ELEMEN KUNCI PENGELOLAAN OPTIMAL PANGKALAN PENDARATAN IKAN MEULABOH DI KABUPATEN ACEH BARAT MUHAMMAD RIZAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ELEMEN KUNCI PENGELOLAAN OPTIMAL PANGKALAN PENDARATAN IKAN MEULABOH DI KABUPATEN ACEH BARAT MUHAMMAD RIZAL"

Transkripsi

1 ELEMEN KUNCI PENGELOLAAN OPTIMAL PANGKALAN PENDARATAN IKAN MEULABOH DI KABUPATEN ACEH BARAT MUHAMMAD RIZAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 v

2 vi

3 ABSTRACT MUHAMMAD RIZAL. Key Elements of Optimum Management for Fish Landing Base Meulaboh in West Aceh Regency. Supervised by ERNANI LUBIS and RETNO MUNINGGAR. The research was from September to November 2010 of fish landing place (PPI) Meulaboh at West Aceh District. The aims of this research (1) is to describe in detail the facilities and the activities of PPI Meulaboh and analyze existing problem; (2) to assess and evaluate the policies that support the management PPI Meulaboh at West Aceh District; (3) to determine key elements of optimal management of PPI at West Aceh District. The research was a case study. The data collection method used in this research was a purposive sampling. The analysis methods used in this research were 1) descriptive analysis of facilities and activities at PPI meulaboh through tables, figures and graphs; 2) policy analysis of the management of PPI Meulaboh; 3) analysis of interpretative structural modelling. The success of the used of PPI facilities in accordance with the functions and activities can be obtained if there was the optimal management. According to the data analysis, the port pool, the depth of the port pool, parking areas, cold storage, offices, peace of auction fish (TPI), a fishermen hall, a praying place and kiosk were not used properly. This was shown with inactive or active facilities in disrepair. The local government should review the Qanun/Perda of the management of PPI Meulaboh and take decisive action for noncompliance. According to analysis of interpretative structural modelling, the concept of optimal management model of PPI Meulaboh should emphasis on several key elements. The elements were the management of PPI, panglima laot (public sectors affected), the availability of SDI (the need for implementation of the program), the low quality of human resources (the main obstacle of the program), the improvement performance of panglima laot and DKP (the main aim of the program), the explicit rules of management, the efficiency of work-related (the indicator of the success of programs), the coordination with related agencies (activities required for the implementation of the program), marine and fishing department of district (the involved agency). Key words: key elements, optimal, management, fisheries fort

4

5 RINGKASAN MUHAMMAD RIZAL. Elemen Kunci Pengelolaan Optimal Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh di Kabupaten Aceh Barat. Dibimbing oleh ERNANI LUBIS dan RETNO MUNINGGAR. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki produksi perikanan tangkap terbesar ke-4 dunia setelah China, Peru dan Amerika Serikat. Berdasarkan data statistik, produksi perikanan tangkap Indonesia tahun 2010 mencapai Rp 61,24 triliun atau naik 13,56 persen dari tahun 2009 (Rp 53,93 triliun) (Anonimous, 2011). Dalam memanfaatkan potensi sumberdaya perikanan yang ada diperlukan prasarana berupa pelabuhan perikanan. salah satu adalah tersedianya fasilitas pelabuhan perikanan. Fasilitas-fasilitas tersebut terdiri dari fasilitas pokok, fungsional dan penunjang (Lubis, 2006). Oleh karena itu, pemanfaatan pengelolaan fasilitas dan kondisi fasilitas yang optimal sangat perlu diperhatikan agar aktivitas pelabuhan perikanan dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan kebijakan dari pemerintah daerah atau qanun Kabupaten Aceh Barat telah ada tugas pokok Lembaga Adat Laot sebagai pembantu DKP, tetapi implimentasi di lapangan tidak sesuai dengan kebijakan, Lembaga Adat Laot yang lebih berperan dan mengambil alih tugas DKP. Pengelolaan yang tidak tepat bisa berdampak pada pemanfaatan pengelolaan fasilitas dan sistem yang tidak aktif atau optimal dalam pengelolaan PPI, untuk mengetahui pengelolaan yang optimal bagi Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh perlu dilakukan penelitian ini. Penelitian dilakukan pada bulan September-November 2010 di Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh di Kabupaten Aceh Barat. Tujuan penelitian ini (1) Mendeskripsikan secara detil fasilitas dan aktivitas Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh dan menganalisis permasalahan yang ada; (2) Menilai dan mengevaluasi kebijakan yang mendukung Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh di Kabupaten Aceh Barat; (3) Menentukan element kunci Pengelolaan Optimal di Pangkalan Pendaratan Ikan di Kabupaten Aceh Barat. Penelitian ini menggunakan studi kasus. Metode pengambilan data yang digunakan adalah Purposive Sampling. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian yakni: 1) Analisis deskriptif terhadap fasilitas dan aktivitas perikanan tangkap di PPI

6 Meulaboh melalui penyajian tabel, gambar dan grafik; 2) Analisis kebijakan pengelolaan PPI Meulaboh; 3) Analisis Interpretative structural modeling. Keberhasilan pemanfaatan fasilitas pangkalan pendaratan ikan sesuai dengan fungsi dan aktivitasnya jika mempunyai pengelolaan yang optimal. Hasil analisis diperoleh bahwa kolam pelabuhan, kedalaman kolam pelabuhan, tempat parkir, cold storage, perkantoran, tempat pelalengan ikan, balai pertemuan nelayan, tempat ibadah dan kios belum dimanfaatkan dengan baik. Hal ini diindikasikan dengan ada fasilitas yang rusak tetapi dipaksakan beroperasi, ada juga fasilitas yang telah selesai dibangun dengan biaya mahal tetapi belum difungsikan. Pemerintah daerah perlu mengkaji kembali Qanun/perda tentang pengelolaan PPI Meulaboh dan sikap tegas bagi yang melanggar. Hasil analisis interpretative structural modeling konsep program pengelolaan optimal Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh perlu memprioritaskan elemen-elemen kunci dan elemen-elemen yang ada dalam sektor III dari masingmasing elemen sistem untuk keberhasilan program. Elemen-elemen tersebut adalah pengelola PPI, panglima laot, industri perikanan, pemilik kapal, pedagang pengumpul/pengecer dan buruh (sektor masyarakat yang terpengaruh); ketersedian SDI, dukungan pemerintah kabupaten tentang qanun pengelolaan PPI, dukungan dari kecamatan, ketersediaan anggaran, fasilitas lengkap, ketersediaan data base dan informasi,dukungan teknologi, kebijakan pengelolaan, penyuluhan dan penegakan hukum (kebutuhan untuk terlaksananya program); kualitas SDM masih rendah, kurang pemahaman lembaga adat tentang pengelolaan PPI, konflik kepentingan antar pemerintah daerah, pembuatan peraturan pengelolaan PPI, penempatan pengelola PPI bukan dari keahlian ilmunya dan konflik antar nelayan (kendala utama program); peningkatan kinerja panglima laot dan DKP, peningkatan keuntungan usaha perikanan, manajemen fungsional PPI, pengelolaan optimal PPI, kebijakan pemerintah yang berpihak, peningkatan skill pengelola PPI dan penyerapan tenaga kerja sesuai ahlinya (tujuan utama program); adanya peraturan pengelolaan yang jelas, efisiensi kerja instansi yang terkait bagus, terbentuk pengelolaan bersama, adanya koordinasi antar stakeholder, tugas pokok panglima dan DKP sesuai qanun, penyerapan tenaga kerja tinggi, perekonomian daerah meningkat dan tidak terjadi konflik (tolok

7 ukur/indikator keberhasilan program program); koordinasi dengan lembaga yang saling terkait, pengelolaan optimal PPI, peningkatan keterampilan pengelola PPI, penyerapan tenaga kerja sesuai ahlinya dan kesejahteraan nelayan lebih baik (aktivitas yang diperlukan untuk terlaksananya program); dinas kelautan dan perikanan kabupaten, dan lembaga penegak hukum (lembaga yang terkait). Kata kunci: Elemen kunci, optimal, pengelolaan, pelabuhan perikanan

8

9 ELEMEN KUNCI PENGELOLAAN OPTIMAL PANGKALAN PENDARATAN IKAN MEULABOH DI KABUPATEN ACEH BARAT MUHAMMAD RIZAL Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

10 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si

11 LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian Nama NRP Program Studi : Elemen kunci Pengelolaan Optimal Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh di Kabupaten Aceh Barat : Muhammad Rizal : C : Teknologi Perikanan Tangkap Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA Ketua Retno Muninggar, S.Pi,.ME Anggota Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian: 20 Juli 2011 Tanggal Lulus:

12

13 PRAKATA Bissmillahhirrahmanirrahim, Alhamdullillah. Puji Syukur Kehadirat ALLAH SWT., atas limpahan rahmat dan hidayah-nya, sehingga kita senantiasa dapat melaksanakan segala aktivitas keseharian kita dalam ridho-nya, begitu pula dengan tuntasnya kami dengan judul Elemen Kunci Pengelolaan Optimal Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh di Kabupaten Aceh Barat. Maksud dan tujuan penelitian ini, agar menjadi acuan bagi para pengambil kebijakan dalam pengelolaan pelabuhan perikanan. Khususnya pada PPI Meulaboh di Kabupaten Aceh Barat. Tuntasnya penelitian tesis ini merupakan tahapan yang harus dilalui untuk penyelesaian studi S2 di Program Pascasarjana IPB. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA, dan Retno Muninggar,S.Pi.ME selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingannya kepada penulis selama penelitian dan penulisan tesis; 2. Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc, selaku ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP) atas segala arahan dalam menjalani kegiatan akademik dan penyelesaian penelitian tesis ini; 3. Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc, selaku ketua program studi mayor Teknologi Perikanan Tangkap maupun selaku dosen yang telah banyak memberikan rekontruksi pemikiran penulis tentang pengelolaan pelabuhan perikanan; 4. Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si, selaku penguji luar komisi pada ujian tesis maupun selaku dosen yang telah banyak memberikan saran-saran masukan demi kesempurnaan tesis ini; 5. Dinas Kelauatan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat yang telah banyak membantu saat penulis melakukan penelitian; 6. Kedua orang tua dan kelima saudaraku (saipul, khalir, husna, maya dan liza) yang telah memberikan doa dan dukungan, baik moral maupun material kepada penulis; 7. Cut Rasmawita, atas dorongan semangat yang telah diberikan kepada penulis;

14 8. Rekan-rekan TPT dan SPT 2009 atas kebersamaan dan bantuan selama penulis melakukan studi; 9. Rekan-rekan crew Aceh Kost (cupang, ayi, safir, pak RT, bang madit dan andi jodang) dan Aceh Darmaga Regency (hadie dan bocet) atas kebersamaan dan bantuan selama penulis melakukan studi; 10. Rekan-rekan mahasiswa dari Aceh, khususnya crew IMTR dan IKAMAPA Aceh yang selalu membantu dan mendoakan penulis; 11. Pemda Aceh Barat (Dinas Pendidikan & Kebudayaan) dan Pemerintahan Aceh, atas bantuan dana selama studi, penelitian dan penulisan tesis ini. Semua pihak yang tidak disebutkan satu per satu yang telah bannyak membantu dalam proses penyelesaain tesis ini penulis ucapkan terima kasih. Bogor, Juli 2011 Penulis

15 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Aceh Utara, Pemeritahan Aceh pada tanggal 11 Januari 1984 dari ayah M.Isa Bidin dan ibu Asmaniah. Penulis merupakan putra pertama dari enam bersaudara. Pendidikan dasar diselesaikan oleh penulis di SD Negeri 01 Krueng Mane pada tahun Pendidikan menengah pertama diselesaikan SMP Negeri 01 Krueng Mane pada tahun 1999, kemudian lulus dari sekolah menengah atas pada tahun 2002 di SMU 01 Ganda Pura. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan D3 Manajemen Bisnis Perikanan di Institut Pertanian Bogor dan S1 di Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya Malang, Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan dan lulus pada tahun Tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikan Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Teknologi Tangkap. Penulis melakukan dan menyusun tesis ini dengan judul Elemen Kunci Pengelolaan Optimal Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh di Kabupaten Aceh Barat.

16

17 Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

18

19 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Elemen Pengelolaan Optimal Pangkalan Pendatan Ikan Meulaboh di Kabupaten Aceh Barat adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka pada bagian akhir Tesis ini. Bogor, Juli 2011 Muhammad Rizal C

20

21 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR ISTILAH... viii 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat TINJAUANPUSTAKA Definisi Elemen Perikanan Tangkap Menurut Undang-Undang No 45 Tahun Pelabuhan Perikanan Klasifikasi pelabuhan perikanan Peran pelabuhan perikanan Fungsi pelabuhan perikanan Pengelolaan Optimal Pengelolaan kegiatan pelabuhan perikanan Kebijakan perikanan tangkap dan pelabuhan perikanan Operasional Pelabuhan Perikanan Kegiatan operasional pelabuhan perikanan Aktivitas-aktivitas operasional pelabuhan perikanan Prinsip pengoperasian pelabuhan perikanan Permasalahan operasional pelabuhan perikanan Analisis Pengelolaan METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Metode Pengambilan Data Analisis Data Analisis fasilitas dan aktivitas Analisis kebijakan PPI Analisis pengelolaan PPI i

22 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Kondisi Geografis Penduduk dan Mata Pencaharian Deskripsi Keadaan Perikanan Tangkap Armada penangkapan ikan Alat tangkap Daerah dan musim penangkapan ikan Volume dan nilai produksi Keadaan Umum PPI Meulaboh Letak dan sejarah PPI Meulaboh Prasarana dan sarana menuju PPI Meulaboh Lembaga Kelautan dan Perikanan Lembaga perikanan dan kelautan yang ada di Kabupaten Aceh Barat periode tahun Fungsi dan tugas Panglima Laot Sistem kelembagaan nelayan di Kabupaten Aceh Barat HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelolaan Fasilitas dan Aktivitas PPI Meulaboh Pengelolaan fasilitas-fasilitas PPI Meulaboh Pengelolaan aktivitas PPI Meulaboh Kebijakan Terkait PPI Meulaboh Kebijakan pengelolaan PPI Meulaboh Kebijakan usaha perikanan Implementasi Program Pengelolaan Sektor masyarakat yang terpengaruh dalam pengelolaan optimal PPI Meulaboh Kebutuhan utama terlaksananya pengelolaan optimal PPI Meulaboh Kendala utama pengelolaan optimal PPI Meulaboh Tujuan utama program pengelolaan PPI Meulaboh Tolok ukur/indikator keberhasilan program pengelolaan PPI Meulaboh Aktivitas yang diperlukan untuk terlaksananya program pengelolaan PPI Meulaboh Lembaga yang terlibat dalam program pengelolaan PPI Meulaboh KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran ii

23 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iii

24 iv

25 DAFTAR TABEL Halaman 1. Kelompok aktivitas operasional pelabuhan perikanan Informasi data sekunder Elemen dan subelemen ISM PPI Meulaboh Nama-nama kecamatan, ibu kota kecamatan, jumlah desa/gaempong dan luas wilayah kecamatan di Kabupaten Aceh Barat Perkembangan penduduk di kecamatan pesisir dan daratan dalam Kabupaten Aceh Barat periode Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Aceh Barat periode tahun Jenis dan jumlah alat tangkap yang dioperasikan di Kabupaten Aceh Barat tahun Volume dan nilai produksi hasil tangkapan di Kabupaten Aceh Barat periode Nama dan kedudukan Koperasi Perikanan dalam Kabupaten Aceh Barat Pelaku sistem kenelayanan di Kabupaten Aceh Barat Fasilitas-fasilitas di PPI Meulaboh Kebijakan terkait dengan pengelolaan PPI Pendekatan kerangka hukum (legal framework) pada PPI Meulaboh Elemen sistem, elemen kunci, elemen pada sektor III dan IV... 99

26

27 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Diagram alir deskriptif analisis kebijakan PPI Diagram alir deskriptif teknik interpretative structural modeling Grafik perkembangan penduduk di kecamatan pesisir dan daratan dalam Kabupaten Aceh Barat periode Grafik perkembangan jumlah armada penangkapan ikan periode Diagram komposisi jumlah alat tangkap dan jenis yang dioperasikan di Kabupaten Aceh Barat tahun Kantor operasional Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh Dermaga PPI Meulaboh Kolam PPI Meulaboh Jalan di areal komplek PPI Meulaboh Drainase di PPI Meulaboh Fender di PPI Meulaboh Bollard di PPI Meulaboh Tempat pelelangan ikan di PPI Meulaboh Pasar ikan di komplek PPI Meulaboh tahun Kantor PPI Meulaboh Areal parkir di komplek PPI Meulaboh Balai pertemuan nelayan di PPI Meulaboh Tempat ibadah di PPI Meulaboh Toko sarana penangkapan di PPI Meulaboh Warung/kios di PPI Meulaboh... 59

28 21. Diagram sistem proses pendaratan ikan di PPI Meulaboh Aktivitas pemasaran di PPI Meulaboh Sistem pengelolaan pemasaran di PPI Meulaboh Skema Perhitungan modal kerja melaut di PPI Meulaboh Tempat penampungan air bersih di PPI Meulaboh Penanganan hasil tangkapan setelah penimbangan di PPI Meulaboh Struktur organisasi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat Diagram struktural dari elemen sektor masyarakat yangterpengaruh pada program pengelolaan optimal PPI Matriks driver power-dependence dari elemen masyarakat yang terpengaruh pada program pengelolaan optimal PPI Diagram struktural dari elemen kebutuhan untuk terlaksananya program pengelolaan optimal PPI Matriks driver power-dependence dari elemen kebutuhan untuk terlaksananya program pengelolaan optimal PPI Diagram struktural dari elemen kendala utama pada pengelolaan optimal PPI Matriks driver power-dependence elemen kendala utama program kendala utama pengelolaan optimal PPI Diagram struktural dari elemen tujuan utama program pengelolaan optimal PPI Matriks driver power-dependence elemen tujuan utama program pengelolaan optimal PPI Diagram struktural dari elemen tolok ukur/indikator untuk keberhasilan program pengelolaan optimal PPI Matriks driver power-dependence elemen tolok ukur/indikator untuk keberhasilan program pengelolaan optimal PPI Diagram struktural dari elemen aktivitas yang diperlukan untuk terselenggaranya program pengelolaan optimal PPI... 94

29 39. Matriks driver power-dependence elemen aktivitas yang diperlukan untuk terselenggaranya program pengelolaan optimal PPI Diagram struktural dari elemen lembaga yang terlibat untuk keberhasilan program pengelolaan optimal PPI Matriks driver power-dependence elemen lembaga yang terlibat untuk keberhasilan program model pengelolaan optimal PPI... 98

30

31 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta daerah penelitian Hasil pendapat responden terhadap sektor masyarakat yang terpengaruh di PPI Meulaboh Hasil pendapat responden terhadap elemen kebutuhan dari program pengelolaan PPI Meulaboh Hasil pendapat responden terhadap elemen sektor kendala utama program pengelolaan PPI Meulaboh Hasil pendapat responden terhadap elemen sektor tujuan program Pengelolaan PPI Meulaboh Hasil pendapat responden terhadap elemen sektor tolok ukur/indikator keberhasilan program PPI Meulaboh Hasil pendapat responden terhadap elemen sektor aktivitas yang diperlukan untuk terlaksananya program pengelolaan PPI Meulaboh Hasil pendapat responden terhadap elemen sektor lembaga yang terlibat dalam pengelolaan PPI Meulaboh

32

33 DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN ABK cold storage cool room DKP Drainase Dependence Matriks Drive power matriks Expert survey fishing ground ISM legal framework legal structure legal mandate legal enforcement Muge One day fishing : Anak Buah Kapal : Sarana pembekuan ikan : Ruangan pendingin dengan suhu 0-3 C : Dinas Perikanan dan Kelautan : Saluran pembuangan (parit) yang ada di PPI : Matriks ketergantungan : Matrik yang mempunyai daya dorong : wawancara mendalam dari pakar lintas disiplin : Daerah penangkapan ikan : Interpretative structural modeling adalah proses pengkajian kelompok (group learning proces) dimana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta kalimat : Pendekatan secara hukum : Peraturan dilihat dari sisi struktur hukum : Peraturan dari mandat hukum : Penegakan hukum : Pedagang keliling : Operasi penangkapan ikan yang berlangsung paling lama satu hari Overfishing : Lebih tangkap, yaitu jumlah upaya penangkapan yang melebihi upaya maksimum Panglima laot Pantang laot PP PPI property rights policy management : Ketua adat nelayan di Aceh : Nelayan tidak diperbolehkan melaut : Pelabuhan Perikanan : Pangkalan Pendaratan Ikan : Hak kepemilikan : Kebijakan pengelolaan

34 Renewable : Sumberdaya ikan mempunyai sifat dapat pulih/dapat memperbaharui diri Purposive Sampling RM : Pengambilan data secara acak : reachability matrix SSIM : Structural self interaction matrix (Matrik interaksi tunggal tersruktur/ SSIM) Styrofoam Slipways Stakeholders Toke boat Toke Bangku Toke Penampung Use rights World Fisheries Day ZEE : Bahan untuk menjaga kondisi tetap dingin : Tempat untuk memperbaiki dan melakukan perawatan bagian lunas kapal : Responden yang diwawancara pada penelitian : Pemilik armada kapal : Tengkulak (orang yang memberikan modal nelayan melaut) : Orang yang mendistribusikan dan memasarkan hasil tangkapan : Hak pemanfaatan : Hari penting bagi masyarakat perikanan dunia : Zona Ekonomi Ekslusif

35 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki produksi perikanan tangkap terbesar ke-4 dunia setelah China, Peru dan Amerika Serikat. Berdasarkan data statistik, produksi perikanan tangkap Indonesia tahun 2010 mencapai Rp 61,24 triliun atau naik 13,56 persen dari tahun 2009 (Rp 53,93 triliun) (Anonimous, 2011). Perairan Aceh merupakan bagian dari perairan Selat Malaka dan Samudera Hindia. Produksi perikanan di perairan Samudera Hindia pada tahun 2009 mencapai ton/tahun dan ,10 ton/tahun di wilayah Selat Malaka (DKP Aceh, 2010). Dalam memanfaatkan potensi sumberdaya perikanan yang ada, diperlukan prasarana berupa pelabuhan perikanan. Keberhasilan dalam operasional pelabuhan perikanan tidak terlepas dari peran faktor pendukung yang tersedia, salah satunya adalah tersedianya fasilitas pelabuhan perikanan. Fasilitas-fasilitas tersebut terdiri dari fasilitas pokok, fungsional dan penunjang. Menurut Lubis (2006) terlaksananya fungsi-fungsi pelabuhan perikanan secara optimal, akan mengindikasikan keberhasilan pengelolaan suatu pelabuhan perikanan. Pelabuhan perikanan dengan keberadaan berbagai fasilitas yang dimilikinya merupakan jembatan bagi terlaksananya segala aktivitas pendaratan, perdagangan, dan pendistribusian produksi ke daerah konsumen. Oleh karena itu, pengelolaan fasilitas sangat perlu diperhatikan agar aktivitas pelabuhan perikanan dapat berjalan dengan baik. Pengelolaan pelabuhan perikanan yang optimal diharapkan akan berdampak terutama pada tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan. Kabupaten Aceh Barat merupakan salah satu daerah tingkah II untuk wilayah stategis bagi perikanan tangkap. Hal tersebut diindikasikan dengan banyaknya pulau-pulau kecil dan terdapatnya 8 Pangkalan Pendaratan Ikan. Sektor perikanan merupakan salah satu andalan bagi kehidupan masyarakat khususnya masyarakat pesisir. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) adalah pelabuhan perikanan tipe D yang merupakan prasarana penting dalam aktivitas perikanan tangkap skala kecil. Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh yang berada di Kabupaten Aceh Barat baru

36 2 direnovasi pasca tsunami Berdasarkan kebijakan dari pemerintah daerah atau qanun Kabupaten Aceh Barat, telah ada tugas pokok Lembaga Adat Laot sebagai pembantu DKP, melestarikan adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat nelayan, sedangkan DKP sebagai pengelola PPI tetapi implementasi di lapangan tidak sesuai dengan kebijakan, Lembaga Adat Laot justru lebih berperan dan mengambil alih tugas DKP dalam pengelolaan PPI. Ini kendala yang dihadapi dalam pengelolaannya. Pengelolaan yang tidak tepat bisa berdampak pada pemanfaatan pengelolaan fasilitas dan sistem yang tidak aktif atau optimal. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi PEMDA Aceh Barat. Oleh karena itu, PPI Meulaboh perlu didukung oleh suatu pengelolaan yang cocok dengan melibatkan instansi-instansi terkait. Dengan demikian penelitian ini sangat penting dilakukan untuk mengetahui pengelolaan yang optimal bagi PPI Meulaboh. Penelitian sebelumnya tentang PPI Meulaboh adalah tentang Kondisi operasional Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh Pasca tsunami dan prioritas program pengembangannya (Hafinuddin, 2009). 1.2 Tujuan Penelitian 1) Mendeskripsikan secara detil fasilitas dan aktivitas Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh dan menganalisis permasalahan yang ada; 2) Menilai dan mengevaluasi kebijakan yang mendukung Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh di Kabupaten Aceh Barat; 3) Menentukan elemen kunci Pengelolaan Optimal PPI Meulaboh khususnya dan di Kabupaten Aceh Barat umumnya. 1.3 Manfaat Penelitian 1) Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam upaya pengambilan keputusan untuk Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan di Kabupaten Aceh Barat, Pemerintahan Aceh. 2) Memberikan informasi mengenai pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh bagi pihak swasta yang berminat di bidang perikanan 3) Memberikan informasi kepada akademisi dan semua pihak tentang pengelolaan optimal Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh.

37 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Elemen Elemen adalah unsur (entity) yang mempunyai tujuan dan atau realitas fisik. Setiap elemen mengandung atribut yang dapat berupa nilai bilangan, formula intensitas ataupun suatu keberadaan fisik seperti seseorang, mesin, organisasi dan sebagainya. Kata kunci dari elemen atau komponen adalah mendapatkan elemen kunci yang akan menjadi dasar acuan pengambilan kebijakan untuk melakukan sesuatu dalam sistem. Interaksi atau hubungan anatara dua atau lebih elemen menyatakan bahwa apabila ada perubahan dalam atribut suatu elemen akan mengakibatkan perubahan dalam atribut elemen yang terkait. Adanya interaksi tersebut menyebabkan kendala terhadap perilaku sistem, dinama perlu diketahui sifat hubungan elemen terhadap totalitas (relation to the whole) dan sifat hubungan antar elemen yang terkait (relation of an entity toward other entities). Pola hubungan inilah yang menentukan struktur elemen dari suatu sistem (Eriyatno, 2003). 2.2 Perikanan Tangkap Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan (Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009). Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi yang mencakup penangkapan atau pengumpulan hewan dan tanaman air yang hidup di air laut atau perairan umum secara bebas. Menurut Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, usaha perikanan tangkap adalah usaha perikanan yang berbasis pada kegiatan penangkapan ikan. Pengertian penangkapan ikan sendiri adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya. Menurut Monintja (2001), perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen atau elemen atau subsistem yang saling berkaitan

38 4 dan mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Komponen-komponen perikanan tangkap terdiri atas 1. Sarana produksi; 2. Usaha penangkapan; 3. Prasarana (pelabuhan); 4. Unit pengolahan; 5. Unit pemasaran; dan 6. Unit penangkapan. 2.3 Pelabuhan Perikanan Pelabuhan menurut Ensiklopedia Indonesia merupakan tempat kapal berlabuh. Pelabuhan tersebut dapat dilengkapi dengan bangunan penahan gelombang yang menjulur ke laut untuk melindungi kapal-kapal dari terpaan angin topan dan gelombang besar. Pelabuhan yang modern dilengkapi dengan loslos dan gudang-gudang serta pangkalan, dok ( crane) untuk membongkar dan memuat barang-barang. Istilah lain yang dikenal terhadap pelabuhan yaitu Bandar yang berarti tempat berlabuh dan berlindung bagi kapal-kapal yang memang kondisinya telah terlindung secara alami oleh gosong-gosong karang atau berbentuk teluk (Murdiyanto, 2002). Berdasarkan Undang-Undang Perikanan nomor 45 tahun 2009, pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Menurut Vigarie (1979) Pelabuhan merupakan suatu wilayah terjadinya kontak antara dua bidang sirkulasi transpor berbeda yaitu sirkulasi transportasi darat dan sirkulasi transportasi maritim dimana peranan pelabuhan adalah dapat menjamin kelanjutan dari dua skema transportasi yang saling terkait tersebut. Triatmodjo (2007) mendifinisikan pelabuhan adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga di mana kapal bertambat untuk bongkar maut barang, kran-kran untuk bongkar maut barang, gudang laut (transit) dan tempat-tempat penyimpanan dimana kapal membongkar muatannya, dan gudang-gudang dimana barang-barang dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama selama menunggu pengiriman ke daerah tujuan atau pengapalan. Terminal ini dilengkapi dengan jalan kereta api, jalan raya atau saluran pelayaran darat. Dengan demikian daerah pengaruh pelabuhan bisa sangat jauh dari pelabuhan tersebut. Selanjutnya Lubis (2006), mendefinisikan

39 5 pelabuhan perikanan adalah suatu wilayah perpaduan antara daratan dan lautan yang dipergunakan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan ikan dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas sejak ikan didaratkan sampai didistribusikan Klasifikasi pelabuhan perikanan Pelabuhan perikanan dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis usaha perikanannya (Lubis, 2007) yaitu: 1) Pelabuhan perikanan berskala besar atau perikanan laut dalam yaitu pelabuhan untuk perikanan industri atau untuk berlabuh atau bersandarnya kapal-kapal penangkapan berukuran besar dengan panjang antara 40 sampai 120 m dan berat lebih besar dari 50 GT. Mempunyai kolam pelabuhan yang dalam, dermaga yang panjang. Pelabuhan ini juga terdapat perusahaan-perusahan pengolahan dan pedagang-pedagang besar. Hasil tangkapan yang didaratkan dan didistribusikan untuk tujuan nasional dan internasional. 2) Pelabuhan berskala menengah yaitu pelabuhan perikanan untuk perikanan semi-industri atau tempat berlabuh dan bertambahnya kapal-kapal penangkapan ikan berukuran antara 15 sampai 50 GT. Pelabuhan ini terkadang terdapat juga perusahaan-perusahaan pengelolahan ikan dan pada umumnya hasil tangkapannya untuk tujuan nasional dan sedikit untuk lokal. 3) Pelabuhan perikanan berskala kecil/perikanan pantai yaitu pelabuhan untuk perikanan kecil atau perikanan tradisional atau tempat berlabuh dan bertambatnya kapal-kapal penangkapan ukuran lebih kecil dari 15 GT. Mempunyai kolam pelabuhan yang tidak dalam. Hasil tangkapan yang didaratkan pada umumnya adalah dalam bentuk segar atau dipertahankan kesegarannya dengan menambahkan es. Hasil tangkapannya ditujukan terutama untuk pemasaran lokal. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: Permen. 16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, maka Pelabuhan Perikanan dibagi menjadi 4 kategori utama yaitu: 1) Tipe A : PPS (Pelabuhan Perikanan Samudera) Faktor kriteria: (1) Melayani kapal perikanan berukuran >60 GT; (2) Menampung 100 unit kapal atau 6000 GT;

40 6 (3) Melayani kapal yang beroperasi di perairan lepas pantai, ZEE Indonesia, dan perairan internasional; (4) Jumlah ikan yang didaratkan sekitar ton/tahun; (5) Memberi pelayanan untuk ekspor; (6) Tersedia lahan untuk industri perikanan 2) Tipe B : PPN ( Pelabuhan Perikanan Nusantara) Faktor kriteria: (1) Melayani kapal perikanan berukuran GT; (2) Melayani kapal perikanan yang beroperasi di ZEE Indonesia, dan perairan nasional; (3) Jumlah ikan yang didaratkan sekitar ton/tahun. 3) Tipe C : PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) Faktor kriteria: (1) Melayani kapal perikanan berukuran 5-15 GT; (2) Menampung 50 unit kapal atau 500 GT; (3) Melayani kapal yang beroperasi di perairan pantai; (4) Jumlah ikan yang didaratkan sekitar 4000 ton/tahun. 4) Tipe D : PPI (Pangkalan Pendaratan Ikan) Faktor kriteria: (1) Melayani kapal perikanan berukuran >10 GT (2) Melayani kapal yang beroperasi di perairan pantai; (3) Jumlah ikan yang didaratkan sekitar 2000 ton/tahun Peran pelabuhan perikanan Pelabuhan perikanan berperan sebagai terminal yang menghubungkan kegiatan usaha di laut dan di darat ke dalam suatu sistem usaha dan berdaya guna tinggi. Peranan pelabuhan perikanan (Sub Direktorat Bina Prasarana Perikanan, 1982) diacu Atharis (2008) yaitu sebagai pusat : 1) Aktivitas produksi, yaitu : Tempat mendaratkan hasil tangkapan Tempat persiapan operasi penangkapan ikan (mempersiapkan alat tangkap, bahan bakar, air, perbaikan kapal, dan istirahat anak buah kapal)

41 7 2) Distribusi yaitu : Tempat transaksi jual beli Terminal untuk pendistribusian ikan Pusat pengolahan hasil laut 3) Kegiatan masyarakat nelayan, yaitu pusat : Kehidupan masyarakat nelayan Pembangunan ekonomi masyarakat nelayan Lalu lintas dan jaringan informasi antar nelayan maupun masyarakat luar. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1991) diacu Simanjuntak (2005), peranan pelabuhan perikanan dapat dilihat dari kemampuannya menampung produksi perikanan laut untuk selanjutnya didistribusikan ke pusat-pusat pemasaran atau konnsumen. Agar peranan pelabuhan perikanan semakin terlihat nyata, maka pembangunannya haruslah lebih terarah dan terencana untuk menampung produksi perikanan laut yang belum sepenuhnya didaratkan, didistribusikan dan dipasarkan melalui pelabuhan perikanan Fungsi pelabuhan perikanan Menurut Lubis (2010), pelabuhan perikanan secara umum mempunyai fungsi yang dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1) Fungsi maritim Pelabuhan perikanan mempunyai aktivitas-aktivitas yang bersifat kemaritiman, yaitu merupakan suatu tempat bagi nelayan atau pemilik kapal, antara laut dan daratan untuk mendaratkan kapal-kapalnya. Dengan adanya fungsi ini maka dapat diberikan contoh pada tipe pelabuhan perikanan besar atau samudera atau skala industri, yang dicirikan aktivitas kemaritimannya melalui penyediaan fasilitas-fasilitas antara lain berupa kolam pelabuhan yang besar dan cukup dalam agar kapal besar dapat bergerak leluasa, dermaga yang cukup panjang agar kapal-kapal dapat bersandar dan membongkar ikannya secara cepat. 2) Fungsi komersial Fungsi ini timbul karena pelabuhan perikanan merupakan suatu tempat awal untuk mempersiapkan pendistribusian produksi perikanan setelah dilakukan transaksi pelelangan ikan. Proses pendistribusian ini dapat dilakukan sebagai berikut: bahwa ikan-ikan yang telah didaratkan dibawa ke gedung pelelangan

42 8 ikan untuk dicatat jumlah dan jenisnya. Setelah itu ikan disortir dan diletakkan pada keranjang atau bak plastik, selanjutnya dilelang dan dicatat hasil transaksinya. Pedagang atau bakul ikan mengambil ikan-ikan yang telah dilelang secara cepat dan diberi es untuk mempertahankan mutunya. Ikan didistribusikan dalam bentuk segar dan diangkut dengan truk-truk atau mobilmobil bak terbuka dan atau mobil-mobil yang telah dilapisi dengan styrofoam dan atau dilengkapi dengan sarana pendingin atau ikan diolah terlebih dahulu sebelum didistribusikan. 3) Fungsi jasa Fungsi ini meliputi seluruh jasa-jasa pelabuhan mulai dari ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan. Fungsi jasa dapat dikelompokkan menjadi (1) Jasa-jasa yang melayani pendaratan ikan, antara lain penyediaan alat-alat pengangkut ikan, keranjang-keranjang atau bak plastik dan buruh untuk membongkar ikan. (2) Jasa-jasa yang melayani kapal-kapal penangkap ikan antara lain dalam penyediaan bahan bakar, air bersih dan es. (3) Jasa-jasa yang menangani mutu ikan, antara lain terdapatnya fasilitas cold storage, cool room, pabrik es, dan penyediaan air bersih. (4) Jasa-jasa yang melayani keamanan pelabuhan, antara lain adanya jasa pemanduan bagi kapal-kapal yang akan masuk dan keluar pelabuhan, yang berfungsi memeriksa surat-surat kapal dan jumlah serta jenis barang atau ikan yang dibawa. (5) Jasa-jasa pemeliharaan kapal dan pelabuhan, antara lain adanya fasilitas docking, slipways dan bengkel untuk memelihara kondisi badan kapal, mesin, dan peralatannya agar tetap dalam kondisi baik dan siap melaut setiap kali diperlukan. Slipways, untuk memelihara atau memperbaiki khususnya bagian lunas kapal. Jasa-jasa tersebut pada umumnya tersedia di suatu pelabuhan perikanan. Ragam dari jasa-jasa ini tergantung pada tipe atau kebutuhan dari pelabuhan perikanan itu sendiri. Di pelabuhan perikanan untuk usaha perikanan berskala kecil misalnya, tidak terdapat fasilitas cool room ataupun cold storage, karena

43 9 ikan yang didaratkan akan habis terjual dalam bentuk segar. Pelabuhan dalam arti khusus selalu berkaitan dengan tipe yaitu jika pelabuhan berskala kecil mempunyai fungsi tidak selengkap dan mempunyai kapasitas fasilitasnya tidak sebesar pelabuhan berskala besar (Lubis, 2006). Dalam rangka pengembangan pelabuhan perikanan, pasal 41 UU No. 45 tahun 2009 pemerintah menyelenggarakan dan melakukan pembinaan pengelolaan pelabuhan perikanan maka dalam hal ini Menteri Kelautan dan Perikanan menetapkan beberapa hal sebagai berikut: 1) Rencana induk pelabuhan perikanan secara nasional; 2) Klasifikasi pelabuhan perikanan; 3) Pengelolaan pelabuhan perikanan; 4) Persyaratan dan/atau standar teknis dalam perencanaan, pembangunan, operasional, pembinaan, dan pengawasan pelabuhan perikanan; 5) Wilayah kerja dan pengoperasian pelabuhan perikanan (PP) yang meliputi bagian perairan dan daratan tertentu yang menjadi wilayah kerja dan pengoperasian PP; 6) Pelabuhan perikanan yang tidak dibangun oleh pemerintah. Menurut Lubis (2006), beberapa fungsi pelabuhan perikanan di atas belum tercapai karena kebijakan pemerintah yang masih sangat terbatas baik dalam mendukung aktivitas perikanan tangkap maupun yang mendukung aktivitas kepelabuhanan. Selanjutnya dikatakan bahwa terlaksana atau tidaknya fungsifungsi pelabuhan perikanan secara optimal, akan dapat mengindikasikan tingkat keberhasilan pengelolaan suatu pelabuhan perikanan. 2.4 Pengelolaan Optimal Optimal adalah suatu proses pencarian hasil terbaik. Proses ini dalam analisis sistem diterapkan terhadap alternatif yang dipertimbangkan, kemudian hasil itu dipilih alternatif yang menghasilkan keadaan terbaik (Gaspersz,1992). Secara normal orang akan mengharapkan baik sebanyak-banyaknya, paling banyak atau maksimum, dan buruk sedikit-dikitnya paling sedikit atau minimum. Jadi optimum itu sinonim dengan maksimum untuk hal yang teknis yang berkaitan dengan pengukuran kuantitatif dan analisis matematis. Kata terbaik yang sama artinya dengan optimum, lebih banyak dipergunakan dan

44 10 lebih sesuai dengan kehidupan sehari-hari. karena optimal mencakup usaha untuk menemukan cara terbaik di dalam melakukan suatu pekerjaan, cara terbaik di dalam memecahkan suatu persoalan, sehingga aplikasinya meluas pada hal-hal praktis dalam dunia produksi, industri, perdagangan dan politik (Haluan, 1985). Tujuan utama pengelolaan optimal adalah pencapaian keuntungan secara maksimum, dengan tetap menjaga keberlangsungan ketersediaan sumberdaya, sebagaimana tujuan pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan untuk memenuhi kebutuhan umat manusia saat ini, tanpa menurunkan atau menghancurkan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya ( WCED, 1987 dalam Dahuri, 2002) Pengelolaan kegiatan di pelabuhan perikanan Pengelolaan kegiatan di pelabuhan perikanan dapat ditinjau dari 3 aspek (Lubis, 2006) : 1) Pengelolaan infrastruktur, suprastruktur dengan semua aktivitas penunjang, antara lain: investasi pelabuhan, penyusunan anggaran, perencanaan pembangunan, pajak, perbaikan dan pemeliharaan fasilitasnya seperti alur pelayaran, marcusuar dan jalan-jalan di lingkungan pelabuhan. 2) Kegiatan-kegiatan karena adanya kontak antara penjual dan pemakai (klien), terhadap kapal dan barang-barang/komoditi perikanan serta pemeliharaannya. Kontak ini secara eksplisit dapat berupa kegiatan-kegiatan ataupun jasa-jasa yang diberikan oleh pelabuhan. 3) Peraturan-peraturan kepelabuhanan antara lain peraturan-peraturan lokal, nasional maupun internasional dalam menentukan sirkulasi maritim, peraturan dalam hal perhitungan statistik, pencatatan keluar masuknya kapal, pencatatan dan pemeliharan kesehatan awak kapal. Selanjutnya dikatakan bahwa keberhasilan dalam pengelolaan suatu pelabuhan perikanan antara lain, terhadap kualitas dan kuantitas sumberdaya manusianya, keterkaitan dan keharmonisan hubungan antara staf pengelola pelabuhan antara lain kepala pelabuhan dan pegawainya, para pedagang, nelayan, pengolah dan buruh. Para pengguna tersebut harus dapat bekerja secara profesional, saling bekerja sama dalam pelaksanaan pengoperasian dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku. Disamping itu pengguna-pengguna

45 11 pelabuhan harus menguasai dan bertanggung jawab terhadap tugas atau pekerjannya masing-masing. Keberhasilan dalam pengelolaan suatu pelabuhan antara lain banyak tergantung pada para pengguna yang ada di pelabuhan, misalnya terhadap kuantitas dan kualitas sumberdaya manusianya, keterkaitan dan keharmonisan hubungan antara staf pengelola pelabuhan antara lain kepala pelabuhan dan pegawainya, para pedagang, nelayan, pengolah dan buruh Kebijakan pengelolaan perikanan tangkap dan kepelabuhan perikanan Dalam sebuah pertemuan para pelaku perikanan sedunia di New Delhi, tahun 1997 dideklarasikan bahwa tanggal 21 November adalah hari yang penting bagi masyarakat perikanan dunia yang disebut sebagai World Fisheries Day (WFD). Gagasan WFD sebenarnya dipicu oleh keprihatinan para pelaku perikanan sedunia yang sedikit banyak dihantui oleh menurunnya kemampuan produksi perikanan global, terjadinya ekses kapasitas dan gejala overfishing di berbagai perairan dunia, serta terjadinya mismanagement terhadap pengelolaan sumber daya perikanan dan kelautan (Fauzi, 2005). Ikan adalah sumberdaya alam yang bersifat renewable atau mempunyai sifat dapat pulih/dapat memperbaharui diri, namun demikian sumberdaya ini bukannya tidak tak terbatas. Untuk itu, sumberdaya yang terbatas tersebut harus dikelola secara baik, sebab (1) Tanpa adanya pengelolaan akan menimbulkan gejala eksploitasi berlebihan (over employment), investasi berlebihan (over investment) dan tenaga kerja berlebihan (over employment); (2) Perlu adanya pengaturan terhadap hak pemanfaatan (use rights) dan hak kepemilikan (property rights). Dimana menurut Charles diacu dalam Suseno, (2004). Kebijakan pengelolaan (policy management) merujuk pada upaya atau tindakan yang sedemikian rupa (deliberate way) untuk menangani isu kebijakan dari awal hingga akhir. Analisis kebijakan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan pengelolaan. Kebijakan umum antara lain mengambil bentuk Undang-undang atau Keputusan Presiden. Kebijakan pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan umum antara lain berupa Peraturan Pemerintah atau Daerah (De Coning, 2004) diacu dalam Hamdan (2008).

46 12 Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom dalam pengelolaan perikanan tangkap yang baik dijelaskan pada peraturan pemerintah pasal 2 ayat (3) No. 25 tahun Pemerintah pusat memiliki beberapa kewenangan, meliputi: (1) penetapan kebijakan dan pengaturan eksplorasi, konservasi, pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam perairan di wilayah laut di luar perairan 12 mil, termasuk perairan nusantara dan dasar lautnya serta ZEE dan landas kontinen; (2) penetapan kebijakan dan pengaturan pengelolaan dan pemanfaatan benda berharga dari kapal tenggelam di luar perairan laut 12 mil; (3) penetapan kebijakan dan pengaturan batas-batas maritim yang meliputi batas-batas daerah otonom di laut dan batas-batas ketentuan kebijakan laut internasional; (4) penetapan standar pengelolaan pesisir pantai dan pulau-pulau kecil; dan (5) penegakan kebijakan di wilayah laut diluar perairan 12 mil dan di dalam perairan 12 mil yang menyangkut hal spesifik serta berhubungan dengan internasional. Pelabuhan perikanan yang merupakan salah satu komponen perikanan tangkap diperlukan suatu kebijakan untuk pengelolaannya, menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: Permen. 16/MEN/2006 pasal 12 ayat 1 dikatakan, pengelola pelabuhan perikanan bertanggung jawab atas pemeliharaan fasilitas yang berada di pelabuhan perikanan. Selanjutnya pasal 13 ayat 1 dan 2 menjelaskan bahwa pengelolaan pelabuhan perikanan yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dipimpin oleh seorang Kepala Pelabuhan dan pengelolaan pelabuhan perikanan yang dimiliki oleh BUMN maupun perusahaan swasta dipimpin oleh seorang Kepala Pelabuhan yang mendapat penetapan dari Direktur Jenderal. 2.5 Operasional Pelabuhan Perikanan Panduan yang disusun sebagai pedoman operasional Pelabuhan Perikanan atau Pangkalan Pendaratan Ikan dengan menyelenggarakan pelayanan prima akan terbatas pada hal-hal yang menyangkut pelaksanaan pelayanan berbagai fasilitas pokok dan fasilitas fungsional yang ada. Sebagai suatu sistem kegiatan yang berlangsung dari waktu secara berkesinambungan maka terselenggaranya pelayanan prima ini sangat dipengaruhi oleh adanya tugas-tugas perawatan dan pemeliharaan terhadap fasilitas yang digunakan dalam operasional fungsi fasilitas

47 13 tersebut. Operasional adalah implementasi dari segala kegiatan dan pekerjaan yang dilakukan di PP/PPI dalam melayani kebutuhan masyarakat pengguna yang memerlukannya. Kegiatan operasional PP/PPI yang dilakukan hendaknya berorientasi pada kepentingan masyarakat pengguna PP/PPI (Murdiyanto, 2002) Kegiatan operasional di pelabuhan perikanan Kegiatan operasional yang berlangsung di pelabuhan perikanan adalah (Direktorat Jenderal Perikanan, 1994 diacu dalam Lubis, 2007): 1) Pendaratan ikan Pendaratan ikan di pelabuhan perikanan sebagian besar berasal dari kapal penangkapan ikan yang mendaratkan hasil tangkapannya di pelabuhan itu, hanya sebagian kecil berasal dari PP/PPI yang dibawa ke pelabuhan itu dengan menggunakan sarana transportasi darat. 2) Penanganan, pengolahan, dan pemasaran ikan Sesuai dengan salah satu fungsinya sebagai tempat pembinaan dan pengawasan mutu hasil perikanan, penanganan ikan segar di pelabuhan perikanan dilakukan dengan metode pendinginan yang dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu pendinginan dengan es, pendinginan dengan udara dingin, dan pendinginan dengan air dingin. Pengolahan ikan dimaksudkan untuk mempertahankan mutu sehingga waktu pemasaran menjadi lebih lama serta meninggikan nilai jual ikan. Kegiatan pemasaran di pelabuhan perikanan bersifat lokal, nasional, dan ekspor. Sistem rantai pemasaran yang terdapat di beberapa pelabuhan perikanan di Indonesia, antara lain : (1) TPI Pedagang besar Pengecer Pedagang Konsumen (2) TPI Pedagang besar Pedagang lokal Konsumen (3) TPI Pengecer Konsumen 3) Penyaluran Perbekalan 4) Pengisian perbekalan. Aktivitas pelabuhan perikanan terkait adalah penyaluran BBM, penjualan air bersih, penjualan es dan suku cadang. Pelayanan perbekalan ini umumnya diadakan oleh pihak UPT Pelabuhan, KUD, Koperasi pegawai pelabuhan, BUMN, dan pihak swasta.

48 Aktivitas-aktivitas dalam operasional pelabuhan perikanan Operasional pelabuhan perikanan menyangkut aktivitas yang ada di pelabuhan perikanan, jumlahnya sangat banyak dan untuk memudahkan maka keselurahan aktivitas yang ada, dikelompokkan menjadi 7 kelompok aktivitas (Pane, 2002 diacu dalam Hadiyanto 2004) seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Kelompok aktivitas-aktivitas operasional pelabuhan perikanan No Kelompok Aktivitas Aktivitas 1 Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan 1. Pendaratan hasil tangkapan (pembongkaran dan pengangkutan hasil tangkapan ke tempat pelelangan) 2. Pemasaran/pelelangan hasil tangkapan 3. Pendistribusian hasil tangkapan 4. Penanganan ikan 2 Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pengolahan ikan 3 Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan unit penangkapan 4 Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan penyediaan kebutuhan melaut 5 Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan kelembagaan pelaku aktif (nelayan, pengolah, pedagang, pembeli) 6 Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan kelembagaan penunjang pelabuhan perikanan 7 Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan pelabuhan perikanan 1. Pembekuan ikan 2. Pengolahan ikan 3. Pemasaran/distribusi hasil olahan 1. Tambat labuh 2. Perbaikan kapal dan mesin 3. Pembuatan kapal 4. Pembuatan alat tangkap 5. Perbaiki alat tangkap 1. Penyediaan air 2. Penyedian es 3. Penyediaan BBM 4. Penyediaan garam 5. Penyedian kebutuhan konsumsi 6. Penyedian sparepart mesin kapal 1. Koperasi pelaku aktif 2. Asosiasi/himpunan/paguyuban pelaku aktif 1. Aktivitas syahbandar 2. Aktivitas perbankan 3. Aktivitas keamanan 1. Pengelolaan fasilitas komersial 2. Pengelolaan fasilitas non-komersial 3. Pengelolaan TPI Sumber : Pane, 2002 diacu dalam Hadiyanto 2004

49 Prinsip pengoperasian pelabuhan perikanan Beberapa prinsip penting bilamana pengoperasian suatu pelabuhan perikanan dikatakan berhasil (Lubis, 2007) adalah: 1) Sangat baik dipandang dari sudut ekonomi, yang berarti hasil pengoperasian pelabuhan itu dapat menguntungkan baik bagi pengelola pelabuhan itu sendiri maupun bagi pemiliknya. Disamping itu hasil dari pengoperasian pelabuhan tersebut mempunyai pengaruh positif terhadap perkembangan kota khususnya dan nasional umumnya; 2) Sistem penanganan ikan yang efektif dan efisien. Dengan kata lain pembongkaran ikan dapat dilakukan secara disertai penseleksian yang cermat, pengangkutan dan penanganan yang cepat; 3) Fleksibel dalam perkembangan teknologi. Dalam hal ini pengembangan suatu pelabuhan perikanan misalnya seringkali diperlukan mekanisasi dari fasilitasfasilitas pelabuhan tersebut. Misalnya perlunya vessel lift pada fasilitas dock, tangga berjalan (tapis roulant) untuk pembongkaran dan penseleksian ikan. Disamping itu diperlukan perluasan pelabuhan karena semakin meningkatnya produksi perikanan pelabuhan, misalnya perluasan gedung pelelangan, perluasan dermaga, dsb; 4) Pelabuhan dapat berkembang tanpa merusak lingkungan sekitarnya (lingkungan alam dan lingkungan sosial); 5) Organisasi serta pelaku-pelaku didalam pelabuhan bekerja secara aktif dan terorganisasi baik dalam kegiatannya Lingkup permasalahan operasional pelabuhan perikanan Dalam lingkup operasionalisasi PP/PPI, permasalahannya terfokus kepada faktor sumberdaya manusianya yaitu personal atau siapa yang mengerjakan tugas dan melaksanakan rencana yang telah ditetapkan untuk menjalankan fasilitas yang tersedia dan melaksanakan fungsinya, bagaimana ia melaksanakan pekerjaannya dengan cara prosedur yang benar sehingga mencapai tujuan yang direncanakan dengan memperhatikan untuk kepentingan siapa pekerjaan itu dilaksanakan (Murdiyanto, 2002).

50 Analisis Pengelolaan Model ISM (Interpretative structural modelling) adalah proses pengkajian kelompok (group learning proses) dimana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta kalimat. ISM dapat ditemukan dalam sejumlah semua elemen yang bisa dihubung dari satu sama lain, dengan demikian bersatu menjadi sebuah siklus. Peneliti dapat memodifikasikan untuk menghasilkan informasi tambahan mengenai hubungan antara unsur-unsur (subelemen) dalam siklus. Dalam hal ini "resolusi siklus" responden memberikan masukan dengan mengisi bobot matriks elemen yang diidentifikasi dalam siklus (Harold, 1979). Selanjutnya dikatakan bahwa, metodologi dan teknik ISM dibagi menjadi dua bagian, yaitu penyusunan hierarki dan klasifikasi subelemen. Prinsip dasarnya adalah identifikasi subelemen dari struktur di dalam suatu sistem yang memberikan nilai manfaat yang tinggi guna meramu sistem secara efektif dan untuk mengambilan keputusan yang lebih baik. Menentukan tingkat jenjang subelemen mempunyai banyak pendekatan yaitu sebagai berikut: 1) kekuatan pengikat antar tingkat dan kelompok; 2) frekuensi relatif dari oksilasi (guncangan)dimana tingkat yang lebih rendah lebih cepat terguncang dari pada yang di atas; 3) konteks di mana tingkat yang lebih tinggi beroperasi pada jangka waktu yang lebih lambat daripada ruang yang lebih luas; 4) liputan dimana tingkat yang lebih tinggi mencakup tingkat yang lebih rendah; 5) hubungan fungsional, dimana tingkat yang lebih tinggi mempunyai peubah lambat yang mempengaruhi peubah cepat tingkat di bawahnya. Program yang telah struktur berjenjang dibagi menjadi elemen-elemen dimana setiap elemen selanjutnya diuraikan menjadi subelemen. Pemodelan struktural mencakup dua tahap, Pada tahap pertama diterapkan alat pembangkit (generating tool), diantaranya yaitu 1) diskusi ahli, melalui proses musyawarah dan brainstorming oleh para panelis yang terseleksi; 2) expert survey, melalui wawancara secara mendalam dari pakar lintas disiplin; 3) metode DELPHI, melalui pengumpulan informasi terkendali dan 4) media elektronik (computerized conferencing, generating graphics atau teleconference). Tahap kedua adalah pemilihan hubungan-bubungan yang relevan, sehingga

51 17 elemen-elemen dapat diformasikan. Prinsip dasar teknik ISM adalah indentifikasi dari struktur di dalam sebuah sistem, yang memberikan nilai manfaat yang tinggi guna meramu sistem secara efektif dan untuk pengambilan keputusan yang lebih baik. Struktur sistem berjenjang diperlukan untuk lebih menjelaskan pemahaman tentang perihal yang dikaji ( Eriyatno 2003). Aspek yang terkait dalam implementasi model dibagi menjadi elemenelemen, dimana setiap elemen diuraikan menjadi sejumlah subelemen. Menurut Saxena (1992) diacu dalam Eriyatno (2003), aspek yang terkait dalam penerapan program dapat dibagi menjadi sembilan elemen, yaitu : 1) sektor masyarakat yang terpengaruh, 2) kebutuhan dari program, 3) kendala utama program, 4) perubahan yang dimungkinkan, 5) tujuan dari program, 6) tolok ukur untuk menilai setiap tujuan, 7) aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan, 8) ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh setiap aktivitas, dan 9) lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program.

52 18

53 18 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan September-November 2010 di Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Pemerintahan Aceh (Lampiran 1). 3.2 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus terhadap pengelolaan yang optimal di Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh. 3.3 Metode Pengambilan Data Metode pengambilan data yang digunakan adalah Purposive Sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan secara acak yang mewakilinya. Sampel diambil secara purposive dengan tujuan mendapatkan gambaran pengelolaan optimal PPI Meulaboh. Data yang dikumpulkan pada penelitian pengelolaan optimal Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh ini mencakup data primer dan data sekunder. 1) Data primer Data primer didapatkan dengan cara wawancara kepada pelaku yang terkait dengan kegiatan di PPI Meulaboh (stakeholders) berdasarkan panduan kuesioner untuk memperoleh data tentang kegiatan pemanfaatan fasilitas-fasilitas pokok, fungsional dan penunjang yang ada di PPI Meulaboh dan tujuh elemen program ISM meliputi; Sektor masyarakat yang terpengaruh, kebutuhan dari pengelolaan, kendala utama pengelolaan, tujuan pengelolaan, tolok ukur/indikator keberhasilan pengelolaan, aktivitas yang diperlukan untuk terlaksananya pengelolaan dan lembaga yang terlibat dalam pengelolaan PPI Meulaboh. Pengambilan datanya melalui expert survey yaitu wawancara secara mendalam dari pakar lintas disiplin ditujukan untuk mengetahui pendapat mereka, dan memperoleh gambaran terkait pengelolaan optimal PPI Meulaboh kedepan. Jumlah responden dalam penelitian ini 30 responden terdiri dari kepada Dinas Perikanan dan Kelautan (2), Panglima laot (2), nelayan (2), pengelola PPI (2), Majelis Adat Aceh (2), Pemilik boat (2),

54 19 industri perikanan (2), pedagang (2), konsumen (2), buruh (2), Bappeda (2), Akademisi (2), KUD (2), LSM (2) dan tokoh masyarakat (2) 2) Data sekunder Data sekunder diambil dari Dinas Perikanan dan Kelautan Meulaboh meliputi fasilitas dan aktifitas PPI Meulaboh, jumlah unit armada penangkap ikan dan jumlah nelayan (Tabel 2). Tabel 2 Data sekunder berdasarkan sumber dan informasi yang diperoleh No Sumber Data Informasi 1. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat 2. Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Barat 3. Bappeda Kabupaten Aceh Barat a. Produksi, nilai produksi dan jenis ikan b. Fasilitas PPI c. Rencana strategis DKP Kabupaten Aceh Barat d. Jumlah dan jenis unit penangkapan a. Jumlah dan jenis armada penangkapan b. Keadaan umum daerah penelitian berupa letak geografis daerah penelitian, kependudukan dan keadaan perikanan secara umum Peta Kabupaten Aceh Barat Lokasi PPI Meulaboh 3.4 Analisis Data Analisis fasilitas dan aktivitas Analisis deskriptif terhadap fasilitas dan aktivitas perikanan tangkap di PPI Meulaboh meliputi kondisi dan ukuran fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang. Pada analisis ini juga disajikan gambar dan grafik Analisis kebijakan PPI Meulaboh Kebijakan adalah faktor yang sangat penting bagi pengelolaan perikanan (pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan) di suatu daerah. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini salah satunya melalui evaluasi kebijakan yang ada, baik menggunakan kebijakan tertulis maupun kebijakan tidak tertulis.

55 20 Analisis kebijakan tertulis menggunakan pendekatan kerangka hukum, berupa pendekatan hukum (legal framework) dilakukan untuk melihat hukum/peraturan perundang- undangan dari sisi struktur (legal structure), mandat (legal mandate) dan penegakan hukum (legal enforcement), kemudian kebijakan yang tidak tertulis berupa kearifan-kearifan lokal yang telah lama dianut oleh masyarakat setempat dalam pemanfaatan dan pengelolaan PPI (Gambar 1). Selanjutnya dipilih kebijakan yang mendukung sektor usaha perikanan di PPI, berupa kebijakan tertulis yaitu peraturan perundang-undangan atau qanun yang berlaku, baik yang dibuat oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang mendukung sektor usaha perikanan di PPI dan kemudian menggunakan kebijakan ini untuk pengelolaan PPI Meulaboh menjadi lebih baik. mulai Input: Kebijakan perikanan (Kebijakan tertulis dan tidak tertulis) Analisis aspek hukum: Struktur hukum (legal structure) Mandat hukum ( legal mandate) Pendekatan hukum ( legal enforcement) Tentukan : Pilih kebijakan yang mendukung pengelolaan perikanan di PPI Meulaboh Cukup Cetak : Kebijakan yang mendukung pengelolaan PPI Meulaboh Gambar 1 Diagram alir deskriptif analisis kebijakan perikanan (Nurani, 2010) diolah kembali

56 Elemen kunci pengelolaan PPI Meulaboh Analisis pengelolaan PPI Meulaboh dalam penelitian ini menggunakan metode Interpretative structural modeling (ISM). Analisis ini dilakukan secara bertahap dan sistematis dengan mengurutkan elemen yang berpengaruh dalam pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh yang didapatkan dari penggalian isu yang strategis yang menjadi acuan atribut elemen Model ISM. Permodelan sistem yang dihasilkan diharapkan dapat diterapkan pada sistem nyata. Strategi implementasi perlu dilakukan agar model pengelolaan perikanan dapat berhasil dengan baik. Strategi implementasi dilakukan dengan menggunakan teknik Interpretative structural modeling (ISM). Langkah-langkah dalam penggunaan ISM adalah sebagai berikut (Ringh, 2008): 1) Identifikasi elemen sistem 2) Membangun hubungan konseptual antar elemen disesuaikan dengan tujuan model 3) Pembuatan matriks interaksi tunggal terstruktur (structural self interaction matrix/ SSIM). Ini dibuat berdasarkan persepsi responden yang dimintakan melalui wawancara kelompok terfokus. Empat simbol yang digunakan untuk mewakili tipe hubungan yang ada antara dua elemen dari sistem yang dipertimbangkan adalah V : hubugan dari elemen E i terhadap E j, tidak sebaliknya. A : hubungan dari elemen E i terhadap E j, tidak sebaliknya. X : hubungan interrelasi antara E i dan E j (dapat sebaliknya). O : menunjukkan bahwa E i dan E j tidak berkaitan. 4) Pembuatan matriks interaksi yang terjadi (reachability matrix/ RM): sebuah RM yang dipersiapkan kemudian mengubah simbol-simbol SSIM (Structural Self Interaction Matrix) ke dalam sebuah matris biner. Aturan aturan konversi berikut menerapkan : - Jika hubungan E i terhadap E j = V dalam SSIM, maka elemen E ij = 1 dan E ji = 0 dalam RM; - Jika hubungan E i terhadap E j = A dalam SSIM, maka elemen E ij = 0 dan E ji = 1 dalam RM;

57 22 - Jika hubungan E i terhadap E j = O dalam SSIM, maka elemen E ij = 0 dan E ji = 0 dalam RM; RM awal dimodifikasi untuk menunjukkan seluruh direct dan indirect reachability, yaitu jika E ij = 1 dan E jk = 1, E jk = 1 5) Tingkat partisipasi dilakukan untuk mengklasifikasi elemen-elemen dalam level-level yang berbeda dari struktur ISM. 6) Pembuatan matriks canonical: Pengelompokan elemen-elemen dalam level yang sama mengembangkan matriks ini. 7) Pembuatan Digraph: adalah konsep yang berasal dari directional graph sebuah grafik dari elemen-elemen yang saling berhubungan, dan level hierarki. 8) Interpretative strucrtural modelling: ISM dibangkitkan dengan memindahkan seluruh jumlah elemen deskripsi elemen aktual. oleh sebab itu, ISM memberikan gambaran yang sangat jelas dari elemen-elemen sistem dan alur hubungannya. Penentuan strategi implementasi model pengelolaan perikanan dengan menggunakan teknik ISM, memerlukan identifikasi elemen penting yang akan dimasukkan kedalam model atau program. Menurut Saxena (1992) diacu dalam Eriyatno (2003) program dapat dibagi menjadi sembilan elemen, yaitu: 1) Sektor masyarakat yang terpengaruh. 2) Kebutuhan dari program. 3) Kendala utama program. 4) Perubahan yang dimungkinkan dari program. 5) Tujuan dari program. 6) Tolok ukur untuk menilai setiap tujuan. 7) Aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan. 8) Ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh setiap aktivitas. 9) Lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program. Selanjutnya, untuk setiap elemen dari program yang dikaji dijabarkan menjadi sejumlah subelemen berdasarkan pendapat responden. Setelah itu ditetapkan hubungan kontekstual antara subelemen yang terkandung adanya suatu pengarahan (direction) dalam terminologi subordinat yang menuju pada perbandingan berpasangan, seperti apakah tujuan A lebih penting dari tujuan

58 23 B?, perbandingan berpasangan yang menggambarkan keterkaitan antar subelemen atau tidaknya hubungan kontekstual ditentukan dari pendapat responden. Berdasarkan pertimbangan hubungan kontekstual maka disusunlah Structural Self-Interaction Matrix (SSIM). Pengertian nilai 1 adalah ada hubungan kontekstual antar subelemen, sedangkan nilai 0 adalah tidak ada hubungan kontekstual antar subelemen. Hasil penilaian tersebut tersusun dalam Structural Self-Interaction Matrix (SSIM). SSIM dibuat dalam bentuk tabel Reachability Matrix (RM) dengan menganti V, A, X dan O menjadi bilangan 1 dan 0. Penyusunan SSIM menggunakan simbol V, A, X dan O yaitu: V jika e a = 1 dan e b = 0; artinya bahwa elemen A berpengaruh dibandingkan elemen B A jika e a = 0 dan e b = 1; artinya bahwa elemen A berpengaruh dibandingkan elemen B X jika e a = 1 dan e b = 1; artinya bahwa elemen A sama-sama berpengaruh dengan elemen B O jika e a = 0 dan e b = 0; artinya bahwa elemen A dan elemen B sama-sama tidak memiliki pengaruh Hasil survei awal dan pendapat stakeholders (DKP, BAPPEDA, Akademisi dan Panglima Laot) di lapangan berdasarkan kondisi di tempat Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh, ditetapkan tujuh elemen sistem yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas beberapa subelemen sistem. Selanjutnya elemen dan subelemen sistem ini, digunakan sebagai input yang dianalisis dengan teknik ISM ( Tabel 4). Pembuatan matriks interaksi tunggal terstruktur (structural self interaction matrix/ssim), memerlukan persepsi dari responden. Pada penelitian ini, responden yang dimintakan pendapatnya melalui pengisian kuesioner adalah pakar di bidang pelabuhan perikanan atau perikanan tangkap. Hasil teknik ISM berupa ranking dari setiap subelemen dan plot masingmasing subelemen ke dalam empat sektor beserta koordinatnya. Berdasarkan ranking masing- masing sub-elemen, maka dapat dibuat hierarki setiap subelemen secara manual dimana subelemen dengan ranking yang lebih tinggi akan berada

59 24 pada hierarki yang lebih rendah. Diagram alir deskriptif teknik analisis ISM seperti terlihat pada Gambar 2. Tabel 3 Elemen dan subelemen strategi implementasi Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan No Elemen Sistem Subelemen 1 Sektor masyarakat yang terpengaruh dari pengelolaan PPI 2 Kebutuhan terlaksana program pengelolaan PPI 3 Kendala utama dalam pengelolaan PPI 4 Tujuan dari program pengelolaan PPI yang baik Pengelola PPI, nelayan, panglima laot, industri perikanan, pemilik kapal, pedagang pengumpul, pedagang pengecer, pengusaha jasa transportasi, buruh angkut, konsumen dan masyarakat sekitar PPI. Pengelolaan fasilitas & aktivitas dan peraturan meliputi: ketersediaan fasilitas yang lengkap, ketersedian data base dan informasi, dukungan teknologi di PPI, penyuluhan pengelolaan PPI, ketersedian sumberdaya manusia (SDM), keberpihakan pemerintah provinsi (komitmen), partisipasi nelayan, dukungan dari Pemerintah kabapaten tentang qanun pengelolaan PPI, dukungan dari kecamatan, koordinator antar sektor, ketersediaan anggaran ke PPI, kebijakan pengelolaan PPI, penegakan hukum, dan tokoh masyarakat Kendala pengelolaan aktivitas dan peraturan meliputi: kualitas SDM yang masih rendah di PPI, kurang pemahaman lembaga adat tentang pengelolaan PPI, kualitas Pengelola PP/PPI masih rendah, aksesbilitas ke PPI, konflik kepentingan antar pemerintah daerah di PPI, terbatasnya anggaran pengelolaan pembangunan PP/PPI, campur tangan NGO, tidak adanya peraturan pengelolaan optimal PPI, penempatan pengelola PPI bukan dari keahlian ilmunya dan konflik antar nelayan di PPI Optimalisasi pemanfaatan SDM, kinerja DKP dan panglima Laot, peningkatan keuntungan usaha perikanan, manajemen fungsional PPI, pengelolaan optimal PPI yang baik, kebijakan pemerintah yang berpihak ke PPI, peningkatan kemampuan pengelola PPI, penyerapan tenaga kerja sesuai ahlinya di PPI, kesejahteraan nelayan lebih baik, peningkatan PAD

60 25 5 Tolok ukur keberhasilan pengelolaan PPI 6 Aktivitas yang dibutuhkan dalam pengelolaan PPI 7 Lembaga yang terlibat dalam pengelolaan PPI Adanya peraturan pengelolaan yang jelas tentang pengelolaan PPI, kinerja instansi yang terkait efisien, terbentuk pengelolaan bersama, adanya koordinasi antar stakeholder di PPI, tugas pokok panglima laot dan DKP sesuai qanun, penyerapan tenaga kerja tinggi ke PPI, pendapatan usaha perikanan meningkat, perekonomian daerah meningkat, PAD meningkat dan tidak terjadi konflik antar nelayan di PPI Koordinasi dengan lembaga yang saling terkait, pembuatan peraturan pengelolaan PPI, pengembangan teknologi di PPI, training/pelatihan SDM di PPI, penyediaan sarana dan prasarana di PPI, penciptaan kondisi yang kondusif, pengembangan akses pasar di PPI, pengembangan akses informasi dan terbuka dengan semua pihak Dinas perikanan dan ilmu kelautan provinsi, dinas perikanan dan ilmu kelautan kabupaten, majelis adat aceh, panglima laot, panglima laot lhok, pengelola PPI, syahbandar, HNSI ( Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia), GAPI (Gabungan Pedagang Ikan), koperasi, GAPIKA (Gabungan Pengolah Ikan)

61 26 Program Tindakan program menjadi perencanaan program Uraikan setiap elemen menjadi subelemen Tentukan hubungan kontekstual antara subelemen pada setiap elemen Susunlah SSIM untuk setiap elemen Bentuk Reachabiliy Matrix untuk setiap elemen Uji matrix dengan aturan transitity OK Modifikasi SSIM Tentukan level melalui pemilihan Tetapkan Drive dan Drive power setiap subelemen Ubah RM menjadi format Lower Triangular RM Tentukan rank dan hirarki dari subelemen Tetapkan Drive Dependence Matrix setiap elemen Susun digraph dari lower triangular Plot subelemen pada empat faktor Susun ISM dari setiap elemen Klasifikasi subelemen pada empat peubah kategori Gambar 2 Diagram alir deskriptif teknik interpretative structural modeling (ISM) (Marimin, 2004)

62 27 Teknik analisis interpretative structural modeling (ISM) digunakan untuk strategi implementasi program atau kebijakan, agar pengelolaan optimal PPI Meulaboh di Kabupaten Aceh Barat dapat diaplikasikan dengan baik. Implementasi program optimal merupakan suatu sistem yang kompleks, untuk itu harus dilakukan melalui perencanaan yang sistematis dan terintegrasi dari seluruh komponen sistem. Output dari analisis ISM (interpretative structural modeling) yang dilakukan menghasilkan diagram struktural elemen dan matriks driver powerdependence dari elemen-elemen hubungan dengan setiap subelemen berdasarkan tujuh program yang digunakan dalam pengelolaan optimal PPI Meulaboh.

63 28 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Kabupaten Aceh Barat merupakan salah satu kabupaten yang termasuk dalam wilayah Pemerintahan Aceh yang terletak di daerah barat selatan aceh. Secara geografis Kabupaten Aceh Barat terletak di posisi : LU dan BT. Secara administrasi Kabupaten Aceh Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Jaya dan Pidie di sebelah utara, dengan Aceh Tengah dan Nagan Raya di sebelah timur, dengan Samudera Indonesia dan Kabupaten Nagan Raya di sebelah barat dan selatan. Kabupaten ini memiliki luas wilayah daratan 2.927,95 km 2 atau ha, dengan panjang garis pantai diperkirakan 50,55 km dan dengan luas laut 233 km 2 mempunyai wilayah yang sangat potensial untuk salah satu daerah hasil laut yang produktif (DKP, 2007). Menurut Badan Pusat Statistik (2010), Kabupaten Aceh Barat memiliki 321 desa dengan 12 (dua belas) kecamatan, dan juga memiliki empat kecamatan yang berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia yaitu kecamatan pesisir meliputi Kecamatan Johan Pahlawan, Meureubo, Samatiga dan Kecamatan Arongan Lambalek, serta delapan kecamatan daratan yaitu Kaway XVI, Sungai Mas, Pantee Ceureumen, Panton Ree, Bubon, Woyla, Woyla Barat dan Woyla Timur. Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa Kecamatan Kaway XVI merupakan kecamatan terluas di Kabupaten Aceh Barat dengan luas mencapai 510,18 km 2 kemudian diikuti Kecamatan Pante Ceureumen dengan luas 490,25 km 2, kedua kecamatan ini adalah kecamatan daratan yang tidak ada pesisir. Kecamatan terkecil adalah Kecamatan Panton Reu dengan luas 83,04 km 2 merupakan kecamatan pemekaran pada tahun 2007, dan Kecamatan Johan Pahlawan dengan Luas Wilayah 44,91 km 2 atau 1,53% dari luas kabupaten kecamatan ibu Kota Aceh Barat. Kecamatan ini merupakan tempat lokasi penelitian di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Meulaboh Desa Ujung Baroh, Kecamatan Johan Pahlawan dengan luas area pelabuhan 1,5 hektar (BPS, 2010).

64 29 Tabel 4 Nama-nama kecamatan, ibu kota kecamatan, jumlah desa/gampong dan luas wilayah kecamatan di Kabupaten Aceh Barat. No Kecamatan Ibukota Kecamatan Jumlah Desa Luas (km 2 ) 1 Johan Pahlawan Meulaboh 21 44,91 2 Samatiga Suak Timah ,69 3 Bubon Banda Layung ,58 4 Arongan L Drien Rampak ,06 5 Woyla Kuala Bhee ,04 6 Woyla Barat Pasi Mali ,00 7 Woyla Timur Tangkeh ,60 8 Kaway XVI Keudee Aron ,18 9 Meureubo Meureubo ,87 10 Pante C Pante C ,25 11 Panton Reu Meutulang 19 83,04 12 Sungai Mas Kajeung ,73 Jumlah ,95 Sumber : BPS, Kabupaten Aceh Barat dalam Angka Penduduk dan Mata Pencaharian Kabupaten Aceh Barat terdiri beberapa suku asli Aceh dan pendatang dari berbagai daerah. Kelompok etnis pendatang terbesar sampai saat ini adalah Padang dan Jawa. Banyaknya penduduk pendatang ini akibat adanya program transmigrasi penduduk dari daerah lain ke aceh dan juga akibat tsunami tahun 2004, banyak suku pendatang yang mencari rizki ke Kabupaten Aceh Barat seiring dengan pembangunan kembali kabupaten ini oleh BRR (badan rehabilitasi dan rekontruksi) Aceh-Nias, yang kemudian sebagian besar diantaranya menetap tinggal di Kabupaten Aceh Barat. Jumlah Penduduk Kabupaten Aceh Barat yang tercatat oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 adalah orang, yang terdiri dari laki-laki sebanyak orang dan perempuan orang. Setelah gempa dan gelombang tsunami dengan kekuatan 9,8 skala richter yang melanda Pemerintahan Aceh tanggal 26 Desember 2004, sekitar 80% bangunan fisik Kota Aceh hancur total. Keadaan yang seperti itu jumlah penduduk Kabupaten Aceh Barat akhir Desember 2005 tercatat jiwa, sehingga dalam periode waktu Kabupaten Aceh Barat mempunyai rata-rata pertumbuhan penduduk sebesar 2,96% per tahun. Dari tahun 2005 sampai tahun 2009, Kecamatan Johan Pahlawan menduduki posisi pertama dengan jumlah penduduk di Kabupaten Aceh Barat. Hal ini dikarenakan Kecamatan Johan Pahlawan terletak di pusat kota Meulaboh,

65 30 sebagai ibu kota dari Kabupaten Aceh Barat, kemudian diikuti diposisi kedua oleh Kecamatan Meureubo dengan jumlah penduduk jiwa dan Kecamatan Kaway XVI pada posisi ketiga tahun 2009 mencapai jiwa. Pada tahun 2006 penduduk di Kecamatan Kaway XVI ini mencapai angka tertinggi jiwa, namun pada tahun 2007 terjadi pemakaran sehingga mengalami penurunan 27,35% (18,429 jiwa) dan pembentukan kecamatan baru yaitu Kecamatan Panton Reu di Kabupaten Aceh Barat yang sebelumnya merupakan wilayah Kecamatan Kaway XVI. Perkembangan jumlah penduduk menurut Kecamatan dalam Kabupaten Aceh Barat dari tahun dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Perkembangan penduduk di kecamatan pesisir dan daratan dalam Kabupaten Aceh Barat periode Kecamatan Penduduk (jiwa) Kecamatan Pesisir 1. Johan Pahlawan Meureubo Samatiga Arongan L Jumlah Kecamata daratan 5. Woyla Woyla Barat Woyla Timur Kaway XVI Bubon Pante C Panton Reu Sungai Mas Jumlah Jumlah Keseluruhan Sumber : BPS, Kabupaten Aceh Barat dalam Angka 2010

66 31 Jumlah Penduduk (Jiwa) Tahun Gambar 3 Grafik perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Aceh Barat periode Kabupaten Aceh Barat adalah salah satu kabupaten yang kemajuannya sangat pesat pasca tsunami pada tahun Jumlah keseluruhan penduduk Kabupaten Aceh Barat jiwa sampai tahun 2010, dengan berbagai macam mata pencaharian diantaranya petani (ladang, tambak), nelayan, pegawai negeri sipil, tetapi di kabupaten ini yang lebih dominan mata pencahariannya adalah petani dengan luas lahan hingga tahun 2009 mencapai hektar. Luas areal budidaya tambak (brackish waterpond) dan kolam (fresh waterpond) yang sudah dimanfaatkan di Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2008 tercatat 150,85 hektar dengan hasil produksinya 36,5 ton. Masyarakat pencari kerja/pengangguran dari tahun mencapai jiwa. Potensi lahan dan areal yang sangat banyak di Kabupaten ini Aceh Barat belum dimanfaatkan secara efektif oleh masyarakat sehingga jumlah pengangguran masih tinggi di daerah ini. Pemerintah kabupaten harus bekerja lebih keras lagi untuk menangulangi tingkat pengangguran. Salah satu langkahnya adalah memberikan penyuluhan kepada masyarakat sehingga lahan yang tersisa bisa digarap secara efektif dan mata pencaharian masyarakat menjadi lebih beragam di masa yang akan datang. 4.3 Deskripsi Keadaan Perikanan Tangkap Armada penangkapan Kapal adalah salah satu sarana penunjang kegiatan produksi perikanan yang harus ada dalam operasi penangkapan ikan. Menurut Undang-undang No. 45 tahun 2009 tentang perikanan, kapal perikanan adalah kapal, perahu atau alat

67 32 apung yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengelohan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian/eksplorasi perikanan. Armada penangkapan ikan yang beroperasi di Kabupaten Aceh Barat, terdiri dari sampan atau jukung (perahu tanpa motor), perahu motor (PM) dan Kapal motor. Kapal motor yang terdapat di PPI Meulaboh adalah yang berukuran <10-30 GT (Gross Tonage). Jenis armada penangkapan yang paling banyak digunakan oleh nelayan adalah jenis kapal motor dimana alat tangkap yang sering digunakan seperti pukat cincin, jaring insang, payang (lampara), rawai hanyut, pancing tonda. Tabel 6 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Aceh Barat periode tahun Tahun Perahu Tanpa Motor (unit) Motor Tempel (unit) Kapal Motor (unit) < 10 GT GT GT Jumlah (unit) Sumber: DKP Kabupaten Aceh Barat ; diolah kembali Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah kapal yang ada di PPI Meulaboh mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Jumlah kapal (perahu tanpa motor, motor tempel dan kapal motor) tertinggi terjadi pada tahun 2005 yaitu 863 unit dan terendah pada tahun 2009 sebesar 661 unit. Perkembangan jenis kapal tidak sama, seperti terlihat pada Tabel 6. Penurunan jumlah kapal pada tahun 2008 terjadi pada perahu tanpa motor, motor tempel dan kapal motor yang berukuran GT.

68 Tahu n Sumber: DKP Kabupaten Aceh Barat 2010; diolah kembali Jumlah Armada Penangkapan (unit) Gambar 4 Grafik Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan periode Berdasarkan Gambar 4, armada penangkapan yang terdapat di Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2005 sebanyak 863 unit dan tahun 2006 mengalami penurunan drastis menjadi 773 unit atau turun 10,42%, dan pada tahun 2009 jumlah armada penangkapan yang masih operasi di Kabupaten ini turun menjadi 661 unit (8,82%). Penurunan jumlah unit kapal salah satunya karena NGO atau LSM yang membantu masyarakat dalam bidang perikanan dan kelautan di Pemerintahan Aceh telah berakhir masa kontraknya dengan pemerintah yang diwakili oleh BRR (Badan rehabilitasi dan rekontruksi) Aceh-Nias. Selain itu juga kurangnya modal yang dimiliki nelayan untuk melakukan kegiatan penangkapan sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang semakin mahal, sebagian nelayan lebih memilih beralih profesi lain seperti menjadi pedagang pengecer ikan dan juga nelayan menjual armadanya. Tahun 2009, pemerintah pusat (Kementrian Kelautan dan Perikanan) dan pemerintah daerah memberikan beberapa bantuan unit kapal kepada kelompok nelayan dengan ukuran >20 GT supaya nelayan bisa melakukan penangkapan ikan dengan jangkuan yang lebih jauh dan hasil yang banyak, bagus serta punya kualitas eskpor.

69 Alat tangkap Alat tangkap ikan atau alat penangkap ikan merupakan salah satu komponen yan g sangat penting bagi nelayan karena menjadi alat utama dari mata pencahariannya dalam menghasilkan produksi perikanan, baik yang berupa ikan maupun yang non ikan. Pemanfaatan sumberdaya ikan oleh nelayan secara optimal tentunya sangat didukung oleh teknologi alat penangkapan yang digunakan. Unit penangkapan ikan yang digunakan memerlukan pengkajian yang mendalam untuk mendapatkan unit penangkapan yang tepat guna atau unggulan yaitu unit penangkapan ikan yang memiliki kriteria: (1) tidak merusak kelestarian sumberdaya, (2) secara teknis efektif digunakan, (3) dari segi sosial diterima oleh masyarakat nelayan, (4) secara ekonomi teknologi tersebut bersifat menguntungkan (Malanesia, 2008). Jenis perkembangan alat tangkap dan usaha penangkapan yang banyak dilakukan oleh nelayan di Kabupaten Aceh Barat adalah beragam yaitu payang, gill net, pukat pantai, jaring hanyut, jaring insang, trammel net, rawai, pancing tonda dapat dilihat pada Tabel 7. Pada tahun 2008 alat tangkap rawai memiliki jumlah terbanyak dibandingkan alat tangkap lainnya yaitu 260 unit, dan secara keseluruhan alat tangkap yang dominan digunakan nelayan di Kabupaten ini adalah rawai dari tahun dengan jumlah unit. Peristiwa gempa dan tsunami tahun 2004 di Aceh mengakibatkan banyak Negara yang telah membantu Pemerintahan Aceh sehingga telah membawa perubahan, terutama dalam hal teknologi alat tangkap yang sering digunakan oleh nelayan Kabupaten Aceh Barat. Tabel 7 memperlihatkan bahwa jenis dan jumlah unit alat tangkap pukat pantai menunjukkan peningkatan yang cukup drastis di tahun 2009 karena dioperasikannya sebanyak 60 unit pukat pantai, begitu juga dengan alat tangkap pukat cincin sebanyak 71 unit dan alat tangkap jaring insang sebanyak 18 unit. Seperti dijelaskan pada Tabel 7, jenis dan alat tangkap yang dioperasikan di Kabupaten Aceh Barat hingga tahun 2009 berjumlah unit. Alat tangkap jaring klitik mengalami kenaikan dari tahun sebanyak 174 unit, tetapi pada tahun 2008 mengalami penurunan yang sangat drastis menjadi 15 unit (91%) dan pada tahun 2009 menunjukkan jaring klitik tidak digunakan lagi oleh nelayan di Kabupaten Aceh Barat. Begitu juga alat

70 35 tangkap trammel net mulai mengalami penurunan dari tahun 2008 sebanyak 86 unit (17%) dan tahun 2009 nelayan tidak mengoperasikan alat tangkap ini lagi. Berdasarkan hasil wawancara, alasan nelayan lebih memilih alat tangkap pancing tonda dan rawai disebabkan biaya perawatan jaring lebih mahal dibandingkan alat tangkap pancing tonda dan rawai sehingga nelayan lebih memilih mengoperasikan alat tangkap pancing tonda dan rawai yang lebih baik dari segi hasil tangkapan secara ekonomis dan lebih efektif. Penurunan juga diakibatkan banyak nelayan menjual alat tangkapnya ke kabupaten lain. Jumlah alat tangkap yang beroperasikan di Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2006 meningkat 31,45%, kemudian pada tahun 2007 total alat tangkap mengalami kenaikan lagi menjadi 870 unit (4,60%). Pada tahun 2008 jumlahnya turun drastis hingga mencapai 645 unit (-34,88%) dan pada tahun 2009 jumlahnya alat tangkap menjadi 529 unit atau turun 21,93%. Tabel 7 Jenis dan jumlah alat tangkap yang dioperasikan di Kabupaten Aceh Barat tahun Jenis Alat Tangkap Tahun Jumlah (unit) Payang Pukat pantai pukat cincin Jaring hanyut Jaring klitik Jaring insang Trammel net Rawai Pancing tonda pancing yang lain Jumlah total Pertumbuhan(%) Sumber: DKP Kabupaten Aceh Barat ; diolah kembali Jumlah alat tangkap yang paling dominan digunakan oleh nelayan di Kabupaten Aceh Barat pada 5 (lima) tahun terakhir ini adalah rawai (rawai kakap dan hiu) yaitu 30,85 %, kedua pancing tonda sebesar 20,94 %, ketiga yang sering digunakan oleh nelayan adalah jaring kritik sebesar 11,27 %, sedangkan yang keempat trammel net sebesar 9,70 %.

71 Payang Pukat pantai pukat cincin Jaring hanyut Jaring klitik Jaring insang Trammel net Rawai Pancing tonda Sumber: DKP Kabupaten Aceh Barat 2010; diolah kembali Gambar 5 Diagram komposisi jumlah alat tangkap dan jenis yang dioperasikan di Kabupaten Aceh Barat tahun Daerah dan musim penangkapan ikan Daerah penangkapan ikan (DPI) yang biasa dilakukan oleh nelayan Kabupaten Aceh Barat adalah di sekitar perairan Laut Sinabang, yaitu perairan meliputi daerah Bubon dan Arongan Lambalek. Perairan tersebut merupakan bagian dari Samudera Hindia. Khusus nelayan yang mengoperasikan alat tangkap rawai, daerah penangkapannya ikan sampai ke Kepulauan Andaman dan Nicobar, karena daerah ini memiliki potensi ikan yang sangat beragam dan banyak seperti ikan hiu, kakap dan cakalang. Penentuan daerah penangkapan ikan oleh nelayan di Kabupaten Aceh Barat biasanya hanya berdasarkan pengalaman dan informasi dari nelayan lain dan panglima laot. Tidak ada alat bantu seperti fish finder untuk menentukan daerah penangkapan ikan (DPI). Penangkapan ikan di suatu DPI yang dilakukan oleh nelayan-nelayan kabupaten ini sangat dipengaruhi oleh cuaca dan musim. Para nelayan tersebut akan melakukan operasi penangkapan ikan di saat perairan tenang dan pada saat gelap bulan (bulan mati) terutama nelayan yang mengoperasikan alat tangkap pukat cincin. Jika cuaca tidak mendukung seperti adanya musim penghujan yang disertai badai (terutama musim barat), maka nelayan memilih untuk tidak melaut. Selain keadaan diatas, nelayan aceh tidak melaut karena terkait dengan adat istiadat dan hukom laot (hukum laut) yang telah dianut turun-temurun oleh

72 37 nelayan dan masyarakat adat di Kabupaten Aceh Barat memiliki hari atau tanggal tertentu yang tidak diperbolehkan melaut atau pantang melaut (pantang laot) yaitu: 1) Kenduri adat laot, dilakukan selambat-lambatnya tiga tahun sekali atau tergantung kesepakatan dan kesanggupan nelayan setempat. Pantangan melaut pada acara kenduri tersebut dihitung 3 hari sejak Rabu matahari terbit pada hari kenduri hingga matahari terbenam pada hari Jum'at; 2) Hari Jum'at yang dihitung sejak tenggelam matahari pada hari Kamis hingga terbenam matahari pada hari Jum'at; 3) Hari Raya Idul Fitri dilarang melaut selama dua hari dihitung sejak tenggelam matahari pada hari meugang hingga terbenam matahari pada hari raya (Syawal) kedua; 4) Hari Raya Idul Adha, dilarang melaut selama dua hari dihitung sejak tenggelam matahari pada hari meugang hingga terbenam matahari pada hari raya (Dzulhijjah) kedua; 5) Hari Kemerdekaan tanggal 17 Agustus, dilarang melaut selama satu hari dihitung sejak tenggelam matahari pada tanggal 16 Agustus hingga terbenam matahari tanggal 17 Agustus. Apabila nelayan melanggar hari-hari yang telah ditentukan untuk tidak melaut, maka nelayan yang melakukan pelanggaran tersebut akan dikenakan sanksi hukum berupa: 1) Seluruh hasil tangkapan disita; 2) Dilarang melaut sekurang-kurangnya tiga hari dan paling lamanya tujuh hari Volume dan nilai produksi Musibah gempa dan tsunami yang berpusat di Samudera Hindia sebelah barat Kabupaten Aceh Barat memberikan dampak negatif dan positif terhadap masyarakat di kabupaten ini, salah satu dampak positif adalah banyaknya bantuan yang disalurkan oleh pemerintah lewat BRR Aceh-Nias terutama dalam bidang perikanan (kapal, alat tangkap dll). Seiring dengan pembangunan kembali sektor perikanan tangkap di Kabupaten Aceh Barat yang ditandai dengan pembangunan kembali PPI Meulaboh oleh BRR Aceh-Nias pada tahun 2005 dan bertambahnya juga armada

73 38 penangkapan ikan serta alat tangkap, maka terlihat volume produksi mulai pada tahun mengalami kenaikan (2,19%). Volume produksi juga mengalami perkembangan positif pada tahun 2007 yaitu ,20 ton atau naik 12,43%. Pada tahun 2008 pertumbuhan produksi ikan terus terjadi peningkatan sehingga mencapai angka ,60 ton atau mengalami kenaikan sebesar 6,95%, dengan nilai jual produksi Rp ,00 (44,36%) (Tabel 8). Tahun 2009 produksi hasil tangkapan ikan hanya 8.108,8 ton atau mengalami penurunan sebesar (95,27%) dengan nilai produksi Rp ,00 (-59.37). Penyebab terjadinya penurunan hasil tangkapan diduga, karena banyak nelayan tidak melaut disebabkan oleh mahalnya kebutuhan nelayan atau keperluan nelayan seperti BBM (solar), es dan makanan sehari-hari untuk melaut dan tidak ada lagi donator (BRR Aceh-Nias) yang membantunya. Tabel 8 Volume dan nilai produksi hasil tangkapan di Kabupaten Aceh Barat periode Tahun Produksi ikan Pertumbuhan Nilai Produksi Pertumbuhan (ton) (%) (Rp) (%) , ,07 2, , ,20 12, , ,60 6, , ,8-95, ,37 Sumber: DKP Kabup aten Aceh Barat ; diolah kembali 4.4 Keadaan Umum PPI Meulaboh Letak dan sejarah PPI Meulaboh PPI Meulaboh secara geografis terletak pada LU dan BT di wilayah Kelurahan Ujung Baroh Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat. Lokasi PPI Meulaboh sebelum tsunami statusnya adalah sebagai tempat pendaratan ikan (TPI) dan hancur total akibat gempa dan tsunami tahun Pembangunan kembali lokasi PPI Meulaboh ini mendapat dukungan dari APBD dan BRR Aceh-Nias dan statusnya resmi menjadi PPI Meulaboh. Pembangunan kembali PPI ini dilaksanakan pada akhir 2005 dan saat ini telah berfungsi kembali sebagai sentral ekonomi perikanan Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.

74 39 Gambar 6 Kantor operasional PPI Meulaboh setelah perbaikan akibat tsunami Prasarana dan sarana ke PPI Meulaboh 1) Transportasi Akses transportasi umum yang ada di Kota Meulaboh sangat beragam diantaranya adalah ada labi-labi, L300, becak, becak motor. Jenis transportasi ini melayani penduduk tiap hari mulai jam 4.30 sampai WIB. Namun khusus jenis transportasi yang langsung menuju ke PPI Meulaboh adalah becak dan becak motor, karena Dinas Perhubungan melarang mobil angkutan umum masuk ke areal PPI. PPI ini berada di pusat Kota Meulaboh dan sangat mudah dijangkau dengan berbagai macam transportasi. Kira-kira jaraknya dengan jalan utama kota hanya 1,5 km dan lebar jalan menuju ke PPI Meulaboh berkisar 5-6 meter sehingga angkutan yang keluar masuk PPI lancar setiap hari dan proses distribusi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Meulaboh berjalan baik. Oleh karena itu, untuk menunjang agar perikanan tangkap dapat berkembang setiap tahun maka dibutuhkan kerjasama dengan semua pihak yang terkait (pemda dan masyarakat) terhadap sarana dan prasarana transportasi yang baik dalam melayani semua aktivitas di PPI Meulaboh. 2) Pasar Umum Areal di dekat PPI Meulaboh juga terdapat pasar umum dengan jarak 50 meter dari PPI. Pasar umum ini merupakan pasar induk Kota Meulaboh yang memulai aktivitas dari jam WIB. Pasar tersebut menyediakan

75 40 berbagai macam kebutuhan untuk masyarakat setiap hari. Lingkungan pasar umum ini terdapat pasar ikan yang menjual berbagai jenis ikan /hasil tangkapan yang dibawa dengan becak motor dari PPI Meulaboh. 3) Toko Sarana Penangkapan Toko sarana penangkapan di PPI Meulaboh menyediakan berbagai macam kebutuhan perlengkapan nelayan untuk melaut, seperti alat pancing, bahan jaring, lampu petromak, tali dan umpan buatan. Toko-toko ini berada di sepanjang jalan menuju ke kompleks PPI Meulaboh dan dibuka setiap hari dari pukul WIB. Toko sarana penangkapan ini jumlahnya sekitar 15 unit yang diusahakan secara perseorangan oleh penduduk yang umumnya berada di sekitar Pangkalan Pendaratan Ikan. Toko-toko ini dinilai oleh nelayan sangat bermanfaat untuk persiapan perbekalan melaut dan harganya juga masih bisa terjangkau oleh nelayan. 4). Pasar Bina Usaha (pasar modern) Akses transportasi yang baik ke Kabupaten Aceh Barat dari kabupaten lain membuat para pengusaha menanamkan modalnya di Kota Meulaboh, antara lain berdirinya Pasar Bina usaha yang baru selesai dibangun pada tahun Pasar Bina Usaha ini merupakan pusat pasar terbesar di Kabupaten Aceh Barat yang menjual berbagai macam kebutuhan masyarakat seperti, pakaian, celana, aksesoris, elektronik dan perlengkapan rumah. Pasar ikan ini termasuk pasar hiegienis yang mempunyai kualitas ikan tetap terjaga dibandingkan pasar ikan lainnya. Desain jenis-jenis barang di Pasar Bina Usaha ini seperti Pasar Aceh (Banda Aceh), Mini Mall atau Giant. 4.5 Lembaga Perikanan dan Kelautan Pemerintah pusat memberikan otonomi kepada setiap daerah untuk mengelola sumberdaya alam khususnya dibidang perikanan, salah satunya adalah daerah Pemerintahan Aceh yang didukung dengan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) Tahun Lembaga Perikanan dan Kelautan di Pemerintahan Aceh (Kabupaten Aceh Barat) berbeda dengan provinsi lain seperti lembaga hukum adat laut aceh (Panglima Laot) memiliki fungsi dan peranan Panglima

76 41 Laot yang berbeda dengan DKP dan sistem kelembagaan nelayan yang ada di Kabupaten Aceh Barat Lembaga perikanan dan kelautan yang ada di Kabupaten Aceh Barat Kelembagaan perikanan dan kelautan yang terdapat di Kabupaten Aceh Barat meliputi panglima laot (Lembaga hukum adat laut Aceh), HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia), koperasi, GAPI (Gabungan Pedagang Ikan) dan GAPIKA (Gabungan Pengolah Ikan). Panglima laot merupakan lembaga adat yang berfungsi sebagai ketua adat bagi kehidupan nelayan di pantai/masyarakat pesisir, dan penghubung antara pemerintah dengan nelayan dalam mengsukseskan program pembangunan perikanan serta program-program pemerintah secara umumnya. Fungsi dan tugas Panglima laot diharapkan dapat menbantu pemerintah dalam pembangunan perikanan, melestarikan adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat nelayan (DKP, 2006). Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat secara fungsional bermitra dengan himpunan nelayan seluruh Indonesia (HNSI) yang memiliki peran dan fungsi yang sangat penting untuk menampung berbagai aspirasi masyarakat nelayan. Berbagai program pembangunan perikanan perlu disinergiskan dengan program-program yang ada di organisasi tersebut. Dengan demikian organisasi HNSI Kabupaten Aceh Barat menjadi salah satu organisasi yang dapat dimanfaatkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan untuk berbagi berbagai informasi dalam rangka pembangunan dan mengembangkan kegiatan perikanan. Keadaan organisasi HNSI pasca tsunami di Kabupaten Aceh Barat memiliki aktivitas yang lebih rendah akibat hancurnya kantor dan rusak berbagai fasilitas yang ada (DKP, 2006). Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat mendirikan koperasi sebagai lembaga yang bergerak di bidang Kelautan dan Perikanan yang diharapkan bisa eksis dalam menopang perekonomian masyarakat nelayan. Jumlah koperasi di Kabupaten Aceh Barat masih sangat terbatas dan belum mampu memfasilitasi kegiatan nelayan secara keseluruhan. Keadaan tersebut disebabkan selain sangat mininya koperasi yang bergerak dibidang perikanan juga keterbatasan modal menjadi kendala dalam menggerakkan para nelayan dan

77 42 pembudidaya serta masyarakat pengolah hasil perikanan (DKP, 2006). Lebih jelas nama-nama koperasi perikanan di Kabupaten Aceh Barat dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 nama dan jumlah Koperasi Perikanan di Kabupaten Aceh Barat No Nama Desa Kecamatan 1 Koppal Hareukat Laot Ujung Baroh Johan Pahlawan 2 Koperasi Perikanan Bina Nelayan Panggong Johan Pahlawan 3 Koperasi Perikanan Karya Usaha Suak Timah Sama Tiga 4 Koperasi Perikanan PNTII Bunga Laut Ujung Baroh Johan Pahlawan Sumber; DKP Kabupaten Aceh Barat, Fungsi dan tugas panglima laot Berdasarkan fungsi, peranan dan wilayah administrasinya, Panglima Laot di wilayah Kabupaten Aceh Barat terbagi menjadi Panglima Laot Lhok, Panglima Laot Kabupaten/Kota, dan Panglima Laot Provinsi. Wilayah-wilayah tersebut secara struktur organisasi terdiri dari penasehat, ketua, wakil ketua, sekretaris dan bendahara (DKP, 2006). Panglima Laot berfungsi dan bertugas sebagai pembantu pemerintah dalam membantu pembangunan perikanan, melestarikan adat istiadat dan kebiasaankebiasaan dalam masyarakat nelayan yaitu (Panglima Laot, 2005): 1) Panglima Laot Lhok menyelesaikan sengketa antar nelayan di wilayah kerjanya; 2) Panglima Laot Kabupaten/Kota melaksanakan penyelesaian sengketa antara nelayan dari dua atau lebih, dimana Panglima Laot Lhok belum bisa menyesaikannya, serta mengatur jadwal Kenduri Adat Laot sehingga tidak terjadi kenduri yang dilaksanakan pada hari yang sama dalam satu Kabupaten/Kota; 3) Panglima Laot Propinsi mengkoordinir pelaksanaan Hukum Adat Laot di Propinsi Pemerintahan Aceh dan menjembatani serta mengurus kepentingankepentingan nelayan di tingkat propinsi.

78 43 Lembaga Adat Aceh (Panglima Laot) melaksanakan fungsi dan tugasnya antara lain: 1) Memelihara dan mengawasi ketentuan-ketentuan hukum adat dan adat laot; 2) Mengkoordinir dan mengawasi setiap usaha penangkapan ikan di laut; 3) Menyelesaikan perselisihan/sengketa yang terjadi di antara sesama anggota nelayan dan kelompoknya; 4) Mengurus dan menyelenggarakan Upacara Adat Laot; 5) Menjaga/mengawasi agar pohon-pohon (manggrove) di tepi pantai tetap terjaga supaya daerah fishing ground untuk nelayan-nelayan kecil tidak terlalu jauh (perlu disesuaikan dengan kondisi dan situasi daerah setempat); 6) Badan penghubung antara nelayan dengan pemerintah dan Panglima Laot dengan Panglima Laot lainnya; 7) Meningkatkan taraf hidup nelayan pesisir pantai Sistem kelembagaan nelayan di Kabupaten Aceh Barat Kabupaten Aceh Barat memiliki sistem kelembagaan nelayan yang sama seperti di tingkat Pemerintahan Aceh yaitu lembaga adat laut, harapannya semakin mudah nelayan/masyarakat pesisir untuk menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah daerah (PEMDA) atau pemerintah propinsi, agar kesejahteraan masyarakat pesisir/nelayan dapat meningkat. Kelembagaan adat ini (Panglima Laot) berperan dalam memonitoring pelaksanaan pembangunan yang dilakukan pemerintah, terkait dengan pembangunan di daerah masyarakat pesisir/nelayan agar pembangunan tersebut dapat terlaksana dengan baik, berhasil guna (efektif) dan berdaya guna (efisien). Pelaku sistem kenelayanan di Kabupaten Aceh Barat terdiri dari Panglima Laot, Toke Boat, Toke Bangku, Toke Penampung dan nelayan. Sistem kenelayanan disini berdasarkan adat, budaya serta kebiasaankebiasaan lokal (masyarakat Nelayan Aceh Barat) yang sudah dijalani turuntemurun, lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 10.

79 44 Tabel 10 Pelaku sistem kelembagaan nelayan di Kabupaten Aceh Barat No Pelaku Fungsi dan Peran 1. Panglima Laot Mengayomi, menjaga,memelihara, membina sistem adat kenelayanan dan keluatan 2. Toke Boat Pemilik boat/kapal yang dipakai oleh nelayan dalam mencari dan mendapatkan hasil tangkapan di laut 3. Toke Bangku Penyedia modal kerja melaut Menjaga stabilitas harga ikan dari dan ke pasar Menerima dan membeli hasil tangkapan Menjual hasil tangkapan ke Toke Penampung 4. Toke Penampung Memasarkan, mengolah, mendistribusikan hasil tangkapan baik lokal maupun luar daerah 5. Nelayan Melaksanakan aktivitas penangkapan ikan (melaut).

80 45

81 45 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Fasilitas dan Aktivitas PPI Meulaboh Pengelolaan fasilitas-fasilitas PPI Meulaboh Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Meulaboh sesuai dengan fungsi dan perannya adalah untuk melayani masyarakat nelayan dalam peningkatan aktivitas perikanan tangkap. PPI sebagai areal aktivitas nelayan, didukung berbagai fasilitas untuk kegiatan perikanan tangkap. Tingkat pengelolaan optimal sangat dipengaruhi oleh keberadaan fasilitas agar aktivitas di PPI aktif setiap hari. Fasilitas yang terdapat di PPI Meulaboh terdiri atas fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang. Tabel 11 Fasilitas-fasilitas di Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh Tahun 2010 No Fasilitas Ukuran Kondisi Pokok 1 Dermaga 800 m 2 A 2 Kedalaman Kolam pelabuhan 1 m B 3 Kolam pelabuhan x 30 m A 4 Jalan 250 m B 5 Lahan pelabuhan 1 ha B 6 Drainase 400 m A 6 Fender 6 buah A 7 Bollard 6 buah A Fungsional 8 Tempat pelalengan ikan(tpi) 360 m 2 A 9 Pasar ikan 120 m 2 A 10 Perkantoran 128 m 2 C 11 Sumber air dan tangki air 2 unit A 12 Pabrik es 80 m 2 A 13 Gudang es 25 m 2 A 14 Cold storage 15 x 5 m C 15 Tempat parkir 300 m 2 B Penunjang 13 Balai pertemuan nelayan 20 x 10 m C 14 Tempat ibadah 10 x 8 m C 15 Toko sarana penangkapan 5 unit A 16 Warung /kios 5 x 8 m C Sumber: DKP Kabupaten Aceh Barat, 2010; diolah kembali

82 46 Keterangan: A: berfungsi dengan baik B: berfungsi dalam keadaan rusak C: dalam keadaan baik tapi belum berfungsi D: dalam keadaan rusak dan belum berfungsi Infrastruktur perikanan yang erat kaitannya dengan pengembangan perikanan laut adalah Pelabuhan Perikanan (PP) atau Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). PPI merupakan infrastruktur yang dibangun pemerintah dengan orientasi pelayanan kepada para pengguna pelabuhan guna memperlancar setiap kegiatan perikanan skala kecil dengan harapan kesejahteraan nelayan dapat terwujud (Muninggar, 2008). Fasilitas pokok yang terdapat di PPI Meulaboh terdiri atas dermaga, kolam pelabuhan, jalan kompleks PPI, fender (pencegah benturan kapal), drainese, bollard dan lahan pelabuhan. Fasilitas fungsional terdiri atas tempat pelelangan ikan (TPI), pasar ikan, perkantoran, sumber air, pabrik es, gudang es, tempat parkir dan cold storage. Fasilitas penunjang yang terdapat di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Meulaboh meliputi semua fasilitas yang menunjang aktivitas atau secara tidak lansung dapat meningkatkan peranan pelabuhan atau para pengguna mendapatkan kenyamanan dalam melakukan aktivitas di pelabuhan dan memberi kemudahan bagi pelaku dunia usaha (nelayan, pedagang, pengolah), seperti balai pertemuan nelayan, tempat ibadah, kios dan toko sarana penangkapan. Fasilitas-fasilitas yang terdapat di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Meulaboh dapat dilihat pada Tabel 11. 1) Fasilitas pokok a. Dermaga Dermaga yang terdapat di Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh memiliki panjang 800 m 2 berfungsi dengan baik dan kondisi fisiknya cukup baik (Gambar 7). Kondisi seperti ini sangat diperlukan bagi aktivitas pendaratan hasil tangkapan termasuk beberapa aktivitas lain seperti persiapan perbekalan melaut. Namun nelayan sering terlambat melakukan pembongkaran hasil tangkapan karena aktivitas tambat dan pengisian perbekalan melaut masih dilakukan pada satu dermaga yang sama sehingga terlihat setiap pagi dari WIB terlihat

83 47 banyak kapal antrian yang melakukan pendaratan. Berdasarkan pengamatan di lapangan fasilitas pokok ini sangat diperlukan nelayan dan harus dilebarkan lagi serta dipisahkan antara dermaga bagi kapal bongkar hasil tangkapan dengan kapal yang melakukan persiapan perbekalan melaut dan aktivitas tambat, agar tidak terjadi antrian dan mengganggu alur pelayaran keluar masuknya kapal. Gambar 7 Dermaga PPI Meulaboh, tahun 2010 b. Kolam Pelabuhan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Meulaboh mempunyai luas kolam pelabuhan 1000x30 meter dan kolam pelabuhan ini memanfaatkan muara sungai Krueng Cangkoi yang berbatasan dengan Desa Padang Sirahet (Gambar 8). Memanfaatkan Muara Sungai Krueng Cangkoi yang dijadikan sebagai alur pelayaran menimbulkan kendala bagi kapal-kapal ukuran besar karena adanya pendangkalan akibat banyaknya sedimen yang terbawa oleh arus dari laut. Masalah yang muncul setiap tahun di PPI Meulaboh adalah terjadinya pendangkalan. Kedalaman kolam pelabuhan saat ini minus 1(-1) meter, seharusnya kedalaman kolam pelabuhan untuk PPI sekurang-kurangnya 2 meter. Kondisi seperti ini menyebabkan kapal-kapal ukuran 10 GT ke atas yang akan melakukan aktivitas bongkar muat maupun persiapan perbekalan melaut sering kandas dan mengalami kebocoran sehingga merugikan nelayan. Kondisi kolam pelabuhan seperti ini menjadikan nelayan tidak ada pilihan lain kecuali menggunakannya walaupun dalam kondisi dangkal.

84 48 Masalah lain yang terjadi di PPI Meulaboh, bahwa setiap kapal yang melakukan aktivitas bongkar muat harus melewati jembatan yang melintang di atas badan sungai (kolam pelabuhan). Jembatan tersebut digunakan oleh masyarakat setempat sebagai penghubung dua kelurahan yaitu Padang Seurahet dan Ujung Baroh. Ketinggian jembatan tidak bisa dilalui oleh kapal ukuran 10 GT ke atas yang lewat di bawahnya. Setiap kapal harus melewati bawah jembatan untuk mencapai ke dermaga PPI Meulaboh. Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap nelayan diketahui bahwa kondisi seperti ini mengakibatkan kapal-kapal melakukan bongkar muat hasil tangkapan dan persiapan perbekalan melaut tidak di dermaga, melainkan nelayan memilih melakukan bongkar muat di sisi badan sungai (sepanjang kolam pelabuhan) dan untuk itu nelayan harus menambah cost atau biaya lagi karena harus membayar buruh (kuli) untuk mengangkut hasil tangkapan ke tempat pelelangan ikan (TPI). Gambar 8 Kolam Pelabuhan PPI Meulaboh, tahun 2010 c. Jalan di komplek PPI Prasarana jalan di komplek Pangkalan Pendaratan Meulaboh masih tidak ada perubahan dari tahun ke tahun (Gambar 9), artinya kondisi fisik jalan berfungsi dalam keadaan rusak dan belum beraspal. Tahun 2005, jalan komplek PPI Meulaboh telah dibantu oleh BRR Aceh-Nias, namun ada sedikit perubahan anggaran biaya dari konsep kebijakan awal sehingga jalan ini tidak diaspal sampai sekarang. Kondisi jalan seperti ini sangat menyulitkan aksesibilitas ke PPI bagi pengusaha transportasi dalam mengangkut hasil tangkapan dan membawa kebutuhan nelayan sehari-hari.

85 49 Gambar 9 Kondisi jalan di komplek PPI Meulaboh, tahun 2010 d. Drainase Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Meulaboh memiliki drainase atau saluran pembuangan yang mengelilingi tempat pelalengan ikan (TPI) dan panjangnya 300 meter. Drainase tersebut (Gambar 10) berfungsi dengan baik untuk pembuangan limbah dari hasil aktivitas di PPI seperti pembersihan lantai TPI dan pencucian hasil tangkapan, namun kondisinya terlihat masih banyak sampah yang dapat menyumbat drainase. PPI Meulaboh hanya memiliki dua petugas (buruh) untuk mengontrol saluran parit (drainase) dan membersihkannya setiap hari setelah aktivitas nelayan selesai. Gambar 10 Drainase di PPI Meulaboh, tahun 2010

86 50 e. Fender Fasilitas pokok lain sangat diperlukan bagi aktivitas pendaratan hasil tangkapan adalah fender yang berfungsi dalam kondisi baik (Gambar 11). PPI Meulaboh memiliki 6 buah fender yang berfungsi untuk melindungi kapal dari benturan saat merapat ke dermaga, sehingga sisi badan kapal tidak benturan keras dengan dinding dermaga. Gambar 11 Fender di PPI Meulaboh, tahun 2010 f. Bollard Dermaga PPI Meulaboh memiliki 6 buah bollard yang dibuat pada tahun 2006 dengan anggaran APBD Kabupaten Aceh Barat terbuat dari besi dalam kondisi baik dan pemanfaatannya sangat optimal serta cukup sesuai dengan ukuran panjang dermaga (Gambar 12). Adanya bollard di PPI dapat mempermudah kapal bertambat dengan lancar untuk aktivitas bongkar hasil tangkapan. Berdasarkan wawancara, bollard di PPI Meulaboh tidak terawat dan masih kurang jumlahnya serta ukuran jarak per bollard tidak terukur sehingga setiap kapal yang parkir untuk melakukan aktivitas bongkar muat di PPI mengalami kesulitan.

87 51 Gambar 12 Bollard di PPI Meulaboh, tahun ) Fasilitas fungsional a. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Fungsi fasilitas fungsional adalah untuk meningkatkan nilai guna fasilitas pokok pelabuhan perikanan yang telah dibangun dengan memberikan pelayanan dan fasilitas yang diperlukan. Fasilitas fungsional yang ada di PPI Meulaboh terdiri atas tempat pelelangan ikan (TPI) dan kondisinya berfungsi baik. Luas TPI adalah 360 m 2 dan tanpa ada pembagian tempat-tempat lain seperti kantor TPI, ruang lelang, ruang lapak dan ruang timbang. Fungsi dasar TPI merupakan gedung tempat terjadinya transaksi jual beli hasil tangkapan, penyortiran, penimbangan serta pengepakan ikan yang akan dipasarkan (Gambar 13). Kegiatan pelelangan di PPI Meulaboh, baik sebelum maupun sesudah tsunami, tidak berjalan. Tempat pelelangan ikan (TPI) hanya dijadikan sebagai tempat penimbangan ikan. Hal ini terjadi karena umumnya hasil tangkapan sudah ada pemiliknya, yaitu pemberi modal atau Toke Bangku. Kondisi ini harus diatasi oleh PEMDA secara cepat untuk mengaktifkan kembali tempat pelelangan ikan di PPI Meulaboh sebagaimana fungsinya. Gedung TPI di PPI Meulaboh mempunyai tingkat kualitas kebersihan masih rendah, terlihat masih banyak dipenuhi oleh sampah dari hasil aktivitas pemasaran yang berlangsung seperti botol/kaleng minuman, plastik bekas, bungkus rokok dan sisa-sisa makanan, padahal petugas kebersihan PPI sudah menyiapkan tempat sampah.

88 52 Gambar 13 Penjualan ikan di Tempat Pelelangan Ikan Meulaboh, tahun 2010 b. Pasar Ikan Pasar ikan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Meulaboh yang luasnya 120 m 2 masih dalam proses pembangunan Tahun Lokasinya berada di sebelah utara dermaga, dengan anggaran APBD (Gambar 14). Selama ini nelayan menggunakan pasar ikan yang dikelola oleh swasta tersebut bukan Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Barat. Berdasarkan pengamatan di lapangan, posisi pasar baru ini kurang strategis karena berada di lokasi paling ujung areal komplek PPI dan dekat Muara Sungai Krueng Cangkoi yang digunakan nelayan sebagai alur pelayaran kapal. Setiap konsumen/pembeli ikan harus melewati jalan utama komplek PPI untuk sampai ke pasar ikan karena tidak ada jalan alternatif sehingga menimbulkan kemacetan setiap hari di areal PPI Meulaboh. Gambar 14 Pasar ikan yang sedang dalam taraf pembangunan di PPI Meulaboh, tahun 2010

89 53 c. Perkantoran Fasilitas fungsional perkantoran seluas 128 m 2 di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Meulaboh (Gambar 15) dibangun kembali pada tahun 2005 dengan bantuan dari BRR (badan rehabilitasi dan rekontruksi) Aceh-Nias dan sampai saat ini berada dalam kondisi baik tapi belum berfungsi. Berdasarkan wawancara di lapangan, diperoleh informasi bahwa Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten Aceh Barat tidak pernah menggunakan dan tidak ada aktivitas di kantor setiap hari. Kondisi ini mengindikasikan bahwa pihak dinas kelautan dan perikanan tidak tahu dengan kondisi para nelayan dan perkembangan aktivitas-aktivitas di PPI Meulaboh. Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Barat harus mengambil sikap tegas kepada setiap instansi terkait karena tidak sesuai lagi dengan keputusan Bupati Aceh Barat No 205 tahun 2005 tentang uraian tugas dan fungsi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat, yang salah satu tugasnya adalah pemeliharaan dan perawatan terhadap sarana dan prasarana aset dinas. Gambar 15 Kantor PPI Meulaboh, tahun 2010 d. Sumber air Fasilitas fungsional lain di PPI Meulaboh adalah sumber air yang diperlukan untuk semua aktivitas PPI Meulaboh. Sumber air bersih berasal dari sumur bor yang kondisiya baik. Air tersebut ditampung dalam tangki dengan kapasitas liter air/hari. Air bersih di PPI diperlukan untuk perbekalan melaut kapal perikanan, pencucian TPI, membersihkan dermaga. Namun demikian masih diperlukan satu/dua lagi sumber air bersih agar kebutuhannya terpenuhi dengan

90 54 baik sehingga nelayan atau petugas kebersihan bisa melakukan aktivitasnya dengan lancar tanpa harus membuat jadwal tertentu seperti yang terjadi saat ini. e. Pabrik Es Fasilitas fungsional lain di PPI Meulaboh adalah pabrik es dan gudang es yang kondisinya berfungsi baik sebagai sarana penyediaan es untuk memenuhi kebutuhan nelayan setiap hari. Es diperlukan agar mutu hasil tangkapan tetap terjaga dengan baik. Pabrik es balok di PPI Meulaboh berukuran 80m 2, beroperasi dengan kapasitas produksi 10 ton/hari sehingga keperluan es oleh nelayan bisa terpenuhi dengan baik. Fasilitas ini cukup penting sebagai bahan perbekalan yang digunakan nelayan untuk mempertahankan mutu hasil tangkapan. Es diangkut dengan becak /becak motor langsung menuju armada-armada penangkapan yang akan beroperasi di laut. Pabrik es yang ada di areal komplek PPI Meulaboh hanya satu, yang kadang-kadang rusak sehingga tidak bisa berproduksi. Apabila pabrik es tidak berproduksi maka para nelayan harus memesan di pabrik es lain yang jauh dari PPI Meulaboh sehingga harus mengeluarkan biaya lagi. Hal ini berakibat bertambahnya biaya operasional dan waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh bahan perbekalan es. f. Cold storage Cold storage merupakan sarana yang dibangun dengan tujuan menjaga mutu hasil tangkapan. Cold storage ini salah satu fasilitas yang dimiliki oleh PPI Meulaboh. Kondisinya baik walaupun belum berfungsi, karena belum ada investor/ pengusaha yang mau investasi dalam bidang perikanan dan mahalnya biasa operasional. g. Areal Parkir Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh memiliki areal parkir seluas 600 m 2 berfungsi walaupun kondisinya rusak. Tempat parkir diperlukan untuk memperlancar aktivitas keluar masuk kendaraan, yang melakukan aktivitas pendistribusian hasil tangkapan, pemasokan bahan-bahan keperluan operasional di PPI (Gambar 16). Areal parkir mampu menampung kendaraan. Diperlukan

91 55 penataan yang baik di areal parkir seperti tempat pemberhentian kendaraan sesuai dengan keperluannya agar tidak menimbulkan kesemrautan dan terhambatnya keluar masuknya kendaraan. Lahan parkir di PPI Meulaboh hanya untuk kendaraan roda 2 saja dan berada disamping musholla (tempat ibadah) atau didepan kantor PPI. Gambar 16 Areal parkir di PPI Meulaboh, tahun ) Fasilitas penunjang a. Balai pertemuan nelayan (BPN) Balai pertemuan nelayan di PPI Meulaboh (Gambar 17) merupakan fasilitas penunjang yang dibangun untuk membahas atau membicarakan tentang permasalahan-permasalahan serta rencana kegiatan yang akan diadakan nelayan seperti syukuran (kanduri laot), konfik antar nelayan dan kegiatan lain di PPI Meulaboh. Balai pertemuan nelayan ini hancur total setelah gempa dan tsunami tahun 2004 dan baru dibangun kembali pada tahun 2005 melalui dana APBD Kabupaten Aceh Barat. Balai pertemuan nelayan ini berada di sebelah kiri pintu gerbang PPI atau berada di belakang muhalla yang berjarak sekitar 15 meter, dengan luas 200 m 2. Balai pertemuan nelayan dalam kondisi baik walaupun belum berfungsi sampai sekarang. Nelayan lebih suka menggunakan warung kopi atau balai-balai warung untuk musyawarah dan membicarakan hal-hal kegiatan nelayan, karena kondisi ruangan BPN berada di lantai dua gedung dan tidak ber AC atau kipas angin, sehingga para nelayan tidak menggunakannya untuk rapat.

92 56 Gambar 17 Balai pertemuan nelayan di PPI Meulaboh, tahun 2010 b. Tempat Ibadah Tempat ibadah atau musholla dimanfaatkan sebagai sarana ibadah oleh pelaku kegiatan di PPI Meulaboh (Gambar 18). Musholla ini memiliki luas 80 m 2, terletak dekat jalan utama komplek PPI didepan tempat parkir. Musholla ini dikelola oleh pihak PPI Meulaboh dan kondisinnya sekarang dalam keadaan baik tetapi tidak berfungsi. Nelayan tidak melakukan kegiatan di musholla komplek PPI Meulaboh kerena tidak ada lagi saluran air bersih ke musholla dan sangat terganggu dengan suara bising motor keluar masuk ke areal PPI. Nelayan maupun penduduk di sekitar PPI lebih memilih melakukan kegiatan di mesjid kelurahan Padang Sirahet yang tidak jauh dari lokasi PPI Meulaboh. Gambar 18 Musholla di PPI Meulaboh, tahun 2010

93 57 c. Toko sarana penangkapan Toko sarana penangkapan merupakan salah satu toko penting bagi para nelayan yang menyediakan berbagai kebutuhan peralatan penangkapan nelayan seperti alat pancing, bahan jaring, tali dan umpan buatan. Gedung toko sarana penangkapan ini berada di samping gedung tempat pelelangan ikan dan dideretan jalan menuju ke komplek PPI yang dikelola oleh Pemerintah Daerah dibawah Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten dan swasta (perseorangan) (Gambar 19). Toko sarana penangkapan ini kondisinya baik, disewa oleh pengusaha atau masyarakat setempat per tahun kepada DKP. Para nelayan umumnya lebih memilih untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya di toko ini dibandingkan dengan toko-toko yang ada di luar areal PPI karena lebih dekat dan lebih murah harganya. Gambar 19 Toko sarana penangkapan di komplek PPI Meulaboh d. Warung/kios Kios bahan perbekalan di PPI Meulaboh menyediakan berbagai kebutuhan melaut nelayan (Gambar 20). Setiap kios 5x8 meter dan dalam kondisi baik tetapi belum berfungsi. Kios dikelola secara perseorangan dan ada juga oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat. Kios yang tersebar di sekitar komplek PPI Meulaboh adalah milik perseorangan yang menyediakan kebutuhan nelayan melaut. Para nelayan lebih memilih membeli kebutuhannya di sini karena dari segi harga lebih murah dan lokasinya dekat dengan PPI Meulaboh. Kios-kios milik PEMDA tidak aktif karena harga sewanya mahal dan ukuran kios tidak

94 58 sesuai dengan harga sewa, sehingga tidak ada pengusaha yang mau menggunakan kios tersebut, nelayan lebih memilih kios lain yang ada di areal PPI Meulaboh. Gambar 20 Kios-kios di areal komplek PPI Meulaboh, tahun Pengelolaan aktivitas PPI Meulaboh 1) Pendaratan ikan Sistem pendaratan hasil tangkapan di PPI Meulaboh terdiri dari beberapa tahapan sejak hasil tangkapan dikeluarkan dari palkah kapal sampai hasil tangkapan didistribusikan ke pasar. Persiapan yang biasa dilakukan oleh para ABK untuk keperluan pendaratan harus dipenuhi atau wajib dipersiapkan guna kelancaran proses penurunan hasil tangkapan. Dalam proses pembongkaran dan pendaratan hasil tangkapan, nelayan di PPI Meulaboh sering menggunakan basket dan box fiber. Pemindahan hasil tangkapan dari dermaga ke TPI, para nelayan menggunakan jasa pengangkut (buruh angkut) dengan upah sesuai kesepakatan awal antara nelayan dengan buruh. Kondisi seperti ini sudah dilakukan turun temurun oleh nelayan sebelum gempa dan tsunami aceh pada tahun Proses pendaratan ikan biasanya berlangsung dari pukul WIB, meliputi proses pembongkaran, penyortiran dan pengangkutan hasil tangkapan ke TPI. Ikan-ikan yang didaratkan adalah hasil tangkapan dari kapal lokal Kabupaten Aceh Barat atau dari kapal kabupaten lain. Setelah kapal merapat di dermaga, para nelayan membongkar langsung hasil tangkapannya dengan cara mengeluarkan ikan dari palkah dan melakukan penyortiran. Setelah dilakukan penyortiran berdasarkan ukuran (besar/kecil), jenis dan mutunya (bagus/rusak), ikan langsung dimasukkan kedalam basket yang kapasitasnya sekitar 30 kg ikan, setelah itu ikan

95 59 dicuci dan diangkut ke TPI. Hasil tangkapan yang telah diturunkan dari palkah kapal ke dermaga, dimasukkan ke dalam basket, tanpa menggunakan alat bantu karena jarak dari dermaga ke TPI hanya 10 meter. Nelayan biasanya menggunakan jasa buruh angkut selama proses pembongkaran dan pendaratan hasil tangkapan. Alat bongkar yang digunakan adalah sekop (untuk memindahkan hasil tangkapan ke basket). Sistem pendaratan ikan di PPI Meulaboh dapat dilihat pada Gambar 21. Kapal bertambat di dermaga Pembongkaran dan pendaratan ikan dari palkah Penyortian ikan di dermaga Penempatan ikan dalam basket Pencucian ikan/hasil tangkapan Pengangkutan basket ke TPI Gambar 21 Diagram sistem Pendaratan ikan di PPI Meulaboh 2) Sistem pemasaran ikan Pelelangan merupakan awal dari proses pemasaran hasil tangkapan di pelabuhan perikanan. Proses pelelangan ikan tidak berjalan di tempat pelelangan PPI Meulaboh, karena hasil tangkapan yang didaratkan di PPI sudah ada pemiliknya yaitu toke bangku yang memberikan modal nelayan melaut. TPI hanya melakukan penimbangan sebelum hasil tangkapan dipasarkan. Berdasarkan data dari DKP (dinas kelautan dan perikanan) Kabupaten Aceh Barat, jumlah total ikan yang didaratkan pada tahun 2009 adalah 8.108,8 ton.

96 60 Gambar 22 Ikan yang diletakkan secara berderet pada pemasaran di TPI PPI Meulaboh Tujuan pemasaran hasil tangkapan dari PPI Meulaboh dikelompokkan menjadi 3 macam, yaitu pemasaran lokal, regional (antar kabupaten) dan antar propinsi. Daerah tujuan pasar lokal meliputi Kabupaten Aceh Barat, sedangkan antar kabupaten meliputi, Kabupaten Nagan raya, Calang, Aceh Barat Daya dan Banda Aceh. Pemasaran antar provinsi meliputi Sumut yaitu kota Binjai dan Medan. Ikan yang dipasarkan dari PPI Meulaboh meliputi ikan segar dan ikan olahan. Ikan segar dipasarkan ke wilayah Aceh Barat dan sekitarnya, dilakukan oleh pedagang yang membeli hasil tangkapan dari Toke Bangku di PPI Meulaboh. Pengangkutannya menggunakan sepeda, sepeda motor dan becak untuk menjangkau ke desa-desa dan sekitarnya. Pemasaran hasil tangkapan menuju wilayah antar kabupaten dan antar provinsi, pengusaha dan Toke Penampung biasanya menggunakan mobil L300 (pick up) dan truck. Sebelum proses pemasaran ini dilakukan, pengusaha melakukan pengepakan ikan dalam box fiber. Ikan olahan di PPI Meulaboh didominasi oleh ikan asin, dipasarkan ke wilayah Meulaboh dan sekitarnya, tetapi ada juga dibeli oleh Toke Penampung untuk dipasarkan ke luar Aceh (Kota Langkat, Binjai dan Medan). Proses alur pemasaran di PPI Meulaboh berawal dari Toke Boat /nelayan pemilik yang turun melakukan aktivitas melaut untuk mendapatkan ikan. Toke Bangku merupakan pihak pemodal bagi nelayan yang akan melaut namun hasil tangkapannya harus dijual ke Toke Bangku. Setelah Toke Bangku

97 61 menimbang total hasil tangkapan dan menetapkan harga jual, maka hasil tangkapan ini baru beralih ke pihak pengolah hasil tangkapan, konsumen dan Toke Penampung. Hasil tangkapan dari pihak pengolah ikan beralih lagi ke pedagang pengecer ikan olahan dan dijual ke konsumen. Hasil tangkapan yang berada di Toke Penampung akan beralih kepada Muge (pengecer), terakhir ke konsumen lokal (wilayah Kabupaten Aceh Barat) dan konsumen di luar Meulaboh seperti konsumen di wilayah Aceh dan antar provinsi seperti Binjai, Medan). Proses pelelangan ikan tidak aktif di PPI Meulaboh, karena semua hasil tangkapan yang didaratkan di dermaga sudah ada pemiliknya, yaitu pemilik modal/ toke bangku. Tidak hanya di PPI Meulaboh saja pelelangan ikan tidak aktif, tapi hampir di seluruh wilayah pelabuhan perikanan di Indonesia. Hal ini dimungkinkan nelayan masih minim modalnya (diacu dalam Wiyono, 2006). Diantara pelabuhan perikanan di Indonesia yang tidak menjalankan proses pelelangan adalah PPI Jayanti Kabupaten Cianjur, hasil tangkapan tidak melalui mekanisme pelelangan melainkan langsung diberikan kepada bakul sebagai pemilik modal (Ahdiat, 2010); PPP Labuhan Lombok, hasil tangkapan yang didaratkan tidak mengalami pelelangan karena telah dimiliki oleh dua perusahaan ikan yang berada di sekitar wilayah tersebut yaitu UD Baura dan UD Versace (Gigentika, 2010); PPI Paotere Kota Makassar, kegiatan pelelangan hasil tangkapan tidak berjalan karena kemampuan beli bakul yang rendah sehingga nelayan langsung menjual ikan pedagang dan konsumen. Sistem pemasaran seperti ini terjadi hampir seluruh PPI di Indonesia dan khususnya di PPI Meulaboh, semua hasil tangkapan nelayan mempunyai nilai tawar yang rendah sehingga sulit bagi nelayan untuk mendapatkan harga jual yang layak, maka keuntungan nelayanpun menjadi rendah dan rugi karena modal setiap nelayan diberikan oleh toke bangku yang meliputi penyediaan bahan bakar solar,es dan kebutuhan primer nelayan. Toke bangku adalah pihak yang cukup penting dalam jalannya perekonomian perikanan karena toke bangku yang menentukan harga dan segmentasi pasar (Abdullah et.al, 2006). Menurut Lubis (2005), pelabuhan perikanan seharusnya berfungsi sebagai tempat untuk menciptakan mekanisme pasar yang menguntungkan baik bagi nelayan maupun bagi pedagang. Pelelangan ikan merupakan kegiatan awal

98 62 pemasaran untuk mendapatkan harga yang layak, khususnya bagi nelayan, maka sistem pemasaran dari tempat pelelangan ikan ke konsumen harus diorganisir secara baik dan teratur. Alur distribusi /pemasaran hasil tangkapan di PPI Meulaboh dapat dilihat pada Gambar 23. Toke Boat/Nelayan Toke Bangku TPI (Penimbangan ) Pengolah Hasil Perikanan Konsumen Toke Penampung (distributor) Muge (Pengecer) Ikan Olahan Konsumen Konsumen Luar Meulaboh Antar Kabupaten Antar Provinsi Muge (Pengecer) Konsumen lokal Gambar 23 Sistem pemasaran di Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh 3) Perbekalan melaut Pelayanan kebutuhan melaut bagi nelayan di PPI Meulaboh meliputi penyediaan BBM, es dan air bersih. Keperluan perbekalan sebagian besar disediakan oleh pemilik kapal atau pemberi modal, namun dalam istilah di Aceh atau di PPI Meulaboh pemberi modal ini disebut Toke Bangku. Penyediaan perbekalan atau pemberi modal melaut kepada setiap nelayan dilakukan melalui tahapan persetujuan antara nelayan dengan Toke Bangku. Kebutuhan perbekalan melaut dapat dibeli di warung-warung terdekat di sekitar PPI Meulaboh. Panglima laot (2005) menyebutkan bahwa awal dari kegiatan melaut adalah adanya modal kerja melaut, meliputi biaya hidup nelayan selama melaut, biaya pembelian es sebagai pengawet hasil tangkapan, dan bahan bakar minyak (BBM) sebagai bahan dasar pengoperasian boat atau kapal melaut. Modal melaut dipinjamkan oleh Toke Bangku kepada nelayan untuk modal awal melaut, seperti biaya hidup (living cost) nelayan selama melaut, penyediaan es sebagai

99 63 pengawet hasil tangkapan agar tetap segar serta terjaga kualitas dan penyediaan bahan bakar minyak (BBM) sebagai bahan dasar pengoperasian boat/kapal, namun nelayan harus menjual hasil tangkapan kepada Toke Bangku sehingga sampai saat ini proses pelelangan di PPI Meulaboh tidak aktif. Keuntungan yang diperoleh Toke Bangku adalah 5% dari total keuntungan hasil tangkapan dan ditambah pemotongan dari biaya modal awal melaut. Pemotongan biaya belanja melaut akan digulirkan kembali dalam siklus sebagai modal melaut. Perhitungan keuntungan untuk Toke Boat dan antar nelayan dari hasil melaut dilakukan berdasarkan sistem bagi hasil. Hasil yang dibagi adalah sisa hasil 95% setelah dipotong biaya belanja melaut, yang dibagikan kepada Toke Boat dan nelayan, yang didasarkan pada klasifikasi atau jenis boat/kapal, jumlah personal yang terlibat, waktu melaut dan jenis hasil tangkapan. Skema perhitungan modal kerja melaut dilihat pada Gambar 24. A.Modal kerja melaut (Es,BBM, perbekalan lain) Pemodal/ Toke Bangku B. Hasil penjualan C. [(5% x B) + A] D. [(95% x B) - A] Toke Bangku G. Toke Boat (50% x D) E. Modal kerja selanjutnya (E=A) H. Nelayan (50 % x D) F. Laba (5% x B) Gambar 24 Skema Perhitungan modal kerja melaut di PPI Meulaboh

100 64 a. Penyediaan BBM Kebutuhan solar sehari-hari bagi nelayan diperoleh di SPBU dengan jarak 1,5 km dari PPI Meulaboh. Nelayan harus mengeluarkan biaya lagi untuk becak yang mengangkut solar. Masalah lain dari dampak tidak adanya SPBU di lokasi PPI Meulaboh yaitu nelayan sering tidak boleh membeli solar dengan menggunakan jerigen karena ukuran jerigen sampai 90 liter. Kondisi seperti ini dihadapi oleh nelayan setiap hari sehingga mempersulit aktivitas nelayan melaut. Hasil wawancara dengan para nelayan PPI Meulaboh menyebutkan bahwa kebutuhan solar untuk kapal yang melakukan aktivitas melaut one day fishing adalah liter dengan harga Rp 4800,00/liter, sedangkan untuk kebutuhan solar bagi kapal yang melaut selama 1 minggu adalah 600 liter. b. Penyediaan es Pabrik es yang menyediakan kebutuhan es di PPI Meulaboh dikelola oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat. Pabrik es yang berukuran 4 x 20 meter berlokasi di dalam kompleks PPI, dengan kapasitas produksi 15 ton per hari. Penyediaan es di PPI Meulaboh masih mencukupi untuk aktivitas perbekalan melaut, apabila dibandingkan sebelum tsunami dimana para nelayan susah mendapatkan es. Pada saat itu nelayan harus melalukan pemesanan es di wilayah lain dengan harga yang selalu berubah sesuai cost transportasi yang dikeluarkan oleh pihak pabrik. Nelayan membutuhkan es untuk aktivitas melaut dalam satu hari mencapai 9 ton, dan harga es per balok Rp ,00. Es ini juga dibutuhkan oleh pedagang pengecer untuk menjaga mutu ikan sebelum dijual ke konsumen dan oleh penduduk setempat untuk kebutuhan pasar umum setiap hari yang tidak jauh dari PPI Meulaboh. Adanya pabrik es di PPI Meulaboh membuat nelayan menjadi lebih mudah dalam pembekalan aktivitas melaut. c. Penyediaan air bersih Pelayanan kebutuhan air bersih di PPI Meulaboh diperoleh dari sumur yang ada di kompleks PPI yang dibangun tahun Sebelum tsunami, air bersih yang digunakan nelayan berasal dari sumur rumah nelayan yang berdekatan dengan PPI Meulaboh. Air bersih ini digunakan para nelayan untuk perbekalan melaut dan tidak dikenakan biaya pemakaiannya. Air bersih di PPI Meulaboh yang

101 65 ditampung ditempat penampungan air dengan kapasitas liter digunakan untuk membersihkan lantai TPI setelah aktivitas penimbangan atau pengepakan hasil tangkapan, pencucian hasil tangkapan sebelum ditimbang, bahkan untuk MCK dan box fiber (Gambar 25). Semua aktivitas yang dilakukan oleh pengelola PPI merupakan salah satu bentuk pelayanan di PPI Meulaboh dalam melayani kebutuhan setiap nelayan sehingga dapat memperlancar aktivitas perikanan di PPI. Gambar 25 Tempat penampungan air bersih di PPI Meulaboh 4) Tahapan penanganan hasil tangkapan Perlakuan penanganan ikan yang masih buruk atau tanpa menggunakan es, sehingga ikan basah akan mengalami laju degradasi mutu yang sangat cepat disebabkan oleh tingginya tingkat kontaminasi akibat penerapan sanitasi dan higienis yang masih rendah. Hal ini akan menyebabkan ikan tersebut tidak akan bertahan lama untuk layak dikonsumsi sebagai bahan pangan bermutu tinggi. Penanganan ikan di PPI Meulaboh belum dilakukan dengan cermat. Hal ini terlihat pada saat nelayan menangani hasil tangkapan dalam palka kapal dan yang sudah didaratkan di dermaga, dimana tidak semua jenis ikan yang ada di dalam keranjang/box diberikan es, kurang peduli tentang penanganan ikan yang semestinya sehinggga penurunan mutu ikan lebih cepat. Menurut Pane (2008), untuk memperlambat penurunan mutu ikan, dapat dilakukan penanganan berupa pencucian ikan dengan air bersih dan pengesan atau pendinginan, juga penggunaan basket yang higienis, sehingga cara penanganan

102 66 hasil tangkapan yang siap dipasarkan sebagian besar telah menggunakan wadah dan ditaburi es curah. Hasil tangkapan yang didaratkan mengalami berbagai macam perlakuan mulai dari pembokaran ikan sampai distribusi ikan ke tempat tujuan. Kesegaran ikan sudah mulai turun ketika hasil tangkapan itu pertama kali ditangkap, kemudian disimpan di dalam palkah kapal dengan waktu yang lama dan alat-alat yang digunakan dalam membongkar hasil tangkapan kurang higienis. Penanganan hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Meulaboh dibagi dalam empat proses yaitu penanganan ikan saat pembongkaran, penyortiran dan pencucian, pengangkutan dari dermaga ke tempat penimbangan dan penanganan dari tempat penimbangan ke pedagang dan konsumen. a. Penanganan pembongkaran hasil tangkapan Penyimpanan di dalam palka kapal dalam jangka waktu yang lama mengakibatkan kerusakan fisik hasil tangkapan yang diindikasikan oleh adanya lendir yang menempel pada tubuh hasil tangkapan, tubuh ikan terkoyak, mata terlihat cekung, bau amis dan insang terlihat cokelat. Penanganan ikan yang sering dilakukan oleh para nelayan pada saat pembongkaran di dermaga hanya menggunakan alat bantu keranjang plastik untuk menyerok ikan dari palka, padahal ini dapat menyebabkan kerusakan tubuh ikan dan mudah terkontaminasi dengan bakteri pembusuk yang menempel pada keranjang sehingga dapat menurunkan mutu ikan. b. Penanganan saat penyortiran dan pencucian Kegiatan menyortir atau memisahkan hasil tangkapan berdasarkan ukuran dan jenis harus dilakukan secara cepat. Pengeluaran ikan dari palka diusahakan tidak terkena sinar matahari langsung dalam waktu yang lama, agar mutu hasil tangkapan tidak menurun. Penyortiran ikan oleh para nelayan di PPI Meulaboh, tidak menggunakan sarung tangan ketika memegang hasil tangkapan dan menggunakan air pelabuhan saat pencucian hasil tangkapan. Perlakuan ini merupakan kebiasaan nelayan dan salah bentuk perlakuan atau penanganan yang tidak semestinya. Hasil tangkapan akan lebih cepat busuk karena bersentuhan dan pencucian dengan air kotor yang dapat menyebabkan bakteri yang terdapat di

103 67 tangan dan air akan menyebar ke tubuh hasil tangkapan dengan lebih cepat. Menurut (Anonymous 2005) syarat fisik air yang berkualitas adalah jernih atau tidak tidak keruh, tidak berwarna, rasanya tawar, tidak berbau, suhu normal ( C) dan tidak mengandung zat padatan. c. Penanganan pengangkutan dari dermaga ke tempat penimbangan Hasil tangkapan yang di dalam palka diangkut ke tempat penimbangan tanpa diberi tambahan es dan tidak tertutup. Pengangkutan seperti itu akan memicu cepatnya penurunan mutu hasil tangkapan, ditambah lagi pengaruh sinar matahari langsung yang mengenai hasil tangkapan. Hasil tangkapan yang telah didaratkan itu diterima oleh toke bangku dan tanpa diberi tambahan es juga atau dengan meletakkan ke dalam wadah yang bersih dan tertutup supaya terhindar dari sinar matahari sehingga mutu hasil tangkapan tetap terjaga dan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. d. Penanganan hasil tangkapan dari tempat penimbangan ke pedagang dan konsumen Guna meningkatkan kualitas/ mutu ikan dan mempunyai nilai jual tinggi diperlukan penanganan ikan yang baik yaitu dimulai dari awal penanganan hasil tangkapan di kapal sampai ke konsumen, sehingga mutu ikan tetap stabil dan dikonsumsi oleh setiap konsumen masih dalam kualitas terbaik. Hasil tangkapan yang dijual oleh pedagang pengecer atau muge setiap hari tidak diletakkan ditempat atau wadah yang bersih supaya terhindari dari bakteri, tetapi hanya diletakkan di lantai atau dialasi dengan plastik secukupnya/terpal yang kotor, bau dan dipenuhi dengan campuran darah. Selama proses pemasaran hasil tangkapan digelar, pedagang jarang sekali menambahkan es dan hanya disiram sesekali dengan air. Mengabaikan cara penanganan ikan yang baik berakibat sangat sulitnya hasil tangkapan ini bisa bermutu.

104 68 Gambar 26 Penanganan hasil tangkapan setelah penimbangan di PPI Meulaboh 5.2 Kebijakan Terkait PPI Meulaboh Kebijakan pemerintah dalam Permen. 16/MEN/2006 dikatakan, pengelola pelabuhan perikanan bertanggung jawab atas pemeliharaan fasilitas yang berada di pelabuhan perikanan dan dipimpin oleh seorang kepala pelabuhan. Berdasarkan qanun Pemerintahan Aceh No 16 Tahun 2002 dijelaskan, pemberian izin usaha perikanan berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan jasa lingkungan kelautan ditentukan oleh Pemerintah Kabupaten. Oleh karena itu, pengelolaan PPI Meulaboh dan kebijakan tentang usaha perikanan sesuai dengan peraturan atau qanun Kabupaten Aceh Barat dikoordinir oleh bidang kelautan DKP Kabupaten Aceh Barat Pengelolaan PPI Meulaboh Semua aktivitas pengelolaan di PPI Meulaboh dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat ditetapkan berdasarkan qanun nomor 2 tahun 2004 dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya untuk mewujudkan visi dan misi, telah ditetapkan struktur organisasinya melalui Keputusan Bupati Aceh Barat Nomor 205 Tahun 2005 tentang uraian tugas pokok dan fungsinya Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat. Adapun struktur organisasinya adalah sebagai berikut (Gambar 27) (Qanun,2004):

105 69 Kepala Dinas Bagian Tata Usaha Sub Bagian Umum dan Perlengkapan Sub Bagian Kepegawaian Bidang Program dan Penyuluhan Bidang Kelautan Bidang Perikanan Darat Seksi Penyusunan Program dan Pelaporan Seksi Penyuluhan Seksi Produksi dan Sarana Seksi Pengamanan dan Perlindungan Seksi Teknik Produksi dan Sarana Seksi Bina Usaha UPTD Gambar 27 Struktur organisasi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat Pengelolaan PPI Meulaboh dikoordinir oleh bidang kelautan dibawah Seksi Teknik Produksi dan Sarana berdasarkan qanun Kabupaten Aceh Barat nomor 2 tahun Adapun tugas pokok Bidang Kelautan Dinas Keluatan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat adalah sebagai berikut (Qanun, 2004): 1) Menyusun rencana kerja bidang kelautan; 2) Menyiapkan bahan penyusunan rencana kebijakan umum yang meliputi teknik produksi sarana serta pengamanan perlindungan sumberdaya manusia; 3) Mengkoordinasikan kegiatan kerjasama dengan instansi pemerintah, lembaga swasta yang berhubungan dengan bidang kelautan; 4) Pemeliharaan dan perawatan terhadap sarana dan prasarana asset dinas; 5) Merekomendasikan perizinan bidang kelautan; 6) Pengawasan potensi sumberdaya laut terhadap penjarahan pihak lain;

106 70 7) Melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait baik internal maupun eksternal; 8) Memberi saran dan pendapat kepada pimpinan 9) Menyiapkan dan menyampaikan laporan tahunan dinas 10) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan atasan. Seksi Teknik Produksi dan Sarana mempunyai tugas pokok merencanakan, melaksanakan, dan mengkoordinasikan serta monitoring dan evaluasi pelaksanaan tugas-tugas Seksi Teknik Produksi dan Sarana sesuai dengan keputusan Bupati Aceh Barat No 205 tahun Adapun tugas pokoknya adalah sebagai berikut: 1) Penyusunan rencana kegiatan dan program Kerja Seksi Teknik Produksi dan Sarana; 2) Mengkoordinasikan dengan instansi terkait dalam penyelenggaraan teknik produksi dan penyediaan sarana serta perlindungan produksi terhadap penjarahan dan pengrusakan dari pihak luar; 3) Menyiapkan sarana dan prasarana perikanan untuk menunjang pengelolaan tempat pendaratan ikan dan pusat pendaratan ikan; 4) Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program teknik produksi dan sarana kelautan; 5) Memberi sarana dan pendapat kepada pimpinan; 6) Menyiapkan dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugas; 7) Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh DKP Aceh Barat. Qanun Pemerintahan Aceh Nomor 16 Pasal 24 Tahun 2002 tentang pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan dijelaskan bahwa setiap orang, kelompok dan pemilik badan hukum yang kelalaiannya melanggar ketentuan qanun ini diancam dengan pidana kurungan sesuai dengan ketentuan Undangudang. Namun berdasarkan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bupati Kabupaten Aceh Barat tentang pengelolaan PPI Meulaboh Nomor 205 Tahun 2005, belum ada sanksi-sanksi bagi pelanggaran hukum, baik untuk para nelayan dan pihak pemerintah itu sendiri (dinas kelautan dan perikanan). Pemerintah kabupaten harus cepat mengatasi masalah pengelolaan PPI, oleh karena itu sampai saat ini di PPI Meulaboh tidak ada petugas Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Barat setiap hari yang melayani nelayan, mengontrol fasilitas dan aktivitas di PPI Meulaboh.

107 71 Pemerintah daerah tidak tahu perkembangan dan pemanfaaatan optimal fasilitas yang ada dan proses-proses aktivitas nelayan. Terbukti di lapangan bahwa ada fasilitas yang rusak tetapi dipaksakan beroperasi, sebaliknya ada juga fasilitas yang telah dibangun dengan biaya yang tidak sedikit tetapi belum difungsikan atau dimanfaatkan sebagaimana mestinya Kebijakan usaha perikanan Perda Kabupaten Aceh Barat No 2 tahun 2002 tentang Pajak Hasil Usaha Perikanan. Pada bab III dasar pengenaan dan tarif pajak pada pasal 4 disebutkan bahwa harga pasar atau harga standar nilai jual yang berlaku di tempat transaksi. Besarnya tarif pajak yang dikenakan diatur dalam pasal 5 yang menyebutkan tarif pajak ditetapkan 5% dari nilai jual. Pemungutan pajak dilakukan terhadap objek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jika objeknya itu mencapai jumlah paling kurang 25 kg ikan. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa retribusi pajak hasil usaha perikanan tidak berjalan, karena PPI Meulaboh tidak aktif perkantorannya (DKP) dan tidak ada petugas DKP di PPI, melainkan hanya ada buruh kebersihan yang digaji oleh DKP, sebagaimana disebutkan dalam keputusan Bupati Aceh Barat No 205 tahun 2005 tentang pengelolaan PPI Meulaboh diselenggarakan oleh DKP untuk melayani semua aktivitas nelayan. Pemerintahan Aceh merupakan salah satu daerah yang mempunyai lembaga adat laut yang kuat dan diakui oleh dunia internasional sebagai lembaga adat yang mengurusi setiap permasalahan nelayan, oleh karena itu dalam kegiatan pengelolaan PPI Meulaboh perlu pengkajian ulang terhadap peraturan yang ada dan perlu musyawarah antara pihak pemerintah daerah (dinas kelautan dan perikanan) dan lembaga adat (panglima laot) untuk sama-sama memikirkan dan menyusun peraturan yang sesuai untuk pengelolaan PPI. Sejarah mencerminkan bahwa aktivitas lembaga panglima laot yang telah dibentuk secara turun temurun sejak abad ke-14 di masa Sultan Iskandar Muda tahun 1972, di kalangan masyarakat nelayan terdapat lembaga adat istiadat dengan ketentuan hukum negara yang jelas selama dalam pelaksanaannya sehingga tidak melanggar hukum-hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pihak manapun tidak dapat mengganggu gugat keberadaan hukum adat khususnya hukum adat laot. Lembaga Adat ada berdasarkan pada Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945

108 72 juncto Pasal 18 UUD 1945 berkaitan dengan adat. Pasal 131 ayat 2 sub b Indische regeling (IS) tentang golongan bumi putra dan timur asing berlaku hukum adat. Pasal 104 ayat 1 UUDS 1950 menyebutkan, segala keputusan pengadilan harus berisi alasan- alasannya, dan aturan hukum adat yang dijadikan dasar hukum itu. Keputusan Perdana Menteri Nomor 1 /Missi tanggal 26 Mei 1959 tentang Aceh diberikan hak untuk menentukan bentuk dan isi pelaksanaan kehidupan adat, namun keistimewaan Aceh tidak boleh keluar dari kerangka politik dan sistem hukum dalam Negara. UU Nomor 1 Tahun 1973 dan Nomor 20 Tahun 1961 tentang kedudukan dan peranan hukum adat, UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang keistimewaan Aceh, dan UU Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus untuk Aceh. UU Nomor 18 tahun 2001 tentang kehidupan adat di Indonesia. PERDA Nomor 2 Tahun 1990 tentang pembinaan dan pengembangan Adat Istiadat dan UUPA (Undang-Undang Pemerintahan Aceh) Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Berdasarkan Qanun Pemerintahan Aceh No 16 Pasal 8 Tahun 2002 tentang pengelolaan sumberdaya kelautan dikatakan, setiap orang atau badan hukum yang melakukan usahanya dengan memanfaatkan sumberdaya dan jasa kelautan diwilayah Pemerintahan Aceh dikenakan retribusi dan/atau pungutan, oleh karena itu dalam pengelolaan PPI Meulaboh, Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Barat mengeluarkan Perda/Qanun No 4 tahun 2010 tentang Retribusi Kepelabuhanan di Lingkungan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Adanya Qanun tentang PPI ini diharapkan selain dapat tercipta dan meningkatkan usaha masyarakat di bidang perikanan dan kelautan serta dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Qanun pasal 5 dijelaskan bahwa Retribusi Kepelabuhanan di Lingkungan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) digolongkan sebagai Retribusi Jasa Usaha, dan pada pasal 6 dijelaskan cara mengukur tingkat penggunaan jasa, diukur berdasarkan volume, luas bangunan dan luas lahan yang dimanfaatkan di kawasan PPI. Besarnya tarif Retribusi Jasa Usaha Pelayanan di kawasan PPI dapat dilihat sebagai berikut: 1) Jasa Usaha Pemakaian Fasilitas Kekayaan Daerah: Kios nelayan Rp ,00/Unit/Tahun Los ikan asin Rp ,00/Tong/Tahun

109 73 Gudang PPI Rp ,00/Unit/Tahun Kios Pemasaran Rp ,00/Unit/Tahun 2) Jasa Usaha Pelayanan Perparkiran Kendaraan Roda 2 Rp 1.000,00/unit Kendaraan Roda 3 (becak) Rp 2.000,00/unit Kendaraan Roda 4 Rp 2.000,00/unit Kendaraan Roda 6 Rp 3.000,00/unit Sandar/Bongkar muat nelayan > 5GT Rp 3.500,00/unit/Max 4 jam Sandar/Bongkar muat nelayan < 5GT Rp 2.500,00/unit/Max 4 jam 3) Jasa Usaha Pelayanan Sarana Tempat mandi, Cuci dan Kakus Pemanfaatan MCK Rp 1.000,00/karcis 4) Jasa Usaha Pelayanan Air Bersih Sumber air di kompleks PPI Rp 1000,00/jirigen (35 liter). Pemasukan daerah dari retribusi pajak hasil usaha perikanan yang dijelaskan dalam Qanun No 4 tahun 2010 di PPI Meulaboh tidak berjalan, disebabkan oleh DKP Aceh Barat kurang peduli terhadap kondisi aktivitas di PPI. Hal tersebut diidentifikasikan dengan tidak adanya petugas DKP dan aktivitas pelayanan nelayan di kantor PPI Meulaboh. Oleh sebab itu diperlukan peran pemerintah daerah untuk mengaktifkan semua pelayanan nelayan dalam pendukung pengelolaan PPI. Pemerintah daerah memperoleh retribusi ini hanya berdasarkan tender-tender dari sebagian fasilitas yang ada di PPI Meulaboh kepada personal atau lembaga. Hasil tender menjadi pemasukan daerah. Pelaksanaan tender dimulai dari pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan peraturan atau ketentuan bagi lembaga atau perusahaan atau personal yang akan mengikuti tender, baik berupa dana awal, batas waktu pendaftaran dan lain-lain. Pelaksanaan tender dilakukan sesuai dengan pengumuman yang telah dikeluarkan oleh pemda. Lembaga atau perusahaan atau personal yang telah melakukan pengajuan ke pihak panitia, wajib membayar 50% di awal pada saat penawaran. Uang sebanyak 50% ini dijadikan jaminan sebagai salah satu bentuk keikutsertaan dalam tender ini. Jika telah membayar 50% dan tidak menang dalam tender maka uang tersebut akan dikembalikan lagi. Bagi pihak yang melakukan penawaran paling tinggi maka pihak tersebut yang akan

110 74 menjadi pemilik tender dan sisa 50% akan dibayar setelah diketahui pemenang dari tender tersebut. Peraturan pemerintah provinsi atau kabupaten yang terkait dengan kebijakan pengelolaan PPI dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Kebijakan terkait dengan pengelolaan PPI No Peraturan Pemerintah/qanun daerah Program Kegiatan 1 Peraturan Menteri No 16/MEN/2006 Pengelola pelabuhan perikanan bertanggung jawab atas pemeliharaan fasilitas yang berada di pelabuhan perikanan dan dipimpin oleh seorang kepala pelabuhan 2 Qanun Pemerintahan Aceh No 16 Pasal 24 tahun Keputusan Bupati Aceh Barat No 205 tahun 2005 Setiap orang, kelompok dan pemilik badan hukum yang kelalaiannya melanggar ketentuan qanun ini diacam dengan pidana kurungan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Pengelolaan PPI Meulaboh diselenggarakan oleh DKP Aceh Barat untuk melayani semua aktivitas nelayan 4 Qanun Kabupaten Aceh No 2 tahun 2004 Pengelolaan PPI Meulaboh dikoordinir oleh bidang kelautan di bawah seksi Produksi dan Sarana 5 Qanun Pemerintahan Aceh No 16 Pasal 8 tahun Qanun Kabupaten Aceh Barat No 4 Pasal 5 tahun Qanun Kabupaten Aceh Barat No 4 Pasal 6 tahun 2010 Sumber: hasil olahan data Setiap orang atau badan hukum yang melakukan usahanya dengan memanfaatkan sumberdaya dan jasa kelautan diwilayah Pemerintahan Aceh dikenakan retribusi dan/atau pungutan Retribusi Kepelabuhanan di lingkungan PPI digolongkan sebagai retribusi jasa usaha Mengukur tingkat penggunaan jasa berdasarkan volume, luas bangunan dan lahan yang dimanfaatkan di kawasan PPI Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2008 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota telah dijelaskan pembagian tugas dan wewenang antara Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam bidang perikanan. Tugas dan Kewenangan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota dibedakan menjadi 6 subbidang yaitu subbidang kelautan, umum, perikanan tangkap, pengawasan dan

111 75 pengendalian, pengelolaan dan pemasaran, serta penyuluhan pendidikan. Secara umum butir-butir kewenangan ini telah dibuat peraturan norma dan kebijakannya oleh pemerintah pusat dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, namun pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota belum secara terinci diatur pelaksananya. Hasil analisis dengan menggunakan pendekatan kerangka hukum terhadap kebijakan atau peraturan perundang-undangan untuk mengatur kegiatan di PPI, belum menunjukkan hal yang positif (Tabel 13). Kebijakan ataupun peraturan perundang-undangan dan qanun yang dibuat oleh pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten, belum dapat mengakomodir semuanya wewenang yang dibuat pemerintah pusat kepada daerah di bidang perikanan. Kebijakan peraturan daerah atau qanun yang dibuat oleh kabupaten/kota, lebih terkait dengan pemasukan daerah yaitu seperti qanun retribusi jasa usaha perikanan di PPI. Tabel 13 Pendekatan kerangka hukum (legal framework) pada PPI Meulaboh No Kriteria Penilaian 1 Sruktur hukum Peraturan kebijakan yang ada di Perda/qanun, belum semuanya bisa diterjemahkan atau diaplikasikan di lapangan. Berbagai macam faktor kendala penghambat untuk penerapan kebijakan yaitu kebijakan yang ada masih bersifat umum, tenaga kerja tidak sesuai keahliannya, keterbatasan sumberdaya manusia 2 Mandat hukum Mandat hukum sangat jelas diberikan kepada lembaga pemerintah (DKP) dan lembaga adat (Panglima Laot), namun dalam implementasi di lapangan sering tidak jalan, dua lembaga ini ada kepentingan pribadi masingmasing dan mengklaim semua tugasnya, sehingga kepentingan pribadi lebih tinggi dalam melaksanakan kebijakan yang ada. 3 Penegakan hukum Penegakan hukum di Indonesia, khususnya di Pemerintahan Aceh dalam penerapan-penerapan peraturan yang ada masih sangat rendah, peraturan atau kebijakan yang ada belum ditegakkan oleh PEMDA kepada seluruh kegiatan dan aktivitas di PPI, karena ada berbagai kepentingan sehingga penegakan hukum tidak pernah aktif. Sumber: hasil olahan data Tabel 13 memperlihatkan bahwa hasil analisis pendekatan kerangka hukum (legal framework) terhadap kebijakan atau peraturan perundangan-undangan untuk mengatur kegiatan pengelolaan PPI Meulaboh, belum menunjukkan hal

112 76 yang positif. Berdasarkan penilaian melalui struktur hukum, ada berbagai macam kendala penghambat penerapan kebijakan yaitu: 1) kebijakan yang ada masih bersifat umum, belum ada kebijakan peraturan yang spesifik, seperti peraturan tentang surat izin penangkapan ikan (SIPI) yang harus dibuat oleh setiap pemilik kapal, penanganan antrian kapal untuk bongkar muat di dermaga dan aturan sistem pelelangan ikan. 2) Persyaratan tenaga kerja yang sesuai dengan keahliannya. Semua karyawan/staf yang mengelola PPI Meulaboh bukan dari kedisiplinan ilmu, sehingga tidak berjalannya pengelolaan yang baik. 3) Ketersediaan sumberdaya manusia. Sumberdaya yang ada di PPI Meulaboh masih terbatas dari sisi jumlah, tetapi lima tahun pasca tsunami 2004 sudah ada sumberdaya manusia yang handal dan mempunyai kualitas terutama bidang perikanan. Pada umumnya masih ada unsur politik di pemerintah daerah dalam perekrutan tenaga kerja sehingga masih belum menerapkan ilmu sesuai keahliannya dalam pengelolaan PPI. Selanjutnya penilaian berdasarkan mandat hukum, peraturan pemerintah daerah sangat jelas memberikan mandat kepada DKP Kabupaten dan lembaga adat (Panglima Laot) sebagai pengontrol DKP untuk mengelola PPI. Namun dalam operasionalnya ada kepentingan pribadi dan mengklaim semua kegiatan di PPI tugas DKP. Seperti DKP, mengklaim punya hak penuh untuk menentukan harga sewaan lahan ke setiap pedagang ikan dan pihak swasta/kelompok tanpa musyawarah dengan Panglima Laot dan menyuruh Panglima Laot untuk mengontrol kegiatan aktivitas nelayan di PPI. Sebaliknya Panglima Laot yang dipilih dari pawang laot hasil musyawarah nelayan mengklaim semua aktivitas di PPI adalah tugas panglima laot. Hal ini menunjukkan masih kurangnya komunikasi dan kepedulian pemda dalam mengsosialisasikan tugas DKP dan Panglima Laot. Oleh sebab itu dibutuhkan keberlanjutan komunikasi antara kedua pihak. Penilaian dari penegakan hukum masih sangat rendah. Peraturan Pemerintah Provinsi (Qanun) No 16 tahun 2002 tentang pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan menjelaskan, setiap orang/kelompok dan pemilik badan hukum yang kelalaiannya melanggar ketentuan akan diancam dengan pidana kurungan sesuai dengan ketentuan Undang-undang, tetapi pemerintah kabupaten

113 77 belum melaksanakan peraturan ini, karena ada kepentingan pribadi sehingga nelayan selalu dirugikan. Berdasarkan peraturan Bupati Aceh Barat No 205 Tahun 2005 dan Qanun No 2 Tahun 2004 bahwa pengelolaan PPI dikoordinir oleh Seksi Teknik Produksi dan Sarana yang salah satu tugasnya adalah menyiapkan sarana dan prasarana perikanan untuk menunjang pengelolaan tempat pendaratan ikan dan pusat pendaratan ikan. Hal tersebut menjadi dasar hukum bagi DKP Aceh Barat untuk membuat qanun tentang peraturan pengelolaan aktivitas yang spesifik di PPI Meulaboh, seperti qanun tentang surat izin penangkapan ikan bagi setiap kapal, antrian kapal di dermaga dan sistem lelang di tempat pelelangan ikan (TPI). Peraturan sangat diperlukan di PPI Meulaboh, supaya semua aktivitas berjalan sesuai dengan peraturan dan memberikan dampak positif berupa keuntungan untuk pendapatan asli daerah (PAD) dan kesejahteraan nelayan menjadi lebih baik. 5.3 Implementasi Program Pengelolaan Saxena (1992) menyatakan bahwa teknik ISM ( interpretative structural modeling) bersangkut paut dengan interpretasi dari suatu objek yang utuh, atau perwakilan sistem melalui aplikasi teori grafis secara sistematika dan iteratif. ISM adalah proses yang mentransformasikan model mental yang tidak terang dan lemah penjelasannya, menjadi model sistem yang tampak (visible) serta didefinisikan secara jelas dan bermanfaat untuk beragam tujuan. Teknik ISM menganalisis elemen-elemen sistem, dan memecahkannya dalam bentuk grafik dari hubungan langsung antar elemen dan tingkat hierarki (Marimin, 2004). Teknik model ISM digunakan untuk melihat formulasi model kebijakan yang cocok untuk diimplementasikan, agar pengelolaan optimal di PPI Meulaboh dapat diaplikasikan dengan baik. Program pengelolaan merupakan suatu sistem yang kompleks, untuk itu harus dilakukan melalui perencanaan sistematis dan terintegrasi dari seluruh komponen sistem.

114 Sektor masyarakat yang terpengaruh dalam pengelolaan optimal PPI Meulaboh Output ISM ( interpretative structural modeling) dihasilkan dari sektor masyarakat yang terpengaruh melalui diagram struktural, dapat dilihat pada Gambar 28. Pengelola PPI dan Panglima Laot dalam pengelolaan optimal PPI Meulaboh merupakan elemen kunci, yang akan mempengaruhi atau menggerakkan subelemen-subelemen dari elemen sektor masyarakat yang terpengaruh lainnya untuk keberhasilan program pengelolaan optimal PPI. Penyusunan/pembuatan suatu program pengelolaan yang optimal akan memberikan dampak bagus pada nelayan atau pihak lain, sehingga terlihat semua pihak yang terlibat dalam aktivitas di PPI menjadi lebih teratur sesuai dengan manajemennya dan dapat menggerakkan tumbuhnya industri-industri perikanan dan akhirnya mensejahterakan pedagang, buruh, jasa transportasi dan lain-lain. Level 1 9. Buruh angkut 8. Pengusaha jasa transportasi 11. Masyarakat Sekitar PPI 10. Konsumen Level 2 7. Pedagang Pengecer 6. Pedagang Pengumpul Level 3 5. Pemilik Boat Level 4 4. Industri Perikanan Level 5 2. Nelayan 3. Panglima Laot Level 6 1. Pengelola PPI Gambar 28 Diagram struktural dari elemen sektor masyarakat yang terpengaruh pada program pengelolaan optimal PPI Matriks driver power-dependence untuk subelemen masyarakat yang terpengaruh seperti terlihat pada Gambar 29. Subelemen terdistribusi kedalam tiga sektor yaitu sektor II, III dan sektor IV. Subelemen pengelola PPI, panglima laot

115 79 dan nelayan berada di sektor IV, yang mana subelemen sektor ini memiliki ketergantungan yang rendah terhadap program, namun memiliki daya dorong yang kuat untuk keberhasilan program. Kemudian subelemen pemilik boat, industri perikanan, pedagang pengumpul, pedagang pengecer, buruh, masyarakat sekitar PPI dan konsumen berada pada sektor III, dimana subelemen pada sektor ini merupakan subelemen yang labil yang berarti memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap program. Kurangnya perhatian padaa sublemen tersebut dapat menjadi penghambat sehingga membutuhkan perhatian serius untuk mendukung berhasilnya pengelolaan optimal PPI. Masyarakat sekitar PPI berada di sektor II, dimana subelemen yang beradaa di sektor II memilikii ketergantungan yang kuat tetapi daya dorong yang kecil terhadap keberhasilan program pengelolaan. Pendapat responden terhadap elemen sektor masyarakat yang terpengaruh pada pengelolaan PPI Meulaboh dapat dilihat di Lampiran 2. (1) (3) 11 (2) 10 (5) 9 8 (4) (6)(9,10) 7 (11) Driver Power (7) (8) SEKTOR I Depen dence Gambar 29 Matriks driver power-dependence dari elemen masyarakat yang terpengaruh pada program pengelolaan optimal PPI Keterangan: 1. Pengelola PPI 2. Nelayan 3. Panglima Laot 4. Industri Perikanan 5. Pemilik Boat

116 80 6. Pedagang Pengumpul 7. Pedagang Pengecer 8. Pengusaha jasa transportasi 9. Buruh angkut 10. Konsumen 11. Masyarakat sekitar PP Hasil analisis penelitian dari matriks driver power-dependence terhadap elemen masyarakat yang terpengaruh pada program pengelolaan optimal PPI ada tiga subelemen kunci (sektor IV) yaitu pengelola PPI, panglima laot dan nelayan yang berpengaruh untuk keberhasilan program pengelolaan PPI Meulaboh. Hasil matriks ini juga menunjukkan ada tujuh subelemen di sektor III yaitu 1) industri perikanan. Berdasarkan Danial (2010), indutri perikanan di pelabuhan perikanan memerlukan kebijakan dari pemerintah terhadap pengelolaan dan jaminan penyediaan bahan baku untuk industri perikanan serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia sehingga setiap industri perikanan yang ada di pelabuhan perikanan dapat beraktivitas dengan lancar dan mengurangi pengangguran; 2) Pemilik kapal, setiap pemilik kapal harus selalu berkomunikasi dengan pihak pengelola PPI sehingga setiap kapal yang mau melaut sudah di cek kondisi kapalnya dan terjamin keselamatan nelayan; 3) Pedagang pengumpul; 4) Pengecer; 5) Buruh, menurut Matupang (2010), upah yang diterima oleh buruh dari hasil tangkapan ikan berbeda-beda berdasarkan jenis pekerjaan dan harus sudah sesuai dengan standar upah minimum. Hal tersebut diindikasikan bahwa upah buruh di pelabuhan perikanan sudah sesuai dengan standar karena jasa buruh sangat diperlukan untuk kelancaran aktivitas setiap hari di pelabuhan; 6) konsumen, berdasarkan Triyana (2010), diketahui bahwa konsumen lebih mengutamakan kesegaran ikan dari pada ukuran dan harga. Hal ini merupakan informasi yang harus harus diperhatikan oleh pelaku perikanan tangkap untuk mewujudkan kepuasan konsumen dan 7) masyarakat sekitar PPI yang harus diperhatikan serius oleh pemerintah kabupaten dalam menjalankan pengelolaan optimal di PPI Meulaboh. Subelemen di sektor III bersifat tidak stabil dan diprediksi bisa berdampak kurang baik terhadap aktivitas pengelolaan dan subelemen yang lain jika tidak diperhatikan.

117 Kebutuhan utama terlaksananya pengelolaan optimal PPI Meulaboh Diagram struktural dari elemen kebutuhan untuk terlaksananya program berdasarkan analisis yang dilakukan, dapat dilihat pada Gambar 30. Ketersediaan sumberdaya manusia, komitmen provinsi, dukungan pemerintah kabupaten tentang pengelolaan PPI, dukungan dari kecamatan merupakan subelemen kunci dari program kebutuhan untuk terlaksananya program pengelolaan PPI. Kebutuhan tersebut diikuti dengan kebutuhan lain yang ada di level atasnya yang kemudian diharapkan dapat terdorong oleh subelemen-subelemen yang berada dibawahnya seperti dukungan dari kecamatan, ketersediaan fasilitas lengkap di PPI, ketersediaan data base dan informasi di PPI, dukungan teknologi di PPI dan penegak hukum. Kebutuhan yang berada pada level atas secara struktur adalah tokoh masyarakat dan partisipasi masyarakat atau nelayan. Level Tokoh masyarakat 12. Penegakan hukum 9. Dukungan teknologi di PPI 11. Penyuluh Perikanan 10. Kebijakan Pengelolaan Level 2 8. Ketersedian data base dan informasi 7. Ketersediaan fasilitas lengkap di PPI Level 3 Level 4 5. Koordinator antar sektor 4. Dukungan dari Kecamatan 6. Ketersediaan anggaran di PPI Level 5 3. Dukungan Pemerintah Kab ttg qanun Pengelola PPI Level 6 2. Komitmen Provinsi Level 7 1. Ketersediaan SDM Gambar 30 Diagram struktural dari elemen kebutuhan untuk terlaksananya program pengelolaan optimal PPI

118 82 Matriks driver power-dependence untuk subelemen kebutuhan untuk terlaksananya program seperti terlihatt pada Gambar 31. Subelemen ketersediaan sumberdaya manusia, dukungan pemerintah kabupaten tentang qanun/ perda pengelolaan PPI, komitmen pemerintah provinsii berada pada sektor IV, dimana subelemen padaa sektor ini memiliki ketergantungan yang rendah terhadap sistem namun mempunyai daya dorongnya kuat untuk keberhasilan dan kesuksesan program. Kemudian dukungan kecamatan, ketersediaan anggaran, koordinasi antar sektor, ketersedian fasilitas lengkap, dataa base dan informasi, dukungan teknologi, kebijakan pengelolaan PPI, penyuluhan pengelolaan PPI dan penegakan hukum berada pada sektor III. Subelemen ini membutuhkan perhatian serius karena subelemennya memiliki ketergantungan yang tinggi, jika salah satu diabaikan makaa akan memberikan dampak yang kuat terhadap sistem. Pendapat responden terhadap elemen kebutuhan dari program pengelolaan PPI Meulaboh dapat dilihat di Lampiran 4. Driver power 0 1 (1) 1(2 2) SEKTOR I (3) Dependence (4) (5,6) (11) (10) (7, 8) (9,12) (13) (14) Gambar 31 Matriks driver power-dependence dari elemen kebutuhan untuk terlaksananya program pengelolaan optimal PPI Keterangan : 1. Ketersediaan sumberdaya manusiaa (SDM) 2. Keberpihakan pemerintah provinsi (komitmen) 3. Dukungan dari pemerintah Kabupaten tentang qanun pengelolaan PPI

119 83 4. Dukungan dari Kecamatan 5. Koordinasi antar sektor 6. Ketersediaan anggaran di PPI 7. Ketersediaan fasilitas yang lengkap di PPI 8. Ketersediaan data base dan informasi 9. Dukungan teknologi di PPI 10. Kebijakan pengelolaan PPI 11. Penyuluhan pengelolaan PPI 12. Penegakan hukum 13. Tokoh masyarakat 14. Partisipasi masyarakat/ nelayan sekitar PPI Hasil analisis dari matriks driver power-dependence terhadap elemen kebutuhan untuk terlaksananya program pengelolaan optimal PPI ada dua subelemen kunci (sektor IV) yaitu ketersedian SDM dan keberpihakan pemerintah provinsi (komitmen) untuk menggerakkan keberhasilan program pengelolaan PPI. Matriks ini juga menunjukkan ada sepuluh subelemen di sektor III yaitu 1) dukungan kecamatan; 2) ketersediaan anggaran di PPI; 3) koordinasi antar sektor, berdasarkan Kusyanto (2006) dikatakan bahwa untuk meningkatkan pelayanan dan kemampuan pengelola pelabuhan perikanan harus bekerjasama dengan pihak pemerintah (Dinas kelautan dan perikanan, Dinas perhubungan laut, Syahbandar, Polisi) dengan pihak lembaga adat (Panglima laot). Hal tersebut menunjukkan bahwa cukup banyak terkait agar aktivitas yang direncanakan dapat berjalan dengan baik dan memberikan fungsi pelayanan yang optimal sehingga akan meningkatkan permintaan terhadap jasa pelabuhan itu sendiri dimasa mendatang; 4) Ketersedian fasilitas lengkap di PPI, sebagai tempat berlabuh dan bertambat kapal untuk melakukan bongkar muat hasil tangkapan, yaitu fasilitas pokok, fungsional dan penunjang sehingga kegiatan aktivitas di pelabuhan berlajan dengan lancar; 5) data base dan informasi; 6) dukungan teknologi di PPI, menurut Danial (2010), ketersediaan informasi dan dukungan teknologi yang ada sangat diperlukan dalam pengelolaan optimal pelabuhan perikanan, salah satunya pengembangan pemasaran hasil tangkapan yang lebih luas baik untuk pasar domestik maupun pasar ekspor. Menghasilkan informasi yang akurat dibutuhkan kerjasama dengan pihak terkait, pihak swasta dan pemerintah sehingga setiap hari hasil tangkapan yang didaratkan atau semua kegiatan di pelabuhan perikanan bisa

120 84 diinformasikan ke masyarakat. 7) kebijakan pengelolaan PPI, berdasarkan Danial (2010) dikatakan bahwa kebijakan pemerintah sangat berpengaruh terhadap kondisi di lapangan, hal tersebut memerlukan keseriusan pemerintah dalam menyediakan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan yang lengkap dengan paket teknologi yang mampu mengefektifkan setiap kegiatan di pelabuhan dengan cepat, contohya alat untuk mengangkat hasil tangkapan dikapal pada saat bongkat muat, agar tidak terjadi antrian kapal; 8) penyuluhan pengelolaan PPI, menurut Taha (2010) dijelaskan bahwa untuk tercapainya tujuan pembangunan kelautan dan perikanan maka sumberdaya manusia merupakan faktor kunci yang harus diperhatikan. Salah satu upaya dalam mewujudkan hal tersebut adalah melalui pengembangan program kegiatan penyuluhan perikanan. Pengelolaan pelabuhan perikanan sangat terkait dengan pengetahuan dan keterampilan serta sikap, sumber informasi masih terbatas, kurangnya wadah nelayan dan terbatasnya tenaga kerja penyuluh perikanan baik kualitas maupun kuantitas sehingga diperlukan perhatian kepada semua pihak terkait dengan pelabuhan perikanan; dan 9) penegakan hukum, berdasarkan qanun aceh tahun 2002 tentang pengelolaan sumberdaya perikanan, dijelaskan bahwa setiap orang, kelompok dan institusi yang melanggar aturan atau hukum akan diberikan sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku. Hal ini merupakan acuan bagi pihak penegakan hukum untuk menjalankan tugasnya sehingga pengelolaan optimal pelabuhan perikanan bisa berjalan sesuai dengan rencana. Subelemen ini membutuhkan perhatian serius dari pemerintah kabupaten dalam menjalankan pengelolaan optimal di PPI Meulaboh. Subelemen sektor ini dapat memberikan dampak positif namun bisa saja dampak negatif dalam pengelolaan dan terhadap subelemen yang lain Kendala utama program pengelolaan optimal PPI Meulaboh Diagram struktural untuk elemen kendala utama program pengelolaan optimal pangkalan pendaratan ikan berdasarkan analisis dapat dilihat seperti pada Gambar 32. Kualitas sumberdaya manusia rendah di PPI, anggaran pembangunan PPI rendah dan kualitas pengelolaan masih rendah yang menjadi elemen kunci dari kendala utama program pengelolaan. Subelemen-subelemen itu merupakan subelemen yang penting sehingga dapat mengatasi subelemen-subelemen lain yang dapat menunjang suksesnya program. Kendala utama atau permasalahan

121 85 utama program berikutnya yang harus ditangani terlebih dahulu adalah kurangnya pemahaman terhadap lembaga adat tentang pengelolaan PPI, penempatan pengelola PPI yang bukan ahlinya, konflik antar nelayan dan aksesbilitas ke PPI. Diharapkan dengan subelemen-subelemen di atas akan dapat mendorong untuk mengatasi subelemen-subelemen yang lain dari elemen kendala utama program. Level 1 3. Campur tangan NGO Level 2 9. Konflik antar nelayan di PPI 10. Aksesbilitas ke PPI Level 3 7. Tidak adanya peraturan /qanun pengelolaan optimal PPI 6. Konflik kepentingan antar pemerintah daerah di PPI 8. Penempatan pengelola PPI bukan dr keahlian ilmunya Level 4 4. Kurang pemahaman lembaga adat ttg pengelolaan PPI Level 5 2. Terbatasnya anggaran pembangunan PPI rendah 5. Kualitas pengelolaan masih rendah di PPI Level 6 1.Kualitas SDM masih rendah di PPI Gambar 32 Diagram struktural dari elemen kendala utama pada pengelolaan optimal PPI Hasil plot elemen matriks driver power-dependence pada sektor kendala utama program pengelolaan optimal PPI dapat dilihat pada Gambar 33, sebagian besar subelemen terdistribusi pada sektor III seperti kurangnya pemahaman lembaga adat tentang pengelolaan PPI, konflik antar pemerintah daerah di PPI, pembuatan peraturan pengelolaan PPI, penempatan pengelola PPI yang bukan ahlinya dan konflik antar nelayan, kecuali kualitas sumberdaya manusia masih rendah, anggaran pembangunan PPI rendah dan pengelolaan PPI masih rendah yang berada pada sektor IV. Aksesbilitas ke PPI dan campur tangan NGO berada

122 86 padaa sektor II. Hal ini menunjukkan bahwaa subelemen tersebutt memiliki ketergantungan yang tinggii sehingga akan berpengaruh besar terhadap subelemenbesar bagi subelemen yang lain serta akan memberikan umpan balik yang ketidakberhasilan program pengelolaan optimal PPI Meulaboh. Pendapat responden terhadap elemen kendala utama program pengelolaan PPI Meulaboh dapat dilihat di Lampiran 6. (1) 10 (2,5) 9 (7) 8 7 (4) (6) Driver Power (8) (9) SEKTOR (10) 1 (3) 0 Dependence Gambar 33 Matriks driver power-dependence optimal elemen kendala utama program pengelolaan PPI Keterangan: 1. Kualitas SDM yang masih rendah di PPI 2. Terbatasnya anggaran pembangunann PPI rendah 3. Campur tangan NGO 4. Kurang pemahaman lembaga adat tentang pengelolaan PPI 5. Kualitas pengelolaan masih rendah di PPI 6. Konflik kepentingan antar pemerintah daerah di PPI 7. Tidak adanyaa peraturan /qanun pengelolaan optimal PPI 8. Penempatan pengelola PPI bukan dr keahliaanya 9. Konflik antar nelayan di PPI 10. Aksesbilitass ke PPI

123 87 Hasil analisis penelitian dari matriks driver power-dependence terhadap elemen kendala utama program pengelolaan optimal PPI ada tiga subelemen kunci (sektor IV) yaitu kualitas SDM masih rendah di PPI, kurangnya anggaran pembangunan PPI rendah dan kualitas pengelolaan masih rendah yang membuat kendala utama untuk keberhasilan program pengelolaan. Matriks ini juga menunjukkan ada lima subelemen di sektor III yaitu 1) kurang pemahaman lembaga adat tentang pengelolaan PPI; 2) konflik antar pemerintah daerah di PPI, 3) tidak adanya peraturan pengelolaan optimal PPI; 4) penempatan pengelola PPI bukan ahlinya, berdasarkan (Hadist Riwayat Bukhari) menjelaskan bahwa, apabila sesuatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tunggu saat kehancurannya. (Asykor, 1992) maksud hadist tersebut, setiap kegiatan atau pengelolaan harus dikelola oleh orang yang ahlinya, kalau tidak pengelolaan itu tidak akan berjalan karena telah mensia-siakan amanat; dan 5) konflik antar nelayan di PPI. Berdasarkan Karimania (2007), konflik antar nelayan dan konflik antar pemerintah daerah yang terjadi umumnya disebabkan oleh perebutan sumberdaya ikan yang dipengaruhi oleh akibat adanya perbedaan kepentingan antara nelayan dalam memanfaatkan sumberdaya ikan di wilayah yang sama. Hal ini merupakan kendala yang sangat besar dalam pengelolaan optimal pelabuhan perikanan, ini dibutuhkan peran aktif dinas kelautan dan perikanan dan lembaga adat laot untuk mengontrol dan mengkoordinir setiap kelompok nelayan, harus diperhatikan serius oleh pemerintah kabupaten dalam menyelesaikan kendala utama pengelolaan optimal di PPI Meulaboh, karena akan memberikan dampak yang kurang baik terhadap aktivitas pengelolaan dan subelemen yang lain Tujuan utama program pengelolaan PPI Meulaboh Sublemen dari tujuan utama program menghasilkan diagram struktural ke dalam delapan (8) level, seperti terlihat pada Gambar 34. Kinerja DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan) dan Panglima Laot merupakan subelemen kunci dari tujuan utama program pengelolaan PPI Meulaboh. Kemudian ada optimalisasi pemanfaatan sumberdaya manusia dan peningkatan skill pengelola PPI. Tujuan program tersebut harus dapat diwujudkan terlebih dahulu, sebelum melaksanakan tujuan lain dari subelemen sistem ini. Terwujudnya tujuan dari subelemen-

124 88 subelemen tersebut, akan mendorong untuk terwujudnya tujuan utama yang lain dari program; yaitu penyerapan tenaga kerja sesuai ahlinya di PPI, pengelolaan optimal PPI yang baik terhadap fasilitas dan aktivitas dan peraturan yang ada, peningkatan keuntungan usaha, kebijakan pemerintah yang berpihak (PPI), kesejahteraan nelayan yang lebih baik dan peningkatan PAD. Level 1 9. Peningkatan PAD Level 2 Level 3 Level 4 8. Kesejahteraan nelayan lebih baik 6. Penigkatan skill pengelola PPI 3. Peningkatan keuntungan usaha perikanan 7. Penyerapan tenaga kerja sesuai ahlinya di PPI Level 5 5. Kebijakan pemerintah yang berpihak ke PPI Level 6 4. Pengelolaan optimal PPI yang baik Level 7 1. Optimalisasi pemanfaatan SDM di PPI Level 8 2.Peningkan kinerja DKP dan Panglima Laot di PPI Gambar 34 Diagram struktural dari elemen tujuan utama program pengelolaan optimal PPI Hasil yang diperoleh dari elemen tujuan utama program ke dalam matriks driver power-dependence terlihat seperti pada Gambar 35. Gambar tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar subelemen terdistribusi kedalam sektor III. Subelemen kinerja DKP dan Panglima Laot di PPI dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya manusia yang berada pada sektor IV, dan hanya subelemen

125 89 kesejahteraan nelayann lebih baik dan peningkatan pendapatan asli daerah berada pada sektor II. Hal ini menunjukkan bahwa pada sektor IV subelemen memiliki daya dorong yang tinggi namunn ketergantungan yang rendah terhadap subelemen sistem dari program tujuan utama pengelolaan PPI Meulaboh. Pendapat responden terhadap elemen tujuan dari program pengelolaan PPI Meulaboh dapat dilihat di Lampiran 8. (2) 10 (1) 9 (7) 8 (8) 7 (5) Driver power ( 3) 6 7 (6) SEKTOR I 2 (9) 1 (10) 0 Depend ence Gambar 35 Matriks driver power-dependence elemen tujuan utama program pengelolaan optimal PPI Keterangan: 1. Optimalisasi pemanfaatan SDM di PPI 2. Peningkatan kinerja DKP dan Panglima Laot di PPI 3. Peningkatan keuntungan usaha perikanann 4. Pengelolaan optimal PPI yang baik 5. Kebijakan pemerintah yang berpihak ke PPI 6. Peningkatan skill pengelola PPI 7. Penyerapan tenagaa kerja sesuai ahlinya di PPI 8. Kesejahteraan nelayan lebih baik 9. Peningkatan PAD Hasil analisis dari matriks driver power-dependence terhadap elemen tujuan utama program pengelolaan optimal PPI telah didapatkan dua subelemen kunci (sektor IV) yaitu peningkatan kinerja DKP/dan panglima laot dan optimalisasi pemanfaatan SDM di PPI. untuk menggerakkan keberhasilan tujuan program pengelolaan PPI. Matriks ini juga menunjukkan ada enam subelemen di sektor III

126 90 yaitu 1) peningkatan keuntungan usaha perikanan; 2) pengelolaan optimal PPI yang baik, berdasarkan Amnihani (2010) dijelaskan bahwa, berjalannya fungsi pelabuhan perikanan sangat dipengaruhi oleh keberadaan berbagai fasilitas dan juga berkaitan erat dengan kelancaran aktivitas pelabuhan. Pengelolaan optimal di pelabuhan perikanan dapat diartikan bahwa pelabuhan harus berjalan sesuai dengan fungsinya dan dapat mensejahterakan nelayan; 3) kebijakan pemerintah yang berpihak ke PPI; 4) peningkatan skill pengelola PPI dan 5) penyerapan tenaga kerja sesuai ahlinya di PPI. Subelemen sektor ini membutuhkan perhatian serius dari pemerintah kabupaten dalam menjalankan pengelolaan optimal di PPI Meulaboh, karena akan memberikan dampak yang kurang baik kedepan terhadap aktivitas pengelolaan jika tidak diperhatikan dan subelemen yang lain Tolok ukur/indikator keberhasilan program model pengelolaan PPI Meulaboh Diagram struktural untuk subelemen sitem dari tolok ukur/ indikator keberhasilan program terlihat pada Gambar 36. Ada peraturan pengelolaan yang jelas tentang PPI, kinerja instansi yang terkait sudah efisien dan adanya koordinasi antar stakeholder di PPI yang berada pada level enam dan lima yang merupakan subelemen kunci dari tolok ukur. Indikator keberhasilan program model pengelolaan optimal pangkalan pendaratan ikan. Subelemen yang merupakan terbentuknya pengelolaan bersama, tidak terjadi konflik di PPI, tugak pokok DKP dan panglima laot di PPI merupakan subelemen-subelemen yang secara struktur berada di level atas dari subelemen sebelumnya.

127 91 Level 1 8. Perekonomian daerah meningkat 7. Pendapatan usaha perikanan meningkat 9. PAD m eningkat 10. Tidak terjadi konflik di PPI Level 2 6. Penyerapan tenaga kerja tinggi di PPI Level 3 5. Tugas pokok Panglima laot dan DKP di PPI Level 4 3.Terbentuk pengelolaan bersama ppi 4. Adanya koordinasi antar stakeholder di PPI Level 5 2. Kinerja instansi yang terkait sudah efisien di PPI Level 6 1.Adanya peraturan pen gelolaan yang jelas tentang PPI Gambar 36 Diagram struktural dari elemen tolok ukur/indikator untuk keberhasilan program pengelolaan optimal PPI Matriks driver power-dependence dari elemen tolok ukur/indikator keberhasilan program diplot dalam tiga sektor yang dapat dilihat pada Gambar 37. Subelemen adanya peraturan pengelolaan yang jelas tentang PPI, kinerja instansi yang terkait sudah efisien, adanya koordinasi antar stakeholder dan terbentuk pengelolaan bersama di PPI berada pada sektor IV, yang mana subelemensubelemen tersebut memberikan daya dorong yang besar terhadap sistem. Kemudian koordinasi antar stakeholder, tugas pokok panglima laot dan DKP sesuai dengan qanun di PPI, terbentuknya pengelolaan bersama PPI, penyerapan tenaga kerja tinggi di PPI, perekonomian daerah meningkat dan tidak terjadi konflik di PPI merupakan subelemen yang ketergantungan terhadap sistem besar yang berada pada sektor III. Pendapat responden terhadap elemen tolok ukur keberhasilan program pengelolaan PPI Meulaboh dapat dilihat di Lampiran 10.

128 92 (1) (2) (4) (3) (10) 7 Driver Power SEKTOR I ( 5) 7 (6) 8 9 (8) 10 (7,9) 1 0 Dependence Gambar 37 Matriks driver power-dependence elemen tolok ukur/indikator untuk keberhasilan program pengelolaan optimal PPI Keterangan: 1. Adanya peraturan pengelolaan yang jelas tentang PPI 2. Kinerja instansi yang terkait sudah efisien di PPI 3. Terbentuknya pengelolaan bersama di PPI 4. Adanya koordinasi antar stakeholder di PPI 5. Tugas pokok panglima laot dan DKP sesuai dengan qanun 6. Penyerapan tenaga kerja tinggi di PPI 7. Pendapatan usaha perikanan meningkat 8. Perekonomian daerah meningkat 9. PAD meningkat 10. Tidak terjadi konflik di PPI Hasil analisis dari matriks driver power-dependence terhadap elemen tolok ukut/ /indikator keberhasilan program pengelolaan optimal PPI telah didapatkan dua subelemen kunci (sektor IV) yaitu adanya peraturan pengelolaan yang jelas dan kinerja instansi terkaitt yang efisien di PPI yang menggerakkan untuk tolok ukur/ /indikator keberhasilan tujuan program pengelolaan PPI. Matriks ini juga menunjukkan ada enam subelemen di sektor III yaitu koordinasi antar stakeholder di PPI, tugas pokok panglima laot dan DKP sesuai dengann qanun, terbentuknya pengelolaan bersama di PPI, penyerapan tenaga kerja tinggi di PPI, perekonomian daerah meningkat dan tidak terjadi konflik di PPI. Berdasarkan Karimania (2007), konflik antar nelayan terjadi umumnya disebabkan oleh perebutan sumberdaya ikan yang dipengaruhi oleh akibat adanya perbedaan kepentingan antara nelayan

129 93 dalam memanfaatkan sumberdaya ikan di wilayah yang sama. Hal tersebut membutuhkan perhatian serius dari pemerintah sehingga dapat memberikan dampak terhadap positif pengelolaan walaupun bisa saja berdampak negatif terhadap subelemen yang lain Aktivitas yang diperlukan untuk terlaksananya program pengelolaan PPI Meulaboh Subelemen-subelemen dari aktivitas yang diperlukan untuk terselenggaranya program terstruktur dalam lima level, terlihat pada Gambar 38. Koordinasi dengan lembaga yang saling terkait tentang pengelolaan optimal pangkalan pendaratan ikan merupakan subelemen kunci sukses program pengelolaan PPI, dimana subelemen ini yang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum subelemen lain menjalankan yang berada di level atasnya. Selanjutnya aktivitas lain yang penting adalah pembuatan peraturan pengelolaan PPI, pelatihan sumberdaya manusia untuk pengelolaan PPI, penyediaan sarana dan prasarana di PPI, pengembangan akses pasar ke PPI, pengembangan akses informasi dan terbuka dengan semua pihak. Hal ini dibutuhkan untuk menciptakan kondisi yang baik dan kondisif dalam aktivitas pengelolaan optimal PPI. Level 1 3. Pengembangan teknologi Level 2 6. Kondisi yang kondusif 5. Penyediaan sarana dan prasarana di PPI 7. Pengembangan akses pasar ke PPI 8. Pengembangan akses informasi ppi 9. Terbuka dengan semua pihak Level 4 2. Pembuatan peraturan pengelolaan PPI 4.Training/ pelatihan SDM Level 5 1. Koordinasi dgn lembaga yang saling terkait di PPI Gambar 38 Diagram struktural dari elemen aktivitas yang diperlukan untuk terselenggaranya program pengelolaan optimal PPI

130 94 Subelemen dari aktivitas yang diperlukan untuk terselenggaranya program terdistribusi kedalam tiga sektor, terlihat pada Gambar 39. Penyediaan sarana dan prasarana di PPI, pengembangan akses pasar ke PPI, pengembangan akses informasi, terbuka dengan semua pihak, pengembangan teknologi dan penciptaan kondisi yang kondusif di PPI dan berada pada sektor III dan III. Subelemen- program subelemen tersebut memiliki ketergantungan besar terhadap keberhasilan aktivitas, sedangkan koordinasi dengan lembagaa yang terkait di PPI, pembuatan peraturan pengelolaan dan training/pelatihan sumberdaya manusia tentang pengelolaan PPI berada sektor IV, yang berarti subelemen ini memiliki ketergantungan yang rendah sistem. Pendapat responden terhadap elemen aktivitas yang diperlukan dari program pengelolaan PPI Meulaboh dapat dilihat di Lampiran 12. (1) 9 (2,4) (5,7,8,9) Driver Power SEKTOR I 2 (6) 1 (3) 0 Dependence Gambar 39 Matriks driverr power-dependence elemen aktivitas yang untuk terselenggaranya program pengelolaan optimal PPI diperlukan Keterangan: 1. Koordinasi dengan lembaga yang saling terkaitt 2. Pembuatan peraturan pengelolaan PPI 3. Pengembangan teknologi di PPI 4. Training/pelatihan SDM tentang pengelolaan PPI

131 95 5. Penyediaan sarana dan prasarana di PPI 6. Penciptaan kondisi yg kondusif 7. Pengembangan akses pasar ke PPI 8. Pengembangan akses informasi di PPI 9. Terbuka dengan semua pihak Hasil analisis penelitian dari matriks driver power-dependence terhadap elemen aktivitas yang diperlukan untuk terselenggaranya program pengelolaan optimal PPI telah didapatkan tiga subelemen kunci (sektor IV) yaitu koordinasi antar lembaga saling terkait di PPI, pembuatan peraturan pengelolaan PPI dan training/pelatihan SDM untuk keberhasilan program pengelolaan. Matriks ini juga menunjukkan ada empat subelemen di sektor III yaitu 1) penyediaan sarana dan prasarana di PPI, berdasarkan Hamzah (2010) dikatakan bahwa, kemampuan yang terbaik dari pengelola adalah upaya penyedian sarana dan prasarana dan pembuatan kebijakan atau aturan yang optimal, setiap pelabuhan perikanan mempunyai fasilitas dan aturan yang jelas, maka pelabuhan perikanan tersebut akan menjalankan aktivitas sesuai semestinya; 2) pengembangan akses pasar ke PPI; 3) akses informasi. Berdasarkan Pane (2009), bagi pengelola pelabuhan perikanan pemerintah, data informasi merupakan salah satu faktor yang sangat penting dan diperhatikan dalam standarisasi pelabuhan perikanan. Hal ini merupakan tolak ukur pelabuhan perikanan di Indonesia dengan pelabuhan perikanan internasional tentang fasilitas-fasilitas yang penting di setiap pelabuhan, dan 4) terbuka dengan semua pihak harus diperhatikan serius oleh pemerintah kabupaten dalam melakukan aktivitas awal pengelolaan optimal di PPI Meulaboh, karena akan memberikan dampak positif namun bisa saja berdampak negatif dalam pengelolaan dan subelemen yang lain Lembaga yang terlibat dalam program pengelolaan PPI Meulaboh Diagram struktural pada gambar 40 dijelaskan bahwa Dinas Kelautan dan Perikanan merupakan elemen kunci, dan diikuti oleh panglima laot di atasnya. Subelemen ini mempunyai daya dorong atau bisa menggerakkan subelemensubelemen yang lain di level atasnya untuk keberhasilan program model pengelolaan optimal PPI. Pada level berikutnya, ada pengelola PPI, syahbandar, dinas kelautan dan perikanan provinsi. Berdasarkan diagram struktural terlihat

132 96 bahwa untuk pengelolaan optimal PPI ada lembaga pemerintah dan adat yang menangani langsung sehingga memiliki peran yang penting dan strategis untuk keberhasilan program model tersebut. Level LSM Level 2 9. Akademisi/ peneliti Level HNSI Level GAPIKA Level GAPI 10. Koperasi nelayan 2. DKP Pusat 6. Majelias adat aceh Level Lembaga penegak hukum Level 7 5. Dinas perhubungan laut Level 8 3. DKP Provinsi Level 9 8. Syahbandar Level Pengelola PPI Level Panglima laot Level DKP Kabupaten Gambar 40 Diagram struktural dari elemen lembaga yang terlibat untuk keberhasilan program pengelolaan optimal PPI Subelemen dari lembaga yang terlibat untuk keberhasilan sistem terdistribusi dalam sektor II, III dan IV, dapat dilihat pada Gambar 41. Lembaga penegak hukum berada di sektor III, berarti lembaga tersebut memiliki keterkaitan atau ketergantungan yang kuat dan memiliki daya dorong tinggi untuk keberhasilan program. Subelemen Dinas Kelautan dan Perikanan, Panglima Laot, DKP provonsi, Dinas Perhubungan Laut, pengelola PPI dan syahbandar berada di sektor IV. Lembaga ini memiliki daya dorong yang tinggi namun ketergantungan

133 97 yang rendah terhadap keberhasilan program. Subelemen yang berada di sektor II, berupa lembaga-lembaga yang memiliki ketergantun ngan yang kuat tetapi daya dorong yang kecil terhadap keberhasilan program model pengelolaan optimal PPI. Pendapat respondenn terhadap elemen lembaga yang terlibat dari program pengelolaan PPI Meulaboh dapat dilihat di Lampiran 14. Driver Power (1) ( 4) (7) (8) SEKTOR I (3) (5) (2) (10) Dependence (15) (6,12) (13) (11) (9) (14) Gambar 41 Matriks driver power-dependence elemen lembaga yang terlibat untuk keberhasilan program model pengelolaan optimal PPI Keterangan: 1. DKP Kabupaten 2. DKP Pusat 3. DKP Provinsi 4. Panglima laot 5. Dinas perhubungan laut 6. Majelis adat aceh 7. Pengelola PPI 8. Syahbandar 9. Akademisi/peneliti 10. Koperasi nelayann 11. HNSI ( Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia) 12. GAPI ( Gabungan Pedagangg Ikan) 13. GAPIKA (Gabungan Pengolah Ikan) 14. LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) 15. Lembaga penegak hukum Hasil analisis dari matriks driver power-dependence terhadap elemen lembaga yang terlibat dalam keberhasilan program pengelolaan optimal PPI telah

134 98 didapatkan enam subelemen kunci (sektor IV) yaitu DKP Kabupaten, panglima laot, pengelola PPI, syahbandar, DKP Provinsi dan dinas perhubungan laut untuk keberhasilan program pengelolaan PPI. Matriks ini juga menunjukkan ada satu subelemen di sektor III yaitu lembaga penegak hukum, berdasarkan Qanun Aceh tahun 2002 tentang pengelolaan sumberdaya perikanan, dijelaskan bahwa setiap orang, kelompok dan institusi yang melanggar aturan atau hukum akan diberikan sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku. Hal ini merupakan acuan bagi pihak penegakan hukum untuk menjalankan tugasnya sehingga pengelolaan optimal pelabuhan perikanan bisa berjalan sesuai dengan rencana. Subelemen ini membutuhkan perhatian serius dari pemerintah kabupaten dalam keberhasilan pengelolaan optimal di PPI Meulaboh. Subelemen di sektor III bersifat tidak stabil yang akan memberikan dampak positif namun bisa saja berdampak negatif dalam pengelolaan optimal dan terhadap subelemen yang lain. Hasil analisis ISM memperlihatkan elemen-elemen mana di dalam sistem yang merupakan faktor kunci bagi keberhasilan program pengelolaan optimal PPI. Hasil ISM juga menyatakan elemen yang memiliki daya dorong yang tinggi untuk keberhasilan pengelolaan program adalah elemen pada sektor III dan IV. Elemen kunci dari masing-masing elemen sistem dari program pengelolaan optimal PPI dan plot elemen-elemen yang masuk ke dalam sektor III dan IV seperti terlihat pada Tabel berikut: Tabel 14 Elemen sistem, elemen kunci, elemen pada sektor III dan elemen pada sektor IV formulasi model pengelolaan optimal Pangkalan Pendaratan Ikan No Elemen Sistem Elemen Elemen Elemen Kunci Pada sektor III Pada sektor IV 1 Sektor masyarakat yang terpengaruh Pengelola PPI, Panglima laot Industri perikanan,pemilik boat,p edagang pengumpul, pengecer,buruh, konsumen,masyarakat sekitar PPI Pengelola PPI, panglima laot dan nelayan

135 99 2 Kebutuhan untuk terlaksananya pengelolaan 3 Kendala utama pengelolaan 4 Tujuan utama pengelolaan 5 Tolok ukur/indikator keberhasilan pengelolaan 6 Aktivitas yang diperlukan untuk terlaksananya pengelolaan Ketersediaan SDM di PPI Kualitas SDM masih rendah di PPI Peningkatan kinerja panglima laot dan DKP di PPI Adanya peraturan pengelolaan yang jelas tentang pengelolaan PPI, efisiensi kerja instansi yang terkait bagus Koordinasi dengan lembaga yang saling terkait di PPI Dukungan dari Pemerintah Kabapaten tentang qanun Pengelolaan PPI,dukungan dari Kecamatan,koordinator antar sektor, ketersediaan anggaran ke PPI, ketersediaan fasilitas yang lengkap di PPI, Ketersedian data base dan informasi, dukungan teknologi di PPI, kebijakan pengelolaan PPI, penyuluhan pengelolaan PPI, penegakan hukum dan tokoh masyarakat Kurang pemahaman lembaga adat tentang Pengelolaan PPI, konflik kepentingan antar pemerintah daerah di PPI, tidak adanya peraturan pengelolaan optimal PPI, penempatan pengelola PPI bukan dari keahlian ilmunya, konflik antar nelayan di PPI Peningkatan keuntungan usaha perikanan,pengelolaan optimal PPI yang baik, kebijakan pemerintah yang berpihak ke PPI, peningkatan skill pengelola PPI, penyerapan tenaga kerja sesuai ahlinya di PPI Terbentuk pengelolaan bersama, adanya koordinasi antar stakeholder di PPI, tugas pokok panglima laot dan DKP sesuai qanun, Penyerapan tenaga kerja tinggi di PPI, Perekonomian daerah meningkat, dan tidak terjadi konflik di PPI Pengelolaan optimal PPI yang baik, peningkatan kemampuan pengelola PPI, penyerapan tenaga kerja sesuai ahlinya di PPI dan kesejahteraan nelayan lebih baik Ketersedian sumberdaya manusia di PPI, keberpihakan Pemerintah provinsi (komitmen) Kualitas SDM yang masih rendah di PPI, kurangnya anggaran pengelolaan pembangunan Pelabuhan perikanan/ppi rendah dan kualitas Pengelola pelabuhan perikanan/ppi masih rendah Kinerja DKP dan Panglima Laot di PPI dan optimalisasi pemanfaatan SDM di PPI Adanya peraturan pengelolaan yang jelas di PPI dan efisiensi kerja instansi yang terkait bagus Koordinasi dengan lembaga yang saling terkait,pembuatan Peraturan Pengelolaan PPI dantraining/pelatihan SDM di PPI 7 Lembaga yang Dinas kelautan Lembaga penegak hukum DKP Kabupaten, terlibat dalam pengelolaan dan perikanan kabupaten DKP Provinsi, Panglima Laot, Dinas Perhubungan (Laut), pengelola PPI dan syahbandar

136 100 Terdapat tujuh elemen sistem yang perlu diperhatikan untuk dapat bisa menjalankan model pengelolaan optimal di PPI Meulaboh yaitu 1) sektor masyarakat yang terpengaruh, 2) kebutuhan untuk terlaksananya program pengelolaan, 3) kendala utama pengelolaan, 4) tujuan utama pengelolaan, 5) tolok ukur/indikator keberhasilan pengelolaan, 6) aktivitas yang diperlukan untuk terselenggaranya pengelolaan, 7) lembaga yang terlibat dalam pengelolaan. Keberhasilan penerapan program pengelolaan optimal pangkalan pendaratan ikan, perlu lebih memprioritaskan atau menekakan pada elemen-elemen yang menjadi elemen kunci dari masing-masing elemen sistem. Elemen sistem diharapkan untuk keberhasilan program pengelolaan optimal. Berdasarkan output dari analisis ISM, pada matriks driver powerdependence akan terlihat elemen-elemen mana saja yang memiliki ketergantungan tinggi atau kurang maupun elemen yang memiliki daya dorong kuat atau lemah terhadap sistem. Keberhasilan program pengelolaan, penting untuk lebih memprioritaskan elemen-elemen yang berada di sektor III, yaitu elemen yang memiliki ketergantungan yang tinggi ke dalam sistem dan memiliki daya dorong yang kuat untuk keberhasilan program pengelolaan. Perlu diperhatikan juga pada setiap elemen di sektor IV, dengan pertimbangan bahwa elemen di sektor ini merupakan variable bebas dapat mempengaruhi elemen-elemen lainnya, serta memiliki daya dorong yang kuat untuk keberhasilan program pengelolaan. Marimin (2004), matriks matriks driver power-dependence, dapat dilihat melalui subelemen-subelemen di dalam sistem yang memiliki ketergantungan kuat. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa subelemen-subelemen tersebut bersifat labil, atau mudah terjadi perubahan oleh pengaruh perubahan pada subelemen yang lain. Subelemen-subelemen sistem juga memiliki daya dorong yang sifatnya kuat atau lemah untuk mendorong keberhasilan sistem. Konsep penerapan program pengelolaan optimal pangkalan pendaratan ikan perlu memprioritaskan elemen-elemen kunci dan elemen-elemen yang ada dalam sektor III dari masing-masing elemen sistem untuk keberhasilan program. Elemen-elemen tersebut adalah pengelola PPI, panglima laot, industri perikanan, pemilik boat, pedagang pengumpul, pedagang pengecer dan buruh (sektor masyarakat yang terpengaruh); ketersedian SDM di PPI, dukungan pemerintah

137 101 kabupaten tentang qanun pengelolaan PPI, dukungan dari kecamatan, ketersediaan anggaran di PPI, fasilitas yang lengkap di PPI, ketersediaan data base dan informasi, dukungan teknologi di PPI, kebijakan pengelolaan PPI, penyuluhan pengelolaan PPI dan penegakan hukum (kebutuhan untuk terlaksananya program); kualitas SDM masih rendah di PPI, kurang pemahaman lembaga adat tentang pengelolaan PPI, konflik kepentingan antar pemerintah daerah di PPI, tidak adanya peraturan pengelolaan PPI, penempatan pengelola PPI bukan berdasarkan dari keahlian ilmunya dan konflik antar nelayan di PPI (kendala utama pengelolaan); peningkatan kinerja panglima laot dan DKP di PPI, peningkatan keuntungan usaha perikanan, pengelolaan optimal PPI, kebijakan pemerintah yang berpihak ke PPI, peningkatan skill pengelola PPI dan penyerapan tenaga kerja sesuai ahlinya di PPI (tujuan utama pengelolaan); adanya peraturan pengelolaan yang jelas di PPI, efisiensi kerja instansi yang terkait bagus, terbentuk pengelolaan bersama, adanya koordinasi antar stakeholder di PPI, tugas pokok panglima dan DKP sesuai qanun, penyerapan tenaga kerja tinggi di PPI, perekonomian daerah meningkat dan tidak terjadi konflik di PPI (tolok ukur/indikator keberhasilan program pengelolaan); koordinasi dengan lembaga yang saling terkait di PPI, pengelolaan optimal PPI, peningkatan kemampuan pengelola PPI, penyerapan tenaga kerja sesuai ahlinya di PPI dan kesejahteraan nelayan lebih baik (aktivitas yang diperlukan untuk terlaksananya pengelolaan); dinas kelautan dan perikanan kabupaten, dan lembaga penegak hukum (lembaga yang terlihat dalam pengelolaan). Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh merupakan kawasan kerja yang meliputi areal daratan dan perairan dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk memberikan pelayanan umum dan jasa guna memperlancar aktivitas kapal, usaha perikanan dan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan usaha perikanan. Namun sebagian besar fasilitas di PPI Meulaboh beroperasi dalam kondisi rusak dan juga ada fasilitas belum dimanfaatkan secara optimal yang dibangun dengan dana BRR Aceh-Nias dan APBD Kabupaten Aceh Barat. Pemerintah daerah telah menetapkan melalui Qanun atau Perda untuk tugas masing-masing dalam mengkoordinir PPI oleh lembaga pemerintah (DKP) dan lembaga adat (Panglima laot), tetapi kenyataan di lapangan pengelolaan tidak

138 102 berjalan baik. PEMDA tidak tahu kondisi dan kegiatan nelayan setiap hari di PPI, karena tidak dimonitoring dan tidak ada sanksi bagi instansi-instansi yang telah melanggar peraturan, kedua lembaga ini berjalan sendiri-sendiri sesuai keinginannya yang berakibat kepada pengelolaan tidak aktif, hal ini terjadi karena kedua lembaga tidak bisa menterjemahkan peraturan-peraturan kebijakan dalam aplikasinya sehari-hari. Berdasarkan kenyataan di lapangan, peraturan kebijakan yang ada dan melalui analisis ISM diprioritaskan konsep penerapan program pengelolaan optimal PPI Meulaboh meliputi elemen-elemen kunci sebagai berikut: pengelola PPI, panglima laot. (sektor masyarakat yang terpengaruh), ketersediaan SDM di PPI (kebutuhan untuk terlaksananya program), kualitas SDM masih rendah di PPI (kendala utama program), peningkatan kinerja panglima laot dan DKP di PPI (tujuan utama program), adanya peraturan pengelolaan yang jelas PPI, efisiensi kerja instansi yang terkait bagus (tolok ukur/indikator keberhasilan program program), koordinasi dengan lembaga yang saling terkait di PPI (aktivitas yang diperlukan untuk terlaksananya program), dinas kelautan dan perikanan kabupaten (lembaga yang terkait).

139 103 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh beberapa kesimpulan dalam pengelolaan optimal Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Meulaboh di Kabupaten Aceh Barat antara lain: 1) Fasilitas di PPI Meulaboh sebagian besar belum dikelola dengan baik atau berfungsi namun dalam kondisi rusak. Dangkalnya alur pelayaran dan kolam pelabuhan, mengakibatkan banyak kapal yang kandas sebelum sampai ke dermaga; tidak aktifnya tempat pelelangan ikan sehingga TPI hanya sebagai tempat penyotiran, penimbangan dan pengepakan hasil tangkapan; aktivitas perbekalan melaut seperti kebutuhan es yang kadang-kadang tidak ada kalau pabrik es sedang rusak sehingga nelayan mengeluarkan cost lagi untuk membeli es diluar areal komplek PPI, kebutuhan BBM tidak difasilitasi di PPI Meulaboh sehingga mempersulit nelayan dalam melakukan kegiatan melaut. 2) Kebijakan pemerintah daerah (qanun) terkait pengelolaan tentang retribusi jasa usaha pelayanan belum aktif dijalankan. Pihak instansi pemerintah yang terkait (DKP) belum menempatkan perwakilannya di PPI, sehingga hanya ada lembaga adat (Panglima Laot). 3) Pengelolaan optimal Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh perlu memprioritaskan elemen-elemen kunci dari masing-masing elemen sistem untuk keberhasilan program pengelolaan. Elemen-elemen kunci tersebut adalah pengelola PPI dan Panglima Laot (sektor masyarakat yang terpengaruh), ketersediaan SDM di PPI (kebutuhan utama terlaksananya program pengelolaan), kualitas SDM masih rendah di PPI (kendala utama program pengelolaan), kinerja panglima laot dan DKP di PPI (tujuan utama program pengelolaan), adanya peraturan pengelolaan yang jelas di PPI (tolok ukur/indikator keberhasilan program pengelolaan), koordinasi dengan lembaga yang saling terkait di PPI (aktivitas yang diperlukan untuk terselenggaranya program pengelolaan) dan dinas kelautan dan perikanan kabupaten (lembaga yang terlibat dalam program pengelolaan).

140 Saran Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan tersebut, perlu dilakukan pengelolaan PPI Meulaboh di Kabupaten Aceh Barat, maka penulis menyarankan agar: 1) Perlu meningkatkan pengelolaan PPI Meulaboh yang baik lagi ke depannya. Hal ini dengan memperhatikan berbagai fasilitas pokok, fungsional dan penunjang yang mendukung aktivitas PPI Meulaboh. 2) Menerapkan peraturan (sanksi) bagi pelanggar hukum, hasil kebijakan musyawarah bersama dan menerapkan pengelolaan bersama antara dinas kelautan dan perikanan kabupaten (pemerintah) dan panglima laot (lembaga adat) dalam pengelolaan PPI Meulaboh. 3) Melakukan penelitian lanjutan yaitu tentang model pengelolaan optimal Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh khususnya dan Kabupaten Aceh Barat umumnya, dengan menggabungkan elemen-elemen kunci yang telah diteliti.

141 105 DAFTAR PUSTAKA Muhammad AA. et al, Selama Kearifan Adalah Kekayaan; Eksistensi Hukum Adat Laot di Aceh, Lembaga Panglima Laot, Banda Aceh. Ahdiat KM Strategi Pembangunan Perikanan Tangkap dan Wisata Bahari secara Terpadu Berbasis di PPI Jayanti Kabupaten Cianjur [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Perikanan Bogor. Amnihani Tingkat Pelaksanaan Fungsi Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Perikanan Bogor. [Anonimous] Produksi Perikanan Tangkap. perikanan tangkap.html. [mei 2011]. Asykor AG Kumpulan Hadist-hadist Pilihan (Kitab Dalillul Faalihin). Husaini Bandung. Bandung. [BRR NAD-NIAS] Badan Rehabilitas dan Rekontruksi NAD-NIAS Membangun Tanah Harapan: Laporan Kegiatan Satu Tahun Badan Pelaksana Rehabilitasi dan Rekontruksi Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias. BRR NAD-Nias. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Barat Aceh Barat Dalam Angka 2003.BPS Kabupaten Aceh Barat Aceh Barat Dalam Angka 2003.BPS Kabupaten Aceh Barat Aceh Barat Dalam Angka 2004.BPS Kabupaten Aceh Barat Aceh Barat Dalam Angka 2005.BPS Kabupaten Aceh Barat Aceh Barat Dalam Angka 2006.BPS Kabupaten Aceh Barat Aceh Barat Dalam Angka 2007.BPS Kabupaten Aceh Barat Aceh Barat Dalam Angka 2008.BPS Kabupaten Aceh Barat Kecamatan-kecamatan Kabupaten Aceh Barat Dalam Angka 2009.BPS Kabupaten Aceh Barat. [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintahan Aceh Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Provinsi. DKP Pemerintahn Aceh.

142 106 [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat Profil Kelautan dan Perikanan Aceh Barat. DKP Kabupaten Aceh Barat Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). DKP Kabupaten Aceh Barat Laporan Pengelola PPI Meulaboh. DKP Kabupaten Aceh Barat. Eriyatno Ilmu Sistem Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. IPB Press Hal. Fathanah Y Studi Fasilitas dan Aktivitas Serta Peranan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Prigi Terhadap Pendapatan Pelabuhan dan Pemerintah, Kabupaten Trenggalek. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Fauzi A Kebijakan Perikanan dan Kelautan. Gramedia Pustaka Utama Jakarta. Jakata Gigentika S Kinerja Operasional Pelabuhan Perikanan Pantai Labuhan Lombok, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat [skripsi]. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Perikanan Bogor. Harold A. et al The Use of Structural modeling For Tecnology Assesment. Tecnological forecasting and social change. Vol 14, Hadiyanto RS Industri Perikanan dan Pengaruhnya terhadap Berbagai Aktivitas Kepelabuhanan terkait dengan Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta [ Skripsi]. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Perikanan Bogor. Hafinuddin Kondisi Operasional PPI Meulaboh Pasca Tsunami dan Prioritas Program Pengembangannya [Skripsi]. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Perikanan Bogor. Huluan J Proses Optimasi Dalam Operasi Penangkapan Ikan. Pedoman kuliah Metode Penangkapn Ikan II. Bagian pertama. Sistem Pendidikan jarak jauh satelit sisiksat intim. Hal 55. Karinamia RMS Analisis Konflik Nelayan Kota TanjungBalai [Skripsi]. Departemen Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Perikanan Bogor.

143 107 Keputusan Bupati Keputusan Bupati Aceh Barat NOMOR 205 Tahun 2005 tentang Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat. Laga A Analisis Sistem Pengelolaan Pelabuhan Perikanan(Studi Kasus: Pangkalan Pendaratan Ikan Paotere Makassar [Tesis]. Pascasarjana Institut Perikanan Bogor (Tidak dipublikasikan). Hal 45. Lubis E Pola Pengelolaan Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke.Buletin PSP Vol VIII. 2:1-12. Lubis E Pelabuhan Perikanan ( Bahan Kuliah Teknik Kepelabuhanan). Bogor: Laboratorium Pelabuhan Perikanan, Mayor Teknologi Perikanan Tangkap. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Lubis E Buku 1 : Pengantar Pelabuhan Perikanan.bagian Pelabuhan Perikanan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor : Bogor. Lubis E Dynamic Revitalisation of java fishing port and Capture Fisheries on Promoting the Indonesia Fishery Developmet. PK2PTM-LPPM. Institut Pertanian Bogor: Bogor. Lubis E Diklat Pelabuhan Perikanan Bogor: Laburatorium Pelabuhan Perikanan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Menteri Kelautan dan Perikanan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan NOMOR PER. 16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan. Jakarta : Departemen Kelautan dan Perikanan. Mahyuddin B Pola Pengembangan Pelabuhan Perikanan dengan Konsep Triptyque portuaire: Kasus Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu [desertasi]. Tidak dipublikasikan. Sekolah Pascasarjana IPB. Marimin Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT.Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Mardiyanto B Pelabuhan Perikanan : Fungsi, Fasilitas, Panduan Operasional, Artrian Kapal. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor : Bogor. Malanesia M, J Haluan, H Hardjomidjojo, D Simbolon Sensitivitas opsi pengembangan unit penangkapan ikan terpilih di Kabupaten Lampung Selatan. Buletin PSP Vol XVII.2:

144 108 Muninggar R Analisis supply chain dalam aktivitas distribusi di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu (PPNP). Buletin PSP Vol XVII, 3: Nurani TW Model Pengelolaan Sistem (Suatu Kajian Pendekatan Sistem). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor : Bogor. Panglima Laot Pengantar Proposal: Gambaran Umum Sistem serta Tatanan Masyarakat Nelayan dan Kelautan Kabupaten Aceh Barat, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Meulaboh: Lembaga Hukum Adat Laot/Panglima Laot Kabupaten Aceh Barat. Pane AB Basket Hasil Tangkapan dan keterkaitannya dengan Mutu Hasil Tangkapan dan Sanitasi di Tempat Pelalengan Ikan- PPN Palabuhanratu. Buletin PSP Vol 13, 3: Pane AB Kekuatan Hasil Tangkapan: Kasus Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu. Jurnal Manggrove & Pesisir Vol X, 1: 8-19 Peraturan Pemerintah Pusat Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Provinsi sebagai Daerah Otonom. Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Barat Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pajak Hasil Usaha Perikanan. Qanun Qanun Pemerintahan Aceh Nomor 16 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan. Qanun Qanun Aceh Barat Nomor 5 Tahun 2010 tentang Retribusi Kepelabuhanan di Lingkungan Pangkalan Pendaratan Ikan. Saxena JJP. et al Hierarchy and Classification of Program Elemen Using Interpretive Strktural Modelling. System Practice. 5 (6), Simatupang SM Dampak Tangkahan Terhadap Pendapatan Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga, Tenaga Kerja dan Pendapatan Daerah [Skripsi]. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Perikanan Bogor. Singh MD and R. Kant Knowledge management barriers: An interpretive structural modeling approach. International Journal of Management Science and Engineering Management. Vol 3, 2: Taha S Analisis Penyelenggaraan Penyuluhan Perikanan di Kabupaten Halmahera Utara [tesis]. Tidak dipublikasikan. Sekolah Pascasarjana IPB.

145 109 Triatmodjo B Perencanaan Pelabuhan. Beta Offset Perum FT-UGM Yogyakarta. Yogyakarta. Triyana A Analisis Preferensi Konsumen Terhadap Ikan Pelagis di Muara Angke Jakarta [Skripsi]. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Perikanan Bogor. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Pasal 21 Nomor 45 Tahun 2009 tentang pengelolaan Pelabuhan Perikanan.

146 110

147 111 Lampiran 1 Peta daerah penelitian Lokasi Penelitian (PPI Meulaboh)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Elemen 2.2 Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Elemen 2.2 Perikanan Tangkap 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Elemen Elemen adalah unsur (entity) yang mempunyai tujuan dan atau realitas fisik. Setiap elemen mengandung atribut yang dapat berupa nilai bilangan, formula intensitas

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 18 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan September-November 2010 di Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Pemerintahan Aceh

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan Menurut Lubis (2000), Pelabuhan Perikanan adalah suatu pusat aktivitas dari sejumlah industri perikanan, merupakan pusat untuk semua kegiatan perikanan,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan Pelabuhan perikanan adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan lautan yang dipergunakan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pengertian pelabuhan perikanan Menurut Ditjen Perikanan Deptan RI, pelabuhan perikanan adalah pelabuhan yang secara khusus menampung

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pasal 41 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan Berdasarkan peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2006, pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan

Lebih terperinci

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan adalah pelabuhan yang secara khusus menampung kegiatan masyarakat perikanan baik dilihat dari aspek produksi, pengolahan maupun aspek pemasarannya

Lebih terperinci

TEKNIK INTERPRETATIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) UNTUK STRATEGI IMPLEMENTASI MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

TEKNIK INTERPRETATIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) UNTUK STRATEGI IMPLEMENTASI MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Juni 2013 Vol. 2 No.1 Hal : 75-86 ISSN 2302-6308 Available online at: http://umbidharma.org/jipp TEKNIK INTERPRETATIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) UNTUK STRATEGI IMPLEMENTASI

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 2.2 Fungsi dan Peranan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 2.2 Fungsi dan Peranan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) merupakan lingkungan kerja kegiatan ekonomi perikanan yang meliputi areal perairan dan daratan,

Lebih terperinci

EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU

EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU 1 EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU Oleh Safrizal 1), Syaifuddin 2), Jonny Zain 2) 1) Student of

Lebih terperinci

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

5 PPI MEULABOH DAN KONDISI OPERASIONALNYA

5 PPI MEULABOH DAN KONDISI OPERASIONALNYA 5 PPI MEULABOH DAN KONDISI OPERASIONALNYA 5.1 Keadaan Umum 5.1.1 Letak dan sejarah Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Meulaboh secara geografis terletak pada 4 0 07 30 LU dan 96 0 30 BT dan terletak di wilayah

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan menurut UU no. 45 tahun 2009 tentang Perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batasbatas tertentu

Lebih terperinci

6. FUNGSI PPI MUARA BATU

6. FUNGSI PPI MUARA BATU 6. FUNGSI PPI MUARA BATU Fungsi pelabuhan perikanan yang optimal merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan dari pembangunan perikanan tangkap. Hal ini dapat dilihat secara nyata jika pembangunan perikanan

Lebih terperinci

Oleh: Retno Muninggar 1. Diterima: 12 Februari 2008; Disetujui: 21 Juli 2008 ABSTRACT

Oleh: Retno Muninggar 1. Diterima: 12 Februari 2008; Disetujui: 21 Juli 2008 ABSTRACT ANALISIS SUPPLY CHAIN DALAM AKTIVITAS DISTRIBUSI DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU (PPNP) Supply Chain Analysis on the Distribution Activity in Palabuhanratu Archipelago Fishing Port Oleh:

Lebih terperinci

8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN

8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN 8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN 8.1 Perumusan Kebijakan Strategis Pengembangan Perikanan Kajian Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Spesifik dari Potensi Daerah menghasilkan dua

Lebih terperinci

6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA

6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA 66 6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA 6.1 Menganalisis tujuan pembangunan PPS Nizam Zachman Jakarta Menganalisis kinerja operasional pelabuhan perikanan diawali dengan

Lebih terperinci

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6.1 Tujuan Pembangunan Pelabuhan Tujuan pembangunan pelabuhan perikanan tercantum dalam pengertian pelabuhan perikanan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.30/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kepelabuhan. Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kepelabuhan. Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA No.440, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kepelabuhan. Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG KEPELABUHANAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG KEPELABUHANAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG KEPELABUHANAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan pelampung di sisi atasnya dan pemberat

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian dan pengklasifikasian pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian dan pengklasifikasian pelabuhan perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pengertian dan pengklasifikasian pelabuhan perikanan Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16/MEN/2006 pasal 1, Pelabuhan Perikanan

Lebih terperinci

STUDI TATA LETAK FASILITAS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN PROPINSI JAWATIMUR. Jonny Zain

STUDI TATA LETAK FASILITAS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN PROPINSI JAWATIMUR. Jonny Zain LEmBRGn PEHELITinn STUDI TATA LETAK FASILITAS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN PROPINSI JAWATIMUR Jonny Zain ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Agustus 2008 di Pelabuhan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Muhammad AA. et al, Selama Kearifan Adalah Kekayaan; Eksistensi Hukum Adat Laot di Aceh, Lembaga Panglima Laot, Banda Aceh.

DAFTAR PUSTAKA. Muhammad AA. et al, Selama Kearifan Adalah Kekayaan; Eksistensi Hukum Adat Laot di Aceh, Lembaga Panglima Laot, Banda Aceh. 105 DAFTAR PUSTAKA Muhammad AA. et al, 2006. Selama Kearifan Adalah Kekayaan; Eksistensi Hukum Adat Laot di Aceh, Lembaga Panglima Laot, Banda Aceh. Ahdiat KM. 2010.Strategi Pembangunan Perikanan Tangkap

Lebih terperinci

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang memiliki lebih dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Hal ' ini menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS. Hulu. Hilir

BAB 4 ANALISIS. Hulu. Hilir BAB 4 ANALISIS Dalam bab ini akan membahas analisis komoditas ikan mulai dari hulu ke hilir berdasarkan klasifikasi inventarisasi yang sudah di tentukan pada bab selanjutnya dengan menggunakan skema pendekatan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Fungsi pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Fungsi pelabuhan perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Menurut UU No 45 tahun 2009, Pelabuhan Perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat

Lebih terperinci

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG Oleh : Harry Priyaza C54103007 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

Pelabuhan secara umum adalah daerah yang terlindung

Pelabuhan secara umum adalah daerah yang terlindung 2. TINJAUAN PUSTAKA Pelabuhan secara umum adalah daerah yang terlindung dari badai atau ombak sehingga kapal dapat berputar (turning basin), bersandar atau membuang sauh sedemikian rupa sehingga bongkar

Lebih terperinci

EFISIENSI PEMANFAATAN FASILITAS DI TANGKAHAN PERIKANAN KOTA SIBOLGA ABSTRACT. Keywords: Efficiency, facilities, fishing port, utilization.

EFISIENSI PEMANFAATAN FASILITAS DI TANGKAHAN PERIKANAN KOTA SIBOLGA ABSTRACT. Keywords: Efficiency, facilities, fishing port, utilization. Jurnal Perikanan dan Kelautan 16,1 (2011) : 1-11 EFISIENSI PEMANFAATAN FASILITAS DI TANGKAHAN PERIKANAN KOTA SIBOLGA Jonny Zain 1), Syaifuddin 1), Yudi Aditya 2) 1) Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu yang

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI AREA

BAB III DESKRIPSI AREA 32 BAB III DESKRIPSI AREA 3.1. TINJAUAN UMUM Dalam rangka untuk lebih meningkatkan pendapatan asli daerah dan meningkatkan keindahan serta menjaga kelestarian wilayah pesisir, sejak tahun 1999 Pemerintah

Lebih terperinci

KEBERADAAN FASILITAS MENURUT AKTIVITAS DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LAMPULO, BANDA ACEH

KEBERADAAN FASILITAS MENURUT AKTIVITAS DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LAMPULO, BANDA ACEH Marine Fisheries ISSN 287-4235 Vol. 3, No., Mei 22 Hal: 55-7 KEBERADAAN FASILITAS MENURUT AKTIVITAS DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LAMPULO, BANDA ACEH Existence of Facilties by Activity in Lampulo Coastal

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

(Studi Tata Letak Fasilitas di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Kabupaten Lamongan Propinsi Jawa Timur) Jonny Zain

(Studi Tata Letak Fasilitas di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Kabupaten Lamongan Propinsi Jawa Timur) Jonny Zain THE STUDY of SPATIAL PLANNING FACILITIES BRONDONG FISHING PORT LAMONGAN DISTRICT EAST JAVA PROVINCE (Studi Tata Letak Fasilitas di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Kabupaten Lamongan Propinsi Jawa

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN DAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat VII. PERANCANGAN PROGRAM 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat Mengacu pada Visi Kabupaten Lampung Barat yaitu Terwujudnya masyarakat Lampung Barat

Lebih terperinci

Oleh: Diterima: 18 Februari 2009; Disetujui: 1 September 2009 ABSTRACT

Oleh: Diterima: 18 Februari 2009; Disetujui: 1 September 2009 ABSTRACT PRIORITAS PEMILIHAN LOKASI PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN DI KABUPATEN REMBANG Location Selection Priority of Fishing Port Development at Rembang Regency Oleh: Iin Solihin 1* dan Muhammad Syamsu Rokhman

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN 1.1.1. Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, 2006. Menyatakan bahwa pelabuhan perikanan adalah tempat

Lebih terperinci

Keywords: Agam regency, contribution, fisheries sector, Tiku fishing port

Keywords: Agam regency, contribution, fisheries sector, Tiku fishing port Contributions of Tiku Fishing Port (PPI Tiku) for fisheries sector at Agam regency, West Sumatera province, Indonesia Erly Novida Dongoran 1), Jonny Zain 2), Syaifuddin 2) 1) Student of Fisheries and Marine

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

KAJIAN SANITASI DI TEMPAT PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS IKAN DIDARATKAN

KAJIAN SANITASI DI TEMPAT PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS IKAN DIDARATKAN KAJIAN SANITASI DI TEMPAT PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS IKAN DIDARATKAN VARENNA FAUBIANY SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PENDEKATAN VALUE FOR MONEY UNTUK PENILAIAN KINERJA TEMPAT PELELANGAN IKAN MUARA ANGKE

PENDEKATAN VALUE FOR MONEY UNTUK PENILAIAN KINERJA TEMPAT PELELANGAN IKAN MUARA ANGKE Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 3, No.1, Mei 2012 Hal: 15-21 PENDEKATAN VALUE FOR MONEY UNTUK PENILAIAN KINERJA TEMPAT PELELANGAN IKAN MUARA ANGKE (Value for money Approach For The Fish Auction Performance

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TEMPAT PENDARATAN IKAN KURAU DI KECAMATAN BANTAN KABUPATEN BENGKALIS, RIAU Oleh: Jonny Zain dan Syaifuddin

PENGEMBANGAN TEMPAT PENDARATAN IKAN KURAU DI KECAMATAN BANTAN KABUPATEN BENGKALIS, RIAU Oleh: Jonny Zain dan Syaifuddin PENGEMBANGAN TEMPAT PENDARATAN IKAN KURAU DI KECAMATAN BANTAN KABUPATEN BENGKALIS, RIAU Oleh: Jonny Zain dan Syaifuddin ABSTRAK Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2012 di Tempat Pendaratan Ikan (TPI)

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan Perikanan Karangantu merupakan suatu pelabuhan yang terletak di Kota Serang dan berperan penting sebagai pusat kegiatan perikanan yang memasok sebagian besar

Lebih terperinci

VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu

VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU 7.1. Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu Identifikasi stakeholder dapat dilihat pada Tabel 23. Nilai kepentingan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) merupakan pelabuhan perikanan tipe B atau kelas II. Pelabuhan ini dirancang untuk melayani kapal perikanan yang

Lebih terperinci

7. STRATEGI PENINGKATAN FUNGSI PPI MUARA BATU

7. STRATEGI PENINGKATAN FUNGSI PPI MUARA BATU 7. STRATEGI PENINGKATAN FUNGSI PPI MUARA BATU Strategi peningkatan fungsi pelabuhan perikanan dilakukan dengan menentukan prioritas alternatif tindakan yang sesuai untuk PPI Muara Batu. Berdasarkan Analytic

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan tangkap pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan, sekaligus untuk menjaga kelestarian

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut. - 602 - CC. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN 1. Kelautan 1. Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan di wilayah laut

Lebih terperinci

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 257 11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 11.1 Pendahuluan Perikanan tangkap merupakan salah satu aktivitas ekonomi yang sangat kompleks, sehingga tantangan untuk memelihara

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Perikanan dapat didefinisikan sebagai semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi,

Lebih terperinci

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN Aktivitas pendistribusian hasil tangkapan dilakukan untuk memberikan nilai pada hasil tangkapan. Nilai hasil tangkapan yang didistribusikan sangat bergantung kualitas

Lebih terperinci

PENINGKATAN PENGELOLAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN PANGANDARAN DAN WISATA PANTAI DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN NELAYAN DEDE HERMAWAN

PENINGKATAN PENGELOLAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN PANGANDARAN DAN WISATA PANTAI DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN NELAYAN DEDE HERMAWAN PENINGKATAN PENGELOLAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN PANGANDARAN DAN WISATA PANTAI DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN NELAYAN DEDE HERMAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung sumber daya ikan yang sangat banyak dari segi keanekaragaman jenisnya dan sangat tinggi dari

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pelabuhan merupakan sebuah fasilitas di ujung samudera, sungai, atau danau untuk menerima kapal dan memindahkan barang kargo maupun penumpang ke dalamnya. Perkembangan pelabuhan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DENGAN PEMASARAN KERUPUK IKAN HASIL HOME INDUSTRY PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN TUBAN

HUBUNGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DENGAN PEMASARAN KERUPUK IKAN HASIL HOME INDUSTRY PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN TUBAN HUBUNGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DENGAN PEMASARAN KERUPUK IKAN HASIL HOME INDUSTRY PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN TUBAN NONO SAMPONO SEKOLAH PASCASARJANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 50 5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE Pelabuhan Perikanan, termasuk Pangkalan Pendaratan Ikan (PP/PPI) dibangun untuk mengakomodir berbagai kegiatan para

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan sebagai bagian dari pembangunan ekonomi nasional mempunyai tujuan antara lain untuk meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan nelayan. Pembangunan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Metode pengumpulan data

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Metode pengumpulan data 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Samudera Sumatera Utara dan tangkahan-tangkahan di sekitar Pelabuhan Perikanan Samudera Sumatera Utara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN KAWASAN NELAYAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT, Menimbang

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

2 Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian (Lemb

2 Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian (Lemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.216, 2015 KEMENHUB. Penyelenggara Pelabuhan. Pelabuhan. Komersial. Peningkatan Fungsi. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 23 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 45 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Fasilitas dan Aktivitas PPI Meulaboh 5.1.1 Pengelolaan fasilitas-fasilitas PPI Meulaboh Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Meulaboh sesuai dengan fungsi dan perannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terluas di dunia, dengan panjang pantai 81.000 km serta terdiri atas 17.500 pulau, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap sektor

Lebih terperinci

BAB 6 PENUTUP. temuan penelitian tentang bagaimana pengelolaan sektor kelautan dan perikanan

BAB 6 PENUTUP. temuan penelitian tentang bagaimana pengelolaan sektor kelautan dan perikanan BAB 6 PENUTUP Bab ini, secara singkat akan menyimpulkan dan juga saran mengenai temuan penelitian tentang bagaimana pengelolaan sektor kelautan dan perikanan di NTT dan apa faktor penghambat pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Indonesia yang secara geografis adalah negara kepulauan dan memiliki garis pantai yang panjang, serta sebagian besar terdiri dari lautan. Koreksi panjang garis

Lebih terperinci

TINGKAT PELAKSANAAN FUNGSI PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA BATU, KABUPATEN ACEH UTARA AMNIHANI

TINGKAT PELAKSANAAN FUNGSI PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA BATU, KABUPATEN ACEH UTARA AMNIHANI TINGKAT PELAKSANAAN FUNGSI PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA BATU, KABUPATEN ACEH UTARA AMNIHANI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 1 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN

Lebih terperinci

7 TINGKAT PEMANFAATAN KAPASITAS FASILITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

7 TINGKAT PEMANFAATAN KAPASITAS FASILITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 7 TINGKAT PEMANFAATAN KAPASITAS FASILITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 7.1 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tempat pelelangan ikan (TPI) merupakan tempat untuk melelang hasil tangkapan, dimana terjadi pertemuan

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang

Lebih terperinci

2 Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lemb

2 Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lemb No.1618, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KKP. Penangkapan. Ikan. Log Book. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/PERMEN-KP/2014 TENTANG LOG BOOK PENANGKAPAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia perikanan tangkap kini dihadang dengan isu praktik penangkapan ikan yang ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur atau yang disebut IUU (Illegal, Unreported, and

Lebih terperinci

6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 76 6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE Fasilitas PPI Muara Angke terkait penanganan hasil tangkapan diantaranya adalah ruang lelang TPI, basket, air bersih, pabrik

Lebih terperinci

Time Efficiency Of Fish Landing Toward Mooring Time Sondong Fishing Boats In Pangkalan Pendaratan Ikan Dumai City Riau Province ABSTRACT

Time Efficiency Of Fish Landing Toward Mooring Time Sondong Fishing Boats In Pangkalan Pendaratan Ikan Dumai City Riau Province ABSTRACT Time Efficiency Of Fish Landing Toward Mooring Time Sondong Fishing Boats In Pangkalan Pendaratan Ikan Dumai City Riau Province By Sumitri 1), Ir. Syaifuddin, M.Si 2), Ir. Jonny Zain, M.Si 2) 1) Student

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN USAHA PERIKANAN

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN USAHA PERIKANAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

NOMOR : KEP.44/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN/KOTA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

NOMOR : KEP.44/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN/KOTA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.44/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN/KOTA Menimbang MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2005

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2005 PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I 1.1 Tinjauan Umum Indonesia adalah negara kepulauan yang mana luas wilayah perairan lebih luas dibanding luas daratan. Oleh karena itu pemerintah saat ini sedang mencoba untuk menggali potensi

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP) mempunyai nilai strategis dalam rangka pembangunan ekonomi perikanan. Keberadaan PP selain menunjang

Lebih terperinci

2 KERANGKA PEMIKIRAN

2 KERANGKA PEMIKIRAN 2 KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan pada Bab Pendahuluan, maka penelitian ini dimulai dengan memperhatikan potensi stok sumber

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P.

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P. ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P. SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.126, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Sistem Logistik. Nasional. Ikan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/PERMEN-KP/2014 TENTANG SISTEM LOGISTIK IKAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci