HUBUNGAN ANTARA JENIS POLA ASUH ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN MENJADI PELAKU DAN/ATAU KORBAN PEMBULIAN PADA SISWA-SISWI SMA DI JAKARTA SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN ANTARA JENIS POLA ASUH ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN MENJADI PELAKU DAN/ATAU KORBAN PEMBULIAN PADA SISWA-SISWI SMA DI JAKARTA SELATAN"

Transkripsi

1 HUBUNGAN ANTARA JENIS POLA ASUH ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN MENJADI PELAKU DAN/ATAU KORBAN PEMBULIAN PADA SISWA-SISWI SMA DI JAKARTA SELATAN Mutiara Pertiwi & Juneman, S.Psi., M.Si. BINUS University, Jl. Peninggaran Timur II no.37, Jakarta Selatan, (+62) , ABSTRAK This research was conducted to examine the relationship between the types of parenting styles with tendencies to be perpetrators and/or victims of bullying among high school students in South Jakarta. The subject of this research were 189 people high school students in South Jakarta with an age range around years. Classifying of parenting styles in this study was measured using the Parental Authority Questionnaire-Revised (PAQ-R) developed by Buri (1991) and revised by Reitmann (2000) based on the theory of Baumrind (1991) and has been modified by researchers. The tendencies to be perpetrators and/or victims of bullying measured using the Bully and Victims Scales: Adolescent Peer Relations instrumentation developed by Parada (2000) and has also been modified by adding item based on elicitation study on high school students in South Jakarta. Results from the study were analyzed using chi-square analysis showed a significant relationship between the type of parenting parents with behavioral tendencies to be perpetrators and/or victims pembulian on high school students in South Jakarta (Chi-Square value of , α <0.05). The results were also analyzed in an integrated between the types of parenting styles with tendencies to be perpetrators and/or victims pembulian on high school students in South Jakarta. Keywords: Type parenting parents, Pembulian Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara jenis pola asuh orangtua dengan kecenderungan menjadi pelaku dan/atau korban pembulian pada siswa-siswi SMA di Jakarta Selatan. Subjek dari penelitian ini berjumlah 189 orang siswa-siswi SMA di kawasan Jakarta Selatan dengan rentang usia tahun. Pengklasifikasian jenis pola asuh orangtua pada penelitian ini diukur menggunakan Parental Authority Questionnaire-Revised (PAQ-R) yang dikembangkan oleh Buri (1991) dan direvisi oleh Reitmann (2000) berdasarkan teori dari Baumrind (1991) dan telah dimodifikasi oleh peneliti. Kecenderungan menjadi pelaku dan/atau korban pembulian diukur menggunakan Bully and Victims Scales : Adolescent Peer Relations Intrument yang dikembangkan oleh Parada (2000) dan juga telah dimodifikasi peneliti dengan menambahkan butir item berdasarkan hasil studi elisitasi pada siswa-siswi SMA di Jakarta Selatan. Hasil dari penelitian dianalisa menggunakan analisis chi-square menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara jenis pola asuh orangtua dengan kecenderungan perilaku menjadi pelaku dan/atau korban pembulian pada siswa-siswi SMA di Jakarta Selatan (nilai Chi-Square 36,238, α < 0,05). Hasil penelitian juga dianalisa secara integratif antara jenis pola asuh orangtua dengan kecenderungan perilaku menjadi pelaku dan/atau korban pembulian pada siswa-siswi SMA di Jakarta Selatan. Kata Kunci: Jenis pola asuh orangtua, Pembulian

2 PENDAHULUAN Perilaku kekerasan anak-anak di Indonesia, khususnya pembulian masih marak terjadi dan terus meningkat. Hal ini diperkuat oleh data dari KPA yang menemukan bahwa aksi pembulian di sekolah telah terjadi sebanyak 472 kasus pada tahun 2009 ( Ruang Eksekusi, 2009). Pembulian tersebut justru muncul dalam format-format yang telah dilegalkan oleh instansi pendidikan yang bersangkutan, seperti Masa Orientasi Siswa (MOS), acara regenerarisasi kegiatan ekstrakurikuler, atau bentuk-bentuk acara lainnya, yang tidak pernah disadari menjadi ajang pembulian ( Awas Bullying, 2007). Dalam acara MOS, regenerarisasi, Latihan Dasar Kepemimpinan Sekolah (LDKS) banyak menerapkan sistem senioritas yang kental. Survei yang dilakukan oleh Plan Indonesia dan Semai Jiwa Amini (SEJIWA) pada 2008 mencatat bahwa 67,9 persen siswa SMA mengaku bahwa ada tindak kekerasan yang terjadi di sekolah mereka, dengan 43,7 persen pelakukanya adalah sesama siswa ( Young Hearts, 2010). Menurut Bauman (2008, dalam Indira, 2011) pembulian memiliki definisi sebagai berikut : (1) Sebuah perilaku agresif yang ditandai dengan tiga kondisi yang menentukan yaitu (a) perilaku negatif atau berbahaya yang bertujuan untuk menyakiti atau mencelakai, (b) perilaku yang dilakukan secara berulang-ulang selama periode waktu tertentu, dan (c) terdapat ketidakseimbangan kekuasaan atau kekuaan antara pihak yang terlibat (Olweus, 1993). (2) Adanya penyalahgunaan kekuatan/kekuasaan yang sistematis (Smith & Sharp, 1994 dalam Indira, 2011). (3) Terpaparnya individu secara berulang terhadap interaksi negatif baik secara langsung maupun tidak lansung, yang dilakukan oleh satu orang atau lebih yang dominan. Bahaya yang terjadi dapat disebabkan karena perlakuan langsung secara fisik maupun psikis, dan/atau secara tidak langsung melalui proses penguatan atau penghindaran oleh penonton kejadian (Twemlow, Fonagy, & Sacco, 2004) (dalam Indira, 2011). Schwartz (2000) mengemukakan bahwa terdapat empat kategori kelompok dari pembulian, antara lain : (1) semata-mata pelaku (pure bullies), orang atau siswa yang hanya mengintimidasi atau menganiaya anak lainnya; (2) semata-mata korban (pure victims), orang atau siswa yang hanya menjadi korban pembulian dari anak lainnya, yang lebih kuat secara fisik dan/atau psikologis; (3) pelaku maupun korban (bullyvictims), orang atau siswa yang terlibat dalam situasi pembulian dengan menjadi pelaku pembulian bagi korban yang lebih lemah darinya dan juga menjadi korban pembulian bagi pelaku pembulian yang lebih kuat darinya; dan (4) bukan pelaku maupun korban (neutral children), orang atau siswa yang tidak terlibat menjadi pelaku maupun korban pembulian (Dukes, Stein & Warren, 2007). Salah satu karakteristik dari perilaku pembulian adalah adanya perilaku agresi yang membuat pelaku senang untuk menyakiti korbannya (Rigby, 1996 dalam Astuti, 2008). Faktor penyebab agresi yang pertama adalah rasa frustrasi yang menimbulkan kemarahan dan memicu seseorang untuk melakukan tindakan agresi kepada orang lain, yang merujuk pada perilaku pembulian. Pada remaja, rasa frustasi dapat muncul karena adanya tekanan dari orangtua yang menginginkan anaknya tunduk dan patuh dalam sikap pola asuh otoriter mereka (Sarwono, 2002 dalam Fortuna 2008). Santrock (2007) menjabarkan bahwa orangtua otoriter menetapkan batasan-batasan dan kedali tegas terhadap anak mereka, serta kurang memberikan peluang untuk berdialog secara verbal. Mereka cenderung mengeluarkan kalimat perintah seperti, Lakukan menurut perintahku atau tidak sama sekali. Tidak ada diskusi! Orangtua dengan pola asuh otoriter juga menerapkan pola asuh dengan kekerasan dan memberikan sesuatu yang bersifat menghukum (Smith & Myron-Wilson, 1998 dalam Ahmed & Braithwaite, 2004). Sesuai dengan pendapat Farrington (2000) bahwa pola asuh orangtua memiliki kemungkinan berkorelasi dengan perilaku pembulian pada anak, sehingga anak yang berasal dari keluarga yang menerapkan pola asuh otoriter, cenderung menjadi pelaku pembulian (Smith & Myron-Wilson, 1998 dalam Ahmed & Braithwaite, 2004). Namun, penelitian mengenai pola asuh orangtua yang yang terkait dengan bagaimana seorang anak menjadi korban pembulian masih memuat banyak hasil yang bertentangan. Temuan lain menunjukkan bahwa pola asuh permisif cenderung menjadikan anak kesulitan dalam membatasi perilaku agresif mereka, sehingga mengembangkan mereka menjadi pelaku pembulian (Miller et al, 2002 dalam Georgiou, 2008). Pola asuh permisif terdiri dari dua macam yaitu permisif yang bersifat memanjakan dan permisif yang bersifat mengabaikan (Maccoby & Martin, 1983 dalam Santrock, 2003). Pola asuh permisif memanjakan membiarkan anaknya melakukan apapun yang mereka inginkan, tanpa memberikan kendali terhadap mereka. Sehingga, pada saat remaja mereka tidak pernah belajar untuk mengendalikan perilakunya sendiri dan selalu berharap agar keinginannya dituruti. Orangtua yang mengasuh dengan pola ini, memiliki pemikiran bahwa dengan kombinasi sedikitnya pembatasan yang diberikan dan kelekatan yang terjadi, akan menghasilkan remaja yang percaya diri. Namun, pengasuhan ini justru berkaian dengan rendahnya kompetensi sosial remaja, khususnya dalam pengendalian diri (Santrock, 2007).

3 Serupa dengan permisif bersifat memanjakan, pola asuh permisif bersifat mengabaikan juga menghasilkan remaja yang tidak kompeten secara sosial, tidak menyikapi kebebasan dengan baik dan memiliki pengendalian diri yang buruk. Remaja yang diasuh dengan pola asuh permisif bersifat mengabaikan merasa bahwa hal-hal lain dalam kehidupan orangtuanya lebih penting dari dirinya, sehingga kebutuhan akan perhatian dari orangtuanya tidak pernah terpenuhi (Santrock, 2007). Orangtua yang menerapkan pola asuh ini bahkan tidak bisa menjawab pertanyaan mengenai dimana keberadaan dan apa kegiatan anaknya (Santrock, 2003). Dengan tidak adanya pengawasan, batasan kendali dan perhatian dari orangtua yang menerapkan sistem pola asuh permisif, memiliki kemungkinan pada anak remaja mereka untuk mengembangkan perilaku agresif mereka dan melakukan tindakan pembulian. Bertolak belakang dengan penelitian sebelumnya, peneliti lain menemukan bahwa pola asuh orangtua yang permisif memprediksi anak cenderung menjadi korban pembulian, dan pola asuh orangtua yang otoriter memprediksi anak cenderung menjadi pelaku pembulian (Baldry & Farrington, 2000; Kaufmann et al, 2000, dalam Georgiou, 2008). Rican, Klicperova dan Koucka (1993) mengamati bahwa anak-anak yang diasuh oleh orangtua dengan pola pengasuhan otoritatif dengan mendukung kemandirian dan otonomi anaknya, cenderung kurang terlibat dalam perilaku pembulian (Ahmed & Braithwaite, 2004). Orangtua dengan pola pengasuhan ini memberikan kesempatan berdialog secara verbal dan bersikap hangat. Seperti contoh (Santrock, 2007) mengenai bagaimana seorang ayah dengan pola asuh otoritatif berbicara dengan anak remajanya secara terbuka, Kamu tahu bahwa kamu seharusnya tidak melakukan itu. Sekarang mari kita bicarakan bagaimana caranya agar kamu mampu menangani situasi macam ini dengan lebih baik. Para remaja yang diasuh dengan pola pengasuhan otoritatif biasanya mandiri dan memiliki tanggung jawab sosial yang baik (Santrock, 2007). Reuter & Conger (1995) juga menyatakan bahwa orangtua otoritatif mencapai keseimbangan yang baik antara pengendalian, otonomi, pemberian peluang kepada remajanya untuk mengembangkan kemandirian sambil memberikan standar, batasan, dan bimbingan yang diperlukan oleh anak-anak mereka (Santrock, 2007). Dengan demikian, berdasarkan sumber literatur di atas menunjukkan bahwa adanya hubungan antara satu pola asuh yang spesifik dengan satu kecenderungan perilaku pelaku-korban pembulian. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan secara integratif antara pola asuh dengan kecenderungan perilaku pelaku-korban pembulian. METODE PENELITIAN Subjek penelitian ini adalah siswa laki-laki dan perempuan Sekolah Menengah Atas, baik negeri maupun swasta di wilayah Jakarta Selatan, yang duduk di kelas X - XII dan berusia tahun. Sampel dikumpulkan secara accidental non-probability sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dengan skala Likert. Sebagai penelitian pendahuluan, peneliti menggunakan metode studi elisitasi terhadap 238 siswa lakilaki dan perempuan di beberapa SMA di Jakarta Selatan, untuk mengetahui tindakan pembulian apa saja yang banyak dilakukan dan diterima oleh siswa SMA di Jakarta Selatan. Kuesioner digunakan untuk menggali data dari lapangan mengenai rumusan masalah yang ditanyakan. Jumlah subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah 189 orang, yang terdiri dari 78 siswa dan 111 siswi SMA di Jakarta Selatan. Kuesioner yang peneliti gunakan dikonstruk berdasarkan hasil adaptasi dari alat ukur Parada (2000) yang bernama Bully and Victims Scales : Adolescent Peer Relations Intrument dan ditambahkan dengan hasil dari studi elisitasi yang telah dilakukan sebelumnya. Dengan nilai relialibilitas yang dapat dilihat di tabel 1. Tabel 1. Nilai Reliabilitas Kuesioner Bully and Victims Scales : Adolescent Peer Relations Intrument Bully Scales Reliability Victim Scales Reliabilty Cronbach's Alpha N of Items Cronbach s Alpha N of Items

4 Pada kuesioner yang menggali kecenderungan perilaku menjadi pelaku dan/atau korban pembulian, subjek diminta untuk memilih 1 dari 6 pilihan jawaban yang disediakan, yaitu tidak pernah, jarang, 1-2 kali sebulan, 1 kali seminggu, beberapa kali seminggu, hingga setiap hari. Untuk kuesioner pola asuh oranngtua, peneliti menggunakan adaptasi alat ukur Authority Questionnaire-Revised yang dibuat oleh Buri pada tahun 1991, dan dikembangkan oleh Reitman pada tahun 2000 (Altobello, C., Hupp. S.D.A., Reitman, D., & Rhode, P.C, 2002). Pada kuesioner yang menggali data mengenai pola asuh orangtua yang diterapkan, subjek diminta untuk memilih 1 dari 5 jawaban yang disediakan, yaitu sangat tidak sesuai, tidak sesuai, netral, sesuai, hingga sangat sesuai. Dengan nilai reliabilitas alat ukur tersebut dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Nilai Reliabilitas Kuesioner Authority Questionnaire-Revised Authoritarian Reliability Authoritative Reliability Permissive Reliability Cronbach's Cronbach's Cronbach's Alpha N of Items Alpha N of Items Alpha N of Items Pada tahap pengambilan data, peneliti menghampiri subjek dan meminya subjek mengisi kuesioner yang telah disediakan. Kuesioner tersebut diisi ditempat dan tidak diperkenankan untuk dibawa pulang. HASIL DAN BAHASAN Hasil analisis uji hipotesis menunjukkan bahwa adanya hubungan antara pola asuh orang tua dengan kecenderungan perilaku menjadi pelaku dan/atau korban pembulian. Hasil temuan dari penelitian ini sejalan dengan pernyataan Farrington (2000) bahwa pola asuh orangtua berkorelasi dengan perilaku pembulian pada anak (dalam Ahmed & Braithwaite, 2004). Secara integratif, hasil analisisnya dapat dilihat di tabel 3. Tabel 3. Hasil Analisis Integratif Kecenderungan Perilaku Pembulian Bukan Sematamata pelaku Pelaku maupun korban pelaku maupun korban Tidak dapat dibedakan Sematamata korban Total Jenis P-manja Pola Asuh Orangt ua P-abai Otoritatif Otoriter Tidak dpt dibedakan Total Dalam penelitian ini, secara integratif peneliti menemukan bahwa jenis pola asuh orangtua otoriter menunjukkan kecenderungan perilaku menjadi pelaku pembulian, sebagai kecenderungan perilaku

5 tertinggi. Kecenderungan perilaku terendah yang ditunjukkan oleh jenis pola asuh otoriter adalah kecenderungan menjadi korban pembulian. Jenis pola asuh otoritatif menunjukkan kecenderungan perilaku tertinggi yaitu perilakubukan pelaku maupun korban pembulian, atau dengan kata lain menunjukkan bahwa anak tersebut cenderung tidak terlibat dalam tindakan pembulian. Dalam penelitian ini, jenis pola asuh otoritatif tidak menunjukkan kecenderungan perilaku anak menjadi pelaku pembulian. Untuk jenis pola asuh orangtua permisif, peneliti menganalisa secara terpisah antara permisifmemanjakan dengan permisif-mengabaikan. Jenis pola asuh orangtua permisif-memanjakan dalam penelitian ini menunjukkan kecenderungan perilaku anak untuk menjadi pelaku pembulian saja. Namun, pola asuh orangtua permisif-memanjakan juga menunjukkan bahwa ada kecenderungan anak tidak terlibat dalam tindakan pembulian sama sekali, dan tidak menunjukkan kecenderungan perilaku yang lainnya. Sedangkan, untuk jenis pola asuh orangtua permisif-mengabaikan hanya menunjukkan kecenderungan perilaku anak bukan sebagai pelaku maupun korban pembulian, atau tidak terlibat sama sekali dengan tindakan pembulian. Dalam mengklasifikasikan jenis pola asuh orangtua pada penelitian ini, peneliti menggunakan nilai skor standar deviasi (z-score) setiap responden. Sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh Buri (1991) dan Smetana (1995) (dalam Leman, 2005) bahwa untuk menentukan pola asuh orangtua yang digunakan nilai skor standar deviasi responden (anak) pada satu jenis pola asuh orangtua harus diatas 0,5, dan skor standar deviasi pada jenis pola asuh lainnya dibawah 0,00, sehingga baru bisa diklasifikasikan jenis pola asuh orangtua yang digunakan. Dari 189 responden yang datanya berhasil diolah akhirnya diklasifikasikan menjadi 2 responden ditunjukkan diasuh dengan jenis pola asuh permisif-memanjakan, 4 responden diasuh dengan jenis pola asuh permisif-mengabaikan, 21 responden diasuh dengan jenis pola asuh otoritatif, 20 responden diasuh dengan jenis pola asuh otoriter, dan sisanya sebesar 142 responden tidak dapat dibedakan dalam keempat jenis pola asuh orangtua Diana Baumrind diatas. Jenis pola asuh orangtua yang tidak dapat dibedakan tersebut, bernama pola asuh undifferentiated yang juga diperkenalkan oleh Diana Baumrind (dalam Watanabe, 2011). Walaupun pola asuh undifferentiated tidak sesuai dengan kriteria dari penelitian Baumrind, nilai skor pada jenis pola asuh undifferentiated tidak berbeda secara signifikan dari nilai rata-rata dalam jenis pola asuh yang lain. Oleh karena itu, pola asuh orangtua undifferentiated termasuk dalam pola ini (Baumrind, 1989 dalam Watanabe, 2011). Temuan ini juga mendukung temuan lain bahwa anak yang berasal dari keluarga yang menerapkan pola asuh otoriter cenderung menjadi pelaku pembulian (Smith & Myron-Wilson, 1998 dalam Ahmed & Braithwaite, 2004). Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Ahmed dan Braithwaite (2004) yang menemukan bahwa pelaku pembulian cenderung menggunakan pola asuh otoriter di rumah. Merujuk pada penelitian Baumrind (1991) mengenai pola asuh orangtua, hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh orangtua yang otoriter memiliki prediksi terbaik untuk kecenderungan perilaku anak menjadi pelaku pembulian (dalam Georgiou, 2008). Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, peneliti mengasumsikan bahwa pola asuh orangtua yang otoriter mendidik anak dengan cara yang kasar dan menghukum, serta kurangnya kehangatan, kelekatan anak terhadap orangtua, dan banyaknya konflik memungkinankan anak untuk bertindak serupa terhadap temannya di sekolah karena meniru apa yang dilakukan oleh orangtua kepada dirinya. Sesuai dengan hasil penelitian Bandura yang menunjukkan bahwa perilaku mendidik yang agresif dapat berfungsi sebagai model contoh bagi anak-anaknya untuk melakukan hal yang serupa dalam kehidupan pertemanan dengan anak lainnya (Farrington, 1993 dalam Ahmed & Braithwaite, 2004). Temuan ini juga didukung oleh Olweus (1993) yang menemukan bahwa faktor pola asuh orang tua yang mengasuh anaknya dengan menggunakan metode power-assertive, seperti menggunakan hukuman fisik dan kekerasan emosional, akan menghasilkan anak dengan kecenderungan perilaku serupa. Hasil temuan jenis pola asuh otoritatif yang mendukung kemandirian dan otonomi anak, memang cenderung kurang terlibat dalam perilaku pembulian (Ahmed & Braithwaite, 2004). Sejalan dengan hasil penelitian Rigby (1993) yang menemukan bawa anak yang diasuh dengan sikap yang positif cenderung tidak terlibat dalam tindakan pembulian (Georgiou, 2008). Hal ini disebabkan karena, pada pola asuh yang otoritatif kebutuhan setiap anak terakomodasi dengan baik, serta pada pola asuh otoritatif menghargai dan menghormati perbedaan sehingga orang dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya (Surbakti, 2009). Hasil temuan jenis pola asuh permisif ini mendukung hasil temuan terdahulu yang menyatakan bahwa faktor pola asuh orangtua permisif tidak turut berperan terhadap perilaku pembulian yang terjadi di tiga kota besar di Indonesia yaitu Jakarta, Surabaya dan Yogyakarta (Royanto & Djuwita, 2011). Tetapi di dalam penelitian ini juga ditemukan hasil bahwa jenis pola asuh permisif (permisif-memanjakan) menghasilkan kecenderungan anak menjadi pelaku pembulian. Hasil temuan ini juga pernah ditemukan sebelumnya oleh Sears dan koleganya (1957, dalam Georgiou 2008) bahwa jenis pola asuh permisif memberikan kebebasan pada anak untuk melakukan tindakan agresi pada orang lain. Temuan ini juga didukung oleh penelitian lain yang menyatakan bahwa jenis pola asuh orangtua permisif memiliki 5

6 hubungan dengan tingginya agresi pada anak-anak (Rubin, Stewart, & Chen,1995 dalam Casas, Crick, Huddleston-Casas, Ostrov, Weigel, & Yeh, 2006). Orangtua dengan jenis pola asuh permisif tanpa disadari berkomunikasi dengan anak-anak mereka bahwa perilaku agresif dapat diterima dengan tidak menghukum anak mereka ketika anak mereka melakukan tindakan agresif pada orang lain (Casas, Crick, Huddleston- Casas, Ostrov, Weigel, & Yeh, 2006). Di Indonesia, Hanif (2005) juga telah menemukan bahwa anak dengan jenis pola asuh orangtua permisif memiliki tingkat agresivitas yang tinggi. Secara lebih integratif, peneliti juga mencoba menganalisis signifikansi hubungan antara jenis pola asuh orangtua dengan jenis pembulian yang sering dilakukan maupun diterima oleh pelaku dan/atau korban pembulian dengan menggunakan korelasi Pearson. Jenis pembulian yang ingin dilihat signifikansi hubungannya terdiri dari pembulian terbuka (fisik dan verbal), pembulian tidak langsung, dan pembulian maya, baik pelaku maupun korban. Hasil korelasi yang telah dilakukan dengan bantuan peranti lunak SPSS, menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara jenis pola asuh orangtua otoriter dengan jenis pembulian terbuka (dimensi pelaku) (α < 0,05), dengan nilai korelasi 0,402 yang artinya semakin otoriter pola asuh yang diterapkan, maka semakin sering anak menunjukkan kecenderungan pelaku secara terbuka. Pola asuh orangtua otoriter juga menunjukkkan adanya hubungan yang signifikan dengan jenis pembulian terbuka fisik dan verbal (dimensi pelaku), dengan masing-masing nilai korelasi 0,409 dan 0,368. Adanya hubungan yang signifikan juga ditunjukkan antara jenis pola asuh orangtua otoriter dengan jenis pembulian tidak langsung dan pembulian maya (dimensi pelaku) (α < 0,05) dengan nilai korelasi 0,291 dan 0,253 yang artinya semakin otoriter orangtua, maka semakin sering anak melakukan kecenderungan perilaku sebagai pelaku dengan cara melakukan tindakan pembulian tidak langsung atau melalui dunia maya. Hasil korelasi ini, mendukung hasil analisis integratif pada penelitian ini, bahwa pola pengasuhan orangtua yang otoriter, cenderung akan menghasilkan periilaku anak menjadi pelaku pembulian, baik secara terbuka, tidak langsung ataupun melalui media maya. Untuk hasil korelasi jenis pola asuh orangtua otoritatif menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan jenis pembulian terbuka (fisik dan verbal) dan pembulian tidak langsung pada dimensi pelaku (α < 0,05), dengan masing-masing nilai korelasi -0,258 dan -0,158 yang artinya semakin otoritatif pola asuh yang diterapkan oleh orangtua, maka kecenderungan anak untuk menjadi pelaku pembulian baik secara terbuka atau tidak langsung akan semakin rendah. Temuan ini, juga mendukung hasil analisis integratif sebelumnya, bahwa pola asuh orangtua otoritatif cenderung menghasilkan perilaku anak yang tidak terlibat dalam tindakan pembulian, baik sebagai pelaku maupun korban. Hasil korelasi lain untuk pola asuh permisif-memanjakan menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan dengan jenis-jenis pembulian (α > 0,05). Sedangkan permisif-mengabaikan menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan jenis pembulian terbuka dan pembulian tidak langsung dimensi pelaku (α < 0,05), dengan nilai korelasi masing-masing sebesar 0,225 dan 0,173 yang artinya semakin permisif dan tidak pedulinya orangtua terhadap anak, maka anak cenderung akan melakukan tindakan pembulian secara terbuka atau tidak langsung. Temuan ini sejalan dengan hasil analisis integratif sebelumnya, yang menemukan bahwa pola asuh permisif-mengabaikan akan memunculkan kecenderungan perilaku anak menjadi pelaku pembulian, namun kecenderungan perilaku sebagai pelaku yang muncul tersebut tidak terlalu signifikan dibandingkan kecenderungan perilaku yang dimunculkan dari jenis pola asuh orangtua otoriter. Lebih lanjut lagi, ditemukan bahwa adanya hubungan signifikan antara jenis pola asuh orangtua otoriter dengan jenis pembulian dimensi korban (α < 0,05), dengan nilai korelasi 0,228 untuk jenis pembulian terbuka, 0,165 untuk jenis pembulian tidak langsung, dan 0,173 untuk jenis pembulian maya. Artinya, semakin otoriter orangtua, maka akan semakin tinggi kecenderungan perilaku korban pembulian anak. Anak akan semakin sering mendapat perilaku pembulian. Peneliti menyimpulkan berdasarkan hasil korelasi bahwa adanya hubungan signifikan antara jenis pola asuh orangtua yang otoriter dengan jenis pembulian dimensi pelaku dan korban, yang artinya jenis pola asuh orangtua otoriter memiliki kecenderungan untuk menghasilkan perilaku sebagai pelaku dan/atau korban pembulian. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, anak yang diasuh dengan pola asuh otoriter dengan kekerasan dan hukuman cenderung akan menjadi pelaku pembulian di sekolah (Smith & Myron-Wilson, 1998 dalam Ahmed & Braithwaite, 2004). Namun pada penelitian lain ditemukan bahwa pola asuh otoriter cenderung mengembangkan anak yang depresi (Wolfradt et al, 2003 dalam Georgiou 2008). Hasil penerapan pola asuh orangtua otoriter menyebabkan anak remaja mengalami tekanan secara fisik dan psikis, kehilangan dorongan semangat juang, cenderung selalu menyalahkan diri sendiri, mudah putus asa, dan tidak memiliki keberanian untuk mengemukakan pendapat (Surbakti, 2009). Karakter anak yang cenderung merasa tidak nyaman dengan lingkungan, tidak aman dan memiliki self-esteem yang rendah selalu menjadi korban pembulian (Olweus, 1993). 6

7 Asumsi peneliti, anak yang diasuh dengan pola asuh otoriter memiliki dua kecenderungan perilaku dalam pembulian, beberapa anak dapat melakukan tindakan pembulian karena meniru perilaku dari orangtua (Bandura 1986, dalam Ahmed & Braithwaite, 2004), dan sebagian lainnya justru merasakan tekanan dan rendah diri karena selalu merasa gagal dalam melakukan sesuatu sehingga selalu menerima hukuman dari orangtua, anak yang merasa rendah diri ini akan selalu merasa rendah diri dan tidak berguna di lingkungan pergaulannya sehingga selalu menjadi target pembulian (korban) (Olweus, 1993). Karena korban memiliki perasaan rendah diri dan selalu menyalahkan diri sendiri, mereka jadi merasa bahwa mereka pantas menerima perilaku pembulian tersebut sehingga diam saja dan tidak melaporkannya kepada orangtua atau guru, sehingga tindakan pembulian terus terjadi (SEJIWA, 2008). Hasil studi lain menyatakan bahwa korban tidak hanya merupakan anak yang pasif, yang pendiam dan sulit untuk menghargai diri sendiri. Tetapi juga ada korban yang agresif, anak seperti ini cenderung lebih impulsif dan sering menggunakan agresi fisikal bila ada anak lain yang mengganggunya, sulit mengontrol diri, serta cenderung bereaksi terlalu cepat terhadap segala bentuk provokasi pada dirinya (Priyatna, 2010). Hal tersebut justru dimanfaatkan oleh pelaku untuk memanipulasi sifatnya tersebut dan menjadikannya target pembulian untuk memenuhi keinginan mereka atas penghargaan diri dari lingkungan pergaulannya. Hal ini juga didukung oleh temuan lain yang menyatakan bahwa karakteristik korban pembulian mirip dengan profill pelaku pembulian (Komiyama, 1986 dalam Ahmed & Braithwaite, 2004). Temuan lain pada penelitian ini menunjukkan bahwa siswa laki-laki mendominasi dalam kecenderungan perilaku sebagai semata-mata pelaku pembulian dan perilaku pelaku maupun korban pembulian. Hal ini didukung oleh hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Aluede dkk (2006, dalam Magfirah & Rachmawati, 2009) yang menunjukkan bahwa remaja laki-laki lebih sering menjadi pelaku sekaligus juga korban pembulian. Hasil penelitian Magfirah dan Rachmawati (2009) juga menunjukkan bahwa siswa laki-laku mendominasi dalam kecenderungan perilaku pembulian. Sedangkan siswa perempuan memiliki kecenderungan perilaku sebagai korban pembulian atau sama sekali tidak terlibat dalam perilaku pembulian. Temuan lain dari penelitian ini adalah bahwa siswa-siswa kelas XII (senior) di SMA wilayah Jakarta Selatan cenderung memiliki perilaku sebagai semata-mata pelaku pembulian dan siswa kelas X (siswa baru) sama sekali tidak memiliki kecenderungan sebagai pelaku pembulian. Temuan ini mendukung faktor tradisi senioritas yang diungkapkan oleh Astuti (2008) bahwa senioritas dijadikan kesempatan atau alasan kakak kelas (senior) untuk melakukan tindakan pembulian terhadap adik kelas (junior/siswa baru). Hasil penelitian peneliti juga menemukan bahwa siswa laki - laki yang terlibat tindakan pembulian cenderung melakukan dan menerima tindakan pembulian terbuka, seperti memukul, menampar, menendang secara langsung, atau lebih ke arah physical bullying (grafik dapat dilihat di lampiran 8). Sedangkan siswa perempuan yang terlibat tindakan pembulian cenderung melakukan dan menerima tindakan pembulian tidak langsung dan pembulian melalui media maya, seperti menyebarkan rumor, manipulasi, mengabaikan teman lainnya atau lebih ke psychological bullying (grafik dapat dilihat di lampiran 8). Hal ini sesuai dengan teori Olweus (1993) yang menyatakan bahwa siswa laki-laki cenderung melakukan tindakan pembulian secara fisik langsung, dan siswa perempuan melakukan tindakan pembulian secara tidak langsung (non-fisik). Berdasarkan analisis regresi yang dilakukan peneliti diketahui bahwa pola asuh orangtua pada penelitian ini memberi sumbangan sebesar 21,8% untuk kecenderungan perilaku menjadi pelaku pembulian dan 8,3% untuk kecenderungan perilaku menjadi korban pembulian. Hal ini sejalan dengan pernyataan Priyatna (2010) bahwa adanya banyak faktor yang mempengaruhi tindakan pembulian, seperti faktor bagaimana lingkungan pergaulan yang didapat oleh para siswa di sekolah. SIMPULAN DAN SARAN Terdapat hubungan yang positif dan siginifikan antara pola asuh orangtua dengan kecenderungan perilaku menjadi pelaku dan/atau korban pembulian. Analisis secara integratif, pola asuh orangtua yang otoriter cenderung mengembangkan perilaku semata-mata pelaku pembulian. Sedangkan pola asuh orangtua otoritatif, permisif-mengabaikan dan pola asuh orangtua yang tidak bisa dibedakan (undifferentiated) cenderung mengembangkan perilaku anak menjadi bukan pelaku maupun korban pembulian, yang artinya tidak terlibat dengan tindakan pembulian. Serta, jenis pola asuh orangtua permisifmemanjakan menampilkan dua kecenderungan perilaku anak menjadi semata-mata pelaku pembulian, dan juga bukan pelaku maupun korban pembulian. Berdasarkan kesimpulan diatas dapat direkomendasikan beberapa saran sebagai berikut : 1. Bagi Sekolah 7

8 a. Meningkatkan kesadaran pada siswa mengenai adanya praktik pembulian di sekitar mereka, sehingga dapat mencegah tindakan tersebut untuk semakin meluas. b. Pihak sekolah memberikan perhatian khusus kepada aksi-aksi pembulian, dengan memberikan peraturan dan sanksi tegas yang menentang tindakan pembulian tersebut. c. Pihak sekolah bekerja sama dengan orangtua siswa untuk mengawasi gerak-gerik perilaku anaknya di rumah. d. Pihak sekolah membudayakan lingkingan sekolah yang positif, dengan menegakkan nilai-nilai keluhuran seperti kejujuran, toleransi, hormat, empai, peduli, kasih sayang, dan kerjasama dengan membangun aktivitas-aktivitas anti-bullying seperti poster, pembentukan dewa, pengawas, mengadakan workshop, kurikulum anti-bullying dan membentuk diskusi bersama support group. 2. Bagi Orangtua Untuk intervensi orangtua di rumah (Priyatna, 2010) yang harus dilakukan adalah a. Jangan menyalah-nyalahkan anak. Orangtua harus menyimak, memberikan dukungan dan empati, serta dilarang untuk menyalah-nyalahkan perilaku anak, b. Memberikan yang terbaik. Orangtua harus memberikan perlindungan yang terbaik bagi anak dari segala macam bentuk kekerasan, dan bekerja sama dengan pihak sekolah. c. Orangtua harus menghindari sikap agresif, intimidasi dan merusak lainnya. Orangtua harus mencontohkan kompetensi perilaku sosial dan emosional yang baik kepada anak. 3. Bagi Korban Pembulian a. Korban harus mengakui bahwa terdapat masalah dalam lingkup pergaulan mereka, dan mereka telah menjadi korban pembulian. b. Korban memberitahukan pengalaman yang dialami kepada oranglain yang mereka percaya untuk membantu dan terus berkomunikasi hingga masalah tersebut terselesaikan. 4. Bagi Pelaku Pembulian a. Ajak pelaku untuk berdiskusi langsung dan intensif dengan pihak sekolah dan orangtua. b. Ajak pelaku menggali potensi dan bakat yang ada pada dirinya untuk menyalurkan emosiemosi negatif yang ada pada dirinya dan mengalihkannya menjadi enerrgi yang positif. REFERENSI Ahmed, E., & Braithwaite, V, (2004). Bullying and victimization: cause for concern for both families and schools. Social psychology of education, 7, Amelia, A.M. 02 April, 2010, Tak pakai kaos dalam siswi SMA 70 bulungan dianiaya senior. Detik, (Online) ( diakses 14 Maret 2012). Asril, S. 20 September, Kronologi kericuhan SMA X Jakarta versi polisi. Kompas, (Online). ( diakses 14 Maret 2012). Astuti, P.R. (2008). Meredam Bullying: 3 cara efektif mengatasi kekerasan pada anak. Jakarta: PT. Grasindo. Baldry, A.C., & Farrington, D.P. (2000). Bullies and delinquents: Personal characteristics and paretal styles. Journal of Community & Applied Social Psychology, 10, Baumrind, D. (1966). Effects of authoritative parental control on child behavior, Child development, 37(4), Casas, J.F., Crick, N.R., Huddleston-Casas, C.A., Ostrov, J.M., Weigel, S.M., Woods, K.E., & Yeh, E.A.J. (2006). Early parenting and children s relational and physical aggression in the preschool and home contexts. Applied developmental psychology, 27, Coloroso, B. (2007). Stop bullying (memutus rantai kekerasan anak dari prasekolah hingga SMU). Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi. 8

9 DeMaray, K. M., & Malecki, K. C. (2003). Perceptions of the frequency and importance of social support by students classified as victims, bullies, and bully/victims in an urban middle school. School Psychology Review, 32, Djuwita, R. 29 April, Kekerasan tersembunyi di sekolah: aspek-aspek psikososial dari bullying. Workshop Bullying: Masalah tersembunyi dalam dunia pendidikan di Indonesia. IDAI, (Online) ( diakses 14 maret 2012). Dukes, R.L., Stein, J.A., & Warren, J.I. (2007). Adolescent male bullies, victims, and bully-victims: a comparison of psychosocial and behavioral characteristics. Journal of Pediatric Psychology, 32(3), Georgiou, S.N. (2008). Bullying and victimization at school : the role of mothers. British Journal of Educational Psychology. Georgiou, S.N. (2008). Parental style and child bullying and victimization experiences at school. Soc Psychol Edu. Greening, L., Luebbe, A., & Stoppelbein, L. (2010). The moderating effects of parenting styles on African- American and Caucasian children s suicidal behaviors. J Youth Adolescence, 39, , DOI: /s z. Gunawan, D. 17 September, Ruang Eksekusi di Zona Anti-Kekerasan. Detik, (Online), ( diakses 14 Maret 2012). Hamburger, M.E., Basile, K.C., Vivolo, A.M. (2011). Measuring Bullying Victimization, Perpetration, and Bystander Experiences: A Compendium of Assessment Tools. Atlanta, GA: Centers for Disease Control and Prevention, National Center for Injury Prevention and Control. Hanif. (2005). Perbedaan tingkat agresivitas pada siswa SMU Muhammadiyah I Yogyakarta berdasar pada pola asuh dan jenis pekerjaan orangtua. Jurnal penelitian humaniora, 6(2), Hurlock, E.B. (1990). Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (edisi 5). Jakarta: Penerbit Erlangga. Ijaz, T., & Mahmood, Z. (2009). Relationship between perceived parenting styles and levels of depression, anxiety, and frustration tolerance in female students. Pakistan journal of psychological research, 24 (1-2), Indarini, N. 29 April, Awas! Bullying di sekolah. Detik, (Online) ( diakses tanggal 14 Maret 2012). Indira, P.M. (2011). Studi deskriptif tentang bullying pada sekolah menengah atas dan kejuruan di salatiga. Conference proceeding asosiasi psikologi pendidikan, Indra. 09 April, Bullying sering dianggap sepele. Kompas, (Online) ( diakses 23 Februari 2012). Kartono, K. (2003). Patologi sosial 2: Kenakalan remaja. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada. Leman, P. (2005). Authority and moral reason: Parenting style and children s perception of adult rule justifications. International journal of behavioral development, 29(4), , DOI: /

10 Magfirah, U., & Rachmawati, M.A. (2009). Hubungan antara iklim sekolah dengan kecenderungan perilaku bullying. Psikohumanika, 3(1), 2-12, ISSN Nazir, M. (2003). Metode penelitian. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia. Olweus, D. (1993). Bullying at school. UK: Blackwell Publishing. Parada, R. H. (2000). Adolescent Peer Relations Instrument: A theoretical and empirical basis for the measurement of participant roles in bullying and victimization of adolescence: An interim test manual and a research monograph: A test manual. Penrith South, DC, Australia: Publication Unit, Self-concept Enhancement and Learning Facilitation (SELF) Research Centre, University of Western Sydney. Priyatna, A. (2010). Let s End Bullying: Memahami, mencegah, dan mengatasi bullying. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Priyatna, A. (2010). Parenting untuk orangtua sibuk. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Prasasty, R.A. 27 Oktober, 2011, Anak jadi korban bully 15 ortu siswa sma Y0 lapor ke komnas PA. Detik, (Online) ( 15-ortu-siswa-sma-70-lapor-ke-komnas-pa?nd , diakses 14 Maret 2012) Rahmatullah, A. 03 April, 2010, Kasus bullying juga menimpa Okke siswa SMA 46 Jakarta. Detik, (Online) ( diakses 14 Maret 2012). Ramdan, D.M. 1 Desember, Inilah catatan kasus kekerasan di sekolah. Okezone, (Online) ( diakses 14 Maret 2012). Reitman, D. Rhode, P.C. Hupp, S.D.A. & Altobello, C. (2002). Development and validation of the parental authority Questionnaire Revised. Journal of Psychopathology and Behavioral Assessment. Royanto, L.R.M., & Djuwita, R. (2011). Peran faktor personal dan situasional terhadap perilaku bullying di tiga kota besar di Indonesia. Conference Proceeding Asosiasi Psikologi Pendidikani, Rusdayanto, F. 24 September, Tawuran dan kekerasan di sekolah. Haluan Kepri, (Online) ( diakses 14 Maret 2011). Santrock, J.W. (2003). Perkembangan remaja. Jakarta: Penerbit Erlangga. Santrock, J.W. (2007). Remaja. Jakarta: Penerbit Erlangga. Sarwono, S.W. (2002). Psikologi Remaja. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada. Sedayu, A. 09 November, Kak Seto: ada tiga kasus bullying di tiga sekolah favorit. Tempo, (Online) ( Tiga-Sekolah-Favorit, diakses 14 Maret 2012). SEJIWA. (2008). Bullying: Mengatasi kekerasan di sekolah dan lingkungan. Jakarta: PT. Grasindo. SEJIWA. 16 April, Young hearts : pelajar se-jabodetabek bersuara melawan bullying di sekolah. (Online) ( diakses 14 Maret 2012). SEJIWA.12 Oktober, 2010, Kekerasan terhadap anak makin memiriskan. (Online) ( diakses 14 Maret 2012). 10

11 Setianingsih, D.A. 23 Desember, Bullying masih jadi momok. Kompas, (cetak). Shaughnessy, J.J., Zechmeister, E.B., & Zechmeister, J.S. (2006). Research Methods in Psychology. (7 th Edition). New York: McGraw-Hill. Sujianto, A.E. (2009). Aplikasi statistic dengan SPSS Jakarta: PT. Prestasi Pustaka. Sullivan, K. (2000). The-anti bullying handbook. New York: Oxford University Press. Supeno, H. (2010). Kriminalisasi Anak: tawaran gagasan radikal peradilan anak tanpa pemidanaan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. Surbakti, E.B. (2009). Kenalilah anak remaja anda. Jakarta: Elex Media Komputindo Taganing, N.M. & Fortuna, F. (2008). Hubungan pola asuh otoriter dengan perilaku agresif pada remaja. Watanabe, A. (2011). The influence of parenting on children s academic achievement: comparison between the united states and japan (Unpublished master s thesis). California State University, Chico. RIWAYAT PENULIS Mutiara Pertiwi lahir di kota Jakarta pada tanggal 11 Oktober Penulis menamatkan pendidikan S1 di BINUS University dalam bidang Psikologi pada tahun

DAFTAR PUSTAKA. Astuti, P.R. (2008). Meredam Bullying: 3 cara efektif mengatasi kekerasan pada anak. Jakarta: PT. Grasindo.

DAFTAR PUSTAKA. Astuti, P.R. (2008). Meredam Bullying: 3 cara efektif mengatasi kekerasan pada anak. Jakarta: PT. Grasindo. DAFTAR PUSTAKA Ahmed, E., & Braithwaite, V, (2004). Bullying and victimization: cause for concern for both families and schools. Social psychology of education, 7, 35-54. Amelia, A.M. 02 April, 2010, Tak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan pembulian, pola asuh orangtua, remaja, kerangka berpikir dan hipotesis. 2.1 Pembulian 2.1.1 Definisi Pembulian Bauman (2008,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perilaku kekerasan yang menimpa anak di Indonesia, masih tetap

BAB 1 PENDAHULUAN. Perilaku kekerasan yang menimpa anak di Indonesia, masih tetap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku kekerasan yang menimpa anak di Indonesia, masih tetap menghantui dari waktu ke waktu dan terus meningkat. Berdasarkan pemberitaan surat kabar nasional yang

Lebih terperinci

PERAN POLA ASUH ORANGTUA DALAM MENGEMBANGKAN REMAJA MENJADI PELAKU DAN/ATAU KORBAN PEMBULIAN DI SEKOLAH

PERAN POLA ASUH ORANGTUA DALAM MENGEMBANGKAN REMAJA MENJADI PELAKU DAN/ATAU KORBAN PEMBULIAN DI SEKOLAH PERAN POLA ASUH ORANGTUA DALAM MENGEMBANGKAN REMAJA MENJADI PELAKU DAN/ATAU KORBAN PEMBULIAN DI SEKOLAH Role of Parenting Styles in Developing Adolescents Tendencies to Become Bullies and/or Victims of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 2010). Hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 2010). Hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA JENIS POLA ASUH ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN MENJADI PELAKU DAN/ATAU KORBAN PEMBULIAN PADA SISWA-SISWI SMA DI JAKARTA SELATAN

HUBUNGAN ANTARA JENIS POLA ASUH ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN MENJADI PELAKU DAN/ATAU KORBAN PEMBULIAN PADA SISWA-SISWI SMA DI JAKARTA SELATAN HUBUNGAN ANTARA JENIS POLA ASUH ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN MENJADI PELAKU DAN/ATAU KORBAN PEMBULIAN PADA SISWA-SISWI SMA DI JAKARTA SELATAN SKRIPSI Oleh : Mutiara Pertiwi - 1200982853 Jurusan Psikologi

Lebih terperinci

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA NUR IKHSANIFA Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda INTISARI Penelitian

Lebih terperinci

GAMBARAN POLA ASUH ORANG TUA PADA REMAJA YANG MELAKUKAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA

GAMBARAN POLA ASUH ORANG TUA PADA REMAJA YANG MELAKUKAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA GAMBARAN POLA ASUH ORANG TUA PADA REMAJA YANG MELAKUKAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA Jeffrey Jonathan Psikologi, Jl. Damai No.19 RT 002/005 Petukangan Selatan, 087783283107, joeyjonathan23@gmail.com (Jeffrey

Lebih terperinci

PENGARUH TEMAN SEBAYA TERHADAP KECENDERUNGAN BULLYING PADA SD PADAMU NEGERI MEDAN. Reflina Sinaga Surel:

PENGARUH TEMAN SEBAYA TERHADAP KECENDERUNGAN BULLYING PADA SD PADAMU NEGERI MEDAN. Reflina Sinaga Surel: PENGARUH TEMAN SEBAYA TERHADAP KECENDERUNGAN BULLYING PADA SD PADAMU NEGERI MEDAN Reflina Sinaga Surel: sinagareflina@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini berbagai masalah tengah melingkupi dunia pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini berbagai masalah tengah melingkupi dunia pendidikan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini berbagai masalah tengah melingkupi dunia pendidikan di Indonesia. Salah satunya yang cukup marak akhir-akhir ini adalah kasus kekerasan atau agresivitas baik

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL LITERACY DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA KELAS VIII SMP MALIDAR BEKASI

HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL LITERACY DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA KELAS VIII SMP MALIDAR BEKASI Hubungan Antara Emotional Literacy Dengan Kecenderungan Perilaku Bullying... 47 HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL LITERACY DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA KELAS VIII SMP MALIDAR BEKASI Edriani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh tertentu. Penggunaan pola asuh ini memberikan sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan sosial dan kepribadian anak usia dini ditandai oleh meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan mendekatkan diri pada

Lebih terperinci

SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara)

SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara) Self Esteem Korban Bullying 115 SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara) Stefi Gresia 1 Dr. Gantina Komalasari, M. Psi 2 Karsih, M. Pd 3 Abstrak Tujuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita serta mencapai peran sosial

Lebih terperinci

Upaya Mengurangi Perundungan melalui Penguatan Bystanders di SMP B Yogyakarta

Upaya Mengurangi Perundungan melalui Penguatan Bystanders di SMP B Yogyakarta Upaya Mengurangi Perundungan melalui Penguatan Bystanders di SMP B Yogyakarta Aning Az Zahra Prodi Psikologi/Fakultas Psikologi dan Humaniora, Univarsitas Muhammadiyah Magelang Email: aningazzahra@rocketmail.com

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Cara Pemilihan Contoh 23 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross-sectional study yaitu penelitian yang dilakukan dalam satu waktu tertentu. Lokasi penelitian dipilih secara purposive dengan

Lebih terperinci

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna menempuh derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun Oleh : AMALIA LUSI BUDHIARTI

Lebih terperinci

Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu

Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta Selamat membaca, mempelajari dan memahami

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TIPE POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU REMAJA AKHIR. Dr. Poeti Joefiani, M.Si

HUBUNGAN ANTARA TIPE POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU REMAJA AKHIR. Dr. Poeti Joefiani, M.Si HUBUNGAN ANTARA TIPE POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU REMAJA AKHIR DYAH NURUL HAPSARI Dr. Poeti Joefiani, M.Si Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Pada dasarnya setiap individu memerlukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. 1. Variabel Tergantung : Kecenderungan Perilaku Bullying

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. 1. Variabel Tergantung : Kecenderungan Perilaku Bullying BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Varibabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya : 1. Variabel Tergantung : Kecenderungan Perilaku Bullying 2. Variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang paling mendapat perhatian dalam rentang kehidupan manusia. Hal ini disebabkan banyak permasalahan yang terjadi dalam masa remaja.

Lebih terperinci

GAMBARAN KEMANDIRIAN EMOSIONAL REMAJA USIA TAHUN BERDASARKAN POLA ASUH AUTHORITATIVE NUR AFNI ANWAR LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI S.PSI. M.

GAMBARAN KEMANDIRIAN EMOSIONAL REMAJA USIA TAHUN BERDASARKAN POLA ASUH AUTHORITATIVE NUR AFNI ANWAR LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI S.PSI. M. GAMBARAN KEMANDIRIAN EMOSIONAL REMAJA USIA 12-15 TAHUN BERDASARKAN POLA ASUH AUTHORITATIVE NUR AFNI ANWAR LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI S.PSI. M.PSI 1 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN ABSTRAK Kemandirian

Lebih terperinci

Tuhan adalah bagianku, kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-nya. Tuhan adalah baik bagi orang yang berharap kepada-nya,

Tuhan adalah bagianku, kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-nya. Tuhan adalah baik bagi orang yang berharap kepada-nya, Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmat-nya, Selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-mu! Tuhan adalah bagianku, kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-nya. Tuhan adalah baik

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DENGAN KENAKALAN REMAJA (JUVENILE DELINQUENCY) PADASISWA DI SMA NEGERI 2 BABELAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DENGAN KENAKALAN REMAJA (JUVENILE DELINQUENCY) PADASISWA DI SMA NEGERI 2 BABELAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DENGAN KENAKALAN REMAJA (JUVENILE DELINQUENCY) PADASISWA DI SMA NEGERI 2 BABELAN Rahmat Hidayat, Erik Saut H Hutahaean, Diah Himawati Fakultas Psikologi, Universitas Bhayangkara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fenomena yang ada akhir-akhir ini yang sangat memprihatinkan adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan berita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan kekerasan, terutama pada remaja. Sekolah seharusnya menjadi

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan kekerasan, terutama pada remaja. Sekolah seharusnya menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir, sekolah sering diberitakan dengan permasalahan kekerasan, terutama pada remaja. Sekolah seharusnya menjadi lingkungan aman, nyaman dan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mengingat pentingnya pendidikan pemerintah membuat undang-undang

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mengingat pentingnya pendidikan pemerintah membuat undang-undang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu fasilitas pendidikan yang disediakan oleh negara sebagai wujud dari bukti HAM bagi tiap warganya khususnya anak-anak sebagai generasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, Metode kuantitatif menurut Sugiono (2008) adalah metode penelitian yang berlandaskan

Lebih terperinci

POLA ASUH KELUARGA DAN TIPE KEPRIBADIAN REMAJA DI SMPN 7 MEDAN

POLA ASUH KELUARGA DAN TIPE KEPRIBADIAN REMAJA DI SMPN 7 MEDAN POLA ASUH KELUARGA DAN TIPE KEPRIBADIAN REMAJA DI SMPN 7 MEDAN Susi Yanti*, Siti Zahara Nasution** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan **Dosen Departemen Keperawatan Jiwa dan Komunitas Fakultas Keperawatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk memberikan pengajaran kepada siswa atau murid di bawah pengawasan guru dan kepala sekolah. Di dalam sebuah institusi

Lebih terperinci

PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SENIOR SELAMA KADERISASI DAN KOHESIVITAS KELOMPOK MAHASISWA TAHUN PERTAMA

PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SENIOR SELAMA KADERISASI DAN KOHESIVITAS KELOMPOK MAHASISWA TAHUN PERTAMA PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SENIOR SELAMA KADERISASI DAN KOHESIVITAS KELOMPOK MAHASISWA TAHUN PERTAMA Terendienta Pinem 1, Siswati 2 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH

Lebih terperinci

Developmental and Clinical Psychology

Developmental and Clinical Psychology DCP 2 (2) (2013) Developmental and Clinical Psychology http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/dcp HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN TEMPER TANTRUM PADA ANAK PRA SEKOLAH Rizkia Sekar Kirana Jurusan

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini ingin mengetahui gambaran pola asuh yang diberikan oleh orang tua pada remaja yang melakukan penyalahgunaan narkoba. Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bullying merupakan fenomena yang marak terjadi dewasa ini terutama di lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya baik di

Lebih terperinci

Hubungan antara Persepsi Pola Asuh Orangtua dan Kontrol Diri Remaja terhadap Perilaku Merokok di Pondok Pesantren

Hubungan antara Persepsi Pola Asuh Orangtua dan Kontrol Diri Remaja terhadap Perilaku Merokok di Pondok Pesantren Hubungan antara Persepsi Pola Asuh Orangtua dan Kontrol Diri Remaja terhadap Perilaku Merokok di Pondok Ratna Wulaningsih Nurul Hartini Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya Abstract. The purpose

Lebih terperinci

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI POLA ASUH DAN KEMAMPUAN MENUNDA KEPUASAN PADA ANAK USIA PRASEKOLAH. Hapsari Wulandari

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI POLA ASUH DAN KEMAMPUAN MENUNDA KEPUASAN PADA ANAK USIA PRASEKOLAH. Hapsari Wulandari STUDI DESKRIPTIF MENGENAI POLA ASUH DAN KEMAMPUAN MENUNDA KEPUASAN PADA ANAK USIA PRASEKOLAH Hapsari Wulandari Dibimbing oleh : Dra. Marisa F. Moeliono, M.Pd. ABSTRAK Pada masa usia prasekolah, salahsatu

Lebih terperinci

ARTIKEL EFEKTIVITAS PENGGUNAAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK DALAM MENGATASI PERILAKU BULLYING TEMAN KELAS

ARTIKEL EFEKTIVITAS PENGGUNAAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK DALAM MENGATASI PERILAKU BULLYING TEMAN KELAS ARTIKEL EFEKTIVITAS PENGGUNAAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK DALAM MENGATASI PERILAKU BULLYING TEMAN KELAS PESERTA DIDIK KELAS VIII UPTD SMP NEGERI 2 PAPAR TAHUN AJARAN 2015 / 2016 SKRIPSI Diajukan Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang giatgiatnya membangun. Agar pembangunan ini berhasil dan berjalan dengan baik, maka diperlukan partisipasi

Lebih terperinci

BAB 3 Metode Penelitian

BAB 3 Metode Penelitian BAB 3 Metode Penelitian 3.1 Variabel penelitian & hipotesis 3.1.1 Definisi operasional variabel penelitian Variabel penelitian menurut Hatch dan Farhady (dalam Iskandar, 2013) adalah atribut dari objek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya dengan wilayah yang luas, jumlah penduduk yang besar, dan sumberdaya alam yang melimpah. Namun dengan ketiga potensi yang dimilikinya tersebut,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEBUTUHAN BERKUASA DAN TINDAKAN BULLYING

HUBUNGAN ANTARA KEBUTUHAN BERKUASA DAN TINDAKAN BULLYING HUBUNGAN ANTARA KEBUTUHAN BERKUASA DAN TINDAKAN BULLYING Nunung Harvina WS, Sumardjono Pm. dan Umbu Tagela Program Studi Bimbingan dan Konseling, FKIP Universitas Kristen Satya Wacana ABSTRAK Jenis penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ukuran pencapaian sebuah bangsa yang diajukan oleh UNICEF adalah seberapa baik sebuah bangsa memelihara kesehatan dan keselamatan, kesejahteraan, pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yaitu suatu pendekatan yang memungkinkan dilakukan pencatatan

Lebih terperinci

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI GAMBARAN SELF-ESTEEM PADA SISWA SMA PELAKU BULLYING FRESHKA JULIE HARDI. Drs. Amir Sjarif Bachtiar, M.

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI GAMBARAN SELF-ESTEEM PADA SISWA SMA PELAKU BULLYING FRESHKA JULIE HARDI. Drs. Amir Sjarif Bachtiar, M. STUDI DESKRIPTIF MENGENAI GAMBARAN SELF-ESTEEM PADA SISWA SMA PELAKU BULLYING FRESHKA JULIE HARDI Drs. Amir Sjarif Bachtiar, M.Si 1 Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran ABSTRACT During adolescence,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang dilakukan dilingkungan institusi pendidikan yang semakin menjadi permasalahan dan menimbulkan

Lebih terperinci

POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK PELAKU BULLYING SKRIPSI. Oleh : TRI PUJI SANTOSO

POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK PELAKU BULLYING SKRIPSI. Oleh : TRI PUJI SANTOSO POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK PELAKU BULLYING SKRIPSI Oleh : TRI PUJI SANTOSO 07810202 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2012 POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK PELAKU BULLYING SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

BULLYING. I. Pendahuluan

BULLYING. I. Pendahuluan BULLYING I. Pendahuluan Komitmen pengakuan dan perlindungan terhadap hak atas anak telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2) menyatakan bahwa setiap

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGASUHAN ORANG TUA DENGAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL PADA SISWA SMA

HUBUNGAN ANTARA PENGASUHAN ORANG TUA DENGAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL PADA SISWA SMA HUBUNGAN ANTARA PENGASUHAN ORANG TUA DENGAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL PADA SISWA SMA Lita Afrisia (Litalee22@gmail.com) 1 Yusmansyah 2 Ratna Widiastuti 3 ABSTRACT The research objective was to determine

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang ditandai dengan perubahan-perubahan didalam diri individu baik perubahan secara fisik, kognitif,

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINDAKAN BULLYING DI SEKOLAH DENGAN SELF ESTEEM SISWA

HUBUNGAN TINDAKAN BULLYING DI SEKOLAH DENGAN SELF ESTEEM SISWA HUBUNGAN TINDAKAN BULLYING DI SEKOLAH DENGAN SELF ESTEEM SISWA 1 Mega Ayu Septrina 2 Cheryl Jocelyn Liow 3 Febrina Nur Sulistiyawati 4 Inge Andriani 1 Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah Perubahan zaman yang semakin pesat membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan yang terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif dan

Lebih terperinci

KONSEP DIRI DAN KECENDERUNGAN BULLYING PADA SISWA SMK SEMARANG

KONSEP DIRI DAN KECENDERUNGAN BULLYING PADA SISWA SMK SEMARANG KONSEP DIRI DAN KECENDERUNGAN BULLYING PADA SISWA SMK SEMARANG Laily Febria Purnaningtyas, Achmad Mujab Masykur Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang Semarang 50275

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah swt kepada para orang tua. Tumbuh dan kembang anak tergantung dari sesuatu yang diberikan atau diajarkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah saat ini sangat memprihatinkan bagi pendidik dan orangtua. Fenomena yang sering terjadi di sekolah

Lebih terperinci

The Relations between Bullies and Academic Achievement in Adolescents Aged Years in Yogyakarta

The Relations between Bullies and Academic Achievement in Adolescents Aged Years in Yogyakarta The Relations between Bullies and Academic Achievement in Adolescents Aged 12-15 Years in Yogyakarta Hubungan antara Pelaku Bullying dengan Prestasi Belajar pada Remaja Usia 12-15 Tahun di Yogyakarta Nesya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Identifikasi variabel yang terdapat dalam sebuah penelitian berfungsi untuk menentukan alat pengumpulan data dan teknik analisis yang akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya layanan

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya layanan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya layanan pendidikan yang efektif

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DEINDIVIDUASI DAN PERILAKU AGRESI PELAKU CYBERBULLYING PADA REMAJA PENGGUNA ASK.FM DI DKI JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA DEINDIVIDUASI DAN PERILAKU AGRESI PELAKU CYBERBULLYING PADA REMAJA PENGGUNA ASK.FM DI DKI JAKARTA HUBUNGAN ANTARA DEINDIVIDUASI DAN PERILAKU AGRESI PELAKU CYBERBULLYING PADA REMAJA PENGGUNA ASK.FM DI DKI JAKARTA Ully Winiarty Amaniar Sitorus ullywas@yahoo.com Dosen Pembibing : Dr.Istiani Binus University

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Variabel bebas (Independent Variable) adalah variabel yang. variabel bebasnya adalah pola asuh orang tua.

BAB III METODE PENELITIAN. Variabel bebas (Independent Variable) adalah variabel yang. variabel bebasnya adalah pola asuh orang tua. 44 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1) Variabel Widoyoko (2014) Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang menjadi objek pengamatan penelitian. Variabel bebas (Independent

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hari Minggu tanggal 29 April 2007 seorang siswa kelas 1 (sebut saja A) SMA swasta di bilangan Jakarta Selatan dianiaya oleh beberapa orang kakak kelasnya. Penganiayaan

Lebih terperinci

PERBEDAAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA AKTIF DAN PASIF ORGANISASI KESISWAAN DI SMP NEGERI 2 BINANGUN

PERBEDAAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA AKTIF DAN PASIF ORGANISASI KESISWAAN DI SMP NEGERI 2 BINANGUN Perbedaan Keterampilan Sosial (Afrian Budiarto) 512 PERBEDAAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA AKTIF DAN PASIF ORGANISASI KESISWAAN DI SMP NEGERI 2 BINANGUN DIFFERENCE SOCIAL SKILLS STUDENTS ACTIVE AND PASSSIVE

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bullying 1. Definisi Bullying Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang lebih kuat terhadap individu atau kelompok yang lebih lemah, yang

Lebih terperinci

ABSTRAK. Page v Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Page v Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini berjudul Kontribusi Penghayatan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Motivasi Berprestasi Pada Siswa Kelas V SD X Di Kota Bandung. Penelitian ini dilaksanakan untuk memperoleh data dan gambaran

Lebih terperinci

PENGARUH POLA ASUH ORANGTUA TERHADAP KEDISIPLINAN PESERTA DIDIK KELAS XI DI SMK KESATRIAN PURWOKERTO TAHUN 2011/2012

PENGARUH POLA ASUH ORANGTUA TERHADAP KEDISIPLINAN PESERTA DIDIK KELAS XI DI SMK KESATRIAN PURWOKERTO TAHUN 2011/2012 PENGARUH POLA ASUH ORANGTUA TERHADAP KEDISIPLINAN PESERTA DIDIK KELAS XI DI SMK KESATRIAN PURWOKERTO TAHUN 2011/2012 THE EFFECT OF PARENTING PARENTS OF STUDENTS DISCIPLINE IN CLASS XI SMK KESATRIAN PURWOKERTO

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU 1 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU Oleh : Chinta Pradhika H. Fuad Nashori PRODI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT

MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT Dwi Retno Aprilia, Aisyah Program Studi PGPAUD Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang Email:

Lebih terperinci

HUBUNGAN PEER SUPPORT DENGAN SCHOOL ENGAGEMENT PADA SISWA SD

HUBUNGAN PEER SUPPORT DENGAN SCHOOL ENGAGEMENT PADA SISWA SD HUBUNGAN PEER SUPPORT DENGAN SCHOOL ENGAGEMENT PADA SISWA SD Firda Amalia Gunawan 1, Fransisca I. R. Dewi 2, Sri Tiatri 3 1 Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara Jakarta Email: firdayuamalia@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tempat yang terdekat dari remaja untuk bersosialisasi sehingga remaja banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tempat yang terdekat dari remaja untuk bersosialisasi sehingga remaja banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak melakukan interaksi dengan lingkungan sosialnya dan sekolah merupakan salah satu tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap perkembangan yang harus dilewati. Perkembangan tersebut dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KONSENTRASI PATISERI SMK NEGERI 1 SEWON BANTUL

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KONSENTRASI PATISERI SMK NEGERI 1 SEWON BANTUL Hubungan Pola Asuh (Erma Lestari, NIM: 09511241003) HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KONSENTRASI PATISERI SMK NEGERI 1 SEWON BANTUL Penulis 1: Erma Lestari Penulis 2: Rizqie

Lebih terperinci

Abstrak. iii Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. iii Universitas Kristen Maranatha Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kontribusi sumber-sumber self efficacy terhadap self efficacy siswa dalam mata pelajaran matematika pada siswa kelas IX di SMP X Bandung. Subjek

Lebih terperinci

tertentu dimana tindakan yang dilakukan menyakitkan dan didasari oleh ketidakseimbangan kekuasaan. Kasus-kasus bullying sering terjadi di sekolah dan

tertentu dimana tindakan yang dilakukan menyakitkan dan didasari oleh ketidakseimbangan kekuasaan. Kasus-kasus bullying sering terjadi di sekolah dan PERBEDAAN KEBUTUHAN BERAFILIASI PADA SISWA SMA KORBAN BULLYING DITINJAU DARI JENIS KELAMIN 1 Mega Ayu Septrina 2 Seto Mulyadi Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma 1 mega.septrina@gmail.com, 2 kakseto_288@yahoo.co.id

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Populasi, Contoh, dan Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Populasi, Contoh, dan Teknik Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan di 6 sekolah yang terdiri dari SMA dan SMK negeri dan swasta di Kota Bogor.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar, serta tempat menerima dan memberi pelajaran (http://www.sekolahdasar.net). Sekolah adalah

Lebih terperinci

POLA ASUH OTORITER ORANG TUA DAN SIKAP TERHADAP BULLYING PADA SISWA KELAS XI

POLA ASUH OTORITER ORANG TUA DAN SIKAP TERHADAP BULLYING PADA SISWA KELAS XI POLA ASUH OTORITER ORANG TUA DAN SIKAP TERHADAP BULLYING PADA SISWA KELAS XI Fiska Nurzahra Susilo, Dian Ratna Sawitri Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang Semarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. tidak terlepas dari pertumbuhan dan perkembangan yang dialami oleh setiap individu. Periode

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. tidak terlepas dari pertumbuhan dan perkembangan yang dialami oleh setiap individu. Periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Manusia merupakan makhluk yang mengalami perubahan dalam setiap tahap kehidupannya, baik itu perubahan fisik maupun perubahan psikologis. Perubahan tersebut tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Metode kuantitatif adalah metode yang digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu, pengumpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan begitu banyak perguruan tinggi seperti

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERILAKU SOSIAL ANAK KELOMPOK B DI TK DHARMA WANITA GENENGSARI KEMUSU BOYOLALI TAHUN AJARAN 2015/2016

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERILAKU SOSIAL ANAK KELOMPOK B DI TK DHARMA WANITA GENENGSARI KEMUSU BOYOLALI TAHUN AJARAN 2015/2016 Artikel Publikasi: HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERILAKU SOSIAL ANAK KELOMPOK B DI TK DHARMA WANITA GENENGSARI KEMUSU BOYOLALI TAHUN AJARAN 2015/2016 Usulan Penelitian Diajukan untuk Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia pendidikan, kini orangtua semakin memiliki banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk mendaftarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wellbeing merupakan kondisi saat individu bisa mengetahui dan mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, dan secara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Variabel Penelitian dan Hipotesis 1.1.1 Variabel Penelitian dan Definisi operasional Konformitas adalah perilaku ikut-ikutan individu terhadap individu atau kelompok lain.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. panelitian kami adalah kemandirian dalam belajar. Sedangkan variabel

BAB III METODE PENELITIAN. panelitian kami adalah kemandirian dalam belajar. Sedangkan variabel 50 BAB III METODE PENELITIAN A. Identivikasi Variabel dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Variabel bebas (independent variable) merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang sebab perubahan

Lebih terperinci

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING BAB I PENDAHULUAN Pokok bahasan yang dipaparkan pada Bab I meliputi latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penelitian. A.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan hasil penelitian sesuai dengan data yang diperoleh. Pembahasan diawali dengan memberikan gambaran subjek penelitian, pelaksanaan penelitian, pengumpulan

Lebih terperinci

POLA ASUH OTORITATIF ORANG TUA DAN EFIKASI DIRI DALAM MENGAMBIL KEPUTUSAN KARIR PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA

POLA ASUH OTORITATIF ORANG TUA DAN EFIKASI DIRI DALAM MENGAMBIL KEPUTUSAN KARIR PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA POLA ASUH OTORITATIF ORANG TUA DAN EFIKASI DIRI DALAM MENGAMBIL KEPUTUSAN KARIR PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA Chelsea Sulastry Sianipar, Dian Ratna Sawitri Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang menarik untuk dikaji, karena pada masa remaja terjadi banyak perubahan yang dapat mempengaruhi kehidupan, baik bagi remaja itu

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui derajat self-efficacy belief pada siswa kelas XI. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik survey dan pengambilan data melalui kuesioner.

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Agus, S Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Rineka Cipta. Neirah Tawakkuli.. Ahmad dan Bayi Kecil. Jakarta: Penerbit Mizan

DAFTAR PUSTAKA. Agus, S Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Rineka Cipta. Neirah Tawakkuli.. Ahmad dan Bayi Kecil. Jakarta: Penerbit Mizan 85 DAFTAR PUSTAKA Agus, S. 2008. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Rineka Cipta. Neirah Tawakkuli.. Ahmad dan Bayi Kecil. Jakarta: Penerbit Mizan Asmawati, 2008 Pengelolaan Kegiatan Pengembangan Anak

Lebih terperinci

Eka Fitriyanti Universitas Aisyiyah Yogyakarta Kata kunci: Persepsi profesi bidan, prestasi belajar Asuhan Kebidanan II

Eka Fitriyanti Universitas Aisyiyah Yogyakarta   Kata kunci: Persepsi profesi bidan, prestasi belajar Asuhan Kebidanan II KORELASI PERSEPSI MAHASISWA PROFESI BIDAN DENGAN PRESTASI BELAJAR ASUHAN KEBIDANAN II PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA TAHUN 2014 Eka Fitriyanti Universitas Aisyiyah Yogyakarta

Lebih terperinci

Pemaafan dan Kecenderungan Perilaku Bullying pada Siswa Korban Bullying

Pemaafan dan Kecenderungan Perilaku Bullying pada Siswa Korban Bullying Pemaafan dan Kecenderungan Perilaku Bullying pada Siswa Korban Bullying Reni Novrita Sari, Ivan Muhammad Agung Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau email: ivan.agung@uin-suska.ac.id

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU BULLYING NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU BULLYING NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU BULLYING NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta sebagai persyaratan memperoleh Derajat Sarjana

Lebih terperinci

Fitriana Rahayu Pratiwi, Dian Ratna Sawitri. Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang Semarang 50275

Fitriana Rahayu Pratiwi, Dian Ratna Sawitri. Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang Semarang 50275 KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KONFLIK PERAN PEKERJAAN-KELUARGA DAN FASE PERKEMBANGAN DEWASA PADA PERAWAT WANITA DI RUMAH SAKIT JIWA PROF. DR. SOEROYO MAGELANG Fitriana Rahayu Pratiwi, Dian Ratna Sawitri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia tingkat kenakalan yang dilakukan remaja akhir-akhir ini sudah melebihi batas dan mulai meresahkan para orang tua.banyak remaja, yang masihduduk dibangku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bullying juga didefinisikan sebagai kekerasan fisik dan psikologis jangka

BAB I PENDAHULUAN. Bullying juga didefinisikan sebagai kekerasan fisik dan psikologis jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja dan terjadi berulang-ulang untuk menyerang seorang target atau korban yang lemah, mudah dihina

Lebih terperinci