BAROMETER SOSIAL 2015 PERSEPSI WARGA TENTANG KUALITAS PROGRAM SOSIAL, SUMBER DAN FAKTOR KETIMPANGAN SOSIAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAROMETER SOSIAL 2015 PERSEPSI WARGA TENTANG KUALITAS PROGRAM SOSIAL, SUMBER DAN FAKTOR KETIMPANGAN SOSIAL"

Transkripsi

1 BAROMETER SOSIAL 2015 PERSEPSI WARGA TENTANG KUALITAS PROGRAM SOSIAL, SUMBER DAN FAKTOR KETIMPANGAN SOSIAL Didukung oleh:

2 BAROMETER SOSIAL 2015 PERSEPSI WARGA TENTANG KUALITAS PROGRAM SOSIAL, SUMBER DAN FAKTOR KETIMPANGAN SOSIAL Tim Penyusun: Alfindra Primaldhi Bagus Takwin Daniel Hutagalung Hamong Santono Paksi Walandow Siti Khoirun Ni mah Sugeng Bahagijo Penerbit INFID, April 2015 Untuk kutipan: Bagus Takwin dkk, Barometer Sosial 2015; Persepsi Warga Tentang Kualitas Program Sosial, Sumber dan Faktor Ketimpangan Sosial. PERSEPSI WARGA TENTANG KUALITAS PROGRAM SOSIAL, SUMBER DAN FAKTOR KETIMPANGAN SOSIAL i

3 DAFTAR ISI V XI KATA PENGANTAR RINGKASAN 1 MENGAPA MENGUKUR BAROMETER SOSIAL DAN KETIMPANGAN SOSIAL DARI PERSPEKTIF WARGA? 6 TEMUAN-TEMUAN BAROMETER SOSIAL Kebutuhan Terhadap Program Sosial Indeks Barometer Sosial Nasional Penilaian Warga Mengenai Program Sosial Nasional Penilaian Warga Mengenai Program Sosial Yang Diselenggarakan Oleh Kementerian, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kota/Kabupaten 18 TEMUAN-TEMUAN KETIMPANGAN SOSIAL Sumber Ketimpangan Sosial Derajat Ketimpangan Indeks Ketimpangan Sosial Penyebab Ketimpangan dan Pihak Yang Harus Bertanggung Jawab Cara Mengatasi Ketimpangan Ketimpangan Antara Perempuan dan Laki-laki Perlakuan Diskriminatif 36 KESIMPULAN 38 REKOMENDASI 40 DAFTAR PUSTAKA 41 LAMPIRAN PERSEPSI WARGA TENTANG KUALITAS PROGRAM SOSIAL, SUMBER DAN FAKTOR KETIMPANGAN SOSIAL iii

4 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME, sehingga kami berhasil menyelesaikan Laporan Survei Barometer Sosial Laporan yang ada di tangan teman-teman semua, merupakan salah satu wujud komitmen INFID dalam meningkatkan kualitas pembangunan di Indonesia. Survei Barometer Sosial 2015 merupakan produk pemantauan serta melakukan audit sosial terhadap kinerja dan pencapaian hasil pembangunan dengan menggunakan kebijakanprogram sosial sebagai indikatornya. Survei ini merupakan bentuk akuntabilitas sosial dimana warga menilai berbagai program kebijakan sosial yang telah dijalankan pemerintah selama ini, seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Subsidi Pupuk, Jaminan Persalinan (Jampersal), dan sebagainya. Tidak hanya itu, Laporan Survei Barometer Sosial 2015 juga dilengkapi dengan pengukuran persepsi warga mengenai sumber, faktor dan cara mengatasi ketimpangan sosial. Pelaksanaan Survei Barometer Sosial 2015 dilakukan selama tiga bulan sejak akhir Januari 2015 hingga Maret 2015, di 34 Provinsi dengan jumlah responden sebanyak orang. Survei Barometer Sosial 2015 merupakan survei yang kedua, setelah yang pertama dilakukan pada Hasil Survei Barometer Sosial 2015 ini, kiranya dapat digunakan oleh para pengambil kebijakan untuk meningkatkan kualitas program-program sosial yang telah dijalankan selama ini dan menambah jenis-jenis program sosial bagi warga di masa mendatang. Pengambil kebijakan diharapkan juga bisa memanfaatkan metode Survei Barometer Sosial 2015 sebagai salah satu alat untuk mengukur kinerja pembangunan yang telah dijalankan, sebagai bentuk akuntabilitas pembangunan dari pemerintah. Bagi masyarakat sipil, hasil survei ini bisa menjadi rujukan dalam melakukan kajian lebih lanjut dan kerja-kerja advokasi kebijakan pembangunan ke depan. Akhir kata, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu pelaksanaan Survei Barometer Sosial Jakarta, 20 April 2015 Hamong Santono Senior Program Officer Post-2015 Development Agenda PERSEPSI WARGA TENTANG KUALITAS PROGRAM SOSIAL, SUMBER DAN FAKTOR KETIMPANGAN SOSIAL v

5 RINGKASAN Barometer Sosial merupakan metode pemantauan serta melakukan audit sosial terhadap kinerja dan pencapaian hasil pembangunan dengan menggunakan kebijakan program sosial sebagai indikatornya. Ini kali kedua Barometer Sosial diadakan. Sebelumnya Barometer Sosial 2014 juga dilakukan dengan mengukur kinerja dan pencapaian hasil pembangunan melalui program sosial tahun Saat ini INFID juga melakukan Barometer Sosial 2015 dengan mengukur kinerja pencapaian hasil pembangunan tahun Kedua pengukuran itu dilakukan dengan metode survei menggunakan kuesioner. Barometer Sosial 2015 melibatkan sebanyak 2500 responden dari 34 provinsi di Indonesia. Selain pengukuran Barometer Sosial, juga dilakukan pengukuran terhadap persepsi warga mengenai sumber, faktor dan cara mengatasi ketimpangan sosial. Baik Barometer Sosial maupun Ketimpangan Sosial merupakan indikator dari keadilan sosial. Kedua indikator tersebut berangkat dari konsep dasar bahwa keadilan sosial harus diperjuangkan. Barometer Sosial menjadi indikator dari seberapa jauh negara mengupayakan keadilan sosial melalui bantuan-bantuan sosial, juga dapat dipahami sebagai upaya untuk mengetahui seberapa jauh pemerintah mengurangi ketimpangan sosial. Di sisi lain, pengukuran Ketimpangan Sosial dapat memberikan pemahaman kepada warga mengenai makna ketimpangan sosial, di ranah mana terjadinya, faktor apa yang berperan, serta cara untuk mengatasinya. Secara keseluruhan, Indeks Barometer Sosial 2015 yang diperoleh adalah 5,56 (skala 1-10) dan masuk dalam kategori Agak Mengupayakan Pencapaian Keadilan Sosial. Indeks saat ini lebih tinggi sedikit dari Indeks Barometer Sosial 2014 yang mencapai skor 5,3 meskipun kategorinya tidak berbeda. Indeks Barometer Sosial 2015 mengindikasikan bahwa Pemerintah Indonesia pada 2014 sudah menjalankan beberapa program sosial tetapi menurut penilaian warga pelaksanaan program tersebut belum optimal karena masih ada ketidaksesuaian dengan kebutuhan warga, sasaran penerima bantuan yang belum tepat, prosedur pelaksanaan yang sulit dan berbelit-belit, serta ketidaksesuaian barang/jasa/ uang dengan kebutuhan dan pelaksana yang menyimpang dari aturan. Wargapun menilai program sosial yang diselenggarakan oleh Pemerintah Indonesia masih sulit diperoleh, begitu juga informasinya tidak jelas. Pada survei Barometer Sosial 2015 ditemukan bahwa kebutuhan akan program sosial di Indonesia masih tergolong sangat tinggi. Bahkan kebutuhannya meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, terutama di bidang kesehatan, pendidikan, kesempatan kerja dan bantuan usaha. Masih ada deprivasi kebutuhan dasar dan kurangnya pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya (Ekosob) pada warga Indonesia. Program sosial yang diselenggarakan PERSEPSI WARGA TENTANG KUALITAS PROGRAM SOSIAL, SUMBER DAN FAKTOR KETIMPANGAN SOSIAL vii

6 di Indonesia belum didasari dari hasil analisis terhadap kebutuhan program sosial. Alasan pemilihan program-program itupun tidak jelas. Melalui survei ditemukan juga bahwa kebanyakan warga menilai program sosial yang diselenggarakan pemerintah bermanfaat. Namun warga menilai bahwa banyak orang membutuhkan bantuan melalui program sosial akan tetapi tidak bisa mendapatkannya, hal ini akibat tidak meratanya pemberian bantuan pada yang membutuhkan. Kebanyakan warga juga menilai barang/uang/jasa yang diterima dari program sosial tidak sesuai dengan semestinya serta juga belum dapat memenuhi kebutuhan. Kesesuaiannya masih di bawah 50%. Selain itu, warga menilai prosesnya lambat dan sulit, serta pada praktiknya membebani penerima bantuan mulai dari pendaftaran hingga saat menerima bantuan. Ditambah lagi, pelayanannya tidak memuaskan. Berdasarkan persepsi warga, ada indikasi bahwa sebagian besar kriteria keadilan distribusi belum terpenuhi. Program sosial yang diselenggarakan pemerintah memang dinilai bermanfaat, tetapi belum mencapai target pada orang yang membutuhkan dan belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan. Dengan demikian program sosial belum dapat memenuhi kebutuhan. Akses terhadap bantuan tidak merata, proses sulit, panjang, berbelit-belit, membebani, dan pelayanan tidak memuaskan juga mengindikasi masih belum terpenuhinya kriteria keadilan distribusi. Warga menilai informasi mengenai keberadaan program sosial tidak jelas. Mereka menilai pelaksanaan program sosial tidak sesuai dengan aturan yang sudah ditentukan. Pelaksanaannya banyak menyimpang dari prosedur yang semestinya dijalankan. Ini mengindikasikan belum terpenuhinya kriteria keadilan prosedural. Selain aturan program sosial tidak jelas dan ada penyimpangan dari aturan, konsep dan perencanaan, jadinya program sosial pun tidak matang. Penentuan program sosial belum melibatkan semua stakeholder serta banyak warga tidak terpapar informasi mengenai keberadaan program sosial. Instansi pemerintah dirasakan sudah baik atau sangat baik dalam menyelenggarakan program sosial, juga kualitas programnya oleh kebanyakan warga, kecuali yang diselenggarakan oleh Kementerian Pertanian. Secara umum program sosial yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah dinilai bermanfaat oleh kebanyakan warga. Dari pengukuran survei terhadap persepsi warga mengenai ketimpangan diperoleh hasil bahwa hal yang paling berperan menimbulkan ketimpangan sosial adalah perbedaan penghasilan, perbedaan kepemilikan harta benda, perbedaan kesejahteraan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesempatan pekerjaan. Warga merasakan masih ada ketimpangan dalam berbagai ranah yang berlangsung di sekitar mereka disertai dengan viii BAROMETER SOSIAL 2015

7 perlakuan diskriminatif. Dan perlakuan diskriminatif itu memberikan sumbangan terhadap berlangsungnya ketimpangan sosial secara keseluruhan. Indeks Ketimpangan Sosial 2015 adalah 5,06. Artinya, seluruh responden menilai ada ketimpangan di lima (5) dari 10 ranah sumber ketimpangan. Secara keseluruhan, 80% responden (total sampel 2500) merasakan adanya ketimpangan setidaknya pada satu ranah. Bisa dikatakan, delapan (8) dari 10 warga Indonesia merasakan adanya ketimpangan. Warga merasakan penyebab ketimpangan sosial yang utama adalah pendidikan yang tidak merata, kesempatan kerja tidak merata, pemerintah tidak bekerja dengan baik, dan hukum yang tidak berfungsi dengan baik. Menurut warga yang harus bertanggungjawab mengatasi ketimpangan sosial adalah pemerintah, setiap individu, kepala keluarga, pemilik perusahaan, partai politik, orang kaya dan lembaga keuangan internasional. Sedangkan menurut warga cara untuk mengatasi ketimpangan adalah pemberantasan korupsi, pemerintah bekerja dengan baik, pemerataan pendidikan, pemerataan kesempatan kerja, penegakan hukum, jaminan keamanan bagi warga, dan pemerataan penghasilan. Dari survei pengukuran Barometer Sosial 2015 dan Ketimpangan Sosial 2015, dapat disimpulkan bahwa keadilan sosial sebagai perwujudan kesempatan dan peluang hidup yang setara belum menjadi prioritas utama bagi pemerintah pusat, kementerian, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Perlunya pemberdayaan setiap individu di Indonesia untuk mengejar arah kehidupannya ditentukan oleh dirinya sendiri, sedangkan untuk terlibat dalam partisipasi sosial yang luas belum berlangsung merata. Masih banyak pengaruh latar belakang sosial dan ketidaksamaan terhadap kesempatan dalam mengejar arah kehidupan dan kesejahteraan warga Indonesia. Dapat disimpulkan juga bahwa penentuan program sosial yang diselenggarakan oleh pemerintah nasional, kementerian, provinsi, dan kabupaten/kota belum berdasarkan analisis kebutuhan yang memadai. Berdasarkan hasil pengukuran ini, tampak belum ada konsep, standarisasi, dan prosedur yang jelas dari program sosial yang dijalankan Pemerintah Indonesia. Untuk memperbaiki keadaan ini perlu dilakukan audit independen di luar pemerintahan untuk mengevaluasi dan menghasilkan usulan perbaikan pelaksanaan program sosial. Audit ini merupakan bagian dari sistem pengontrolan kualitas pelaksanaan program sosial, termasuk di dalamnya kontrol terhadap kualitas bantuan, kualitas pelayanan, efektivitas dan efisiensi prosedur pemberian bantuan. Selain itu warga dipermudah dalam mengakses program sosial, serta memberi efek dan manfaat dari bantuan disertai keberlanjutannya. Sistem kontrol itu harus menjangkau setiap kementerian terkait terhadap program sosial baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota. PERSEPSI WARGA TENTANG KUALITAS PROGRAM SOSIAL, SUMBER DAN FAKTOR KETIMPANGAN SOSIAL ix

8 1 x MENGAPA MENGUKUR BAROMETER SOSIAL DAN KETIMPANGAN SOSIAL DARI PERSPEKTIF WARGA? BAROMETER SOSIAL 2015

9 Barometer Sosial merupakan metode pemantauan serta melakukan audit sosial terhadap kinerja dan pencapaian hasil pembangunan yangdiukur melalui kacamata warganegara. Seperti yang sudah dicanangkan, hasil pengukuran Barometer Sosial akan dilansir setiap tahun. Sebelumnya Barometer Sosial 2014 mengukur kinerja dan pencapaian hasil pembangunan melalui program sosial pada 2013, kini INFID kembali melakukan pengukuran Barometer Sosial 2015 dengan mengukur kinerja dan pencapaian hasil pembangunan pada Kali ini selain Barometer Sosial, INFID bekerja sama dengan Oxfam Indonesia juga mengukur Ketimpangan Sosial menurut pandangan warga Indonesia. Baik Barometer Sosial maupun Ketimpangan Sosial merupakan indikator dari keadilan sosial. Keduanya berangkat dari konsep dasar bahwa keadilan sosial harus diperjuangkan. Barometer Sosial menjadi indikator dari seberapa besar negara mengupayakan keadilan sosial melalui bantuan-bantuan sosial yang dapat juga dipahami sebagai usaha untuk mengetahui seberapa besar upaya pemerintah dalam mengurangi ketimpangan sosial. Di sisi lain, pengukuran Ketimpangan Sosial menurut warga dapat memberikan pemahaman mengenai apa saja makna ketimpangan sosial dan terjadi di ranah mana saja. Dari pemahaman pengukuran itu dapat juga diperoleh pemahaman mengenai upaya apa saja yang perlu dilakukan untuk mengatasi ketimpangan sosial serta perlu ditindak-lanjuti dengan kebijakan program sosial yang tepat. Hasil pengukuran Ketimpangan Sosial ini melengkapi hasil pengukuran Barometer Sosial sehingga dapat memberikan pemahaman secara lebih komprehensif mengenai keadilan sosial dan usaha-usaha untuk mencapainya. Pengukuran Barometer Sosial dan Ketimpangan Sosial dilakukan dengan metode survei dengan kuesioner. Dalam survei digunakan alat ukur Barometer Sosial dan Ketimpangan Sosial untuk mengukur penilaian warga mengenai program sosial dan ketimpangan sosial. Warga diminta untuk menilai program-program sosial baik program nasional maupun program yang diselenggarakan oleh beberapa kementerian dan pemerintah daerah di Indonesia. Evaluasi dari sudut pandang warga ini dilakukan untuk mengatasi dan memperkecil kemungkinan bias rezim yang muncul dalam evaluasi dan laporan pemerintah. Perlu dibedakan antara tingkat aktual ketimpangan (ketimpangan yang aktual terjadi di masyarakat) dan tingkat persepsi ketimpangan (persepsi responden tentang ketimpangan di masyarakat) serta penilaian normatif tentang tingkat yang diinginkan dari ketimpangan sosial (harapan warga tentang/tingkat ketimpangan yang ditoleransi dan diterima). Sudah banyak survei dilakukan dengan menggunakan konsep yang kedua, yaitu tingkat persepsi ketimpangan. Dalam survei ini konsep tersebut juga digunakan. Tentu ada kelebihan dan kekurangan pada pengukuran Barometer Sosial dan Ketimpangan Sosial melalui persepsi MENGAPA MENGUKUR BAROMETER SOSIAL DAN KETIMPANGAN SOSIAL DARI PERSPEKTIF WARGA? 1

10 warga. Tetapi belakangan ini kian banyak pengukuran persepsi ketimpangan ditunjukkan oleh beberapa studi. Keller, Medgyesi dan Tóth (2010) menunjukkan adanya kesesuaian antara persepsi ketimpangan dengan ketimpangan aktual di masyarakat Eropa melalui Survei Eurobarometer yang dilakukan pada Analisis mereka membuktikan bahwa pengukuran ketimpangan melalui persepsi ketimpangan dapat menjadi sumber yang berguna untuk mengamati ketimpangan yang terjadi dalam masyarakat. Variabel sikap atau persepsi ketimpangan ketika dihadapkan dengan variabel ketimpangan nyata dapat memperkirakan ketimpangan yang terjadi pada pendapatan dan kondisi hidup. Menurut Han, Janmaat, Hoskins, dan Green (2012), persepsi ketimpangan penting setidaknya untuk tiga alasan. Pertama, situasi tempat individu merasa ada kesenjangan dalam masyarakat mereka, kesadaran itu dapat mempengaruhi sikap dan tingkah laku mereka. Proses pengaruh ini bersifat kompleks, dan dipengaruhi oleh banyak faktor tetapi dalam berbagai studi dibuktikan adanya hubungan pengaruh antara persepsi ketimpangan dengan sikap dan tingkah laku individu. Bersamaan dengan persepsi ketimpangan, budaya dan ideologi yang berbeda di waktu dan tempat tertentu juga mempengaruhi bagaimana individu memandang ketidaksetaraan. Osberg dan Smeeding (2006) menemukan bahwa masyarakat pada umumnya cenderung meremehkan besarnya kesenjangan yang nyata. Bahwa ada perbedaan besar diantara negara-negara Barat dalam tingkat meremehkan. Selain itu, berbagai negara juga berbeda dalam pemahaman mereka tentang wujud distribusi pendapatan yang adil (Kelley dan Evans, 1993). Akibatnya, masyarakat yang paling tidak setara mungkin tidak memiliki tingkat tertinggi kemarahan publik sebagai reaksi terhadap ketimpangan yang mereka hadapi. Terlepas dari apakah persepsi ketimpangan akurat atau tidak akurat, maka persepsi ini cenderung mempengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang. Alasan kedua, secara teori persepsi ketimpangan sangat terkait dengan kohesi sosial seperti partisipasi sipil dan politik. Jika orang menganggap bahwa ada masalah sosial yang perlu ditangani, misalnya ketimpangan yang mereka nilai tidak adil, mereka lebih mungkin terlibat dalam tindakan sipil atau politik dalam upaya untuk mengubah situasi menjadi lebih baik (Haste 2004, Meyer 2007). Persepsi ketimpangan relevan dengan proses politik dan mempengaruhi tingkah laku memilih dalam Pemilu. Jika politikus dihadapkan dengan ketidakpuasan yang meluas tentang ketimpangan, mereka memiliki insentif untuk bertindak atas masalah itu (Luebker, 2004). Alasan ketiga, persepsi ketimpangan dapat dilakukan dengan efek sosial dari persepsi itu. Penelitian tentang persepsi ketimpangan masih sangat sedikit. Secara khusus, penelitian komparatif yang menyelidiki perbedaan 2 BAROMETER SOSIAL 2015

11 lintas provinsi dan lintas-nasional dalam hal hubungan antara persepsi kesenjangan dan dampaknya secara sosial dan secara praktis tidak ada. Di satu sisi, tidak ada hubungan langsung antara ketimpangan aktual dan persepsi ketimpangan, namun di sisi lain, hal itu diindikasikan melalui hubungan antara persepsi ketimpangan dan hasil-hasil sosial yang ditemukan oleh Han, Janmaat, Hoskins, dan Green (2012). Dengan pertimbangan ini, ada kebutuhan mendesak untuk mengatasi kekurangan pengetahuan dalam permasalahan ini. Studi lain (Niehues, 2014), menunjukkan bahwa pesepsi ketimpangan atau penilaian subyektif mengenai ketimpangan sosial seringkali tidak sejalan dengan ketimpangan aktual. Tetapi persepsi subyektif terhadap ketimpangan lebih menentukan usaha dan praktik distribusi sumber daya ke seluruh warga. Persepsi subyektif mengenai ketimpangan berkorelasi dengan terbentuknya pandangan kritis mengenai ketimpangan yang menggugah perubahan cara dan jenis distribusi sumber daya. Bahkan, dalam studi itu tidak ditemukan korelasi antara ketimpangan aktual dan pandangan kritis mengenai ketimpangan. Melalui dasar ini, pengukuran persepsi ketimpangan warga adalah hal penting dan perlu dilakukan. Survei ini ingin mengetahui sejauh mana dan bagaimana program-program sosial yang dijalankan pemerintah sampai dan tersaji kepada warga. Keberadaan program sosial saja tidak serta merta menjamin hadirnya manfaat dan menyumbang pada kesejahteraan warga. Banyak aspek terkait pelaksanaan program sosial ikut menentukan keberhasilan program tersebut, seperti akses warga terhadap program, informasi mengenai program, tepat atau tidaknya sasaran program, jelas atau tidaknya pengaturannya, sulit atau mudahnya warga mendapatkan bantuan, dan lain-lain. Survei ini juga ingin menggali aspek-aspek tersebut sehingga pemahaman yang lebih komprehensif mengenai pelaksanaan program sosial di Indonesia dapat diperoleh. Survei ini ingin mengetahui persepsi warga terhadap ketimpangan yang ada di Indonesia dan melalui pemahaman itu evaluasi serta perbaikan program sosial dan kebijakan mengatasi ketimpangan sosial dapat dilakukan secara lebih memadai. Pengukuran indeks Barometer Sosial dan Ketimpangan Sosial merupakan tugas INFID sebagai organisasi masyarakat sipil yang memiliki mandat memantau pembangunan, dan berdasarkan hasil pemantauan itu, INFID berupaya mengubah kebijakan dan program pembangunan agar menjadi lebih inklusif, bermanfaat, imparsial, dan tidak diskriminatif. INFID dalam menjalankan mandatnya menaruh perhatian besar terhadap kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan belum adanya jaminan kesehatan serta jaminan pensiun. Pengukuran kali ini merupakan usaha untuk melengkapi bentuk pemantauan pembangunan Indonesia yang selama ini sudah dilakukan oleh INFID dalam berbagai bentuk. Seperti MENGAPA MENGUKUR BAROMETER SOSIAL DAN KETIMPANGAN SOSIAL DARI PERSPEKTIF WARGA? 3

12 pemantauan pembangunan melalui penelitian dan kajian baik kajian dokumen maupun penelitian lapangan yang penting dilakukan dan bermanfaat. Melalui pengukuran ini diharapkan pemantauan INFID memiliki daya pengaruh yang lebih luas, serta dipublikasikan kepada khalayak luas oleh media massa dan menjadi perhatian publik. Atas dasar itulah, pengukuran Barometer Sosial dan Ketimpangan Sosial dilakukan oleh INFID secara rutin. Tujuan pengukuran Barometer Sosial dan Ketimpangan Sosial dari perspektif warga adalah: Menghasilkan alat advokasi pembangunan yang kuat dan secara bersama melibatkan partisipasi anggota INFID di berbagai kota di Indonesia; Menghasilkan laporan pemantauan pembangunan yang reguler serta mudah dimengerti dan dipahami oleh publik, media massa dan pengambil kebijakan; Menyediakan feedback dan evaluasi mengenai kinerja serta capaian kebijakan-program sosial bagi pengambil kebijakan di nasional dan daerah. Pengukuran Barometer Sosial dan Ketimpangan Sosial diharapkan dapat menghasilkan sebuah bentuk pemantauan pembangunan yang secara metodologi kuat dan bertanggungjawab. Sebelumnya INFID telah melansir Barometer Sosial 2014 dan diharapkan hasil Barometer Sosial 2015 pun diliput oleh banyak media massa Indonesia dan akhirnya menjadi perhatian pengambil kebijakan. 4 BAROMETER SOSIAL 2015

13 2 6 TEMUAN-TEMUAN BAROMETER SOSIAL BAROMETER SOSIAL 2015

14 2.1. Kebutuhan Terhadap Program Sosial Secara umum kebutuhan terhadap program sosial di Indonesia hingga 2015 ini masih tergolong tinggi. Sama dengan pada 2013, warga masih membutuhkan program sosial, terutama di bidang pelayanan kesehatan, pembiayaan pendidikan, penyediaan pekerjaan, bantuan usaha, pinjaman ringan, subsidi pertanian dan program pensiun. Bahkan kebutuhan warga kian meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Adanya kebutuhan tersebut cukup merata dihampir semua provinsi. Dua grafik berikut ini memperlihatkan prosentase kebutuhan akan bantuan masyarakat. Grafik 1. Jenis Bantuan yang Sesuai dan Dibutuhkan Masyarakat Hasil tersebut memberi indikasi adanya deprivasi berbagai kebutuhan dasar warganegara Indonesia. Sementara itu, bantuan-bantuan yang dibutuhkan, dalam penilaian warga, belum menjadi prioritas pemerintah karena jumlahnya sangat sedikit, dan pelaksanaan dari program yang ada pun masih belum optimal. Masih terjadi penyimpangan aturan, tidak tepat sasaran, dan prosesnya masih berbelit-belit sehingga merepotkan warga yang berhak menerimanya. Hasil survei mengenai kebutuhan sosial ini mengindikasikan belum adanya analisis kebutuhan program sosial. Alasan dari penentuan program sosial apa saja yang akan diberikan kepada warga juga belum jelas. BAROMETER SOSIAL 7

15 2.2. Indeks Barometer Sosial Nasional Seberapa jauh usaha Pemerintah Indonesia dan pemerintah provinsi mengupayakan pencapaian keadilan sosial melalui program-program sosial pada 2014? Bagaimana jika dibandingkan dengan 2013? Secara keseluruhan, hasil Indeks Barometer Sosial 2015 adalah 5,6 (skala 1-10) dan masuk dalam kategori Agak Mengupayakan Pencapaian Keadilan Sosial. Indeks ini lebih tinggi sedikit dari yang diperoleh pada 2014 yang mencapai skor 5,3 meski kategorinya tidak berbeda. Pengukuran Barometer Sosial 2015 menunjukkan bahwa pada 2014 usaha dari Pemerintah Indonesia masih tergolong Agak Mengupayakan Pencapaian Keadilan Sosial, artinya beberapa program sosial sudah dijalankan tetapi dalam penilaian warga pelaksanaan program itu belum optimal, baik dalam kesesuaian dengan kebutuhan warga, prosedur pelaksanaannya, maupun manfaat yang diperoleh warga. Grafik berikut ini menggambarkan Indeks Barometer Sosial setiap provinsi. Grafik 2. Skor IBS 2015 Nasional dan Perbandingannya dengan Provinsi 8 BAROMETER SOSIAL 2015

16 2.3. Penilaian Warga Mengenai Program Sosial Nasional Bagaimana penilaian warga mengenai kinerja program sosial nasional, mencakup Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), Program Keluarga Harapan (PKH), Jaminan Persalinan (Jampersal), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Subsidi Pupuk, dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS)? Bagaimana pelaksanaan program-program itu? Apakah program-program itu sudah memenuhi kriteria keadilan distribusi yang mencakup manfaat, tepat sasaran, sesuai dengan dan memenuhi kebutuhan, barang/jasa/uang yang diterima sesuai dengan yang semestinya, adanya akses terhadap bantuan, dan proses yang mudah? Apakah program-program itu memenuhi kriteria keadilan distribusi yang mencakup adanya aturan yang jelas, transparan dan melibatkan stakeholder, pelaksanaan sesuai aturan, serta informasinya jelas? Pertanyaan-pertanyaan tersebut dijawab oleh warga melalui survei Barometer Sosial. Melalui bentuk grafik jawaban-jawaban warga yang menjadi responden survei disajikan. Secara umum program-program sosial itu dinilai bermanfaat oleh warga. Program-program yang diselenggarakan pemerintah dinilai memberikan manfaat bagi penerimanya dan memang dibutuhkan. Jika dari jenis dan bentuk bantuan yang diterima warga menilai program-program itu perlu diteruskan dan diperbesar jangkauannya. Grafik 3. Kemanfaatan Program Sosial yang Diselenggarakan Pemerintah BAROMETER SOSIAL 9

17 Hanya saja menurut warga banyak orang yang membutuhkan bantuan melalui program sosial tidak bisa mendapatkannya. Lebih dari 50% responden menilai program sosial tidak tepat sasaran. Grafik 4. Ketepatan Sasaran Program Sosial Kebanyakan warga menilai barang/uang/jasa yang diterima dari program sosial tidak sesuai dengan yang semestinya serta belum dapat memenuhi kebutuhan. Menurut responden kesesuaiannya di bawah 50%. Kebijakan program sosial belum dapat mengidentifikasi kebutuhan masyarakat secara memadai sehingga penentuan jenis bantuan dan kepada siapa bantuan akan diberikan juga belum dilakukan secara tepat. Grafik 5. Kesesuaian Barang/Uang/Jasa yang Diterima 10 BAROMETER SOSIAL 2015

18 Dalam pelaksanaannya, program sosial yang diselenggarakan pemerintah memakan waktu yang panjang. Rentetan prosedur yang terlalu panjang dan banyaknya persyaratan yang dibebankan kepada warga menyebabkan proses pelaksanaan pemberian bantuan jadi lama. Kebanyakan warga menilai prosesnya lambat. Lebih dari 50% responden menilai proses bantuan sosial lambat atau sangat lambat. Grafik 6. Kecepatan Proses Program Sosial Selain itu, masih banyak warga yang sulit untuk mendapatkan bantuan melalui program sosial. Lebih dari 50% responden menilai proses mendapatkan bantuan sulit atau sangat sulit. Selain prosedur yang panjang dan berbelit-belit, data warga yang membutuhkan bantuan tidak sesuai dengan data yang ada di masyarakat. Akibatnya banyak warga yang harus mendaftar ulang dari awal dan mengalami kesulitan untuk memperoleh bantuan. Grafik 7. Kemudahan Mendapatkan Bantuan Program Sosial BAROMETER SOSIAL 11

19 Banyak warga menganggap program sosial justru membebani mereka karena proses yang berbelit-belit, lama, prosedur yang rumit, dan bantuan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Warga harus mengeluarkan banyak waktu, biaya dan tenaga untuk bisa mendapatkan bantuan dari program sosial. Grafik 8. Sejauh Mana Program Sosial Membebani Kebanyakan warga menilai pelayanan dalam program sosial tidak memuaskan. Tingkat kepuasan terhadap pelayanan program sosial tergolong rendah. Dalam pelaksanaannya, program sosial diberikan di tempat-tempat yang tidak nyaman untuk didatangi warga pada saat yang bersamaan karena ruangnya terlalu sempit dan jaraknya jauh. Pengaturan waktu pemberian bantuan juga tidak efektif. Warga harus mengantri lama, berdesak-desakan, dan banyak warga yang tidak mendapat kejelasan kapan mereka akan menerima bantuan. Grafik 9. Kepuasan terhadap Pelayanan Program Sosial 12 BAROMETER SOSIAL 2015

20 Berdasarkan persepsi warga yang sudah dipaparkan, sebagian besar kriteria keadilan distribusi pelaksanaan program sosial di Indonesia pada 2014 belum terpenuhi. Meski program sosial yang diselenggarakan pemerintah dinilai bermanfaat namun belum mencapai target orang yang membutuhkan. Program sosial yang dijalankan belum sesuai sepenuhnya dengan kebutuhan dan belum dapat memenuhi kebutuhan warga. Akses terhadap bantuan pun tidak merata, ditambah lagi dengan proses sulit, panjang, berbelit-belit, dan membebani. Pelayanan yang diberikan para petugas pelaksana pun dinilai tidak memuaskan warga. Untuk kriteria keadilan prosedural, melalui survei ini digali persepsi warga mengenai kejelasan informasi mengenai program sosial dan kesesuaian pelaksanaan dengan aturan yang sudah ditentukan. Kejelasan informasi mencakup infomasi mengenai tujuan, sasaran, persyaratan, prosedur dan waktu pelaksanaan program sosial. Kesesuaian pelaksanaan dengan aturan mencakup kesesuaian prosedur, proses, standar pelayanan, pelaksana, serta jenis dan besar bantuan yang ada pada pelaksanaan sesuai dengan aturan yang sudah ditentukan. Informasi mengenai keberadaan program sosial masih dinilai tidak jelas oleh warga. Prosentase responden yang menilai informasi program sosial jelas atau sangat jelas masih rendah (rata-rata di bawah 50%). Grafik 10. Kejelasan Informasi Program Sosial BAROMETER SOSIAL 13

21 Kebanyakan warga menilai pelaksanaan program sosial tidak sesuai dengan aturan yang sudah ditentukan. Menurut warga terjadi banyak penyimpangan dalam pelaksanaan program sosial. Kesesuaian antara prosedur, proses, standar pelayanan, pelaksana, serta jenis dan besar bantuan yang ada pada pelaksanaan masih banyak yang belum sesuai dengan aturan yang sudah ditentukan. Grafik 11. Kesesuaian Program Sosial dengan Aturan Berdasarkan persepsi warga, kriteria keadilan prosedural pada pelaksanaan program sosial di Indonesia pada 2014 belum terpenuhi. Aturan program sosial belum jelas dan pelaksanaannya masih banyak yang tidak sesuai dengan aturan. Warga menilai ada penyimpangan pelaksanaan program sosial dari aturan yang sudah ditentukan. Selain itu konsep dan perencanaan program sosial tidak matang, serta penentuan program sosial belum melibatkan semua stakeholder. Informasi mengenai program sosial saja, banyak warga yang tidak terpapar informasi itu sehingga mereka tidak mengetahui seluk-beluk program sosial dan bagaimana mendapatkannya Penilaian Warga Mengenai Program Sosial yang Diselenggarakan oleh Kementerian, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kota/Kabupaten Bagaimana kementerian yang terkait dengan program sosial, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota mengupayakan pencapaian keadilan sosial melalui program- 14 BAROMETER SOSIAL 2015

22 program sosial? Bagaimana program sosial itu dilaksanakan? Survei ini juga menjawab pertanyaan mengenai upaya kementrian tersebut. Seperti pada Barometer Sosial 2014, kementerian yang program sosialnya dinilai di sini adalah Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Grafik-grafik berikut ini memaparkan penilaian warga mengenai kinerja program sosial yang diselenggarakan oleh kementerian tersebut, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/ kota. Apakah kementerian berikut ini, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota menyelenggarakan program sosial? Instansi pemerintah dipersepsi sudah menyelenggarakan program sosial oleh kebanyakan warga, kecuali Kementerian Pertanian. Grafik 12 memaparkan jawaban Ya responden atas pertanyaan Apakah instansi pemerintah berikut ini menyelenggarakan program sosial? Grafik 12. Penyelenggaran Program Sosial oleh Instansi Pemerintah Bagaimana kualitas program sosial yang dilakukan instansi pemerintah? Kualitas penyelenggaraan program sosial oleh instansi pemerintah dirasakan sudah baik atau sangat baik oleh kebanyakan warga, kecuali yang diselenggarakan Kementerian Pertanian. Grafik 13 memaparkan jawaban baik atau sangat baik oleh responden atas pertanyaan Bagaimana kualitas program sosial yang diselenggarakan instansi pemerintah berikut? BAROMETER SOSIAL 15

23 Grafik 13. Kualitas Program Sosial oleh Intansi Pemerintah Seberapa bermanfaat program sosial yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah? Secara umum program sosial yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah dinilai bermanfaat oleh kebanyakan warga. Grafik 14 memaparkan jawaban bermanfaat atau sangat bermanfaat oleh responden atas pertanyaan Apakah program sosial yang diselenggarakan instansi pemerintah berikut bermanfaat?. Grafik 14. Kemanfaatan Program Sosial oleh Instansi Pemerintah 16 BAROMETER SOSIAL 2015

24 3 TEMUAN-TEMUAN KETIMPANGAN SOSIAL 18 BAROMETER SOSIAL 2015

25 Bab ini akan memaparkan hasil survei persepsi warga terhadap ketimpangan sosial di Indonesia. Secara sederhana kesenjangan sosial adalah perbedaan pendapatan, sumber daya, kekuasaan dan status di dalam dan di antara masyarakat (Naidoo dan Wills 2008). Lebih rinci lagi, kesenjangan sosial merujuk pada cara dimana kategori sosial orang (menurut karakteristik seperti jenis kelamin, usia, kelas dan etnis) diposisikan berbeda-beda berkaitan dengan akses ke berbagai kemaslahatan sosial, seperti tenaga kerja pasar dan sumber pendapatan, sistem pendidikan dan kesehatan, dan bentuk-bentuk representasi dan partisipasi politik. Konsep ketimpangan sosial dikembangkan untuk dapat memberikan gambaran perbedaan antara pendapatan rata-rata, dan apa yang didapatkan oleh orang miskin dan kaya atau kelompok-kelompok dalam masyarakat. Dengan konsep ketimpangan sosial dapat dikenali seberapa baik warganegara yang berbeda mendistribusikan atau berbagi pendapatan yang mereka peroleh. Survei Ketimpangan Sosial yang dilakukan INFID ini hendak menggali persepsi warga mengenai: 1. Ranah/aspek/hal yang berperan menghasilkan ketimpangan sosial di Indonesia 2. Seberapa besar ketimpangan sosial yang terjadi di Indonesia 3. Penyebab ketimpangan sosial di Indonesia 4. Pihak yang seharusnya bertanggung jawab mengatasi ketimpangan sosial yang ada di Indonesia 5. Cara mengurangi ketimpangan di Indonesia 6. Ketimpangan gender di Indonesia 7. Perlakuan diskriminatif di Indonesia Pertanyaan yang diajukan dalam Survei Ketimpangan Sosial dalam Indeks Barometer Sosial (IBS) 2015 terdiri atas: 1. Ranah/aspek/hal apa yang berperan menghasilkan ketimpangan sosial di daerah Anda? 2. Dalam setiap ranah/aspek/hal yang berperan itu, seberapa besar ketimpangan sosial yang terjadi di daerah Anda? 3. Apa yang menyebabkan ketimpangan di daerah Anda? 4. Siapa yang seharusnya bertanggung jawab mengatasi ketimpangan sosial yang ada di daerah Anda? 5. Apa yang perlu dilakukan untuk mengurangi ketimpangan sosial di daerah Anda? 6. Seberapa jauh ketimpangan gender terjadi di daerah Anda? 7. Apakah ada perlakuan diskriminatif daerah Anda? Seberapa jauh? KETIMPANGAN SOSIAL 19

26 3.1. Sumber Ketimpangan Sosial Apa sumber ketimpangan sosial menurut warga? Dalam persepsi mereka, seberapa jauh ketimpangan dan perlakuan diskriminatif berlangsung di masyarakat Indonesia? Bagaimana penyebaran ketimpangan di wilayah Indonesia? Survei ini hendak menjawab pertanyaanpertanyaan ini melalui persepsi warga mengenai hal-hal tersebut. Ranah yang menjadi sumber ditentukan berdasar ranah kepuasan hidup yang mempengaruhi kesempatan, kapabilitas, kepuasan hidup dan kebahagiaan individu. Dalam pengukuran ini ranah itu terdiri atas penghasilan, harta benda yang dimiliki, kesejahteraan keluarga, pendidikan, pekerjaan, rumah/tempat tinggal, lingkungan tempat tinggal, hukum, kesehatan, dan aktivitas politik. Warga diminta menilai apakah sepuluh ranah ini merupakan sumber ketimpangan dan sejauh mana ketimpangan yang ada di setiap ranah. Hasilnya, menurut warga kesepuluh ranah itu merupakan sumber ketimpangan sosial. Grafik 15. Sumber Ketimpangan dalam Masyarakat 20 BAROMETER SOSIAL 2015

27 Grafik 16. Ranah yang Paling Berperan Menghasilkan Ketimpangan Sosial 3.2. Derajat Ketimpangan Warga mempersepsi ketimpangan terjadi di kebanyakan ranah yang dinilai. Derajat ketimpangannya pun tergolong besar, rata-rata di atas 20% responden menilai setiap ranah sangat timpang. Grafik 17. Prosentase Ketimpangan di Setiap Ranah KETIMPANGAN SOSIAL 21

28 Khusus untuk penghasilan, diajukan pertanyaan mengenai kesesuaian penghasilan responden dengan yang diharapkan oleh mereka. Penghasilan dirasakan oleh warga sebagai ranah yang paling timpang dan paling besar peranannya dalam menghasilkan ketimpangan sosial. Kebanyakan (50,7%) responden menilai menilai penghasilan mereka tidak sesuai dengan harapan dan tidak layak. Grafik 18. Kesesuaian Penghasilan dengan Harapan Lebih dari 50% responden menilai penghasilannya tidak layak. Jika ini ditarik ke populasi, dapat dikatakan bahwa lebih dari setengah warga Indonesia dewasa menilai penghasilan yang mereka dapatkan tidak layak. Penghasilan yang mereka dapatkan tidak dapat memenuhi kebutuhan primer mereka atau hanya dapat memenuhi kebutuhan primer mereka. Hanya 4,9 responden yang menilai penghasilan mereka lebih dari yang mereka harapkan. Dari sini dapat diperoleh indikasi adanya ketimpangan besar pada ranah penghasilan. Masyarakat Indonesia terbagi tiga kelompok, terdiri atas (1) Warga yang berpenghasilan tidak layak; (2) Warga yang berpenghasilan layak; dan (3) Warga yang berpenghasilan lebih dari yang dibutuhkan. Kelompok dengan proporsi terbesar adalah kelompok warga yang berpenghasilan tidak layak. Lalu kelompok warga yang berpenghasilan layak di urutan kedua. Kemudian yang kelompok paling kecil proporsinya adalah kelompok warga yang berpenghasilan tinggi di atas kebutuhan yang mereka miliki. Keadaan ini tersebar hampir merata di seluruh wilayah Indonesia. 22 BAROMETER SOSIAL 2015

29 Grafik 19. Distribusi Persepsi Kesesuaian Penghasilan dengan Harapan per Wilayah Kebanyakan responden (56,4%) menilai penghasilan yang mereka peroleh sesuai dengan usaha mereka. Artinya mereka bekerja untuk mendapatkan penghasilan itu. Sebesar 40% responden menilai bahwa usaha mereka tak sebanding dengan penghasilan yang mereka peroleh. Mereka menilai penghasilan mereka jauh dari harapan dan kecukupan pemenuhan kebutuhan mereka. Kurang dari 5% responden yang menilai bahwa penghasilan mereka lebih besar dibandingkan dengan usaha yang mereka lakukan. Persepsi ini relatif merata di berbagai wilayah kecuali di wilayah Sumatera yang lebih banyak menilai penghasilan mereka tidak sesuai dengan usaha dan menilai bahwa ketimpangan penghasilan sangat bersar terjadi di wilayah mereka. Grafik 20. Distribusi Persepsi Kesesuaian Penghasilan dengan Usaha yang Dilakukan per Wilayah KETIMPANGAN SOSIAL 23

30 Persepsi responden mengenai perbedaan penghasilan yang ada di Indonesia pun digali dalam pengukuran ini. Kepada responden dipaparkan data kasar rata-rata penghasilan orang Indonesia serta penghasilan sebagian profesi dan posisi jabatan di Indonesia sebagai berikut: Rata-rata penghasilan orang Indonesia: Rp ,24 per bulan; 50 Juta orang Indonesia berpenghasilan Rp 20 juta per bulan; Rata-rata penghasilan pilot di Indonesia Rp 50 juta per bulan; Rata-rata penghasilan dokter spesialis di Indonesia Rp 50 juta per bulan; Rata-Rata penghasilan anggota DPR di Indonesia Rp 46 juta per bulan; Rata-rata gaji direktur utama BUMN besar di Indonesia Rp 400 juta per bulan; 7-10 orang direktur perusahaan besar di Indonesia bergaji Rp 6-8 milyar per bulan. Lalu mereka ditanya, Menurut Anda seberapa wajar perbedaan penghasilan antara orang di Indonesia tersebut? Mereka diminta menilai dengan opsi pilihan jawaban dari sangat tidak wajar (1) hingga sangat wajar (7). Sebesar 66,26% menilai perbedaan penghasilan tersebut tidak wajar atau sangat tidak wajar. Penilaian ini relatif tersebar merata di lima pulau besar di Indonesia. Perbedaan penghasilan antar orang Indonesia ini sejalan dengan hasil persepsi terhadap ketimpangan penghasilan yang ditangkap warga, bahwa ada ketimpangan penghasilan di Indonesia dan ketimpangan itu dinilai tidak wajar. Penilaian mengenai ketimpangan penghasilan ini berperan menghasilkan ketidakpuasan warga terhadap penghasilan yang mereka peroleh. Perbedaan yang sangat besar antara rata-rata penghasilan orang Indonesia dengan beberapa rata-rata penghasilan orang dengan profesi atau posisi jabatan tertentu, apalagi direktur perusahaan besar di Indonesia yang penghasilannya mencapai 6-8 miliar, merupakan indikasi ketimpangan yang sangat tinggi. Grafik 21. Persepsi Mengenai Ketidakwajaran Perbedaan Penghasilan antara Orang Indonesia per Wilayah 24 BAROMETER SOSIAL 2015

31 Perbedaan penghasilan antar orang Indonesia pun dinilai tidak adil oleh kebanyakan responden. Sebesar 71,5% responden menilai bahwa perbedaan penghasilan antar orang Indonesia tidak adil. Grafik 22. Persepsi Mengenai Ketidakadilan Perbedaan Penghasilan antara Orang Indonesia per Wilayah 3.3. Indeks Ketimpangan Sosial 2015 Indeks ketimpangan disini ditentukan berdasarkan banyaknya ranah yang dinilai warga mengalami ketimpangan. Semakin besar indeks maka makin banyak ranah yang dinilai mengalami ketimpangan. Definisinya adalah sebagai berikut: Indeks ketimpangan sosial adalah angka yang mengindikasikan berapa banyak ranah dalam kehidupan sosial yang dinilai warga mengalami ketimpangan. Dengan dasar itu Indeks Ketimpangan Sosial ini mengindikasikan berapa banyak ranah dari 10 ranah sumber ketimpangan yang dinilai timpang oleh seluruh responden. Rentang Indeks: = tidak ada ranah yang timpang 10 = ada ketimpangan di 10 ranah Indeks Ketimpangan Sosial 2015 adalah 5,06. Artinya, seluruh responden menilai ada ketimpangan di 5 dari 10 ranah sumber ketimpangan. KETIMPANGAN SOSIAL 25

32 Secara keseluruhan, 80% responden (dari total sampel 2500) mem-ersepsikan adanya ketimpangan setidaknya pada satu ranah. Bisa dikatakan, delapan dari 10 warga Indonesia merasakan adanya ketimpangan. Dilihat per wilayah, lebih dari 75% responden di Indonesia Timur, Sumatera, dan Jawa-Bali, dan Sulawesi merasakan ketimpangan setidaknya di satu ranah. Persentase paling rendah terjadi di Kalimantan, yaitu 42% responden tidak merasakan ketimpangan di ranah apapun. Grafik 23. Persepsi Ketimpangan Setidaknya pada Satu Ranah Grafik 23a Grafik 23b Pada ranah penghasilan, ketimpangan dirasakan oleh 57.5% responden. Ketimpangan dirasakan oleh lebih dari setengah responden, 57%-66%, di empat wilayah yaitu Sumatera, Jawa-Bali, Sulawesi, dan Indonesia Timur. Sedangkan di Kalimantan hanya sepertiga responden, yaitu 36%, yang merasakan ketimpangan di ranah ini. Ketimpangan di ranah penghasilan adalah ketimpangan yang paling banyak dirasakan oleh responden di Sumatera, Jawa-Bali, dan Sulawesi. Pada ranah lingkungan tempat tinggal, ketimpangan dirasakan oleh 44% responden. Ketimpangan di ranah ini dirasakan oleh lebih dari setengah responden di tiga wilayah, 51%-54%, yaitu di Sumatera, Jawa-Bali, dan Indonesia Timur. Sedangkan di Kalimantan ketimpangan dipersepsi oleh 28% responden dan di Sulawesi ketimpangan dirasakan oleh 35% responden. Di ranah kesejahteraan keluarga, ketimpangan dirasakan oleh 49.8% responden. Setengah 26 BAROMETER SOSIAL 2015

33 responden, berkisar 49%-59%, di empat wilayah merasakan adanya ketimpangan yaitu Sumatera, Jawa-Bali, Sulawesi, Indonesia Timur. Sedangan sebesar 33% responden di Kalimantan merasakan ketimpangan di ranah ini. Di ranah kesehatan, ketimpangan dirasakan oleh 31.8% responden. Ketimpangan pada ranah ini lebih dirasakan oleh responden di wilayah Sumatera (39.1%), Jawa-Bali (39.9%) dan Sulawesi (35%). Kurang dari seperempat responden di wilayah Kalimantan (22.7%) merasakan ketimpangan di ranah kesehatan. Ketimpangan di ranah kesehatan merupakan ketimpangan yang dirasakan paling rendah (tidak ada ketimpangan) oleh responden di kelima wilayah. Pada ranah rumah/tempat tinggal, ketimpangan dirasakan oleh hampir setengah responden (45,7%). Ditinjau per wilayah, ketimpangan di ranah ini dirasakan oleh setengah responden, 45% - 55%, di empat wilayah yaitu Sumatera, Jawa-Bali, Sulawesi, dan Indonesia Timur. Sedangkan di Kalimantan, kurang dari sepertiga responden merasakan ketimpangan ini (30%). Pada ranah kesempatan mendapatkan pekerjaan, lebih dari setengah responden (53.8%) merasakan ketimpangan ini. Ditinjau per wilayah, ketimpangan dirasakan paling tinggi di Sumatera (64%) dan Indonesia Timur (66%). Di kedua wilayah tersebut, dua per tiga responden merasakan adanya ketimpangan di ranah ini. Walau demikian, setengah responden di Jawa-Bali merasakan ketimpangan di ranah ini, dan lebih dari sepertiga merasakannya di Kalimantan dan Sulawesi. Pada ranah pendidikan, ketimpangan dirasakan oleh 45,9% responden. Jika ditinjau per wilayah, maka lebih dari sepertiga responden di lima wilayah di Indonesia merasakan adanya ketimpangan di ranah pendidikan. Ketimpangan pendidikan paling dirasakan oleh responden di Sumatera, lebih dari setengah (54%) merasakan adanya ketimpangan ini. Pada ranah keterlibatan politik, ketimpangan dirasakan oleh 54.1% responden. Ketimpangan sangat dirasakan oleh responden di Indonesia Timur, lebih dari tiga perempat (78.9%) responden merasakan adanya ketimpangan di ranah ini. Lebih dari setengah responden Sumatera (59%) dan Jawa-Bali (53%) merasakan adanya ketimpangan di ranah ini. Sedangkan di Kalimantan (42%) dan Sulawesi (37%), lebih dari sepertiga responden merasakan ketimpangan di ranah ini. Ketimpangan di ranah keterlibatan politik merupakan ketimpangan utama di Kalimantan, dan Indonesia Timur. KETIMPANGAN SOSIAL 27

34 Pada ranah hukum, ketimpangan dirasakan oleh 49.1% responden. Ketimpangan pada ranah hukum sangat dirasakan oleh responden Indonesia Timur. Hampir tiga perempat responden (70%) merasakan ketimpangan di ranah ini. Lebih dari setengah responden Sumatera (59%) dan Jawa-Bali (51%) merasakan adanya ketimpangan di ranah ini. Sedangkan di Kalimantan dan Sulawesi sekitar sepertiga masyarkat merasakan ketimpangan di ranah hukum Penyebab Ketimpangan dan Pihak yang Harus Bertanggung Jawab Apa saja penyebab ketimpangan sosial? Keadaan dan kondisi apa yang dirasa menyebabkan terjadinya ketimpangan di Indonesia? Menurut persepsi warga penyebab ketimpangan sosial yang utama adalah pendidikan yang tidak merata, lalu disusul oleh pemerintah tidak bekerja dengan baik, kesempatan kerja tidak merata, penghasilan tidak merata, dan hukum yang tidak bekerja. Data mengenai penyebab ketimpangan sosial ini diperoleh dari jawaban langsung warga dari pertanyaan Menurut Anda, apa yang menyebabkan ketimpangan yang terjadi di daerah Anda? Dari jenis penyebabnya, data dari jawaban langsung ini sejalan dengan hasil perhitungan dari ranah mana yang paling berperan dalam menghasilkan ketimpangan sosial seperti dikemukan terlebih dahulu dalam laporan ini, tetapi urutannya berbeda. Berdasarkan perhitungan bobot peran setiap ranah diperoleh hasil yang mengindikasikan bahwa penghasilan, harta benda yang dimiliki, dan lingkungan tempat tinggal merupakan tiga ranah yang paling berperan menghasilkan ketimpangan sosial. Sedangkan dari hasil jawaban langsung terhadap pertanyaan apa yang menyebabkan ketimpangan, ranah pendidikan, pemerintah tidak bekerja dengan baik, dan kesempatan mendapatkan pekerjaan adalah tiga penyebab utama. Perbedaan ini menarik untuk dikaji lebih jauh dalam sebuah studi khusus. Grafik 24. Penyebab Ketimpangan 28 BAROMETER SOSIAL 2015

35 Siapa yang harus bertanggungjawab mengatasi ketimpangan sosial? Pertanyaan ini menghasilkan banyak jawaban warga seperti yang dipaparkan dalam Grafik 24. Jawaban warga bisa menjadi indikasi pandangan yang berbeda mengenai peran negara dan individu dalam mengatasi persoalan kemiskinan dan menghasilkan kesejahteraan warga. Ada yang berpendapat bahwa pemerintah saja yang bertanggungjawab mengatasi ketimpangan sosial. Ada yang berpendapat bahwa setiap orang dan kepala keluarga yang bertanggungjawab mengatasi ketimpangan sosial. Ada juga yang berpendapat bahwa orang berpendidikan tinggi, partai politik, pemilik perusahaan, orang kaya dan lembaga keuangan internasional yang bertanggungjawab mengatasi ketimpangan sosial. Ada juga responden yang menyatakan bahwa semua pihak itu bertanggungjawab mengatasi ketimpangan sosial. Persepsi warga ini juga menarik untuk dikaji tersendiri lebih lanjut. Grafik 25. Pihak yang Semestinya Bertanggungjawab Mengatasi Ketimpangan 3.5. Cara Mengatasi Ketimpangan Upaya apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi ketimpangan sosial? Pemberantasan korupsi menempati urutan pertama sebagai cara yang perlu dilakukan untuk mengatasi ketimpangan sosial. Ada indikasi bahwa warga menilai ketimpangan yang ada di berbagai ranah yang menjadi sumber ketimpangan disebabkan oleh tidak meratanya distribusi sumber daya. Sebagian besar sumber daya dinikmati oleh kelompok tertentu melalui korupsi. Ini terkait dengan upaya kedua yang perlu dilakukan untuk mengatasi KETIMPANGAN SOSIAL 29

36 ketimpangan menurut warga, yaitu pemerintah bekerja dengan baik. Ada indikasi bahwa warga merasakan adanya hubungan korupsi dan pemerintah yang tidak bekerja dengan baik. Lalu itu terkait juga dengan penegakan hukum yang tidak pandang bulu. Korupsi terjadi salah satu karena hukum yang tidak bekerja efektif. Penegakan hukum yang tidak pandang bulu adalah upaya ketiga yang paling banyak dikemukakan responden. Lalu disusul dengan pemerataan pendidikan dan pekerjaan, serta jaminan keamanan. Ada juga upaya terkait karakteristik individual orang Indonesia yang dianggap perlu dilakukan, yaitu memperbaiki sifat-sifat orang Indonesia. Tetapi secara umum upaya yang dianggap responden perlu dilakukan terkait dengan perbaikan struktural, baik dalam hal tata kelola pemerintahan, penegakan hukum, pendidikan, ekonomi, dan politik. Grafik 26 memaparkan persentase jawaban warga mengenai upaya yang sangat diperlukan untuk mengatasi ketimpangan sosial. Grafik 26. Upaya yang Perlu Dilakukan untuk Mengatasi Ketimpangan Sosial 3.6. Ketimpangan Antara Perempuan dan Laki-laki Dalam survei ini diukur juga persepsi terhadap ketimpangan antara perempuan dan lakilaki di Indonesia. Persepsi terhadap ketimpangan antara perempuan dan laki-laki tergolong rendah. Sebesar 28,72% responden menilai ada ketimpangan antara perempuan dan laki-laki. Hasil ini menarik untuk dikaji lebih lanjut karena tidak sejalan dengan penilaian beberapa ahli yang berkecimpung dalam permasalahan gender. Persepsi ketimpangan gender tertinggi diperoleh di Indonesia Timur, yaitu sebesar 50,6 responden merasakan adanya ketimpangan antara perempuan dan laki-laki. Di Kalimantan persepsi terhadap ketimpangan antara perempuan dan laki-laki sangat rendah, hanya 2,4% responden yang merasakan adanya ketimpangan gender. 30 BAROMETER SOSIAL 2015

37 Persepsi ketimpangan gender pada setiap aspek/ranah yang menjadi sumber ketimpangan juga tergolong rendah sebagaimana dipaparkan pada Grafik 28. Hasil ini juga menarik untuk dikaji tersendiri lebih jauh. Perlu dicermati faktor apa saja yang berperan menghasilkan persepsi ketimpangan gender seperti ini. Grafik 27. Distribusi Persepsi Ketimpangan antara Perempuan dan Laki-laki di Lima Wilayah Indonesia Grafik 28. Ketimpangan antara Perempuan dan Laki-laki di Setiap Ranah/Aspek KETIMPANGAN SOSIAL 31

38 Dalam memersepsikan ketimpangan sosial, tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi perempuan dan laki-laki (Grafik 29). Proporsi perempuan yang memersepsi adanya ketimpangan relatif sebanding dengan proporsi laki-laki yang memersepsi adanya ketimpangan. Ketimpangan sosial di Indonesia sama-sama dirasakan baik oleh perempuan maupun laki-laki. Dalam memersepsikan kesesuaian penghasilan dengan usaha dan kebutuhan pun perempuan dan laki-laki tidak berbeda secara signifikan (Grafik 30). Begitu pula tidak ada perbedaan signifikan antara persepsi perempuan dan laki-laki terhadap ketimpangan di setiap ranah yang menjadi sumber ketimpangan (Grafik 31). Grafik 29. Ketimpangan Sosial Menurut Perempuan dan Laki-laki Grafik 30. Perbandingan Persepsi akan Penghasilan antara Perempuan dan Laki-laki 32 BAROMETER SOSIAL 2015

39 Grafik 31. Perbandingan Persepsi terhadap Ranah Ketimpangan antara Perempuan dan Laki-laki 3.7. Perlakuan Diskriminatif Menanggapi pertanyaan Apakah Anda mengalami perlakuan diskriminatif di daerah tempat Anda tinggal? kebanyakan responden menjawab tidak. Sebesar 15,5% responden mengaku mendapatkan perlakuan diskriminatif. Persentase jawaban ini relatif setara antara Indonesia Bagian Barat, Indonesia Bagian Tengah dan Indonesia Bagian Timur. Grafik 32. Perlakuan Diskriminatif yang Dialami KETIMPANGAN SOSIAL 33

40 Ketika responden ditanya Apakah warga di daerah tempat Anda tinggal mengalami perlakuan diskriminatif? lebih banyak responden yang menjawab Ya. Sebesar 30,6% responden menjawab Ya. Grafik 33. Perlakuan Diskriminatif yang Dialami Orang di Lingkungan Tempat Tinggal Wilayah yang dirasakan banyak terjadi perlakuan diskriminatif terhadap warga adalah Sumatera dan Indonesia Timur. Grafik 34. Persebaran Masyarakat Yang Mengalami Perlakuan Diskriminatif 34 BAROMETER SOSIAL 2015

41 KETIMPANGAN SOSIAL 35

42 4 KESIMPULAN 1. Kebutuhan warga akan program sosial hingga awal 2015 tergolong tinggi. Warga membutuhkan bantuan, terutama di bidang kesehatan, pendidikan, kesempatan kerja dan bantuan usaha. 2. Masih ada deprivasi kebutuhan dasar dan kurangnya pemenuhan hak Ekosob pada warga Indonesia. Program sosial yang diselenggarakan di Indonesia belum didasari oleh hasil analisis kebutuhan program sosial. Alasan pemilihan program-program itu tidak jelas. 3. Secara keseluruhan, Indeks Barometer Sosial 2015adalah 5,6 (skala 1-10) dan masuk dalam kategori Agak Mengupayakan Pencapaian Keadilan Sosial. Indeks Barometer Sosial 2015 sedikit lebih tinggi dari Indeks Barometer Sosial 2014 akan tetapi kategorinya tidak berbeda, masih sama Agak Mengupayakan Pencapaian Keadilan Sosial. Dalam penilaian warga ada peningkatan kualitas pelaksanaan program sosial pada 2014 dibandingkan dengan Warga menilai program sosial yang diselenggarakan oleh Pemerintah Indonesia masih sulit diperoleh, informasinya tidak jelas, prosesnya lama dan berbelit-belit, masih banyak penerima bantuan bukan orang yang layak menerima bantuan. Sedangkan banyak orang yang perlu menerima bantuan malah tidak mendapatkan bantuan, barang/jasa/ uang yang diterima belum sesuai dengan semestinya, pelayanannya tidak memuaskan, serta pelaksanaannya masih banyak yang menyimpang dari aturan. 5. Penentuan program sosial apa yang diselenggarakan oleh pemerintah nasional, kementerian, provinsi, dan kabupaten/kota belum berdasarkan hasil analisis kebutuhan yang memadai. 6. Hal yang paling berperan menghasilkan ketimpangan sosial adalah perbedaan penghasilan, disusul dengan perbedaan kepemilikan harta benda, dan lingkungan tempat tinggal. 36 BAROMETER SOSIAL 2015

43 7. Warga memersepsi masih ada ketimpangan dalam berbagai ranah yang berlangsung di sekitar mereka disertai dengan perlakuan diskriminatif. Itu menyumbang pada berlangsungnya ketimpangan sosial secara keseluruhan. 8. Indeks Ketimpangan Sosial 2015 adalah 5,06. Artinya, seluruh responden menilai ada ketimpangan di lima dari 10 ranah sumber ketimpangan. Secara keseluruhan, bisa dikatakan, delapan dari 10 warga Indonesia memersepsi adanya ketimpangan. 9. Warga memersepsi penyebab ketimpangan sosial yang utama adalah pendidikan yang tidak merata, kesempatan kerja tidak merata, pemerintah tidak bekerja dengan baik, dan hukum yang tidak berfungsi dengan baik. Pihak yang harus bertanggungjawab mengatasi ketimpangan sosial mencakup pemerintah, setiap individu, kepala keluarga, orang berpendidikan tinggi, pemilik perusahaan, partai politik, orang kaya, dan lembaga keuangan internasional. 10. Cara untuk mengatasi ketimpangan menurut warga adalah pemberantasan korupsi, pemerintah bekerja dengan baik, penegakan hukum, pemerataan pendidikan, pemerataan kesempatan kerja, pemerataan penghasilan, dan jaminan keamanan bagi warga. 11. Berdasarkan penilaian warga, keadilan sosial sebagai perwujudan kesempatan dan peluang hidup yang setara belum menjadi prioritas utama bagi pemerintah pusat, kementerian, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. 12. Pemberdayaan setiap individu di Indonesia untuk mengejar arah kehidupan yang ditentukan oleh dirinya sendiri, dan untuk terlibat dalam partisipasi sosial yang luas belum berlangsung merata. 13. Masih ada banyak pengaruh latar belakang sosial dan ketidaksamaan titik awal terhadap kesempatan untuk mengejar arah kehidupan dan kesejahteraan warga Indonesia. 14. Masih banyak individu di Indonesia yang belum diberdayakan untuk mengejar arah kehidupan yang ditentukan oleh dirinya sendiri, dan untuk terlibat dalam partisipasi sosial yang luas. KETIMPANGAN SOSIAL 37

44 REKOMENDASI 1. Perlu dilakukan analisis kebutuhan program sosial untuk menentukan program apa yang perlu dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia, baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota. Analisis kebutuhan juga perlu dilakukan di sektor-sektor khusus, seperti pendidikan, pertanian, kesehatan, dan perdagangan. Selain itu perlu dikaji lebih jauh jenis bantuan apa saja yang sebaiknya diberikan, apakah bantuan yang berorientasi pada penguatan orang atau pemberian barang, atau apakah bantuan kepada komunitas atau kepada perorang. 2. Perlu dibuat standarisasi pelaksanaan program sosial, mencakup di antaranya prosedur operasional, durasi, frekuensi, besaran bantuan, proses pemberian bantuan, target penerima bantuan, pelaksana program, serta aktivitas pemantauan dan evaluasi. Standarisasi itu perlu diberlakukan di setiap kementerian terkait program sosial, provinsi, dan kabupaten/kota. 3. Perlu audit independen dari pihak di luar pemerintahan untuk mengevaluasi dan menghasilkan usulan perbaikan pelaksanaan program sosial. Audit ini merupakan bagian dari sistem pengontrolan kualitas pelaksanaan program sosial, termasuk di dalamnya kontrol terhadap kualitas bantuan, kualitas pelayanan, efektivitas dan efisiensi prosedur pemberian bantuan, kemudahan akses warga terhadap program sosial, efek dan manfaat dari bantuan, serta keberlanjutannya. Sistem kontrol itu harus menjangkau setiap kementerian terkait program sosial, provinsi, dan kabupaten/kota. 4. Diperlukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program sosial, dimulai dari perumusan konsep dan disain program, proses, serta hasil, manfaat dan efek program. Pemantauan dan evaluasi dilakukan terhadap jalannya program sosial mencakup perencanaan, sosialisasi dan mobilisasi, penerapan, dan integrasi program sosial. Jadi evaluasi tidak hanya dilakukan pada akhir pelaksanaan program, melainkan perlu dilakukan dalam keseluruhan rentang pelaksanaan program, sejak awal, pertengahan hingga akhir program. Metode, teknik, dan prosedur evaluasi perlu dikembangkangkan agar bersifat komprehensif, mencakup rencana, evaluasi, seleksi instrumen, pengumpulan data, analisis data, dan pelaporan hasil. Hasil pemantauan dan evaluasi perlu ditindak-lanjuti dengan perbaikan program sedang berlangsung maupun perbaikan program berikutnya. 5. Perlu studi mengenai sumber, penyebab dan cara mengatasi ketimpangan sosial yang didukung oleh data yang kuat dan dilakukan secara berkelanjutan. 38 BAROMETER SOSIAL 2015

45 6. Agar usaha pemberdayaan warga di Indonesia untuk mengejar arah kehidupan yang ditentukan diri sendiri, dan untuk terlibat dalam partisipasi sosial yang luas diperlukan revolusi birokrasi. Upaya itu membutuhkan perubahan kerangka pikir, mindset, bahkan paradigma yang mendasari pemerintahan dan birokrasi.reformasi birokrasi tidak dapat mengubah itu semua karena sekadar meningkatkan efektivitas dan efisiensi cara pikir dan cara kerja yang sudah ada. Perubahan prioritas pemerintahan dan pembangunan, serta pemahaman dan penghayatan pelaksanaan program sosial yang memadai tidak akan dapat berlangsung dengan hanya meningkatkan efektivitas dan efisiensi. Selama kerangka pikir dan mindset yang digunakan masih sama, perubahan substansial tidak akan berlangsung. Justru persoalannya terletak pada kerangka pikir dan mindset yang digunakan, bahwa keadilan sosial dan program sosial untuk mencapainya bukan prioritas utama, sehingga pengadaan dan pelaksanaannya tidak menjadi perhatian penting. Revolusi birokrasi dengan paradigma yang menjadikan keadilan sosial sebagai sentral dari tujuan pembangunan akan mengubah kerangka pikir dan mindset yang ada sekarang, menjadikan usaha pencapaian keadilan sosial menjadi lebih komprehensif dan sungguh-sungguh. 7. Ketimpangan di ranah penghasilan, kesempatan mendapatkan pekerjaan, dan kesejahteraan keluarga masih berada di urutan lima besar ketimpangan yang dirasakan masih perlu untuk menjadi perhatian pemerintah. 8. Tingginya persepsi ketimpangan di ranah politik menunjukkan perlunya evaluasi terhadap sistem politik demokrasi yang dilakukan selama ini. Keberadaan perangkat demokrasi sepertinya tidak diiringi kualitas pada saat pelaksaanan. Tingginya ketimpangan di ranah keterlibatan politik di wilayah Indonesia Timur menunjukkan perlu penanganan khusus di wilayah ini. 9. Ketimpangan di ranah pendidikan masih tinggi. Hal ini kontras dengan biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah dari APBN untuk pendidikan. Maka dibutuhkan evaluasi yang mendalam mengenai pelaksanaan pendidikan baik pada skala nasional, maupun spesifik per wilayah. 10. Dibutuhkan evaluasi terhadap ketimpangan di ranah kesehatan, karena dirasakan paling rendah diantara semua ranah ketimpangan, perlu dilakukan pengecekan kondisi ril oleh pemerintah. 11. Kepastian hukum juga perlu ditingkatkan karena hampir setengah responden memersepsikan ketimpangan di ranah ini. Perlu dipikirkan cara untuk meningkatkan kepastian hukum secara efektif. KETIMPANGAN SOSIAL 39

46 DAFTAR PUSTAKA Han, C., Janmaat, J.G., Hoskins, B. and Green, A. (2012) Perceptions of Inequalities: implications for social cohesion, published by the Centre for Learning and Life Chances in Knowledge Economies and Societies at: Haste, Helen (2004) Constructing the Citizen, Political Psychology, 25, 3, pp Keller, T., Medgyesi, M., & Tóth, I.G. (2010) Analysing the link between measured and perceived income inequality in European countries. European Commission; Directorate- General Employment, Social Affairs and Equal Opportunities Unit E1 - Social and Demographic Analysis. Kelley, J. & Evans, M.D.R. (1993) The Legitimation of Inequality: Attitudes Towards Inequality in Nine Nations. American Journal of Sociology 99 (July): Luebker, M. (2004) Globalization and perceptions of social inequality, Working Paper No. 32. International Labour Office, Geneva. Online: SSRN-id pdf, accessed 14 Jan Meyer, D. S. (2007) Building Social Movements. In S. Moser and L. Dilling (eds) Creating a climate for change: communicating climate change and facilitating social change. Cambridge University Press, Cambridge, pp Naidoo, J.G. & Wills, J.(2008) Health Studies. An Introdution. Basingstoke: Palgrave Macmillan. Niehues, J. (2014) Subjective Perceptions of Inequality and Redistributive Preferences: An International Comparison. Cologne Institute for Economic Research (IW), Konrad-Adenauer- Ufer 21, Cologne, Germany, niehues@iwkoeln.de and IZA Bonn Osberg, L. and Smeeding, T. (2006) Fair Inequality? Attitudes towards Pay Differentials: The United States in Comparative Perspective, American Sociological Review, 71, pp Turner, Bryan (1986) Equality. Chichester, and Tavistock, London: Ellis Horwood. 40 BAROMETER SOSIAL 2015

47 LAMPIRAN Lampiran 1 Kerangka Teoretik 1. Barometer Sosial Sebagai Turunan Konsep Keadilan Sosial Barometer Sosial merupakan turunan dari konsep social justice (keadilan sosial) yang dikemukakan oleh Wolfgang Merkel. Konsep keadilan sosial secara umum diartikan sebagai Perwujudan kesempatan dan peluang hidup yang setara. Keadilan sosial adalah elemen konstitutif pusat legitimasi dan stabilitas dari setiap komunitas politik. Pada intinya konsep keadilan sosial didasari oleh postulat bahwa setiap individu harus diberdayakan untuk mengejar arah kehidupan yang ditentukannya sendiri, dan untuk terlibat dalam partisipasi sosial yang luas. Latar belakang sosial tertentu, seperti keanggotaan dalam kelompok sosial tertentu atau ketidaksamaan titik awal, tidak diizinkan mempengaruhi secara negatif rencana kehidupan pribadi. Dimensi Keadilan Sosial adalah sebagai berikut: 1. Pencegahan kemiskinan (Poverty prevention) 2. Akses ke pendidikan (Access to education) 3. Inklusi pasar tenaga kerja (Labor market inclusion) 4. Kohesi sosial dan non-diskriminasi (Social cohesion and non-discrimination) 5. Kesehatan (Health) 6. Keadilan antar-generasi (Intergenerational justice). Konsep keadilan ini peduli dengan penjaminan setiap kesempatan individu yang benarbenar sama untuk realisasi diri melalui investasi yang ditargetkan dalam pengembangan kapabilitas individu. Yang dikejar bukan penyetaraan keadilan distributif atau hanya kesetaraan kesempatan hidup formal dengan aturan main dan kode prosedur yang diterapkan sama. Keadilan sosial dapat dipahami sebagai kerangka aturan dan pedoman bagi masyarakat partisipatif yang mengaktifkan dan memampukan anggotanya. Penerapannya mensyaratkan negara kuat dipimpin oleh aktor yang mengerti kebutuhan akan kesetaraan sosial sebagai alat untuk memastikan kesempatan partisipasi. PERSEPSI WARGA TENTANG KUALITAS PROGRAM SOSIAL, SUMBER DAN FAKTOR KETIMPANGAN SOSIAL 41

48 Konsep barometer sosial berfokus pada karakteristik dan usaha-usaha untuk menegakkan keadilan sosial serta dampaknya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Secara operasional, pemahaman mengenai barometer sosial dilakukan dengan mencermati program-program sosial pemerintah, usaha departemen terkait dan partai dalam penegakan keadilan sosial di Indonesia. Operasionalisasi dari barometer sosial mengikut dimensi keadilan sosial. Barometer sosial diperoleh melalui pencermatan terhadap pencapaian keadilan sosial melalui program sosial, faktor yang berperan dalam keberhasilan program, serta stake-holder keadilan sosial mencakup warga negara, pemerintah, partai politik, CSO (civil society organization). 2. Ketimpangan Sosial Ketimpangan sosial didefinisikan sebagai ketidakmerataan distribusi sumber daya dalam masyarakat. Konsep ketimpangan sosial dikembangkan untuk dapat memberikan gambaran perbedaan antara pendapatan rata-rata, dan apa yang didapatkan oleh orang miskin dan kaya atau kelompok-kelompok dalam masyarakat. Dengan konsep ketimpangan sosial dapat dikenali seberapa baik warga negara yang berbeda mendistribusikan atau berbagi pendapatan yang mereka peroleh. Turner (1986, 34-35) mengidentifikasi empat jenis kesetaraa. Yang pertama adalah kesetaraan ontologis atau kesetaraan mendasar orang. Kedua, kesetaraan kesempatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Ketiga, kesetaraan kondisi di mana ada upaya untuk membuat kondisi kehidupan yang sama bagi kelompok-kelompok sosial yang relevan. Keempat ada kesetaraan hasil atau kesetaraan hasil Ketimpangan Sosial Berdasarkan Konsep Kapabilitas Dari Amartya Sen Menurut Amartya Sen, nasib dan kualitas hidup manusia bergantung pada sejauh mana perluasan kebebasan berlangsung. Ide mengenai perluasan kebebasan berkait erat dengan gagasannya mengenai keadilan. Sen membagi dua difinisi kebebasan yaitu Well- Being Freedom (kebebasan untuk mencapai kondisi baik atau dikenal dengan kapabilitas atau kesempatan untuk mencapai kondisi baik, dan Agency of Freedom atau kebebasan perlakukan atau kebebasan untuk mencapai sesuatu yang dianggap baik. Dua hal ini mengartikan kebebasan karena adanya kesempatan (opportunity) dan ada proses yang mendukung. 42 BAROMETER SOSIAL 2015

49 Pendekatan Sen kemudian diterjemahkan pentingnya melihat ketimpangan kesempatan (kapabilitas dasar: pendidikan, kesehatan) dan ketimpangan karena proses (demokrasi, kemampuan mengontrol sumber daya dan lingkungan) Ketimpangan Sosial dari Sudut Pandang Ekonomi Ketimpangan sosial dapat dilihat juga dari sudut pandang ekonomi berdasarkan pengukuran pendapatan dan aset, mencakup tabungan, properti, tanah, dan lain-lain. Pendekatan ini digunakan oleh banyak ekonom yang menulis mengenai ketimpangan seperti Thomas Piketty (Capital in the Twenty-First Century), Branco Milanovic (The Haves and the Have- Nots), J. E. Stiglitz (The Price of Inequaity), Nancy Birdshall (the World is not Flat: Inequality and Injustice in Our Global Economy). Sebagian besar para ekonom tersebut selain menganalisa bentuk ketimpangan, juga menguraikan sebab-sebab ketimpangan yang berkaitan dengan institusi negara Ketimpangan Sosial dari Sudut Pandang Kelembagaan atau institutional oleh Daron Acemoglu & James Robinson (Why Nations Fails) Ketimpangan sosial dapat dilihat juga dari sudut pandang kelembagaan atau institutional. Pendekatan ini dikemukakan oleh Daron Acemoglu dan James Robinson dalam buku Why Nations Fails. Menurut Daron, dkk pentingnya peran institusi politik dan institusi ekonomi dalam mendorong kemajuan dan kesetaraan. Ketika suatu negara memiliki institusi ekonomi dan politik yang inklusif, maka negara akan mempu mewujudkan kesejahteraan sekaligus kesetaraan. PERSEPSI WARGA TENTANG KUALITAS PROGRAM SOSIAL, SUMBER DAN FAKTOR KETIMPANGAN SOSIAL 43

50 Lampiran 2 Metode 1. Pendekatan Secara umum, survei ini akan mengadopsi perspektif keadilan sosial sebagaimana disusun dalam Indeks Keadilan Sosial yang disusun oleh Wolgang Merkel/Bertlleman Stiftung. Tetapi software itu disadur dan dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan Indonesia dan metode survei. Metode itu antara lain mengukur dan menilai kebijakan mengatasi kemiskinan, ketimpangan, kinerja pelayanan kesehatan, pasar kerja dan sebagainya. 2. Waktu Pelaksanaan Pengukuran dilaksanakan selama 3 bulan dengan perincian satu bulan untuk persiapan, satu bulan pengambilan data lapangan dan satu bulan untuk pengolahan data serta pembuatan laporan. 3. Permasalahan Empat Pertanyaan mengenai program sosial yang diajukan adalah: 1. Kebijakan-Program sosial apa yang dianggap penting dan bermanfaat bagi warganegara? 2. Kementerian dan lembaga pemerintah mana yang memiliki kinerja baik dalam penyelenggaraan dan penyajian kebijakan-program sosial? 3. Kebijakan-program sosial apa yang dinilai mendesak untuk diadakan? 4. Bagaimana bentuk dan difinisi ketimpangan menurut persepsi warga? 5. Apa sebab terjadinya ketimpangan menurut persepsi masyarakat? 6. Usulan perbaikan apa yang diajukan oleh masyarakat mengenai kebijakan yang tepat untuk menurunkan atau mengurangi ketimpangan? Keterangan Kebijakan dan program sosial adalah 6-7 program yang kini tengah dijalankan oleh pemerintah,di antaranya PNPM, PKH, Jampersal, Jamkesma, Subsidi Pupuk, BOS. Kementrian dan lembaga pemerintah meliputi 6-7 lembaga yang mencakup kementrian kesehatan, keentrian sosial, kementrian pertanian, pemerintah propoinsi, dan pemerintah daerah. Kebijakan-program sosial adalah program-program yang berpotensi meningkatkan kesejahetraan dan menegakkan keadilan sosial, antaranyajaminan kesehatan,jaminanpensiun, dan subsidi. Jawaban warganegara terhadap empat pertanyaan tersebut akan dikelompokkan ke 44 BAROMETER SOSIAL 2015

51 dalam empat kelompok/kategori jawaban kualitatif dan nantinya akan dikuantifikasi dan diinterpretasikan sebagai berikut: Penting dan bermanfaat/sangat baik (8-10) Baik/sedang (5-7) Kurang/buruk (3-4) Tidak tahu (1-2) Indikator dari masing-masing pertanyaan adalah sebagai berikut. Kebijakan sosial yang penting dan bermanfaat: informasi tersedia/diterima, barang dan jasa tersebut benar diterima, tidak memberi beban/mudah dijangkau, menerima pelayanan dengan mudah, bermanfaat, tidak diskriminatif, tidak berbelit-belit, mekanisme pengaduan, dan lain-lain. Lembaga pemerintah yang berkinerja baik: programnya sesuai kebutuhan, penyaluran tepat waktu, sasarannya tepat, tidak ada pemotongan, tidak menambah beban, tidak ada korupsi, pelayanan mudah, transparans, partisipasi, dan mekanisme pengaduan. Kebijakan program sosial: program sosial yang dianggap penting dan mendesak untuk mengurangi beban atau memperluas kesempatan sosial warga tetapi belum ada dan belum dijanjikan, seperti jaminan kesehatan, subsidi pupuk, bantuan beasiswa, dan jaminan tunai tidak bersyarat. Indikator ketimpangan sosial: 1. Banyaknya ranah yang menjadi sumber ketimpangan sosial. Dalam pengukuran ini sumber ketimpangan sosial yang dinilai oleh warga mencakup: penghasilan, harta benda yang dimiliki, kesejahteraan keluarga, pendidikan, pekerjaan, rumah/tempat tinggal, lingkungan tempat tinggal, hukum, kesehatan, dan aktivitas politik. 2. Penilaian warga mengenai seberapa jauh terjadi ketimpangan di setiap ranah yang menjadi sumber ketimpangan sosial. Selain hendak menggali sumber dan seberapa jauh ketimpangan sosial terjadi menurut warga, dalam pengukuran ini juga digali persepsi warga mengenai penyebab ketimpangan sosial. Di sini juga digali persepsi warga tentang pihak yang semestinya bertanggungjawab atas ketimpangan sosial dan cara untuk mengatasi ketimpangan sosial. Untuk melengkapi pemahaman mengenai ketimpangan sosial, dalam pengukuran ini juga digali persepsi warga PERSEPSI WARGA TENTANG KUALITAS PROGRAM SOSIAL, SUMBER DAN FAKTOR KETIMPANGAN SOSIAL 45

52 mengenai ketimpangan sosial antara perempuan dan laki-laki, serta ada atau tidak perlakuan diskriminatif yang dialami warga. Dalam pengolahannya, dianalisis juga perbedaan persepsi mengenai ketimpangan sosial antara perempuan dan laki-laki. Pertanyaan yang diajukan mengenai ketimpangan sosial terdiri atas: 1. Ranah/aspek/hal apa yang berperan menghasilkan ketimpangan sosial di daerah anda? 2. Dalam setiap ranah/aspek/hal yang berperan itu, seberapa besar ketimpangan sosial yang terjadi di daerah anda? 3. Apa yang menyebabkan ketimpangan di daerah anda? 4. Siapa yang seharusnya bertanggung jawab mengatasi ketimpangan sosial yang ada di daerah anda? 5. Apa yang perlu dilakukan untuk mengurangi ketimpangan sosial di daerah anda? 6. Seberapa jauh ketimpangan gender terjadi di daerah anda? 7. Apakah ada perlakuan diskriminatif daerah anda? Seberapa jauh? 4. Metode Riset Pengukuran Barometer Sosial dan Ketimpangan Sosial 2015 ini termasuk dalam jenis riset kuantitatif. Metode riset yang digunakan adalah metode kuantitatif yang mengandalkan peroleh data pada wawancara, observasi dan kuesioner. Data yang diperoleh adalah data kuantitatif atau data yang diberi kode angka berdasarkan skala ordinal dan interval sehingga dapat dianalisis menggunakan perhitungan matematik. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam riset ini adalah wawancara terstruktur berdasarkan kuesioner untuk memperoleh data kuantitatif tentang gejala yang ingin diketahui. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner self-report. Kuesioner adalah dokumen tertulis yang terdiri dari seperangkat pertanyaan, diberikan kepada responden untuk memberikan pertanyaan dan mencatat jawaban (self-report). Melalui selfreport partisipan diminta untuk memberikan respons yang sesuai dengan pengalaman dan keadaan dirinya. Partisipan diberikan sejumlah pertanyaan yang sama untuk kemudian jawabannya dikumpulkan dan dianalisis. Dilihat dari tujuan dan pengolahan datanya, pengukuran barometer sosial ini termasuk dalam jenis riset deskriptif dan korelasional. Variabel-variabel yang diukur akan dideskripsikan dan dikorelasikan satu sama lain untuk memperoleh pemahaman mengenai hubungan antarvariabel. 46 BAROMETER SOSIAL 2015

53 5. Jumlah Responden dan Teknik Sampling Jumlah responden mencakup 2500 orang. Mencakup responden di 34 provinsi di Indonesia. Metode survei yang digunakan adalah suvei dengan menggunakan kuesioner. Teknik sampling yang digunakan adalah multistage random sampling, yaitu pengambilan sampel secara bertingkat, pertama dengan menentukan kelompok-kelompok sampel, kemudian sampel dipilih secara random dari kelompok-kelompok itu. Multistage random sampling seperti cluster sampling, tetapi melibatkan pemilihan sampel dalam cluster yang dipilih. Dengan teknik ini, pemilihan sampel dilakukan paling sedikit pada dua tahap (stage). 6. Penyusunan Instrumen Pengukuran Instrumen yang digunakan dalam pengukuran barometer sosial dan ketimpangan sosial ini adalah alat ukur berupa skala dan kuesioner. Penyusunan alat ukur itu mengikuti langkahlangkah berikut ini. 1. Identifikasi tujuan utama penggunaan alat ukur: Memperoleh Indeks Barometer Sosial dan Ketimpangan Sosial. 2. Penentuan konstruk pengukuran: Komponen-komponen Barometer Sosial dan Ketimpangan Sosial. 3. Identifikasi indikator yang mewakili konstruk dan mendefinisikan ranah (domain) Barometer Sosial dan Ketimpangan Sosial yang akan diukur. 4. Menyiapkan rangkaian spesifikasi alat ukur, termasuk proporsi item yang akan dibuat berkaitan dengan tingkah laku yang akan diukur dari konstruk. 5. Konstruksi sejumlah item (items pooling). 6. Review item, uji keterbacaan, expert judgment dan revisi. 7. Tryout: Pengambilan data lapangan pada sejumlah sampel representatif dari populasi yang dituju oleh alat ukur. 8. Analisis item: Pengujian statistik terhadap item-item alat ukur; jika diperlukan, menghilangkan item-item yang tidak memenuhi kriteria item yang baik atau melakukan revisi terhadap item-item itu. 9. Uji reliabilitas dan validitas bentuk alat ukur final. 10. Membuat manual administrasi, skoring, dan interpretasi terhadap skor alat ukur (di antaranya membuat tabel norma, standard performa, dan cutting scores). PERSEPSI WARGA TENTANG KUALITAS PROGRAM SOSIAL, SUMBER DAN FAKTOR KETIMPANGAN SOSIAL 47

54 7. Teknik Analisis Data Analisis data akan dilakukan menggunakan perhitungan statistik yang tepat dan sesuai untuk setiap variabel yang hendak diukur dan diteliti. Teknik analisis data yang akan digunakan mencakup statistik deskriptif, teknik analisis korelasional dan pemodelan. Untuk melihat gambaran umum subjek penelitian dilakukan perhitungan persentase, rata-rata (mean) serta penyebaran usia dan jenis kelamin subjek melalui statistik deskriptif. Analisis data dari variabel-variabel yang menjadi komponen barometer sosial dan hubungannya masing-masing terhadap variabel lain dilakukan dengan perhitungan multiple correlation dan multiple regresion. Untuk melihat hubungan pengaruh antar-variabel barometer sosial digunakan analisis persamaan struktur (structural equation modelling) satu arah dengan hubungan resiprokal yang dilakukan dengan menggunakan perangkat-lunak Lisrel. 48 BAROMETER SOSIAL 2015

55 PROFIL INFID INFID (International NGO Forum on Indonesian Development) NGO yang sudah berusia 30 tahun (berdiri tahun 1985). Tokoh-tokoh masyarakat sipil seperti Gus Dur, Asmara Nababan, Gaffar Rahman, Adnan Buyung Nasution, Dawam Rahardjo, Fauzi Abdullah, Wukirsari, Kartjono, Zoemrotin KS, dan masih banyak lainnya, telah ikut membidani dan menghela INFID. VISI Mewujudkan demokrasi, kesetaraan, keadilan sosial dan perdamaian serta terjamin dan terpenuhinya Hak Asasi manusia di tingkat nasional (Indonesia) dan di tingkat global. MISI Menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang nilai-nilai Hak Asasi manusia, demokrasi, kesetaraan, keadilan sosial dan perdamaian melalui pendidikan publik Melakukan penelitian dan kajian kebijakan Melakukan dialog kebijakan untuk mendorong terciptanya kebijakan yang berpihak dan menjamin terpenuhinya Hak Asasi Manusia bagi seluruh masyarakat terutama kelompok miskin dan marjinal berdasarkan nilai-nilai demokrasi, kesetaraan, keadilan sosial dan perdamaian Bekerja sama dan melakukan jejaring kerja membangun solidaritas sosial di tingkat nasional dan internasional. INFID kini memiliki status sebagai lembaga yang diakui dan diakreditasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan UN Special Consultation Status with the Economic and Social Council sejak INFID juga merupakan anggota IFP (International Forum for national NGO Platform) berbasis di Paris, Prancis. IFP adalah jaringan NGO global yang mewadahi forum-forum NGO nasional di seluruh dunia ( sejak INFID juga merupakan bagian dari Beyond 2015 ( Beyond2015 merupakan jaringan CSO mutinasional yang melakukan kampanye untuk agenda pembangunan Pasca Program saat ini adalah MDGs Post2015, G20 Ketimpangan serta Program HAM dan Demokrasi Dewan Pengawas INFID Periode Teddy Alfonso 2. Dwi Rubiyanti Kholifah 3. Budi Wahyuni Dewan Pengurus INFID Periode Abetnego Tarigan - Ketua 2. Haris Azhar - Wakil Ketua 3. Dian Kartikasari - Bendahara 4. Khairani Arifin - Anggota 5. Lien Maloali - Anggota 6. Alvon Kurnia Palma - Anggota 7. Yusnono - Anggota Jl. Jati Padang Raya Kav.3 No.105, Pasar Minggu, Jakarta Selatan Indonesia Phone: (62-21) , , Fax: (62-21) INFID@INFID.org

Ketimpangan Sosial Di Indonesia Menurut Warga

Ketimpangan Sosial Di Indonesia Menurut Warga 1 Ketimpangan Sosial Di Indonesia Menurut Warga 2015 Hasil Survey Ketimpangan Sosial Di Indonesia Selama Tahun 2014 INFID Latar Belakang Secara makro, ekonomi Indonesia tampak mengalami kemajuan. Meski

Lebih terperinci

MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA

MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA LAPORAN MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL 2016 LAPORAN MENDETEKSI KETIMPANGAN SOSIAL MELALUI PENILAIAN WARGA PENGUKURAN KETIMPANGAN SOSIAL 2016 Tim Penyusun:

Lebih terperinci

TERTATIH MENGEJAR PEMENUHAN KEBUTUHAN

TERTATIH MENGEJAR PEMENUHAN KEBUTUHAN TERTATIH MENGEJAR PEMENUHAN KEBUTUHAN Pengukuran I arometer Sosial 2016 Tim Penyusun: Bagus Takwin M. Himawan Arifianto Alfindra Primaldhi Paksi Walandow Sahat K. Panggabean TERTATIH MENGEJAR PEMENUHAN

Lebih terperinci

RINGKASAN. Rekomendasi. 1. Selain peningkatan kesempatan kerja dan penyetaraan penghasilan, diperlukan program sosial dalam

RINGKASAN. Rekomendasi. 1. Selain peningkatan kesempatan kerja dan penyetaraan penghasilan, diperlukan program sosial dalam RINGKASAN Sejak awal tahun 2017, berbagai media massa memberikan tingginya ketimpangan di Indonesia dan termasuk yang terburuk di dunia. Sinyalemen itu sesuai juga dengan apa yang ditemukan INFID dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Masih tingginya angka kemiskinan, baik secara absolut maupun relatif merupakan salah satu persoalan serius yang dihadapi bangsa Indonesia hingga saat ini. Kemiskinan

Lebih terperinci

Program Pengembangan BOSDA Meningkatkan Keadilan dan Kinerja Melalui Bantuan Operasional Sekolah Daerah

Program Pengembangan BOSDA Meningkatkan Keadilan dan Kinerja Melalui Bantuan Operasional Sekolah Daerah KEMENTERIAN Program Pengembangan BOSDA Meningkatkan Keadilan dan Kinerja Melalui Bantuan Operasional Sekolah Daerah Mei 2012 Dari BOS ke BOSDA: Dari Peningkatan Akses ke Alokasi yang Berkeadilan Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi ini membahas tentang bagaimana faktor-faktor yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi ini membahas tentang bagaimana faktor-faktor yang menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skripsi ini membahas tentang bagaimana faktor-faktor yang menyebabkan ketimpangan gender pada posisi jabatan struktural di Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta, yang dilihat

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN SAMPANG (2014) Tahun berdiri Jumlah penduduk Luas Wilayah km 2

PROFIL KABUPATEN SAMPANG (2014) Tahun berdiri Jumlah penduduk Luas Wilayah km 2 PROFIL KABUPATEN SAMPANG (2014) Tahun berdiri Jumlah penduduk 883.282 Luas Wilayah 1.233 km 2 Skor IGI I. 4,02 Anggaran pendidikan per siswa II. 408.885 rupiah per tahun III. Kota Yogyakarta KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan visi pembangunan yaitu Terwujudnya Indonesia yang

Lebih terperinci

Tujuan, Metodologi, dan Rekan Survei

Tujuan, Metodologi, dan Rekan Survei Sejak reformasi dan era pemilihan langsung di Indonesia, aturan tentang pemilu telah beberapa kali mengalami penyesuaian. Saat ini, empat UU Pemilu yang berlaku di Indonesia kembali dirasa perlu untuk

Lebih terperinci

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan TUJUAN 3 Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan 43 Tujuan 3: Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Target 4: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memenuhi atau melebihi harapan. Maka dapat dikatakan, bahwa hal-hal

BAB I PENDAHULUAN. yang memenuhi atau melebihi harapan. Maka dapat dikatakan, bahwa hal-hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kualitas Pelayanan Kesehatan tidak terlepas dari kualitas suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses dan lingkungan yang

Lebih terperinci

BUKTI DARI PEDESAAN INDONESIA

BUKTI DARI PEDESAAN INDONESIA Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat http://pnpm support.org/village capacity 2010 SERI RINGKASAN STUDI KAPASITAS DESA DALAM MEMELIHARA INFRASTRUKTUR: (NOVEMBER 2010) 2 Ringkasan Biaya pemeliharaan

Lebih terperinci

Sulit menciptakan keadilan dan kesetaraan gender jika negara terus menerus memproduksi kebijakan yang bias gender. Genderisasi kebijakan publik telah

Sulit menciptakan keadilan dan kesetaraan gender jika negara terus menerus memproduksi kebijakan yang bias gender. Genderisasi kebijakan publik telah KATA PENGANTAR Pengarusutamaan Gender telah menjadi garis kebijakan pemerintah sejak keluarnya Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000. Instruksi tersebut menggariskan: seluruh departemen maupun lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menitikberatkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menitikberatkan pada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menitikberatkan pada perkembangan perekonomian dan juga sumber daya manusia. Proses perekonomian yang terjadi

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaporan keuangan membantu memenuhi kewajiban pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaporan keuangan membantu memenuhi kewajiban pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaporan keuangan membantu memenuhi kewajiban pemerintah untuk menjadi akuntabel secara publik. Untuk pelaporan keuangan kepada masyarakat, hanya dilakukan

Lebih terperinci

UPAYA-UPAYA UNTUK MENJAGA EFEKTIVITAS DANA BANTUAN SOSIAL

UPAYA-UPAYA UNTUK MENJAGA EFEKTIVITAS DANA BANTUAN SOSIAL UPAYA-UPAYA UNTUK MENJAGA EFEKTIVITAS DANA BANTUAN SOSIAL ABSTRAK LRA LKPP Tahun 2013 melaporkan hasil realisasi belanja Pemerintah sebesar Rp1.137,1 triliun yang diantaranya merupakan Belanja Bantuan

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI BENGKULU 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI BENGKULU 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI BENGKULU 2015 No. 46/08/17/III, 3 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI BENGKULU 2015 SEBESAR 73,60 DALAM SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI NAIK DIBANDINGKAN

Lebih terperinci

BAWASLU. Dana Kampanye. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Pengawasan.

BAWASLU. Dana Kampanye. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Pengawasan. No.848, 2014 BAWASLU. Dana Kampanye. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Pengawasan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN DANA KAMPANYE

Lebih terperinci

BATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,

BATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR : 186/KA/IX/2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT UNIT PELAYANAN BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Diskriminasi merupakan bentuk ketidakadilan. Pasal 1 ayat 3 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, menjelaskan bahwa pengertian

Lebih terperinci

LAPORAN PENILAIAN IKM BPTU-HPT DENPASAR TAHUN 2014

LAPORAN PENILAIAN IKM BPTU-HPT DENPASAR TAHUN 2014 LAPORAN PENILAIAN IKM BPTU-HPT DENPASAR TAHUN 2014 BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK DENPASAR 2014 Page 1 of 9 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu faktor utama dalam

Lebih terperinci

Partnership Governance Index

Partnership Governance Index Partnership Governance Index Mengukur Tata Pemerintahan yang Demokratis Merupakan suatu kesepakatan di kalangan dan di antara akademisi dan praktisi internasional bahwa kualitas tata pemerintahan sangat

Lebih terperinci

DEKLARASI BANGKOK MENGENAI AKTIVITAS FISIK UNTUK KESEHATAN GLOBAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

DEKLARASI BANGKOK MENGENAI AKTIVITAS FISIK UNTUK KESEHATAN GLOBAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DEKLARASI BANGKOK MENGENAI AKTIVITAS FISIK UNTUK KESEHATAN GLOBAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KONGRES INTERNASIONAL KE-6 ISPAH (KONGRES KESEHATAN MASYARAKAT DAN AKTIVITAS FISIK Bangkok, Thailand 16-19

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1609, 2016 KEMENPAN-RB. Pelayanan Publik. Inovasi. Kompetisi. Tahun 2017. PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

EVALUASI KURIKULUM DIKLAT BERBASIS KOMPETENSI DALAM MENINGKATKAN SOFT COMPETENCY PELAKSANA KEMENTERIAN KEUANGAN:

EVALUASI KURIKULUM DIKLAT BERBASIS KOMPETENSI DALAM MENINGKATKAN SOFT COMPETENCY PELAKSANA KEMENTERIAN KEUANGAN: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Birokrasi pemerintahan memiliki tiga fungsi utama, yaitu fungsi pelayanan, fungsi pembangunan, dan fungsi pemerintahan umum (Lembaga Administrasi Negara, 2007).

Lebih terperinci

PERAN DAN FUNGSI LEGISLATIF DALAM MENDORONG PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN ABAD MILENIUN/MDGs. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

PERAN DAN FUNGSI LEGISLATIF DALAM MENDORONG PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN ABAD MILENIUN/MDGs. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI PERAN DAN FUNGSI LEGISLATIF DALAM MENDORONG PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN ABAD MILENIUN/MDGs Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan dalam Seminar Pembangunan Abad Milenium/Millenium Development Goals

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) MALUKU UTARA, 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) MALUKU UTARA, 2016 No. 53/09/82/Th.XVI, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) MALUKU UTARA, 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) MALUKU UTARA 2016 MENGALAMI PENINGKATAN DIBANDINGKAN DENGAN IDI MALUKU UTARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional karena merupakan salah satu penentu kemajuan bagi suatu negara (Sagala, 2006).

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015 No. 14/08/62/Th. X, 3 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2015 SEBESAR 73,46 Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

INDEKS TATAKELOLA PEMERINTAHAN PROVINSI RIAU

INDEKS TATAKELOLA PEMERINTAHAN PROVINSI RIAU INDEKS TATAKELOLA PEMERINTAHAN PROVINSI RIAU Nurhamlin, Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau ABSTRAKS Indonesia Governance Index (IGI) merupakan pengukuran kinerja tatakelola

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 No. 14/09/62/Th. XI, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2016 SEBESAR 74,77 IDI adalah indikator komposit yang menunjukkan

Lebih terperinci

Beberapa Isu-terkait Kemiskinan: Analisis Awal Data Survei Sosial Ekonomi Nasional

Beberapa Isu-terkait Kemiskinan: Analisis Awal Data Survei Sosial Ekonomi Nasional Beberapa Isu-terkait Kemiskinan: Analisis Awal Data Survei Sosial Ekonomi Nasional 2004-2008 Uzair Suhaimi i uzairsuhaimi.wordpress.com Artikel ini mengulas beberapa isu terkait-kemiskinan: tingkat konsumsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah telah merubah tatanan demokrasi bangsa Indonesia dengan diberlakukannya sistem otonomi daerah,

Lebih terperinci

INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT (IKM)

INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT (IKM) INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT (IKM) PADA UNIT PELAYANAN PUBLIK KEMENKO POLHUKAM PERIODE 2016 BEKERJASAMA UNIT PELAYANAN PUBLIK KEMENKO POLHUKAM DENGAN BIRO UMUM SEKRETARIAT KEMENKO POLHUKAM 1 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas perkenan-nya kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas Pendidikan

Lebih terperinci

Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia

Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia Sekilas tentang Profil Nasional untuk Pekerjaan Layak Apa itu Pekerjaan Layak? Agenda Pekerjaan Layak, yang dikembangkan Organisasi (ILO) semakin luas diakui sebagai

Lebih terperinci

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif Ringkasan Eksekutif Pendidikan telah menjadi sebuah kekuatan bangsa khususnya dalam proses pembangunan di Jawa Timur. Sesuai taraf keragaman yang begitu tinggi, Jawa Timur memiliki karakter yang kaya dengan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2012

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2012 No. 12/02/31/Th. XVI, 5 Februari 2014 INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2012 1. Indeks Pembangunan Gender (IPG) DKI Jakarta Tahun 2012 A. Penjelasan Umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ranah pemerintah daerah seperti Desa Pakraman kebijakan tentang hak-hak

BAB I PENDAHULUAN. ranah pemerintah daerah seperti Desa Pakraman kebijakan tentang hak-hak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, hak-hak perempuan mulai dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan publik. Kebijakan tentang perempuan sekarang ini sudah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH RESPONSIF GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain seperti tingkat kesehatan,

Lebih terperinci

Keterwakilan Perempuan, Ketidakadilan dan Kebijakan Keadilan ke depan

Keterwakilan Perempuan, Ketidakadilan dan Kebijakan Keadilan ke depan Keterwakilan Perempuan, Ketidakadilan dan Kebijakan Keadilan ke depan Oleh Dian Kartikasari Koalisi Perempuan Indonesia Page 1 Pokok Bahasan 1. Keterwakilan Perempuan dalam Politik 2. Keterwakilan Perempuan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1062, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMILIHAN UMUM. Dana Kampanye. Pelaporan. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAPORAN DANA KAMPANYE

Lebih terperinci

BERALIH DARI SUBSIDI UMUM MENJADI SUBSIDI TERARAH: PENGALAMAN INDONESIA DALAM BIDANG SUBSIDI BBM DAN REFORMASI PERLINDUNGAN SOSIAL

BERALIH DARI SUBSIDI UMUM MENJADI SUBSIDI TERARAH: PENGALAMAN INDONESIA DALAM BIDANG SUBSIDI BBM DAN REFORMASI PERLINDUNGAN SOSIAL KANTOR WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BERALIH DARI SUBSIDI UMUM MENJADI SUBSIDI TERARAH: PENGALAMAN INDONESIA DALAM BIDANG SUBSIDI BBM DAN REFORMASI PERLINDUNGAN SOSIAL Dr. Bambang Widianto Deputi Bidang

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai gambaran

BAB V. Kesimpulan dan Saran. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai gambaran BAB V Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai gambaran secara umum variabel-variabel yang ada dalam penelitian ini, maka penulis mencoba menarik kesimpulan

Lebih terperinci

BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK A. KONDISI UMUM Dalam rangka mewujudkan persamaan di depan hukum, penghapusan praktik diskriminasi terus menerus dilakukan, namun tindakan pembedaan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 32 TAHUN 2011 TANGGAL 9 AGUSTUS 2011

SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 32 TAHUN 2011 TANGGAL 9 AGUSTUS 2011 SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 32 TAHUN 2011 TANGGAL 9 AGUSTUS 2011 PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) BIDANG PENDIDIKAN TAHUN ANGGARAN 2011 UNTUK SEKOLAH

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 15/09/53/Th. XX, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI NTT TAHUN 2016 MENGALAMI KE

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 No. 51/09/13/Th. XX, 15 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SUMATERA BARAT 2016 SEBESAR 54,41 DARI SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI TURUN 13,05 POIN DIBANDINGKAN

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2014

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2014 No. 58/08/71/Th. IX, 13 Agustus 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2014 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2014 SEBESAR 83,94 DALAM SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2015 No. 57/08/71/Th. X, 3 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI UTARA TAHUN 2015 SEBESAR 79,40 DALAM SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI

Lebih terperinci

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168)

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 - Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) 2 K168 Konvensi

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI TENGAH 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI TENGAH 2015 No. 46/08/72/Th. XIX, 3 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI TENGAH 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) SULAWESI TENGAH 2015 MENINGKAT DIBANDINGKAN DENGAN IDI SULAWESI TENGAH 2014.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Instansi selaku pengguna barang atau jasa membutuhkan barang atau jasa

BAB I PENDAHULUAN. Instansi selaku pengguna barang atau jasa membutuhkan barang atau jasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Instansi selaku pengguna barang atau jasa membutuhkan barang atau jasa untuk melaksanakan fungsinya dan untuk mencapai kinerjanya. Instansi atau organisasi

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) DKI JAKARTA 2014

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) DKI JAKARTA 2014 No. 40/08/31/th.XVII, 13 Agustus 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) DKI JAKARTA 2014 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) DKI JAKARTA 2014 SEBESAR 84,70 DARI SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI NAIK 13,52 POIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan pembangunan. Tidaklah mudah untuk mengadakan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan pembangunan. Tidaklah mudah untuk mengadakan perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk menyampaikan maksud dan tujuan pembangunan. Tidaklah mudah untuk mengadakan perubahan pembangunan di setiap

Lebih terperinci

LAPORAN SURVEY IKM BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PERIKANAN (BPPP) BANYUWANGI 2015

LAPORAN SURVEY IKM BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PERIKANAN (BPPP) BANYUWANGI 2015 2014 LAPORAN SURVEY IKM BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PERIKANAN (BPPP) BANYUWANGI 2015 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Y.M.E. yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga

Lebih terperinci

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Anggaran Dasar Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Bahwa kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat adalah salah satu hak asasi manusia yang sangat

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) MALUKU UTARA, 2014

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) MALUKU UTARA, 2014 No. 49/08/82/Th.XIV, 13 Agustus 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) MALUKU UTARA, 2014 TINGKAT DEMOKRASI DI MALUKU UTARA BERADA PADA KATEGORI SEDANG Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Maluku Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tiongkok merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Tiongkok merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tiongkok merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia. Saat ini total populasi penduduk Tiongkok tahun 2015 kurang lebih 1,49 milyar jiwa. Jumlah populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Implementasi tiga prioritas pembangunan pendidikan nasional, meliputi 1. pemerataan dan perluasan akses pendidikan, 2. peningkatan mutu, relevansi dan daya saing,

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI JAWA BARAT 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI JAWA BARAT 2016 BPS PROVINSI JAWA BARAT INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI JAWA BARAT 2016 No. 52/09/32/Th.XVII, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI JAWA BARAT 2016 MENGALAMI PENURUNAN DIBANDINGKAN

Lebih terperinci

Kata Pengantar BAB 4 P E N U T U P. Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi

Kata Pengantar BAB 4 P E N U T U P. Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi BAB 4 P E N U T U P Kata Pengantar Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi Bab 4 Berisi : Gorontalo di susun sebagai bentuk pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Kesimpulan dari hasil penyusunan Gorontalo

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP. 8.1 Kesimpulan

BAB VIII PENUTUP. 8.1 Kesimpulan 8.1 Kesimpulan BAB VIII PENUTUP Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Bogor dibentuk pada bulan Maret 2009. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau meningkat.

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015 B P S P R O V I N S I A C E H No. 39/08/Th. XIX, 5 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI ACEH TAHUN 2015 SEBESAR 67,78 Indeks Demokrasi Indonesia

Lebih terperinci

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 No.862, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LAN. Penyampaian dan Pengumuman LHKPN. Pencabutan. PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN DAN PENGUMUMAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /SEOJK.05/2016 TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN

LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /SEOJK.05/2016 TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /SEOJK.05/2016 TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN - 1 - PENILAIAN SENDIRI (SELF ASSESSMENT) ATAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Maksud, Tujuan dan Sasaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Maksud, Tujuan dan Sasaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang undangan bagi setiap warga negara

Lebih terperinci

DIEMBARGO SAMPAI 9 APRIL (07:00 WIB) Pendidikan untuk Semua 2000-2015: Tujuan pendidikan global hanya dicapai oleh sepertiga negara peserta

DIEMBARGO SAMPAI 9 APRIL (07:00 WIB) Pendidikan untuk Semua 2000-2015: Tujuan pendidikan global hanya dicapai oleh sepertiga negara peserta Siaran Pers UNESCO No. 2015-xx DIEMBARGO SAMPAI 9 APRIL (07:00 WIB) Pendidikan untuk Semua 2000-2015: Tujuan pendidikan global hanya dicapai oleh sepertiga negara peserta Paris/New Delhi, 9 April 2015

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Dan Berdaya Saing, Menuju Masyarakat Sejahtera Yang Berkeadilan Dan Berakhlak Mulia,

KATA PENGANTAR. Dan Berdaya Saing, Menuju Masyarakat Sejahtera Yang Berkeadilan Dan Berakhlak Mulia, KATA PENGANTAR Dengan niat yang tulus, segala bentuk kebijakan, program dan kegiatan diselenggarakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan dengan harapan semoga gerak langkah kita selalu diberkahi

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA PROVINSI PAPUA (IDI) 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA PROVINSI PAPUA (IDI) 2016 No. 53/09/94/Th.IV, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA PROVINSI PAPUA (IDI) 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI PAPUA 2016 SEBESAR 61,02 DARI SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI NAIK 3,47

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN. Berdasarkan hasil analisis data yang sudah dilakukan, maka penulis

BAB V SIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN. Berdasarkan hasil analisis data yang sudah dilakukan, maka penulis 79 BAB V SIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data yang sudah dilakukan, maka penulis menyimpulkan bahwa: 1. Partisipasi penyusunan anggaran tidak berpengaruh signifikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan merupakan faktor

Lebih terperinci

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2014

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2014 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No.50/08/61/Th. XVIII, 13 Agustus 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2014 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KALIMANTAN BARAT 2014

Lebih terperinci

Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Bali 2016

Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Bali 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BALI Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Bali 2016 Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Bali 2016 sebesar 78,95 IDI adalah indikator komposit yang menunjukkan tingkat perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengesahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa oleh mantan

BAB I PENDAHULUAN. pengesahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa oleh mantan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Awal tahun 2014 lalu, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan adanya pengesahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2015 No. 41/08/14/Th. XVII, 03 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) DI PROVINSI RIAU TAHUN 2015 MENCAPAI ANGKA 65,83. Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) di Provinsi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.996, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Manajemen Risiko. Penyelenggaraan. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dipaparkan hasil pengolahan data beserta analisis terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan sebagai berikut: 5.1 Pengujian Kuesioner Pretest Pretest

Lebih terperinci

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa Kedelapan Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap Pelaku Kejahatan Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7 September

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. halnya dengan kejahatan yang terjadi di bidang ekonomi salah satunya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. halnya dengan kejahatan yang terjadi di bidang ekonomi salah satunya adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan sektor publik sudah semakin kompleks, demikian halnya dengan kejahatan yang terjadi di bidang ekonomi salah satunya adalah kecurangan.

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 No. 52/09/15/Th. XI, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI JAMBI 2016 MENGALAMI PENURUNAN DIBANDINGKAN DENGAN IDI TAHUN 2015 IDI adalah indikator

Lebih terperinci

Denis M c Q u a il. Teori Komunikasi Massa c Q a il

Denis M c Q u a il. Teori Komunikasi Massa c Q a il Denis M c Q u a il Teori Komunikasi Massa c Q a il Prakata Bagaimana Menggunakan Buku Ini ix xi BAGIAN 1 PENDAHULUAN 1 1 Pengenalan terhadap Buku 3 Objek Studi 4 Struktur Buku Tema dan Isu dalam Komunikasi

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN FEBRUARI 2018

LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN FEBRUARI 2018 LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN FEBRUARI A. Laporan Data Penerimaan Pengaduan Pada sampai dengan 3 Januari, Komnas HAM melalui Subbagian Penerimaan dan Pemilahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati Kondisi Kemiskinan di Indonesia Isu kemiskinan yang merupakan multidimensi ini menjadi isu sentral di Indonesia

Lebih terperinci

Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Sumatera Selatan 2016

Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Sumatera Selatan 2016 No. 56/10/16/Th.XIX, 2 Oktober 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA SELATAN Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Sumatera Selatan 2016 IDI Provinsi Sumsel tahun 2016 sebesar 80,95, meningkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang

Lebih terperinci

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) BANTEN 2016

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) BANTEN 2016 No. 54/09/36/Th.XI, 14 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) BANTEN 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) BANTEN 2016 MENGALAMI PENINGKATAN DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN SEBELUMNYA IDI Banten 2016

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.496, 2014 KPU. Pemilihan umum. Presiden. Wakil Presiden. Dana Kampanye. Pencabutan. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG DANA KAMPANYE PESERTA

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum. Berdasarkan penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum. Berdasarkan penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Berdasarkan penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Madiun tahun anggaran 2013 diperoleh data anggaran

Lebih terperinci

LAPORAN INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT Juli Desember 2015

LAPORAN INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT Juli Desember 2015 LAPORAN INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT Juli Desember 2015 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN BALAI VETERINER LAMPUNG 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan publik adalah kegiatan

Lebih terperinci