APLIKASI ELISA DETEKSI ANTIBODI UNTUK MENGUJI SERUM LAPANGAN YANG DIAMBIL DARI HEWAN DI DAERAH ENDEMIK TRYPANOSOMA EVANSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "APLIKASI ELISA DETEKSI ANTIBODI UNTUK MENGUJI SERUM LAPANGAN YANG DIAMBIL DARI HEWAN DI DAERAH ENDEMIK TRYPANOSOMA EVANSI"

Transkripsi

1 Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 200/ APLIKASI ELISA DETEKSI ANTIBODI UNTUK MENGUJI SERUM LAPANGAN YANG DIAMBIL DARI HEWAN DI DAERAH ENDEMIK TRYPANOSOMA EVANSI LILIS SOLIHAT Balai Penelitian Veteriner, Jl. R E Martadinata No. 30, P OBox 52 BOGOR RINGKASAN Teknik ELISA yang rutin dilakukan di Balitvet untuk mendeteksi adanya infeksi Trypanosoma evansi pada hewan kerbau, sapi, kuda, kambing, domba dan babi adalah metoda Indirect ELISA deteksi antibodi. Metoda ini dapat diaplikasikan di laboratorium-laboratorium diagnostik di daerah tropik untuk memonitor program pengawasan (kontrol). Antigen yang digunakan dalam diagnosa ini berasal dari isolat BAKIT 103 yang diproduksi sendiri di bagian Parasitologi, Balitvet. Sebelum melakukan uji ELISA deteksi antibodi, terlebih dahulu dilakukan standardisasi reagen (kontrol serum positif dan negatif, antigen dan konjugat) dengan cara chequerboard titration untuk mendapatkan nilai pengenceran yang optimal. Serum kontrol diencerkan secara serial mulai dari pengenceran 1 : 200 sampai 1 : Pengenceran antigen adalah 1 : dan konjugat 1 : Dari hasil standardisasi serum kontrol tersebut dipilih angka pengenceran yang optimal yaitu 1 : 800 dengan pertimbangan bahwa pada pengenceran tersebut nilai OD serum kontrol positif cukup jauh perbedaannya terhadap nilai OD serum kontrol negatif. Pertimbangan lainnya adalah untuk efisiensi dalam pemakaian serum kontrol positif dan serum kontrol negatif yang umunmya jumlahnya terbatas. Setelah dilakukan standardisasi reagen kemudian diaplikasikan dalam uji Indirect ELISA deteksi antibodi pada contoh serum kerbau sebanyak 40 sampel dari daerah endemik Trypanosoma evansi. Dari uji ELISA deteksi antibodi dihasilkan 33 kerbau (82,5%) positif Trypanosoma evansi. Kata Kunci : Indirect ELISA, Trypanosoma evansi, antibodi, standardisasi PENDAHULUAN Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) adalah suatu uji serologik yang didasarkan pada pemakaian antigen dan antibodi yang di label dengan enzim sebagai konjugat secara immunologik dan aktivitas enzimatik (SANCHEZ-VIZCANIO et al, 1987). Prinsip ELISA secara umum adalah reaksi kompleks antara ikatan antigen dan antibodi yang telah dilabel dengan enzim peroxidase (konjugat). Konjugat berperan dalam melabel immunoglobulin yang spesifik atau antibodi yang ditambahkan yang telah diikat dengan antigen. 18

2 Dengan penambahan substrat yang berfungsi sebagai indikator warna, maka reaksi antigen dan antibodi ini dapat diukur secara kuantitatif. ELISA sudah banyak digunakan dalam diagnosis virus endemik dan penyakit parasit di negara berkembang oleh Badan Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) (KNAP et al., 1978). ELISA lebih banyak digunakan karena mudah untuk dilakukan, sensitif dan relatif lebih murah bila dibandingkan dengan teknik serologik konvensional dan metoda diagnostik lain seperti immunofluoresensi, immunoelektroforesis dan radioimunoasay. Makalah ini mengemukakan contoh cara standardisasi untuk menentukan pengenceran serum yang optimal dengan menggunakan antigen dan konjugat yang sudah pasti konsentrasinya. Teknik ELISA yang dipakai adalah Indirect ELISA deteksi antibodi. Indirect ELISA deteksi antibodi merupakan salah satu uji ELISA yang paling banyak di pakai dalam serodiagnosis penyakit parasit untuk mengukur adanya antibodi pada hewan induk semang (VOLLER et al., 1978). Hasil optimasi ini kemudian diterapkan pada 40 contoh serum kerbau dari lapangan dan cara menentukan hasil ujinya dijelaskan secara terinci. Kekurangan dan kelebihan uji ELISA deteksi antibodi ini dibahas dan dibandingkan terhadap uji-uji lain. MATERI DAN METODA Antigen yang digunakan dalam diagnosa ini berasal dari isolat BAKIT 103 yang dibuat di bagian Parasitologi, Balitvet (POLITEDY, 2000). Serum kontrol positif diperoleh dari serum kerbau lapangan yang diambil dari daerah Garut (merupakan campuran dari serum 3 ekor kerbau yang positif tinggi). Kontrol serum negatif didapat dari Centre Tropical for Veterinary Medicine (CTVM), University of Edinburgh, Inggris. Larutan yang digunakan untuk coat plate adalah carbonate-bicarbonate buffer ph 9,6. Sedangkan larutan untuk mengencerkan serum, konjugat dan untuk mencuci plate ELISA adalah phosphat buffered saline (PBS) yang mengandung Tween 20 0,05% (PBST 0,05% ph 7.4). Konjugat yang dipakai adalah Rabbit anti-bovine Immunoglobulin G peroxidase (SIGMA). Larutan substrat terdiri atas 0,05M phosphate citrat buffer ph 4,2 yang mengandung 0,03% sodium perborat, ph 5,0 dan 0,1 mg/ml tetramethylbenzidine dihydrochloride (TMB). Untuk menghentikan reaksi digunakan 2M H 2SO4. 1. Standardisasi dan optimasi pengenceran serum kontrol Standardisasi dilakukan dengan menggunakan cara chequerboard titration untuk menentukan pengenceran serum yang memberikan perbedaan optimal antara optical dencity (OD) serum kontrol positif dan negatif yang diperoleh dari perhitungan rasio OD kontrol positif terhadap OD kontrol negatif (OD C+/OD C-) menurut VOLLER et al.. (1976). Serum kontrol positif dan negatif diencerkan secara serial (doubling dilution) mulai dari 1 :200 sampai 1 : Pengenceran antigen yang dipakai adalah 1 :2.000 dan konjugat 1 :

3 Temu Teknis FungsionalNon Peneliti 200/ 2. ELISA deteksi antibodi Teknik yang dipakai untuk ELISA deteksi antibodi adalah menurut metoda LUCKINS (1983). Plate ELISA Immulon I Dynek di coat dengan antigen BAKIT 103 yang terlebih dahulu diencerkan 1 : dengan larutan carbonate/bicarbonate buffer ph 9,6. Larutan antigen 100 pl dimasukkan ke setiap lubang plate dan disimpan pada suhu 4 C semalam. Keesokan harinya antigen dibuang dan plate dicuci dengan PBST 0,05% selama 1 menit 3 kali. Serum kontrol (positif dan negatif) dan serum lapangan diencerkan 1 : 800 dengan PBST 0,05%. Sebanyak 100 pd larutan serum dimasukkan pada setiap lubang plate. Serum kontrol positif dan negatif masing-masing diisikan di empat lubang plate. Setiap serum lapangan diisikan di dua lubang plate (duplikat). Setiap plate ELISA mempunyai serum kontrol positif, serum kontrol negatif dan kontrol konjugat yang berisi PBST 0,05%. Plate diinkubasi dalam inkubator bergoyang (37 C, 30 menit). Kemudian plate dicuci kembali seperti sebelumnya dengan PBST 0,05%. Tahap berikutnya adalah penambahan konjugat Rabbit anti-bovine Immunoglobulin G peroxidase yang diencerkan 1 : dalam PBST 0,05%. Sebanyak 100 pl konjugat diisikan kesetiap lubang plate, kemudian plate diinkubasi dalam inkubator (37 C, 30 menit). Setelah inkubasi, plate dicuci lagi seperti sebelumnya (1 menit 3 kali). Selanjutnya ditambahkan larutan substrat dan diinkubasi (37 C, 15 menit) di inkubator bergoyang. Reaksi enzimatik dihentikan dengan penambahan 2M H2SO4 sebanyak 50 pl untuk setiap lubang plate. Hasil reaksi dibaca pada mesin Titertek Multiskan ELISA plate reader dengan menggunakan filter 450 nm. 3. Menghitung hasil ELISA dari Optical Dencity (OD) Hasil ELISA dihitung berdasarkan percent positivity (PP) yang didahului dengan menghitung nilai mean OD menurut Davison (1997). Nilai mean OD diperoleh dengan cara membuang nilai OD tertinggi dan terendah dari nilai ke-4 serum kontrol positif (C+), sedang 2 nilai OD lainnya dihitung rataratanya sebagai nilai mean OD. PP dihitung sebagai berikut: nilai OD serum lapangan PP = x 100% mean OD C+ Setiap sampel mempunyai 2 nilai PP (PPI dan PP2) dan nilai ini kemudian dirata-ratakan. Perbedaan ke-2 nilai PP tidak boleh lebih 10%. Untuk sampel yang nilai rata-rata PP nya mendekati nilai batas positif, jika perbedaan nilai PP1 dan PP2 > 10% maka sampel harus diuji ulang. Namun untuk sampel yang mempunyai perbedaan nilai PP1 dan PP2 > 10% tetapi nilai rata-rata PP nya jauh dari nilai batas positif maka sampel tidak perlu diuji ulang. 20

4 Temu Teknis FungsionalNon Peneliti Menentukan nilai batas positif Nilai batas positif ditetapkan berdasarkan percent positivity (PP) 30 (DAVISON, 1997). Jika nilai rata-rata PP dari suatu contoh serum lebih tinggi dari nilai batas positif maka contoh tersebut adalah reaktor (positif) dan jika lebih rendah maka contoh tersebut non-reaktor (negatif). HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil standardisasi diperoleh angka pengenceran serum 1 : 400 dan 1 : 800 yang mempunyai perbandingan OD C+ terhadap OD C- cukup tinggi (Tabel 1 dan Gambar 1). Dari kedua pengenceran tersebut dipilih 1 : 800 sebagai pengenceran serum yang optimal karena dengan menambahkan serum kontrol yang lebih sedikit masih diperoleh perbandingan OD (C+) dan OD (C-) yang tinggi. Pertimbangan lainnya adalah efisiensi penggunaan serum kontrol yang umumnya persediaannya terbatas. Uji Indirect ELISA deteksi antibodi pada 40 serum kerbau dari lapangan dapat dilihat pada Tabel 2. Dengan menggunakan nilai batas positif PP 30% maka diperoleh 82,5% sampel lapangan dinyatakan positif (Tabel 3). Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai OD Cc (kontrol konjugat) yang rendah berarti tidak ada reaksi antara antigen dengan konjugat. Hal ini menunjukkan bahwa contoh serum reaktor (kontrol positif) adalah hasil dari reaksi kompleks antara ikatan antigen/antibodi dengan konjugat (anti-antibodi yang dilabel enzim). Perbandingan nilai OD kontrol positif (C+) terhadap OD kontrol serum negatif (C-) cukup jauh yaitu kira-kira 8 kali OD C-. Nilai masing-masing PP dari serum kontrol berada dalam batas nilai yang bisa diterima (DAVISON, 1997). Maka dapat disimpulkan bahwa uji ELISA tersebut dapat diterima. Selain dilakukan uji ELISA deteksi antibodi pada contoh serum kerbau lapangan juga dilakukan secara bersama-sama dengan uji parasitologik yaitu Microhaematocrit Centrifugation Test (MHCT). Dari kedua uji tersebut temyata uji Indirect ELISA deteksi antibodi memberi hasil uji positif lebih tinggi daripada uji parasitologik (MHCT), yaitu dari contoh serum keseluruhan sebanyak 78 buah diperoleh persentase positif antibodi T. evansi sebesar 82,1% sedangkan dengan jumlah contoh yang sama pada uji MHCT diperoleh angka positif 5,1%. ELISA deteksi antibodi terhadap T. evansi umumnya dipakai untuk studi epidemiologi. Tabel 1 Standardisasi serum kontrol positif, negatif dan kontrol konjugat Pengenceran Kontrol serum (+) Kontrol serum (-) Kontrol konjugat Serum (C+) (C-) (Cc/PBS) 1 : 200 0,80 0,28 0,04 1 :400 0,58 0,17 0,03 1 : 800 0,44 0,13 0,03 1 : ,32 0,10 0,03 : ,23 0,08 0,03 2 1

5 . 1 : ,17 0,06 0,04 1 : ,11 0,05 0,04 1 : ,08 0,05 0,03 1 : ,06 0,04 0,03 1 : ,05 0,05 0,06 Keterangan : Serum diencerkan secara serial mulai 1 :200 sampai I : Antigen dan konjugat diencerkan masing-masing 1 : dan 1 : Nilai OD serum kontrol positif, negatif dan kontrol konjugat merupakan nilai rata-rata dari nilai duplikat. Kontrol konjugat menggunakan PBST (0,05%). Titrasi kontrol serum,no asm Pengeneeran serum Gambar 1. Grafik standardisasi dari serum kontrol positif, negatif dan konjugat Keterangan : Serum kontrol positif, negatif dan konjugat diencerkan secara serial mulai I : 200 sampai I : Kontrol konjugat dipakai PBST 0.05%. Nilai OD dibaca dengan menggunakan filter 450 nm. Tabe12. Hasil uji Indirect ELISA deteksi antibodi pada 40 serum kerbau dari lapangan pada plate yang berisi 96 lubang. ~ tir"1~~~~~~ 1117`I~ "'~~~~ ~- i1 Keterangan : Kolom A,B 1-2 dan G,H 1-2 = Kontrol konjugat (Cc) Kolom C,D 1-2 = serum kontrol positif (C+) Kolom E,F 1-2 = Serum kontrol negatif (C-) Kolom A,H 3-12 = serum kerbau dari lapangan yang dibuat duplikat kebawah, contoh A,B3 = serum, no. 1 ; A,B4 = serum no. 2 dan seterusnya sampai G,H 12 = serum no. 40.

6 I Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001 Tabel 3a. Hasil perhitungan nilaipercentpositivity (PP) dari serum kontrol pada uji Indirect ELISA deteksi antibodi dari 40 serum kerbau Data Kontrol Kontrol D 1 D 2 D 3 D 4 P 1 P 2 P 3 P ) 1.95 (2.02) C CC T1r1 Keterangan : Nilai mean OD diperoleh dari hasil rata-rata 2 OD (OD1 dan OD2) dari kontrol positifyaitu 1.94 sedang 2 OD lainnya (OD2 dan OD4) dibuang. Sampel serum Tabel 3b. Hasil perhitungan nilai percent positivity (PP) dari sampel serum pada uji Indirect ELISA deteksi antibodi dari 40 serum kerbau No. DD-1 ~afa=rates- Status 0X I D D.40 zu 21 2i 0.26 IL Ii 13 -~ Y Z5 IJ Z~L~~ 7T '9-0.5U U-49 2a- T-23 T-rs Y Ss [ :I 1.4z I MW- 7U T IL 53 by U.S LJ 1.3.) 1.43 so 77 24~-0.lL~~ ~1-1OSr L_ 4L L X I-1'6Q go + 3U I "" U.62 U T- T ~ 3T ~.U~ : D S - l - 1 : ' ~ 1 ~ ~ Z Z b M Keterangan : Setiap sampel dihitung PP1 dan PP2nya, kemudian masing-masmg nilai dibagi dengan mean OD (1.94). 23

7 Untuk mendiagnosa infeksi aktif terhadap T. evansi dapat digunakan ELISA deteksi antigen (NANTULYA et al., 1987 ; DAVISON, 1997). Infeksi aktif T. evansi akan disertai dengan antigenaemia segera setelah hewan terinfeksi, tetapi antigenaemia ini segera hilang setelah pengobatan (NANTULYA et al., 1987). Namun untuk mendiagnosa infeksi aktif T. evansi, uji MHCT adalah lebih cepat dari ELISA deteksi antigen, karena dapat mendeteksi parasit dalam 1-3 hari setelah infeksi. Sedangkan ELISA deteksi antigen dapat mendeteksi parasit setelah 3-10 hari (WERNERY et al., 2001). Kelemahan dari uji MHCT tidak dapat mendeteksi infeksi T. evansi sub-akut atau kronis, karena biasanya hewan yang mengalami infeksi kronis memiliki jumlah parasit dalam darah yang sangat rendah dan berfluktuasi sehingga tidak dapat terdeteksi dengan uji parasitologik (SOLIHAT, 1999). Perbedaan antara uji ELISA deteksi antibodi dengan uji-uji lain adalah hasil positif suatu uji ini tidak menunjukkan status infeksi awal, tapi menunjukkan bahwa hewan tersebut sebelumnya pernah terinfeksi trypanosoma. Antibodi masih dapat dideteksi sampai jangka waktu yang cukup lama bahkan setelah diadakan pengobatan (LUCKINS et al., 1979 ; NANTULYA, 1989). Kelemahan lain dari uji ELISA deteksi antibodi adalah adanya reaksi silang dengan antibodi terhadap spesies trypanosoma lainnya yang merupakan masalah besar di negara dimana bermacam-macam spesies trypanosoma sering muncul, seperti di beberapa negara Afrika (LUCKINS, 1992). Standardisasi uji ELISA deteksi antibodi yang pernah dikerjakan di Burkina Faso terhadap 1288 domba, menghasilkan reaksi silang antara T. vivax, T. brucei dan T. congolense (DESQUESNES et al., 2001). Adanya reaksi silang antara T. evansi dan T. theileri juga terjadi pada penelitian kerbau lapangan di Jawa Tengah (DAVISON, 1997). Penelitian untuk diagnosa T. evansi dengan ELISA deteksi antibodi masih terus dikembangkan sampai sekarang. Uji ELISA yang menggunakan antigen precoated plates telah berhasil diaplikasi untuk deteksi antibodi Trypanosoma congolense dan Trypanosoma cruzi (REBESKI et al., 2001) dan Trypanosoma vivax (REBESKI et al., 2000). Keuntungan dari plate ELISA yang telah di pre-coat adalah stabilitas antigen yang telah disimpan sampai suhu 50oC selama 1 tahun (REBESKI et al., 2000). Selain itu akurasi dari assay tidak terpengaruh (serum positif terhadap antibodi trypanosoma dapat dibedakan dengan jelas dari serum negatif terhadap antibodi trypanosoma) (REBESKI et al., 2000). KESIMPULAN Pada penelitian ini, pengenceran serum 1 : 800 dan konjugat 1 : dalam PBST 0,05% serta plate ELISA yang di coat dengan antigen 1 : adalah konsentrasi optimal yang dapat dipakai untuk uji ELISA deteksi antibodi. Dari hasil uji 78 sampel kerbau dengan ELISA deteksi antibodi diperoleh persentase nilai positif antibodi 82,1%, sedangkan dengan uji MHCT diperoleh 5,1%. Hal ini disebabkan karena uji ELISA deteksi antibodi juga 24

8 mendeteksi hewan-hewan yang pernah terinfeksi, sedangkan MHCT hanya mendeteksi hewan yang terinfeksi aktif (sakit). Dianjurkan bahwa uji ELISA deteksi antibodi dipakai bersama-sama dengan uji MHCT. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan terima kasih kepada Drh. I P Sukanto, PhD dan Drh. Sri Muharsini serta staf laboratorium protozoologi - Parasitologi, atas bantuan dan saran-saran yang telah diberikan dalam penulisan makalah ini. DAFTAR BACAAN DAVISON, Evaluation Diagnostic Test for Trypanosoma evansi and their application in Epidemiological Studies in Indonesia, PhD Thesis. University of Edinburgh. DESQUESNES, M., Z. BENGALY, L. MILLOGO, dan H. SAKANDE The analysis of the cross-reactions occurring in antibody-elisa for the detection of trypanosomes can improve identification of the parasite species involved. Ann. Trop. Med. Parasitol. 2 : KNAPP, E., K. HOLUBAR, dan G. WICK Immunofluorescence and related staining tchniques. Elsevier/North Holland Biomedical Press. LUCKINS, A.G Diagnostic methods for trypanosomiasis in livestock. World Anim. Rev., 71 : LUCKINS, A.G Development of serological assays for studies on trypanosomiasis of livestock in Indonesia. Report for consultancy, CTVM Edinburgh. PP LUCKINS, A.G., R. BOLD, P.F. RAE, M.M. MAHMOUD, K.H. EL MALIK, dan A.R. GRAY Serodiagnosi s of T. evansi in camels in the Sudan. Trop. Anim. Hlth. Prod., 11 : NANTULYA, V.M An antigen-detection enzyme immunoassay for diagnosis of rhodesiense sleeping sickness. Parasite Immunol., 11 : NANTULYA, V.M., A.J. MUSOKE, F.R. RURANGIRWA, N. SAIGAR, dan S.H. MINJA Monoclona l antibodies that distinguish T. congolense, T. vivax and T. brucei. Parasite Immunol., 9 : POLITEDY, F Teknik pembuatan antigen T. evansi untuk ELISA deteksi antibodi. Prosiding Temu Teknis Fungsional Non Peneliti. Pusat Penelitian Peternakan. Badan Litbang Pertanian. Hal : REBESKI, D.E., E.M. WINGER, J.O. OUMA, S. KONG PAGES, P. BUSCHER, Y. SANOGO, R.H. DWINGER, dan J.R. CROWTHER Chartin g methods to monitor the operational performance of ELISA method for 25

9 the detection of antibodies against trypanosomes. Vet. Parasitol. 5 ; 96(1) : REBESKI, D.E., E. M. WINGER, M.M. ROBINSON, C.M. GABLER, R.H. DWINGER, dan J.R. CROWTHER Evaluatio n of antigen-coating procedures of enzyme-linked immunosorbent assay method for detection of trypanosomal antibodies. Vet. Parasitol. 10 ; 90(1-2) : SANCHEZ-VIZCAINO, J.M. dan M.C. ALVAREZ Enzyme immunoassay techniques (ELISA) in animal and plant diseases. 2", Edition, Technical Series No. 7. Office International Des Epizooties. SOLIHAT, L Teknik diagnosa T. evansi dengan uji ELISA deteksi antigen. Prosiding Temu Ilmiah Litkayasa, Balai Penelitian Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Litbang Pertanian. Hal : VOLLER, A., A. BARTLETT, dan D.E. BIDWELL Enzyme immunoassays for parasitic diseases. Transactions of the royal society of tropical medicine and hygiene, 70 : VOLLER, A., D. E. BIDWELL, dan A. BARLETT Scand. J. Immunol., 8 (Suppl. 7) : 125. WERNERY, U., R. ZACHARIAH, J.A. MUMFORD, dan T. LUCKINS, T Preliminary evaluation of diagnostic test using horses experimentally infected with T. evansi. Vet. J, 161 (3) :

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Sampel yang akan diuji kemudian dimasukkan ke dalam sumuran-sumuran cawan ELISA sesuai dengan pola yang telah ditentukan. Setiap sumuran cawan berisi sebanyak 100 μl sampel. Cawan ELISA kemudian diinkubasi

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 8 BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai Juli sampai dengan Agustus 2010. Pemeliharaan ayam broiler dimulai dari Day Old Chick (DOC)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat

HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat Reaksi antiserum TICV terhadap partikel virus yang terdapat di dalam jaringan tanaman tomat telah berhasil diamati melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penyakit Surra merupakan penyakit pada ternak yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penyakit Surra merupakan penyakit pada ternak yang disebabkan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Surra merupakan penyakit pada ternak yang disebabkan oleh protozoa Trypanosoma evansi. Penyakit ini juga menyerang hewan domestik dan hewan liar. Parasit ini

Lebih terperinci

FLUKTUASI ANTIBODI SAPI YANG DIINFEKSI DENGAN FASCIOLA GIGANTICA DAN PENGARUH PEMBERIAN OBAT TRICLABENDAZOLE

FLUKTUASI ANTIBODI SAPI YANG DIINFEKSI DENGAN FASCIOLA GIGANTICA DAN PENGARUH PEMBERIAN OBAT TRICLABENDAZOLE Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 6. No. 4. Th. 21 FLUKTUASI ANTIBODI SAPI YANG DIINFEKSI DENGAN FASCIOLA GIGANTICA DAN PENGARUH PEMBERIAN OBAT TRICLABENDAZOLE S. WIDJAJANTI, S.E. ESTUNINGSIH dan SUHARYANTA

Lebih terperinci

PERAN DIPTERA HEMATOFAGUS SEBAGAI VEKTOR RYPANOSOMA EVANSI

PERAN DIPTERA HEMATOFAGUS SEBAGAI VEKTOR RYPANOSOMA EVANSI Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000 PERAN DIPTERA HEMATOFAGUS SEBAGAI VEKTOR RYPANOSOMA EVANSI ISMU PRASTYAWATI SUKANTO, L. SOLIHAT, F. POLITEDY, M. DACHLAN, A.H. WARDHANA, dan E. SATRIA Balai

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian telah dilaksanakan di laboratorium BKP Kelas II Cilegon untuk metode pengujian RBT. Metode pengujian CFT dilaksanakan di laboratorium

Lebih terperinci

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVII, No. 87, Desember 2015 ISSN : X

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVII, No. 87, Desember 2015 ISSN : X Uji Banding Kit Elisa Untuk Deteksi Antibodi Penyakit Jembrana (The Comparative Elisa Test For Detection Antibodies of Jembrana Disease) Ni Luh Putu Agustini 1, dan Rosmiati Wisindie 2 1. Balai Besar Veteriner

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk yang pesat, membaiknya keadaan ekonomi dan meningkatnya kesadaran masyarakat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Uji serologi ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian serta pembacaan nilai absorban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibandingkan dengan. menularkan kepada orang lain (Misnadiarly, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibandingkan dengan. menularkan kepada orang lain (Misnadiarly, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatits B disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV) yang termasuk virus DNA, yang menyebakan nekrosis hepatoseluler dan peradangan (WHO, 2015). Penyakit Hepatitis B

Lebih terperinci

Diagnosa Infeksi Fasciola gigantica pada Sapi dengan Uji Capture-ELISA untuk Deteksi Antigen dalam Feses

Diagnosa Infeksi Fasciola gigantica pada Sapi dengan Uji Capture-ELISA untuk Deteksi Antigen dalam Feses JITV Vol. 11 No. 3 Th. 2006 Diagnosa Infeksi Fasciola gigantica pada Sapi dengan Uji Capture-ELISA untuk Deteksi Antigen dalam Feses SARWITRI ENDAH ESTUNINGSIH Balai Besar Penelitian Veteriner, PO Box

Lebih terperinci

umum digunakan untuk brucellosis yang di Indonesia umumnya menggunakan teknik Rose Bengal Plate Test (RBPT), Serum Agglutination Test (SAT), dan Compl

umum digunakan untuk brucellosis yang di Indonesia umumnya menggunakan teknik Rose Bengal Plate Test (RBPT), Serum Agglutination Test (SAT), dan Compl DIAGNOSA PENYAKIT BRUCELLOSIS PADA SAP] DENGAN TEKNIK UJI PENGIKATAN KOMPLEMEN Yusuf Mukmin Balai Penelitian Veteriner, Jalan R.E. Martadinata 30, Bogor 11614 PENDAHULUAN Brucellosis adalah penyakit bakterial

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Veteriner dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Veteriner dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Veteriner dan Laboratorium Biomolekuler Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga,

Lebih terperinci

SEROPREVALENSI TRYPANOSOMIASIS DI PULAU SUMBAWA, PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT

SEROPREVALENSI TRYPANOSOMIASIS DI PULAU SUMBAWA, PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT SEROPREVALENSI TRYPANOSOMIASIS DI PULAU SUMBAWA, PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT (Seroprevalence of Trypanosomiasis in Sumbawa Island, West Nusa Tenggara Province) I Ketut Mastra Balai Besar Veteriner Denpasar

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Cysticercus cellulosae, crude antigen, ELISA

ABSTRAK. Kata kunci: Cysticercus cellulosae, crude antigen, ELISA ABSTRAK Sistiserkosis merupakan penyakit parasitik yang disebabkan oleh larva stadium metacestoda cacing pita yang disebut Cysticercus. Cysticercus yang ditemukan pada babi adalah Cysticercus cellulosae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia (Dastkhosh et al,2014). WHO memperkirakan orang

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia (Dastkhosh et al,2014). WHO memperkirakan orang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Rabies merupakan penyakit zoonosis yang mematikan dan tersebar di seluruh dunia (Dastkhosh et al,2014). WHO memperkirakan 70.000 orang meninggal setiap tahun karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Partikel TICV berbentuk seperti benang, memanjang (filamentous) dan lentur (flexuous) (Liu et al. 2000)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Partikel TICV berbentuk seperti benang, memanjang (filamentous) dan lentur (flexuous) (Liu et al. 2000) 4 TINJAUAN PUSTAKA Tomato infectious chlorosis virus Tomato infectious chlorosis virus (TICV) diklasifikasikan dalam famili Closteroviridae yang terdiri dari 2 genus yaitu Closterovirus dan Crinivirus

Lebih terperinci

TRYPANOSOMIASIS PADA TERNAK KERBAU

TRYPANOSOMIASIS PADA TERNAK KERBAU TRYPANOSOMIASIS PADA TERNAK KERBAU ENY MARTINDAH 1 dan AMIR HUSEIN 2 1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Jl. Raya Pajajaran Kav.E-59, Bogor 2 Balai Besar Penelitian Veteriner Jl. RE. Martadinata

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK ELISA PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN BINDING LECTIN PADA PLASMA DARAH

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK ELISA PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN BINDING LECTIN PADA PLASMA DARAH LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK ELISA PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN BINDING LECTIN PADA PLASMA DARAH NAMA PRAKTIKAN : Amirul Hadi KELOMPOK : I HARI/TGL. PRAKTIKUM : Kamis, 9 Januari 2014 I. TUJUAN PRAKTIKUM

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kebun percobaan Cikabayan dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

PRAKTIKUM ELISA (Enzyme- linked Immunosorbent Assay) Melviana Maya Anjelir Antika. Kamis 9 Januari 2014, pukul

PRAKTIKUM ELISA (Enzyme- linked Immunosorbent Assay) Melviana Maya Anjelir Antika. Kamis 9 Januari 2014, pukul PRAKTIKUM ELISA (Enzyme- linked Immunosorbent Assay) Melviana Maya Anjelir Antika Kamis 9 Januari 2014, pukul 09.00-16.00 I. Tujuan Praktikum: 1. Praktikan mampu mengambil dan mempersiapkan sampel plasma

Lebih terperinci

Lokakarya Fungsional Non Penelib' mycoplasma broth base (oxoid), D-glucose (BDH Chemicals), L.cystein HCI (BDH Chemicals), Thallous acetate (BDH Chemi

Lokakarya Fungsional Non Penelib' mycoplasma broth base (oxoid), D-glucose (BDH Chemicals), L.cystein HCI (BDH Chemicals), Thallous acetate (BDH Chemi TEKNIK UJI AGLUTINASI CEPAT DAN ENZYME LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) UNTUK MENDETEKSI ANTIBODI MYCOPLASMA GALLISEPTICUM Zulqoyah Layla dan M.B. Poerwadikarta Balai Penelitian Veteriner, Bogor PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini, berbagai penyakit infeksi mengalami peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai belahan dunia

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian Persiapan dan Pemeliharaan Kelinci sebagai Hewan Coba

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian Persiapan dan Pemeliharaan Kelinci sebagai Hewan Coba 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Immunologi, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kandang Terpadu, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang 11 MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2010 sampai dengan Juni 2011. Penelitian dilakukan di kandang FKH-IPB. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Lampiran 1. DATA SHEET : RIBAVIRIN (Bertrand 2000 dalam McEvoy 2005)

Lampiran 1. DATA SHEET : RIBAVIRIN (Bertrand 2000 dalam McEvoy 2005) 36 LAMPIRAN 37 Lampiran 1. DATA SHEET : RIBAVIRIN (Bertrand 2000 dalam McEvoy 2005) Nilai toksisitas Non-Manusia : Rat LD50 oral 5,3 g / kg; Mouse LD50 oral 2 g / kg; Ip Mouse LD50 0,9-1,3 g / kg; LD50

Lebih terperinci

RPMI 1640 medium. Kanamisin 250 µg. Coomassie brilliant blue G-250

RPMI 1640 medium. Kanamisin 250 µg. Coomassie brilliant blue G-250 86 Lampiran 1. Larutan yang digunakan pada medium RPMI 1640 RPMI 1640 medium 10,4 g Penisilin G 100.000 IU Streptomisin 100 mg Gentamisin 5 mg Kanamisin 250 µg Semua bahan tersebut dilarutkan kedalam 1000

Lebih terperinci

3 SEROPREVALENSI TRICHINELLOSIS PADA BABI DI TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN OEBA KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

3 SEROPREVALENSI TRICHINELLOSIS PADA BABI DI TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN OEBA KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 15 3 SEROPREVALENSI TRICHINELLOSIS PADA BABI DI TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN OEBA KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Abstract Trichinellosis is zoonosis caused by worm infection, Trichinella spp. nematode

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metodologi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metodologi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada periode waktu Juni 007 sampai dengan Juni 008 di Instalasi Karantina Hewan (IKH) Balai Besar Karantina Hewan Soekarno Hatta dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protozoa Toxoplasma gondii, infeksi parasit ini dijumpai di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protozoa Toxoplasma gondii, infeksi parasit ini dijumpai di seluruh dunia BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Toksoplasmosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan parasit protozoa Toxoplasma gondii, infeksi parasit ini dijumpai di seluruh dunia (Kijlstra dan Jongert, 2008).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 43 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada pelaksanaannya validasi dilakukan dengan 2 tahap, tahap pertama adalah uji pendahuluana dan tahap kedua adalah validasi metode analisis dan uji coba dilakukan terhadap

Lebih terperinci

DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Pendahuluan Berbagai metode telah dikembangkan untuk mendeteksi berbagai penyakit yang disebabkan oleh mikroba

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. darah yang hilang akibat perdarahan, luka bakar, mengatasi shock dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. darah yang hilang akibat perdarahan, luka bakar, mengatasi shock dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Transfusi darah Transfusi darah adalah proses pemindahan atau pemberian darah dari seseorang (donor) kepada orang lain (resipien). Transfusi bertujuan mengganti darah yang hilang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai Maret 2010 sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Terpadu Bagian Mikrobiologi Medik dan laboratorium Bakteriologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Survei dan Identifikasi Virus yang Menginfeksi Mentimun Pengambilan Sampel

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Survei dan Identifikasi Virus yang Menginfeksi Mentimun Pengambilan Sampel 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan sejak Februari 2011 sampai Agustus 2011. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Institut Pertanian Bogor di Cikabayan, Dramaga dan Laboratorium

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1 prosedur pewarnaan hematoksillin-eosin (HE)

LAMPIRAN. Lampiran 1 prosedur pewarnaan hematoksillin-eosin (HE) 51 LAMPIRAN Lampiran 1 prosedur pewarnaan hematoksillin-eosin (HE) Pewarnaan HE adalah pewarnaan standar yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai struktur umum sel dan jaringan normal serta perubahan

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Hal. 1 dari 5 Dokumen nomor : 0301501 Tanggal : Mengganti nomor : 0201300 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP UJI PENGAMATAN PROLIFERASI SEL (DOUBLING TIME)

PROSEDUR TETAP UJI PENGAMATAN PROLIFERASI SEL (DOUBLING TIME) Halaman 1 dari 5 FARMASI UGM Dokumen nomor : CCRC0201500 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf CCRC Staf CCRC Supervisor CCRC Pimpinan CCRC

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN-BINDING LECTIN (MBL) PADA PLASMA DARAH DENGAN TEKNIK ELISA

LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN-BINDING LECTIN (MBL) PADA PLASMA DARAH DENGAN TEKNIK ELISA LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN-BINDING LECTIN (MBL) PADA PLASMA DARAH DENGAN TEKNIK ELISA Ade Sinaga Seri Rayani Bangun Kamis 9 Januari 2014, pukul 09.00-16.00 1. TUJUAN PRAKTIKUM Agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM

PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM COMPARISON OF HI TEST AND ELISA FOR DETECTING ANTIBODY MATERNAL ND ON DAY OLD CHICK Oleh : Rahaju Ernawati* ABSTRACT This

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK ELISA PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN BINDING LECTIN (MBL) PADA PLASMA DARAH

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK ELISA PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN BINDING LECTIN (MBL) PADA PLASMA DARAH LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK ELISA PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN BINDING LECTIN (MBL) PADA PLASMA DARAH NAMA PRAKTIKAN : Ichwan Alamsyah Lubis KELOMPOK : 2 GROUP : Pagi ( 8. 1. Wib ) HARI/TGL. PRAKTIKUM :

Lebih terperinci

2.1. Morphologi, etiologi dan epidemiologi bovine Tuberculosis

2.1. Morphologi, etiologi dan epidemiologi bovine Tuberculosis BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Morphologi, etiologi dan epidemiologi bovine Tuberculosis Kasus tuberkulosis pertama kali dikenal dan ditemukan pada tulang mummi Mesir kuno, kira-kira lebih dari 2000 tahun

Lebih terperinci

Kadar IgG RESA (Ring-infected Erythrocyte Surface Antigen) pada Penderita Malaria di Daerah Holoendemik Malaria

Kadar IgG RESA (Ring-infected Erythrocyte Surface Antigen) pada Penderita Malaria di Daerah Holoendemik Malaria Laporan Penelitian Kadar IgG RESA (Ring-infected Erythrocyte Surface Antigen) pada Penderita Malaria di Daerah Holoendemik Malaria Lily Kartika Surya Staf Pengajar Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

Festa Politely PENDAHULUAN

Festa Politely PENDAHULUAN To- Tibda Fwgsfonal MR Panstiti 2000 B. MAKALAH TEKNISI LITKAYASA TEKNIK PEMBUATAN ANTIGEN TRYPANOSOMA EVANSI UNTUK ELISA DETEKSI ANTIBODI Festa Politely Balm Penel tion Veteriner PO Box 151 151 Bogor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) memerlukan deteksi cepat untuk kepentingan diagnosis dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2009 hingga Februari 2010. Penelitian dilakukan di kandang pemeliharaan hewan coba Fakultas Kedokteran Hewan Institut

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN

METODELOGI PENELITIAN 17 METODELOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB, kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

TEKNIK IMUNOLOGI. Ika Puspita Dewi

TEKNIK IMUNOLOGI. Ika Puspita Dewi TEKNIK IMUNOLOGI Ika Puspita Dewi 1 ELISA Enzyme Linked Immuno-Sorbent Assay 2 ELISA ELISA Test yang dirancang berdasarkan prinsip imunologi (Antigen antibodi) mengunakan label enzim yang dapat ditujukan

Lebih terperinci

ABSTRACT PENDAHULUAN. Infectious Laryngotracheitis (ILT) adalah penyakit saluran pernafasan pada unggas, terutama ayam METODOLOGI

ABSTRACT PENDAHULUAN. Infectious Laryngotracheitis (ILT) adalah penyakit saluran pernafasan pada unggas, terutama ayam METODOLOGI PENGEMBANGAN TEKNIK ENZYME LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) UNTUK MENDETEKSI ADANYA ANTIBODI TERHADAP VIRUS INFECTIOUS LARYNGOTRACHEITIS (ILT) DALAM SERUM AYAM (Development of an Enzyme-Linked Immunosorbent

Lebih terperinci

APLIKASI UJI ELISA INFECTIOUS BRONCHITIS MENGGUNAKAN ISOLAT LOKAL PTS-3 PADA SERUM AYAM LAPANG

APLIKASI UJI ELISA INFECTIOUS BRONCHITIS MENGGUNAKAN ISOLAT LOKAL PTS-3 PADA SERUM AYAM LAPANG APLIKASI UJI ELISA INFECTIOUS BRONCHITIS MENGGUNAKAN ISOLAT LOKAL PTS-3 PADA SERUM AYAM LAPANG (Application of ELISA Infectious Bronchitis Using PTS-3 Local Isolate on Commercial Chicken Sera) Risa Indriani

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP UJI KOMBINASI DENGAN AGEN KEMOTERAPI

PROSEDUR TETAP UJI KOMBINASI DENGAN AGEN KEMOTERAPI Halaman 1 dari 7 FARMASI UGM Dokumen nomor : 0201300 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Aditya Fitriasari

Lebih terperinci

TRYPANOSOMIASIS DAN THEILERIOSIS DI KENYA (Suatu tinjauan dari hasil kunjungan ke Kenya, 1983)

TRYPANOSOMIASIS DAN THEILERIOSIS DI KENYA (Suatu tinjauan dari hasil kunjungan ke Kenya, 1983) TRYPANOSOMIASIS DAN THEILERIOSIS DI KENYA (Suatu tinjauan dari hasil kunjungan ke Kenya, 1983) Ismu Prastyawati Balai Penelitian Penyakit Hewan, Bogor PENDAHULUAN Tulisan ini merupakan hasil kunjungan

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Hal. 1 dari 8 Dokumen nomor : 0301301 Tanggal : Mengganti nomor : 0201300 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya 10 MATERI DAN METODA Waktu Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu FKH-IPB, Departemen Ilmu Penyakit Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

OPTIMASI ELISA TIDAK LANGSUNG UNTUK MEMERIKSA KEBERADAAN ANTIBODI ANTI Schistosoma japonicum DG. NOOR SYAMIMI BINTI DAUD

OPTIMASI ELISA TIDAK LANGSUNG UNTUK MEMERIKSA KEBERADAAN ANTIBODI ANTI Schistosoma japonicum DG. NOOR SYAMIMI BINTI DAUD OPTIMASI ELISA TIDAK LANGSUNG UNTUK MEMERIKSA KEBERADAAN ANTIBODI ANTI Schistosoma japonicum DG. NOOR SYAMIMI BINTI DAUD FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinik dengan desain Randomized

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinik dengan desain Randomized 20 BAB III METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinik dengan desain Randomized Controlled Trial Double Blind pada pasien yang menjalani operasi elektif sebagai subyek

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Sebanyak 173 dan 62 contoh serum sapi dan kambing potong sejumlah berasal dari di provinsi Jawa Timur, Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Barat, Jakarta dan

Lebih terperinci

Lampiran 1a Gambar alat presto. Lampiran 1b Gambar alat oven. Lampiran 1c Gambar alat timbangan analitik

Lampiran 1a Gambar alat presto. Lampiran 1b Gambar alat oven. Lampiran 1c Gambar alat timbangan analitik 79 Lampiran 1a Gambar alat presto Lampiran 1b Gambar alat oven Lampiran 1c Gambar alat timbangan analitik 80 Lampiran 1d Gambar alat grinder Lampiran 2 Gambar kandang metabolik Lampiran 3 Gambar mencit

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM. ELISA (Enzyme Linked Immune-sorbent Assay ) - NITA ANDRIANI LUBIS. TANGGAL PRAKTIKUM: Kamis, 9 Januari 2014, pukul

LAPORAN PRAKTIKUM. ELISA (Enzyme Linked Immune-sorbent Assay ) - NITA ANDRIANI LUBIS. TANGGAL PRAKTIKUM: Kamis, 9 Januari 2014, pukul LAPORAN PRAKTIKUM ELISA (Enzyme Linked Immune-sorbent Assay ) NAMA PRAKTIKAN : - DEBBY MIRANI LUBIS - NITA ANDRIANI LUBIS TANGGAL PRAKTIKUM: Kamis, 9 Januari 2014, pukul 09.00-17.00 WIB I. TUJUAN PRAKTIKUM:

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN METODE ELISA UNTUK MENDIAGNOSIS PENDERITA SCHISTOSOMIASIS DI NAPU SULAWESI TENGAH TAHUN 2012

PENGEMBANGAN METODE ELISA UNTUK MENDIAGNOSIS PENDERITA SCHISTOSOMIASIS DI NAPU SULAWESI TENGAH TAHUN 2012 Pengembangan metoda elisa untuk...(samarang, Made AJ, Sitti C, Malonda M & Intan T) PENGEMBANGAN METODE ELISA UNTUK MENDIAGNOSIS PENDERITA SCHISTOSOMIASIS DI NAPU SULAWESI TENGAH TAHUN 2012 Elisa Method

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit hepatitis virus masih menjadi masalah serius di beberapa negara. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan masalah kesehatan di beberapa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan antibodi sebagai respon terhadap vaksinasi dapat dideteksi melalui pengujian dengan teknik ELISA. Metode ELISA yang digunakan adalah metode tidak langsung. ELISA

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN PENYIMPANAN STABILAT TRYPANOSOMA EVANSI DALAM NITROGEN CAIR

PEMBUATAN DAN PENYIMPANAN STABILAT TRYPANOSOMA EVANSI DALAM NITROGEN CAIR PEMBUATAN DAN PENYIMPANAN STABILAT TRYPANOSOMA EVANSI DALAM NITROGEN CAIR FESTA POLITEDY Balai Penelitian Veteriner, Jl.RE Martadinata No.30, P O Box 30 Bogor RINGKASAN Surra adalah penyakit parasit darah,

Lebih terperinci

EPIDEMIOLOGI VETERINER. Screening dan diagnostic test

EPIDEMIOLOGI VETERINER. Screening dan diagnostic test EPIDEMIOLOGI VETERINER Screening dan diagnostic test PKH UB - 2013 Epidemiology : the study of patterns of disease and health in populations. For particular disease, epidemiology provides information about

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Separuh penduduk dunia berisiko tertular malaria karena hidup lebih dari 100

BAB I PENDAHULUAN. Separuh penduduk dunia berisiko tertular malaria karena hidup lebih dari 100 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria masih merupakan salah satu penyakit menular yang masih sulit diberantas dan merupakan masalah kesehatan diseluruh dunia termasuk Indonesia, Separuh penduduk

Lebih terperinci

Perbandingan Antara Uji Elisa-Antibodi dan Pemeriksaan Telur Cacing Untuk Mendeteksi Infeksi Fasciola gigantica pada Sapi

Perbandingan Antara Uji Elisa-Antibodi dan Pemeriksaan Telur Cacing Untuk Mendeteksi Infeksi Fasciola gigantica pada Sapi JITV Vol. 9 No. 1 Th. 2004 Perbandingan Antara Uji Elisa-Antibodi dan Pemeriksaan Telur Cacing Untuk Mendeteksi Infeksi Fasciola gigantica pada Sapi S. ENDAH ESTUNINGSIH, S. WIDJAJANTI dan GATOT ADIWINATA

Lebih terperinci

Y ij = µ + B i + ε ij

Y ij = µ + B i + ε ij METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2008 sampai bulan September 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak Perah dan Laboratorium

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 27 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian proyek Hibah Penelitian Strategis Nasional di bidang gizi dan kesehatan yang diketuai oleh Marliyati (2009) dan dibiayai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Produksi susu segar dalam negeri hanya mampu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Produksi susu segar dalam negeri hanya mampu PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan susu Nasional dari tahun ke tahun terus meningkat disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Produksi susu segar dalam negeri hanya mampu memenuhi 20

Lebih terperinci

Crude Antigen Cystisercus Taenia Saginata Isolat Bali untuk Deteksi Sistiserkosis pada Sapi

Crude Antigen Cystisercus Taenia Saginata Isolat Bali untuk Deteksi Sistiserkosis pada Sapi Jurnal Ilmu dan Kesehatan Hewan, Pebruari 2014 Vol 2 No 1: 13-21 Crude Antigen Cystisercus Taenia Saginata Isolat Bali untuk Deteksi Sistiserkosis pada Sapi Crude Antigen of Taenia saginata Cysticercus

Lebih terperinci

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 2014 ISSN : X

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 2014 ISSN : X TRYPANOSOMIASIS PADA SAPI BALI DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN TERNAK (Trypanosomiasis in Bali Cattle Seedlings and Live Stock Reaserch Center) NKH Saraswati, Ketut Mastra, Made Sutawijaya,

Lebih terperinci

Didik T Subekti 1* & Ichwan Yuniarto 2

Didik T Subekti 1* & Ichwan Yuniarto 2 Jurnal Biologi Indonesia 13(1): 43-51 (2017) Perbandingan Penggunaan Konjugat Antibovine IgG-HRP dan Protein A/G-HRP Dengan Beberapa Larutan Pengencer Serum Pada ELISA Untuk Deteksi Surra pada Sapi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit peradangan hati akut atau menahun disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh seperti saliva, ASI, cairan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik, dengan pendekatan post test design yang menggunakan binatang percobaan sebagai objek penelitian.

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Unair

ADLN - Perpustakaan Unair BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan populasi kuda di Indonesia belum mencapai keadaan yang menggembirakan bahkan Di Jawa Timur pada tahun 2001 terjadi penurunan populasi ternak

Lebih terperinci

Deteksi Antibodi terhadap Virus Classical Swine Fever dengan Teknik Enzyme-Linked Immunosorbent Assay

Deteksi Antibodi terhadap Virus Classical Swine Fever dengan Teknik Enzyme-Linked Immunosorbent Assay Deteksi Antibodi terhadap Virus Classical Swine Fever dengan Teknik Enzyme-Linked Immunosorbent Assay EKA MAHARDHIKA RATUNDIMA 1, I NYOMAN SUARTHA 2, I GUSTI NGURAH KADE MAHARDHIKA 1 1 Lab Virologi, 2

Lebih terperinci

Deteksi Antibodi terhadap Cysticercus Cellulosae pada Babi Lokal yang Dipotong di Tempat Pemotongan Babi Panjer, Denpasar

Deteksi Antibodi terhadap Cysticercus Cellulosae pada Babi Lokal yang Dipotong di Tempat Pemotongan Babi Panjer, Denpasar Deteksi Antibodi terhadap Cysticercus Cellulosae pada Babi Lokal yang Dipotong di Tempat Pemotongan Babi Panjer, Denpasar (ANTIBODY DETECTION TOWARD CYSTICERCUS CELLULOSAE ON LOCAL PIG THAT SLAUGHTERED

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan Kunak, Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Sampel diuji di laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini selesai dikerjakan dalam waktu 7 bulan (Mei-Desember 2011). Lokasi penelitian dilakukan di 3 desa di wilayah Kecamatan Dramaga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. test only control group design. Pengukuran awal tidak dilakukan karena dianggap sama untuk

BAB III METODE PENELITIAN. test only control group design. Pengukuran awal tidak dilakukan karena dianggap sama untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental dengan metode post test only control group design. Pengukuran awal tidak dilakukan karena dianggap

Lebih terperinci

DETEKSI ANTIBODI PENYAKIT FELINE PANLEUKOPENIA PADA KUCING DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ELISA

DETEKSI ANTIBODI PENYAKIT FELINE PANLEUKOPENIA PADA KUCING DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ELISA DETEKSI ANTIBODI PENYAKIT FELINE PANLEUKOPENIA PADA KUCING DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ELISA (Detection of Feline Panleukopenia Antibodies in Cat Using ELISA Technique) TATTY SYAFRIATI Balai Penelitian Veteriner,

Lebih terperinci

autologous control yang positif mengindikasikan adanya keabnormalan pada pasien itu sendiri yang disebabkan adanya alloantibody di lapisan sel darah

autologous control yang positif mengindikasikan adanya keabnormalan pada pasien itu sendiri yang disebabkan adanya alloantibody di lapisan sel darah SCREENING ANTIBODY Screening antibody test melibatkan pengujian terhadap serum pasien dengan dua atau tiga sampel reagen sel darah merah yang disebut sel skrining/sel panel. Sel panel secara komersial

Lebih terperinci

KONFIRMASI ANOPHELES BARBIROSTRIS SEBAGAI VEKTOR MALARIA DI WAIKABUBAK MELALUI DETEKSI PROTEIN CIRCUM SPOROZOITE

KONFIRMASI ANOPHELES BARBIROSTRIS SEBAGAI VEKTOR MALARIA DI WAIKABUBAK MELALUI DETEKSI PROTEIN CIRCUM SPOROZOITE KONFIRMASI ANOPHELES BARBIROSTRIS SEBAGAI VEKTOR MALARIA DI WAIKABUBAK MELALUI DETEKSI PROTEIN CIRCUM SPOROZOITE Anopheles barbirostris Confirmation as Malaria Vector in Waikabubak Through The Detection

Lebih terperinci

Media Sintetik BAHAN DAN CARA KERJA Untuk menumbuhkan dan memperbanyak kuman M.bovis galur standar AN 5 sebagai pokok kuman digunakan media sintetik D

Media Sintetik BAHAN DAN CARA KERJA Untuk menumbuhkan dan memperbanyak kuman M.bovis galur standar AN 5 sebagai pokok kuman digunakan media sintetik D TEKNIK PEMBUATAN DAN PENGUJIAN TUBERKULIN PPD (PURIFIED PROTEIN DERIVATIVE) BOVIN BUATAN BALITVET AGUS EFENDI DAN SUTARMA Balai Penelitian VeterinerX. R.E. Martadinata 30, Bogor 16114 RINGKASAN Tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental laboratoris in-vitro dengan rancangan penelitian post test control group only design. 4.2 Sampel

Lebih terperinci

SEROPREVALENSI VIRUS JAPANESE B ENCHEPALITIS PADA BABI ARDIYANTO CHANDRA WIJAYA, A. A. AYU MIRAH ADI, I MADE KARDENA

SEROPREVALENSI VIRUS JAPANESE B ENCHEPALITIS PADA BABI ARDIYANTO CHANDRA WIJAYA, A. A. AYU MIRAH ADI, I MADE KARDENA SEROPREVALENSI VIRUS JAPANESE B ENCHEPALITIS PADA BABI ARDIYANTO CHANDRA WIJAYA, A. A. AYU MIRAH ADI, I MADE KARDENA Lab Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. Jl. P.B.Sudirman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Genetika Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP PENGAMATAN EKSPRESI PROTEIN DENGAN METODE IMUNOSITOKIMIA

PROSEDUR TETAP PENGAMATAN EKSPRESI PROTEIN DENGAN METODE IMUNOSITOKIMIA Halaman 1 dari 7 FARMASI UGM Dokumen nomor : 0201200 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Aditya Fitriasari

Lebih terperinci

AKABANE A. PENDAHULUAN

AKABANE A. PENDAHULUAN AKABANE Sinonim : Arthrogryposis Hydranencephaly A. PENDAHULUAN Akabane adalah penyakit menular non contagious yang disebabkan oleh virus dan ditandai dengan adanya Arthrogryposis (AG) disertai atau tanpa

Lebih terperinci

Kudrjawzow dan Rumanow (1928) yang telah dimodifikasi oleh Hardjoutomo dan Sri Poernomo (1976). Untuk pembuatan antigen kokto tersebut dikerjakan sepe

Kudrjawzow dan Rumanow (1928) yang telah dimodifikasi oleh Hardjoutomo dan Sri Poernomo (1976). Untuk pembuatan antigen kokto tersebut dikerjakan sepe PEMBUATAN ANTIGEN KOKTO UNTUK SERUM ASCOLI Koko Barkah Balai Penelitian Veteriner, Jalan R.E. Martadinata 30, Bogor 11614 PENDAHULUAN Antraks atau radang limpa adalah penyakit menular pada hewan yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang ilmu Biokimia dan Farmakologi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Detection of Antibody Against Avian Influenza Virus on Native Chickens in Local Farmer of Palangka

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini mencakup ruang ilmu : Anestesiologi,

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini mencakup ruang ilmu : Anestesiologi, 29 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup ruang ilmu : Anestesiologi, Farmakologi dan Patologi Klinik. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan

Lebih terperinci

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Juli 2008 di Laboratorium Bersama Hewan Percobaan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci