MENGGUGAT KEBERPIHAKAN ANGGARAN DAERAH (APBD) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran
|
|
- Yohanes Muljana
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 MENGGUGAT KEBERPIHAKAN ANGGARAN DAERAH (APBD) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran
2 Mengapa Pro Poor Budget Anggaran instrumen Pemerintah menyelenggarakan pembangunan Fungsi Distribusi (Keadilan) dan Fungsi Alokasi (Mengurangi kesenjangan) Anggaran menunjukan keberpihakan suatu rezim = Pemiskinan Vs Pro Poor Penyusunan Anggaran yang tidak memperhatikan kebutuhan orang miskinpemiskinan Penyusunan Anggaran yang tidak memperhatikan perbedaan kebutuhan laki-laki perempuanjender gap
3 Kerangka Regulasi Pro Poor Budget UUD 1945 UU No. 11/2005 Konvenan Internasional Hak Hak Ekosob UU No. 32/2004 pasal 167 ayat (1) dan (2) belanja daerah diprioritaskan untuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan pelayanan kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum PerPres No. 7/2005 RPJMNSNPK PP 65/2005SPM UU sektoral lainnya; UU Sisdiknas, UU SJSN, dll
4 Pro Poor Budget Bukan tujuan, tapi alat untuk mencapai kesejahteraan rakyat tanpa diskriminasi jender. Pada sisi belanja berorientasi pada pemenuhan hak-hak dasar kelompok miskin (Laki-laki & Perempuan) 10 hak dalam SNPK(pangan,kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, tanah, SDA & lingkungan hidup, rasa aman dan partisipasi ) atau pencapaian MDG s Pada sisi Pendapatantidak menghambat dan memberikan akses khusus kelompok miskin mendapatkan layanan dasar dan mengakumulasi modal (pengurangan pungutan/restibusi/pajak usaha orang miskin) Pada sisi proses membuka ruang partisipasi warga miskin (laki-laki & perempuan) dalam menyuarakan kepentingannya
5 Alur Logis Pro Poor Budget INPUT PROSES OUTPUT OUTCOME IMPACT Siapa orang miskin? Karakteristik social? Karakteristik geografis? Apa masalah dan kebutuhan? Participatory budgeting (Ruang khusus untuk orang miskin) & gender budgeting (memperhatik an perbedaan kebutuhan laki-laki dan perempuan APBD Pro Poor: Pendapatan = Meringankan beban orang miskin, pengurangan pungutan ekonomi kecil Belanja= berorientasi pemenuhan hak-hak dasar Anggaran Keluarga Miskin (househould): Pendapatan ekonomi keluarga meningkat, Belanja pemenuhan hak dasar berkurang Pencapaian Target MDGs, SNPK/ SPKD Data statistik, SNPK, SPKD/SRTPK, Dokumen Rencana Devolusi fiscal, data terpilah berdasarkan jender Indikator kinerja survey kepuasan pelayanan publik IPM, IKM, AKB, AKI, dll
6 Dimensi Pro Poor Budget APBD/Pemerintah Pendapatan Kemudahan Akses pelayanan dasar & Keringanan Pajak/Restribusi Usaha Ekonomi warga miskin BelanjaMemenuhi Hakhak dasar warga miskin Keluarga Miskin/APBKM Pendapatan Meningkat = Belanja pemenuhan Hak Dasar berkurang + Pendapatan Ekonomi Meningkat Belanja Berkurang = Pendapatan Ekonomi Meningkat + Belanja Hak Dasar berkurang
7 Mengidentifikasi Pro Poor Budget Arah Kebijakan Anggaran Belanja Langsung Vs (Belanja Tidak Langsung-Belanja Subsidi-Belanja BH) Proporsi Belanja berdasarkan SKPD & Urusan Identifikasi Program-program pro poor Relevansi, Efektivitas Alokasi, Efisiensi Teknis Program/kegiatan menyelesaikan masalah kemiskinan & Gender gaptrend indikator APS, Buta Huruf Vs Anggaran Pendidikan, Angka Kematian Ibu, Angka Kematian Bayi Vs Trend Anggaran Kesehatan Relevansi Kelompok Sasaran & Lokasi program kegiatanrka SKPD Unit Cost Vs Harga pasar Vs Standar Harga Kep. KDH
8 Oligarki Politik Anggaran OligarkiAnggaran Partai Politik Kroni Bisnis DPR/DPRD Pemerintah?? 5 APBD/APBN Rakyat
9 Alokasi Belanja Daerah dalam APBN Persen APBN/P 2006 APBN/P 2007 RAPBN 2008 Belanja Pusat Belanja Daerah Belanja DAU Sumber: Seknas FITRA diolah dari data R/APBN/P
10 DAU adalah kewajiban pemerintah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah untuk menghindari kesenjangan pembangunan antar daerah. DAU sebagaimana yang dijelaskan dalam UU No.33/2004, adalah dana yang diberikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU bertujuan untuk menghindari kesenjangan ekonomi dan pembangunan dalam pelaksanaan otonomi daerah. DAU selama ini didasarkan pada celah fiskal dan kebutuhan alokasi dasar pemerintah daerah. Alokasi dasar sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan gaji PNS di daerah. Masih tingginya alokasi belanja pemerintah pusat yang hampir mencapai 70% dari total anggaran negara dalam 3 tahun ini, menunjukkan masih rendahnya komitmen pemerintah pusat mengimplementasikan otonomi daerah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
11 Ribu rupiah 1,600 1,500 1,400 1,300 1,200 1,100 1, (100) (200) - Prop SUMUT Prop Sumsel Kab Bandung Kab Brebes Kota Bandung Kab Tuban Kab Lamongan Kab Sumedang Kab Wonosobo Kab Sergei Kab Bone Kab Gowa Kota Surakarta Kab Polman Kab Jepara Kab Tana Toraja Kab Pesisir Selatan Kab Kebumen Kota Palu Kota Binjai Kab Donggala Kab Karo Kab Dompu Kab Tabalong Kota Kendari Kota Salatiga Kota Lhokseumawe Kota Kediri Kab Pekalongan Perbandingan Kemampuan Keuangan perkapita di 29 Daerah tahun 2007 DAU perkapita Fiskal Gap perkapita Kapasitas Fiskal Perkapita
12 Semakin besar Kapasitas Fiskal suatu Daerah, semakin kecil mendapatkan alokasi DAU atau celah fiskal Dibandingkan Kab/Kota, propinsi (Sumut dan Sumsel) mendapat alokasi DAU lebih kecil, karena memiliki celah fiskal yang kecil dan kapasitas Fiskal yang besar. Hal ini terjadi karena, komponen pajak daerah potensial masih berada di propinsi
13 Jepara Binjai Perbandingan PAD dan DAU Persen Prop Sumsel Prop Sumut Brebes Tuban Palu Palangkaraya Polman Wonosobo Sergei Kendari Bandung Lebak Surakarta Karo Gowa Pesisir Selatan Toraja Lamongan Salatiga Bone Dompu Donggal Kediri Tabalong Kota Bandung Lhoksemawe Pekalongan Kebumen Sumedang Pendapatan Asli Daerah Dana Alokasi Umum Sumber: Seknas FITRA diolah dari APBD
14 1. 84 % sumber pendapatan daerah masih bergantung pada pos dana perimbangan sedangkan sektor PAD rata-rata hanya menyumbang dibawah 40%. 2. Dari 31 daerah, pos Dana Alokasi Umum rata-rata menempati urutan pertama dalam kontribusi pendapatan daerah. 3. Daerah belum mampu mengelola kekayaan sumberdaya alam, menyediakan iklim investasi yang menarik dan potensi lainnya untuk menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD). 4. Besarnya PAD dari Propinsi dikarenakan belum proporsionalnya komposisi Pajak Daerah sebagai sumber PAD antar propinsi dan Kab/Kota. C/: Pajak Kendaran Bermotor dan Hotel masih berada di Propinsi
15 (%) Bantuan KeuanganBarang dan Jasa Modal Pegawai Prop SUMUT Prop Sumsel Kota Kediri Kab Tabalong Kota Lhokseumawe Kab Pesisir Selatan Kab Bone Kab Jepara Kab Karo Kab Sergei Kab Kebumen Kab Tana Toraja Kab Lamongan Kab Tuban Kab Bandung Kab Polman Kota Surakarta Kab Brebes Kab Wonosobo Kota Palu Kab Gowa Kota Binjai Kab Donggala Kota Bandung Kab Dompu Kota Salatiga Kab Pekalongan Kab Sumedang Kota Kendari Komposisi Belanja pada APBD 2007 di 29 Daerah
16 Hasil analisis, dari 27 daerah untuk anggaran 2007, sektor belanjanya sebagian besar digunakan untuk pemenuhan kebutuhan birokrasi. Ini dapat dilihat dalam tabel dimana belanja pegawai menempati urutan pertama dan tertinggi. Contoh daerah tertinggi alokasi belanja pegawainya yang hampir mencapai 60% dari total anggaran daerah adalah Kendari, Sumedang dan Salatiga (3 peringkat atas) Tingginya belanja yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan aparatur/birokrasi dapat dijadikan sbg indikator awal tidak berpihaknya anggaran terhadap rakyat miskin. Tingginya belanja pegawai mengartikan kebutuhan dasar rakyat telah dikalahkan oleh kebutuhan birokrasi.
17 60.0 (%) Kab Jepara Kab Karo Kota Salatiga Kab Pesisir Selatan Kab Donggala Kota Surakarta Kab Gowa Kota Kediri Kab Bandung Kota Binjai Kab Tuban Kab Brebes Kab Polman Kota Palu Kab Lamongan Kab Wonosobo Kab Dompu Kab Pekalongan Kota Bandung Kab Sergei Kab Tana Toraja Prop Sumsel Prop SUMUT Kota Lhokseumawe Kab Bone Porsi belanja menurut Urusan di 25 Daerah pada APBD Tahun 2007 Kesehatan Pekerjaan Umum Pendidikan Pemerintahan Umum
18 Porsi belanja dalam urusan pemerintahan yang paling tinggi hingga mencapai angka 35 60% dari total anggaran adalah di 6 daerah dari 25 daerah yaitu antara lain: Bone, Lhokseumawe, Propinsi Sumut, sumsel Tana Toraja, dan Sergei. Untuk urusan pendidikan hampir semua daerah alokasi belanja/porsi belanjanya rata-rata sampai mencapai 30 40% Sedangkan pada sektor kesehatan, hampir semua daerah alokasi belanja/porsi belanjanya masih berkisar antara 3 8% dari total anggaran, kecuali 2 daerah yang telah megalokasikan/memporsikan belanjanya hingga mencapai angka 12% yaitu Salatiga dan Pekalongan
19 (%) Langsung Tdk Langsung DAK Kab Pekalongan K ota Bandung Prop SUMUT Kota Binjai Kab Karo Kota Kendari Kab Donggala Kab Tuban Kab Gowa Kab Bandung Kab Bone Kab Polman Kab Sergei Kota Surakarta Kab Wonosobo Kab Pesisir Selatan Kab Kebumen Kab Lamongan Kab Brebes Kota Salatiga Kab Jepara Kab Tana Toraja Kab Dompu Kota Kediri Kota Lhokseumawe Prop Sumsel POTRET KEBIJAKAN ANGGARAN PENDIDIKAN DI 27 DAERAH PADA APBD THN 2007 Kab Sumedang
20 (%) Langsung Tidak Langsung DAK Prop Sumsel Kota Lhokseumawe Kota Surakarta Prop SUMUT Kota Kendari Kab Tuban Kota Binjai Kota Palu Kab Sergei Kab Polman Kab Bandung Kab Tana Toraja Kab Brebes Kab Gowa Kab Bone Kab Lamongan Kab Pesisir Selatan Kab Dompu Kab Kebumen Kab Karo Kab Donggala Kab Wonosobo Kota Bandung Kab Jepara Kab Pekalongan Kab Sumedang Kota Salatiga POTRET KEBIJAKAN ANGGARAN KESEHATAN DI 28 DAERAH PADA APBD THN 2007 Kota Kediri
21 Walaupun sebagian besar anggaran pendidikan telah mencapai 20% di beberapa daerah ternyata sebagian besar belanja masih dihabiskan untuk memenuhi kebutuhan aparatur berupa gaji, honor dan tunjangan (lihat tabel mengenai tingginya belanja tidak langsung). Kecuali Kab. Sumedang yang mengalokasikan belanja langsung pendidikan sampai 20%, daerah lain hanya mengalokasi belanja langsung pendidikan antara 3% - 12% Di sektor kesehatan, alokasi anggarannya masih berkisar antara 5 s/d 10% dari total belanja. Belum ada daerah yang sampai mencapai 15% sebagaimana program MDG s. Seperti halnya sektor pendidikan, di sektor kesehatan sebagian besar belanjanya juga dihabiskan untuk memenuhi kebutuhan birokrasi yang ditunjukkan dari tingginya belanja tidak langsung. Besarnya alokasi anggaran untuk pendidikan dan kesehatan tidak menjamin besarnya komitmen daerah pada sektor ini, karena sebagian besar masih dibiayai oleh DAK pada sektor ini
22 Catatan: Peningkatan prosentase anggaran bidang pendidikan dan kesehatan sampai mencapai target konstitusi dan MDG s (pendidikan 20% dan kesehatan 15%) harus diimbangi dengan kerja-kerja advokasi di sektor belanja, agar menjamin efektifitas alokasi yang dianggarkan. Dalam belanja langsung, juga perlu dianalisis lebih lanjut dengan mengklasifikasi ulang program/anggaran yang bersifat pemborosan, atau tidak berkaitan langsung dengan kebutuhan dasar masyarakat. Analisis ini perlu karena biasanya banyak program-program yang sebenarnya masih masuk dalam kategori belanja tidak langsung (belanja aparatur) namun sengaja dimasukkan ke belanja langsung (pelayanan publik) agar tampak seolah-olah pro poor.
23 Aktor-aktor Penyimpangan APBD Tahun Dalam Juta Aktor N o Prop/Region Eksekutif Jml Nilai Temuan Legislatif Jml Nilai Temuan Swasta/PDAM Jml Nilai Temuan Total Temuan Jumlah 1 Prop Papua dan Irjabar 2 Prop Bali, NTB dan NTT 3 Region Sulawesi 4 Prop DI Yogyakarta 5 Prop DKI Jakarta 6 Prop Maluku dan Maluku Tengah Kalimantan , , , , , , ,27 Sumber : Seknas FITRA, diolah dari HAPSEM BPK semester II tahun , , , , , , , , , , , , , , , , , ,45 JUMLAH , , ,58 1, ,74
24 Dari total temuan sebanyak 1712 kasus, eksekutif memiliki peran besar dalam pelanggaran pengelolaan keuangan daerah yaitu sebanyak 859 temuan, kemudian disusul pihak ketiga dan BUMD sebanyak 730 temuan serta legislatif (DPRD) sebanyak 123 temuan dengan total nilai sebesar Rp 38,68 triliun. Banyaknya kasus penyimpangan anggaran yang melibatkan aktor eksekutif menunjukan dominannya birokrasi anggaran. Region/Daerah yang paling banyak temuan adalah Kalimantan sebanyak 715 temuan dan terendah adalah Region Yogyakarta sebanyak 17 temuan. Besarnya temuan penyimpangan anggaran menunjukan belum akuntabilitasnya dan lemahnya kapasitas pengelolaan keuangan daerah oleh birokrasi, serta signifikansi gerakan advokasi anggaran di daerah 43% Aktor Penyimpangan Anggaran % Eksekutif Swasta/BUMD Legislatif 50%
25 REKOMENDASI 1. Dalam pembagian belanja antara pusat dan daerah seharusnya pemerintah perlu memperhatikan komitmen yang berkaitan dengan otonomi daerah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat 2. Perlu adanya mekanisme perimbangan keuangan pusat dan daerah, proporsi komponen Pajak dan restribusi daerah yang lebih menguntungkan Kab/Kota, mengingat titik otonomi daerah (Pelayanan Publik) pada level ini. 3. Perlu adanya transparansi mengenai pembiayaan celah fiskal di daerah yang implementasinya selama ini masih tidak sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat terksit dengan pelayanan dasar 4. Efektifitas alokasi kebijakan anggaran untuk birokrasi perlu direstrukturisasi dengan memberikan porsi belanja investasi/pembangunan yang lebih besar
26 Rekomendasi 5. Kebijakan 20% alokasi anggaran pendidikan perlu diperjelas dengan pembagian urusan antar tingkatan pemerintah, untuk memperjelas efektivitas penggunaan anggaran 6. Pegiat advokasi anggaran perlu memiliki kesamaan irama agar gerakan advokasi anggaran menjadi gerakan sosial yang lebih membumi 7. Gerakan advokasi anggaran perlu mengeliminasi dominansi oligarki politik anggaran yang berakibat didominasinya perencanaan penganggaran oleh segelintir Elit
27 Setiap kue yang dibayar oleh rakyat kepada pemerintah melalui pajak,retribusi dan pinjaman mestinya dipergunakan untuk kesejahteraan dan pembangunan dan tidak dihamburhamburkan (Shriman Narayan) Mari!! Kembalikan Hak Rakyat Atas Anggaran
PRO POOR BUDGET. Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan.
PRO POOR BUDGET Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan. Mengapa Anggaran Pro Rakyat Miskin Secara konseptual, anggaran pro poor merupakan bagian (turunan) dari kebijakan yang berpihak pada
Lebih terperinciKINERJA APBD DAN CELAH PENYIMPANGANNYA
KINERJA APBD DAN CELAH PENYIMPANGANNYA Ismail Amir Dewan Nasional FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran) Jakarta, Sumut, Riau, Sumsel, Kalbar, Kaltim, Jabar, Jateng, Jatim, Sulsel, NTB. TUJUAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dirubahnya sistem pemerintahan di Indonesia yang pada awalnya menganut sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi atau dikenal dengan sebutan otonomi daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, baik negara ekonomi berkembang maupun negara ekonomi maju. Selain pergeseran
Lebih terperinci4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan
4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas pemerintah secara profesional untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat,
Lebih terperinciPengantar Diskusi Kinerja APBD Sulsel. Oleh. Syamsuddin Alimsyah Koor. KOPEL Indonesia
04/03/2012 Pengantar Diskusi Kinerja APBD Sulsel Oleh Syamsuddin Alimsyah Koor. KOPEL Indonesia Latar Belakang Provinsi Sulsel sebagai pintu gerbang Indonesia Timur?? Dari segi kesehatan keuangan suatu
Lebih terperinciBAB III KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN
BAB III KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2011-2015 3.1. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah. Implementasi otonomi daerah menuntut terciptanya performa keuangan daerah yang lebih baik. Namun pada
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2013 1 L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciDANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH
DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH Oleh: DR. MOCH ARDIAN N. Direktur Fasilitasi Dana Perimbangan dan Pinjaman Daerah KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH 2018 1 2 KEBIJAKAN
Lebih terperinciBAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu
BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Pengelolaan keuangan daerah Pemerintah Kota Medan tahun 2005-2009 diselenggarakan sesuai dengan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia dianggap sebagai titik sentral dalam proses pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan dikendalikan oleh sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan transparansi dan akuntabilitas sudah menjadi kewajiban yang harus
Lebih terperinciPada akhir 2027 (Otonomi Khusus), Aceh akan menerima lebih dari Rp 650 T
Belanja Publik Aceh 2013; Mengulang Kekeliruan www.belanjapublikaceh.org Prof. Raja Masbar Banda Aceh, 28 November 2013 Pada akhir 2027 (Otonomi Khusus), Aceh akan menerima lebih dari Rp 650 T Diperkirakan
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang,
Lebih terperinciBAB V PENDANAAN DAERAH
BAB V PENDANAAN DAERAH Dampak dari diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi yang dimulai beberapa tahun lalu telah merambah ke seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah aspek pemerintahan yaitu
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
` BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan daerah merupakan komponen penting dalam perencanaan pembangunan, sehingga analisis mengenai kondisi dan proyeksi keuangan
Lebih terperinci2015 ANALISIS STRATEGI BIAYA PENGALOKASIAN BELANJA LANGSUNG PADA APBD PEMERINTAH DAERAH
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun anggaran 2001, pemerintah telah menerapkan UU No. 25 Tahun 1999 yang kemudian di revisi menjadi UU nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Lebih terperinciBAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 5.1. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah Di sisi penerimaan daerah, dengan berbagai upaya untuk peningkatan pendapatan asli daerah terus dilanjutkan, PAD diharapkan
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Gambaran pengelolaan keuangan daerah mencakup gambaran kinerja dan pengelolaan keuangan daerah tahuntahun sebelumnya (20102015), serta kerangka pendanaan. Gambaran
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Kata Pengantar. iii
1 ii Deskripsi dan Analisis APBD 2014 KATA PENGANTAR Pelaksanaan desentralisasi fiskal yang dimulai sejak tahun 2001 menunjukkan fakta bahwa dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1 Kondisi Pendapatan Daerah Pendapatan daerah terdiri dari tiga kelompok, yaitu Pendapatan Asli
Lebih terperinciBAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral
BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral Temuan Pokok Sejak krisis ekonomi dan pelaksanaan desentralisasi, komposisi pengeluaran sektoral telah mengalami perubahan signifikan.
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit
BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua Provinsi besar, yaitu
Lebih terperinciJURNAL STIE SEMARANG, VOL 5, NO 1, Edisi Februari 2013 (ISSN : ) ANALISIS APBD TAHUN 2012 Adenk Sudarwanto Dosen Tetap STIE Semarang
ANALISIS APBD TAHUN 2012 Adenk Sudarwanto Dosen Tetap STIE Semarang Abtraksi Dalam melakukan analisis pendaptan terdapat empat rasio yang dapat dilihat secara detail, yaitu rasio pajak ( tax ratio ),rasio
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir terdapat minat yang terus meningkat terhadap desentralisasi di berbagai pemerintahan di belahan dunia. Bahkan banyak negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi politik yang dilancarkan pada tahun 1988 telah berhasil menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan dengan pemerintahan yang
Lebih terperinciAnalisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 4.1. Pendapatan Daerah 4.1.1. Pendapatan Asli Daerah Sejak tahun 2011 terdapat beberapa anggaran yang masuk dalam komponen Pendapatan Asli Daerah yaitu Dana
Lebih terperinciPertumbuhan yang telah dicapai dari berbagai kebijakan akan memberi dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, dan mengurangi angka pengangguran
BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar yang dilakukan pada berbagai program sebagaimana diungkapkan pada bab sebelumnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. aktivitas layanan terhadap masyarakat luas. Sebagai organisasi nirlaba, lembaga pemerintahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lembaga pemerintahan merupakan organisasi yang diberi kekuasaan untuk mengatur kepentingan bangsa dan negara. Lembaga pemerintahan dibentuk umumnya untuk menjalankan
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan salah satu komponen penting dari sistem kesehatan, guna mencapai tujuan pembangunan kesehatan. Namun demikian, berbagai permasalahan masih
Lebih terperinciHUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DASAR PEMIKIRAN HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH DAERAH HARUS MEMPUNYAI SUMBER-SUMBER KEUANGAN YANG MEMADAI DALAM MENJALANKAN DESENTRALISASI
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam
KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam Pendahuluan Sejalan dengan semakin meningkatnya dana yang ditransfer ke Daerah, maka kebijakan terkait dengan anggaran dan penggunaannya akan lebih
Lebih terperinciVIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian
205 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis atas data yang telah ditabulasi berkaitan dengan dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kebijakan otonomi
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa lalu Pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Sintang diselenggarakan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 17
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu Sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik pada tahun 2001 telah menimbulkan dampak dan pengaruh yang signifikan bagi Indonesia (Triastuti
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Anggaran Daerah Untuk melaksanakan hak dan kewajibannya serta melaksanakan tugas yang dibebankan oleh rakyat, pemerintah harus
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN A. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berkaitan dengan manajemen keuangan pemerintah daerah, sesuai dengan amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, wewenang, dan kewajiban daerah
Lebih terperinciA. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena
Lebih terperinciMEMBACA DAN MENGANALIS ANGGARAN. Indonesia Corruption watch
MEMBACA DAN MENGANALIS ANGGARAN Indonesia Corruption watch I. MEMBACA APBD Dokumen yang terkait dengan APBD, Propeda/Renstrada/Poldas, Repetada (AKU, STRATAS & Plafon) RASK, DASK. Struktur APBD: Pendapatan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah telah melahirkan desentralisasi fiskal yang dapat memberikan suatu perubahan kewenangan bagi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Reformasi yang bergulir tahun 1998 di
Lebih terperinciPROFIL KEUANGAN DAERAH
1 PROFIL KEUANGAN DAERAH Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang adalah menyelenggarakan otonomi daerah dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang Nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999 yang sekaligus menandai perubahan paradigma pembangunan
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. iii. ANALISIS Realisasi APBD tahun anggaran 2012
ANALISIS Realisasi APBD tahun anggaran 2012 1 KATA PENGANTAR Dalam konteks implementasi otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah selama lebih dari satu dasawarsa ini telah mengelola
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Reformasi dalam bidang pengelolaan keuangan Negara khususnya dalam sistem perencanaan dan penganggaran telah banyak membawa perubahan yang sangat mendasar dalam pelaksanaannya.
Lebih terperinciBAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH
BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah dan Pemerintahan Daerah 2.1. Otonomi Daerah Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah daerah, otonomi daerah adalah kewenangan
Lebih terperinciReferensi : Evaluasi Dana Perimbangan : Kontribusi Transfer pada Pendapatan Daerah dan Stimulasi terhadap PAD
Referensi : Evaluasi Dana Perimbangan : Kontribusi Transfer pada Pendapatan Daerah dan Stimulasi terhadap PAD Pendapatan Daerah Secara umum, pendapatan daerah terdiri dari tiga jenis yaitu pendapatan asli
Lebih terperinciPROFIL KABUPATEN SAMPANG (2014) Tahun berdiri Jumlah penduduk Luas Wilayah km 2
PROFIL KABUPATEN SAMPANG (2014) Tahun berdiri Jumlah penduduk 883.282 Luas Wilayah 1.233 km 2 Skor IGI I. 4,02 Anggaran pendidikan per siswa II. 408.885 rupiah per tahun III. Kota Yogyakarta KABUPATEN
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU Pemerintah Kabupaten gresik dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah berpedoman pada Undang-Undang
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Hal mendasar dalam perencanaan pembangunan tahunan adalah kemampuannya dalam memproyeksikan kapasitas riil keuangan daerah secara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom. daerah otonom yaitu daerah yang merupakan kewajiban, hak, dan wewenang untuk mengurus
Lebih terperinciRINGKASAN PENERAPAN PENGANGGARAN PARTISIPATIF DI TINGKAT DESA
PENERAPAN PENGANGGARAN PARTISIPATIF DI TINGKAT DESA Pengalihan kewenangan pemerintah pusat ke daerah yang membawa konsekuensi derasnya alokasi anggaran transfer ke daerah kepada pemerintah daerah sudah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna mewujudkan cita-cita
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciCAPAIAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TAHUN
CAPAIAN KINERJA Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan Undang Undang Nomor
Lebih terperinci5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA
86 5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA Profil kinerja fiskal, perekonomian, dan kemiskinan sektoral daerah pada bagian ini dianalisis secara deskriptif berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era reformasi ini tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia yang menyebabkan adanya aspek akuntabilitas dan transparansi
Lebih terperinciBAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH
BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH 7.1 Kebijakan Umum Pengelolaan Pendapatan Daerah Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara bahwa Keuangan Daerah
Lebih terperinci1. Perkembangan Umum dan Arah Perencanaan
Ringkasan Eksekutif Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012 Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur 1. Perkembangan Umum dan Arah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001 diharapkan pembangunan di daerah berjalan seiring dengan pembangunan di pusat. Hal tersebut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Menurut Halim (2007:232) kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD 3.1.1.1. Sumber Pendapatan Daerah Sumber pendapatan daerah terdiri
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi telah menjadi suatu fenomena global, tak terkecuali di Indonesia. Tuntutan demokratisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai sub sistem pemerintahan Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi penyelenggaraan pemerintahan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Hal ini berdasarkan dikeluarkannya Undang Undang No. 22 tahun 1999
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kebijakan otonomi daerah mulai dilaksanakan secara penuh pada Januari 2001. Hal ini berdasarkan dikeluarkannya Undang Undang No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Bab ini menyajikan gambaran hasil pengolahan data dan analisis terhadap pengelolaan keuangan daerah yakni semua hak dan kewajiban daerah
Lebih terperinciKETERKAITAN ANTARA ALOKASI ANGGARAN PEMBANGUNAN TERHADAP SEKTOR UNGGULAN di JAWA TIMUR
KETERKAITAN ANTARA ALOKASI ANGGARAN PEMBANGUNAN TERHADAP SEKTOR UNGGULAN di JAWA TIMUR Kondisi Umum Keuangan Kabupaten Kota di Jawa Timur Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, maka kewenangan pemerintah
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Bab ini berisi uraian tentang gambaran umum pengelolaan keuangan daerah di Kabupaten Purworejo. Adapun yang menjadi fokus adalah kinerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan
Lebih terperinciBAB V ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH
BAB V ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH 5.1 PENDANAAN Rencana alokasi pendanaan untuk Percepatan Pembangunan Daerah pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2009 memberikan kerangka anggaran yang diperlukan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik, dengan sasaran akhir terciptanya kesejahreraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat-Daerah, Dalam UU tersebut perimbangan keuangan pusat dan daerah adalah suatu sistem
Lebih terperinciBAB V KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 2009
BAB V KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 2009 5.1.Pendahuluan Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang telah dilaksanakan sejak tahun 2001 adalah dalam rangka
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM
BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian 1. Batas Admistrasi Sumber : Provinsi Sulawesi Tengah Dalam Angka, 2016 Gambar 4.1 Peta wilayah Provinsi Sulawesi Tengah Provinsi Sulawesi Tengah
Lebih terperinci5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU
BAB V ANALISIS APBD 5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU 5.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah terkait penyelenggaraan pemerintahan yang dapat dinilai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi
Lebih terperinciSulawesi Tenggara merupakan provinsi kepulauan yang kaya akan sumber daya alam.
Sulawesi Tenggara merupakan provinsi kepulauan yang kaya akan sumber daya alam. Sebagai provinsi kepulauan, Sulawesi Tenggara dikaruniai kekayaan sumberdaya laut yang cukup besar, selain itu Sulawesi Tenggara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peralihan masa orde baru ke reformasi memberikan perubahan terhadap pemerintahan Indonesia. Salah satu perubahan tersebut adalah otonomi daerah yang merupakan
Lebih terperinci