ABSTRAK ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PEMERASAAN SOPIR TRUK YANG DILAKUKAN OLEH PREMAN.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ABSTRAK ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PEMERASAAN SOPIR TRUK YANG DILAKUKAN OLEH PREMAN."

Transkripsi

1 ABSTRAK ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PEMERASAAN SOPIR TRUK YANG DILAKUKAN OLEH PREMAN. (Studi PutusanNomor : 370/Pid.B/2013/PN.GS) Oleh : Zakia Tiara Faragista, Firganefi, A. Irzal Fardiansyah ( faragistazakiatiara@yahoo.com) Tindak pidana pemerasan merupakan perbuatan menyimpang yang sangat merugikan diri sendiri dan orang lain. Kata pemerasan tersebut bisa bermakna meminta uang dan jenis lain dengan ancaman. Tindakan tersebut telah melawan hukum dan terbukti melanggar Pasal 368 KUHP. Seperti putusan Pengadilan Negeri Gunung Sugih nomor:370/pid.b/2013/pn.gs yang menjatuhkan vonis penjara kepada pelaku pemerasan sopir truk yang dilakukan oleh preman. Permasalahan dalam penelitian ini yang perlu diketahui adalah bagaimana pertanggungjawaban pidana serta apa dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku pemerasan sopir truk yang dilakukan oleh preman. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan masalah melalui pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris dengan data primer dan data sekunder dimana masing-masing data diperoleh dari penelitian kepustakaan dan di lapangan. Analisis data di deskripsikan dalam bentuk uraian kalimat dan di analisis secara kualitatif, kemudian untuk selanjutnya ditarik suatu kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka disimpulkan, pelaku telah memenuhi unsur-unsur kesalahan, yaitu adanya kemampuan bertanggungjawab, hubungan batin pembuat dengan perbuatannya berupa kesengajaan dan memenuhi unsur-unsur Pasal 368 Ayat (2) tentang Tindak Pidana Pemerasan. Akibat perbuatan terdakwa serta kondisi diri terdakwa yang berterus terang dan menyesali perbuatannya, serta belum pernah dihukum. Hakim mengacu pada teori keseimbangan dan teori pendekatan keilmuan. Hakim menganggap tuntutan jaksa pidana penjara 5 (lima) tahun kurang tepat dan kurang memenuhi rasa keadilan terdakwa sehingga hakim memutuskan agar terdakwa dipidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan 6 (enam) bulan. Kata kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Pelaku, Pemerasan.

2 ABSTRACT ANALYSIS OF CRIMINAL ACCOUNTABILITY AGAINST THE OFFENDER EXTORTION TRUCK DRIVER WHO PERFORMED BY THUGS. (THE STUDY PUTUSAN NOMOR: 370 / Pid.B / 2013 / PN.GS) By: Zakia Tiara Faragista, Firganefi, A. Irzal Fardiansyah ( faragistazakiatiara@yahoo.com) Criminal acts of extortion is a very deviant acts harming themselves and others. The word 'extortion' could mean 'asking for money and other types of threats'. Such actions have been against the law and it violates Article 368 of the Criminal Code. As the award district court Gunung Sugih number: 370/Pid.B/2013/PN.GS that drops verdict prison to an offender extortion truck driver who performed by goons. The problem in this research is to know is how and what the basis of criminal liability of judges in imposing criminal judgment against the perpetrators of extortion truckers conducted by thugs. This research was conducted using an approach through the problem of normative juridical approach and empirical jurisdiction with primary data and secondary data in which each of the data obtained from the research literature and in the field. The data analysis described in in the form of description sentences and in qualitative analysis, then for the next drawn to a conclusion. Based on the results of the study and the discussion is concluded, then the offender has fulfilled the elements of fault, i.e. the ability of responsible, inner relationship with the maker of his deeds in the form of deliberate action and meet the elements of article 368 paragraph (2) of the criminal acts of Extortion. As a result of the defendant's actions and the condition of the defendant himself forthright and regretted his actions, and has never been convicted. Judge reference to theory balance and theory approach scholarship.judge regard demands prosecutor imprisonment 5 ( five ) years not exactly and are less a sense of justice the defendant so judges decided to make the defendant be imposed prison for 3 years and 6 ( six ) month. Keywords: Criminal Liability, Actors, Extortion.

3 I. PENDAHULUAN Pada hakikatnya manusia tidak luput dari suatu kesalahan, kesalahan manusia tersebut terjadi akibat kelalaian maupun faktor kesengajaan yang dilakukan oleh para manusia itu sendiri. Kesalahan yang dilakukan oleh manusia bisa terjadi dalam suatu tindak pidana kejahatan di masyarakat.beberapa contoh kasus tindak pidana dalam masyarakat yaitu tindak pidana pencurian, tindak pidana pembunuhan, tindak pidana pemerkosaan dan tindak pidana penganiayaan. Banyaknya tindak pidana yang dilakukan oleh para pelaku dikarenakan lemah dan kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh pelaku sehingga dapat merugikan orang lain dan diri sendiri. Selain beberapa tindak pidana tersebut terdapat salah satu contoh tindak pidana lainnya yaitu tindak pidana pemerasan. Kata pemerasan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar peras yang bisa bermakna meminta uang dan jenis lain dengan ancaman. 1 Tindak pidana pemerasan ditentukan dalam Bab XXII Pasal 368 KUHP tentang Tindak Pidana Pemerasan yaitu: Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Tindak pidana pemerasan sebenarnya terdiri dari dua macam tindak pidana, yaitu tindak pidana pemerasan (afpersing) dan tindak pidana pengancaman (afdreiging).kedua macam tindak pidana tersebut mempunyai sifat yang sama, yaitu suatu perbuatan yangbertujuan memeras orang lain. Justru karena sifatnya yang sama itulah kedua tindak pidana ini biasanya disebut dengan nama yang sama, yaitu "pemerasan" serta diatur dalam bab yang sama. Walaupun demikian, tidak salah kiranya apabila orang menyebut, bahwa kedua tindak pidana tersebut mempunyai sebutan sendiri, yaitu "pemerasan" untuk tindak pidana yang diatur dalam Pasal 368 KUHP. 2 Ancaman pidana penjara maksimal sembilan ( 9 ) tahun pada kenyataannya masih belum mampu mencegah terjadinya tindak pidana pemerasaan dan membuat pelaku tindak pidana pemerasan menjadi jera. Hal ini dapat dilihat dari contoh kasus pemerasan yang ada di dalam masyarakat, contoh kasus tersebut adalah sebagai berikut: Berdasarkan putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS yang menerangkan bahwa pada hari Senin, 15 Juli 2013 sekitar pukul wib, bertempat di Jalan Raya Lintas Sumatera. Awalnya saksi Dimas Sepriyanto bin Suyoto bersama 2 Kismadi, pemerasan pengancaman, 29 Januari 2013, pengancaman.html, WIB 1 Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hlm. 855

4 saksi Edwin berkandara menggunakan truck melintas dari arah Menggala ke Tegineneng, truk yang dikendarai kedua saksi tersebut diberhentikan oleh terdakwa Ripto Anwar yang berkendara menggunakan sepeda motor Honda Supra X 125 bersama Adon dengan cara memepet truck dari arah kanan lalu saudara Adon mengacungkan jari telunjuk kanan ke arah saksi Dimas Sepriyanto seraya mengatakan berhenti! Berhenti kamu!. Kemudian saudara Adon meminta uang sebesar Rp kepada saksi Darwis Sepriyanto namun saksi Darwis Sapriyanto mengatakan kepada Adon saya tidak ada duit, Lalu Adon mengatakan kepada saksi Darwis Sepriyanto masa tidak ada duit dan dijawab saksi kalau bisa dikurangi. Lalu Adon memukul kepala saksi Darwis Sepriyanto dan saksi Edwin menggunakan tangan kosong. Kemudian saksi Darwis Sepriyanto pun menyerahkan uang sebesar Rp ,- kepada Adon dan terdakwa mengambil 1 buah handphone cross V5 dari saku baju saksi Darwis Sepriyanto sebagai jaminan agar saksi Darwis Sepriyanto menebusnya dengan memberikan uang sebesar Rp ,-. Berkaitan dengan kasus tersebut maka terdakwa dijatuhkan hukuman pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan berdasarkan Pasal 368 Ayat (2). 3 Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka permasalahan penelitian yang diangkat dalam penelitian ini adalah : a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerasan terhadap sopir truk yang dilakukan oleh preman berdasarkan putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS? b. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara tindak pidana pemerasan terhadap sopir truk yang 3 Mahkamah Agung, Putusan Mahkamah Agung, 14 Februari 2014, a45bc4deefe9ed722ff5b054a669, WIB. dilakukan oleh preman berdasarkan putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS? Pembahasan Skripsi ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Menggunakan pendekatan normatif empiris karena skripsi ini memfokuskan pada studi perkara sehingga pendekatan atau metode yang digunakan adalah normatif dengan menggunakan dokumen-dokumen serta buku-buku literatur yang berhubungan dengan pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku pemerasan sopir truk yang dilakukan oleh preman berdasarkan PutusanNo: 370/Pid.B/2013/PN.GS.Sedangkan empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataan berupa penilaian, perilaku, pendapat dan sikap berkaitan dengan pertanggungjawab pidana terhadap pelaku pemerasan sopir truk yang dilakukan oleh preman. Data yang digunakan dalam skripsi ini: 1. Data Primer data dari penelitian lapangan atau lokasi tempat penelitian dilakukan. Adapun yang menjadi bahan hukum primer dalam tulisan ini adalah berupa wawancara Hakim Pengadilan Negeri Gunung Sugih, Jaksa Kejaksaan Negeri Gunung Sugih, dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung. 2. Data Sekunder data tambahan berbagai sumber hukum yaitu buku-buku dan peraturan perundang-undangan yang menjadi refrensi untuk skripsi ini. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan, yang dilakukan melalui membaca, mencatat dan mengutip dari sumbersumber baik primer maupun sekunder berhubungan dengan permasalahan, dan juga studi lapangan dilakukan dengan

5 mewawancarai para pihak yang berkaitan dengan penelitan ini. Analisis data digunakan dengan analisis kualitatif, dengan cara mendeskripsikan dan menguraikan data dalam bentuk kalimat yang tersusun secara sistemati. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induktif, yaitu menguraikan halhal yang bersifat khusus sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. II. Pembahasan A. Pertanggungjawaban Pidana Pemerasan Terhadap Sopir Truk yang Dilakukan oleh Preman Putusan Nomor 370/Pid.B/2013/PN. GS. Pada dasarnya sistem pertanggungjawaban pidana adalah yang menjadi syarat utama yang harus dipenuhi untuk memidana seseorang yang melakukan perbuatan pidana. Dengan kata lain, harus dibuktikan terlebih dahulu bahwa seseorang telah melakukan suatu kesalahan, sehingga ia patut dipidanan atas kesalahannya itu. 4 Pertanggungjawaban dalam hukum pidana ini dilandaskan pada asas hukum pidana. Terjadinya suatu tindak pidana belum tentu diikuti dengan pemidanaan. Dengan kata lain Pemidanaan baru dapat dilakukan ketika orang yang melakukan tindak pidana dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana, sehingga walaupun orang tersebut telah melakukan perbuatan sebagaimana yang telah dirumuskan dalam undang undang sebagai tindak pidana ia tidak akan dijatuhi tindak pidana apabila 4 Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan,Kencana, Jakarta, 2006, hlm. 29 perbuatannya tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan. Kasus ini diadili oleh Pengadilan Negeri Gunung Sugih dengan putusan perkara Nomor:370/Pid.B/2013/PN.GS agar pelaku tindak pidana pemerasan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Tindak pidana pemerasan telah diatur didalam Bab XXII Pasal 368 KUHP dan pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya karena telah melanggar ketentuan Pasal 368 Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Pertanggungjawaban pidana pemerasan dengan terdakwa Ripto Anwar Bin M. Haki diatur dan diancam hukuman dalam Pasal 368 Ayat (2) tentang tindak pidana pemerasan dengan ancaman hukuman paling lama 3 tahun dan 6 bulan namun didakwa ole Jaksa Penuntut Umum selama 5 tahun berupa pidana penjara. Menurut Endang Supriyadi selaku Jaksa di Kejaksaan Negeri Gunung Sugih mengatakan bahwa, pertanggungjawaban pidana pelaku yang melakukan perbuatan pidana harus didasarkan pada undangundang dilanggarnya, dan dalam kasus ini terdakwa melanggar Pasal 368 Ayat (2) tentang Tindak Pidana Pemerasan. Jaksa mempunyai pedoman dari Kejaksaan Agung mengenai tingkatan atau panduan dalam penuntutan. Ini merupakan dasar bagi jaksa dalam membuat tuntutan pidana kepada terdakwa Ripto Anwar Bin M. Hakim sebagai pelaku tindak pidana

6 pemerasan terhadap sopir truk dengan pidana penjara selama 5 tahun. 5 Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Endang Supriyadi maka dapat dianalisis oleh penulis bahwa menurut Endang Supriyadi terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, dimana adanya unsur kesalahan dari si pelaku yaitu adalah terdakwa melakukan tindak pidana pemerasan, dimana perbuatanya tersebut telah merugikan orang lain. Menurut Firdaus Syafaat selaku Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Gunung Sugih menerangkan bahwa, dalam hal menjatuhkan pidan terhadap terdakwa, hakim mempunyai suatu pertimbangan dan keyakinan, akan tetapi kedua hal tersebut harus diimbangi dan tetap mengacu pada ancaman yang terdapat dalam Pasal yang didakwakan kepada terdakwa,disamping itu hakim juga harus menganut sistem yang diatur dalam undang-undang mengenai berapa lama pidana yang diterima terdakwa. Pertanggungjawaban pidana harus memiliki 2 (dua) prinsip asas, yaitu asas legalitas dan asas culpa bilitas. Asas legalitas yaitu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh terdakwa sedangkan asas kulpa bilitas yaitu tidak adanya alasan pemaaf maupun adanya alasan pembenar. Pertanggungjawaban pidana pelaku pemerasaan tidak hanya dilakukan dengan cara pembuktian oleh Hakim dan KUHP yang berlaku, hakim juga harus berpatokan pada syarat pemidanaan sehingga hakim akan mengetahui benar tidaknya terdakwa melakukan tindak pidana pemerasaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar terdakwa dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Hakim juga harus berpatokan pada syarat pemidanaan. 6 Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Firdaus Syafaat maka dapat dianalisis oleh penulis bahwa terdakwa sudah patut untuk dikenakan pertanggungjawaban pidana karena unsur unsur kesalahan yang membuat terdakwa dapat dipidana sudahlah terpenuhi dengan berpatokan pada syarat pemidanaan sehingga hakim yakin akan mengetahui benar terdakwa melakukan tindak pidana tersebut. Menurut Eddy Rifai selaku Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung mengatakan bahwa, seseorang dikatakan bertanggung jawab atas tindak pidana yang dilakukannya apabila, terdapat atau mempunyai kesalahan dalam dirinya yang merupakan asas-asas dari pertanggungjawaban pidana. Tuntutan jaksa dalam perkara pemerasan terhadap sopir truk yang dilakukan Ripto Anwar Bin M. Haki sudah tepat karena didasarkan pada Pasal 368 Ayat (2) tentang Tindak Pidana Pemerasan. Jaksa dalam membuat dakwaan harus jelas, baik pasal yang didakwakan maupun uraian detail perbuatan pidana dan pertanggungjawaban agar hakim mudah dalam membuktikan dalam persidangan dan memberikan putusan dengan adil. 7 Menurut analisis penulis bahwa jika seseorang telah melakukan perbuatan melawan hukum maka orang tersebut harus mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut dan sesuai dengan kasus ini terdakwa telah melakukan tindak pidana pemerasan yang merugikan orang lain sehingga terdakwa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya 5 Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber di Kejaksaan Negeri Gunung Sugih tanggal 22 Mei 2014 Pukul Wib 6 Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber di Pengadilan Negeri Gunung Sugih tanggal 19 Mei 2014 Pukul Wib 7 Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber di Fakultas Hukum Universiitas Lampung tanggal 20 Januari 2014 Pukul Wib.

7 tersebut sesuai Pasal 368 Ayat (2) tentang Tindak Pidana Pemerasan. B. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Jual Beli Gading Gajah Putusan Nomor: 11/Pid. Sus/2013/PN.KTA Hakim adalah salah satu aparat yang berwenang dalam upaya penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana. Pada Pasal 2 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwa semua peradilan diseluruh wilayah Negara Republik Indonesia adalah peradilan negara yang diatur dengan undang-undang serta menerapkan dan menegakkan hukum serta keadilan berdasarkan Pancasila dan peradilan dilakukan Demi Keadilan Berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa juga diselenggarakan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Menurut Endang Supriyadi, jaksa harus mengkaji ulang seluruh penyidikan guna mendapatkan gambaran jelas tentang materi perkara yang dihadapi, agar penuntut umum dapat menetapkan ketentuan pidana yang paling tepat untuk diterapkan. Dalam membuat tuntutan pidana terhadap terdakwa pada kasus pemerasan memperhatikan hal-hal berupa alat bukti yang mendukung dimana ditentukan dalam Pasal 184 KUHAP, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, alat bukti surat, petunjuk dan keterangan terdakwa menjadi dasar jaksa dalam membuat tuntutannya. 8 Alat bukti yang cukup dan memiliki kekuatan pembuktian yang kuat mempermudah jaksa dalam membuat surat tuntutan, maka dipertimbangkan pula pemeriksaan oleh jaksa adalah yang meringkan dan memberatkan terdakwa untuk menentukan tuntutan pidana terhadap terdakwa. Berdasarkan hasil wawancara dengan Endang Supriyadi maka dapat penulis analisis bahwa sebelum menentukan tuntutan pidana terhadap terdakwa jaksa terlebih dahulu harus mengkaji ulang seluruh penyidikan agar mendapatkan gambaran jelas tentang perkara yang tersebut. Sehingga jaksa yakin betul untuk memberikan tuntutan pidana terhadap pelaku tindak pidana dengan benar berdasarkan bukti-bukti yang ada. Menurut Firdaus Syafaat mengatakan kebebasan hakim untuk menentukan berat ringannya sanksi pidana penjara juga harus berpedoman pada batasan maksimum dan juga minimum, serta kebebasan yang dimiliki juga harus berdasarkan rasa keadilan baik terhadap terdakwa maupun masyarakat dan bertanggung jawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Hakim dalam menjatuhkan hukuman lebih cenderung memperhatikan tingkat kesalahan yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana, kemudian hakim juga akan melihat hal yang berkaitan dengan keadaan psikologi pelaku tindak pidana pada saat melakukan tindak pidana. Berdasarkan hasil wawancara dengan Firdaus Syafaat maka dapat penulis analisis bahwa hakim harus memepertimbangkan hukumana pidana terhadap terdakwa harus dengan rasa keadilan baik terhadap terdakwa maupun masyarakat. Hakim dalam menjatuhkan hukuman lebih cenderung memperhatikan tingkat kesalahan yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana, kemudian hakim juga akan melihat hal yang berkaitan dengan keadaan psikologi pelaku tindak pidana pada saat melakukan tindak pidana. Menurut Eddy Rifai, bahwa tingkah laku terdakwa dimuka persidangan dapat dipertimbangkan sebagai hal yang memberatkan jika terdakwa bersikap 8 Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber di Kejaksaan Negeri Gunung Sugih tanggal 22 Mei 2014 Pukul Wib.

8 arogan. 9 Terdakwa Ripto Anwar Bin M. Haki pada persidangan telah didakwa oleh jaksa penuntut umum dengan dakwaan tunggal, yaitu melanggar Pasal 368 Ayat (2) tentang Tindak Pidana Pemerasan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Eddy Rifai maka dapat penulis analisis bahwa tingkah laku terdakwa dipersidangan dapat menentukan berat atau ringannya suatu hukuman pidana yang harus diterima oleh terdakwa, apabila terdakwa bersikap tidak sopan atau arogan maka hakim boleh memutuskan hukuman yang berat. III. SIMPULAN A. Simpulan 1. Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerasan berdasarkan putusan nomor: 370/Pid.B/2013/PN.GS merupakan hal yang harus dilaksanakan oleh terdakwa akibat perbuatan ataupun kesalahannya berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Terdakwa telah memenuhi unsur-unsur kesalahan. Unsur-unsur kesalahan adalah dengan sengaja atau alpa dan tidak adanya alasan pemaaf/pembenar. Terdakwa Ripto Anwar Bin M. Haki dalam perkara ini dapat disimpulkan mampu bertanggung jawab didasarkan pada perbuatan terdakwa merupakan perbuatan melawan hukum, mampu memberikan keterangan di persidangan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani, serta tidak adanya alasan pemaaf/alasan pembenar. Kesalahan terdakwa tidak dapat dihapuskan atau dibenarkan tetapi tetap bersifat melawan hukum dan tetap merupakan pidana karena terdakwa sehat akalnya. Terkait dalam kasus ini, terdakwa dipandang mampu bertangung jawab atas perbuatan yang 9 Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber di Universitas Lampung Fakultas Pidana 20 Mei 2014 Pukul Wib dilakukannya, terdakwa memeras, merampas atau mengambil kepunyaan orang lain dengan cara melawan hukum dengan adanya kehendak yang memenuhi unsur kesalahan. 2. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana dalam putusan No: 370/Pid.B/2013/PN.GS, terdakwa Ripto Anwar Bin M. Haki yang melakukan tindak pidana pemerasan didasarkan pada ketentuan yang terdapat dalam Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP dan pertimbanganpertimbangan hakim yang bersifat yuridis dan pertimbangan-pertimbangan hakim bersifat non-yuridis. Selain itu hakim tidak menemukan hal-hal yang menghapuskan kesalahan terdakwa maupun hal-hal yang dapat meniadakan sifat pidana baik sebagai alasan pemaaf maupun alasan pembenar, sehingga terdakwa harus bertanggung jawab atas kesalahan tersebut dan dijatuhkan hukuman. B. Saran Saran dalam penelitian ini, hakim sebaiknya terus meningkatkan cara terbaik dalam memutuskan putusannya dengan memenuhi rasa keadilan, serta pemerintah dapat lebih memperketat penjagaan terhadap pengguna lalu lintas dan mempertegas peraturan yang sudah ada dengan sanksi yang lebih tegas untuk memberikan efek jera dan rasa takut bagi seseorang untuk melakukan tindak pidana pemerasan. DAFTAR PUSTAKA Huda, Choerul, 2006, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana tanpa Kesalahan, Kencana, Jakarta

9 Hamzah, Andi, 2011, KUHP dan KUHAP, Rineka Cipta, Jakarta Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman rasanpengancaman.html Putusan Pengadilan Negeri Gunung Sugih Nomor : 370/Pid.B/2013/PN.GS. Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta

I. PENDAHULUAN. para manusia itu sendiri. Kesalahan yang dilakukan oleh manusia bisa terjadi

I. PENDAHULUAN. para manusia itu sendiri. Kesalahan yang dilakukan oleh manusia bisa terjadi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia tidak luput dari suatu kesalahan, kesalahan manusia tersebut terjadi akibat kelalaian maupun faktor kesengajaan yang dilakukan oleh para

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PENELITIAN KEMASYARAKATAN DALAM PENJATUHAN PIDANA TERHADAP ANAK

PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PENELITIAN KEMASYARAKATAN DALAM PENJATUHAN PIDANA TERHADAP ANAK PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PENELITIAN KEMASYARAKATAN DALAM PENJATUHAN PIDANA TERHADAP ANAK (Studi Putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta No. : 255/Pid.Sus/2011/PN.YK.) S K R I P S I Oleh: YOHANES BOYKE

Lebih terperinci

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PELAKU PENGANCAMAN TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (STUDI PUTUSAN PN NOMOR: 701/Pid.B/2014/PN.

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PELAKU PENGANCAMAN TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (STUDI PUTUSAN PN NOMOR: 701/Pid.B/2014/PN. PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PELAKU PENGANCAMAN TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (STUDI PUTUSAN PN NOMOR: 701/Pid.B/2014/PN.Tjk) (Jurnal) Oleh: FITRI DWI YUDHA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

Lebih terperinci

TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA LEBIH DULU SECARA BERSAMA-SAMA. (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No. 180/Pid.B/2011/PN.

TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA LEBIH DULU SECARA BERSAMA-SAMA. (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No. 180/Pid.B/2011/PN. TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA LEBIH DULU SECARA BERSAMA-SAMA (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt) S K R I P S I Oleh : MOHAMAD RIANSYAH SUGORO E1E004146 KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK Oleh : Made Agus Indra Diandika I Ketut Sudantra Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The paper is titled

Lebih terperinci

ABSTRAK. ANALISIS PUTUSAN BEBAS PADA PERKARA NOMOR : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl TENTANG TINDAK PIDANA KESUSILAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI MENGGALA.

ABSTRAK. ANALISIS PUTUSAN BEBAS PADA PERKARA NOMOR : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl TENTANG TINDAK PIDANA KESUSILAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI MENGGALA. ABSTRAK ANALISIS PUTUSAN BEBAS PADA PERKARA NOMOR : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl TENTANG TINDAK PIDANA KESUSILAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI MENGGALA Oleh Andika Nafi Saputra, Tri Andrisman, Rini Fathonah Email

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum mempunyai berbagai cara dan daya upaya untuk menjaga ketertiban dan keamanan dimasyarakat demi terciptanya

Lebih terperinci

V. PENUTUP. polri studi putusan No: 283/pid.B./2011/PN.MGL. Pertanggungjawaban atas

V. PENUTUP. polri studi putusan No: 283/pid.B./2011/PN.MGL. Pertanggungjawaban atas V. PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini pada bab sebelumnya, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pembunuhan Berencana Pembunuhan dengan rencana terlebih dahulu atau disingkat pembunuhan berencana adalah pembunuhan yang paling berat ancaman pidananya dari seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR Oleh: I Gusti Bagus Eka Pramana Putra I Ketut Mertha I Wayan Suardana Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN Oleh I Gusti Ayu Jatiana Manik Wedanti A.A. Ketut Sukranatha Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP KELALAIAN PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR YANG MENYEBABKAN KEMATIAN DALAM KECELAKAAN DI JALAN RAYA

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP KELALAIAN PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR YANG MENYEBABKAN KEMATIAN DALAM KECELAKAAN DI JALAN RAYA PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP KELALAIAN PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR YANG MENYEBABKAN KEMATIAN DALAM KECELAKAAN DI JALAN RAYA Oleh: Putu Agus Hendra Wirawan Marwanto Progam Kekhususan Hukum Pidana

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa pada peradilan tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang

I. PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, memiliki arti setiap perbuatan

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA SECARA BERSAMA-SAMA (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TENGGARONG NOMOR: 310/PID.B/2015/PN.TRG.

KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA SECARA BERSAMA-SAMA (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TENGGARONG NOMOR: 310/PID.B/2015/PN.TRG. KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA SECARA BERSAMA-SAMA (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TENGGARONG NOMOR: 310/PID.B/2015/PN.TRG.) Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (SKRIPSI)

Penulisan Hukum (SKRIPSI) UPAYA PEMBUKTIAN PENUNTUT UMUM MENGGUNAKAN BARANG BUKTI SURAT PERJANJIAN SEWA MOBIL DALAM TINDAK PIDANA PENGGELAPAN YANG DILAKUKAN SECARA BERLANJUT (Studi Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor 162/Pid.b/2015/PN.Skt)

Lebih terperinci

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan perilaku manusia dan kondisi lingkungan pada masa kini semakin tidak menentu. Perubahan tersebut bisa menuju ke arah yang baik atau lebih baik, juga kearah

Lebih terperinci

TINDAK PIDANA SECARA BERSAMA-SAMA MELAKUKAN PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

TINDAK PIDANA SECARA BERSAMA-SAMA MELAKUKAN PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN TINDAK PIDANA SECARA BERSAMA-SAMA MELAKUKAN PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN (Studi Penerapan Pasal 80 Ayat (3) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak di Pengadilan

Lebih terperinci

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PEMIDANAAN ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA MENGEKSPLOITASI EKONOMI ATAU SEKSUAL ANAK

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PEMIDANAAN ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA MENGEKSPLOITASI EKONOMI ATAU SEKSUAL ANAK DASAR PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PEMIDANAAN ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA MENGEKSPLOITASI EKONOMI ATAU SEKSUAL ANAK Oleh Cokorda Istri Agung Diah Astiti Mataram Hukum Pidana A.A Istri Ari Atu Dewi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan, dari berbagai

I. PENDAHULUAN. alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan, dari berbagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang digunakan masyarakat untuk melakukan aktifitasnya. Seiring dengan berkembangnya zaman, maka semakin banyak pula alat transportasi

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP MIRANDA RULE SEBAGAI PENJAMIN HAK TERSANGKA DALAM PRAKTIK PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

PENERAPAN PRINSIP MIRANDA RULE SEBAGAI PENJAMIN HAK TERSANGKA DALAM PRAKTIK PERADILAN PIDANA DI INDONESIA PENERAPAN PRINSIP MIRANDA RULE SEBAGAI PENJAMIN HAK TERSANGKA DALAM PRAKTIK PERADILAN PIDANA DI INDONESIA Oleh : I Dewa Bagus Dhanan Aiswarya Putu Gede Arya Sumerthayasa Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum

Lebih terperinci

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA; Nama lengkap : RIKI FIRDAUS bin SARIP ; Umur / tanggal lahir : 28 tahun / 5 Juni 1985 ;

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA; Nama lengkap : RIKI FIRDAUS bin SARIP ; Umur / tanggal lahir : 28 tahun / 5 Juni 1985 ; 1 P U T U S A N NOMOR 139/PID/2014/PT.BDG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA; Pengadilan Tinggi Bandung yang mengadili perkara-perkara pidana dalam peradilan tingkat banding telah menjatuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan akal budi dan nurani yang memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari berbagai kalangan, bukan saja dalam skala nasional, tetapi juga regional bahkan global, hal

Lebih terperinci

P U T U S A N No. 370/PID.B/2014/PN.Bj DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N No. 370/PID.B/2014/PN.Bj DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N No. 370/PID.B/2014/PN.Bj DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dalam peradilan tingkat pertama dengan

Lebih terperinci

UPAYA TERDAKWAMENOLAK DAKWAAN DENGAN MENGAJUKAN

UPAYA TERDAKWAMENOLAK DAKWAAN DENGAN MENGAJUKAN UPAYA TERDAKWAMENOLAK DAKWAAN DENGAN MENGAJUKAN SAKSI YANG MERINGANKAN DALAM PERKARA PENGANIAYAAN ANAK YANG MENGAKIBATKAN MATI (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SUKOHARJO NOMOR (168/PID.SUS/2013/PN.SKH)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu pergaulan hidup di dalam masyarakat yang teratur dan maju tidak dapat berlangsung tanpa adanya jaminan akan kepastian hukum serta penegakan hukum yang baik demi terwujudnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara sebagaimana diatur dalam Penjelasan Umum Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP)

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP) PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP) Oleh : Ketut Yoga Maradana Adinatha A.A. Ngurah Yusa Darmadi I Gusti Ngurah Parwata

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat secara empiris disparitas pidana merupakan bentuk dari ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas pidana juga membawa

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 223/Pid.B/2014/PN.BKN

P U T U S A N Nomor : 223/Pid.B/2014/PN.BKN P U T U S A N Nomor : 223/Pid.B/2014/PN.BKN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Bangkinang yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan mempertimbangkan semua bukti-bukti yang ada.

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PERBUATAN SUMBANG (INCEST) DALAM KONSEP KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) BARU

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PERBUATAN SUMBANG (INCEST) DALAM KONSEP KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) BARU PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PERBUATAN SUMBANG (INCEST) DALAM KONSEP KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) BARU Oleh Nyoman Mahadhitya Putra I Wayan Sutara Djaya Bagian Hukum Pidana Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang sejalan dengan perkembangan tingkat peradaban. Berkaitan dengan

I. PENDAHULUAN. berkembang sejalan dengan perkembangan tingkat peradaban. Berkaitan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu persoalan yang muncul dipermukaan dalam kehidupan ialah tentang kejahatan pada umumnya terutama mengenai kejahatan dan kekerasan. Masalah kejahatan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana dimungkinkan untuk melakukan upaya hukum. Ada upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya, termasuk dalam

I. PENDAHULUAN. bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya, termasuk dalam PENERAPAN SANKSI PIDANA BAGI CALON ANGGOTA LEGISLATIF YANG MELAKUKAN POLITIK UANG (MONEY POLITIC) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM (Studi Putusan No. 34/pid.B/2014/PN.LW) Dico Primantara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Penelitian hukum normatifempiris

Lebih terperinci

P U T U S A N No : 134 /Pid.B/2013/PN.BJ. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N No : 134 /Pid.B/2013/PN.BJ. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N No : 134 /Pid.B/2013/PN.BJ. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dengan acara biasa pada peradilan tingkat

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

PUTUSAN. Nomor : 46 / Pid.B / 2011 / PN.M DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN. Nomor : 46 / Pid.B / 2011 / PN.M DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PUTUSAN Nomor : 46 / Pid.B / 2011 / PN.M DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Majene yang mengadili perkara pidana dalam tingkat pertama dengan acara pemeriksaan biasa telah

Lebih terperinci

TINDAKAN PENGANCAMAN DAN PERAMPASAN YANG DILAKUKAN OLEH DEBT COLLECTOR KEPADA DEBITUR

TINDAKAN PENGANCAMAN DAN PERAMPASAN YANG DILAKUKAN OLEH DEBT COLLECTOR KEPADA DEBITUR TINDAKAN PENGANCAMAN DAN PERAMPASAN YANG DILAKUKAN OLEH DEBT COLLECTOR KEPADA DEBITUR Oleh: I Gusti Ngurah Arya Wedanta Pembimbing: I Gusti Ketut Ariawan Sagung Putri M.E Purwani Program Kekhususan: Hukum

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N P U T U S A N Nomor 121/Pid.B/2014/PN-Sbg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR :239 / PID B / 2013/PN. BJ. menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara terdakwa:----------------------

P U T U S A N NOMOR :239 / PID B / 2013/PN. BJ. menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara terdakwa:---------------------- P U T U S A N NOMOR :239 / PID B / 2013/PN. BJ. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa pada peradilan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 65/Pid.B/2016/PN.Bnj

P U T U S A N Nomor 65/Pid.B/2016/PN.Bnj P U T U S A N Nomor 65/Pid.B/2016/PN.Bnj DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang mengadili perkara pidana pada tingkat pertama dengan acara pemeriksaan biasa telah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-mata, melainkan juga menyangkut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan narkotika melingkupi semua lapisan masyarakat baik miskin, kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak hanya terjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN DALAM MENETAPKAN HUKUMAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN DALAM MENETAPKAN HUKUMAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN DALAM MENETAPKAN HUKUMAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (Studi Kasus Bagi Penyalahagunaan Narkotika (UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009)) Disusun sebagai salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system) maka pidana menempati suatu posisi sentral. Hal ini disebabkan karena keputusan di dalam pemidanaan mempunyai

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi a. Peranan korporasi menjadi penting dalam tindak pidana karena sebagai akibat dari perubahan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN HAKIM YANG MEMUTUS PASAL YANG TIDAK DIDAKWAKAN DALAM SURAT DAKWAAN DITINJAU DARI SEGI HAK TERDAKWA

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN HAKIM YANG MEMUTUS PASAL YANG TIDAK DIDAKWAKAN DALAM SURAT DAKWAAN DITINJAU DARI SEGI HAK TERDAKWA 1 ANALISIS YURIDIS PUTUSAN HAKIM YANG MEMUTUS PASAL YANG TIDAK DIDAKWAKAN DALAM SURAT DAKWAAN DITINJAU DARI SEGI HAK TERDAKWA (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor: 1401/Pid.B/2010/PN.Bdg)

Lebih terperinci

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU YANG LALAI MENYEBABKAN KEMATIAN ORANG LAIN (Studi Putusan No. 110/Pid.B/2015/PN.

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU YANG LALAI MENYEBABKAN KEMATIAN ORANG LAIN (Studi Putusan No. 110/Pid.B/2015/PN. ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU YANG LALAI MENYEBABKAN KEMATIAN ORANG LAIN (Studi Putusan No. 110/Pid.B/2015/PN.Met) (Jurnal) Oleh NISA CORNELYA PRATIWI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 129/PID.B/2014/PN.SBG

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 129/PID.B/2014/PN.SBG P U T U S A N NO. 129/PID.B/2014/PN.SBG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa pada peradilan tingkat

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 266/Pid.B/2015/PN. Bnj. Umur / Tanggal Lahir : 53 Tahun / 25 Februari 1962;

P U T U S A N Nomor : 266/Pid.B/2015/PN. Bnj. Umur / Tanggal Lahir : 53 Tahun / 25 Februari 1962; P U T U S A N Nomor : 266/Pid.B/2015/PN. Bnj. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan

Lebih terperinci

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan alat transportasi mengalami perkembangan, terutama penggunaan kendaraan roda dua dan roda empat. Hal ini mengakibatkan kepadatan lalu lintas, kemacetan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERADILAN ANAK DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN ( STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR) Oleh WINDU ADININGSIH

PELAKSANAAN PERADILAN ANAK DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN ( STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR) Oleh WINDU ADININGSIH PELAKSANAAN PERADILAN ANAK DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN ( STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR) Oleh WINDU ADININGSIH I Dewa Made Suartha I Ketut Keneng Hukum Acara Peradilan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N Nomor 98/Pid.B/2014/PN-Sbg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama menjatuhkan

Lebih terperinci

PENGATURAN HAK MENGAJUKAN UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM

PENGATURAN HAK MENGAJUKAN UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM PENGATURAN HAK MENGAJUKAN UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM Oleh : Komang Agung Cri Brahmanda Ida Bagus Putra Atmadja, Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

Lebih terperinci

PUTUSAN. Nomor : 210/Pid.B/2014/PN.Bkn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. : SARIMIN Bin SUWITO Als PAK DODI

PUTUSAN. Nomor : 210/Pid.B/2014/PN.Bkn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. : SARIMIN Bin SUWITO Als PAK DODI PUTUSAN Nomor : 210/Pid.B/2014/PN.Bkn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Bangkinang yang mengadili perkara pidana pada tingkat pertama dengan acara pemeriksaan biasa telah

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N P U T U S A N Nomor 123/Pid.B/2014/PN-Sbg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

REHABILITASI BAGI PENYALAHGUNA TINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

REHABILITASI BAGI PENYALAHGUNA TINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA REHABILITASI BAGI PENYALAHGUNA TINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA Oleh : Made Ana Wirastuti I Ketut Suardita Hukum Pidana, Fakultas Hukum Program Ekstensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 99/Pid.B./2013/PN.Unh. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 99/Pid.B./2013/PN.Unh. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 99/Pid.B./2013/PN.Unh. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Unaaha yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dalam acara pemeriksaan biasa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian Pengertian dari membuktikan ialah meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya mengharuskan manusia untuk

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N. NOMOR : 32 / Pid.B / 2014 / PN SBG

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N. NOMOR : 32 / Pid.B / 2014 / PN SBG P U T U S A N NOMOR : 32 / Pid.B / 2014 / PN SBG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa pada peradilan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

Dosen Fakultas Hukum UNISSULA Semarang

Dosen Fakultas Hukum UNISSULA Semarang Jurnal Hukum Khaira Ummah Vol. 12. No. 2 Juni 2017 Analisis Hasil Persidangan Tindak Pidana Perjudian Togel (Fera Dyah Nur Oktavia) ANALISIS HASIL PERSIDANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN TOGEL DI KALANGAN

Lebih terperinci

ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta)

ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta) ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

Pengadilan Negeri tersebut; Telah membaca seluruh berkas perkara: Telah mendengar keterangan saksi-saksi dan terdakwa.

Pengadilan Negeri tersebut; Telah membaca seluruh berkas perkara: Telah mendengar keterangan saksi-saksi dan terdakwa. PUTUSAN Nomor : 63/Pid.B/2013/PN.Unh. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Unaaha yang bersidang dan mengadili perkaraperkara pidana pada pengadilan tingkat pertama yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang bersifat individual dan juga bersifat sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing yang tentu

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI KETERANGAN TERDAKWA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI BERLANJUT (Tinjauan Yuridis Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor:132/Pid.Sus/2010/PN. Pwt.) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N Nomor 344/Pid.B/2014/PN.Sbg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, tidak berdasar

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N P U T U S A N Nomor 289/Pid.B/2014/PN-Sbg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N. No. 55/PID.B/2014/PN.SBG

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N. No. 55/PID.B/2014/PN.SBG P U T U S A N No. 55/PID.B/2014/PN.SBG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa pada peradilan tingkat

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website : ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PEMALANG NO.51/PID.B/2012/PN.PML DALAM TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT Julian Wilmartin Lubis*, Eko soponyono, Laila Mulasari Program Studi S1 Ilmu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan

I. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan masyarakat terlihat pada lembaga yang ada pada masyarakat tersebut, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi maupun hukum. Untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Rosa Intani Citrawati. Abstrak

Rosa Intani Citrawati. Abstrak ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PIDANA PEMBINAAN TERHADAP ANAK PELAKU PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor 01/Pid.Sus.Anak/2014/ PN.Pwt) Rosa Intani Citrawati Abstrak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan suatu perkara pidana dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal ini

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 41 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu: 1. Pendekatan Yuridis Normatif Pendekatan yuridis normatif adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan seseorang yang dianggap belum dewasa dari segi umur. Penentuan seseorang dikatakan sebagai anak tidak memiliki keseragaman. Undang-Undang dan

Lebih terperinci