ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU YANG LALAI MENYEBABKAN KEMATIAN ORANG LAIN (Studi Putusan No. 110/Pid.B/2015/PN.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU YANG LALAI MENYEBABKAN KEMATIAN ORANG LAIN (Studi Putusan No. 110/Pid.B/2015/PN."

Transkripsi

1 ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU YANG LALAI MENYEBABKAN KEMATIAN ORANG LAIN (Studi Putusan No. 110/Pid.B/2015/PN.Met) (Jurnal) Oleh NISA CORNELYA PRATIWI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

2 ABSTRAK ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU LALAI YANG MENYEBABKAN KEMATIAN PADA ORANG LAIN (Studi Putusan No. 110/Pid.B/2015/PN.Met) Oleh Nisa Cornelya Pratiwi, Heni Siswanto, Firganefi nisacornelya@gmail.com Pertanggungjawaban pidana dapat dilihat dari bentuk kesengajaan dan kealpaan (culpa.) Dua jenis kealpaan yaitu kealpaan disadari (bewuste culpa) dan kealpaan yang tidak disadari (onbewuste culpa) peneliti menganalisa pertanggungjawaban pidana pelaku lalai yang menyebabkan kematian pada orang lain (Studi Putusan PN Nomor: 110/Pid.B/2015/PN.Met) dan dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku lalai yang menyebabkan kematian pada orang lain. Metode ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan metode induktif. Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukan bahwa Pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana lalai yang menyebabkan kematian orang lain, terdakwa dapat dimintai pertanggungjawabannya, sebab terdakwa telah memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban pidana yaitu : perbuatan (manusia), diancam pidana, dilakukan dengan unsur kesalahan. Hakim menjatuhkan sanksi pidana terhadap terdakwa penjara selama 4 (empat) bulan penjara dan dakwaan penuntut umum 6 (enam) bulan penjara. Penjatuhan pidana terhadap terdakwa berpijak pada hal-hal yang bersifat yuridis dan non yurids, hal yang memberatkan dan meringankan dalam putusan. Hakim menggunakan dakwaan tunggal penuntut umum yaitu Pasal 310 Ayat 4 (empat) Undang-Undang No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tanpa melihat peraturan lain yang mengatur mengenai perbuataan tedakwa, yang jelas diatur di dalam Pasal 359 KUHP yaitu mengenai kealpaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Putusan yang dijatuhkan oleh hakim jauh dari prinsip keadilan bagi keluarga korban. Saran dalam penelitian ini adalah hendaknya hakim dalam memutuskan perkara terlebih dahulu mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan dari perbuatan seseorang yang melakukan tindak pidana. Kata Kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Kelalaian, Kecelakaan Lalu Lintas

3 ABSTRACT AN ANALYSIS ON CRIMINAL LIABILITY AGAINST PERPETRATOR OF NEGLIGENT CRIME CAUSING DEATH OF OTHERS (A Study on Veedict No. 110/Pid.B/2015/PN.Met) By Nisa Cornelya Pratiwi, Heni Siswanto, Firganefi nisacornelya@gmail.com Criminal liability can also be seen from the deliberate and negligence (culpa) aspect; there are two types of negligence: conscious (bewuste culpa) and negligence of unconscious (onbewuste culpa). The problems of the research were formulated as follows: how is the criminal liability of negligence committed by perpetrator which has caused death of other people, and what are the basis of judges' considerations in imposing criminal punishment on perpetrator which has caused death of other people. This metode used normative and empirical approaches. The data sources consisted of primary and secondary data. The data collection technique was caried out through literature study and field study. The data analysis was done qualitatively by using inductive method. The results and discussion of the research, it showed that the criminal liability of the perpetrator of negligent crime which caused the death of others people the defendant can be held accountable, because the defendant has fulfilled the elements of responsibility punishment, such as: criminal action (human), criminal penalized, the criminal was done with the element of error. The judge handed down the criminal sanction to the defendant for 4 (four) months imprisonment and 6 (six) months from the public prosecutor. The criminal charges against the defendant was based on juridical and non-juridical matters; incriminating and extenuating circumstances. The verdict revealed that the judges used the sole indictment of the public prosecutor, namely Article 310 Paragraph 4 (four) Law No. 22 of 2009 on Road Traffic and Transportation, regardless of other regulations governing the allegation of charges, which is clearly regulated in Article 359 of the Indonesian Criminal Code concerning the omission that resulted loss of life of others. The punishments imposed by the judges is far from the principle of justice for the victim's family. Thus, it is suggested that the judges should consider the impact of the the criminal actions commited by a perpetrator before imposing punishment. Keywords: Criminal Liability, Negligence, Traffic Accident

4 I. PENDAHULUAN Transportasi merupakan salah satu hal yang sangat penting. Bagi individu dan masyarakat zaman sekarang, transportasi seakan sebagai bagian dari kehidupan karena manusia yang juga mempunyai sifat bergerak atau mobilitas sebagai mahkluk sosial. Lalu lintas merupakan salah satu sarana komunikasi masyarakat yang memegang peranan vital dalam memperlancar pembangunan yang kita laksanakan. Masalah lalu lintas merupakan salah satu masalah yang berskala nasional yang berkembang seirama dengan perkembangan masyarakat. Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan pada nilai keadilan harus disejajarkan berpasangkan dengan asas legalitas yang didasarkan pada nilai kepastian. Walaupun konsep berprinsip bahwa pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan, namun dalam beberapa hal tidak menuntup kemungkinan adanya pertanggungjawaban pengganti (vicarious liability) dan pertanggungjawaban yang ketat (strict liability). Masalah kesesatan (error) baik kesesatan mengenai hukumnya sesuai dengan konsep merupakan salah satu alasan pemaaf sehingga pelaku tidak dipidana kecuali kesesatan itu patut dipersalahakan kepadanya. 1 1 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Bandung, Citra Aditya Bakti, hlm. 23. Masalah yang dihadapi dewasa ini adalah masih tingginya angka kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Sementara itu merujuk data yang dikeluarkan oleh Korlantas Polri, tren kecelakaan lalu lintas secara nasional setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Sepanjang tahun kasus kecelakaan yang terjadi, dan terakhir 2016 meningkat menjadi kasus. 2 Kecelakaan lalu lintas adalah kejadian akhir dari pada suatu rentetan (serangkaian) peristiwa lalu lintas yang tidak sengaja dengan akibat kematian, luka atau kerusakan benda yang terjadi dijalan umum. Kadang kecelakan ini dapat mengakibatkan luka-luka atau kematian manusia. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakan lalu lintas, faktorfaktor itu bisa berasal manusia, kendaraan, dan jalan. Faktor manusia merupakan faktor yang paling dominan dalam sebuah peristiwa kecelakaan lalu lintas. Sebagian besar kejadian kecelakaan diawali dengan pelanggaran rambu-rambu lalu lintas. Pelanggaran rambu-rambu lalu lintas ini bisa terjadi karena sengaja melanggar peraturan, ketidaktahuan atau tidak adanya kesadaran terhadap arti aturan yang berlaku ataupun tidak melihat ketentuan yang diberlakukan dalam berkendara. Para pengendara pura-pura tidak tahu tentang peraturan berkendara dan berlalu lintas. Selain itu, manusia sebagai pengguna jalan raya sering lalai dalam memperhatikan keselamatan dirinya dan orang lain dalam berkendara. Bahkan, tak jarang ditemukan pengendara yang sengaja /angka.kecelakaan.lalu.lintas.tahun.lal u.naik.

5 ugal-ugalan dalam mengendarai kendaraan. Tidak sedikit jumlah kecelakaan yang terjadi di jalan raya diakibatkan kondisi pengendara dalam keadaan mengantuk bahkan mabuk sehingga mudah terpancing oleh ulah pengguna jalan lainnya. Hal-hal konyol seperti sebenarnya sangat bisa diantisipasi. 3 Manusia sebagai pengendara kendaraan bermotor terkadang tidak mematuhi peraturan lalu lintas dan lalai dalam mengendarai kendarannya, akibatnya terjadilah kecelakan akibat dari kelalain manusia tersebut korban harus menderita kerugian. Sebagai pihak yang dirugikan dalam kecelakaan lalu lintas, korban akan meminta pertanggungjawaban dari pengendara bermotor yang lalai tersebut, dengan melaporkan kejadian tersebut kepihak yang berwajib sebagai sebuah tindak pidana agar si pelaku mendapatkan hukuman yang sesuai dengan ketentuan Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan serta diatur dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Berikut adalah kronologis terjadi nya kecelakaan berawal ketika terdakwa, pada hari Minggu tanggal 14 Juni 2015 sekira pukul WIB sedang mengendarai sepeda motor merk Suzuki Satria FU warna hitam dengan nomor polisi BE 7127 DQ dengan membonceng korban dengan tidak menggunakan helm serta tanpa membawa surat-surat kendaraannya saat sedang berjalan-jalan di Kota Metro lalu terdakwa melihat petugas polisi berseragam dan menggunakan motor dinas sehingga terdakwa memacu kendaraannya dengan kecepatan hingga km/jam untuk /faktor-penyebab-kecelakaan-lalu-lintas.html, menghindari agar tidak ditangkap polisi, setelah itu saat melewati Jl. Semeru kelurahan Yosorejo Kecamatan Metro Timur Kota Metro dengan keadaan jalan lurus agak menikung kekiri dengan kondisi jalan yang licin berpasir terdakwa tidak menurunkan kecepatannya serta tidak menggunakan rem sehingga saat terdakwa tidak dapat mengendalikan kendaraannya dan menabrak bongkahan/gundukan kayu dan masuk ke parit yang ada di sebelah kanan jalan yang mengakibatkan korban terjatuh kedalam parit tersebut, kemudian saksi Sumarno membantu membawa terdakwa dan korban ke Rumah Sakit Umum Daerah A. Yani Metro. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam skripsi yang berjudul Analisis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku yang Lalai Menyebabkan Kematian Orang Lain (Studi Putusan No. 110/Pid.B/2015/PN.Met) Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku yang lalai menyebabkan kematian orang lain? b. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis dengan menggunakan

6 analisis kualitatif, setelah data terkumpul kemudian ditarik kesimpulan menggunakan metode induktif. II. PEMBAHASAN A. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku yang Lalai Menyebabkan Kematian Orang Lain (Putusan Perkara No. 110/Pid.B/2015/PN.Met) Mempertanggungjawabkan seseorang dalam hukum pidana bukan hanya berarti sah menjatuhkan pidana terhadap orang itu, tetapi juga sepenuhnya dapat diyakini bahwa memang pada tempatnya meminta pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukannya. 4 Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu yang dipertanggungjawabakan secara pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan pidana atau tindak pidana, untuk adanya pertanggungjawaban pidana harus lebih jelas terlebih dahulu siapa yang akan dipertanggungjawabkan. 5 Pertanggungjawaban pidana yaitu menjurus kepada pemidanaan pelaku, jika telah melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur- unsur pertanggungjawaban pidana yang telah ditentukan dalam Undang-Undang. Dilihat dari sudut terjadinya suatu tindakan yang dilakukan oleh pelaku yang terlarang dan di haruskan untuk dipertanggungjawabkan pidana atas tindakan-tindakan tersebut apabila tindakan tersebut bersifat melawan 4 Chairul Huda Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjaaban Pidana Tanpa Kesalaha: Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisihan Tindak Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana. Kencana. Hlm Roeslan Saleh Perbuatan dan pertanggungjawaban Pidana. Jakarta, Aksara Bara, hlm. 75 hukum (dan tidak ada peniadaan sifat melawan hukum atau alasan pembenar) untuk itu. Dilihat dari sudut kemampuan bertanggung jawab maka hanya seseorang yang mampu bertanggung jawab yang mampu dipertanggungjawabkan pidananya. Pertanggungjawaban pidana tidak akan tercipta jika pada diri orang yang melakukan tindak pidana tidak terdapat kesalahan. Kesalahan merupakan titik sentral dari konsep pertanggungjawaban pidana. Dengan kata lain, menurut Cynthia H.Finn dalam buku The Responsible Corporate Officer Criminal Liability, and Mens Rea, menyatakan bahwa kesalahan merupakan salah satu karatkter hukum pidana yang tidak mungkin dapat dihapus. 6 Berdasarkan teori dan hasil wawancara maka dapat dikaitkan bahwa, terdakwa memahami arti dan akibat perbuatannya itu sendiri yang telah dibuktikan pada persidangan dengan mendengarkan kesaksian para saksi. Memahami perbuatan yang dilakukannya yaitu karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dan menyebabkan kematian pada orang lain. Bahwa tersangka dan korban tidak menggunakan helm pada saat kejadian, dan tersangka tidak membawa atau memiliki surat kelengkapan berkendara, tersangka dengan sadar memacu kendaraannya dengan kecepatan lebih tinggi untuk menghindari polisi yang sedang berjaga. Terdakwa mengakui semua kesalahannya dan memahami perbuatan yang dilakukan merupakan perbuatan melawan hukum, serta tidak ditemukan 6 Amrani, Hanafi dan Ali, Mahrus. Sistem Pertanggungjawaban Pidana : Perkembangan dan penerapan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada hal.22-23

7 suatu prilaku berdasarkan Pasal 44 KUHP yaitu : 1) Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tubuhnya (gebrekkigeontwikkeling) atau terganggu karena penyakit (ziekelijke storling), tidak dipidana. Terdakwa memiliki kemauan untuk mengikuti jalannya persidangan dan terdakwa selalu dapat menjawab secara baik setiap pertanyaanya yang diajukan kepadanya, serta tidak pula ditemukan adanya perilaku menyimpang dalam diri terdakwa yaitu jiwanya cacat dalam tubuhnya atau terganggu karena penyakit. Maka terdakwa tidak dapat terlepas dari kemampuan bertanggung jawab atas perbuatan yang telah dilakukannya tersebut. Penulis menganalisis bahwa terdakwa Kadis bin Sardikun telah melakukan tindak pidana karena telah ditetapkan secara jelas terdakwa telah memenuhi unsur melawan hukum yaitu melanggar Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pada Pasal 310 Ayat (4) yaitu : Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp (dua belas juta rupiah). Terdakwa juga memenuhi unsur yang terdapat di dalam Pasal 359 KUHP, yaitu : Barangsiapa karena kelalaiannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. Maka terdakwa tidak bisa menghindari lepas dari pidana maupun alasan pemaaf sebagai penghapusan pidana yang karena perbuatannya sudah menimbulkan korban jiwa, sehingga semua unsur penghapusan pidana atau alasan pemaaf tidak bisa dijatuhkan kepada terdakwa Kadis bin Sardikun. Berdasarkan paparan yang telah dikemukakan di atas bahwa pertanggungjawaban pidana yang menyebabkan kematian orang lain (Putusan Perkara No. 110/Pid.B/2015/ PN.Met), menurut pandangan penulis bahwa : Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu yang dipertanggungjawabakan secara pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan pidana atau tindak pidana, untuk adanya pertanggungjawaban pidana harus lebih jelas terlebih dahulu siapa yang akan dipertanggungjawabkan. Pertanggungjawaban pidana yaitu menjurus kepada pemidanaan pelaku, jika telah melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur- unsur pertanggungjawaban pidana yang telah ditentukan dalam Undang-Undang. Pertanggungjawaban pidana tidak akan tercipta jika pada diri orang yang melakukan tindak pidana tidak terdapat kesalahan. Berdasarkan teori pertanggungjawaban pidana menurut Moeljatno dapat dikaitkan yaitu: 1. Melakukan perbuatan pidana (sifat melawan hukum) Terdakwa juga telah melakukan perbuatan tentang menyebabkan mati atau luka-luka karena kealpaan, melanggar Pasal 359 Ayat (1) yaitu: a. Terdakwa sudah bisa mengemudikan kendaraan jenis sepeda motor selama kurang lebih 10 (sepuluh) tahun dan terdakwa tidak memiliki. SIM C, karena terakhir memiliki SIM C pada tahun 2008

8 b. Saat kejadian tersebut terdakwa dan korban tidak menggunakan helm pengaman serta tidak tidak memiliki SIM dan pada saat melihat petugas polisi yang sedang patroli terdakwa timbul rasa takut lalu kemudian memacu kendaraan dengan kencang dengan tujuan untuk menghindar dari petugas tersebut agar tidak mendapatkan tindakan 2. Di atas umur tertentu mampu bertanggung jawab Terdakwa Kadis bin Sardikun sudah cukup umur, pada saat pelaksanaan peradilan berumur 30 tahun dan tidak cacat mental atau kelainan. Terdakwa memiliki kemampuan untuk mengikuti jalannya persidangan dan terdakwa selalu dapat menjawab secara baik setiap pertanyaan yang diajukan kepadanya, serta tidak ditemukan adanya suatu perilaku jasmani maupun rohani dalam diri terdakwa. 3. Mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau kealpaan. Terdakwa mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kealpaan (culpa) yang menyebabkan kematian pada orang lain, yaitu; a. Terdakwa tidak memiliki SIM dan tidak membawa surat kelengkapan berkendara b. Dari kecelakaan lalu lintas tersebut menimbulkan korban jiwa c. terdakwa tidak mengurangi laju kecepatan sepeda motornya atau melakukan pengereman serta tidak pula membunyikan klakson saat melihat polisi. Berdasarkan keterangan saksi,tersangka dan teori sudah jelas bahwa tersangka sudah memenuhi delik kealpaan (culpa). Terdakwa masuk dalam kategori delik kealpaan yang disadari (bewuste culpa) dan kealpaan yang tidak disadari (onbewuste culpa). Bahwa tersangka meyadari bahwa perbuatannya yang tidak mematuhi peraturan berkendara itu melanggar aturan. 4. Tidak ada alasan pemaaf Alasan pemaaf adalah salah satu bagian dari alasan penghapus pidana. Berdasarkan teori dan hasil wawancara, bahwa terdakwa Kadis bin Sardikun tidak ada alasan pemaaf atau pembenar bahwa tindakan terdakwa merupakan perbuatan yang melawan hukum yang ia lakukan karena kelalaiannya menyebabkan kematian orang lain. Terdakwa telah melanggar undangundang lalu lintas dan angkutan jalan yaitu Undang-Undang Nomor 22 tahun Terdakwa tidak cacat mental yang dibuktikan pada persidangan bahwa terdakwa mampu menjawab pertanyaan dengan baik serta mengakui kesalahannya dan menyesali atas perbuatan yang ia lakukan. Maka tidak ada alasan pemaaf bagi terdakwa maka dari itu terdakwa harus mempertanggungjawabkan perbuataanya terdakwa Kadis bin Sardikun telah melakukan tindak pidana karena telah ditetapkan secara jelas terdakwa telah memenuhi unsur melawan hukum yaitu melanggar Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pada Pasal 310 Ayat (4) yaitu : Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp (dua belas juta rupiah).

9 Terdakwa juga memenuhi unsur yang terdapat di dalam Pasal 359 KUHP, yaitu : Barangsiapa karena kelalaiannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun Terdakwa tidak bisa menghindari lepas dari pidana maupun alasan pemaaf sebagai penghapusan pidana yang karena perbuatannya sudah menimbulkan korban jiwa, sehingga semua unsur penghapusan pidana atau alasan pemaaf tidak bisa dijatuhkan kepada terdakwa Kadis bin Sardikun. Maka unsur pertanggungjawaban terdakwa telah terpenuhi. B. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Perkara Pidana Terhadap Pelaku Lalai Yang Menyebabkan Kematian Pada Orang Lain Nomor. 110/Pid.B/2015/PN.Met. Seorang hakim dalam hal menjatuhkan pidana kepada terdakwa tidak boleh menjatuhkan pidana tersebut kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya (Pasal 183 KUHAP). Alat bukti yang sah dimaksud adalah: (a). Keterangan Saksi; (b). Keterangan Ahli; (c). Surat: (d). Petunjuk; (e). Keterangan Terdakwa atau hal yang secara umum sudah diketahui sehingga tidak perlu dibuktikan (Pasal 184) 7 7 Satjipto Rahardjo. Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana. Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum. Jakarta Hlm 11. Hakim dalam menjatuhkan putusan harus memiliki suatu pertimbanganpertimbangan terlebih dahulu. Dakwaan atau tuntuan jaksa merupakan salah satu dasar pertimbangan bagi hakim sebelum menjatuhkan pidana. Jika terdapat kesamaan pandangan antara hakim dengan jaksa, maka hakim akan menjatuhkan pidana sama dengan tuntutan jaksa, sebaliknya jika tidak terdapat kesamaan maka hakim dapat menjatuhkan pidana di bawah atau lebih ringan dari tuntutan jaksa atau melebihi tuntutan jaksa. Hakim dalam menjatuhkan pidana akan mengacu pada hal-hal yang terbukti dan berdasarkan alat bukti di pengadilan, hal ini sesuai dengan Pasal 183 KUHAP. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut ternyata perbuatan terdakwa telah memenuhi seluruh unsur-unsur dari dakwaan TUNGGAL penuntut umum, sehingga Majelis Hakim berkesimpulan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, yaitu melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pada waktu wawancara Octiawan Basri 8 menyatakan pertimbangan hakim dalam hal ini didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak, sehingga hakim harus mempertimbangkan fakta-fakta yang ditemukan dipersidangan, unsur-unsur dari Pasal yang didakwakan apakah unsur tersebut terpenuhi atau tidak dan menyebutkan barang bukti apa saja yang menjadi dasar pertimbangan Hakim dalam 8 Hasil wawancara dengan Octiawan Basri, Hakim Ketua Pengadilan Negeri Metro, Senin 18 September 2017

10 menjatuhkan putusan pada perkara Nomor 110/Pid.B/2015/PN.Met. Berdasarkan Pasal 183 KUHAP. Alat bukti yang sah dimaksud adalah: (a). Keterangan Saksi; (b). Keterangan Ahli; (c). Surat: (d). Petunjuk; (e). Keterangan Terdakwa. Di dalam persidangan dan putusan hakim maka keterangan saksi, surat Visum et Reperentum, petunjuk selama di persidangan, dan keterangan terdakwa maka sudah jelas terpenuhinya alat bukti yang sah untuk menjatuhkan pidana terhadap terdakwa. Namun fakta yang terjadi penuntut umum hanya menjatuhkan tuntutan terhadap terdakwa selama 6 bulan dan hakim memutus hanya 4 bulan di kurangi terdakwa selama berada di dalam kurungan. Berkaitan dengan penjatuhan pidana maka hal yang dipertimbangkan adalah pidana akan memberikan kesempatn kepada terpidana untuk memperbaiki dirinya di masyarakat, sepanjang kesejahteraan terpidana dalam hal ini dipertimbangkan segala hal yang lebih utama dari pada resiko yang mungkin diderita oleh masyarakat, Seandainya terpidana dilepas di masyarakat. Terpidana dalam pidana dapat melakukan kebiasaan sehari-hari sebagai manusia dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat dan akan mencegah terjadinya stigma yang diakibatkan oleh pidana perampasan kemerdekaan. Berdasarkan hasil wawancara Erna Dewi 9 Putusan Hakim pada perkara Nomor 110/Pid.B/2015/PN.Met,hakim yang menjatuhkan pidana harus teliti dan berhati-hati dengan menghubungkan minimum pidana, putusan dalam perkara ini sudah tepat 9 Hasil wawancara dengan Erna Dewi, Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung, Rabu 4 Oktober 2017 namun, hakim memutus pidana terhadap terdakwa terlalu rendah dan tidak menimbulkan efek jera, jika dilihat dari dampak yang ditimbulkannya dan tidak tertibnya terdakwa dalam berkendara sehingga menimbulkan korban jiwa, hakim juga harus mempertimbangkan dari berbagai aspek sosiologis, yuridis dan filosofis harus dapat membuktikan dengan lebih proposional dalam mengambil keputusan. a) Landasan filosofis, yaitu yang berkaitan dengan tujuan dijatuhkannya putusan terhadap pelaku yang lebih mengarah kepada perbaikan diri si pelaku daripada pemberian hukuman atau pidana. b) Landasan sosiologis yaitu yang berkaitan dengan keadaan masyarakat di sekitar pelaku, yang mana dengan pemberian putusan tersebut diharapkan memenuhi rasa keadilan. c) Landasan yuridis, yaitu yang berkaitan dengan perbuatan pidana dan pertanggungjawaban perbuatan yang telah diperbuatnya. Diah Gustiniati menyatakan 10 Putusan Hakim pada perkara Nomor 110/Pid.B/2015/PN.Met telat tepat karna sudah mempertimbangkan seluruh alat bukti yang ada di dalam persidangan. Berdasarkan uraian di atas maka penulis dapat menganalisis dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pada perkara Nomor 110/Pid.B/2015/PN.Met sudah mempertimbangkan alat bukti dan fakta-fakta yang dihadirkan dalam persidangan. Sesuai dengan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman karena telah memuat alasan dan dasar 10 Hasil wawancara dengan Diah Gustiniati, Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung, Rabu 25 Oktober 2017

11 putusan,juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perkara tersebut. Berdasarkan hasil wawancara, penulis sependapat dengan pendapat Erna Dewi bahwa Putusan Hakim pada perkara Nomor 110/Pid.B/2015/PN.Met. telah tepat dengan mempertimbangkan seluruh alat bukti yang ada di dalam persidangan, namun hakim memutus pidana terhadap terdakwa terlalu rendah jika dilihat dari dampak yang ditimbulkannya, di dalam Pasal 359 KUHP bisa dilihat karena kelalaian terdakwa minimal dijatuhkan hukuman pidana penjara paling lama lima tahu dan kurungan paling lama satu tahun, dan tidak tertibnya terdakwa dalam berkendara sehingga menimbulkan korban jiwa tetapi hakim harus memperhatikan aspek yuridis,filosofis dan sosiologis, yang antara lain yaitu : Aspek filosofis, yaitu yang berkaitan dengan tujuan dijatuhkannya putusan terhadap pelaku yang lebih mengarah kepada perbaikan diri si pelaku daripada pemberian hukuman atau pidana. Jika dilihat penjatuhan pidana terhadap terdakwa yang hanya dijatuhkan hukuman selama 4 bulan terlalu ringan dengan akibat yang ditimbulkan diharapakan terdakwa bisa memperbaiki diri dan tidak mengulangi perbuataan tersebut. Landasan sosiologis yaitu yang berkaitan dengan keadaan masyarakat di sekitar pelaku, yang mana dengan pemberian putusan tersebut diharapkan memenuhi rasa keadilan. Hakim diharapkan memberikan keadilan bagi semua pihak, terutama bagi keluarga korban mengingat bahwa kerugian yang ditimbulkan oleh terdakwa adalah hilangnya nyawa orang lain terlebih korbannya adalah anak di bawah umur. Sehingga dengan penjatuhan pidana tersebut tidak mengurangi rasa kepercayaan masyarakat pada sistem peradilan di Indonesia serta memberikan pelajaran bagi masyarakat untuk lebih memperhatikan peraturan tertib berlalu-lintas. Landasan yuridis, yaitu yang berkaitan dengan perbuatan pidana dan pertanggungjawaban perbuatan yang telah diperbuatnya. Terdakwa sudah memenuhi pertanggungjawabannya dengan penjatuhan pidana terhadap terdakwa dan sudah berdamai dengan keluarga korban. Berdasarkan bab III tentang hal-hal yang menghapuskan, mengurangkan atau memberatkan pengenaan pidana, pada Pasal 44 yang tidak dapat melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan adalah cacat di dalam tubuhnya, dan juga dapat kita lihat bahwa dakwaan penuntut umum hanya mengacu pada Pasal 310 Ayat 4 (empat) Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sedangkan dapat kita lihat di dalam Pasal 359 KUHP karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain diancam pidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. Sudah jelas bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa di atur di dalam Pasal 359 KUHP, tetapi hakim dan penuntut umum hanya menggunakan dakwaan tunggal tanpa mempertimbangkan peraturan lain yang mengatur perbuatan melawan hukum yang dilakukan terdakwa dan menjatuhkan pidana ringan yang berbanding dengan akibat yang ditimbulkan. Penjatuhan pidana terhadap terdakwa jauh dari keadilan bagi keluarga korban.

12 Berdasarkan paparan yang telah dikemukakan diatas bahwa dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana pada (Putusan Perkara Nomor. 110/Pid.B/2015/PN.MET) menurut pandangan penulis sebagai berikut: Hakim dalam mengadili pelaku tindak pidana harus melalui proses penyajian kebenaran dan keadilan dalam suatu putusan pengadilan sebagai rangkaian proses penegakan hukum, maka dapat dipergunakan teori kebenaran. Sesuai dengan Pasal 8 Ayat (2) Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan kehakiman yaitu dalam mempertimbangkan berat ringannya suatu pidana hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan yang jahat dari terdakwa. Menurut Pasal 50 Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman yaitu putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat Pasal tertentu dari peraturan perundangundangan yang bersangkutan dan sumber hukum tak tertulis juga dapat dijadikan dasar mengadili. Majelis hakim dalam menjatuhkan pidana dalam putusan Nomor 110/Pid.B/2015/PN.Met mempertimbangkan hal-hal yang bersifat yuridis, dan non yuridis, hal-hal yang memberatkan, serta hal-hal yang meringankan kepada terdakwa. Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertanggungjawaban hakim yang didasarkan pada faktor yang terungkap di dalam persidangan dan oleh undangundang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan. Pertimbangan yang bersifat yuridis di antaranya sebagai berikut : a. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Dakwaan tunggal: perbuataan terdakwa diancam pidana dalam Pasal 310 Ayat (4) Undang- Undangan Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan b. Keterangan saksi. Merupakan alat bukti seperti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Sepanjang keterangan itu mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri ia lihat sendiri dan alami sendiri, dan harus disampaikan dalam sidang pengadilan dengan mengangkat sumpah. Para saksi dalam perkara ini pada pokoknya memberikan kesaksian bahwa terdakwa telah melakukan kelalaian. Adapun para saksi adalah : 1). Jhon Hendri 2). Agus Effendi 3). Sumarno 4). Kadis c. Keterangan terdakwa. Menurut Pasal 184 KUHAP butir e keterangan terdakwa digolongkan sebagai alat bukti. d. Barang-barang bukti Pasal 194 Ayat (1) KUHP yang dihadirkan dalam persidangan selain dari keterangan saksi dan terdakwa perkara ini di perkuar dengan adanya barang bukti berupa petunjuk, yaitu : 1) Barang bukti surat, yaitu : Visum et Reperentum Nomor: 000/1771/LTD-6/ ) Menetapkan agar barang bukti berupa: 1 (satu) unit sepeda motor Suzuki Satria FU Nomor Polisi BE-7127-DQ warna hitam, Nomor Rangka MH8BG41CADJ964085, Nomor Mesin G420-IDI Dikaitkan dengan teori-teori oleh Mackenzie, pertimbangan hakim dalam putusan ini mengacu pada teori keseimbangan dan teori ratio decindi. Putusan tersebut mempertimbangkan perbuatan yang dilakukan oleh

13 terdakwa, dalam perkara pidana atau pertimbangan yang digunakan hakim dalam menjatuhkan putusan, disamping dengan minimum 2 (dua) alat bukti, harus ditambah dengan keyakinan hakim. Hakim menggunakan teori ratio decidenci dalam mempertimbangkan aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang dipersidangkan kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam menjatuhkan putusan Pasal 8 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat baik dan jahat dari tedakwa. Berdasarkan dari ketentuan ini maka dalam menentukan berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan setimpal dan adil sesuai dengan kesalahannya. Majelis hakim dalam menjatuhkan pidana sebagai suatu petimbangan non yuridis : Hal yang memberatkan : 1) Sifat dari perbuatan terdakwa itu sendiri ; 2) Perbuatan terdakwa mengakibatkan korban Meninggal Dunia; Hal yang meringankan : 1) Terdakwa bersikap sopan dipersidangan ; 2) Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya ; 3) Terdakwa tidak mempersulit proses persidangan 4) Terdakwa sudah berdamai dengan korban. Pada putusan Nomor 110/Pid.B/2015/ PN.Met, hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 4 (enam) bulan dan menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa Kadis bin Sarkun telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kelalaian yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dan mengakibatkan kematian pada orang lain. Berdasarkan Pasal 183 KUHAP. Alat bukti yang sah dimaksud adalah: (a). Keterangan Saksi; (b). Keterangan Ahli; (c). Surat: (d). Petunjuk; (e). Keterangan Terdakwa. Di dalam persidangan dan putusan hakim maka keterangan saksi, surat Visum et Reperentum, petunjuk selama di persidangan, dan keterangan terdakwa maka sudah jelas terpenuhinya alat bukti yang sah untuk menjatuhkan pidana terhadap terdakwa. Namun fakta yang terjadi penuntut umum hanya memberikan dakwaan tunggal Pasal 310 Ayat 4 (empat) Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan hanya menjatuhkan tuntutan terhadap terdakwa selama 6 bulan dan hakim memutus hanya 4 bulan di kurangi terdakwa selama berada di dalam kurungan. telah tepat dengan mempertimbangkan seluruh alat bukti yang ada di dalam persidangan, namun hakim memutus pidana terhadap terdakwa terlalu rendah jika dilihat dari dampak yang ditimbulkannya dan jauh dari prinsip keadilan bagi keluarga korban, sebaiknya hakim melihat di dalam Pasal 359 KUHP bisa dilihat karena kelalaian terdakwa selama-lama nya dijatuhkan hukuman pidana penjara paling lama lima tahu dan kurungan paling lama satu tahun, dan tidak tertibnya terdakwa dalam berkendara sehingga menimbulkan korban jiwa tetapi tetapi hakim harus memperhatikan aspek yuridis, filosofis dan sosiologis agar tidak terjadi kontra di tengah masyarakat dan dapat menimbulkan penurunan kepercayaan masyarakat dengan sistem peradilan di Indonesia

14 III. PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini terhadap putusan perkara Nomor 110/Pid.B/2015/PN.Met, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana kelalaian yang kematian pada orang lain dalam perkara Putusan Nomor: 110/Pid.B/2015/PN.Met adalah terdakwa melakukan perbuataan melawan hukum. Pada diri terdakwa tidak ditemukan cacat mental atau kelainan jiwa. Perbuatan yang dilakukan terdakwa yaitu kecelakaan yang menimbulkan kematian pada orang lain berdasarkan Pasal 310 Ayat 4 (empat) Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Jika dilihat dari aspek yuridis dan non yuridis maka, terdakwa sudah memenuhi unsur-unsur yang didakwakan terhadap terdakwa secara sah dan meyakinkan dan tidak ada alasan pembenar atau pemaaf atas apa yang telah dipenuhinya perbuatan melawan hukum dan kemampuan bertanggungjawab. 2. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan perkara pidana terhadap pelaku tindak pidana kelalaian yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dan mengakibatkan kematian pada orang lain pada Putusan Nomor: 110/Pid.B/2015/PN.Met, hakim beranggapan bahwa putusan yang dijatuhkannya sudah berdasarkan teori dasar pertimbangan hakim yaitu kebijakan hakim dalam menjatuhkan pidana berupa 4 (empat) yang berdasarkan aspek yuridis, filosofis, dan sosiologis. Namun penulis beranggapan bahwa putusan tersebut jika dilihat dari aspek sosiologis jauh dari rasa keadilan bagi keluarga korban dan dampak yang ditimbulkan., Dakwaan penuntut umum dan putusan hakim hanya mengacu pada Pasal 310 Ayat 4 (empat) Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sedangkan dapat kita lihat di dalam Pasal 359 KUHP tentang kealpaan mengakibatkan kematian. B. Saran Saran dalam penelitian ini ialah sebagai berikut : 1. Hendaknya hakim dalam memutuskan perkara terlebih dahulu mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan dari perbuatan seseorang yang melakukan tindak pidana 2. Aparat penegak hukum dan Peradilan di Indonesia harus lebih berani menghukum para terdakwa dengan hukuman yang lebih berat agar menimbulkan efek jera kepada terdakwa yang melakukan tindak pidana melawan hukum DAFTAR PUSTAKA Amrani, Hanafi dan Ali, Mahrus Sistem Pertanggungjawaban Pidana: Perkembangan dan penerapan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Arief, Barda Nawawi Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Bandung, Citra Aditya Bakti.

15 Huda, Chairul Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjaaban Pidana Tanpa Kesalaha: Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisihan Tindak Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana. Kencana. Rahardjo, Satjipto Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana. Jakarta. Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum. Saleh, Roeslan Perbuatan dan pertanggungjawaban Pidana. Jakarta, Aksara Bara. 01/25/ /angka.kecelakaan.lalu.lintas.tahun.lalu.naik /05/faktor-penyebabkecelakaan-lalu-lintas.html, Contact Person :

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai tiga arti, antara lain : 102. keadilanuntuk melakukan sesuatu. tindakansegera atau di masa depan.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai tiga arti, antara lain : 102. keadilanuntuk melakukan sesuatu. tindakansegera atau di masa depan. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Menurut Black's Law Dictionary, tanggung jawab (liability) mempunyai tiga arti, antara lain : 102 a. Merupakan satu kewajiban terikat dalam hukum atau keadilanuntuk

Lebih terperinci

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan, dari berbagai

I. PENDAHULUAN. alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan, dari berbagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang digunakan masyarakat untuk melakukan aktifitasnya. Seiring dengan berkembangnya zaman, maka semakin banyak pula alat transportasi

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP KELALAIAN PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR YANG MENYEBABKAN KEMATIAN DALAM KECELAKAAN DI JALAN RAYA

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP KELALAIAN PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR YANG MENYEBABKAN KEMATIAN DALAM KECELAKAAN DI JALAN RAYA PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP KELALAIAN PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR YANG MENYEBABKAN KEMATIAN DALAM KECELAKAAN DI JALAN RAYA Oleh: Putu Agus Hendra Wirawan Marwanto Progam Kekhususan Hukum Pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

BAB I PENDAHULUAN. (On-line),  (29 Oktober 2016). 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengaruh era globalisasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara di masa kini tidak dapat terelakkan dan sudah dirasakan akibatnya, hampir di semua negara,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum mempunyai berbagai cara dan daya upaya untuk menjaga ketertiban dan keamanan dimasyarakat demi terciptanya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang 20 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan

Lebih terperinci

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR Oleh: I Gusti Bagus Eka Pramana Putra I Ketut Mertha I Wayan Suardana Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PN DEMAK No. 62/Pid.Sus/2014/PN Dmk DALAM KASUS TABRAKAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PN DEMAK No. 62/Pid.Sus/2014/PN Dmk DALAM KASUS TABRAKAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PN DEMAK No 62/Pid.Sus/2014/PN Dmk DALAM KASUS TABRAKAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN A. Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan No 62/Pid.Sus/2014/PN Dmk Dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan potensi masa depan dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan

I. PENDAHULUAN. merupakan potensi masa depan dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak pada dasarnya merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya juga melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dominan. Hal ini ditandai dengan jumlah alat transportasi darat lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. dominan. Hal ini ditandai dengan jumlah alat transportasi darat lebih banyak BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul. Sejalan dengan perkembangan zaman sistem transportasi dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan pokok masyarakat yang terus mengalami peningkatan baik dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

Lebih terperinci

ABSTRAK. ANALISIS PUTUSAN BEBAS PADA PERKARA NOMOR : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl TENTANG TINDAK PIDANA KESUSILAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI MENGGALA.

ABSTRAK. ANALISIS PUTUSAN BEBAS PADA PERKARA NOMOR : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl TENTANG TINDAK PIDANA KESUSILAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI MENGGALA. ABSTRAK ANALISIS PUTUSAN BEBAS PADA PERKARA NOMOR : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl TENTANG TINDAK PIDANA KESUSILAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI MENGGALA Oleh Andika Nafi Saputra, Tri Andrisman, Rini Fathonah Email

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fenomena peredaran gelap narkotika merupakan permasalahan internasional, regional dan

I. PENDAHULUAN. Fenomena peredaran gelap narkotika merupakan permasalahan internasional, regional dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena peredaran gelap narkotika merupakan permasalahan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan obat-obatan terlarang di

Lebih terperinci

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PELAKU PENGANCAMAN TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (STUDI PUTUSAN PN NOMOR: 701/Pid.B/2014/PN.

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PELAKU PENGANCAMAN TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (STUDI PUTUSAN PN NOMOR: 701/Pid.B/2014/PN. PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PELAKU PENGANCAMAN TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (STUDI PUTUSAN PN NOMOR: 701/Pid.B/2014/PN.Tjk) (Jurnal) Oleh: FITRI DWI YUDHA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberlakuan Undang-undang nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberlakuan Undang-undang nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberlakuan Undang-undang nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan dalam pelaksanaannya memerlukan kesiapan mental dan moral dari masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Banyak kecelakaan lalu lintas yang terjadi disebabkan oleh kelalaian pengemudi baik kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat. Beberapa faktor yang menyebabkan

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENYELENGGARA JALAN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA Oleh : Suyatna

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENYELENGGARA JALAN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA Oleh : Suyatna PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENYELENGGARA JALAN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA Oleh : Suyatna Abstrak Pertanggungjawaban pidana penyelenggara jalan dalam kecelakaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan alat transportasi mengalami perkembangan, terutama penggunaan kendaraan roda dua dan roda empat. Hal ini mengakibatkan kepadatan lalu lintas, kemacetan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kenyataan sekarang ini di Indonesia banyak ditemukan kasus kecelakaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kenyataan sekarang ini di Indonesia banyak ditemukan kasus kecelakaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kenyataan sekarang ini di Indonesia banyak ditemukan kasus kecelakaan lalu lintas akibat kelalaian berkendaraan yang tidak jarang menyebabkan kematian.

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN PIDANA YANG MENGATUR TENTANG KELALAIAN BERLALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN ORANG LAIN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

BAB II KETENTUAN PIDANA YANG MENGATUR TENTANG KELALAIAN BERLALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN ORANG LAIN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK 44 BAB II KETENTUAN PIDANA YANG MENGATUR TENTANG KELALAIAN BERLALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN ORANG LAIN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK A. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan

Lebih terperinci

Pasal 48 yang berbunyi :

Pasal 48 yang berbunyi : 41 BAB III PERSYARATAN TEKNIS DAN SANKSI HUKUM TERHADAP MODIFIKASI KENDARAAN BERMOTOR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN A. Persyaratan Teknis Modifikasi Kendaraan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi a. Peranan korporasi menjadi penting dalam tindak pidana karena sebagai akibat dari perubahan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 PENYANTUNAN BAGI KELUARGA MENINGGAL ATAU LUKA BERAT KECELAKAAN LALU LINTAS DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGAMBILAN PUTUSAN HAKIM Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Kajian Tentang Kualifikasi Antara Korban dan Pelaku Dalam Kasus Kecelakaan Lalu Lintas

NASKAH PUBLIKASI Kajian Tentang Kualifikasi Antara Korban dan Pelaku Dalam Kasus Kecelakaan Lalu Lintas NASKAH PUBLIKASI Kajian Tentang Kualifikasi Antara Korban dan Pelaku Dalam Kasus Kecelakaan Lalu Lintas Diajukan oleh: Tri Adhi Suryanto No. Mhs. : 090510163 Program Studi : Ilmu Hukum Program Kehkhususan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang, maka orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang, maka orang 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana mengandung makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Lalu lintas dan angkutan jalan sebagai bagian dari

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Lalu lintas dan angkutan jalan sebagai bagian dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 273 (1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui proses hukum.

Lebih terperinci

V. PENUTUP. polri studi putusan No: 283/pid.B./2011/PN.MGL. Pertanggungjawaban atas

V. PENUTUP. polri studi putusan No: 283/pid.B./2011/PN.MGL. Pertanggungjawaban atas V. PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini pada bab sebelumnya, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota karena naluri dan kebutuhan penduduk untuk bergerak atau menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. kota karena naluri dan kebutuhan penduduk untuk bergerak atau menggunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu lintas merupakan subsistem dari ekosistem kota, berkembang sebagai bagian kota karena naluri dan kebutuhan penduduk untuk bergerak atau menggunakan transportasi

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PROSES PERKARA PIDANA PELANGGARAN LALU LINTAS MOHAMMAD RIFKI / D

TINJAUAN YURIDIS PROSES PERKARA PIDANA PELANGGARAN LALU LINTAS MOHAMMAD RIFKI / D TINJAUAN YURIDIS PROSES PERKARA PIDANA PELANGGARAN LALU LINTAS MOHAMMAD RIFKI / D 101 07 509 ABSTRAK Lalu-lintas dan angkutan jalan mempunyai peran yang cukup penting dalam rangka pembangunan pada umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan seseorang yang dianggap belum dewasa dari segi umur. Penentuan seseorang dikatakan sebagai anak tidak memiliki keseragaman. Undang-Undang dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu. dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu. dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan 1. Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP SANTUNAN BAGI KELUARGA KORBAN MENINGGAL ATAU LUKA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009

TINJAUAN HUKUM TERHADAP SANTUNAN BAGI KELUARGA KORBAN MENINGGAL ATAU LUKA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TINJAUAN HUKUM TERHADAP SANTUNAN BAGI KELUARGA KORBAN MENINGGAL ATAU LUKA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 ABD. WAHID / D 101 10 633 ABSTRAK Perkembangan ilmu dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara sebagaimana diatur dalam Penjelasan Umum Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan

Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan Pasal 359 Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang mati, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

selamat, aman, tertib, lancar, dan efisien, serta dapat

selamat, aman, tertib, lancar, dan efisien, serta dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 131/Pid. B/2013/PN.Unh. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 131/Pid. B/2013/PN.Unh. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 131/Pid. B/2013/PN.Unh. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ----- Pengadilan Negeri Unaaha yang memeriksa dan mengadili perkara pidana pada peradilan tingkat pertama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti Mengenai pengembalian barang bukti juga diatur dalam Pasal 46 KUHAP. Hal ini mengandung arti bahwa barang bukti selain

Lebih terperinci

PEMIDANAAN TINDAK PIDANA KEALPAAN YANG MENYEBABKAN MATINYA ORANG LAIN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS SETELAH KELUARNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009

PEMIDANAAN TINDAK PIDANA KEALPAAN YANG MENYEBABKAN MATINYA ORANG LAIN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS SETELAH KELUARNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 1 PEMIDANAAN TINDAK PIDANA KEALPAAN YANG MENYEBABKAN MATINYA ORANG LAIN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS SETELAH KELUARNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 Amaretza Lucky R.L.P.*, Pujiyono, A.M. Endah Sri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terjadinya pelanggaran lalu lintas merupakan salah satu bentuk problematika yang sering menimbulkan permasalahan di jalan raya. Hal tersebut dapat dilihat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PENGEMUDI PADA KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN MATINYA SESEORANG

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PENGEMUDI PADA KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN MATINYA SESEORANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PENGEMUDI PADA KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN MATINYA SESEORANG JURNAL ILMIAH Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

P U T U S A N. No. 159 / Pid.B / 2013 / PN. Unh DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. No. 159 / Pid.B / 2013 / PN. Unh DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N No. 159 / Pid.B / 2013 / PN. Unh DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Unaaha yang memeriksa dan mengadili perkara pidana pada peradilan tingkat pertama dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan diangkat oleh pejabat

Lebih terperinci

PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KEALPAAN YANG MENYEBABKAN KECELAKAAN LALU-LINTAS DAN MATINYA ORANG LAIN YANG DILAKUKAN PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR

PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KEALPAAN YANG MENYEBABKAN KECELAKAAN LALU-LINTAS DAN MATINYA ORANG LAIN YANG DILAKUKAN PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR NASKAH PUBLIKASI PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KEALPAAN YANG MENYEBABKAN KECELAKAAN LALU-LINTAS DAN MATINYA ORANG LAIN YANG DILAKUKAN PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGEMUDI KENDARAAN RODA EMPAT YANG KARENA UGAL-UGALAN DI JALAN RAYA MENGAKIBATKAN KEMATIAN ORANG LAIN

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGEMUDI KENDARAAN RODA EMPAT YANG KARENA UGAL-UGALAN DI JALAN RAYA MENGAKIBATKAN KEMATIAN ORANG LAIN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGEMUDI KENDARAAN RODA EMPAT YANG KARENA UGAL-UGALAN DI JALAN RAYA MENGAKIBATKAN KEMATIAN ORANG LAIN (Studi Kasus Pengadilan Kelas I A Padang) Disusun Oleh: ARIE DARYANTO 05

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentangan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin

Lebih terperinci

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK Oleh : Made Agus Indra Diandika I Ketut Sudantra Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The paper is titled

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seperti sepeda, sampai kendaraan bermotor canggih. Kesemuanya tersebut tidak

I. PENDAHULUAN. seperti sepeda, sampai kendaraan bermotor canggih. Kesemuanya tersebut tidak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan zaman sistem informasi dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan pokok masyarakat yang terus mengalami peningkatan baik dari segi kualitas

Lebih terperinci

BAB III PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TANJUNGPINANG NOMOR: 308/PID.B/2015/PN.TPG TENTANG KELALALAIAN YANG MENYEBABKAN LUKA BERAT

BAB III PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TANJUNGPINANG NOMOR: 308/PID.B/2015/PN.TPG TENTANG KELALALAIAN YANG MENYEBABKAN LUKA BERAT BAB III PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TANJUNGPINANG NOMOR: 308/PID.B/2015/PN.TPG TENTANG KELALALAIAN YANG MENYEBABKAN LUKA BERAT A. Deskripi Kasus Untuk mendukung data dalam membahas permasalahan yang dikemukakan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS.

PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS. PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS Yuni Dwi Indarti Salah satu unsur tindak pidana (strafbaarfeit) yaitu dilakukan dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 11/PID.Sus.A/2013/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur/ Tanggal Lahir : 17 tahun / 8 Februari 1995.

P U T U S A N. Nomor : 11/PID.Sus.A/2013/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur/ Tanggal Lahir : 17 tahun / 8 Februari 1995. P U T U S A N Nomor : 11/PID.Sus.A/2013/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN Hukum merupakan sebuah instrumen yang dibentuk oleh pemerintah yang berwenang, yang berisikan aturan, larangan, dan sanksi yang bertujuan untuk mengatur

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU-LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU-LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU-LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN (Studi Kasus Kecelakaan Lanjar Sriyanto dalam Putusan Nomor 249/Pid.B/2009/PN.Kray. di Pengadilan Negeri Karanganyar)

Lebih terperinci

JURNAL PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA ANAK DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS BERAT YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

JURNAL PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA ANAK DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS BERAT YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN JURNAL PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA ANAK DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS BERAT YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN Diajukan Oleh : ARNOLDUS YANSSEN PAITON TAMIN N P M : 100510377 Program Studi : Ilmu Hukum Program

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI GRESIK NO: 262/Pid. B/2006/PN. GRESIK TENTANG KEALPAAN YANG MENYEBABKAN ORANG LAIN MATI

BAB III DESKRIPSI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI GRESIK NO: 262/Pid. B/2006/PN. GRESIK TENTANG KEALPAAN YANG MENYEBABKAN ORANG LAIN MATI BAB III DESKRIPSI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI GRESIK NO: 262/Pid. B/2006/PN. GRESIK TENTANG KEALPAAN YANG MENYEBABKAN ORANG LAIN MATI A. Kasus tentang Kealpaan yang Menyebabkan Orang Lain Mati Tindak pidana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap fasilitas-fasilitas umum dan timbulnya korban yang meninggal dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap fasilitas-fasilitas umum dan timbulnya korban yang meninggal dunia. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecelakaan lalu lintas akhir-akhir ini sangat sering terjadi dan banyak menimbulkan kerugian. Akibat dari kecelakaan lalu lintas berupa kerusakan terhadap fasilitas-fasilitas

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN Diajukan Oleh : Nama : Yohanes Pandu Asa Nugraha NPM : 8813 Prodi : Ilmu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN. BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.SKH A. Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dasar pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi

I. PENDAHULUAN. dasar pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya menjaga kelestarian hutan merupakan hal yang sangat penting dengan dasar pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan manusia, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan oleh pihak yang. dapat menjadi masyarakat yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN. yang dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan oleh pihak yang. dapat menjadi masyarakat yang lebih baik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pidana memiliki karakter khas sebagai hukum (yang berisikan) perintah. Perintah dan larangan tegas memberikan nuansa khas pada hukum pidana. Pokok soal

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PADA KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS OLEH ANAK YANG MENYEBABKAN KORBAN MENINGGAL DUNIA

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PADA KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS OLEH ANAK YANG MENYEBABKAN KORBAN MENINGGAL DUNIA JURNAL PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PADA KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS OLEH ANAK YANG MENYEBABKAN KORBAN MENINGGAL DUNIA Diajukan Oleh : PRADANA ADISAPUTRA NPM : 100510267 Program Studi : Ilmu Hukum Program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat sebagai kumpulan manusia, karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada sesudah meninggal.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya.

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Penerapan unsur-unsur tindak pidana tanpa hak memiliki menyimpan atau menguasai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari berbagai kalangan, bukan saja dalam skala nasional, tetapi juga regional bahkan global, hal

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 12/PID.A/2013/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur/ Tanggal Lahir : 16 tahun / 25 juli 1996.

P U T U S A N. Nomor : 12/PID.A/2013/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur/ Tanggal Lahir : 16 tahun / 25 juli 1996. P U T U S A N Nomor : 12/PID.A/2013/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian berkembang, salah satu yang mulai tampak menonjol ialah banyaknya kejahatankejahatan yang terjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan lalu lintas merupakan suatu masalah yang sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan lalu lintas merupakan suatu masalah yang sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan lalu lintas merupakan suatu masalah yang sering mendapat sorotan masyarakat, karena lalu lintas mempunyai peranan yang sangat strategis dalam mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 234 / PID B / 2014 / PN. BJ.

P U T U S A N Nomor : 234 / PID B / 2014 / PN. BJ. P U T U S A N Nomor : 234 / PID B / 2014 / PN. BJ. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa pada peradilan

Lebih terperinci

BAB III PENETAPAN DIVERSI DAN PUTUSAN PENGADILAN DALAM PERKARA GAGAL DIVERSI

BAB III PENETAPAN DIVERSI DAN PUTUSAN PENGADILAN DALAM PERKARA GAGAL DIVERSI BAB III PENETAPAN DIVERSI DAN PUTUSAN PENGADILAN DALAM PERKARA GAGAL DIVERSI A. Penetapan Diversi Kasus yang dihadapi oleh Anak LA ( usia 16 tahun ), Tersangka ikut serta dalam percobaan mengambil barang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1945, khususnya penjelasan tentang Sistem Pemerintahan Negara dinyatakan :

I. PENDAHULUAN. 1945, khususnya penjelasan tentang Sistem Pemerintahan Negara dinyatakan : 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum seperti yang tercantum dalam Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 Perubahan Ketiga. Menurut Penjelasan Umum UUD 1945, khususnya

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 129/PID.B/2014/PN.SBG

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 129/PID.B/2014/PN.SBG P U T U S A N NO. 129/PID.B/2014/PN.SBG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa pada peradilan tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan antar wilayah,

I. PENDAHULUAN. menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan antar wilayah, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi darat berperan sangat penting dalam mendukung pembangunan nasional serta mempunyai kontribusi terbesar dalam melayani mobilitas manusia maupun distribusi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertangggungjawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya seseorang telah melakukan tindak pidana. Asas kesalahan menyatakan dengan tegas

Lebih terperinci

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas

I. PENDAHULUAN. bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak ditinjau dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, merupakan masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pembunuhan Berencana Pembunuhan dengan rencana terlebih dahulu atau disingkat pembunuhan berencana adalah pembunuhan yang paling berat ancaman pidananya dari seluruh

Lebih terperinci

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan A. Latar Belakang Korupsi merupakan permasalahan yang dapat dikatakan sebagai sumber utama dari permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah masuk sampai

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 15/Pid. B/2013/PN.Unh.

P U T U S A N Nomor : 15/Pid. B/2013/PN.Unh. P U T U S A N Nomor : 15/Pid. B/2013/PN.Unh. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ----- Pengadilan Negeri Unaaha yang memeriksa dan mengadili perkara pidana pada peradilan tingkat pertama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

ABSTRAK ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PEMERASAAN SOPIR TRUK YANG DILAKUKAN OLEH PREMAN.

ABSTRAK ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PEMERASAAN SOPIR TRUK YANG DILAKUKAN OLEH PREMAN. ABSTRAK ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PEMERASAAN SOPIR TRUK YANG DILAKUKAN OLEH PREMAN. (Studi PutusanNomor : 370/Pid.B/2013/PN.GS) Oleh : Zakia Tiara Faragista, Firganefi, A. Irzal

Lebih terperinci