UNIVERSITAS INDONESIA. PROFIL MATURITAS RETIKULOSIT PADA ORANG DEWASA NORMAL SERTA PEMBAWA SIFAT THALASSEMIA-β ATAU HEMOGLOBIN E TESIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA. PROFIL MATURITAS RETIKULOSIT PADA ORANG DEWASA NORMAL SERTA PEMBAWA SIFAT THALASSEMIA-β ATAU HEMOGLOBIN E TESIS"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA PROFIL MATURITAS RETIKULOSIT PADA ORANG DEWASA NORMAL SERTA PEMBAWA SIFAT THALASSEMIA-β ATAU HEMOGLOBIN E TESIS CUSSI LESTARI SILADJAJA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS PATOLOGI KLINIK JAKARTA DESEMBER 2014

2 UNIVERSITAS INDONESIA PROFIL MATURITAS RETIKULOSIT PADA ORANG DEWASA NORMAL SERTA PEMBAWA SIFAT THALASSEMIA-β ATAU HEMOGLOBIN E TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter Spesialias Patologi Klinik CUSSI LESTARI SILADJAJA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS PATOLOGI KLINIK JAKARTA DESEMBER 2014 i

3

4

5 KATA PENGANTAR Puji Syukur saya panjatkan kepada Tuhan YME atas berkat dan karunianya, saya dapat menyelesaikan pendidikan di Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran. Penulisan tesis ini untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Spesialis Patologi Klinik. Selama masa pendidikan dan selama masa penyusunan tesis ini saya didukung oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih setulus hati kepada: a. dr. Alida R. Harahap, SpPK(K), PhD selaku guru dan pembimbing tesis saya, yang telah banyak mendorong dan membantu saya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir saya dengan baik. b. Prof. dr. Riadi Wirawan, SpPK(K) selaku guru dan pembimbing tesis saya, yang telah banyak membantu saya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir saya dengan baik. c. Dr. dr. Pustika Amalia Wahidiyat, SpA(K) selaku pembimbing tesis saya, yang telah banyak memberikan masukan untuk tugas akhir saya. d. Prof. dra. Arini Setiawati, PhD, selaku pembimbing tesis saya, yang telah banyak memberikan masukan mengenai statistic untuk tugas akhir saya. e. dr. Farida Oesman, SpPK(K), selaku guru dan penguji tesis saya, yang telah banyak memberikan saran dari segi akademis maupun non-akademis dalam penyelesaian tesis saya. f. Dr. dr. Diana Aulia, SpPK(K), selaku guru dan penguji tesis saya, arahan dan saran Beliau membantu saya dalam menyelesaikan tesis saya. g. dr. Ninik Sukartini, DMM, SpPK(K), selaku guru dan penguji tesis saya, yang telah memberikan masukan yang sangat berharga untuk tesis saya. h. Prof. dr. Suzanna Immanuel, SpPK(K), selaku guru dan ketua program studi, dr. Yusra, SpPK, PhD selaku sekretaris program studi, yang banyak membantu saya selama belajar di Departemen Patologi Klinik FKUI/RSCM i. Semua guru-guru saya: Prof. Dr. dr. Rustadi Sosrosumihardjo, DMM, MS, SpPK(K); Prof. dr. Marzuki Suryaatmadja, SpPK(K); Prof. dr. Rahajuningsih Dharma Setiabudy, SpPK(K), DSc, FACT; Dr. dr. Ina S. Timan, SpPK(K); dr. Dalima AW Astrawinata, SpPK(K), MEpid; dr. Tonny iv

6 Loho, DMM, SpPK(K); dr. July Kumalawati, DMM, SPPK(K); dr. Fify Henrika, SpPK(K); dr. Astuti Giantini, SpPK; dr. Nuri Dyah Indrasari, SpPK(K); dr. Dewi Wulandari, SpPK, MSc; dr. Merci Monica P, SpPK; dr. Sri S. Adiyanti, SpPK. j. Kedua orang tua saya, dr. Julianto Siladjaja dan Surjani Idris, kedua mertua saya Ng A Liem dan Tjhai Kin Fun yang telah mencintai saya dengan tulus dan selalu mendukung saya baik secara moril dan materil. k. Suami saya tercinta Felixius Pranata, SE yang telah mendukung dan membantu saya dalam setiap keputusan dan tindakan saya. l. Anak saya Hans Davis Pranata yang telah bersabar selama saya bersekolah. m. Adik saya, Suwita Siladjaja, yang telah menyemangati saya. n. dr. Lidya Utami, SpPK, yang telah membantu dan mendukung saya dalam mengumpulkan subjek penelitian hingga menyelesaikan tesis saya. o. Teman-teman saya dr. Diana, dr. Tandry, dr. Wilya, dr. Irrine, dr. Glady, dr. Fina, dan semua teman-teman seperjuangan yang telah membantu saya secara langsung maupun tidak langsung saat pengerjaan tesis maupun saat belajar di Departement Patologi Klinik FKUI/RSCM. p. Analis dan karyawan Departemen Patologi Klinik FKUI/RSCM. q. Pasien dan hasil laboratorium yang menjadi bahan belajar saya selama ini. r. PT Sysmex Indonesia atas bantuan dan kerja samanya. Akhir kata, saya berharap Tuhan YME membalas kebaikan semua pihak yang tulus membantu saya dalam mengerjakan tesis ini. Semoga tesis saya bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Jakarta, 24 Desember 2014 Penulis v

7

8 ABSTRAK Nama : Cussi Lestari Siladjaja Program studi : Pendidikan dokter spesialis patologi klinik Judul : Profil maturitas retikulosit pada orang dewasa normal dan pembawa sifat thalassemia-β atau hemoglobin E Latar belakang: Retikulosit dapat dibedakan menjadi beberapa fraksi berdasarkan tingkat maturitasnya yaitu high fluorescence ratio (HFR), medium fluorescence ratio (MFR), low fluorescence ratio (LFR) yang diukur berdasarkan banyaknya kandungan RNA. Immature reticulocyte fraction (IRF) merupakan gabungan fraksi MFR dan HFR. Tingkat maturitas retikulosit dapat menjadi indikator klinis aktivitas eritropoiesis dan eritropoiesis inefektif. Eritropoiesis inefektif merupakan salah satu patofisiologi pada thalassemia dan HbE. Pada defisiensi besi, eritropoiesis menurun karena besi sebagai salah satu bahan baku pembentukan hemoglobin jumlahnya kurang sehingga jumlah retikulosit menurun Tujuan: Mendapatkan gambaran retikulosit dan fraksinya pada orang Indonesia dewasa normal yang dapat digunakan sebagai nilai rujukan, serta pada pembawa sifat thalassemiaβ atau hemoglobin E dengan dan tanpa defisiensi besi untuk menilai aktivitas eritropoiesis dan eritropoiesis inefektif Metode: Desain penelitian adalah potong lintang, dengan menggunakan 249 subjek sehat dan 98 subjek keluarga pasien thalassemia yang berobat ke poliklinik thalassemia Hasil:Nilai rujukan retikulosit dan fraksinya pada orang dewasa adalah hitung retikulosit relatif (HRR) lelaki dan perempuan 0,7 2,2%, hitung retikulosit absolut (HRA) lelaki /μl dan HRA perempuan /μl, IRF relatif lelaki dan perempuan 2,4 13,4%, IRF absolut lelaki /μl dan perempuan /μl, LFE relatif lelaki dan perempuan 86,6 97,4%, LFR absolut lelaki /μl dan perempuan /μl. HRR dan HRA subjek pembawa sifat thalassemia-β atau HbE dalam rentang nilai rujukan tetapi IRF lebih tinggi dari orang sehat. Pada pembawa sifat thalassemia-β atau HbE dengan defisiensi besi didapatkan HRR, HRA, dan IRF lebih rendahdaripada subjek tanpa defisiensi besi, tetapi lebih tinggi daripada orang sehat. Kesimpulan: HRR dan HRA pembawa sifat thalassemia-β atau HbE dalam rentang nilai rujukan tetapi IRF lebih tinggi, menunjukkan terjadi eritropoiesis inefektif. HRR, HRA, dan IRF pembawa sifat thalassemia-β atau HbE dengan defisiensi besi lebih rendah daripada subjek tanpa defisiensi besi tetapi lebih tinggi daripada orang sehat, menunjukkan eritropoiesis inefektif juga terjadi pada subjek defisiensi besi walaupun aktivitas eritropoiesis lebih rendah daripada subjek tanpa defisiensi besi. Kata kunci: retikulosit, maturitas retikulosit, thalassemia, defisiensi besi vii

9 ABSTRACT Name : Cussi Lestari Siladjaja Study program : Clinical pathology Title : Reticulocyte maturity in normal adults and β-thalassemiaor hemoglobin E carriers Background: Based on the measurement of RNA content, flowcytometry provides reticulocyte maturation indices, which are low fluorescence ratio (LFR), medium fluorescence ratio (MFR), and high fluorescence ratio (HFR). Immature reticulocyte fraction (IRF) consists of MFR and HFR. Reticulocyte maturity can be used as a clinical indicator of erythropoietic activity. Ineffective erythropoiesis and chronic hemolytic in thalassemia-β and hemoglobin E carriers results in anemia. Human body responds byincreasing erythropoiesis. In iron deficiency, erythropoiesis will decrease as iron which is essential for hemoglobin formation is deficient. Objective: to obtain profile of reticulocyte and its fractions in normal adults that can be used as reference interval, and in β-thalassemia or hemoglobin E carriers with and without iron deficiency to assess erythropoiesis activity and ineffective erythropoiesis. Methods: a cross sectional study. There were 249 healthy subjects and 98 family members of thalassemia patients in thalassemia policlinic. Results: MFR and HFR had poor precision thus results of both parameters were unreliable. Reference interval for reticulocyte and its fractions in normal adults are relative reticulocyte count (RRC) male and female %, absolute reticulocyte count (ARC) male 35, ,198 /μl and female 26, ,000/μL, relative IRF maleand female %, absolute IRF male 1,343 10,049/μL and female /μL, relative LFR male and female ,4%, absolute LFR male 32,444 97,573/μL and female /μL. RRC and ARC ofthalassemia-β or HbE carriers were within reference interval, but IRF were higher than in normal adults. RRC, ARC, and IRF inthalassemia-β or HbE carriers with iron deficiency were lower than those without iron deficiency, but higher than in normal adults Conclusions: RRC and ARC of β-thalassemia or HbE carriers were within reference interval, but IRF were higher, showed ineffective erythropoiesis. RRC, ARC, and IRFβthalassemia or HbE carriers with iron deficiency were lower than those without iron deficiency, but higher than in normal adults. It showed that ineffective erythropoiesis also occurred in those with iron deficiency despite lower erythropoiesis activity. Key words: reticulocyte, reticulocyte maturity, thalassemia, iron deficiency. viii

10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... ii HALAMAN PENGESAHAN iii KATA PENGANTAR iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... vi ABSTRAK.. vii ABSTRAK.. viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL.. xi DAFTAR GAMBAR.. xii DARTAR LAMPIRAN.. xiii DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN.. xiv 1. PENDAHULUAN Latar belakang Permasalahan Tujuan penelitian Tujuan umum Tujuan khusus Manfaat penelitian manfaat klinis manfaat akademis 4 2. TINJAUAN PUSTAKA Thalassemia Sintesis hemoglobin Definisi dan tipe thalassemia Thalassemia-β Patologi molekular Patofisiologi Manifestasi klinis Temuan laboratoris Hemoglobin E Pembawa sifat hemoglobin E Defisiensi besi dan thalassemia intermedia/minor Immature reticulocyte fraction Fisiologi retikulosit Hubungan efektivitas eritropoiesis dan retikulosit Pemeriksaan retikulosit otomatik Kerangka teori Kerangka konsep METODOLOGI PENELITIAN Desain penelitian Tempat dan waktu penelitian Subjek penelitian Subjek penelitian profil maturitas retikulosit pada orang dewasa normal Subjek penelitian profil maturitas retikulosit pada pembawa sifat thalassemiaβ atau hemoglobin E 25 ix

11 3.4. Besar sampel Batasan operasional Bahan penelitian dan cara kerja Alur penelitian Pemeriksaan Pemeriksaan pendahuluan Pemeriksaan retikulosit Pengolahan data HASIL PENELITIAN Uji ketelitian dan ketepatan Nilai rujukan retikulosit dan fraksinya Subjek penelitian Karakteristik subjek Perhitungan statistik Profil maturitas retikulosit pada pembawa sifat thalassemia-β atau hemoglobin E Subjek penelitian Karakteristik subjek Profil maturitas retikulosit PEMBAHASAN Uji ketelitian dan ketepatan Nilai rujukan retikulosit dan fraksinya Profil maturitas retikulosit pada pembawa sifat thalassemia-β atau hemoglobin E Keterbatasan penelitian KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA 61 LAMPIRAN x

12 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Berbagai tipe thalassemia 9 Tabel 4.1. Hasil uji ketelitian within run dan ketepatan kontrol XN-check level Tabel 4.2. Hasil uji ketelitian within run dan ketepatan kontrol XN-check level Tabel 4.3. Hasil uji ketelitian within run dan ketepatan kontrol XN-check level Tabel 4.4. Hasil uji ketelitian within run darah K3EDTA dengan hitung retikulosit rendah..38 Tabel 4.5. Hasil uji ketelitian within run darah K3EDTA dengan hitung retikulosit normal...39 Tabel 4.6. Hasil uji ketelitian within run darah K3EDTA dengan hitung retikulosit tinggi...39 Tabel 4.7. Hasil uji ketelitian between days dan ketepatan kontrol XN-check level Tabel 4.8. Hasil uji ketelitian between days dan ketepatan kontrol XN-check level Tabel 4.9. Hasil uji ketelitian between days dan ketepatan kontrol XN-check level Tabel Alasan bahan pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria masukan atau tolakan Tabel Nilai rujukan retikulosit dan fraksinya 43 Tabel Karakteristik subjek pembawa sifat thalassemia-β atau hemoglobin E..44 Tabel Karakteristik subjek pembawa sifat thalassemia-β atau hemoglobin E tanpadefisiensi besi dan dengan defisiensi besi 45 Tabel Gambaran parameter hematologi, retikulosit dan fraksinya pada orang Sehat dan pembawa sifat thalassemia-β atau HbE lelaki.46 Tabel 4.15 Gambaran parameter hematologi, retikulosit dan fraksinya pada orang Sehat dan pembawa sifat thalassemia-β atau HbE perempuan 46 Tabel 5.1. Perbandingan hasil uji ketelitian within run kontrol XN-Check dengan rekomendasipabrik. 48 Tabel 5.2. Perbandingan hasil uji ketepatanwithin run kontrol XN-Check dengan rekomendasi pabrik..49 Tabel 5.3. Perbandingan hasil uji ketelitian within run darah K3EDTA dengan rekomendasipabrik Tabel 5.4. Perbandinganhasil uji ketelitian between days kontrol XN-Check dengan rekomendasi pabrik..50 Tabel 5.5. Perbandingan hasil uji ketepatan between dayskontrol XN-Check dengan rekomendasi pabrik. 51 Tabel 5.6. Nilai rujukan HRR berbagai penelitian..52 Tabel 5.7. Nilai rujukan HRA berbagai penelitian..53 Tabel 5.8. Nilai rujukan IRF berbagai penelitian 54 Tabel 5.9. Tabel Nilai rujukan LFR berbagai penelitian.. 54 Perbandingan data hemoglobin, VER, HER antara subjekpembawa sifat thalassemia-β atau HbE dengan dan tanpa defisiensi besi...55 xi

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Struktur molekular hemoglobin. 6 Gambar 2.2. Kontrol genetik sintesis hemoglobin. 6 Gambar 2.3. Sintesis rantai globin pada usia pranatal dan postnatal. 7 Gambar 2.4. Proses sintesis rantai globin... 8 Gambar 2.5. Patofisiologi thalassemia-β mayor. 12 Gambar 3.1. Prinsip analisa retikulosit pada Sysmex XN Gambar 3.2. Scattergram retikulosit 32 Gambar 4.1. Distribusi usiasubjek penelitian nilai rujukan retikulosit dan fraksinya.42 xii

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Data subjek lelaki sehat. 67 Lampiran 2. Data subjek perempuan sehat 71 Lampiran 3. Data subjek pembawa sifat thalassemia-β dan hemoglobin E Lampiran 4. Perhitungan kriteria Chauvenet untuk menentukan nilai pencilan yang dieksklusi pada perhitungan nilai rujukan retikulosit dan fraksinya.. 82 Lampiran 5. Uji deviasi normal baku untuk niali rujukan retikulosit dn fraksinya 84 Lampiran 6. Keterangan lolos kaji etik Lampiran 7. Surat keterangan ijin penelitian.. 86 Lampiran 8. Informasi penelitian 87 Lampiran 9. Formulir persetujuan mengikuti penelitian. 88 xiii

15 DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN ALT ARC BFU-E CFU-E CLSI CRP CV D Def EPO Hb HbE HRA HER HFR HRR IFN IL IRF K 3EDTA KHER KTP LFR MFR MMC mrna ROS RRC RSCM SPSS TNF trna VER Alanine aminotransferase Absolute reticulocyte Count Burst forming units-erythroid Colony forming units-erythroid Clinical and Laboratory Standards Institute C-reactive protein Coefficient of variants Deviation Defisiensi Eritropoietin Hemoglobin Hemoglobin E Hitung retikulosit absolut hemoglobin eritrosit rerata High fluorescence ratio Hitung retikulosit relatif interferon interleukin Immature reticulocyte fraction Tripotassium ethylene diamine tetra acetate Konsentrasi hemoglobin eritrosit rerata Kartu tanda penduduk Low fluorescence ratio Medium fluorescence ratio Metropolitan Medical Center Messenger ribonucleic acid Reactive oxygen species Relative reticulocyte count RS Dr Cipto Mangunkusumo Statistical product and service solution Tumor necrosis factor Transfer ribonucleic acid Volume eritrosit rerata xiv

16 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Hemoglobinopati merupakan kelainan genetik yang ditandai adanya abnormalitas struktur atau sintesis rantai globin dari hemoglobin. Pada hemoglobin varian terdapat mutasi genetik yang menyebabkan delesi atau substitusi asam amino pada rantai globin yang menyebabkan kelainan struktur, sedangkan pada thalassemia terdapat kelainan genetik yang menyebabkan berkurangnya atau tidak adanya sintesis satu atau lebih rantai globin. 1 Di Pusat Thalassemia Departemen Ilmu Kesehatan Anak RS Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM), jumlah pasien yang terdaftar di Pusat Thalassemia sampai dengan bulan Oktober 2014 sebanyak pasien, terdiri atas thalassemia-β 50,9%, thalassemia-β/hemomglobin E (HbE) 46,6%, thalassemia-α 2%, dan 0,5% hemoglobinopati lain. 2 Eritropoiesis inefektif merupakan salah satu patofisiologi pada thalassemia. Pada thalassemia beta, eritropoiesis inefektif terjadi akibat adanya rantai alfa berlebih. Rantai alfa yang berlebih akan dioksidasi sebagian (partially oxidized), berpresipitasi serta melekat pada rangka membran eritrosit. Hal ini menyebabkan stabilitas membran eritrosit berkurang sehingga mudah terjadi hemolisis di sirkulasi. Pada sumsum tulang, sel eritroid dengan presipitasi rantai alfa yang teroksidasi akan dihancurkan oleh makrofag sumsum tulang sebelum eritrosit dilepaskan ke sirkulasi, menyebabkan eritropoiesis inefektif. Semakin matur prekursor eritrosit, sintesis rantai globin meningkat sehingga akumulasi rantai alfa juga meningkat. Dengan demikian penghancuran prekursor eritrosit di sumsum tulang semakin meningkat progresif seiring dengan tingkat maturitas prekursor eritrosit tersebut. 3,4 Akibat hemolisis dan eritropoiesis inefektif, akitivitas eritropoiesis meningkat sebagai upaya untuk mengatasi anemia yang terjadi. Peningkatan aktivitas eritropoiesis ini dapat dilihat dengan peningkatan jumlah retikulosit. 5 Kejadian defisiensi besi pada thalassemia intermedia/minor cukup tinggi. Penelitian oleh Dolai dkk pada pasien thalassemia minor di India menunjukkan prevalensi defisiensi besi adalah 29,67% pada perempuan dan 3,38% pada lelaki. 1

17 2 Adanya defisiensi besi ini mengganggu sintesis hemoglobin karena besi merupakan salah satu komponen hemoglobin. Penurunan sintesis hemoglobin menyebabkan penurunan eritropoiesis yang dapat dilihat dengan penurunan retikulosit. 6 Teknik pemeriksaan retikulosit berdasarkan adanya ribonucleic acid (RNA) pada sitoplasma retikulosit. Flowsitometri merupakan salah satu teknik pemeriksaan retikulosit yang banyak digunakan saat ini dan dapat memberikan informasi berguna yang tidak didapatkan melalui mikroskop cahaya. Teknik flowsitometri ini telah menyatu pada alat hematologi otomatis sehingga hasil pemeriksaan hitung retikulosit dapat rutin dilakukan saat pemeriksaan hematologi. 7 Flowsitometri dapat membedakan retikulosit menjadi beberapa fraksi maturitas berdasarkan banyaknya kandungan RNA yaitu high fluorescence ratio (HFR), medium fluorescence ratio (MFR), low fluorescence ratio (LFR). Immature reticulocyte fraction (IRF) merupakan gabungan fraksi MFR dan HFR. 5,7 Alat hitung hematologi automatik Sysmex XN-2000 merupakan seri Sysmex terbaru yang memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan seri Sysmex sebelumnya, yaitu mampu memberikan hasil yang lebih cepat dengan turnaround time sebanyak 10% serta memiliki beberapa modul yang dapat dipasang sesuai dengan kebutuhan. Penelitian Wirawan tahun 2006 menggunakan Sysmex XT 2000i mendapatkan nilai rujukan jumlah retikulosit untuk orang Indonesia dewasa di Jakarta adalah 0,5 2,0% untuk hitung retikulosit relatif, hitung retikulosit absolut lelaki /μL, perempuan /μL, dan nilai rujukan IRF perempuan dan lelaki 1,4 14,6%, LFR 85,4-98,6%, MFR 1,3-12.0%, dan HFR 0-3,1%. 5 Hingga saat ini belum ada nilai rujukan retikulosit orang dewasa normal menggunakan Sysmex XN Tingkat maturitas retikulosit dapat menjadi indikator klinis aktivitas eritropoietik serta informasi tambahan yang berguna di samping nilai hitung retikulosit. Peningkatan retikulosit imatur umumnya terjadi pada regenerasi sumsum tulang pasca-kemoterapi atau transplantasi sumsum tulang, stimulasi eritropoietik iatrogenik, regenerasi eritrosit yang cepat pada hemolisis, perdarahan akut, dan pasca terapi anemia sehingga dapat digunakan untuk mengikuti hasil pengobatan anemia. 5

18 3 Pada thalassemia, penurunan produksi hemoglobin, eritropoiesis inefektif dan adanya proses hemolitik kronik menyebabkan timbulnya anemia. Tubuh berusaha mengatasi anemia dengan meningkatkan eritropoiesis yang menyebabkan peningkatan retikulosit. Pada pasien dengan defisiensi besi, eritropoiesis akan menurun karena sintesis hemoglobin terganggu. Namun hingga saat ini belum terdapat data tingkat maturitas retikulosit yang dapat menunjukkan aktivitas eritropoiesis pembawa sifat thalassemia dengan atau tanpa defisiensi besi Permasalahan penelitian Aktivitas eritropoiesis pada thalassemia atau HbE bergantung dari upaya kompensasi tubuh dalam mengatasi berat ringannya anemia yang terjadi. Peningkatan aktivitas eritropoiesis ini menyebabkan peningkatan jumlah retikulosit. Adanya eritropoiesis inefektif menyebabkan prekursor eritroid dihancurkan di sumsum tulang sehingga jumlah retikulosit yang terbentuk menjadi tidak setinggi daripada pada keadaan eritropoiesis efektif. Eritropoiesis inefektif juga menyebabkan retikulosit imatur dihancurkan sebelum menjadi retikulosit matur sehingga jumlah fraksi retikulosit imatur di sirkulasi meningkat. Pada sisi lain, pembawa sifat thalassemia atau HbE dapat ditemukan defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi, aktivitas eritropoiesis menurun akibat kurangnya besi sebagai salah satu bahan baku eritropoiesis. Retikulosit imatur pada defisiensi besi dapat meningkat karena adanya pemendekan proses maturitas retikulosit di sumsum tulang sehingga menyebabkan penglepasan retikulosit lebih dini ke sirkulasi. Akibatnya proses pematangan retikulosit di sirkulasi berlangsung lebih lama. Dengan demikian Dengan demikian gambaran maturitas retikulosit di darah tepi pada pembawa sifat thalassemia-β atau HbE dapat dipengaruhi oleh eritropoiesis inefektif dan ada tidaknya defisiensi besi. Namun hingga saat ini belum ada data gambaran maturitas retikulosit pada pembawa sifat thalassemia-β atau HbE dengan dan tanpa defisiensi besi..

19 Tujuan penelitian Tujuan umum Mendapatkan nilai rujukan retikulosit dan fraksinya pada orang Indonesia dewasa di Jakarta serta membuktikan eritropoiesis inefektif pada pembawa sifat thalassemia-β atau HbE dengan alat Sysmex XN Tujuan khusus 1. Mendapatkan gambaran retikulosit dan fraksi maturitasnya secara relatif dan absolut pada orang Indonesia dewasa normal di Jakarta yang dapat digunakan sebagai nilai rujukan. 2. Mendapatkan gambaran hitung retikulosit dan fraksi maturitasnya relatif dan absolut pada pembawa sifat thalassemia-β atau HbE tanpa defisiensi besi. 3. Mendapatkan gambaran hitung retikulosit dan fraksi maturitasnya relatif dan absolut pada pembawa sifat thalassemia-β atau HbE dengan defisiensi besi Manfaat penelitian Manfaat klinis Nilai retikulosit dan fraksi maturitas retikulosit pada orang Indonesia dewasa normal di Jakarta dapat dijadikan sebagai nilai rujukan. Diketahuinya profil maturitas retikulosit pada pembawa sifat thalassemia-β atau HbE dapat membantu menilai akitvitas eritropoiesis dengan dan tanpa defisiensi besi, serta dapat mendukung adanya defisiensi besi pada pembawa sifat thalassemia-β atau HbE Manfaat akademis Nilai rujukan retikulosit dan fraksi maturitasnya untuk alat hematologi Sysmex XN-2000 pada orang dewasa normal dapat digunakan dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan retikulosit dan fraksi maturitas pasien. Diketahuinya profil maturitas retikulosit pada pembawa sifat thalassemia-β atau HbE dapat mendukung adanya eritropoiesis inefektif sebagai bagian dari patofisiologi thalassemia-β atau HbE.

20 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Thalassemia Thalassemia pertama kali ditemukan oleh Thomas B Cooley pada tahun 1925 di Detroit. Dr. Cooley mendeskripsikan beberapa bayi yang menderita anemia berat dengan splenomegali dan kelainan tulang. Pada tahun 1932, Whipple dan Bradford mempublikasikan temuan patologik serta memberi nama Thalassemia yang berasal dari bahasa Yunani θαλασσα yang berarti laut karena banyak pasien ditemukan berasal dari daerah Mediterania. Setelah tahun 1940 baru diketahui karakteristik genetik thalassemia. Saat ini thalassemia dapat ditemukan di berbagai belahan dunia, dari daerah Mediterania, Timur Tengah, hingga Asia Tenggara. 1,8,9 Manifestasi klinis thalassemia bervariasi. Pada thalassemia homosigot / heterosigot ganda pasien mengalami anemia berat dan dapat meninggal pada saat anak bila tidak ditatalaksana dengan baik. Pada pembawa sifat thalassemia manifestasi klinis bervariasi dari tanpa gejala hingga bergejala seperti individu yang homosigot / heterosigot ganda. 1,8, Sintesis hemoglobin Hemoglobin merupakan struktur tetramer yang memiliki berat molekul Dalton, terdiri dari 4 subunit protein globular. Masing-masing subunit terdiri dari sebuah rantai globin dan sebuah gugus heme seperti yang terlihat pada gambar 2.1. Heme merupakan senyawa kompleks yang terdiri dari sebuah atom Fe yang terletak di tengah-tengah struktur porfirin. Setiap heme dapat mengangkut sebuah molekul oksigen yang terikat pada atom Fe, dengan demikian setiap molekul hemoglobin dapat mengangkut empat molekul oksigen. 9,11 Setiap molekul hemoglobin memiliki dua pasang rantai globin yaitu sepasang rantai globin kelompok α (α atau ζ) dan sepasang rantai globin kelompok non-α (β, δ, ε, atau γ). Pada orang dewasa normal terdapat tiga macam hemoglobin yaitu hemoglobin A (α2β2) yang merupakan komponen terbanyak 5

21 6 serta hemoglobin A2 (α2δ2) dan hemoglobin F (α2γ2). Pada masa embrio dan fetus terdapat Hb Portland (ζ2γ2), Hb Gower 1 (ζ2ε2), Hb Gower 2 (α2ε2), dan Hb F (α2γ2). 8,9 Gambar 2.1. Struktur molekular hemoglobin Gen untuk sintesis rantai globin terdapat pada kromosom 16 untuk kelompok globin α (gen α, ζ) dan kromosom 11 untuk kelompok globin non-α (gen β, δ, ε, γ) 12 seperti yang terlihat pada gambar 2.2. Gambar 2.2. Kontrol genetik sintesis hemoglobin 13 Pada masa embrio (trimester pertama kehamilan) terdapat Hb Portland, Hb Gower 1 dan Hb Gower 2. Hemoglobin primitif ini dapat dideteksi pada saat hematopoiesis terjadi di kantung kuning telur (yolk sac) dan hati. Pada masa fetus dan neonatal eritropoiesis terjadi di hati, limpa dan sumsum tulang dengan hemogloin didominasi oleh HbF. Pada saat lahir neonatus memiliki 50-85% HbF. 13,14

22 7 Pada orang dewasa normal, terdapat 3 fraksi hemoglobin yaitu HbA, HbA2, dan HbF. Hb A merupakan komponen mayor hemoglobin. Meskipun HbA dapat ditemukan sejak usia minggu kesembilan gestasi, sintesis rantai β tidak melebihi sintesis rantai γ sampai setelah lahir. Pada minggu ke-36 gestasi, sintesis rantai β meningkat secara nyata sedangkan sintesis rantai γ menurun sehingga saat lahir jumlah rantai β dan γ seimbang. Setelah lahir HbA terus meningkat hingga mencapai kadar seperti dewasa normal pada akhir tahun pertama kehidupan (>95%). Produksi HbF <1% dari hemoglobin dewasa normal. Produksi HbA2 terjadi pada masa fetus akhir dan pada saat lahir kadarnya <1%, kemudian kadarnya mencapai sama seperti dewasa normal setelah usia 1 tahun yaitu 1,5-3%, Pertukaran (switch) dari HbF ke HbA terjadi pada 3-6 bulan setelah lahir saat sintesis rantai γ diganti dengan rantai β seperti terlihat pada gambar ,14 Gambar 2.3. Sintesis rantai globin pada usia pranatal dan postnatal 13 Gen yang mengatur sintesis rantai globin terdiri dari 3 ekson dan 2 intron. Pada proses transkripsi terbentuk messenger RNA (mrna) yang mengandung ekson dan intron dengan bantuan RNA polimerase II. Intron dari mrna yang terbentuk akan hilang melalui proses splicing. Intron selalui diawali dengan dinukleotida GT pada ujung 5 dan diakhiri dinukleotida AG pada ujung 3. Ujung 5 mrna ditambahkan struktur CAP yang terdiri dari 7 metil-guanosin. Struktur CAP penting untuk perlekatan pada ribosom. Ujung 3 mrna

23 8 ditambahkan residu asam adenilat (poly-a) yang berguna untuk stabilisasi. Thalasemia dapat terjadi akibat mutasi atau delesi berbagai sekuens nukleotida. mrna kemudian pindah ke sitoplasma dan melekat pada ribosom untuk mengalami translasi. 13,14 Asam amino dibawa oleh transfer RNA (trna) sesuai dengan cetakan mrna. Susunan asam amino pada rantai globin ditentukan oleh susunan kodon (3 basa). trna mengandung 3 basa, antikodon (komplementer terhadap kodon mrna), dan membawa asam amino sesuai dengan pasangan kodon-antikodon pada posisi yang sesuai di cetakan mrna. 8,13 Kodon inisiasi adalah AUG dan kodon terminasi adalah UAA, UAG, dan UGA. Apabila ribosom mencapai kodon terminasi, translasi berhenti, rantai globin yang telah terbentuk dilepas, serta subunit ribosom akan didaur ulang. 8,13 Proses sintesis rantai globin ini dapat dilihat pada gambar 2.4. Gambar 2.4. Proses sintesis rantai globin 8

24 Definisi dan tipe thalassemia Thalassemia adalah sekelompok kelainan genetik yang diakibatkan penurunan sintesis satu atau lebih rantai globin hemoglobin. Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan jenis rantai globin yang berkurang sintesisnya. Thalassemia α bila sintesis rantai α berkurang, sedangkan thalassemia β bila sintesis rantai β berkurang. Di samping itu dapat juga ditemukan individu yang menerima gen thalassemia dari salah satu orang tua dan gen hemoglobin varian dari orang tua lainnya, atau gen thalassemia α dari satu orang tua dan gen thalassemia β dari orang tua lainnya. 1,8,10,12 Pada tabel 2.1 dapat dilihat berbagai variasi thalassemia. Tabel 2.1. Berbagai tipe thalassemia 8,10 Thalassemia α α 0 α + delesi (-α) non-delesi (α T ) Thalassemia β β 0 β + HbA 2 normal Dominan Tidak terkait dengan gen rantai β Thalassemia δβ (δβ) 0 (δβ) + ( A γ δβ) 0 Thalassemia γ Thalassemia δ δ 0 δ + Thalassemia εγδβ Hereditary persistence of fetal haemoglobin Delesi (δβ) 0, ( A γ δβ) 0 Non-delesi Terkait dengan gen rantai β G γβ +, A γβ + Tidak terkait dengan gen rantai β Secara klinis, thalassemia dapat dibagi menjadi thalassemia mayor, intermedia dan minor. Thalassemia mayor (anemia Cooley) memberikan gambaran klinis anemia berat dengan ketergantungan terhadap transfusi. Thalassemia intermedia terdapat anemia dan splenomegali, tetapi tidak membutuhkan transfusi rutin. Sedangkan thalassemia minor dapat tanpa gejala atau anemia ringan. 8

25 Thalassemia-β Thalassemia-β tersebar luas di Mediterania, Timur Tengah, India-Pakistan, dan Asia Tenggara. Penyakit ini juga banyak ditemukan di bagian selatan dari bekas Uni Soviet dan Cina. Namun thalassemia-β tidak terbatas pada daerah tersebut, tetapi tersebar secara sporadis di berbagai ras. 8,10 Pada thalasemia-β 0 tidak terdapat sintesis rantai β, sedangkan pada thalasemia-β + terjadi defisiensi parsial rantai β. Lebih dari 200 mutasi di dalam atau sekitar gen globin β diketahui menyebabkan penurunan atau tiadanya produksi globin-β Patologi molekular Terdapat sekitar 200 mutasi pada thalasemia-β. Mutasi dapat mengganggu proses transkripsi, translasi, dan stabilitas pasca translasi gen globin sehingga tidak disintesisnya rantai globin-β (thalasemia-β 0 ), atau berkurangnya sinstesis rantai globin-β (thalasemia-β + ). mutasi pada thalasemia-β berupa mutasi titik, delesi atau substitusi nukleotida pada regio tertentu. 8,12,15,16 Mutasi pada regio promoter gen globin dapat menurunkan transkripsi gen globin-β. Proses splicing mrna dapat terganggu bila terdapat mutasi di dalam intron, ekson atau pada tempat perbatasan intron dan ekson. Mutasi yang melibatkan proses translasi terdiri dari dua kelompok yaitu mutasi nonsense dan frameshift. Mutasi nonsense yaitu perubahan satu basa yang menghasilkan kodon stop sehingga terjadi terminasi prematur sintesis rantai globin. Frameshift yaitu hilangnya atau insersi satu atau lebih basa. 8,16 Selain itu mutasi pada ekson 3 juga dapat menyebabkan instabilitas produk globin-β. Rantai globin-β yang tidak stabil ini bersama dengan rantai globin-α yang berlebih akan berpresipitasi dan menimbulkan badan inklusi pada preskursor eritroid. Badan inklusi ini menyebabkan destruksi eritroid intramedular dan menyebabkan eritropoiesis inefektif. Hal ini merupakan dasar thalasemia-β diturunkan secara dominan. Di samping itu dapat juga dihasilkan eritrosit dengan rantai-β yang tidak stabil ke sirkulasi. Ertrosit tersebut akan dihancurkan di limpa dan menyebabkan hemolitik kronik. 8,16

26 Patofisiologi Pada individu normal, rantai α dan β diproduksi dalam jumlah seimbang. Pada thalassemia-β terjadi penurunan atau tidak adanya sintesis rantai-β sehingga terjadi kelebihan rantai-α. 1,8,10,17 Hampir seluruh patofisiologi thalassemia-β berkaitan dengan ketidakseimbangan sintesis rantai globin ini. Rantai-α yang berlebih tidak dapat membentuk struktur tetramer hemoglobin yang stabil sehingga berpresipitasi di dalam prekursor eritroid. Presipitasi tersebut menghasilkan badan inklusi yang dapat mengganggu pematangan eritroid. Pada sumsum tulang, presipitasi dapat terlihat paling dini pada prekursor ertroid yang membentuk hemoglobin dan sepanjang jalur pematangan eritroid. Badan inklusi menyebabkan destruksi prekursor eritroid intramedular sehingga terjadi eritropoiesis inefektif yang merupakan salah satu ciri thalassemia. Eritrosit yang masuk ke sirkulasi mengandung badan inklusi dari rantai-α yang dapat mengganggu perjalanan eritrosit melalui mikrosirkulasi terutama di limpa. 8,10,15,16 Kerusakan membran eritrosit oleh presipitasi rantai-α terjadi selain akibat rantai-α yang berlebih juga akibat produk degradasi dari rantai-α bebas yaitu globin, heme, hemin (heme yang teroksidasi), dan besi bebas. Rantai globin yang berlebih dapat berikatan dengan protein membran eritrosit sehingga merusak struktur dan fungsi membran. Besi berlebih bersifat radikal bebas sehingga merusak protein dan lipid membran serta organel intraselular eritrosit. Heme dan hemin mengkatalisis pembentuk berbagai reative oxygen species (ROS) yang merusak membran eritrosit. Membran eritrosit menjadi kaku, eritrosit menjadi dehidrasi, kurang kalium, serta memiliki kadar kalsium tinggi dan kadar ATP yang rendah. 8,10,15,18 Anemia pada thalassemia terjadi akibat 3 komponen. Pertama akibat eritropoiesis inefektif yaitu terjadi destruksi intramedular dari prekursor eritrosit. Kedua akibat hemolisis yaitu destruksi eritrosit matur yang mengandung inklusi rantai-α. Ketiga adalah eritrosit mikrositik hipokrom akibat penurunan sintesis hemoglobin secara keseluruhan. 7,10 Anemia merangsang produksi eritropoietin sehingga terjadi ekspansi sumsum tulang yang dapat menyebabkan deformitas

27 12 tulang tengkorak dan tulang panjang. Limpa menjadi hipertrofi akibat peningkatan destruksi eritrosit abnormal. Splenomegali selanjutnya menyebabkan peningkatan sekuestrasi eritrosit dan berperan menyebabkan anemia. 8,16 Pada orang dewasa normal, sekitar 2-3 juta sel darah merah baru diproduksi setiap detik, tetapi pada thalassemia berat terjadi peningkatan eritropoiesis sebanyak kali untuk mengatasi anemia yang terjadi. 12 Pemberian transfusi darah yang rutin pada thalassemia mayor dapat membantu mengatasi anemia namun dapat terjadi akumulasi besi di hati, kelenjar endorin dan miokardium. 8 Pada thalassemia-β sintesis HbF dan HbA2 tidak menurun. Produksi hemoglobin fetal dalam uterus berlangsung normal. Manifestasi klinis thalassemia mulai timbul saat terjadi pertukaran (switch) dari rantai γ ke rantai β. Namun beberapa prekursor eritroid dewasa mampu memproduksi rantai-γ dalam jumlah yang bervariasi. Eritrosit yang mampu memproduksi rantai-γ lebih banyak di sumsum tulang dapat lebih bertahan terhadap efek presipitasi rantai-α. Produksi fraksi HbF dan HbA2 meningkat pada thalassemia-β karena sintesis rantai-γ dan rantai-δ berjalan baik. 3,8,10 Berlebih Survival sekeltif prekursor eritrosit yang mengandung HbF Hemolisis Denaturasi Degradasi Destruksi precursor eritrosit HbF di eritrosit meningkat Splenomegali (pooling, ekspansi volume plasma) Eritropoiesis inefektif Afinitas oksigen eritrosit tinggi Hantaran O2 menurun Eritropoietin Anemia Hipoksia jaringan Transfusi Deformitas skeletal Peningkatan laju metabolik Wasting Gout Defisiensi folat Ekspansi sumsum tulang Absorpsi besi meningkat Gambar 2.5. Patofisiologi thalassemia-β mayor 8 Penumpukan besi Defek endokrin Sirosis Gagal jantung

28 Manifestasi klinis Pada thalassemia mayor, manifestasi klinis nampak sejak tahun pertama kehidupan. Saat lahir, bayi tampak normal, namun dalam beberapa bulan mulai timbul anemia dan semakin memberat secara progresif. Bayi mengalami gagal tumbuh, asupan makan tidak adekuat, beberapa episode demam, diare dan gangguan gastrointestinal, serta malaise umum. Pada kebanyakan kasus splenomegali sudah nyata. Bila anak kemudian mendapatkan transfusi rutin yang adekuat, pertumbuhan dan perkembangan dapat berjalan baik dan splenomegali minimal, hingga memasuki masa pubertas yaitu saat mulai timbul efek kelebihan besi akibat eritropoiesis inefektif dan transfusi darah berulang. Berbagai komplikasi seperti diabetes, hipoparatiroidisme, insufisiensi adrenal, kegagalan hati progresif, keterlambatan perkembangan seksual sekunder, dan kerusakan jantung dapat terjadi akibat efek kelebihan besi. Pemberian terapi kelasi besi secara rutin dapat mengurangi efek kelebihan besi ini meskipun masih terdapat kemungkinan gangguan pertumbuhan, perkembangan seksual dan osteoporosis karena organ endokrin sensitif terhadap kelebihan besi yang ringan sekalipun. Di samping itu anak juga memiliki risiko tertular penyakit yang ditularkan melalui darah seperti HIV, hepatitis B, dan hepatitis C. 8,10 Anak yang tidak mendapatkan transfusi darah adekuat memiliki karakteristik anemia Cooley s yaitu gangguan pertumbuhan, deformitas tulang dengan bossing of the skull, overgrowth of maxillary region, wajah mongoloid, dan pada gambaran radiologis ditemukan pola trabekular berambut pada tulang panjang dan jari, serta gambaran hair on end di tulang tengkorak. Hati dan limpa membesar, dan terdapat pigmentasi pada kulit. Deformitas tulang menyebabkan peningkatan risiko fraktur. Terjadi peningkatan kebutuhan asam folat dan bila terjadi defisiensi asam folat dapat memperberat anemia. Peningkatan turnover prekursor eritrosit dapat menyebabkan hiperurisemia dan gout sekunder. Hipersplenisme dapat menyebabkan trombositopenia yang meningkatkan risiko perdarahan. Saat masuk ke masa pubertas, anak mengalami gangguan akibat kelebihan besi. Gangguan akibat kelebihan besi ini terjadi peningkatan absorpsi di gastrointestinal dan transfusi yang ireguler. 8,10

29 14 Pasien thalasemia intermedia tidak memerlukan transfusi rutin seperti pada thalasemia mayor. Manifestasi klinis bervariasi mulai dari tidak bergejala dengan kadar hemoglobin g/dl hingga adanya gejala seperti gangguan pertumbuhan, deformitas skeletal, artritis, nyeri tulang splenomegali progresif, dengan kadar hemoglobin 6 g/dl. Kelebihan besi dapat terjadi walaupun tidak mendapatkan transfusi yang sering dan dapat menimbulkan diabetes dan gangguan endokrin pada dekade keempat kehidupan. 10 Thalasemia minor biasanya asimtomatik dengan tidak adanya kelainan klinis. Pasien baru diketahui memiliki thalasemia saat melakukan pemeriksaan darah rutin, hamil, infeksi berat, atau saat penyelidikan riwayat keluarga dari kerabat yang thalasemia. Beberapa pasien dapat mengalami peningkatan simpanan besi namun hal ini biasanya terkait pemberian terapi besi karena kesalahan diagnosis anemia defisiensi besi Temuan laboratoris Pada thalasemia mayor kadar hemoglobin berkisar 2-3 g/dl. Eritrosit mikrositik hipokrom dengan ukuran dan bentuk yang bervariasi, terdapat fragmentosit, sel target, serta basophilic stippling. Eritrosit berinti dalam darah tepi ditemukan dalam jumlah bervariasi, dan setelah splenektomi jumlahnya meningkat. Retikulosit meningkat ringan. Jumlah leukosit dan trombosit kecuali bila terjadi hipersplenisme. Pada hipersplenisme, leukosit dan trombosit dapat menurun. Sumsum tulang menunjukkan hiperplasia eritroid dengan rasio mieloid:eritroid seimbang (1:1) atau kurang. 8,10,19 Kadar besi serum meningkat progresif seiring dengan transfusi yang diberikan serta saturasi transferin sangat tinggi. Kadar feritin tinggi dan pada biopsi hati tampak peningkatan besi pada sel retikuloendotelial dan sel parenkimal. 8,10 Kadar HbF di atas 90% pada thalasemia-β homosigot. Pada thalasemia-β 0 tidak terbentuk HbA. Kadar HbA2 meningkat bervariasi (menurun, normal, atau meningkat) dan tidak bisa dijadikan dasar diagnosis. 8,10 Pada thalassemia-β heterosigot biasanya tidak mempunyai gejala kecuali pada beberapa keadaan seperti kehamilan. Kadar hemoglobin berkisar 9-11 g/dl.

30 15 Kadar VER berkisar fl, HER pg, dan hitung retikulosit normal. Sumsum tulang menunjukkan hiperplasia eritroid ringan. Splenomegali jarang terjadi. Kadar HbA2 berkisar 3,5-7% serta kadar HbF 1-3% pada sekitar 50% kasus. 8,10 Hitung retikulosit dapat digunakan untuk menilai aktivitas eritropoiesis. Anemia pada thalassemia terjadi akibat adanya eritropoiesis inefektif, hemolisis kronik dan penurunan sintesis rantai globin. Tubuh berusaha mengatasi anemia dengan meningkatkan eritropoiesis. Peningkatan eritropoiesis ini dapat dinilai dari peningkatan retikulosit, tetapi adanya eritropoiesis inefektif menyebabkan peningkatan retikulosit yang terjadi ringan. Pada thalassemia-β heterosigot, anemia yang terjadi tidak seberat thalassemia-β homosigot/heterosigot ganda sehingga peningkatan aktivitas eritropoiesis juga tidak setinggi thalassemia-β homosigot/heterosigot ganda. Adanya eritropoiesis inefektif pada thalassemia-β heterosigot dapat menyebabkan retikulosit normal. Eritropoiesis inefektif ini juga menyebabkan retikulosit imatur dihancurkan sebelum menjadi retikulosti matur sehingga pada pemeriksaan maturitas retikulosit didapatkan peningkatan fraksi retikulosit imatur Hemoglobin E Hemoglobin E (HbE) meurpakan varian rantai globin β yaitu adanya substitusi asam glutamat menjadi lisin pada kodon ke-26 dari gen globin β. Prevalensi hemoglobinopati ini tinggi di regio Asia Tenggara, yaitu 60% pasien HbE terdapat di Thailand, Laos, dan Kamboja. Hemoglobin E juga ditemukan di Sri Lanka, India bagian Timur Laut, Bangladesh, Pakistan, Nepal, Vietnam, Malaysia, Filipina, Indonesia, dan Turki. 20,21 Mutasi pada HbE menyebabkan aktivasi situs sambungan (splicing) mrna kriptik, yaitu terjadi situs sambungan palsu dekat ujung 3 ekson 1 sehingga terdapat penambahan daerah mrna yang tersambung abnormal. Akibatnya terjadi penurunan sintesis rantai βe dan selanjutnya menyebabkan terdapatnya rantai α bebas yang sifatnya tidak stabil. Hemoglobin E dikatakan sebagai hemoglobinopati talasemik karena fenotipenya dapat menyerupai thalassemia. Hemoglobin E juga memiliki kontak rantai α1β1 yang lemah

31 16 sehingga menjadi tidak stabil saat terdapat peningkatan stres oksidatif. Hemoglobin E homosigot dan heterosigot memberikan gambaran klinis yang ringan hingga tidak memiliki gejala klinis. Manifestasi klinis yang paling berat timbul bila HbE diturunkan bersama dengan Thalassemia-β trait sehingga menyebabkan timbulnya thalassemia mayor atau intermedia. 20,22 Eritropoiesis inefektif juga terjadi pada pasien HbE tetapi lebih ringan daripada thalassemia-β. Pada sumsum tulang terjadi presipitasi rantai globin-α yang berlebih di membran sel eritroid yang memicu eritropoiesis inefektif Pembawa sifat hemoglobin E Pasien HbE trait umumnya tidak bergejala walaupun terdapat kemungkinan mudah hemolisis akibat stres oksidatif. Pemeriksaan hematologi dapat memberikan hasil normal, anemia ringan, penurunan volume eritrosit rerata (VER), penurunan hemoglobin eritrosit rerata (HER), dengan konsentrasi hemoglobin eritrosit rerata (KHER) normal. Retikulosit dapat normal. Pada HbE juga terdapat peningkatan aktivitas eritropoiesis sebagai usaha mengatasi anemia. Tetapi karena adanya eritropoiesis inefektif jumlah retikulosit dapat menjadi normal. Eritropoiesis inefektif juga menyebabkan retikulosit imatur dihancurkan sebelum menjadi retikulosit matur sehingga pada pemeriksaan maturitas retikulosit didapatkan fraksi retikulosit imatur meningkat. Pada gambaran darah tepi, eritrosit dapat terlihat normal atau mikrositik hipokrom, dapat ditemukan sel target, dan basophilic stippling. Pada analisis hemoglobin, didapatkan HbE sekitar 30%. Bila HbE >39% kemungkinan Thalassemia-β/HbE, bukan HbE trait. Bila HbE trait didapatkan bersama dengan pembawa sifat Thalassemia α, persentase HbE <25%. Bila pembawa sifat HbE didapatkan bersama dengan HbH, persentase HbE <10%. Adanya defisiensi besi juga menurunkan persentase HbE. 20, Defisiensi besi dan thalassemia intermedia/minor Pasien thalassemia minor sering disertai juga dengan defisiensi besi. Penelitian oleh Dolai dkk pada pasien thalassemia minor di India menunjukkan prevalensi defisiensi besi adalah 29,67% pada perempuan dan 3,38% pada lelaki. 6 Defisiensi besi dan peningkatan aktivitas eritropoiesis akan menekan hepsidin.

32 17 Hepsidin berfungsi sebagai regulator besi tubuh dengan cara berikatan dengan ferroportin yang terdapat pada enterosit, hepatosit dan makrofag. Hepsidin menghambat keluarnya besi dari enterosit, hepatosit dan makrofag ke plasma sehingga kadar besi darah rendah. Penurunan hepsidin seperti yang terjadi pada defisiensi besi dan peningkatan aktivitas eritropoiesis menyebabkan peningkatan absorpsi besi di enterosit dan pelepasan simpanan besi dari makrofag dan hepatosit ke darah sehingga jumlah besi di darah meningkat dan sintesis hemoglobin tubuh juga meningkat. 24 Pada thalassemia intermedia/minor dengan defisiensi besi, penurunan hepsidin selain akibat defisiensi besi, juga terjadi akibat peningkatan aktivitas eritropoiesis dan anemia pada thalassemia. Peningkatan penglepasan besi dari makrofag dan absorpsi besi intestinal menyebabkan feritin rendah dan kadar besi serum tinggi. Peningkatan kadar besi serum yang tinggi ini menyebabkan iron overload dan penumpukan besi terutama di hati yang merupakan tempat utama penyimpanan besi tubuh dalam bentuk feritin. 25,26 Sehingga pada thalassemia intermedia/minor juga dapat terjadi kelebihan besi walaupun tidak mendapatkan transfusi rutin Immature reticulocyte fraction Fisiologi retikulosit Retikulosit merupakan eritrosit muda yang masih mengandung sisa ribosom di sitoplasmanya. Retikulosit termasuk salah satu tahapan dalam eritropoiesis. Tahapan eritropoiesis dimulai dengan rubriblas (proerythroblast) kemudian diikuti prorubrisit (basophilic erythroblast), rubrisit (polychromatophilic erythroblast), metarubrisit (orthochromatic erythroblast), retikulosit (polychromatophilic erythrocyte), dan eritrosit. 27 Eritropoiesis merupakan proses pembentukan sel darah merah di sumsum tulang. Proses ini meliputi serangkaian tahapan pematangan, berawal dari sel punca progenitor eritroid dan berakhir dengan sel darah merah matang yang beredar di sirkulasi. 28 Pada keadaan normal jumlah sel darah merah di sirkulasi serta prekursornya berada pada keadaan yang relatif konstan akibat adanya

33 18 keseimbangan antara pembentukan sel darah merah baru di sumsum tulang dan destruksi sel darah merah tua. 28,29 Satu siklus eitropoesis berlangsung sekitar 5-7 hari mulai dari rubriblas sampai menjadi eritrosit matang. Perubahan pada setiap stadium maturasi ditandai dengan peningkatan kondensasi kromatin inti, anak inti akan hilang, dan perubahan warna sitoplasma dari biru tua dengan kandungan RNA yang tinggi menjadi kemerah-merahan yang menandakan terdapatnya hemoglobin. 29,30 Oksigenasi jaringan dapat mempengaruhi eritropoiesis melalui berbagai faktor transkripsi dan sitokin, salah satunya adalah eritropoietin (EPO). Eritropoietin merupakan hormon yang dihasilkan di ginjal (utama) dan hati sebagai respons terhadap hipoksia dan berperan sebagai pengatur humoral utama dari eritropoiesis. Eritropoietin akan menginduksi diferensiasi prekursor ertroid menjadi rubriblas dan selanjutnya menjadi eritrosit matang, sehingga menyebabkan peningkatan produksi eritrosit. Eritropoietin juga menjaga viabilitas sel eritroid. 28,29 Adanya inflamasi dapat mengganggu eritropoiesis. Sitokin proinflamasi yang dihasilkan makrofag saat inflamasi seperti interleukin-1 (IL-1), tumor necrosis factor (TNF)-α, interferon (IFN)-γ berperan dalam menekan eritropoiesis. Tumor necrosis factor-α menghambat pembentukan burst forming units-erytrhoid (BFU-E) dan menyebabkan penurunan produksi eritropoietin oleh ginjal. 31 Interlukin-1 dan TNF-α juga menyebabkan penurunan respons sumsum tulang terhadap eritropoietin. 32 Interferon-γ menghambat pembentuk colony forming units-erytrhoid (CFU-E). 33 Pematangan retikulosit terjadi selama 2-3 hari, dengan separuh pertama terjadi di sumsum tulang dan separuh selanjutnya di sirkulasi. Saat masuk di sirkulasi, retikulosit masih mengandung mitokondria, sejumlah kecil ribosom, sentriol, dan sisa aparatus Golgi. Retikulosit tidak mengandung retikulum endoplasmik. Akibat kandungan ribosomnya, retikulosit berwarna kebiruan dengan pewarnaan Romanowsky sehingga disebut sebagai eritrosit polikrom. Ukuran retikulosit lebih besar daripada eritrosit, yaitu 7-10 μm. Pewarnaan supravital menggunakan brilliant cresyl blue atau new methylene blue menyebabkan terjadi presipitasi ribosom, mitokondria, dan organel sitoplasmik

34 19 lainnya. Presipitat ini akan terlihat sebagai filamen retikular, sehingga disebut retikulosit. 27,34 Sekitar 20% hemoglobin terbentuk pada tahap retikulosit. Sintesis hemoglobin secara berangsur-angsur menurun bersamaan dengan hilangnya organel seluler di retikulosit yang kemudian menjadi eritrosit. Pada proses pematangannya retikulosit akan kehilangan mitokondria yang menghasilkan energi melalui fosforilasi oksidatif dan kehilangan ribosom yang merupakan tempat sintesis protein, sehingga membentuk eritrosit matang Hubungan efektivitas eritropoiesis dan retikulosit Efektivitas eritropoiesis dapat diperkirakan dengan melihat hitung retikulosit. Persentase retikulosit terhadap eritrosit merupakan hitung retikulosit relatif. Jumlah retikulosit per unit darah merupakan hitung retikulosit absolut. 29 Eritropoiesis inefektif dicurigai bila hitung retikulosit normal atau hanya meningkat sedikit tetapi terdapat hiperplasia eritroid pada sumsum tulang. Eritropoiesis inefektif terjadi pada beberapa penyakit seperti anemia pernisiosa, thalassemia, dan anemia sideroblastik. 29 Pembagian tingkat maturitas retikulosit pertama kali dilakukan oleh Heilmeyer tahun 1932, yang membagi maturitas retikulosit menjadi 4 kategori. Pembagian ini berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan supravital menggunakan brilliant cresyl blue. 30,35 Retikulosit stadium 1 memiliki presipitat besar dan padat, stadium 2 memiliki presipitat agak padat, stadium 3 presipitat lebih renggang sedangkan retikulosit matur atau stadium 4 hanya memiliki sedikit presipitat berupa titik atau terlihat seperti benang pendek. 36 Tingkat maturitas ini berguna untuk menilai aktivitas eritropoiesis, namun pembagian berdasarkan pemeriksaan mikroskopik ini tidak teliti (not reproducible) dan memiliki variasi besar antar pengamat sehingga tidak digunakan dalam aplikasi klinis. Penggunaan alat hitung automatik dengan flowsitometri untuk melihat tingkat maturitas retikulosit memberikan hasil yang lebih teliti. 30,35

35 Pemeriksaan retikulosit automatik Pemeriksaan retikulosit menggunakan zat warna fluoresens pertama kali dilaporkan oleh Kozenow dan Mai pada awal tahun 1950-an dengan menggunakan acridine orange yang mewarnai RNA/DNA. Pemeriksaan retikulosit automatik dengan flowsitometri memberikah hasil yang lebih cepat, objektif, teliti dan mudah dibandingkan dengan pemeriksaan manual. Di samping itu pemeriksaan automatik dapat memberikan gambaran distribusi maturitas retikulosit. 7 Alat hitung sel darah automatik yang berbeda menggunakan reagen dan teknik yang berbeda dalam menghitung retikulosit. Penggunaan zat warna new methylene blue yang mewarnai RNA retikulosit dipakai pada alat hitung sel darah automatik dari Beckman Coulter (STKS, MAXM, dan GEN-S) dan Abbott (Cell- Dyn 3500 dan 3700). Sedangkan penggunaan fluorokrom seperti polymethine, dipakai oleh alat Sysmex, auramin-o dipakai alat sysmex seri R, oxazine 750 dipakai alat Bayer Advia 120 Technicon, CD4K530 dipakai Abbott (Cell-Dyn 4000), dan thiazole orange dipakai alat ABX. 5,37 Analisis retikulosit dengan flowsitometri dilakukan dengan mencampur darah EDTA dengan zat warna fluoresens, diinkubasi pada ruang gelap dalam suhu ruang selama beberapa detik. Zat warna fluoresens masuk melalui membran sel, mewarnai RNA retikulosit dan DNA/RNA sel berinti sehingga menimbulkan fluoresensi setelah penyinaran oleh sinar laser. 5,7 Hitung retikulosit dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama adalah tahap isolasi retikulosit yaitu pemisahan retikulosit dari eritrosit, leukosit dan trombosit. Hasil tahap ini dapat dilihat pada sitogram 2 dimensi dengan sumbu Y merupakan forward scatter yang menunjukkan fungsi ukuran sel dan sumbu x merupakan side scatter yang menunjukkan serapan dari fluoresensi. Tahap kedua adalah gated electronic yaitu sinyal fluoresens dipresentasikan menjadi histogram1 dimensi yang menunjukkan banyaknya fluoresens atau light scattered terhadap jumlah sel. 5,7,37-39 Berdasarkan derajat fluoresensi, retikulosit dibagi menjadi 3 subpopulasi yaitu retikulosit imatur memiliki kandungan RNA paling banyak sehingga memancarkan intensitas fluoresensi paling kuat (high fulorescent ratio, HFR),

36 21 retikulosit intermedia memiliki kandungan sisa ribosom RNA lebih sedikit sehingga memancarkan intensitas fluoresensi medium (medium fluorescent ratio, MFR), dan retikulosit matur hanya mengandung sedikit RNA sehingga intensitas fluoresensinya rendah (low flourescent ratio, LFR). Immature reticulocyte fraction (IRF) merupakan gabungan nilai MFR dan HFR. 5,7,37 Immature reticulocyte fraction merupakan penanda dini dan sensitif terhadap aktivitas eritropoiesis. 38,39 Berdasarkan penelitian Wirawan tahun 2006 menggunakan Sysmex XT 2000i didapatkan nilai rujukan retikulosit untuk orang dewasa di Indonesia adalah 0,5 2,0% untuk hitung retikulosit relatif, hitung retikulosit absolut lelaki /μL, perempuan /μL, dan nilai rujukan IRF perempuan dan lelaki 1,4 14,6%, LFR 85,4-98,6%, MFR 1,3-12.0%, dan HFR 0-3,1%. 5

37 Kerangka teori Pembawa sifat thalassemia-β atau HbE Destruksi prekursor eritrosit intramedular Eritropoiesis inefektif Hemolisis ekstravaskular Anemia + Globin Defisiensi besi Heme Sintesis hemoglobin Aktivitas eritropoiesis Feritin seurm Saturasi transferin Rubriblas Prorubrisit Rubrisit Rubriblas Prorubrisit Rubrisit Metarubrisit HFR IRF MFR LFR Eritrosit Hipoksia Eritropoietin Aktivitas eritropoiesis Absorpsi besi enterosit Hepsidin Metarubrisit HFR MFR LFR Eritrosit Pelepasan simpanan besi dari makrofag dan hati IRF Besi di darah Feritin

38 Kerangka konsep Pembawa sifat thalassemia-β atau HbE + Defisiensi besi Feritin serum Saturasi transferin Eritropoiesis inefektif Hemolisis ekstravaskular Sintesis hemoglobin Aktivitas eritropoiesis Rubriblas Prorubrisit Anemia Rubriblas Prorubrisit Rubrisit Rubrisit Metarubrisit HFR MFR IRF Aktivitas eritropoiesis Metarubrisit HFR MFR IRF LFR LFR Eritrosit Eritrosit Keterangan: ruang lingkup penelitian

39 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain penelitian Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Data dilaporkan dalam bentuk deskriptif analitik Tempat dan waktu penelitan Subjek penelitian beserta data pendukung untuk mendapatkan profil maturitas retikulosit pada orang dewasa normal diperoleh dari populasi umum dan pasien uji kesehatan di RS Metropolitan Medical Center (MMC). Subjek penelitian beserta data pendukung untuk mengetahui profil maturitas retikulosit pada pembawa sifat thalassemia-β atau HbE diperoleh dari keluarga pasien thalassemia di Poliklinik Thalassemia RSCM. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-November Subjek penelitian Subjek penelitian profil maturitas retikulosit pada orang dewasa normal Subjek penelitian adalah lelaki dan perempuan yang melakukan pemeriksaan kesehatan (medical check up) di RS MMC dan populasi umum yang memenuhi kriteria masukan. Kriteria masukan: 1. Usia tahun 2. Dinyatakan sehat berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik oleh dokter, hasil pemeriksaan penyaring hematologi, aktivitas alanine aminotransferase (ALT), kadar albumin, kadar kreatinin serum, c-reactive protein (CRP) dan feritin serum dalam batas rentang rujukan 3. Bersedia mengikuti penelitian ini dan menandatangani informed consent 24

40 Subjek penelitian profil maturitas retikulosit pada pembawa sifat thalassemia-β atau hemoboglin E Subjek penelitian adalah keluarga pasien thalassemia mayor (thalassemiaβ atau thalassemia-β/hbe) di Poliklinik Thalassemia RSCM serta memenuhi kriteria masukan dan tolakan Kriteria masukan 1. Usia tahun 2. Bersedia mengikuti penelitian ini dan menandatangani informed consent Kriteria tolakan 1. Menerima transfusi dalam 3 bulan terakhir 2. Hamil 3. Perdarahan 3.4. Besar sampel Sampel diambil secara consecutive sampling sampai jumlah subjek terpenuhi. Besar sampel untuk profil maturitas retikulosit pada orang dewasa normal yang dapat digunakan sebagai nilai rujukan retikulosit ditetapkan berdasarkan kriteria dari Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI) yaitu minimal 120 subjek lelaki dan 120 subjek perempuan. Tidak ada perhitungan besar sampel untuk subjek profil maturitas retikulosit pada pembawa sifat thalassemia-β atau HbE. Besar sampel ditentukan sebesar 100 subjek dan pengolahan data dilakukan secara deskriptif Batasan operasional a. Usia dihitung berdasarkan tanggal lahir yang tercantum pada kartu identitas yaitu kartu tanda penduduk (KTP), dinyatakan dalam tahun b. Lelaki dan perempuan dilihat dari KTP c. Pemeriksaan untuk nilai rujukan terdiri dari pemeriksaan penyaring yaitu hemoglobin, VER, HER, KHER, leukosit, serta pemeriksaan aktivitas ALT, kadar albumin, kreatinin serum, feritin dan CRP. Kadar hemoglobin >12 g/dl. Kadar VER fl. Kadar HER pg. Kadar KHER g/dl. Jumlah leukosit /μL. Kreatinin serum dalam batas

41 26 nilai rujukan bila pada lelaki 0,67-1,17 mg/dl dan perempuan 0,51-0,95 mg/dl. 40 Aktivitas ALT dalam batas rentang rujukan bila pada lelaki <41 U/L dan perempuan <33 U/L. 41 Kadar albumin dalam batas rentang rujukan bila 3,5-5,2 g/dl. 42 Kadar CRP dalam batas rentang rujukan bila <5 mg/l. 43 Kadar feritin serum dalam batas rentang rujukan bila µg/l. 44 d. Defisiensi besi ditentukan berdasarkan: - Saturasi transferin <20% 45, dan - Feritin serum 15 ng/ml 46 e. Diagnosis pembawa sifat thalassemia-β atau HbE ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan elektroforesis hemoglobin sebagai berikut: Pembawa sifat Thalassemia-β: HbA2 3,5-7% - Pembawa sifat HbE: HbE 25-40% f. Fraksi retikulosit terdiri dari: LFR, MFR, HFR, dan IRF 3.6. Bahan penelitian dan cara kerja Bahan penelitian berupa 3 ml darah tripotassium ethylene diamine tetra acetate (K3EDTA) dan 3 ml darah yang ditampung dalam tabung vakum clot activator yang diambil dari vena cubiti. Cara kerja untuk profil maturitas retikulosit pada orang dewasa normal, popilasi umum dan peserta uji kesehatan (medical checkup) diberi penjelasan mengenai penelitian, kemudian diminta kesediaannya untuk mengisi dan menandatangani lembar informed consent kemudian dilakukan pengambilan darah dari vena cubiti, sebanyak 6 ml. Tiga milliliter darah dimasukkan ke dalam tabung vakum K3EDTA untuk pemeriksaan darah perifer lengkap, hitung retikulosit dan fraksinya, dan 3 ml dimasukkan ke tabung vakum yang mengandung clot activator untuk pemeriksaan kreatinin, ALT, albumin, CRP, dan feritin. Cara kerja untuk penelitian profil maturitas retikulosit pada pembawa sifat thalassemia-β atau HbE, keluarga dari pasien thalassemia mayor diberi penjelasan mengenai penelitian kemudian diminta kesediaannya untuk mengisi dan menandatangani lembar informed consent. Selanjutnya ditanyakan hubungan

42 27 kekeluargaan dengan pasien thalassemia mayor, yang diambil untuk penelitian ini hanya orang tua dan saudara kandung pasien thalassemia mayor. Kemudian dilakukan pengambilan darah dari vena cubiti sebanyak 6 ml, yang terdiri dari 3 ml ke dalam tabung K3EDTA dan 3 ml ke tabung clot activator. Darah K3EDTA digunakan untuk pemeriksaan darah perifer lengkap, hitung retikulosit dan fraksinya, serta elektroforesis hemoglobin. Serum dari darah dalam tabung clot activator digunakan untuk pemeriksaan saturasi transferin, feritin serum, dan CRP.

43 Alur penelitian 1. Pemeriksaan profil maturitas retikulosit pada orang dewasa normal Peserta uji kesehatan atau populasi umum Informed consent Dinyatakan sehat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik 6 ml darah Dinyatakan tidak sehat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik Sampel ditolak 3 ml darah K3EDTA 3 ml darah beku Pemeriksaan Hb, VER, HER, KHER, leukosit, retikulosit dan fraksinya Hb, VER, HER, KHER, leukosit, ALT, albumin, kreatinin serum di luar rentang rujukan serum Pemeriksaan ALT, albumin, kreatinin serum Hb, VER, HER, KHER, leukosit, ALT, albumin, kreatinin serum dalam rentang rujukan Sampel ditolak Sisa serum disimpan pada C Pemeriksaan CRP, feritin serum Dalam rentang rujukan Di luar rentang rujukan Analisis data retikulosit dan fraksinya Sampel ditolak

44 29 2. Pemeriksaan parameter retikulosit pada pembawa sifat thalassemia-β atau hemogobin E Keluarga pasien thalassemia mayor (thalassemia-β atau thalassemia-β/hbe) Informed consent Memenuhi kriteria masukan dan tolakan 6 ml darah 3 ml darah K 3EDTA 3 ml darah beku Pemeriksaan hemoglobin, VER, HER, KHER, retikulosit dan fraksinya, elektroforesis hemoglobin Pembawa sifat thalassemia-β atau HbE Disimpan pada C Pemeriksaan saturasi transferrin, feritin serum, CRP Tidak Ya Sampel ditolak 3.8. Pemeriksaan Pemeriksaan pendahuluan Sebelum penelitian, dilakukan kalibrasi dan kontrol pada alat hitung sel darah automatik Sysmex XN Selanjutnya dilakukan uji ketelitian within run dan between day serta uji ketepatan menggunakan bahan kontrol XN-check dengan nilai normal, agak tinggi, dan tinggi. Uji ketelitian within run menggunakan bahan kontrol dilakukan sebanyak 5 kali berturut-turut pada hari yang sama. Uji ketelitian between days dilakukan selama 5 hari berturut-turut selama penelitian berlangsung. Uji ketepatan dilakukan setiap hari selama penelitian berlangsung. Selain itu juga dilakukan uji ketelitian within run menggunakan darah K3EDTA segar dengan nilai rendah, normal dan tinggi

45 30 sebanyak 5 kali. Parameter yang dinilai adalah CV dan d dari HRR, HRA, IRF, HFR, MFR, dan LFR. relatif dan absolut Pemeriksaan retikulosit Pemeriksaan hemoglobin, retikulosit, LFR, MFR, HFR dan IRF 50 Alat 1. Alat hitung sel darah automatik Sysmex XN Tabung K3EDTA Bahan : Darah K3EDTA Reagen 1. Cellpack DCL: berisi sodium chloride 0,7%, Tris buffer 0,2%, EDTA-2K 0,02%. Reagen ini merupakan diluen dan digunakan untuk menghitung jumlah dan ukuran eritrosit dan trombosit dengan hydrodynamic focusing (DC detection). 2. Cellpack DST: berisi sodium chloride 15,7%, Tris buffer 4,3%, EDTA-2K 0,4%. Reagen ini merupakan diluen terkonsentrasi dan digunakan untuk menghitung jumlah dan ukuran eritrosit dan trombosit dengan hydrodynamic focusing (DC detection). 3. Cellpack DFL: berisi Tricine buffer 0,17%. Reagen ini merupakan diluen dan digunakan bersama dengan Fluorecell RET untuk menganalisis retikulosit, atau bersama dengan Fluorecell PLT untuk menganalisis trombosit, dengan metode flowsitometri. 4. Sulfolyser: berisi sodium lauryl sulfate 1,8%. Reagen ini digunakan untuk menghitung konsentrasi hemoglobin 5. Lysercell WNR: berisi organic quatermary ammonium salts 0,2%, nonionic surfactant 0,1%. Reagen ini digunakan bersama dengan Fluorocell WNR untuk menganalisis hitung leukosit, basofil, dan eritrosit berinti. Lysercell digunakan untuk menghemolisis eritrosit.

46 31 6. Fluorocell WNR: berisi polymethine dye 0,005%, etilen glikol 99,9%. Reagen ini digunakan untuk mewarnai sel berinti sehingga menghitung leukosit, basofil dan eritrosit berinti. 7. Fluorocell RET: berisi polymethine dye 0,03%, metanol 7,9%, etilen glikol 92%. Reagen ini digunakan untuk mewarnai retikulosit sehingga dapat menghitung retikulosit. 8. Fluorocell PLT: berisi oxazine dye 0,003%, etilen glikol 99,9%. Reagen ini digunakan untuk mewarnai trombosit sehingga dapat menghitung trombosit 9. Cellclean: berisi sodium hypochlorite (konsentrasi chlorine 5%). Reagen ini merupakan detergen dan digunakan untuk membersihkan residu selular dan protein darah dari sistem hidrolik, detektor, dan tabung aspirasi darah utuh. Bahan Kontrol Bahan kontrol XN check 3 level 1. XN-check level 1 (no lot ), ED XN-check level 2 (no lot ), ED XN-check level 3 (no lot ), ED Prinsip pemeriksaan retikulosit Retikulosit dianalisis menggunakan metode flowsitometri dengan laser semikonduktor. Bahan pemeriksaan darah EDTA sebanyak 5 μl dihisap ke dalam alat, kemudian diencerkan dengan Cellpack DFL sebanyak 1 ml, dan dikirim ke reaction chamber. Pada saat bersamaan 20 μl Fluorecell RET ditambahkan ke dalam darah yang telah diencerkan sebelumnya, sehingga terbentuk pengenceran 1:204. Setelah diinkubasi 27 detik darah yang telah diencerkan terwarnai. Untuk pewarnaan retikulosit dipakai zat warna fluorokrom yaitu polymethine yang mewarnai RNA retikulosit. Sebanyak 3.3 μl darah yang telah terwarnai dikirimkan ke optical detector block untuk dianalisis secara flowcytometry by semi-conductor laser. Menghasilkan diagram 2 dimensi foward scatte dan side fluorescence. Retikulosit yang telah diwarnai berjalan pada aperture yang disinari laser dan menghasilkan fluoresensi. Forward scatter light memberi informasi mengenai ukuran retikulosit dan side scatter light memberi

47 32 informasi tentang intensitas fluoresensi sel berdasarkan kandungan RNA/DNA, seperti pada gambar 3.2. Berdasarkan fluorosensi yang dihasilkan retikulosit dibedakan menjadi tiga jenis yaitu high fluoroscence, middle fluoroscence, dan low fluoroscence. Didapatkan 3 rasio dari masing-masing jenis fluoresensi terhadap jumlah retikulosit yaitu high fluoroscence ratio (HFR), middle fluoroscence ratio (MFR), low fluoroscence ratio (LFR), dan immature reticulocyte fraction (IRF). Cellpack DFL: 1 ml Fluorecell RET: 20 μl 1:204 Darah 5 μl μl Gambar 3.1. Prinsip analisa retikulosit pada Sysmex XN Gambar 3.2. Scattergram retikulosit 50

48 33 Hitung retikulosit relatif (HRF) = Jumlah partikel di zona retikulosit Jumlah partikel di zona eritrosit matur + jumlah partikel di zona retikulosit X 100 Hitung retikulosit absolut (HRA) = RET% x RBC Low FluorescenceRatio (LFR) 100 = 100 HFR MFR Middle Fluorescence Ratio (MFR) = Jumlah partikel dalam zona MFR Jumlah partikel dalam zona retikulosit X 100 High Fluorescence Ratio (HFR) = Jumlah partikel dalam zona HFR Jumlah partikel dalam zona retikulosit X 100 Immature Retikculocyte Fraction (IRF) = MFR + HFR 3.9. Pengolahan data 1. Data hasil uji ketelitian menggunakan bahan kontrol XN-check 3 level dan bahan kontrol darah K3EDTA dilaporkan dalam bentuk rerata, SD, dan nilai CV yang dinyatakan dalam persentase. Hasil uji ketepatan menggunakan bahan kontrol XN-check dilaporkan dalam bentuk penyimpangan/deviasi (d) terhadap nilai target yang dinyatakan dalam persentase. Penyimpangan dihitung dari selisih terbesar antara nilai yang diperiksa dengan nilai target kontrol dibagi dengan nilai target kontrol. 2. Data maturitas retikulosit pada orang dewasa normal untuk penetapan nilai rujukan diolah menggunakan program statistial product and service solution (SPSS) ver Hasil disajikan dalam bentuk tabel. Untuk menghitung nilai rujukan, sampel dikelompokkan menjadi kelompok lelaki dan perempuan, kemudian dilakukan uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov untuk menilai sebaran data. Untuk mengetahui adanya perbedaan data antara kelompok lelaki dan perempuan digunakan uji t tidak berpasangan bila distribusi data normal, dan uji Mann Whitney bila distribusi data salah satu atau kedua kolompok tidak normal. Jika data antara lelaki dan perempuan tidak berbeda bermakna maka pengolahan data digabung antara kedua kelompok tersebut, sedangkan jika berbeda bermakna maka dilanjutkan dengan uji deviasi normal baku dengan rumus berikut

49 34 x1 = rerata kelompok lelaki x2 = rerata kelompok perempuan s1 = simpang baku kelompok lelaki s2 = simpang baku kelompok perempuan n1 = jumlah sampel kelompok lelaki n2 = jumlah sampel kelompok perempuan Selajutnya nilai z dibandingkan dengan nilai kritis z* z* = 3 (N/240) 1/2, N = total sampel Bila rerata jumlah subjek pada setiap kelompok lelaki dan perempuan adalah 120 maka nilai z* adalah 3. Nilai rujukan kelompok lelaki dan perempuan harus dipisah bila nilai z lebih besar dari z*. Nilai rujukan kelompok lelaki dan perempuan digabung bila nilai nilai z lebih kecil dari z* Interval nilai rujukan menggunakan kisaran persentil 2,5 97,5%. 3. Data deskriptif maturitas retikulosit pada pembawa sifat thalassemia-β atau HbE akan dianalisis dengan statistik deskriptif (umur, hemoglobin, hitung retikulosit, nilai HFR, MFR, LFR, dan IRF relatif dan absolut).

50 35 Pengolahan data profil maturitas retikulosit pada orang dewasa normal Data nilai retikulosit lelaki Data nilai retikulosit perempuan Uji distribusi data Kolmogorov Smirnov Distribusi data normal (p>0,05) Salah satu atau kedua distribusi data tidak normal (p<0,05) Uji parametrik 2 kelompok tidak berpasangan : Independent t test Uji non parametrik 2 kelompok tidak berpasangan : uji Mann Whitney Data lelaki dan perempuan berbeda bermakna p<,0,05 Data lelaki dan perempuan tidak berbeda bermakna p>,0,05 Data lelaki dan perempuan berbeda bermakna p<,0,05 Data lelaki dan perempuan tidak berbeda bermakna p>,0,05 Uji deviasi normal baku z > z* z < z* Nilai rujukan lelaki dan perempuan digabung Nilai rujukan lelaki dan perempuan dipisah Nilai rujukan: Persentil 2,5%-97,5% Nilai rujukan: Persentil 2,5%-97,5%

51 36 Pengolahan data profil maturitas retikulosit pada pembawa sifat thalassemia-β atau hemoglobin E Data retikulosit, HFR, MFR, LFR, IRF relatif dan absolut Uji distribusi data Kolmogorov Smirnov Distribusi data normal (p>0,05) Salah satu atau kedua distribusi data tidak normal (p<0,05) Nilai retikulosit: Rerata ± SD Nilai retikulosit: Median (nilai terendah nilai tertinggi)

52 37 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Uji ketelitian dan ketepatan Uji ketelitian within run dan ketepatan hitung retikulosit dan fraksinya dilakukan sebanyak 5 kali berturut-turut pada hari yang sama menggunakan bahan kontrol XN-check level 1 (tinggi), level 2 (agak tinggi) dan level 3 (normal). Hasil uji ketelitian within run dan ketepatan kontrol level 1, 2, dan 3 dapat dilihat pada tabel 4.1, 4,2, dan 4.3. Tabel 4.1. Hasil uji ketelitian within run dan ketepatan kontrol XN-check level 1 HRR HRA (10^6/uL) IRF LFR MFR HFR Target 4,89 0, ,3 63,7 29,8 6,5 1 4,89 0, ,3 65,7 29,0 5,3 2 4,86 0, ,4 65,6 27,3 7,1 3 4,89 0, ,5 61,5 31,0 7,5 4 5,09 0, ,6 63,4 31,0 5,6 5 5,04 0, ,4 62,6 31,3 6,1 Mean 4,95 0, ,24 63,76 29,92 6,32 SD 0,10 0,0035 1,85 1,85 1,73 0,95 CV 2,09 3,02 5,11 2,91 5,78 15,03 d (-0,61) 4,09 (-3,99) 2,77 (-5,51) 6,06 (-3,45) 2,98 (-8,39) 5,03 (-18,4) 9,2 Tabel 4.2. Hasil uji ketelitian within run dan ketepatan kontrol XN-check level 2 HRR HRA (10^6/uL) IRF LFR MFR HFR Target 2,06 0, ,2 64,8 29,2 6,0 1 1,9 0, ,7 65,3 28,9 5,8 2 2,1 0, ,1 65,9 27,1 7,0 3 2,16 0, ,5 63,5 29,9 6,6 4 1,93 0, ,9 66,1 27,7 6,2 5 1,98 0, ,7 63,3 29,4 7,3 Mean 2,01 0, ,18 64,82 28,60 6,58 SD 0,11 0,0048 1,33 1,33 1,17 0,60 CV 5,55 5,46 3,78 2,05 4,09 9,14 d (-7,77) - 4,85 (-9,39) - 3,06 (-3,69) - 4,26 (-2,31) - 1,70 (-5,14) - 2,40 (-3,33) - 21,67 37

53 38 Tabel 4.3. Hasil uji ketelitian within run dan ketepatan kontrol XN-check level 3 HRR HRA (10^6/uL) IRF LFR MFR HFR Target 0,89 0, ,2 74,8 21,2 4,0 1 0,82 0, ,8 71,2 24,3 4,5 2 0,83 0, ,8 69,2 27,4 3,4 3 0,85 0, ,0 73,0 23,0 4,0 4 0,84 0, ,3 71,7 23,4 4,9 5 0,91 0, ,2 72,8 23,0 4,2 Mean 0,85 0, ,42 71,58 24,22 4,2 SD 0,04 0,0018 1,53 1,53 1,86 0,56 CV 4,16 4,09 5,37 2,13 7,66 13,36 d (-7,87) - 2,25 (-9,62) - 0,21 7,14-22,22 (-7,49) - (-2,41) 8,49-29,52 (-15,00) - 22,50 Uji ketelitian within run retikulosit dan fraksinya menggunakan 3 darah K3EDTA dengan hitung retikulosit rendah, normal, dan tinggi dilakukan sebanyak 5 kali berturut-turut pada hari yang sama. Hasil uji ketelitian within run darah K3EDTA dengan hitung retikulosit rendah, normal, dan tinggi dapat dilihat pada tabel 4.4, 4.5, dan Tabel 4.4. Hasil uji ketelitian within run darah K3EDTA dengan hitung retikulosit rendah No HRR HRA (10^6/uL) IRF LFR MFR HFR 1 0,20 0,0063 1,1 98,9 1, ,23 0,0074 0,9 99,1 0, ,19 0,0061 2,2 97,8 2, ,23 0,0072 1,8 98,2 1, ,24 0,0077 2,6 97,4 2,6 0 Mean 0,22 0,0069 1,72 98,28 1,72 * SD 0,02 0,0007 0,72 0,72 0,72 * CV 9,94 10,12 41,80 0,73 41,80 * Keterangan: * tidak dapat dihitung

54 39 Tabel 4.5. Hasil uji ketelitian within run darah K3EDTA dengan hitung retikulosit normal No HRR HRA (10^6/uL) IRF LFR MFR HFR 1 1,26 0,0655 6,5 93,5 5,8 0,7 2 1,22 0,0631 7,8 92,2 6,9 0,9 3 1,30 0,0669 6,7 93,3 6,3 0,4 4 1,23 0,0638 7,1 92,9 6,8 0,3 5 1,25 0,0645 6,1 93,9 5,5 0,6 Mean 1,25 0,0648 6,84 93,16 6,26 0,58 SD 0,03 0,0015 0,65 0,65 0,61 0,24 CV 2,49 2,30 9,45 0,69 9,76 41,16 Tabel 4.6. Hasil uji ketelitian within run darah K3EDTA dengan hitung retikulosit tinggi No HRR HRA (10^6/uL) IRF LFR MFR HFR 1 5,51 0, ,0 86,0 8,2 5,8 2 5,10 0,1489 9,6 90,4 7,3 2,3 3 5,38 0,1603 8,8 91,2 8,7 0,1 4 5,70 0, ,6 88,4 8,0 3,6 5 5,77 0, ,2 88,8 9,2 2,0 Mean 5,50 0, ,04 88,96 8,28 2,76 SD 0,27 0,0082 2,01 2,01 0,72 2,11 CV 4,88 5,08 18,22 2,26 8,68 76,46 Uji ketelitian dan ketepatan between days retikulosit dan fraksinya menggunakan bahan kontrol XN-check level 1, level 2 dan level 3 dilakukan sebanyak 5 hari berturut-turut selama penelitian berlangsung. Hasil uji ketelitian between days dan ketepatan kontrol level 1, 2, dan 3 dapat dilihat pada tabel 4.7, 4.8, dan 4.9.

55 40 Tabel 4.7. Hasil uji ketelitian between days dan ketepatan kontrol XN-check level 1 HRR HRA (10^6/uL) IRF LFR MFR HFR Target 4,89 0, ,3 63,7 29,8 6,5 1 5,31 0, ,1 60,9 31,9 7,2 2 5,16 0, ,8 64,2 29,4 6,4 3 5,29 0, ,6 62,4 31,0 6,6 4 5,38 0, ,2 61,8 31,8 6,4 5 5,26 0, ,9 64,1 29,5 6,4 Mean 5,28 0, ,32 62,68 30,72 6,60 SD 0,08 0,0020 1,44 1,44 1,21 0,35 CV 1,52 1,60 3,87 2,30 3,94 5,25 d 5,52-10,02 5,89-9,10 (-1,38) - 7,71 (-4,40) - 0,78 (-1.34) (-1,54) - 10,77 Tabel 4.8. Hasil uji ketelitian between days dan ketepatan kontrol XN-check level 2 HRR HRA (10^6/uL) IRF LFR MFR HFR Target 2,06 0, ,2 64,8 29,2 6,0 1 2,14 0, ,7 63,3 31,4 5,3 2 2,12 0, ,2 61,8 32,9 5,3 3 2,17 0, ,9 62,1 30,2 7,7 4 2,15 0, ,3 63,7 30,9 5,4 5 2,19 0, ,1 64,9 28,7 6,4 Mean 2,15 0, ,84 63,16 30,82 6,02 SD 0,03 0,0012 1,26 1,26 1,54 1,05 CV 1,25 1,26 3,41 1,99 5,01 17,40 d 2,91-6,31 2,73-5,90 (-0,28) 8,52 (-4,63) - 0,15 (-1,71) - 12,67 (-11,67) - 28,33 Tabel 4.9. Hasil uji ketelitian between days dan ketepatan kontrol XN-check level 3 HRR HRA (10^6/uL) IRF LFR MFR HFR Target 0,89 0, ,2 74,8 21,2 4,0 1 0,93 0, ,6 74,4 20,5 5,1 2 0,93 0, ,3 75,7 20,2 4,1 3 0,79 0, ,8 71,2 24,6 4,2 4 0,79 0, ,6 72,4 22,4 5,2 5 0,88 0, ,5 73,5 21,9 4,6 Mean 0,86 0, ,56 73,44 21,92 4,64 SD 0,07 0,0039 1,74 1,74 1,76 0,50 CV 8,17 8,51 6,56 2,37 8,03 10,84 d (-11,24) - 4,49 (-12,97) - 3,77 (-3,57) - 14,29 (-4,81) - 1,20 (-4,72) - 16,04 2,

56 41 Rekomendasi pabrik untuk CV MFR dan HFR adalah 50% dan 100% Nilai CV yang sangat tinggi tersebut menunjukkan bahwa ketelitian pemeriksaan HFR dan MFR sangat rendah sehingga hasil pengukuran kedua parameter dengan menggunakan XN-2000 tidak dapat dipercaya Nilai rujukan retikulosit dan fraksinya Subjek penelitian Sebanyak 149 lelaki dan 138 perempuan peserta uji kesehatan dan populasi umum yang dinyatakan sehat setelah dilakukan pemeriksaan penyaring didapatkan 129 lelaki dan 120 perempuan yang memenuhi kriteria masukan dan tolakan. Alasan peserta tidak memenuhi kriteria masukan atau tolakan antara lain terdapat mikrositik hipokrom, makrositik, peningkatan CRP dan ALT, serta penurunan feritin, seperti yang dapat dilihat pada Tabel Tabel Alasan bahan pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria masukan atau tolakan Alasan Lelaki Perempuan Mikrositik hipokrom saja 5 2 Feritin <15 μg/l tanpa mikrositik hipokrom 0 3 Mikrositik hiporkom dan feritin <15 μg/l tanpa anemia 0 2 Anemia mikrositik hipokrom dan feritin <15 μg/l 0 9 Makrositik 3 0 CRP >5 mg/l tanpa leukositosis 4 0 CRP >5 mg/l dan leukositosis 7 2 ALT >41U/L (lelaki) 1 0 Total Karakteristik subjek Subjek penelitian terdiri dari 129 lelaki dan 120 perempuan dengan rentang usia tahun. Empat (1.6%) subjek berada pada kelompok usia tahun, 77 (30,9%) subjek berada pada kelompok usia tahun, 75 (30,1%) subjek berada pada kelompok tahun, 72 (28,9%) subjek berada pada

57 42 kelompok tahun, 21 (8,4%) subjek berada pada kelompok usia tahun, seperti terlihat pada gambar 4.1. fraksinya Gambar 4.1. Distribusi usia subjek penelitian nilai rujukan retikulosit dan Perhitungan statistik Pada hasil masing-masing parameter retikulosit dan fraksinya terdapat beberapa pencilan (outlier). Eliminasi pencilan dilakukan menurut kriteria Chauvenet. 51 Perhitungan untuk eliminasi pencilan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4. Setelah pencilan dieliminasi kemudian dihitung nilai rujukan retikulosit dan fraksinya. Hasil uji deviasi normal baku parameter retikulosit dan fraksinya untuk mengetahui apakah nilai rujukan kelompok lelaki dan perempuan dipisah atau digabung dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil uji kemaknaan perbedaan data kelompok lelaki dan perempuan parameter HRR didapatkan tidak terdapat perbedaan bermakna (p=0,590) sehingga nilai rujukan HRR kelompok lelaki dan perempuan digabung. Nilai rujukan HRR adalah 0,7 2,2%. Hasil uji kemaknaan perbedaan data kelompok lelaki dan perempuan parameter HRA didapatkan perbedaan bermakna (p=0,001). Hasil perhitungan uji deviasi normal baku parameter HRA didapatkan 3,3 sehingga nilai rujukan HRA kelompok lelaki dan perempuan dipisah. Nilai rujukan HRA lelaki adalah /µl dan perempuan adalah /µl.

58 43 Hasil uji kemaknaan perbedaan data kelompok lelaki dan perempuan parameter IRF relatif didapatkan perbedaan bermakna (p=0,008). Hasil perhitungan uji deviasi normal baku parameter IRF relatif didapatkan 2,4 sehingga nilai rujukan IRF relatif kelompok lelaki dan perempuan digabung yaitu 2,4 13,4%. Hasil uji kemaknaan perbedaan data kelompok lelaki dan perempuan parameter IRF absolut didapatkan perbedaan bermakna (p=0,001). Hasil perhitungan uji deviasi normal baku parameter IRF absolut didapatkan 3,3 sehingga nilai rujukan IRF absolut kelompok lelaki dan perempuan dipisah. Nilai rujukan IRF absolut lelaki adalah /µl dan perempuan adalah /µL. Hasil uji kemaknaan perbedaan data kelompok lelaki dan perempuan parameter LFR relatif didapatkan perbedaan bermakna (p=0,008). Hasil perhitungan uji deviasi normal baku parameter LFR relatif didapatkan 2,4 sehingga nilai rujukan LFR relatif kelompok lelaki dan perempuan digabung yaitu 86,6 97,4%. Hasil uji kemaknaan perbedaan data kelompok lelaki dan perempuan parameter LFR absolut didapatkan perbedaan bermakna (p=0,001). Hasil perhitungan uji deviasi normal baku parameter LFR absolut didapatkan 3,3 sehingga nilai rujukan IRF absolut kelompok lelaki dan perempuan dipisah. Nilai rujukan LFR absolut lelaki adalah /µl dan perempuan adalah /µl. Tabel Nilai rujukan retikulosit dan fraksinya Parameter Satuan Lelaki Perempuan HRR* % HRA /μl IRF relatif* % 2,4 13,4 IRF absolut /μl LFR relatif* % 86,6 97,4 LFR absolut /μl Keterangan *nilai rujukan lelaki dan perempuan sama

59 Profil maturitas retikulosit pada pembawa sifat thalassemia-β atau hemoglobin E Subjek penelitian Subjek penelitian adalah anggota keluarga dari pasien thalassemia yang berobat ke poliklinik thalassemia RSCM dan memenuhi kriteria masukan dan tolakan. Sebanyak 113 orang yang setuju mengikuti penelitian ini, dan 15 di antaranya dieksklusi karena hasil elektroforesis hemoglobin tidak sesuai thalassemia-β trait atau HbE trait. Subjek penelitian sebanyak 98 orang dikelompokkan menjadi kelompok tanpa defisiensi besi (90 orang, 91,8%) dan dengan defisiensi besi (8 orang, 8,2%) berdasarkan hasil saturasi transferin dan feritin Karakteristik subjek penelitian Subjek penelitian sebanyak 98 orang terdiri dari 26 lelaki dan 72 perempuan. Tabel 4.11 menunjukkan gambaran karakteristik subjek berdasarkan kadar hemoglobin, VER, HER, dan KHER, hasil elektroforesis hemoglobin, saturasi transferin, dan feritin. Tabel Karakteristik subjek pembawa sifat thalassemia-β atau hemoglobin E Parameter Lelaki (n:26) Perempuan (n:72) Hemoglobin (g/dl) 13,7 ± 1,3 11,2 ± 1,0 VER (fl) 68,3 (60,9 80,7) 64,0 (59,0 81,8) HER (pg) 22,0 (18,7 26,5) 19,7 (17,4 28,8) KHER (g/dl) 32,0 ± 1,0 31,2 (29,2 35,4) Elektroforesis hemoglobin Thalassemia-β trait (subjek) HbE trait (subjek) Saturasi transferin 33,95 ± 11,16 28,8 ± 10,0 Feritin (ng/ml) 170,9 ± 92,2 62,5 (5,4 263,4) Berdasarkan hasil saturasi transferin dan feritin, subjek penelitian pembawa sifat thalassemia-β atau HbE dibagi menjadi kelompok tanpa defisiensi besi dan kelompok dengan defisiensi besi. Pada penelitian ini terdapat 90 (91,8%)

60 45 subjek tanpa defisiensi besi dan 8 (8,2%) subjek dengan defisiensi besi dan seluruh delapan subjek tersebut adalah perempuan. Tabel menunjukkan karakteristik subjek tanpa defisiensi besi dan dengan defisiensi besi. Pada subjek lelaki, empat (15,4%) orang memiliki kadar hemoglobin <12 g/dl. Pada subjek perempuan, 58 (76,3%) orang memiliki kadar hemoglobin <12 g/dl, yang terdiri dari 27 orang dengan kadar hemoglobin <12 g/dl, 21 orang <11 g/dl, dan 10 orang <10 g/dl. Pada subjek perempuan dengan defisiensi besi, hanya satu dari Sembilan subjek yang memiliki Hb 13,5 g/dl, sisanya memiliki Hb <12 g/dl. Tabel Karakteristik subjek pembawa sifat thalassemia-β atau hemoglobin E tanpa defisiensi besi dan dengan defisiensi besi Keterangan Subjek tanpa defisiensi besi n: 90 Subjek dengan defisiensi besi n: 8 Jenis kelamin Lelaki Perempuan 26 orang 64 orang 0 orang 8 orang Hemoglobin (g/dl) Lelaki Perempuan 13,7 ± 1,3 11,2 ± 1,0 Tidak ada subjek 10,9 ± 1,3 VER (fl) 64,1 (59,0 81,8) 64,2 ± 5,4 HER (pg) 20,1 (17,8 28,8) 18,9 (17,4 25,6) KHER (g/dl) 31,4 (29,2 35,4) 30,7 ± 1,4 Saturasi transferin 31,8 ± 9,6 14,3 ± 4,1 Feritin (ng/ml) 90,5 (16,4 365,0) 11,6 ± 4,1 Elektroforesis hemogloblin Thalassemia-β trait HbE trait 65 subjek 25 subjek 7 subjek 1 subjek Profil maturitas retikulosit Gambaran parameter hematologi, retikulosit dan fraksinya pada orang sehat dan pembawa sifat thalassemia-β atau HbE tanpa dan dengan defisiensi besi dapat dilihat pada tabel 4.14 dan 4.15.

61 46 Tabel Gambaran parameter hematologi, retikulosit dan fraksinya pada orang sehat dan pembawa sifat thalassemia-β atau HbE lelaki Parameter Sehat Pembawa sifat thal- B tanpa def besi Pembawa sifat HbE tanpa def besi n:129 n:14 n:12 Hb (g/dl) 15,4 ± 1,0 12,9 ± 1,1 14,6 ± 0,8 VER (fl) 86,9 ± 2,6 64,1 ± 3,1 74,9 ± 3,0 HER (pg) 29,4 ± 1,1 20,0 ± 1,2 24,7 ± 1,1 KHER (g/dl) 33,8 ± 0,8 31,2 ± 0,5 33,0 ± 0,5 HRR 1,28 ± 0,3 1,39 ± 0,50 1,03 ± 0,28 HRA (/ul) ± ± ± IRF 7.3 ± ,9 ± 7,9 10,5 ± 3,1 IRF absolut (/ul) ± ± ± LFR 92,6 ± 2,5 83,2 ± 7,9 89,5 ± 3,1 LFR absolut (/ul) ± ± ± Tabel Gambaran parameter hematologi, retikulosit dan fraksinya pada orang sehat dan pembawa sifat thalassemia-β atau HbE perempuan Parameter Sehat Pembawa sifat thal-β tanpa def besi Pembawa sifat thal-β dengan def besi Pembawa sifat HbE tanpa def besi Pembawa sifat HbE dengan def besi n:120 n:51 n:7 n:13 n:1 Hb (g/dl) 13,4 ± 1,0 11,0 ± 0,8 10,9 ± 1,4 12,1 ± 1,0 10,3 VER (fl) 87,7 ± 3,3 63,2 ± 2,1 63,6 ± 5,8 76,4 ± 4,1 69,5 HER (pg) 29,4 ± 1,4 19,6 ± 0,8 19,5 ± 2,8 25,2 ± 2,0 22,2 KHER (g/dl) 33,5 ± 0,9 31,0 ± 0,6 30,6 ± 1,6 33,0 ± 1,2 31,9 HRR 1,30 ± 0,4 1,50 ± 0,35 1,20 ± 0,44 1,12 ± 0,37 0,84 HRA (/ul) ± IRF 6,3 (0,2 14,7) IRF absolut (/ul) ( ) LFR 93,7 (85,3 97,7 0 LFR absolut (/ul) ± ± ± ± ,0 ± 3,4 15,8 ± 6,9 10,2 ± 3,3 11, ± ± ± ,0 ± 3,4 84,2 ± 6,9 89,8 ± 3,3 88, ± ± ±

62 47 Dari table 4.14 dan 4.15 terlihat bahwa kadar Hb, VER, HER, dan KHER pembawa sifat thalassemia-β atau HbE lebih rendah dari orang sehat. Kadar Hb, VER, HER, dan KHER pembawa sifat thalassemia-β lebih tinggi dari pembawa sifat HbE. Nilai HRR dan HRA pembawa sifat thalassemia-β lebih tinggi daripada pembawa sifat HbE. Pada pembawa sifat thalassemia-β, IRF lebih tinggi daripada pembawa sifat HbE, sedangkan LFR lebih rendah daripada pembawa sifat HbE. Sebagian besar pembawa sifat thalassemia-β atau HbE memiliki hasil HRR dan HRA normal. Nilai IRF pembawa sifat thalassemia-β atau HbE lebih tinggi dari pada nilai rujukan orang normal. Hasil retikulosit dan fraksinya pada subjek dengan defisiensi besi lebih rendah daripada subjek tanpa defisiensi besi.

63 48 BAB 5 PEMBAHASAN 5.1. Uji ketelitian dan ketepatan Hasil uji ketelitian within run pemeriksaan retikulosit dan fraksinya menggunakan bahan kontrol XN-Check ketiga level masih dalam batas yang diperkenankan pabrik yaitu CV 15% untuk parameter HRR dan HRA, CV 30% untuk IRF dan LFR, CV 50% untuk MFR, dan CV 100% untuk HFR 50, seperti yang terlihat pada Tabel 5.1.Hasil uji ketepatan juga masih dalam batas yang diperkenankan pabrik yaitu d ±20% untuk parameter HRR dan HRA, d ±30% untuk parameter IRF, LFR, MFR, dan HFR, seperti yang terlihat pada Tabel 5.2. Peneliti tidak mendapatkan data pembanding dari penelitian lain untuk hasil uji ketepatan dan ketelitian parameter retikulosit dan fraksinya menggunakan Sysmex XN Tabel 5.1. Perbandingan hasil uji ketelitian within run kontrol XN-Check dengan rekomendasi pabrik 50 Penelitian Parameter CV Level 1 Level 2 Level 3 Peneliti HRR 2,09 5,55 4,16 Rekomendasi pabrik Peneliti HRA 3,02 5,46 4,09 Rekomendasi pabrik Peneliti IRF 5,11 3,78 5,37 Rekomendasi pabrik Peneliti LFR 2,91 2,05 2,13 Rekomendasi pabrik Peneliti MFR 5,78 4,09 7,66 Rekomendasi pabrik Peneliti HFR 15,03 9,14 13,36 Rekomendasi pabrik

64 49 Tabel 5.2. Perbandingan hasil uji ketepatan within run kontrol XN-Check dengan rekomendasi pabrik 50 Penelitian Parameter Level 1 d Level 2 Level 3 Peneliti HRR (-0,61) 4,09 (-7,77) 4,85 (-7,87) 2,25 Rekomendasi pabrik d ±20% d ±20% d ±20% Peneliti HRA (-3,99) 2,77 (-9,39) 3,06 (-9,62) 0,21 Rekomendasi pabrik d ±20% d ±20% d ±20% Peneliti IRF (-5,51) 6,06 (-3,69) 4,26 7,14 22,22 Rekomendasi pabrik d ±30% d ±30% d ±30% Peneliti LFR (-3,45) 2,98 (-2,31) 1,70 (-7,49) - (-2,41) Rekomendasi pabrik d ±30% d ±30% d ±30% Peneliti MFR (-8,39) 5,03 (-5,14) 2,40 8,49 29,52 Rekomendasi pabrik d ±30% d ±30% d ±30% Peneliti HFR (-18,4) 9,2 (-3,33) 21,67 (-15,00) 22,50 Rekomendasi pabrik d ±30% d ±30% d ±30% Tabel 5.3 memperlihatkan hasil uji ketelitian within run menggunakan 3 darah K3EDTA. Rekomendasi pabrik untuk CV parameter retikulosit dan fraksiya hanya untuk level normal dan tinggi, sedangkan untuk level rendah tidak tertulis nilai CV. Nilai CV within run parameter retikulosit level normal dan tinggi dalam batas CV yang direkomendasikan oleh pabrik.

65 50 Tabel 5.3. Perbandingan hasil uji ketelitian within run darah K3EDTA dengan rekomendasi pabrik 50 Penelitian Parameter Level rendah CV Level normal Level tinggi Peneliti HRR 9,94 2,49 4,88 Rekomendasi pabrik Tidak ada data Peneliti HRA 10,12 2,30 5,08 Rekomendasi pabrik Tidak ada data Peneliti IRF 41,80 9,45 18,22 Rekomendasi pabrik Tidak ada data Peneliti LFR 0,73 0,69 2,26 Rekomendasi pabrik Tidak ada data Peneliti MFR 41,80 9,76 8,68 Rekomendasi pabrik Tidak ada data Peneliti HFR 0 41,16 76,46 Rekomendasi pabrik Tidak ada data Hasil uji ketelitian between days dan ketepatan pemeriksaan retikulosit dan fraksinya menggunakan bahan kontrol XN-Check level 1, 2, dan 3 masih dalam batas yang diperkenankan pabrik, seperti yang terlihat pada Tabel 5.4 dan Tabel 5.5.

66 51 Tabel 5.4. Perbandingan hasil uji ketelitian between days kontrol XN-Check dengan rekomendasi pabrik 50 Penelitian Parameter Level 1 CV Level 2 Level 3 Peneliti HRR 1,52 1,25 8,17 Rekomendasi pabrik Peneliti HRA 1,60 1,26 8,51 Rekomendasi pabrik Peneliti IRF 3,87 3,41 6,56 Rekomendasi pabrik Peneliti LFR 2,30 1,99 2,37 Rekomendasi pabrik Peneliti MFR 3,94 5,01 8,03 Rekomendasi pabrik Peneliti HFR 5,25 17,40 10,84 Rekomendasi pabrik Tabel 5.5. Perbandingan hasil uji ketepatan between days kontrol XN-Check dengan rekomendasi pabrik 50 Penelitian Parameter Level 1 d Level 2 Level 3 Peneliti HRR 5,52 10,02 2,91 6,31 (-11,24) 4,49 Rekomendasi pabrik d ±20% d ±20% d ±20% Peneliti HRA 5,89 9,10 2,73 5,90 (-12,97) 3,77 Rekomendasi pabrik d ±20% d ±20% d ±20% Peneliti IRF (-1,38) 7,71 (-0,28) 8,52 (-3,57) 14,29 Rekomendasi pabrik d ±30% d ±30% d ±30% Peneliti LFR (-4,40) 0,78 (-4,63) 0,15 (-4,81) 1,20 Rekomendasi pabrik d ±30% d ±30% d ±30% Peneliti MFR (-1,34) 7,05 (-1,71) 12,67 (-4,72) 16,04 Rekomendasi pabrik d ±30% d ±30% d ±30% Peneliti HFR (-1,54) 10,77 (-11,67) 28,33 2,50 30,00 Rekomendasi pabrik d ±30% d ±30% d ±30% Rekomendasi pabrik untuk CV MFR dan HFR adalah 50% dan 100% Nilai CV yang sangat tinggi tersebut menunjukkan bahwa ketelitian pemeriksaan HFR dan MFR sangat rendah sehingga hasil pengukuran kedua parameter dengan menggunakan XN-2000 tidak dapat dipercaya.

67 Nilai rujukan retikulosit dan fraksinya Pada penelitian ini jumlah subjek adalah 129 lelaki dan 120 perempuan. Jumlah subjek tersebut memenuhi jumlah sampel minimal yang harus dipenuhi yaitu minimal 120 untuk masing-masing kelompok. Nilai rujukan parameter HRR baik lelaki maupun perempuan adalah 0,7 2,2%. Hasil tersebut lebih tinggi daripada penelitian oleh Wirawan, , seperti terlihat pada Tabel 5.6. Variasi nilai rujukan beberapa penelitian dapat disebabkan perbedaan kriteria masukan dan tolakan, etnik, jumlah subjek, serta model alat hematologi yang dipakai. Tabel 5.6. Nilai rujukan HRR berbagai penelitian Penelitian Jumlah subjek (orang) Penelitian ini 249 Ambayya dkk, (L: 129, P: 120) 1376 (L: 469, P: 907) Pekelhering dkk, (L: 133, P: 176) Sehgal dkk, (L: 54, P: 46) Wirawan, (L: 120, P: 120) Van den Bossche 317 dkk, (L:142, P: 175) Keterangan: L: lelaki, P: perempuan Etnis HRR Keterangan Indonesia 0,70 2,20 Sysmex XN-2000 Melayu, Cina, India 0,40 1,60 Sysmex XE-5000 Belanda 0,43 1,36 Sysmex XE-5000 India 0,42 1,82 Sysmex XE-2100 Indonesia 0,50 2,00 Sysmex XT-2000i Belgia 0,61 2,16 0,61 1,79 0,44 1,55 0,61 2,24 0,50 1,40 Abx Pentra 120 Retic Coulter Gen-S Sysmex SE 9500 Abbott Cell Dyn 4000 Bayer Advia 120 Nilai rujukan parameter HRA lebih tinggi dari berbagai penelitian ini, seperti yang terlihat pada tabel 5.7. Hal ini kemungkinan disebabkan perbedaan kriteria masukan dan tolakan, etnik, jumlah subjek, serta model alat hematologi yang dipakai.

68 53 Tabel 5.7. Nilai rujukan HRA berbagai penelitian Penelitian Penelitian ini Jumlah Subjek 249 (L: 129, P: 120) Pekelhering 309 dkk, (L: 133, P: 176) Wirawan, (L: 120, P: 120) Van den Bossche dkk, (L:142, P: 175) Etnis HRA (/μl) Keterangan Lelaki Perempuan Indonesia Sysmex XN-2000 Belanda Sysmex XE-5000 Indonesia Sysmex XT-2000i Belgia Abx Pentra 120 Retic Coulter Gen-S Sysmex SE Abbott Cell Dyn Bayer Advia 120 Nilai rujukan parameter IRF relatif pada penelitian berbeda dengan berbagai penelitian lain, seperti yang terlihat pada tabel 5.8. Hal ini kemungkinan disebabkan perbedaan kriteria masukan dan tolakan, etnik, jumlah subjek, serta model alat hematologi yang dipakai. Nilai rujukan IRF absolut pada penelitian ini adalah /μl (lelaki) dan /μl (perempuan). Peneliti tidak mendapatkan data pembanding dari penelitian lain untuk nilai rujukan IRF absolut.

69 54 Tabel 5.8. Nilai rujukan IRF relatif berbagai penelitian Penelitian Jumlah subjek Etnis IRF Keterangan Penelitian ini 249 (L: 129, P: 120) Ambayya dkk, (L: 469, P: 907) Pekelhering 309 dkk, (L: 133, P: 176) Sehgal dkk, (L: 54, P: 46) Wirawan, Van den Bossche dkk, (L: 120, P: 120) 317 (L:142, P: 175) Keterangan: L: lelaki, P: Perempuan Indonesia 2,4 13,4 Sysmex XN-2000 Melayu, Cina, India 0 8,9 Sysmex XE-5000 Belanda 1,6 10,5 Sysmex XE-5000 India 2,00 16,52 Sysmex XE-2100 Indonesia 1,4 14,6 Sysmex XT-2000i Belgia 0,14 0,35 Abbott Cell Dyn 4000 Nilai rujukan parameter LFR relatif pada penelitian ini berbeda dengan berbagai penelitian lain, seperti yang terlihat pada tabel 5.9. Hal ini kemungkinan disebabkan perbedaan kriteria masukan dan tolakan, etnik, jumlah subjek, serta model alat hematologi yang dipakai. Nilai rujukan LFR absolut pada penelitian ini adalah /μl (lelaki) dan /μl (perempuan). Peneliti tidak mendapatkan data pembanding dari penelitian lain untuk nilai rujukan LFR absolut. Tabel 5.9. Nilai rujukan LFR relatif berbagai penelitian Penelitian Jumlah subjek (orang) Etnis LFR Keterangan Penelitian ini 249 (L: 129, P: 120) Pekelhering 309 dkk, (L: 133, P: 176) Sehgal dkk, (L: 54, P: 46) Wirawan, Van den Bossche dkk, (L: 120, P: 120) 317 (L:142, P: 175) Keterangan: L: lelaki, P: perempuan Indonesia 86,6 97,4 Sysmex XN-2000 Belanda 89,9 98,4 Sysmex XE-5000 India 82,47 97,99 Sysmex XE-2100 Indonesia 85,4 98,6 Sysmex XT-2000i Belgia 84,6 97,1 88,3 98,0 Sysmex SE-9500 Bayer Advia 120

70 Profil maturitas retikulosit pada pembawa sifat Thalassemia-β atau hemoglobin E Pada penelitian ini didapatkan 8 (11.1%) dari 98 subjek pembawa sifat thalassemia-β dan HbE yang mengalami defisiensi besi. Semua subjek tersebut adalah perempuan. Jumlah ini lebih rendah daripada penelitian Dolai dkk 6 pada pasien thalassemia minor di India dengan defisiensi besi sebanyak 29,67% pada perempuan dan 3,38% pada lelaki. Tidak didapatkan lelaki dengan defisiensi besi kemungkinan disebabkan jumlah subjek lelaki hanya sedikit yaitu 26 orang. Subjek perempuan lebih banyak disebabkan kebanyakan pasien yang berobat ke poliklinik Thalassemia RSCM diantarkan oleh ibunya yang kemudian menjadi subjek penelitian ini. Lebih tingginya defisiensi besi pada perempuan dapat disebabkan adanya kehilangan darah saat menstruasi. Pada penelitian ini kadar hemoglobin pada subjek dengan defisiensi besi lebih rendah daripada subjek tanpa defisiensi besi, tetapi nilai VER dan HER antara kedua kelompok tidak terlalu berbeda. Hasil hematologi tersebut mirip dengan hasil penelitian Dolai dkk seperti yang terlihat pada Tabel Tabel Perbandingan data hemoglobin, VER, HER antara subjek pembawa sifat thalassemia-β dan HbE dengan dan tanpa defisiensi besi Parameter Penelitian ini Penelitian Dolai dkk, Hemoglobin (g/dl) Tanpa defisiensi besi L: 13,7 ± 1,3 P: 11,2 ± 1,0 Defisiensi besi Tanpa defisiensi besi Defisiensi besi P: 10,9 ± 1,3 11,21 ± 0,22 9,78 ± 0,19 VER (fl) 64,1 (59,0 81,8) 64,2 ± 5,4 66,70 ± 1,33 66,24 ± 1,32 HER (pg) 20,1 (17,8 28,8) 18,9 (17,4 25,6) 20,56 ± 0,41 20,18 ± 0,4 Keterangan: L: lelaki, P: perempuan Berdasarkan nilai rujukan retikulosit dan fraksinya yang didapatkan pada penelitian ini, sebagian besar pembawa sifat thalassemia-β dan HbE memiliki nilai HRR dan HRA normal. Fraksi retikulosit imatur, yaitu IRF pada pembawa sifat thalassemia-β dan HbE lebih tinggi daripada orang normal. Peningkatan fraksi retikulosit imatur ini sejalan dengan penelitian oleh Wagner dkk 56. Pada

71 56 thalassemia terjadi hiperplasia eritroid ringan tetapi hitung retikulosit normal karena adanya eritropoiesis inefektif. 57 Fraksi IRF yang lebih tinggi dibandingkan orang normal menunjukkan adanya aktivitas eritropoiesis lebih tinggi walaupun terdapat eritropoiesis inefektif. 8,10 Peningkatan aktivitas eritropoiesis pada thalassemia-β atau HbE merupakan respons tubuh untuk mengatasi anemia. Hal ini ditandai dengan peningkatan jumlah retikulosit. Eritropoiesis inefektif terjadi akibat penghancuran precursor eritroid yang mengandung presipitat rantai alfa berlebih di sumsum tulang. Akibatnya peningkatan retikulosit tidak setinggi seperti pada keadaan eritropoiesis efektif. Pada pemeriksaan retikulosit didapatkan normal sampai meningkat ringan. Eritropoiesis inefektif juga menyebabkan retikulosit imatur dihancurkan sebelum menjadi retikulosit matur sehingga fraksi retikulosit imatur meningkat. Dengan demikian, peningkatan fraksi retikulosit imatur disertai hitung retikulosit normal, seperti pada subjek pembawa sifat thalassemia-β dan HbE di penelitian ini menunjukkan terdapat eritropoiesis inefektif. 35, 57 Nilai Hb, VER, HER, KHER pembawa sifat thalassemia-β lebih rendah daripada pembawa sifat HbE; sedangkan HRR, HRA dan fraksi retikulosit imatur lebih tinggi daripada pembawa sifat HbE. Hal ini menunjukkan kelainan hematologi pembawa sifat thalassemia-β pada penelitian ini lebih berat daripada pembawa sifat HbE sehingga usaha kompensasi tubuh dengan meningkatkan aktivitas eritropoiesis. Pada hasil laboratorium peningkatan aktivitas eritropoiesis ini ditunjukkan dengan peningkatan HRR dan HRA yang lebih besar pada pembawa sifat thalassemia-β daripada pembawa sifat HbE. Fraksi retikulosit imatur pada pembawa sifat thalassemia-β lebih tinggi menunjukkan eritropoiesis inefektif pembawa sifat thalassemia-β lebih berat daripada pembawa sifat HbE. Hitung retikulosit dan fraksinya pada subjek pembawa sifat thalassemia-β dan HbE dengan defisiensi besi lebih rendah daripada tanpa defisiensi besi. Besi merupakan salah satu bahan baku pada proses eritropoiesis. Pada defisiensi besi terjadi penurunan jumlah cadangan besi tubuh sehingga aktivitas eritropoiesis menurun yang menyebabkan jumlah retikulosit akan menurun. Hal ini terlihat pada hitung retikulosit yang menurun. Walaupun fraksi retikulosit imatur pada subjek defisiensi besi lebih rendah daripada tanpa defisiensi besi, tetapi nilainya

72 57 masih lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok sehat. Hal ini menunjukkan eritropoiesis inefektif tetap terjadi pada subjek pembawa sifat thalassemia-β dan HbE dengan defisiensi besi. Pada subjek pembawa sifat thalassemia-β dan HbE, terdapat 10 orang memiliki hasil saturasi transferin rendah tetapi nilai feritin serum normal. Dari 10 orang tersebut, 9 di antaranya memiliki nilai CRP yang normal sedangkan satu memiliki nilai CRP meningkat. Feritin dan CRP merupakan protein fase akut sehingga kadarnya meningkat saat inflamasi. Perbedaan keduanya adalah kadar CRP cepat menurun setelah inflamasi yaitu 48 jam setelah inflamasi, sedangkan feritin dapat bertahan di darah hingga 10 hari setelah inflamasi. Akibatnya kadar CRP sudah kembali normal tetapi feritin mungkin belum kembali ke kadar awalnya, sehingga kadar feritin mungkin lebih rendah daripada kadar yang terukur saat penelitian ini. 58, Keterbatasan penelitian Hasil nilai rujukan retikulosit dan parameternya yang didapatkan pada penelitian ini hanya dapat digunakan untuk orang dewasa Indonesia menggunakan alat Sysmex XN Nilai rujukan ini tidak berlaku untuk anak dan bayi.

73 Kesimpulan BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Telah dilakukan penelitian pada 229 subjek sehat dan 98 subjek pembawa sifat thalassemia-β dan HbE menggunakan alat hitung sel darah otomatik Sysmex XN Kesimpulan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Nilai rujukan parameter retikulosit dan fraksitnya pada orang dewasa adalah Parameter Satuan Lelaki Perempuan HRR* % HRA /μl IRF relatif* % 2,4 13,4 IRF absolut /μl LFR relatif* % 86,6 97,4 LFR absolut /μl Keterangan *nilai rujukan lelaki dan perempuan sama Pemeriksaan MFR dan HFR memiliki ketelitian yang sangat rendah sehingga hasil kedua parameter tersebut tidak dapat dipercaya. 2. Hitung retikulosit relative dan absolute pembawa sifat thalassemia-β atau HbE tanpa defisiensi besi dalam rentang nilai rujukan. Fraksi retikulosit imatur yang ditandai dengan IRF pada pembawa sifat thalassemia-β atau HbE tanpa defisiensi besi lebih tinggi dari subjek sehat. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat eritropoiesis inefektif pada pembawa sifat thalassemia-β atau HbE. Pembawa sifat thalassemia-β memiliki nilai hitung retikulosit dan fraksinya lebih tinggi dari pada pembawa sifat HbE. Hal ini menunjukkan bahwa eritropoiesis inefektif pada pembawa sifat thalassemia-β lebih berat daripada pembawa sifat HbE 3. Hitung retikulosit dan fraksinya pembawa sifat thalassemia-β atau HbE dengan defisiensi besi lebih rendah daripada pembawa sifat thalassemia-β 58

74 59 atau HbE tanpa defisiensi besi. Walaupun demikian, fraksi retikulosit imatur pembawa sifat thalassemia-β atau HbE dengan defisiensi besi lebih tinggi daripada subjek sehat. Hal ini menunjukkan walaupun terdapat penurunan aktivitas eritropoiesis karena rendahnya cadangan besi, tetapi eritropoiesis inefektif tetap terjadi pada pembawa sifat thalassemia-β atau HbE dengan defisiensi besi Saran Berikut adalah saran pada penelitian ini: 1. Disarankan agar bahan kontrol XN-check memiliki nilai kontrol parameter retikulosit dan fraksinya dengan nilai rendah untuk meningkatkan ketelitian dan ketepatan alat Sysmex XN Ketelitian parameter MFR dan HFR sangat rendah sehingga kedua parameter tersebut disarankan untuk tidak digunakan oleh klinisi. 3. Disarankan penelitian dengan jumlah sampel pembawa sifat thalassemia-β atau HbE dengan defisiensi besi yang lebih banyak sehingga dapat dinilai secara analitik hubungan antara maturitas retikulosit dengan status besi tubuh. Jumlah sampel diperkirakan dengan rumus besar sampel: n = Zα 2 PQ d 2 Prevalensi defisiensi besi pada thalassemia minor lelaki dan perempuan berbeda sehingga besar sampel antara lelaki dan perempuan dihitung terpisah. Perkiraan besar sampel untuk lelaki: Zα = 1.96 P = Q = 1 P = = 0.97 d = 0.01 n =(1.96) =

75 60 Perkiraan besar sampel untuk perempuan: Zα = 1.96 P = Q = 1 P = = 0.7 d = 0.1 n =(1.96) =

76 61 DAFTAR PUSTAKA 1. Laudicina RJ. Hemoglobinopathies: qualitative defects. Dalam: McKenzie SB, Williams JL (penyunting). Clinical Laboratory Hematology. Edisikedua. New Jersey: Pearson, h Andriastuti M, Sari TT, Wahidiyat PA, Putriasih SA. Kebutuhan transfusi darah pasca-splenektomi pada thalassemia mayor. Sari Pediatri 2011;13(4): Randolph TR. Thalassemia. Dalam: McKenzie SB, Williams JL (penyunting). Clinical Laboratory Hematology. Edisikedua. New Jersey: Pearson, h Pootrakul P, Sirankapracha P, Hemsorach S, Moungsub W, Kumbunlue R, Piangitjagum A, et al. A correlation of erythrokinetics, ineffective erythropoiesis, and erythroid precursor apoptosis in Thai patients with thalassemia. Blood 2000;96: Wirawan R. Uji ketelitian, ketepatan dan nilai rujukan parameter retikulosit orang Indonesia dewasa di Jakarta menggunakan alat hitung sel darah otomatik Sysmex XT 2000i. Jakarta: BalaiPenerbit FKUI, Dolai TK, Nataraj KS, Sinha N, Mishra S, Bhattacharya M, Ghosh MK. Prevalence of iron deficiency in thalassemia minor: a study from tertiary hospital. Indian J Hematol Blood Transfus 2012;28(1): Riley RS, Ben-Ezra JM, Tidwell A. Reticulocyte enumeration: past& present. Lab Med 2001;32: Weatherall DJ. Haemoglobin and the inherited disorders of globin synthesis. Dalam: Hoffbrand AV, Catovsky D, Tuddenham EGD (penyunting). Postgraduate Haematology. Edisikelima. Massachusetts: Blackwell Publishing, h McKenzie SB. Hemoglobin. Dalam: McKenzie SB(penyunting). Clinical Laboratory Hematology. Edisikedua. New Jersey: Pearson, h Weatherall DJ. Disorders of Globin Synthesis: The Thalassemias. Dalam: Lichtman MA, Beutler E, Seligsohn U, Kaushansky K, Kipps TO

77 62 (penyunting). Williams hematology. Edisiketujuh. New York: McGraw-Hill Medical, h Aggarwal R, Prakash A, Aggarwal M. Thalassemia: an overview. J ScienSoc 2014;41(1): Higgs DR, Engel JD, Stamatoyannopoulos GS. Thalassaemia. Lancet 2012;379: Genetic disorder of haemoglobin. Dalam: Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH, (penyunting). Essential haemotology. Edisikelima. Massachusetts: Blackwell Publishing, h Stamatoyannopoulos G. Control of globin gene expression during development and erythroid differentiation. ExpHematol 2005;33(3): RundD, Rachmilewitz E. β-thalassemia. N Engl J Med 2005;353: Olivieri NF. The betha-thalassemias. N Engl J Med. 1999;341(2): Centis F, Tabellini L, Lucarelli G, Buffi O, Tonucci P, Persini B, dkk. The importance of erythroid expansion in determining the extent of apoptosis in erythroid precursors in patients with β-thalassemia major. Blood. 2000;96(10): Srinoun K, Svasti S, Chumworathayee W, Vadolas J, Vattanaviboon P, Fucharoen S, dkk. Imbalanced globin chain synthesis determines erythroid cell pathology in thalassemic mice. Haematologica. 2009;94: Martin M, Thompson AA. Thalassemia. Pediatr Clin N Am 2013;60: Bain BJ. Other significant haemoglobinopathies. Dalam: Bain BJ. (penyunting) Haemoglobinopathy diagnosis. Edisi kedua. Massachusetts: Blackwell Publishing, h Olivieri NF. Treatment strategies for hemoglobin E beta-thalassemia. Blood Rev 2012;26S:S Vichinsky E. Hemoglobin E syndromes. Hematol Am Soc Hematol Educ Prog 2007;2007(1): PremawardhenaA, Fisher CA, Olivieri NF. Haemoglobin E beta thalassaemiain Sri Lanka. Lancet 2005;366(9495): Goodnough LT, Nemeth E, Ganz T. Detection, evaluation, and management of iron-restricted erythropoiesis. Blood :

78 Musallama KM, CappelliniMD, Woodb JC, Taher AT. Iron overload in nontransfusion-dependent thalassemia: a clinical perspective. Blood Rev 2012;26S:S KohgoY, Ikuta K,Ohtake T,Torimoto Y,Kato J. Body iron metabolism and pathophysiology of iron overload. Int J Hematol 2008;88: Bull BS. Morphology of the erythron. Dalam: Lichtman MA, Beutler E, Seligsohn U, Kaushansky K, Kipps TO (penyunting). Williams hematology. Edisiketujuh. USA: McGraw-Hill Medical, h Dessypris EN, Sawyer ST. Erythropoiesis. Dalam: Greer JP, Foerster J, Rodgers GM, Paraskevas F, Glader B, Arber DA, dkk. (penyunting)wintrobe s clinical hematology. Edisikeduabelas. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, h Prchal JT. Production of erythrocytes. Dalam: Lichtman MA, Beutler E, Seligsohn U, Kaushansky K, Kipps TO (penyunting). Williams hematology. Edisiketujuh. USA: McGraw-Hill Medical, h Buttarello M, Bulian P, Farina G, Petris MG, Temporin V, Toffolo L. Five fully automated methods for performing immature reticulocyte fraction: comparison in diagnosis of bone marrow aplasia. Am J ClinPathol 2002;117: Morceau F, Dicato M, Diederich M. Pro-inflammatory cytokine-mediated anemia: regarding molecular mechanisms of erythropoiesis. Mediator Inflam 2009;2009: Faquin WC, Schneider TJ, Goldberg MA. Effect of inflammatory cytokines on hypoxia-induced erythropoietin production. Blood 1992;79(8): Barany P. Effect of inflammatory cytokines on hypoxia-induced erythropoietin production. Nephrol Dial Transplant 2001;16: Hubbard J. The erythrocyte. Dalam: Mackenzie SB, Williams JL (penyunting) Clinical Labortory Hematology. Edisikedua. New Jersey: Pearson, h Watanabe K, Kawai Y, Takeuchi K, Shimizu N, Iri H, Ikeda Y, dkk. Reticulocyte maturity as an indicator for estimating qualitative abnormality of erythropoiesis. J ClinPathol 1994;47:736-9.

79 Bain BJ, Lewis SM, Bates I. Basic haematological techniques. Dalam: Bain BJ, Lewis SM, Bates I (penyunting). Dacie and Lewis practical haematology. Edisikesepuluh. Philadelphia: Churchill Livingstone h Briggs C, Grant D, Machin SJ. Comparison of the automated reticulocyte counts and immature reticulocyte fraction measurements obtained With the ABX Pentra 120 retic blood analyzer and the Sysmex XE-2100 automated hematology analyzer. Lab Hematol 2001;7: Analyzer and the Sysmex XE-2100 Automated Hematology Analyzer. Lab Hematol 2001;7: Buttarello M, Plebani M. Automated blood cell counts: state of the art. Am J ClinPathol 2008;130: Leaflet pemeriksaan CREP2. Roche Cobas c system. Indianapolis: Roche Diagnostic; Leaflet pemeriksaan ALTL. Roche Cobas c system. Indianapolis:Roche Diagnostics; Leaflet pemeriksaan ALB2. Roche Cobas c system. Indianapolis: Roche Diagnostic; Leaflet pemeriksaan CRPLX. Roche Cobas c system. Indianapolis:Roche Diagnostics; Joint World Health Organization/Centers for Disease Control and Prevention Technical Consultation on the Assessment of Iron Status at the Population Level. Assessing the iron status of populations. Geneva: World Health Organiztion, Wish JB. Assessing iron status: beyond serum ferritin and transferrin saturation. Clin J Am Soc Nephrol 2006;1:S World Health Organization. Serum ferritin concentrationsfor the assessment of ironstatus and iron deficiency inpopulations. Geneva: WHO Vitamin and Mineral Nutrition Information System, Wirawan R. Analisa hemoglobin dengan cara konvensional dan mikrokapiler elektroforesis. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, h ,

80 Randolph TR. Hemoglobinopathies (structural defect in hemoglobin). Dalam: Rodak BF, Fritsma GA, Keohane EM. (penyunting) Hematology: clinical principles and applications. Missouri: Elsevier Saunders; h Atmakusumah TD, Wahidiyat PA, Sofro AS, Wirawan R, Tjitrasari T, Setyaningsih I. Pencegahan Thalasemia. Jakarta: Dirjen Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, h Sysmex Automated Hematology Analyzer XN-2000 Instruction for Use. Kobe: Sysmex Corporation Katayev A, balciza C, SeccombeDw. Establishing reference intervals for clinical laboratory test results: is there a better way? Am J ClinPathol 2010;133: Ambayya A, Su AT, Osman NH, Nik-Samsudin NR, Khalid K, Chang KM, dkk. Haematological reference intervals in a multiethnic population. PLoS ONE 2014;9(3):e Pekelharing JM, Hauss O, de Jonge R, Lokhoff J, Sodikromo J, Spaans M, et al. Haematology Reference Intervals for Established and Novel Parameters in Healthy Adults. Sysmex J Int 2010;1: Sehgal KK, Tina D, Choksey U, Dalal RJ, Shanaz KJ. Reference range evaluation of complete blood count parameters with emphasis on newer research parameters on the complete blood count analyzer Sysmex XE Ind J PatholMicrobiol 2013;56(2): Van den Bossche J, Devreese K, Malfait R, Van de Vyvere M, Wauters A, Neels H, dkk. Reference Intervals for a Complete Blood Count Determined on different Automated HaematologyAnalysers: AbxPentra 120 Retic, Coulter Gen-S, Sysmex SE 9500, Abbott Cell Dyn 4000 and Bayer Advia 120. ClinChem Lab Med 2002;40(1): Wagner SC, Grando AC, de Castro SM. Reticulocyte indices in β thalassemia trait individuals. Rev Bras HematolHemoter 2011;33(5): Wollmann M, Gerzson BMC, Schwert V, Figuera RW, Ritzel GO. Reticulocyte maturity indices in iron deficiency anemia. Rev Bras HematolHemoter 2014;36(1):25-8.

81 Kilicarslani A, Uysal A, Roach EC. Acute phase reactants. ActaMedica 2013; 2: Beard JL, Murray-Kolb LE, Rosales FJ, Solomons NW, Angelili ML. Interpretation of serum ferritin concentrations as indicators of total-body iron stores in survey populations: the role of biomarkers for the acute phase response. Am J ClinNutr 2006;84:

82 67 Lampiran 1. Data subjek lelaki sehat No Usia (tahun) HRR HRA (/μl) IRF LFR MFR HFR , ,8 96,2 3,8 0, , ,0 90,0 9,0 1, , ,8 94,2 5,2 0, , ,2 89,8 8,6 1, , ,1 90,9 8,4 0, , ,7 88,3 9,7 2, , ,4 94,6 4,8 0, , ,9 89,1 9,7 1, , ,5 89,5 9,7 0, , ,4 94,6 5,0 0, , ,8 97,2 2,5 0, , ,7 95,3 4,5 0, , ,4 95,6 4,3 0, , ,3 89,7 8,8 1, , ,3 93,7 6,2 0, , ,1 91,9 7,3 0, , ,5 92,5 6,7 0, , ,8 88,2 10,2 1, , ,9 93,1 6,3 0, , ,7 92,3 6,6 1, , ,7 95,3 4,7 0, , ,2 93,8 5,8 0, , ,3 92,7 6,8 0, , ,0 98,0 2,0 0, , ,2 92,8 6,7 0, , ,9 94,1 5,2 0, , ,0 95,0 4,7 0, , ,9 91,1 7,8 1, , ,7 89,3 9,2 1, , ,3 95,7 4,1 0, , ,9 93,1 6,3 0, , ,7 93,3 6,3 0, , ,9 96,1 3,6 0, , ,5 92,5 6,7 0, , ,5 86,5 11,7 1,8 Keterangan HRR: hitung retikulosit relatif, HRA: hitung retikulosit absolut, IRF: immature reticulocyte fraction, LFR: low fluorescence ratio, MFR: medium fluorescence ratio, HFR: high fluorescence ratio

83 68 Lampiran 1. Data subjek lelaki sehat No Usia (tahun) HRR HRA (/μl) IRF LFR MFR HFR , ,9 92,1 7,3 0, , ,4 94,6 5,3 0, , ,8 95,2 4,6 0, , ,9 96,1 3,2 0, , ,0 91,0 8,0 1, , ,9 94,1 5,7 0, , ,8 92,5 4,5 0, , ,0 93,0 5,7 1, , ,1 90,9 7,8 1, , ,9 94,1 5,6 0, , ,4 94,6 5,1 0, , ,6 92,4 7,2 0, , ,4 93,6 5,3 1, , ,3 90,7 8,1 1, , ,3 91,7 7,4 0, , ,1 93,9 5,7 0, , ,8 91,2 7,8 1, , ,6 94,4 5,5 0, , ,5 88,5 10,6 0, , ,2 94,8 4,7 0, , ,0 93,0 6,3 0, , ,2 94,8 4,9 0, , ,0 93,0 6,2 0, , ,9 88,1 9,8 2, , ,5 93,5 6,0 0, , ,9 92,1 7,4 0, , ,2 93,8 5,8 0, , ,6 86,4 12,2 1, , ,6 87,4 11,0 1, , ,1 97,9 2,1 0, , ,1 92,9 6,0 1, , ,8 92,2 6,9 0, , ,2 95,8 3,8 0, , ,1 96,9 2,8 0,3 Keterangan HRR: hitung retikulosit relatif, HRA: hitung retikulosit absolut, IRF: immature reticulocyte fraction, LFR: low fluorescence ratio, MFR: medium fluorescence ratio, HFR: high fluorescence ratio

84 69 Lampiran 1. Data subjek lelaki sehat No Usia HRR HRA IRF LFR MFR HFR (tahun) (/μl) , ,2 94,8 4,9 0, , ,2 93,8 5,5 0, , ,5 93,5 6,0 0, , ,5 91,5 7,8 0, , ,9 93,1 6,6 0, , ,9 89,1 8,6 2, , ,3 89,7 9,9 0, , ,5 96,5 3,4 0, , ,7 95,3 4,0 0, , ,1 92,9 6,8 0, , ,9 90,1 9,0 0, , ,1 94,9 4,3 0, , ,8 88,2 10,7 1, , ,3 90,7 8,3 1, , ,9 93,1 6,2 0, , ,5 88,5 10,5 1, , ,9 93,1 6,7 0, , ,9 92,9 6,7 1, , ,6 91,4 7,9 0, , ,8 96,2 3,5 0, , ,5 88,5 9,9 1, , ,9 93,1 6,4 0, , ,8 91,2 7,9 0, , ,3 89,7 9,4 0, , ,1 92,9 6,5 0, , ,4 89,6 9,3 1, , ,8 93,2 6,2 0, , ,3 91,7 7,5 0, , ,0 90,0 9,3 0, , ,1 94,9 4,8 0, , ,4 92,6 6,5 0, , ,2 88,8 10,1 1, , ,0 92,0 7,8 0, , ,6 89,4 9,7 0,9 Keterangan HRR: hitung retikulosit relatif, HRA: hitung retikulosit absolut, IRF: immature reticulocyte fraction, LFR: low fluorescence ratio, MFR: medium fluorescence ratio, HFR: high fluorescence ratio

85 70 Lampiran 1. Data subjek lelaki sehat No Usia (tahun) HRR HRA (/μl) IRF LFR MFR HFR , ,6 95,4 4,2 0, , ,7 92,3 6,7 1, , ,8 92,2 7,0 0, , ,5 88,5 9,5 2, , ,9 94,1 5,3 0, , ,8 91,2 8,1 0, , ,1 93,9 5,6 0, , ,3 89,7 9,3 1, , ,6 90,4 8,7 0, , ,8 96,2 3,8 0, , ,1 92,9 6,5 0, , ,6 92,4 7,3 0, , ,1 93,9 5,8 0, , ,0 91,0 8,1 0, , ,3 95,7 4,3 0, , ,2 91,8 7,9 0, , ,9 95,1 4,3 0, , ,9 97,1 2,9 0, , ,9 94,1 5,1 0, , ,0 85,0 12,2 2, , ,7 92,3 7,0 0, , ,2 94,8 4,8 0, , ,3 95,7 4,3 0, , ,2 89,8 9,2 1, , ,9 95,1 4,7 0, , ,5 92,5 6,9 0,6 Keterangan HRR: hitung retikulosit relatif, HRA: hitung retikulosit absolut, IRF: immature reticulocyte fraction, LFR: low fluorescence ratio, MFR: medium fluorescence ratio, HFR: high fluorescence ratio

86 71 Lampiran 2. Data subjek perempuan sehat No Usia HRR HRA IRF LFR MFR HFR (tahun) (/μl) , ,4 94,6 5,4 0, , ,5 91,5 7,8 0, , ,6 96,4 3,6 0, , ,5 94,5 5,1 0, , ,7 95,3 4,2 0, , ,7 94,3 5,5 0, , ,2 93,8 5,7 0, , ,8 94,2 5,5 0, , ,1 92,9 6,5 0, , ,0 95,0 4,4 0, , ,5 94,5 4,6 0, , ,2 92,8 6,9 0, , ,4 94,6 5,1 0, , ,1 96,9 2,8 0, , ,9 86,1 12,6 1, , ,4 96,6 3,1 0, , ,5 94,5 5,1 0, , ,4 96,6 3,4 0, , ,9 97,1 2,6 0, , ,5 93,5 6,4 0, , ,8 95,2 4,6 0, , ,7 93,3 6,3 0, , ,0 79,0 15,1 5, , ,8 93,2 6,2 0, , ,1 91,9 7,4 0, , ,0 93,0 6,7 0, , ,4 94,6 5,1 0, , ,7 91,3 7,9 0, , ,6 96,4 3,6 0, , ,4 96,6 3,0 0, , ,5 91,5 7,9 0, , ,4 97,6 2,4 0, , ,5 91,5 7,3 1, , ,9 90,1 9,0 0, , ,0 93,0 6,8 0,2 Keterangan HRR: hitung retikulosit relatif, HRA: hitung retikulosit absolut, IRF: immature reticulocyte fraction, LFR: low fluorescence ratio, MFR: medium fluorescence ratio, HFR: high fluorescence ratio

87 72 Lampiran 2. Data subjek perempuan sehat No Usia (tahun) HRR HRA (/μl) IRF LFR MFR HFR , ,6 94,4 5,4 0, , ,4 96,6 3,3 0, , ,3 91,7 7,1 1, , ,1 90,9 8,6 0, , ,9 90,1 9,4 0, , ,6 92,4 6,3 1, , ,0 93,0 6,3 0, , ,7 96,3 3,5 0, , ,1 92,9 6,5 0, , ,4 95,6 4,3 0, , ,8 95,2 4,6 0, , ,7 92,3 7,3 0, , ,2 92,8 6,5 0, , ,4 94,6 5,2 0, , ,8 92,2 7,3 0, , ,8 94,2 5,5 0, , ,9 93,1 6,3 0, , ,3 89,7 9,0 1, , ,9 92,1 7,1 0, , ,8 97,2 2,7 0, , ,9 91,1 7,5 1, , ,0 95,0 4,8 0, , ,7 96,3 3,5 0, , ,4 97,6 2,2 0, , ,8 95,2 4,5 0, , ,8 81,2 11,3 7, , ,7 93,3 6,3 0, , ,8 94,2 5,4 0, , ,1 92,9 6,8 0, , ,1 96,9 2,4 0, , ,0 94,0 5,4 0, , ,8 90,2 8,8 1, , ,1 94,9 4,7 0, , ,1 94,9 4,4 0,7 Keterangan HRR: hitung retikulosit relatif, HRA: hitung retikulosit absolut, IRF: immature reticulocyte fraction, LFR: low fluorescence ratio, MFR: medium fluorescence ratio, HFR: high fluorescence ratio

88 73 Lampiran 2. Data subjek perempuan sehat No Usia (tahun) HRR HRA (/μl) IRF LFR MFR HFR , ,3 96,7 3,3 0, , ,4 93,6 5,9 0, , ,8 93,2 5,9 0, , ,7 94,3 5,2 0, , ,3 92,7 6,9 0, , ,3 93,7 5,7 0, , ,5 96,5 3,5 0, , ,6 97,4 2,2 0, , ,0 94,0 5,5 0, , ,3 93,7 5,1 1, , ,6 90,4 9,2 0, , ,5 93,5 6,1 0, , ,3 95,7 4,2 0, , ,8 91,2 7,9 0, , ,9 95,1 4,3 0, , ,8 91,2 8,0 0, , ,8 96,2 3,7 0, , ,3 93,7 5,8 0, , ,8 87,2 10,8 2, , ,8 90,2 9,2 0, , ,4 93,6 6,0 0, , ,6 96,4 3,6 0, , ,9 96,1 3,7 0, , ,8 95,2 4,3 0, , ,8 93,2 5,8 1, , ,0 88,0 10,8 1, , ,2 96,8 3,2 0, , ,3 90,7 8,1 1, , ,2 85,8 12,0 2, , ,1 87,9 11,4 0, , ,2 90,8 7,9 1, , ,0 93,0 6,7 0, , ,6 89,4 9,5 1, , ,8 91,2 8,3 0,5 Keterangan HRR: hitung retikulosit relatif, HRA: hitung retikulosit absolut, IRF: immature reticulocyte fraction, LFR: low fluorescence ratio, MFR: medium fluorescence ratio, HFR: high fluorescence ratio

89 74 Lampiran 2. Data subjek perempuan sehat No Usia (tahun) HRR HRA (/μl) IRF LFR MFR HFR , ,5 96,5 3,3 0, , ,9 96,1 3,7 0, , ,6 91,4 8,0 0, , ,2 96,8 3,0 0, , ,0 91,0 7,2 1, , ,5 92,5 6,5 1, , ,0 86,0 11,6 2, , ,7 89,3 9,2 1, , ,7 91,3 8,2 0, , ,4 94,6 4,8 0, , ,2 96,8 2,8 0, , ,4 93,6 6,0 0, , ,7 85,3 13,3 1, , ,0 96,0 3,9 0, , ,3 97,7 2,3 0, , ,9 94,1 5,0 0, , ,6 88,4 10,6 1,0 Keterangan HRR: hitung retikulosit relatif, HRA: hitung retikulosit absolut, IRF: immature reticulocyte fraction, LFR: low fluorescence ratio, MFR: medium fluorescence ratio, HFR: high fluorescence ratio

90 75 Lampiran 3. Data subjek pembawa sifat Thalassemia-β dan Hemoglobin E No Elektroforesis Hb Kelompok Jenis kelamin Usia (thn) Hb (g/dl) VER (fl) HER (pg) KHER (g/dl) HRR HRA (/μl) IRF LFR MFR HFR Saturasi transferin Feritin (ng/ml) CRP (mg/l) 1 Thal B trait Tanpa DF Lelaki 28 11,7 64,0 20,2 31,6 1, ,8 82,2 14,9 2,9 31,4 365,0 1,18 2 Thal B trait Tanpa DF Lelaki 46 13,0 60,6 18,7 30,9 2, ,4 78,6 14,8 6,6 57,8 175,8 1,04 3 Thal B trait Tanpa DF Lelaki 41 13,4 63,6 19,9 31,3 0, ,6 92,4 7,1 0,5 42,5 200,8 1,81 4 Thal B trait Tanpa DF Lelaki 31 12,9 64,7 19,9 30,7 0, ,6 91,4 7,6 1,0 21,1 247,7 5,20 5 Thal B trait Tanpa DF Lelaki 36 13,3 62,3 19,4 31,2 1, ,9 81,1 16,4 2,5 28,6 137,3 0,33 6 Thal B trait Tanpa DF Lelaki 33 14,4 62,3 19,7 31,6 1, ,4 86,6 11,9 1,5 30,5 307,2 0,60 7 Thal B trait Tanpa DF Lelaki 34 11,0 63,2 19,2 30,4 1, ,8 89,2 9,8 1,0 26,9 106,8 2,47 8 Thal B trait Tanpa DF Lelaki 34 11,6 62,9 19,7 31,4 1, ,0 77,0 15,3 7,7 28,3 340,0 3,48 9 Thal B trait Tanpa DF Lelaki 34 14,5 66,5 20,7 31,1 1, ,9 86,1 12,3 1,6 21,0 94,0 0,72 10 Thal B trait Tanpa DF Lelaki 46 14,2 63,5 20,5 32,2 1, ,0 80,0 17,1 2,9 29,4 45,2 1,10 11 Thal B trait Tanpa DF Lelaki 32 12,7 64,0 20,2 31,6 1, ,8 70,2 19,9 9,9 25,9 148,9 3,18 12 Thal B trait Tanpa DF Lelaki 18 12,1 73,9 23,6 31,9 0, ,0 95,0 4,2 0,8 23,3 66,2 1,30 13 Thal B trait Tanpa DF Lelaki 30 11,9 63,1 19,2 30,4 1, ,0 86,0 12,2 1,8 24,3 140,9 2,92 14 Thal B trait Tanpa DF Lelaki 40 13,2 62,1 19,2 31,0 1, ,7 68,3 19,5 12,2 44,4 176,3 0,10 15 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 36 10,6 60,9 19,3 31,7 1, ,9 85,1 13,2 1,7 31,0 72,2 0,05 16 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 23 10,8 64,3 20,4 31,7 1, ,3 86,7 10,8 2,5 23,1 24,2 0,56 17 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 29 12,7 62,0 19,5 31,5 1, ,5 84,5 12,9 2,6 38,0 207,5 0,92 18 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 31 11,3 61,2 19,1 31,1 1, ,8 87,2 11,5 1,3 38,5 42,8 3,21 19 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 34 11,0 63,8 19,3 30,3 1, ,2 85,8 12,2 2,0 44,2 87,3 1,22 20 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 39 9,0 61,5 18,6 30,3 1, ,3 84,7 13,4 1,9 32,3 53,6 0,97 21 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 38 10,1 68,7 20,9 30,4 2, ,0 86,0 12,4 1,6 49,3 84,4 0,02 22 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 45 10,9 61,0 17,8 29,2 0, ,4 84,6 14,1 1,3 31,5 79,4 11,29

91 76 Lampiran 3. Data subjek pembawa sifat Thalassemia-β dan Hemoglobin E No Elektroforesis Hb Kelompok Jenis kelamin Usia (thn) Hb (g/dl) VER (fl) HER (pg) KHER (g/dl) HRR HRA (/μl) IRF LFR MFR HFR Saturasi transferin Feritin (ng/ml) 23 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 34 10,7 63,1 19,1 30,2 1, ,1 86,9 12,2 0,9 28,9 36,3 2,71 24 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 27 11,3 59,0 17,8 30,2 1, ,5 88,5 9,8 1,7 35,0 61,7 3,29 25 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 44 11,3 64,0 19,6 30,5 1, ,2 91,8 7,8 0,4 25,0 36,4 0,30 26 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 32 11,9 64,0 19,4 30,3 1, ,6 91,4 7,8 0,8 18,7 43,3 1,19 27 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 38 12,1 66,6 20,5 30,8 1, ,7 82,3 12,3 5,4 29,9 45,5 1,23 28 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 43 11,5 62,9 19,1 30,3 1, ,1 86,9 11,2 1,9 24,9 28,2 0,69 29 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 42 10,3 61,4 19,6 31,9 1, ,9 89,1 10,0 0,9 29,9 92,3 3,55 30 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 34 9,9 61,9 19,3 31,1 1, ,6 87,4 10,9 1,7 26,9 22,2 1,63 31 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 26 11,4 64,0 19,9 31,1 1, ,6 95,4 4,4 0,2 32,8 63,2 0,12 32 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 44 9,7 64,8 19,9 30,7 1, ,1 83,9 10,5 5,6 17,1 216,4 100,03 33 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 34 10,8 64,6 20,3 31,5 1, ,4 86,6 11,6 1,8 19,4 100,3 3,13 34 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 53 10,9 65,6 21,2 32,2 1, ,2 84,8 12, ,8 248,5 0,80 35 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 53 10,2 66,1 20,1 31,4 1, ,9 88,1 11,4 0,5 33,2 85,5 0,28 36 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 51 10,0 66,3 20,7 31,2 1, ,8 82,2 16,0 1,8 34,7 14,8 0,20 37 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 32 9,9 60,1 19,3 32,0 2, ,9 91,1 8,0 0,9 33,7 227,9 0,46 38 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 32 10,8 61,2 18,9 30,9 1, ,6 86,4 11,9 1,7 28,4 99,2 1,83 39 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 35 11,1 64,8 19,5 30,2 1, ,5 87,5 11,3 1,2 27,5 49,4 1,90 40 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 23 9,8 66,3 21,8 31,3 1, ,3 85,7 12,8 1,5 21,1 26,2 1,92 41 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 49 13,0 60,6 19,0 31,3 1, ,0 89,0 10,0 1,0 40,3 164,0 0,23 42 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 33 9,9 63,6 20,0 31,4 1, ,5 83,5 14,9 1,6 28,2 56,0 0,47 43 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 38 10,8 63,7 20,3 32,0 1, ,9 92,1 7,1 0,8 34,5 93,2 0,46 44 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 39 11,0 64,2 19,8 30,8 1, ,2 93,8 5,8 0,4 22,1 64,7 1,61 CRP (mg/l)

92 77 Lampiran 3. Data subjek pembawa sifat Thalassemia-β dan Hemoglobin E No Elektroforesis Hb Kelompok Jenis kelamin Usia (thn) Hb (g/dl) VER (fl) HER (pg) KHER (g/dl) HRR HRA (/μl) IRF LFR MFR HFR Saturasi transferin Feritin (ng/ml) 45 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 31 9,9 60,4 18,9 31,2 1, ,6 87,4 11,6 1,0 46,9 50,8 0,26 46 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 45 11,9 64,2 19,4 30,3 1, ,9 84,1 13,1 2,8 34,2 199,0 2,08 47 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 37 11,9 60,7 18,4 30,3 0, ,8 85,2 13,3 1,5 33,7 80,8 2,32 48 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 30 12,2 65,2 20,3 31,1 0, ,4 90,6 7,9 1,5 23,7 263,4 4,79 49 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 34 10,7 63,9 20,4 31,9 2, ,0 86,0 12,0 2,0 30,2 261,1 0,32 50 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 36 10,7 65,1 20,1 30,8 1, ,6 81,4 13,5 5,1 24,4 111,9 2,79 51 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 30 10,7 62,8 19,6 31,2 1, ,4 92,6 6,8 0,6 26,3 246,5 0,28 52 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 42 11,2 62,3 19,5 31,4 1, ,0 86,0 12,8 1,2 27,8 86,8 5,94 53 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 38 11,9 59,8 18,3 30,6 1, ,6 83,4 14,3 2,3 10,9 42,4 1,23 54 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 30 11,3 62,4 19,4 31,1 1, ,6 83,4 14,4 2,2 26,3 127,7 0,29 55 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 36 12,6 65,9 20,2 30,6 0, ,6 85,4 12,4 2,2 17,5 41,0 1,49 56 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 37 10,9 61,6 19,2 31,2 1, ,5 93,5 6,1 0,4 25,9 56,8 0,39 57 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 36 11,4 60,2 18,8 31,1 1, ,4 83,6 14,6 1,8 52,5 38,1 0,19 58 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 39 9,7 62,0 19,5 31,5 1, ,8 87,2 11,4 1,4 19,5 29,3 1,93 59 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 33 12,0 64,1 19,5 30,4 1, ,0 91,0 8,1 0,9 40,0 90,5 3,14 60 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 45 11,0 63,4 19,5 30,7 2, ,8 90,2 9,3 0,5 32,4 29,1 0,61 61 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 39 11,6 62,3 19,3 31,0 2, ,9 89,1 9,5 1,4 29,4 146,3 2,07 62 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 54 11,1 66,1 20,5 31,0 1, ,1 81,9 15,1 2,6 36,2 141,2 0,25 63 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 43 11,0 64,0 20,2 31,6 2, ,8 85,2 12,9 1,9 31,8 84,0 8,51 64 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 21 11,5 63,0 20,4 32,3 1, ,3 82,7 14,4 2,9 18,4 40,9 2,01 65 Thal B trait Tanpa DF Perempuan 52 11,8 62,4 19,0 30,4 1, ,6 87,4 11,0 1,6 19,7 16,7 3,58 66 Thal B trait DF Perempuan 25 13,5 75,8 25,6 33,8 0, ,7 93,3 6,3 0,4 17,7 7,9 0,15 CRP (mg/l)

93 78 Lampiran 3. Data subjek pembawa sifat Thalassemia-β dan Hemoglobin E No Elektroforesis Hb Kelompok Jenis kelamin Usia (thn) Hb (g/dl) VER (fl) HER (pg) KHER (g/dl) HRR HRA (/μl) IRF LFR MFR HFR Saturasi transferin Feritin (ng/ml) 67 Thal B trait DF Perempuan 32 11,7 64,9 18,9 29,5 0, ,0 89,0 9,0 2,0 17,4 14,1 3,26 68 Thal B trait DF Perempuan 49 9,9 59,2 17,4 29,4 0, ,0 76,0 16,9 7,1 15,4 10,9 2,63 69 Thal B trait DF Perempuan 25 10,8 60,7 18,3 30,2 1, ,8 87,2 11,1 1,7 10,1 14,5 1,56 70 Thal B trait DF Perempuan 43 10,1 60,6 18,8 31,1 2, ,4 75,6 16,7 7,7 16,2 14,9 4,86 71 Thal B trait DF Perempuan 16 9,3 60,0 17,5 29,2 1, ,9 80,1 16,9 3,0 6,9 5,4 0,07 72 Thal B trait DF Perempuan 36 11,0 64,3 20,0 31,2 1, ,9 88,1 10,1 1,8 12,7 14,0 1,23 73 HbE trait Tanpa DF Lelaki 27 16,0 72,9 24,0 32,9 1, ,3 84,7 13,2 2,1 19,2 40,0 4,89 74 HbE trait Tanpa DF Lelaki 36 13,9 73,9 23,5 31,8 1, ,7 85,3 13,3 1,4 38,0 151,5 0,70 75 HbE trait Tanpa DF Lelaki 54 14,4 80,7 26,5 32,8 0, ,1 88,9 9,8 1,3 46,1 106,2 2,97 76 HbE trait Tanpa DF Lelaki 40 15,3 74,6 24,4 32,8 1, ,8 90,2 8,5 1,3 42,7 254,7 0,40 77 HbE trait Tanpa DF Lelaki 36 13,8 74,5 24,9 33,4 0, ,2 89,8 8,8 1,4 39,2 213,0 1,90 78 HbE trait Tanpa DF Lelaki 29 14,1 70,0 23,3 33,3 0, ,9 92,1 7,3 0,6 10,4 27,5 0,47 79 HbE trait Tanpa DF Lelaki 49 14,0 75,0 24,8 33,1 0, ,3 88,7 10,9 0,4 43,5 312,0 1,01 80 HbE trait Tanpa DF Lelaki 45 14,6 75,9 25,2 33,2 0, ,0 94,0 5,5 0,5 42,9 193,1 2,09 81 HbE trait Tanpa DF Lelaki 25 14,1 71,5 23,8 33,3 0, ,9 93,1 6,5 0,4 52,0 186,4 0,32 82 HbE trait Tanpa DF Lelaki 22 15,1 73,1 23,9 32,6 1, ,8 87,2 11,0 1,8 41,8 92,2 2,93 83 HbE trait Tanpa DF Lelaki 37 14,1 77,6 26,3 33,9 0, ,3 92,7 7,1 0,2 34,1 197,7 0,10 84 HbE trait Tanpa DF Lelaki 39 16,1 78,6 25,8 32,8 1, ,7 87,3 11,6 1,1 37,4 115,7 0,72 85 HbE trait Tanpa DF Perempuan 29 12,8 73,4 23,8 32,4 1, ,7 92,3 7,0 0,7 27,7 25,5 0,24 86 HbE trait Tanpa DF Perempuan 47 10,6 68,9 22,5 32,6 0, ,7 93,3 6,5 0,2 24,0 17,7 0,23 87 HbE trait Tanpa DF Perempuan 33 10,6 67,8 21,1 31,1 1, ,2 87,8 10,4 1,8 59,7 139,5 0,10 88 HbE trait Tanpa DF Perempuan 33 13,2 77,9 24,5 31,4 0, ,6 92,4 7,2 0,4 40,1 16,4 0,21 CRP (mg/l)

94 79 Lampiran 3. Data subjek pembawa sifat Thalassemia-β dan Hemoglobin E No Elektroforesis Hb Kelompok Jenis kelamin Usia (thn) Hb (g/dl) VER (fl) HER (pg) KHER (g/dl) HRR HRA (/μl) IRF LFR MFR HFR Saturasi transferin Feritin (ng/ml) 89 HbE trait Tanpa DF Perempuan 39 13,3 78,9 26,2 33,3 1, ,5 87,5 11,0 1,5 46,1 35,6 0,45 90 HbE trait Tanpa DF Perempuan 40 13,2 79,5 25,8 32,4 1, ,6 90,4 8,8 0,8 25,8 82,8 5,78 91 HbE trait Tanpa DF Perempuan 45 11,4 76,7 27,1 35,4 0, ,8 82,2 13,9 3,9 34,6 130,0 3,12 92 HbE trait Tanpa DF Perempuan 42 11,1 77,4 25,8 33,3 1, ,5 90,5 8,8 0,7 30,0 51,6 2,23 93 HbE trait Tanpa DF Perempuan 53 11,1 78,6 25,9 32,9 1, ,0 93,0 6,3 0,7 27,4 64,9 0,12 94 HbE trait Tanpa DF Perempuan 26 11,8 77,8 25,7 33,1 1, ,3 87,7 11,5 0,8 28,5 47,1 3,77 95 HbE trait Tanpa DF Perempuan 23 13,4 81,8 28,8 35,2 0, ,0 86,0 11,7 2,3 39,1 103,1 1,00 96 HbE trait Tanpa DF Perempuan 39 12,1 75,5 24,5 32,4 1, ,7 92,3 7,2 0,5 32,9 73,7 5,29 97 HbE trait Tanpa DF Perempuan 30 12,2 78,9 26,0 33,0 0, ,9 92,1 7,5 0,4 32,7 93,6 0,27 98 HbE trait DF Perempuan 34 10,3 69,5 22,2 31,9 0, ,4 88,6 10,1 1,3 12,4 5,6 0,98 Keterangan DF: defisiensi besi, HRR: hitung retikulosit relatif, HRA: hitung retikulosit absolut, IRF: immature reticulocyte fraction, LFR: low fluorescence ratio, MFR: medium fluorescence ratio, HFR: high fluorescence ratio CRP (mg/l)

95 80 Lampiran 4. Perhitungan kriteria Chauvenet untuk menentukan nilai pencilan yang dieksklusi pada perhitungan nilai rujukan retikulosit dan fraksinya Berdasarkan kriteria Chauvenet, rasio deviasi maksimal terhadap simpang baku (dmax/sd) untuk jumlah sampel 120 adalah Deviasi kritikal adalah (dmax/sd) x simpang baku. Suatu pencilan dieksklusi apabila hasil deviasi sampel lebih besar daripada deviasi kritikal. 1. Hitung retikulosit relatif No Jenis Nilai Rerata Simpang Deviasi Deviasi sampel kelamin HRR baku kritikal sampel 58 Lelaki Perempuan Perempuan Perempuan * 184 Perempuan Perempuan Perempuan * sampel dieksklusi karena hasil deviasi sampel lebih besar daripada deviasi kritikal 2. Hitung retikulosit absolut No Jenis Nilai Rerata Simpang Deviasi Deviasi sampel kelamin HRA baku kritikal sampel 16 Lelaki , Lelaki , * 173 Perempuan , * 203 Perempuan , Perempuan , * sampel dieksklusi karena hasil deviasi sampel lebih besar daripada deviasi kritikal

96 81 3. Immature reticulocyte fraction relatif No Jenis Nilai Rerata Simpang Deviasi Deviasi sampel kelamin IRF baku kritikal sampel 57 Lelaki * 166 Perempuan Perempuan * 203 Perempuan * * sampel dieksklusi karena hasil deviasi sampel lebih besar daripada deviasi kritikal 4. Immature reticulocyte fraction absolut No Jenis Nilai Rerata Simpang Deviasi Deviasi sampel kelamin IRF baku kritikal sampel 25 Lelaki , * 58 Lelaki , Perempuan , Perempuan , Perempuan , * 203 Perempuan , * 249 Perempuan , * sampel dieksklusi karena hasil deviasi sampel lebih besar daripada deviasi kritikal 5. Low fluorescence ratio relatif No Jenis Nilai Rerata Simpang Deviasi Deviasi sampel kelamin LFR baku kritikal sampel 57 Lelaki * 166 Perempuan Perempuan * 203 Perempuan * 249 Perempuan * sampel dieksklusi karena hasil deviasi sampel lebih besar daripada deviasi kritikal

97 82 6. Low fluorescence ratio absolut No Jenis Nilai Rerata Simpang Deviasi Deviasi sampel kelamin LFR baku kritikal sampel 58 Lelaki , Perempuan , Perempuan , * * sampel dieksklusi karena hasil deviasi sampel lebih besar daripada deviasi kritikal 7. Medium fluorescence ratio relatif No Jenis Nilai Rerata Simpang Deviasi Deviasi sampel kelamin MFR baku kritikal sampel 166 Perempuan Perempuan * 174 Perempuan * sampel dieksklusi karena hasil deviasi sampel lebih besar daripada deviasi kritikal 8. Medium fluorescence ratio absolut No Jenis Nilai Rerata Simpang Deviasi Deviasi sampel kelamin MFR baku kritikal sampel 25 Lelaki , * 58 Lelaki , * 152 Perempuan , Perempuan , Perempuan , * 203 Perempuan , Perempuan , * * sampel dieksklusi karena hasil deviasi sampel lebih besar daripada deviasi kritikal

98 83 9. High fluorescence ratio relatif No Jenis Nilai Rerata Simpang Deviasi Deviasi sampel kelamin HFR baku kritikal sampel 45 Lelaki * 57 Lelaki * 115 Lelaki Perempuan Perempuan * 203 Perempuan * 223 Perempuan Perempuan Perempuan * sampel dieksklusi karena hasil deviasi sampel lebih besar daripada deviasi kritikal 10. High fluorescence ratio absolut No Jenis Nilai Rerata Simpang Deviasi Deviasi sampel kelamin HFR baku kritikal sampel 25 Lelaki , * 45 Lelaki , * 57 Lelaki , * 139 Perempuan , Perempuan , Perempuan , Perempuan , * 203 Perempuan , * 207 Perempuan , Perempuan , Perempuan , Perempuan , * sampel dieksklusi karena hasil deviasi sampel lebih besar daripada deviasi kritikal

99 84 Lampiran 5. Uji deviasi normal baku untuk nilai rujukan retikulosit dan fraksinya. Parameter Jumlah subjek Rerata Simpang baku z Lelaki Perempuan Lelaki Perempuan Lelaki Perempuan HRR ,3 1,28 0,3 0,4 0,4 a HRA ,3 b IRF relatif ,3 6,5 2,5 2,8 2,4 a IRF absolut ,3 b HFR relatif ,7 0,6 0,46 0,47 1,67 a HFR ,3 a absolut MFR relatif ,7 6,1 2,2 2,4 2,05 a MFR ,04 b absolut LFR relatif ,6 93,4 2,5 2,8 2,4 a LFR absolut ,35 b a nilai rujukan lelaki dan perempuan digabung b nilai rujukan lelaki dan perempuan dipisah

100 85 Lampiran 6. Keterangan lolos kaji etik

101 86 Lampiran 7. Surat keterangan ijin penelitian

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hemoglobin Hemoglobin adalah pigmen yang terdapat didalam eritrosit,terdiri dari persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein yang disebut globin,dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi rantai globin mengalami perubahan kuantitatif. Hal ini dapat menimbulkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi rantai globin mengalami perubahan kuantitatif. Hal ini dapat menimbulkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Thalassemia Thalassemia merupakan kelainan genetik dimana terjadi mutasi di dalam atau di dekat gen globin yang ditandai dengan tidak ada atau berkurangnya sintesis rantai globin.

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah penyakit kelainan darah yang diturunkan secara herediter. Centre of Disease Control (CDC) melaporkan bahwa thalassemia sering dijumpai pada populasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komponen utama adalah hemoglobin A dengan struktur molekul α 2 β 2.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komponen utama adalah hemoglobin A dengan struktur molekul α 2 β 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hemoglobin Darah orang dewasa normal memiliki tiga jenis hemoglobin, dengan komponen utama adalah hemoglobin A dengan struktur molekul α 2 β 2. Hemoglobin minor yang memiliki

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Talasemia adalah gangguan produksi hemoglobin yang diturunkan, pertama kali ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Talasemia adalah gangguan produksi hemoglobin yang diturunkan, pertama kali ditemukan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Talasemia Talasemia adalah gangguan produksi hemoglobin yang diturunkan, pertama kali ditemukan secara bersamaan di Amerika Serikat dan Itali antara tahun 1925 sampai 1927.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Thalassemia β adalah kelainan sel eritrosit bawaan akibat berkurang atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Thalassemia β adalah kelainan sel eritrosit bawaan akibat berkurang atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia β adalah kelainan sel eritrosit bawaan akibat berkurang atau tidak disintesisnya rantai globin β yang di sebabkan oleh adanya mutasi gen globin β. Pembentukan

Lebih terperinci

ABSTRAK. UJI VALIDITAS INDEKS MENTZER SEBAGAI PREDIKTOR β-thalassemia MINOR DAN ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA POPULASI ANEMIA HIPOKROM MIKROSITER

ABSTRAK. UJI VALIDITAS INDEKS MENTZER SEBAGAI PREDIKTOR β-thalassemia MINOR DAN ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA POPULASI ANEMIA HIPOKROM MIKROSITER ABSTRAK UJI VALIDITAS INDEKS MENTZER SEBAGAI PREDIKTOR β-thalassemia MINOR DAN ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA POPULASI ANEMIA HIPOKROM MIKROSITER Aisyah Mulqiah, 2016 Pembimbing I Pembimbing II : dr. Penny

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Darah merupakan jaringan yang sangat penting bagi kehidupan, yang tersusun atas plasma darah dan sel darah (eritrosit, leukosit, dan trombosit) (Silbernagl & Despopoulos,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab intrakorpuskuler (Abdoerrachman et al., 2007). dibutuhkan untuk fungsi hemoglobin yang normal. Pada Thalassemia α terjadi

BAB I PENDAHULUAN. penyebab intrakorpuskuler (Abdoerrachman et al., 2007). dibutuhkan untuk fungsi hemoglobin yang normal. Pada Thalassemia α terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Thalassemia adalah suatu penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orangtua kepada anak-anaknya secara resesif yang disebabkan karena kelainan

Lebih terperinci

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010 THALASEMIA A. DEFINISI Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. serta diwariskan melalui cara autosomal resesif (Cappillini, 2012).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. serta diwariskan melalui cara autosomal resesif (Cappillini, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Thalassemia atau sindrom thalassemia merupakan sekelompok heterogen dari anemia hemolitik bawaan yang ditandai dengan kurang atau tidak adanya produksi salah

Lebih terperinci

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak Dengan Thalasemia

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak Dengan Thalasemia Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak Dengan Thalasemia Disusun Oleh : Gillang Eka Prasetya (11.955) PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN AKADEMI KESEHATAN ASIH HUSADA SEMARANG 2012 / 2O13 THALASEMIA A.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah talasemia berasal dari kata Yunani yaitu Thalassa (laut) dan Haema (darah)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah talasemia berasal dari kata Yunani yaitu Thalassa (laut) dan Haema (darah) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. THALASSEMIA 2.1.1. Defenisi Istilah talasemia berasal dari kata Yunani yaitu Thalassa (laut) dan Haema (darah) yang mengacu pada adanya gangguan sintesis dari rantai globin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi struktur hemoglobin yang menyebabkan fungsi eritrosit menjadi tidak normal dan berumur pendek.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran darah berupa jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit sapi perah FH umur satu sampai dua belas bulan ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Gambaran Eritrosit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya eritropoiesis inefektif dan hemolisis eritrosit yang mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada talasemia mayor (TM), 1,2 sehingga diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rantai globin, yaitu gen HBA yang menyandi α-globin atau gen HBB yang

BAB I PENDAHULUAN. rantai globin, yaitu gen HBA yang menyandi α-globin atau gen HBB yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Thalassemia merupakan kelainan genetik dengan pola pewarisan autosomal resesif yang disebabkan karena adanya mutasi pada gen penyandi rantai globin, yaitu gen HBA yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik. 1. Gangguan fungsi ginjal ditandai dengan adanya penurunan laju filtrasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik. 1. Gangguan fungsi ginjal ditandai dengan adanya penurunan laju filtrasi 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia pada Gagal Ginjal Kronik 2.1.1 Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik Gagal ginjal kronik adalah sindoma klinik karena penurunan fungsi ginjal menetap karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk ke dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS Renaldi, 2013 Pembimbing I : dr. Fenny, Sp.PK., M.Kes Pembimbing II : dr. Indahwaty,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Thalassemia adalah kelainan genetik bersifat autosomal resesif yang ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit mengandung hemoglobin

Lebih terperinci

ABSTRAK. GAMBARAN VALIDITAS INDEKS MENTZER DAN INDEKS SHINE & LAL PADA PENDERITA β-thallassemia MAYOR

ABSTRAK. GAMBARAN VALIDITAS INDEKS MENTZER DAN INDEKS SHINE & LAL PADA PENDERITA β-thallassemia MAYOR ABSTRAK GAMBARAN VALIDITAS INDEKS MENTZER DAN INDEKS SHINE & LAL PADA PENDERITA β-thallassemia MAYOR Nathanael Andry Mianto, 2013 Pembimbing : dr. Christine Sugiarto, Sp.PK, dr. Adrian Suhendra, Sp.PK,

Lebih terperinci

Thalassemia. Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N

Thalassemia. Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N Thalassemia Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N Maiyanti Wahidatunisa Nur Fatkhaturrohmah Nurul Syifa Nurul Fitria Aina

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Eritrosit (Sel Darah Merah) Profil parameter eritrosit yang meliputi jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit kucing kampung (Felis domestica) ditampilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, didapatkan peningkatan insiden dan prevalensi dari gagal ginjal, dengan prognosis

Lebih terperinci

RINGKASAN. commit to user

RINGKASAN. commit to user digilib.uns.ac.id 47 RINGKASAN Talasemia beta adalah penyakit genetik kelainan darah, dan talasemia beta mayor menyebabkan anemia yang berat. (Rejeki et al., 2012; Rodak et al., 2012). Transfusi yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Anemia adalah penurunan jumlah normal eritrosit, konsentrasi hemoglobin, atau hematokrit. Anemia merupakan kondisi yang sangat umum dan sering merupakan komplikasi dari

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sepsis dan Gagal Sistem Organ Multipel Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory Response Syndrome / SIRS) yang disebabkan oleh infeksi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Anemia adalah suatu kondisi dimana jumlah sel darah merah atau kapasitas pembawa oksigen mereka tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan fisiologis yang bervariasi menurut

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KADAR ASAM URAT SERUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2

ABSTRAK GAMBARAN KADAR ASAM URAT SERUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 ABSTRAK GAMBARAN KADAR ASAM URAT SERUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 Renny Anggraeni, 2011 Pembimbing I : Adrian Suhendra, dr., Sp.PK., M.Kes Pembimbing II : Budi Widyarto,dr.,M.H. Asam urat telah

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TALASEMIA By Rahma Edy Pakaya, S.Kep., Ns

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TALASEMIA By Rahma Edy Pakaya, S.Kep., Ns ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TALASEMIA By Rahma Edy Pakaya, S.Kep., Ns I. DEFINISI Talasemia adalah penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang saat ini terus melakukan pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, peningkatan taraf hidup setiap

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Paru merupakan port d entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Paru merupakan port d entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru merupakan port d entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman M.tuberculosis dengan droplet nuclei akan terhirup dan mencapai alveolus akibat ukurannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dirawat di Rumah Sakit minimal selama 1 bulan dalam setahun. Seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dirawat di Rumah Sakit minimal selama 1 bulan dalam setahun. Seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kronis merupakan suatu kondisi yang menyebabkan seseorang dirawat di Rumah Sakit minimal selama 1 bulan dalam setahun. Seseorang yang menderita penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. yang ditandai dengan berkurangnya sintesis rantai. polipeptida globin (α atau β) yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. yang ditandai dengan berkurangnya sintesis rantai. polipeptida globin (α atau β) yang membentuk BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Thalassemia merupakan kelompok penyakit darah yang ditandai dengan berkurangnya sintesis rantai polipeptida globin (α atau β) yang membentuk hemoglobin (Hb) normal,

Lebih terperinci

ABSTRAK PERAN ERITROPOIETIN TERHADAP ANEMIA ( STUDI PUSTAKA)

ABSTRAK PERAN ERITROPOIETIN TERHADAP ANEMIA ( STUDI PUSTAKA) ABSTRAK PERAN ERITROPOIETIN TERHADAP ANEMIA ( STUDI PUSTAKA) Hana Setiawati Dhanisworo, 2006 Pembimbing I : Lisawati Sadeli, dr. Pembimbing II : Surjadi Kurniawan, dr., M. Kes Gejala anemia merupakan komplikasi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Fransisca Nathalia, Pembimbing Utama: dr.adrian Suhendra, Sp.PK., M.Kes

ABSTRAK. Fransisca Nathalia, Pembimbing Utama: dr.adrian Suhendra, Sp.PK., M.Kes ABSTRAK PERBANDINGAN NILAI HEMATOLOGI ANTARA PASIEN MEDICAL CHECK UP (MCU) DI RUMAH SAKIT PURI MEDIKA JAKARTA DENGAN NILAI RUJUKAN ALAT SYSMEX XS-800i Fransisca Nathalia, 2014. Pembimbing Utama: dr.adrian

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I PENDAHULUAN Anemia adalah kondisi medis dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin kurang dari normal. Tingkat normal dari hemoglobin umumnya berbeda pada laki-laki dan wanita-wanita. Untuk laki-laki,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Thalassemia merupakan kelompok kelainan genetik yang diakibatkan oleh mutasi yang menyebabkan kelainan pada hemoglobin. Kelainan yang terjadi akan mempengaruhi produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orangtua kepada anaknya sejak masih dalam kandungan. Talasemia terjadi akibat

BAB I PENDAHULUAN. orangtua kepada anaknya sejak masih dalam kandungan. Talasemia terjadi akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Talasemia merupakan penyakit bawaan yang diturunkan dari salah satu orangtua kepada anaknya sejak masih dalam kandungan. Talasemia terjadi akibat perubahan atau kelainan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002) 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik / penyakit ginjal tahap akhir (ESRD / End Stage Renal Disease) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh

Lebih terperinci

PENDEKATAN DIAGNOSIS LABORATORIUM TALASEMI

PENDEKATAN DIAGNOSIS LABORATORIUM TALASEMI PENDEKATAN DIAGNOSIS LABORATORIUM TALASEMI Franciska Rahardjo. 2006; Pembimbing I : Dani Brataatmadja, dr., Sp.PK Pembimbing II : Penny Setyawati, dr., Sp.PK, M.Kes ABSTRAK Talasemi adalah kelainan darah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Thalassemia Nama Thalassemia berasal dari gabungan dua kata Yunani yaitu thalassa yang berarti lautan dan anaemia ( weak blood ). Perkataan Thalassa digunakan karena

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu

Bab 1 PENDAHULUAN. tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penyakit hati kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu yang sangat lama,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS ABSTRAK Renaldi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung Latar belakang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. TALASEMIA 2.1.1. Definisi Menurut Setianingsih (2008), Talasemia merupakan penyakit genetik yang menyebabkan gangguan sintesis rantai globin, komponen utama molekul hemoglobin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. β-thalassemia mayor memiliki prognosis yang buruk. Penderita β-thalassemia. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. β-thalassemia mayor memiliki prognosis yang buruk. Penderita β-thalassemia. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah suatu penyakit herediter yang ditandai dengan adanya defek pada sintesis satu atau lebih rantai globin. Defek sintesis rantai globin pada penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Thalassemia adalah penyakit kelainan darah herediter dimana tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Thalassemia adalah penyakit kelainan darah herediter dimana tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah penyakit kelainan darah herediter dimana tubuh mensintesis subunit α atau β-globin pada hemoglobin dalam jumlah yang abnormal (lebih sedikit). 1,2

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1.5 Manfaat Penelitian 1. Di bidang akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan dengan memberikan informasi bahwa ada hubungan antara kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada talasemia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit kritis merupakan suatu keadaan sakit yang membutuhkan dukungan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit kritis merupakan suatu keadaan sakit yang membutuhkan dukungan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak sakit kritis Penyakit kritis merupakan suatu keadaan sakit yang membutuhkan dukungan terhadap kegagalan fungsi organ vital yang dapat menyebabkan kematian, dapat berupa

Lebih terperinci

ketebalan yang berbeda-beda dan kadang sangat sulit ditemukan dengan mikroskop. Namun, ada bukti secara kimiawi bahwa lamina inti benar-benar ada di

ketebalan yang berbeda-beda dan kadang sangat sulit ditemukan dengan mikroskop. Namun, ada bukti secara kimiawi bahwa lamina inti benar-benar ada di Membran Inti Inti sel atau nukleus sel adalah organel yang ditemukan pada sel eukariotik. Organel ini mengandung sebagian besar materi genetik sel dengan bentuk molekul DNA linear panjang yang membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Komunikasi dalam konteks kesehatan adalah suatu proses penyampaian pesan kesehatan oleh komunikator melalui saluran/media tertentu pada komunikan dengan tujuan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas adalah kondisi berlebihnya berat badan akibat banyaknya lemak pada tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), di sekitar organ tubuh,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr.

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk dalam lingkup penelitian bidang Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi fungsinya untuk membawa O 2 dalam jumlah yang cukup ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi fungsinya untuk membawa O 2 dalam jumlah yang cukup ke BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia 2.1.1 Pengertian Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin (protein pembawa O 2 ) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dibandingkan populasi anak sehat (Witt et al., 2003). Pasien dengan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dibandingkan populasi anak sehat (Witt et al., 2003). Pasien dengan penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak dengan penyakit kronis lebih rentan mengalami gangguan psikososial dibandingkan populasi anak sehat (Witt et al., 2003). Pasien dengan penyakit neurologi seperti

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global pada negara maju dan negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat namun juga segi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia pada Penyakit Kronis Anemia dijumpai pada sebagian besar pasien dengan PGK. Penyebab utama adalah berkurangnya produksi eritropoetin (Buttarello et al. 2010). Namun anemia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 11 Adaptasi (kelompok AP,AIS,AIP) H H + 2 H - 14 Pengambilan darah simpan (kelompok AP) pre post Perdarahan 30% via splenektomi + autotransfusi (kelompok AP,AIS,AIP) H + 7 Panen (kelompok AP,AIS,AIP) Gambar

Lebih terperinci

thiobarbituric acid (TBA) tidak spesifik untuk MDA (Montuschi et al., 2004; Singh, 2006; Rahman et al., 2012). Isoprostan (IsoPs) adalah

thiobarbituric acid (TBA) tidak spesifik untuk MDA (Montuschi et al., 2004; Singh, 2006; Rahman et al., 2012). Isoprostan (IsoPs) adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Talasemia adalah penyakit genetik kelainan darah akibat penurunan produksi rantai globin, sehingga menyebabkan anemia. Distribusi talasemia terkonsentrasi pada thalassemia

Lebih terperinci

BAB II HEMOGLOBINOPATI

BAB II HEMOGLOBINOPATI BAB II HEMOGLOBINOPATI Hemoglobinopati ialah sekelompok kelainan herediter yang ditandai oleh gangguan pembentukan molekul hemoglobin. Kelainan ini dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu : 1. Hemoglobinopati

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Eritrosit, Hemoglobin, Hematokrit dan Indeks Eritrosit Jumlah eritrosit dalam darah dipengaruhi jumlah darah pada saat fetus, perbedaan umur, perbedaan jenis kelamin, pengaruh parturisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA)

BAB 1 PENDAHULUAN. Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA) merupakan salah satu penyakit di bidang hematologi yang terjadi akibat reaksi autoimun. AIHA termasuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes Melitus 2.1.1. Definisi Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik yang disebabkan karena terganggunya sekresi hormon insulin, kerja hormon insulin,

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Mengenal Penyakit Kelainan Darah Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.

Lebih terperinci

ABSTRAK. Pembimbing I : Lisawati Sadeli, dr., M.Kes. Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.

ABSTRAK. Pembimbing I : Lisawati Sadeli, dr., M.Kes. Pembimbing II : Hartini Tiono, dr. iv ABSTRAK KESESUAIAN ANTARA MORFOLOGI ERITROSIT SEDIAAN APUS DARAH TEPI DENGAN NILAI HEMOGLOBIN DAN HEMATOKRIT PADA DARAH PENDONOR DI PALANG MERAH INDONESIA KOTA BANDUNG Alvin Senjaya, 2009 Pembimbing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah adalah suspensi dari partikel dalam larutan koloid cair yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah adalah suspensi dari partikel dalam larutan koloid cair yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Darah 1. Definisi Darah adalah suspensi dari partikel dalam larutan koloid cair yang mengandung elektrolit. Peranannya sebagai medium pertukaran antara sel-sel yang terfiksasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan kadar nilai hemoglobin di bawah 11 gr % pada trimester satu dan tiga, atau kadar nilai hemoglobin kurang dari

Lebih terperinci

Curriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan

Curriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan Curriculum vitae Nama : AA G Sudewa Djelantik Tempat/tgl lahir : Karangasem/ 24 Juli 1944 Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Jln Natuna 9 Denpasar Bali Istri : Dewi Indrawati Anak : AAAyu Dewindra Djelantik

Lebih terperinci

Proporsi Infeksi HBV, HCV, dan HIV pada Pasien Talasemia-β Mayor di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari Juli 2013

Proporsi Infeksi HBV, HCV, dan HIV pada Pasien Talasemia-β Mayor di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari Juli 2013 Proporsi Infeksi HBV, HCV, dan HIV pada Pasien Talasemia-β Mayor di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2009 - Juli 2013 Oleh : DIADORA 100100068 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Donasi darah merupakan proses pengambilan darah. secara sukarela dari seseorang kemudian darahnya akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Donasi darah merupakan proses pengambilan darah. secara sukarela dari seseorang kemudian darahnya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Donasi darah merupakan proses pengambilan darah secara sukarela dari seseorang kemudian darahnya akan disimpan di bank darah. Total darah yang dapat didonasikan tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

AKTIVITAS GEN DAN PENGATURANNYA: SINTESIS PROTEIN. dr. Arfianti, M.Biomed, M.Sc

AKTIVITAS GEN DAN PENGATURANNYA: SINTESIS PROTEIN. dr. Arfianti, M.Biomed, M.Sc AKTIVITAS GEN DAN PENGATURANNYA: SINTESIS PROTEIN dr. Arfianti, M.Biomed, M.Sc Protein Working molecules of the cells Action and properties of cells Encoded by genes Gene: Unit of DNA that contain information

Lebih terperinci

Indek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC)

Indek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC) Indek (MCV, MCH, & MCHC) Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count / CBC) yaitu suatu jenis pemeriksaaan penyaring untuk menunjang diagnosa suatu penyakit dan atau untuk melihat bagaimana respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pada hepar dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain virus, radikal bebas, maupun autoimun. Salah satu yang banyak dikenal masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible dengan etiologi yang beragam. Setiap penyakit yang terjadi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum HIV/AIDS HIV merupakan virus yang menyebabkan infeksi HIV (AIDSinfo, 2012). HIV termasuk famili Retroviridae dan memiliki genome single stranded RNA. Sejauh ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Haemoglobin adalah senyawa protein dengan besi (Fe) yang dinamakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Haemoglobin adalah senyawa protein dengan besi (Fe) yang dinamakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Haemoglobin 1. Definisi Haemoglobin Haemoglobin adalah senyawa protein dengan besi (Fe) yang dinamakan konjungsi protein, sebagai intinya Fe dan dengan rangka protoporphyrin

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: prevalensi, anemia, kelahiran prematur, bayi berat lahir rendah. vii Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Kata Kunci: prevalensi, anemia, kelahiran prematur, bayi berat lahir rendah. vii Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PREVALENSI ANEMIA PADA WANITA HAMIL DENGAN KELAHIRAN PREMATUR DAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2011- DESEMBER 2012 Wima, 2014 Pembimbing 1: dr. Dani,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular adalah sistem organ pertama yang berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai dengan peradangan pada sinovium, terutama sendi sendi kecil dan seringkali

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari BAB VI PEMBAHASAN VI.1. Pembahasan Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari kedua kelompok tak berbeda bermakna. Kadar NO serum antar kelompok berbeda bermakna. Kadar NO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan transfusi darah adalah upaya kesehatan berupa penggunaan darah bagi keperluan pengobatan dan pemulihan kesehatan. Sebelum dilakukan transfusi darah

Lebih terperinci

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI Hipoposphatasia merupakan penyakit herediter yang pertama kali ditemukan oleh Rathbun pada tahun 1948. 1,2,3 Penyakit ini dikarakteristikkan oleh gen autosomal resesif pada bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes Melitus (DM) adalah merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

Lebih terperinci

GAMBARAN HEMATOLOGI RUTIN, TES FUNGSI HATI, DAN TES FUNGSI GINJAL PADA PASIEN PREEKLAMPSIA, EKLAMPSIA, DAN HIPERTENSI GESTASIONAL DI RS

GAMBARAN HEMATOLOGI RUTIN, TES FUNGSI HATI, DAN TES FUNGSI GINJAL PADA PASIEN PREEKLAMPSIA, EKLAMPSIA, DAN HIPERTENSI GESTASIONAL DI RS ABSTRAK GAMBARAN HEMATOLOGI RUTIN, TES FUNGSI HATI, DAN TES FUNGSI GINJAL PADA PASIEN PREEKLAMPSIA, EKLAMPSIA, DAN HIPERTENSI GESTASIONAL DI RS. SANTO BORROMEUS BANDUNG PERIODE BULAN JANUARI 2013-DESEMBER

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI KONTROL DENGAN TINGGI BADAN PADA PASIEN TALASEMIA MAYOR SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI KONTROL DENGAN TINGGI BADAN PADA PASIEN TALASEMIA MAYOR SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI KONTROL DENGAN TINGGI BADAN PADA PASIEN TALASEMIA MAYOR SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Adelia Kartikasari G0008190 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah diketahui bahwa ketinggian menimbulkan stress pada berbagai sistem organ manusia. Tekanan atmosfer menurun pada ketinggian, sehingga terjadi penurunan tekanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan kriteria WHO, anemia merupakan suatu keadaan klinis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan kriteria WHO, anemia merupakan suatu keadaan klinis 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Pada Pasien HIV/AIDS 2.1.1 Definisi Anemia Berdasarkan kriteria WHO, anemia merupakan suatu keadaan klinis dimana konsentrasi hemoglobin kurang dari 13 g/dl pada laki-laki

Lebih terperinci

RINGKASAN. Penyakit hati kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk

RINGKASAN. Penyakit hati kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk RINGKASAN Penyakit hati kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu yang sangat lama, dan baru terdeteksi ketika fibrosis telah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 7 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Metabolisme Besi 2.1.1. Komposisi Besi dalam Tubuh Besi merupakan mineral penting bagi semua sel tubuh manusia. Kemampuan besi untuk berubah pada reaksi oksidasi stabil,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram dan merupakan penyumbang tertinggi angka kematian perinatal dan neonatal. Kematian neonatus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh populasi. 1 Wanita hamil merupakan

Lebih terperinci

Polimerase DNA : enzim yang berfungsi mempolimerisasi nukleotidanukleotida. Ligase DNA : enzim yang berperan menyambung DNA utas lagging

Polimerase DNA : enzim yang berfungsi mempolimerisasi nukleotidanukleotida. Ligase DNA : enzim yang berperan menyambung DNA utas lagging DNA membawa informasi genetik dan bagian DNA yang membawa ciri khas yang diturunkan disebut gen. Perubahan yang terjadi pada gen akan menyebabkan terjadinya perubahan pada produk gen tersebut. Gen sering

Lebih terperinci

Review Sistem Hematology

Review Sistem Hematology Nama : rp, S.Kp., MNS. NIP : 19720826 200212 1 002 Departemen : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar Mata Kuliah : Kep. Medikal Bedah Topik : Pengkajian Sistem Hematologi 1 Review Sistem Hematology Ikhsanuddin

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain 49 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain penelitian cross sectional yang bertujuan untuk menggali apakah terdapat perbedaan

Lebih terperinci