BAB II LANDASAN TEORI
|
|
- Yuliana Tedja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II LANDASAN TEORI A. School Connectedness 1. Definisi School Connectedness Definisi school connectedness masih berkembang hingga saat ini. Secara umum school connectedness dijelaskan sebagai tingkat dimana siswa merasa menjadi bagian dari sekolah serta dipedulikan oleh orang-orang di sekolahnya (Resnick & Wilson, dalam Levesque, 2011). Bonny dan koleganya (2000) mengemukakan bahwa school connectedness merupakan perasaan memiliki dan menerima siswa terhadap lingkungan sekolahnya. Libbey (dalam Hattie & Anderman, 2013) mendefinisikan school connectedness sebagai kepemilikan sosial, solidaritas dalam kelompok, dukungan guru, school attachment, school bonding, emotional engagement dan kepuasan siswa. Definisi lain menurut Blum (2004), school connectedness merupakan keyakinan siswa bahwa orang-orang dewasa di sekolahnya mempedulikan dia baik dalam hal akademik maupun dia sebagai individu. Sementara itu, Stracuzzi & Mills (2010) menggambarkan school connectedness sebagai perasaan positif siswa mengenai pendidikan, perasaan memiliki akan lingkungan sekolah serta adanya hubungan positif dengan staff sekolah dan teman-temannya. 11
2 Berdasarkan penjelasan menurut beberapa ahli, maka dapat disimpulkan bahwa school connectedness merupakan perasaan siswa mengenai lingkungan sekolahnya serta hubungannya dengan guru, staff sekolah maupun teman-temannya. 2. Aspek School Connectedness Connell dan Wellborn (dalam Stracuzzi & Mills, 2010) school connectedness terdiri dari tiga aspek utama yakni: a. Dukungan Sosial Aspek ini didasarkan pada sejauh mana siswa merasa dekat dan dihargai oleh guru dan staf lainnya di sekolah. Hal ini dapat diukur melalui pernyataan siswa mengenai apakah guru menyukai dirinya atau tidak, siswa memperhatikan apa yang dinilai oleh guru mengenai dirinya, siswa merasa nyaman ketika berbicara dengan guru, serta seberapa sering guru memuji mereka. b. Rasa Memiliki Aspek ini didefinisikan sebagai perasaan yang dimiliki oleh siswa mengenai dirinya sendiri bahwa ia adalah bagian dari sekolah. Aspek ini diukur melalui tingkat di mana siswa merasa dihormati di sekolahnya, menjadi bagian dari sekolahnya, merasa orang-orang yang ada di sekolah peduli dengannya, serta memiliki banyak teman di sekolah. 12
3 c. Keterlibatan Aspek ini merefleksikan resiprokasi siswa atas rasa memiliki (belonging) dan dukungan yang didapat melalui kepedulian yang aktif dan keterlibatan dalam bagiannya. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi school connectedness School connectedness dipengaruhi oleh tiga faktor yang saling berinteraksi yakni (Blum, 2004): a. Individu Faktor individu merupakan faktor yang menjelaskan tentang hubungan antara siswa dengan staf sekolah. Hubungan di antara keduanya merupakan jantung dari school connectedness. Siswa yang menerima guru dan administrator sekolahnya sebagai orang yang membentuk lingkungan belajar yang baik, nyaman, jelas serta adil terhadap semua siswa akan menunjukkan school connectedness yang lebih tinggi. b. Lingkungan Sekolah School connectedness tidak hanya dipengaruhi oleh hubungan antara siswa dengan staf sekolahnya, akan tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan sekolah. Sekolah bertanggung jawab untuk menyediakan lingkungan yang nyaman sehingga siswa dapat mengembangkan dirinya baik itu secara akademis, emosional maupun perilaku. 13
4 c. Kultur Sekolah Kultur sekolah menunjukkan adanya keseimbangan antara kebutuhan sosial dan pembelajaran artinya sekolah dapat menyeimbangkan antara pembelajaran dengan kebutuhan sosial siswa seperti bersosialisasi dengan teman-temannya, melakukan aktivitas olahraga serta mengikuti kegiatan ekstrakulikuler. Dalam hal ini penting peran dari guru tersebut. Sekolah dengan kultur tersebut akan mengakibatkan siswasiswanya lebih sering untuk belajar bersama, lebih terlibat di kelas serta mengerjakan tugas rumah secara teratur. 4. Kategori school connectedness Karcher dan Lee (dalam Lohmeier dan Lee, 2011) menyatakan bahwa school connectedness dikategorikan ke dalam 3 tingkatan yakni : a. Dukungan Umum (General Support) Kategori dukungan umum merupakan kategori yang paling rendah. Pada kategori ini, siswa merasa bahwa dukungan yang diterimanya dari guru, staf sekolah maupun temannya tidak jauh berbeda. Namun demikian, siswa tetap merasa bahwa dirinya diterima di sekolah. b. Dukungan Spesifik (Specific Support) Kategori dukungan spesifik merupakan kategori sedang. Pada kategori ini siswa mengganggap dukungan berasal dari sumber yang spesifik dimana siswa menyadari bahwa adanya perbedaan dukungan dari guru, 14
5 teman atau staf sekolah. Pada kategori ini, siswa merasa bahwa dirinya diterima di sekolah namun siswa tidak secara aktif mencari dukungan. c. Keterlibatan (Engagement) Kategori keterlibatan merupakan kategori yang paling tinggi. Pada kategori ini siswa menunjukkan upaya dalam keterlibatannya pada tugas sekolah maupun aktivitas sekolah lainnya. Siswa juga merasakan bahwa adanya dukungan dari guru, staf sekolah maupun teman secara spesifik, menghargai setiap hubungan dan aktif mencari dukungan. B. Sekolah Pembauran Sekolah merupakan lembaga pendidikan jalur formal yang terdiri dari tingkatan dasar, menengah hingga atas. Istilah sekolah pembauran sendiri bermula dari masa Orde Baru dimana sekolah-sekolah yang ada di Indonesia kebanyakan memiliki siswa yang berasal dari keturunan Tionghoa. Melihat kondisi tersebut, pemerintah melalui Instruksi Presiden Kabinet No. 37/U/In/G/ 1967 mengeluarkan peraturan dalam mendirikan Sekolah Nasional Proyek Khusus (SNPK) yang bertujuan agar siswa-siswi keturunan Tionghoa berbaur dengan siswa-siswi keturunan Indonesia asli. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dilihat bahwa adanya keinginan dari pemerintah Orde Baru untuk menjadikan sekolah (lembaga pendidikan) di Indonesia dari tingkat SD (Sekolah Dasar) sampai dengan SMA (Sekolah Menengah Atas) sebagai wadah pembauran atau melting pot (Glazer & Moynihan, dalam Pelly (2003)) 15
6 Woolfolk (2004) menyatakan bahwa melting pot merupakan kiasan untuk kelompok imigran (pendatang) membaur dan mengasimilasikan dirinya ke kelompok pada umumnya (dominan) sehingga perbedaan etnis tersebut tidak terjadi lagi. Kelompok pendatang yang dimaksud disini adalah WNI keturunan Tionghoa, sedangkan kelompok dominannya adalah kelompok WNI asli. Harapan pemerintah terhadap kedua kelompok tersebut berbeda. Bagi kelompok WNI keturunan asing (Tionghoa), pemerintah berharap agar mereka melakukan asimilasi total ke dalam budaya nasional (kelompok WNI asli). Sementara itu, bagi kelompok WNI asli, pemerintah berharap agar sesama kelompok etnik WNI asli terjadi akulturasi (saling memberi dan menerima unsur budaya masing-masing). Berdasarkan peraturan Tim Pembantu Pelaksana Asimilasi di Bidang Pendidikan dan Pengaturan Pendidikan Asing di Indonesia (PAP3A) Propinsi Sumatera Utara melalui Surat Keputusan Menteri P dan K No.044/P/75 tanggal 18 Maret 1975 menetapkan adapun yang menjadi ketentuan-ketentuan untuk sekolah-sekolah asimilasi (pembauran) adalah sebagai berikut: a. Sekolah asimilasi dilaksanakan oleh yayasan pendidikan swasta baik yang berlatar agama, seperti yayasan pendidikan Islam, Kristen atau Katolik, maupun yayasan pendidikan umum (nasional). b. Komposisi siswa di sekolah tersebut harus 50% WNI asli dan 50% WNI asing. 16
7 c. Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum nasional yang berarti bahwa kurikulum harus sama dengan kurikulum sekolah negeri. d. Bahasa pengantar yang digunakan di sekolah adalah Bahasa Indonesia. e. Sekolah dilarang mengajarkan bahasa Tionghoa. Penerapan ketentuan-ketentuan tersebut ternyata dalam pelaksanaannya di sekolah pembauran saat ini belum dapat terpenuhi. Ketentuan mengenai komposisi murid-murid 50 % WNI asli dan 50 % WNI asing merupakan salah satu ketentuan yang tidak terpenuhi. Jumlah murid-murid dari kelompok WNI asli dari tahun ke tahun semakin berkurang (Pelly, 2003). C. Profil SMA WR Supratman 2 Medan 1. Sejarah Berdiri SMA WR Supratman 2 Medan merupakan sekolah swasta nasional yang berkedudukan di Medan, Provinsi Sumatera Utara. SMA WR Supratman adalah sekolah yang berada di naungan yang dulunya bernama Yayasan Perguruan Tri Bukit dan kini berganti nama menjadi Yayasan Perguruan Wage Rudolf Supratman. Pada awal berdiri, sekolah ini diperuntukkan untuk siswa keturunan Tionghoa. Namun pada tahun 1974, sekolah ini mengikuti program pembauran yang dilaksanakan oleh pemerintah sehingga akhirnya membuka kesempatan kepada siswa keturunan non Tionghoa untuk bersekolah di sekolah tersebut (Tentang Kami, dalam wrsupratman.sch.id,
8 2. Visi dan Misi Visi yang ditanamkan oleh perguruan WR Supratman adalah menjadikan perguruan WR Supratman Medan diakui keunggulannya di Sumatera Utara, di tingkat nasional dan di tingkat internasional serta dibanggakan masyarakat Indonesia. Sebagai upaya untuk mewujudkan tersebut, SMA WR Supratman memiliki beberapa misi yakni: 1. Melaksanakan pendidikan yang bermutu, efektif, dan dinamis untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas, berkarakter, berkompeten, terdidik, kreatif, cakap, terampil, menguasai bahasa asing, ilmu pengetahuan dan teknologi informasi. 2. Melaksanakan pendidikan yang berdasarkan budi pekerti luhur untuk menghasilkan lulusan yang berkepribadian, beretika tinggi, berakhlak mulia, beriman, bertaqwa,dan mengabdi untuk kesejahteraan bangsa dan negara. Sebagai sekolah dengan konsep pembauran, SMA WR Supratman 2 Medan memiliki siswa-siswi yang berasal dari latar belakang agama dan etnis yang beragam. Dari latar belakang agama terdapat siswa-siswi yang menganut agama Budha, Islam, dan Kristen. Sementara itu, dari latar belakang etnis terdapat siswa-siswi dengan etnis Tionghoa, Batak, Karo, Jawa, India, dan lain sebagainya. Secara keseluruhan, siswa SMA WR Supratman 2 Medan berjumlah 467 orang dengan proporsi kelas X terdapat 4 kelas (X MIPA 1, X MIPA 2, X IPS 1, X IPS 2), kelas XI terdapat 4 kelas (XI IPA 1, XI IPA 18
9 2, XI IPS 1, XI IPS 2) serta kelas XII terdapat 4 kelas (XII IPA 1, XII IPA 2, XII IPS 1, XII IPS 2). Kegiatan ekstrakulikuler yang ada di SMA WR Supratman yakni robotic club, futsal, pramuka, basket, marching band, dance club, paduan suara, dan english club. Keterlibatan siswa dalam kegiatan ekstrakulikuler dapat terlihat dari jumlah siswa yang mengikuti ekstrakulikuler yakni sebanyak 41 % dari jumlah keseluruhan siswa. D. Gambaran School Connectedness pada Siswa di Sekolah Pembauran (Studi Kasus SMA WR Supratman 2 Medan) Sekolah pembauran merupakan upaya pemerintah agar kelompok tertentu (dalam konteks ini adalah siswa keturunan Tionghoa) dapat meleburkan dirinya dan budanya kepada kelompok yang lebih dominan yaitu kelompok siswa WNI asli. Sekolah pembauran memiliki beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh pihak sekolah di antaranya adalah sekolah dilaksanakan oleh yayasan baik itu berlatar belakang agama maupun yayasan pendidikan umum (nasional), siswa di dalam sekolah tersebut harus sebanding yakni 50 % siswa WNI asli dan 50 % WNI asing, kurikulum yang digunakan adalah kurikulum nasional serta menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar (Pelly, 2003). Banyaknya ketentuan yang berlaku untuk sekolah pembauran, ternyata tidak dapat dipenuhi oleh semua sekolah terutama dalam hal perbandingan siswa WNI asli dengan siswa keturunan Tionghoa. Dalam 19
10 praktiknya, sekolah pembauran juga mengalami kendala yakni dalam penggunaan bahasa pengantar yang seharusnya bahasa Indonesia namun kerap kali akibat jumlah mayoritas siswa keturunan Tionghoa maka guru Tionghoa cenderung menggunakan bahasa Tionghoa dalam pembelajaran. Kendala ini menjadi hal yang membuat tidak nyaman bagi siswa WNI asli yang tidak mengerti apa yang disampaikan oleh guru. Ketidaknyamanan siswa ini akan mengarah pada perasaan siswa apakah ia diterima di sekolahnya atau tidak. Istilah ini dikenal dengan school connectedness. School connectedness merupakan perasaan positif siswa mengenai pendidikan, perasaan memiliki akan lingkungan sekolah, serta adanya hubungan yang positif dengan staff sekolah dan teman-temannya (Stracuzzi & Mills, 2010). Setiap siswa penting untuk memliki school connectedness karena siswa yang merasa menjadi bagian dari sekolahnya akan lebih menunjukkan kesuksesan baik itu dalam hal perilaku, emosional, maupun akademis. School connectedness terdiri dari tiga aspek utama yakni dukungan sosial, rasa memiliki siswa terhadap sekolah serta keterlibatan siswa dalam kegiatan di sekolah (Connell & Wellborn, dalam Stracuzzi & Mills, 2010). Dukungan sosial menekankan pada sejauh mana siswa merasa dekat dan dihargai oleh guru dan staff lainnya di sekolah. Setiap guru atau staff sekolah tidak membedakan antara siswa yang satu dengan yang lainnya berdasarkan jenis kelamin, agama, suku, dan status lainnya. 20
11 Siswa yang memiliki school connectednesss juga tercermin dari perasaan yang dimiliki oleh siswa bahwa ia merupakan bagian dari sekolah (sense of belonging). Siswa akan merasakan bahwa orang-orang di lingkungan sekolahnya menghormati dirinya, serta memiliki banyak teman. Siswa yang sudah merasakan dukungan sosial dari orang dewasa di sekolah baik itu guru atau staff sekolah serta memiliki rasa bahwa ia merupakan bagian dari sekolah, maka siswa akan menunjukkan keterlibatannya melalui kegiatan-kegiatan yang ada di sekolah. Keterlibatan siswa dapat terwujud melalui kegiatan akademik maupun non akademik. Salah satu faktor yang mempengaruhi school connectedness siswa adalah kultur sekolah. Kultur sekolah menunjukkan adanya keseimbangan antara kebutuhan sosial dan pembelajaran artinya sekolah dapat menyeimbangkan antara pembelajaran dengan kebutuhan sosial siswa seperti bersosialisasi dengan teman-temannya, melakukan aktivitas olahraga serta mengikuti kegiatan ekstrakulikuler. Kultur sekolah pada sekolah pembauran menekankan tentang kebutuhan sosialisasi siswa terhadap teman-temannya diluar budayanya agar terciptalah tujuan kebijakan pemerintah tentang Sekolah Nasional Proyek Khusus (SNPK). Kelompok WNI keturunan asing (Tionghoa) melakukan asimilasi total ke dalam budaya nasional (kelompok WNI asli) sedangkan kelompok WNI asli melakukan akulturasi (saling memberi dan menerima unsur budaya masing-masing) di antara siswa WNI asli. 21
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan nasional dari negara Indonesia yang tercantum dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan nasional dari negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pendidikan didefinisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan juga
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan didefinisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan juga sebagai alat mobilitas vertikal ke atas dalam golongan sosial. Konsep mengenai pendidikan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata adversity berasal dari bahasa Inggris yang berarti kegagalan atau kemalangan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ADVERSITY QUOTIENT 1. PengertianAdversity Quotient Adversity atau kesulitan adalah bagian kehidupan kita yang hadir dan ada karena sebuah alasan dan kita sebagai manusia dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan sendiri tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan didefinisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan juga sebagai alat mobilitas vertikal ke atas dalam golongan sosial. Konsep mengenai pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang multi kultural dan multi etnis. Keberadaan etnis Cina di Indonesia diperkirakan sudah ada sejak abad ke-5. Secara umum etnis Cina
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan karena pendidikan merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup, pendidikan mampu melakukan proses
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. dalam ruang lingkup sekolah konsep engagement meliputi beberapa bagian, yang
BAB II LANDASAN TEORI A. STUDENT ENGAGEMENT 1. Definisi Student Engagement Menurut National Research Council dan Institute of Medicine (2004), dalam ruang lingkup sekolah konsep engagement meliputi beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia mengalami perubahan dengan begitu cepatnya. Perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah Dewasa ini dunia mengalami perubahan dengan begitu cepatnya. Perubahan tersebut begitu terasa dan terus meningkat ke arah yang semakin maju. Untuk mengantisipasinya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan suatu proses yang sangat menentukan untuk perkembangan individu di masyarakat. Kemajuan pada individu bisa dilihat dari seberapa besar perkembangan
Lebih terperinci2 Menetapkan : Negara Republik Indonesia Nomor 4496) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas P
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1314, 2014 KEMENDIKBUD. Instruktur. Kursus Dan Pelatihan. Kompetensi. Kualifikasi. Standar. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. SMA Ar-Risalah beralamat Jl. Aula Muktamar no.2 kota kediri,
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Gambaran Umum SMA Ar-Risalah SMA Ar-Risalah beralamat Jl. Aula Muktamar no.2 kota kediri, merupakan salah satu instansi yang membutuhkan sistem informasi sehingga kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang dicirikan oleh adanya keragaman budaya. Keragaman tersebut antara lain terlihat dari perbedaan bahasa, etnis dan agama.
Lebih terperinciBAB II PROFIL YAYASAN PENDIDIKAN MULIA MEDAN. YAYASAN PENDIDIKAN MULIA Medan didirikan oleh Badan Pendiri
BAB II PROFIL YAYASAN PENDIDIKAN MULIA MEDAN A. Sejarah Singkat YAYASAN PENDIDIKAN MULIA Medan didirikan oleh Badan Pendiri Yayasan yaitu : Drs. H. Achmad Effendi Siregar (merupakan Ketua di badan pengurus
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Budaya kekerasan dan kemerosotan akhlak yang menimpa anak-anak usia
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya kekerasan dan kemerosotan akhlak yang menimpa anak-anak usia sekolah belakangan ini menjadi sorotan masyarakat, seperti yang baru beberapa bulan ini terjadi
Lebih terperinciBAB IV DESKRIPSI PEKERJAAN
BAB IV DESKRIPSI PEKERJAAN 4.1 Metodologi Penelitian Untuk pengumpulan data yang diperlukan dalam melaksanakan kerja praktek di SMA GIKI 2 Surabaya, ada beberapa cara yang telah dilakukan diantaranya sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut sebenarnya dapat menjadi modal yang kuat apabila diolah dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk terdiri dari berbagai suku, ras, adat istiadat, bahasa, budaya, agama, dan kepercayaan. Fenomena tersebut sebenarnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan pondasi kemajuan suatu negara, maju tidaknya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan pondasi kemajuan suatu negara, maju tidaknya suatu negara diukur melalui sistem pendidikannya, pendidikan juga tumpuan harapan bagi peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan manusia, melalui pendidikan manusia dapat belajar demi kelangsungan hidupnya. Bagoe (2014, h.1) mengemukakan
Lebih terperinciGAMBARAN SCHOOL CONNECTEDNESS PADA SISWA DI SEKOLAH PEMBAURAN (STUDI KASUS SMA WR SUPRATMAN 2 MEDAN) SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
GAMBARAN SCHOOL CONNECTEDNESS PADA SISWA DI SEKOLAH PEMBAURAN (STUDI KASUS SMA WR SUPRATMAN 2 MEDAN) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh: ESTHER AZALIA GULTOM 121301051
Lebih terperinciAllah meninggikan orang orang yang beriman di antaramu dan orang -orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (Al-Mujadalah :11)
YAYASAN PENDIDIKAN PATTIMURA SMA PATTIMURA JAKARTA MOTTO KAMI UNTUK PERUBAHAN AMATI PIKIRKAN BERTINDAK Jl.Jagakarsa Raya No.88 Jagakarsa Jakarta Selatan Tlp. 021.7863576 Website : http: //www.smapattimura.sch.id
Lebih terperinciINSTRUMEN PENELITIAN QUESIONER (ANGKET) PARTISIPASI POLITIK PEMILIH PEMULA DALAM PILKADA BUPATI
INSTRUMEN PENELITIAN QUESIONER (ANGKET) PARTISIPASI POLITIK PEMILIH PEMULA DALAM PILKADA BUPATI PONOROGO 2015 (STUDI KASUS SISWA-SISWI SMA NEGERI 1 PONOROGO) A. Bentuk-bentuk partisipasi politik pemilih
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI SMA NEGERI DI WILAYAH KOTA JAKARTA BARAT
15 BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI DI WILAYAH KOTA JAKARTA BARAT 2.1 Standar Pengelolaan Pendidikan Standar pengelolaan pendidikan oleh satuan pendidikan menengah di wilayah kota Jakarta Barat berdasarkan
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI SMA NEGERI DI WILAYAH KOTA JAKARTA BARAT
10 BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI DI WILAYAH KOTA JAKARTA BARAT 2.1 Standar Pengelolaan Pendidikan Standar pengelolaan pendidikan oleh satuan pendidikan menengah di wilayah kota Jakarta Barat berdasarkan
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI SMA NEGERI RAYON 08 JAKARTA BARAT
9 BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI RAYON 08 JAKARTA BARAT 2.1 Standar Pengelolaan Pendidikan Berdasarkan Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Singkat Berdirinya SMA Negeri 1 Gorontalo
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.. Sejarah Singkat Berdirinya SMA Negeri Gorontalo SMA Negeri Gorontalo adalah Sekolah Menengah Atas yang pertama berdiri di Grorontalo.
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan. Dalam kehidupan sehari-hari kita berkomunikasi dan berinteraksi dengan
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari kita berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesama manusia menggunakan bahasa. Seiring dengan perkembangan dan perubahan jaman, bahasa menjadi
Lebih terperinciPROGRAM MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN PASCA SARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
KONTRIBUSI PERSEPSI GURU TENTANG IMPLEMENTASI FUNGSI EMASLIM KEPALA SEKOLAH, IKLIM ORGANISASI, DAN KOMPETENSI GURU TERHADAP KOMPONEN KUALITAS SEKOLAH DI SMAN KABUPATEN TEMANGGUNG TESIS Diajukan Kepada
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Dalam melakukan suatu penelitian, khususnya penelitian kuantitatif, perlu secara jelas diketahui variabel-variabel apa saja yang akan diukur dan instrumen seperti apa yang akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu unsur yang memiliki peran penting
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu unsur yang memiliki peran penting dalam membentuk dan mengembangkan karakter bangsa yang berkualitas. Pendidikan diharapkan mampu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. profesionalnya, dan sebaliknya kinerja yang di bawah standar kerja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap profesional ingin menunjukkan bahwa kinerjanya dapat dipertanggungjawabkan. Guru sebagai seorang profesional mempertaruhkan profesi pada kualitas kerjanya.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. berperilaku (Bandura, 1997). Selanjutnya, Bandura (1997) menambahkan bahwa selfefficacy
BAB II LANDASAN TEORI A. SELF-EFFICACY 1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy adalah keyakinan yang dipegang seseorang tentang kemampuannya dan juga hasil yang akan ia peroleh dari kerja kerasnya mempengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu sarana dalam meningkatkan mutu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu sarana dalam meningkatkan mutu maupun kualitas sumber daya manusia dan proses pembudayaan karakter nilai kehidupan manusia.
Lebih terperinciSTANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI INSTRUKTUR
SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 90 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR KUALIFIKASI DAN KOMPETENSI INSTRUKTUR PADA KURSUS DAN PELATIHAN STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masyarakat merupakan salah satu modal dan sekaligus faktor dominan dalam pembangunan. Pembangunan merupakan suatu usaha yang terus menerus / proses yang dilakukan
Lebih terperinciSTIE CENDEKIA KARYA UTAMA
STIE CENDEKIA KARYA UTAMA Gd. Graha Pena Lt. 4 Jl. Perintis Kemerdekaan No. 77 Banyumanik Semarang Telp/Fax (024) 7471461 COMPANY PROFILE A. PENDAHULUAN Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia yang berperan penting bagi pembangunan suatu bangsa, untuk itu diperlukan suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan Indonesia merupakan inti utama untuk menunjang pengembangan sumber daya manusia yang berperan penting bagi pembangunan suatu bangsa, untuk itu diperlukan
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 1.1 Sejarah SMA Kemala Bhayangkari 1 Surabaya. 1.2 Logo SMA Kemala Bhayangkari 1 Surabaya
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 1.1 Sejarah SMA Kemala Bhayangkari 1 Surabaya SMA Kemala Bhayangkari 1 Surabaya berdiri tahun 1978. Selama 35 tahun telah melakukan pengembangan dan pembaruan di berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan modal utama dalam pembangunan bangsa Indonesia untuk dapat bertahan di era globalisasi. Peningkatan kualitas sumber
Lebih terperinci2014 FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN YANG MEMENGARUHI PEMBENTUKAN JIWA WIRAUSAHA SISWA SMK
183 BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, dan menfaat penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan
Lebih terperinciBAB IV PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN
BAB IV PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN A. Orientas Kancah Penelitian Peneliti melakukan penelitian di Sekolah Menengah Kejuruan Citra Bangsa Mandiri, sebuah sekolah swasta nasional yang terletak di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat. Dengan berkembangnya jaman, pendidikan turut serta berkembang. Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan karena pendidikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan karena pendidikan merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup, pendidikan mampu melakukan proses pengubahan
Lebih terperinciPROPOSAL PENGADAAN SARANA DAN PRASARANA OLAHRAGA SEBAGAI PENUNJANG KEGIATAN EKSTRA KURIKULER SEKOLAH
PROPOSAL PENGADAAN SARANA DAN PRASARANA OLAHRAGA SEBAGAI PENUNJANG KEGIATAN EKSTRA KURIKULER SEKOLAH SMA NUSANTARA, TANGERANG Jln. Cisadane VII, PERUMNAS I Tangerang LEMBAR PENGESAHAN Mengetahui Kepala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan sebagai upaya dasar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai upaya dasar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan yang berlangsung
Lebih terperinciCendikia Religius Akhlaqul Karimah Entrepreneur. Be The Teacher of The World
Cendikia Religius Akhlaqul Karimah Entrepreneur Be The Teacher of The World Cendikia-Religius. SMA SA Boarding School bertujuan untuk mencetak Generasi Muda yang Intelektual dan berkarakter Ulama. Lulusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut kodrat alam, manusia dimana-mana dan pada zaman apapun juga selalu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Menurut kodrat alam, manusia dimana-mana dan pada zaman apapun juga selalu hidup bersama, hidup berkelompok-kelompok. Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk budaya.
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Menengah Atas Negeri yang ada di ProvinsiRiau, Indonesia. Terletak di jalan
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis SMA Negeri (SMAN) 9 Pekanbaru merupakan salah satu Sekolah Menengah Atas Negeri yang ada di ProvinsiRiau, Indonesia. Terletak di jalan Simeru kecamatan
Lebih terperinciBAB III IDENTIFIKASI MASALAH
BAB III IDENTIFIKASI MASALAH 3.1. Sejarah Singkat Lembaga Pendidikan SDN Pondok Labu 016 Pagi adalah sekolah dasar yang sedang dalam pengembangan dan kemajuan, baik dalam sistem pembelajaran maupun penerapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besar dan kecil mempunyai berbagai keragaman. Keragaman itu menjadi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas pulau besar dan kecil mempunyai berbagai keragaman. Keragaman itu menjadi karakteristik dan keunikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih dalam naungan serta pengawasan pemerintah. Tujuan dan fungsi lembaga pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Saat ini Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha untuk menyiapkan manusia melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Saat ini Pendidikan
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Perkembangan IPTEK yang begitu cepat akhir-akhir ini mengharuskan pengelola
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah SMA Negeri 9 Bandar Lampung Perkembangan IPTEK yang begitu cepat akhir-akhir ini mengharuskan pengelola dan pelaksana pendidikan selalu mencari langkah yang
Lebih terperinciBAB II SMA NEGERI 2 MEDAN
BAB II SMA NEGERI 2 MEDAN A. Sejarah Ringkas SMA Negeri 2 Medan SMA Negeri 2 Medan telah melalui banyak hal hingga menjadi salah satu sekolah yang membanggakan saat ini. Awalnya pada tahun 1950 berdirilah
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN
42 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Singkat Berdirinya SMAN I Tabukan Kabupaten Barito SMAN I Tabukan berdiri pada tahun 2006 dengan SK Nomor: 422 Tahun 2006 dan Nomor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sebagai suatu proses untuk menyiapkan generasi masa depan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai suatu proses untuk menyiapkan generasi masa depan yang berorientasi pada wawasan kehidupan mendatang. Pendidikan merupakan wadah untuk mencetak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus berkembang. Persaingan semakin ketat dan masyarakat dituntut untuk dapat bersaing dalam menghadapi tantangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Upaya pembangunan pendidikan di Indonesia dilaksanakan dalam berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya pembangunan pendidikan di Indonesia dilaksanakan dalam berbagai level/jenjang pendidikan. Mulai dari pendidikan dasar, menengah, sampai pendidikan tinggi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Nama dan Sejarah Perusahaan
1 I PENDHULUN 1.1 Nama dan Sejarah Perusahaan SD Indriasana Palembang yang beralamat di jalan angau No 1271 Palembang didirikan pada tanggal 19 gustus 1973 dengan jumlah murid pertama kali sebanyak 24
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional kabupaten hingga diimplementasikan langsung disekolah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Soft Skills dalam pendidikan adalah suatu hal yang harus dicermati bersama oleh semua pihak mulai dari struktur teratas yakni kementerian pendidikan dan kebudayaan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan sosial yang sering terjadi di masyarakat membuktikan adanya penurunan moralitas, kualitas sikap serta tidak tercapainya penanaman karakter yang berbudi
Lebih terperinci1) Identitas Sekolah
BAB I PENDAHULUAN A. ANALISIS SITUASI Kegiatan PPL dilaksanakan dalam rangka mengimplementasikan salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pengabdian masyarakat sehingga kegiatan PPL ini harus senantiasa
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN. dengan Motto Narada School: Bahusacca Sippa Sila (Ilmu Pengetahuan
BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Singkat Perusahaan Narada School didirikan dengan cita-cita luhur yaitu menyiapkan putraputri Indonesia yang pandai, terampil, dan berbudi pekerti baik. Hal ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berlaku. Kurikulum merupakan suatu program pendidikan yang direncanakan. diluncurkan kurikulum baru yaitu kurikulum 2013.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran pada setiap jenjang pendidikan selalu mengacu pada kurikulum yang berlaku. Kurikulum merupakan suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Karena segala pengetahuan yang dimiliki manusia merupakan faktor yang diperoleh dari dunia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan manusia untuk merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan penting dalam proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam pembukaan UUD 1945, dinyatakan bahwa salah satu tujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pembukaan UUD 1945, dinyatakan bahwa salah satu tujuan nasional negara indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.karena alasan itu, setiap warga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun warga di luar sekolah yaitu orang tua, akademisi, dan pihak pihak lain.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan kurikulum yang terus menerus berganti menjadi fenomena yang memiliki dampak tersendiri dari berbagai pihak penyelenggara pendidikan di sekolah,
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum SMAN 1 Rejotangan. SMPN 1 Rejotangan, dan SMK Rejotangan.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum SMAN 1 Rejotangan a. Letak geografis SMAN 1 Rejotangan terletak di Desa Buntaran Kecamatan Rejotangan Kabupaten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan pusat bagi kemajuan sebuah bangsa, melalui
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan pusat bagi kemajuan sebuah bangsa, melalui pendidikan kita semua sebagai masyarakat dapat mengetahui kearah mana negaranya akan dibawa, untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan lembaga pendidikan sebagai wahana yang digunakan untuk mencerdaskan dan memberikan perubahan kehidupan bagi siswa yang bersifat progresif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditentukan dari proses pembelajaran di sekolah tersebut. Pendidikan dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam bidang pendidikan proses pembelajaran di sekolah menjadi pilar utama, karena tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan nasional sangat ditentukan dari
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur. SMA
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah SMA Muhammadiyah 1 Taman Sekolah Menengah Atas Muhammadiyah 1 Taman adalah Sekolah Menengah Atas Swasta yang bertempat di Jalan Raya Ketegan No 35 Sepanjang
Lebih terperinciA. Analisis Situasi BAB I PENDAHULUAN. 1. Analisis kondisi fisik sekolah
BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi 1. Analisis kondisi fisik sekolah SMP Negeri 2 Gamping di bagian barat kota Yogyakarta, tepatnya di Trihanggo, Gamping, Sleman. Sekolah ini merupakan salah satu tempat
Lebih terperinciA. Analisis Situasi Sekolah 1. Sejarah SMK Kristen 1 Klaten berdiri pada tanggal 1 Agustus 1965 menempati gedung SD Krsiten III yang dahulu berada di
BAB I PENDAHULUAN Universitas Negeri Yogyakarta merupakan salah satu perguruan tinggi yang menghasilkan tenaga kependidikan terbanyak yang ada di Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta sudah banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Generasi muda adalah generasi penerus bangsa. Membangun manusia Indonesia diawali dengan membangun kepribadian kaum muda. Sebagai generasi penerus, pemuda harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagian yang ada di dalamnya tentu perlu membekali diri agar benar-benar siap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern yang hingga kini terus berkembang, manusia sebagai bagian yang ada di dalamnya tentu perlu membekali diri agar benar-benar siap menerima hal-hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan dapat diartikan secara umum sebagai usaha proses pembentukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat diartikan secara umum sebagai usaha proses pembentukan budi-pekerti dan akhlak-iman manusia secara sistematis, baik aspek ekspresifnya yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Nasional dinyatakan bahwa Pendidikan nasional...bertujuan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa Pendidikan nasional...bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG STANDAR PEMBIMBING PADA KURSUS DAN PELATIHAN
SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG STANDAR PEMBIMBING PADA KURSUS DAN PELATIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
Lebih terperinciBAB 3 GAMBARAN UMUM RESPONDEN
BAB 3 GAMBARAN UMUM RESPONDEN 3.1 Profil Responden 3.1.1 Sejarah Singkat SMP Negeri 127 Jakarta terletak di Jl. Raya Kebon Jeruk No. 126 A, Kecamatan Kebon Jeruk, Kota Jakarta Barat, Propinsi DKI Jakarta.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dengan demikian siswa diharapkan dapat mencapai prestasi belajar yang. maksimal sehingga tercapainya tujuan pendidikan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan lembaga pendidikan, yang menampung peserta didik dan dibina agar mereka memiliki kemampuan, kecerdasan dan keterampilan. Dalam proses pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Era globalisasi ini, melihat realitas masyarakat baik kaum muda maupun tua banyak melakukan perilaku menyimpang dan keluar dari koridor yang ada, baik negara, adat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki peranan penting bagi keberlangsungan hidup dan masa depan seseorang.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memperoleh pendidikan merupakan hak setiap manusia karena pendidikan memiliki peranan penting bagi keberlangsungan hidup dan masa depan seseorang. Dengan adanya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku organisasi yang merupakan pencerminan dari perilaku dan sikap orang-orang yang terdapat dalam organisasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang.
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan
Lebih terperinciBAB II HASIL SURVEY. 2.1 Gambaran Umum SMA Intensif Taruna Pembangunan Surabaya
BAB II HASIL SURVEY 2.1 Gambaran Umum SMA Intensif Taruna Pembangunan Surabaya Pada Tahun 1996, tokoh pendidikan di surabaya Prof. DR. H. Iskandar Wiryokusumo, M.Scmendirikan SMA InensifTaruna Pembangunan
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. SHAFTA adalah kepanjangan dari Shidiq, Amanah, Fathonah dan Tabligh
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Profil SMA SHAFTA Surabaya SHAFTA adalah kepanjangan dari Shidiq, Amanah, Fathonah dan Tabligh yang diambil dari empat sifat Rosul yang artinya: SHIDIQ : Membentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meliputi segala bidang, diantaranya politik, sosial, ekonomi, teknologi dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, perkembangannya meliputi segala bidang, diantaranya politik, sosial, ekonomi, teknologi dan pendidikan. Dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sesungguhnya memiliki modal besar untuk menjadi sebuah bangsa yang maju, adil, makmur, berdaulat, dan bermartabat. Hal itu didukung oleh sejumlah fakta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. istilah ini dikenal Cerdas Istimewa adalah bentuk alternatif pelayanan pendidikan
digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Akselerasi atau Program Percepatan Belajar atau terakhir istilah ini dikenal Cerdas Istimewa adalah bentuk alternatif pelayanan pendidikan
Lebih terperinciMEMBENTUK SUMDER DAYA MANUSIA BERKUALITAS MELALUI LEADER CLASS
MEMBENTUK SUMDER DAYA MANUSIA BERKUALITAS MELALUI LEADER CLASS Sistem Pendidikan Nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan wadah bagi individu untuk mengembangkan aspek-aspek
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang- Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3, tentang sistem pendidikan, yaitu: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan kondisi yang kaya akan suku bangsa atau sering
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan kondisi yang kaya akan suku bangsa atau sering disebut multikultural, negara Indonesia dibangun dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Semboyan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sekolah Menengah Kejuruan Yayasan Bina Umat (SMK YASBU) Al-qomariah adalah sebuah sekolah kejuruan yang dinaungi oleh Yayasan bina umat Al-qomariah
Lebih terperinciBAB IV PROFIL LOKASI PENELITIAN
BAB IV PROFIL LOKASI PENELITIAN A. Profil SD Muhammadiyah 8 Banjarmasin SD Muhammadiyah 8 Banjarmasin adalah salah satu sekolah swasta dengan akreditasi A. Sekolah ini memiliki NSS 104156002086. Sekolah
Lebih terperinciBAB II. Deskripsi SMA N 1 Temon Kulon Progo. dan Kampanye Program Kawasan Tanpa Rokok
BAB II Deskripsi SMA N 1 Temon Kulon Progo dan Kampanye Program Kawasan Tanpa Rokok A. Sejarah Berdirinya SMA 1 Temon Kulon Progo SMA 1 Temon berdiri sejak tahun 1991 terletak lebih kurang 10 km arah ke
Lebih terperinciPROFIL SEKOLAH Sunday, 27 June :50. A. Latar Belakang
A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan suatu upaya penanaman nilai-nilai karakter
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter merupakan suatu upaya penanaman nilai-nilai karakter kepada generasi penerus bangsa yang berakar pada nilai karakter dari budaya bangsa dan
Lebih terperinciA. Analisis Situasi Analisis situasi bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai sekolah yang digunakan sebagai lokasi PPL meliputi kondisi fisik
BAB I PENDAHULUAN Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) dalam rangkaian KKN-PPL Terpadu merupakan keterpaduan dari dua matakuliah, yakni KKN dan PPL. PPL merupakan salah satu mata kuliah wajib yang harus ditempuh
Lebih terperinci