MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA"

Transkripsi

1 LAPORAN MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL 2016

2

3 LAPORAN MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL 2016 Tim Penyusun: Bagus Takwin M. Himawan Arifianto Alfindra Primaldhi Paksi Walandow Sahat K. Panggabean Mei 2017 Didukung oleh: Laporan ini dihasilkan atas dukungan pendanaan dari TIFA dan Ford Foundation Isi dari buku ini sepenuhnya tanggung jawab INFID dan penulis, dan tidak mencerminkan posisi TIFA dan Ford Foundation

4

5 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 5 RINGKASAN 6 BAB 1. PENDAHULUAN 11 MENGGALI PERSEPSI WARGA MENGENAI KETIMPANGAN SOSIAL 11 SEBAGAI CARA MENDETEKSI KEADILAN SOSIAL 1.1. Latar Belakang Pertanyaan Utama Tujuan Pengukuran Ketimpangan Sosial Manfaat Indeks Ketimpangan Sosial 14 BAB 2. TEMUAN-TEMUAN PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL Sumber Ketimpangan Sosial Ranah dan Wilayah Ketimpangan Derajat Ketimpangan Ketimpangan Penghasilan dengan Harapan Ketimpangan Berdasarkan Gender 26 BAB 3. INDEKS KETIMPANGAN SOSIAL Indeks Ketimpangan Sosial Perlakuan Diskriminatif Bantuan Hukum 36 Bab 4. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Rekomendasi 39 DAFTAR PUSTAKA 42 Lampiran 1 43 Lampiran 2 45 PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL

6

7 KATA PENGANTAR Pemerintah Indonesia telah menjadikan penurunan ketimpangan menjadi salah satu prioritas pembangunan. Berbagai upaya telah dilakukan dan hasilnya mulai terlihat, setidaknya dari menurunnya angka gini rasio dalam dua tahun terakhir. Sebagai kontribusi untuk memperkuat upaya pengurangan ketimpangan di Indonesia, INFID berinisiatif untuk melakukan survei warga tentang Ketimpangan Sosial. Survei yang dilakukan selama kurang lebih 3 bulan ini mengambil sampel sebanyak 2 10 responden di seluruh Indonesia. Berdasarkan hasil survei, tidak hanya diketahui aspek-aspek dan penyebab ketimpangan, namun juga langkah atau cara untuk mengatasi ketimpangan tersebut berdasarkan penilaian warga. Harapannya, hasil survei dapat dijadikan salah acuan untuk memantau upaya-upaya pemerintah dalam mengurangi ketimpangan. Tidak hanya itu, hasil survei ini juga diharapkan dapat membantu memperkuat pengambil kebijakan untuk merumuskan kebijakan dan program pengurangan ketimpangan. Akhir kata, kami ingin menghaturkan terima kasih kepada Dr. Bagus Takwin beserta timnya yang telah bekerja keras dalam melaksanakan dan menyusun laporan ketimpangan social ini. Jakarta, 15 Mei 2017 Hamong Santono Senior Program Officer SDGs INFID PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL

8 RINGKASAN Di tahun 2016, INFID melakukan pengukuran penilaian warga mengenai ketimpangan sosial yang terjadi di Indonesia selama tahun Hasilnya menunjukkan bahwa dalam penilaian warga ada penurunan ketimpangan sosial menurut warga. Indeks ketimpangan yang diperoleh lebih baik dari tahun sebelumnya. Indeks ketimpangan berubah dari 5,06 menjadi 4. Artinya setiap rata-rata warga menilai ada 4 ranah yang timpang di Indonesia. Meski ada penurunan ketimpangan jika dibandingkan dengan tahun 2014, indeks ketimpangan di tahun 2015 masih tergolong tinggi. Secara keseluruhan, 77% responden (dari total sampel 2 0) mempersepsikan adanya ketimpangan setidaknya pada satu ranah. Bisa dikatakan, 7 dari 10 warga Indonesia mempersepsi adanya ketimpangan. Penghasilan dirasakan oleh warga sebagai ranah yang paling timpang dan paling besar peranannya dalam menghasilkan ketimpangan sosial. Ketimpangan penghasilan berdampak pada ketimpangan pada kepemilikan rumah dan harta benda, pendidikan dan kesehatan.pengaruh ketimpangan penghasilan terhadap ketimpangan sosial keseluruhan paling besar. Warga juga menilai masih terjadinya diskriminasi. Diskrimisnasi dipersepsi oleh warga terjadi baik di Indonesia Bagian Barat, Tengah dan Timur. Persepsi pengalaman diskriminasi lebih tinggi di Indonesia bagian Timur dan Sumatra, bila dibandingkan dengan rata-rata (seluruh Indonesia). Persepsi ketimpangan gender lebih tinggi di wilayah Indonesia Bagian Timur dibandingkan dengan wilayah Indonesia Bagian Barat. Dua aspek yang dinilai paling timpang di antara laki-laki dan perempuan adalah kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan. 6 LAPORAN MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA

9 Rekomendasi Berdasarkan temuan-temuan Indeks Ketimpangan Sosial 2016 ini, dikemukakan rekomendasi sebagai berikut. 1. Kesenjangan yang paling dirasakan oleh warga adalah ketimpangan penghasilan. Ketimpangan penghasilan ini erat kaitannya dengan kesempatan kerja. Dengan dasar ini, direkomendasikan program sosial dalam bentuk pemberian tunjangan bagi pencari kerja sebagai salah satu cara untuk mengurangi ketimpangan penghasilan. Pemberian tunjangan ini dapat berperan untuk meningkatkan distribusi pendapatan. Bentuk dari tunjangan bagi pencari kerja dapat terdiri atas dua jenis: a. Tunjangan dalam bentuk uang yang diberikan kepada warga yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) melalui program asuransi; b. Tunjangan dalam bentuk bantuan konsultasi dan agen pencarian kerja bagi para pekerja yang membutuhkan pekerjaan sesuai dengan keahlian dan pengalamannya. 2. Untuk dapat meningkatkan penghasilan, para pekerja juga seringkali memerlukan peningkatan keahlian atau menambah keahlian baru. Agar para pekerja dapat meningkatkan atau menambah keahliannya, diperlukan program sosial dalam bentuk tunjangan pelatihan kerja, khususnya bagi mereka yang berusia di atas 30 tahun baik perempuan maupun laki-laki. 3. Diperlukan paket penyelamatan untuk semua orang dewasa yang tidak memiliki pekerjaan dengan gaji bagus, mungkin karena kehidupan rumah tangga yang buruk dan/atau sekolah dan pelatihan yang tidak berhasil, agar mereka dapat memperoleh dan mempertahankan pekerjaan dengan penghasilan yang baik. 4. Untuk mengurangi pengangguran sebagai penyebab utama kemiskinan dan ketidaksetaraan, diperlukan langkah-langka. Pengangguran bisa dikurangi dengan: a. Skema penciptaan lapangan kerja yang disponsori pemerintah. b. Kebijakan pasar tenaga kerja aktif untuk meningkatkan kemampuan kerja, seperti skema re-training. c. Skema kesejahteraan kerja yang mendorong partisipasi pasar tenaga kerja. PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL

10 d. Menyelenggarakan program pelatihan sektoral, magang, dan program kerja sambil belajar. e. Berikan insentif yang kuat untuk penciptaan lapangan kerja di dalam kota/ kabupaten. 5. Paket penyelamatan perlu diberlakukan untuk semua anak yang tidak memiliki awal yang baik dalam hidup atau tidak berprestasi di sekolah. Paket semacam itu harus memastikan bahwa anak-anak dapat mencapainya dari sekolah dan pelatihan sehingga akhirnya mendapatkan dan memperoleh pekerjaan dengan bayaran yang baik. 6. Pemberian pendidikan kesetaraan gender pada siswa SMP dan SMA, baik dalam sesi-sesi kelas khusus maupun dalam bentuk pembiasaan praktik pembelajaran dan aktivitas berbasis kesetaraan gender. 7. Meningkatkan bimbingan dan upaya lainnya untuk meningkatkan jumlah perempuan dalam pekerjaan laki-laki dan posisi kepemimpinan politik. 8. Tingkatkan dana pemerintah untuk opsi penitipan anak berkualitas tinggi sehingga memungkinkan orang tua, dan terutama ibu-ibu, bekerja di luar rumah jika mereka menginginkannya, dan melakukannya tanpa rasa takut bahwa keuangan mereka atau kesejahteraan anak-anak mereka akan dikompromikan atau dikorbankan. 9. Diperlukan kajian khusus mengenai faktor apa saja yang dapat mengurangi ketimpangan dan meningkatkan keadilan sosial, baik di tataran struktural, kultural dan personal. Di setiap tataran, sekaligus juga dikaji cara-cara mengurangi ketimpangan dan meningkatkan keadilan sosial di setiap tataran. Diperlukan juga kajian khusus mengenai program sosial apa saja yang dapat mengurangi ketimpangan. Perlu diketahui program sosial apa yang memiliki efek langsung terhadap penurunan ketimpangan, dan program sosial apa yang memiliki efek tak langsung. 10. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program-program pengurangan ketimpangan disarankan untuk dilakukan secara komprehensif. Pemantauan dan evaluasi ini dilakukan mulai dari perencanaan hingga pengukuran hasil dan dampak. Evaluasi tidak hanya dilakukan pada akhir pelaksanaan program, melainkan perlu dilakukan dalam keseluruhan rentang pelaksanaan program, sejak awal, pertengahan hingga akhir program sehinggaselain dapat menjadi masukan bagi pelaksanaan program berikutnya, juga menjadi dasar untuk perbaikan program yang sedang berlangsung. 8 LAPORAN MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA

11 PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL

12 10 LAPORAN MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA

13 BAB 1 PENDAHULUAN MENGGALI PERSEPSI WARGA MENGENAI KETIMPANGAN SOSIAL SEBAGAI CARA MENDETEKSI KEADILAN SOSIAL 1.1. Latar Belakang Kehidupan bersama yang memadai dan memiliki legitimasi adalah kehidupan yang menghasilkan keadilan. Tanpa keadilan, kehidupan bersama tak bermakna karena tak berbeda dengan hidup yang dijalani sendiri-sendiri oleh individu. Tujuan kehidupan bersama keadilan dalam kebersamaan dan kebahagiaan bagi individu yang berhimpun di dalamnya. Keadilan ini biasa disebut keadilan sosial, dengan pengertian keadilan dalam distribusi kemakmuran, kesempatan, dan privilese, termasuk cara dan prosedur pendistribusian serta akses terhadap sumber daya yang mewujudkan kemakmuran. Keadilan sosial adalah elemen konstitutif pusat dari legitimasi dan stabilitas dari setiap komunitas politik. Tanpa keadilan sosial, legitimasi komunitas politik lemah dan tak stabil. Konsep keadilan sosial didasari oleh postulat bahwa setiap individu harus diberdayakan untuk mengejar arah kehidupan yang ditentukannya sendiri, agar mereka terlibat dalam partisipasi sosial yang luas. Latar belakang sosial tertentu, seperti keanggotaan dalam kelompok sosial tertentu atau ketidaksamaan titik awal tidak seharusnya memengaruhi secara negatif rencana kehidupan pribadi. Setidaknya ada enam dimensi keadilan sosial, meliputi pencegahan kemiskinan; akses pendidikan; inklusi pasar tenaga kerja; kohesi sosial dan non-diskriminasi; kesehatan; dan keadilan antargenerasi. Konsep keadilan ini menekankan penjaminan setiap kesempatan individu yang benar-benar sama untuk realisasi diri melalui investasi yang ditargetkan dalam pengembangan kapabilitas individu. Tujuannya adalah penyetaraan keadilan distributif atau kesetaraan kesempatan hidup formal dengan aturan main dan kode prosedur yang diterapkan sama. Tujuan yang lain PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL

14 adalah keadilan sosial sebagai kerangka aturan dan pedoman bagi masyarakat partisipatif yang mengaktifkan dan memberdayakan anggotanya. Keadilan sosial bukan hal yang terberi begitu saja atau sesuatu yang otomatis berfungsi di masyarakat. Diperlukan usaha terus-menerus untuk menghadirkannya dalam kehidupan bersama, mulai dari identifikasi faktor yang berpeluang menghasilkan ketidakadilan, hingga upaya aktivitas-aktivitas yang menghasilkan keadilan. Salah satu usaha mencegah dan mengatasi ketidakadilan sosial adalah dengan mengidentifikasi ketimpangan sosial, yaitu ketimpangan di ranah-ranah kehidupan masyarakat, seperti penghasilan; kepemilikan benda; kesehatan; pendidikan; hukum; gender; dan politik. Dengan demikian, perlu ada aktivitas pengukuran ketimpangan, termasuk mengukur persepsi yang mengandung penilaian warga mengenai ketimpangan yang terjadi di masyarakatnya. Pentingnya identifikasi ketimpangan sosial disadari oleh INFID. Salah satu upaya INFID mengidentifikasi ketimpangan sosial adalah mengukur persepsi warga mengenai ketimpangan sosial. Seperti yang dilakukan pada tahun 2015, pada tahun 2016 INFID juga melakukan pengukuran persepsi warga mengenai ketimpangan sosial yang terjadi pada tahun Pengukuran persepsi mengenai ketimpangan sosial merupakan satu bentuk audit dari warga mengenai keadilan sosial yang ada di masyarakat Indonesia. Hasilnya dapat menjadi bahan pembanding dan pelengkap pengukuran ketimpangan dalam bentuk lain yang pernah dilakukan di Indonesia, seperti Gini Ratio, yang umum dijadikan indeks dari ketimpangan distribusi pendapatan. Ketimpangan sosial merupakan indikator keadilan sosial. Pengukuran ketimpangan sosial menurut warga dapat memberikan pemahaman mengenai ketimpangan apa saja. Lebih jauh lagi digali makna ketimpangan sosial menurut warga, di ranahnya, dan jenis ketimpangan sosial yang dipersepsi. Pengukuran ketimpangan memberikan pemahaman mengenai upaya yang diperlukan untuk mengatasi ketimpangan yang kemudian perlu ditindaklanjuti dengan kebijakan program sosial yang tepat. Hasil pengukuran ketimpangan sosial melengkapi hasil Barometer Sosial 2016 yang diperoleh INFID melalui pengukuran persepsi warga, sehingga dapat memberikan pemahaman secara lebih komprehensif mengenai keadilan sosial dan usaha-usaha untuk mencapainya. 12 LAPORAN MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA

15 Pengukuran ketimpangan sosial ini menggunakan kerangka pemikiran social justice (keadilan sosial) yang dikemukakan oleh Wolfgang Merkel (2001). Keadilan sosial diartikan perwujudan kesempatan dan peluang hidup yang setara. Ketimpangan adalah indikator belum terwujudnya keadilan sosial secara memadai yang secara umum memberikan gambaran belum memadainya legitimasi dan stabilitas masyarakat sebagai komunitas politik. Perlu dibedakan antara tingkat aktual ketimpangan (ketimpangan yang aktual terjadi di masyarakat) dengan tingkat persepsi ketimpangan (persepsi responden tentang ketimpangan di masyarakat) serta penilaian normatif tentang tingkat yang diinginkan dari ketimpangan sosial (harapan warga tentang tingkat ketimpangan yang ditoleransi dan diterima). Banyak survei dilakukan menggunakan konsep kedua, yaitu tingkat persepsi ketimpangan. Konsep tersebut digunakan dalam survei ini. Pengukuran ketimpangan sosial dilakukan melalui metode survei dengan kuesioner. Dalam survei ini, digunakan alat ukur ketimpangan sosial yang mengukur penilaian warga mengenai ketimpangan di beberapa ranah. Warga diminta menilai ranahranah ketimpangan yang terjadi di Indonesia. Evaluasi berdasarkan sudut pandang warga dilakukan untuk mengatasi dan memperkecil kemungkinan bias rezim yang muncul dalam evaluasi dan laporan pemerintah. Pengukuran ketimpangan sosial ini merupakan bagian tugas INFID sebagai organisasi masyarakat sipil yang memiliki mandat untuk memantau pembangunan. Berdasarkan hasil pemantauan, berupaya mengubah kebijakan dan program pembangunan agar menjadi lebih inklusif, bermanfaat, imparsial, dan tidak diskriminatif. Dalam menjalankan mandatnya, INFID menaruh perhatian besar terhadap kemiskinan, ketimpangan penghasilan, ketimpangan kesempatan terutama kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan, serta belum adanya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun. Pengukuran ini merupakan usaha melengkapi bentuk pemantauan pembangunan Indonesia yang selama ini sudah dilakukan INFID. INFID telah melakukan berbagai bentuk pemantauan pembangunan melalui penelitian dan kajian, baik kajian dokumen maupun penelitian lapangan yang penting dan bermanfaat. Pemantauan INFID melalui pemantauan ini diharapkan memiliki daya pengaruh yang lebih luas, dipublikasikan kepada khalayak oleh media massa, PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL

16 dan menjadi perhatian publik. Berdasarkan hal tersebut, pengukuran Barometer Sosial dan Ketimpangan Sosial dilakukan oleh INFID secara rutin Pertanyaan Utama Pertanyaan yang diajukan dalam Survei Indeks Barometer Sosial (IBS) dan Ketimpangan Sosial Menurut Warga 2016, terdiri atas: 1. Ranah/aspek/hal apa yang berperan menghasilkan ketimpangan sosial di daerah Anda? 2. Dalam setiap ranah/aspek/hal yang berperan itu, seberapa besar ketimpangan sosial yang terjadi di daerah Anda? 3. Apa yang menyebabkan ketimpangan di daerah Anda? 4. Siapa yang seharusnya bertanggung jawab mengatasi ketimpangan sosial yang ada di daerah Anda? 5. Apa yang perlu dilakukan untuk mengurangi ketimpangan sosial di daerah Anda? 6. Seberapa jauh ketimpangan gender terjadi di daerah Anda? 7. Apakah ada perlakukan diskriminatif daerah Anda? Seberapa Jauh? 1.3. Tujuan Pengukuran Ketimpangan Sosial Survei Ketimpangan Sosial yang dilakukan INFID bertujuan untuk menggali persepsi warga mengenai: 1. Ranah/aspek/hal yang berperan menghasilkan ketimpangan sosial di Indonesia 2. Seberapa besar ketimpangan sosial yang terjadi di Indonesia 3. Penyebab ketimpangan sosial di Indonesia 4. Pihak yang seharusnya bertanggung jawab mengatasi ketimpangan sosial yang ada di Indonesia 5. Usulan cara mengurangi ketimpangan di Indonesia 6. Ketimpangan gender di Indonesia 7. Perlakukan diskriminatif di Indonesia 1.4. Manfaat Indeks Ketimpangan Sosial Indeks Ketimpangan Sosial berfungsi sebagai alat advokasi pembangunan yang kuat dan secara bersama melibatkan partisipasi anggota INFID di berbagai kota di Indonesia 14 LAPORAN MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA

17 Indeks Ketimpangan Sosial dapat digunakan sebagai laporan pemantauan pembangunan yang reguler, mudah dimengerti dan dipahami oleh publik, media massa, dan pengambil kebijakan. Indeks Ketimpangan Sosial berfungsi sebagai feedback dan evaluasi mengenai kinerja dan capaian kebijakan program sosial untuk mengatasi ketimpangan bagi pengambil kebijakan di tingkat nasional dan daerah mengenai kinerja serta capaian program sosial. Hasil yang Diharapkan Hasil yang hendak dicapai riset ini adalah laporan survei yang disebut sebagai Indeks Ketimpangan Sosial Menurut Warga Pemantauan pembangunan yang secara metodologis kuat dan bertanggung jawab dapat dilakukan melalui pengukuran ini. Sebelumnya INFID telah melansir Indeks Ketimpangan Diharapkan hasil Indeks Ketimpangan Sosial 2016 pun diliput banyak media massa Indonesia dan menjadi perhatian pengambil kebijakan. PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL

18 16 LAPORAN MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA

19 BAB 2 TEMUAN-TEMUAN PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL Bab ini akan memaparkan hasil survei persepsi warga mengenai ketimpangan sosial di Indonesia. Ketimpangan sosial adalah perbedaan penghasilan, sumber daya, kekuasaan, dan status di dalam dan di antara masyarakat (Naidoo dan Wills, 2008). Ketimpangan sosial secara rinci merujuk pada tingkat perbedaan kategori sosial orang (menurut karakteristik, seperti jenis kelamin, usia, kelas, dan etnis) dalam hal akses ke berbagai kemaslahatan sosial, seperti tenaga kerja, pasar dan sumber penghasilan, sistem pendidikan dan kesehatan, serta bentuk-bentuk representasi dan partisipasi politik. Ketimpangan sosial mencakup perbedaan kesempatan dan akses pada sumber daya, serta proses-proses yang menghasilkan kesempatan dan akses itu. Amartya Sen (1982) menekankan pentingnya melihat ketimpangan berdasarkan kesempatan (kapabilitas dasar: pendidikan dan kesehatan) dan ketimpangan berdasarkan proses (demokrasi, kemampuan mengontrol sumber daya, dan lingkungan). Konsep ketimpangan sosial dapat digunakan untuk memberikan gambaran perbedaan antara penghasilan rata-rata, hal yang didapatkan orang miskin dan kaya, memiliki akses pendidikan yang baik dan yang tidak, serta bentuk-bentuk pengelompokan lain dalam masyarakat. Konsep ketimpangan sosial dapat mengenali tingkat distribusi sumber daya dan infrastruktur pada warga negara yang berbeda latar belakangnya Sumber Ketimpangan Sosial Apa sumber ketimpangan sosial yang terjadi di kehidupan warga? Bagaimana penyebaran ketimpangan di wilayah Indonesia? Seberapa jauh ketimpangan dan perlakukan diskriminatif berlangsung di masyarakat Indonesia? Survei ini hendak menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut melalui persepsi warga. PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL

20 Ranah yang menjadi sumber ditentukan berdasarkan ranah kepuasan hidup yang memengaruhi kapabilitas, kesempatan, kebebasan, kontrol terhadap sumber daya, kepuasan hidup, dan kebahagiaan individu. Dalam pengukuran, ranah terdiri atas penghasilan; harta benda yang dimiliki; kesejahteraan keluarga; pendidikan; pekerjaan; rumah/tempat tinggal, lingkungan tempat tinggal; hukum; kesehatan; dan aktivitas politik. Warga diminta menilai apakah ranah-ranah ini merupakan sumber ketimpangan dan sejauh mana ketimpangan yang ada di setiap ranah. Secara umum, hasil yang didapatkan adalah warga mempersepsikan bahwa ranah-ranah tersebut merupakan sumber ketimpangan sosial. Sumber ketimpangan jika diurutkan dapat dilihat aspek yang menimbulkan masalah ketimpangan. Urutan tertinggi berada di atas. Urutan sumber ketimpangan adalah sebagai berikut. 1. Kesempatan mendapatkan pekerjaan 2. Penghasilan 3. Harta benda yang dimiliki 4. Rumah/tempat tinggal 5. Pendidikan 6. Kesejahteraan keluarga 7. Hukum 8. Keterlibatan dalam politik 9. Lingkungan tempat tinggal 10. Kesehatan 18 LAPORAN MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA

21 Grafik 1. Sumber dan Ranah Ketimpangan dalam Masyarakat Berdasarkan data, dapat dilihat ranah yang sering terjadi ketimpangan di masyarakat. Urutan tertinggi berada di atas. Urutan ranah yang sering terjadi ketimpangan adalah sebagai berikut. 1. Kesempatan mendapatkan pekerjaan 2. Penghasilan 3. Hukum 4. Pendidikan 5. Harta benda yang dimiliki 6. Rumah/tempat tinggal 7. Kesejahteraan keluarga 8. Keterlibatan dalam politik 9. Lingkungan tempat tinggal 10. Kesehatan Membaca data di atas, terdapat diskrepansi antara ranah yang dipersepsikan dapat menimbulkan ketimpangan dengan di ranah tempat ketimpangan aktual terjadi. Dapat dilihat dari jarak persentase ranah-ranah yang dipersepsikan menimbulkan ketimpangan dan di ranah-ranah tempat ketimpangan terjadi. PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL

22 2.2. Ranah dan Wilayah Ketimpangan Derajat Ketimpangan Warga mempersepsi ketimpangan terjadi di ranah yang dinilai. Derajat ketimpangannya tergolong moderat, memiliki rentang sebesar 14-28% partisipan menilai setiap ranah timpang-sangat timpang. Angka ini mengindikasikan peningkatan dibandingkan dengan tahun lalu, sehingga bisa dikatakan bahwa berdasarkan data yang didapat, ranah-ranah yang disebutkan dalam grafik di bawah ini lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu. Grafik 2. Persentase Ketimpangan di Setiap Ranah Grafik 3. PersentaseKetimpangan di Setiap Ranah di Indonesia Barat dan Timur 20 LAPORAN MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA

23 Indonesia jika dibagi menjadi dua, yaitu Barat dan Timur, dapat dilihat ketimpangan berdasarkan region yang disasar. Berdasarkan data yang didapatkan, secara umum persepsi ketimpangan lebih tinggi di wilayah Barat dibandingkan dengan wilayah Timur. Grafik 4. Persentase Ketimpangan di Setiap Ranah di Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Indonesia Bagian Timur (NTT, NTB, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat) Indonesia jika dibagi lima, yaitu Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, dan gugusan Indonesia bagian Timur, dapat dilihat ketimpangan yang lebih tinggi berada di Sumatera dan Jawa-Bali bila dibandingkan dengan wilayah lain Ketimpangan Penghasilan dengan Harapan Khusus penghasilan, diajukan pertanyaan mengenai kesesuaian penghasilan responden dengan yang diharapkan mereka. Penghasilan dirasakan warga sebagai ranah yang paling timpang dan paling besar peranannya dalam menciptakan ketimpangan sosial. Sebesar 40% masyarakat merasa penghasilan mereka berada di bawah harapan (kurang layak). Selain itu, sekitar 50% masyarakat merasa penghasilan mereka sesuai dengan harapan. Sementara, 10% masyarakat penghasilannya berada PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL

24 di atas harapan. Penemuan ini mengindikasikan adanya peningkatan dibandingkan tahun lalu, yaitu sekitar 50% warga menilai penghasilannya berada di bawah harapan. Lebih tinggi dibandingkan dengan tahun ini, yaitu sekitar 40% warga yang menilai penghasilannya berada di bawah harapan. Sekitar 40% masyarakat merasa penghasilannya berada di bawah harapan. Angka ini jika ditarik ke populasi, dapat dikatakan bahwa hampir setengah warga Indonesia dewasa menilai penghasilan mereka kurang layak. Penghasilan yang mereka dapatkan tidak dapat memenuhi kebutuhan primer atau hanya dapat memenuhi kebutuhan primer mereka. Sekitar 50% masyarakat merasa penghasilannya sudah sesuai dengan harapan, bahkan 10% responden merasa penghasilan mereka sudah berada di atas harapan. Hasil penelitian dapat diperoleh indikasi bahwa ketimpangan penghasilan masih cukup besar, walaupun membaik bila dibandingkan dengan tahun lalu. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jika dibagi berdasarkan kesesuaian penghasilan, masyarakat Indonesia terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu 1) Warga yang berpenghasilan kurang layak, 2) Warga yang berpenghasilan layak dan 3) Warga yang berpenghasilan lebih dari layak. Kelompok dengan proporsi terbesar adalah kelompok warga yang berpenghasilan layak, diikuti dengan kelompok warga yang berpenghasilan kurang layak. Proporsi terkecil adalah warga yang berpenghasilan lebih dari layak. Keadaan ini tersebar hampir merata di seluruh wilayah Indonesia. Grafik 5. Kesesuaian Penghasilan 22 LAPORAN MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA

25 Grafik6. Kesesuaian Penghasilan di Indonesia Barat dan Timur Terdapat perbedaan persepsi terhadap penghasilan di wilayah Barat dan Timur Indonesia. Perbedaan yang cukup signifikan ada pada persepsi bahwa penghasilan dianggap sesuai dengan harapan, wilayah Barat lebih tinggi sekitar 10% dibandingkan dengan wilayah Timur. Akan tetapi, dua kelompok lain tidak terdapat perbedaan yang cukup jauh. Masyarakat di wilayah Timur memiliki persepsi penghasilan yang dianggap melebihi harapan lebih tinggi 4% dibandingkan dengan wilayah Barat. Persepsi ketimpangan yang lebih besar berada di wilayah Timur, yaitu 44% warga merasa bahwa penghasilan mereka berada di bawah harapan, lebih tinggi dibanding wilayah Barat yang memiliki persentase 38%. PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL

26 Grafik 7. Kesesuaian Penghasilan di Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Indonesia Bagian Timur (NTT, NTB, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat Perbedaan persepsi terhadap penghasilan jika Indonesia dibagi menjadi lima wilayah akan memetakan ketimpangan lebih spesifik. Jika dilihat persebaran datanya, lima wilayah ini (Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Indonesia bagian Timur) terbagi menjadi dua pola ketimpangan. Gugus Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, dan Sulawesi tidak terlalu berbeda jauh ketimpangannya. Rata-rata 50% warga merasa bahwa penghasilannya sudah sesuai harapan dan sekitar 30% warga merasa penghasilannya masih berada di bawah harapan. Sementara, Indonesia bagian Timur berbeda dibandingkan pola sebelumnya, dengan jumlah persepsi penghasilan yang tidak sesuai harapan lebih rendah (51%) dibandingkan dengan penghasilan yang sesuai harapan (38%). Hasil ini memberikan gambaran bahwa terdapat ketimpangan dalam persepsi terhadap penghasilan, dengan implikasi bahwa warga di Indonesia bagian Timur merasakan ketimpangan lebih besar dibandingkan wilayah Indonesia lainnya. 24 LAPORAN MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA

27 Grafik 8. Distribusi Persepsi Kesesuaian Penghasilan dengan Usaha yang Dilakukan dan Kesesuaian Kebutuhan dari Penghasilan di Indonesia Timur dan Barat Mayoritas responden (60%) menilai penghasilan yang mereka peroleh sesuai dengan usaha mereka. Artinya, usaha mereka bekerja untuk mendapatkan penghasilan terkompensasi dengan baik. Sekitar 38% responden merasa bahwa penghasilan yang mereka dapatkan tidak mencukupi kebutuhan. Mereka menilai penghasilannya jauh dari harapan dan kecukupan pemenuhan kebutuhan. Persepsi ini relatif merata, baik di wilayah Indonesia Barat maupun Timur. Grafik 9. Distribusi Persepsi Kesesuaian Penghasilan dengan Usaha yang Dilakukan dan Kesesuaian Kebutuhan dari Penghasilan di Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Indonesia Bagian Timur PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL

28 Sebagian besar responden menilai penghasilan yang mereka peroleh tidak sesuai dengan usaha mereka. Artinya, usaha mereka dalam bekerja untuk mendapatkan penghasilan tidak terkompensasi dengan baik. Sekitar 30% warga menilai bahwa penghasilan mereka jauh dari harapan dan kecukupan pemenuhan kebutuhan. Persepsi ini relatif merata di berbagai wilayah, kecuali Kalimantan yang memiliki proporsi yang cenderung setara pada persepsi penghasilan yang sesuai dengan usaha Ketimpangan Berdasarkan Gender Berdasarkan rujukan dari penemuan tahun lalu, survei ini juga mengukur persepsi terhadap ketimpangan antara perempuan dengan laki-laki. Persepsi terhadap ketimpangan antara perempuan dengan laki-laki tergolong agak rendah, sebesar 32% responden menilai ada ketimpangan antara perempuan dengan laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan adanya inkoherensi dari penemuan beberapa ahli yang berkecimpung dalam permasalahan gender dengan penemuan survei ini. Penjelasan lain yang dapat digunakan untuk memahami persepsi warga adalah kesadaran mengenai kesetaraan gender belum tinggi di masyarakat, sehingga banyak warga yang kurang peka terhadap diskriminasi gender. Grafik 10. Persepsi Mengenai Ketimpangan antara Laki-laki dengan Perempuan 26 LAPORAN MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA

29 Grafik 11. Persepsi Mengenai Ketimpangan antara Laki-laki dengan Perempuan di Indonesia Barat dan Timur Persepsi ketimpangan gender lebih tinggi di wilayah Timur (35%) dibandingkan dengan wilayah Barat (29%). Hasil ini masih dapat dikategorikan sebagai ketimpangan yang tergolong rendah. Grafik 12. Persepsi Mengenai Ketimpangan antara Laki-laki dengan Perempuan di Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Indonesia Bagian Timur Penelitian menunjukkan, ketimpangan yang lebih tinggi dari rata-rata (Indonesia; secara keseluruhan) berada di wilayah Sumatera, Sulawesi, dan PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL

30 Indonesia Timur. Namun, rentang proporsi ini tidak terlalu berbeda jauh, sehingga dapat disimpulkan bahwa ketimpangan yang terjadi tergolong rendah. Berdasarkan penemuan dari Indeks Barometer Sosial 2015, terlihat adanya kebutuhan untuk melakukan studi lebih lanjut mengenai aspek yang menyebabkan ketimpangan gender. Aspek-aspek yang dipersepsikan menjadi sumber ketimpangan adalah harta benda yang dimiliki, penghasilan, lingkungan tempat tinggal, kesejahteraan keluarga, kesehatan, rumah/tempat tinggal, kesempatan mendapatkan pekerjaan, pendidikan, pengambilan keputusan yang terkait dengan kesejahteraan dirinya, dan hukum. Dua aspek yang dinilai paling timpang adalah kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan. Namun, aspek dari ketimpangan gender ini tidak dapat dilihat begitu saja. Untuk melihat ketimpangan gender secara utuh, perlu dilihat populasi di Indonesia dari aspek-aspek yang dianggap menjadi sumber ketimpangan gender, seperti perbandingan antargender pada posisi dan jenis pekerjaan yang memiliki implikasi pada perbedaan gaji yang diterima. Grafik 13. Persepsi terhadap Aspek Ketimpangan Gender yang Terjadi* *diolah dari responden yang mempersepsikan adanya ketimpangan gender 28 LAPORAN MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA

31 Grafik 14. Persepsi terhadap Aspek Ketimpangan Gender yang Terjadi* *diolah dari responden yang mempersepsikan adanya ketimpangan gender PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL

32 30 LAPORAN MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA

33 BAB 3 Indeks Ketimpangan Sosial Indeks Ketimpangan Sosial 2016 Indeks Ketimpangan Sosial 2016 ditentukan berdasarkan banyaknya ranah yang dinilai warga mengalami ketimpangan. Semakin besar indeks,semakin banyak ranah yang dinilai mengalami ketimpangan. Definisinya adalah sebagai berikut. Indeks Ketimpangan Sosial adalah angka yang mengindikasikan berapa banyak ranah dalam kehidupan sosial yang dinilai warga mengalami ketimpangan. Berdasarkan hal tersebut, Indeks Ketimpangan Sosial mengindikasikanjumlah ranah dari 10 ranah sumber ketimpangan yang dinilai timpang oleh seluruh responden. Rentang Indeks: = tidak ada ranah yang timpang 10 = ada ketimpangan di 10 ranah Indeks Ketimpangan Sosial 2016 adalah 4.,4 Artinya, seluruh responden menilai ada ketimpangan di 4 dari 10 ranah sumber ketimpangan Grafik 15. Indeks Ketimpangan Sosial 2016 PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL

34 Secara keseluruhan, 77% responden (dari total sampel 2010) mempersepsikan adanya ketimpangan, setidaknya di satu ranah. Bisa dikatakan, sekitar tujuh dari sepuluh warga Indonesia merasakan adanya ketimpangan. Dilihat per wilayah, lebih dari 70% responden di Jawa-Bali, Kalimantan, dan Sulawesi mempersepsikan bahwa mereka merasakan ketimpangan, setidaknya di satu ranah. Persentase lebih tinggi disumatera dan Indonesia Timur, yaitu lebih dari 80%. Di ranah harta benda yang dimiliki, ketimpangan paling besar dipersepsikan oleh masyarakat Jawa-Bali (25%), diikuti Sulawesi (22%), Sumatera (20%), Kalimantan (16%), dan Indonesia Timur (14%). Di ranah penghasilan, ketimpangan paling besar dipersepsikan masyarakat Jawa- Bali (38%), Kalimantan (30%), Sumatera (26%), Sulawesi (25%), dan Indonesia Timur (23%). Di ranah lingkungan tempat tinggal, ketimpangan paling besar dipersepsikan masyarakat Sulawesi (18%), Sumatera (15%), Indonesia Timur (14%), serta Jawa-Bali dan Kalimantan pada angka 13%. Di ranah kesejahteraan keluarga, ketimpangan paling besar dipersepsikan masyarakat Indonesia Timur (21%), Sulawesi (20%), Jawa-Bali (19%), Kalimantan (15%), dan Sumatera (14%). Di ranah kesehatan, ketimpangan paling besar dipersepsikan masyarakat Indonesia Timur (20%), Kalimantan (16%), Jawa-Bali dan Sulawesi berada di angka yang sama (14%), dan Sumatera (11%). Di ranah rumah/tempat tinggal, ketimpangan paling besar dipersepsikan masyarakat Kalimantan (26%), Sumatera (22%), Sulawesi (16%), serta Jawa-Bali dan Indonesia Timur (15%). Di ranah kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan, ketimpangan paling besar berada di wilayah Sumatera (34%), diikuti Kalimantan (31%), Jawa-Bali (27%), Indonesia Timur (26%), dan Sulawesi (21%). 32 LAPORAN MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA

35 Di ranah pendidikan, ketimpangan terbesar di Jawa-Bali (26%), diikuti Sulawesi dan Indonesia Timur (21%), Kalimantan (20%), dan Sumatera (19%). Di ranah keterlibatan dalam politik, ketimpangan terbesar berada di Sulawesi (20%), diikuti Sumatera (19%), Kalimantan dan Indonesia Timur (18%), dan Jawa-Bali (8%) yang perbedaannya yang cukup jauh. Di ranah hukum, ketimpangan yang terjadi dapat dianggap setara besarannya di semua daerah, dengan persentase terbesar Sumatera (24%), Indonesia Timur (22%), Kalimantan (21%), dan Jawa-Bali dan Sulawesi (19%) Perlakuan Diskriminatif Survei ini melakukan studi persepsi mengenai pengalaman perlakuan diskriminatif bagi dirinya, orang lain, dan seberapa jauh terjadi diskriminasi pada ranah-ranah tertentu (harta benda, penghasilan, lingkungan tempat tinggal, kesejahteraan keluarga, kesehatan, rumah/tempat tinggal, kesempatan mendapatkan pekerjaan, pendidikan, keterlibatan dalam politik, dan hukum).tujuannya untuk mencari tahu diskriminasi yang terjadi di Indonesia Grafik 16. Perlakuan Diskriminatif (Bagi Dirinya dan Orang Lain) PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL

36 Berdasarkan data, perlakuan diskriminatif yang terjadi di Indonesia tergolong rendah, yaitu kisaran 29% pada diri sendiri, dan 26% pada orang lain. Grafik 17. Perlakuan Diskriminatif (Bagi Dirinya dan Orang Lain) di Indonesia Barat dan Timur Persentase penilaian responden terhadap diskriminasi di Indonesia relatif setara antara Indonesia Barat dengan Timur. Grafik 18. Perlakuan Diskriminatif (Bagi Dirinya dan Orang Lain) di Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Indonesia Timur 34 LAPORAN MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA

37 Persepsi pengalaman diskriminasi lebih tinggi di Indonesia bagian Timur dan Sumatera, bila dibandingkan dengan rata-rata (seluruh Indonesia). Selain persebaran tindakan diskriminasi, perlu dilihat aspek-aspek yang menyebabkan diskriminasi. Melihat aspek-aspek yang menjadi konteks diskriminasi, secara umum terdapat tiga aspek yang rentan terhadap diskriminasi, yaitu harta benda, kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan, dan penghasilan. Grafik 19. Aspek-aspek yang Dipersepsikan Menjadi Konteks Diskriminasi PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL

38 Grafik 20. Aspek-aspek yang Dipersepsikan Menjadi Konteks Diskriminasi 3.3. Bantuan Hukum Survei ini membahas mengenai bantuan hukum dan perannya di masyarakat. Grafik 21. Bantuan Hukum Gratis bagi Rakyat Miskin dan Perannya Sebagian besar masyarakat (56%) tidak mengetahui bahwa negara menyediakan bantuan hukum gratis bagi rakyat miskin, meskipun mereka mempersepsikan bahwa bantuan hukum memiliki peranan yang sangat penting (62%) untuk memperoleh keadilan. 36 LAPORAN MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA

39 Grafik 22. Masalah Hukum dan Aparat Hukum Sebagian besar warga (62%) mengakui bahwa jika mereka mengalami masalah hukum, mereka akan membawanya ke aparat penegak hukum/pengadilan. Namun, 48% menjawab pasti untuk membawa masalah hukum ke aparat penegak hukum. Grafik 23. Fungsi dan Proses Memperoleh Kartu Identitas dan Akta Kelahiran Berdasarkan data yang didapatkan, 59% warga menilai bahwa kartu identitas/akta kelahiran sangat penting fungsinya bagi warga negara. Sekitar 57% warga menilai bahwa proses mendapatkan kartu identitas/akta kelahiran ini mudah, dan 15% yang menjawab prosesnya sangat mudah. PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL

40 38 LAPORAN MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA

41 Bab 4 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 4.1. Kesimpulan 1. Pada pengukuran kali ini, diperoleh indeks ketimpangan yang lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Indeks ketimpangan sosial pada tahun 2016 adalah 4,4. Artinya, seluruh responden menilai ada ketimpangan di 4 dari 10 ranah sumber ketimpangan. Indeks ketimpangan 2016 lebih rendah dibandingkan indeks ketimpangan 2015 yang mencapai angka 5,06. Menurut penilaian warga, secara keseluruhan pada 10 ranah yang dinilai di tahun 2015 terjadi penurunan ketimpangan sosial. 2. Secara keseluruhan, 77% responden (dari total sampel ) mempersepsikan adanya ketimpangan, setidaknya di satu ranah. Bisa dikatakan, 7 dari 10 warga Indonesia mempersepsi adanya ketimpangan. 3. Derajat ketimpangannya tergolong moderat, memiliki rentang sebesar 14-28% partisipan menilai setiap ranah timpang-sangat timpang. Angka ini mengindikasikan peningkatan dibandingkan dengan tahun lalu. 4. Penghasilan dirasakan oleh warga sebagai ranah yang paling timpang dan paling besar peranannya dalam menghasilkan ketimpangan sosial. 5. Persepsi pengalaman diskriminasi lebih tinggi di Indonesia bagian Timur dan Sumatera, bila dibandingkan dengan rata-rata (seluruh Indonesia). Terdapat tiga aspek yang rentan terhadap diskriminasi, yaitu harta benda, kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan, dan penghasilan. 6. Persepsi ketimpangan gender lebih tinggi di wilayah Indonesia bagian Timur dibandingkan dengan wilayah Indonesia bagian Barat. 7. Sebagian besar masyarakat (56%) tidak mengetahui bahwa negara menyediakan bantuan hukum gratis bagi rakyat miskin, namun hanya 48% yang menjawab pasti membawa masalah hukum tersebut ke aparat penegak hukum Rekomendasi 1. Mengingat kesenjangan yang paling dirasakan warga adalah ketimpangan penghasilan, diperlukan program sosial yang dapat mengatasi ketimpangan. PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL

42 Ketimpangan penghasilan erat kaitannya dengan kesempatan kerja. Berdasarkan hal tersebut, direkomendasikan program sosial dalam bentuk pemberian tunjangan bagi pencari kerja sebagai salah satu cara untuk mengurangi ketimpangan penghasilan. Pemberian tunjangan dapat berperan meningkatkan distribusi pendapatan. Bentuk tunjangan bagi pencari kerja terdiri atas dua jenis, antara lain. a. Tunjangan dalam bentuk uang yang diberikan kepada warga yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) melalui program asuransi. b. Tunjangan dalam bentuk bantuan konsultasi dan agen pencarian kerja bagi para pekerja yang membutuhkan pekerjaan sesuai dengan keahlian dan pengalamannya. 2. Para pekerja seringkali memerlukan peningkatan keahlian atau menambah keahlian baru untuk dapat meningkatkan penghasilan. Diperlukan program sosial dalam bentuk tunjangan pelatihan kerja agar para pekerja dapat meningkatkan atau menambah keahliannya, khususnya bagi mereka yang berusia di atas 30 tahun, baik perempuan maupun laki-laki. 3. Diperlukan paket penyelamatan bagi semua orang dewasa yang tidak memiliki pekerjaan dengan gaji bagus, mungkin karena kehidupan rumah tangga yang buruk dan/atau sekolah dan pelatihan yang tidak berhasil, agar mereka dapat memperoleh dan mempertahankan pekerjaan dengan penghasilan yang baik. 4. Diperlukan langkah-langkah untuk mengurangi pengangguran sebagai penyebab utama kemiskinan dan ketidaksetaraan. Pengangguran bisa dikurangi, antara lain dengan cara sebagai berikut. a. Skema penciptaan lapangan kerja yang disponsori pemerintah. b. Kebijakan pasar tenaga kerja aktif untuk meningkatkan kemampuan kerja, seperti skema re-training. c. Skema kesejahteraan kerja yang mendorong partisipasi pasar tenaga kerja. d. Menyelenggarakan program pelatihan sektoral, magang, dan program kerja sambil belajar. e. Memberikan insentif yang kuat untuk penciptaan lapangan kerja di dalam kota/kabupaten. 5. Paket penyelamatan perlu diberlakukan bagi semua anak yang tidak memiliki awal yang baik dalam hidup atau tidak berprestasi di sekolah. Paket semacam itu harus memastikan bahwa anak-anak dapat mencapainya di sekolah dan di pelatihan sehingga memperoleh pekerjaan dengan bayaran yang baik. 40 LAPORAN MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA

43 6. Pemberian pendidikan kesetaraan gender pada siswa SMP dan SMA, baik dalam sesi-sesi kelas khusus maupun dalam bentuk pembiasaan praktik pembelajaran dan aktivitas berbasis kesetaraan gender. 7. Meningkatkan bimbingan dan upaya lainnya untuk meningkatkan jumlah perempuan dalam pekerjaan laki-laki dan posisi kepemimpinan politik. 8. Meningkatkan dana pemerintah untuk opsi penitipan anak berkualitas tinggi sehingga memungkinkan orang tua, terutama ibu-ibu, bekerja di luar rumah jika mereka menginginkannya, dan melakukannya tanpa rasa takut bahwa keuangan mereka atau kesejahteraan anak-anak mereka akan dikompromikan atau dikorbankan. 9. Diperlukan kajian khusus mengenai faktor-faktor yang dapat mengurangi ketimpangan dan meningkatkan keadilan sosial, baik di tataran struktural, kultural, dan personal. Di setiap tataran, sekaligus dikaji cara-cara mengurangi ketimpangan dan meningkatkan keadilan sosial. Diperlukan kajian khusus mengenai program sosial yang dapat mengurangi ketimpangan. Perlu diketahui program sosial yang memberi efek langsung terhadap penurunan ketimpangan, dan program sosial yang memberi efek tak langsung. 10. Diperlukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program-program pengurangan ketimpangan. Pemantauan dan evaluasi perlu dilakukan secara komprehensif, mulai dari perencanaan hingga pengukuran hasil dan dampak. Evaluasi tidak hanya dilakukan pada akhir pelaksanaan program. Evaluasi perlu dilakukan dalam keseluruhan rentang pelaksanaan program, sejak awal, pertengahan, hingga akhir program. Hasil pemantauan dan evaluasi menjadi masukan bagi pelaksanaan program berikutnya, juga menjadi dasar untuk perbaikan program yang sedang berlangsung. PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL

44 DAFTAR PUSTAKA Acemoglu, Daron, and James A Robinson Why Nations Fail: The Origins of Power, Prosperity and Poverty. 1st ed. New York: Crown. Merkel, Wolfgang (2001): The Third Ways of Social Democracy, in: Cuperus, Rene/ Duffek, Karl/Kandell, Johannes (Eds.): European Social Democracy Facing the Twin Revolution of Globalisation and the Knowledge Society, Amsterdam/Berlin/Vienna: Naidoo, Jenny and Wills, Jane Health Studies: An Introduction. Basingstoke: Palgrave. Sen, Amartya (1982). Choice, Welfare, and Measurement. Cambridge, MA: Harvard University Press. Turner, Bryan (1986) Equality. Chichester, and Tavistock, London: Ellis Horwood. 42 LAPORAN MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA

45 LAMPIRAN 1 Kerangka Teoretik 1. Ketimpangan Sosial Ketimpangan sosial didefinisikan sebagai ketidakmerataan distribusi sumber daya dalam masyarakat. Konsep ketimpangan sosial dikembangkan untuk dapat memberikan gambaran perbedaan antara pendapatan rata-rata dengan yang didapatkan orang miskin dan kaya atau kelompok-kelompok dalam masyarakat. Konsep ketimpangan sosial dapat mengenalitingkat kebaikan warga negara yang berbeda mendistribusikan atau berbagi pendapatan yang mereka peroleh. Turner (1986, 34-35) mengidentifikasi empat jenis kesetaraan. Pertama, kesetaraan ontologis atau kesetaraan mendasar orang. Kedua, kesetaraan kesempatan mencapai tujuan yang diinginkan. Ketiga, kesetaraan kondisi mengenai upaya membuat kondisi kehidupan yang sama bagi kelompok-kelompok sosial yang relevan. Keempat, ada kesetaraan hasil atau kesetaraan hasil. 2. Ketimpangan Sosial Berdasarkan Konsep Kapabilitas dari Amartya Sen Menurut Amartya Sen, nasib dan kualitas hidup manusia bergantung sejauh perluasan kebebasan berlangsung. Ide mengenai perluasan kebebasan berkait erat dengan gagasan mengenai keadilan. Sen membagi dua definisi kebebasan, yaitu Well-Being Freedom (kebebasan untuk mencapai kondisi baik atau dikenal dengan kapabilitas atau kesempatan mencapai kondisi baik, dan Agency of Freedom atau kebebasan perlakukan atau kebebasan mencapai sesuatu yang dianggap baik. Dua hal ini mengartikan kebebasan karena adanya kesempatan (opportunity) dan ada proses yang mendukung. Pendekatan Sen kemudian diterjemahkan pentingnya melihat ketimpangan kesempatan (kapabilitas dasar: pendidikan, kesehatan) dan ketimpangan karena proses (demokrasi, kemampuan mengontrol sumber daya dan lingkungan). PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL

46 3. Ketimpangan Sosial dari Sudut Pandang Ekonomi Ketimpangan sosial dapat dilihat juga dari sudut pandang ekonomi berdasarkan pengukuran pendapatan dan aset, mencakup tabungan, properti, tanah, dan lain-lain. Pendekatan ini digunakan banyak ekonom yang menulis mengenai ketimpangan, seperti Thomas Piketty (Capital in the Twenty-First Century), Branco Milanovic (The Haves and the Have-Nots), J. E. Stiglitz (The Price of Inequaity), Nancy Birdshall (the World is not Flat: Inequality and Injustice in Our Global Economy). Sebagian besar para ekonom tersebut menganalisis bentuk ketimpangan dan menguraikan penyebab ketimpangan yang berkaitan dengan institusi negara. 4. Ketimpangan Sosial dari Sudut Pandang Kelembagaan atau Institutional oleh Daron Acemoglu & James Robinson (Why Nations Fails) Ketimpangan sosial dapat dilihat dari sudut pandang kelembagaan atau institutional. Pendekatan ini dikemukakan oleh Daron Acemoglu dan James Robinson dalam buku Why Nations Fails. Menurut Daron, dkk Pentingnya peran institusi politik dan institusi ekonomi dalam mendorong kemajuan dan kesetaraan. Ketika suatu negara memiliki institusi ekonomi dan politik yang inklusif, negara akan mempu mewujudkan kesejahteraan sekaligus kesetaraan. 44 LAPORAN MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA

47 Lampiran 2 Metode 1. Pendekatan Secara umum, survei ini akan mengadopsi perspektif keadilan sosial sebagaimana disusun dalam Indeks Keadilan Sosial yang disusun Wolgang Merkel/Bertlleman Stiftung. Tetapi softwareitu disadur dan dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan Indonesia dan metode survei. Metode itu antara lain mengukur dan menilai kebijakan mengatasi kemiskinan, ketimpangan, kinerja pelayanan kesehatan, pasar kerja, dan sebagainya. 2. Waktu Pelaksanaan Pengukuran dilaksanakan selama tiga bulan dengan perincian, satu bulan persiapan, satu bulan pengambilan data lapangan, dan satu bulan pengolahan data serta pembuatan laporan. 3. Permasalahan Indikator ketimpangan sosial, antara lain. 1. Banyaknya ranah yang menjadi sumber ketimpangan sosial. Dalam pengukuran ini sumber ketimpangan sosial yang dinilai warga mencakuppenghasilan; harta benda yang dimiliki; kesejahteraan keluarga; pendidikan; pekerjaan; rumah/ tempat tinggal; lingkungan tempat tinggal; hukum; kesehatan; dan aktivitas politik. 2. Penilaian warga mengenai seberapa jauh terjadi ketimpangan di setiap ranah yang menjadi sumber ketimpangan sosial. Selain hendak menggali sumber dan seberapa jauh ketimpangan sosial terjadi menurut warga, dalam pengukuran ini juga digali persepsi warga mengenai penyebab ketimpangan sosial. Di sini digali juga persepsi warga tentang pihak yang semestinya bertanggungjawab atas ketimpangan sosial dan cara untuk mengatasi ketimpangan sosial. Untuk melengkapi pemahaman mengenai ketimpangan sosial, PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL

48 dalam pengukuran ini juga digali persepsi warga mengenai ketimpangan sosial antara perempuan dengan laki-laki, serta ada atau tidak perlakuan diskriminatif yang dialami warga. Dalam pengolahannya, dianalisis perbedaan persepsi mengenai ketimpangan sosial antara perempuan dengan laki-laki. Pertanyaan yang diajukan mengenai ketimpangan sosial terdiri atas. 1. Ranah/aspek/hal apa yang berperan menghasilkan ketimpangan sosial di daerah Anda? 2. Dalam setiap ranah/aspek/hal yang berperan, seberapa besar ketimpangan sosial yang terjadi di daerah Anda? 3. Apa yang menyebabkan ketimpangan di daerah Anda? 4. Siapa yang seharusnya bertanggung jawab mengatasi ketimpangan sosial yang ada di daerah Anda? 5. Apa yang perlu dilakukan untuk mengurangi ketimpangan sosial di daerah Anda? 6. Seberapa jauh ketimpangan gender terjadi di daerah Anda? 7. Apakah ada perlakuan diskriminatif daerah Anda? Seberapa jauh? 4. Metode Riset Pengukuran Ketimpangan Sosial 2015 termasuk dalam jenis riset kuantitatif. Metode riset yang digunakan adalah metode kuantitatif yang mengandalkan peroleh data pada wawancara, observasi, dan kuesioner. Data yang diperoleh adalah data kuantitatif atau data yang diberi kode angka berdasarkan skala ordinal dan interval sehingga dapat dianalisis menggunakan perhitungan matematik. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara terstruktur berdasarkan kuesioner untuk memperoleh data kuantitatif tentang gejala yang ingin diketahui. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner selfreport. Kuesioner adalah dokumen tertulis yang terdiri dari seperangkat pertanyaan, diberikan kepada responden untuk memberikan pertanyaan dan mencatat jawaban (self-report). Melalui self-report, partisipan diminta memberikan respons yang sesuai dengan pengalaman dan keadaan dirinya. Partisipan diberikan sejumlah pertanyaan yang sama untuk kemudian jawabannya dikumpulkan dan dianalisis. Dilihat dari tujuan dan pengolahan datanya, pengukuran barometer sosial 46 LAPORAN MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA

RINGKASAN. Rekomendasi. 1. Selain peningkatan kesempatan kerja dan penyetaraan penghasilan, diperlukan program sosial dalam

RINGKASAN. Rekomendasi. 1. Selain peningkatan kesempatan kerja dan penyetaraan penghasilan, diperlukan program sosial dalam RINGKASAN Sejak awal tahun 2017, berbagai media massa memberikan tingginya ketimpangan di Indonesia dan termasuk yang terburuk di dunia. Sinyalemen itu sesuai juga dengan apa yang ditemukan INFID dalam

Lebih terperinci

BAROMETER SOSIAL 2015 PERSEPSI WARGA TENTANG KUALITAS PROGRAM SOSIAL, SUMBER DAN FAKTOR KETIMPANGAN SOSIAL

BAROMETER SOSIAL 2015 PERSEPSI WARGA TENTANG KUALITAS PROGRAM SOSIAL, SUMBER DAN FAKTOR KETIMPANGAN SOSIAL BAROMETER SOSIAL 2015 PERSEPSI WARGA TENTANG KUALITAS PROGRAM SOSIAL, SUMBER DAN FAKTOR KETIMPANGAN SOSIAL Didukung oleh: BAROMETER SOSIAL 2015 PERSEPSI WARGA TENTANG KUALITAS PROGRAM SOSIAL, SUMBER DAN

Lebih terperinci

TERTATIH MENGEJAR PEMENUHAN KEBUTUHAN

TERTATIH MENGEJAR PEMENUHAN KEBUTUHAN TERTATIH MENGEJAR PEMENUHAN KEBUTUHAN Pengukuran I arometer Sosial 2016 Tim Penyusun: Bagus Takwin M. Himawan Arifianto Alfindra Primaldhi Paksi Walandow Sahat K. Panggabean TERTATIH MENGEJAR PEMENUHAN

Lebih terperinci

Ketimpangan Sosial Di Indonesia Menurut Warga

Ketimpangan Sosial Di Indonesia Menurut Warga 1 Ketimpangan Sosial Di Indonesia Menurut Warga 2015 Hasil Survey Ketimpangan Sosial Di Indonesia Selama Tahun 2014 INFID Latar Belakang Secara makro, ekonomi Indonesia tampak mengalami kemajuan. Meski

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau meningkat.

Lebih terperinci

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan TUJUAN 3 Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan 43 Tujuan 3: Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Target 4: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

SURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016

SURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016 SURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016 1 PILAR 1 PILAR 2 PILAR 3 SURVEI NASIONAL 2013 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan mengamanatkan Otoritas Jasa Keuangan untuk

Lebih terperinci

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati Kondisi Kemiskinan di Indonesia Isu kemiskinan yang merupakan multidimensi ini menjadi isu sentral di Indonesia

Lebih terperinci

DESA: Gender Sensitive Citizen Budget Planning in Villages

DESA: Gender Sensitive Citizen Budget Planning in Villages DESA: Gender Sensitive Citizen Budget Planning in Villages Baseline Study Report Commissioned by September 7, 2016 Written by Utama P. Sandjaja & Hadi Prayitno 1 Daftar Isi Daftar Isi... 2 Sekilas Perjalanan

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,

Lebih terperinci

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia seharusnya dapat di akses oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya. Tapi

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 No. 14/09/62/Th. XI, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2016 SEBESAR 74,77 IDI adalah indikator komposit yang menunjukkan

Lebih terperinci

Laki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam

Laki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Laki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Apakah Gender itu? Pengertian awal: Pembedaan ketata-bahasaan (gramatical) penggolongan kata benda menjadi feminin,

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2012

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2012 No. 12/02/31/Th. XVI, 5 Februari 2014 INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2012 1. Indeks Pembangunan Gender (IPG) DKI Jakarta Tahun 2012 A. Penjelasan Umum

Lebih terperinci

Highlights May Memahami penggunaan layanan keuangan masyarakat di Indonesia 1,250 20,000. kabupaten. provinsi di wilayah timur Indonesia

Highlights May Memahami penggunaan layanan keuangan masyarakat di Indonesia 1,250 20,000. kabupaten. provinsi di wilayah timur Indonesia Highlights May 2017 Memahami penggunaan layanan keuangan masyarakat di Indonesia 93 kabupaten 4 provinsi di wilayah timur Indonesia Jawa Timur Populasi: 38.8 juta Responden: 6,873 Wilcah: 447 desa Selatan

Lebih terperinci

1. Perkembangan Indeks Demokrasi Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan 2016

1. Perkembangan Indeks Demokrasi Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan 2016 No. 53/09/73/Th. VIII, 15 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI SULAWESI SELATAN 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI SULAWESI SELATAN 2016 MENGALAMI PENINGKATAN DIBANDINGKAN

Lebih terperinci

Perempuan dan Sustainable Development Goals (SDGs) Ita Fatia Nadia UN Women

Perempuan dan Sustainable Development Goals (SDGs) Ita Fatia Nadia UN Women Perempuan dan Sustainable Development Goals (SDGs) Ita Fatia Nadia UN Women Stand Alone Goal Prinsip Stand Alone Goal: 1. Kesetaraan Gender 2. Hak-hak perempuan sebagai hak asasi manusia. 3. Pemberdayaan

Lebih terperinci

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168)

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 - Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) 2 K168 Konvensi

Lebih terperinci

DEKLARASI BANGKOK MENGENAI AKTIVITAS FISIK UNTUK KESEHATAN GLOBAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

DEKLARASI BANGKOK MENGENAI AKTIVITAS FISIK UNTUK KESEHATAN GLOBAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DEKLARASI BANGKOK MENGENAI AKTIVITAS FISIK UNTUK KESEHATAN GLOBAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KONGRES INTERNASIONAL KE-6 ISPAH (KONGRES KESEHATAN MASYARAKAT DAN AKTIVITAS FISIK Bangkok, Thailand 16-19

Lebih terperinci

Program Pengembangan BOSDA Meningkatkan Keadilan dan Kinerja Melalui Bantuan Operasional Sekolah Daerah

Program Pengembangan BOSDA Meningkatkan Keadilan dan Kinerja Melalui Bantuan Operasional Sekolah Daerah KEMENTERIAN Program Pengembangan BOSDA Meningkatkan Keadilan dan Kinerja Melalui Bantuan Operasional Sekolah Daerah Mei 2012 Dari BOS ke BOSDA: Dari Peningkatan Akses ke Alokasi yang Berkeadilan Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR-ANGGARAN RUMAH TANGGA

ANGGARAN DASAR-ANGGARAN RUMAH TANGGA ANGGARAN DASAR-ANGGARAN RUMAH TANGGA YAYASAN SOLIDARITAS PEREMPUAN UNTUK KEMANUSIAAN DAN HAK ASASI MANUSIA (SPEK HAM) 2013-2017 Jl. Srikoyo No. 14 Rt 01 Rw 04 Karangasem Laweyan Surakarta Jawa Tengah 57145

Lebih terperinci

SURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016

SURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016 SURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016 1 PILAR 1 PILAR 2 PILAR 3 SURVEI NASIONAL 2013 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan mengamanatkan Otoritas Jasa Keuangan untuk

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 15/09/53/Th. XX, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI NTT TAHUN 2016 MENGALAMI KE

Lebih terperinci

Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Kalimantan. Barat Tahun 2016

Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Kalimantan. Barat Tahun 2016 Indeks Demokrasi Indonesia Provinsi Kalimantan Barat 2016 No. 56/10/61/Th. XX, 2 Oktober 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN BARAT Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Kalimantan Barat

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI TENGAH 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI TENGAH 2015 No. 46/08/72/Th. XIX, 3 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI TENGAH 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI TENGAH 2015 MENINGKAT DIBANDINGKAN DENGAN IDI SULAWESI TENGAH 2014.

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI BENGKULU 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI BENGKULU 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI BENGKULU 2015 No. 46/08/17/III, 3 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI BENGKULU 2015 SEBESAR 73,60 DALAM SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI NAIK DIBANDINGKAN

Lebih terperinci

Tujuan 4: Memastikan kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta mempromosikan kesempatan belajar sepanjang hayat bagi semua

Tujuan 4: Memastikan kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta mempromosikan kesempatan belajar sepanjang hayat bagi semua : Multi-stakeholder Consultation and Workshop, 26-27 April 2017, Jakarta, Tujuan 4: Memastikan kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta mempromosikan kesempatan belajar sepanjang hayat bagi semua

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) DKI JAKARTA 2014

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) DKI JAKARTA 2014 No. 40/08/31/th.XVII, 13 Agustus 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) DKI JAKARTA 2014 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) DKI JAKARTA 2014 SEBESAR 84,70 DARI SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI NAIK 13,52 POIN

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) DKI JAKARTA 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) DKI JAKARTA 2015 No. 35/08/31/th.XVIII, 3 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) DKI JAKARTA 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) DKI JAKARTA 2015 SEBESAR 85,32 DARI SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI NAIK 0,62 POIN

Lebih terperinci

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan. S ensus Penduduk, merupakan bagian terpadu dari upaya kita bersama untuk mewujudkan visi besar pembangunan 2010-2014 yakni, Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis dan Berkeadilan. Keberhasilan

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2015 No. 57/08/71/Th. X, 3 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2015 SEBESAR 79,40 DALAM SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI

Lebih terperinci

Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER)

Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER) 1 Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER) Pemberdayaan (empowerment) adalah sebuah konsep yang berhubungan dengan kekuasaan (power) Dalam tulisan Robert Chambers 1, kekuasaan (power) diartikan sebagai kontrol terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan manusiadengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi. untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat.

I. PENDAHULUAN. pembangunan manusiadengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi. untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini banyak literatur ekonomi pembangunan yang membandingkan antara pembangunan manusiadengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mendapatkan referensi yang sesuai dengan penelitian yang ingin dilakukan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mendapatkan referensi yang sesuai dengan penelitian yang ingin dilakukan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian ini perlu melakukan peninjauan terhadap berbagai penelitian-penelitian terkait yang pernah dilakukan sebelumnya guna mendapatkan referensi yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

Kerangka Acuan Call for Proposals : Voice Indonesia

Kerangka Acuan Call for Proposals : Voice Indonesia Kerangka Acuan Call for Proposals 2016-2017: Voice Indonesia Kita berjanji bahwa tidak akan ada yang ditinggalkan [dalam perjalanan kolektif untuk mengakhiri kemiskinan dan ketidaksetaraan]. Kita akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Indeks Pembangunan Manusia Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Pembangunan manusia menempatkan

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA PROVINSI PAPUA (IDI) 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA PROVINSI PAPUA (IDI) 2016 No. 53/09/94/Th.IV, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA PROVINSI PAPUA (IDI) 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI PAPUA 2016 SEBESAR 61,02 DARI SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI NAIK 3,47

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015 No. 14/08/62/Th. X, 3 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2015 SEBESAR 73,46 Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia

Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia Sekilas tentang Profil Nasional untuk Pekerjaan Layak Apa itu Pekerjaan Layak? Agenda Pekerjaan Layak, yang dikembangkan Organisasi (ILO) semakin luas diakui sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan visi pembangunan yaitu Terwujudnya Indonesia yang

Lebih terperinci

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15B Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15B/ 1 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) NUSA TENGGARA BARAT 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) NUSA TENGGARA BARAT 2016 No.61/09/52/Th. IV, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) NUSA TENGGARA BARAT 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) NTB 2016 MENGALAMI KENAIKAN DIBANDINGKAN DENGAN IDI NTB 2015. IDI adalah

Lebih terperinci

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA Ringkasan Selama 15 tahun terakhir, Indonesia mengalami perubahan sosial dan politik luar biasa yang telah membentuk latar belakang bagi pekerjaan layak di negeri

Lebih terperinci

BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK A. KONDISI UMUM Dalam rangka mewujudkan persamaan di depan hukum, penghapusan praktik diskriminasi terus menerus dilakukan, namun tindakan pembedaan

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2013

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2013 No. 14/07/53/Th.XVII, 04 Juli 2014 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2013 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) NTT 2013 SEBESAR 73,29 DARI SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI NAIK 0,62 POIN DIBANDINGKAN DENGAN IDI

Lebih terperinci

Deklarasi Dhaka tentang

Deklarasi Dhaka tentang Pembukaan Konferensi Dhaka tentang Disabilitas & Manajemen Risiko Bencana 12-14 Desember 2015, Dhaka, Bangladesh Deklarasi Dhaka tentang Disabilitas dan Manajemen Risiko Bencana, 14 Desember 2015 diadopsi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) MALUKU UTARA, 2014

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) MALUKU UTARA, 2014 No. 49/08/82/Th.XIV, 13 Agustus 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) MALUKU UTARA, 2014 TINGKAT DEMOKRASI DI MALUKU UTARA BERADA PADA KATEGORI SEDANG Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Maluku Utara

Lebih terperinci

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 2 R-201: Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN SAMPANG (2014) Tahun berdiri Jumlah penduduk Luas Wilayah km 2

PROFIL KABUPATEN SAMPANG (2014) Tahun berdiri Jumlah penduduk Luas Wilayah km 2 PROFIL KABUPATEN SAMPANG (2014) Tahun berdiri Jumlah penduduk 883.282 Luas Wilayah 1.233 km 2 Skor IGI I. 4,02 Anggaran pendidikan per siswa II. 408.885 rupiah per tahun III. Kota Yogyakarta KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir dan Hipotesis Bencana gempa bumi yang melanda Yogyakarta dan sekitarnya pada tanggal 27 Mei 2006 telah menyebabkan kerusakan infrastruktur dan psikologis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang

Lebih terperinci

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Platform Bersama Masyarakat Sipil Untuk Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global Kami adalah Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) MALUKU UTARA, 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) MALUKU UTARA, 2016 No. 53/09/82/Th.XVI, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) MALUKU UTARA, 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) MALUKU UTARA 2016 MENGALAMI PENINGKATAN DIBANDINGKAN DENGAN IDI MALUKU UTARA

Lebih terperinci

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017 Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid 14-15 November 2017 Kondisi kekerasan seksual di Indonesia Kasus kekerasan terhadap perempuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang berkembang, masalah yang sering dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN FEBRUARI 2018

LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN FEBRUARI 2018 LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN FEBRUARI A. Laporan Data Penerimaan Pengaduan Pada sampai dengan 3 Januari, Komnas HAM melalui Subbagian Penerimaan dan Pemilahan

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015 No. 41/08/14/Th. XVII, 03 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) DI PROVINSI RIAU TAHUN 2015 MENCAPAI ANGKA 65,83. Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) di Provinsi

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 No. 51/09/13/Th. XX, 15 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SUMATERA BARAT 2016 SEBESAR 54,41 DARI SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI TURUN 13,05 POIN DIBANDINGKAN

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perempuan Indonesia memiliki peranan dan kedudukan sangat penting sepanjang perjalanan sejarah. Kiprah perempuan di atas panggung sejarah tidak diragukan lagi. Pada tahun

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2014

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2014 No. 15/08/53/Th. XVIII, 13 Agustus 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2014 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI NTT TAHUN 2014 SEBESAR 68,81 DALAM SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI TURUN DIBANDINGKAN

Lebih terperinci

Oleh Pathamavathy Naicker

Oleh Pathamavathy Naicker Oleh Pathamavathy Naicker Pendahuluan Afrika Selatan adalah negara berpendapatan menengah. Populasinya diperkirakan sebesar 56,5 juta pada tahun 2017. PDB Afsel sekitar R4 triliun (R12-R13 :$1). Pendapatan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam BAB V KESIMPULAN 5.1. Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum 2013 Konstruksi Identitas Nasional Indonesia tidaklah berlangsung secara alamiah. Ia berlangsung dengan konstruksi besar, dalam hal ini

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2016 No. 82/9/71/Th. XI, 15 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2016 SEBESAR 76,34 DALAM SKALA 0 SAMPAI 100. IDI adalah

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2014

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2014 No. 58/08/71/Th. IX, 13 Agustus 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2014 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2014 SEBESAR 83,94 DALAM SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA

Lebih terperinci

Ketimpangan dan Anak-anak di Indonesia

Ketimpangan dan Anak-anak di Indonesia 1 Ketimpangan dan Anak-anak di Indonesia Arianto A. Patunru (ACDE-ANU) Santi Kusumaningrum (CCP-UI) Child Poverty and Social Protection Conference 10 11 September 2013 2 Konteks Indikator makroekonomi

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015 B P S P R O V I N S I A C E H No. 39/08/Th. XIX, 5 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI ACEH TAHUN 2015 SEBESAR 67,78 Indeks Demokrasi Indonesia

Lebih terperinci

PASAL I Nama dan Lokasi. PASAL II Tujuan

PASAL I Nama dan Lokasi. PASAL II Tujuan ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN SERTIFIKASI KONSULTAN LAKTASI INTERNASIONAL (INTERNATIONAL BOARD OF LACTATION CONSULTANT EXAMINERS) Disetujui 15 September 2017 Nama Perusahaan ini adalah: PASAL I Nama dan

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016* )

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016* ) INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016* ) No. 43/09/14/Th. XVIII, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) DI PROVINSI RIAU TAHUN 2016 SEBESAR 71,89, MENGALAMI KENAIKAN DIBANDINGKAN TAHUN 2015

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI JAWA BARAT 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI JAWA BARAT 2016 BPS PROVINSI JAWA BARAT INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI JAWA BARAT 2016 No. 52/09/32/Th.XVII, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI JAWA BARAT 2016 MENGALAMI PENURUNAN DIBANDINGKAN

Lebih terperinci

Australia Awards Indonesia

Australia Awards Indonesia Australia Awards Paket Aplikasi Studi Singkat Kepemimpinan Organisasi dan Praktek-praktek Manajemen untuk Organisasi Penyandang Disabilitas (OPD) Page 1 Maksud dan tujuan Australia Awards Australia Awards

Lebih terperinci

Kesetaraan Gender dan Pembangunan di Indonesia

Kesetaraan Gender dan Pembangunan di Indonesia Kesetaraan Gender dan Pembangunan di Indonesia Oleh: Chitrawati Buchori and Lisa Cameron Maret 2006 Kesetaraan Gender dan Pembangunan di Indonesia Kemajuan signifikan yang mengarah pada pencapaian keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara

BAB I PENDAHULUAN. kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan yang mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, termasuk aspek sosial, ekonomi, politik dan kultural, dengan tujuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 A. KONDISI KEMISKINAN 1. Asia telah mencapai kemajuan pesat dalam pengurangan kemiskinan dan kelaparan pada dua dekade yang lalu, namun

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011 No. 07/01/31/Th. XV, 2 Januari 2013 INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011 1. Indeks Pembangunan Gender (IPG) DKI Jakarta Tahun 2011 A. Penjelasan Umum

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2014

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2014 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No.50/08/61/Th. XVIII, 13 Agustus 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2014 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KALIMANTAN BARAT 2014

Lebih terperinci

Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Bali 2016

Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Bali 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BALI Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Bali 2016 Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Bali 2016 sebesar 78,95 IDI adalah indikator komposit yang menunjukkan tingkat perkembangan

Lebih terperinci

FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA Periode Tahun

FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA Periode Tahun FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA Periode Tahun 2017-2020 SK KETUA DEWAN RISET NASIONAL NOMOR: 27/Ka.DRN/X/2017 TENTANG PEMBENTUKAN FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA PERIODE

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015 No. 06/08/81/Th. XIX, 03 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) MALUKU 2015 SEBESAR 65,90 DARI SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI TURUN 6,82 POIN DIBANDINGKAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Perkembangan dan persaingan dalam dunia bisnis kian hari semakin ketat, ini merupakan salah satu dampak dari era globalisasi saat ini. Contohnya saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan perhatian khusus pada kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan perhatian khusus pada kualitas sumber daya manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan suatu wilayah tidak terlepas dari sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, untuk membangun suatu wilayah diperlukan perhatian khusus pada

Lebih terperinci

BAB 1 LATAR BELAKANG. Kesenjangan generasi (generation gap) di sebuah perusahaan dapat

BAB 1 LATAR BELAKANG. Kesenjangan generasi (generation gap) di sebuah perusahaan dapat BAB 1 LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Masalah Kesenjangan generasi (generation gap) di sebuah perusahaan dapat menimbulkan permasalahan apabila terlalu lebar dan tidak terkelola dengan baik. Perbedaan

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2014

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2014 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 49/08/32/Th.XVII, 13 Agustus 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2014 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI JAWA BARAT 2014 SEBESAR 71,52 DALAM SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA BARAT INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2014 No. 49/8/ 13/Th. XVIII, 13 Agustus 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SUMATERA BARAT 2014 SEBESAR 63.99 DARI

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015 No. 47/8/ 13/Th. XIX, 03 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SUMATERA BARAT 2015 SEBESAR 67,46 DARI SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI NAIK 3,47 POIN DIBANDINGKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara sedang berkembang kemiskinan adalah masalah utama. Menurut Chambers (1983), kemiskinan yang dialami oleh sebagian besar rakyat di negara sedang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

Secara umum, perencanaan sosial dimaksudkan untuk:

Secara umum, perencanaan sosial dimaksudkan untuk: PERENCANAAN SOSIAL BERBASIS KOMUNITAS YANG INDEPENDEN PADA SEKTOR RELAWAN Pada tahun 1992, Dewan Perencanaan Sosial Halton bekerjasama dengan organisasi perencanaan sosial yang lain menciptakan Jaringan

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP. 8.1 Kesimpulan

BAB VIII PENUTUP. 8.1 Kesimpulan 8.1 Kesimpulan BAB VIII PENUTUP Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Bogor dibentuk pada bulan Maret 2009. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 No. 52/09/15/Th. XI, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI JAMBI 2016 MENGALAMI PENURUNAN DIBANDINGKAN DENGAN IDI TAHUN 2015 IDI adalah indikator

Lebih terperinci

RingkasanKajian. MDG, Keadilan dan Anak-anak: Jalan ke depan bagi Indonesia. Gambaran umum Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) berusaha mengangkat

RingkasanKajian. MDG, Keadilan dan Anak-anak: Jalan ke depan bagi Indonesia. Gambaran umum Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) berusaha mengangkat UNICEF INDONESIA OKTOBER 2012 RingkasanKajian MDG, Keadilan dan Anak-anak: Jalan ke depan bagi Indonesia MDG dan Keadilan Bagi Anak-anak di Indonesia: Gambaran umum Mencapai MDG dengan Keadilan: tantangan

Lebih terperinci

AGENDA BESAR PEMBAHASAN PEREMPUAN DAN ISLAM DI INDONESIA

AGENDA BESAR PEMBAHASAN PEREMPUAN DAN ISLAM DI INDONESIA Tinjauan Buku AGENDA BESAR PEMBAHASAN PEREMPUAN DAN ISLAM DI INDONESIA Widjajanti M Santoso 1 Judul Buku : Citra Perempuan Dalam Islam, Pandangan Ormas Keagamaan Penulis : Jamhari, Ismatu Ropi (eds) Tahun

Lebih terperinci