BAB III PEMROSESAN DAN INTERPRETASI DATA. III.1. Dasar-dasar Interpretasi Struktur Pada Penampang Seismik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PEMROSESAN DAN INTERPRETASI DATA. III.1. Dasar-dasar Interpretasi Struktur Pada Penampang Seismik"

Transkripsi

1 BAB III PEMROSESAN DAN INTERPRETASI DATA III.1. Dasar-dasar Interpretasi Struktur Pada Penampang Seismik Analisis dan interpretasi struktur dengan menggunakan data seismik pada dasarnya adalah melakukan interpretasi keberadaan struktur patahan pada penampang seismik dengan mengunakan bantuan sifat fisik dari lapisan batuan tersebut terhadap gelombang bunyi. Struktur patahan yang secara sederhana dapat diamati secara visual pada suatu singkapan di alam, berupa terpotong dan bergesernya bidang perlapisan oleh bidang patahan, pada penampang seismik ditunjukkan dengan adanya kenampakan diskontinuitas atau ketidak menerusan yang tiba-tiba dari seismik atribut yang merefleksikan bidang perlapisan secara lateral. Ketidak menerusan ini dapat berupa terputus dan bergesernya seismik atribut tersebut secara lateral atau dapat juga berupa perubahan sudut, dan geometri yang terjadi secara tiba-tiba (Gambar III.1). Gambar III.1. (a) diskontinuitas atribut seismik yang memperlihatkan bagian yang hilang pada garis merah umumnya mencirikan sesar pada rejim tensional. (b) perulangan karakter atribut seismik pada garis merah yang umumnya mencirikan sesar pada rejim kompresi. Selain itu interpretasi dengan menggunakan data seismik ini juga dapat digunakan untuk mengamati periode pembentukan sesar dan umur relatif dari sesar tersebut (Gambar III.2). Proses tersebut tidak lepas dari pengamatan stratigrafi misalnya dari pengamatan ketebalan lapisan yang memiliki umur relatif sama yang terlibat dalam proses pembentukan sesar atau lipatan. 21

2 Gambar III.2. (a) unit lapisan 1, 2 dan 3 diendapkan sebelum terjadinya sesar yang dicirikan oleh ketebalan yang sama pada bagian hanging wall (HW) dan footwall (FW), sedangkan unit lapisan 4 diendapkan saat berlangsungnya pensesaran dicirikan dengan perbedaan ketebalan pada bagian footwall (FW) dengan hanging wall (HW). (b) unit lapisan 5 diendapkan setelah pensesaran yang mengontrol pengendapan lapisan 4 berhenti dan kemudian tersesarkan pada saat pengendapan lapisan 6 selama terjadinya reaktivasi sesar. (Hill, 2003). Pemahaman terhadap sejarah rejim tektonik yang bekerja pada suatu wilayah menjadi hal yang banyak dipraktikan dan diperhatikan saat ini sebelum menentukan interpretasi akhir sesar dan lipatan. Praktik tersebut menghasilkan suatu iterasi pada proses interpretasi: interpretasi sesar tidak dapat dilakukan sebelum mengetahui sejarah tektonik, tetapi sejarah tektonik hanya mungkin dipahami dari keberadaan sesar dan lipatan. Sehingga interpretasi sesar tidak bisa berdiri sendiri dan terisolasi dari sejarah tektoniknya, oleh karena itu interpretasi akan dimulai dengan penarikan sesar-sesar yang dengan jelas membawa ciri rejim tektonik tertentu untuk membuat suatu gambaran regional dan kemudian melakukan interpretasi seluruh sesar sampai pola yang koheren dengan tektonik dapat dihasilkan. Pada prinsipnya interpretasi struktur pada penampang seismik tidak hanya sekedar menarik bidang patahan, tetapi berusaha mengambarkan suatu yang mempunyai arti dalam geologi khususnya dalam struktur geologi. Gambar III.3 dapat memperlihatkan beberapa contoh interpretasi struktur dan penarikan bidang patahan pada penampang seismik. 22

3 SW Penarikan patahan dikarenakan perubahan dip domain yang tajam dari suatu horison NE Penarikan patahan dikarenakan ketidakmenerusan event NW SE Penarikan patahan dikarenakan perubahan ketebalan pada footwall dan hanging wall dari suatu horison Gambar III.3. Contoh interpretasi struktur patahan pada penampang seismik. Karena patahan adalah produk dari suatu gaya atau rejim tegasan (stress fields), sedangkan rejim tegasan ini dapat berubah dengan waktu, maka adalah umum dijumpai bentuk dan orientasi struktur patahan berubah pada bagian yang berbeda dari penampang seismik. Atau dengan kata lain bentuk dan orientasi struktur patahan dapat berubah terhadap kedalaman pada suatu penampang seismik. Ketelitian dalam menginterpretasi data seismik terutama dalam menangkap perubahan geometri dan orientasi dari suatu bidang patahan akan sangat membantu dalam menganalisis perubahan pola tektonik daerah tersebut. 23

4 III.1.1. Pengikatan data stratigrafi sikuen pada penampang seismik Persiapan data log dalam penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan. Tahapan pertama adalah pengerjaan model stratigrafi sikuen pada sumur-sumur kunci yang memiliki data log, biostratigrafi dan data penunjang lainnya yang cukup lengkap. Unit stratigrafi sikuen yang digunakan adalah unit sikuen orde ke-3 yang mewakili stratigrafi regional dan diharapkan dapat mewakili sejarah tektonik selama pengendapan unit stratigrafi tersebut. Batas sikuen (sequence boundary) dan permukan genang laut maksimum (maximum flooding surface) merupakan horison yang penting yang akan digunakan sebagai marker untuk pengikatan dengan data seismik. Pada rekaman seismik refleksi, hampir seluruh perubahan refleksi gelombang primer disebabkan oleh batas impedansi akustik akibat perubahan densitas lapisan batuan. Perbedaan densitas batuan ini dapat akibat dari perubahan litologi batuan tersebut yang dicerminkan oleh batas atas dan batas bawah lapisan batuan, atau dapat juga mencerminkan perbedaan sejarah pengendapan (umur) atau kompaksi dari batuan yang dicerminkan oleh bidang ketidak selarasan (unconformity) yang pada umumnya diwakili oleh batas sikuen. Sehingga dalam analisis dan interpretasi struktur memakai data seismik refleksi penentuan bidang refleksi ini menjadi sangat penting karena data inilah yang akan digunakan sebagai kunci untuk memahami arti rekaman seismik dengan keadaan geologi yang sebenarnya. Setelah membangun model stratigrafi sikuen pada beberapa sumur kunci selanjutnya dilakukan tahapan kedua yaitu korelasi stratigrafi sikuen antar sumur untuk mendapatkan gambaran secara lebih luas tatanan stratigrafi daerah Rimau terutama kemenerusan dari batas sikuen (sequence boundary) dan permukaan genang laut maksimum (maximum flooding surface) yang berguna untuk interpretasi dan pemetaan pada data seismik. Validasi dari marker batas sikuen dan permukaan genang laut ini dilakukan dengan pengikatan marker terhadap data seismogram sintetik sehingga interpretasi marker pada data sumur dengan data 24

5 seismik akan harmonis. Gambar III.4 merupakan salah satu contoh pengikatan data seismik dengan seismogram sintetik yang dilakukan dalam penelitian ini. Sonic Density Scale RC Wavelet Sesimic Synth Seismic Marker JMK-1 Sintetik SB-11 MFS-10 SB-10 SB-8 SB-7 Gambar III.4. Sintetik seismogram lintasan seismik melewati sumur Jmk-1. Setelah data log dan data seismik telah terintegrasi dengan baik dalam suatu proyek interpretasi IESX, maka tahapan berikutnya adalah melakukan interpretasi. III.2. Interpretasi Dengan Kombinasi Tektonostratigrafi dan Stratigrafi Sikuen Dengan memakai dasar konsep tektonostratigrafi yaitu dengan menempatkan stratigrafi dalam kerangka tektonik sebagai pengontrol utama dalam melakukan interpretasi dan pemetaan, secara langsung kita mencoba menggambarkan keadaan atau perkembangan tektonik dari cekungan dimana lapisan sedimen itu diendapkan. Perkembangan ini dapat dikenali dari bentuk dan karakter unit stratigrafinya. Jadi dengan mengetahui umur dan karakter dari suatu unit stratigrafi kita dapat mengetahui lingkungan tektonik di mana sedimen itu diendapkan. 25

6 Konsep stratigrafi sikuen yang saat ini dikenal dan diaplikasi secara luas terutama untuk kepentingan eksplorasi sumber daya mineral berawal dari pemahaman proses sedimentasi dan tatanan stratigrafi pada daerah batas kontinen yang relatif stabil. Definisi dari stratigrafi sikuen itu sendiri ialah penggolongan lapisan batuan secara bersistem menjadi satuan bernama berdasarkan satuan genesa yang dibatasi dibagian bawah dan atasnya oleh bidang ketidakselarasan atau keselarasan padanannya (IAGI, 1996). Bidang ketidakselarasan merupakan bidang erosi, pada umumnya terjadi diatas muka air laut dengan ditandai oleh rumpang waktu geologi. Sedangkan bidang keselarasan padanan adalah bidang kelanjutan dari bidang ketidakselarasan ke arah susunan lapisan batuan yang selaras. Bidang ketidakselarasan atau bidang erosi batas satuan stratigrafi sikuen disebabkan oleh proses penurunan relatif muka-laut, yang disebabkan oleh banyak hal diantaranya gerak muka-laut global, sedimentasi maupun tektonik. Aplikasi konsep stratigrafi sikuen ini pada daerah tektonik aktif kemudian dijembatani oleh Prosser (1993). Kunci dari aplikasi konsep sikuen ini pada daerah tektonik aktif terletak pada pengenalan karakter refleksi seismik dari pola sedimentasi yang terjadi pada setiap system tract. System tract ini didefinisikan dengan menggunakan metoda interpretasi terhadap karakter refleksi seismik pada pengendapan lowstand, transgresive dan highstand. Saat tektonik menjadi faktor yang dominan sebagai pengontrol sedimentasi maka karakter seismik refleksi akan dapat mencerminkan pengaruh tektonik tersebut terhadap pola pengendapan, sehingga pola ini oleh Prosser disebut sebagai tectonic system tract. Sistem ini dibangun pada daerah cekungan yang mengalami proses rifting. Berdasarkan karakter seismik refleksi, sedimentasi pada cekungan rifting dibagi menjadi empat tahap yaitu (1) rift initiation (2) rift climax (3) immediate post-rift dan (4) late post-rift (Gambar III.5). 26

7 Gambar III.5. Contoh ideal cekungan half-graben dengan karakter refleksi seismik yang ideal mencerminkan setiap tahapan endapan rift. (Prosser, 1993). Aplikasi dari tectonic system tract ini pada daerah penelitian menitikberatkan pada metoda pengenalan karakter seismik untuk menjembatani model stratigrafi sikuen yang dibangun di daerah Rimau dengan proses tektonik yang terjadi didaerah tersebut terutama pada saat awal terjadinya rifting sampai post-rifting. Pada beberapa lintasan seismik dapat dikenali dengan baik karakter khas dari tahapan rifting walaupun tahapan yang terjadi tidak sama ideal dengan yang ditelaah pada daerah penelitian Prosser dicekungan daerah Laut Barents dan Laut Utara. III.2.1. Kesetaraan marker stratigrafi sikuen terhadap unit tektonik Seperti telah didiskusikan diatas, bahwa tujuan untuk mempadu padankan tektono-stratigrafi dengan unit marker stratigrafi sikuen adalah untuk menjembatani pengenalan unit tektonik yang terjadi pada setiap sikuen pengendapan. Hasil dari padanan ini akan sangat membantu proses rekonstruksi penampang seimbang didaerah penelitian yang dikontrol oleh struktur geologi yang kompleks. Marker stratigrafi sikuen yang diinterpretasi dari pola log elektrik 27

8 dan dilengkapi oleh data biostratigrafi akan menjadi dasar untuk menghubungkan secara akurat interpretasi setiap permukaan sikuen pada data seismik didaerah hangingwall dan footwall stuktur Iliran-Kluang. Untuk keperluan tersebut maka dibangun model padanan tektono-stratigrafi dengan stratigrafi sikuen pada sumur Jmk-1 yang merupakan sumur terdalam sehingga dapat mencerminkan sikuen secara lebih lengkap dan sumur ini memiliki data log elektrik dan data biostratigrafi yang cukup baik (Gambar III.6). Selanjutnya model pada sumur Jmk-1 ini akan digunakan sebagai titik ikat untuk membangun model korelasi regional didaerah penelitian melintasi struktur Iliran- Kluang yang terdapat diantara sumur Stb-1 dengan Tbn-3 (Gambar III.7). Dari hasil pemodelan pada sumur Jmk-1 dan pemodelan korelasi regional dari sumur Ast-1 ke sumur Fjr-1 dapat dipadankan antara unit tektonostratigrafi dengan unit stratigrafi sikuen (Gambar III.6). Paket sedimen Syn-Rift terdapat diantara sikuen SB-1 yang merupakan batas unit Pre-Rift sampai dengan sikuen SB-8. Berdasarkan karakter refleksi seismik paket syn-rift ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu (1) Mid Syn-Rift dengan batas SB-7 yang ekuivalen dengan batas Formasi Lemat, (2) Late Syn-Rift dengan batas SB-8 yang ekuivalen dengan batas Formasi Talang Akar bagian bawah yang masih didominasi oleh endapan batupasir lingkungan fluvial-deltaik. Paket Post-Rift diendapkan diantara sikuen SB-8 sampai sikuen setelah SB-11 yaitu pada Formasi Air Benakat. Berdasarkan pada karakter seismik refleksi paket Post-Rift ini dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu (1) Early Post-Rift diantara sikuen SB-8 dan SB-10 yang didalamnya terdapat endapan Formasi Talang Akar bagian atas yang didominasi oleh batulempung dan endapan Formasi Baturaja yang merupakan endapan batuan karbonat, (2) Mid Post-Rift yang terdapat diantara sikuen SB-10 sampai SB-11 dimana pada sikuen ini terdapat MFS-10 yang merupakan sikuen yang mencerminkan fase regional transgresi didaerah Rimau. 28

9 Gambar III.6. Model tektonostratigrafi dan stratigrafi sikuen pada sumur Jmk-1. 29

10 13.6 km 6.6 km 5.2 km 6.1 km 1.8 km 2.8 km 8.9 km 16.2 km Legend Simbol Litologi Batulempung Batugamping Batupasir Batuan Dasar Metamorf m Asta-1 Kalabau-1 Tj.. Laban-1 Jemakur-1 KS-138 Kerang-1 LKP-2 KS-74 Bunga-1 Tab-3 Sungai-1 S. Tab-1 Salip-1 Fajar-1 Tengguleng-1 Kancang-1 Tl.. Jauh-1 Rejeki-1 SH-3 Iliran-1 Berkah-1 SH-2 Biukiu-1 SH-1 Gambar III.7. Model korelasi stratigrafi regional arah baratdaya-timurlaut dengan datum pada MFS-10. Sesar Iliran-Kluang terdapat diantara sumur Stb-1 dan Tbn-3. 30

11 Selain itu dari hasil korelasi regional dapat tercermin proses sagging yang mulai terjadi sejak sikuen SB-10 diendapkan (Gambar III.7). Endapan paket ini didominasi oleh batulempung namun diatas sikuen SB-10 diendapkan batupasir Telisa yang merupakan reservoir produktif di Tinggian Palembang, dan (3) Late Post-Rift yang terdapat setelah sikuen SB-11 sampai Formasi Air Benakat. Pada bagian ini mulai terjadi fase regresi yang diduga berkaitan dengan dimulainya perubahan rejim tektonik ekstensional menjadi tektonik kompresif dimana disebagian daerah cekungan mulai terjadi pengangkatan. Beberapa sikuen terpilih untuk mewakili unit tektonostratigrafi yaitu sikuen SB-7, SB-10, MFS-10 dan SB-11 untuk diikat dengan data seismik dan kemudian digunakan sebagai marker pada rekonstruksi penampang seimbang. Selanjutnya sikuen ini dipetakan distribusi lateralnya dalam domain peta struktur kedalaman maupun peta isopah. III.2.2. Karakteristik Unit Tektonostratigrafi Pada Penampang Seismik Dengan melakukan interpretasi dan pemetaan memakai pendekatan tektonostratigrafi ini perkembangan struktur atau evolusi tektonik daerah Rimau khususnya patahan Kluang-Iliran dapat dianalisis dari waktu kewaktu. Dari data kolom tektonostratigrafi cekungan Sumatra Selatan, sedikitnya ada tiga bidang tektonostratigrafi yang dapat diinterpretasi dan dipetakan, yaitu batas atas SB-1 yang ekuivalen dengan batuan dasar mewakili tahapan akhir unit tektonostratigrafi Pre-Rift, batas atas bidang batas sikuen SB-8 yang mewakili batas sikuen Syn-Rift akhir, dan batas sikuen SB-10 yang merepresentasikan salah satu bagian dari sikuen Post-Rift. Pada penampang seismik, ketiga unit tektonostratigrafi yang ada di daerah Rimau ini dapat dibedakan dari kenampakannya yang spesifik, seperti yang dapat dilihat pada Gambar III.8 dibawah ini 31

12 BL Proy. Jmk-1 Proy. Bga-1 TG Post-Rift SB11 Sagging MFS10 SB10 SB8 SB7 Syn-Rift SB1 Pre-Rift m Fajar-1 Tengguleng-1 Tj.. Laban-1 Sungai-1 Tab-3 Kancang-1 Kerang-1 S. Tab-1 Jemakur-1 Bunga-1 Rejeki-1 Tl.. Jauh km Asta-1 KS-138 Kalabau-1 LKP-2 KS-74 Salip-1 SH-3 Iliran-1 Berkah-1 SH-2 Biukiu-1 SH-1 Gambar III.8. Karakter refleksi seismik untuk sikuen Pre-Rift, Syn-Rift, Sag, Post-Rift. Sikuen Pre-Rift di daerah Rimau dicirikan oleh dua karakter seismik refleksi yaitu berupa karakter refleksi tidak kontinyu serta karakter refleksi yang koheren. Refleksi yang tidak kontinyu berpola chaotic mencerminkan batuan dasar yang masif yang diinterpretasikan sebagai batuan beku atau batuan metamorfosis tingkat tinggi. Sedangkan refleksi yang koheren dijumpai pada bagian atas refleksi chaotic. Refleksi ini terdiri dari beberapa lapis dengan amplitude yang kuat sehingga dapat dijejak dengan baik dibeberapa lintasan seismik. Refleksi ini diinterpretasikan sebagai batuan dasar yang bertipe batuan metamorfosis tingkat rendah. Sikuen Syn-Rift terdiri dari endapan batuan pengisi cekungan yang mana pada daerah Rimau sikuen ini dapat dibagi menjadi dua sikuen yaitu Mid Syn-Rift dan Late Syn-Rift akhir. Pada Mid Syn-Rift endapan ini didominasi oleh endapan alluvial dan fluvial-lakustrin (Lemat Fm.). Endapan ini secara umum memiliki karakter refleksi seismik yang kontinyu dengan amplitude yang cukup kuat, pola chaotic dijumpai bila terdapat tinggian lokal yang dikontrol oleh sesar yang mungkin mengindikasikan endapan alluvial yang diendapkan oleh mekanisme 32

13 gravitasi. Sedangkan refleksi yang kontinyu dan berlapis dapat mengindikasikan endapan lakustrin yang lebih didominasi oleh batuan lempung. Selain karakter refleksi seismik, endapan Mid Syn-Rift ini dapat dikenali dari geometrinya dengan ciri paket endapan yang membaji dengan terminasi refleksi onlapping pada batuan dasar. Sedangkan sikuen Late Syn-Rift dicirikan oleh refleksi seismik yang kontinyu, berlapis pararel, dengan amplituda yang cukup kuat. Pada lintasan seismik yang mengarah pada cekungan yang lebih dalam dapat terlihat pola retrogradasi dan agradasi. Sikuen ini didominasi oleh endapan fluvial-laut dangkal (Talang Akar Fm). Di beberapa lintasan seismik dapat ditemukan juga terminasi refleksi pada batuan dasar terutama di daerah sekitar Iliran High. Sikuen Post-Rift, pada daerah Rimau seperti umumnya di Cekungan Sumatra Selatan dicirikan oleh sikuen endapan batuan klastik trangresif shoreline yang terdiri dari perselingan batupasir dengan batu lempung dibagian cekungan. Refleksi seismik pararel-sub pararel dengan amplituda yang sedang menjadi penciri endapan ini. Sedangkan dibagian tinggian dicirikan oleh munculnya endapan batugamping terumbu yang kemenerusannya kearah cekungan mengalami perubahan fasies menjadi batugamping klastik halus. Pada bagian terumbu memperlihatkan ciri refleksi seismik yang lemah dan kemudian berubah menjadi refleksi yang kontinyu dengan amplitude yang kuat kearah cekungan. Sikuen MFS-10 umumnya memperlihatkan refleksi seismik yang diskontinyu. Atribut seismik menunjukan amplitudo yang lemah sampai kuat degan frekuensi yang cukup tinggi. Sementara sikuen SB-11 menunjukan kontinuitas refleksi buruk sampai baik. Pola refleksi memperlihatkan pola lapisan yang pararel. Sikuen ini memiliki refleksi seismik yang cukup kuat dan memiliki frekuensi yang tinggi. III.3. Interpretasi Struktur Sesar Blok Rimau Dari interpretasi penampang seismik 2D Rimau dapat didentifikasi sedikitnya sebanyak 35 bidang patahan yang tersebar diarea penelitian. Terdapat dua orientasi utama sesar-sesar di daerah Rimau yaitu arah baratlaut-tenggara dan arah 33

14 timurlaut-baratdaya dan dua orientasi minor yaitu sesar berarah relatif utaraselatan dan berarah relatif barat-timur (Gambar III.9) km N Fjr-1 Tgl-1 Ast-1 Tjb-1 Krg-1 Jmk-1 Bga-1 Lkp-2 Sgi-1 Tbn-3 Stb-1 Rjk-1 Tlj-1 Iln-1 SH-3 Brk-1 Kcg-1 SH-2 Ars-1 Klb-1 KS-138 KS-74 Slp-1 - Bku-1 SH-1 Gambar III.9. Peta struktur kedalaman batuan dasar Dengan menggunakan bantuan aplikasi geomodelling Petrel, gambaran tiga dimensi hasil dari interpretasi bidang patahan pada penampang seismik dan penyebarannya dapat dilihat pada Gambar III.10 dibawah ini. Gambar III.10. Visualisasi 3-Dimensi tatanan struktur geologi. 34

15 III.4. Konsep Analisis Struktur III.4.1. Konsep Strain dan Stress Peacock dan Marrett (1997) menjelaskan bahwa strain merupakan perpindahan relatif yang berhubungan dengan pembentukan struktur dan dapat diterangkan dengan spesifik dengan penggambaran geometri tanpa harus melihat dinamika prosesnya. Sebaliknya, stress adalah gaya yang bekerja selama pembentukan struktur dan tidak dapat dipahami tanpa mengacu kepada analisis kinematik dan observasi geometrinya. Secara sederhana stress didefinisikan sebagai satuan gaya/area (F/A) sedangkan strain didefenisikan sebagai pertambahan panjang (volume) suatu benda dibandingkan dengan keadaan awal atau keadaan aslinya, misalkan terjadi perubahan panjang maka strain = DL / L. Lebih jauh Marret dan Peacock menyatakan bahwa stress dan strain tidak mempunyai hubungan satu arah sebab akibat secara langsung. Analisis struktur pada fase geometri/kinematik lebih bersifat diskriptif dan analisis fase dinamik lebih bersifat genetik. Edelman (1989) melihat strain lebih kepada strain rate yang merupakan bagian simetri dari gradien perpindahan dan gradien kecepatan regangan pada suatu titik dan waktu tertentu. Pengukuran dari strain tergantung dari penentuan keadaan awal yang belum terubah undeformed. Edelman juga melihat bahwa hubungan antara stress dan strain sangat dipengaruhi oleh rheologi dari material batuan. Pada kondisi kental (viscous) stress tidak berhubungan samasekali dengan strain. Selain itu Edelman menegaskan keterbatasan konsep stress dalam analisis struktur karena tidak adanya hubungan kuantitatif atau persamaan baku antara stress dan strain secara permanen. Bila diperoleh informasi yang dapat menentukan suatu paleostress, laju strain, atau rheology batuan, maka informasi tersebut akan menjadi tidak akurat bila dihubungkan dengan adanya sejarah deformasi pada batuan, yaitu terjadinya multi gaya yang menyebabkan batuan mengalami beberapa kali jenis deformasi dan struktur yang terbentuk sepanjang waktu. Berbeda dengan beberapa pendapat diatas, Pollard (2000) melihat adanya hubungan antara stress dan strain secara esensial, keduanya merupakan kuantitas 35

16 fisik yang penting dalam analisis struktur. Pollard melihat bahwa stress merupakan penyebab deformasi, sedangkan deformasi menghasilkan strain. Dengan kata lain Pollard melihat bahwa stress dan strain mempunyai hubungan sebab dan akibat. Kalau dikaitkan dengan kondisi di alam, strain didefenisikannya sebagai perubahan ukuran dan bentuk tubuh batuan (benda) sebagai akibat dari diberikannya stress pada benda tersebut. III.4.2. Konsep Rekonstruksi Penampang Seimbang Rekonstruksi penampang seimbang diperlukan untuk mencari hubungan antara keadaan setelah deformasi dengan sebelum terjadinya deformasi terhadap batuan, selain itu juga bermanfaat untuk perhitungan strain, memeriksa benar tidaknya interpretasi struktur dan untuk memahami sejarah geologi suatu daerah. Asumsi yang digunakan bahwa selama terjadinya deformasi isi batuan tetap konstan. Secara umum metodologi dalam rekonstruksi penambang seimbang dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu unfolding restoration dengan beberapa algoritma antara lain simple shear, flexural slip dan line length. Sedangkan kategori yang lain adalah move on restoration dengan algoritma diantaranya inclined shear dan fault pararel flow (Midland Valley, 2001). Pemilihan metodologi dan algoritma rekonstruksi penampang seimbang bergantung pada tatanan geologi suatu daerah. Merujuk pada tatanan geologi regional daerah cekungan Sumatra Selatan yang memiliki dua rejim tektonik yaitu tensional dan kompresional maka metoda dan algoritma yang cukup tepat adalah inclined shear. Prinsip dasar dari inclined shear ini adalah melakukan restorasi dengan mempertimbangkan hubungan antara geometri sesar dengan deformasi yang terjadi pada blok hanging wall. Restorasi kemudian dilakukan dengan mengikuti arah garis perpindahan yang memiliki kemiringan tertentu seperti gambar dibawah (Gambar III.11). 36

17 Footwall Hangingwall A1 A Area ekstensional Area ekstensional A2 = A1 A2 B Elemen Hangingwall runtuh keatas bidang sesar C Shear vectors Gambar III.11. Rekonstruksi penambang seimbang dengan metoda inclined shear Sedangkan untuk menghitung besaran strain yang terjadi akibat deformasi digunakan algoritma Gibbs (1983) (Gambar III.12). Gambar III.12. Algoritma perhitungan strain (Gibbs, 1983) 37

18 Untuk membangun dan menganalisis evolusi tektonik dan struktur di daerah penelitian, maka dipilih empat lintasan komposit seismik untuk digunakan dalam pembuatan penampang palinspatik. Keempat lintasan tersebut terdiri dari tiga lintasan berarah timurlaut-barat daya atau tegak lurus dengan struktural dip masa kini dan satu lintasan berarah baratlaut-tenggara untuk mewakili struktur dari daerah Tinggian Iliran ke arah Graben Jemakur. 38

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa permasalahan yang dihadapi dan menjadi dasar bagi penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa permasalahan yang dihadapi dan menjadi dasar bagi penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Interpretasi dan pemetaan struktur bawah permukaan pada dasarnya merupakan sebuah usaha untuk menggambarkan perkembangan arsitektur permukaan bumi sejalan

Lebih terperinci

BAB IV MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG

BAB IV MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG BAB IV MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG IV.1. Analisis Geometri Struktur Iliran-Kluang Berdasarkan arahnya, sesar yang ada didaerah sepanjang struktur Iliran- Kluang dapat dibedakan atas tiga kelompok,

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Stratigrafi Daerah Penelitian Stratigrafi daerah penelitian terdiri dari beberapa formasi yang telah dijelaskan sebelumnya pada stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah.

Lebih terperinci

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK BAB IV INTERPRETASI SEISMIK Analisa dan interpretasi struktur dengan menggunakan data seismik pada dasarnya adalah menginterpretasi keberadaan struktur sesar pada penampang seismik dengan menggunakan bantuan

Lebih terperinci

Tabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri.

Tabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri. Dari hasil perhitungan strain terdapat sedikit perbedaan antara penampang yang dipengaruhi oleh sesar ramp-flat-ramp dan penampang yang hanya dipengaruhi oleh sesar normal listrik. Tabel IV.2 memperlihatkan

Lebih terperinci

Sekuen Stratigrafi Rift System Lambiase (1990) mengajukan pengelompokan tektonostratigrafi cekungan synrift yang terbentuk dalam satu satu siklus

Sekuen Stratigrafi Rift System Lambiase (1990) mengajukan pengelompokan tektonostratigrafi cekungan synrift yang terbentuk dalam satu satu siklus BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1 Sekuen Stratigrafi Rift System Lambiase (1990) mengajukan pengelompokan tektonostratigrafi cekungan synrift yang terbentuk dalam satu satu siklus tektonik menjadi rift initiation,

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional Cekungan Natuna Barat berada pada kerak kontinen yang tersusun oleh batuan beku dan metamorf yang berumur Kapur Awal Kapur Akhir. Cekungan ini dibatasi oleh

Lebih terperinci

BAB 5 REKONSTRUKSI DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB 5 REKONSTRUKSI DAN ANALISIS STRUKTUR BAB 5 REKONSTRUKSI DAN ANALISIS STRUKTUR Terdapat tiga domain struktur utama yang diinterpretasi berdasarkan data seismik di daerah penelitian, yaitu zona sesar anjakan dan lipatan di daerah utara Seram

Lebih terperinci

II.1.2 Evolusi Tektonik.. 8

II.1.2 Evolusi Tektonik.. 8 DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN ii PERNYATAAN.. iii KATA PENGANTAR.. iv SARI... v ABSTRACT.. vi DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR x BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Lokasi

Lebih terperinci

Bab III Pengolahan Data

Bab III Pengolahan Data S U U S Gambar 3.15. Contoh interpretasi patahan dan horizon batas atas dan bawah Interval Main pada penampang berarah timurlaut-barat daya. Warna hijau muda merupakan batas atas dan warna ungu tua merupakan

Lebih terperinci

IV.3. Analisis Struktur Iliran-Kluang Berdasarkan Genetiknya IV.3.1. Tipe sesar ektensional

IV.3. Analisis Struktur Iliran-Kluang Berdasarkan Genetiknya IV.3.1. Tipe sesar ektensional IV.3. Analisis Struktur Iliran-Kluang Berdasarkan Genetiknya IV.3.1. Tipe sesar ektensional Pada penampang seismik dapat diamati dengan baik bahwa sesar-sesar pada deformasi ekstensional berupa sesar normal

Lebih terperinci

MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG DAN POTENSI PLAY RESERVOIR REKAHAN BATUAN DASAR DAERAH RIMAU, SUMATRA SELATAN

MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG DAN POTENSI PLAY RESERVOIR REKAHAN BATUAN DASAR DAERAH RIMAU, SUMATRA SELATAN MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG DAN POTENSI PLAY RESERVOIR REKAHAN BATUAN DASAR DAERAH RIMAU, SUMATRA SELATAN TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Era eksplorasi dengan target jebakan struktur pada reservoir-reservoir Kelompok Sihapas yang berumur Miosen dengan lingkungan pengendapan laut tidak banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kegiatan eksplorasi di Cekungan Sumatra Tengah telah dimulai sejak tahun 1924. Pemboran pertama di lokasi Kubu #1 dilakukan pada tahun 1939, kemudian dilanjutkan dengan

Lebih terperinci

BAB IV TEKTONOSTRATIGRAFI DAN POLA SEDIMENTASI Tektonostratigrafi Formasi Talang Akar (Oligosen-Miosen Awal)

BAB IV TEKTONOSTRATIGRAFI DAN POLA SEDIMENTASI Tektonostratigrafi Formasi Talang Akar (Oligosen-Miosen Awal) BAB IV TEKTONOSTRATIGRAFI DAN POLA SEDIMENTASI 4.1 Tektonostratigrafi 4.1.1 Tektonostratigrafi Formasi Talang Akar (Oligosen-Miosen Awal) Berdasarkan penampang seismik yang sudah didatarkan pada horizon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah OCO terdapat pada Sub-Cekungan Jatibarang yang merupakan bagian dari Cekungan Jawa Barat Utara yang sudah terbukti menghasilkan hidrokarbon di Indonesia. Formasi

Lebih terperinci

Bab II Tektonostrigrafi II.1 Tektonostratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan

Bab II Tektonostrigrafi II.1 Tektonostratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan Bab II Tektonostrigrafi II.1 Tektonostratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan Cekungan Busur Belakang Sumatera terbentuk pada fase pertama tektonik regangan pada masa awal Tersier. Sedimentasi awal

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Gambaran Umum Daerah penelitian secara regional terletak di Cekungan Sumatra Selatan. Cekungan ini dibatasi Paparan Sunda di sebelah timur laut, Tinggian Lampung di sebelah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penalaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah deduksi dengan mengacu pada konsep-konsep dasar analisis geologi yang diasumsikan benar dan konsep-konsep seismik

Lebih terperinci

BAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada

BAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada BAB V INTERPRETASI DATA V.1. Penentuan Litologi Langkah awal yang dilakukan pada penelitian ini adalah menentukan litologi batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada dibawah

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 GEOLOGI REGIONAL Cekungan Jawa Barat Utara yang terletak di sebelah baratlaut Pulau Jawa secara geografis merupakan salah satu Cekungan Busur Belakang (Back-Arc Basin) yang

Lebih terperinci

Bab V. Analisa Stratigrafi Sekuen

Bab V. Analisa Stratigrafi Sekuen BAB V Bab V. Analisa Stratigrafi Sekuen ANALISA STRATIGRAFI SEKUEN Korelasi adalah langkah yang sangat penting dalam suatu pekerjaan geologi bawah permukaan sebab semua visualisasi baik dalam bentuk penampang

Lebih terperinci

BAB IV UNIT RESERVOIR

BAB IV UNIT RESERVOIR BAB IV UNIT RESERVOIR 4.1. Batasan Zona Reservoir Dengan Non-Reservoir Batasan yang dipakai untuk menentukan zona reservoir adalah perpotongan (cross over) antara kurva Log Bulk Density (RHOB) dengan Log

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Cekungan Jawa Barat Utara merupakan cekungan sedimen Tersier yang terletak tepat di bagian barat laut Pulau Jawa (Gambar 2.1). Cekungan ini memiliki penyebaran dari wilayah daratan

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL. II.1. Kerangka Tektonik Regional Cekungan Sumatra Selatan

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL. II.1. Kerangka Tektonik Regional Cekungan Sumatra Selatan BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL II.1. Kerangka Tektonik Regional Cekungan Sumatra Selatan Cekungan Sumatra Selatan terletak di pulau Sumatra dan merupakan salah satu cekungan sedimen Tersier back-arc yang

Lebih terperinci

(a) Maximum Absolute Amplitude (b) Dominant Frequency

(a) Maximum Absolute Amplitude (b) Dominant Frequency Peta isokron pada gambar IV.14 di atas, menunjukan bagaimana kondisi geologi bawah permukaan ketika sistem trak rift-climax tahap awal dan tangah diendapkan. Pada peta tersebut dapat dilihat arah pengendapan

Lebih terperinci

I.2 Latar Belakang, Tujuan dan Daerah Penelitian

I.2 Latar Belakang, Tujuan dan Daerah Penelitian Bab I Pendahuluan I.1 Topik Kajian Topik yang dikaji yaitu evolusi struktur daerah Betara untuk melakukan evaluasi struktur yang telah terjadi dengan mengunakan restorasi palinspatik untuk mengetahui mekanismenya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih tepatnya berada pada Sub-cekungan Palembang Selatan. Cekungan Sumatra

BAB I PENDAHULUAN. lebih tepatnya berada pada Sub-cekungan Palembang Selatan. Cekungan Sumatra BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah penelitian termasuk dalam wilayah Cekungan Sumatra Selatan, lebih tepatnya berada pada Sub-cekungan Palembang Selatan. Cekungan Sumatra Selatan termasuk

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB II GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi Regional Menurut Heidrick dan Aulia (1993) Cekungan Sumatra Tengah terletak di antara Cekungan Sumatra Utara dan Cekungan Sumatra

Lebih terperinci

Salah satu reservoir utama di beberapa lapangan minyak dan gas di. Cekungan Sumatra Selatan berasal dari batuan metamorf, metasedimen, atau beku

Salah satu reservoir utama di beberapa lapangan minyak dan gas di. Cekungan Sumatra Selatan berasal dari batuan metamorf, metasedimen, atau beku 1. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Salah satu reservoir utama di beberapa lapangan minyak dan gas di Cekungan Sumatra Selatan berasal dari batuan metamorf, metasedimen, atau beku berumur Paleozoic-Mesozoic

Lebih terperinci

BAB IV RESERVOIR KUJUNG I

BAB IV RESERVOIR KUJUNG I BAB IV RESERVOIR KUJUNG I Studi geologi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui geometri dan potensi reservoir, meliputi interpretasi lingkungan pengendapan dan perhitungan serta pemodelan tiga dimensi

Lebih terperinci

III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk

III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk menafsirkan perkembangan cekungan. Perlu diingat bahwa

Lebih terperinci

BAB V SEKUEN STRATIGRAFI

BAB V SEKUEN STRATIGRAFI BAB V SEKUEN STRATIGRAFI Sekuen adalah urutan lapisan yang relatif selaras dan berhubungan secara genetik dibatasi oleh ketidakselarasan dan keselarasan yang setara dengannya (Mitchum dkk., 1977 op.cit.

Lebih terperinci

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram BAB 4 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 4.1. Interpretasi Stratigrafi 4.1.1. Interpretasi Stratigrafi daerah Seram Daerah Seram termasuk pada bagian selatan Kepala Burung yang dibatasi oleh MOKA di bagian utara,

Lebih terperinci

Bab IV Analisis Data. IV.1 Data Gaya Berat

Bab IV Analisis Data. IV.1 Data Gaya Berat 41 Bab IV Analisis Data IV.1 Data Gaya Berat Peta gaya berat yang digabungkan dengn penampang-penampang seismik di daerah penelitian (Gambar IV.1) menunjukkan kecenderungan topografi batuan dasar pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi sifat-sifat litologi dan fisika dari batuan reservoar, sehingga dapat dikarakterisasi dan kemudian

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Metodologi Penelitian Metodologi penalaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah deduksi dengan mengacu pada konsep-konsep dasar analisis geologi struktur yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar yang dijumpai di daerah penelitian adalah Sesar Naik Gunungguruh, Sesar Mendatar Gunungguruh, Sesar Mendatar Cimandiri dan Sesar Mendatar

Lebih terperinci

c. Peta struktur PMT5 d. Peta struktur PMT6 e. Peta struktur PMT7 f. Peta struktur PMT8

c. Peta struktur PMT5 d. Peta struktur PMT6 e. Peta struktur PMT7 f. Peta struktur PMT8 a. Peta struktur PMT3 b. Peta struktur PMT4 r-1 r-1 r-2 r-2 m-1 m-1 Tinggi m-2 m-2 U m-3 r-3 r-3 m-3 5km U Rendah c. Peta struktur PMT5 d. Peta struktur PMT6 r-1 r-1 r-2 r-2 m-1 m-1 m-2 m-2 U r-3 r-3 5km

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Struktur Regional Terdapat 4 pola struktur yang dominan terdapat di Pulau Jawa (Martodjojo, 1984) (gambar 2.1), yaitu : Pola Meratus, yang berarah Timurlaut-Baratdaya. Pola Meratus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Stuktur DNF terletak kurang lebih 160 kilometer di sebelah barat kota Palembang. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Subjek dan Objek Penelitian 1.2 Latar Belakang Permasalahan 1.3 Masalah Penelitian

Bab I Pendahuluan 1.1 Subjek dan Objek Penelitian 1.2 Latar Belakang Permasalahan 1.3 Masalah Penelitian Bab I Pendahuluan 1.1 Subjek dan Objek Penelitian Subjek dari penelitian ini berupa studi stratigrafi sekuen dalam formasi Pulau Balang di lapangan Wailawi, Cekungan Kutai Bagian Selatan Kalimantan Timur.

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS STRATIGRAFI SEKUEN, DISTRIBUSI DAN KUALITAS RESERVOIR

BAB V ANALISIS STRATIGRAFI SEKUEN, DISTRIBUSI DAN KUALITAS RESERVOIR BAB V ANALISIS STRATIGRAFI SEKUEN, DISTRIBUSI DAN KUALITAS RESERVOIR V.1 Analisis Sekuen dari Korelasi Sumur Analisis stratigrafi sekuen pada penelitian ini dilakukan dengan analisis data sumur yang dilanjutkan

Lebih terperinci

BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Kerangka Tektonik Sub-cekungan Jatibarang merupakan bagian dari Cekungan Jawa Barat Utara. Konfigurasi batuan dasar saat ini di daerah penelitian, yang menunjukkan

Lebih terperinci

Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40.

Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40. Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40. 4.1.4 Sesar Anjak Cisaar 1 Gejala sesar ini dijumpai pada Sungai Cisaar pada lokasi CS 40, CS 41, CS 4, CS 2, dan CS 10. Kehadiran sesar ini ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Pendahuluan Analisis tektonostratigrafi dan pola sedimentasi interval Formasi Talang Akar dan Baturaja dilakukan dengan mengintegrasikan data geologi dan data geofisika

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM Tujuan utama analisis variogram yang merupakan salah satu metode geostatistik dalam penentuan hubungan spasial terutama pada pemodelan karakterisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cekungan Arafura yang terletak di wilayah perairan Arafura-Irian Jaya merupakan cekungan intra-kratonik benua Australia dan salah satu cekungan dengan paket pengendapan

Lebih terperinci

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB IV SEJARAH GEOLOGI BAB IV SEJARAH GEOLOGI Berdasarkan data-data geologi primer yang meliputi data lapangan, data sekunder yang terdiri dari ciri litologi, umur dan lingkungan pengendapan, serta pola struktur dan mekanisme

Lebih terperinci

III. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI

III. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI III. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI III.1 Penentuan Siklus Sedimentasi Regional Dari peta geologi permukaan, diketahui bahwa umur batuan yang tersingkap di permukaan dari daratan Kamboja adalah Paleozoikum,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. SARI... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... x. DAFTAR TABEL... xvi BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. SARI... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... x. DAFTAR TABEL... xvi BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI SARI......... i ABSTRACT...... ii KATA PENGANTAR.... iii DAFTAR ISI.... vi DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xvi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang Penelitian... 1 1.2 Ruang Lingkup

Lebih terperinci

Gambar III.26 Atribut seismik pada horison Pematang 5 mewakili geometri sedimen mid maximum rift

Gambar III.26 Atribut seismik pada horison Pematang 5 mewakili geometri sedimen mid maximum rift RMS Amplitude Delta Footwall-1 7300 7400 dalam 7500 7600 Rawa & sungai dalam Jalur transport sedimen Rawa sungai 7700 7800 7900 8000 8100 High amp 8200 dalam 8300 8400 Low amp 8500 8600 Spectral Decomposition

Lebih terperinci

Gambar I.1. : Lokasi penelitian terletak di Propinsi Sumatra Selatan atau sekitar 70 km dari Kota Palembang

Gambar I.1. : Lokasi penelitian terletak di Propinsi Sumatra Selatan atau sekitar 70 km dari Kota Palembang BAB I PENDAHULUAN I.1. Subjek dan Lokasi Penelitian Subjek penelitian ini adalah analisis variogram horizontal pada pemodelan distribusi karakterisasi reservoir. Sedangkan objek penelitian meliputi lapisan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH BAB II GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH II.1 Kerangka Tektonik dan Geologi Regional Terdapat 2 pola struktur utama di Cekungan Sumatera Tengah, yaitu pola-pola tua berumur Paleogen yang cenderung berarah

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Kutai merupakan cekungan Tersier terbesar dan terdalam di Indonesia bagian barat, dengan luas area 60.000 km 2 dan ketebalan penampang mencapai 14 km. Cekungan

Lebih terperinci

Bab V Evolusi Teluk Cenderawasih

Bab V Evolusi Teluk Cenderawasih 62 Bab V Evolusi Teluk Cenderawasih V.1 Restorasi Penampang Rekontruksi penampang seimbang dilakukan untuk merekonstruksi pembentukan suatu deformasi struktur. Prosesnya meliputi menghilangkan bidang-bidang

Lebih terperinci

Aplikasi Metode Dekomposisi Spektral Dalam Interpretasi Paleogeografi Daerah Penelitian

Aplikasi Metode Dekomposisi Spektral Dalam Interpretasi Paleogeografi Daerah Penelitian Bab IV Aplikasi Metode Dekomposisi Spektral Dalam Interpretasi Paleogeografi Daerah Penelitian Aplikasi Metode Dekomposisi Spektral dalam interpretasi paleogeografi di daerah penelitian dilakukan setelah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI UMUM

BAB III GEOLOGI UMUM BAB III GEOLOGI UMUM 3.1 Geologi Regional Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan yang berbentuk asimetris, dibatasi oleh sesar dan singkapan batuan Pra-Tersier yang mengalami pengangkatan di bagian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga

II. TINJAUAN PUSTAKA. Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geomorfologi Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga dengan Cekungan Tarakan yang merupakan salah satu cekungan penghasil hidrokarbon

Lebih terperinci

IV.5. Interpretasi Paleogeografi Sub-Cekungan Aman Utara Menggunakan Dekomposisi Spektral dan Ekstraksi Atribut Seismik

IV.5. Interpretasi Paleogeografi Sub-Cekungan Aman Utara Menggunakan Dekomposisi Spektral dan Ekstraksi Atribut Seismik persiapan data, analisis awal (observasi, reconnaissance) untuk mencari zone of interest (zona menarik), penentuan parameter dekomposisi spektral yang tetap berdasarkan analisis awal, pemrosesan dekomposisi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penerapan Cadzow Filtering Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan meningkatkan strength tras seismik yang dapat dilakukan setelah koreksi NMO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHALUAN. kondisi geologi di permukaan ataupun kondisi geologi diatas permukaan. Secara teori

BAB I PENDAHALUAN. kondisi geologi di permukaan ataupun kondisi geologi diatas permukaan. Secara teori 1 BAB I PENDAHALUAN I.1. Latar Belakang Kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mencari lapangan-lapangan baru yang dapat berpotensi menghasilkan minyak dan atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Data seismik dan log sumur merupakan bagian dari data yang diambil di bawah permukaan dan tentunya membawa informasi cukup banyak mengenai kondisi geologi

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR

HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI S K R I P S I... I HALAMAN PENGESAHAN... II KATA PENGANTAR...... III HALAMAN PERSEMBAHAN... V SARI......... VI DAFTAR ISI... VII DAFTAR GAMBAR.... IX BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang.........

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR

BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR Dalam pembahasan kali ini, penulis mencoba menganalisis suatu prospek terdapatnya hidrokarbon ditinjau dari kondisi struktur di sekitar daerah tersebut. Struktur yang menjadi

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN YOGYAKARTA 2011

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN YOGYAKARTA 2011 SIKUEN STRATIGRAFI DAN ESTIMASI CADANGAN GAS LAPISAN PS-11 BERDASARKAN DATA WIRELINE LOG, SEISMIK DAN CUTTING, FORMASI EKUIVALEN TALANG AKAR LAPANGAN SETA CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA SKRIPSI Oleh: SATYA

Lebih terperinci

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN IJIN PENGGUNAAN DATA... iv KATA PENGANTAR.... v SARI... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

Bab III Pengolahan dan Analisis Data Bab III Pengolahan dan Analisis Data Dalam bab pengolahan dan analisis data akan diuraikan berbagai hal yang dilakukan peneliti untuk mencapai tujuan penelitian yang ditetapkan. Data yang diolah dan dianalisis

Lebih terperinci

Bab III Tektonostratigrafi Kelompok Pematang Sub Cekungan Barumun

Bab III Tektonostratigrafi Kelompok Pematang Sub Cekungan Barumun Bab III Tektonostratigrafi Kelompok Pematang Sub Cekungan Barumun III.1. Data dan Metodologi III.1.1. Data Data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini meliputi data lebih dari 1000 km seismik 2D eks

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Cekungan Sunda dan Asri adalah salah satu cekungan sedimen yang terletak dibagian barat laut Jawa, timur laut Selat Sunda, dan barat laut Cekungan Jawa Barat Utara (Todd dan Pulunggono,

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Letak Geografis Daerah Penelitian Daerah penelitian, yaitu daerah Cekungan Sunda, secara umum terletak di Laut Jawa dan berada di sebelah Timur Pulau Sumatera bagian Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan penting dan bernilai sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai 60.000 km 2 dan

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Lapangan Nagabonar merupakan bagian dari grup Nagabonar (NB Group) yang terdiri dari Lapangan Nagabonar (NB), Lapangan Mama dan Lapangan Nagabonar Extension (NBE).

Lebih terperinci

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan BAB IV KAJIAN SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis

Lebih terperinci

a) b) Frekuensi Dominan ~22 hz

a) b) Frekuensi Dominan ~22 hz Pada tahap akhir pembentukan sistem trak post-rift ini diendapkan Formasi Menggala yang merupakan endapan transgresif yang melampar di atas Kelompok Pematang. Formasi Menggala di dominasi oleh endapan

Lebih terperinci

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB IV SEJARAH GEOLOGI BAB IV SEJARAH GEOLOGI Penentuan sejarah geologi yang merupakan sintesa geologi daerah penelitian mengacu pada sejarah geologi regional peneliti-peneliti sebelumnya. Model sejarah geologi daerah penelitian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 METODA PENELITIAN Analisis struktur geologi terhadap daerah penelitian dilakukan melalui tiga tahap penelitian. Tahap pertama merupakan pendekatan tidak langsung, yaitu

Lebih terperinci

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB IV SEJARAH GEOLOGI BAB IV SEJARAH GEOLOGI Sejarah geologi daerah penelitian dapat disintesakan berdasarkan ciri litologi, umur, lingkungan pengendapan, hubungan stratigrafi, mekanisme pembentukan batuan dan pola strukturnya.

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SUMATRA TENGAH

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SUMATRA TENGAH BAB 2 GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SUMATRA TENGAH Cekungan Sumatra Tengah merupakan salah satu cekungan besar di Pulau Sumatra. Cekungan ini merupakan cekungan busur belakang yang berkembang di sepanjang

Lebih terperinci

BAB IV PENAFSIRAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PENAFSIRAN DAN PEMBAHASAN BAB IV PENAFSIRAN DAN PEMBAHASAN IV.1 Penafsiran Data Seismik Data seismik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik Supercube CS South yang merupakan gabungan beberapa survei seismik 3 dimensi

Lebih terperinci

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan Gambar 3.8 Korelasi Stratigrafi Satuan Batupasir terhadap Lingkungan Delta 3.2.3 Satuan Batulempung-Batupasir Persebaran (dominasi sungai) Satuan ini menempati 20% dari luas daerah penelitian dan berada

Lebih terperinci

BAB IV PEMAPARAN DATA Ketersediaan Data Data Seismik Data Sumur Interpretasi

BAB IV PEMAPARAN DATA Ketersediaan Data Data Seismik Data Sumur Interpretasi DAFTAR ISI JUDUL... PENGESAHAN. i PERNYATAAN. ii IJIN PENGGUNAAN DATA iii KATA PENGANTAR.... v SARI...... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... 1 DAFTAR GAMBAR... 3 BAB I PENDAHULUAN... 8 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usia produksi hidrokarbon dari lapangan-lapangannya. Untuk itulah, sebagai tinjauan

BAB I PENDAHULUAN. usia produksi hidrokarbon dari lapangan-lapangannya. Untuk itulah, sebagai tinjauan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Asri yang berada di lepas pantai Sumatera Tenggara, telah berproduksi dari 30 tahun hingga saat ini menjadi area penelitian yang menarik untuk dipelajari

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS KARAKETERISASI ZONA PATAHAN

BAB IV. ANALISIS KARAKETERISASI ZONA PATAHAN BAB IV. ANALISIS KARAKETERISASI ZONA PATAHAN IV.1. Kapasitas Seal Pada Zona Patán Analisis karakter sifat zona patahan yang dilakukan dalam penelitian ini pada hakikatnya terdiri atas beberapa tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan XVII adalah lapangan penghasil migas yang terletak di Blok

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan XVII adalah lapangan penghasil migas yang terletak di Blok BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lapangan XVII adalah lapangan penghasil migas yang terletak di Blok Sanga-sanga, Cekungan Kutai, Kalimantan Timur. Cekungan Kutai merupakan cekungan penghasil

Lebih terperinci

BAB III STUDI KASUS 1 : Model Geologi dengan Struktur Lipatan

BAB III STUDI KASUS 1 : Model Geologi dengan Struktur Lipatan BAB III STUDI KASUS 1 : Model Geologi dengan Struktur Lipatan Dalam suatu eksplorasi sumber daya alam khususnya gas alam dan minyak bumi, para eksplorasionis umumnya mencari suatu cekungan yang berisi

Lebih terperinci

2.2.2 Log Sumur Batuan Inti (Core) Log Dipmeter Log Formation Micro Imager (FMI)

2.2.2 Log Sumur Batuan Inti (Core) Log Dipmeter Log Formation Micro Imager (FMI) DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMAKASIH...iv ABSTRAK...vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR TABEL...xvi DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cekungan Tarakan terbagi menjadi empat Sub-Cekungan berdasarkan Pertamina BPPKA (1996), yaitu Sub-Cekungan Muara, Sub-Cekungan Berau, Sub-Cekungan Tarakan, dan Sub-Cekungan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA UTARA

BAB II KERANGKA GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA UTARA BAB II KERANGKA GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA UTARA 2.1. Kerangka Geologi Regional Cekungan Sumatera Utara sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.1 di bawah ini, terletak di ujung utara Pulau Sumatera, bentuknya

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik mengenai geologi terutama mengenai sifat/karakteristik suatu reservoir sangat penting dalam tahapan eksploitasi suatu

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Geologi Regional Cekungan Sumatera Tengah Cekungan Sumatera Tengah secara fisiografis terletak di antara Cekungan Sumatera Utara dan Cekungan Sumatera Selatan yang dibatasi

Lebih terperinci

Bab II Geologi Regional. II.1. Geologi Regional Cekungan Sumatera Tengah. II.1.1. Struktur Geologi dan Tektonik Cekungan Sumatera Tengah

Bab II Geologi Regional. II.1. Geologi Regional Cekungan Sumatera Tengah. II.1.1. Struktur Geologi dan Tektonik Cekungan Sumatera Tengah Bab II Geologi Regional II.1. Geologi Regional Cekungan Sumatera Tengah II.1.1. Struktur Geologi dan Tektonik Cekungan Sumatera Tengah Lapangan minyak RantauBais secara regional berada pada sebuah cekungan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1. Struktur Sesar Analisis struktur sesar di daerah penelitian dilakukan dengan melakukan pengolahan data berupa kekar gerus, breksiasi, posisi stratigrafi, dan kelurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksploitasi cadangan minyak bumi dan gas di bagian Barat Indonesia kini sudah melewati titik puncak kejayaannya, hampir seluruh lapangan minyak di bagian barat Indonesia

Lebih terperinci

III Sekuen Mid Maximum Rift Sekuen Pematang 5

III Sekuen Mid Maximum Rift Sekuen Pematang 5 III.4.1.3 Sekuen Mid Maximum Rift Sekuen Pematang 5 Sekuen mid maximum rift diwakili oleh paket sedimen Pematang 5. Ruang akomodasi yang tersedia pada masa ini sangat besar dan berkorelasi dengan pergerakan

Lebih terperinci