Oleh: Rizka Safitrii C KELAUTAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Oleh: Rizka Safitrii C KELAUTAN"

Transkripsi

1 MODEL SEBARAN TUMPAHAN MINYAK DI ALUR PELAYARAN PELABUHAN TANJUNG INTAN CILACAP, JAWA TENGAH Oleh: Rizka Safitrii C PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: MODEL SEBARAN TUMPAHAN MINYAK DI ALUR PELAYARAN PELABUHAN TANJUNG INTAN CILACAP, JAWA TENGAH adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini. Bogor, Agustus 2009 RIZKA SAFITRI C

3 RINGKASAN RIZKA SAFITRI. Model Sebaran Tumpahan Minyak di Alur Pelayaran Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap, Jawa Tengah. Dibimbing oleh I WAYAN NURJAYA dan ANDRI PURWADANI. Ramainya alur pelayaran Cilacap setelah didirikannya kilang minyak tahun 1983 menyebabkan risiko pencemaran minyak akibat aktivitas pelayaran semakin meningkat. Berdasarkan kondisi tersebut maka perlu dilakukan tindakan penanggulangan jika terjadi tumpahan minyak dengan membuat studi yang dituangkan dalam sebuah model. Penelitian dengan topik pemodelan sebaran tumpahan minyak ini bertujuan untuk memodelkan pola sebaran minyak pada beberapa daerah titik rawan kecelakaan maupun rawan kebocoran di alur pelayaran Cilacap.pada tahun 2007 Penelitian dilaksanakan di Laboratorium P-TISDA, BPPT Jakarta pada bulan April 2008 Februari Skenario pemodelan dijalankan pada bulan Februari 2007 (musim barat) dan bulan Agustus 2007 (musim timur). Pemodelan dibuat dengan asumsi terjadi kebocoran yang berasal dari kapal tanker maupun dari limbah pelabuhan dengan menggunakan DHI Software Mike 21. Data masukan pemodelan hidrodinamika berupa data arah dan kecepatan angin serta data pasang surut perairan Cilacap tahun Minyak yang diasumsikan tumpah antara lain diesel, avtur, minyak mentah, dan aspal. Kondisi pemodelan yang diamati yaitu hidrodinamika perairan, proses pelapukan masing-masing jenis minyak.dan sebaran total lapisan minyak pada saat perairan berada dalam posisi pasang tertinggi, surut terendah, menjelang pasang dan menjelang surut pada saat muka laut berada dalam posisi MSL. Data angin masukan model dan data hasil pengukuran lapang memiliki pola bertiup yang cenderung sama. Meskipun demikian, kecepatan angin yang digunakan sebagai masukan pemodelan cenderung lebih besar dari hasil pengukuran lapang sehingga memperbesar pengaruh angin dalam pemodelan. Data pasang surut masukan model dan data insitu memiliki fase yang sama sehingga pola sebaran lapisan minyak yang keluar masuk domain pemodelan sesuai dengan kondisi pasang surut di perairan Cilacap yang sebenarnya. Hasil pemodelan menunjukkan pola sebaran lapisan minyak di perairan Cilacap sangat dipengaruhi oleh resultan antara gaya yang diberikan oleh arus pasang surut dan angin permukaan. Perairan di sekitar pesisir Pulau Nusakambangan menjadi daerah yang paling rawan terkena dampak pencemaran pada musim barat karena pergerakan arus dan arah angin pada musim tersebut mengarah ke bagian tenggara dan timur domain. Tingkat kerawanan pencemaran minyak pada perairan Cilacap bersifat sementara serta high recovery dikarenakan sebagian besar lapisan minyak cenderung menyebar meninggalkan domain menuju Samudera Hindia. Pada musim timur, daerah pantai timur Cilacap serta di sepanjang aliran kanal utama dan Kali Donan memiliki risiko tertinggi terhadap pencemaran minyak karena arah arus dan angin permukaan yang bertiup dominan mengarah ke bagian barat dan barat laut domain. Tingkat kerawanan pencemaran minyak di Cilacap pada musim timur lebih tinggi dan lebih persistent dibandingkan pada musim barat.

4 Proses evaporasi lapisan avtur dan minyak mentah cenderung lebih tinggi pada musim timur, sedangkan lapisan diesel mengalami proses evaporasi tertinggi pada musim barat. Seluruh jenis minyak mengalami proses disolusi tertinggi pada musim barat, kecuali pada minyak mentah. Proses emulsifikasi lapisan avtur dan minyak mentah memiliki nilai yang lebih tinggi pada musim timur. Pada musim yang sama, aspal lebih cepat keluar dari dalam domain karena terdorong oleh arus dan angin permukaan sehingga proses emulsifikasi pada musim tersebut lebih rendah dibandingkan dengan musim barat. Proses emulsifikasi pada diesel terjadi pada seluruh lapisan minyak yang mengalami akumulasi. Seluruh jenis minyak mengalami proses dispersi vertikal tertinggi pada musim barat dibandingkan pada musim timur. Nilai exceedance frequency lapisan minyak (kecuali aspal) pada musim timur lebih tinggi jika dibandingkan dengan musim barat dikarenakan minyak yang tumpah pada musim tersebut banyak terakumulasi di dalam domain perairan. Nilai time exposition lapisan minyak lebih pendek pada musim timur jika dibandingkan dengan musim barat dikarenakan pada musim tersebut lapisan minyak lebih cepat hilang dari domain perairan akibat terbawa oleh arus dan terdorong oleh angin permukaan yang cukup besar. Nilai time exposition paling besar terjadi pada lapisan diesel dikarenakan diesel diasumsikan memasuki perairan secara konstan sehingga tetap berada dalam domain. Kesimpulan yang di dapat dari penelitian ini yaitu kondisi hidrodinamika dan tumpahan minyak yang dimodelkan dalam studi ini dapat diterima dengan baik karena data masukan pemodelan dan data hasil pengukuran insitu memiliki kemiripan tinggi. Pada musim timur, lapisan minyak cenderung menyebar ke arah barat domain perairan, sementara pada musim barat lapisan tersebut menyebar ke arah sebaliknya. Proses evaporasi pada lapisan minyak yang lebih tebal semakin meningkat seiring dengan peningkatan luas permukaan akibat dari turbulensi, sedangkan proses evaporasi pada lapisan minyak yang lebih tipis lebih banyak mendapat pengaruh dari suhu lingkungan sekitar. Proses disolusi pada musim barat lebih tinggi dibandingkan dengan musim timur diduga karena pada musim timur fraksi minyak dengan berat molekul rendah (aromatic) cenderung lebih dahulu terevaporasi daripada terdisolusi. Proses emulsifikasi seluruh jenis minyak memiliki nilai tertinggi pada musim timur dibandingkan dengan musim barat diduga karena pada musim timur lapisan minyak tersebut lebih banyak mengalami turbulensi. Proses dispersi vertikal pada musim barat justru lebih tinggi dibandingkan pada musim timur diduga karena pada musim timur lapisan minyak telah mengalami peningkatan viskositas yang cukup besar akibat proses emulsifikasi. Laju perubahan konsentrasi fraksi minyak bernilai tinggi di sekitar sumber tumpahan dan di bagian pusat lapisan karena lapisan minyak memiliki ketebalan yang lebih besar pada bagian lapisan tersebut.

5 MODEL SEBARAN TUMPAHAN MINYAK DI ALUR PELAYARAN PELABUHAN TANJUNG INTAN CILACAP, JAWA TENGAH Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Oleh: Rizka Safitri C PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

6 Hak cipta milik Rizka Safitri, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm, dan sebagainya

7 Judul : MODEL SEBARAN TUMPAHAN MINYAK DI ALUR PELAYARAN PELABUHAN TANJUNG INTAN CILACAP, JAWA TENGAH Nama : Rizka Safitri NRP : C Disetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc NIP Ir. Andri Purwandani NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP Tanggal Lulus: 5 Agustus 2009

8 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas seluruh rahmat dan karunia yang terlimpah bagi hambanya hingga saat ini. Shalawat dan salam tak lupa penulis haturkan pula bagi Rasul tercinta Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi panutan dan tauladan bagi umatnya. Skripsi yang berjudul Model Sebaran Tumpahan Minyak di Alur Pelayaran Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap, Jawa Tengah telah diselesaikan oleh penulis sebagai salah satu syarat kelulusan dalam menyelesaikan program studi S1 di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Dalam pembuatan skripsi ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas waktu dan bimbingan dari Dr. Ir. I. Wayan Nurjaya, M.Sc selaku pembimbing utama dan kepada Ir. Andri Purwandani dari P3TISDA-BPPT selaku pembimbing anggota. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Prof. Dr. Ir. Harpasis S. Sanusi, M.Sc selaku dosen penguji dan kepada Dr. Ir. Henry M. Manik, MT selaku ketua komisi pendidikan di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Besar harapan penulis, semoga hasil penelitian yang telah dilakukan dapat memberi manfaat bagi mahasiswa di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan pada khususnya, serta masyarakat luas pada umumnya. Bogor, Agustus 2009 Penulis viii

9 UCAPAN TERIMA KASIH Atas terselesaikannya skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Allah S.W.T atas rahmat dan Kasih-Nya, sehingga penulis dapat menghadapi segala permasalahan yang dihadapi. 2. Ibu, Adik dan keluarga di Solo atas kasih sayang, dukungan, dan doanya. 3. Dosen pembimbing skripsi, Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc. atas perhatian, bantuan dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 4. Dosen pembimbing skripsi, Ir. Andri Purwandani beserta keluarga atas bantuan, bimbingan, saran, dan kritik selama proses penelitian. 5. Dosen Oseanografi Fisika Dr. Ir. Mulia Purba, M.Sc dan Tri Hartanto, S.Pi atas izinnya untuk menggunakan fasilitas di laboratorium Oseanografi Fisika. 6. Anugerah Trihatmojo atas semua waktu, tenaga, semangat, doa, hiburan, teknologi, pemikiran, pengetahuan, harapan, kasih sayang dan kepercayaan kepada penulis. 7. Seluruh teman-teman di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor angkatan 2004 atas dukungan dan bantuan kepada penulis. ix

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xviii 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Alur Pelayaran Cilacap Arus Angin Pasang Surut Tumpahan Minyak Karakteristik Minyak Sumber Pencemaran Minyak Perilaku Minyak di Laut Pemodelan Tumpahan Minyak METODOLOGI Waktu dan Lokasi Sumber Data Data Masukan Model Data Verifikasi Peralatan yang Digunakan Desain Skenario Model Lokasi Pemodelan Syarat Batas Waktu Pemodelan Skenario Tumpahan Minyak x

11 3.5. Parameter Pemodelan Parameter Hidrodinamika Parameter Spill Analysis Persamaan Utama Parameter Oil Spill Spreading Evaporation Vertical Dispersion Dissolution Emulsification Heat transport Sifat Fisik dan Kimia Minyak HASIL DAN PEMBAHASAN Verifikasi Hasil Pemodelan Verifikasi Angin Musim Barat Musim Timur Verifikasi Pasang Surut Musim Barat Musim Timur Hasil Pemodelan Hidrodinamika Musim Barat Menjelang Pasang (Muka Laut pada Kondisi MSL) Pasang Menjelang Surut (Muka Laut pada Kondisi MSL) Surut Musim Timur Menjelang Surut (Muka Laut pada Kondisi MSL) Surut Menjelang Pasang (Muka Laut pada Kondisi MSL) Pasang Hasil Pemodelan Pola Sebaran Total Minyak Musim Barat Kondisi Awal xi

12

13 DAFTAR TABEL Halaman 1. Fraksi-Fraksi Minyak Bumi Berdasarkan Titik Didih Informasi Lokasi, Jumlah Tumpahan dan Waktu Pengeluaran Skenario Model Tumpahan Minyak di Perairan Cilacap Informasi Spasial, Jumlah dan Waktu Tumpahan Masing-Masing Jenis Minyak yang di Skenariokan Tumpah di Perairan Cilacap Informasi Nilai Konstanta Transfer Bahang Minyak Informasi Nilai Konstanta Emulsifikasi Masing-Masing Minyak Dalam Skenario Model Tumpahan Minyak Volume Fraksi Masing-Masing Minyak yang Diasumsikan Tumpah di Perairan Cilacap Fraksi Minyak Berdasarkan Struktur Kimia Perbandingan Pola Sebaran Total Lapisan Diesel, Avtur, Minyak Mentah, dan Aspal pada Berbagai Kondisi Muka Laut saat Musim Barat dan Musim Timur di Perairan Cilacap Tahun Perbandingan Proses Evaporasi dan Disolusi Seluruh Jenis Minyak yang Dimodelkan Tumpah di Perairan Cilacap pada Jam Ke-12 pada Musim Barat dan Timur Tahun Perbandingan Proses Emulsifikasi dan Dispersi Vertikal Seluruh Jenis Minyak yang Dimodelkan Tumpah di Perairan Cilacap pada Jam Ke-12 pada Musim Barat dan Timur Tahun Perbandingan Exceedance Frequency dan Time Exposure Seluruh Jenis Minyak yang Dimodelkan Tumpah di Perairan Cilacap pada Jam Ke-12 pada Musim Barat dan Timur Tahun xiii

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Proses Pelapukan Lapisan Minyak yang Tumpah di Permukaan Laut Tingkat Evaporasi Berbagai Jenis Minyak Pada Suhu 15 o C Proses Emulsifikasi pada Lapisan Minyak yang Membentuk "Chocolate Mousse" Peta Lokasi Penelitian Model Sebaran Tumpahan Minyak di Perairan Cilacap, Jawa Tengah (Sumber: Google Earth, 2008) Diagram Alir Pemodelan Sebaran Tumpahan Minyak di Perairan Cilacap dengan Menggunakan DHI Software Mike Domain Dasar Pemodelan Tumpahan Minyak di Perairan Cilacap dengan Menggunakan Program Mike Lokasi Skenario Sumber Tumpahan Minyak di Domain Perairan Cilacap Batimetri Perairan Cilacap Hasil Survey Sounding Dasar Laut (Sumber: JANHIDROS, 2007) Syarat Batas Terbuka pada Domain Model Hidrodinamika di Perairan Cilacap Tinggi Muka Air Laut pada Seluruh Batas Terbuka Domain Perairan Cilacap pada Musim Barat Tahun Tinggi Muka Air Laut pada Seluruh Batas Terbuka Domain Perairan Cilacap pada Musim Timur Tahun Lokasi Pengamatan Data Pasang Surut Hasil Pengukuran Lapang dengan Data Masukan Model di Cilacap Tahun Pola Nilai Tahanan Dasar (Manning Number) dalam Domain Model Perairan Cilacap Lokasi Pengamatan Data Angin Hasil Insitu dan Data Angin Masukan Model di Cilacap Tahun Transfer Bahang Antara Udara, Lapisan Minyak, dan Air Laut xiv

15 16. Arah [ ] dan Kecepatan Angin [m/s] Masukan Model pada Musim Barat 2007 di Perairan Cilacap Arah [ ] dan Kecepatan Angin [m/s] Insitu pada Musim Barat 2007 di Perairan Cilacap Windrose Arah dan Kecepatan Angin Masukan Model dan Insitu pada Musim Barat 2007 di Perairan Cilacap Arah dan Kecepatan Angin Masukan Model pada Musim Timur 2007 di Perairan Cilacap Arah dan Kecepatan Angin Insitu pada Musim Timur 2007 di Perairan Cilacap Windrose Arah dan Kecepatan Angin Masukan Model dan Insitu pada Musim Timur 2007 di Perairan Cilacap Pola Scattering Data Angin Masukan Model dan Insitu di Perairan Cilacap pada Musim Timur Grafik Tinggi Muka Air Laut Hasil Prediksi Model pada Musim Barat 2007 di Perairan Cilacap Grafik Tinggi Muka Air Laut Hasil Prediksi Model pada Musim Timur 2007 di Perairan Cilacap Grafik Tinggi Muka Air Laut Hasil Pengukuran Insitu pada Musim Timur 2007 di Perairan Cilacap Perbandingan Fluktuasi Tinggi Muka Air Laut Hasil Pemodelan dan Tinggi Muka Air Laut Hasil Pengukuran Insitu di Perairan Cilacap pada Bulan Agustus Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap Menjelang Pasang (Muka Laut Berada pada Kondisi MSL) pada Bulan Februari Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap saat Pasang pada Bulan Februari Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap Menjelang Surut (Muka Laut Berada pada Kondisi MSL) pada Bulan Februari Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap saat Surut pada Bulan Februari Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap Menjelang Surut (Muka Laut Berada pada Kondisi MSL) pada Bulan Agustus xv

16 32. Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap saat Surut pada Bulan Agustus Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap Menjelang Pasang (Muka Laut Berada pada Kondisi MSL) pada Bulan Agustus Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap saat Pasang pada Bulan Agustus Pola Sebaran Total Lapisan Avtur saat Kondisi Awal di Perairan Cilacap pada Bulan Februari Pola Sebaran Total Lapisan Avtur Menjelang Pasang (Muka Laut pada Kondisi MSL) di Perairan Cilacap pada Bulan Februari Pola Sebaran Total Lapisan Avtur saat Pasang di Perairan Cilacap pada Bulan Februari Pola Sebaran Total Lapisan Avtur Menjelang Surut (Muka Laut pada Kondisi MSL) di Perairan Cilacap pada Bulan Februari Pola Sebaran Total Lapisan Avtur saat Surut di Perairan Cilacap pada Bulan Februari Pola Sebaran Total Lapisan Avtur saat Kondisi Awal di Perairan Cilacap pada Bulan Agustus Pola Sebaran Total Lapisan Avtur Menjelang Surut (Muka Laut pada Kondisi MSL) di Perairan Cilacap pada Bulan Agustus Pola Sebaran Total Lapisan Avtur saat Surut di Perairan Cilacap pada Bulan Agustus Pola Sebaran Total Lapisan Avtur Menjelang Pasang (Muka Laut pada Kondisi MSL) di Perairan Cilacap pada Bulan Agustus Pola Sebaran Total Lapisan avtur saat Pasang di Perairan Cilacap pada Bulan Agustus Sebaran serta Proses Pelapukan Lapisan Avtur Jam ke-1 di Perairan Cilacap pada Bulan Februari Sebaran serta Proses Pelapukan Lapisan Avtur Jam ke-12 di Perairan Cilacap pada Bulan Februari Sebaran serta Proses Pelapukan Lapisan Avtur Jam ke-24 di Perairan Cilacap pada Bulan Februari xvi

17 48. Sebaran serta Proses Pelapukan Lapisan Avtur Jam ke-96 di Perairan Cilacap pada Bulan Februari Sebaran serta Proses Pelapukan Lapisan Avtur Jam ke-1 di Perairan Cilacap pada Bulan Agustus Sebaran serta Proses Pelapukan Lapisan Avtur Jam ke-12 di Perairan Cilacap pada Bulan Agustus Sebaran serta Proses Pelapukan Lapisan Avtur Jam ke-24 di Perairan Cilacap pada Bulan Agustus xvii

18 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Contoh Laporan Hasil Pemodelan Hidrodinamika Pada Musim Barat dengan Menggunakan DHI Software Mike 21Hydrodynamic Modul Contoh Laporan Hasil Pemodelan Tumpahan Minyak Menggunakan DHI Software Mike 21 Spill Analysis Modul Contoh Sumber Data Mentah Minyak Jenis Crude Oil xviii

19 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cilacap merupakan satu-satunya daerah administratif di Propinsi Jawa Tengah yang memiliki pelabuhan laut di pantai selatan Pulau Jawa. Sebagai daerah yang memiliki fasilitas pelabuhan ekspor dan impor, perairan Cilacap juga berfungsi sebagai jalur pelayaran/lalu lintas berbagai kapal pengangkut komoditi perdagangan. Ramainya alur pelayaran pelabuhan Cilacap menjadikan perairan tersebut sangat berpotensi mengalami pencemaran, khususnya pencemaran oleh minyak. Sejak peresmian Perluasan Kilang Minyak Cilacap tahun 1983, kegiatan di Pelabuhan Cilacap terus meningkat, terutama lalu lintas kapal-kapal tanker. Berbagai jenis minyak baik yang mentah maupun yang telah diolah diangkut dengan menggunakan kapal tanker. Seiring dengan ramainya lalu lintas kapal tersebut, berbagai macam kasus pencemaran akibat tumpahan minyak pernah terjadi di sekitar alur pelayaran. Hal tersebut membuktikan bahwa di beberapa tempat di sepanjang alur pelayaran ini terdapat area yang rawan terjadi kecelakaan. Kecelakaan yang dialami oleh kapal, khususnya kapal tanker, dapat menyebabkan terjadinya tumpahan minyak (oil spill) yang akan membawa dampak negatif terhadap lingkungan di sekitarnya. Maka dari itu, perlu dilakukan suatu tindakan untuk mencegah berulangnya kembali kasus serupa. Saat ini sudah menjadi suatu keharusan bagi perusahaan yang dalam kegiatan operasionalnya berpotensi mencemari lingkungan untuk membuat suatu kajian resiko (Risk Assessment). Tindakan dasar yang dilakukan dalam membuat kajian resiko adalah 1

20 2 meneliti daerah-daerah yang rawan kecelakaan serta mempelajari arah penyebaran minyak jika suatu saat terjadi kecelakaan kembali. Penelitian ini dibuat untuk memodelkan penyebaran tumpahan minyak dengan asumsi terjadi kecelakaan kapal tanker yang menyebabkan kebocoran minyak di beberapa tempat di alur pelayaran yang dianggap rawan kecelakaan. Selain itu dimodelkan pula kebocoran minyak yang berasal dari sumber-sumber lain di sekitar alur pelayaran Cilacap yang berpotensi mencemari lingkungan. Sifat dari sebagian jenis minyak cepat sekali menyebar ketika memasuki lautan. Untuk itu, jika tidak dilakukan penanganan yang tepat dikhawatirkan penyebaran lapisan minyak akan lebih meluas dan dampak yang ditimbulkan akan semakin besar. Diharapkan dari model ini, dihasilkan pemodelan pola sebaran tumpahan minyak di laut yang dapat mewakili kondisi sebenarnya untuk membantu proses penanganan pencemaran minyak secara cepat dan tepat Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk membuat skenario model pola sebaran minyak pada beberapa daerah rawan kecelakaan maupun rawan kebocoran di alur pelayaran Cilacap. Skenario model dibuat dengan asumsi terjadi kebocoran yang berasal dari kapal tanker maupun dari kapal-kapal lainnya yang melewati alur pelayaran tersebut dengan menggunakan DHI Software Mike 21 modul Hydrodynamic dan modul Spill Analysis. Skenario model dimodelkan pada bulan Februari 2007 sebagai representatif pada musim barat dan pada bulan Agustus 2007 sebagai representatif pada musim timur.

21 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Alur Pelayaran Cilacap Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap merupakan satu-satunya pelabuhan di pantai selatan Pulau Jawa yang merupakan pintu gerbang perekonomian bagi daerah Jawa Tengah bagian selatan untuk perdagangan ekspor dan impor maupun pasar antar Pulau. Selain memiliki dermaga umum, terdapat beberapa perusahaan besar di Cilacap yang memiliki pelabuhan khusus tersendiri di luar pelabuhan tersebut, seperti Pelabuhan Minyak Pertamina UP IV dan pelabuhan semen milik Holcim (Wikipedia, 2007). Alur pelayaran di sekitar pelabuhan mempunyai kedalaman rata-rata -11 m s/d -12 m LWS Arus Arus laut yaitu proses pergerakan massa air laut menuju kesetimbangan yang menyebabkan perpindahan horizontal dan vertikal massa air laut secara terus menerus. Berdasarkan asal penyebabnya, terdapat dua gaya yang berhubungan dengan arus yaitu gaya eksternal dan gaya internal. Gaya eksternal terdiri dari angin, perbedaan tekanan udara, gaya gravitasi, gaya tektonik serta gaya tarik benda-benda angkasa yang dipengaruhi oleh tekanan dasar laut. Gaya internal arus antara lain perbedaan densitas air laut, gradien tekanan mendatar dan gesekan lapisan air (Gross, 1972). Kecepatan arus permukaan sangat bergantung dari kecepatan dan lamanya angin bertiup. Kecepatan arus permukaan besarnya kurang dari 2% dari kecepatan angin (Gross, 1972). Arah pergerakan arus permukaan ini tidak searah 3

22 4 dengan arah pergerakan angin dikarenakan oleh adanya gaya Coriolis yang menyebabkan timbulnya perubahan arah arus sebesar ± 45 dari arah angin. Dinamika pasut akan menimbulkan perbedaan tekanan hidrostatik pada beberapa tempat sehingga dapat terjadi arus yang dikenal sebagai arus pasang surut (Gross, 1972). Arus pasang surut dengan tipe rotary dominan terdapat di laut terbuka dan di perairan dekat pantai, sedangkan arus tipe bolak-balik (reversing current) umum terjadi di perairan yang berbentuk terusan, selat dan alur pelayaran yang relatif sempit. Penyebaran lapisan minyak yang berada di permukaan laut sangat dipengaruhi oleh arus permukaan. Jika lapisan minyak dekat dengan daratan dimana kecepatan angin kurang dari 10 km/jam, maka lapisan tersebut 100% menyebar mengikuti arus permukaan. Pengaruh angin pada lapisan minyak dalam kondisi tersebut tidak lebih dari 3% (CRC, 2000). Melalui hasil pengukuran arus di alur pelayaran Cilacap 1992 oleh Dishidros TNI-AL pada tiga stasiun diperoleh hasil bahwa di perairan tersebut arus pasut lebih dominan dan arus nonpasut relatif lebih rendah (Dishidros,1992 in Firdaus, 1997). Pada saat pasang, massa air laut akan mengalir dari Samudera Hindia masuk melalui perairan antara Pulau Jawa dan Nusakambangan melalui pintu terusan timur (pantai Pulau Jawa) dan pintu terusan barat (Nusakambangan). Tetapi massa air yang masuk melalui pintu timur lebih dominan daripada yang masuk dari pintu barat. Pada saat surut, massa air mengalir kembali menuju Samudera Hindia melalui jalan yang sama. Periode aliran massa air keluar lebih panjang dibandingkan dengan periode aliran massa air yang masuk. Kecepatan arus permukaan di perairan Cilacap berkisar antara 3.5 knot sampai 4.0 knot

23 5 (Pertamina UP IV, 1992 in Harimurthy, 2001). Arus di sekitar alur pelayaran yang berasal dari hulu perairan Kali Donan sangat kecil, karena pada dasarnya perairan tersebut bukan perairan sungai (Ilham, 2002) Angin Angin didefinisikan sebagai gerakan udara mendatar (horizontal) yang disebabkan oleh perbedaan tekanan udara antara dua tempat. Angin yang berhembus di permukaan perairan akan menimbulkan wind wave, yaitu gelombang yang ditimbulkan oleh angin. Peristiwa ini merupakan pemindahan tenaga angin menjadi tenaga gelombang di permukaan air dan gelombang itu sendiri meneruskan tenaganya kepada peristiwa lainnya, diantaranya molekul air. Selain menimbulkan gelombang di permukaan air, angin juga dapat menyebabkan terjadinya arus. Penyebaran lapisan minyak yang berada di permukaan laut dipengaruhi oleh angin permukaan. Jika kecepatan angin bertiup lebih besar dari 20 km/jam yang tentu saja terjadi pada laut terbuka, maka penyebaran lapisan minyak ditentukan oleh kondisi angin setempat. Hal tersebut tidak berlaku jika kecepatan angin kurang dari 10 km/jam dimana angin tidak memainkan peranan penting dalam proses penyebaran minyak (CRC, 2000). Pola angin yang sangat berperan di Indonesia adalah angin muson. Angin muson bertiup secara mantap ke arah tertentu pada satu masa sedangkan pada masa lainnya angin bertiup secara mantap pula dalan arah yang berlawanan. Bulan Desember, Januari dan Februari adalah musim dingin di belahan bumi utara dan musim panas di belahan bumi selatan. Pada saat itu terbentuklah pusat tekanan udara tinggi di atas daratan Asia dan pusat tekanan rendah di atas daratan

24 6 Australia. Keadaan ini menyebabkan angin berhembus dari Asia menuju Australia, yang di Indonesia umumnya dikenal sebagai angin muson barat. Sebaliknya, pada bulan Juli Agustus terjadilah pusat tekanan tinggi di atas daratan Australia dan pusat tekanan udara rendah di atas daratan Asia sehingga mengakibatkan berhembusnya angin muson timur di Indonesia. Dua kali dalam setahun angin muson berganti arah. Kecepatan angin rata-rata bulanan di Cilacap pada umumnya bervariasi antara dua hingga enam knot [mil/jam]. Arah angin yang paling dominan atau yang paling sering adalah ke arah tenggara (Firdaus, 1997) Pasang Surut Pasang-surut atau pasut adalah proses naik turunnya paras laut (sea level) secara berkala yang ditimbulkan oleh adanya kombinasi gaya sentrifugal dan gaya tarik dari benda-benda angkasa, terutama matahari dan bulan, terhadap massa air di bumi (Pariwono, 1989). Gerakan pasut menyebabkan permukaan air laut senantiasa berubah setiap saat. Periode selama permukaan air laut naik disebut air pasang (flood tide), sedangkan kedudukan saat permukaan air laut mencapai puncaknya disebut air tinggi (high water). Saat permukaan air laut menurun akibat gaya pasut disebut air surut (ebb tide) dan kedudukan permukaan air laut rendah disebut air rendah (low water). (Gross, 1972). Pasang surut di perairan Cilacap adalah penjalaran langsung pasang surut di Samudera Hindia yang bertipe campuran, dimana komponen setengah hariannya masih dominan (semi diurnal) (Pariwono, 1989). Dengan sifat tersebut, maka terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam 24 jam yang tidak teratur

25 7 dengan beda pasang surut (tidal range) antara 1.5 sampai 2.0 meter (Pertamina UP IV, 1992 in Harimurthy, 2001) Tumpahan Minyak Karakteristik Minyak Minyak mentah (crude oil) adalah campuran kompleks hidrokarbon dengan jumlah atom karbon antara 4-26 atom dalam satu molekul. Susunan atom karbon dapat membentuk rantai lurus dan rantai cabang (alifatik), rantai siklik (alisiklik), dan rantai aromatik (Clark, 1986). Komponen hidrokarbon aromatik jumlahnya relatif kecil jika dibandingkan dengan komponen hidrokarbon alifatik dan alisiklik. Namun demikian, komponen aromatik justru lebih beracun, mudah berubah menjadi gas, dan menguap. Secara umum toksisitas minyak mentah meningkat dengan memanjangnya rantai karbon (Mukhtasor, 2007). Komposisi senyawa hidrokarbon dari minyak mentah berbeda-beda antar sumur minyak yang satu dengan yang lain, tergantung pada sumber penghasil minyak tersebut. Agar dapat digunakan, minyak mentah terlebih dahulu harus melewati proses penyulingan. Penyulingan (refining) adalah proses destilasi minyak mentah untuk memutuskan ikatan rantai karbon yang berbeda titik didihnya menjadi beberapa fraksi (Clark, 1986). Hasil pengelompokan fraksi minyak mentah berdasarkan titik didihnya disajikan dalam Tabel 1. Seluruh komponen dari minyak mentah dapat diuraikan oleh bakteri dengan tingkat kecepatan yang bervariasi. Minyak dengan komposisi rantai karbon yang sederhana, lurus, maupun bercabang dapat terurai dengan cepat. Minyak dengan komposisi molekuler yang rumit, berupa ter, atau minyak yang membentuk gumpalan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk terurai

26 8 disebabkan luas permukaan minyak dalam bentuk tersebut lebih kecil jika dihubungkan dengan ukuran volumenya (Clark, 1986). Tabel 1. Fraksi-Fraksi Minyak Bumi Berdasarkan Titik Didih Fraksi Titik Didih Ukuran Volume [ C] Molekuler [%] Refinery gases < 25 C 3 -C 4 2 Gasolin C 4 - C Naptha C 10 -C 12 6 Kerosin C 12 - C Minyak gas C 18 -C Minyak pelumas C 20 - C Minyak sisa > 400 > C Sumber : Bishop (1983) dalam Mukhtasor (2007) Diesel merupakan pencampuran kompleks dari minyak hasil penyulingan. Diesel mudah menyala dengan titik didih antara C. Diesel biasa digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Bahan bakar mesin diesel sebagian besar terdiri dari senyawa hidrokarbon dan senyawa nonhidrokarbon. Senyawa hidrokarbon yang dapat ditemukan dalam bahan bakar diesel antara lain parafinik, naftenik, olefin dan aromatik. Sedangkan untuk senyawa nonhidrokarbon terdiri dari senyawa yang mengandung unsur non logam, yaitu S, N, O dan unsur logam seperti vanadium, nikel dan besi. Avtur adalah campuran minyak tanah dengan hidrokarbon cair. Avtur digunakan sebagai bahan bakar untuk pesawat terbang jet yang terdiri atas hidrokarbon sedang dengan karakteristik distilasi dan titik nyala seperti minyak tanah dan kandungan aromatik maksimum 25% terhadap volume. Kekentalan avtur di bawah 8 cst pada temperatur -20 derajat C dan titik beku di bawah -47

27 9 derajat C. Beberapa jenis komposisi avtur antara lain Paraffin, Olefin, Naptha, dan Aromatic (Pertamina, 2006) Sumber Pencemaran Minyak Minyak masuk ke lingkungan perairan laut dengan beberapa cara, yaitu: a. Eksplorasi Lepas Pantai Sumber pencemaran minyak yang berasal dari eksplorasi lepas pantai cenderung kecil jika dibandingkan dengan jumlah total minyak yang masuk ke lingkungan laut. Namun, jika terjadi kecelakaan tertentu seperti semburan sumur minyak (well blow-out), kerusakan struktur platform, maupun kerusakan perlatan, maka sejumlah besar minyak dipastikan akan mencemari laut (Mukhtasor, 2007). b. Transportasi Laut Polutan yang berasal dari transportasi laut dapat berasal dari pengoperasian kapal dan tanker maupun kecelakaan kapal dan tanker. Dari beberapa sumber tersebut, input polutan terbesar berasal dari pengoperasian kapal tanker dalam proses deballasting (sistem kestabilan kapal menggunakan mekanisme bongkar-muat air). Air ballast adalah air laut yang diisikan ke dalam tanki sebuah tanker yang kosong dimana tanki tersebut sebelumnya merupakan wadah minyak mentah. Untuk mengisi kembali tanki tersebut dengan minyak, maka air ballast yang terdapat di dalamnya harus dibuang ke laut dengan membawa sisa-sisa minyak yang terdapat di dinding tanki (Clark, 1986). Jika dibandingkan dengan proses deballasting, polutan dari kecelakaan tanker hanya berkontribusi sangat kecil dari keseluruhan minyak yang masuk ke laut. Namun kecelakaan tanker tetap menjadi masalah yang besar karena menghasilkan buangan minyak yang volumenya relatif besar pada suatu lokasi.

28 10 Semakin besar ukuran tanker, maka diperkirakan input polutan minyak ke laut juga semakin besar. Konsentrasi polutan dalam jumlah besar tentunya dapat menyebabkan kerusakan lingkungan pada area tersebut (Mukhtasor, 2007). Sumber lapisan minyak lainnya yang berasal dari transportasi laut antara lain docking atau perawatan kapal. Dalam proses tersebut, semua sisa bahan bakar yang ada dalam tangki harus dikosongkan untuk mencegah terjadinya ledakan dan kebakaran. Selain itu proses bongkar muat tanker yang dilakukan di tengah laut juga banyak menimbulkan resiko tumpahan minyak akibat seperti pipa yang pecah, bocor maupun kecelakaan karena kesalahan manusia. Proses scrapping kapal (pemotongan badan kapal untuk menjadi besi tua) dapat pula menyebabkan banyak kandungan metal dan lainnya termasuk kandungan minyak terbuang ke laut. c. Sumber dari Darat Input polutan yang berasal dari darat bersumber dari berbagai aktivitas manusia, seperti pemakaian minyak untuk keperluan industri, limbah rumah tangga, kegiatan perbengkelan, kilang minyak, run off dari daerah perkotaan, maupun hasil pembakaran hidrokarbon di atmosfer yang terbawa oleh hujan. Limbah minyak tersebut terbawa oleh sistem saluran air yang menuju ke sungai dan bermuara ke laut. Apabila diakumulasi, jumlah limpasan minyak yang berasal dari darat menjadi sumber utama polutan minyak yang masuk ke kawasan pesisir dan laut (Clark, 1986). d. Sumber Alami Laut merupakan tempat dimana minyak bumi secara alami akan menyembur ke permukaan bumi di dasar laut dan merembes masuk ke perairan.

29 11 Sumber polutan dalam kasus ini merupakan suatu fenomena alami, meskipun total masukan polutan yang berasal dari rembesan tersebut kemungkinan jumlahnya dua kali lebih besar dari pada masukan polutan dari kecelakaan tanker (Clark, 1986) Perilaku Minyak di Laut Minyak yang masuk ke dalam lingkungan laut akan mengalami berbagai proses, baik secara fisika maupun secara kimia (Gambar 1). Proses-proses tersebut antara lain membentuk lapisan (slick formation), menyebar (dissolution), menguap (evaporation), emulsifikasi (emulsification), minyak dalam air (oil in water emulsions), fotooksidasi (photooxidation), biodegradasi mikroba (microbial biodegradation), sedimentasi (sedimentation), dicerna oleh plankton (plankton ingestion), dan bentukan gumpalan ter (tur lump formation). Semua proses tersebut secara kolektif disebut dengan weathering of oil (Mukhtasor, 2007). Gambar 1. Proses Pelapukan Lapisan Minyak yang Tumpah di Permukaan Laut (Sumber : ITOPF, 2007)

30 12 Penyebaran, penguapan, dispersi, emulsifikasi, dan pelarutan adalah proses-proses penting selama tahap awal tumpahan. Sementara oksidasi, sedimentasi, dan biodegradasi adalah proses weathering jangka panjang yang akan membantu proses penguraian minyak. Menurut Krough (1980) dalam Firdaus (1997), berdasarkan kekekalannya (persistent) tumpahan minyak dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu tumpahan minyak yang tidak kekal (nonpersistent) dan tumpahan minyak yang kekal (persistent). Tumpahan minyak non-persistent akan berangsur-angsur menghilang dari permukaan laut akibat adanya proses fisika-kimia, sedangkan tumpahan minyak yang kekal (persistent) akan menyebar secara perlahan sehingga mencemari lingkungan laut. a. Penyebaran (Spreading) Minyak yang keluar di permukaan air akan dengan segera bertambah luas permukaannya. Mekanisme spreading dipengaruhi oleh karakteristik minyak itu sendiri antara lain perbedaan densitas minyak dan air laut, dan tegangan permukaan. Semakin rendah nilai viskositas minyak, maka minyak akan menyebar semakin cepat. Kecepatan dari penyebaran minyak serta ketebalan lapisannya tergantung dari suhu perairan dan jenis minyak yang tumpah (Clark, 1986). Proses penyebaran tumpahan minyak juga dipengaruhi oleh arus air, pola pasang surut, kecepatan angin, dan kekasaran muka laut ( Fay, 1971 in Mukhtasor, 2007 ). Angin dan arus pasang surut memindahkan unsur-unsur dari lapisan minyak secara relatif satu sama lain dan mempercepat proses penyebaran. Ketika lapisan membentuk gumpalan dengan luas permukaan yang stabil, hanya dispersi horizontal yang memindahkan unsur-unsur minyak menjauh dari pusat

31 13 massa. Untuk perairan yang tertutup dan estuari, pergerakan lapisan minyak lebih banyak mendapat pengaruh dari arus dan pasang surut setempat (DHI, 2006b). Dalam mekanisme spreading, minyak dapat menyebar secara horizontal meskipun tanpa angin. Proses penyebaran minyak disebabkan oleh gaya gravitasi dan tegangan permukaan antara minyak dan air. Gaya-gaya tersebut berlawanan dengan gaya yang diberikan oleh pengaruh viskositas minyak. b. Penguapan (Evaporation) Proses penyebaran minyak akan menyebabkan lapisan menjadi lebih tipis dan proses penguapan meningkat. Proses penguapan pada tumpahan minyak dipengaruhi oleh komposisi minyak, suhu udara dan air laut, area tumpahan, kecepatan angin, radiasi matahari, dan ketebalan lapisan minyak (DHI, 2006b). Secara umum, komponen dalam minyak dengan berat molekul rendah atau minyak yang memiliki titik didih di bawah 200 C cenderung mengalami penguapan dalam waktu 24 jam. Kekasaran muka laut, kecepatan angin, dan temperatur yang tinggi akan meningkatkan penguapan ( ITOPF, 2007). Selain itu luas permukaan minyak juga sangat berperan dalam proses ini. Sifat minyak dapat berubah secara signifikan seiring terjadinya proses penguapan. Hilangnya sebagian material yang bersifat mudah menguap mengakibatkan berat jenis minyak menjadi lebih berat. Berikut ditampilkan tingkat evaporasi berbagai jenis minyak (Gambar 2)

32 14 Gambar 2. Tingkat Evaporasi Berbagai Jenis Minyak Pada Suhu 15 o C (Sumber: CRC, 2000) c. Dispersi vertikal Dispersi merupakan proses mekanik. Turbulensi air memecahkan lapisan minyak menjadi butiran dan memasukannya ke dalam kolom perairan, membentuk emulsi minyak-dalam-air. Butiran yang berukuran sangat kecil (<20 μm) relatif lebih stabil bercampur dengan air laut di kolom perairan menjadi bentuk tersuspensi. Butiran yang berukuran besar (>100 μm) cenderung akan kembali naik dan bergabung ke lapisan minyak di permukaan laut (ITOPF, 2007). Dispersi vertikal bergantung pada sifat minyak dan jumlah energi laut. Kecepatan dispersi minyak akan semakin tinggi jika viskositas minyak rendah dan nilai kekasaran muka laut besar (ITOPF, 2007). Dalam cuaca yang buruk, mekanisme dispersi lebih dominan disebabkan oleh pecah gelombang. Sebaliknya pada cuaca

33 15 yang tenang, mekanisme dispersi yang paling signifikan terjadi karena stretching compression dari lapisan, yang menyebabkan terbentuknya droplet (DHI, 2006b). d. Emulsifikasi Salah satu proses penting yang menyebabkan bertahan lamanya minyak di permukaan laut yaitu dengan membentuk emulsi air-dalam-minyak, yang mengubah minyak menjadi campuran yang sangat kental. Emulsi terbentuk jika terdapat dua cairan (liquid) yang bercampur, dimana salah satu dari cairan tersebut tersuspensi dalam cairan lainnya (Clark, 1986). Emulsi tersebut dapat menyerap hingga 80% air. Kestabilan dari bentuk ini sangat tergantung pada jenis minyak dan kondisi lingkungan. Kestabilan dari emulsi sangat berhubungan dengan jumlah kehadiran surfactant (resin dan aspal) dalam minyak, sedangkan tingkat pengambilan air sangat berhubungan dengan kondisi laut setempat seperti gelombang dan turbulensi air (DHI, 2006b). Dalam beberapa kondisi, emulsi akan membentuk lapisan tebal di permukaan laut dan berwujud kental yang disebut sebagai chocolate mousse (Clark, 1986). Emulsi dapat terpisah kembali menjadi minyak dan air jika dipanaskan oleh sinar matahari pada kondisi permukaan laut yang tenang atau saat terdampar di pantai (ITOPF, 2007). Wujud dari emulsi minyak ditampilkan dalam Gambar 3. Gambar 3. Proses Emulsifikasi pada Lapisan Minyak yang Membentuk "Chocolate Mousse"

34 16 Proses emulsifikasi akan mempengaruhi volume lapisan minyak serta meningkatkan viskositas minyak. Jika emulsifikasi minyak terdampar di pantai maka akan mengganggu kehidupan ekosistem di daerah tersebut. e. Disolusi Komponen dari minyak yang dapat larut dalam air akan terlarut dalam kolom perairan. Proses pelarutan tersebut akan cepat terjadi pada minyak yang telah lebih dulu terdispersi dalam air. Minyak umumnya hanya sedikit mengandung komponen yang dapat larut dalam air. Salah satu komponen yang paling cepat terlarut dalam air adalah hidrokarbon aromatik dengan berat jenis rendah dan komponen polar resin. Komponen-komponen yang dapat terdisolusi tersebut umumnya beracun. Meskipun demikian, senyawa aromatik biasanya akan lebih dulu menguap dibandingkan terlarut dikarenakan proses penguapan terjadi kali lebih cepat dibandingkan proses melarut (ITOPF, 2007). Batas kadar minyak yang diizinkan berada di kolom perairan yaitu 0.01 ppm. f. Sedimentasi Sedimentasi merupakan proses dimana minyak terdeposisi ke dasar laut. Sedimentasi terjadi ketika butir minyak mencapai densitas tinggi dibandingkan dengan densitas air setelah berinteraksi dengan mineral tersuspensi di dalam kolom perairan. Minyak juga bereaksi terhadap oksigen dan menghasilkan bentuk persistent yang disebut ter (tars) akibat adanya proses oksidasi minyak dengan viskositas tinggi. Proses ini terjadi dengan sangat lambat pada lapisan minyak yang terekspos sinar matahari. Beberapa hasil dari oksidasi minyak ini memiliki densitas yang besar dan dapat tenggelam di air payau atau di perairan dangkal (ITOPF, 2007).

35 17 g. Biodegradasi Dalam kolom perairan, terdapat beberapa jenis mikroorganisme yang bisa menguraikan sebagian atau seluruh komponen minyak. Hasil penguraian tersebut dapat berupa komponen yang dapat terlarut dalam air atau terkadang berupa karbondioksida dan air. Unsur utama yang berpengaruh terhadap efisiensi proses biodegradasi yaitu nutrien (nitrogen dan fosfor), temperatur, dan oksigen terlarut. Minyak yang berbentuk butiran atau partikel lebih mudah mengalami proses biodegradasi karena menyediakan luas permukaan yang lebih besar dibandingkan minyak yang berbentuk lapisan tebal atau gumpalan (ITOPF, 2007). Tingkat biodegradasi tinggi pada rantai jenuh (12-20 atom karbon) dan lambat pada rantai aromatik dan aspal Pemodelan Tumpahan Minyak Rau dan Woten (1980) dalam Firdaus (1997) menyatakan bahwa model merupakan penampakan dari sistem yang sebenarnya. Perilaku dan konsentrasi polutan di laut dapat diperkirakan atau diestimasi menggunakan pemodelan dengan bantuan komputer. Karena umumnya perilaku maupun konsentrasi polutan di alam memiliki proses yang kompleks, maka pemodelan dapat dimanfaatkan untuk menyederhanakan proses tersebut. Pemodelan hidrodinamika dapat menjadi salah satu cara untuk mengetahui proses penyebaran polutan. Pemodelan yang akurat membutuhkan representasi yang baik mengenai parameter, proses, dan kondisi batas pemodelan. Secara umum, pemodelan perilaku dan penyebaran polutan terdiri dari dua komponen pokok, yaitu model hidrodinamika serta model perilaku dan penyebaran dari polutan itu sendiri (Mukhtasor, 2007).

36 3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian berupa pemodelan sebaran tumpahan minyak di Perairan Cilacap, Jawa Tengah dilakukan pada bulan April 2008 Februari 2009 menggunakan DHI software Mike 21 dengan modul Hydrodynamic dan Spill Analysis (Gambar 4). Pemodelan dilaksanakan dengan menggunakan perangkat komputer Laboratorium Pusat Teknologi & Inventarisasi Sumberdaya Alam (P- TISDA) bertempat di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian Model Sebaran Tumpahan Minyak di Perairan Cilacap, Jawa Tengah (Sumber: Google Earth, 2008) 18

37 Sumber Data Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi dua hal, yaitu data untuk masukan model serta data untuk kepentingan verifikasi Data Masukan Model Untuk membangun skenario model, diperlukan beberapa data masukan yang didapat dari berbagai sumber, antara lain: a. Data kedalaman (batimetri) perairan Cilacap, yaitu: 1) peta batimetri hasil pemetaan Jawatan Hidro-Oseanografi (JANHIDROS) TNI-AL tahun 2007 Nomor 108 dengan skala 1 : ; 2) peta batimetri hasil pemetaan PT. PERTAMINA (PERSERO) Unit Pengolahan IV Cilacap tahun 2006 Nomor Gambar CS 05/X/06 dan CS 07/IX/06 dengan skala 1 : 2000; 3) peta batimetri hasil survey sounding Kolam Pelabuhan Tanjung Intan - Cilacap PT. (PERSERO) Pelabuhan Indonesia III Surabaya tahun 2006 Nomor Gambar DL 427/2006 dengan skala 1 : 250; b. Data arah dan kecepatan angin di Cilacap bulan Februari dan Agustus tahun 2007 dengan interval data per enam jam dan bersumber dari QuickScat & Seawind (IFREMER); c. Data pasang surut perairan Cilacap bulan Februari dan Agustus tahun 2007 dengan interval data per 15 menit bersumber dari Topex Poesidon & Jason; d. Data lalu lintas perkapalan dan rute/alur pelayaran tahun 2007 diperoleh dari PT. (PERSERO) Pelabuhan Indonesia III cabang Tanjung Intan Cilacap, Jawa Tengah;

38 e. Data oil properties dari Lembaga Minyak & Gas (LEMIGAS) Jakarta dan dari berbagai sumber (Lampiran 3) Data Verifikasi Data yang diperlukan untuk verifikasi masukan skenario model antara lain: a. Data arah dan kecepatan angin di Cilacap bulan Februari dan Agustus tahun 2007 hasil pengukuran Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Cilacap yang direkam setiap jam selama 28 hari; b. Data pasang surut perairan Cilacap bulan Februari dan Agustus tahun 2007 hasil pengukuran Badan Koordinasi Survey dan Pertanahan Nasional (BAKOSURTANAL) Cibinong dengan interval pengukuran data per 15 menit Peralatan yang Digunakan Sistem perangkat keras yang dipakai dalam pemodelan maupun pengolahan data masukan (input) yaitu menggunakan sistem perangkat komputer di BPPT. Pembuatan skenario pemodelan sebaran tumpahan minyak diproses dengan menggunakan berbagai modul, antara lain Mike Zero Bathymetries, Mike Zero Time Series, Mike Zero Profile Series, Mike Zero Data Extraction, Mike Zero Toolbox, dan Mike 21 Flow Model. Untuk skenario analisis tumpahan minyak, digunakan modul Hydrodynamic Modul dan Spill Analysis Modul Desain Skenario Model Model diawali dengan pengolahan data masukkan untuk menyimulasikan modul hidrodinamika pada program Mike 21. Data masukkan yang diolah antara lain pembuatan domain model dengan menggunakan data kedalaman perairan,

39 21 pengolahan data arah maupun kecepatan angin dari IFREMER yang dihitung tiaptiap grid dan berubah terhadap ruang dan waktu, serta data prediksi pasang surut yang dihasilkan dari satelit Topex Poseidon dan Jason. Data tersebut kemudian diverifikasi dengan menggunakan data hasil pengukuran lapang. Proses selanjutnya adalah membuat skenario pemodelan hidrodinamika dengan memasukkan data input angin dan pasang surut yang telah diverifikasi serta melengkapi data-data parameter pendukung dalam modul hidrodinamika tersebut. Modul hidrodinamika yang telah lengkap kemudian dimodelkan dan menghasilkan keluaran berupa dua buah model hidrodinamika. Bagian hidrodinamika pertama digunakan untuk melihat kondisi hidrodinamika di perairan Cilacap atara lain berupa arah dan kecepatan arus (U dan V) serta perubahan tinggi muka air laut (surface elevation) terhadap Mean Sea Level (MSL). Bagian hidrodinamika kedua memiliki keluaran berupa debit perairan/fluks dalam arah u dan v serta perubahan kedalaman perairan terhadap waktu (water level). Keluaran hidrodinamika bagian kedua tersebut bersamasama dengan data karakteristik minyak digunakan kembali sebagai masukkan untuk menjalankan modul Spill Analysis berikutnya. Keluaran yang dihasilkan dari pemodelan modul Spill Analysis tersebut selanjutnya menjadi hasil akhir dari seluruh proses pemodelan. Diagram alir dari seluruh proses pemodelan disajikan pada Gambar 5. Kondisi pemodelan yang dilakukan berupa pemodelan pola sebaran tumpahan minyak dengan pengaruh angin (timur dan barat) dan pasang surut setempat. Sedangkan kondisi pemodelan yang diamati yaitu pada saat muka air

40 laut berada pada posisi tertinggi (flood tide), posisi terendah (ebb tide), menjelang pasang dan menjelang surut pada kondisi pertengahan (Mean Sea Level). 22 Gambar 5. Diagram Alir Pemodelan Sebaran Tumpahan Minyak di Perairan Cilacap dengan Menggunakan DHI Software Mike Lokasi Pemodelan Dalam memutuskan area yang tercakup dalam model, harus pula dipertimbangkan lingkup area, posisi dan tipe dari batas model hidrodinamika yang akan digunakan. Model sebaran tumpahan minyak dibangun dengan skenario di lokasi yang memungkinkan terdapat sumber buangan atau tumpahan minyak masuk ke dalam perairan Cilacap. Desain domain pemodelan berbentuk empat persegi panjang dengan posisi geografis terletak pada LS LS dan BT BT ditunjukkan pada Gambar 6.

41 23 Daerah perairan yang dimodelkan meliputi aliran Kali Donan, Muara Sungai Serayu, alur pelayaran Pelabuhan Tanjung Intan, dan Teluk Penyu. Dalam domain ini digunakan proyeksi WGS 1984 UTM Zone 49S. Domain dibagi ke dalam grid 8850 x 9350 sel dengan lebar x = y = 10 meter. Gambar 6. Domain Dasar Pemodelan Tumpahan Minyak di Perairan Cilacap dengan Menggunakan Program Mike Syarat Batas Syarat batas area pemodelan ditentukan oleh variasi tinggi muka laut yang terdiri dari dua bagian yaitu, syarat batas tertutup dan syarat batas terbuka Syarat Batas Tertutup Syarat batas tertutup pada area model yaitu berupa garis pantai dimana massa air tidak memungkinkan untuk melewatinya. Berikut ini merupakan lokasi dari syarat batas tertutup pada area model :

42 24 a) Bagian utara : garis pantai pesisir Cilacap dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Donan. b) Bagian selatan : garis pantai pesisir Pulau Nusakambangan. c) Bagian barat : Daerah Aliran Sungai (DAS) Donan Syarat Batas Terbuka Syarat batas terbuka adalah batas daerah pada model yang berbatasan dengan laut terbuka. Pada area model ini, syarat batas terbuka yaitu antara lain: a) Bagian selatan : garis lurus yang ditarik sejajar dengan Pulau Nusakambangan b) Bagian barat : garis lurus yang memotong aliran Sungai Serayu c) Bagian utara : garis lurus yang memotong aliran Kali Donan d) Bagian timur : garis lurus yang memotong perairan Teluk Penyu Waktu Pemodelan Waktu pemodelan hidrodinamika terdiri dari dua musim, yaitu musim barat dan musim timur. Pemodelan hidrodinamika pada musim barat dimodelkan pada bulan Februari 2007, sedangkan pemodelan pada musim timur dimodelkan pada bulan Agustus Waktu pemodelan untuk musim barat yaitu tanggal 1 Februari 2007 hingga 28 Februari Sedangkan waktu pemodelan untuk musim timur yaitu tanggal 1 Agustus 2007 hingga 28 Agustus Skenario Tumpahan Minyak Dalam pemodelan ini terdapat beberapa skenario sumber tumpahan minyak yang berpotensi mencemari perairan Cilacap. Minyak yang akan dimodelkan tumpah dan mencemari perairan Cilacap antara lain avtur, solar

43 25 (diesel), minyak mentah (crude oil) dan aspal. Sumber tumpahan minyak diskenariokan mengeluarkan minyak dalam jenis, jumlah flux, dan waktu tertentu. Skenario yang disajikan dalam Tabel 2 telah disesuaikan dengan kondisi tumpahan yang memungkinkan terjadi berdasarkan dari data perkapalan setempat. Lokasi terjadinya tumpahan masing-masing minyak ditampilkan pada Gambar 7 di bawah ini. Gambar 7. Lokasi Skenario Sumber Tumpahan Minyak di Domain Perairan Cilacap

44 Tabel 2. Informasi Lokasi, Jumlah Tumpahan dan Waktu Pengeluaran Skenario Model Tumpahan Minyak di Perairan Cilacap Sumber Bujur (BT) Lintang (LS) Lokasi Potensi Jenis Minyak Jumlah Tumpahan [m 3 ] Discharge [m 3 /s] Waktu [menit] '24" 07 46'17" Teluk Penyu Tanker karam Avtur '10" 07 46'15" Jetty Area 70 Tabrakan tanker Avtur '16" 07 46'19" Jetty CIB Kebocoran loading Avtur '24" 07 46'17" Teluk Penyu Tanker karam Crude Oil '10" 07 46'15" Jetty Area 70 Tabrakan tanker Crude Oil '16" 07 46'19" Jetty CIB Kebocoran loading Crude Oil '05" 07 46'09" Dermaga umum Tabrakan tongkang Diesel '12" 07 46'15" Jetty Area 70 Limbah dermaga Diesel konstan '06" 07 46'07" Dermaga umum Limbah dermaga Diesel konstan '16" 07 46'07" PPSC Limbah kapal nelayan Diesel konstan '05" 07 45'59" Jetty Area 60 Tabrakan tanker Asphalt

45 Parameter Pemodelan Parameter Hidrodinamika Parameter hidrodinamika diawali dengan membuat batimetri pada program Mike 21 sebagai domain model. Perairan Cilacap memiliki nilai batimetri yang bervariasi dengan kisaran kedalaman laut berada di antara nol hingga 25 meter di bawah permukaan laut. Posisi batas selatan dan timur domain berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Kontur batimetri menunjukkan nilai tertinggi pada perairan di sekitar kedua batas tersebut yang ditunjukkan dengan warna ungu. Warna tersebut menunjukkan kisaran kedalaman antara meter di bawah permukaan laut. Nilai kedalaman semakin mengalami penurunan saat perairan mendekati garis pantai. Perairan pada batas barat maupun utara domain masing-masing berbatasan langsung dengan aliran Sungai Serayu dan Kali Donan. Kedalaman perairan di kedua batas domain tersebut memiliki nilai yang rendah yang ditunjukkan dengan warna kontur hijau dan jingga. Kontur batimetri di perairan Cilacap disajikan pada Gambar 8. Kontur kedalaman laut di perairan Teluk Penyu terlihat semakin merapat saat mendekati garis pantai. Perairan Kali Donan memiliki kontur kedalaman yang rapat dengan kisaran kedalaman bernilai antara meter di bawah permukaan laut. Kedalaman perairan di bagian tengah aliran Kali Donan serta di sekitar kolam dermaga/pelabuhan dibuat lebih besar hingga mencapai meter. Alur pelayaran Tanjung Intan di sepanjang kanal utama memiliki morfologi dasar laut yang lebih curam dengan kontur kedalaman yang lebih rapat. Kedalaman laut di sepanjang alur pelayaran tersebut berkisar antara m di bawah permukaan laut dan terletak memanjang hingga ke perairan Teluk

46 28 Penyu. Morfologi dasar laut pada alur pelayaran Tanjung intan merupakan morfologi buatan yang dibuat dan dipertahankan untuk kepentingan pelayaran. Terdapat beberapa daerah perairan dangkal di sekitar pantai Cilacap dan Pulau Nusakambangan, yaitu di sepanjang aliran Kali Donan dan di muara Sungai Kaliyasa. Daerah perairan dangkal terdapat pula di sekitar muara Sungai Serayu yang berada di batas barat domain, di mulut alur pelayaran Tanjung Intan dan di sekitar pesisir Pulau Nusakambangan. Gambar 8. Batimetri Perairan Cilacap Hasil Survey Sounding Dasar Laut (Sumber: JANHIDROS, 2007) Waktu pemodelan hidrodinamika dibagi ke dalam dua musim, yaitu musim timur dan musim barat. Skenario hidrodinamika musim barat dimodelkan pada tanggal 1 Februari 2007 pukul 12:00 AM hingga 28 Februari 2007 pukul 12:00 AM. Skenario hidrodinamika musim timur dimodelkan pada tanggal 1

47 29 Agustus 2007 pukul 12:00 AM hingga 28 Agustus 2007 pukul 12:00 AM. Langkah waktu masing-masing pemodelan ditentukan sebesar 10 detik disesuaikan dengan syarat kestabilan domain (Courant Number). Courant Number menunjukkan banyaknya grid yang memproses hasil selama pemodelan berjalan dalam satu satuan waktu. Domain area pada skenario pemodelan menggunakan variasi pasang surut air laut pada keempat batas terbuka yaitu, batas utara, batas selatan, batas timur, dan batas barat (Gambar 9). Gambar 9. Syarat Batas Terbuka pada Domain Model Hidrodinamika di Perairan Cilacap Masing-masing variasi pasang surut pada keempat batas terbuka domain perairan Cilacap yang dimodelkan untuk musim barat disajikan dalam Gambar 10, sedangkan pada musim timur ditampilkan pada Gambar 11

48 30 Gambar 10. Tinggi Muka Air Laut pada Seluruh Batas Terbuka Domain Perairan Cilacap pada Musim Barat Tahun 2007 Gambar 11. Tinggi Muka Air Laut pada Seluruh Batas Terbuka Domain Perairan Cilacap pada Musim Timur Tahun 2007 Data pasang surut hasil pemodelan bersumber dari data prediksi pasang surut yang didapat dari Jason dan Topex Poseidon. Data tersebut diverifikasi dengan data pasang surut hasil pengukuran insitu yang bersumber dari Bakosurtanal. Masing-masing data pasang surut diukur setiap 15 menit selama 27 hari. Data pasang surut yang diambil pada tanggal 1-28 Februari 2007 mewakili kondisi pasang surut pada musim barat, sedangkan data pasang surut yang diambil

49 31 pada tanggal 1-28 Agustus 2007 mewakili kondisi pasang surut pada musim timur. Pengamatan kedua data pasang surut tersebut dilakukan pada posisi LS BT (Gambar 12). Gambar 12. Lokasi Pengamatan Data Pasang Surut Hasil Pengukuran Lapang dengan Data Masukan Model di Cilacap Tahun 2007 Domain model perairan Cilacap sangat dipengaruhi oleh kondisi pasang surut setempat sehingga perlu ditentukan nilai Drying depth dan Flooding depth. Nilai Drying depth ditentukan dengan memasukan nilai kedalaman minimum yaitu 0.2 dan nilai kedalaman maksimum untuk Flooding depth sebesar 0.3. Nilai masukan parameter tersebut menandakan bahwa perhitungan pemodelan pada masing-masing grid tidak akan dihitung pada kedalaman di atas 0.3 m maupun pada kedalaman di bawah 0.2 m dari Mean Sea Level.

50 32 Initial surface merupakan nilai awal tinggi muka laut domain saat memulai pemodelan dalam satuan meter. Parameter Initial surface ditentukan dengan memasukkan nilai awal tinggi muka laut yang didapat dari rata-rata tinggi muka laut pada seluruh syarat batas terbuka. Nilai Initial surface pada musim barat ditentukan sebesar 0.12 m dan pada musim timur sebesar 0.4 m. Parameter Source & Sink digunakan untuk menentukan adanya titik sumber masukan dan keluaran air dalam domain. Pada skenario pemodelan hidrodinamika ini, nilai Source & Sink tidak ditentukan karena pada domain tidak diskenariokan terdapat sumber masukan maupun keluaran air. Parameter Eddy Viscosity berhubungan dengan gaya gesek antara molekulmolekul fluida yang bergerak dengan kecepatan berbeda dan menghasilkan gerak turbulen (Alonso dan Finn, 1992). Dalam pemodelan hidrodinamika ini parameter tersebut ditentukan dengan menggunakan formula Smagorinsky. Tipe formula Smagorinsky dihitung berdasarkan kecepatan mengalir fluida dengan nilai konstan sebesar 0.5. Nilai tahanan dasar (bed resistance) pada domain model diberikan dalam parameter Resistance. Nilai tahanan dasar berhubungan dengan kekasaran dasar laut dan gaya gesek antara dasar laut dengan air (DHI, 2007). Konstanta tahanan dasar dalam pemodelan ini menggunakan nilai Manning Number [m 1/3 /s] dimana pada laut terbuka bernilai 32, sedangkan pada laut dangkal menggunakan nilai tahanan dasar 27 (Gambar 13).

51 33 Gambar 13. Pola Nilai Tahanan Dasar (Manning Number) dalam Domain Model Perairan Cilacap Data angin yang digunakan untuk masukan model didapat dari IFREMER. Data angin tersebut merupakan data hasil pengamatan satelit yang diukur setiap enam jam. Data angin masukan model kemudian diverifikasi dengan menggunakan data hasil pengukuran insitu yang dilakukan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Cilacap. Data angin insitu merupakan data yang direkam setiap jam selama 28 hari. Pada musim barat, data angin diambil dari tanggal Februari Sedangkan pada musim timur, data angin diambil dari tanggal Agustus Pengamatan kedua data angin tersebut dilakukan pada posisi LS BT (Gambar 14).

52 34 Gambar 14. Lokasi Pengamatan Data Angin Hasil Insitu dan Data Angin Masukan Model di Cilacap Tahun 2007 Nilai tekanan yang diberikan oleh angin terhadap permukaan laut diskenariokan bervariasi terhadap ruang dan waktu. Nilai friksi angin pada pemodelan ini diskenariokan bervariasi terhadap kecepatan angin dimana pada saat kecepatan angin bernilai nol, maka besar friksinya Nilai tersebut bervariasi linier dimana pada saat kecepatan angin 16 m/s maka nilai friksinya sebesar Hasil keluaran dari pemodelan hidrodinamika tersebut kemudian dibagi menjadi dua bagian. Bagian hidrodinamika pertama memiliki output berupa surface elevation, U-velocity, dan V-velocity. Sedangkan bagian hidrodinamika kedua memiliki output berupa water level, P flux, Q flux. Contoh hasil laporan pemodelan modul hidrodinamika pada musim barat terdapat pada Lampiran 1.

53 Parameter Spill Analysis Pemodelan pada modul Spill Analysis dibagi menjadi dua bagian, yaitu Basic parameter dan Oil Spill parameter. a. Basic Parameter Pemodelan basic parameter diawali dengan menentukan Starting Condition berupa Oil Spill Analysis. Masing-masing minyak yang diasumsikan tumpah memiliki waktu terjadinya tumpahan yang berbeda-beda. Lapisan diesel dan aspal dimodelkan selama 10 hari, lapisan avtur dimodelkan selama 14 hari dan lapisan minyak mentah dimodelkan selama 21 hari baik pada musim barat maupun pada musim timur. Parameter Hydrodynamic Data diisi dengan menggunakan hasil keluaran modul hidrodinamika bagian kedua. Pada output tersebut, arus diberikan dengan variasi terhadap ruang dan waktu. Informasi mengenai lokasi tumpahan (dalam grid), jumlah tumpahan, serta waktu keluaran tumpahan minyak dalam parameter Source disajikan pada Tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Informasi Spasial, Jumlah dan Waktu Tumpahan Masing-Masing Jenis Minyak yang di Skenariokan Tumpah di Perairan Cilacap Grid Discharge Time Release X Y [m 3 /detik] [Time step] Konstan Diesel Konstan Konstan Avtur Crude Asphalt

54 36 Koefisien dispersi dalam parameter Dispersion diskenariokan memiliki nilai yang besarnya proporsional terhadap arus. Nilai Longitudinal direction memiliki faktor proporsional sebesar satu, begitu juga dengan nilai Transversal direction. Sementara itu, nilai Vertical direction memiliki faktor proporsional terhadap arus sebesar Vertical direction bernilai kecil karena proses dispersi pada lapisan minyak diasumsikan lebih banyak dipengaruhi oleh gerak arus horizontal dibandingkan gerak arus vertikal. Profil arus secara horizontal dipengaruhi oleh gesekan terhadap permukaan dasar laut yang ditentukan dalam parameter Eddy & Logarithmic Velocity Profile. Tipe Velocity profile yang digunakan dalam pemodelan ini yaitu logarithmic velocity profile, sementara nilai Bottom roughness ditentukan sebesar 0.1 m. Parabolic eddy profile disertakan karena berpengaruh dalam penyesuaian proses dispersi vertikal berdasarkan pendekatan gradien. Informasi mengenai suhu dan salinitas air laut di perairan Cilacap pada musim barat dan musim timur ditentukan dalam parameter Water Properties. Suhu dan salinitas air laut tersebut diskenariokan bernilai konstan sepanjang pemodelan. Pada musim barat, salinitas permukaan laut diasumsikan bernilai 33.5 dengan suhu permukaan 29 0 C. Pada musim timur, salinitas permukaan laut diasumsikan bernilai 34 dengan suhu permukaan 25 0 C. Kondisi angin yang diberikan dalam parameter Wind Condition sama dengan data yang diberikan pada modul hidrodinamika. Kedua data tersebut memiliki nilai yang bervariasi terhadap ruang dan waktu. Exceeding Concentration merupakan laju perubahan konsentrasi fraksi minyak. Nilai batas tertinggi pengeluaran konsentrasi minyak pada parameter

55 37 Exceeding Concentration [%] diskenariokan bernilai 100 mm. Time Exposition merupakan parameter yang digunakan untuk merekam waktu perjalanan lapisan minyak saat mencapai suatu area. Dalam pemodelan ini, time exposition disertakan untuk melihat resident time lapisan minyak dalam domain model. Parameter Line Discharge berfungsi untuk menghitung volume materi yang melewati suatu transek. Dalam pemodelan ini, parameter tersebut tidak digunakan. b. Oil Spill Parameter Informasi perawanan dan suhu udara di Cilacap pada musim barat dan musim timur disajikan ditentukan dalam parameter Air Properties. Sumber data untuk masukan kedua parameter ini didapat dari BMKG Cilacap. Pada musim barat, nilai Cloudiness diskenariokan konstan sebesar 0.58 dengan temperatur udara C. Sementara pada musim timur, nilai Cloudiness diskenariokan sebesar 0.13 dengan temperatur udara C Parameter Heat transport digunakan untuk menghitung pertukaran bahang antara minyak dengan air laut dan minyak dengan udara. Nilai konstanta yang digunakan pada perhitungan proses evaporasi dan transfer bahang dalam pemodelan (Tabel 4) menggunakan konstanta yang telah tersedia dalam program Mike 21 (default). Tabel 4. Informasi Nilai Konstanta Transfer Bahang Minyak Heat Balance Evaporation Albedo 0.14 Evaporation Emissivity of Oil 0.82 Emissivity of Water 0.95 Emissivity of Air 0.82

56 38 Proses emulsifikasi pada lapisan minyak ditentukan oleh kehadiran surfactant yaitu kandungan aspal dan wax. Informasi nilai konstanta yang digunakan dalam proses emulsifikasi masing-masing minyak disajikan dalam Tabel 5. Nilai K1 dan K2 berasal dari nilai default yang telah tersedia dalam program Mike 21. Tabel 5. Informasi Nilai Konstanta Emulsifikasi Masing-Masing Minyak Dalam Skenario Model Tumpahan Minyak Max Water Content Asphaltens Content [wt%] Wax Content [wt%] K1 due to water uptake [kg/m 3 ] K2 due to water release [kg/s 2 ] Diesel x x 10-5 Avtur x x 10-5 Crude x x 10-5 Asphalt x x 10-5 Parameter Dissolution & Entrainment disertakan untuk menghitung volume lapisan minyak yang meninggalkan lapisan tersebut karena proses disolusi. Untuk itu, perlu ditentukan nilai Mass transfer coefficient yaitu sebesar 2.36 x 10-6 ks dan nilai Oil in water interfacial tension sebesar 47.2 dyne/cm. Kedua nilai tersebut merupakan nilai default dan telah tersedia dalam program Mike 21. Proses pelapukan pada lapisan minyak ditentukan oleh komponen kimia dari masing-masing minyak. Nilai volume fraksi masing-masing minyak yang diasumsikan tumpah di perairan Cilacap dan digunakan dalam input parameter Oil Properties disajikan dalam Tabel 6 sedangkan laporan hasil pemodelan pada modul Spill Analysis disertakan pada Lampiran 2.

57 Tabel 6. Volume Fraksi Masing-Masing Minyak yang Diasumsikan Tumpah di Perairan Cilacap Diesel Avtur Crude Oil Asphalt Oil Properties [% v/v] [% v/v] [% v/v] [% v/v] C 6 -C 12 (Paraffin) C 13 -C 25 (Paraffin) C 6 -C 12 (Cycloparaffin) C 13 -C 23 (Cycloparaffin) C 6 -C 11 (Aromatic) C 12 -C 18 (Aromatic) C 9 -C 25 (Naphtean) Residual Temperatur Reference Temperature Viscositas at Reference Temperature [cs] Oil Temperature Constant [deg C] Selanjutnya, hasil pemodelan modul Spill Analysis dengan menggunakan DHI Software Mike 21 yaitu antara lain: a) Instantaneous oil slick thickness [mm]: Ketebalan total lapisan minyak setelah mengalami proses pelapukan. b) Instantaneous emulsification rate [mm]: Ketebalan lapisan minyak yang mengalami proses emulsifikasi. c) Instant oil evaporation [mm]: Ketebalan lapisan minyak yang mengalami proses evaporasi. d) Instant oil dissolution [mm]: Ketebalan lapisan minyak yang mengalami proses disolusi. e) Instant vertical dispersion [mm]: Ketebalan lapisan minyak yang mengalami proses dispersi vertikal. f) Exceeding concentration [-]: Laju perubahan konsentrasi fraksi minyak.

58 g) Time exposition [second]: Waktu yang dibutuhkan oleh lapisan minyak untuk berada dalam suatu grid Persamaan Utama Model hirodinamika dalam MIKE 21 HD merupakan sistem model numerik umum untuk pemodelan permukaan air dan arus. MIKE 21 HD memodelkan arus dua dimensi dalam satu lapis fluida yang diasumsikan homogen secara vertikal. Persamaan berikut merupakan konservasi dari massa dan momentum yang terintegrasi secara vertikal, serta menggambarkan variasi arus dan tinggi muka air: ζ p q d + + = t x y t (1) p p2 pq + + t x h y h 2 2 ζ gp p + q 1 + gh + x C h w τ 2 2. ρ x y ( hτ xx ) + ( h xy ) Ω q fvv h + ρ x ( p ) o x a = w (2) q t 2 q + y h + x pq h ( hτ ) + ( h ) + Ω p 2 2 ζ gp p + q 1 + gh + yy y C h τ 2 2. ρ w y x h fvv + ρ xy ( p ) o y a = w xy (3) Keterangan: h(x,y,t) = kedalaman perairan [= ζ d, m] d(x,y,t) ζ(x,y,t) = kedalaman perairan bervariasi terhadap waktu [m] = elevasi permukaan [m]

59 41 p,q(x,y,t) = densitas flux dalam arah x- dan y- [m 3 /s/m] = (uh,vh); (u,v) = kecepatan rata2 kedalaman dalam arah x- dan y- C(x,y) = Chezy resistance [m ½ /s] G = percepatan gravitasi [m/s 2 ] f(v) = faktor gesekan angin V, V x, V y (x,y,t) = kecepatan angin dan komponen dalam arah x- dan y- [m/s] Ω(x,y) = parameter Coriolis, tergantung latitude [s -1 ] Pa(x,y,t) = tekanan atmosfir [kg/m/s 2 ] ρw = densitas air [kg/m 3 ] x, y = jarak koordinat [m] t τ xx, τ xy, τ yy = waktu [s] = komponen shear stress 3.7. Parameter Oil Spill Spreading Fay (1969) dalam DHI (2006b) telah membangun teori tiga fase spreading dari lapisan minyak, yaitu : 1. Fase primer, hanya gravitasi (spreading) dan inersia (perlambatan); 2. Fase intermediate, gravitasi dan viskositas (perlambatan); 3. Fase final, tegangan permukaan (spreading) equilibrium dengan viskositas. Mackay et al. (1980) dalam DHI (2006b) kemudian membangun modifikasi formula viskositas-gravitasi dari teori Fay untuk perluasan area lapisan minyak berdasarkan asumsi berikut ini: 1. Minyak dapat dianggap sebagai massa yang homogen;

60 42 2. Lapisan minyak diasumsikan menyebar sebagai lapisan tipis dan kontinu dalam bentuk melingkar; 3. Diasumsikan tidak ada massa yang hilang dari lapisan. Berdasarkan asumsi tersebut, perubahan area lapisan minyak (A oil ) terhadap waktu dapat digambarkan dalam persamaan berikut: da dt oil = K a A 1 3 oil V A oil oil 4 3 (4) Keterangan : K a = konstanta [detik -1 ] t = waktu [detik] A oil = πr oil 2 [m 2 ] Volume lapisan minyak didapat dengan menggunakan persamaan berikut: V oil = R π h 2 oil s (5) Untuk mengetahui ketebalan awal lapisan minyak, dapat diestimasi dengan cara: h s = 10 cm pada t = 0 Beberapa waktu setelah terjadinya tumpahan di laut, minyak akan berhenti menyebar hingga titik tuang dari partikel-partikel minyak tersebut melewati suhu air laut Evaporation Untuk menghitung tingkat penguapan minyak, diberikan beberapa asumsi sebagai berikut:

61 43 1. Tidak terdapat batas difusi dalam lapisan minyak. Hal ini secara umum merupakan asumsi pada temperatur minyak di atas 0 C dan ketebalan lapisan minyak di bawah 5-10 cm. 2. Minyak tercampur sempurna (ideal). 3. Komponen tekanan parsial di udara dapat diabaikan jika dibandingkan dengan tekanan uap. Dengan asumsi tersebut maka tingkat evaporasi dapat digambarkan sebagai berikut: N e i = k ei P SAT i Mi / RT X ρ i i 2 [ m m s] 3 / (6) Keterangan : N e k e P SAT R T M X ρ i = tingkat penguapan = koefisien transpor massa = tekanan uap = konstanta gas = suhu = berat molekul = fraksi mol = densitas dari fraksi minyak = jenis fraksi minyak ke-i Perkiraan nilai k ei dapat dihitung berdasarkan pada Mackay et al. (1980) dalam DHI (2006b) dan didefinisikan sebagai berikut: k ei = k A oil S 2 3 Ci U 0.78 w [ m / s] (7)

62 44 Keterangan : k = konstanta (dapat diestimasi) A oil = luas lapisan minyak [m 2 ] S Ci U w = konstanta penguapan Schmidts untuk komponen i = kecepatan angin [m/detik] Vertical Dispersion Fraksi dispersi lapisan minyak di permukaan laut yang masuk ke kolom perairan per unit waktu dihitung sebagai fraksi yang hilang di permukaan laut dengan kondisi non-wave breaking, dan dapat dihitung dengan persamaan: D = D D a b (8) dimana D a merupakan fraksi dari dispersi minyak di permukaan laut per detik, sedangkan D b merupakan fraksi dari dispersi minyak yang tidak kembali ke lapisan minyak yang dapat digambarkan dengan persamaan: ( + U ) Da = w (9) dimana : U w = kecepatan angin dan 1 Db = 1+ 50μ h γ oil s ow (10) dimana : μ oil h s = viskositas minyak [cp] = ketebalan lapisan minyak [cm] γ ow = tegangan permukaan minyak-air [dyne cm -1 ]

63 Tingkat naiknya kembali dispersi butiran minyak ke permukaan dapat dihitung dengan persamaan: 45 dv dt oil a ( D ) = D 1 b (11) Dissolution Dengan asumsi bahwa konsentrasi dari hidrokarbon dapat diabaikan jika dibandingkan dengan solubility, maka tingkat pelarutan (disolusi) dapat digambarkan sebagai berikut: dv dt dsi = KsC i sat i X mol i Mi A ρ i oil (12) Keterangan : sat C i X mol M = daya larut fraksi minyak ke-i [mg/kg air] = molar fraksi dari fraksi minyak ke-i = berat molar dari fraksi minyak ke-i [kg/mol] ρ = densitas fraksi i [kg/m 3 ] A oil = area tumpahan minyak [m 2 ] Koefisien transfer massa untuk proses disolusi pada persamaan diatas dapat dihitung sebagai berikut: 6 K S i = e i (13) dimana : 1,4 untuk alkanes e i = 2,2 untuk aromatics 1,8 untuk oilfines

64 Emulsification Proses emulsifikasi dapat diketahui dengan mengasumsikan reaksi yang terjadi sebagai reaksi yang setimbang. Oil + water Water in oil emulsion Perubahan kandungan air terhadap waktu dy w dt dapat dijelaskan sebagai berikut: dy w = R 1 R 2 dt (14) Dimana R 1 adalah tingkat pengambilan air. Nilai R 1 tersebut akan bertambah seiring dengan bertambahnya suhu dan kecepatan angin. Nilai R 1 dapat dijabarkan dalam persamaan berikut: 2 ( 1+ Uw) max R = K ( yw y ) μ 1 1 w oil (15) Keterangan : U w μ oil max y w y w K 1 = kecepatan angin = viskositas minyak = kandungan air maksimum (masukan) = kandungan air dalam minyak = koefisien yang harus diestimasi (masukan) R 2 adalah tingkat pelepasan air. Nilai R 2 berkurang seiring dengan peningkatan kandungan aspal, wax dan surfactan dalam minyak, dan dengan penambahan viskositas minyak. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: R = K As Wax μ oil y w (16) Keterangan : As = kandungan aspal dalam minyak [wt%]

65 1K 10 5 = 47 Wax K 2 = kandungan lilin dalam minyak [wt%] = koefisien yang diestimasi Selanjutnya konstanta emulsifikasi K 1 dan K 2 dapat diestimasi dengan: [kg/m 3 ] [kg(wt%)/s] Koefisien K 1 dan K 2 dapat diestimasi menggunakan data eksperimen dari pengendalian oil spill (Haltenbanken, 1984 in DHI, 2006b) Heat transport Tekanan uap dan viskositas lapisan minyak sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu pada lapisan minyak dapat menjadi lebih hangat daripada udara dan laut sekitar. Oleh karena itu dibangun model untuk menghitung suhu lapisan minyak. Gambar 15 memperlihatkan transfer bahang dari lapisan minyak ke udara dan air laut. Gambar 15. Transfer Bahang Antara Udara, Lapisan Minyak, dan Air Laut Keterangan: 1 = transfer bahang antara lapisan minyak dan udara, 2 = lapisan minyak menerima dan memancarkan radiasi dari dan ke udara, 3 = lapisan minyak menerima radiasi matahari, 4 = bahang hilang dari lapisan minyak akibat evaporasi,

66 48 5 = transfer bahang antara lapisan minyak dan air laut, 6 = lapisan minyak menerima dan memancarkan radiasi dari dan ke laut. 1) Transfer bahang antara minyak dan udara Transfer bahang antara lapisan minyak dan atmosfir dapat dijelaskan dalam persamaan berikut: H oil air T = A oil k oil air H ( Tair Toil ) (17) dimana : k oil air H = k m ρ C a pa Sc P r 0.67 air (18) Keterangan Sc T oil T air = Schmidt s number = suhu minyak [Kelvin] = suhu udara [Kelvin] ρ a = densitas udara [kg/m 3 ] C pa = kapasitas bahang udara [j/kg/ C] Sedangkan bilangan Prandtl s dihitung sebagai : P r C pa ρa = ( 0.003T ) air (19) Dimana kapasitas bahang udara diberikan dalam persamaan (40). Jika tidak terdapat evaporasi, maka k H oil-air dapat dengan mudah dihitung oleh Duffie dan Beckmann (1974) dalam DHI (2006b) sebagai berikut: oil air k H = 5,7 + 3, 8 U w (20)

67 49 2) Transfer bahang antara minyak dan air Transfer bahang antara lapisan minyak dan air dijelaskan sebagai berikut: H oil water T = A oil k oil water H ( T T ) water oil (21) dimana k H oil-water adalah koefisien transfer bahang yang dihitung oleh Bird et al. (1960) dalam DHI (2006b): k oil water H = ρwc pw Re Prw (22) Kapasitas bahang dari air diberikan dalam persamaan (42). Bilangan Prandtl dari air didasarkan pada persamaan berikut (Duffie dan Beckman, 1974 in DHI, 2006b). Pr w = C pw v w ρ w ( T ) w (23) Re merupakan bilangan Reynolds untuk menghitung koefisien transfer bahang minyak-air yang dijelaskan dalam persamaan berikut: 4Aoil vrel Re = π (24) η w dimana v rel merupakan viskositas kinematik dari lapisan minyak. 3) Solar Radiation Radiasi matahari yang diterima oleh lapisan minyak tergantung pada beberapa parameter, seperti lokasi terjadinya tumpahan minyak, hari dan waktu penyinaran, perawanan, kandungan air, debu dan ozon di udara. Variasi radiasi matahari dalam satu hari diasumsikan menjadi sinusoidal:

68 50 Kt, H H ( t) = max o sin π t t t t sunset sunrise sunrise 0, otherwise, t sunrise t t sunset (25) Penyinaran dimulai pada t sunrise dan berakhir pada t sunset. t sunrise t sunset t sunset = waktu matahari terbit = waktu matahari terbenam bisa dihitung dengan menambahkan panjang hari (T d ) pada t sunrise t sunset = t sunrise + T d [S] (26) Panjang hari dihitung dengan persamaan berikut: T d = acos(tan ø tan ς) (27) dimana ø = lintang (utara positif) ς = deklinasi (posisi angular matahari pada tata surya ) 284+ n ς sin (28) H o max merupakan radiasi pada siang hari, yang dihitung oleh Duffie dan Beckmann (1974) in DHI (2006b). H max o = t 12 K sunset t t sunrise I sc 360 n cos 365 ( cos( φ) cos( ζ ) sin( ω ) + ω sin( φ) sin( ζ )) s s (29) Keterangan: I sc n = konstanta matahari = [W/m] = jumlah hari dalam satu tahun

69 51 ω s = sudut matahari terbit, matahari siang dianggap nol, dan setiap jam sama dengan 15 longitude dan K H = H t = o radiasi matahari yang mencapai radiasi keseluruhan permukaan (30) Jika langit tidak berawan, K t 0.75; Jika tidak K t akan berkurang seiring pertambahan perawanan. Fraksi besar, a (albedo), dari radiasi matahari yang mencapai tanah akan dipantulkan. Maka masukan bahang bersih dari radiasi matahari dihitung menjadi: 2 (1 a ) H ( t ) [ W / m ] (31) 4) Memancarkan dan menerima radiasi Lapisan minyak akan kehilangan dan menerima bahang dari panjang gelombang radiasi yang dipancarkan. Jumlah bahang yang diterima dan hilang karena radiasi dengan mudah dihitung dengan menggunakan hukum Stefan- Boltzman. Jumlah bahang bersih yang diterima oleh lapisan minyak dihitung dengan persamaan: H rad total = σ ( l T + l T 2 l T ) [ W / m ] udara udara air air min yak min yak (32) Keterangan : σ l udara, l air, l minyak T udara,t air, T minyak = konstanta Boltzman = 5, [W/(m 2 K)] = emisivitas udara, air dan minyak = temperatur udara, air dan minyak

70 52 5) Bahang hilang akibat evaporasi Pendinginan lapisan minyak akibat evaporasi akan menyebabkan lapisan minyak tersebut kehilangan bahang. H vapour = numberof component i Ni ΔH vi 2 [ W / m ] (33) dimana : H vi = bahang penguapan dari komponen i [J/mol] Keseimbangan bahang dinamis untuk lapisan minyak diberikan dalam persamaan berikut ini: dt dt oil 1 = ξ C + h p ow h dv + dt [( 1 a) H + ( l T + l T 2 l T )] ( T T ) + h ( T T ) water water w oil ξ C pw air oa air air dv + dt oil ξ water oil oil C water poil i oil N ΔH vi oil ( Twater Toil ) Aoil (34) Keterangan : dw water dt = tingkat pengambilan air [m 3 /s] dv oil dt C po C pw = jumlah butiran air terdispersi yang muncul ke permukaan [m 3 /s] = kapasitas bahang minyak [J/kg C] = kapasitas bahang air [J/kg C] Sifat Fisik dan Kimia Minyak Sifat dari minyak secara menyeluruh tergantung pada sifat dari unsurunsur penyusunnya. Unsur-unsur penyusun minyak tersebut mengalami pelapukan pada tingkat yang berbeda, maka sifat dari lapisan minyak akan berubah terhadap waktu. Sifat dari minyak dijelaskan dengan membagi minyak

71 ke dalam delapan fraksi, yang ditentukan berdasarkan sifat distilasi dan struktur kimianya (alkana atau aromatic). Tabel 7 menjelaskan mengenai fraksi tersebut. 53 Tabel 7. Fraksi Minyak Berdasarkan Struktur Kimia Fraksi Deskripsi Boiling Range 1 C 6 -C 12 (Paraffin) C 2 C 13 -C 25 (Paraffin) C 3 C 6 -C 12 (Cycloparaffin) C 4 C 13 -C 23 (Cycloparaffin) C 5 C 6 -C 11 (Aromatic) C 6 C 12 -C 18 (Aromatic) C 7 C 9 -C 25 (Naphteno-aromatic) C 8 Residual (incl. heterocycles) >400 C Sumber: DHI, 2006b Viskositas minyak akan bertambah selama proses pelapukan, terutama akibat proses evaporasi dan emulsifikasi. Viskositas sangat tergantung pada temperatur lapisan. Viskositas minyak dapat dihitung dalam tiga langkah. Pertama, menghitung viskositas lapisan minyak tanpa masukan air pada T ref =100 F, menggunakan persamaan Kendall-Monroe: 8 3 oil 1 3 vt REF = X ivi i= 1 (35) dimana : X i = fraksi model dari i Kedua, menghitung viskositas lapisan minyak pada temperatur aktual: log log 0.7 log log 0.7 log (36) Keterangan : T ν = temperatur [K] = viskositas kinematik pada suhu T [Cs] B = 3.98

72 54 Ketiga, menghitung viskositas lapisan pada suhu aktual dan kandungan air, menggunakan persamaan Hossain dan Mackay (1980) dalam DHI (2006b). exp (37) Keterangan : C 4 F e = kandungan dimensionless dalam minyak [wt%] = fraksi minyak yang menguap Efek kombinasi dari emulsifikasi dan evaporasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut, dimana penjumlahan dari dua efek tersebut dalam bentuk diferensial yaitu. (38) Tegangan permukaan dari minyak dapat dengan mudah dihitung dengan: (39) Kapasitas bahang dari udara, minyak dan air diberikan dalam persamaan berikut ini dengan suhu dalam Kelvin: (40) (41) (42) Untuk minyak tanpa kandungan air, perhitungan titik tuang dapat menggunakan pendekatan berikut ini:, (43) Titik tuang bertambah untuk emulsifikasi dan dihitung dengan persamaan berikut: P = P + P K p oil water p oil p oil p 2 y (44)

73 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Verifikasi Hasil Pemodelan Verifikasi Angin Musim Barat Kecepatan angin masukan model memiliki nilai maksimum pada bulan Februari 2007 sebesar 4.2 meter/detik dengan arah menuju timur laut dan nilai minimum sebesar 0.25 meter/detik dengan arah menuju timur. Rata-rata kecepatan angin masukan model pada bulan tersebut adalah 1.90 meter/detik. Grafik nilai kecepatan serta arah angin masukan model selama bulan Februari 2007 di Cilacap ditunjukkan pada Gambar 16. Kecepatan angin hasil pengukuran lapang di Stasiun Meteorologi Cilacap pada bulan yang sama memiliki nilai maksimum sebesar 6.18 meter/detik dengan arah menuju tenggara dan nilai minimum sebesar nol meter/detik. Nilai rata-rata kecepatan angin hasil pengukuran insitu yaitu sebesar 1.19 meter/detik. Nilai kecepatan serta arah angin insitu selama bulan Februari 2007 di Cilacap ditunjukkan pada Gambar 17. Gambar 16. Arah [ ] dan Kecepatan Angin [m/s] Masukan Model pada Musim Barat 2007 di Perairan Cilacap 55

74 56 Gambar 17. Arah [ ] dan Kecepatan Angin [m/s] Insitu pada Musim Barat 2007 di Perairan Cilacap Pada bulan Februari 2007, angin masukan model maupun hasil pengukuran insitu bertiup dengan kecepatan dan arah yang bervariasi (Gambar 18). Angin masukan model yang bertiup ke arah timur memiliki frekuensi tertinggi yaitu lebih besar dari 20%. Frekuensi angin yang mengarah ke tenggara sekitar 20%, sedangkan frekuensi angin yang bertiup ke arah selatan kurang dari 15%. Kecepatan angin tertinggi, yaitu pada kisaran empat hingga lima meter/detik terutama terjadi saat angin sedang bertiup ke arah timur dan timur laut. Angin hasil pengukuran insitu dominan bertiup ke arah selatan dengan frekuensi bertiup lebih dari 50%. Kecepatan angin yang bertiup ke arah tersebut sebagian besar berada pada kisaran nol sampai satu meter/detik. Sementara itu angin yang bertiup ke arah lainnya pada musim yang sama umumnya memiliki intensitas masing-masing sekitar lebih kurang 10%. Kecepatan angin tertinggi yaitu di atas lima meter/detik terjadi pada saat arah angin sedang bertiup ke tenggara.

75 57 INPUT MODEL INSITU Gambar 18. Windrose Arah dan Kecepatan Angin Masukan Model dan Insitu pada Musim Barat 2007 di Perairan Cilacap Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa data angin yang menjadi masukan model memiliki pola yang cukup berbeda dengan data angin hasil pengukuran lapang BMKG. Data angin yang digunakan untuk masukan model memiliki nilai rata-rata yang lebih besar dari data angin insitu. Salah satu faktor penyebab perbedaan nilai kedua data tersebut yaitu terdapat perbedaan metode pengukuran arah dan kecepatan angin antara IFERMER dan BMKG. Selain itu, perbedaan interval pengukuran antara IFREMER dan BMKG akan mempengaruhi data angin yang dihasilkan. Interval pengukuran yang lebih rapat akan memperbesar keakuratan data angin yang dihasilkan. Nilai data masukan model yang lebih besar dapat memperbesar data hasil keluaran. Data angin yang digunakan untuk model memiliki frekuensi arah bertiup hampir merata ke segala arah terutama ke arah timur dan tenggara, sedangkan data

76 angin hasil pengukuran lapang memiliki nilai intensitas yang cenderung dominan ke arah selatan Musim Timur Pada musim timur, kecepatan angin maksimum hasil masukan model yaitu sebesar 7.75 meter/detik dengan arah bertiup menuju barat laut. Sedangkan kecepatan angin minimum dari hasil masukan model tersebut adalah 3.35 meter/detik dengan arah bertiup juga menuju barat laut. Rata-rata kecepatan angin hasil masukan model pada musim timur ini yaitu sebesar 5.27 meter/detik. Grafik kecepatan serta arah angin hasil model selama bulan Agustus 2007 di Cilacap disajikan pada Gambar 19. Kecepatan angin hasil pengukuran lapang pada musim timur 2007 memiliki nilai maksimum sebesar meter/detik dan bertiup ke arah barat. Sedangkan nilai minimum kecepatan angin pada musim tersebut yaitu sebesar nol meter/detik. Nilai rata-rata kecepatan angin insitu pada musim timur adalah 2.80 meter/detik. Grafik kecepatan angin insitu selama bulan Agustus 2007 di Cilacap ditampilkan pada Gambar 20. Gambar 19. Arah dan Kecepatan Angin Masukan Model pada Musim Timur 2007 di Perairan Cilacap

77 59 Gambar 20. Arah dan Kecepatan Angin Insitu pada Musim Timur 2007 di Perairan Cilacap Gambar 21 menampilkan grafik kecepatan dan pola arah angin masukan model dan insitu pada musim timur 2007 di Cilacap. Angin masukan model pada musim timur dominan bertiup ke arah barat laut dengan frekuensi bertiup sebesar 70%. Sementara itu, hanya 30% dari arah keseluruhan angin yang bertiup mengarah ke barat. Kecepatan angin terbesar yaitu lebih dari tujuh meter/detik terjadi pada saat angin bertiup menuju timur laut. MASUKAN MODEL INSITU Gambar 21. Windrose Arah dan Kecepatan Angin Masukan Model dan Insitu pada Musim Timur 2007 di Perairan Cilacap

78 60 Angin insitu pada musim timur dominan bertiup ke arah barat dengan frekuensi mencapai 65% dan berkecepatan lebih dari tujuh meter/detik (Gambar 21). Sebanyak 15% dari total keseluruhan angin yang bertiup pada bulan Agustus 2007 menuju ke arah barat laut dan 15% sisanya bertiup ke selatan, sedangkan kurang dari 5% angin yang bertiup ke arah barat daya. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pada bulan Agustus 2007 rata-rata kecepatan angin yang digunakan dalam masukan model memiliki nilai yang jauh lebih besar dibandingkan dengan rata-rata kecepatan angin hasil pengukuran lapang. Perbedaan nilai tersebut dipengaruhi oleh perbedaan metode pengukuran antara IFREMER dengan BMKG. Selain itu, interval pengukuran yang dilakukan BMKG lebih rapat jika dibandingkan dengan IFREMER. Hal tersebut akan mempengaruhi keakuratan data, dimana interval pengukuran yang lebih rapat akan semakin mendekati kondisi angin yang sebenarnya. Besarnya kecepatan angin masukan model akan menyebabkan pengaruh angin pada model sebaran lapisan minyak di permukaan laut Cilacap pada musim timur menjadi lebih besar dari kondisi sebenarnya. Namun masing-masing dari data angin tersebut menunjukkan frekuensi arah bertiup yang cenderung sama yaitu dominan menuju arah barat dan barat laut. Perbandingan sebaran data angin insitu dan data angin yang digunakan untuk pemodelan dalam bentuk vektor U dan vektor V pada bulan Agustus 2007 disajikan dalam Gambar 22. Masing-masing data insitu maupun data angin masukan pemodelan dibuat dengan interval waktu yang sama. Persamaan interval waktu dilakukan untuk memudahkan dalam membandingkan kedua data tersebut. Sebagian besar dari kedua data tersebut, baik yang digunakan untuk pemodelan

79 61 maupun hasil pengukuran lapang memiliki pola sebaran yang hampir serupa. Kedua data tersebut memiliki sebaran yang seragam dan secara dominan berada pada kuadran IV. Vektor angin yang digunakan dalam masukan model memiliki sebaran yang lebih rapat dengan nilai Vektor U berada di bawah -2 radian. Sementara nilai vektor angin yang didapat dari pengukuran lapang memiliki sebaran yang lebih luas dengan nilai Vektor U dimulai dari nol. Gambar 22. Pola Scattering Data Angin Masukan Model dan Insitu di Perairan Cilacap pada Musim Timur Verfikasi Pasang Surut Musim barat Gambar 23 menyajikan perubahan tinggi muka air laut masukan model pada bulan Februari 2007 di Cilacap. Perairan Cilacap memiliki pola pasang surut campuran dominasi ganda. Tinggi muka air laut pada saat pasang tertinggi mencapai 0.86 meter di atas permukaan laut. Sedangkan tinggi muka air laut pada saat surut terendah mencapai 0.75 meter di bawah Mean Sea Level (MSL).

80 62 Gambar 23. Grafik Tinggi Muka Air Laut Hasil Prediksi Model pada Musim Barat 2007 di Perairan Cilacap Musim timur Perubahan tinggi muka air laut hasil masukan model pada bulan Agustus 2007 di perairan Cilacap mewakili kondisi pasang surut pada musim timur dan disajikan pada Gambar 24. Kenaikan muka air laut tertinggi yaitu mencapai 0.87 meter di atas permukaan laut, sedangkan muka air laut terendah pada grafik yaitu 0.75 meter di bawah Mean Sea Level (MSL). Hasil pengukuran lapang menunjukkan bahwa nilai muka air laut tertinggi terjadi saat air laut pasang yaitu 1.03 meter di atas permukaan laut (Gambar 25), sedangkan nilai muka air laut terendah saat perairan mengalami surut yaitu 0.95 di bawah Mean Sea Level. Gambar 24. Grafik Tinggi Muka Air Laut Hasil Prediksi Model pada Musim Timur 2007 di Perairan Cilacap

81 63 Gambar 25. Grafik Tinggi Muka Air Laut Hasil Pengukuran Insitu pada Musim Timur 2007 di Perairan Cilacap Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa data pasang surut hasil masukan model memiliki nilai tinggi muka laut maksimum dan minimum yang lebih rendah dari data pasang surut insitu. Gambar 26 menampilkan perbandingan fluktuasi tinggi muka air laut hasil pemodelan maupun hasil pengukuran lapang di perairan Cilacap dari tanggal 13 Agustus :00 AM hingga 16 Agustus :00 AM. Gambar 26. Perbandingan Fluktuasi Tinggi Muka Air Laut Hasil Pemodelan dan Tinggi Muka Air Laut Hasil Pengukuran Insitu di Perairan Cilacap pada Bulan Agustus 2007

82 64 Dari gambar tersebut terlihat bahwa tidak terdapat beda fase antara pasang surut hasil masukan model dan pasang surut insitu. Namun terdapat perbedaan nilai amplitudo pada kedua data pasang surut tersebut. Umumnya, tinggi muka laut hasil pengukuran insitu memiliki nilai amplitudo yang lebih besar dari data hasil masukan model. Perbedaan amplitudo pada kedua grafik pasang surut tersebut mencapai 0.15 meter. Perbedaan nilai tersebut cukup kecil dan tidak banyak berpengaruh pada sebaran lapisan minyak di Perairan Cilacap Hasil Pemodelan Hidrodinamika Kondisi hidrodinamika yang diamati setiap musimnya mengacu pada kondisi pasang surut perairan setempat, antara lain: kondisi pasang tertinggi, surut terendah, menjelang pasang dan menjelang surut saat muka laut berada pada posisi Mean Sea Level (MSL). Penentuan kondisi hirodinamika berdasarkan posisi tinggi muka laut ini bertujuan untuk membandingkan pola pergerakan arus di setiap kondisi tersebut yang akan mempengaruhi pola sebaran lapisan minyak di permukaan laut Musim Barat Menjelang Pasang (Muka Laut pada Kondisi MSL) Gambar 27 menampilkan kondisi hidrodinamika perairan Cilacap pada bulan Februari Kondisi hidrodinamika ditinjau saat air laut di titik P dalam kondisi menjelang pasang dimana muka laut berada dalam posisi Mean Sea Level (MSL). Tinggi muka air laut pada saat MSL seluruhnya berada pada kisaran nol hingga 0.07 meter di atas permukaan laut. Dalam kondisi tersebut tidak terjadi perbedaan gradien tinggi muka air laut di seluruh perairan dalam domain model.

83 65 Kondisi angin di titik P (Gambar 27) terlihat mengarah ke tenggara dengan kecepatan angin sebesar 1.3 meter/detik, sedangkan kondisi arus di titik P bergerak menuju timur laut dengan besar kecepatan arus mencapai meter/detik. Arus yang berada pada batas barat domain mengalir di sepanjang kanal utama hingga keluar menuju muara kanal. Di sepanjang Kali Donan terlihat bahwa arus yang mengalir di dalamnya bergerak menuju utara dengan kecepatan yang sangat kecil. Arus di seluruh perairan Teluk Penyu dengan kecepatan rendah bergerak cenderung menuju utara. Sebagian dari arus yang mengalir di perairan Teluk Penyu tersebut mendapat pengaruh dari pembelokan arus yang berasal dari kanal utama. Gambar 27. Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap Menjelang Pasang (Muka Laut Berada pada Kondisi MSL) pada Bulan Februari 2007 Arus yang terbentuk di perairan secara dominan masih dipengaruhi oleh kondisi surut pada fase sebelumnya. Hal ini terlihat dari arah arus yang mengarah keluar dari kanal utama menuju Teluk Penyu yang berbatasan dengan Samudera Hindia.

84 Pasang Kondisi hidrodinamika hasil pemodelan di perairan Cilacap saat perairan mengalami pasang pada bulan Februari 2007 tersaji dalam Gambar 28. Tinggi muka laut pada saat pasang di titik P yaitu 0.8 meter di atas permukaan laut, sedangkan kondisi tinggi muka air laut secara keseluruhan di perairan Cilacap berkisar antara meter di atas permukaan laut. Kondisi angin pada titik P memiliki kecepatan sebesar dua meter/detik dengan arah bertiup menuju tenggara, sedangkan kondisi arus pada titik yang sama memiliki kecepatan sebesar meter/detik dengan arah mengalir menuju barat laut. Gambar 28. Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap saat Pasang pada Bulan Februari 2007 Arus pada batas timur domain bergerak langsung menuju ke dalam perairan Cilacap dan mengalir menuju utara, sesuai dengan kondisi perairan yang sedang mengalami pasang. Semakin mendekati pantai, kecepatan arus yang dihasilkan semakin berkurang. Kondisi tersebut disebabkan oleh pengaruh gesekan dasar yang semakin besar akibat perubahan kedalaman di wilayah pantai

85 67 yang relatif lebih dangkal. Arus pada batas barat domain justru mengarah ke timur atau keluar dari perairan Cilacap. Hal tersebut disebabkan sebagian perairan Cilacap masih dipengaruhi oleh fase surut yang terjadi sebelumnya (beda fase). Arus tersebut kemudian bergabung dengan arus yang berasal dari kanal utama dan bergerak membelok menuju aliran Kali Donan Menjelang Surut (Muka Laut pada Kondisi MSL) Gambar 29 menampilkan kondisi hidrodinamika perairan Cilacap pada bulan Februari Kondisi hidrodinamika ditinjau saat air laut di titik P dalam kondisi menjelang surut dimana muka laut berada dalam posisi Mean Sea Level (MSL). Sebagian besar perairan Cilacap memiliki tinggi muka laut antara nol hingga 0.07 meter di atas permukaan laut, sedangkan disekitar batas barat domain, bagian barat kanal utama, dan disekitar muara Kali Donan memiliki tinggi muka laut berkisar antara hingga nol meter di atas permukaan laut. Kondisi angin di titik P memiliki kecepatan sebesar 2.2 meter/detik dengan arah bertiup menuju tenggara. Sedangkan kondisi arus pada titik P memiliki kecepatan sebesar meter/detik serta mengarah ke barat laut. Pola arus pada batas timur domain bergerak masuk menuju Teluk Penyu dengan kecepatan kurang dari 0.25 meter/detik. Arus tersebut bergerak menyusuri pantai Cilacap, kemudian keluar menuju batas timur domain bagian utara. Sebagian arus yang berasal dari batas timur domain berbelok menuju kanal utama kemudian mengalir menuju barat domain dengan kecepatan yang semakin besar. Semakin besarnya kecepatan arus pada daerah kanal tersebut dikarenakan kondisi perairan masih mendapat pengaruh dari fase pasang sebelumnya. Selain

86 itu kondisi geografi perairan yang menyempit dan berbentuk kanal menyebabkan arus bergerak lebih cepat. 68 Gambar 29. Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap Menjelang Surut (Muka Laut Berada pada Kondisi MSL) pada Bulan Februari Surut Gambar 30 menampilkan kondisi perairan Cilacap pada saat terjadi surut pada bulan Februari Seluruh perairan Cilacap memiliki tinggi muka laut yang merata yaitu antara meter di bawah permukaan laut. Pada saat surut, angin pada titik P bergerak ke arah tenggara dengan kecepatan bertiup mencapai 2.4 meter/detik, sedangkan arus yang dimodelkan pada titik yang sama bergerak ke arah barat laut dengan kecepatan mengalir mencapai meter/detik. Arus di seluruh perairan Teluk Penyu Cilacap bergerak masuk dari batas timur domain bagian utara, menyusuri pantai Cilacap kemudian berbelok keluar domain melalui batas timur bagian selatan. Pergerakan arus tersebut sesuai dengan fase pasang (flood tide), yaitu bergerak keluar dari domain perairan.

87 69 Sebagian kecil dari arus tersebut bergerak membelok ke arah kanal utama dengan kecepatan yang semakin kecil. Arus pada kanal utama cenderung mengarah ke barat dan bertemu dengan arus yang berasal dari Kali Donan kemudian keluar dari domain melewati batas barat domain. Dari pola arus yang terbentuk di sepanjang kanal utama, terlihat bahwa sebagian arus bergerak masuk ke alur pelayaran pada saat kondisi laut mengalami surut dikarenakan perairan di kanal utama masih dipengaruhi oleh fase pasang yang terjadi sebelumnya. Arus tersebut kemudian mengalami transisi menuju kondisi surut jika dilihat dari pola arus balik di batas utara domain dan di aliran Kali Donan yang mengarah keluar menuju muara Kali Donan. Gambar 30. Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap saat Surut pada Bulan Februari Musim Timur Menjelang Surut (Muka Laut pada Kondisi MSL) Kondisi hidrodinamika perairan Cilacap menjelang surut dalam posisi muka laut berada pada Mean Sea Level di bulan Agustus 2007 disajikan dalam Gambar 31. Tinggi muka air laut di seluruh perairan Cilacap berkisar antara 0.08

88 70 hingga nol meter di bawah permukaan laut. Arah angin di titik P bertiup menuju barat dengan kecepatan sebesar 5.9 meter/detik, sedangkan kondisi arus pada titik yang sama memiliki kecepatan sebesar meter/detik menuju barat daya. Arus yang masuk dari batas timur domain bagian selatan bergerak menuju utara menyusuri pantai Teluk Penyu dan memutar keluar di batas timur domain bagian utara. Arus yang berasal dari batas timur domain bagian selatan sebagian mengalami pembelokkan menuju kanal utama. Kondisi kanal yang menyempit menyebabkan arus yang mengalir di sepanjang kanal membesar dan bergerak menuju batas barat domain. Sebagian kecil dari arus tersebut membelok ke perairan Kali Donan menuju utara. Arus di sepanjang kali Donan kembali membesar karena aliran sungai yang semakin menyempit di sekitar dermaga tanker. Gambar 31. Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap Menjelang Surut (Muka Laut Berada pada Kondisi MSL) pada Bulan Agustus 2007 Keseluruhan pola arus saat menjelang surut terlihat masih mengarah memasuki perairan Cilacap. Kondisi perairan tersebut memiliki arah yang

89 71 berkebalikan dikarenakan masih dipengaruhi oleh fase pasang yang terjadi sebelumnya Surut Gambar 32 menyajikan kondisi hidrodinamika di perairan Cilacap pada bulan Agustus 2007 saat muka laut berada pada kondisi surut. Seluruh perairan Cilacap memiliki tinggi muka air laut antara meter di bawah permukaan laut, terkecuali pada perairan di sekitar mulut kanal hingga batas timur domain bagian selatan yang memiliki tinggi muka laut lebih rendah yaitu antara meter di bawah permukaan laut. Kondisi angin di titik P mengarah ke barat dengan kecepatan bertiup mencapai 5.4 meter/detik, sedangkan kecepatan arus di titik yang sama berkisar antara meter/detik dengan arah mengalir menuju ke barat daya. Gambar 32. Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap saat Surut pada Bulan Agustus 2007 Keseluruhan pola arus di perairan Cilacap sesuai dengan fase surut yang sedang terjadi dimana sebagian besar arus mengarah keluar dari perairan Cilacap.

90 72 Arus di sekitar Teluk Penyu bergerak masuk dari batas timur domain bagian utara setelah bergerak menyusuri pantai. Arus tersebut kemudian memutar keluar melewati batas timur domain bagian selatan. Sebagian kecil dari arus tersebut bergerak membelok dan menyusuri kanal utama menuju batas barat domain dengan kecepatan rendah. Kecepatan arus pada aliran Kali Donan juga rendah dan cenderung bergerak ke selatan menuju muara Kali Donan Menjelang Pasang (Muka Laut pada Kondisi MSL) Gambar 33 menampilkan kondisi hidrodinamika perairan Cilacap menjelang pasang pada bulan Agustus 2007 saat muka laut berada dalam posisi MSL. Dari gambar tersebut terlihat bahwa kondisi perairan seluruhnya memiliki tinggi muka laut yang seragam yaitu berada pada kisaran nol hingga 0.07 meter di atas permukaan laut. Gambar 33. Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap Menjelang Pasang (Muka Laut Berada pada Kondisi MSL) pada Bulan Agustus 2007 Kondisi angin di titik P mengarah ke barat dengan kecepatan bertiup mencapai 4.1 meter/detik, sedangkan kondisi arus di titik yang sama mengarah ke barat laut dengan kecepatan mengalir sebesar meter/detik.

91 73 Kondisi arus di perairan Cilacap saat menjelang pasang masih dipengaruhi oleh kondisi arus saat terjadi fase surut sebelumnya. Hal ini terlihat dari pola arus perairan yang masih bergerak keluar dari perairan Cilacap. Di sekitar perairan Teluk Penyu, arus bergerak masuk dari batas timur domain bagian utara kemudian keluar melalui batas timur domain bagian selatan. Sebagian kecil arus di perairan Teluk Penyu bergerak membelok ke dalam kanal utama. Perairan kanal utama juga menerima arus yang berasal dari Kali Donan dan Sungai Serayu. Pertemuan dua arus dengan arah yang berlawanan menyebabkan arah arus pada kanal menjadi tidak beraturan Pasang Kondisi hidrodinamika perairan Cilacap pada bulan Agustus 2007 saat perairan sedang mengalami pasang diperlihatkan pada Gambar 34. Tinggi muka laut saat terjadi pasang di titik P mencapai 0.82 meter di atas permukaan laut, sedangkan tinggi muka laut di seluruh perairan Cilacap berkisar antara meter di atas permukaan laut. Kondisi angin di titik P memiliki arah menuju barat dengan kecepatan bertiup mencapai lima meter/detik. Kecepatan arus di titik P mencapai meter/detik dengan arah mengalir menuju barat laut. Kondisi keseluruhan arus saat terjadi pasang umumnya mengarah ke dalam perairan Cilacap. Hal ini membuktikan bahwa kondisi perairan tidak lagi mendapat pengaruh dari fase surut yang terjadi sebelumnya. Arus di sekitar perairan Teluk Penyu masuk dari batas timur domain bagian selatan kemudian bergerak menyusuri pantai Cilacap. Arus tersebut juga membelok ke kanal utama menuju batas barat domain serta berbelok ke Kali Donan. Arus yang dihasilkan di

92 74 sepanjang kanal utama semakin membesar seiring menyempitnya aliran sungai tersebut. Gambar 34. Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap saat Pasang pada Bulan Agustus 2007 Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa arus yang mengalir di domain perairan Cilacap sangat dipengaruhi oleh pasang surut perairan setempat. Berdasarkan pengamatan pada Titik P, arus yang dihasilkan oleh model saat menjelang pasang maupun saat menjelang surut pada kedua musim masih mendapat pengaruh dari fase sebelumnya yaitu fase surut maupun fase pasang. Hal tersebut menyebabkan arus yang dihasilkan saat kondisi perairan menjelang pasang ataupun menjelang surut saat muka laut berada pada kondisi MSL memiliki arah mengalir yang berkebalikan (beda fase). Kecepatan arus di Titik P pada saat surut relatif memiliki nilai yang lebih besar jika dibandingkan dengan kecepatan arus pada saat pasang. Hal tersebut disebabkan karena arus yang melewati Titik P berasal dari dalam kanal yang lebih

93 75 sempit. Semakin sempit luas penampang zat cair, maka kecepatan mengalirnya akan semakin besar. Kondisi arus, khususnya arus permukaan di perairan Cilacap juga mendapat pengaruh dari angin yang bertiup di atasnya. Pada saat surut, kecepatan arus pada musim barat relatif lebih besar dibandingkan pada musim timur. Hal tersebut disebabkan pada musim barat, arus saat surut searah dengan arah bertiup angin sehingga resultan keduanya semakin menguatkan. Pada musim timur, arus saat surut dan angin memiliki arah yang berkebalikan sehingga resultan keduanya akan saling melemahkan. Kondisi serupa terjadi pada saat pasang, dimana kecepatan arus pada musim timur relatif lebih besar dibandingkan pada musim barat Hasil Pemodelan Pola Sebaran Total Minyak Jenis minyak yang dimodelkan dalam skenario model tumpahan minyak di Peraran Cilacap, Jawa Tengah antara lain diesel, avtur, minyak mentah, dan aspal. Dalam sub bab Hasil Pemodelan Pola Sebaran Total Minyak ini, hanya akan ditampilkan salah satu hasil pemodelan tumpahan minyak yang berasal dari jenis avtur dimana seluruh sumber tumpahannya berasal dari kapal tanker. Sementara pembahasan hasil pemodelan tumpahan minyak lainnya secara keseluruhan akan dibahas pada sub bab Pembahasan Pola Sebaran Total Minyak. Visual hasil pemodelan tumpahan minyak yang disertakan dalam penulisan ini oleh penulis hanya dapat ditampilkan dalam ukuran minimalis. Untuk melihat hasil pemodelan tumpahan minyak tersebut secara utuh dan jelas, dapat dilihat dalam DVD Hasil Pemodelan Tumpahan Minyak (terlampir).

94 Musim Barat Kondisi Awal Gambar 35 menampilkan kondisi awal terjadinya tumpahan minyak jenis avtur di perairan Cilacap pada bulan Februari Terdapat tiga sumber masukan minyak ke permukaan laut. Sumber tumpahan pertama ditandai dengan lingkaran merah yang diasumsikan masuk ke lingkungan laut disebabkan oleh kecelakaan kapal tanker pengangkut avtur. Jumlah minyak yang diskenariokan tumpah mencapai 1800 m 3 dengan waktu keluaran selama 10 menit. Gambar 35. Pola Sebaran Total Lapisan Avtur saat Kondisi Awal di Perairan Cilacap pada Bulan Februari 2007 Tumpahan minyak yang diasumsikan terjadi akibat kebocoran pengisian muatan avtur ke dalam kapal tanker ditandai dengan lingkaran berwarnaa kuning. Volume minyak yang diskenariokann tumpah berjumlah berjumlah 300 m 3 juga

95 77 dengan durasi tumpahan 10 menit. Lingkaran berwarna hijau menandakan sumber tumpahan minyak yang terjadi akibat karamnya kapal tanker yang bermuatan avtur. Jumlah total minyak yang diskenariokan tumpah yaitu 1800 m 3 dengan durasi tumpahan 25 menit. Kondisi awal perairan saat tejadi tumpahan avtur yaitu menjelang surut. Pada kondisi tersebut, lapisan minyak belum menyebar jauh dan masih berada di sekitar lokasi titik sumber dengan ketebalan masing-masing melebihi 144 mm Menjelang Pasang (Muka Laut pada Kondisi MSL) Pola sebaran tumpahan lapisan avtur di perairan Cilacap menjelang pasang pada bulan Februari 2007 disajikan dalam Gambar 36. Lapisan minyak yang bersumber dari tabrakan tanker telah menyebar menjauhi titik sumber hingga melewati Transek E1 - E2. Ketebalan pada bagian tengah lapisan minyak mencapai lebih dari 144 mm dan semakin tipis saat menjauhi pusat lapisan. Arus yang mengalir pada kanal utama memiliki kecepatan cukup besar, sehingga dapat dengan mudah membawa lapisan minyak keluar dari kanal utama. Lapisan minyak kedua yang bersumber dari kebocoran pengisian muatan tanker menyebar mendekati pantai di arah tenggara dikarenakan terpengaruh oleh angin permukaan dan terbawa oleh arus menyusur pantai. Lapisan minyak tersebut memiliki ketebalan antara mm di bagian pusat lapisan. Lapisan minyak yang berasal dari kapal tanker karam terlihat menyebar ke utara sesuai dengan gerak arus disekitarnya. Ketebalan lapisan minyak tersebut juga mencapai lebih dari 144 mm dibagian tengahnya.

96 78 Gambar 36. Pola Sebaran Total Lapisan Avtur Menjelang Pasang (Muka Laut pada Kondisi MSL) di Perairan Cilacap pada Bulan Februari Pasang Padaa Gambar 37 disajikan pola sebaran tumpahan lapisan avtur di perairan Cilacap saat mengalami pasang padaa bulan Februari Lapisan minyak yang bersumber dari tabrakan kapal tanker telah menyebar ke perairan Teluk Penyu menuju ke arah tenggaraa sesuai dengan arah pergerakan arus. Pada kondisi pasang, arus di mulut kanal mengalami transisi dari kondisi surut yang terjadi sebelumnya. Arus yang berbalik tersebut mengarah ke dalam perairan Cilacap sehingga menyebabkan lapisan minyak tertahan di mulut kanal. Arus yang berasal dari batas timur domain (Transek T1 - T2) bergerak mengarah ke utara dan menyebabkan ujung lapisan minyak tersebut menyebar mengikuti arah arus ke utara sehingga memperluas permukaan minyak. Ketebalan lapisan minyak

97 79 tersebut telah jauh berkurang, yaitu antara mm di bagian tengahnya dikarenakann telah mengalami prosess pelapukan. Gambar 37. Pola Sebaran Total Lapisan Avtur saat Pasang di Perairan Cilacap pada Bulan Februari 2007 Minyak yang berasal dari kebocoran pengisian muatan tanker telah menyebar menjauhi sumber tumpahan dan mendekati pantai utara Pulauu Nusakambangan. Lapisan minyak yang berasal dari kapal tanker karam menyebar ke arah utaraa kemudian condong ke timur laut mendekati Transek T1 - T2. Penyebaran lapisan minyak ini memiliki lintasann yang paling jauh dikarenakan arus yang masuk disekitar batas timur domain berkecepatan tinggi. Lapisan minyak tersebut juga mengalami perluasan permukaan lapisan dengan ketebalan lebih besar dari 144 mm.

98 Menjelang Surut (Muka Laut pada Kondisi MSL) Pola sebaran tumpahan minyak jenis avtur pada bulan Februari 2007 saat perairan Cilacap menjelang surut disajikan pada Gambar 38. Minyak yang berasal dari tabrakan kapal tanker menyebar dengan arah berbalik mendekati mulut kanal. Pola sebaran ini sesuai dengan pola sebaran arus di perairan sepanjang kanal yang masih dipengaruhi oleh kondisi pasang sebelumnya. Pusat lapisan minyak masih berketebalan lebih dari 144 mm, namun sebagian besar lapisan memiliki ketebalan di bawah 108 mm. Perubahan ketebalan lapisan tersebut disebabkan oleh adanya proses pelapukan. Lapisan minyak yang bersumber dari kebocoran pengisian muatan tanker menyebar sesuai dengan arah pergerakan arus yaitu menuju ke barat. Lapisan tersebut tetap berada di sekitar garis pantai utara Pulau Nusakambangan dan tidak meyebar jauh dikarenakan kecepatan arus menyusuri pantai di lokasi tersebut juga tidak terlalu besar. Ketebalan maupun luas permukaan lapisan minyak tersebut telah jauh berkurang disebabkan adanya proses pelapukan minyak. Minyak yang berasal dari kebocoran kapal tanker karam, tidak lagi terdapat dalam domain. Lapisan minyak tersebut sebelumnya telah keluar dari domain melewati Transek T1 - T2.

99 81 Gambar 38. Pola Sebaran Total Lapisan Avtur Menjelang Surut (Muka Laut pada Kondisi MSL) di Perairan Cilacap pada Bulan Februari Surut Gambar 39 menyajikan pola sebaran tumpahan lapisan avtur di perairan Cilacap saat mengalami surut pada bulan Februari Lapisan minyak yang berasal dari tabrakan kapal tanker, menyebar menjauhi mulut kanal dan cenderung bergerak mendekati pantai Pulau Nusakambangan. Lapisan minyak tersebut kemudian terpisah menjadi dua bagian. Lapisan pertama merupakan bagian dari pusat lapisan sebelumnya dan terlihat mengalami penurunann ketebalan lapisan. Lapisan kedua terbentuk dari hasil akumulasi lapisan minyak awal dan memiliki ketebalan yang lebih tinggi pada bagian tengahnya. Lapisan minyak yang berasal dari kebocoran pengisian tanker tetap menyebar di sekitar garis

100 82 pantai Pulauu Nusakambangan. Ketebalan lapisan minyak tersebut umumnya berada di bawah enam milimeter. Gambar 39. Pola Sebaran Total Lapisan Avtur saat Surut di Perairan Cilacap pada Bulan Februari 2007 Padaa gambar di atas terlihat bahwa lapisan minyak yang menyebar tepat melewati titik monitor hanya terdapat pada Titik Monitor E. Lapisan minyak yang melewati titik monitor tersebutt berasal dari peristiwa tabrakan kapal tanker di dalam kanal utama. Lapisan avtur yang terdapat di dalam domain model umumnya menyebar melewati pinggir transek. Ketebalan minyak yang melintasi masing-masing transek tidak terlihat jelas pada gambar. Hal ini dikarenakan lapisan minyak tersebut melintasi transek memiliki diameter permukaan yang kecil. Namun jika dilihat dalam Video Total Oil Avtur Barat (terlampir), maka dari seluruh transek tersebut hanya Transek T1

101 83 T2 dan Transek E1 E2 yang dilintasi oleh lapisan minyak. Transek T1 T2 terletak pada batas timur domain, sedangkan Transek E1 E2 terletak pada mulut kanal utama. Ketebalan lapisan minyak yang melewati Transek E1 E2 mencapai lebih dari 144 mm dengan diameter mencapai 200 meter, sedangkan ketebalan lapisan minyak yang melewati Transek T1 T2 mencapai lebih dari 144 mm dengan diameter mencapai 400 meter. Pergerakan lapisan minyak yang hanya melewati kedua transek tersebut disebabkan oleh pengaruh kondisi musim barat, dimana angin dominan bertiup dari arah barat Musim Timur Kondisi awal Gambar 40 menyajikan kondisi awal pola sebaran tumpahan lapisan avtur di perairan Cilacap pada bulan Agustus Tumpahan minyak pada musim timur diasumsikan memiliki sumber yang sama dengan musim barat. Kondisi perairan saat awal tumpahan yaitu sedang mengalami pasang. Lapisan minyak yang bersumber dari tabrakan kapal tanker telah menyebar jauh ke dalam kanal utama hingga berada di tepi utara kanal dengan ketebalan lapisan lebih dari 14 mm pada bagian tengahnya. Sebaran minyak tersebut bergerak ke arah barat laut sesuai dengan vektor arus dan angin. Vektor arus dan angin pada musim timur sangat berpengaruh terhadap sebaran lapisan minyak dikarenakan kecepatan angin yang cukup besar.

102 84 Gambar 40. Pola Sebaran Total Lapisan Avtur saat Kondisi Awal di Perairan Cilacap pada Bulan Agustus 2007 Lapisan minyak yang berasal dari kebocoran saat pengisian tanker menyebar searah dengann arah angin hingga mencapai mulut kanal. Bagian tengah lapisan avtur memiliki ketebalan hingga mm sementara minyak yang melewati pada Titik Monitor E memiliki ketebalan lebih dari 100 mm. Lapisan minyak yang bersumberr dari tanker karam menyebar menujuu ke arah barat laut perairan Teluk Penyu. Ketebalan lapisan tersebut mencapai 144 m Menjelang Surut (Muka Laut pada Kondisi MSL) Pola sebaran tumpahan minyak di perairan Cilacap menjelang surut pada bulan Agustus 2007 disajikan pada Gambar 41. Lapisan minyak yang bersumber dari tabrakan kapal tanker telah menyebar menuju ke arah barat laut mengikuti arah pergerakan arus menyusur pantai di sepanjang kanal. Pergerakan lapisan

103 85 minyak tersebut kemudian terhalang oleh dermaga yang terletak di sebelah barat daratan Cilacap, sehingga minyak terjebak dan terakumulasi. Luas permukaan lapisan minyak tersebut menjadi berkurang namun ketebalannya bertambah di seluruh bagian lapisan hingga mencapai lebih dari 144 mm. Gambar 41. Pola Sebaran Total Lapisan Avtur Menjelang Surut (Muka Laut pada Kondisi MSL) di Perairan Cilacap pada Bulan Agustus 2007 Lapisan minyak yang berasal dari kebocoran pengisian muatan tanker menyebar jauh ke dalam kanal sesuai dengan pergerakan arus di sepanjang kanal dan menyebar di bagian selatan daratan Cilacap. Luas permukaan lapisan tersebut semakin membesar, namun ketebalannya semakin berkurang yaitu berada pada kisaran antara mm. Lapisan minyak yang bersumber dari kapal tanker karam telah menyebar ke utara perairan Teluk Penyu. Luas permukaan lapisan

104 86 tersebut semakin membesar dan ketebalan lapisannya mencapai lebih dari 144 mm. Sementara di bagian tepi lapisan, ketebalannya hanya mencapai mm Surut Gambar 42 menyajikan pola sebaran tumpahan lapisan avtur di perairan Cilacap saat mengalami surut pada bulan Agustus Arah arus yang bergerak ke barat laut membuat lapisan minyak yang bersumber dari tabrakan kapal tanker tetap terperangkap di sekitar dermaga pelabuhan. Keadaan tersebut yang disertai dengan proses pelapukan membuat lapisan minyak mengalami pengurangan luasan permukaan maupun ketebalan lapisan minyak. Lapisan minyak yang berasal dari kebocoran pengisian muatan tanker menyebar mengikuti arah arus menyusuri pantai menuju ke batas barat domain (Transek B1 - B2). Lapisan minyak tersebut mengalami penurunan luas permukaan serta pengurangan ketebalan lapisan hingga mencapai mm. Lapisan minyak yang berasal dari kapal tanker karam menyebar mendekati pantai Cilacap. Pada saat terjadi pasang, lapisan minyak bergerak mendekati pantai menuju utara. Namun saat terjadi surut, arus berbalik kembali ke selatan dan diikuti oleh lapisan minyak. Lapisan minyak tetap berada di sekitar pantai akibat dipengaruhi oleh arus menyusur pantai serta angin yang bertiup. Luas permukaan lapisan minyak semakin membesar dengan ketebalan lapisan tetap lebih besar dari 144 mm pada bagian pusatnya.

105 87 Gambar 42. Pola Sebaran Total Lapisan Avtur saat Surut di Perairan Cilacap pada Bulan Agustus Menjelang Pasang (Muka Laut pada Kondisi MSL) Pola sebaran total lapisan avtur pada di perairan Cilacap saat menjelang pasang padaa bulan Agustus 2007 disajikan dalam Gambar 43. Lapisan minyak yang berasal dari tabrakan kapal tanker maupun yang bersumber dari kebocoran pengisian muatan tanker sudah tidak tampak lagi pada gambar. Lapisan tersebut telah mengalami pelapukan serta terbawa arus keluar dari domain model. Meskipun begitu, masih terdapat minyak yang terakumulasi dan terdampar di sekitar beberapa dermaga dengan ketebalan lebih dari 144 mm. Sementara itu, lapisan minyak yang berasal dari kapal tanker karam menyebar kembali ke pantai Cilacap sesuai dengan pergerakan arus menyusur pantai setelah sebelumnya keluar dari domain model melewati Transek U1 - U2

106 88 dengan diameter mencapai 200 meter. Terdapat lapisan minyak yang mengarah masuk ke dalam mulut dermaga nelayan. Ketebalan lapisan avtur meningkat dimana hampir seluruh permukaannya memilikii ketebalan lebih dari 1444 mm. Gambar 43. Pola Sebaran Total Lapisan Avtur Menjelang Pasang (Muka Laut pada Kondisi MSL) di Perairan Cilacap pada Bulan Agustus Pasang Gambar 44 menyajikan pola sebaran tumpahan lapisan avtur di perairan Cilacap saat pasang pada bulan Agustus Lapisan minyak yang masih berada dalam domain model berasal dari kapal karam di perairan Teluk Penyu. Adanya gerak arus yang memasuki perairan Cilacap saat terjadi pasang menyebabkan lapisan minyak tersebut menyebar memasuki dermaga nelayan. Ketebalan lapisan minyak tersebut berkisar antara 24 mm hingga mencapai lebih dari 144 mm.

107 89 Gambar 44. Pola Sebaran Total Lapisan avtur saat Pasang di Perairan Cilacap pada Bulan Agustus 2007 Padaa gambar di atas terlihat bahwa hanya Titik Monitor E yang dilintasi oleh lapisan avtur dengan ketebalan lebih dari 100 mm. Pola sebaran lapisan minyak umumnya melewati bagian pinggir dari masing-masing transek. Lapisan minyak yang berasal dari kebocoran pengisian muatan tanker menyebar melewati Titik Monitor E dan melewati Transek E1 E2 dengan diameter mencapai 100 meter. Lapisan avtur yang dimodelkan tumpah pada musimm timur samaa sekali tidak menyebar melewati Transek T1 T2. Hal tersebut terjadi karena sebaran lapisan minyak di permukaan laut dipengaruhi oleh kondisi angin pada musim timur yang dominan bergerak dari timur menujuu barat dan barat laut.

108 90 Kecilnya diameter permukaan minyak saat melintasi transek menyebabkan sebaran lapisan avtur tidak tampak jelas. Transek U1 U2 dilintasi lapisan minyak dengan posisi lintasan cenderung berada di sekitar Titik U1 yang berbatasan dengan garis pantai Cilacap. Pola sebaran minyak yang demikian disebabkan oleh adanya gerak arus menyusuri pantai serta pengaruh kondisi angin yang bertiup menuju barat laut dengan kecepatan yang cukup besar. Lapisan minyak yang melewati Transek U1 U2 memiliki ketebalan lebih dari 150 mm dan diameter mencapai 200 meter. Transek W1 W2 dan Transek B1 B2 juga dilintasi oleh lapisan minyak yang berasal dari dalam kanal utama. Lapisan minyak yang melewati kedua transek tersebut memiliki luas permukaan yang kecil namun ketebalan lapisannya cukup besar. Lapisan minyak yang melewati Transek B1 B2 memiliki ketebalan mencapai 120 mm dan diameter mencapai 100 meter, sedangkan lapisan minyak yang melintasi Transek W1 W2 memiliki ketebalan lebih dari 150 mm Pembahasan Pola Sebaran Tumpahan Minyak Seluruh lapisan minyak yang diasumsikan tumpah di perairan Cilacap dalam pemodelan ini, mengalami proses pelapukan seperti evaporasi, disolusi, emulsifikasi dan dispersi vertikal. Total ketebalan minyak dari berbagai proses tersebut selama mengalami pelapukan disebut sebagai total minyak (total oil). Total ketebalan lapisan pada masing-masing jenis minyak memiliki nilai yang bervariasi (Tabel 8).

109 Pasaang ASPAL CRUDE AVTUR DIESEL Tabel 8. Perbandinga P an Pola Sebaaran Total Lapisan L Dieesel, Avtur, Minyak Meentah, dan Aspal A pada Berbagai B K Kondisi Muk ka Laut saat Musim Barrat dan Mussim Timur di Perairan Cilacap Taahun 2007 MUSIIM TIMUR MUS SIM BARA AT R Meenjelang Pa asang Pa asang Meenjelang Su urut Su urut Meenjelang Su urut Surrut Men njelang Pasang na Skala Warn Diesel Avtu ur Crude Aspaal

110 92 Total lapisan minyak yang tumpah pada musim barat dan musim timur memiliki pola sebaran yang berbeda. Perbedaan pola sebaran tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain perbedaan kondisi awal pemodelan pada masingmasing musim serta perbedaan kondisi angin pada kedua musim. Pada musim barat, pemodelan tumpahan minyak dimulai saat kondisi perairan sedang mengalami pasang sehingga arus di sekitar perairan bergerak ke luar domain. Kondisi angin pada musim barat yang bertiup ke arah barat dan tenggara menyebabkan resultan antara arus dan angin saling menguatkan sehingga lapisan minyak ikut menyebar jauh menuju Teluk Penyu. Daerah perairan yang rawan terkena pencemaran tumpahan minyak pada terutama di sekitar pesisir utara Pulau Nusakambangan dan perairan Teluk Penyu serta tepi timur aliran Kali Donan. Pada musim barat, tingkat kerawanan pencemaran minyak pada perairan Cilacap bersifat sementara serta high recovery dikarenakan sebagian besar lapisan minyak cenderung menyebar meninggalkan domain menuju Samudera Hindia. Pada musim timur, lapisan minyak dimodelkan tumpah saat perairan sedang mengalami kondisi surut sehingga arus laut di sekitarnya mengarah masuk ke dalam perairan Cilacap. Resultan arus tersebut semakin diperkuat oleh kondisi angin pada musim timur yang bertiup kencang menuju timur dan barat laut sehingga menyebabkan lapisan minyak yang tumpah di permukaan laut tersebar cukup jauh ke dalam perairan Cilacap. Daerah perairan Cilacap yang sangat rawan terhadap pencemaran minyak yaitu meliputi aliran kanal utama, tepi barat aliran Kali Donan, dan daerah sekitar pesisir Pantai Cilacap. Lebih dari itu, tumpahan minyak pada musim timur dapat memasuki daratan melalui aliran sungai Kaliyasa yang mengalir membelah daratan Cilacap. Pola sebaran lapisan

111 93 minyak yang bergerak menuju ke dalam perairan Cilacap menyebabkan risiko kerawanan pencemaran minyak terhadap perairan Cilacap pada musim timur lebih tinggi dan lebih persistent dibandingkan pada musim barat. Pada keseluruhan proses pelapukan yang terjadi pada semua jenis minyak, lapisan aspal memiliki total ketebalan lapisan tertinggi yaitu lebih dari 192 mm. Lapisan minyak avtur dan minyak mentah memiliki ketebalan mencapai lebih dari 144 mm, sementara diesel memiliki ketebalan lapisan terkecil yaitu lebih dari mm. Lapisan minyak tersebut memiliki ketebalan yang berbeda-beda dikarenakan mengalami proses pelapukan dengan tingkat berbeda pula Hasil Pemodelan Proses Pelapukan Tumpahan Minyak di Laut Minyak yang masuk ke lingkungan perairan laut akan membentuk lapisan tipis di atas permukaan laut. Lapisan tersebut kemudian akan mengalami proses pelapukan yang disebabkan oleh pengaruh cuaca. Proses pelapukan yang terjadi pada lapisan minyak tergantung dari masing-masing jenis minyak yang tumpah. Salah satu contoh hasil pemodelan yang akan dijelaskan dalam sub bab ini yaitu proses pelapukan minyak dari jenis avtur. Tingkat pelapukan minyak tersebut dibahas per satu jam, 12 jam, 24 jam dan menjelang akhir waktu pemodelan. Pembahasan mengenai proses pelapukan masing-masing jenis minyak lainnya akan dibahas pada sub bab Pembahasan Proses Pelapukan Tumpahan Minyak di Laut Musim Barat Jam ke-1 Minyak jenis avtur yang tumpah di perairan Cilacap diasumsikan tumpah dari tiga titik sumber utama. Lapisan minyak pertama bersumber dari tabrakan

112 94 kapal tanker di sekitar dermaga tanker. Lapisan minyak kedua bersumber dari kebocoran pengisian muatan tanker, sedangkan lapisan ketiga berasal dari kapal tanker karam di alur pelayaran. Ketiga sumber tumpahan avtur dimodelkan mulai tumpah padaa waktu yang bersamaan namun memiliki total waktu tumpah yang berbeda. Gambar 45 merupakan pola sebaran serta proses pelapukan lapisan avtur yang tumpah di perairan Cilacap setelah satu jam pada bulan Februari Gambar 45. Sebaran serta Proses Pelapukan Lapisan Avtur Jam ke-1 di Perairan Cilacap pada Bulan Februari 2007 Padaa gambar tersebut terlihat bahwa satu jam setelah terjadinya tumpahan, lapisan minyak tersebut masih menyebar di sekitar titik sumber. Luas permukaan masing-masing tumpahan relatif kecil jika dibandingkan dengan volume avtur yang tumpah ke laut. Kondisi lapisan minyak yang belum menyebar serta kondisi

113 luas permukaan yang sempit membuat penyebaran lapisan minyak tersebut masih mudah untuk ditangani Jam ke-12 Sebaran serta proses pelapukan lapisan avtur yang tumpah di perairan Cilacap setelah jam ke-12 pada bulan Februari 2007 dapat dilihat pada Gambar 46. Dari gambar tersebut terlihat bahwa hanya terdapat dua lapisan avtur yang berada dalam domain perairan Cilacap. Lapisan minyak pertama yang bersumber dari tabrakan kapal tanker menyebar di mulut kanal dan memiliki luas permukaan yang cukup besar dengan panjang lapisan mencapai 1.2 km dan lebar lapisan 0.4 km. Lapisan avtur kedua yang bersumber dari kebocoran pengisian muatan menyebar di dekat pantai utara Pulau Nusakambangan dan membentuk garis dengan panjang lapisan mencapai 0.3 km. Lapisan minyak pertama menyebar keluar dari kanal utama dan telah melakukan perjalanan sepanjang 2.2 km, sedangkan lapisan minyak kedua menyebar menuju pantai Pulau Nusakambangan sejauh 1.2 km dari titik sumbernya. Lapisan avtur ketiga yang bersumber dari kapal tanker karam menyebar dan bergerak menuju utara sejauh 2.8 km dengan lebar lintasan mencapai 0.3 km. Lapisan tersebut kemudian keluar meninggalkan perairan Cilacap melewati batas timur domain pada jam ke-12 setelah terjadinya tumpahan. Proses evaporasi lapisan minyak yang bersumber dari tabrakan kapal tanker memiliki tingkat evaporasi antara nol hingga mm. Sedangkan pada lapisan minyak yang bersumber dari kebocoran pengisian muatan memiliki tingkat evaporasi antara mm. Proses disolusi lapisan minyak

114 96 yang pertama memiliki tingkat disolusi antara 5 x x 10-7 mm, sedangkan pada lapisan kedua memiliki tingkatt disolusi antara 3.8 x x 10-7 mm. Gambar 46. Sebaran serta Proses Pelapukan Lapisan Avtur Jam ke-12 di Perairan Cilacap pada Bulan Februari 2007 Tingkat dispersi vertikal pada lapisan minyak yang pertama sebagian besar berada pada kisaran 2.3 x x 10-7 mm, sedangkan pada lapisan minyak kedua memiliki ketebalan di atas 1.6 x 10-6 mm. Ketebalan emulsifikasi pada lapisan avtur pertama yaitu mencapai mm, sedangkann pada lapisan avtur yang kedua memiliki ketebalan antara mm. Exceedance frequency merupakan laju perubahan konsentrasi fraksi tumpahan minyak saat berada di permukaan laut. Lapisan avtur yang pertama, memiliki nilai exceedance frequency tertinggi pada lapisan yang terletak di sekitar sumber tumpahan yaitu antara %. Laju perubahan konsentrasi fraksi

115 97 tumpahan minyak tersebut semakin berkurang saat menjauhi sumber tumpahan. Exceedance frequency pada pusat lapisan minyak memiliki nilai yang lebih tinggi yaitu di atas 4.5 %, sedangkan pada perairan yang baru saja dilintasi oleh lapisan minyak, laju perubahan konsentrasi fraksi tumpahan minyak tersebut memiliki nilai yang rendah, yaitu antara nol hingga 0.4 % Jam ke-24 Sebaran serta proses pelapukan lapisan avtur yang tumpah di perairan Cilacap setelah jam ke-24 pada bulan Februari 2007 disajikan pada Gambar 47. Pada gambar tersebut terlihat bahwa kedua lapisan minyak yang terdapat di perairan Cilacap telah terakumulasi menjadi satu lapisan. Lapisan minyak pertama yang berasal dari tabrakan kapal tanker bergerak menuju pantai pulau Nusakambangan dan menyatu dengan lapisan minyak kedua. Lapisan minyak kedua yang bersumber dari kebocoran pengisian muatan sebelumnya telah lebih dahulu menyebar hingga ke pantai Pulau Nusakambangan. Panjang pantai Nusakambangan yang telah dilewati oleh lapisan avtur tersebut mencapai dua km. Di daerah pesisir Pulau Nusakambangan yang membentuk cekungan, lapisan minyak terkonsetrasi dan memiliki ketebalan evaporasi antara mm hingga mencapai mm. Sementara itu, proses disolusi pada lapisan minyak tersebut yaitu antara 2 x 10-7 mm hingga lebih dari 4.6 x 10-7 mm. Proses dispersi vertikal pada lapisan minyak di sepanjang pantai Pulau Nusakambangan memiliki ketebalan antara 7.5 x 10-8 mm hingga 3.9 x 10-7 mm. Sementara proses emulsifikasi lapisan minyak tersebut bervariasi antara mm.

116 98 Laju perubahan konsentrasi fraksi minyak cenderung semakin kecil pada seluruh areaa yang telah dilewati oleh lapisan minyak. Laju perubahan konsentrasi fraksi tetap tinggi pada lapisan minyak yang memiliki ketebalan tinggi. Gambar 47. Sebaran serta Proses Pelapukan Lapisan Avtur Jam ke-24 di Perairan Cilacap pada Bulan Februari Jam ke-96 Sebaran serta proses pelapukan lapisan avtur yang tumpah di perairan Cilacap setelah jam ke-96 pada bulan Februari 2007 disajikan dalam Gambar 48. Dalam waktu empat hari sejak terjadinya tumpahan, lapisan minyak tidak lagi menyebar di dalam domain perairan Cilacap melainkan telah hilang akibat proses pelapukan serta terbawaa arus menujuu ke luar domain perairan Cilacap. Lapisan minyak telah menyebar terutama di sekitar mulut kanal hingga mencapai daerah di sekitar batas timur domain. Jarak lintasan minyak yang membujur dari barat ke

117 99 timur telah mencapai empat kilometer, sedangkan jarak dari utara ke selatan juga mencapai empat kilometer. Gambar 48. Sebaran serta Proses Pelapukan Lapisan Avtur Jam ke-96 di Perairan Cilacap pada Bulan Februari 2007 Dalam Gambar 48 tersebut tidak lagi terlihat adanyaa lapisan minyak yang mengalami proses evaporasi, disolusi, dipersi vertikal, maupun emulsifikasi. Laju perubahan konsentrasi fraksi lapisan minyak di permukaan laut setelah jam ke-96 besar beradaa pada kisaran nol hingga 0.4%. Masih terdapat nilai laju perubahan konsentrasi fraksi yang agak tinggi di sekitar pantai Pulau Nusakambangan, yaitu antara %. Lapisan minyak tersebut memiliki nilai exceedance frequency lebih tinggi dari sekitarnya dikarenakan masih terdapat akumulasi minyak yang membuat lapisan minyak di area tersebut lebih tebal dari sekitarnya.

118 100 Dari penjelasan diatas, dapat diketahui pola proses pelapukan lapisan minyak dari masing-masing parameter yaitu nilai evaporasi, disolusi, dispersi vertikal dan emulsifikasi. Pada satu jam pertama setelah terjadinya tumpahan, lapisan avtur terlihat belum menyebar luas dari lokasi sumber. Luas permukaan lapisan minyak yang kecil menyebabkan proses pelapukan tidak dapat terlihat jelas. Pada jam ke-12, telah terlihat nilai pelapukan pada masing-masing parameter. Nilai tersebut semakin meningkat pada time step jam ke-24, kecuali pada proses dispersi vertikal. Selain itu, nilai exceedance frequency lapisan minyak pada time step tersebut juga mengalami penurunan. Setelah Jam ke-96, lapisan avtur tersebut tidak lagi mengalami proses pelapukan disebabkan seluruh lapisan minyak telah terbawa arus keluar dari domain model perairan Cilacap. Nilai yang terlihat pada time step tersebut hanya exceedance frequency yang kini memiliki nilai sangat kecil. Semakin mengecilnya laju perubahan konsentrasi fraksi lapisan minyak disebabkan karena komponen kimia yang terkandung di dalam lapisan minyak sebagian besar telah mengalami pelapukan Musim Timur Jam ke-1 Gambar 49 merupakan sebaran serta proses pelapukan lapisan avtur yang tumpah di perairan Cilacap setelah jam ke-1 pada bulan Agustus Terdapat tiga sumber tumpahan minyak yang diasumsikan tumpah ke laut dimana jenis minyak, lokasi dan jumlah tumpahannya sama seperti pada musim barat. Lapisan minyak pertama berada di pantai selatan Cilacap dengan panjang lapisan mencapai 600 meter. Lapisan minyak kedua berada di sekitar mulut kanal utama dengan panjang lapisan mencapai 400 meter. Sedangkan lapisan minyak

119 101 ketiga masih berada di tengah-tengah perairan Teluk Penyu dengan panjang lapisan mencapai 400 meter. Proses penguapan yang terjadi pada bagian tengah lapisan avtur yang pertama mencapai mm, sedangkan ketebalan evaporasi pada lapisan kedua berada di bawah mm dan pada lapisan ketiga mencapai mm. Proses evaporasi pada lapisan pertama lebih besar dibandingkan dengan lapisan lainnya. Proses disolusi pada lapisan avtur pertama memiliki ketebalan antara 1.9 x 10-7 mm hingga 2.1 x 10-7 mm. Lapisan avtur kedua dan ketiga masing-masing memiliki ketebalan di bawah 3 x 10-8 mm dan 7 x 10-8 mm dalam proses disolusi. Hal ini berbanding lurus dengan tingkat evaporasi serta proses dispersi vertikal yang terjadi pada masing-masing lapisan minyak. Proses dispersi vertikal pada lapisan minyak yang pertama sebagian besar memiliki ketebalan di atas 6.9 x 10-5 mm. Lapisan minyak kedua mengalami proses dispersi vertikal sebanyak 5.7 x x 10-6 mm, dan lapisan minyak ketiga mencapai lebih dari 6.9 x 10-6 mm pada bagian tengah lapisan. Tingkat emulsifikasi pada bagian tengah lapisan minyak pertama mencapai mm. Sementara itu, lapisan minyak kedua mengalami proses emulsifikasi dengan ketebalan di bawah 25 mm. Lapisan minyak ketiga mengalami proses emulsifikasi dengan ketebalan antara mm. Lapisan minyak pertama mengalami proses emulsifikasi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan proses emulsifikasi yang terjadi pada lapisan minyak kedua dan ketiga.

120 102 Laju perubahan konsentrasi fraksi lapisan minyak jenis avtur pada satu jam pertamaa menunjukkan tingkat yang tinggi, yaitu lebih besar dari 18% di seluruh lapisan yang tumpah. Hal ini disebabkan pada awal mula tumpahan, lapisan minyak mengalami proses pelapukan sehingga konsentrasi lapisan minyak tersebut terus mengalami perubahan. Gambar 49. Sebaran serta Proses Pelapukan Lapisan Avtur Jam ke-1 di Perairan Cilacap pada Bulan Agustus Jam ke-12 Sebaran serta proses pelapukan lapisan avtur yang tumpah di perairan Cilacap setelah jam ke-12 pada bulan Agustus 2007 disajikan dalam Gambar 50. Lapisan avtur kedua yang berasal dari kebocoran pengisian muatan tanker telah tergabung dengan lapisan avtur yang pertama. Gabungan dari kedua lapisan tersebut menyebar menuju ke dalam kanal utama. Panjang lintasan gabungan

121 103 lapisan minyak tersebut mencapai empat km dan menyebar di tepi utaraa alian kanal utama. Lapisan minyak ketiga telah mencapai pantai Cilacap dengan menempuh perjalanan sepanjang dua km dari timur ke barat. Proses penguapan terjadi terutama pada lapisan minyak yang berada di pantai timur Cilacap. Lapisan minyak yang memiliki panjang hampir 600 meter tersebut mengalami evaporasi dengan ketebalan antara mm, sedangkan lapisan minyak lainnya mengalami evaporasi di bawah mm. Gambar 50. Sebaran serta Proses Pelapukan Lapisan Avtur Jam ke-12 di Perairan Cilacap pada Bulan Agustus 2007 Proses disolusi memiliki ketebalan tertinggi terutamaa pada lapisan minyak yang berasal dari kapal tanker karam yaitu di atas 2.3 x 10-7 mm. Pada lapisan avtur lainnyaa hampir tidak terlihat adanya proses disolusi dikarenakan luas

122 104 permukaannya telah mengecil atau memiliki ketebalan disolusi di bawah 5 x 10-8 mm. Lapisan minyak di timur pantai Cilacap masih mengalami dispersi vertikal dengan ketebalan di bawah 1 x 10-6 mm. Proses emulsifikasi tertinggi terjadi pada lapisan minyak di sisi timur pantai Cilacap dengan ketebalan lebih dari 275 mm. Lapisan minyak lainnya mengalami emulsifikasi dengan ketebalan di bawah 50 mm. Laju perubahan konsentrasi fraksi tertinggi terjadi pada lapisan minyak di pantai timur dan selatan Cilacap hingga mencapai 15% Jam ke-24 Sebaran serta proses pelapukan lapisan avtur yang tumpah di perairan Cilacap setelah jam ke-24 pada bulan Agustus 2007 disajikan dalam Gambar 51. Lapisan minyak yang menyebar memasuki Sungai Kaliyasa melalui dermaga nelayan. Proses penguapan pada lapisan minyak tidak lagi terlihat, terkecuali pada lapisan minyak yang berada di dalam aliran Sungai Kaliyasa yang berada pada kisaran mm. Hal yang sama juga tejadi pada proses disolusi dimana ketebalannya mencapai lebih dari 2.3 x 10-7 mm. Proses dispersi vertikal tidak lagi terlihat nilainya, namun proses emulsifikasi masih berlangsung dengan ketebalan antara mm pada lapisan minyak di aliran Sungai Kaliyasa. Diperkirakan proses dispersi vertikal tersebut masih berlangsung namun memiliki ketebalan di bawah nilai kisaran terendah skala. Laju perubahan konsentrasi fraksi lapisan minyak di sekitar aliran kanal berada di bawah 1%, sedangkan lapisan minyak yang berada di Teluk Penyu

123 105 masih mengalami laju perubahan konsentrasi fraksi minyak sebesar 5%. Selanjutnya sebaran lapisan avtur ini tidak mengalami perubahan lagi dikarenakan lapisan avtur tersebut telah hilang dari kolom perairan Cilacap karena mengalami pelapukan. Gambar 51. Sebaran serta Proses Pelapukan Lapisan Avtur Jam ke-24 di Perairan Cilacap pada Bulan Agustus 2007 Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pada musim timur lapisan avtur lebih cepat hilang atau meninggalkan permukaan laut padaa domain model dibandingkan dengan musim barat. Kecepatan anginn yang bertiup lebih besar pada musim timur mempercepat proses pelapukan lapisan minyak. Pada Jam ke-1, lapisan minyak pertama memiliki tingkat pelapukan paling tinggi jika dibandingkan dengan tingkat pelapukan pada lapisan minyak kedua dan ketiga meskipun jumlah tumpahan lapisan minyak pertama memiliki nilai yang sama

124 106 dengan jumlah tumpahan lapisan ketiga. Tingginya nilai pelapukan pada lapisan minyak pertama dikarenakan lapisan minyak tersebut mendapat pengaruh dari posisinya yang dekat dengan daratan. Perairan yang dekat dengan daratan umumnya lebih dangkal dan lebih cepat menerima bahang. Selain itu perairan yang berada dekat dengan daratan juga lebih banyak mengalami turbulensi akibat gesekan dasar. Turbulensi tersebut dapat meningkatkan luas permukaan lapisan minyak sehingga mempercepat proses pelapukan. Tingginya tingkat pelapukan yang terjadi serta kondisi kecepatan arus pada kanal yang cukup besar menyebabkan volume lapisan minyak tersebut cepat berkurang. Kondisi yang sama juga terjadi pada lapisan minyak kedua dan terlihat pada time step Jam ke-12. Lapisan minyak ketiga pada time step tersebut justru memiliki nilai pelapukan yang paling tinggi. Pada time step tersebut, lapisan minyak ketiga baru saja sampai ke tepi pantai Cilacap. Selanjutnya pada jam ke- 24, hanya lapisan minyak ketiga saja yang masih berada dalam domain model dan mengalami proses pelapukan. Proses pelapukan yang terjadi pada lapisan minyak memiliki nilai yang sama dengan jam ke-12 sebelumnya, kecuali pada nilai exceedance frequency yang semakin menurun. Setelah jam ke-24 tersebut, lapisan avtur tidak lagi terlihat berada di dalam kolom perairan Pembahasan Proses Pelapukan Tumpahan Minyak di Laut Masing-masing jenis minyak yang dimodelkan tumpah di perairan Cilacap memiliki tingkat pelapukan yang bervariasi sesuai dengan karakteristik masingmasing minyak. Pada proses pelapukan kali ini, akan dibahas kondisi ketebalan lapisan masing-masing jenis minyak setelah tumpah di perairan selama 12 jam.

125 107 Perbandingan proses evaporasi dan disolusi masing-masing jenis minyak pada musim barat dan musim timur ditampilkan pada Tabel 9. Proses evaporasi lapisan avtur dan minyak mentah cenderung lebih tinggi pada musim timur. Minyak mentah memiliki ketebalan evaporasi tertinggi yaitu mm pada musim barat dan 3.6 mm musim timur, sementara avtur memiliki ketebalan evaporasi sebesar mm pada musim barat dan mm pada musim timur. Jika dilihat dari pola penyebarannya, kedua lapisan minyak tersebut cenderung menyebar di dekat daratan pada musim timur. Lebih tingginya tingkat turbulensi lapisan minyak pada perairan di sekitar daratan menyebabkan peningkatan luas permukaan lapisan minyak yang akan meningkatkan ketebalan evaporasi pada awal terjadinya tumpahan. Selain itu posisi awal sumber tumpahan kedua jenis minyak yang cenderung berada di perairan terbuka mendapatkan pengaruh angin lebih besar pada musim timur sehingga meningkatkan proses evaporasi. Aspal memiliki ketebalan evaporasi sebesar mm pada musim barat dan 9.2 x 10-4 mm pada musim timur, sementara diesel dengan sumber masukan konstan memiliki ketebalan evaporasi mencapai mm pada musim barat dan pada musim timur. Suhu permukaan laut yang lebih tinggi pada musim barat lebih banyak mempengaruhi proses evaporasi lapisan minyak tipis seperti diesel sehingga cenderung lebih tinggi dibandingkan pada musim timur. Sementara pada musim timur, aspal lebih cepat keluar dari dalam domain sehingga proses evaporasi pada musim tersebut terlihat lebih rendah dibandingkan dengan musim barat.

126 108 Proses disolusi tertinggi terjadi pada lapisan minyak mentah dengan ketebalan lapisan mencapai 3.4 x 10-6 mm pada musim barat dan 4.6 x 10-6 mm pada musim timur. Berat molekul minyak mentah yang lebih besar dibandingkan jenis minyak lainnya memudahkan larutnya partikel minyak mentah ke dalam kolom perairan. Sementara lapisan minyak avtur dan diesel memiliki densitas yang lebih ringan sehingga cenderung menyebar rata di permukaan laut. Kondisi tersebut memungkinkan proses evaporasi berjalan lebih cepat dibandingkan dengan proses disolusi dimana keduanya sama-sama dialami oleh fraksi minyak aromatik. Lapisan avtur memiliki ketebalan disolusi sebesar 4.2 x 10-7 mm pada musim barat dan 2.3 x 10-7 pada musim timur, sementara lapisan aspal memiliki ketebalan disolusi 9.1 x 10-7 pada musim barat dan 2.3 x 10-8 pada musim timur. Lapisan diesel memiliki ketebalan disolusi sebesar 5 x 10-8 pada musim barat dan 1.3 x 10-8 pada musim timur. Seluruh jenis minyak mengalami proses disolusi tertinggi pada musim barat, kecuali pada minyak mentah. Turbulensi yang lebih tinggi pada kolom perairan menyebabkan lapisan minyak mentah mengalami peningkatan luas permukaan lapisan minyak yang dapat meningkatkan ketebalan disolusi pada musim timur. Namun pada lapisan avtur, peningkatan luas permukaan lapisan pada musim timur justru mempercepat terjadinya proses evaporasi dibandingkan dengan disolusi. Lapisan aspal pada musim barat lebih lama berada dalam domain sehingga nilai disolusi terlihat lebih tinggi.

127 Tabel 9. Perbandingan Proses Evaporasi dan Disolusi Seluruh Jenis Minyak yang Dimodelkan Tumpah di Perairan Cilacap pada Jam Ke- 12 pada Musim Barat dan Timur Tahun 2007 Musim Barat Musim Timur Evaporasi Disolusi Evaporasi Disolusi Aspal Crude Avtur Diesel

128 110 Perbandingan proses emulsifikasi dan dispersi vertikal seluruh jenis minyak pada musim barat dan musim timur disajikan dalam Tabel 10. Proses emulsifikasi lapisan avtur dan minyak mentah memiliki nilai yang lebih tinggi pada musim timur. Minyak mentah memiliki ketebalan emulsifikasi tertinggi yaitu 75 mm pada musim barat dan 275 mm musim timur, sementara avtur memiliki ketebalan evaporasi sebesar 62.5 mm pada musim barat dan 275 mm pada musim timur. Kedua lapisan minyak tersebut cenderung menyebar menuju permukaan laut yang berada di dekat daratan pada musim timur. Lebih tingginya tingkat turbulensi lapisan minyak pada perairan di dekat daratan menyebabkan peningkatan intrusi air laut ke dalam lapisan minyak (water-uptake) sehingga meningkatkan proses emulsifikasi dan meningkatkan ketebalan lapisan minyak seluruhnya. Pengaruh angin yang lebih besar pada musim timur terutama pada perairan terbuka juga meningkatkan turbulensi permukaan laut sehingga meningkatkan proses emulsifikasi. Aspal memiliki ketebalan emulsifikasi sebesar 275 mm pada musim barat dan 25 mm pada musim timur, sementara diesel dengan sumber masukan konstan memiliki ketebalan evaporasi mencapai mm baik pada musim barat maupun pada musim timur. Pada musim timur, aspal lebih cepat keluar dari dalam domain karena terdorong oleh arus dan angin permukaan sehingga proses emulsifikasi pada musim tersebut terlihat lebih rendah dibandingkan dengan musim barat. Proses emulsifikasi pada aspal banyak terjadi pada lapisan yang terdampar di sekitar tepi aliran Kali Donan. Sedangkan proses emulsifikasi pada diesel terjadi pada seluruh lapisan yang mengalami akumulasi. Nilai emulsifikasi yang rendah

129 111 pada lapisan diesel disebabkan karena diesel memiliki jumlah kandungan surfactant (aspal dan wax) dalam jumlah sedikit. Proses dispersi vertikal tertinggi terjadi pada lapisan minyak mentah dengan ketebalan lapisan mencapai 1.8 x 10-6 mm pada musim barat dan 1 x 10-6 mm pada musim timur. Minyak mentah memiliki berat molekul yang lebih besar dibandingkan jenis minyak lainnya sehingga memudahkan masuknya partikel minyak mentah ke dalam kolom perairan. Selain itu, densitas partikel minyak mentah yang terdispersi memiliki nilai yang dapat mendekati densitas air laut di sekitarnya sehingga dapat mempertahankan kedudukan partikel untuk tetap berada dalam kolom perairan. Sementara itu, lapisan avtur dan diesel memiliki densitas yang lebih ringan sehingga cenderung kembali lagi ke lapisan minyak yang berada di permukaan laut. Hal yang sama terjadi pada lapisan avtur dimana memiliki ketebalan dispersi vertikal sebesar 1.6 x 10-6 mm pada musim barat dan 1 x 10-6 pada musim timur. Sementara itu, lapisan aspal memiliki ketebalan dispersi vertikal sebesar 9.2 x 10-7 pada musim barat. Pada musim timur, lapisan aspal telah terdispersi pada awal tumpahan sebelum akhirnya terbawa keluar dari domain perairan akibat pengaruh dari pergerakan arus dan angin permukaan. Lapisan diesel memiliki ketebalan dispersi vertikal sebesar 4.6 x 10-9 pada musim barat dan 4.5 x 10-9 pada musim timur. Proses dispersi vertikal pada lapisan diesel memiliki nilai yang sangat kecil dikarenakan masukan minyak tersebut ke dalam permukaan laut juga bernilai sangat kecil. Seluruh jenis minyak mengalami proses dispersi vertikal tertinggi pada musim barat dikarenakan pada musim timur lapisan minyak lebih banyak mengalami emulsifikasi sehingga menyebabkan viskositas lapisan minyak meningkat.

130 Aspal Crude Avtur Diesel Tabel 10. Perrbandingan Prosses Emulsifikasii dan Dispersi V Vertikal Seluruh Jenis Minyak yyang Dimodelkaan Tumpah di Peerairan Cilacap padda Jam Ke-12 paada Musim Barat dan Timur Taahun 2007 Musim Timur Musim Baarat Emulsifikaasi Dispersi Veertikal Emulsiffikasi Dispersi Vertikal

131 113 Laju perubahan konsentrasi fraksi minyak (exceedance frequency) dan time exposure seluruh jenis minyak pada musim barat dan musim timur ditampilkan pada Tabel 11. Baik pada musim barat maupun pada musim timur, lapisan diesel tidak terlihat memiliki nilai exceedance frequency. Hal tersebut dikarenakan laju perubahan fraksi minyak yang tumpah setelah 12 jam tersebut masih sangat kecil. Lapisan diesel diasumsikan memasuki perairan dengan volume yang sangat kecil namun konstan sehingga menyebabkan ketebalan lapisan minyak setelah tumpah selama 12 jam belum terlalu signifikan dibandingkan dengan total diesel yang diskenariokan tumpah di perairan Cilacap. Avtur memiliki nilai exceedance frequency sebesar 4.1% pada musim barat dan 15% pada musim timur, sedangkan minyak mentah memiliki nilai exceedance frequency sebesar 4.5% pada musim barat dan 13% pada musim timur. Nilai exceedance frequency pada musim timur lebih tinggi jika dibandingkan dengan musim barat dikarenakan minyak yang tumpah pada musim tersebut banyak terakumulasi di dalam domain perairan. Akumulasi minyak tersebut tidak terlalu besar jumlahnya dibandingkan dengan total minyak avtur maupun minyak mentah yang dimodelkan tumpah di perairan Cilacap. Nilai exceedance frequency pada aspal bernilai sebesar 9% pada musim barat dan 2.5-9% pada musim timur. Nilai exceedance frequency pada musim timur lebih besar jika dibandingkan dengan musim barat dikarenakan pada musim timur, sebagian besar lapisan aspal telah terbawa ke luar domain akibat pergerakan arus dan angin yang cukup besar. Konsentrasi fraksi minyak yang tertinggal dalam domain bernilai kecil jika dibandingkan dengan total volume aspal yang diasumsikan tumpah di perairan Cilacap dikarenakan aspal juga terlah mengalami proses pelapukan. Keseluruhan

132 114 nilai exceedance frequency umumnya tinggi di sekitar sumber tumpahan dan di bagian pusat lapisan. Hal tersebut disebabkan karena lapisan minyak memiliki ketebalan yang lebih besar di sekitar sumber tumpahan maupun pada bagian tengah lapisan. Lapisan minyak yang terakumulasi juga memiliki nilai exceedance frequency yang lebih tinggi dari lapisan minyak di sekitarnya. Time exposition merupakan lamanya suatu grid terkena atau terpapar oleh minyak. Setelah 12 jam, tumpahan diesel terlihat telah bergerak ke luar kanal utama pada musim barat, sedangkan pada musim timur lapisan tersebut bergerak pula ke dalam kanal. Pada musim barat, lapisan avtur terlihat bergerak menuju ke timur domain yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia, sedangkan pada musim timur lapisan tersebut bergerak ke dalam domain. Hal yang sama terjadi pada tumpahan minyak mentah. Pada musim barat pesisir Pulau Nusakambangan menjadi daerah yang paling rawan terkena risiko pencemaran minyak, sedangkan pada musim timur lapisan minyak menyebar di sekitar pantai timur Cilacap, disepanjang aliran kanal utama dan aliran Kali Donan. Lapisan aspal pada musim barat terlihat menyebar disekitar tepi timur aliran Kali Donan, sedangkan pada musim timur lapisan tersebut menyebar di tepi sungai bagian barat. Keseluruhan nilai time exposition yang dimodelkan pada tumpahan diesel mencapai 240 jam pada musim barat dan musim timur. Lapisan avtur dan minyak mentah memiliki total time exposition hingga 96 jam pada musim barat dan 24 jam pada musim timur, sementara lapisan aspal memiliki nilai time exposition hingga 120 jam pada musim barat dan 48 jam pada musim timur. Nilai time exposition lebih pendek pada musim timur jika dibandingkan dengan musim barat dikarenakan pada musim tersebut lapisan minyak lebih cepat hilang dari domain

133 115 perairan akibat terbawa oleh arus dan terdorong oleh angin permukaan yang cukup besar. Nilai time exposition paling besar terjadi pada lapisan diesel dikarenakan diesel diasumsikan memasuki perairan secara konstan sehingga tetap berada dalam domain. Lapisan avtur, minyak mentah dan aspal sebagian besar akan terbawa keluar dari domain perairan namun tetap menyisakan sejumlah minyak yang terdampar di daratan dalam domain model.

134 Tabel 11. Perbandingan Exceedance Frequency dan Time Exposure Seluruh Jenis Minyak yang Dimodelkan Tumpah di Perairan Cilacap pada Jam Ke-12 pada Musim Barat dan Timur Tahun 2007 Musim Barat Musim Timur Exceedance Frequency Time Exposure Exceedance Frequency Time Exposure Aspal Crude Avtur Diesel

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Verifikasi Hasil Pemodelan 4.1.1. Verifikasi Angin 4.1.1.1. Musim Barat Kecepatan angin masukan model memiliki nilai maksimum pada bulan Februari 2007 sebesar 4.2 meter/detik

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Pantai Pemaron merupakan salah satu daerah yang terletak di pesisir Bali utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai wisata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penelitian Kecamatan Muara Gembong merupakan daerah pesisir di Kabupaten Bekasi yang berada pada zona 48 M (5 0 59 12,8 LS ; 107 0 02 43,36 BT), dikelilingi oleh perairan

Lebih terperinci

ANALISIS SURUT ASTRONOMIS TERENDAH DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP, DAN BENOA MENGGUNAKAN SUPERPOSISI KOMPONEN HARMONIK PASANG SURUT

ANALISIS SURUT ASTRONOMIS TERENDAH DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP, DAN BENOA MENGGUNAKAN SUPERPOSISI KOMPONEN HARMONIK PASANG SURUT ANALISIS SURUT ASTRONOMIS TERENDAH DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP, DAN BENOA MENGGUNAKAN SUPERPOSISI KOMPONEN HARMONIK PASANG SURUT Oleh: Gading Putra Hasibuan C64104081 PROGRAM STUDI ILMU

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi penyusunan basis data, pemodelan dan simulasi pola sebaran suhu air buangan

Lebih terperinci

VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT

VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT 77 VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT Abstrak Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil di Selat Malaka yang terletak di antara pesisir Kota Dumai dangan Pulau Rupat. Berbagai

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 33 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2009 hingga Pebruari 2011 dengan perincian waktu disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Matriks waktu penelitian Uraian

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perbandingan Hasil Pemodelan dengan Data Lapang 4.1.1 Angin Angin pada bulan September 2008 terdiri dari dua jenis data yaitu data angin dari ECMWF sebagai masukan model dan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Indramayu merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang berbatasan

2. TINJAUAN PUSTAKA. Indramayu merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang berbatasan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Indramayu, Jawa Barat Indramayu merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan laut Jawa di bagian Utara dan Timur. Bagian lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan senyawa kimia yang sangat kompleks, sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan senyawa kimia yang sangat kompleks, sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minyak bumi merupakan senyawa kimia yang sangat kompleks, sebagai gabungan antara senyawa hidrokarbon (unsur karbon dan hidrogen) dan nonhidrokarbon (unsur oksigen,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Validasi Data Pasang surut merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk melakukan validasi model. Validasi data pada model ini ditunjukkan dengan grafik serta

Lebih terperinci

Sebaran Tumpahan Minyak di Perairan Cilacap Tahun 2008

Sebaran Tumpahan Minyak di Perairan Cilacap Tahun 2008 Sebaran Tumpahan Minyak di Perairan Cilacap Tahun 2008 Asep Saepudin 1, Rokhmatuloh 1, Tuty Handayani 1 1 Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Kampus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Studi Kecamatan Muara Gembong merupakan kecamatan di Kabupaten Bekasi yang terletak pada posisi 06 0 00 06 0 05 lintang selatan dan 106 0 57-107 0 02 bujur timur. Secara

Lebih terperinci

PERUBAHAN DARATAN PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN PASCA TSUNAMI SECARA SPASIAL DAN TEMPORAL DI PANTAI PANGANDARAN, KABUPATEN CIAMIS JAWA BARAT

PERUBAHAN DARATAN PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN PASCA TSUNAMI SECARA SPASIAL DAN TEMPORAL DI PANTAI PANGANDARAN, KABUPATEN CIAMIS JAWA BARAT PERUBAHAN DARATAN PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN PASCA TSUNAMI SECARA SPASIAL DAN TEMPORAL DI PANTAI PANGANDARAN, KABUPATEN CIAMIS JAWA BARAT YUNITA SULISTRIANI SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE)

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) Oleh : HOLILUDIN C64104069 SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kondisi Fisik Daerah Penelitian II.1.1 Kondisi Geografi Gambar 2.1. Daerah Penelitian Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52-108 36 BT dan 6 15-6 40 LS. Berdasarkan

Lebih terperinci

Definisi Arus. Pergerakkan horizontal massa air. Penyebab

Definisi Arus. Pergerakkan horizontal massa air. Penyebab Definisi Arus Pergerakkan horizontal massa air Penyebab Fakfor Penggerak (Angin) Perbedaan Gradien Tekanan Perubahan Densitas Pengaruh Pasang Surut Air Laut Karakteristik Arus Aliran putaran yang besar

Lebih terperinci

BAB IV SIMULASI MODEL TUMPAHAN MINYAK (MoTuM) RISK ANALYSIS FLOWCHART Bagan Alir Analisis Resiko

BAB IV SIMULASI MODEL TUMPAHAN MINYAK (MoTuM) RISK ANALYSIS FLOWCHART Bagan Alir Analisis Resiko BAB IV SIMULASI MODEL TUMPAHAN MINYAK (MoTuM) 4.1. Metodologi Untuk mendapatkan hasil dari analisis resiko (risk analysis), maka digunakan simulasi model tumpahan minyak. Simulasi diperoleh melalui program

Lebih terperinci

3. METODOLOGI. Cilacap, Jawa Tengah dilakukan pada bulan April 2008 Februari 2009

3. METODOLOGI. Cilacap, Jawa Tengah dilakukan pada bulan April 2008 Februari 2009 3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian berupa pemodelan sebaran tumpahan minyak di Perairan Cilacap, Jawa Tengah dilakukan pada bulan April 2008 Februari 2009 menggunakan DHI software Mike 21 dengan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta Hasil pengamatan lapangan nitrat, amonium, fosfat, dan DO bulan Maret 2010 masing-masing disajikan pada Gambar

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MASSA AIR ARLINDO DI PINTASAN TIMOR PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR

KARAKTERISTIK MASSA AIR ARLINDO DI PINTASAN TIMOR PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR KARAKTERISTIK MASSA AIR ARLINDO DI PINTASAN TIMOR PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR Oleh : Agus Dwi Jayanti Diah Cahyaningrum C64104051 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI Lokasi pada lepas pantai yang teridentifikasi memiliki potensi kandungan minyak bumi perlu dieksplorasi lebih lanjut supaya

Lebih terperinci

Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b

Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b a Jurusan Fisika, Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura

Lebih terperinci

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas Bab III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alur Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas Perencanaan Dermaga Data Lingkungan : 1. Data Topografi 2. Data Pasut 3. Data Batimetri 4. Data Kapal

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi

2. TINJAUAN PUSTAKA. Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Oseanografi Perairan Teluk Bone Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan di sebelah Barat dan Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara di

Lebih terperinci

SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU. Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C

SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU. Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C64102057 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim global sekitar 3 4 juta tahun yang lalu telah mempengaruhi evolusi hominidis melalui pengeringan di Afrika dan mungkin pertanda zaman es pleistosin kira-kira

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

3 Kondisi Fisik Lokasi Studi

3 Kondisi Fisik Lokasi Studi Bab 3 3 Kondisi Fisik Lokasi Studi Sebelum pemodelan dilakukan, diperlukan data-data rinci mengenai kondisi fisik dari lokasi yang akan dimodelkan. Ketersediaan dan keakuratan data fisik yang digunakan

Lebih terperinci

ANALISIS VARIASI MUKA LAUT DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP DAN BENOA MENGGUNAKAN METODE WAVELET

ANALISIS VARIASI MUKA LAUT DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP DAN BENOA MENGGUNAKAN METODE WAVELET ANALISIS VARIASI MUKA LAUT DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP DAN BENOA MENGGUNAKAN METODE WAVELET Oleh : Imam Pamuji C64104019 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Verifikasi Model Visualisasi Klimatologi Suhu Permukaan Laut (SPL) model SODA versi 2.1.6 diambil dari lapisan permukaan (Z=1) dengan kedalaman 0,5 meter (Lampiran 1). Begitu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong Pemodelan ini menghasilkan dua model yaitu model uji sensitifitas dan model dua musim. Dalam model uji sensitifitas

Lebih terperinci

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH Oleh : Helmy Hakim C64102077 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa G174 Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa Muhammad Ghilman Minarrohman, dan Danar Guruh Pratomo Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT

PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT DESSY NOVITASARI ROMAULI SIDABUTAR SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

KAJIAN DAERAH RAWAN BENCANA TSUNAMI BERDASARKAN CITRA SATELIT ALOS DI CILACAP, JAWA TENGAH

KAJIAN DAERAH RAWAN BENCANA TSUNAMI BERDASARKAN CITRA SATELIT ALOS DI CILACAP, JAWA TENGAH KAJIAN DAERAH RAWAN BENCANA TSUNAMI BERDASARKAN CITRA SATELIT ALOS DI CILACAP, JAWA TENGAH Oleh : Agus Supiyan C64104017 Skripsi PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabilitas Kesuburan Perairan dan Oseanografi Fisika 4.1.1. Sebaran Ruang (Spasial) Suhu Permukaan Laut (SPL) Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di perairan Selat Lombok dipengaruhi

Lebih terperinci

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di : JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman 641-650 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose SEBARAN TUMPAHAN MINYAK DENGAN PENDEKATAN MODEL HIDRODINAMIKA DAN SPILL ANALYSIS

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

A. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi

A. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi A. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi Istilah minyak bumi diterjemahkan dari bahasa latin (petroleum), artinya petrol (batuan) dan oleum (minyak). Nama petroleum diberikan kepada fosil hewan dan tumbuhan

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR Oleh : MIRA YUSNIATI C06498067 SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004

Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004 Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004 R. Bambang Adhitya Nugraha 1, Heron Surbakti 2 1 Pusat Riset Teknologi Kelautan-Badan (PRTK), Badan Riset Kelautan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Peta lokasi penelitian di perairan Teluk Bone, Perairan Sulawesi dan sekitarnya, Indonesia (Gambar 6). Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian Teluk Bone,

Lebih terperinci

PERMODELAN SEBARAN SUHU, SEDIMEN, TSS DAN LOGAM

PERMODELAN SEBARAN SUHU, SEDIMEN, TSS DAN LOGAM PERMODELAN SEBARAN SUHU, SEDIMEN, TSS DAN LOGAM 1. Daerah dan Skenario Model Batimetri perairan Jepara bervariasi antara 1 meter sampai dengan 20 meter ke arah utara (lepas pantai). Secara garis besar,

Lebih terperinci

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT Martono Divisi Pemodelan Iklim, Pusat Penerapan Ilmu Atmosfir dan Iklim LAPAN-Bandung, Jl. DR. Junjunan 133 Bandung Abstract: The continuously

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Laut Timor berada di bagian selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur dan

2. TINJAUAN PUSTAKA. Laut Timor berada di bagian selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur dan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Oseanografi Laut Timor Laut Timor berada di bagian selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur dan berbatasan langsung dengan perairan Australia. Selain itu terdapat beberapa pulau

Lebih terperinci

KINERJA OTT PS 1 SEBAGAI ALAT PENGUKUR PASANG SURUT AIR LAUT DI MUARA BINUANGEUN, PROVINSI BANTEN. Oleh: Try Al Tanto C

KINERJA OTT PS 1 SEBAGAI ALAT PENGUKUR PASANG SURUT AIR LAUT DI MUARA BINUANGEUN, PROVINSI BANTEN. Oleh: Try Al Tanto C KINERJA OTT PS 1 SEBAGAI ALAT PENGUKUR PASANG SURUT AIR LAUT DI MUARA BINUANGEUN, PROVINSI BANTEN Oleh: Try Al Tanto C64104006 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT PROSES DAN TIPE PASANG SURUT MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: PROSES DAN TIPE PASANG SURUT Oleh: Ir. MUHAMMAD MAHBUB, MP PS Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNLAM Pengertian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... SAMPUL DALAM... LEMBAR PENGESAHAN... PENETAPAN PANITIA PENGUJI... SURAT KETERANGAN BEBAS PLAGIAT... UCAPAN TERIMAKASIH... ABSTRACT...

DAFTAR ISI... SAMPUL DALAM... LEMBAR PENGESAHAN... PENETAPAN PANITIA PENGUJI... SURAT KETERANGAN BEBAS PLAGIAT... UCAPAN TERIMAKASIH... ABSTRACT... viii DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... LEMBAR PENGESAHAN... PENETAPAN PANITIA PENGUJI... SURAT KETERANGAN BEBAS PLAGIAT... UCAPAN TERIMAKASIH... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Hasil Model dengan DISHIDROS Komponen gelombang pasang surut M2 dan K1 yang dipilih untuk dianalisis lebih lanjut, disebabkan kedua komponen ini yang paling dominan

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM POLA DISTRIBSI SH DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

Lebih terperinci

PEMETAAN TINGKAT RESIKO TSUNAMI DI KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMETAAN TINGKAT RESIKO TSUNAMI DI KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN TINGKAT RESIKO TSUNAMI DI KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh : Ernawati Sengaji C64103064 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

PERAMBATAN GELOMBANG ROSSBY DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA MENGGUNAKAN METODE WAVELET

PERAMBATAN GELOMBANG ROSSBY DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA MENGGUNAKAN METODE WAVELET PERAMBATAN GELOMBANG ROSSBY DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA MENGGUNAKAN METODE WAVELET RIESNI FITRIANI SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang antara 95 o BT 141 o BT dan 6 o LU 11 o LS (Bakosurtanal, 2007) dengan luas wilayah yang

Lebih terperinci

Aspal merupakan bahan perkerasan untuk jalan raya. Tentu "penghuni" jurusan Teknik Sipil mengenalnya. Mari kita bahas bersama mengenai aspal.

Aspal merupakan bahan perkerasan untuk jalan raya. Tentu penghuni jurusan Teknik Sipil mengenalnya. Mari kita bahas bersama mengenai aspal. Pengertian Aspal Aspal merupakan bahan perkerasan untuk jalan raya. Tentu "penghuni" jurusan Teknik Sipil mengenalnya. Mari kita bahas bersama mengenai aspal. Pengertian Aspal adalah bahan yang bersifat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Arus Eddy Penelitian mengenai arus eddy pertama kali dilakukan pada sekitar tahun 1930 oleh Iselin dengan mengidentifikasi eddy Gulf Stream dari data hidrografi, serta penelitian

Lebih terperinci

PENGANTAR OCEANOGRAFI. Disusun Oleh : ARINI QURRATA A YUN H

PENGANTAR OCEANOGRAFI. Disusun Oleh : ARINI QURRATA A YUN H PENGANTAR OCEANOGRAFI Disusun Oleh : ARINI QURRATA A YUN H21114307 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin Makassar 2014 Kondisi Pasang Surut di Makassar Kota

Lebih terperinci

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal Temperatur Air Laut Dalam oseanografi dikenal dua istilah untuk menentukan temperatur air laut yaitu temperatur insitu (selanjutnya disebut sebagai temperatur saja) dan temperatur potensial. Temperatur

Lebih terperinci

Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan

Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan BAB IV PEMODELAN MATEMATIKA PERILAKU SEDIMENTASI 4.1 UMUM Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan matematika dengan menggunakan bantuan perangkat lunak SMS versi

Lebih terperinci

PENGARUH SEDIMEN BERMINYAK TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROALGA Isochrysis sp.

PENGARUH SEDIMEN BERMINYAK TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROALGA Isochrysis sp. PENGARUH SEDIMEN BERMINYAK TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROALGA Isochrysis sp. GESHA YULIANI NATTASYA SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai SUHU DAN SALINITAS. Oleh. Nama : NIM :

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai SUHU DAN SALINITAS. Oleh. Nama : NIM : Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. 2. 3. Nilai SUHU DAN SALINITAS Nama : NIM : Oleh JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2015 MODUL 3. SUHU DAN SALINITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran lingkungan yang cukup serius selama 30 tahun terakhir ini.

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran lingkungan yang cukup serius selama 30 tahun terakhir ini. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Polusi yang disebabkan karena minyak merupakan salah satu isu pencemaran lingkungan yang cukup serius selama 30 tahun terakhir ini. Pencemaran oleh minyak terjadi

Lebih terperinci

Studi Pola Sebaran Buangan panas PT. Pertamina Up V Balikpapan Di Perairan Kampung Baru, Teluk Balikpapan

Studi Pola Sebaran Buangan panas PT. Pertamina Up V Balikpapan Di Perairan Kampung Baru, Teluk Balikpapan ISSN : 2089-3507 Studi Pola Sebaran Buangan panas PT. Pertamina Up V Balikpapan Di Perairan Kampung Baru, Teluk Balikpapan Rizkiyah, Denny Nugroho S, Purwanto Program Studi Oseanografi, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Perubahan vertikal muka air laut secara periodik pada sembarang tempat di pesisir atau di lautan merupakan fenomena alam yang dapat dikuantifikasi. Fenomena tersebut

Lebih terperinci

KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin

KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin Umum Perairan Indonesia memiliki keadaan alam yang unik, yaitu topografinya yang beragam. Karena merupakan penghubung dua system samudera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 : Definisi visual dari penampang pantai (Sumber : SPM volume 1, 1984) I-1

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 : Definisi visual dari penampang pantai (Sumber : SPM volume 1, 1984) I-1 BAB I PENDAHULUAN Pantai merupakan suatu sistem yang sangat dinamis dimana morfologi pantai berubah-ubah dalam skala ruang dan waktu baik secara lateral maupun vertikal yang dapat dilihat dari proses akresi

Lebih terperinci

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman Online di :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman Online di : JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 347-356 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose STUDI POLA SEBARAN TUMPAHAN MINYAK DENGAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIKA DAN SPILL

Lebih terperinci

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: PROSES DAN TIPE PASANG SURUT Oleh: Ir. MUHAMMAD MAHBUB, MP PS Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNLAM Pengertian Pasang Surut Pasang surut

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 2.1 Geografis dan Administratif Sebagai salah satu wilayah Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Kendal memiliki karakteristik daerah yang cukup

Lebih terperinci

SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA PROFIL VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN

SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA PROFIL VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA PROFIL VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN Aries Dwi Siswanto 1 1 Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas Trunojoyo Madura Abstrak: Sebaran sedimen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Angin adalah massa udara yang bergerak. Angin dapat bergerak secara horizontal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Angin adalah massa udara yang bergerak. Angin dapat bergerak secara horizontal II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angin Angin adalah massa udara yang bergerak. Angin dapat bergerak secara horizontal maupun secara vertikal dengan kecepatan bervariasi dan berfluktuasi secara dinamis. Faktor

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Hasil Uji Model Hidraulik UWS di Pelabuhan PT. Pertamina RU VI

DAFTAR ISI Hasil Uji Model Hidraulik UWS di Pelabuhan PT. Pertamina RU VI DAFTAR ISI ALAMAN JUDUL... i ALAMAN PENGESAAN... ii PERSEMBAAN... iii ALAMAN PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMBANG... xiii INTISARI...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya jaman dan teknologi, kebutuhan manusia akan energi semakin besar. Hampir setiap kegiatan manusia dalam kehidupan sehari-hari memerlukan

Lebih terperinci

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Jurnal Gradien Vol. 11 No. 2 Juli 2015: 1128-1132 Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Widya Novia Lestari, Lizalidiawati, Suwarsono,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Permasalahan

I. PENDAHULUAN Permasalahan I. PENDAHULUAN 1.1. Permasalahan Sedimentasi di pelabuhan merupakan permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian. Hal tersebut menjadi penting karena pelabuhan adalah unsur terpenting dari jaringan moda

Lebih terperinci

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakter Angin Angin merupakan salah satu faktor penting dalam membangkitkan gelombang di laut lepas. Mawar angin dari data angin bulanan rata-rata selama tahun 2000-2007 diperlihatkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pengumpulan Data Dalam suatu penelitian perlu dilakukan pemgumpulan data untuk diproses, sehingga hasilnya dapat digunakan untuk analisis. Pengadaan data untuk memahami

Lebih terperinci

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017 Karakteristik Air Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017 Fakta Tentang Air Air menutupi sekitar 70% permukaan bumi dengan volume sekitar 1.368 juta km

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320 28 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kepulauan Krakatau terletak di Selat Sunda, yaitu antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Luas daratannya sekitar 3.090 ha terdiri dari Pulau Sertung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE KARAKTERISTIK RATA-RATA SUHU MAKSIMUM DAN SUHU MINIMUM STASIUN METEOROLOGI NABIRE TAHUN 2006 2015 OLEH : 1. EUSEBIO ANDRONIKOS SAMPE, S.Tr 2. RIFKI ADIGUNA SUTOWO, S.Tr

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sebaran Angin Di perairan barat Sumatera, khususnya pada daerah sekitar 2, o LS hampir sepanjang tahun kecepatan angin bulanan rata-rata terlihat lemah dan berada pada kisaran,76 4,1

Lebih terperinci

WORKING PAPER PKSPL-IPB

WORKING PAPER PKSPL-IPB ISSN: 2086-907X WORKING PAPER PKSPL-IPB PUSAT KAJIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Center for Coastal and Marine Resources Studies Bogor Agricultural University STUDI MODEL HIDRODINAMIKA

Lebih terperinci

Simulasi pemodelan arus pasang surut di kolam Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta menggunakan perangkat lunak SMS 8.1 (Surface-water Modeling System 8.

Simulasi pemodelan arus pasang surut di kolam Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta menggunakan perangkat lunak SMS 8.1 (Surface-water Modeling System 8. 48 Maspari Journal 01 (2010) 48-52 http://masparijournal.blogspot.com Simulasi pemodelan arus pasang surut di kolam Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta menggunakan perangkat lunak SMS 8.1 (Surface-water Modeling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga dimana kapal dapat bertambat untuk

Lebih terperinci

APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT

APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT Oleh: Nurlaila Fitriah C64103051 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut merupakan ekosistem yang kaya akan sumber daya alam termasuk keanekaragaman sumberdaya hayati yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia. Sebagian besar

Lebih terperinci

MODEL PREDIKSI GELOMBANG TERBANGKIT ANGIN DI PERAIRAN SEBELAH BARAT KOTA TARAKAN BERDASARKAN DATA VEKTOR ANGIN. Muhamad Roem, Ibrahim, Nur Alamsyah

MODEL PREDIKSI GELOMBANG TERBANGKIT ANGIN DI PERAIRAN SEBELAH BARAT KOTA TARAKAN BERDASARKAN DATA VEKTOR ANGIN. Muhamad Roem, Ibrahim, Nur Alamsyah Jurnal Harpodon Borneo Vol.8. No.1. April. 015 ISSN : 087-11X MODEL PREDIKSI GELOMBANG TERBANGKIT ANGIN DI PERAIRAN SEBELAH BARAT KOTA TARAKAN BERDASARKAN DATA VEKTOR ANGIN 1) Muhamad Roem, Ibrahim, Nur

Lebih terperinci

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6 No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-172 Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa Muhammad Ghilman Minarrohman, dan Danar Guruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut. Butir lanau, lempung dan koloid asam

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 1 PENDAHULUAN Bab PENDAHULUAN Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari 1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prasarana jalan berkaitan erat dengan pertumbuhan pembangunan di berbagai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prasarana jalan berkaitan erat dengan pertumbuhan pembangunan di berbagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prasarana jalan berkaitan erat dengan pertumbuhan pembangunan di berbagai sendi kehidupan manusia karena merupakan fasilitas yang sangat vital dalam mendukung pergerakan

Lebih terperinci

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai ARUS LAUT. Oleh. Nama : NIM :

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai ARUS LAUT. Oleh. Nama : NIM : Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. 2. 3. Nilai ARUS LAUT Nama : NIM : Oleh JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2015 Modul 3. Arus TUJUAN PRAKTIKUM

Lebih terperinci

KAJIAN FAKTOR LINGKUNGAN HABITAT KERANG MUTIARA (STADIA SPAT ) DI PULAU LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN FAKTOR LINGKUNGAN HABITAT KERANG MUTIARA (STADIA SPAT ) DI PULAU LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN FAKTOR LINGKUNGAN HABITAT KERANG MUTIARA (STADIA SPAT ) DI PULAU LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT Oleh : H. M. Eric Harramain Y C64102053 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP Diajukan untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana (Strata - 1) pada Jurusan

Lebih terperinci

POLA ARUS DAN TRANSPOR SEDIMEN PADA KASUS PEMBENTUKAN TANAH TIMBUL PULAU PUTERI KABUPATEN KARAWANG

POLA ARUS DAN TRANSPOR SEDIMEN PADA KASUS PEMBENTUKAN TANAH TIMBUL PULAU PUTERI KABUPATEN KARAWANG POLA ARUS DAN TRANSPOR SEDIMEN PADA KASUS PEMBENTUKAN TANAH TIMBUL PULAU PUTERI KABUPATEN KARAWANG Andi W. Dwinanto, Noir P. Purba, Syawaludin A. Harahap, dan Mega L. Syamsudin Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Logam berat terdapat di seluruh lapisan alam, namun dalam konsentrasi yang sangat rendah. Dalam air laut konsentrasinya berkisar antara 10-5 10-3 ppm. Pada tingkat kadar yang

Lebih terperinci

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas 2.3 suhu 2.3.1 Pengertian Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme di lautan. Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut.

Lebih terperinci