VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT"

Transkripsi

1 77 VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT Abstrak Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil di Selat Malaka yang terletak di antara pesisir Kota Dumai dangan Pulau Rupat. Berbagai aktivitas transportasi, penyimpanan, pengolahan dan distribusi minyak maupun kegiatan industri di pesisir Dumai menyebabkan perairan Selat Rupat rawan terhadap pencemaran minyak. Posisi Selat Rupat yang semi tertutup dengan kondisi pasang-surut semidiurnal berpotensi menyebabkan terjadinya akumulasi minyak di perairan yang dapat menimbulkan kerusakan ekosistem perairan. Metode yang digunakan adalah metode perbandingan dengan baku mutu (KepMenLH No.51 Tahun 2004) dan referensi tingkat pencemaran (Lee et al. 1978). Pada umumnya konsentrasi minyak di perairan Selat Rupat telah melampaui nilai ambang batas yang telah ditetapkan. Berdasarkan konsentrasi oksigen terlarut (DO) dan BOD 5 perairan Pulau Ketam, Lubuk Gaung dan Pelintung termasuk kriteria tercemar ringan, Aktivitas transportasi laut di Pelabuhan Dumai di Selat Rupat merupakan sumber polutan minyak dari laut. Kata Kunci: Selat Rupat, pencemaran minyak, tercemar ringan 6.1. PENDAHULUAN Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan Pulau Rupat Propinsi Riau yang memiliki panjang ± 72.4 km dan lebar (dari garis pantai Dumai hingga pantai Pulau Rupat) km. Pulau Rupat merupakan sebuah pulau yang termasuk wilayah admistrasi Kabupaten Bengkalis dan pada umumnya masih belum memiliki aktivitas selain perkebunan rakyat. Oleh sebab itu, kondisi di daratan Pulau Rupat secara signifikan tidak mempengaruhi ekosistem perairan Selat Rupat, namun aktivitas industri dan domestri di Kota Dumai sangat mempengaruhi kondisi lingkungan perairan Selat Rupat. Selat Rupat memegang peranan penting dari segi ekologis maupun ekonomis bagi masyarakat sekitarnya karena memiliki keanekaragaman hayati berbagai jenis mangrove yang merupakan tempat hidup dan memijah ikan, melindungi pantai dari terjangan angin gelombang laut dan aberasi pantai. Selanjutnya dari segi ekonomis Selat Rupat merupakan daerah tangkapan sehingga banyak dari masyarakat di wilayah ini yang berprofesi sebagai nelayan.

2 78 Selat Rupat berfungsi sebagai pelabuhan utama yang mampu menunjang perekonomian Propinsi Riau. Pada beberapa lokasi di sekitar kawasan pesisir Dumai telah ditetapkan sebagai kawasan industri (Pelintung dan Lubuk Gaung). Hal ini berpotensi meningkatkan pencemaran minyak di Perairan Selat Rupat. Selain itu, Pelabuhan Dumai juga merupakan pelabuhan terbesar di pantai timur Sumatera dengan kunjungan kapal setiap tahunnya berkisar kali dengan jumlah penumpang berkisar hingga orang (ADPEL Dumai 2009). Pesisir Dumai merupakan pangkalan utama operasi dua perusahaan minyak terbesar (nasional dan multinasional) sebagai lokasi penimbunan minyak mentah dari berbagai sumur minyak di Propinsi Riau dan mengolah minyak mentah menjadi Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan kapasitas barel perhari yang didukung oleh tangki timbun dan pelabuhan (Bappeko 2008). Pelabuhan Dumai juga mengapalkan produksi minyak ke berbagai wilayah pemasaran dalam dan luar negeri. Berbagai aktivitas transportasi, penyimpanan, pengolahan dan distribusi minyak maupun kegiatan industri dan domestik di pesisir Dumai dapat menyebabkan perairan Selat Rupat rawan terhadap pencemaran minyak. Pencemaran minyak dapat membahayakan ekosistem laut karena ekosistem dan biota perairan sangat rentan terhadap minyak (Mukhtasor 2007). Posisi Selat Rupat yang semi tertutup dengan kondisi pasang-surut semidiurnal berpotensi menyebabkan terjadinya akumulasi minyak di perairan yang dapat menimbulkan kerusakan ekosistem perairan termasuk mangrove. Menurut Darmono (2001), komponen hidrokarbon aromatis dari minyak bumi (benzena dan toluene) merupakan senyawa toksik yang mampu membunuh biota perairan saat terjadinya pencemaran minyak di perairan. Mengingat kondisi Selat Rupat sangat berpotensi terjadinya akumulasi minyak yang dapat berpengaruh buruk terhadap ekosistem perairan, maka perlu dilakukan evaluasi tingkat pencemaran minyak di perairan Selat Rupat berdasarkan sumbernya (inputnya) dari daratan dan aktivitas pelabuhan (transportasi laut).

3 METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari survei lapangan meliputi konsentrasi minyak, oksigen terlarut dan BOD 5 di muara sungai (Sungai Buluhala, Sungai Mampu, Sungai Mesjid, Sungai Dumai dan Sungai Pelintung), konsentrasi minyak di perairan Selat Rupat (Perairan Pulau Ketam, Lubuk Gaung, pelabuhan umum, pelabuhan migas dan perairan pelintung). Data sekunder yang dikumpulkan meliputi konsentrasi minyak di efluent industri, pelabuhan dan muara sungai serta data keluar-masuk kapal di Pelabuhan Dumai yang diperoleh melalui instansi terkait (Badan Lingkungan Hidup Propinsi Riau, Kantor Lingkungan Hidup Kota Dumai, ADPEL 2009 dan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Riau) dan studi pustaka. Lokasi pengumpulan data dapat dilihat pada Gambar Metode Analisis Data Metode yang digunakan untuk mengevaluasi tingkat pencemaran minyak di Selat Rupat adalah metode deskriptif. Data hasil pengukuran kandungan minyak di perairan dibandingkan dengan Baku Mutu (KepMenLH No.51 Tahun 2004 lampiran I dan III), (PerMenLH No. 04 tahun 2007 lampiran III) dan referensi tingkat pencemaran berdasarkan kandungan oksigen terlarut dan BOD 5 (Lee et al.1978). Selanjutnya dianalisis secara deskriptif dengan membandingkannya dengan kondisi eksisting yang ada di Selat Rupat. Tabel 12 Kriteria kualitas air berdasarkan kandungan DO No Kadar oksigen terlarut (mg/l) Kriteria Pencemaran 1 6,5 Tidak tercemar 2 4,5 6,4 Tercemar ringan 3 2,0 4,4 Tercemar sedang 4 < 2,0 Tercemar berat Sumber: Lee et al. (1978) Tabel 13 Kriteria kualitas air berdasarkan nilai BOD 5 No Nilai BOD 5 (mg/l) Kriteria Kualitas Air 1 2,9 Tidak tercemar 2 3,0 5,0 Tercemar ringan 3 5,1-14,9 Tercemar sedang 4 15 Tercemar berat Sumber: Lee et al. (1978)

4 80 1 Gambar 16 Peta lokasi pengambilan sampel air

5 HASIL DAN PEMBAHASAN Perairan Selat Rupat di pengaruhi oleh aktivitas di daratan Kota Dumai dan aktivitas transportasi di Selat Rupat itu sendiri. Minyak dari daratan masuk (input) ke perairan Selat Rupat dari aktivitas industri baik secara langsung maupun tidak langsung. Aktivitas industri di pesisir pantai Dumai langsung mengalirkan effluent ke laut melalui saluran outlet, sedangkan aktivitas lain yang ada di daratan mengalirkan efluennya ke sungai dan melalui muara sungai masuk ke laut. Input polutan dari pelabuhan dan transportasi kapal dapat diketahui dari konsentrasi minyak terukur di pelabuhan. Berdasarkan hal itu, secara aktual pencemaran minyak di perairan Selat Rupat dapat dievaluasi dari konsentrasi minyak di perairan laut Selat Rupat dibandingkan dengan referensi dan baku mutu yang telah ditetapkan Sumber minyak dari industri migas yang masuk ke Selat Rupat Industri migas di pesisir Pantai Dumai merupakan sumber utama minyak yang langsung masuk ke Selat Rupat setelah melalui proses pengolahan. Data konsentrasi minyak dan debit effluent tahunan ( ) dari industri migas dapat dilihat pada Gambar 17. Gambar 17 Debit dan konsentrasi minyak rata-rata effluent industri migas di Pesisir Dumai tahun Berdasarkan Gambar 17, konsentrasi minyak di outlet efluen industri migas yang masuk ke Selat Rupat memperlihatkan adanya fluktuasi. Konsentrasi

6 82 minyak tertinggi terlihat pada tahun 2002 dan 2003, namun pada tahun 2004 hingga 2009 kecenderungan terus menurun. Apabila konsentrasi minyak di effluent tersebut dibandingkan dengan bakumutu (PerMenLH No.04 Tahun 2007), maka konsentrasi minyak terukur tahun 2002 hingga 2007 telah melampaui nilai ambang batas yang telah ditetapkan, namun pada tahun konsentrasi minyak telah menurun hingga dibawah bakumutu yang berlaku. Apabila dilihat dari jumlah debit effluent, debit tertinggi terjadi pada tahun 2001, yaitu m 3 /bulan dan terendah terjadi pada tahun 1999 yaitu m 3 /bulan. Berdasarkan konsentrasi minyak dan debit effluent maka input minyak dari industri migas di perairan Selat Rupat dengan menggunakan pendekatan Mitsch & Goesselink (1993) dapat diketahui (Gambar 18). Gambar 18 Input polutan minyak (ton/bulan) dari industri migas di pesisir Pantai Dumai yang masuk ke Selat Rupat Pada Gambar 18, polutan minyak yang masuk dari aktivitas industri migas ke Selat Rupat setiap bulannya berkisar ton. Jumlah minyak terbesar masuk ke Selat Rupat terjadi pada tahun 2007 dan terkecil terjadi pada tahun Besarnya input minyak dari industri migas merupakan faktor penting yang mempengaruhi tingkat pencemaran minyak di perairan Selat Rupat. Menurut Supriharyono (2000), tingkat kerusakan akibat pencemaran minyak bergantung pada jumlah dan konsentrasi minyak di perairan, jenis dan sifat kimia minyak yang mencemari serta kepekaan ekosistem terhadap dampak

7 83 pencemaran minyak tersebut. Pencemaran minyak di laut dapat menyebabkan dampak yang lebih luas karena terbawa arus dan gelombang laut Sumber minyak dari sungai yang bermuara ke Selat Rupat Sungai-sungai di Kota Dumai umumnya merupakan sungai abadi yaitu sungai yang airnya dapat mengalir sepanjang tahun. Sungai-sungai tersebut memegang peranan penting bagi masyarakat Dumai karena dapat mendukung akses prasarana transportasi dan industri. Berdasarkan perannya terdapat 5 sungai penting yang mengalir dari daratan dan bermuara ke Selat Rupat, sungai-sungai tersebut adalah Sungai Buluhala, Sungai Mampu, Sungai Mesjid, Sungai Dumai dan Sungai Pelintung. Hasil pengukuran konsentrasi minyak pada air sungai tersebut dapat dilihat pada Gambar 19. Konsentrasi Minyak (ppm) S.Bulu Hala S.Mampu S. Mesjid S.Dumai S.Pelintung N a m a S u n g a i Gambar 19 Input minyak (ppm) dari muara sungai ke Selat Rupat Berdasarkan Gambar 19, Sungai Mesjid dan Sungai Dumai merupakan dua sungai yang konsentrasi minyaknya tinggi. Konsentrasi minyak rata-rata di muara Sungai Mesjid dan Sungai Dumai masing-masing adalah 3.8 ppm dan 3.5 ppm. Kedua sungai tersebut memberikan kontribusi besar terhadap input polutan minyak di perairan Selat Rupat dan berpotensi besar terhadap pencemaran minyak di Selat Rupat. Berdasarkan bakumutu, konsentrasi minyak pada air kedua sungai tersebut telah melampaui nilai ambang batas yang telah ditetapkan. Sedangkan tiga sungai lainnya (Sungai Buluhala, Sungai Mampu dan Sungai Pelintung) konsentrasi minyak rata-ratanya masih di bawah nilai ambang batas yang telah ditetapkan. Debit air sungai-sungai yang bermuara ke Selat Rupat dapat dilihat pada Gambar 20.

8 Debit Rata-rata (x 1000 M3/jam) Sungai Buluhala Sungai Mampu Sungai Mes jid Sungai Dumai Sungai P elintung Gambar 20 Debit rata-rata air sungai yang bermuara ke Selat Rupat (m 3 /jam) Berdasarkan Gambar 20, Sungai Mesjid memiliki debit air tertinggi yaitu ± m 3 /jam, kemudian diikuti oleh Sungai Buluhala dengan besar debit ± m 3 /jam. Sebaliknya, Sungai Pelintung merupakan sungai yang memiliki debit air terkecil yaitu ± m 3 /jam. Input minyak dari muara sungai tidak seperti halnya input effluen industri, karena penyebaran dan kelarutan minyak tidak sama di berbagai kedalaman sungai hingga sedimen dasar perairan. Menurut Lee et al. (2005), sedimentasi minyak hanya terjadi pada minyak yang memiliki berat jenis lebih besar dari pada air atau pada saat minyak mengikat lebih banyak sedimen sehingga menjadi lebih padat, berat dari air yang akhirnya tenggelam dan bergabung dengan sedimen. Pengukuran konsentrasi minyak pada air permukaan dan sedimen di muara Sungai Dumai dan Sungai Mesjid dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Konsentrasi minyak di air permukaan dan sedimen muara sungai Konsentrasi Minyak (ppm) Muara Sungai Dumai Muara Sungai Mesjid di permukaan air (ppm) di sedimen (ppm) Ratio minyak di air/sedimen Sumber: PT. CPI, Pelindo dan PT. Pertamina Dumai, PPLH UNRI. Tabel 14 memperlihatkan konsentrasi minyak di air permukaan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sedimen. Pada umumnya konsentrasi minyak pada air

9 85 dan sedimen muara Sungai Dumai dan Sungai Mesjid memperlihatkan adanya fluktuasi setiap tahunnya. Konsentrasi minyak pada air muara Sungai Dumai berkisar ppm dan pada sedimen berkisar ppm, sedangkan di muara Sungai Mesjid konsentrasi minyak di air permukaan berkisar ppm dan pada sedimen berkisar ppm. Pada umumnya rata-rata konsentrasi minyak pada air dan sedimen muara Sungai Mesjid lebih tinggi daripada Sungai Dumai. Pada muara Sungai Mesjid selama empat periode ( ), rata-rata konsentrasi minyak dalam air permukaan adalah sekitar 50 kali konsentrasi minyak pada sedimen, sedangkan di muara Sungai Dumai konsentrasi minyak pada air permukaan mencapai 69 kali konsentrasi minyak dalam sedimennya. Menurut Ali (2008), penyebaran minyak di perairan tergantung pada jumlah, karakteristik dan tipe minyak, kondisi cuaca, gelombang dan arus Sumber minyak dari pelabuhan Perairan Selat Rupat merupakan perairan yang semi tertutup karena di wilayah ini dalam waktu 24 jam terjadi dua kali pasang dan dua kali surut. Pada umumnya polutan minyak yang berasal dari daratan (industri migas dan muara sungai) dan lautan (transportasi dan pelabuhan) di perairan ini hanya mengalami pergerakan di Selat Rupat saja tanpa mampu keluar mencapai laut lepas (Selat Malaka). Hal ini disebabkan karena pengaruh tipe pasang-surut harian ganda (6 jam pasang dan 6 jam surut). Oleh sebab itu, untuk jenis minyak yang sukar terurai (resisten) kondisi ini potensi akumulasi dapat terjadi di perairan ini. Menurut Mukhtasor (2007), fraksi minyak bumi yang tidak larut dapat menyebabkan kerusakan karena dapat menempel pada organisme dan menyebabkan kematian organisme. Selain itu, minyak juga dapat menyebabkan terkontaminasinya organisme perairan yang biasanya dikonsumsi. Konsentrasi minyak pada air permukaan di Pelabuhan Dumai dapat dilihat pada Gambar 21.

10 86 Konsentrasi minyak (ppm) Pelabuhan Migas Pelabuhan Umum T a h u n Gambar 21 Konsentrasi minyak di Pelabuhan Dumai Berdasarkan Gambar 21, konsentrasi minyak di Pelabuhan Dumai menunjukkan adanya fluktuasi pada berbagai waktu dan lokasi selama empat periode tahun Konsentrasi minyak yang tinggi terdapat di pelabuhan migas dengan konsentrasi rata-rata adalah 5.7 ppm, sedangkan di pelabuhan umum adalah 5.9 ppm. Apabila dibandingkan dengan bakumutu (KepMenLH No.51 Tahun 2004 Lampiran I), konsentrasi minyak di kedua pelabuhan tersebut telah melampaui nilai ambang batas yang telah ditetapkan. Berdasarkan konsentrasi minyak tersebut terlihat bahwa aktivitas Pelabuhan Dumai (pelabuhan umum dan pelabuhan migas) merupakan sumber polutan minyak utama dari perairan. Menurut IPIECA (2001), pada saat minyak masuk ke lingkungan laut sebagai pencemar, minyak segera mengalami perubahan fisik dan kimia melalui proses penyebaran (spreading), penguapan (evaporation), dispersi (dispersion) emulsifikasi (emulsification), pelarutan (dissolution), oksidasi (oxidation) dan sedimentasi (sedimentation) serta penguraian secara biologis (biodegredation). Semua proses ini merupakan proses pelapukan (weathering) yang merupakan penguraian komponen minyak di perairan. Distribusi minyak pada air dan sedimen di pelabuhan Pertamina dan Pelabuhan Umum (Pelindo) menunjukkan adanya fluktuasi selama (Tabel 15).

11 87 Tabel 15 Konsentrasi minyak di perairan dan di sedimen Pelabuhan Dumai Konsentrasi Minyak (ppm) Pelabuhan migas Pelabuhan umum (Pelindo) Ratarata Ratarata Permukaan air Sedimen Ratio di air/sedimen Sumber: PT. CPI, Pelindo dan PT. Pertamina Dumai, PPLH UNRI. Tabel 15 memperlihatkan bahwa kosentrasi minyak pada air permukaan di Pelabuhan Dumai (pelabuhan umum dan pelabuhan migas) lebih besar dari konsentrasi minyak di sedimen. Konsentrasi minyak di air permukaan pelabuhan migas berkisar ppm dan di sedimen berkisar ppm, sedangkan di pelabuhan umum (Pelindo) konsentrasi minyak di air berkisar ppm. Pada Tabel 16, rata-rata konsentrasi minyak pada air permukaan di pelabuhan migas adalah adalah 5.5 ppm dan di sedimen adalah 0.178, sedangkan di pelabuhan umum konsentrasi rata-rata minyak di air adalah 5.3 ppm dan di sedimen adalah ppm. Berdasarkan hal itu, maka konsentrasi minyak pada air permukaan di pelabuhan adalah kali konsentrasi minyak di sedimennya. Menurut Lee et al. (2005), konsentrasi minyak terlarut di perairan lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi minyak pada sedimen, karena umumnya sedimentasi hanya terjadi pada minyak yang memiliki berat jenis lebih besar dari pada air. Berdasarkan sumbernya, selama empat periode ( ), rata-rata konsentrasi minyak di air permukaan muara sungai (Sungai Mesjid dan Dumai) adalah kali konsentrasi minyak di sedimen sedangkan di pelabuhan (pelabuhan umum dan pelabuhan migas) konsentrasi minyak di air permukaan adalah kali konsentrasi minyak di sedimennya. Tingginya konsentrasi minyak di sedimen pelabuhan disebabkan oleh kondisi Selat Rupat yang semi tertutup dengan tipe pasang-surut harian ganda sehingga untuk jenis minyak yang berat dan sukar terurai (resisten) didukung pula oleh arus pelabuhan yang relatif tenang menyebabkan adanya kesempatan bagi droplet minyak untuk mengalami proses sedimentasi. Hal ini menyebabkan konsentrasi minyak di sedimen pelabuhan lebih tinggi dibandingkan muara sungai. Menurut Chen et al. (2004),

12 88 minyak yang memiliki berat molekul besar di perairan yang arusnya relatif tenang dapat meningkatkan distribusi minyak ke perairan yang dalam karena proses sedimentasi Evaluasi Tingkat Pencemaran Minyak di Selat Rupat Menurut Lee et al. (1978), tingkat pencemaran perairan dapat dievaluasi berdasarkan konsentrasi oksigen terlarut dan BOD 5 di perairan tersebut. a). Tingkat Pencemaran Berdasarkan Oksigen Terlarut Oksigen terlarut berperan penting bagi organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Menurut Clark (2003), konsentrasi minyak yang tinggi di perairan akan menyebabkan tingginya pemakaian oksigen terlarut untuk proses penguraian (degradasi) sehingga konsentrasi oksigen terlarut menurun. Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut di perairan Selat Rupat dapat dilihat pada Gambar 22. Konsentrasi oksigen terlarut (ppm) Pulau Ketam (TR) Lubuk Gaung (TR) Pelintung (TR) DO (ppm) Lokasi wilayah perairan Selat Rupat Gambar 22 Tingkat pencemaran di perairan Selat Rupat berdasarkan oksigen terlarut Gambar 22 memperlihatkan bahwa konsentrasi oksigen terlarut rata-rata di perairan Selat Rupat berkisar ppm. Konsentrasi minyak yang tinggi membutuhkan oksigen yang banyak untuk menguraikannya sehingga konsentrasi oksigen terlarut di perairan menjadi rendah. Berdasarkan konsentrasi oksigen terlarutnya, maka perairan Selat Rupat termasuk kriteria tercemar ringan (TR). Menurut Mangkoedihardjo (2005), penyebab utama berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam air disebabkan karena adanya zat pencemar organik termasuk minyak yang dapat mengkonsumsi oksigen. Konsentrasi oksigen terlarut

13 89 meningkat di lokasi yang berjauhan dengan pelabuhan. Di Perairan Lubuk Gaung dan perairan Pelintung konsentrasi oksigen terlarut masing-masing 6,0 ppm dan 6.1 ppm. Oksigen terlarut tertinggi terdapat di Perairan Pulau Ketam yaitu dengan konsentrasi rata-rata 6.2 ppm. Apabila dibandingkan dengan lokasi lain, perairan Pulau Ketam relatif lebih baik karena tidak banyak aktivitas pelabuhan dan industri yang mempengaruhinya. Namun di perairan ini masih terdapat minyak dengan konsentrasi yang hampir mendekati bakumutu (1 ppm). Keberadaan minyak di wilayah ini berasal dari sumber-sumber pelabuhan (transportasi kapal) dan input dari daratan (muara sungai dan effluent) yang ikut terbawa oleh arus saat surut. Kriteria tingkat pencemaran yang disebabkan oleh pencemaran minyak juga dapat di ketahui dari nilai BOD 5 (Gambar 23). BOD5 di Perairan Selat Rupat (ppm) Per. Pulau Ketam Per. Lubuk Gaung Perairan Pelintung (TR) (TR) (TR) BOD Lokasi wilayah perairan Selat Rupat Gambar 23 Tingkat pencemaran di perairan Selat Rupat berdasarkan BOD 5 BOD 5 merupakan indikator untuk mengetahui besarnya pemakaian oksigen terlarut oleh mikroorganisme dalam proses penguraian minyak. Semakin banyak jumlah minyak yang diuraikan oleh mikroorganisme akan semakin banyak pula oksigen yang dibutuhkan dan semakin tinggi nilai BOD. Berdasarkan Gambar 23, BOD 5 di perairan Selat Rupat berkisar ppm. Berdasarkan nilai BOD 5, Perairan Pulau Ketam, Lubuk Gaung dan Pelintung termasuk kriteria tercemar ringan.. Semakin jauh dari wilayah pelabuhan makin kecil nilai BOD 5 seiring dengan berkurangnya konsentrasi minyak di perairan. Perairan Pulau Ketam merupakan perairan yang memiliki BOD 5 terkecil yaitu 3.3 ppm. Indikator ini menunjukkan semakin mengecilnya pengaruh pencemaran minyak di wilayah

14 90 perairan tersebut. Kriteria tercemar ringan merupakan alasan utama bagi stakeholders terkait khususnya pemerintah (ADPEL, Pelindo dan Kantor Lingkungan Hidup Dumai), pengusaha migas dan pengelola angkutan kapal dalam melakukan penyelamatan terhadap ekosistem Perairan Selat Rupat. 6.4 KESIMPULAN Selat Rupat merupakan perairan semi tertutup dengan tipe pasang-surut setiap selang waktu enam jam sekali sehingga input polutan minyak dari daratan dan laut berpotensi terakumulasi di perairan yang dapat menyebabkan kerusakan ekosistem perairan termasuk mangrove. Industri migas yang berada di pesisir Pantai Dumai, muara sungai (Sungai Mesjid dan Sungai Dumai) memiliki kontribusi besar terhadap input minyak dari daratan. Aktivitas transportasi kapal di pelabuhan (pelabuhan umum dan pelabuhan migas) merupakan sumber polutan minyak dari laut. Berdasarkan konsentrasi oksigen terlarut dan BOD 5, Perairan Pulau Ketam, Lubuk Gaung dan Pelintung termasuk kriteria tercemar ringan.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut merupakan ekosistem yang kaya akan sumber daya alam termasuk keanekaragaman sumberdaya hayati yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia. Sebagian besar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 45 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini adalah perairan laut Selat Rupat yang merupakan salah satu selat kecil di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara

Lebih terperinci

10.1 Sumber pencemaran minyak di Selat Rupat

10.1 Sumber pencemaran minyak di Selat Rupat 142 X. PEMBAHASAN UMUM Selat Rupat merupakan selat kecil di Selat Malaka yang terletak antara pesisir pantai Pulau Rupat dengan Kota Dumai. Selat ini berperan penting dari sisi ekologi dan ekonomi bagi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

V. KARAKTERISTIK LINGKUNGAN SELAT RUPAT ABSTRAK

V. KARAKTERISTIK LINGKUNGAN SELAT RUPAT ABSTRAK 59 V. KARAKTERISTIK LINGKUNGAN SELAT RUPAT ABSTRAK Karakteristik lingkungan merupakan gambaran dari suatu ekositem tertentu yang digunakan sebagai prioritas respon lingkungan terhadap pencemaran. Selat

Lebih terperinci

VIII. STAKESHOLDER YANG BERPERAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK. Kata kunci: Selat Rupat, pencemaran minyak, pengendalian pencemaran.

VIII. STAKESHOLDER YANG BERPERAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK. Kata kunci: Selat Rupat, pencemaran minyak, pengendalian pencemaran. 104 VIII. STAKESHOLDER YANG BERPERAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK Abstrak Industri pengolahan minyak, transportasi kapal di pelabuhan serta input minyak dari muara sungai menyebabkan perairan Selat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LINGKUNGAN PERAIRAN SELAT RUPAT

KARAKTERISTIK LINGKUNGAN PERAIRAN SELAT RUPAT ISSN 1978-5283 Nedi, S., Pramudya, B., Riani, E., Manuwoto. 2010:1 (4) KARAKTERISTIK LINGKUNGAN PERAIRAN SELAT RUPAT Syahril Nedi Mahasiswa Program Doktoral PSL IPB dan Dosen Tetap Fak. Perikanan & Ilmu

Lebih terperinci

pada akhirnya dapat mengganggu keseimbangan biogeokimia perairan laut terutama di areal sepanjang pantai. Bahkan sejalan dengan berbagai pemanfaatan

pada akhirnya dapat mengganggu keseimbangan biogeokimia perairan laut terutama di areal sepanjang pantai. Bahkan sejalan dengan berbagai pemanfaatan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Wilayah perairan pantai memiliki sumberdaya yang tinggi. Namun demikian wilayah ini mempunyai resiko yang tinggi pula terhadap perubahan lingkungan yang disebabkan oleh

Lebih terperinci

STAKESHOLDER YANG BERPERAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK DI SELAT RUPAT. Syahril Nedi 1)

STAKESHOLDER YANG BERPERAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK DI SELAT RUPAT. Syahril Nedi 1) Jurnal Perikanan dan Kelautan 17,1 (2012) : 26-37 STAKESHOLDER YANG BERPERAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK DI SELAT RUPAT ABSTRACT Syahril Nedi 1) 1) Staf Pengajar Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

VII. PRIORITAS TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK DI SELAT RUPAT. Kata Kunci: pencemaran minyak, teknologi pengendalian, dispersant

VII. PRIORITAS TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK DI SELAT RUPAT. Kata Kunci: pencemaran minyak, teknologi pengendalian, dispersant 91 VII. PRIORITAS TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK DI SELAT RUPAT Abstrak Pelestarian wilayah laut merupakan upaya yang harus dilakukan, karena menyangkut kelestarian sumberdaya alam bagi generasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai potensi sumber daya alam yang beraneka ragam, yang membentang di sepanjang Teluk Lampung dengan

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Keadaan Teluk Youtefa Teluk Youtefa adalah salah satu teluk di Kota Jayapura yang merupakan perairan tertutup. Tanjung Engros dan Tanjung Hamadi serta terdapat pulau Metu Debi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia yang sangat tinggi telah menimbulkan banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan pembangunan, terutama di sektor industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN km dengan luas perairan pantai yang mencapai 5,8 km 2 dari 3,1 juta km 2

I. PENDAHULUAN km dengan luas perairan pantai yang mencapai 5,8 km 2 dari 3,1 juta km 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai garis pantai sepanjang 81.000 km dengan luas perairan pantai yang mencapai 5,8 km 2 dari 3,1 juta km 2 keseluruhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Asahan secara geografis terletak pada ,2 LU dan ,4

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Asahan secara geografis terletak pada ,2 LU dan ,4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai Asahan secara geografis terletak pada 2 0 56 46,2 LU dan 99 0 51 51,4 BT. Sungai Asahan merupakan salah satu sungai terbesar di Sumatera Utara, Indonesia. Sungai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung adalah ibukota dari Provinsi Lampung yang merupakan

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung adalah ibukota dari Provinsi Lampung yang merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandar Lampung adalah ibukota dari Provinsi Lampung yang merupakan gabungan dari Kecamatan Tanjungkarang dan Kecamatan Telukbetung. Bandar Lampung merupakan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desakan pertumbuhan penduduk selalu beriring dengan resiko tercemar dan menurunnya kualitas lingkungan. Penurunan kualitas lingkungan antara lain sebagai akibat pembuangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar. Wilayah tersebut telah banyak dimanfaatkan dan memberikan sumbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sibolga yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli,

Lebih terperinci

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP Lutfi Noorghany Permadi luthfinoorghany@gmail.com M. Widyastuti m.widyastuti@geo.ugm.ac.id Abstract The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 51' 30 BT perairan tersebut penting di Sumatera Utara. Selain terletak di bibir Selat

BAB I PENDAHULUAN. 51' 30 BT perairan tersebut penting di Sumatera Utara. Selain terletak di bibir Selat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Bagan Asahan yang terletak pada koordinat 03 01' 00 LU dan 99 51' 30 BT perairan tersebut penting di Sumatera Utara. Selain terletak di bibir Selat Malaka,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS dan 105º10-105º22 BT, mempunyai berbagai permasalahan yang berkaitan dengan karakteristik wilayah

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati seperti ikan maupun sumberdaya non hayati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumber kekayaan yang sangat melimpah yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan mangrove merupakan salah satu ekosistem yang khas dimana dibentuk dari komunitas pasang surut yang terlindung dan berada di kawasan tropis sampai sub tropis.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam

PENDAHULUAN. laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam PENDAHULUAN Latar Belakang Logam dan mineral lainnya hampir selalu ditemukan dalam air tawar dan air laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam logam baik logam ringan

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang hidup pada peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh pergerakan ombak yang

Lebih terperinci

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON OLEH : CAROLUS NIRAHUA NRP : 000 PROGRAM PASCASARJANA BIDANG KEAHLIAN TEKNIK MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laut dan kehidupan di dalamnya merupakan bagian apa yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. Laut dan kehidupan di dalamnya merupakan bagian apa yang disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laut dan kehidupan di dalamnya merupakan bagian apa yang disebut Ekosistem yaitu suatu lingkungan tempat berlangsungnya reaksi timbal balik antara makhluk dan faktor-faktor

Lebih terperinci

UJI KADAR MERKURI (Hg) PADA AIR DAN SEDIMEN SUNGAI TULABOLO KECAMATAN SUWAWA TIMUR TAHUN 2013 SUMMARY. Fitrianti Palinto NIM

UJI KADAR MERKURI (Hg) PADA AIR DAN SEDIMEN SUNGAI TULABOLO KECAMATAN SUWAWA TIMUR TAHUN 2013 SUMMARY. Fitrianti Palinto NIM UJI KADAR MERKURI PADA AIR DAN SEDIMEN SUNGAI TULABOLO KECAMATAN SUWAWA TIMUR TAHUN 2013 SUMMARY Fitrianti Palinto NIM 811409073 Dian Saraswati, S.Pd,. M.Kes Ekawaty Prasetya, S.Si., M.Kes JURUSAN KESEHATAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lebih 17.000 buah pulau besar dan kecil, dengan panjang garis pantai mencapai hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas kehidupan yang sangat tinggi yang dilakukan oleh manusia ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan manusia dan tatanan lingkungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sumberdaya kelautan yang sangat potensial untuk dikembangkan guna

PENDAHULUAN. sumberdaya kelautan yang sangat potensial untuk dikembangkan guna PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi sumberdaya kelautan yang sangat potensial untuk dikembangkan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kesejahteraan hidup rakyat melalui pembangunan di bidang industri, nampak memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan perairan pesisir dan laut karena

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 186 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Secara umum suhu air perairan Teluk Youtefa berkisar antara 28.5 30.0, dengan rata-rata keseluruhan 26,18 0 C. Nilai total padatan tersuspensi air di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah memicu berbagai pertumbuhan di berbagai sektor seperti bidang ekonomi, sosial dan budaya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 17.508 pulau besar dan kecil dengan garis pantai sangat panjang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

KOMPOSISI BUTIRAN PASIR SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU

KOMPOSISI BUTIRAN PASIR SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU KOMPOSISI BUTIRAN PASIR SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU 1) oleh: Devy Yolanda Putri 1), Rifardi 2) Alumni Fakultas Perikanan & Ilmu Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru 2) Dosen Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Panjang garis pantai di Indonesia adalah lebih dari 81.000 km, serta terdapat lebih dari 17.508 pulau dengan luas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT MERKURI (Hg) DAN TIMBAL (Pb) PADA IKAN NIKE (Awaous melanocephalus) DI MUARA SUNGAI BONE KOTA GORONTALO

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT MERKURI (Hg) DAN TIMBAL (Pb) PADA IKAN NIKE (Awaous melanocephalus) DI MUARA SUNGAI BONE KOTA GORONTALO ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT MERKURI (Hg) DAN TIMBAL (Pb) PADA IKAN NIKE (Awaous melanocephalus) DI MUARA SUNGAI BONE KOTA GORONTALO Siskawati Usman, Sunarto Kadir, Lia Amalia 1 siskawatiusman@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan pasang surut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indramayu merupakan salah satu daerah yang penduduknya terpadat di Indonesia, selain itu juga Indramayu memiliki kawasan industri yang lumayan luas seluruh aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Lautan merupakan daerah terluas yang menutupi permukaan bumi, sekitar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Lautan merupakan daerah terluas yang menutupi permukaan bumi, sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lautan merupakan daerah terluas yang menutupi permukaan bumi, sekitar 71% permukaan bumi merupakan perairan. Oleh karena itu, dapat menyebabkan fungsi ekologis dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan pesisir merupakan daerah peralihan antara daratan dan laut. Dalam suatu wilayah pesisir terdapat bermacam ekosistem dan sumber daya pesisir. Ekosistem pesisir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Panggang adalah salah satu pulau di gugusan Kepulauan Seribu yang memiliki berbagai ekosistem pesisir seperti ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL Berdasarkan hasil pengamatan sarana pengolahan limbah cair pada 19 rumah sakit di Kota Denpasar bahwa terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam atau biasa disingkat SDA adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1) Desa Tulabolo Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Boalngo, Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah

I. PENDAHULUAN. Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah banyak dikonversi lahan pantainya menjadi kawasan industri, antara lain industri batubara, pembangkit

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teluk Jakarta merupakan salah satu wilayah pesisir di Indonesia yang di dalamnya banyak terdapat kegiatan, seperti pemukiman, perkotaan, transportasi, wisata, dan industri.

Lebih terperinci

Parameter Oseanografi pada Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara

Parameter Oseanografi pada Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara Parameter Oseanografi pada Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara Muh. Farid Samawi *, Ahmad Faisal, Chair Rani Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, Universitas Hasanuddin Jl. Perintis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat mendesak untuk segera di tangani bagi kehidupan manusia, karena dalam

BAB I PENDAHULUAN. sangat mendesak untuk segera di tangani bagi kehidupan manusia, karena dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan hidup kini menjadi salah satu masalah terbesar yang di hadapi manusia. Kerusakan lingkungan sudah menjadi masalah yang sangat mendesak

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam pesisir merupakan suatu himpunan integral dari komponen hayati (biotik) dan komponen nir-hayati (abiotik) yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan kependudukan, yaitu tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama akibat arus urbanisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas manusia berupa kegiatan industri, rumah tangga, pertanian dan pertambangan menghasilkan buangan limbah yang tidak digunakan kembali yang menjadi sumber

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Minyak di Perairan

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Minyak di Perairan 10 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Minyak di Perairan Pencemaran perairan adalah suatu perubahan fisika, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada ekosistem perairan yang akan menimbulkan kerugian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.791 km (Supriharyono, 2007) mempunyai keragaman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut. Butir lanau, lempung dan koloid asam

Lebih terperinci

KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG BATU, JEPARA

KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG BATU, JEPARA JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 357-365 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak dan gas bumi (migas) sampai saat ini masih merupakan sumber energi yang menjadi pilihan utama untuk digunakan pada industri, transportasi, dan rumah tangga.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran Lamun Pemetaan sebaran lamun dihasilkan dari pengolahan data citra satelit menggunakan klasifikasi unsupervised dan klasifikasi Lyzenga. Klasifikasi tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Indonesia Merupakan negara kepulauan dan dua pertiga bagian wilayah indonesia berupa perairan. Namun demikian, Indonesia juga tidak lepas dari masalah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

STUDI TRANSPOR SEDIMEN LITHOGENEUS DI PERAIRAN MUARA SUNGAI DUMAI PROVINSI RIAU. Oleh

STUDI TRANSPOR SEDIMEN LITHOGENEUS DI PERAIRAN MUARA SUNGAI DUMAI PROVINSI RIAU. Oleh STUDI TRANSPOR SEDIMEN LITHOGENEUS DI PERAIRAN MUARA SUNGAI DUMAI PROVINSI RIAU Oleh Asrori 1), Rifardi 2) dan Musrifin Ghalib 2) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau Email:asrorinasution26@gmail.com

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perikanan pantai di Indonesia merupakan salah satu bagian dari sistem perikanan secara umum yang berkontribusi cukup besar dalam produksi perikanan selain dari perikanan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Pantai Pemaron merupakan salah satu daerah yang terletak di pesisir Bali utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai wisata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara kita sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di bidang ekonomi. Di dalam pembangunan ekonomi, di negara yang sudah maju sekalipun selalu tergantung pada sumberdaya

Lebih terperinci

Prarancangan pabrik sikloheksana dari benzena Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan pabrik sikloheksana dari benzena Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara berkembang sedang menggalakkan pembangunan di bidang industri. Dengan program alih teknologi, perkembangan industri di Indonesia khususnya industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kolaka merupakan salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara yang berada di wilayah pesisir dan memiliki potensi sumberdaya pesisir laut sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber pendapatan, juga memiliki sisi negatif yaitu berupa limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi di perairan Indonesia, khususnya di perairan yang berada dekat dengan kawasan industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi tersebut. Penurunan kualitas air sungai dapat disebabkan oleh masuknya

BAB I PENDAHULUAN. kondisi tersebut. Penurunan kualitas air sungai dapat disebabkan oleh masuknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai memiliki berbagai komponen abiotik dan biotik yang saling berinteraksi membentuk sebuah jaringan kehidupan yang saling mempengaruhi. Sungai merupakan ekosistem

Lebih terperinci

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG F1 05 1), Sigit Febrianto, Nurul Latifah 1) Muhammad Zainuri 2), Jusup Suprijanto 3) 1) Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK UNDIP

Lebih terperinci

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut

Lebih terperinci

VERTICAL CONTENT ANALYSIS CRUDE OIL AT THE CORE OF SEDIMENT IN DUMAI COASTAL WATERS. Abstract I. PENDAHULUAN

VERTICAL CONTENT ANALYSIS CRUDE OIL AT THE CORE OF SEDIMENT IN DUMAI COASTAL WATERS. Abstract I. PENDAHULUAN 472 VERTICAL CONTENT ANALYSIS CRUDE OIL AT THE CORE OF SEDIMENT IN DUMAI COASTAL WATERS by SYAHMINAN 1, RIFARDI 2, AND EDWARD RUFLI 2 1 Student of Fisheries and Marine Science Faculty Riau University,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2) PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci