PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PELAKU PENGANCAMAN TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (STUDI PUTUSAN PN NOMOR: 701/Pid.B/2014/PN.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PELAKU PENGANCAMAN TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (STUDI PUTUSAN PN NOMOR: 701/Pid.B/2014/PN."

Transkripsi

1 PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PELAKU PENGANCAMAN TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (STUDI PUTUSAN PN NOMOR: 701/Pid.B/2014/PN.Tjk) (Jurnal) Oleh: FITRI DWI YUDHA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2015

2 PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PELAKU PENGANCAMAN TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (STUDI PUTUSAN PN NOMOR: 701/Pid.B/2014/PN.Tjk) Fitri Dwi Yudha, Eddy Rifai, Diah Gustiniati Abstrak Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana, terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana salah satu contoh Pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak dalam Putusan Perkara Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk. Permasalahannya bagaimanakah pertanggungjawaban Pidana pelaku pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak (Studi Putusan PN Nomor: 701/Pid.B/2014/PN.Tjk) dan apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan perkara pidana terhadap pelaku pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak (Studi Putusan PN Nomor :701/Pid.B/2014/PN.Tjk). Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Berdasarkan hasil penelitian Pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak dalam Putusan Perkara Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk.), terdakwa dapat dimintai pertanggungjawabannya, sebab terdakwa telah memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban pidana Hakim menjatuhkan sanksi pidana penjara selama 1 (satu) tahun, penerapan pasal yg dijatuhkan oleh hakim dirasa belum tepat karena tidak digunakannya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 yang telah dirubah menjadi Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dasar pertimbangan hakim dalam hal ini yaitu dakwaan jaksa, tujuan pemidanaan, hal-hal yang meringankan dan memberatkan. Saran dalam penelitian ini adalah Majelis Hakim dalam memberikan pertimbangan putusan pemidanaan, harus lebih mempertimbangkan keadaan pelaku yang masih tergolong anak,. Dan Hakim dalam mengambil keputusan harus lebih bijak dan adil dalam memberikan vonis terhadap pelaku yang masih dikategorikan anak, sebaiknya putusan hakim dalam menjatuhkan pidana penjara menjadi pilihan terakhir (ultimum remidium). Kata kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Pengancaman, Anak.

3 CRIMINAL LIABILITY OF MEMBERS POLICE THREATHENING ACTORS MADE BY CHILDREN ( PN DECISION STUDY NUMBER : 701/Pid.B/2014/PN.Tjk ) Fitri Dwi Yudha, Eddy Rifai, Diah Gustiniati (dwiyf@yahoo.com) Abstract Criminal responsibility is something that is accounted for criminal, against a person who committed the crime one example of criminal liability criminal threats to Police members are committed by children in Decision Case Number: 701/Pid.B/2014/PN.TJK. The problem is how accountability Criminal threats against members of the police perpetrators of child (PN Decision Study Number: 701/ Pid.B/2014/ PN.Tjk) and what is the basic consideration in decisions judge criminal case against the perpetrators of threats against members of the Police performed by children (PN Decision Study Number : 701/Pid.B/2014/PN.Tjk). Approach the problem in this study using juridical normative and empirical. Based on the results of criminal liability criminal threats against members of the police carried out by children in Decision Case Number : 701/Pid.B/2014/PN. TJK.), The defendant can be held accountable, because the defendant has met the elements of criminal responsibility Judge sanctions imprisonment for 1 ( one ) year, the application of Article downed by the judge deemed not appropriate because it does not use Law No. 3 of 1997 which has been converted into Law No. 11 of 2012 on the Criminal Justice System Child. Basic considerations that the judge in this case the indictment, the purpose of punishment, things lighten and burdensome. Suggestions in this study were the judges in giving judgment sentencing considerations, should be considered state actors still considered a child. And the judge in making decisions should be wise and fair in giving a verdict against perpetrators who are still categorized as a child, should the decision of the judge in imposing imprisonment as a last resort (ultimum remedium). Keywords : Criminal Liability, Threatening, Child.

4 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum seperti yang tercantum dalam Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 Perubahan Ketiga. Menurut Penjelasan Umum UUD 1945, khususnya penjelasan tentang Sistem Pemerintahan Negara dinyatakan : Indonesia adalah Negara yang berdasar atas hukum, artinya: Negara Indonesia berdasar atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Salah satu tujuan hukum adalah keadilan menurut pancasila yaitu keadilan yang seimbang, artinya ada kesinambungan diantara kepentingan individu, kepentingan masyarakat dan kepentingan penguasa. Indonesia sebagai negara hukum menganut asas dan konsep pancasila yang terkandung dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: 1. Asas ketuhanan mengamanatkan bahwa tidak boleh ada produk hukum nasional yang anti agama dan anti ajaran agama. 2. Asas kemanusiaan mengamanatkan bahwa hukum nasional harus menjamin, melindungi hak asasi manusia 3. Asas kesatuan dan persatuan mengamanatkan bahwa hukum Indonesia harus merupakan hukum nasional yang berlaku bagi seluruh bangsa Indonesia, berfungsi sebagai pemersatu bangsa 4. Asas demokrasi mengamanatkan bahwa kekuasaan harus tunduk pada hukum yang adil dan demokratis. 5. Asas keadilan sosial mengamanatkan bahwa semua warga negara mempunyai hak yang sama dan bahwa semua orang sama di hadapan hukum. Berdasarkan asas-asas tersebut maka segala tindakan yang melanggar hukum harus segera ditindak lanjuti dengan dibuatnya suatu peraturan perundang-undangan yang relevan dan tegas untuk mengaturnya, seperti halnya kejahatan pengancaman atau afdreiging yang diatur dalam buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kejahatan pengancaman dalam bentuknya yang pokok diatur dalam Pasal 369 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pengertian anak sendiri dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 1 Ayat (3) disebutkan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas), tetapi belum mencapai 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Anak merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi dan setiap anak yang terlahir harus mendapatkan hak-haknya tanpa anak tersebut meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, kemudian juga dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang kesemuanya mengemukakan prinsip-

5 prinsip umum perlindungan anak, yaitu non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang, dan menghargai partisipasi anak.1 Sebagai contoh kasus yang terjadi di Bandar lampung yaitu pengancaman yang dilakukan oleh anak terhadap anggota Polri pada beberapa bulan lalu di Jl. Agus Salim Gg. Mangga Dua, Kelurahan Kaliawi, Tanjungkarang Pusat, Bandarlampung. Hal ini diawali dari penangkapan yang akan dilakukan oleh polisi terhadap seorang warga yang diduga sebagai bandar narkoba, dengan melihat kedatangan polisi tersebut memicu AS (17) melakukan tindakan pengancaman dengan menggunakan senjata tajam terhadap anggota Polresta Bandarlampung yang hendak menangkap tersangka narkoba di Kaliawi. 2 Tindakan pengancaman yang dilakukan AS (17) terhadap anggota Polri membuatnya ditangkap. Ketua majelis hakim Ahmad Virzha menyatakan, AS (17) bersalah melanggar Pasal 214 Ayat 1 KUHP. Terdakwa dijatuhi hukuman satu tahun penjara. Dia dinilai telah melanggar Pasal 214 Ayat 1 KUHP, Putusan tersebut lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Sayekti Chandra, yakni dua tahun penjara. Hukum merupakan jaminan bagi kepastian perlindungan anak. 1 diakses melalui internet pada tanggal 6 Juni 2014, pukul wib. 2 ng/hukum/hukum-a-kriminal/71114-ancamanggota-divonis-setahun. Sebagaimana Arif Gosita, 3 mengemukakan bahwa kepastian hukum perlu diusahakan demi kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang membawa akibat negatif yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan perlindungan anak. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini dalam bentuk skripsi dengan judul Pertanggungjawaban Pidana pelaku pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak (Studi Putusan PN Nomor: 701/Pid.B/2014/PN.Tjk). B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimana Pertanggungjawaban Pidana pelaku pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak?, 2) Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan perkara pidana terhadap pelaku pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak? C. Metode Penelitian Pendekatan masalah yang digunakan untuk menjawab permasalahan di atas yaitu, pendekatan yuridis normatif, dan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer, dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan, dan studi lapangan. Data-data tersebut lalu dilakukan pengolahan melalui tahap editing, evaluasi, klasifikasi data, dan sistematisasi data. Data yang sudah 3 Arif Gosita, 1989, Masalah Perlindungan Anak, Jakarta: Akademi Pressindo, hlm. 19.

6 diolah tersebut kemudian disajikan dalam bentuk uraian, yang lalu diinterpretasikan atau ditafsirkan untuk dilakukan pembahasan dan dianalisis secara kualitatif, kemudian untuk selanjutnya ditarik suatu kesimpulan dengan menggunakan metode induktif. II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Pengancaman Terhadap Anggota Polri yang dilakukan oleh Anak (Putusan Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk.) Pertanggungjawaban adalah suatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah dilakukan.pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan pidana sesuatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan pidana atau tindak pidana. 4 Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan perbutan tersebut dengan pidana, apabila ia mempunyai kesalahan. Seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan, dilihat dari segi masyarakat menujukkan pandangan yang normative mengenai kesalahan yang telah dilakukan orang tersebut. Untuk adanya kesalahan yang mengakibatkan dipidananya terdakwa, maka terdakwa haruslah: 5 a. Melawan perbuatan pidana b. Mampu bertanggungjawab c. Dengan sengaja atau kealpaan d. Tidak ada alasan pemaaf Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Madison, 6 menyatakan bahwa pertanggungjawaban pidana pada pelaku pengancaman yang dilakukan oleh anak dalam putusan nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk. Didasarkan pada aturan undangundang yang dilanggar oleh pelaku, tentu hal ini menjadi dasar hakim dalam menjatuhkan hukuman pidana kepada AS bin Samijan yaitu 1 (satu) tahun penjara,menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan memerintahkan terdakwa supaya tetap berada dalam tahanan, membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp.2000,- (dua ribu rupiah).. penjatuhan pidana tersebut dirasa telah sesuai dengan yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 214 ayat (1) KUHPidana sebagaimana dalam dakwaan Penuntut Umum kepada AS bin Samijan. Beliau pun menambahkan, bahwa hakim dalam menjatuhkan putusan harus melihat terlebih dahulu apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa dapat dipertanggungjawabkan dan telah memenuhi unsur tindak pidana yang didakwakan, dalam penerapan hukum pidana terhadap pelaku pengancaman yang dilakukan oleh anak dalam putusan nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk tidak boleh merampas masa depan anak tersebut karena terdakwa tetap harus mendapatkan masa depan yang lebih baik. 4 Roeslan Saleh. Loc. Cit. 5 Ibid. 6 Berdasarkan hasil wawancara dengan Madison pada tanggal 19 Januari 2015 Pukul 10.15

7 Menurut Erna Dewi, 7 berdasarkan hasil wawancara dengan penulis bahwasannya hakim dalam menjatuhkan putusan pidana khususnya terhadap pelaku pengancaman yang dilakukan oleh anak harus melihat usianya terlebih dahulu dan latar belakang perbuatannya serta tidak pidananya tersebut. Dimana tindak pidana tersebut bukan merupakan tindak pidana berat sehingga terdakwa perlu dibina dan dididik, akan tetapi seharusnya ada tindakan diversi dan restoratif justice dalam menangani kasus ini, jadi penyelesaiannya tidak harus melalui persidangan. Menurut pendapat narasumber lain, Suswanto 8 mengatakan bahwa pertanggung jawaban pidana yang dilakukan pelaku pengancaman anggota Polri oleh anak, yaitu tergantung dengan tindak pidana beserta ancaman pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang diluar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pertanggungjawaban pidana atas terdakwa AS bin Samijan sebagai mana telah diatur dalam Pasal 214 Ayat (1) Kitab Undang- Undang Hukum Pidana adalah dapat dipidana penjara paling lama 7 Tahun, denga ketentuan Pasal ini hakim dalam menjatuhkan putusan pidana kepada terdakwa yaitu berdasarkan pertanggungjawaban pidana yang telah ditetapkan undangundang. 7 Berdasarkan hasil wawancara dengan Erna Dewi pada tanggal 15 Januari 2015 Pukul Berdasarkan hasil wawancara dengan Suswanto pada tanggal 20 Januari 2015 Pukul Sebelum Majelis Hakim menentukan tinggi rendahnya pidana yang dijatuhkan terhadap diri Terdakwa, maka akan terlebih dahulu dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan Terdakwa. Setelah mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan Terdakwa maka Majelis Hakim Pengadilan Negeri Menggala menjatuhkan putusannya, sebagaimana termuat dalam putusan dalam perkara Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk. sebagai berikut: Berdasarkan fakta persidangan, maka hakim dalam mengadili pidana dalam perkara Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk. Dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Menyatakan Terdakwa AS Bin Samijan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Paksaan dan Perlawanan terhadap pegaiwai negeri yang sedang melaksanakan tugas yang sah yang di lakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih secara bersama-sama; 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun; 3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan; 4. Memerintahkan terdakwa supaya tetap berada dalam tahanan; 5. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp.2000,- (dua ribu rupiah).

8 Menurut Sayekti Chandra, 9 menyatakan hukum acara yang digunakan, yaitu: Hukum acara yang digunakan yaitu dengan menggunakan acara pemeriksaan biasa yang sebagaimana diatur dalam KUHAP, Setelah berkas perkara sampai pengadilan, maka Ketua Pengadilan menunjuk Hakim yang akan memeriksa berkas perkara tersebut, kemudian menetapkan hari persidangan dan memerintahkan Penuntut Umum supaya memanggil tersangka dan saksi untuk datang di sidang Pengadilan. Menurut penulis, dapat diketahui sesuai dengan pertanggungjawaban pidana terdakwa dapat dimintai pertanggungjawabannya, sebab terdakwa telah memenuhi unsurunsur pertanggungjawaban pidana yaitu : 1. Perbuatan (manusia) 2. Diancam pidana 3. Dilakukan dengan unsur kesalahan Terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum melakukan tindak pidana pengancaman yang diatur dalam Pasal 214 Ayat (1) Kitab Undang- Undang Hukum Pidana. Akan tetapi penerapan Pasal yang dijatuhkan terhadap terdakwa AS bin Samijan dirasakan tidak tepat karena tidak digunakannya Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak yang telah dirubah menjadi Undangundang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, hal ini lah yang menimbulkan pertanyaan karena di satu sisi pelaku tindak pidana pengancaman pada 9 Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Responden Ridwan, selaku Hakim Pengadilan Negeri Menggala, tanggal 18 september 2014 Polri ini masih dikategorikan anak, tentu berbeda halnya dengan orang dewasa yang melakukan tindak pidana. Maka penggunaan Pasal 214 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana dirasakan belum tepat yang dijatuhkan kepada anak sebab tidak memperhatikan atau memberikan perlindungan kepada anak yang berhadapan oleh hukum. Dalam permasalahan anak dan kasus tindak pidana pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak pada putusan nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk seharusnya diutamakan upaya Diversi dan Restoratif Justice dalam Undangundang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yaitu upaya penyelesaian perkara tanpa melalui proses persidangan dipengadilan, dimana semua pihak yaitu, pihak keluarga baik pihak dari pelaku maupun korban dan pihakpihak penegak hukum lainnya yang terkait untuk duduk bersama-sama mencari penyelesaian yang terbaik dan adil dengan tujuan pemulihan kembali pada keadaan semula kepada anak bukan pembalasan. B. Dasar Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan perkara pidana terhadap Pelaku Pengancaman Terhadap Anggota Polri yang dilakukan oleh Anak (Putusan Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk.) Hakim mempunyai kebebasan untuk memilih jenis pidana yang dicantumkan dalam undang-undang sebagai konsekuensi sistem alternatif dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Hakim juga bebas memilih berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan sehubungan dengan adanya asas minimum umum dan maksimum umum serta maksimum

9 yang jelas, sehingga ringan atau beratnya pidana yang dijatuhkan tergantung pada subyektifitas hakim. Sehubungan dengan hal tersebut, Sudarto (Muladi, 1998:57) menjelaskan bahwa : KUHP kita tidak memuat pedoman pemberian pidana yang umum, ialah suatu pedoman yang dibuat oleh pembentuk undang-undang yang memuat asas-asas yang perlu diperhatikan oleh hakim dalam menjatuhkan pidana yang ada hanya aturan pemberian pidana. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan perkara pidana terhadap Pelaku Pengancaman Terhadap Anggota Polri yang dilakukan oleh Anak (Putusan Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk.), penulis menggunakan teori dasar pertimbangan hakim yang disampaikan oleh Mackenzie, ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara, yaitu sebagai berikut : 1. Teori Keseimbangan 2. Teori Pendekatan Seni dan Intuisi 3. Teori Pendekatan Keilmuan 4. Teori Pendekatan Pengalaman 5. Teori Ratio Decidendi 6. Teori Kebijaksanaan Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Madison, 10 menyatakan bahwa dalam penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana pengancaman yang dilakukan oleh anak terhadap anggota Polri, hakim, dalam hal ini tidak boleh mengesampigkan dakwaan dari jaksa sebagai penuntut umum. Karena dakwaan jaksa adalah salah satu 10 Berdasarkan hasil wawancara dengan Madison pada tanggal 19 Januari 2015 Pukul dasar pertimbangan untuk hakim sebelum memutus atau menjatuhkan pidana. Apabila dalam pandangan antara jaksa dan hakim ada kesamaan maka hakim akan menjatuhkan pidana yang sama dengan jaksa, tetapi apabila sebaliknya hakim dapat melebihi tuntutan jaksa sebagaimana diatur dalam pasal 183 KUHAP. Hakim dalam menjatuhkan putusan akan memilih pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa hal ini sesuai dengan pasal 182 ayat (6) KUHAP. Berdasarkan pendapat narasumber diatas, penulis menganalisis bahwa majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara pelaku tindak pidana pengancaman yang terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak. Berdasarkan putusan perkara nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk berdasarkan keyakinan dengan alat bukti yang cukup, terdakwa dijatuhi pidana selama 1 (satu) tahun penjara dan membebankan biaya perkara sebesar dua ribu rupiah. Majelis hakim tidak menjatuhkan vonis dengan ancaman maksimum karena berdasarkan pertimbangan putusan dalam hal-hal yang meringankan dan juga pelaku masih dikategorikan sebagai anak dan belum dewasa selain itu melihat teori pemidanaan, bahwa pemidanaan bukanlah suatu pembalasan melainkan pembinaan bagi terdakwa yang berbuat salah agar menagarah kelebih baik dan dapat kembali ketengah-tengah masyarakat. Menurut Erna Dewi, 11 berdasarkan hasil wawancara dengan penulis menjelaskan, bahwa faktor yang 11 Berdasarkan hasil wawancara dengan Erna Dewi pada tanggal 15 Januari 2015 Pukul 13.20

10 menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pengancaman yang dilakukan oleh anak terhadap anggota Polri. Berdasarkan putusan perkara nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk. Adalah : 1. Adanya hal-hal yang meringankan, yaitu : - Terdakwa bersikap sopan di persidangan - Terdakwa belum pernah dihukum Mengingat pasal 197 ayat (1) dan (2) KUHAP dan pasal 214 ayat (1) KUHP serta peraturan lain yang bersangkutan. 2. Hakim cenderung tidak memilih pidana maksimum sesuai Pasal 182 ayat (6) KUHAP yang menyatakan : - Putusan diambil dengar suara terbanyak - Jika ketentuan tersebut huruf a tidak juga diperoleh putusan yang dipilih adalah pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa 3. Dakwaan Jaksa - Dakwaan disini juga mempengaruhi hakim dalam menjatuhkan pidana artinya berat ringannya pidana yang dijatuhkan oleh hakim tidak boleh menyampingkan dakwaan jaksa. 4. Harapan atau agar pelaku tidak mengulangi perbuatannya - Karena pelaku tindak pidana pengancaman terhadap anggota Polri ini masih anak maka adanya harapan agar pelaku tidak mengulangi perbuatanya. 5. Sikap pelaku setelah melakukan tindak pidana pengancaman - Disini melihat apakah pelaku rasa menyesal atau tidak terhadap perbuatan yang dilakukannya dan menyadari atau tidak menyadari dan berjanji tidak akan mengulanginya. Penulis melakukan analisis bahwa putusan hakim terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan denda Rp. 2000,- hanya berpegang pada peraturan hukum positif saja, yaitu atau peraturan tertulis atau dengan pasal 214 ayat (1) KUHP. Tampaknya hakim dalam memutuskan melihat bahwa perbuatan yang dilakukan oleh anak tersebut bukan pidana yang berat dan terdakwa belum pernah dihukum telah menyesali perbuatannya sehingga masih dapat memperbaiki diri maka penulis beranggapan seharusnya pelaku anak tersebut dikembalikan kepada orang tuanya. Berdasarkan hasil wawancara dengan para responden, dapat diketahui pertimbangan hakim pada perkara pelaku tindak pidana pengancaman yang dilakukan oleh anak terhadap anggota Polri (Putusan Perkara Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk.) dengan menggunakan teori Mackenzei, yaitu: 1. Teori Keseimbangan Keseimbangan yang dimaksud adalah keseimbanngan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang berkaitan dengan perkara, antara lain adanya keseimbangan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, kepentingan terdakwa dan kepentingan korban, atau kepentingan pihak penggugat dan pihak tergugat. Penulis berpendapat dalam hal ini, Majelis hakim Pengadilan Negeri

11 Tanjung Karang cenderung tidak menjatuhkan pidana maksimum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pengancaman terhadap anggota Polri dalam Putusan Perkara Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk.) Hakim melihat latar belakang keadaan pelaku yang masih tergolong anak dengan menjatuhkan hukuman yang sebanding dengan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa dengan harapan pelaku tidak mengulangi perbuatannya. 2. Teori Pendekatan seni dan intuisi Penjatuhan Putusan oleh hakim merupakan diskresi suatu kewenangan dari hakim. Sebagai diskresi, dalam penjatuhan putusan, hakim akan menyesuaikan denga keadaan dan hukuman yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana atau dalam perkara perdata, hakim akan melihat keadaan pihak yang berperkara, yaitu tergugat pang penggugat dalam perkara pidana. Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan suatu putusan, lebih ditentukan oleh instink atau intuisi daripada pengetahuan hakim. Menurut pandangan penulis, Hakim memutus perkara ini dengan melihat sikap terdakwa yang mengakui terus terang perbuatannya, bersikap sopan dipersidangan dan menyesali perbuatannya sehingga tidak mempersulit jalannya persidangan dan belum pernah dihukum serta dakwaan jaksa juga melatarbelakangi pertimbangan berat ringannya pidana yang dijatuhkan hakim terhadap pelaku tindak pidana pengancaman terhadap anggota Polri dalam Putusan Perkara Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk.) atas nama AS bin Samijan. 3. Teori Ratio Decidendi Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan, kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dalam memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara. Penulis berpendapat, Hakim telah menjatuhkan pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pengancaman terhadap anggota Polri dalam Putusan Perkara Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk.) atas nama AS bin Samijan. Hakim bebas bertindak untuk menjatuhkan sanksi pidana yang tepat menurut kebenaran dan keyakinanannya. Dengan adanya hal-hal yang perlu dipertimbangkan oleh hakim, tentunya akan mempengaruhi berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana, khususnya pelaku tindak pidana pengancaman yang dilakukan oleh anak terhadap anggota Polri. Hakim dalam memberikan putusan, harus lebih mempertimbangkan keadaan pelaku yang masih anak dan perbuatannya termasuk tindak pidana ringan maka hal ini tentunya mensyaratkan mengenai bentuk rehabilitasi dan pembinaan khusus terhadap pelaku untuk dapat mengembangkan kontrol diri dan untuk menghindari pengaruh negatif terhadap anak yakni stigma mental dan perilaku yang tertekan dalam lingkungan penjara agar anak dapat

12 kembali bersosialisasi di tengahtengah masyarakat. III. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis dapat ditarik simpulan bahwa : 1.Pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pengancaman terhadapanggota Polri yang dilakukan oleh anak dalam Putusan Perkara Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk.), dapat diketahui sesuai dengan pertanggungjawaban pidana terdakwa dapat dimintai pertanggungjawabannya, sebab terdakwa telah memenuhi unsurunsur pertanggungjawaban pidana yaitu : Perbuatan (manusia), Diancam pidana, Dilakukan dengan unsur kesalahan. Akan tetapi penerapan pasal yg dijatuhkan oleh hakim dirasa belum tepat karena tidak digunakannya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 yang telah dirubah menjadi Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, sehingga penerapan Pasal 214 Ayat (1) yang dijatuhkan kepada anak dirasakan belum tepat. 2. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pengancaman terhadap anggota Polri yang dilakukan oleh anak berdasarkan putusan perkara Nomor: 701/Pid. B/ 2014/PN. Tjk. Yaitu dakwaan jaksa, tujuan pemidanaan, hal-hal yang meringankan dan memberatkan. DAFTAR PUSTAKA Buku/Literatur : Gosita, Arif. 1989, Masalah Perlindungan Anak, Jakarta: Akademi Pressindo Saleh, Roeslan, 1999, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta: Akasara Baru. Budiardjo,Tri. 2010, Anak-Anak; Generasi Terpingirkan, (membangun Karakter Generasi Baru Lewat Pelayanan Anak).,Yogyakarta: Penerbit Andi Chazawi, Adami. 2002, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Gosita, Arif. 1989, Masalah Perlindungan Anak, Jakarta: Akademi Pressindo.. Internet :

I. PENDAHULUAN. 1945, khususnya penjelasan tentang Sistem Pemerintahan Negara dinyatakan :

I. PENDAHULUAN. 1945, khususnya penjelasan tentang Sistem Pemerintahan Negara dinyatakan : 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum seperti yang tercantum dalam Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 Perubahan Ketiga. Menurut Penjelasan Umum UUD 1945, khususnya

Lebih terperinci

ABSTRAK. ANALISIS PUTUSAN BEBAS PADA PERKARA NOMOR : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl TENTANG TINDAK PIDANA KESUSILAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI MENGGALA.

ABSTRAK. ANALISIS PUTUSAN BEBAS PADA PERKARA NOMOR : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl TENTANG TINDAK PIDANA KESUSILAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI MENGGALA. ABSTRAK ANALISIS PUTUSAN BEBAS PADA PERKARA NOMOR : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl TENTANG TINDAK PIDANA KESUSILAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI MENGGALA Oleh Andika Nafi Saputra, Tri Andrisman, Rini Fathonah Email

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat dan martabat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum dan tidak berdasarkan kekuasaan semata, hal ini berdasarkan penjelasan umum tentang sistem pemerintahan negara Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the

I. PENDAHULUAN. meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi dan setiap anak yang terlahir harus mendapatkan hak-haknya tanpa anak tersebut meminta. Hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentangan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pembunuhan Berencana Pembunuhan dengan rencana terlebih dahulu atau disingkat pembunuhan berencana adalah pembunuhan yang paling berat ancaman pidananya dari seluruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional kedepan. Oleh

Lebih terperinci

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK Oleh : Made Agus Indra Diandika I Ketut Sudantra Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The paper is titled

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara sebagaimana diatur dalam Penjelasan Umum Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang didalam dirinya melekat harkat dan martabat manusia seutuhnya, sebagai generasi muda penerus cita-cita

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan proses modernisasi yang membawa dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif yang timbul adalah semakin maju dan makmur kondisi ekonomi,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA. A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA. A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir Narkotika Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas

I. PENDAHULUAN. bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak ditinjau dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, merupakan masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan

Lebih terperinci

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR Oleh: I Gusti Bagus Eka Pramana Putra I Ketut Mertha I Wayan Suardana Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan

I. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjaga kelestarian hutan merupakan hal yang sangat penting dengan dasar pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan manusia, baik secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah Negara hukum, dimana setiap orang dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa penerapan peraturan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia, hal ini dikarenakan hukum dan Hak Asasi Manusia saling berkaitan satu sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian Tindak pidana merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan melakukan suatu kejahatan atau

Lebih terperinci

V. PENUTUP. polri studi putusan No: 283/pid.B./2011/PN.MGL. Pertanggungjawaban atas

V. PENUTUP. polri studi putusan No: 283/pid.B./2011/PN.MGL. Pertanggungjawaban atas V. PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini pada bab sebelumnya, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana 1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia yang seutuhnya. Anak merupakan salah satu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

JURNAL PERTIMBANGAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

JURNAL PERTIMBANGAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA JURNAL PERTIMBANGAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA Diajukan Oleh: PRADHITA RIKA NAGARA NPM : 100510227 Program Studi : Ilmu Hukum Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan

Lebih terperinci

PERANAN VISUM ET REPERTUM PADA KASUS PEMBUNUHAN OLEH IBU TERHADAP ANAK (BAYI)

PERANAN VISUM ET REPERTUM PADA KASUS PEMBUNUHAN OLEH IBU TERHADAP ANAK (BAYI) PERANAN VISUM ET REPERTUM PADA KASUS PEMBUNUHAN OLEH IBU TERHADAP ANAK (BAYI) Oleh : Putu Dian Asthary I Gst Agung Ayu Dike Widhyaastuti Bagian Hukum Administrasi Negara Universitas Udayana ABSTRAK Makalah

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus pembangunan, yaitu generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United Nations Convention on the Right of the Child), Indonesia terikat secara yuridis dan politis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu pergaulan hidup di dalam masyarakat yang teratur dan maju tidak dapat berlangsung tanpa adanya jaminan akan kepastian hukum serta penegakan hukum yang baik demi terwujudnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, yang harus dijaga untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan berpartisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords:

Abstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords: Abstrak Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian alasan terpidana pelaku tindak pidana penipuan dalam mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali dengan dasar adanya suatu kehilafaan hakim

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertangggungjawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya seseorang telah melakukan tindak pidana. Asas kesalahan menyatakan dengan tegas

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa pada peradilan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari segi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan mempertimbangkan semua bukti-bukti yang ada.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 6 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah salah satu bagian terpenting yang tidak dapat terpisahkan dengan keberlangsungan perjuangan suatu Negara. Oleh karena pentingnya peran anak ini, di dalam

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PENELITIAN KEMASYARAKATAN DALAM PENJATUHAN PIDANA TERHADAP ANAK

PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PENELITIAN KEMASYARAKATAN DALAM PENJATUHAN PIDANA TERHADAP ANAK PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PENELITIAN KEMASYARAKATAN DALAM PENJATUHAN PIDANA TERHADAP ANAK (Studi Putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta No. : 255/Pid.Sus/2011/PN.YK.) S K R I P S I Oleh: YOHANES BOYKE

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia terdapat ketentuan yang menegaskan bahwa Setiap orang berhak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan akal budi dan nurani yang memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk, yang

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website : ANALISIS YURIDIS PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Tegal No. 32/Pid.Sus-ank/2014/PN TGL) Dwi Kusumadewi Aditia*, Dr. Pujiyono, A.M.

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 24 BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK A. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia

Lebih terperinci

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 29 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014 Indonesia adalah negara yang berdasar

Lebih terperinci

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN Diajukan oleh: JEMIS A.G BANGUN NPM : 100510287 Program Studi Program Kekhususan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah ciptaan Tuhan yang Maha Kuasa perlu dilindungi harga diri dan martabatnya serta dijamin hak hidupnya untuk tumbuh dan berkembang sesuai fitrah dan

Lebih terperinci

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PEMIDANAAN ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA MENGEKSPLOITASI EKONOMI ATAU SEKSUAL ANAK

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PEMIDANAAN ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA MENGEKSPLOITASI EKONOMI ATAU SEKSUAL ANAK DASAR PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PEMIDANAAN ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA MENGEKSPLOITASI EKONOMI ATAU SEKSUAL ANAK Oleh Cokorda Istri Agung Diah Astiti Mataram Hukum Pidana A.A Istri Ari Atu Dewi

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945, diarahkan untuk meningkatkan hukum bagi

I. PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945, diarahkan untuk meningkatkan hukum bagi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, perilaku manusia di dalam masyarakat dan bernegara justru semakin kompleks. Pembangunan hukum sebagai upaya untuk

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN Oleh : I Gusti Ngurah Ketut Triadi Yuliardana I Made Walesa Putra Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang

I. PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, memiliki arti setiap perbuatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (STUDI KASUS POLRESTA SURAKARTA) SKRIPSI

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D 101 08 100 ABSTRAK Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PEMBELI BARANG HASIL KEJAHATAN DITINJAU DARI PASAL 480 KUHP TENTANG PENADAHAN

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PEMBELI BARANG HASIL KEJAHATAN DITINJAU DARI PASAL 480 KUHP TENTANG PENADAHAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PEMBELI BARANG HASIL KEJAHATAN DITINJAU DARI PASAL 480 KUHP TENTANG PENADAHAN I Gede Made Krisna Dwi Putra I Made Tjatrayasa I Wayan Suardana Hukum Pidana, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim Dalam Proses Peradilan Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim Dalam Proses Peradilan Pidana II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim Dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hukum selalu berhubungan dengan manusia. Sejak dalam kandungan pun

I. PENDAHULUAN. Hukum selalu berhubungan dengan manusia. Sejak dalam kandungan pun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum selalu berhubungan dengan manusia. Sejak dalam kandungan pun manusia dapat berperan sebagai subjek hukum, yaitu sebagai pemegang hak dan kewajiban hukum.

Lebih terperinci

ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta)

ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta) ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap tindak sendiri atau pihak

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN Diajukan Oleh : Nama : Yohanes Pandu Asa Nugraha NPM : 8813 Prodi : Ilmu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi

Lebih terperinci

DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 1 DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Oleh : I G A A Apshari Pinatih Rai Setiabudi Program Kekhusussan : Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peranan strategis yang mempunyai ciri dan sifat khusus yang memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) disebutkan:

I. PENDAHULUAN. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) disebutkan: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi merupakan salah satu tindak pidana dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang atau korporasi dengan tujuan untuk menguntungkan diri

Lebih terperinci

P U T U S A N. No. 30 / Pid.B / 2013 / PN. UNH DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. No. 30 / Pid.B / 2013 / PN. UNH DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N No. 30 / Pid.B / 2013 / PN. UNH DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Unaaha yang memeriksa dan mengadili perkara pidana pada peradilan tingkat pertama dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat sebagai kumpulan manusia, karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada sesudah meninggal.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan A. Latar Belakang Korupsi merupakan permasalahan yang dapat dikatakan sebagai sumber utama dari permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah masuk sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di

Lebih terperinci

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Pasal 176 Hakim dilarang menjatuhkan pidana kepada terdakwa, kecuali apabila hakim memperoleh keyakinan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yanag dapat dipidana, orang yang dapat dipidana, dan pidana. Istilah tindak pidana di

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yanag dapat dipidana, orang yang dapat dipidana, dan pidana. Istilah tindak pidana di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana, karena hakekat dari hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang tindak pidana, yang mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia didalam menemukan kemerdekaan, keadilan dan perdamaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber

Lebih terperinci

ABSTRAK ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PEMERASAAN SOPIR TRUK YANG DILAKUKAN OLEH PREMAN.

ABSTRAK ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PEMERASAAN SOPIR TRUK YANG DILAKUKAN OLEH PREMAN. ABSTRAK ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PEMERASAAN SOPIR TRUK YANG DILAKUKAN OLEH PREMAN. (Studi PutusanNomor : 370/Pid.B/2013/PN.GS) Oleh : Zakia Tiara Faragista, Firganefi, A. Irzal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di dunia menghadapi masalah ini. Disparitas pidana yang disebut sebagai the disturbing disparity

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradilan pidana di Indonesia pada hakekatnya merupakan suatu sistem, hal ini dikarenakan dalam proses peradilan pidana di Indonesia terdiri dari tahapan-tahapan yang

Lebih terperinci