Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40.
|
|
- Verawati Yuwono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS Sesar Anjak Cisaar 1 Gejala sesar ini dijumpai pada Sungai Cisaar pada lokasi CS 40, CS 41, CS 4, CS 2, dan CS 10. Kehadiran sesar ini ditunjukkan oleh adanya lapisan tegak pada Sungai Cisaar (foto IV.11 dan foto IV.12). Selain itu sesar ini ditandai dengan adanya kekar gerus yang dominan di lapangan. Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh di lapangan (Lampiran C), didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N115ºE/ 46ºSW. 53
2 Foto IV-11 Gejala Sesar Anjak Cisaar I berupa lapisan tegak pada lokasi CS 4. Foto IV-12 Gejala Sesar Anjak Cisaar I berupa lapisan tegak pada lokasi CS 6. 54
3 4.1.5 Sesar Anjak Cisaar 2 Gejala sesar ini dijumpai pada Sungai Cisaar dan Sungai Cipaingeun pada lokasi CS 66 dan LDR 29. Sesar ini juga diperkirakan berperan sebagai kontak antara Satuan Konglomerat Citalang dengan Satuan Batulempung Cisaar, Satuan Batulempung Cisaar dengan Satuan Batulempung Subang. Kehadiran sesar ini ditunjukkan dengan adanya curug pada Sungai Cipaingeun (foto IV.13) serta adanya kekar tarik dan kekar gerus yang dominan di lapangan. Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh di lapangan (Lampiran C), didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu berkisar N157ºE/67ºSW. Foto IV-13 Gejala Sesar Anjak Cisaar II berupa lapisan tegak pada lokasi LDR Sesar Mendatar Cinambo. Sesar ini dijumpai pada bagian selatan Sungai Cinambo pada lokasi CNB 23 dan CNB 24. Kehadiran sesar ini ditunjukkan oleh adanya gores garis dan kekar gerus yang intensif pada singkapan batupasir-batulempung dan adanya sesar geser minor yang terlihat pada foto IV.4. Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh di lapangan (Lampiran C), didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N 153º E/ 89ºSW. 55
4 Foto IV.14 Gejala Sesar Mendatar Cinambo pada lokasi CNB Sesar Mendatar Cikandang Sesar ini dijumpai pada bagian selatan Sungai Cikandang pada lokasi CKG 9 dan CKG 14. Kehadiran sesar ini ditunjukkan oleh adanya sesar geser minor yang terlihat pada foto IV.15 dan foto IV.16. Berdasarkan pengamatan di lapangan, didapatkan kedudukan bidang sesar minor yaitu N 213º E/ 89ºSW. 56
5 Foto IV.15 Gejala Sesar Mendatar Cikandang pada lokasi CKG 9. 57
6 Foto IV.16 Gejala Sesar Mendatar Cikandang pada lokasi CKG Sesar Mendatar Cisaar Sesar ini dijumpai pada bagian selatan Sungai Ciasar pada lokasi CS 25. Kehadiran sesar ini ditunjukkan oleh adanya gores garis, kekar gerus yang intensif pada singkapan batupasir-batulempung dan adanya sesar geser yang terlihat pada foto. Berdasarkan pengamatan di lapangan terdapat bidang sesar minor, yaitu N120ºE/86 ºSW. 58
7 Foto IV.17 Gejala Sesar Mendatar Cisaar pada lokasi CS
8 Foto IV.18 Gejala Sesar Mendatar Cisaar pada lokasi CS Sesar Normal Cariang Sesar Normal Cariang ini berbentuk setengah melingkar mengikuti bentukan morfologi dari Pasir Cariang. Adanya sesar ini diinterpretasikan berdasarkan morfologi Pasir Cariang, kedudukan lapisan Satuan Konglomerat-Batupasir terhadap kedudukan lapisan umum daerah penelitian dan perbedaan umur antara Satuan Batulempung C yang berumur Pliosen dengan Satuan Konglomerat-Batupasir yang berumur Pleistosen. 60
9 4.2 Struktur Lipatan Antiklin Cinambo Lipatan ini dijumpai pada lokasi CNB 6 pada sungai Cinambo. Lipatan ini diinterpretasikan tidak berkembang secara intensif karena lipatan ini tidak dijumpai pada lintasan lain. Kemenerusannya diperkirakan sesuai dengan penunjaman sumbu lipatannya. Lipatan ini memiliki sumbu yang berarah baratlaut-tenggara. Dari pengolahan data bidang perlapisan di daerah penelitian, didapatkan kedudukan sumbu lipatan yaitu 17º, N289.7ºE serta bidang sumbu dengan kedudukan N113ºE/76ºSW. Berdasarkan klasifikasi Rickard (1971) dalam Modul Praktikum Struktur (2005), lipatan ini termasuk ke dalam Inclined Fold (Lampiran C). Foto IV.19. Singkapan Antiklin pada lokasi CNB Antiklin Cisaar Lipatan ini berada di antara lokasi CS 33 dan CS 43, CS 18 dan CS 19 pada sungai Cisaar, dan diantara LDR 8 dan LDR 9 pada sungai Cipaingeun. Lipatan ini memiliki sumbu yang berarah baratlaut-tenggara. Dari pengolahan data bidang perlapisan di daerah penelitian, didapatkan kedudukan sumbu lipatan yaitu 33.5º, N297ºE serta 61
10 bidang sumbu dengan kedudukan N 297ºE/89.2ºNE. Berdasarkan klasifikasi Rickard (1971) dalam Modul Praktikum Struktur (2005), lipatan ini termasuk ke dalam Upright Fold (Lampiran C) Sinklin Cipicung Lipatan ini berada di lembah sungai Cipicung. Kemenerusannya diperkirakan sesuai dengan penunjaman sumbu lipatannya. Lipatan ini memiliki sumbu yang berarah baratlaut-tenggara. Dari pengolahan data bidang perlapisan di daerah penelitian, didapatkan kedudukan sumbu lipatan yaitu 18.4º, N286.9ºE serta bidang sumbu dengan kedudukan N286.9ºE/ 86.9ºNE. Berdasarkan klasifikasi Rickard (1971) dalam Modul Praktikum Struktur (2005), lipatan ini termasuk ke dalam Upright Fold (Lampiran C) Sinklin Cibeber Lipatan ini berada diantara lokasi CLT 6 dan CCR 12 pada daerah Cibeber. Lipatan ini memiliki sumbu yang berarah relatif barat-timur. Dari pengolahan data bidang perlapisan di daerah penelitian, didapatkan kedudukan sumbu lipatan yaitu 33.5º, N297ºE serta bidang sumbu dengan kedudukan N297ºE/89.2ºNE. Berdasarkan klasifikasi Rickard (1971) dalam Modul Praktikum Struktur (2005), lipatan ini termasuk ke dalam Upright Fold (Lampiran C). 4.3 Mekanisme Pembentukan Struktur Geologi Berdasarkan analisis struktur geologi, daerah penelitian diinterpretasikan berada pada zona foreland (Gambar IV.2) yang sangat berhubungan dengan adanya pemendekan regional dari rezim tektonik kompresi yang membentuk suatu konfigurasi sesar naik yang dinamakan dengan jalur anjakan-lipatan (fold thrust belt). Zona foreland disebut juga dengan zona eksternal yang dicirikan oleh deformasi plastis yang kurang dominan. Zona ini tidak dipengaruhi oleh kondisi metamorfisme dan strain yang bersifat non-penetratif (Marshak dan Mitra, 1988). Sesar anjak pada daerah penelitian dapat diinterpretasikan berhubungan dengan tektonik thin-skinned yang bekerja pada suatu lapisan stratigrafi, serta tidak melibatkan adanya pergerakan dari batuan dasar (McClay, 2003). 62
11 Backarc thrust belt Forearc basin Cekungan Sedimen Gambar IV.2 Jalur anjakan-lipatan pada zona subduksi di bagian foreland. Sesar anjak merupakan komponen struktur utama yang bekerja pada daerah penelitian, dengan komponen struktur penyerta terdiri sesar geser dan lipatan. Sesar geser pada daerah penelitian umumnya dihasilkan dari sesar sobekan (tear fault). Pada peta geologi terlampir (lampiran H) terlihat bahwa Sesar Mendatar Cinambo dan Sesar Mendatar Cikandang memiliki arah yang hampir tegak lurus dengan arah sesar anjakan. Sesar ini diakibatkan oleh perbedaan pengakomodasian gaya pemendekan dari blok yang berbeda (Gambar IV.3), dengan kata lain sesar sobekan memisahkan segmen yang memiliki besaran strain berbeda yang juga meyebabkan perbedaan geometri dan frekuensi dari sesar dan lipatan. Gambar IV.3 Tear fault, yang diakibatkan oleh perbedaan pengakomodasian gaya pemendekan (McClay, 2003) 63
12 Sesar anjak di daerah penilitian sesuai dengan adanya struktur lipatan yang ada, yang disebut dengan fault-related folds, yang secara umum dapat dibagi menjadi fault bend fold dan fault propagation fold. Sesar anjakan tipe fault bend fold (Gambar IV.4) dicirikan dengan lipatan antiklin yang memiliki sudut hampir sama, dengan sumbu lipatan vertikal. Sedangkan untuk sesar anjakan tipe fault propagation fold dicirikan dengan antiklin yang memiliki bidang sumbu miring. Terbentuknya lipatan pada fault propagation folds diakibatkan oleh pembengkokan yang bersifat lentur dari suatu lapisan batuan yang kemudian memicu pecahnya batuan dan pada akhirnya membentuk suatu bidang pensesaran (McClay, 2003). Adanya urutan beberapa sesar anjak yang bersifat sejajar pada darah penelitian merupakan manifestasi dari bekerjanya suatu sistem sesar anjak (thrust system) yang secara kinematik yang berhubungan dan menghasilkan susunan sesar yang berkembang dan membentuk sekuen sesar (Marshak dan Mitra, 1988). Sistem sesar anjak pada daerah penelitian diinterpretasikan berupa sistem imbrikasi yang didefinisikan sebagai sistem sesar yang terbentuk akibat pengakomodasian pergeseran (displacement) sesar utama dengan besar pergeseran yang ada didistribusikan ke sesar-sesar yang lebih kecil sehingga besar (magnitude) dan arah (sense) pergeseran menjadi konsisiten (Dahlstrom, 1977). Sistem sesar anjakan imbikrasi di daerah penelitian dapat diklasifikasikan ke dalam sesar anjakan leading (Gambar IV.5), dengan pergerakan sesar maksimum berada pada bagian depan atau paling bawah dari urutan sesar yang ada (Boyer dan Elliott, 1982). Hal ini dibuktikan oleh hadirnya satuan batuan tertua yang naik ke permukaan pada Sesar Anjak Cisaar 2. Gambar IV.4 Sesar anjakan tipe Fault Bend Fold (Suppe, 1985 dalam McClay, 2003). 64
13 Gambar IV.5 (a) imbrikasi sesar leading (b) imbrikasi sesar trailing (Boyer dan Elliott, 1982) Umur pembentukan struktur geologi diinterpretasikan tidak lebih muda dari Pliosen, yang dibuktikan dengan satuan batuan termuda yang terlibat adalah Satuan Batulempung C yang berumur Pliosen. Berdasarkan analisis dinamika diperoleh bahwa tegasan utama (σ1) memiliki arah baratdaya-timurlaut, yang juga searah dengan arah transport tektonik pada umur pembentukan struktur geologi darah penelitian Dalam Pada Pleistosen Awal, penulis membuat dua konsep yang terjadi pada daerah Pasir Cariang. Konsep pertama diinterpretasikan terjadi aktivitas vulkanik. Aktivitas vulkanik ini diinterpretasikan menyebabkan terbentuknya kaldera. Kaldera tersebut kemudian menjadi wadah atau ruang akomodasi bagi pengendapan Satuan Konglomerat-Batupasir. Selama aktivitas ini berangsung, dinterpretasikan terbentuk Sesar Normal Cariang. Umur pembentukan struktur geologi tersebut diinterpretasikan adalah Pleistosen, berdasarkan satuan batuan yang terlibat, yaitu Satuan Konglomerat- Batupasir yang berumur Pleistosen. Kelemahan dari konsep ini adalah dengan tidak ditemukannya dinding vulkanik pada tebing yang diinterpretasikan sebagai dinding kaldera tersebut. 65
14 Pada konsep kedua, diinterpretasikan terjadi pengangkatan (tectonic uplift) dan erosi yang sangat besar pada daerah Pasir Cariang. Bidang erosi tersebut diinterpretasikan membentuk sebuah cekungan yang kemudian menjadi wadah atau akomodasi bagi terbentuknya Satuan Konglomerat-Batupasir. Kelemahan dari konsep ini adalah dilihat dari besarnya pengangkatan dan proses erosi yang terjadi seharusnya melibatkan regional yang luas dan tidak hanya bersifat lokal. Dalam hal ini seharusnya daerah penelitian seluruhnya mengalami erosi dan tertutup oleh Satuan Konglomerat-Batupasir. Dari dua konsep tersebut, penulis cenderung memilih konsep pertama, dengan asumsi bahwa dinding vulkanik yang tidak terlihat di lapangan telah tererosi atau tertutup oleh Satuan Konglomerat-Batupasir. 4.4 Penampang Seimbang (Balanced Cross-Section) Rekonstruksi penampang seimbang merupakan dilakukan dalam pembuatan penampang geologi dengan tujuan untuk memperoleh penampang yang mendekati keadaan sebenarnya. Dalam pembuatan penampang seimbang, dibutuhkan pemahaman mengenai stratigrafi, sekuen sesar anjak dan karakteristik dari sesar anjak (McClay, 2003). Penampang seimbang juga bermanfaat untuk menguji validitas geometri struktur yang dihasilkan, seperti mencakup analisis model sesar, panjang lapisan batuan dan konsistensi area penampang (Marshak dan Mitra, 1988). Salah satu kunci utama dalam prosedur pembuatan penampang seimbang yaitu restorasi penampang. Hal ini bertujuan untuk mengetahui keadaan geologi suatu daerah sebelum mengalami proses deformasi. Dalam melakukan penampang seimbang, rekonstruksi penampang dilakukan dengan menggunakan metode kink. Ada beberapa asumsi yang diterapkan dalam melakukan restorasi penampang dengan metode ini. Asumsi yang diambil pada restorasi penampang geologi daerah penelitian adalah bahwa volume batuan selama terjadinya deformasi dianggap tetap. Selain itu pada daerah penelitian diasumsikan bahwa ketebalan lapisan adalah tetap Metode Kink Penggunaan metode kink dalam restorasi penampang seimbang berperan penting karena dapat memudahkan perhitungan panjang lapisan dan luas area lapisan. Metode 66
15 kink merupakan metode rekontrusi penampang dengan menggunakan dip domain sebagai batas suatu kemiringan lapisan mulai berubah. Lipatan yang terbentuk pada jalur anjakan lipatan umumnya tidak membentuk suatu kurva halus namun justru membentuk beberapa dip domain sesuai dengan perubahan dip yang ada (Marshak & Woodward, 1988). Langkah pertama dalam rekonstruksi penampang dengan menggunakan metode kink yaitu dengan penyajian data kedudukan lapisan dan data batas satuan stratigrafi sebagai data dasar (Gambar IV.6). Kemudian penentuan domain dip dilakukan dengan cara membuat garis bagi sudut antara dua kemiringan lapisan yang berbeda (Gambar IV.7), yang dibatasi oleh garis batas dengan menentukan garis bagi sudut dua kemiringan. Gambar IV.6 Contoh data pada penampang (Marshak dan Mitra, 1988). Gambar IV.7 Penentuan garis bagi domain kemiringan(marshak dan Mitra, 1988). Setelah semua domain dip dibuat berdasarkan setiap adanya perubahan kemiringan lapisan, tiap-tiap batas stratigrafi kemudian ditarik berdasarkan domain kemiringan lapisan tersebut sehingga terbentuk profil penampang akhir yang lengkap (Gambar IV.8) 67
16 Gambar IV.8 Profil lengkap dari struktur lipatan (Marshak dan Mitra, 1988) Perhitungan Kedalaman Detachment Penghitungan kedalaman detachment merupakan tahap penting dalam rekonstruksi penampang seimbang dalam restorasi penampang geologi. Batas keberadaan detachment berguna untuk penarikan elemen struktur maupun batas satuan batuan diatasnya. Marshak dan Mitra (1988) mengaplikasikan konsep pemendekan regional dalam penentuan kedalaman detachment (Gambar IV.10). Dari perhitungan tersebut, dapat diketahui bahwa besarnya nilai detachment berhubungan langsung dengan besarnya pemendekan yang ditunjukkan oleh morfologi kurvatur dari suatu perlipatan (A) atau yang dinamakan dengan excess area. Permasalahan biasanya dijumpai ketika ditemukan adanya sesar di antara satuan yang terlipat dengan detachment, apabila terjadi maka perhitungan kedalaman detachment akan menjadi tidak tepat (Marshak dan Mitra, 1988). Metode lain yang dapat dipergunakan dalam perhitungan detachment yaitu menggunakan data penampang seismik dan stratigrafi regional. 68
17 Gambar IV.9 Perhitungan dalamnya detachment (Dahlstrom, 1969) Pada daerah penelitian perhitungan bidang detachment tidak dapat dilakukan. Hal ini dikarenakan pada daerah penelitian tidak ditemukan bagian dari lapisan batuan yang tidak terdeformasi. Penampang seimbang yang dlakukan di daerah penelitian didasarkan kepada ketebalan lapisan dari stratigrafi daerah penelitian Restorasi Penampang Seimbang Pada proses restorasi penampang pin line (titik tetap) diletakkan pada footwall, sedangkan untuk bagian hanging wall diletakkan titik yang bisa berubah, atau disebut loose line. Loose line dan pin line merupakan dua faktor utama yang dapat membantu untuk menguji validitas dari suatu penampang. Dari penampang terdeformasi, loose line diletakkan pada bagian paling selatan, sedangkan pin line regional diletakkan pada bagian paling utara. Loose line merupakan suatu titik-titik tidak tetap yang diletakkan pada bagian hanging-wall dari penampang terdeformasi dan berguna untuk mengetahui apakah penampang yang dihasilkan dapat dipercaya atau tidak. Secara ideal, loose line yang lurus menunjukkan bahwa penampang berada dalam kondisi seimbnag, namun dari restorasi penampang A-B diperoleh garis loose line yang miring searah dengan arah 69
18 kemiringan lapisan (lampiran D). Penampang dapat dikategorikan tidak seimbang jika hasil dari restorasi loose line membentuk kemiringan yang berlawanan dengan arah kemiringan lapisan (Marshak dan Mitra, 1988). Permasalahan ini salah-satunya dapat diatasi dengan melakukan perubahan besaran sudut ramp sesar pada penampang terdeformasi. Pin line dapat dibagi menjadi pin line lokal dan pin line regional, dimana pin line lokal diletakkan pada bagian penampang dengan satuan stratigrafi yang lengkap sedangkan pin line regional diletakkan pada bagian foot-wall ataupun pada bagian penampang yang tidak terdeformasi. Pin line merupakan titik-titik tetap yang dibuat tegak lurus terhadap bidang lapisan dan bertujuan untuk membantu penentuan lokasi sesar dan lokasi area tererosi. Pada daerah penelitian, penampang yang direstorasi adalah penampang A-B (lampiran D). Berdasarkan penampang restorasi A-B dan analisis struktur geologi pada daerah penelitian, dapat diketahui bahwa sesar anjak pertama yang terbentuk pada daerah penelitian adalah Sesar Anjak Cisaar II. Pada pembentukan sesar anjak ini, daerah penelitian mengalami pemendekan sebesar 12.1%. Kompresi yang masih berlanjut di daerah penelitian, hal ini menyebabkan terbentuknya Sesar Anjak Cisaar I dengan pemendekan sebesar 20.5%. Proses pembentukan sesar anjak pada daerah penelitian dilanjutkan dengan pembentukan Sesar Anjak Cinabo III dengan pemendekan sebesar 34.8%. Proses kompresi selanjutnya menyebabkan terbentuknya Sesar Anjak Cinambo II dan daerah penelitian mengalami pemendekan sebesar 41.9%. Proses kompresi pada daerah penelitian masih berlangsung, hal ini menyebabkan terbentuknya Sesar Anjak Cinambo I. Pada proses ini daerah penelitian mengalami pemendekan sebesar 53.9%. Proses terbentuknya sesar-sesar anjak tersebut diinterpretasikan tidak lebih muda dari Pliosen. Hal ini diinterpretasikan berdasarkan satuan batuan termuda yang terlibat, yaitu Satuan Batulempung C (ditandai dengan warna biru pada penampang A-B). Selanjutnya pada konsep pertama (Lampiran D), daerah penelitian diinterpretasikan mengalami aktivitas vulkanik yang menyebabkan terbentuknya kaldera. Kaldera ini diinterpretasikan menjadi wadah bagi terbentuknya Satuan Konglomerat- Batupasir (ditandai dengan warna coklat muda pada penampang A-B). 70
19 Pada konsep kedua (Lampiran DII), daerah penelitian diinterpretasikan mengalami pengangkatan (tectonic uplift), yang kemudian diteruskan dengan terjadinya proses erosi yang besar yang mengakibatkan terbentuknya cekungan pada daerah penelitian. Cekungan ini diinterpretasikan menjadi wadah bagi pengendapan Satuan Konglomerat-Batupasir (ditandai dengan warna coklat muda pada penampang A-B). Dari hasil restorasi yang dilakukan pada penampang A-B, diperoleh nilai pemendekan sebesar 53.5% dengan tipe sistem sesar anjakan sebagai sesar anjakan duplex dan imbrikasi leading. 71
mangkubumi, serta adanya perubahan kemiringangn lapisan satuan konglomerat batupasir dimana semakin melandai ke utara.
mangkubumi, serta adanya perubahan kemiringangn lapisan satuan konglomerat batupasir dimana semakin melandai ke utara. Foto 4.16 Indikasi Sesar Normal mangkubuni (CLT12) 4.3. Mekanisme Pembentukan Struktur
Lebih terperinciBAB IV STRUKTUR GEOLOGI
BAB IV STRUKTUR GEOLOGI 4.1 STRUKTUR SESAR Struktur sesar pada daerah penelitian terdiri dari sesar-sesar anjak yang berarah relatif Barat-Timur (NE-SW) dan sesar geser yang berarah relatif Barat Daya
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI
BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 METODA PENELITIAN Analisis struktur geologi terhadap daerah penelitian dilakukan melalui tiga tahap penelitian. Tahap pertama merupakan pendekatan tidak langsung, yaitu
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI
BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari sesar sesar anjak berarah WNW - ESE, sesar-sesar geser berarah NE - SW. Bukti-bukti
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI
BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari sesarsesar mendatar yang umumnya berarah timurlaut baratdaya dan lipatan yang berarah
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI
BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Analisis struktur sesar di daerah penelitian dilakukan dengan melakukan pengolahan data berupa kekar gerus, breksiasi, posisi stratigrafi, dan kelurusan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI
BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1. Struktur Sesar Analisis struktur sesar di daerah penelitian dilakukan dengan melakukan pengolahan data berupa kekar gerus, breksiasi, posisi stratigrafi, dan kelurusan
Lebih terperinciBAB IV STRUKTUR GEOLOGI
BAB IV STRUKTUR GEOLOGI 4.1 STRUKTUR SESAR Struktur sesar yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari sesar-sesar naik yang berarah relatif barat-timur (WNW-ESE) dan sesar geser yang berarah relatif
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI
BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar yang dijumpai di daerah penelitian adalah Sesar Naik Gunungguruh, Sesar Mendatar Gunungguruh, Sesar Mendatar Cimandiri dan Sesar Mendatar
Lebih terperinciFoto 4.10 Blok bagian kanan bergerak relatif ke kanan dari blok bagian kiri (lokasi pengamatan STG 10)
Foto 4.0 Blok bagian kanan bergerak relatif ke kanan dari blok bagian kiri (lokasi pengamatan STG 0) 4. LIPATAN Lipatan yang terjadi pada daerah ini pembentukannya berkaitan erat dengan sistem sesar anjak
Lebih terperinciIV.2 Pola Kelurusan Daerah Penelitian
Pola struktur yang berkembang pada daerah penelitian sebagian besar dipengaruhi oleh pola Jawa dengan kompresi berarah utara-selatan karena terbentuk pola struktur dan kelurusan yang berarah relatif barat-timur.
Lebih terperinciBAB IV STRUKTUR GEOLOGI
BAB IV STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar (Gambar 4.1) yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari sesar naik berarah relatif WNW-ESE, sesar geser berarah relatif utara-selatan dan
Lebih terperinciGEOLOGI DAN KARAKTERISTIK SESAR ANJAK DAERAH JATIGEDE DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SUMEDANG, PROPINSI JAWA BARAT
GEOLOGI DAN KARAKTERISTIK SESAR ANJAK DAERAH JATIGEDE DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SUMEDANG, PROPINSI JAWA BARAT SKRIPSI Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu Program Studi Teknik
Lebih terperinciBAB V PENAMPANG SEIMBANG
BAB V PENAMPANG SEIMBANG Penampang seimbang (balanced cross section) penting digunakan untuk membuat model penampang geologi yang mendekati keadaan sebenarnya. Dengan menggunakan metode penampang seimbang
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI
BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI Analisis Struktur 4.1 Struktur Lipatan 4.1.1 Antiklin Buniasih Antiklin Buniasih terletak disebelah utara daerah penelitian dengan arah sumbu lipatan baratlaut tenggara
Lebih terperinciA. Perlapisan batupasir batulempung dengan ketebalan yang homogen B. Antara batupasir dan batu lempung memperlihatkan kontak tegas
3.2.4 Satuan Batupasir-Batulempung 3.2.4.1 Penyebaran Satuan Batupasir-Batulempung menempati bagian selatan daerah penelitian (Gambar 3.6), meliputi + 10% dari luas daerah penelitian (warna hijaupada peta
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI
BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 SESAR Sesar yang terjadi pada daerah ini pada umumnya mempunyai dua arah. Arah ertama adalah sesar yang memiliki arah relatif barat timur. Sesar yang memiliki arah
Lebih terperinciGEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI UNTUK KARAKTERISASI SESAR ANJAK DI DAERAH CAMPAKA DAN SEKITARNYA, CIANJUR, JAWA BARAT
GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI UNTUK KARAKTERISASI SESAR ANJAK DI DAERAH CAMPAKA DAN SEKITARNYA, CIANJUR, JAWA BARAT TUGAS AKHIR A Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu
Lebih terperinciANALISIS KINEMATIK SESAR ANJAK (THRUST FAULT) DAN IMPLIKASINYA TERHADAP EVOLUSI TEKTONIK ZONA KENDENG DAERAH NGRANCANG DAN SEKITARNYA
ANALISIS KINEMATIK SESAR ANJAK (THRUST FAULT) DAN IMPLIKASINYA TERHADAP EVOLUSI TEKTONIK ZONA KENDENG DAERAH NGRANCANG DAN SEKITARNYA Ida Bagus Oka Agastya Jurusan Teknik Geologi Institut Sains & Teknologi
Lebih terperinci3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan
3.2.3 Satuan Batulempung A. Penyebaran dan Ketebalan Satuan batulempung ditandai dengan warna hijau pada Peta Geologi (Lampiran C-3). Satuan ini tersingkap di bagian tengah dan selatan daerah penelitian,
Lebih terperinciUmur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)
Lebih terperinciBAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian
Lebih terperinciGeologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh
Lebih terperinciUmur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi
3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses
Lebih terperinciGEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI UNTUK KARAKTERISASI SESAR ANJAK DAERAH CIMANINTIN DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SUMEDANG, PROPINSI JAWA BARAT
GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI UNTUK KARAKTERISASI SESAR ANJAK DAERAH CIMANINTIN DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SUMEDANG, PROPINSI JAWA BARAT TUGAS AKHIR A Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Lebih terperinciGambar 3.14 Peta pola kelurusan lembah dan bukit di daerah penelitian
Gambar 3.14 Peta pola kelurusan lembah dan bukit di daerah penelitian DATA KELURUSAN LEMBAH DATA KELURUSAN BUKIT INTERVAL SUDUT (0) JUMLAH PERSENTASE INTERVAL SUDUT (0) JUMLAH PRESENTASE 0-10 7 10 0-10
Lebih terperinciBAB IV SEJARAH GEOLOGI
BAB IV SEJARAH GEOLOGI Sejarah geologi daerah penelitian dapat disintesakan berdasarkan ciri litologi, umur, lingkungan pengendapan, hubungan stratigrafi, mekanisme pembentukan batuan dan pola strukturnya.
Lebih terperinciGEOLOGI STRUKTUR. PENDAHULUAN Gaya/ tegasan Hasil tegasan Peta geologi. By : Asri Oktaviani
GEOLOGI STRUKTUR PENDAHULUAN Gaya/ tegasan Hasil tegasan Peta geologi By : Asri Oktaviani http://pelatihan-osn.com Lembaga Pelatihan OSN PEDAHULUAN Geologi : Ilmu yang mempelajari bumi yang berhubungan
Lebih terperinciJAWA BARAT TUGAS AKHIR. Di Program. Disusun oleh:
GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTURR GEOLOGI MENGGUNAKAN METODE PENAMPANG SEIMBANG (BALANCED CROSS SECTION) DAERAH KEMANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT TUGAS AKHIR A Diajukan Sebagai Syarat Dalam Mencapai Kelulusan
Lebih terperinciStruktur Geologi Daerah Jonggol Dan Jatiluhur Jawa Barat
Struktur Geologi Daerah Jonggol Dan Jatiluhur Jawa Barat Iyan Haryanto, Faisal Helmi, Aldrin dan Adjat Sudradjat*) Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran Abstrak Struktur geologi daerah Jonggol
Lebih terperinciGEOLOGI DAERAH LAWELE DAN SEKITARNYA, KECAMATAN LASALIMU, KABUPATEN BUTON, SULAWESI TENGGARA
GEOLOGI DAERAH LAWELE DAN SEKITARNYA, KECAMATAN LASALIMU, KABUPATEN BUTON, SULAWESI TENGGARA TUGAS AKHIR A Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu Program Studi Teknik Geologi,
Lebih terperinciGEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR UNTUK KARAKTERISASI SESAR ANJAK DAERAH CIJORONG DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT
GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR UNTUK KARAKTERISASI SESAR ANJAK DAERAH CIJORONG DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT TUGAS AKHIR A Diajukan Sebagai Syarat Dalam Mencapai Kelulusan Strata Satu (S-1)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mencapai gelar kesarjanaan Strata Satu ( S-1) pada Program Studi Teknik Geologi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung, maka setiap mahasiswa
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Daerah penelitian hanya berada pada area penambangan PT. Newmont Nusa Tenggara dan sedikit di bagian peripheral area tersebut, seluas 14 km 2. Dengan
Lebih terperinciBAB V SEJARAH GEOLOGI
BAB V SEJARAH GEOLOGI Berdasarkan data-data geologi primer yang meliputi data lapangan, dan data sekunder yang terdiri dari ciri litologi, umur dan lingkungan pengendapan, serta pola struktur dan mekanisme
Lebih terperinciberukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.
berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan
Lebih terperinciGEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR DAERAH CIKATOMAS DAN SEKITARNYA, KABUPATEN LEBAK, BANTEN.
GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR DAERAH CIKATOMAS DAN SEKITARNYA, KABUPATEN LEBAK, BANTEN. TUGAS AKHIR A Diajukan Sebagai Syarat Dalam Mencapai Kelulusan Strata Satu (S-1) Program Studi Teknik Geologi, Fakultas
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke
Lebih terperinciDISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN
DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN Mekanisme Sesar 1. Pengenalan a) Sesar merupakan retakan yang mempunyai pergerakan searah dengan arah retakan. Ukuran pergerakan ini adalah bersifat relatif
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Indonesia Timur merupakan daerah yang kompleks secara geologi. Hingga saat ini penelitian yang dilakukan di daerah Indonesia Timur dan sekitarnya masih belum
Lebih terperinciGEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI DAERAH DESA SUKARAMA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN BOJONGPICUNG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT TUGAS AKHIR A
GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI DAERAH DESA SUKARAMA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN BOJONGPICUNG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT TUGAS AKHIR A Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata
Lebih terperinciDISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN
DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN Mekanisme Sesar 1. Pengenalan a) Sesar merupakan retakan yang mempunyai pergerakan searah dengan arah retakan.
Lebih terperinciBab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang. Tugas akhir merupakan mata kuliah wajib dalam kurikulum pendidikan tingkat sarjana (S1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut
Lebih terperinciBAB IV MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG
BAB IV MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG IV.1. Analisis Geometri Struktur Iliran-Kluang Berdasarkan arahnya, sesar yang ada didaerah sepanjang struktur Iliran- Kluang dapat dibedakan atas tiga kelompok,
Lebih terperinciBAB VI SEJARAH GEOLOGI
BAB VI SEJARAH GEOLOGI Sejarah geologi daerah penelitian dimulai dengan terjadinya penurunan pada Cekungan Bogor (Martodjojo, 1984) pada kala Oligosen Miosen, sehingga lingkungan daerah Cekungan Bogor
Lebih terperinciIII.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk
III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk menafsirkan perkembangan cekungan. Perlu diingat bahwa
Lebih terperinciGEOLOGI DAERAH KLABANG
GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi
Lebih terperinciBab III Geologi Daerah Penelitian
Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke
Lebih terperinciFoto III-11. T.abc sekuen Bouma pada Satuan Batupasir-Batulempung (CKG 11) Foto III-12. T.abc sekuen Bouma pada Satuan Batupasir-Batulempung (CKG 12)
Batupasir pada satuan ini memiliki ketebalan 5-100cm, berwarna abu-abu, berukuran pasir halus-kasar, tufaan, bentuk butir menyudut hingga menyudut tanggung kemas tertutup, terpilah sedang, porositas sedang,
Lebih terperinciPENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP MUNCULNYA REMBESAN MINYAK DAN GAS DI DAERAH BOTO, KECAMATAN BANCAK, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH
PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP MUNCULNYA REMBESAN MINYAK DAN GAS DI DAERAH BOTO, KECAMATAN BANCAK, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH P.A. Pameco *, D.H. Amijaya Jurusan Teknik Geologi, Universitas
Lebih terperinciANALISIS KEKAR PADA BATUAN SEDIMEN KLASTIKA FORMASI CINAMBO DI SUNGAI CINAMBO SUMEDANG JAWA BARAT
Analisis kekar pada batuan sedimen klastika Formasi Cinambo di Sungai Cinambo Sumedang, Jawa Barat (Faisal Helmi) ANALISIS KEKAR PADA BATUAN SEDIMEN KLASTIKA FORMASI CINAMBO DI SUNGAI CINAMBO SUMEDANG
Lebih terperinciBab V Evolusi Teluk Cenderawasih
62 Bab V Evolusi Teluk Cenderawasih V.1 Restorasi Penampang Rekontruksi penampang seimbang dilakukan untuk merekonstruksi pembentukan suatu deformasi struktur. Prosesnya meliputi menghilangkan bidang-bidang
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentuk morfologi dan topografi di daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen yang bersifat destruktif dan proses endogen yang berisfat konstruktif.
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses
Lebih terperinciBAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan bentang alam yang ada di permukaan bumi dipengaruhi oleh proses geomorfik. Proses geomorfik merupakan semua perubahan baik fisik maupun
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses
Lebih terperinciGeologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /
BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kegiatan eksplorasi di Cekungan Sumatra Tengah telah dimulai sejak tahun 1924. Pemboran pertama di lokasi Kubu #1 dilakukan pada tahun 1939, kemudian dilanjutkan dengan
Lebih terperinciFoto 3.30 Bidang Sesar Malekko 3 di Salu Malekko.
Gambar 3.8 Analisis kinematika dan geometri sesar dari data bidang sesar, kekar gerus dan kelurusan sungai untuk Sesar Malekko 3 x Foto 3.30 Bidang Sesar Malekko 3 di Salu Malekko. 5. Sesar Naik Makkamma
Lebih terperinciStruktur geologi terutama mempelajari struktur-struktur sekunder yang meliputi kekar (joint), sesar (fault) dan lipatan (fold).
9. Struktur Geologi 9.1. Struktur geologi Struktur geologi adalah gambaran bentuk arsitektur batuan-batuan penyusunan kerak bumi. Akibat sedimentasi dan deformasi. berdasarkan kejadiannya, struktur geologi
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Pulau Kalimantan merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia. Pulau ini terdiri dari daerah dataran dan daerah pegunungan. Sebagian besar daerah pegunungan berada
Lebih terperinciSTRUKTUR LIPATAN ANJAKAN DAERAH WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT
(Iyan Haryanto, Edy Sunardy, Adjat Sudradjat, dan Suparka) STRUKTUR LIPATAN ANJAKAN DAERAH WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT Iyan Haryanto 1), Edy Sunardy 2), Adjat Sudradjat 3), dan Suparka 1) Mahasiswa Program
Lebih terperinciBAB V SINTESIS GEOLOGI
BAB V INTEI GEOLOGI intesis geologi merupakan kesimpulan suatu kerangka ruang dan waktu yang berkesinambungan mengenai sejarah geologi. Dalam merumuskan sintesis geologi, diperlukan semua data primer maupun
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA
BAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Analisis Kondisi Geomorfologi Analisis Kondisi Geomorfologi yang dilakukan adalah berupa analisis pada peta topografi maupun pengamatan
Lebih terperinciBAB IV SEJARAH GEOLOGI
BAB IV SEJARAH GEOLOGI Berdasarkan data-data geologi berupa data-data lapangan serta data-data sekunder berupa umur dan lingkungan pengendapan, didukung oleh pola struktur yang berkembang di daerah penelitian
Lebih terperinciHubungan dan Kesebandingan Stratigrafi
3.2.3.5 Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan ciri litologi pada satuan batuan ini, maka satuan batulempung disetarakan dengan Formasi Sangkarewang (Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Hubungan
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya
Lebih terperinciSESAR MENDATAR (STRIKE SLIP) DAN SESAR MENURUN (NORMAL FAULT)
SESAR MENDATAR Pergerakan strike-slip/ pergeseran dapat terjadi berupa adanya pelepasan tegasan secara lateral pada arah sumbu tegasan normal terkecil dan terdapat pemendekan pada arah sumbu tegasan normal
Lebih terperinciDAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.
DAFTAR ISI COVER i HALAMAN PENGESAHAN ii HALAMAN PERNYATAAN iii KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI vi DAFTAR GAMBAR x DAFTAR TABEL xvi SARI xvii BAB I PENDAHULUAN 1 I.1. Latar Belakang 1 I.2. Rumusan Masalah
Lebih terperinciBab IV Analisis Data. IV.1 Data Gaya Berat
41 Bab IV Analisis Data IV.1 Data Gaya Berat Peta gaya berat yang digabungkan dengn penampang-penampang seismik di daerah penelitian (Gambar IV.1) menunjukkan kecenderungan topografi batuan dasar pada
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang
Lebih terperinciPRAKTIKUM GEOLOGI STRUKTUR ACARA 1 : MENETUKAN KEDUDUKAN PERLAPISAN BATUAN DARI 2 DIP SEMU
1 ACARA 1 : MENETUKAN KEDUDUKAN PERLAPISAN BATUAN DARI 2 DIP SEMU Data : Diketahui arah dip semu dari batuan yang sama pada dua singkapan batuan sedimen adalah 30, N 45 E dan 40, N 150 E dan tidak menunjukkan
Lebih terperinciSKRIPSI FRANS HIDAYAT
GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI DAERAH TOBO DAN SEKITARNYA, KECAMATAN JATI, KABUPATEN BLORA, PROVINSI JAWA TENGAH SKRIPSI Oleh : FRANS HIDAYAT 111.080.140 PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI
Lebih terperinciBAB IV SEJARAH GEOLOGI
BAB IV SEJARAH GEOLOGI Penentuan sejarah geologi yang merupakan sintesa geologi daerah penelitian mengacu pada sejarah geologi regional peneliti-peneliti sebelumnya. Model sejarah geologi daerah penelitian
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan
Lebih terperinciUntuk mengetahui klasifikasi sesar, maka kita harus mengenal unsur-unsur struktur (Gambar 2.1) sebagai berikut :
Landasan Teori Geologi Struktur Geologi struktur adalah bagian dari ilmu geologi yang mempelajari tentang bentuk (arsitektur) batuan akibat proses deformasi serta menjelaskan proses pembentukannya. Proses
Lebih terperinciIII. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI
III. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI III.1 Penentuan Siklus Sedimentasi Regional Dari peta geologi permukaan, diketahui bahwa umur batuan yang tersingkap di permukaan dari daratan Kamboja adalah Paleozoikum,
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses endogen adalah
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses
Lebih terperinciBAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN
BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih
Lebih terperinciGEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI DAERAH SUKARESMI, KABUPATEN CIANJUR TANJUNGSARI, KABUPATEN BOGOR DAN SEKITARNYA, PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI
GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI DAERAH SUKARESMI, KABUPATEN CIANJUR TANJUNGSARI, KABUPATEN BOGOR DAN SEKITARNYA, PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat oleh van Bemmelen (1949) pada dasarnya dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung
Lebih terperinciInterpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram
BAB 4 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 4.1. Interpretasi Stratigrafi 4.1.1. Interpretasi Stratigrafi daerah Seram Daerah Seram termasuk pada bagian selatan Kepala Burung yang dibatasi oleh MOKA di bagian utara,
Lebih terperinciFoto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama
Foto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama berupa plagioklas, kuarsa (C6-C7) dan k-feldspar (D3-F3).
Lebih terperinciFoto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono
Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam,
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses eksogen dan endogen yang membentuk
Lebih terperinciTabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri.
Dari hasil perhitungan strain terdapat sedikit perbedaan antara penampang yang dipengaruhi oleh sesar ramp-flat-ramp dan penampang yang hanya dipengaruhi oleh sesar normal listrik. Tabel IV.2 memperlihatkan
Lebih terperinciBENTANG ALAM STRUKTURAL
BENTANG ALAM STRUKTURAL 1. PENGERTIAN BENTANG ALAM STRUKTURAL Bentang alam merupakan bentuk penampang (landform) suatu daerah di muka bumi yang mencakup ruang luas dan telah membentuk suatu sistem yang
Lebih terperinciBAB IV INTERPRETASI SEISMIK
BAB IV INTERPRETASI SEISMIK Analisa dan interpretasi struktur dengan menggunakan data seismik pada dasarnya adalah menginterpretasi keberadaan struktur sesar pada penampang seismik dengan menggunakan bantuan
Lebih terperinci7. Peta Geologi Pengertian dan Kegunaan
7 Peta Geologi 71 Pengertian dan Kegunaan Peta geologi adalah gambaran tentang keadaan geologi suatu wilayah, yang meliputi susunan batuan yang ada dan bentuk bentuk struktur dari masingmasing satuan batuan
Lebih terperinciGambar Gambaran struktur pada SFZ berarah barat-timur di utara-baratlaut Kepala Burung. Sesar mendatar tersebut berkembang sebagai sesar
Gambar 5.21. Gambaran struktur pada SFZ berarah barat-timur di utara-baratlaut Kepala Burung. Sesar mendatar tersebut berkembang sebagai sesar mendatar dengan mekanisme horsetail, dengan struktur sesar
Lebih terperinciBAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di
Lebih terperinciBAB 3 GEOLOGI SEMARANG
BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.
Lebih terperinciBAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL
BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL 3.1 Fisiografi Jawa Barat Van Bemmelen (1949) membagi zona fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 3.1). Pembagian zona yang didasarkan pada aspek-aspek fisiografi
Lebih terperinciBAB 5 REKONSTRUKSI DAN ANALISIS STRUKTUR
BAB 5 REKONSTRUKSI DAN ANALISIS STRUKTUR Terdapat tiga domain struktur utama yang diinterpretasi berdasarkan data seismik di daerah penelitian, yaitu zona sesar anjakan dan lipatan di daerah utara Seram
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat (Gambar 2.1), berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya dibagi menjadi empat bagian (Van Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo, 1984),
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Lokasi Penelitian Gambar 3. Letak cekungan Asam-asam (Rotinsulu dkk., 2006) Pulau Kalimantan umumnya merupakan daerah rawa-rawa dan fluvial. Selain itu juga terdapat
Lebih terperinciUmur dan Lingkungan Pengendapan Umur Satuan Batupasir-Batulempung berdasarkan hasil analisis foraminifera kecil yaitu N17-N20 atau Miosen
3.2.1.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Umur Satuan Batupasir-Batulempung berdasarkan hasil analisis foraminifera kecil yaitu N17-N20 atau Miosen Akhir-Pliosen Tengah bagian bawah (Lampiran B). Sampel
Lebih terperinci