STUDI HEMATOLOGIS DAN HISTOPATOLOGIS ORGAN PADA TIKUS YANG DIINDUKSI KUININ SEBAGAI UJI POTENSI METABOLIK ANGKAK HANIFAH RAHMI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI HEMATOLOGIS DAN HISTOPATOLOGIS ORGAN PADA TIKUS YANG DIINDUKSI KUININ SEBAGAI UJI POTENSI METABOLIK ANGKAK HANIFAH RAHMI"

Transkripsi

1 STUDI HEMATOLOGIS DAN HISTOPATOLOGIS ORGAN PADA TIKUS YANG DIINDUKSI KUININ SEBAGAI UJI POTENSI METABOLIK ANGKAK HANIFAH RAHMI PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 STUDI HEMATOLOGIS DAN HISTOPATOLOGIS ORGAN PADA TIKUS YANG DIINDUKSI KUININ SEBAGAI UJI POTENSI METABOLIK ANGKAK HANIFAH RAHMI PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

3 ABSTRAK HANIFAH RAHMI. Studi Hematologis dan Histopatologis Organ pada Tikus yang Diinduksi Kuinin sebagai Uji Potensi Metabolik Angkak. Dibimbing oleh HASIM, AGUS SETIYONO, dan HERA MAHESHWARI. Penelitian ini bertujuan menganalisis potensi metabolik angkak terhadap perbaikan hematologi dan organ tikus yang telah diinduksi kuinin. Hewan coba dibagi secara acak menjadi lima kelompok. Kelompok I hanya diberi akuades, kelompok II diberi 100 g/kg bb kuinin 14 hari lalu tidak diberi angkak, kelompok III diberi 100 g/kg bb kuinin 14 hari kemudian 0.04 g/kg bb angkak 14 hari, kelompok IV diberi 100 g/kg bb kuinin kemudian 0.08 g/kg bb angkak, dan kelompok V diberi akuades kemudian diberi 0.04 g/kg bb angkak. Analisis hematologi dilakukan setiap 3 hari sekali. Pada hari ke-29 dilakukan nekropsi untuk melihat adanya perubahan pada organ hati dan ginjal secara makroskopis dan mikroskopis. Pemberian angkak mampu meningkatkan bobot badan hewan coba dengan hasil uji statistik berbeda nyata (p<0.05). Hasil analisis jumlah trombosit hewan coba dengan pemberian 0.04 g/kg bb angkak dapat meningkatkan jumlah trombosit tikus (p<0.05). Pemberian angkak belum memberikan pengaruh yang signifikan (p>0.05) terhadap nilai eritrosit, hemoglobin, dan hematokrit. Pengamatan histopatologi hati dan ginjal tikus menunjukkan pemberian 0.04 g/kg bb dan 0.08 g/kg bb angkak membantu perbaikan hati dan ginjal hewan coba yang mengalami perubahan histopatologi. Hasil uji statistik terhadap perbaikan yang diberikan angkak adalah beda nyata (p<0.05).

4 ABSTRACT HANIFAH RAHMI. Hematological and Histopathological Organs Studies on Quinine Induced Rat as Metabolic Potential Test of Angkak. Under supervision of HASIM, AGUS SETIYONO, dan HERA MAHESHWARI. This research was purposed to analyze potency of angkak on hematological parameters and organs recovery in quinine induced rat. Rats were randomly divided into five groups. Group I were given orally aquades, group II received 100 g/kg bb quinine 14 day afterward not received angkak, group III received 100 g/kg bb quinine 14 day afterward received 0.04 g/kg bb angkak 14 day, group IV received 100 g/kg bb quinine afterward received 0.08 g/kg bb angkak, and group V not received quinine afterward received 0.04 g/kg bb angkak. Hematology analysis measured every 3 day. At 29 th day, the rats were necropsied to see the lesion on the liver and kidney both macroscopically and microscopically. The treatment with angkak can increasing the body weight of the rats (p<0.05). Analysis result of platelet showed that treatment using 0.04 g/kg bb angkak able to increase the sum of platelets (p<0.05). The treatment using angkak have not demonstrated significantly effect on red blood cell, hemoglobin, and hematocrit (p>005). Observation histopathology of the test animals liver and kidney showed the treatment using 0.04 g/kg bb and 0.08 g/kg bb angkak was confirmed helping the liver and kidney to recover from histopathology lesion caused negative effect. Statistical analysis result showed that recover using angkak is differently significant.

5 STUDI HEMATOLOGIS DAN HISTOPATOLOGIS ORGAN PADA TIKUS YANG DIINDUKSI KUININ SEBAGAI UJI POTENSI METABOLIK ANGKAK HANIFAH RAHMI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biokimia PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

6 Judul Skripsi : Studi Hematologis dan Histopatologis Organ pada Tikus yang Diinduksi Kuinin sebagai Uji Potensi Metabolik Angkak Nama : Hanifah Rahmi NRP : G Disetujui Komisi Pembimbing Dr. drh. Hasim, DEA Ketua drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D Anggota Dr. drh. Hera Maheshwari, MSc Anggota Diketahui Dr. drh. Hasim, DEA Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Tanggal Lulus :

7 PRAKATA Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, dzat yang menguasai ilmu, karena atas rahmat dan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Patologi Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi dan Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB, sejak bulan Februari Agustus Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains pada Program Studi Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Ucapan Terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. drh. Hasim, DEA selaku pembimbing utama, Bapak drh. Agus Setiyono MS, Ph.D, dan Dr. drh. Hera Maheshwari, MSc selaku komisi pembimbing, atas semua arahan dan bimbingannya kepada penulis. Terima kasih juga kepada berbagai pihak yang telah sangat membantu di lapangan antara lain, Bapak Soleh, Bapak Endang, Bapak Kasnadi, Ibu Ida, dan Ibu Sri selaku teknisi di laboratorium. Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesarbesarnya kepada Ayah, Mama, seluruh keluarga, dan teman seperjuangan penelitian Wina yang senantiasa memberi motivasi, doa, dan kasih sayangnya. Ucapan terimakasih juga kepada Intan, Ela, Aulin, Tyas, Dewi, Miko, Nanda, Indra, Dedi, serta teman Biokimia atas semangat, saran, dan kerjasamanya selama ini. Penulis menyadari bahwa penelitian ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak. Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Bogor, Februari 2009 Hanifah Rahmi

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 September 1986 dari Ayah Amizuar Tanjung dan Ibu Hidayati Razak sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1998 di SDN Harapan Jaya VI Bekasi, Jawa Barat dan pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di MTsN 1 Bekasi, Jawa Barat. Tahun 2004, penulis lulus dari SMAN 2 Bekasi, Jawa Barat dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis menempuh studi di Program Studi Biokimia, FMIPA. Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah mendapat beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) IPB pada tahun ke-2 dan ke-3. Penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Struktur Fungsi Biomolekuler, Biokimia Umum, dan Biokimia Klinis tahun Ajaran 2007/2008. Penulis pernah melaksanakan Praktik Lapangan (PL) di Laboratorium Bioproses Akuakultur, Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI-Cibinong, selama bulan Juni sampai Agustus 2007 dengan laporan yang berjudul Uji Aktivitas Antimikrob dari Spirulina platensis. Selain itu, penulis juga pernah aktif di beberapa kepanitiaan dan organisasi kemahasiswaan, diantaranya sebagai Staf Divisi Biokimia Tumbuhan yang dipertengahan tahun diangkat sebagai Bendahara Community of Research and Education in Biochemistry (CREBs) periode , pada himpunan yang sama penulis dipercaya kembali sebagai Bendahara I periode

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x PENDAHULUAN... 1 TINJAUAN PUSTAKA Angkak... 1 Kuinin... 2 Darah... 3 Trombosit... 3 Eritrosit... 3 Hemoglobin... 4 Hematokrit... 4 Hati... 4 Ginjal... 5 BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat... 5 Metode Penelitian... 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan dan Kondisi Fisik Hewan Coba... 7 Analisis Hematologi Darah Tikus... 8 Histopatologi Hati dan Ginjal Tikus SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 17

10 DAFTAR TABEL Halaman 1 Rata-rata jumlah trombosit selama percobaan Hasil pemeriksaan histopatologi hati tikus Hasil pemeriksaan histopatologi glomerulus ginjal tikus Hasil pemeriksaan histopatologi tubuli ginjal tikus DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Gambaran fisik angkak Struktur kuinin Grafik bobot badan tikus selama percobaan Jumlah trombosit tikus selama percobaan Jumlah sel darah merah selama percobaan Kadar hemoglobin tikus selama percobaan Persentase hematokrit tikus selama percobaan Gambaran histopatologi hati yang mengalami kongesti Gambaran histopatologi jaringan hati yang diberi angkak dosis 0.04 g/kg bb tanpa kuinin (kelompok V) Gambaran histopatologi hati yang diberi kuinin (kelompok II) Gambaran histopatologi ginjal yang mengalami kongesti Gambaran histopatologi ginjal yang diberi kuinin (kelompok II) Gambaran histopatologi ginjal yang diberi kuinin dan angkak dosis 0.04 g/kg bb (kelompok III)... 14

11 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Tahapan penelitian Pengukuran jumlah trombosit Pengukuran jumlah eritrosit Pengukuran kadar hemoglobin Pembuatan sediaan histopatologi Pewarnaan Hematoxylin Eosin Perhitungan dosis dan komposisi pakan standar hewan coba Bobot badan hewan coba (masa adaptasi) Bobot badan hewan coba (perlakuan dengan kuinin) Bobot badan hewan coba (perlakuan dengan angkak) Hasil perhitungan jumlah trombosit (tiap mm 3 ) Hasil perhitungan jumlah eritrosit (juta/mm 3 ) Hasil perhitungan nilai hemoglobin (g/dl) Hasil perhitungan nilai hematokrit (%) Hasil analisis statistik bobot badan tikus Hasil analisis statistik jumlah trombosit Hasil analisis statistik jumlah eritrosit Hasil analisis statistik jumlah hemoglobin Hasil analisis statistik jumlah hematokrit Hasil analisis statistik histopatologi ginjal Hasil analisis statistik histopatologi hati... 35

12 PENDAHULUAN Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) merupakan masalah kesehatan bagi masyarakat di Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Sekitar wilayah di Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit DBD, sebab baik virus penyebab maupun nyamuk penularnya sudah tersebar luas di perumahan penduduk maupun fasilitas umum diseluruh Indonesia. Kriteria laboratorium DBD, yaitu trombositopeni (jumlah trombosit darah < ), hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20% atau lebih), diagnosis DBD menjadi jelas apabila trombosit turun segera sebelum atau bersamaan dengan meningkatnya nilai hematokrit (Wulandari et al. 2006). Patofisiologi primer DBD adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Trombositopenia yang terjadi pada penderita DBD diakibatkan menurunnya produksi trombosit dan meningkatnya kerusakan peripheral. Menurunnya produksi prekursor megakariosit yang membentuk trombosit, disebabkan infeksi virus dengue secara langsung pada sel hematopoetik progenitor dan sel stromal (Chuansumrit & Tangnararatchakit 2006). Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini. Pada awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan, kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang belum memperlihatkan hasil yang memuaskan. Sedangkan cara yang dilakukan oleh tenaga medis adalah melalui transfusi trombosit dan cairan darah hingga. Selain biaya yang relatif mahal, tranfusi darah juga memiliki resiko penularan penyakit dan virus tertentu, terutama bila darah tidak melalui proses screening (Wulandari et al. 2006). Salah satu upaya alternatif yang dilakukan masyarakat adalah menggunakan ramuan tradisional. Ramuan ini memiliki harga yang terjangkau, mudah diperoleh, serta alami. Walaupun demikian, ramuan ini efektif digunakan di tahap awal penyakit dan tahap pemulihan. Beberapa jenis tanaman dan buah bisa dikonsumsi untuk membantu mengatasi kekurangan cairan dan trombosit, serta meningkatkan daya tahan tubuh seperti sari buah kurma, daun jambu biji, angkak, serta daun papaya. Kata angkak kian sering terdengar seiring merebaknya kasus demam berdarah dengue (DBD). Kasus DBD muncul secara rutin setiap tahun, khususnya di musim hujan. Beberapa warga masyarakat percaya bahwa angkak dapat digunakan sebagai obat pendongkrak trombosit. Khasiat angkak telah banyak diperbincangkan dalam artikel-artikel dan media cetak. Peningkatan jumlah penderita DBD tiap tahunnya mendorong para peneliti untuk memperoleh obat alternatif yang murah dan mudah. Khasiat beberapa obat alternatif seperti angkak telah banyak diketahui oleh masyarakat. Namun, penelitian ilmiah yang mendukung belum banyak dilakukan sehingga diperlukan adanya penelitian tentang hal tersebut. Salah satu aspek yang dapat diteliti adalah pengaruhnya terhadap gambaran darah, hati, dan ginjal. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan menganalisis potensi angkak dalam meningkatkan jumlah sel darah serta pengaruhnya terhadap organ hati dan ginjal tikus yang telah diinduksi kuinin. Adapun hipotesis penelitian ini yaitu kandungan nutrisi dalam angkak dapat memperbaiki gambaran darah serta menurunkan kerusakan hati dan ginjal. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah bagi dunia kesehatan yang membuktikan bahwa angkak dapat dikonsumsi sebagai obat alternatif DBD bagi masyarakat. TINJAUAN PUSTAKA Angkak Angkak adalah hasil fermentasi beras dengan kapang Monascus purpureus. Masyarakat awam menyebut angkak sebagai beras merah cina karena produk tersebut berwarna merah, dibuat dari beras, dan dalam sejarahnya berasal dari Cina (Gambar 1). Di beberapa negara, angkak dikenal dengan sebutan berbeda-beda, seperti beni-koji, hong qu, hung-chu, monascus, red koji, red leaven, red yeast rice, xue zhi kang, dan zhi tai. Di Cina, istilah zhi tai berarti angkak dalam bentuk tepung kering, sedangkan xue zhi kang berarti angkak yang telah diekstrak dengan alkohol (Chen & John 1993). Pembuatan angkak di Cina pertama kali dilakukan pada masa pemerintahan Dinasti Ming yang berkuasa pada abad XIV-XVII. Di Cina, angkak digunakan sejak berabad-abad

13 yang lalu, baik untuk kepentingan bahan pangan maupun obat. Dalam seni pengobatan Cina tradisional, angkak digunakan untuk pengobatan terhadap penyakit salah cerna, luka otot, disentri, penurun kolesterol, dan antraks. Angkak juga sering digunakan untuk meringankan kerja lambung serta memperkuat fungsi limpa, yaitu suatu organ tubuh yang menguraikan sel darah merah yang telah usang dan menyaring senyawa-senyawa asing (Chen & John 1993). Beberapa senyawa aktif pembentuk angkak merah adalah monakolin K atau lovastatin, dihidromonakolin,dan monakolin I hingga IV. Angkak juga mengandung beberapa asam lemak tak jenuh seperti asam oleat, asam linoleat, asam linolenat, serta vitamin B- komplek seperti niasin. Selain itu, komponen sterol seperti betasitosterol, campesterol, stigmasterol, sapogenin, isoflavon. Mineral yang terdapat dalam angkak antara lain, selenium, seng, dan magnesium (Tisnadjaja 2006). D.Heber, peneliti di Pusat Gizi Manusia University of California Los Angeles (UCLA), mengungkapkan lovastatin menghambat produksi kolesterol dalam tubuh (Fitriani 2006). Beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa angkak mengandung senyawa gamma-aminobutyric acid (GABA) dan acetylcholine chloride, yaitu suatu senyawa aktif yang bersifat hipotensif, artinya mampu menurunkan tekanan darah. Karena itu, angkak sering digunakan sebagai obat penurun tekanan darah oleh penderita hipertensi (Eisenbrand 2005). Kapang Monascus purpureus yang ditumbuhkan pada beras sebagai substrat dapat menghasilkan pigmen kuning, merah, dan orange. Pigmen merah angkak terbentuk karena keluarnya cairan granular melewati ujung-ujung hifa Monascus purpureus. Komponen utama dari pigmen yang dihasikan Monascus purpureus adalah rubropunktatin (merah), monaskin (kuning), ankaflavin (kuning, dan rubropunktamin (ungu) (Pratiwi 2006). Pigmen merah angkak ini diduga dapat meningkatkan jumlah trombosit. Angkak dinyatakan sebagai senyawa obat yang aman dikonsumsi oleh masyarakat. Penelitian toksisitas angkak menunjukkan bahwa angkak mempunyai nilai Lethal Dose 50 (LD 50 ) sebesar 7 g/kg berat badan, serta dalam uji keracunan subakut tidak menimbulkan gejala yang abnormal pada organ tubuhnya. Namun, mengkonsumsi angkak dengan dosis 18 g/kg BB secara oral tidak menyebabkan kematian dan tidak menyebabkan keracunan (Pratiwi 2006). Gambar 1 Gambaran fisik angkak. Kuinin Kuinin merupakan obat yang digunakan untuk mengobati penyakit malaria dan kram otot (Gambar 2). Senyawa ini sudah sangat terdesak oleh obat sintesis yang lebih berkhasiat dan dapat ditoleransi lebih baik. Kuinin diabsorbsi dengan cepat, setelah penggunaan oral. Ekskresi terutama melalui ginjal, sebagian besar sebagai metabolitnya. Efek samping yang terjadi disamping gangguan saluran pencernaan ialah reaksi neurotoksik (Ernst 1991). Efek toksik dari kuinin antara lain hemolitik intravaskular, hemolitik anemia, trombositopenia, pansitopenia, dan gagal ginjal (Aster 1993). Banyak jenis obat yang dapat menginduksi terjadinya trombositopenia, di antaranya obat antikanker dan asam valproat karena efek mielosupresif sedangkan obat yang lain menyebabkan trombositopenia akibat reaksi imun (Setiabudy 2007). Trombositopenia dapat terjadi akibat kegagalan produksi, peningkatan destruksi atau pemakaian, gangguan distribusi dan akibat dilusi. Trombositopenia yang diinduksi obat bisa disebabkan oleh hambatan pada proliferasi megakariosit dan produksi trombosit, dapat juga disebabkan oleh penghancuran trombosit di sirkulasi. Penghancuran trombosit terjadi karena adanya reaksi imun yang menyebabkan antibodi berikatan dengan trombosit oleh pengaruh obat tertentu kemudian trombosit tersebut akan dibersihkan oleh sistem retikuloendotelial. Kondisi ini ditandai dengan terjadinya petekia, lesi purpura, dan terjadinya pendarahan intrakranial (Setiabudy 2007). Gambar 2 Struktur kuinin (Ballestero et al. 2005).

14 Darah Darah didefinisikan sebagai kumpulan elemen dalam bentuk suspensi atau sel yang terendam di dalam cairan transparan berwarna kuning yang disebut sebagai plasma darah dan terdiri dari bermacam-macam molekul organik dan anorganik (Sulistyo 2007). Darah merupakan media cair yang terdiri dari sel-sel yang diproduksi oleh jaringan hemopoietika yang disirkulasikan ke dalam sel-sel tubuh sebagai pembawa nutrien menuju jaringan tubuh, sebagai pembawa oksigen dari paruparu ke jaringan dan membawa karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru, pembawa produk buangan dari berbagai jaringan menuju ginjal untuk dieksresikan, berperan penting dalam mengendalikan suhu tubuh, berperan dalam sistem buffer, pembekuan darah mencegah terjadinya kehilangan darah yang berlebihan pada luka, dan mengandung faktorfaktor penting untuk mempertahankan tubuh terhadap penyakit (Frandson 1996). Komposisi darah yaitu plasma darah dan sel darah. Volume plasma darah adalah sekitar 55% dari volume total padat yang tersusun atas 90% air dan 10% bahan-bahan terlarut lain berupa zat organik dan non-organik. Sedangkan 45% terdiri atas sel-sel darah yaitu sel darah merah, sel darah putih, dan keeping darah (Nuraeni 2006). Jumlah volume darah pada tikus putih normal sebesar ml/kg (Smith & Mangkoewidjojo 1988). Persentase plasma yang sangat tinggi dan ukuran sel darah yang sangat kecil menjadikan darah berwujud cairan. Sel darah dapat dibedakan berdasarkan morfologinya atas eritrosit, leukosit, dan trombosit (Frandson 1996). Trombosit Trombosit berbentuk bulat kecil atau cakram oval degan diameter 2 ampai 4 mikrometer. Trombosit dibentuk dalam sumsum tulang dari megakariosit, yaitu sel yang sangat besar dalam susunan hemopoietik dalam sumsum tulang yang memecah menjadi trombosit. Fungsi trombosit terutama mengaktifkan mekanisme pembekuan darah (Guyton 1996). Ciri khas fungsional trombosit sebagai sebuah sel, antara lain (1) molekul aktin dan miosin juga tromboplastin dapat menyebabkan trombosit berkontraksi, (2) sisa-sisa retikulum endoplasma dan aparatus Golgi yang mensintesis berbagai enzim dan menyimpan sejumlah besar ion kalsium., (3) mitokondria dan sistem enzim mampu membentuk ADP, (4) sistem enzim yang mensintesis prostaglandin, (5) suatu protein penting sebagai faktor stabilisasi fibrin, dan (6) faktor pertumbuhan (Guyton 1996). Mekanisme kerja trombosit pada permukaan pembuluh yang rusak dimulai dengan pembengkakan dan bentuknya menjadi ireguler dengan tonjolan-tonjolan yang mencuat dari permukaan. Protein kontraktilnya berkontraksi menyebabkan pelepasan berbagai faktor aktif, trombosit menjadi lengket sehingga melekat pada serat kolagen yang menyekresikan sejumlah besar ADP dan tromboksan. ADP dan tromboksan mengaktifkan trombosit yang berdekatan dan melekat pada trombosit yang semula sudah aktif (agregasi). Siklus aktivasi trombosit ini menyebabkan terbentuknya sumbat trombosit pada dinding pembuluh yang rusak (Setiabudy 2007). Jumlah trombosit normal pada manusia /µl, sedangkan jumlah trombosit pada tikus putih normal sebesar x 10 3 /mm 3 (Smith & Mangkoewidjojo 1988). Trombositopenia merupakan keadaan jumlah trombosit yang rendah. Penderita ini cenderung mengalami pendarahan dan timbul bintik-bintik pendarahan di seluruh jaringan tubuh. Trombositopenia dapat disebabkan karena adanya kerusakan trombosit yang berlebihan. Trombositopenia sering terjadi pada penderita demam berdarah dengue. Eritrosit Sel darah merah adalah sel-sel berbentuk cakram bikonkaf yang diameter rata-ratanya sebesar 7.5 µm dengan spesialisasi untuk pengangkutan oksigen. Cakram bikonkaf tersebut mempunyai permukaan yang relatif luas untuk pertukaran oksigen melintasi membran sel. Adanya hemoglobin di dalam eritrosit memungkinkan timbulnya kemampuan untuk mengangkut oksigen serta menjadi penyebab timbulnya warna merah pada darah (Guyton & Hall 1997). Pembentukan sel-sel merah pada hewan dewasa secara normal terjadi di dalam sumsum tulang merah. Namun pada fetus, sel-sel merah juga dihasilkan dalam hati, limfa, dan nod limfa. Eritrosit mamalia tidak mempunyai nukleus tetapi pada eritroblast (sel-sel yang belum masak) mempunyai nukleus (Frandson 1996). Berdasarkan literatur yang diperoleh jumlah hemoglobin pada tikus normal sebesar x 10 6 /mm 3 (Baker et al. 1979). Penghancuran sel-sel darah merah terjadi setelah mengalami sirkulasi tiga sampai empat bulan. Sel-sel darah merah mengalami disintegrasi, melepaskan hemoglobin ke dalam

15 darah, dan debris (puing-puing) sel yang rusak disisihkan dari sirkulasi oleh sistem makrofag atau sistem retikuloendotelial yang terdiri atas sel-sel khusus di dalam hati, limfa, sumsum tulang, dan nod limfa (Frandson 1996). Hemoglobin Hemoglobin adalah suatu protein berpigmen merah yang membawa oksigen dalam sel darah merah. Pembentukan hemoglobin dimulai dalam eritoblas dalam stadium retikulosit kemudian diteruskan sampai sel eritrosit matang. Jika sel darah merah meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke aliran darah maka akan tetap melanjutkan pembentukan sedikit hemoglobin selama beberapa hari atau sesudahnya (Schalm et al. 1975). Berdasarkan literatur yang diperoleh jumlah hemoglobin pada tikus normal sebesar g/dl (Baker et al. 1979). Hemoglobin terbentuk dari gabungan 2 komponen yaitu heme dan globin. Heme mengandung protoporpirin dan ion Fe 2+ yang disintesis oleh mitokondria dan dari beberapa penyelidikan dengan menggunakan isotop diketahui bahwa heme terutama disintesis dari asam asetat dan glisin yang kebanyakan terjadi di mitokondria (Guyton & Hall 1997). Sifat dasar hemoglobin adalah kemampuannya untuk berikatan secara longgar dan reversible dengan oksigen tetapi jika ada gangguan akan merubah sifat-sifat fisik hemoglobin. Bentuk umum hemoglobin pada orang dewasa, yaitu hemoglobin A yang merupakan kombinasi dua rantai alfa dan dua rantai beta. Setiap rantai mempunyai sekelompok prostetik heme, maka terdapat 4 atom besi dalam tiap molekul hemoglobin. Masing-masing molekul dapat berikatan dengan 1 molekul oksigen. Hemoglobin A mempunyai berat molekul sebesar dalton. Hematokrit Hematokrit atau PCV (Packed Cell Volume) merupakan fraksi darah yang terdiri atas sel-sel darah merah yang ditentukan melalui sentrifugasi darah dalam tabung hematokrit sampai sel-sel ini menjadi benarbenar mampat pada bagian dasar tabung. Jadi, bila seseorang mempunyai hematokrit 40 berarti 40% volume darah total berupa sel dan sisanya adalah plasma. Hematokrit laki-laki normal rata-rata sekitar 42, sedangkan wanita normal sekitar 38%. Angka ini bervariasi tergantung pada apakah seseorang menderita anemia atau tidak, derajat aktivitas tubuhnya, dan ketinggian lokasi (Guyton & Hall 1997). Jumlah hematokrit pada tikus putih normal sebesar 36-48% (Baker et al. 1979). Peranan limpa sangat penting dalam mempengaruhi besarnya sirkulasi darah merah. Pemeriksaan yang dilakukan berhubungan dengan total hematokrit tubuh di vena atau banyaknya hematokrit di pembuluh darah. Rasio total hematokrit pembuluh darah dengan hematokrit vena lebih besar ketika limpa mengalami gangguan. Hubungan eritrosit terhadap kekentalan darah adalah berbanding lurus yaitu semakin besar hematokrit semakin banyak timbul gesekan antara lapisan darah dimana kekentalan darah meningkat yang ditunjukan dengan meningkatnya derajat kesukaran aliran darah yang melalui pembuluh darah kecil (Guyton & Hall 1997). Hati Hati merupakan organ tubuh vertebrata. Organ ini mempunyai peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh. Unit fungsional dasar hati adalah lobulus hati yang berbentuk silindris. Lobulus hati dibangun sekeliling vena sentralis dan terdiri atas banyak lempengan sel hepatik yang tersebar secara sentrifugal dari vena sentralis seperti jari-jari roda. Selain itu, hati mempunyai venula porta dan arteriola hepatik di dalam septum interlobularis. Sinusoid vena dilapisi oleh dua jenis sel, yaitu sel endotel yang khas dan sel-sel Kupfer yang besar (Guyton 1996). Hati tikus secara anatomis terletak di rongga abdomen dan dihubungkan ke diafragma melalui alat penggantung ligamentum triangulare dextrum, ligamentum triangulare sinistrum, dan ligamentum falciformis hepatis. Selain itu, hati dihubungkan ke ginjal kanan oleh ligamentum hepatorenale (Ressang 1963). Aktivitas hati secara umum ialah aktivitas sekresi dan eksresi, aktivitas metabolik (biosintesis senyawa-senyawa dalam tubuh, penyimpanan) dan detoksifikasi senyawa-senyawa toksik melalui biotransformasi (Koolman & Röhm 2000). Hati dapat mengalami beberapa perubahan diantaranya ialah degenerasi. Degenerasi hidropis dan degenerasi berbutir kadang terlihat pada sel-sel hati. Hati juga dapat mengalami nekrosis yang disebabkan oleh dua hal, yaitu toksopatik disebabkan oleh pegaruh langsung agen yang bersifat toksik dan trofopatik disebabkan oleh kekurangan oksigen, zat-zat makanan, dan sebagainya (Ressang 1963).

16 Ginjal Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh dan berfungsi untuk membuang sampah metabolisme dan racun tubuh dalam bentuk urin atau air seni, yang kemudian dikeluarkan dari tubuh. Ginjal mempunyai dua fungsi utama, yaitu mengeksresikan sebagian besar produk akhir metabolisme tubuh dan mengatur konsentrasi kebanyakan unsur cairan tubuh. Ginjal tikus memiliki warna cokelat kemerahan dan terletak berlawanan dengan dorsal dinding tubuh. Ginjal tikus berbentuk unilobular dengan papilla tunggal. Kedua ginjal bersama-sama mengandung nefron dan tiap nefron dapat membentuk urin sendiri. Glomerulus merupakan suatu jalinan dari sampai 50 kapiler sejajar yang dilapisi oleh sel-sel epitel. Tekanan darah di glomerulus menyebabkan cairan difiltrasikan ke dalam kapsula Bowman kemudian mengalir ke tubulus proksimal. Cairan selanjutnya menuju lengkung Henle, kemudian cairan mengalir melalui tubulus distalis dan akhirnya cairan mengalir ke dalam tubulus duktus yang mengumpulkan cairan dari beberapa nefron (Guyton 1996). Fungsi dasar nefron adalah untuk membersihkan plasma darah dari zat-zat yang tidak dikehendaki ketika ia mengalir melalui ginjal tersebut. Zat-zat yang harus dikeluarkan meliputi produk akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat, dan urat. Selain itu, nefron berfungsi mengatasi kelebihan ion-ion seperti Na, K, Cl,dan H (Guyton 1996). Perubahan patologi pada ginjal antara lain nefrosis, yaitu peradangan ginjal. Nefrosis dapat dibagi menjadi tubulonefrosis dan glomerulonefrosis. Tubulonefrosis disebabkan oleh perubahan epitel tubuli, misalnya degenerasi hidropis vakuoler yang disebabkan oleh gangguan metabolisme air dan protein dalam sel, degenerasi hialin, nefrosis hipokloremik, dan sebagainya. Glomerulo nefrosis adalah peradangan pada glomerulus yang disebabkan oleh gangguan pra-renal dan humoral (Ressang 1963). BAHAN DAN METODOLOGI Bahan dan Alat Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat gelas, neraca analitik, tabung reaksi, sonde lambung, pinset, syringe, gunting, tissue cassette, automatic tissue processor, gelas objek beserta gelas penutup, kamar hitung improved Neubauer yang dilengkapi dengan kaca penutupnya (Hemasitometer), pipet trombosit, alat hitung, spektrofotometer, microhematocrit reader, sentrifus, mikroskop cahaya, mikrotom, penangas air. Bahan-bahan yang digunakan antara lain angkak, kuinin, betadin, kapas, minyak kelapa, akuades, reagen Rees Ecker, EDTA, HCl 0,1 N, etanol dengan berbagai konsentrasi (70%, 80%, 90%, 96%, absolut), bufer formalin, parafin, larutan xilol, pewarna Mayer s Haematoxylin, Tissue Tec, LiCl, eosin, dan sekam. Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Sprague dawley berumur ± 3 bulan yang diperoleh dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Angkak yang digunakan diperoleh dari apotek di Bogor. Pakan standar tikus menggunakan pelet ikan yang dibeli di Pasar Caringin Bogor. Metode Penelitian Hewan Coba dan Rancangan Percobaan Hewan coba yang digunakan adalah 25 ekor tikus putih Sprague dawley berkelamin jantan berumur ± 3 bulan dengan berat badan g. Tikus putih tersebut diperoleh dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB Dramaga Bogor. Sebanyak 25 ekor tikus putih sebagai hewan coba diadaptasikan selama 14 hari untuk menyeragamkan cara hidup dan makanannya. Sebelum dan selama perlakuan, tikus diberi pakan standar dan minum secara ad libitum. Bobot badan ditimbang setiap hari dan setiap hari diamati keadaan fisiknya. Percobaan dibagi menjadi lima kelompok yang masing-masing terdiri atas lima ekor tikus putih. Tikus dibagi menjadi 5 kelompok masingmasing terdiri atas 5 ekor tikus. Kelompok tersebut antara lain, kelompok kontrol tanpa perlakuan (I), kontrol positif dengan kuinin dari hari ke-1 hingga hari ke-14 kemudian hari ke-15 hingga hari ke-28 tidak diberi angkak (II), kuinin dari hari ke-1 hingga hari ke-14 kemudian angkak 0.04 g/kg bb hari ke- 15 hingga hari ke-28 (III), kuinin dari hari ke-1 hingga hari ke-14 kemudian angkak 0.08 g/kg bb hari ke- 15 hingga hari ke-28 (IV), dan angkak 0.04 g/kg bb hari ke- 15 hingga hari ke-28 tanpa kuinin (V). Kuinin diberikan secara oral dengan dosis 100 mg/kg bb/hari. Dosis angkak yang digunakan berdasarkan pada dosis yang digunakan pada penelitian Abed Nego Rombe (2005) pada penggunaan angkak untuk meningkatkan jumlah trombosit tikus putih Sprague dawley yaitu sebesar 40 mg/kg bb dan 80 mg/kg bb. Pengambilan darah dilakukan

17 pada hari ke-0, 3, 7, 10, 14, 17, 20, 23, 26, dan 29 untuk analisis hematologi. Darah diambil dari vena ekor kemudian ditampung dalam tabung yang telah diisi EDTA sebesar 1 mg/ml darah. Kemudian, darah dianalisis jumlah trombosit, eritrosit, hemoglobin, dan hematokrit. Pada hari ke-29 dilakukan nekropsi serta pengambilan organ hati dan ginjal untuk sediaan histopatologi. Selama masa adaptasi dan masa perlakuan nafsu makan, bobot badan, keadaan mata, serta tingkah laku. Bobot badan diamati dengan menimbang tikus tiap hari. Jumlah Trombosit Penghitungan trombosit darah tikus putih dilakukan dengan pengenceran darah dengan larutan Rees Ecker sebesar 200 kali, kemudian dilakukan penghitungan jumlah sel darah dengan menggunakan hemasitometer. Hemasitometer diletakkan di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x10 dan 10x40 (Dacie & Lewis 1991). Jumlah Eritrosit Penghitungan sel darah merah tikus putih dilakukan dengan pengenceran darah dengan larutan Hayem sebesar 200 kali, kemudian dilakukan penghitungan jumlah sel darah dengan menggunakan hemasitometer. Hemasitometer diletakkan di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x10 dan 10x40 (Dacie & Lewis 1991). Kadar Hemoglobin Kadar hemoglobin diukur dengan menggunakan metode sianmethemoglobin. Metode ini berdasarkan pada pencampuran darah dalam larutan yang mengandung kalium sianida dan kalium ferisianida. Absorban dari campuran ini diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 541 nm (Dacie & Lewis 1991). Nilai Hematokrit Nilai hematokrit ditentukan dengan menggunakan metode mikrohematokrit. Darah dimasukkan ke dalam pipa kapiler dengan cara memasukkan ujung pipa kapiler ke dalam sampel darah. Darah dibiarkan mengalir masuk ke dalam pipa kapiler sampai 2/3 bagian pipa kapiler terisi. Setelah itu pipa kapiler disumbat dengan lilin penyumbat (creastoseal) dengan hati-hati, kemudian dilakukan sentrifugasi dengan mikrosentrifus selama 5 menit pada kecepatan rpm. Bagian yang tersumbat diletakkan menjauhi pusat sentrifugasi dan pembacaan dilakukan dengan menggunakan alat microhematocrit reader (Sulistyo 2007). Teknik Histopatologi Metode yang digunakan untuk pengamatan histopatologi adalah metode Andrew Kent yang dimodifikasi dan terdiri atas 4 tahap, yaitu fiksasi, dehidrasi, pencetakan, dan pewarnaan. Organ hati dan ginjal yang diperoleh dari nekropsi, kemudian dipotong dengan ukuran 2x1x1 cm. Tahapan fiksasi dilakukan dengan memasukkan potonganpotongan dari organ tersebut ke dalam bufer formalin 10% selama 3x24 jam dan dipotong kembali dengan ukuran lebih tipis. Potongan-potongan hati dan ginjal diteruskan ke tahap dehidrasi dengan perendaman dalam alkohol bertingkat. Sediaan dimasukkan ke dalam gelas-gelas mesin Autotechnican berturut-turut yang berisi alkohol 70% selama 6 jam, alkohol 80%, 90%, dan alkohol 95% selama 2 jam. Setelah itu, sediaan direndam dalam alkohol absolut I tiga kali masing-masing selama 1 jam. Kemudian, dimasukkan ke dalam alkohol absolut II selama 1 jam. Tahapan selanjutnya adalah clearing. Sediaan yang sudah mengalami dehidrasi direndam dalam larutan beralkohol 70%, kemudian dengan larutan xilol I, xilol II, dan xilol III masing-masing selama 40 menit. Selanjutnya, sampel dimasukkan ke dalam parafin pada gelas pemanas dengan suhu 60ºC empat kali masing-masing 30 menit. Sebelum dilakukan pencetakan, cetakan dicuci dengan campuran etanol 96%, xilol, dan air. Pencetakan dilakukan proses penanaman organ ke dalam blok parafin dengan menuang parafin panas ke dalam blok cetakan dengan alat Tissue Tec. Blok disimpan dalam lemari pendingin (4-5ºC) sebelum diiris dengan mikrotom. Setiap blok parafin diiris dengan ukuran 3 µm. Setelah dipotong, irisan tersebut diletakan diatas air hangat (40ºC) agar jaringan tidak mengkerut dan irisan diletakan di atas gelas objek. Gelas objek diinkubasi 56ºC selama 24 jam. Tahapan selanjutnya adalah pewarnaan. Sebelum dilakukan pewarnaan, terlebih dahulu dilakukan proses deparafinasi dan proses rehidrasi (penambahan air) agar zat warna dapat menyerap dengan cara sediaan dimasukkan ke dalam xilol I dan xilol II masing-masing 2 menit, rehidrasi dengan etanol 95% dan 80% masing-masing 1 menit. Setelah rehidrasi, sediaan disimpan dalam air mengalir selama 1 menit lalu dimasukkan ke dalam pewarna Hematoxylin Mayers selama 8 menit dan LiCl selama 30 detik dan dicuci kembali. Jaringan diwarnai dengan eosin selama 2-3 menit dan dicuci dengan air mengalir. Dehidrasi jaringan menggunakan

18 larutan alkohol dengan konsentrasi bertingkat. Hasilnya diberi permount mounting medium dan ditutup dengan kaca penutup (Hastuti 2008). Pengamatan Histopatologi Pengamatan histopatologi dilakukan dengan mikroskop cahaya dengan perbesaran 20 x dan 40x. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah perubahan sel pada jaringan yang diamati dengan luasan tertentu. Pengamatan dilakukan sebanyak 20 lapang pandang pada daerah jaringan hati. Masingmasing lapang pandang dihitung hepatosit yang mengalami degenerasi dan nekrosis, kemudian dibagi dengan jumlah hepatosit dalam satu lapang pandang. Pengamatan pada jaringan ginjal diamati perubahan glomerulus dan sel epitel tubuli. Perubahan sel epitel tubuli berupa degenerasi, nekrosis, dan endapan protein. Pada glomerulus diamati terjadinya atrofi. Masing-masing lapang pandang dihitung jumlah epitel tubuli yang mengalami perubahan dibagi dengan jumlah sel epitel tubuli dalam satu lapang pandang. Demikian juga halnya pada glomerulus, hasil yang diperoleh dihitung persentasenya dan dirata-ratakan. Analisis Statistik Data jumlah hematologi dan histopatologi dianalisis statistik menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan model persamaan : Y ijk = µ + α i + ε ij Keterangan : i = perlakuan 1, 2,... 5 j = hari ke-0, 3, 7, 10, 14, 17, 20, 23, 26, dan 29 k = ulangan 1, 2,... 5 Y ij = pengamatan pada perlakuan ke-i, hari ke-j dan ulangan ke-k. µ = rataan umum α i ε ij = pengaruh perlakuan ke-i = komponen acak dari interaksi perlakuan dan ulangan Uji lanjut perbandingan berganda menggunakan metode Duncan untuk mengetahui beda nyata antara dosis angkak yang diberikan. HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan dan Kondisi Fisik Hewan Coba Tikus percobaan dipelihara selama 42 hari yang meliputi masa adaptasi selama 14 hari, perlakuan dengan penggunaan kuinin mulai hari ke-1 sampai hari ke-14 dan masa perlakuan dengan angkak mulai hari ke-14 sampai hari ke-29. Pengamatan fisik hewan yang diamati meliputi bobot badan, nafsu makan, keadaan fisik, dan tingkah laku. Hasil pengaruh pemberian kuinin dan penambahan angkak terhadap bobot badan hewan coba terdapat pada Gambar 3. Bobot badan tikus terus mengalami kenaikan selama masa adaptasi dan masa perlakuan dengan angkak. Namun bobot badan mengalami penurunan, selama masa perlakuan dengan kuinin terutama pada kelompok II, III, dan IV. Pemberian kuinin dalam dosis toksik mempengaruhi nafsu makan. Berdasarkan literatur dosis kuinin yang terlalu tinggi dapat menyebabkan demam, mual, muntah, serta gangguan saluran pencernaan (Katz et al. 1983). Gejala ini yang menyebabkan nafsu makan menurun yang berakibat menurunnya bobot badan. Uji statistik pada kelompok negatif menunjukkan beda nyata (p<0.05) bobot badan tikus masa perlakuan dengan kuinin jika dibandingkan dengan masa adaptasi. Pemberian kuinin dapat mempengaruhi bobot badan hewan coba. Uji statistik pada kelompok III, IV, dan V menunjukkan beda nyata (p<0.05) bobot badan tikus masa perlakuan angkak jika dibandingkan dengan masa perlakuan kuinin dan aklimatisasi. Pemberian angkak dapat mempengaruhi bobot badan hewan coba. Peningkatan bobot badan terjadi pada masa perlakuan dengan angkak pada kelompok III, IV, dan V. Hal ini mungkin dikarenakan kandungan angkak yang dapat meningkatkan bobot badan hewan coba. Menurut Erdogrul & Azirak (2004), angkak mengandung serat, magnesium, asam lemak tak jenuh seperti asam oleat, serta vitamin B kompleks. Menurut Tisnadjaja (2006), angkak mengandung beberapa asam lemak tak jenuh seperti asam oleat, asam linolenat, asam linoleat, serta vitamin B kompleks seperti niasin. Vitamin B kompleks terdiri dari vitamin B 1 (tiamin), B 2 (riboflavin), B 3 (niasin), B 6 (piridoksin), dan B 12 (kobalamin) (Guyton & Hall 1997). Vitamin B 1, B 3, B 12 memiliki fungsi mendorong dan penjaga nafsu makan serta meningkatkan pertumbuhan. Kandungan ini yang menyebabkan nafsu makan hewan coba meningkat sehingga bobot badan juga akan meningkat. Selain pengamatan bobot badan, gejala klinis yang diamati meliputi tingkah laku, keadaan mata, dan keadaan bulu. Pengamatan terhadap mata, tingkah laku, dan bulu tidak mengalami perubahan selama masa percobaan.

19 Gambar 3 Grafik bobot badan tikus selama adaptasi, perlakuan dengan kuinin, dan perlakuan dengan angkak. Kelompok I tanpa perlakuan ( ), kelompok II perlakuan dengan kuinin tanpa angkak ( ), kelompok III diberi kuinin kemudian angkak 0.04 g/kg bb ( ), kelompok IV diberi kuinin kemudian angkak 0.08 g/kg bb ( ), dan kelompok V diberi angkak 0.04 g/kg bb tanpa kuinin ( ). Analisis Hematologi Darah Tikus Trombosit Hasil analisis jumlah trombosit selama masa percobaan mengalami penurunan dan peningkatan. Gambar 4 menunjukkan terjadinya penurunan jumlah trombosit kelompok II, III, dan IV selama masa perlakuan dengan kuinin kecuali kelompok normal. Penurunan jumlah trombosit diduga akibat pemberian kuinin dengan dosis toksik mulai hari ke-1 sampai hari ke-14. Jumlah trombosit pada kelompok III, IV, dan V selama masa perlakuan angkak mulai hari ke-14 hingga hari ke-29 dapat meningkatkan jumlah trombosit yang mengalami penurunan. Pemberian angkak dapat mengembalikan jumlah trombosit pada keadaan normalnya. Jumlah trombosit pada H 0 (hari ke-0) untuk semua kelompok berkisar /mm /mm 3. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), jumlah trombosit tikus normal sebesar x 10 3 /mm 3. Gambar 4 juga memperlihatkan bahwa jumlah trombosit kelompok V mengalami penurunan, meskipun tidak diberi kuinin. Adapun penurunan nilai trombosit pada kelompok V dikarenakan kondisi fisik hewan coba yang tidak baik akibat faktor lingkungan yang ekstrim dan tidak steril. Hasil uji statistik terhadap kelompok normal yang tidak diberi angkak maupun kuinin menunjukkan jumlah trombosit yang tidak beda nyata (p>0.05) dibandingkan dengan masa perlakuan kuinin maupun angkak. Tabel 1 menunjukkan rata-rata jumlah trombosit yang diberi kuinin mengalami penurunan yang signifikan (p<0.05) dibandingkan dengan rata-rata H 0 (sebelum perlakuan). Rata-rata jumlah trombosit setelah pemberian angkak dosis 0.04 g/kg bb mengalami peningkatan yang signifikan (p<0.05) dibandingkan dengan rata-rata pemberian kuinin, namun tidak berbeda nyata dengan H 0. Tabel 1 juga menunjukkan rata-rata jumlah trombosit setelah pemberian angkak dosis 0.08 g/kg bb mengalami peningkatan yang tidak signifikan (p>0.05) dibandingkan dengan ratarata pemberian kuinin. Namun rata-rata jumlah trombosit setelah pemberian kuinin, jumlah trombosit mengalami penurunan yang signifikan (p<0.05) dibandingkan dengan ratarata H 0 (sebelum perlakuan). Hasil analisis sesuai dengan pendapat Bougie et al. (2006), kuinin dapat menyebabkan trombositopenia. Kuinin menginduksi trombositopenia disebabkan adanya ikatan antara antibodi dengan membran glikoprotein pada trombosit antara lain melalui kompleks GP Ib/IX dan kompleks GP IIb/IIIa. Adanya ikatan ini mengakibatkan trombosit dibersihkan oleh makrofag di sistem retikuloendotelial sehingga terjadi trombositopenia (Setiabudy 2007). Menurut Warkentin (2007), sekitar 85-90% pasien yang mengkonsumsi kuinin mengalami penurunan jumlah trombosit sebesar /mm 3. Angkak dapat meningkatkan jumlah trombosit, tetapi peningkatan jumlah trombosit antara kelompok yang berbeda dosis tidak beda nyata. Hal ini dimungkinkan karena dosis 0.04 g/kg bb sudah dapat memicu peningkatan jumlah trombosit, sehingga dosis dengan kelipatan lebih besar tidak menimbulkan peningkatan jumlah trombosit secara kelipatannya. Hasil analisis sesuai dengan Nurhidayat (2008) yang menyatakan angkak mampu meningkatkan trombosit tikus sampai 67%. Sementara itu, tikus percobaan tetap aktif dan tidak teramati adanya perubahan kondisi yang berarti selama masa percobaan. Peningkatan jumlah trombosit diduga karena kandungan pigmen merah dalam angkak yang dapat memicu pembentukan trombosit baru (Rombe 2005). Selain itu, lovastatin juga dapat berperan dalam peningkatan trombosit.

20 Gambar 4 Jumlah trombosit tikus selama percobaan. Kelompok I = tanpa perlakuan ( ), kelompok II = perlakuan dengan kuinin tanpa angkak ( ), kelompok III=kuinin kemudian angkak dosis 0.04 g/kg bb ( ), kelompok IV=kuinin kemudian angkak dosis 0.08 g/kg bb ( ), dan kelompok V=angkak dosis 0.04 g/kg bb tanpa kuinin( ). Tabel 1 Rata-rata jumlah trombosit selama percobaan. Hari ke- Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Kelompok V ± 40931a ± 90121a ± a ± a ± a (1-14) ± a ± b ± b ± 91472b ± b (15-28) ± a ± ab ± a ± ab ± ab Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Hari ke-0 : sebelum perlakuan, Hari ke-(1-14) : perlakuan dengan kuinin (kelompok II, III, IV) dan perlakuan dengan air mineral (kelompok I dan V), hari ke-(15-28) : perlakuan dengan angkak (kelompok III, IV, V) dan perlakuan air mineral (kelompok I dan II). Lovastatin dikenal baik sebagai agen penurun kolesterol. Setidaknya dalam mekanisme penurunan kolesterol, lovastatin menurunkan kolesterol jahat LDL (low density lipoprotein) dengan mereduksi oksidasi LDL. LDL yang teroksidasi diketahui dapat menghambat pembentukan monosit dan megakariosit kemotaktik protein-1. Oksidasi LDL yang tereduksi oleh lovastatin ini akan mengurangi hambatan pembentukan protein perangsang kinetika monosit dan megakariosit merangsang proliferasi, regenerasi dan pengumpulan monosit dan megakariosit untuk bermigrasi ke ruang endothelium dan berubah, masing-masing menjadi makrofag dan trombosit aktif (Nurhidayat 2008). Eritrosit Hasil analisis jumlah sel darah merah dari sampel darah tikus putih dapat dilihat pada Gambar 5. Jumlah sel darah merah tikus normal berkisar x 10 6 /mm 3 (Baker et al. 1979). Selama masa perlakuan dengan kuinin, jumlah sel darah merah kelompok II, III, dan IV cenderung mengalami penurunan bila dibandingkan dengan jumlah sel darah merah pada hari ke-0. Uji statistik penurunan jumlah eritrosit tidak berbeda nyata (p>0.05) pada tiap kelompok. Hal ini tidak sesuai dengan Aster (1993) dan Blayney (1992) yang menyatakan bahwa penggunaan kuinin pada dosis toksik dan berulang dapat menurunkan jumlah eritrosit. Menurut Blayney (1992), kuinin dengan dosis toksik dapat menyebabkan trombositopenia, neutropenia, kegagalan ginjal, serta pansitopenia. Jumlah sel darah merah tikus tidak mengalami kenaikan yang tidak signifikan (p>0.05), selama masa perlakuan dengan angkak mulai hari ke-14 hingga hari ke-29. Kelompok III mengalami kenaikan tertinggi pada hari ke-20 (hari ke-6 setelah diberi angkak sebesar 8.82x10 6 /mm 3. Kelompok IV mengalami kenaikan tertinggi pada hari ke-17 (hari ke-3 setelah pemberian angkak) sebesar x 10 6 /mm 3. Kelompok V mengalami kenaikan tertinggi pada hari ke- 20 (hari ke-6 setelah pemberian angkak) sebesar 9.03 x 10 6 /mm 3. Hasil percobaan terhadap jumlah eritrosit tidak sesuai dengan Nurhidayat (2008), yang menyatakan kandungan angkak dapat meningkatkan jumlah eritrosit. Kandungan angkak berupa vitamin B 12 dapat meningkatkan pembentukan dan pematangan sel darah merah. Selain itu, angkak dengan lovastatinnya juga dapat menyumbangkan ubikuinon dan hemea yang penting dalam peningkatan energi sel dan perbaikan sel-sel darah merah (Nurhidayat 2008).

21 21 Gambar 5 Jumlah sel darah merah tikus selama percobaan. Kelompok I = tanpa perlakuan ( ), kelompok II = perlakuan dengan kuinin tanpa angkak ( ), kelompok III = kuinin kemudian angkak dosis 0.04 g/kg bb ( ), kelompok IV = kuinin kemudian angkak dosis 0.08 g/kg bb ( ), dan kelompok V= angkak dosis 0.04 g/kg bb tanpa kuinin( ). Hemoglobin Kadar hemoglobin tikus putih selama masa percobaan dapat dilihat pada Gambar 6. Kadar hemoglobin tikus pada keadaan awal berkisar pada kadar hemoglobin normal, yaitu g/dl (Baker et al. 1979). Selama masa perlakuan dengan kuinin mulai hari ke- 1 hingga hari ke-14, jumlah hemoglobin kelompok II mengalami penurunan yang beda nyata (p>0.05) bila dibandingkan dengan kadar hemoglobin kelompok I, III, V. Hal ini sesuai Aster (1993), yang menyatakan penggunaan kuinin pada dosis toksik dapat menurunkan jumlah eritrosit. Penurunan jumlah eritrosit akan berakibat penurunan terhadap jumlah hemoglobin. Sel darah merah yang matang mengandung ± 95% hemoglobin. Kadar hemoglobin tikus mengalami kenaikan, selama masa perlakuan dengan angkak mulai hari ke-14 hingga hari ke-29. Kelompok III mengalami kenaikan tertinggi pada hari ke-20 (hari ke-6 setelah pemberian angkak) sebesar g/dl. Kelompok IV mengalami kenaikan tertinggi pada hari ke- 17 (hari ke-3 setelah pemberian angkak) sebesar g/dl. Kelompok V mengalami kenaikan tertinggi pada hari ke- 23 (hari ke- 14 setelah pemberian angkak) sebesar g/dl. Namun kenaikan hemoglobin tidak signifikan. Uji statistik kadar peningkatan hemoglobin selama masa percobaan terdapat beda nyata (p<0.05) antar kelompok II dengan kelompok I, III, dan V. Namun tidak beda nyata dengan kelompok IV. Peningkatan kadar hemoglobin berbanding lurus dengan peningkatan sel darah merah. Sekitar 30% isi sel darah merah terdiri atas zat warna merah darah, yaitu hemoglobin (Ernst 1991). Kenaikan jumlah hemoglobin setelah pemberian angkak diduga karena angkak mengandung vitamin B 12. Vitamin B 12 merupakan vitamin penting dalam pembentukan hemoglobin. Rantai hemoglobin tersusun atas subunit heme dan globin. Molekul heme terdiri atas struktur cincin porfirin (Leavell & Thorup 1960).. Gambar 6 Kadar hemoglobin tikus selama percobaan. kelompok I = tanpa perlakuan ( ), kelompok II = perlakuan dengan kuinin tanpa angkak ( ), kelompok III = kuinin kemudian angkak dosis 0.04 g/kg bb ( ), kelompok IV = kuinin kemudian angkak dosis 0.08 g/kg bb ( ), dan kelompok V= angkak dosis 0.04 g/kg bb tanpa kuinin( ). Hematokrit Nilai hematokrit tikus putih selama masa percobaan dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 menunjukkan bahwa kadar hematokrit tikus pada keadaan awal (hari ke- 0) berkisar pada nilai hematokrit normal, yaitu 36-48% (Baker et al. 1979). Selama masa perlakuan dengan kuinin dari hari ke-1 sampai hari ke-14, nilai hematokrit mengalami penurunan yang signifikan (p<0.05) terutama pada kelompok II. Hal ini sesuai dengan Aster (1993), yang menyatakan penggunaan kuinin dengan dosis toksik dan berulang dapat menurunkan nilai hematokrit. Hal ini dikarenakan penurunan jumlah sel darah merah yang diakibatkan oleh kerusakan periferal dari elemen selular darah. Perlakuan dengan angkak mulai hari ke- 14 hingga hari ke-29 memberikan pengaruh yang nyata (p<0.05) terhadap nilai

22 22 hematokrit tikus dibandingkan dengan kelompok II. Namun nilai hematokrit tidak berbeda nyata (p>0.05) antara kelompok I, III, IV, dan V. Nilai hematokrit tikus selama perlakuan dengan angkak masih berada pada kisaran normal hematokrit tikus Sprague dawley. Jumlah sel darah merah dan ukuran sel dapat mempengaruhi nilai hematokrit. Selain itu, nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh kenaikan derajat aktivitas tubuh, anemia, dan ketinggian lokasi. Variasi nilai hematokrit juga dapat dipengaruhi oleh ruang vaskuler darah dimana contoh darah diambil (Guyton & Hall 1997). Gambar 7 Persentase hematokrit tikus selama percobaan. kelompok I = tanpa perlakuan ( ), kelompok II = perlakuan dengan kuinin tanpa angkak ( ), kelompok III = kuinin kemudian angkak dosis 0.04 g/kg bb ( ), kelompok IV = kuinin kemudian angkak dosis 0.08 g/kg bb ( ), dan kelompok V= angkak dosis 0.04 g/kg bb tanpa kuinin( ). Histopatologi Hati dan Ginjal Tikus Histopatologi Hati Pengamatan terhadap organ hati tikus setelah dinekropsi dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Hasil pengamatan makroskopis hati tikus akibat pemberian angkak secara oral tidak ditemukan perubahan atau kelainan secara spesifik pada kelompok kontrol dan perlakuan. Hasil pengamatan histopatologi hati pada kontrol dan kelompok perlakuan ditemukan adanya perubahan. Perubahan meliputi degenerasi dan nekrosis (kematian sel). Namun, persentase kerusakannya yang membedakan satu sama lain. Hasil pengamatan mikroskopik sel hati dapat dilihat pada Gambar 8. Hasil pengamatan menunjukkan terdapat kongesti dan perluasan sinusoid pada interstitiumnya. Adanya kongesti dan perluasan sinusoid mungkin dikarenakan euthanasia yang menggunakan eter. Eter merupakan bahan anestisik kuat yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah organ-organ (Ganiswara 1995). Oleh karena itu, kongesti tidak digunakan sebagai kategori dalam perubahan mikroskopik akibat perlakuan. Gambar 9 menunjukkan gambaran mikroskopik organ hati yang diberi angkak 0.04 g/kg bb dengan vena sentralis di tengahnya. Gambar 10 menunjukkan adanya degenerasi hidropis, degenerasi lemak, dan nekrosis. Degenerasi merupakan gangguan metabolisme sel. Degenerasi sel sering diartikan sebagai kehilangan struktur normal sel sebelum kematian sel. Degenerasi hidropis merupakan suatu keadaan dimana sitoplasma sel mengandung air. Kelanjutan dari degenerasi hidropis sebelum mengalami kematian sel adalah degenerasi lemak. Degenerasi lemak melibatkan gangguan keseimbangan antara trigliserida misel dan lemak globular. Keracunan senyawa toksik yang bersifat eksperimental menyebabkan pengurangan pembebasan oksigen ke jaringan sehingga terjadi oksidasi asam lemak dan mengganggu solubilitas lemak. Kematian sel eksperimental (nekrosis) menunjukkan bahwa tidak adanya oksigen dan substrat enzim menjurus pada hilangnya fosforilasi oksidatif, ketidakmampuan mengoksidasi zat antara pada siklus Krebs, dan hilangnya kofaktor enzim (Spector 1993). Secara mikroskopik, nekrosis bersifat koagulatif yang ditandai dengan inti hepatosit berubah menjadi suram, gelap, dan terdapat inti hepatosit yang mengalami karioreksis. Karioreksis ditandai dengan penyusutan inti sel, mengecil, dan akhirnya menghilang. Perubahan hepatosit terjadi di seluruh perlakuan termasuk kelompok normal (I). Degenerasi pada kelompok normal dapat terjadi karena lingkungan hewan coba yang tidak steril sehingga ditemukan gangguan lain yang bersifat tidak spesifik. Jika perubahan hepatosit yang tidak signifikan secara statistik maka perubahan dianggap berasal dari gangguan yang tidak spesifik seperti keadaan lingkungan yang ekstrim. Namun jika ditemukan perubahan hepatosit yang signifikan secara statistik, maka perubahan yang terjadi akibat pengaruh perlakuan. Persentase besarnya hepatosit yang mengalami lesio dapat dilihat pada Tabel 2. Kelompok II dengan perlakuan kuinin mengalami lesio hepatosit yang meliputi degenerasi hidropis, degenerasi lemak, dan nekrosis tertinggi. Kelompok V

23 23 mengalami lesio hepatosit terendah. Hasil uji statistik menunjukkan lesio kelompok II (kuinin) berbeda nyata (p<0.05) dengan kelompok I (normal), III (kuinin kemudian angkak dosis 0.04 g/kg bb), IV (kuinin kemudian angkak dosis 0.08 g/kg bb), dan V (angkak dosis 0.04 g/kg bb tanpa kuinin). Pemberian kuinin dapat mempengaruhi histopatologi hati. Kuinin dapat mengakibatkan kerusakan pada organ hati. Hal ini dikarenakan sifat kuinin yang hepatotoksik pada dosis tinggi. Konsumsi kuinin secara berulang pada dosis sangat toksik dapat menyebabkan granulomatous hepatitis (Katz et al. 1983). Lesio hepatosit mengalami penurunan, yaitu pada kelompok III dan IV. Angkak memberikan pengaruh terhadap perbaikan histopatologi hati. Mekanisme bagaimana angkak dapat menurunkan lesio pada sel hati yang telah terpapar kuinin belum diketahui. Pengamatan histopatologi yang dilakukan menunjukkan angkak mampu memberikan kontribusi terhadap perbaikan histopatologi hati. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa angkak terbukti tidak memberikan dampak buruk terhadap hati (Tisnadjaja 2004). Menurut Yang et al. (2005), respon toksik tidak ditemukan pada pemberian angkak secara oral baik dosis rendah (1 g/kg bb) maupun dosis tinggi (5 g/kg bb). Tabel 2 Pemeriksaan histopatologi hati tikus Kelompok Lesio Hepatosit (%) I 3.56 ± 1.77 a II ± b III ± 8.31 c IV ± 5.41 d V 1.57 ± 0.74 a Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Gambar 8 Gambaran histopatologi hati yang mengalami kongesti ( ). Pewarnaan HE, perbesaran 20 x. Gambar 9 Gambaran histopatologi jaringan hati yang diberi angkak dosis 0.04 g/kg bb tanpa kuinin (V). Pewarnaan HE, perbesaran 20 x. Gambar 10 Gambaran histopatologi hati yang diberi kuinin (kelompok II). Lesio hepatosit berupa: degenerasi hidropis ( ), degenerasi lemak ( ), dan nekrosis ( ). Pewarnaan HE, perbesaran 40 x. Histopatologi Ginjal Pengamatan terhadap organ ginjal tikus setelah dinekropsi dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Hasil pengamatan makroskopis ginjal tikus akibat pemberian angkak secara oral tidak ditemukan perubahan atau kelainan secara spesifik pada kelompok kontrol dan perlakuan. Hasil pengamatan histopatologi ginjal pada kontrol dan kelompok perlakuan ditemukan adanya perubahan. Perubahan meliputi degenerasi dan nekrosis (kematian sel). Namun persentase kerusakannya yang membedakan satu sama lain. Hasil pengamatan histopatologi ginjal pada kontrol dan kelompok perlakuan ditemukan adanya perubahan. Perubahan terjadi pada tubuli dan glomerulus. Perubahan pada tubuli meliputi degenerasi hidropis, nekrosis, dan endapan protein sedangkan perubahan pada glomerulus meluputi atrofi glomerulus. Namun

24 24 persentase kerusakannya yang membedakan satu sama lain. Pada interstitiumnya mengalami kongesti (Gambar 11). Adanya kongesti dikarenakan euthanasia yang menggunakan eter. Gambar 12 menunjukkan adanya degenerasi hidropis, nekrosis, dan endapan protein. Degenerasi hidropis merupakan keadaan dimana sitoplasma sel mengandung air. Pembengkakan sel ini mungkin disebabkan oleh gangguan dalam permeabilitas membran atau dalam enzim yang mengontrol transport ion, terutama mekanisme pompa natrium. Pembengkakan sel terjadi karena ion natrium mempunyai selubung hidrasi yang lebih besar daripada ion kalium (Spector 1993). Nekrosis sebagai bentuk lanjutan dari degenerasi. Nekrosis pada sel-sel epitel tubuli dapat terjadi karena adanya racun atau toksin, virus, dan kekurangan oksigen (Underwood 1992). Adanya endapan protein di lumen tubulus dipengaruhi berbagai faktor diantaranya peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus sehingga protein dapat lolos. Selain itu, menurunnya kemampuan absorbsi tubulus yang dikarenakan epitel tubulus telah mengalami degenerasi hingga nekrosis juga menjadi faktor adanya endapan protein (Carlton & McGavine 1995). Perubahan yang terjadi pada glomerulus akibat pemberian kuinin dapat dilihat pada Gambar 13, perubahan yang terjadi berupa atrofi. Hasil perhitungan perubahan glomerulus disajikan pada Tabel 3. Uji statistik perubahan glomerulus menunjukkan ada beda nyata (p<0.05) tiap perlakuan. Atrofi, yaitu menurunnya ukuran jaringan disebabkan oleh berkurangnya jumlah sel atau berkurangnya ukuran sel (Spector 1993). Menurut Cotran, Kumar, dan Robbins (1989), atrofi ditandai dengan mengecilnya glomerulus dalam ruang Bowman sehingga ruang diantara glomerulus dan kapsula Bowman semakin melebar. Hasil penghitungan lesio tubuli disajikan pada Tabel 4. Kelompok II dengan perlakuan kuinin mengalami lesio tubuli yang meliputi degenerasi hidropis, nekrosis, dan endapan protein tertinggi. Kelompok I mengalami lesio tubuli terendah. Hasil uji statistik menunjukkan lesio kelompok II berbeda nyata (p<0.05) dengan kelompok I, III, IV, dan V. Hasil uji statistik terhadap lesio glomerulus menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05) pada hampir semua kelompok. Sehingga dapat dikatakan perlakuan mempengaruhi lesio pada tubuli ginjal. Kuinin dapat mengakibatkan kerusakan pada organ ginjal. Hal ini dikarenakan kuinin merupakan senyawa toksik terhadap ginjal. Efek samping yang ditemukan dengan pemberian kuinin secara berulang pada dosis toksik salah satunya gagal ginjal (Gottschall et al. 1991). Lesio baik pada tubuli maupun glomerulus mengalami penurunan, yaitu pada kelompok III dan IV. Mekanisme bagaimana angkak dapat menurunkan lesio pada sel ginjal yang telah terpapar kuinin belum diketahui. Pengamatan histopatologi yang dilakukan menunjukkan angkak mampu memberikan kontribusi terhadap perbaikan histopatologi ginjal. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa angkak terbukti tidak memberikan dampak buruk terhadap ginjal (Tisnadjaja 2004). Menurut Yang et al. (2005), respon toksik tidak ditemukan pada pemberian angkak secara oral baik dosis rendah (1 g/kg bb) maupun dosis tinggi (5 g/kg bb). Ginjal merupakan organ sensitif terhadap senyawa xenobiotik. Tubulus proksimal merupakan bagian yang paling mudah mengalami kerusakan karena tubulus proksimal terjadi proses absorbsi dan sekresi berbagai zat. Selain itu, kadar sitokrom P-450 pada tubulus proksimal lebih tinggi untuk mendetoksifikasi atau mengaktifkan toksikan. Setiap senyawa kimia pada dasarnya bersifat racun dan kejadian keracunan dapat terjadi karena pengaruh dosis dan cara pemberian (Lu 1995). Tabel 3 Hasil pemeriksaan histopatologi glomerulus ginjal tikus Kelompok Atrofi glomerulus (%) I 0.00 ± 0.00 a II ± b III ± c IV ± d V 6.36 ± ad Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Tabel 4 Hasil pemeriksaan histopatologi tubuli ginjal tikus. Kelompok Lesio Tubuli (%) I 2.30 ± 3.03 a II ± b III ± c IV ± 6.97 d V 8.09 ± 5.59 a Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.

25 25 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Gambar 11 Gambaran histopatologi ginjal yang mengalami kongesti ( ). Pewarnaan HE, perbesaran 20 x. Gambar 12 Gambaran histopatologi ginjal yang diberi kuinin (kelompok II). Lesio tubuli berupa: degenerasi hidropis ( ), nekrosis ( ), dan endapan protein ( ). Pewarnaan HE, perbesaran 40 x. Pemberian kuinin dapat menurunkan bobot badan hewan coba. Uji statistik menunjukkan ada beda nyata (p<0.05) penurunan bobot badan dibandingkan masa adaptasi. Pemberian angkak dapat meningkatkan bobot badan hewan coba. Uji statistik pada kelompok III, IV, dan V menunjukkan ada beda nyata (p<0.05) bobot badan tikus masa perlakuan dengan angkak. Angkak mempengaruhi parameter hematologi berupa trombosit, eritrosit, hemoglobin, dan hematokrit. Angkak dosis 0.04 g/kg bb sudah mampu meningkatkan jumlah trombosit (p<0.05) dibandingkan masa pemberian kuinin. Angkak dapat mempertahankan jumlah eritrosit, hemoglobin, dan hematokrit pada kisaran nilai normalnya. Organ hati dan ginjal mengalami kongesti, degenerasi hidropis, degenerasi lemak, dan nekrosis oleh kuinin dengan dosis 100 g/kg bb. Pada ginjal juga ditemukan endapan protein di lumen tubulus dan atrofi glomerulus. Angkak mampu memberikan kontribusi perbaikan pada organ hati dan ginjal dengan dosis 0.04 g/kg bb dan 0.08 g/kg bb. Saran Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui interaksi antara kuinin dengan angkak serta pengaruh interaksi tersebut terhadap darah, hati, dan ginjal. Perlu dilakukan penelitian uji pigmen merah angkak dalam peranannya memicu jumlah trombosit dan mekanisme angkak dalam menormalkan jumlah trombosit, eritrosit, hemoglobin, dan hematokrit. Selain itu, agar dilakukan uji aktivitas enzim ALT, AST, dan kadar urea darah. DAFTAR PUSTAKA Aster RH Quinine-sensitivity: a new cause of the hemolytic uremic. Annals of Internal Medicine 119: Gambar 13 Gambaran histopatologi ginjal yang diberi kuinin dan angkak dosis 0.04 g/kg bb (III). Lesio glomerulus berupa: atrofi glomerulus ( ). Pewarnaan HE, perbesaran 20 x. Bougie DW et al Patients with quinine-induced immune thrombocytopenia have both drugdependent and drug-specific antibodies. Blood Journal 108: [terhubung berkala]. hema

STUDI HEMATOLOGIS DAN HISTOPATOLOGIS ORGAN PADA TIKUS YANG DIINDUKSI KUININ SEBAGAI UJI POTENSI METABOLIK ANGKAK HANIFAH RAHMI

STUDI HEMATOLOGIS DAN HISTOPATOLOGIS ORGAN PADA TIKUS YANG DIINDUKSI KUININ SEBAGAI UJI POTENSI METABOLIK ANGKAK HANIFAH RAHMI STUDI HEMATOLOGIS DAN HISTOPATOLOGIS ORGAN PADA TIKUS YANG DIINDUKSI KUININ SEBAGAI UJI POTENSI METABOLIK ANGKAK HANIFAH RAHMI PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) merupakan masalah kesehatan bagi masyarakat di Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Sekitar wilayah di Indonesia mempunyai resiko

Lebih terperinci

Pengamatan Histopatologi Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan dan Kondisi Fisik Hewan Coba

Pengamatan Histopatologi Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan dan Kondisi Fisik Hewan Coba larutan alkohol dengan konsentrasi bertingkat. Hasilnya diberi permount mounting medium dan ditutup dengan kaca penutup (Hastuti 2008). Pengamatan Histopatologi Pengamatan histopatologi dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Universitas Pendidikan Indonesia dan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada

Lebih terperinci

larutan Hayem yaitu sebesar 200 kali.

larutan Hayem yaitu sebesar 200 kali. 7 asam hematin. Tabung Sahli diisi dengan larutan HCl.1 N sampai angka 2 g%. Sampel darah yang telah diberi EDTA dihisap dengan pipet Sahli sampai tepat pada tanda 2 cmm (2 µl). Darah di dalam pipet ditiup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lipid dalam tubuh umumnya berasal dari makanan yang kita konsumsi. Makanan yang enak dan lezat identik dengan makanan yang mengandung lipid. Dislipidemia lekat dengan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN UJI EFIKASI OBAT HERBAL UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH TROMBOSIT DAN ERITROSIT DALAM HEWAN UJI TIKUS PUTIH JANTAN

HASIL PENELITIAN UJI EFIKASI OBAT HERBAL UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH TROMBOSIT DAN ERITROSIT DALAM HEWAN UJI TIKUS PUTIH JANTAN HASIL PENELITIAN UJI EFIKASI OBAT HERBAL UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH TROMBOSIT DAN ERITROSIT DALAM HEWAN UJI TIKUS PUTIH JANTAN PUSAT STUDI OBAT BAHAN ALAM DEPARTEMEN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows.

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows. 18 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai Agustus 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di Fasilitas Kandang

Lebih terperinci

POTENSI HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP HATI TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL QAMARUDDIN ARYADI

POTENSI HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP HATI TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL QAMARUDDIN ARYADI POTENSI HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP HATI TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL QAMARUDDIN ARYADI PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2012. Pemeliharaan burung merpati dilakukan di Sinar Sari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Pengamatan profil darah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking

Lebih terperinci

EFEK EKSTRAK TANDUK RUSA SAMBAR (CERVUS UNICOLOR) TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (RATTUS NOVERGICUS)

EFEK EKSTRAK TANDUK RUSA SAMBAR (CERVUS UNICOLOR) TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (RATTUS NOVERGICUS) EFEK EKSTRAK TANDUK RUSA SAMBAR (CERVUS UNICOLOR) TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (RATTUS NOVERGICUS) Defriana, Aditya Fridayanti, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, dengan berat 1.200-1.500 gram. Pada orang dewasa ± 1/50 dari berat badannya sedangkan pada bayi ± 1/18 dari berat

Lebih terperinci

Laporan Praktikum V Darah dan Peredaran

Laporan Praktikum V Darah dan Peredaran Laporan Praktikum V Darah dan Peredaran Nama : Cokhy Indira Fasha NIM : 10699044 Kelompok : 4 Tanggal Praktikum : 11 September 2001 Tanggal Laporan : 19 September 2001 Asisten : Astania Departemen Biologi

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN YEAST PADA PEMBERIAN LAMTORO MERAH (Acacia villosa) TERHADAP HISTOPATOLOGI HATI TIKUS RATNA WULANDARI

PENGARUH PENAMBAHAN YEAST PADA PEMBERIAN LAMTORO MERAH (Acacia villosa) TERHADAP HISTOPATOLOGI HATI TIKUS RATNA WULANDARI PENGARUH PENAMBAHAN YEAST PADA PEMBERIAN LAMTORO MERAH (Acacia villosa) TERHADAP HISTOPATOLOGI HATI TIKUS RATNA WULANDARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGARUH PENAMBAHAN YEAST

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Hewan Coba dan Pemeliharaannya 3.3. Alat dan Bahan

3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Hewan Coba dan Pemeliharaannya 3.3. Alat dan Bahan 19 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010 di Kandang Unit Hewan Laboratorium, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap kadar glukosa darah dan histologi pankreas tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi

Lebih terperinci

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba 17 III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama delapan bulan yang dimulai pada bulan Mei sampai dengan bulan Desember 2010. Penelitian dilakukan di kandang Mitra Maju yang beralamat

Lebih terperinci

ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE

ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE ANFIS HEMATOLOGI Darah Tempat produksi darah (sumsum tulang dan nodus limpa) DARAH Merupakan medium transport tubuh 7-10% BB normal Pada orang dewasa + 5 liter Keadaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. DARAH Darah adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga mensuplai jaringan tubuh dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. B. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kreatinin Kreatinin adalah produk akhir metabolisme kreatin.keratin sebagai besar dijumpai di otot rangka, tempat zat terlibat dalam penyimpanan energy sebagai keratin fosfat.dalam

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari sampai April 2008. B. ALAT

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian 14 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai November 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di fasilitas kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Darah Darah dalam tubuh berfungsi untuk mensuplai oksigen ke seluruh jaringan tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi (sistem

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOPATOLOGI HATI DAN GINJAL TIKUS PADA PEMBERIAN FRAKSI ASAM AMINO NON-PROTEIN LAMTORO MERAH (Acacia villosa) PADA UJI TOKSISITAS AKUT

GAMBARAN HISTOPATOLOGI HATI DAN GINJAL TIKUS PADA PEMBERIAN FRAKSI ASAM AMINO NON-PROTEIN LAMTORO MERAH (Acacia villosa) PADA UJI TOKSISITAS AKUT GAMBARAN HISTOPATOLOGI HATI DAN GINJAL TIKUS PADA PEMBERIAN FRAKSI ASAM AMINO NON-PROTEIN LAMTORO MERAH (Acacia villosa) PADA UJI TOKSISITAS AKUT LILIS SUYANTI B04103164 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT

Lebih terperinci

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Juli 2008 di Laboratorium Bersama Hewan Percobaan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkhasiat obat ini adalah Kersen. Di beberapa daerah, seperti di Jakarta, buah ini

BAB I PENDAHULUAN. berkhasiat obat ini adalah Kersen. Di beberapa daerah, seperti di Jakarta, buah ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ribuan jenis tumbuhan yang diduga berkhasiat obat, sejak lama secara turun-temurun dimanfaatkan oleh masyarakat. Salah satu dari tumbuhan berkhasiat obat ini adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditi unggas yang telah lama berkembang di Indonesia salah satunya ialah puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta mengobati dan mencegah penyakit pada manusia maupun hewan (Koga, 2010). Pada saat ini banyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) Penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) Penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam perlakuan dan empat ulangan. Hewan coba yang digunakan

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 1. Perhatikan gambar nefron di bawah ini! SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 Urin sesungguhnya dihasilkan di bagian nomor... A. B. C. D. 1 2 3 4 E. Kunci Jawaban : D

Lebih terperinci

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI PERHITUNGAN JUMLAH ERITROSIT DARAH

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI PERHITUNGAN JUMLAH ERITROSIT DARAH LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI PERHITUNGAN JUMLAH ERITROSIT DARAH Dosen Pengampu: Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes Disusun Oleh : Nama: Sofyan Dwi Nugroho NIM : 16708251021 Prodi : Pendidikana IPA PRODI

Lebih terperinci

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 26 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan metode post test group only design. Menggunakan tikus putih jantan galur Sprague dawley berumur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian ini objek yang diteliti diberi perlakuan dan adanya kontrol sebagai pembanding. B.

Lebih terperinci

Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah SEKOLAH DASAR TETUM BUNAYA Kelas Yupiter Nama Pengajar: Kak Winni Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah A. Bagian-Bagian Darah Terdiri atas apakah darah

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dengan berat 1,2 1,8 kg atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa, menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen, dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Orang-orang bijaksana sering mengatakan bahwa kesehatan adalah harta yang paling berharga dalam hidup ini. Sehat dan bugar adalah dua kunci yang sebaiknya dimiliki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data primer berupa gambaran histologi ginjal dan kadar kreatinin hewan coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam perlakuan dan empat ulangan.hewan

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam perlakuan dan empat ulangan.hewan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam perlakuan dan empat ulangan.hewan coba yang

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008.

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. B. BAHAN DAN ALAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ayam petelur adalah ayam yang mempunyai sifat unggul dalam produksi telur atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur yaitu

Lebih terperinci

Siklus kelamin poliestrus (birahi) g jantan dan betina

Siklus kelamin poliestrus (birahi) g jantan dan betina Lama bunting Kawin sesudah beranak Umur sapih Umur dewasa kelamin Umur dikawinkan Siklus kelamin poliestrus (birahi) Lama estrus Saat perkawinan Berat lahir Berat dewasa Jumlah anak perkelahiran Kecepatan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2007 sampai Juni 2008 di kandang percobaan Fakultas Peternakan dan di Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Domba Indocement Citeureup, Bogor selama 10 minggu. Penelitian dilakukan pada awal bulan Agustus sampai pertengahan bulan Oktober

Lebih terperinci

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS.

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS. PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS. Praktikum IDK 1 dan Biologi, 2009 Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed. 1 TUJUAN Mengetahui asal sel-sel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari tubuh yang jumlahnya 6-8% dari berat badan total. a. Plasma darah, merupakan bagian yang cair

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari tubuh yang jumlahnya 6-8% dari berat badan total. a. Plasma darah, merupakan bagian yang cair BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Darah 1. Definisi Darah Darah merupakan bagian penting dari sistem transport dan bagian penting dari tubuh yang jumlahnya 6-8% dari berat badan total. Darah merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai hasil alam yang berlimpah dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai kepentingan. Salah satu dari hasil alam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hati merupakan organ sentral dalam metabolisme di tubuh. Berat rata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hati merupakan organ sentral dalam metabolisme di tubuh. Berat rata BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hati 1. Anatomi Hati Hati merupakan organ sentral dalam metabolisme di tubuh. Berat rata rata 1500 g atau 2% dari berat tubuh total, hati menerima 1500 ml darah per menit, atau

Lebih terperinci

Sistem Ekskresi Manusia

Sistem Ekskresi Manusia Sistem Ekskresi Manusia Sistem ekskresi merupakan sistem dalam tubuh kita yang berfungsi mengeluarkan zatzat yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh dan zat yang keberadaannya dalam tubuh akan mengganggu

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di kandang Fapet Farm dan analisis proksimat bahan pakan dan pemeriksaan darah dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 di kandang peternak di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 di kandang peternak di 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 di kandang peternak di Desa Kedu Temanggung dan pada bulan April 2016 di kandang unggas Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Saat ini perhatian masyarakat terhadap lemak pangan sangat besar terutama setelah diketahui bahwa mengonsumsi lemak berlebihan akan mempengaruhi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

KAJIAN PATOLOGI HATI KELINCI HIPERLIPIDEMIA : DENGAN DAN TANPA PEMBERIAN ANTIHIPERLIPIDEMIA LILIAN DEVANITA

KAJIAN PATOLOGI HATI KELINCI HIPERLIPIDEMIA : DENGAN DAN TANPA PEMBERIAN ANTIHIPERLIPIDEMIA LILIAN DEVANITA KAJIAN PATOLOGI HATI KELINCI HIPERLIPIDEMIA : DENGAN DAN TANPA PEMBERIAN ANTIHIPERLIPIDEMIA LILIAN DEVANITA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK LILIAN DEVANITA. Kajian Patologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam pembuatan karya ilmiah adalah. Waktu penelitian dimulai dari bulan Maret 2009

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam pembuatan karya ilmiah adalah. Waktu penelitian dimulai dari bulan Maret 2009 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam pembuatan karya ilmiah adalah penelitian analitik diskriptif. B. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Waktu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gathot Gathot merupakan hasil fermentasi secara alami pada ketela pohon. Ketela pohon tersebut memerlukan suasana lembab untuk ditumbuhi jamur secara alami. Secara umum,

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik dan Ilmu Patologi Anatomi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan selama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pengujian nilai LD 50 Dari pengujian yang dilakukan menggunakan dosis yang bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada hewan coba dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang 26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi fisiologis ternak dapat diketahui melalui pengamatan nilai hematologi ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang mengandung butir-butir

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Eritrosit (Sel Darah Merah) Profil parameter eritrosit yang meliputi jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit kucing kampung (Felis domestica) ditampilkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2008 sampai dengan Mei 2009. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada manusia. Ginjal mempunyai peran penting dalam mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal memiliki fungsi yaitu mempertahankan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari.

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup tinggi, kontaminasi dalam makanan, air, dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 34 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan Desember 2007. Penelitian ini dilakukan pada beberapa tempat yaitu : pembuatan tepung kedelai dan

Lebih terperinci

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN HANI FITRIANI. Studi Kasus Leiomiosarkoma pada Anjing: Potensial

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan di kelompokkan menjadi 4 kelompok dengan ulangan

Lebih terperinci

KAJIAN PERUBAHAN JARINGAN UJI KHASIAT BUAH MERAH (Pandanus conoideus) SEBAGAI BAHAN PENGHAMBAT KERUSAKAN HATI AGUSTIN ZAHARIA PADERI

KAJIAN PERUBAHAN JARINGAN UJI KHASIAT BUAH MERAH (Pandanus conoideus) SEBAGAI BAHAN PENGHAMBAT KERUSAKAN HATI AGUSTIN ZAHARIA PADERI KAJIAN PERUBAHAN JARINGAN UJI KHASIAT BUAH MERAH (Pandanus conoideus) SEBAGAI BAHAN PENGHAMBAT KERUSAKAN HATI AGUSTIN ZAHARIA PADERI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRAK AGUSTIN

Lebih terperinci

SISTEM PEREDARAN DARAH

SISTEM PEREDARAN DARAH SISTEM PEREDARAN DARAH Tujuan Pembelajaran Menjelaskan komponen-komponen darah manusia Menjelaskan fungsi darah pada manusia Menjelaskan prinsip dasar-dasar penggolongan darah Menjelaskan golongan darah

Lebih terperinci

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya SISTEM SIRKULASI Kompetensi Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya Suatu sistem yang memungkinkan pengangkutan berbagai bahan dari satu tempat ke tempat lain di dalam tubuh organisme Sistem

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dengan rancangan eksperimental dengan (Post Test Only

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dengan rancangan eksperimental dengan (Post Test Only BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dengan rancangan eksperimental dengan (Post Test Only Control Group Design).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Hal ini karena pada penelitian ini terdapat manipulasi terhadap objek

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan 37 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan 5 ulangan, perlakuan yang digunakan

Lebih terperinci

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Plasma (40%-50%) Lekosit Eritrosit sebelum sesudah sentrifusi Eritrosit Fungsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only Control Group Design. Melibatkan dua kelompok subyek, dimana salah satu kelompok

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian dasar yang menggunakan metode eksperimental. Penelitian eksperimen merupakan penelitian dimana variabel yang

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOLOGI GINJAL TIKUS BETINA (Rattus rattus) YANG DIINJEKSI VITAMIN C DOSIS TINGGI DALAM JANGKA WAKTU LAMA

GAMBARAN HISTOLOGI GINJAL TIKUS BETINA (Rattus rattus) YANG DIINJEKSI VITAMIN C DOSIS TINGGI DALAM JANGKA WAKTU LAMA GAMBARAN HISTOLOGI GINJAL TIKUS BETINA (Rattus rattus) YANG DIINJEKSI VITAMIN C DOSIS TINGGI DALAM JANGKA WAKTU LAMA TIM PENELITI : 1. NI WAYAN SUDATRI, S.Si., M.Si, 2. IRIANI SEYAWATI, S.Si.,M.Si. 3.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul performans darah kambing peranakan ettawa dara

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul performans darah kambing peranakan ettawa dara 11 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian yang berjudul performans darah kambing peranakan ettawa dara yang diberi ransum dengan tambahan urea yang berbeda ini telah dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober sampai

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama lebih kurang 6 (enam) bulan yaitu dari bulan Januari sampai

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA A. GINJAL SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA Sebagian besar produk sisa metabolisme sel berasal dari perombakan protein, misalnya amonia dan urea. Kedua senyawa tersebut beracun bagi tubuh dan harus dikeluarkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru O R G A N P E N Y U S U N S I S T E M E K S K R E S I K U L I T G I N J A L H A T I P A R U - P A R U kulit K ULIT K U L I T A D A L A H O R G A

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rokok 1. Pengertian Rokok Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh kemudian dibungkus dengan kertas rokok berukuran panjang 70 120 mm dengan diameter

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Mei 2011, bertempat di kandang pemuliaan ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dengue dan ditandai empat gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dengue dan ditandai empat gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DBD (Demam Berdarah Dengue) DBD adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh empat serotype virus Dengue dan ditandai empat gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi

Lebih terperinci

PROFIL KOLESTEROL DAN TRIGLISERIDA DARAH SERTA RESPON FISIOLOGIS TIKUS YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG SATE DAGING SAPI SKRIPSI ROHMAH RETNO WULANDARI

PROFIL KOLESTEROL DAN TRIGLISERIDA DARAH SERTA RESPON FISIOLOGIS TIKUS YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG SATE DAGING SAPI SKRIPSI ROHMAH RETNO WULANDARI PROFIL KOLESTEROL DAN TRIGLISERIDA DARAH SERTA RESPON FISIOLOGIS TIKUS YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG SATE DAGING SAPI SKRIPSI ROHMAH RETNO WULANDARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Penetapan Aktivitas Enzim Alanin Amino Transferase Plasma a. Kurva kalibrasi Persamaan garis hasil pengukuran yaitu : Dengan nilai koefisien relasi (r) = 0,998.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B dan analisis plasma di Laboratorium Nutrisi Ternak Kerja dan Olahraga Unit

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ayam dan penampungan semen dilakukan di Kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging puyuh merupakan produk yang sedang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Meskipun populasinya belum terlalu besar, akan tetapi banyak peternakan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak II. BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit, kapasitas serap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Kelautan untuk membuat ekstrak daun sirih, Laboratorium Fisiologi Hewan Air (FHA) untuk

Lebih terperinci

EFEK TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SINTOK PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR* Intisari

EFEK TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SINTOK PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR* Intisari EFEK TOKSISITS SUBKRONIK EKSTRK ETNOL KULIT BTNG SINTOK PD TIKUS PUTIH GLUR WISTR* Sri di Sumiwi, nas Subarnas, Rizki Indriyani, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, e-mail: sri.adi@unpad.ac.id Intisari

Lebih terperinci

SISTEM PEMBULUH DARAH MANUSIA. OLEH: REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

SISTEM PEMBULUH DARAH MANUSIA. OLEH: REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt SISTEM PEMBULUH DARAH MANUSIA OLEH: REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt ARTERI Membawa darah bersih (oksigen) kecuali arteri pulmonalis Mempunyai dinding yang tebal Mempunyai jaringan yang elastis Katup hanya

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pada hepar dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain virus, radikal bebas, maupun autoimun. Salah satu yang banyak dikenal masyarakat adalah

Lebih terperinci