buah relatif masih lebih banyak daripada ekstrak hancuran buah. Perlakuan mekanis tersebut mengakibatkan terjadinya kerusakan integritas pada jaringan tanaman (Cheng dan Crisosto 1995). Kemudian, nilai total fenol ekstrak buah dan hancuran buah takokak yang diuji ini relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan ekstrak buah lainnya yang masih satu famili Solanaceae seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan oleh varietas buah, kondisi keseragaman buah, proses ekstraksi (pelarut, suhu, dan metode), kondisi lingkungan (habitat) tanaman, dan sebagainya. 3. Total Fenol Buah Takokak Perhitungan total fenol dilakukan terhadap berat segar (fresh weight) dan basis kering (dry basis) untuk buah dan hancuran buah takokak. Perhitungan dilakukan berdasarkan nilai total fenol ekstrak metanol dan yield ekstrak metanol terhadap 100 gram berat segar buah takokak (mg/100 gram fresh weight) atau terhadap 100 gram basis kering sampel buah takokak (mg/100 gram dry basis). Perhitungan total fenol buah dan hancuran buah takokak ini dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 13. Nilai total fenol buah dan hancuran buah takokak bertutut-turut adalah 6.30 mg/100 gram fresh weight dan 3.86 mg/100 gram fresh weight atau mg/100 gram dry basis dan mg/100 gram dry basis. Uji statistik nilai total fenol buah takokak dalam dry basis dilakukan dengan uji t-test (Lampiran 14). Pada Gambar 15 dapat dilihat tidak adanya perbedaan signifikan antara total fenol buah takokak dan total fenol hancuran buah takokak pada taraf signifikansi 5% karena nilai signifikansi sampel lebih besar (p>0.05). Hal ini disebabkan sebelum proses ekstraksi, kedua sampel mengalami pengeringan beku, sehingga kemungkinan kehilangan senyawa fenol setelah pengeringan tidak signifikan. Seperti yang disampaikan oleh Sandrasari (2008), bahwa tujuan pengeringan beku dilakukan untuk mengurangi terjadinya kerusakan sampel pada senyawa metabolit sekunder, khususnya senyawa flavonoid yang termasuk salah satu senyawa fenol. Proses pengeringan beku tidak mengalami pemanasan dengan suhu tinggi, sehingga komponen volatil atau bioaktif bahan masih baik. Namun demikian, secara kuantitatif terlihat bahwa total fenol buah takokak relatif lebih tinggi daripada total fenol hancuran buah takokak karena kedua jenis sampel mengalami perbedaan perlakuan secara mekanis pada tahap persiapan sampel berupa penghancuran untuk sampel hancuran buah saat akan dikering bekukan. Dengan demikian, kandungan komponen fenol buah takokak yang tidak dihancurkan lebih banyak dan proses oksidasinya menjadi lebih lambat karena kerja enzim polifenol oksidase pun lambat. 31

14 Gambar 15. Total fenol buah takokak berdasarkan dry basis Hasil penelitian Rahmat (2009) menyebutkan, bahwa nilai total fenol takokak yang diperoleh sebesar mg/100 gram dry basis dan memiliki kandungan flavonol berupa quarcetin dengan konsentrasinya sebesar 6.1 mg/100 gram dry basis dan myricetin sebesar 21.3 mg/100 gram dry basis, sehingga total flavonol atau flavonoid pada takokak sebesar 27.4 mg/100 gram dry basis. Flavonol merupakan senyawa flavonoid dan juga termasuk golongan senyawa fenol. Penelitian Apriady (2010) menyatakan, bahwa nilai total fenol buah takokak yang diuji sebanyak mg/100 gram dry basis dan mengandung asam fenolat berupa asam klorogenat mg/100 gram dry basis, asam kafeat mg/100 gram dry basis, dan asam ferulat 1.60 mg/100 gram dry basis, sehingga total asam fenolat buah takokak berdasarkan perhitungan kurva standar campuran sebesar mg/100 gram dry basis. Nilai total fenol yang diperoleh merupakan nilai yang berasal dari keseluruhan jumlah atau total senyawa fenol pada sampel yang diekstrak, bukan jenis senyawa fenol spesifik atau tertentu. Maka dari itu, nilai total fenol pada suatu sampel belum tentu mengandung flavonoid atau asam fenolat saja sebagai senyawa fenolnya. Nilai total fenol buah takokak hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, karena secara langsung Rahmat dan Apriady menganalisis sampel bubuk buah takokak tersebut untuk diketahui total fenolnya. Sementara itu, nilai total fenol buah takokak yang diperoleh pada penelitian kali ini berdasarkan hasil perhitungan total fenol ekstrak metanol dan yield ekstrak metanol buah takokak. Dengan kata lain, sampel yang digunakan untuk analisis total fenol pada penelitian ini berupa sampel ekstrak dari pelarut organik metanol, sehingga komponen fenol yang terekstrak pada penelitian ini kemungkinan lebih sedikit dan nilainya menjadi lebih rendah. Oleh karena itu, kandungan senyawa yang diperoleh dari nilai total fenol ekstrak metanol buah takokak pun kemungkinan hanya mengandung beberapa jenis senyawa fenol. C. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Buah Takokak Berdasarkan nilai yield, ekstrak metanol memiliki yield tertinggi daripada ekstrak etil asetat dan heksan. Maka dari itu, sampel ekstrak metanol dipilih untuk analisis aktivitas antioksidan ekstrak buah takokak ini. Selain itu, diasumsikan bahwa nilai aktivitas antioksidan yang terukur merupakan senyawa antioksidan yang sebagian besar berasal dari senyawa fenolik yang cenderung bersifat polar, sehingga larut baik pada pelarut metanol (polar). Metode yang digunakan untuk mengetahui aktivitas antioksidan suatu bahan cukup banyak, salah satunya adalah metode pengujian DPPH (1,1-diphenyl- 2-picrylhidrazyl). Metode DPPH merupakan metode yang murah, sederhana, dan cepat dalam mengukur aktivitas antioksidan suatu bahan pangan dengan melibatkan penggunaan radikal bebas 1,1-32

15 diphenyl-2-picrylhidrazyl (DPPH). Metode ini pun dapat digunakan untuk sampel padat atau cair dan tidak spesifik untuk komponen antioksidan tertentu, akan tetapi berlaku untuk aktivitas antioksidan seluruh sampel (Prakash et al. 2012). Maka dari itu, metode pengujian DPPH digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui aktivitas antioksidan pada takokak dengan menggunakan vitamin C (ascorbic acid) sebagai salah satu standar antioksidan murni atau aslinya. Aktivitas antioksidan bahan dapat dinyatakan dalam persen penghambatan (% inhibisi) radikal bebas DPPH (Sandrasari 2008, Andarwulan et al. 2010) dan dalam AEAC (Ascorbic acid Equivalen Antioxidant Capacity) (Prangdimurti et al. 2010). Perhitungan aktivitas antioksidan ekstrak takokak berdasarkan % inhibisi terdapat pada Lampiran 15. Ekstrak buah yang diuji dibuat dalam konsentrasi 200 ppm berdasarkan nilai total fenolnya. Nilai % inhibisi untuk aktivitas antioksidan ekstrak metanol buah takokak dan ekstrak metanol hancuran buah takokak masing-masing sebesar 84.18% dan 87.37%. Hasil nilai aktivitas antioksidan ekstrak takokak yang dinyatakan dengan % inhibisi pada Gambar 16a diolah secara statistik dengan uji t-test (Lampiran 16). Uji statistik t-test menujukkan bahwa % inhibisi ekstrak metanol buah takokak tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan ekstrak metanol hancuran buah takokak pada taraf signifikansi 5%. Nilai aktivitas antioksidan ekstrak metanol buah takokak dan ekstrak metanol hancuran buah takokak dibandingkan hasilnya dengan asam askorbat dalam bentuk AEAC. Nilai AEAC diperoleh dari kurva standar asam askorbat. Kurva standar asam askorbat yang diperoleh dan hasil perhitungan AEAC dapat dilihat pada Lampiran 17 dan 18. Persamaan garis yang diperoleh dari kurva standar asam askorbat yaitu y = x dengan R² = Nilai AEAC ekstrak metanol buah takokak dan ekstrak metanol hancuran buah takokak sebesar 0.23 mg/ml dan 0.24 mg/ml. Aktivitas antioksidan ekstrak takokak yang dinyatakan dalam AEAC pada Gambar 16b diolah secara statistik dengan uji t-test (Lampiran 19). Uji statistik t-test menujukkan bahwa nilai AEAC ekstrak metanol buah takokak tidak berbeda nyata dengan ekstrak metanol hancuran buah takokak pada taraf signifikansi 5%, karena nilai signifikansi sampel lebih dari (a) Gambar 16. Aktivitas antioksidan ekstrak buah takokak berdasarkan % inhibisi (a) dan AEAC (b) (b) Persentase inhibisi dan AEAC ekstrak metanol buah takokak tidak berbeda nyata dengan hancuran buah takokak, artinya senyawa antioksidan secara keseluruhan pada sampel mampu menghambat radikal bebas DPPH yang ditandai dengan indikator perubahan warna larutan dari ungu tua menjadi kuning terang atau tidak berwarna. Perubahan warna ini dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm. Hal tersebut terjadi akibat interaksi senyawa antioksidan bahan dengan elektron atau atom hidrogen pada radikal bebas DPPH, sehingga radikal bebas DPPH menjadi netral dan membentuk DPPH tereduksi (DPPH-H) (Sharma dan Bhat 2009). 33

16 Semakin pudar warna ungu yang dihasilkan dari larutan uji akan menunjukkan selisih nilai absorbansi yang tinggi pula, dan nilai aktivitas antioksidan sampel uji akan semakin besar. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa penggunaan ekstrak metanol dalam uji aktivitas antioksidan buah takokak karena diasumsikan komponen bioaktif antioksidannya sebagian besar bersifat polar. Senyawa antioksidan di dalam tanaman tingkat tinggi selain senyawa protein, senyawa bernitrogen, karotenoid, dan vitamin C adalah senyawa fenolik (Larson 1988). Senyawa fenolik yang berfungsi sebagai antioksidan primer ini dalam tanaman bersifat polar, dapat berupa vitamin E, flavonoid, asam fenolat, dan senyawa fenol lainnya (Andarwulan et al. 1996). Senyawasenyawa fenolik tersebut dapat terlarut secara baik dalam pelarut polar, yaitu metanol. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sandrasari (2008) bahwa sampel uji dikatakan memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat jika sampel mampu menghambat perkembangan radikal bebas lebih dari 80%, dikatakan sedang jika mampu menghambat sebesar 50-80%, dan dikatakan lemah jika kemampuan penghambatan kurang dari 50%. Hasil data % inhibisi ekstrak metanol buah dan hancuran buah takokak menunjukkan nilai yang tinggi, yaitu lebih dari 80%. Hal ini berarti ekstrak metanol buah dan hancuran buah takokak mempunyai aktivitas antioksidan yang sangat kuat dan dapat dijadikan sebagai sumber antioksidan alami. Proses penghancuran pada sampel menujukkan tidak adanya perbedaan secara signifikan dalam nilai aktivitas antioksidan buah takokak, sebab diduga senyawa-senyawa antioksidan, seperti senyawa fenol pada bahan tetap aktif sebagai antioksidan. Akan tetapi, secara kuantitas, jumlah senyawa-senyawa antioksidan pada ekstrak metanol buah dan hancuran buah tetap berbeda. Senyawa fenol merupakan senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus hidroksil (-OH) yang menempel pada cincin aromatik (benzena). Benzena merupakan cincin aromatik yang dibentuk oleh enam buah atom karbon yang terikat secara semi rangkap (terkonjugasi). Struktur benzena terdiri atas ikatan kovalen tunggal (σ) dan ikatan kovalen rangkap dua (π). Ikatan kovalen rangkap dua pada benzena membuat ikatan tersebut tidak selalu berada pada tempat yang sama akibat adanya pergerakan elektron (delokalisasi). Delokalisasi elektron menyebabkan senyawa aromatik mempertahankan kearomatisannya dengan mengalami reaksi substitusi (penggantian atom), seperti senyawa fenol yang merupakan substitusi benzena dengan gugus OH. Senyawa fenol yang aktif sebagai antioksidan dikarenakan atom hidrogen yang terdapat pada gugus OH fenol mengalami ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen lebih lemah daripada ikatan kovalen, sehingga ikatan hidrogen lebih mudah lepas. Secara umum, senyawa fenolik merupakan asam lemah, namun lebih asam daripada alkohol alifatis (Andarwulan et al. 2012). Dengan demikian, aktivitas antioksidan suatu bahan tidak selalu ditentukan oleh total fenol. Namun, kemungkinan ditentukan oleh kemampuan gugus hidroksil (-OH) pada senyawa fenol untuk melepaskan elektron atau atom hidrogen (radikal fenol) dan berikatan dengan radikal bebas lainnya, sehingga menjadi stabil akibat adanya delokalisasi elektron tidak berpasangan ke bagian cincin aromatik. Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan antioksidan terhadap kecepatan atau tingkat otoksidasi, antara lain struktur antioksidan, kondisi oksidasi, dan sampel yang teroksidasi (Andarwulan et al. 1996). Kemudian, perubahan kandungan vitamin C pada buah (vegetable fruit) kurang memberikan pengaruh yang berbeda nyata tehadap aktivitas antioksidannya dibandingkan dengan sayur berdaun hijau, seperti bayam. Kestabilan asam askorbat pada buah dan produk turunannya diakibatkan keberadaan senyawa askorbat dan fenolik pada kompartemen intraseluller, dimana vitamin C akan dilokalisasi dalam vakuola, atau sitosol, atau kloroplas yang tidak dilindungi oleh senyawa fenolik. Sementara itu, senyawa fenolik seperti flavonoid hampir dilokalisasi pada vakuola dengan ph lingkungan yang rendah dan hampir menempati semua sel. 34

17 Beberapa hasil analisis terkait senyawa dan aktivitas antioksidan buah dan ekstrak buah takokak ( torvum Swartz.) dapat dibandingkan dengan beberapa jenis sayuran buah lainnya yang masih dalam satu famili Solanaceae (terung-terungan). Berikut hasil beberapa rekapitulasi nilai total fenol, total antosianin, dan total asam askorbat sayuran buah dari famili Solanaceae yang dapat dilihat pada Tabel 3. 35

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat 1. Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah takokak segar yang diperoleh dari Desa Benteng Gunung Leutik dan salah satu pasar tradisional

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Tepung Kentang Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan kentang. Pembuatan tepung kentang dilakukan dengan tiga cara yaitu tanpa pengukusan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan jenis pelarut terhadap kemampuan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica Less.) dalam menghambat oksidasi gula. Parameter

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI Penelitian tentang umbi bawang dayak ini dilakukan tidak hanya dalam bentuk umbi segarnya (Gambar 2) yang mengandung berbagai macam komponen bioaktif,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Zat Ekstraktif Mindi Kadar ekstrak pohon mindi beragam berdasarkan bagian pohon dan jenis pelarut. Berdasarkan bagian, daun menghasilkan kadar ekstrak tertinggi yaitu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.229

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) Pohon api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) merupakan tumbuhan sejati yang hidup di kawasan mangrove. Morfologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2013 sampai Agustus 2013 di Laboratoium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium Instrumen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG 49 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kandungan Klorofil Pada Ekstrak Sebelum Pengeringan dan Bubuk Klorofil Terenkapsulasi Setelah Pengeringan Perhitungan kandungan klorofil pada ekstrak sebelum pengeringan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan Juli 2010 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2014 sampai dengan bulan Januari 2015 bertempat di Laboratorium Riset Kimia Makanan dan Material serta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit 8 s n i1 n 1 x x i 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit s RSD (%) 100% x Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit Pengujian Alkaloid Satu gram contoh dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Umbi bawang dayak segar, simplisia, keripik, metanol, etanol, etilasetat, heksan, air destilata, toluen, H 2 SO 4 pekat, H 2 BO 3 3%, NaOH-5%, Na 2 S 2

Lebih terperinci

39 Universitas Indonesia

39 Universitas Indonesia BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ekstraksi Buah Mengkudu Untuk ekstraksi, buah mengkudu sebanyak kurang lebih 500 g dipilih yang matang dan segar serta tidak perlu dikupas terlebih dahulu. Selanjutnya bahan

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH Dian Pratiwi, Lasmaryna Sirumapea Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang ABSTRAK

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proksimat Semanggi Air (Marsilea crenata) Semanggi air yang digunakan dalam penelitian ini merupakan semanggi air yang berasal dari daerah Surabaya, Jawa Timur kemudian semanggi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ini berlangsung selama 4 bulan, mulai bulan Maret-Juni 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. ini berlangsung selama 4 bulan, mulai bulan Maret-Juni 2013. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan IPA, Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Penelitian

Lebih terperinci

Aktivitas antioksidan ekstrak buah labu siam (Sechium edule Swartz) Disusun oleh : Tri Wahyuni M BAB I PENDAHULUAN

Aktivitas antioksidan ekstrak buah labu siam (Sechium edule Swartz) Disusun oleh : Tri Wahyuni M BAB I PENDAHULUAN Aktivitas antioksidan ekstrak buah labu siam (Sechium edule Swartz) Disusun oleh : Tri Wahyuni M.0304067 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Antioksidan memiliki arti penting bagi tubuh manusia,

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh/hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- Cihideung. Sampel yang diambil adalah CAF. Penelitian

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN Hasil Kerja Ekstraksi Jahe

BAB 4 PEMBAHASAN Hasil Kerja Ekstraksi Jahe 4.1. Hasil Kerja Ekstraksi Jahe BAB 4 PEMBAHASAN Bahan jahe merupakan jenis varietas putih besar yang diapat dari pasar bahan organik Bogor. Prinsip kerja ekstraksi ini adalah dengan melarutkan senyawa

Lebih terperinci

UJI DAYA REDUKSI EKSTRAK DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) TERHADAP ION FERRI SKRIPSI

UJI DAYA REDUKSI EKSTRAK DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) TERHADAP ION FERRI SKRIPSI UJI DAYA REDUKSI EKSTRAK DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) TERHADAP ION FERRI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai Derajat Sarjana Farmasi (S. Farm) Progam Studi Ilmu Farmasi pada

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 2010 di Area Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan November 2011 sampai Mei 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen

Lebih terperinci

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal 6 dari 1 maka volume bakteri yang diinokulasikan sebanyak 50 µl. Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Sebanyak 0.1 gram serbuk hasil ekstraksi flaonoid dilarutkan dengan 3 ml kloroform dan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian,

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian, 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian, Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2014 di Laboratorium Kimia Instrumen dan Laboratorium Kimia Riset Makanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Juli 2014 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan. Cipaganti, Kecamatan Coblong dan Pasar Ciroyom, Kelurahan Ciroyom,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan. Cipaganti, Kecamatan Coblong dan Pasar Ciroyom, Kelurahan Ciroyom, BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Tanaman Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah kulit kentang (Solanum tuberosum L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan Cipaganti,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K 7 Persentase inhibisi = K ( S1 S ) 1 K K : absorban kontrol negatif S 1 : absorban sampel dengan penambahan enzim S : absorban sampel tanpa penambahan enzim Isolasi Golongan Flavonoid (Sutradhar et al

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1 ANALISIS PROTEIN Page 1 PENDAHULUAN Merupakan polimer yang tersusun atas asam amino Ikatan antar asam amino adalah ikatan peptida Protein tersusun atas atom C, H, O, N, dan pada protein tertentu mengandung

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi.

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi. BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah aktivitas antioksidan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hitam yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Bogor grade BP1 (Broken Pekoe 1).

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) MARIATI Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Politeknik Negeri Tanah Laut, Jl. A. Yani, Km

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pelaksanaan Penelitian

BAHAN DAN METODE. Pelaksanaan Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Maret 2009. Tempat penelitian di Kebun IPB Tajur I dan analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan April 2013 di Laboratorium Kimia Instrumen dan Laboratorium Kimia Riset Makanan

Lebih terperinci

III. SIFAT KIMIA SENYAWA FENOLIK

III. SIFAT KIMIA SENYAWA FENOLIK Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous III. SIFAT KIMIA SENYAWA FENOLIK A. Kerangka Fenolik Senyawa fenolik, seperti telah dijelaskan pada Bab I, memiliki sekurang kurangnya satu gugus fenol. Gugus fenol

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material, dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan 4.1 Ekstraksi dan Fraksinasi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol, maserasi dilakukan 3 24 jam. Tujuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit jengkol, larva

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit jengkol, larva 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April 2015 di Laboratorium Kimia Universitas Medan Area. 3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak ditemukannya zat pewarna sintetik serta terbatasnya jumlah dan mutu zat

I. PENDAHULUAN. Sejak ditemukannya zat pewarna sintetik serta terbatasnya jumlah dan mutu zat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sejak ditemukannya zat pewarna sintetik serta terbatasnya jumlah dan mutu zat pewarna alami, penggunaan pigmen sebagai zat warna alami semakin menurun (Samun,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini rimpang jahe merah dan buah mengkudu yang diekstraksi menggunakan pelarut etanol menghasilkan rendemen ekstrak masing-masing 9,44 % dan 17,02 %.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van 22 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Determinasi merupakan suatu langkah untuk mengidentifikasi suatu spesies tanaman berdasarkan kemiripan bentuk morfologi tanaman dengan buku acuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Latar dan Waktu Penelitian Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian daun dari tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai bulan Juli 2014 yang sebagian besar dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

Fan 1 Fan 2 Fan 3 Fan 4 1A 57A 111A 155A 1B 57B 111B 155B 1C 57C 111C 155C 1D 57D 111D 155D

Fan 1 Fan 2 Fan 3 Fan 4 1A 57A 111A 155A 1B 57B 111B 155B 1C 57C 111C 155C 1D 57D 111D 155D LAMPIRAN 47 48 Lampiran 1 Prosedur analisis karakteristik fisik 1. Rendemen (AOAC 1995 yang dimodifikasi) Rendemen adalah persentase bahan baku utama yang menjadi produk akhir atau perbandingan produk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tanaman Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratorium. Metode yang digunakan untuk mengekstraksi kandungan kimia dalam daun ciplukan (Physalis

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL PEMBAHASAN 5.1. Sukrosa Perubahan kualitas yang langsung berkaitan dengan kerusakan nira tebu adalah penurunan kadar sukrosa. Sukrosa merupakan komponen utama dalam nira tebu yang dijadikan bahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia L.) yang diperoleh dari Kampung Pamahan-Jati Asih, Bekasi. Dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antioksidan pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antioksidan pada 28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antioksidan pada ektrak etanol jamur tiram dan kulit rambutan yang ditunjukkan dengan nilai IC 50 serta untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. BB buah takokak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. BB buah takokak BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Analisis Fisik Pada penentuan kadar air dari 2gram buah takokak, didapat berat kering dalam 3 kali pengulangan adalah sebagai berikut: Tabel I. Berat Basah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan 3.3.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemanas listrik, panci alumunium, saringan, peralatan gelas (labu Erlenmayer, botol vial, gelas ukur,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Ekstraksi Tomat Bahan tomat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tomat dari varietas tomat apel (Lycopersicum esculentum var. pyriforme) yang diperoleh dari sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Agustus 2006 sampai Juli 2007, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daun salam (Syzygium polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam yang didapatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pohon mangrove Api-api (Avicennia marina) Lampiran 2 Perhitungan analisis proksimat daun Api-api (Avicennia marina)

Lampiran 1 Pohon mangrove Api-api (Avicennia marina) Lampiran 2 Perhitungan analisis proksimat daun Api-api (Avicennia marina) LAMPIRAN 74 Lampiran 1 Pohon mangrove Api-api (Avicennia marina) Lampiran 2 Perhitungan analisis proksimat daun Api-api (Avicennia marina) a. Kadar air % Kadar air U 1 % Kadar air U 2 Kadar air rata-rata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga memberikan kesegaran bagi konsumen. Warna yang beraneka macam

I. PENDAHULUAN. sehingga memberikan kesegaran bagi konsumen. Warna yang beraneka macam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es lilin merupakan suatu produk minuman yang banyak disukai anak-anak hingga dewasa. Hal ini dikarenakan es lilin memiliki rasa yang manis dan dingin sehingga memberikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan tempat penelitian sebagai berikut :

BAB III METODE PENELITIAN. dengan tempat penelitian sebagai berikut : 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan Juli 2012 dengan tempat penelitian sebagai berikut : 1. Laboratorium Mutu Giling Balai Besar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... ii. SURAT PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. UCAPAN TERIMA KASIH... v. ABSTRAK...

DAFTAR ISI JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... ii. SURAT PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. UCAPAN TERIMA KASIH... v. ABSTRAK... DAFTAR ISI JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii SURAT PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv UCAPAN TERIMA KASIH... v ABSTRAK... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

Prosiding SNaPP2015 Kesehatan pissn eissn

Prosiding SNaPP2015 Kesehatan pissn eissn Prosiding SNaPP2015 Kesehatan pissn 2477-2364 eissn 2477-2356 AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL DAUN BENALU SAWO (HELIXANTHERE SP) HASIL EKSTRAKSI SOXHLETASI DAN PERKOLASI 1 Mauizatul Hasanah, 2 Febi

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, Laboratorium Biokimia Zat Gizi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lainnya. Secara visual, faktor warna berkaitan erat dengan penerimaan suatu

I. PENDAHULUAN. lainnya. Secara visual, faktor warna berkaitan erat dengan penerimaan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu suatu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor di antaranya cita rasa, warna, tekstur, nilai gizi, dan faktor lainnya. Secara visual, faktor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini di jaman yang sudah modern terdapat berbagai macam jenis makanan dan minuman yang dijual di pasaran. Rasa manis tentunya menjadi faktor utama yang disukai

Lebih terperinci

HASIL. Kadar Air Daun Anggrek Merpati

HASIL. Kadar Air Daun Anggrek Merpati 6 konsentrasi yang digunakan. Nilai x yang diperoleh merupakan konsentrasi larutan yang menyebabkan kematian terhadap 50% larva udang. Ekstrak dinyatakan aktif apabila nilai LC50 lebih kecil dai 1000 μg/ml.

Lebih terperinci