OPTIMASI PROSES PENGGORENGAN VAKUM (VACUUM FRYING) KERIPIK DAGING SAPI SKRIPSI NUR FITRI SHOFIYATUN F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OPTIMASI PROSES PENGGORENGAN VAKUM (VACUUM FRYING) KERIPIK DAGING SAPI SKRIPSI NUR FITRI SHOFIYATUN F"

Transkripsi

1 OPTIMASI PROSES PENGGORENGAN VAKUM (VACUUM FRYING) KERIPIK DAGING SAPI SKRIPSI NUR FITRI SHOFIYATUN F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 OPTIMIZATION PROCESS OF VACUUM FRYING OF BEEF CHIPS Nur Fitri Shofiyatun and I Wayan Budiastra Departement of Mechanical And Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. nurfitri.shofiyatun@yahoo.com ABSTRACT Beef is meat derived from cattle which has a high and balance nutrient amount. Beef production in Mentawai is relatively high. It usually consumed freshly by consumers, however beef is the most perishable product which has a high moisture content. Frying beef in high temperature can harmful the beef nutrition and will cause oxidation process, which can make rancidity of product. Therefore beef processing which makes beef has a long self life without nutritional damage need to be detected. One of the suitable processing is called vacuum frying. Vacuum frying will reduce the oxidation process and nutritional damage because frying is done in vacuum and lower temperatures. Processing beef chips by vacuum frying also will promote meat product diversification. The objectives of this research were to assess the affect of temperature and time of vacuum frying to quality of beef chips, determine the best temperature and frying time to produce beef chips, and determine the cost of beef chips production. The experimental design used randomized block factorial design, with three levels of temperature and frying time. Beef was fried with temperature of 80, 90 and C and frying time of 70, 80, 90 minutes. Physochemical analysis was conducted to determine the quality of beef chips. The organoleptic test using hedonic test was conducted to determine the acceptance level of beef chips by panelist. As a result, different combination of temperature and time frying increased the fat content and decreased the water content, yield and hardness. The temperature and frying time also influenced to the quality characteristic of beef chips. The best temperature and time frying to produce beef chips were 90 0 C and 70 minutes, respectively. Key words : Beef chips, vacuum frying, frying temperature, frying time

3 NUR FITRI SHOFIYATUN. F OPTIMASI PROSES PENGGORENGAN VAKUM (VACUUM FRYING) KERIPIK DAGING SAPI. Di bawah bimbingan I Wayan Budiastra RINGKASAN Daging sapi merupakan sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi relatif besar dan seimbang. Namun sampai saat ini konsumsi daging sapi di Indonesia masih rendah termasuk di Kabupaten Mentawai. Mentawai adalah salah satu Kabupaten baru di Indonesia yang mempunyai potensi peningkatan produksi daging sapi. Konsumsi daging sapi di Indonesia perlu ditingkatkan karena kandungan proteinnya yang tinggi. Protein merupakan zat yang penting bagi tubuh karena mempunyai fungsi utama yaitu zat pembangun, pengatur dan juga berfungsi sebagai bahan bakar. Produksi daging sapi menduduki peringkat pertama perkembangan produksi daging non unggas di Indonesia, dengan produksi mencapai ton di tahun 2006, meningkat dari tahun sebelumnya ton, pada 2009 meningkat menjadi ton. Daging sapi merupakan bahan yang mudah rusak (perishable). Salah satu alternatif pengolahan daging sapi agar lebih tahan lama yaitu diolah menjadi keripik melalui penggorengan. Namun penggorengan dapat merusak gizi dari daging sapi tersebut. Salah satu upaya untuk meminimalkan kerusakan gizi dan pengurangan jumlah lisin yaitu menggunakan penggorengan hampa (Vacuum Frying). Cara penggorengan dengan sistem hampa akan menghasilkan produk dengan aroma yang enak serta lebih renyah. Hal ini akan menarik minat konsumen terhadap daging sapi. Kerenyahan tersebut diperoleh karena penurunan kadar air dalam produk dilakukan secara berangsur-angsur. Kondisi vakum dapat menurunkan temperatur penggorengan sebesar C karena penurunan titik didih air, dibandingkan dengan temperatur penggorengan biasa yang relatif tinggi yaitu C. Pada penggorengan hampa, dengan penurunan tekanan maka titik didih air bahan akan turun di bawah C sehingga memungkinkan penggorengan berlangsung pada suhu kurang dari C. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu penggorengan vakum terhadap karakteristik keripik daging sapi, menentukan suhu dan waktu penggorengan yang terbaik untuk pembuatan keripik daging sapi dengan penggorengan hampa (Vacuum Frying) agar diperoleh produk keripik daging sapi yang sesuai dengan selera konsumen serta menentukan harga pokok produksi keripik daging sapi. Penelitian ini dilakukan dengan tahap pembuatan keripik daging sapi dengan penggorengan hampa (Vacuum Frying), kemudian dilakukan analisa penentuan biaya pokok usaha keripik daging sapi. Penggorengan daging sapi dilakukan pada kombinasi suhu dan waktu penggorengan yang berbeda. Faktor suhu memiliki tiga tingkatan, yaitu 80 0 C, 90 0 C dan C. Faktor waktu yang digunakan juga memiliki tiga tingkatan, yaitu 70 menit, 80 menit dan 90 menit. Pada penelitian tersebut dilakukan uji fisiokimia, uji organoleptik dan uji pembobotan. Parameter yang diukur pada uji fisiokimia adalah rendemen, kadar air, kadar lemak, kadar protein, warna dan kekerasan. Sedangkan pada uji organoleptik panelis menuliskan pendapatnya mengenai kesukaan terhadap keripik daging sapi dengan parameter rasa, kerenyahan, rasa dan aroma. Dari hasil penilaian panelis dilakukan uji pembobotan sehingga dapat ditentukan produk terbaik menurut penilaian panelis. Hasil uji fisiokimia kemudian diolah menggunakan analisis sidik ragam untuk melihat pengaruh perlakuan perlakuan yang diberikan. Apabila perlakuan yang diberikan berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan Uji Lanjut Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air, rendemen dan kekerasan menurun dengan meningkatnya suhu dan waktu penggorengan. Sedangkan kadar lemak dari keripik daging sapi meningkat seiring kenaikan suhu dan waktu penggorengan. Mutu keripik daging sapi terbaik menurut uji pembobotan adalah pada suhu 90 0 C dan waktu 90 menit. Namun perlakuan yang dianggap terbaik yaitu pada suhu 90 0 C dan waktu 70 menit berdasarkan uji statistika terhadap parameter kadar air,

4 kekerasan kadar protein dan lemak yang tidak beda nyata dengan perlakuan suhu 90 0 C dan waktu 90 menit. Analisa biaya pokok dilakukan pada kapasitas optimal penggoreng hampa (Vacuum Fryer) yaitu 8kg/proses. Dari analisa yang dilakukan diperoleh biaya pokok usaha keripik daging sapi Rp. Rp ,54 / kemasan (100 gram) dengan titik impas kg/tahun dengan harga jual Rp per kemasan. Harga jual keripik daging sapi tersebut sangat tergantung oleh harga bahan dasar keripik, yaitu daging sapi.

5 OPTIMASI PROSES PENGGORENGAN VAKUM (VACUUM FRYING) KERIPIK DAGING SAPI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh NUR FITRI SHOFIYATUN F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

6 Judul Skripsi : Optimasi Proses Daging Sapi Nama : Nur Fitri Shofiyatun NIM : F Penggorengan Vakum (Vacuum Frying) Keripik Menyetujui, Dosen Pembimbing Akademik Dr.Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr NIP Mengetahui, Ketua Departemen Teknik Mesin dan Bosistem Dr. Ir. Desrial, M.Eng NIP Tanggal Lulus :

7 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Optimasi Proses Penggorengan Vakum (Vacuum Frying) Keripik Daging Sapi adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Mei 2012 Yang membuat pernyataan Nur Fitri Shofiyatun F

8 Hak cipta milik Nur Fitri Shofiyatun, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

9 BIODATA PENULIS Nur Fitri Shofiyatun dilahirkan di Wonosobo, 2 Mei 1990 dari pasangan Salami dan Surip Chomsiatun, sebagai putri ketiga dari empat bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan dasar pada tahun 2002 di SD 5 Wonosobo, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Wonosobo pada tahun Pendidikan menengah atas penulis tamatkan tahun 2008 di SMA 1 Wonosobo, Jawa Tengah. Pada tahun 2008 penulis memilih Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian di Institut Pertanian Bogor. Penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah aktif sebagai pengurus himpunan profesi mahasiswa Himateta sebagai sekretaris divisi Public Relation (PR). Penulis juga menjadi bendahara organisasi mahasiswa daerah Wonosobo, IKAMANOS tahun Selama menjadi mahasiswa penulis juga aktif mengikuti kegiatan kepanitiaan acara-acara di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem seperti kegiatan masa perkenalan departemen, SAPA 2010 serta sebagai peserta seminar berskala nasional. Penulis melakukan Praktik Lapang (PL) pada tahun 2011 di PT Perkebunan Teh Tambi, Wonosobo dengan judul Aspek Keteknikan Pertanian Pada Produksi Teh Di PT Perkebunan Tambi Unit Perkebunan Bedakah Wonosobo. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Optimasi Proses Penggorengan Vakum (Vacuum Frying) Keripik Daging Sapi di bawah bimbingan Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr.

10 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunianya sehingga penelitian dan skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Optimasi Proses Penggorengan Vakum (Vacuum Frying) Keripik Daging Sapi dilaksanakan di Desa Sido Makmur, Kec. Sipora Utara, Kab. Kep. Mentawai serta laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian dan laboratorium Biokimia Pangan, Ilmu dan Teknologi Pangan IPB sejak bulan Desember 2011 hingga Februari Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr, selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingannya selama penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr dan Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan bimbingan. 3. Ayah, ibu serta kakak dan adik tercinta yang memberikan dorongan, motivasi dan doa kepada penulis. 4. Bapak Deva Primadia, Bapak Chepy, Bapak Panca, Bapak Wiko Umar Dani beserta pegawai Disperindakop Kab. Kep. Mentawai, keluarga Bapak Khusni, Bapak Anang Lastriyanto, Bapak Sulyaden selaku teknisi Lab. TPPHP dan Bapak Wahid atas bantuannya selama penelitian. 5. Bareth Juanda atas semangat, waktu dan bantuanya. 6. Teman-teman satu bimbingan Nufzatussalimah dan Dea Permatasari. 7. Hanik, Aci, Umi, NH dan warga Perwira100, Panji atas slidenya dan warga Pondok Kuning lainnya Edo dan Jefry atas tempat singgahnya serta teman seperjuangan Magenta45 atas bantuan, semangat dan dorongannya kepada penulis. 8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan telah banyak membantu penulis selama menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih ada kekurangan, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan laporan ini. Semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Bogor, Mei 2012 Penulis iii

11 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN... 3 C. RUANG LINGKUP... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. KARAKTERISTIK DAGING SAPI... 4 B. PROSES PENGGORENGAN... 6 C. MINYAK GORENG... 9 D. ANATOMI MAKANAN GORENG E. MESIN PENGGORENG VAKUM F. PENELITIAN TENTANG PENERAPAN VACUUM FRYING DALAM PEMBUATAN KERIPIK III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN B. BAHAN DAN ALAT C. PROSEDUR PENELITIAN D. RANCANGAN PERCOBAAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGGORENGAN HAMPA TERHADAP MUTU DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK DAGING SAPI B. PERHITUNGAN BIAYA POKOK... 41` V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iv

12 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Produksi daging nasional tahun Tabel 2. Produksi daging Sumatera Barat tahun Tabel 3. Produksi daging sapi Kabupaten Mentawai Tabel 4. Kandungan asam amino daging sapi... 2 Tabel 5. Komposisi kimiawi daging sapi Tabel 6. Spesifikasi alat mesin penggorengan hampa Tabel 7. Uji lanjut DMRT terhadap nilai rendemen Tabel 8. Uji lanjut DMRT terhadap kadar air Tabel 9. Uji lanjut DMRT terhadap kekerasan Tabel 10. Uji lanjut DMRT terhadap nilai kecerahan (L) Tabel 11. Uji lanjut DMRT terhadap nilai b Tabel 12. Uji lanjut DMRT terhadap kadar protein Tabel 13. Uji lanjut DMRT terhadap kadar lemak Tabel 14. Uji pembobotan hasil organoleptik Tabel 15. Rekapitulasi data hasil pengujian keripik daging sapi Tabel 16. Biaya investasi usaha keripik daging sapi Tabel 17. Analisis biaya penyusustan keripik daging sapi Tabel 18. Analisis bunga modal keripik daging sapi Tabel 19. Analisis biaya kebutuhan gas Tabel 20. Analisis biaya listrik untuk kapasitas 8 kg/proses Tabel 21. Analisis biaya tidak tetap untuk kapasitas produksi 8 kg/proses Tabel 22. Analisis biaya pokok dan keuntungan keripik daging sapi v

13 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Daging sapi Gambar 2. Proses penggorengan secara deep-fat frying (Robertson, 1967) Gambar 3. Skema penggorengan deep frying pada tekanan atmosfer Gambar 4. Penampang melintang makanan goreng (Robertson 1967) Gambar 5. Mesin Vacuum Frying Gambar 6. Bagan skema sistem mesin penggoreng hampa sistem jet air Gambar 7. Konstruksi kondensor Gambar 8. Skema penggorengan vacuum frying Gambar 9. Diagram fase H Gambar 10. Mesin Vacuum Frying Anang Lasrtriyanto Gambar 11. Spinner Gambar 12. Diagram alir proses penelitian Gambar 13. Irisan daging sapi Gambar 14. Proses penggorengan keripik Gambar 15. Proses pengatusan minyak Gambar 16. Proses pengemasan keripik Gambar 17. Pengukuran kadar air menggunakan oven Gambar 18. Pengukuran kekerasan menggunakan Rheo Meter CR Gambar 19. Perangkat Souxclet Gambar 20. Distilator micro Kjeldahl Gambar 21. Chroma Meter CR Gambar 22. Hasil produk keripik daging sapi dalam berbagai tingkatan suhu dan waktu penggorengan Gambar 23. Grafik rendemen keripik daging sapi Gambar 24. Grafik kadar air keripik daging sapi Gambar 25. Grafik kekerasan keripik daging sapi Gambar 26. Grafik kecerahan (L) keripik daging Gambar 27. Grafik nilai a keripik daging Gambar 28. Grafik nilai b keripik daging Gambar 29. Grafik kadar protein keripik daging Gambar 30. Grafik kadar lemak keripik daging Gambar 31. Grafik nilai warna pengujian organoleptik Gambar 32. Grafik hubungan warna organoleptik dan kecerahan Gambar 33. Grafik nilai rasa pengujian organoleptik Gambar 34. Grafik hubungan rasa organoleptik dan kadar lemak Gambar 35. Grafik nilai kerenyakan pengujian organoleptik Gambar 36. Grafik hubungan rasa organoleptik dan kekerasan Gambar 37. Grafik nilai aroma pengujian organoleptik Gambar 38. Grafik hubungan aroma organoleptik dan lemak Gambar 39. Grafik nilai kepentingan keripik daging sapi vi

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Formulir uji organoleptik keripik daging sapi Lampiran 2. Kuisioner tingkat kepentingan keripik Lampiran 3a. Data organoleptik terhadap rasa keripik daging sapi Lampiran 3b. Data organoleptik terhadap kerenyahan keripik daging sapi Lampiran 3c. Data organoleptik terhadap aroma keripik daging sapi Lampiran 3d. Data organoleptik terhadap warna keripik daging sapi Lampiran 4. Hasil uji tingkat kepentingan keripik Lampiran 5a. Lampiran 5b. Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan hampa terhadap rendemen keripik daging sapi DMRT perlakuan suhu penggorengan hampa terhadap rendemen keripik daging sapi Lampiran 5c. DMRT perlakuan waktu penggorengan hampa terhadap rendemen keripik daging sapi Lampiran 5d. Lampiran 6a. Lampiran 6b. DMRT interaksi perlakuan suhu dan waktu penggorengan hampa terhadap rendemen keripik daging sapi Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan hampa terhadap kadar air keripik daging sapi DMRT perlakuan suhu penggorengan hampa terhadap kadar air keripik daging sapi Lampiran 6c. DMRT perlakuan waktu penggorengan hampa terhadap kadar air keripik daging sapi Lampiran 6d. Lampiran 7a. Lampiran 7b. Lampiran 8a. Lampiran 8b. DMRT interaksi perlakuan suhu dan waktu penggorengan hampa terhadap kadar air keripik daging sapi Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan hampa terhadap kekerasan keripik daging sapi DMRT perlakuan suhu penggorengan hampa terhadap kekerasan keripik daging sapi Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan hampa terhadap kecerahan (L) keripik daging sapi DMRT perlakuan suhu penggorengan hampa terhadap kecerahan (L) keripik daging sapi Lampiran 8c. DMRT interaksi perlakuan suhu dan waktu penggorengan hampa terhadap kecerahan (L) keripik daging sapi Lampiran 9. Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan hampa terhadap nilai a keripik daging sapi vii

15 Lampiran 10a. Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan hampa terhadap nilai b keripik daging sapi Lampiran 10b. DMRT perlakuan suhu penggorengan hampa terhadap nilai b keripik daging sapi Lampiran 10c. DMRT interaksi perlakuan suhu dan waktu penggorengan hampa terhadap nilai b keripik daging sapi Lampiran 11a. Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan hampa terhadap kadar protein keripik daging sapi Lampiran 11b. DMRT perlakuan suhu penggorengan hampa terhadap kadar protein keripik daging sapi Lampiran 11c. DMRT interaksi perlakuan suhu dan waktu penggorengan hampa terhadap kadar protei keripik daging sapi Lampiran 12a. Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan hampa terhadap kadar lemak keripik daging sapi Lampiran 12b. DMRT perlakuan suhu penggorengan hampa terhadap kadar lemak keripik daging sapi viii

16 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging sapi merupakan sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi relatif besar dan seimbang. Namun sampai saat ini konsumsi daging sapi Indonesia masih rendah dibandingkan negaranegara berkembang lainnya. Produksi daging sapi menduduki peringkat pertama perkembangan produksi daging non unggas di Indonesia, dengan produksi mencapai ton di tahun 2006, meningkat dari tahun sebelumnya ton. Pada 2009 meningkat menjadi ton. Jumlah produksi daging nasional dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel1. Produksi daging nasional tahun Daging (000ton) Sapi Kuda Kerbau Kambing Domba Babi Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian Republik Indonesia, Mentawai adalah Kabupaten baru di Sumatera Barat yang memiliki produksi daging sapi kg (2009) dari pemotongan 140 ekor sapi dan masih mempunyai potensi peningkatan produksi daging sapi dengan populasi sapi sebanyak 2115 ekor. Sebagai contoh jumlah daging sapi di Sumatera Barat merupakan 10 provinsi utama produsen daging sapi di Indonesia (Departemen Pertanian, 2008). Hasil produksi daging sapi dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2. Produksi daging Sumatera Barat tahun Daging (ton) Sapi Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian Republik Indonesia, Ko Tabel 3. Produksi daging sapi Kabupaten Mentawai Tahun Daging Sapi (kg) Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat2011 1

17 Daging sapi di Kabupaten Mentawai pada umumnya masih dikonsumsi secara segar atau dimasak biasa padahal daging sapi merupakan bahan yang mudah rusak (perishable). Daging pada umumnya diolah dengan cara dimasak, digoreng, dipanggang, diasap serta diolah menjadi produk lain yang lebih menarik seperti sosis, dendeng bakso dan abon. Cara pengolahan lain yang bisa dikembangkan adalah dengan pembuatan keripik daging sapi. Pengolahan daging sapi agar lebih tahan lama yaitu diolah menjadi keripik melalui penggorengan. Namun penggorengan dapat merusak gizi dari daging sapi tersebut. Daging merupakan sumber utama untuk mendapatkan asam amino esensial. Daging sapi yang dipanaskan pada suhu 70 0 C akan mengalami pengurangan jumlah lisin menjadi 90%. Sedangkan pemanasan pada suhu C akan menurunkan jumlah lisin hingga 50%, pengasapan dan penggaraman sedikit mengurangi kadar asam amino (Lawrie, 2003). Salah satu upaya untuk meminimalkan kerusakan gizi dan pengurangan vakum. Menurut Winarno (1973), lisin merupakan asam amino esensial yaitu asam amino yang tidak dapat disintesa di dalam tubuh manusia. Tabel 4. Kandungan asam amino pada daging sapi Asam amino esensial Sapi (%) Babi (%) Isoleusin Leusin Lisin Metionin Sistin Fenilalanin Treonin Triptofan Arginin Histidin Sumber : Schweigert dan Payne dalam Lawrie, 2003 Penggorengan dengan sistem hampa adalah menggoreng bahan makanan dengan minyak dibawah satu atmosfir. Cara penggorengan dengan sistem hampa akan menghasilkan produk dengan aroma yang enak serta lebih renyah. Hal ini akan menarik minat konsumen terhadap daging sapi. Kerenyahan tersebut diperoleh karena penurunan kadar air dalam produk dilakukan secara berangsurangsur. Pada penggorengan hampa, dengan penurunan tekanan maka titik didih air bahan akan turun di bawah C (Muchtadi, 2008), sehingga memungkinkan penggorengan berlangsung pada suhu kurang dari C. Pada penelitian ini dilakukan penggorengan daging sapi yang berada di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat untuk menambah minat konsumen terhadap daging sapi dan juga untuk membuat daging sapi menjadi lebih awet, meminimalisasi berkurangnya kandungan gizi serta menghasilkan tekstur, rasa dan aroma keripik yang lebih baik dari pada penggorengan biasa. Pemilihan penggorengan hampa ini juga bertujuan agar kandungan-kandungan asam amino pada daging tidak rusak oleh pemanasan. 2

18 B. Tujuan 1. Mengetahui pengaruh suhu dan waktu penggorengan vakum terhadap karakteristik mutu keripik daging sapi 2. Menentukan suhu dan waktu penggorengan yang terbaik untuk pembuatan keripik daging sapi. 3. Menentukan harga pokok produksi keripik daging sapi. C. Ruang Lingkup Penelitian ini dibatasi pada pengamatan suhu dan lama penggorengan yang sesuai untuk keripik daging sapi berdasarkan uji organoleptik dan analisis mutu fisik dan kimia. Data yang dihasilkan dari uji fisiokimia dianalisis menggunakan analisis sidik ragam untuk melihat pengaruh perlakuan yang diberikan. Perlakuan yang menunjukkan beda nyata akan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan atau DMRT (Duncan Multiple Range Test). 3

19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik Daging Sapi Daging adalah daging hewan yang digunakan sebagai makanan (Lawrie, 2003). Menurut Soeparno (2005) daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Menurut Soeparno (2005) otot merupakan komponen utama penyusun daging, otot hewan berubah menjadi daging setelah pemotongan karena fungsi fisiologisnya telah terhenti. Faktor yang mempengaruhi kondisi ternak sebelum pemotongan akan mempengaruhi tingkat konversi otot menjadi daging dan juga kualitas daging yang dihasilkan. Daging yang banyak dikonsumsi di Indonesia adalah daging sapi (Gambar 1), daging domba muda, dewasa atau tua, sedang daging unggas yang paling banyak dikonsumsi adalah daging ayam (Soeparno 2005). Gambar 1. Daging sapi Bangsa sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Menurut Blakely dan Bade, (1994) bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Mamalia Sub class : Theria Infra class : Eutheria Ordo : Artiodactyla Sub ordo : Ruminantia Infra ordo : Pecora Famili : Bovidae Genus : Bos (cattle) Group : Taurinae Spesies : Bos taurus (sapi Eropa) Bos indicus (sapi India/sapi zebu) Bos sondaicus (banteng/sapi Bali) 4

20 Daging tersusun dari jaringan ikat, epitelial, jaringan-jaringan saraf, pembuluh darah dan lemak. Jumlah jaringan ikat berbeda diantara otot, jaringan ikat berhubungan dengan kealotan daging. Otot skeletal merupakan sumber utama jaringan otot daging. Otot skeletal mengandung sekitar 75 % air dengan kisaran 68-80%, protein sekitar 19%, substansi-substansi non protein yang larut 3.5 % serta lemak sekitar 2.5 % (Forrest et al dan Lawrie 1979 dalam Soeparno 2005). Sedangkan menurut Winarno (1997) dan Burhan (2003) komponen terbesar dari daging adalah air (65-80%) kemudian protein yang merupakan komponen terbesar dari berat kering (16-22%), lemak (1.3-13%), karbohidrat ( %) dan mineral (1%). Kandungan gizi daging sapi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Komposisi kimiawi daging sapi Kandungan Kandungan Air (%) 60 Protein (%) 17.5 Lemak (%) 22 Ca (mg/100 gram) 11 P (mg/100 gram) 17.1 Fe (mg/100 gram) 2.8 Vitamin A (SI) 30.0 Vitamin B (mg/g) 0.08 Sumber : Muctadi, 2007 Protein yang ada dalam urat daging secara umum dapat dibagi menjadi sarkoplasma (larut dalam air dan garam encer, miofibril (larut dalam larutan garam pekat) dan protein yang tidak larut dalam larutan garam pekat. Menurut Winarno (1999), lemak sapi separonya terdiri dari monounsaturated atau lemak tak jenuh tunggal tetapi sisa seluruhnya terdiri atas lemak jenuh sehingga bersifat kurang baik. Menurut Natasasmita (1987), daging sapi berwarna cerah dan merah ceri atau merah muda kecoklatan pada karkas sapi muda. Perubahan warna terjadi karena terjadinya perubahan status ion besi dalam pigmen daging (myoglobin). Jika terjadi oksidasi maka ion ferro akan berubah menjadi ion ferri dan warna daging akan menjadi coklat karena terbentuk metmyoglobin. Dalam keadaan oksigen berlebih (daging dibiarkan terbuka), maka terjadi oksigenasi dan warna daging menjadi merah cerah karena terbentuk oksimyoglobin. Menurut Winarno (1973) myoglobin yang memberikan warna merah pada daging. Soeparno (1997) menyebutkan warna normal daging segar dengan adanya oksigen adalah merah terang, karena oksimioglobin mendominasi permukaan daging. Menurut Taylor (1984) dalam Maheswari (2006), pigmen yang memberikan warna pada daging adalah struktur hem. Hem ini berkombinasi dengan protein membentuk hemoglobin dan mioglobin. Munculnya warna merah cerah pada daging disebabkan oleh adanya ikatan oksigen pada atom besi (Fe2+) pada struktur molekul mioglobin. Daging merupakan sumber utama untuk mendapatkan asam amino esensial. Asam amino esensial terpenting di dalam otot segar adalah alanin, glisin, asam glutamat, dan histidin. Daging sapi mengandung asam aminomleusin, lisin, dan valin yang lebih tinggi daripada daging babi atau domba. Pemanasan dapat mempengaruhi kandungan protein daging. Daging sapi yang dipanaskan pada suhu 70 0 C akan mengalami pengurangan jumlah lisin menjadi 90%, sedangkan 5

21 pemanasan pada suhu C akan menurunkan jumlah lisin hingga 50%, pengasapan dan penggaraman sedikit mengurangi kadar asam amino (Lawrie 2003). Penyimpanan daging pada temperatur dingin diperlukan untuk mengruangi kontaminasi atau mengendalikan kerusakan dan perkembangan organisme. Keruskan daging dapat diperkecil dengan cara penyimpanan dalam bentuk belum dipotong-potong. Menurut Soeparno (1997) pembekuan tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap sifat kualitatif maupun organoleptik termasuk warna, flavor dan kadar jus daging setelah pemasakan. Penyimpanan beku pada temperatur di bawah C akan sangat menurunkan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme putrefaktif dan pembusuk (Forrest et al dan Bratzler et al dalam Soeparno 2005). Keuntungan dari temperatur di bawah titik beku dalam memperpanjang waktu simpan dari daging cenderung diimbangi dengan eksudasi cairan (drip) pada proses pelelehan (thawing). Protein, peptida, asam amino, asam laktat purin, vitamin B kompleks dan berbagai garam adalah diantara zat-zat yang menyusun cairan lelehan (drip fluid) (Lawrie 2003). Kehilangan nutrien daging beku terjadi selama penyegaran kembali, yaitu adanya nutrien yang larut dalam air dan hilang bersama cairan daging yang keuar (eksudasi cairan) yang lazim disebut drip(soeparno 1997). Penyegaran kembali daging beku dapat dilakukan dengan cara atau perantaraan udara dingin, air hangat, air pada temperatur kamar, pemanasan/ pemasakan langsung tanpa penyegaran dan udara terbuka. Daging beku yang sudah segar kembali dapat dibekukan kembali, tetapi harus memperhatikan temperatur daging dan lamanya daging beku pada kondisi segar. B. Proses Penggorengan Proses menggoreng adalah salah satu cara memasak bahan makanan mentah (raw food) menjadi makanan matang menggunakan minyak goreng ( Sartika, 2009). Sedangkan menurut Muchtadi (2008) penggorengan adalah suatu proses pemanasan bahan pangan menggunakan medium minyak goreng sebagai penghantar panas. Minyak berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan (Ketaren, 1986 ). Sedangkan menggoreng hampa adalah menggoreng berbagai macam produk dengan kondisi hampa udara. Pada umumnya proses penggorengan dibedakan menjadi dua macam yaitu pan frying dan deep frying. Ciri dari pan frying adalah bahan pangan yang digoreng tidak sampai terendam di dalam minyak, sedangkan pada sistem deep frying dibutuhkan banyak minyak karena bahan pangan yang digoreng harus terendam seluruhnya. Deep fat frying didefinisikan sebagai proses dimana makanan dimasak dengan cara direndam dalam minyak nabati atau lemak dipanaskan di atas titik didih air. Proses ini dilakukan secara tradisional dalam kondisi atmosfer dan suhu penggorengan biasanya mendekati C (Dobraszczyk, Ainsworth, Ibanoglu, & Bouchon, 2006 dalam Mariscal M 2008). Menurut Djatmiko (1985) penggorengan adalah proses untuk mempersiapkan makanan dengan jalan memanaskan makanan dalam ketel yang berisi minyak. Selama proses penggorengan minyak akan mengalami pemanasan pada suhu tinggi. Pemanasan akan mengakibatkan terjadinya perubahanperubahan alam sifat fisiko kimia minyak sehingga akan berpengaruh terhadap mutu bahan makanan yang digoreng. Prinsip penggorengan menurut Robertson (1967) dalam Djatmiko (1985) dapat dilihat pada Gambar 2. Di sini yang menjadi input dari ketel penggorengan adalah minyak, bahan makanan yang digoreng dan panas, sedangkan yang menjadi output adalah makan yang telah digoreng, uap panas, minyak by-products berminyak dan potongan-potongan bahan makanan yang dapat disaring. 6

22 Steam Steam-entrained Fat and Fatty by-products Prepared Raw Food Finished Fried Food Fraying Fat Heat Filtered Crumbs Gambar 2. Proses penggorengan secara deep-fat frying (Robertson, 1967) Selama penggorengan bahan pangan dapat terjadi perubahan-perubahan fisikokimiawi baik pada bahan pangan yang digoreng, maupun minyak gorengnya. Apabila suhu penggorengannya lebih tinggi dari suhu normal ( o C) maka akan menyebabkan degradasi minyak goreng berlangsung dengan cepat (antara lain titik asap menurun). Titik asap minyak goreng tergantung pada kadar gliserol bebas. Titik asap adalah saat terbentuknya akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Penggorengan dengan suhu tinggi sehingga makanan menjadi sangat matang memicu terjadinya reaksi browning (pencoklatan) dan akhirnya muncul senyawa amina-amina heterosiklis penyebab kanker. Selain itu penggorengan juga mengakibatkan penurunan kandungan zat-zat gizi karena rusak. Kesalahan teknik menggoreng juga bisa berdampak buruk lainnya. Apabila minyak belum siap untuk menggoreng, kadang-kadang bahan makanan akan menyerap minyak lebih banyak. Penting diketahui bahwa meski sebagian zat gizi akan rusak selama penggorengan, makanan yang digoreng rasanya lebih gurih dan mengandung kalori lebih banyak. Cita rasa makanan gorengan ini sering lebih enak dibandingkan dengan makanan rebusan. Faktor faktor yang harus diperhatikan dalam penggorengan adalah ketel penggorengan dan minyak goreng. Syarat ketel penggorengan ialah maempunyai konstruksi yang baik, coeficient of oil renewal besar, peralatan ketel harus terbuat dari metal yang tahan oksidasi dan ketel harus sering dibersihkan. Sedangkan minyak yang dipakai harus baik mutunya dimana kandungan asam lemak bebasnya rendah, ketidak jenuhannya tinggi, smoke point tinggi dan titik cair rendah. Dalam proses penggorengan suhu tidak boleh terlalu tinggi, kontak minyak dengan udara harus kecil dan minyak harus sering dibersihkan dari kotoran-kotoran. Minyak yang telah dipakai dapat dimurnikan kembali, akan tetapi kemurniannya tidak akan seperti semula. Pemakaian minyak ini harus dicampur dengan minyak segar (Djatmiko 1985). Menurut Muchtadi (2008), Pada penggorengan deep frying (Gambar 3) saat bahan makanan dimasukkan ke dalam minyak suhu permukaan bahan akan segera meningkat dan air menguap, permukaan bahan pangan akan mengering, terjadi penguapan lebih lanjut dan berbentuk kerak (crust). Suhu permukaan bahan akan meningkat hingga suhu minyak panas, sedangkan suhu bagian dalam bahan pangan akan meningkat secara perlahan hingga suhu C. Suhu proses penggorengan pada tekanan atmosfer terjadi pada suhu titik didih minyak sekitar C C. Pada saat bahan pangan digoreng, akan terjadi pindah panas dari sumber panas penggoreng ke bahan pangan, melalui media pindah panas minyak goreng. Akibat proses pemanasan tersebut, bahan pangan akan melepaskan uap air yang dikandungnya. Permukaan bahan pangan memiliki struktur yang porous, yang memiliki kapiler-kapiler dengan berbagai ukuran. Selama penggorengan, air dan uap air akan dikeluarkan melalui kapiler-kapiler yang lebih besar dahulu, dan digantikan oleh minyak panas. Uap air yang 7

23 keluar dari bahan pangan pada saat penggorengan akan dilepaskan ke udara bebas. Penguapan air menyebabkan kadar air pada permukaan bahan pangan yang digoreng menjadi rendah, yang menyebabkan tekstur yang renyah. Minyak juga akan melepaskan hasil degradasi minyak yang bersifat volatil ke udara. Bahan pangan sendiri akan melepaskan remah-remah hasil penggorengan ke dalam minyak, demikian juga berbagai komponen yang terlarut minyak akan berada pada minyak goreng. Suhu tinggi akan menyebabkan waktu penggorengan lebih singkat. Namun suhu tinggi juga dapat mempercepat terjadinya kerusakan minyak akibat pembentukan asam lemak bebas, yang mengakibatkan perubahan kekentalan, flavor, dan warna minyak goreng. Pemanasan yang berlebihan pada bahan pangan mengakibatkan minyak lebih banyak terperangkap dalam produk gorengan. Produk yang diibginkan memiliki kerak yang kering dengan bagian dalam basah, harus digoreng pada suhu tinggi. Terbentuknya kerak pada permukaan bahan pangan akan menghambat laju pindah panas ke bagian dalam bahan pangan. Pemanasan pada tekanan atmosfer memungkinkan terjadinya kontak antara minyak goreng dengan udara yang memungkinkan terjadinya oksidasi pada minyak. Uap air, hasil degradasi minyak Minyak Bahan yang digoreng Remah, komponen terlarut Panas Gambar 3. Skema penggorengan deep frying pada tekanan atmosfer Menurut Muchtadi (2008) berdasarkan kondisi prosesnya, penggorengan juga dapat dilakukan pada kondisi tekanan atmosferik, bertekanan lebih tingggi dari tekanan atmosfer, dan pada kondisi vakum. Penggorengan pada kondisi tekanan atmosfer terjadi pada penggorengan konvensional dimana proses penggorengan dilakukan secara terbuka pada tekanan normal atmosfer. Suhu proses penggorengan pada tekanan atmosfer terjadi pada suhu titik didih minyak yaitu sekitar C. Uap air yang keluar dari bahan pangan akan dilepaskan ke udara bebas. Proses penggorengan pada kondisi bertekanan, dilakukan pada tekanan yang lebih tinggi dari tekanan atmosfer. Untuk keperluan tersebut dibutuhkan peralatan penggorengan khusus dengan sistem tertutup yang mampu menahan tekanan tinggi. Wajan penggorengan berupa wadah tertutup yang diberi tekanan tinggi yang akan mengakibatkan proses penggorengan terjadi pada suhu yang juga lebih tinggi. Proses penggorengan pada kondisi vakum adalah proses yang terjadi pada tekanan lebih rendah dari tekanan atmosfer, hingga tekanan lebih kecil dari 0 atau kondisi hampa udara. Proses penggorengan pada tekanan yang lebih rendah akan menyebabkan titik didih minyak goreng juga lebih rendah, misalnya dapat mencapai 90 0 C. Proses penggorengan yang terjadi pada suhu yang rendah ini menyebabkan proses ini sangat sesuai digunakan untuk menggoreng bahan pangan yang tidak tahan suhu tinggi. Bahan pangan 8

24 seperti sayuran dan buah segar, apabila digoreng pada tekanan atmosfer akan segera mengalami kecoklatan dan gosong, teksturnya juga lembek dan liat karena tidak banyak melepaskan air yang dikandungnya. Sedangkan bila digoreng dengan kondisi vakum, suhu penggorengan akan lebih rendah sehingga dapat dihasilkan warna hasil gorengan yang baik, serta tekstur yang renyah. C. Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang telah mengalami proses pemurnian yang meliputi degumming, netralisasi, pemucatan dan deodorisasi. Secara umum komponen utama minyak yang sangat menentukan mutu minyak adalah asam lemaknya karena asam lemak menentukan sifat kimia dan stabilitas minyak (Djatmiko 1974). Menurut Winarno (1999), minyak makan yang sering disebut sebagai minyak goreng merupakan wahana bagi berbagai vitamin yang larut dalam minyak yaitu A, D, E dan K serta membantu proses penyerapan dan mobilisasi vitamin tersebut di dalam tubuh. Jenis produk minyak atau lemak dapat berasal dari nabati dan hewani. Contoh minyak nabati adalah minyak jagung, minyak kedelai, minyak kacang tanah, minyak kelapa dan minyak kelapa sawit (Winarno 1999). Contoh minyak hewani adalah mentega, minyak samin, lemak sapi (tallow) dan minyak babi (lard). Sedangkan menurut Djatmiko (1985) jenis minyak yang dipergunakan untuk menggoreng umumnya adalah minyak nabati. Menurut (Swern 1964 dalam Djatmiko 1985) minyak nabati yang dipergunakan untuk menggoreng biasanya mengandung banyak asam lemak tidak jenuh, yaiu asam oleat dan linoleat. Minyak yang tergolong dalam oleic-linoleicacid ialah minyak jagung, minyak kacang tanah, minyak wijen, minyak bunga matahari, minyak sawit, cotton seed oil dan safflower oil. Kandungan asam lemak tidak jenuh dalam minyak tersebut ialah sekitar 80%. Secara umum terdapat tiga jenis asam lemak yaitu asam lemak jenuh, tak jenuh tunggal (monounsaturated) dan tak jenuh jamak (polyunsaturated). Lemak jenuh memiliki asam lemak jenuh tinggi, lemak monounsaturated tergolong netral sedangkan lemak tak jenuh jamak adalah lemak yang baik bagi tubuh diantaranya adalah asam linoleat dan linolenat. Minyak yang banyak dipakai di Indonesia untuk menggoreng makanan ialah minyak kelapa (Djatmiko1985). Minyak kelapa mengandung 40-50% asam laurat, asam lemak tidak jenuh di dalam minyak kelapa yaitu asam oleat, linoleat dan palmitoleat hanya sekitar 8% (Swern 1964 dalam Djatmiko 1985). Menurut Winarno (1999), minyak kelapa adalah minyak yang diperoleh dari kopra (daging kelapa yang dikeringkan sampai kadar air sekitar 2.5%-6%). Minyak kelapa mempunyai karakteristik bau yang spesifik, warna putih jernih atau kekuningan berbentuk cair pada suhu C dan mempunyai titik leleh C. Minyak kelapa tahan terhadap oksidasi dan ketengikan serta mempunyai sifat kilau yang tinggi. Minyak nabati lain yang sering digunakan di Indonesia adalah minyak sawit. Minyak sawit berasal dari daging buah kelapa sawit bagian mesocarp. Winarno (1999) juga menjelaskan minyak sawit mempunyai titik leleh C, mengandung asam lemak dominan yaitu asam palmitat ( lemak jenuh) 50.46% dan asam oleat (lemak tak jenuh) sebesar 40.35%. 9

25 D. Anatomi Makanan Goreng Penyerapan minyak oleh makanan dapat diketahui dari anatomi makanan tersebut. Menurut Robertson (1967 ) dalam Djatmiko (1985) makanan goreng umumnya mempunyai struktur yang sama, yaitu terdiri dari inner zone (core), outer zone (crust) dan outer zone surface. Penampang melintang makanan goreng dapat dilihat pada Gambar 4. Inner zone (core) Outer zone surface Outer zone (crust) Gambar 4. Penampang melintang makanan goreng (Robertson 1967) Outer zone surface adalah bagian paling luar dari makanan goreng yang berwarna coklat kekuning-kuningan. Warna coklat merupakan hasil reaksi kimia yang disebut Browning reaction atau Maillard reaction. Warna bagian ini dipengaruhi oleh komposisi bahan makanan, suhu dan lama penggorengan. Pengaruh lemak terhadap warna hasil tidak begitu besar. Outer zone atau crust adalah bagian luar makanan goreng yang merupakan hasil dehidrasi pada waktu penggorengan. Kadar air crust yang merupakan hasil penguapan air akan diisi oleh minyak. Jumlah minyak yang diserap oleh crust tergantung pada perbandingan crust dan core. Makin tebal crust, makin banyak jumlah minyak yang diserapnya. Bagian makanan goreng yang disebut inner zone (core) adalah bagian makanan yang masih mengandung air. Pada makanan yang tipis bagian core hampir tidak ada, yang ada hanya bagian crust saja. Oleh karena itu makanan goreng yang tipis mempunyai daya serap minyak yang lebih besar daripada makanan goreng yang tebal. Fungsi dari minyak yang diserap makanan ialah untuk mengempukkan crust dan membasahi makanan goreng tersebut. 10

26 E. Mesin Penggoreng Vakum. Menurut Lastriyanto (2006), penggorengan hampa dilakukan dalam ruang tertutup dengan kondisi tekanan rendah sekitar 70 cmhg. Dengan penurunan tekanan maka suhu penggorengan bisa dilakukan relatif lebih rendah dibandingkan suhu penggorengan dengan tekanan atmosfir. Prinsip utama cara kerja alat ini adalah melakukan penggorengan pada kondisi vakum, 7.52 cmhg-7.6 cmhg.. Kondisi vakum ini dapat menyebabkan penurunan titik didih minyak dari 110º C 200º C menjadi 80º C 100º C sehingga dapat mencegah terjadinya perubahan rasa, aroma, dan warna bahan seperti mangga dan buah lainnya. Menurut Muchtadi (2008) Proses penggorengan pada kondisi vakum adalah proses yang terjadi pada tekanan lebih rendah dari tekanan atmosfer, hingga tekanan lebih kecil dari 0 atau kondisi hampa udara. Proses penggorengan pada tekanan yang lebih rendah akan menyebabkan titik didih minyak goreng juga lebih rendah, misalnya dapat mencapai 90 0 C. Proses penggorengan yang terjadi pada suhu yang rendah ini menyebabkan proses ini sangat sesuai digunakan untuk menggoreng bahan pangan yang tidak tahan suhu tinggi. Gambar 5. Mesin Vacuum Frying Deskripsi Mesin Penggoreng Vakum 1. Pompa vakum water jet, berfungsi untuk menghisap udara di dalam ruang penggoreng sehingga tekanan menjadi rendah, serta untuk menghisap uap air bahan. 2. Tabung Penggoreng, berfungsi untuk mengkondisikan bahan sesuai tekanan yang diinginkan. Di dalam tabung dilengkapi keranjang buah setengah lingkaran. 3. Kondensor, berfungsi untuk mengembunkan uap air yang dikeluarkan selama penggorengan. Kondensor ini menggunakan air sebagai pendingin. 4. Unit Pemanas, menggunakan kompor gas LPG. 5. Unit Pengendali Operasi (Boks Kontrol), berfungsi untuk mengaktifkan alat vakum dan unit pemanas. 6. Bagian Pengaduk Penggorengan, berfungsi untuk mengaduk buah yang berada dalam tabung penggorengan. Bagian ini perlu sil yang kuat untuk menjaga kevakuman tabung. 7. Mesin pengering (spinner), berfungsi untuk meniriskan kripik. 11

27 Gambar 6. Bagan skema sistem mesin penggoreng hampa sistem jet air 1. Sumber pemanas 6. Pengukur vakum 11. Pompa sirkulasi 2. Tabung penggoreng 7. Keranjang Penampung bahan 12. Saluran air pendingin 3. Tuas pengaduk 8. Kondensor 13. Bak air sirkulasi 4. Pengendali suhu 9. Saluran hisap uap air 14. Kerangka 5. Penampung kondensat 10. Water Jet Vacuum fryer desain Anang Lastriyanto ini merupakan tipe horizontal yang bekerja dengan prinsip Bernoulli. Semburan air dari pompa yang dilalui pipa menghasilkan efek venturi atau sedotan (vacuum). Dengan menggunakan 7 atau 8 nosel, pipa khusus menghisap udara hingga tekanan di dalam tabung penggorengan turun hingga 10 kpa (7.52 cmhg) sehingga dengan tekanan tersebut titik didih air akan turun menjadi C. Uap air yang terjadi sewaktu proses penggorengan disedot oleh pompa vakum. Air di dalam tabung penggoreng selanjutnya didinginkan di kondensor (Gambar 7) dengan sirkulasi air pendingin. Setelah melalui kondensor, uap air mengembun dan kondensat yang terjadi dapat dikeluarkan. Setelah dingin, air dimasukkan ke dalam bak air sedangkan uap air yang telah mengalami kondensasi ditampung di penampung kondensat. Sirkulasi air pendingin pada kondensor dihidupkan sewaktu proses penggorengan.skema penggorengan vakum dapat dilihat pada Gambar 8. Air pendingin keluar Uap air panas dari ruang penggoreng Uap air dingin Air pendingin masuk Gambar 7. Konstruksi kondensor 12

28 Uap air, hasil degradasi minyak Minyak Bahan yang digoreng Remah, komponen terlarut Panas Gambar 8. Skema penggorengan vacuum frying Penggorengan menggunakan vacuum frying menggunakan sistem deep frying atau bahan pangan tercelup dalam minyak goreng. Namun, kelebihan dari penggorengan hampa udara tersebut adalah pada tekanan yang rendah titik didik air menjadi rendah. Sehingga kandungan air dalam bahan lebih cepat menguap dari pada pada penggorengan deep frying pada tekanan atmosfir. Prinsip kerja penggorengan vakum yaitu dengan menghisap kadar air dalam bahan dengan kecepatan tinggi agar pori-pori tidak cepat menutup sehingga air diserap dengan sempurna. Hasil bahan yang digoreng lebih renyah dikarenakan penguapan pada titik didih yang rendah memungkinkan kadar air lebih banyak menguap dari pada penggorengan biasa dan juga kecil kemungkinan terjadinya case hardening seperti pada penggorengan biasa. Wujud H 2 0 (air) dapat ditentukan oleh tekanan. Dari diagram fase (Gambar 9), dapat dilihat bahwa air juga dapat berwujud uap di bawah suhu 100 C (100 C=373,15 K), jika tekanan dikondisikan pada nilai-nilai tertentu di bawah batas QR. Jika tekanan kurang dari 1 atm maka tekanan uap jenuh yang dibutuhkan untuk mendidih semakin kecil, akibatnya titik didih zat cair semakin kecil. `Q `R Gambar 9. Diagram fase H

29 F. Penelitian Pembuatan Keripik Menggunakan Vacuum Frying Penggorengan keripik menggunakan penggorengan hampa (Vacuum Frying) telah banyak diterapkan sebelumnya pada keripik buah-buahan, jamur dan ikan. Produk keripik terbaik yang dihasilkan melalui penggorengan hampa mempunyai suhu dan waktu yang berbeda untuk masingmasing bahan. Setiap mesin penggoreng hampa akan mempunyai perbedaan suhu dan waktu penggorengan untuk menghasilkan produk keripik terbaik. Tergantung jenis penggoreng hampa, jenis bahan keripik dan juga lokasi pengoperasian penggoreng hampa. Penelitian keripik hasil penggorengan hampa telah dilakukan pada kombinasi suhu dan waktu penggorengan serta suhu dan ketebalan irisan. Menurut Winarsih dkk (2005) dalam penelitiannya terhadap buah pepaya mengenai suhu dan ketebalan irisan keripik pepaya, diperoleh hasil keripik pepaya terbaik yaitu pada penggorengan dengan suhu 65 0 C dan ketebalan 4 mm. Menurut Nurhudaya (2011) dalam judul penelitiannya Rekayasa Proses Penggorengan Vakum (Vacuum Frying) dan Pengemasan Keripik Durian Mentawai, diperoleh suhu dan waktu yang optimal untuk penggorengan hampa dengan suhu 75 0 C dengan waktu 85 menit. Nurhudaya (2011), melakukan penelitian terhadap suhu 75 0 C, 80 0 C, 85 0 C dan 90 0 C dengan waktu 55 menit, 70 menit, 85 menit dan 100 menit. Selain itu Manurung (2011) juga melakukan penelitian di Kepulauan Mentawai tentang keripik ikan dengan judul Pengaruh Suhu dan Waktu Penggorengan Hampa Terhadap Mutu Keripik Ikan Lemuru (Sardinella longiceps) melakukan penelitian pada suhu 80 0 C, 90 0 C dan C dengan waktu 30 menit, 45 menit dan 60 menit. Keripik ikan terbaik dihasilkan pada suhu 90 0 C dengan waktu 45 menit menurut hasil pembobotan. Haryanto (1998) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Suhu dan Waktu Penggorengan Hampa Terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Keripik Bengkuang (Pachyrhizus erosus L.). Dari penelitian yang dilakukan yaitu pada suhu 85 0 C, 90 0 C dan 95 0 C pada waktu 55 menit, 70 menit dan 85 menit didapatkan keripik bengkuang terbaik pada perlakuan suhu 95 0 C dengan waktu 85 menit. Menurut Sudjud (2000) yang melakukan penelitian terhadap buah cempedak dengan judul penelitian Mempelajari Pengaruh Suhu dan Waktu Penggorengan Hampa Terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Keripik Buah Cempedak (Artocarpus integer (Thumb) Merr). Dari perlakuan suhu dan waktu yang diberikan 85 0 C, 90 0 C dan 95 0 C dengan waktu 25 menit, 30 menit dan 35 menit didapatkan hasil terbaik pada suhu 90 0 C dengan waktu 30 menit. Hasil terbaik diperoleh dari pembobotan berdasarkan rasa, warna, kerenyahan dan aroma keripik cempedak. Dalam penelitian Winarti (2000) juga melakukan penelitian pengaruh suhu dan waktu terhadap penggorengan hampa mangga Indramayu dengan judul Pengaruh Suhu dan Waktu Penggorengan Hampa Terhadap Mutu Keripik Mangga Indramayu (Mangifera indica L.). Winarti (2000) melakukan penelitian dengan tingkat suhu yang sama dengan Sudjud (2000) yaitu 85 0 C, 90 0 C dan 95 0 C namun dengan waktu berbeda 15 menit, 25 menit dan 35 menit. Hasil penelitian menunjukkan keripik mangga terbaik dihasilkan pada perlakuan suhu 85 0 C dengan waktu 35 menit. Penelitian terhadap daging sapi juga telah dilakukan oleh Santosa (2005) dengan judul Pembuatan Keripik Daging Sapi dengan Penggoreng Vakum Pada Temperatur dan Ketebalan Irisan yang Berbeda. Menghasilkan keripik daging sapi pada suhu 90 0 C dengan ketebalan 4 mm. 14

30 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dantempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai. Sementara itu, uji fisiokimia dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, IPB dan di Laboratorium Biokimia Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Desember 2011 hingga Februari B. Bahan dan Alat Penelitian ini menggunakan daging sapi yang diperoleh dari pedagang daging dan minyak goreng untuk menggoreng daging sapi. Sedangkan peralatan yang digunakan yaitu Vacuum Fryer (Gambar 10), dengan model komersial II (Tabel 6), Spinner (Gambar 11), Freezer, baskom, sealer kemasan plastik, cawan alumunium, oven pengering, Desikator, Rheometer,Chroma meter Minolta CR-400, perangkat Souxhlet untuk mengukur kadar lemak dan alat distilasi micro Kjeldahl untuk mengukur kadar protein. a. Mesin Penggoreng Vakum ( vacuum fryer) Gambar 10. Mesin Vacuum Frying Anang Lasrtriyanto a. Spinner Gambar 11. Spinner 15

31 Tabel 6. Spesifikasi alat mesin penggorengan hampa Uraian Komersial II Kapasitas (Kg masukan/proses) Optimal 8 Lama proses (Menit) Bahan bakar Pendingin LPG Sirkulasi air Volume minyak goreng (liter) Kebutuhan LPG (Kg/jam) Daya (watt) Pompa vakum Spinner Sealer Instalasi listrik rumah minimum Dimensi pxlxt (cm) Volume pada waktu diangkut m 3 Kelengkapan Kontrol suhu Sumber : Anang Lastriyanto watt/220 V 180x120x x1.2x0.65 Sealer kemasan, pengatus minyak Digital 16

32 C. Prosedur Penelitian Penelitian dilakukan dengan pembuatan keripik daging sapi menggunakan vacuum frying, dan kemudian dilakukan analisis biaya pokok keripik daging sapi. Penelitian ini dilakukan dengan menentukan suhu dan waktu penggorengan vakum yang tepat agar menghasilkan produk keripik daging yang memiliki sifat fisiokimia dan organoleptik yang sesuai keinginan konsumen. Proses pembuatan keripik daging dengan penggorengan vakum menggunakan 3 tingkat suhu (80 0 C, 90 0 C dan C) dan 3 tingkat waktu (70 menit, 80 menit dan 90 menit) adapun alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 12 di bawah ini. Daging segar 1kg Pembekuan daging pada Freezer Pengirisan persegi tebal ±4mm Penelitian Penggorengan hampa T = 80 0 C,90 0 C, C dengan tekanan hampa 7.52 cmhg dan waktu 70 menit, 80 menit dan 90 menit Pengatusan minyak (dengan sentrifus kecepatan 1400 rpm selama 10 detik) Analisis fisiokimia (rendemen, kekerasan, warna, kadar air, kadar protein dan kadar lemak) serta uji organoleptik Perhitungan biaya pokok produksi Gambar 12. Diagram alir proses penelitian 17

33 1. Persiapan bahan Pencucian daging segar dan kemudian daging dibekukan pada freezer untuk mempermudah proses pengirisan. 2. Pengirisan daging Pengirisan tipis daging sapi beku yang keluar dari freezer dengan ketebalan ± 3-4 mm dan dengan bentuk persegi ukuran 5x5 cm, kemudian irisan daging dapat kembali dimasukkan dalam freezer atau langsung digoreng. Pengirisan dalam keadaan beku ini dilakukan untuk mempermudah proses pengirisan daging. Gambar 13. Irisan daging sapi 3. Tahap penggorengan Proses pembuatan keripik daging dengan menggunakan mesin penggoreng vakum menggunakan 3 tingkat suhu (80 0 C, 90 0 C dan C) dan 3 tingkat waktu (70 menit, 80 menit dan 90 menit). Kondisi tekanan dalam tabung penggorengan adalah 70 cmhg hingga 74 cm Hg. Gambar 14. Proses penggorengan keripik 18

34 4. Pengatusan minyak Pengatusan minyak (dengan sentrifus kecepatan 1400 rpm selama 10 detik) Gambar 15. Proses pengatusan minyak 5. Pengemasan Pengemasan keripik daging dilakukan menggunakan plastik bening yang tebal dan kemudian direkatkan menggunakan sealer (Gambar 16). Kemasan keripik daging yang telah direncanakan untuk proses selanjutnya yaitu terbuat dari alumuniumfoil. Gambar 16. Proses pengemasan keripik 6. Analisis fisiokimia dan organoleptik Analisis fisiokimia dilakukan untuk mengetahui perubahan fisik dan kimia yang terjadi pada keripik daging sapi yang digoreng pada 9 kombinasi perlakuan suhu dan waktu yang berbeda. Pengukuran dilakukan secara obyektif dengan menggunakan peralatan tertentu. Dalam analisis fisiokimia, parameter yang diukur meliputi rendemen, kadar air, kekerasan, kadar lemak, kadar protein dan warna. Uji organoleptik dilakukan terhadap keripik daging adalah uji kesukaan. Panelis diminta memberikan penilaian terhadap produk tentang kesukaan atau ketidaksukaannya. Pengujian ini menggunakan skor dengan tujuh skala kesukaan yaitu : 7(sangat suka), 6 (suka), 5 (agak suka), 4 19

35 (netral), 3 ( agak tidak suka), 2 ( tidak suka), dan 1 ( sangat tidak suka). Parameter yang diuji secara organoleptik dari keripik daging sapi ini adalah rasa, warna, aroma dan kerenyahan. 6.1 Kadar Air (Metoda Oven) Kadar air keripik diukur menggunakan metode oven yaitu dengan peralatan seperti oven (Gambar 17), cawan petri, alat timbang digital, pinset dan Desikator. Kadar air dihitung dengan cara menimbang bahan yang telah dioven sebanyak 5 gram dengan timbangan analitik dan membandingkannya dengan bobot awal sebelum penyimpanan. Cawan kosong dikeringkan dan didinginkan dalam Desikator kemudian ditimbang. Kemudian sejumlah sampel ditimbang dalam cawan, cawan dimasukkan ke dalam oven bersuhu C selama 6 jam. Cawan dan sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang setelah dingin, kemudian cawan dan sampel dimasukkan kembali ke oven, dikeringkan lagi hingga diperoleh berat yang tetap. Kadar air dapat dihitung dengan cara sebagai berikut : Gambar 17. Pengukuran kadar air menggunakan oven 6.2 Rendemen Besar rendemen keripik daging sapi dihitung berdasarkan berat keripik daging sapi yang dihasilkan terhadap berat daging sapi segar yang digoreng. 6.3 Kekerasan Uji kekerasan dilakukan menggunakan Sun Rheometer CR-300 (Gambar 18). Pengujian ini dilakukan berdasarkan tingkat ketahanan keripik daging terhadap jarum penusuk dari Rheometer. Uji kekerasan dilakukan pada tiga titik yang berbeda yaitu dua titik di ujung dan satu titik di tengah. Keripik ditekan oleh plunyer berdiameter 5 mm, beban beban maksimum 10 Kg dan kecepatan penurunan plunyer 30mm/menit hingga keripik pecah. 20

36 Gambar 18. Pengukuran kekerasan menggunakan Rheometer CR Kadar Lemak Kadar lemak diukur menggunakan metode ekstrasi Soxhlet (Gambar 19). Labu lemak yang akan digunakan dibersihkan dan dikeringkan dalam oven bersuhu C selama 15 menit. Kemudian didinginkan dalam desikator. Sampel ditimbang dalam bentuk kering dibungkus dengan kertas saring, kemudian dimasukkan ke dalam labu Soxhlet. Alat kondensor diletakkan di atas labu. Pelarut heksana dimasukkan ke dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks selama 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam lemak didestilasi dan pelarut ditampung kembali. Labu yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven C untuk menguapkan sisa pelarut hingga mencapai berat konstan, kemudian didinginkan dalam desikator. Selanjutnya labu beserta lemak di dalamnya ditimbang. Berat lemak diketahui menggunakan persamaan berikut : Gambar 19. Perangkat Souxclet 6.5 Kadar Protein Pengukuran kadar protein menggunakan distilator Kjehdal Mikro (Gambar 20). Sampel yang telah dihaluskan ditimbang. Kemudian ditambahkan katalis Cu2SO4+K2SO4+HgO dan di tambah 21

37 asam sulfat. Setelah itu dipanaskan 2-4 jam pada suhu C C. Setelah didinginkan kemudian ditambahkan aquades dan dimasukkan dalam alat distilasi protein baru kemudian ditambah dengan NaOH. Pada penampung destilat diisi dengan larutan asam borat kemudian alat dijalankan. Setelah asam borat bertambah ± 50 ml maka distilat dikeluarkan dari alat. Larutan pada distilat tersebut dititrasi dengan larutan HCl kemudian volume HCl yang terpakai dicatat. Kadar Protein dapat diketahui menggunakan persamaan berikut : Gambar 20. Distilator micro Kjeldahl 6.6 Warna Pengukuran perubahan warna dilakukan menggunakan alat Chromameter CR-400 (Gambar 21). Data warna dinyatakan dalam nilai L (kecerahan), a (warna kromatik), dan nilai b (warna kromatik biru kuning). Nilai L menyatakan kecerahan, bernilai 0 untuk warna hitam dan bernilai 100 untuk warna putih. Nilai L yang semakin besar menunjukkan irisan produk semakin rusak karena warnanya semakin pucat. Nilai a menyatakan nilai akromatik merah hijau, bernilai +a dari untuk warna merah dan bernilai negative a dari 0-(-80) untuk warna hijau. Nilai a yang semakin besar menunjukkan irisan produk semakin mendekati kebusukan. Pengujian dilakukan dengan menempelkan sensor pada produk dan menembakkan sinar pada tiga bagian yang berbeda. Nilai b positif berkisar antara 0 sampai +70 yang menyatakan intensitaswarna kuning sedangkan nilai b negative yang menyatakan intensitas warna biru berkisar antara 0 sampai -80. Gambar 21. Chroma Meter CR

38 7. Pembobotan Keripik daging terbaik diperoleh dengan menggunakan perhitungan pembobotan menggunakan uji penerimaan panelis terhadap keripik daging dan menghitung bobot penilaian dari masing-masing sampel. Kriteria mutu dihitung dari rata-rata skor peringkat dengan menggunakan rumus : Dimana = ( ) Nilai uji pembobotan adalah jumlah dari perkalian nilai rata-rata 4 parameter kesukaan ( kerenyahan, rasa, warna dan aroma) dari hasil uji organoleptik dengan persen bobotnya atau dihitung dengan rumus : Nilai uji pembobotan = (% bobot kerenyahan x skor kerenyahan) + (% bbot rasa x skor rasa) + (% bobot warna x skor warna) + (% bobot aroma x skor aroma) Produk terbaik adalah produk yang memiliki nilai uji pembobotan tertinggi. 23

39 D. Rancangan Percobaan Pada proses pembuatan keripik daging, rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan dua faktor, tiga taraf perlakuan pada tiap faktor dan dua kali ulangan. Faktor perlakuan yang digunakan adalah: A : Suhu penggorengan ( C) A1 : 80 A2 : 90 A3 : 100 B : Waktu penggorengan (menit) B1 : 70 B2 : 80 B3 : 90 Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut: (1) Y ijk = µ + A i + B j + (AB) ij + ε ijk Keterangan: Y ijk = respon percobaan karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor A, taraf ke-j faktor B dan ulangan ke-k µ = pengaruh nilai tengah yang sebenarnya A i = pengaruh perlakuan A taraf ke-i B i = pengaruh perlakuan B taraf ke- j (AB) ij = pengaruh interaksi perlakuan A taraf ke-i dengan perlakuan B taraf ke-j ε ijk = pengaruh kesalahan percobaan pada ulangan ke-k karena pengaruh A i, B j, AB ij 24

40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGGORENGAN HAMPA TERHADAP MUTU DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK DAGING SAPI Tahap pertama dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama pengorengan terhadap parameter mutu dan organoleptik, serta menentukan suhu dan waktu penggorengan yang optimal dilihat dari uji fisiokimia dan pembobotan. Hasil keripik daging sapi dapat dilihat pada gambar berikut. Keterangan : A1 = 80 0 C B1 = 70 menit A2 = 90 0 C B2 = 80 menit A3 = C B3 = 90 menit Gambar 22. Hasil produk keripik daging sapi dalam berbagai tingkatan suhu dan waktu penggorengan 25

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Daging sapi

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Daging sapi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik Daging Sapi Daging adalah daging hewan yang digunakan sebagai makanan (Lawrie, 2003). Menurut Soeparno (2005) daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ikan Tongkol Ikan tongkol adalah jenis ikan pelagis yang merupakan salah satu komoditas utama ekspor Indonesia. Akan tetapi akibat pengelolaan yang kurang baik di beberapa perairan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dantempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai. Sementara

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian dilakukan di Desa Sido Makmur, Kec. Sipora Utara, Kab. Kep.Mentawai untuk proses penggorengan keripik ikan lemuru. Dan dilanjutkan dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011-Februari 2012. Proses penggorengan hampa keripik ikan tongkol dilakukan di UKM Mekar Sari,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Proses penggorengan keripik durian dengan mesin penggorengan vakum dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sido Makmur Kecamatan Sipora Utara

Lebih terperinci

ANALISIS SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK BUAH MANGGA (Mangifera indica L.) PRODUK OLAHAN VACUUM FRYING

ANALISIS SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK BUAH MANGGA (Mangifera indica L.) PRODUK OLAHAN VACUUM FRYING LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISIS SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK BUAH MANGGA (Mangifera indica L.) PRODUK OLAHAN VACUUM FRYING Analysis of Physical and Organoleptic Properties of Mango Chips (Mangifera

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU DAN SUHU PADA PEMBUATAN KERIPIK BENGKOANG DENGAN VACCUM FRYING

PENGARUH WAKTU DAN SUHU PADA PEMBUATAN KERIPIK BENGKOANG DENGAN VACCUM FRYING TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU DAN SUHU PADA PEMBUATAN KERIPIK BENGKOANG DENGAN VACCUM FRYING (The Time of Effect and Temperature on the Manufacture of Bengkoang Chips with Vaccum Frying) Diajukan sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari pada daging domba dan sapi sehingga tingkat konsumsi daging itik di

TINJAUAN PUSTAKA. dari pada daging domba dan sapi sehingga tingkat konsumsi daging itik di TINJAUAN PUSTAKA Daging Itik Itik manila (entog) merupakan unggas air yang banyak tersedia dipasar setia budi. Selama ini entok masih dimanfaatkankan sebagai penghasil telur dan sebagai sarana pengeram

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

UJI SUHU PENGGORENGAN KERIPIK UBI JALAR PADA ALAT PENGGORENG VAKUM (VACUUM FRYING) TIPE VACUUM PUMP SKRIPSI OLEH DEWI SARTIKA T

UJI SUHU PENGGORENGAN KERIPIK UBI JALAR PADA ALAT PENGGORENG VAKUM (VACUUM FRYING) TIPE VACUUM PUMP SKRIPSI OLEH DEWI SARTIKA T UJI SUHU PENGGORENGAN KERIPIK UBI JALAR PADA ALAT PENGGORENG VAKUM (VACUUM FRYING) TIPE VACUUM PUMP SKRIPSI OLEH DEWI SARTIKA T PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGGORENGAN HAMPA TERHADAP MUTU DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK IKAN LEMURU Penelitian tahap satu ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama penggorengan

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KANDUNGAN KADAR AIR DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK UBI CILEMBU

PENGARUH WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KANDUNGAN KADAR AIR DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK UBI CILEMBU LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KANDUNGAN KADAR AIR DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK UBI CILEMBU (The Time Effect Of Vacuum Frying Towards The Amount Of Water And Organoleptic Ingredients

Lebih terperinci

PEMBUATAN KERIPIK PEPAYA MENGGUNAKAN METODE PENGGORENGAN VACUUM DENGAN VARIABEL SUHU DAN WAKTU

PEMBUATAN KERIPIK PEPAYA MENGGUNAKAN METODE PENGGORENGAN VACUUM DENGAN VARIABEL SUHU DAN WAKTU LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN KERIPIK PEPAYA MENGGUNAKAN METODE PENGGORENGAN VACUUM DENGAN VARIABEL SUHU DAN WAKTU (Making of papaya chips using vacuum frying method with temperature and timing variable)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

BAB I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buah pisang mempunyai kandungan gizi yang baik, antara lain menyediakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buah pisang mempunyai kandungan gizi yang baik, antara lain menyediakan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Pisang Buah pisang mempunyai kandungan gizi yang baik, antara lain menyediakan energi yang cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buahan yang lain. Pisang kaya mineral seperti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan TINJAUAN PUSTAKA Daging Kerbau Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan mempunyaikebiasaan berendam di sungai dan lumpur. Ternak kerbau merupakan salah satu sarana produksi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB XI MEDIA PENGHANTAR PANAS

BAB XI MEDIA PENGHANTAR PANAS SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XI MEDIA PENGHANTAR PANAS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR SRI NUR AENY L0C009090

TUGAS AKHIR SRI NUR AENY L0C009090 TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH PERENDAMAN LARUTAN CaCl 2 TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK KERIPIK TERUNG KOPEK UNGU (Solanum melongena L.) DENGAN SISTEM PENGGORENGAN HAMPA (Analysis of The Influence immersion

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Buah-buahan merupakan komoditas pertanian yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Buah-buahan banyak mengandung vitamin, mineral, dan serat yang bermanfaat bagi tubuh.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Peranakan Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memiliki komposisi darah kambing

Lebih terperinci

HUBUNGAN KUALITAS MINYAK GORENG YANG DIGUNAKAN SECARA BERULANG TERHADAP UMUR SIMPAN KERIPIK SOSIS AYAM OLEH UMMI SALAMAH F

HUBUNGAN KUALITAS MINYAK GORENG YANG DIGUNAKAN SECARA BERULANG TERHADAP UMUR SIMPAN KERIPIK SOSIS AYAM OLEH UMMI SALAMAH F HUBUNGAN KUALITAS MINYAK GORENG YANG DIGUNAKAN SECARA BERULANG TERHADAP UMUR SIMPAN KERIPIK SOSIS AYAM OLEH UMMI SALAMAH F 351040121 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 1 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

PEMBUATAN KERIPIK WALUH (Cucurbita) MENGGUNAKAN ALAT VACUUM FRYER DENGAN VARIABEL WAKTU DAN SUHU

PEMBUATAN KERIPIK WALUH (Cucurbita) MENGGUNAKAN ALAT VACUUM FRYER DENGAN VARIABEL WAKTU DAN SUHU TUGAS AKHIR PEMBUATAN KERIPIK WALUH (Cucurbita) MENGGUNAKAN ALAT VACUUM FRYER DENGAN VARIABEL WAKTU DAN SUHU (Making Chips Pumpkins (Cucurbita) Using Vacuum Equipment Fryer with Variable Time and Temperature)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh

I PENDAHULUAN. dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging merupakan sumber protein hewani yang bermutu tinggi dan perlu dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh normal dan sehat, karena bahan

Lebih terperinci

UJI COBA ALAT PENGGORENGAN VAKUM UNTUK MEMBUAT KERIPIK LOBAK (Raphanus sativus) DENGAN VARIABLE SUHU, WAKTU, DAN PERENDAMAN AIR GARAM

UJI COBA ALAT PENGGORENGAN VAKUM UNTUK MEMBUAT KERIPIK LOBAK (Raphanus sativus) DENGAN VARIABLE SUHU, WAKTU, DAN PERENDAMAN AIR GARAM LAPORAN TUGAS AKHIR UJI COBA ALAT PENGGORENGAN VAKUM UNTUK MEMBUAT KERIPIK LOBAK (Raphanus sativus) DENGAN VARIABLE SUHU, WAKTU, DAN PERENDAMAN AIR GARAM (Vacuum Fryer Test to Make Radish Chip (Raphanus

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Penggolongan sapi kedalam suatu bangsa (breed) sapi, didasarkan atas sekumpulan persamaan karakteristik tertentu yang

Lebih terperinci

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 LEMAK DAN MINYAK Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 kkal sedangkan karbohidrat dan protein

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena rasanya disukai dan harganya jauh lebih murah di banding harga daging lainnya. Daging

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENGGORENGAN TERHADAP KADAR VITAMIN C DAN DAYA TERIMA KERIPIK PEPAYA YANG DIGORENG MENGGUNAKAN METODE KONVENSIONAL DAN VAKUM

PENGARUH LAMA PENGGORENGAN TERHADAP KADAR VITAMIN C DAN DAYA TERIMA KERIPIK PEPAYA YANG DIGORENG MENGGUNAKAN METODE KONVENSIONAL DAN VAKUM ARTIKEL ILMIAH PENGARUH LAMA PENGGORENGAN TERHADAP KADAR VITAMIN C DAN DAYA TERIMA KERIPIK PEPAYA YANG DIGORENG MENGGUNAKAN METODE KONVENSIONAL DAN VAKUM Disusun Oleh: ZINDY APRILLIA J 300 090 009 PROGRAM

Lebih terperinci

11/14/2011. By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS. Lemak. Apa beda lemak dan minyak?

11/14/2011. By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS. Lemak. Apa beda lemak dan minyak? By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS Lemak Apa beda lemak dan minyak? 1 Bedanya: Fats : solid at room temperature Oils : liquid at room temperature Sources : vegetables

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C)

KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C) KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C) SKRIPSI HENDRIA FIRDAUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.2 Prosedur Percobaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.2 Prosedur Percobaan BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan Berikut ini merupakan alat dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum mengenai kinetika bahan pangan selama penggorengan. 3.1.1 Alat Alat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produk daging yang dihasilkan dari kelinci ada dua macam yaitu fryer dan roaster. Kelinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produk daging yang dihasilkan dari kelinci ada dua macam yaitu fryer dan roaster. Kelinci BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Kelinci Produk daging yang dihasilkan dari kelinci ada dua macam yaitu fryer dan roaster. Kelinci fryermerupakan karkas kelinci muda umur 2 bulan, sedangkan karkas kelinci

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR. PENGARUH SUHU dan WAKTU PADA PEMBUATAN KRIPIK BUNCIS DENGAN VACCUM FRYING

LAPORAN TUGAS AKHIR. PENGARUH SUHU dan WAKTU PADA PEMBUATAN KRIPIK BUNCIS DENGAN VACCUM FRYING LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH SUHU dan WAKTU PADA PEMBUATAN KRIPIK BUNCIS DENGAN VACCUM FRYING (Influence Of Temperature And Time On Making Chips Beans With Vaccum Frying) Diajukan sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci

OPTIMASI SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN HAMPA (VACUUM FRYING) KERIPIK TALAS (Colacasia esculenta) TONI DWI NOVIANTO

OPTIMASI SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN HAMPA (VACUUM FRYING) KERIPIK TALAS (Colacasia esculenta) TONI DWI NOVIANTO OPTIMASI SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN HAMPA (VACUUM FRYING) KERIPIK TALAS (Colacasia esculenta) TONI DWI NOVIANTO TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Lebih terperinci

I. METODE PENELITIAN. Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

I. METODE PENELITIAN. Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. I. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2012 sampai April 2012 di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Pertanian, dan Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat Keripik wortel sebagai bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil produksi sendiri yang dilakukan di laboratorium proses Balai Besar Industri

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KADAR AIR DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK KULIT PISANG

LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KADAR AIR DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK KULIT PISANG LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KADAR AIR DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK KULIT PISANG ( The Time Effect of Vacuum Frying Towards the Amount of water and Organoleptic Ingredients

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG MINYAK GORENG TERHADAP PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS DENGAN METODE ALKALIMETRI

PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG MINYAK GORENG TERHADAP PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS DENGAN METODE ALKALIMETRI PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG MINYAK GORENG TERHADAP PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS DENGAN METODE ALKALIMETRI Afifa Ayu, Farida Rahmawati, Saifudin Zukhri INTISARI Makanan jajanan sudah menjadi bagian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

PENGARUH FORMULASI PENAMBAHAN TEPUNG SUKUN DALAM PEMBUATAN MIE KERING. Panggung, kec. Pelaihari, kab Tanah Laut, Kalimantan Selatan

PENGARUH FORMULASI PENAMBAHAN TEPUNG SUKUN DALAM PEMBUATAN MIE KERING. Panggung, kec. Pelaihari, kab Tanah Laut, Kalimantan Selatan JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 3 No.2 ; November 2016 ISSN 2407-4624 PENGARUH FORMULASI PENAMBAHAN TEPUNG SUKUN DALAM PEMBUATAN MIE KERING * RIZKI AMALIA 1, AK QOYUM FINARIFI 1 1 Jurusan Teknologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Afkir Daging itik mempunyai kualitas rendah karena bau amis, bertekstur kasar dan alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU DAN SUHU PADA PEMBUATAN KERIPIK WORTEL DENGAN VACCUM FRYING

PENGARUH WAKTU DAN SUHU PADA PEMBUATAN KERIPIK WORTEL DENGAN VACCUM FRYING TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU DAN SUHU PADA PEMBUATAN KERIPIK WORTEL DENGAN VACCUM FRYING (The Effect of Time and Temperature on the Manufacture of Carrot Chips with Vaccum Frying) Diajukan sebagai salah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar.

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar. pengertian Bahan Pangan Hewani dan Nabati dan pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

Analisa Kadar Air (Moisture Determination) Oleh: Ilzamha Hadijah Rusdan, S.TP., M.Sc

Analisa Kadar Air (Moisture Determination) Oleh: Ilzamha Hadijah Rusdan, S.TP., M.Sc Analisa Kadar Air (Moisture Determination) Oleh: Ilzamha Hadijah Rusdan, S.TP., M.Sc 90 Pemaparan dan Tanya Jawab 10 Practice problem Toleransi keterlambatan 30 menit Kontrak Kuliah Materi dapat diunduh

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf 4.1.1 Daya Ikat Air Meatloaf Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang rawan ayam terhadap daya

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tempe Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa, dll merupakan bahan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tempe Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa, dll merupakan bahan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tempe Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa, dll merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang sangat penting

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena dagingnya selain rasanya enak juga merupakan bahan pangan sumber protein yang memiliki kandungan gizi lengkap

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak serta zat yang lain yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Usaha untuk meningkatkan konsumsi

Lebih terperinci

OPTIMALISASI WAKTU PADA PROSES PEMBUATAN KERIPIK BUAH APEL (Pyrus malus L) DENGAN VACUUM FRYING

OPTIMALISASI WAKTU PADA PROSES PEMBUATAN KERIPIK BUAH APEL (Pyrus malus L) DENGAN VACUUM FRYING TUGAS AKHIR OPTIMALISASI WAKTU PADA PROSES PEMBUATAN KERIPIK BUAH APEL (Pyrus malus L) DENGAN VACUUM FRYING The Optimalize of time in the Process of Manifacturing Apple Chips With Vacuum Frying Diajukan

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG PENENTUAN SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM YANG OPTIMAL UNTUK KERIPIK BENGKUANG (PACHYRRHIZUS EROSUS) BERDASARKAN SIFAT FISIKOKIMIAWI DAN SENSORI DETERMINATION OF THE OPTIMUM TEMPERATURE AND TIME OF VACUUM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

Waktu yang dibutuhkan untuk menggoreng makanan tergantung pada:

Waktu yang dibutuhkan untuk menggoreng makanan tergantung pada: Baking and roasting Pembakaran dan memanggang pada dasarnya operasi dua unit yang sama: keduanya menggunakan udara yang dipanaskan untuk mengubah kualitas makanan. pembakaran biasanya diaplikasikan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang kedelai merupakan salah satu tanaman multiguna, karena dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. Kedelai adalah salah satu tanaman jenis

Lebih terperinci

SKRIPSI. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN HAMPA TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK BENGKUANG (Pachyrhizus erosus L.

SKRIPSI. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN HAMPA TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK BENGKUANG (Pachyrhizus erosus L. SKRIPSI PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN HAMPA TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK BENGKUANG (Pachyrhizus erosus L.) OLEH: FITRI HARYANTO F 31.0591 1998 FAKUL TAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

SKRIPSI. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN HAMPA TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK BENGKUANG (Pachyrhizus erosus L.

SKRIPSI. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN HAMPA TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK BENGKUANG (Pachyrhizus erosus L. SKRIPSI PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN HAMPA TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK BENGKUANG (Pachyrhizus erosus L.) OLEH: FITRI HARYANTO F 31.0591 1998 FAKUL TAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot dan Persentase Komponen Karkas Komponen karkas terdiri dari daging, tulang, dan lemak. Bobot komponen karkas dapat berubah seiring dengan laju pertumbuhan. Definisi pertumbuhan

Lebih terperinci

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya murah. Telur dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon I PENDAHULUAN Tanaman kelapa merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon kehidupan (tree of life) karena hampir seluruh bagian dari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,

Lebih terperinci

DENDENG PENGASAPAN Dendeng adalah irisan daging yang dikeringkan dan ditambah bumbu. Pembuatan dendeng untuk memperoleh cita rasa khas adalah mengguna

DENDENG PENGASAPAN Dendeng adalah irisan daging yang dikeringkan dan ditambah bumbu. Pembuatan dendeng untuk memperoleh cita rasa khas adalah mengguna DENDENG PENGASAPAN BERKADAR LEMAK RENDAH DAN PENGARUH PEMASAKAN TERHADAP MUTU DENDENG Azman Balai Pengkajian Teknotogi Pertanian Sumatera Barat ABSTRACK The smoking way to draying of dendeng could make

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan salah satu hasil dari ternak yang memiliki kandungan gizi lengkap yang disukai oleh masyarakat. Daging yang dikonsumsi oleh manusia dapat berasal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air dan Aktivitas Air Kadar air dendeng hasil penelitian adalah 19,33%-23,82% dengan rataan 21,49±1,17%. Aktivitas air dendeng hasil penelitian sebesar 0,53-0,84 dengan nilai

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan 1 Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan Pengertian Abon Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU Oleh: Gusti Setiavani, S.TP, M.P Staff Pengajar di STPP Medan Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. buah dan sayur termasuk produk yang cepat rusak (perishable).

1. PENDAHULUAN. buah dan sayur termasuk produk yang cepat rusak (perishable). 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti yang kita ketahui bersama, kita kaya sekali akan berbagai macam buah dan sayur. Hampir di setiap daerah menghasilkan komoditas ini, bahkan di beberapa daerah mempunyai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci