BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita
|
|
- Widyawati Sutedja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu remaja diharapkan dapat mengembangkan potensi diri secara optimal serta mampu menguasai ilmu pengetahuan agar kelak di masa depan dapat berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan nasional menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu cara yang dapat dicapai untuk membentuk remaja yang berkualitas yaitu melalui pendidikan dan proses belajar yang baik dan jenjang yang lebih tinggi. Perwujudan pendidikan yang lebih tinggi ini dapat diperoleh para generasi muda setelah menyelesaikan pendidikan di bangku SMA yaitu melalui pendidikan di perguruan tinggi. Departemen Pendidikan Nasional (2009) melaporkan terus terjadi peningkatan jumlah perguruan tinggi di Indonesia, baik perguruan tinggi negeri maupun swasta, akan tetapi persebaran perguruan tinggi di setiap kota, daerah, atau wilayah tersebut belum merata. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, M Nuh (2014), juga mengatakan bahwa persebaran Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia belum merata, terlalu banyak terpusat di kota-kota besar. Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa pendidikan khususnya pendidikan perguruan tinggi merupakan alasan utama para generasi penerus bangsa untuk merantau. Seseorang yang memutuskan untuk menuntut ilmu pada jenjang pendidikan tinggi di luar daerah asalnya dalam jangka waktu tertentu dan atas kemauannya 1
2 2 sendiri disebut dengan mahasiswa perantau (Mochtar, 1979). Fenomena mahasiswa perantau ini umumnya bertujuan untuk meraih kesuksesan melalui kualitas pendidikan yang lebih baik pada bidang yang diinginkan serta sebagai usaha pembuktian kualitas diri sebagai seseorang yang mandiri dan bertanggung jawab dalam membuat keputusan. Mahasiswa perantau mengalami tantangan yang berbeda dari mahasiswa bukan perantau dalam menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Penelitian dari Aprianti (2012) menemukan bahwa menyesuaikan diri dengan kebudayaan tuan rumah sangat sulit. Mahasiswa yang berasal dari luar daerah harus menyesuaikan diri dengan kebudayaan baru, sama halnya dengan pendidikan yang baru dan lingkungan sosial yang baru. Penelitian yang dilakukan oleh Lin dan Yi (dalam Lee, Koeske, Sales, 2004) melaporkan mahasiswa yang berasal dari luar daerah mengalami masalah yang unik, yaitu stres yang disebabkan tidak familiar dengan gaya dan norma sosial yang baru, perubahan pada sistem dukungan, dan masalah intrapersonal dan interpersonal yang disebabkan oleh proses penyesuaian diri. Friedlander (dalam Tajalli, Sobhi, dan Ganbaripanah, 2010) juga menemukan bahwa bagi mahasiswa yang tinggal atau pindah jauh dari orang tua pada masa transisi ke perguruan tinggi dapat menyebabkan kurangnya kontak dan dukungan dari keluarga dan teman. Penelitian yang dilakukan oleh Erina (2008) menunjukkan bahwa, mahasiswa yang merantau dihadapkan pada berbagai perubahan dan perbedaan dari berbagai aspek kehidupan yang membutuhkan kemandirian, kepercayaan diri, dan penyesuaian diri.
3 3 Salah satu perguruan tinggi favorit dan menjadi pilihan para generasi muda untuk merantau yaitu Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Berdasarkan data dari Biro Administrasi UNS, jumlah pendaftar UNS pada Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun 2015 mengalami peningkatan dibanding pendaftar SNMPTN tahun 2014, yaitu dari calon, pada tahun 2015 mencapai calon. Jumlah yang diperoleh di akhir masa pendaftaran per 15 Maret 2015 pada pukul WIB menunjukkan, dari jumlah calon yang mendaftar, calon di antaranya menempatkan UNS sebagai pilihan pertama. Sisanya, sebanyak calon menempatkan UNS sebagai pilihan kedua. Pada tahun 2015 UNS, menerima mahasiswa baru Program Sarjana dengan jumlah mahasiswa. Apabila dilihat dari jumlah pendaftar SNMPTN 2015 UNS menempati peringkat ke-8 dari 63 perguruan tinggi negeri di Indonesia yang banyak dipilih oleh calon mahasiswa. Data dari Bagian Pendidikan Fakultas Teknik UNS tahun 2015 menunjukkan jumlah mahasiswa Fakultas Teknik yang berasal dari luar Provinsi Jawa Tengah selama tiga tahun terakhir yaitu, pada tahun 2013 sebesar 183 mahasiswa, tahun 2014 sebesar 203 mahasiswa, dan tahun 2015 sebanyak 184 mahasiswa. Peneliti melakukan wawancara dengan mahasiswa perantauan tahun pertama Fakultas Teknik UNS ditemukan bahwa, terdapat mahasiswa perantauan tahun pertama yang tidak mau kuliah karena tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan kampus. Mahasiswa tersebut merasa kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru dan berbeda dengan daerah asalnya. Mahasiswa tersebut juga tidak cocok dengan teman-teman dilingkungan kampus. Peneliti juga
4 4 melakukan wawancara dengan mahasiswa perantauan tahun pertama Fakultas Teknik UNS yang lain, kemudian diketahui bahwa juga terdapat mahasiswa yang juga tidak mau kuliah. Hal ini dikarenakan mahasiswa tersebut tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru dan orang-orang disekitarnya, serta kesulitan dalam bergaul dengan orang-orang dilingkungan kampus yang baru. Berdasarkan data pra penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti kepada 30 mahasiswa perantauan tahun pertama Fakultas Teknik UNS, ditemukan bahwa sebanyak 17 mahasiswa mengalami masalah penyesuaian diri. Mahasiswa tahun pertama mengalami kesulitan terkait penyesuaian diri dengan kehidupan di perguruan tinggi, Santrock (2003) menjelaskan bahwa transisi dari SMA ke perguruan tinggi meliputi perpindahan ke struktur sekolah yang lebih besar dan lebih individual, berinteraksi dengan teman yang berasal dari daerah yang berbeda dan latar belakang budaya yang berbeda, serta fokus peningkatan pada prestasi dan sistem penilaian. Bagi mahasiswa perantauan, masa transisi ini dibarengi dengan perubahan hidup lainnya, seperti meninggalkan rumah, berpisah dengan orangtua, mulai menjalin hubungan baru, mengatur tempat tinggal baru, dan mengatur keuangan untuk pertama kali (Steinberg, 1999). Pada umumnya, seseorang memasuki dunia perkuliahan pada usia 18 tahun. Menurut Desmita (2012), usia 17 sampai 22 tahun merupakan masa transisi dari remaja ke kehidupan dewasa awal atau bisa disebut remaja akhir. Kondisi ini membawa mahasiswa baru pada dua transisi yang harus dijalankan dalam satu waktu, yaitu dari remaja ke dewasa dan dari seorang senior di SMA menjadi mahasiswa baru di perguruan tinggi. Pada masa ini juga, remaja dipandang
5 5 sebagai dua sisi yang berlainan, di satu sisi remaja ingin menjadi seorang yang mandiri tanpa bantuan orang tuanya, namun di sisi lain remaja masih membutuhkan bantuan orang tuanya. Brouwer (dalam Alisjahbana, 1984) mencatat beberapa masalah yang dihadapi mahasiswa tahun pertama terkait penyesuaian diri. Pertama, perbedaan cara belajar, pelajar SMA biasanya memiliki cara belajar yang lebih pasif apabila dibandingkan dengan kebiasaan belajar pada mahasiswa. Kedua, perpindahan tempat. Bagi sebagian besar mahasiswa, memasuki perguruan tinggi berarti juga harus berpindah tempat tinggal dari tinggal bersama dengan orang tua menjadi tinggal sendiri atau bersama orang lain, baik kost maupun tinggal bersama saudara. Ketiga, mencari teman baru dan hal-hal yang berkaitan dengan pergaulan. Munculnya perasaan kesepian, merasa terasing, kecemasan yang berlebihan, kecurigaan akan lingkungan sekitar, psikosomatis, kecenderungan untuk menarik diri adalah beberapa akibat yang sering dikeluhkan oleh mahasiswa yang tidak mampu menyesuaikan diri. Keempat, pengaturan waktu. Bagi sebagian besar orang, menjadi mahasiswa berarti bebas mengatur waktu menurut kehendaknya sendiri karena tidak ada orang lain yang mengontrol. Kelima, nilainilai hidup. Orang-orang yang ditemui di perguruan tinggi lebih terbuka sehingga mahasiswa baru banyak memperoleh nilai-nilai baru dalam kehidupannya. Penelitian yang dilakukan oleh Asaf (2003) terhadap mahasiswa baru Universitas Hassanuddin tahun 2001/2002 terhadap 150 responden dari Fakultas Sastra dan Fakultas Kedokteran, menunjukkan bahwa, pada Fakultas Sastra sebanyak
6 6 63,21% dan Fakultas Kedokteran sebanyak 58,73% mahasiswa mengalami masalah penyesuaian diri. Kegagalan mahasiswa dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dapat menyebabkan hal-hal yang negatif dalam diri mahasiswa dan akan mengganggu perkuliahannya. Menurut Hurlock (2000), ada 8 tanda yang umum terjadi dari ketidakmampuan penyesuaian diri pada remaja, yaitu: 1) Tidak bertanggung jawab, hal ini tampak dalam perilaku mengabaikan pelajaran, misalnya muncul perilaku membolos dan mencontek; 2) Sikap agresif; 3) Perasaan tidak aman; 4) Merasa ingin pulang apabila berada jauh dari lingkungan yang dikenal; 5) Munculnya sikap menyerah; 6) Terlalu banyak berkhayal untuk mengimbangi ketidakpuasan yang diperoleh dari kehidupan sehari-hari; 7) Mundur ke tingkat perilaku yang sebelumnya supaya disenangi dan diperhatikan; 8) Menggunakan mekanisme pertahanan seperti berkhayal. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syabanawati (2014) kepada mahasiswa Fakultas Psikologi Unpad, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa yang dapat menyesuaikan diri di lingkungan kampus pada awal memasuki perguruan tinggi akan terus memiliki kemampuan yang tinggi di semester selanjutnya, akan tetapi mahasiswa yang mengalami kesulitan menyesuaikan diri dan tidak diatasi akan terus merasa kesulitan di semester-semester selanjutnya. Menurut Gerdes (dalam Ker, 2004), kesulitan dan kegagalan penyesuaian diri seringkali menyebabkan drop-out dari bangku kuliah. Penyesuaian diri merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang dalam mengatasi suatu hambatan dan memuaskan kebutuhan-kebutuhan serta
7 7 menegakkan hubungan yang harmonis dengan lingkungan fisik dan sosial (Chaplin, 1999). Penyesuaian diri sangat diperlukan agar tercipta suasana yang menyenangkan dan rasa aman ketika berada dalam sebuah lingkungan, terutama apabila individu akan tinggal di lingkungan baru dalam jangka waktu yang lama. Terdapat dua faktor yang memengaruhi penyesuaian diri (Soeparwoto, 2004), yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi motif, konsep diri, persepsi, sikap, inteligensi dan minat, serta kepribadian. Faktor eksternal meliputi keluarga, kondisi sekolah, teman sebaya, prasangka sosial, hukum dan norma sosial. Salah satu faktor internal yaitu inteligensi atau kecerdasan. Kecerdasan ialah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar. Chaplin (1999) mengungkapkan inteligensi sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif. Terdapat tiga kecerdasan dalam diri manusia, yaitu Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosional, dan Kecerdasan Spiritual (Jensen, 2010). Intellgence Quotient (IQ) adalah ukuran kemampuan intelektual, analisis, logika dan rasio seseorang. IQ mengukur kecepatan kita untuk mempelajari halhal baru, memusatkan perhatian pada tugas dan latihan, menyimpan dan mengingat kembali informasi objektif, terlibat dalam proses berpikir, bekerja dengan angka, berpikir abstrak dan analitis, serta memecahkan permasalahan dan menerapkan pengetahuan. Emotional Quotient (EQ) mempunyai dua arah dan dua
8 8 dimensi, arah ke dalam (personal) berarti sebuah kesadaran diri (self awareness), penerimaan diri (self acceptance), hormat diri (self respect), dan penguasaan diri (self mastery) dan arah keluar (interpersonal) berarti kemampuan memahami orang (to understand others), menerima orang (to accept others), mempercayai orang (to trust others), dan memengaruhi orang (to influence others). Spiritual Quotient (SQ) yaitu hidup bukan semata-mata untuk memperoleh materi semata akan tetapi harus betul-betul dihayati sebagai serangkaian amal bagi sesama manusia dan beribadah kepada Tuhan. Dalam kenyataannya, individu yang kecerdasan intelektualnya (IQ) tinggi dan kecerdasan emosionalnya (EQ) juga tinggi, namun ternyata tidak mendapatkan kesuksesan dalam hidupnya karena cepat menyerah apabila dihadapkan pada kesulitan dan akhirnya berhenti berusaha. Hal ini menunjukkan bahwa IQ dan EQ kurang bisa menjadi prediktor dalam kesuksesan seseorang. Menurut Stoltz, ada kerangka berpikir yang disebutnya dengan Adversity Quotient (kecerdasan menghadapi rintangan). AQ dapat menjembatani antara IQ dan EQ seseorang. AQ disini adalah kecerdasan pada saat menghadapi segala kesulitan tersebut. Adversity quotient merupakan salah stau konsep psikologis tentang kecerdasan yang dikembangkan oleh Stoltz (2000) berisi daya juang atau kemampuan seseorang untuk menghadapi kesulitan yang menghadang. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Fitriany (2008) terhadap mahasiswa perantauan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menunjukkan mahasiswa perantauan yang memiliki daya juang (adversity quotient) tinggi dapat melakukan penyesuaian sosial yang baik. Daya juang yang ada dalam diri individu dapat
9 9 terlihat dari adanya sifat pengendalian dan penyesuaian diri akan situasi yang memengaruhi berbagai bidang kehidupan. Penyesuaian diri dapat memotivasi seseorang untuk berprestasi dan bersaing dalam mencapai kesuksesan. Stoltz (2000) mengungkapkan bahwa orang yang memiliki adversity quotient tinggi tidak akan takut dalam menghadapi berbagai tantangan dalam proses meraih kesuksesan. Bahkan orang tersebut akan mampu mengubah tantangan yang dihadapinya dan menjadikannya sebuah peluang. Sementara itu, seseorang yang memiliki adversity quotient rendah merasa bahwa dirinya paling malang, sulit untuk melihat pelajaran dari sebuah persoalan, dan mempunyai daya tahan yang rendah. Mahasiswa perantauan tahun pertama dituntut mempunyai kemampuan untuk memahami, mengenali, sekaligus mengelola kesulitan atau masalah yang dihadapinya, disinilah peran adversity quotient pada mahasiswa tersebut. Mahasiswa perantauan tahun pertama yang mempunyai adversity quotient tinggi dapat mengembangkan potensi yang dimiliki untuk mengatasi tantangan-tantangan yang ada dalam penyesuaian diri. Salah satu faktor eksternal dalam penyesuaian diri adalah teman sebaya. Usaha mahasiswa perantau tahun pertama untuk menyesuaikan diri dengan perubahanperubahan yang ada memerlukan adanya dukungan sosial dari orang-orang yang ada di dalam lingkungan sekitarnya termasuk dari teman sebaya. Pada umumnya, mahasiswa menghabiskan lebih banyak waktu bersama dengan teman sebaya dibandingkan orangtua dan mendapatkan sumber afeksi, simpati, pengertian, dan bimbingan moral dari teman sebayanya (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Candra, Simon, dan Brofenbrenner
10 10 pada tahun 1968 (dalam Santrock, 2003), diketahui bahwa selama satu minggu, remaja laki-laki dan perempuan meluangkan waktunya dua kali lebih banyak untuk berkumpul bersama teman sebaya dibandingkan bersama orang tuanya. Intensitas ketergantungan mahasiswa perantauan kepada orang tuanya dapat berkurang ketika mulai mendekatkan diri pada teman-teman yang memiliki rentang usia yang sebaya dengan dirinya (Sarafino, 2011). Teman sebaya atau lebih dikenal dengan istilah peer merupakan anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama (Santrock, 2003). Dukungan sosial membantu mahasiswa mengatasi stres yang berhubungan dengan kehidupan kuliah (Taylor, 2012). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Friedlander (dalam Tajalli, Shobi, dan Ganbaripanah, 2010) menjelaskan mahasiswa yang tinggal atau pindah jauh dari rumah pada masa transisi ke perguruan tinggi dapat menyebabkan kurangnya kontak dan dukungan dari keluarga dan teman-teman dari daerah asal. Dukungan sosial merupakan isu penting bagi mahasiswa yang merantau untuk belajar. Hasil penelitian Novalia (2004) kepada mahasiswa Fakultas Psikologi Unpad, menyatakan kehadiran teman sebaya dapat menjadi sumber dukungan sosial terutama ketika mahasiswa ingin berbagi pengalaman atau kejadian dalam hidupnya. Dukungan sosial dari teman sebaya dapat membantu mahasiswa menyelesaikan kesulitan yang dihadapi, karena itu menemukan teman sebaya dengan minat sama akan membuat mahasiswa bisa lebih mudah dalam menyesuaikan diri. Mahasiswa perantauan yang memiliki adversity quotient dan dukungan sosial teman sebaya yang tinggi memandang penyesuaian diri pada tahun pertama kuliah
11 11 sebagai hal-hal yang menarik dan mampu mengubah hambatan dan kesulitan menjadi suatu tantangan dan peluang yang mendatangkan kesuksesan di masa depan. Mahasiswa yang mendapat dukungan sosial dari teman sebaya akan merasakan perasaan tenang, diperhatikan, dan dicintai oleh orang-orang yang berada di lingkungan sekitarnya. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan antara Adversity Quotient dan Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Penyesuaian Diri pada Mahasiswa Perantauan Tahun Pertama. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang diatas, maka diperoleh rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu: 1. Apakah terdapat hubungan antara adversity quotient dan dukungan sosial teman sebaya dengan penyesuaian diri pada mahasiswa perantauan tahun pertama? 2. Apakah terdapat hubungan antara adversity quotient dengan penyesuaian diri pada mahasiswa perantauan tahun pertama? 3. Apakah terdapat hubungan antara dukungan sosial teman sebaya dengan penyesuaian diri mahasiswa perantauan tahun pertama? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui hubungan adversity quotient dan dukungan sosial teman sebaya dengan penyesuaian diri mahasiswa perantauan tahun pertama.
12 12 2. Mengetahui hubungan adversity quotient dengan penyesuaian diri pada mahasiswa perantauan tahun pertama. 3. Mengetahui hubungan dukungan sosial teman sebaya dengan penyesuaian diri pada mahasiswa perantauan tahun pertama. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini meliputi: 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi pada ilmu pengetahuan khususnya bidang psikologi sosial, psikologi perkembangan, dan psikologi pendidikan terutama mengenai hubungan adversity quotient dan dukungan sosial teman sebaya dengan penyesuaian diri pada mahasiswa perantauan tahun pertama sehingga dapat mendukung pengembangan ilmu pengetahuan. 2. Manfaat Praktis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada mahasiswa perantauan mengenai pentingnya peranan adversity quotient dan dukungan sosial teman sebaya dalam menghadapi berbagai problem atau situasi dan kondisi pada mahasiswa perantauan yang baru memasuki pendidikan di perguruan tinggi sehingga dapat lebih mudah menyesuaian diri dengan lingkungan kampus. b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihakpihak terkait seperti orang tua dan pendidik mengenai hubungan
13 13 adversity quotient dan dukungan sosial teman sebaya dengan penyesuaian diri sebagai bahan pertimbangan guna membantu mahasiswa perantauan tahun pertama untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru sehingga mahasiswa perantauan dapat menjalankan perannya menempuh pendidikan di perguruan tinggi dengan baik. c. Sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti lain yang melakukan penelitian serupa di masa yang akan datang.
NURALISA/ HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY DAN DUKUNGAN
Hubungan antara Adversity Quotient dan Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Penyesuaian Diri Mahasiswa Perantauan Tahun Pertama Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta The Relationship Between
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maupun swasta namun, peningkatan jumlah perguruan tinggi tersebut tidak dibarengi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT) Dikti tahun 2010 melaporkan bahwa jumlah perguruan tinggi di Indonesia mengalami peningkatan, baik perguruan tinggi negeri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah pembelajar sejati, yang terus belajar dari ia lahir sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu keharusan bagi manusia dan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Atas (SMA) untuk melanjutkan studinya. Banyaknya jumlah perguruan tinggi di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perguruan tinggi saat ini menjadi incaran para siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) untuk melanjutkan studinya. Banyaknya jumlah perguruan tinggi di Indonesia menjadikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung secara aktif dan integratif untuk mencapai suatu
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung secara aktif dan integratif untuk mencapai suatu tujuan. Salah satu tujuannya adalah pencapaian hasil belajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pendidikan merupakan kebutuhan primer dalam kehidupan manusia, aspek paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan kualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba membekali diri dengan berbagai keterampilan dan pendidikan yang lebih tinggi agar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era perdagangan bebas ASEAN 2016 sudah dimulai. Melahirkan tingkat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era perdagangan bebas ASEAN 2016 sudah dimulai. Melahirkan tingkat persaingan yang semakin ketat dalam bidang jasa, terutama jasa psikologi. Masyarakat psikologi dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencari pengalaman hidup serta ingin menuntut ilmu yang lebih tinggi di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu mempunyai keinginan untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Hal ini bisa disebabkan lingkungan tempat tinggalnya kurang baik, ingin mencari pengalaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Agni Marlina, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah Menengah Atas (SMA) dan universitas merupakan dua institusi yang memiliki perbedaan nyata baik dari segi fisik hingga sistem yang meliputinya. Adanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merantau merupakan salah satu fenomena sosial yang memiliki dampak luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong seseorang untuk
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa di Indonesia sebagian besar masih berusia remaja yaitu sekitar
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa di Indonesia sebagian besar masih berusia remaja yaitu sekitar usia 18-22 tahun. Menurut Hall (dalam Sarlito, 2001) rentang usia tersebut merupakan fase
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak bisa lepas dari interaksi dengan manusia lainnya. Setiap manusia berinteraksi membutuhkan bantuan dalam menjalankan aktifitasnya karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan yang terjadi pada era globalisasi saat ini menuntut adanya persaingan yang semakin ketat dalam dunia kerja. Hal ini mengakibatkan adanya tuntutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bila arah pembangunan mulai memusatkan perhatian terhadap upaya peningkatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di usia republik yang sudah melebihi setengah abad ini, sudah sepatutnya bila arah pembangunan mulai memusatkan perhatian terhadap upaya peningkatan kualitas
Lebih terperinciARIS RAHMAD F
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DANKEMATANGAN SOSIAL DENGAN PRESTASI BELAJAR Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : ARIS RAHMAD F. 100 050 320
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Perbedaan Kecerdasan..., Muhammad Hidayat, FPSI UI, 2008
I. PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosional yang rendah berhubungan dengan meningkatnya penggunaan obat-obatan terlarang dan kekerasan, terutama pada laki-laki
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO
HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO Astrid Oktaria Audra Siregar 15010113140084 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO ABSTRAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tahun jumlah mahasiswa di Indonesia cenderung meningkat. Latief (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa Indonesia pada tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan kaum akademisi yang menempati strata paling
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan kaum akademisi yang menempati strata paling tinggi dalam dunia pendidikan di Indonesia bahkan di dunia. Maka, tidak heran ketika mahasiswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang dihadapi siswa dalam memasuki lingkungan sekolah yang baru adalah penyesuaian diri, walaupun penyesuaian diri tidak terbatas pada siswa
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA PERANTAU NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA PERANTAU NASKAH PUBLIKASI Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan Oleh :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempertajam keterampilan yang dimiliki serta menjalin pertemanan dengan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sekolah merupakan lembaga formal yang memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Peranan tersebut berupa kesempatan
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam membantu peserta didik agar mampu
BAB V PEMBAHASAN Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistimatis melaksanakan program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam membantu peserta didik agar mampu mengembangkan potensinya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dilaksanakan dengan tujuan untuk membentuk karakteristik seseorang agar menjadi lebih baik. Melalui jalur pendidikan formal, warga negara juga diharapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal. Pendidikan sebagai sistem terdiri dari tiga komponen, yaitu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana utama dalam membentuk dan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, baik melalui pendidikan informal maupun pendidikan formal. Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan yang semakin kompleks, terutama kita yang hidup di perkotaan yang sangat rentan pada perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Cipta,2008), hlm. 2.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil bagi suatu kelompok
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dukungan Sosial Orang Tua Definisi dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu (Sarafino,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan yang terjadi semakin ketat, individu dituntut untuk memiliki tingkat pendidikan yang memadai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang individu dapat dikatakan menginjak masa dewasa awal ketika mencapai usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu mengalami
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian diri ialah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhankebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Adapun alasan atau faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu mempunyai keinginan untuk merubah dirinya menjadi lebih baik. Hal ini bisa dikarenakan tempat sebelumnya mempunyai lingkungan yang kurang baik, ingin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang diselenggarakan di dalamnya.
Lebih terperinciBAB II. Tinjauan Pustaka
BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu bidang yang penting dan perlu mendapatkan perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa saat ini diharapkan menjadi sosok manusia yang berintelektual
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa saat ini diharapkan menjadi sosok manusia yang berintelektual tinggi sehingga menjadi sumber daya yang berkualitas, namun pada kenyataan masih banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam suatu sekolah terjadi proses belajar mengajar yang kurang menyenangkan. Salah satu bentuk kecemasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Proyek konstruksi merupakan suatu industri yang melibatkan kerjasama yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proyek konstruksi merupakan suatu industri yang melibatkan kerjasama yang baik dalam suatu organisasi. Dalam setiap kelompok kerja terdiri dari banyak anggota yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar mengajar pada hakekatnya merupakan serangkaian
1 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kegiatan belajar mengajar pada hakekatnya merupakan serangkaian kegiatan pendidikan yang bertujuan untuk mendewasakan anak didik, dan mempersiapkan mereka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia,
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan
BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keberadaan orang lain dalam hidupnya. Dorongan atau motif sosial pada manusia,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial, yang berarti manusia tidak dapat hidup sendiri. Didalam situasi dan keadaan seperti apapun manusia selalu membutuhkan keberadaan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Penyesuaian Diri. Dalam istilah psikologi, penyesuaian diri disebut dengan istilah adjusment
BAB II LANDASAN TEORI A. Penyesuaian Diri 1. Definisi Penyesuaian Diri Dalam istilah psikologi, penyesuaian diri disebut dengan istilah adjusment yang berarti suatu proses untuk mencari titik temu antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang selalu berkembang dan berubah sesuai dengan perubahan zaman. Saat ini pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke masa lebih banyak bersifat klasikal-massal, yaitu berorientasi kepada kuantitas untuk
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI. Widanti Mahendrani 1) 2)
HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI Widanti Mahendrani 1) 2) dan Esthi Rahayu Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang ABSTRAKSI Penelitian
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas, bidang pendidikan memegang peranan yang penting. Pendidikan diharapkan mampu meningkatkan mutu pendidikan,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan
BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. (Stanley Hall dalam Panuju, 2005). Stres yang dialami remaja berkaitan dengan proses perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi
Lebih terperinciPROFIL PENYESUAIAN DIRI REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH DENGAN TEMAN SEBAYA DI KAMPUNG KAYU GADANG KECAMATAN SUTERA KABUPATEN PESISIR SELATAN JURNAL
PROFIL PENYESUAIAN DIRI REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH DENGAN TEMAN SEBAYA DI KAMPUNG KAYU GADANG KECAMATAN SUTERA KABUPATEN PESISIR SELATAN JURNAL Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang berkembang dan akan selalu mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab hakikat manusia sejak terjadinya
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik. Pada masa ini remaja tumbuh dan berkembang baik secara fisik maupun psikis, perubahan terhadap pola perilaku dan juga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Hurlock,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. A. Latar Belakang
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja dalam bahasa latin adolescence berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa. Rentang waktu usia remaja dibedakan menjadi tiga, yaitu : 12-15
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting untuk
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kata menyontek mungkin sudah tidak asing lagi bagi pelajar dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata menyontek mungkin sudah tidak asing lagi bagi pelajar dan mahasiswa. Perilaku menyontek merupakan fenomena yang sudah lama ada dalam dunia pendidikan. Masalah menyontek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kecerdasan..., Leila, Fakultas Psikologi 2016
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan individu yang sedang menuju kematangan pribadi dan mempunyai berbagai macam potensi, dengan potensi itu menjadikan mahasiswa dapat membuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang
Lebih terperinciBAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan
BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatasi hambatan maupun tantangan yang dihadapi dan tentunya pantang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa adalah salah satu bagian dari civitas akademika pada perguruan tinggi yang merupakan calon pemimpin bangsa dimasa yang akan datang. Untuk itu diharapkan mahasiswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu masa dalam tahap perkembangan manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja diartikan sebagai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun belum dapat dikategorikan dewasa. Masa remaja merupaka masa transisi dari masa kanak-kanak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jiwa, kepribadian serta mental yang sehat dan kuat. Selayaknya pula seorang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah salah satu bagian dari civitas akademika pada perguruan tinggi yang merupakan calon pemimpin bangsa di masa yang akan datang. Untuk itu diharapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan secara sengaja, teratur dan terprogram dengan tujuan untuk mengubah dan mengembangkan perilaku maupun
Lebih terperinciADVERSITY QUOTIENT DAN INDEKS PRESTASI KUMULATIF MAHASISWA PENDIDIKAN MIPA FKIP UNIVERSITAS TADULAKO TAHUN AKADEMIK 2015/2016
ADVERSITY QUOTIENT DAN INDEKS PRESTASI KUMULATIF MAHASISWA PENDIDIKAN MIPA FKIP UNIVERSITAS TADULAKO TAHUN AKADEMIK 215/216 Bakri M * ) E-mail: bakrim6@yahoo.co.id Sudarman Bennu * ) E-mail: sudarmanbennu@untad.ac.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengubah emosi, sosial dan intelektual seseorang. Menurut Tudor (dalam Maurice
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengasuhan merupakan pengalaman manusia yang penting, yang dapat mengubah emosi, sosial dan intelektual seseorang. Menurut Tudor (dalam Maurice Balson, 1993: 102) apa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajarnya. Namun dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pendidikan formal, belajar menunjukkan adanya perubahan yang sifatnya positif sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan manusia, melalui pendidikan manusia dapat belajar demi kelangsungan hidupnya. Bagoe (2014, h.1) mengemukakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia pendidikan, kini orangtua semakin memiliki banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk mendaftarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat
Lebih terperinciBAB I Pendahuluan. Manusia sebagai mahluk sosial memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan
BAB I Pendahuluan 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia sebagai mahluk sosial memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan sesamanya. Hal ini menjadi kebutuhan yang cukup mendasar bagi manusia.untuk memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk memasuki era globalisasi yaitu, era dimana pertukaran budaya, seni, dan kemajuan ilmu pengetahuan terjadi sangat pesat dan bebas. Salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kurun waktu terdekat ini kemajuan disegala aspek kehidupan menuntut masyarakat untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan perguruan tinggi yang diharapkan dapat menjadi caloncalon intelektual. Mahasiswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,
Lebih terperinci