DETEKSI ANTIBODI PENYAKIT FELINE PANLEUKOPENIA PADA KUCING DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ELISA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DETEKSI ANTIBODI PENYAKIT FELINE PANLEUKOPENIA PADA KUCING DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ELISA"

Transkripsi

1 DETEKSI ANTIBODI PENYAKIT FELINE PANLEUKOPENIA PADA KUCING DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ELISA (Detection of Feline Panleukopenia Antibodies in Cat Using ELISA Technique) TATTY SYAFRIATI Balai Penelitian Veteriner, PO Box 151, Bogor ABSTRACT In the year 2002, Feline Panleukopenia (FPL) of cat in Indonesia has been studied and proved for the existence by using serological methods. The methods used were haemagglutination inhibition test (HI) and serum neutralization test (SNT). This paper described ELISA technique for detecting antibody against FPL using 125 cat sera from Jakarta and Bogor areas. The result showed no difference between ELISA technique and SNT which 97 out of 125 (77.6%) sample positives using ELISA and 97 out of 132 (73.48%) samples positives using SNT. Therefore, ELISA technique could be used as an alternative in serological test beside HI and SNT. Key words: Feline Panleukopenia (FPL), cat, serum neutralization test, enzyme linked-immunoassay (ELISA) ABSTRAK Pada tahun 2002 keberadaan penyakit Feline Panleukopenia (FPL) pada kucing di Indonesia sudah dapat dibuktikan secara serologik dengan uji hemagglutinasi (HI) dan uji neutralisasi (SNT). Tulisan ini menjabarkan deteksi antibodi terhadap 125 sampel serum kucing yang berasal dari daerah Jakarta dan Bogor dengan menggunakan teknik ELISA. Hasil menunjukkan secara ELISA sera kucing positif sebanyak 97 dari 125 sampel (77,6%) tidak berbeda dengan uji SN dimana sera positif 97 serum dari 132 sampel (73,48%) sehingga dapat disimpulkan teknik ELISA dalam uji serologik FPL dapat digunakan sebagai uji alternatif selain uji HI atau SN. Kata kunci: Feline Panleukopenia (FPL), kucing, uji serum netralisasi, enzyme linked-immunoassay (ELISA) PENDAHULUAN Feline panleukopenia (FPL) merupakan penyakit menular nonzoonosis pada kucing, dengan nama lain Feline distemper, Infectious enteritis, Cat fever, Cat typhoid. FPL merupakan penyakit yang menyerang segala umur kucing dan dapat menimbulkan banyak kematian kucing terutama pada anak kucing dapat mencapai kematian 75%. Anak kucing, kucing sakit dan kucing rumahan yang tidak divaksin adalah lebih rentan tertular dibandingkan dengan kucing tua yang biasanya lebih tahan karena mempunyai kekebalan bawaan atau sudah berulang kali terinfeksi. Feline panleukopenia (FPL) merupakan penyakit fatal pada kucing muda, yang hampir sama seperti distemper pada anjing. Penyakit ini disebabkan oleh virus termasuk Famili Parvoviridae yang menyerang jaringan pembentuk darah dan limfe, dan juga mukosa organ gastro intestinal sehingga menyebabkan penurunan jumlah leukosit dan enteritis. Virus banyak ditemukan pada urin dan feses (CSIZA et al., 1971), tetapi penularan dari kucing ke kucing selain melalui fecal-oral dapat juga melalui muntahan, urin, leleran mata ataupun leleran hidung. Gejala klinis penyakit FPL adalah demam yang sangat tinggi, anoreksia, diare, dehidrasi atau penurunan jumlah sel darah putih yang sangat tajam. (HOSOKAWA et al., 1987). Pada anak kucing yang baru lahir virus menyerang perkembangan cerebellum sehingga menyebabkan neurogical abnormalitas. 761

2 Diagnosis penyakit FPL dapat dilakukan berdasarkan sejarah penyakit, gejala klinis, isolasi dan identifikasi virus serta pemeriksaan serologik. Virus FPL dapat tumbuh secara efisien pada biakan sel lestari ginjal, organ paru-paru, lidah kucing dibandingkan dengan pada biakan sel lain seperti yang berasal dari biakan sel organ anjing (TRUYEN dan PARRISH,1992). Pemeriksaan serologik untuk mengetahui ada atau tidaknya antibodi terhadap virus FPL didalam serum, pada saat ini sering menggunakan teknik haemagglutinationinhibition (HI) dan atau menggunakan serum neutralization test (SNT) teknik mikro (JOO et al., 1975). Pada penelitian yang terdahulu terdeteksi banyak kucing lokal peliharaan ataupun kucing liar yang mempunyai titer antibodi positif terhadap FPL dengan uji haemaglutinasi inhibisi (HI) maupun serum neutralization test (SNT). Hasil menunjukkan titer yang bervariasi dari 120 serum yang diuji, antibodi titer HI rendah antara (2 6) log 2 sebanyak 31/120 (25,83%) dan yang mempunyai titer HI >6 log 2-11 log 2 adalah sebanyak 64/120 (53,33%) (SYAFRIATI dan SENDOW, 2003). Penggunaan uji HI sudah umum digunakan karena kemampuan virus yang dapat mengagglutinasi sel darah merah (SDM). Namun kemampuan virus FPL dalam mengagglutinasi SDM tersebut hanya terhadap SDM yang berasal dari babi atau monyet. Sedangkan pada uji HI serum kucing terhadap FP, sebelum proses pengujian HI, serum kucing tersebut harus terlebih dahulu dengan dipanaskan 56ºC selama 30 menit dan juga diabsorpsi dengan kaolin untuk menghilangkan reaksi non spesific yang banyak terdapat pada serum kucing tersebut, sehingga pengujian HI khusus serum kucing akan lebih kompleks dan membutuhkan waktu lama. Sementara itu, pada uji SN dibutuhkan kultur jaringan feline kidney (FK) atau CRFK yang selalu tersedia setiap saat serta dibutuhkan tempat kerja yang lebih steril, sehingga apabila akurasi teknik SN dibandingkan dengan teknik ELISA relatif sama, maka uji ELISA akan lebih mempermudah pengujian di laboratorium disamping tidak terlalu rumit dan waktu pengujian relatif pendek, dimana MILBRAND et al. (1984) sudah menggunakan uji ELISA untuk mendeteksi infeksi canine parvovirus pada anjing. Pengembangan metode teknik ELISA selanjutnya dikembangkan oleh DUNCAN (1988), sebagai teknik serologi yang cukup akurat, spesifik dan sensitif. Tulisan ini menjabarkan pengembangan perangkat ELISA untuk mendeteksi titer kekebalan (antibodi) terhadap FPL pada serum kucing sebagai alternatif perangkat serologi selain uji SN. Serum MATERI DAN METODE Serum berasal dari kucing lokal sebanyak 132 sampel yang didapat dari hasil survei daerah Jakarta dan Bogor. Serum dipisahkan dari bekuan darah, dimasukkan ke dalam tabung steril, dipanaskan pada suhu 56ºC selama 30 menit disimpan pada suhu -20ºC hingga uji serologi SN maupun ELISA. Pada hasil uji SN, serum dari kucing yang mempunyai titer >11 log 2 dikumpulkan untuk digunakan sebagai kontrol positif pada pengujian dengan uji ELISA, sedangkan kontrol negatif diambil dari serum kucing dewasa yang tidak mempunyai reaksi titer terhadap FPL Kontrol serum positif dan negatif Serum negatif dan serum positif berasal dari kucing lokal yang telah diuji dengan uji haemaglutinasi (HI) atau uji serum netralisasi (SN) dan analisa menunjukkan serum negatif tidak terdeteksi FPL, sedangkan untuk kontrol serum positif dikumpulkan serum yang mempunyai titer SN positif >11 log 2. Antigen Virus vaksin FPL (Leucorifelin, Romindo) dengan kandungan 10 3 CCID 50 ditumbuhkan pada sel feline kidney (FK) yang telah membentuk 80% sel monolayer (selapis) pada flask, dengan menggunakan media penumbuh (growth media) MEM (+ 10% FBS) ditambah antibiotik penicilin 100 IU, streptomisin 100 µg per ml media dan fungizone 4 ug per ml media. Media penumbuh dibuang, infeksikan 1 ml virus FPL dan inkubasikan, diamkan virus 762

3 FPL dalam flask untuk memberikan waktu absorpsi selama 1 jam pada 37 o C, kemudian tambahkan media maintenance (MEM + 2% FBS) ditambah antibiotik dan fungizone. Inkubasikan pada suhu 37 o C pada inkubator dengan kadar CO2 5%, sampai terlihat CPE atau paling lama 5 hari. Setelah CPE terlihat 100%, dilakukan freeze thawing sebanyak 3 x. Cairan yang dipanen disentrifus dengan kecepatan 1000 X selama 15 menit yang kemudian diikuti dengan X selama 30 menit. Stok virus tersebut kemudian disentrifus kembali dengan kecepatan X selama 6 jam dengan menggunakan swing rotor (Beckman Ti 70 rotor) untuk mendapatkan pellet (endapan) virus sebagai antigen. Di resuspensi dengan konsentrasi 1:100 dari volume asal dengan PBS ph 7,2 lalu disonikasi 2 X 10 detik dengan interval 30 detik (GODDARD et al., 1990). Kemudian antigen FPL disimpan pada suhu 70 0 C sebagai stok antigen, diestimasi kandungan proteinnya dan siap digunakan sebagai salah satu komponen untuk perangkat ELISA. Konsentrasi virus juga disiapkan secara presipitasi dengan polyethylen glycol (PEG) 6000 (Sigma). Sel FK yang terinfeksi di sentrifus dengan kecepatan rendah kemudian di filter dengan 45 µm millipore. Kemudian supernatan tersebut pada suhu 4 0 C ditambahkan 0,3 M NaCl dan PEG 6000 dengan konsentrasi akhir 8,5% (w/v) (BODEUS et al., 1987). Kemudian hasil konsentrasi protein diukur. Suspensi dibagi dalam volume kecil dan disimpan di 20 C. Uji serum netralisasi (SNT) Sebanyak 50 µl serum diencerkan secara serial log 2 berseri pada plat biakan jaringan (tissue culture, TC) 96 lubang. Selanjutnya ditambahkan 100 TCID 50 per 50 µl virus FPL pada masing-masing lubang, diamkan selama 1 jam pada suhu 37 o C. Kemudian ditambahkan 100 µl sel lestari Crandell Reese Feline Kidney Cell (CRFK) atau sel feline kidney (FK). Lalu inkubasikan pada inkubator berco 2 5%, selama 5 hari, apabila tidak ada perubahan berupa cytopathic effect (CPE) pada sel selama pengamatan, menunjukkan serum positif mengandung antibodi terhadap FPL dan serum mempunyai titer SN. Hasil titer SN dibaca sesuai dengan pengenceran serum tertinggi log 2 yang masih tidak menimbulkan CPE. Perubahan adanya CPE dibandingkan pada serum negatif kontrol. Uji ELISA Uji ELISA digunakan dengan modifikasi metode DUNCAN (1988). Plat ELISA MaxiSorp (Nunc immunoplate TM, Denmark) 96 lubang dasar rata, di coating (dilapisi) dengan antigen FPL Sebanyak 100 µl antigen yang mengandung 1-2 ng dari stok yang telah diencerkan larutan 0.06M carbonate/ bicarbonate buffer ph 9.6, ditambahkan per lubang pada plat, lalu plat diinkubasikan selama 18 jam (semalam) pada suhu 4 0 C (lemari es). Plat lalu dicuci dengan larutan PBS yang mengandung 0,05% Tween- 20 (PBST) dengan 3x pencucian dan setelah dikeringkan, per lubang ditambahkan sebanyak 100 µl serum yang akan diuji, serum kontrol positif dan kontrol negatif yang diencerkan 1 : 100, diencerkan dengan PBST. Plat lalu diinkubasi pada suhu 37 0 C selama 1 jam, kemudian dicuci 3x dengan larutan PBST. Lalu tambahkan 100µl 1/ goat anti-cat IgG yang dilabel dengan enzyme horseperoxidase (HRPO) (Bethyl lab. Inc), dan plat diinkubasi selama 1 jam pada suhu kamar. Kemudian dicuci 3 X dengan PBST dan lakukan penambahan dengan 100 µl substrat (Citrat buffer ph dengan 52 mm ABTS stock (28 gr 2,2-Azinodi-1.3 ethylbenz-thiazolin Sulphonate (ABTS), d-h2o 10 ml, H 2 O 2 0,012%), dibiarkan reaksi selama 1 jam pada ruang gelap dan lembab. Pembacaan plat dilakukan dengan menggunakan ELISA reader multiscan spectrophotometer pada tingkat adsorbansi sebesar 405 nm, dengan serum kontrol negatif dan positif sebagai nilai standar dengan pembacaan hasil uji ELISA di lakukan dengan rumus perbandingan sera sampel dengan sera positif yaitu ratio S/P. Hasil dihitung dengan optical density (OD) serum uji dikurangi dengan hasil OD kontrol serum negatif dibagi dengan hasil pengurangan OD kontrol serum positif dengan OD kontrol serum negatif. Nilai positif ELISA ditentukan apabila S/P ratio lebih besar dari >

4 HASIL DAN PEMBAHASAN Sebanyak 132 serum kucing dengan beragam umur dan jenis kelamin berasal dari Jakarta dan Bogor (Tabel 1) diuji dengan serum neutralisasi test (SNT). Serum kucing dikumpulkan dari kucing liar yang tidak bertuan dan tidak pernah mendapatkan vaksinasi FPL. Padahal kenyataan di lapangan pada penelitian SYAFRIATI dan SENDOW (2003) telah banyak kucing terkena infeksi FPL terbukti dengan perolehan hasil titer HI positif sebanyak 95/120 (79,17%) dan titer HI negatif sebanyak 25/120 (20,83%). Kemungkinan kucing tersebut terkena setelah dewasa dan atau virus tersebut tidak berkembang banyak sehingga tidak menunjukkan gejala klinis secara jelas. Data kematian anak kucing yang disebabkan penyakit FPL masih belum banyak dilaporkan meskipun diketahui banyak sekali kematian anak kucing. Tabel 1. Distribusi perolehan serum kucing dari Jakarta dan Bogor berdasarkan umur dan jenis kelamin serum Umur kucing Jenis kelamin Anak Muda Dewasa Jantan Betina Pada Tabel 2 terlihat hasil titer SN hanya pada 132 serum yang diuji dengan distribusi positif tinggi >6 log 2 sebanyak 81 serum (61,36%), sedangkan yang mempunyai titer SN positif rendah 1-6 log 2 sebanyak 16 serum (12,12%) atau hanya 35 serum (26,52%) yang tidak mempunyai titer antibodi SN. Tabel 2. Hasil titer SN, negatif (<1), positif rendah ( 1 6 log 2 ) dan positif tinggi (>6 log 2 ) pada serum kucing yang berasal dari Jakarta dan Bogor serum Hasil titer SN Neg (<1) ( 1-6 log 2 ) (26,52%) 16 (12,12%) Tinggi (>6 log 2 ) 81 (61,36%) Perolehan titer SN berdasarkan umur (Tabel 3), sebanyak 38 serum anak kucing mempunyai titer rataan SN sebesar 3.68 log 2, menunjukkan bahwa pada serum anak kucing tersebut mengandung maternal antibodi (kekebalan bawaan). Sementara itu, pada kucing umur muda perolehan titer menunjukkan kandungan titer antibodi lebih rendah, dari sebanyak 10 serum yang diuji terlihat mempunyai rataan titer SN sebesar 1.2 log 2, bahkan apabila dilihat per individu bahwa 4 serum kucing muda asal Bogor, tidak mempunyai titer antibodi. Tetapi pada 84 serum kucing dewasa menunjukkan titer antibodi yang tinggi yaitu mempunyai rataan titer SN 7,98 log 2 yang berarti bahwa kucing tersebut pernah terinfeksi penyakit FPL, namun kucing tersebut dapat bertahan hidup dan mengandung titer antibodi yang cukup lama. Pemakaian vaksin FPL pada kucing kesayangan dianjurkan, karena data ini menunjang adanya infeksi FPL pada kucing yang berada di Bogor dan Jakarta. Perolehan titer SN secara keseluruhan sebanyak 132 serum yang diuji, mempunyai rataan titer SN (GMT log 2 ) sebesar 6,23. Tabel 3. Hasil distribusi rataan titer SN (geometric mean titer, GMT) per kelompok umur kucing yang berasal dari Jakarta dan Bogor Umur Serum GMT log 2 Anak (1 hari 1 bulan) 38 3,68 Muda (>1 6 bln) 10 1,2 Dewasa (>6 bln) 84 7,98 Serum dan GMT 132 6,23 Perolehan hasil titer rataan SN pada kucing betina dan jantan (Tabel 4), total rataan titer SN pada 64 serum kucing betina adalah 5,54 log 2, sedangkan pada jantan mempunyai rataan titer SN 7.12 log 2, sepertinya kesempatan untuk mendapat titer antibodi SN yang lebih tinggi adalah jenis kelamin jantan, kemungkinan disebabkan kucing jantan lebih banyak berkeliaran sehingga kesempatan terinfeksinya lebih besar. Tabel 4. Hasil distribusi rataan titer SN (geometric mean titer, GMT) per jenis kelamin betina dan jantan dari serum yang berasal dari Jakarta dan Bogor Jenis kelamin Serum GMT log 2 Betina 64 5,54 Jantan 68 7,

5 Hasil standardisasi (checkerboard ) uji ELISA memakai kontrol serum positif dan negatif menunjukkan pengenceran serum optimum adalah 1:100, sedangkan pengenceran konjugat goat anti-cat IgG HRP (Bethyl lab. Inc) yang optimum adalah 1 : , sesuai dengan yang direkomendasikan 1 : sampai dengan 1 : Penyiapan antigen FPL dilakukan dengan cara memperbanyak virus FPL pada sel feline kidney (FK) dan atau Crandell Reese Feline Kidney Cell (CRFK) dimana stok antigen yang baik harus dikonsentrasikan terlebih dahulu x v/v. Estimasi kandungan protein >3500 µg/ml. Stok antigen diencerkan dan dibagi dalam volume kecil lalu disimpan pada suhu 20 o C untuk siap digunakan pada enceran 1 : 100 untuk coating pada plat ELISA. Pengenceran antigen yang paling baik adalah dengan kandungan protein sebanyak + 1 ng per lubang dalam 100 µl. Waktu inkubasi pelapisan antigen plat 18 jam atau semalam, dan plat yang sudah dilapisi antigen dapat disimpan pada suhu 4 o C (lemari es) sampai 1 bulan setelah dicuci dan lubang plat diisi PBST. Pada pengujian ELISA dari 132 serum kucing yang diuji SN, hanya 125 serum yang dapat diuji ELISA, dengan perolehan hasilnya (Tabel 5). Tabel 5. Hasil rekapitulasi perolehan uji ELISA pada serum kucing yang telah diuji SN Hasil uji SN ELISA + 97 (73,48%) 97 (77,6%) - 35 (26,52%) 28 (22,4%) Jumlah serum yang diuji Sebanyak 125 serum kucing yang diuji mempunyai hasil ELISA positif, sebanyak 97 serum (77,60%) sedangkan yang mempunyai hasil ELISA negatif sebanyak 28 serum (22,40%). Dilihat secara keseluruhan total uji SN pada semua serum kucing dari Jakarta dan Bogor dari sebanyak 132 serum, diperoleh hasil 35 serum negatif (26,52%) dan 97 serum (73,48%) positif. Apabila dibandingkan dengan total 125 serum yang diuji dengan ELISA terlihat tidak jauh berbeda yaitu hasil titer ELISA negatif sebanyak 28 serum (22,40%) dan positif sebanyak 97 serum (77,60%). Uji deteksi antibodi terhadap FPL dengan SN relatif tidak cepat dan tidak mudah, sedangkan untuk mendiagnosa penyakit FPL secara serologi dengan tepat dan cepat, diperlukan teknik lain yang lebih mudah dan cepat seperti ELISA. Sehingga untuk mengatasi masalah tersebut penggunaan perangkat ELISA untuk menguji serum kucing dilapangan sangat tepat terutama terhadap kucing yang sudah divaksinasi, ataupun dalam mendata penyakit FPL di Indonesia secara epidemiologi KESIMPULAN DAN SARAN Antigen FPL yang berasal dari perbanyakan vaksin digunakan untuk komponen ELISA dengan penggunaan 100 µl per lubang dengan kandungan antigen 1 2 ng. Kontrol serum negatif dan kontrol serum positif diperoleh dari lapangan yang sudah di uji SN. Hasil uji ELISA paling baik dengan menguji serum dengan enceran 1:100 dan penggunaan enceran konjugat anti cat HRPO 1 : Perangkat uji ELISA yang telah diperoleh sudah dapat digunakan untuk menguji serum kucing lapangan. Hasil uji ELISA dapat dibandingkan dengan hasil uji SN yaitu sebanyak 132 serum kucing berasal dari Jakarta dan Bogor, mempunyai hasil titer SN negatif sebanyak 35 serum (26,52%) dan positif sebanyak 97 serum (73,48%). Sementara itu, dari 125 serum yang telah diuji ELISA mempunyai hasil ELISA negatif sebanyak 28 serum (22,40%) dan hasil ELISA positif sebanyak 97 serum (77,60%). Tidak ada perbedaan yang mencolok pada kedua hasil uji SN dan ELISA, sehingga uji ELISA dapat digunakan sebagai uji alternatif untuk menguji serum kucing dari lapangan. Sampel serum yang cukup banyak masih dibutuhkan untuk menegakkan validasi teknik dan perangkat uji yang sudah didapat sebaiknya dapat dipakai untuk mendeteksi infeksi FPL dilapangan atau untuk melihat kenaikan titer kekebalan dan efikasi pemakaian vaksin FPL, dan teknik ini dapat di gunakan di laboratorium diagnostik hewan ataupun klinik hewan. 765

6 UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih ditujukan pada para teknisi dari bagian Virologi, Balitvet Bogor Saudara Zulkipli dan kawan-kawan yang telah membantu terlaksananya penelitian. Demikian juga kepada Staf UPT Pelayanan Kesehatan Hewan Laboratorium Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan propinsi DKI Jakarta atas kerja sama dan bantuannya sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik. Penelitian ini terlaksana dengan dana APBN tahun DAFTAR PUSTAKA BODEUS, M., C. CAMBIASO, MM. SURLERAUX and G. BURTONBOY A Latex Agglutination Test for the detection of Canine Parvo virus and corresponding antibodies J. of Virol. Methods 19: CSIZA, C.K., F.W. SCOTT, A. DE LAHUNTA and J.H. GILLESPIE Immune Carrier State of Feline Panleukopenia Virus-Infected Cats. Am. J. Vet. Res.32(3): DUNCAN, R.J.C The use of ELISA for Rapid Viral Diagnosis. Antibody Detection. In: ELISA and Other Solid Phase Immunoassays. Theoritical and Practical Aspects. KEMENEY, D.M. and S.J. CHALLACOMBE. (Ed.). John Wiley & Sons, Chichester, New York, Brisbane. Toronto. Singapore. GODDARD, R.D., R.A.J. NICHOLAS and P.R. LUFF Inactivated canine parvovirus vaccines: An alternative method for assessment of potency. Vet. Rec. 126: HOSOKAWA S., S. ICHIJO and H. GOTO (1987). Clinical, Hematological and Pathological Findings in Specific Pathogen-Free Cats Experimentally Infected with Feline Panleukopenia Virus. Jpn. J. Vet. Sci.49(1): JOO, H.S., C.R. DONALDSON-WOOD and R.H. JOHNSON A Microneutralization Test For Essay of Porcine Parvovirus Antibody. Arch. Virol. 47: MILDBRAND, M.M., Y.A TERAMOTO, J.K COLLINS, A. MATHYS and S. WINSTON Rapid detection of canine parvovirus in feces using monoclonal antibodies and enzyme-linked immunoassay. Am. J. Vet. Res. 45(11): TRUYEN, U. and C.R. PARISH Canine and Feline host ranges of canine parvovirus and feline panleukopenia virus: Distinct Host Cell Tropism of each virus in vitro and in vivo. J. Virol. 66 (9): SYAFRIATI, T. dan I. SENDOW Keberadaan penyakit Feline Panleukopenia (FPL) pada kucing di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner Bogor September hlm

METODELOGI PENELITIAN

METODELOGI PENELITIAN 17 METODELOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB, kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING 1 I Gst Ayu Agung Suartini(38) FKH - Universitas Udayana E-mail: gaa.suartini@gmail.com Tlf : 081282797188 Deskripsi IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang 11 MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2010 sampai dengan Juni 2011. Penelitian dilakukan di kandang FKH-IPB. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 8 BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai Juli sampai dengan Agustus 2010. Pemeliharaan ayam broiler dimulai dari Day Old Chick (DOC)

Lebih terperinci

PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM

PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM COMPARISON OF HI TEST AND ELISA FOR DETECTING ANTIBODY MATERNAL ND ON DAY OLD CHICK Oleh : Rahaju Ernawati* ABSTRACT This

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya 10 MATERI DAN METODA Waktu Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu FKH-IPB, Departemen Ilmu Penyakit Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian Persiapan dan Pemeliharaan Kelinci sebagai Hewan Coba

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian Persiapan dan Pemeliharaan Kelinci sebagai Hewan Coba 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Immunologi, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kandang Terpadu, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2009 hingga Februari 2010. Penelitian dilakukan di kandang pemeliharaan hewan coba Fakultas Kedokteran Hewan Institut

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metodologi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metodologi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada periode waktu Juni 007 sampai dengan Juni 008 di Instalasi Karantina Hewan (IKH) Balai Besar Karantina Hewan Soekarno Hatta dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. DATA SHEET : RIBAVIRIN (Bertrand 2000 dalam McEvoy 2005)

Lampiran 1. DATA SHEET : RIBAVIRIN (Bertrand 2000 dalam McEvoy 2005) 36 LAMPIRAN 37 Lampiran 1. DATA SHEET : RIBAVIRIN (Bertrand 2000 dalam McEvoy 2005) Nilai toksisitas Non-Manusia : Rat LD50 oral 5,3 g / kg; Mouse LD50 oral 2 g / kg; Ip Mouse LD50 0,9-1,3 g / kg; LD50

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kebun percobaan Cikabayan dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai Maret 2010 sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Terpadu Bagian Mikrobiologi Medik dan laboratorium Bakteriologi

Lebih terperinci

ASPEK DIAGNOSIS DAN PATOGENESIS ISOLAT LOKAL CANINE PARVOVIRUS (RIVS 57) KETUT KARUNI NYANAKUMARI NATIH

ASPEK DIAGNOSIS DAN PATOGENESIS ISOLAT LOKAL CANINE PARVOVIRUS (RIVS 57) KETUT KARUNI NYANAKUMARI NATIH ASPEK DIAGNOSIS DAN PATOGENESIS ISOLAT LOKAL CANINE PARVOVIRUS (RIVS 57) KETUT KARUNI NYANAKUMARI NATIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 ABSTRAK KETUT KARUNI NYANAKUMARI NATIH. Aspek

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Uji serologi ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian serta pembacaan nilai absorban

Lebih terperinci

RINGKASAN PENDAHULUAN

RINGKASAN PENDAHULUAN Ternu Teknis Fungsional Non Peneliti 200/ PENERAPAN UJI NETRALISASI SERUM UNTUK DIAGNOSIS SEROLOGIK PENYAKIT BOVINE VIRAL DIARRHOEA (BVD) PADA SAPI PUDJI KURNIADHI Balai Penelitian Veteriner, JI.R.E.Martadinata

Lebih terperinci

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Detection of Antibody Against Avian Influenza Virus on Native Chickens in Local Farmer of Palangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini, berbagai penyakit infeksi mengalami peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai belahan dunia

Lebih terperinci

RPMI 1640 medium. Kanamisin 250 µg. Coomassie brilliant blue G-250

RPMI 1640 medium. Kanamisin 250 µg. Coomassie brilliant blue G-250 86 Lampiran 1. Larutan yang digunakan pada medium RPMI 1640 RPMI 1640 medium 10,4 g Penisilin G 100.000 IU Streptomisin 100 mg Gentamisin 5 mg Kanamisin 250 µg Semua bahan tersebut dilarutkan kedalam 1000

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian telah dilaksanakan di laboratorium BKP Kelas II Cilegon untuk metode pengujian RBT. Metode pengujian CFT dilaksanakan di laboratorium

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Survei dan Identifikasi Virus yang Menginfeksi Mentimun Pengambilan Sampel

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Survei dan Identifikasi Virus yang Menginfeksi Mentimun Pengambilan Sampel 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan sejak Februari 2011 sampai Agustus 2011. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Institut Pertanian Bogor di Cikabayan, Dramaga dan Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013.

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. Pemeliharaan ayam penelitian, aplikasi ekstrak temulawak dan vaksinasi AI dilakukan di kandang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Veteriner dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Veteriner dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Veteriner dan Laboratorium Biomolekuler Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga,

Lebih terperinci

umum digunakan untuk brucellosis yang di Indonesia umumnya menggunakan teknik Rose Bengal Plate Test (RBPT), Serum Agglutination Test (SAT), dan Compl

umum digunakan untuk brucellosis yang di Indonesia umumnya menggunakan teknik Rose Bengal Plate Test (RBPT), Serum Agglutination Test (SAT), dan Compl DIAGNOSA PENYAKIT BRUCELLOSIS PADA SAP] DENGAN TEKNIK UJI PENGIKATAN KOMPLEMEN Yusuf Mukmin Balai Penelitian Veteriner, Jalan R.E. Martadinata 30, Bogor 11614 PENDAHULUAN Brucellosis adalah penyakit bakterial

Lebih terperinci

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA LAMPIRAN 15 15 Lampiran 1 Tahapan penelitian Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri Isolasi DNA kromosom bakteri Pemotongan DNA dengan enzim restriksi Kloning DNA Isolasi DNA plasmid hasil

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP PENGAMATAN EKSPRESI PROTEIN DENGAN METODE IMUNOSITOKIMIA

PROSEDUR TETAP PENGAMATAN EKSPRESI PROTEIN DENGAN METODE IMUNOSITOKIMIA Halaman 1 dari 7 FARMASI UGM Dokumen nomor : 0201200 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Aditya Fitriasari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Sampel yang akan diuji kemudian dimasukkan ke dalam sumuran-sumuran cawan ELISA sesuai dengan pola yang telah ditentukan. Setiap sumuran cawan berisi sebanyak 100 μl sampel. Cawan ELISA kemudian diinkubasi

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 18 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan April 2013 sampai dengan April 2014. Sampel diambil dari itik dan ayam dari tempat penampungan unggas, pasar unggas dan peternakan

Lebih terperinci

Isolasi Virus Penyebab Canine Parvovirus dan Perubahan Patologik Infeksi pada Anjing

Isolasi Virus Penyebab Canine Parvovirus dan Perubahan Patologik Infeksi pada Anjing SENDOW dan HAMID: Isolasi virus penyebab dan perubahan patologik infeksi canine parvovirus pada anjing Isolasi Virus Penyebab Canine Parvovirus dan Perubahan Patologik Infeksi pada Anjing INDRAWATI SENDOW

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan, Viabilitas, dan Abnormalitas Kultur Primer Sel Paru-Paru Fetus Hamster Yang Dipapar Etanol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

Pengembangan Teknik Enzyme Linked Immunosorbent Assay untuk Mendeteksi adanya Antibodi Terhadap Virus Infectious Laryngotrachitis dalam Serum Ayam

Pengembangan Teknik Enzyme Linked Immunosorbent Assay untuk Mendeteksi adanya Antibodi Terhadap Virus Infectious Laryngotrachitis dalam Serum Ayam INDRIANI et al.: Pengembangan teknik enzyme linked immunosorbent assay Pengembangan Teknik Enzyme Linked Immunosorbent Assay untuk Mendeteksi adanya Antibodi Terhadap Virus Infectious Laryngotrachitis

Lebih terperinci

ABSTRACT PENDAHULUAN. Infectious Laryngotracheitis (ILT) adalah penyakit saluran pernafasan pada unggas, terutama ayam METODOLOGI

ABSTRACT PENDAHULUAN. Infectious Laryngotracheitis (ILT) adalah penyakit saluran pernafasan pada unggas, terutama ayam METODOLOGI PENGEMBANGAN TEKNIK ENZYME LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) UNTUK MENDETEKSI ADANYA ANTIBODI TERHADAP VIRUS INFECTIOUS LARYNGOTRACHEITIS (ILT) DALAM SERUM AYAM (Development of an Enzyme-Linked Immunosorbent

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat

HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat Reaksi antiserum TICV terhadap partikel virus yang terdapat di dalam jaringan tanaman tomat telah berhasil diamati melalui

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Partikel TICV berbentuk seperti benang, memanjang (filamentous) dan lentur (flexuous) (Liu et al. 2000)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Partikel TICV berbentuk seperti benang, memanjang (filamentous) dan lentur (flexuous) (Liu et al. 2000) 4 TINJAUAN PUSTAKA Tomato infectious chlorosis virus Tomato infectious chlorosis virus (TICV) diklasifikasikan dalam famili Closteroviridae yang terdiri dari 2 genus yaitu Closterovirus dan Crinivirus

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN D. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan adalah rendang iradiasi yang memiliki waktu penyinaran yang berbeda-beda (11 November 2006, DIPA 14 Juni 2007, dan no label 14 Juni

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. digunakan adalah penelitian Posttest Only Control Design ( Gliner,2000 ) dengan kultur in

BAB IV METODE PENELITIAN. digunakan adalah penelitian Posttest Only Control Design ( Gliner,2000 ) dengan kultur in BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian Eksperimental, dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian Posttest Only Control Design ( Gliner,2000

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Penanaman Tanaman Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Penanaman Tanaman Uji 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Cikabayan, University Farm, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hog cholera 2.1.1 Epizootiologi Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian masyarakat pedesaan di Bali. Hampir setiap keluarga di daerah pedesaan memelihara

Lebih terperinci

Seroepidemiologi Infeksi Canine parvovirus pada Anjing

Seroepidemiologi Infeksi Canine parvovirus pada Anjing JITV Vol. 9 No. 3 Th. 2004 Seroepidemiologi Infeksi Canine parvovirus pada Anjing INDRAWATI SENDOW dan TATTY SYAFRIATI Balai Penelitian Veteriner, PO Box 151, Bogor 16115 Email: i.sendow@balitvet.org (Diterima

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green House dan Laboratorium Genetika dan Molekuler jurusan Biologi Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP UJI KOMBINASI DENGAN AGEN KEMOTERAPI

PROSEDUR TETAP UJI KOMBINASI DENGAN AGEN KEMOTERAPI Halaman 1 dari 7 FARMASI UGM Dokumen nomor : 0201300 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Aditya Fitriasari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor selama 3 bulan, terhitung

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 21 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, mulai Maret sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Mikrobiologi Medis, laboratorium Terpadu unit pelayanan mikrobiologi

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Hal. 1 dari 8 Dokumen nomor : 0301301 Tanggal : Mengganti nomor : 0201300 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. asiatica L.) terhadap Pertumbuhan Sel Hepar Baby hamster yang Dipapar 7.12-

BAB III METODE PENELITIAN. asiatica L.) terhadap Pertumbuhan Sel Hepar Baby hamster yang Dipapar 7.12- BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian tentang Pengaruh Ekstrak Pegagan (Centella asiatica L.) terhadap Pertumbuhan Sel Hepar Baby hamster yang Dipapar 7.12- dimetilbenz(α)antrasen

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Hal. 1 dari 5 Dokumen nomor : 0301501 Tanggal : Mengganti nomor : 0201300 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP UJI PENGAMATAN PROLIFERASI SEL (DOUBLING TIME)

PROSEDUR TETAP UJI PENGAMATAN PROLIFERASI SEL (DOUBLING TIME) Halaman 1 dari 5 FARMASI UGM Dokumen nomor : CCRC0201500 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf CCRC Staf CCRC Supervisor CCRC Pimpinan CCRC

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1 Metode Pengumpulan Data 2.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UPT Laboratorium Biosain dan Bioteknologi Universitas Udayana. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

METODE. A. Peremajaan Salmonella sp. B. Verifikasi Salmonella sp.

METODE. A. Peremajaan Salmonella sp. B. Verifikasi Salmonella sp. METODE Alur Penelitian Alur penelitian dan metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 6 tahapan, yaitu: peremajaan bakteri Salmonella sp., verifikasi bakteri Salmonella sp., isolasi fage,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 21 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Penelitian ini berupa penelitian analitik eksperimental. 4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Laboratorium Biomedik Fakultas kedokteran Universitas Sebelas

Lebih terperinci

Lampiran 1a Gambar alat presto. Lampiran 1b Gambar alat oven. Lampiran 1c Gambar alat timbangan analitik

Lampiran 1a Gambar alat presto. Lampiran 1b Gambar alat oven. Lampiran 1c Gambar alat timbangan analitik 79 Lampiran 1a Gambar alat presto Lampiran 1b Gambar alat oven Lampiran 1c Gambar alat timbangan analitik 80 Lampiran 1d Gambar alat grinder Lampiran 2 Gambar kandang metabolik Lampiran 3 Gambar mencit

Lebih terperinci

Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Siklus Sel Kanker HeLa

Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Siklus Sel Kanker HeLa Tugas Akhir SB 091351 Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Siklus Sel Kanker HeLa Ika Puspita Ningrum 1507100059 DOSEN PEMBIMBING: Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si N. D. Kuswytasari,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

Pendahuluan. Tujuan Penggunaan

Pendahuluan. Tujuan Penggunaan Pendahuluan Malaria merupakan salah satu penyakit parasit paling umum di dunia dan menempati urutan ke 3 dalam tingkat mortalitas diantara prnyakit infeksi utama lainnya. Parasit protozoa penyebab malaria

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang

BAB III METODE PENELITIAN. primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian peran vitamin E (alpha tokoferol) terhadap proliferasi kultur primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. (True experiment-post test only control group design). Dalam penelitian yang

BAB 4 METODE PENELITIAN. (True experiment-post test only control group design). Dalam penelitian yang ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan penelitian Penelitian ini merupakan penelitian menggunakan desain eksperimental (True experiment-post test only control group

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN A.

BAB III METODE PENELITIAN A. 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan memberikan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol (Nazir, 1999). Pada penelitian

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. Penanaman sel ke 96-wells plate. Uji Viabilitas Sel

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. Penanaman sel ke 96-wells plate. Uji Viabilitas Sel BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. 4.2 Alur Penelitian Kultur Sel dari Penyimpanan Nitrogen Cair Inkubasi selama 48 jam dalam inkubator dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Titrasi Virus Isolat Uji Berdasarkan hasil titrasi virus dengan uji Hemaglutinasi (HA) tampak bahwa virus AI kol FKH IPB tahun 3 6 memiliki titer yang cukup tinggi (Tabel ). Uji HA

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat E. ictaluri Ikan Lele ( Clarias sp.)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat E. ictaluri Ikan Lele ( Clarias sp.) BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium Balai Uji Standar Karantina Ikan Departemen Kelautan dan Perikanan di Jakarta dan Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Salmonella sp. 2.1.1 Klasifikasi Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C termasuk famili Enterobacteriaceae, ordo Eubacteriales, kelas Schizomycetes

Lebih terperinci

Y ij = µ + B i + ε ij

Y ij = µ + B i + ε ij METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2008 sampai bulan September 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak Perah dan Laboratorium

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Cysticercus cellulosae, crude antigen, ELISA

ABSTRAK. Kata kunci: Cysticercus cellulosae, crude antigen, ELISA ABSTRAK Sistiserkosis merupakan penyakit parasitik yang disebabkan oleh larva stadium metacestoda cacing pita yang disebut Cysticercus. Cysticercus yang ditemukan pada babi adalah Cysticercus cellulosae

Lebih terperinci

BAB II. BAHAN DAN METODE

BAB II. BAHAN DAN METODE BAB II. BAHAN DAN METODE 2.1 Kultur Bakteri Pembawa Vaksin Bakteri Escherichia coli pembawa vaksin DNA (Nuryati, 2010) dikultur dengan cara menginokulasi satu koloni bakteri media LB tripton dengan penambahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 34 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini jenis sampel diambil berupa serum dan usap kloaka yang diperoleh dari unggas air yang belum pernah mendapat vaksinasi AI dan dipelihara bersama dengan unggas

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan dua rancangan penelitian, yaitu : deskriptif

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan dua rancangan penelitian, yaitu : deskriptif 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan dua rancangan penelitian, yaitu : deskriptif eksploratif dan eksperimental. Penelitian deskriptif eksploratif meliputi isolasi

Lebih terperinci

Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Mengapa antibiotik perlu ditentukan kadar atau potensinya? Efek penggunaan antimikroba yang meningkat, sehingga

Lebih terperinci

Perbandingan Titer Antibodi Newcastle Disease pada Ayam Petelur Fase Layer I dan II

Perbandingan Titer Antibodi Newcastle Disease pada Ayam Petelur Fase Layer I dan II Perbandingan Titer Antibodi Newcastle Disease pada Ayam Petelur Fase Layer I dan II (COMPARISON OF NEWCASTLE DISEASE ANTIBODIES TITRE IN LAYER PHASE I AND II) Saiful Akbar 1, Ida Bagus Komang Ardana 2,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

PRAKTIKUM ISOLASI DNA DAN TEKNIK PCR

PRAKTIKUM ISOLASI DNA DAN TEKNIK PCR PRAKTIKUM ISOLASI DNA DAN TEKNIK PCR Tujuan: i) Mengerti metode umum mengisolasi DNA ii) Mengisolasi DNA dari buah dan sel-sel epithelial mulut iii) Mengerti dan mempraktek teknik PCR dengan sempel DNA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata Linn) terhadap kultur primer sel

BAB III METODE PENELITIAN. pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata Linn) terhadap kultur primer sel BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian yang berjudul pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata Linn) terhadap kultur primer sel hepar

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FARMASI UGM Halaman 1 dari 7 FARMASI UGM Dokumen nomor : 0201400 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Aditya Fitriasari

Lebih terperinci

INFEKSI VIRUS TRANSMISSIBLE GASTROENTERITIS PADA BABI

INFEKSI VIRUS TRANSMISSIBLE GASTROENTERITIS PADA BABI INFEKSI VIRUS TRANSMISSIBLE GASTROENTERITIS PADA BABI INFECTION OF TRANSMISSIBLE GASTROENTERITIS VIRUS IN PIG Indrawati Sendow Kelti Virologi, Balai Penelitian Veteriner, P.O. Box 151 Bogor 161 14 INDONESIA,

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1 prosedur pewarnaan hematoksillin-eosin (HE)

LAMPIRAN. Lampiran 1 prosedur pewarnaan hematoksillin-eosin (HE) 51 LAMPIRAN Lampiran 1 prosedur pewarnaan hematoksillin-eosin (HE) Pewarnaan HE adalah pewarnaan standar yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai struktur umum sel dan jaringan normal serta perubahan

Lebih terperinci

LAPORAN GAMBARAN DURATION OF IMMUNITY VAKSIN RABIVET 92. Pusat Veterinaria Farma ABSTRAK

LAPORAN GAMBARAN DURATION OF IMMUNITY VAKSIN RABIVET 92. Pusat Veterinaria Farma ABSTRAK LAPORAN GAMBARAN DURATION OF IMMUNITY VAKSIN RABIVET 92 Darmawan, Dyah Estikoma dan Rosmalina Sari Dewi D Pusat Veterinaria Farma ABSTRAK Untuk mendapatkan gambaran antibodi hasil vaksinasi Rabivet Supra

Lebih terperinci

Kudrjawzow dan Rumanow (1928) yang telah dimodifikasi oleh Hardjoutomo dan Sri Poernomo (1976). Untuk pembuatan antigen kokto tersebut dikerjakan sepe

Kudrjawzow dan Rumanow (1928) yang telah dimodifikasi oleh Hardjoutomo dan Sri Poernomo (1976). Untuk pembuatan antigen kokto tersebut dikerjakan sepe PEMBUATAN ANTIGEN KOKTO UNTUK SERUM ASCOLI Koko Barkah Balai Penelitian Veteriner, Jalan R.E. Martadinata 30, Bogor 11614 PENDAHULUAN Antraks atau radang limpa adalah penyakit menular pada hewan yang disebabkan

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1.Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1.Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 9 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1.Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi Penelitian 1.1.1. Alat Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cawan petri, tabung reaksi, autoklaf Hirayama,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan Ekstrak Bligo (mengacu Sugito 2010)

III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan Ekstrak Bligo (mengacu Sugito 2010) III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Febuari 2010 sampai April 2010, bertempat Laboratorium Bersama Hewan Percobaan Departemen ITP dan SEAFAST CENTER IPB, Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang ilmu pediatri dan ilmu Genetika Dasar.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang ilmu pediatri dan ilmu Genetika Dasar. 27 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian ini mencakup bidang ilmu pediatri dan ilmu Genetika Dasar. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Pusat Penelitian Biomedik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

UJI BANDING ANTAR LABORATORIUM TERHADAP TITER ANTIBODI AYAM PASCA VAKSINASI CORYZA DENGAN METODE HI (Haemaglutination Inhibition)

UJI BANDING ANTAR LABORATORIUM TERHADAP TITER ANTIBODI AYAM PASCA VAKSINASI CORYZA DENGAN METODE HI (Haemaglutination Inhibition) UJI BANDING ANTAR LABORATORIUM TERHADAP TITER ANTIBODI AYAM PASCA VAKSINASI CORYZA DENGAN METODE HI (Haemaglutination Inhibition) SYAEFURROSAD, NENENG A, DAN NM ISRIYANTHI Balai Besar Pengujian Mutu dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. (Cr 3+ ). Faktor suhu menggunakan 2 level suhu media yaitu T i (suhu 20±2

III. METODOLOGI. (Cr 3+ ). Faktor suhu menggunakan 2 level suhu media yaitu T i (suhu 20±2 III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan Mei hingga November 2006 di Laboratorium Kesehatan Ikan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi dan Laboratorium

Lebih terperinci

RESPON IMUN ANAK BABI PASCA VAKSINASI HOG CHOLERA DARI INDUK YANG TELAH DIVAKSIN SECARA TERATUR ABSTRAK

RESPON IMUN ANAK BABI PASCA VAKSINASI HOG CHOLERA DARI INDUK YANG TELAH DIVAKSIN SECARA TERATUR ABSTRAK RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Denpasar, 13 Desember 1993. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak I Made Wirtha dan Ibu dr. Ni Putu Partini Penulis menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2009. Pengambilan sampel susu dilakukan di beberapa daerah di wilayah Jawa Barat yaitu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Virus Terbawa Benih Uji serologi menggunakan teknik deteksi I-ELISA terhadap delapan varietas benih kacang panjang yang telah berumur 4 MST menunjukkan bahwa tujuh varietas

Lebih terperinci

TITER ANTIBODI PROTEKTIF TERHADAP NEWCASTLE DISEASE PADA BURUNG UNTA (STRUTHIO CAMELUS)

TITER ANTIBODI PROTEKTIF TERHADAP NEWCASTLE DISEASE PADA BURUNG UNTA (STRUTHIO CAMELUS) TITER ANTIBODI PROTEKTIF TERHADAP NEWCASTLE DISEASE PADA BURUNG UNTA (STRUTHIO CAMELUS) DARMINTO, S. BAHRI, dan N. SURYANA Balai Penelitian Veteriner Jalan R.E. Martadinata 30, P.O. Box 151, Bogor16114,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Tifoid 1. Pengertian Demam Tifoid Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang terdapat pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protozoa Toxoplasma gondii, infeksi parasit ini dijumpai di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protozoa Toxoplasma gondii, infeksi parasit ini dijumpai di seluruh dunia BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Toksoplasmosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan parasit protozoa Toxoplasma gondii, infeksi parasit ini dijumpai di seluruh dunia (Kijlstra dan Jongert, 2008).

Lebih terperinci

PENGAMBILAN DAN PENGIRIMAN SAMPEL

PENGAMBILAN DAN PENGIRIMAN SAMPEL PENGAMBILAN DAN PENGIRIMAN SAMPEL Pengambilan dan Pengiriman Sampel Kenali Laboratorium Anda Ketahui jenis-jenis uji yang dapat dilakukan dan pilihlah yang terbaik Sediakan semua informasi yang dibutuhkan

Lebih terperinci

Enzyme- Linked Immunosorbent Assay untuk Mendeteksi Antibodi Virus Distemper Anjing

Enzyme- Linked Immunosorbent Assay untuk Mendeteksi Antibodi Virus Distemper Anjing Enzyme- Linked Immunosorbent Assay untuk Mendeteksi Antibodi Virus Distemper Anjing SUDARISMAN Balai Penelitian Veteriner, PO Box 151, Bogor 16114, Indonesia (Diterima dewan redaksi 5 Oktober 2005) ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ciri-ciri Salmonella sp. Gambar 1. Mikroskopis kuman Salmonella www.mikrobiologi Lab.com) sp. (http//. Salmonella sp. adalah bakteri batang lurus, gram negatif, tidak berspora,

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Hal. 1 dari 5 nomor : -03-002-01 Tanggal : Mengganti nomor : -02-002-00 Tanggal : 26 Februari 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif, yaitu menggambarkan perbedaan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif, yaitu menggambarkan perbedaan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif, yaitu menggambarkan perbedaan hasil pemeriksaan asam urat metode test strip dengan metode enzymatic colorimetric. B.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga pada bulan Januari-Mei

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Lampiran 1 Hasil identifikasi tumbuhan andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) Lampiran 2 Gambar tumbuhan andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) Lampiran 3 Gambar buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN-BINDING LECTIN (MBL) PADA PLASMA DARAH DENGAN TEKNIK ELISA

LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN-BINDING LECTIN (MBL) PADA PLASMA DARAH DENGAN TEKNIK ELISA LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN-BINDING LECTIN (MBL) PADA PLASMA DARAH DENGAN TEKNIK ELISA Ade Sinaga Seri Rayani Bangun Kamis 9 Januari 2014, pukul 09.00-16.00 1. TUJUAN PRAKTIKUM Agar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci