BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan adaptasi (Lazarus, 1969). Penyesuaian diri merupakan proses

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan adaptasi (Lazarus, 1969). Penyesuaian diri merupakan proses"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENYESUAIAN DIRI 1. Pengertian Penyesuaian Diri Penyesuaian diri merupakan istilah yang digunakan para psikolog, dimana sebelumnya konsep ini merupakan konsep biologis yang disebut dengan adaptasi (Lazarus, 1969). Penyesuaian diri merupakan proses psikologis dimana seseorang mengatur atau mengatasi berbagai tuntutan dan tekanan. Menurut Atwater (1983), penyesuaian diri berkaitan dengan perubahan pada diri sendiri dan lingkungan yang dilakukan untuk mencapai kepuasan dalam menjalin hubungan dengan orang lain dan dengan lingkungan. Hal ini serupa dengan yang diungkapkan Martin dan Osborne (1989) bahwa penyesuaian diri merupakan bentuk perubahan perilaku untuk menghadapi perubahan tuntutan lingkungan. Sawrey dan Telford menyebutkan bahwa penyesuaian diri merupakan interaksi yang terjadi terus-menerus antara individu dengan lingkungannya, yang melibatkan sistem kognisi, emosi, dan perilaku (dalam Calhoun & Acocella, 1990). Fahmi juga menyatakan hal yang serupa (dalam Sobur, 2003). Ia mendefinisikan penyesuaian diri sebagai suatu proses yang dinamis, berlangsung terus-menerus, yang bertujuan untuk mengubah perilaku untuk mendapatkan hubungan yang lebih serasi antara diri dan lingkungan. 11

2 12 Penyesuaian diri merupakan suatu usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya, sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, prasangka, depresi, kemarahan, dan emosi negatif lainnya yang tidak sesuai dan kurang efisien dapat dikikis habis (Kartono, 2002). Menurut Schneiders penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, dimana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan di dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan frustasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan dimana ia tinggal (Desmita, 2009). Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa penyesuaian diri merupakan reaksi individu dalam mengatasi ketegangan karena terhambatnya kebutuhan untuk mencapai keselarasan antara individu dan lingkungan. 2. Bentuk Penyesuaian Diri Schneiders (1964) juga mengemukakan bahwa ada dua macam bentuk penyesuaian diri yang dilakukan individu, yaitu: a. Penyesuaian diri personal Adalah bentuk penyesuaian diri yang diarahkan kepada diri sendiri, seperti penyesuaian diri fisik dan emosi, penyesuaian diri seksual, dan penyesuaian moral dan religius.

3 13 b. Penyesuaian diri sosial Adalah bentuk penyesuaian diri terhadap lingkungan, seperti rumah, sekolah, dan masyarakat; yang merupakan aspek khusus dari kelompok sosial. Hal ini berarti melibatkan pola hubungan di antara kelompok yang ada dan saling berhubungan secara integral di antara ketiganya. Sementara itu, menurut Gunarsa, bentuk penyesuaian diri ada dua, antara lain (dalam Sobur, 2003): a. Adaptive Merupakan bentuk penyesuaian diri bersifat fisik, artinya perubahanperubahan dalam proses fisiologis untuk menyesuaikan kebutuhan diri terhadap lingkungan. b. Adjustive Merupakan bentuk penyesuaian diri bersifat psikis, artinya penyesuaian diri, baik emosi dan tingkah laku terhadap lingkungan yang memiliki norma sosial. 3. Karakteristik Penyesuaian Diri Schneiders (1964) memberikan kriteria individu dengan penyesuaian diri yang baik, yaitu sebagai berikut: a. Pengetahuan tentang kelebihan dan kekurangan dirinya b. Objektivitas diri dan penerimaan diri c. Kontrol dan perkembangan diri d. Integrasi pribadi yang baik

4 14 e. Adanya tujuan dan arah yang jelas dari perbuatannya f. Adanya perspektif, skala nilai, filsafat hidup yang adekuat g. Mempunyai rasa humor h. Mempunyai rasa tanggung jawab i. Menunjukkan kematangan respon j. Adanya perkembangan kebiasaan yang baik k. Adanya adaptabilitas l. Bebas dari respon yang cacat m. Memiliki kemampuan bekerja sama dan menaruh minat terhadap orang lain n. Memiliki minat yang besar dalam bekerja dan bermain o. Memiliki orientasi yang adekuat terhadap realitas 4. Aspek Penyesuaian Diri Schneiders (1964) mengungkapkan bahwa penyesuaian diri yang baik meliputi tujuh aspek sebagai berikut: a. Tidak terdapat emosionalitas yang berlebih Aspek ini menekankan pada adanya kontrol emosi yang memungkinkan individu tersebut untuk menghadapi permasalahan dan dapat menentukan berbagai kemungkinan pemecahan masalah ketika muncul hambatan.

5 15 b. Tidak terdapat mekanisme psikologis Aspek ini menjelaskan pendekatan terhadap permasalahan lebih mengindikasikan respon yang normal daripada penyelesaian masalah melalui serangkaian mekanisme pertahanan diri. Individu dikategorikan normal jika bersedia mengakui kegagalan yang dialami dan berusaha kembali untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. c. Tidak terdapat perasaan frustasi personal Perasaan frustasi membuat seseorang sulit untuk bereaksi secara normal terhadap situasi atau masalah. Individu yang frustrasi akan merasa tidak berdaya dan hidup tanpa harapan. Maka akan sulit bagi individu untuk mengorganisir kemampuan berpikir, perasaan, motivasi dan tingkah laku dalam menghadapi situasi yang menuntut penyelesaian. d. Kemampuan untuk belajar Penyesuaian merupakan proses belajar berkesinambungan dari perkembangan individu sebagai hasil dari kemampuannya mengatasi situasi konflik dan stres. e. Pemanfaatan pengalaman masa lalu Dalam proses pertumbuhan dan perubahan, penggunaan pengalaman di masa lalu itu penting. Individu dapat menggunakan pengalamannya maupun pengalaman orang lain melalui kegiatan analisis mengenai faktor-faktor apa saja yang membantu dan mengganggu proses penyesuaian dirinya.

6 16 f. Sikap realistik dan objektif Penyesuaian secara konsisten berhubungan dengan sikap realistik dan objektif yang bersumber pada pemikiran yang rasional, kemampuan menilai situasi, masalah dan keterbatasan individu sesuai dengan kenyataan sebenarnya. g. Pertimbangan rasional dan pengarahan diri Individu memiliki kemampuan berpikir dan melakukan pertimbangan terhadap masalah atau konflik serta kemampuan mengorganisasi pikiran, tingkah laku dan perasaan untuk memecahkan masalah, dalam kondisi sulit sekalipun. Pada mahasiswa sendiri, penyesuaian diri di lingkungan Perguruan Tinggi memiliki empat aspek (Baker & Siryk, 1984), yaitu: a. Penyesuaian Akademik (Academic Adjustment) Penyesuaian akademik adalah kemampuan mahasiswa untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan perkuliahan dan mencapai tingkat kepuasan pada prestasi akademisnya. Aspek ini meliputi motivasi (sikap terhadap tujuan akademis, motivasi untuk mencapai tujuan akademis dan untuk berkuliah), aplikasi (seberapa jauh motivasi diubah menjadi suatu usaha untuk mencapai tujuan akademis), performa (keberhasilan dan keefektifan dalam mencapai tujuan akademis), dan lingkungan akademis (kepuasan terhadap prestasi akademis).

7 17 b. Penyesuaian Sosial (Social Adjustment) Penyesuaian sosial adalah kemampuan mahasiswa untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan kampus. Aspek ini meliputi keterlibatan individu dalam kegiatan di lingkungan kampus secara umum, keterlibatan dan hubungan individu dengan orang lain di lingkungan kampus, dan kepuasan terhadap lingkungan kampus. c. Penyesuaian Emosional (Emotional Adjustment) Penyesuaian emosional adalah kemampuan mahasiswa untuk menyesuaikan diri terhadap masalah emosional dan masalah fisik yang dihadapi sebagai mahasiswa baru. Aspek ini meliputi kesejahteraan psikologis (psychological well-being) dan kesejahteraan fisik (physical well-being). d. Kelekatan terhadap Institusi / Komitmen (Institutional Attachment) Komitmen (institutional attachment) adalah kemampuan mahasiswa untuk menyesuaikan diri dengan membangun kelekatan antar dirinya dengan kampus dan kegiatan perkuliahan yang dijalani yang berpengaruh terhadap keputusan individu untuk melanjutkan perkuliahan. Aspek ini meliputi perasaan dan kepuasan terhadap lingkungan atau kegiatan perkuliahan secara umum dan kepuasan terhadap kegiatan perkuliahan secara khusus khusus (jurusan atau mata kuliah).

8 18 5. Faktor yang Memengaruhi Penyesuaian Diri Faktor-faktor yang memengaruhi penyesuaian diri adalah (Schneiders, 1964): a. Keadaan fisik Merupakan faktor yang memengaruhi penyesuaian diri, sebab keadaan sistem-sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi terciptanya penyesuaian diri yang baik. Adanya cacat fisik dan penyakit kronis akan melatarbelakangi adanya hambatan pada individu dalam melaksanakan penyesuaian diri. b. Perkembangan dan kematangan Bentuk-bentuk penyesuaian diri individu berbeda pada setiap tahap perkembangan. Tidak hanya karena proses pembelajaran, tetapi juga karena individu yang sudah lebih matang, baik dari segi intelektual, sosial, moral, dan emosi. c. Keadaan psikologis Keadaan mental yang sehat merupakan syarat bagi tercapainya penyesuaian diri yang baik, sehingga dapat dikatakan bahwa adanya frustrasi, kecemasan dan gangguan mental dapat menghambat penyesuaian diri. Keadaan mental yang baik akan mendorong individu untuk memberikan respon yang selaras dengan dorongan internal maupun tuntutan lingkungannya.

9 19 d. Keadaan lingkungan Keadaan lingkungan yang baik, damai, tenteram, aman, penuh penerimaan dan pengertian, serta mampu memberikan perlindungan kepada anggota-anggotanya merupakan lingkungan yang akan memperlancar proses penyesuaian diri. Keadaan lingkungan yang dimaksud meliputi sekolah, rumah, dan keluarga. e. Tingkat religiusitas dan kebudayaan Religiusitas memberi nilai dan keyakinan sehingga individu memiliki arti, tujuan, dan stabilitas hidup yang diperlukan untuk menghadapi tuntutan dan perubahan yang terjadi dalam hidupnya. Kebudayaan pada suatu masyarakat merupakan suatu faktor yang membentuk watak dan tingkah laku individu untuk menyesuaikan diri dengan baik atau justru membentuk individu yang sulit menyesuaikan diri. B. LOCUS OF CONTROL 1. Pengertian Locus of Control Locus of control menurut Rotter adalah keyakinan individu mengenai sumber kontrol atau penguatan (reinforcement) di dalam hidupnya, apakah kontrol dan penguatan tersebut tergantung pada perilaku masing-masing atau bergantung pada kekuatan di luar diri (Schultz & Schultz, 1994). Menurut Lefcourt, locus of control mengacu pada derajat dimana individu meyakini peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam hidupnya merupakan konsekuensi dari perbuatannya (dalam Smet, 1997). Hal ini sejalan

10 20 dengan Grimes, Millea & Woodruff (2004) yang menyatakan bahwa locus of control adalah konstruk psikologis yang digunakan untuk mengidentifikasi persepsi individu mengenai kontrol dirinya terhadap lingkungan eksternal dan tingkat tanggung jawab atau hasil perilaku. Larsen & Buss (2010) juga menyebutkan bahwa locus of control menggambarkan persepsi individu tentang tanggung jawab atas kejadian dalam hidupnya. Menurut Forte (2005), locus of control mengacu pada kondisi dimana individu mengatribusikan kesuksesan dan kegagalan dalam hidupnya. Hal ini serupa dengan yang dinyatakan oleh Demirtas & Günes bahwa locus of control adalah persepsi individu tentang siapa yang bertanggung jawab atas peristiwa yang terjadi di dalam hidup mereka (Hamedoglu, Kantor, & Gulay, 2012). Spector (dalam Munir & Sajid, 2010) menyebutkan bahwa locus of control adalah sebuah kecenderungan individu untuk meyakini bahwa ia atau hal-hal di luar kekuasannya yang mengendalikan peristiwa dalam hidupnya. Erdogan (dalam Kutanis, Mesci, & Ovdur, 2011) menyatakan bahwa locus of control adalah gagasan yang dimiliki individu sepanjang hidupnya, menganalisis peristiwa sebagai hasil dari perilaku mereka atau hasil dari kebetulan, nasib, atau kekuatan di luar kendali mereka. Berdasarkan pandangan dari beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa locus of control adalah suatu konsep yang menggambarkan keyakinan akan pusat kendali individu mengenai penyebab peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam hidupnya.

11 21 2. Karakteristik Locus of Control Menurut Andre (2008), ada beberapa perbedaan karakter individu yang memiliki external locus of control dan internal locus of control, yaitu: Tabel 1. Perbedaan Karakteristik Locus of Control External Locus of Control - Kurang memiliki kontrol terhadap perilaku diri - Kurang aktif mencari informasi untuk menghadapi situasi tertentu - Memiliki self-esteem yang rendah - Memiliki kepuasan kerja yang rendah - Kesulitan mengatasi stres - Meyakini reward dan punishment yang diterima sebagai kekuatan yang mungkin berubah dan tidak menentu Internal Locus of Control - Memiliki kontrol yang baik terhadap perilaku diri - Lebih aktif mencari informasi yang berhubungan dengan situasi yang sedang dihadapi - Memiliki self-esteem yang tinggi - Memiliki kepuasan kerja yang tinggi - Memiliki kemampuan mengatasi stres yang baik - Meyakini reward dan punishment yang diterima berhubungan dengan performa yang telah mereka hasilkan 3. Aspek Locus of Control Rotter mengusulkan locus of control sebagai aspek kepribadian yang terdiri dari dua kutub ekstrim yang bertolak belakang (dalam Lefcourt, 1982). Setiap individu memiliki kedua kutub locus of control, yaitu internal locus of control dan external locus of control. Akan tetapi ada kalanya salah satu kutub berperan lebih kuat daripada kutub lainnya. Oleh karena itu, tidak ada satupun individu yang benar-benar internal ataupun sebaliknya. Locus of control juga tidak bersifat statis, tetapi dapat berubah tergantung pada situasi dan kondisi yang menyertainya. a. External Locus of Control Robbins (2008) menyebutkan bahwa individu dengan external locus of control berkeyakinan bahwa apapun yang terjadi pada dirinya

12 22 dikendalikan oleh kekuatan di luar dirinya, seperti keberuntungan atau kesempatan. Individu dengan external locus of control cenderung pasrah terhadap apa yang menimpanya. Menurut Rotter, external locus of control mengacu pada keyakinan bahwa kesempatan, nasib, keberuntungan, takdir, orang lain, dan hal-hal lainnya berpengaruh lebih kuat dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh individu (Karimi & Alipour, 2011). Hal ini sesuai dengan Lefcourt yang membagi lagi external locus of control menjadi dua tipe atribusi, yaitu konteks dan keberuntungan (dalam Halpert & Hill, 2001). Sementara itu, Levenson & Miller (1976) mengelompokkan tipe-tipe external locus of control ke dalam dua kelompok, yaitu kontrol dari orang lain (powerful others) dan kontrol dari kesempatan dan keberuntungan (chance and luck) (April, Dharani, & Peters, 2012). Individu seperti ini meyakini bahwa dirinya tidak memiliki kontrol atas yang terjadi di dalam hidupnya. b. Internal Locus of Control Menurut Rotter, internal locus of control mengacu pada keyakinan bahwa kesuksesan dan kegagalan yang terjadi di dalam hidup seseorang merupakan hasil dari tindakan dan usaha individu tersebut (Karimi & Alipour, 2011). Individu dengan internal locus of control meyakini bahwa ia dapat mengendalikan segala peristiwa dan konsekuensi yang terjadi di dalam hidu p mereka. Bagi individu dengan internal locus of control, kemampuan (ability) dan usaha (effort) lebih menentukan apa

13 23 yang diperoleh sepanjang hidupnya (Lefcourt, 1982 dalam Halpert & Hill, 2001). Dalam penelitian ini, pengukuran locus of control dibagi lagi dalam dua dimensi (Lefcourt, 1982), yaitu: a. Achievement (Prestasi/Pencapaian) Prestasi atau pencapaian merupakan suatu bentuk atau wujud dari kemampuan ataupun hasil usaha yang dilakukan seseorang. Lefcourt (1982) kemudian mendefinisikan prestasi sebagai hasil akademis, yaitu suatu hasil dari tujuan pendidikan, seperti nilai ataupun kelulusan dari suatu materi pelajaran. b. Affiliation (Afiliasi/Hubungan) Afiliasi atau hubungan merupakan suatu tindakan untuk menjalin hubungan dengan orang lain dan organisasi. Lefcourt (1982) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan afiliasi adalah tindakan yang dilakukan untuk menjalin hubungan dengan orang lain, baik dalam konteks pertemanan ataupun hubungan romantis. 4. Faktor yang Memengaruhi Locus of Control Dari beberapa hasil penelitian, berikut disimpulkan faktor-faktor yang memengaruhi locus of control yang dimiliki individu, yaitu: a. Faktor Keluarga Lingkungan keluarga merupakan tempat utama seseorang mendapat pengaruh mengenai locus of control yang dimilikinya (Kuzgun, dalam

14 24 Hamedoglu, Kantor, & Gulay, 2012). Orang tua mendidik anak sembari melakukan sosialisasi nilai melalui berbagai cara, salah satunya pola asuh. Individu yang diasuh dalam lingkungan otoriter dengan kontrol perilaku ketat akan tumbuh sebagai individu yang pemalu dan bergantung (external locus of control). Sementara anak yang tumbuh pada lingkungan demokraktis akan mengembangkan kemandirian dan memiliki keterampilan interaksi sosial yang lebih baik, percaya diri, dan rasa ingin tahu yang besar (internal locus of control) b. Faktor Motivasi Menurut Forte, individu hidup dengan motivasi internal dan eksternal. Hal ini juga turut memengaruhi locus of control seseorang (dalam Karimi & Alipour, 2011). Kepuasan, harga diri, peningkatan kualitas hidup merupakan beberapa motivasi internal. Sedangkan promosi jabatan, gaji, atau bentuk reward dan punishment lainnya merupakan bentuk motivasi eksternal. c. Faktor Pelatihan Program pelatihan adalah sebuah pendekatan terapi yang diberlakukan untuk mengembalikan kendali atas hasil yang ingin diperoleh. Hal ini akan membantu meningkatkan kemampuan individu untuk mengatasi hal-hal yang membawa dampak buruk di dalam hidupnya. Menurut Luzza, Funk, dan Strang, pelatihan dapat mendorong individu hidup dengan internal locus of control (dalam Weissbein, Huang, Ford, & Schmidt, 2011).

15 25 C. MAHASISWA Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. Dalam Peraturan Pemerintah RI No. 30 Tahun 1990, mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi. Selanjutnya, Sarwono (1978) menyebutkan bahwa mahasiswa adalah setiap orang berusia tahun yang resmi terdaftar untuk mengikuti proses belajar di perguruan tinggi. Sementara itu menurut Papalia, Olds, & Feldman (2009), mahasiswa, dalam masa perkembangannya, berada di tahap remaja akhir dengan rentang usia tahun, yakni di masa transisi antara remaja menuju dewasa muda. Mahasiswa tingkat pertama adalah peserta didik yang terdaftar dan sedang belajar pada semester satu atau semester dua di perguruan tinggi. D. DINAMIKA HUBUNGAN ANTARA LOCUS OF CONTROL DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA TINGKAT PERTAMA Perkuliahan merupakan waktu yang penuh dengan tekanan bagi para mahasiswa baru terkait dengan banyaknya perbedaan tuntutan antara masa sekolah dan masa kuliah. Stres yang timbul biasanya disebabkan oleh ketidaksiapan mereka dengan standar pendidikan yang lebih tinggi dimana mereka harus mengerjakan tugas dengan jumlah banyak dan dalam tenggang waktu singkat namun tetap selesai tepat waktu, pola hubungan antara dosen dengan

16 26 mahasiswa, pencarian teman baru, serta masalah kemandirian dan tanggung jawab yang meningkat. Stres yang dialami mahasiswa tingkat pertama ini kemudian perlu ditindaklanjuti karena berbagai dampak negatif yang ditimbulkannya, seperti pada nilai akademis, motivasi belajar, dan ketekunan belajar. Untuk itulah dibutuhkan kemampuan penyesuaian diri yang baik yang dapat diandalkan untuk mengatasi stres yang mereka alami sebagai mahasiswa tingkat pertama. Schneiders (1964) memberikan beberapa kriteria individu dengan penyesuaian diri yang baik, salah satunya adalah kontrol diri, yaitu cara individu mengendalikan pikiran, perasaan, dan tindakan diri dalam menghadapi peristiwa dalam hidupnya. Konsep ini oleh Rotter disebut dengan Locus of Control yang terdiri dari dua kutub yang bersifat kontinuum, internal dan eksternal. Individu yang memiliki kecenderungan locus of control internal, yang meyakini bahwa ia memiliki kendali atas perisitiwa dalam hidupnya melalui kemampuan (ability) dan usaha (effort), disebutkan memiliki kontrol perilaku lebih baik, lebih aktif dalam mencari informasi dan pengetahuan yang berhubungan dengan situasi yang dihadapi, memiliki self-esteem yang tinggi, dan memiliki kemampuan mengatasi stres lebih baik. Kemampuan ini tentu diperlukan oleh individu-individu yang sedang melakukan penyesuaian diri terhadap perubahan ataupun lingkungan baru. Sedangkan bagi individu yang meyakini bahwa sumber penyebab peristiwa berada di luar kendalinya (external) akan cenderung menyalahkan lingkungan (context) atau menganggap bahwa mereka hanya sedang mengalami

17 27 ketidakberuntungan (luck). Hal ini diasumsikan akan menyebabkan penyesuaian diri yang dilakukan akan berjalan lebih lama karena akan lebih sulit mengubah lingkungan atau hal-hal yang ada di luar kendali diri. E. HIPOTESA PENELITIAN Berdasarkan uraian teoritis di atas, maka peneliti memiliki hipotesa bahwa terdapat hubungan negatif antara locus of control dengan penyesuaian diri pada mahasiswa tingkat pertama. Semakin tinggi tingkat locus of control seseorang (semakin eksternal), maka akan semakin buruk penyesuaian dirinya. Demikian sebaliknya, semakin rendah tingkat locus of control seseorang (semakin internal), maka akan semakin baik pula penyesuaian dirinya. Selain itu, terdapat hipotesis lainnya yang juga ingin dibuktikan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Ada hubungan negatif antara locus of control dengan penyesuaian diri akademik, sosial, dan komitmen. 2. Pada dimensi prestasi, ada hubungan negatif antara kemampuan (ability), usaha (effort), konteks (context), dan keberuntungan (luck) dengan penyesuaian diri, baik secara akademik, sosial, dan komitmen. 3. Pada dimensi afiliasi, ada hubungan negatif antara kemampuan (ability), usaha (effort), konteks (context), dan keberuntungan (luck) dengan penyesuaian diri, baik secara akademik, sosial, dan komitmen.

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian diri ialah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhankebutuhan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian Diri Menurut Schneiders (1964) penyesuaian diri sebagai suatu proses yang melibatkan respon-respon mental dan perbuatan individu dalam

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. suatu hal yang dipastikan memberikan kontribusi terhadap kualitas kinerja pada

BAB 2 LANDASAN TEORI. suatu hal yang dipastikan memberikan kontribusi terhadap kualitas kinerja pada BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Locus of Control 2.1.1.1 Definisi Locus of Control Locus of control menurut Rotter (dikutip Suwarsi & Budianti, 2009) adalah suatu hal yang dipastikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Achievement 1. Definisi Identity Achievement Identitas merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri seseorang dengan orang lain. Individu harus memutuskan siapakah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian Diri Schneider (1964) mengemukakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan tingkah laku

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penyesuaian Diri 2.1.1 Pengertian Penyesuaian Diri Untuk memperjelas tentang pemahaman yang akan menjadi dasar pembahasan dalam pembuatan skripsi ini, maka berikut diutarakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pada lingkungannya (Sunarto dan Hartono, 2008). Penyesuaian merupakan

BAB II LANDASAN TEORI. pada lingkungannya (Sunarto dan Hartono, 2008). Penyesuaian merupakan 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Penyesuaian Diri Penyesuaian mengacu pada seberapa jauhnya kepribadian individu berfungsi secara efisien dalam masyarakat (Hurlock, 2005). Penyesuaian adalah usaha menusia untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merantau merupakan salah satu fenomena sosial yang memiliki dampak luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong seseorang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. tersebut dikaitkan dengan kedudukannya sebagai makhluk individu dan

BAB I PENDAHULUAN. manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. tersebut dikaitkan dengan kedudukannya sebagai makhluk individu dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya manusia di ciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan di kodratkan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individual memiliki unsur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku, di mana individu

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku, di mana individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupan manusia, manusia akan mengalami perubahan, baik perubahan dari luar maupun dari dalam. Dari dalam seperti fisik, pertumbuhan tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa. BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa. Seorang perempuan dianggap sudah seharusnya menikah ketika dia memasuki usia 21 tahun dan laki-laki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang semakin maju menuntut masyarakat untuk semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah satu tujuan seseorang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personility),

BAB II LANDASAN TEORI. Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personility), BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Locus Of Control 2.1.1. Pengertian Locus Of Control Konsep tentang Locus of control (pusat kendali) pertama kali dikemukakan oleh Rotter (1966), seorang ahli teori pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. administrators (http://en.wikipedia.org/wiki/borarding_school diaskes tanggal 7

BAB II LANDASAN TEORI. administrators (http://en.wikipedia.org/wiki/borarding_school diaskes tanggal 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Sekolah Asrama 1. Pengertian Sekolah Asrama A boarding school is a school where some or all people study and live during the school year with their fellow students and possibly

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. Manusia dalam perkembangannya, sebagai makhluk sosial tidak lepas dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. Manusia dalam perkembangannya, sebagai makhluk sosial tidak lepas dari 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Definisi Penyesuaian Diri Manusia dalam perkembangannya, sebagai makhluk sosial tidak lepas dari berinteraksi dengan orang lain maupun lingkungannya. Berbicara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.A. Penyesuaian Diri terhadap Pensiun II.A.1. Penyesuaian diri Calhoun dan Acocella (1990) menyatakan bahwa penyesuaian diri merupakan interaksi individu yang kontinu dengan diri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap orang pasti pernah mengalami masalah yang menjadi tekanan di

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap orang pasti pernah mengalami masalah yang menjadi tekanan di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang pasti pernah mengalami masalah yang menjadi tekanan di dalam hidup dan situasi seperti ini dapat menimbulkan stres. Lazarus & Folkman (1984) menyatakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep tentang Locus of control (pusat kendali) pertama kali

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep tentang Locus of control (pusat kendali) pertama kali BAB II LANDASAN TEORI A. Internal Locus Of Control 1. Definisi Internal Locus of Control Locus of control adalah tingkat di mana individu yakin bahwa mereka adalah penentu nasib mereka sendiri (Robbins

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Weitz, Sujan dan Sujan (1986) mendefinisikan adaptive selling sebagai:

BAB II LANDASAN TEORI. Weitz, Sujan dan Sujan (1986) mendefinisikan adaptive selling sebagai: BAB II LANDASAN TEORI A. Adaptive Selling 1. Pengertian Adaptive Selling Weitz, Sujan dan Sujan (1986) mendefinisikan adaptive selling sebagai: The altering of sales behaviour during a customer interaction

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ilmunya dalam dunia pendidikan hingga tingkat Perguruan Tinggi. Dalam jenjang

BAB I PENDAHULUAN. ilmunya dalam dunia pendidikan hingga tingkat Perguruan Tinggi. Dalam jenjang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini zaman semakin berkembang, khususnya pada dunia pendidikan. Untuk mengikuti perkembangan zaman tersebut, individu mengembangkan ilmunya dalam dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Penyesuaian Diri 1. Penyesuaian Diri Seorang tidak dilahirkan dalam keadaan telah mampu menyesuaikandiri atau tidak mampu menyesuaikan diri. Kondisi fisik, mental

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika berinteraksi, individu dihadapkan pada tuntutan-tuntutan, baik dari

BAB I PENDAHULUAN. Ketika berinteraksi, individu dihadapkan pada tuntutan-tuntutan, baik dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sebagai makhluk hidup senantiasa berinteraksi dengan dirinya, orang lain, dan lingkungannya guna memenuhi kebutuhan hidup. Ketika berinteraksi, individu dihadapkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dimaksud adalah lingkungan sosial yang berisi individu-individu yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dimaksud adalah lingkungan sosial yang berisi individu-individu yang BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Definisi Penyesuaian Diri Salah satu bentuk interaksi ditandai ketika seseorang menyesuaikan diri terhadap lingkungan baru. Lingkungan baru yang dimaksud adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan formal maupun nonformal. mempermudah mendapatkan pekerjaan. Berdasarkan data dari Badan

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan formal maupun nonformal. mempermudah mendapatkan pekerjaan. Berdasarkan data dari Badan BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Persaingan hidup yang semakin tinggi menyebabkan setiap individu perlu bersaing dengan individu lainnya. Agar individu dapat bersaing di dunia kerja, individu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Kecenderungan Pembelian Impulsif. impulsif sebagai a consumers tendency to buy spontaneusly, immediately and

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Kecenderungan Pembelian Impulsif. impulsif sebagai a consumers tendency to buy spontaneusly, immediately and BAB II LANDASAN TEORI A. KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF 1. Pengertian Kecenderungan Pembelian Impulsif Rook dan Fisher (dalam Semuel, 2007), mendefinisikan sifat pembelian impulsif sebagai a consumers

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. SOCIAL LOAFING 1. Definisi Social Loafing Social loafing adalah istilah yang dibentuk oleh Latane, Williams, dan Harkins (1979) untuk mendefinisikan penurunan usaha seseorang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Locus of Control 2.1.1 Definisi Locus of Control Istilah locus of control muncul dalam teori social learning Rotter yang mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Konsep tentang Locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Konsep tentang Locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Locus Of Control 2.1.1.1 Pengertian Locus Of Control Konsep tentang Locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-being 1. Definisi Psychological well-being Psychological well-being merupakan istilah yang digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-being 1. Definisi Psychological well-being Psychological well-being merupakan istilah yang digunakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-being 1. Definisi Psychological well-being Psychological well-being merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kesehatan psikologis individu berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penyesuaian Sosial 2.1.1. Pengertian Penyesuaian Sosial Schneider (1964) mengemukakan tentang penyesuaian sosial bahwa, Sosial adjustment signifies the capacity to react affectively

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk mengatasi tekanan kebutuhan, frustrasi dan kemampuan untuk. mengembangkan mekanisme psikologi yang tepat diungkapkan oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk mengatasi tekanan kebutuhan, frustrasi dan kemampuan untuk. mengembangkan mekanisme psikologi yang tepat diungkapkan oleh BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Personal Adjustment 1. Defenisi Personal Adjustment Personal Adjustment (Penyesuaian diri) merupakan kemampuan untuk mengatasi tekanan kebutuhan, frustrasi dan kemampuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Lokasi penelitian bertempat di Pondok Pesantren Putri Assa adah yang terletak di jalan Kebon Melati No.2 Babakan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stres merupakan sebuah terminologi yang sangat popular dalam percakapan sehari-hari. Stres adalah salah satu dampak perubahan sosial dan akibat dari suatu proses modernisasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan yang teratas dan juga terakhir adalah

BAB I PENDAHULUAN. menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan yang teratas dan juga terakhir adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal merupakan pendidikan wajib yang tentunya harus kita jalankan sebagai pendidikan utama. Pendidikan formal terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh konflik pekerjaan..., Sekar Adelina Rara, FPsi UI, 2009

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh konflik pekerjaan..., Sekar Adelina Rara, FPsi UI, 2009 1 1. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Manajer merupakan seseorang yang berusaha menggapai tujuan organisasi atau perusahaan dengan mengatur orang lain agar bersedia melakukan tugas yang diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk selalu menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan dengan orang lain menimbulkan sikap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan manusia, masa remaja merupakan salah satu tahapan perkembangan dimana seorang individu mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Oleh. berharap agar sekolah dapat mempersiapkan anak-anak untuk menjadi warga

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Oleh. berharap agar sekolah dapat mempersiapkan anak-anak untuk menjadi warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan dari pendidikan adalah membantu anak mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Oleh karena itu pendidikan sangat dibutuhkan baik bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu remaja diharapkan dapat mengembangkan potensi diri secara optimal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. kondisi organisasi, namun sebuah sistem pengendalian tertentu hanya efektif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. kondisi organisasi, namun sebuah sistem pengendalian tertentu hanya efektif BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Kontijensi Teori kontijensi menyatakan bahwa tidak ada rancangan dan penggunaan sistem pengendalian manajemen yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kecerdasan..., Leila, Fakultas Psikologi 2016

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kecerdasan..., Leila, Fakultas Psikologi 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan individu yang sedang menuju kematangan pribadi dan mempunyai berbagai macam potensi, dengan potensi itu menjadikan mahasiswa dapat membuat

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme berdasarkan eksplorasi terhadap sikap hidup orang-orang yang memandang diri mereka sebagai tidak materialistis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang dihadapi siswa dalam memasuki lingkungan sekolah yang baru adalah penyesuaian diri, walaupun penyesuaian diri tidak terbatas pada siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Attachment Attachment atau kelekatan merupakan teori yang diungkapkan pertama kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. Ketika seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri

Lebih terperinci

Teori Psikologi Kepribadian Kontemporer

Teori Psikologi Kepribadian Kontemporer Modul ke: Teori Psikologi Kepribadian Kontemporer Cognitive Social Learning Psychology Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Teoretikus dari pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas, baik dari segi spiritual, intelegensi, dan skill. Menteri

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prokrastinasi Steel (2007) mengemukakan prokrastinasi sebagai suatu perilaku menunda dengan sengaja melakukan kegiatan yang diinginkan walaupun individu mengetahui bahwa perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan selama hidupnya, manusia dihadapkan pada dua peran yaitu sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membantu individu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membantu individu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membantu individu mencapai perkembangan yang optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Melalui pendidikan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, masyarakat Indonesia menganggap pendidikan menjadi sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama dalam hal mencapai

Lebih terperinci

PENGARUH PENYESUAIAN DIRI AKADEMIK TERHADAP KECENDERUNGAN SOMATISASI DI SMA AL ISLAM 1 SURAKARTA

PENGARUH PENYESUAIAN DIRI AKADEMIK TERHADAP KECENDERUNGAN SOMATISASI DI SMA AL ISLAM 1 SURAKARTA PENGARUH PENYESUAIAN DIRI AKADEMIK TERHADAP KECENDERUNGAN SOMATISASI DI SMA AL ISLAM 1 SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun. Menurut Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi untuk bertahan dan melanjutkan tugas dalam setiap tahap perkembangannya. Remaja tidak terlepas dari tahapan demi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang individu dapat dikatakan menginjak masa dewasa awal ketika mencapai usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEYAKINAN DIRI AKADEMIK DENGAN PENYESUAIAN DIRI SISWA TAHUN PERTAMA SEKOLAH ASRAMA SMA PANGUDI LUHUR VAN LITH MUNTILAN

HUBUNGAN ANTARA KEYAKINAN DIRI AKADEMIK DENGAN PENYESUAIAN DIRI SISWA TAHUN PERTAMA SEKOLAH ASRAMA SMA PANGUDI LUHUR VAN LITH MUNTILAN HUBUNGAN ANTARA KEYAKINAN DIRI AKADEMIK DENGAN PENYESUAIAN DIRI SISWA TAHUN PERTAMA SEKOLAH ASRAMA SMA PANGUDI LUHUR VAN LITH MUNTILAN SKRIPSI Disusun Oleh : Novikarisma Wijaya M2A002061 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI AKADEMIK DENGAN PENYESUAIAN DIRI AKADEMIK PADA MAHASISWA RANTAU DARI INDONESIA BAGIAN TIMUR DI SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI AKADEMIK DENGAN PENYESUAIAN DIRI AKADEMIK PADA MAHASISWA RANTAU DARI INDONESIA BAGIAN TIMUR DI SEMARANG HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI AKADEMIK DENGAN PENYESUAIAN DIRI AKADEMIK PADA MAHASISWA RANTAU DARI INDONESIA BAGIAN TIMUR DI SEMARANG Rayhanatul Fitri 15010113130086 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di sepanjang kehidupannya sejalan dengan pertambahan usianya. Manusia merupakan individu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Suryana (2008:2), mendefinisikan bahwa kewirausahaan adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Suryana (2008:2), mendefinisikan bahwa kewirausahaan adalah BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Niat Berwirausaha Suryana (2008:2), mendefinisikan bahwa kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar,

Lebih terperinci

PROFIL PENYESUAIAN SOSIAL SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 35 JAKARTA

PROFIL PENYESUAIAN SOSIAL SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 35 JAKARTA 95 PROFIL PENYESUAIAN SOSIAL SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 35 JAKARTA Nur Asri Fitriani 1 Dra. Dharma Setiawaty 2 Drs. Djunaedi, M. Pd 3 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melihat profil penyesuaian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsep locus of control pertama kali dirumuskan oleh Rotter berdasarkan teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsep locus of control pertama kali dirumuskan oleh Rotter berdasarkan teori 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Locus Of Control 1. Pengertian Locus of Control Konsep locus of control pertama kali dirumuskan oleh Rotter berdasarkan teori belajar sosial (Effi, 1993). Di dalam teori belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan bantuan orang lain. Oleh karena itu, setiap manusia diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak setiap orang. Begitu pula pendidikan untuk orang orang yang memiliki kebutuhan khusus. Seperti dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena perceraian merupakan hal yang sudah umum terjadi di masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk, yang terjadi apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jika dilihat berdasarkan tahapan perkembangannya, individu yang baru saja

BAB I PENDAHULUAN. Jika dilihat berdasarkan tahapan perkembangannya, individu yang baru saja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Jika dilihat berdasarkan tahapan perkembangannya, individu yang baru saja memasuki dunia perkuliahan adalah mereka yang sedang menghadapi masa transisi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyadari pentingnya memiliki pendidikan yang tinggi. Untuk mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. menyadari pentingnya memiliki pendidikan yang tinggi. Untuk mengikuti perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan saat ini semakin berkembang, hal ini ditandai dengan individu yang menyadari pentingnya memiliki pendidikan yang tinggi. Untuk mengikuti perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja

I. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Remaja (adolescense) adalah masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Agni Marlina, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Agni Marlina, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah Menengah Atas (SMA) dan universitas merupakan dua institusi yang memiliki perbedaan nyata baik dari segi fisik hingga sistem yang meliputinya. Adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan secara luas dapat diinterpretasikan sejak manusia dilahirkan dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian menjadikannya sebuah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa,

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa, BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Mahasiswa yang Bekerja 2.1.1 Definisi Mahasiswa Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa, 1997), bahwa mahasiswa merupakan individu yang belajar di perguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketat, dan pada umumnya para pengguna jasa (stakeholders) menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. ketat, dan pada umumnya para pengguna jasa (stakeholders) menginginkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini kebutuhan tenaga kerja di dunia usaha atau dunia industri tingkat lokal, nasional, dan global begitu tinggi. Persaingan dalam dunia kerja juga semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bertentangan dengan hukum dan undang-undang. Tingkat krminalitas di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bertentangan dengan hukum dan undang-undang. Tingkat krminalitas di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kriminalitas merupakan suatu fenomena yang komplek dan menarik perhatian banyak kalangan, karena kriminalitas merupakan perbuatan yang bertentangan dengan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja berasal dari kata adolescence yang memiliki arti tumbuh untuk mencapai kematangan, baik mental, emosional, sosial, dan fisik. Masa remaja ditandai dengan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. 1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia

Lebih terperinci