Bab V Evolusi Teluk Cenderawasih
|
|
- Budi Tanudjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 62 Bab V Evolusi Teluk Cenderawasih V.1 Restorasi Penampang Rekontruksi penampang seimbang dilakukan untuk merekonstruksi pembentukan suatu deformasi struktur. Prosesnya meliputi menghilangkan bidang-bidang luncur sesar dengan mengembalikan lapisan terdeformasi terhadap sesar pada kondisi saat terdeformasi, dan mengembalikan kondisi awal suatu lapisan yang mengalami perlipatan (Gibbs, 1983). Restorasi penampang geologi menggunakan prinsip keseimbangan luas, keseimbangan panjang lapisan dan keseimbangan bentuk sesar (Marshak & Mitra, 1988). Restorasi penampang dilakukan pada dua penampang seismik, yaitu Line 15 dan Line 04. Penampang Line 15 terletak di tengah daerah penelitian, merupakan penampang regional melintasi daerah cekungan teluk di tenggara sampai ke tinggian di baratlaut. Penafsiran penampang seismik 2D menunjukkan jenis deformasi yang bervariasi, Struktur anjakan ditemukan di bagian tenggara, sesar mendatar ditemukan di bagian tengah penampang, dan sesar normal tersebar di beberapa bagian di penampang. Restorasi penampang Line 15 ditunjukkan pada Gambar V.1. Restorasi penampang Line 15 menunjukkan kehadiran tinggian-tinggian batuan dasar yang dibatasi sesar-sesar normal. Pergerakan sesar kemungkinan terbentuk akibat mekanisme rifting di sekitar Papua New Guinea yang terjadi sebelum Miosen. Pada masa ini kemungkinan Kepala Burung sudah mulai membuka. Pengendapan Horison C, yang diasumsikan terjadi sekitar Miosen, merekam aktifitas Zona Sesar Yapen-Sorong. Zona sesar ini terbentuk akibat deformasi konvergen Lempeng Benua Indo-Australia dan Samudera Pasifik-Caroline.
2 63 Kepala Burung terus bergerak ke barat, proto Teluk Cenderawasih semakin terbuka. Charlton (2000) menyebutkan deformasi ekstensional terbukanya teluk sebagai akibat pergerakan Zona Sesar Sorong-Yapen yang dipengaruhi oleh gerak Lempeng Samudera Pasifik-Caroline. Pada penampang, sesar mendatar muncul menggantikan sesar normal. Sesar-sesar normal yang memotong Horison D sampai H diasumsikan sebagai sesar akibat deformasi yang lebih muda pada umur Plistosen. Deformasi ini emungkinan disebabkan oleh berhentinya aktivitas orogenesa. Sesar anjakan yang memotong Horison D sampai H di bagian tenggara penampang disebutkan oleh Decker dkk. (2009) sebagai Waipoga Fold Thrust Belt dan aktif sampai saat ini. Jalur Lipatan Anjakan Waipoga kemungkinan terbentuk setelah deformasi ekstensi Plistosen pada saat berlangsungnya pengendapan Horison H. Penampang Line 04 terletak di baratlaut daerah penelitian, yaitu di utara Kepala Burung. Penampang ini ditunjukkan oleh jenis deformasi yang bervariasi, sesarsesar normal ditemukan di sebelah barat penampang sedangkan sebelah timurnya dicirikan oleh perlipatan. Restorasi penampang Line 04 ditunjukkan pada Gambar V.2. Restorasi penampang Line 04 memperlihatkan struktur-struktur perlipatan di sebelah baratdaya penampang dan sesar mendatar di timurlaut penampang. Struktur-struktur ini kemungkinan berkaitan dengan pergerakan Sesar Ransiki. Pada Gambar IV.12, di sekitar daerah Sesar Ransiki moment tensor gempa memperlihatkan moment tensor sesar mendatar di bagian timurlaut dan moment tensor sesar naik di baratdaya apabila penampang Line 04 digambarkan pada Gambar IV.12. Pembentukan Teluk Cenderawasih dari rekonstruksi di atas memperlihatkan strain elongation pada awal pembentukannya. Gejala ini mencerminkan deformasi
3 64 ekstensional yang menyebabkan terbukanya Teluk Cenderawasih. Pada peta struktur waktu (Lampiran B) diperlihatkan oleh arah baratlut-tenggara dan utaraselatan di sekitar Tanjung Wandaman. Deformasi ini hadir sebelum Zona Sesar Sorong-Yapen terbentuk. Pada sekitar umur Miosen Zona Sesar Sorong-Yapen terbentuk akibat adanya konvergen miring (oblique) Lempeng Benua Indo- Australia dan Samudera Pasifik-Caroline. Sesar mendatar ini ditunjukkan oleh arah barat-timur di tengah daerah penelitian (Lampiran B). sesar-sesar normal yang memotong sedimen-sedimen muda diperkirakan sebagai hasil deformasi ekstensi paling muda, setelah Kepala Burung mengalami rotasi. Aktivitas deformasi kompresi diperlihatkan oleh strain shortening pada rekonstruksi. Deformasi ini diperkirakan berkaitan dengan aktifitas sesar-sesar mendatar yang mengelilingi teluk.
4 Gambar V.1. Restorasi penampang Line
5 Gambar V.2. Restorasi penampang Line
6 67 V.2 Tektonostratigrafi Horison-horison A, dan B diperkirakan sebagai lapisan yang diendapkan sebelum inisiasi pembentukan cekungan sedimen di Teluk Cenderawasih. Unit horisonhorison ini memperlihatkan pola struktur sesar normal (Gambar V.3). Gambar V.3. Rekonstruksi Horison A dan B menunjukkan pola sesar normal. Penampang terpanjang berarah baratlaut-tenggara di daerah penelitian menunjukkan kehadiran tinggian batuan dasar di bagian tengah dan cekungan di sekitar tinggian batuan dasar. Informasi batuan dasar didapatkan dari informasi batuan dasar di pulau-pulau yang mengelilingi teluk. Batuan-batuan dasar di Pulau Biak dan Yapen terdiri batuan Paleosen dengan afinitas kerak Samudera Pasifik- Caroline. Granit dan metamorf berumur Paleozoikum ditemukan di bagian barat
7 68 cekungan pada zona Sesar Wandaman, sedangkan granit Permian ditemukan di dekat Pulau Maransabadi. Pada Jura Akhir sampai Kapur Awal, Sareba Graben terbentuk pada arah utaratimurlaut. Pada umur Kapur Akhir, pengendapan Formasi Jass dan Formasi Ekmai menunjukkan ciri terrain benua yang tersingkap. Kemenerusan Formasi Ekmai ke utara sampai ke tepi barat Teluk Cenderawasih menunjukkan kemungkinan bahwa teluk ini didasari oleh paparan benua dangkal (Hill dkk., 2002). Pergerakan Kepala Burung ke barat menjauhi daratan utama New Guinea, membentuk proto Teluk Cenderawasih. Deformasi konvergen miring (oblique) Lempeng Benua Indo-Australia dan Samudera Pasifik-Caroline terjadi pada umur Miosen menginisiasi pembentukan Zona Sesar Sorong-Yapen dan menggerakan proto Teluk Cenderawasih ke selatan, membentuk sesar-sesar mendatar berupa Sesar Wandaman dan Waipoga. Proto Teluk Cenderawasih tersubduksi ke bawah terrain Weyland dan kemudian menabrak Leher Burung di pertengahan Miosen. Jalur Lipatan dan Anjakan Lengguru mulai terbentuk dan kemudian Lengguru Mobile Belt ke timurlaut pada Miosen Akhir dan Pliosen. Sedimentasi Teluk Cenderawasih di selatan Pulau Yapen semakin menebal dari barat sampai timur di Palung Waipoga (Gambar V.4). Pengendapan Horison C mengisi topografi cekungan dan tinggian batuan dasar di seluruh bagian. Refleksi seismik dan morfologi Horison C di bagian cekungan mengindikasikan ciri pengendapan batugamping yang diasumsikan setara dengan Batugamping Kais di Cekungan Bintuni. Batugamping reef dijumpai di beberapa daerah batas permukaan air laut dan batas tinggian atau pulau. Pembentukkan reef ini terjadi pada saat tinggian-tinggian ini turun ke bawah permukaan air laut. Pada Pulau Yapen juga ditemui Batugamping Wurui bersama Volkanik Yapen dan kemudian ditutupi oleh napal dan konglomerat (Pieters dkk., 1983). Di bagian timur teluk, batugamping juga ditemui, berupa reef dan reefal, dikenal dengan Formasi Hollandia.
8 69 Gambar V.4. Penebalan sedimentasi semakin ke timur daerah cekungan. Horison sedimen muda mudah dikenali di bagian tengah cekungan daerah penelitian. Semakin mendekati batas cekungan, horison-horison muda ini sulit dikenali. Pada beberapa tempat, lapisannya sangat tipis atau pada umumnya onlap pada horison di bawahnya. Horison D, E, dan F di bagian cekungan memperlihatkan pengendapan sedimentasi yang sangat banyak dan cepat. Hal ini menunjukkan adanya perubahan topografi cekungan yang semakin curam dan dalam. Kehadiran sedimen tebal horison-horison ini menghentikan pertumbuhan batugamping reef dan menutupi morfologi karbonat di tengah cekungan. Deformasi sesar anjakan terlihat di bagian timur dan memotong sedimen-sedimen tebal tersebut. Deformasi ini diperkirakan aktif sampai saat ini memotong Horison G dan Horison H serta mempengaruhi topografi dasar laut (Gambar III.7).
9 70 Dekcer dkk. (2009) menyebutkan bahwa pengendapan sedimen Strata Akhir (dalam penelitian ini disamakan dengan Horison G dan H) lebih cepat daripada peristiwa pembebanannya (subsidence) yang kemudian menyebabkan pendangkalan cekungan. Umur sedimen pada strata ini diperkirakan Plistosen dari Sumur H1 Tesoro. Kepala Burung terus bergerak ke barat, perubahan jenis deformasi pada Jalur Lipatan dan Anjakan Lengguru (Hobson, 1997) menyebabkan pengangkatan terrain Teluk Cenderawasih. Cekungan pada teluk mengalami pembebanan dan terisi oleh sedimen dari proses pengangkatan terrain. Peristiwa orogenesa mulai berhenti pada umur Plistosen. Kompleks metamorfik Tanjung Wandaman yang berumur kurang dari 2 jtl (juta tahun lalu) muncul ke permukaan. Deformasi ekstensi Plistosen membentuk sesar-sesar normal yang hadir sebagai reaktifasi sesar anjakan Plistosen di Lengguru (Hill dkk., 2002). Sedimen-sedimen muda terus terendapkan dengan cepat. Sedimen Plio-Plistosen Pulau Yapen menunjukkan sedimen berumur sama dengan sedimen di cekungan Teluk Cenderawasih, yaitu Formasi Mamberamo yang diasumsikan sebagai Horison E sampai Horison H. Sedimen-sedimen muda dipotong oleh sesar anjakan yang kemungkinan disebabkan oleh deformasi kompresi aktif di utara Papua atau disebabkan oleh mekanisme sesar-sesar mendatar yang membatasi teluk. Model rekonstrruksi Teluk Cenderawasih dan pergerakan Kepala Burung ke barat ditunjukkan pada Gambar V.5.
10 71 Gambar V.5. Model rekonstrruksi Teluk Cenderawasih dan pergerakan Kepala Burung ke barat (anticlockwise rotation).
Gambar IV.6. Penafsiran penampang seismik komposit yang melintasi daerah penelitan pada arah utara-selatan dan barat-timur melalui Zona Sesar
Gambar IV.6. Penafsiran penampang seismik komposit yang melintasi daerah penelitan pada arah utara-selatan dan barat-timur melalui Zona Sesar Sorong-Yapen. 52 Gambar IV.7. Gabungan penampang seismik sebelah
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang
1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Tatanan tektonik daerah Kepala Burung, Papua memegang peranan penting dalam eksplorasi hidrokarbon di Indonesia Timur. Eksplorasi tersebut berkembang sejak ditemukannya
Lebih terperinciBab IV Analisis Data. IV.1 Data Gaya Berat
41 Bab IV Analisis Data IV.1 Data Gaya Berat Peta gaya berat yang digabungkan dengn penampang-penampang seismik di daerah penelitian (Gambar IV.1) menunjukkan kecenderungan topografi batuan dasar pada
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. serentak aktif (Gambar 1). Pada saat ini, Lempeng Samudera Pasifik - Caroline
II. TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tatanan dan Struktur Geologi Regional Papua Geologi Papua dipengaruhi dua elemen tektonik besar yang saling bertumbukan dan serentak aktif (Gambar 1). Pada saat ini, Lempeng Samudera
Lebih terperinciBab III Tatanan Geologi
14 Bab III Tatanan Geologi III.1 Tatanan dan Struktur Geologi Regional Geologi Papua dipengaruhi dua elemen tektonik besar yang saling bertumbukan dan serentak aktif (Gambar III.1). Pada saat ini, Lempeng
Lebih terperinciGambar III.7. Jalur sabuk lipatan anjakan bagian tenggara Teluk Cenderawasih.
Gambar III.7. Jalur sabuk lipatan anjakan bagian tenggara Teluk Cenderawasih. 27 28 III.2 Stratigrafi Regional Ciri stratigrafi regional diidentifikasikan dari perbandingan stratigrafi kerak Benua Indo-Australia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Indonesia Timur merupakan daerah yang kompleks secara geologi. Hingga saat ini penelitian yang dilakukan di daerah Indonesia Timur dan sekitarnya masih belum
Lebih terperinciBAB 5 REKONSTRUKSI DAN ANALISIS STRUKTUR
BAB 5 REKONSTRUKSI DAN ANALISIS STRUKTUR Terdapat tiga domain struktur utama yang diinterpretasi berdasarkan data seismik di daerah penelitian, yaitu zona sesar anjakan dan lipatan di daerah utara Seram
Lebih terperinciGambar Gambaran struktur pada SFZ berarah barat-timur di utara-baratlaut Kepala Burung. Sesar mendatar tersebut berkembang sebagai sesar
Gambar 5.21. Gambaran struktur pada SFZ berarah barat-timur di utara-baratlaut Kepala Burung. Sesar mendatar tersebut berkembang sebagai sesar mendatar dengan mekanisme horsetail, dengan struktur sesar
Lebih terperinciInterpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram
BAB 4 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 4.1. Interpretasi Stratigrafi 4.1.1. Interpretasi Stratigrafi daerah Seram Daerah Seram termasuk pada bagian selatan Kepala Burung yang dibatasi oleh MOKA di bagian utara,
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL Cekungan Jawa Barat Utara merupakan cekungan sedimen Tersier yang terletak tepat di bagian barat laut Pulau Jawa (Gambar 2.1). Cekungan ini memiliki penyebaran dari wilayah daratan
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL. Bintuni. Lokasi Teluk Bintuni dapat dilihat pada Gambar 2.1.
4 BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Papua, atau lebih tepatnya di area Teluk Bintuni. Lokasi Teluk Bintuni dapat dilihat pada Gambar 2.1. Teluk Bintuni Gambar
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 bagian yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan Jawa
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Daerah Papua Pulau Papua secara administratif terletak pada posisi 130 0 19 BT - 150 0 48 BT dan 0 0 19 LS 10 0 43 LS. Pulau ini terletak di bagian paling timur Negara
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Pulau Kalimantan merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia. Pulau ini terdiri dari daerah dataran dan daerah pegunungan. Sebagian besar daerah pegunungan berada
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Pada dasarnya Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 2.1) berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya, yaitu: a.
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum wilayah utara Jawa Barat merupakan daerah dataran rendah, sedangkan kawasan selatan merupakan bukit-bukit dengan sedikit pantai serta dataran tinggi.
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografis Regional Secara fisiografis, Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 zona, yaitu Zona Dataran Pantai Jakarta, Zona Antiklinorium Bandung, Zona Depresi Bandung,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Stuktur DNF terletak kurang lebih 160 kilometer di sebelah barat kota Palembang. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai
Lebih terperinciBAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL
BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL 3.1 Fisiografi Jawa Barat Van Bemmelen (1949) membagi zona fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 3.1). Pembagian zona yang didasarkan pada aspek-aspek fisiografi
Lebih terperinciBAB IV KONDISI GEOLOGI
BAB IV KONDISI GEOLOGI 4.1 Geologi Regional Geologi Irian Jaya sangatlah kompleks, merupakan hasil dari pertemuan dua lempeng yaitu lempeng Australia dan Pasifik ( gambar 4.1 ). Kebanyakan evolusi tektonik
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Menurut van Bemmelen (1949), fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat, Zona Antiklinorium Bogor, Zona Gunungapi
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
1 BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Subang, Jawa Barat, untuk peta lokasi daerah penelitiannya dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Peta Lokasi
Lebih terperinciBAB II STRATIGRAFI REGIONAL
BAB II STRATIGRAFI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI JAWA TIMUR BAGIAN UTARA Cekungan Jawa Timur bagian utara secara fisiografi terletak di antara pantai Laut Jawa dan sederetan gunung api yang berarah barat-timur
Lebih terperinciBAB 3 GEOLOGI REGIONAL Tatanan Tektonik Regional
BAB 3 GEOLOGI REGIONAL Daerah Seram, Misool, dan Salawati merupakan bagian dari Kepala Burung, Papua. Secara stratigrafi dan struktur daerah tersebut memiliki karakter yang serupa dengan tatanan stratigrafi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Daerah Penelitian Gambar 2.1 Peta Lokasi Penelitian (Bakosurtanal, 2003) Secara astronomis, Papua atau Irian Jaya terletak antara 00 0 19 10 0
Lebih terperinciAnalisis Struktur
5.3.1. Analisis Struktur 5.3.1.1. Zona Sesar Sorong (SFZ) SFZ merupakan sistem sesar mendatar mengiri yang terletak di bagian utara Kepala Burung dan menerus sepanjang lebih dari 1000 km dari arah timur
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI JAWA BARAT Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan.
Lebih terperinciIII.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk
III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk menafsirkan perkembangan cekungan. Perlu diingat bahwa
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi dan Geomorfologi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timur-barat ( van Bemmelen, 1949 ). Zona tersebut dari arah utara
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum Jawa Barat dibagi menjadi 3 wilayah, yaitu wilayah utara, tengah, dan selatan. Wilayah selatan merupakan dataran tinggi dan pantai, wilayah tengah merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Cekungan Salawati yang terletak di kepala burung dari Pulau Irian Jaya,
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Salawati yang terletak di kepala burung dari Pulau Irian Jaya, merupakan cekungan foreland asimetris yang memiliki arah timur barat dan berlokasi pada batas
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL Indonesia merupakan tempat pertemuan antara tiga lempeng, yaitu Lempeng Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik Barat yang relatif bergerak ke arah baratlaut, dan Lempeng Hindia
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona fisiografi yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949) (Gambar 2.1). Zona-zona tersebut dari utara ke selatan yaitu:
Lebih terperinciBAB IV MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG
BAB IV MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG IV.1. Analisis Geometri Struktur Iliran-Kluang Berdasarkan arahnya, sesar yang ada didaerah sepanjang struktur Iliran- Kluang dapat dibedakan atas tiga kelompok,
Lebih terperinciBAB IV SEJARAH GEOLOGI
BAB IV SEJARAH GEOLOGI Berdasarkan data-data geologi primer yang meliputi data lapangan, data sekunder yang terdiri dari ciri litologi, umur dan lingkungan pengendapan, serta pola struktur dan mekanisme
Lebih terperinciGEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat menurut van Bemmelen (1949) terbagi menjadi enam zona (Gambar 2.1), yaitu : 1. Zona Gunungapi Kuarter 2. Zona Dataran Aluvial Jawa Barat Utara
Lebih terperincimangkubumi, serta adanya perubahan kemiringangn lapisan satuan konglomerat batupasir dimana semakin melandai ke utara.
mangkubumi, serta adanya perubahan kemiringangn lapisan satuan konglomerat batupasir dimana semakin melandai ke utara. Foto 4.16 Indikasi Sesar Normal mangkubuni (CLT12) 4.3. Mekanisme Pembentukan Struktur
Lebih terperinciBAB IV SEJARAH GEOLOGI
BAB IV SEJARAH GEOLOGI Sejarah geologi daerah penelitian dapat disintesakan berdasarkan ciri litologi, umur, lingkungan pengendapan, hubungan stratigrafi, mekanisme pembentukan batuan dan pola strukturnya.
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Jajaran Barisan 2. Zona Semangko 3. Pegunugan Tigapuluh 4. Kepulauan
Lebih terperinciBAB V SINTESIS GEOLOGI
BAB V INTEI GEOLOGI intesis geologi merupakan kesimpulan suatu kerangka ruang dan waktu yang berkesinambungan mengenai sejarah geologi. Dalam merumuskan sintesis geologi, diperlukan semua data primer maupun
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian
BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1
Lebih terperinciberukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.
berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI
BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 METODA PENELITIAN Analisis struktur geologi terhadap daerah penelitian dilakukan melalui tiga tahap penelitian. Tahap pertama merupakan pendekatan tidak langsung, yaitu
Lebih terperinciBAB 2 GEOLOGI REGIONAL
BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Struktur Regional Terdapat 4 pola struktur yang dominan terdapat di Pulau Jawa (Martodjojo, 1984) (gambar 2.1), yaitu : Pola Meratus, yang berarah Timurlaut-Baratdaya. Pola Meratus
Lebih terperinciBAB 2 GEOLOGI REGIONAL
BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timurbarat (Van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara ke selatan meliputi: 1. Zona
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Van Bemmelen (1949) secara fisiografi membagi Jawa Barat menjadi 6 zona berarah barat-timur (Gambar 2.1) yaitu: Gambar 2.1. Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen,
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Pulau Buton yang terdapat di kawasan timur Indonesia terletak di batas bagian barat Laut Banda, Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara geografis, Pulau Buton terletak
Lebih terperinciGeologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh
Lebih terperinciBAB IV TEKTONOSTRATIGRAFI DAN POLA SEDIMENTASI Tektonostratigrafi Formasi Talang Akar (Oligosen-Miosen Awal)
BAB IV TEKTONOSTRATIGRAFI DAN POLA SEDIMENTASI 4.1 Tektonostratigrafi 4.1.1 Tektonostratigrafi Formasi Talang Akar (Oligosen-Miosen Awal) Berdasarkan penampang seismik yang sudah didatarkan pada horizon
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
9 II.1 Fisiografi dan Morfologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL Area Penelitian Gambar 2-1 Pembagian zona fisiografi P. Sumatera (disederhanakan dari Van Bemmelen,1949) Pulau Sumatera merupakan salah
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat (Gambar 2.1), berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya dibagi menjadi empat bagian (Van Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo, 1984),
Lebih terperinciBAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI
BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI 2.1 KESAMPAIAN DAERAH 2.1.1 Kesampaian Daerah Busui Secara geografis, daerah penelitian termasuk dalam daerah administrasi Kecamatan Batu Sopang, Kabupaten Pasir,
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 GEOGRAFIS Jawa bagian barat secara geografis terletak diantara 105 0 00-108 0 65 BT dan 5 0 50 8 0 00 LS dengan batas-batas wilayahnya sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 GEOLOGI REGIONAL Cekungan Jawa Barat Utara yang terletak di sebelah baratlaut Pulau Jawa secara geografis merupakan salah satu Cekungan Busur Belakang (Back-Arc Basin) yang
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Regional Jawa Tengah berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Barat di sebelah barat, dan
Lebih terperinciBAB 2 Tatanan Geologi Regional
BAB 2 Tatanan Geologi Regional 2.1 Geologi Umum Jawa Barat 2.1.1 Fisiografi ZONA PUNGGUNGAN DEPRESI TENGAH Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949). Daerah Jawa Barat secara fisiografis
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI
BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1. Struktur Sesar Analisis struktur sesar di daerah penelitian dilakukan dengan melakukan pengolahan data berupa kekar gerus, breksiasi, posisi stratigrafi, dan kelurusan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI
BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar yang dijumpai di daerah penelitian adalah Sesar Naik Gunungguruh, Sesar Mendatar Gunungguruh, Sesar Mendatar Cimandiri dan Sesar Mendatar
Lebih terperinciIII. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI
III. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI III.1 Penentuan Siklus Sedimentasi Regional Dari peta geologi permukaan, diketahui bahwa umur batuan yang tersingkap di permukaan dari daratan Kamboja adalah Paleozoikum,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Masalah Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan batuan metamorf yang dapat diamati langsung di permukaan bumi tidak sebanyak batuan beku dan sedimen mengingat proses terbentuknya yang cukup kompleks. Salah
Lebih terperinciBAB IV SEJARAH GEOLOGI
BAB IV SEJARAH GEOLOGI Penentuan sejarah geologi yang merupakan sintesa geologi daerah penelitian mengacu pada sejarah geologi regional peneliti-peneliti sebelumnya. Model sejarah geologi daerah penelitian
Lebih terperinciBAB VI SEJARAH GEOLOGI
BAB VI SEJARAH GEOLOGI Sejarah geologi daerah penelitian dimulai dengan terjadinya penurunan pada Cekungan Bogor (Martodjojo, 1984) pada kala Oligosen Miosen, sehingga lingkungan daerah Cekungan Bogor
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Paparan Sunda 2. Zona Dataran Rendah dan Berbukit 3. Zona Pegunungan
Lebih terperinciBAB V SEJARAH GEOLOGI
BAB V SEJARAH GEOLOGI Berdasarkan data-data geologi primer yang meliputi data lapangan, dan data sekunder yang terdiri dari ciri litologi, umur dan lingkungan pengendapan, serta pola struktur dan mekanisme
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geomorfologi Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga dengan Cekungan Tarakan yang merupakan salah satu cekungan penghasil hidrokarbon
Lebih terperinciFoto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40.
Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40. 4.1.4 Sesar Anjak Cisaar 1 Gejala sesar ini dijumpai pada Sungai Cisaar pada lokasi CS 40, CS 41, CS 4, CS 2, dan CS 10. Kehadiran sesar ini ditunjukkan
Lebih terperinciBAB II TATANAN GEOLOGI
BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional Cekungan Natuna Barat berada pada kerak kontinen yang tersusun oleh batuan beku dan metamorf yang berumur Kapur Awal Kapur Akhir. Cekungan ini dibatasi oleh
Lebih terperinciI.2 Latar Belakang, Tujuan dan Daerah Penelitian
Bab I Pendahuluan I.1 Topik Kajian Topik yang dikaji yaitu evolusi struktur daerah Betara untuk melakukan evaluasi struktur yang telah terjadi dengan mengunakan restorasi palinspatik untuk mengetahui mekanismenya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah OCO terdapat pada Sub-Cekungan Jatibarang yang merupakan bagian dari Cekungan Jawa Barat Utara yang sudah terbukti menghasilkan hidrokarbon di Indonesia. Formasi
Lebih terperinciSalah satu reservoir utama di beberapa lapangan minyak dan gas di. Cekungan Sumatra Selatan berasal dari batuan metamorf, metasedimen, atau beku
1. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Salah satu reservoir utama di beberapa lapangan minyak dan gas di Cekungan Sumatra Selatan berasal dari batuan metamorf, metasedimen, atau beku berumur Paleozoic-Mesozoic
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Kabupaten Brebes terletak di Jawa Tengah bagian baratlaut. Fisiografi Jawa Tengah berdasarkan Bemmelen (1949) terbagi atas 6 zona (Gambar 2.1), yaitu: 1.
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL II.2 Fisiografi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 4 zona (Gambar 2.1), pembagian zona tersebut berdasarkan sifat-sifat morfologi dan tektoniknya (van
Lebih terperinciBAB 2 GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SUMATRA TENGAH
BAB 2 GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SUMATRA TENGAH Cekungan Sumatra Tengah merupakan salah satu cekungan besar di Pulau Sumatra. Cekungan ini merupakan cekungan busur belakang yang berkembang di sepanjang
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi 4 zona, yaitu: 1. Dataran Pantai Jakarta. 2. Zona Bogor 3. Zona Depresi Tengah Jawa Barat ( Zona
Lebih terperinciGeologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan
Gambar 3.8 Korelasi Stratigrafi Satuan Batupasir terhadap Lingkungan Delta 3.2.3 Satuan Batulempung-Batupasir Persebaran (dominasi sungai) Satuan ini menempati 20% dari luas daerah penelitian dan berada
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Berdasarkan kesamaan morfologi dan tektonik, Van Bemmelen (1949) membagi daerah Jawa Timur dan Madura menjadi tujuh zona, antara lain: 1. Gunungapi Kuarter
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tempat terbentuk dan terakumulasinya hidrokarbon, dimulai dari proses
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksplorasi hidrokarbon memerlukan pemahaman mengenai cekungan tempat terbentuk dan terakumulasinya hidrokarbon, dimulai dari proses terbentuknya cekungan, konfigurasi
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut van Bemmelen (1949), secara fisiografis daerah Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Jawa Barat Utara, Zona Antiklinorium Bogor,
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI UMUM
BAB III GEOLOGI UMUM 3.1 Geologi Regional Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan yang berbentuk asimetris, dibatasi oleh sesar dan singkapan batuan Pra-Tersier yang mengalami pengangkatan di bagian
Lebih terperinciTATANAN GEOLOGI TELUK CENDERAWASIH DALAM KAITANNYA DENGAN EVOLUSI TEKTONIK KEPALA BURUNG, PAPUA TESIS
TATANAN GEOLOGI TELUK CENDERAWASIH DALAM KAITANNYA DENGAN EVOLUSI TEKTONIK KEPALA BURUNG, PAPUA TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi empat bagian besar (van Bemmelen, 1949): Dataran Pantai Jakarta (Coastal Plain of Batavia), Zona Bogor (Bogor Zone),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cekungan Arafura yang terletak di wilayah perairan Arafura-Irian Jaya merupakan cekungan intra-kratonik benua Australia dan salah satu cekungan dengan paket pengendapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Area penelitian terletak di area X Malita Graben yang merupakan bagian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Area penelitian terletak di area X Malita Graben yang merupakan bagian dari Cekungan Bonaparte (di bagian barat laut (NW) shelf Australia). Dalam berbagai publikasi
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL Pulau Sumatera terletak di sepanjang tepi baratdaya dari Sundaland (tanah Sunda), perluasan Lempeng Eurasia yang berupa daratan Asia Tenggara dan merupakan bagian dari Busur Sunda.
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Lokasi Penelitian Gambar 3. Letak cekungan Asam-asam (Rotinsulu dkk., 2006) Pulau Kalimantan umumnya merupakan daerah rawa-rawa dan fluvial. Selain itu juga terdapat
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Kerangka Tektonik Indonesia dianggap sebagai hasil pertemuan tiga lempeng, yaitu Lempeng Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat, dan Lempeng Indo-Australia
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI
BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Analisis struktur sesar di daerah penelitian dilakukan dengan melakukan pengolahan data berupa kekar gerus, breksiasi, posisi stratigrafi, dan kelurusan
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi 4 bagian besar zona fisiografi (Gambar II.1) yaitu: Zona Bogor, Zona Bandung, Dataran Pantai Jakarta dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir mahasiswa merupakan suatu tahap akhir yang wajib ditempuh untuk mendapatkan gelar kesarjanaan strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL Pulau Sumatra berada pada daerah busur kepulauan antara lempeng Indo- Australia yang relatif bergerak ke utara dengan lempeng Asia yang relatif bergerak ke arah selatan. Kegiatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL
BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL 2.1. TINJAUAN UMUM Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya dibagi menjadi tiga mendala (propinsi) geologi, yang secara orogen bagian timur berumur lebih tua sedangkan bagian
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografi Regional Secara geografis, Propinsi Jawa Tengah terletak di antara 108 30-111 30 BT dan 5 40-8 30 LS dengan luas wilayah 32.548 km² (25% dari luas Pulau Jawa). Jawa
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 GEOGRAFIS Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak diantara 105 00 00-109 00 00 BT dan 5 50 00-7 50 00 LS. Secara administratif, Jawa Barat di bagian utara berbatasan dengan
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Regional Secara geografis Propinsi Jawa Tengah terletak di antara 108 30-111 30 BT dan 5 40-8 30 LS dengan luas wilayah 32.548 km² (25% dari luas Pulau Jawa). Adapun
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi
4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Penelitian Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi Rembang yang ditunjukan oleh Gambar 2. Gambar 2. Lokasi penelitian masuk dalam Fisiografi
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Pendahuluan Pulau Kalimantan berada di tenggara dari lempeng Eurasia besar. Di sebelah utara berbatasan dengan lempeng semudra Laut Cina Selatan, di timur dibatasi oleh sabuk
Lebih terperinci