c. Peta struktur PMT5 d. Peta struktur PMT6 e. Peta struktur PMT7 f. Peta struktur PMT8

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "c. Peta struktur PMT5 d. Peta struktur PMT6 e. Peta struktur PMT7 f. Peta struktur PMT8"

Transkripsi

1 a. Peta struktur PMT3 b. Peta struktur PMT4 r-1 r-1 r-2 r-2 m-1 m-1 Tinggi m-2 m-2 U m-3 r-3 r-3 m-3 5km U Rendah c. Peta struktur PMT5 d. Peta struktur PMT6 r-1 r-1 r-2 r-2 m-1 m-1 m-2 m-2 U r-3 r-3 5km U 5km e. Peta struktur PMT7 f. Peta struktur PMT8 r-1 r-2 r-1 r-2 m-1 m-2 U r-3 5km U 5km Gambar III.9 Peta struktur horison 3 sampai horison 8 dengan sesar-sesar utama pembentuk cekungan 35

2 III.3.2 Penafsiran Kinematika Struktur Paleogen Untuk mengetahui kinematika pergerakan sesar diperlukan marker berupa stratigrafi ataupun sekuen batuan yang sudah ada sebelum terbentuknya struktur. Deformasi pada masa Paleogen umumnya mengakibatkan terbentuknya strukturstruktur sesar normal pada batuan dasar dan Kelompok Pematang dengan arah strike utara-selatan dan timurlaut-baratdaya. Struktur-struktur baratlaut-tenggara tidak muncul secara dominan membentuk perbedaaan relief yang tinggi pada Paleogen, namun peran struktur dengan arah ini dominan sebagai sesar transfer. Sesar-sesar berarah timurlaut-baratdaya berkembang dengan pematahan maju (forward breaking). Melihat arah-arah dip sesar-sesar utama yang hampir seluruhnya ke arah timur dan tenggara maka kuat dugaan bahwa net slip pada daerah Sub Cekungan Barumun adalah resultan dari dua arah dip sesar tersebut. Kemungkinan net slip mengikuti arah pergerakan strike slip pada sesar-sesar baratlaut-tenggara (Gambar III.10). Seismik 3D m2 Half graben Flexural Margin m1 Sitangko shear zone Graben U A. Basement structure map B. Pull apart model Syn-rift deposit Gambar III.10 Peta struktur pada level interpretasi basement (kiri) mencakup data seismik 2D dan 3D yang menunjukkan pola dan arah-arah struktur utama pembentuk cekungan dan penafsiran kinematika pembentukan cekungan (kanan). 36

3 Pencarian bukti-bukti dan penafsiran net slip pada Sub Cekungan Barumun dilakukan pada bagian sesar border fault m1 yang memiliki offset paling besar. Dari pembahasan sebelumnya diketahui Pematang adalah sedimen pre-rift. Berpegang pada dugaan awal bahwa paket sedimen Pematang diendapkan sebelum terbentuknya sesar utama m1, maka paket sedimen pre-rift ini dapat digunakan sebagai marker yang sangat baik untuk mendetaksi arah pergerakan sesar utama m1. Teknik yang digunakan cukup sederhana, yaitu dengan mencari kesamaan ketebalan dan kemiripan karakter internal refleksi seismik dari paket Pematang di bagian footwall dengan bagian paket Pematang yang terpotong sesar di bagian hangingwall. Pencarian kesamaan blok footwall dan hangingwall dimulai pada penampang seismik crossline nomor 540 dengan azimuth berarah N156 o E, dilanjutkan dengan membuat penampang seismik berputar radial yang berselisih sudut setiap 2 derajat searah jarum jam dan sebaliknya 2 derajat berlawanan arah jarum jam sampai ditemukan kenampakan ketebalan dan karakter seismik paling mirip pada kedua blok sesar. Dari tujuh belas (17) penampang yang berporos pada tengah sesar m1 diperoleh hasil bahwa kemiripan paket Pematang di blok footwall dan hangingwall yang paling tinggi diperoleh pada penampang seismik dengan azimuth berarah N140 o E + 8 o. Pada penampang ini diperoleh ketebalan paket Pematang yang paling mirip dan karakter internal seismik yang paling mendekati antara paket Pematang pada blok footwall dan hangingwall (Gambar III.11). Jika diukur jarak lateral antara paket di footwall dan paket di hangingwall yang diperkirakan sebelumnya menyatu, diperoleh jarak pergeseran lateral minimum yang diketahui sepanjang kilometer mengikuti azimuth berarah N140 o E + 8 o. Berdasarkan observasi dan temuan diatas, dapat diketahui bahwa arah pergerakan net slip dari basement Sub Cekungan Barumun pada saat rifting adalah ke arah tenggara dengan pergeseran lateral mencapai lebih dari 3 kilometer dan 37

4 pergeseran vertikal sepanjang 1000 milidetik (Gambar III.11) kemungkinan setara dengan 1-1,5 kilometer. Menggunakan hukum phytagoras diperkirakan panjang total net slip sebenarnya pada bidang sesar m1 bisa mencapai 3,5 kilometer. Melihat gejala ini bahwa sesar utama yang berarah utara selatan ternyata memiliki net slip diagonal ke arah tenggara maka diduga kuat bahwa mekanika pembentukan Sub Cekungan Barumun melibatkan strike slip dengan arah tenggara. Hal ini juga merupakan bukti kuat bahwa pembentukan Sub Cekungan Barumun pada Paleogen sudah melibatkan strike slip. Penafsiran pembentukan Sub Cekungan Barumun sebenarnya dapat dilakukan dengan lebih baik lagi dengan melakukan palinspatic analysis pada penampang yang sejajar dengan arah net slip. Pada penelitian ini restorasi balance cross section tidak dilakukan karena batas waktu yang tidak lagi memungkinkan untuk melakukan analisis ini dengan baik dan tepat waktu. 38

5 A T. PMT3 Map T. PMT3 m1 N158 o E B T. PMT3 Map T. PMT3 m1 N148 o E C T. PMT3 Map T. PMT3 m1 N144 o E D T. PMT3 Map T. PMT3 m1 N126 o E Gambar III.11 Teknik pencariaan net slip dengan rotasi penampang seismik. Net slip dari patahan m1 didapatkan pada penampang seismik B dan C. 39

6 III.3.3 Pembuatan Peta Isopach Untuk membahas tektonostratigrafi akan digunakan peta isopach dari masingmasing interval dikombinasikan dengan penampang vertikal seismik untuk mengetahui peran struktur sesar terhadap penebalan dan penipisan isopach. Diharapkan penebalan dan atau penipisan pada peta isopach akan menunjukkan sesar-sesar yang aktif mengontrol deposisi. Dengan mengetahui arah sesar dan dip sesar bisa ditafsirkan arah ekstensi yang berkontribusi membentuk cekungan. Peta isopach dibuat dengan cara mengurangkan nilai kedalaman horison-horison seismik yang lebih muda terhadap horison-horison seismik yang lebih tua sehingga diperoleh selisih jarak yang mewakili ketabalan interval diantara dua horison tersebut. Gambar III.12 menunjukkan contoh peta isopach dari hasil pengurangan peta struktur Horison Pematang 3, 4, dan 5. Peta-peta tersebut digunakan pada tahap berikutnya sebagai alat bantu penafsiran tektonostratigrafi. A B Tipis Tipis U U 5km Tebal Tebal 5km Gambar III.12 Contoh peta isopach interval hasil pengurangan Horison Pematang 3-4 (A) dan Pematang 4-5 (B). 40

7 III.4 Evolusi Sub Cekungan Barumun pada Paleogen Untuk merekonstruksi evolusi Sub Cekungan Barumun pada masa Paleogen pada saat interval Kelompok Pematang diendapkan dilakukan dengan dua langkah. Langkah pertama adalah melihat hubungan perkembangan cekungan dengan interval stratigrafi atau tektonostratigrafi. Langkah kedua adalah menafsirkan secara lebih detil proses sedimentasi dan konfigurasi lingkungan pengendapan masing-masing interval stratigrafi pada saat interval tersebut diendapkan berdasarkan data seismik dan data sumur. III.4.1 Tektonostratigrafi Sub Cekungan Barumun Prosser (1993) mengajukan bahwa secara umum tahap-tahap pembentukan cekungan rifting dibagi menjadi 4 bagian, yaitu: pre- rift (s1), rift initiation (s2), rift climax (s3) dan post rift (s4). Saat laju pergerakan pada sesar mencapai maksimum disebut sebagai rift climax. Pada tahap ini laju sedimentasi lebih rendah dibanding laju subsidence dan laju pembentukan relief sepanjang bidang sesar. Pada cekungan yang tidak terbuka terhadap air laut maka pada rifting maksimum ini dapat dibagi menjadi 3 system tract yaitu : a. Early rift climax system tract. b. Onset rift cllimax system tract. c. Late rift climax system tract. Pembagian tahap-tahap pembentukan cekungan diatas dicoba untuk diadopsi pada penelitian ini dengan beberapa perubahan. Sub Cekungan Barumun memiliki ciri khusus seperti yang sudah dibahas sebelumnya yaitu sub cekungan ini memiliki lebih dari satu border fault berbentuk dogleg dan net slip blok hangingwall ke arah tenggara. Paket-paket sedimen yang sudah dibahas sebelumnya diteliti lebih lanjut menurut ciri-ciri seismik, litologi, dan urutan posisi-nya terhadap perkembangan cekungan, kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok utama yaitu pre-rift, syn-rift dan post rift. Di dalam tiga kelompok besar tersebut masih dapat dikenali beberapa sub kelompok yang mencirikan tahap-tahap perkembangan cekungan. 41

8 Pengelompokan secara lebih lengkap adalah sebagai berikut: 1. Pre-rift 2. Syn-Ruft : a. Rift initiation dan Early Maximum Rift b. Mid Maximum rift c. Late maximum rift 3. Post Rift : a. Early post rift b. Late post rift Pembahasan secara mendetil mengenai karakter masing-masing sekuen perkembangan pembentukan Sub Cekungan Barumun dibahas lebih lanjut dalam sub bab berikut. III Sekuen Pre-Rift Sekuen Pematang 1, 2 dan 3 Sekuen pre-rift pada Sub Cekungan Barumun terlihat dengan jelas dan memiliki ketebalan yang signifikan dengan ciri-ciri sedimen pre rift yang meyakinkan pada refleksi seismik. Untuk itu sekuen pre rift ini dibahas secara tersendiri sebagai satu sekuen sedimentasi. Karakter seismik dari urutan paket refleksi seismik Pematang ini secara vertikal adalah paket refleksi beramplitudo kuat dan kontinyu di bawah, paket refleksi amplitudo lemah dengan pola progradasi toplap dan downnlap, dan di bagian atas ditumpangi oleh paket refleksi seismik beramplitudo kuat dan kontinyu. Dengan ketebalan total seluruh paket di bagian footwall antara milidetik pada kedalaman rata-rata dibawah 2000 milidetik. Berdasarkan karakter kontinyuitas refleksi diperkirakan paket ini diendapkan oleh lingkungan sedimentasi yang berenergi rendah, disusul oleh lingkungan dengan energi tinggi dan diakhiri oleh sedimentasi pada lingkungan berenergi rendah. 42

9 Pada penampang seismik baratlaut-tenggara (Gambar III.13) karakter internal reflektor seismik pada paket pre-rift yang sepadan dengan Pematang ini menunjukkan karakter progradasi toplap dan downlap ke arah tenggara di bagian tengah paket yang memiliki amplitudo rendah. Karakter internal seismik ini mirip dengan karakter internal pada sedimen delta pada penampang dipline. Bagian dasar paket ini, seperti terlihat pada Gambar III.13, mengalami deformasi bersifat kontraksi dengan lipatan rebah dan sesar-sesar naik. North of Footwall-1 A Contractional structures NNW Sesar m1 SSE B Gambar III.13 A. Penampang seismik inline 454 yang menunjukkan karakter internal sedimen pre-rift, dalam arsiran kuning. B. penampang seismik XLN# 650 yang menunjukkan paket Pematang1-2-3 yang lengkap dan paling tebal, terpotong sesar m1 dan tergeser secara diagonal slip ke arah tenggara. Perbedaaan gaya struktur ini memunculkan keyakinan bahwa paket sekuen Pematang adalah paket yang telah diendapkan jauh sebelum rifting pada 43

10 sebuah cekungan yang lebih tua dan telah mengalami deformasi yang tidak mungkin bersamaan dengan rifting terakhir. Gaya struktur kontraksi pada sedimen pra rifting bertolak belakang dengan gaya struktur ekstensi yang terjadi selama pembentukan Sub Cekungan Barumun. Bentuk arsitektur cekungan pada saat sebelum dimulainya rifting ditafsirkan sebagai paparan yang relatif luas dengan slope rendah (Gambar III.14). Hal ini ditafsirkan dari karakter seismik pada bagian atas dari sekuen pre-rift yang menunjukkan amplitudo yang kuat dan kontinyu yang mengindikasikan energi pengendapan yang relatif rendah. Bentuk arsitektur cekungan selama pengendapan Pematang 1-2-3, tidak mudah diketahui oleh karena paket sedimen Pematang telah terdeformasi oleh struktur-struktur sesar pembentuk cekungan. Gambar III.14 Ilustrasi model Sub Cekungan Barumun sebelum dimulainya rifting dialasi oleh sekuen Pematang 1-2-3, diperkirakan berada pada daerah dataran rendah. Lokasi data seismik 3D dalam kotak merah. 44

11

12 Secara ringkas bukti-bukti penunjang bahwa Pematang 1, 2 dan 3 adalah pre rift untuk Barumun adalah sebagai berikut: 1. Sedimen Pematang 1, 2, dan 3 melampar melampaui sesar batas terluar dari Sub Cekungan Barumun. 2. Peta isopach dan penampang seismik vertikal tidak menunjukkan pertumbuhan ketebalan paket ini sebagai respon atas pergerakan border fault. 3. Interval ini didominasi oleh amplitudo reflektor yang kuat di bagian bawah dan atas, kontinyu, dan sejajar dengan basement. Kemungkinan diendapkan pada lingkungan berenergi rendah, sedangkan sedimen synrift di bagian atas cenderung tidak kontinyu dengan kuat amplitudo bervariasi tergantung posisi dalam cekungan 4. Bagian atas interval Pematang 3 di beberapa blok footwall tampak tererosi akibat pengangkatan oleh rotasi blok-blok sesar, diilustrasikan pada Gambar III.15 bagian kanan bawah. III Sekuen Rift Initiation dan Early Maximum Rift Pematang 4 Sekuen inisiasi rifting tidak mudah dikenali dan sulit dipisahkan pada Sub Cekungan Barumun. Paket sedimen rift initiation memiliki ketebalan yang relatif sangat tipis dengan penyebaran sangat terbatas sehingga tidak mudah untuk dipetakan. Oleh karena rekaman rift initiation ini diduga kuat merupakan bagian dasar dari sekuen awal rifting maka sekuen rift initiation ini dibahas menjadi satu dengan kelanjutan sekuen early maximum rift. Rift Initiation dasar sekuen Pematang 4 Tahap pembukaan Sub Cekungan Barumun diawali oleh pemotongan sedimen pre rift dan basement oleh sesar-sesar yang sebagian besar memanjang berarah utara-selatan. Sesar-sesar utama pembentuk cekungan ini terdiri dari beberapa segmen yang sejajar membentuk pola syntethic sesar tangga. Di bagian utara Sub Cekungan Barumun cenderung berbentuk half graben sedangkan ke arah selatan tampak jejak-jejak geometri full graben pada data seismik 2D pada awal sekuen Pematang 4 namun terinversi pada tahap berikutnya (Gambar III.16). 46

13 Sebagian sedimen yang terendapkan pada tahap sebelumnya tererosi pada blok sesar yang terangkat tinggi, diilustrasikan dalam model oleh gambar III.16. Pemancungan sekuen Pematang pada blok-blok sesar yang terotasi dapat dilihat pada beberapa penampang seismik 3D di bagian barat cekungan. Pada tahap ini erosi bagian footwall ataupun daerah drainase cekungan yang terangkat belum berlangsung efektif sehingga cekungan masih kelaparan sedimen. Pre-Pematang Unit 4 Structural Model N Pre-Pematang Unit 4 Structural Model N Transpresional anticline Early Pematang Unit 4 Deformation N N Pematang Unit 3 Erosion at Early Pematang 4 Time Unit 1.2 &3 Unit 1.2 &3 NW-SE Transtentional fault stopped/decreased and changed to more N-S Transtentional faults resulting compression/contraction for NW_SE trending structure Kisaran & New PSC Team, ASN,260404, Potential erosional line Any uplifted pre-deposited sediments and or basement above the base level of erosion will be eroded and creating erosional sequence boundary. Kisaran & New PSC Team, ASN,260404, Gambar III.16 Ilustrasi perkembangan geometri inisiasi rifting sampai awal rifting maksimum pada sekuen Pematang 4. Struktur pembentuk cekungan sebelum pengendapan Pematang 4 didominasi oleh peergerakan sesar-sesar strike slip dengan arah baratlaut-tenggara (lihat Gambar III.10). Sesar-sesar berarah utara-selatan terbuka dan membentuk cekungan kecil, beberapa segmen timurlaut-baratdaya bergerak dengan kontak tegas bersama dengan kelompok sesar m yang berarah utara-selatan. Interpretasi pembentukan cekungan diperkirakan merupakan ekstensi yang dipicu oleh pergeseran horisontal pada segmen-segmen strike slip dextral right stepping sesar baratlaut-tenggara (lihat Gambar III.10) menimbulkan efek ekstensi. Sesar - sesar berarah utara-selatan dan timurlaut-baratdaya tertarik dan membentuk sesar normal kemudian membentuk ruang akomodasi. Panjang gabungan sesar-sesar 47

14 pada pembukaan cekungan diperkirakan mencapai lebih dari 30 kilometer memanjang dari utara ke selatan. Ruang akomodasi yang terbentuk pada tahap awal ini tidak dapat langsung terisi oleh sedimen karena pembentukan relief daerah aliran sungai belum terbentuk secara berarti. Di bagian tengah cekungan, rekaman sedimen inisiasi rifting tidak terekam dengan baik, kemungkinan sebagian besar berada di bawah resolusi seismik. Pada tinggian di bagian barat, baratlaut dan baratdaya terletak pada daerah sesar tangga, dicirikan erosi sedimen pre-rift di bagian footwall oleh pengangkatan akibat rotasi blok-blok sesar. Di bagian timur cekungan (hinge margin), tinggian terbentuk oleh rotasi blok hangingwall yang mengangkat basement dan atau paket Pematang di tepian timur cekungan, yang kemudian menjadi daerah asal suplai sedimen. Rekaman sedimentasi dari arah timur tampak pada penampang seismik 454 (lihat Gambar III.2 dan III.3) tampak progradasi sekuen Pematang 4. Pada bagian bawah sekuen Pematang 4 di tengah cekungan (lihat Gambar III.2 dan III.3) tampak suatu paket sedimen yang kemungkinan merupakan paket sedimen dari inisiasi rifting. Paket sedimen ini kemudian tenggelam secara cepat oleh tubuh air dan ditumpangi tidak selaras oleh paket bagian atas sekuen Pematang 4. Sangat terbatasnya penyebaran sedimen inisiasi rifting dengan tidak ditemukannya refleksi seismik yang dapat dipetakan, dimungkinkan jika awal pembentukan cekungan dimulai dengan laju subsidence yang lebih tinggi dibanding suplai sedimen. Suplai material sedimen dari daerah drainase yang masih muda, hanya mampu mengisi bagian-bagian tepi cekungan yang terdiri dari beberapa depresi akibat rotasi blok-blok sesar, sedangkan bagian tengah cekungan diyakini relatif kekurangan suplai sedimen. Gambaran kondisi arsitektur Sub Cekungan Barumun pada awal pengendapan sekuen Pematang 4 digambarkan berupa cekungan yang dalam dengan blok-blok sesar tangga yang terotasi di bagian barat. Bagian timur cekungan merupakan tinggian hinge margin yang terbentuk oleh rotasi blok hangingwall. Bagian tenggara cekungan merupakan tinggian 48

15 dengan bentuk blok sesar naik yang tererosi. Gambar III.17 memperlihatkan model arsitektur Sub Cekungan Barumun dalam bentuk diagram blok. Pematang Unit 4 Paleo-topographic Model N Unit 1.2 &3 Subsidence, Accommodation Space Forming for Unit 4 Deposition, 2 nd deep lake. Kisaran & New PSC Team, ASN,260404, Gambar III.17 Ilustrasi arsitektur cekungan pada awal pengendapan sekuen Pematang 4 Sekuen Early maximum rift Pembukaan Sub Cekungan Barumun berlanjut dengan laju pergerakan sesar border fault yang lebih tinggi dan mengakibatkan pembentukan ruang akomodasi yang sangat besar pada saat mulainya pengendapan sekuen Pematang 4. Sesarsesar yang aktif pada masa ini berarah utara-selatan dengan arah pergerakan diagonal slip. Sedangkan sesar timurlaut-baratdaya mengakomodasi ekstensi dengan arah pergerakan dip slip. Sesar-sesar berarah baratlaut-tenggara berfungsi sebagai sesar-sesar transfer untuk mengakomodasi ekstensi dengan pergerakan strike slip. Rekaman seismik menunjukkan dominasi sedimentasi pada tahap ini berasal dari arah hinge margin dan sebagian berasal dari arah sumbu cekungan. Sedimentasi dari arah blok footwall tidak dominan dan hanya mampu mengisi bagian-bagian depresi diantara sesar tangga. Lokasi terdalam pada tahap ini justru ditunjukkan oleh ketebalan sedimen sekuen Pematang 4 yang paling tipis di tengah cekungan 49

16 seperti tampak pada Gambar III.18. Sekuen Pematang 4 di bagian sumur Footwall dijumpai sebagai sedimen delta danau sedangkan di bagian terdalam di muka sesar m1 sekuen ini menjadi sedimen kipas bawah air atau turbidit. Flattening pada reflektor seismik yang onlap terhadap sedimen delta di footwall menuju ke arah cekungan terdalam bisa menjadi indikasi palaeo water depth. Dengan teknik ini diperkirakan kedalaman danau pada titik terdalam saat akhir pengendapan sekuen Pematang 4 antara meter. Mempertimbangkan penafsiran tersebut dapat ditafsirkan bahwa prograding downlap di bagian dasar cekungan di muka sesar m1 bukanlah fan delta pada kedalaman air tersebut diatas. Penafsiran turbidit atau ujung terluar dan terdalam delta (delta toe) atau kipas danau dalam lebih mudah diterima. Alasan-alasan penafsiran sekuen Pematang 4 adalah sedimen starved basin: 1. Berdasarkan data sumur dan geometri atribut seismik di bagian blok footwall interval ini diendapkan pada lingkungan delta danau yang dangkal. Pada bagian hangingwall yang secara struktur lebih dalam refleksi yang sepadan dengannya menunjukkan penipisan ke arah blok hangingwall dengan berbentuk kipas dan berasosiasi dengan downlap ke dasar pengendapan di bagian tengah cekungan. 2. Penipisan sekuen Pematang 4 ditemukan justru di depan sesar utama m1 pada bagian dengan offset sesar yang besar yang membentuk ruang akomodasi maksimum. Fakta ini menunjukkan cekungan yang kelaparan sedimen di bagian tengah cekungan yang mungkin dicirikan oleh condensed section di bagian tengah cekungan. 3. Ciri-ciri pola log yang mengkasar dan menebal ke atas pada sumur Footwall-1 menunjukkan awal kondisi pengendapan yang relatif dalam di bagian footwall kemudian berangsur-angsur mendangkal oleh karena laju sedimen yang meningkat. Di bagian blok hangingwall pada saat yang sama bahkan belum menerima suplai sedimen. 50

17 Early rift climax system tract dicirikan oleh agradasi sedimen yang berasal dari blok footwall, offlap dan progradasi material sedimen yang berasal dari hangingwall (Prosser, 1993). Pada penampang seismik, jejak sistem awal rifting maksimum idealnya dapat dibedakan dari jejak sistem inisiasi rifting dibawahnya oleh adanya permukaan downlap. Ciri-ciri tersebut berasosiasi dengan agradasi reflektor didekat footwall dan progradasi serta offlap dari hangingwall. Dari peta isopach Pematang 4 (Gambar III.18) dan data penampang seismik (lihat Gambar III.2) paket sedimen Pematang 4 merupakan paket sedimen yang memiliki ciri-ciri yang disebutkan diatas. Paket ini dicirikan oleh subsidence yang sangat tinggi dengan suplai sedimen kecil ditunjukkan oleh minimnya ketebalan sedimen di muka border fault yang justru menyediakan ruang akomodasi sedimen paling besar namun tidak memiliki rekaman sedimen yang setebal ruang akomodasi. Karakter tipisnya sedimen dimuka border fault menunjukkan karakter cekungan yang lapar akan sedimen. Suplai sedimen berasal dari bagian tepian cekungan di bagian barat, sepanjang sumbu cekungan dan bagian timur di cekungan dari arah tepian cekungan. Bagian tengah cekungan tidak cukup mendapat suplai sedimen sehingga ruang akomodasi yang ada tidak terisi dan tetap ada sampai deformasi setelahnya di Pematang 5. Sesar utama ter-reaktifasi kembali pada Pematang 5 sehingga ruang akomodasi bertambah menjadi sangat besar dan karena suplai sedimen yang mulai tinggi pada waktu Pematang 5 maka rekaman stratigrafi sangat tebal. 51

18

Gambar III.26 Atribut seismik pada horison Pematang 5 mewakili geometri sedimen mid maximum rift

Gambar III.26 Atribut seismik pada horison Pematang 5 mewakili geometri sedimen mid maximum rift RMS Amplitude Delta Footwall-1 7300 7400 dalam 7500 7600 Rawa & sungai dalam Jalur transport sedimen Rawa sungai 7700 7800 7900 8000 8100 High amp 8200 dalam 8300 8400 Low amp 8500 8600 Spectral Decomposition

Lebih terperinci

Bab III Tektonostratigrafi Kelompok Pematang Sub Cekungan Barumun

Bab III Tektonostratigrafi Kelompok Pematang Sub Cekungan Barumun Bab III Tektonostratigrafi Kelompok Pematang Sub Cekungan Barumun III.1. Data dan Metodologi III.1.1. Data Data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini meliputi data lebih dari 1000 km seismik 2D eks

Lebih terperinci

III Sekuen Mid Maximum Rift Sekuen Pematang 5

III Sekuen Mid Maximum Rift Sekuen Pematang 5 III.4.1.3 Sekuen Mid Maximum Rift Sekuen Pematang 5 Sekuen mid maximum rift diwakili oleh paket sedimen Pematang 5. Ruang akomodasi yang tersedia pada masa ini sangat besar dan berkorelasi dengan pergerakan

Lebih terperinci

Sekuen Stratigrafi Rift System Lambiase (1990) mengajukan pengelompokan tektonostratigrafi cekungan synrift yang terbentuk dalam satu satu siklus

Sekuen Stratigrafi Rift System Lambiase (1990) mengajukan pengelompokan tektonostratigrafi cekungan synrift yang terbentuk dalam satu satu siklus BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1 Sekuen Stratigrafi Rift System Lambiase (1990) mengajukan pengelompokan tektonostratigrafi cekungan synrift yang terbentuk dalam satu satu siklus tektonik menjadi rift initiation,

Lebih terperinci

Tabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri.

Tabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri. Dari hasil perhitungan strain terdapat sedikit perbedaan antara penampang yang dipengaruhi oleh sesar ramp-flat-ramp dan penampang yang hanya dipengaruhi oleh sesar normal listrik. Tabel IV.2 memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Era eksplorasi dengan target jebakan struktur pada reservoir-reservoir Kelompok Sihapas yang berumur Miosen dengan lingkungan pengendapan laut tidak banyak

Lebih terperinci

BAB IV PENAFSIRAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PENAFSIRAN DAN PEMBAHASAN BAB IV PENAFSIRAN DAN PEMBAHASAN IV.1 Penafsiran Data Seismik Data seismik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik Supercube CS South yang merupakan gabungan beberapa survei seismik 3 dimensi

Lebih terperinci

BAB IV MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG

BAB IV MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG BAB IV MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG IV.1. Analisis Geometri Struktur Iliran-Kluang Berdasarkan arahnya, sesar yang ada didaerah sepanjang struktur Iliran- Kluang dapat dibedakan atas tiga kelompok,

Lebih terperinci

Bab III Pengolahan Data

Bab III Pengolahan Data S U U S Gambar 3.15. Contoh interpretasi patahan dan horizon batas atas dan bawah Interval Main pada penampang berarah timurlaut-barat daya. Warna hijau muda merupakan batas atas dan warna ungu tua merupakan

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Geologi Cekungan Sumatera Tengah II.1.1 Stratigrafi Stratigrafi Cekungan Sumatera Tengah terdiri dari satuan-satuan stratigrafi dari tua ke muda yaitu : Batuan dasar atau basement

Lebih terperinci

IV.5. Interpretasi Paleogeografi Sub-Cekungan Aman Utara Menggunakan Dekomposisi Spektral dan Ekstraksi Atribut Seismik

IV.5. Interpretasi Paleogeografi Sub-Cekungan Aman Utara Menggunakan Dekomposisi Spektral dan Ekstraksi Atribut Seismik persiapan data, analisis awal (observasi, reconnaissance) untuk mencari zone of interest (zona menarik), penentuan parameter dekomposisi spektral yang tetap berdasarkan analisis awal, pemrosesan dekomposisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kegiatan eksplorasi di Cekungan Sumatra Tengah telah dimulai sejak tahun 1924. Pemboran pertama di lokasi Kubu #1 dilakukan pada tahun 1939, kemudian dilanjutkan dengan

Lebih terperinci

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK BAB IV INTERPRETASI SEISMIK Analisa dan interpretasi struktur dengan menggunakan data seismik pada dasarnya adalah menginterpretasi keberadaan struktur sesar pada penampang seismik dengan menggunakan bantuan

Lebih terperinci

II.1.2 Evolusi Tektonik.. 8

II.1.2 Evolusi Tektonik.. 8 DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN ii PERNYATAAN.. iii KATA PENGANTAR.. iv SARI... v ABSTRACT.. vi DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR x BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Lokasi

Lebih terperinci

(a) Maximum Absolute Amplitude (b) Dominant Frequency

(a) Maximum Absolute Amplitude (b) Dominant Frequency Peta isokron pada gambar IV.14 di atas, menunjukan bagaimana kondisi geologi bawah permukaan ketika sistem trak rift-climax tahap awal dan tangah diendapkan. Pada peta tersebut dapat dilihat arah pengendapan

Lebih terperinci

Bab IV Analisis Data. IV.1 Data Gaya Berat

Bab IV Analisis Data. IV.1 Data Gaya Berat 41 Bab IV Analisis Data IV.1 Data Gaya Berat Peta gaya berat yang digabungkan dengn penampang-penampang seismik di daerah penelitian (Gambar IV.1) menunjukkan kecenderungan topografi batuan dasar pada

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Pra-Interpretasi Pada BAB ini akan dijelaskan tahapan dan hasil interpretasi data seismik 3D land dan off-shore yang telah dilakukan pada data lapangan SOE. Adapun

Lebih terperinci

III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk

III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk menafsirkan perkembangan cekungan. Perlu diingat bahwa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penalaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah deduksi dengan mengacu pada konsep-konsep dasar analisis geologi yang diasumsikan benar dan konsep-konsep seismik

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Stratigrafi Daerah Penelitian Stratigrafi daerah penelitian terdiri dari beberapa formasi yang telah dijelaskan sebelumnya pada stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah.

Lebih terperinci

BAB IV TEKTONOSTRATIGRAFI DAN POLA SEDIMENTASI Tektonostratigrafi Formasi Talang Akar (Oligosen-Miosen Awal)

BAB IV TEKTONOSTRATIGRAFI DAN POLA SEDIMENTASI Tektonostratigrafi Formasi Talang Akar (Oligosen-Miosen Awal) BAB IV TEKTONOSTRATIGRAFI DAN POLA SEDIMENTASI 4.1 Tektonostratigrafi 4.1.1 Tektonostratigrafi Formasi Talang Akar (Oligosen-Miosen Awal) Berdasarkan penampang seismik yang sudah didatarkan pada horizon

Lebih terperinci

BAB 5 REKONSTRUKSI DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB 5 REKONSTRUKSI DAN ANALISIS STRUKTUR BAB 5 REKONSTRUKSI DAN ANALISIS STRUKTUR Terdapat tiga domain struktur utama yang diinterpretasi berdasarkan data seismik di daerah penelitian, yaitu zona sesar anjakan dan lipatan di daerah utara Seram

Lebih terperinci

TEKTONOSTRATIGRAFI KELOMPOK PEMATANG SUB CEKUNGAN BARUMUN SUMATERA UTARA TESIS. AGUS SUSIANTO NIM : Program Studi Teknik Geologi

TEKTONOSTRATIGRAFI KELOMPOK PEMATANG SUB CEKUNGAN BARUMUN SUMATERA UTARA TESIS. AGUS SUSIANTO NIM : Program Studi Teknik Geologi TEKTONOSTRATIGRAFI KELOMPOK PEMATANG SUB CEKUNGAN BARUMUN SUMATERA UTARA TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh AGUS SUSIANTO NIM

Lebih terperinci

Bab V Evolusi Teluk Cenderawasih

Bab V Evolusi Teluk Cenderawasih 62 Bab V Evolusi Teluk Cenderawasih V.1 Restorasi Penampang Rekontruksi penampang seimbang dilakukan untuk merekonstruksi pembentukan suatu deformasi struktur. Prosesnya meliputi menghilangkan bidang-bidang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 METODA PENELITIAN Analisis struktur geologi terhadap daerah penelitian dilakukan melalui tiga tahap penelitian. Tahap pertama merupakan pendekatan tidak langsung, yaitu

Lebih terperinci

III. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI

III. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI III. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI III.1 Penentuan Siklus Sedimentasi Regional Dari peta geologi permukaan, diketahui bahwa umur batuan yang tersingkap di permukaan dari daratan Kamboja adalah Paleozoikum,

Lebih terperinci

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN Mekanisme Sesar 1. Pengenalan a) Sesar merupakan retakan yang mempunyai pergerakan searah dengan arah retakan. Ukuran pergerakan ini adalah bersifat relatif

Lebih terperinci

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN Mekanisme Sesar 1. Pengenalan a) Sesar merupakan retakan yang mempunyai pergerakan searah dengan arah retakan.

Lebih terperinci

Salah satu reservoir utama di beberapa lapangan minyak dan gas di. Cekungan Sumatra Selatan berasal dari batuan metamorf, metasedimen, atau beku

Salah satu reservoir utama di beberapa lapangan minyak dan gas di. Cekungan Sumatra Selatan berasal dari batuan metamorf, metasedimen, atau beku 1. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Salah satu reservoir utama di beberapa lapangan minyak dan gas di Cekungan Sumatra Selatan berasal dari batuan metamorf, metasedimen, atau beku berumur Paleozoic-Mesozoic

Lebih terperinci

Aplikasi Metode Dekomposisi Spektral Dalam Interpretasi Paleogeografi Daerah Penelitian

Aplikasi Metode Dekomposisi Spektral Dalam Interpretasi Paleogeografi Daerah Penelitian Bab IV Aplikasi Metode Dekomposisi Spektral Dalam Interpretasi Paleogeografi Daerah Penelitian Aplikasi Metode Dekomposisi Spektral dalam interpretasi paleogeografi di daerah penelitian dilakukan setelah

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH BAB II GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH II.1 Kerangka Tektonik dan Geologi Regional Terdapat 2 pola struktur utama di Cekungan Sumatera Tengah, yaitu pola-pola tua berumur Paleogen yang cenderung berarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa permasalahan yang dihadapi dan menjadi dasar bagi penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa permasalahan yang dihadapi dan menjadi dasar bagi penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Interpretasi dan pemetaan struktur bawah permukaan pada dasarnya merupakan sebuah usaha untuk menggambarkan perkembangan arsitektur permukaan bumi sejalan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN STRUKTUR PALEOGEN DI SUB-CEKUNGAN AMAN SELATAN, CEKUNGAN SUMATRA TENGAH TESIS EDI SUWANDI UTORO NIM :

PERKEMBANGAN STRUKTUR PALEOGEN DI SUB-CEKUNGAN AMAN SELATAN, CEKUNGAN SUMATRA TENGAH TESIS EDI SUWANDI UTORO NIM : PERKEMBANGAN STRUKTUR PALEOGEN DI SUB-CEKUNGAN AMAN SELATAN, CEKUNGAN SUMATRA TENGAH TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh EDI

Lebih terperinci

a) b) Frekuensi Dominan ~22 hz

a) b) Frekuensi Dominan ~22 hz Pada tahap akhir pembentukan sistem trak post-rift ini diendapkan Formasi Menggala yang merupakan endapan transgresif yang melampar di atas Kelompok Pematang. Formasi Menggala di dominasi oleh endapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksplorasi hidrokarbon, salah satunya dengan mengevaluasi sumur sumur migas

BAB I PENDAHULUAN. eksplorasi hidrokarbon, salah satunya dengan mengevaluasi sumur sumur migas BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Dalam mencari cadangan minyak dan gas bumi, diperlukan adanya kegiatan eksplorasi hidrokarbon, salah satunya dengan mengevaluasi sumur sumur migas yang sudah

Lebih terperinci

Bab V. Analisa Stratigrafi Sekuen

Bab V. Analisa Stratigrafi Sekuen BAB V Bab V. Analisa Stratigrafi Sekuen ANALISA STRATIGRAFI SEKUEN Korelasi adalah langkah yang sangat penting dalam suatu pekerjaan geologi bawah permukaan sebab semua visualisasi baik dalam bentuk penampang

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR

BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR Dalam pembahasan kali ini, penulis mencoba menganalisis suatu prospek terdapatnya hidrokarbon ditinjau dari kondisi struktur di sekitar daerah tersebut. Struktur yang menjadi

Lebih terperinci

Mekanisme pembentukan Cekungan Makassar

Mekanisme pembentukan Cekungan Makassar BAB V Mekanisme pembentukan Cekungan Makassar V.1. Indikasi-indikasi tektonisasi transtensional Cekungan Makassar Sintesis pembentukan dan perkembangan Cekungan Makassar oleh tektonik transtensional diperoleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Objek yang dikaji adalah Formasi Gumai, khususnya interval Intra GUF a sebagai

BAB III METODE PENELITIAN. Objek yang dikaji adalah Formasi Gumai, khususnya interval Intra GUF a sebagai BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek yang dikaji adalah Formasi Gumai, khususnya interval Intra GUF a sebagai batas bawah sampai Intra GUF sebagai batas atas, pada Lapangan Izzati. Adapun

Lebih terperinci

Bab II Tektonostrigrafi II.1 Tektonostratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan

Bab II Tektonostrigrafi II.1 Tektonostratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan Bab II Tektonostrigrafi II.1 Tektonostratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan Cekungan Busur Belakang Sumatera terbentuk pada fase pertama tektonik regangan pada masa awal Tersier. Sedimentasi awal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar yang dijumpai di daerah penelitian adalah Sesar Naik Gunungguruh, Sesar Mendatar Gunungguruh, Sesar Mendatar Cimandiri dan Sesar Mendatar

Lebih terperinci

EVALUASI PALINSPATIK DAN MEKANISME PERANGKAP HIDROKARBON LAPANGAN NORTHEAST BETARA, JAMBI SUMATERA SELATAN TESIS MAGISTER

EVALUASI PALINSPATIK DAN MEKANISME PERANGKAP HIDROKARBON LAPANGAN NORTHEAST BETARA, JAMBI SUMATERA SELATAN TESIS MAGISTER EVALUASI PALINSPATIK DAN MEKANISME PERANGKAP HIDROKARBON LAPANGAN NORTHEAST BETARA, JAMBI SUMATERA SELATAN TESIS MAGISTER Karya tulis sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Magister dari Institut

Lebih terperinci

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram BAB 4 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 4.1. Interpretasi Stratigrafi 4.1.1. Interpretasi Stratigrafi daerah Seram Daerah Seram termasuk pada bagian selatan Kepala Burung yang dibatasi oleh MOKA di bagian utara,

Lebih terperinci

BAB V SEKUEN STRATIGRAFI

BAB V SEKUEN STRATIGRAFI BAB V SEKUEN STRATIGRAFI Sekuen adalah urutan lapisan yang relatif selaras dan berhubungan secara genetik dibatasi oleh ketidakselarasan dan keselarasan yang setara dengannya (Mitchum dkk., 1977 op.cit.

Lebih terperinci

Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40.

Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40. Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40. 4.1.4 Sesar Anjak Cisaar 1 Gejala sesar ini dijumpai pada Sungai Cisaar pada lokasi CS 40, CS 41, CS 4, CS 2, dan CS 10. Kehadiran sesar ini ditunjukkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Stuktur DNF terletak kurang lebih 160 kilometer di sebelah barat kota Palembang. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

SESAR MENDATAR (STRIKE SLIP) DAN SESAR MENURUN (NORMAL FAULT)

SESAR MENDATAR (STRIKE SLIP) DAN SESAR MENURUN (NORMAL FAULT) SESAR MENDATAR Pergerakan strike-slip/ pergeseran dapat terjadi berupa adanya pelepasan tegasan secara lateral pada arah sumbu tegasan normal terkecil dan terdapat pemendekan pada arah sumbu tegasan normal

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 GEOLOGI REGIONAL Cekungan Jawa Barat Utara yang terletak di sebelah baratlaut Pulau Jawa secara geografis merupakan salah satu Cekungan Busur Belakang (Back-Arc Basin) yang

Lebih terperinci

mangkubumi, serta adanya perubahan kemiringangn lapisan satuan konglomerat batupasir dimana semakin melandai ke utara.

mangkubumi, serta adanya perubahan kemiringangn lapisan satuan konglomerat batupasir dimana semakin melandai ke utara. mangkubumi, serta adanya perubahan kemiringangn lapisan satuan konglomerat batupasir dimana semakin melandai ke utara. Foto 4.16 Indikasi Sesar Normal mangkubuni (CLT12) 4.3. Mekanisme Pembentukan Struktur

Lebih terperinci

Gambar Gambaran struktur pada SFZ berarah barat-timur di utara-baratlaut Kepala Burung. Sesar mendatar tersebut berkembang sebagai sesar

Gambar Gambaran struktur pada SFZ berarah barat-timur di utara-baratlaut Kepala Burung. Sesar mendatar tersebut berkembang sebagai sesar Gambar 5.21. Gambaran struktur pada SFZ berarah barat-timur di utara-baratlaut Kepala Burung. Sesar mendatar tersebut berkembang sebagai sesar mendatar dengan mekanisme horsetail, dengan struktur sesar

Lebih terperinci

GEOLOGI STRUKTUR. PENDAHULUAN Gaya/ tegasan Hasil tegasan Peta geologi. By : Asri Oktaviani

GEOLOGI STRUKTUR. PENDAHULUAN Gaya/ tegasan Hasil tegasan Peta geologi. By : Asri Oktaviani GEOLOGI STRUKTUR PENDAHULUAN Gaya/ tegasan Hasil tegasan Peta geologi By : Asri Oktaviani http://pelatihan-osn.com Lembaga Pelatihan OSN PEDAHULUAN Geologi : Ilmu yang mempelajari bumi yang berhubungan

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Kutai merupakan cekungan Tersier terbesar dan terdalam di Indonesia bagian barat, dengan luas area 60.000 km 2 dan ketebalan penampang mencapai 14 km. Cekungan

Lebih terperinci

APLIKASI DEKOMPOSISI SPEKTRAL DALAM INTERPRETASI PALEOGEOGRAFI SISTEM LAKUSTRIN- RIFT DI SUB-CEKUNGAN AMAN UTARA, CEKUNGAN SUMATRA TENGAH TESIS

APLIKASI DEKOMPOSISI SPEKTRAL DALAM INTERPRETASI PALEOGEOGRAFI SISTEM LAKUSTRIN- RIFT DI SUB-CEKUNGAN AMAN UTARA, CEKUNGAN SUMATRA TENGAH TESIS APLIKASI DEKOMPOSISI SPEKTRAL DALAM INTERPRETASI PALEOGEOGRAFI SISTEM LAKUSTRIN- RIFT DI SUB-CEKUNGAN AMAN UTARA, CEKUNGAN SUMATRA TENGAH TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cekungan Arafura yang terletak di wilayah perairan Arafura-Irian Jaya merupakan cekungan intra-kratonik benua Australia dan salah satu cekungan dengan paket pengendapan

Lebih terperinci

I.2 Latar Belakang, Tujuan dan Daerah Penelitian

I.2 Latar Belakang, Tujuan dan Daerah Penelitian Bab I Pendahuluan I.1 Topik Kajian Topik yang dikaji yaitu evolusi struktur daerah Betara untuk melakukan evaluasi struktur yang telah terjadi dengan mengunakan restorasi palinspatik untuk mengetahui mekanismenya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

BENTANG ALAM STRUKTURAL

BENTANG ALAM STRUKTURAL BENTANG ALAM STRUKTURAL 1. PENGERTIAN BENTANG ALAM STRUKTURAL Bentang alam merupakan bentuk penampang (landform) suatu daerah di muka bumi yang mencakup ruang luas dan telah membentuk suatu sistem yang

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional Cekungan Natuna Barat berada pada kerak kontinen yang tersusun oleh batuan beku dan metamorf yang berumur Kapur Awal Kapur Akhir. Cekungan ini dibatasi oleh

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Daerah penelitian ini telah banyak dikaji oleh peneliti-peneliti pendahulu, baik meneliti secara regional maupun skala lokal. Berikut ini adalah adalah ringkasan tinjauan literatur

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Subjek dan Objek Penelitian 1.2 Latar Belakang Permasalahan 1.3 Masalah Penelitian

Bab I Pendahuluan 1.1 Subjek dan Objek Penelitian 1.2 Latar Belakang Permasalahan 1.3 Masalah Penelitian Bab I Pendahuluan 1.1 Subjek dan Objek Penelitian Subjek dari penelitian ini berupa studi stratigrafi sekuen dalam formasi Pulau Balang di lapangan Wailawi, Cekungan Kutai Bagian Selatan Kalimantan Timur.

Lebih terperinci

BAB V ANALISA SEKATAN SESAR

BAB V ANALISA SEKATAN SESAR BAB V ANALISA SEKATAN SESAR 5.1 Analisa Sesar Pada daerah analisa ini terdapat sebanyak 19 sesar yang diperoleh dari interpretasi seismik. Pada penelitian sebelumnya keterdapatan sesar ini sudah dipetakan,

Lebih terperinci

ANALISIS KINEMATIK SESAR ANJAK (THRUST FAULT) DAN IMPLIKASINYA TERHADAP EVOLUSI TEKTONIK ZONA KENDENG DAERAH NGRANCANG DAN SEKITARNYA

ANALISIS KINEMATIK SESAR ANJAK (THRUST FAULT) DAN IMPLIKASINYA TERHADAP EVOLUSI TEKTONIK ZONA KENDENG DAERAH NGRANCANG DAN SEKITARNYA ANALISIS KINEMATIK SESAR ANJAK (THRUST FAULT) DAN IMPLIKASINYA TERHADAP EVOLUSI TEKTONIK ZONA KENDENG DAERAH NGRANCANG DAN SEKITARNYA Ida Bagus Oka Agastya Jurusan Teknik Geologi Institut Sains & Teknologi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Lintasan Dan Hasil Penelitian Penelitian yang dilakukan dalam cakupan peta 1212 terdiri dari 44 lintasan yang terbentang sepanjang 2290 km, seperti yang terlihat pada peta

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Geologi Regional Cekungan Sumatera Tengah Cekungan Sumatera Tengah secara fisiografis terletak di antara Cekungan Sumatera Utara dan Cekungan Sumatera Selatan yang dibatasi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1. Struktur Sesar Analisis struktur sesar di daerah penelitian dilakukan dengan melakukan pengolahan data berupa kekar gerus, breksiasi, posisi stratigrafi, dan kelurusan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Pulau Kalimantan merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia. Pulau ini terdiri dari daerah dataran dan daerah pegunungan. Sebagian besar daerah pegunungan berada

Lebih terperinci

2.2.2 Log Sumur Batuan Inti (Core) Log Dipmeter Log Formation Micro Imager (FMI)

2.2.2 Log Sumur Batuan Inti (Core) Log Dipmeter Log Formation Micro Imager (FMI) DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMAKASIH...iv ABSTRAK...vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR TABEL...xvi DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SUMATRA TENGAH

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SUMATRA TENGAH BAB 2 GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SUMATRA TENGAH Cekungan Sumatra Tengah merupakan salah satu cekungan besar di Pulau Sumatra. Cekungan ini merupakan cekungan busur belakang yang berkembang di sepanjang

Lebih terperinci

Daerah penelitian adalah area Cekungan Makasar di bagian laut dalam Selat Makassar, diantara Kalimantan Timur dan Sulawesi Barat.

Daerah penelitian adalah area Cekungan Makasar di bagian laut dalam Selat Makassar, diantara Kalimantan Timur dan Sulawesi Barat. BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Daerah penelitian adalah area Cekungan Makasar di bagian laut dalam Selat Makassar, diantara Kalimantan Timur dan Sulawesi Barat. Gambar 1.1 Lokasi daerah penelitian

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Cekungan Jawa Barat Utara merupakan cekungan sedimen Tersier yang terletak tepat di bagian barat laut Pulau Jawa (Gambar 2.1). Cekungan ini memiliki penyebaran dari wilayah daratan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. SARI... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... x. DAFTAR TABEL... xvi BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. SARI... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... x. DAFTAR TABEL... xvi BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI SARI......... i ABSTRACT...... ii KATA PENGANTAR.... iii DAFTAR ISI.... vi DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xvi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang Penelitian... 1 1.2 Ruang Lingkup

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

BAB IV RESERVOIR KUJUNG I

BAB IV RESERVOIR KUJUNG I BAB IV RESERVOIR KUJUNG I Studi geologi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui geometri dan potensi reservoir, meliputi interpretasi lingkungan pengendapan dan perhitungan serta pemodelan tiga dimensi

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS STRATIGRAFI SEKUEN, DISTRIBUSI DAN KUALITAS RESERVOIR

BAB V ANALISIS STRATIGRAFI SEKUEN, DISTRIBUSI DAN KUALITAS RESERVOIR BAB V ANALISIS STRATIGRAFI SEKUEN, DISTRIBUSI DAN KUALITAS RESERVOIR V.1 Analisis Sekuen dari Korelasi Sumur Analisis stratigrafi sekuen pada penelitian ini dilakukan dengan analisis data sumur yang dilanjutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah OCO terdapat pada Sub-Cekungan Jatibarang yang merupakan bagian dari Cekungan Jawa Barat Utara yang sudah terbukti menghasilkan hidrokarbon di Indonesia. Formasi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Analisis struktur sesar di daerah penelitian dilakukan dengan melakukan pengolahan data berupa kekar gerus, breksiasi, posisi stratigrafi, dan kelurusan

Lebih terperinci

Kerangka Geologi Daerah Penelitian

Kerangka Geologi Daerah Penelitian Bab II Kerangka Geologi Daerah Penelitian II.1 Geologi Regional Daerah Penelitian Lapangan Batang terletak di Sumatera Tengah. Sumatra Tengah dibatasi oleh paparan sunda di sebelah timur, disebelah Barat

Lebih terperinci

BAB IV UNIT RESERVOIR

BAB IV UNIT RESERVOIR BAB IV UNIT RESERVOIR 4.1. Batasan Zona Reservoir Dengan Non-Reservoir Batasan yang dipakai untuk menentukan zona reservoir adalah perpotongan (cross over) antara kurva Log Bulk Density (RHOB) dengan Log

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB II GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi Regional Menurut Heidrick dan Aulia (1993) Cekungan Sumatra Tengah terletak di antara Cekungan Sumatra Utara dan Cekungan Sumatra

Lebih terperinci

Stratigrafi Seismik Laut Dangkal Perairan Celukanbwang, Bali Utara

Stratigrafi Seismik Laut Dangkal Perairan Celukanbwang, Bali Utara Stratigrafi Seismik Laut Dangkal Perairan Celukanbwang, Bali Utara I N. Astawa, I W. Lugra dan M. Wijayanegara Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Jl. Dr. Junjunan no. 236, Bandung 40174

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH

BAB II KERANGKA GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH BAB II KERANGKA GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH Objek penelitian penulis terletak di Sumatera Tengah, yang secara fisiografis terletak di antara Sumatera Utara dan Sumatera Selatan. Sumatera Tengah terbentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Indonesia Timur merupakan daerah yang kompleks secara geologi. Hingga saat ini penelitian yang dilakukan di daerah Indonesia Timur dan sekitarnya masih belum

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Cekungan Kutai pada bagian utara dibatasi oleh tinggian Mangkalihat dengan arah barat laut tenggara, di bagian barat dibatasi

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga

II. TINJAUAN PUSTAKA. Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geomorfologi Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga dengan Cekungan Tarakan yang merupakan salah satu cekungan penghasil hidrokarbon

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN DAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB IV PEMBAHASAN DAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 4.1. Latar Belakang Seruni Daerah Seruni merupakan area milik PT. Chevron Pasific Indonesia, terletak di antara daerah Bangko dan daerah Duri, tepatnya berjarak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI

BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis urutan vertikal ini dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Oil Sumatera Inc. Secara administratif blok tersebut masuk ke dalam wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Oil Sumatera Inc. Secara administratif blok tersebut masuk ke dalam wilayah 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional Daerah Sumatera Barat South West Bukit Barisan merupakan nama blok konsesi minyak dan gas bumi yang terletak di daerah onshore di bagian tengah Sumatera Barat.

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR

HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI S K R I P S I... I HALAMAN PENGESAHAN... II KATA PENGANTAR...... III HALAMAN PERSEMBAHAN... V SARI......... VI DAFTAR ISI... VII DAFTAR GAMBAR.... IX BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang.........

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Struktur Regional Terdapat 4 pola struktur yang dominan terdapat di Pulau Jawa (Martodjojo, 1984) (gambar 2.1), yaitu : Pola Meratus, yang berarah Timurlaut-Baratdaya. Pola Meratus

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM Tujuan utama analisis variogram yang merupakan salah satu metode geostatistik dalam penentuan hubungan spasial terutama pada pemodelan karakterisasi

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH KLABANG

GEOLOGI DAERAH KLABANG GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan XVII adalah lapangan penghasil migas yang terletak di Blok

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan XVII adalah lapangan penghasil migas yang terletak di Blok BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lapangan XVII adalah lapangan penghasil migas yang terletak di Blok Sanga-sanga, Cekungan Kutai, Kalimantan Timur. Cekungan Kutai merupakan cekungan penghasil

Lebih terperinci

BAB IV PEMAPARAN DATA Ketersediaan Data Data Seismik Data Sumur Interpretasi

BAB IV PEMAPARAN DATA Ketersediaan Data Data Seismik Data Sumur Interpretasi DAFTAR ISI JUDUL... PENGESAHAN. i PERNYATAAN. ii IJIN PENGGUNAAN DATA iii KATA PENGANTAR.... v SARI...... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... 1 DAFTAR GAMBAR... 3 BAB I PENDAHULUAN... 8 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

Bab III Pengolahan dan Analisis Data Bab III Pengolahan dan Analisis Data Dalam bab pengolahan dan analisis data akan diuraikan berbagai hal yang dilakukan peneliti untuk mencapai tujuan penelitian yang ditetapkan. Data yang diolah dan dianalisis

Lebih terperinci

IV.2 Pola Kelurusan Daerah Penelitian

IV.2 Pola Kelurusan Daerah Penelitian Pola struktur yang berkembang pada daerah penelitian sebagian besar dipengaruhi oleh pola Jawa dengan kompresi berarah utara-selatan karena terbentuk pola struktur dan kelurusan yang berarah relatif barat-timur.

Lebih terperinci