PERTUMBUHAN LARVA DAN PRODUKTIVITAS KOKON Attacus atlas L. PADA JENIS PAKAN DAN KEPADATAN YANG BERBEDA SEPTI DEWI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERTUMBUHAN LARVA DAN PRODUKTIVITAS KOKON Attacus atlas L. PADA JENIS PAKAN DAN KEPADATAN YANG BERBEDA SEPTI DEWI"

Transkripsi

1 PERTUMBUHAN LARVA DAN PRODUKTIVITAS KOKON Attacus atlas L. PADA JENIS PAKAN DAN KEPADATAN YANG BERBEDA SEPTI DEWI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pertumbuhan Larva dan Produktivitas Kokon Attacus atlas L. pada Jenis Pakan dan Kepadatan yang Berbeda adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2009 Septi Dewi NRP G

3 ABSTRACT SEPTI DEWI. Growth of Larva and Productivity of Cocoon of Attacus atlas L in different Food and Density. Under the direction of DEDY DURYADI SOLIHIN and DAMIANA RITA EKASTUTI. Attacus atlas L. is an Indonesian indigenous moth producing silk well and also known as a giant moth. Its larva is phytophagous and polyphagous in nature. The quality and quantity of its cocoon are determined by alternative feed and population density. The aim of this reseach were to find out the effect of alternative feed and its density on the growth of larva of A. atlas as well as the quality and quantity of cocoon. Larvae were raised by feeding them with soursop, avocado, and cinnamon leaves with low, medium, and high density. The parameter observed were feed consumption, weight increase, body length, mortality and the length of larva stadia period in each instar. The quality and quantity of cocoon were measured by the weight and skin of cocoon. The thread quality was measured by the length and weight of filament and the ability of filament to disociate. The result showed that soursop and avocado leaves were good food. The ideal density was the lowest one, that is, instar I II, with a density of 70,65 cm 3 per larva, instar III - IV with a density of 1898,03 cm 3 per larva. Meanwhile, instar V VI had a density of 3796,06 cm 3 per larva. The weight of fresh cocoon of soursop was significantly different from that of fresh cocoon of avocado and cinnamon leaves. In the meantime, the weight of cocoon skin and the percentage of cocoon skin showed no significant different among the three kinds of feed. Keywords: Growth, Attacus atlas L., alternative food, density

4 RINGKASAN SEPTI DEWI. Pertumbuhan Larva dan Produktivitas Kokon Attacus atlas L. pada Jenis Pakan dan Kepadatan yang Berbeda. Dibimbing oleh DEDY DURYADI SOLIHIN dan DAMIANA RITA EKASTUTI. Budidaya ulat sutera di Indonesia sudah berkembang selama puluhan tahun, namun masih terbatas pada ulat sutera Bombyx mori. Selain Bombyx, di Indonesia terdapat beberapa jenis sutera liar, seperti Cricula trifenestrata, Antherea mylita, dan Attacus atlas. Keistimewaan sutera liar yang dihasilkan lebih lembut, lebih sejuk, tidak mudah kusut, tahan panas dan anti bakteri. Harga kokon dan benangnya tinggi, berkisar 10 sampai 20 kali lipat dari ulat sutera murbei (Bombyx mori). Harga kokonnya pada tahun 2006 sebesar Rp ,31 per kg. Selain dijadikan tekstil, kokon A. atlas dapat juga dimanfaatkan sebagai bahan asesoris, kerajinan tangan serta bahan pengawet alami makanan. Selama ini pemanfaaatan A. atlas dilakukan dengan cara pengumpulan kokon dari alam. Pemanfaatan ini dilakukan oleh masyarakat yang mengetahui nilai ekonominya. Kokon yang dikumpulkan dari alam, sebagian dipintal menjadi benang dan sebagian lagi digunakan sebagai bahan asesoris. Apabila eksploitasi kokon dari alam ini dibiarkan terus, maka populasi dari spesies ini akan mengalami kepunahan. Oleh karena itu perlu dilakukan budidaya dari spesies ini. Dengan budidaya ini diharapkan kesinambungan produksi lebih terjamin tanpa harus mangandalkan mutlak kelimpahan dari alam. Budidaya ulat sutera liar ini dimungkinkan karena sifat dari larva A. atlas yang polifag dan polivoltin. Selain itu serangga ini merupakan hewan asli Indonesia, sehingga tidak ada hambatan klimatik. Walaupun demikian usaha budidaya belum banyak dilakukan masyarakat. Hal ini kemungkinan belum adanya informasi jenis pakan yang paling sesuai bagi larva A. atlas. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha-usaha untuk mengetahui pakan yang paling baik yang menghasilkan kokon dengan kualitas dan kuantitas baik. Kondisi lingkungan yang tidak kondusif akan mempengaruhi pertumbuhan larva. Pertumbuhan suatu populasi dipengaruhi faktor-faktor seperti predator, penyakit, persaingan makanan, dan juga ruang untuk hidup. Kepadatan yang cocok untuk pemeliharaan larva A. atlas ini belum ada yang meneliti. Oleh karena itu perlu digali informasi terkait jumlah larva persatuan luas yang cocok bagi pemeliharaan larva ulat sutera A. atlas baik larva stadia kecil maupun stadia besar guna menunjang usaha budidayanya. Tujuan penelitian ini adalah mencari pakan yang paling baik dan mengetahui kepadatan yang optimum dalam pemeliharaan ulat sutera A. atlas sehingga menghasilkan pertumbuhan larva dan kokon dengan kualitas dan kuantitas yang baik. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2008 sampai dengan Mei Penelitian ini meliputi tahapan analisis proksimat daun alpukat (Persea americana), daun kayu manis (Cinnamomum zeylanicum) dan daun sirsak (Annona muricata). Uji proksimat dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB, serta tahapan pemeliharaan ulat yang dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler PPSHB IPB.

5 Tahap persiapan penelitian yaitu sterilisasi alat dan ruang pemeliharaan. Pengumpulan dan pemilihan kokon dari kebun sirsak Purwakarta, Jawa Barat, kemudian ditempatkan dalam kandang. Selanjutnya imago jantan dan betina yang muncul dibiarkan melakukan kopulasi. Tahapan perlakuan percobaan dengan melihat pengaruh kepadatan dan jenis pakan yaitu larva instar I II: Larva masing-masing berjumlah 5, 7 dan 9 ekor dipelihara dengan menggunakan wadah cawan petri ukuran diameter 15 cm dengan tinggi 2 cm. Pemeliharaan ini menggunakan ulangan sebanyak 5 kali. Larva diberi makan daun sirsak, alpukat dan kayu manis. Pakan diberikan satu kali sehari pada pukul WIB. Penimbangan pakan dilakukan sebelum dan sesudah pakan diberikan. Pakan yang diberikan berbentuk daun tanpa tangkai. Perlakuan larva instar III IV: Pada instar ini larva masing-masing sebanyak 2, 4 dan 6 ekor dipelihara menggunakan toples gelas berdiameter 14.5 cm dengan tinggi 23 cm. Pemeliharaan ini dilakukan dengan 3 kali ulangan. Pakan diberikan satu kali sehari pada pukul WIB. Penimbangan pakan dilakukan sebelum dan sesudah pakan diberikan. Pakan yang diberikan berbentuk daun dengan tangkainya. Perlakuan larva instar V, VI sampai kokon: Pada instar ini larva masingmasing sebanyak 1, 2, dan 3 ekor dipelihara menggunakan toples gelas berdiameter 14.5 cm dengan tinggi 23 cm. Perlakuan ini diulang sebanyak 3 kali. Semua perlakuan diberikan dengan pakan daun alpukat, kayu manis dan sirsak. Pakan diberikan dua kali sehari pada pukul dan WIB. Penimbangan pakan dilakukan sebelum dan sesudah pakan diberikan. Pakan yang diberikan berbentuk daun dengan tangkainya. Pencatatan suhu dan kelembaban dilakukan bersamaan dengan pemberian pakan. Parameter yang diamati terdiri dari: 1) konsumsi pakan, 2) konsumsi masing-masing nutrien 3) pertumbuhan larva, 4) mortalitas tiap perlakuan, 5) siklus hidup, 6) kualitas kokon, yang meliputi bobot kokon segar, bobot kulit kokon, dan ratio kulit kokon, 7) kualitas filamen pengujiannya meliputi panjang filamen, dan bobot filamen. Sebelum dilakukan pengambilan data kualitas filamen, terlebih dahulu kulit kokon diproses dengan cara direbus dalam campuran khusus selama satu jam (Awan 2008). Selanjutnya kokon-kokon tersebut dicuci secara bertahap air panas (±80 C, hangat (±60 C) dan dingin (±37 C). Dalam penelitian ini digunakan rancangan Faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah jenis pakan dan faktor kedua adalah kepadatan. Perlakuan pada instar I - II diulang sebanyak 5 kali. Sedangkan perlakuan instar III VI diulang sebanyak 3 kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Duncan (Duncan Multiple Range Test) dengan tingkat kepercayaan 95 % yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan tersebut dengan menggunakan program SAS dan MINITAB. Hasil penelitian menujukkan larva A. atlas menyukai semua pakan. Ini disebabkan larva A. atlas bersifat polifag. Walaupun larva menyukai semua pakan tetapi konsumsi pakan yang terbanyak yaitu pakan jenis daun sirsak dan alpukat, sedangkan pakan daun kayu manis jumlah konsumsinya lebih sedikit. Ini berarti larva lebih menyukai daun sirsak dan alpukat dibandingkan daun kayu manis. Konsumsi pakan yang dapat dicerna yaitu lemak, protein dan karbohidrat terlarut (BETN) lebih banyak terdapat pada daun sirsak dan alpukat dibandingkan dengan

6 daun kayu manis. Larva yang diberi pakan daun kayu manis lebih banyak konsumsi serat kasarnya dibandingkan daun sirsak dan alpukat. Pertambahan bobot badan larva yang tertinggi terdapat pada jenis pakan daun sirsak dan alpukat dengan kepadatan rendah. Hal ini disebabkan karena nutrien yang dikonsumsi oleh larva yang mengkonsumsi kedua jenis daun tersebut banyak mengandung lemak, protein dan karbohidrat yang berguna untuk pertumbuhan. Lemak yang dikonsumsi larva berfungsi sebagai sumber energi, struktur membran sedangkan protein yang dikonsumsi oleh larva akan dirombak menjadi asam amino. Jika konsumsi pakan larva kekurangan salah satu asam amino essensial akan mempengaruhi pertumbuhan larva yang sedang berkembang bahkan dapat menyebabkan kematian. Larva yang diberi pakan daun kayu manis pertumbuhannya kurang baik. Hal ini disebabkan larva lebih banyak mengkonsumsi serat kasar daripada nutrien penting lainnya. Serat kasar merupakan selulosa penyusun dinding sel tumbuhan yang sukar untuk didegradasi oleh larva. Serat kasar yang dikonsumsi akan dibuang berupa feses. Sementara itu nutrisi lainnya seperti lemak, protein, karbohidrat yang dikonsumsi tidak banyak. Oleh karena itu pertumbuhan larva dengan pakan kayu manis tidak sebaik larva dengan pakan daun sirsak dan daun alpukat. Besarnya konsumsi pakan dipengaruhi pula oleh tingkat kepadatan. Oleh karena itu larva A. atlas yang dipelihara dengan kepadatan tinggi konsumsi pakannya rendah. Hal ini mengakibatkan pertumbuhannya rendah, siklus hidup yang panjang dan mortalitas yang tinggi. Hal ini disebabkan karena terjadi persaingan dalam memperebutkan ruang dan pakan. Kata kunci: Pertumbuhan, Attacus atlas L., pakan alternatif, kepadatan

7 Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari IPB

8 PERTUMBUHAN LARVA DAN PRODUKTIVITAS KOKON Attacus atlas L. PADA JENIS PAKAN DAN KEPADATAN YANG BERBEDA SEPTI DEWI Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Biosains Hewan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

9 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Tri Atmowidi, M.Si

10 Judul : Pertumbuhan Larva dan Produktivitas Kokon Attacus atlas L. pada Jenis Pakan dan Kepadatan yang Berbeda Nama : Septi Dewi NRP : G Disetujui Komisi Pembimbing Dr.Ir. Dedy Duryadi S, DEA Ketua Dr.drh. Damiana Rita E, MS Anggota Diketahui Ketua Mayor Biosains Hewan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Bambang Suryobroto Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S Tanggal Ujian: 19 Agustus 2009 Tanggal Lulus:

11 PRAKATA Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat, karunia serta ridho-nya sehingga tesis yang berjudul Pertumbuhan Larva dan Produktivitas Kokon Attacus atlas L. pada Jenis Pakan dan Kepadatan yang Berbeda ini dapat diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA dan Dr. drh. Damiana Rita E, MS, selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan bimbingan dan arahannya dalam penyusunan tesis ini. Di samping itu penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Departemen Agama RI atas kesempatan yang diberikan sehingga penulis dapat mengikuti program pascasarjana ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Hari Sutrisno dari LIPI yang banyak memberikan informasi mengenai pemeliharaan ngengat, Bapak Ir. Nursana dan Bapak Roni sebagai pengurus koperasi Gunung Bayu Bangkit yang telah membantu dalam penyediaan kokon ulat sutera Attacus atlas L. untuk kegiatan penelitian ini. Penelitian ini didanai oleh Departemen Agama RI yang bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB), untuk itu penulis mengucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Suami, Ibu dan anakanak serta adik-adik atas do a, perhatian dan dukungan yang diberikan. Demikian juga kepada teman-teman dan pengelola Laboratorium Biologi Molekuler, PPSHB IPB atas kerjasamanya selama penelitian ini dilaksanakan. Semoga tesis ini memberi manfaat. Bogor, Agustus 2009 Septi Dewi

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 September 1965 dari Ayah H.Soerono (Alm) dan ibu Soewarni. Penulis merupakan anak pertama dari 4 bersaudara. Tahun 1988 penulis menyelesaikan program Strata 1 pada Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta mengambil jurusan Pendidikan Biologi. Selanjutnya penulis mengajar di Madrasah Aliyah Negeri 10 Jakarta, mulai tahun 1992 hingga sekarang. Pada bulan Juli 2007 penulis mendapatkan kesempatan mengikuti program beasiswa pendidikan Pascasarjana dari Departemen Agama RI dan mengambil Program Studi Biologi, Mayor Biosains Hewan pada Sekolah Pascasarjana IPB.

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Rumusan Masalah... 3 Tujuan Penelitian... 4 Manfaat Penelitian... 4 Hipotesis... 4 Kerangka Penelitian... 5 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi A. atlas... 6 Siklus Hidup A. atlas... 6 Morfologi A. atlas... 8 Telur... 8 Larva... 8 Pupa Imago Pertumbuhan Larva pada Berbagai Kepadatan Faktor Lingkungan terhadap Pertumbuhan Larva Faktor abiotik Faktor biotik Tanaman Pakan Alami Alpukat (Persea americana) Kayu manis (Cinnamomum zeylanicum ) Sirsak (Annona muricata) BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Bahan dan Alat Rancangan Percobaan Metode Tahap persiapan Tahap pelaksanaan Analisis Data HASIL Suhu dan Kelembaban Ruangan Pemeliharaan Siklus Hidup A. atlas di Laboratorium... 27

14 Parasitoid A. atlas Hasil Uji Proksimat Daun Alpukat, Kayu manis dan Sirsak Konsumsi Pakan Larva Konsumsi Nutrien Lemak Protein Karbohidrat tak larut (serat kasar) Karbohidrat terlarut (BETN) Mineral (Abu) Pertambahan Bobot Badan Panjang Tubuh Mortalitas Kualita Kokon Kualitas Filamen PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Daun Konsumsi Pakan Pertumbuhan Siklus Hidup Pertahanan Tubuh Produksitivas Kompetisi SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 48

15 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Peta penyebaran A. atlas Kerangka penelitian Siklus hidup A. atlas Morfologi larva A. atlas Pupa A. atlas dalam kokon dan kokon A. atlas Antena A.atlas jantan dan betina Kandang perkawinan A. atlas dan kandang penempatan pupa Perlakuan percobaan instar I - II Perlakuan percobaan instar V - VI Rataan suhu (minimum - maksimum) di dalam ruangan laboratorium PPSHB IPB (Tahun ) Rataan di dalam ruangan laboratorium PPSHB IPB (Tahun ) Siklus hidup A. atlas hasil penelitian Parasitoid larva - pupa A. atlas Konsumsi pakan daun segar instar I - II Konsumsi pakan daun segar instar III - IV Konsumsi pakan daun segar instar V - VI Konsumsi pakan larva dari ketiga jenis pakan pada kepadatan rendah Pertambahan bobot badan instar I - II Pertambahan bobot badan instar III - IV Pertambahan bobot badan instar V - VI Pertumbuhan larva dari ketiga jenis pakan pada kepadatan rendah Mortalitas instar I - II Mortalitas instar III - IV Mortalitas instar V - VI... 38

16 DAFTAR TABEL Halaman 1 Skema percobaan pengukuran perlakuan Lamanya stadia larva A. atlas Hasil uji proksimat daun alpukat, kayu manis dan sirsak Total konsumsi pakan daun segar instar I - VI Rataan konsumsi lemak larva A. atlas Rataan konsumsi protein larva A. atlas Rataan konsumsi karbohidrat tak larut (serat kasar) larva A. atlas Rataan konsumsi karbohidrat terlarut (BETN) larva A. atlas Rataan konsumsi mineral (abu) larva A. atlas Pertambahan panjang tubuh larva A. atlas Kualitas kokon A. atlas Kualitas filamen A. atlas... 39

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Uji Anova siklus hidup instar I Uji Anova siklus hidup instar II Uji Anova siklus hidup instar III Uji Anova siklus hidup instar IV Uji Anova siklus hidup instar V Uji Anova siklus hidup instar VI Uji Anova konsumsi pakan instar I Uji Anova konsumsi pakan instar II Uji Anova konsumsi pakan instar III Uji Anova konsumsi pakan instar IV Uji Anova konsumsi pakan instar V Uji Anova konsumsi pakan instar VI Uji Anova pertambahan bobot badan instar I Uji Anova pertambahan bobot badan instar II Uji Anova pertambahan bobot badan instar III Uji Anova pertambahan bobot badan instar IV Uji Anova pertambahan bobot badan instar V Uji Anova pertambahan bobot badan instar VI Rataan bobot badan larva instar I - VI Uji Anova pertambahan panjang tubuh instar I Uji Anova pertambahan panjang tubuh instar II Uji Anova pertambahan panjang tubuh instar III Uji Anova pertambahan panjang tubuh instar IV Uji Anova pertambahan panjang tubuh instar V Uji Anova pertambahan panjang tubuh instar VI Rataan panjang tubuh larva instar I - VI Uji Anova mortalitas instar I Uji Anova mortalitas instar II Uji Anova mortalitas instar III Uji Anova mortalitas instar IV... 67

18 31 Uji Anova mortalitas instar V Uji Anova mortalitas instar VI Uji Anova bobot kokon segar Uji Anova bobot kulit kokon Uji Anova ratio kulit kokon Uji Anova bobot filamen Uji Anova panjang filamen Uji Anova jumlah putus... 70

19 PENDAHULUAN Latar Belakang Budidaya ulat sutera di Indonesia sudah berkembang selama puluhan tahun, namun masih terbatas pada ulat sutera Bombyx mori. Dengan beberapa keterbatasan produksi dan keunikannya, di Indonesia sedang diusahakan budidaya beberapa jenis sutera liar, seperti Cricula trifenestrata, Antherea mylita, dan Attacus atlas (Atmosoedarjo et al. 2000). Sejak 1997, perkembangan sutera liar di Indonesia terbukti menolong dan mendukung peningkatan pendapatan masyarakat yang kurang mampu dan menjadi industri lokal di Indonesia (Nurmalitasari 2002). Produksi sutera liar tersebut diperoleh dari pengumpulan kokon dari alam, seperti yang dilakukan di daerah Yogyakarta dan Purwakarta. Namun usaha ini memiliki kendala yaitu ketersediaan kokon, karena di alam tidak tersedia kokon sepanjang tahun. Oleh karena itu diperlukan cara mendapatkan kokon bukan dari pengumpulan di lapangan, tetapi dari hasil budidaya. Attacus atlas L. merupakan salah satu serangga penghasil sutera liar atau sutera non murbei yang biasa dikenal dengan ulat keket atau ulat sirsak. Selama ini, larva A. atlas menjadi hama bagi pohon sirsak dan beberapa pohon lainnya. Oleh karena tidak dilakukan usaha budidaya bahkan berusaha memberantasnya. Potensi biologis ke arah budidaya serangga ini besar karena larva dikenal bersifat polifag pada sekitar 90 genus tanaman dari 48 famili yang menjadi tanaman inang larva A. atlas (Peigler 1989). Kalshoven (1981) menyatakan di Pulau Jawa terdapat 40 jenis tanaman inang yang menjadi makanan larva A. atlas, diantaranya adalah teh, kina, dadap, mangga, jeruk, alpukat, dan lada. Dash et al. (1992) melaporkan pakan yang berbeda akan menghasilkan karakter kokon yang berbeda. Untuk itu perlu dilakukan usaha-usaha untuk mengetahui jenis pakan yang menghasilkan kokon dengan kualitas dan kuantitas baik. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah pemeliharaan dengan pakan beberapa spesies tanaman seperti alpukat, kayu manis, dan tanaman lainnya sebagai pakan alternatif bagi budidaya A. atlas. Potensi ekonomi sutera yang dihasilkan A. atlas cukup besar, selain banyak dicari orang, juga harganya tinggi baik kokon maupun benangnya. Becker et al.

20 2 (1996) menyatakan bahwa sutera non murbei merupakan sutera yang bernilai tinggi yaitu berkisar 10 sampai 20 kali lipat dibanding sutera dari ulat sutera murbei (Bombyx mori). Harga kokon A. atlas pada tahun 2006 sebesar Rp ,31 per kg (BPS 2007). Sutera yang dihasilkan dari A. atlas ini lebih lembut, lebih sejuk, tidak mudah kusut, tahan panas, dan anti bakteri (Akai 1997), sehingga harganya lebih mahal. Selain dijadikan tekstil, kokon A. atlas dapat juga dimanfaatkan sebagai bahan asesoris, kerajinan tangan dan bahan pengawet alami makanan. Faatih (2005) menyatakan kokon dari A. atlas dapat dijadikan bahan pengawet alami makanan, tidak menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan, tidak berbau, tidak berasa, dan tetap menimbulkan selera bagi konsumennya. Ngengat A. atlas yang biasa dikenal dengan kupu si rama-rama merupakan serangga asli Indonesia. Hewan ini mempunyai daerah penyebaran yang sangat luas ditemukan hampir di seluruh kepulauan seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan sampai Maluku dan Irian Jaya (Peigler 1989). Oleh karena itu masyarakat hampir di seluruh tempat dapat mengembangkan usaha ini karena secara geogragis tidak akan mendapatkan hambatan klimatik. Selain di Indonesia serangga ini ditemukan di daerah Simla (India), di ujung daerah timur laut daerah Okinawa (Jepang), seluruh dataran Asia Tenggara di benua Asia (mainland), Taiwan, dan Papua Nugini (Peigler 1989) (Gambar 1). Gambar 1 Peta penyebaran A. atlas (Peigler 1989) Attacus atlas merupakan hewan berdarah dingin (poikiloterm), sehingga suhu tubuhnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (Speight et al. 1999). Kondisi

21 3 lingkungan yang tidak nyaman akan mempengaruhi pertumbuhan larva yang akan berpengaruh terhadap produksi benang sutera. Salah satu cara menciptakan kondisi lingkungan yang nyaman bagi larva yaitu dengan menentukan areal atau luasan tempat pemeliharaan yang cocok bagi pertumbuhan larva. Pedoman pemeliharaan ulat sutera liar hingga saat ini belum tersedia, dan pemeliharaan ulat sutera A. atlas ini masih mengacu kepada pemeliharaan ulat sutera B. mori. Padahal A. atlas berbeda famili dan kebiasaan hidup dari B. mori. Atmosoedarjo et al. (2000) menyatakan kepadatan pemeliharaan ulat sutera B. mori yang baik adalah 200 larva instar IV dan 100 larva instar V dalam 0,1 m² tempat pemeliharaan. Larva A. atlas mempunyai tubuh yang lebih besar dibandingkan larva Lepidoptera lainnya. Oleh karena itu larva ini membutuhkan tempat yang cukup luas. Disamping itu, karena A. atlas masih bersifat liar, maka pemeliharaannya membutuhkan posisi pakan seperti di alam. Larva instar I IV dari A. atlas membutuhkan kondisi yang sangat spesifik, seperti suhu, kelembaban udara, kualitas udara, aliran udara dan cahaya. Keadaan cuaca di luar ruang pemeliharaan juga berpengaruh tidak saja pada iklim mikro. Mulyani (2008) melakukan pemeliharaan larva instar I III menggunakan cawan petri yang berdiameter 11 cm, dengan tinggi 1,5 cm, sedangkan instar IV sampai kokon menggunakan toples dengan diameter 14,5 cm dan tinggi 23 cm. Berapa kepadatan yang cocok untuk pemeliharaan larva A. atlas ini belum ada laporan. Oleh karena itu perlu digali informasi terkait jumlah larva persatuan luas yang cocok bagi pemeliharaan larva A. atlas terutama pada skala laboratorium untuk menunjang usaha budidaya. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini adalah: bagaimana pertumbuhan larva dan produktivitas kokon A. atlas L. pada jenis pakan dan kepadatan yang berbeda?.

22 4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pertumbuhan larva dan produktivitas kokon A. atlas pada jenis pakan dan kepadatan yang berbeda sehingga menghasilkan pertumbuhan larva dan kokon dengan kualitas dan kuantitas baik. Manfaat Penelitian Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi palatabilitas, kandungan nutrien tanaman pakan sirsak, daun alpukat dan daun kayu manis serta pengaruh kandungan nutrien terhadap pertumbuhan dan produksi kokon A. atlas. Memberikan informasi tingkat kepadatan yang optimum dalam pemeliharaan A. atlas. Hipotesis Ho : pertumbuhan larva dan produktivitas kokon A. atlas L. tidak dipengaruhi oleh jenis pakan dan kepadatan. H1 : pertumbuhan larva dan produktivitas kokon A. atlas L. dipengaruhi oleh jenis pakan dan kepadatan.

23 5 Kerangka Penelitian Teknik budidaya Di luar ruangan Di dalam ruangan Faktor pembatasan Teknik pemeliharaan Faktor lingkungan abiotik: - Suhu - Kelembaban - Curah hujan - Cahaya matahari Faktor lingkungan biotik: - Jenis pakan (tanaman inang) - Parasit - Parasitoid - Predator Ulat kecil (Iarva Instar I IV): - Tempat yang tepat - Kelembaban dan suhu yang ideal - Pakan yang baik dan cocok - Kepadatan - Intensitas cahaya Ulat besar (larva Instar V VI): - Tempat yang tepat - Kelembaban dan suhu ideal - Bentuk pakan yang paling ideal - Kepadatan - Intensitas cahaya Teknik pemeliharaan yang tepat Produksi kokon sesuai musim Produksi kokon tinggi, baik dan berkualitas sepanjang tahun Usaha budidaya sutera liar Gambar 2 Kerangka penelitian

24 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi A.atlas Ngengat A. atlas mempunyai ukuran tubuh yang besar dan merupakan hewan asli Indonesia. Imago aktif di malam hari (nokturnal). Tubuh ditutupi oleh sisik dan bersifat polivoltin. Pupa dari serangga ini terlindung oleh kokon (Peigler 1989). Kedudukan taksonomi A. atlas adalah: Kingdom: Animalia, Filum: Arthopoda, Sub filum: Atelocerata, Kelas: Insecta, Ordo: Lepidoptera, Sub ordo: Ditrysia, Super famili: Bombycoidea, Famili: Saturniidae, Sub famili: Saturniinae, Genus: Attacus (Linnaeus), spesies: A. atlas (Linnaeus) (Triplehorn & Johnson 2005). Siklus Hidup A. atlas A. atlas termasuk serangga holometabola yang perkembangannya mengalami metamorfosis sempurna (Gambar 3). Siklus hidupnya dimulai dari telur, yang menetas menjadi larva. Larva berubah menjadi pupa dan kemudian menjadi imago (ngengat) (Gullan & Cranston 2000). Mulyani (2008) melaporkan siklus hidup A. atlas pada daun sirsak adalah larva membutuhkan hari (rata-rata ±3.83), pupa membutuhkan hari (rata-rata ± 7.070) dan imago memerlukan 3 8 hari (rata-rata 5.00 ± 1.257). Waktu yang dibutuhkan untuk satu siklus adalah hari (rata-rata ±7.457). Situmorang (1996) melaporkan periode larva pada daun keben yang dipelihara di laboratorium memerlukan waktu berkisar antara hari (rata-rata 28.2 ±1.5) hari untuk betina dan hari (rata-rata 27.0 ±1.7) hari untuk jantan. Periode pupa berlangsung sekitar 8-58 hari.

25 7 Telur Instar 1 Imago Instar 2 Pupa Instar 3 Instar 6 Instar 4 Instar 5 Gambar 3 Siklus hidup A. atlas (

26 8 Morfologi A. atlas Telur Telur A. atlas berbentuk bulat pipih, dengan ukuran lebar 2.3 mm, panjang 2.7 mm dan tebal yaitu 2.1 mm. Warna telur putih kekuningan hingga kuning muda (Peigler 1989). Telur yang dihasilkan dari imago dengan pakan daun keben sekitar butir. Telur diletakkan berkelompok di sisi bawah permukaan daun yang masih muda (Situmorang 1996). Periode telur yang dipelihara di laboratorium dengan pakan daun sirsak adalah 6 10 hari. Peletakan telur oleh induk betina memerlukan waktu selama 2 6 hari setelah kawin (Mulyani 2008). Telur dihasilkan dari imago betina yang telah kawin maupun yang tidak kawin. Telur yang dihasilkan dari imago betina yang kawin adalah telur fertil yang dapat menetas menjadi larva, sedangkan telur yang dihasilkan dari imago betina yang tidak kawin adalah telur steril yang tidak menetas. Telur yang dihasilkan ini diselimuti oleh cairan (gum) berwarna kemerahan hingga coklat yang berfungsi untuk melekatkan telur pada daun atau ranting tanaman inang (Awan 2007). Larva Telur menetas menjadi larva. Bentuk larva A. atlas erusiform dengan satu kepala yang berkembang baik dan tubuh yang selindris. Tubuhnya terdiri dari 13 ruas yang terdiri dari 3 ruas di bagian thorak dan 10 ruas di bagian abdomen (Triplehorn & Johnson 2005). Larva A. atlas dilengkapi skoli yang mirip duri-duri sebagai tonjolan dari otot dan tuberkel yaitu tonjolan kutikula yang membentuk seta/rambut. Pada abdomen segmen ke 3 6 dan segmen ke 10 terdapat proleg (kaki palsu) yang dilengkapi kait (Gambar 4). Tubuh larva ditutup atau dilindungi oleh kutikula, yang dibentuk dari epidermis. Kutikula mengalami pengerasan. Oleh sebab itu kutikula tersebut perlu ditanggalkan secara periodik untuk mengikuti pertumbuhan larva (Gullan & Cranston 1995).

27 9 punggung dada Tonjolon tubuh kepala kaki kaki palsu perut kaki palsu belakang Gambar 4 Morfologi larva A. atlas (Peigler 1989) Larva A. atlas terdiri dari enam instar. Instar adalah tahap perkembangan serangga pradewasa antara dua ekdisis yang berurutan (Gullan & Cranston 1995). Menurut Zebua et al. (1997) ciri-ciri tiap instar A. atlas sebagai berikut: larva instar I, panjang tubuh rata-rata 0.5 cm, kepala berwarna coklat kehitaman, tubuh berwarna kuning coklat. Pada fase ini larva dominan terdapat di sisi bawah daun. Menurut Dammerman (1929) larva instar I ini mempunyai banyak seta di permukaan tubuhnya dengan kepala berwarna hitam. Larva instar II ditandai dengan terjadinya molting pertama yang mengakibatkan mengelupasnya kulit luar dan juga pelindung kepala yang menyerupai helm. Larva pada instar ini mempunyai ukuran tubuh cm. Warna bagian kepala coklat agak terang. Pada bagian belakang abdomen terdapat bercak merah yang sangat kontras dengan warna dasar tubuh. Pada larva instar III ukuran tubuhnya terlihat jelas perbedaannya. Panjang tubuh rata-rata cm. Warna bagian kepala masih tetap berwarna coklat agak terang. Bercak merah tubuh bagian belakang masih terlihat jelas. Pada saat menjelang molting, ulat menghentikan keaktifannya dengan posisi istirahat (bentuk C atau J) pada tempat tertentu antara menit. Hal ini terjadi juga pada instar I IV. Kulit tubuh (eksuviae) kadangkala dimakan tanpa sisa.

28 10 Larva instar IV mempunyai tubuh berukuran cm lebih. Larva aktif dan lebih rakus. Kepala berwarna putih kehijauan cerah. Bercak merah tubuh bagian belakang mulai memudar dan berganti menjadi bercak coklat tua yang merata hampir di seluruh tubuh. Tubuh mulai ditutupi tepung putih. Pada larva instar V intensitas makan makin meningkat yang menyebabkan pertambahan yang sangat nyata pada ukuran tubuhnya. Panjang tubuh larva dapat mencapai cm. Kepala lembut dan berwarna hijau muda. Scoli atau tonjolan pada dorsal segmen thorak menjadi tumpul. Tubuh ditutupi tepung putih. Menjelang ganti kulit larva instar V tidak aktif atau beristirahat di cabang atau tangkai daun selama kurang lebih 24 jam. Larva instar VI merupakan instar terakhir dari siklus larva, dimana larva tidak melakukan pergantian kulit lagi, akan tetapi mengeluarkan cairan mirip air liur untuk membentuk serat-serat kokon. Di akhir instar ini kerakusan makan larva agak berkurang dibanding instar sebelumnya. Ukuran tubuh 8 10 cm. Tubuh berwarna hijau tua hingga hijau bersemu hitam. Tepung putih mulai menghilang. Gerakan lamban dan posisi istirahat dengan mengangkat bagian tubuh depan, hanya tungkai bagian abdomen saja yang mencengkram ranting daun. Pupa Akhir dari stadium larva adalah terbentuknya pupa yang disebut pupasi. Bentuk pupa obtekta. Pada umumnya warna pupa kecoklatan dan licin. Pupa terlindung dalam suatu kokon (Gambar 5a). Kokon dibuat dari kelenjar sutera yang merupakan modifikasi kelenjar air liur (Triplehorn & Johnson 2005). a b Gambar 5 Pupa A. atlas dalam kokon (a) dan kokon A. atlas (b) (Indrawan 2007)

29 11 Kokon merupakan materi yang dihasilkan ulat sutera seperti B. mori, A. atlas dan C. trifenestrata. Kokon ini berfungsi membungkus tubuhnya (Gullan & Cranston 1995). Kokon terdiri dari kulit kokon dan pupa. Kulit kokon merupakan materi lapisan serat sutera yang terdiri dari serisin dan fibroin yang berfungsi sebagai pembungkus pupa. Mutu kokon baik tekstur serat maupun warnanya sangat berpengaruh terhadap mutu benang sutera yang akan dihasilkan (Gambar 5b). Kokon dari serat sutera dibentuk oleh cairan sutera yang dihasilkan oleh sepasang kelenjar sutera (silk gland). Kedua kelenjar sutera tersebut bergabung menjadi satu di dekat kepala dan menembus ke tabung luar yang disebut Spineret yang terletak di bagian bawah mulut. Bagian belakang dari kelenjar sutera menghasilkan protein yang disebut fibroin, sedangkan bagian tengahnya menghasilkan protein seperti lem yang disebut serisin. Pada jenis-jenis ulat sutera yang kokonnya berwarna, di bagian tengah ini pula biasanya zat warna dibentuk bersama-sama serisin (Samsijah & Andadari 1992). Komposisi kokon sutera secara umum terdiri atas dua protein yaitu 70-80% fibroin (C15H26N5O6) dan 20-30% serisin (C15H23N5O8). Fibroin merupakan inti dari tiap lembar serat, yaitu bagian dalam dari serat sutera yang tidak larut dalam air panas (Samsijah & Andadari 1992). Secara kimia serat sutera (fibroin) adalah polipeptida, dibangun dari empat asam amino utama, yaitu glycine (38-41%), alanin (30-33%), serin (12-16%), dan tyrosin (11-12%) (Ghosh 2004). Serisin merupakan perekat yang menempelkan lembaran lembaran serat menjadi satu, yaitu zat yang menyusun lapisan luar dari serat sutera (Samsijah & Andadari 1992). Unsur kokon yang lainnya adalah materi lilin, karbohidrat, pigmen dan materi anorganik (Ghosh 2004). Klasifikasi mutu kokon pada sutera B. mori berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI ), bahwa kokon segar dapat dikelompokkan menjadi kokon normal dan kokon tidak normal (kokon cacat). Imago Ngengat A.atlas dikenal sebagai kupu gajah karena mempunyai ukuran tubuh yang besar. Ngengat ini sangat eksotik (indah) dengan warna dasar sayap coklat

30 12 kemerahan hingga orange (Kalshoven 1981). Perbedaan antara imago jantan dan betina dapat dilihat dari ukuran tubuh, bentangan sayap dan tipe antena. Tubuh imago jantan lebih kecil dari betina dengan warna lebih coklat kekuningan. Bentangan sayap imago jantan cm, sedangan imago betina cm (Situmorang 1996). Nassig et al. (1996) menyatakan bentuk antena jantan yaitu quadripectinate dan betina adalah bipectinate (Gambar 6). Ukuran antena jantan lebih besar daripada betina. Panjang antena jantan 20 mm dan lebar 9 mm, sedangkan pada betina, panjang dan lebar antena yaitu 20 mm dan 4 mm (Peigler 1989). Fungsi dari antena pada imago jantan antara lain untuk mendeteksi feromon yang dikeluarkan oleh imago betina sebagai isyarat kimia untuk melakukan kopulasi. Gambar 6 Antena A. atlas jantan dan betina (Mulyani 2008) Tubuh ngengat terbagi menjadi tiga bagian yaitu kepala, thoraks dan abdomen (Gullan & Cranston 1995). Bagian thoraknya terdiri dari segmen prothoraks, mesothorak, dan methatroraks. Pada bagian thoraks ini terdapat embelan tungkai yang berjumlah 3 pasang. Sayap berjumlah dua pasang yang terdapat pada mesothoraks dan metathoraks. Bagian abdomen terdiri dari delapan segmen pada jantan dan tujuh segmen pada betina. Imago tidak makan dan hanya hidup dalam waktu yang singkat yaitu 3 8 hari pada larva dengan pakan daun sirsak, dan 2 7 hari yang larvanya diberi pakan daun kaliki dan jarak pagar (Mulyani 2008). Energi pada imago berasal dari energi yang dikumpulkan sewaktu larva berupa lemak tubuh. Saluran pencernaan pada imago tereduksi (Common 1990).

31 13 Awan (2007) menyatakan bahwa imago yang baru keluar dari kokon biasanya masih basah oleh suatu cairan yang berwarna putih keruh dan sayapnya belum mengembang sempurna. Penyempurnaan sayap dilakukan dengan menggantung pada ranting atau dahan dimana abdomen mengarah ke bawah. Sayap yang telah mengembang sempurna beberapa jam kemudian akan segera mengeras dan cukup kuat untuk terbang. Pertumbuhan Larva pada Berbagai Kepadatan Populasi merupakan sekumpulan individu organisme dari spesies yang sama dan menempati area atau wilayah tertentu pada suatu waktu. Parameter paling fundamental suatu populasi adalah densitas. Densitas dalam ekologi hewan biasa disebut dengan kepadatan. Salah satu penyebab berubahnya kepadatan dalam suatu populasi adalah mortalitas (Leksono 2007). Menurut Katsumata (1964) luas tempat pemeliharaan larva sangat berhubungan dengan kepadatan populasi dari larva yang dipelihara. Semakin rapat larva yang dipelihara maka suhu dan kelembaban akan semakin meningkat pula. Meningkatnya suhu dan kelembaban dapat menyebabkan kematian larva. Selain itu kepadatan berhubungan dengan kompetisi dalam memanfaatkan makanan yang tersedia. Mulyani (2008) melaporkan pemeliharaan larva instar I III dengan cawan petri berdiameter 11 cm dan tinggi 1.5 cm dengan kepadatan 2 ekor larva pada pakan daun sirsak, secara berturut-turut memperlihatkan pertambahan bobot 24, 111, 488 kali dari bobot awal. Sedangkan pemeliharaan larva instar IV VI dengan toples gelas berdiameter 14.5 cm dengan tinggi 23 cm dengan kepadatan 2 ekor larva memberikan pertambahan bobot 1231, 2142 dan 6184 kali dari bobot awal. Faktor Lingkungan terhadap Pertumbuhan Larva a. Faktor abiotik Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh adalah temperatur, kelembaban, sirkulasi udara dan juga parasit dan parasitoid. A. atlas L. termasuk ngengat yang larvanya dapat hidup pada suhu 25 C dengan kelembaban % (Common 1990).

32 14 Faktor lingkungan tersebut sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ulat sutera, karena hewan ini bersifat poikiloterm. Faktor suhu dan kelembaban ini sangat berpengaruh pada larva (Veda et al. 1997). Setelah menetas, larva muda memerlukan rangsangan spesifik, yang dideteksi oleh kemoreseptor-kemoreseptor di dalam antenne dan bagian mulutnya, sebelum larva mulai untuk makan. Sel yang peka terhadap rangsangan terdapat di palpus rahang dan antene yang berfungsi sebagai indera pencium, untuk mendeteksi senyawa kimia melalui udara (Common 1990). Attacus atlas memiliki kisaran suhu tertentu untuk dapat hidup. Pada ulat kecil B. mori mempunyai kisaran suhu C, ulat besar C dan waktu mengokon memerlukan suhu ºC (Samsijah & Kusumaputra 1978). Selain itu, faktor kelembaban sangat berpengaruh terhadap kehidupan Attacus atlas terutama stadia larva. Faktor kelembaban pada larva instar I III berbeda dengan larva instar IV VI. Faktor kelembaban ini sangat berpengaruh terhadap aktivitas makan dari larva. Menurut Samsijah & Kusumaputra (1978) kelembaban untuk ulat kecil pada B. mori ± 85 % dan untuk ulat besar %, sedangkan waktu mengokon memerlukan kelembaban 60-75%. Mulyani (2008) melaporkan suhu dan kelembaban yang tidak sesuai dapat mengakibatkan stres pada larva, sehingga tidak mau makan, energi menjadi banyak keluar dan kecepatan respirasi akan bertambah. Pakan yang dicerna semakin sedikit sedangkan proses metabolisme meningkat dan pada akhirnya proses pertumbuhan dan perkembangan larva menjadi terganggu. Oksigen dibutuhkan tubuh untuk proses metabolisme berbagai zat makanan, seperti karbohidrat, protein, dan lemak. Hasil dari metabolisme ini berupa energi yang akan digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan ulat sutera selanjutnya. Oleh karena itu pengaturan sirkulasi udara dan kebersihan lingkungan pemeliharaan perlu diperhatikan. Lingkungan pemeliharaan yang kotor akan dihasilkan gas-gas hasil pembusukan, seperti karbondioksida dan amoniak yang berbahaya.

33 15 b. Faktor biotik Semua fase kehidupan A. atlas tidak luput dari serangan baik parasit maupun predator. Kalshoven (1981) & Peigler (1989) melaporkan parasit yang menyerang fase telur A. atlas adalah dari famili Chalcidoidea (Hymenoptera) yaitu Anastasus colemani, Agiommatus attaci, Tetrastichus dan Xanthopimpla sp. Parasit yang menyerang fase larva muda yaitu Apanteles (Braconidae). Telur Enicospilus plicatus dan E. americanus (Ichneumonidae) diletakkan pada larva inang. Exorista sorbillans (Tachinidae) dan Sarcophagidae (Diptera) mematikan pupa, satu kokon inang dapat berisi beberapa individu parasit. Kelompok predator yang sering menyerang larva A. atlas adalah belalang sembah, capung, lalat, burung, tikus, laba-laba, tawon, semut, cicak, dan kadal. Aktivitas parasit dan predator sangat mempengaruhi populasi dan kehidupan A. atlas. Kokon A. atlas banyak dimakan oleh tikus (Kalshoven 1981). Pada stadia imago predator A. atlas adalah burung dan mamalia. Namun demikian, ngengat A. atlas yang mempunyai ukuran tubuh besar dengan pola dan warna sayap yang bertindak sebagai bagian dari mekanisme pertahanan terhadap predator. Hal ini terlihat dari bentuk sayap depan ngengat yang menyerupai kepala ular. Ngengat yang terganggu akan bertingkah laku mengepakkan sayapnya ke bawah yang memberi kesan mirip kepala ular (Peigler 1989). Tanaman Pakan Alami Indonesia terletak di daerah tropis dengan keanekaragaman tanaman yang tinggi. Larva A. atlas bersifat poliphagus, yang memungkinkan dapat hidup di Indonesia. Pertumbuhan dan perkembangan ulat sutera membutuhkan daun yang mempunyai kualitas dan kuantitas gizi yang baik. Seperti makhluk hidup lainnya, larva A. atlas membutuhkan kandungan gizi berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan air. Kandungan gizi karbohidrat, lemak dan protein memberikan energi bagi kehidupan larva A. atlas. Protein selain untuk pertumbuhan dan perkembangannya, juga digunakan untuk pembentukan serat sutera (Tazima 1978). Air juga mempunyai peranan penting bagi pertumbuhan dan perkembangan larva A. atlas. Ekastuti (1999) melaporkan pada larva

34 16 B. mori, pakan dengan kandungan air 70 % akan memberikan pertumbuhan yang baik sehingga menghasilkan kokon dengan kualitas baik. Alpukat (Persea americana) Tanaman alpukat merupakan tanaman buah berbentuk pohon. Nama lain sesuai dengan nama daerah yaitu alpuket (Jawa Barat), alpokat (Jawa Timur/Jawa Tengah), boah pokat, jamboo pokat (Batak), advokat, jamboo mentega, jamboo pooan, pookat (Lampung) dan lain-lain. Bagian tanaman alpukat yang banyak dimanfaatkan adalah buahnya sebagai makanan buah segar. Daging buah alpukat mengandung minyak alami sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar kosmetik, industri sabun dan bahan pelembab untuk kecantikan. Bagian lain yang dapat dimanfaatkan adalah daunnya yang muda sebagai obat tradisional (obat batu ginjal, rematik) (Ashari 1995). Tanaman alpukat berasal dari daerah sekitar Chiapas - Guatemala dan Honduras (Amerika Latin) dan diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-18. Tanaman ini termasuk Ordo Ranales, Famili Lauraceae dan Genus Persea. Pada umumnya tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi, yaitu m dpl. Hama yang menyerang tumbuhan ini selain larva kupu-kupu gajah (Attacus atlas L.), Aphis gossypii Glov, tungau merah (Tetranychus cinnabarinus Boisd), kutu dompolan putih (Pseudococcus citri Risso), dan juga ulat kipat (Cricula trisfenestrata Helf) (Whiley 2002) Ashari (1995) melaporkan alpukat merupakan tanaman tahunan, daunnya ada sepanjang tahun di daerah tropik. Batangnya dapat mencapai 20 m. Akar pancarnya dapat menembus tanah hingga kedalaman 3 4 m. Daun alpukat berkedudukan spiral melingkar. Bentuk batang alpukat bervariasi. Tanaman alpukat mempunyai panjang tangkai daun 1,5 5 cm. Bentuk lembaran daun alpukat elips hingga bulat telur atau lonjong, panjang daun antara 5 40 cm dan lebar daun antara 3 15 cm, warna daunnya merah saat masih muda kemudian berubah menjadi hijau. Permukaan daun sebelah atas berlapiskan lilin. Tanaman alpukat mempunyai bunga bergerombol, bersifat biseksual dan hermaprodit. Biji alpukat berkeping dua, embrionya terletak di ujung kotiledon.

35 17 Penyerbukan sendiri dapat terjadi apabila dalam satu pohon terdapat bunga jantan dan betina yang mekar bersamaan. Daun alpukat mengandung senyawa senyawa flavonoid, tanin katekat, kuinon, saponin, dan steroid/triterpenoid (Maryati 2007). Kayu Manis (Cinnamomum zeylanicum ) Tumbuhan ini di daerah Jawa Barat disebut Ki Amis, sedangkan di Jawa Tengah disebut Manis Jangan, dan di Madura disebut Kanyegar. Tanaman ini berupa pohon dan tingginya dapat mencapai 15 m. Batang kayu manis dapat mencapai diameter 30 cm. Kulit pohon berwarna abu-abu tua, berbau khas dan kayunya berwarna merah coklat muda. Bentuk daun kayu manis tunggal dan kaku seperti kulit. Panjang tangkai daun kayu manis antara 0,5 1,5 cm. Daun kayu manis mempunyai 3 buah tulang daun. Warna daun muda merah, memucat dan setelah tua berwarna hijau. Bunga kayu manis berbentuk malai yang tumbuh di ketiak daun dan berwarna kuning. Bentuk buah kayu manis termasuk buah buni. Buah muda berwarna hijau dan setelah tua berwarna hitam. Akar tumbuhan berupa akar tunggang (Steenis 1997). Habitat tumbuhan ini baik pada ketinggian m dpl tetapi paling baik pada m dpl. Tanaman kayu manis menyukai tanah gembur dengan drainase yang baik dan banyak humus. Curah hujan yang dikehendaki antara mm/tahun dan terbagi merata dalam setahun serta memerlukan kelembaban yang cukup tinggi ( Tumbuhan ini bagian kulit batang, daun, dan akarnya bisa dimanfaatkan sebagai obat-obatan yang berkhasiat sebagai peluruh kentut (carminative), peluruh keringat (diaphoretic), antirematik, meningkatkan napsu makan (istomachica), dan menghilangkan sakit (analgesik). Kandungan kimia yang terdapat dalam kayu manis adalah minyak atsiri, eugenol, safrole, sinamaldehide, tanin, kalsium oksalat, damar, dan zat penyamak. Sifat kimia dari kayu manis adalah pedas, sedikit manis, hangat, dan wangi.

36 18 Sirsak (Annona muricata) Tanaman sirsak termasuk ke dalam famili Annonaceae. Tanaman ini tumbuh tegak. Tanaman sirsak berbentuk pohon yang dapat mencapai 8-10 m. Tanaman sirsak mempunyai batang berkayu, bulat dan bercabang. Daun sirsak termasuk daun tunggal. Bentuk daun sirsak bulat telur atau lanset dengan ujung runcing dan tepi rata. Panjang daun antara 6 18 cm dan lebar daun antara 2-6 cm. Warna daun sirsak hijau kekuningan. Tanaman sirsak mempunyai bunga tunggal terletak pada batang dan ranting. Buah sirsak termasuk majemuk, buah sedikit bergerigi berbentuk bulat telur dan berwarna hijau. Biji bulat telur, keras dan berwana hitam. Tanaman sirsak berakar tunggang. Habitat tumbuhan ini terdapat di daerah tropika dan sub tropika. Tumbuhan ini mempunyai kandungan bahan aktif berupa alkaloid, minyak atsiri dan senyawa aromatik, karbohidrat, lemak, asam amino, polifenol. Bijinya mengandung minyak antara 42 45%. Bagian Tanaman yang dimanfaatkan buah, biji, kulit, dan daun. Menurut Ashari (1995) tanaman sirsak berasal dari daerah tropik, yaitu daerah yang terletak diantara Ekuador dan Peru. Tumbuhan ini mempunyai bau daun yang spesifik. Tanaman ini menyenangi jenis tanah berpasir atau lempung berpasir. Tanah liat dan drainase yang kurang baik menyebabkan kerontokan bunga dan buah. Tanaman Annona menyukai iklim lembab dengan suhu panas. Ketinggian tempat yang baik sampai 1000 m di atas permukaan laut. Kelembaban udara kurang dari 70 % menyebabkan kerontokan bunga dan pengeringan kepala putik. Buah sirsak kaya akan vitamin B dan C.

37 BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilakukan mulai bulan Desember 2008 sampai Mei Tahapan penelitian ini meliputi analisis proksimat daun alpukat (Persea americana), daun kayu manis (Cinnamomum zeylanicum) dan daun sirsak (Annona muricata) yang dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB, serta pembiakan A. atlas yang dilanjutkan dengan perlakuan jenis pakan dan kepadatan yang dilaksanakan di Laboratorium Biologi PPSHB IPB. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: kokon sehat Attacus atlas L. yang dikoleksi dari kebun sirsak di daerah Purwakarta, daun segar tumbuhan sirsak (Annona muricata) sebagai kontrol, dan pakan alternatif lain yaitu alpukat (Persea americana) serta kayu manis (Cinnamomum zeylanicum). Bahan lain: tissue, label, spidol, kapas, serta bahan-bahan kimia: alkohol 70 %, formalin 4 %, dan kaporit (5 gram/liter), sedangkan untuk perebusan kulit kokon digunakan NaOH, teepol dan sabun netral. Alat-alat yang digunakan antara lain: kandang ukuran 40 x 40 x 40 cm³, dan ukuran 60 x 60 x 60 cm³, cawan petri diameter 15 cm dan tinggi 2 cm, toples gelas berdiameter 14.5 cm dengan tinggi 23 cm, thermohygrometer, timbangan digital AND HX-100 berskala , pisau, mistar, mikroskop binokuler, dan kamera digital Fujifilm Fine Pix S5700. Klos dengan keliling (2 r) sebesar 5 cm, pemanas listrik, panci, dan pinset. Rancangan Percobaan Dalam penelitian ini digunakan rancangan faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah kepadatan dengan taraf rendah, sedang, tinggi dan faktor kedua adalah jenis pakan dengan daun sirsak, alpukat, dan kayu manis. Kepadatan instar I II yaitu 5 ekor larva untuk taraf rendah, 7 ekor larva untuk taraf sedang, dan 9 ekor larva untuk taraf tinggi. Kepadatan instar III IV yaitu 2 ekor larva untuk taraf

38 20 rendah, 4 ekor larva untuk taraf sedang dan 6 ekor larva untuk taraf tinggi. Kepadatan instar V VI yaitu 1 ekor untuk taraf rendah, 2 ekor untuk taraf sedang dan 3 ekor untuk taraf tinggi. Perlakuan pada instar I - II diulang sebanyak 5 kali, sedangkan perlakuan instar III VI diulang sebanyak 3 kali. Jumlah semua perlakuan untuk instar I II adalah 45 perlakuan, sedangkan perlakuan instar III VI berjumlah 27 perlakuan. Metode Tahap persiapan Sterilisasi alat dan ruang pemeliharaan. Sebelum dilakukan percobaan, seluruh alat dicuci dan disterilkan dengan menggunakan alkohol 70 %. Ruang pemeliharaan disemprot dengan formalin 4 %, lantai ruang dibersihkan dengan desinfektan, sedangkan meja-meja percobaan disterilkan dengan menggunakan alkohol 70%. Persiapan induk. Pupa Attacus atlas L. yang dikumpulkan dari alam dibawa ke laboratorium, diseleksi pupa yang sehat dan kondisinya baik ditempatkan pada kandang berukuran 60 x 60 x 60 cm³ (Gambar 7a). Dari pupa tersebut diharapkan muncul imago jantan dan betina. Sepasang ngengat jantan dan betina ditempatkan pada kandang ukuran 40 x 40 x 40 cm³ (Gambar 7b). Sekitar 5-8 hari kemudian akan didapatkan telur dari hasil perkawinan tersebut. Telur-telur dari masing-masing induk dihitung untuk mengetahui fekunditas awal. a Gambar 7 Kandang penempatan pupa A. atlas (a) dan Kandang perkawinan (b) b

39 21 Tahap pelaksanaan Siklus hidup A. atlas di laboratorium. Pengamatan siklus hidup dengan mengamati waktu yang dibutuhkan oleh A. atlas untuk menyelesaikan 1 tahap perkembangan (metamorfosis). Analisis proksimat. Analisa proksimat dilakukan terhadap daun alpukat (Persea americana), daun kayu manis (Cinnamomum zeylanicum) dan daun sirsak (Annona muricata). Pengujian analisa proksimat dilaksanakan di laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB. Inkubasi telur. Seluruh telur fertil yang didapatkan diletakkan pada cawan petri diameter 11 cm tinggi 1,5 cm dan ditutup serta diberi label tanggal pengambilan telur. Telur-telur kemudian diinkubasi dalam suhu kamar sampai menetas dan dihitung presentase penetasannya. Pengukuran pertumbuhan larva pada berbagai jenis pakan dan kepadatan. Stadia larva dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok larva instar I II, III IV, dan V VI. Secara garis besar perlakuan dan ulangan yang dilakukan sesuai dengan Tabel 1. Tabel 1 Skema percobaan pengukuran perlakuan Stadia Kepadatan (ekor) Jenis Pakan Jumlah ulangan Larva Rendah Sedang Tinggi I - II Sirsak 5 Alpukat Kayu manis III - IV Sirsak 3 Alpukat Kayu manis V - VI Sirsak 3 Alpukat Kayu manis Perlakuan larva instar I II. Larva, masing-masing berjumlah 5, 7 dan 9 ekor dipelihara dengan menggunakan cawan petri ukuran diameter 15 cm tinggi 2 cm. Pemeliharaan ini diulang 5 kali. Larva diberi pakan daun sirsak, alpukat dan kayu manis secara ad libitum. Pakan diberikan satu kali sehari pada pukul WIB.

40 22 Penimbangan pakan dilakukan sebelum dan sesudah pakan diberikan. Pakan yang diberikan berbentuk daun tanpa tangkai (Gambar 8). Gambar 8 Perlakuan percobaan instar I II Perlakuan larva instar III IV. Pada instar ini kepadatan larva masing-masing sebanyak 2, 4 dan 6 ekor, dipelihara menggunakan toples gelas berdiameter 14.5 cm tinggi 23 cm. Pemeliharaan ini dilakukan dengan 3 kali ulangan. Pakan diberikan satu kali sehari pada pukul WIB. Penimbangan pakan dilakukan sebelum dan sesudah pakan diberikan. Pakan yang diberikan berbentuk daun dengan tangkainya. Perlakuan larva instar V, VI sampai kokon. Pada instar ini larva masingmasing sebanyak 1, 2, dan 3 ekor dipelihara menggunakan toples gelas berdiameter 14.5 cm dengan tinggi 23 cm (Gambar 9). Perlakuan ini diulang sebanyak 3 kali. Semua perlakuan diberikan dengan pakan daun alpukat, kayu manis, dan sirsak. Pakan diberikan dua kali sehari pada pukul dan WIB. Penimbangan pakan dilakukan sebelum dan sesudah pakan diberikan. Pakan yang diberikan berbentuk daun dengan tangkainya. Pencatatan suhu dan kelembaban dilakukan bersamaan dengan pemberian pakan. Jika dalam perlakuan larva mengalami kematian maka untuk menambahnya digunakan larva stok yang dibuat secara pararel dengan perlakuan yang sama, baik jenis pakan maupun kepadatan.

41 23 Gambar 9 Perlakuan percobaan instar V- VI Penghitungan konsumsi pakan larva. Penghitungan konsumsi dihitung dengan memasukkan faktor koreksi. Faktor koreksi dapat dihitung dari penggurangan berat awal daun dikurangi berat akhir. Faktor koreksi ini bertujuan untuk melihat berapa besar air yang hilang karena proses penguapan. Konsumsi pakan per ekor larva dihitung menggunakan rumus (Mulyani 2008): a-(bxc) x = n x = banyaknya pakan yang dikonsumsi per ekor (g) a = total pakan diberikan hari ke-i (i = 1, 2, 3, 4,...) b = pakan sisa c = pakan sisa dikali faktor koreksi n = jumlah larva yang berhasil hidup setiap akhir instar Konsumsi nutrien. Penghitungan masing-masing kandungan nutrien sebagai berikut: 1. Konsumsi nutrien lemak: total konsumsi daun segar x kandungan lemak daun* 2. Konsumsi nutrien protein: total konsumsi daun segar x kandungan protein daun* 3. Konsumsi nutrien karbohidrat tak larut (serat kasar): total konsumsi daun segar x kandungan serat kasar daun daun* 4. Konsumsi nutrien karbohidarat terlarut (BETN): total konsumsi daun segar x kandungan karbohidrat terlarut (BETN) daun* 5. Konsumsi nutrien mineral (abu):

42 24 total konsumsi daun segar x kandungan mineral (Abu) daun* Keterangan: * Diketahui dari hasil analisis proksimat (lemak, protein, serat kasar, BETN dan abu) dari sampel daun yang diberikan pada larva: - pada instar I II, digunakan daun muda - pada instar III VI, digunakan daun tua Pertumbuhan larva. Pertumbuhan larva dapat diamati dengan mengukur bobot badan dan panjang tubuh larva pada setiap awal dan akhir setiap instar. Pengukuran bobot awal dan akhir instar dengan cara menimbang seluruh larva dibagi jumlah larva. Kemudian penghitungan pertambahan bobot badan (PBB) yang diperoleh dari selisih antara bobot akhir larva dengan bobot awal larva pada setiap instar. Pengukuran panjang tubuh larva dengan menjumlah seluruh panjang tubuh larva dibagi jumlah larva, setelah itu penghitungan pertambahan panjang tubuh larva tiap instar diperoleh dari selisih antara panjang tubuh akhir dengan panjang tubuh awal larva setiap instar. PBB = Bobot akhir instar Bobot awal instar PPT = Panjang akhir instar Panjang awal instar Mortalitas tiap perlakuan. Mortalitas diperoleh dari pembagian antara selisih dari jumlah larva pada awal instar dan akhir instar dengan jumlah larva awal instar dikalikan 100 %. Mortalitas Jumlah larva awal instar-jumlah larva akhir instar = x 100 % Tiap instar Jumlah larva instar Kualitas kokon. Pengujian kualitas kokon meliputi: 1. Bobot kokon segar, yaitu diperoleh dengan cara menimbang kokon segar yang masih berisi pupa. 2. Bobot kulit kokon, diperoleh dari bobot kokon tanpa pupa 3. Ratio kulit kokon, diperoleh dari pembagian bobot kulit kokon dengan bobot kokon segar dikalikan 100 %. Bobot kulit kokon (g) Rasio kulit kokon = x 100 % Bobot kokon segar (g)

43 25 Kualitas filamen. Pengujian kualitas filamen dengan cara merebus kulit kokon terlebih dahulu dengan campuran 1 liter air + 2 gram soda kaustik (NaOH) + 2 cc teepol + 20 gram sabun netral, selama satu jam (Awan 2007). Selanjutnya kokon-kokon tersebut dicuci secara bertahap dengan air panas (±80 C), hangat (±60 C) dan dingin (±37 C), setelah itu dicari: 1. Panjang filamen yang ditentukan dengan cara mengurai satu kokon tunggal dengan tangan (secara manual). 2. Bobot filamen yaitu bobot filamen dari satu kokon tunggal. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) yang dilanjutkan dengan uji Duncan (Duncan Multiple Range Test) dengan menggunakan program SAS dan MINITAB (Mattjik dan Sumertajaya 2006).

44 HASIL Suhu dan Kelembaban Ruangan Pemeliharaan Suhu maksimum bulan Desember 2008 pada kisaran C dan Januari 2009 berada pada kisaran C, sedangkan suhu minimum berada pada kisaran suhu 24-26ºC dan C. Pada bulan Februari, Maret, dan April 2009 suhu maksimum berada pada kisaran 24-30ºC, sedangkan suhu minimum bulan Februari, Maret, April 2009 berkisar antara 22-29ºC (Gambar 10). Kelembaban relatif terendah sebesar 51 % (siang hari pada bulan Maret 2009). Kelembaban relatif tertinggi sebesar 94 % (pagi hari pada bulan Desember 2008). Rataan kelembaban relatif terendah ± % (siang hari pada bulan Maret 2009), sedangkan rataan kelembaban relatif tertinggi ± 2.466% (pagi hari pada bulan Desember 2008) (Gambar 11). Gambar 10 Rataan suhu harian (minimummaksimum) di dalam ruangan laboratorium PPSHB IPB (Tahun ) laboratorium PPSHB IPB ( ) Gambar 11 Rataan kelembaban di ruangan

45 27 Siklus Hidup A. atlas di Laboratorium Berdasarkan analisis statistik, jenis pakan dan kepadatan berpengaruh nyata (P < 005) terhadap siklus hidup pada instar I, II, IV, dan V (Lampiran 1,2,4,dan 5). Pada instar III dan VI, jenis pakan berpengaruh nyata (P< 0.05) terhadap siklus hidup, sedangkan kepadatan tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap siklus hidup (Lampiran 3 dan 6). Siklus hidup terendah terjadi pada jenis pakan sirsak kepadatan sedang dengan total waktu larva hari. Pada instar VI tidak dapat dihitung siklus hidupnya karena larva mati hari ke 1 3 (Tabel 2). Tabel 2 Lamanya stadia larva A. atlas Stadia Sirsak Rendah (hari) Sedang (hari) Tinggi (hari) Larva instar (5.00 ± 0.35) 4-6 (5.26 ±0.53) 5-6 (5.40 ±0.42) Larva instar 2 5 (5.00 ±0.00) 5-6 (5.42 ±0.43) 5-7 (5.94 ±0.61) Larva instar (5.33 ± 0.58) 4-6 (5.00 ±1.00) 5-7 (6.07 ±0.60) Larva instar (5.33 ±0.55) 5-6 (5.33 ±0.58) 6-7 (6.67 ±0.58) Larva instar (6.00 ±1.00) 5-7 (6.00 ±1.00) 6-7 (6.67 ±0.29) Larva instar (9.00 ±1.00) 8-10 (9.00 ±1.00) (10.67 ±0.58) Total Stadia Larva (35.5 ± 2.50) (34.00 ± 3.00) (41.25 ± 0.75) Stadia Alpukat Rendah (hari) Sedang (hari) Tinggi (hari) Larva instar (5.48 ± 0.46) 5-6 (5.46 ±0.46) 5-7 (5.60 ±0.62) Larva instar (5.70 ±0.45) 5-7 (5.60 ± 0.65) 6-7 (6.64 ±0.42) Larva instar (5.67 ±0.58) 6-7 (6.23 ± 0.40) 5-7 (6.10 ±0.56) Larva instar (6.33 ±0.56) 7 (7.00 ±0.00) 7-8 (7.67 ±0.58) Larva instar (6.33 ±0.56) 5-7 (6.00 ±1.00) ±0.58 Larva instar (9.33 ±0.58) (11.50 ± 0.70) ±0.00 Total Stadia Larva (38.67 ± 3.06) (41.40 ± 3.39) ± 4 Stadia Kayu manis Rendah (hari) Sedang (hari) Tinggi (hari) Larva instar (6.42 ± 0.43) 5-7 (6.06 ±0.33) 5-7 (6.22 ±0.54) Larva instar (6.67 ± 0.58) 6-7 (6.40 ±0.55) 6-7 (6.40 ±0.55) Larva instar 3 7 (7.00 ± 0.00) 6-8 (7.33 ±0.76) 7-8 (7.50 ± 0.50) Larva instar 4 9 (9.00 ±0.00) 9 (9.00 ± 0.00) 8-9 (8.67 ±0.58) Larva instar (8.33 ±0.58) 9 (9.00 ±0.00) 8 (8.00 ±0.00) Larva instar (12.50± 0.71) 13 (13.00 ± 0.00) * * Total Stadia Larva (49.00 ± 3,61) (49,33 ± 4,04) * * *Keterangan: Larva mati hari ke 1 3

46 28 Telur 4-8 hari Larva instar I 4-6 hari Larva instar II 5 6 hari Imago 4 7 hari Larva instar III 4-6 hari Pupa dalam kokon hari Larva instar hari Larva instar VI 8 10 hari Larva instar V 5 7 hari Gambar 12 Siklus hidup A. atlas

47 29 Selama penelitian didapat parasitoid yang menyerang larva dan pupa A atlas yaitu: Ichneumonidae (Hymeneoptera) dan Sarcophagidae (Diptera) (Gambar 13). a b Gambar 13 Parasitoid larva pupa: Ichneumonidae (Hymeneoptera) (a), Sarcophagidae (Diptera) (b) Hasil Uji Proksimat Daun Alpukat, Kayu Manis dan Sirsak Hasil uji proksimat dari daun sirsak, alpukat dan kayu manis tertera dalam Tabel 3. Tabel 3 Hasil analisis uji proksimat daun alpukat, kayu manis dan sirsak. Daun Sirsak Daun Alpukat Daun Kayu manis Parameter Analisis Muda Tua Muda Tua Muda Tua Kadar air (%) Lemak (%) Protein (%) Serat kasar (%) Abu (%) BETN (%) Konsumsi Pakan Larva Berdasarkan analisis statistik, jenis pakan dan kepadatan berpengaruh nyata (P < 0.05) terhadap konsumsi pakan pada instar I VI (Lampiran 7,8,9,10,11, dan 12). Pada instar I VI kecuali instar II jenis pakan berinteraksi secara nyata dengan kepadatan. Pada instar I, konsumsi terbanyak yaitu larva dengan pakan daun sirsak kepadatan rendah. Pada instar II. konsumsi terbanyak larva dengan pakan alpukat kepadatan rendah (Gambar 14).

48 30 Gambar 14 Konsumsi pakan daun segar instar I II Konsumsi pakan terbanyak instar III yaitu larva dengan pakan daun sirsak dan alpukat kepadatan rendah. Pada instar IV, konsumsi pakan terbanyak yaitu larva dengan pakan alpukat kepadatan rendah (Gambar 15). Gambar 15 Konsumsi pakan daun segar instar III IV Pada instar V, konsumsi terbanyak pada larva dengan pakan daun alpukat kepadatan rendah. Pada instar VI, konsumsi pakan terbanyak pada larva dengan pakan daun sirsak kepadatan rendah (Gambar 16). Gambar 16 Konsumsi pakan daun segar instar V VI

49 31 Perbandingan banyaknya konsumsi pakan larva dari ketiga jenis pakan pada kepadatan rendah terlihat pada Gambar 17. Gambar 17 Konsumsi pakan larva dari ketiga jenis pakan pada kepadatan rendah Total konsumsi pakan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Total konsumsi pakan daun segar (g/ larva) instar I VI Perlakuan Instar Sirsak Rendah Sedang Tinggi Alpukat Rendah Sedang Tinggi Kayu manis Rendah Sedang Tinggi * Keterangan: * Individu mati pada hari ke 1 Konsumsi Nutrien Hasil analisa statistik, jenis pakan dan kepadatan berpengaruh nyata ( P< 0.05) terhadap konsumsi pakan segar seperti tampak Tabel 4. Jenis pakan dan kepadatan

50 32 berpengaruh nyata (P< 0.05) terhadap konsumsi nutrien (lemak, protein, serat kasar, BETN, dan abu) seperti pada Tabel 5, 6, 7, 8 dan 9. a. Lemak Tabel 5 Rataan konsumsi lemak larva A. atlas (mg/ larva) Perlakuan Instar Sirsak Rendah 4.51 c 6.84 b f g g f Sedang 3.59 b 6.71 b e f g e Tinggi 2.97 a 6.31 a d f f e Alpukat Rendah 5.48 e e d e e d Sedang 5.09 d d c d d d Tinggi 4.49 c 9.53 c b c c c Kayu manis Rendah 8.88 h h b b b b Sedang 7.70 g g a b a a Tinggi 6.89 f f a a a * Keterangan: * Individu mati pada hari ke 1 3 Angka dari satu kolom yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf uji 5 % (Duncan) Hasil analisis statistik, jenis pakan dan kepadatan berpengaruh nyata (P< 0.05) terhadap banyaknya lemak yang dikonsumsi oleh larva A. atlas. Jenis pakan berinteraksi secara nyata dengan kepadatan. Konsumsi lemak tertinggi pada instar I dan II yaitu larva dengan pakan kayu manis kepadatan rendah. Konsumsi lemak tertinggi instar III sampai VI yaitu larva dengan pakan sirsak kepadatan rendah (Tabel 5). b. Protein Hasil analisis statistik. jenis pakan dan kepadatan berpengaruh nyata (P< 0.05) terhadap besarnya protein yang dikonsumsi oleh larva A. atlas. Jenis pakan berinteraksi secara nyata dengan kepadatan. Pada instar II. jenis pakan tidak berinteraksi secara nyata dengan kepadatan (P>0.05). Konsumsi protein yang tertinggi pada instar I yaitu larva

51 33 dengan pakan alpukat kepadatan rendah. Konsumsi protein tertinggi instar II sampai VI yaitu larva dengan pakan alpukat kepadatan rendah (Tabel 6). Tabel 6 Rataan konsumsi protein larva A. atlas (mg/ larva) Perlakuan Instar Sirsak Rendah f c c c d Sedang d c b c cd Tinggi a b b a c Alpukat Rendah e g f f g Sedang d f e e f Tinggi b e d d e Kayu manis Rendah e d b c b Sedang c a b b a Tinggi a a a b * Keerangant: * Individu mati pada hari ke 1 3 Angka dari satu kolom yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf uji 5 % (Duncan) c.1. Karbohidrat tak larut (serat kasar) Berdasarkan hasil analisis ragam, jenis pakan dan kepadatan berpengaruh nyata terhadap besarnya serat kasar yang dikonsumsi oleh larva A. atlas (P< 0.05). Jenis pakan berinteraksi secara nyata dengan kepadatan. Konsumsi serat kasar yang tertinggi pada instar I sampai dengan instar VI yaitu larva dengan pakan kayu manis kepadatan rendah (Tabel 7). Tabel 7 Rataan konsumsi serat kasar larva A. atlas (mg/ larva) Perlakuan Instar Sirsak Rendah c b bc b b b Sedang b b b a b ab Tinggi a a a a a a Alpukat Rendah c d e d e d Sedang c d d c d d Tinggi b c c c c c Kayu manis Rendah f g f f g e Sedang e f e f f d Tinggi d e e e f * Keterangan: * Individu mati pada hari ke 1 3 Angka dari satu kolom yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf uji 5 % (Duncan)

52 34 c.2. Karbohidrat terlarut (BETN) Berdasarkan hasil analisis ragam. jenis pakan dan kepadatan berpengaruh nyata (P< 0.05) terhadap besarnya nutrisi BETN yang dikonsumsi oleh larva A. atlas. Jenis pakan berinteraksi secara nyata dengan kepadatan. Pada instar I jenis pakan tidak berinteraksi secara nyata dengan kepadatan. Tabel 8 Rataan konsumsi BETN larva A. atlas (mg/larva) Perlakuan Instar Sirsak Rendah b b c b c Sedang b b b b bc Tinggi a a b a b Alpukat Rendah e e f f g Sedang d d e e f Tinggi c c d d e Kayu manis Rendah g c c c d Sedang f a c b a Tinggi e a a b * Ket: * Individu mati pada hari ke 1 3 Angka dari satu kolom yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf uji 5 % (Duncan) Konsumsi nutrisi BETN yang tertinggi pada instar I dan II yaitu larva dengan pakan kayu manis kepadatan rendah, sedangkan instar II sampai dengan instar VI yaitu larva dengan pakan alpukat kepadatan rendah (Tabel 8). d. Mineral (Abu) Hasil analisis ragam, jenis pakan dan kepadatan berpengaruh nyata (P< 0.05) terhadap besarnya mineral yang dikonsumsi oleh larva A. atlas. Jenis pakan berinteraksi secara nyata dengan kepadatan. Konsumsi mineral yang tertinggi dari instar I sampai dengan instar VI yaitu larva dengan pakan sirsak kepadatan rendah kecuali instar II yaitu larva dengan pakan kayu manis kepadatan rendah (Tabel 9).

53 35 Tabel 9 Rataan konsumsi abu (mineral) larva A. atlas (mg/larva) Perlakuan Instar Sirsak Rendah 5.56 g 8.43 c g d g f Sedang 4.42 e 8.28 c f c g e Tinggi 3.67 c 7.78 b e c f e Alpukat Rendah 1.24 b 2.37 a c b d c Sedang 1.15 c 2.28 a b a b bc Tinggi 1.02 a 2.15 a a a a b Kayu manis Rendah 5.43 g f d b e d Sedang 4.71 f 9.74 e a b c a Tinggi 4.21 d 9.22 d a a c * Keterangan: * Individu mati pada hari ke 1 3 Angka dari satu kolom yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf uji 5 % (Duncan) Pertambahan Bobot Badan Berdasarkan hasil analisis ragam, jenis pakan dan kepadatan berpengaruh nyata (P < 0.05) terhadap pertambahan bobot badan pada instar I V (Lampiran 13, 14, 15, 16, 17, dan 18). Jenis pakan berinteraksi secara nyata dengan kepadatan hanya pada instar I dan VI. Pada instar I, pertambahan bobot badan yang tertinggi adalah jenis pakan sirsak kepadatan rendah dengan rataan 0.09 gram. Pada instar II, berdasarkan jenis pakan pertambahan bobot badan yang tertinggi pada pakan sirsak dan alpukat. Jika dilihat dari kepadatan, pertambahan bobot badan yang tertinggi pada kepadatan rendah (Gambar 18). Gambar 18 Pertambahan bobot badan instar I II Jenis pakan yang memberikan pengaruh terbesar terhadap pertambahan bobot badan instar III yaitu jenis pakan sirsak, sedangkan kepadatan yang memberikan pengaruh terbesar terhadap pertambahan bobot badan yaitu kepadatan rendah. Pada

54 36 instar IV jenis pakan yang memberikan pengaruh terbaik adalah pakan sirsak dan alpukat, sedangkan kepadatannya adalah kepadatan rendah (Gambar 19). Gambar 19 Pertambahan bobot badan instar III IV Gambar 20 Pertambahan bobot badan instar V VI Berdasarkan analisis statistik, jenis pakan dan kepadatan berpengaruh nyata (P < 0.05) terhadap pertambahan bobot badan pada instar V. Namun jenis pakan tidak berinteraksi secara nyata dengan kepadatan. Jenis pakan yang memberikan pengaruh terbesar terhadap pertambahan bobot badan adalah pakan sirsak dan alpukat, sedangkan kepadatannya adalah kepadatan rendah. Jenis pakan dan kepadatan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap pertambahan bobot badan pada instar VI. Jenis pakan berinteraksi secara nyata dengan kepadatan. Pertambahan bobot badan yang terbesar adalah larva dengan jenis pakan sirsak kepadatan rendah, sedangkan pertambahan bobot terendah adalah larva dengan jenis pakan kayu manis kepadatan sedang (Gambar 20). Dari instar I sampai dengan instar VI rata-rata berat badan larva pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 19.

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi A.atlas

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi A.atlas TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi A.atlas Ngengat A. atlas mempunyai ukuran tubuh yang besar dan merupakan hewan asli Indonesia. Imago aktif di malam hari (nokturnal). Tubuh ditutupi oleh sisik dan bersifat polivoltin.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Attacus atlas (L.) Klasifikasi Attacus atlas (L.) menurut Peigler (1980) adalah Filum Klasis Ordo Subordo Superfamili Famili Subfamily Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Attacus atlas Attacus atlas merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (Chapman, 1969). Klasifikasi A. atlas menurut Peigler (1989) adalah sebagai berikut: Kelas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Ulat Sutera Liar (Attacus Atlas) Ulat sutera liar Attacus atlas adalah serangga yang memiliki ukuran tubuh besar dan banyak ditemukan di hutan-hutan tropis dan subtropis seperti

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: Graphium agamemnon, Graphium doson, Mechelia champaca, Annona muricata, life cycle, food consumption.

ABSTRACT. Keywords: Graphium agamemnon, Graphium doson, Mechelia champaca, Annona muricata, life cycle, food consumption. ABSTRACT ESWA TRESNAWATI. The Life Cycle and Growth of Graphium agamemnon L. and Graphium doson C&R. Butterflies (Papilionidae: Lepidoptera) Fed by Cempaka (Michelia champaca) and Soursoup (Annona muricata).

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Metabolisme Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor mulai bulan Oktober sampai dengan Nopember 2011. Tahapan meliputi

Lebih terperinci

Parameter yang Diamati:

Parameter yang Diamati: 3 Selanjutnya, telur dikumpulkan setiap hari dalam satu cawan petri kecil yang berbeda untuk setiap induk betina fertil. Oviposisi dihitung sejak peletakan telur hari pertama hingga hari terakhir bertelur.

Lebih terperinci

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua BAB IV Hasil Dari Aspek Biologi Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae) Selama Proses Habituasi dan Domestikasi Pada Pakan Daun Sirsak dan Teh 4.1. Perubahan tingkah laku Selama proses

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei

PEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei 10 Persentase Filamen Persentase filamen rata-rata paling besar dihasilkan oleh ulat besar yang diberi pakan M. cathayana sedangkan yang terkecil dihasilkan oleh ulat yang diberi pakan M. alba var. kanva-2.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Floss Floss merupakan bagian kokon yang berfungsi sebagai penyangga atau kerangka kokon. Pada saat akan mengokon, ulat sutera akan mencari tempat lalu menetap di tempat tersebut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra (Bombyx mori L.) Ulat sutera adalah serangga holometabola yang mengalami metamorfosa sempurna, yang berarti bahwa setiap generasi keempat stadia, yaitu telur, larva atau lazim

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

L. (LEPIDOPTERA: SATURNIIDAE) DENGAN PAKAN DAUN KALIKI

L. (LEPIDOPTERA: SATURNIIDAE) DENGAN PAKAN DAUN KALIKI BIOLOGI Attacus atlas L. (LEPIDOPTERA: SATURNIIDAE) DENGAN PAKAN DAUN KALIKI (Ricinus communis L.) DAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DI LABORATORIUM NANEH MULYANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERFORMA ULAT SUTERA LIAR

PERFORMA ULAT SUTERA LIAR PERFORMA ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) INSTAR I-III DENGAN PEMBERIAN PAKAN DAUN SIRSAK (Annona muricata) DAUN NANGKA (Artocarpus heterophyllus) DAN DAUN KENARI (Canarium cummune L.) SKRIPSI MEGA SULISTYANINGRUM

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Filamen Sutera Beberapa atribut yang berperan pada penentuan kualitas filamen sutera diantaranya panjang filamen, bobot filamen, tebal filamen, persentase bobot filamen, dan

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Attacus atlas

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Attacus atlas TINJAUAN PUSTAKA Biologi Attacus atlas Ulat sutera liar Attacus atlas adalah salah satu serangga yang berukuran besar dan banyak ditemukan di wilayah Asia (Peigler, 1989). A. atlas memiliki tahapan metamorfosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benua Asia hingga mencapai benua Eropa melalui Jalur Sutera. Para ilmuwan mulai

BAB I PENDAHULUAN. benua Asia hingga mencapai benua Eropa melalui Jalur Sutera. Para ilmuwan mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sutera ditemukan di Cina sekitar 2700 sebelum Masehi dan teknologi budidayanya masih sangat dirahasiakan pada masa itu. Perkembangan dan persebarannya dimulai dari benua

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN UMUM. Dari rangkaian penelitian yang dilakukan, nampak bahwa ulat sutera liar Attacus

BAB VII PEMBAHASAN UMUM. Dari rangkaian penelitian yang dilakukan, nampak bahwa ulat sutera liar Attacus BAB VII PEMBAHASAN UMUM 7. 1. Polyvoltin Dari rangkaian penelitian yang dilakukan, nampak bahwa ulat sutera liar Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae) adalah serangga polyvoltin yaitu dapat hidup lebih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Komplek Kandang C

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Komplek Kandang C HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Lokasi pemeliharaan larva, pengokonan, dan pengamatan kokon adalah Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Kompleks Kandang Blok C. Lokasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran-Ukuran Kulit Kokon C. trifenestrata Rataan, simpangan baku, koefisien keragaman berbagai ukuran kokon panjang kokon, lingkar bagian medial kokon, lingkar ¼ bagian posterior

Lebih terperinci

Ulat Sutera Liar (Attacus atlas)

Ulat Sutera Liar (Attacus atlas) TINJAUAN PUSTAKA Sutera Sutera yang telah diolah menjadi bahan tekstil memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan bahan sandang lainnya. Dari karakteristiknya keistimewaan kain sutera antara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kandang Blok C Laboratorium Lapang Bagian Produksi Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Daerah Penyebaran C. trifenestrata di Indonesia Sumber: Nassig et al. (1996)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Daerah Penyebaran C. trifenestrata di Indonesia Sumber: Nassig et al. (1996) TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Penyebaran Ulat Sutera Emas (C. trifenestrata) Ulat sutera emas C. trifenestrata merupakan salah satu jenis ngengat nokturnal (aktif pada malam hari). C. trifenestrata diklasifikasikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and Development, PT Gunung Madu Plantations (PT GMP), Kabupaten Lampung Tengah.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut : Kerajaan Filum Kelas Bangsa : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

HASIL A. Teknik Penangkaran T. h. helena dan T. h. hephaestus

HASIL A. Teknik Penangkaran T. h. helena dan T. h. hephaestus HASIL A. Teknik Penangkaran T. h. helena dan T. h. hephaestus Langkah awal yang harus dilakukan pada penangkaran kupu-kupu adalah penyiapan sarana pemeliharaan dari stadia telur sampai imago. Bahan, alat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl.,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Mahkota Dewa 1. Klasifikasi dan Ciri Morfologi Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., dengan nama sinonim Phaleria papuana. Nama umum dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kupu-kupu Troides helena (Linn.) Database CITES (Convention on International Trade of Endangered Spesies of Wild Flora and Fauna) 2008 menyebutkan bahwa jenis ini termasuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

Lebih terperinci

Morfometri Kokon Attacus atlas Hasil Pemeliharaan di Laboratorium. Cocoon Morphometry Attacus atlas has Grown in the Laboratory

Morfometri Kokon Attacus atlas Hasil Pemeliharaan di Laboratorium. Cocoon Morphometry Attacus atlas has Grown in the Laboratory Jurnal Peternakan Indonesia, Februari 2012 Vol. 14 (1) ISSN 1907-1760 Morfometri Kokon Attacus atlas Hasil Pemeliharaan di Laboratorium Cocoon Morphometry Attacus atlas has Grown in the Laboratory Y.C.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Sarjana Pendidikan (S-1)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus : Animalia : Arthopoda : Insekta : Lepidoptera : Plutellidae : Plutella

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp. 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Lalat Buah (Bactrocera sp.) Menurut Deptan (2007), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: kingdom: Animalia, filum : Arthropoda, kelas : Insect, ordo : Diptera,

Lebih terperinci

2016 PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI MACAM PAKAN ALAMI TERHAD APPERTUMBUHAN D AN PERKEMBANGAN FASE LARVA

2016 PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI MACAM PAKAN ALAMI TERHAD APPERTUMBUHAN D AN PERKEMBANGAN FASE LARVA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kupu-kupu merupakan satwa liar yang menarik untuk diamati karena keindahan warna dan bentuk sayapnya. Sebagai serangga, kelangsungan hidup kupu-kupu sangat

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

PENGAMATAN KELUARNYA NGENGAT Attacus atlas BERDASARKAN BOBOT KOKON PADA BERBAGAI KONDISI LINGKUNGAN

PENGAMATAN KELUARNYA NGENGAT Attacus atlas BERDASARKAN BOBOT KOKON PADA BERBAGAI KONDISI LINGKUNGAN PENGAMATAN KELUARNYA NGENGAT Attacus atlas BERDASARKAN BOBOT KOKON PADA BERBAGAI KONDISI LINGKUNGAN SKRIPSI FITRI KARTIKA SARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat 16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :

Lebih terperinci

Pengorok Daun Manggis

Pengorok Daun Manggis Pengorok Daun Manggis Manggis (Garcinia mangostana Linn.) merupakan tanaman buah berpotensi ekspor yang termasuk famili Guttiferae. Tanaman manggis biasanya ditanam oleh masyarakat Indonesia di pertanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KOKON ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) HASIL PENGOKONAN DI LABORATORIUM LAPANG FAKULTAS PETERNAKAN IPB

KARAKTERISTIK KOKON ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) HASIL PENGOKONAN DI LABORATORIUM LAPANG FAKULTAS PETERNAKAN IPB KARAKTERISTIK KOKON ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) HASIL PENGOKONAN DI LABORATORIUM LAPANG FAKULTAS PETERNAKAN IPB SKRIPSI NUNIEK SETIORINI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Lobster Air Tawar Menurut Holthuis (1949) dan Riek (1968), klasifikasi lobster air tawar adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Decapoda Famili

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA

Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA 2 Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai bakteri yang bersifat sebagai flora normal atau berperan sebagai patogen yang terdapat pada saluran reproduksi imago betina

Lebih terperinci

PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM

PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM TIM SUTERA BALITBANGHUT KEBUTUHAN SUTERA ALAM NASIONAL BENANG SUTERA 900 TON/THN RENDEMEN 1:8 KOKON 7.200 TON/THN KONDISI 2012 PRODUKSI KOKON 163.119 TON PRODUKSI BENANG

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura S. litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi TINJAUAN PUSTAKA Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadangkadang tersusun 2 lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut : 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda : Insekta :

Lebih terperinci

Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh

Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh I. Latar Belakang Tanaman pala merupakan tanaman keras yang dapat berumur panjang hingga lebih dari 100 tahun. Tanaman pala tumbuh dengan baik di daerah tropis.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda 4.1.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar belakang

PENDAHULUAN Latar belakang PENDAHULUAN Latar belakang Lepidoptera adalah serangga bersayap yang tubuhnya tertutupi oleh sisik (lepidos = sisik, pteron = sayap) (Kristensen 2007). Sisik pada sayap kupu-kupu mengandung pigmen yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan 12 BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara IV Bah Birung Ulu dan Laboratorium Entomologis Hama dan Penyakit Tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Dephut, 1998): Kingdom : Plantae Divisio : Spematophyta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ulat Sutera (Bombyx mori L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Ulat Sutera (Bombyx mori L.) TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Ulat sutera merupakan serangga yang termasuk ke dalam Ordo Lepidoptera, yang mencakup semua jenis kupu dan ngengat. Ulat sutera adalah serangga holometabola,

Lebih terperinci

PENGENDALIAN HAMA dan PENYAKIT ULAT SUTERA I. PENDAHULUAN

PENGENDALIAN HAMA dan PENYAKIT ULAT SUTERA I. PENDAHULUAN PENGENDALIAN HAMA dan PENYAKIT ULAT SUTERA I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Penyakit merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas produksi kokon. Kerusakan yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan 15 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Bactrocera sp. (Diptera : Tephtritidae) Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Lalat buah betina memasukkan telur ke dalam kulit buah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN DAYA TETAS TELUR ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) ASAL PURWAKARTA PADA BERBAGAI JENIS KANDANG PENGAWINAN

PRODUKTIVITAS DAN DAYA TETAS TELUR ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) ASAL PURWAKARTA PADA BERBAGAI JENIS KANDANG PENGAWINAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA TETAS TELUR ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) ASAL PURWAKARTA PADA BERBAGAI JENIS KANDANG PENGAWINAN SKRIPSI RADEN RUVITA DESIANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Siklus Hidup C. trifenestrata Studi Perkembangan Embrio C. trifenestrata

PEMBAHASAN Siklus Hidup C. trifenestrata Studi Perkembangan Embrio C. trifenestrata PEMBAHASAN Siklus Hidup C. trifenestrata Tahapan hidup C. trifenestrata terdiri dari telur, larva, pupa, dan imago. Telur yang fertil akan menetas setelah hari kedelapan, sedang larva terdiri dari lima

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon

TINJAUAN PUSTAKA. bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon TINJAUAN PUSTAKA Jabon (Anthocephalus cadamba) merupakan salah satu jenis tumbuhan lokal Indonesia yang berpotensi baik untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman maupun untuk tujuan lainnya, seperti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4 TINJAUAN PUSTAKA Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi Siklus hidup S. litura berkisar antara 30 60 hari (lama stadium telur 2 4 hari, larva yang terdiri dari 6 instar : 20 26 hari, pupa 8

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar 4 TINJAUAN PUSTAKA Pepaya (Carica papaya L.) Asal-usul Pepaya Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba yang diduga berasal dari Amerika Tropis, diantaranya Meksiko dan Nikaragua. Penyebaran tanaman pepaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pedaging yang sering disebut sebagai ayam broiler merupakan jenis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pedaging yang sering disebut sebagai ayam broiler merupakan jenis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pedaging Ayam pedaging yang sering disebut sebagai ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi,

Lebih terperinci

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila I. Praktikum ke : 1 (satu) II. Hari / tanggal : Selasa/ 1 Maret 2016 III. Judul Praktikum : Siklus Hidup Drosophila melanogaster IV. Tujuan Praktikum : Mengamati siklus hidup drosophila melanogaster Mengamati

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kacang Tanah Kacang tanah tumbuh secara perdu setinggi 30 hingga 50 cm dan mengeluarkan daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terletak pada posisi BT dan LS. Purbalingga

I. PENDAHULUAN. yang terletak pada posisi BT dan LS. Purbalingga I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki kekayaan alam melimpah berupa flora dan fauna. Indonesia juga memiliki potensi besar dalam pengembangan usaha peternakan lebah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani TINJAUAN PUSTAKA Botani Taksonomi tanaman iles-iles menurut Jansen et al. (1996) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotiledone Ordo :

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci