BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sendiri tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sendiri tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan didefinisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan juga sebagai alat mobilitas vertikal ke atas dalam golongan sosial. Konsep mengenai pendidikan sendiri tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 bahwa salah satu tujuan negara yaitu mencerdaskan bangsa dan mengarahkan kepada mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pasal 31 UUD 1945 Amandemen IV ayat pertama menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa setiap orang berhak untuk mengenyam pendidikan sebagai warga negara Indonesia yang tinggal di negara Indonesia ini (Undang-Undang Dasar, 1945). Berdasarkan pernyataan dari konstitusi di atas, setiap orang siapapun dia, bersuku apapun, beragama apapun, selagi merupakan rakyat Indonesia berhak untuk mengenyam pendidikan di institusi mana pun. Indonesia sebagai negara multikultur tidak akan pernah lepas dengan diversitas sosiokultural di dalam suatu institusi pendidikan. Sebagaimana kultur didefinisikan sebagai pola perilaku, keyakinan, dan semua produk dari kelompok orang tertentu yang diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya (Chun, Organizta, & Marin, 2002; Thomas, 2000 dalam Santrock, 2008). Indonesia sebagai negara multikultural, salah satu tema penting dalam kerangka persatuan nasional berkaitan dengan persoalan-persoalan mengenai 1

2 pengintegrasian berbagai etnik (Mendatu, 2010). Multikultural telah menghasilkan keberagaman sebagai hasil dari perbedaan ras dan etnik yang merujuk kepada identitas diri seseorang (Mitchell & Salsbury, 1999). Penggolongan etnik di Indonesia sendiri terbagi ke dalam dua kategori besar, yakni pribumi dan non pribumi sehingga melahirkan entitas mayoritas dan minoritas yang berdasarkan jumlah anggota di dalam kelompok pribumi ataupun non pribumi (Mendatu, 2010). Isu mengenai etnik pribumi dan non pribumi merupakan hasil diskriminatif penjajahan lalu yang tidak pudar sampai sekarang (Pelly, 2003). Istilah pribumi didefinisikan sebagai penduduk asli Indonesia yang berasal dari suku-suku asli (mayoritas) di Indonesia. Sedangkan penduduk Indonesia keturunan Tionghoa, India, ekspatriat asing (umumnya kulit putih) maupun campuran dikelompokkan sebagai non pribumi, meski telah beberapa generasi dilahirkan di Indonesia. (Mendatu, 2010). Dalam dunia pendidikan sendiri, pada zaman pemerintah kolonial Belanda pernah memisahkan pendidikan sesuai dengan pengelompokan masyarakat Hindia Belanda, yaitu sekolah-sekolah untuk orang: (1) Eropa/kulit putih (European), (2) orang Timur asing termasuk Tionghoa, Arab, dan India (Vreemde Oostelingen), dan (3) orang-orang Bumiputra (Inheemshen) (Pelly, 2003). Pembagian masyarakat inilah yang mewariskan jurang pemisah antara pribumi dan non pribumi dalam masyarakat Indonesia pada era pasca kolonial. Pada akhirnya muncul kebijakan asimilasi yang merupakan cara agar kelompok minoritas dapat melebur ke dalam kelompok mayoritas (Mendatu, 2010). Peleburan tersebut tidak hanya dalam konteks sosial, namun di dalam dunia pendidikan. 2

3 Sebagai bentuk kebijakan asimilasi, pada tahun 1967 pemerintah mendirikan Sekolah Nasional Proyek Khusus (SNPK) sebagai sekolah pembauran (berdasarkan Intruksi Presiden Kabinet No. 37/U/In/G/1967). Sekolah dilihat sebagai wadah pembauran (melting pot) antara kelompok pribumi dengan kelompok non pribumi, agar generasi muda non pribumi dapat meleburkan diri dan budayanya ke dalam budaya nasional melalui wadah pendidikan. Di Sumatera Utara berdiri 32 buah sekolah SNPK untuk tingkat SD, SMP, dan SMA dengan mewajibkan komposisi siswa-siswa 50% non pribumi dan 50% siswa pribumi (Pelly, 2003). Santrock (2008) menyatakan bahwa pemisahan pendidikan masih menjadi suatu fakta dalam dunia pendidikan, sehingga pengalaman sekolah siswa dari kelompok etnis yang berbeda juga berbeda satu sama lainnya. Pengalaman historis, ekonomi, dan sosial telah melahirkan prasangka dan perbedaan antarkelompok etnis. Spencer (2000) menyatakan bahwa individu dalam suatu kelompok etnis akan menyesuaikan diri dengan nilai, sikap, dan tekanan dari etnis tersebut sehingga membuat perbedaan perilaku dengan kelompok etnis lainnya. Perbedaan antarkelompok etnis melahirkan perbedaan antara etnis minoritas dan mayoritas. Suatu kelompok dikatakan sebagai minoritas apabila jumlah anggota kelompok tersebut secara signifikan jauh lebih kecil daripada kelompok lain di dalam komunitas (Mendatu, 2010). Sedangkan kelompok mayoritas atau kelompok dominan dalam suatu komunitas merupakan kelompok yang memiliki kontrol (Liliweri, 2005). Menurut Hogg (2003) mengenai status mayoritas dan 3

4 status minoritas tergantung pada kriteria jumlah (besar versus kecil) seperti persentase individu yang menduduki pada suatu posisi. Konsep pembauran merupakan konsep metafora yang menetapkan bahwa kelompok minoritas (microculture) harus melebur ke dalam kelompok mayoritas, menyingkirkan bahasa ibu mereka dan tradisi budayanya dan menyesuaikan adat istiadat budaya dengan budaya mayoritas (macroculture) (Mitchell & Salsburry 1999). Pembauran dapat dilihat dalam lapisan masyarakat, termasuk dalam lembaga pendidikan dari tingkat dasar sampai tingkat atas sebagai wadah pembauran atau melting pot (Glazer & Moynihan, 1963). Menurut Pelly (2003) melting pot dapat dianggap sebagai wadah asimilasi dengan harapan agar kelompok minoritas dapat meleburkan (dirinya dan budayanya) kepada kelompok yang lebih dominan. Salah satu sekolah pembauran yang berada di Sumatera Utara adalah Yayasan Perguruan Wage Rudolf Supratman Medan yang ikut serta melaksanakan Instruksi Presiden Kabinet No. 37/U/In/G/1967. Sebelumnya sekolah ini khusus untuk siswa-siswa Tionghoa dengan nama Perguruan Tribukit. Setelah mengikuti program pembauran, sekolah ini berubah menjadi Perguruan Wage Rudolf Supratman. Sampai saat ini, siswa-siswi di sekolah ini mayoritas merupakan WNI keturuan asing khususnya Tionghoa. Dibandingkan dengan sekolah-sekolah pembauran lainnya, sekolah WR.Supratman ini membedakan antara siswa pribumi dan non pribumi berdasarkan identitas etnis yang dimiliki siswa dan kemudian membedakan jumlah besaran uang sekolah yang dikenakan kepada masing-masing siswa ini. 4

5 Berdasarkan informasi dari Kepala Sekolah SMP WR.Supratman 2 Medan, jumlah siswa pribumi di sekolah ini sekitar 30% dari jumlah keseluruhan siswa, sehingga proporsi siswa pribumi dan non pribumi sekitar 30:70. Berdasarkan penelitian Pelly (2003) mengenai murid pri dan non pri di sekolah pembauran di kota Medan, menyatakan bahwa jumlah siswa pribumi dan non pribumi sulit untuk mencapai jumlah setara sesuai dengan program pemerintah. Hal ini dikarenakan terdapat hambatan fisik dan psikologis, seperti keengganan belajar di satu kelas yang sama dengan WNI keturunan Tionghoa, letak sekolah pembauran yang sebagian besar berada di komunitas WNI keturunan Tionghoa, disiplin sekolah yang ketat, dana untuk buku, pakaian, dan uang sekolah yang tinggi (walaupun beberapa sekolah memberikan keringanan kepada mereka, terutama dalam pembayaran uang sekolah). Di sekolah pembauran sendiri, tak lepas dari masalah-masalah akademik yang dapat mempengaruhi proses belajar siswa di sekolah. Berdasarkan hasil wawancara personal dengan guru Bimbingan dan Konseling di sekolah WR.Supratman 2, masalah yang sering dihadapi adalah pelanggaran peraturan seperti membawa dan menggunakan barang elektronik (misal handphone) saat pembelajaran, cabut dari sekolah, dan berpakaian yang tidak dibenarkan oleh sekolah. Masalah lainnya adalah beban dari pelajaran seperti beban pekerjaan rumah yang dirasa terlalu banyak, dan ini merupakan salah satu alasan murid untuk keluar dari sekolah. Berdasarkan paparan guru Bimbingan Konseling angka drop out sekitar 2% ditelusuri alasannya penyebabnya dikarenakan kesulitan mengikuti pelajaran yang ada, merasa beban pendidikan yang terlalu berat, 5

6 persaingan akademik yang kompetitif dan jumlah pekerjaan rumah (PR) yang terlalu banyak. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa SMP, menunjukkan bahwa peraturan kedisplinan serta kompetisi yang ketat di sekolah, membuat mereka harus berusaha lebih giat untuk masuk kedalam arus kompetisi ini serta mencapai peringkat yang sesuai dengan harapan diri sendiri dan orang tua. Hal ini terkadang membuat mereka merasa tertekan dengan keadaan yang ada. Selain itu tugas pekerjaan rumah yang dirasakan terlalu banyak serta kesiapan siswa untuk belajar dalam rangka mempersiapkan ujian yang selalu diadakan setiap bulannya dan ujian tiap semesternya. Berdasarkan beberapa data kuesioner yang disebar peneliti, dapat diketahui tentang pernyataan siswa-siswi mengenai persaingan yang ketat, kekhawatiran turunnya peringkat, pekerjaan rumah yang terlalu banyak, adanya tugas liburan, peraturan disiplin yang ketat yang membuat mereka merasa tertekan. Hal di atas menunjukkan bahwa ada hubungannya dengan stres akademik yang dirasakan siswa. Stressor di bidang akademis yang dihadapi oleh siswa tidak menyebabkan kecemasan dan ketegangan dengan sendirinya. Stres dihasilkan dari interaksi antara stressor dan persepsi individu serta reaksi terhadap stressor yang ada (Gadzella & Baloglu, 2001). Stres menjadi topik penting dalam lingkup akademik dimana bidang akademik tidak lepas dari aktivitas-aktivitas yang membuat stres. Menurut Sarafino (2006) stres merupakan keadaan dimana seseorang merasa adanya ketidakcocokan antara tuntutan psikologis dan fisiologis berdasarkan situasi dari sumber biologis, psikologis, ataupun sosial yang ada pada 6

7 diri individu. Keadaan stres dapat membuat seseorang merasa tertekan karena situasi yang dinilai berbahaya ataupun mengancam (Sarafino, 2006). Hal ini umum terjadi dalam kehidupan akademis seorang siswa (Agola & Ongori, 2009). Stres akademik merupakan stres yang berhubungan dengan aspek pembelajaran, khususnya pengalaman belajar (Nanwani, 2010). Hutabarat (2009) menyatakan bahwa dampak negatif dari terjadinya stres dapat mempengaruhi keefektifan performa individu dalam melakukan sebuah tugas, mengganggu fungsi kognitif, dapat menyebabkan burnout, menyebabkan masalah, gangguan fisik dan psikologis. Selain itu Armacort (dalam Rice, 1993) mengemukakan bahwa stres berhubungan langsung dengan prestasi yang rendah di sekolah karena stres dapat membuat siswa merasa tidak sanggup untuk belajar. Performansi yang buruk diindikasikan sebagai hasil dari kesulitan coping terhadap stres dan sering membuat terjadinya kasus dropping out (Rice, 1993). Stres akademik yang dialami secara terus menerus akan mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh sehingga mudah mengalami sakit (Oon, 2007). Siswa yang berada dalam keadaan stres menunjukkan gejala kesulitan emosional, perilaku agresif, pemalu, social-phobia dan kurang tertarik untuk melakukan aktivitas yang menyenangkan (Hussain, Kumar, & Husain, 2008). Menurut Kahn (2006) stress akademik dapat menyebabkan ketakutan untuk pergi ke sekolah, terlambat, atau menolak untuk hadir ke sekolah (absen), terjadinya kasus dimana anak mencari alasan untuk tidak pergi ke sekolah, atau pergi ke sekolah kemudian tanpa sepengetahuan orang tua absen di sekolah dan menghabiskan waktu mereka di luar sekolah. Hasil stres yang paling ekstrim dapat berupa perilaku kekerasan 7

8 (baik sebagai korban atau pelaku), menghindari interaksi sosial, depersonalisasi, kurangnya motivasi, dan tingginya agresi (Agola & Ongori, 2009). Konsekuensi negatif dari stres pada siswa, dapat menghalangi dirinya sendiri, teman-temannya dan institusi secara keseluruhan (Rice,1993). Dampak buruk dari stres dapat membahayakan kesejahteraan siswa terhadap kesehatan, kepribadian, interaksi sosial, dan pencapaian akademik mereka. Adapun stressor-stressor akademik yang dirasakan siswa adalah tes, kompetisi kelas, tuntutan waktu, orang tua, guru dan lingkungan kelas, sosial, dan kesuksesan masa depan (Rao, 2008). Sumber lainnya adalah ketakutan akan gagal pada suatu pelajaran, motivasi dalam belajar, tekanan waktu, kekhawatiran finansial, fokus pada kemampuan akademik, persaingan teman sebaya, hubungan interpersonal, dan cara pemikirannya sendiri, juga dapat menjadi sumber stres tersendiri (Smith & Renk, 2007). Suldo (2009) memfokuskan terhadap sumber stres akademik lainnya seperti stressor hubungan yang dirasakan oleh siswa seperti lingkungan, latar belakang etnis minoritas, status sosioekonomi, rasis, dan keluarga. Tambahan Papalia, Old, & Feldman (2008) menyatakan bahwa penyebaran stres meningkat sepanjang masa remaja. Oleh karena itu, remaja dalam suatu kelompok etnis minoritas mungkin akan merasa tidak aman, cenderung terlibat dalam perilaku kekerasan dan memiliki resiko yang tinggi gagal di sekolah (Suldo, 2009). Suatu hal yang menarik dimana kaum pribumi berada dalam komunitas Tionghoa, khususnya di lingkungan yang berorientasi akademik. Siswa pribumi menjadi kelompok minoritas dalam suatu komunitas yang mayoritas beretnis 8

9 Tionghoa. Siswa mayoritas dan minoritas yang berada di sekolah pembauran ini juga tak lepas dari masalah-masalah yang berkaitan dengan akademik. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa pribumi sebagai kelompok siswa minoritas, diketahui adanya keluhan bahwa guru membanding-bandingkan prestasi belajar mereka dengan siswa mayoritas yakni siswa non pribumi, serta kesulitan sebagian besar siswa minoritas untuk bisa menduduki peringkat sepuluh besar di kelas, karena peringkat sepuluh besar di kelas diduduki oleh kelompok siswa mayoritas yakni non pribumi. Dari data kuesioner juga menunjukkan bahwa kelompok minoritas cenderung berteman dengan sesamanya karena terkendala bahasa yang sering digunakan di sekolah. Berbeda dengan siswa pribumi, berdasarkan hasil wawancara dengan siswa non pribumi, diketahui bahwa mayoritas siswa non pribumi memiliki keluhan seperti kesulitan memanajemeni waktu, dimana waktu-waktu mereka dipenuhi dengan les-les privat serta membantu bisnis orang tua, sehingga mereka terpaksa mengerjakan tugas di selasela waktu istirahat sekolah. Perbedaan stres akademik antara kelompok minoritas dan mayoritas ini ditunjukkan melalui penelitian-penelitian terdahulu. Rice (1993) melakukan penelitian pada siswa kulit hitam, hyspanic, dan siswa kulit putih di Southwestern untuk mencari penjelasan mengenai perbedaan ras dan etnis berkaitan dengan stres dalam kehidupan akademik di sekolah yang multietnik dimana kelompok ras ini menjadi minoritas di sekolah tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan stres akibat perbedaan etnis atau ras, perbedaan sumber daya personal, dan respon terhadap stres. Penelitian lain dilakukan oleh Greer (2008) 9

10 yang melihat perbedaan pengalaman stres antara siswa keturunan Afrika-Amerika di sekolah dengan latar belakang siswa kulit hitam dan yang bersekolah di sekolah yang diisi oleh sebagian besar siswa kulit putih. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa keturunan Afrika-Amerika memiliki tingkat disstres yang tinggi di sekolah yang mayoritas siswanya berkulit putih dibanding di sekolah yang mayoritas siswanya berkulit hitam. Penelitian-penelitian di atas menunjukkan bahwa kondisi minoritas membawa konsekuensi tersendiri yang dapat mempengaruhi stres akademik. Status minoritas sebagai suatu konsep yang menunjukkan perbedaan yang berkaitan dengan ras dan keanggotaan etnis, apalagi stressor status kelompok minoritas meliputi konflik intragroup seperti perasaan tertekan untuk menunjukkan loyalitas pada satu kelompok tertentu dan merasa tekanan yang muncul akibat perbandingan kelompok, khususnya perbandingan hasil belajar (Greer, 2008). Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa pribumi sebagai kelompok minoritas diketahui bahwa mereka merasa terasingkan dalam komunitas sekolah, karena sebagian siswa mayoritas yang beretnis Tionghoa sering menggunakan bahasa daerah mereka (bahasa Hokkien) baik dalam berdiskusi dengan kelompok, maupun berdiskusi dengan guru. Hal ini membuat siswa pribumi sulit menyesuaikan diri dan sulit untuk bergabung dengan mayoritas siswa non pribumi karena sering terkendala dengan bahasa yang digunakan di sekolah. Hal ini semakin memperlebar jurang pemisah antara kelompok pribumi dan non pribumi. Selain itu siswa pribumi sering dilabel dengan julukan anak nakal dan anak-anak yang sulit masuk peringkat tinggi di 10

11 kelas. Hal ini terjadi karena prestasi siswa pribumi kerap kali tidak sebaik kelompok siswa non pribumi. Menurut penelitian Smedley (1993) pada siswa keturunan Afrika-Amerika, status minoritas merupakan sumber unik pada stres yang dirasakan siswa yang memiliki dampak pada kehidupannya. Rice (1993) menyatakan bahwa siswa minoritas diindikasikan memiliki masalah dalam hal performansi akademik dan jumlah kasus drop out yang cukup tinggi. Dari hasil penelitian Zajacova dkk (2005) mengenai stres akademik pada siswa imigran (minoritas) di New York menunjukkan bahwa mayoritas dari populasi siswa minoritas beresiko mengalami stres tinggi, perasaan stres akan menjadi prediktor penting yang berdampak kepada prestasi akademik mereka. Faktor resiko yang berkaitan terhadap kondisi minoritas adalah pengalaman sehari-hari berupa perilaku diskriminasi dari individu, institusi dan politik, tempat kerja dan tempat tinggal karena suatu ras (Taylor,1994). Berdasarkan latar belakang di atas peneliti merasa perlu untuk meneliti mengenai perbedaan stres akademik antara kelompok siswa minoritas dengan kelompok siswa mayoritas di sekolah pembauran yakni di SMP WR.Supratman 2. Oleh karena itu, peneliti mengajukan penelitian dengan judul Perbedaan Stres Akademik antara Kelompok Siswa Minoritas dengan Mayoritas di SMP WR.Supratman 2 Medan. 11

12 B. RUMUSAN MASALAH Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan stres akademik antara kelompok siswa minoritas dengan mayoritas di SMP WR.Supratman 2 Medan?. C. TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan stres akademik antara kelompok siswa minoritas dengan mayoritas. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis a. Diharapkan dengan adanya penelitian ini, dapat memberikan sumbangsih dalam pengembangan ilmu Psikologi, khususnya bidang Psikologi Pendidikan mengenai stres akademik kelompok siswa minoritas dan mayoritas. b. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan stres akademik serta kaitannya dengan kelompok siswa dalam konteks minoritas dan mayoritas. 2. Manfaat Praktis a. Bagi sekolah Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai stres akademik yang dirasakan siswa-siswa SMP WR.Supratman 2 baik pada kelompok siswa minoritas dan mayoritas. 12

13 b. Bagi siswa Siswa mengetahui stres yang dialami sehingga siswa lebih menyadari kondisi stres akademik yang dialami saat berada di sekolah. E. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Bab ini terdiri atas latar belakang masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori Bab ini menguraikan landasan teori mengenai stres akademik dan kelompok siswa. Bab ini juga mengemukakan hipotesa sebagai dugaan sementara terhadap masalah penelitian. Bab III Metode Penelitian Bab ini menguraikan identifikasi, definisi operasional, populasi, sampel, dan metode pengambilan sampel, alat ukur, uji validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian, serta metode analisa data. Bab IV Analisa Data dan Pembahasan Bab ini berisikan mengenai gambaran umum subjek penelitian, hasil utama penelitian dan hasil tambahan penelitian. Bab V Kesimpulan dan Saran Bab ini berisikan mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan memuat kesimpulan dan saran penelitian. 13

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pendidikan didefinisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan juga

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pendidikan didefinisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan juga BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan didefinisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan juga sebagai alat mobilitas vertikal ke atas dalam golongan sosial. Konsep mengenai pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan nasional dari negara Indonesia yang tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan nasional dari negara Indonesia yang tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan nasional dari negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata adversity berasal dari bahasa Inggris yang berarti kegagalan atau kemalangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata adversity berasal dari bahasa Inggris yang berarti kegagalan atau kemalangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ADVERSITY QUOTIENT 1. PengertianAdversity Quotient Adversity atau kesulitan adalah bagian kehidupan kita yang hadir dan ada karena sebuah alasan dan kita sebagai manusia dapat

Lebih terperinci

Jurnal Diversita, 3 (1) Juni (2017) p-issn: e-issn: Jurnal Diversita. Available online

Jurnal Diversita, 3 (1) Juni (2017) p-issn: e-issn: Jurnal Diversita. Available online Jurnal Diversita, 3 (1) Juni (2017) p-issn: 2461-1263 e-issn: 2580-6793 Jurnal Diversita Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/diversita Stres Akademik antara Siswa Pribumi dan Non Pribumi di

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. School Connectedness 1. Definisi School Connectedness Definisi school connectedness masih berkembang hingga saat ini. Secara umum school connectedness dijelaskan sebagai tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertajam keterampilan yang dimiliki serta menjalin pertemanan dengan

BAB I PENDAHULUAN. mempertajam keterampilan yang dimiliki serta menjalin pertemanan dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sekolah merupakan lembaga formal yang memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Peranan tersebut berupa kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini banyak permasalahan yang dialami para pelaku pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini banyak permasalahan yang dialami para pelaku pendidikan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pendidikan merupakan suatu sistem yang terdiri dari input, proses dan out put. Input merupakan peserta didik yang akan melaksanakan aktifitas belajar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Sebagai seorang manusia, kita memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain di sekitar kita. Interaksi kita dengan orang lain akan memiliki dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yaitu makhluk yang selalu membutuhkan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya manusia selalu berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menurut Kunandar (2009) merupakan investasi Sumber Daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menurut Kunandar (2009) merupakan investasi Sumber Daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan menurut Kunandar (2009) merupakan investasi Sumber Daya Manusia (SDM) jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan hidup manusia di dunia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara

BAB 1 PENDAHULUAN. pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan (Kartono, 2007). Pendidikan di Indonesia diatur dengan jelas pada pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan menjadi mahasiswa di suatu perguruan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. dengan menjadi mahasiswa di suatu perguruan tinggi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesuksesan merupakan tujuan paling mendasar dalam kehidupan individu, dan untuk mencapai kesuksesan tersebut banyak hal yang harus dilakukan oleh individu, salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu diantara sedikit negara di dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu diantara sedikit negara di dunia yang 16 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu diantara sedikit negara di dunia yang memiliki karakteristik negara multietnik, yaitu negara yang memiliki beberapa etnis sebagai masyarakatnya,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah Ujian Nasional, stres, stressor, coping stres dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan suatu proses yang sangat menentukan untuk perkembangan individu di masyarakat. Kemajuan pada individu bisa dilihat dari seberapa besar perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakcocokan antara tuntutan fisiologis dan psikologis berdasarkan situasi dari

BAB I PENDAHULUAN. ketidakcocokan antara tuntutan fisiologis dan psikologis berdasarkan situasi dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stres merupakan sebuah kondisi kesenjangan akibat terjadinya ketidakcocokan antara tuntutan fisiologis dan psikologis berdasarkan situasi dari sumber biologis, psikologis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perasaan cemas dan tidak nyaman ini dapat dirasakan baik oleh kelompok mayoritas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perasaan cemas dan tidak nyaman ini dapat dirasakan baik oleh kelompok mayoritas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intergroup anxiety adalah perasaan cemas dan tidak nyaman yang mungkin dirasakan seseorang ketika berinteraksi dengan kelompok outgroupnya (Stephan, 2014). Perasaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan biaya pendidikan gratis bagi siswa berprestasi dan beasiswa

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan biaya pendidikan gratis bagi siswa berprestasi dan beasiswa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pemerataan pembangunan di Indonesia saat ini telah diwujudkan melalui program beasiswa yang ditawarkan oleh perusahaan maupun lembaga dengan memberikan biaya pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama merupakan sebuah ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau sekolah dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien (Zamroni,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau sekolah dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien (Zamroni, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Tujuan pendidikan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa, pada dasarnya sebagai generasi penerus. Mereka diharapkan sebagai subyek atau pelaku didalam pergerakan pembaharuan. Sebagai bagian dari masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang semakin meningkat. Individu dituntut untuk semakin maju agar dapat mengikuti persaingan

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

Amanda Luthfi Arumsari Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK

Amanda Luthfi Arumsari Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA DAN EFIKASI DIRI AKADEMIK DENGAN KECEMASAN DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL PADA SISWA KELAS XII SMA N 3 MAGELANG Amanda Luthfi Arumsari 15010113120067 Fakultas

Lebih terperinci

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING BAB I PENDAHULUAN Pokok bahasan yang dipaparkan pada Bab I meliputi latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penelitian. A.

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. Studi mengenai etnis Tionghoa dalam penelitian ini berupaya untuk dapat

BAB V. Kesimpulan. Studi mengenai etnis Tionghoa dalam penelitian ini berupaya untuk dapat BAB V Kesimpulan A. Masalah Cina di Indonesia Studi mengenai etnis Tionghoa dalam penelitian ini berupaya untuk dapat melihat Masalah Cina, khususnya identitas Tionghoa, melalui kacamata kultur subjektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat, karena banyakdari kaum laki-laki maupun perempuan, tua

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat, karena banyakdari kaum laki-laki maupun perempuan, tua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang ini banyak sekali ditemui dimasyarakat Indonesia kebiasaan merokok. Rokok bukanlah suatu hal yang asing lagi bagi masyarakat, karena banyakdari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi seperti sekarang ini satu hal yang dijadikan tolak ukur keberhasilan perusahaan adalah kualitas manusia dalam bekerja, hal ini didukung oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dalam kehidupannya bisa menghadapi masalah berupa tantangan, tuntutan dan tekanan dari lingkungan sekitar. Setiap tahap perkembangan dalam rentang kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang dicirikan oleh adanya keragaman budaya. Keragaman tersebut antara lain terlihat dari perbedaan bahasa, etnis dan agama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada di atas rata-rata anak seusianya. Hal ini membuat anak berbakat membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. ada di atas rata-rata anak seusianya. Hal ini membuat anak berbakat membutuhkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia dirumuskan sebagai satu hak yang diperuntukkan bagi semua warga negara, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus. Anak berbakat termasuk golongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki makna sesuatu yang beragam, sesuatu yang memilik banyak perbedaan begitupun dengan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial

BAB I PENDAHULUAN. terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi dan modernisasi yang sedang berjalan saat ini, banyak terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial budaya. Dengan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Hubungan Antara..., Melly, FPSI UI, 2008

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Hubungan Antara..., Melly, FPSI UI, 2008 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mahasiswa baru merupakan status yang disandang oleh mahasiswa di tahun pertama kuliahnya. Memasuki dunia kuliah merupakan suatu perubahan besar pada hidup seseorang (Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecemasan dan ketakukan adalah sinyal peringatan. dan bertindak sebagai peringatan atas ancaman dari dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kecemasan dan ketakukan adalah sinyal peringatan. dan bertindak sebagai peringatan atas ancaman dari dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecemasan dan ketakukan adalah sinyal peringatan dan bertindak sebagai peringatan atas ancaman dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal). Kecemasan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ingin dicapai dari proses pendidikan yaitu menghasilkan manusia yang terdidik

BAB I PENDAHULUAN. ingin dicapai dari proses pendidikan yaitu menghasilkan manusia yang terdidik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pendidikan merupakan upaya yang dilakukan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang kompeten dan memiliki daya saing. Hal utama yang ingin dicapai dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan, sebutan UN atau Ujian Nasional sudah tidak asing

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan, sebutan UN atau Ujian Nasional sudah tidak asing BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia pendidikan, sebutan UN atau Ujian Nasional sudah tidak asing lagi di telinga. Menteri Pendidikan Nasional, Muhamad Nuh (dalam Haryo, 2010) menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berperilaku (Bandura, 1997). Selanjutnya, Bandura (1997) menambahkan bahwa selfefficacy

BAB II LANDASAN TEORI. berperilaku (Bandura, 1997). Selanjutnya, Bandura (1997) menambahkan bahwa selfefficacy BAB II LANDASAN TEORI A. SELF-EFFICACY 1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy adalah keyakinan yang dipegang seseorang tentang kemampuannya dan juga hasil yang akan ia peroleh dari kerja kerasnya mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan. Hidup berdampingan secara damai antara warga negara yang beragam tersebut penting bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada yang halus dan juga ada yang kasar, ada yang berterus terang dan ada juga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan kaum akademisi yang menempati strata paling

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan kaum akademisi yang menempati strata paling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan kaum akademisi yang menempati strata paling tinggi dalam dunia pendidikan di Indonesia bahkan di dunia. Maka, tidak heran ketika mahasiswa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (Susetyo, 2010, h. 29), jumlah populasi orang Jawa kira-kira 47. mendominasi di Indonesia berdasarkan jumlah populasinya.

PENDAHULUAN. (Susetyo, 2010, h. 29), jumlah populasi orang Jawa kira-kira 47. mendominasi di Indonesia berdasarkan jumlah populasinya. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etnis Jawa merupakan salah satu etnis yang memiliki populasi terbanyak di Indonesia. Berdasarkan analisis Suryadinata (Susetyo, 2010, h. 29), jumlah populasi orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Stres merupakan pengalaman atau kejadian yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Stres merupakan pengalaman atau kejadian yang dialami oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres merupakan pengalaman atau kejadian yang dialami oleh individu. Dimana menjadi seorang mahasiswa adalah sebuah kebanggan tersendiri bagi kebanyakan individu.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Subjek berasal dari keluarga tidak harmonis, sejak kecil subjek berada dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Subjek berasal dari keluarga tidak harmonis, sejak kecil subjek berada dalam 119 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.1 Interaksi Dengan Anggota Keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu bidang kehidupan yang penting bagi setiap negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengutamakan pentingnya pendidikan, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang multi kultural dan multi etnis. Keberadaan etnis Cina di Indonesia diperkirakan sudah ada sejak abad ke-5. Secara umum etnis Cina

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Bab ini berisi kesimpulan akhir dari penulisan skripsi ini. Kesimpulan ini

BAB V KESIMPULAN. Bab ini berisi kesimpulan akhir dari penulisan skripsi ini. Kesimpulan ini BAB V KESIMPULAN Bab ini berisi kesimpulan akhir dari penulisan skripsi ini. Kesimpulan ini merupakan jawaban terhadap perumusan masalah penelitian yang diajukan. Kesimpulan yang didapatkan, adalah: Pertama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasangan yang diinginkan menjadi bermacam-macam sesuai pandangan ideal

BAB I PENDAHULUAN. pasangan yang diinginkan menjadi bermacam-macam sesuai pandangan ideal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memiliki pasangan untuk menikah adalah harapan setiap individu. Pasangan adalah teman hidup di saat senang maupun susah, setiap orang mempunyai ekspektasi tersendiri

Lebih terperinci

AKULTURASI MAHASISWA PRIBUMI DI KAMPUS MAYORITAS TIONGHOA. Oleh : Tantri Kusuma Wardhani ABSTRAK

AKULTURASI MAHASISWA PRIBUMI DI KAMPUS MAYORITAS TIONGHOA. Oleh : Tantri Kusuma Wardhani ABSTRAK AKULTURASI MAHASISWA PRIBUMI DI KAMPUS MAYORITAS TIONGHOA Oleh : Tantri Kusuma Wardhani ABSTRAK Akulturasi yang berkaitan dengan perubahan dalam pola-pola kebudayaan digunakan sebagai cara kelompok minoritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan semakin lama semakin berkembang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan semakin lama semakin berkembang sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan semakin lama semakin berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Pendidikan merupakan suatu usaha manusia untuk membina kepribadiannya agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam. Tak seorang pun bisa terhindarkan dari stres.

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam. Tak seorang pun bisa terhindarkan dari stres. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres merupakan hal yang melekat pada kehidupan. Siapa saja dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam jangka panjang pendek yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. AKULTURASI 1. Defenisi Akulturasi Akulturasi berbeda dengan enkulturasi, dimana akulturasi merupakan suatu proses yang dijalani individu sebagai respon terhadap perubahan konteks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. (Stanley Hall dalam Panuju, 2005). Stres yang dialami remaja berkaitan dengan proses perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan meningkatnya ketergantungan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan meningkatnya ketergantungan ekonomi, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan meningkatnya ketergantungan ekonomi, sensitivitas terhadap perbedaan budaya dan perubahan demografis, memberi implikasi pada semakin pentingnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan wadah bagi individu untuk mengembangkan aspek-aspek

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan wadah bagi individu untuk mengembangkan aspek-aspek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang- Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3, tentang sistem pendidikan, yaitu: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan pada siswa. Menurut sebagian siswa UN merupakan proses biasa yang wajib dilalui oleh siswa kelas 6

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan rakyatnya rendah dan tidak berkualitas. Sebaliknya, suatu negara dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan rakyatnya rendah dan tidak berkualitas. Sebaliknya, suatu negara dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran yang penting bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia. Suatu bangsa akan tertinggal dari bangsa lain apabila pendidikan rakyatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan lingkungannya agar mampu bertahan dalam berbagai aspek kehidupan. Individu dituntut mampu menjadi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang (Sugiyanto dalam Cahyani,2013). Sugiyanto juga menjelaskan bahwa prestasi

BAB I PENDAHULUAN. seseorang (Sugiyanto dalam Cahyani,2013). Sugiyanto juga menjelaskan bahwa prestasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam dunia pendidikan salah satu wujud keberhasilan di tunjukan dari prestasi seseorang (Sugiyanto dalam Cahyani,2013). Sugiyanto juga menjelaskan bahwa prestasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, salah satu dari tugas perkembangan kehidupan sosial remaja ialah kemampuan memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku menyontek atau cheating merupakan salah satu fenomena dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku menyontek atau cheating merupakan salah satu fenomena dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku menyontek atau cheating merupakan salah satu fenomena dalam dunia pendidikan yang sering dan bahkan selalu muncul menyertai aktivitas proses belajar-mengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan kondisi yang kaya akan suku bangsa atau sering

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan kondisi yang kaya akan suku bangsa atau sering BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan kondisi yang kaya akan suku bangsa atau sering disebut multikultural, negara Indonesia dibangun dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Semboyan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Permasalahan yang dialami para siswa di sekolah sering kali tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Permasalahan yang dialami para siswa di sekolah sering kali tidak dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Permasalahan yang dialami para siswa di sekolah sering kali tidak dapat dihindari, meski dengan pengajaran yang baik sekalipun. Hal ini terlebih lagi disebabkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi 1. Defenisi Motivasi Pintrich & Schunk (2002) mendefenisikan motivasi sebagai proses yang mengarahkan pada suatu tujuan, yang melibatkan adanya aktivitas dan berkelanjutan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health organization (WHO) pada tahun 2012, depresi. konsentrasi yang buruk. Sementara itu depresi merupakan gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health organization (WHO) pada tahun 2012, depresi. konsentrasi yang buruk. Sementara itu depresi merupakan gangguan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health organization (WHO) pada tahun 2012, depresi merupakan gangguan mental umum yang dikarakteristikkan dengan perasaan tertekan, kehilangan minat terhadap

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan konformitas teman sebaya dengan konsep diri terhadap kenakalan remaja di Jakarta Selatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti melahirkan anak, merawat anak, menyelesaikan suatu permasalahan, dan saling peduli antar anggotanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tempat yang terdekat dari remaja untuk bersosialisasi sehingga remaja banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tempat yang terdekat dari remaja untuk bersosialisasi sehingga remaja banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak melakukan interaksi dengan lingkungan sosialnya dan sekolah merupakan salah satu tempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan manusia, masa remaja merupakan salah satu tahapan perkembangan dimana seorang individu mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan dan kepercayaannya. Hal tersebut ditegaskan dalam UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan dan kepercayaannya. Hal tersebut ditegaskan dalam UUD 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik dan memiliki wilayah kepulauan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan tinggi memiliki tujuan yaitu menyiapkan peserta didik menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan tinggi memiliki tujuan yaitu menyiapkan peserta didik menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan tinggi memiliki tujuan yaitu menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau professional yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kecemasan timbul akibat adanya respon terhadap kondisi stres atau konflik. Hal ini biasa terjadi dimana seseorang mengalami perubahan situasi dalam hidupnya dan dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian pendidikan dijelaskan menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian pendidikan dijelaskan menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lembaga pendidikan dipandang sebagai lembaga yang dapat menciptakan generasi muda dapat bertahan di dalam kehidupan nyata melalui pendidikan. Melalui pendidikan, setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia 4-6 tahun merupakan waktu paling efektif dalam kehidupan manusia untuk mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok perorangan dengan jumlah kecil yang tidak dominan dalam

I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok perorangan dengan jumlah kecil yang tidak dominan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir semua negara majemuk termasuk Indonesia mempunyai kelompok minoritas dalam wilayah nasionalnya. Kelompok minoritas diartikan sebagai kelompok-kelompok

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan setiap anak di dunia ini berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Tidak hanya anak normal saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stres merupakan sebuah terminologi yang sangat popular dalam percakapan sehari-hari. Stres adalah salah satu dampak perubahan sosial dan akibat dari suatu proses modernisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan tersebar di berbagai pulau. Setiap pulau memiliki ciri khas dan

BAB I PENDAHULUAN. dan tersebar di berbagai pulau. Setiap pulau memiliki ciri khas dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang banyak dan tersebar di berbagai pulau. Setiap pulau memiliki ciri khas dan keanekaragaman masing-masing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang akan menjadi penerus bangsa. Tidak dapat dipungkiri, seiring dengan terus

BAB I PENDAHULUAN. yang akan menjadi penerus bangsa. Tidak dapat dipungkiri, seiring dengan terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang penting, terutama bagi generasi muda yang akan menjadi penerus bangsa. Tidak dapat dipungkiri, seiring dengan terus berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Panti asuhan merupakan suatu lembaga yang sangat populer untuk

BAB I PENDAHULUAN. Panti asuhan merupakan suatu lembaga yang sangat populer untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Panti asuhan merupakan suatu lembaga yang sangat populer untuk membentuk perkembangan anak-anak yang tidak memiliki keluarga ataupun yang tidak tinggal bersama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai pancasila sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai sebuah negara yang masyarakatnya majemuk, Indonesia terdiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai sebuah negara yang masyarakatnya majemuk, Indonesia terdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang masyarakatnya majemuk, Indonesia terdiri dari berbagai suku, ras, adat-istiadat, golongan, kelompok dan agama, dan strata sosial. Kondisi

Lebih terperinci

LANDASAN SOSIOLOGIS. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang :

LANDASAN SOSIOLOGIS. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang : LANDASAN SOSIOLOGIS PENGERTIAN LANDASAN SOSIOLOGIS : Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudahan dalam kehidupan (Ozler & Polat, 2012). Kini telah banyak

BAB I PENDAHULUAN. kemudahan dalam kehidupan (Ozler & Polat, 2012). Kini telah banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan internet telah memberi berbagai keuntungan dan kemudahan dalam kehidupan (Ozler & Polat, 2012). Kini telah banyak perusahaan yang menyediakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO

HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO Astrid Oktaria Audra Siregar 15010113140084 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena di dalam kehidupannya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Pada diri manusia juga terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia saat ini telah dijumpai beberapa warga etnis seperti Arab, India, Melayu apalagi warga etnis Tionghoa, mereka sebagian besar telah menjadi warga Indonesia,

Lebih terperinci