BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Instrumen Pemerintahan 1. Regeling Perbuatan pemerintah yang dilakukan dalam bentuk mengeluarkan peraturan atau regling, dimaksudkan dengan tugas hukum yang diemban pemerintah dengan menerbitkan peraturan-peraturan yang sifatnya umum. Maksud perkataan umum dalam pengertian regling atau peraturan, berarti bahwa pemerintah atau pejabat tata usaha negara sedang dalam upaya mengatur semua warga masyarakat tanpa terkecuali, atau dengan perkataan lain peraturan ini ditujukan kepada semua warga masyarakat tanpa terkecuali, dan bukan bersifat khusus. Peraturan adalah merupakan hukum yang in abstracto atau generale norm yang sifatnya mengikat umum (berlaku umum) dan tugasnya adalah mengatur hal-hal yang bersifat umum (generale). 5 Secara teoritik, istilah perundang-undangan mempunyai dua pengertian, yaitu; pertama, perundang-undangan merupakan proses pembentukan/ proses membentuk peraturan-peraturan negara, baik ditingkat Pusat maupun ditingkat Daerah; kedua, perundang-undangan 5 SF. Marbun & M. Mahfud MD, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, 2000, hlm.94 14

2 adalah segala peraturan negara, yang merupakan hasil pembentukan peraturan-peraturan, baik ditingkat Pusat maupun ditingkat Daerah. 6 Sifat suatu peraturan ialah mengikat semua penduduk sesuatu wilayah. Peraturan itu berlaku umum. Peraturan dibuat untuk menyelesaikan beberapa hal yang (dalam garis besarnya) mengandung kesamaan dan yang akan dan mungkin terjadi. 7 Peraturan perundang-undangan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Bersifat umum dan komprehensif, yang dengan demikian merupakan kebalikan dari sifat-sifat yang khusus dan terbatas. 2) Bersifat universal. Ia diciptakan untuk menghadapi peristiwaperistiwa yang akan datang yang belum jelas betuk konkretnya. Oleh karena itu ia tidak dapat dirumuskan untuk mengatasi peristiwa-peristiwa tertentu saja. 3) Ia memiliki kekuatan untuk mengoreksi dan memperbaiki dirinya sendiri. Adalah lazim bagi suatu peraturan untuk mencantumkan klausul yang memuat kemungkinan dilakukannya peninjauan kembali. Berdasarkan penjelasan Pasal 1 angka 2 UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, peraturan perundang-undangan adalah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh Badan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah baik 6 Ridwan, HR. Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2003, hlm E, Utrecht. Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Ichtiar Baru, Jakarta, 1990, hlm.42 15

3 di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, serta semua Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, yang juga mengikat umum. Peraturan dibuat untuk menyelesaikan hal-hal yang belum dapat diketahui terlebih dahulu dan mungkin akan terjadi (hal umum). Peraturan ditujukan kepada hal-hal yang abstrak. 8 Berkenaan dengan perundang-undangan, Ridwan, HR. mengutip yang disampaikan oleh A. Hamid S. Attamimi: Istilah perundang-undangan (wettelijkeregels) secara harafiah dapat diartikan peraturan yang berkaitan dengan undang-undang, baik peraturan itu berupa undang-undang sendiri maupun peraturan lebih rendah yang merupakan atribusian ataupun delegasian undang-undang. Atas dasar atribusi dan delegasi kewenangan perundang-undangan maka yang tergolong peraturan perundang-undangan di Negara kita ialah undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dari padanya seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden yang berisi peraturan, Keputusan Menteri yang berisi peraturan, Keputusan Kepala Lembaga Pemerintahan Non-Departemen yang berisi peraturan, Keputusan Direktur Jenderal Departemen yang dibentuk dengan Undang-undang yang berisi peraturan, Peraturan Daerah Tingkat I, Keputusan Gubernur Kepala Daerah berisi peraturan yang melaksanakan ketentuan Peraturan Daerah Tingkat I, Peraturan 8 ibid, hlm.71 16

4 Daerah Tingkat II, dan Keputusan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah berisi peraturan yang melaksanakan ketentuan Peraturan Daerah Tingkat II. 2. Beschikking Perbuatan hukum publik yang bersegi satu yang dilakukan oleh badan administrasi Negara diberi nama KETETAPAN kalau bahasa asingnya beschikking dan perbuatan membuat ketetapan ini disebut penetapan. 9 Berbeda dengan regeling atau tugas pemerintah membuat peraturan, tugas pemerintah di bidang penerbitan keputusan atau beschikking, bersifat lebih spesifik atau khusus. Dalam tugasnya mengeluarkan keputusan, maka dalam hal ini pemerintah sedang melakukan pengaturan untuk orang-orang dengan identitas tertentu, alamat tertentu. Istilah beschikking sudah sangat tua dan dari segi kebahasaan digunakan dalam berbagai arti. Meskipun demikian, dalam pembahasan ini istilah beschikking hanya dibatasi dalam arti yurudis. Menurut H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, ketetapan merupakan keputusan pemerintah untuk hal yang bersifat konkeret dan individual (tidak ditunjuk untuk umum) dan sejak dulu telah terjadi instrumen yuridis pemerintahan yg utama. Menurut P. De Haan dan kawan- 9 Bachsan Mustafa, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, hlm 83 17

5 kawan, De administratieve beschikking is de meest voorkomende en ook meest bestudeerde bestuurshandeling, (ketetapan administrasi merupakan (bagian) dari tindakan pemerintahan yang paling banyak muncul dan paling banyak dipelajari). Oleh karena itu tidak berlebihan jika F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek menganggapnya sebagi konsep inti dalam hukum administrasi (een kernbegrip in het administratief recht). 10 Ada beberapa unsur yang terdapat dalam beschikking,yaitu: a) pernyataan kehendak sepihak b) dikeluarkan oleh organ pemerintahan. c) didasarkan pada kewenangan hukum publik. d) ditujukan untuk hal khusus atau peristiwa konkret dan idividual. e) dengan maksud untuk menimbulkan akibat hukum dalam bidang administrasi. 3. Perbedaan Regeling dan Beschikking Perbedaan antara peraturan (Regeling) dan ketetapan (Beschikking) ialah pada umumnya yang dapat dikatakan bahwa ketetapan itu dibuat untuk menyelesaikan suatu hal konkrit yang telah diketahui terlebih dahulu oleh administrasi Negara. Sedangkan peraturan dibuat untuk menyelesaikan hal-hal yang belum dapat 10 Ridwan,op. cit, hlm

6 diketahui terlebih dahulu dan mungkin akan terjadi (hal umum). Peraturan ditujukan kepada hal-hal yang masih abstrak. 11 Peraturan adalah merupakan Hukum yang in abstracto atau General Norms yang sifatnya mengikat umum (berlaku umum) dan tugasnya adalah mengatur hal-hal yang bersifat umum (general).untuk menuangkan hal-hal yang bersifat umum tersebut kedalam peristiwaperistiwa konkret/nyata, maka dikeluarkan ketetapan-ketetapan yang akan membawa peristiwa umum itu sehingga dapat dilaksanakan. Dengan demikian, ketetapan itu tugasnya melaksanakan peraturan kedalam peristiwa konkret tertentu, sehingga sifatnya menjadi mengikat subyek hukum tertentu itu. Sekalipun peraturan itu ditujukan pada hal-hal yang abstrak, sedang keputusan ditujukan untuk hal-hal yang konkret, tetapi kadang-kadang perbedaan ini tidak begitu nyata seperti dengan adanya SLAPENDE REGELING, yaitu suatu peraturan yang pada waktu setelah pengundangannya belum berlaku dibeberapa daerah tertentu (berlakunya ditunda). Penetapan berlakunya diserahkan pada administrasi Negara, dengan membuat suatu keputusan yang bersifat ketetapan. Akibatnya keputusan yang berakibat ketetapan itu tidak berakibat seperti ketetapan, tetapi sama dengan akibat peraturan. Jadi keputusan ini dapat merupakan peraturan Utrecht, op. cit, hlm Marbun, loc. cit 19

7 B. Kompetensi PTUN 1. Kekuasaan Absolut (Kompetensi Absolut) Peradilan Tata Usaha Negara Kekuasaan Absolut dari pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara terdapat dalam Pasal 47 Undang-Undang Nomer 5 Tahun 1986 yang menentukan bahwa Pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara. 13 Pasal 1 angka 4 UU No.5 Tahun 1986 merumuskan sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha Negara, baik dipusat maupun didaerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.dengan demikian, keputusan tata usaha Negara merupakan dasar lahirnya sengketa tata usaha Negara. 14 Tindakan hukum tata usaha Negara tidaklah sama maknanya dengan tindakan pejabat atau tindakan badan tata usaha Negara. Tidak setiap tindakan pejabat adalah tindakan hukum tata usaha Negara. 2. Sengketa Tata Usaha Negara Yang dimaksud dengan sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau 13 R. Wiyono,Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, UGM Press, Yogyakarta, 2002, hlm

8 badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik dipusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 15 Oleh karena itu, R.WIYONO lalu memberi penjelasan sengketa Tata Usaha Negara terdiri dari beberapa unsur sebagai berikut: 1. Sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara 2. Sengketa tersebut antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara 3. Sengketa yang dimaksud sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara Sengketa Tata Usaha Negara tersebut harus sengketa antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Dengan demikian tidak mungkin sampai terjadi sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 Undang- Undang Nomer 5 Tahun 1986: 1. Orang atau badan hukum perdata dengan orang atau badan hukum perdata, atau 2. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. 15 H. Rochmat Soemitro, Peradilan Tata Usaha Negara, Refika Aditama, Bandung, 1998, hlm. 6 21

9 3. Keputusan Tata Usaha Negara a. Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat konkret, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. 16 Jika di urai, apa yang dimaksud dengan Keputusan Tata Usaha Negara tersebut, akan ditemukan unsur-unsurnya sebagai berikut: 1. Penetapan tertulis Unsur ini menentukan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 harus merupakan penetapan tertulis. Penjelasan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomer 5 Tahun 1986 menyebutkan bahwa Istilah penetapan tertulis terutama menunjuk kepada isi dan bukan keputusan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Keputusan Tata Usaha Negara itu memang diharuskan tertulis, namun yang disyaratkan tertulis bukanlah bentuk formalnya seperti surat keputusan pengankatan dan sebagainya. 16 R. Soegijatno Tjakranegara,Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hlm

10 2. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara Unsur ini menentukan bahwa penetapan tertulis tersebut harus dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Menurut Pasal 1 angka 2 dimaksud dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Atau dengan kata lain, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku mempunyai wewenang untuk melaksanakan urusan pemerintahan. Dengan demikian, ukuran atau criteria agar suatu Badan atau Pejabat dapat disebut sebagai Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalahberdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Badan atau Pejabat tersebut mempunyai wewenang untuk melaksanankan urusan pemerintahan. 3. Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan Dalam penjelasan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomer 5 Tahun 1986 disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan tindakan hukum Tata Usaha Negara adalah perbuatan hukum 23

11 Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersumber pada ketentuan hukum Tata Usaha Negara yang dapat menimbulkan hak atau kewajiban pada orang lain. Atau dengan perkataan lain, tindakan hukum Tata Usaha Negara adalah tindakan dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang dilakukan atas dasar peraturan perundangundangan yang berlaku, yang menimbulkan akibat hukum mengenai urusan pemerintah terhadap seseorang atau badan hukum perdata. Karena tindakan hukum dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut atas dasar peraturan perundang-undangan menimbulkan akibat hukum mengenai urusan pemerintah, maka dapat dikatakan tindakan hukum dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara itu selalu merupakan tindakan hukum sepihak. Perlu untuk diperhatikan bahwa tidak selalu tindakan hukum dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara merupakan tindakan hukum Tata Usaha Negara, tetapi hanya tindakan hukum dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang menimbulkan akibat hukum mengenai urusan pemerintahan saja yang merupakan tindakan hukum Tata Usaha Negara. 4. Bersifat konkret, individual dan final Apa yang dimaksud dengan bersifat konkret, individual, dan final adalah sebagai berikut: 24

12 a. Bersifat konkret, artinya obyek yang diputuskan dalam Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan. b.bersifat individual, artinya Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu, baik alamat maupun hal yang dituju. Kalau yang dituju itu lebih dari seorang, maka tiap-tiap nama orang yang terkena keputusan itu disebutkan. Akan tetapi, dari hasil diskusi pada Pelatihan Teknis Yusrtisial Hakim Peradilan Tata Usaha Negara antara lain dapat diketahui bahwa Keputusan Tata Usaha yang bersifat umum sepanjang masih dapat diindividualisasikan, maka dapat dianggap sebagai Keputusan Tata Usaha Negara. c. Bersifat final, artinya definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum. Keputusan yang masih memerlukan persetujuan instansi atasan atau intansi lain belum bersifat final, karenanya belum dapat menimbulkan suatu hak atau kewajiban pada pihak yang bersangkutan. 5. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata Yang dimaksud dengan menimbulkan akibat hukum adalah menimbulkan akibat hukum Tata Usaha Negara, karena 25

13 penetapan tertulis uang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha yang menimbulkan akibat hukum tersebut adalah berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara. 17 b. Pengecualian Setelah diadakan perubahan dengan Undang-Undang Nomer 9 Tahun 2004, Pasal 2 menentukan bahwa tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara adalah sebagai berikut. 1. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata. Penjelasan Pasal 2 huruf a menyebutkan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata, misalnya, keputusan yang menyangkut masalah jual beli yang dilakukan antara instansi pemerintah dan perorangan yang didasarkan pada ketentuan hukum perdata. Untuk dapat mengerti atau memahami ketentuan yang terdapat dalam Pasal 2 huruf a, hendaknya diingat bahwa Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara itu, disamping dapat melakukan perbuatab hukum publik atas dasar jabatannya, juga dapat melakukan perbuatan hukum perdata, karena mewakili Negara, Provinsi, Departemen dan seterusnya sebagai badan hukum perdata. 17 Wiyono, op. cit, hlm

14 2. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum. Tidak semua keputusan yang memenuhi syarat/ciri-ciri seperti tertuang di dalam pasal 1 angka 3 bisa dijadikan obyek sengketa di depan Peradilan Tata Usaha Negara, sebab ada beberapa jenis keputusan Tata Usaha yang memenuhi syarat-ciri tersebut tetapi tidak termasuk keputusan Tata Usaha Negara menurut pasal 1 angka 3, sehingga tidak bias dijadikan obyek sengketa Tata Usaha Negara. Tepatnya ada pengecualian-pengecualian atau pembatasan-pembatasan yang diberikan oleh UU No.5 tahun 1986 yaitu pembatasan-pembatasan yang dimuat di dalam pasal 2, pasal 48, pasal 49, Penjelasan Umum dan pasal Sebagaimana ternyata, tidak semua peraturan perundangundangan dibuat badan kekuasaan legeslatif, pemerintah pusat, dan badan-badan pembuat peraturan pada pemerintah daerah di tingkat I dan II. Penjelasan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomer 5 Tahun 1986 merumuskan bahwa peraturan perundangundangan adalah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh badan perwakilan rakyat bersama pemerintah baik di tingkat pusat maupun ditingkat daerah, serta semua keputusan badan atau pejabat tata usaha Negara, baik di tingkat pusat maupun ditingkat daerah, yang 18 Marbun, op. cit, hlm

15 juga mengikat secara umum. Dari rumusan penjelasan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomer 5 Tahun 1986 dimaksud, dapat disimpulkan bahwa keputusan dari badan atau pejabat tata usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum (besluit van algemene strekking) termasuk peraturan perundangundangan (algemeen verbindende voorschriften). Bentuk keputusan tata usaha Negara (besluiten van algemene strekking) demikian, tidak merupakan bagian dari perbuatan keputusan (dalam arti beschikkingsdaad van de administratie), tetapi termasuk perbuatan tata usaha Negara dibidang pembuatan peraturan (regelend daad van de administratie). Pasal 2 huruf b dari Undang-Undang Nomer 5 Tahun 1986 secara tegas menentukan bahwa keputusan tata usaha Negara yang merupakan pengaturan bersifat umum (besluit van algemene strekking) tidak termasuk keputusan tata usaha Negara dalam arti beschikking, yang berarti bahwa terhadap perbuatan badan atau pejabat tata usaha Negara yang mengeluarkan keputusan yang merupakan pengaturan bersifat umum tidak dapat digugat dihadapan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara. Pada umumnya, badan-badan tata usaha Negara, seperti halnya departemen, lembaga pemerintahan non-departemen, pemerintah daerah tingkat I dan tingkat II menetapkan bentuk tertentu yang membedakan keputusan tata usaha Negara yang merupakan 28

16 pengaturan bersifat umum dengan keputusan tata usaha Negara dalam arti beschikking, misalnya keputusan tata usaha Negara yang merupakan pengaturan bersifat umum disebut dengan judul keputusan, seperti halnya keputusan menteri, keputusan direktur jenderal, keputusan gubernur, sementara keputusan tata usaha Negara dalam arti beschikking disebut dengan judul surat keputusan, seperti halnya surat keputusan menteri, surat keputusan gubernur/kdh, dst. Keputusan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha Negara (dalam arti beschikking) harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mendasari keputusan yang bersangkutan. 19 Penjelasan Pasal 2 angka 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pengertian yang bersifat umum adalah pengaturan yang memuat normanorma hukum yang dituangkan dalam bentuk peraturan yang kekuatan berlakunya mengikat umum atau semua orang. Melihat pada nama keputusan Tata Usaha Negara dan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan, bahwa keputusan angka 2 tersebut akan berupa suatu keputusan Tata Usaha Negara, artinya dikeluarkan oleh suatu Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara sendiri atas dasar wewenang pemerintah yang 19 Hadjon, op. cit, hlm

17 dimilikinya. Jadi bukan produk yang dihasilkan karena suatu wewenang legeslatif baik yang original maupun yang delegeted. Tidak ada salahnya kalau produk legeslatif itu kita namakan peraturan perundangan dan produk tersebut angka 2 ini kita namakan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat umum. Nama yang dapat mencakup kedua macam peraturan tersebut lalu kita sebut peraturan perundang-undangan, seperti yang sering digunakan dalam hampir setiap pasal dalam undangundang ini. Selanjutnya karena keputusan Tata Usaha Negara angka 2 tersebut merupakan pengaturan yang bersifat umum, maka ia bukan merupakan Penetapan Tertulis. Dan keputusan Tata Usaha Negara yang bukan Penetapan Tertulis itu dapat saja berupa suatu: Norma Kongkret, suatu rencana, suatu perundangundangan semu atau suatu keputusan bersama. Ketiga macam keputusan Tata Usaha Negara tersebut memiliki jangkauan yang bersifat umum. Karena ketiga keputusan Tata Usaha Negara dapat dikelompokkan dalam sebutan keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat umum. Kata pengaturan yang bersifat umum dalam hal ini mempunyai arti mengandung penetapan norma-norma hukum yang berlaku bagi setiap orang yang terkena oleh keputusan Tata Usaha Negara tersebut. 30

18 Undang-undang mengartikan dalam hal ini berlaku bagi setiap orang. Jadi, pengertian bersifat umum itu tidak harus diartikan secara kumulatif, artinya menurut waktu, tempat, setiap orang dan dapat diterapkan beberapa kali terhadap orang atau hal yang masuk dalam rumusan yang bersangkutan. Sebab undangundang pun dapat juga berlaku hanya untuk masa waktu tertentu atau untuk satu daerah tertentu atau golongan orang-orang tertentu. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang biasanya mengandung pengaturan yang bersifat umum, yaitu Peraturan Kebijaksanaan, Rencana-rencan, Norma Konkret dan Keputusan Bersama. Peraturan kebijaksanaan atau perundang-undangan semu, yang dalam bahasa asing disebut beleidsregels, spiegelsrecht, pseudowetgeving (Belanda) atau policy rules (Inggris) yang bentuknya dapat berupa Surat Keputusan atau Keputusan, Surat Edaran, Instruksi, Pengumuman atau Petunjuk Pelaksanaan (JURLAK), dan lain-lain. 20 Ada kalanya keputusan ini masih abstrak sifatnya, artinya masih bersifat umum, jadi masih perlu dilaksanakan oleh ketetapan ke 20 Wiyono, op. cit, hlm

19 dalam suatu peristiwa konkrit tertentu. Dalam hal demikian, maka keputusan ini sama dengan peraturan Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan. Terhadap ketentuan yang terdapat dalam Pasal 2 huruf c tersebut, terdapat beberapa hal yang perlu mendapat perhatian sebagai berikut. - Oleh karena Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 antara lain harus merupakan keputusan yang bersifat final, maka sudah dengan sendirinya jika Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 huruf c tidak termasuk Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3. - Penjelasan Pasal 2 huruf c menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan adalah keputusan yang untuk dapat berlaku masih memerlukan persetujuan atasan atau instansi lain. 4. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikelurkan berdasarkan ketentuan KUHP dan KUHAP atau peraturan perundangundangan lain yang bersifat hukum pidana. 21 Y.W. Sunindhia,Administrasi Negara Dan Peradilan Administrasi, Rineka Cipta, Jakarta, 1990, hlm.87 32

20 Dari ketentuan yang dapat dalam Pasal 2 huruf d dengan penjelasannya, dapat diberikan penjelasan lebih lanjut sebagai berikut: - Yang dimaksud dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah Wetboek van Strafrecht sebagaimana dimaksud dalam Pasal VI Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 dengan semua perubahan dan tambahannya. - Yang dimaksud dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yang sudah termasuk pula peraturan-peraturan pelaksanaannya. - Didalam penjelasan Pasal 2 huruf d disebutkan: Keputusan Tata Usaha Negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana ualah umpamanya pertintah Jaksa Ekonomi untuk melakukan penyitaan barang-barang terdakwa dalam perkara tindak pidana ekonomi. 5. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: - Yang dimaksud dengan hasil pemeriksaan badan peradilan dalam perumusan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 2 33

21 huruf e adalah hasil pemeriksaan dari penyelenggara kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, yaitu Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dan Mahkamah Konstitusi. - Jika yang digunakan sebagai dasar dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara adalah berupa putusan dari badan peradilan, maka dasar dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara tersebut, dapat berasal atau diambil dari pertimbangan hukum yang terdapat dalam putusan badan peradilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dan atau amar putusan dari badan peradilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. - Agar suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat merupakan Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan, maka Keputusan Tata Usaha Negara tersebut harus sesuai dengan atau tidak boleh menyimpang dari pertimbangan hukum atau amar putusan dari putusan badan peradilan yang menjadi dasar dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara yang dimaksud. 34

22 Yang dimaksud dengan hasil pemeriksaan bukan sidang badan peradilan tersebut adalah hasil pemeriksaan badan peradilan dengan tidak mempergunakan hukum acara yang berlaku untuk pengadilan masing-masing lingkungan Peradilan. 6. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai Tata Usaha Tentara Nasional Indonesia. Didalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan Penjelasannya tidak terdapat ketentuan atau disebutkan apa yang dimaksud dengan Keputusan Tata Usaha Negara mengenai Tata Usaha Tentara Nasional Indonesia. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 menentukan bahwa Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Dengan demikian yang dimaksud dengan Keputusan Tata Usaha Negara mengenai Tata Usaha Tentara Nasioanal Indonesia adalah Keputusan Tata Usaha Negara mengenai Tata Usaha Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara, sehingga tidak termasuk lagi Keputusan Tata Usaha Negara mengenai urusan Tata Usaha Kepolisian Negara. Dengan adanya ketentuan yang terdapat dalam Pasal 2 huruf f ini, maka Keputusan Tata Usaha Negara mengenai Tata Usaha Tentara Nasional Indonesia tidak sampai dapat menimbulkan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud Pasal 1 35

23 angka 4 yang menjadi kompetensi absolute dari pengadilan dilingkungan Peradilan Tata Usaha Negara untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikannya. Akan tetapi, Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia tersebut dapat menimbulkan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 35 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 yang menjadi kompetensi absolute dari peradilan dilingkungan Peradilan Militer untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikannya. 7. Keputusan Komisi Pemilihan Umum, baik dipusat maupun didaerah mengenai hasil pemilihan umum. Yang dimaksud dengan Komisi Pemilihan Umum pada saat sekarang adalah Komisi Pemilihan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003, yaitu lembaga yang bersifat nasional, tetap dan madiri untuk menyelenggarakan Pemilihan Umum. Keputusan Komisi Pemilihan Umum yang tidak termasuk Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 hanya terbatas pada Keputusan Komisi Pemilihan Umum mengenai hasil Pemilihan Umum, baik dipusat maupun didaerah saja. 36

24 Jika hasil pemilihan umum yang diputus oleh Komisi Pemilihan Umum tersebut sampai menimbulkan perselisihan atau sengketa, maka sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 24 C ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003, yang mempunyai wewenang untuk memutus adalah Mahkamah Konstitusi Wiyono, op. cit, hlm

KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA BERDASAR UU PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA BERDASAR UU PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA BERDASAR UU PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DEFINISI UU PERATUN UU 51/2009 Psl. 1 angka 9. Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA A. Hasil Penelitian 1. Bentuk atau Struktur Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Selatan No.188.44/0135/KUM/2007 Bentuk atau struktur dari Surat Keputusan Gubernur Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar

BAB I PENDAHULUAN. menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat awal kemerdekaan, para pendiri bangsa telah sepakat menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtsstaat).

Lebih terperinci

Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara

Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara Di Belanda istilah Ketetapan atau Keputusan disebut dengan istilah Beschikking (Van Vollenhoven). Di Indonesia kemudian istilah Beschikking ini ada yang menterjemahkan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA (TUN) PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) Oleh : Bernat Panjaitan, SH, M.Hum Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA (TUN) PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) Oleh : Bernat Panjaitan, SH, M.Hum Dosen Tetap STIH Labuhanbatu PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA (TUN) PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) Oleh : Bernat Panjaitan, SH, M.Hum Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN)

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 24 November 2008

PERATURAN PRESIDEN. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 24 November 2008 PERATURAN PRESIDEN R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 24 November 2008 Pokok Bahasan Peristilahan Perpres (persandingan dengan

Lebih terperinci

ISTILAH, PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

ISTILAH, PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP HUKUM ADMINISTRASI NEGARA ISTILAH, PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP HUKUM ADMINISTRASI NEGARA By. FAUZUL FAKULTAS HUKUM UPN VETERAN JATIM 1 PEMBAHASAN Istilah dan Pengertian HAN Ruang Lingkup HAN Fungsi dan Sifat HAN 2 HIKMAH HARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar hukum dan untuk mewujudkan kehidupan tata negara yang adil bagi

Lebih terperinci

R. Soegijatno Tjakranegara, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, 95. (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), h. 18

R. Soegijatno Tjakranegara, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, 95. (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), h. 18 KAPABILITAS PERADILAN TATA USAHA NEGARA DI INDONESIA EKO HIDAYAT Dosen Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Raden Intan Lampung Jl. Endro Suratmin Sukarame Bandar Lampung Email: eko_hidayat@yahoo.com Abstrak:

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017 KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

KEWENANGAN SERTA OBYEK SENGKETA DI PERADILAN TATA USAHA NEGARA SETELAH ADA UU No. 30 / 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

KEWENANGAN SERTA OBYEK SENGKETA DI PERADILAN TATA USAHA NEGARA SETELAH ADA UU No. 30 / 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN KEWENANGAN SERTA OBYEK SENGKETA DI PERADILAN TATA USAHA NEGARA SETELAH ADA UU No. 30 / 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN Aju Putrijanti Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Jl Prof Soedarto, S.H.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah

Lebih terperinci

INSTRUMEN PEMERINTAH

INSTRUMEN PEMERINTAH INSTRUMEN PEMERINTAH Dibuat untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Hukum Administrasi Negara KELOMPOK 8 KELAS A PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN" JAWA TIMUR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pelaksanaan Pengertian pelaksanaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perihal pembuatan atau usaha dan sebagainya (Poerwodarminto, 1986). Soemardjan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan perspektif sejarah, ide dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan perspektif sejarah, ide dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan perspektif sejarah, ide dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara pemerintah dengan warga negaranya

Lebih terperinci

KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA H. Ujang Abdullah, SH., M.Si *

KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA H. Ujang Abdullah, SH., M.Si * KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA H. Ujang Abdullah, SH., M.Si * I. PENDAHULUAN Keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia dimulai dengan lahirnya Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DITEMPUH INVESTOR. Menurut H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, beschikking (keputusan tata

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DITEMPUH INVESTOR. Menurut H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, beschikking (keputusan tata BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DITEMPUH INVESTOR 3.1. Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) Menurut H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, beschikking (keputusan tata usaha negara) merupakan keputusan pemerintah

Lebih terperinci

11/16/2015 F A K U L T A S HUKUM ADMINISTRASI NEGARA INSTRUMEN PEMERINTAH. By. Fauzul H U K U M FAKULTAS HUKUM UPN VETERAN JAWA TIMUR

11/16/2015 F A K U L T A S HUKUM ADMINISTRASI NEGARA INSTRUMEN PEMERINTAH. By. Fauzul H U K U M FAKULTAS HUKUM UPN VETERAN JAWA TIMUR F A K U L T A S H U K U M HUKUM ADMINISTRASI NEGARA INSTRUMEN PEMERINTAH By. Fauzul FAKULTAS HUKUM UPN VETERAN JAWA TIMUR 2 November 2015 1 POKOK BAHASAN: PENGERTIAN INSTRUMEN PEMERINTAH MACAM-MACAM INSTRUMEN

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016 TINJAUAN YURIDIS TENTANG SAH ATAU TIDAKNYA SUATU KEPUTUSAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN (BESCHIKKING) 1 Oleh : Samgeri Ezra Repi 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. investor asing yang menjadi pokok kajian skripsi ini. khusus Polisi Resort Demak untuk menyelesaikan sengketa dengan melibatkan

BAB IV PENUTUP. investor asing yang menjadi pokok kajian skripsi ini. khusus Polisi Resort Demak untuk menyelesaikan sengketa dengan melibatkan BAB IV PENUTUP Dalam Bab ini Penulis mengemukakan sejumlah kesimpulan sehubungan dengan penggunaan diskresi sebagai alat penyelesaian sengketa dengan keterlibatan investor asing yang menjadi pokok kajian

Lebih terperinci

KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA

KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA Oleh : H. Yodi Martono Wahyunadi, S.H., MH. I. PENDAHULUAN Dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 sekarang (hasil amandemen)

Lebih terperinci

BAB III KEWENANGAN HAKIM TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004

BAB III KEWENANGAN HAKIM TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 BAB III KEWENANGAN HAKIM TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 A. Kedudukan dan Tanggung Jawab Hakim Pada pasal 12 ayat 1 undang-undang No 9 tahun 2004 disebutkan bahwa hakim pengadilan

Lebih terperinci

PERATURAN KEDINASAN * Oleh: Anang Priyanto

PERATURAN KEDINASAN * Oleh: Anang Priyanto PERATURAN KEDINASAN * Oleh: Anang Priyanto Pendahuluan Pejabat di lingkungan UNY dapat dikategorikan sebagai pejabat publik, karena UNY merupakan perguruan tinggi milik Pemerintah, sehingga pejabat publik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3) dinyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3) dinyatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3) dinyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gugatan terhadap pejabat atau badan Tata Usaha Negara dapat diajukan apabila terdapat sengketa Tata Usaha Negara, yaitu sengketa yang timbul karena dirugikannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penanganan dan pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana

I. PENDAHULUAN. Penanganan dan pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penanganan dan pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana umum maupun pidana khusus, seperti kasus korupsi seringkali mengharuskan penyidik untuk

Lebih terperinci

Peraturan Presiden. Istilah, Wewenang, Materi dan Penyusunannya

Peraturan Presiden. Istilah, Wewenang, Materi dan Penyusunannya Peraturan Presiden Istilah, Wewenang, Materi dan Penyusunannya Oleh Dr. R. Herlambang P. Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Peristilahan Perpres (persandingan

Lebih terperinci

HUKUM KEPEGAWAIAN SENGKETA KEPEGAWAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

HUKUM KEPEGAWAIAN SENGKETA KEPEGAWAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL HUKUM KEPEGAWAIAN SENGKETA KEPEGAWAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Kapita Selekta Hukum Administrasi Negara Rombel 05 Semester Genap 2016-2017 Dosen Pengampu : Dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Hukum tertulis yang berlaku di Indonesia mendapat pengaruh dari hukum Barat, khususnya hukum Belanda. 1 Pada tanggal 1 Mei 1848 di negeri Belanda berlaku perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penulis memilih judul: Kompetensi Absolut PTUN dalam Memutus

BAB I PENDAHULUAN. Penulis memilih judul: Kompetensi Absolut PTUN dalam Memutus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judul Penulis memilih judul: Kompetensi Absolut PTUN dalam Memutus Obyek Sengketa Hubungan Industrial antara Yayasan Perguruan Tinggi Swasta dengan Dosen atau Karyawan

Lebih terperinci

LAMPIRAN II : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 600/PRT/M/2005 Tanggal : 23 Desember 2005

LAMPIRAN II : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 600/PRT/M/2005 Tanggal : 23 Desember 2005 LAMPIRAN II : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 600/PRT/M/2005 Tanggal : 23 Desember 2005 PEDOMAN PENYELESAIAN PERKARA ATAU SENGKETA HUKUM DI PENGADILAN BAB I U M U M A. Pengertian Dalam Pedoman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA A. Arti Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia Ketentuan Tentang Kekuasaan Kehakiman Diatur Dalam Bab IX, Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-undang Dasar 1945.

Lebih terperinci

PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DALAM KONTEKS PERKEMBANGAN KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA RI

PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DALAM KONTEKS PERKEMBANGAN KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA RI PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DALAM KONTEKS PERKEMBANGAN KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA RI Prof. Dr. HM. LAICA MARZUKI, S.H. PENDAHULUAN Pemberlakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi atau melakukan hubungan-hubungan antara satu sama

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi atau melakukan hubungan-hubungan antara satu sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang cenderung untuk selalu hidup berkelompok (bermasyarakat). Kehidupan bermasyarakat menuntut manusia untuk saling berinteraksi

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA 1. Wewenang Jaksa menurut KUHAP Terlepas dari apakah kedudukan dan fungsi Kejaksaan Republik Indonesia diatur secara eksplisit atau implisit

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1950 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN PENGADILAN KEJAKSAAN DALAM LINGKUNGAN PERADILAN KETENTARAAN

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1950 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN PENGADILAN KEJAKSAAN DALAM LINGKUNGAN PERADILAN KETENTARAAN UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1950 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN PENGADILAN KEJAKSAAN DALAM LINGKUNGAN PERADILAN KETENTARAAN Presiden Republik Indonesia Serikat, Menimbang : 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak 1 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak lepas dari keterikatan dengan sesamanya. Setiap individu mempunyai kehendak dan kepentingan

Lebih terperinci

NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM DEMOKRASI

NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM DEMOKRASI NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM DEMOKRASI By. FAUZUL FAKULTAS HUKUM UPN VETERAN JATIM 1 PEMBAHASAN Sekilas tentang Negara Hukum Negara Hukum yang Demokratis Istilah dan Pengertian HAN Ruang Lingkup HAN Negara

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMBATALKAN PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS PUSAT

BAB II KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMBATALKAN PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS PUSAT 27 BAB II KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMBATALKAN PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS PUSAT 1. Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara Di dalam Pasal 24 ayat (1) dan (2) UUD 1945 Menentukan : (1)

Lebih terperinci

KEDUDUKAN JABATAN DAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM SENGKETA DI PERADILAN TATA USAHA NEGARA

KEDUDUKAN JABATAN DAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM SENGKETA DI PERADILAN TATA USAHA NEGARA KEDUDUKAN JABATAN DAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM SENGKETA DI PERADILAN TATA USAHA NEGARA Bambang Yunarko Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya e-mail: bambangyunarko@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jabatannya, Notaris berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat

BAB I PENDAHULUAN. jabatannya, Notaris berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris merupakan profesi yang terhormat dan selalu berkaitan dengan moral dan etika ketika menjalankan tugas jabatannya.saat menjalankan tugas jabatannya, Notaris

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Pada Harian Kompas tanggal 4 Januari 2016, Adrianto 1 menulis bahwa

BAB I. Pendahuluan. Pada Harian Kompas tanggal 4 Januari 2016, Adrianto 1 menulis bahwa BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Pada Harian Kompas tanggal 4 Januari 2016, Adrianto 1 menulis bahwa beban target penerimaan pajak yang terlalu berat telah melahirkan kebijakan pemeriksaan yang menghambat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat bermacam-macam definisi Hukum, menurut P.Moedikdo arti Hukum dapat ditunjukkan pada cara-cara

Lebih terperinci

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada

Lebih terperinci

SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA

SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA Oleh : Herma Yanti ABSTRAK Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD telah

Lebih terperinci

Perbuatan hukum Administrasi Negara

Perbuatan hukum Administrasi Negara Perbuatan hukum Administrasi Negara Perbuatan 2 yaitu: hukum administrasi negara meliputi 4 (empat) macam, penetapan rencana norma jabaran legislasi-semu Perbuatan 2 hukum tersebut dituangkan ke dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana yang termaktub dalam UUD NRI 1945, yang bertujuan menciptakan kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Gagasan

Lebih terperinci

-2- memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dipe

-2- memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dipe TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEUANGAN Negara. Hak Keuangan. Fasilitas. Hakim Agung. Hakim Konstitusi. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 259). PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat). Landasan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat). Landasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat). Landasan yuridis sebagai negara hukum ini tertera pada Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia terdapat ketentuan yang menegaskan bahwa Setiap orang berhak

Lebih terperinci

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Kejaksaan a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,

Lebih terperinci

HAN Sektoral Pertemuan Pertama Tindakan Administrasi Negara Sumber: Pak Harsanto Nursadi

HAN Sektoral Pertemuan Pertama Tindakan Administrasi Negara Sumber: Pak Harsanto Nursadi HAN Sektoral Pertemuan Pertama Tindakan Administrasi Negara Sumber: Pak Harsanto Nursadi Negara adalah organisasi kekuasaan (matchtenorganisatie). Maka HAN sebagai instrumen untuk mengawasi penggunaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, KEWENANGAN, PERJANJIAN DAN ASET DAERAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, KEWENANGAN, PERJANJIAN DAN ASET DAERAH BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, KEWENANGAN, PERJANJIAN DAN ASET DAERAH 2.1 Pemerintahan Daerah Negara Republik Indonesia merupakan Negara Kepulauan yang terdiri dari beberapa daerah,

Lebih terperinci

Mengenal Sistem Peradilan di Indonesia

Mengenal Sistem Peradilan di Indonesia Mengenal Sistem Peradilan di Indonesia HASRIL HERTANTO,SH.MH MASYARAKAT PEMANTAU PERADILAN INDONESIA DISAMPAIKAN DALAM PELATIHAN MONITORING PERADILAN KBB, PADA SELASA 29 OKTOBER 2013 DI HOTEL GREN ALIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

2017, No Uqubat dalam perkara jinayah, memiliki substansi yang sama dengan Pasal 197 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum A

2017, No Uqubat dalam perkara jinayah, memiliki substansi yang sama dengan Pasal 197 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum A BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1937, 2017 MA. Putusan/Penetapan MA. Format dan Penulisan. Pencabutan. ANCANGAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG FORMAT (TEMPLATE)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Lelang sebagai suatu kelembagaan telah dikenal saat pemerintahan Hindia Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam Staatsblad

Lebih terperinci

Reposisi Peraturan Desa dalam Kajian Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 & Undang-undang No. 12 Tahun 2011

Reposisi Peraturan Desa dalam Kajian Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 & Undang-undang No. 12 Tahun 2011 REPOSISI PERATURAN DESA DALAM KAJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2004 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 1 Oleh : Dr. H. Nandang Alamsah Deliarnoor, S.H., M.Hum 2 Pendahuluan Ada hal yang menarik tentang

Lebih terperinci

keseragaman kebijaksanaan seringkali peraturan yang menjadi dasar keputusan menentukan bahwa sebelum berlakunya Keputusan Tata Usaha Negara

keseragaman kebijaksanaan seringkali peraturan yang menjadi dasar keputusan menentukan bahwa sebelum berlakunya Keputusan Tata Usaha Negara PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadilan dan kepastian hukum tentulah menjadi dua harapan dari diberlakukannya hukum. Masyarakat yang kepentingannya tercemar akan merasa keadilannya terusik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peradilan Tata Usaha Negara telah diatur didalam Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Peradilan Tata Usaha Negara telah diatur didalam Undang-Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradilan Tata Usaha Negara telah diatur didalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang diundangkan pada tanggal 29 Desember

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Administrasi Negara sesuai dengan asas-asas yang berlaku dalam suatu

BAB I PENGANTAR. Administrasi Negara sesuai dengan asas-asas yang berlaku dalam suatu 1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Urgensi mengadakan suatu badan peradilan administrasi tidak hanya dimaksudkan sebagai pengawasan ekstern terhadap pelaksanaan Hukum Administrasi Negara sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana dimungkinkan untuk melakukan upaya hukum. Ada upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibentuklah suatu lembaga yang dikenal dengan nama Lembaga Ombudsman

BAB I PENDAHULUAN. dibentuklah suatu lembaga yang dikenal dengan nama Lembaga Ombudsman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semangat reformasi mengharapkan suatu penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang bersih dari segala bentuk Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di seluruh wilayah

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12 /PUU-VII/2009 Tentang Undang-undang Kepabeanan (Sertifikat Registrasi Pabean)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12 /PUU-VII/2009 Tentang Undang-undang Kepabeanan (Sertifikat Registrasi Pabean) RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12 /PUU-VII/2009 Tentang Undang-undang Kepabeanan (Sertifikat Registrasi Pabean) I. PEMOHON Philipus P. Soekirno bertindak untuk dan atas nama diri sendiri, baik selaku

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PERMASALAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA ATAS KEPUTUSAN MAJELIS PENGAWAS NOTARIS SEBAGAI OBJEK GUGATAN DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

TINJAUAN YURIDIS PERMASALAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA ATAS KEPUTUSAN MAJELIS PENGAWAS NOTARIS SEBAGAI OBJEK GUGATAN DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA Tinjauan Yuridis Permasalahan Dan Akibat Hukumnya... (Andri Swasono) * TINJAUAN YURIDIS PERMASALAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA ATAS KEPUTUSAN MAJELIS PENGAWAS NOTARIS SEBAGAI OBJEK GUGATAN DI PENGADILAN TATA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum

I. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hal tersebut berarti bahwa negara Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu menimbulkan keresahan serta rasa tidak aman pada masyarakat. Tindak pidana yang terjadi di Indonesia juga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. hukum tetap ini merupakan upaya hukum luar biasa, dalam memperoleh kekuatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. hukum tetap ini merupakan upaya hukum luar biasa, dalam memperoleh kekuatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Lahirnya Putusan Peninjauan Kembali Herziening atau peninjauan kembali putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap ini merupakan upaya hukum luar biasa, dalam memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peradilan Tata Usaha Negara. Terbentuk Pengadilan Tata Usaha Negara

BAB I PENDAHULUAN. Peradilan Tata Usaha Negara. Terbentuk Pengadilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Terbentuk Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang berdiri sendiri yang

Lebih terperinci

[DEVI SELVIYANA, SH] BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang harus dihargai dan dihormati oleh orang lain.

[DEVI SELVIYANA, SH] BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang harus dihargai dan dihormati oleh orang lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang cenderung untuk selalu hidup berkelompok (bermasyarakat). Kehidupan bermasyarakat menuntut manusia untuk saling berinteraksi atau

Lebih terperinci

PRINSIP DAN TEKNIK PENYUSUNAN KEPUTUSAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

PRINSIP DAN TEKNIK PENYUSUNAN KEPUTUSAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN PRINSIP DAN TEKNIK PENYUSUNAN KEPUTUSAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN Pendekatan Teoritik, Kaidah, dan Praktik Dr. Gede Marhaendra Wija Atmaja FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 0 PRINSIP DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengidentifikasikan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengidentifikasikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara adalah suatu organisasi yang memilki tujuan. Pada konteks Negara Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang- Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB III PROSEDUR PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL 35 BAB III PROSEDUR PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL A. Pengertian Pegawai Negeri Sipil Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pegawai Negeri Sipil terdiri kata pegawai yang berarti orang yang bekerja pada

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 77/PMK.01/2008 TENTANG BANTUAN HUKUM DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 77/PMK.01/2008 TENTANG BANTUAN HUKUM DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 77/PMK.01/2008 TENTANG BANTUAN HUKUM DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa untuk ketertiban dalam penanganan bantuan hukum di

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.2 Tahun 1999 tentang

PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.2 Tahun 1999 tentang 1 PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.2 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, sebagian Kewenangan pemerintahan dan pembangunan yang berada pada pemerintah pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara adalah suatu organisasi yang memilki tujuan. Pada konteks Negara Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang- Undang Dasar

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU. Oleh; YOSRAN,S.H,M.Hum

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU. Oleh; YOSRAN,S.H,M.Hum PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU OLEH PENGADILAN TINGGI TATA USAHA NEGARA Oleh; YOSRAN,S.H,M.Hum Kewenangan absolut pengadilan dilingkungan peradilan tata usaha negara adalah memeriksa, memutus

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA

BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA A. Putusan PTUN Tujuan diadakannya suatu proses di pengadilan adalah untuk memperoleh putusan hakim. 62 Putusan hakim

Lebih terperinci

Fungsi Pra Penuntutan Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Penuntutan Perkara Pidana Oleh Penuntut Umum. Cakra Nur Budi Hartanto *

Fungsi Pra Penuntutan Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Penuntutan Perkara Pidana Oleh Penuntut Umum. Cakra Nur Budi Hartanto * Fungsi Pra Penuntutan Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Penuntutan Perkara Pidana Oleh Penuntut Umum Cakra Nur Budi Hartanto * * Jaksa Kejaksaan Negeri Salatiga, mahasiswa Magister (S-2) Ilmu Hukum UNISSULA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 55 TAHUN 2014 TENTANG HAK KEUANGAN DAN FASILITAS HAKIM AGUNG DAN HAKIM KONSTITUSI DENGAN

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA 1 PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA A. Latar Belakang Masalah Bahwa negara Indonesia adalah negara yang

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun

BAB II TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun BAB II TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun atau lazim disingkat PN TBK berada di wilayah Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu hidup di

BAB I PENDAHULUAN. beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu hidup di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan organisasi tertinggi di antara satu kelompok atau beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu hidup di dalam daerah tertentu,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan

BAB 1 PENDAHULUAN. ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara Hukum oleh karena itu dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan TUN. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan TUN. Pada dasarnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sengketa TUN terjadi karna adanya seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan TUN. Pada dasarnya menurut ketentuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Yang Mulia Hakim Majelis, atas permintaan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia dalam perkara sengketa wewenang antara

Lebih terperinci

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA. Oleh: H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA. Oleh: H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Oleh: H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si Hukum Administrasi Negara (Prof.Dr. Mr. Prajudi Atmosudirdjo) Dalam arti luas, Hukum Administrasi Negara meliputi: Hukum Tata Pemerintahan Hukum

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Koninklijk Besluit van 8 Mei 1883 No. 26 (Staatsblad 1883-188) tentang

Lebih terperinci

PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA)

PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA) PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum

Lebih terperinci

SUMBER- SUMBER KEWENANGAN. (Totok Soeprijanto, widyaiswara Pusdiklat PSDM )

SUMBER- SUMBER KEWENANGAN. (Totok Soeprijanto, widyaiswara Pusdiklat PSDM ) SUMBER- SUMBER KEWENANGAN. (Totok Soeprijanto, widyaiswara Pusdiklat PSDM ) Penerapan asas negara hukum oleh pejabat administrasi terikat dengan penggunaan wewenang kekuasaan. Kewenangan pemerintah ini

Lebih terperinci

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum. Oleh:

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum. Oleh: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN MASALAH SENGKETA TATA USAHA NEGARA TENTANG IZIN PRINSIP PENANAMAN MODAL (Studi Kasus Putusan No. 080/G/2015/Ptun.Smg) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan

Lebih terperinci