ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A"

Transkripsi

1 ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

3 RINGKASAN ANGGUN WAHYUNINGSIH. Analisis Dampak Kenaikan Harga Minyak Goreng Terhadap Usaha Penggorengan Kerupuk di Kota Bekasi. Di Bawah Bimbingan ANNA FARIYANTI. Minyak goreng adalah salah satu komoditas dari sembilan bahan pokok yang bersifat strategis dan multiguna. Kedua sifat tersebut membuat minyak goreng menjadi salah satu komoditas yang memiliki peranan yang penting dalam perekonomian Indonesia. Harga minyak goreng beberapa tahun ini mengalami peningkatan yang cukup tinggi, hal ini disebabkan meningkatnya harga CPO dunia yang ikut memicu peningkatan harga CPO domestik dan jumlah persedian CPO untuk pasar domestik. Kenaikan harga akan berdampak langsung kepada konsumen pengguna minyak goreng baik konsumen rumah tangga maupun konsumen industri terutama untuk industri pengolahan makanan skala kecil dan menengah. Salah satu jenis usaha dalam industri pengolahan makanan yang menggunakan minyak goreng sebagai salah satu bahan baku utama dan vital dalam proses produksinya adalah usaha penggorengan kerupuk. Kota Bekasi adalah salah satu Kota di daerah Jababeka yang mengalami kenaikan harga minyak goreng tertinggi yaitu sekitar 41,5 persen per kg. Kenaikan harga minyak goreng yang tinggi di Kota Bekasi akan mempengaruhi kondisi usaha penggorengan kerupuk di Kota Bekasi. Harga minyak goreng di Kota Bekasi yang mengalami kenaikan sekitar 41,5 persen menyebabkan biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk menggoreng satu kilogram kerupuk meningkat sekitar 6,1 persen dari kondisi sebelum kenaikan harga minyak goreng. Pengeluaran biaya produksi untuk faktor produksi minyak goreng adalah pengeluaran paling besar, yaitu sekitar 20 persen dari total biaya produksi. Meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan setelah kenaikan harga minyak goreng memicu terjadinya pengurangan penggunaan pada input produksi. Penurunan penggunaan input tersebut akan ikut menurunksn volume produksi usaha, yang akan berdampak kepada menurunnya keuntungan usaha. Perubahan pada biaya, penggunaan input, volume produksi akan merubah efisiensi dan optimalisasi penggunaan faktor produksi usaha. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) menganalisis dampak kenaikan harga minyak goreng terhadap keragaan usaha penggorengan kerupuk di Kota Bekasi. (2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume produksi usaha penggorengan kerupuk di Kota Bekasi. (3) Menganalisis efisiensi dan optimalisasi penggunaan faktor-faktor produksi usaha penggorengan kerupuk di Kota Bekasi sesudah kenaikan harga minyak goreng. Data primer diperoleh melalui metode wawancara dilengkapi dengan kusioner dan untuk data sekunder diperoleh dari beberapa sumber pustaka yang berhubungan dengan penelitian. Teknik pengambilan sampel yang dipakai adalah purposive sampling, dengan penentuan sampel adalah pengusaha penggorengan kerupuk yang sudah menjalankan usahanya minimal dua tahun lamanya. Jumlah sampel pengusaha kerupuk yang dijadikan responden adalah 41 orang responden. Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan menggunakan program perangkat

4 lunak Microsoft Excel dan Minitab Release 14. Metode analisis data yang digunakan adalah uji t dua sampel, fungsi produksi Cobb Douglas, dan analisis efisiensi dan optimalisasi. produksi Kenaikan harga minyak goreng menyebabkan penurunan dalam rata-rata penggunaan faktor input produksi dalam proses produksi meskipum penurunan penggunaan faktor produksi yang terjadi tidak nyata atau signifikan. Penggunaan kerupuk mentah, minyak goreng, minyak tanah, plastik dan tenaga kerja masingmasing mengalami penurunan sebesar 3.22 persen, 1,03 persen, 2.26 persen, 1,09 persen dan 2,94 persen. Biaya produksi total mengalami kenaikan sebesar 9,81 persen sesudah kenaikan harga meskipun kenaikan biaya yang terjadi tidak nyata. Volume produksi, pendapatan usaha dan keuntungan usaha mengalami penurunan setelah kenaikkan harga minyak goreng masing-masing mengalami penurunan sebesar 3.3 persen 0.22 persen dan 39.1 persen, tetapi hanya keuntungan usaha yang penurunannya nyata, Hasil analisis fungsi produksi Cobb Douglas pada kondisi sebelum dan setelah kenaikan harga minyak goreng memperlihatkan faktor produksi kerupuk mentah, minyak goreng dan minyak tanah berpengaruh nyata terhadap volume produksi. Sedangkan faktor produksi tenaga kerja tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap volume produksi. Analisis efisiensi menunjukan bahwa syarat keharusan terpenuhi karena elastisitas masing-masing faktor produksi adalah lebih besar dari nol dan kurang dari satu (0<Ep<1) atau berada di daerah II pada kurva fungsi produksi (daerah rasional). Syarat kecukupan menunjukan bahwa setelah kenaikan harga minyak goreng faktor produksi kerupuk mentah, minyak goreng, minyak tanah dan tenaga kerja belum efisien karena nilai rasio NPM dan BKM yang didapat nilainya tidak sama dengan satu. Dari kedua syarat tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan keempat faktor produksi masih belum efisien. Agar proses produksi menjadi efisien maka input produksi yang digunakan dalam proses produksi harus optimal. Setelah kenaikan harga minyak goreng penggunaan input produksi dapat menjadi optimal jika pengusaha meningkatkan rata-rata penggunaan faktor produksi kerupuk mentah dan minyak tanah sebesar 20 persen dan 577 persen dari kondisi aktual. Selain itu pengusaha juga dapat mengurangi rata-rata penggunaan faktor produksi minyak goreng dan tenaga kerja sebesar 15 persen dan 67 persen. Kenaikan harga minyak goreng yang terjadi dapat ditekan atau diturunkan oleh pemerintah dengan jalan mengurangi ekspor CPO ke luar negeri. Pengusaha juga dapat meningkatkan efisiensi dan optimalisasi dengan cara menambah penggunaan faktor produksi kerupuk mentah dan minyak tanah. Selain itu pengusaha juga dapat mengurangi penggunaan faktor produksi minyak goreng dan tenaga kerja. iii

5 Judul Nama NRP : Analisis Dampak Kenaikan Harga Minyak Goreng terhadap Usaha Penggorengan Di Kota Bekasi : Anggun Wahyuningsih : A Menyetujui, Dosen Pembimbing Ir. Anna Fariyanti, MS NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP Tanggal Lulus :

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. Bogor, Januari 2008 ANGGUN WAHYUNINGSIH A

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 27 Juni Penulis merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak Samsi dan Ibu Sumarsih. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Angkasa 03 tahun 1997, lalu melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 128 Jakarta Timur dan lulus pada tahun Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 48 Jakarta Timur dan masuk dalam program IPA, kemudian lulus pada tahun 2003 Pada tahun 2003, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam dalam kegiatan UKM Ladang Seni Fakultas Pertanian dan MISETA pada Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia.

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah Analisis Dampak Kenaikan Harga Minyak Goreng Terhadap Usaha Penggorengan Kerupuk di Kota Bekasi. Adapun skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kenaikan harga minyak goreng yang terjadi beberapa bulan terakhir ini dapat mempengaruhi kondisi usaha beberapa industri pengolahan makanan terutama untuk industri pengolahan makanan skala kecil dan menengah. Salah satunya adalah usaha penggorengan kerupuk. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak kenaikan harga minyak goreng yang sedang terjadi terhadap kondisi usaha penggorengan kerupuk, sehingga diharapkan dapat memberikan suatu gambaran dan masukan untuk para pembaca. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkannya. Bogor, Januari 2008 Penulis

9 UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dengan segala dukungan dan bantuan yang penulis peroleh, dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Kedua orang tuaku, Bapakku H.Samsi dan Ibuku Hj.Sumarsih karena dengan cinta dan kasih sayangnya serta doa yang selalu mengiringi saya dapat mencapai apa yang saya capai sekarang dan nanti. 2. Kedua kakakku, Mas Andung dan Mas Nunu atas dukungan, doa, kepercayaan dan kasih sayang yang selalu diberikan. Kakak iparku Mba Katri, makasih ya mba dukungannya! 3. Ir. Anna Fariyanti, MS, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses penulisan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 4. Dr.Ir Nunung Kusnadi, MS selaku dosen penguji utama. 5. Suprehatin, SP, selaku dosen penguji komisi pendidikan. 6. Prof. Dr. Ir. Didy Soepandi, M.Agr selaku Dekan Fakultas Pertanian IPB. 7. Para dosen di lingkungan Fakultas Pertanian yang telah memberikan ilmu sebagai bekal penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Staf penunjang IPB yang telah memberikan bantuan dan informasi kepada penulis. 9. Para pengusaha penggorengan kerupuk yang telah bersedia meluangkan waktu dan kerjasamanya selama penelitian. 10. Keluarga besarku atas dukungan dan semangatnya 11. Teman- teman Agribisnis 40 dan Teman-teman terbaik di AGB 13. Teman-teman dirumah 14. Teman-teman seperjuangan ketika KKP di Kuningan 15. Teman-teman di MISETA dan Ladang Seni (its my pleasure working with all of u!) 16. Seluruh pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu per satu

10 Akhir kata penulis mendedikasikan seluruh untaian kata dalam skripsi ini sebagai bukti bakti untuk ALLAH SWT dan kedua orang tuaku. x

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL...xiii DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN...xvi I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian... 8 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Produk Kerupuk dan Minyak Goreng Produk Kerupuk Proses Pembuatan dan Penggorengan Kerupuk Definisi dan Klasifikasi Minyak Goreng Usaha Penggorengan Kerupuk Penelitian Terdahulu III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Keragaan Usaha Konsep Fungsi Produksi Fungsi Produksi Cobb Douglas Konsep Efisiensi Produksi Kerangka Pemikiran Operasional Hipotesa Penelitian IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Sumber dan Jenis Data Metode Pengumpulan Data... 33

12 4.4 Metode Pengambilan Sampel Metode Analisis Data Metode Uji t Dua Sampel Pendugaan Fungsi Produksi Cobb Douglas Analisis Efisiensi Faktor Produksi V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian Gambaran Umum Usaha Penggorengan Kerupuk di Kota Bekasi Karakteristik Responden Pola Pengadaan Input dan Pola Pemasaran Analisis Dampak Kenaikkan Harga Minyak Goreng Terhadap Keragaan Usaha Penggorengan Kerupuk Analisis Fungsi Produksi Usaha Penggorengan Kerupuk Analisis Efisiensi dan Optimalisasi Penggunaan Faktor Produksi Analisis Efisiensi Produksi Sebelum dan Setelah Kenaikan Harga Minyak Goreng Analisis Optimalisasi Penggunaan Faktor Produksi VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA...73 LAMPIRAN...75 xii

13 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Konsumsi dan Pengeluaran Rata-Rata Perkapita Sebulan Untuk Minyak Goreng Indonesia, Tahun Jumlah Usaha Kecil Menengah yang Mengikuti Pembinaan Sentra Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah di Indonesia Berdasar Sektor Usaha pada Tahun Perkembangan Volume Produksi Kerupuk di Indonesia Tahun (dalam ton) Kandungan Nilai Gizi Beberapa Jenis Kerupuk per 100 gram Produk Domestik Regional Bruto Kota Bekasi Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah) Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendidikan Sebaran Responden Menurut Usia Sebaran Responden Menurut Lamanya Usaha Sebaran Responden Menurut Jumlah Tenaga Kerja Sebaran Responden Berdasarkan Pola Pemasaran Perkembangan Harga Faktor Produksi Sebelum dan Sesudah Kenaikkan Harga Minyak Goreng Dampak Kenaikan Harga Minyak Goreng Terhadap Penggunaan Faktor Produksi Biaya Produksi Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga Minyak Goreng Volume Produksi dan Harga Output Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga Minyak Goreng Rata-rata Total Penerimaan Usaha, Total Biaya Produksi dan Keuntungan Usaha Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga Minyak Goreng Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Penggorengan Kerupuk Setelah Kenaikan Harga Minyak Goreng... 61

14 17. Nilai Produk Rata-Rata dan Nilai Produk Marjinal Pada Kondisi Saat Kenaikan Harga Minyak Goreng Nilai Produk Marjinal, Biaya Korbanan Marjinal dan Nilai Rasio Nilai Produk Marjinal dan Biaya Korbanan Marjinal Perbandingan Kondisi Aktual dan Optimal Penggunaan Faktor Produksi 70 xiv

15 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Rata-rata Harga Eceran Minyak Goreng Bermerek dan Minyak Goreng Curah (Tanpa Merek) di Pasar Tradisional Dalam Negeri Tahun Kurva Biaya Tetap-Biaya Variabel dan Biaya Total Fungsi Produksi Pengaruh Kenaikan Harga Input Faktor Produksi terhadap Penggunaan Input Faktor Produksi Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian... 30

16 DAFTAR LAMPIRAN No Halaman 1. Penggunaan Faktor Produksi Sebelum Dan Setelah Kenaikan Harga Laporan Laba Rugi Sebelum Kenaikan Harga Minyak Goreng Laporan Laba Rugi Setelah Kenaikan Harga Minyak Goreng Hasil Regresi Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Setelah Kenaikan Harga Minyak Goreng dengan Lima Variabel Bebas Hasil Regresi Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Setelah Kenaikan Harga Minyak Goreng dengan Empat Variabel Bebas... 82

17 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak goreng adalah salah satu komoditas dari sembilan bahan pokok yang peranannya cukup penting dalam perekonomian Indonesia. Perannya yang cukup penting dalam perekonomian ditunjukkan dengan beberapa kejadian adanya kelangkaan minyak goreng yang kemudian menimbulkan dampak ekonomi dan politik yang cukup berarti bagi perekonomian nasional. Berdasarkan hal tersebut maka minyak goreng dapat dikategorikan sebagai komoditas strategis (Sumaryanto dan Marcellus, 1996). Minyak goreng juga bersifat multiguna, karena dapat dikonsumsi langsung ataupun menjadi bahan baku bagi industri, seperti industri makanan ringan, mie instan dan industri lainnya. Beberapa tahun terakhir ini harga minyak goreng di dalam negeri semakin meningkat, peningkatan harga minyak goreng dalam negeri disebabkan oleh meningkatnya harga CPO (Crude Palm Oil) di pasar Internasional. Harga rata-rata CPO di pasar internasional meningkat hingga mencapai level US$ 755 per ton yang merupakan peningkatan tertinggi sejak Produksi CPO Indonesia diperkirakan mencapai 15 juta ton pada tahun 2006 dan sekitar persen diantaranya untuk konsumsi dalam negeri dan sisanya persen untuk pasar ekspor atau mencapai 10 juta ton 1. Diperkirakan pada tahun 2007 harga CPO dunia akan terus meningkat hingga harga US$ 900 per ton. Tingginya harga tersebut mendorong produsen CPO untuk meningkatkan jumlah konsumsi untuk pasar ekspor karena dinilai lebih menguntungkan, sehingga pasokan untuk 1 Saputra S Ubah Pola Makan. Bisnis Indonesia. Jakarta

18 2 konsumsi dalam negeri mulai berkurang. Kondisi tersebut jelas akan mendorong peningkatan harga minyak goreng yang lebih tinggi di pasar domestik ,272 7,438 7,613 8,014 8,003 8,107 8,095 8,107 8,125 8,184 8,177 8,185 8,196 8,172 8,093 8,144 8,082 8, ,1738, ,654 6,486 6,399 6,333 6, ,122 6,193 5,851 6,846 6,304 6,382 6,397 6,435 6,401 6,520 6,491 6,515 6,620 6,618 6,727 6,732 6,729 6,616 6,763 6,876 6,751 6,763 6,841 6,841 6, Rata Rata 'Jan 2007 Peb '2007 'Mar 2007 'Apr Mg I 'Apr Mg I 'Apr Mg I 'Apr Mg IV '30 Apr May 2-May 3-May 4-May 5-May 7-May 8-May 9-May 10-May 11-May 12-May 14-May 15-May 16-May 19-May 21-May 22-May 23-May M.Goreng Kemasan M. Goreng Curah (TanpaMerk) Keterangan : 1. Kemasan = 620 ml 2. Tanpa Merek = 1kg Gambar 1. Rata-rata Harga Eceran Minyak Goreng Bermerek dan Minyak Goreng Curah (Tanpa Merek) di Pasar Tradisional Dalam Negeri Tahun 2007 Sumber : Direktorat Jendral Perdagangan Dalam Negeri, 2007 Menurut BPS (2006) pada tahun 2004 konsumsi rata-rata minyak goreng per kapita dalam sebulan adalah 0,8170 liter, sedangkan tahun 2005 hanya sebesar 0,8127 liter. Menurunnya konsumsi per kapita tersebut karena adanya kenaikan harga minyak goreng. Naiknya harga minyak goreng dapat dilihat dari besarnya pengeluaran yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk membeli minyak goreng 2

19 3 yang meningkat dari tahun 2003 yang hanya Rp menjadi Rp pada tahun Konsumsi dan pengeluaran rata-rata perkapita sebulan untuk minyak goreng dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Konsumsi dan Pengeluaran Rata-Rata Perkapita Sebulan Untuk Minyak Goreng Indonesia, Tahun Tahun Konsumsi (liter) Pengeluaran (Rp) , , , Sumber : BPS, 2006 Kenaikan harga minyak goreng tersebut dapat mempengaruhi kondisi usaha beberapa industri pengolahan makanan terutama untuk industri pengolahan makanan skala kecil dan menengah. Jika melihat fakta-fakta yang ada UKM (Usaha Kecil dan Menengah) yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap total usaha nasional adalah UKM yang bergerak di bidang agroindustri pengolahan makanan dan minuman (Departement Koperasi, 2007). Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa dari 1006 kelompok UKM yang dibina oleh Kementrian Koperasi dan UKM sektor usaha pengolahan makanan dan minuman dengan jumlah 241 unit UKM berada di tempat kedua setelah sektor usaha kerajinan dengan jumlah 279 UKM. Hal ini memperlihatkan bahwa sektor usaha pengolahan makanan dan minuman adalah salah satu sektor usaha dari kelompok UKM yang memiliki posisi penting dalam perekonomian Indonesia. Adanya kenaikan harga minyak goreng yang terjadi beberapa tahun ini dapat mempengaruhi keadaan ekonomi industri pengolahan makanan pada khususnya dan perekonomian Indonesia pada umumnya. 3

20 4 Tabel 2.Jumlah Usaha Kecil Menengah yang Mengikuti Pembinaan Sentra Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah di Indonesia Berdasar Sektor Usaha pada Tahun Sektor Usaha Jumlah UKM (Unit) Kerajinan 279 Makanan/Minuman 241 Perikanan 139 Pertanian/perkebunan 135 Industri sandang 122 Peternakan 90 Sumber :Depkop, 2007 Salah satu jenis usaha dalam industri pengolahan makanan yang menggunakan minyak goreng sebagai salah satu bahan baku utama dan vital dalam proses produksinya adalah usaha penggorengan kerupuk. Usaha penggorengan kerupuk berfungsi untuk memberikan nilai tambah kepada produk kerupuk mentah dengan cara mengoreng kerupuk mentah, mengemasnya dan kemudian memasarkannya. Usaha penggorengan kerupuk di Indonesia masih bersifat sederhana dan tradisional sehingga usaha ini masih tergolong dalam skala usaha kecil dan menengah. Kerupuk dibuat dengan bahan dasar tepung tapioka ditambah dengan udang, ikan, dan bahan-bahan lainnya. Kerupuk dikenal oleh konsumen dari berbagai usia maupun tingkat sosial masyarakat (Firmansyah, 2007). Hasil penggorengan kerupuk yang baik tidak bisa lepas dari pentingnya keberadaan dan peran minyak goreng. Pentingnya minyak goreng dalam usaha penggorengan kerupuk dapat dilihat dari fungsinya sebagai penghantar panas, pemberi cita rasa, perbaikan tekstur makanan dan penambah nilai gizi (Widyastono, 2006). Perkembangan volume total produksi kerupuk di Indonesia cenderung berfluktuatif. Pada Tabel 3 dapat dilihat pada tahun 2002 produksi kerupuk mengalami pertumbuhan yang tinggi yaitu sebesar 35,22 persen. Tingginya 4

21 5 persentase pertumbuhan pada tahun 2002 disebabkan adanya krisis ekonomi dan kerupuk adalah salah satu makanan yang harganya cenderung murah dan tidak terlalu meningkat pada masa itu. Pada tahun 2003 pertumbuhan produksi menurun menjadi 9,76 persen karena adanya kenaikkan harga BBM, dan kemudian pertumbuhan kembali meningkat pada tahun 2004 menjadi 16,02 persen. Pertumbuhan produksi kerupuk yang positif dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 20,33 persen menunjukkan industri ini memiliki prospek yang cerah untuk terus dikembangkan. Adanya kenaikan harga minyak goreng yang terjadi beberapa tahun ini akan mempengaruhi kondisi usaha dan kegiatan produksi penggorengan kerupuk, yang kemudian akan mempengaruhi pertumbuhan volume produksi kerupuk di Indonesia. Tabel 3. Perkembangan Volume Produksi Kerupuk di Indonesia Tahun (dalam ton) Jenis Rata-rata Kerupuk Udang , , , , ,81 Kerupuk Ikan , , , , ,19 Kerupuk Singkong 1.013, , , , ,54 Kerupuk Jagung 935, ,81 855, ,73 Kerupuk Beras 434,71 599,31 762, ,08 817,63 Total , , , , ,37 % pertumbuhan - 35,22 9,76 16,02 20,33 Sumber : BPS, 2005 Kota Bekasi mengalami kenaikan harga minyak goreng sekitar 41, 5 persen yang merupakan kenaikan harga tertinggi di daerah Jababeka 2. Kenaikan harga yang tinggi ini akan sangat mempengaruhi industri kecil dan menengah yang bergerak dalam bidang pengolahan makanan di Kota Bekasi khususnya adalah usaha penggorengan kerupuk. Terutama karena minyak goreng merupakan 2 Anonim Pemerintah Akui Gagal Turunkan Harga. Republika Terbitan. Jakarta 5

22 6 salah satu faktor produksi utama dalam proses produksi usaha penggorengan kerupuk. Kenaikan harga minyak goreng yang tinggi di Kota Bekasi akan mempengaruhi kondisi usaha, kuantitas dan kualitas input yang digunakan dan output yang dihasilkan usaha penggorengan kerupuk di Kota Bekasi. 1.2 Perumusan Masalah Harga minyak goreng di Kota Bekasi yang mengalami kenaikan sekitar 41,5 persen dari tahun 2006 jelas akan ikut meningkatkan biaya produksi usaha penggorengan kerupuk di Kota tersebut. Selain adanya kenaikan harga minyak goreng, harga faktor produksi minyak tanah dan plastik juga mengalami peningkatan meskipun tidak sebesar peningkatan harga minyak goreng, harga minyak tanah meningkat 40 persen dan plastik hanya meningkat empat persen. Meskipun minyak tanah dan plastik juga mengalami peningkatan harga tetapi kenaikan harga minyak goreng yang memberikan kontribusi paling besar dalam peningkatan biaya produksi. Hal ini disebabkan minyak goreng adalah faktor produksi terbesar kedua setelah kerupuk mentah dari segi jumlah penggunaannya dalam proses produksi, yaitu dibutuhkan sekitar 0,8 kg minyak goreng untuk menggoreng satu kilogram kerupuk mentah. Kenaikan harga yang terjadi menyebabkan biaya yang dikeluarkan untuk menggoreng satu kilogram kerupuk meningkat sekitar 6,1 persen dari sebelum kenaikan harga minyak goreng dengan pengeluaran paling besar untuk faktor produksi minyak goreng yaitu sekitar 20 persen dari total biaya produksi. Peningkatan biaya produksi karena adanya kenaikan harga faktor produksi dapat memicu berkurangnya penggunaan faktor produksi yang digunakan dalam proses 6

23 7 produksi disebabkan adanya keterbatasan modal yang dimiliki oleh pengusaha. Berkurangnya penggunaan faktor produksi dalam proses produksi akan ikut menyebabkan berkurangnya volume produksi. Meningkatnya biaya dan menurunnya volume produksi akan memicu penurunan keuntungan yang didapat pengusaha yang kemudian akan mempengaruhi efisiensi usaha penggorengan kerupuk di Kota Bekasi. Efisensi produksi akan mempengaruhi tingkat optimalitas penggunaan faktor produksi yang digunakan oleh pengusaha. Berdasarkan uraian dan fakta-fakta di atas maka perumusan masalah dalam penelitian adalah: 1. Apa dampak kenaikan harga minyak goreng terhadap keragaan usaha penggorengan kerupuk di Kota Bekasi? 2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi volume produksi usaha penggorengan kerupuk di Kota Bekasi? 3. Apa dampak kenaikan harga minyak goreng terhadap efisiensi dan optimalisasi penggunaan faktor produksi usaha penggorengan kerupuk di Kota Bekasi? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis dampak kenaikan harga minyak goreng terhadap keragaan usaha penggorengan kerupuk di Kota Bekasi. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume produksi usaha penggorengan kerupuk di Kota Bekasi?. 7

24 8 3. Menganalisis dampak kenaikan harga minyak goreng terhadap efisiensi dan optimalisasi penggunaan faktor-faktor produksi usaha penggorengan kerupuk di Kota Bekasi. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat : 1. Bagi penulis, dengan penelitian ini diharapkan dapat menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama di bangku perkuliahan. 2. Bagi pembaca dan mahasiswa lainnya, dapat menjadi bahan acuan untuk penelitian selanjutnya dan dapat menjadi sumber ilmu. 3. Bagi pengambil kebijakan khususnya pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang seberapa besar dampak kenaikan harga minyak goreng terhadap industri kecil dan menengah, terutama untuk usaha penggorengan kerupuk. 4. Bagi pengusaha penggorengan kerupuk, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan untuk menjalankan usahanya 8

25 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Produk Kerupuk dan Minyak Goreng Produk Kerupuk Kerupuk dapat dikelompokkan berdasarkan bahan baku dan cara pengolahannya (Firmansyah, 1996). Berdasarkan bahan bakunya kerupuk dapat dibagi menjadi, kerupuk udang, kerupuk ikan, kerupuk bawang dan jenis kerupuk lainnya sesuai dengan bahan dasar pembuatannya. Menurut cara pengolahannya kerupuk dikelompokan atas kerupuk yang digoreng dan kerupuk yang dipanggang. Selain itu kerupuk dapat dibagi dua, yaitu kerupuk bersumber protein baik protein nabati atau hewani dan kerupuk yang tidak bersumber protein. Kualitas atau mutu kerupuk dapat dilihat dari keutuhan, keseragaman, pencetakkan dan daya mengembang, dan sifat-sifat yang tidak dapat dilihat seperti nilai gizi dan rasa. Standar mutu kerupuk di Indonesia didasarkan atas standar mutu yang dikeluarkan oleh Departement Industri dan Perdagangan tahun Penilaian kerupuk secara non visual dapat dilihat dari kandungan dan nutrisi bahan-bahan dasar yang dipakai dalam produksi, Tabel 4 menunjukkan nilai gizi beberapa jenis kerupuk. Penilaian secara visual dapat dilihat setelah kerupuk digoreng. Bila setelah digoreng kerupuk mengembang dengan sempurna dan teksturnya tidak keras maka bisa dikategorikan memiliki kualitas yang baik. Kerupuk dapat mengembang dengan sempurna jika melalui proses penjemuran yang tepat.

26 10 Tabel 4. Kandungan Nilai Gizi Beberapa Jenis Kerupuk per 100 gram Komposisi Kerupuk Jamur Kerupuk Bawang Kerupuk Ikan Protein (gr) 1,5 1 1 Lemak (gr) 0,1 0,2 0,2 Karbohidrat (gr) 84, Serat (gr) 0,9 2,4 2,4 Kalori (gr) Sumber : Departemen Industri dan Perdagangan, Proses Pembuatan dan Penggorengan Kerupuk Pembuatan kerupuk meliputi beberapa proses, yaitu pembuatan adonan, pencetakan, pengukusan atau pemasakan, pendinginan, pengirisan, dan pendinginan. Proses pembuatan kerupuk ada dua macam yaitu proses panas dan proses dingin. Proses dingin adalah proses dimana seluruh bahan penolong dilarutkan atau dicampur dengan air, kemudian tepung dilarutkan dengan larutan tersebut sedikit demi sedikit. Ketika proses pelarutan dilakukan pula pengulian sampai adonan menjadi tidak lengket lagi di tangan. Sepertiga tepung dicampur dengan bahan penolong atau penambah rasa yang telah dihancurkan dan dibuat seperti lem yang encer. Sisa tepung kemudian dicampur dengan lem cair tersebut sedikit demi sedikit sambil diuli sehingga semua tepung menjadi adonan yang kalis. Setelah proses pendinginan dilakukan tahap pengukusan, dalam tahap ini harus diperhatikan lamanya waktu pengukusan. Apabila waktu pengukusan kurang maka kerupuk bagian tengah menjadi belum matang, sehingga kerupuk tidak akan mengembang dengan baik. Tetapi, jika waktu pengukusan terlalu lama maka adonan akan menjadi mengkilap dan mengeras jika dingin. Tahap selanjutnya setelah pengukusan adalah pendinginan, tahap ini bertujuan untuk menurunkan kadar air pada adonan. Adonan yang sudah dingin kemudian akan

27 11 dijemur atau dimasukkan ke oven atau pemanas untuk tahap pengeringan. Tahap pengeringan ini bertujuan untuk memperoleh kadar air tertentu, kadar air dalam adonan kerupuk mempengaruhi kualitas pengembangan kerupuk. Tahap terakhir adalah penggorengan atau pemanggangan adonan kerupuk. Proses penggorengan kerupuk memerlukan waktu rata-rata enam jam per harinya sampai kerupuk siap dipasarkan dan dikonsumsi oleh masyarakat. Penggunaan kerupuk mentah tergantung dari besarnya modal yang dimiliki oleh masing-masing pengusaha penggorengan kerupuk, sedangkan untuk pemakaian faktor input lainnya seperti minyak goreng, minyak tanah, plastik pembungkus dan tenaga kerja tergantung dari pemakaian kerupuk. Semakin banyak kerupuk mentah yang akan digoreng maka pemakaian faktor input yang lain juga akan ikut meningkat, meskipun porsi peningkatan pada masing-masing faktor produksi di masing-masing pengusaha tidak sama. Proses penggorengan kerupuk tidak banyak menggunakan banyak peralatan, mengingat sebagian besar usaha penggorengan masih dilakukan secara tradisional. Peralatan yang digunakan meliputi tampah, wajan, kompor minyak tanah, plastik dan saringan minyak. Tampah digunakan untuk proses pengeringan atau penjemuran kerupuk, tampah yang digunakan adalah tampah berukuran besar dan terdapat dua jenis tampah plastik dan rotan dengan harga masing-masing Rp dan Rp Tetapi tidak semua pengusaha menggunakan tampah untuk proses penjemuran, pengusaha yang tidak memakai tampah membuat sendiri alat penjemuran kerupuk yang berbentuk meja kotak yang terbuat dari kayu. Proses penjemuran kerupuk mentah memerlukan sekitar tiga jam dengan suhu udara

28 12 sebesar derajat celcius, proses ini diperlukan agar kerupuk mentah yang akan digoreng mengembang dengan baik. Proses selanjutnya setelah pengeringan adalah penggorengan kerupuk. Peralatan yang digunakan dalam penggorengan kerupuk adalah wajan, kompor, saringan minyak dan plastik putih besar. Wajan yang digunakan adalah wajan berukuran besar dengan harga per buahnya antara Rp Rp Saringan minyak yang digunakan berharga rata-rata Rp per buahnya. Setelah proses penggorengan kerupuk mentah selesai, kerupuk yang sudah jadi akan dibungkus kedalam dua jenis ukuran yaitu ukuran bungkus besar dan kecil. Ukuran bungkus besar biasanya diisi dengan ukuran kerupuk yang besar pula, dalam satu bungkus besar terdapat 8 buah kerupuk. Bungkus kecil berisi kerupuk berukuran kecil dengan jumlah kerupuk per bungkusnya adalah 10 buah kerupuk Definisi dan Klasifikasi Minyak Goreng Minyak goreng adalah produk yang memiliki fungsi sebagai bahan pembantu atau pendukung dalam proses menggoreng dan menambah nilai suatu bahan makanan. Minyak goreng menurut surat keputusan Direktorat Jendaral Pengawasan Obat dan makanan nomor : 02240/B/SK/VII/1991 didefinisikan sebagai minyak yang diperoleh dari atau dengan cara memurnikan minyak nabati, dengan tujuan menghilangkan bahan-bahan logam, bau, asam lemak bebas dan zat warna. Minyak goreng berfungsi penting dalam menciptakan aroma, rasa, warna, daya simpan makanan, dan peningkatan nilai gizi. Secara umum masyarakat Indonesia mengkonsumsi dua jenis minyak goreng berdasarkan jenis bahan bakunya, yaitu minyak goreng nabati dan minyak goreng hewani

29 13. Minyak goreng hewani adalah minyak goreng yang berasal dari hewan yang umumnya disebut lemak, sedangkan minyak goreng nabati adalah minyak goreng yang diperoleh dari ekstrak minyak tumbuhan. Diantara dua jenis minyak goreng ini, tingkat konsumsi untuk minyak goreng hewani relatif kecil sekali dibandingkan dengan minyak goreng nabati. Minyak goreng nabati dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu yang berasal dari tanaman kelapa dan minyak goreng yang berasal dari tanaman kelapa sawit. Selain dua kelompok besar tersebut masih ada jenis minyak goreng yang berasal dari jagung, kedelai tetapi kuantitas dan tingkat konsumsi di masyarakat masih relatif kecil. 2.2 Usaha Penggorengan Kerupuk Usaha penggorengan kerupuk adalah salah jenis usaha dalam industri pengolahan makanan. Industri pengolahan menurut BPS (2000) adalah suatu kegiatan mengubah barang dasar secara mekanik, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi dan atau mengubah barang dari yang kurang bernilai menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dengan maksud mendekatkan pada konsumen akhir. Usaha penggorengan kerupuk ini mengolah kerupuk mentah menjadi kerupuk yang siap dipasarkan dan dikonsumsi oleh konsumen. Penggorengan kerupuk adalah tahap akhir dalam proses pembuatan kerupuk. Tahap ini merupakan tahap mempersiapkan kerupuk dengan pemanasan dalam wajan yang berisi minyak goreng. Tahap ini bertujuan untuk mematikan mikroorganisme yang berbahaya serta untuk mendapatkan kerupuk matang yang siap dikonsumsi dengan aroma, tekstur, dan rupa yang diinginkan. Pada dasarnya usaha

30 14 penggorengan kerupuk hanya memberikan nilai tambah terhadap kerupuk mentah yang dibeli dari pengrajin kerupuk mentah menjadi produk yang siap dipasarkan dan dikonsumsi dengan melakukan penggorengan kerupuk mentah tersebut. Selain itu usaha penggorengan kerupuk juga berfungsi sebagai distribusi atau pemasar kerupuk jadi ke warung tradisional, minimarket, supermarket, atau langsung ke konsumen yang ingin membeli. Besar kecilnya ukuran perusahaan di Indonesia dapat dilihat dari jumlah tenaga kerja yang bekerja dalam proses produksi. Perusahaan yang memiliki tenaga kerja 100 orang atau lebih diklasifikasikan sebagai industri besar, jumlah tenaga kerja 20 orang sampai 99 orang maka diklasifikasikan sebagai industri sedang, lima sampai 19 orang diklasifikasikan sebagai industri kecil, sedangkan kurang dari lima orang diklaisfikasikan sebagai industri rumah tangga (BPS,2003). Berdasarkan kriteria tersebut maka usaha penggorengan kerupuk bisa diklasifikasikan dalam industri kecil dan rumah tangga. Selain berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dimiliki, usaha penggorengan kerupuk diklasifikasikan sebagai industri kecil dan rumah tangga karena memiliki ciri-ciri industri kecil dan rumah tangga di Indonesia. Ciri-ciri industri kecil dan rumah tangga secara umum menurut Departemen Perindusrian dan Perdagangan (1994) adalah sebagai berikut : 1. Pemilik adalah golongan ekonomi lemah 2. Pemilik juga jadi pimpinan perusahaan dan masih memegang bimbingan kewirusahaan 3. Administrasi perusahaan masih sederhana, kurang teratur dan belum berbentuk badan hukum

31 15 4. Pengusaha tidak dapat memberi jaminan guna mendapatkan kredit 5. Hubungan kerja antara pegawai dan pengusaha tidak formal dan bersifat kekeluargaan 6. Mutu produk pada umumnya tidak tetap dan desainnya kurang mengikuti selera pasar 7. Pemasaran produk masih lemah 2.3 Penelitian Terdahulu Junaengsih ( 2001 ) meneliti tentang analisis produksi dan efisiensi produksi dengan judul Analisis Produksi dan Efisiensi Penggunaan Faktorfaktor Produksi Pada Usahatani Wortel. Penelitian ini menggunakan metode fungsi produksi Cobb Douglas tetapi dalam penelitian tersebut terdapat multikolinearitas sehingga kemudian dilakukan analisis komponen utama untuk menduga koefisien regresinya. Penelitian mengenai dampak kenaikan harga faktor produksi terhadap pendapatan dapat dilihat dari penelitian Latifah (2006) dengan judul Dampak Kenaikkan Harga BBM Terhadap Pendapatan Usaha Pengrajin Tempe. Penelitian ini menggunakan fungsi produksi Cobb Doglas dan analisis efisiensi produksi untuk melihat dampak kenaikkan harga BBM terhadap pengrajin tempe anggota PRIMKOPTI di Cilendek Timur, Bogor. Pangastuti (2006) meneliti tentang kenaikkan harga BBM terhadap industri tahu skala kecil di Kabupaten Bogor. Alat analisi yang dipakai adalah fungsi produksi Cobb Douglas dan analisis pendapatan industri. Firmansyah (2007) meneliti tentang pengaruh

32 16 fluktuasi harga terhadap produksi. Penelitian ini menggunakan analisis primal dual dan post optimalitas dengan bantuan program linear. Penelitian tentang minyak goreng telah banyak dilakukan antara lain oleh Rahmi (2001), Nisa (2002), dan Widaningsih (2004). Penelitian tersebut lebih mengarah kepada perilaku konsumen terhadap minyak goreng. Penelitian oleh Rahmi (2001) adalah mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pembeliaan minyak goreng bermerek oleh konsumen ibu rumah tangga. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah analisis komponen utama. Nisa (2002) menganalisi perilaku konsumen minyak goreng sawit bermerek di Kotamadya Jakarta Selatan. Alat analisis yang digunakan adalah analisis komponen utama dan model sikap multiatribut Fishbein. Penelitian Widaningsih (2004) menganalisis persepsi konsumen atas harga, kualitas dan merek minyak goreng Tropical. Alat analisis yang digunakan adalah perceived quality analysis yang bertujuan untuk melihat kualitas, harga dan merek terhadap pesaing. Selain penelitian diatas Arsianti (1996) dan Yusuf (2003) meneliti tentang pemasaran minyak goreng. Arsianti (1996) meneliti tentang pemasaran minyak goreng Bimoli dengan menggunakan metode supply chain management. Sedangkan Yusuf (2003) meneliti mengenai pemasaran minyak goreng tidak bermerek. Penelitian tentang kerupuk juga telah banyak dilakukan, antara lain oleh Akhal (2006) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja industri kecil kerupuk sanjai di Bukit Tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik umum industri kecil kerupuk sanjai dan tenaga kerjanya, juga menganalisis produktifitas tenaga kerja tersebut. Alat analisis yang

33 17 digunakan adalah model regresi linear berganda dengan menggunakan metode kuadarat terkecil biasa. Penelitian tentang usaha penggorengan kerupuk dilakukan oleh Widayastono (2006) tentang analisis kelayakan usaha penggorengan kerupuk dengan studi kasus usaha kecil Sumber Makmur Sentosa di Darmaga, Kabupaten Bogor. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif dan kualitatif, pada metode kuantitatif dihitung kelayakan usaha dari NPV, IRR, Net B/C. BEP, analisis sensitivitas dan switching value. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu diatas adalah dalam penelitian ini akan dianalisis dampak kenaikan harga minyak goreng terhadap usaha penggorengan kerupuk di Kota Bekasi. Dampak kenaikkan harga minyak goreng terhadap usaha penggorengan kerupuk akan dilihat dari perubahan keragaan usaha penggorengan kerupuk, efisensi dan optimalisasi produksi pada kondisi sebelum dan setelah kenaikan harga. Alat analisis yang dipakai adalah analisis keuntungan usaha, analisis fungsi produksi Cobb Douglas, dan analisis efisiensi dan optimalisasi produksi. Penelitian ini juga lebih meneliti harga minyak goreng dan pengaruhnya pada kegiatan produksi. Penelitian-penelitian terdahulu mengenai minyak goreng lebih memfokuskan kepada perilaku konsumen dan pemasaran minyak goreng. Penelitian tentang usaha penggorengan kerupuk juga telah dilakukan tetapi yang dianalisis adalah kelayakan usahanya, dalam penelitian ini akan lebih ditekankan tentang produksinya.

34 III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Keragaan Usaha Indikator-indikator yang digunakan untuk melihat keragaan dalam usaha penggorengan kerupuk adalah: 1. Volume produksi Suatu usaha dapat menghasilkan satu jenis produk atau bermacam-macam jenis produk. Usaha yang menghasilkan bermacam-macam jenis produk untuk menganalisisnya secara keseluruhan maka, semua produk yang dihasilkan harus dihitung atau diukur dalam satu-satuan (Soekartawi, 1984). 2. Biaya produksi Produksi adalah suatu proses atau kegiatan yang bertujuan untuk menambah kegunaan suatu barang. Proses tersebut membutuhkan biaya-biaya dalam pelaksanaannya yang disebut dengan biaya produksi. Biaya produksi dari pendekatan ekonomi ada dua macam, yaitu biaya jangka pendek dan biaya jangka panjang. Menurut Winardi (1983) analisis biaya total jangka pendek tergantung kepada : 1. Kondisi fisik produksi, harga-harga kesatuan input-input dan operasi secara efisien mendeterminasi biaya produksi yang berkaitan dengan setiap tingkat output yang dicapai 2. Biaya total dapat dibagi menjadi dua komponen, yakni biaya tetap dan biaya variabel.

35 20 Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah besarnya walaupun output mengalami perubahan. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan berdasarkan banyaknya faktor produksi yang digunakan serta besar kecilnya unit produksi. Biaya tetap total adalah jumlah dari biaya-biaya tetap eksplisit dan biaya implisit jangka pendek yang dikeluarkan produsen. Biaya variabel total adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk setiap input variabel yang digunakan. Garis TC (Total Cost) dan TVC (Total Variable Cost) sejajar yang artinya slope kedua kurva tersebut adalah sama pada setiap titik output. Garis TFC (Total Fixed Cost) adalah suatu garis vertical yang memisahkan titik kedua garis TC dan TVC sebesar 100 satuan (Lipsey, 1995). Kurva untuk daris TFC, TVC dan TC ditunjukkan oleh Gambar 3. Gambar 2. Kurva Biaya Tetap-Biaya Variabel dan Biaya Total Sumber : Lipsey, Penerimaan atau pendapatan Penerimaan pelaku usaha dianggap hanya berasal dari penjualan produk (Sugiyanto, 1995). Harga produk sudah tertentu dan tetap, tidak terpengaruh banyak sedikitnya produk yang dijual. Penerimaan total produsen adalah: TR = P.Q

36 21 Dimana: P = Harga produk per unit Q = Banyaknya produk yang dijual 4. Profit atau keuntungan Tujuan dari setiap usaha adalah memaksimalkan keuntungan atau laba (Nicholson, 2002). Keuntungan itu sendiri adalah selisih antara total penerimaan perusahaan dengan total pengeluaran. Penerimaan berasal dari hasil penjualan hasil usaha atau hasil perkalian jumlah produksi dengan harga satuan. Pengeluaran adalah total biaya yang digunakan selama proses produksi. Keuntungan digunakan untuk menggambarkan keadaaan sekarang dari kegiatan dan menggambarkan keadaaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Keuntungan terjadi karena pemiliki perusahaan telah mengeluarkan hartanya agar perusahaan dapat beroperasi. Setelah semua pengeluaran dihitung maka ada nilai sisa untuk pemilik perusahaan. Jika nilai sisa yang diperoleh negatif maka perusahaan mengalami kerugian, sedangkan jika nilai sisa yang diperoleh positif maka perusahaan mengalami keuntungan Konsep Fungsi Produksi Produksi merupakan kegiatan memproduksi barang dan jasa, sedangkan untuk memproduksi barang dan jasa tersebut digunakan sumberdaya yang disebut dalam istilah ekonomi sebagai faktor produksi ( Lipsey, 1995 ). Menurut Doll dan Orazem (1984) fungsi produksi menggambarkan hubungan antara input dengan output yang menunjukkan suatu tingkat dimana input dapat diubah sehingga menghasilkan produk tertentu. Dengan kata lain fungsi produksi menggambarkan

37 22 kombinasi penggunaan beberapa faktor produksi untuk menghasilkan suatu tingkat produksi tertentu. Bentuk persamaan matematis dari fungsi produksi pada dasarnya merupakan abstraksi dari proses produksi yang disederhanakan agar kejadiankejadian sesungguhnya yang sangat kompleks dapat digambarkan tingkah lakunya. Fungsi produksi digunakan untuk menunjukkan hubungan antara faktor produksi dan output produksi tersebut serta gambaran dari semua produksi yang efisien. Menurut Soekartawi (1994), secara matematis fungsi produksi dapat dinyatakan sebagai berikut : Dimana: q = f ( K, L, M,...) q = Jumlah output yang dihasilkan dalam suatu proses produksi f = Hubungan yang mentransformasikan faktor-faktor produksi ke dalam output produksi K,L,M,... = Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum ekonomi produksi yaitu hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang yang mempunyai arti bahwa penambahan berturut-turut satu satuan faktor produksi sementara faktor produksi yang lain tetap maka akan mencapai keadaan dimana penambahan produksi yang semakin menurun. Fungsi produksi dapat pula disajikan dalam bentuk grafik dengan asumsi hanya satu faktor produksi saja yang berubah yang lain tetap, bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 2.

38 23 Gambar 3. Fungsi Produksi Sumber : Doll dan Orazem (1984) Dimana : TP = Produksi Total AP = Produksi rata-rata MP = Produksi Marjinal Berdasarkan grafik di atas maka dapat terlihat bahwa suatu fungsi produksi dapat dibagi menjadi tiga daerah produksi dengan berdasarkan elastistas produksi faktor-faktor produksi. Menurut Soekartawi (1994), elastisitas produksi adalah persentase perubahan produk yang dihasilkan karena persentase perubahan jumlah faktor produksi yang digunakan, persamaan elastistas produksi dapat dirumuskan sebagai berikut : Ep = % Y % X = Y / X i X / Y i = Y X i X Y i = Pr oduk Pr oduk M arg inal Rata rata = PM PR

39 24 Pengukuran tingkat produktivitas proses produksi dapat dilihat dari dua tolak ukur, yaitu : 1. Produk Marjinal (PM) adalah tambahan output yang dihasilkan dari setiap penambahan satu satuan faktor produksi. Tambahan Hasil Pr oduksi Y PM = = = f '( X i ) Tambahan Faktor Pr oduski ke i X 2. Produk Rata-rata (PR) adalah tingkat produktivitas yang dicapai oleh setiap satuan produksi. PR = Hasil Pr oduksi Jumlah faktor produksi ke i = Y X i Tiga daerah fungsi produksi berdasarkan elastisitas produksi adalah : Daerah Produksi 1 Daerah ini memiliki elastisitas lebih dari 1, Ep>1, diantara titik asal 0 dan X2, artinya penambahan faktor produksi sebesar a persen akan menyebabkan penambahan output selalu lebih besar dari satu persen. Pada daerah ini kondisi produksi belum optimal, sehingga keuntungan yang didapat belum maksimum. Produksi di daerah ini masih dapat diperbesar dengan adanya penambahan faktor produksi. Daerah ini dinamakan daerah irasional Daerah Produksi 2 Pada daerah ini elastisitas produksi bernilai antara nol dan satu, 0<Ep<1 dan terletak diantara titik X2 dan X3. Artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol persen. Pada tingkat tertentu daerah ini akan

40 25 memberikan keuntungan maksimum, oleh karena itu daerah ini disebut daerah rasional. Daerah Produksi 3 Daerah ini memiliki nilai elastisitas produksi lebih kecil dari 0, Ep<0 artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah produksi 3 mencerminkan bahwa pemakaian faktor-faktor produksi sudah tidak lagi efisien, sehingga daerah ini disebut sebagai daerah irrasional Fungsi Produksi Cobb Douglas Bentuk fungsi produksi dapat dibedakan menjadi beberapa macam, seperti fungsi linear biasa, transidental, semi-log, dan fungsi produksi Cobb Douglas. Diantara bentuk fungsi produksi tersebut yang paling banyak digunakan dalam bidang pertanian adalah fungsi produksi Cobb Douglas. Fungsi ini melibatkan dua atau lebih peubah-peubah, yaitu peubah tak bebas (Y) dan peubah bebas (X). Penyelesain hubungan antara variabel tak bebas (Y) dan variabel bebas (X) dilakukan dengan analisis regresi. Menurut Soekartawi (1994), secara matematis fungsi Cobb Douglas ditulis sebagai berikut : Dimana : b o x1 1 b 2 2 Y = b x... x b n n e u Y = Peubah tak bebas X 1, X 2...X n = Peubah bebas b o = Konstanta b 1,b 2...b n = Elastisitas produksi u = Kesalahan (disturbance term) e = 2,718

41 26 Konsep pengukuran variabel dalam model fungsi produksi usaha penggorengan kerupuk terdiri dari variabel bebas (independent variable) dan variabel tidak bebas (dependent variable). Variabel bebas usaha penggorengan kerupuk yang dipakai dalam penelitian ini adalah jumlah penggunaan kerupuk mentah, minyak goreng, minyak tanah dan tenaga kerja dalam satu kali proses produksi. Variabel tidak bebas yang dipakai adalah volume produksi usaha penggorengan kerupuk setiap satu kali proses produksi dengan satuan volume produksi yang dipakai adalah dalam bungkus. Usaha penggorengan kerupuk menghasilkan dua jenis output, yaitu dalam bungkus kecil dan bungkus besar. Satuan untuk variabel tidak bebas yang dipakai dalam penelitian ini adalah hasil konversi kedua jenis output ke dalam satuan bungkus kecil dengan isi perbungkusnya adalah 10 buah kerupuk Konsep Efisiensi Produksi Rosyadi (2001) mengemukakan bahwa salah satu parameter yang digunakan dalam mengukur tingkat efisiensi dalam bidang ekonomi adalah produktivitas yang terdiri dari produktivitas total dan produktivitas parsial. Nilai produktivitas total adalah rasio antara indeks total output dengan indeks total input dari barang atau jasa. Parameter ini digunakan untuk menilai efisiensi sistem ekonomi secara makro. Nilai produktivitas parsial adalah nilai rasio antara output dan input yang digunakan dalam proses barang dan jasa tertentu. Parameter ini digunakan untuk menilai efisiensi sistem produksi mikro. Efisiensi produksi terdiri dari efisiensi ekonomis dan efisiensi teknis. Efisiensi ekonomis mengukur penggunaan masukan dalam ukuran uang, sehingga

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A14103125 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan output dengan berbagai kombinasi input dan teknologi terbaik yang tersedia (Nicholson,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu alur pemikiran yang bersifat teoritis dengan mengacu kepada teori-teori yang berkaitan dengan penelitian.

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT

OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT 1 OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT Oleh : NUR HAYATI ZAENAL A14104112 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal yang berdasar pada teori yang digunakan dalam penelitian. Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI. Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A

ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI. Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A14104105 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A14105570 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMENAGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Oleh : Nandana Duta Widagdho A14104132 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian maupun perikanan. mempunyai peranan yang sangat besar dalam meningkatka pertumbuhan ekonomi

Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian maupun perikanan. mempunyai peranan yang sangat besar dalam meningkatka pertumbuhan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian maupun perikanan mempunyai peranan yang sangat besar dalam meningkatka pertumbuhan ekonomi negara. Pengaruh agroindustri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar) 1 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Komoditas kelapa sawit Indonesia merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan sangat penting dalam penerimaan devisa negara, pengembangan perekonomian

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI MAULANA YUSUP H34066080 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya

Lebih terperinci

DAMPAK PENGHAPUSAN TARIF IMPOR KEDELAI DI INDONESIA

DAMPAK PENGHAPUSAN TARIF IMPOR KEDELAI DI INDONESIA DAMPAK PENGHAPUSAN TARIF IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh: RONI A 14105600 PROGRAM SARJANA EKTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN RONI, Dampak Penghapusan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (Crude Palm Oil) INDONESIA. Oleh : RAMIAJI KUSUMAWARDHANA A

PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (Crude Palm Oil) INDONESIA. Oleh : RAMIAJI KUSUMAWARDHANA A PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (Crude Palm Oil) INDONESIA Oleh : RAMIAJI KUSUMAWARDHANA A 14104073 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

OLEH MAYA ROSMAYATI H

OLEH MAYA ROSMAYATI H PENGARUH KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK TERHADAP PENDAPATAN USAHA KECIL DAN MENENGAH (Kasus : UKM Kerupuk di Kecamatan Cikoneng, Kabupaten Ciamis, Jabar) OLEH MAYA ROSMAYATI H 14104057 DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada TINJAUAN PUSTAKA Agroindustri Industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA OLEH M. FAJRI FIRMAWAN H14104120 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI (kasus di desa Beji Kecamatan Kedung Banteng Kabupaten Banyumas,Jawa Tengah) Oleh

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI PEMASARAN OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT. Oleh : FANNY SEFTA ADITYA PUTRI A

FORMULASI STRATEGI PEMASARAN OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT. Oleh : FANNY SEFTA ADITYA PUTRI A FORMULASI STRATEGI PEMASARAN OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT Oleh : FANNY SEFTA ADITYA PUTRI A14104093 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBUATAN BANDENG ISI Pada BANISI di Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBUATAN BANDENG ISI Pada BANISI di Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBUATAN BANDENG ISI Pada BANISI di Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat Oleh: MOCHAMAD EVAN SETYA MAULANA A14104128 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS DEPARTEMEN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan,

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan, III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam menjalankan penelitian. Penelitian ini mencakup fungsi produksi dan elastisitas,

Lebih terperinci

: Laila Wahyu R NIM :

: Laila Wahyu R NIM : Nama : Laila Wahyu R NIM : 11.11.568 Kelas : 11-S1TI-15 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 211/212 I. ABSTRAKSI Produk olahan krupuk ikan tenggiri merupakan produk pangan yang dapat digunakan sebagai makanan ringan

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam menjalankan penelitian. Penelitian ini mencakup teori produksi, konsep efisiensi,

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN

ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN (Studi Kasus di Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan) Oleh: MUTIARA PERTIWI A14304025 PROGRAM STUDI EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS (Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kababupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara) Oleh : IRWAN PURMONO A14303081 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV. Trias Farm yang berlokasi di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minyak goreng bagi masyarakat Indonesia adalah salah satu kebutuhan pokok atau merupakan salah satu dari Sembako (sembilan bahan pokok) menurut keputusan Menteri Perindustrian

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan Usahatani Suratiyah (2006), mengatakan bahwa usahatani sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan

Lebih terperinci

PILIHAN JENIS TELUR YANG DIKONSUMSI RUMAH TANGGA PASCA KASUS FLU BURUNG (Kasus di Hero Supermarket Padjajaran Bogor) Oleh : RIKA AMELIA A

PILIHAN JENIS TELUR YANG DIKONSUMSI RUMAH TANGGA PASCA KASUS FLU BURUNG (Kasus di Hero Supermarket Padjajaran Bogor) Oleh : RIKA AMELIA A PILIHAN JENIS TELUR YANG DIKONSUMSI RUMAH TANGGA PASCA KASUS FLU BURUNG (Kasus di Hero Supermarket Padjajaran Bogor) Oleh : RIKA AMELIA A 14103696 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur pikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor industri mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah,

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI KAYU OLAHAN SENGON DI CV. CIPTA MANDIRI, KECAMATAN SUKOREJO, KABUPATEN KENDAL, JAWA TENGAH

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI KAYU OLAHAN SENGON DI CV. CIPTA MANDIRI, KECAMATAN SUKOREJO, KABUPATEN KENDAL, JAWA TENGAH ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI KAYU OLAHAN SENGON DI CV. CIPTA MANDIRI, KECAMATAN SUKOREJO, KABUPATEN KENDAL, JAWA TENGAH Oleh : FITRI MEGA MULIANTI A14104042 PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI 6.1 Analisis Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat dijelaskan ke dalam fungsi produksi. Kondisi di lapangan menunjukkan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN LOBSTER AIR TAWAR (Kasus K BLAT S Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat) Oleh: KAMMALA AFNI A

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN LOBSTER AIR TAWAR (Kasus K BLAT S Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat) Oleh: KAMMALA AFNI A 1 ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN LOBSTER AIR TAWAR (Kasus K BLAT S Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat) Oleh: KAMMALA AFNI A14104104 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PROSES PENGOLAHAN TAHU DENGAN ClTA RASA SEBAGAI DASAR DALAM PERENCANAAN RANCANGAN PABRIK TAHU ClTA RASA

RANCANGAN PROSES PENGOLAHAN TAHU DENGAN ClTA RASA SEBAGAI DASAR DALAM PERENCANAAN RANCANGAN PABRIK TAHU ClTA RASA RANCANGAN PROSES PENGOLAHAN TAHU DENGAN ClTA RASA SEBAGAI DASAR DALAM PERENCANAAN RANCANGAN PABRIK TAHU ClTA RASA Ole h IMAM ROSYADI F 24. 1455 1991 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI TERHADAP EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHA TEMPE DENGAN PENDEKATAN STOCHASTIC FRONTIER

DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI TERHADAP EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHA TEMPE DENGAN PENDEKATAN STOCHASTIC FRONTIER DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI TERHADAP EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHA TEMPE DENGAN PENDEKATAN STOCHASTIC FRONTIER (Studi Kasus di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor) SILMY AMALIA

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L)

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) Oleh : AKBAR ZAMANI A. 14105507 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI,KERANGKA PEMIKIRAN,DAN HIPOTESA PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI,KERANGKA PEMIKIRAN,DAN HIPOTESA PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI,KERANGKA PEMIKIRAN,DAN HIPOTESA PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Agribisnis minyak goreng berbahan baku kelapa dulunya merupakan satu satunya minyak goreng yang digunakan

Lebih terperinci

Objek akan menjadi suci apabila hati nurani mampu menghayati sebagai yang tersuci dan Sesuatu menjadi indah apabila matahati merasakan keindahan.

Objek akan menjadi suci apabila hati nurani mampu menghayati sebagai yang tersuci dan Sesuatu menjadi indah apabila matahati merasakan keindahan. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS SAYURAN UNGGULAN (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung Dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat) Oleh : ENCEP ZACKY KOERDIANTO

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT ( Studi : PT Sinar Kencana Inti Perkasa, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DOMESTIK MINYAK SAWIT (CPO) DI INDONESIA TAHUN Oleh HARIYANTO H

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DOMESTIK MINYAK SAWIT (CPO) DI INDONESIA TAHUN Oleh HARIYANTO H FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DOMESTIK MINYAK SAWIT (CPO) DI INDONESIA TAHUN 1980-2007 Oleh HARIYANTO H14084006 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, EFISIENSI DAN KEUNTUNGAN PADA INDUSTRI TEMPE DAN KRIPEK TEMPE KEDELE

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, EFISIENSI DAN KEUNTUNGAN PADA INDUSTRI TEMPE DAN KRIPEK TEMPE KEDELE ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, EFISIENSI DAN KEUNTUNGAN PADA INDUSTRI TEMPE DAN KRIPEK TEMPE KEDELE Di Daerah Sanan, Kelurahan Purwantoro Kecamatan Blimbing, Kodya Malang Jawa Timur

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis LPG bagi pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele di Kota Bogor adalah bahan bakar utama dalam proses produksinya. Kerangka pemikiran

Lebih terperinci

PEMBUATAN ABON MANDAI SEBAGAI ALTERNATIF TAMBAHAN PENDAPATAN MASYARAKAT

PEMBUATAN ABON MANDAI SEBAGAI ALTERNATIF TAMBAHAN PENDAPATAN MASYARAKAT PEMBUATAN ABON MANDAI SEBAGAI ALTERNATIF TAMBAHAN PENDAPATAN MASYARAKAT Uswatun Chasanah dan Hikma Ellya Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur hikmapolihasnur@gmail.com ABSTRAK Tujuan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Usahatani didefinisikan sebagai satuan organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan.  [10 II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi tinjauan komoditas kedelai, khususnya peranan kedelai sebagai sumber protein nabati bagi masyarakat. Tidak hanya itu, kedelai juga ditinjau

Lebih terperinci

ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR. Oleh : Endang Pudji Astuti A

ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR. Oleh : Endang Pudji Astuti A ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR Oleh : Endang Pudji Astuti A14104065 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun yang sudah modern. Perkembangan jumlah UMKM periode

BAB I PENDAHULUAN. maupun yang sudah modern. Perkembangan jumlah UMKM periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia digerakkan oleh semua komponen usaha, mulai dari usaha besar, usaha kecil dan menengah, maupun koperasi. Salah satu faktor yang mempercepat

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR DI INDONESIA. Oleh: JUMINI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR DI INDONESIA. Oleh: JUMINI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR DI INDONESIA Oleh: A 14105565 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi dikembangkannya sektor pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perekonomian nasional tidak terlepas dari berkembangnya sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H14103070 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN RINA MARYANI. Analisis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan 38 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan untuk memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN IDA HILDAWATI A

ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN IDA HILDAWATI A ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN IDA HILDAWATI A54104039 PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

KELAYAKAN PENGUSAHAAN JARAK PAGAR PADA KEBUN INDUK JARAK PAGAR PAKUWON, SUKABUMI JAWA BARAT. Oleh : DIAH KUSUMAYANTI A

KELAYAKAN PENGUSAHAAN JARAK PAGAR PADA KEBUN INDUK JARAK PAGAR PAKUWON, SUKABUMI JAWA BARAT. Oleh : DIAH KUSUMAYANTI A KELAYAKAN PENGUSAHAAN JARAK PAGAR PADA KEBUN INDUK JARAK PAGAR PAKUWON, SUKABUMI JAWA BARAT Oleh : DIAH KUSUMAYANTI A14104010 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. buah dan sayur termasuk produk yang cepat rusak (perishable).

1. PENDAHULUAN. buah dan sayur termasuk produk yang cepat rusak (perishable). 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti yang kita ketahui bersama, kita kaya sekali akan berbagai macam buah dan sayur. Hampir di setiap daerah menghasilkan komoditas ini, bahkan di beberapa daerah mempunyai

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH Oleh : EKO HENDRAWANTO A14105535 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN EKO

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi atau memproduksi menurut Putong (2002) adalah menambah kegunaan (nilai-nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA SERBUK MINUMAN INSTAN BERBASIS TANAMAN OBAT (Studi Kasus:Koleksi Taman Obat Dan Spa Kebugaran SYIFA, Bogor)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA SERBUK MINUMAN INSTAN BERBASIS TANAMAN OBAT (Studi Kasus:Koleksi Taman Obat Dan Spa Kebugaran SYIFA, Bogor) ANALISIS KELAYAKAN USAHA SERBUK MINUMAN INSTAN BERBASIS TANAMAN OBAT (Studi Kasus:Koleksi Taman Obat Dan Spa Kebugaran SYIFA, Bogor) Oleh: NADIA LARASATI UTAMI A14104085 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG SKRIPSI SYAHRA ZULFAH H34050039 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Untuk mengetahui dampak kenaikan harga kedelai sebagai bahan baku (input) dalam industri tempe, akan digunakan beberapa teori yang berkaitan dengan hal tersebut.

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU OLAHAN (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat)

OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU OLAHAN (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU OLAHAN (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) Oleh : SIESKA RIDYAWATI A14103047 PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar paling utama bagi manusia adalah kebutuhan pangan. Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN Oleh: RONA PUTRIA A 14104687 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT OLEH: ARYANI PRAMESTI A 14301019 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING SERTA DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING SERTA DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING SERTA DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR (Kasus : Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup) Oleh: MERIKA SONDANG SINAGA A14304029 PROGRAM

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produk total (TP) adalah jumlah total yang diproduksi selama periode waktu tertentu. Jika jumlah semua input kecuali satu faktor

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Teori Produksi Penelitian ini akan mengukur bagaimana dampak penggunaan faktorfaktor produksi terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan adanya variasi hasil produksi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian tentang optimasi penggunaan input produksi telah dilakukan oleh beberapa peneliti pada komoditas lain, seperti pada tanaman bawang merah dan kubis.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan alur berfikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Produksi Produksi merupakan serangkaian proses dalam penggunaan berbagai input yang ada guna menghasilkan output tertentu. Produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandung nilai gizi yang tinggi. Gizi yang tinggi ini merupakan sumber

I. PENDAHULUAN. mengandung nilai gizi yang tinggi. Gizi yang tinggi ini merupakan sumber I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecap manis merupakan salah satu produk turunan kedelai yang mengandung nilai gizi yang tinggi. Gizi yang tinggi ini merupakan sumber karbohidrat dan protein yang diperoleh

Lebih terperinci

PENGOLAHAN JAGUNG SEBAGAI BAHAN PANGAN. Agus Sutanto

PENGOLAHAN JAGUNG SEBAGAI BAHAN PANGAN. Agus Sutanto PENGOLAHAN JAGUNG SEBAGAI BAHAN PANGAN Agus Sutanto PENDAHULUAN Kebutuhan pangan selalu mengikuti trend jumlah penduduk dan dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan per kapita serta perubahan pola konsumsi

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN SUSU UHT MEREK REAL GOOD DI KOTA BOGOR. Oleh : YUSTIKA MUHARASTRI A

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN SUSU UHT MEREK REAL GOOD DI KOTA BOGOR. Oleh : YUSTIKA MUHARASTRI A ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN SUSU UHT MEREK REAL GOOD DI KOTA BOGOR Oleh : YUSTIKA MUHARASTRI A14104120 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ANALISIS KEPUASAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keripik Ubi kayu Keripik singkong adalah sejenis makanan ringan berupa irisan tipis dari umbiumbian yang mengandung pati. Biasanya keripik singkong melalui tahap penggorengan,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor) SKRIPSI MADA PRADANA H34051579 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS PERBEDAAN BIAYA, PENDAPATAN DAN RENTABILITAS PADA AGROINDUSTRI TEMPE ANTARA PENGGUNAAN MODAL SENDIRI DENGAN MODAL PINJAMAN

ANALISIS PERBEDAAN BIAYA, PENDAPATAN DAN RENTABILITAS PADA AGROINDUSTRI TEMPE ANTARA PENGGUNAAN MODAL SENDIRI DENGAN MODAL PINJAMAN ANALISIS PERBEDAAN BIAYA, PENDAPATAN DAN RENTABILITAS PADA AGROINDUSTRI TEMPE ANTARA PENGGUNAAN MODAL SENDIRI DENGAN MODAL PINJAMAN (Studi Kasus di Kecamatan Banjar Kota Banjar) Oleh: Ani Sulistiani 1,

Lebih terperinci

ANALISIS SENSITIVITAS HARGA DAN LOYALITAS KONSUMEN TERHADAP MINYAK GORENG MEREK BIMOLI DI KOTA BOGOR INDRA UTAMA NASUTION A.

ANALISIS SENSITIVITAS HARGA DAN LOYALITAS KONSUMEN TERHADAP MINYAK GORENG MEREK BIMOLI DI KOTA BOGOR INDRA UTAMA NASUTION A. ANALISIS SENSITIVITAS HARGA DAN LOYALITAS KONSUMEN TERHADAP MINYAK GORENG MEREK BIMOLI DI KOTA BOGOR INDRA UTAMA NASUTION A. 14103550 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

ABSTRAK. PENDAHULUAN Latar Belakang. GaneÇ Swara Vol. 10 No.1 Maret 2016 IDA BGS. EKA ARTIKA, 2) IDA AYU KETUT MARINI

ABSTRAK. PENDAHULUAN Latar Belakang. GaneÇ Swara Vol. 10 No.1 Maret 2016 IDA BGS. EKA ARTIKA, 2) IDA AYU KETUT MARINI ANALISIS NILAI TAMBAH (VALUE ADDED) BUAH PISANG MENJADI KRIPIK PISANG DI KELURAHAN BABAKAN KOTA MATARAM (Studi Kasus Pada Industri Rumah Tangga Kripik Pisang Cakra ) 1) IDA BGS. EKA ARTIKA, 2) IDA AYU

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. integral pembangunan nasional. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas

PENDAHULUAN. integral pembangunan nasional. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan sub sektor perkebunan khususnya kelapa sawit merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian integral pembangunan nasional.

Lebih terperinci

ANALISIS INTERNALISASI BIAYA PENGOLAHAN LIMBAH (Studi Kasus Sentra Industri Tempe di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)

ANALISIS INTERNALISASI BIAYA PENGOLAHAN LIMBAH (Studi Kasus Sentra Industri Tempe di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor) ANALISIS INTERNALISASI BIAYA PENGOLAHAN LIMBAH (Studi Kasus Sentra Industri Tempe di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor) Oleh : Natalia A14304070 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR OLEH ARI MURNI A 14103515 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Bachtiar Rivai (1980) yang dikutip oleh Hernanto (1996),

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Bachtiar Rivai (1980) yang dikutip oleh Hernanto (1996), III. KERANGKA PEMIKIRAN 3. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.. Konsep Usahatani Menurut Bachtiar Rivai (980) yang dikutip oleh Hernanto (996), mengatakan bahwa usahatani merupakan sebuah organisasi dari alam,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tepung terigu sangat dibutuhkan dalam industri pangan di Indonesia. Rata-rata kebutuhan terigu perusahaan roti, dan kue kering terbesar di Indonesia mencapai 20 ton/tahun,

Lebih terperinci

6.1. Pengadaan dan Penanganan Bahan Baku

6.1. Pengadaan dan Penanganan Bahan Baku Analisis pendapatan pedagang bakso dilakukan dengan cara menghitung selisih antara penerimaan usaha bakso dengan biaya-biaya usaha bakso yang dikeluarkan. Analisis yang dilakukan adalah dengan cara membandingkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Di Indonesia, tanaman jagung sudah dikenal sekitar 400 tahun yang lalu, didatangkan oleh orang Portugis dan Spanyol. Daerah sentrum produksi jagung di Indonesia

Lebih terperinci