BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. PERSEPSI ANCAMAN 1. Definisi Persepsi ancaman adalah sebuah sebuah keadaan dimana individu mempersepsikan sebuah situasi sebagai situasi yang negatif dan merasakan perlunya melindungi diri (redmond, 2012). Terdapat dua tipe ancaman yang bisa muncul pada individu, yaitu ancaman personal (personal threat) dan ancaman antar kelompok (intergroup threat). Ancaman personal adalah ancaman yang terjadi ketika individu berfikir bahwa dirinya merasa terancam. Jenis ancaman ini terkadang disebut self-directed threat. Ancaman antar kelompok secara umum sama dengan ancaman personal, yang membedakannya adalah bahwa ancaman yang dirasakan oleh individu berhubungan dengan kelompoknya. Sebuah ancaman terhadap kelompok dialami ketika anggota dari sebuah kelompok merasakan bahwa kelompok yang lain akan membahayakan mereka (Redmond, 2012). Dalam konteks intergroup threat theory, Stephan, Ybarra dan Morrison (2009) mendefinisikan ancaman antar kelompok sebagai pengalaman dimana seorang individu mempersepsikan bahwa kelompok lain akan membahayakan diri/kelompok mereka. 11

2 12 2. Tipe-tipe persepsi ancaman Berdasarkan Stephan, Ybarra dan Morrison (2009), persepsi ancaman memiliki berberapa tipe, yaitu: a. Ancaman Realistik (Realistic Threat) Pada awalnya, ancaman realistik adalah sebuah konsep yang dikembangkan oleh Levine & Campbell dan dikenal dengan realistic group conflict theories (RGCT). Persepsi terhadap ancaman realistik bisa terjadi dalam dua level, yaitu level individu (personal) dan level kelompok. Pada level personal, ancaman realistik mengacu kepada ancaman yang berhubungan dengan fisik atau material yang nyata dan membahayakan individu seperti rasa sakit, siksaan, atau kematian, juga kerugian dalam bidang ekonomi, dan ancaman terhadap kesehatan dan keselamatan individu. Pada level kelompok, individu melihat ancaman sebagai sesuatu yang dapat membahayakan keberadaan kelompok. b. Ancaman Simbolik (Symbolic Threat) Ancaman simbolik adalah ancaman yang berhubungan dengan agama, nilai-nilai, kepercayaan, ideologi, falsafah, moralitas, juga identitas sosial dan harga diri dari individu atau kelompok. Persepsi terhadap ancaman simbolik adalah bagaimana cara hidup dari individu/kelompok luar bisa mengancam individu atau kelompoknya. Beberapa peneliti telah menghubungkan ancaman simbolik secara langsung dengan sikap antar kelompok. Esses, dkk (dalam Stephan & Stephan, 1996) berpendapat ketika nilai-nilai, kebiasaan, atau tradisi

3 13 dihalangi oleh kelompok luar (outgroup), individu akan cenderung bersikap negatif terhadap kelompok luar (outgroup). c. Kecemasan Antar Kelompok (Intergroup Anxiety) Kecemasan antar kelompok yang melibatkan antisipasi terhadap interaksi antar kelompok yang negatif awalnya awalnya merupakan jenis ancaman yang terpisah. Namun, berdasarkan revisi terakhir menurut Stephan, Ybarra dan Morrison (2009) kecemasan antar kelompok dikelompokkan sebagai sub bagian dari ancaman antar kelompok yang berpusat pada kekhawatiran pada interaksi dengan anggota outgroup. Kekhawatiran ini muncul dari berbagai sumber yang berbeda, termasuk diantaranya kekhawatiran bahwa outgroup akan memanfaatkan ingroup, dan kekhawatiran bahwa outgroup akan mempersepsikan ingroup berprasangka. Tipe ancaman ini, berorientasi pada emosi, ia muncul dari kekhawatiran pada diri sendiri, baik karena individu takut terhadap konsekuensi perilaku atau psikologis, atau karena mereka takut terhadap evaluasi dari anggota ingroup atau outgroup (Stephan & Stephan, 1985).

4 14 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Ancaman Berdasarkan Stephan, Ybarra & Morrison (2009), terdapat empat faktor yang dapat mempengaruhi persepsi ancaman a. Hubungan antar kelompok (Intergroup relation) Bagaimana hubungan antara kelompok yang satu dengan yang lain bisa mempengaruhi ancaman. Kekuatan kelompok, sejarah konflik, juga besar anggota kelompok merupakan faktor-faktor yang berperan dalam hubungan antar kelompok ini. b. Dimensi budaya (Cultural dimension) Dimensi budaya mengacu pada nilai-nilai, standar, peraturan, normanorma, dan kepercayaan pada satu kelompok dengan kelompok yang lain. ketika perbedaan pada hal-hal tersebut semakin mencolok, maka ancaman yang muncul pada masing-masing kelompok akan semakin meningkat. c. Faktor situasional (Situational factor) Faktor-faktor situasional seperti setting dimana interaksi antar kelompok berlangsung, bagaimana interaksi terjadi, juga tingkat dimana norma-norma hadir diantara masing-masing kelompok, tujuan dari interaksi, dan situasi kooperatif atau kompetitif dari interaksi bisa mempengaruhi persepsi ancaman yang terjadi antar kelompok. Bagaimana tingkah laku individu ketika interaksi terjadi mempengaruhi hal ini.

5 15 d. Perbedaan individu (Individual differences) Individu yang kurang memiliki kontak personal dan cenderung asing dengan kelompok luar juga memiliki self esteem yang rendah akan cenderung lebih merasa terancam ketika berinteraksi dengan kelompok luar. 4. Konsekuensi dari ancaman Intergroup threat bisa menyebabkan munculnya konflik. Hal ini dikarenakan ancaman mempengaruhi perilaku, persepsi, dan emosi. Sebuah ancaman dapat membangkitkan emosi negatif yang kuat termasuk didalamnya rasa takut, marah, benci, frustasi, dan rasa tidak aman. Selain itu, persepsi ancaman bisa mengurangi rasa empati pada anggota dari kelompok luar. Stephan, Ybarra dan Morrison (2009) membagi respon individu terhadap ancaman menjadi tiga, yaitu: a. Respon Kognitif (Cognitive response) Respon kognitif terhadap ancaman mencakup perubahan persepsi pada kelompok luar, seperti perubahan dalam stereotip terhadap kelompok luar. Stereotip ini, seperti stereotip pada umumnya didasarkan pada atribut yang dipercayai oleh individu dimiliki oleh kelompok luar. Stereotip negatif terhadap kelompok luar ini akan meningkat seiring dengan sikap negatif yang dimiliki oleh ingroup terhadap outgroup.

6 16 b. Respon Emosional (Emotional response) Respon emosional terhadap ancaman kemungkinan akan menjadi negatif. Individu akan menjadi takut, cemas, marah, dan benci. Individu akan menjadi gelisah dan canggung ketika berhadapan dengan kelompok luar karena adanya ketidakpastian tentang bagaimana seharusnya bersikap dihadapan mereka. semakin individu merasa cemas terhadap kelompok luar, semakin ia akan mengantisipasi reaksi negatif dari kelompok luar. Kecemasan emosional bahkan bisa terjadi ketika individu salah memprediksi respon kelompok luar. c. Respon perilaku (Behavioral response) Respon perilaku yang muncul sebagai akibat dari ancaman berkisar dari menarik diri, diskriminasi, berbohong, menipu, mencuri, mengganggu, dan berbagai respon konflik lainnya. Reaksi behavioral yang muncul secara garis besar berorientasi kepada mendekati (approach) sumber ancaman (agresi) atau menghindari (avoidance) sumber ancaman.

7 17 B. PERILAKU MENGHINDAR 1. Definisi perilaku menghindar Perilaku menghindar secara sederhana bisa diartikan sebagai sebuah perilaku dimana individu mengabaikan sebuah situasi dan kontak terhadap objek perilaku yang bisa memunculkan konflik (Leung, Brew, Zhang & Zhang, 2011). Perilaku menghindar adalah salah satu strategi menghadapi konflik, dimana individu menarik diri, memilih meninggalkan situasi konflik, baik secara fisik mapun psikologis (Pruitt & Robin, 2004). Perilaku menghindar memiliki 3 bentuk, diantaranya adalah avoidance (perilaku menghindar yang melibatkan penghindaran secara keseluruhan dari suatu situasi yang mengancam), escape (perilaku menghindar yang meliputi meninggalkan situasi khusus yang mengancam), dan partial avoidance (perilaku menghindar yang digunakan dimana individu membatasi diri ketika melakukan atau menghadapi situasi yang mengancam). 2. Perilaku menghindar sebagai strategi menghadapi konflik Deutsch (1973 dalam Roloff & Ifert, 2000) berpendapat bahwa konflik muncul ketika terdapat situasi yang bertentangan. Sebuah konflik melibatkan stimulus yang tidak diinginkan dan/atau tidak pantas. Dalam beberapa situasi, sebuah konflik seringkali tidak dihadapi secara langsung untuk menghindari munculnya perselisihan atau pertengkaran. Hal ini berkaitan dengan perilaku menghindar. Perilaku menghindar terjadi ketika

8 18 seseorang mencoba untuk mencegah munculnya tindakan yang bisa menimbulkan sebuah masalah. Budaya menunjukkan perbedaan cara dalam menghadapi perselisihan, dan penelitian menunjukkan bahwa orang asia akan cenderung menggunakan perilaku menghindar dalam menghadapi masalah. Sejalan dengan hal ini, Tjosvold dan Sun (2002) menemukan bahwa menghindari masalah dipersepsikan mampu melindungi hubungan interpersonal antara dua pihak yang bermasalah dan mengurangi terjadinya konflik diantara mereka. C. SUKU MELAYU Suku melayu merupakan etnis yang termasuk ke dalam rumpun ras austronesia. Suku melayu bermukim di sebagian besar Malaysia, pesisir timur Sumatera, sekeliling pesisir Kalimantan, Thailand Selatan, Mindanao, Myanmar Selatan, serta pulau-pulau kecil yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata. Di Indonesia, jumlah suku melayu berkisar sebanyak 3,4% dari seluruh populasi, yang sebagian besar mendiami propinsi Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, dan Kalimantan Barat (Irdasyamsi, 2012). Di Indonesia, yang dimaksud dengan suku bangsa melayu adalah yang mempunyai etika, tingkah laku, dan adat istiadat Melayu. Ketika Islam mulai menyebar didaerah Sumatera dan Semenanjung Melaka, keyakinan dan

9 19 ketaatan terhadap agama Islam menjadi salah satu ciri khas dari Orang Melayu (Irdasyamsi, 2012). Imperium melayu adalah penyambung warisan Sriwijaya. Kedatangan Sriwijaya yang mula-mula sejak tahun dibawah kekuasaan melayu, yang meliputi daerah Sumatera Tengan dan Selatan. Sriwijaya Syailendra bermula dari akhir abad ke-7 dan berakhir pada akhir abad ke-12. Kemaharajaan melayu dimulai dari Kerajaan Bintan-Tumasik pada abad M dan kemudian memasukii periode Melayu Riau yaitu zaman Melaka pada abad M, Zaman Johor-Kampar pada abad M, dan Zaman Riau- Lingga pada abad M (Wikipedia, 2013). Bahasa melayu Riau mempunyai sejarah yang panjang. Bahasa yang menjadi dasar bahasa nasional di Indonesia ini sudah menjadi bahasa pengantar di berbagai kepulauan di Nusantara sejak Zaman Kerajaan Sriwijaya. Bahasa melayu, ketika terjadi perubahan kekuasaan kerajaan mendapat predikat yang berbeda pula sesuai dengan nama pusat kerajaan Melayu pada saat itu. Karena itu, bahasa melayu zaman Melaka terkenal dengan Melayu Melaka, bahasa melayu zaman Johor-Kampar terkenal dengan Melayu Johor dan bahasa Melayu Zaman Riau-Lingga hingga saat ini dikenal dengan bahasa Melayu Riau (Irdasyamsi (2012).

10 20 D. SUKU LAUT Suku Laut atau sering juga disebut Orang Laut adalah suku bangsa yang menghuni Kepulauan Riau, Indonesia. Orang Suku Laut merupakan kelompok etnik berkarakter pengembara yang hidup dan menetap di perairan di beberapa pulau dalam wilayah Provinsi Kepulauan Riau, Indonesia. Suku bangsa ini merupakan satu varian dari berbagai macam kelompok suku Laut yang bermukim di Asia Tenggara. Keberadaan mereka di Provinsi Riau menurut Chou (2003) tersebar di Pulau Bertam, Pulau Galang, Pulau Mapor, Pulau Mantang, Pulau Barok, dan beberapa pulau lain. Orang Suku Laut memiliki bermacam penamaan. Penamaan ini muncul dari para peneliti ilmu sosial, masyarakat setempat (orang Melayu), maupun dari diri mereka sendiri. Di Indonesia, suku bangsa ini biasa dikenal sebagai Orang Laut (sea people) atau Suku Sampan (boat tribe/sampan tribe). Sedangkan dalam berbagai literatur berbahasa Inggris biasanya dalam karya etnografi maupun ilmu sosial lain yang menaruh perhatian terhadap masyarakat kesukuan yang berdomisili di pesisir maupun kepulauan di kawasan Asia Tenggara, kita dapat temukan beberapa macam sebutan untuk suku bangsa ini, seperti sea nomads, sea folk, sea hunters and gatherers, sea forager, sea gypsies, dan ada yang menyebutnya sebagai masyarakat laut (people of the sea) (Chou, 2003). Meskipun terdapat beragam sebutan, oleh sebagian besar orang Melayu Riau daratan dan kepulauan, mereka dikenal dalam percakapan sehari-hari sebagai Orang Laut (Chou, 2003). Istilah Orang Laut yang disepakati Orang

11 21 Melayu ini bukan hanya berlaku bagi Orang Suku Laut sebagai masyarakat pengembara lautan (sea nomads), melainkan juga diberikan kepada masyarakat yang tinggal di sepanjang garis atau pesisir pantai yang ada di Kepulauan Riau yang mana mereka ini memang awalnya merupakan bagian dari Suku Laut. Lenhart mencatat bahwa penamaan terhadap mereka ini juga didasari atas lokasi di mana kelompok kerabat (klan) Orang Laut berdomisili, seperti misalnya Orang Laut yang tinggal di Pulau Bertam lantas bernama Suku Bertam. Begitu juga dengan Orang Laut yang menetap di Pulau Galang, Pulau Mapor, Pulau Mantang disebut Orang Galang, Orang Mapor, Orang Mantang, dan seterusnya (Lenhart, 1997). Asal-usul kedatangan Orang Suku Laut di Kepulauan Riau diperkirakan sekitar tahun SM sebagai bangsa proto Melayu (Melayu tua) dan kemudian menyebar ke Sumatra melalui Semenanjung Malaka. Pasca-1500 SM terjadi arus besar migrasi bangsa deutro Melayu yang mengakibatkan terdesaknya bangsa proto Melayu ke wilayah pantai (daratan pesisir). Kelompok yang terdesak inilah yang kini dikenal sebagai Orang Suku Laut (Lenhart, 1997). Ketika tanah Melayu diperintah oleh Kesultanan Riau-Lingga sekitar abad ke-18, Orang Suku Laut dilukiskan sebagai sekumpulan kelompok sukubangsa atau klan yang dibedakan berdasarkan teritori domisili mereka. Masing-masing klan ini terdiri dari berbagai nama, seperti Suku Tambus, Suku Galang, Suku Mantang, Suku Barok, dan Suku Mapor (Lenhart, 1997; Chou, 2003).

12 22 Ketika para klan itu bersatu, mereka disebut sebagai orang kerahan yang mengabdi kepada sultan untuk menjaga wilayah perairan kesultanan, berperang, serta menyediakan kebutuhan-kebutuhan laut bagi kesultanan. Selain suplai kebutuhan kerabat sultan, komoditas laut ini juga merupakan produk ekspor utama, terutama negeri Cina sebagai importir utamanya (Chou, 2003). Dari hubungan historis yang demikian, Orang Suku Laut saat ini memandang orang Melayu adalah kaum aristokrat dan pedagang. sejarah Orang Suku Laut di kawasan Kepulauan Riau ini terbagi ke dalam lima periode kekuasaan, yakni masa Batin (kepala klan), Kesultanan Melaka- Johor dan Riau-Lingga, Belanda ( ), Jepang ( ), dan Republik Indonesia (1949 sampai sekarang) (Chou, 2003). E. PERAN PERSEPSI ANCAMAN TERHADAP PERILAKU MENGHINDAR PADA SUKU LAUT YANG DILAKUKAN OLEH SUKU MELAYU DI KEPULAUAN RIAU Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Didalamnya hidup berbagai macam suku adat dan budaya yang berbeda. Salah satunya adalah suku laut yang hidup disekitar perairan Kepulauan Riau. Suku laut merupakan orang-orang yang mengandalkan laut sebagai sumber nafkah mereka. Kebanyakan dari mereka hidup dan berbudaya selama berabad-abad diatas lautan (Chou, 2003). Suku laut dulunya merupakan salah satu bagian dari kebudayaan melayu (Andaya, 2008). Sebagaimana halnya suku melayu, suku laut merupakan salah satu suku asli yang mendiami

13 23 Kepulauan Riau. Namun, hal ini tidak membuat suku laut dan Melayu lepas dari masalah isu etnisitas antar suku. Masalah etnisitas di Indonesia tampak pada relasi antar etnis dalam kehidupan sehari-hari maupun antara kelompok minoritas dan mayoritas di wilayah tertentu. Pada relasi antar etnis suku laut dan suku melayu, penyebab utama isu etnisitas antar kelompok ini lebih mengacu pada perbedaan yang sangat mencolok pada kepercayaan dan cara hidup antara suku laut dan suku melayu. Masyarakat melayu yang secara historis maupun secara sosiologis memiliki nilai adat yang sangat lekat dengan warna islami memiliki kepercayaan yang sangat bertolak belakang dengan kepercayaan suku laut yang sebagian besar masih menganut kepercayaan animisme-shamanisme (Chou, 2003). Perbedaan kepercayaan inilah yang kemudian membentuk kesadaran diantara orang melayu dan orang laut untuk membagi dunia sosial mereka menjadi dua kategori yang jelas yaitu orang kita (kita/insider) dan orang lain (mereka/outsider), yang kemudian mempengaruhi pola-pola relasi diantara mereka sendiri (Chou, 2003). Tajfel dan kolega (Tajfel, 1969; Tajfel dkk., 1971 dalam Withley & Kite, 2010) mengemukakan bahwa ketika individu mengidentifikasikan dirinya sebagai ingroup dan melihat orang lain sebagai bagian dari outgroup, mereka melihat anggota dalam ingroup lebih positif dibandingkan dengan outgroup. Proses kategorisasi ini berakibat pada munculnya perspektif us vs them dan meningkatkan munculnya perasaan kompetisi antar kelompok (Stephan, Ybara & Morrison, 2009; Withley & Kite, 2010).

14 24 Ketika perasaan kompetisi muncul, seseorang mengembangkan rasa curiga dan kecemasan terhadap orang yang asing sebagai cara untuk melindungi diri dan kelompoknya dari kemungkinan bahaya yang ditimbulkan dari luar. Kebutuhan akan keselamatan kelompok dan ketakutan pada kehancuran kelompok dirasakan sebagai ketakutan personal. Akibatnya, individu cenderung memperlakukan ingroup dengan lebih baik dan menampilkan rasa permusuhan kepada outgroup. Outgroup diperlakukan secara bermusuhan bukan karena mereka anggota dari kelompok luar, tapi lebih karena kelompok tersebut memiliki ancaman tertentu terhadap ingroup (Tajfel & Turner, 1986 dalam Stephan, Ybara & Morrison, 2009; Withley & Kite, 2010). Stephan dan Stephan (1996) berpendapat bahwa threat (ancaman) merupakan salah satu penyebab konflik yang muncul dalam kaitannya dengan hubungan antar kelompok. Kelompok luar yang mempunyai kekuatan untuk merugikan atau berbuat jahat kepada anggota kelompok dari individu adalah ancaman bagi kelompok (Stephan, Ybara & Morrison, 2009). Dalam hubungannya dengan konteks intergroup threat theory, intergroup threat dialami ketika anggota dari kelompok dirugikan oleh kelompok luar. Intergroup threat terjadi ketika tindakan, kepercayaan, atau karakteristik dari outgroup menentang tujuan atau keselamatan dari ingroup. Ancaman ini bisa berbentuk realistik ataupun simbolik (Riek dkk, 2010; Stephan, Ybara & morrison, 2009). Ancaman realistik adalah ancaman yang berhubungan dengan fisik atau material yang nyata dan membahayakan individu seperti rasa sakit, siksaan, atau kematian. Sementara ancaman simbolik adalah ancaman

15 25 yang berhubungan dengan agama, nilai-nilai, kepercayaan, ideologi, falsafah, moralitas, juga identitas sosial dan harga diri dari individu atau kelompok. Selain ancaman realistik dan simbolik, persepsi ancaman bisa berbentuk kecemasan. Kecemasan antar kelompok (intergroup anxiety), adalah ancaman yang berpusat pada perasaan cemas atau gelisah ketika individu berinteraksi dengan outgroup. Bagi suku melayu, ketakutan terbesar dalam hidup mereka adalah terkena ilmu hitam dan mengikuti kepercayaan dan gaya hidup suku laut. Hal ini disebabkan karena berdasarkan hierarki kehidupan masyarakat melayu, suku laut merupakan suku dengan hierarki terendah dari struktur sosial-politik masyarakat melayu (Chou, 2003). Menurut Chou (2003) dan Lenhart (1997), bagi suku melayu, orang suku laut diposisikan di hierarki terendah dari rangking atau derajat sosial dalam dunia melayu. Hal ini disebabkan karena mereka dianggap bukanlah bagian dari apa yang disebut kaum aristokrat melayu sebagai umat karena tidak menjalankan adat melayu, tidak memeluk agama islam, serta berpenampilan seperti lazimnya orang melayu. Sebuah ancaman (threat) bisa menyebabkan munculnya konflik. Hal ini dikarenakan ancaman mempengaruhi perilaku, persepsi, dan emosi. Konflik adalah persepsi dan/atau ketidaksesuaian yang nyata dalam nilai, harapan, proses, atau hasil dari dua pihak atau lebih pada masalah (Han, 2008). Sebuah konflik melibatkan stimulus yang tidak diinginkan dan/atau tidak pantas. Perbedaan budaya dalam cara menghadapi konflik dan perilaku ketika berhadapan dengan konflik telah menjadi fokus dalam berbagai penelitian

16 26 lintas budaya. Dalam budaya barat seperti amerika, nilai keterbukaan dalam menghadapi konflik sangat di hargai. Konsep keterbukaan ini termanisfestasi dalam berbagai perilaku seperti diskusi terbuka, dan konfrontasi langsung sebagai cara yang efektif untuk menghadapi konflik. Sebaliknya, menghindar sebagai upaya untuk menghadapi konflik dianggap sebagai strategi yang berguna dalam menghadapi konflik pada banyak negara di asia (Morris, Williams, Leung, dkk 1998, Tjosvold & Sun; Han, 2008). Hal ini dikarenakan pada masyarakat yang bersifat kolektif seperti Indonesia, menghindari masalah dipersepsikan mampu melindungi hubungan interpersonal antara dua pihak yang bermasalah dan mengurangi terjadinya konflik diantara mereka. F. HIPOTESIS PENELITIAN Hipotesa penelitian yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa terdapat peran pada persepsi ancaman terhadap perilaku menghindar pada suku laut yang dilakukan oleh suku melayu di kepulauan riau.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kepulauan Riau adalah sebuah provinsi di Indonesia. Kepulauan Riau

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kepulauan Riau adalah sebuah provinsi di Indonesia. Kepulauan Riau BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kepulauan Riau adalah sebuah provinsi di Indonesia. Kepulauan Riau mempunyai sejarah yang panjang sebagai wilayah yang menarik perhatian karena posisinya yang berada

Lebih terperinci

KEHIDUPAN MASYARAKAT PESISIR KEPULAUAN RIAU

KEHIDUPAN MASYARAKAT PESISIR KEPULAUAN RIAU KEHIDUPAN MASYARAKAT PESISIR KEPULAUAN RIAU Disusun Oleh : KINANTI FAUSTA IDELIA (26030116120031) NAILI ROHMAH (26030116120033) GRACE SINTANIA BUTAR BUTAR (26030116120036) ARINI SANDRA PRATIWI (26030116120037)

Lebih terperinci

Bab II. Kajian Pustaka. Teori identitas sosial dipelopori oleh Henri Tajfel pada tahun 1957 dalam

Bab II. Kajian Pustaka. Teori identitas sosial dipelopori oleh Henri Tajfel pada tahun 1957 dalam Bab II Kajian Pustaka 2.1. Identitas Sosial Teori identitas sosial dipelopori oleh Henri Tajfel pada tahun 1957 dalam upaya menjelaskan prasangka, diskriminasi, perubahan sosial dan konflik antar kelompok.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perasaan cemas dan tidak nyaman ini dapat dirasakan baik oleh kelompok mayoritas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perasaan cemas dan tidak nyaman ini dapat dirasakan baik oleh kelompok mayoritas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intergroup anxiety adalah perasaan cemas dan tidak nyaman yang mungkin dirasakan seseorang ketika berinteraksi dengan kelompok outgroupnya (Stephan, 2014). Perasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata.

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki sekitar 500 kelompok etnis, tiap etnis memiliki warisan budaya yang berkembang selama berabad-abad, yang dipengaruhi oleh kebudayaan India,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur

BAB I PENDAHULUAN. Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur Propinsi Sumatera Utara, yang membentang mulai dari Kabupaten Langkat di sebelah Utara, membujur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena di dalam kehidupannya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Pada diri manusia juga terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Masyarakat majemuk yang hidup bersama dalam satu wilayah terdiri dari berbagai latar belakang budaya yang berbeda tentunya sangat rentan dengan gesekan yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan elemen yang sangat melekat di dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan elemen yang sangat melekat di dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan elemen yang sangat melekat di dalam kehidupan masyarakat, yang juga merupakan ekspresi yang besifat universal seperti halnya bahasa. Bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kondisi dimana orang terhindar dari suatu gangguan jiwa. Namun, pribadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kondisi dimana orang terhindar dari suatu gangguan jiwa. Namun, pribadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah kesehatan mental sudah sering terdengar dalam kehidupan masyarakat, dapat dikatakan bahwa kesehatan mental merupakan suatu kondisi dimana orang terhindar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antarbudaya yang tidak terselesaikan. Dan lanjutnya, Umumnya orang menaruh

BAB I PENDAHULUAN. antarbudaya yang tidak terselesaikan. Dan lanjutnya, Umumnya orang menaruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah (Huntington & Harrison, 2000, hal. 227) mengatakan bahwa pada era globalisasi budaya-budaya lokal yang bersifat keetnisan semakin menguat, dan penguatan budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budi Utomo, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budi Utomo, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pulau Bangka merupakan pulau kecil di sebelah selatan Sumatra. Pulau ini sudah terkenal sejak abad ke-6. Hal ini dibuktikan dengan adanya peninggalan prasasti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yaitu makhluk yang selalu membutuhkan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya manusia selalu berkomunikasi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Hubungan Nilai..., Dian Rahmi Iskandar, F.PSI UI, 2008

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Hubungan Nilai..., Dian Rahmi Iskandar, F.PSI UI, 2008 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang ditemui setiap individu yang lahir ke dunia ini. Keluarga sebagai bagian dari suatu kelompok sosial mentransformasikan

Lebih terperinci

Modul ke: PSIKOLOGI SOSIAL 1. Prasangka dan Diskriminasi. Fakultas PSIKOLOGI. Filino Firmansyah M. Psi. Program Studi Psikologi

Modul ke: PSIKOLOGI SOSIAL 1. Prasangka dan Diskriminasi. Fakultas PSIKOLOGI. Filino Firmansyah M. Psi. Program Studi Psikologi Modul ke: PSIKOLOGI SOSIAL 1 Prasangka dan Diskriminasi Fakultas PSIKOLOGI Filino Firmansyah M. Psi Program Studi Psikologi Bahasan definisi dasar dari prasangka dan diskriminasi teori-teori mengenai penyebab

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perspektif Teoritis. kondisi terhindarnya seseorang dari gejala-gejala gangguan jiwa (neuroses)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perspektif Teoritis. kondisi terhindarnya seseorang dari gejala-gejala gangguan jiwa (neuroses) 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perspektif Teoritis 1. Kesehatan Mental a. Pengertian Daradjat (1982 ) menggunakan istilah kesehatan mental sebagai kondisi terhindarnya seseorang dari gejala-gejala gangguan

Lebih terperinci

BAB 5 RINGKASAN. Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki beragam etnis

BAB 5 RINGKASAN. Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki beragam etnis BAB 5 RINGKASAN Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki beragam etnis atau suku bangsa tinggal di dalamnya. Salah satu etnis yang paling menonjol perannya dalam perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orangtua agar anak mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan keinginan

BAB I PENDAHULUAN. orangtua agar anak mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan keinginan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada masa sekarang banyak sistem pendidikan yang bisa diberikan oleh para orangtua agar anak mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan keinginan orangtuanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada yang halus dan juga ada yang kasar, ada yang berterus terang dan ada juga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Identitas pertama kali diperkenalkan oleh Aristoteles dan dipakai oleh para

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Identitas pertama kali diperkenalkan oleh Aristoteles dan dipakai oleh para BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Identitas pertama kali diperkenalkan oleh Aristoteles dan dipakai oleh para Teolog abad pertengahan, para filsuf seperti Locke dan Hume, matematikawan, dan dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat

Lebih terperinci

PRASANGKA, DISKRIMINASI & STEREOTYPE

PRASANGKA, DISKRIMINASI & STEREOTYPE Modul ke: 09 Setiawati Fakultas Psikologi Psikologi Sosial I PRASANGKA, DISKRIMINASI & STEREOTYPE Intan Savitri,S.P., M.Si. Program Studi Psikologi TUJUAN PEMBELAJARAN Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Moral Ekonomi Pedagang Kehidupan masyarakat akan teratur, baik, dan tertata dengan benar bila terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu

Lebih terperinci

menghubungkan satu kebudayaan dengan kebudayaan lain.

menghubungkan satu kebudayaan dengan kebudayaan lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan sebuah kebisaan yang lahir atas dasar perilaku seharihari yang dianggap berkaitan erat dengan kehidupan dan proses perilaku kebiasaan itu menjadi

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. Studi mengenai etnis Tionghoa dalam penelitian ini berupaya untuk dapat

BAB V. Kesimpulan. Studi mengenai etnis Tionghoa dalam penelitian ini berupaya untuk dapat BAB V Kesimpulan A. Masalah Cina di Indonesia Studi mengenai etnis Tionghoa dalam penelitian ini berupaya untuk dapat melihat Masalah Cina, khususnya identitas Tionghoa, melalui kacamata kultur subjektif

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (Susetyo, 2010, h. 29), jumlah populasi orang Jawa kira-kira 47. mendominasi di Indonesia berdasarkan jumlah populasinya.

PENDAHULUAN. (Susetyo, 2010, h. 29), jumlah populasi orang Jawa kira-kira 47. mendominasi di Indonesia berdasarkan jumlah populasinya. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etnis Jawa merupakan salah satu etnis yang memiliki populasi terbanyak di Indonesia. Berdasarkan analisis Suryadinata (Susetyo, 2010, h. 29), jumlah populasi orang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kurun waktu terdekat ini kemajuan disegala aspek kehidupan menuntut masyarakat untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PRASANGKA ETNIS PADA ETNIS DAYAK PASCA KONFLIK DAYAK-MADURA DI SAMPIT

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PRASANGKA ETNIS PADA ETNIS DAYAK PASCA KONFLIK DAYAK-MADURA DI SAMPIT HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PRASANGKA ETNIS PADA ETNIS DAYAK PASCA KONFLIK DAYAK-MADURA DI SAMPIT Eva Fauziah Sonny Andrianto INTISARI Peneltian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan negatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam sekelompok masyarakat. Masyarakat terbentuk oleh

BAB I PENDAHULUAN. dalam sekelompok masyarakat. Masyarakat terbentuk oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan merupakan suatu sistem yang membentuk tatanan kehidupan dalam sekelompok masyarakat. Masyarakat terbentuk oleh individu dengan individu lainnya atau antara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (2002 : 115) mengemukakan beberapa persyaratan sebuah kelompok sosial.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (2002 : 115) mengemukakan beberapa persyaratan sebuah kelompok sosial. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kelompok Sosial Kelompok sosial merupakan gejala yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena sebagian besar kegiatan manusia berlangsung di dalamnya. Soekanto (2002 :

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

PRASANGKA DAN DISKRIMINASI

PRASANGKA DAN DISKRIMINASI PRASANGKA DAN DISKRIMINASI Modul ke: Fakultas Psikologi Pengertian dan jenis prasangka; pembentukan, mengatasi prasangka; Peran stereotipe; Diskriminasi dan bentuk-bentuk diskriminasi. Sri Wahyuning Astuti,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Social Identity 1. Definisi Teori social identity (identitas sosial) dipelopori oleh Henri Tajfel pada tahun 1957 dalam upaya menjelaskan prasangka, diskriminasi, perubahan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah konflik menjadi fenomena yang seakan menjadi biasa dalam masyarakat Indonesia. Kondisi Negara Indonesia dengan segala macam kemajemukan dan heterogenitas.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian diri ialah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhankebutuhan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. AKULTURASI 1. Defenisi Akulturasi Akulturasi berbeda dengan enkulturasi, dimana akulturasi merupakan suatu proses yang dijalani individu sebagai respon terhadap perubahan konteks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra,

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang terletak di benua asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra, yaitu samudra

Lebih terperinci

INTRODUCTION: INTERNATIONAL RELATIONS IN SOUTHEAST ASIA

INTRODUCTION: INTERNATIONAL RELATIONS IN SOUTHEAST ASIA INTRODUCTION: INTERNATIONAL RELATIONS IN SOUTHEAST ASIA by: Dewi Triwahyuni INTERNATIONAL RELATIONS DEPARTMENT COMPUTER UNIVERSITY OF INDONESIA (UNIKOM) BANDUNG 2013 1 SOUTHEAST ASIA (SEA) 2 POSISI GEOGRAFIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi antarbudaya dengan baik. kemampuan komunikasi antarbudaya (Samovar dan Porter, 2010: 360).

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi antarbudaya dengan baik. kemampuan komunikasi antarbudaya (Samovar dan Porter, 2010: 360). BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan dunia bisnis yang ada membuat banyak perusahaan asing hadir di Indonesia. Berbagai perusahaan yang bergerak di bidang seperti telekomunikasi, transportasi,

Lebih terperinci

SMA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN XI (SEBELAS) SOSIOLOGI STRUKTUR DAN DIFERENSIASI SOSIAL

SMA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN XI (SEBELAS) SOSIOLOGI STRUKTUR DAN DIFERENSIASI SOSIAL JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA XI (SEBELAS) SOSIOLOGI STRUKTUR DAN DIFERENSIASI SOSIAL Pengertian Konflik Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konflik diartikan sebagai percekcokan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss).

BAB II LANDASAN TEORITIS. reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss). BAB II LANDASAN TEORITIS A. GRIEF 1. Definisi Grief Menurut Rando (1984), grief merupakan proses psikologis, sosial, dan reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss).

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.4. Yunani. Cina. Vietnam. Yunan. Teluk Tonkin

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.4. Yunani. Cina. Vietnam. Yunan. Teluk Tonkin SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.4 1. Berdasarkan kesamaan artefak yang ditemukan menurut Prof. H.C Kern nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari wilayah...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia dahulu dikenal dengan bahasa melayu yang merupakan bahasa penghubung antar etnis yang mendiami kepulauan nusantara. Selain menjadi bahasa penghubung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Suku Banjar termasuk suku bangsa di negeri ini, selain memiliki kesamaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Suku Banjar termasuk suku bangsa di negeri ini, selain memiliki kesamaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Banjar termasuk suku bangsa di negeri ini, selain memiliki kesamaan dengan suku bangsa lainnya, juga memiliki ciri khas tersendiri. Salah satu kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak lagi terelakkan. Dalam organisasi-organisasi bisnis, kondisi ini terkadang

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak lagi terelakkan. Dalam organisasi-organisasi bisnis, kondisi ini terkadang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan tim yang komposisinya heterogen saat ini menjadi satu keadaan yang tidak lagi terelakkan. Dalam organisasi-organisasi bisnis, kondisi ini terkadang justru

Lebih terperinci

SENI ORNAMEN DALAM KONTEKS BUDAYA MELAYU RIAU

SENI ORNAMEN DALAM KONTEKS BUDAYA MELAYU RIAU SENI ORNAMEN DALAM KONTEKS BUDAYA MELAYU RIAU Purwo Prihatin Abstrak Tulisan ini untuk mengungkapkan seni ornamen dalam konteks budaya masyarakat Melayu Riau. Berkaitan dengan itu maka pelacakannya dilakukan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Bab ini berisi kesimpulan akhir dari penulisan skripsi ini. Kesimpulan ini

BAB V KESIMPULAN. Bab ini berisi kesimpulan akhir dari penulisan skripsi ini. Kesimpulan ini BAB V KESIMPULAN Bab ini berisi kesimpulan akhir dari penulisan skripsi ini. Kesimpulan ini merupakan jawaban terhadap perumusan masalah penelitian yang diajukan. Kesimpulan yang didapatkan, adalah: Pertama,

Lebih terperinci

DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG

DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG Bangsa Indonesia yang merupakan negara kepulauan, memiliki beraneka ragam suku bangsa dan budaya. Masing-masing budaya memiliki adat-istiadat, kebiasaan, nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat

BAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia ditakdirkan menghuni kepulauan Nusantara ini serta terdiri dari berbagai suku dan keturunan, dengan bahasa dan adat istiadat yang beraneka ragam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosio-budaya yang perilakunya diperoleh melalui

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosio-budaya yang perilakunya diperoleh melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosio-budaya yang perilakunya diperoleh melalui proses belajar. Apa yang dipelajari oleh manusia pada umumnya dipengaruhi oleh sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pandangan hidup bagi suatu kelompok masyarakat (Berry et al,1999). Pandangan

BAB I PENDAHULUAN. pandangan hidup bagi suatu kelompok masyarakat (Berry et al,1999). Pandangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki ciri khas dengan berbagai macam bentuk keberagaman. Keberagaman tersebut terlihat dari adanya perbedaan budaya

Lebih terperinci

MELAYU SEBAGAI AKAR TRADISI NUSANTARA. Harnojoyo. S.sos (Plt. Walikota Palembang)

MELAYU SEBAGAI AKAR TRADISI NUSANTARA. Harnojoyo. S.sos (Plt. Walikota Palembang) MELAYU SEBAGAI AKAR TRADISI NUSANTARA Strategi Politik dalam Menciptakan Budaya Melayu Palembang Emas 2018 Harnojoyo. S.sos (Plt. Walikota Palembang) Elok budaya karena agama, Tegak Melayu karena budayanya,

Lebih terperinci

6. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

6. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 6. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 6. 1 Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara dimensi uncertainty

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam suatu kelompok kerja (Dale, dalam Widyatmini dan Izzati, 1995). Selain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam suatu kelompok kerja (Dale, dalam Widyatmini dan Izzati, 1995). Selain 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi merupakan kesatuan proses perencanaan mulai dari penyusunan, pengembangan dan pemeliharaan suatu struktur atau pola hubungan kerja dari orangorang

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. calon mahasiswa dari berbagai daerah Indonesia ingin melanjutkan pendidikan mereka ke

BAB I PENDAHULUAN. calon mahasiswa dari berbagai daerah Indonesia ingin melanjutkan pendidikan mereka ke BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi perkembangan manusia dari generasi ke generasi untuk menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. kelompok berdasarkan atribut khas seperti ras, kesukubangsaan, agama, atau

BAB V PEMBAHASAN. kelompok berdasarkan atribut khas seperti ras, kesukubangsaan, agama, atau BAB V PEMBAHASAN A. Bentuk - bentuk Diskriminasi yang Dialami Penghayat Kapribaden di Dusun Kalianyar Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan yang tidak adil dan tidak seimbang yang dilakukan untuk membedakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Islam datang selalu mendapat sambutan yang baik. Begitu juga dengan. kedatangan Islam di Indonesia khususnya di Samudera Pasai.

I. PENDAHULUAN. Islam datang selalu mendapat sambutan yang baik. Begitu juga dengan. kedatangan Islam di Indonesia khususnya di Samudera Pasai. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang damai, dimana agama ini mengajarkan keharusan terciptanya keseimbangan hidup jasmani maupun rohani sehingga dimanapun Islam datang selalu

Lebih terperinci

Bahan Bacaan 4.1 Kebhinekaan Masyarakat Indonesia dan Dinamika Kehidupan Global

Bahan Bacaan 4.1 Kebhinekaan Masyarakat Indonesia dan Dinamika Kehidupan Global Bahan Bacaan 4.1 Kebhinekaan Masyarakat Indonesia dan Dinamika Kehidupan Global A. Tujuan Setelah mempelajari modul, peserta diharapkan dapat menjelaskan kebhinekaan masyarakat Indonesia dan dinamika kehidupan

Lebih terperinci

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Kesehatan Mental Mengatasi Stress / Coping Stress Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Coping Stress Coping Proses untuk menata tuntutan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. banyak korban jiwa baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing, korban jiwa

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. banyak korban jiwa baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing, korban jiwa BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Peristiwa terorisme pada tahun 2002 di Bali dikenal dengan Bom Bali I, mengakibatkan banyak korban jiwa baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing,

Lebih terperinci

STRES. Adalah respon adaptif terhadap situasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis, dan atau perilaku pada anggota organisasi.

STRES. Adalah respon adaptif terhadap situasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis, dan atau perilaku pada anggota organisasi. STRES DAN KONFLIK Pengertian stres Komponen stress Pengertian konflik Pandangan terhadap konflik Segi positif dan negatif Ciri dan tingkatan konflik Konflik dan prestasi kerja STRES STRES Adalah respon

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PANCASILA BUKAN AGAMA

TUGAS AKHIR PANCASILA BUKAN AGAMA TUGAS AKHIR PANCASILA BUKAN AGAMA DISUSUN OLEH : Nama : HERWIN PIONER NIM : 11.11.4954 Kelompok : D Program Studi : STRATA 1 Jurusan : Teknik Informatika DOSEN PEMBIMBING : TAHAJUDIN SUDIBYO Drs. UNTUK

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. masyarakat yang berada di kawasan non-perbatasan di Indonesia. Masyarakat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. masyarakat yang berada di kawasan non-perbatasan di Indonesia. Masyarakat BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Masyarakat perbatasan di Pulau Penawar Rindu, Kecamatan Belakang Padang, Kota Batam membayangkan nasionalisme itu secara khas dan berbeda dengan masyarakat yang

Lebih terperinci

PERAN KEPEMIMPINAN DALAM KONFLIK

PERAN KEPEMIMPINAN DALAM KONFLIK PERAN KEPEMIMPINAN DALAM KONFLIK PENGERTIAN KONFLIK Konflik (menurut bahasa) adalah perbedaan, pertentangan dan perselisihan. Konflik pertentangan dalam hubungan kemanusiaan (intrapersonal dan interpersonal)

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTURAL DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER. Muh.Anwar Widyaiswara LPMP SulSel

PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTURAL DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER. Muh.Anwar Widyaiswara LPMP SulSel 1 PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTURAL DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER Muh.Anwar Widyaiswara LPMP SulSel Abstrak Setiap etnik atau ras cenderung memunyai semangat dan ideologi yang etnosentris,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Toba, Melayu, Jawa, Pak-pak, Angkola, Nias dan Simalungun dan sebagainya. Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Toba, Melayu, Jawa, Pak-pak, Angkola, Nias dan Simalungun dan sebagainya. Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumatera Utara adalah salah satu daerah yang didiami oleh masyarakat yang multietnis. Hal ini tampak dari banyaknya suku yang beragam yang ada di provinsi ini misalnya

Lebih terperinci

KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI

KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI Introduksi Perbedaan Latar belakang sejarah, status ekonomi, kepentingan nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan untuk terbawa arus adalah remaja. Remaja memiliki karakteristik tersendiri yang unik, yaitu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sehingga konflik bersifat inheren artinya konflik akan senantiasa ada dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sehingga konflik bersifat inheren artinya konflik akan senantiasa ada dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konflik Konflik merupaka gejala sosial yang hadir dalam kehidupan sosial, sehingga konflik bersifat inheren artinya konflik akan senantiasa ada dalam setiap ruang dan waktu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri. Berpikir kritis berarti melihat secara skeptikal terhadap apa yang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri. Berpikir kritis berarti melihat secara skeptikal terhadap apa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep berpikir kritis menjadi sebuah hal yang harus dimiliki oleh setiap individu agar mampu beradaptasi dengan lingkungan secara baik serta mampu mengembangkan diri.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap individu yang diperoleh selama masa perkembangan. Kemandirian seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya dengan ragam kebudayaan. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus penduduk terpadat di Kabupaten Langkat. Kecamatan ini dilalui oleh

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus penduduk terpadat di Kabupaten Langkat. Kecamatan ini dilalui oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Stabat adalah ibu kota Kabupaten Langkat provinsi Sumatera Utara. Stabat memiiliki luas daerah 90.46 km², merupakan kota kecamatan terbesar sekaligus penduduk terpadat

Lebih terperinci

Nursyirwan Effendi Guru Besar FISIP Universitas Andalas

Nursyirwan Effendi Guru Besar FISIP Universitas Andalas Nursyirwan Effendi Guru Besar FISIP Universitas Andalas Disampaikan tanggal 18 Mei 2016 di Padang pada acara Revitalisasi Pengetahuan dan Ekspresi Budaya Tradisional antara Minangkabau dan Mentawai oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama seperti halnya tahap-tahap perkembangan pada periode sebelumnya, pada periode ini, individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping menjadi salah satu faktor pemersatu bangsa juga memberikan nuansa baru dalam keberislamannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Perceived Threat Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia mengelompokkan diri berdasarkan kategori tertentu, seperti suku, agama, paham politik, asal daerah, dsb. Pengelompokan

Lebih terperinci

Teori Sosial. (Apa Kontribusinya Terhadap Pemahaman Olahraga di Masyarakat)

Teori Sosial. (Apa Kontribusinya Terhadap Pemahaman Olahraga di Masyarakat) Teori Sosial (Apa Kontribusinya Terhadap Pemahaman Olahraga di Masyarakat) Apa itu Teori dalam Sosiologi? Pada saat kita menanyakan mengapa dunia sosial kita seperti ini dan kemudian membayangkan bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengubah atau mengembangkan karakter individu. Karakter yang dimaksud

BAB I PENDAHULUAN. mengubah atau mengembangkan karakter individu. Karakter yang dimaksud BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan kegiatan yang esensial didalam setiap kehidupan masyarakat. Pendidikan tidak mungkin terjadi atau terlepas dari kehidupan bermasyarakat. Oleh karena

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Hubungan Antara..., Adinda Dwiastuti, F.PSI UI, 2008

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Hubungan Antara..., Adinda Dwiastuti, F.PSI UI, 2008 1. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Permasalahan Kehidupan merupakan sesuatu yang bersifat kontinyu. Hal tersebut berarti segala sesuatu akan berubah dan tidak ada yang abadi. Hal ini menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

Faktor penentu : Internal : persepsi, sikap, nilai, motivasi, proses belajar, gaya hidup Eksternal : budaya/norma, nilai sosial, kelompok 3/3/2011 2

Faktor penentu : Internal : persepsi, sikap, nilai, motivasi, proses belajar, gaya hidup Eksternal : budaya/norma, nilai sosial, kelompok 3/3/2011 2 3/3/2011 1 Faktor penentu : Internal : persepsi, sikap, nilai, motivasi, proses belajar, gaya hidup Eksternal : budaya/norma, nilai sosial, kelompok 3/3/2011 2 3/3/2011 3 3/3/2011 4 PERSEPSI Proses kognitif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi yang berorientasi pada keuntungan finansial maupun organisasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi yang berorientasi pada keuntungan finansial maupun organisasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap organisasi yang dibangun memiliki tujuan serta pencapaian. Organisasi yang berorientasi pada keuntungan finansial maupun organisasi yang bergerak dibidang

Lebih terperinci

POLITIK DAN KONFLIK DI ASIA TENGGARA Nama Asia Tenggara merupakan sebuah istilah untuk merujuk kawasan Timur dari Asia, namun lebih dengan watak

POLITIK DAN KONFLIK DI ASIA TENGGARA Nama Asia Tenggara merupakan sebuah istilah untuk merujuk kawasan Timur dari Asia, namun lebih dengan watak POLITIK DAN KONFLIK DI ASIA TENGGARA Nama Asia Tenggara merupakan sebuah istilah untuk merujuk kawasan Timur dari Asia, namun lebih dengan watak Melayu daripada warna etnik China. Dalam batas tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu diantara sedikit negara di dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu diantara sedikit negara di dunia yang 16 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu diantara sedikit negara di dunia yang memiliki karakteristik negara multietnik, yaitu negara yang memiliki beberapa etnis sebagai masyarakatnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nasionalisme adalah suatu konsep dimana suatu bangsa merasa memiliki suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes (Chavan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik.

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman sumber daya alam dan memiliki banyak suku yang berada diseluruh kepulauan Indonesia, mulai dari Aceh sampai

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO

HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO Astrid Oktaria Audra Siregar 15010113140084 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, bahasa, budaya. Kemajemukan

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, bahasa, budaya. Kemajemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, bahasa, budaya. Kemajemukan bangsa yang terbangun dari perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini didiami oleh beberapa kelompok etnis yaitu Etnis Melayu, Batak Karo dan Batak Simalungun.

Lebih terperinci

: SARJANA/DIPLOMA. PETUNJUK KHUSUS Pilihlah salah satu jawaban yang saudara anggap paling tepat diantara 5 pilihan yang tersedia

: SARJANA/DIPLOMA. PETUNJUK KHUSUS Pilihlah salah satu jawaban yang saudara anggap paling tepat diantara 5 pilihan yang tersedia MATA UJIAN BIDANG TINGKAT : P.ENGETAHUAN UMUM : SEJARAH : SARJANA/DIPLOMA PETUNJUK UMUM 1) Dahulukan menulis nama dan nomor peserta pada lembar jawaban 2) Semua jawaban dikerjakan di lembar jawaban yang

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA NAMA:ISWAHYUDI NIM :11.01.2828 KELOMPOK:B PROGRAM STUDI:PANCASILA JURUSAN:D3 TI DOSEN: IRTON, SE, M.SI 1. PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA 2. ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan. Hidup berdampingan secara damai antara warga negara yang beragam tersebut penting bagi

Lebih terperinci

BAB VII RAGAM SIMPUL

BAB VII RAGAM SIMPUL BAB VII RAGAM SIMPUL Komunitas India merupakan bagian dari masyarakat Indonesia sejak awal abad Masehi. Mereka datang ke Indonesia melalui rute perdagangan India-Cina dengan tujuan untuk mencari kekayaan,

Lebih terperinci