OPTIMASI SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN HAMPA (VACUUM FRYING) KERIPIK TALAS (Colacasia esculenta) TONI DWI NOVIANTO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OPTIMASI SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN HAMPA (VACUUM FRYING) KERIPIK TALAS (Colacasia esculenta) TONI DWI NOVIANTO"

Transkripsi

1 OPTIMASI SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN HAMPA (VACUUM FRYING) KERIPIK TALAS (Colacasia esculenta) TONI DWI NOVIANTO TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimasi Suhu dan Waktu Penggorengan Hampa (vacuum frying) Keripik Talas (Colocasia esculenta) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2013 Toni Dwi Novianto NIM F

4 ABSTRAK TONI DWI NOVIANTO. Optimasi Suhu dan Waktu Penggorengan Hampa (vacuum frying) Keripik Talas (Colocasia esculenta). Dibimbing oleh I WAYAN BUDIASTRA. Talas merupakan tanaman penghasil karbohidrat yang berpotensi sebagai subtitusi beras atau sebagai diversifikasi bahan pangan Kepulauan Mentawai memiliki produksi talas yang cukup besar. Penanganan pascapanen yang sering dilakukan adalah mengolahnya menjadi keripik. Penggorengan keripik dengan cara konvensional mempunyai kekurangan yaitu suhu minyak yang sangat tinggi sehingga dapat menstimulir senyawa akrilamida yang termasuk senyawa karsinogenik. Salah satu teknologi penggorengan yang tepat adalah menggunakan metode penggorengan hampa. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap karakteristik fisikokimia keripik talas, menentukan suhu dan waktu penggorengan yang terbaik dalam pembuatan keripik talas dengan menggunakan penggorengan hampa, dan menentukan biaya pokok produksi usaha keripik talas. Talas digoreng pada suhu 102, 107, 112 o C dan waktu penggorengan 25, 30, 35 menit. Perlakuan suhu dan waktu berpengaruh nyata terhadap sifat fisikokimia seperti kadar air, kadar pati, kekerasan dan warna. Suhu dan waktu yang terbaik untuk penggorengan keripik talas adalah 112 o C selama 30 menit. Biaya pokok produksi keripik talas untuk setiap 100 gram adalah Rp Kata kunci: keripik talas, penggoreng hampa, suhu penggorengan, waktu penggorengan ABSTRACT TONI DWI NOVIANTO. Optimation of Vacuum Frying Temperature and Time for Taro Chips (Colocasia esculenta). Supervised by I WAYAN BUDIASTRA. Taro is a carbohydrate crops potentially as subtitution of rice or for food diversification. Mentawai Islands have a great taro production. Post harvest handling of taro comonly is done by processing it into chips. Conventional frying has the disadvantage that the oil temperature is too high so it can stimulate the acrylamide compound that carsinogenic compound. One of suitable frying technology is called vacuum frying. The aim of this research were to determine the effect of temperature and frying time to physic-chemical characteristic of taro chips, to determine the best temperature and frying time, and to determine the production cost of taro chips. Taro was fried with temperature 102, 107, 112 o C and time of 25, 30, 35 minutes. Temperature and time treatment significantly influenced to physic-chemical parameters such as moisture content, carbohydrate content, hardness, and colors. The best temperature and time for frying taro chips is 112 o C for 30 minutes. The production cost of taro chips for every 100 grams is Rupiahs Keywords: frying temperature, frying time, taro chips, vacuum frying

5 OPTIMASI SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN HAMPA (VACUUM FRYING) KERIPIK TALAS (Colacasia esculenta) TONI DWI NOVIANTO Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

6

7 Judul Skripsi : Optimasi Suhu dan Waktu Penggorengan Hampa (vacuum frying) Keripik Talas (Colocasia esculenta) Nama : Toni Dwi Novianto NIM : F Disetujui oleh Dr Ir I Wayan Budiastra, MAgr Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Desrial, MEng Ketua Departemen Tanggal Lulus:

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga penelitian dan skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan di Desa Sidomakmur, Kec Sipora Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai serta laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian dan laboratorium Biokimia Pangan sejak bulan November 2012 sampai April 2012 ini berjudul Optimasi Suhu dan Waktu Penggorengan Hampa (vacuum frying) Keripik Talas (Colocasia esculenta). Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr Ir I Wayan Budiastra, MAgr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan dukungan serta arahan dan bimbingan selama penelitian dan pembuatan skripsi, Bapak Dr Ir Rokhani, MSi dan Bapak Ir Agus Sutejo, MSi selaku dosen penguji, Bapak Anang Lastriyanto, Bapak Deva Primadia, Bapak Panca, keluarga Bapak Khusni, Bapak Sulyaden, Bapak Wahid atas bantuannya selama penelitian. Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, kakak dan adik tercinta yang telah memberikan dorongan, motivasi, dan doa serta teman-teman ORION 46 khususnya teman satu bimbingan Citta dan Adytia. Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pertanian. Bogor, April 2013 Toni Dwi Novianto

9 DAFTAR ISI DAFTAR ISI vi DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR TABEL vii DAFTAR LAMPIRAN viii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Talas 2 Proses Penggorengan 3 Karaketristik Produk Hasil Penggorengan 5 Mesin Penggoreng Vakum 5 Penelitian Penerapan Penggorengan Hampa (Vacuum frying) 8 METODOLOGI PENELITIAN 9 Waktu dan Tempat Penelitian 9 Bahan dan Alat 9 Metode Penelitian 9 Prosedur Analisis Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Talas 12 Prosedur Analisis Data 14 HASIL DAN PEMBAHASAN 16 Pengaruh Suhu dan Waktu Penggorengan Hampa terhadap Karakteristik Fisikokimia Keripik Talas 16 Analisis Biaya Pokok Produksi Keripik Talas dengan Penggorengan Hampa 29 SIMPULAN DAN SARAN 33 DAFTAR PUSTAKA 34 LAMPIRAN 36 DAFTAR GAMBAR 1. Umbi Talas 3 2. Mekanisme perpindahan panas dan massa selama penggorengan 4 3. Penampang melintang makanan hasil penggorengan 5 4. Mesin Vacuum Frying Rancangan Anang Lastriyanto 6 5. Bagan skema sistem mesin penggoreng hampa jet air 7 6. Skema water jet 7 7. Skema kondensor 8 8. Diagram alir penelitian Proses perendaman irisan talas dengan menggunakan larutan tawas 11

10 10. Proses penggorengan keripik talas Proses pengemasan keripik talas Hasil penggorengan keripik talas dalam berbagai perlakuan suhu dan waktu penggorengan Rendemen keripik talas pada 9 perlakuan Kadar air keripik talas pada 9 perlakuan Kadar lemak keripik talas pada 9 perlakuan Nilai kekerasan keripik talas pada 9 perlakuan Kadar pati keripik talas pada 9 perlakuan Nilai kecerahan (L) keripik talas pada 9 perlakuan Nilai a keripik talas pada 9 perlakuan Nilai b keripik talas pada 9 perlakuan Skor warna pengujian organoleptik keripik talas pada 9 perlakuan Skor kerenyahan pengujian organoleptik keripik talas pada 9 perlakuan Skor rasa pengujian organoleptik keripik talas pada 9 perlakuan Skor aroma pengujian organoleptik keripik talas pada 9 perlakuan Nilai kepentingan (bobot) tiap parameter organoleptik Hasil penggorengan hampa dengan suhu 112 o C dan waktu 25 menit 29 DAFTAR TABEL 1. Produksi Talas Kabupaten Kepulauan Mentawai 1 2. Kandungan Gizi dari Talas Tiap 100 Gram Bahan 3 3. Spesifikasi mesin penggorengan hampa desain Anang Lastriyanto 9 4. Uji DMRT perlakuan suhu penggorengan hampa terhadap kadar air keripik talas Uji DMRT perlakuan suhu penggorengan hampa terhadap kekerasan keripik talas Uji DMRT perlakuan waktu penggorengan hampa terhadap kekerasan keripik talas Uji DMRT interaksi perlakuan suhu dan waktu penggorengan hampa terhadap kekerasan keripik talas Uji DMRT perlakuan suhu penggorengan hampa terhadap kadar pati keripik talas Uji DMRT perlakuan waktu penggorengan hampa terhadap kadar pati keripik talas Uji DMRT interaksi perlakuan suhu dan waktu penggorengan hampa terhadap kadar pati keripik talas Uji DMRT perlakuan suhu penggorengan hampa terhadap nilai a keripik talas 23

11 12. Uji DMRT interaksi perlakuan suhu dan waktu penggorengan hampa terhadap nilai b keripik talas Persamaan hubungan hasil uji organoleptik dengan uji fisikokimia Uji pembobotan hasil organoleptik Rekapitulasi hasil uji fisikokimia keripik talas Perbandingan Sifat Fisikokimia Keripik Talas Hasil Penggorengan Hampa dengan Penggorengan Konvensional Biaya investasi usaha keripik talas Biaya penyusutan usaha keripik talas Biaya bunga modal usaha keripik talas Analisis kebutuhan gas Analisis kebutuhan bahan tambahan Analisis biaya listrik (tarif Rp 833/Kwh) Perhitungan biaya tidak tetap 32 DAFTAR LAMPIRAN 1. Data rendemen keripik talas Data kadar air keripik talas Data kadar lemak keripik talas Data kekerasan keripik talas Data kadar pati keripik talas Data kecerahan (L) keripik talas Data nilai a keripik talas Data nilai b keripik talas Form uji organoleptik keripik talas Kuesioner tingkat kepentingan keripik Hasil pengujian organoleptik terhadap warna keripik talas Hasil pengujian organoleptik terhadap kerenyahan keripik talas Hasil pengujian organoleptik terhadap rasa keripik talas Hasil pengujian organoleptik terhadap aroma keripik talas Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap kadar air keripik talas Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap kadar lemak keripik talas Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap kekerasan keripik talas Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap kadar pati keripik talas Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap kecerahan (L) keripik talas 44

12 20. Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap nilai a keripik talas Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap nilai b keripik talas 44

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Talas merupakan tanaman jenis umbi-umbian yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena hampir sebagian besar bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk dikonsumsi manusia. Tanaman talas yang merupakan penghasil karbohidrat berpotensi sebagai subtitusi beras atau sebagai diversifikasi bahan pangan maupun industri. Talas mempunyai peluang yang cukup besar untuk dikembangkan karena memiliki beberapa manfaat dan dapat dibudidayakan dengan mudah. Di Indonesia talas tumbuh hampir diseluruh kepulauan dan tersebar dari tepi pantai sampai pegunungan diatas 1000 m dpl, baik liar maupun ditanam. Tingkat produktifitas talas tergantung pada kultivar, umur tanaman dan kondisi lingkungan tempat tumbuh (Purwono 2007). Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan kabupaten baru di Sumatera Barat yang memiliki potensi produksi talas yang cukup besar. Tanaman talas mudah ditemukan di seluruh daerah Kepulauan Mentawai, hal ini disebabkan sebagian masyarakatnya masih menjadikan talas sebagai makanan pokok mereka. Menurut data BPS Kabupaten Kepulauan Mentawai tahun 2011, produksi talas mengalami peningkatan setiap tahunnya selain itu dibandingkan dengan produksi jenis tanaman pangan lainnya produksi talas lebih dominan (Tabel 1). Tabel 1 Produksi Talas Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun Produksi (ton) Padi Sawah Jagung Talas Ubi Jalar Ubi Kayu Sumber : BPS Kabupaten Kepulauan Mentawai, 2011 Seperti produk pertanian yang lain, talas memiliki masa simpan yang terbatas. Talas yang tidak terkonsumsi sampai batas masa simpannya akan terbuang percuma. Selama ini penanganan pascapanen yang umum dilakukan terhadap talas adalah mengolahnya menjadi keripik. Pengolahan keripik talas saat ini umumnya masih menggunakan metode penggorengan yang konvensional yaitu menggoreng menggunakan wajan biasa. Penggorengan ini mempunyai banyak kelemahan yaitu salah satunya adalah suhu minyak yang sangat tinggi dan sulit untuk dikontrol. Hal ini dapat menstimulir terbentuknya senyawa akrilamida, yaitu suatu senyawa karsinogenik yang dapat terbentuk akibat proses pengolahan pangan pada suhu tinggi (Tareke et al 2000; Granda et al 2004). Pembentukan senyawa ini umumnya terjadi pada produk pangan berbasis karbohidrat (EC 2000; Granda et al 2004). Salah satu alternatif metode penggorengan yang tepat sehingga dapat diperoleh keripik yang bermutu tinggi adalah menggunakan

14 2 metode penggorengan hampa atau vacuum frying (Garayo dan Moreira 2002). Proses penggorengan pada kondisi hampa berarti bahwa proses penggorengan terjadi pada kondisi tekanan lebih rendah dari tekanan atmosfer, hingga kondisi hampa udara. Akibatnya titik didih minyak goreng juga menjadi lebih rendah. Penggorengan hampa mempunyai banyak keuntungan yaitu dapat mengurangi kadar minyak pada produk hasil penggorengan, dapat mempertahankan warna alami dan rasa dari produk, dan dapat menjaga kualitas minyak dalam waktu yang lama (Shyu et al 1998; Garayo dan Moreira 2002). Secara umum waktu dan suhu merupakan faktor yang sangat berpengaruh menentukan karakteristik produk gorengan. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi selain dapat menurunkan nilai jual juga mungkin dapat menurunkan nilai gizi produk gorengan. Banyak komponen gizi pada bahan pangan yang mudah rusak karena suhu yang terlalu tinggi selama penggorengan. Waktu yang terlalu lama untuk menggoreng dapat menyebabkan inefisiensi dalam aplikasinya di industri. Penelitian yang mengarah pada penentuan suhu dan waktu penggorengan terhadap mutu keripik talas yang dihasilkan sudah pernah dilakukan namun dengan jenis talas dan variabel suhu dan waktu yang berbeda seperti yang dilakukan oleh Sriyono (2012) yang menggoreng talas (Colocasia giganteum) dengan suhu 70 o C dengan variabel lama penggorengan sebesar 45, 50, 55, 65 menit. Penelitian terhadap suhu dan waktu penggorengan hampa talas (Colocasia esculenta) ini diharapkan dapat menentukan kondisi optimumnya untuk menghasilkan keripik talas yang dapat diterima konsumen. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap karakteristik fisikokimia keripik talas, menentukan suhu dan waktu penggorengan yang terbaik dalam pembuatan keripik talas dengan menggunakan penggorengan hampa (vacuum frying), dan menentukan biaya pokok produksi usaha keripik talas. TINJAUAN PUSTAKA Talas Talas merupakan tanaman daerah tropis yang bersifat perenmial herbaceous, yaitu tanaman yang dapat tumbuh bertahun-tahun dan banyak mengandung air. Talas merupakan tumbuhan berbiji (spermatophyta) dengan biji tertutup (angiospermae) berkeping satu (monocotyledonae). Talas tersebar dalam tiga genus tumbuhan yaitu Colocasia, Xanthosoma, dan Alocasia dari famili Araceae. Di Indonesia, dikenal adanya 2 jenis talas, yaitu talas Bogor dan talas Padang. Jenis talas yang paling banyak dibudidayakan adalah talas Bogor yang dicirikan dengan bentuk umbi agak bulat sampai silinder dan berasa enak. Beberapa jenis talas yang termasuk dalam varietas talas Bogor adalah talas ketan, sutera, bentul, lampung, mentega, paris, dan talas loma (Rukmana 2001)

15 3 Gambar 1 Umbi talas Umbi talas merupakan bahan pangan yang memiliki nilai gizi yang cukup baik. Nilai lebih dari umbi talas adalah kemudahan patinya untuk dicerna. Hal ini disebabkan oleh ukuran granula patinya yang cukup kecil dan patinya mengandung amilosa dalam jumlah yang cukup banyak sekitar %. Kandungan gizi talas dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Kandungan Gizi dari Talas Tiap 100 Gram Bahan Komponen Kandungan Air 63-85% Karbohidrat 13-29% Protein % Lemak % Serat kasar % Fosfor 61 mg Kalsium 28 mg Besi 1.00 mg Vitamin C 7-9 mg Tiamin 0.18 mg Riboflavin 0.04 mg Niasin 0.9 mg Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 2012 Proses Penggorengan Penggorengan adalah proses perpindahan panas dan uap air secara simultan yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air bahan yang dipindahkan dari permukaan bahan yang digoreng dengan minyak sebagai media penghantar panas. Tujuan penggorengan adalah mengurangi kadar air bahan, kehilangan kadar air selama penggorengan merupakan akibat dari penguapan karena pemanasan.

16 4 Selama penggorengan, panas dipindahkan dari media penggoreng ke permukaan bahan secara konveksi, dan dari permukaan bahan ke bagian dalam secara konduksi. Pindah massa dalam proses penggorengan ditandai dengan hilangnya sejumlah kandungan air bahan yang terjadi karena menguapnya air dari bagian renyahan (Hallstrom 1986). Gambar 2 menunjukkan susunan mekanisme dan arah penyebaran panas dan uap selama proses penggorengan bahan. Gambar 2 Mekanisme perpindahan panas dan massa selama penggorengan Proses penggorengan terdiri dari 4 tahap. Tahap pertama disebut tahap pemanasan awal. Pindah panas yang terjadi antara minyak dan bahan adalah konveksi dan belum ada penguapan dari bahan. Tahap kedua terjadi dimana lapisan luar bahan pangan mulai mendidih. Pada tahap ini penguapan air bahan mulai terjadi sehingga terbentuk renyahan. Tahap ketiga disebut Falling Rate, ditandai dengan lebih banyak air keluar dari bahan pangan, suhu permukaan bahan diatas 100 o C, temperatur lapisan inti (Core) mulai mencapai titik didih, lapisan renyahan terus terbentuk. Tahap keempat disebut Bubble End Point, terjadi jika bahan pangan digoreng untuk waktu yang lama sehingga laju penguapan air berkurang dan tidak ada gelembung terlihat di lapisan permukaan bahan. Pindah massa selama penggorengan tidak hanya dicirikan oleh perpindahan air dalam bentuk uap dari bahan ke minyak keluar dari sistem, tetapi juga perpindahan minyak ke dalam bahan. Penyerapan minyak goreng selama proses penggorengan meningkat dengan bertambah lamanya waktu penggorengan dan bertambah tingginya suhu penggorengan. Selama uap dibebaskan secara cepat dari irisan yang dimasak, tingkat penyerapan minyak akan berbeda pada tingkat yang paling rendah. Pada tahap akhir penggorengan, lapisan uap air pada permukaan bahan dilepaskan, sehingga perannya sebagai lapisan pelindung akan hilang, akibatnya minyak akan masuk dan mengisi rongga-rongga dalam jaringan yang telah mengering (Block 1964). Muchtadi (2008) menyatakan berdasarkan metode pindah panas yang terjadi selama penggorengan terdapat dua metode penggorengan yang telah ditetapkan secara komersial yaitu shallow/pan frying atau penggorengan dangkal dan deepfat frying.

17 Shallow/pan Frying atau Penggorengan Dangkal Shallow atau pan frying adalah proses penggorengan dengan menggunakan sedikit minyak goreng sehingga proses penggorengan terjadi pada minyak dangkal (shallow). Pada metode penggorengan seperti ini, bahan yang digoreng tidak seluruhnya terendam dalam minyak. Bahan pangan akan mengalami kontak langsung dengan wajan atau pan penggorengan. Konsekuensi dari proses penggorengan ini adalah proses pematangan dan pencoklatan tidak terjadi merata seluruh lapisan permukaan bahan yang digoreng. Deep-Fat Frying Metode deep-fat frying yaitu metode penggorengan dengan menggunakan minyak goreng yang banyak sehingga bahan pangan yang digoreng terendam seluruhnya dalam minyak goreng. Proses penggorengan ini akan menghasilkan bahan pangan yang digoreng matang secara merata serta warnanya cenderung seragam. 5 Karakteristik Produk Hasil Penggorengan Semua pangan hasil penggorengan mempunyai struktur dasar sama yaitu terdiri dari inner zone (core), outer zone (crust) dan outer zone (surface) (Ketaren 1986). Inner zone adalah bagian luar pangan gorengan yang mengalami dehidrasi pada waktu proses penggorengan dan berwarna coklat kekuning-kuningan. Warna coklat umumnya merupakan hasil reaksi Mailiard yang dipengaruhi oleh komposisi makanan, suhu dan lama penggorengan. Rongga pada bahan pangan goreng akibat penguapan air tergantung pada ketebalan crust dan core. Semakin tebal crust semakin banyak minyak yang terserap (Robertson 1967; Rosyanti 2000). Minyak yang terserap ini berdampak positif pada rasa yang khas, kerenyahan produk dan mengempukkan produk. Tetapi juga dapat berdampak negatif seperti berkurangnya tingkat penerimaan konsumen karena penampakan produk yang berminyak (Susanti 1993). Selain itu absorpsi minyak yang tinggi akan menyebabkan produk lebih mudah mengalami ketengikan. Crust akan terbentuk pada kadar air 3% atau kurang di mana bahan pangan biasa dikatakan matang. Outer zone (surface) Inner zone (core) Outer zone (crust) Gambar 3 Penampang melintang makanan hasil penggorengan (Ketaren 1986) Mesin Penggorengan Hampa (vacuum frying) Proses penggorengan hampa (vacuum frying) pada dasarnya adalah proses penggorengan yang dilakukan pada tekanan rendah (-70 cmhg). Penggorengan hampa udara dapat digunakan sebagai alternatif pengolahan bahan yang rentan

18 6 terhadap suhu yang tinggi. Bahan dipanaskan dibawah tekanan vakum sehingga menurunkan titik didih air dalam bahan (Muchtadi 2008). Dengan penurunan tekanan maka suhu penggorengan bisa dilakukan relatif lebih rendah dibandingkan suhu penggorengan dengan tekanan atmosfer. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan penggorengan hampa adalah warna, rasa,dan aroma tidak banyak berubah, kandungan seratnya tinggi, tahan lama meskipun tidak mempergunakan bahan pengawet (Lastriyanto 2006). Pada kodisi vakum suhu penggorengan dapat diturunkan hingga 85 o C karena penurunan titik didih air. Dengan demikian produk yang mengalami kerusakan warna, aroma, rasa, dan nutrisi akibat panas dapat diproses dengan teknologi ini. Di sisi lain kerusakan minyak dan akibat-akibat yang ditimbulkan dapat diminimumkan karena proses dilakukan pada suhu dan tekanan rendah (Lastriyanto 2006). Gambar 4 Mesin Vacuum Frying Rancangan Anang Lastriyanto Proses tersebut mempergunakan mesin penggoreng hampa (vacuum fryer), dimana mesin ini terdiri dari 5 komponen, yakni : pompa vakum, tabung penggorengan, kondensor, sumber pemanas, dan pengendali suhu (Gambar 4). Adapun fungsi bagian-bagian tersebut adalah sebagai berikut: Pompa vakum merupakan komponen terpenting dari sistem penggorengan hampa yang berfungsi untuk menghisap udara di dalam ruang penggorengan sehingga tekanan menjadi rendah, serta untuk menghisap uap air dari bahan. Tabung/ruang penggoreng berfungsi untuk mengkondisikan bahan yang diproses agar sesuai dengan tekanan yang direkomendasikan. Di dalamnya berisi minyak sebagai media pindah panas yang dilengkapi dengan pengaduk dan keranjang. Kondensor berfungsi untuk mengembunkan uap air yang dikeluarkan selama penggorengan, kondensor ini mempergunakan air sebagai media pendingin. Unit pemanas, sumber panas mempergunakan kompor gas LPG Unit pengendali suhu, unit ini keberadaannya sangat penting, karena suhu proses dilakukan pada suhu dibawah media pemanas. Toleransi suhu sangat rendah sehingga pemilihan sensifitas pengendali suhu menjadi sangat penting.

19 7 Gambar 5 Bagan skema sistem mesin penggoreng hampa jet air 1. Sumber pemanas 6. Pengukur vakum 11. Pompa sirkulasi 2. Tabung penggoreng 7. Keranjang tempat bahan 12. Saluran pendingin 3. Tuas pengaduk 8. Kondensor 13. Bak air sirkulasi 4. Pengendali suhu 9. Saluran hisap uap air 14. Kerangka 5.Penampung kondensat 10. Water jet Mesin penggoreng hampa desain Anang Lastriyanto ini merupakan tipe horizontal yang bekerja dengan prinsip Bernoulli. Semburan air dari pompa yang dilalui pipa menghasilkan efek venturi atau sedotan (vacuum). Dengan menggunakan 7 atau 8 nosel, pipa khusus menghisap udara hingga tekanan di dalam tabung penggorengan turun hingga 10 kpa (7.52 cmhg) sehingga dengan tekanan tersebut titik didih air akan turun menjadi o C. Uap air yang terjadi sewaktu proses penggorengan disedot oleh pompa vakum. Air di dalam tabung penggoreng selanjutnya didinginkan di kondensor (Gambar 7) dengan sirkulasi air pendingin. Setelah melalui kondensor, uap air mengembun dan kondensat yang terjadi dapat dikeluarkan. Setelah dingin, air dimasukkan ke dalam bak air sedangkan uap air yang telah mengalami kondensasi ditampung di penampung kondensat. Sirkulasi air pendingin pada kondensor dihidupkan sewaktu proses penggorengan. Gambar 6 Skema water jet

20 8 Gambar 7 Skema kondensor Penelitian Penerapan Penggorengan Hampa (Vacuum frying) Penggorengan hampa telah banyak diteliti dan diterapkan dalam penggorengan keripik seperti keripik buah, jamur, umbi, dan ikan. Biasanya setiap produk pangan memiliki suhu dan waktu penggorengan yang berbeda jika digoreng hampa. Menurut Lastriyanto (1997; Paramita 1999), penggorengan hampa dilakukan dalam ruangan tertutup dengan kondisi tekanan rendah dimana kondisi yang baik untuk buah secara vakum adalah suhu 90 o C, tekanan -70 cmhg dan waktu penggorengan satu jam. Garayo dan Moreira (2002), membandingkan keripik kentang yang digoreng pada suhu (118, 132, 144 o C) dan tekanan hampa (6.66, 9.89, 3.12 kpa) dengan keripik kentang yang digoreng dalam kondisi atmosfer (165 o C). Ternyata keripik dengan penyerapan minyak terendah dengan kualitas produk seperti penyusutan, warna, dan tekstur terbaik didapatkan pada keripik kentang yang digoreng pada kondisi suhu 144 o C dengan tekanan hampa 3.12 kpa. Selain itu, menurut Nurhudaya (2011), dengan judul penelitian Rekayasa Proses Penggorengan Vakum (vacuum frying) dan Pengemasan Keripik Durian Mentawai, diperoleh suhu dan waktu yang optimal untuk penggorengan hampa durian menjadi keripik durian berdasarkan hasil uji pembobotan adalah 75 o C dan 85 menit. Dalam penelitian Nursofiyatun (2012), dengan judul Optimasi Proses Penggorengan Vakum (vacuum frying) Keripik Daging Sapi menyimpulkan bahwa keripik daging sapi terbaik diperoleh pada perlakuan suhu 90 o C dan waktu 70 menit. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Sriyono (2012), dengan judul Pembuatan Keripik Umbi Talas (Colocasia giganteum) dengan Variabel Lama Waktu Penggorengan Menggunakan Alat Vacuum Fryer. Penelitian ini dilakukan pada suhu penggorengan 70 o C dan variabel lama penggorengan sebesar 45, 50, 55, dan 65 menit diperoleh hasil bahwa semakin lama penggorengan maka air yang terkandung dalam bahan semakin banyak yang teruapkan. Kadar air yang terkandung dalam keripik sangat mempengaruhi kualitas dari keripik.

21 9 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sidomakmur, Kecamatan Sipora Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai. Sementara itu, uji fisikokimia dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, IPB dan Laboratorium Biokimia Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan November 2012 hingga April Bahan dan Alat Penelitian ini menggunakan bahan talas varietas Sutera, minyak goreng, bumbu dan bahan tambahan lain seperti tawas untuk menghilangkan getah pada talas, natrium bisulfit sebagai perenyah, dan soda kue untuk memutihkan. Alatalat yang digunakan selama proses penelitian ini adalah alat penggoreng hampa (vacuum fryer) dengan model komersial II, spinner, baskom, sealer, cawan aluminium, oven pengering, Desikator, Rheometer, Chroma meter Minolta CR- 400, dan perangkat Souxhlet untuk mengukur kadar lemak. Tabel 3. Spesifikasi mesin penggorengan hampa desain Anang Lastriyanto (2006) Uraian Komersial II Kapasitas (kg masukan/proses) Optimal 8 Lama proses (menit) Bahan bakar LPG Pendingin Sirkulasi air Volume minyak goreng (liter) Kebutuhan LPG (kg/jam) Daya (watt): Pompa vakum Spinner Sealer Instalasi listrik rumah minimum Dimensi pxlxt (cm 3 ) Volume pada waktu diangkut (m 3 ) Kelengkapan Kontrol suhu watt/220 V 180x120x x1.2x0.65 Sealer kemasan, pengatus minyak Digital Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menentukan suhu dan waktu penggorengan hampa yang terbaik agar menghasilkan produk keripik talas yang memiliki sifat fisikokimia dan organoleptik yang sesuai dengan keinginan konsumen berdasarkan pembobotan uji organoleptik dan analisis statistika. Proses pembuatan keripik talas dengan penggorengan hampa menggunakan 3 tingkat

22 10 suhu (102, 107, dan 112 o C) dan 3 tingkat waktu (25, 30, 35 menit) adapun alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 8. Talas 1 kg (yang telah dikupas) Pencucian dan pengirisan dengan slicer tipe gelombang dengan tebal 1 mm Perendaman dengan tawas (1/2 sdm), natrium bisulfit (1/2 sdm) dan soda kue (1 sdm) masing-masing selama 10 menit Penggorengan hampa T = C, C, C dengan tekanan hampa -70 cmhg dan waktu 25 menit, 30 menit dan 35 menit Pengatusan minyak (dengan spinner kecepatan 1400 rpm selama 10 detik) Pengemasan menggunakan kemasan Aluminiun foil Analisis fisikokimia (rendemen, kekerasan, warna, kadar air dan kadar lemak) serta uji organoleptik Suhu dan waktu terbaik untuk penggorengan keripik talas Analisis biaya (penentuan harga pokok produksi) Gambar 8 Diagram alir penelitian

23 11 Tahapan proses penggorengan keripik talas meliputi : Persiapan bahan Bahan baku talas yang digunakan untuk produksi terlebih dahulu dikupas kemudian dicuci hingga bersih. Setelah itu talas diiris dengan tebal 1 mm dengan mesin slicer tipe gelombang kemudian irisan talas direndam menggunakan tawas, natrium bisulfit, dan soda kue masing-masing 10 menit. Gambar 9 Proses perendaman irisan talas dengan menggunakan larutan tawas Penggorengan Proses pembuatan keripik dengan mesin penggoreng hampa menggunakan 3 tingkat suhu (102, 107, dan 112 o C) dan 3 tingkat waktu (25, 30, 35 menit). Kondisi tekanan tabung penggorengan adalah -70 cmhg. Gambar 10 Proses penggorengan keripik talas

24 12 Penirisan minyak Penirisan minyak menggunakan spinner yang berfungsi untuk membuang minyak yang melekat pada keripik dengan cara diputar dengan kecepatan 1400 rpm selama 10 detik. Pengemasan Pengemasan keripik talas dilakukan dengan menggunakan kemasan aluminium foil dan kemudian direkatkan menggunakan sealer. Gambar 11 Proses pengemasan keripik talas Prosedur Analisis Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Talas Rendemen Besar rendemen dihitung berdasarkan presentase berat keripik talas yang dihasilkan terhadap berat talas sebelum digoreng. Rumusnya ditunjukkan pada persamaan (5) Kadar Air Pertama-tama cawan kosong dikeringkan dalam oven dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sejumlah sampel ditimbang sebanyak 5 gr dimasukkan ke dalam cawan yang telah ditimbang selanjutnya dikeringkan dalam oven bersuhu 105 o C selama 6 jam. Cawan dan sampel didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Pengeringan dilakukan sampai diperoleh berat konstan. Kadar air (basis basah) dihitung berdasarkan kehilangan berat, yaitu selisih berat awal dikurangi barat akhir dibagi dengan berat contoh. Rumusnya diperlihatkan pada persamaan (6) (5)

25 13 Kadar Lemak Kadar lemak diukur dengan metode ekstraksi soxhlet. Labu lemak yang digunakan dibersihkan dan dikeringkan dalam oven bersuhu 105 o C selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Sebanyak 5 gram sampel dalam bentuk kering dibungkus dengan kertas saring, lalu dimasukkan ke dalam soxhlet. Alat kondensor diletakkan di atasnya dan labu diletakkan di bawahnya. Pelarut heksana dimasukan ke dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks selama minimal 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam lemak didestilasi, dan ditampung kembali. Kemudian labu yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven 105 o C untuk menguapkan sisa pelarut hingga mencapai berat konstan, kemudian didinginkan dalam desikator. Selanjutnya labu beserta lemak di dalamnya ditimbang dan berat lemak diketahui. Rumusnya ditunjukkan pada persamaan (7) (6) (7) Kadar Pati (SNI ) Sebanyak 1 gram sampel produk dilarutkan dalam 40 ml HCl 3 % dan direfluks selama 3 jam dengan suhu sekitar 200 sampai 250 o C. Kemudian sampel didinginkan dan dinetralkan dengan menambah beberapa tetes NaOH 3 % dengan bantuan indikator PP sampai berwarna merah muda dan diasamkan sedikit dengan menggunakan HCl 3 % sampai ph nya sedikit asam yaitu sekitar 6, kemudian ditera dalam labu takar 100 ml dengan menggunakan akuades dan disaring. Sebanyak 5 ml fitrat dipipet ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 25 ml larutan LuffSchrool dan 20 ml akuades dan direfluks kembali selama 10 menit (dihitung pada saat mulai mendidih). Setelah mendidih, kemudian didinginkan dalam kotak es selama beberapa menit. Kemudian sampel yang telah dingin ditambahkan 25 ml H 2 SO 4 25 % dan 15 ml larutan KI 20% lalu segera dititrasi dengan Na 2 S 2 O % yang telah distandarisasi. Penambahan indikator kanji 0.5 % dilakukan pada saat titrasi berlangsung, titrasi dihentikan pada saat larutan berubah warna dari ungu menjadi putih. Penentuan blanko sama seperti contoh namun tidak memakai sampel. Kadar pati diukur dengan cara sebagai berikut: (8) Keterangan : G = mg glukosa dari tabel (Vol Na 2 S 2 O 3 Blanko Vol Na 2 S 2 O 3 contoh) Fp = faktor pengenceran W = bobot contoh (mg)

26 14 Kekerasan Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan produk terhadap jarum penusuk dari Rheometer DX-500. Keripik ditekan oleh plunyer, beban maksimum 10 kg, kecepatan penurunan plunyer 60 mm/menit hingga keripik pecah. Warna Warna diukur dengan menggunakan Chroma meter (CR-400, Konica Minolta, Japan). Data warna yang dinyatakan dengan nilai L (kecerahan), nilai a (warna kromatik hijau merah), nilai b (warna kromatik biru kuning). Nilai L menyatakan kecerahan (cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik putih, abu-abu, dan hitam), bernilai 0 untuk warna hitam dan bernilai 100 untuk warna putih. Nilai L yang semakin besar menunjukkan irisan produk semakin rusak karena warnanya semakin pucat. Nilai a menyatakan warna kromatik merah hijau, bernilai +a dari 0 sampai 100 untuk warna merah dan bernilai a dari 0 sampai - 80 untuk warna hijau. Nilai a yang semakin besar menunjukkan irisan produk semakin mendekati kebusukan. Nilai b positif berkisar antara 0 sampai +70 yang menyatakan intensitas warna kuning sedangkan nilai b negatif yang menyatakan intensitas warna biru berkisar antara 0 sampai 80. Pengujian dilakukan dengan menempelkan sensor pada produk dan menembakkan sinar pada tiga bagian yang berbeda. Uji Organoleptik Uji organoleptik yang akan digunakan adalah uji hedonik (kesukaan), yang menyangkut penilaian 15 orang panelis terhadap sifat produk. Dalam uji ini, panelis diminta tanggapannya mengenai kesukaan atau ketidaksukaannya. Pengujian ini menggunakan skor dengan tujuh skala kesukaan. Parameter yang diuji secara organoleptik dari keripik talas ini adalah rasa, warna, aroma, dan kerenyahan. Prosedur Analisis Data Uji Pembobotan Dalam uji pembobotan, panelis diminta memberikan peringkat terhadap 4 kriteria mutu dari produk keripik yang diujikan pada organoleptik. Kriteria mutu tersebut antara lain rasa, aroma dan kerenyahan. Pengurutannya adalah sebagai berikut: 4 = sangat penting, 3 = penting, 2 = agak penting, 1 = tidak penting. (9) dimana Ʃ= ( ) Nilai uji pembobotan adalah jumlah dari perkalian nilai rata-rata 4 parameter kesukaan (kerenyahan, rasa, warna, dan aroma) dari hasil uji organoleptik dengan persen bobotnya atau dihitung dengan rumus :

27 Nilai uji pembobotan = (% bobot a skor a) + (% bobot b skor b) + (% bobot c skor c) + (% bobot d skor d) (10) Keterangan : a= kerenyahan b= rasa c= warna d=aroma Rancangan Percobaan Pada proses pembuatan keripik talas, rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan dua faktor, tiga taraf perlakuan pada tiap faktor dan dua kali ulangan. Faktor perlakuan yang digunakan adalah : A. : Suhu penggorengan ( o C) A1 : 102 A2 : 107 A3 : 112 B : Waktu pengggorengan (menit) B1 : 25 B2 : 30 B3 : 35 Model matematika yang digunakan ditunjukkan pada persamaan (11) Y ijk = μ + A i + B j + (AB) ij + ε ijk (11) 15 Keterangan : Y ijk = respon percobaan karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor A, dengan taraf ke-j faktor B dan ulangan ke-k μ = pengaruh nilai tengah yang sebenarnya A i = pengaruh perlakuan A taraf ke-i B j = pengaruh perlakuan B taraf ke-j (AB) ij = pengaruh interaksi perlakuan A taraf ke-i dengan perlakuan B ε ijk taraf ke-j = pengaruh kesalahan percobaan pada ulangan ke-k karena pengaruh A, B, AB Data diolah dengan analisis sidik ragam untuk melihat perlakuan yang diberikan. Analisis sidik ragam dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) untuk perlakuan yang menunjukkan perbedaan nyata (F hitung >F tabel ) (Mattjik 2006). Analisis statistik data menggunakan software SAS (versi ) \

28 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu dan Waktu Penggorengan Hampa terhadap Karakteristik Fisikokimia Keripik Talas Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama penggorengan hampa terhadap karakteristik fisikokimia serta menentukan suhu dan waktu penggorengan yang optimal dilihat dari uji fisikokimia dan pembobotan. Hasil produk keripik talas dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Keterangan : A1 : 102 o C B1 : 25 menit A2 : 107 o C B2 : 30 menit A2 : 112 o C B3 : 35 menit Gambar 12 Hasil Penggorengan keripik talas dalam berbagai perlakuan suhu dan waktu penggorengan Rendemen Nilai rendemen merupakan hal penting yang perlu diperhatikan karena berhubungan dengan nilai ekonomis produk yang akan dipasarkan. Nilai rendemen yang terlalu rendah menyebabkan biaya produksi yang tinggi sehingga harga jual produk pun akan semakin tinggi untuk menghasilkan keuntungan produksi. Rendemen rata-rata keripik talas yang dihasilkan berkisar antara 27 % sampai 33.5 %. Nilai rendemen terbesar terdapat pada produk yang digoreng pada suhu 102 o C selama 25 menit sedangkan nilai rendemen terkecil terdapat pada produk yang digoreng pada suhu 107 o C selama 25 menit. Hubungan antara pengaruh perlakuan penggorengan dengan rendemen dapat dilihat pada gambar 13.

29 Secara umum, dari gambar 13 dapat dilihat bahwa rendemen keripik talas menurun dengan semakin meningkatnya waktu penggorengan. Penurunan ini berhubungan dengan semakin banyaknya air yang hilang karena penguapan sejalan dengan meningkatnya waktu penggorengan. 17 Rendemen (%) Perlakuan Gambar 13 Rendemen keripik talas pada 9 perlakuan Kadar Air Nilai kadar air produk keripik merupakan parameter yang sangat penting karena berhubungan dengan kualitas produk yang dihasilkan dan ketahanan produk selama penyimpanan. Gambar 14 menunjukkan kadar air rata-rata keripik talas yang diperoleh dari penelitian ini berkisar antara 1.93 % sampai 2.28 % (basis basah). Baumann dan Escher (1995) mengatakan bahwa nilai kadar air akan meningkat dengan adanya penurunan suhu yang dilakukan. Hasil penelitian Garayo dan Moreira (2002) menunjukkan bahwa kehilangan kadar air selama proses penggorengan menunjukkan karakteristik dari proses penggorengan Kadar Air (%) Perlakuan Gambar 14 Kadar air keripik talas pada 9 perlakuan

30 18 Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 15) menunjukkan bahwa faktor suhu berpengaruh nyata terhadap turunnya nilai kadar air keripik talas (p<0.05) sedangkan faktor waktu dan interaksi antara faktor suhu dan waktu tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air keripik talas (p>0.05). Hasil uji lanjut Duncan (Tabel 4) menunjukkan bahwa nilai kadar air terkecil terdapat pada perlakuan dengan suhu 112 o C dan berbeda nyata dengan suhu 107 o C tetapi tidak berbeda nyata dengan suhu 102 o C. Sedangkan nilai kadar air terbesar terdapat pada perlakuan suhu 107 o C dan tidak berbeda nyata dengan suhu 102 o C. Tabel 4 Uji DMRT perlakuan suhu penggorengan hampa terhadap kadar air keripik talas Perlakuan Suhu Rata-rata Kehomogenan Kelompok 107 o C A 102 o C AB 112 o C B Kadar Lemak Nilai kadar lemak rata-rata keripik talas pada penelitian ini berkisar antara % sampai %. Nilai kadar lemak terbesar terdapat pada perlakuan penggorengan dengan suhu 112 o C selama 30 menit sedangkan nilai kadar lemak terkecil terdapat pada perlakuan penggorengan dengan suhu 107 o C selama 30 menit. Kadar Lemak (%) Perlakuan Gambar 15 Kadar lemak keripik talas pada 9 perlakuan Gambar 15 menunjukkan bahwa kadar lemak keripik talas cenderung meningkat dengan semakin meningkatnya suhu dan waktu penggorengan. Namun berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 16) menunjukkan bahwa dari semua faktor yang meliputi suhu, waktu, dan interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar lemak (p>0.05). Baumann dan Escher (1995) menemukan bahwa variasi suhu penggorengan dibawah tekanan atmosfer menyebabkan sedikit peningkatan kadar lemak total dari keripik. Pada

31 penggorengan hampa keripik kentang Garayo dan Moreira (2002) menyatakan kadar lemak total bukan merupakan fungsi dari suhu minyak tetapi tergantung dari waktu peggorengan. Kekerasan Kekerasan suatu produk menunjukkan besarnya gaya yang dibutuhkan untuk membuat produk mengalami perubahan bentuk. Nilai kekerasan produk berhubungan dengan kerenyahan, dimana semakin rendah kekerasan maka produk semakin renyah karena gaya yang dibutuhkan untuk memecah produk semakin kecil. Gambar 16 menunjukkan nilai kekerasan rata-rata keripik talas berkisar antara N/m 2 sampai N/m 2. Shyu et al (2005) mengenai proses penggorengan hampa keripik wortel menyatakan nilai kekerasan menurun dengan meningkatnya suhu dan waktu penggorengan. 19 Kekerasan (N/m 2 ) Perlakuan Gambar 16 Nilai kekerasan keripik talas pada 9 perlakuan Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 17) menunjukkan bahwa faktor suhu, waktu dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap nilai kekerasan (p<0.05). Hasil uji lanjut Duncan (Tabel 5) menunjukkan bahwa nilai kekerasan terkecil terdapat pada perlakuan penggorengan dengan suhu 112 o C dan tidak berbeda nyata dengan suhu 107 o C tetapi berbeda nyata dengan suhu 102 o C. Nilai kekerasan terbesar terdapat pada perlakuan penggorengan dengan suhu 102 o C dan tidak berbeda nyata dengan suhu 107 o C. Tabel 5 Uji DMRT perlakuan suhu penggorengan hampa terhadap kekerasan keripik talas Perlakuan Suhu Rata-rata Kehomogenan Kelompok 102 o C A 107 o C AB 112 o C B

32 20 Tabel 6 Uji DMRT perlakuan waktu penggorengan hampa terhadap kekerasan keripik talas Perlakuan Waktu Rata-rata Kehomogenan Kelompok 25 menit A 30 menit AB 35 menit B Sementara uji lanjut Duncan (Tabel 6) memperlihatkan bahwa perlakuan penggorengan dengan waktu 35 menit memiliki nilai kekerasan terkecil dan tidak berbeda nyata dengan waktu 30 menit tetapi berbeda nyata dengan waktu 25 menit. Sedangkan nilai kadar air terbesar terdapat pada perlakuan penggorengan dengan waktu 25 menit dan tidak berbeda nyata dengan waktu 30 menit. Menurut uji lanjut Duncan (Tabel 7) nilai kekerasan terkecil terdapat pada perlakuan penggorengan dengan kombinasi suhu 112 o C dan waktu 25 menit namun tidak berbeda nyata dengan hampir seluruh perlakuan penggorengan kecuali dengan kombinasi suhu 102 o C dan waktu 25 menit. Sedangkan nilai kekerasan terbesar terdapat pada kombinasi suhu 102 o C dan waktu 25 menit dan berbeda nyata dengan semua kombinasi suhu dan waktu penggorengan. Tabel 7 Uji DMRT interaksi perlakuan suhu dan waktu penggorengan hampa terhadap kekerasan keripik talas Perlakuan Rata-rata Kehomogenan Kelompok 102 o C, 25 menit A 107 o C, 30 menit B 112 o C, 30 menit B 102 o C, 30 menit B 107 o C, 25 menit B 107 o C, 35 menit B 102 o C, 35 menit B 112 o C, 35 menit B 112 o C, 25 menit B Kadar Pati Nilai kadar pati rata-rata keripik talas berkisar antara % sampai %. Gambar 17 menunjukkan bahwa kadar pati keripik talas cenderung meningkat dengan semakin meningkatnya suhu dan waktu penggorengan. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 18) menunjukkan bahwa faktor suhu, waktu dan interaksi antara kedua faktor tersebut penggorengan berpengaruh nyata terhadap nilai kadar pati (p<0.05).

33 21 Kadar Pati (%) Perlakuan Gambar 17 Kadar pati keripik talas pada 9 perlakuan Hasil uji lanjut Duncan (Tabel 8) menunjukkan bahwa nilai kadar pati terbesar terdapat pada perlakuan penggorengan dengan suhu 107 o C dan berbeda nyata dengan seluruh perlakuan suhu penggorengan. Sedangkan nilai kadar pati terkecil terdapat pada perlakuan penggorengan dengan suhu 102 o C dan berbeda nyata dengan seluruh perlakuan suhu penggorengan. Sementara uji lanjut Duncan (Tabel 9) memperlihatkan bahwa nilai kadar pati terbesar terdapat pada perlakuan penggorengan dengan waktu 35 menit dan berbeda nyata dengan seluruh perlakuan waktu penggorengan. Sedangkan nilai kadar pati terkecil terdapat pada perlakuan penggorengan dengan waktu 25 menit dan berbeda nyata dengan seluruh perlakuan waktu penggorengan. Menurut uji lanjut Duncan (Tabel 10), nilai kadar pati terbesar terdapat pada perlakuan dengan kombinasi suhu 107 o C dan waktu 35 menit dan berbeda nyata dengan kombinasi suhu 107 o C dan waktu 30 menit. Tabel 8 Uji DMRT perlakuan suhu penggorengan hampa terhadap kadar pati keripik talas Perlakuan Suhu Rata-rata Kehomogenan Kelompok 107 o C A 112 o C B 102 o C C Tabel 9 Uji DMRT perlakuan waktu penggorengan hampa terhadap kadar pati keripik talas Perlakuan Waktu Rata-rata Kehomogenan Kelompok 35 menit A 25 menit B 30 menit C

34 22 Tabel 10 Uji DMRT interaksi perlakuan suhu dan waktu penggorengan hampa terhadap kadar pati keripik talas Perlakuan Rata-rata Kehomogenan Kelompok 107 o C, 35 menit A 112 o C, 25 menit B 102 o C, 35 menit C 107 o C, 30 menit CD 112 o C, 35 menit CD 112 o C, 30 menit CD 107 o C, 25 menit D 102 o C, 25 menit E 102 o C, 30 menit F Warna Warna mempunyai arti dan peranan yang sangat penting pada beberapa produk pangan. Warna merupakan sifat produk yang dapat dipandang sebagai sifat fisik (objektif) dan sifat organoleptik (subjektif). Pengukuran warna secara objektif dilakukan dengan instrumen fisik yaitu Chromameter sedangkan secara subjektif menggunakan instrumen manusia Nilai L Perlakuan Gambar 18 Nilai kecerahan (L) keripik talas pada 9 perlakuan Hasil pengukuran objektif nilai rata-rata kecerahan (L) keripik talas berkisar antara sampai Nilai kecerahan terkecil terdapat pada perlakuan penggorengan dengan suhu 112 o C selama 30 menit sedangkan nilai L terbesar terdapat pada perlakuan penggorengan dengan suhu 102 o C selama 25 menit. Gambar 18 memperlihatkan bahwa semakin meningkatnya suhu dan waktu penggorengan maka nilai kecerahan cenderung meningkat. Namun hasil analisis sidik ragam (Lampiran 19) menunjukkan bahwa faktor suhu, waktu dan interaksi antara kedua faktor tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kecerahan (p>0.05). Menurut Garayo dan Moreira (2002) parameter warna tidak secara signifikan dipengaruhi oleh suhu minyak serta tekanan penggorengan.

35 Parameter warna selanjutnya adalah nilai a dengan rata-rata berkisar antara sampai Hal ini menujukkan bahwa warna keripik talas cenderung kehijauan. Analisis sidik ragam (Lampiran 20) menunjukkan bahwa hanya faktor suhu berpengaruh terhadap nilai a (p<0.05). Sedangkan faktor waktu dan interaksi antara suhu dan waktu tidak berpengaruh nyata terhadap nilai a (p>0.05). 23 Nilai a Perlakuan Gambar 19 Nilai a keripik talas pada 9 perlakuan Hasil uji lanjut Duncan (Tabel 11), menunjukkan bahwa keripik talas yang memiliki nilai a terkecil terdapat pada perlakuan dengan suhu penggorengan 102 o C dan berbeda nyata dengan suhu 107 o C dan 112 o C. Sedangkan nilai a terbesar terdapat pada perlakuan suhu penggorengan 112 o C namun tidak berbeda nyata dengan suhu 107 o C tetapi berbeda nyata dengan suhu 102 o C. Tabel 11 Uji DMRT perlakuan suhu penggorengan hampa terhadap nilai a keripik talas Perlakuan Suhu Rata-rata Kehomogenan Kelompok 112 o C A 107 o C A 102 o C B Parameter warna yang terakhir adalah nilai b dengan rata-rata berkisar antara sampai Hal ini menunjukkan bahwa intensitas warna kuning keripik talas lebih dominan. Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 21), hanya faktor interaksi suhu dan waktu yang berpengaruh nyata terhadap nilai b (p<0.05) sedangkan faktor suhu dan waktu tidak berpengaruh nyata terhadap nilai b (p>0.05). Hasil uji lanjut Duncan (Tabel 12) menunjukkan bahwa nilai b keripik talas terbesar terdapat pada perlakuan suhu penggorengan 107 o C dan waktu 25 menit namun tidak berbeda nyata dengan seluruh perlakuan suhu dan waktu penggorengan sedangkan nilai b terkecil terdapat pada perlakuan suhu

36 24 penggorengan 112 o C dan waktu 25 menit namun tidak berbeda nyata dengan seluruh perlakuan suhu dan waktu penggorengan Nilai b Perlakuan Gambar 20 Nilai b keripik talas pada 9 perlakuan Tabel 12 Uji DMRT interaksi perlakuan suhu dan waktu penggorengan hampa terhadap nilai b keripik talas Perlakuan Rata-rata Kehomogenan Kelompok 107 o C, 25 menit A 102 o C, 30 menit AB 102 o C, 25 menit ABC 102 o C, 35 menit ABCD 112 o C, 35 menit ABCD 112 o C, 30 menit ABCD 107 o C, 30 menit BCD 107 o C, 35 menit CD 112 o C, 25 menit D Uji Organoleptik 1. Warna Sifat mutu secara visual yang menjadi perhatian utama konsumen terhadap suatu produk yang baru dikenal pertama kali adalah warna. Walaupun tidak menunjukkan nilai gizi maupun nilai fungsional suatu produk, namun warna berhubungan dengan preferensi konsumen terhadap suatu produk. Pengujian organoleptik dengan metode hedonik terhadap warna keripik talas menghasilkan nilai rata-rata 4.13 sampai 5.33 (netral sampai agak suka). Produk yang paling disukai panelis adalah produk yang digoreng pada suhu 112 o C selama 30 menit sedangkan produk yang paling tidak disukai panelis adalah produk yang digoreng pada suhu 107 o C selama 25 menit (Gambar 21). Hal ini

37 diduga karena produk yang digoreng pada suhu rendah dan waktu lebih singkat memiliki warna yang lebih pucat sehingga tidak disukai panelis. 25 Skor Organoleptik Perlakuan Gambar 21 Skor warna pengujian organoleptik keripik talas pada 9 perlakuan 2. Kerenyahan Kerenyahan merupakan ciri khas dari produk keripik. Nilai kerenyahan ratarata keripik talas berkisar antara 4.20 sampai 6.13 (netral sampai suka). Produk yang paling disukai panelis adalah produk yang digoreng pada suhu 112 o C selama 30 menit sedangkan produk yang paling tidak disukai panelis adalah produk yang digoreng pada suhu 107 o C selama 25 menit (Gambar 22). Skor Organoleptik Perlakuan Gambar 22 Skor kerenyahan pengujian organoleptik keripik talas pada 9 perlakuan c. Rasa Nilai rata-rata kesukaan terhadap rasa keripik talas berkisar antara 2.27 sampai 5.73 (tidak suka sampai agak suka). Produk yang digoreng pada suhu 112 o C selama 30 menit paling disukai panelis sedangkan yang digoreng pada suhu 102 o C selama 25 menit paling tidak disukai panelis. Hal ini diduga berhubungan dengan kadar lemak yang terserap ke dalam produk dan kadar pati yang terkandung dalam produk.

38 26 Skor Organoleptik Perlakuan Gambar 23 Skor rasa pengujian organoleptik keripik talas pada 9 perlakuan d. Aroma Nilai uji organoleptik rata-rata terhadap aroma keripik talas adalah 4.67 dengan kisaran 4 sampai 5.53 (netral sampai agak suka). Produk dengan aroma yang paling disukai panelis adalah produk yang digoreng pada suhu 112 o C selama 30 menit sedangkan yang tidak disukai panelis adalah produk yang digoreng pada suhu 102 o C selama 25 menit (Gambar 24). Skor Organoleptik Perlakuan Gambar 24 Skor aroma pengujian organoleptik keripik talas pada 9 perlakuan Hubungan Hasil Uji Organoleptik dengan Uji Fisikokimia Hubungan antara uji organoleptik dan fisikokimia didapatkan dengan cara uji regresi linier yang menghubungkan masing-masing parameter. Hubungan tersebut antara lain hubungan antara skor warna organoleptik dengan warna hasil uji chromameter, kerenyahan organoleptik dengan kekerasan hasil pengukuran rheometer, aroma organoleptik dengan kadar lemak serta rasa organoleptik dengan kadar lemak. Tabel 13 menunjukkan bahwa secara umum hubungan masing-masing parameter antara hasil uji organoleptik dengan uji fisikokimia memiliki nilai koefisien korelasi yang relatif kecil (R 2 <0.5). Hal ini diduga karena terjadi perbedaan persepsi antara panelis dengan data hasil uji di laboratorium.

39 Tabel 13 Persamaan hubungan hasil uji organoleptik dengan uji fisikokimia Parameter Uji Parameter Uji k b R 2 Organoleptik Fisikokimia Warna Warna (Chromameter) Kerenyahan Kekerasan (Rheometer) Rasa Kadar Pati Aroma Kadar Lemak Uji Pembobotan Perlakuan suhu dan waktu pernggorengan terbaik dari hasil uji organoleptik ditentukan menggunakan uji pembobotan. Panelis diberi kuesioner mengenai parameter organoleptik keripik yaitu warna, rasa, kerenyahan, dan aroma. Kemudian panelis diminta untuk mengurutkan tiap parameter tersebut berdasarkan tingkat kepentingannya. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa panelis cenderung menempatkan rasa pada urutan pertama dengan bobot %, kerenyahan memiliki bobot %, warna memiliki bobot %, dan aroma memiliki bobot %. Selanjutnya nilai rata-rata kesukaan tiap parameter dikalikan dengan bobotnya masing-masing. Nilai kepentingan pada masingmasing parameter ditunjukkan pada gambar Bobot (%) Rasa Kerenyahan Aroma Warna Parameter Gambar 25 Nilai kepentingan (bobot) tiap parameter organoleptik Menurut Tabel 14, perlakuan yang memenuhi syarat diterima panelis adalah perlakuan penggorengan dengan suhu 107 o C dengan waktu 30 menit (A2B2), suhu 107 o C dengan waktu 35 menit (A2B3), suhu 112 o C dengan waktu 25 menit (A3B1), dan suhu 112 o C dengan waktu 30 menit. Dari keempat perlakuan penggorengan tersebut, perlakuan penggorengan yang memiliki nilai pembobotan tertinggi adalah penggorengan dengan suhu 112 o C dengan waktu 30 menit.

40 28 Perlakuan Tabel 14 Uji pembobotan hasil organoleptik Warna (%) Kerenyahan (%) Aroma (%) Rasa (%) Skor Suhu Waktu ' o C 30' ' ' o C 30' ' ' o C 30' ' Berdasarkan uji statistika diketahui bahwa kadar lemak, nilai kecerahan, nilai a, dan nilai b dari masing - masing perlakuan yang diterima panelis tidak berbeda nyata, sedangkan kadar air, kadar pati dan nilai kekerasan berbeda nyata. Perlakuan penggorengan dengan suhu 107 o C memiliki kadar air tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan suhu 112 o C, maka perlakuan penggorengan dengan suhu 107 o C tidak termasuk dalam kriteria pemilihan produk yang terbaik. Selain itu produk yang digoreng pada suhu 107 o C memiliki skor pembobotan yang relatif lebih kecil dibandingkan produk yang diterima panelis lainnya. Perlakuan Tabel 15 Rekapitulasi hasil uji fisikokimia keripik talas Kadar air Kadar lemak Kekerasan Kadar pati Warna L a b A1B1 2.00a 27.98a 69.65a 55.45e 65.94a -1.97a 25.99abc A1B2 1.98a 27.01a 55.43b 53.36f 63.26a -2.24a 26.09ab A1B3 2.10a 26.74a 50.03b 58.10c 58.97a -1.69a 25.26abcd A2B1 2.19a 27.61a 54.94b 56.92d 55.47a -0.32a 28.16a A2B2 2.28a 25.89a 62.78b 57.83cd 58.58a -0.26a 22.96bcd A2B3 2.05a 28.31a 50.52b 61.09a 59.08a -0.36a 22.31cd A3B1 1.93a 28.20a 48.56b 59.27b 55.62a -0.02a 21.92d A3B2 2.05a 28,96a 60.33b 57.18cd 53.71a -0.20a 24.59abcd A3B3 1.78a 27.72a 50.03b 57.64cd 59.61a -0.42a 24.95abcd Berdasarkan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) perlakuan penggorengan dengan waktu 25 menit memiliki nilai kekerasan yang tidak berbeda nyata dengan waktu 30 menit, sedangkan perlakuan penggorengan dengan suhu 112 o C dan waktu penggorengan selama 25 menit memiliki kadar pati lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan penggorengan dengan suhu 112 o C dan waktu penggorengan selama 30 menit dan berbeda nyata sehingga perlakuan penggorengan yang terbaik adalah perlakuan penggorengan dengan suhu 112 o C dan waktu penggorengan selama 25 menit. Selain itu pemilihan yang

41 terbaik juga didasarkan pada waktu penggorengan yang lebih singkat sehingga dapat menghemat energi dan waktu. 29 Gambar 26 Hasil penggorengan hampa dengan suhu 112 o C dan waktu 25 menit Perbandingan Sifat Fisikokimia Keripik Talas Hasil Penggorengan Hampa dengan Penggorengan Konvensional Sifat fisikokimia keripik talas yang dibandingkan meliputi kadar air, kadar lemak, dan kekerasan. Data diperoleh dari penggorengan hampa dengan suhu 112 o C selama 25 menit dan penggorengan konvensional dengan suhu 160 o C selama 7-10 menit. Tabel 16 memperlihatkan dari ketiga parameter fisikokimia tersebut, produk hasil penggorengan hampa memiliki nilai yang lebih rendah dari produk hasil penggorengan konvensional. Hal ini menunjukkan keripik talas hasil penggorengan hampa memiliki kualitas yang lebih baik. Menurut Garayo dan Moreira (2002) penggorengan hampa merupakan alternatif yang sesuai untuk menghasilkan keripik kentang dengan kandungan lemak dan tekstur yang rendah. Tabel 16 Perbandingan Sifat Fisikokimia Keripik Talas Hasil Penggorengan Hampa dengan Penggorengan Konvensional Penggorengan Hampa Penggorengan Konvensional (Nurcahyanti 2005) Kadar air (%) Kadar lemak (%) Kekerasan (N/m 2 ) Analisis Biaya Pokok Produksi Keripik Talas dengan Penggorengan Hampa (vacuum frying) Biaya Investasi Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan pada saat usaha belum berproduksi. Untuk usaha keripik talas diperlukan biaya investasi seperti biaya bangunan, mesin Vacuum frying, sealer, alat perlengkapan, genset, dan meja kerja berbahan stainless steel. Biaya investasi usaha keripik talas dapat dilihat pada Tabel 17.

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dantempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai. Sementara

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian dilakukan di Desa Sido Makmur, Kec. Sipora Utara, Kab. Kep.Mentawai untuk proses penggorengan keripik ikan lemuru. Dan dilanjutkan dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011-Februari 2012. Proses penggorengan hampa keripik ikan tongkol dilakukan di UKM Mekar Sari,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Proses penggorengan keripik durian dengan mesin penggorengan vakum dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sido Makmur Kecamatan Sipora Utara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

OPTIMASI SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN HAMPA (VACUUM FRYING) DALAM PRODUKSI KERIPIK UBI JALAR MENTAWAI NI MADE CITTA ISWARI

OPTIMASI SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN HAMPA (VACUUM FRYING) DALAM PRODUKSI KERIPIK UBI JALAR MENTAWAI NI MADE CITTA ISWARI 1 OPTIMASI SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN HAMPA (VACUUM FRYING) DALAM PRODUKSI KERIPIK UBI JALAR MENTAWAI NI MADE CITTA ISWARI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ikan Tongkol Ikan tongkol adalah jenis ikan pelagis yang merupakan salah satu komoditas utama ekspor Indonesia. Akan tetapi akibat pengelolaan yang kurang baik di beberapa perairan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat Keripik wortel sebagai bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil produksi sendiri yang dilakukan di laboratorium proses Balai Besar Industri

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGGORENGAN HAMPA TERHADAP MUTU DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK IKAN LEMURU Penelitian tahap satu ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama penggorengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) :

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Rendemen merupakan persentase perbandingan antara berat produk yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Lampiran 1 Formulir organoleptik

Lampiran 1 Formulir organoleptik LAMPIRA 55 56 Lampiran Formulir organoleptik Formulir Organoleptik (Mutu Hedonik) Ubi Cilembu Panggang ama : o. HP : JK : P / L Petunjuk pengisian:. Isi identitas saudara/i secara lengkap 2. Di hadapan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen laboratorium. Faktor perlakuan meliputi penambahan pengembang dan pengenyal pada pembuatan kerupuk puli menggunakan

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2011. Penelitian dilaksanakan di laboratorium LBP (Lingkungan dan Bangunan Pertanian) dan

Lebih terperinci

I. METODE PENELITIAN. Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

I. METODE PENELITIAN. Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. I. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2012 sampai April 2012 di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Pertanian, dan Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat dan penurunan mutu produk kopi instan formula a. Kadar air (AOAC, 1995) Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Prinsip dari metode

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN B. BAHAN DAN ALAT 1. BAHAN 2. ALAT C. TAHAPAN PENELITIAN 1. PENELITIAN PENDAHULUAN III.

METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN B. BAHAN DAN ALAT 1. BAHAN 2. ALAT C. TAHAPAN PENELITIAN 1. PENELITIAN PENDAHULUAN III. III. METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai Maret 2011 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP)

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan penelitian utama dilaksanakan bulan Maret Juni 2017 di Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat

Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat LAMPIRAN 37 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Cawan aluminium kosong dioven selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan sebanyak 5 g sampel dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi azeotropik kontinyu dengan menggunakan pelarut non polar.

Lebih terperinci

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih. Lampiran 1. Lembar Uji Hedonik Nama : Usia : Pekerjaan : Pengujian organoleptik dilakukan terhadap warna, aroma, rasa dan kekentalan yoghurt dengan metoda uji kesukaan/hedonik. Skala hedonik yang digunakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk susu kedelai bubuk komersial, isolat protein kedelai, glucono delta lactone (GDL), sodium trpolifosfat

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain talas bentul, gula pasir, gula merah, santan, garam, mentega, tepung ketan putih. Sementara itu, alat yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian jenis eksperimen di bidang Ilmu Teknologi pangan.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian jenis eksperimen di bidang Ilmu Teknologi pangan. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Penelitian ini termasuk penelitian jenis eksperimen di bidang Ilmu Teknologi pangan. B. Waktu dan Tempat penelitian Pembuatan keripik pisang raja nangka dan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 PENGOLAHAN TALAS Ir. Sutrisno Koswara, MSi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 DISCLAIMER This presentation is made possible by the generous support of the American people

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengujian kualitas fisik telur dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pengujian kualitas kimia telur dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 24 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Sampel

Lampiran 1. Prosedur Analisa Sampel Lampiran 1. Prosedur Analisa Sampel 1. Pengukuran Kadar Air (AOAC, 1984) Cawan aluminium dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 C selama 15 menit, kemudian didinginkan di dalam desikator lalu ditimbang

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KANDUNGAN KADAR AIR DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK UBI CILEMBU

PENGARUH WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KANDUNGAN KADAR AIR DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK UBI CILEMBU LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KANDUNGAN KADAR AIR DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK UBI CILEMBU (The Time Effect Of Vacuum Frying Towards The Amount Of Water And Organoleptic Ingredients

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering dengan varietas Pioneer 13 dan varietas Srikandi (QPM) serta bahanbahan kimia yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya.

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya. 57 Lampiran I. Prosedur Analisis Kimia 1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). Timbang contoh yang telah berupa serbuk atau bahan yang telah dihaluskan sebanyak 1-2 g dalam botol timbang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

3. MATERI DAN METODE. Gambar 2. Alat Penggilingan Gabah Beras Merah. Gambar 3. Alat Penyosohan Beras Merah

3. MATERI DAN METODE. Gambar 2. Alat Penggilingan Gabah Beras Merah. Gambar 3. Alat Penyosohan Beras Merah 3. MATERI DAN METODE Proses pemanasan dan pengeringan gabah beras merah dilakukan di Laboratorium Rekayasa Pangan. Proses penggilingan dan penyosohan gabah dilakukan di tempat penggilingan daerah Pucang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Bandar Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan

Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan 1. Penentuan Formulasi Bubur Instan Berbasis Tepung Komposit : Tepung Bonggol Pisang Batu dan Tepung Kedelai Hitam Tujuan: - Mengetahui

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN GULA MERAH DENGAN SUKROSA DAN PERBANDINGAN TEPUNG JAGUNG, UBI JALAR DENGAN KACANG HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK JENANG

PENGARUH PERBANDINGAN GULA MERAH DENGAN SUKROSA DAN PERBANDINGAN TEPUNG JAGUNG, UBI JALAR DENGAN KACANG HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK JENANG PENGARUH PERBANDINGAN GULA MERAH DENGAN SUKROSA DAN PERBANDINGAN TEPUNG JAGUNG, UBI JALAR DENGAN KACANG HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK JENANG Devy Nur Afiah 123020120 Pembimbing Utama :Dr. Tantan Widiantara,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, sementara pengujian mutu gizi dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel Tanaman wortel Wortel Lampiran 2. Gambar potongan wortel Potongan wortel basah Potongan wortel kering Lampiran 3. Gambar mesin giling tepung 1 2 4 3 5 Mesin Giling

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2016 sampai dengan Januari 2017. Bertempat di Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Kimia,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Mei Tahun 2013 di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Kimia Fakultas Pertanian Dan Peternakan Universitas Islam

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rempah basah (bawang putih, bawang merah, lengkuas, kunyit, dan jahe) serta rempah kering (kemiri, merica,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE B. METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE B. METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan utama yang digunakan dalam pembuatan keripik nanas ini adalah buah nanas paon kebun dan nanas madu, garam dan minyak goreng. Bahan untuk analisa produk

Lebih terperinci

ANALISIS SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK BUAH MANGGA (Mangifera indica L.) PRODUK OLAHAN VACUUM FRYING

ANALISIS SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK BUAH MANGGA (Mangifera indica L.) PRODUK OLAHAN VACUUM FRYING LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISIS SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK BUAH MANGGA (Mangifera indica L.) PRODUK OLAHAN VACUUM FRYING Analysis of Physical and Organoleptic Properties of Mango Chips (Mangifera

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2015 sampai Juli 2015. Pembuatan jenang dilakukan di Laboratorium Benih-UKSW dan analisis kandungan gizi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan dan Hasil Pertanian, Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

sampel pati diratakan diatas cawan aluminium. Alat moisture balance ditutup dan

sampel pati diratakan diatas cawan aluminium. Alat moisture balance ditutup dan 59 60 Lampiran 1.Pengukuran Kandungan Kimia Pati Batang Aren (Arenga pinnata Merr.) dan Pati Temulawak (Curcuma xanthorizza L.) a. Penentuan Kadar Air Pati Temulawak dan Pati Batang Aren Menggunakan Moisture

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, dan Laboratorium Analisis Kimia Pangan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2013 di Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian, Medan. Bahan Penelitian Bahan utama yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Rangkaian penelitian kualitas selai alpukat ( Persea americana Mill)

BAB III MATERI DAN METODE. Rangkaian penelitian kualitas selai alpukat ( Persea americana Mill) 10 BAB III MATERI DAN METODE Rangkaian penelitian kualitas selai alpukat ( Persea americana Mill) dengan 3 jenis pemanis alami, dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2017 di Laboratorium Kimia dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Kimia Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buah pisang mempunyai kandungan gizi yang baik, antara lain menyediakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buah pisang mempunyai kandungan gizi yang baik, antara lain menyediakan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Pisang Buah pisang mempunyai kandungan gizi yang baik, antara lain menyediakan energi yang cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buahan yang lain. Pisang kaya mineral seperti

Lebih terperinci

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis. 1. Kadar Air (AOAC, 1999) Sebanyak 3 gram sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. tersebut selanjutnya dikeringkan dalam oven

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai 13 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai penjual di Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang dan Laboratorium

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN PELAKSANAAN Penelitian ini dilaksanaan pada bulan Februarisampai Mei 2011 di Laboratorium Teknik Kimia, dan Laboratorium Pengawasan Mutu Departemen Teknologi Industri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di Farm dan Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi, pada tanggal 28 September sampai tanggal 28 November 2016.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang, Kegiatan penelitian ini dimulai pada bulan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur analisis fisik

Lampiran 1 Prosedur analisis fisik LAMPIRA 50 Lampiran 1 Prosedur analisis fisik 1. Analisis Tekstur (kekerasan dan kekenyalan) Kekerasan adalah gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu bahan atau produk sehingga terjadi perubahan bentuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen Fakultas Pertanian

METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen Fakultas Pertanian III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan 18 Maret 2016 sampai

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

1 kg beras dicuci 3 kali dimasak dengan 2 liter air selama 25 menit

1 kg beras dicuci 3 kali dimasak dengan 2 liter air selama 25 menit Lampiran 1 DIAGRAM ALIR A. Pembuatan Kerupuk Puli 1 kg beras dicuci 3 kali dimasak dengan 2 liter air selama 25 menit Nasi dicampur bumbu (50 g bawang putih + 40 g garam + 20 g gula + 20 g merica + NaHCO

Lebih terperinci

MATERI METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

MATERI METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. III. MATERI METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari 2015. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pasca Panen dan Laboratorium Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci