BAB I PENDAHULUAN. ada di atas rata-rata anak seusianya. Hal ini membuat anak berbakat membutuhkan
|
|
- Yuliani Atmadjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia dirumuskan sebagai satu hak yang diperuntukkan bagi semua warga negara, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus. Anak berbakat termasuk golongan anak berkebutuhan khusus di mana kemampuan intelektual mereka ada di atas rata-rata anak seusianya. Hal ini membuat anak berbakat membutuhkan sistem pembelajaran khusus sesuai dengan kebutuhannya. Di Indonesia sendiri jumlah anak berbakat khususnya dengan kemampuan intelektual di atas rata-rata makin bertambah. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, jumlah anak cerdas berbakat hingga tahun 2006 sudah mencapai 1 juta anak (Pertiwi, 2014). Jumlah yang besar ini tentu saja memerlukan perhatian dan layanan pendidikan khusus. Pemerintah melalui UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Bab IV pasal 5 ayat (2) menyatakan bahwa Warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus. Disebutkan juga pada pasal 12 ayat (1) yaitu, Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya; serta menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari batas waktu yang ditentukan. Dengan peraturan ini terlihat bahwa kesadaran pemerintah akan pentingnya pembelajaran khusus bagi anak dengan kecerdasan tinggi semakin meningkat. Keberadaan anak berbakat sendiri menjadi bernilai karena potensi inetlektual mereka yang tinggi dapat memberikan manfaat besar bagi masyarakat apabila dikembangkan dengan baik. Adanya usaha untuk memberikan layanan 1
2 2 pendidikan khusus yang sesuai anak berbakat menjadi penting agar potensi mereka dapat berkembang secara maksimal. Terman (dalam Hoctor, 2013) mengungkapkan bahwa tes intelijensi dan skor IQ adalah merupakan alat utama untuk mengukur dan mendefinisikan keberbakatan. Anak berbakat adalah mereka yang diasosiasikan dengan skor IQ yang tinggi, yaitu skor di atas 130. Renzulli (dalam Semrud-Clikeman, 2007) dalam teorinya Three Dimensional Model juga mengemukakan bahwa anak berbakat memiliki karakteristik khusus yaitu (a) memiliki kemampuan yang tinggi dalam suatu bidang tertentu, (b) tingkat komitmen yang tinggi dan (c) tingkat kreativitas yang tinggi. Kemudian, laporan yang diberikan pada Kongres Amerika yaitu Laporan Marland (The Marland Report) menyatakan bahwa anak dengan kemampuan tinggi memerlukan layanan pendidikan khusus lebih dari apa yang bisa disediakan pihak sekolah pada umumnya. Laporan ini juga memberikan definisi resmi tentang anak berbakat di mana selain kemampuan intelektual, siswa juga menunjukkan pemikiran kreatif, kepemimpinan, kemampuan seni serta kemampuan psikomotor yang baik (Hoctor, 2013). Selain kemampuan intelektual yang tinggi, anak berbakat diasumsikan memiliki kemampuan di atas rata-rata di bidang lain seperti kondisi fisik, kecerdasan emosi dan hubungan interpersonal. Shechtman dan Silektor (2012) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa anak berbakat menunjukkan skor yang lebih tinggi dalam kompetensi sosial yang meliputi empati, konsep diri akademis, serta kestabilan emosi dibandingkan dengan mereka dengan tanpa keberbakatan. Secara umum, anak berbakat juga menunjukkan keunggulan di aspek emosi. Mereka cenderung lebih dewasa, memiliki lebih sedikit persoalan emosi, serta lebih matang secara sosial (Robinson, 2002; Santrock, 2007). Semrud-Clikeman (2007)
3 3 mengemukakan bahwa anak berbakat memiliki ketrampilan sosial yang bagus dan diterima dengan baik di lingkungan sosialnya. Terdapat berbagai macam model layanan pendidikan untuk anak berbakat, salah satunya adalah program akselerasi yang banyak dipraktekkan di Indonesia. Program ini memberikan pelayanan pendidikan bagi mereka yang memiliki potensi dan bakat intelektual untuk bisa menjalani program pendidikan reguler dalam waktu yang lebih singkat. Secara ideal, masa studi berkurang karena proses penyelenggaraan program ini disesuaikan dengan potensi siswa yang memiliki kemampuan intelektual tinggi, adanya pemberian rencana pembelajaran yang berbeda, serta pemberian kurikulum khusus yang disesuaikan dengan kemampuan, kesiapan dan motivasi siswa (Colangelo & Assouline, 2009). Karena itulah siswa akselerasi dapat melewati masa sekolah dalam waktu satu tahun lebih cepat dibandingkan kelas reguler. Di Indonesia, program akselerasi diselenggarakan mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) yang ditempuh selama 5 tahun serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang ditempuh selama 2 tahun. Penentuan siswa untuk program ini menggunakan acuan tingginya skor IQ dari tes intelijensi serta hasil tes kemampuan akademik oleh pihak sekolah. Program akselerasi menjadi alternatif pendidikan untuk anak berbakat karena kurikulumnya yang kompleks dan padat disesuaikan dengan kemampuan intelektual yang tinggi serta kesiapan dan motivasi siswa dalam belajar (Colangelo dan Assouline, 2009). Program akselerasi di Indonesia banyak diterapkan di tingkat sekolah menengah yaitu SMP dan SMA. Pada tingkat SMA, kebanyakan usia siswa berkisar antara tahun dan termasuk dalam masa remaja (13-18 tahun). Pada masa remaja, terdapat perubahan yang signifikan pada aspek biologis, psikologis serta lingkungan sosial yang nantinya akan mempengaruhi pembentukan kepribadian serta konsep diri.
4 4 Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya (Hoge dan Renzulli, 1993). Pembentukan konsep diri dipengaruhi oleh banyak faktor namun pada masa tersebut, remaja mulai membuat perbandingan antara dirinya dengan orang lain. Anggapan tentang bagaimana penilaian orang lain terhadap diri memainkan peranan penting bagi perkembangan konsep diri seseorang (Sebastian, Burnett dan Blakemore, 2008). Penelitian oleh Sarouphim (2001) mengungkapkan bahwa anak berbakat menunjukkan tingkat konsep diri yang tinggi serta rendahnya simptom depresi. Hal ini karena pada umumnya mereka mendapatkan tanggapan positif tidak hanya dari keluarga dan teman tetapi juga lingkungan sekolah dan masyarakat karena dianggap memiliki kualitas lebih dibandingkan teman sebaya yang tanpa keberbakatan. Tanggapan positif ini akan meningkatkan kepercayaan diri dan harga diri siswa, sehingga mereka memandang diri mereka sendiri secara positif. Siswa akselerasi diasumsikan memiliki konsep diri yang tinggi karena adanya label anak pintar dan berbakat intelektual dari lingkungan sekitar. Kemampuan intelektual yang tinggi akan membuat mereka mendapatkan prestasi akademis yang baik dan meningkatkan penilaian mereka terhadap diri sendiri (Riaz dan Shahzad, 2010). Program akselerasi memiliki dua aspek yang banyak disorot yaitu aspek akademis dan aspek perkembangan sosial. Colangelo dan Assouline (2009) dalam laporan mengenai program akselerasi mengungkapkan bahwa secara umum akselerasi merupakan program efektif bagi anak berbakat secara akademis. Apabila dilaksanakan dengan baik, proses pembelajaran akan lebih menarik dan memberikan motivasi lebih bagi siswa. Penyusunan kurikulum yang berbeda juga dianggap lebih sesuai dengan tingkat kemampuan intelektual mereka. Alsa (2007) juga mengemukakan bahwa
5 5 beban tugas belajar dalam program akselerasi dapat menjadi stressor positif (eustress) bagi siswa. Walaupun begitu, terdapat kekhawatiran bahwa adanya program akselerasi menghambat kesempatan siswa untuk mengembangkan kemampuan sosialnya (Robinson, 2008). Namun Colangelo dan Assouline (2009) mengemukakan bahwa akselerasi meningkatkan penyesuaian sosial, atau bahkan tidak berdampak sama sekali pada penyesuaian sosial. Asumsi secara teori juga menyebutkan bahwa rata-rata anak berbakat lebih matang secara sosial dibandingkan dengan teman sebayanya seperti pada pola pertemanan, pengetahuan sosial, perilaku dan kepribadiannya (Robinson, 2008). Namun, masih ada kekhawatiran akan dampak program akselerasi terhadap kemampuan sosial serta kualitas interaksi sosial siswa (Kompas, 2009). Secara umum pelaksanaan akselerasi di Indonesia lebih menekankan pada aspek akademis dan dikhawatirkan hal ini akan mengurangi kesempatan siswa mengembangkan kemampuan sosialnya dan mengurangi kesempatan berinteraksi dengan temantemannya. Anak dengan kemampuan lebih tinggi dibandingkan teman sebayanya memiliki resiko untuk mengalami keterasingan sosial, mendapatkan kritik serta tekanan sosial lainnya dari orangtua, teman ataupun pihak sekolah dan lingkungan (Callahan, 2011). Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Rosanda (2011) mengemukakan bahwa siswa akselerasi menunjukkan rasa kekeluargaan yang tinggi terhadap teman satu kelas namun jarang bergaul dengan siswa dari kelas lainnya sehingga timbul kesan sombong. Sama seperti pada tahap perkembangan lain, remaja juga memiliki tugas-tugas perkembangan yang perlu dipenuhi. Havighurst (dalam Sarwono, 2002) mengemukakan bahwa remaja memiliki beberapa tugas perkembangan yang harus
6 6 dipenuhi antara lain menjalin hubungan baik dengan teman sebaya, mencapai peran sosial sesuai dengan jenis kelamin, mencapai kemandirian sosial serta emosional, dan berperilaku sosial yang bertanggungjawab. Untuk mencapai tugas perkembangan tersebut, penting bagi remaja untuk berhubungan tidak hanya dengan teman sebaya namun juga siswa lain angkatan dan orang dewasa di lingkungan sekolah. Interaksi dengan lingkungan sekitar akan membentuk konsep diri seseorang yang mencakup penilaian, perasaan dan pandangan individu terhadap dirinya (Mead, dalam Burns, 1993). Konsep diri ini akan berpengaruh pada bagaimana ia berpikir, bertindak serta berinteraksi dengan orang lain (Calhoun dan Acocella, 1990). Apabila berhasil membentuk konsep diri yang baik maka akan berpengaruh pada bagaimana ia berinteraksi dengan teman sebaya dan proses penyesuaian sosial pun tidak berjalan maksimal dan tugas perkembangannya terpenuhi. Bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri banyak dipengaruhi oleh interaksi serta perbandingan sosial. Anak berbakat yang berada di kelas akselerasi akan berada di lingkungan homogen dan hanya berinteraksi dengan anak berbakat intelektual lainnya. Situasi seperti ini akan beresiko menurunkan harga diri karena dia berada di lingkungan dengan kompetisi yang makin ketat (Robinson, 2002). Di Indonesia sendiri, keadaan menjadi lebih kompleks karena adanya labelling tertentu dari masyarakat terhadap anak berbakat yang mengikuti program akselerasi (Suara Merdeka, 2006). Labelling ini dapat berupa hal yang positif maupun negatif. Selain itu pemberian labelling kepada siswa akselerasi tidak hanya berasal dari masyarakat tetapi juga dari teman sekolah. Terdapat anggapan bahwa anak akselerasi terkesan sombong dan mementingkan pelajaran serta kurang bersosialisasi dengan teman lain.
7 7 Preliminary study untuk penelitian ini dilakukan dengan mewawancarai seorang siswa kelas akselerasi dari salah satu SMA yang menghasilkan gambaran seperti apa program akselerasi dan bagaimana efeknya terhadap siswa. Ditinjau dari ruang kelas, kelas akselerasi berada jauh dari kelas reguler di satu angkatan. Hal ini membuat interaksi antara kelas akselerasi dan reguler kurang maksimal. Jam belajar dan jam istirahat antara dua program tersebut sebenarnya sama, dan jam istirahat pun kebanyakan digunakan baik untuk makan maupun kegiatan lain di luar kelas. Walaupun begitu terdapat ada anggapan kurang baik tentang siswa akselerasi seperti mereka kurang membaur dengan kelas reguler, sering pergi bergerombol, serta jarang bermain. Menurut subyek, anggapan tersebut memang ada benarnya. Kelas yang jauh membuat mereka susah berbaur dengan siswa kelas lain. Banyaknya beban tugas, ulangan dan materi yang lebih padat membuat siswa lebih fokus pada akademik dan mengurangi waktu bermain dengan teman, seperti yang ditunjukkan pada pernyataan berikut: Ada sih mba, anggapan kayak gitu. Yang anak aksel jarang main, jarang berkumpul dengan yang lain, dan dianggap gimanaa gitu karena jalannya sering bergerombol. Tapi anggapan tersebut ada benarnya juga sih. Karena fokus pada akademik, jadi susah. Apalagi karena lokasi kelas jauh dibandingkan teman seangkatan ataupun kaka kelas akselerasi. Terus juga karena anak aksel jarang berpartisipasi di even sekolah dan menjadi panitia karena lebih fokus ke pelajaran, Keadaan ini memicu timbulnya labelling negatif pada siswa program akselerasi yaitu anggapan bahwa anak akselerasi terkesan sombong dan mementingkan pelajaran serta kurang bersosialisasi dengan teman lain. Interaksi dengan teman sebaya serta membangun pertemanan menjadi hal yang penting apalagi di usia remaja di mana peran teman sebaya menjadi semakin dominan. Namun walaupun dianugerahi kelebihan dibandingkan anak lain, anak berbakat memiliki kecenderungan untuk mengalami kesulitan dalam pergaulannya, terutama saat situasi tidak mendukung keadaan mereka. Robinson (2002) mengemukakan
8 8 bahwa anak berbakat membutuhkan tantangan akademik dan teman sebaya yang memiliki kemampuan sepadan dengan dirinya. Terdapat istilah dissynchrony yang digunakan oleh Terassier (dalam Shechtman dan Silektor, 2012) untuk menjelaskan adanya jarak pada perkembangan internal dan sosial anak berbakat dibandingkan dengan teman seusia mereka. Ketidaksesuaian ini dapat beresiko menimbulkan kesulitan dalam aspek sosial, emosional serta penyesuaian diri anak berbakat. Selain itu, kesepian merupakan masalah umum yang dialami anak berbakat bahkan walaupun mereka termasuk populer di sekolah. Mereka cenderung lebih sensitif terhadap situasi dan isyarat sosial. Kemudian, hanya sedikit orang yang memiliki ketertarikan dan kemampuan intelektual yang sama dengan mereka sehingga anak berbakat cenderung sering merasa terasing. Anggapan masyarakat tentang anak berbakat tentu saja positif karena dianggap sebagai anak dengan kemampuan intelektual di atas rata-rata dan berbeda dengan teman sebaya. Label pada anak berbakat dipersepsi positif ataupun negatif tergantung bagaimana individu menyikapinya, namun anggapan ini tidak selalu berdampak positif terutama di lingkungan pertemanan. Label anak pintar serta masyarakat yang secara umum lebih menghargai aspek kognitif akan membentuk konsep diri tertentu pada anak. Ketidakberhasilan dalam membentuk konsep diri yang baik akan mempengaruhi interaksi anak dengan teman sebaya dan proses penyesuaian sosial pun tidak berjalan maksimal. Individu yang membentuk konsep diri negatif akan mengembangkan perasaan terbebani, tidak mampu, rendah diri dan tidak percaya diri walaupun memiliki tingkat intelektual tinggi. Sedangkan anak yang mempersepsi label yang ada secara positif, ia akan berkembang menjadi individu dengan konsep diri positif, percaya diri dan mampu menerima keadaan dirinya (Calhoun dan Acocella, 1990). Hal ini tentu akan
9 9 berdampak bagi penyesuaian sosial dengan lingkungannya. Namun pemahaman terhadap labelling tertentu serta sikap terhadap hal tersebut dapat berbeda untuk masing-masing individu. Subyek sendiri memparkan pendapatnya yaitu: Tapi ya kalo ada anggapan anak aksel lebih pintar daripada yg lain ya dijadiin motivasi aja sih mba. Apalagi saya percaya kalo Allah mengikuti prasangka hambanya. Kalo saya berpikir positi ya nanti apa yang saya jalani juga positif, gitu sih. Dari pernyataan di atas, subyek berpendapat bahwa anggapan positif terhadap anak akselerasi malah membuat dirinya lebih termotivasi. Walaupun sibuk dengan kegiatan akademis dan rencana belajar siswa akselerasi yang lebih padat, subyek tetap berusaha berbaur dengan teman lainnya melalui kegiatan OSIS ataupun ekstrakulikuler. Ia merasa apabila ia berpikir positif tentang suatu hal maka hal tersebut akan berjalan dengan positif. Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa penyesuaian sosial merupakan salah satu aspek penting pada tugas perkembangan remaja. Salah satu faktor pembentukan penyesuaian sosial yang baik adalah pribadi yang sehat dan konsep diri yang baik dan positif. Dari paparan sebelumnya, fakta di lapangan menunjukkan bahwa pelaksanaan akselerasi masih memunculkan kekhawatiran terutama pengaruhnya pada aspek sosial siswa. Siswa dengan keberbakatan memiliki potensi luar biasa yang dapat berkembang maksimal apabila diberikan lingkungan yang mendukung. Program akselerasi sendiri secara teori dapat memaksimalkan potensi anak berbakat dan memberikan dampak positif pada siswa. Namun ulasan yang menggali tentang siswa akselerasi dan aspek psikologisnya pun masih terbatas dan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pada tema terkait.
10 10 B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dengan penyesuaian sosial siswa akselerasi. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan gambaran tentang tingkat penyesuaian sosial serta konsep diri siswa akselerasi SMA. C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Penelitian ini dapat memberikan gambaran hubungan antara konsep diri dan penyesuaian sosial pada anak yang mengikuti program akselerasi. b. Hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya studi tentang anak berbakat 2. Manfaat Praktis Penelitian ini menghasilkan gambaran konsep diri siswa akselerasi hubungannya dengan penyesuaian sosial. Hasil tersebut dapat digunakan sebagai dasar perlakuan sekolah serta orangtua bagi siswa akselerasi agar perkembangan sosialnya berjalan dengan maksimal.
BAB I PENDAHULUAN. pertengahan tahun (Monks, dkk., dalam Desmita, 2008 : 190) kerap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sosial, para siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) yang pada umumnya tahap perkembangannya berada dalam kategori remaja pertengahan 15-18 tahun (Monks,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan (Kartono, 2007). Pendidikan di Indonesia diatur dengan jelas pada pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa usia sekolah dasar merupakan masa akhir kanak-kanak yang. berkisar antara enam tahun sampai dua belas tahun, dimana anak mulai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia sekolah dasar merupakan masa akhir kanak-kanak yang berkisar antara enam tahun sampai dua belas tahun, dimana anak mulai meninggalkan ketergantungannya pada
Lebih terperinci2016 PROGRAM PENGEMBANGAN KECERDASAN EMOSI SISWA BERBAKAT DI KELAS AKSELERASI SMA X MEDAN
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peserta didik berbakat yang berada pada usia remaja memiliki kemampuan yang lebih tinggi diberbagai bidang dibandingkan dengan anak pada umumnya, khususnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar di sekolah. Hal ini sesuai pendapat Ahmadi (2005) yang menyebutkan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyesuaian diri merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam proses belajar di sekolah. Hal ini sesuai pendapat Ahmadi (2005) yang menyebutkan faktor-faktor
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas, bidang pendidikan memegang peranan yang penting. Pendidikan diharapkan mampu meningkatkan mutu pendidikan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut muncul banyak perubahan baik secara fisik maupun psikologis.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan bagian dari masyarakat yang sedang mengalami proses transisi dari masa kanak-kanak menuju kepada masa dewasa. Dalam masa transisi tersebut muncul
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.
Lebih terperinci2.3.3 Tujuan Kelas Akselerasi Manfaat Kelas Akselerasi Keunggulan Kelas Akselerasi Kelemahan Kelas Akselerasi...
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... i SURAT PERNYATAAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... xii DAFTAR FOTO... xiii BAB 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akselerasi memberikan kesempatan bagi para siswa dalam percepatan belajar dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia sudah mengalami kemajuan yang begitu pesat. baik dari segi kurikulum maupun program penunjang yang dirasa mampu untuk mendukung peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menurut Kunandar (2009) merupakan investasi Sumber Daya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan menurut Kunandar (2009) merupakan investasi Sumber Daya Manusia (SDM) jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan hidup manusia di dunia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keberadaan anak gifted menjadi sangat bernilai. Potensinya yang unggul dalam intelektualitas, kreativitas, dan motivasi menjadikan anak berbakat sebagai kekayaan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Task Commitment 2.1.1. Pengertian Task Commitment Task commitment adalah salah satu karakteristik yang mestinya dimiliki oleh siswa berbakat menurut konsep The Three Ring Conception
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor utama yang berpengaruh dalam membentuk kepribadian manusia. Semua tatanan hidup termasuk budi pekerti dan perilaku dapat diperoleh melalui
Lebih terperincigolongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai
PEMBAHASAN Penelitian ini didasarkan pada pentingnya bagi remaja mempersiapkan diri untuk memasuki masa dewasa sehingga dapat mengelola tanggung jawab pekerjaan dan mampu mengembangkan potensi diri dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. dilihat dari beberapa sekolah di beberapa kota di Indonesia, sekolah-sekolah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Perhatian terhadap anak berbakat khususnya di Indonesia sekarang ini sudah memperlihatkan perkembangan yang cukup baik. Perkembangan ini dapat dilihat dari beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rahmah Novianti, 2014
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anak berbakat memiliki kemampuan yang tinggi di berbagai bidang seperti akademik, kreativitas, dan task commitment dibandingkan dengan anakanak pada umumnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berinteraksi. Interaksi tersebut selalu dibutuhkan manusia dalam menjalani
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi. Interaksi tersebut selalu dibutuhkan manusia dalam menjalani kehidupannnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kelompok remaja merujuk pada kelompok individu yang berada dalam kisaran usia 12-21 tahun. Kata remaja berasal dari bahasa Latin yang berarti kematangan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu
Lebih terperinciPROGRAM PENGEMBANGAN KOMPETENSI SOSIAL UNTUK REMAJA SISWA SMA KELAS AKSELERASI
PROGRAM PENGEMBANGAN KOMPETENSI SOSIAL UNTUK REMAJA SISWA SMA KELAS AKSELERASI TESIS Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Profesi Psikologi Kekhususan Psikologi Pendidikan Diajukan Oleh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesadaran dunia pendidikan di Indonesia untuk memberikan layanan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesadaran dunia pendidikan di Indonesia untuk memberikan layanan belajar terhadap siswa-siswa berinteligensi tinggi semakin meningkat, hal ini ditandai dengan munculnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk dapat memperoleh pendidikan melekat pada semua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa Remaja merupakan suatu fase transisi dari anak-anak menjadi dewasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa Remaja merupakan suatu fase transisi dari anak-anak menjadi dewasa (Passer & Smith, 2008). Fase remaja menunjukkan perkembangan transisional yang pesat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rini Restu Handayani, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal terpenting dalam kehidupan manusia, melalui pendidikan individu berharap untuk selalu berkembang dan mewujudkan diri. Ini artinya setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan perguruan tinggi yang diharapkan dapat menjadi caloncalon intelektual. Mahasiswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program akselerasi merupakan sebuah terobosan dalam dunia pendidikan. Program kelas akselerasi bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan kualitas sumberdaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di sepanjang kehidupannya sejalan dengan pertambahan usianya. Manusia merupakan individu
Lebih terperinciSANGAT CERDAS, MEMANG BERKEBUTUHAN KHUSUS
KOMPETENSI SOSIAL ANAK GIFTED Oleh: L. Rini Sugiarti, S.Psi, M.Si, Psikolog* Ada dugaan, bahwa anak yang cerdas dan berbakat (gifted child), memiliki kompetensi social yang rendah. Artinya, pintar tapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syifa Zulfa Hanani, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dilahirkan dengan kemampuan yang berbeda. Masingmasing memiliki kelebihan dan kekurangan, begitupun dengan kecerdasan setiap individu. Ada yang memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu alat merubah suatu pola pikir ataupun tingkah laku manusia dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara efektif dapat
Lebih terperinciPERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA ANTARA KELAS AKSELERASI DAN KELAS NON AKSELERASI
PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA ANTARA KELAS AKSELERASI DAN KELAS NON AKSELERASI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Oleh CYNTIA DEWI JAYATI F 100 050 197
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia yang unggul baik dalam bidang ilmu pengetahuan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas sumber daya manusia merupakan sektor penting dalam menunjang tercapainya tujuan pembangunan nasional. Pembangunan nasional membutuhkan kualitas sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di
Lebih terperinci1. Sekolah khusus Yaitu semua siswa yang belajar di sekolah ini adalah siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa
Bentuk-bentuk penyelenggaraan program percepatan belajar, ditinjau dari bentuk penyelenggaraan dapat dibedakan menjadi tiga jenis (Clark, 1983) sebagai berikut: 1. Sekolah khusus Yaitu semua siswa yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pribadi atau pun potensi yang dimilikinya. masalah yang cukup besar bagi kemajuan negara ini.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan sumber daya manusia merupakan prioritas dalam pembangunan nasional. Namun dalam kehidupan yang terjadi setiap harinya sering menghadapi suatu kenyataan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan kegiatan observasi awal pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan diskusi kepada guru mata pelajaran IPS, kelas VII A menunjukkan beberapa permasalahan
Lebih terperinciBAB V KARAKTERISTIK INDIVIDU, INTERAKSI SOSIAL TEMAN SEBAYA, KREATIVITAS DAN KOMPETENSI
BAB V KARAKTERISTIK INDIVIDU, INTERAKSI SOSIAL TEMAN SEBAYA, KREATIVITAS DAN KOMPETENSI 5.1 Karakteristik Responden Karakteristik responden merupakan salah satu faktor yang diduga berhubungan dengan kompetensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat. Dengan berkembangnya jaman, pendidikan turut serta berkembang. Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO. Al Khaleda Noor Praseipida
HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO Al Khaleda Noor Praseipida 15010113140128 Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro alkhaseipida@gmail.com
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Remaja (adolescense) adalah masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian,
1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan asumsi penelitian, hipotesis, metode penelitian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya untuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO), jumlah remaja di dunia cukup tinggi. Pada tahun 2012 sekitar 1,6 miliar orang di dunia berusia 12-24 tahun (WHO, 2012). Sedangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau sekolah dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien (Zamroni,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Tujuan pendidikan pada
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KEYAKINAN DIRI (SELF-EFFICACY) DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA AKSELERASI
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KEYAKINAN DIRI (SELF-EFFICACY) DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA AKSELERASI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana Psikologi S-1 Disusun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap aspek kehidupan seperti menjadi lebih terbuka menerima teknologi,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan zaman globalisasi berlangsung sangat cepat mempengaruhi setiap aspek kehidupan seperti menjadi lebih terbuka menerima teknologi, industri, dan perubahan budaya
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial Penyesuaian sosial adalah sebagai keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompoknya pada khususnya. Orang
Lebih terperinciPENGERTIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN adalah tugas - tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa-masa tertentu sesuai dengan norma-norma masyar
TUGAS TUGAS PERKEMBANGAN (Developmental Task) PENGERTIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN adalah tugas - tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa-masa tertentu sesuai dengan norma-norma masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempertajam keterampilan yang dimiliki serta menjalin pertemanan dengan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sekolah merupakan lembaga formal yang memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Peranan tersebut berupa kesempatan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks. Banyak hal yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks. Banyak hal yang terjadi pada masa remaja mulai dari perubahan fisik, peningkatan intelegensi maupun pola
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi (Goleman, 2006).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Inteligensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar. Hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan,
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Remaja merupakan generasi penerus bangsa. Remaja memiliki tugas untuk melaksanakan pembangunan dalam upaya meningkatkan kualitas dari suatu bangsa. Kualitas bangsa dapat diukur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tahun jumlah mahasiswa di Indonesia cenderung meningkat. Latief (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa Indonesia pada tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah suatu masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah suatu masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di masa remaja, individu mengalami peningkatan drastis terhadap berbagai fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Belajar merupakan masalah bagi setiap orang, dan tidak mengenal usia dan waktu lebih-lebih bagi pelajar, karena masalah belajar tidak dapat lepas dari dirinya.
Lebih terperinciPEMANFAATAN MEDIA AUDIO VISUAL
PEMANFAATAN MEDIA AUDIO VISUAL SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN BAHASA INGGRIS ANAK USIA DINI (Sebuah Penelitian Tindakan Kelas di KB dan TKIT Mutiara Hati Klaten) Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna. dibandingkan dengan makhluk-makhluk Tuhan yang lain.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk-makhluk Tuhan yang lain. Meskipun manusia itu adalah makhluk yang paling sempurna baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. istilah ini dikenal Cerdas Istimewa adalah bentuk alternatif pelayanan pendidikan
digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Akselerasi atau Program Percepatan Belajar atau terakhir istilah ini dikenal Cerdas Istimewa adalah bentuk alternatif pelayanan pendidikan
Lebih terperinciHUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA KELAS AKSELERASI DI SMP NEGERI 2 DAN SMP PL DOMENICO SAVIO SEMARANG
HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA KELAS AKSELERASI DI SMP NEGERI 2 DAN SMP PL DOMENICO SAVIO SEMARANG Wima Bin Ary Tri Rejeki Andayani Dian Ratna Sawitri Fakultas Psikologi Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan manusia seutuhnya bertujuan agar individu dapat mengekspresikan dan mengaktualisasi diri dengan mengembangkan secara optimal dimensi-dimensi kepribadian
Lebih terperinci1 Universitas Indonesia
1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan primer bagi masing-masing individu, dan sudah menjadi hak setiap manusia untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Pada Undang-Undang Sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anugerah manusia sebagai mahluk sosial, baik secara internal ( sosial untuk
BAB I PENDAHULUAN E. Latar Belakang Masalah Kepribadian merupakan hal penting bagi setiap manusia, karena dari kepribadian itulah setiap perilaku dan aktivitas manusia bisa dinilai, apakah baik atau buruk,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman selalu memunculkan tantangan-tantangan baru,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman selalu memunculkan tantangan-tantangan baru, yang harus mampu dihadapi oleh manusia. Sebagai konsekuensi logis, dibutuhkan sumber daya manusia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Hidup Hedonis 1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia dalam masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional mengharapkan upaya pendidikan formal di sekolah mampu membentuk pribadi peserta didik menjadi manusia yang sehat dan produktif. Pribadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah Dasar RSBI Kebon Jeruk 11 Pagi merupakan sekolah yang sudah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Dasar RSBI Kebon Jeruk 11 Pagi merupakan sekolah yang sudah berstandar internasional dan menjadi contoh bagi sekolah dasar negeri lainnya, guru lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang individu dapat dikatakan menginjak masa dewasa awal ketika mencapai usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki arti tersendiri di dalam hidupnya dan tidak mengalami kesepian.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari hubungannya dengan orang lain. Sebagai makhluk sosial kita memerlukan hubungan interpersonal secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN hingga (Unicef Indonesia, 2012). Menurut Departemen Sosial
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah panti asuhan terbesar di dunia dengan perkiraan jumlah lembaga pengasuhan anak pada tahun 2007 sekitar 5.250 hingga 8.610 (Unicef
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi (knowledge and technology big bang), tuntutan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan kebutuhan setiap manusia. Apalagi ketika akulturasi, globalisasi, dan modernisasi sedang berlangsung
Lebih terperinciSilabus Bimbingan Konseling (01) Sekolah : SMA... Kelas : XI (Sebelas) Mata Pelajaran / Layanan : Bimbingan dan Konseling Semester : 1 ( Ganjil )
Silabus Bimbingan Konseling (01) Sekolah : SMA... Kelas : XI (Sebelas) Mata Pelajaran / : Bimbingan dan Konseling Semester : 1 ( Ganjil ) Standar Kompetensi / Tugas Perkembangan - Mencapai kematangan dalam
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
15 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas merupakan modal dasar untuk mewujudkan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Hal ini berarti bahwa kualitas sumberdaya manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem penyelenggaraan pendidikan dasar, lanjutan, dan menengah
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penyelenggaraan pendidikan dasar, lanjutan, dan menengah di Indonesia beberapa tahun yang lalu masih mengacu pada usaha penciptaan keseimbangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tahun. Pada aplikasi riilnya, pelaksanaan program akselerasi selalu. pilihan, dengan kemampuan intelegensi di atas rata-rata.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program akselerasi adalah pemberian pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang mempunyai potensi kecerdasan dan / atau bakat istimewa untuk dapat menyelesaikan program
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan
BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, dan
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang penelitian, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, dan cakupan batasan penelitian. 1.1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan secara luas dapat diinterpretasikan sejak manusia dilahirkan dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian menjadikannya sebuah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORITIK
BAB II LANDASAN TEORITIK 2.1. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan gabungan dari prestasi belajar dan pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi. Prestasi dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini, tidak semua orang berada pada kondisi fisik yang sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan ada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini, di Indonesia pilihan jalur untuk menempuh pendidikan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada saat ini, di Indonesia pilihan jalur untuk menempuh pendidikan semakin beragam, mulai dari jalur pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada umumnya orang berpendapat bahwa IQ merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan pada gilirannya akan menghasilkan performasi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan yang semakin kompleks, terutama kita yang hidup di perkotaan yang sangat rentan pada perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja harus memiliki banyak keterampilan untuk mempersiapkan diri menjadi seseorang yang dewasa terutama keterampilan bersosialisasi dengan lingkungan. Ketika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia 4-6 tahun merupakan waktu paling efektif dalam kehidupan manusia untuk mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara. Oleh karena itu, pendidikan tidak hanya untuk anak normal saja, anak berkebutuhan khusus pun mempunyai hal
Lebih terperinciMENGEMBANGKAN KEMAMPUAN GURU KELAS DALAM MENGIDENTIFIKASI MASALAH SISWA SD
MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN GURU KELAS DALAM MENGIDENTIFIKASI MASALAH SISWA SD Oleh : Sugiyatno. M.Pd, A.Ariyadi Warsito. M.Si, Agus Basuki. M.Pd A. Analisis Situasi Menurut PP nomor 28 tahun 1990 tentang
Lebih terperinci