BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS"

Transkripsi

1 BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS 4.1 Praproses Citra Praproses dan reduksi citra dilakukan dengan bantuan perangkat lunak IRAF. Praproses citra dimulai dengan pengecekan awal pada kualitas data secara statistik dengan menggunakan task IMSTAT pada IRAF yang meliputi nilai mean, standard deviasi, minimum, dan maksimum count setiap citra. Data dianggap berkualitas jika nilai-nilai tersebut mempunyai kecenderungan yang sama atau seragam untuk seluruh citra dalam satu waktu pengamatan dan dalam filter yang sama. Data statistik terlampir pada Lampiran D. Citra mentah (raw image) yang diperoleh dari suatu pemotretan mengandung banyak sampah yang harus disingkirkan dalam rangka memperoleh citra representatif objek yang diamati (Malasan, 1997). Sampah ini juga berbentuk berkas kosmis dan derau. Selain suatu citra terekam dibentuk oleh cahaya objek, juga mengikutsertakan perbedaan titik nol setiap piksel (bias), kepekaan dan respons terhadap temperatur. Untuk menyingkirkan efek ini dari citra mentah, umumnya astronom mempergunakan citra gelap/dark frame dan citra medan datar/flat field frame. Formulasi matematika yang bertautan dengan kalibrasi citra adalah sebagai berikut Citra bersih = Citra mentah-citra gelap Citra medan datar 4.1 Dari citra tereduksi yang telah diperoleh dilakukan pengolahan data citra sehingga akan didapatkan nilai cacah foton objek yang dan cacah foton langit latar belakang. Kedua nilai tersebut akan digunakan dalam fotometri. Fotometri bukaan adalah salah satu metode pengolahan data citra tereduksi CCD dengan menggunakan tiga buah cincin digital untuk mengukur kecerlangan suatu objek. Cincin pertama yang paling dalam digunakan untuk mengukur kecerlangan total objek sedangkan cincin ke-2 dan ke-3 untuk memperkirakan kecerlangan langit latar belakang. Dapat dilihat pada gambar 4.1 di bawah ini 21

2 adalah contoh citra yang sudah direduksi dengan citra kalibrasi: flat,dark dan bias _v_15s_dark_bersih _v_12s_dark_bersih _v_50s_dark_bersih _v_30s _v_25s_dark_bersih Gambar 4.1 Citra bersih yang diambil tanggal Juli

3 4.2 Reduksi Fotometri Citra yang terkalibrasi tersebut merupakan citra bersih yang kemudian akan dilakukan proses reduksi yang dilakukan dengan paket IRAF/APPHOT. Tujuan akhir dari proses reduksi ini adalah mendapatkan nilai magnitudo instrumen objek pada sistem IRAF. Karena medan citra objek tidak terlalu ramai oleh bintang atau hanya berisi beberapa bintang yang tidak saling berdekatan, maka metode yang dipilih pada paket IRAF/APPHOT adalah teknik fotometri bukaan (aperture photometry). (Irfan dkk, 2003). Prinsip dasar pengukuran kecerlangan bintang pada citra CCD adalah dengan menghitung intensitas pada semua piksel yang mengandung cahaya dari bintang, perkirakan besar intensitas langit latar belakang yang berkontribusi dalam piksel-piksel tersebut menggunakan piksel-piksel terdekat, kemudian kurangkan dengan kontribusi intensitas langit latar belakang tersebut untuk mendapatkan intensitas bersih bintang. Pada teknik fotometri bukaan, penjumlahan intensitas bintang dilakukan dengan membuat sebuah lingkaran dengan pusatnya adalah pusat bintang Penentuan titik pusat bintang Penentuan titik pusat citra pada frame merupakan hal yang mendasar dalam fotometri bukaan. Pada awalnya Penulis melakukan pendeteksian bintang yang akan dihitung melalui penginderaan mata, karena objek yang diamati merupakan objek terang dan tidak berada pada suatu daerah yang crowded. Titik pusat citra dapat ditentukan dengan menjumlahkan intensitas bintang pada suatu piksel dari arah kolom dan baris. Jumlah intensitas dari arah kolom ataupun dari arah baris disebut jumlah marjinal. Jumlah marjinal ini didekati misalnya dengan fungsi satu dimensi, contoh fungsi Gaussian. Maka dilakukan fitting terhadap masing-masing jumlah marjinal sehingga diperoleh perkiraan titik pusat bintang. Titik pusat yang diperoleh digunakan sebagai titik pusat ke-tiga cincin digital yang dipergunakan untuk mendapatkan nilai kecerlangan objek. Penentuan pusat bintang dalam reduksi kali ini adalah secara manual dengan memperkirakan pusat bintang yang mempunyai intensitas paling tinggi, setelah itu dalam langkah penentuan magnitudo bintang, IRAF akan melakukan 23

4 iterasi untuk menentukan pusat bintang yang sebenarnya. Radius bukaan (R) ditentukan dengan memperhatikan ukuran piksel dari CCD, jangan sampai nilai R terlalu besar untuk ukuran piksel yang besar dan terlalu kecil untuk ukuran piksel yang kecil, karena dapat mempengaruhi nilai intensitas bintang Menentukan Intensitas Langit Latar Belakang Cara yang sering dipakai untuk menentukan intensitas langit latar adalah dengan menghitung intensitas di dalam daerah sebuah cincin (annulus) yang berpusat pada bintang. Untuk menghindari bias dari objek maka radius annulus yang lebih dalam jaraknya harus cukup jauh dari bintang. Radius annnulus yang lebih dalam dapat diambil setidaknya 2-5 kali nilai full width at half maximum (FWHM) bintang. (Irfan dkk, 2003) Gambar 4.2 Ilustrasi cincin annulus Menjumlahkan Intensitas Bintang Setelah titik pusat bintang dan nilai kecerlangan langit latar belakang, maka kecerlangan bintang dapat ditentukan. Jika sebuah bintang dalam suatu frame citra telah ditentukan pusatnya, intensitas lingkaran dengan radius R yang di dalamnya memuat seluruh cahaya bintang dapat dihitung dengan menjumlahkan semua intensitas dalam piksel-piksel yang berada pada radius R. I = I ij I ij adalah intensitas intensitas piksel pada posisi (x i, y j ). 24

5 Proses penjumlahan hanya dilakukan dalam daerah cincin objek saja. Hasil dari ketiga tahapan fotometri bukaan menghasilkan nilai total intensitas objek. Nilai total ini disebut count bintang. Count dari bintang yang akan dipergunakan untuk mendapatkan nilai magnitudo dari bintang dengan informasi pendukung yaitu waktu pencahayaan. Count ini yang akan menjadi data masukan dalam analisis yang akan disampaikan pada bab selanjutnya Menentukan Magnitudo Bintang Setelah menentukan intensitas bintang dengan radius R dan intensitas langit latar belakang dalam daerah yang dilingkupi annulus, maka intensitas bersih bintang dengan radius bukaan R dapat ditentukan melalui persamaan : I s = I n pix i sky. I s I = intensitas bersih bintang. = intensitas bintang yang masih mengandung intensitas langit latar. n pix = jumlah piksel dalam radius bukaan. i sky = intensitas langit latar dalam tiap piksel. Dari intensitas tersebut kemudian dapat ditentukan magnitudo bintang atau objek. m = zpt 2.5 log I s. m = magnitudo objek. zpt = nilai bebas sebagai titik nol magnitudo (biasanya antara 23.5 atau 25.0). (Ibrahim, 2001) Galat Penentuan Magnitudo Kesalahan dalam memilih besarnya radius bukaan R dapat memicu adanya bias dalam perhitungan intensitas bintang yang direpresentasikan dalam galat atau deviasi dalam penentuan magnitudo. Asumsikan dalam sebuah radius bukaan R mengandung intensitas bintang I s dalam satuan foton, jika D adalah gain dari CCD dalam satuan elektron per ADU, maka nilai fotoelektronnya (sinyal) adalah I s D. Foton-foton tersebut mengikuti statistik Poisson, maka standard deviasi dengan 25

6 sinyal sebesar I s D foton adalah (I s D) 1/2 foton atau (I s / D) 1/2 dalam satuan ADU. Galat magnitudo dihitung dengan m ± δm = zpt 2.5 log (I s ± σ(i s )) atau s ( ( 2 )) 1/2 s pix sky 1.09 δ m= I D+ n r + i D. ID δm r σ = galat magnitudo. = derau bacaan keluar (readout noise) dalam satuan elektron. = standard deviasi. Prinsip dasar praproses dan reduksi citra tersebut diterapkan dengan bantuan perangkat lunak IRAF/APPHOT yang terintegrasi dalam paket-paket dan task di dalamnya. (Romanishin, 2002) 4.4 Penentuan nilai magnitudo, ekstingsi dan transformasi Penentuan nilai magnitudo Prosedur penentuan nilai magnitudo serta harga galat yang dijabarkan pada software IRAF diatas menggunakan prinsip dasar Pogson. Sementara sejauh ini belum ada software yang mempergunakan prinsip Lupton pada penentuan nilai magnitude beserta errornya. Informasi yang dipergunakan untuk dianalisis adalah nilai intensitas bersih bintang (dalam hal ini fluks), karena pada sistem Pogson maupun Lupton input utama penentuan magnitudo adalah fluks. Pada sistem Pogson nilai magnitudo instrumen diperoleh dengan mensubstitusikan harga fluks ke dalam persamaan 2.2. sementara untuk penentuan nilai galat dapat digunakan persamaan perambatan kesalahan (persamaan 2.5), karena untuk nilai S/N tinggi maka persamaan perambatan kesalahan ini masih dapat digunakan. Hasil akan dilampirkan pada table 4.1. Dalam sistem Lupton (Lupton et al, 1999) nilai magnitudo instrumen dapat diperoleh dengan mempergunakan perumusan pada persamaan 2.6 dan perhitungan galat pada sistem ini dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan 2.7. Namun terdapat sedikit perbedaan penerapan rumus Lupotn pada 26

7 data pengamatan dibandingkan dengan persamaan yang telah ditetapkan. Untuk lebih jelasnya di bawah ini ditampilkan kembali bentuk persamaan Lupton. 1 x μ ( x) a sinh + ln b b Pada persamaan diatas, nilai fluks yang dipergunakan adalah nilai fluks f yang ternormalisasi. Telah beberapa kali disebutkan mengenai x sebagai f 0 fluks ternormalisasi yang menjadi argumen bagi skala asinh magnitudo. Namun di dalam aktivitas pengamatan serta pengolahan data kita lebih banyak menggunakan istilah fluks yang teramati, fluks yang teramati bukanlah nilai fluks yang ternormalisir. Dalam pengertian tersebut maka kita perlu sedikit mengubah skala asinh magnitudo menjadi sebuah fungsi dibantu dengan pengertian b 0 ' = f b dan σ ' = f 0σ maka penghitungan dalam memperoleh konstanta b dalam magnitudo Lupton dapat digantikan dengan b' = 1, 042 σ '. 4.2 σ ' adalah nilai standard deviasi dari fluks pengamatan. Hasil perhitungan dilampirkan pada tabel 4.2. Setelah itu, nilai magnitudo dapat dihitung dengan mengaplikasikan persamaan -1 μ = -2.5 log ' - sinh ( / 2 ') 4.3 obs b a f b f adalah nilai fluks pengamatan. Untuk galat dari magnitudo kita gunakan persamaan Var( μ) = σ ' 2 f 2 a + b' f adalah harga fluks pengamatan. Nilai magnitudo instrumen yang diperoleh dari perhitungan kedua sistem magnitudo adalah sebagai berikut: 27

8 1. Sistem Lupton Tabel 4.1 Magnitudo instrumen Lupton Citra Bintang Fluks Magnitudo σ FILTER B SAO121741_B_ SAO121741_B_ SAO121741_B_ SAO121741_B_ SAO121741_B_ SAO121741_B_ SAO140680_b SAO120602_b SAO122594_b SAO122752_b SAO121093_b Rejected FILTER V SAO121741_V_ SAO121741_V_ SAO121741_V_ SAO121741_V_ SAO121741_V_ SAO121741_V_ SAO140680_v SAO120602_v SAO122594_v SAO122752_v SAO121093_v Rejected 28

9 2. Sistem Pogson Tabel 4.2 Magnitudo instrumen Lupton Citra Bintang fluks Magnitudo σ FILTER B SAO121741_B_ SAO121741_B_ SAO121741_B_ SAO121741_B_ SAO121741_B_ SAO121741_B_ SAO140680_b SAO120602_b SAO122594_b SAO122752_b SAO121093_b Rejected FILTER V SAO121741_V_ SAO121741_V_ SAO121741_V_ SAO121741_V_ SAO121741_V_ SAO121741_V_ SAO140680_v SAO120602_v SAO122594_v SAO122752_v SAO121093_v Rejected σ adalah nilai galat magnitudo. 29

10 4.4.2 Penentuan Koefisien ekstingsi Selanjutnya pada nilai magnitudo instrumen yang diperoleh pada poin tersebut harus dilakukan koreksi terhadap air mass. Dengan kondisi polusi cahaya yang terjadi di Observatorium Bosscha, dan juga kemampuan teleskop untuk mencapai objek langit yang cukup rendah, maka pengamatan dibatasi untuk rentang jarak zenith Koreksi atmosfer dan magnitudo instrumen (Kaitchuck, 1982) dapat dihitung melalui persamaan m λ o = m k sec z 4.5 inst ' λ Secara umum untuk jarak zenith antara -60 o sampai dengan 60 o maka model atmosfer diambil berbentuk plan paralel. Air mass(x) dapat didekati dengan X = sec z 4.6 Sedangkan untuk jarak zenith > -60 o atau jarak zenith >60 o maka model atmosfer berbentuk plan parallel tidak dapat digunakan sehingga persamaan untuk menghitung air mass (X) didekati dengan bentuk polynomial : ( sec z 1) ( sec z 1) ( sec 1) 3 X = sec z z Pendekatan polynomial yang digunakan pada persamaan adalah berdasar kepada data yang dikumpulkan oleh Bempored (Hardie, 1904). Pada penentuan pengaruh ekstingsi ini digunakan 5 titik bintang dari SAO Selanjutnya akan disebut sebagai bintang ekstingsi. Pada pengamatan sebenarnya diperoleh 6 titik data bintang ekstingsi namun melihat besarnya pengaruh air mass pada titik data bintang yang ke enam. Penulis memutuskan untuk tidak mengikut-sertakan bintang tersebut penghitungan ekstingsi. Posisi bintang SAO121741_05 telah melampaui batas jarak zenith yang diharapkan (berada pada z~70 ) sehingga pengaruh polusi cahaya yang cukup tinggi di Observatorium Bosscha tidak dapat ditoleransi lagi. Di bawah ini diberikan tabel data bintang ekstingsi yang digunakan. 30

11 1. Untuk sistem Pogson Tabel 4.3 Data Bintang Ekstingsi melalui Perhitungan Pogson FILTER B FILTER V Citra Bintang m inst X median σ minstr σ Xmedian SAO121741_B_ SAO121741_B_ SAO121741_B_ SAO121741_B_ SAO121741_B_ SAO121741_B_ SAO121741_V_ SAO121741_V_ SAO121741_V_ SAO121741_V_ SAO121741_V_ SAO121741_V_ Untuk sistem Lupton Tabel 4.4 Data Bintang Ekstingsi melalui Perhitungan Lupton FILTER B FILTER V Citra Bintang m inst X median σ minstr σ Xmedian SAO121741_B_ SAO121741_B_ SAO121741_B_ SAO121741_B_ SAO121741_B_ SAO121741_B_ SAO121741_V_ SAO121741_V_ SAO121741_V_ SAO121741_V_ SAO121741_V_ SAO121741_V_ Dengan menggunakan metode Linear Least Square, maka dapat diperoleh nilai koefisien ekstingsi untuk setiap filter, dan juga untuk setiap skala pengukuran. Dalam table 4.4 selain tertera data bintang ekstingsi juga tertera informasi- 31

12 informasi yang dibutuhkan dalam penghitungan koefisien ekstingsi, yaitu X median atau air mass median yang merupakan nilai air mass dari 5 frame citra yang diperoleh dari sekali pengambilan. Selain itu juga dicantumkan σ minstr yang merupakan galat dari magnitudo instrumen. Galat instrumen merupakan akumulasi galat perhitungan yang dilakukan. Galat ini diperoleh dengan menggunakan persamaan perambatan kesalahan. (Lampiran A Perambatan Kesalahan). Koefisien ekstingsi ditentukan dengan menggunakan metode yang tertulis pada lampiran ekstingsi atmosfer. Diperoleh nilai ekstingsi sebagai berikut Tabel 4.5 Perbandingan nilai ekstingsi Dari kedua Skala Magnitudo, Pogson dan Lupton Pogson Lupton Koefisien Ekstingsi B ± ± Konstanta Ekstingsi B ± ± Koefisien Ekstingsi V ± ± Konstanta Ekstingsi V ± ± Gambar 4.4 di bawah ini adalah kurva ekstingsi yang diperoleh dengan nilai magnitudo yang diperoleh melalui penghitungan menggunakan sistem magnitudo Pogson pada B dan V. Plotting dilakukan dengan menggunakan software Mathematica

13 mvo = mλ v ( ± )X mbo = mλ b ( ± )X Gambar 4.3 Kurva ekstingsi Pogson pada filter B (bawah) dan filter V (atas) 33

14 Dan kurva ekstingsi Lupton dapat dilihat pada gambar di bawah ini mbo = mλ b ( ± )X mbo = m λ b ( ± ) X Gambar 4.4 Kurva ekstingsi Lupton pada filter B (bawah) dan filter V (atas) 34

15 4.4.3 Penentuan Koefisien Transformasi Kalibrasi nilai magnitudo dilakukan dengan memasukkan nilai magnitudo instrumen dan nilai koefisien ekstingsi yang diperoleh sehingga kemudian didapatkan nilai magnitudo yang sudah dikoreksi terhadap ekstingsi (m vo dan m bo ). Prosedur yang telah dilakukan adalah mengeliminasi pengaruh dari ekstingsi. Pekerjaan yang dilakukan adalah mengamati bintang-bintang standar di sekitar meridian secara acak dari berbagai air mass yang berbeda dengan rentang air mass antara Bintang-bintang standar yang digunakan diambil dari Katalog Landolt (1983). Untuk menentukan koefisien transformasi dan zero point ( β C λ dan γ λ ) maka dilakukan plot antara (V-m vo ) terhadap (B-V). Plot dapat dilihat pada gambar 4.6 dan gambar 4.7. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan metode Linear Least Square. Kemiringan grafik mewakili nilai koefisien trasformasi magnitudo, sementara perpotongan grafik dengan sumbu tegak dikatakan mewakili nilai zero point. Merujuk pada persamaan yang dibreikan pada Bab II, maka koefisien transformasi dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan V mvo = β ( B V ) λ γ λ Sementara untuk menentukan persamaan transformasi warna dapat diperoleh melalui persamaan 1 ζ bv ( B V ) ( b v) o = (1 )( b v) o + μ μ 4.7 dan ( B V) = μ( b v) o+ ζ bv Pada hari pengamatan diamati 6 bintang standar, termasuk salah satunya adalah bintang ekstingsi, yang berada di sekitar horizon. Dan diperoleh 11 titik data yang diharapkan dapat mewakili kondisi langit. Hanya saja ternyata kondisi langit pada saat itu kurang stabil meski dapat dikatakan cukup fotometrik. Pada penentuan koefisien transformasi ini hanya digunakan 5 titik data saja. Hal ini disebabkan karena ternyata salah satu bintang merupakan bintang ganda (SAO120602), dan salah satu bintang lainnya ternyata memiliki hasil pemotretan 35

16 yang baik (SAO121093), karena pada saat pengambilan data terhalang pohon yang ada di bagian selatan Teleskop GOTO. Data-data bintang yang dijadikan bintang transformasi adalah sebagai berikut 1. Untuk sistem Pogson Tabel 4.6 Data untuk memperoleh persamaan transformasi mempergunakan magnitudo Pogson CITRA (B-V) (V-m vo ) σ v (B-V)-(m bo -m vo ) σ bv SAO121741_ SAO121741_ SAO SAO SAO Untuk sistem Lupton Tabel 4.7 Data untuk memperoleh persamaan transformasi mempergunakan magnitudo Lupton CITRA (B-V) (V-m vo ) σ v (B-V)-(m bo -m vo ) σ bv SAO121741_ SAO121741_ SAO SAO SAO Dari data pada tabel diatas diperoleh nilai koefisien transformasi dan nilai zero point masing-masing untuk persamaan transformasi warna dan trasformasi magnitudo. 36

17 Tabel 4.8 Perbandingan nilai koefisien transformasi Pogson dan Lupton Pogson Lupton Koefisien transformasi warna ± ± Zero Point (transformasi warna) ± ± Koefisien transformasi magnitudo ± ± Zero Point (transformasi magnitudo) ± ± Kurva transformasi yang diperoleh dengan input magnitudo yang diperoleh dari penghitungan menggunakan skala Pogson, adalah sebagai berikut V m = ( B V) vo 37

18 ( B V) = ( b v) o Gambar 4.5 Kurva Transformasi warna Pogson (bawah) dan transformasi magnitudo Pogson (atas) Dan kurva yang diperoleh dari input magnitudo yang dihitung menggunakan skala Lupton dapat dilihat pada grafik dibawah ini V m = ( B V) vo 38

19 ( B V) = ( b v) o Gambar 4.6 Kurva Transformasi warna dan transformasi magnitudo Lupton Untuk memeriksa kualitas persamaan transfromasi yang diperoleh, maka dilakukan perbandingan nilai magnitudo dan indeks warna objek yang diperoleh melalui perhitungan dengan nilai magnitudo dan indeks warna katalog. Tabel 4.9 Perbandingan nilai magnitudo V standar CITRA V- Katalog V- Pogson σ pogson V- Lupton σ Lupton SAO121741_ SAO121741_ SAO121741_ SAO121741_ SAO121741_ SAO121741_ SAO SAO SAO SAO

20 Pada data hasil transformasi di atas, diperoleh nilai magnitudo yang telah dipetakan dengan persamaan transformasi yang dimiliki pada masing-masing sistem magnitudo. Dapat dilihat berapa besar simpangan antara hasil analisis dengan hasil katalog. Salah satunya akan dibahas pada bab selanjutnya. 40

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Fotometri dalam astronomi pertama kali diperkenalkan berdasarkan sensitivitas mata. Dengan mengandalkan kepekaan mata maka manusia mengukur dan membandingkan kecerlangan cahaya

Lebih terperinci

BAB III PENGAMATAN FOTOMETRI CCD

BAB III PENGAMATAN FOTOMETRI CCD BAB III PENGAMATAN FOTOMETRI CCD Salah satu proyek yang bertujuan untuk mencari obyek-obyek langit sinyal yang lemah adalah proyek survey The Sloan Digital Sky Survey (SDSS). Proyek ini adalah sebuah proyek

Lebih terperinci

FOTOMETRI STANDAR SISTEM MAGNITUDO BARU LUPTITUDO RETNO PUJIJAYANTI NIM :

FOTOMETRI STANDAR SISTEM MAGNITUDO BARU LUPTITUDO RETNO PUJIJAYANTI NIM : FOTOMETRI STANDAR SISTEM MAGNITUDO BARU LUPTITUDO TUGAS AKHIR Diajukan sebagai syarat kelulusan Strata-1 Departemen Astronomi Institut Teknologi Bandung Oleh RETNO PUJIJAYANTI NIM : 10302002 Program Studi

Lebih terperinci

UJI IN-SITU KAMERA CCD ST-237 ADVANCE DAN KINERJA ASTRONOMI SISTEM FOTOMETRI BVR JOHNSON

UJI IN-SITU KAMERA CCD ST-237 ADVANCE DAN KINERJA ASTRONOMI SISTEM FOTOMETRI BVR JOHNSON UJI IN-SITU KAMERA CCD ST-237 ADVANCE DAN KINERJA ASTRONOMI SISTEM FOTOMETRI BVR JOHNSON Oleh: Lina Aviyanti dan Judhistira Aria Utama Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1. Metode Penelitian Penelitian menggunakan metode deskriptif melalui pendekatan kuantitatif. Fenomena yang ada merupakan fenomena alam berupa kumpulan bintang-bintang dalam gugus

Lebih terperinci

Bab IV Spektroskopi. IV Obyek Pengamatan. Bintang program: Nama : RS Gru (HD ) α 2000 : 21 h m δ 2000

Bab IV Spektroskopi. IV Obyek Pengamatan. Bintang program: Nama : RS Gru (HD ) α 2000 : 21 h m δ 2000 Bab IV Spektroskopi Pengamatan spektroskopi variabel delta Scuti biasanya dimaksudkan untuk mendeteksi komponen non-radial dari pulsasi. Hal ini membutuhkan resolusi kisi yang tinggi demi dapat mendeteksi

Lebih terperinci

DATA DIGITAL BENDA LANGIT

DATA DIGITAL BENDA LANGIT DATA DIGITAL BENDA LANGIT Chatief Kunjaya KK Astronomi, ITB KOMPETENSI DASAR XII.3.8 Memahami efek fotolistrik dan sinar X dalam kehidupan sehari-hari XII.3.9 Memahami transmisi dan penyimpanan data dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah 27 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah metode observasi dengan cara melakukan pengambilan data bintang ganda visual yang

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//www.lapan.go.id

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//www.lapan.go.id Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//www.lapan.go.id MODEL BINTANG GANDA GERHANA ES LIBRAE DARI PENGAMATAN FOTOMETRI CCD (ES LIBRAE ECLIPSING BINARY MODEL FROM CCD PHOTOMETRIC OBSERVATION)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah interaksi gravitasi bersama dan berasal dari suatu awan gas yang sama

BAB I PENDAHULUAN. bawah interaksi gravitasi bersama dan berasal dari suatu awan gas yang sama BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gugus bintang (stellar cluster) adalah suatu kelompok bintang yang berada di bawah interaksi gravitasi bersama dan berasal dari suatu awan gas yang sama yang menjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Analisis regresi adalah suatu metode analisis data yang menggambarkan

TINJAUAN PUSTAKA. Analisis regresi adalah suatu metode analisis data yang menggambarkan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Regresi Analisis regresi adalah suatu metode analisis data yang menggambarkan hubungan fungsional antara variabel respon dengan satu atau beberapa variabel prediktor.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ada beberapa cara yang telah dilakukan, antara lain : akan digunakan untuk melakukan pengolahan citra.

BAB III METODE PENELITIAN. ada beberapa cara yang telah dilakukan, antara lain : akan digunakan untuk melakukan pengolahan citra. BAB III METODE PENELITIAN Untuk pengumpulan data yang diperlukan dalam melaksanakan tugas akhir, ada beberapa cara yang telah dilakukan, antara lain : 1. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan berupa pencarian

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Hak Cipta Dilindungi Undang-undang SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2015 ASTRONOMI RONDE ANALISIS DATA Waktu: 240 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH

Lebih terperinci

FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682)

FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682) FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682) Fajar Ramadhan 1, Rhorom Priyatikanto 2, Judhistira Aria Utama 1 1 Departemen Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

FOTOMETRI PLEIADES MENGGUNAKAN KAMERA DSLR

FOTOMETRI PLEIADES MENGGUNAKAN KAMERA DSLR FOTOMETRI PLEIADES MENGGUNAKAN KAMERA DSLR Iman Firmansyah 1,*), Rhorom Priyatikanto 2, Judhistira Aria Utama 1 1 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Dr. Setiabudhi

Lebih terperinci

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002) BAB III METODA 3.1 Penginderaan Jauh Pertanian Pada penginderaan jauh pertanian, total intensitas yang diterima sensor radar (radar backscattering) merupakan energi elektromagnetik yang terpantul dari

Lebih terperinci

BAB 2 HEMISPHERIC STRUCTURE OF HIDDEN LAYER NEURAL NETWORK, PCA, DAN JENIS NOISE Hemispheric structure of hidden layer neural network

BAB 2 HEMISPHERIC STRUCTURE OF HIDDEN LAYER NEURAL NETWORK, PCA, DAN JENIS NOISE Hemispheric structure of hidden layer neural network BAB 2 HEMISPHERIC STRUCTURE OF HIDDEN LAYER NEURAL NETWORK, PCA, DAN JENIS NOISE Bab ini akan menjelaskan tentang Hemispheric Structure Of Hidden Layer Neural Network (HSHL-NN), Principal Component Analysis

Lebih terperinci

III HASIL DAN PEMBAHASAN

III HASIL DAN PEMBAHASAN 7 III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Perumusan Model Pada bagian ini akan dirumuskan model pertumbuhan ekonomi yang mengoptimalkan utilitas dari konsumen dengan asumsi: 1. Terdapat tiga sektor dalam perekonomian:

Lebih terperinci

PENGUKURAN MAGNITUDO SEMU PLANET VENUS FASE QUARTER MENGGUNAKAN SOFTWARE

PENGUKURAN MAGNITUDO SEMU PLANET VENUS FASE QUARTER MENGGUNAKAN SOFTWARE PENGUKURAN MAGNITUDO SEMU PLANET VENUS FASE QUARTER MENGGUNAKAN SOFTWARE IRIS VERSI 5.59 DI LABORATORIUM ASTRONOMI UNIVERSITAS NEGERI MALANG PADA BULAN APRIL 2014 Cicik Canggih Dwi Tyonila 1, Sutrisno

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Hak Cipta Dilindungi Undang-undang SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2015 ASTRONOMI SOLUSI ANALISIS DATA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Fisika FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember 2)

Jurusan Teknik Fisika FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember 2) IDENTIFIKASI SPEKTRUM INTRINSIK BINTANG TUNGGAL DENGAN MENGGUNAKAN FUNGSI SEBARAN GARIS DSS-7 (Deep Space Spectrograph) DI OBSERVATORIUM BOSSCHA ITB Andreas Liudi Mulyo 1), Dr. Hakim L. Malasan 2), Dr.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra merupakan salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun sering

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya, dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap titik merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Prinsip Kerja Sistem Prinsip kerja sistem diawali dengan pembacaan citra rusak dan citra tidak rusak yang telah terpilih dan dikumpulkan pada folder tertentu.

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL 2.1 Citra Secara harafiah, citra adalah representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi pada bidang dari suatu objek. Ditinjau dari sudut pandang matematis,

Lebih terperinci

DISTRIBUSI NORMAL. Pertemuan 3. 1 Pertemuan 3_Statistik Inferensial

DISTRIBUSI NORMAL. Pertemuan 3. 1 Pertemuan 3_Statistik Inferensial DISTRIBUSI NORMAL Pertemuan 3 1 Pertemuan 3_Statistik Inferensial Distribusi Normal Pertama kali diperkenalkan oleh Abraham de Moivre (1733). De Moivre menemukan persamaan matematika untuk kurva normal

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 18 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Penelitian Sistem pengenalan roda kendaraan pada penelitian ini tampak pada Gambar 10, secara garis besar dapat dibagi menjadi dua tahapan utama yaitu, tahapan pelatihan

Lebih terperinci

FOTOMETRI OBJEK LANGIT

FOTOMETRI OBJEK LANGIT FOTOMETRI OBJEK LANGIT Kecerahan Cahaya Bintang: * Semu (apparent) * Mutlak (absolute) * Bolometrik Warna Bintang Kompetensi Dasar: Memahami konsep dasar astrofisika Judhistira Aria Utama, M.Si. Lab. Bumi

Lebih terperinci

Bab 2 Metode Pendeteksian Planet Luar-surya

Bab 2 Metode Pendeteksian Planet Luar-surya Bab 2 Metode Pendeteksian Planet Luar-surya Mendeteksi sebuah planet di bintang lain sangat sulit. Cahaya bintang terlalu terang sehingga kalaupun terdapat planet di bintang tersebut, kontras cahaya antara

Lebih terperinci

BAB VI DISTRIBUSI PROBABILITAS MENERUS

BAB VI DISTRIBUSI PROBABILITAS MENERUS BAB VI DISTRIBUSI ROBABILITAS MENERUS 6. Distribusi Uniform (seragam) Menerus Distribusi seragam menerus merupakan distribusi yang paling sederhana. Karaketristik distribusi ini adalah fungsi kepadatannya

Lebih terperinci

JAWABAN DAN PEMBAHASAN

JAWABAN DAN PEMBAHASAN JAWABAN DAN PEMBAHASAN 1. Dalam perjalanan menuju Bulan seorang astronot mengamati diameter Bulan yang besarnya 3.500 kilometer dalam cakupan sudut 6 0. Berapakah jarak Bulan saat itu? A. 23.392 km B.

Lebih terperinci

KATA KUNCI : MAGNITUDO, BINTANG CIRIUS, IRIS. I. PENDAHULUAN. ANNISA PERMATASARI 1, SUTRISNO 2, BURHAN INDRIAWAN 3 1

KATA KUNCI : MAGNITUDO, BINTANG CIRIUS, IRIS. I. PENDAHULUAN. ANNISA PERMATASARI 1, SUTRISNO 2, BURHAN INDRIAWAN 3 1 KATA KUNCI : AGNITUDO, BINTANG CIRIUS, IRIS. I. PENDAHULUAN. ANNISA PERATASARI 1, SUTRISNO, BURHAN INDRIAWAN 3 1 PENENTUAN AGNITUDO UTLAK BINTANG CIRIUS DENGAN ENGGUNAKAN TELESKOP CELESTRON 000 DI LABORATORIU

Lebih terperinci

Oleh : Chatief Kunjaya. KK Astronomi, ITB

Oleh : Chatief Kunjaya. KK Astronomi, ITB Oleh : Chatief Kunjaya KK Astronomi, ITB Kompetensi Dasar XI.3.10 Menganalisis gejala dan ciri-ciri gelombang secara umum XII.3.1 Menerapkan konsep dan prinsip gelombang bunyi dan cahaya dalam teknologi

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN METODE VEKTOR MEDIAN FILTERING DAN ADAPTIVE MEDIAN FILTER UNTUK PERBAIKAN CITRA DIGITAL

ANALISA PERBANDINGAN METODE VEKTOR MEDIAN FILTERING DAN ADAPTIVE MEDIAN FILTER UNTUK PERBAIKAN CITRA DIGITAL ANALISA PERBANDINGAN METODE VEKTOR MEDIAN FILTERING DAN ADAPTIVE MEDIAN FILTER UNTUK PERBAIKAN CITRA DIGITAL Nur hajizah (13111171) Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika STMIK Budidarma Medan Jl.

Lebih terperinci

DISTRIBUSI NORMAL. Pertemuan 3. Distribusi Normal_M. Jainuri, M.Pd 1

DISTRIBUSI NORMAL. Pertemuan 3. Distribusi Normal_M. Jainuri, M.Pd 1 DISTRIBUSI NORMAL Pertemuan 3 1 Distribusi Normal Pertama kali diperkenalkan oleh Abraham de Moivre (1733). De Moivre menemukan persamaan matematika untuk kurva normal yang menjadi dasar dalam banyak teori

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESKRIPSI ALAT Perhitungan benih ikan dengan image processing didasarkan pada luas citra benih ikan. Pengambilan citra menggunakan sebuah alat berupa wadah yang terdapat kamera

Lebih terperinci

Gosong Semak Daun. P. Karya. P. Panggang. Gambar 2.1 Daerah penelitian.

Gosong Semak Daun. P. Karya. P. Panggang. Gambar 2.1 Daerah penelitian. BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Daerah Penelitian Daerah penelitian adalah Pulau Semak Daun (Gambar 2.1) yang terletak di utara Jakarta dalam gugusan Kepulauan Seribu. Pulau Semak Daun adalah pulau yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2. Pengertian Citra Citra (image) atau istilah lain untuk gambar sebagai salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun

Lebih terperinci

BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK

BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK A. Pendahuluan Latar Belakang Perhitungan posisi tiga dimensi sebuah obyek menggunakan citra stereo telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kumpulan Rasi Bintang (Sumber:

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kumpulan Rasi Bintang (Sumber: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sejak masa lampau bintang-bintang telah menjadi bagian dari kebudayaan manusia. Banyak kebudayaan masa lampau yang menjadikan bintang-bintang sebagai patokan dalam kegiatan

Lebih terperinci

6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA. Pendahuluan

6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA. Pendahuluan 6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA Pendahuluan Praktek pengendalian gulma yang biasa dilakukan pada pertanian tanaman pangan adalah pengendalian praolah dan pascatumbuh. Aplikasi kegiatan Praolah dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Regresi Linier Sederhana Dalam beberapa masalah terdapat dua atau lebih variabel yang hubungannya tidak dapat dipisahkan karena perubahan nilai suatu variabel tidak selalu terjadi

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian Perangkat Lunak Dalam mengetahui perangkat lunak yang dibuat bisa sesuai dengan metode yang dipakai maka dilakukan pengujian terhadap masin-masing komponen perangkat.

Lebih terperinci

Bintang Ganda DND-2006

Bintang Ganda DND-2006 Bintang Ganda Bintang ganda (double stars) adalah dua buah bintang yang terikat satu sama lain oleh gaya tarik gravitasi antar kedua bintang tersebut. Apabila sistem bintang ini lebih dari dua, maka disebut

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Ditorsi radial jarak radial (r)

BAB IV ANALISIS. Ditorsi radial jarak radial (r) BAB IV ANALISIS 4.1. Analisis Kalibrasi Kamera Analisis kalibrasi kamera didasarkan dari hasil percobaan di laboratorium dan hasil percobaan di lapangan. 4.1.1. Laboratorium Dalam penelitian ini telah

Lebih terperinci

Ronde Analisis Data. P (φ) = P 0 + P t cos φ dengan P t = 2πP 0r cp B

Ronde Analisis Data. P (φ) = P 0 + P t cos φ dengan P t = 2πP 0r cp B Halaman 1 dari 6 (D1) Binary Pulsar Dalam pencarian sistematis selama beberapa dekade, astronom telah menemukan sejumlah besar milisecond pulsar (periode rotasi < 10 ms). Sebagian besar pulsar ini ditemukan

Lebih terperinci

SIFAT BINTANG. Astronomi. Ilmu paling tua. Zodiac of Denderah

SIFAT BINTANG. Astronomi. Ilmu paling tua. Zodiac of Denderah PERTEMUAN KE 2 Ide Dasar: Matahari dan bintang-bintang menggunakan reaksi nuklir fusi untuk mengubah materi menjadi energi. Bintang padam Ketika bahan bakar nuklirnya habis. SIFAT BINTANG Astronomi Ilmu

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: bintang variabe jenis δ Scuti beramplitudo tinggi, RS Gru, fotometri, spektroskopi.

ABSTRAK. Kata kunci: bintang variabe jenis δ Scuti beramplitudo tinggi, RS Gru, fotometri, spektroskopi. ABSTRAK Bintang variabel jenis δ Scuti adalah bintang variabel berdenyut dengan kelas spektrum A0 F5 III V dengan amplitudo 0,003-0,9 magnitudo dan periode 0,01 0,2 hari. Umumnya δ Scuti memiliki amplitudo

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS FAKTOR. berfungsi untuk mereduksi dimensi data dengan cara menyatakan variabel asal

BAB III ANALISIS FAKTOR. berfungsi untuk mereduksi dimensi data dengan cara menyatakan variabel asal BAB III ANALISIS FAKTOR 3.1 Definisi Analisis faktor Analisis faktor adalah suatu teknik analisis statistika multivariat yang berfungsi untuk mereduksi dimensi data dengan cara menyatakan variabel asal

Lebih terperinci

BAB III MODEL REGRESI DATA PANEL. Pada bab ini akan dikemukakan dua pendekatan dari model regresi data

BAB III MODEL REGRESI DATA PANEL. Pada bab ini akan dikemukakan dua pendekatan dari model regresi data BAB III MODEL REGRESI DATA PANEL Pada bab ini akan dikemukakan dua pendekatan dari model regresi data panel, yaitu pendekatan fixed effect dan pendekatan random effect yang merupakan ide pokok dari tugas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini penggunaan sebuah citra sangat meningkat untuk digunakan pada berbagai kebutuhan. Hal ini dikarenakan banyak sekali kelebihan yang ada pada citra digital

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Observatorium Bosscha, Fakultas Matematika dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Observatorium Bosscha, Fakultas Matematika dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Lokasi dan Waktu Penelitian III.1.1 Lokasi penelitian Penelitian dilakukan di Observatorium Bosscha, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB ΙΙ LANDASAN TEORI

BAB ΙΙ LANDASAN TEORI 7 BAB ΙΙ LANDASAN TEORI Berubahnya nilai suatu variabel tidak selalu terjadi dengan sendirinya, bisa saja berubahnya nilai suatu variabel disebabkan oleh adanya perubahan nilai pada variabel lain yang

Lebih terperinci

Bab IV Kalibrasi dan Pengujian

Bab IV Kalibrasi dan Pengujian Bab IV Kalibrasi dan Pengujian 4.1 Kalibrasi Rumus untuk mencari jarak yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya mempunyai dua konstanta yang perlu dicari nilainya, yaitu jarak antara kamera dengan

Lebih terperinci

FOTOMETRI BINT N ANG

FOTOMETRI BINT N ANG FOTOMETRI BINTANG Fotometri Bintang Keadaan fisis bintang dapat ditelaah baik dari spektrumnya maupun dari kuat cahayanya. Pengukuran kuat cahaya bintang ini disebut juga fotometri bintang. Terang Bintang

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Koreksi Geometrik Langkah awal yang harus dilakukan pada penelitian ini adalah melakukan koreksi geometrik pada citra Radarsat. Hal ini perlu dilakukan karena citra tersebut

Lebih terperinci

Image Restoration. Aditya Wikan Mahastama

Image Restoration. Aditya Wikan Mahastama Image Restoration Aditya Wikan Mahastama Image Restoration Image restoration: usaha-usaha untuk memulihkan citra yang mengalami degradasi. Contoh degradasi diantaranya: blur (gambar( tidak jelas) karena

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Model Migrasi Secara umum persamaan model skedul migrasi model penuh yang dikemukakan oleh Rogers (1978) dapat digambarkan menjadi sebuah grafik yang diberikan

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Iris mata merupakan salah satu organ internal yang dapat di lihat dari luar. Selaput ini berbentuk cincin yang mengelilingi pupil dan memberikan pola warna pada mata

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PELUANG KONTINYU DISTRIBUSI PROBABILITAS

DISTRIBUSI PELUANG KONTINYU DISTRIBUSI PROBABILITAS DISTRIBUSI PROBABILITAS Berbeda dengan variabel random diskrit, sebuah variabel random kontinyu adalah variabel yang dapat mencakup nilai pecahan maupun mencakup range/ rentang nilai tertentu. Karena terdapat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Batimetri 4.1.1. Pemilihan Model Dugaan Dengan Nilai Digital Asli Citra hasil transformasi pada Gambar 7 menunjukkan nilai reflektansi hasil transformasi ln (V-V S

Lebih terperinci

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1), S.Kom, M.Comp.Sc Tujuan Memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai berbagai teknik perbaikan citra pada domain spasial, antara lain : Transformasi

Lebih terperinci

Pendekatan Statistik Pada Domain Spasial dan Frekuensi untuk Mengetahui Tampilan Citra Yustina Retno Wahyu Utami 1)

Pendekatan Statistik Pada Domain Spasial dan Frekuensi untuk Mengetahui Tampilan Citra Yustina Retno Wahyu Utami 1) ISSN : 1693 1173 Pendekatan Statistik Pada Domain Spasial dan Frekuensi untuk Mengetahui Tampilan Citra Yustina Retno Wahyu Utami 1) Abstrak Mean, standard deviasi dan skewness dari citra domain spasial

Lebih terperinci

MKB Teknik Pengolahan Citra Operasi Ketetanggaan Piksel pada Domain Frekuensi. Genap 2016/2017

MKB Teknik Pengolahan Citra Operasi Ketetanggaan Piksel pada Domain Frekuensi. Genap 2016/2017 MKB3383 - Teknik Pengolahan Citra Operasi Ketetanggaan Piksel pada Domain Frekuensi Genap 2016/2017 Outline Pengertian Konvolusi Pengertian Frekuensi Filter Lolos-Rendah (Lowpass Filter) Filter Lolos-Tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pengolahan citra (image processing) telah banyak dipakai di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pengolahan citra (image processing) telah banyak dipakai di berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Citra (image) adalah bidang dalam dwimatra (dua dimensi) (Munir, 2004). Sebagai salah satu komponen multimedia, citra memegang peranan sangat penting sebagai

Lebih terperinci

Tanggapan Frekuensi Pendahuluan

Tanggapan Frekuensi Pendahuluan Tanggapan Frekuensi 46 3 Tanggapan Frekuensi 3.. Pendahuluan Dalam bab 3, kita telah membahas karakteritik suatu sistem dalam lingkup waktu dengan masukan-masukan berupa fungsi step, fungsi ramp, fungsi

Lebih terperinci

1.8 Jadwal Pelaksanaan

1.8 Jadwal Pelaksanaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangun geometri 2 dimensi adalah sebuah bidang datar yang dibatasi oleh garis-garis dan dimana titik ujung setiap garis terhubung dengan garis yang lain minimal tiga

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KINERJA METODE MEDIAN FILTER DAN MIDPOINT FILTER UNTUK MEREDUKSI NOISE PADA CITRA DIGITAL ABSTRAK

PERBANDINGAN KINERJA METODE MEDIAN FILTER DAN MIDPOINT FILTER UNTUK MEREDUKSI NOISE PADA CITRA DIGITAL ABSTRAK PERBANDINGAN KINERJA METODE MEDIAN FILTER DAN MIDPOINT FILTER UNTUK MEREDUKSI NOISE PADA CITRA DIGITAL Okada Arle Sandi, T. Sutojo, S.Si, M.Kom Teknik Informatika S1 Fakultas Ilmu Komputer Universitas

Lebih terperinci

Analisis Komponen Utama (Principal component analysis)

Analisis Komponen Utama (Principal component analysis) Analisis Komponen Utama (Principal component analysis) A. LANDASAN TEORI Misalkan χ merupakan matriks berukuran nxp, dengan baris-baris yang berisi observasi sebanyak n dari p-variat variabel acak X. Analisis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 35 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Implementasi GUI GUI diimplementasikan sesuai dengan program pengolah citra dan klasifikasi pada tahap sebelumya. GUI bertujuan untuk memudahkan pengguna mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pemotong an Suara. Convert. .mp3 to.wav Audacity. Audacity. Gambar 3.1 Blok Diagram Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Pemotong an Suara. Convert. .mp3 to.wav Audacity. Audacity. Gambar 3.1 Blok Diagram Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Model Penelitian Penelitian yang dilakukan dapat dijelaskan melalui blok diagram seperti yang terlihat pada Gambar 3.1. Suara Burung Burung Kacer Burung Kenari Pengambil an

Lebih terperinci

DISTRIBUSI SAMPLING besar

DISTRIBUSI SAMPLING besar DISTRIBUSI SAMPLING besar Distribusi Sampling Sampling = pendataan sebagian anggota populasi = penarikan contoh / pengambilan sampel Sampel yang baik Sampel yang representatif, yaitu diperoleh dengan memperhatikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Model Regresi Linier Ganda

TINJAUAN PUSTAKA. Model Regresi Linier Ganda TINJAUAN PUSTAKA Model Regresi Linier Ganda Hubungan antara y dan X dalam model regresi linier umum adalah y = X ß + e () dengan y merupakan vektor pengamatan pada peubah respon (peubah tak bebas) berukuran

Lebih terperinci

BAB VIII LEAST-SQUARES FITTING

BAB VIII LEAST-SQUARES FITTING Deskripsi: BAB VIII LEAST-SQUARES FITTING Pada bab ini akan dibahas mengenai analisis statistik dari beberapa hasil pengukuran pada satu kuantitas tunggal dengan menggunakan grafik kurva y vs x. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. level, model regresi tiga level, penduga koefisien korelasi intraclass, pendugaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. level, model regresi tiga level, penduga koefisien korelasi intraclass, pendugaan 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada Bab II akan dibahas konsep-konsep yang menjadi dasar dalam penelitian ini yaitu analisis regresi, analisis regresi multilevel, model regresi dua level, model regresi tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Citra hasil rekaman kamera digital sering sekali terdapat beberapa gangguan yang mungkin terjadi, seperti lensa tidak fokus, muncul bintik-bintik yang disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB III METODE FULL INFORMATION MAXIMUM LIKELIHOOD (FIML)

BAB III METODE FULL INFORMATION MAXIMUM LIKELIHOOD (FIML) BAB III METODE FULL INFORMATION MAXIMUM LIKELIHOOD (FIML) 3.1 Model Persamaan Simultan Model persamaan simultan adalah suatu model yang memiliki lebih dari satu persamaan yang saling terkait. Dalam model

Lebih terperinci

Operasi Bertetangga (1)

Operasi Bertetangga (1) Operasi Bertetangga () Kartika Firdausy - UAD kartika@ee.uad.ac.id blog.uad.ac.id/kartikaf Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan mampu: menjelaskan alasan diperlukannya operasi bertetangga

Lebih terperinci

Bab VI Perbandingan Model Simulasi menggunakan Metode Monte Carlo dan Metode Functional Statistics Algorithm (FSA)

Bab VI Perbandingan Model Simulasi menggunakan Metode Monte Carlo dan Metode Functional Statistics Algorithm (FSA) 37 Bab VI Perbandingan Model Simulasi menggunakan Metode Monte Carlo dan Metode Functional Statistics Algorithm (FSA) VI.1 Probabilitas Integral (Integral Kumulatif) Ketika menganalisis distribusi probabilitas,

Lebih terperinci

Operasi Bertetangga KONVOLUSI. Informatics Eng. - UNIJOYO log.i. Citra kualitas baik: mencerminkan kondisi sesungguhnya dari obyek yang dicitrakan

Operasi Bertetangga KONVOLUSI. Informatics Eng. - UNIJOYO log.i. Citra kualitas baik: mencerminkan kondisi sesungguhnya dari obyek yang dicitrakan KONVOLUSI Informatics Eng. - UNIJOYO log.i Citra kualitas baik: mencerminkan kondisi sesungguhnya dari obyek yang dicitrakan Citra ideal: korespondensi satu-satu sebuah titik pada obyek yang dicitrakan

Lebih terperinci

DESAIN FILTER DIGITAL UNTUK MEREDUKSI NOISE GROUND HEADSET PADA AVIASI

DESAIN FILTER DIGITAL UNTUK MEREDUKSI NOISE GROUND HEADSET PADA AVIASI DESAIN FILTER DIGITAL UNTUK MEREDUKSI NOISE GROUND HEADSET PADA AVIASI T U G A S B E S A R P S W D ( 2 0 1 7 ) Dina Karunia Ramadhan Riyani Jana Yanti Riko Bobot Harsongko Mirrah Aliya Azzahra 18113012

Lebih terperinci

Implementasi Noise Removal Menggunakan Wiener Filter untuk Perbaikan Citra Digital

Implementasi Noise Removal Menggunakan Wiener Filter untuk Perbaikan Citra Digital UNSIKA Syntax Jurnal Informatika Vol. 5 No. 2, 2016, 159-164 159 Implementasi Noise Removal Menggunakan Wiener Filter untuk Perbaikan Citra Digital Nono Heryana 1, Rini Mayasari 2 1,2 Jl. H.S. Ronggowaluyo

Lebih terperinci

Bab 2. Teori Dasar. 2.1 Pendahuluan

Bab 2. Teori Dasar. 2.1 Pendahuluan Bab 2 Teori Dasar 2.1 Pendahuluan Gagasan bagan kendali statistik pertama kali diperkenalkan oleh Walter A. Shewhart dari Bell Telephone laboratories pada tahun 1924 (Montgomery, 2001, hal 9). Tujuan dari

Lebih terperinci

BAB IX ANALISIS REGRESI

BAB IX ANALISIS REGRESI BAB IX ANALISIS REGRESI 1. Model Analisis Regresi-Linear Analisis regresi-linear adalah metode statistic yang dapat digunakan untuk mempelajari hubungan antarsifat permasalahan yang sedang diselidiki.

Lebih terperinci

PENGENALAN ASTROFISIKA

PENGENALAN ASTROFISIKA PENGENALAN ASTROFISIKA Hukum Pancaran Untuk memahami sifat pancaran suatu benda kita hipotesakan suatu pemancar sempurna yang disebut benda hitam (black body) Pada keadaan kesetimbangan termal, temperatur

Lebih terperinci

Analisa dan Pemodelan Kerumunan Orang pada Video Digital

Analisa dan Pemodelan Kerumunan Orang pada Video Digital Sidang Tugas Akhir Analisa dan Pemodelan Kerumunan Orang pada Video Digital Oleh: Nick Darusman (2209106015) Dosen Pembimbing Dr. Ir. Wirawan, DEA Jumat, 24 Januari 2012 Surabaya 1 Latar Belakang Angka

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Analisis regresi (regressison analysis) merupakan suatu teknik untuk membangun persamaan

BAB II LANDASAN TEORI. Analisis regresi (regressison analysis) merupakan suatu teknik untuk membangun persamaan BAB II LANDASAN TEORI 21 Konsep Dasar Analisis Regresi Analisis regresi (regressison analysis) merupakan suatu teknik untuk membangun persamaan dan menggunakan persamaan tersebut untuk membuat perkiraan

Lebih terperinci

3.3 Pengumpulan Data Primer

3.3 Pengumpulan Data Primer 10 pada bagian kantong, dengan panjang 200 m dan lebar 70 m. Satu trip penangkapan hanya berlangsung selama satu hari dengan penangkapan efektif sekitar 10 hingga 12 jam. Sedangkan untuk alat tangkap pancing

Lebih terperinci

Bab III ANALISIS&PERANCANGAN

Bab III ANALISIS&PERANCANGAN 3.1 Analisis Masalah Bab III ANALISIS&PERANCANGAN Pada penelitian sebelumnya yaitu ANALISIS CBIR TERHADAP TEKSTUR CITRA BATIK BERDASARKAN KEMIRIPAN CIRI BENTUK DAN TEKSTUR (A.Harris Rangkuti, Harjoko Agus;

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI METODE HARMONIC MEAN FILTERDAN CANNY UNTUK MEREDUKSI NOISEPADA CITRA DIGITAL

IMPLEMENTASI METODE HARMONIC MEAN FILTERDAN CANNY UNTUK MEREDUKSI NOISEPADA CITRA DIGITAL IMPLEMENTASI METODE HARMONIC MEAN FILTERDAN CANNY UNTUK MEREDUKSI NOISEPADA CITRA DIGITAL Ahmad Yunus Nasution 1, Garuda Ginting 2 1 Mahasiswa Teknik Informatika STMIK Budi Darma 2 Dosen Tetap STMIK Budi

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik 5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Citra merupakan hasil representasi atau duplikasi dari sebuah objek ataupun imitasi dari sebuah objek atau benda. Citra memiliki beberapa karateristik yang menjadikan

Lebih terperinci

Ide Dasar: Matahari dan bintang-bintang menggunakan reaksi nuklir fusi untuk mengubah materi menjadi energi. Bintang padam Ketika bahan bakar

Ide Dasar: Matahari dan bintang-bintang menggunakan reaksi nuklir fusi untuk mengubah materi menjadi energi. Bintang padam Ketika bahan bakar PERTEMUAN KE 2 Ide Dasar: Matahari dan bintang-bintang menggunakan reaksi nuklir fusi untuk mengubah materi menjadi energi. Bintang padam Ketika bahan bakar nuklirnya habis. SIFAT BINTANG Astronomi Ilmu

Lebih terperinci

FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682)

FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682) Fibusi (JoF) Vol. 3 No. 1, April 2015 FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682) Fajar Ramadhan 1, Rhorom Priyatikanto 2, Judhistira Aria Utama 3 1,3Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Secara harfiah citra atau image adalah gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya pada

Lebih terperinci

BAB. IX ANALISIS REGRESI FAKTOR (REGRESSION FACTOR ANALYSIS)

BAB. IX ANALISIS REGRESI FAKTOR (REGRESSION FACTOR ANALYSIS) BAB. IX ANALII REGREI FAKTOR (REGREION FACTOR ANALYI) 9. PENDAHULUAN Analisis regresi faktor pada dasarnya merupakan teknik analisis yang mengkombinasikan analisis faktor dengan analisis regresi linier

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

pola-pola yang terdapat pada suatu daerah bagian citra. Tekstur juga dapat membedakan permukaan dari beberapa kelas.

pola-pola yang terdapat pada suatu daerah bagian citra. Tekstur juga dapat membedakan permukaan dari beberapa kelas. Ruang Lingkup Penelitian Ruang Lingkup penelitian ini adalah: 1. Objek citra adalah data citra daun tumbuhan obat dan citra pohon tanaman hias di Indonesia. 2. Dalam penelitian ini operator MBLBP yang

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR

ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR Gibtha Fitri Laxmi 1, Puspa Eosina 2, Fety Fatimah 3 1,2,3 Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci