L A P O R A N K A J I A N

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "L A P O R A N K A J I A N"

Transkripsi

1 L A P O R A N K A J I A N PENGEMBANGAN METODE PENGUKURAN DEFORMASI VERTIKAL DAN HORISONTAL CANDI BOROBUDUR DAN BUKIT Disusun oleh : Brahmantara, S.T Joni Setiyawan, S.T Yenny Supandi, S.Si Ajar Priyanto Pramudianto Dwi Hanggoro KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN BALAI KONSERVASI BOROBUDUR Jl. Badrawati, Borobobudur, Magelang, Jawa Tengah Telp. (0293) , , Fax. (0293) kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit i

2 HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN HASIL KAJIAN PENGEMBANGAN METODE PENGUKURAN DEFORMASI VERTIKAL DAN HORISONTAL CANDI BOROBUDUR DAN BUKIT Tim Pelaksana : Brahmantara, S.T Joni Setiyawan, S.T Yenny Supandi, S.Si Ajar Priyanto Pramudianto Dwi Hanggoro Menyetujui Kasie Layanan Konservasi Borobudur, Desember 2014 Ketua Tim Iskandar Mulia Siregar, S.Si NIP Brahmantara, S.T NIP Mengetahui Kepala Balai Konservasi Borobudur Drs. Marsis Sutopo, M.Si. NIP kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit ii

3 DAFTAR ISI Halaman Judul... i Halaman Pengesahan... ii Daftar Isi... iii Daftar Tabel... v Daftar Gambar... vi Abstrak... vii Abstract... viii BAB I. PENDAHULUAN... 1 I.1. Dasar hukum... 1 I.2. Latar belakang... 1 I.3. Rumusan masalah... 2 I.4. Tujuan... 2 I.5. Manfaat... 3 I.6. Ruang Lingkup... 3 BAB II. LANDASAN TEORI... 4 II.1. Poligon tertutup... 4 II.2. Hitung perataan kuadrat terkecil metode parameter... 4 II.2.1. Mencari nilai parameter dan nilai ukuran terkoreksi apabila diketahui bobot ukuran... 4 II.2.2. Kontrol hitungan... 4 II.2.3. Linierisasi persamaan pengamatan... 6 II.2.4. Linierisasi persamaan pengamatan jarak... 6 II.2.5. Linierisasi persamaan pengamatan sudut... 7 II.2.6. Uji statisitik hasil hitungan perataan II.2.7. Elips kesalahan BAB III. PELAKSANAAN III.1. Persiapan III.1.1. Pengumpulan bahan III.1.2. Peralatan III.2. Pelaksanaan III.2.1. Tahap pengumpulan data III.2.2. Perhitungan poligon dengan metode bowdith III.2.3. Hitung perataan kuadrat terkecil metode parameter III.2.4. Uji statistik hasil hitungan perataan (data snooping) kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit iii

4 III.2.5. Analisis kualitas jaring III.3. Studi lapangan III.4. Pembuatan rancangan jaring kontrol deformasi alternatif BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Hasil hitungan perataan poligon dengan metode bowdith IV.2. Hasil hitungan perataan dengan hitung kuadrat terkecil metode parameter 33 IV.2.1. Hasil hitungan poligon lorong I dengan 40 titik IV.2.2. Hasil hitungan poligon lorong I dengan 8 titik IV.3. Hasil analisis kualitas jaring IV.4. Hasil studi lapangan di waduk sermo IV.4.1. Prinsip pemantauan deformasi bendungan berbasis GPS/GNSS 41 IV.4.2. Pengukuran deformasi bendungan waduk sermo dengan robotic total station IV.5. Pembuatan rancangan jaring kontrol deformasi alternatif IV.5.1. Pembuatan rancangan jaring pengukuran dengan robotic total station IV.5.2. Pembuatan pilar / tugu BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan V.2. Saran DAFTAR PUSTAKA... I kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit iv

5 DAFTAR TABEL Tabel II.1. Kelas ketelitian poligon Tabel II.2. Tabel statistik nilai kemungkinan Tabel II.3. Kelas (pengukuran) jaring titik kontrol horizontal Tabel III.1. Pemilihan kuadrant untuk sudut 2t Tabel IV.1. Hasil perhitungan bowdith lorong I dengan 8 titik Tabel IV.2. Hasil perhitungan bowdith lorong I dengan 40 titik Tabel IV.3. Hasil pengujian data ukuran poligon lorong I dengan 40 titik Tabel IV.4. Hasil estimasi koordinat poligon lorong I dengan 40 titik kontrol Tabel IV.5. Hasil pengujian data ukuran poligon lorong I dengan 8 titik Tabel IV.6. Hasil estimasi koordinat poligon lorong I dengan 8 titik kontrol Tabel IV.7. Elemen elips kesalahan poligon lorong I dengan 40 titik Tabel IV.8. Elemen elips kesalahan poligon lorong I dengan 40 titik Tabel IV.9. Nilai r (sumbu panjang) hasil perhitungan sesuai SNI JKH kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit v

6 DAFTAR GAMBAR Gambar II.1. Poligon tertutup... 5 Gambar II.2. Jarak antara koordinat A dan B... 7 Gambar II.3. Pengamatan sudut A Gambar II.4. Elips kesalahan (Ghilani, 2005) Gambar III.1. Tahapan pelaksanaan kajian Gambar III.2. Sketsa pengukuran poligon lorong I Gambar IV.1 Desain jaring pengukuran poligon lorong I Gambar IV.2. Elips kesalahan pada poligon lorong I dengan 40 titik Gambar IV.3. Elips kesalahan pada poligon lorong I dengan 8 titik Gambar IV.4. Sistem CORS Gambar IV.5. Letak sensor robotic total station dan target monitoring Gambar IV.6. Desain pilar permanen untuk station monitoring Gambar IV.7. Prisma target monitoring Gambar IV.8. Sketsa jaring pengukuran dengan robotic total station Gambar IV.9. Posisi target monitoring dan prisma target monitoring Gambar IV.10. Titik target monitoring Gambar IV.11. Desain pilar titik referensi Gambar IV.11 Desain pilar titik station monitoring kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit vi

7 ABSTRAK Candi Borobudur sebagai sebuah peninggalan bersejarah bagi bangsa Indonesia sudah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. Penjagaan dan pelestarian candi Borobudur dari unsur manusia maupun alam perlu dilakukan secara intensif dan periodik. Salah satu bentuk antisipasi pencegahan kerusakan yang terjadi adalah dengan melakukan pemantauan stabilitas struktur candi Borobudur terhadap kemungkinan terjadinya deformasi. Dalam hal ini Balai Konservasi Peninggalan Borobudur telah melakukan pemantauan stabilitas candi Borobudur melalui pengukuran yang secara periodik dan berkelanjutan setiap tahun sejak 1983 sampai dengan sekarang. Permasalahannya adalah pengukuran yang selama ini dilakukan belum memperoleh ketelitian yang diharapkan, sehingga perlu dilakukan evaluasi terhadap peralatan maupun metode pengukuran yang sudah digunakan. Studi dilakukan pada data hasil pengukuran jarak, sudut, dan beda tinggi pada jaring kontrol deformasi poligon III yang berada di halaman atas candi Borobudur. Pengukuran jarak dilakukan dengan alat EDM TS Leica TCR 805 U, pengukuran sudut dilakukan dengan alat Theodolit Wild T2 dan TS Leica TCR 805 U, pengukuran sipat datar dilakukan dengan alat Topcon AT G2 dan Leica Sprinter 200M. Untuk menghitung koordinat titik poligon III menggunakan metode Bowditch dan hitung perataan kuadrat terkecil metode parameter. Uji kualitas data dilakukan dengan uji statistik berupa uji global. Hasil analisa ketelitian alat menunjukkan bahwa Theodolit Wild T2 mempunyai tingkat ketelitian yang lebih tinggi dari TS Leica TCR 805 U, dan Topcon AT G2 dengan rambu ukur invar mempunyai tingkat ketelitian yang lebih tinggi dari Leica Sprinter 200M dengan rambu ukur barcode. Hasil analisa ketelitian metode hitung perataan menunjukkan bahwa dari metode Bowditch hanya dapat diperoleh ketelitian linier dan koreksi perataan hanya memperhitungkan jarak sisi poligon, sedangkan dari hitung perataan kuadrat terkecil metode parameter dapat diperoleh ketelitian dari tiap koordinat titik poligon III dan koreksi perataan juga memperhitungkan bobot yang dapat berupa ketelitian alat maupun ketelitian pengukuran, sehingga koordinat yang diperoleh dari hitung perataan metode parameter lebih tepat dan lebih teliti dari hitung perataan metode Bowditch. Hasil uji global data pengamatan yang digunakan tidak mengandung kesalahan tak acak. Kata Kunci : poligon, theodolit, jaring kontrol deformasi, pengukuran kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit vii

8 ABSTRACT Borobudur temple as a national historic legacy for Indonesia has been established as the world's cultural heritage. Protection and preservation of Borobudur temple from human and natural activity needs to be done intensively and periodically. One kind of anticipation or damage prevention is to monitor the stability of the structure of Borobudur temple from the possibility of deformation. In this case Borobudur Heritage Conservation Office has already conducted monitoring the stability of Borobudur temple through periodic measurement and sustainable every year since 1983 until now. The problem is that during the measurement is done not obtain the expected accuracy yet, so it is need to conduct evaluation for measurement equipment and measurement methods that used. Studies conducted on the data of distance measurement, angle measurement, and height measurement of polygon III deformation control net in the upper yard of the Borobudur temple. Distance measurement conducted with EDM in TS TCR 805 U, angle measurement is done by Theodolite Wild T2 and TS Leica TCR 805 U, height measurement performed by Topcon AT G2 and Leica Sprinter 200M. To calculate the coordinates of the polygon III using Bowditch method and least squares adjustment with parameter method. Data quality test carried out by statistical test which is global test. Equipment precision analysis result indicates that Theodolite Wild T2 has a higher accuracy level than TS Leica TCR 805 U, and Topcon AT G2 with invar signs has a higher accuracy level than Leica Sprinter 200M with barcode signs. Precision analysis of calculating method shows that from Bowditch method can only be obtained linear accuracy and alignment correction only considering the distance of polygon points, while from least squares adjustment with parameter method can be obtained accuracy of every points of polygon III coordinates and alignment correction also considering the weight of measurement which is equipment accuracy or measurement accuracy, that is why coordinates obtained from least squares adjustment with parameter method is more precise and more accurate than Bowditch method. Global test result indicates that data used not containing gross error and systematic error. Keywords : polygon, theodolite, mesh deformation control, measurement kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit viii

9 BAB I PENDAHULUAN I.1. Dasar hukum 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya 2. Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1993 tentang Pelaksanaan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 55 tahun 2012 tentang Organisasi dan tatakerja Balai Konservasi Borobudur 5. DIPA Balai Konservasi Borobudur Tahun 2014 Nomor DIPA /2014 tanggal 5 Desember 2013 I.2. Latar belakang Candi Borobudur sebagai sebuah bangunan peninggalan bersejarah bagi bangsa Indonesia telah diakui sebagai salah satu warisan kebudayaan dunia ( World Cultural Heritage). Dilihat dari sejarahnya candi Borobudur telah mengalami dua kali pemugaran. Pemugaran yang pertama dilakukan oleh Van Erp pada tahun , sedangkan pemugaran yang kedua dilakukan oleh Prof. Dr. R. Soekmono pada tahun bekerjasama dengan UNESCO. Sejak tahun 1983 dengan selesainya pemugaran candi Borobudur, dilakukan pengamatan stabilitas baik pada struktur candi maupun pada bukit pendukungnya. Hal ini sesuai dengan rekomendasi dari hasil pertemuan para ahli dari beberapa negara yang terlibat pada pemugaran candi Borobudur. Pengamatan bagian atas (upper structure) untuk mengetahui adanya kemungkinan perubahan kedudukan candi baik penurunan, kemiringan maupun pergerakan ke arah horisontal. Berdasarkan rekomendasi UNESCO Expert Meeting, maka tim monitoring dan evaluasi stabilitas struktur candi Borobudur dari Balai Konservasi Borobudur (BK B) melakukan pemantauan stabilitas candi Borobudur melalui pengukuran yang secara kontinyu setiap tahun sejak 1983 sampai dengan sekarang. Pengukuran tersebut menggunakan metode poligon untuk jaring kontrol horisontal dan metode sipat datar untuk jaring kontrol vertikal. Kemudian dari kedua metode pengukuran tersebut diperoleh informasi geometrik berupa posisi titik-titik jaring kontrol deformasi dalam koordinat XYZ (3 dimensi) sehingga dapat dievaluasi perubahan yang terjadi baik secara horisontal maupun vertikal. kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 1

10 Hasil pengukuran titik kontrol deformasi mulai tahun 2011 menunjukkan telah terjadi pergeseran yang cukup signifikan (fraksi cm) pada beberapa titik kontrol terutama yang terletak pada lantai lorong candi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh proses pembersihan lantai candi Borobudur dari abu vulkanik hasil erupsi gunung Merapi yang terjadi pada bulan November Untuk membersihkan lantai candi Borobudur pasca erupsi Merapi kemudian batu lantai candi dibongkar sehingga kemungkinan besar titik kontrol yang ada pada batu lantai setelah dipasang kembali tidak tepat pada posisi sebelum dibongkar. Pada bulan Juni 2012 UNESCO mengirimkan tim ahli dari Jepang yaitu Dr. Shimoda dkk. untuk mengevaluasi sistem monitoring dan evaluasi candi Borobudur termasuk di dalamnya monitoring dan evaluasi stabilitas struktur candi Borobudur dan bukit. Dalam laporan tentang evaluasi pengukuran titik kontrol deformasi Dr. Shimoda menyatakan bahwa titik kontrol yang ada terlalu banyak dan jaraknya terlalu rapat, juga blok batu lantai tempat titik kontrol tersebut berada tidak stabil sehingga sebaiknya titik kontrol dipindah ke tempat yang lebih stabil. Kemudian metode pegukurannya juga masih menggunakan alat pengukuran manual sehingga akan membutuhkan waktu pengukuran yang terlalu lama dan juga besar kemungkinan akan mengakibatkan human error dalam proses pengumpulan data. Perkembangan di bidang teknologi pengukuran saat ini sudah berkembang pesat dibanding tahun 1983 sejak mulai dilakukan pemantauan stabiltas struktur candi Borobudur dan bukit. Salah satu alternatif yang bisa diterapkan untuk pemantauan stabilitas struktur candi Borobudur adalah pengukuran dengan Global Positioning System (GPS) yang dapat menentukan posisi suatu obyek dalam koordinat internasional dengan waktu pengukuran yang lebih cepat daripada pengukuran terrestris lainnya. Pada awal tahun 2014 Balai Konservasi Borobudur mendapatkan bantuan alat pengukuran dari tim pengadaan pusat berupa Total Station Topcon MS01AX tipe robotic. Melihat spesifikasi dari alat ini maka sangat memungkinkan untuk digunakan sebagai salah satu alternatif alat pengukuran untuk monitoring stabilitas struktur candi Borobudur. Namun sebelumnya tentu perlu dikaji tentang metode pengukuran menggunakan alat pengukuran apa dan juga jaring kontrol deformasi bagaimana yang paling tepat untuk pemantauan stabilitas struktur candi Borobudur dan bukit. I.3. Rumusan masalah Titik kontrol yang ada pada poligon lorong I dan poligon lorong IV terletak pada blok batu yang terdapat nat antara masing-masing blok batu sehingga menjadikan titik kontrol tersebut tidak stabil. Pengukuran titik kontrol yang ada pada lorong tersebut juga terganggu oleh banyaknya pengunjung candi Borobudur yang melewati lorong pada saat dilakukan kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 2

11 pengukuran. Pasca erupsi Merapi titik kontrol yang ada pada batu lantai candi telah dibongkar dan dipasang kembali yang kemungkinan besar tidak kembali pada posisi awal. Jaring titik kontrol deformasi pada poligon lorong I dan poligon lorong IV yang terlalu rapat dengan jarak antar titik kontrol yang terlalu dekat selain butuh waktu yang lama untuk pengumpulan data kemungkinan juga kurang ideal dalam hal kualitas geometri jaring pengukuran titik kontrol. I.4. Tujuan Studi ini dilaksanakan untuk melakukan evaluasi terhadap kondisi jaring kontrol deformasi candi Borobudur yang ada pada tubuh candi yaitu poligon lorong I dan poligon lorong IV, baik dari aspek bentuk geometri jaringan, sebaran dan letak titik kontrol, maupun desain titiknya, dan juga untuk mengembangkan alternatif metode pengukuran untuk pemantauan deformasi yang baru dengan mengikuti perkembangan teknologi peralatan dan metode pengukuran sehingga akan mengurangi waktu pengumpulan data tetapi data yang diperoleh lebih akurat sehingga analisa data bisa lebih mendalam. I.5. Manfaat Hasil studi ini akan bermanfaat untuk pengembangan metode pengukuran untuk monitoring dan evaluasi stabilitas struktur candi Borobudur dan bukit khususnya, maupun bangunan cagar budaya lainnya yang rentan terhadap deformasi baik horisontal maupun vertikal, dan dapat dilakukan oleh tenaga teknis sesuai dengan peralatan yang tersedia. I.6. Ruang lingkup Evaluasi untuk pengukuran jaring kontrol deformasi pada kajian ini hanya dilakukan untuk titik kontrol yang ada pada poligon lorong I dan poligon lorong IV candi Borobudur. kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 3

12 BAB II LANDASAN TEORI II.1. Poligon tertutup Ada beberapa metode dalam penentuan kerangka kontrol horisontal tetapi metode poligon atau traverse adalah metode yang paling sering untuk digunakan. Ada berbagai macam bentuk poligon dan salah satu kriteria dari penentuan kerangka dasar pengukuran dengan metode poligon adalah berdasarkan bentuk dari poligon yaitu poligon terbuka, tertutup dan poligon cabang. Poligon tertutup adalah rangkaian titiktitik secara berurutan sebagai kerangka dasar pengukuran dengan titik awal dan akhir pengukuran adalah pada titik yang sama. Meskipun berbeda secara bentuk geometri namun fungsi dari poligon tetaplah sama yaitu untuk menentukan nilai dari titik-titik koordinat yang ada pada poligon dengan cara melakukan pengukuran azimut, sudut antar titik dan juga jarak antar titik poligon. Keterangan Gambar II.1 Gambar II.1. Poligon tertutup U : arah utara poligon tertutup 1,2,3... : titik-titik pada poligon tertutup : tanda titik referensi : tanda titik poligon θ s 1, s 2 : sudut bantu perhitungan : sudut ukuran ke-1 dan ke-2 d 1,2 : jarak sisi dari titik 1 ke titik 2 α 1,2, α 2,3 : azimut sisi dari titik 1 ke-2 dan azimuth sisi dari titik 2 ke-3 kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 4

13 Dalam gambar ( II.1) ditunjukkan contoh poligon tertutup. Titik 1 adalah titik yang dijadikan sebagai acuan (titik ikat) dengan α 1,2 adalah azimut dari polygon tertutup. Karena unsur pengukuran dalam poligon adalah sudut dan arah maka harus ditentukan hubungan antara keduanya. Dengan menggunakan koordinat dari titik yang diketahui nilainya yaitu titik 1, maka didapat persamaan penentuan koordinat secara umum yaitu: X 2 = X 1 + d 1,2 α 1,2... (II.1) Y 2 = Y 1 + d 1,2 α 1,2... (II.2) Dari persamaan (II.1) di atas untuk mencari azimut berikutnya dari masing-masing titik koordinat digunakan cara penambahan hasil azimut awal ditambah dengan sudut antar titik koordinat. Azimut dari masing-masing titik ini ditentukan atas dasar sketsa pengukuran yang telah dibuat di lapangan pada saat dilakukan pengukuran, agar hasil perhitungan koordinat yang dihasilkan sesuai dengan posisi koordinat sebenarnya di lapangan. Pada gambar ( II.1) digunakan azimuth awal adalah α 1,2 sehingga azimut α 2,3 dicari dengan persamaan sebagai berikut. θ = 360 o α 1,2 α 2, 1 = 180 o 360 o + α 1,2 = α 1, o α 2, 3 = α 2, 1 + (360 o s 2) = α 1, o o s 2 = α 1, o s 2... (II.3) Dengan cara yang sama ditentukan azimut dari titik-titik berikutnya, sehingga untuk menentukan azimut yang benar maka hasil pengukuran sudut dari masing-masing titik juga harus benar atau dengan kata lain hasil ukurannya harus terkoreksi. Kesalahan dalam pengukuran sudut di dalam perhitungan koordinat dengan menggunakan metode bowdith, dilakukan sesuai dengan persamaan berikut ini: Σβ = (n 2). 180 o, jika menggunakan sudut dalam... (II.4) Σβ = (n + 2). 180 o, jika menggunakan sudut luar... (II.5) Komponen dari sebuah poligon adalah sudut, azimut dan juga pengukuran jarak. Jika data ukuran dalam poligon adalah sudut dan jarak maka pasti koreksi harus dilakukan terhadap kesalahan yang ada pada pengukuran keduanya. Karena telah dikoreksi kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 5

14 pengukuran sudut maka perlu juga dilakukan koreksi terhadap pengukuran jarak caranya adalah dengan mengurangkan atau menambahkan selisih jumlah hitungan absis (d sin α) dan ordinat (d cos α) yang seharusnya bernilai 0, persamaannya adalah sebagai berikut. Σ d sin α = 0... Σ d cos α = 0... (II.6) (II.7) Dengan demikian dari komponen sudut dan jarak dapat ditentukan tingkat ketelitian dari pengukuran suatu poligon. Pada poligon yang tertutup atau terikat sempurna dimana jumlah sudut hasil pengukuran serta jumlah d sin α dan d cos α sudah tertentu maka tingkat ketelitian poligon didasarkan pada besarnya kesalahan penutup sudut dan jarak. Dengan dasar tersebut kelas poligon dibedakan menjadi (Basuki, 2006). Tabel II.1. Kelas ketelitian poligon Kelas ketelitian poligon I II III IV Kesalahan penutup sudut 2 N 10 N 30 N 60 N Kesalahan maksimum persudut Kesalahan penutup jarak 1: : :5000 1:2000 Keterangan Tabel II.1 N : banyaknya titik dalam poligon. Metode Bowdith dalam penentuan nilai koordinat posisi horisontal terkadang diperlukan, sebab nilai koordinat yang dihitung dengan menggunakan metode Bowdith digunakan sebagai nilai koordinat pendekatan yang nantinya digunakan pada proses perhitungan dengan metode hitung kuadrat terkecil. II.2. Hitung perataan kuadrat terkecil metode parameter Metode perataan standar II atau hitung kuadrat terkecil metode parameter adalah metode hitungan estimasi parameter yang menyatakan hubungan fungsional antara besaran pengukuran dan besaran parameter. Menurut Wolf (1997) prinsip hitungan perataan dengan kuadrat terkecil adalah jumlah kuadrat dari koreksi yang diberikan pada hasil ukuran adalah minimum dengan besaran pengamatan pada persamaan tersebut merupakan fungsi dari persamaan parameter. Model matematis yang menunjukkan pengamatan adalah fungsi dari parameter ditunjukkan sebagai berikut (Wolf, 1997): kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 6

15 La = f(xa)... F(Xa) = f(xo+x)... La = Lb + V... Lb + V = f(xo + X)... (II.8) (II.9) (II.10) (II.11) Untuk model matematika yang tidak linier dapat dilinierisasikan menggunakan deret Taylor sebagai berikut: Lb + V = f(xo + X) Lb + V = f(xo) + xa=x Lb + V = f(xo) + AX V = AX + f(xo) Lb... V = AX + F... Xa = Xo + X... (II.12) (II.13) (II.14) Dalam hal ini, La : nilai estimasi pengamatan Xa : nilai estimasi parameter Lb : nilai pengamatan F : selisih nilai fungsi estimasi pengamatan dengan nilai pengamatan V : residu / koreksi pengamatan Xo : nilai pendekatan parameter X : nilai koreksi parameter Dari persamaan di atas nilai X atau nilai koreksi parameter dapat dihitung dengan memasukkan komponen matriks bobot (P) dalam perhitungan sesuai den gan persamaan berikut ini: X = - (A T PA) -1 (A T PF)... (II.15) Sehingga nilai estimasi parameter (Xa) adalah: kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 7

16 Xa = Xo + X... (II.16) II.2.1. Mencari nilai parameter dan nilai ukuran terkoreksi apabila diketahui bobot ukuran. Dari persamaan ( II.15) nilai X koreksi parameter harus ditentukan untuk mencari nilai estimasi parameter (Xa). Dalam teori hitung kuadrat terkecil metod e parameter, harga X dapat ditentukan berdasarkan data hasil perhitungan dari data pengukuran yaitu mencari nilai parameter dan nilai ukuran terkoreksi. Terkadang ketelitian pengukuran yang digunakan pada hitung kuadrat terkecil tidak sama sehingga untuk hasil estimasi yang lebih realistis pada proses hitungan diberikan bobot sesuai dengan ketelitian saat pengukuran. Penentuan bobot ukuran dapat dinyatakan dengan persamaan (Mikhail, 1981). P = σ o2 / σ l2... (II.17) Dalam hal ini, σ 02 = varian apriori σ 2 = varian pengukuran Apabila antar data ukuran tidak berkorelasi maka matriks P adalah matriks diagonal dengan element entri pada diagonal utamanya adalah: 1 P = σ 02. Σ Lb... (II.18) ditulis: Apabila varian apriori σ 0 2 telah ditentukan nilainya yaitu 1, matriks P dapat Sesuai dengan teori kuadrat terkecil maka untuk mendapatkan nilai La terbaik jumlah kuadrat residu (V) harus minimum dan dalam bentuk matriks hasil perhitungannya akan sama dengan V transpose dikalikan dengan V, sehingga persamaannya menjadi (Hadiman, 2001): VTPV = (AX + F) T P(AX + F) kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 8

17 = (X T A T + F T )P(AX + F) = X T A T PAX + X T A T PF + F T PAX + F T PF = X T A T PAX + 2F T PAX + F T PF... (II.20) Dengan menggunakan diferensial parsial ke vektor X diperoleh: = 0 2X T A T PA + 2F T PAX T A T PA + F T PA = 0 -(A T PA) -1 (A T PF) = X... (II.21) Berdasarkan nilai X yang dihitung dari persamaan di atas dapat ditentukan nilai estimasi pengamatan (La) dan juga beberapa persamaan yang nantinya akan digunakan dalam analisis jaringan. La = L + V = L A(A T PA) -1 (A T PF) + F... (II.22) σ 02 = V T PV / n u... (II.23) Σxx = σ 02 (A T PA) (II.24) Σvv = σ 02 ( P -1 A(A T PA) -1 A T )... (II.25) Dalam hal ini : σ 02 = varian aposteori Σxx = matriks varian kovarian parameter Σvv = matriks varian kovarian residu II.2.2. Kontrol hitungan. Pada proses hitung perataan yang melibatkan hitungan dengan persamaan tidak linier, kontrol hitungan menjadi suatu prosedur yang sangat penting untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan pada proses hitungan dengan persamaan tidak linier dibutuhkan proses iterasi yang berulang-ulang agar diperoleh nilai estimasi parameter yang sesuai. Terkadang pada saat melakukan proses perhitungan, dari iterasi didapatkan hasil nilai koreksi parameter (X) dan juga harga residu (V) yang semakin membesar. Melihat hasil ini terkadang diasumsikan bahwa data pengukuran yang diperoleh adalah data yang kurang bagus karena semakin besarnya nilai koreksi (V) yang secara otomatis harga dari kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 9

18 varian aposteori σ 02 juga akan semakin menjadi besar, yang berakibat uji data pengukuran akan ditolak. Untuk itulah kontrol perhitungan menjadi proses yang penting untuk dilakukan apakah perhitungan yang dilakukan telah benar dan sesuai dengan hasil yang diinginkan. Menurut Hadiman (2001), kontrol hitungan pada metode parameter dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut: V T PV= F T PV... (II.26) Bila terjadi perbedaan, karena pembulatan dalam proses hitungan, berarti secara keseluruhan ada kesalahan dalam proses hitungan. Meskipun kontrol hitungan dapat ditentukan, namun prosedur ini hanyalah untuk mengontrol proses perhitungan yang dilakukan, bukan kontrol kebenaran penyelesaian yang juga tergantung dengan jumlah pengamatan dan parameter yang digunakan. Terkadang pada hitungan awal terjadi perbedaan selisih harga yang besar antara nilai V T PV dan F T PV. Untuk itu, agar perbedaan ini tidak terlalu besar atau mungkin selisih antara keduanya bernilai nol, maka caranya adalah dengan menggunakan harga pendekatan parameter yang diperkirakan nilainya sama dengan nilai parameter hasil estimasi perhitungan. II.2.3. Linierisasi persamaan pengamatan Persamaan yang membentuk hubungan antara pengukuran sudut maupun jarak dengan koordinat titik-titik estimasi merupakan persamaan non-linier. Untuk itu perlu dilakukan linierisasi menggunakan deret Taylor (Soeta at, 1996). Secara umum proses linierisasi dengan menggunakan deret Taylor adalah melakukan diferential persamaan terhadap parameter yang ingin diketahui nilainya sampai suku pertama dan menganggap suku kedua hingga seterusnya (atau suku ke-n) mendekati nol. II.2.4. Linierisasi persamaan pengamatan jarak. Fungsi data ukuran jarak terhadap parameter posisi 2D (x,y) merupakan persamaan yang tidak linier sehingga perlu dilakukan proses linierisasi menggunakan deret Taylor yang secara umum seperti dalam persamaan berikut. F(x) = Lb + V = F(x 0) + ( ) ( ) x +... (II.27) Dari gambar I.3 dapat diperoleh model matematik pengamatan jarak yaitu kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 10

19 Gambar II.2. Jarak antara koordinat A dan B Diasumsikan bahwa koordinat A telah diketahui maka dengan menggunakan deret Taylor dapat dilakukan linierisasi persamaan (I.28) terhadap xb dan yb sehingga diperoleh persamaan linierisasi sebagai berikut: dab + VdAB = d 0 AB + XA=XAO X A + YA=YAO Y A + XB=XBO X B + YB=YBO Y B +... (II.29) Jika f u = F x = dab maka dengan notasi Leibnitz suatu persamaan diferensial dapat dinyatakan dengan =.... (II.30) Sehingga persamaan jarak d AB dapat dibentuk menjadi y = u ; u = (x B x A) 2 + (y B y A) 2 dan dari kedua persamaan di atas didapatkan hasil diferensial = ; = 2 (x B x A) kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 11

20 dengan menggunakan aturan Leibneitz pada persamaan ( II.30) didapatkan hasil diferensial terhadap koordinat x B, begitu juga dengan cara yang sama dilakukan proses diferensial terhadap koordinat y B menghasilkan: F (x) = = ( ) ( )... (II.31) F (x) = = ( ) ( )... (II.32) II.2.5. Linierisasi persamaan pengamatan sudut. Besar sudut horisontal suatu geometri jaring adalah selisih bacaan arah horisontal yang satu dengan arah horisontal lainnya pada azimut tertentu yang diilustrasikan pada gambar (I.4). Dari gambar (I.4) dapat diperoleh model matematik pengamatan sudut yaitu F x = θ = 360 o + α AC α AB... (II.33) Gambar II.3. Pengamatan sudut A Karena sudut θ merupakan persamaan tidak linier maka perlu dilinierisaikan dengan menggunakan deret Taylor, sehingga persamaan sudut θ menjadi: F(x) = θ + V = F(xo) + ( ) ( ) x +... (II.34) kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 12

21 Diasumsikan koordinat titik referensi adalah koordinat A (x A, y A) dan B (x B, y B). Persamaan sudut di atas dibentuk dari persamaan fungsi sinklometri yaitu kebalikan (inverse) fungsi dari trigonometri. Karena dalam kasus ini diferensial hanya pada titik koordinat C (xc, yc) maka dengan menggunakan aturan Leibneitz pada persamaan (II.30) didapatkan dua persamaan yaitu: karena f (u) f (u) = arc tan u ; u = ( ) ( ) merupakan fungsi sinklometri maka diperlukan suatu metode khusus dalam proses diferensial f (u) terhadap u, sehingga dalam perhitungan ini juga diperlukan hasil diferensial dari fungsi trigonometri tangent sebagai berikut: = ( ) ( ) ( ) = sec 2 f(u) ingat bahwa dalam persamaan trigonometri sec 2 f(u) tan 2 f(u) = 1, maka didapatkan sec u = 1 + x 2 dengan menggunakan fungsi invers didapat Hasil akhir dari proses ini didapat dengan menggunakan aturan Leibneitz pada persamaan (I I.30), dengan proses diferensial terhadap koordinat x B, begitu juga dengan cara yang sama yang dilakukan terhadap koordinat y B menghasilkan: F (x) = = ( ) ( )... (II.35) F (x) = = ( ) ( ) ( )... (II.36) II.2.6. Uji statisitik hasil hitungan perataan Untuk mengetahui bahwa hasil pengamatan di lapangan tidak mengandung kesalahan tak acak maka nilai varian dan koreksi ukuran hasil pengamatan dilakukan pengujian secara statistik untuk daerah kepercayaan tertentu. Pengujian statistik yang dilakukan berupa data snooping untuk mengetahui atau mendeteksi adanya kesalahan blunder. Kesalahan suatu pengamatan dalam konsep hitung kuadrat terkecil, kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 13

22 diasumsikan mengikuti sebaran normal. Kebenaran asumsi ini perlu diuji dengan menggunakan uji statistik. Salah satu uji statistik untuk mendeteksi adanya kesalahan kasar ( gross error) dapat dilakukan dengan uji Tau. Uji ini merupakan hasil pengembangan data snooping untuk mencari data pengamatan yang dihinggapi kesalahan kasar. Uji Tau diterapkan untuk menghindari kesalahan estimasi nilai varian apriori (σ o2 ) yang menyebabkan kurang terwakilinya kondisi pengukuran di lapangan sebenarnya (Kuang, 1996). Pada pendeteksian ini setiap data diuji dengan tuju an menemukan data pengamatan yang mengandung kesalahan besar. Oleh karena itu perlu dicari penyebab penolakan Hipotesis nol (Ho), sehingga perlu disusun lagi Ho dan hipotesis alternatif atau tandingan (Ha) sebagai berikut : Ho : hasil pengamatan tidak dipengaruhi kesalahan kasar Ha : hasil pengamatan dipengaruhi kesalahan kasar Tahapan pengujiannya adalah sebagai berikut. 1. Menyusun hipotesis : Hipotesa nol (Ho, merupakan perumusan sementara yang akan diuji kebenarannya) yang berarti pengamatan ke li tidak dipengaruhi kesalahan kasar. Hipotesa tandingan (Ha, sebagai lawan dari hipotesa nol ) yang berarti pengamatan ke li dipengaruhi kesalahan kasar. 2. Menetapkan taraf uji (αo). 3. Menentukan nilai t α /2 dari tabel fungsi distribusi t-student dengan argument α o dan r (derajat kebebasan). 4. Menentukan nilai batas t αo /2 yang dapat dihitung dari hubungan dengan distribusi t-student dengan rumus (Kuang, 1996) : 5. Menghitung nilai T i untuk setiap data pengamatan Ti = V i/ σvi... (II.38) dalam hal ini : Vi : koreksi pengamatan ke-i kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 14

23 σvi : simpangan baku koreksi pengamatan ke-i (akar dari elemen diagonal matriks vv ) 6. Menguji hipotesis nol (Ho) Hipotesis nol diterima jika : τi < ταo /2... (II.39) Penerimaan Ho bermakna bahwa ukuran li tidak dipengaruhi kesalahan kasar, ini artinya data ukuran tersebut tidak perlu dihilangkan atau diulang. Hal yang sebaliknya berlaku untuk penolakan Ho yang bermakna bahwa ukuran li dipengaruhi kesalahan kasar, sehingga perlu dilakukan cek data ukuran atau pengukuran dengan kesalahan kasar tersebut tidak disertakan dalam proses hitungan. II.2.7. Elips kesalahan Hasil perhitungan dari data pengukuran sudut, azimut dan jarak menghasilkan nilai koordinat dari suatu titik. Dengan menggunakan metode hitung kuadrat terkecil dapat ditentukan koordinat titik stasiun dan juga varian kovarian parameter, sehingga setiap titik hasil estimasi pasti berpasangan dengan ketelitiannya atau standar deviasinya. Namun, dengan hanya mengetahui simpangan bakunya belum dapat ditentukan kualitas dari posisi yang dihasilkan, sebab posisi x dan y bukanlah posisi yang dihitung secara terpisah tetapi penentuan kesalahan melibatkan distribusi kesalahan gabungan dari x dan y. Dari permasalahan ini untuk menunjukkan hubungan kesalahan dua variabel dan sekaligus untuk menunjukkan kualitas titik stasiun hasil perhitungan diperlukan suatu tampilan secara visual maupun nilai numeris dengan cara membentuk elips kesalahan pada setiap titik koordinat hasil estimasi. Gambar (I I.4) menjelaskan tentang visualisasi dari elips kesalahan. Arah orientasi dari elips kesalahan bergantung dari sudut t, yang merupakan sudut yang dibentuk dari sumbu y searah jarum jam dengan sumbu kedua u dan sumbu v yang saling tegak lurus membentuk sudut 90 o. Sudut t diperlukan untuk mencari besarnya sumbu maksimum u dan sumbu minimum v. Sumbu u memperlihatkan kesalahan maksimum dari hasil estimasi begitu juga sebaliknya, sumbu v memperlihatkan kesalahan minimum dari perhitungan koordinat hasil estimasi. Dari gambar (I I.4) diperlihatkan hubungan antara sumbu kartesi (x, y) dan (u, v). kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 15

24 Gambar II.4. Elips kesalahan (Ghilani, 2005) Untuk mendapatkan koordinat kartesi dari u dan v, dari gambar di atas dapat ditarik hubungan matematis: Sui = Sxi sin t + Syi cos t... Svi = Sxi cos t + Syi sin t... (II.40) (II.41) Dalam bentuk matriks dapat ditulis dalam bentuk yang sederhana adalah Z = R. X... (II.43) dengan: ui = sumbu maksimum elips vi = sumbu minimum elips t = sudut rotasi elips terhadap sumbu kartesi 2D R = matriks rotasi Untuk permasalahan hitung perataan pada sistem koordinat (x,y), dapat dihasilkan matriks kofaktor Q XX. Matriks ini kemudian dikembangkan ke dalam sistem koordinat (u, v) sesuai dengan persamaan (Ghilani, 2005): Qzz = R Q xx RT... (II.44) kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 16

25 Penjabaran matriks Q ZZ adalah Dimana entri kofaktor Q XX adalah varian dan kovarian dari nilai koordinat. Jika persamaan (I.46) dimasukkan dalam persamaan (I.44) didapatkan: Sesuai dengan persamaan di atas maka dapat ditulis: quu = qxx sin2t + 2qxy cos t sin t + qyy cos2t... (II.48) qvv = qxx cos2t 2qxy cos t sin t + qyy sin2t... (II.49) Untuk membuat nilai sudut t berharga maksimal terhadap quu maka lakukan diferential quu terhadap sudut t dan aturlah hasil akhir dari persamaan quu dengan nilai 0. = 2 sin 2t + 2q xy cos 2t = 0 sehingga didapat hasil diferensial quu terhadap t yaitu: = tan 2t =... (II.50) Dalam kasus analisis jaring sangatlah diperlukan perbandingan elips kesalahan dari setiap titik yang ada pada jaring. Hal ini diperlukan agar dapat diketahui kualitas dari masing masing jaring menggunakan uji statistik dengan tingkat kepercayaan tertentu. Menggunakan uji statistik Fisher hubungan antara elips kesalahan dengan kualitas jaring dapat ditentukan, persamaannya adalah (Ghilani, 2005). S u% = S uc = S u 2 F α,2,derajad kebebasan... (II.51) S v% = S vc = S v 2 Fα,2,derajad kebebasan... (II.51) Dari persamaan di atas dapat ditarik hubungan jika jumlah derajad kebebasan meningkat maka presisi akan meningkat dan ukuran dari kesalahan elips akan kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 17

26 mengecil. Harga F ditentukan dari tingkat kepercayaan yang digunakan sesuai dengan tabel I.2 (Ghilani, 2005). Tabel II.2. Tabel statistik nilai kemungkinan Derajad Kemungkinan bebas 90% 95% 99% 1 49,50 199, ,50 2 9,00 19,00 99,00 3 5,46 9,55 30,82 4 4,32 6,94 18,00 5 3,78 5,79 13, ,92 4,10 7, ,70 3,68 6, ,59 3,49 5, ,49 3,32 5, ,39 3,15 4,98 Disamping menyediakan informasi kepresesian dalam bentuk angka, keuntungan lain dari elips kesalahan adalah menampilkan informasi secara visual kepresesian antara dua koordinat (Ghilani, 2005), sebab dengan menggun akan informasi secara numeris maupun grafis, dapat ditentukan kualitas dari suatu jaring titik kontrol. Dalam pekerjaan survei pengukuran, bentuk, ukuran, dan sudut orientasi dari elips kesalahan bergantung dari ketelitian dan jumlah titik kontrol yang digunakan, kepresesian pengukuran dan bentuk geometri jaring dari survey. Dalam desain jaring ketiga hal ini sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil perhitungan posisi yang handal. Dalam proses analisis tingkat kepresesian dari titik-titik pantau, selain menggunakan analisis secara visual digunakan juga klasifikasi jaring titik kontrol horisontal sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Kelas suatu jaring titik kontrol horizontal ditentukan berdasarkan panjang sumbu-panjang (semi -major axis) dari setiap elipss kesalahan relatif (antar titik) dengan tingkat kepercayaan (confidence level) 95% yang dihitung berdasarkan statistik yang diberikan oleh hasil hitung perataan jaringan kuadrat terkecil terkendala minimal (minimal constrained). Dalam hal ini panjang maksimum dari sumbu panjang elipss kesalahan relatif yang digunakan untuk menentukan kelas jaringan adalah : kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 18

27 r = c ( d )... (II.53) keterangan: r = panjang maksimum dari sumbu-panjang yang diperbolehkan, dalam milimeter c = faktor empirik yang menggambarkan tingkat presisi survei; d = jarak antar titik, dalam kilometer. Berdasarkan nilai faktor c tersebut, kategorisasi kelas jaring titik kontrol horizontal yang diusulkan diberikan pada Tabel I.3 (SNI JKH, 2002). Tabel II.3. Kelas (pengukuran) jaring titik kontrol horisontal Kelas c Aplikasi Tipikal 3A 0,01 jaringan tetap (kontinu) GPS 2A 0,1 survey geodetik berskala nasional A 1 survey geodetik berskala regional B 10 survey geodetik berskala lokal C 30 survey geodetik untuk perapatan D 50 survey pemetaan kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 19

28 BAB III PELAKSANAAN Pelaksanaan kajian meliputi tahap persiapan dan tahap peaksanaan. Kedua tahapan ini akan diuraikan sebagai berikut: III.1. Persiapan Tahapan persiapan ini meliputi kegiatan pengumpulan bahan / data dan peralatan yang digunakan dalam penelitian, yaitu: III.1.1. Pengumpulan bahan Bahan yang digunakan dalam kajian ini adalah data dari dua desain jaring titik kontrol yang diperoleh dari masing-masing pengukuran. Penjelasan dari masing-masing data adalah sebagai berikut: 1. Data pengukuran poligon lorong I dengan 40 titik yang meliputi data ukuran sudut horisontal dan jarak horisontal. 2. Data pengukuran poligon lorong I dengan 8 titik yang meliputi data ukuran sudut horisontal dan jarak horisontal. III.1.2. Peralatan Beberapa peralatan yang digunakan untuk kajian ini adalah: 1. Perangkat keras yang digunakan antara lain a. Notebook b. Flashdisk c. Kalkulator d. Printer 2. Perangkat lunak yang digunakan antara lain a. Sistem operasi Windows 7 b. Autodesk Survey 2004 c. Microsoft Office Excell 2007 d. Microsoft Office Word Peralatan ukur yaitu a. Total Station Leica TCR805 Ultra b. Statif c. Prisma kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 20

29 III.2. Pelaksanaan Pada tahapan ini dipaparkan tentang proses pengumpulan data, proses perhitungan poligon dengan metode bowdith untuk data ukuran, hitungan perbandingan dengan metode parameter, uji statistik hasil hitungan perbandingan dari masing-masing hitung perataan, dan analisis kualitas jaring horisontal yang disesuaikan dengan tujuan dari kajian. Tahapan pelaksanaan secara umum dapa dilihat pada gambar II.1. Pengembangan Metode Pengukuran Deformasi Vertikal dan Horisontal Candi Borobudur Pengumpulan Data Studi lapangan Jaring pengukuran poligon eksisting Jaring pengukuran poligon baru Pembuatan Rancangan Pengukuran Jaring Kontrol Deformasi Alternatif Pengolahan Metode Bowdith Hitung Perataan Kuadrat Terkecil Metode Parameter Penentuan lokasi titik station monitoring dan titik referensi Penentuan titik target monitoring Uji data Snooping α0 = 95 % Tidak Pembuatan pilar / tugu untuk station monitoring dan titik referensi Ya Perhitungan Elips Kesalahan Pendefinisian koordinat station monitoring dan titik referensi Analisis Perbandingan Kualitas Geometri Jaring Pengukuran Kesimpulan Penulisan Laporan Gambar III.1. Tahapan pelaksanaan kajian kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 21

30 Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing tahapan pokok yang tersaji dalam diagram alir pelaksanaan kajian III.2.1. Tahap pengumpulan data Pengumpulan data terbagi kedalam dua proses pengukuran, yaitu pengukuran jaring kontrol deformasi eksisting dan jaring kontrol deformasi yang disederhanakan. Dalam hal ini jaring kontrol yang dimaksud adah jaring kontrol deformasi lorong I dan jaring kontrol deformasi lorong IV. Untuk pengukuran poligon lorong I eksisting dengan 40 titik kontrol dan pengukuran poligon lorong I yang disederhanakan menjadi 8 titik kontrol dapat dilaksanakan, sedangkan untuk poligon lorong 4 eksisting dengan 24 titik kontrol dan poligon lorong 4 yang akan disederhanakan menjadi 8 titik belum dapat dilakukan perbandingan karena pada waktu dilakukan pengukuran poligon yang disederhanakan menjadi 8 titik kontrol ada satu titik yang tidak bisa terlihat dari titik yang lain sehingga agar bisa disederhanakan sebelumnya harus menggeser titik tersebut atau membuat satu titik kontrol baru. Data yang dikumpulkan adalah data ukuran sudut dan jarak untuk mendapatkan posisi 2 dimensi. Pengambilan data poligon lorong I dengan 40 titik kontrol dilakukan selama 10 hari dari tanggal 25 Agustus sampai dengan 5 September 2014, sedangkan untuk poligon lorong I dengan 8 titik dilakukan selama 2 hari yaitu 8-9 September Sketsa pengukuran kedua jaring poligon tersebut disajikan pada gambar III.2. Gambar III.2. Sketsa pengukuran poligon lorong I kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 22

31 III.2.2. Perhitungan poligon dengan metode bowdith Dalam suatu pengukuran terristris khususnya pada pengukuran suatu jaring poligon tertutup, diperlukan suatu metode yang relatif mudah dan cepat dalam proses perhitungan data ukuran yang didapat agar diperoleh nilai koordinat dari titik-titik yang ada pada poligon tertutup. Untuk melaksanakan tujuan ini maka digunakanlah metode Bowdith pada perhitungan awal data ukuran, sebelum data ukuran ini dihitung dengan menggunakan metode perhitungan yang melibatkan uji statistik di dalamnya. Selain itu, metode Bowdith ini juga diperlukan untuk menentukan tingkat kelas daripada poligon tertutup yang diukur, sebab pada proses monitoring jaring deformasi diperlukan suatu jaring yang memiliki tingkat ketelitian yang tinggi. Tahapan perhitungan dari metode Bowdith untuk data ukuran poligon disajikan secara umum sebagai berikut: 1. Menetukan dan menghitung syarat sudut yang digunakan sesuai dengan persamaan (II.4), sehingga selisih perhitungan antara syarat sudut dan jumlah sudut yang diperoleh dikoreksikan kepada masing-masing sudut ukuran. 2. Menghitung azimuth setiap sisi dengan menggunakan sudut pada hasil koreksi dari perhitungan sebelumnya dan untuk perhitungan azimuth setiap sisi poligon lorong I digunakan persamaan (II.3). 3. Menghitung jarak absis dan ordinat dari titik-titik yang akan ditentukan nilainya dengan menggunakan persamaan jarak absis adalah d sin α dan jarak ordinat adalah d cos α. 4. Lakukanlah koreksi pada perhitungan jarak absis dan ordinat, sebelum kedua jarak ini digunakan untuk menghitung nilai dari koordinat masing-masing titik, dengan cara menambahkan koreksi pada kedua jarak sesuai dengan persamaan (II.6) dan persamaan (II.7). 5. Koordinat titik-titik poligon dihitung sesuai dengan persamaan ( II.1) dan persamaan (II.2). 6. Mengjitung ketelitian penutup jarak dari poligon dengan membandingkan antara kesalahan linier poligon yang didapat dengan jumlah jarak semua sisi dalam poligon seperti persamaan berikut ini. (fx 2 + fy 2 ) 1/2 : ΣD... (III.1) kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 23

32 Salah satu pertimbangan dalam pembuatan desain kerangka dasar pengukuran adalah tujuan dari pembuatannya. Pada kajian ini pengukuran kerangka dasar bertujuan untuk memantau stabilitas struktur candi Borobudur dan bukit untuk keperluan monitoring deformasi. Selain itu, penentuan nilai koordinat dari masing-masing titik yang ada pada jaring poligon tertutup juga nantinya dapat digunakan sebagai nilai koordinat pendekatan pada proses pengolahan data ukuran dan estimasi nilai koordinat pada hitung perataan kuadrat terkecil metode parameter. III.2.3. Hitung perataan kuadrat terkecil metode parameter Setelah pengolahan data ukuran dengan metode bowdith, maka tahapan selanjutnya adalah pengolahan data ukuran dengan menggunakan hitung perataan kuadrat terkecil metode parameter. Proses ini dilakukan karena data ukuran yang digunakan memiliki ukuran lebih (r) dan juga metode ini digunakan untuk menentukan nilai koordinat dari titik-titik pemantau yang ada pada jaring poligon. Perbandingan yang terlihat pada kedua metode perhitungan ini adalah pada hasil nilai koordinat titik pemantau yang dihasilkan, jika pada metode bowdith dihasilkan hanya nilai koordinat dari titik pemantau maka pada perhitungan metode parameter ini didapat hasil nilai koordinat dan juga simpangan baku dari nilai koordinat. Simpangan baku hasil estimasi inilah yang nantinya digunakan untuk analisis data ukuran dan analisis kualitas jaring deformasi. Bentuk desain jaring titik pemantau pada candi Borobudur adalah poligon tertutup, sehingga perlu dilakukan evaluasi kembali terhadap kualitas jaring pengukuran terutama jika dikaitkan dengan tujuan pengukuran. Untuk pengukuran deformasi horisontal, diperlukan suatu desain jaring yang berkualitas. Seperti dijelaskan sebelumnya, suatu bentuk jaring pengukuran dikatakan berkualitas jika mempunyai data ukuran yang bebas dari kesalahan tidak acak dan juga mempunyai ukuran elips kesalahan yang kecil, sehingga dengan kedua hal tersebut dapat dilakukan analisis perbandingan terhadap bentuk jaring yang telah diukur selama ini dan juga bentuk jaring yang telah disederhanakan. Untuk tujuan analisis kualitas ini dilakukan perhitungan perbandingan dengan metode parameter dengan data ukuran dan hasil estimasi nilai koordinat yang berbeda. Berikut ini adalah tahapan proses hitung perataan metode parameter pada masing-masing data ukuran. Pada tahap hitung perbandingan ke-1 digunakan jaring pemantauan poligon lorong I dengan 40 titik kontrol. Pengukuran kedua jaring poligon lorong I menggunakan alat yang sama yaitu Total Station Leica TCR805 Ultra sehingga dengan ketelitian alat yang sama dapat dilakukan perbandingan elips kesalahan diantara kedua jaring poligon tersebut manakah yang akan menghasilkan tingkat kepresisian titik kontrol yang lebih baik. kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 24

33 Pada uraian sebelumnya telah disinggung bahwa untuk penentuan estimasi koordinat titik kontrol 2 dimensi digunakan data ukuran jarak dan sudut. Dari kedua pengukuran ini dibentuk fungsi matematis dari parameter yang dicari yaitu koordinat (x,y) sesuai dengan persamaan pengukuran berikut ini. L 1 + V 1 = 360 o { ( ) ( ) ( ) ( ) }... (III.2) L 2 + V 2 = (x 2 x 1) 2 + (y 2 y 1) 2... (III.3) Ln + Vn =... Dari persamaan diatas dibentuk matriks F yang merupakan vektor sisa fungsi parameter dikurangi dengan matriks L dan juga matriks A yang merupakan diferensial persamaan pengukuran ke masing-masing parameter. Pada penentuan estimasi parameter dengan proses hitung perataan ini digunakan matriks bobot yang berfungsi agar estimasi nilai koordinat sesuai dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Berikut ini adalah tahapan perhitungan dan juga pembentukan matriks desain yang digunakan pada pengamatan. 1. Pembentukan matriks desain F pada hitungan awal didasarkan pada matriks hasil perhitungan fungsi pengukuran terhadap parameter dikurangi dengan matriks L (m atriks pengukuran). Untuk itu diperlukan parameter pendekatan untuk menghitung fungsi pengukuran dimana parameter pendekatan ini diperoleh dari perhitungan estimasi koordinat titik kontrol dengan metode bowdith pada perhitungan sebelumnya. F (nx1) = 1 ( 1, 1; 2, 2; 8, 8) 1... (... ) 2. Pembentukan matriks desain A pada hitungan awal didasarkan pada differensial persamaan pengukuran ke masing-masing parameter yang akan diestimasi, dengan nilai parameter yang digunakan pada persamaan hasil diferensial merupakan parameter pendekatan hasil estimasi dengan metode bowdith. A (nxu) = kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 25

34 3. Matriks desain P (matriks bobot) dibentuk berdasarkan simpangan baku dari masing-masing pengukuran sudut dan jarak. Matriks ini disusun berdasarkan persamaan (II.18) karena data pengukuran tidak berkorelasi dan matriks P pada perhitungan ini didesain sesuai dengan pesamaan (II.19). 1/(σL 1) P (nxn) = 0 1/(σL 2) /(σL n) 2 4. Setelah ketiga matriks desain disusun maka tahapan selanjutnya adalah menghitung nilai estimasi X dengan menggunakan persamaan (I I.21), dengan menggunakan koordinat awal (Xo ) adalah nilai koordinat hasil estimasi perhitungan bowdith. 5. Menghitung matriks V (residu) dengan menggunakan persamaan (I I.13) yang dilanjutkan dengan menghitung varian global dari perhitungan yaitu varian aposteori dengan menggunakan persamaan (II.23). 6. Setelah varian aposteori dihitung maka tahapan selanjutnya adalah menghitung ketelitian dari estimasi nilai koordinat dengan menggunakan persamaan (II.24). Dikarenakan matriks hasil pada perhitungan ini berbentuk matriks bujur sangkar maka simpangan baku dari estimasi koordinat didapat dengan melakukan akar kuadrat dari diagonal utama. 7. Pada tahapan selanjutnya akan dilakukan uji statistik pada data ukuran dengan menggunakan uji data snooping, sehingga diperlukan perhitungan untuk mendapatkan simpangan baku dari residu. Maka dengan menggunakan persamaan (II.25) dilakukan perhitungan estimasi ketelitian dari residu dengan melakukan akar kuadrat dari diagonal utama hasil matriks perhitungan. 8. Lakukan proses iterasi atau pengulangan hitungan dengan nilai koordinat yang akan dijadikan pendekatan (Xo) adalah matriks Xa pada perhitungan awal sampai didapat hasil matriks X yang sesuai. III.2.4. Uji statistik hasil hitungan perataan (data snooping) Uji data snooping dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui adanya kesalahan tak acak yang mempengaruhi tiap data pengamatan pada masing-masing jaring poligon. Data snooping dilakukan dengan cara membagi setiap elemen matriks residu (V i) dengan elemen matriks ketelitian residunya (σv i) seperti pada persamaan ( II.38). Hasil dari pembagian kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 26

35 tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai kritis Ƭ αo/2 (critical value) yang didapat dari tabel distribusi t ( student s t-distribution). Perhitungan ini dilakukan terpisah untuk masingmasing jaring poligon. Untuk tahapan pengujiannya, dilakukan sesuai dengan bab I pada sub bab uji statistik data ukuran hanya saja tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% dengan derajad kebebasan yang sesuai dengan masing-masing desain jaring poligon. Setelah itu menguji Ho dengan menggunakan persamaan ( II.39). Penerimaan Ho mempunyai arti bahwa hasil pengukuran sudut horisontal atau jarak datar ke-i tidak dipengaruhi kesalahan tak acak. Penolakan Ho menunjukkan indikasi bahwa pengukuran ke-i dipengaruhi kesalahan tak acak. Apabila terindikasi adanya kesalahan pada pengukuran ke-i, maka langkah selanjutnya adalah menghilangkan data yang mengandung kesalahan tak acak tersebut dan tidak digunakan untuk tahapan hitungan selanjutnya. Proses uji data pengamatan ini akan berhenti hingga tidak ada lagi data pengamatan yang terdeteksi kesalahan tak acak. III.2.5. Analisis kualitas jaring Dari hitung perataan yang telah dilakukan sebelumnya dan juga pengujian secara statistik data pengukuran maka didapat nilai estimasi koordinat titik kontrol dan juga ketelitiannya sehingga tahapan selanjutnya adalah melakukan analisis terhadap kedua jaring poligon dengan tujuan untuk menentukan pengaruh dari jumlah dan ketelitian titik kontrol dan juga bentuk geometri dari jaring pengukuran. Proses analisis ini dilakukan secara visual dengan melakukan penggambaran elips kesalahan pada titik titik kontrol yang ada pada masing-masing desain jaring pengukuran, dengan asumsi dasar bahwa ukuran dan bentuk dari elips menunjukkan kualitas kelas daripada jaring kerangka kontrol deformasi. Analisis menggunakan elips kesalahan ini dimulai dengan penghitungan sudut orientasi daripada elips kesalahan. Sudut orientasi ini dimulai dari sumbu kartesi y yang mengarah ke utara dan berputar searah putaran jarum jam dengan sudut maksimal adalah 360 o. Sudut t dihitung dengan menggunakan persamaan (II.50) dan perlu diketahui bahwa untuk menentukan sudut t arah orientasi elips perlu diperhatikan tanda +/- dari pembilang dan penyebut dari persamaan (I I.50). Sesuai dengan Ghilani (2005) pengaruh tanda dari pembilang dan penyebut untuk menyelesaikan sudut orientasi t disajikan dalam tabel (II.1) berikut ini. kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 27

36 Tabel III.1. Pemilihan kuadrant untuk sudut 2t Tanda Aljabar Kuadran Sin 2t (pembilang) Cos 2t (penyebut) Dalam geometri elips kesalahan sudut orientasi t mempengaruhi bentuk sedangkan sumbu panjang dan sumbu pendek mempengaruhi ukuran dari elips kesalahan. Setelah sudut t diketahui dan ditentukan nilainya maka dengan persamaan ( II.48) dan persamaan (II.49) ditentukan sumbu panjang dan sumbu pendek dari elips kesalahan. Jadi dapat diketahui bahwa elips kesalahan dibuat berdasarkan matriks varian kovarian parameter, untuk itu setelah dihitung panjang dari kedua sumbu maka dapat ditentukan juga simpangan baku dari kedua sumbu elips kesalahan dengan menggunakan persamaan berikut ini. S u = S 0 q uu... (III.4) S v = S 0 q vv... (III.5) Fungsi dan tujuan awal dari perhitungan elips kesalahan adalah analisis visual kepresisian titik kontrol, maka hasil dari perhitungan sumbu panjang dan sumbu pendek harus disajikan secara visual. Proses penyajian elips kesalahan secara visual ini menggunakan software autodesk survey dengan penggambaran meliputi elemen-elemen dari elips kesalahan yaitu sudut t, sumbu panjang dan sumbu pendek yang ditempatkan pada titik kontrol hasil perhitungan. Analisis kualitas jaring ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari perbedaan jumlah titik kontrol dan perbedaan bentuk geometri dari jaring poligon. Setelah dilakukan perhitungan elips kesalahan yang berfungsi untuk analisis kualitas secara visual maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis kualitas jaring untuk mengetahui kelas dari desain jaring kontrol deformasi. Seperti dijelaskan pada sub bab II.2.7. analisis kualitas jaring dilakukan dengan menghitung elemen c sesuai dengan persamaan ( II.53) pada masing-masing analisis kualitas jaring. Untuk analisis kualitas, hanya digunakan klasifikasi kualitas jaring pada tingkat kelas saja dan tingkat orde tidak dilakukan, karena sesuai dengan penjelasan pada sub bab II.2.7. bahwa kualifikasi pada tingkat kelas hanya bertujuan untuk menentukan tingkat desain jaring yang menggunakan kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 28

37 jumlah titik ikat yang sesuai dengan kekurangan rank-nya atau disebut juga dengan perataan kendala minimum (minimum constraint adjusment). III.3. Studi lapangan Kegiatan studi lapangan dalam kajian ini adalah dengan mengunjungi waduk sermo untuk mengetahui metode monitoring deformasi di waduk sermo khususnya pengukuran yang menggunakan robotic total station.. Maksud dari kegiatan studi lapangan ini adalah untuk mengetahui desain statif permanen robotic total station, tata letak prisma taget, dan pengolahan data monitoring deformasi di waduk sermo. Kemudian dari pengetahuan yang diperoleh diharapkan bisa diterapkan untuk monitoring deformasi Candi Borobudur sesuai dengan kondisi yang ada di Candi Borobudur. III.4. Pembuatan rancangan jaring kontrol deformasi alternatif Pada kajian ini akan dibahas tentang pengembangan metode pengukuran deformasi candi Borobudur menggunakan Robotic Total Station. Pertimbangan yang pertama adalah karena pada tahun ini Balai Konservasi Borobudur mendapatkan bantuan dari tim pengadaan pusat yang salah satunya adalah berupa Robotic Total Station merk Topcon MS01AX sehingga alat ini seharusnya bisa dimanfaatkan secara optimal. Pertimbangan yang kedua adalah alat ini memang dikembangkan untuk digunakan sebagai alat monitoring deformasi secara otomatis / ADMS ( Automated Deformation Monitoring System) yang sebelum bisa digunakan sebaiknya perlu dikaji terlebih dulu kelebihan dan kekurangannya sehingga nantinya bisa digunakan secara optimal. Untuk merancang pengukuran jaring kontrol deformasi menggunakan robotic total station maka tim kajian melakukan konsultasi dengan narasumber kajian yaitu akademisi dari Teknik Geodesi UGM dan purnakarya dari Balai Konservasi Borobudur yang terlibat langsung dalam pemugaran kedua dan pengukuran jaring kontrol deformasi candi Borobudur. Konsultasi tersebut untuk dapat menentukan beberapa hal sebagai berikut : Pemilihan lokasi-lokasi titik kontrol monitoring a. Titik stasion monitoring b. Titik referensi Pemilihan lokasi-lokasi target monitoring Selain itu tim kajian juga melakukan konsultasi dengan pihak vendor atau pihak penyedia alat ukur dan software untuk merancang sistem yang ideal menyesuaikan dengan kondisi yang ada di lokasi yaitu antara lain : Pengadaan Hardware dan software kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 29

38 Penyiapan fasilitas pendukung: rumah alat, power supply, keamanan, prisma, pilar dll. Instalasi alat ukur, alat komunikasi dan software Pengaturan system, testing, setting untuk mendapatkan hasil ketelitian yang maksimal Analisa: analisa data, penentuan limit, peringatan dini ( oleh ahli yang kompeten) Perawatan untuk semua system: software maintenance, kalibrasi hardware, service dll. kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 30

39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab IV disajikan hasil yang diperoleh dari kajian beserta pembahasannya. Adapun hasil dari kajian ini adalah hasil hitungan perataan poligon dengan metode bowdith, hasil hitungan perataan dengan hitung kuadrat terkecil metde parameter, analisis kualitas jaring kontrol deformasi, hasil studi banding di waduk sermo, serta rancangan jaring pengukuran deformasi candi Borobudur menggunakan robotic total station. IV.1. Hasil hitungan perataan poligon dengan metode bowdith Perataan Bowdith dilakukan untuk menetukan nilai koordinat dari titik-titik kontrol, dan juga untuk menentukan tingkat kelas dari jaring poligon. Dengan menggunakan persamaan ( II.4), maka didapat nilai dari kesalahan sudut pada pengukuran poligon pada pengamatan poligon lorong I dengan 40 titik dan dengan poligon lorong I yang disederhanakan dengan 8 titik, yaitu sebesar 43 dan -14,39. Telah diketahui pada bab II (pelaksanaan), bahwa jumlah titik kontrol pada jaring poligon lorong I adalah 40 buah, dan yang sudah disederhanakan adalah 8 buah, maka koreksi setiap sudut ukuran pada masingmasing jaring poligon adalah 1,08 dan -1,79. Setelah itu, dengan persamaan (II.1) dan (II.2) didapat hasil nilai koordinat dan juga tingkat ketelitian dari poligon sesuai dengan tabel IV.1 dan tabel IV.2 yaitu sebagai berikut Tabel IV.1. Hasil perhitungan bowdith lorong I dengan 8 titik Titik Koordinat X Y T1 245, , , ,367 S1 200, , , ,842 B1 153, , , ,772 U1 199, , , ,724 fα 14,3917" koreksi 1,79" ΣD 324,8989 m fl 0,02100 Ketelitian 1:15444 kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 31

40 Tabel IV.2. Hasil perhitungan bowdith lorong I dengan 40 titik Titik Koordinat Koordinat Titik X Y X Y T1 245, ,571 B1 153, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,562 S1 200, ,229 U1 199, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,166 fα 43" koreksi 1,08" ΣD 333,9919 m fl 0,10514 Ketelitian 1:3177 Dengan mengacu pada tabel II.1 yang berisi kelas ketelitian poligon maka dari tabel IV.1 dan tabel IV.2 dapat dilihat bahwa jaring poligon lorong I dengan 8 titik termasuk tingkat kelas ketelitian ke 2, sedangkan jaring poligon lorong I dengan 40 titik termasuk tingkat kelas ketelitian ke-4. Setelah diketahui nilai dari koordinat titik-titik kontrol dengan metode bowdith, maka tahapan selanjutnya adalah hitung perataan kuadrat terkecil metode parameter dengan nilai pendekatan adalah nilai koordinat dari parameter-parameter estimasi yang diperoleh dari perhitungan metode bowdith. kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 32

41 IV.2. Hasil hitungan perataan dengan hitung kuadrat terkecil metode parameter Dengan menggunakan nilai koordinat pada hitungan metode bowdith sebagai nilai pendekatan, maka dengan menggunakan hitungan kuadrat terkecil metode parameter dihitung nilai koordinat titik-titik kontrol dan juga simpangan bakunya. Untuk itu, agar diperoleh nilai estimasi dan ketelitian yang benar maka diperlukan suatu persamaan dari data ukuran yang merupakan fungsi dari parameter. Sebab selain berfungsi sebagai metode penentuan nilai koordinat dan simpangan bakunya, metode parameter juga digunakan untuk melakukan uji terhadap data ukuran terhadap kesalahan tak acak. Berikut ini akan dijelaskan hasil dari pembahasan dari data ukuran yang didapat sesuai dengan masingmasing jaring poligon lorong I dengan 8 titik dan jaring poligon lorong I dengan 40 titik. IV.2.1. Hasil hitungan poligon lorong I dengan 40 titik Dalam hitungan ini digunakan jaring pengukuran poligon I dengan 40 buah titik koordinat, yaitu titik 1-36, S1, B1, U1, dan T1. Dari 40 titik ini ditentukan dua titik referensi untuk keperluan analisis kualitas jaring yaitu titik S1 dan titik 10. Seperti dijelaskan pada bab 2 pelaksanaan, pada hitungan ini digunakan uji Pope s Tau sebagai pengujian data ukuran. Uji ini dilakukan untuk mengevaluasi data ukuran apakah data ukuran masih mengandung kesalahan tak acak. Tahap pengujian dilakukan pada data ukuran dengan tingkat kepercayaan terhadap data adalah 95%. Nilai pengujian didapat dari tabel t-student yang disesuaikan dengan derajad kebebasan (r) adalah 3 yang merupakan hasil dari pengurangan jumlah pengukuran (n), yaitu 79 dengan jumlah parameter (u) adalah 76. Nilai dari tabel t dengan tingkat kepercayaan 95% dan derajad kebebasan sama dengan 3 adalah 2,61. Hasil dari pengujian disajikan dalam tabel III.3 berikut ini. Tabel IV.3. Hasil pengujian data ukuran poligon lorong I dengan 40 titik UJI DATA UKURAN POLIGON LORONG I DENGAN 40 TITIK ID V/σ V UJI ID V/σ V UJI L1 0,05000 DITERIMA L41 0,05000 DITERIMA L2 0,30545 DITERIMA L42 0,17180 DITERIMA L3 0,05625 DITERIMA L43 0,01250 DITERIMA L4 0,21910 DITERIMA L44 0,07215 DITERIMA L5 0,04375 DITERIMA L45 0,00625 DITERIMA L6 0,27579 DITERIMA L46 0,04419 DITERIMA L7 0,05000 DITERIMA L47 0,01250 DITERIMA L8 0,19665 DITERIMA L48 0,02883 DITERIMA L9 0,00625 DITERIMA L49 0,01875 DITERIMA L10 0,14695 DITERIMA L50 0,00688 DITERIMA kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 33

42 L11 0,01250 DITERIMA L51 0,03125 DITERIMA L12 0,06989 DITERIMA L52 0,15182 DITERIMA L13 0,01875 DITERIMA L53 0,03125 DITERIMA L14 0,10534 DITERIMA L54 0,19487 DITERIMA L15 0,01250 DITERIMA L55 0,00625 DITERIMA L16 0,16288 DITERIMA L56 0,16408 DITERIMA L17 0,04375 DITERIMA L57 0,05000 DITERIMA L18 0,21053 DITERIMA L58 0,24451 DITERIMA L19 0,00625 DITERIMA L59 0,01250 DITERIMA L20 0,05719 DITERIMA L60 0,23757 DITERIMA L21 0,03125 DITERIMA L61 0,05000 DITERIMA L22 0,03356 DITERIMA L62 0,26290 DITERIMA L23 0,01250 DITERIMA L63 0,05000 DITERIMA L24 0,13839 DITERIMA L64 0,29212 DITERIMA L25 0,05625 DITERIMA L65 0,05000 DITERIMA L26 0,16929 DITERIMA L66 0,25431 DITERIMA L27 0,05000 DITERIMA L67 0,01250 DITERIMA L28 0,15707 DITERIMA L68 0,07718 DITERIMA L29 0,03125 DITERIMA L69 0,05000 DITERIMA L30 0,09931 DITERIMA L70 0,18756 DITERIMA L31 0,05000 DITERIMA L71 0,01250 DITERIMA L32 0,16379 DITERIMA L72 0,03526 DITERIMA L33 0,05000 DITERIMA L73 0,06875 DITERIMA L34 0,20164 DITERIMA L74 0,05000 DITERIMA L35 0,05625 DITERIMA L75 0,27317 DITERIMA L36 0,12222 DITERIMA L76 0,01875 DITERIMA L37 0,04375 DITERIMA L77 0,12529 DITERIMA L38 0,11479 DITERIMA L78 0,05000 DITERIMA L39 0,04375 DITERIMA L79 0,09318 DITERIMA L40 0,17006 DITERIMA Dari uji yang dilakukan didapat hasil bahwa data ukuran pada jaring poligon tersebut bebas dari kesalahan tak acak, sehingga nilai koordinat hasil estimasi metode parameter beserta dengan ketelitiannya dapat digunakan untuk melakukan analisis kualitas jaring. Hasil penghitungan koordinat dan ketelitiannya adalah sebagai berikut: Tabel IV.4. Hasil estimasi koordinat poligon lorong I dengan 40 titik kontrol Simpangan Baku (m) Titik Koordinat Simpangan Baku (m) Titik Koordinat X Y X Y X Y X Y T1 245, ,571 0,1567 0, , ,475 0,1454 0, , ,286 0,1362 0, , ,273 0,1689 0, , ,588 0,1134 0, , ,267 0,1963 0,0796 kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 34

43 3 243, ,517 0,0850 0, , ,334 0,2213 0, , ,553 0,0604 0, , ,694 0,2463 0, , ,352 0,0378 0, , ,969 0,2475 0, , ,190 0,0351 0, , ,149 0,2569 0, , ,931 0,0256 0, , ,979 0,2542 0, , ,152 0,0250 0, , ,562 0,2640 0, , ,254 0,0140 0,0320 U1 199, ,808 0,2649 0, , ,285 0,0137 0, , ,377 0,2646 0, , ,008 0,0192 0, , ,946 0,2569 0, , ,813 0,0250 0, , ,139 0,2600 0, , ,830 0,0287 0, , ,888 0,2530 0, , ,035 0,0408 0, , ,642 0,2530 0, , ,657 0,0607 0, , ,495 0,2344 0, , ,814 0,0823 0, , ,565 0,2158 0, , ,596 0,1045 0, , ,433 0,1942 0,1798 B1 153, ,542 0,1250 0, , ,166 0,1762 0,1878 IV.2.2. Hasil hitungan poligon lorong I dengan 8 titik Dalam hitungan ini digunakan jaring pengukuran poligon I dengan 8 buah titik koordinat, yaitu titik 5, 14, 23, 32, S1, B1, U1, dan T1. Dari 40 titik ini ditentukan dua titik referensi untuk keperluan analisis kualitas jaring yaitu titik S1 dan titik 14. Langkah pengujian dilakukan dengan menggunakan uji Pope s Tau sebagai pengujian data ukuran. Uji ini dilakukan pada data ukuran dengan tingkat kepercayaan terhadap data adalah 95%. Nilai pengujian didapat dari tabel t-student yang disesuaikan dengan derajad kebebasan (r) adal ah 3 yang merupakan hasil dari pengurangan jumlah pengukuran (n), yaitu 15 dengan jumlah parameter (u) adalah 12. Nilai dari tabel t dengan tingkat kepercayaan 95% dan derajad kebebasan sama dengan 3 adalah 2,61. Hasil dari pengujian disajikan dalam tabel III.5 berikut ini. Tabel IV.5. Hasil pengujian data ukuran poligon lorong I dengan 8 titik UJI DATA UKURAN POLIGON LORONG I DENGAN 8 TITIK ID V/σ V UJI L1 0,00625 DITERIMA L2 0,35537 DITERIMA L3 0,31250 DITERIMA L4 0,00625 DITERIMA L5 0,22712 DITERIMA L6 0,50000 DITERIMA kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 35

44 L7 0,51616 DITERIMA L8 0,51875 DITERIMA L9 0,46780 DITERIMA L10 0,51875 DITERIMA L11 0,34078 DITERIMA L12 0,16250 DITERIMA L13 0,14315 DITERIMA L14 0,49375 DITERIMA L15 0,37677 DITERIMA Dari uji yang dilakukan didapat hasil bahwa data ukuran pada jaring poligon tersebut bebas dari kesalahan tak acak, sehingga nilai koordinat hasil estimasi metode parameter beserta dengan ketelitiannya dapat digunakan untuk melakukan analisis kualitas jaring. Hasil penghitungan koordinat dan ketelitiannya adalah sebagai berikut: Tabel IV.6. Hasil estimasi koordinat poligon lorong I dengan 8 titik kontrol Titik Koordinat Simpangan Baku (m) X Y X Y T1 245, ,624 0,0232 0, , ,371 0,0162 0,0244 B1 153, ,585 0,0122 0, , ,772 0,0265 0,0213 U1 199, ,898 0,0344 0, , ,729 0,0360 0,0329 IV.3. Hasil analisis kualitas jaring Seperti telah dijelaskan sebelumnya pada bab III (pelaksanaan), bahwa akan dilakukan analisis kualitas jaring secara visual dengan menggunakan elips kesalahan pada masing-masing titik yang ada pada jaring kontrol deformasi lorong I dengan 40 titik dan lorong I dengan 8 titik. Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui kualitas jaring kontrol yang lebih baik diantara kedua jaring kontrol tersebut yang diukur menggunakan alat ukur yang sama yaitu Total Station Leica TCR805 Ultra yang mempunyai ketelitian ukuran sudut 5 dan ketelitian ukuran jarak 2 mm + 2 ppm Perbedaan bentuk geometri diantara kedua jaring titik kontrol tersebut akan berpengaruh pada besar kecilnya ukuran dari elips kesalahan suatu titik kontrol dalam desain jaring pengukuran. Analisis ini menggunakan dua desain jaring yang berbeda seperti pada gambar dibawah ini. kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 36

45 Gambar IV.1 Desain jaring pengukuran poligon lorong I Untuk melihat pengaruh dari perubahan bentuk geometri yang terjadi pada kedua desain jaring maka dapat dilihat pada bentuk ukuran dari masing-masing elips kesalahan seperti pada tabel dan gambar dibawah ini Tabel IV.7. Elemen elips kesalahan poligon lorong I dengan 40 titik Elemen elips kesalahan jaring titik kontrol lama Titik Sumbu Panjang (m) Sumbu Pendek (m) Sudut orientasi Titik Sumbu Panjang (m) Sumbu Pendek (m) Sudut orientasi 11 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , B1 0, , , , , , T1 0, , , , , , kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 37

46 21 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , U1 0, , , , Tabel IV.8. Elemen elips kesalahan poligon lorong I dengan 40 titik Elemen elips kesalahan jaring titik kontrol baru Titik Sumbu Panjang (m) Sumbu Pendek (m) Sudut orientasi B1 0, , '47" 23 0, , '08" U1 0, , '21" 31 0, , '21" T1 0, , '37" 5 0, , '20" kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 38

47 Gambar IV.2. Elips kesalahan pada poligon lorong I dengan 40 titik Gambar IV.3. Elips kesalahan pada poligon lorong I dengan 8 titik kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 39

48 Dari perbandingan secara visual dua gambar tersebut terlihat bahwa elips kesalahan pada kedua jaring berbeda secara bentuk dan ukuran. Secara keseluruhan ukuran elips kesalahan pada jaring kontrol yang baru lebih kecil dan bentuk elips yang lebih simetris dari jaring kontrol yang lama. Perbedaan kualitas antara kedua jaring pengukuran tersebut juga dapat dilihat dari hasil perhitungan analisis menggunakan tingkat kelas dari kedua jaring yang dihitung sesuai dengan SNI jaring kontrol horisontal seperti pada tabel IV.9 berikut ini Tabel IV.9. Nilai r (sumbu panjang) hasil perhitungan sesuai SNI JKH DESKRIPSI KELAS 3A KELAS 2A KELAS A KELAS B KELAS C KELAS D Nilai c (ppm) 0,01 0, Nilai r (m) 0, , , , , ,49080 Sesuai dengan SNI jaring kontrol horisontal tingkat kualitas dari kedua desain jaring kontrol dapat ditentukan dengan membandingkan nilai sumbu panjang hasil hitungan perataan dengan nilai sumbu panjang yang dihitung sesuai dengan nilai c (faktor empirik). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa perubahan bentuk geometri akan mempengaruhi perbedaan tingkat presisi dari suatu jaring titik kontrol. Jika dilakukan perbandingan sesuai tabel IV.9 maka didapat bahwa tingkat kelas desain jaring kontrol poligon lorong I dengan 8 titik menunjukkan hasil yang lebih baik yaitu pada kelas B. Tingkat kelas ini berbeda dengan hasil hitungan pada desain jaring kontrol poligon lorong I dengan 40 titik yang berada pada tingkat terakhir yaitu pada kelas D. IV.4. Hasil studi lapangan di waduk sermo Waduk sermo yang terletak di Kelurahan Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo dikelola oleh Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak yang berada di bawah Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum. Pada akhir tahun 2010 Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak bekerjasama dengan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada serta dukungan instrumen monitoring geodetik dari PT. Almega Geosystems mengembangkan pilot project sistem pemantauan deformasi bendungan dengan Metode Geodetik berbasis GPS/GNSS yang diimplementasikan pertama pada bendungan waduk Sermo. kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 40

49 IV.4.1. Prinsip pemantauan deformasi bendungan berbasis GPS/GNSS GNSS-CORS, merupakan kependekan dari Global Navigation Satellite System yaitu sistem jaringan satelit navigasi global dan Continuously Operating Reference Stations yaitu stasiun pengelola titik kontrol dasar moderen sebagai referensi penentuan posisi untuk pengukuran dan pemetaan yang bersifat aktif, terus menerus dan dapat diakses secara real time dan dapat diakses oleh siapapun yang membawa receiver GNSS dengan spesifikasi tertentu. GNSS-CORS melayani pengguna yang melakukan pengukuran berbasis GNSS (GPS, GLONASS) dengan metode deferensial post procesing dan RTK. Gambar IV.4. Sistem CORS Prinsip pemantauan deformasi bendungan berbasis GPS/GNSS yaitu dengan menempatkan beberapa titik pantau di beberapa lokasi yang dipilih disekitar bangunan bendungan, dan secara periodis dilakukan pengamatan koordinat titik pantau tersebut secara teliti dengan menggunakan metode survei GPS. Dengan mengamati dan mempelajari pola serta kecepatan perubahan koordinat dari titik-titik pantau tersebut dari survei yang satu ke survei berikutnya secara berkala, akan dapat dihitung karakteristik deformasi dari bendungan tersebut. GPS memberikan nilai vektor deformasi bendungan dalam tiga dimensi yaitu dua komponen horisontal dan satu komponen vertikal. GPS memberikan nilai vektor deformasi bendungan dalam suatu sistem koordinat referensi yang tunggal. Metode itu memungkinkan kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 41

50 GPS dapat digunakan untuk memantau pergerakan bendungan secara efektif dan efisien. GPS dapat memberikan nilai vektor pergerakan dengan tingkat presisi sampai beberapa mm, dengan konsistensi yang tinggi baik secara spasial maupun secara temporal. Dengan tingkat presisi yang tinggi dan konsisten ini maka diharapkan besarnya deformasi pada tubuh bendungan dengan nilai geometrik yang kecil sekalipun akan dapat terdeteksi dengan baik. IV.4.2. Pengukuran deformasi bendungan waduk sermo dengan robotic total station Studi banding dilakukan oleh tim kajian dengan mengunjungi waduk sermo selama satu hari yaitu pada tanggal 20 November Dari hasil studi lapangan di waduk sermo kita bisa mengetahui bagaimana penempatan alat robotic total station, penempatan target dan pengolahan data pengukuran. Gambar IV.5. Letak sensor robotic total station dan target monitoring Robotic total station ditempatkan diatas bukit dimana dari tempat tersebut dapat terlihat target target yang ditempatkan di sepanjang tubuh bendungan. Alat yang digunakan adalah Leica TCA2003 dengan spesifikasi ketelitian pengukuran sudut 0,5 dan ketelitian pengukuran jarak 1 mm + 1ppm. Alat ditempatkan diatas pilar permanen yang pada awalnya berfungsi sebagi water torn kemudian diatasnya dibuat tempat yang stabil dan aman untuk menempatkan robotic total station dan GPS. kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 42

51 Gambar IV.6. Desain pilar permanen untuk station monitoring Ada 18 target yang diamati di sepanjang tubuh bendungan yaitu 12 target terletak di atas bahu bendungan atau bagian upstream dan 6 target terletak di bagian downstream atau lereng. Penempatan target dapat dilihat pada gambar IV.5 dan untuk pemasangan target dapat dilihat pada gambar IV.7. Untuk posisi target di bagian upstream yang berada di tengah tubuh bendungan juga berfungsi sebagai jalan sehingga dikhawatirkan rawan rusak karena terlindas oleh kendaraan yang lewat, sedangkan jika target diletakan di pinggir jalan tidak dapat terbidik oleh total station. Gambar IV.7. Prisma target monitoring kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 43

52 Menurut informasi yang diperoleh dari pihak Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak untuk pengolahan data pengukuran deformasi masih dilakukan oleh pihak Teknik Geodesi UGM dimana data pengukuran langsung terhubung dan dapat didownload ke dalam server yang berada di Fakultas Teknik UGM dan untuk output hasil pengolahan data pengukuran yang berupa grafik bisa diakses secara online di alamat website IV.5. Pembuatan rancangan jaring kontrol deformasi alternatif Pemantauan deformasi pada struktur candi Borobudur dan bukit harus dilakukan secara berkala dan terus menerus. Pengambilan data secara berulang dan terus menerus sangat rentan terhadap kesalahan manusia (human error), hal ini dikarenakan pengambilan data dilakukan dalam jumlah banyak dan terus menerus pada lokasi yang sama. Metode pengukuran secara manual pada saat ini belum cukup menjawab kebutuhan akan kecepatan perhitungan dan analisis hasil yang cepat sehingga dibutuhkan metode pengambilan data secara otomatis. Pemakaian ADMS (Automated Deformation Monitoring System) kiranya dapat dipertimbangkan sebagai langkah maju dalam sistem monitoring deformasi berbasiskan teknologi terkini yang berasaskan kecepatan, ketepatan, kehandalan dan keefektifan dengan sedikit sekali unsur kesalahan manusia (human error) dalam kegiatan pengukuran dan pemantauan bangunan cagar budaya. Sistem monitoring yang akan digunakan terdiri dari: 1) Alat ukur : Topcon MS1AX 2) Software : MSP RAPID ADMS software (PC Suite, Mobile, Onboard) 3) Accessories : RAPID IU (Intelligent Unit), Prisma, Kabel, dll 4) Services : MSP WebPro, MSP Consultancy Kelebihan ADMS : Monitoring secara online dan otomatis 24 jam, terus menerus, untuk percepatan informasi peringatan dini bila ada hal-hal yang dianggap berbahaya terhadap struktur bangunan cagar budaya. Mengamati pergerakan detail di struktur utama dengan sensor robotic 3D sehingga dimungkinkan diperoleh model deformasi yang terjadi Meningkatkan kecepatan dan ketepatan dalam mengambil data Mengurangi kesalahan pengukuran karena faktor manusia kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 44

53 Kekurangan: Alat ukur dan target harus diletakkan di lokasi pemantauan secara permanen Perlu dilakukan maintenance sistem secara rutin IV.5.1. Pembuatan rancangan jaring pengukuran dengan robotic total station Untuk merancang desain pengukuran deformasi menggunakan robotic total station maka langkah pertama yang dilakukan adalah dengan menentukan lokasi titik-titik yang akan dijadikan sebagai titik station pengukuran dan juga titik referensi atau acuan. Untuk menentukan lokasi titik-titik tersebut tim kajian bersama dengan narasumber sebagai tim ahli melakukan survey lapangan sehingga dengan pertimbangan mencari lokasi yang stabil namun juga tidak menganggu pengunjung candi Borobudur maka dipilih titik-titik tersebut seperti yang terlihat pada gambar IV.8. berikut ini Gambar IV.8. Sketsa jaring pengukuran dengan robotic total station kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 45

54 Langkah selanjutnya adalah menentukan lokasi titik-titik yang akan menjadi target monitoring. Setelah melakukan survey dan diskusi dengan narasumber maka diputuskan untuk menggunakan titik-titik yang sudah pernah dibuat oleh narasumber yang dulu akan digunakan untuk melakukan kajian. Titik tersebut berjumlah total sebanyak 60 buah yang terletak diatas pagar langkan. Di setiap tingkat pagar langkan masing-masing terdapat 3 buah titik yaitu 2 titik di sudut dan 1 titik di tengah. Namun agar prisma target dapat dipasang pada titik tersebut sebelumnya perlu dibuat adapter karena perbedaan ukuran mur titik target dengan ukuran lubang mur pada prisma target yang akan digunakan. Letak dari titiktitik target monitoring ini dan prisma target yang akan digunakan dapat dilihat pada gambar IV.9. Gambar IV.9. Posisi target monitoring dan prisma target monitoring Dari 60 buah titik target monitoring yang ada kemudian dilakukan verifikasi untuk mengetahui apakah semua titik tersebut masih ada dan juga dapat terlihat dari lokasi titik station monitoring. Dari hasil verifikasi diketahui titik yang bisa terlihat dari titik station monitoring sebanyak 44 buah. Titik-titik hasil verifikasi juga dapat terlihat pada gambar IV.10. kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 46

55 Gambar IV.10. Titik target monitoring IV.5.2. Pembuatan pilar / tugu Tujuan pembuatan pilar atau tugu adalah untuk menggantikan fungsi dari statif sehingga diharapkan kesalahan sentering pada saat pemasangan alat ukur dan prisma dapat dihilangkan. Pembuatan pilar ada dua buah desain yaitu satu desain untuk pilar titik monitoring station dan satu desain untuk pilar titik acuan. Pembuatan desain pilar ini dengan mempertimbangkan SNI untuk pembuatan tugu pengukuran dan juga dengan menyesuaikan kondisi yang ada di candi Borobudur. Gambar untuk desain pilar titik referensi dapat dilihat pada gambar IV.11. dan desain pilar titik station monitoring dapat dilihat pada gambar IV.12. kajian pengembangan metode pengukuran deformasi vertikal dan horisontal candi borobudur dan bukit 47

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Candi Borobudur adalah bangunan yang memiliki nilai historis tinggi. Bangunan ini menjadi warisan budaya bangsa Indonesia maupun warisan dunia. Candi yang didirikan

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI METODE PENGUKURAN STABILITAS CANDI BOROBUDUR DAN BUKIT

STUDI EVALUASI METODE PENGUKURAN STABILITAS CANDI BOROBUDUR DAN BUKIT STUDI EVALUASI METODE PENGUKURAN STABILITAS CANDI BOROBUDUR DAN BUKIT Oleh Joni Setyawan, S.T. Balai Konservasi Peninggalan Borobudur ABSTRAK Candi Borobudur sebagai sebuah peninggalan bersejarah bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sebagai salah satu situs warisan budaya dunia, Candi Borobudur senantiasa dilakukan pengawasan serta pemantauan baik secara strukural candi, arkeologi batuan candi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PT. Adaro Indonesia merupakan salah satu perusahaan tambang batubara yang menerapkan sistem tambang terbuka dengan metode strip mine. Penambangan secara terbuka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Candi Borobudur adalah salah satu karya besar nenek moyang bangsa Indonesia. Candi Borobudur merupakan candi terbesar di dunia dan sudah ditetapkan sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dengan peradaban masa lampau yang sangat megah. Peninggalan peradaban masa lampau tersebut masih dapat dinikmati hingga

Lebih terperinci

STUDI PENERAPAN MODEL KOREKSI BEDA TINGGI METODE TRIGONOMETRI PADA TITIK-TITIK JARING PEMANTAU VERTIKAL CANDI BOROBUDUR DENGAN TOTAL STATION

STUDI PENERAPAN MODEL KOREKSI BEDA TINGGI METODE TRIGONOMETRI PADA TITIK-TITIK JARING PEMANTAU VERTIKAL CANDI BOROBUDUR DENGAN TOTAL STATION Studi Penerapan Model Koreksi Beda Tinggi Metode Trigonometri... (Rosalina) STUDI PENERAPAN MODEL KOREKSI BEDA TINGGI METODE TRIGONOMETRI PADA TITIK-TITIK JARING PEMANTAU VERTIKAL CANDI BOROBUDUR DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Bendungan atau dam adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air menjadi waduk, danau, atau tempat rekreasi. Salah satu dari bendungan di Indonesia, yaitu

Lebih terperinci

I.3. Pertanyaan Penelitian Dalam penelitian ini terdapat tiga pertanyaan penelitian :

I.3. Pertanyaan Penelitian Dalam penelitian ini terdapat tiga pertanyaan penelitian : BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai beraneka ragam budaya. Hal ini nampak dari adanya berbagai macam suku, bahasa, rumah adat, dan tarian daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Bendungan adalah suatu bangunan penampung air yang dibentuk dari berbagai batuan dan tanah. Air yang dibendung akan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. B. Tujuan Praktikum

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. B. Tujuan Praktikum BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pengukuran merupakan penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas, biasanya terhadap suatu standar atau satuan pengukuran atau dapat dikatakan juga bahwa pengukuran adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Candi Borobudur sebagai sebuah peninggalan bersejarah bagi bangsa Indonesia sudah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. Salah satu bentuk antisipasi pencegahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pengukuran dalam geodesi dapat diaplikasikan untuk pemantauan terhadap kemungkinan pergeseran pada suatu obyek. Pemantauan pergeseran dilakukan terusmenerus dalam

Lebih terperinci

Prinsip Kuadrat Terkecil

Prinsip Kuadrat Terkecil Prinsip Kuadrat Terkecil Dari suatu pengukuran yang tidak saling bergantung (independent): d1, d2, d3, d4,..., dn. Dari pengukuran tersebut dapat dicari nilai rata-rata (d) yang merupakan nilai yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu tahapan dalam pengadaan jaring kontrol GPS adalah desain jaring. Desain jaring digunakan untuk mendapatkan jaring yang optimal. Terdapat empat tahapan dalam

Lebih terperinci

Tujuan Khusus. Tujuan Umum

Tujuan Khusus. Tujuan Umum Tujuan Umum Tujuan Khusus Mahasiswa memahami arti Kerangka Kontrol Horizontal (KKH) Mahasiswa memahami cara pengukuran, cara menghitung, cara koreksi dari suatu pengukuran polygon baik polygon sistem terbuka

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Alat Ukur GPS GPS (Global Positioning System) adalah sistem radio navigasi menggunakan satelit yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat, untuk menentukan posisi, kecepatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Bendungan adalah suatu bangunan penampung air yang dibentuk dari berbagai batuan, tanah dan juga beton. Bendungan dibangun untuk menahan laju air, sehingga menjadi

Lebih terperinci

1.Sebagai kerangka Horizontal pada daerah pengukuran 2.Kontrol Jarak dan Sudut 3.Basik titik untuk pengukuran selanjutnya 4.

1.Sebagai kerangka Horizontal pada daerah pengukuran 2.Kontrol Jarak dan Sudut 3.Basik titik untuk pengukuran selanjutnya 4. Pengukuran Poligon Sudut 1.Sebagai kerangka Horizontal pada daerah pengukuran 2.Kontrol Jarak dan Sudut 3.Basik titik untuk pengukuran selanjutnya 4.Memudahkan dalam perhitungan dan ploting peta Syarat

Lebih terperinci

ILMU UKUR TANAH 2 PENENTUAN POSISI

ILMU UKUR TANAH 2 PENENTUAN POSISI ILMU UKUR TANAH 2 PENENTUAN POSISI Oleh: Andri Oktriansyah JURUSAN SURVEI DAN PEMETAAN UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI PALEMBANG 2017 1. Penentuan Posisi Penentuan posisi titik dikelompokkan dalam dua

Lebih terperinci

HITUNGAN PERATAAN POSISI 3D TITIK PREMARK SECARA SIMULTAN PADA SURVEI FOTO UDARA FORMAT KECIL

HITUNGAN PERATAAN POSISI 3D TITIK PREMARK SECARA SIMULTAN PADA SURVEI FOTO UDARA FORMAT KECIL HITUNGAN PERATAAN POSISI 3D TITIK PREMARK SECARA SIMULTAN PADA SURVEI FOTO UDARA FORMAT KECIL Harintaka 1, Subaryono, Ilham Pandu Wijaya 3 1, Jurusan Teknik Geodesi, FT-UGM. Jl. Grafika No. Yogyakarta

Lebih terperinci

ORIENTASI PADA PRA PLOTTING PETA BERSISTEM KOORDINAT LOKAL TERHADAP SISTEM KOORDINAT FIX (TETAP)

ORIENTASI PADA PRA PLOTTING PETA BERSISTEM KOORDINAT LOKAL TERHADAP SISTEM KOORDINAT FIX (TETAP) Orientasi pada Pra Plotting... ORIENTASI PADA PRA PLOTTING PETA BERSISTEM KOORDINAT LOKAL TERHADAP SISTEM KOORDINAT FIX (TETAP) Yuwono 1), AdiKurniawan 2) 1) Jurusan Teknik Geomatika, ITS, 2) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Tinjauan Umum Deformasi

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Tinjauan Umum Deformasi BAB II TEORI DASAR 2.1 Tinjauan Umum Deformasi Deformasi adalah perubahan bentuk, posisi, dan dimensi dari suatu benda (Kuang,1996). Berdasarkan definisi tersebut deformasi dapat diartikan sebagai perubahan

Lebih terperinci

Bahan ajar On The Job Training. Penggunaan Alat Total Station

Bahan ajar On The Job Training. Penggunaan Alat Total Station Bahan ajar On The Job Training Penggunaan Alat Total Station Direktorat Pengukuran Dasar Deputi Bidang Survei, Pengukuran dan Pemetaan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 2011 Pengukuran Poligon

Lebih terperinci

Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat Titik-Titik Kerangka Dasar Pemetaan Skala Besar

Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat Titik-Titik Kerangka Dasar Pemetaan Skala Besar Reka Geomatika Jurusan Teknik Geodesi Itenas No. 2 Vol. 1 ISSN 2338-350X Desember 2013 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat

Lebih terperinci

MIKHO HENRI DARMAWAN Ir.CHATARINA N,MT DANAR GURUH.ST,MT

MIKHO HENRI DARMAWAN Ir.CHATARINA N,MT DANAR GURUH.ST,MT STUDI KEANDALAN ALAT ETS TKS 202 DALAM PENGUKURAN SITUASI PENYUSUN : MIKHO HENRI DARMAWAN 3504 100 020 DOSEN PEMBIMBING : DOSEN PEMBIMBING : Ir.CHATARINA N,MT DANAR GURUH.ST,MT Latar Belakang.Perkembangan

Lebih terperinci

Bab III Pelaksanaan Penelitian

Bab III Pelaksanaan Penelitian Bab III Pelaksanaan Penelitian Tahapan penelitian secara garis besar terdiri dari persiapan, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data dan kesimpulan. Diagram alir pelaksanaan penelitian dapat dilihat

Lebih terperinci

Metode Titik Kontrol Horisontal 3.1. Metode Survei Klasik Gambar. Jaring Triangulasi

Metode Titik Kontrol Horisontal 3.1. Metode Survei Klasik Gambar. Jaring Triangulasi 3. Metode Titik Kontrol Horisontal Dalam pekerjaan survei hidrografi di lapangan, survei topografi juga perlu dilakukan untuk menentukan kerangka kawasan pantai secara geografis. Dimana survey topografi

Lebih terperinci

Perbandingan Hasil Pengolahan Data GPS Menggunakan Hitung Perataan Secara Simultan dan Secara Bertahap

Perbandingan Hasil Pengolahan Data GPS Menggunakan Hitung Perataan Secara Simultan dan Secara Bertahap Perbandingan Hasil Pengolahan Data GPS Menggunakan Hitung Perataan Secara Simultan dan Secara Bertahap BAMBANG RUDIANTO, RINALDY, M ROBBY AFANDI Jurusan Teknik Geodesi, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI BAHASA PEMROGRAMAN UNTUK PERHITUNGAN DAN PENGGAMBARAN MENGGUNAKAN DATA LAPANGAN HASIL PENGUKURAN DENGAN TS

IMPLEMENTASI BAHASA PEMROGRAMAN UNTUK PERHITUNGAN DAN PENGGAMBARAN MENGGUNAKAN DATA LAPANGAN HASIL PENGUKURAN DENGAN TS IMPLEMENTASI BAHASA PEMROGRAMAN UNTUK PERHITUNGAN DAN PENGGAMBARAN MENGGUNAKAN DATA LAPANGAN HASIL PENGUKURAN DENGAN TS Jasmani, Sugianto HP. Institut Teknologi Nasional Malang e-mail: jhaz@telkom.net

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan hasil tinjauan pustaka tentang definisi, konsep, dan teori-teori yang terkait dengan penelitian ini. Adapun pustaka yang dipakai adalah konsep perambatan

Lebih terperinci

Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat Titik-titik Kerangka Dasar Pemetaan Skala Besar

Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat Titik-titik Kerangka Dasar Pemetaan Skala Besar Reka Geomatika Jurusan Teknik Geodesi Itenas No.2 Vol. 01 ISSN 2338-350x Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat Titik-titik

Lebih terperinci

Hitung Perataan Kuadrat Terkecil (Least Squares Adjustment)

Hitung Perataan Kuadrat Terkecil (Least Squares Adjustment) Hitung Perataan Kuadrat Terkecil (Least Squares Adjustment) Metoda Kuadrat Terkecil adalah salah satu metoda yang paling populer dalam menyelesaikan masalah hitung perataan. Aplikasi pertama perataan kuadrat

Lebih terperinci

2.1 Soal Matematika Dasar UM UGM c. 1 d d. 3a + b. e. 3a + b. e. b + a b a

2.1 Soal Matematika Dasar UM UGM c. 1 d d. 3a + b. e. 3a + b. e. b + a b a Soal - Soal UM UGM. Soal Matematika Dasar UM UGM 00. Jika x = 3 maka + 3 log 4 x =... a. b. c. d. e.. Jika x+y log = a dan x y log 8 = b dengan 0 < y < x maka 4 log (x y ) =... a. a + 3b ab b. a + b ab

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengecekan Kualitas Data Observasi Dengan TEQC Kualitas dari data observasi dapat ditunjukkan dengan melihat besar kecilnya nilai moving average dari multipath untuk

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG STAKE OUT DAN MONITORING

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG STAKE OUT DAN MONITORING MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG STAKE OUT DAN MONITORING NO. KODE : BUKU PENILAIAN DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 BAB

Lebih terperinci

PENGUKURAN POLIGOON. by Salmani, ST.,MT.,MS. POLYGON

PENGUKURAN POLIGOON. by Salmani, ST.,MT.,MS. POLYGON PENGUKURAN POLIGOON by Salmani, ST.,MT.,MS. Salman_as_saleh@yahoo.co.id POLYGON Definisi Polygon : Polygon adalah serangkaian garis berurutan yang panjang dan arahnya telah ditentukan dari pengukuran lapangan.

Lebih terperinci

Tata cara penentuan posisi titik perum menggunakan alat sipat ruang

Tata cara penentuan posisi titik perum menggunakan alat sipat ruang Standar Nasional Indonesia Tata cara penentuan posisi titik perum menggunakan alat sipat ruang ICS 93.010 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... Prakata... Pendahuluan... 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

TRY OUT MATEMATIKA PAKET 2A TAHUN 2010

TRY OUT MATEMATIKA PAKET 2A TAHUN 2010 TRY OUT MATEMATIKA PAKET A TAHUN 00. Diketahui premis premis () Jika hari hujan terus menerus maka masyarakat kawasan Kaligawe gelisah atau mudah sakit. () Hujan terus menerus. Ingkaran kesimpulan premis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Digital earth surface mapping dapat dilakukan dengan teknologi yang beragam, diantaranya metode terestris, ekstra terestris, pemetaan fotogrametri, citra satelit,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH PENGUKURAN POLIGON TERTUTUP OLEH: FEBRIAN 1215011037 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG 2013 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengukuran dan pemetaan

Lebih terperinci

Contohnya adalah sebagai berikut :

Contohnya adalah sebagai berikut : Sudut merupakan besaran derajat yang terbentuk dari tiga buah titik. Misalnya sudut ApB atau disebut sudut β seperti pada gambar. Sudut tersebut dalam pengukuran menggunakan theodolit atau kompas didapatkan

Lebih terperinci

Pengukuran Poligon Tertutup Terikat Koordinat

Pengukuran Poligon Tertutup Terikat Koordinat Pengukuran Poligon Tertutup Terikat Koordinat A. LATAR BELAKANG Pengukuran dan pemetaan poligon merupakan salah satu metode pengukuran dan pemetaan kerangka dasar horizontal untuk memperoleh koordinat

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KETELITIAN PENGUKURAN POLIGON DENGAN POWERSET SERI SET1010

ANALISIS TINGKAT KETELITIAN PENGUKURAN POLIGON DENGAN POWERSET SERI SET1010 Media Teknik Sipil, Volume XI, Januari 2011 ISSN 1412-0976 ANALISIS TINGKAT KETELITIAN PENGUKURAN POLIGON ENGAN POWERSET SERI SET1010 Suryoto 1) 1) Laboratorium Ilmu Ukur Tanah, Fakultas Teknik Jurusan

Lebih terperinci

METODE PENGUKURAN TRIANGULASI

METODE PENGUKURAN TRIANGULASI METODE PENGUKURAN TRIANGULASI Triangulasi adalah proses mencari koordinat dari sebuah titik dengan cara menghitung panjang sisi segitiga yang berhadapan dengan titik tersebut, dan ukuran kedua sudut antara

Lebih terperinci

PENGUKURAN POLIGOON. by Salmani, ST.,MS.,MT.

PENGUKURAN POLIGOON. by Salmani, ST.,MS.,MT. PENGUKURAN POLIGOON by Salmani, ST.,MS.,MT. salman_as_saleh@yahoo.co.id POLYGON Definisi Polygon : Polygon adalah serangkaian garis berurutan yang panjang dan arahnya telah ditentukan dari pengukuran lapangan.

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI REFERENSI. Gambar 2-1 Kamera non-metrik (Butler, Westlake, & Britton, 2011)

BAB 2 STUDI REFERENSI. Gambar 2-1 Kamera non-metrik (Butler, Westlake, & Britton, 2011) BAB 2 STUDI REFERENSI Penelitian ini menggunakan metode videogrametri. Konsep yang digunakan dalam metode videogrametri pada dasarnya sama dengan konsep dalam metode fotogrametri. Konsep utamanya adalah

Lebih terperinci

1. Sebuah kawat yang panjangnya 10 meter akan dibuat bangun yang berbentuk 3 persegi panjang kongruen seperti pada gambar di bawah.

1. Sebuah kawat yang panjangnya 10 meter akan dibuat bangun yang berbentuk 3 persegi panjang kongruen seperti pada gambar di bawah. 1. Sebuah kawat yang panjangnya 10 meter akan dibuat bangun yang berbentuk 3 persegi panjang kongruen seperti pada gambar di bawah. Luas maksimum daerah yang dibatasi oleh kawat tersebut adalah... 3,00

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Jumlah Titik Ikat Terhadap Peningkatan Ketelitian Posisi Titik pada Survei GPS

Pengaruh Penambahan Jumlah Titik Ikat Terhadap Peningkatan Ketelitian Posisi Titik pada Survei GPS Reka Geomatika Jurusan Teknik Geodesi Itenas No.2 Vol. 01 ISSN 2338-350x Oktober 2013 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Pengaruh Penambahan Jumlah Titik Ikat Terhadap Peningkatan Ketelitian Posisi

Lebih terperinci

TRY OUT MATEMATIKA PAKET 3B TAHUN 2010

TRY OUT MATEMATIKA PAKET 3B TAHUN 2010 . Perhatikan argumen berikut ini. p q. q r. r ~ s TRY OUT MATEMATIKA PAKET B TAHUN 00 Negasi kesimpulan yang sah dari argumen di atas adalah... A. p ~s B. p s C. p ~s D. p ~s E. p s. Diketahui npersamaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 21 Analisis Regresi Perubahan nilai suatu variabel tidak selalu terjadi dengan sendirinya, namun perubahan nilai variabel itu dapat disebabkan oleh berubahnya variabel lain yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Ditorsi radial jarak radial (r)

BAB IV ANALISIS. Ditorsi radial jarak radial (r) BAB IV ANALISIS 4.1. Analisis Kalibrasi Kamera Analisis kalibrasi kamera didasarkan dari hasil percobaan di laboratorium dan hasil percobaan di lapangan. 4.1.1. Laboratorium Dalam penelitian ini telah

Lebih terperinci

SOAL-SOAL dan PEMBAHASAN UN MATEMATIKA SMA/MA IPA TAHUN PELAJARAN 2011/2012

SOAL-SOAL dan PEMBAHASAN UN MATEMATIKA SMA/MA IPA TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SOAL-SOAL dan PEMBAHASAN UN MATEMATIKA SMA/MA IPA TAHUN PELAJARAN 0/0. Akar-akar persamaan kuadrat x +ax - 40 adalah p dan q. Jika p - pq + q 8a, maka nilai a... A. -8 B. -4 C. 4 D. 6 E. 8 BAB III Persamaan

Lebih terperinci

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN.. Tegangan Mekanika bahan merupakan salah satu ilmu yang mempelajari/membahas tentang tahanan dalam dari sebuah benda, yang berupa gaya-gaya yang ada di dalam suatu benda yang

Lebih terperinci

MATEMATIKA DASAR TAHUN 1987

MATEMATIKA DASAR TAHUN 1987 MATEMATIKA DASAR TAHUN 987 MD-87-0 Garis singgung pada kurva y di titik potong nya dengan sumbu yang absisnya positif mempunyai gradien 0 MD-87-0 Titik potong garis y + dengan parabola y + ialah P (5,

Lebih terperinci

Matematika EBTANAS Tahun 1999

Matematika EBTANAS Tahun 1999 Matematika EBTANAS Tahun 999 EBT-SMA-99-0 Akar-akar persamaan kuadrat + = 0 adalah α dan β. Persamaan kuadrat baru yang akar-akarnya (α + ) dan (β + ) + = 0 + 7 = 0 + = 0 + 7 = 0 + = 0 EBT-SMA-99-0 Akar-akar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS 4.1 Vektor Pergeseran Titik Pengamatan Gunungapi Papandayan

BAB IV ANALISIS 4.1 Vektor Pergeseran Titik Pengamatan Gunungapi Papandayan BAB IV ANALISIS Koordinat yang dihasilkan dari pengolahan data GPS menggunakan software Bernese dapat digunakan untuk menganalisis deformasi yang terjadi pada Gunungapi Papandayan. Berikut adalah beberapa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERCOBAAN

BAB IV ANALISIS PERCOBAAN BAB IV ANALISIS PERCOBAAN Sesuai dengan tujuan penulisan tugas akhir ini, dilakukan analisis terhadap percobaan yang sudah dilakukan. Analisis yang dilakukan meliputi : 4.1 Analisis Pengadaan Data Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan dan manfaat penelitian. Berikut ini uraian dari masing-masing sub bab. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tujuan dan manfaat penelitian. Berikut ini uraian dari masing-masing sub bab. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini terdiri dari dua sub bab yaitu latar belakang serta tujuan dan manfaat penelitian. Berikut ini uraian dari masing-masing sub bab tersebut. I.1. Latar Belakang Dinamika

Lebih terperinci

OPTIMASI JARING PADA PENGUKURAN ORDE-3 MENGGUNAKAN PERATAAN PARAMETER

OPTIMASI JARING PADA PENGUKURAN ORDE-3 MENGGUNAKAN PERATAAN PARAMETER OPTIMASI JARING PADA PENGUKURAN ORDE-3 MENGGUNAKAN PERATAAN PARAMETER Yeni Arsih Sriani, Mokhamad Nur Cahyadi Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

STUDI KOMPARASI PEMAKAIAN GPS METODE REAL TIME KINEMATIC (RTK) DENGAN TOTAL STATION (TS) UNTUK PENENTUAN POSISI HORISONTAL.

STUDI KOMPARASI PEMAKAIAN GPS METODE REAL TIME KINEMATIC (RTK) DENGAN TOTAL STATION (TS) UNTUK PENENTUAN POSISI HORISONTAL. STUDI KOMPARASI PEMAKAIAN GPS METODE REAL TIME KINEMATIC (RTK) DENGAN TOTAL STATION (TS) UNTUK PENENTUAN POSISI HORISONTAL Fajriyanto 1 Abstract Measurement of control point by conventional method often

Lebih terperinci

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Ketelitian data Global Positioning Systems (GPS) dapat

Lebih terperinci

(A) 3 (B) 5 (B) 1 (C) 8

(A) 3 (B) 5 (B) 1 (C) 8 . Turunan dari f ( ) = + + (E) 7 + +. Turunan dari y = ( ) ( + ) ( ) ( + ) ( ) ( + ) ( + ) ( + ) ( ) ( + ) (E) ( ) ( + ) 7 5 (E) 9 5 9 7 0. Jika f ( ) = maka f () = 8 (E) 8. Jika f () = 5 maka f (0) +

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2015

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2015 ANALISIS GEOMETRI JARING PADA PENGUKURAN GPS UNTUK PENGADAAN TITIK KONTROL ORDE-2 Fuad Hari Aditya, Bambang Darmo Yuwono, Bandi Sasmito *) Program Studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

Matematika EBTANAS Tahun 1986

Matematika EBTANAS Tahun 1986 Matematika EBTANAS Tahun 986 EBT-SMA-86- Bila diketahui A = { x x bilangan prima < }, B = { x x bilangan ganjil < }, maka eleman A B =.. 3 7 9 EBT-SMA-86- Bila matriks A berordo 3 dan matriks B berordo

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Surveying : suatu ilmu untuk menentukan posisi suatu titik di permukaan bumi

PENDAHULUAN Surveying : suatu ilmu untuk menentukan posisi suatu titik di permukaan bumi PENDAHULUAN Surveying : suatu ilmu untuk menentukan posisi suatu titik di permukaan bumi Plane Surveying Kelas pengukuran di mana permukaan bumi dianggap sebagai bidang datar, artinya adanya faktor kelengkungan

Lebih terperinci

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 Sistem Koordinat Parameter SistemKoordinat Koordinat Kartesian Koordinat Polar Sistem Koordinat

Lebih terperinci

STUDI KEANDALAN ALAT ETS GOWIN TKS 202 DALAM PENGUKURAN SITUASI. Mikho Henri Darmawan,Ir.Chatarina N.MT, Danar Guruh P.ST,MT

STUDI KEANDALAN ALAT ETS GOWIN TKS 202 DALAM PENGUKURAN SITUASI. Mikho Henri Darmawan,Ir.Chatarina N.MT, Danar Guruh P.ST,MT STUDI KEANDALAN ALAT ETS GOWIN TKS 0 DALAM PENGUKURAN SITUASI Mikho Henri Darmawan,Ir.Chatarina N.MT, Danar Guruh P.ST,MT Jurusan Teknik Geomatika ITS-Sukolilo, Surabaya 60 Abstrak Pekerjaan pengukuran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan PP No.24/1997 dan PMNA / KBPN No.3/1997, rincian kegiatan pengukuran dan pemetaan terdiri dari (Diagram 1-1) ;

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan PP No.24/1997 dan PMNA / KBPN No.3/1997, rincian kegiatan pengukuran dan pemetaan terdiri dari (Diagram 1-1) ; - Hal. 1 1 BAB 1 PENDAHULUAN Berdasarkan PP No.24/1997 dan PMNA / KBPN No.3/1997, rincian kegiatan pengukuran dan pemetaan terdiri dari (Diagram 1-1) ; a. Pengukuran dan Pemetaan Titik Dasar Teknik b.

Lebih terperinci

Vektor. Vektor memiliki besaran dan arah. Beberapa besaran fisika yang dinyatakan dengan vektor seperti : perpindahan, kecepatan dan percepatan.

Vektor. Vektor memiliki besaran dan arah. Beberapa besaran fisika yang dinyatakan dengan vektor seperti : perpindahan, kecepatan dan percepatan. Vektor Vektor memiliki besaran dan arah. Beberapa besaran fisika yang dinyatakan dengan vektor seperti : perpindahan, kecepatan dan percepatan. Skalar hanya memiliki besaran saja, contoh : temperatur,

Lebih terperinci

SKL 1 Soal logika matematika dalam pemecahan masalah Menentukan ingkaran atau kesetaraan dari pernyataan majemuk

SKL 1 Soal logika matematika dalam pemecahan masalah Menentukan ingkaran atau kesetaraan dari pernyataan majemuk SKL Soal 0-0 No. KOMPETENSI INDIKATOR 0. M e n g g u n a k a n Menentukan penarikan kesimpulan dari beberapa premis logika matematika dalam pemecahan masalah Menentukan ingkaran atau kesetaraan dari pernyataan

Lebih terperinci

1. Akar-akar persamaan 2x² + px - q² = 0 adalah p dan q, p - q = 6. Nilai pq =... A. 6 B. -2 C. -4 Kunci : E Penyelesaian : D. -6 E.

1. Akar-akar persamaan 2x² + px - q² = 0 adalah p dan q, p - q = 6. Nilai pq =... A. 6 B. -2 C. -4 Kunci : E Penyelesaian : D. -6 E. 1. Akar-akar persamaan 2x² + px - q² = 0 adalah p dan q, p - q = 6. Nilai pq =... A. 6-2 -4 Kunci : E -6-8 2. Himpunan penyelesaian sistem persamaan Nilai 6x 0.y 0 =... A. 1 Kunci : C 6 36 3. Absis titik

Lebih terperinci

Membandingkan Hasil Pengukuran Beda Tinggi dari Hasil Survei GPS dan Sipat Datar

Membandingkan Hasil Pengukuran Beda Tinggi dari Hasil Survei GPS dan Sipat Datar Reka Geomatika Jurusan Teknik Geodesi No. 2 Vol. 1 ISSN 2338-350X Desember 2013 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Membandingkan Hasil Pengukuran Beda Tinggi dari Hasil Survei GPS dan Sipat Datar

Lebih terperinci

Analisis Perbedaan Perhitungan Arah Kiblat pada Bidang Spheroid dan Ellipsoid dengan Menggunakan Data Koordinat GPS

Analisis Perbedaan Perhitungan Arah Kiblat pada Bidang Spheroid dan Ellipsoid dengan Menggunakan Data Koordinat GPS JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (Juni, 2013) ISSN: 2301-9271 1 Analisis Perbedaan Perhitungan pada Bidang Spheroid dan Ellipsoid dengan Menggunakan Data Koordinat GPS Andhika Prastyadi Nugroho dan

Lebih terperinci

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Matematika Tahun Ajaran 2017/2018

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Matematika Tahun Ajaran 2017/2018 Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer Mata Pelajaran Matematika Tahun Ajaran 2017/2018-1. Jika diketahui x = 8, y = 25 dan z = 81, maka nilai dari x 2 y 2 z adalah.... (a) 0 (b) 00 (c) 500

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Dasar Pemetaan Tahap awal sebelum melakukan suatu pengukuran adalah dengan melakukan penentuan titik-titik kerangka dasar pemetaan pada daerah atau areal yang akan dilakukan

Lebih terperinci

SOAL PREDIKSI UJIAN NASIONAL MATEMATIKA IPA 2015

SOAL PREDIKSI UJIAN NASIONAL MATEMATIKA IPA 2015 SOAL PREDIKSI UJIAN NASIONAL MATEMATIKA IPA 0 Paket Pilihlah jawaban yang paling tepat!. Diberikan premis-premis berikut!. Jika pengguna kendaraan bermotor bertambah banyak maka kemacetan di ruas jalan

Lebih terperinci

FUNGSI dan LIMIT. 1.1 Fungsi dan Grafiknya

FUNGSI dan LIMIT. 1.1 Fungsi dan Grafiknya FUNGSI dan LIMIT 1.1 Fungsi dan Grafiknya Fungsi : suatu aturan yang menghubungkan setiap elemen suatu himpunan pertama (daerah asal) tepat kepada satu elemen himpunan kedua (daerah hasil) fungsi Daerah

Lebih terperinci

PEMBUATAN PROGRAM APLIKASI PERHITUNGAN JARING TRIANGULATERASI UNTUK PENENTUAN KOORDINAT TITIK PANTAU BENDUNGAN MENGGUNAKAN MATLAB R2009A

PEMBUATAN PROGRAM APLIKASI PERHITUNGAN JARING TRIANGULATERASI UNTUK PENENTUAN KOORDINAT TITIK PANTAU BENDUNGAN MENGGUNAKAN MATLAB R2009A PEMBUATAN PROGRAM APLIKASI PERHITUNGAN JARING TRIANGULATERASI UNTUK PENENTUAN KOORDINAT PANTAU BENDUNGAN MENGGUNAKAN MATLAB R009A Rian Stadyanto, Bebas Purnawan, Dessy Apriyanti 3 ABSTRAK Bendungan Sermo

Lebih terperinci

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 Sistem Koordinat Parameter SistemKoordinat Koordinat Kartesian Koordinat Polar Sistem Koordinat Geosentrik Sistem Koordinat Toposentrik Sistem Koordinat

Lebih terperinci

BAB 3 PERBANDINGAN GEOMETRI DATA OBJEK TIGA DIMENSI

BAB 3 PERBANDINGAN GEOMETRI DATA OBJEK TIGA DIMENSI BAB 3 PERBANDINGAN GEOMETRI DATA OBJEK TIGA DIMENSI Pada bab ini akan dijelaskan tentang perbandingan tingkat kualitas data, terutama perbandingan dari segi geometri, selain itu juga akan dibahas mengenai

Lebih terperinci

FUNGSI. Riri Irawati, M.Kom 3 sks

FUNGSI. Riri Irawati, M.Kom 3 sks FUNGSI Riri Irawati, M.Kom 3 sks Agenda 1. Sistem Koordinat Kartesius. Garis Lurus 3. Grafik persamaan Tujuan Agar mahasiswa dapat : Menggunakan sistem koordinat untuk menentukan titik-titik dan kurva-kurva.

Lebih terperinci

OSN Guru Matematika SMA (Olimpiade Sains Nasional)

OSN Guru Matematika SMA (Olimpiade Sains Nasional) ocsz Pembahasan Soal OSN Guru 2012 OLIMPIADE SAINS NASIONAL KHUSUS GURU MATEMATIKA SMA OSN Guru Matematika SMA (Olimpiade Sains Nasional) Disusun oleh: Pak Anang Halaman 2 dari 26 PEMBAHASAN SOAL OLIMPIADE

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika 25 BAB 3 DINAMIKA Tujuan Pembelajaran 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya pada benda diam 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gaya dan percepatan benda 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

Ujian Akhir Nasional Tahun Pelajaran 2002/2003

Ujian Akhir Nasional Tahun Pelajaran 2002/2003 DOKUMEN NEGARA SANGAT RAHASIA Ujian Akhir Nasional Tahun Pelajaran 00/00 SMU/MA Program Studi IPA Paket Utama (P) MATEMATIKA (D0) SELASA, 6 MEI 00 Pukul 07.0 09.0 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL Hak Cipta

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. digunakan sebagai konsep statistik pada tahun 1877 oleh Sir Francis Galton. Dia

BAB 2 LANDASAN TEORI. digunakan sebagai konsep statistik pada tahun 1877 oleh Sir Francis Galton. Dia 10 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Regresi Dalam ilmu statistika teknik yang umum digunakan untuk menganalisa hubungan antara dua variabel atau lebih adalah analisa regresi linier. Regresi pertama

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGGI TITIK DENGAN TEKNIK PERATAAN PARAMETER DAN TEKNIK PERATAAN BERSYARAT

PENENTUAN TINGGI TITIK DENGAN TEKNIK PERATAAN PARAMETER DAN TEKNIK PERATAAN BERSYARAT PROSID ING 0 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK PENENTUAN TINGGI TITIK DENGAN TEKNIK PERATAAN PARAMETER DAN TEKNIK PERATAAN BERSYARAT Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis

Lebih terperinci

fungsi Dan Grafik fungsi

fungsi Dan Grafik fungsi fungsi Dan Grafik fungsi Suatu fungsi adalah pemadanan dua himpunan tidak kosong dengan pasangan terurut (x, y) dimana tidak terdapat elemen kedua yang berbeda. Fungsi (pemetaan) himpunan A ke himpunan

Lebih terperinci

Soal-Soal dan Pembahasan Matematika IPA SNMPTN 2012 Tanggal Ujian: 13 Juni 2012

Soal-Soal dan Pembahasan Matematika IPA SNMPTN 2012 Tanggal Ujian: 13 Juni 2012 Soal-Soal dan Pembahasan Matematika IPA SNMPTN 01 Tanggal Ujian: 13 Juni 01 1. Lingkaran (x + 6) + (y + 1) 5 menyinggung garis y 4 di titik... A. ( -6, 4 ). ( -1, 4 ) E. ( 5, 4 ) B. ( 6, 4) D. ( 1, 4 )

Lebih terperinci

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN DOKUMEN NEGARA UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kompetensi Keahlian : Teknik Survei dan Pemetaan Kode Soal : 1014 Alokasi

Lebih terperinci

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN DOKUMEN NEGARA UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kompetensi Keahlian : Teknik Survei dan Pemetaan Kode Soal : 1014 Alokasi

Lebih terperinci

BAB ΙΙ LANDASAN TEORI

BAB ΙΙ LANDASAN TEORI 7 BAB ΙΙ LANDASAN TEORI Berubahnya nilai suatu variabel tidak selalu terjadi dengan sendirinya, bisa saja berubahnya nilai suatu variabel disebabkan oleh adanya perubahan nilai pada variabel lain yang

Lebih terperinci

LATIHAN SOAL ILMU UKUR TAMBANG. Oleh: YULI KUSUMAWATI, S.T., M.T.

LATIHAN SOAL ILMU UKUR TAMBANG. Oleh: YULI KUSUMAWATI, S.T., M.T. LATIHAN SOAL ILMU UKUR TAMBANG Oleh: YULI KUSUMAWATI, S.T., M.T. Contoh 1. Hitunglah bearing dari data pengukuran poligon berikut ini: BS IS Sudut kanan Jarak datar Bearing FS 6 7 8 9 10 6 7 8 9 10 11-280

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (statistik) dinamakan galat baku statistik, yang dinotasikan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. (statistik) dinamakan galat baku statistik, yang dinotasikan dengan TINJAUAN PUSTAKA Penduga Titik dan Selang Kepercayaan Penduga bagi parameter populasi ada dua jenis, yaitu penduga titik dan penduga selang atau disebut sebagai selang kepercayaan. Penduga titik dari suatu

Lebih terperinci

Pemetaan situasi dan detail adalah pemetaan suatu daerah atau wilayah ukur

Pemetaan situasi dan detail adalah pemetaan suatu daerah atau wilayah ukur Modul 7-1 Modul 7 Pemetaan Situasi Detail 7.1. PENDAHULUAN Pemetaan situasi dan detail adalah pemetaan suatu daerah atau wilayah ukur yang mencakup penyajian dalam dimensi horisontal dan vertikal secara

Lebih terperinci

SOAL PM MATEMATIKA SMA NEGERI 29 JAKARTA

SOAL PM MATEMATIKA SMA NEGERI 29 JAKARTA SOAL PM MATEMATIKA SMA NEGERI 9 JAKARTA. Dengan merasionalkan penyebut, bentuk sederhana dari 5 5 + 5 4 5 5 e. + 5 6 + 5 adalah. Persamaan x (m + ) x = 0 mempunyai akar-akar yang berlawanan, maka nilai

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Jenis Peta menurut Skala. Secara umum, dasar pembuatan peta dapat dinyatakan seperti Gambar 2.1

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Jenis Peta menurut Skala. Secara umum, dasar pembuatan peta dapat dinyatakan seperti Gambar 2.1 BB II DSR TEORI 2.1. Pemetaan Peta adalah penyajian grafis dari seluruh atau sebagian permukaan bumi pada suatu bidang datar dengan skala dan sistem proyeksi peta tertentu. Peta menyajikan unsurunsur di

Lebih terperinci

HITUNGAN KOORDINAT, AZIMUTH/ARAH DAN JARAK

HITUNGAN KOORDINAT, AZIMUTH/ARAH DAN JARAK PENGUKURAN POLIGON Pengukuran dan Pemetaan Hutan : HITUNGAN KOORDINAT, AZIMUTH/ARAH DAN JARAK Y φq Dq Q(Xq,Yq) θq P(X,Y) φq = Azimuth/arah P ke Q 0 X θq Dq = Azimuth/arah Q ke P = Jarak dari P ke Q P(X,Y)

Lebih terperinci

BAB 3 PENANGANAN JARINGAN KOMUNIKASI MULTIHOP TERKONFIGURASI SENDIRI UNTUK PAIRFORM-COMMUNICATION

BAB 3 PENANGANAN JARINGAN KOMUNIKASI MULTIHOP TERKONFIGURASI SENDIRI UNTUK PAIRFORM-COMMUNICATION BAB 3 PENANGANAN JARINGAN KOMUNIKASI MULTIHOP TERKONFIGURASI SENDIRI UNTUK PAIRFORM-COMMUNICATION Bab ini akan menjelaskan tentang penanganan jaringan untuk komunikasi antara dua sumber yang berpasangan.

Lebih terperinci

f(-1) = = -7 f (4) = = 3 Dari ketiga fungsi yang didapat ternyata yang terkecil -7 dan terbesar 11. Rf = {y -7 y 11, y R}

f(-1) = = -7 f (4) = = 3 Dari ketiga fungsi yang didapat ternyata yang terkecil -7 dan terbesar 11. Rf = {y -7 y 11, y R} 1. Persamaan (m - 1)x 2-8x - 8m = 0 mempunyai akar-akar real, maka nilai m adalah... -2 m -1-2 m 1-1 m 2 Kunci : C D 0 b 2-4ac 0 (-8)² - 4(m - 1) 8m 0 64-32m² + 32m 0 m² - m - 2 0 (m - 2)(m + 1) 0 m -1

Lebih terperinci