EFISIENSI TEKNIS USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFISIENSI TEKNIS USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT"

Transkripsi

1 EFISIENSI TEKNIS USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT SKRIPSI FARAH RATIH H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 i

2 RINGKASAN FARAH RATIH. Efisiensi Teknis Usahatani Ubi Jalar di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan HARMINI). Laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,49 persen per tahun menyebabkan terjadinya peningkatan pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Kondisi ketahanan pangan khususnya yang berkaitan dengan penyediaan pangan bagi manusia sangat penting untuk diperhatikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Salah satu solusi dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan adalah diversifikasi pangan dengan memanfaatkan pangan lokal yang ada seperti umbi-umbian. Umbi-umbian termasuk dalam sub-sektor tanaman pangan. Sub-sektor tanaman pengan menyerap tenaga kerja paling besar dibandingkan dengan subsektor pertanian lainnya. Salah satu komoditas tanaman pangan yang mengalami pertumbuhan adalah ubi jalar. Pertumbuhan produksi dan produktivitas ubi jalar di Indonesia pada tahun 2011 terhadap 2010 bernilai positif jika dibandingkan dengan beberapa komoditi lainnya. Negara-negara maju telah lama memanfaatkan ubi jalar sebagai produk olahan bernilai gizi tinggi seperti tepung ubi jalar dan secara ekonomis memiliki peluang pasar yang besar. Namun, budidaya yang selama ini dilakukan oleh petani ubi jalar diindikasikan masih belum efisien. Hal tersebut dilihat dari penggunaan sumber daya yang tidak sesuai anjuran sehingga menyebabkan tingkat pendapatan petani rendah. Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis tingkat pendapatan usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang, (2) menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi ubi jalar di Desa Cikarawang, dan (3) menganalisis efisiensi teknis serta faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis petani ubi jalar di Desa Cikarawang. Penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan Maret-April Responden penelitian ini sebanyak 35 orang petani ubi jalar yang menanam ubi jalar pada musim tanam akhir tahun Analisis dilakukan menggunakan pendekatan fungsi produksi Stochastic Frontier dengan metode pendugaan MLE. Efisiensi biaya dapat diperoleh dari luasan lahan yang lebih besar. Pendapatan usahatani petani di daerah penelitian dengan luas lahan lebih dari 0,5 Ha lebih besar daripada luas lahan kurang dari 0,5 Ha baik atas biaya tunai maupun biaya total. Analisis R/C rasio pun menunjukkan nilai yang lebih besar pada luasan lahan lebih dari 0,5 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar di daerah penelitian menguntungkan untuk dilaksanakan karena nilai R/C rasio menunjukkan nilai lebih dari satu. Faktor faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar di daerah penelitian adalah adalah luas lahan, tenaga kerja, penggunaan pupuk N, pupuk P, dan pestisida. Nilai rata-rata efisiensi teknis petani responden hanya sebesar 0,564 artinya rata-rata produktivitas ubi jalar yang dicapai petani adalah 56,4 persen dari produktivitas maksimum yang dapat dicapai dengan sistem pengelolaan yang terbaik. Hal ini berkaitan dengan sumbersumber inefisiensi teknis yang berpengaruh terhadap inefisiensi teknis yaitu usia petani dan pengalaman. ii

3 Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat disampaikan antara lain (1) Sebaiknya petani yang belum bergabung dalam kelompok tani dapat bergabung dengan kelompok tani setempat agar dapat mempermudah pemerolehan input produksi, meningkatkan pengetahuan petani melalui penyuluhan, mempermudah pemasaran produk, dan memperkuat posisi tawarnya terhadap harga jual ubi jalar, (2) Disaat supply ubi meningkat di pasaran, petani sebaiknya memberikan nilai tambah pada ubi jalar dengan mengolahnya menjadi produk lain seperti tepung dan keripik ubi jalar sehingga petani dapat memperoleh tambahan pendapatan, (3) Sebaiknya pemerintah melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan dapat lebih mensosialisasikan teknologi budidaya ubi jalar sehingga dapat meningkatkan efisiensi teknis usahatani ubi jalar, (4) Untuk mengatasi hama lanas yang banyak menyerang ubi sebaiknya dilakukan pergiliran atau rotasi tanaman dengan jenis tanaman lain selain ubi jalar, (5) Pemerintah daerah sebaiknya mengatur sistem irigasi pertanian di wilayah penelitian terlebih setelah adanya pembangunan wisata setempat sehingga tidak berdampak pada produktifitas komoditas pertanian, dan (6) Penelitian selanjutnya diharapkan menganalisis tingkat efisiensi alokatif dan ekonomis sehingga diperoleh analisis efisiensi yang lebih komprehensif. iii

4 EFISIENSI TEKNIS USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT FARAH RATIH H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 iv

5 LEMBAR PENGESAHAN Judul Nama NIM : Efisiensi Teknis Usahatani Ubi Jalar di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat : Farah Ratih : H Menyetujui, Pembimbing Ir. Harmini, M.Si NIP Mengetahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus : v

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Efisiensi Teknis Usahatani Ubi Jalar di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juli 2012 Farah Ratih H vi

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 November Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Firdaus dan Ibunda Sri Hartati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 02 pagi Kelapa Dua Kebon Jeruk Jakarta pada tahun Pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2005 di SMPN 189 Jakarta. Pendidikan menengah atas di SMAN 65 Jakarta diselesaikan pada tahun Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Saringan Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada Biro BEMCorp periode dan pengurus Himpunan Profesi Mahasiswa Agribisnis (HIPMA) pada Departemen Creativity and Career Development periode Penulis juga tercatat sebagai juara perak PKM kategori Pengabdian Masyarakat PIMNAS XXIII, penerima dana hibah PKM bidang Kewirausahaan dan Gagasan Tertulis PIMNAS XXIV, dan penerima dana hibah PKM bidang Penelitian PIMNAS XXV. vii

8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Efisiensi Teknis Usahatani Ubi Jalar di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar, efisiensi teknis dan faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis ubi jalar, serta pendapatan usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang. Penulis menyadari karya tulis ini memiliki kekurangan dan keterbatasan. Namun demikian, penulis berharap penelitian ini dapat memberi manfaat bagi pembaca. Bogor, Juli 2012 Farah Ratih viii

9 UCAPAN TERIMAKASIH Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkah yang telah diberikan selama ini terutama dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Ir. Harmini, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi atas waktu, bimbingan, dan kesabarannya selama ini. Terima kasih atas didikan dan pengajaran yang telah diberikan kepada penulis. 2. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen penguji atas saran dalam penyempurnaan skripsi ini. 3. Yanti Nuraeni Muflikh, SP. M. Agribuss selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas saran dan masukan bagi penulis. 4. Ir. Narni Farmayanti, M.Sc sebagai pembimbing akademik. Terima kasih atas bimbingan yang telah diberikan kepada penulis. 5. Yeka Hendra Fatika, SP atas kesediaannya memberikan saran dan masukannya terhadap penulisan skripsi ini 6. Maryono,SP atas bantuannya dalam memahami frontier. 7. Seluruh dosen Departemen Agribisnis. Terima kasih atas segala ilmu yang telah diberikan kepada penulis. 8. Papa Firdaus dan Mama Sri Hartati atas kasih sayang, setiap doa, dukungan, dan perhatian yang telah diberikan kepada penulis. Semoga kelulusan penulis dapat menjadi salah satu kebanggaan papa mama. 9. Adik-adiku, Farah Fachria dan Bella Carenda atas kasih sayang, perhatian, dan dukungannya terhadap penulis. 10. Bapak Ahmad Bastari, Bapak Ujang, dan Ibu Norma selaku Ketua Kelompok Tani Hurip, Setia, dan KWT beserta seluruh petani responden penelitian ini atas kesediaan, waktu, dan informasi yang diberikan. 11. Aparat kantor Desa Cikarawang atas kesediaanya memberikan informasi desa. 12. Ryan Iga Septiawan, Amelia, Herawati atas dukungan, dan motivasinya selama ini. ix

10 13. Teman sebimbingan: Joko, Restika, dan Tsamaniatul atas kerjasama dan motivasinya. 14. Teman-teman kontrakan Galuh Hanifatiha, Rullyana Nur Bianti, Novya Azhari, Ariesta Adline Aprilia, Ira Suci Ariestia, dan Kade Ari Oktaviani atas semangat, dukungan, dan motivasinya selama ini. 15. Keluarga Agribisnis 45 dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Bogor, Juli 2012 Farah Ratih x

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup 9 II. TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Empiris Ubi Jalar Tinjauan Empiris Fungsi Produksi Stochastic Frontier Tinjauan Empiris Efisiensi dan Inefisiensi Teknis 18 III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Konseptual Konsep Usahatani Konsep Pendapatan Usahatani Konsep Fungsi Produksi Konsep Efisiensi Konsep Fungsi Produksi Stochastic Frontier Kerangka Pemikiran Operasional 34 IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Contoh Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Efisiensi dengan Fungsi Produksi Stochastic Frontier Uji Hipotesis Analisis Pendapatan Usahatani Definisi Operasional 45 V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Keadaan Sosial Ekonomi Karakteristik Responden Sistem Agribisnis Ubi Jalar Subsistem Pengadaan Sarana Produksi Subsistem Onfarm Subsistem Pasca Panen Subsistem Pemasaran 64 xiii xv xvi xi

12 VI. VII Subsistem Pendukung 68 ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Penerimaan Usahatani Ubi Jalar Biaya Usahatani Ubi Jalar Pendapatan Usahatani Ubi Jalar 75 ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Analisis Efisiensi Teknis dan Inefisiensi Teknis 83 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran 91 DAFTAR PUSTAKA 93 LAMPIRAN 97 xii

13 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian tahun Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi dan Palawija di Indonesia 5 3. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Hasil per Hektar Ubi Jalar di Jawa Barat Tahun Faktor yang Diperkirakan Mempengaruhi Tingkat Inefisiensi Teknis Beberapa Komoditi dalam Usahatani Tata Guna Lahan Desa Cikarawang tahun Sebaran Jumlah dan Persentase Penduduk Berdasarkan Umur di Desa Cikarawang tahun Sebaran Jumlah dan Persentase Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Penduduk di Desa Cikarawang tahun Sebaran Jumlah dan Persentase Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Cikarawang tahun Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Sampingan Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Usia Petani Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Berusahatani Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Keikutsertaan dalam Kelompok Tani Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Garapan Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Kepemilikan Lahan Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga Rata-rata Jumlah Panen dan Harga Jual Ubi Jalar pada Petani dengan Luas Lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha Sebaran dan Persentase Tempat Tujuan Petani Menjual Ubi Jalar 66 xiii

14 19. Rata-rata Penggunaan Input Produksi Usahatani Ubi Jalar di Desa Cikarawang pada Luas Lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha Perbandingan Penerimaan Usahatani pada Luas Lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha per Musim Tanam Perbandingan Biaya Usahatani pada Luas Lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha per Musim Tanam Sebaran Biaya Penyusutan pada Luas Lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha Perbandingan Pendapatan Usahatani pada Luas Lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha per Musim Tanam Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Stochastic Frontier Cobb- Douglas dengan Metode MLE Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Stochastic Frontier Linier Berganda dengan Metode MLE Elastisitas Fungsi Produksi Stochastic Frontier Linier Berganda dengan Metode MLE Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pencapaian Efisiensi Teknis dalam Usahatani Ubi Jalar di Desa Cikarawang Sebaran Tingkat Pencapaian Efisiensi Teknis dalam Usahatani Ubi Jalar di Desa Cikarawang pada Luas Lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha Parameter Dugaan Efek Inefisiensi Teknis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 85 xiv

15 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Hubungan antara produk total, produk rata-rata, dan produk marginal dalam proses produksi Fungsi Produksi Stochastic Frontier Kerangka Pemikiran Operasional Gambar Peta Desa Cikarawang Saluran Pemasaran Ubi Persentase Sebaran Harga Jual yang Diterima Petani Ubi Jalar Hubungan antara Usia Petani dengan Produktivitas Ubi Jalar Hubungan antara Lama Pendidikan dengan Produktivitas Ubi Jalar Hubungan antara Pengalaman dengan Produktivitas Ubi Jalar xv

16 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Tabel Pola Pangan Harapan Perkembangan Produksi Komoditas Utama Tanaman Pangan Tahun *) Persentase Rumah Tangga Pertanian di Jawa dan Luar Jawa dengan Sumber Penghasilan Utama Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Ubi Jalar di Beberapa Provinsi Indonesia Tahun Luas panen-produktivitas-produksi Tanaman Ubi Jalar Provinsi Jawa Barat Produksi, Luas panen, dan Produktivitas Ubi Jalar di Beberapa Kecamatan di Kabupaten Bogor Output Frontier 4.1 Cobb-Douglas Output Frontier 4.1 Linier Berganda Foto Beberapa Kegiatan Usahatani Ubi Jalar di Desa Cikarawang 103 xvi

17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Menurut hasil Sensus Penduduk 2010 (SP2010), jumlah penduduk Indonesia sebesar 237,6 juta orang terdiri dari 119,6 juta orang laki-laki dan perempuan sebanyak 118,0 juta orang. Dibandingkan dengan hasil Sensus Penduduk 2000, telah terjadi penambahan jumlah penduduk sebanyak 32,5 juta orang atau meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 1,49 persen per tahun (BPS 2012). Hal tersebut secara langsung menyebabkan terjadinya peningkatan pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Dalam UU No. 7 tahun 1996 pasal 1, pangan merupakan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman. Untuk itu, kondisi ketahanan pangan khususnya yang berkaitan dengan penyediaan pangan bagi manusia sangat penting untuk diperhatikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan pasal 1 ayat 9 dijabarkan sebagai upaya peningkatan konsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang. Ketahanan pangan sebagai suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau telah diamanatkan dalam UU No. 7 tahun Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 juga telah menargetkan pada tahun terjadi peningkatan ketahanan pangan sejalan dengan peningkatan produksi per tahun yang rata-rata padi 5,22 persen, jagung 10,02 persen, kedelai 20,05 persen, kacang tanah 10,20 persen, kacang hijau 4,55 persen, ubi kayu 5,54 persen, dan ubi jalar 6,78 persen. Salah satu solusi dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan adalah diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan merupakan penganekaragaman produk makanan, namun tidak hanya berfokus pada hal itu saja, melainkan juga harus mengubah ketergantungan masyarakat terhadap salah satu jenis makanan pokok 1

18 saja seperti beras (BKP 2010). Suyastiri (2008) menyatakan bahwa diversifikasi pangan merupakan hal yang sangat penting karena (1) dalam lingkup skala nasional pengurangan konsumsi beras akan memberikan dampak positif terhadap ketergantungan impor beras, (2) dapat mengubah lokasi sumberdaya ke arah yang efisien, fleksibel, dan stabil jika didukung dengan pemanfaatan potensi lokal, dan (3) diversifikasi konsumsi pangan penting dilihat dari segi nutrisi untuk dapat mewujudkan Pola Pangan Harapan. Cara yang dapat dilakukan dalam mencapai diversifikasi pangan salah satunya dengan memanfaatkan pangan lokal yang ada seperti umbi-umbian. Hal ini sesuai dengan Permentan No. 43 tahun 2009 tentang Gerakan Percepatan Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal dan Peraturan Presiden No. 22 tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Kedua kebijakan tersebut ditujukan untuk mendorong terwujudnya penyediaan aneka ragam pangan dan peningkatan pangan berbasis potensi sumber daya lokal. Saat ini masyarakat sayangnya belum memahami benar penganekaragaman pangan berbasis potensi lokal. Masyarakat saat ini sering kali beranggapan bahwa mengkonsumsi makanan pokok selain beras diidentikkan sebagai masyarakat golongan rendah 1. Hal ini mengakibatkan ketergantungan terhadap beras tetap tinggi. Bahkan, masyarakat di wilayah Timur Indonesia yang semula tidak mengkonsumsi beras sebagai pangan pokoknya sudah beralih mengkonsumsi beras. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa konsumsi beras lebih tinggi daripada bahan pangan sumber karbohidrat alternatif, seperti umbi-umbian, pangan hewani, minyak dan lemak, buah/biji berminyak, kacang-kacangan, gula, sayur dan buah, dan lain-lain. Konsumsi pangan ideal untuk padi-padian adalah 275 gram per kapita per hari, namun pada tahun 2008, konsumsi padi-padian melebihi ideal sebesar 326 gram dan pada tahun 2009 pun masih melebihi keadaan idealnya walaupun sudah menurun dibanding tahun 2009 yakni sebesar 314,4 gram. Bahkan skor PPH tahun 2009 menurun jumlahnya 1 Roadmap Penganekaragaman Pangan:Memadukan Sumber Daya Pemerintah, Swasta, Perguruan Tinggi dan Swasta [ 2

19 dibandingkan skor PPH tahun Hal ini menunjukkan bahwa tingkat penganekaragaman pangan masyarakat masih rendah dilihat dari skor PPH masih dibawah 100. Ini disebabkan karena pola pikir yang berkembang di masyarakat bahwa dikatakan belum makan jika belum mengkonsumsi nasi. Diketahui pula bahwa terjadi penurunan terhadap konsumsi beras, namun secara bersamaan konsumsi bahan pangan lainnya juga ikut menurun seperti umbi-umbian. Jumlah konsumsi pangan umbi-umbian idealnya yaitu 100 gram per kapita per hari, namun pada tahun 2008 hanya 51,7 gram dan pada tahun 2009 hanya 40,2 gram (BPS diolah BKP 2010). Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dalam Renstra tahun menetapkan tujuh komoditas yang menjadi unggulan nasional, yaitu: padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar. Berdasarkan Lampiran 2, produksi tanaman pangan selama periode mengalami pertumbuhan yang positif untuk lima komoditas unggulan nasional. Selain itu, sub-sektor tanaman pangan juga menyerap tenaga kerja paling besar dibandingkan dengan sub-sektor pertanian lainnya seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian tahun Subsektor Tahun Rata-rata Laju Pertumbuh an (%) Tan. 22,961,255 22,765,897 22,311,310 23,382,721 22,547,778 2,44 Pangan Hortikultu 2,728,861 2,686,072 2,637,874 2,574,835 2,666,165-1,20 -ra Perkebunan 10,412,037 10,309,700 10,116,582 9,281,711 10,229,909-4,18 Total Pertanian 41,561,987 41,229,716 41,907,617 42,689,635 41,599,395 1,27 Sumber: Renstra Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun Sub-sektor tanaman pangan rata-rata menyerap 22,5 juta orang atau 54,19 persen dari angkatan kerja di sektor petanian dengan laju pertumbuhan terbesar yaitu 2,44 persen per tahun. Lampiran 3 juga menunjukkan bahwa tanaman pangan merupakan sumber penghasilan utama sebagian besar rumah tangga pertanian di Indonesia yaitu sebesar 32,24 persen. Salah satu komoditas tanaman pangan yang mengalami pertumbuhan adalah ubi jalar. Ubi jalar (Ipomea batatas L.) merupakan salah satu dari dua puluh jenis 3

20 pangan yang berfungsi sebagai sumber karbohidrat. Ubi jalar berpotensi dikembangkan untuk mendukung program penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal, karena: (1) sebagai salah satu sumber karbohidrat, (2) produktivitasnya tinggi, (3) potensi diversifikasi produk beragam, (4) zat gizi beragam, dan (5) potensi permintaan pasar lokal, regional, dan ekspor yang terus meningkat (BPPP 2011). Selain itu, ubi jalar pun memiliki beberapa keunggulan dibanding tanaman pangan lain yaitu risiko kegagalan relatif kecil, biaya produksi relatif rendah, pemasaran mudah, daya adaptasi luas, dan hasil olahannya sangat beragam 2. Sentra produksi ubi jalar di Indonesia dengan luas areal di atas ha berturut-turut adalah Jawa Barat, Papua, NTT, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara (Zuraida 2009). Tingkat produksi ubi jalar paling tinggi di Indonesia adalah Jawa Barat yaitu sebesar ton. Begitu pun dengan luas panen ubi jalar di provinsi Jawa Barat menempati peringkat kedua sebesar 28 Ha (Lampiran 4). Namun, produktivitasnya menempati peringkat lebih rendah dari peringkat luas panen dan produksi yaitu 150,6 kw/ha (BPS 2012). Karakteristik sistem produksi ubi jalar di Indonesia saat ini dicirikan oleh skala usaha dan penggunaan modal kecil, penerapan teknologi usahatani belum optimal, masih ditempatkan sebagai tanaman samping, kurang tersedianya bibit bermutu menurut agroekosistem, dan belum adanya sistem pewilayahan produksi komoditas ubi jalar 3. Pertumbuhan produksi dan produktivitas ubi jalar di Indonesia pada tahun 2011 terhadap 2010 bernilai positif jika dibandingkan dengan beberapa komoditi lainnya. Dapat dilihat pada Tabel 2 bahwa pertumbuhan 2011 terhadap 2010 produksi ubi jalar sebesar 5.92 persen yaitu dari ton menjadi ton. Produktivitas ubi jalar pun tumbuh sebesar 7.99 persen dari ton pada tahun 2010 menjadi persen (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011). 2 [06 Februari 2012] 3 Dr. Handewi P. S. Rachman Kajian Keterkaitan Produksi, Perdagangan, dan Konsumsi Ubi jalar.[ rel="stylesheet" type="text/css"] 4

21 Tabel 2. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi dan Palawija di Indonesia Tahun Pertumbuhan 2011 No. Jenis Komoditi ARAM-III terhadap 2010 (%) 1. Padi Produksi (000 Ton) Luas Panen (000 Ha) Produktivitas (Kw/Ha) 2. Jagung Produksi (000 Ton) Luas Panen (000 Ha) Produktivitas (Kw/Ha) 3. Ubi Jalar Produksi (000 Ton) Luas Panen (000 Ha) Produktivitas (Kw/Ha) 66,469 13,253 50,15 18,328 4,132 44,36 2, ,27 65,385 13,224 49,44 17,230 3,870 44,52 2, ,32 Keterangan: ARAM-III = Angka Ramalan-III Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementrian Pertanian, ,63-0,22-1,42-5,99-6,34 0,36 5,92-1,92 7,99 Di provinsi Jawa Barat pun dapat dilihat baik dari sisi produksi dan produktivitas ubi jalar dari tahun memiliki trend yang terus meningkat seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 5. Produktivitas ubi jalar pada tahun 2007 sebesar 133,73 Kw/Ha meningkat menjadi Kw/Ha pada tahun Begitu pun dengan produksi ubi jalar meningkat dari ton tahun 2007 menjadi ton tahun Di beberapa negara, ubi jalar sudah merupakan produk komersial yang cukup diminati. Negara-negara maju telah lama memanfaatkan ubi jalar sebagai produk olahan bernilai gizi tinggi dan secara ekonomis memiliki peluang pasar yang besar (Hasyim 2008). Beberapa varietas unggul seperti Cilembu, Sari, Cangkuan memiliki produktivitas antara ton/hektar (Destialisma 2009). Namun, disaat produksi ubi jalar sangat melimpah yakni saat musim panen raya, nilai jual komoditas ini akan menurun. Hal tersebut sesuai dengan hukum ekonomi yaitu ketika supply meningkat maka harga jualnya akan turun. Untuk itu, perlu dilakukan terobosan agar nilai jual komoditas ini tetap stabil sepanjang tahun. Salah satunya dengan memanfaatkan perkembangan ilmu dan teknologi serta metode pengolahan hasil atau pasca panen yang lebih baik. Banyak hal telah dilakukan dalam pengolahan pasca panen ubi jalar seperti membuat tepung ubi jalar dan pemanfaatannya dalam pembuatan beberapa produk (Destialisma 2009). Selain itu, tepung ubi jalar juga telah dikembangkan menjadi 5

22 bahan baku pangan seperti mencoba pemanfaatan tepung ubi jalar dalam pembuatan produk-produk roti, cookies dan biskuit dengan hasil yang cukup memuaskan. Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat bahwa bahan baku berupa ubi jalar diperlukan oleh industri sehingga perlu adanya kesinambungan bahan baku. Namun, budidaya yang selama ini dilakukan oleh petani ubi jalar diindikasikan masih belum efisien. Hal tersebut dilihat dari penggunaan sumber daya yang tidak sesuai anjuran, tingkat pendapatan petani yang rendah, dan produksi ubi jalar masih di bawah potensi produksi (Khotimah 2010). Dari kedua sudut pandang tersebut, baik dari segi produksi maupun pengolahannya, ubi jalar memiliki prospek yang baik dan sesuai dengan konsep diversifikasi yang telah disebutkan sebelumnya. Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya untuk meningkatkan produksi baik dalam hal kualitas maupun kuantitas Perumusan Masalah Jawa Barat merupakan provinsi sentra produksi ubi jalar terbesar di Indonesia. Kabupaten Bogor merupakan salah satu Kabupaten yang berada di dalamnya. Kontribusi PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Kabupaten Bogor terhadap PDRB Jawa Barat merupakan yang terbesar yaitu 9,57 persen dari total PDRB Wilayah Bogor 4. Tingginya angka PDRB di Kabupaten Bogor dipacu oleh pertumbuhan indusri khususnya industri yang berada di bagian utara Kabupaten Bogor. Di Kabupaten Bogor terdapat 40 buah kecamatan, 409 desa, 17 kelurahan, dan 426 desa. Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra ubi jalar. Hal ini dapat dilihat dari segi luas tanam, luas panen, produksi, dan hasil per hektar. Ubi jalar di Kabupaten Bogor menempati posisi tertinggi kedua setelah Kabupaten Kuningan, seperti yang ditunjukkan di atas (Tabel 3). 4 [06 Februari 2012] 6

23 Tabel 3. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Hasil per Hektar Ubi Jalar di Jawa Barat Tahun 2010 Tahun 2010 Kabupaten Luas Tanam Luas Panen Produksi Hasil per Hektar (Ha) (Ha) (ton) (Kw/Ha) Bogor 3,965 3,881 59, ,45 Sukabumi 1,441 1,443 21, ,40 Bandung 3,258 2,524 29, ,38 Tasikmalaya 2,145 2,123 23, ,16 Kuningan 5,553 5,592 96, ,21 Sumedang 1,591 1,539 18, ,29 Sumber: BPS Jawa Barat, 2010 Salah satu wilayah penghasil ubi jalar di Kabupaten Bogor adalah Desa Cikarawang. Desa Cikarawang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Produktivitas ubi jalar di Kecamatan ini pada tahun 2007 dan 2008 sebesar 14,57 ton/ha dan 14,32 ton/ha (Lampiran 6). Di Desa Cikarawang terdapat enam buah kelompok tani yang bergerak di komoditas padi atau palawija. Kelompok tani tersebut antara lain kelompok tani Hurip, Setia, Mekar, Subur Jaya, Andalan, dan KWT Melati. Ubi jalar merupakan salah satu dari tujuh komoditas yang menjadi unggulan nasional. Untuk itu, selama tahun komoditas tersebut menjadi perhatian pemerintah dalam rangka peningkatan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011). Hal ini akan dapat terlaksana dengan baik jika komoditas tersebut dapat memberikan keuntungan bagi petani sehingga petani mau untuk mengusahakan komoditas tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis pendapatan usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang untuk mengetahui apakah usahatani ubi jalar di daerah tersebut menguntungkan untuk dilaksanakan. Potensi ubi jalar di Desa Cikarawang tersebut sayangnya dihadapi dengan permasalahan produktivitas ubi jalar yang rendah. Rata-rata produktivitas ubi jalar di Desa Cikarawang adalah 9,5 ton per hektar (wawancara dengan ketua kelompok tani). Sedangkan menurut BPS (2012), produktivitas ubi jalar nasional sebesar 12,232 ton per hektar. Ini menunjukkan bahwa produktivitas ubi jalar di Desa Cikarawang masih rendah di bawah produktivitas nasional. Hal tersebut diduga terjadi karena ketidakefisienan teknis dalam usahatani ubi jalar di Desa 7

24 Cikarawang sehingga diperlukan analisis efisiensi teknis usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang untuk mengetahui apakah usahatani ubi jalar di desa tersebut sudah efisien. Oleh karena itu, mengingat ubi jalar merupakan salah satu komoditas unggulan nasional yang dapat meningkatkan ketahanan pangan maka diperlukan pencapaian efisiensi teknis agar menghasilkan output yang optimal. Efisiensi teknis dalam hal teknik budidaya yang benar akan mempengaruhi tingkat pendapatan yang dihasilkan petani sehingga diperlukan informasi mengenai keragaan budidaya untuk mengetahui pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar. Pencapaian efisiensi teknis juga sebagai upaya peningkatan tingkat kompetitif dan keuntungan usahatani. Untuk itu dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pendapatan usahatani petani ubi jalar di Desa Cikarawang? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi ubi jalar di Desa Cikarawang? 3. Bagaimana efisiensi teknis serta faktor apa yang mempengaruhi inefisiensi teknis petani di Desa Cikarawang? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang. 2. Menganalisis faktor - faktor apa saja yang mempengaruhi produksi ubi jalar di Desa Cikarawang. 3. Menganalisis efisiensi teknis serta faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis petani ubi jalar di Desa Cikarawang Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan pertimbangan, masukan, dan tambahan informasi bagi petani ubi jalar dalam upaya peningkatan produktivitas dan pendapatan usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang. 2. Sebagai tambahan informasi dan masukan bagi pemerintah daerah dalam upaya penyusunan strategi dan kebijakan pertanian yang lebih baik. 3. Sebagai informasi bagi para peneliti yang akan melakukan penelitian lebih lanjut pada bidang yang berkaitan dengan penelitian ini. 8

25 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Komoditas yang akan diteliti adalah ubi jalar. Petani yang dijadikan contoh dalam penelitian ini adalah petani ubi jalar di dusun Carang Pulang dan Cangkrang Desa Cikarawang yang menanam ubi jalar pada musim tanam akhir tahun Analisis kajian dibatasi untuk melihat bagaimana pendapatan usahatani petani ubi jalar di Desa Cikarawang, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi ubi jalar dan efisiensi teknis usahatani, dan faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis petani ubi jalar di daerah penelitian. 9

26 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Empiris Ubi Jalar Ubi jalar memiliki peranan yang cukup besar dalam pembangunan pertanian. Prospek ubi jalar pun sangat cerah jika dikelola baik dengan sistem agribisnis yang terintegrasi dari subsistem hulu hingga hilir. Ubi jalar mudah dibudidayakan di seluruh wilayah Indonesia menunjukkan bahwa komoditas ini dikenal dan diterima masyarakat sebagai bahan pangan atau digunakan untuk substitusi pangan pokok. Pengolahan ubi jalar juga sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan diversifikasi pangan. Ubi jalar mempunyai potensi dan peluang besar untuk dimanfaatkan dalam agroindustri sekaligus diversifikasi pangan (Harwono et.al diacu dalam Zuraida 2009). Dengan produktivitas 35 ton/ha umbi, ubi jalar mampu menghasilkan 48 x 10 6 kalori/ha/hari sedangkan padi menghasilkan 33 x 10 6 kalori/ha/hari atau dengan kata lain ubi jalar menghasilkan kalori 45 persen lebih tinggi dari padi (De Vries et al diacu dalam Zuraida 2009). Potensi ubi jalar yang beragam memungkinkan ubi jalar menjadi salah satu komoditi ekspor Indonesia seperti ke Singapura, Belanda, Amerika Serikat, Jepang dan Malaysia. Ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan pangan, pakan, dan bahan baku bagi industri seperti yang telah dilakukan di negara-negara maju. Selain itu, bercocok tanam ubi jalar pun dapat mengisi potensi lahan kering di Indonesia dan pemenuhan kebutuhan pangan pada masa datang seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia. Adapun petunjuk teknologi budidaya ubi jalar menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat 2012 sebagai berikut: 1) Syarat Tumbuh Daerah yang paling ideal untuk budidaya ubi jalar adalah daerah yang bersuhu o C dan mendapat sinar matahari jam/hari. Pertumbuhan dan produksi yang optimal untuk usahatani ubi jalar tercapai pada musim kering (kemarau). Di tanah yang kering (tegalan) waktu tanam yang baik untuk tanaman ubi jalar yaitu pada waktu musim hujan, sedang pada tanah sawah waktu tanam yang baik yaitu sesudah tanaman padi dipanen. Tanaman ubi jalar dapat ditanam 10

27 di daerah dengan curah hujan optimal antara mm/tahun dan berada pada ketinggian m dpl. 2) Penyiapan Bibit Teknik perbanyakan tanaman ubi jalar yang sering dilakukan petani adalah dengan stek batang atau pucuk. Bibit yang berupa stek harus memenuhi syarat: tanaman telah berumur 2 bulan atau lebih, panjang stek antara cm, disimpan ditempat teduh selama 1 7 hari. Jumlah bibit yang dibutuhkan untuk areal penanaman 1 hektar tergantung pada jarak tanam. Untuk jarak tanam 75x30 cm maka kebutuhan bibitnya sekitar stek. 3) Penyiapan Lahan Penyiapan lahan sebaiknya dilakukan pada saat tanah tidak terlalu basah atau tidak terlalu kering, lengket atau keras. Cara penyiapan lahan dimulai dengan mengolah tanah terlebih dahulu hingga gembur, kemudian dibiarkan selama satu minggu, selanjutnya dibuat guludan-guludan, tanah diolah langsung bersamaan dengan pembuatan guludan, lebar guludan bawah 60 cm, tinggi cm, lebar atas 40 cm, dan jarak antar guludan cm. 4) Penanaman Penanaman ubi jalar di lahan kering (tegalan) biasanya dilakukan pada awal musim hujan (Oktober) atau akhir musim hujan (Maret). Di lahan sawah, waktu tanam yang paling tepat adalah setelah padi rendengan atau padi gadu, yakni pada awal musim kemarau. Stek ditanam miring dengan kedalaman tanam cm (4-6 ruas) dengan jarak tanam cm. 5) Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan tanaman terdiri atas lima bagian yaitu penyulaman, pengairan, penyiangan dan pembumbunan, pemupukan, serta pengendalian hama dan penyakit. a) Penyulaman Penyulaman merupakan suatu kondisi dimana terdapat bibit yang mati atau tumbuh abnormal sehingga harus segera disulam (ditanam kembali) dan dilakukan sesegera mungkin. 11

28 b) Pengairan Pemberian air dilakukan selama menit hingga tanah (guludan) cukup basah, kemudian airnya dialirkan ke saluran pembuangan. Pengairan berikutnya masih diperlukan secara rutin hingga tanaman berumur 1-2 bulan. Pengairan dihentikan pada umur 2 3 minggu sebelum panen. c) Penyiangan dan Pembumbunan Penyiangan dilakukan secara manual dengan menggunakan kored/cangkul pada umur 2,5 dan 8 MST (Minggu Setelah Tanam). Setiap satu bulan sekali dilakukan pembalikan tanaman untuk menghindari menjalarnya tanaman ke segala arah. Pembumbunan dapat dilakukan pada umur 2 3 minggu setelah tanam. d) Pemupukan Pemupukan ubi jalar dilakukan dua kali, pemupukan pertama saat tanam dengan 1/3 dosis pupuk nitrogen, 1/3 dosis kalium ditambah seluruh dosis fosfor. Pemupukan kedua, pada saat tanaman berumur 45 hari setelah tanam, dipupuk dengan 2/3 dosis nitrogen dan 2/3 dosis kalium. Dosis pupuk yang dianjurkan dalam usahatani ubi jalar adalah kg N/Ha ( kg urea/ha) ditambah 25 kg P2O5/Ha (50 kg TSP/Ha), dan 50 kg K2O/Ha (100 kg KCl/Ha). e) Pengendalian Hama dan Penyakit Perlindungan tanaman dari OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) dilakukan secara terpadu seperti berikut: - Secara kultur teknis, diantaranya mengatur waktu tanam yang tepat, rotasi tanaman, sanitasi kebun, dan penggunaan varietas yang tahan hama dan penyakit. - Secara fisik dan mekanis, yaitu dengan memotong atau memangkas atau mencabut tanaman yang sakit atau terserang hama dan penyakit cukup berat, dikumpulkan dan dimusnahkan. - Secara kimiawi yaitu dengan menggunakan pestisida secara selektif dan bijaksana. 6) Panen Ubi jalar berumur pendek (genjah) dapat dipanen pada umur 3-3,5 bulan, sedangkan varietas berumur panjang (dalam) dipanen pada umur 4,5 5 bulan. Tahap-tahap panen ubi jalar adalah dengan memotong (pangkas) batang ubi jalar 12

29 dengan sabit atau parang, kemudian disingkirkan dan dilanjutkan menggali guludan dengan cangkul hingga terkuak ubinya, ubi tersebut diambil dan dikumpulkan ke tempat pengumpulannya, selanjutnya ubi dibersihkan dari tanah atau kotoran dan akar yang masih menempel, dan terakhir dilakukan seleksi dan sortasi. Berdasarkan pada beberapa penelitian sebelumnya, pemilihan lokasi penelitian mengenai ubi jalar dilakukan secara purposive karena lokasi tersebut merupakan sentra produksi ubi jalar (Khotimah 2010; Herdiman 2010; Defri 2011). Dikatakan sebagai sentra produksi ubi jalar karena baik dari segi luas areal, produksi, dan produktivitasnya tinggi. Masyarakat di daerah penelitian membudidayakan ubi jalar karena faktor budaya dimana bercocok tanam ubi jalar sudah dilakukan sejak zaman nenek moyang mereka. Selain itu, kesesuaian agroklimat di daerah penelitian pun menjadikan ubi jalar banyak ditanam. Input yang digunakan dalam usahatani ubi jalar antara lain bibit, pupuk, obat-obatan, lahan, tenaga kerja, dan modal. Ubi jalar termasuk salah satu tanaman pangan yang mudah dibudidayakan bahkan di lahan kering masam. Usahatani ubi jalar di lahan kering masam mempunyai tingkat keuntungan, efisiensi ekonomi, dan daya kompetitif yang tinggi daripada usahatani kacang hijau, kacang tanah dan kedelai tetapi lebih rendah dari jagung (Krisdiana dan Heriyanto 2011). Indikator yang penting untuk diperhatikan dalam budidaya ubi jalar adalah penggunaan sarana produksi, teknik budidaya, dan pemasaran (Herdiman 2010). Namun, selama ini budidaya ubi jalar masih dilakukan secara tradisional dan belum menerapkan teknik budidaya yang sesuai dengan teori dan anjuran penyuluh serta pola tanam yang dilakukan dalam usahatani ubi jalar adalah sistem monokultur (Khotimah 2010; Defri 2011). Budidaya yang dilakukan hanya berdasarkan pengalaman usahatani pada masing-masing petani. Budidaya ubi jalar dapat dilakukan secara organik ataupun konvensional seperti pada umumnya. Kelebihan budidaya ubi jalar secara organik adalah umbi lebih keras sehingga lebih cocok jika disalurkan ke pabrik keripik dan masa panennya pun dapat ditunda sampai usia tujuh bulan tanpa kebusukan pada umbi. Sedangkan budidaya ubi jalar secara konvesional dengan menggunakan pupuk kimia kelebihannya 13

30 adalah umbi cepat besar dan masa panen lebih cepat namun umbi cepat membusuk jika tidak segera dipanen (Herdiman 2010). Bibit yang digunakan dalam usahatani ubi jalar dapat berasal dari hasil produksi sebelumnya, produksi petani lain, dan hasil pembibitan sendiri. Penentuan varietas tertentu yang ditanam di daerah penelitian karena varietas tersebut memiliki rasa yang manis, produktivitas tinggi, tahan terhadap hama penyakit, harga jual tinggi, dan permintaannya di pasar selalu ada sepanjang tahun (Khotimah 2010; Defri 2011). Ubi jalar dapat dipanen saat umur tanaman 4,5-6 bulan. Umur panen ubi jalar dipengaruhi oleh kebutuhan petani, harga jual, dan orientasi usahatani. Di Kabupaten Kuningan yang merupakan sentra ubi jalar terbesar di Jawa Barat, ratarata produksi total ubi jalar sebesar ,23 kg/ha (Khotimah 2010). Hasil panen petani berupa ubi jalar segar langsung dijual kepada pedagang pengumpul, industri yang membutuhkan bahan baku ubi jalar atau dipasarkan langsung ke pasar induk setempat (Khotimah 2010; Defri 2011) dan juga kepada tengkulak seperti di Desa Gunung Malang (Defri 2011). Hal ini dikarenakan produk turunan dari ubi jalar belum banyak dilakukan oleh petani. Sistem penjualan ubi jalar terdiri atas dua jenis yaitu sistem borongan dan sistem bukti (Herdiman 2010; Defri 2011). Sistem borongan merupakan sistem penjualan per luas lahan, seperti yang dilakukan di Desa Purwasari sedangkan sistem bukti meupakan sistem penjualan dimana pembeli yang melakukan pemanenan seperti di Desa Gunung Malang. Biaya terbesar yang dikeluarkan dalam usahatani ubi jalar adalah biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) seperti usahatani di Kecamatan Cilimus sebesar 49,40 persen dari biaya total (Khotimah 2010) dan sebesar 54,65 persen di Desa Purwasari (Defri 2011). Jumlah HOK yang digunakan dalam usahatani ubi jalar terdiri dari 54,75 HOK Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) dan 235,02 HOK Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) (Khotimah 2010). Dilihat dari daya saingnya, budidaya ubi jalar menguntungkan baik secara finansial maupun ekonomi (Nurmala 2011; Khotimah 2010). Berbeda halnya dengan jenis umbian lain seperti talas misalnya. Penerimaan usahatani talas di Kecamatan Bogor Barat yaitu Rp per hektar dengan harga jual di 14

31 petani Rp /umbi. Hal tersebut menyebabkan produksi talas mulai menurun karena kecilnya penerimaan yang diterima dan harga jual yang rendah. Pendapatan usahatani talas secara monokultur atas biaya total di Kecamatan Bogor Barat tidak menguntungkan atau rugi sebesar Rp (Sari 2012). Hal ini disebabkan jumlah biaya yang diperhitungkan lebih besar dari jumlah biaya tunai. Jumlah biaya diperhitungkan yang besar dikarenakan penggunaan TKDK yang besar. Nilai R/C rasio atas biaya tunai usahatani talas sebesar 3,73 namun R/C rasio atas biaya total sebesar 0,81 artinya usahatani talas tidak menguntungkan untuk diusahakan. Hasil analisis pendapatan usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus menunjukkan bahwa pendapatan usahatani atas biaya tunai maupun biaya total lebih besar dari nol. Selain itu, nilai rasio R/C atas biaya tunai sebesar 1,67 dan rasio R/C atas biaya total 1,24 (Khotimah 2010). Hal tersebut menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar di lokasi penelitian menguntungkan. Hal yang sama juga ditunjukkan pada pendapatan usahatani ubi jalar di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga dan di Desa Gunung Malang yang menguntungkan dilihat dari nilai rasio R/C atas biaya tunai ataupun biaya total lebih dari satu (Herdiman 2010; Defri 2011). Berdasarkan peramalan yang telah dilakukan pada penelitian terdahulu, diketahui bahwa produksi kuartalan ubi jalar nasional tiap musim dan tahun mengalami fluktuasi mengikuti fluktuasi produksi padi yang berkorelasi negatif, sama halnya juga dengan konsumsi ubi jalar. Artinya disaat produksi padi menunjukkan trend yang meningkat justru produksi ubi menunjukkan hasil sebaliknya yakni trend yang cenderung menurun. Sama halnya dengan konsumsi tahunan ubi jalar nasional yang mempunyai pola dengan trend cenderung menurun. Diramalkan produksi dan konsumsi ubi jalar sampai tahun 2016 belum bisa memenuhi target yang diharapkan (Aji 2008). Dari segi permintaan, petani dan konsumen pada umumnya lebih menyukai ubi jalar dengan varietas yang mempunyai tekstur kering, namun hingga saat ini belum dapat dipenuhi dikarenakan produktivitas yang masih rendah 5. 5 Agusman. Prospek dan Potensi Ubi Jalar. http ://258-prospek-dan-potensi-ubi-jalar.htm. [Maret 2011]. 15

32 2.2. Tinjauan Empiris Fungsi Produksi Stochastic Frontier Pendekatan stochastic frontier merupakan salah satu metode yang digunakan untuk melihat efisiensi dari suatu usahatani. Fungsi produksi stochastic frontier menggambarkan hubungan antara input yang tersedia dan output maksimum yang dapat dicapai dengan memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh dalam usahatani. Pendekatan Stochastic Production Frontier telah digunakan oleh Aisah (2003) usahatani tomat di Desa Karawang Kecamatan Sukabumi; Astuti (2003) usahatani kentang di Desa Margamulya Kecamatan Pangalengan; Brahmana (2005) usahatani padi lahan kering di Desa Tanggeung Cianjur; Maryono (2008) usahatani padi program benih bersertifikat di Karawang; Hutauruk (2008) untuk usahatani padi benih bersubsidi di Karawang; Khotimah (2010) usahatani ubi jalar di Kuningan; Defri (2011) usahatani ubi jalar di Desa Purwasari Kabupaten Dramaga. Pendekatan ini dipilih karena sederhana dan dapat dibuat dalam bentuk linier (Maryono 2008; Hutauruk 2008; Khotimah 2010). Fungsi produksi stochastic frontier dapat digunakan untuk mengidentifikasi faktor produksi yang mempengaruhi efisiensi teknis, dapat melihat efisiensi teknis usahatani dari sisi input, dan efek inefisiensi yang berkaitan (Maryono 2008; Hutauruk 2008). Dengan menggunakan fungsi produksi stochastic frontier peneliti dapat mengetahui faktor produksi apa saja yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani serta bagaimana pengaruhnya terhadap usahatani. Model yang digunakan adalah model fungsi Stochastic Production Frontier Cobb-Douglas menggunakan parameter pendugaan Maximum Likelihood Estimated (MLE) (Haryani 2009; Khotimah 2010; Prayoga 2010). Salah satu keuntungan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas adalah jumlah elastisitas dari masing-masing faktor produksi yang diduga merupakan pendugaan skala usaha (return to scale) (Maryono 2008). Parameter MLE digunakan untuk menggambarkan hubungan antara produksi maksimum yang dapat dicapai dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang ada. Faktor-faktor produksi yang dimaksud antara lain lahan, modal, tenaga kerja, dan manajemen atau 16

33 pengelolaan. Selain itu, fungsi produksi yang diestimasi menggunakan parameter pendugaan Maximum Likelihood Estimation (MLE) dapat mengidentifikasi faktor produksi juga dapat melihat efisiensi teknis petani dan efek inefisiensi yang berkaitan (Sukiyono 2005; Hutauruk 2008; Haryani 2009). Untuk menduga output produksi suatu usahatani, diperlukan variabelvariabel faktor produksi tertentu. Beberapa variabel yang digunakan pada penelitian-penelitian sebelumnya antara lain luas lahan, jumlah benih/bibit, jumlah pupuk urea, jumlah tenaga kerja dalam keluarga, jumlah tenaga kerja luar keluarga, pestisida (Sukiyono 2005; Hutauruk 2008; Maryono 2008; Haryani 2009; Nurmala 2011), pupuk daun, pupuk kandang (Sukiyono 2005; Khotimah 2010), dan nilai pengeluaran untuk irigasi pompa (Haryani 2009). Menurut Hutauruk (2008); Maryono (2008); dan Haryani (2009), variabel yang berpengaruh nyata terhadap fungsi produksi usahatani padi antara lain luas lahan, jumlah benih, jumlah pupuk urea, jumlah pupuk KCl, jumlah tenaga kerja luar dan dalam keluarga. Untuk obat hama penyakit menunjukkan hasil berbeda. Hasil penelitian Maryono (2008) menunjukkan obat hama penyakit berpengaruh nyata namun pada penelitian Hutauruk (2008) jumlah obat cair tidak berpengaruh nyata terhadap produksi padi. Pada usahatani cabai merah oleh Sukiyono (2005), faktor penduga fungsi produksi frontier Cobb-douglas yang berpengaruh positif nyata adalah lahan, urea, KCL, dan pupuk kandang, sedangkan pupuk TSP dan tenaga kerja berpengaruh negatif nyata, serta pestisida dan benih tidak berpengaruh nyata. Faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar adalah pupuk kandang, tenaga kerja, dan penggunaan pupuk KCL. Sedangkan yang tidak berpengaruh nyata adalah bibit, pupuk urea, dan TSP ( Nurmala 2011). Penggunaan model stochastic frontier dimungkinkan untuk menduga ketidakefisienan suatu proses produksi tanpa mengabaikan galat dari modelnya (Sukiyono 2005). Dengan menggunakan model stochastic frontier, tidak diperlukan pembagian sampel. Pengukuran inefisiensi teknis dilakukan regresi secara terpisah. Dalam interpretasi hasil pengukuran dengan model stochastic 17

34 frontier, nilai tingkat inefisiensi merupakan nilai inefisiensi relatif yang diasumsikan paling efisien Tinjauan Empiris Efisiensi dan Inefisiensi Teknis Efisiensi merupakan hal penting dalam pengukuran keberhasilan pelaksanaan proses produksi. Efisiensi teknik yang tinggi berperan penting dalam upaya peningkatan keuntungan suatu usahatani. Farrell (1957) diacu dalam Tasman (2010), mengajukan pengukuran efisiensi yang terdiri dari dua komponen yaitu efisiensi teknis dan efisiensi alokatif. Efisiensi teknis merupakan kemampuan perusahaan untuk mendapat output maksimum dari satu set input yang tersedia sedangkan efisiensi alokatif merupakan kemampuan dari perusahaan menggunakan input dalam proporsi yang optimal sesuai dengan harga masingmasingnya. Kedua ukuran efisiensi ini kemudian dikombinasikan akan menyediakan ukuran total efisiensi ekonomi. Salah satu komponen dari pengukuran efisiensi ekonomi adalah efisiensi teknis. Suatu usahatani baru dapat dikatakan efisiensi ekonomi jika sudah mencapai efisiensi teknis (Sukiyono 2005). Hal tersebut menunjukkan bahwa usahatani tersebut sudah menggunakan input produksi yang dimiliki secara optimal. Haryani (2009) melakukan penelitian mengenai efisiensi usahatani padi sawah pada program pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu di Kabupaten Serang menunjukkan bahwa penyebab usahatani padi sawah efisien secara teknis adalah karena penggunaan input sudah optimal. Tujuan pengoptimalan penggunaan input tersebut adalah untuk memperoleh keuntungan maksimal. Namun, pada usahatani yang telah efisien secara teknis, belum tentu secara alokatif efisien. Penggunaan input meskipun efisien secara teknis tetapi tidak secara alokatif dapat dilihat dari nilai produk marjinalnya yang lebih rendah dibandingkan harga input (Hutauruk 2008). Menurut Bakhsoodeh dan Thomson diacu dalam Hutauruk (2008), petani yang efisien secara teknis adalah petani yang menggunakan lebih sedikit input untuk memproduksi sejumlah output pada 6 Jasmina dan Goeltom dalam Analisis Efisiensi Perbankan Indonesia : Metode Pengukuran Fungsi Biaya Frontir

35 tingkat tertentu atau petani yang dapat menghasilkan output yang lebih besar dari petani lainnya dengan menggunakan sejumlah input tertentu. Identifikasi efisiensi penggunaan sumberdaya merupakan isu penting berbagai peluang dan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rumah tangga tani (Weersink, Turvey & Godah 1990 diacu dalam Adiyoga 1999). Untuk melihat efisiensi penggunaan faktor produksi dapat dilihat dari rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) yang harus sama dengan satu (Dumaria 2003). Penelitian tentang efisiensi teknis usahatani yang telah dilakukan sebelumnya umumnya terdapat multikolineritas atau korelasi antar variabel, terutama lahan sehingga mereka merestriksi modelnya dengan mengelompokkan variabel yang ada menjadi variabel bebas dan variabel terikat. Seperti dalam Rachmina dan Maryono (2008) bahwa variabel luas lahan menimbulkan multikolinearitas pada model sehingga variabel luas lahan dijadikan pebobot pada variabel dependen maupun independen. Setelah model direstriksi, terbentuklah model baru, kemudian jika pada model tersebut masih terdapat multikolinier maka diretriksi kembali hingga didapatkan nilai R 2 yang besar dan VIF lebih kecil dari 10 (Astuti 2003; Aisah 2003; Hutauruk 2008). Variabel faktor produksi yang berpengaruh signifikan terhadap efisiensi teknis adalah luas lahan, tenaga kerja, pupuk, dan insektisida (Astuti 2003, Aisah 2003, Brahmana 2005, Hutauruk 2008). Hal lain yang dapat mengindikasikan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani adalah dengan melihat faktor inefisiensi teknis usahatani. Beberapa penelitian mengenai efisiensi teknis menggunakan metode efek inefisiensi teknis. Metode efek inefisiensi teknis yang digunakan mengacu pada model efek inefisiensi teknis yang dikembangkan oleh Battese dan Coelli (1998) (Hutauruk 2008; Maryono 2008; Khotimah 2010). Dalam model tersebut terdapat variabel µ i yang berfungsi untuk menghitung efek inefisiensi. Faktor yang diperkirakan mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis beberapa komoditi dalam usahatani adalah pengalaman berusahatani, pendidikan, pendapatan di luar usahatani, dan kepemilikan lahan (Sukiyono 2005; Hutauruk 2008; Maryono 2008; Haryani 2009; Khotimah 2010). Hutauruk (2008) dan 19

36 Maryono (2008) menambahkan variabel umur bibit sedangkan Khotimah (2010); Haryani (2009); Sukiyono (2005) menambahkan umur petani sebagai variabel tingkat inefisiensi teknis. Selain itu, Khotimah (2010) juga menggunakan variabel pekerjaan petani di luar usahatani dan penyuluhan dalam analisa efisiensi teknis usahatani ubi jalar dan Maryono (2008) menambahkan rasio urea dan TSP, bahan organik, dan legowo. Hasil dari beberapa penelitian sebelumnya mengenai faktor yang diperkirakan mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis beberapa komoditi dalam usahatani antara lain ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4. Faktor yang Diperkirakan Mempengaruhi Tingkat Inefisiensi Teknis Beberapa Komoditi dalam Usahatani Peneliti Komoditas Variabel Produksi Pengaruhnya terhadap Inefisiensi Sukiyono (2005) Cabai merah (+); nyata pendidikan formal (-); tidak nyata (-); tidak nyata umur pengalaman Hutauruk (2008) Padi Benih umur bibit Bersubsidi pengalaman berusahatani pendidikan status kepemilikan lahan pendapatan di luar usahatani jarak tanam Maryono (2008) Padi pengalaman petani program pendidikan formal petani benih umur bibit bersertifikat rasio urea-tsp bahan organik legowo Khotimah,H (2010) Ubi Jalar umur petani pengalaman berusahatani pendidikan pekerjaan petani di luar usahatani pendapatan di luar usahatani kepemilikan lahan penyuluhan Prayoga (2010) Padi Organik lahan sawah jumlah anggota keluarga usia produktif (-); tidak nyata (-); nyata (-); tidak nyata (-); nyata (-); tidak nyata (-); tidak nyata (+); nyata (-); nyata (+); tidak nyata (+); nyata (+); nyata (+); tidak nyata (-); nyata (+); nyata (-); nyata (+); nyata (-); nyata (+); nyata (-); tidak nyata (-); nyata (-); nyata frekuensi penyuluhan mengikuti 20

37 Suatu variabel dikatakan memiliki pengaruh positif (+) terhadap inefisiensi diartikan bahwa setiap peningkatan penggunaan variabel tersebut dalam usahatani menyebabkan tingkat inefisiensi semakin meningkat. Sebaliknya, suatu variabel dikatakan memiliki pengaruh negatif (-) terhadap inefisiensi diartikan bahwa setiap peningkatan penggunaan variabel tersebut dalam usahatani menyebabkan penurunan terhadap tingkat inefisiensi. Suatu variabel dikatakan berpengaruh nyata terhadap inefisiensi diartikan setiap perubahan yang terjadi pada variabel tersebut baik berupa peningkatan atau penurunan akan berpengaruh pada peningkatan atau penurunan ketidakefisienan teknis suatu usahatani. Sebaliknya, jika suatu variabel dikatakan berpengaruh tidak nyata terhadap inefisiensi diartikan setiap perubahan yang terjadi pada variabel tersebut tidak akan berpengaruh pada peningkatan atau penurunan ketidakefisienan teknis suatu usahatani. Hal tersebut bisa terjadi karena penggunaan variabel tersebut dalam suatu usahatani sudah berlebihan sehingga peningkatan atau penurunan jumlahnya tidak mempengaruhi inefisiensi teknis usahatani. 21

38 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Konsep Usahatani Usahatani dapat diartikan sebagai kegiatan onfarm dari sistem agribisnis. Mosher (1966) diacu dalam Soeharjo (1973) menggambarkan istilah farm sebagai bagian dari permukaan bumi dimana seorang petani, suatu keluarga tani atau badan tertentu lainnya bercocok tanam atau memelihara ternak. Sejalan dengan hal tersebut, Rifai (1960) diacu dalam Soeharjo (1973) mendefinisikan ilmu usahatani sebagai ilmu yang mempelajari kesatuan organisasi dari alam, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan yang ditujukan untuk mendapatkan produksi di lapangan pertanian. Ilmu usahatani menurut Hernanto (1989) adalah ilmu yang mempelajari dengan lebih terperinci tentang masalah-masalah yang relatif sempit. Sedangkan menurut Daniel (2001), usahatani merupakan kegiatan mengorganisasi (mengelola) aset dan cara dalam pertanian. Diartikan pula sebagai suatu kegiatan yang mengorganisasi sarana produksi pertanian dan teknologi dalam suatu usaha yang menyangkut bidang pertanian. Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah 2009). Usahatani terbagi menjadi dua, yakni usahatani subsisten dan usahatani komersial. Usahatani subsisten hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sedangkan usahatani komersial sudah berorientasi pada pemenuhan kebutuhan masyarakat banyak. Secara umum, sebagian besar petani masih menerapkan pola subsisten yakni usahatani dilakukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga atau belum sepenuhnya ditujukan untuk dijual ke pasar (pola komersial). Soekartawi (1986) mengatakan pola subsisten ini biasanya dilakukan oleh petani kecil. Usahatani tersebut memiliki keterbatasan dalam hal sumberdaya seperti kekurangan modal, pendapatan yang rendah, namun cara kerjanya tidak sama. 22

39 Tujuan petani kecil melakukan usahatani adalah menggunakan seefisien mungkin sumberdaya yang dimiliki. Soeharjo (1973) membuat klasifikasi usahatani menjadi empat hal yaitu: (1) menurut bentuknya yaitu berdasarkan cara penguasaan unsur-unsur produksi dan pengelolaannya, dibedakan atas penguasaan faktor-faktor produksi oleh petani seperti usahatani perorangan, kolektif, dan koperatif. Usahatani perorangan merupakan usahatani yang penyusunan unsur-unsur produksi dan pengelolaannya dilakukan oleh seseorang. Usahatani kolektif merupakan suatu bentuk usahatani yang unur-unsur produksinya dimiliki organisasi secara kolektif baik dengan cara membeli, menyewa, menyatukan milik perseorangan, atau berasal dari pemberian pemerintah. Usahatani kooperatif merupakan bentuk peralihan antara usahatani perorangan dengan kolektif. Pada usahatani koperatif, tidak semua unsur-unsur produksi dikuasai bersama seperti lahan yang masih milik perseorangan. (2) menurut coraknya yaitu berdasarkan tujuan ingin mencapai sesuatu dari hasil kegiatan usahanya, seperti usahatani yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga (subsisten) dan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya (komersil). (3) menurut polanya yaitu pola usahatani ditentukan menurut banyaknya cabang usahatani yang diusahakan. Berdasarkan hal tersebut, maka usahatani dapat dibedakan menjadi usahatani khusus yaitu apabila usahatani hanya mempunyai satu cabang usaha, usahatani tidak khusus saat petani mengusahakan beragam cabang usahatani, dan usahatani campuran yaitu suatu bentuk usahatani yang diusahakan secara bercampur baik sesama tanaman maupun tanaman dengan ternak. Usahatani campuran dikenal pula dengan istilah tumpang sari. (4) menurut tipenya yaitu usahatani yang digolongkan dalam beberapa tipe jenis tanaman atau hewan yang diusahakan. Setiap daerah mempunyai kondisi yang berbeda satu sama lain baik perbedaan fisik, ekonomi, maupun perbedaan yang tidak termasuk pada keduanya. Ilmu usahatani pada dasarnya memerhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya atau faktor produksi yang terbatas untuk mencapai tujuannya. Menurut Daniel (2001) faktor produksi merupakan persyaratan yang harus dipenuhi agar proses produksi dapat berjalan. Faktor produksi dalam usaha 23

40 pertanian mencakup tanah, modal, tenaga kerja, dan manajemen. Masing-masing faktor mempunyai fungsi yang berbeda dan saling terkait satu sama lain. Jika salah satu faktor produksi tidak tersedia, maka proses produksi tidak dapat berjalan. Hernanto (1989) menyatakan empat unsur pokok atau faktor-faktor produksi dalam usahatani : 1) Tanah Tanah menjadi faktor kunci dalam usaha pertanian. Tanah diartikan bukan hanya terbatas pada wujud nyata tanah saja, namun juga diartikan sebagai tempat dimana usahatani dijalankan. Lahan usahatani dapat berupa tanah pekarangan, tegalan, sawah, kandang, kolam, dan sebagainya. Dengan mengetahui keadaan mengenai tanah, usahatani dapat dilakukan dengan baik. Faktor produksi tanah terdiri dari beberapa faktor alam lainnya seperti air, udara, temperatur, sinar matahari, dan lainnya. Keberadaan faktor produksi ini tidak hanya dilihat dari segi luas atau sempitnya, namun juga dari segi jenis tanah, jenis pengunaan lahan, topografi, kepemilikan/penguasaan lahan, fragmentasi lahan, dan konsolidasi lahan. 2) Tenaga kerja Dalam ilmu ekonomi, kerja diartikan sebagai daya manusia untuk melakukan usaha atau ikhtiar yang dijalankan untuk memproduksi benda-benda (Soeharjo 1973). Tenaga kerja merupakan pelaku dalam usahatani untuk menyelesaikan beragam kegiatan produksi. Tenaga kerja dianggap sebagai faktor mutlak karena keberadaan dan fungsinya. Tenaga kerja adalah alat kekuatan dan otak manusia yang tidak dapat dipisahkan dari manusia dan ditujukan pada usaha produksi. Soeharjo (1973) membagi tenaga kerja dalam usahatani berdasarkan sumbernya menjadi dua yaitu tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). TKDK merupakan tenaga kerja dalam terdiri dari kepala keluarga, istri dan anak sedangkan TKLK merupakan tenaga kerja luar keluarga yang dibayar. 3) Modal Modal menjadi faktor produksi yang mutlak diperlukan dalam usahatani. Modal merupakan aset berupa uang atau alat tukar yang akan digunakan untuk pengadaan sarana produksi. Modal dapat dibagi dua, yaitu modal tetap dan modal 24

41 bergerak. Modal tetap adalah barang-barang yang digunakan dalam proses produksi yang dapat digunakan beberapa kali seperti mesin, pabrik, dan gedung. Modal bergerak adalah barang-barang yang digunakan untuk sekali pakai atau barang-barang yang habis digunakan dalam proses produksi seperti bahan mentah, pupuk, dan bahan bakar. Sumber modal dapat diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit bank, kerabat, dan lain-lain), warisan, usaha lain atau kontrak sewa. Keberadaan modal sangat menentukan tingkat atau jenis teknologi yang akan digunakan serta dapat berakibat positif dan negatif bagi usahatani. Penggunaan modal berfungsi membantu meningkatkan produktivitas dan menciptakan kekayaan serta pendapatan usahatani. 4) Pengelolaan atau Manajemen Manajemen/pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani bertindak sebagai pengelola atau manajer dengan menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi dari usahanya. Faktor manajemen berfungsi untuk mengelola faktor produksi lain seperti tanah, tenaga kerja, dan modal. Pengelolaan faktor produksi yang dimaksud adalah memaksimalkan produk dengan mengombinasikan faktor produksi yang tersedia atau meminimalkan faktor produksi tersebut dengan jumlah produk tertentu Konsep Pendapatan Usahatani Analisis pendapatan mempunyai kegunaan bagi petani. Soeharjo (1973) menyebutkan terdapat dua tujuan utama dari analisis pendapatan, yaitu menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan usaha dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Bagi seorang petani, analisis pendapatan memberikan bantuan untuk mengukur apakah kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau tidak. Soekartawi et al. (1986) mendefinisikan beberapa ukuran arus uang tunai, diantaranya sebagai berikut: 1. Penerimaan tunai usahatani merupakan nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai usahatani. 2. Pengeluaran tunai usahatani didefinisikan sebagai jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Nilai kerja yang dibayarkan dengan benda tidak dihitung sebagai pengeluaran tunai usahatani. 25

42 3. Selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran tunai usahatani disebut pendapatan tunai usahatani. Penerimaan usahatani merupakan hasil kali antara harga jual yang diterima petani per satuan dengan jumlah produksi yang dihasilkan. Penerimaan usahatani meliputi dua hal yaitu penerimaan tunai dan tidak tunai. Penerimaan tunai didapatkan dari hasil yang dijual sedangkan penerimaan tidak tunai adalah hasil yang dikonsumsi sendiri oleh petani. Penerimaan tunai usahatani merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai. Soeharjo (1973) menjelaskan penerimaan usahatani berwujud tiga hal, yaitu hasil penjualan tanaman, ternak, ikan, atau produk yang akan dijual, produk yang dikonsumsi pengusaha dan keluarganya selama melakukan kegiatan, dan kenaikan nilai inventaris. Istilah lainnya dalam penerimaan usahatani adalah pendapatan kotor usahatani. Pendapatan kotor usahatani merupakan nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual, mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk bibit ataupun makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, dan disimpan atau ada di gudang pada akhir tahun (Soekartawi et al. 1986). Pengeluaran atau biaya dalam usahatani terdiri atas dua hal yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan atau tidak tunai (Soekartawi et al. 1986). Biaya tunai merupakan pengeluaran uang tunai yang dikeluarkan secara langsung oleh petani. Biaya yang diperhitungkan merupakan pengeluaran petani berupa faktor produksi tanpa mengeluarkan uang tunai. Soekartawi et al. (1986) juga menyatakan bahwa apabila dalam usahatani itu digunakan mesin-mesin pertanian, maka harus dihitung penyusutannya dan dianggap sebagai pengeluaran. Penyusutan merupakan penurunan nilai inventaris yang disebabkan karena hilang, rusak, dan pengaruh umur atau karena digunakan (Soeharjo 1973). Untuk menghitung penyusutan didasarkan pada harga perolehan (cost) sampai dengan modal tersebut dapat memberikan manfaat (Suratiyah 2009). Soeharjo (1973) menyebutkan terdapat empat cara untuk menghitung penyusutan, yaitu (1) menghitung selisih antara nilai penjualan pada awal tahun dengan nilai penjualan pada akhir tahun, (2) menggunakan sistem garis lurus dimana penyusutan 26

43 dianggap sama besarnya untuk setiap saat. Besarnya penyusutan sama dengan harga pembelian dikurangi harga tidak terpakai dibagi dengan lamanya pemakaian, (3) menggunakan sistem penyusutan yang menurun, yaitu dengan menentukan persentase tertentu terhadap nilai pembelian yang telah dipotong penyusutan tahun sebelumnya, (4) menggunakan sistem sebanding dengan jumlah angka-angka tahun. Menurut Soekartawi et al. (1986), pengeluaran total usahatani didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja dalam keluarga. Pengeluaran total usahatani dipisahkan menjadi pengeluaran tetap dan pengeluaran tidak tetap. Pengeluaran tetap merupakan pengeluaran usahatani yang besarnya tidak bergantung kepada besarnya produksi. Pengeluaran tidak tetap atau variabel merupakan pengeluaran yang digunakan untuk tanaman atau ternak dan jumlahnya berubah sebanding dengan besarnya produksi tanaman atau ternak tersebut. Soekartawi et al. (1986) menyatakan selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk membandingkan penampilan beberapa usahatani. Soekartawi et al. (1986) mendefinisikan pendapatan usahatani sebagai kelebihan uang tunai usahatani ditambah dengan penerimaan tunai rumah tangga seperti upah kerja yang diperoleh dari luar usahatani. Pendapatan bersih usahatani juga dapat diketahui melalui analisis R/C rasio. R/C rasio menunjukkan penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dalam usahatani. Semakin besar nilai R/C menunjukkan bahwa semakin besar pula penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Hal tersebut menyimpulkan bahwa kegiatan usahatani tersebut menguntungkan untuk dilaksanakan. 27

44 Kegiatan usahatani dikatakan layak jika nilai R/C rasio menunjukkan angka lebih dari satu, artinya setiap penambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biayanya. Sebaliknya jika nilai R/C rasio lebih kecil dari satu menunjukkan bahwa tambahan biaya setiap rupiahnya menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil sehingga kegiatan usahatani dikatakan tidak menguntungkan. Jika nilai R/C rasio sama dengan satu artinya usahatani memperoleh keuntungan normal Konsep Fungsi Produksi Fungsi produksi merupakan hubungan fisik atau hubungan teknik antara macam dan jumlah korbanan yang digunakan dengan jumlah produk yang dihasilkan (Soeharjo 1973). Menurut Daniel (2001), fungsi produksi merupakan suatu fungsi yang menunjukkan hubungan hasil fisik (output) dengan input. Tindakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi adalah dengan cara menambahkan jumlah salah satu atau lebih dari input yang digunakan. Soekartawi (2002) menjelaskan bahwa fungsi produksi adalah hubungan fisik antara produksi/variabel yang dijelaskan (Y) dengan masukan/variabel yang menjelaskan (Xi). Variabel yang dijelaskan (Y) berupa produksi dan (Xi) berupa input produksi i, sehingga besar kecilnya Y bergantung dari besar kecilnya X 1, X 2, X 3,.., X m yang digunakan. Pengertian lain dari fungsi produksi adalah menunjukkan berapa output yang dapat diperoleh dengan menggunakan sejumlah variabel input yang berbeda. Secara aljabar hubungan Y dan X ditulis sebagai berikut : Y = f {X 1, X 2,...,X n } dimana : Y = produksi X 1 = input X 1 X 2 = input X 2 X n = input X yang ke-n Masukan X 1, X 2, X 3,...,X m dikelompokkan menjadi dua yaitu input yang dapat dikuasai seperti luas tanah, jumlah pupuk, tenaga kerja, dan lainnya serta input yang tidak dapat dikuasai seperti iklim. Input yang digunakan dalam suatu fungsi produksi belum tentu digunakan pula pada fungsi produksi lainnya. Hal ini tergantung dari penting tidaknya pengaruh input tersebut terhadap produksi. 28

45 Dalam memilih bentuk fungsi produksi sebaiknya secara teoritis model tersebut dapat dipertanggungjawabkan, dapat diduga dengan baik dan mudah serta analisisnya memiliki implikasi ekonomi (Soekartawi 2002). Kurva produksi juga dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini. M Y PT I [y=f(x 1 x 2 =x 20 ] 0 AP, MP X 1 B AP 1 MP 1 0 Gambar 1. Hubungan antara produk total, produk rata-rata, dan produk marginal dalam proses produksi. Sumber: (Coelli, et. al. 1998) X 1 Sumbu X menunjukkan besaran faktor produksi dan sumbu Y mengukur produksi total yang dihasilkan. Pada saat kurva PT (produksi total) berubah ke titik B maka saat itu kurva PM mencapai titik maksimum. Pada saat itu, law of diminishing returns mulai berlaku. Titik M menunjukkan titik dimana kurva PT mencapai maksimum. Pada saat bersamaan, kurva PM memotong sumbu X yaitu pada saat PM menjadi negatif. Produk marginal (PM) adalah tambahan satu satuan produksi atau hasil yang diperoleh akibat penambahan satu satuan input. Produk marginal dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: 29

46 Produk marginal = Namun, penambahan input tidak selamanya menghasilkan penambahan output. Apabila sudah jenuh (melewati titik maksimum) maka pertambahan hasil akan semakin kecil (law of diminishing returns). Artinya setiap penambahan satu unit masukan akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin kecil dibanding unit tambahan masukan tersebut. Kemudian produk total (PT) adalah jumlah produk atau hasil yang diperoleh dalam proses produksi. Sedangkan produk rata-rata (PR) adalah perbandingan antara produk total dengan input produksi Konsep Efisiensi Efisiensi merupakan faktor penting dalam menentukan produksi. Menurut Soekartiwi (2002), efisiensi diartikan sebagai upaya penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Suatu hal dikatakan efisien jika dapat menghasilkan output lebih tinggi dengan penggunaan sejumlah input yang sama atau penggunaan input lebih rendah untuk menghasilkan sejumlah output tertentu. Soekartawi (2002) menjelaskan bahwa terdapat tiga konsep efisiensi yaitu efisiensi teknis (technical efficiency), efisiensi harga (price/allocative efficiency), dan efisiensi ekonomis (economic efficiency). Efisiensi teknis tercapai saat sejumlah faktor produksi yang ada menghasilkan output yang tinggi, sedangkan efisiensi harga terjadi saat keuntungan tinggi yang diperoleh dari suatu usahatani disebabkan oleh pengaruh harga. Kemudian, efisiensi ekonomis merupakan perbandingan antara hasil yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Efisiensi ekonomis terjadi jika peningkatan hasil dari usahatani diperoleh dengan menekan harga faktor produksi dan menjual hasil tersebut dengan harga yang tinggi. Y X Pengukuran efisiensi yang diajukan oleh Farrell (1957) diacu dalam Coelli et al. (1998) terdiri dari dua komponen: efisiensi teknis yang merefleksikan kemampuan perusahaan untuk mendapat output maksimum dari satu set input yang tersedia, dan alokatif efisiensi yang merefleksikan kemampuan dari perusahaan menggunakan input dalam proporsi yang optimal, sesuai dengan 30

47 harga masing-masingnya. Kedua ukuran efisiensi ini kemudian dikombinasikan akan menyediakan ukuran total efisiensi ekonomi. Ia juga menyarankan bahwa fungsi diestimasikan dari data sampel menggunakan non-parametric piece-wiselinear technology atau fungsi parametrik, seperti bentuk Cobb-Douglas. Efisiensi teknis atau inefisiensi teknis usahatani ke-i diduga dengan menggunakan persamaan yang dirumuskan oleh Coelli et al. (1998) sebagai berikut: TE i = = = exp(-u i ) dimana y i adalah produksi aktual dari pengamatan dan y i adalah produksi frontier yang diperoleh dari fungsi produksi frontier stochastic Konsep Fungsi Produksi Stochastic Frontier Pendekatan stochastic frontier merupakan salah satu metode yang digunakan untuk melihat efisiensi dari suatu usahatani. Coelli et al. (1998) menyatakan terdapat dua metode pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur efisiensi dari usahatani yaitu Stochastic Frontier dan Data Envelopment Analysis. Kedua metode tersebut dapat digunakan untuk mengukur perubahan teknis dan perubahan efisiensi jika panel data tersedia. Perbedaan antara kedua metode tersebut adalah pada stochastic frontier menggunakan metode parametrik yang berkaitan dengan pengukuran kesalahan acak dan menggunakan model ekonometrik sedangkan Data Envelopment Analysis menggunakan metode non parametrik dimana tidak mempertimbangkan adanya kesalahan acak dan menggunakan linier programming. Suliyanto (2005) mendefinisikan metode parametrik sebagai statistik inferensia yang membahas parameter-parameter populasi, digunakan jika data yang dianalisis berskala interval atau rasio dan distribusi datanya normal atau mendekati normal sedangkan metode non parametrik merupakan statistik inferensia yang tidak membahas parameter-parameter populasi, digunakan jika data yang dianalisis berskala nominal atau ordinal dan distribusi data populasinya tidak normal. Fungsi produksi terdiri dari dua konsep yaitu fungsi produksi batas (frontier production function) dan fungsi produksi rata-rata. Beberapa fungsi produksi yang sering digunakan dalam penelitian antara lain fungsi produksi Cobb-Douglas, 31

48 fungsi produksi linier berganda, dan fungsi produksi transendental. Fungsi produksi stochastic frontier merupakan fungsi produksi yang menggambarkan output maksimum yang dapat dihasilkan dalam suatu proses produksi. Karakteristik yang cukup penting dari model produksi frontier untuk mengestimasi efisiensi teknis adalah adanya pemisahan dampak dari goncangan/shok peubah eksogen terhadap output dengan kontribusi ragam/variasi dalam bentuk efisiensi teknis (Giannakas et al diacu dalam Prayoga 2010). Coelli et al. (1998) menyatakan bahwa fungsi produksi frontier adalah fungsi produksi yang menggambarkan output maksimum yang dapat dicapai dari setiap tingkat penggunaan input. Jadi apabila suatu usahatani berada pada titik di fungsi produksi frontier artinya usahatani tersebut efisiensi secara teknis. Coelli et al. (1998) mengemukakan fungsi stochastic frontier merupakan perluasan dari model asli deterministik untuk mengukur efek-efek yang tidak terduga (stochastic frontier) di dalam batas produksi. Dalam fungsi produksi ini ditambahkan random error, vi, ke dalam variabel acak non negatif (non-negative random variable), ui, seperti dinyatakan dalam persamaan seperti berikut: Y i = X i β + (V i - U i ) dimana i = 1,2,3.n dimana : Y it = produksi yang dihasilkan petani-i pada waktu-t X it = vektor masukan yang digunakan petani-i pada waktu-t β it = vektor parameter yang akan diestimasi V it = variabel acak yang berkaitan dengan faktor-faktor eksternal sebarannya simetris dan menyebar normal (V it N(o, σv 2 )) U it = variabel acak non negatif dan diasumsikan mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis serta berkaitan dengan faktor-faktor internal dan sebaran U it bersifat setengah normal (U it N(o, σv 2 ) Random error, vi, berguna untuk menghitung ukuran kesalahan dan faktor acak lainnya seperti cuaca, iklim, hama penyakit, bersama-sama dengan efek kombinasi dari variabel input yang tidak terdefinisi di fungsi produksi. Variabel vi merupakan variabel acak yang bebas dan secara identik terdistribusi normal (independent-identically distributed atau i.i.d) dengan rataan bernilai nol dan ragamnya konstan. Variabel ui diasumsikan i.i.d eksponensial atau variabel acak 32

49 setengah normal (half-normal variables). Variabel ui berfungsi untuk menangkap efek inefisiensi teknis. Model produksi frontier stochastic didasarkan pada model yang dikembangkan oleh Battese dan Coelli (1991) yaitu TE effect model. Model ini menetapkan efek inefisiensi teknis dalam model bentuk frontier stochastic yang diformulasikan sebagai berikut: µ i = δ 0 + Z i δ +W i µ i adalah salah satu kesalahan baku yang menyusun error term dalam model yang menggambarkan ketidakefisienan teknik suatu usahatani dan bernilai positif, sehingga semakin besar nilai µ i maka makin besar pula ketidakefisienan suatu usahatani, dimana Z i adalah variabel penjelas, δ adalah parameter skalar, dan W i adalah variabel acak. Spesifikasi asli mencakup fungsi produksi stochastic frontier dispesifikasi untuk data silang (cross-sectional data) yang mempunyai error term yang mempunyai dua komponen, satu disebabkan oleh random effects dan yang lain disebabkan oleh inefisiensi teknis. Data cross section merupakan data yang dikumpulkan dalam satu waktu tertentu pada beberapa objek untuk menggambarkan keadaan (Suliyanto 2005). Jumlah observasi terpilih yang dihilangkan secara alami, diberi nama pendekatan probabilistic frontier. Metode ini dikenal sebagai stochastic frontier approach. Dalam model stochastic frontier, output diasumsikan dibatasi dari atas oleh suatu fungsi produksi stokastik. Struktur dasar dari model stochastic production frontier dapat dilihat pada Gambar 2. 33

50 Frontir output (Yi*), exp (x i β + v i ). If v i > 0 Production function, Y = exp(xβ) Frontir output (Yj*), exp (x j β + v j ). If v j < 0 Gambar 2. Fungsi Produksi Stochastic Frontier Sumber: (Coelli, et. all. 1998) Frontier output (y i * ) merupakan hasil output batas (frontier) dari petani i yakni melampaui nilai dari fungsi produksi f(x β). Penyebabnya adalah aktivitas produksi yang dipengaruhi oleh kondisi menguntungkan, dimana variabel v i bernilai positif. Sebaliknya, Frontier output (y j * ) merupakan hasil output batas (frontier) dari petani j yakni berada di bawah fungsi produksi f(x β). Penyebabnya adalah aktivitas produksi yang dipengaruhi oleh kondisi tidak menguntungkan, dimana variabel v i bernilai negatif (Coelli et al.1998) Kerangka Pemikiran Operasional Menurut BPS (2012), laju pertumbuhan penduduk Indonesia setiap tahunnya meningkat sebesar 1,49 persen. Hal tersebut secara langsung menyebabkan terjadinya peningkatan pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Untuk itu, kondisi ketahanan pangan khususnya yang berkaitan dengan penyediaan pangan bagi manusia sangat penting untuk diperhatikan. Salah satu solusi dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan adalah diversifikasi pangan. Namun, masyarakat saat ini belum memahami benar penganekaragaman pangan 34

51 berbasis potensi lokal. Hal ini dibuktikan dengan tingkat konsumsi pangan ideal untuk padi-padian masih melebihi kondisi ideal. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dalam Renstra tahun menetapkan tujuh komoditas yang menjadi unggulan nasional, salah satunya adalah ubi jalar dimana produksinya selama periode mengalami pertumbuhan positif. Ubi jalar berpotensi dikembangkan untuk mendukung program penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal. Potensi tersebut antara lain partisipasi masyarakat dalam mengkonsumsi ubi jalar tinggi, pertumbuhan produksi dan produktivitas ubi jalar di Indonesia pada tahun 2011 terhadap 2010 bernilai positif, dan ubi jalar berpotensi menjadi komoditi ekspor Indonesia. Salah satu daerah penghasil ubi jalar terbesar di Kabupaten Bogor adalah Desa Cikarawang. Beberapa permasalahan yang terjadi dalam usahatani ubi jalar antara lain belum diterapkannya teknik budidaya dan penggunaan faktor produksi yang sesuai dengan teori dan anjuran, sehingga tingkat efisiensi teknis petani diduga belum optimal. Mengingat ubi jalar merupakan salah satu komoditas unggulan nasional yang dapat meningkatkan ketahanan pangan maka diperlukan pencapaian efisiensi teknis agar menghasilkan output yang optimal. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi ubi jalar. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi ubi jalar antara lain luas lahan, jarak tanam, tenaga kerja, penggunaan pupuk kandang, pupuk N, pupuk P, dan jumlah pestisida. Kemudian akan dilihat nilai efisiensi teknis tiap individu petani dan serta faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis individu petani. Faktor yang diduga mempengaruhi inefisiensi teknis antara lain usia petani, tingkat pendidikan formal, pengalaman, keikutsertaan dalam kelompok tani, varietas yang ditanam, status petani dalam rumah tangga, status usahatani, status kepemilikan lahan, dan pola tanam. Adapun bagan kerangka pemikiran operasional disajikan pada Gambar 3. Berdasarkan referensi yang ada maka penelitian ini menggunakan fungsi produksi stochastic frontier yang diestimasi menggunakan Maximum Likelihood Estimation (MLE) untuk mengidentifikasi faktor produksi yang mempengaruhi 35

52 efisiensi teknis, melihat efisiensi teknis usahatani dari sisi input, dan efek inefisiensi yang berkaitan. Selain itu, fungsi produksi stochastic frontier digunakan karena sederhana, dan dapat dibuat dalam bentuk linier. Variabel yang akan digunakan pada penelitian ini untuk menduga produksi ubi jalar luas lahan, jarak tanam, tenaga kerja, penggunaan pupuk kandang, pupuk N, pupuk P, dan jumlah pestisida. Sedangkan variabel yang akan digunakan untuk menduga inefisiensi teknis ubi jalar adalah usia petani, tingkat pendidikan formal, pengalaman, keikutsertaan dalam kelompok tani, varietas yang ditanam, status petani dalam rumah tangga, status usahatani, status kepemilikan lahan, dan pola tanam. 36

53 Usahatani Ubi Jalar 1. Berpotensi menjadi komoditas pendukung program diversifikasi pangan berbasis potensi lokal 2. Ubi jalar termasuk 7 komoditas unggulan nasional 3. Produktivitas masih di bawah produktivitas nasional 4. Tingkat efisiensi teknis petani diduga belum optimal Perlu Informasi Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Usahatani 1. Budidaya: pembibitan-panen 2. Penggunaan Sarana Produksi Penerimaan Biaya Pendapatan Usahatani 1. Pendapatan Besih Usahatani 2. R/C rasio atas Biaya Tunai dan R/C rasio atas Biaya Total Rekomendasi Usahatani yang Efisien secara Teknis dan Memberikan Keuntungan Maksimum bagi Petani Stochastic Production Frontier 1.Faktor-faktor yang mempengaruhi Produksi: luas lahan, jarak tanam, tenaga kerja, jumlah pupuk kandang, pupuk N, pupuk P, dan pestisida. 2.Faktor-faktor yang mempengaruhi Efisiensi dan Inefisiensi Teknis: usia petani, tingkat pendidikan formal, pengalaman, keikutsertaan dalam kelompok tani, varietas yang ditanam, status petani dalam rumah tangga, status usahatani, status kepemilikan lahan, dan pola tanam. P r o d u k s i Efisiensi Teknis Usahatani Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional 37

54 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive). Alasan pemilihan Kabupaten Bogor dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Bogor merupakan sentra produksi ketiga ubi jalar di Jawa Barat (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat, 2011). Pemilihan Desa Cikarawang sebagai lokasi penelitian karena sebagian besar masyarakat di desa tersebut merupakan petani ubi jalar. Sedangkan pemilihan dusun lokasi penelitian dilakukan secara acak (random sampling) dari tiga dusun yang berada di Desa Cikarawang terpilih dua dusun yaitu Dusun Carang Pulang dan Dusun Cangkrang. Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan Maret-April Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden yakni petani ubi jalar di dusun Carang Pulang dan Cangkrang di Desa Cikarawang. Wawancara dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan dalam bentuk kuesioner. Data primer yang dikumpulkan adalah karakteristik responden dan karakteristik usahatani. Karakteristik responden yang dikumpulkan seperti nama, usia, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, keikutsertaan dalam kelompok tani, dan sebagainya. Data tersebut digunakan untuk memberikan gambaran umum tentang kondisi petani ubi jalar di Desa Cikarawang. Adapun karakteristik usahatani ubi jalar digunakan untuk menganalisis efisiensi teknis penggunaan faktor produksi dan pendapatan usahatani. Karakteristik usahatani ubi jalar meliputi luas lahan yang ditanami ubi jalar, input-input produksi yang digunakan, serta produksi ubi jalar selama satu musim tanam pada akhir tahun Data sekunder yang berhubungan dengan luas panen, produktivitas, produksi ubi jalar, dan hal lainnya diperoleh melalui buku, jurnal, skripsi, tesis, internet, instansi pemerintah terkait seperti Biro Pusat Statistik (BPS), BP3K Kabupaten Bogor, Badan Ketahanan Pangan (BKP), dan Pemerintah Desa Cikarawang. 38

55 4.3. Metode Pengambilan Contoh Petani dalam penelitian adalah petani yang menanam ubi jalar pada musim tanam akhir tahun Populasi penelitian ini adalah petani ubi jalar di dusun Carang Pulang dan Cangkrang di Desa Cikarawang. Dari tiga kelompok tani yang terdapat di dua dusun tersebut, diketahui jumlah anggota kelompok tani sebanyak 85 orang. Metode pengambilan contoh menggunakan cluster sampling, dimana sample diambil dari masing-masing dusun terpilih. Jumlah responden yang digunakan dalam penelitian sebanyak 35 orang petani ubi jalar. Jumlah tersebut dipilih secara sengaja (purposive) dengan cara mendatangi ketua kelompok tani yang ada di setiap dusun (3 orang), kemudian ketua poktan memilih masingmasing anggotanya dengan pertimbangan anggota yang dipilih merupakan petani yang menanam ubi jalar saat itu dan bersedia untuk diwawacarai sehingga didapatkan sebanyak 43 persen berasal dari kelompok tani Hurip, 31 persen dari kelompok tani Setia, dan 26 persen dari kelompok wanita tani Melati. Jumlah responden tersebut dipilih dengan pertimbangan adanya keterbatasan waktu dan dana dalam penelitian ini. Selain itu, kondisi lapang di lokasi penelitian relatif homogen artinya petani ubi jalar di Desa Cikarawang menanam ubi pada waktu yang bersamaan yaitu pada akhir tahun 2011 dan jenis input produksi yang digunakan pun relatif sama sehingga jumlah responden sebanyak 35 orang dianggap sudah cukup mewakili keragaman populasi yang ada. Gay dan Diehl (1992) diacu dalam Rahayu (2005) pun menyatakan bahwa apabila penelitian bersifat korelasional (hubungan), jumlah sampel minimal sebanyak 30 subjek Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data dilakukan secara deskriptif baik analisis kualitatif maupun kuantitatif berdasarkan data primer dan sekunder hasil penelitian. Analisis data secara kualitatif digunakan untuk mengetahui keragaan usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang. Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi ubi jalar dan efisiensi produksi di Desa Cikarawang. Data yang diperoleh, sebelumnya akan mengalami proses pengeditan kemudian pengolahan dan selanjutnya dianalisis. Pengolahan data secara 39

56 kuantitatif dilakukan dengan menggunakan alat bantu kalkulator dan komputer (Microsoft Excel, Minitab 14, dan Frontier 4.1) Analisis Efisiensi dengan Fungsi Produksi Stochastic Frontier Alat analisis yang digunakan untuk menganalisis data adalah fungsi produksi stochastic frontier Cobb Douglas dan Linier Berganda. Fungsi produksi tersebut digunakan untuk menganalisis efisiensi teknis usahatani dari sisi input/faktor produksi yang digunakan dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi efisiensi teknis. Berdasarkan penelitian terdahulu, faktor-faktor produksi yang akan digunakan adalah luas lahan, jarak tanam, tenaga kerja, pupuk kandang, pupuk urea, pupuk cair, pupuk KCl, pupuk TSP, pupuk phonska, pupuk NPK, dan pestisida. Namun, variabel-variabel tersebut disesuaikan dengan kondisi di lapang sehingga variabel pupuk urea, pupuk cair, pupuk KCl, pupuk TSP, dan pupuk NPK dihilangkan karena data yang diperoleh sedikit sehingga kurang merepresentasikan keragaman populais. Untuk itu, variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah luas lahan, jarak tanam, tenaga kerja, pupuk kandang, pupuk N, pupuk P, dan pestisida. Peubah-peubah independen tersebut dimasukkan ke dalam persamaan sehingga model persamaan penduga fungsi produksi stochastic frontier Cobb Douglas dapat ditulis sebagai berikut: Ln Y = βo + β 1 LnX 1 + β 2 LnX 2 + β 3 LnX 3 + β 4 LnX 4 + β 5 LnX 5 + β 6 LnX 6 + β 7 LnX 7 + V i - U i dimana: Y = output (ubi jalar) dalam satuan ton X 1 = luas lahan dalam satuan Ha X 2 = jarak tanam dalam barisan satuan cm X 3 = jumlah tenaga kerja dalam satuan HOK X 4 = pupuk kandang dalam satuan kg X 5 = pupuk N dalam satuan kg X 6 = pupuk P dalam satuan kg X 7 = pestisida dalam satuan ml V i -U i = error term (µi = efek inefisiensi teknis dalam model) 40

57 Nilai koefisien yang diharapkan adalah : β 1, β 2, β 3, β 4, β 5, β 6, β 7 > 0. Nilai koefisien positif berarti dengan meningkatnya faktor produksi (input) diharapkan akan meningkatkan produksi ubi jalar. Salah satu alasan pokok mengapa fungsi Cobb-Douglas lebih banyak digunakan oleh para peneliti karena hasil pendugaan garis melalui fungsi produksi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan besaran elastisitas dimana besaran elastisitas tersebut menunjukkan tingkat besaran skala usaha (return to scale) (Soekartawi 2002). Saat β j < 1 artinya proporsi penambahan input produksi akan menghasilkan tambahan produksi dengan proporsi lebih rendah (decreasing return to scale), saat β j = 1 artinya proporsi penambahan input produksi sama dengan proporsi tambahan produksi (constant return to scale), sedangkan saat β j > 1 artinya proporsi penambahan input produksi akan menghasilkan tambahan produksi dengan proporsi lebih besar (increasing return to scale). Soekartawi (2002) menyatakan nilai β j harus positif dan lebih kecil dari satu. Ini artinya penggunaan fungsi Cobb-Douglas dalam keadaan hukum kenaikan yang semakin berkurang (law of diminishing returns) untuk setiap input j, sehingga setiap penambahan input produksi dapat menghasilkan tambahan produksi yang lebih besar. Pada fungsi produksi stochastic frontier linier berganda, nilai koefisien pada setiap variabelnya tidak menunjukkan elastisitas variabel tersebut. Untuk itu, elastisitas variabel dapat diperoleh dari perhitungan sebagai berikut (Soekartawi 2002): e p =. dimana adalah PM (produk marginal). Untuk itu, besarnya elastisitas tergantung dari besar kecilnya nilai PM suatu variabel input. Analisis efisiensi teknis atau inefisiensi teknis usahatani ke-i diduga dengan menggunakan persamaan yang dirumuskan oleh Coelli et al. (1998) sebagai berikut: TE i = = = exp(-u i ) dimana TE adalah efisiensi teknis petani ke-i, y i adalah produksi aktual dari pengamatan, y i adalah produksi frontier yang diperoleh dari fungsi produksi 41

58 frontier stochastic dan exp (-µi) adalah nilai harapan (mean) dari µi, jadi 0 TEi 1. TE effect model pun menetapkan efek inefisiensi teknis dalam model bentuk stochastic frontier yang diformulasikan sebagai berikut: µ i = δ 0 + Z ij δ j +W i µ i adalah salah satu kesalahan baku yang menyusun error term dalam model yang menggambarkan ketidakefisienan teknik suatu usahatani dan bernilai positif, sehingga semakin besar nilai µ i maka makin besar pula ketidakefisienan suatu usahatani. Untuk menentukan nilai efek inefisiensi teknis (µ i ) pada penelitian ini digunakan rumus sebagai berikut: µ i = δ 0 + Z 1 δ 1 + Z 2 δ 2 + Z 3 δ 3 + Z 4 δ 4 + Z 5 δ 5 + Z 6 δ 6 + Z 7 δ 7 + Z 8 δ 8 + Z 9 δ 9 + W i dimana: µ i = output (ubi jalar) dalam satuan ton Z 1 = usia petani dalam satuan tahun Z 2 = tingkat pendidikan dalam satuan tahun Z 3 = pengalaman dalam satuan tahun Z 4 = dummy keikutsertaan dalam kelompok tani Z 5 = dummy varietas yang ditanam Z 6 = dummy status dalam rumah tangga Z 7 = dummy status usahatani Z 8 = dummy status kepemilikan lahan Z 9 = dummy pola tanam Seluruh parameter baik dalam fungsi produksi stochastic frontier dan efek inefisiensi secara simultan diperoleh melalui program Frontier 4.1. Pengujian parameter dan efek inefisiensi teknis dilakukan dengan menggunakan parameter pendugaan Maximum Likelihood (MLE) pada tingkat kepercayaan 5 % Uji Hipotesis Sebagai jawaban awal dari analisis di atas dilakukan uji hipotesis berikut : Hipotesis: H 0 : γ = 0 42

59 H 1 : γ > 0 Hipotesis nol menyatakan bahwa efek inefisiensi teknis tidak ada dalam model fungsi produksi. Jika hipotesis ini diterima, maka model fungsi produksi rata rata sudah cukup mewakili data empiris. Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi Square. LR = -2{ln[L(H 0 )/L(H 1 )]} = -2{ln[L(H 0 )]-ln[l(h 1 )]} dimana L(H0) dan L(H1) adalah nilai dari fungsi likelihood dibawah hipotesis H 0 dan H 1. Kriteria Uji : LR galat satu sisi > 2 restriksi (tabel Kodde dan Palm) tolak H 0 LR galat satu sisi < 2 restriksi (tabel Kodde dan Palm) terima H 0 Tabel Chi Square Kodde dan Palm adalah tabel upper and lower bound dari nilai kritis untuk uji persamaan dan tidak persamaan restriksi. Hipotesis kedua : H0 : δ 1 = 0 H1 : δ 1 0 Hipotesis nol artinya koefisien dari masing masing variabel di dalam model efek inefisiensi sama dengan nol. Jika hipotesis ini diterima maka masing masing variabel penjelas di dalam model efek inefisiensi tidak memiliki pengaruh sama sekali terhadap tingkat inefisiensi di dalam proses produksi. Uji statistik yang digunakan adalah : Kriteria uji: dimana: t-hitung = δ i 0 S (δ i ) t-tabel = t ( /2, n-k) t-hitung > t-tabel ( /2, n-k) : tolak Ho t-hitung < t-tabel ( /2, n-k) : terima Ho k = jumlah variabel bebas n = jumlah pengamatan/responden S(δ i ) = simpangan baku koefisien efek inefisiensi 43

60 Analisis Pendapatan Usahatani Pendapatan suatu usahatani dipengaruhi oleh sejauh mana efisiensi yang telah dilakukan oleh seorang petani. Efisiensi sendiri erat kaitannya dengan input produksi yang digunakan. Salah satu input produksi yang digunakan adalah lahan. Efisiensi dipengaruhi oleh skala usaha (lahan), dimana semakin luas skala usaha diduga akan lebih efisien dan dapat meningkatkan pendapatan petani. Dinas Pertanian mengelompokan luas lahan menjadi tiga bagian yaitu < 0,5 Ha (petani gurem), 0,5-1 Ha, dan > 1 Ha. Dikarenakan di daerah penelitian tidak terdapat responden dengan luas lahan usahatani ubi jalar > 1 Ha sehingga pengelompokan 0,5-1 Ha disingkat menjadi > 0,5 Ha. Oleh karena itu, analisis pendapatan usahatani yang dilakukan dalam penelitian membandingkan petani responden berdasarkan luas lahan garapan petani yakni luas lahan kurang dari 0,5 Ha (petani gurem) dan lebih dari 0,5 Ha. Analisis pendapatan usahatani digunakan untuk mengukur keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk membandingkan penampilan beberapa usahatani. Hal tersebut dilakukan dengan mencatat seluruh penerimaan total dan pengeluaran/biaya total selama satu musim tanam. Pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan biaya total. Secara sistematis rumus penerimaan dituliskan sebagai berikut: TR tunai = P y x Y tunai TR diperhitungkan = P y x Y diperhitungkan TR total = TR tunai + TR diperhitungkan dimana: P y = harga output (Rp/kg) Y tunai = jumlah output yang dijual oleh petani (kg) Y diperhitungkan = jumlah output yang dikonsumsi oleh petani baik untuk dimakan maupun digunakan sebagai bibit (kg) TR tunai = total penerimaan tunai usahatani (Rp) TR diperhitungkan = total penerimaan diperhitungkan usahatani (Rp) TR total = total penerimaan tunai usahatani (Rp) sedangkan rumus biaya total dituliskan sebagai berikut: TC = Biaya Tunai + Biaya Diperhitungkan 44

61 dimana: Biaya Tunai = pengeluaran berupa uang tunai yang dikeluarkan secara langsung oleh petani (Rp) Biaya Diperhitungkan = pengeluaran petani berupa faktor produksi tanpa mengeluarkan uang tunai (Rp) TC = total biaya usahatani (Rp) Dalam penelitian ini, komponen penyusutan dihitung dengan metode garis lurus dengan rumus sebagai berikut: Penyusutan/tahun = Biaya Nilai sisa Umur Ekonomis Sementara pendapatan usahatani dapat dinyatakan dalam persamaan matematika sebagai berikut: tunai = TR tunai Biaya Tunai total = TR total TC dimana: = pendapatan (Rp) Selain itu, analisis pendapatan usahatani dapat dilakukan dengan analisis R/C rasio yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar penerimaan yang dihasilkan dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Suatu usahatani dikatakan menguntungkan apabila R/C rasio lebih besar dari satu. Sebaliknya, apabila R/C rasio lebih kecil dari satu maka usahatani tersebut tidak menguntungkan. Semakin besar nilai R/C rasio maka usahatani tersebut semakin menguntungkan. Perhitungan R/C dirumuskan sebagai berikut: Rasio R/C atas biaya tunai = Total penerimaan (Rp) = Py x Y Total biaya tunai (Rp) biaya tunai Rasio R/C atas biaya total = Total penerimaan(rp) = Py x Y Total biaya (Rp) TC Definisi Operasional Variabel yang diamati dalam penelitian ini merupakan dta dan informasi usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang. Variabel-variabel tersebut terlebih dahulu 45

62 didefinisikan untuk mempermudah pengumpulan data yang mengacu pada konsep di bawah ini: 1. Produksi ubi jalar (Y) adalah ubi jalar yang dihasilkan pada akhir musim tanam tahun Satuan pengukuran yang digunakan adalah ton. 2. Luas lahan (X 1 ) adalah luas lahan yang digunakan dalam usahatani ubi jalar. Satuan pengukuran yang digunakan adalah hektar (Ha). 3. Jarak tanam (X 2 ) adalah jarak tanam dalam baris guludan yang digunakan petani untuk menanam stek ubi jalar selama satu kali musim tanam. Satuan pengukuran yang digunakan adalah centimeter (cm). 4. Tenaga kerja (X 3 ) adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani ubi jalar baik tenaga kerja dalam keluarga maupun luar keluarga. Kegiatan usahatani yang dimaksud adalah dalam proses produksi mulai dari persiapan lahan sampai pasca panen selama satu musim tanam ubi jalar. Satuan pengukuran yang digunakan adalah hari orang kerja (HOK). 5. Pupuk kandang (X 4 ) adalah jumlah pupuk kandang yang digunakan petani untuk menanam ubi jalar selama satu kali musim tanam. Satuan pengukuran yang digunakan adalah kilogram (kg). 6. Pupuk N (X 5 ) adalah jumlah pupuk urea yang digunakan petani untuk menanam ubi jalar selama satu kali musim tanam. Satuan pengukuran yang digunakan adalah kilogram (kg). Kandungan N pada pupuk urea mencapai 46 % (Suratiyah 2009). Untuk itu, jumlah pupuk N dalam penelitian ini diperoleh dari hasil konversi pupuk urea yang digunakan petani yaitu 46 % dari jumlah pupuk urea. 7. Pupuk P (X 6 ) adalah jumlah pupuk phonska yang digunakan petani untuk menanam ubi jalar selama satu kali musim tanam. Satuan pengukuran yang digunakan adalah kilogram (kg). Pupuk P diperoleh dari hasil konversi pupuk phonska yang digunakan petani yaitu 18 % dari jumlah pupuk urea. Hal ini didasarkan bahwa SP-18 yang digunakan oleh petani. 8. Pestisida (X 7 ) adalah jumlah pestisida yang digunakan petani untuk menanam ubi jalar selama satu kali musim tanam. Satuan pengukuran yang digunakan ml. 46

63 9. Usia petani (Z 1 ) adalah usia petani yang mengusahakan usahatani ubi jalar. Satuan pengukuran yang digunakan adalah tahun. Semakin tua usia petani diduga akan menurunkan tingkat inefisiensi karena semakin tua petani menunjukkan semakin tinggi pengalamannya. 10.Tingkat pendidikan petani (Z 2 ) adalah lamanya pendidikan formal yang pernah diperoleh petani. Satuan pengukuran yang digunakan adalah tahun. Semakin lama tingkat pendidikan formal petani, diduga berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis. 11.Pengalaman petani (Z 3 ) adalah lamanya petani dalam mengusahakan usahatani ubi jalar. Satuan pengukuran yang digunakan adalah tahun. Semakin lama pengalaman petani dalam berusahatani maka akan berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis. 12.Keikutsertaan dalam kelompok tani (Z 4 ) diukur dalam bentuk dummy. Keikutsertaan dalam kelompok tani diduga akan berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis karena dengan ikut dalam kegiatan kelompok tani maka pengetahuan petani akan bertambah. Nilai 1 untuk kondisi bergabung dengan poktan dan nilai 0 untuk kondisi tidak bergabung dengan poktan. 13.Varietas yang ditanam (Z 5 ) diukur dalam bentuk dummy. Dummy varietas yang ditanam diduga akan berpegaruh negatif terhadap inefisiensi teknis jika varietas yang digunakan memang varietas yang unggul. Nilai 1 untuk varietas AC dan nilai 0 untuk varietas lainnya. 14.Status dalam rumah tangga (Z 6 ) diukur dalam bentuk dummy. Dummy status dalam rumah tangga diduga mempengaruhi petani dalam mengolah lahan. Nilai 1 untuk kepala keluarga dan nilai 0 untuk ibu rumah tangga. 15.Status usahatani (Z 7 ) diukur dalam bentuk dummy. Dummy status usahatani diduga berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis usahatani karena tingkat keseriusan petani dalam menggarap usahataninya. Nilai 1 untuk usahatani sebagai pekerjaan utama dan nilai 0 untuk usahatani sebagai sampingan. 16.Status kepemilikan lahan (Z 8 ) diukur dalam bentuk dummy. Dummy status kepemilikan lahan diduga berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis. Nilai 1 untuk petani pemilik dan nilai 0 untuk petani penggarap. 47

64 17.Pola tanam (Z 9 ) diukur dalam bentuk dummy. Dummy pola tanam diduga berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis. Nilai 1 untuk pola tanam tumpang sari dan nilai 0 untuk pola tanam monokultur. 48

65 V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Kondisi Geografis Desa Cikarawang adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Dramaga. Luas wilayah desa ini sebesar 226,56 Ha. Dilihat dari topografi dan kontur tanah Desa Cikarawang secara umum berupa dataran dan persawahan dengan ketinggian 193 m di atas permukaan laut. Kondisi suhu rata-rata harian 25 0 C-30 0 C. Desa Cikarawang terdiri dari tiga dusun, tujuh RW, dan 32 RT. Letak Desa Cikarawang ditunjukkan pada Gambar 4 di bawah ini. Gambar 4. Peta Desa Cikarawang Secara administratif, Desa Cikarawang berbatasan dengan: - Sungai Cisadane di sebelah Utara - Kelurahan Situ Gede Kecamatan Bogor Barat di sebelah Timur - Sungai Ciapus di sebelah Selatan - Sungai Ciapus dan Sungai Cisadane di sebelah Barat Luas wilayah Desa Cikarawang adalah 214,06 Ha dengan luasan terbesar adalah sawah yakni 128,109 Ha (59,84 persen), pemukiman dan pekarangan sebesar 41,465 Ha (19,37 persen), ladang sebesar 35,226 Ha (16,45 persen). Luas 49

66 lahan lainnya adalah sarana umum seluas 9,26 Ha (4,32 persen), seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5 di bawah ini. Tabel 5. Luas Wilayah Menurut Tata Guna Lahan Desa Cikarawang Tahun 2009 Tata guna lahan Luas (Ha) Pemukiman dan pekarangan 41,465 Sawah 128,109 Ladang 35,226 Jalan 7,5 Pemakaman 0,6 Perkantoran 0,16 Bangunan pendidikan 0,6 Bangunan peribadatan 0,4 Sumber: Potensi Desa Cikarawang Keadaan Sosial Ekonomi Jumlah penduduk Desa Cikarawang adalah sebanyak orang dengan jumlah penduduk perempuan sebanyak orang dan laki-laki sebanyak orang. Jumlah penduduk paling banyak adalah pada sebaran umur antara tahun yaitu sebanyak orang (73,98 persen), seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6 di bawah ini. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Desa Cikarawang berada pada usia produktif. Tabel 6. Sebaran Jumlah dan Persentase Penduduk Berdasarkan Umur di Desa Cikarawang tahun 2009 Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) < , < , < , , ,99 > ,50 Jumlah Sumber: Potensi Desa Cikarawang 2009 Jumlah penduduk di Desa Cikarawang mayoritas bermata pencaharian sebagai buruh swasta sebesar 42,64 persen dan sebesar 17,62 persen berprofesi di sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa luas persawahan yang besar di desa tersebut belum dimanfaatkan dengan optimal oleh masyarakat setempat atau hanya dijadikan sebagai pekerjaan sampingan. Selain menggantungkan hidupnya sebagai buruh swasta, penduduk di Desa Cikarawang juga menggantungkan hidup 50

67 pada sektor pertanian. Tabel 7. Sebaran Jumlah dan Persentase Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Penduduk di Desa Cikarawang tahun 2009 Sektor Jumlah (orang) Persentase (%) Pertanian ,62 Peternakan 3 0,17 Perikanan 2 0,11 Perkebunan 25 1,42 Perdagangan 31 1,76 Industri rumah tangga 12 0,68 Bidan 3 0,17 Buruh tani ,79 Buruh swasta ,64 PNS ,23 Montir 3 0,17 Pensiunan ,22 Sumber: Potensi Desa Cikarawang 2009 Berdasarkan tingkat pendidikannya (Tabel 8), jumlah penduduk di Desa Cikarawang sebesar 29,55 persen telah menamatkan pendidikannya pada tingkat SMA dan tidak ada penduduk yang buta huruf. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk di Desa Cikarawang sudah menguasai baca tulis. Tabel 8. Sebaran Jumlah dan Persentase Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Cikarawang tahun 2009 Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) Tidak tamat SD ,14 SD ,57 SMP ,57 SMA ,55 D1 48 1,32 D2 15 0,41 D3 52 1,43 Sumber: Potensi Desa Cikarawang Karakteristik Responden Karakteristik responden yang akan dijelaskan meliputi jenis pekerjaan sampingan, usia petani, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, keikutsertaan dalam kelompok tani, luas lahan garapan, kepemilikan lahan, dan jumlah tanggungan keluarga. Karakteristik petani tersebut akan memengaruhi keputusan petani dalam melakukan usahatani ubi jalar. 51

68 Jenis pekerjaan sampingan yang dimaksudkan adalah jenis pekerjaan yang dilakukan oleh responden selain bertani ubi jalar. Dari 35 responden, sebanyak 22 orang menganggap berusahatani ubi jalar sebagai pekerjaan utama. Selain itu, responden tersebut juga memiliki pekerjaan sampingan. Adapun pekerjaan sampingan responden tersebut antara lain berternak, buruh tani, bertani hortikultura, dan ibu rumah tangga seperti yang dijelaskan pada Tabel 9. Tabel 9. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Sampingan Pekerjaan Sampingan Jumlah (orang) Persentase (%) berternak 9 25,71 buruh tani 6 17,14 bertani hortikultura 3 8,57 Ibu rumah tangga 4 11,43 Tidak ada pekerjaan sampingan 13 37,14 Jumlah Tabel 9 memperlihatkan bahwa mayoritas reponden yaitu 25,71 persen bekerja sampingan sebagai peternak dan sebanyak 37,14 persen tidak memiliki pekerjaan sampingan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat di daerah penelitian menggantungkan diri pada bertani ubi jalar. Alasan responden memiliki pekerjaan sampingan sebagai peternak adalah agar memudahkan responden untuk memeroleh pupuk kandang yang berasal dari kotoran hewan ternak dimana pupuk kandang tersebut digunakan dalam usahatani ubi jalar. Selain itu, petani juga bisa mendapatkan penghasilan tambahan dari hasil penjualan ternak. Sedangkan responden yang bekerja pula sebagai buruh tani adalah petani yang mencari tambahan penghasilan selain dari menggarap lahannya sendiri. Berdasarkan data responden, petani yang menjadi responden berusia antara tahun. Tabel 10 menunjukkan petani responden didominasi oleh petani dengan usia tahun. Sebagian besar petani responden yakni 82,75 persen memang masih berada dalam usia produktif (< 66 tahun). Usia produktif artinya orang tersebut telah siap dan bisa bekerja. Namun juga terlihat bahwa minat usia muda untuk bertani sangat rendah. 52

69 Tabel 10. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Usia Petani Usia Petani (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) , , , ,86 > ,15 Jumlah Pada Tabel 11 menunjukkan tingkat pendidikan formal petani responden dari tingkat pendidikan terakhir yang pernah dijalani. Tabel tersebut menunjukkan sebesar 91,43 persen dari petani responden telah mengenyam pendidikan. Responden terbesar adalah responden berpendidikan Sekolah Dasar (SD) yaitu sebesar 48,57 persen. Ini menunjukkan bahwa untuk bertani ubi jalar tidak diperlukan tingkat pendidikan tinggi dalam budidaya ubi jalar. Namun, diduga tingkat pendidikan formal petani akan memengaruhi peningkatan produksi ubi jalar. Hal tersebut dikarenakan semakin tinggi pendidikan petani responden maka adaptasi penyerapan teknologi akan lebih mudah. Tabel 11. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) Tidak bersekolah 3 8,57 Tidak tamat SD 3 8,57 SD 17 48,57 SMP 3 8,57 SMA 8 22,86 Sarjana 1 2,86 Jumlah Pengalaman berusahatani responden diduga memengaruhi tingkat produksi usahatani ubi jalar. Diduga bahwa semakin lama pengalaman berusahatani petani maka kemampuan dalam pengelolaan usahatani akan semakin baik. Sebesar 68,57 persen dari 35 responden yang ada, pengalaman berusahatani responden berada pada kurun waktu > 15 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar telah lama responden lakukan sejak dahulu dan hanya sebagian kecil saja yang 53

70 baru memulainya. Ini membuktikan bahwa petani responden telah memiliki pengetahuan budidaya ubi jalar yang besar. Tabel 12. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Berusahatani Pengalaman Berusahatani (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) < 5 1 2, ,57 > ,57 Jumlah Keikutsertaan dalam kelompok tani diduga akan memengaruhi produksi usahatani. Hal ini dikarenakan keikutsertaan petani dalam kelompok tani memungkinkan petani untuk dapat mengikuti pelatihan serta penyuluhan terkait usahatani. Selain itu juga dapat mempermudah pemerolehan input produksi baik dalam hal jumlah maupun harga. Adapun data keikutsertaan petani dalam kelompok tani ditampilkan pada Tabel 13. Tabel 13. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Keikutsertaan dalam Kelompok Tani Keikutsertaan dalam Jumlah (orang) Persentase (%) Kelompok Tani Hurip 11 31,43 Setia 8 22,86 KWT 10 28,57 Tidak Ikut 6 17,14 Jumlah Sebagian besar petani responden yaitu 80 persen sudah tergabung dalam kelompok tani dan hanya sebesar 17,14 persen saja yang belum tergabung dalam kelompok tani. Alasan tidak bergabungnya petani dalam kelompok tani karena petani merasa tidak memiliki waktu lebih untuk mengikuti kegiatan yang diadakan oleh kelompok tani. Selain itu, petani pun sudah merasa mampu untuk memenuhi kebutuhan input produksi ataupun bertani ubi jalar sendiri. Berdasarkan data di lapangan, sebaran luas lahan garapan petani responden dijelaskan oleh Tabel 14. Diketahui rata-rata luas lahan yang digarap oleh petani responden kurang dari 0,5 hektar atau dikatakan sebagai petani gurem. Hanya 11,43 persen saja yang 54

71 luas lahannya berada pada rentang 0,5-1 hektar. Diduga semakin luas lahan maka produksinya pun akan semakin tinggi. Tabel 14. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Garapan Luas Lahan (Ha) Jumlah (orang) Persentase (%) < 0, ,57 0, ,43 > Jumlah Berdasarkan status kepemilikan lahan, terdapat tiga tipe kepemilikan lahan yaitu lahan milik sendiri, bagi hasil, dan gadai. Petani dengan kepemilikan lahan bagi hasil artinya menggarap lahan orang lain dan hasil penjualan ubi nantinya dibagi dua dengan perbandingan 2:1 dengan pemilik lahan. Lahan gadai artinya petani menggarap lahan milik orang lain yang digadaikan kepadanya hingga pemilik lahan dapat mengembalikan uang yang dipinjamnya kepada petani. Tabel 15. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Kepemilikan Lahan Kepemilikan Lahan Jumlah (orang) Persentase (%) Pribadi 22 62,86 Bagi hasil 9 25,71 Gadai 4 11,43 Jumlah Sebanyak 22 orang petani responden (62,86 persen) memiliki sendiri lahan pertaniannya, dan sebesar 25,71 persen merupakan lahan bagi hasil serta lahan gadai sebesar 11,43 persen. Jumlah tanggungan keluarga yang dimiliki responden cukup bervariasi antara 1-7 orang. Persentase terbesar jumlah tanggungan keluarga sebesar 62,86 persen petani responden dengan jumlah 3-5 orang dan hanya sebagian kecil saja yakni 14,29 persen yang memiliki tanggungan keluarga lebih dari 5 orang. Se- lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah (orang) Persentase (%) < , ,86 55

72 > ,29 Jumlah Sebelum dilakukan analisis pendapatan dan efisiensi teknis usahatani ubi jalar, terlebih dahulu akan dijelaskan sistem agribisnis ubi jalar di Desa Cikarawang. Sistem agribisnis ubi jalar di Desa Cikarawang ini digunakan sebagai landasan untuk menganalisis pendapatan dan efisiensi teknis usahatani ubi jalar. Sistem agribisnis merupakan suatu kegiatan yang terintegrasi dari hulu hingga hilir dimulai dari subsistem pengadaan sarana produksi, subsistem produksi, subsistem pasca panen, subsistem pemasaran, dan subsistem pendukung Sistem Agribisnis Ubi Jalar Di Desa Cikarawang Subsistem Pengadaan Sarana Produksi a. Sumber-sumber Perolehan Sarana Produksi Sarana produksi pertanian diperoleh petani ubi di daerah penelitian dengan sistem pembelian di toko pertanian setempat ataupun pemberian dari kelompok tani dan petani lain. Subsistem ini meliputi penyediaan bibit, pupuk, pestisida, dan sarana produksi pertanian lainnya untuk menunjang kegiatan produksi pada subsistem onfarm ubi. Penyediaan bibit ubi didapatkan dengan cara pengipukan ubi, stek hasil produksi sebelumnya, atau hasil produksi petani lain. Petani yang bergabung dalam kelompok tani dapat memperoleh bibit ubi dari kelompok tani secara cumacuma. Jenis pupuk yang digunakan yaitu pupuk kandang, urea, TSP, KCl, NPK, phonska, dan pupuk cair. Pupuk urea, TSP, KCl, NPK, phonska, dan pupuk cair dapat dibeli di toko pertanian terdekat dan poktan. Sedangkan pupuk kandang diperoleh dari kotoran hewan ternak yang dipelihara sendiri oleh petani ataupun dibeli dari peternak di daerah penelitian. Selain itu, beberapa petani memanfaatkan sisa tanaman yang tidak dipanen untuk dijadikan sebagai pupuk kompos, dimana sisa tanaman ini diolah bersama dengan tanah. Pemanfaatan sisa tanaman ini menjadikan tanah menjadi lebih gembur. 56

73 Alat-alat pertanian yang digunakan meliputi cangkul, kored, gunting, dan alat-alat lainnya. Para petani sudah memiliki masing-masing alat tersebut. Alat pertanian ini diperoleh petani di toko besi ataupun toko pertanian. b. Pihak-pihak yang Mengusahakan Sarana Produksi Pelaku-pelaku dalam subsistem pengadaan sarana produksi ini adalah para petani, poktan Hurip, dan toko pertanian. Khusus untuk bibit ubi jalar dapat diperoleh petani di kelompok tani hurip. Poktan ini biasanya memberikan bantuan berupa bibit ubi jalar kepada para anggota kelompoknya secara cuma-cuma. c. Kendala dalam Pengadaan Sarana Produksi Permasalahan yang dihadapi para petani ubi jalar pada subsistem pengadaan sarana produksi adalah sumberdaya berupa modal usaha yang terbatas untuk pembelian sarana produksi sehingga untuk input produksi seperti pupuk tidak selalu dapat dibeli setiap musimnya melainkan hanya dapat dibeli jika modal usaha hasil panen sebelumnya sudah kembali Subsistem Onfarm a. Pelaku-pelaku dalam Subsistem Produksi Kegiatan produksi dilakukan sendiri oleh pemilik lahan ataupun tenaga kerja dalam keluarga serta luar keluarga. Tenaga kerja luar keluarga yang digunakan umumnya merupakan buruh tani di Desa Cikarawang. Pekerja bekerja mulai pukul dengan upah yang diterima bergantung jenis kelamin dan pembagian kerjanya. Pekerja pria di pembuatan guludan dibayar dengan sistem tumbak dimana per tumbaknya (4 m) dihargai Rp sedangkan untuk pekerjaan lainnya dibayar Rp Selain diberi bayaran berupa uang tunai, pekerja pria pun menerima natura berupa makanan ringan dan kopi. Pekerja wanita biasanya dipekerjakan dalam proses pembibitan dan penanaman dengan upah Rp tanpa natura. b. Skala Usaha Usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang rata-rata termasuk dalam skala kecil. Penentuan hal tersebut didasarkan pada luasan lahan yang digunakan untuk bertani ubi jalar. Rata-rata luas lahan yang digunakan untuk mengusahakan ubi 57

74 jalar berukuran m 2. Peralatan yang digunakan pun masih cukup sederhana sehingga budidaya ubi jalar di daerah penelitian masih tergolong skala kecil. c. Proses Produksi dan Teknologi Proses usahatani ubi dilakukan di lahan terbuka, mulai dari proses pembibitan sampai dengan pemanenan. Proses budidaya ubi jalar secara umum meliputi pembibitan, pengolahan lahan dan pembuatan guludan, penanaman, pengairan, penyulaman, pembongkaran sementara, penyiangan, pembalikan batang, pemupukan, pengendalian hama penyakit, dan pemanenan. (1) Pembibitan Varietas yang ditanam oleh petani responden di wilayah penelitian adalah ubi jalar varietas AC (kuningan). Alasan utama mayoritas petani menanam varietas AC dikarenakan varietas tersebut lebih cepat dipanen dibandingkan varietas lainnya. Ubi jenis ini dapat dipanen lebih cepat dibandingkan jenis ubi lainnya yaitu dalam kurun waktu 3,5-4 bulan. Selain itu, varietas AC juga memiliki beberapa kelebihan antara lain produktivitas tinggi, mudah ditanam, umbi besar, dan kecocokan dengan lahan. Terdapat tiga metode yang digunakan petani di wilayah penelitian untuk memperoleh bibit ubi jalar yaitu dengan cara pengipukan atau melakukan pembibitan sendiri, hasil produksi sebelumnya, atau hasil produksi petani lain. Mayoritas petani responden yaitu sebanyak 57,14 persen menggunakan bibit dari hasil panen sebelumnya, sebanyak 14,29 persen melakukan pengipukan untuk pembibitan, dan bibit hasil produksi petani lain sebanyak 28,57 persen. Pembibitan dengan cara pengipukan ubi dimulai dengan menanam ubi di lahan penunasan. Umbi yang ditanam adalah umbi dengan ukuran besar dan sehat. Jumlah umbi yang digunakan untuk pengipukan kurang lebih sebanyak 50 kg. Setelah 2-3 bulan, tunas yang tumbuh dipotong dan dipindahkan ke lahan yang lebih luas. Tiga bulan kemudian bibit ubi sudah dapat digunakan sebagai bibit dengan cara memotong bagian pucuk atau batang tunas tersebut. Bibit hasil pengipukan dapat digunakan hingga tiga generasi. Bibit yang diperoleh dari hasil produksi sebelumnya atau hasil produksi petani lain menggunakan stek pucuk atau stek batang. Pemetikan stek pucuk dan batang tersebut diperoleh dari tanaman ubi jalar yang sudah berumur kurang lebih 58

75 dua bulan, pertumbuhan tanamannya sehat dan normal. Pemetikan dilakukan dengan menggunakan gunting dan mayoritas petani melakukannya di pagi hari. Ukuran stek yang digunakan sepanjang cm. Perbanyakan dengan stek batang dan pucuk memiliki kelemahan yaitu terjadi penurunan hasil pada turunannya sehingga maksimum hanya 3-5 generasi yang dapat digunakan sebagai tunas untuk penanaman berikutnya. Mayoritas petani menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dalam proses pembibitan. Tenaga kerja yang digunakan untuk pembibitan sebanyak 1,66 HOK. Secara umum proses pembibitan di daerah penelitian sesuai dengan literatur budidaya yang ada. Namun yang membedakan hanyalah tidak dilakukannya proses penyimpanan bibit ditempat teduh selama satu minggu seperti yang dianjurkan. Ini terjadi karena petani responden terbiasa menanam bibit langsung setelah bibit dipotong dari indukannya. (2) Pengolahan Lahan dan Pembuatan Guludan Pengolahan lahan bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik dan menstabilkan kondisi tanah dari kondisi sebelumnya. Pengolahan lahan yang dilakukan petani responden dalam usahatani ubi jalar bergantung pada tanaman yang ditanam sebelumnya. Tanaman yang biasa ditanam petani sebelum menanam ubi adalah padi dan ubi. Rotasi antara kedua tanaman tersebut berpengaruh pada efisiensi usahatani ubi jalar. Pengaruhnya antara lain adalah pada modal dan manajemen lahan. Jika lahan sebelumnya ditanam oleh ubi, maka saat pembuatan guludan, tanah diberikan pupuk kandang untuk menambah unsur hara dalam tanah sehingga diperlukan tambahan modal untuk pembelian pupuk kandang dengan upah setiap tenaga kerja sebesar Rp per tumbak (4 m) sedangkan jika lahan sebelumnya ditanami padi maka tidak perlu diberikan pupuk kandang saat pembuatan guludan namun upah setiap tenaga kerja yang dibayarkan lebih besar yaitu Rp per tumbak. Pada tahap pembuatan guludan, umumnya guludan dibuat dengan lebar cm, tinggi cm, jarak antar guludan cm, dan panjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan. Guludan adalah tanah yang dibentuk meninggi menyerupai setengah lingkaran. Pengolahan lahan dan pembuatan guludan di daerah penelitian sudah sesuai dengan anjuran. 59

76 Jumlah tenaga kerja rata-rata yang digunakan dalam pembuatan guludan sebanyak 3,99 HOK dengan upah yang diberikan dihitung dengan ukuran per tumbak dihargai Rp dimana satu tumbak berukuran 4 m. Upah tenaga kerja pada pengolahan lahan pun dipengaruhi oleh jenis tanaman yang ditanam sebelumnya. Upah pengolahan lahan yang sebelumnya ditanami padi lebih mahal daripada yang ditanami ubi. (3) Penanaman Penanaman ubi jalar yang dilakukan petani di lokasi penelitian adalah sistem monokultur. Proses penanaman ubi jalar dengan sistem monokultur artinya dalam satu luasan lahan hanya ditanami oleh satu jenis tanaman saja yaitu ubi. Dari 35 petani responden hanya 3 petani saja yang menggunakan sistem tanam tumpang sari. Tanaman yang ditumpangsarikan dengan ubi antara lain jagung dan kacang tanah. Penanaman ubi jalar di daerah penelitian dilakukan pada bulan November dan Maret. Jarak tanam bibit ubi antara 0-30 cm. Teknik penanaman stek ubi jalar ditanam dengan posisi miring terhadap tanah atau mendekati posisi tertidur. Alasan petani menanam dengan posisi tersebut agar menghasilkan umbi dengan jumlah lebih banyak. Tenaga kerja yang digunakan untuk menanam stek ubi jalar adalah tenaga kerja wanita sebanyak 2,15 HOK dengan upah sebesar Rp Penanaman di daerah penelitian sesuai dengan anjuran. (4) Pengairan Pengairan bertujuan untuk memberikan atau menambahkan unsur hara dan mineral pada tanaman terutama di saat musim kemarau. Di lokasi penelitian, petani mengandalkan air hujan sebagai sumber utama untuk mengairi lahan. Jika musim kemarau datang maka petani mengairi lahan ubi jalar melalui irigasi yang berasal dari waduk Situgede. Waktu pengairan tidak ditentukan secara pasti oleh petani sedangkan menurut anjuran pengairan perlu rutin dilakukan hingga tanaman berumur 1-2 bulan. Pengairan baru dihentikan pada umur 2-3 minggu sebelum panen. (5) Penyulaman Penyulaman merupakan proses penanaman kembali tanaman di lahan dikarenakan tanaman sebelumnya tidak tumbuh atau afkir. Cara penyulaman yakni dengan mencabut tanaman yang mati kemudian mengganti dengan tanaman 60

77 baru. Penyulaman dilakukan oleh petani di lokasi penelitian pada waktu satu minggu setelah tanam. Pada lokasi penelitian, penyulaman juga biasanya dilakukan bersamaan dengan penyiangan gulma. Penyulaman umumnya dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga. Jumlah rata-rata tenaga kerja yang digunakan untuk penyulaman sebanyak 1,11 HOK. (6) Pembongkaran Sementara Pembongkaran sementara merupakan proses pembukaan kembali sisi-sisi guludan ubi jalar. Bongkaran guludan selanjutnya didiamkan selama 1 minggu. Setelah 1 minggu, bongkaran tersebut ditaburkan pupuk kandang di kedua atau satu sisi dan pupuk NPK di sisi lainnya (jika ingin menggunakannya) kemudian bongkaran kembali ditutup.tujuan dilakukan pembongkaran sementara agar dapat memberikan ruang masuk cahaya matahari ke dalam tanah sehingga dapat menjadikan ukuran umbi lebih besar dan menggemburkan tanah. (7) Penyiangan Penyiangan adalah proses pencabutan gulma di sekitar tanaman ubi. Gulma merupakan tanaman lain yang kehadirannya tidak diinginkan dan dapat menggangu pertumbuhan tanaman utama. Penyiangan dilakukan agar tanaman ubi dapat memperoleh unsur hara dan cahaya matahari dalam jumlah cukup tanpa tersaingi oleh tumbuhan lain. Kegiatan ini dilakukan oleh petani di lokasi penelitian setelah tanaman berumur 2-4 minggu. Jumlah rata-rata tenaga kerja yang digunakan untuk penyiangan sebanyak 1,11 HOK. (8) Pembalikan Batang Pembalikan batang atau lebih dikenal petani dengan istilah pengebatan merupakan pengangkatan tanaman ubi dari tanah agar akar-akar kecil yang baru tumbuh tidak menempel di tanah dan hasil fotosintesis seluruhnya difokuskan untuk memperbesar umbi. Pembalikan batang hanya dilakukan oleh beberapa petani saja di lokasi penelitian. (9) Pemupukan Pemupukan merupakan kegiatan terpenting dalam berusahatani ubi jalar. Petani di lokasi penelitian melakukan pemupukan pada saat pengolahan lahan dan pembongkaran sementara. Pupuk yang banyak digunakan oleh petani di lokasi penelitian dalam bertani ubi jalar antara lain pupuk kandang, pupuk urea dan 61

78 pupuk phonska. Pupuk kimia lainnya seperti pupuk NPK, TSP, dan KCl jarang digunakan oleh petani. Pupuk kandang diperoleh petani dari kotoran hewan ternak yang mereka pelihara atau membelinya dari peternak di lokasi penelitian. Ratarata jumlah pupuk kandang yang digunakan adalah 99,64 kg/ha, urea sebanyak 99,64 kg/ha, dan phonska sebanyak 82,56 kg/ha. Sedangkan pupuk NPK digunakan petani sebanyak 41,28 kg/ha, TSP sebanyak 51,96 kg/ha, KCl hanya sebanyak 1,14 kg/ha. Selain pupuk jenis padat, sebagian kecil petani pun menggunakan pupuk cair sebanyak 49,11 ml/ha. Pemberian pupuk jenis padat dilakukan dengan membuat alur pada guludan dengan kedalaman 5-10 cm kemudian pupuk ditaburkan sambil ditimbun dengan tanah. Jumlah rata-rata tenaga kerja yang digunakan untuk pemupukan sebanyak 1,36 HOK. (10) Pengendalian Hama dan Penyakit Di lokasi penelitian, pengendalian hama penyakit tanaman ubi jalar dilakukan sesuai kondisi hama penyakit yang menyerang tanaman. Pengendalian menggunakan pestisida dilakukan jika tanaman yang diserang lebih dari 10 persen sedangkan jika hanya sedikit hama penyakit yang menyerang hanya dilakukan penanganan dengan memangkas atau mencabutnya Hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman ubi di lokasi penelitian adalah lanas dan ulat. Penyebabnya adalah perubahan cuaca dari musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya sehingga hama dan penyakit berkembang. Akibatnya ubi jalar yang sudah mendekati waktu panen menjadi membusuk dan daun umbi pun menjadi banyak berlubang sehingga hanya sekitar persen saja dari total jumlah panen biasanya yang dapat dipanen. Pengendalian hama penyakit dilakukan dengan menyemprotkan pestisida sebanyak 50 ml dicampurkan dengan 20 liter air. Jumlah rata-rata tenaga kerja yang digunakan untuk pengendalian hama penyakit sebanyak 0,1 HOK. (11) Panen Ubi jalar di lokasi penelitian dapat dipanen pada umur 3,5-4 bulan. Pengambilan keputusan waktu panen dipengaruhi oleh permintaan pasar dan juga kebutuhan finansial petani. Jika kebutuhan finansial petani mendesak maka pada umur 3,5 bulan ubi akan langsung dipanen. Rata-rata hasil panen per Ha yang 62

79 dijual petani sebanyak 92,326 ton. Harga ubi jalar di lokasi penelitian berfluktuasi mengikuti harga pasar berkisar Rp Rp Pada Tabel 17 disajikan rata-rata jumlah panen dan harga jual yang diterima petani di daerah penelitian yang dibedakan berdasarkan luasan lahan. Tabel 17. Rata-rata Jumlah Panen dan Harga Jual Ubi Jalar pada Petani dengan Luas Lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha Keterangan < 0,5 Ha > 0,5 Ha Jumlah panen (kg/ha) , ,26 Harga Jual (Rp/kg) Pada Tabel 17 diketahui jumlah panen ubi jalar petani dengan luas lahan < 0,5 Ha sebesar ,15 kg/ha, sedikit lebih besar dibandingkan dengan petani dengan luas lahan > 0,5 Ha yaitu ,26 kg/ha. Rata-rata harga jual yang diterima petani pun berbeda, petani dengan luas lahan < 0,5 Ha memperoleh harga jual sebesar Rp.1.832/kg sedangkan petani dengan luas lahan > 0,5 Ha memperoleh harga jual sebesar Rp.2.000/kg. Semua petani di lokasi penelitian menjual hasil panen langsung di lahannya dengan biaya panen ditanggung oleh poktan atau tengkulak selaku pembeli. Petani menerima penjualan hasil panennya setelah 3-7 hari kemudian. Adapun kegiatan pemanenan antara lain pemetikan daun untuk bibit dan pakan, penggalian ubi jalar, pembersihan umbi dari tanah, pengumpulan dalam karung, dan pengangkutan hasil panen ke jalan. Umumnya tengkulak hanya akan membeli umbi dengan kualitas terbaik dan sisanya akan dibiarkan begitu saja di lahan. Sistem penjualan ubi jalar dilakukan dengan sistem bukti artinya tengkulak akan memberikan tanda bukti sesuai dengan jumlah panen ubi jalar pada petani. Upah yang diterima oleh tenaga kerja pemanenan disesuaikan dengan jumlah umbi hail panen yang dikerjakan. Setiap satu kilogram umbi dihargai Rp.100 untuk setiap pekerja. Jumlah rata-rata tenaga kerja yang digunakan untuk panen sebanyak 0,44 HOK. d. Kendala Produksi Permasalahan yang dihadapi petani pada subsistem produksi adalah serangan organisme pengganggu tanaman seperti lanas atau hama boleng. Lanas merupakan kumbang kecil yang bagian sayap dan moncongnya berwarna biru, 63

80 namun coraknya berwarna merah. Kumbang betina dewasa hidup pada permukaan daun sambil meletakkan telur di tempat yang terlindung. Telur menetas menjadi larva (ulat), selanjutnya ulat akan membuat gerekan (lubang kecil) pada batang atau ubi yang terdapat di permukaan tanah terbuka. Gejalanya adalah terdapat lubang-lubang kecil bekas gerekan yang tertutup oleh kotoran berwarna hijau dan berbau menyengat. Hama ini biasanya menyerang tanaman ubi jalar yang sudah berubi. Bila hama terbawa oleh ubi ke gudang penyimpanan, sering merusak ubi hingga menurunkan kuantitas dan kualitas produksi secara nyata (Jayanto 2009). Ini terjadi karena perubahan musim secara tiba-tiba dan persoalan ini belum teratasi secara efektif. Untuk mengatasi hama lanas yang banyak menyerang ubi sebaiknya petani melakukan pergiliran atau rotasi tanaman dengan jenis tanaman lain selain ubi jalar. Permasalahan lain adalah saluran irigasi agak terhambat setelah adanya pembangunan wisata Situgede sehingga menyulitkan petani dikala musim kemarau tiba. Untuk itu, pemerintah daerah sebaiknya mengatur sistem irigasi pertanian di wilayah penelitian terlebih setelah adanya pembangunan wisata setempat sehingga tidak berdampak pada produktifitas komoditas pertanian Subsistem Pasca Panen Ubi jalar yang sudah memasuki masa panen dipanen menggunakan cangkul kemudian umbi dibersihkan dari tanah yang melekat dan selanjutnya ubi yang berukuran besar dimasukkan dalam karung untuk selanjutnya dibawa ke gudang pengumpulan untuk ditimbang beratnya. Tidak ada kriteria pasti untuk mengelompokkan ubi ke dalam kategori baik, yang terpenting umbi berukuran besar dan tidak terserang hama. Umbi berukuran kecil dan masih berkualitas baik biasanya dimanfaatkan menjadi tepung ubi sedangkan kualitas buruk dibiarkan di lahan. Tidak terdapat kendala yang berarti di dalam subsistem pasca panen Subsistem Pemasaran a.saluran Pemasaran Berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden, setidaknya terdapat enam saluran pemasaran dalam usahatani ubi jalar. Penjabaran dari setiap saluran pemasaran adalah sebagai berikut: 64

81 1. Petani Ubi-Konsumen Akhir Saluran pemasaran ini merupakan saluran terpendek dari sejumlah saluran pemasaran yang ada. Petani ubi dalam saluran ini langsung menjualnya kepada konsumen akhir yang langsung membeli di lahan. 2. Petani Ubi-Tengkulak-Pengecer-Konsumen Akhir Pada saluran pemasaran kedua, petani ubi menjual hasil panennya kepada tengkulak yang datang langsung ke lahan petani. Petani yang menjalankan saluran ini adalah petani yang tidak tergabung dalam kelompok tani. Tengkulak selanjutnya menjual ubi ke pengecer di pasar tedekat seperti Pasar Petir, Bogor, dan Ciampea. Selanjutnya ubi dibeli oleh konsumen akhir. Harga beli ubi ditentukan oleh tengkulak sehingga menunjukkan bahwa bargaining position petani di daerah penelitian masih rendah. 3. Petani Ubi-Tengkulak-Pedagang Besar-Pengecer-Konsumen Akhir Pada saluran pemasaran ketiga, petani ubi menjual hasil panennya kepada tengkulak. Saluran ini pun dilakukan oleh petani yang tidak tergabung dalam kelompok tani. Harga beli ubi ditentukan oleh tengkulak sehingga menunjukkan bahwa bargaining position petani di daerah penelitian masih rendah. Selanjutnya tengkulak menjualnya ke pedagang besar di pasar. Pedagang besar kemudian menjualnya ke pengecer. Selanjutnya ubi dibeli oleh konsumen akhir. 4. Petani Ubi-Poktan-Pabrik Saos-Pedagang Besar-Pengecer-Konsumen Akhir Saluran pemasaran ini merupakan saluran pemasaran terpanjang dari saluran pemasaran yang ada dan saluran yang paling banyak dilakukan petani di daerah penelitian. Dalam saluran ini, ubi yang dijual ke poktan selanjutnya dijual ke pabrik saos yang sudah menjalin kerjasama dengan poktan. Saos ini kemudian dijual ke pedagang besar, dilanjutkan ke pengecer dan konsumen akhir. Harga beli ubi oleh poktan mengikuti harga ubi yang berlaku di pasar. 5. Petani Ubi-Poktan-Pengecer-Konsumen Akhir Pada saluran ini, petani menjual ubi hasil panennya kepada poktan baik dalam bentuk ubi segar ataupun dalam bentuk sawutan (ubi yang telah diparut dan dikeringkan). Selanjutnya poktan mengolah ubi segar dan sawutan tersebut 65

82 menjadi tepung ubi. Tepung ubi selanjutnya dijual ke pengecer di wilayah Jakarta, Tangerang, dan Bekasi untuk selanjutnya dijual pada konsumen akhir. 6. Petani Ubi-Pengecer-Konsumen Akhir Saluran pemasaran ini merupakan saluran yang paling sedikit dilakukan oleh petani di daerah penelitian. Petani menjual ubi langsung kepada pengecer di pasar terdekat. Adapun dalam bentuk bagan saluran pemasaran komoditas ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah ini. Konsumen akhir Petani Ubi Tengkulak Poktan Pengecer Pedagang Besar Pabrik Saos Pengecer Pengecer Pedagang Besar Konsumen akhir Pengecer Konsumen Akhir Pedagang Pengecer Konsumen Akhir Gambar 5. Saluran Pemasaran Ubi Jalar di Desa Cikarawang Berdasarkan pada saluran pemasaran ubi jalar yang ada di daerah penelitian menunjukkan bahwa petani menjual hasil panennya ke tempat yang berbeda satu sama lain. Adapun sebaran dan persentase tempat tujuan petani menjual ubi jalarnya disajikan pada Tabel 18 di bawah ini. Tabel 18. Sebaran dan Persentase Tempat Tujuan Petani Menjual Ubi Jalar Tempat Tujuan Jumlah (Orang) Persentase (%) Poktan Setempat 20 57,14 Tengkulak 12 34,29 Pasar 3 8,57 Jumlah Tabel 18 menunjukkan bahwa petani di daerah penelitian paling banyak menjual hasil panennya ke poktan setempat dengan persentase sebesar 57,14 persen. Harga beli ubi jalar yang ditetapkan oleh gapoktan mengikuti harga jual 66

83 ubi yang berlaku di pasar. Saat pengambilan data penelitian, harga jual ubi sebesar Rp Lembaga selanjutnya yang menjadi tempat tujuan petani menjual ubi jalarnya adalah tengkulak yaitu sebesar 34,29 persen. Harga jual yang diterima petani berkisar Rp Hal tersebut menunjukkan bahwa petani yang bergabung dalam kelompok tani menerima harga lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang tidak bergabung dalam kelompok tani. Petani yang menjual hasil panennya ke tengkulak hanya bertindak selaku price taker karena bargaining position petani ubi jalar di daerah penelitian yang masih lemah sehingga mereka hanya menerima harga yang ditentukan oleh tengkulak sedangkan hanya sebagian kecil (8,57 persen) dari petani responden yang berada di daerah penelitian yang menjualnya langsung ke pasar. Untuk itu, sebaiknya petani yang belum bergabung dalam kelompok tani dapat bergabung dengan kelompok tani setempat agar dapat memperkuat posisi tawarnya terhadap harga jual ubi jalar. Harga jual ubi yang diterima oleh petani pun berbeda. Sebaran harga jual yang diterima oleh petani ubi jalar di daerah penelitian disajikan pada Gambar 6 di bawah ini. Gambar 6. Persentase Sebaran Harga Jual yang Diterima Petani Ubi Jalar Berdasarkan Gambar 6 diketahui bahwa mayoritas petani ubi jalar di daerah penelitian sebanyak 66 persen menerima harga jual ubi sebesar Rp Persentase terbesar kedua yaitu sebanyak 20 persen petani menerima harga jual ubi sebesar Rp Harga jual ubi terbesar kedua selanjutnya yaitu sebesar 67

84 Rp diterima oleh petani di daerah penelitian sebesar 8 persen sedangkan persentase terendah yaitu sebanyak 3 persen petani menerima harga masingmasing Rp dan Rp Perbedaan harga tersebut diakibatkan oleh perbedaan tempat tujuan menjual ubi yang dilakukan oleh petani di daerah penelitian. b. Kendala Pemasaran Permasalahan yang dihadapi petani pada subsistem pemasaran adalah harga jual ubi fluktuatif sehingga disaat supply ubi di pasar melimpah dan menyebabkan harga ubi sangat rendah petani enggan untuk memanen ubi dan membiarkannya saja di lahan. Harga yang berfluktuasi juga menyebabkan modal yang telah dikeluarkan petani pada musim sebelumnya tidak kembali sehingga petani kesulitan untuk membeli input produksi di musim tanam berikutnya. Keadaan tersebut dapat diatasi petani dengan memberikan nilai tambah pada ubi jalar sehingga disaat supply ubi meningkat, petani dapat mengolahnya menjadi produk lain seperti tepung dan keripik ubi jalar. Dengan cara ini petani dapat memperoleh tambahan pendapatan yang dapat digunakan untuk membeli input produksi di musim tanam berikutnya Subsistem Pendukung Lembaga pendukung yang terdapat dalam usahatani ubi jalar di daerah penelitian adalah kelompok tani, penyuluh dari Dinas Pertanian melalui BP3K Kabupaten Bogor dan Institut Pertanian Bogor melalui Himpunan Profesi Mahasiswa Agribisnis (HIPMA). Kelompok tani berperan dalam pengadaan input produksi usahatani ubi jalar seperti bibit dan pupuk kimia, pemasaran ubi jalar baik dalam bentuk fresh product maupun olahan, pelatihan budidaya maupun pengolahan ubi jalar, dan memfasilitasi penyuluhan serta pelatihan yang diberikan oleh Dinas Pertanian dan Institut Pertanian Bogor melalui Himpunan Profesi Mahasiswa Agribisnis (HIPMA). Ketiga lembaga ini sangat berpengaruh bagi pengembangan usahatani ubi jalar baik dalam hal budidaya maupun pasca panen. Adapun rekapitulasi rata-rata penggunaan input produksi dalam usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang beserta harganya baik untuk petani dengan luas lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha disajikan pada Tabel 19 di bawah ini. 68

85 Tabel 19. Rata-rata Penggunaan Input Produksi Usahatani Ubi Jalar di Desa Cikarawang pada Luas Lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha Input Produksi < 0,5 Ha > 0,5 Ha Jumlah Harga (Rp/satuan) Jumlah Harga (Rp/satuan) Pupuk Kandang (kg) 4.735, , Pupuk Urea (kg) 112, , Pupuk cair (ml) 64, , Pupuk KCl (kg) 2, Pupuk TSP (kg) 67, , Pupuk Phonska (kg) 135, , Pupuk NPK (kg) 10, , Pestisida (kg) 177, , TKLK (HOK) 113, , Irigasi (tahun) 1, , Pajak Lahan (tahun) 1, , TKDK (HOK) 56, , Penyusutan (tahun) 1, , Sewa lahan (tahun) 1, , Dapat diketahui bahwa petani dengan luas lahan < 0,5 Ha menggunakan pupuk phonska jauh lebih banyak yaitu sebanyak 135,03 kg daripada petani dengan luas lahan > 0,5 Ha yang hanya menggunakan sebanyak 16,13 kg sedangkan petani dengan luas lahan > 0,5 Ha justru lebih banyak menggunakan pupuk NPK yaitu sebanyak 80,65 kg. Ini menunjukkan bahwa petani dengan luas lahan < 0,5 Ha lebih memilih menggunakan pupuk phonska untuk memenuhi kebutuhan unsur makro tanamannya sedangkan petani dengan luas lahan > 0,5 Ha lebih memilih menggunakan pupuk NPK daripada phonska. 69

86 VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang menurut bentuk dan coraknya tergolong ke dalam usahatani perorangan dimana pengelolaannya dilakukan secara individu dan bersifat komersial. Analisis pendapatan usahatani terdiri atas analisis penerimaan, analisis biaya, analisis pendapatan, dan analisis R/C rasio. Analisis pendapatan meliputi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Komponen penyusun analisis pendapatan adalah penerimaan baik tunai maupun tidak tunai dan biaya baik bersifat tunai maupun diperhitungkan. Adapun analisis pendapatan usahatani dilakukan dengan membandingkan petani responden berdasarkan luas lahan garapan petani yakni luas lahan kurang dari 0,5 Ha (petani gurem) dan lebih dari 0,5 Ha. Pengelompokan luas lahan tersebut didasarkan pada pengelompokan luas lahan oleh Dinas Pertanian menjadi tiga bagian yaitu < 0,5 Ha (petani gurem), 0,5-1 Ha, dan > 1 Ha. Di daerah penelitian tidak terdapat responden dengan luas lahan usahatani ubi jalar > 1 Ha sehingga pengelompokan 0,5-1 Ha disingkat menjadi > 0,5 Ha Penerimaan Usahatani Ubi Jalar Penerimaan usahatani meliputi dua hal yaitu penerimaan tunai dan tidak tunai. Penerimaan tunai didapatkan dari hasil yang dijual sedangkan penerimaan tidak tunai adalah hasil yang dikonsumsi sendiri oleh petani. Penjumlahan antara penerimaan tunai dan tidak tunai disebut penerimaan total usahatani. Penerimaan usahatani merupakan hasil kali antara harga jual yang diterima petani per kilogram dengan jumlah produksi yang dihasilkan dalam satu musim. Pada luas lahan garap petani < 0,5 Ha, rata-rata produktivitas petani sebesar 13,306 ton per Ha sedangkan pada luas lahan antara > 0,5 Ha produktivitasnya adalah 12,935 ton per Ha. Namun penerimaan total petani dengan luas lahan > 0,5 Ha lebih besar daripada petani dengan luas lahan < 0,5 Ha. Hal ini disebabkan karena harga jual yang mereka terima pun berbeda, harga jual ubi dari petani dengan luas lahan > 0,5 Ha lebih besar daripada petani dengan luas lahan < 0,5 Ha. Adapun harga jual ubi jalar di tingkat petani dengan luas lahan < 0,5 Ha adalah Rp dan pada luas lahan antara > 0,5 Ha adalah Rp Perbedaan 70

87 harga yang diterima oleh petani tersebut dihasilkan dari rata-rata harga jual yang diterima oleh petani responden di daerah penelitian. Setiap petani menjual ubi tidak hanya ke satu tempat yang sama sehingga harga yang diterima pun bervariasi. Petani dengan luas lahan < 0,5 Ha menjual ubi ke tiga tempat yang berbeda yaitu poktan, tengkulak, dan pasar sedangkan petani dengan luas lahan > 0,5 Ha hanya menjual ubi jalar ke poktan setempat. Ini menyebabkan rata-rata harga ubi di tingkat petani dengan luas lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha berbeda. Untuk itu, sebaiknya petani yang belum bergabung dalam kelompok tani dapat bergabung dengan kelompok tani setempat agar dapat memperkuat posisi tawarnya terhadap harga jual ubi jalar. Selain itu, penerimaan tidak tunai petani dengan luas lahan > 0,5 Ha lebih rendah. Artinya petani dengan luas lahan > 0,5 Ha lebih sedikit mengonsumsi secara pribadi hasil produksinya atau lebih banyak hasil yang dijual sehingga penerimaannya pun menjadi lebih besar. Rata-rata jumlah ubi yang dikonsumsi oleh petani dengan luas lahan > 0,5 Ha hanya sebanyak 32,26 kg sedangkan petani dengan luas lahan < 0,5 Ha sebanyak 116,15 kg. Ini menunjukkan bahwa petani dengan luas lahan > 0,5 Ha sudah berpikir lebih komersil dari petani dengan luas lahan < 0,5 Ha yang cenderung lebih subsisten. Penerimaan total petani dengan luas lahan < 0,5 Ha sebesar Rp dan penerimaan total petani dengan luas lahan antara > 0,5 Ha sebesar Rp Hasil ini berbeda jauh dengan penelitian sebelumnya mengenai usahatani ubi jalar oleh Defri 2011 di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga. Walaupun produktivitas ubi di wilayah tersebut hampir sama yaitu sebesar 13,281 ton namun penerimaan tunai hanya sebesar Rp ,60 dan total penerimaan sebesar Rp ,60. Hal ini dikarenakan harga jual ubi di wilayah tersebut masih sangat rendah yaitu Rp. 754,26/kg. Selengkapnya disajikan pada Tabel

88 Tabel 20. Perbandingan Penerimaan Usahatani pada Luas Lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha per Musim Tanam Komponen Penerimaan Nilai (Rp) < 0,5 Ha > 0,5 Ha Penerimaan Tunai - Ubi yang dijual Penerimaan Tidak Tunai - Konsumsi oleh RT Total Penerimaan Mayoritas petani responden penelitian menjual hasil panennya kepada poktan setempat. Mekanisme penjualannya adalah perwakilan pengurus poktan yang biasanya diwakili oleh ketua poktan datang langsung ke lahan petani dan membeli di lokasi tersebut. Adapun beban biaya panen dan pasca panen merupakan tanggungan poktan. Alasan petani menjual hasil panennya kepada poktan adalah karena alasan kemudahan, merasa tidak enak atau sungkan karena banyak membantu dalam penyediaan input produksi, dan faktor kebiasaan. Pembayaran hasil panen kepada petani tidak diberikan pada hari yang sama dengan hari panen melainkan 3-7 hari kemudian Biaya Usahatani Ubi Jalar Biaya dalam usahatani terdiri atas dua hal yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan atau tidak tunai. Biaya tunai merupakan pengeluaran uang tunai yang dikeluarkan secara langsung oleh petani. Biaya yang diperhitungkan merupakan pengeluaran petani berupa faktor produksi tanpa mengeluarkan uang tunai. Pada Tabel 21 diketahui bahwa total biaya yang dikeluarkan petani dengan luas lahan < 0,5 Ha jauh lebih besar dari total biaya yang dikeluarkan petani dengan luas lahan > 0,5 Ha. Biaya total untuk petani dengan luas lahan < 0,5 Ha sebesar Rp sedangkan untuk petani dengan luas lahan > 0,5 Ha hanya sebesar Rp Hal serupa juga terjadi dengan pengeluaran tunai. Pengeluaran tunai petani dengan luas lahan < 0,5 Ha juga jauh lebih besar daripada pengeluaran petani dengan luas lahan > 0,5 Ha. Pengeluaran tunai petani dengan luas lahan < 0,5 Ha sebesar Rp dan pengeluaran petani dengan luas lahan > 0,5 Ha sebesar Rp Hal ini terjadi karena petani dengan luas lahan > 0,5 Ha lebih efisien dalam penggunaan input produksi terlihat 72

89 dari jumlah input produksi yang digunakan jauh lebih sedikit daripada petani dengan luas lahan < 0,5 Ha sehingga biaya yang dikeluarkan pun menjadi jauh lebih kecil. Tabel 21. Perbandingan Biaya Usahatani pada Luas Lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha per Musim Tanam Komponen Biaya < 0,5 Ha > 0,5 Ha Nilai (Rp) Persentase (%) Nilai (Rp) Persentase (%) BiayaTunai Pupuk Kandang , ,05 Pupuk Urea , ,66 Pupuk cair , ,67 Pupuk KCl ,02 0,00 0,00 Pupuk TSP , ,59 Pupuk Phonska , ,30 Pupuk NPK , ,78 Pestisida , ,22 TKLK , ,76 Irigasi , ,85 Pajak Lahan , ,85 Total Biaya Tunai , ,75 Biaya Diperhitungkan Pupuk Kandang , TKDK , ,52 Penyusutan , ,39 Sewa lahan , ,49 Total Biaya , ,25 Diperhitungkan Total Biaya , ,00 Hasil ini berbeda jauh dengan penelitian sebelumnya mengenai usahatani ubi jalar oleh Defri 2011 di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga. Total biaya yang dikeluarkan pada penelitian ini lebih besar daripada penelitian sebelum. Biaya usahatani pada penelitian sebelum sebesar Rp ,20. Hal ini dikarenakan memang jumlah input yang digunakan pada penelitian ini lebih banyak. Pada penelitian sebelumnya, biaya tunai input yang dikeluarkan hanyalah pupuk urea, TSP, phonska, TKLK, dan pajak lahan. Pada komponen biaya tunai, biaya terbesar yang dikeluarkan petani baik petani dengan luas lahan < 0,5 Ha maupun luas lahan > 0,5 Ha adalah biaya 73

90 pupuk kandang dengan persentase sebesar 23,58 persen untuk petani dengan luas lahan < 0,5 Ha dan sebesar 19,05 persen untuk petani dengan luas lahan > 0,5 Ha. Ini menunjukkan bahwa petani masih lebih menyukai menggunakan pupuk organik daripada pupuk kimia. Pupuk organik yang digunakan berasal dari sisa umbi yang membusuk dan dibiarkan di lahan serta kotoran hewan seperti kotoran kerbau dan kotoran ayam. Biaya tenaga kerja luar keluarga pada petani dengan luas < 0,5 Ha maupun luas lahan > 0,5 Ha juga memiliki persentase yang besar dalam komponen biaya tunai petani sama halnya pada penelitian sebelumnya. Hampir setiap kegiatan seperti pembibitan, pengolahan lahan, penanaman, penyiangan, dan pemupukan menggunakan jasa dari TKLK atau buruh tani. Para pekerja biasanya dibayar langsung setelah selesai bekerja. Untuk pekerja pria dibayar sekitar Rp Rp ditambah dengan bayaran natura berupa makan dan rokok sedangkan pekerja wanita dibayar sekitar Rp Rp tanpa natura. Namun untuk kegiatan pengolahan lahan, petani membayar pekerja dengan sistem borongan disesuaikan dengan luas lahan petani. Pada komponen biaya diperhitungkan, persentase terbesar adalah biaya lahan. Ini merupakan opportuniy cost jika lahannya disewakan kepada orang lain. Biaya terbesar berikutnya adalah tenaga kerja dalam keluarga. Petani dengan luas lahan < 0,5 Ha mengeluarkan biaya lebih besar untuk komponen tenaga kerja dalam keluarga daripada petani dengan luas lahan > 0,5 Ha. Hal ini menunjukkan petani dengan luas lahan < 0,5 Ha (petani gurem) lebih banyak menggunakan tenaga kerja dari dalam keluarga daripada petani dengan luas lahan > 0,5 Ha. Penggunaan TKDK lebih sedikit digunakan petani dengan luas lahan > 0,5 Ha karena sebagian besar petani telah menggunakan jasa buruh tani untuk mengerjakan lahan ubinya. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya pada bab kerangka pemikiran, apabila dalam usahatani itu digunakan mesin-mesin pertanian, maka harus dihitung penyusutannya dan dianggap sebagai pengeluaran. Komponen biaya penyusutan cukup kecil nilainya karena peralatan yang dimiliki petani hanya berupa peralatan sederhana seperti cangkul, golok, parang, garpu, dan pacul. 74

91 Tabel 22 menunjukkan sebaran biaya penyusutan petani dengan luas lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha. Tabel 22. Sebaran Biaya Penyusutan pada Luas Lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha Biaya Penyusutan (Rp.) < 0,5 Ha (orang) > 0,5 Ha (orang) < < < < < > Jumlah 31 4 Rata-rata (Rp.) Dari sejumlah komponen biaya yang dikeluarkan petani, hanya nilai biaya pupuk NPK saja yang lebih besar dikeluarkan oleh petani dengan luas lahan > 0,5 Ha dibanding petani dengan luas lahan < 0,5 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa petani dengan luas lahan > 0,5 Ha lebih banyak menggunakan pupuk NPK dibandingkan penggunaan pupuk kimia jenis lain Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan tunai diperoleh dari hasil selisih penerimaan tunai dengan biaya tunai sedangkan pendapatan total merupakan selisih penerimaan total dengan biaya total. Berdasarkan Tabel 22 dapat diketahui pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total baik pada petani dengan luas lahan < 0,5 Ha dan petani dengan luas lahan > 0,5 Ha. Pendapatan atas biaya tunai petani dengan luas lahan < 0,5 Ha adalah sebesar Rp Sedangkan pendapatan atas biaya tunai petani dengan luas lahan > 0,5 Ha sebesar Rp Kemudian pendapatan atas biaya total petani dengan luas lahan < 0,5 Ha adalah sebesar Rp Sedangkan pendapatan atas biaya total petani dengan luas lahan > 0,5 Ha sebesar Rp Dengan demikian, pendapatan atas biaya tunai maupun biaya total 75

92 petani dengan luas lahan lebih dari 0,5 Ha lebih besar daripada petani dengan luas lahan kurang dari 0,5 Ha. Tabel 23. Perbandingan Pendapatan Usahatani pada Luas Lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha per Musim Tanam Keterangan Nilai (Rp.) < 0,5 Ha > 0,5 Ha Penerimaan Penerimaan Tunai Penerimaan Diperhitungkan Total Penerimaan Pengeluaran Pengeluaran Tunai Pengeluaran Diperhitungkan Total Pengeluaran Pendapatan atas Biaya Tunai Pendapatan atas Biaya Total R/C rasio atas Biaya Tunai 1,63 4,79 R/C rasio atas Biaya Total 1,07 1,90 Analisis R/C rasio juga menunjukkan penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Semakin besar nilai R/C rasio maka semakin besar juga penerimaan usahatani yang diperoleh. Hal tersebut menunjukkan kegiatan usahatani menguntungkan untuk dilaksanakan. Nilai R/C rasio atas biaya tunai petani dengan luas lahan > 0,5 Ha lebih besar daripada petani dengan luas lahan < 0,5 Ha. R/C rasio atas biaya tunai petani dengan luas lahan > 0,5 Ha sebesar 4,79 sedangkan petani dengan luas lahan < 0,5 Ha sebesar 1,63. Artinya adalah setiap seribu rupiah biaya yang dikeluarkan petani maka akan memperoleh penerimaan sebesar Rp (luas lahan > 0,5 Ha) dan Rp (luas lahan < 0,5 Ha). Sedangkan untuk R/C rasio atas biaya total luas lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha adalah sebesar 1,07 dan 1,90 artinya setiap seribu rupiah biaya yang dikeluarkan petani maka akan memperoleh penerimaan sebesar Rp (luas lahan < 0,5 Ha) dan Rp (luas lahan > 0,5 Ha). Hal ini menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar menguntungkan baik bagi petani dengan luas lahan < 0,5 Ha maupun luas lahan > 0,5 Ha. Hasil ini pun tidak berbeda dengan penelitian sebelumnya mengenai usahatani ubi jalar oleh Defri 2011 di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga dengan nilai R/C rasio atas biaya tunai sebesar 1,88 dan R/C atas biaya total 76

93 sebesar 1,23. Hasil penelitian tersebut menunjukkan usahatani ubi jalar di daerah penelitian tersebut juga menguntungkan. Hal tersebut karena nilai R/C atas biaya tunai maupun biaya total lebih besar dari satu. 77

94 VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Komoditas pertanian erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan efisiensi yang rendah. Kedua ukuran tersebut dipengaruhi oleh faktor yang sifatnya dapat dikendalikan maupun tidak oleh petani. Pada bagian ini akan membahas analisis faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar dan analisis efisiensi teknis serta faktor faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis produksi ubi jalar di Desa Cikarawang. Penelitian ini menggunakan pendekatan stochastic frontier Cobb-Douglass dan linier berganda. Metode ini dapat digunakan untuk mengestimasi tingkat efisiensi teknis. Parameter penduga yang digunakan adalah Maximum Likelihood (MLE). Metode MLE digunakan untuk menduga keseluruhan parameter faktor produksi, intersep, dan varians dari kedua komponen error. Metode MLE menggambarkan hubungan antara produksi maksimum yang dapat dicapai dengan sejumlah faktor produksi yang digunakan. Terdapat tujuh variabel independen penduga faktor produksi ini antara lain luas lahan (X 1 ), jarak tanam dalam baris (X 2 ), tenaga kerja (X 3 ), jumlah pupuk kandang (X 4 ), jumlah pupuk N (X 5 ), jumlah pupuk P (X 6 ), dan jumlah pestisida (X 7 ). Pada model fungsi produksi yang dibentuk, seluruh variabel independen memiliki nilai VIF di bawah 10 sehingga menunjukkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas pada fungsi produksi tersebut. Keberadaan nilai koefisien yang negatif sebaiknya dihindari untuk dua alasan. Pertama, agar relevan dengan analisis ekonomi maka nilai koefisien fungsi produksi harus positif. Ini berlaku asumsi bahwa penggunaan fungsi Cobb- Douglas adalah dalam keadaan law of diminishing returns untuk setiap input sehingga setiap penambahan input produksi dapat menghasilkan tambahan produksi yang lebih besar (Soekartawi 2002). Kedua, nilai koefisien yang negatif menyebabkan penurunan fungsi biaya dual tidak dapat dilakukan, sehingga dalam penentuan fungsi produksi dipilih fungsi produksi yang memiliki nilai koefisien keseluruhan yang positif (Coelli 1998). 78

95 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Usahatani Ubi Jalar Hasil pendugaan terhadap fungsi produksi stochastic frontier menggunakan tujuh variabel independen diperlihatkan pada Tabel 20. Nilai parameter pada fungsi produksi stochastic frontier (MLE) menunjukkan elastisitas produksi batas dari sejumlah input yang digunakan. Elastisitas pada fungsi produksi batas yang lebih besar menunjukkan bahwa peningkatan masing-masing input produksi dengan asumsi input lainnya tetap akan berpengaruh pada peningkatan produksi yang lebih besar dibandingkan dengan fungsi produksi rata-rata. Tabel 24 menunjukkan koefisien parameter dugaan fungsi produksi stochastic frontier dengan metode MLE beserta nilai signifikansinya dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Tabel 24. Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Stochastic Frontier Cobb Douglas dengan Metode MLE Variabel Koefisien MLE t-hitung Konstanta 2,293 3,651 Ln Luas lahan (Ha) 0,799* 7,264 Ln Jarak tanam (cm) -0,001-0,033 Ln Tenaga kerja (HOK) 0,182 1,307 Ln Pupuk kandang (kg) 0,061* 1,940 Ln Pupuk N (kg) -0,064* -2,135 Ln Pupuk P (kg) -0,099* -2,767 Ln Pestisida (ml) 0,002 0,072 Σ 2 0,095 γ 0,999 R-sq 0,762 Keterangan: * nyata pada 5 % t-tabel = 1,703 Nilai koefisien MLE fungsi produksi Cobb-Douglas menghasilkan output yang bernilai negatif serta berpengaruh nyata yaitu pada variabel pupuk N dan pupuk P. Seperti telah dibahas pada bab metode penelitian, penggunaan fungsi Cobb-Douglas berada dalam keadaan law of diminishing return untuk setiap inputnya. Dengan demikian, model fungsi produksi Cobb-Douglas tidak dapat digunakan untuk mengestimasi produksi ubi jalar pada penelitian ini sehingga fungsi produksi linier berganda digunakan dalam penelitian ini. Tabel 25 menunjukkan koefisien parameter dugaan fungsi produksi stochastic frontier dengan metode MLE dengan menggunakan fungsi produksi linier berganda. 79

96 Tabel 25. Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Stochastic Frontier Linier Berganda dengan Metode MLE Variabel Koefisien MLE t-hitung Konstanta 0,585 1,344 Luas lahan (Ha) 15,866* 11,912 Jarak tanam (cm) -0,013-0,729 Tenaga kerja (HOK) 0,036* 3,364 Pupuk kandang (kg) 0,000 0,656 Pupuk N (kg) -0,105* -8,981 Pupuk P (kg) -0,209* -4,259 Pestisida (ml) 0,014* 1,786 Σ 2 0,744 γ 0,125 R-sq 0,916 Keterangan: * nyata pada 5 % t-tabel = 1,703 Pada Tabel 25 diketahui nilai parameter γ sebesar 0,125. Artinya adalah perbedaan antara produksi yang sesungguhnya dengan kemungkinan produksi maksimum sebesar 12,5 persen disebabkan karena perbedaan inefisiensi teknis. Parameter γ merupakan rasio dari varians efisiensi teknis (µ i ) terhadap varians total produksi ( i ). Hasil pendugaan parameter dengan menggunakan fungsi produksi linier berganda menunjukkan nilai koefisien determinasi (R-sq) sebesar 91,6 persen, artinya sebesar 91,6 persen keragaman produksi ubi jalar di daerah penelitian dapat dijelaskan oleh input-input produksi yang digunakan dalam model sedangkan sisanya sebesar 8,4 persen dijelaskan oleh komponen error yang tidak dimasukkan dalam model. Koefisien dari variabel-variabel pada fungsi produksi linier berganda tidak menunjukkan elastisitas seperti pada fungsi produksi Cobb- Douglas sehingga diperlukan perhitungan elastisitas produksi dari setiap variabel fungsi produksi. Hasil perhitungan nilai elastisitas produksi dari setiap variabel independen fungsi produksi linier berganda ditunjukkan pada Tabel

97 Tabel 26. Elastisitas Fungsi Produksi Stochastic Frontier Linier Berganda dengan Metode MLE Variabel Elastisitas Luas lahan (Ha) 7,669* Jarak tanam (cm) 0,709 Tenaga kerja (HOK) -0,118* Pupuk kandang (kg) 0,191 Pupuk N (kg) -0,375* Pupuk P (kg) -5,386* Pestisida (ml) -5,391* Keterangan: * nyata pada 5 % t-tabel = 1,703 Hasil perhitungan elastisitas fungsi produksi stochastic frontier linier berganda dengan metode MLE menunjukkan bahwa faktor produksi yang berpengaruh nyata dan bernilai positif terhadap produksi ubi jalar di daerah penelitian pada taraf nyata 5 persen hanyalah variabel luas lahan. Sebaliknya, variabel tenaga kerja, pupuk N, pupuk P, dan pestisida bernilai negatif dan berpengaruh nyata sedangkan variabel yang bernilai positif tetapi berpengaruh tidak nyata antara lain jarak tanam dan pupuk kandang. Di daerah penelitian, variabel luas lahan memiliki nilai elastisitas positif dan berpengaruh nyata pada taraf nyata 5 persen. Nilai elastisitas variabel ini yaitu sebesar 7,669. Hasil ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Defri Nilai koefisien lahan sebesar 7,669 menunjukkan setiap peningkatan luas lahan sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi ubi sebesar 7,669 persen, cateris peribus. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat produksi ubi jalar masih berbanding lurus dengan luas lahan. Penggunaan lahan sangat berpengaruh besar terhadap produksi ubi. Variabel jarak tanam memiliki nilai elastisitas positif tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ubi di daerah penelitian. Artinya setiap penambahan atau pengurangan jarak tanam ubi dalam satu guludan tidak akan berpengaruh pada peningkatan produksi ubi. Hal ini diduga terjadi karena variasi jarak tanam stek ubi yang dilakukan oleh petani responden rendah atau dapat dikatakan jarak tanam stek ubi jalar hampir seragam yaitu 5-20 cm. Tenaga kerja memiliki nilai elastisitas negatif dan berpengaruh nyata terhadap produksi ubi pada taraf nyata 5 persen. Nilai koefisien tenaga kerja sebesar -0,118 menunjukkan setiap peningkatan jumlah penggunaan tenaga kerja 81

98 sebesar satu persen maka akan menurunkan produksi ubi sebesar 0,118 persen, cateris peribus. Hal ini menunjukkan rata-rata tenaga kerja yang digunakan petani di daerah penelitian yaitu sebanyak 29,885 HOK seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya sudah cukup bahkan berlebih. Penggunaan tenaga kerja oleh petani baik tenaga kerja dalam keluarga maupun luar keluarga di daerah penelitian sangat lazim mulai dari proses penyiapan guludan, penanaman, pemupukan, hingga pemanenan. Variabel pupuk kandang bernilai elastisitas positif dan berpengaruh tidak nyata terhadap produksi ubi di daerah penelitian. Nilai koefisien pupuk kandang sebesar 0,191. Hal ini menunjukkan rata-rata pupuk kandang yang digunakan petani di daerah penelitian yaitu sebanyak 3,2 ton seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya sudah cukup bahkan berlebih. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari petani menunjukkan bahwa pupuk kandang memiliki peran penting untuk meningkatkan kesuburan tanah yang akan mempengaruhi pertumbuhan ubi jalar. Ini dapat dilihat dari jumlah penggunaan pupuk kandang yang paling besar dibandingkan dengan penggunaan pupuk lainnya. Variabel pupuk N memiliki nilai elastisitas negatif dan berpengaruh nyata terhadap produksi ubi di daerah penelitian pada taraf nyata 5 persen. Nilai elastisitas pupuk N adalah sebesar -0,375. Hal ini menjelaskan bahwa penambahan penggunaan pupuk N sebesar satu persen justru akan mengurangi produksi sebesar 0,375 persen. Kondisi di lapangan petani menggunakan pupuk N rata-rata sebanyak 20,89 kg per hektar. Jumlah tersebut sebenarnya masih berada di bawah dosis pupuk yang dianjurkan dalam usahatani ubi jalar adalah kg N/H, namun diduga penyebabnya adalah karena petani di daerah penelitian selain menggunakan pupuk urea yang di dalamnya mengandung unsur N, petani juga menggunakan pupuk kandang dalam jumlah besar yaitu sebanyak 3,2 ton/ha. Pupuk kandang sendiri juga diketahui mengandung unsur N yang besar sehingga unsur N yang digunakan petani dalam usahtani ubi jalar di daerah penelitian sudah cukup bahkan berlebih. Variabel pupuk P memiliki nilai elastisitas negatif dan berpengaruh nyata terhadap produksi ubi di daerah penelitian pada taraf nyata 5 persen. Nilai koefisien variabel ini sebesar -5,386. Hal ini menjelaskan bahwa penambahan 82

99 penggunaan pupuk P sebesar satu persen justru akan mengurangi produksi ubi jalar di daerah penelitian sebesar 5,386 persen. Hal ini diduga terjadi akibat penggunaan pupuk P yang terkandung dalam pupuk phonska melebihi batas yang dianjurkan yaitu 25 kg phonska/ha sedangkan rata-rata penggunaan pupuk phonska di lapang sebesar 75,58 kg phonska/ha sehingga penambahan penggunaan pupuk P akan mengurangi produksi ubi jalar. Di daerah penelitian, variabel pestisida memiliki nilai elastisitas negatif dan berpengaruh nyata terhadap produksi ubi. Nilai koefisien lahan sebesar 5,391 menunjukkan setiap peningkatan penggunaan pestisida sebesar satu persen maka akan menurunkan produksi ubi sebesar 5,391 persen, cateris peribus. Rata-rata penggunaan pestisida di daerah penelitian sebanyak 91,76 kg. Ini menunjukkan penggunaan pestisida di daerah penelitian sudah cukup bahkan berlebih. Kejadian ini juga diduga terjadi akibat residu penggunaan pestisida sebelumnya sehingga lahan tidak bisa menyerap kandungan pestisida dengan baik. Berdasarkan hasil wawancara di lapang, petani yang melakukan penyemprotan pestisida cenderung hanya menduga-duga takaran yang mereka gunakan, tidak ada jumlah pasti yang diberikan petani sehingga diduga melebihi dosis yang dianjurkan. Takaran yang lebih banyak biasanya digunakan saat jumlah hama penyakit yang menyerang tanaman lebih banyak. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa variabel pupuk N, pupuk P, dan pestisida memiliki nilai elastisitas negatif dan berpengaruh nyata terhadap produksi ubi di daerah penelitian. Penyebabnya diduga terjadi akibat penggunaan pupuk maupun pestisida yang melebihi batas dari yang dianjurkan sehingga peningkatan penggunaannya justru akan menurunkan produksi ubi jalar. Untuk itu, salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah subsistem pendukung yang ada diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada petani mengenai penerapan teknologi pemupukan berimbang dan pestisida tepat guna sesuai dengan dosis anjuran agar dapat meningkatkan efisiensi teknis usahatani ubi jalar Analisis Efisiensi Teknis dan Inefisiensi Teknis Efisiensi teknis dianalisis menggunakan model fungsi produksi stochastic frontier. Sebaran efisiensi teknis petani responden dapat dilihat pada Tabel 27. Pada Tabel 26 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata efisiensi teknis petani 83

100 responden hanya sebesar 0,564 dengan nilai terendah 0,131 dan nilai tertinggi 0,955. Berdasarkan nilai rata-rata tersebut menunjukkan bahwa rata-rata produktivitas ubi jalar yang dicapai petani adalah 56,4 persen dari produktivitas maksimum yang dapat dicapai dengan sistem pengelolaan yang terbaik. Petani responden masih memiliki banyak kesempatan untuk memperoleh hasil potensial yang lebih tinggi seperti yang diperoleh petani yang memiliki nilai efisiensi teknis paling tinggi. Dalam jangka pendek, secara rata-rata petani ubi jalar di daerah penelitian berpeluang untuk meningkatkan produksi sebesar 40,94 persen (1-0,564/0,955). Tabel 27. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pencapaian Efisiensi Teknis dalam Usahatani Ubi Jalar di Desa Cikarawang Indeks Efisiensi Jumlah (orang) Persentase (%) 0,2 7 20,00 > 0,2 0,3 2 5,71 > 0,3 0,4 2 5,71 > 0,4 0,5 5 14,29 > 0,5 0,6 0 0,00 > 0,6 0,7 3 8,57 > 0,7 0,8 3 8,57 > 0,8 0,9 4 11,43 > 0, ,71 Total Rata-rata 0,564 Minimum 0,131 Maksimum 0,955 Adapun sebaran efisiensi petani ubi jalar di Desa Cikarawang berdasarkan luas lahannya disajikan dalam Tabel 28 berikut. Pada Tabel 28 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata efisiensi teknis petani responden dengan luas lahan berturutturut < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha sebesar 0,474 dan 0,576. Berdasarkan nilai rata-rata tersebut menunjukkan bahwa rata-rata produktivitas ubi jalar yang dicapai petani dengan luas lahan < 0,5 Ha adalah 57,6 persen dari produktivitas maksimum yang dapat dicapai dengan sistem pengelolaan yang terbaik sedangkan rata-rata produktivitas ubi jalar yang dicapai petani dengan luas lahan > 0,5 Ha sebesar 47,4 persen dari produktivitas maksimum yang dapat dicapai dengan sistem pengelolaan yang terbaik. Hal ini menunjukkan hasil yang berbeda dengan hasil analisis pendapatan yang telah dijabarkan sebelumnya dimana petani dengan luas 84

101 lahan > 0,5 Ha lebih efisien dari aspek biaya. Berdasarkan sebaran efisiensi petani berdasarkan luas lahan ternyata petani dengan luas lahan > 0,5 Ha justru memiliki nilai efisiensi teknis lebih rendah dibandingkan dengan petani yang memiliki luas lahan < 0,5 Ha. Tabel 28. Sebaran Tingkat Pencapaian Efisiensi Teknis dalam Usahatani Ubi Jalar di Desa Cikarawang pada Luas Lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha < 0,5 Ha > 0,5 Ha Indeks Jumlah Persentase Jumlah Persentase Efisiensi (orang) (%) (orang) (%) 0,2 5 16,13 2 0,50 > 0,2 0,3 2 6,45 0 0,00 > 0,3 0,4 2 6,45 0 0,00 > 0,4 0,5 5 16,13 0 0,00 > 0,5 0,6 0 0,00 0 0,00 > 0,6 0,7 2 6,45 1 0,25 > 0,7 0,8 3 9,68 0 0,00 > 0,8 0,9 4 12,90 0 0,00 > 0, ,81 1 0,25 Total Rata-rata 0,576 0,474 Minimum 0,131 0,167 Maksimum 0,955 0,931 Tabel 29 menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknis petani di daerah penelitian dengan menggunakan efek inefisiensi teknis dari fungsi produksi stochastic frontier. Variabel yang berpengaruh nyata terhadap efek inefisiensi adalah usia petani dan pengalaman. Tabel 29. Parameter Dugaan Efek Inefisiensi Teknis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Variabel Nilai Dugaan t-rasio Konstanta 5,606 2,778 Usia petani -0,122* -3,085 Tingkat pendidikan -0,139-1,199 Pengalaman 0,074* 2,598 Keikutsertaan poktan -0,010-0,012 Varietas yang ditanam -0,293-0,272 Status dalam Rumah Tangga 0,808 1,074 Status usahatani -0,911-1,407 Status kepemilikan lahan 1,126 1,594 Pola tanam -0,145-0,147 Keterangan: * nyata pada 5 % t-tabel = 1,703 85

102 Adapun pengaruh dari masing-masing efek inefisiensi teknis diuraikan sebagai berikut: 1. Usia Petani Faktor usia responden diduga berpengaruh negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani ubi jalar di daerah penelitian pada taraf nyata 5 persen. Hasil ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Khotimah Koefisien pada faktor usia sebesar -0,122 menunjukkan bahwa penambahan usia petani satu tahun maka akan menurunkan tingkat inefisiensi sebesar 0,122 cateris paribus. Hasil ini sesuai dengan hipotesis awal dimana diduga semakin bertambah usia petani maka akan menurunkan tingkat inefisiensi karena semakin tua petani menunjukkan semakin berpengalaman sehingga semakin baik dalam mengelola usahataninya. Mayoritas petani responden di daerah penelitian berusia tahun menunjukkan petani masih berada pada usia produktif. Selain itu, bertani ubi jalar pun tidak membutuhkan teknik budidaya yang sulit untuk diterapkan serta tidak terlalu membutuhkan kemampuan fisik yang besar. Oleh karena itu, di lokasi penelitian penambahan usia petani responden tidak menyebabkan peningkatan tingkat inefisiensi teknis. Pada Gambar 7 di bawah ini membuktikan bahwa semakin tua usia petani tidak menyebabkan penurunan produktivitas ubi jalar. Gambar 7. Hubungan antara Usia Petani dengan Produktivitas Ubi Jalar 2. Tingkat Pendidikan Faktor tingkat pendidikan adalah lama waktu (tahun) yang digunakan petani untuk menjalani pendidikan formalnya. Tingkat pendidikan diduga berpengaruh negatif tetapi tidak nyata. Hasil ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh 86

103 Khotimah 2010 dimana pendidikan berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama tingkat pendidikan formal petani maka akan menurunkan tingkat inefisiensi produksi ubi jalar. Hasil ini sesuai dengan hipotesis awal yang telah dikemukakan. Pendidikan dapat menurunkan tingkat inefisiensi karena pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara berpikir petani. Pengetahuan membaca dan menulis dapat digunakan petani untuk membuat catatan seputar kegiatan usahataninya. Kemampuan membaca petani juga dapat digunakan untuk membaca tulisantulisan seperti brosur, majalah, surat kabar, dan media cetak lainnyayang berkaitan dengan usahataninya sehingga dapat menambah pengetahuan petani. Gambar 8 menunjukkan hubungan antara produktivitas dan lama pendidikan petani responden di daerah penelitian. Gambar 8. Hubungan antara Lama Pendidikan dengan Produktivitas Ubi Jalar 3. Pengalaman Pengalaman diukur berdasarkan lamanya (jumlah waktu) petani telah berusahatani ubi jalar. Tabel 29 menunjukkan bahwa pengalaman petani diduga berpengaruh positif dan nyata pada taraf nyata 5 persen terhadap efek inefisiensi. Hasil ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Khotimah Koefisien pada faktor pengalaman sebesar 0,074 menunjukkan bahwa peningkatan pengalaman petani satu persen justru akan meningkatkan inefisiensi teknis sebesar 0,074 persen. Hal ini bisa terjadi karena semakin lama pengalaman petani dalam 87

104 berusahatani ubi jalar maka akan merasa semakin benar apa yang sudah biasa diterapkannya. Salah satu indikatornya adalah hasil produksi yang baik menurut petani sehingga petani enggan mengikuti saran-saran yang diberikan penyuluh walaupun pada nyatanya apa yang telah diterapkannya selama bertani tidak sesuai anjuran. Gambar 9 menunjukkan hubungan antara produktivitas dan pengalaman petani responden di daerah penelitian. Gambar 9. Hubungan antara Pengalaman dengan Produktivitas Ubi Jalar 4. Keikutsertaan dalam Kelompok Tani Variabel keikutsertaan dalam kelompok tani dianggap dapat mewakili variabel pendidikan non formal petani. Ini dikarenakan dalam sebuah kelompok tani akan terdapat kegiatan-kegiatan seperti penyuluhan dan pelatihan yang merupakan bagian dari pendidikan non formal petani. Tabel 29 menunjukkan bahwa faktor keikutsertaan petani dalam kelompok tani diduga berpengaruh negatif tetapi tidak nyata. Koefisien keikutsertaan poktan sebesar -0,010. Artinya bahwa keikutsertaan petani dalam kelompok tani akan menrunkan tingkat inefisiensi petani dalam berusahatani ubi jalar atau menyebabkan efisiensi teknis produksi ubi jalar menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang tidak ikut serta dalam kelompok tani. Ini disebabkan karena pendidikan yang diperoleh petani dalam kelompok tani berupa penyuluhan dan pertemuan rutin akan membuka wawasan petani serta menambah keterampilan dan pengalaman petani dalam mengelola usahataninya. Variabel ini berpengaruh tidak nyata karena 88

105 sebanyak 82,58 persen (29 orang) dari seluruh responden penelitian telah tergabung dalam kelompok tani setempat sehingga variasinya rendah. 5. Varietas yang Ditanam Faktor varietas yang ditanam diduga memberikan pengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis. Hasil perhitungan pada Tabel 29 menunjukkan bahwa varietas yang ditanam memiliki pengaruh tidak nyata terhadap inefisiensi teknis. Nilai negatif pada variabel ini menunjukkan bahwa penggunaan varietas Ace dapat memperkecil tingkat inefisiensi teknis dibandingkan dengan menanam varietas jenis lain. Variabel ini berpengaruh tidak nyata karena hanya sebanyak 11,43 persen saja (4 orang) dari seluruh responden penelitian yang tidak menanam varietas Ace. 6. Status dalam Rumah Tangga Status dalam rumah tangga diduga akan berpengaruh positif tetapi tidak nyata terhadap inefisiensi teknis pada taraf nyata 5 persen. Artinya petani yang berstatus sebagai kepala keluarga akan lebih tidak efisien secara teknis. Hal ini terjadi karena status sebagai kepala keluarga menjadikan petani bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup keluarganya sehingga menuntut seseorang untuk dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Jika hasil dari bertani ubi jalar dirasakan belum mampu mencukupi kebutuhan keluarga maka petani akan mencari tambahan pekerjaan lain sehingga konsentrasinya terhadap usahatani ubi jalar sedikit berkurang. Petani responden di daerah penelitian, selain berusahatani ubi jalar juga bekerja sebagai peternak. Hal tersebut dapat menyebabkan petani memluangkan waktu lebih banyak untuk mengurus ternaknya, dimana hewan ternak harus diberi makan minimal dua kali dalam sehari berbeda halnya dengan tumbuhan. 7. Status Usahatani Status usahatani ubi jalar petani sebagai pekerjaan utamanya diduga berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis. Tabel 29 menunjukkan variabel status usahatani negatif tetapi tidak nyata. Artinya petani yang menganggap bertani ubi jalar sebagai pekerjaan utamanya akan lebih efisien secara teknis dibandingkan dengan petani yang hanya menganggap bertani ubi jalar sebagai pekerjaan sampingan saja. Petani yang menganggap bertani ubi jalar sebagai 89

106 pekerjaan utamanya lebih fokus dan bersungguh-sungguh dalam usahatani ubi jalar. 8. Status Kepemilikan Lahan Status kepemilikan lahan diduga akan berpengaruh positif dan tidak berpengaruh nyata terhadap inefisiensi secara teknis. Hasil ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Khotimah 2010 dimana variabel kepemilikan lahan berpengaruh positif terhadap inefisiensi usahatani ubi jalar. Ini diduga terjadi karena petani yang mempunyai lahan sendiri (petani pemilik) bebas menentukan faktor-faktor produksi yang digunakannya baik berupa lahan, peralatan, dan sarana produksi lainnya tanpa dipengaruhi atau ditentukan oleh orang lain serta petani tidak mengeluarkan untuk untuk menyewa lahan sehingga kurang berorientasi pada hasil produksi. Petani menganggap bahwa jika hasil produksinya rendah maka tidak akan terlalu merugikan dirinya sendiri atau orang lain. Berbeda halnya jika petani menyewa atau menyakap lahan. Petani yang menyewa atau menyakap lahan mengeluarkan biaya untuk menyewa lahan dan menerapkan sistem bagi hasil bagi petani penyakap sehingga mereka berusaha menggunakan input produksi yang tersedia secara efisien agar memperkecil kerugian yang mungkin didapatkan. 9. Pola Tanam Pola tanam tumpangsari diduga akan berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis. Namun demikian, pola tanam tumpangsari pengaruhnya tidak nyata. Artinya pola tanam tumpangsari akan menurunkan inefisiensi atau menyebabkan efisiensi teknis produksi ubi lebih tinggi dibandingkan pola tanam monokultur. Pada penelitian ini, fokus yang dilakukan hanya untuk melihat efisiensi dari konsep efisiensi teknis saja dimana efisiensi teknis tercapai di saat sejumlah faktor produksi yang ada dapat menghasilkan output yang tinggi sedangkan kedua konsep lainnya yaitu efisiensi harga dan efisiensi ekonomis tidak dianalisis dalam penelitian ini. Untuk itu, agar diperoleh analisis efisiensi yang lebih komprehensif sebaiknya penelitian selanjutnya menganalisis kedua konsep lainnya yaitu efisiensi harga dan efisiensi ekonomis. 90

107 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Efisiensi biaya dapat diperoleh dari luasan lahan > 0,5 Ha. Pendapatan usahatani petani di daerah penelitian dengan luas lahan > 0,5 Ha lebih besar daripada luas lahan < 0,5 Ha baik atas biaya tunai maupun biaya total. Analisis R/C rasio pun menunjukkan nilai yang lebih besar pada luasan lahan yang lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar di daerah penelitian menguntungkan untuk dilaksanakan karena nilai R/C rasio menunjukkan nilai lebih dari Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar di daerah penelitian adalah luas lahan, tenaga kerja, penggunaan pupuk N, pupuk P, dan pestisida. 3. Nilai rata-rata efisiensi teknis petani responden hanya sebesar 0,564 artinya rata-rata produktivitas ubi jalar yang dicapai petani adalah 56,4 persen dari produktivitas maksimum yang dapat dicapai dengan sistem pengelolaan yang terbaik. Hal ini berkaitan dengan sumber-sumber inefisiensi teknis yang berpengaruh terhadap inefisiensi teknis yaitu usia petani dan pengalaman. 8.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat disampaikan antara lain: 1. Sebaiknya petani yang belum bergabung dalam kelompok tani dapat bergabung dengan kelompok tani setempat agar dapat mempermudah pemerolehan input produksi, meningkatkan pengetahuan petani melalui penyuluhan, mempermudah pemasaran produk, dan memperkuat posisi tawarnya terhadap harga jual ubi jalar. 2. Disaat supply ubi meningkat di pasaran, petani sebaiknya memberikan nilai tambah pada ubi jalar dengan mengolahnya menjadi produk lain 91

108 seperti tepung dan keripik ubi jalar sehingga petani dapat memperoleh tambahan pendapatan. 3. Sebaiknya pemerintah melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan dapat lebih mensosialisasikan dan mengefektifkan teknologi budidaya ubi jalar sehingga dapat meningkatkan efisiensi teknis usahatani ubijalar. 4. Untuk mengatasi hama lanas yang banyak menyerang ubi sebaiknya dilakukan pergiliran atau rotasi tanaman dengan jenis tanaman lain selain ubi jalar. 5. Pemerintah daerah sebaiknya mengatur sistem irigasi pertanian di wilayah penelitian terlebih setelah adanya pembangunan wisata setempat sehingga tidak berdampak pada produktifitas komoditas pertanian. 6. Penelitian selanjutnya diharapkan menganalisis tingkat efisiensi alokatif dan ekonomis sehingga diperoleh analisis efisiensi yang lebih komprehensif. 92

109 DAFTAR PUSTAKA Adiyoga W Beberapa Alternatif Pendekatan untuk Mengukur Efisiensi dan In-Efisiensi dalam Usahatani. Informatika Pertanian 8. Aisah N Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Produksi Usahatani Tomat dengan Pendekatan Stochastic Production Frontier di Desa Karawang, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. AjiN Peramalan Produksi dan Konsumsi Ubi Jalar Nasional dalam Rangka Rencana Program Diversifikasi Pangan Pokok [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Astuti I Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Produksi Usahatani Kentang di Desa Margamulya, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung dengan Pendekatan Stochastic Production Frontier[skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [BKP] Badan Ketahanan Pangan Pola Pangan Harapan Tahun Jakarta: Badan Ketahanan Pangan. [BKP] Badan KetahananPangan Nasi Aruk dan Ketahanan Pangan Nasional. Jakarta: Badan Ketahanan Pangan. [BKP] Badan Ketahanan Pangan Pemanfaatan Pangan Lokal Perkuat Ketahanan Pangan. Jakarta: Badan Ketahanan Pangan. [BPS] Badan Pusat Statistik Nasiona Jawa Barat Luas panen-produktivitas- Produksi Tanaman Ubi Jalardi Jawa Barat. Bandung: Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik Nasional a. Berbagai tahun. Luas panen- Produktivitas-Produksi Tanaman Ubi Jalar Provinsi Jawa Barat Tahun Jakarta: Badan Pusat Statistik. [BPS] BadanPusat Statistik Nasional b. Hasil Sensus Penduduk 2010.Jakarta: Badan Pusat Statistik. [BPPP Kementan] Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementrian Pertanian Kajian Keterkaitan Perdagangan Ubi Jalar untung Mendukung Program Keanekaragaman Pangan dan Gizi. Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementrian Pertanian. [BPTP] Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Panduan PengelolaanUsahatani (Ipomoea batatas). Bandung: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat. [BP4K] Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikan dan Kehutanan Kabupaten Bogor Data Kelompok Tani Wilayah Dramaga. bp4k.bogorkab.go.id.[10 November 2011]. 93

110 Brahmana MC Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Produksi Usahatani Padi Lahan Kering dengan Pendekatan Stochastic Production Frontier di Desa Tanggeung, Kecamatan Tanggeung, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Coelli T, D.S.P. Rao, dan Battese G.E An Introduction to Efficiency and Productivity Analysis. Kluwer Academic Publisher. London. Daniel M Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara. Defri K Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Ubi Jalar (Studi Kasus Desa Purwasari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor)[skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Manajemen, InstitutPertanian Bogor. Destialisma Pengolahan Hasil Tanaman Pangan. Jakarta: Dit PHP-PPHP. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat Petunjuk Teknis Pengelolaan Produksi Ubi Jalar. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementrian Pertanian Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun Rencana Dumaria E Analisis Efisiensi Usahatani Nenas di Desa Tambakan, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Haryani D Analisis Efisiensi Usahatani. Padi Sawah Pada Program Pengelolaan Tanaman Dan Sumberdaya Terpadu Di Kabupaten Serang Provinsi Banten. [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Hasyim A dan M Yusuf. 30 Juli Diversifikasi Produk Ubi Jalar Sebagai Bahan Pangan Substitusi Beras. Tabloid Sinar Tani. Herdiman F Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabuaten Bogor. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Hernanto F Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya. Hutauruk T L Analisis Efisiensi Usahatani Padi Benih Bersubsidi Di Kecamatan Telagasari,Kabupaten Karawang, Jawa Barat : PendekatanStochastic ProductionFrontier. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut PertanianBogor. Jayanto A D Budidaya Ubi Jalar. Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Khotimah H Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Ubi jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten kuningan Jawa Barat ; Pendekatan StochasticProduction Frontier.[skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor. 94

111 Krisdiana R dan Heriyanto Prospek Pengembangan dan Kendala Usahatani Ubi Jalar di Lahan Kering Masam. [10November 2011]. Maryono Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Padi Program Benih Bersertifikat: Pendekatan Stochastic Production Frontier. Studi kasus di Desa Pasirtalaga, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang [skripsi].bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nurmala S D Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ubi Jalar (Studi Kasus: Kelompok Tani Hurip, Desa Cikarawang, Kecaatan Darmaga, Kabupaten Bogor). [skripsi].bogor: FakultasEkonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Prayoga A Produktivitas dan Efisiensi Teknis Usahatani Padi Organik Lahan Sawah. Jurnal Agro Ekonomi Volume 28 (1):1-19. Rachmina D dan Maryono Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Padi ProgramBenih Bersertifikat di Kabupaten Karawang: Pendekatan Stochastic Production Frontier.Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian Volume 2. No 1-Juni Rahayu S SPSS Versi dalam Riset Pemasaran. Bandung: Alfabeta. Sari W S Analisis Pendapatan Usahatani dan Nilai Tambah Talas di Kecamatan Bogor Barat,Kota Bogor. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Soeharjo A Sendi - Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Bogor: Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Soekartawi A, Soeharjo, John L Dillon, J BrianHardaker Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta: UI-Press. Soekartawi Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi Edisi Revisi Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Sukiyono K Faktor Penentu Tingkat Efisiensi Teknik Usahatani Cabai Merah di Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong. Jurnal Agro Ekonomi 23 (2): Suliyanto Analisis Data dalam Aplikasi Pemasaran. Bogor: Penerbit Glalia Indonesia. Suratiyah K Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya. Suyastiri N M Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Berbasis Potensi Lokal dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Pedesaan di Kecamatan Semin Kabupaten Gunung Kidul. Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 13 (1): TasmanA Pengukuran Efisiensi : Pendekatan Stochastic Frontiers. Jambi: Fakultas Ekonomi. Universitas Jambi. Zuraida N Status Ubi Jalar sebagai Bahan Diversifikasi Pangan Sumber Karbohidrat. Iptek Tanaman Pangan 4 (1):

112 LAMPIRAN 96

113 Lampiran 1. Tabel Pola Pangan Harapan No Kelompok Pangan Th Th PPH Nasional Skor Skor Skor Gram PPH Gram PPH Gram PPH 1 Padi-padian 326,0 25,0 314,4 25, ,0 2 Umbi-umbian 51,7 1,6 40,2 1, ,5 3 Pangan hewani 90,0 15,7 84,8 14, ,0 4 Minyak dan lemak 22,8 5,0 21,8 4,9 20 5,0 5 Buah/biji berminyak 7,6 1,0 6,8 0,9 10 1,0 6 Kacang-kacangan 24,4 6,2 22,4 5, ,0 7 Gula 25,8 2,4 23,8 2,2 30 2,5 8 Sayur dan buah 241,7 25,1 199,5 21, ,0 9 Lain-lain 51,9 0,0 53,6 0,0-0,0 Total Skor PPH 81,9 75,7 100 Sumber : Susenas 2008 dan 2009; BPS, diolah pusat BKP Lampiran 2. Perkembangan Produksi Komoditas Utama Tanaman Pangan Tahun *) (000 ton) Komoditi Padi Jagung Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar Sumber : BPS Keterangan : *) Angka Sementara Tahun *) Pertumb. (%) 4,19 8,43 4,30-1,34-1,75 4,42 2,07 97

114 Lampiran 3. Persentase Rumah Tangga Pertanian di Jawa dan Luar Jawa dengan Sumber Pengahasilan Utama Sumber Penghasilan Jawa (%) Luar Jawa Indonesia (%) Utama (%) Tanaman Pangan 32,47 31,97 32,24 Hortikultura 4,89 3,94 4,45 Perkebunan 4,81 29,52 16,09 Kehutanan 1,38 0,26 0,87 Peternakan 4,52 3,16 3,90 Perikanan 1,94 4,13 2,94 Pertanian Lain 1,23 2,00 1,58 Buruh Pertanian 9,43 4,94 7,38 Luar Pertanian 39,34 20,07 30,54 Sumber: BPSdalam Renstra Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun Lampiran 4. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Ubi Jalar di Beberapa Provinsi Indonesia Tahun 2011 Provinsi Luas Panen Produktivitas Produksi (ton) (Ha) (Kw/Ha) Sumatera Utara , Jawa Barat , Jawa Tengah , Jawa Timur , Nusa Tenggara Timur ,49 125,048 Papua , Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011 Lampiran 5. Luas panen-produktivitas-produksi Tanaman Ubi Jalar Provinsi Jawa Barat Tahun Luas Panen (Ha) Produktivitas(Ku/Ha) Produksi (Ton) , , , , , Keterangan : Data Tahun 2011 adalah Angka Ramalan III. Sumber : Badan Pusat Statistik,

115 Lampiran 6. Produksi, Luas panen, dan Produktivitas Ubi Jalar di Beberapa Kecamatan di Kabupaten Bogor No Kecamatan Produksi (ton) Luas Panen (Ha) Produktivitas (ton/ha) Produksi (ton) Luas Panen (Ha) Produktivitas (ton/ha) 1 Tenjolaya , ,48 2 Cibungbulang , ,68 3 Ciampea , ,63 4 Dramaga , ,32 5 Megamendung , ,55 Sumber: BPS Kabupaten Bogor

116 Lampiran 7. Output Frontier 4.1 Cobb-Douglas Output from the program FRONTIER (Version 4.1c) instruction file = terminal data file = b-dta.txt the ols estimates are : coefficient standard-error t-ratio beta E E E+01 beta E E E+01 beta E E E+00 beta E E E+00 beta E E E+00 beta E E E+01 beta E E E+01 beta E E E+00 sigma-squared E+00 log likelihood function = E+02 the final mle estimates are : coefficient standard-error t-ratio beta E E E+01 beta E E E+01 beta E E E-01 beta E E E+01 beta E E E+01 beta E E E+01 beta E E E+01 beta E E E-01 delta E E E+01 delta E E E+01 delta E E E+00 delta E E E+00 delta E E E+01 delta E E E-01 delta E E E+01 delta E E E+00 delta E E E+00 delta E E E+00 sigma-squared E E E+01 gamma E E E+05 log likelihood function = E+01 LR test of the one-sided error = E

117 Lampiran 8. Output Frontier 4.1 Linier Berganda Output from the program FRONTIER (Version 4.1c) instruction file = terminal data file = a-dta.txt the ols estimates are : coefficient standard-error t-ratio beta E E E-01 beta E E E+02 beta E E E+00 beta E E E+01 beta E E E+00 beta E E E+01 beta E E E+01 beta E E E+01 sigma-squared E+01 log likelihood function = E+02 the final mle estimates are : coefficient standard-error t-ratio beta E E E+01 beta E E E+02 beta E E E+00 beta E E E+01 beta E E E+00 beta E E E+01 beta E E E+01 beta E E E+01 delta E E E+01 delta E E E+01 delta E E E+01 delta E E E+01 delta E E E-01 delta E E E+00 delta E E E+01 delta E E E+01 delta E E E+01 delta E E E+00 sigma-squared E E E+01 gamma E E E+00 log likelihood function = E+02 LR test of the one-sided error = E

118 technical efficiency estimates : firm year eff.-est E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E+00 mean efficiency = E

119 Lampiran 9. Foto Beberapa Kegiatan Usahatani Ubi Jalar di Desa Cikarawang 103

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive). Alasan pemilihan Kabupaten

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar Ubi jalar telah banyak diteliti dari berbagai bidang disiplin ilmu, akan tetapi penelitian mengenai efisiensi teknis usahatani belum pernah dilakukan.

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Komoditas pertanian erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan efisiensi yang rendah. Kedua ukuran tersebut dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tingkat Produksi Kedelai Peluang peningkatan produksi kedelai di dalam negeri masih terbuka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang menurut bentuk dan coraknya tergolong ke dalam usahatani perorangan dimana pengelolaannya dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun (Miliar Rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun (Miliar Rupiah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak bagi sistem perekonomian nasional. Sektor pertanian mengalami pertumbuhan positif dan memberikan kontribusi nyata terhadap

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sejak tahun Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sejak tahun Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil ubi jalar nomor empat di dunia sejak tahun 1968. Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Irian Jaya

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI TALAS KIMPUL DI NAGARI DURIAN GADANG KECAMATAN AKABULURU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

ANALISIS USAHATANI TALAS KIMPUL DI NAGARI DURIAN GADANG KECAMATAN AKABULURU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA ANALISIS USAHATANI TALAS KIMPUL DI NAGARI DURIAN GADANG KECAMATAN AKABULURU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA Husnarti Agribisnis Faperta Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat Abstrak Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan Pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian bangsa, hal ini ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Luas wilayah Indonesia dengan keragaman agroklimatnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Pertanian merupakan kegiatan yang penting dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Sehingga perlu adanya keterampilan dalam mengelola usaha pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar yang memberikan kontribusi sebesar 22,74 persen dibandingkan sektor-sektor lainnya, walaupun terjadi sedikit penurunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Varietas Bawang Merah

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Varietas Bawang Merah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Varietas Bawang Merah Salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam usahatani bawang merah adalah bibit. Penggunaan bibit atau varietas unggul akan mampu memberikan

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Terdahulu Kedelai Edamame

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Terdahulu Kedelai Edamame II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Terdahulu Kedelai Edamame Edamame yang memiliki nama latin Glycin max(l)merrill atau yang biasa disebut sebagai kedelai jepang. merupakan jenis tanaman sayuran yang bentuknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. didasarkan pada nilai-nilai karakteristik lahan sangat diperlukan sebagai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. didasarkan pada nilai-nilai karakteristik lahan sangat diperlukan sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penentuan jenis tanaman pangan yang sesuai ditanam pada lahan tertentu didasarkan pada nilai-nilai karakteristik lahan sangat diperlukan sebagai pendukung pengambilan keputusan,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN :

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : Usaha tani Padi dan Jagung Manis pada Lahan Tadah Hujan untuk Mendukung Ketahanan Pangan di Kalimantan Selatan ( Kasus di Kec. Landasan Ulin Kotamadya Banjarbaru ) Rismarini Zuraida Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Padi 2.2. Kajian Empiris Usahatani Padi Sehat

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Padi 2.2. Kajian Empiris Usahatani Padi Sehat II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Padi Tanaman padi (Oryza sativa L) termasuk dalam golongan Gramineae yang memiliki ciri khas masing-masing dimana antara varietas yang satu dengan varietas yang lain

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI UBI JALAR

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI UBI JALAR VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI UBI JALAR 6.1. Analisis Aspek Budidaya 6.1.1 Penyiapan Bahan Tanaman (Pembibitan) Petani ubi jalar di lokasi penelitian yang dijadikan responden adalah petani yang menanam

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Usahatani Padi di Indonesia Padi merupakan komoditi pangan utama masyarakat Indonesia. Pangan pokok adalah pangan yang muncul dalam menu sehari-hari, mengambil porsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa

memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa BAB I PENDAHULUAN Kebutuhan pangan secara nasional setiap tahun terus bertambah sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk, sementara lahan untuk budi daya tanaman biji-bijian seperti padi dan jagung luasannya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan sumber bahan makanan pokok bagi sebagian masyarakat Indonesia. Apalagi setelah adanya kebijakan pembangunan masa lalu, yang menyebabkan perubahan sosial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan gizi masyarakat. Padi merupakan salah satu tanaman pangan utama bagi

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: 1. Usahatani padi organik masih sangat sedikit dilakukan oleh petani, dimana usia petani padi organik 51

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap pembangunan di Indonesia,

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH 8.1. Penerimaan Usahatani Bawang Merah Penerimaan usahatani bawang merah terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... ii iii iv v vii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peran besar dalam perekonomian di Indonesia. Hal ini dikarenakan pertanian merupakan penghasil bahan makanan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditi salak merupakan salah satu jenis buah tropis asli Indonesia yang menjadi komoditas unggulan dan salah satu tanaman yang cocok untuk dikembangkan. Di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan pokok saja, tetapi telah berkembang menjadi berbagai jenis bahan makanan

I. PENDAHULUAN. pangan pokok saja, tetapi telah berkembang menjadi berbagai jenis bahan makanan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk Indonesia yang cukup pesat menyebabkan pemenuhan akan kebutuhan juga semakin banyak. Perkembangan tersebut terlihat pada semakin meningkatnya jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi wilayah (Badan Litbang Pertanian

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Dengan perkembangan teknologi, ubi kayu dijadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 7.1. Penerimaan Usahatani Kedelai Edamame Analisis terhadap penerimaan usahatani kedelai edamame petani mitra PT Saung Mirwan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR 8.1 Penerimaan Usahatani Ubi Jalar Penerimaan usahatani ubi jalar terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tentang analisis pendapatan usahatani padi, peneliti mengambil beberapa penelitian yang terkait dengan topik penelitian, dengan mengkaji dan melihat alat analisis yang digunakan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ir. Bambang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk

Lebih terperinci

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT Handoko Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Lahan sawah intensif produktif terus mengalami alih fungsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Faktor produksi utama dalam produksi pertanian adalah lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya. Tanaman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

Medan, November 2010 Ketua peneliti, Luthfi Aziz Mahmud Siregar, SP, MSc, PhD

Medan, November 2010 Ketua peneliti, Luthfi Aziz Mahmud Siregar, SP, MSc, PhD PRAKATA Indonesia merupakan negara penghasil ubi jalar nomor empat di dunia sejak tahun 1968. Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Irian Jaya, dan Sumatera Utara.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian berkelanjutan memiliki tiga tujuan yaitu: tujuan ekonomi (efisiensi dan pertumbuhan), tujuan sosial (kepemilikan/keadilan) dan tujuan ekologi (kelestarian

Lebih terperinci

beras atau sebagai diversifikasi bahan pangan, bahan baku industri dan lain sebagainya.

beras atau sebagai diversifikasi bahan pangan, bahan baku industri dan lain sebagainya. PENDAHULUAN Kebutuhan pangan secara nasional setiap tahun terus bertambah sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk sementara lahan untuk budidaya untuk tanaman bijibijian seperti padi dan jagung luasannya

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH Oleh : EKO HENDRAWANTO A14105535 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN EKO

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. [Diakses Tanggal 28 Desember 2009]

I PENDAHULUAN.  [Diakses Tanggal 28 Desember 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian semakin penting karena sebagai penyedia bahan pangan bagi masyarakat. Sekarang ini masyarakat sedang dihadapkan pada banyaknya pemakaian bahan kimia di

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1 Analisis Produksi Stochastic Frontier 7.1.1 Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki persepsi yang berbeda terhadap perubahan iklim. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI SKRIPSI YAN FITRI SIRINGORINGO JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1. Keragaan Usahatani Padi Keragaan usahatani padi menjelaskan tentang kegiatan usahatani padi di Gapoktan Jaya Tani Desa Mangunjaya, Kecamatan Indramayu, Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini pertanian organik menjadi suatu bisnis terbaru dalam dunia pertanian Indonesia. Selama ini produk pertanian mengandung bahan-bahan kimia yang berdampak

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 045/11/11/Th.V. 01 November 2011 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA RAMALAN III TAHUN 2011) Sampai dengan Subrorund II (Januari-Agustus) tahun 2011,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN UBI JALAR DAN PELUANG PENGEMBANGANNYA UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PERCEPATAN DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN DI JAWA TENGAH

PERKEMBANGAN UBI JALAR DAN PELUANG PENGEMBANGANNYA UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PERCEPATAN DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN DI JAWA TENGAH Lutfi Aris Sasongko Perkembangan Ubi Jalar... PERKEMBANGAN UBI JALAR DAN PELUANG PENGEMBANGANNYA UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PERCEPATAN DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN DI JAWA TENGAH Lutfi Aris Sasongko Staf

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah maupun yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT Rachmat Hendayana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor ABSTRAK Makalah

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketergantungan terhadap bahan pangan impor sebagai akibat kebutuhan. giling (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2015).

I. PENDAHULUAN. Ketergantungan terhadap bahan pangan impor sebagai akibat kebutuhan. giling (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2015). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketergantungan terhadap bahan pangan impor sebagai akibat kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap komoditas beras sebagai bahan pangan utama cenderung terus meningkat setiap

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci