4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perbandingan Hasil Pemodelan dengan Data Lapang Angin Angin pada bulan September 2008 terdiri dari dua jenis data yaitu data angin dari ECMWF sebagai masukan model dan data angin dari BMKG sebagai data pembanding data model angin ECMWF. Angin ECMWF pada bulan September 2008 dominan bertiup dari arah Tenggara dengan kecepatan rata-rata adalah 5.7 m/det dan kecepatan maksimal adalah 7.9 m/det (Gambar 7a). Arah pada mawar angin tersebut terbagi ke dalam 3 arah mata angin dari 16 arah mata angin diantaranya arah angin dari Tenggara (SE), antara Tenggara dan Timur (ESE), dan antara Tenggara dan Selatan (SSE). Kecepatan antara 3.6 sampai 5.7 m/det memiliki persentasi yang sama dengan persentasi pada kecepatan antara 5.7 sampai 8.8 m/det yaitu masing-masing adalah 50% dari semua jumlah data. Angin pada bulan September 2008 memiliki kecepatan maksimal 6.1 m/det dengan kecepatan rata-rata adalah 4.1 m/det (BMKG, 2008). Kecepatan ini lebih rendah dibandingkan dengan kecepatan dari data ECMWF yang dikarenakan pengaruh daratan dan bangunan lain pada saat pengukuran data angin. Arah angin dominan dari data angin BMKG berasal dari arah Utara dan Timur dengan persentasi masing-masing adalah 38% dan 33.3% serta 28.7% berasal dari arah selain Utara dan Timur (Gambar 7b). Pola acak data insitu terjadi karena pengambilan data pada kecepatan maksimal dan arah angin pada kecepaan maksimal sehingga pola angin hanya terlihat harian dan tidak terlihat setiap jamnya.

2 34 Gambar 7. Mawar angin dari data ECMWF (7a) dan mawar angin dari data BMKG (7b) pada bulan September 2008 Data angin BMKG memiliki kisaran data yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan data angin ECMWF. Grafik tersebut juga menunjukkan kisaran data angin ECMWF komponen Utara-Selatan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan data angin BMKG. Namun sebaliknya pada komponen Timur-Barat data angin BMKG memiliki kisaran kecepatan yang tinggi dibandingkan data angin ECMWF. Hal tersebut menunjukkan bahwa pola angin BMKG sedikit berbeda dengan pola angin ECMWF (Gambar 8). Gambar 8. Perbandingan komponen Timur-Barat dan Utara-Selatan antara data dari BMKG dan ECMWF pada Bulan September 2008

3 35 Keseluruhan data angin baik data angin ECMWF maupun data angin BMKG memiliki pola yang hampir sama pada bulan September Perbedaan dari keduanya disebabkan oleh perbedaan pemrosesan data, data angin ECMWF merupakan data model yang dikembangkan oleh sebuah perusahaan Eropa dengan analisis berulang (reanalisis) dengan konstanta data asimilasi dan model atmosfer (Metzger, 2003). Data BMKG merupakan data insitu yang diambil pada ketinggian 46 meter diatas permukaan laut. Ketidaksamaan ini menyebabkan perbedaan antara data angin ECMWF dan data angin BMKG, data angin BMKG harus dilakukan beberapa koreksi sehingga memiliki kesamaan dengan data angin ECMWF. Faktor lain yang menyebabkan perbedaan adalah titik pengambilan data ECMWF berada pada laut lepas sedangkan pengambilan data BMKG berada pada daratan sehingga gaya gesek permukaan menyebabkan perbedaan kecepatan dan arah angin. Gerak angin dipengaruhi oleh beberapa faktor lain seperti rotasi bumi dan gaya gesek serta kelandaian tekanan (Pariwono, 1989) Pasang Surut Elevasi permukaan laut merupakan salah satu data masukan syarat batas terbuka pada model hidrodinamika 2 dimensi. Model hidrodinamika 2 dimensi terdiri dari tiga batas terbuka yaitu batas terbuka bagian Utara, bagian Barat, dan bagian Timur. Batas terbuka Utara diisi oleh data masukan berupa elevasi permukaan laut pada beberapa titik salah satunya pada koordinat o BT dan o LS, o BT dan o LS pada batas terbuka bagian Barat, serta o dan o LS pada batas terbuka bagian Timur. Elevasi permukaan laut pada bulan September 2008 untuk masukan model mencakup tiga jenis grafik pasang surut pada tiga batas terbuka (Gambar 9).

4 36 Gambar 9. Elevasi permukaan laut sebagai masukan model hidrodinamika 2 dimensi pada bulan September 2008 di syarat batas terbuka bagian Utara (atas), Barat (tengah), dan Timur (bawah) Pasang surut pada batas terbuka di bagian Utara menunjukan nilai pasang tertinggi adalah 0.39 meter di atas rata-rata tinggi permukaan laut (Mean Sea Level) dan surut terendah adalah 0.46 meter di bawah rata-rata tinggi permukaan laut, sehingga daerah tersebut memiliki tunggang pasang surut sebesar 0.86 meter. Elevasi permukaan laut pada batas terbuka bagian Barat memiliki nilai pasang tertinggi sebesar 0.67 meter di atas rata-rata tinggi permukaan laut dan surut terendah sebesar 0.55 meter di bawah permukaan laut sehingga memiliki tunggang pasang surut 1.22 meter. Elevasi permukaan laut di batas terbuka bagian timur memiliki tunggang pasang surut sebesar 0.71 meter dengan pasang tertinggi sebesar 0.41 meter diatas permukaan laut dan surut terendah sebesar 0.3 di bawah permukaan laut. Batas terbuka bagian Barat memiliki tunggang pasang surut lebih tinggi dibandingkan dengan batas terbuka lainnya, hal tersebut disebabkan oleh tipe topografi perairan serta rambatan gelombang pasang surut dari perairan sekitarnya. Data pasang

5 37 Tabel 3. Tipe pasang surut menurut bilangan fromzal di laut Jawa Stasiun Tide Gauge Perbandingan (O1+K1)/(M2+S2) Tipe pasang surut Pulau Pari 6.98 Diurnal Jakarta 3.72 Diurnal Cirebon 0.73 Campuran ke semidiurnal surut menghasilkan beberapa komponen pasang surut utama yaitu O1, K1, M2, dan S2. Perbandingan antara jumlah komponen utama pasang surut bertipe diurnal (O1+K1) dengan jumlah komponen utama pasang surut bertipe semidiurnal (M2+S2) dikenal dengan bilangan Fromzal. Bilangan tersebut menghasilkan prediksi tipe pasang surut di daerah tersebut, Dua stasiun yaitu Pulau Pari dan Jakarta memiliki tipe pasang surut diurnal sedangkan pada stasiun Cirebon memiliki tipe pasang surut campuran condong ke semidiurnal (Tabel 3). Model hidrodinamika 2 dimensi menghasilkan data elevasi permukaan laut dengan keluaran data per jam. Data observasi lapang yang telah dilakukan oleh penelitian sebelumnya digunakan untuk verifikasi hasil model hidrodinamika 2 dimensi melalui perbandingan 4 komponen pasang surut utama yaitu O1, K1, M2,dan S2. Masing-masing komponen hasil observasi lapang dibandingkan dengan hasil model hidrodinamika 2 dimensi sehingga didapatkan selisih amplitudo dan fase antara kedua data tersebut. Selisih amplitudo antara hasil model dan hasil observasi lapang kurang dari 10 cm dengan rata-rata selisih terkecil adalah komponen utama pasang surut O1 dan rata-rata selisih terbesar adalah komponen utama pasang surut K1. Stasiun yang memiliki selisih amplitudo terkecil antara hasil model dan hasil observasi lapang adalah Jakarta pada komponen pasang surut S2, Selisih amplitudo pasang surut dibawah 10 cm pada setiap stasiun dikuatkan juga oleh penelitian Koropitan

6 38 Tabel 4. Validasi data model pasang surut dengan data Dinas Hido-Oseanografi pada bulan September 2008 Amplitudo/H (cm) Fase /ø (Derajat) Stasiun Observasi Model ΔH Observasi Model Δø O1 Pulau Pari Jakarta Cirebon K1 Pulau Pari Jakarta Cirebon M2 Pulau Pari Jakarta Cirebon S2 Pulau Pari Jakarta Cirebon dan Ikeda (2008) yang mengkaji dan membandingkan 11 stasiun pasang surut di beberapa wilayah di Indonesia, hasil penelitian tersebut menunjukkan selisih antara hasil model dan hasil observasi lapang pada umumnya kurang dari 10 cm. Selisih fase antara hasil model hidrodinamika 2 dimensi dengan hasil observasi lapang pada komponen pasang surut tunggal memiliki rata-rata o (2 jam 8 menit) sedangkan untuk komponen pasang surut ganda memiliki rata-rata o (1 jam 27 menit). Hasil model hidrodinamika 2 dimensi mendekati data hasil observasi lapang pada elevasi permukaan laut yang digunakan untuk model sebaran minyak. Selisih secara umum fase pada model hidrodinamika 2 dimensi kurang dari 2 jam dengan selisih rata-rata adalah 1 jam 47 menit yang artinya

7 39 terdapat waktu tunda antara pasang surut hasil observasi lapang dengan pasang surut hasil model selama waktu tersebut. 4.2 Hasil Pemodelan Hidrodinamika Pola arus hasil model hidrodinamika 2 dimensi yang digunakan untuk awal model tumpahan minyak (Gambar 15) menunjukan bahwa elevasi permukaan laut tertinggi berada pada kisaran 0.3 meter diatas rata-rata tinggi permukaan laut yang terletak pada selat sunda, sedangkan elevasi terendah berada pada kisaran 0.3 meter dibawah rata-rata tinggi permukaan laut yang terletak pada perairan bagian Timur Sumatera. Hasil model hidrodinamika menunjukan kecepatan arus tertinggi pada hasil model hidrodinamika tanggal 15 September 2008 sebesar 1.54 m/det dengan kecepatan rata-rata arus sebesar 0.08 m/det. Pola arus hasil model hidrodinamika ketika terjadi tumpahan minyak (Gambar 10) menguat pada wilayah kanan model dan melemah pada bagian kiri model, hal ini dikarenakan elevasi batas terbuka pada bagian Timur berada pada elevasi tertinggi (terjadi pasang) sedangkan pada batas terbuka bagian Utara berada pada kondisi surut. Elevasi pada syarat terbuka model bagian Barat menuju pasang sehingga arus akan bergerak dari batas terbuka model menuju ke dalam wilayah model, hal ini menyebabkan daerah tersebut memiliki elevasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain pada model. Kecepatan angin pada saat model berlangsung adalah 1.62 m/det yang berasal dari arah Timur, namun pengaruh angin tidak terlalu mendominasi pada model tersebut. Bagian Timur wilayah model memiliki elevasi tertinggi pada kisaran 0.3 m diatas MSL (Mean Sea Level) sedangkan pada

8 40 Gambar 10. Pola arus hasil model hidrodinamika saat terjadi tumpahan minyak perairan lain khususnya di Barat Laut pulau Jawa memiliki elevasi dengan kisaran 0.2 m dibawah MSL (Mean Sea Level). Tanggal 18 September 2008 pukul 17:59 (relatif pada meridian Greenwich) dengan kecepatan angin pada model hidrodinamika adalah 5.17 m/det yang berasal dari arah Tenggara (Gambar 11a) dan Elevasi pada syarat terbuka di bagian Timur untuk masukan data model lebih tinggi dibandingkan dengan elevasi yang lainnya sehingga daerah tersebut memiliki pola arus yang kuat dengan elevasi tertinggi pada hasil model hidrodinamika. Arus maksimum pada hasil model hidrodinamika sebesar 0.36 m/det dengan kisaran arus rata-rata sebesar 0.12 m/det (Gambar 16a). Pola arus hasil model hidrodinamika 2 dimensi pada saat terjadi pasang di batas terbuka bagian Utara terjadi tanggal 19 September 2008 pukul 06:59 (Gambar 16b). Pola arus tersebut sebagian mengarah ke Tenggara dan sebagian mengarah ke Barat. Pola arus tersebut dikarenakan terdapat perbedaan antara waktu pasang di beberapa batas terbuka. Elevasi pada syarat terbuka di Utara untuk masukan model menunjukan kondisi pasang sehingga terjadi pergerakan arus yang menuju pantai. Elevasi pada syarat

9 a b c d Gambar 11. Pola arus hasil model hidrodinamika saat menjelang pasang (a), pasang (b), menjelang surut (c), dan surut (d) pada syarat batas terbuka di Utara

10 42 batas terbuka di Barat menunjukan kondisi yang sama yaitu menuju pasang sehingga arah arus bergerak ke domain model. Arus dengan kecepatan yang kecil ditemukan pada daerah yang dekat dengan syarat batas terbuka di bagian Timur, hal tersebut dikarenakan kondisi elevasi pada batas terbuka menuju surut sehingga terjadi pembalikan arah arus yang dapat mengakibatkan arus pada wilayah tersebut melemah. Kecepatan arus maksimal (Gambar 11b) adalah 0.35 m/det degan kecepatan arus rata-rata adalah 0.14 m/det Pola arus hasil model hidrodinamika pada kondisi menjelang surut pada elevasi batas terbuka di bagian Utara dan Timur, sedangkan elevasi pada batas terbuka di bagian Barat pada saat surut (Gambar 11c). Akibat adanya pengaruh elevasi pada batas terbuka di bagian Utara dan bagian Timur yang menuju surut, maka pola arus mengikut i perubahan tersebut dengan adanya pengurangan kecepatan dan perubahan arah arus di beberapa wilayah. Kecepatan rata-rata pada kondisi menjelang surut sebesar 0.09 m/det dan lebih kecil jika dibandingkan pada saat terjadi surut (Gambar 11d) dengan rata-rata kecepatan arus sebesar 0.17 m/det. Pola arus hasil model hidrodinamika pada saat menjelang surut dan pada saat surut berbeda, perbedaan tersebut dikarenakan elevasi masukan pada model memiliki ketinggian yang bebeda. Pola arus hasil model hidrodinamika pada saat surut pada kondisi syarat batas Utara dan Timur menuju pasang pada batas terbuka bagian Barat (Gambar 11d), Perbedaan tersebut menyebabkan perubahan pola arus di beberapa wilayah. Pola arus pada batas terbuka di bagian Barat menuju ke arah Timur Laut dengan kecepatan maksimum berada di Kepulauan Seribu, pola arus pada batas terbuka di bagian Utara menuju ke luar domain model (Utara), dan pola arus pada batas

11 43 terbuka di bagian Timur menuju ke arah Timur. Pola arus tersebut berhubungan dengan elevasi pada batas terbuka dan data penggerak lain seperti angin pada masukan model lainnya. Perbedaan antara pola arus hasil model hidrodinamika pada saat pasang dan pada saat surut terletak pada arah dan kecepatan arusnya. Pola arus pada saat pasang (maksimum floow) menuju ke garis pantai dengan kecepatan lebih besar daripada saat surut, sedangkan pola arus pada saat surut (maksimum ebb) menjauhi garis pantai. Pola arus pada hasil model hidrodinamika pada bulan September 2008 menunjukan pengaruh yang dominan adalah gaya masukan dari pasang surut laut pada masing-masing batas terbuka. Arus akan mengalami peningkatan kecepatan pada saat menjelang pasang dan akan maksimal saat pasang, hal ini juga terjadi pada saat kondisi surut. Arus akan melemah ketika terjadi pembalikan kondisi elevasi dari pasang ke surut atau sebaliknya dari surut ke pasang. Hal ini dikarenakan tidak ada gaya pembangkit yang searah dengan gaya sebelumnya. Arus akan menuju domain model dan berakhir di garis pantai ketika terjadi pasang dan akan menuju keluar dari domain model ketika terjadi surut. Arus laut juga dipengaruhi oleh kedalaman perairan masukan model yang mengakibatkan perambatan gelombang pasang surut di beberapa wilayah berbeda. Menurut Hatayama et all (1996) perairan Indonesia sangat kompleks dengan kedalaman yang beraneka ragam, namun Laut Jawa termasuk perairan dangkal dengan rata-rata kedalaman 30 meter. Beberapa pola arus hasil hidrodinamika menunjukan semakin dangkal suatu perairan maka kecepatan arus akan semakin cepat, dan semakin sempit suatu kawasan perairan maka kecepatan arus juga akan semakin cepat (Gambar 11). Perairan kepulauan seribu merupakan perairan yang

12 44 dangkal sehingga arus akan sedikit dibelokan dengan kecepatan lebih tinggi dibandingkan kecepatan arus sebelumnya, Perairan selat Sunda juga menunjukan peningkatan kecepatan arus. Data meteorologi (curah hujan, kelembaban, radiasi, tekanan udara, temperatur udara, dan tutupan awan) dianggap homogen pada model sehingga yang membedakan adalah data masukan angin dan pasang surut. Pola arus hasil hidrodinamika menunjukan data masukan model pasang surut lebih berpengaruh terhadap model hidrodinamika daripada data angin. Hal ini disebabkan perbedaan elevasi akan memberikan gaya yang lebih kuat pada beberapa lapisan kedalaman, namun data angin memberikan pengaruh lebih kuat pada permukaan perairan melalui wind stress yang semakin dalam akan semakin lemah. 4.3 Hasil Pemodelan Tumpahan Minyak Model Sebaran Tumpahan Minyak Model sebaran tumpahan minyak dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti arus laut, angin, dan difusi minyak. Pola sebaran tumpahan minyak dari tanggal 14 sampai 29 September 2008 merupakan contoh kasus tumpahan minyak di wilayah Balongan yang terjadi pada pertengahan September 2008 (gambar 12). Pola sebaran minyak sebagian besar menuju ke arah Barat Laut, pada tanggal 14 September 2008 merupakan saat terjadi kebocoran minyak selama 6 jam sampai tanggal 19 September 2008 sehingga hanya menunjukkan titik karena minyak belum menyebar. Tanggal berikutnya yaitu tanggal 17 September 2008 minyak sudah menyebar sejauh km dengan luas minyak di perairan adalah km 2 (Gambar 12a). Penyebaran minyak semakin jauh dan meluas yang

13 45 a b c d e f Gambar 12. Model sebaran tumpahan minyak selama 15 hari (15-29 September 2008) tanggal 15 September (a), 17 September (b), 19 September (c), 21 September (d), 25 September (e), dan 29 September (f) dengan total tumpahan minyak 2400 barel continous 5 hari disebabkan oleh pengaruh angin dan arus. Tanggal 15 September 2008 minyak mulai mendekati pantai pada solusi mínimum (titik merah) dan pada tanggal 16 September minyak berada di pantai pada solusi best guest (titik hitam). Keberadaam minyak di pantai pada model ditunjukan dengan tanda silang merah

14 46 Tabel 4. Luas tumpahan minyak dan jarak terjauh minyak dari sumber tumpah pada bulan September 2008 Tanggal Luas Minyak (km 2 ) Jarak minyak dari sumber (km) 15/09/ /09/ /09/ /09/ /09/ /09/ /09/ /09/ dan silang hitam untuk masing-masing solusi. Tumpahan minyak yang mendekati pantai pada tanggal 15 September merupakan bukan model utama melainkan model yang diperkirakan hanya terjadi 5% dari 100% kemungkinan, Tumpahan minyak tersebut bertahan sampai tanggal 29 September Tanggal 16 sampai 24 September sebaran minyak pada best guest berada di pantai dan pada tanggal berikutnya sudah menginggalkan pantai. Keadaan minyak yang lepas dari pantai ini menunjukan bahwa syarat tertutup model tumpahan minyak adalah slippery yang artinya minyak tidak mudah terperangkap di daerah pantai. Tanda merah merupakan solusi mínimum untuk antisipasi tumpahan minyak secara acak (random) yang disebut mínimum regret solution. Tumpahan minyak semakin menyebar dengan luas maksimum minyak yang ada di perairan adalah km 2 yaitu pada tanggal 29 September 2008 (Tabel 4). Luas minyak yang ada di perairan semakin bertambah luas yang dikarenakan adanya proses difusi minyak dan penyebaran oleh faktor fisik seperti arus dan angin. Kemungkinan wilayah yang terjadi tumpahan minyak diturunkan dari sebaran tumpahan minyak per waktunya sehingga didapat luasan tumpahan

15 47 Gambar 13. Kemungkinan wilayah yang terkena tumpahan minyak (Probability of impacted area) pada bulan September tahun 2008 berdasarkan waktu minyak dengan selang waktu 2 hari. Penyebaran tumpahan minyak untuk antisipasi wilayah yang terkena dampak tumpahan minyak diperlihatkan melalui warna yang berbeda berdasarkan waktu sebaran tumpahan minyak pada model (Gambar 13). Sebaran tumpahan minyak mencapai perairan Subang pada tanggal 24 September 2008 dan pada tanggal 29 September 2008 sebaran minyak mencapai perairan Karawang. Kemungkinan wilayah sebaran tumpahan minyak dapat membantu antisipasi daerah yang akan terkena dampak tumpahan minyak dan dapat melihat wilayah yang telah dilalui minyak. Tumpahan minyak pada solusi mínimum model yang sampai ke pantai berada pada wilayah Utara Indramayu di Desa Brondong, hal ini dikuatkan oleh Pikiran Rakyat tanggal 17 September 2008 yang memberitakan mengenai pembersihan wilayah pantai dusun Bondol Desa Brondong Kabupaten Indramayu

16 48 Gambar 14. Perbandingan model sebaran tumpahan minyak dengan simulasi dan data lapang Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tahun 2008 selama 4 hari (14-18 September 2008) oleh nelayan. Beberapa nelayan membersihkan tumpahan minyak yang sampai ke wilayah hutan mangrove dan pesisir dengan menggunakan karung plastik (Pikiran Rakyat, 17 September 2008). Tumpahan minyak yang sangat dekat dengan pantai berada pada wilayah Desa brondong dan Desa Pabean Ilir sehingga model tersebut dapat membantu antisipasi sebaran minyak sebelum mencapai pantai kedua desa tersebut. Model sebaran tumpahan minyak dengan menggunakan GNOME kemudian dibandingkan menggunakan data sebaran tumpahan minyak KLH pada tahun 2008 selama 4 hari setelah terjadi tumpahan. Hasil verifikasi menunjukan sebaran tumpahan minyak menggunakan GNOME memiliki kesamaan pola sebaran minyak yaitu mengarah ke Barat Laut (Gambar 14). Sebaran tumpahan minyak yang berada di pantai menurut pengamatan KLH tahun 2008 adalah Desa Pabean Ilir, Desa Brondong, Desa Tortoran, Desa Pabean Udik, Desa Karangsong, Desa Singaraja, Desa Singajaya, Desa Lamanrntarung, dan Desa Karanganyar. Desa-

17 49 desa tersebut menjadi target utama dalam kemungkinan dampak wilayah yang terkena tumpahan baik pada solusi mínimum atau dengan solusi terbaik pada model sebaran minyak menggunakan GNOME. Kondisi minyak mencapai pantai harus segera ditangani secara serius, hal ini dikarenakan kawasan pesisir merupakan kawasan yang sangat rentan ketika terjadi tumpahan minyak. Kawasan yang rentan dapat ditunjau dari beberapa faktor seperti banyaknya tumpahanya minyak yang mencapai pantai tersebut, lamanya minyak berada dipantai, karakteristik lingkungan fisik seperti tipe pantai dan sedimen, kondisi cuaca di daerah tersebut, efektivitas pembersihan minyak, karakteristik biologi dan ekonomi pantai. Terdapat beberapa cara menangani minyak ketika terjadi tumpahan yaitu menggunakan senyawa dispersant melalui udara, menggunakan oil boom dan skimmers untuk dipompa ke kapal, pembersihan minyak di pantai, dan pembakaran minyak. Penggunaan senyawa dispersant tidak dianjurkan dalam simulasi model ini, hal ini dikarenakan batimetri perairan Laut Jawa tergolong pada laut yang dangkal sehingga masih berbahaya bagi organisme laut yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Penggunaan boom dan skimmers sangat dianjurkan karena ramah lingkungan dan minyak dapat diolah kembali, proses pembersihan ini dapat dilakukan pada ketiga skenario tumpahan minyak dan lebih disarankan pada tumpahan minyak yang akan mencapai pantai sehingga intensitas pencemaran pantai menjadi berkurang. Pembakaran minyak di laut adalah solusi terakhir dan memperhitungkan pada kondisi cuaca dan arah angin karena pembakaran minyak akan menghasilkan polusi udara berupa asap tebal. Pengontrolan dan pengaturan yang baik dan

18 50 berkelanjutan pada beberapa kilang minyak dan kapal-kapal tanker pembawa minyak dapat meminimalisir terjadinya tumpahan dan kebocoran minyak di laut Model Nasib (Fate) Minyak Model nasib minyak menyajikan perilaku minyak ketika berada di perairan, model nasib minyak pada bulan September 2008 disimulasikan selama 5 hari setelah terjadi tumpahan minyak pada tanggal 14 September 2008 (Gambar 15). Model nasib minyak menggunakan data angin rata-rata harian dan menggunakan data rata-rata arus hasil model hidrodinamika selama model disimulasikan. Model nasib minyak menghasilkan beberapa perubahan karakteristik minyak baik kimia (densitas, viskositas, dan kandungan air dalam minyak) maupun fisik minyak (penguapan, dispersi, dan ketersediaan minyak dalam perairan). Viskositas dan densitas (Gambar 15a dan 15b) dengan nilai API 21.1 menunjukan perilaku yang hampir sama yaitu terjadi peningkatan selama model berlangsung. Nilai API tersebut menggambarkan gravitasi spesifik minyak pada suhu tertentu terhadap suhu air. Viskositas minyak menunjukan kekentalan minyak yang disebabkan oleh cuaca kondisi lingkungan sekitar dan masuknya senyawa lain seperti air. Kandungan air dalam minyak (Gambar 15c) mengalami peningkatan hingga mencapai 60% lebih pada waktu terakhir model. Masuknya air dalam minyak adalah proses emulsifikasi yang disebabkan oleh turbulensi, semakin besar turbulensi yang terjadi maka semakin besar peluang terjadinya emulsifikasi. Turbulensi yang besar pada model diakibatkan oleh adanya data masukan angin yang dapat mengakibatkan gelombang pada fetch tertentu dan data arus. Kecepatan angin dan arus yang lebih besar akan mengakibatkan turbulensi yang lebih besar. Evaporasi pada model nasib minyak disebabkan oleh

19 51 Gambar 15. Nasib minyak setelah tumpah (API 21.1) selama 5 hari pada bulan September yang terdiri dari densitas minyak dalam kg/cu m (a) dan viskositas minyak dalam cst (b), kandungan air (c), evaporasi (d), dispersi (e), dan ketersediaan minyak (f) dalam % temperatur udara dan permukaan laut serta volume minyak yang tumpah. Semakin tinggi nilai temperatur maka semakin tinggi nilai evaporasi. Model evaporasi minyak terus mengalami peningkatan selama 5 hari (Gambar 15c) sehingga evaporasi minyak yang terjadi pada model tersebut

20 52 sebanyak 6593 barrel dari barrel minyak yang tumpah. Dispersi minyak merupakan senyawa minyak yang memisah dari kumpulan minyak yang disebabkan oleh turbulensi terutama gelombang. Minyak yang terdispersi pada model sangat dipengaruhi oleh masukan data angin, hal ini disebabkan data angin yang diberikan akan membangkitkan data gelombang pada model nasib minyak. Dispersi minyak mengalami peningatan pada hari pertama model selama 16 jam sekitar 12 barrel. Evaporasi minyak selama 5 hari model sebanyak 6593 barrel dengan dispersi sebesar 12 barrel dan faktor lain menyebabkan ketersedian minyak berkurang menjadi barrel dari total tumpah barrel (Lampiran 1). Grafik hasil model menunjukan peningkatan pada saat 6 jam pertama model, hal ini dikarenakan minyak tumpah selama 6 jam di hari pertama yang kemudian dapat diatasi sehingga tidak ada lagi minyak yang tumpah di hari berikutnya selama simulasi model. Grafik dispersi minyak sangat dipengaruhi oleh angin dan turbulensi air laut untuk memecah senyawa minyak. Tumpahan minyak di laut pada dasarnya akan mengalami beberapa proses yaitu penyebaran, penguapan, dispersi, disolusi, sedimentasi, oksidasi, disolusi, dan emulsifikasi. Beberapa proses tersebut mempengaruhi perubahan kondisi minyak yang ada diperairan seperti perubahan densitas minyak, perubahan viskositas minyak, dan perubahan ketersediaan minyak di laut. Model nasib minyak menampilkan grafik evaporasi dan dispersi yang kemudian akan mempengaruhi densitas dan viskositas minyak. Peningkatan densitas minyak akan selalu diikuti dengan peningkatan viskositas minyak, hal ini dikarenakan viskositas minyak (kinematic viscosity) dihitung dari densitas minyak. Peningkatan variabel model tersebut dipengaruhi oleh kondisi fisik

21 53 lingkungan (angin, arus laut, suhu udara, salinitas, dan gelombang) dan kondisi minyak (nilai API, viskositas minyak, densitas minyak, dan titik tuang). Minyak yang dimodelkan adalah minyak golongan III yaitu minyak mentah sehingga ketika berada di perairan minyak akan kehilangan volumenya sebesar 40% dari volumen awal dan semakin kecil nilai densitas minyak maka akan semakin tinggi nilai API minyak tersebut (ITOPF, 2010).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Validasi Data Pasang surut merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk melakukan validasi model. Validasi data pada model ini ditunjukkan dengan grafik serta

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Verifikasi Hasil Pemodelan 4.1.1. Verifikasi Angin 4.1.1.1. Musim Barat Kecepatan angin masukan model memiliki nilai maksimum pada bulan Februari 2007 sebesar 4.2 meter/detik

Lebih terperinci

PENGANTAR OCEANOGRAFI. Disusun Oleh : ARINI QURRATA A YUN H

PENGANTAR OCEANOGRAFI. Disusun Oleh : ARINI QURRATA A YUN H PENGANTAR OCEANOGRAFI Disusun Oleh : ARINI QURRATA A YUN H21114307 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin Makassar 2014 Kondisi Pasang Surut di Makassar Kota

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kondisi Fisik Daerah Penelitian II.1.1 Kondisi Geografi Gambar 2.1. Daerah Penelitian Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52-108 36 BT dan 6 15-6 40 LS. Berdasarkan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Pantai Pemaron merupakan salah satu daerah yang terletak di pesisir Bali utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai wisata

Lebih terperinci

BAB IV SIMULASI MODEL TUMPAHAN MINYAK (MoTuM) RISK ANALYSIS FLOWCHART Bagan Alir Analisis Resiko

BAB IV SIMULASI MODEL TUMPAHAN MINYAK (MoTuM) RISK ANALYSIS FLOWCHART Bagan Alir Analisis Resiko BAB IV SIMULASI MODEL TUMPAHAN MINYAK (MoTuM) 4.1. Metodologi Untuk mendapatkan hasil dari analisis resiko (risk analysis), maka digunakan simulasi model tumpahan minyak. Simulasi diperoleh melalui program

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Hasil Model dengan DISHIDROS Komponen gelombang pasang surut M2 dan K1 yang dipilih untuk dianalisis lebih lanjut, disebabkan kedua komponen ini yang paling dominan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320 28 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kepulauan Krakatau terletak di Selat Sunda, yaitu antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Luas daratannya sekitar 3.090 ha terdiri dari Pulau Sertung

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengukuran Beda Tinggi Antara Bench Mark Dengan Palem Dari hasil pengukuran beda tinggi dengan metode sipat datar didapatkan beda tinggi antara palem dan benchmark

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi

2. TINJAUAN PUSTAKA. Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Oseanografi Perairan Teluk Bone Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan di sebelah Barat dan Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penelitian Kecamatan Muara Gembong merupakan daerah pesisir di Kabupaten Bekasi yang berada pada zona 48 M (5 0 59 12,8 LS ; 107 0 02 43,36 BT), dikelilingi oleh perairan

Lebih terperinci

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa G174 Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa Muhammad Ghilman Minarrohman, dan Danar Guruh Pratomo Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

3 Kondisi Fisik Lokasi Studi

3 Kondisi Fisik Lokasi Studi Bab 3 3 Kondisi Fisik Lokasi Studi Sebelum pemodelan dilakukan, diperlukan data-data rinci mengenai kondisi fisik dari lokasi yang akan dimodelkan. Ketersediaan dan keakuratan data fisik yang digunakan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi penyusunan basis data, pemodelan dan simulasi pola sebaran suhu air buangan

Lebih terperinci

III-11. Gambar III.13 Pengukuran arus transek pada kondisi menuju surut

III-11. Gambar III.13 Pengukuran arus transek pada kondisi menuju surut Hasil pengukuran arus transek saat kondisi menuju surut dapat dilihat pada Gambar III.13. Terlihat bahwa kecepatan arus berkurang terhadap kedalaman. Arus permukaan dapat mencapai 2m/s. Hal ini kemungkinan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk mempresentasikan data kecepatan angin dalam bentuk mawar angin sebagai

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara geografis, Kecamatan Padang Cermin terletak di sebelah Tenggara Kabupaten

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. (suhu manual) dianalisis menggunakan analisis regresi linear. Dari analisis

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. (suhu manual) dianalisis menggunakan analisis regresi linear. Dari analisis 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Koreksi Suhu Koreksi suhu udara antara data MOTIWALI dengan suhu udara sebenarnya (suhu manual) dianalisis menggunakan analisis regresi linear. Dari analisis tersebut dihasilkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS IV.1 Uji Sensitifitas Model Uji sensitifitas dilakukan dengan menggunakan 3 parameter masukan, yaitu angin (wind), kekasaran dasar laut (bottom roughness), serta langkah waktu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai PASANG SURUT. Oleh. Nama : NIM :

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai PASANG SURUT. Oleh. Nama : NIM : Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. 2. 3. Nilai PASANG SURUT Nama : NIM : Oleh JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2015 MODUL 5. PASANG SURUT TUJUAN

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM POLA DISTRIBSI SH DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

Lebih terperinci

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas Bab III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alur Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas Perencanaan Dermaga Data Lingkungan : 1. Data Topografi 2. Data Pasut 3. Data Batimetri 4. Data Kapal

Lebih terperinci

Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b

Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b a Jurusan Fisika, Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise Peta sebaran SPL dan salinitas berdasarkan cruise track Indomix selengkapnya disajikan pada Gambar 6. 3A 2A

Lebih terperinci

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI Lokasi pada lepas pantai yang teridentifikasi memiliki potensi kandungan minyak bumi perlu dieksplorasi lebih lanjut supaya

Lebih terperinci

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6 No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-172 Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa Muhammad Ghilman Minarrohman, dan Danar Guruh

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Peta lokasi penelitian di perairan Teluk Bone, Perairan Sulawesi dan sekitarnya, Indonesia (Gambar 6). Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian Teluk Bone,

Lebih terperinci

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai SUHU DAN SALINITAS. Oleh. Nama : NIM :

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai SUHU DAN SALINITAS. Oleh. Nama : NIM : Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. 2. 3. Nilai SUHU DAN SALINITAS Nama : NIM : Oleh JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2015 MODUL 3. SUHU DAN SALINITAS

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Peta batimetri Labuan

Gambar 2.1 Peta batimetri Labuan BAB 2 DATA LINGKUNGAN 2.1 Batimetri Data batimetri adalah representasi dari kedalaman suatu perairan. Data ini diperoleh melalui pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan suatu proses yang disebut

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Suhu Permukaan Laut (SPL) di Perairan Indramayu Citra pada tanggal 26 Juni 2005 yang ditampilkan pada Gambar 8 memperlihatkan bahwa distribusi SPL berkisar antara 23,10-29

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Perubahan vertikal muka air laut secara periodik pada sembarang tempat di pesisir atau di lautan merupakan fenomena alam yang dapat dikuantifikasi. Fenomena tersebut

Lebih terperinci

Definisi Arus. Pergerakkan horizontal massa air. Penyebab

Definisi Arus. Pergerakkan horizontal massa air. Penyebab Definisi Arus Pergerakkan horizontal massa air Penyebab Fakfor Penggerak (Angin) Perbedaan Gradien Tekanan Perubahan Densitas Pengaruh Pasang Surut Air Laut Karakteristik Arus Aliran putaran yang besar

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Pola Arus dan Laju Sedimentasi Terhadap Perubahan

Analisis Pengaruh Pola Arus dan Laju Sedimentasi Terhadap Perubahan TUGAS AKHIR Analisis Pengaruh Pola Arus dan Laju Sedimentasi Terhadap Perubahan Batimetri di Perairan Teluk Tomini Zuriati achmad 4307100048 LATAR BELAKANG Teluk Tomini merupakan salah satu teluk terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 1980-an para peneliti meteorologi meyakini bahwa akan terjadi beberapa penyimpangan iklim global, baik secara spasial maupun temporal. Kenaikan temperatur

Lebih terperinci

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT Martono Divisi Pemodelan Iklim, Pusat Penerapan Ilmu Atmosfir dan Iklim LAPAN-Bandung, Jl. DR. Junjunan 133 Bandung Abstract: The continuously

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pantai BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pantai adalah daerah tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah, sedangkan pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data komponen pasut dari DISHIDROS

Lampiran 1. Data komponen pasut dari DISHIDROS L A M P I R A N 46 Lampiran 1. Data komponen pasut dari DISHIDROS KOLAKA Posisi 4 3'6.65" 121 34'54.5" waktu GMT + 08.00 Gerakan pasut diramalkan terhadap suatu Muka Surutan yang letaknya 9 dm di bawah

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN ANALISA

BAB III DATA DAN ANALISA BAB III DATA DAN ANALISA 3.1. Umum Dalam studi kelayakan pembangunan pelabuhan peti kemas ini membutuhkan data teknis dan data ekonomi. Data-data teknis yang diperlukan adalah peta topografi, bathymetri,

Lebih terperinci

Pembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi

Pembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi G186 Pembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi Muhammad Didi Darmawan, Khomsin Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT PROSES DAN TIPE PASANG SURUT MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: PROSES DAN TIPE PASANG SURUT Oleh: Ir. MUHAMMAD MAHBUB, MP PS Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNLAM Pengertian

Lebih terperinci

MODEL PREDIKSI GELOMBANG TERBANGKIT ANGIN DI PERAIRAN SEBELAH BARAT KOTA TARAKAN BERDASARKAN DATA VEKTOR ANGIN. Muhamad Roem, Ibrahim, Nur Alamsyah

MODEL PREDIKSI GELOMBANG TERBANGKIT ANGIN DI PERAIRAN SEBELAH BARAT KOTA TARAKAN BERDASARKAN DATA VEKTOR ANGIN. Muhamad Roem, Ibrahim, Nur Alamsyah Jurnal Harpodon Borneo Vol.8. No.1. April. 015 ISSN : 087-11X MODEL PREDIKSI GELOMBANG TERBANGKIT ANGIN DI PERAIRAN SEBELAH BARAT KOTA TARAKAN BERDASARKAN DATA VEKTOR ANGIN 1) Muhamad Roem, Ibrahim, Nur

Lebih terperinci

BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI

BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI Transpor sedimen pada bagian ini dipelajari dengan menggunakan model transpor sedimen tersuspensi dua dimensi horizontal. Dimana sedimen yang dimodelkan pada penelitian

Lebih terperinci

Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan

Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan BAB IV PEMODELAN MATEMATIKA PERILAKU SEDIMENTASI 4.1 UMUM Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan matematika dengan menggunakan bantuan perangkat lunak SMS versi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ./ 3.3.2 Penentuan nilai gradien T BB Gradien T BB adalah perbedaan antara nilai T BB suatu jam tertentu dengan nilai

Lebih terperinci

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: PROSES DAN TIPE PASANG SURUT Oleh: Ir. MUHAMMAD MAHBUB, MP PS Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNLAM Pengertian Pasang Surut Pasang surut

Lebih terperinci

Gambar 4 Simulasi trajektori PT. X bulan Juni (a) dan bulan Desember (b)

Gambar 4 Simulasi trajektori PT. X bulan Juni (a) dan bulan Desember (b) 9 Kasus 2 : - Top of model : 15 m AGL - Starting time : 8 Juni dan 3 Desember 211 - Height of stack : 8 m AGL - Emmision rate : 1 hour - Pollutant : NO 2 dan SO 2 3.4.3 Metode Penentuan Koefisien Korelasi

Lebih terperinci

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016, Halaman Online di :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016, Halaman Online di : JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016, Halaman 218-226 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose ANALISIS POLA SEBARAN TUMPAHAN MINYAK MENTAH (CRUDE OIL) DENGAN PENDEKATAN MODEL

Lebih terperinci

Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004

Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004 Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004 R. Bambang Adhitya Nugraha 1, Heron Surbakti 2 1 Pusat Riset Teknologi Kelautan-Badan (PRTK), Badan Riset Kelautan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PASANG SURUT DI PERAIRAN KALIANGET KEBUPATEN SUMENEP

KARAKTERISTIK PASANG SURUT DI PERAIRAN KALIANGET KEBUPATEN SUMENEP KARAKTERISTIK PASANG SURUT DI PERAIRAN KALIANGET KEBUPATEN SUMENEP Mifroul Tina Khotip 1, Aries Dwi Siswanto 2, Insafitri 2 1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo

Lebih terperinci

Pengertian Pasang Surut

Pengertian Pasang Surut Pengertian Pasang Surut Pasang surut adalah fluktuasi (gerakan naik turunnya) muka air laut secara berirama karena adanya gaya tarik benda-benda di lagit, terutama bulan dan matahari terhadap massa air

Lebih terperinci

ANALISIS PASANG SURUT PERAIRAN MUARA SUNGAI MESJID DUMAI ABSTRACT. Keywords: Tidal range, harmonic analyze, Formzahl constant

ANALISIS PASANG SURUT PERAIRAN MUARA SUNGAI MESJID DUMAI ABSTRACT. Keywords: Tidal range, harmonic analyze, Formzahl constant : 48-55 ANALISIS PASANG SURUT PERAIRAN MUARA SUNGAI MESJID DUMAI Musrifin 1) 1) Staf Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Universitas Raiu Diterima : 5 April 2011 Disetujui : 14 April 2011 ABSTRACT Tidal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Studi Kecamatan Muara Gembong merupakan kecamatan di Kabupaten Bekasi yang terletak pada posisi 06 0 00 06 0 05 lintang selatan dan 106 0 57-107 0 02 bujur timur. Secara

Lebih terperinci

Karakteristik Pasang Surut di Alur Pelayaran Sungai Musi Menggunakan Metode Admiralty

Karakteristik Pasang Surut di Alur Pelayaran Sungai Musi Menggunakan Metode Admiralty 1 N Nurisman et al. / Maspari Journal 04 (2012) 110-115 Maspari Journal, 2012, 4(1), 110-115 http://masparijournal.blogspot.com Karakteristik Pasang Surut di Alur Pelayaran Sungai Musi Menggunakan Metode

Lebih terperinci

BAB III PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB III PEGAMBILA DA PEGOLAHA DATA Pembahasan yang dilakukan pada penelitian ini, meliputi dua aspek, yaitu pengamatan data muka air dan pengolahan data muka air, yang akan dibahas dibawah ini sebagai

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI FISIKA PANTAI PANDAN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA. By Sakkeus Harahap 1), Mubarak 2), Musrifin Galib 2) ABSTRACT

KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI FISIKA PANTAI PANDAN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA. By Sakkeus Harahap 1), Mubarak 2), Musrifin Galib 2) ABSTRACT KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI FISIKA PANTAI PANDAN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA By Sakkeus Harahap 1), Mubarak 2), Musrifin Galib 2) ABSTRACT This research was conducted from 14 28, May 2009 at Kelurahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat dinamis dan mempunyai karakteristik yang beragam pada setiap wilayah di kabupaten/kota. Wilayah pesisir itu sendiri merupakan

Lebih terperinci

VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT

VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT 77 VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT Abstrak Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil di Selat Malaka yang terletak di antara pesisir Kota Dumai dangan Pulau Rupat. Berbagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Verifikasi Model Visualisasi Klimatologi Suhu Permukaan Laut (SPL) model SODA versi 2.1.6 diambil dari lapisan permukaan (Z=1) dengan kedalaman 0,5 meter (Lampiran 1). Begitu

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI Bab ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE KARAKTERISTIK RATA-RATA SUHU MAKSIMUM DAN SUHU MINIMUM STASIUN METEOROLOGI NABIRE TAHUN 2006 2015 OLEH : 1. EUSEBIO ANDRONIKOS SAMPE, S.Tr 2. RIFKI ADIGUNA SUTOWO, S.Tr

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN III.1 ALUR PELABUHAN Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan masuk ke dalam kolam pelabuhan. Alur pelayaran dan kolam pelabuhan harus cukup tenang

Lebih terperinci

Puncak gelombang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang disebut pasang rendah.

Puncak gelombang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang disebut pasang rendah. PASANG SURUT Untuk apa data pasang surut Pengetahuan tentang pasang surut sangat diperlukan dalam transportasi laut, kegiatan di pelabuhan, pembangunan di daerah pesisir pantai, dan lain-lain. Mengingat

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 33 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2009 hingga Pebruari 2011 dengan perincian waktu disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Matriks waktu penelitian Uraian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Studi Daerah yang menjadi objek dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah pesisir Kecamatan Muara Gembong yang terletak di kawasan pantai utara Jawa Barat. Posisi geografisnya

Lebih terperinci

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan September 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2013 dan Januari 2014 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun

Lebih terperinci

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakter Angin Angin merupakan salah satu faktor penting dalam membangkitkan gelombang di laut lepas. Mawar angin dari data angin bulanan rata-rata selama tahun 2000-2007 diperlihatkan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kabupaten Pati 4.1.1 Kondisi geografi Kabupaten Pati dengan pusat pemerintahannya Kota Pati secara administratif berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten

Lebih terperinci

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Deskripsi umum lokasi penelitian 3.1.1 Perairan Pantai Lovina Kawasan Lovina merupakan kawasan wisata pantai yang berada di Kabupaten Buleleng, Bali dengan daya tarik

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

POLA ARUS DAN TRANSPOR SEDIMEN PADA KASUS PEMBENTUKAN TANAH TIMBUL PULAU PUTERI KABUPATEN KARAWANG

POLA ARUS DAN TRANSPOR SEDIMEN PADA KASUS PEMBENTUKAN TANAH TIMBUL PULAU PUTERI KABUPATEN KARAWANG POLA ARUS DAN TRANSPOR SEDIMEN PADA KASUS PEMBENTUKAN TANAH TIMBUL PULAU PUTERI KABUPATEN KARAWANG Andi W. Dwinanto, Noir P. Purba, Syawaludin A. Harahap, dan Mega L. Syamsudin Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Legonkulon berada di sebelah utara kota Subang dengan jarak ± 50 km, secara geografis terletak pada 107 o 44 BT sampai 107 o 51 BT

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Program Model Simulasi Program penyebaran polutan dari sumber garis telah dibuat dan dijalankan dengan data masukan konsentrasi awal CO, arah dan kecepatan angin sebagaimana

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penerapan model arus pada saluran terbuka pada bagian hulu dan hilir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penerapan model arus pada saluran terbuka pada bagian hulu dan hilir 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Model Hidrodinamika Penerapan model arus pada saluran terbuka pada bagian hulu dan hilir seperti yang telah diterapkan pada Van Rijn (1987) bertujuan untuk menguji

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI IV.1 Gambaran Umum Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Jakarta dan secara administrasi Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pengumpulan Data Dalam suatu penelitian perlu dilakukan pemgumpulan data untuk diproses, sehingga hasilnya dapat digunakan untuk analisis. Pengadaan data untuk memahami

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan topografinya sebagian besar merupakan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Peta co-tidal Perairan Indonesia Arah rambatan konstanta Pasut ditentukan dengan menganalisis kontur waktu air tinggi (satuan jam) suatu perairan. Jika kontur waktu air

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Februari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penelitian Pada pemodelan gelombang ini, yang menjadi daerah pemodelannya adalah wilayah pesisir Kabupaten dan Kota Cirebon. Terkait dengan wilayah pesisir ini, akan

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN METODA

BAB 2 DATA DAN METODA BAB 2 DATA DAN METODA 2.1 Pasut Laut Peristiwa pasang surut laut (pasut laut) adalah fenomena alami naik turunnya permukaan air laut secara periodik yang disebabkan oleh pengaruh gravitasi bendabenda-benda

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan algoritma empiris klorofil-a Tabel 8, Tabel 9, dan Tabel 10 dibawah ini adalah percobaan pembuatan algoritma empiris dibuat dari data stasiun nomor ganjil, sedangkan

Lebih terperinci

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar STRUKTUR BUMI 1. Skalu 1978 Jika bumi tidak mempunyai atmosfir, maka warna langit adalah A. hitam C. kuning E. putih B. biru D. merah Jawab : A Warna biru langit terjadi karena sinar matahari yang menuju

Lebih terperinci

PERMODELAN SEBARAN SUHU, SEDIMEN, TSS DAN LOGAM

PERMODELAN SEBARAN SUHU, SEDIMEN, TSS DAN LOGAM PERMODELAN SEBARAN SUHU, SEDIMEN, TSS DAN LOGAM 1. Daerah dan Skenario Model Batimetri perairan Jepara bervariasi antara 1 meter sampai dengan 20 meter ke arah utara (lepas pantai). Secara garis besar,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran lingkungan yang cukup serius selama 30 tahun terakhir ini.

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran lingkungan yang cukup serius selama 30 tahun terakhir ini. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Polusi yang disebabkan karena minyak merupakan salah satu isu pencemaran lingkungan yang cukup serius selama 30 tahun terakhir ini. Pencemaran oleh minyak terjadi

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. V, No. 1 (2015), Hal ISSN :

POSITRON, Vol. V, No. 1 (2015), Hal ISSN : POSITRON, Vol. V, No. (5), Hal. - 5 ISSN : -97 Prediksi Ketinggian Gelombang Laut Perairan Laut Jawa Bagian Barat Sebelah Utara Jakarta dengan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik Prada Wellyantama

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN

BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN Tujuan pembahasan analisis pelaksanaan perencanaan alur pelayaran untuk distribusi hasil pertambangan batubara ini adalah untuk menjelaskan kegiatan

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu kebutuhan utama bagi manusia. Manfaat air sangat luas bagi kehidupan manusia, misalnya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, irigasi, industri,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong Pemodelan ini menghasilkan dua model yaitu model uji sensitifitas dan model dua musim. Dalam model uji sensitifitas

Lebih terperinci

ANALISIS DATA ARUS DI PERAIRAN MUARA SUNGAI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALYSIS OF FLOW DATA ON ESTUARINE BANYUASIN RIVER IN SOUTH SUMATERA

ANALISIS DATA ARUS DI PERAIRAN MUARA SUNGAI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALYSIS OF FLOW DATA ON ESTUARINE BANYUASIN RIVER IN SOUTH SUMATERA MASPARI JOURNAL JANUARI 2016, 8(1):15-24 ANALISIS DATA ARUS DI PERAIRAN MUARA SUNGAI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALYSIS OF FLOW DATA ON ESTUARINE BANYUASIN RIVER IN SOUTH SUMATERA Chaplin M Simatupang

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 12 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Berdasarkan buku Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten (9), wilayah mangrove desa Jayamukti Kecamatan Blanakan secara administrasi kehutanan termasuk

Lebih terperinci

Angin Meridional. Analisis Spektrum

Angin Meridional. Analisis Spektrum menyebabkan pola dinamika angin seperti itu. Proporsi nilai eigen mempresentasikan seberapa besar pengaruh dinamika angin pada komponen utama angin baik zonal maupun meridional terhadap keseluruhan pergerakan

Lebih terperinci