KETERKAITAN ANTARA ALOKASI ANGGARAN PEMBANGUNAN TERHADAP SEKTOR UNGGULAN di JAWA TIMUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KETERKAITAN ANTARA ALOKASI ANGGARAN PEMBANGUNAN TERHADAP SEKTOR UNGGULAN di JAWA TIMUR"

Transkripsi

1 KETERKAITAN ANTARA ALOKASI ANGGARAN PEMBANGUNAN TERHADAP SEKTOR UNGGULAN di JAWA TIMUR Kondisi Umum Keuangan Kabupaten Kota di Jawa Timur Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, maka kewenangan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan semakin besar. Implikasi dari penyerahan pelaksanaan sebagian tugas pemerintahan pusat ke daerah maka diperlukan sumber-sumber pendapatan bagi daerah untuk melaksanakan tugas pemerintahan. Semenjak tahun 2001, sumber-sumber pendapatan daerah Provinsi Jawa Timur secara proporsional cenderung stagnan. Dari Tabel 31 terlihat bahwa untuk membiayai tugas pemerintahan, sumber pendapatan masih mengandalkan dari Dana Perimbangan. Dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2003, seiring dengan berbagai perubahan atas rumusan yang dipakai dalam alokasi Dana Perimbangan bagi pemerintah daerah oleh pusat, serta penilaian dari pemerintah pusat mengenai kemampuan keuangan Provinsi Jawa Timur, maka porsi Dana Perimbangan semakin lama-semakin turun. Namun penurunan sumber pendapatan ini, tidak diimbangi oleh kenaikan proporsi Penerimaan Asli Daerah yang sangat signifikan. Tabel 31 Rekapitulasi sumber-sumber pendapatan kabupaten/kota di Jawa Timur (000 Rp) URAIAN TAHUN SISA ANGGARAN TAHUN LALU PENDAPATAN ASLI DAERAH DANA PERIMBANGAN PENERIMAAN LAINNYA PINJAMAN PEMERINTAH DAERAH TOTAL PENDAPATAN DAERAH Persentase (%) SISA ANGGARAN TAHUN LALU PENDAPATAN ASLI DAERAH DANA PERIMBANGAN PENERIMAAN LAINNYA PINJAMAN PEMERINTAH DAERAH TOTAL PENDAPATAN DAERAH Sumber : BPS Jawa Timur.

2 117 Salah satu komponen sumber pendapatan daerah adalah Sisa Anggaran Tahun Lalu yang mempunyai pangsa 11,01 % pada tahun 2002 dan 10,14 % pada tahun Besarnya pangsa Sisa Anggaran Tahun Yang Lalu dibandingkan dengan Pendapatan Asli Daerah mengindikasikan bahwa pengalokasian anggaran belum dilakukan secara tepat baik dari sisi penerimaan maupun pengeluaran. Dari sisi penerimaan, pemerintah daerah belum mempunyai kemampuan di dalam memproyeksikan besarnya penerimaan yang akan di terima dalam tahun berjalan sedangkan di sisi pengeluaran disebabkan oleh alokasi anggaran yang tidak tepat karena under estimate. Penyebab lain dari besarnya Sisa Anggaran Tahun Yang Lalu dikarenakan adanya transfer dana dari pemerintah pusat yang turun mendekati akhir tahun anggaran sehingga pemerintah daerah tidak bisa menggunakan dana tersebut pada tahun anggaran itu juga. Oleh sebab itu, transfer dana dari pusat tersebut akhirnya dibukukan pada sisi penerimaan dan akan dimanfaatkan pada tahun anggaran yang akan datang. Transfer dana dari pemerintah pusat yang sering turun pada akhir tahun anggaran contohnya adalah Dana Reboisasi. Tabel 32 Rekapitulasi Pendapatan Asli Daerah kabupaten/kota di Jawa Timur (000 Rp) URAIAN TAHUN Pajak Daerah Retribusi Daerah Bagian Laba Usaha Daerah Penerimaan PAD Lainnya Total Persentase (%) Pajak Daerah Retribusi Daerah Bagian Laba Usaha Daerah Penerimaan PAD Lainnya Total Sumber : BPS Jawa Timur. Dari Tabel 32 terlihat bahwa Pajak Daerah memberikan kontribusi paling besar dalam PAD, diikuti oleh Retribusi Daerah, serta Penerimaan PAD Lainnya. Kontribusi dari Pajak dan Retribusi Daerah tahun 2003 apabila dibandingkan dengan tahun 2001 mengalami penurunan. Hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah daerah

3 118 untuk meningkatkan pendapatan pajak dan restribusi daerah adalah dengan melakukan penyisiran wajib pajak daerah tanpa harus melakukan kenaikan tarif pajak atau restribusi daerah. Dengan jumlah wajib pajak daerah yang bertambah, maka pajak dan restribusi daerah akhirnya akan meningkat. Selain itu pengembangan potensi pajak/retribusi daerah harus disesuaikan dengan kemampuan wajib pajak agar tidak berdampak negatif bagi ekonomi daerah (disintensif). Penyebab lainnya adalah beberapa pajak-pajak yang masih merupakan hak dari pemerintah pusat yang belum diserahkan kepada pemerintah daerah. Penerimaan Asli Daerah yang berasal dari Kontribusi dari Bagian Laba Usaha Daerah masih sangat kecil. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus melakukan optimalisasi atas kinerja perusahaan milik daerah (BUMD) di samping tugasnya sebagai penyedia barang publik di daerah. Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kontribusi PAD terhadap penerimaan daerah adalah, (1) masih adanya sumber pendapatan potensial yang masih dapat digali oleh pemerintah daerah tetapi masih belum dilakukan, (2) BUMD pada umumnya belum beroperasi secara efisien sehingga laba yang disumbangkan masih kecil, (3) kurangnya kesadaran masyarakat membayar pajak, retribusi, dan pungutan lainnya, (4) rendahnya tingkat hidup dan ekonomi masyarakat hal ini tercermin dari tingkat pendapatan masyarakat, dan (5) kurangnya kemampuan pemda dalam menggali sumber-sumber pendapatan yang ada (BI Surabaya 2004). Lemahnya kinerja keuangan beberapa kabupaten/kota di Jawa Timur disebabkan karena kurangnya kemampuan pemerintah daerah di dalam menggali potensi-potensi sumber pendapatan yang ada di daerahnya. Struktur perekonomian yang berbasis pada sektor pertanian juga salah satu kendala di dalam menggali sumber pendapatan daerah. Dari hasil analisis dengan menggunakan angka pengganda pajak, untuk sektor-sektor yang termasuk dalam kelompok pertanian angka penggandanya tidak terlalu besar, sebagai contoh angka pengganda tertinggi pada pertanian adalah sektor perikanan dengan nilai 2.23, sedangkan angka pengganda pajak pada sektor unggulan yang terendah adalah pengilangan minyak sebesar 3.01 dan yang tertinggi adalah sektor pupuk, kimia, dan barang dari karet

4 119 sebesar Untuk itu perlu dikembangkan sektor-sektor perekonomian lainnya yang dapat mendukung pendapatan daerah. Dana Perimbangan yang diterima oleh pemerintah daerah Jawa Timur secara nominal setiap tahun meningkat, namun proporsinya di dalam sumber pendapatan semakin menurun sebagaimana terlihat pada Tabel 33. Komponen-komponen dalam Dana Perimbangan yang paling besar adalah Dana Alokasi Umum diikuti oleh Bagi Hasil Pajak, Bagi Hasil Bukan Pajak, serta Dana Alokasi Khusus. Pada tahun 2001, pangsa dari Dana Perimbangan adalah sebesar 87.89%, pada tahun 2002 dan 2003 pangsanya terhadap seluruh total pendapatan menurun menjadi 76.10% dan 75.90%. Apabila dibandingkan dengan alokasi belanja daerah (rutin dan pembangunan), maka dana perimbangan ini hanya cukup untuk membiayai belanja rutin dimana pada tahun 2001 sampai dengan 2003 pangsanya adalah 77,12%, 69%, dan 72,87% dari total alokasi belanja daerah. Tabel 33 Rekapitulasi dana perimbangan kabupaten/kota di Jawa Timur (000 Rp) URAIAN TAHUN Bagi Hasil Pajak Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Total Persentase (%) Bagi Hasil Pajak Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Total Sumber : BPS Jawa Timur. Data diolah. Yang termasuk Penerimaan Lainnya lainnya sebagai bagian dari pendapatan daerah adalah hasil penjualan milik daerah, penjualan barang-barang bekas, cicilan kendaraan bermotor roda empat atau roda dua, cicilan rumah yang dibangun oleh pemerintah, serta penerimaan jasa giro. Kontribusinya sebagai sumber pendapatan daerah tidak terlalu besar, namun setiap tahun semakin meningkat yaitu 1.85% pada tahun 2001, 3.72% pada tahun 2002, dan pada tahun 2003 sebesar 4.67%.

5 120 Sejalan dengan kewenangan pemerintah daerah yang lebih luas, diharapkan pemerintah daerah lebih mampu untuk menggali sumber-sumber pendapatan untuk melaksanakan pembangunan dan pemerintahan melalui PAD selain bantuan dari pemerintah pusat. Masalah yang timbul adalah, besarnya kewenangan yang timbul tersebut ternyata tidak sebanding lurus dengan kewenangan di bidang fiskal (Nababan 2005). Oleh sebab itu, dalam pelaksanaan otonomi daerah yang berlaku sekarang ini, pemerintah daerah tetap tergantung kepada pemerintah pusat dari segi pendanaan. Bedanya dengan dulu, dana dari pemerintah pusat ke daerah sebagian besar dalam bentuk specific grant (SKO, Inpres, DA-SDO dll) namun dalam era otonomi daerah lebih ke arah block grant dalam bentuk DAU. Keterkaitan Antara Anggaran Belanja Pembangunan dan Sektor Unggulan Fungsi utama dari aktivitas pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat (social welfare). Menurut Saefulhakim (2004b), untuk mencapai hal tersebut maka aktivitas-aktivitas yang dapat dilakukan pemerintah dengan jalan melakukan (1) regulasi, tata aturan, penegakkan norma, dan pengawasan, (2) public facility provision, penyediaan fasilitas umum, artinya pemerintah sebagai koordinator pengadaan, dan (3) penentuan lokasi fasilitas umum yang tepat. Namun dalam pelaksanaannya, hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pemerintah adalah terbatasnya anggaran pemerintah (budget goverment) dan arah dari alokasi pengeluaran pemerintah itu sendiri (expenditure goverment). Instrumen yang dimiliki oleh pemerintah untuk menjalankan fungsinya adalah instrumen fiskal dan instrumen moneter. Karena instrumen moneter merupakan kewajiban dan tanggung jawab bank sentral maka pemerintah daerah hanya memiliki instrumen fiskal. Kebijakan fiskal mempunyai tiga tujuan (Due 1985), yaitu (1) menjamin bahwa laju pertumbuhan perekonomian yang sebenarnya menyamai laju pertumbuhan potensial dengan tetap mempertahankan kesempatan kerja penuh, (2) mencapai suatu tingkat harga umum stabil dan wajar, serta (3) meningkatkan laju pertumbuhan potensial.

6 121 Dalam konteks pembangunan ekonomi daerah, maka pemerintah harusnya mengarahkan pengeluaran-pengeluarannya kepada sektor-sektor unggulan karena mempunyai nilai keterkaitan dan multiplier yang besar. Selain pemerintah, peran yang sangat diharapkan adalah dari investasi. Investasi yang mengarah kepada sektor unggulan juga akan meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian Jawa Timur. Secara faktual, nilai dari permintaan pemerintah di dalam perekonomian sangat kecil apabila dibandingkan dengan permintaan dari rumah tangga maupun ekspor. Sifat pengeluaran pemerintah ditinjau dari jenis belanjanya dapat dibagi dua, yaitu bersifat konsumtif (belanja rutin), dimana belanja yang dilakukan oleh pemerintah daerah digunakan untuk memenuhi keperluan dalam pelaksanaan tugas umum pemerintahan, seperti pembayaran gaji, pembelian ATK, pembayaran rekening listrik, telepon, maupun air minum, serta pemeliharaan aset-aset pemerintah seperti kendaraan dinas dan gedung perkantoran. Tabel 34 Rekapitulasi belanja rutin dan pembangunan kabupaten/kota di Jawa Timur (000 Rp) URAIAN TAHUN Belanja Rutin Belanja Pembangunan Total Persentase (%) Belanja Rutin Belanja Pembangunan Total Sumber : BPS Jawa Timur. Data diolah. Dari sisi belanja, pos paling besar mendapatkan alokasi dana adalah belanja rutin dibandingkan dengan belanja pembangunan. Semenjak tahun 2001 alokasi dana untuk belanja rutin setiap tahun cenderung menurun. Meningkatnya alokasi anggaran pada belanja pembangunan diharapkan dapat menggerakkan dan meningkatkan perekonomian Jawa Timur, karena belanja pembangunan yang cenderung bersifat investasi. Sebagaimana terlihat pada Tabel 34, pangsa belanja rutin pada tahun anggaran 2001 sebesar 77.12%, pada tahun 2002 turun menjadi sebesar 69%. Namun pada tahun 2003 alokasi belanja rutin kembali naik menjadi 72.87%.

7 122 Alokasi belanja rutin yang paling besar pada tahun anggaran 2003 adalah belanja pegawai yang mencapai 69.44% dari total alokasi belanja rutin, disusul kemudian oleh alokasi belanja barang sebesar 10.95%, serta belanja lain-lain sebesar 5,46%. Dari Tabel 35, terdapat kecenderungan penurunan porsi pada pos belanja pegawai, belanja lain-lain, dan angsuran pinjaman dari tahun anggaran 2001 sampai dengan 2003, namun pada pos belanja yang lain seperti belanja barang, belanja pemeliharaan, serta perjalanan dinas mengalami kenaikan. Belanja bantuan keuangan juga mengalami kenaikan yang sangat berarti pada tahun anggaran Tabel 35 Alokasi belanja rutin kabupaten/kota di Jawa Timur Persen (%) Belanja Rutin Tahun Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Pemeliharaan Belanja Perjalanan Dinas Belanja Lain-Lain Angsuran Pinjaman Bantuan Keuangan Pengeluaran Lain-Lain Pengeluaran Tdk Disangka Jumlah Belanja Rutin Sumber : BPS Jawa Timur. Data diolah. Komponen-komponen dalam belanja pembangunan pada tahun anggaran 2003 yang menerima alokasi dana terbesar adalah sektor transportasi, meteorologi, dan geofisika (23.32%), sektor pembangunan daerah dan transmigrasi (11.74%), sektor aparatur pemerintah dan pengawasan (14.37%) serta sektor pendidikan (10.31%). Sedangkan alokasi dana yang terkait dengan pembangunan perekonomian masih sangat minim seperti pada sektor pertanian dan kehutanan (4.60%), sektor industri (1.95%), sektor sumber daya air dan irigasi (4.71%), perdagangan (6.06 %) serta pertambangan dan energi (0.40%). Selama tahun anggaran , pengeluaran pembangunan terbesar adalah sektor transportasi, dimana dengan pengeluaran yang besar terhadap sektor ini

8 123 diharapkan dapat merangsang dan membantu pertumbuhan sektor ekonomi lainnya yang sekaligus meningkatkan pemerataan hasil-hasil pembangunan daerah. Sektor pertanian yang merupakan sektor basis sebagian besar kab/kota di Jawa Timur mendapat alokasi dana yang kecil. Alokasi dana untuk pembangunan yang terkait dengan sektor pertanian hanya sebesar 4,60% jauh di bawah alokasi dana untuk sektor aparatur pemerintah dan pengawasan (14,37%). Alokasi belanja untuk sektor ini dari tahun 2001 terus semakin menurun dari 5,2% pada tahun 2001 menjadi 4,48% pada tahun Tahun 2003, sektor ini naik sedikit menjadi 4,60%. Minimnya alokasi dana pada sektor pertanian mengindikasikan bahwa perhatian pemerintah ke sektor ini sangat belum begitu tinggi. Tabel 36 Alokasi belanja pembangunan kabupaten/kota di Jawa Timur Persen (%) Belanja Pembangunan Tahun Industri Pertanian dan Kehutanan Sumberdaya Air dan Irigasi Tenaga Kerja Perdagangan Transportasi, Meteorologi, dan Geofisika Pertambangan dan Energi Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Pembangunan Daerah & Transmigrasi Lingkungan Hidup dan Tata Ruang Pendidikan, Kebudayaan, dan Kepercayaan Kepada Tuhan YME Kependudukan dan Keluarga Sejahtera Kesehatan, Kesejahteraan Sosial, dan Peranan Wanita Perumahan dan Pemukiman Agama Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Hukum Aparatur Pemerintah dan Pengawasan Politik, Penerangan, Komunikasi dan Media Massa Keamanan dan Ketertiban Umum Subsidi Pembangunan Kepada Daerah Bawahan Jumlah Belanja Pembangunan Sumber : BPS Jawa Timur. Data diolah. Alokasi belanja pembangunan yang sangat besar kepada sektor aparatur pemerintah dan pengawasan disebabkan karena sektor ini menampung semua keperluan untuk biaya pembelian kendaraan dinas, renovasi/perbaikan kantor maupun

9 124 rumah dinas. Selain itu, sektor ini juga digunakan untuk proyek-proyek pendidikan dan pelatihan aparatur pemerintah. Dari Tabel 36 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa alokasi belanja pemerintah daerah terhadap sektor unggulan sama sekali tidak terkait. Hal ini terlihat dari rendahnya alokasi belanja pembangunan yang diarahkan kepada sektor industri, sektor pertanian, dan sektor pariwisata. Alokasi belanja pembangunan ke sektor industri dari tahun 2001 s.d tidak lebih dari 2%. Hal ini mengindikasikan bahwa peran pemerintah daerah dalam perekonomian di Jawa Timur sudah mulai berkurang dan sudah melepaskannya ke tangan swasta dan rumah tangga. Demikian halnya alokasi belanja pembangunan terhadap sektor pariwisata sebagai penunjang sektor restoran belum mendapatkan alokasi yang memadai. Terhadap sektor perdagangan, alokasi belanja pemerintah daerah di Jawa Timur sudah sedikit terkait. Walaupun tidak mendapatkan alokasi belanja yang sangat besar namun pangsanya sekitar 6% pada tahun 2003, kedua terbesar setelah sektor transportasi, geofisika, dan meteorologi. Peran pemerintah Jawa Timur dari alokasi belanja pembangunan tahun 2000 s.d lebih mengarah kepada penyediaan barang-barang publik seperti infrastruktur jalan serta pembangunan manusia. Dengan ketersediaan sarana dan prasarana infrastruktur yang memadai, maka para investor akan menanamkan investasi di Jawa Timur. Namun, investasi yang akan dilaksanakan harus mengarah kepada sektor unggulan di Jawa Timur. Soebeno (2005), menyatakan bahwa pembangunan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi merupakan prasyarat bagi tercapainya pembangunan manusia karena dengan pembangunan ekonomi terjamin peningkatan prokdutivitas dan pendapatan melalui penciptaan kesempatan kerja. UNDP (1996) dalam Soebeno (2005), juga menyatakan bahwa hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia bersifat timbal balik. Artinya, pertumbuhan ekonomi mempengaruhi pembangunan manusia. Akan tetapi hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia tidak bersifat otomatis. Hubungan yang tidak otomatis ini sesungguhnya merupakan tantangan bagi pelaksana pemerintah untuk merancang kebijakan yang mantap,

10 125 sehingga hubungan antara pembangunan manusia dan pembangunan ekonomi saling memperkuat bukan saling memperlemah. Tabel 37 menunjukkan bahwa alokasi belanja pemerintah baik belanja rutin maupun belanja pembangunan, sama sekali tidak terkait dengan peningkatan PDRB Jawa Timur. Hal ini mengindikasikan bahwa, belanja yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah sangat sedikit bahkan tidak memberi kontribusi yang nyata terhadap pembangunan perekonomian Jawa Timur. Ketidakterkaitan ini juga mengindikasikan bahwa alokasi yang belanja dilakukan tidak tepat jumlah dan tempatnya (sektor). Pencapaian target-target pembangunan yang akan dicapai oleh pemerintah seperti pertumbuhan perekonomian belum implementasi lebih lanjut dalam pelaksanaannya yang ditunjukkan oleh alokasi belanja pemerintah daerah yang berbeda faktor komponen utama-nya. Tabel 37 Hasil PCA keterkaitan antara belanja APBD kabupaten/kota terhadap perekonomian di Jawa Timur VARIABEL Commun ality FL 1 FL 2 FL 3 Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel, dan restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Belanja Rutin Belanja Industri Bel. Pertanian, kehutanan, sumber daya air, dan irigasi Bel. Perdagangan dan Transportasi Bel. Pembangunan Daerah dan Aparatur Pemerintah Bel.Pertambangan Energi Expl.Var Prp.Totl Hal lain yang menyebabkan alokasi belanja pemerintah yang lemah keterkaitannya terhadap perekonomian di Jawa Timur disebabkan karena alokasi belanja lebih banyak kepada belanja rutin yang mendapat alokasi lebih dari 72%.

11 126 Sedangkan belanja pembangunan yang sifatnya investasi hanya mendapatkan sisanya. Besarnya alokasi belanja rutin terutama untuk pos belanja pegawai dan belanja perjalan menyebabkan uang yang keluar dari kas daerah tidak berputar ke masyarakat, namun hanya dinikmati oleh segolongan orang tertentu saja. Problem lain yang dihadapi dalam alokasi belanja pembangunan adalah tidak semua alokasi belanja pembangunan untuk keperluan publik, seperti alokasi untuk aparatur pemerintah dan pengawasan. Padahal sektor tersebut mendapatkan alokasi dana yang terbesar kedua setelah sektor transportasi, meteorologi, dan geofisika. Oleh sebab itu, secara umum dapat dinyatakan bahwa alokasi anggaran pada kabupaten/kota di Jawa Timur masih belum berpihak kepada publik atau kesejahteraan masyarakat. Indikasinya adalah besarnya alokasi belanja rutin dan alokasi belanja pembangunan kepada sektor aparatur pemerintah. Kelembagaan dalam Penyusunan APBD Lemahnya keterkaitan antara pengeluaran pemerintah terhadap pembangunan perekonomian mengindikasikan lemahnya peran kelembagan di dalam perencanaan pembangunan di daerah. Akibatnya, keputusan yang diambil di dalam melaksanakan kegiatan yang tercermin di dalam alokasi anggaran tidak memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. Pada sektor ekonomi, alokasi anggaran tidak mengarah kepada sektor-sektor perekonomian yang tepat maka manfaat yang ditimbulkannya kecil sehingga tidak ada keterkaitannya. Sebelum era otonomi daerah, pedoman di dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri No 9 Tahun 1982 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan Daerah (P5D). Peraturan tersebut merupakan dasar dari dilakukannya Musyawarah Pembangunan Desa (Musbangdes). Berdasarkan peraturan tersebut, perencanaan dilakukan secara berjenjang dari bawah ke atas (bottom up), yaitu dari mulai tingkat desa sampai dengan tingkat kelurahan. Dalam pertemuan Musbangdes tersebut, sebetulnya diharapkan terjadi adanya interaksi antar pelaku pembangunan dan penerima manfaat hasil pembangunan yang

12 127 berada di daerah. Dalam Musbangdes, masyarakat desa atau kelurahan selaku penerima manfaat langsung dari pembangunan seharusnya turut berpartisipasi menentukan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan dan mengetahui dampak yang akan ditimbulkan. Pertemuan tersebut sebenarnya sangat ideal dan memadai namun dalam pelaksanaannya hak dan partisipasi masyarakat hanya diwakili oleh Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) sedangkan Rakorbang yang berada di Dati II umumnya hanya diikuti oleh aparat pemerintah dan perwakilan DPRD yang biasanya diwakili oleh anggota panitia anggaran dan tidak ada keterlibatan masyarakat di dalam proses perencanaan pembangunan selanjutnya (Bratakusumah 2003). Yang diharapkan di dalam Rakorbang sebenarnya adalah adanya pemaduserasian antara pendekatan top down yang dimiliki oleh pemerintah dengan bottom up yang dimiliki masyarakat hasil usulan dari Musbangdes. Karena tidak adanya wakil dari masyarakat dalam pelaksanaan Rakorbang, maka usulan-usulan yang berasal dari masyarakat biasanya tidak tersampaikan. Oleh sebab itu, perencanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Akibat yang ditimbulkannya adalah terjadi kemubaziran di dalam mengalokasikan anggaran sehingga seperti yang terlihat pada analisis sebelumnya bahwa alokasi anggaran tidak terkait dengan pembangunan perekonomian di Jawa Timur. Dari uraian di atas, maka perlu adanya reformasi kelembagaan dalam perencanaan pembangunan. Kelembagaan dalam perencanaan pembangunan terdiri dari dua pihak, yaitu masyarakat dan pemerintah daerah (eksekutif). Peran masyarakat di dalam perencanaan pembangunan bisa dilakukan dengan jalan memberikan aspirasinya secara langsung maupun melalui perwakilan di DPRD. Peran aktif masyarakat di dalam memberikan aspirasinya bisa dilakukan melalui pertemuan Musbangdes maupun dari forum-forum lainnya seperti media massa. Sedangkan aspirasi yang melalui DPRD dilakukan melalui mekanisme Jaring Asmara (menjaring aspirasi masyarakat). Namun tidak ada jaminan bahwa apa yang telah disampaikan kepada anggota dewan akan memperoleh tanggapan yang baik,

13 128 karena anggota dewan biasanya turun ke daerah konstituennya saja sehingga aspirasi yang terserap tidak dapat diperoleh secara komprehensif. Oleh sebab itu perlu adanya pembenahan di dalam sistem kelembagaan. Kelembagaan juga berarti aturan main (rule of the game). Salah satu hal yang harus dilakukan juga adalah perbaikan di dalam sistem dan mekanisme perencanaan anggaran, sehingga perencanaan anggaran dilakukan secara transparan, terukur, dan sesuai dengan tujuannya. Peran kepala daerah juga sangat menentukan di dalam memberikan arah dan prioritas anggaran. Kepala daerah dengan perannya sebagai pemimpin dengan wawasan yang luas dan berpihak kepada publik akan lebih memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat di daerahnya. Kerjasama yang serasi antara DPRD dan eksekutif di daerah sangat diperlukan untuk sehingga arah pembangunan dapat terarah. Kepala daerah sebagai penerima mandat dari masyarakat dalam melaksanakan tugasnya akan diawasi oleh DPRD sebagai wakil rakyat. Inti dari perubahan paradigma penyusunan anggaran yang dulu bersifat top down menuju participatory budgeting system adalah kemauan dari unsur-unsur kelembagaan di daerah itu sendiri untuk merubah sikapnya, lembaga yang paling terkait tentunya adalah DPRD dan pihak eksekutif. Esensi dari otonomi daerah itu sendiri sebenarnya bukan penyerahan kewenangan dari pusat ke daerah, namun lebih dari itu adalah berusaha mendekatkan pemerintah dengan masyarakat. Dari uraian di atas, maka wujud dari perubahan kelembagaan yang harus dilakukan adalah : 1. meningkatkan kapasitas peran serta masyarakat di dalam memberikan arahan perencanaan pembangunan daerah, baik di bidang ekonomi, sosial, dan sebagainya. 2. perbaikan sistem dan mekanisme perencanaan serta pembagian tugas yang jelas antara eksekutif dan legislatif sehingga tidak terjadi tumpang tindih kewenangan. 3. peningkatan kapasitas pimpinan kepala daerah yang mampu mengarahkan prioritas pembangunan daerahnya.

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik, dengan sasaran akhir terciptanya kesejahreraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

VIII. DUKUNGAN ANGGARAN DAN KELEMBAGAAN DALAM PENGEMBANGAN SEKTOR SEKTOR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VIII. DUKUNGAN ANGGARAN DAN KELEMBAGAAN DALAM PENGEMBANGAN SEKTOR SEKTOR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VIII. DUKUNGAN ANGGARAN DAN KELEMBAGAAN DALAM PENGEMBANGAN SEKTOR SEKTOR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 8.1. Alokasi Anggaran Pembangunan Terhadap Pengembangan Sektor Perekonomian Dalam mendorong kemajuan perekonomian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Otonomi Daerah dan Desentralisasi Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 butir 5, yang dimaksud dengan otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD 3.1.1.1. Sumber Pendapatan Daerah Sumber pendapatan daerah terdiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah merupakan landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia, akan tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang dasar 1945 yang mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas provinsi-provinsi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA PENDAPATAN BELANJA PEMBIAYAAN. Gambar 3 Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

TINJAUAN PUSTAKA PENDAPATAN BELANJA PEMBIAYAAN. Gambar 3 Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Nomor 33 Tahun 2004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua BAB II LANDASAN TEORI A. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana pengelolaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dalam Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu landasan yuridis bagi pengembangan Otonomi Daerah di Indonesia adalah lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pengganti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berdasarkan Pasal 18 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, bahwa dalam rangka penyusunan Rancangan APBD diperlukan penyusunan Kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya peningkatan kapasitas pemerintahan daerah agar tercipta suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tonggak perubahan yang bergerak sejak tahun 1998 dengan pergantian pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan dalam aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, daerah diberi kewenangan yang luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Paradigma pengelolaan keuangan daerah telah mengalami perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah pada tahun 2001. Undang-undang No. 32 tahun 2004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dirubahnya sistem pemerintahan di Indonesia yang pada awalnya menganut sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi atau dikenal dengan sebutan otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Keuangan Daerah dan APBD Menurut Mamesah (1995 : 16), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan di Indonesia saat ini semakin pesat seiring dengan adanya era reformasi. Negara Indonesia yang awalnya menggunakan sistem sentralisasi dalam pemerintahannya

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu Sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Peraturan Menteri Dalam Negeri No 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berdasarkan Pasal 18 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, bahwa dalam rangka penyusunan Rancangan APBD diperlukan penyusunan Kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan diberlakukannya sistem otonomi daerah di Indonesia, pemerintah daerah memiliki hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengelola sendiri pengelolaan pemerintahannya.

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa kita. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa kita. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semenjak dimulainya era reformasi, berbagai perubahan telah dialami oleh bangsa kita. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era reformasi seperti saat ini sangat penting diberlakukannya otonomi daerah untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah agar dapat lebih meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Reformasi yang bergulir tahun 1998 di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang ditandai dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan kewenangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah dinyatakan secara tegas bahwa pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting daripada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 4.1. Pendapatan Daerah 4.1.1. Pendapatan Asli Daerah Sejak tahun 2011 terdapat beberapa anggaran yang masuk dalam komponen Pendapatan Asli Daerah yaitu Dana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Otonomi selalu dikaitkan atau disepadankan dengan pengertian kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonomi jika ia menentukan diri sendiri, membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagaimana cita-cita kita bangsa Indonesia dalam bernegara yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Dalam rangka

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Darise ( 2007 : 43 ), Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) adalah pendapatan yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Menurut Halim (2007:232) kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 15 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 15 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 15 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 1999/2000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengelolaan pemerintah daerahnya, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten

I. PENDAHULUAN. pengelolaan pemerintah daerahnya, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistim pemerintahan daerah hampir di seluruh wilayah Republik Indonesia di dalam pengelolaan pemerintah daerahnya, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA

PEREKONOMIAN INDONESIA PEREKONOMIAN INDONESIA Modul ke: Kebijakan Fiskal dan APBN Suzan Bernadetha Stephani, S.E, M.M EKONOMI BISNIS Fakultas Program Studi AKUNTANSI www.mercubuana.ac.id kebijakan fiskal adalah kebijakan yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Tulungagung Berdasarkan ringkasan struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Tulungagung, setiap tahunnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD. 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan teori-teori yang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD), variabel-variabel yang diteliti serta penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota, memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No 22 tahun 1999 dan UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi

BAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam setiap perekonomian pemerintah perlu melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi pemerintah, membangun dan memperbaiki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA T AHUN ANGGARAN 1998/1999 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dana Alokasi Umum (DAU) Diera otonomi daerah ini ternyata juga membawa perubahan pada pengelolaan keuangan daerah. Diantaranya dalam hal sumber-sumber penerimaan pemerintahan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI Oleh: Muhammad Alfa Niam Dosen Akuntansi, Universitas Islam Kadiri,Kediri Email: alfa_niam69@yahoo.com

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran Daerah adalah suatu rencana keuangan yang disusun untuk satu periode mendatang yang berisi tentang Pendapatan dan Belanja Negara/ Daerah yang menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1999 telah menyebabkan perubahan yang mendasar mengenai

Lebih terperinci

Pertumbuhan yang telah dicapai dari berbagai kebijakan akan memberi dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, dan mengurangi angka pengangguran

Pertumbuhan yang telah dicapai dari berbagai kebijakan akan memberi dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, dan mengurangi angka pengangguran BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar yang dilakukan pada berbagai program sebagaimana diungkapkan pada bab sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Menurut Mamesah (1995), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 1.1 Tinjauan Teoretis 1.1.1 Otonomi Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang telah terjadi pada tahun 1998 yang lalu telah berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Krisis

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000 I. UMUM

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Billions RPJMD Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2016-2021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Kinerja pelaksanaan APBD Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

Contoh Soal APBN Dan APBD Beserta Jawabannya

Contoh Soal APBN Dan APBD Beserta Jawabannya Contoh Soal APBN Dan APBD Beserta Jawabannya Contoh Soal APBN Dan APBD Beserta Jawabannya 1. APBN merupakan instrumen untuk mengendalikan perekonomian saat terjadinya infali atau deflasi. Hal ini menggambarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat yaitu melalui pembangunan yang dilaksanakan secara merata. Pembangunan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, wewenang, dan kewajiban daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (revisi dari UU no

Lebih terperinci

3. KERANGKA PEMIKIRAN

3. KERANGKA PEMIKIRAN 3. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka pemikiran Penelitian Pemerintah pusat memberikan wewenang yang besar kepada pemerintah daerah untuk mengelola pemerintahannya sendiri dalam wadah negara kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semenjak diberlakukannya Undang-Undang N0. 22 tahun 1992 yang di revisi

BAB I PENDAHULUAN. semenjak diberlakukannya Undang-Undang N0. 22 tahun 1992 yang di revisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak terjadinya reformasi pada tahun 1998, kondisi pemerintahan cenderung dinamis. Bermunculan terobosan baru dalam pola pemerintahan yang berlaku di Indonesia. Termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi daerah adalah salah satu indikator untuk mengevaluasi perkembangan/kemajuan pembangunan ekonomi di suatu daerah pada periode tertentu (Nuni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peralihan masa orde baru ke reformasi memberikan perubahan terhadap pemerintahan Indonesia. Salah satu perubahan tersebut adalah otonomi daerah yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000 I. UMUM Perhitungan Anggaran Negara Tahun Anggaran 1999/2000 setelah diperiksa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas pemerintah secara profesional untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat,

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH A. KEBIJAKAN PENDAPATAN DAERAH Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih, pendapatan daerah dimaksud

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang

I. PENDAHULUAN. pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era reformasi telah memberikan dampak yang besar terhadap perubahan di seluruh aspek pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variable Penelitian 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu harapan cerah bagi pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki kesempatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan rangkaian dari program-program di segala bidang secara menyeluruh, terarah dan berkesinambungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era perdagangan bebas atau globalisasi, setiap negara terus melakukan upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang mampu menciptakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Realitas menunjukkan tidak semua daerah mampu untuk lepas dari pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka dalam kenyataannya,

Lebih terperinci

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH 7.1 Kebijakan Umum Pengelolaan Pendapatan Daerah Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara bahwa Keuangan Daerah

Lebih terperinci