ANALISIS DAMPAK MIGRASI SIRKULER TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI PERDESAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS DAMPAK MIGRASI SIRKULER TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI PERDESAAN"

Transkripsi

1 ANALISIS DAMPAK MIGRASI SIRKULER TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI PERDESAAN ( Studi Kasus Pada Rumahtangga Sektor Informal Perdagangan di Dua Kecamatan di Kabupaten Lamongan Jawa Timur ) MAHFUDHOH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

2 ABSTRAK MAHFUDHOH. Analisis Dampak Migrasi Sirkuler terhadap Pembangunan Ekonomi Perdesaan: Studi Kasus pada Rumahtangga Sektor Informal Perdagangan di Dua Kecamatan di Kabupaten Lamongan Jawa Timur. (SAID RUSLI sebagai Ketua dan BAMBANG JUANDA sebagai Anggota Komisi Pembimbing). Penelitian ini menganalisis dampak migrasi sirkuler terhadap pembangunan ekonomi perdesaan di dua kecamatan Kabupaten Lamongan Jawa Timur. Dengan menggunakan analisa deskriptif, Indeks Gini Ratio (IGR), Indeks Good Service Ratio (IGSR) dan data primer (survei lapangan selama 6 bulan pada tahun 2005), serta data skunder (data Susenas dan data Podes) ditemukan bahwa: (1)faktor utama yang mempengaruhi keputusan rumahtangga untuk melakukan migrasi sirkuler adalah faktor ekonomi (rendahnya upah dan pendapatan sektor pertanian), banyaknya tanggungan anggota rumahtangga, kecilnya kepemilikan lahan pertanian, mudahnya informasi tentang pekerjaan di daerah tujuan, makin berkembangnya sarana transportasi, dan orientasi pribadi, (2)karakteristik migran sektor informal adalah rumahtangga petani 100 %, sebagian besar laki-laki 75 % dengan penguasaan lahan pertanian kurang dari 1 ha., (3)tingkat dan distribusi pendapatan menjadi lebih baik setelah melakukan migrasi sirkuler, (4)namun, dibandingkan konsumsi nonpangan, konsumsi pangan menjadi lebih tinggi. Penguatan pengembangan usaha-usaha non-farm yang dimodali oleh remitansi (remittances) perlu diarahkan untuk peningkatan pembangunan ekonomi perdesaan. Kata kunci: Migrasi sirkuler, tingkat pendapatan, remittances

3 ABSTRACT MAHFUDHOH. The Analyses Impact of Circular Migration to Development Of Rural Economics: Case Study at Informal Trade Households Sector in Two District in Lamongan Regency East Java. (under the direction of SAID RUSLI and BAMBANG JUANDA). This Research analyses impact of circular migration to development of rural economics in two district in Lamongan Regency East Java. By using descriptive analysis, Index of Gini Ratio (IGR), Make An Index To Good Service Ratio (IGSR) and primary data (field survey during 6 months in the year 2005), and also data of Skunder (data of Susenas and data of Podes) please find that: (1)factor especial influencing decision of household to conduct migration of circular is economic factor (lower wages and earnings of agricultural sector), to the number of member responsibilities of household, the so small ownership of agriculture farm, easy to information him concerning work in area of target, and more expand transportation medium him, and personal orientation, (2)characteristic informal sector migrant is farmer household 100 %, most men s 75 % with domination of agriculture farm less than 1 ha., (3)income and earning distribution become bitterly [of] migration having taken steps of circular, (4)compared to consumption of non food, food consumption become highly. Reinforcement of development is efforts non-farm capitalised by remittances require to be instructed to the make-up of rural development economics. Keyword: Circular migration, income, and remittances

4 ANALISIS DAMPAK MIGRASI SIRKULER TERHADAP PEMBANGUNAN KONOMI PERDESAAN (Studi Kasus Pada Rumahtangga Sektor Informal Perdagangan di Dua Kecamatan di Kabupaten Lamongan Jawa Timur) MAHFUDHOH Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

5 Judul Tesis Nama Nomor Pokok Program Studi : ANALISIS DAMPAK MIGRASI SIRKULER TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI PERDESAAN (Studi Kasus Pada Rumahtangga Sektor Informal Perdagangan di Dua Kecamatan di Kabupaten Lamongan Jawa Timur) : MAHFUDHOH : A : ILMU-ILMU PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH DAN PERDESAAN Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing Ir. Said Rusli, MA Ketua Dr. Ir. Bambang Juanda, MS Anggota Mengetahui, 2. Ketua Program Studi Ilmu-ilmu 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Perencanaan Pembangunan Wilayah Institut Pertanian Bogor dan Perdesaan Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc Tanggal Ujian : 21 April 2006 Tanggal Lulus :..

6 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis yang berjudul: ANALISIS DAMPAK MIGRASI SIRKULER TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI PERDESAAN (Studi Kasus Pada Rumahtangga Sektor Informal Perdagangan di Dua Kecamatan di Kabupaten Lamongan Jawa Timur) adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Bogor, Mei 2006 Mahfudhoh Nrp. A

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lamongan, tepatnya di Kelurahan Blimbing Kecamatan Paciran pada tanggal 04 April 1978, sebagai putri ke tiga dari Ibunda Musriaton dan Ayahanda Mukrim Wibowo. Masa kecil yang bercita-cita sebagai Dokter dan Psykolog akhirnya kandas dan tidak tercapai karena keterpaksaan. Walaupun demikian, menjadi wanita cerdas dalam kehidupannya tetap ada. Doa dan dorongan semangat belajar yang lebih baik, tetap penulis dapatkan baik dari keluarga maupun teman-teman dekat. Pendidikan sekolah dasar ditempuh di SDN IV Blimbing-Paciran, Tamat pada tahun Pendidikan sekolah menengah pertama selesai tahun Pendidikan sekolah menengah atas tamat pada tahun Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Ekonomi Manejemen Muhammadiyah Lamongan tamat tahun Semasa menjadi pelajar di SLTA maupun pendidikan sarjana, penulis aktif mengikuti organisasi ekstra kampus, LSM dan doyan dalam organisasi politik. Dengan beasiswa BPPS Dikti untuk 2 tahun, pada tahun 2003 berkesempatan melanjutkan studi program magister pada program studi Ilmuilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sejak tahun 2003 sampai sekarang penulis tercatat sebagai pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Muhammadiyah Paciran, Lamongan. Selama masa studi Pascasarjana di IPB penulis juga aktif dibeberapa kegiatan penelitian nasional bidang Ekonomi Sumberdaya yang di prakarsai oleh PT. Nature Link Darmaga- Bogor.

8 PRAKATA Memahami dan menafsirkan manusia moderen dengan segala latar belakang dan tujuannya merupakan tugas yang tidak mudah, dibutuhkan evaluasi dan penafsiran yang obyektif dalam mengungkap latar belakang migrasi. Suatu tanggung jawab ilmiah yang berat tentunya bagi penulis. Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-nya senantiasa kami panjatkan sehingga terselesaikan tugas akhir (tesis) ini, yang merupakan salah satu prasyarat dalam memperoleh gelar Magister Sains pada Program studi Ilmuilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) di Institut Pertanian Bogor. Tulisan yang berjudul Analisis Dampak Migrasi Sirkuler Terhadap Pembangunan Ekonomi Perdesaan (Studi kasus pada rumahtangga sektor informal perdagangan di dua kecamatan di Kabupaten Lamongan Jawa Timur) mencoba memberikan gambaran riil yang terjadi di lapangan. Melalui tulisan ini diharapkan tidak hanya bermanfaat bagi bertambahnya khasanah ilmu sosial ekonomi, tetapi juga diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap pemerintah daerah agar secara tegas melalui kebijakan yang ditetapkan mampu menekan fenomena migrasi internal di Kabupaten Lamongan sehingga tidak berdampak pada fenomena Kue Donat. Selesainya tugas ini tidak terlepas atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Ucapan terimakasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Said Rusli, MA. selaku ketua komisi pembimbing atas kesabaran, pinjaman referensi dan transfer ilmu membimbing penulis, sehingga penulis banyak mendapatkan pencerahan tentang etika menulis karya ilmiah, Bapak Dr. Ir. Bambang Juanda, MS. selaku anggota komisi pembimbing atas kesabaran dalam memberikan bimbingan, arahan, dorongan moral dan spiritual sehingga terselesaikan tulisan ini. Tidak lupa Juga kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D selaku ketua program studi PWD atas segala kearifan, pinjaman referensi dan saran-sarannya. Ucapan terimakasih dan juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr.Ir. Arya Hadi Dharmawan, MSc.Agr. dengan kebaikan hati dan keramahan bersedia menguji

9 dan memberi masukan yang membangun dalam tulisan ini. Tidak lupa juga kepada para Dosen PWD yang dengan sabar dan ketekunannya mentransferkan ilmu yang tak ternilai kepada penulis. Specially ucapkan terimakasih dan rinduku selalu kepada Ibunda tercinta, Mas dan Keluarga, adik s yang selalu memberikan support, do a dan segalanya you are my locomitive. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman genk: teh Rikrik, Ayah Dus, Nyak Irma, Sijail Arro, kak Mimi, mas Iwan, Siwalet Hisyamdut, Bu Ijah dan keluarga, May, Pak Indra dan keluarga, Pak Bahrin, teman-teman BBC, teman-teman program Magister dan Doktoral PWD angkatan 2003, Pit2, Irwan, Elva yang sabar, serta Ibu kepala Litbang Ketransmigrasian Depnakertrans dan para APU-nya yang telah banyak memberi masukan tulisan saya, Ibu Hariyati, Ibu Diana, Bapak Linton, terimakasih atas fasilitas dan segala dukungan mental-spiritual untuk penyelesaian tugas ini, semoga memory yang terbangun diantara kita merupakan bagian yang terindah dalam hidup. Tidak ketinggalan juga temanteman di STIEM Paciran-Lamongan, mahasiswa 2002/2003 terimakasih atas bantuan pengambilan data. Akhirnya semoga tulisan ini membawa manfaat yang berguna bagi semua fihak. Kepada para pembaca, terimakasih dan sampai ketemu di kota Lamongan. Siapa tau memberi inspirasi pengetahuan. Wassalam! Dramaga Bogor, Mei 2006 Mahfudhoh

10 Hak cipta milik Mahfudhoh, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm, dan sebagainya.

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN. xiv xvi xviii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan Perumusan Masalah Ruang Lingkup dan Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Keterbatasan Penelitian 10 II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Migrasi dan Migrasi Sirkuler Migrasi Sirkuler dan Rumahtangga Migran Sirkuler Faktor-Faktor Migrasi Sirkuler Konsep Sektor Informal dan Sektor Formal Kaitan Sektor Informal dan Materi balik Ekonomi Rumahtangga Migran Sektor Informal Dampak Migrasi Sirkuler dan Pembangunan Daerah Asal Pengertian Ekonomi Desa dan Pembangunan Ekonomi Desa Tinjauan Beberapa Studi Terdahulu.. 29 III. KERANGKA PEMIKIRAN Teori Migrasi Hipotesis Penelitian Beberapa Batasan Operasional.. 41

12 IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Pengumpulan Data Metode Analisis. 48 V. DESKRIPSI DAERAH ASAL DAN DAERAH TUJUAN MIGRAN SEKTOR INFORMAL Daerah Asal 53 Kecamatan Pucuk. a. Desa Pucuk b. Desa Kesambi 56 Kecamatan Sukodadi 57 a. Desa Siwalan Rejo b. Desa Sumberagung Daerah Tujuan Kecamatan Brondong 59 a. Kelurahan Brondong. 61 b. Desa Sedayulawas 62 Kecamatan Paciran a. Desa Paciran.. 64 b. Kelurahan Blimbing VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Faktor-faktor Mempengaruhi Keputusan Untuk Migrasi Sirkuler Faktor Pendorong Rumahtangga Migran Sektor Informal Faktor Penarik Rumahtangga Migran Sektor Informal Faktor Pelancar Migrasi Sirkuler Faktor Pribadi Migran Sirkuler Karakteristik Rumahtangga Migran Sirkuler Tingkat Pendapatan Dan Tingkat Kesejahteraan Tingkat Pendapatan Sebelum Menjadi Migran Sirkuler 86

13 Tingkat Pendapatan Sesudah Menjadi Migran Sirkuler Tingkat Kesejahteraan Migran Sirkuler Dampak Terhadap Pembangunan Ekonomi Desa Asal Dampak Terhadap Penciptaan Faktor Produktif di Desa Asal Dampak Terhadap Keadaan Ekonomi Dan Kemakmuran Desa Dampak Terhadap Ketersediaan Tenaga Kerja Pertanian Dampak Terhadap Sumber Daya Manusia dan Pengetahuan Baru Peran Migran sirkuler dalam Perekonomian Perdesaan dan Pembangunan Wilayah 105 VII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN. 118

14 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Series Penduduk Kabupaten Lamongan Menurut Jenis Kelamin Berdasarkan Hasil Registrasi Penduduk Sepuluh Tahun Terakhir Dan Tingkat Pertumbuhannya Jumlah Penduduk Kabupaten Lamongan Perkecamatan Pada Tahun 2000 Sampai Dengan Tahun 2004, Luas Wilayah Tahun 2002 Dan Kepadatan Penduduk Tahun Banyaknya Desa Menurut Empat Kabupaten Dan Sumber Penghasilan Sebagian Penduduk 7 4. Hubungan Antara Tujuan Penelitian, Metode Analisis, Hasil Penelitian Dengan Sumber Data Muatan Boxplot dan Sumber Data Luas Wilayah Jarak Ke-Kota Kabupaten Serta Kepadatan Penduduk Kecamatan Asal Tahun Jumlah Penduduk Dua Desa Sampel Di Kecamatan Asal Migran Tahun 2000 Sampai Tahun Luas Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk, Jumlah Rumahtangga Serta Kepadatan Pemduduk Kecamatan Brondong Tahun Luas Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk, Jumlah Rumahtangga Serta Kepadatan Pemduduk Kecamatan Tujuan Tahun Distribusi Pekerjaan Penduduk Desa Paciran Tahun Jumlah Tanggungan Anggota Rumahtangga di Desa Asal Banyaknya Tanggungan Anggota Keluarga Didesa Tujuan Jenis Pekerjaan sebelumnya di Desa asal Alasan utama memutuskan menjadi migran sirkuler Lama pekerjaan yang sedang dijalani migran sirkuler Distribusi Pendapatan Migran Setiap Hari di Daerah Tujuan.. 72

15 17. Asal Informasi Pekerjaan Yang Sedang Dijalani Keinginan Kedepan Mengenai Keputusan Menjadi Migran Sirkuler Jarak Migran Dari Daerah Asal Ke Daerah Tujuan Alat Transportasi Yang Biasa Digunakan Migran Menuju Ke Pemondokan Kondisi Transportasi Dari daerah Asal Ke daerah Tujuan Waktu Ketersediaan Transportsi Di Daerah asal Besarnya ongkos transportasi kedaerah tujuan Faktor pelancar migrasi sirkuler yang lain Alasan pribadi bersirkulasi Tingkat kepuasan responden terhadap pola sirkulasi Alasan memilih pekerjaan di daerah tujuan Responden menurut jenis kelamin Responden menurut umur di daerah tujuan Tingkat pendidikan migran sirkuler Jenis pekerjaan migran di daerah tujuan Responden berdasarkan desa asal dan kecamatan asal Pendapatan migran per hari sebelum memutuskan migrasi sirkuler Frekuensi pendapatan sesudah dan sebelum memutuskan migrasi sirkuler Distribusi besaran remittances migran kedesa asal Kesejahteraan lahiriyah rumahtangga migran di desa asal sebelum dan sesudah memutuskan migrasi, respoden 159 orang Banyaknya unit usaha non-formal/kerajinan tangan rumahtangga di kecamatan asal tahun 2003 dan Banyaknya tenaga kerja yang diserap oleh usaha non-formal dan formal tahun 2003 di dua kecamatan asal migran 98

16 39. Jumlah migran per kecamatan dan total pendapatan tahun Bayaknya rupiah untuk pajak dan atau iuran desa dari uang hasil migrasi sirkuler tahun Keterkaitan utama migran sirkuler dalam pembangunan wilayah.. 107

17 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Faktor Daerah Asal Dan Daerah Tujuan Serta Penghalang Antara Dalam Migrasi Keputusan migrasi menurut Derek Berklee Dalam Todaro Kerangka pemikiran konseptual Kerangka pendekatan operasional Kurva lorentzs untuk menggambarkan ketimpangan Jumlah penduduk di kecamatan asal Penduduk kecamatan tujuan lima tahun terakhir Peta wilayah Kecamatan Brondong Peta wilayah Kecamatan Paciran Pola migrasi penduduk desa sampel kecamatan asal Boxplot pendapatan migran berdasarkan pekerjaan di daerah tujuan Besar uang kiriman migran sirkuler berdasarkan kecamatan asal Boxplot Kiriman Migran Berdasarkan Daerah Tujuan Aliran yang harmoni antara spasial dan kegiatan ekonomi yang dihasilkan oleh migran sirkuler perdesaan Siklus pembangunan wilayah dan keterkaitan desa-kota berkualitas (virtous Cycel menurut Douglass,1998).. 110

18 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Karakteristik Responden Perhitungan Gini Rasio Sesudah Migrasi Perhitungan Gini Rasio Sebelum Migrasi Perhitungan Good Service Ratio Jumlah Penduduk & Pendapatan Asli Desa Dua Kecamatan Sukodadi Jumlah Penduduk & Pendapatan Asli Desa Dua Kecamatan Pucuk Processing Summary Boxplot Daftar Quesioner Gambar Sketsa Daerah Kabupaten Lamongan 135

19 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia terkenal dengan negara yang berbasis kuat dibidang pertanian (Agraris). Sebagian besar penduduk Indonesia bertempat tinggal di pedesaan dan bekerja disektor pertanian. Berdasarkan Sensus Penduduk (SP) tahun 1971 penduduk Indonesia yang tinggal di perdesaan sebesar 82,6 persen, SP tahun 1990 sekitar 76,4 persen (Yudohusodo, 1998). Data Supas 1995 menunjukkan bahwa terdapat 64,1 persen penduduk Indonesia yang tinggal di perdesaan. Sedangkan SP tahun 2000 menghitung dari total jumlah penduduk jiwa terdapat (57,6 %) penduduk Indonesia yang tinggal di perdesaan dan kemudian menurun, berdasarkan data sebaran penduduk perdesaan dan perkotaan BPS tahun 2004 menunjukkan adanya penurunan sebesar 0,7 persen yang kemudian menjadi sebesar 56,7 persen. Walaupun data jumlah penduduk yang tinggal di perdesaan dalam kurun waktu tahun 1971an sampai dengan tahun 2004 cenderung terjadi penurunan namun, penurunan tersebut relatif kecil (6,2 % - 0,7 %) sehingga jumlah penduduk masih relatif lebih besar yang tinggal di daerah perdesaan. Rustiadi (2006), menyatakan jumlah penduduk yang tinggal diperdesaan lebih terlihat ekstrim bila di bandingkan dengan wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang rata-rata sebesar 70 persen lebih. Sementara masih tingginya jumlah penduduk yang tinggal di daerah perdesaan tersebut juga diikuti dengan adanya masalah disparitas pembangunan. Terutama strategi pembangunan yang masih memihak ke perkotaan (urban-bias). Strategi pembangunan masa lalu yang terlalu menekankan kepada efesiensi dan mengabaikan distribusi pemerataan ekonomi (distribution) telah menimbulkan kesenjangan pembangunan yang semakin melebar, terutama antara daerah perdesaan dan perkotaan (rural-urban). Kebijakan pembangunan masa lalu kemudian menjadi sumber krisis yang satu kepada krisis yang lain, berantai dan belum terputuskan sampai sekarang. Pendekatan pembangunan cenderung hanya memperhatikan kepada pertumbuhan ekonomi makro yang menekankan kepada kapital fisik yang telah mengakibatkan terjadinya

20 Bab I. Pendahuluan 2 kesenjangan pembangunan antar wilayah yang cukup besar. Kesenjangan pembangunan yang signifikan secara makro menurut Anwar (2005) misalnya antara desa-kota. Ketidak seimbangan pembangunan menghasilkan struktur hubungan antar wilayah yang membentuk suatu interaksi yang saling memperlemah antar satu dengan yang lainnya. Wilayah hinterland perdesaan menjadi melemah karena terjadi pengurasan sumber daya (backwash), rendahnya pendapatan dan pengangguran besar yang menyebabkan terjadinya aliran bersih (net-transfer). Kondisi tersebut diikuti dengan adanya konversi lahan pertanian ke nonpertanian di wilayah perdesaan, walaupun kondisi tersebut terjadi seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di perdesaan. Banyak penduduk di pedesaan yang kehilangan atau tidak mempunyai lahan pertanian lagi, terjadilah mobilitas penduduk dan pada keadaan ini mendorong terjadinya migrasi penduduk keluar baik dalam bentuk dan pola permanen maupun non-permanen, bergerak dari desa ke kawasan perkotaan yang sedang maupun sudah tumbuh. Maka, perhatian masyarakat perdesaan mulai tertuju pada daerah lain yang mampu memberikan harapan akan pekerjaan baru dan upah yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga. Fenomena migrasi desa-kota oleh beberapa peneliti dianggap penting karena pada satu pihak dianggap sebagai komponen pertumbuhan daerah perkotaan (urban growth), tetapi pada pihak lain merupakan indikasi adanya masalah-masalah sosial ekonomi terutama di daerah perdesaan. Fenomena migrasi dalam beberapa studi ditemukan dapat memperlemah perkembangan kota-kota, banyak menimbulkan biaya-biaya sosial (social costs), seperti yang terjadi pada perkembangan kota-kota besar di Indonesia yang mengalami overurbanization. Perkembangan mega-urban seperti Jabodetabek, Bandung dan Gerbangkertasusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerta, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan), kondisi tersebut dicirikan oleh berbagai bentuk ketidak efesienan dan permasalahan, seperti banyaknya urbanit, meluasnya slum area, tingginya tingkat pencemaran, merebaknya tingkat kriminalitas serta banyaknya pedagang kakilima dadakan yang umum disebut dengan sektor informal. Todaro (2003) berpendapat bahwa penyebab mengalirnya penduduk perdesaan ke daerah lain salah satunya adalah faktor faktor ekonomi misalnya: tidak tersedianya lapangan pekerjaan, sempitnya lahan pertanian, rendahnya

21 Bab I. Pendahuluan 3 tingkat upah, meluasnya kemiskinan dan lambatnya pembangunan ekonomi di perdesaan. Daerah lain yang menjadi sasaran urbanit pada awalnya adalah daerah terdekat yang memberikan harapan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat perdesaan. Sampai saat ini, dalam beberapa studi migrasi di Indonesia menunjukkan hasil bahwa faktor ekonomi merupakan alasan utama seseorang melakukan migrasi. Naim (1979) dalam studinya terhadap pola migrasi suku Minangkabau mengungkapkan, bahwa faktor ekonomi merupakan faktor yang asasi (built-in) dalam sifat perantauan orang Minangkabau. Hasil Survai migrasi pedesaanperkotaan di Indonesia yang dilakukan LEKNAS-LIPI tahun 1973 (Suharso et al.,1976) menemukan bahwa pria bermigrasi ke perkotaan adalah untuk mendapatkan penghidupan ekonomi yang lebih baik (50,5 %) dan tidak adanya pekerjaan di desa (21,7 %). Sekitar 90 sampai 100 persen dari para migran sirkuler menyatakan bersirkulasi dari pedesaan karena tidak cukupnya kesempatan kerja di desa asal (Hugo, 1978). Sedangkan kondisi yang dapat menimbulkan mobilitas penduduk menurut Mantra (1994), adalah dimana daerah asal dan daerah tujuan terdapat perbedaan nilai kefaedahan wilayah (Place Utility), daerah tujuan harus mempunyai nilai kefaedahan wilayah yang lebih tinggi dari daerah asal. Sejalan dengan itu, konsep Resource Endowment (RE) dari suatu wilayah yang mengatakan bahwa perkembangan ekonomi wilayah dalam pembangunan, bergantung pada sumberdaya alam yang dimiliki dan permintaan terhadap komuditas yang dihasilkan dari sumberdaya itu. Secara implisit konsep RE menekankan pada pentingnya keterbukaan wilayah yang dapat meningkatkan aliran modal dan teknologi yang dibutuhkan untuk pembangunan wilayah dan peningkatan pendapatan masyarakat. Pedesaan yang kurang mendapat RE membutuhkan keterbukaan wilayah. Keterbukaan wilayah perdesaan akan menciptakan alternatif peluang pekerjaan untuk mendapatkan tambahan pendapatan bagi penduduk pedesaan, yang pada umumnya hanya mengandalkan sektor pertanian subsisten. Oleh karena itu, arah pergerakan penduduk perdesaan akan cenderung ke perkotaan yang memiliki kekuatan-kekuatan yang lebih besar. Fenomena diatas, sebenarnya sudah banyak dikupas oleh para ahli Demografi, seperti Zelinsky (dalam Sagara 2002), Hugo (1987) dan Titus (1987). Mengikuti konsep mobilitas

22 Bab I. Pendahuluan 4 yang dikemukakan oleh Zelinsky, terdapat hubungan antara tingkat modernisasi suatu daerah dengan perkembangan tipe mobilitas penduduk. Walaupun demikian, tingkat arus gerak penduduk juga tidak terlepas dari karakteristik sosial ekonomi dan budaya masing-masing daerah asal migran bertempat tinggal. Karakeristik sosial ekonomi dan budaya masyarakat pedesaan di pulau Jawa menjadi suatu pertimbangan tersendiri untuk menilai perkembangan tipe mobilitas penduduk. Pertimbangan lain yang juga melekat di masyarakat pedesaan pulau Jawa ialah norma sosial, seperti faktor kecintaannya terhadap keluarga dan tanah leluhur di desa, pertimbangan tersebut dalam beberapa penelitian mampu mempengaruhi keputusan seseorang untuk memilih bentuk bermigrasi misalnya jenis migrasi sirkulasi atau pulang balik (sirkuler). Migrasi sirkuler menurut Mantra (1994) adalah merupakan jenis mobilitas penduduk nonpermanen, terjadi akibat adanya gaya sentripetal yang mengikat orang-orang pedesaan kurang lebih sama kuat dengan gaya sentrifugal yang mendorong orang-orang pedesaan untuk keluar dari desa mereka. Bentuk mobilitas tersebut adalah merupakan kompromi dari adanya dua gaya yang hampir sama kuatnya serta biasanya akan dipilih penghalang antara (jarak dan transportasi) yang relatif mudah diatasi. Kabupaten Lamongan mempunyai jumlah perdesaan terbesar di Jawa Timur. Kabupaten ini mempunyai 472 desa, 12 kelurahan dan 27 kecamatan dengan tingkat pertumbuhan penduduk 1,58 persen pada tahun Secara geografis kabupaten ini terletak di pantai utara Jawa Timur dan merupakan daerah berkembangnya kota raya Gerbangkertasusila, wilayah tersebut juga identik dengan nuansa religi, kental dengan masyarakat yang relatif lebih maju dan civilized (Anonim, 1964). Tingkat pertumbuhan penduduk yang cenderung fluktuatif dan relatif rendah, dari sepuluh tahun terakhir rata-rata 0,62 persen, Tabel 1 menunjukkan jumlah penduduk Kabupaten Lamongan menurut jenis kelamin berdasarkan hasil registrasi penduduk sepuluh tahun terakhir dan tingkat pertumbuhannya. Fenomena migrasi sirkuler di Kabupaten Lamongan sudah lama terjadi. Kondisi geografis yang menguntungkan dan transportasi yang semakin maju ikut mendukung fenomena tersebut. Migrasi sirkuler terjadi bukan hanya dari desa ke kota-kota besar di Indonesia (Jakarta, Bogor, Surabaya, dst.) tetapi juga terjadi dari daerah pedesaan bagian selatan ke daerah pesisir Pantai Utara

23 Bab I. Pendahuluan 5 (migrasi lokal). Kecamatan Paciran dan Kecamatan Brondong adalah dua kecamatan yang secara geografis terletak di kawasan pesisir Pantai Utara. Dua kecamatan tersebut umumnya menjadi daerah tujuan bagi migran lokal yang mondok maupun yang pulang-balik (comutting). Kondisi tersebut menyebabkan tingkat kepadatan penduduk yang relatif lebih tinggi dibanding dua puluh lima kecamatan yang lain. Fluktuasi jumlah penduduk dari tahun 1995 sebesar 0,31 persen dan mengalami kenaikan yang tajam pada tahun 2001 sebesar 0,90. Persen. Namun kemudian, turun kembali pada tahun 2002 dan tahun 2003 hingga sebesar 0, 53 dan 0,62 persen. Pertumbuhan penduduk terbesar terjadi pada tahun 2004, sebesar 1,53 persen dari jumlah penduduk tahun sebelumnya yaitu sebesar juta jiwa, hal itu disebabkan semakin bertambahnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan. Tabel 1 Jumlah penduduk Kabupaten Lamongan menurut jenis kelamin berdasarkan hasil registrasi penduduk sepuluh tahun terakhir dan tingkat pertumbuhannya No. Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah Tingkat Pertumbuhan /Tahun , , , , , , , , , ,58 Sumber: BPS Kabupaten Lamongan Tahun 1995 sampai Tahun 2004 Walaupun luas wilayah relatif sama, jumlah penduduk dan tingkat kepadatan di bagian wilayah pantai utara Kabupaten Lamongan (Kecamatan Paciran dan Kecamatan Brondong) relatif lebih tinggi dibanding dibagian wilayah selatan (kecamatan Pucuk dan Kecamatan Sukodadi). Data BPS Kabupaten Lamongan mencatat bahwa kecamatan yang mempunyai kepadatan Penduduk tertinggi adalah kecamatan Paciran (1549,6 orang/km) dan Kecamatan Brondong 713,9 orang/km2, dengan luas wilayah yang relatif sama dari 25 kecamatan lainnya (lihat Tabel 2). Fenomena tersebut diyakini akan berdampak bukan hanya pada daerah tujuan tetapi juga berdampak pada rumahtangga dan

24 Bab I. Pendahuluan 6 pembangunan desa asal. Rumahtangga migran sektor informal secara sengaja datang ke daerah tujuan dengan motif, karakteristik dan budaya yang relatif sama. Umumnya karena keterdesakan ekonomi rumahtangga yang terus meningkat, datang dan kembali lagi yang secara administrasi sulit untuk di data. No. Tabel 2 Jumlah Penduduk Kabupaten Lamongan per kecamatan pada tahun 2001 sampai tahun 2004, luas wilayah tahun 2002 dan kepadatan penduduk tahun 2002 Kecamatan Jumlah Penduduk Tahun Luas Wilayah (2002) Kepadat an pddk orang /km2 (2002) 1. Sukorame ,47 483,7 2. Bluluk , Ngimbang ,33 368,1 4. Sambeng ,44 251,2 5. Mantup ,07 442,9 6. Kembangbahu ,84 694,2 7. Sugio ,29 601,3 8. Kedungpring ,43 629,5 9. Modo ,80 587,4 10 Babat , ,7 11 Pucuk , Sukodadi ,32 923,9 13 Lamongan , ,5 14 Tikung , Sarirejo ,39 500,4 16 Deket ,05 865,6 17 Glagah , Karangbinangun , Turi , Kalitengah , Karanggeneng , Sekaran ,65 897,5 23 Maduran , ,8 24 Laren ,00 489,3 25 Solokuro ,02 406,3 26 Paciran , ,6 27 Brondong , T o t a l ,80 671,5 Sumber: BPS Kabupaten Lamongan Tahun 2001 sampai Tahun 2004 Dalam beberapa studi dilaporkan bahwa sektor informal banyak menampung migran dari daerah pedesaan (Suchamdi, 1999 dan Sukwika, 2003). Pada umumnya para migran bergerak menuju ke pusat kota. Walaupun daerah tujuan migran pada umumnya bukan daerah pusat kota tetapi daerah pantai utara. Namun dua kecamatan tujuan migran tersebut adalah merupakan daerah kota penyangga dari pusat kota kabupaten. Jarak dari daerah tujuan menuju ke pusat kota kabupaten Lamongan relatif lebih jauh (48 Km) dibandingkan apabila

25 Bab I. Pendahuluan 7 para migran bergerak secara langsung dari daerah asal menuju pusat kota kabupaten (17 Km). Dengan demikian, gerak penduduk sirkuler (lokal) rumahtangga sektor informal dari daerah perdesaan kabupaten Lamongan merupakan hal yang menarik untuk diteliti Rumusan Masalah Fenomena migrasi diperdesaan kabupaten Lamongan adalah merupakan bentuk adanya keterbukaan interaksi penduduk setempat dengan desa-desa, desa-kota dan kota-kota yang lain. Kondisi yang demikian, tentunya akan memudahkan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh penduduk desa, misalnya pendapatan rumahtangga. Dari 474 desa dan Kelurahan terdapat 458 desa dengan sumber penghasilan utama penduduk disektor pertanian (Podes Propinsi Jawa Timur, 2003). Tentunya dengan tidak mengabaikan faktor budaya dan norma-norma masyarakat perdesaan setempat, telah terjadi pergeseran dalam strategi ekonomi masyarakat pedesaan yang semula hanya mengandalkan pertanian subsisten bergeser secara pasti menjadi ekonomi pasar yang selama ini dicirikan di perkotaan (sektor informal) melaui remittances migran sirkuler. Jika dibandingkan dengan kabupaten tetangga Kabupaten Lamongan memiliki jumlah desa terbanyak di Jawa Timur 96,6 % (458 desa) dengan basis utama sektor pertanian, Tabel 3 menunjukkan banyaknya desa menurut kabupaten dan lapangan usaha penduduk di tiga kabupaten sekitar yaitu Kabupaten Gresik, Kabupaten Tuban dan Kabupaten Bojonegoro yang memiliki kondisi ekologi dan demografi relatif sama. Namun, tingkat pendapatan masyarakat yang bekerja di sektor pertanian masih menjadi kendala bagi pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Tabel 3 Banyaknya desa menurut kabupaten dan lapangan usaha penduduk Kabupaten Pertanian Pertamban gan & Penggalian Industri Perdagangan Besar/Eceran Jasa Lain nya Jumlah Lamongan Tuban Gresik Bojonegoro Sumber: Podes Propinsi Jawa Timur, 2003.

26 Bab I. Pendahuluan 8 Rata-rata jumlah anggota keluarga di perdesaan kabupaten Lamongan adalah 5 orang. Upah bekerja sektor pertanian rata-rata menurut survey angkatan kerja nasional BPS tahun 2004 adalah Rp Rp perhari selama 4 sampai 6 jam. Bila dibandingkan dengan standart nasional kebutuhan hidup minimum (KHM) perdesaan yang rata-rata antara Rp ,- sampai dengan Rp ,- per kepala rumahtangga perbulan, tentunya upah sektor pertanin tidak akan mencukupi dalam memenuhi kebutuhan hidup rumahtangga petani di desa. Sehingga, keputusan sebagian masyarakat desa di kabupaten Lamongan untuk menjadi migran sirkuler adalah merupakan suatu yang menarik dan penting untuk diteliti. Selain faktor ekonomi tentunya terdapat beberapa faktor lain yang ikut berperan dalam fenomena migrasi internal pada rumahtangga migran sirkuler sektor informal di perdesaan kabupaten Lamongan, sehingga fokus masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan rumahtangga migran sektor informal di Kabupaten Lamongan? 2. Bagaimana karakteristik rumahtangga migran sirkuler sektor informal di Kabupaten Lamongan? 3. Apakah keputusan rumahtangga migran sektor informal untuk bermigrasi sirkuler mampu meningkatkan pendapatan sehingga dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan keluarganya? 4. Bagaimana dampak yang ditimbulkan akibat pergerakan penduduk (Migrasi sirkuler) rumahtangga migran sirkuler sektor informal terhadap pembangunan ekonomi perdesaan di Kabupaten Lamongan? 1.3. Ruang Lingkup dan Tujuan Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini ditujukan pada rumahtangga migran sektor informal (pedagang kaki lima dan keliling), selama ini sebagai sektor yang mampu menyerap tenaga kerja paling banyak dari pedesaan, dan keberadaannya masih dianggap kurang memberikan kontribusi yang menguntungkan serta mengganggu keindahan kota. Rumahtangga yang dimaksud adalah rumahtangga yang berasal dari desa Wanar, desa Kesambi, desa Siwalanrejo dan desa Sumberagung. Dua desa yang pertama terdapat di kecamatan Pucuk serta sisanya berada di kecamatan Sukodadi. Empat desa

27 Bab I. Pendahuluan 9 asal tersebut secara visual merupakan komunitas rumahtangga sektor informal yang berada di daerah tujuan (daerah penelitian) di Kelurahan Blimbing, Desa Paciran, Kelurahan Brondong serta Desa Sedayulawas. Empat lokasi penelitian tersebut ada di dua kecamatan yaitu Kecamatan Paciran dan Kecamatan Brondong. Adapun tujuan penelitian dalam hal ini adalah : 1. Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya migrasi sirkuler pada rumah tangga sektor informal di daerah Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. 2. Menguraikan karakteristik rumahtangga migran sirkuler sektor informal di Kabupaten Lamongan. 3. Menganalisis dan mengukur tingkat kesejahteraan setelah dan sebelum memutuskan untuk migrasi sirkuler pada rumahtangga sektor informal yang berasal dari dua kecamatan asal (daerah pedesaan) Kabupaten Lamongan. 4. Menganalisis pengaruh atau dampak yang ditimbulkan oleh rumahtangga migran sirkuler sektor informal terhadap pembangunan ekonomi perdesaan di Kabupaten Lamongan Manfaat Penelitian Secara umum, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi pemecahan masalah gerak penduduk lokal akibat adanya perbedaan dan ketidak seimbangan pembangunan wilayah, perdesaan dan perkotaan (rural-urban), di Kabupaten Lamongan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan informasi dan kontribusi terhadap pemerintah setempat tentang kondisi ekonomi rumahtangga di wilayah perdesaan serta kebijakan yang memungkinkan untuk dilkukan oleh pemerintah dalam mengatasi pengangguran terselebung di wilayah perdesaan, tingkat kesejahteraan rumahtangga penduduk desa, pembangunan ekonomi desa, yang akan berdampak pada penerimaan keuangan desa. Pertimbangan itu penting untuk keberlanjutan pembangunan perdesaan karena hampir 82 persen wilayah Kabupaten Lamongan adalah perdesaan yang berbasis padi dan sawah (pertanian). Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberi kontribusi dan informasi terhadap pengembangan pengetahuan, terutama ilmu perencanaan pembangunan wilayah dan perdesaan (PWD), utamanya yang memfokuskan bagi masalah pembangunan dan pengembangan wilayah perdesaan di Indonesia.

28 Bab I. Pendahuluan Keterbatasan Penelitian Fokus penilitian ini hanya terbatas pada rumah tangga sektor informal yang begerak di sektor perdagangan kakilima dan keliling yang berasal dari dua kecamatan asal yaitu Kecamatan Pucuk: Desa Wanar, Desa Kesambi. Kecamatan Sukodadi yaitu Desa Siwalanrejo dan Desa Sumberagung. Dua kecamatan secara sengaja dipilih untuk mewakili fenomena migrasi sirkuler yaitu penduduk perdesaan yang berasal dari daerah selatan Kabupaten Lamongan. Para migran tersebut secara visual banyak terdapat di dua kecamatan tujuan yaitu Kecamatan Paciran dan Kecamatan Brondong (wilayah utara/pesisir Kabupaten Lamongan). Jenis migrasi yang menjadi sasaran penelitian ini hanya terbatas pada migrasi sirkuler, yaitu rumahtangga migran yang nginap (mondok) pada daerah tujuan selama lebih dari satu hari dan kurang dari 3 bulan di daerah tujuan, kemudian kembali kedaerah asal atau desa asal. Daerah tujuan atau tempat tujuan adalah Kelurahan Blimbing, Desa Paciran, Kelurahan Brondong dan Desa Sedayulawas.

29 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Migrasi dan Migrasi Sirkuler Terdapat tiga komponen yang dapat mengubah kuantitas penduduk, yaitu fertilitas, mortalitas dan migrasi. Dari ketiga komponen tersebut, yang paling sulit diukur dan dirumuskan adalah migrasi. Menurut Lee (1976), migrasi adalah perubahan tempat tinggal secara permanen atau semi permanen dimana tidak ada pembatasan dan sifat tindakan tersebut sukarela atau terpaksa. Migrasi secara umum mengandung pengertian yaitu proses perpindahan individu atau bisa juga kelompok dari suatu tempat atau pun daerah ke tempat atau daerah lain dengan harapan mendapatkan sesuatu dari daerah yang dituju (Mantra, 1994). Suharso (1986) memberi pengertian migrasi sebagai suatu mobilitas penduduk secara geometris dari suatu tempat atau lokasi geografis ke tempat atau lokasi geografis lainnya melewati batas administrasi sesuatu daerah atau wilayah dengan maksud untuk mempertahankan hidup dan atau memperbaiki kehidupan, baik untuk keluarga maupun diri sendiri. Sedangkan Rusli (1986), berpendapat bahwa migrasi adalah gerak penduduk dari satu tempat ke tempat lain disertai dengan perpindahan tempat tinggal secara permanen. Arti permanen mengandung pertimbangan tentang waktu dan untuk membedakan perpindahan yang bersifat sementara (nonpermanen). Badan Pusat Statistik (BPS) menetapkan definisi migrasi lebih didasarkan pada dimensi wilayah dan waktu, yaitu perpindahan penduduk yang melmpaui batas propinnsi dengan jangka waktu lima tahun lalu (migrasi risen/mutakhir). Berdasarkan beberapa pengertian diatas, migrasi dapat disimpulkan sebagai bentuk gerak penduduk, spasial ataupun teritorial antara unit-unit geografis yang melibatkan perubahan teritorial atau tempat tinggal yaitu dari tempat asal ke tempat tujuan. Tempat asal dalam hal ini bisa meliputi daerah perdesaan atau pun perkotaan dan tempat tujuan meliputi daerah perkotaan atau pun perdesaan. Selanjutnya secara teritorial biasa dikelompokkan kedalam mobilitas desa-kota, desa-desa, kota-kota dan kota-desa. Menurut Mantra (1994) mobilitas penduduk terbagi menjadi dua, yaitu mobilitas penduduk vertikal dan mobilitas penduduk horizontal atau geografis. Mobilitas penduduk vertikal adalah

30 Bab II. Tinjauan Pustaka 12 perubahan setatus seseorang (aktivitas pekerjaannya) dari waktu ke waktu yang lain atau pada waktu yang sama. Sedangkan yang dimaksud migrasi horizontal adalah gerak penduduk dari satu wilayah menuju kewilayah yang lain dalam jangka waktu tertentu. Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan dalam mobilitas horizontal yaitu wilayah/ruang (space) dan waktu (time), hal tersebut sesuai dengan paradigma geografi yang didasarkan atas konsep ruang dan waktu (space and time concept). Namun sampai saat ini, para ahli belum ada kesepakatan tentang konsep ruang dan waktu untuk mendefinisikan mobilitas penduduk. Biro Pusat Statistik menggunakan propinsi sebagai batasan ruang dan enam bulan sebagai batasan waktu untuk mengatakan seseorang sebagai migran. Peneliti lain: Singanetra-Renald, Mukherji, Chapman (dalam Mantra,1994) menggunakan batasan ruang dan waktu yang lebih sempit, sehingga pada akhirnya sepakat bahwa makin sempit batasan ruang dan waktu yang digunakan makin banyak terjadi gerak penduduk di antara wilayah tersebut. Mobilitas penduduk horizontal terdiri dari mobilitas penduduk permanen dan nonpermanen (mobilitas penduduk sirkuler). Mobilitas penduduk nonpermanen terbagi menjadi dua yaitu sirkulasi dan komutasi. Mobilitas penduduk jenis sirkulasi dalam penelitian ini disebut dengan migrasi sirkuler adalah gerak penduduk melintasi batas-batas administratif suatu wilayah untuk bekerja lebih dari satu hari, atau kurang dari satu tahun, serta tidak ada niat menetap didaerah tujuan. Sedangkan gerak perpindahan penduduk melintasi batas-batas administratif suatu wilayah untuk bekerja sedikitnya enam jam atau sedikitnya kurang dari satu hari serta kembali pada hari itu juga, dan tidak ada niat nginap di daerah tujuan disebut komutasi. Lebih jelas, Mantra berpendapat bahwa mobilitas penduduk sirkuler adalah gerak penduduk dari satu wilayah menuju wilayah lain dengan tidak ada niatan menetap untuk selamanya di daerah tujuan. Seseorang dikatakan melakukan migrasi apabila melakukan pindah tempat tinggal secara permanen (untuk jangka waktu minimal tertentu) dengan menempuh jarak minimal tertentu atau pindah dari satu unit geografis lain. Unit geografis sering juga disebut unit administratif pemerintahan baik berupa negara maupun bagian dari negara-negara diatur menurut tata aturan administratif yang disepkati secara nasional maupun internasional. 12

31 Bab II. Tinjauan Pustaka 13 Sedangkan orang yang melakukan migrasi disebut migran. Standing (1991 dalam Sri Wahyuni, 2003) menyatakan bahwa, banyak sensus menetapkan bahwa migran adalah mereka yang berpindah dalam masa antarsensus dan dalam masa sensus kedua tinggal di wilayah yang tidak sama dengan wilayah tempat tinggal pada waktu sensus pertama. Oleh karena itu seseorang disebut sebagai migran ada kemungkinan telah melakukan migrasi lebih dari satu kali (Rusli, 1984). Menurut Alatas dan Edi (1992) secara umum menyebutkan beberapa jenis migran, migran kembali, migran semasa hidup (life time migran), migran total dan migran risen. Migran semasa hidup ialah orangorang yang pada saat pencacahan tidak bertempat tinggal ditanah atau tempat kelahirannya. Migran kembali adalah orang yang kembali ketempat kelahirannya setelah sebelumnya pernah berpindah ketempat lain atau dengan kata lain bisa disebut dengan migran sirkuler. Sedangkan migran total yaitu orang yang pernah bertempat tinggal ditempat lain (selain tempat kelahirannya), sehingga migrasi total meliputi migran semasa hidup dan migran kembali. Jumlah migran total dikurangi migran kembali merupakan migran semasa hidup. Migran risen/mutakhir adalah orang-orang yang akhir-akhir ini melakukan perpindahan, akhir-akhir ini dapat diartikan dalam waktu satu tahun terakhir ini atau lima tahun terakhir ini dan seterusnya. Dalam kemungkinan bila lima tahun terakhir, maka migran risen/mutakhir adalah orang/mereka yang pada saat pencacahan propinsi tempat tinggal sekarang berbeda dengan propinsi tempat tinggal lima tahun yang lalu. Lebih lanjut, terdapat migrasi yang dilakukan atas keinginan sendiri dan atas keinginan diluar pribadi yang sering disebut transmigrasi. Sedangkan pada umumnya jenis migrasi digolongkan menjadi dua yaitu migrasi internal dan migrasi internasional. Seorang melakukan migrasi dikatakan sebagai migran masuk bila dilihat dari daerah tujuan, dan dikatakan migran keluar bila dilihat dari daerah asal. Apabila dalam suatu daerah pada suatu wilayah negara jumlah migrasi masuk lebih banyak dari dari migrasi keluar berarti dalam daerah yang bersangkutan terdapat migrasi masuk net. Dan sebaliknya bila migrasi keluar neto bila di daerah tersebut jumlah migrasi keluar lebih banyak dari migrasi masuk ( Rusli, 1984). 13

32 Bab II. Tinjauan Pustaka Migrasi Sirkuler dan Rumahtangga Migran Sirkuler Pengertian migrasi sirkuler sebagaimana yang dikatakan Alatas dan Edi (1992), adalah jenis mobilitas penduduk yang dipilih seseorang atau kelompok dengan maksud untuk tidak menetap di daerah tujuan dan pada waktu tertentu tetap kembali ke daerah asal. Migrasi sirkuler menurut Mantra (1994) adalah gerak penduduk dari sutu wilayah menuju ke wilayah lain dengan tidak ada niatan menetap di daerah tujuan. Dari kedua pengertian tersebut terlihat tidak ada batasan waktu dan jarak untuk keluar dari daerah asal, tetapi kedua pengertian tersebut sepakat menekankan pada kata niatan yang membedakan dari pengertian migrasi permanen. Dengan demikian dapat disimpulkan pengertian migrasi sirkuler adalah gerak penduduk nonpermanen seseorang/mereka dalam waktu lebih dalam sehari tetapi kurang dari enam bulan. Lebih lanjut, Mantra juga berpendapat bahwa seseorang cenderung melakukan mobilitas apabila kebutuhannya di daerah asal kurang dapat terpenuhi. Dengan demikian keputusan untuk memilih migrasi adalah merupakan pertimbangan ekonomi yang rasional (Todaro, 2003). Tujuan utama para migran pada umumnya adalah pemenuhan kebutuhan rumahtangga di daerah asal, akan tetapi adanya ikatan kekerabatan antar keluarga yang kuat di sebagian masyarakat seringkali mempengaruhi proses keputusan mobilitas penduduk. Sehingga, migran dapat dengan arif memutuskan pada jenis mana mereka memilih bentuk mobilitas, tentunya migran akan mempertimbangkan bentuk mobilitas yang optimal yang dapat mencukupi kebutuhan keluarganya. Mencukupi kebutuhan dalam hal ini meliputi kebutuhan lahiriyah (makanan, pakaian dan tempat tinggal) dan kebutuhan batiniyah (pendidikan, kasihsayang keluarga, dst.). Atas dasar dua pertimbangan tersebut akan menentukan memilih jenis mobilitas, termasuk keputusan memilih jenis mobilitas sirkuler. Sebagian masyarakat terutama masyarakat perdesaan di Pulau Jawa memilih jenis migrasi nonpermanen (sirkulasi) dianggap lebih efektif dalam memenuhi dua kebutuhan yang manusiawi tersebut. Dengan demikian, penyertaan keluarga ke daerah tujuan tentunya juga diputuskan dengan pertimbangan yang matang, pada umumnya keluarga diajak menjadi migran 14

33 Bab II. Tinjauan Pustaka 15 sirkuler bertahap dalam prosesnya. Ketika tingkat pendapatan migran didaerah tujuan sudah mencukupi, secara bertahap migran yang sendirian akan mengikut sertakan keluarganya kedaerah tujuan, sebagai tanda di daerah tujuan mengalami tingkat perbaikan dari kondisi awal. Dengan demikian, rumahtangga migran sirkuler atau migran kembali adalah sanak saudara atau kaum kerabat yang kembali ketempat kelahirannya (daerah asal) setelah sebelumnya pernah berpindah ketempat lain (daerah tujuan) Faktor-Faktor Migrasi Sirkuler Menurut Lee (1991) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi orang dalam mengambil keputusan untuk bermigrasi dan mempengaruhi proses migrasi adalah: (1) Faktor-faktor dari daerah asal (Faktor daya dorong/push factors, faktor daya tarik /pull factors dan faktor netral/neutral factors), (2) Faktor-faktor yang ada di daerah tujuan (Faktor daya dorong/push factors, faktor daya tarik /pull factors dan faktor netral/neutral factors), (3) Faktorfaktor rintangan dan (4) Faktor-faktor pribadi. Faktor-faktor tersebut diatas terlihat dalam Gambar 1. Sebagai tanda + (positif), berarti menarik atau juga biasa disebut faktor yang mengikat seseorang untuk menetap di daerah tujuan. Tanda negatif (-) berarti mendorong seseorang untuk pindah dari daerah asal, dan tanda 0 berarti netral, faktor yang bersifat netral secara relatif pada dasarnya tidak berpengaruh terhadap pengambilan keputusan untuk bermigrasi. Kendati demikian terdapat faktor-faktor yang mempunyai pengaruh sama atau berbeda terhadap seseorang. Kondisi tersebut disebabkan adanya perbedaan sikap dari calon migran terhadap faktor-faktor tersebut. Namun demikian terlihat beberapa faktor yang menimbulkan reaksi yang sama pada beberapa pribadi calon migran terhadap faktor-faktor tersebut, baik kondisinya didaerah asal maupun didaerah tujuan. Daerah Asal Penghalang Antara Daerah Tujuan Gambar 1 Faktor daerah asal dan daerah tujuan serta penghalang antara dalam migrasi 15

34 Bab II. Tinjauan Pustaka 16 Simbol (+,, 0) adalah merupakan simbol faktor penarik, pendorong dan netral yang berasal di daerah asal dan daerah tujuan. Maksud pengertian ini tergantung pada persepsi masing-masing individu terhadap faktor-faktor tersebut. Selain faktor penarik, pendorong dan netral, masih ada faktor penghalang atau perintang antara. Faktor penghalang antara dalam kondisi tertentu relatif mudah diatasi, namun terkadang juga relatif sulit diatasi. Faktor-faktor pribadi antara lain; persepsi seseorang tentang daerah asal dan tujuan, kepekaan pribadi atau individu yang sangat mempengaruhi penilaian tentang keadaan daerah asal dan tujuan. Demikian juga dengan informasi yang tersedia, membawa pengaruh dalam pengambilan keputusan untuk melakukan migrasi. Pengambilan keputusan bermigrasi, salah satunya dipengaruhi oleh faktor lemahnya kualitas sumberdaya manusia yang ada, disamping rasa keterikatan dengan keluarga didesa asal dan kemauan keras dalam mencoba sesuatu yang baru atau yang termasuk dalamm motivasi diri dalam mencoba hal baru. Dengan demikian, ketika pengambilan keputusan bermigrasi sudah terlaksana di daerah tujuan sebagian besar para migran mengenal dan mempunyai ikatan sosial yang kuat antar sesama migran. Mulder (1978) mengatakan bahwa diantara sesama migran sebenarnya terdapat ikatan sosial yang kuat didaerah tujuan. Kadangkadang migran membentuk kongsi-kongsi atau persatuan antar sesama migran berdasarkan kesamaan daerah, asal daerah maupun idiologinya. Ketika para migran mengambil keputusan untuk melakukan migrasi dalam benak mereka sudah tersusun rencana bahwa nantinya didaerah tujuan akan mendapat pekerjaan dan penghasilan sesuai yang diinginkan mereka. Kebanyakan mereka tidak mengetahui bahwa lapangan pekerjaan dan jenis pekerjaan di daerah tujuan (Kota) kebanyakan masuk ke sektor moderen. Mobilitas tenaga kerja pedesaan ke daerah perkotaan antara lain adalah karena kebijakan pembangunan yang berkembang cenderung urban-bias, tidak berpihak atau bahkan mengabaikan daerah pedesaan, serta penerapan mekanisasi pertanian sebelum waktunya dan menyempitnya lahan pertanian akibat pertumbuhan penduduk dan konversi lahan pertanian. Todaro (2003), berpendapat bahwa keputusan untuk melakukan migrasi merupakan suatu keputusan yang telah dirumuskan secara rasional, para migran tetap saja pergi meskipun mereka mengetahui tingginya tingkat pengangguran di daerah-daerah 16

35 Bab II. Tinjauan Pustaka 17 tujuan, kerangka sistimatis dari pendapat ini dapat ditunjukkan dalam Gambar 2 yang menunjukkan skema analisis keputusan bermigrasi menurut Derek Byerlee dalam Todaro (2003). Keinginan mereka untuk pindah kekota adalah untuk mencari pekerjaan dengan harapan besar bahwa tingkat upah atau penghasilan yang akan didapat di perkotaan akan lebih besar. Walaupun potensi dan daya dukung perkotaan sudah tidak mampu menghasilkan upah atau penghasilan yang seimbang dengan kebutuhan migran, karena kapasitas dan daya dukung perkotaan yang cenderung melemah akibat overpopulation. Namun migran yang datang tetap saja tertarik, dengan segala daya dan upaya mereka menggunakan informasi dan jaringan sosial dari kaum kerabat yang sudah terlebih dahulu bermigrasi. Jaringan sosial yang digunakan migran dalam studi ilmu sosial sering disebut modal sosial (social capital) dalam hal ini dapat diartikan sebagai modal yang memperlancar keputusan untuk menjadi migran sirkuler. Modal sosial merupakan jaringan antar orang-orang yang saling berinteraksi dalam satu kepentingan yang didalamnya terdapat unsur kepercayaan yang mampu megurangi biaya transaksi. Dalam kenyataannya ikatan kekerabatan yang kuat akan mampu menciptakan ikatan sosial, ikatan batin antar sesama migran maupun ikatan yang kuat terhadap daerah asal. Begitu pula dengan keputusan bidang pekerjaan yang ditekuni oleh para migran tidak akan terlepas dari unsur kekerabatan yang ada. Seorang migran yang datang dari desa tidak akan begitu mudah untuk mendapatkan sebuah pekerjaan ketika mereka tiba di daerah tujuan, sebagian besar tidak sendirian, kebanyakan dari mereka diajak oleh kerabat mereka yang telah berhasil di daerah tujuan untuk mendapatkan pekerjaan yang cocok dan menghasilkan pendapatan Konsep Sektor Informal dan Sektor Formal Konsep sektor informal berasal dari makalah Hart tentang lapangan kerja perkotaan di Ghana. Hart pertama kali memperkenalkan pembagian kegiatan ekonomi kedalam sektor informal dan sektor formal. Istilah sektor informal sendiri adalah merupakan satu bentuk pengembangan dari konsep tradisional, sedangkan istilah sektor formal kurang lebih sama dengan istilah moderen Konsep sektor informal menurut Hart adalah merupakan unit usaha dengan ciri- 17

36 Bab II. Tinjauan Pustaka 18 ciri padat karya, pengelolaan usaha bersifat kekeluargaan, tingkat pendidikan formal yang rendah, mudah dimasuki pendatang baru, sifatnya yang selalu berubah ubah dan tidak stabil (Tjiptoherijanto, 1989). Dualisme informal dan formal ini semakin menarik peneliti studi pembangunan dalam kaitan proses industrialisasi dan urbanisasi di negaranegara berkembang, terutama seiring meluasnya kegiatan berusaha di pasarpasar yang tidak terorganisasi di daerah perkotaan, selanjutnya lebih dikenal dengan sektor informal perkotaan. Namun, pada dasarnya sektor informal akan lebih jelas dpat dibedakan dari sektor formal jika dilihat dari aspek legalitas. Menurut ILO, pembedaan dua sektor (informal dan formal) tersebut dapat didasarkan pada aktivitas, sifat alami pasar dan perusahaan. Berkaitan dengan sektor informal, beberapa ciri yang di tulis oleh Soetjipto (1985) antara lain: 1. Pola kegiatan tidak teratur, baik dalam arti waktu, permodalan, maupun penerimaannya. 2. Tidak tersentuh oleh peraturan atau ketentuan yang ditetapkan pemerintah. 3. Modal, peralatan dan perlengkapan maupun omzetnya biasanya kecil dan diusahakan atas dasar hitungan hari. 4. Umumnya tidak mempunyai tempat usaha yang permanen dan terpisah dari tempat tinggalnya. 5. Tidak mempunyai keterikatan dengan usaha lain yang besar. 6. Umumnya dilakukan oleh dan melayani golongan masyarakat yang berpendapatan rendah. 7. Tidak membutuhkan keahlian dan ketrampilan khusus, sehingga secara luwes dapat menyerap bermacam-macam tingkat pendidikan tenaga kerja. 8. Umumnya tiap-tiap satuan usaha memperkerjakan tenaga yang sedikit dan dari lingkungan hubungan keluarga, kenalan atau berasal dari daerah yang sama. 9. Tidak mengenal sistem administrasi bank, pembukuan, perkreditan dan lainya. Berbeda dengan sektor informal, pasaran tenaga kerja pada sektor formal terdiri dari tenaga kerja bergaji yang melakukan tugas secara permanen, 18

37 Bab II. Tinjauan Pustaka 19 diorganisasi dengan resmi, dilindungi dan tercatat dalam statistik ekonomi. Mereka yang bekerja disektor formal berada dibawah pengawasan Departemen ketenagakerjaan yang ditunjuk pemerintah dan tunduk terhadap ketentuan tentang upah, jam kerja, hak cuti, keamanan, pemutusan hubungan kerja (PHK), asuransi dan masih banyak lagi perundang-undangan lainnya. Dalam memahami karakteristik sektor informal, akan lebih jelas jika difokuskan pada pengelolaan usaha dan hubungannya dengan pemerintah. Pembedaan tersebut diantaranya adalah: a. Sektor Formal Sektor formal termasuk dalam aktivitas pemerintah, dan juga berusaha disektor swasta yang secara resmi dikenli, dipelihara dan diatur oleh negara. Sektor formal dicirikan secara jelas dengan skala operasi yang relatif besar, teknik padat modal, tingkat upah dan gaji yang tinggi. b. Sektor Informal Dalam sektor informal, perusahaan dan individu beraktivitas diluar sistem peraturan dan kepentingan pemerintah, sehingga tidak memiliki akses terhadap institusi kridit formal dan kecukupan modal sumber daya untuk mentransfer teknologi dari luar negeri. Sehingga, banyak ditemukan pelaku ekonomi sektor ini beroperasi secara ilegal. Walaupun pengaruhnya terhadap aktivitas ekonomi relatif sama, keilegalan tidak selau merupakan konsekwensi alamiah dari keterbatasan sumber daya dan akses terhadap sektor formal. Sampai saat ini dalam perkembangan penelitian tentang sektor informal dan sektor formal yang umumnya berkembang di perkotan, para ahli masih belum sepakat dalam mendefinisikan istilah sektor informal. Ketidak jelasan batas formal-informal juga banyak disebabkan oleh banyaknya interaksi dan keterkaitan antara kegiatan informal dan formal. Konsep ends-means dari Hermando de Soto dalam Sarosa (2006) mengatakan bahwa kegiatan informal pada dasarnya dicirikan pada tujuan (ends) yang legitimate, karena untuk memenuhi kebutuhan pokok, tetapi dengan caracara (means) yang tidak legitimate, karena tidak memenuhi tata-aturan formal. Tetapi pada intinya terdapat kesamaan cara pandang yang perlu difahami bersama bahwa sektor informal adalah mereka yang bekerja sendiri tanpa ada 19

38 Bab II. Tinjauan Pustaka 20 yang mempekerjakannya, bekerja sendiri dengan keluarga atau pekerja paruh waktu, dan pekerja keluarga (SEMERU). Terlepas dari ketidak samaan dan inti dari kesamaan dualisme formalinformal yang umumnya bersifat akademik konseptual, permasalahan sangat nyata dirasakan di kota-kota negara berkembang pada umumnya dan melanda negara-negara maju pada kasus tertentu. Di Indonesia, sektor informal menjadi tumpuan kehidupan sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun Data Sakernas 1998 misalnya, menunjukkan terjadinya peningkatan pangsa pasar informal dari 62 persen tahun1997 menjadi 65,4 persen pada tahun Pada tahun sebelumnya 1985, sektor informal memberi kontribusi terhadap kesempatan kerja 74 persen, pada tahun 1990 menjadi 71 persen. Walaupun terjadi penurunan dari tahun ke tahun. Namun, artinya sektor informal tetap menjadi penampung angkatan kerja domian bila di banding sektor formal. Catatan tentang sektor informal dalam subsektor dalam perdagangan, misalnya perdagangan kaki lima (PKL), Priyambadha dan Soegijoko menemukan permasalahan dan potensi dari PKL di Yogyakarta yang dapat memberikan gambaran secara nyata bahwa sikap yang banyak diambil oleh pemerintahan kota dalam menghadapi fenomena sektor informal lebih menekankan pada penegakan hukum yang tidak konsisten, kurang pembinaan dan tidk manusiawi. Pada catatan studi ini ditemukan juga bahwa sistem sub-kontrak terkait sektor informal dengan sektor formal, dapat memberikan manfaat yang lebih luas bagi dua kebelah fihak dan dapat menimbulkan multiplier-effects yang positif bagi pertumbuhan ekonomi lokal. Panennungi (2004) sepakat bahwa tingginya pertumbuhan sektor informal terkait erat dengan fenomena pengangguran di wilayah perdesaan sehingga mempengaruhi ke arah ketimpangan pendapatan antarsektor (perkotaan yang berbasis industri dan perdesaan yang berbasis pertanian) yang menimbulkan fenomena migrasi internal sampai kearah migrasi internasional. Simanjuntak (2006) berpendapat semakin meningginya persoalan migrasi, misalnya migrasi internasional (pengiriman TKW ke Timur Tengah dan Malaysia) disebabkan keterbatasan kesempatan kerja dalam negeri terutama sejak terjadinya krisis moneter tahun Keterkaitan sektor informal, sektor formal dan keterbatasan kesempatan kerja akan mempengaruhi perekonomian nasional, jika tidak diselesaikan dengan pengakuan sungguh-sungguh dan penuh perhatian. 20

39 Bab II. Tinjauan Pustaka Kaitan Sektor Informal dan Materi Balik Pada kenyataan yang terjadi, sebenarnya persoalan yang dihadapi migran di daerah tujuan lebih ditekankan pada penentuan bidang pekerjaan atau jenis usaha yang akan dijalani dan untuk mendapatkan bidang pekerjaan tersebut tidak akan terlepas dari hubungan orang-orang yang berhasil di daerah yang di tuju. Jenis dan bidang pekerjaan yang ditekuni migran lebih banyak tertampung ke sektor-sektor informal. Wirahadikusumah (1990) mengatakan bahwa kegagalan migran untuk memasuki bidang pekerjaan di perusahaan swasta atau negeri (sektor formal/modern) secara umum disebabkan oleh rendahnya kualitas migran yang bersangkutan. Hal itu karena potensi sumberdaya manusia yang dimiliki migran umumnya sangat lemah (pendidikan/ketrampilan). Squire (1991) mengemukakan bahwa seiring dengan berkembangnya struktur perekonomian yang beragam dan industrialisasi perkotaan, secara alamiah kondisi tersebut akan menyeleksi dengan ketat hanya orang-orang yang berkualitas saja yang dapat memasuki sektor-sektor modern/formal di perkotaan. Sementara kenyataan yang terjadi, jumlah migran yang menuju ke daerah perkotaan setiap tahunnya cenderung meningkat. Peningkatan jumlah pengangguran yang tidak mampu diserap oleh sektor formal akan bergerak menuju sektor informal. Karena secara psikologis migran akan malu apabila pulang ke daerah asal tanpa mendapatkan pekerjaan dan tidak membawa hasil. Mereka akan memutuskan untuk bekerja pada sektorsektor informal yang banyak dijumpai dikota-kota besar seperti sektor perdagangan kakilima dan pedagang keliling (Manning dan Effendi, 1989). Keterlibatan migran terhadap keluarga (terutama orang Jawa) dapat dipakai sebagai penguat hubungan yang melatarbelakangi timbulnya materi balik (remittances). Salah satu peran materi balik bagi keluarga migran di desa asal untuk menjaga keselarasan masyarakat dan menjamin kehidupan yang lebih baik bagi individu melalui hubungan sosial dan tolong menolong. Tata sosial Jawa adalah salah satu ciri utamanya, yaitu memiliki rasa setia yang kuat terhadap tanah leluhur dan keluarganya (Mulder,1987). Geertz (1973) mengemukakan bahwa masyarakat Jawa adalah merupakan satu kesatuan ekonomi yang dipertahankan dengan cara membagi- 21

40 Bab II. Tinjauan Pustaka 22 bagi rejeki (shared poverty) yang diperolehnya dengan keluarga atau kerabatnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa adanya ikatan yang kuat antara migran dengan keluarganya didaerah asalnya diwujudkan dalam bentuk materi balik yang merupakan bentuk budaya pedesaan yang erat dan mengikat secara struktural. Terkait dengan materi balik, Caldwell (1982) menyatakan bahwa dilihat dari segi ekonomi, aspek penting dengan adanya pergerakan keluar penduduk (imigrasi) adalah timbulnya materi balik (remittances) berupa uang dan barang. Secara tidak langsung pernyataan tersebut bermakna bahwa para migran diperkotaan pada tahap-tahap awal yang dilakukan adalah adaptasi serta mencari pekerjaan yang sesuai, selanjutnya sampai pada tingkat optimum yaitu stabilitas ekonomi mulai mapan, maka migran tersebut akan mengirim hasil selama bermigrasi berupa uang atau barang ke daerah asalnya. Kondisi migran sebagaimana hasil studi terdahulu (Ponto, 987; Sukwika, 2004; Leuwol, 1988) tentang Kronologis tahapan migran sampai mendapat pekerjaan di sektor informal terkait erat dengan materi balik yang dikirim kedaerah asalnya. Keberhasilan migran dalam menyisihkan sebagian penghasilan di sektor ini akan mempengaruhi seberapa banyak materi balik yang dikirimnya. Walaupun sektor Informal identik dengan upah yang sangat murah, dalam kondisi ini sangat jelas bahwa sektor informal terkait erat dengan materi balik (remittances) yang dikirim oleh migran ke daerah asal Ekonomi Rumahtangga Migran Sektor Informal Setiap Individu maupun rumahtangga pasti melakukan tindakan ekonomi, baik berupa konsumsi, produksi maupun distribusi. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (needs) rumahtangga tersebut pasti melakukan tindakan konsumsi. Baik rumahtngga ataupun individu membagi bebannya menjadi dua, yaitu konsumsi akan barang dan konsumsi akan waktu luang, dengan konsumsi tersebut diharapkan akan mendapatkan kepuasan/utilitas. Atika (1999) meneliti tentang rumahtangga sektor informal dan faktor-faktor yang mempengaruhi curahan kerja serta pendapatannya, menyimpulkan bahwa peluang sektor informal untuk migrasi kembali dipengaruhi oleh pendapatan, omzet usaha serta 22

41 Bab II. Tinjauan Pustaka 23 pendidikan kepala rumahtangga. Sedangkan tingginya keinginan untuk migrasi dipengaruhi oleh faktor sosial-budaya asal migran. Perilaku ekonomi rumahtangga migran sektor informal dalam memenuhi kebutuhannya sangat bergantung pada tingkat pendapatannya. Model dasar ekonomi rumahtangga yang dikemukakan oleh Sing, et al. (dalam Atika, 1999), mempelajari prilaku rumahtangga petani, dimana dalam setiap siklus produksi rumahtangga diasumsikan memaksimalkan fungsi kepuasan sebagai berikut : U = U ( Xa, Xm, Xi )..( 3.01) Dimana : Xa = Barang-barang (pertanian) yang dikonsumsi/kebutuhan Xm = Barang-barang pasar Xi = Waktu senggang/leisure pokok Fungsi kepuasan rumahtangga diatas menghadapi kendala pendapatan tunai yang ditunjukkan oleh persamaan berikut: Pm. Xm = Pa. (Q Xa) W. (L F).(3.02) Dimana : Pa = Harga barang pertanian kebutuhan pokok Pm = Harga barang-barang pasar Q = Produksi rumahtangga untuk barang-barang kebutuhan pokok, sehingga Q Xa merupakan surplus pasar. W = Upah tenaga kerja yang merupakan upah pasar L = Total input tenaga kerja F = Total input tenaga kerja keluarga Dalam keteranggan lebih lanjut, bila ( L F ) positif, rumahtangga akan menyewa tenaga kerja tambahan dan apabila bernilai negatif maka tenaga kerja yang digunakan hanya berasal dari tenaga kerja keluarga. Rumahtangga juga menghadapi kendala waktu, dimana mereka tidak dapat mengalokasikan lebih banyak waktunya untuk nganggur atau bersantai, kegiatan produksi usaha tani atau kegiatan diluar usaha tani melebihi total waktu yang tersedia dalam rumahtangga: T = Xi + F...(3.03) Dimana : T = Total waktu yang tersedia dalam rumahtangga 23

42 Bab II. Tinjauan Pustaka 24 F = Total input tenaga kerja keluarga Xi = Waktu senggang/leisure Disamping menghadapi kendala diatas, rumahtangga tersebut juga menghadapi kendala produksi yang menghubungkan antra input dan output sebagai berikut: Q = Q ( L, A )....(3.04) Dimana: A = Luas lahan yang diusahakan oleh petani Dengan melihat model dasar ekonomi rumahtangga diatas, maka dapat dipertimbangkan bahwa kepuasan (utility) untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumahtangganya dengan kendala pendapatan tunai bisa dijadikan dasar pijakan dalam menguraikan faktor-faktor yang mendorongnya untuk migrasi sirkuler Dampak Migrasi Sirkuler dan Pembangunan Daerah Asal Pelaku migrasi sirkuler (migran sirkuler) dalam fokus penelitian ini adalah rumahtangga sektor informal di pedesaan. Menurut Nasution (dalam Sukamdi, 2003) peran sektor ini dapat memberi sumbangan yang sangat penting diantaranya : 1. Menyediakan lapangan kerja baru, memberikan penghidupan murah bagi si miskin serta menampung pengangguran. 2. Sektor ini mampu menjadi produktif potensial untuk produksi walaupun tidak mendapatkan proteksi, subsidi dan lain-lain. 3. Dapat memanfaatkan berbagai barang bekas dan rongsokan, melakukan proses daurulang dengan cara memperbaiki, menambah, remodelling, sehingga memberi nilai tambah marginal. 4. Sektor informal sebagai penyalur efektif bagi sektor formal, dan merupakan bagian integratif dari seluruh kegiatan ekonomi. 5. Mendukung dan membantu sektor formal, karena sektor formal sering kali tidak efesien, karena upah yang rendah, sementara itu buruh bisa hidup dengan upah yang rendah dikarenakan adanya sektor informal yang mampu menyediakan kebutuhan hidup secara murah. Yang berarti secara tidak langsung sektor informal telah mensubsidi sektor formal. 24

43 Bab II. Tinjauan Pustaka Sektor informal berfungsi sebagai peredam dalam pancaroba pembangunan bagi pendatang dari berbagai suku, golongan dan pendidikan dan lain-lain. Selain manfaat yang diperoleh dengan adanya sektor informal. Sektor ini juga dapat membawa dampak negatif, Sukamdi (2003) menyebut antara lain : 1. Dapat mengurangi keindahan kota. 2. Menimbulkan kemacetan. 3. Menimbulkan penipuan. 4. Mengurangi keamanan dan mengganggu kenyamanan pejalan kaki serta konsumen belanja. Migran sirkuer rumahtangga sektor informal di pedesaan adalah merupakan satu kesatuan ekonomi, karena itu juga materi balik merupakan bagian dari kehidupan ekonomi rumahtangga migran sektor informal di pedesaan. Mantra (1994) membagi materi balik kedalam tiga jenis, uang, barang dan ide-ide. Dari penelitian sejumlah kota di Jawa, tentang prilaku migran sirkuler terbukti suku jawa yang paling tinggi dalam mengirim materi balik ke daerah asalnya. Menurut Mantra, prilaku migran sirkuler seperti semut, yaitu membawa hasil yang diperoleh dari daerah tujuan ke daerah asal sebanyak mungkin. Remittances merupakan sumbangan fisik, ekonomi dan budaya bagi pembangunan daerah asal. Memang pada kenyataannya, hubungan antara materi balik dan pembangunan di desa asal relatif sulit diukur dengan statistik, tetapi kenyataan yang ada terjadi mehasilkan banyak perubahan kemajuan fisik desa, seperti pembangunan fisik (jalan, rumah ibadah, beberapa usaha produktif sektor pertanian dan perdagangan penduduk) yang dibangun desa, rumah-rumah penduduk dan alat-alat elektronik yang dimiliki migran di desa. Perubahan nonfisik di desa sering ditandai dengan munculnya ide-ide baru untuk pembangunan desa asal mereka relatif mengalami perkembangan dengan cepat. Melihat hal demikian, betapapun kecilnya materi balik tetap berarti bagi pembangunan daerah asal. 25

44 Bab II. Tinjauan Pustaka Pengertian Ekonomi Desa dan Pembangunan Ekonomi Perdesaan Pengertian ekonomi desa menurut Scott (1981), adalah desa yang umumnya mempunyai kegiatan ekonomi yang bertumpu pada petani padi dan sawah. Meski demikian, masyarakat yang mempunyai kegiatan yang serupa juga dapat digolongkan petani, misalnya masyarakat dengan kegiatan ekonomi memelihara ikan di tambak atau masyarakat yang melakukan kegiatan ekonomi seperti tambak yang diatasnya diberi ternak serta pematang sawahnya ditanami pohon pisang (tamyamsang) dapat disebut sebagai petani. Lebih lanjut, menurut Scott, para petani tradisional di Asia Tenggara selalu mendasarkan tindakan ekonominya berdasarkan moral. Keputusankeputusan strategis tentang ekonomi dan sosial mereka cenderung didasarkan pada prinsip moral subsisten. Prinsip moral subsisten masih banyak tercermin dalam kehidupan ekonomi sebagian masyarakat petani di Indonesia. Kondisi ekonomi petani tersebut relatif banyak ditemukan didaerah pedesaan Pulau Jawa. Kondisi ekonomi perdesaan di Indonesia menurut Boeke (1953), mengatakan bahwa petani tradisional di Indonesia tidak mempunyai rasionalitas dalam prilaku ekonominya. Rasionalitas mereka lebih didasarkan pada kepentingan-kepentingan sosial yang lebih dominan dan paling menonjol diantara sekian banyak kepentingan. Pengakuan sosial dan hubungan kekerabatan yang lebih erat mengalahkan hubungan-hubungan lain yang bersifat rasional. Ekonomi masyarakat petani tradisional yang banyak berada di daerah perdesaan Indonesia terperangkap pada keseimbangan yang sangat rendah. Proses involusi terjadi bukan hanya pada methode produksinya yang tradisional, tetapi juga karena cara/norma bagaimana hasil produksi dibagikan. Yang lebih tragis lagi dengan mengatakan bahwa bentuk perbaikan macam apapun (benih unggul, pemakaian pupuk dan pestisida, yang di sarankan Boeke) tidak mungkin akan berhasil dilakukan. Dengan menambahkan pernyataan bahwa pertanian di Jawa cenderung tumbuh seiring dengan bertambahnya penduduk yang mengakibatkan keadaan stagnasi dari sektor pertanian dan berhentinya pertumbuhan output pertenagakerja (Geertz, 1970). Melihat analisis diatas, salah satu masalah pokok dalam pembangunan ekonomi pedesaan adalah bagaimana mewujudkan keterpaduan tujuan 26

45 Bab II. Tinjauan Pustaka 27 pembangunan nasional yang tidak lagi urban-bias dapat diatasi melalui upayaupaya: (1) Meningkatkan pendapatan riil rumah tangga di pedesaan baik pada sektor pertanian maupun nonpertanian, melalui penciptaan lapangan kerja, industrialisasi pedesaan, pembenahan pendidikan, kesehatan dan gizi serta penyediaan layanan sosial lainnya, (2) penanggulangan masalah ketimpangan distribusi pendapatan di daerah pedesaan, serta ketidakseimbangan pendapatan dan kesempatan ekonomi antara daerah pedesaan dengan perkotaan, (3) pengembangan kapasitas sektor pedesaan dalam rangka menopang langkahlangkah perbaikan masa mendatang. Untuk pencapaian ketiga asumsi tersebut sangat peting bagi keberhasilan pembangunan nasional, hal tersebut tidak saja disebabkan sebagian besar penduduk di negara-negara berkembang berada di pedesaan. Oleh karena itu, sinergisitas pembangunan nasional sangat di butuhkan untuk memenuhi keseimbangan ekonomi masyarakat pedesaan agar dapat mengurangi kesenjangan pembangunan antardaerah pedesaan dan antardaerah perkotaan. Pembangunan ekonomi di desa bukan hanya merupakan tanggung jawab penduduk tetapi juga merupakan tanggung jawab bersama. Podes 2003 memuat tentang komposisi keuangan desa yang dapat digunakan untuk usaha pembangunan sosial dan ekonomi bagi kesejahteraan penduduk desa, keuangan yang dapat menunjang kearah tersebut adalah: (1) keuangan yang terdiri dari sisa anggaran tahun lalu (2) penerimaan daerah (3) pengeluaran anggaran rutin (4) pengeluaran anggaran pembangunan dan (5) sumber pendapatan asli desa. Sedangkan yang dimaksud pendapatan asli desa adalah penerimaan yang diperoleh pemerintahan desa yang terdiri dari penerimaan yang diperoleh dari usaha produktif tanah khas desa, pungutan desa, swadaya masyarakat, hasil gotong royong dan sumber lain dari usaha desa (Podes Propinsi Jawa Timur, 2003). Pembangunan ekonomi perdesaan di era otonomi adalah suatu self governing community yang dinamikanya disesuaikan dengan kebutuhan desa serta adat istiadat masyarakat setempat (Sumodiningrat, 2005). Seiring dengan pendapat tersebut, diperlukan strategi dan kebijakan pembangunan di pedesaan yang kontekstual dan obyektif. Pembangunan ekonomi perdesaan, sebagai bagian dari pembangunan ekonomi daerah adalah merupakan bagian dari terbentuknya beberapa elemen 27

46 Bab II. Tinjauan Pustaka 28 perubahan dalam masyarakat desa, baik dalam bentuk meningkatnya taraf hidup sebagian masyarakat, terrealisasinya berbagai sarana dan prasarana yang memperluas pelayanan dasar kepada masyarakat desa. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat tersebut biasanya ditandai dengan meningkatnya konsumsi sebagai akibat dari meningkatnya pendapatan dan meningkatnya pendapatan diakibatkan pula oleh meningkatnya produksi. Menurut Sumodiningrat bahwa proses pembangunan tersebut akan dapat terpenuhi apabila terpenuhi asumsi-asumsi pembangunan yaitu kesempatan kerja sudah dimanfaatkan secara penuh (full employment), semua orang mempunyai kemampuan yang sama (equal productivity), dan setiap pelaku ekonomi bertindak rasional (rational-efficient). Penduduk pedesaan adalah bagian dari pelaku ekonomi. Tidak semua pelaku ekonomi ikut serta dalam proses pembangunan dan tidak semua penduduk pedesaan menikmati peningkatan pendapatan sebagai hasil dari proses pembangunan. Pelaku pembangunan yang tidak memiliki akses dan sumberdaya dalam pembangunan akan menganggur. Karena menganggur, akan menyebabkan berbagai kerawanan sosial, ketimpangan antargolongan penduduk, antarsektor kegiatan ekonomi daerah dan pada akhirnya masalah kemiskinan penduduk. Inti dari masalah tersebut adalah adanya disparitas pembangunan antardaerah dan antarsektor. Disparitas pembangunan menurut Anwar (2005) akan menghasilkan struktur hubungan antar wilayah yang membentuk interaksi yang saling memperlemah satu dengan lainnya. Hal itu disebabkan adanya pengurasan sumberdaya yang berlebihan (backwash), pengangguran besar yang mengakibatkan terjadinya aliran bersih (net-transfer) dan akumulasi nilai tambah dipusat-pusat secara berlebihan. Sehubungan dengan kondisi tersebut, daerah pedesaan perlu pendekatan yang lebih partisipatif. Pembangunan partisipatif mengandung makna bahwa pembangunan itu harus mengandung prinsip pemberdayaan masyarakat, aparat (birokrasi) serta usaha nasional melalui keterpaduan peran pemerintah dan masyarakat melalui mekanisme musyawarah berdasarkan mekanisme yang disetujui bersama. Menurut Sumodiningrat dengan pembangunan partisipatif pembangunan nasional yang dilaksanakan di perdesaan akan terlaksana secara optimal, memungkinkan rakyat memperoleh 28

47 Bab II. Tinjauan Pustaka 29 pemerataan dan keadilan serta akan memperluas basis pembangunan yaitu keluarga dan masyarakat. Melihat kenyataan pembangunan yang ada di daerah perdesaan, masih banyak kekurangan atas kesiapan sumberdaya-sumberdaya termasuk pranata misalnya; rendahnya mutu sumberdaya manusia, lemahnya lembaga pemerintahan desa dan lembaga masyarakat desa dalam menampung dan menyampaikan aspirasi masyarakat, utamanya masih terbatasnya jangkauan pelayanan lembaga perekonomian dalam mendukung usaha ekonomi desa, serta belum meratanya prasarana dan sarana sosial ekonomi dalam melayani kebutuhan masyarakat desa. Dengan demikin, tantangan yang dihadapi dalam pembangunan desa menurut Sumodiningrat adalah meningkatkan fungsi lembaga pemerintahan dan lembaga kemasyarakatan desa untuk menciptakan kesejahteraan kemakmuran masyarakat desa, meningkatkan kemampuan masyarakat untuk dapat berpartisipatif aktif dalam pembangunan, mengurangi kesenjangan antardesa dan antara desa dengan kota. Lebih lanjut, perlu adanya keberpihakan dan komitmen pemberdayaan masyarakat melalui pembangunan ekonomian rakyat. Keberpihakan terhadap perekonomian rakyat berarti memberikan perhatian khusus kepada upaya peningkatan ekonomi rakyat, termasuk upaya mencari penghasilan melalui migrasi sirkuler dalam mengisi waktu luang disela waktu tanam dan waktu panen. Seharusnya perhatian khusus ini diwujudkan dalam langkah-langkah strategis yang diarahkan secara langsung pada perluasan akses rakyat pada sumberdaya pembangunan disertai penciptaan peluang yang seluas-luasnya bagi masyarakat di lapisan bawah untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan sehingga mampu mengatasi kondisi keterbelakangan dan memperkuat posisi daya saing ekonominya Tinjauan Beberapa Studi Terdahulu Banyak penelitian tentang migrasi telah dilakukan di Indonesia. Penelitian yang dilakukan Naim (1979) tentang pola migrasi suku Minangkabau (Merantau) menunjukkan bahwa pola migrasi suku Minangkabau adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari orang Minangkabau, pola ini semula didorong oleh kebutuhan perluasan wilayah karena potensi sumberdaya 29

48 Bab II. Tinjauan Pustaka 30 yang ada tidak lagi memadai dalam menunjang kehidupan mereka. Sehingga, penduduk Minangkabau membutuhkan tanah/lahan garapan baru untuk pertanian persawahan. Menurut Naim, merantau adalah suatu kebutuhan yang terkait dengan kebutuhan sosial, merantau bagi orang Minang tidak bisa disamakan dengan migrasi, sekurangnya dalam konteks sosial budaya. Kendati demikian pada masa tersebut menurutnya, sukubangsa yang mempunyai intensitas migrasi relatif tinggi adalah Minangkabau, Batak, Bugis, Banjar, Manado dan Ambon. Sedangkan enam sukubangsa yang memiliki intensitas migrasi yang relatif rendah terdiri dari sukubangsa Sunda, Madura, Aceh, Jawa, Melayu dan Bali. Adapun salah satu faktor yang akhinya ikut mendominasi dalam menentukan pola migrasi adalah faktor ekonomi. Sjahrir (1984) dalam penelitiannya di desa Jebed, Jawa Tengah menunjukkan adanya migrasi sirkulasi para tukang bangunan. Hal tersebut berlangsung akibat tekanan ekonomi yang terbentuk akibat penerapan program TRI (Tebu Rakyat Intensifikasi) pada tahun 1975 yaitu sejak dikeluarkannya Inpres no 9/1975. Menurut Sjahrir kondisi tersebut diperburuk karena adanya pemusatan kekuasaan pada tangan lurah dan aparatnya yang sangat menentukan dalam pengalokasian sumber-sumber ekonomi, ditentukan secara sepihak dari sana. Migrasi sirkulasi ke kota bagi penduduk desa Jebed merupakan jawaban terhadap kesulitan dan tekanan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Rahmawati (1991) meneliti tentang faktor-faktor sosial ekonomi terhadap migrasi sirkuler desa kota menyimpulkan bahwa setatus sosial ekonomi yang diukur melalui kepemilikan lahan pertanian mempunyai nilai bervariasi, tetapi lebih besar prosentasenya pada golongan ekonomi rendah. Terdapat tiga jenis lapangan usaha dalam sektor informal yang dimasuki oleh migran yaitu perdagangan, buruh dan jasa angkutan. Lebih lanjut, penelitian ini juga menyimpulkan bahwa kelancaran sistim transportasi dan informasi sebagai hasil dari pembangunan pedesaan juga ikut mempercepat terjadinya migrasi sirkuler desa kota. Berbeda dengan penelitaan yang dilakukan Naim, Hugo (1982) dalam studinya tentang migrasi sirkuler di Indonesia menulis bahwa terdapat beberapa suku terbesar di Indonesia yang memiliki tingkat curahan untuk migrasi nonpermanen jenis sirkulasi yang tinggi antara lain suku Jawa, pola tersebut 30

49 Bab II. Tinjauan Pustaka 31 sudah lama terjadi di Indonesia. Analisa ekonomi yang ditemukan, alasan utama mereka melakukan migrasi nonpermanen adalah karena di desa tempat tinggal asalnya tidak bisa mendapat pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan. Sehingga pola migrasi nonpermanen (sirkulasi) dilakukan untuk memaksimalkan pendapatan rumahtangganya, dan kebanyakan mereka bekerja pada sektor jasa. Selanjutnya terkait dengan migran sektor informal penelitian yang dilakukan oleh Ponto (1987) melihat karakteristik migran sektor informal di Kodya Manado. Studi ini berkesimpulan semakin besar arus migrasi dari desa ke kota, semakin banyak pekerjaan disektor informal. Menurut Ponto bahwa tingkat ekonomi pekerja atau rumahtangga di sektor informal tidaklah lebih jelek dari rumahtangga sektor formal, dan pada umumnya pekerja migran sektor informal sudah merasa puas dengan tingkat kehidupan yang dijalani karena kegiatan mereka sudah dianggap sesuai dengan tingkat pendidikan dan ketrampilan yang mereka miliki. Penelitian Leuwol (1988) tentang migran sirkuler dan latar belakangnya menunjukkan kesimpulan bahwa para migran terdorong melakukan mobilitas dalam bentuk sirkuler dari Jawa Tengah ke Jakarta karena potensi sumberdaya alam yang ada tidak seimbang dengan potensi sumberdaya manusianya. Lahan pertanian yang merupakan tumpuhan terakhir bagi penduduk pedesaan semakin sempit. Menurut Leuwol, kondisi tersebut nampak dari semakin menyempitnya areal persawahan yang dimiliki petani dan semakin bertambahnya jumlah petani penggarap. Daerah tujuan (Jakarta) yang menjanjikan lapangan pekerjaan disektor informal merupakan daya tarik yang cukup kuat bagi para migran pedesaan. Besarnya jumlah tanggungan di desa dan latarbelakang kulturalhistoris pada masyarakat disepanjang pantai utara Jawa Tengah turut mempengaruhi intensitas penduduk untuk bermobilitas ke kota. Menurutnya, bagi mereka keputusan untuk bermigrasi sirkuler adalah keputusan yang sangat bijaksana. Selanjutnya penelitian Sutarno (1989) tentang dampak gerak penduduk desa-kota berkesimpulan bahwa, gerak penduduk ke luar desa (ke kota) menimbulkan dampak positif terhadap tingkat pendapatan dan kesejahteraan rumahtangga, kemakmuran desa, minat terhadap pendidikan, dan minat melakukan gerak penduduk. Salah satu dampak negatif menurut penelitian 31

50 Bab II. Tinjauan Pustaka 32 Sutarno adalah kurangnya peranserta movers dalam kegiatan-kegiatan umum di desanya dibanding mereka yang tetap tinggal di desa ( stayers ). Akan tetapi, kekurangan tersebut dapat mereka tutup ketika mereka tidak lagi bekerja keluar desa. Para mantan movers menujukkan bahwa dengan pengetahuan dan pengalaman yang mereka peroleh dari luar desa mereka mempunyai peran yang cukup penting dalam menggerakkan kegiatan-kegiatan pembangunan di desa. Mantra (1994), meneliti tentang mobilitas sirkuler perdesaan ke perkotaan yang semakin meningkat. Dorongan ekonomi merupakan alasan untuk bersirkulasi kekota. Dalam studi ini Mantra berpendapat adanya hubungan yang erat antara kesempatan kerja dengan mobilitas desa-kota, semakin tinggi perbedaan kesempatan kerja yang ada diperkotaan dengan yang ada diperdesaan maka akan semakin deras arus mobilitas penduduk perdesaan ke perkotaan. Lebih lanjut, fenomena tersebut yang kemudian akan mempengaruhi kondisi fisik, sosial, ekonomi dan budaya daerah asal migran. Sayangnya Mantra dalam studi ini belum melihat bagaimana dampak pertumbuhan tenaga kerja perkotaan akibat arus urbanisasi. Sehingga saran yang diajukan dalam studi ini adalah mobilitas jenis sirkuler perlu ditingkatkan untuk memecahkan masalah tenaga kerja diperdesaan. Penelitian Desiar (2003) tentang dampak migrasi terhadap pengangguran di DKI. Penelitian ini berkesimpulan bahwa dampak dari masuknya migran ke DKI antara lain adalah besarnya aktivitas (sektor) informal, tingginya tingkat pengangguran dan berkembangnya permukiman kumuh. Dengan menggunakan model log-log penelitian ini menunjukkan bahwa apabila angkatan kerja migran meningkat 10 persen, jumlah pengangguran total akan meningkat 3,06 persen. Sedangkan dampak positif yang menarik dari kesimpulan penelitian ini adalah fenomena migrasi masuk di DKI memberikan kontribusi terhadap berkembang ekonomi informal yang cukup banyak menyerap tenaga kerja, termasuk juga menyediakan tenaga pembantu rumahtangga yang sangat dibutuhkan di DKI Jakarta tetapi tidak bisa disediakan oleh penduduk non migran. Penelitian mengenai analisis dampak migrasi sirkuler terhadap pembangunan ekonomi perdesaan pada rumahtangga sektor informal dilakukan untuk mengetahui karakteristik rumahtangga perdesaan yang memutuskan untuk migari sirkuler ke daerah tujuan yang relatif masih berdekatan dengan daerah asal, dengan mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya migrasi 32

51 Bab II. Tinjauan Pustaka 33 sirkuler. Penelitian ini juga bertujuan menganalisa dampak yang ditimbulkan akibat fenomena migrasi sirkuler melalui analiisa diskriptif untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan, analisa Good service ratio untuk mengetahui tingkat kesejahteraan para migran dan Gini ratio untuk mengetahui distribusi pendapatan antar migran sirkuler. Fokus dalam kerangka teori penelitian ini menekankan pada adanya perbedaan upah sektor pertanian di perdesaan dengan sektor industri di perkotaan yang mendorong para penduduk perdesaan untuk melakukan migrasi. Sektor ekonomi informal yang terkenal dengan upah yang rendah masih saja tetap menarik bagi para migran yang berasal dari pedesaan sebagai alternatif kurang optimalnya bekerja di sektor perdesaan (pertanian). Kondisi yang demikian akan terus berlanjut manakala upah disektor pedesaan (pertanian) belum juga menunjukkan keseimbangan dengan sektor industri di perkotaan. Terlebih lagi tingkat kesejahteraan pada saat mereka melakukan migrasi jauh lebih baik dari pada sebelumnya, begitu juga semakin bertambahnya faktor produksi yang mereka miliki di desa asal. Fenomena ini yang akan membuktikan alasan para migran untuk memilih bentuk sirkulasi dari pada migrasi menetap. 33

52 Bab II. Tinjauan Pustaka 34 Faktor-faktor Komplementer (misal:ketersedi aan lahan di desa) Kebijakankebijakan dari Pemerintah(misal:d ibidang perpajakan) Besar-kecilnya pendapatan di desa Pengaruh Psikis (gebyar hidup di kota) Hubungan desa-kota Sistem-sistem sosial (misal, unit keputusan/jumlah orang yg akan membuat keputusan bermigrasi) Tingkat Penddkan Pengiriman uang dari kota ke desa Manfaatmanfaat migrasi Jarak Pendidikan, media, dan sebagainya Tingkat upah di kota Pendapatanbila berwiraswasta Besar-kecilnya pendapatan di kota Arus-arus Informasi Peluang Untuk mendapatkan pekerjaan Biaya oportunitas Nilai sekarang dari manfaat-manfaat migrasi yang akan muncul nanti Perkiraan nilai total migrasi Biaya hidup Sehari-hari Keputusan migrasi Biaya transportasi Biaya-biaya psikis (resiko,adaptasi sosial) Biaya-biaya migrasi Gambar 2 Skema analisis keputusan bermigrasi menurut Derek Byerlee dalam Todaro

53 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Teori Migrasi Dalam memahami fenomena migrasi secara umum (desa desa, kota-kota, kota-desa, desa-kota) dari segi faktor penyebab dan dampak yang ditimbulkan, maka bukan suatu studi yang mudah bagi penulis. Tulisan ini mencoba mengkaji dan memahami sebagian fenomena migrasi yang berbeda dari kasus yang sudah diteliti oleh sejumlah peneliti sebelumnya (Hugo, Mantra, Leuwol) yaitu adanya keterpaduan antara fenomena migrasi desa-kota dan desa-desa. Dalam segi sebab-sebab dan dampak yang ditimbulkan terdapat sesuatu yang unik dan berbeda dengan feneomena migrasi pada umumnya. Masyarakat pedesaan yang mencoba bekerja diluar sektor pertanian dengan cara menjadi migran mengalami kemudahan dalam memperoleh pendapatan, kondisi tersebut dialami oleh sebagian masyarakat pedesaan dan sebagian yang lain akan cenderung meikuti. Kerangka teoritis dalam penelitian ini didasarkan pada teori migrasi yang diterapkan pada negara-negara berkembang oleh Haris-Todaro (1970). Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa migrasi merupakan fenomena ekonomi dan bagi migran merupakan tindakan rasional. Ketika upah disektor formal (Wo) dikalikan peluang untuk mendapatkan pekerjaan disektor formal (P) dan upah disektor informal (Wi) dikalikan satu dikurangi peluang untuk mendapatkan pekerjaan disektor informal (1 P) menunjukkan hasil atau upah yang lebih besar sama dengan upah yang diperoleh masyarakat perdesaan (WA/upah sektor pertanian) maka masyarakat perdesaan yang bekerja disektor pertanian menurut Haris- Todaro akan cenderung untuk memutuskan bermigrasi. Upah disektor pertanian disini meliputi upah: mencangkul, menanam, merambet dan pekerjaan pertanian lain pada umumnya. Masih menurut Haris-Todaro, migrasi desa ke kota akan terus berlangsung walaupun pekerjaan formal di perkotaan terbatas. Karena upah minimumnya yang tinggi, bahkan dibandingkan dengan pendapatan di desa, dengan kata lain bahwa nilai harapan dari upah yang diperoleh lebih tinggi dari tingkat upah di pedesaan. Selain upah minimum yang mendasari migran keluar dari daerah asal,

54 Bab III. Kerangka Pemikiran 36 Gilbert dan Gugler (1969 dalam anshori at,al., 1996) menambahkan bahwa model migrasi Haris-Todaro pada tahun 1976 dimodifikasi dengan menambahkan faktor keamanan kerja di daerah tujuan yang menjadikan para migran potensial memilih daerah tujuan. Dalam konteks perbedaan upah, berikut rumusan teori yang mendasari penelitian fenomena migrasi Haris-Todaro. Dimana : Wo. p + Wi. ( 1 p ) WA Wo P Wi WA = Upah disektor formal = Probabilitas untuk mendapatkan pekerjaan disektor formal = Upah disektor informal = Upah disektor pertanian Upah yang diharapkan diatas adalah bagian dari pendapatan yang didapat dari bekerja baik disektor formal maupun informal. Faktor lain yang juga ikut mendukung fenomena migrasi adalah dayatarik sektor pertanian di pedesaan yang belum juga menunjukkan arah yang lebih baik, semakin banyaknya petani liliput ( kepemelikan lahan kurang dari 1 hektar) yang tersebar di pulau Jawa, serta optimalisasi lahan pertanian di perdesaan yang semakin menurun. Memahami migrasi sebagai suatu proses, selain beberapa faktor diatas yang dapat dikelompokkan sebagai faktor pendorong dan faktor penarik, terdapat faktor penghalang antara, meliputi; jarak antara daerah asal ke daerah tujuan, kondisi jalan raya, keberadaan transportasi serta biaya transportasi. Sedangkan faktor pribadi menyangkut persepsi individu terhadap faktor-faktor terdapat didaerah asal dan tujuan, dalam hal ini kepekaan pribadi akan sangat mempengaruhi penilaian tentang keadaan di daerah asal dan tujuan. Setiap individu mempunyai tingkat kebutuhan tidak sama yang harus dipenuhi, terutama kebutuhan ekonomi. Pengambilan keputusan untuk melakukan migrasi antar seseorang pada dasarnya sepenuhnya bersifat rasional, meskipun pada kenyataan yang sebenarnya banyak ditemukan pengecualian dari generalisasi sifat-sifat yang rasional. Jika sebagian besar dari kebutuhan seseorang yang bersifat rasional tidak terpenuhi, maka seseorang akan mengalami tekanan. Tekanan yang dialami menyebabkan seseorang akan melakukan keputusan migrasi atau tidak, sangat tergantung pada kekuatan

55 Bab III. Kerangka Pemikiran 37 tekanan, baik secara individu, keluarga maupun kelompok. Tekanan yang dialami seseorang dan keluarganya mempengaruhi jenis atau pola migrasi yang diputuskan oleh seseorang atau kelompok orang. Migrasi sirkuler pada dasarnya dipilih seseorang atau sekelompok orang (dalam rumahtangga) karena adanya dua kombinasi kekuatan, yaitu kekuatan sentrifugal dan kekuatan sentripetal. Kekuatan sentrifugal adalah kekuatan yang mendorong individu maupun kelompok untuk pindah dari daerah asal. Kekuatan sentripetal, adalah kekuatan seseorang atau kelompok orang untuk tetap tinggal di daerah asal. Dua kekuatan dari daerah asal dan daerah tujuan tersebut menurut pendapat Mantra (1978) terdiri dari tingkat pendapatan, kesempatan kerja, luas kepemilikan tanah, transportasi, informasi mengenahi daerah tujuan serta sumberdaya pribadi yang dimiliki oleh para migran. Beberapa hasil studi tentang migrasi menunjukkan bahwa motif utama seseorang melakukan migrasi adalah karena alasan ekonomi. Todaro (2003) mengatakan paling tidak ada dua harapan seseorang meninggalkan daerah asal: pertama, ingin mendapat pekerjaan dan penghasilan lebih besar, dibandingkan dengan di daerah asal; Pendapat yang kedua, karena ingin mencari pengalaman serta pekerjaan yang lebih baik. Seiring dengan berkembangnya industri perkotaan sehingga terbentuk sektor-sektor formal yang memberikan harapan untuk menerima tenaga kerja dari sektor perdesaan, seseorang atau kelompok orang yang memutuskan menjadi migran pada dasarnya mempunyai harapan untuk diterima di sektor tersebut. Namun kenyataan yang terjadi, kondisi tersebut terkait erat dengan fenomena urbanisasi, sektor formal perkotaan secara ketat dapat menyeleksi tenaga kerja yang dibutuhkan dan hanya tenaga kerja yang terdidik dan mempunyai ketrampilan yang dapat terseleksi didalamnya. Studi tentang sektor informal, mengatakan bahwa akibat tingginya migrasi desa kota sektor formal perkotaan tidak mampu lagi menampung migran dari pedesaan, sehingga para migran banyak yang bekerja disektor informal perkotaan. Sektor informal semakin besar jumlahnya karena arus tenaga kerja yang relatif besar tidak disertai dengan pendidikan dan ketrampilan (skill) yang cukup untuk bekerja disektor perkotaan. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dari hari ke hari semakin bertambah dan mendesak. Walaupun sektor informal terkenal dengan upah yang murah, namun tetap saja menarik bagi penduduk pedesaan. Dalam kenyataannya, sektor informal tidak menuntut

56 Bab III. Kerangka Pemikiran 38 persyaratan yang ketat seperti di sektor formal, sifatnya yang dinamis dan fleksibel menjadi suatu alternatif bagi migran, terutama masyarakat perdesaan. Perilaku migran sirkuler yang seperti Semut, membawa materi balik (remittances) ke daerah asal akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan rumahtangga migran sektor informal di daerah perdesaan. Ketika migran memutuskan untuk mondok atau menginap di daerah tujuan hal itu akan memungkinkan untuk mengurangi biaya-biaya trasportasi (faktor antara), sehingga pendapatan yang di dapat untuk dikirim kedaerah tujuan akan semakin besar. Pendapatan yang dikirim ke daerah asal tersebut kebanyakan oleh para migran sirkuler dan rumahtangganya diwujudkan dalam bentuk faktor produktif, misalnya; perluasan lahan pertanian, ternak, usaha kelontong rumahtangga, dan fisik bangunan rumah di desa asal. Namun, pada sebagian rumahtangga migran sirkuler aliran materi balik hasil migrasi sirkuler tersebut digunakan untuk biaya pendidikan anak dan keluarganya di desa asal. Wujud fisik aliran materi balik di perdesaan tersebut akan membawa dampak pada tingkat kesejahteraan bagi rumahtangga keluarga migran sirkulerdi desa asal. Kriteria dari rumahtangga sejahtera apabila rumahtangga memenuhi berbagai macam bidang, yaitu bidang pangan, bidang perumahan, bidang pendidikan dan bidang kesehatan. Indikator dari kriteria ini merujuk ke BKKBN. Kondisi tingkat kesejahteraan dan investasi faktor produktif didesa asal oleh rumahtangga migran sektor informal akan membawa dampak kemajuan dalam pembangunan ekonomi perdesaan. Pembangunan ekonomi perdesaan, sebagai bagian dari pembangunan ekonomi daerah yang ditandai dengan meningkatnya sarana dan prasarana perdesaan yang memperluas pelayanan dasar bagi masyarakat perdesaan. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat biasanya ditandai dengan meningkatnya konsumsi baik fisik maupun non fisik sebagai akibat dari peningkatan pendapatan, baik yang didapat melalui proses migrasi yang diinvestasikan kedalam faktor-produktif rumahtaangga, sehingga mampu meningkatkan produktifitas pembangunan ekonomi desa asal. Gambar 3 menunjukkan tahapan kerangka pemikiran penelitian.

57 Bab III. Kerangka Pemikiran 39 PEMBANGUNAN EKONOMI PERDESAAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RUMAHTANGGA MIGRAN PENGGUNAAN USAHA PRODUKTIF PENINGKATAN PENDAPATAN RUMAHTANGGA MATERIBALIK (REMITTANCES) MONDOK/ NGINAP ULANG ALIK / KOMUTTING MIGRASI SIRKULER FAKTOR PENDORONG FAKTOR PENARIK KEPUTUSAN UNTUK MIGRASI RUMAHTANGGA MIGRAN SEKTOR INFORMAL FAKTOR PRIBADI F. PENGHALANG/ PELANCAR ANTARA Keterangan Gambar : =? yang tidak diteliti =? yang diteliti Gambar 3 Kerangka pemikiran konseptual analisis dampak migrasi sirkuler terhadap pembangunan ekonomi perdesaan Dalam mengetahui tingkat kesejahteraan penduduk yang tinggal di perdesaan akan terkait dengan ketersediaan lapangan pekerjaan di perdesaan. Tidak atau kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia di desa akan memunculkan keputusan untuk migrasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan migrasi di jelaskan secara diskriptif, tingkat pendapatan sebelum memutuskan migrasi di dekati dengan Indeks Gini Ratio (IGR). Variabel remittances dan tingkat kesejahteraan migran didekati dengan Indeks Good Service Ratio (IGSR), variabel tersebut diyakini dalam penelitian ini

58 Bab III. Kerangka Pemikiran 40 mempengaruhi pembangunan ekonomi perdesaan dan tingkat kesejahteraan penduduk yang tinggal di perdesaan. Gambar 4 menunjukkan kerangka pendekatan operasional. Penduduk yang tinggal di perdesaan Ketersediaan Lapangan Pekerjaan di Perdesaan Analisa Diskriptif Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan ruta migran dari perdesaan Migrasi Sirkuler (mondok/nginap) Gini Rasio Remittances Peningkatan pendapatan rumahtangga migran perdesaan Analisa Diskriptif 1. Peningkatan Jml.Faktor Produktif di perdesaan 2. Peneingkatan pembangunan fisik perdesaan 1. Ketersediaan Tenaga Kerja Pertanian 2. Sumbangan Ide-ide pembangunan di desa 1. Asupan Gizi keluarga Migran di desa 2. Peningkat an Skill / pengetahu an PEMBANGUNAN EKONOMI PERDESAAN IIndeks GSR Peningkatan Kesejahteraan Ruta Migran sirkuler perdesaan Kenaikan Pendapatan Ruta Tingkat Asupan Gizi Ruta migran Gambar 4 Kerangka pendekatan operasional

59 Bab III. Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian Sebagaimana uraian diatas hipotesis dari penilitian ini adalah : 1. Terdapat beberapa faktor yang dominan atas terjadinya fenomena migrasi sirkuler dari daerah perdesaan menuju daerah pesisir Pantai Utara Kabupaten Lamongan. 2. Diduga karakteristik rumahtangga migran sirkuler yang datang ke daerah Pantai Utara adalah rumahtangga pertanian dengan penguasaan lahan pertanian kurang dari 250 M2. 3. Diduga keputusan rumahtangga dari perdesaan untuk bermigrasi sirkuler mampu meningkatkan pendapatan dan tingkat kesejahteraan rumahtangganya. 4. Diduga keputusan migrasi sirkuler oleh rumahtangga dari daerah perdesaan berdampak pada pembentukan faktor produktif dan kemajuan ekonomi di desa asal migran Beberapa Batasan Operasional Beberapa batasan operasional yang penting untuk dijelaskan dalam penelitian ini adalah: 1. Migrasi Permanen. Yang dimaksud migrasi permanen adalah gerak penduduk yang melintasi suatu wilayah dengan maksud menetap di tempat tujuan, atau berada di tempat tujuan lebih dari enam bulan. Yang dimaksud wilayah dalam penelitian ini adalah desa. 2. Migrasi nonpermanen atau migrasi sementara. Yang dimaksud dengan migrasi sementara adalah gerak penduduk yang melintasi suatu wilayah dalam penelitian penelitian ini adalah desa, dengan tidak mempunyai maksud untuk menetap di tempat tujuan kurang dari enam bulan. Migrasi nonpermanen terbagi ke dalam komutasi/nglaju dan gerak penduduk sirkuler atau dalam penelitian ini disebut migrasi sirkuler.

60 Bab III. Kerangka Pemikiran Migrasi sirkuler. Yang dimaksud migrasi sirkuler atau sirkulasi adalah gerak penduduk nonpermanen adalah perginya seseorang atau sejumlah orang dari satu wilayah (dalam penelitian ini wilayah perdesaan) ke wilayah lain dalam waktu lebih dari satu hari, tetapi kurang dari enam bulan. 4. Komutasi atau nglaju. Yang dimaksud dengan komutasi atau nglaju adalah perginya individu atau sejumlah individu dari satu wilayah (dalam penelitian ini wilayah perdesaan) ke wilayah lain dan kembali ke wilayah yang sama dalam hari yang sama. 5. Materi Balik atau Remittances. Yang dimaksud dengan materi balik adalah uang, barang dan ide pengetahun yang dikirim oleh migran ke desa asal, diperoleh selama menjadi migran. 6. Rumahtangga. Yang dimaksud dengan rumahtangga adalah seseorang atau kelompok orang yang tergabung dalam kesatuan pengeluaran dan pendapatan. 7. Rumahtangga migran. Yang dimaksud dengan rumahtangga migran adalah rumahtangga dimana seseorang atau kelompok orang yang tergabung dalam kesatuan pengeluaran dan pendapatan, yang sedang menetap sementara di daerah tujuan selama lebih dari satu hari, tetapi kurang dari enam bulan. 8. Rumahtangga migran sektor informal. Yang dimaksud dengan rumahtangga migran sektor informal adalah rumahtangga yang sedang menetap di daerah tujuan dan bekerja pada sektor tidak formal (dalam penelitian ini; pedagang kakilima dan pedagang keliling) selama lebih dari satu hari, tetapi kurang dari 6 bulan di daerah tujuan. 9. Pendapatan Rumahtangga. Yang dimaksud dengan pendapatan rumahtangga adalah jumlah seluruh penghasilan rumahtangga baik barang maupun uang yang dihitung dengan rupiah dalam setahun.

61 Bab III. Kerangka Pemikiran Faktor Produktif. Yang dimaksud dengan faktor produktif adalah sesuatu (modal, tanah, tenaga kerja) yang dapat memberi hasil atau manfaat bagi kesejahteraan rumahtangga di daerah asal. 11. Kesejahteraan Rumahtangga. Yang dimaksud dengan kesejahteraan rumahtangga adalah kesejahteraan yang dinikmati atau dimiliki rumahtangga yang dapat diukur dengan luas dan kualitas rumah, kepemilikan barang-barang rumahtangga dan frekwensi makan telur dalam seminggu. 12. Pembangunan. Yang dimaksud dengan pembangunan adalah proses perubahan yang terencana (terorganisasi) kearah tersedianya alternatif yang lebih banyak bagi pemenuhan tuntutan hidup yang paling manusiawi sesuai dengan tata nilai yang berkembang di dalam masyarakat. 13. Perdesaan. Yang dimaksud dengan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengolahan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. 14. Ekonomi Perdesaan. Yang dimaksud dengan ekonomi perdesaan adalah ekonomi yang berbasis pada sektor pertanian (pertanian atau padi dan sawah), berlaku umum pada masyarakat perdesaan di Indonesia.

62 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelurahan Blimbing, desa Paciran, kelurahan Brondong dan desa Sedayulawas. Empat desa penilitian tersebut berada di dua kecamtan, yaitu kecamatan Paciran dan kecamatan Brondong, kabupaten Lamongan. Kecamatan Paciran dan kecamatan Brondong dalam penelitian selanjutnya disebut daerah tujuan. Daerah tujuan tersebut berada di pantai utara pulau Jawa, tepatnya Jawa Timur. Kecamatan Brondong mempunyai posisi strategis, di kecamatan ini terdapat pelabuhan kapal ikan besar yaitu pelabuhan Nusantara yang disitu didirikan tugu, merupakan simbol romantik roman yang ditulis Hamka (Tenggelamnya kapal Van Derwich). Sedangkan di kecamatan Paciran terdapat dua objek wisata terkenal yaitu Goa Maharani dan WBL (Wisata Bahari Lamongan yang dulu terkenal dengan objek wisata Tajung Kodok). Posisi strategis di dua kecamatan tersebut pada lima tahun terakhir ini semakin ramai dan padat, disertai dengan timbulnya rumah-rumah pemondokan migran dengan membawa keluarga yang tidak terkendali. Daerah tujuan sengaja dipilih secara purposive mewakili fenomena migran sirkuler di kabupaten Lamongan, dan diharapkan mampu memenuhi tujuan penelitian. Kebanyakan migran yang datang ke daerah tujuan bekerja disektor informal. Umumnya mereka yang datang adalah penduduk dari desa di wilayah Selatan kabupaten Lamongan. Desa-desa wilayah selatan yang menjadi fokus lokasi penelitian yaitu desa Pucuk, desa Kesambi, desa Siwalanrejo dan desa Sumberagung. Empat desa tersebut terletak di dua kecamtan yaitu kecamatan Pucuk dan kecamatan Sukodadi. Untuk selanjutnya, dalam pembahasan dalam penelitian ini disebut desa asal atau daerah asal migran. Lebih lanjut, dalam menganalisis dampak pembangunan ekonomi desa dipilih daerah asal (desa Wanar dan desa Kesambi; berada di kecamatan Pucuk, desa Siwalanrejo dan desa Sumberagung; berada dikecamatan Sukodadi). Dua kecamatan asal migran sektor informal ini sengaja dipilih secara purposive sebagai pengirim migran yang berada di daerah tujuan penelitian, mewakili

63 Bab IV. Metode Penelitian 45 fenomena migrasi sirkuler rumahtangga migran sektor informal. Pemilihan dua kecamatan asal didasarkan atas beberapa pertimbangan, antara lain: 1. Kebanyakan migran sektor informal yang mondok di daerah penelitian berasal dari empat desa di dua kecamatan daerah asal (desa Wanar dan desa Kesambi; berada di kecamatan Pucuk, desa Siwalanrejo dan desa Sumberagung; berada dikecamatan Sukodadi). 2. Kondisi desa-desa di dua kecamatan asal tersebut kendati penduduknya sama-sama melakukan migrasi namun terdapat perbedaan yang nyata, misalnya dalam kondisi fisik desa, dua desa yang terdapat di kecamatan Sukodadi terlihat perkembangan ekonomi (bangunan pertokoan, toko kelontong, fasilitas rumah, dst.) lebih lengkap dan cepat dibanding dua desa yang berada di kecamatan Pucuk. Namun, tidak bermaksud memperbandingkan atau mengkomparasikan dua kecamatan asal migran tersebut Teknik Pengumpulan dan Jenis Data Responden yang dimaksud dalam penelitian ini adalah rumahtangga sektor informal yang bergerak dalam bidang perdagangan, yaitu para pedagang kakilima dan pedagang keliling yang berada di empat desa tujuan (Brondong, Sedayulawas, Blimbing, Paciran), desa-desa tersebut ada di dua kecamatan yaitu kecamatan Brondong dan kecamatan Paciran. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive stratified random sampling, dimana contoh ditarik secara sengaja dari rumahtangga sektor informal, yaitu rumahtangga yang bergerak dibidang perdagangan (kelompok pedagang kaki lima dan pedagang keliling). Contoh ditarik berdasarkan kuota sampling yang tidak melebihi 50 persen dari jumlah total migran. Responden masing-masing sektor usaha di ambil dalam tiap-tiap klaster pemondokan berdasarkan daerah asal, setiap pemondokan yang ditempati 10 atau lebih dari 10 rumahtangga diambil dua sampel, dan pemondokan yanng ditempati kurang dari sepuluh rumahtangga migran diambil satu sampel. Teknik ini lebih mengandalkan logika atas kaidah-kaidah yang berlaku, dimana pemilihan responden dengan sengaja dan juga dengan pertimbangan responden mampu berkomunikasi dengan baik serta jujur dalam pengisian

64 Bab IV. Metode Penelitian 46 kuesioner sehingga dapat memberikan informasi yang akurat sesuai dengan tujuan penelitian. Hasil survei lapangan di empat desa tujuan, diketahui terdapat 31 blok pemondokan yang dihuni oleh rumahtangga migran antara 10 sampai dengan 13 rumahtangga, sisanya terdapat 97 blok rumahtangga migran yang dihuni oleh 3 sampai 6 rumahtangga migran. Dari 128 blok (jumlah dari 31 orang responden dan 97 orang responden) diperoleh total responden sebanyak 159 orang kepala rumahtangga. Selain menggunakan metode pengisian kuesioner yang diperoleh dari pengelompokan tempat tinggal atau blok migran, teknik yang juga mendukung studi ini antara lain: 1. Observasi: cara ini dipakai untuk melihat dan mengamati gerak penduduk yang berasal dari dua kecamatan asal (Pucuk dan Sukodadi) dengan cara mengamati pergerakan pada titik-titik tertentu, misalnya: terminal yang menuju daerah tujuan yang masih beroprasi secara kontinyu, kehidupan di desa asal, keluarga responden, harga-harga di pasar atau toko kelontong, adat istiadat yang mencakup pelaksanaannya, dan lain-lain yang ada hubungannya dengan pokok penelitian. Teknik ini juga diharapkan akan mendapatkan gambaran tentang keadaan masyarakat kehidupan responden dan sebagainya secara visual. 2. Wawancara: teknik ini dipakai untuk mengetahui data-data tentang sejarah perkembangan kecamatan-kecamatan yang terkait dengan objek penelitian tentang fenomena migrasi sirkuler terhadap pembangunan ekonomi, khususnya pengaruh responden terhadap pembangunan ekonomi rumahtangga, pola pengeluaran dan pendidikan. Melalui tokoh kunci (key Informant), ketua perkumpulan/paguyuban dan tokoh masyarakat desa yang terkait dengan objek yang diteliti. 3. Dokumentasi: teknik ini diharapkan akan mampu mendapatkan data-data atau catatan-catatan berbagai hal yang erat hubungannya dengan pokok penelitian yang terdapat di kantor desa atau kelurahan, kantor kecamatan, kantor kabupaten maupun kantor-kantor lain.

65 Bab IV. Metode Penelitian 47 Agar memudahkan mengaitkan hubungan antara tujuan penelitian dengan metode analisis dan hasil penelitian dengan sumber datanya berikut Tabel 4 menjelaskan hubungan antara tujuan penelitian, metode analisis, hasil penelitian dengan sumber data.. Tabel 4 Hubungan antara tujuan penelitian, metode analisis, hasil penelitian dengan sumber data No Tujuan Penelitian Metode Analisis 1. Menganalisis dan Analisis menguraikan faktorfaktor Diskriptif yang menyebabkan terjadinya migrasi sirkuler pada rumah tangga migran sektor informal di kabupaten Lamongan Jawa Timur. 2. Menguraikan karakteristik rumahtangga migran sirkuler sektor informal di kabupaten Lamongan. 3. Menganalisis dan mengukur tingkat kesejahteraan setelah dan sebelum memutuskan untuk migrasi sirkuler ruta migran sektor informal yang berasal dari dua kecamatan asal (daerah pedesaan (kecamatan Pucuk dan Sukodadi)kabupaten Lamongan. 4. Menganalisis pengaruh atau dampak yang ditimbulkan oleh ruta migran sirkuler sektor informal terhadap pembangunan ekonomi perdesaan di kabupaten Lamongan. Analisis Diskriptif Indeks Good Service Ratio (IGSR ) -Indeks Gini Rasio (IGR) -Analisis Diskriptif dengan Boxplot dan Scatterplot Hasil Penelitian yang Diharapkan Mengetahui faktor-faktor yang dominan mempengaruhi rumahtangga migran sirkuler, baik faktor pendorong, faktor penarik, faktor antara/pelancar maupun faktor pribadi yang menyebabkan terjadinya keputusan migrasi sirkuler. Klasifikasi karakteristik ruta dan jenis pekerjaan yang dimasuki migran sirkuler. Diketahui tingkat kesejahteraan rumah tangga migran sirkuler sebelum dan sesudah memutuskan untuk migrasi sirkuler. Adanya keterkaitan antara migran sirkuler dan pembangunan ekonomi perdesaan, bangunan fisik desa, kepemilikan faktor produktif dan kebutuhan akan pengetahuan baru di desa asal akibat mengalirnya remittance migran dari daerah tujuan. Sumber Data Data Survei Lapangan Tahun 2005 Data Survei Lapangan 2005 Data Survei Lapangan Tahun 2005 Data Skunder tentang pembentu kan faktor produktif Survei Lapangan tahun 2005.

66 Bab IV. Metode Penelitian 48 Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Data primer (cross section) yang diperoleh langsung melalui wawancara dengan responden utama (rumahtangga sektor informal perdagangan) di daerah tujuan dan pilihandengan menggunakan daftar pertanyaan atau kuesioner yang terstruktur sesuai dengan tujuan penelitian. 2. Data sekunder yang diperoleh dari publikasi resmi seperti kantor BPS Pusat, kantor BPS daerah, kantor desa, kantor kecamatan, kantor pemerintahan daerah, Bapeda dan hasil penelitian lain yang ada kaitannya dengan penelitian ini serta informan kunci lain yang mampu menjelaskan fenomena yang ada dalam tujuan penelitian ini Metode Analisis Indeks kesejahteraan Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat sebelum dan setelah memutuskan untuk migrasi sirkuler adalah dengan menggunakan pendekatan analisis Good Service Ratio (GSR). Analisis ini merupakan perbandingan antara jumlah konsumsi pangan dengan jumlah konsumsi nonpangan, dinotasikan sebagai berikut : Dimana : Cp Cj GSR = Cp / Cj = Besarnya konsumsi pangan. = Besarnya konsumsi non pangan Dengan asumsi bahwa apabila kebutuhan sekunder semakin terpenuhi setelah kebutuhan primer maka dikatakan tingkat kesejahteraan mereka lebih sejahtera, begitu pula sebaliknya. Model ini mencerminkan tingkat pengeluaran dengan nilai antara 0 X 1, model diatas tidak tergatung pada situasi krisis moneter, tingkat inflasi, suku bunga dan constrain lainnya. Analisis Distribusi Pendapatan Analisis distribusi pendapatan digunakan untuk mengetahui seberapa besar distribusi pendapatan migran sirkuler yang diukur dengan menggunakan koefisien gini (Gini Coefficient). Hal ini untuk melihat ketimpangan atau

67 Bab IV. Metode Penelitian 49 pemeratan yang terjadi antara para migran sirkuler yang bekerja dalam sektor informal. Ukuran yang membandingkan pendapatan para migran sebelum bermigrasi sirkuler dengan tingkat pendapatan setelah bermigrasi dapat dilihat dengan menggunakan indikator rasio Gini atau lebih terkenal dengan koefisien atau Indeks Gini (IG). IG diperoleh dengan menggunakan rumusan sebagai berikut: G = 1 - Dimana : G = Indeks Gini Pi Pi (Øi+Ø(i+1)) = % komulatif jumlah migran kelompok ke-i Øi = % komulatif jumlah pendapatan yang diterima migran sampai ke-i Ø i+ 1 = % komulatif jumlah pendapatan yang diterima setelah ber migrasi sampai ke-i. Indeks Gini mempunyai selang nilai antara 0 dan 1. Bila indeks Gini bernilai 0 berarti distribusi pendapatan berada pada tingkat yang sagat merata, sedangkan bila bernilai 1 berarti distribusi pendapatan berada pada tingkat yan sangat timpang. Biasanya indeks Gini tidak pernah bernilai 0 ataupun 1. Oleh karena itu Todaro (2003) menyatakan bahwa : 1. Bila koefisien Gini berada diatara 0,2 sampai 0,35 maka distribusi pendapatan disebut dengan merata. 2. Bila koefisien Gini berada diatara 0,35 sampai 0,5 maka distribusi pendapatan disebut dengan tidak merata. 3. Bila koefisien Gini berada diatara 0,5 sampai 0,7 maka distribusi pendapatan disebut dengan sangat tidak merata.

68 Bab IV. Metode Penelitian 50 Selanjutnya, pola ketimpangan pendapatan sebelum dan sesudah migrasi digunakan kurva Lorenz. Prosentase Kumulatif pendapatan (Qi) Garis pemerataan Kurva Lorenz Persentase kumulatif jumlah Migran (Pi) Selain untuk menggambarkan seberapa besar ketimpangan pendapatan migran sebelum dan sesudah migrasi sirkuler, Kurva Lorenz juga digunakan untuk menjelaskan adanya perbedaan antara masing-masing wilayah kecamatan yang dianalisa. Menurut World Bank (WB dalam Todaro, 2003) bahwa untuk menganalisa ketimpangan pendapatan digunakan metode membagi penduduk melalui tiga bagian, antara lain: % penduduk berpendapatan rendah % penduduk berpendapatan menengah, dan % penduduk berpendapatan tinggi. Jika 40 persen penduduk berpendapatan rendah menerima kurang dari 12 persen dari total pendapatan maka ketidak merataan pendapatan yang terjadi tinggi. Bila 12 persen sampai 17 persen total pendapatan maka ketidak merataan pendapatan disebut sedang dan menerima lebih dari 17 persen dari total pendapatan, maka ketidak merataan pendapatan disebut rendah. Analisis Diskriptif Melihat dampak migrasi terhadap desa asal digunakan analisis diskriptif dengan Boxplot dan Scatterplot. Analisis ini mendiskripsikan data pendapatan

69 Bab IV. Metode Penelitian 51 migran, besarnya pendapatan yang diperoleh berdasarkan tempat tujuan, jenis pekerjaan yang dipilih, jumlah kiriman migran dari kecamatan asal berdasarkan tempat tujuan sirkulasi digambarkan dalam Boxplot. Sedangkan Scatterplot menggambarkan besarnya uang yang dikirim (remittances) dengan pendapatan yang diperoleh berdasarkan kecamatan asal migran sirkuler. Tabel 5 menjelaskan data, pembanding dan sumber data yang digunakan dalam Boxplot dan Scaterplot. Tabel 5 Muatan Gambar Boxplot, Scaterplot dan sumber data Muatan Gambar Boxplot: Pendapatan migran didaerah tujuan dan jenis pekerjaan yang dijalani di daerah tujuan. Besar Uang Kiriman migran ke kecamatan asal berdasarkan tempat tujuan bermigrasi sirkuler. Scatterplot: 1. besarnya uang yang dikirim (remittances) dengan pendapatan yang diperoleh berdasarkan kecamatan asal migran sirkuler Sumber Data Survei Lapangan 2005 Survei Lapangan 2005 Selanjutnya, analisis deskriptif juga digunakan untuk mendiskripsikan dampak migran sektor informal yang lain melalui data-data skunder (BPS Kabupaten Lamongan dan Kantor dinas terkait) seperti: pebangunan ekonomi daerah asalnya, jumlah faktor produktif didesa asal, serta sejauh mana responden membangun harapan untuk pembangunan desa asal dengan remittances yang mereka kirim dari daerah tujuan. Adakalanya fenomena migrasi tersebut mempunyai dampak yang tidak tampak bagi pembangunan ekonomi daerah asalnya, namun ada juga tampak nyata hasil yang mereka lakukan melalui beberapa indikator lainnya, misalnya: pembangunan fisik desa asal (jalan, sarana ibadah, dst.), sosial ekonomi. Dalam analisis ini yang berperan mendiskripsikan adalah analisa tingkat normatif dan analisa tingkat psiko-sosial. Analisis ini juga berdasarkan hasil wawancara informan kunci, data-data, literatur dan pengamatan langsung terhadap daerah asal migran sirkuler yang menguraikan dampak dari penggunaan remittances berupa uang yang dikirim migran kedaerah asal. Seberapa besar remittances digunakan untuk penciptaan faktor produktif di desa asal, bagaimana dampak terhadap ketersediaan tenaga

70 Bab IV. Metode Penelitian 52 kerja pertanian serta bagaimana dampak mengalirnya pengetahuan baru yang dibawa migran kedesa asal. Analisa diskriptif dipilih agar secara jelas mampu menerangkan tujuan yang ingiin dicapai dalam penelitian ini. Walaupun pada kenyataannya aspek yang perlu dijelaskan dalam penelitian migrasi amat banyak. Namun analisa ini dipandang mampu menjelaskan secara jelas fenomena migrasi dan dampak yang telah ditimbulkan.

71 V. DESKRIPSI DAERAH ASAL DAN DAERAH TUJUAN MIGRAN SEKTOR INFORMAL Bab ini dibahas tentang kondisi umum daerah penelitian, meliputi daerah asal (perdesaan) dan daerah tujuan. Aspek-aspek yang dibahas adalah: (1) kondisi alam dan kependudukan daerah asal migran, (2) kegiatan perekonomian secara umum, (3) kondisi perekonomian sektor perdagangan dan prasarana penunjang diwilayah lokasi penelitian Daerah Asal Kecamatan Pucuk Kecamatan Pucuk terdiri dari 16 desa dan 1 kelurahan dengan luas wilayah 44,84 Km². Kepadatan penduduk 1063,9 Orang/Km², Gambar 6 di bawah menjelaskan distribusi jumlah penduduk dua kecamatan asal migran sirkuler. Jumlah penduduk Kecamatan Pucuk relatif lebih stabil tingkat pertumbuhannya dibandingkan dengan kecamatan tetangganya yaitu Kecamatan Sukodadi. Walaupun luas wilayah relatif tidak terjadi perbedaan yang besar yaitu 44,84 M 2 untuk Kecamatan Pucuk dan sebesar 52,32 M 2 untuk Kecamatan Sukodadi. Sensus penduduk Tahun 2000 mencatat jumlah penduduk kecamatan Pucuk sebesar orang, tahun 2001 mengalami kenaikan sebesar 460 orang. Pada tahun 2002 mengalami kenaikan lagi menjadi orang, tetapi pada tahun 2003 mengalami penurunan sebesar 0,2 persen (47559 orang). Pada tahun 2004 sebesar orang, terjadi penurunan 24 orang dari jumlah penduduk pada tahun sebelumnya. Lebih dari 80 persen penduduk perdesaan di Kecamatan Pucuk bekerja disektor pertanian dengan jenis tanaman utama adalah tanaman pangan berupa Padi dan Palawija. Sistim irigasi yang digunakan oleh penduduk perdesaan kecamatan Pucuk adalah tadah hujan, dan sebagian lainnya mengandalkan aliran sungai Bengawan Solo. Kondisi tersebut memungkinkan banyak penduduk perdesaan yang masih bertahan dengan sektorpertanian. Gambar 6 menunjukkan Grafik jumlah penduduk di dua kecamatan asal (Pucuk dan Sukodadi).

72 Bab V. Diskripsi Daerah Asal dan Daerah Tujuan Migran Gambar 6: Penduduk Di Kecamatan Asal Value K_PUCUK K_SKDADI Secara Geografis kecamatan Pucuk berada di tengah-tengah wilayah kabupaten Lamongan Selatan dan wilayah kabupaten Lamongan Utara. Jarak kota kecamatan ke kota kabupaten 17 Km, dengan kondisi sarana transportasi yang relatif bagus. Jarak menuju ke kota kabupaten berkisar antara 11 sampai 17 km. TAHUN Tabel 6 Luas Wilayah, Jarak ke-kota Kabupaten Serta Kepadatan Penduduk Kecamatan Asal Tahun 2003 Kecamatan Luas Wilayah (Km2) Jarak ke-kota Kabupaten (Km) Penduduk/Km2 (2003) Pucuk 44, ,9 Sukodadi 52, ,9 Sumber: BPS Kabupaten Lamongan Tahun Kondisi lahan pertanian kecamatan Pucuk adalah tanah pertanian untuk padi dan tanaman palawija pada umumnya. Lahan pertanian tersebut hampir menyerupai lahan Gambut dan pada musim kemarau cenderung pecahpecah dengan tingkat keasaman (PH) tanah yang tinggi. Sehingga masyarakat pedesaan di kecamatan Pucuk pada umumnya mengusahakan tanahnya sebagai lahan pertanian (Sawah padi), ternak Bandeng dan ternak Lele (Ikan Tawar).

73 Bab V. Diskripsi Daerah Asal dan Daerah Tujuan Migran 55 Letak ketinggian daratan ± 8 meter dari permukaan air laut dengan batas-batas Wilayah kecamatan sebagai berikut: - Sebelah Utara : Kecamatan Sekaran. - Sebelah Timur : Kecamatan Sukodadi. - Sebelah Selatan : Kecamatan Babat. - Sebelah Barat : Kecamatan Montong kabupaten Tuban. Aktifitas perekonomian utama penduduk di kecamatan Pucuk adalah bekerja disektor Pertanian. Menurut keterangan tokoh kunci, penduduk asli kecamatan ini banyak yang keluar untuk urusan ekonomi maupun nonekonomi seperti melanjutkan pendidikan. Dalam urusan ekonomi banyak yang memilih menjadi migran sirkuler kedaerah terdekat sampai ke luar negeri seperti: Malaysia, Madinah atau Makah. a. Desa Pucuk Desa Pucuk adalah salah satu desa di kecamatan Pucuk yang sekaligus sebagai kota kecamatan. Dalam etimologi bahasa Jawa, Pucuk berarti ujung. Desa ini relatif lebih sepi dari desa-desa lain kendati sebagai kota kecamatan. Hal ini disebabkan aktifitas penduduk ini banyak keluar desa. Adapun batasbatas desa pucuk adalah; sebelah Utara: desa Kesambi, sebelah Selatan: desa Wanar, Sebelah Barat: desa Paji, sebelah Timur: desa Warukulon. Luas wilayah Desa Pucuk ± 12,4 Km2 dengan kondisi alam yang umumnya difungsikan sebagai lahan pertanian Sawah padi dan perairan tawar. Letak ketinggian daratan dari permukaan laut ± 8 meter, tetapi pada sebagian dataran banyak terdapat cekungan-cekungan dengan kedalaman yang berbeda, kondisi tersebut karena pada musim-musim tertentu sebagian daratan digunakan sebagai penampun air hujan atau tadah hujan untuk aktifitas pertanian. Kegiatan utama perekonomian desa Pucuk adalah pertanian Padi dan Palawija, serta ternak ikan air tawar. Tingkat pertumbuhan penduduk di desa Pucuk dari tahun 2000 sampai dengan bulan Agustus 2005 berkurang rata-rata sebesar 0,17 persen, dari orang pada tahun 2000 menjadi orang, pada bulan Agustus tahun Letak Geologis desa Pucuk adalah berupa lahan pertanian atau Sawah dengan rawa-rawa, namun dalam hal sumber daya manusia (SDM) tidak berbeda dengan SDM masyarakat diperkotaan. Hasil wawancara informan kunci menyebutkan bahwa masyarakat desa Pucuk selain

74 Bab V. Diskripsi Daerah Asal dan Daerah Tujuan Migran 56 keluar untuk mencari kebutuhan hidup (keperluan ekonomi) banyak juga untuk keperluan pendidikan. Pendidikan yang ditempuh pada umumnya banyak kekotakota besar seperti Surabaya, Malang, Yogyakarta dan Jakarta. b. Desa Kesambi Desa Kesambi mempunyai luas wilayah 15,9 Km2, dengan ± 50 persen pemukiman penduduk dan sisanya merupakan Lahan pertanian dan rawa-rawa. Kondisi Topografi desa adalah dataran tanah Gambut yang banyak ditanami padi oleh pemiliknya. Batas wilayah desa meliputi; sebelah Selatan: Desa Pading, sebelah Utara: Desa Bulutengger, sebelah Timur: Desa Pucuk, sebelah Barat: desa Warukulon. Kondisi kependudukan desa ini cenderung mengalami fluktuasi dengan rata-rata tingkat pertumbuhan penduduk sekitar 0,32 persen per tahun. Potensi sumber daya manusia desa lebih maju bila dibandingkan dengan desa-desa di kecamatan Pucuk lainnya. Dalam hal pendidikan, masyarakat desa Kesambi relatif lebih maju dari pada desa Pucuk. Masyarakat desa kesambi banyak yang keluar kabupaten bahkan ke negara tetangga untuk bersekolah seperti ke Malaysia, mesir atau Arab Saudi. Kegiatan ekonomi relatif tidak berbeda dengan masyarakat perdesaan lainya yaitu sektor pertanian dan perikanan air tawar. Jumlah penduduk desa Kesambi pada dua tahun terakhir mengalami kenaikan setelah dua tahun sebelumnya terjadi stagnasi pertumbuhan (pada tahun 2002 dan tahun 2003). Tahun 2004 terjadi kenaikan sebesar 5 orang dan akhirnya pada tahun 2005 menurun lagi hingga berjumlah 1872 jiwa, Tabel 7 menunjukkan jumlah Penduduk dua desa sampel di kecamatan asal migran tahun 2000 sampai tahun Jumlah penduduk Desa Kesambi relatif sedikit bila dibandingkan dengan jumlah penduduk desa Pucuk, yaitu hampir 50 persen dari total jumlah penduduk desa Pucuk. Desa Kesambi dan Desa Pucuk relatif banyak kesamaan baik dalam ekologi maupun pola masyarakatnya. Walaupun perada diwilayah perdesaan tingkat pendidikan masyarakat di desa ini relatif lebih maju dari pada desa-desa lain dalam kecamatan yang sama (Pucuk).

75 Bab V. Diskripsi Daerah Asal dan Daerah Tujuan Migran 57 Tabel 7 Jumlah Penduduk Dua Desa Sampel di Kecamatan Asal Migran Tahun 2000 Sampai Tahun 2004 Nama Desa Jumlah Penduduk Pucuk Kesambi Jumlah Sumber: Data Kecamatan Pucuk 2004 Kecamatan Sukodadi Kecamatan Sukodadi terdiri dari 19 desa dan 1 kelurahan, dengan luas wilayah 52,32 Km2 dan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 0,74 persen per tahun serta rata-rata jumlah anggota rumahtangga 5 orang. Berbeda dari aktifitas perekonomian penduduk di kecamatan Pucuk, kecamatan Sukodadi kegiatan ekonomi selain sektor pertanian yang menonjol adalah sektor perdagangan, tampak terlihat banyak bangunan bertingkat yang menjual barang-barang kebutuhan utama baik untuk pertanian maupun untuk kebutuhan sehari-hari. Letak ketinggian kota kecamatan 6 meter dari ketinggian air laut dan jarak ke kota kabupaten 11 Km. Kondisi infrastruktur transportasi kecamatan Sukodadi relatif baik. Posisi strategis kota kecamatan selalu ramai orang menuju ke kota kabupaten (comutting) dan ke kota surabaya membuat aktifitas ekonomi kota kecamata ini relatif maju dari kota kecamatan di bagian selatan lainnya. Adapun batas-batas wilayah kecamatan Sukodadi adalah: - Sebelah Utara : Desa Drajat kecamatan Paciran - Sebelah Timur : Kecamatan Glagah - Sebelah Selatan : Kecamatan Sugio - Sebelah Barat : Desa Pucuk kecamatan Pucuk. Jumlah penduduk kecamatan Sukodadi pada lima tahun terakhir relatif mengalami kenikan. Walaupun pada tiga tahun pertama sedikit berfluktuasi terutama pada tahun 2001 ke tahun 2002, tetapi pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2004 terjadi lonjakan jumlah penduduk yang relatif tajam, yaitu jiwa ke jiwa (2,06 %, lihat Gambar 6). Kondisi bangunan fisik di kecamatan Sukodadi relatif lebih maju dibandinkan dengan di kecamatan bagian selatan yang lain. Hal tersebut nampak

76 Bab V. Diskripsi Daerah Asal dan Daerah Tujuan Migran 58 terlihat banyak rumah-rumah dan pertokoan yang bertingkat ditepi jalan sepanjang kota kecamatan. a. Desa Siwalanrejo Desa Siwalanrejo adalah salah satu desa yang berada di bagian utara kecamatan Sukodadi. Pemandangan alam desa ini sangat indah hamparan padi dan rawa-rawa yang penuh ikan tawar dan pohon pisang yang ditanam menjadi ciri utama desa ini. Kegiatan ekonomi utama desa ini adalah pertanian dan peternakan air tawar. Letak dataran desa ini cenderung cekung dan terjadi kemiringan pada sebelah utara, serta berada ± 5 meter dari permukaan air laut. Tingkat pertumbuhan penduduk desa Siwalanrejo pada tahun 2001 berjumlah orang. Walaupun pada tahun 2002 pertumbuhan penduduk nol persen tetapi pada tahun 2003 dan tahun 2004 bertambah sebesar 18 orang sehingga jumlah penduduk sebesar orang dan pada tahun 2005 data desa mencatat berjumlah orang, terjadi kenaikan sebesar 5,6 % dari tahun sebelumnya. Jumlah penduduk desa ini paling sedikit bila dibanding 19 desa lainnya di kecamatan Sukodadi. Adapun batas-batas wilayah desa adalah: - Sebelah Utara : Desa Banjarrejo - Sebelah Timur : Desa Ngimbang kecamatan Panceng Gresik - Sebelah Selatan : Desa Baturono - Sebelah Barat : Desa Dadapan Kecamatan Paciran Kegiatan ekonomi utama penduduk desa adalah pertanian dan hasil dagang di daerah sekitar (Migrasi non permanen), dengan kondisi tingkat pendidikan masyarakat yang relatif rendah. b. Desa Sumberagung Sumber Informan kunci meceritakan bahwa dahulu desa Sumberagung adalah daerah yang sulit mendapat sumber air, tetapi kemudian mudah mendapatkan air, banyak (Agung) sumber air yang bermunculan di desa. Harapan itu diabadikan menjadi nama desa, dengan tujuan selalu mudah mendapat air yang banyak. Letak desa Sumberagung berada di deretan desa yang paling utara di kecamatan Sukodadi. Letak daratan berada ± 3,5 meter dari permukaan air Laut. Tingkat pertumbuhan penduduknya rata-rata mencapai 14,8

77 Bab V. Diskripsi Daerah Asal dan Daerah Tujuan Migran 59 persen per tahun dari jumlah awal penduduk jiwa pada taun Adapun batas-batas wilayah adalah sebagai berikut: Sebelah Utara; desa Drajad kecamatan Paciran, sebelah Selatan; desa Gedangan, sebelah Timur; desa Panceng kecamatan Panceng, dan sebelah Barat; desa Dadapan kecamatan Paciran. Kegiatan ekonomi utama penduduk desa adalah Pertanian dan berdagang dengan cara migrasi sirkuler, yang menjadikan desa ini meskipun sepi tetapi pada saat-saat tertentu ramai. Tingkat pendidikan masyarakat desa ini juga relatif rendah dengan persentasi terbanyak adalah setingkat SLTP yaitu sebesar 42 persen Daerah Tujuan Kecamatan Brondong Kecamatan Brondong adalah merupakan wilayah kabupaten Lamongan yang berada dibagian utara, jarak ke kota kabupaten ± 57 km, letak sumbu koordinat 6-7 Lintang Selatan dan 32 Bujur Timur. Sedangkan letak ketinggian daratan dari permukaan air laut 0,5 5 meter. Kecamatan Brodong terdiri dari 1 kelurahan, 9 desa, 23 dusun, 2 lingkungan. Tabel 8 menunjukkan luas desa atau kelurahan, jumlah penduduk, jumlah rumahtangga serta kepadatan penduduk pada tahun Tabel 8 Luas Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk, Rumahtangga Serta Kepadatan Penduduk Kecamatan Brondong Tahun 2004 No. Nama Desa Luas (Km2) Jumlah Penduduk Jumlah Rumahtangga Kepadatan Penduduk /Km2 1. Lembor 16, Tlogoretno 3, Sidomukti 6, Lohgung 2, Labuhan 6, Brengkok 10, Sendangharjo 7, Sedayulawas 10, Sumberagung 4, Brondong 2, Kec.Brondong 70, Sumber: Registrasi Kecamatan Brondong Tahun 2004

78 Bab V. Diskripsi Daerah Asal dan Daerah Tujuan Migran 60 Adapun batas wilayah kecamatan Brondong adalah sebagai berikut: - Sebelah Utara : Laut Jawa - Sebelah Timur : Kecamatan Paciran - Sebelah Selatan : Kecamatan Laren - Sebelah Barat : Kecamatan Palang kabupaten Tuban Luas wilayah kecamatan Brondong mencapai Ha (80,15 Km), terdiri dari; Sawah: Ha, Tegalan: 2.589,9 Ha, Pekarangan: 319,4 Ha, Hutan: 2.446,8 Ha, lainnya1.632,9 Ha. Kecamatan Brondong terdiri dari 9 desa, 1 kelurahan dan 5 lingkungan, dengan rata-rata tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 1,37 persen per tahun. Data BPS kabupaten Lamongan mencatat jumlah penduduk kecamatan Brondong pada tahun 2001 sebesar jiwa, jumlah tersebut mengalami penurunan sebesar jiwa dari tahun sebelumnya (tahun 2000) sebesar jiwa, Gambar 7 menunjukkan distribusi penduduk dua kecamatan tujuan pada lima tahun terakhir. Gambar 7. Penduduk Kecamatan Tujuan Lima Tahun Terakhir V a L u e Kecamatan Paciran Kecamatan Brondong Tahun Sedangkan tingkat kepadatan penduduk sebesar 713,9 per Km² pada tahun 2002, sampai dengan tahun 2004 angka tersebut mengalami kenaikan sebesar 10,1 persen per tahun. Aktifitas ekonomi utama penduduk di kecamatan Brondong adalah Nelayan dan sektor perdagangan. Namun demikian, Industri

79 Bab V. Diskripsi Daerah Asal dan Daerah Tujuan Migran 61 Pariwisata dan Industri Makanan juga tumbuh subur, sebagai penunjang aktifitas perekonomian masyarakatnya. a. Kelurahan Brondong Kelurahan Brondong adalah kelurahan yang ditempati kota kecamatan. Letak daratan Kelurahan Brondong berada 0,5 1,0 meter diatas permukaan air laut, dengan luas wilayah terkecil se kecamatan Brondong, yaitu 2,34 Km². Sedangkan batas-batas wilayah kelurahan adalah; - Sebelah Barat : Desa Sedayulawas - Sebelah Utara : Laut Jawa - Sebelah selatan : Desa Sumberagung - Sebelah Timur : Kelurahan Blimbing kecamatan Paciran Kelurahan Brodong berada diatas ketinggian 0,5 m dari ketinggian air laut. Sedangkan luas wilayah kelurahan ini adalah 233, 64 Ha, yang terdiri dari 228,605 Ha dataran rendah dan 5,035 Ha. berupa perbukitan. Kelurahan Brondong hampir seluruh daratan difungsikan sebagai Pemukiman dan lahan usaha, dari seluruh luas daratan dan perbukitan hanya 12,130 Ha untuk pertanian Sawah dan 161,172 Ha untuk Tegalan atau Ladang. Gambar 8 adalah Peta wilayah Kelurahan Brondong yang menjadi daerah tujuan bagi masyarakat perdesaan bagian selatan Kabupaten Lamongan. Gambar 8 Peta wilayah Kecamatan Brondong

80 Bab V. Diskripsi Daerah Asal dan Daerah Tujuan Migran 62 b. Desa Sedayulawas Secara administratif pemerintahan, desa Sedayulawas masuk dalam kategori perdesaan. Namun dalam hal gaya hidup (life style) desa ini tidak jauh beda dari pola hidum masyarakat perkotaan. Konon, dahulu desa ini pernah di tempati sebuah kerajaan kecil yang bernama Kerajaan Sugaluh. Desa Sedayulawas berada diatas ketinggian yang berbeda, bagian utara cenderung rendah diatas ketinggian 0,15 m dari permukaan air laut dan pada bagian selatan agak tinggi, yaitu antara 2 3,5 m dari permukaan laut, serta memiliki perbukitan yang indah. Adapun batas-batas wilayah desa Sedayulawas adalah: - Sebelah Utara : Laut Jawa - Sebelah Barat : Desa Sendangharjo - Sebelah Selatan : Desa Sumberagung - Sebelah Timur : Kelurahan Brondong Sedangkan luas wilayah desa Sedayulawas 10,64 Km², yang terdiri dari; 493,682 Ha. dataran dan perbukitan 570,101 Ha. Rincian dataran dan perbukitan desa Sedayulawas terkomposisi dalam: 24,453 Ha Pemukiman penduduk, Pertanian/sawah 67,000 Ha dan Tegalan 370,101 Ha, Hutan Mangrove 20,000 Ha, Tambak 37,400 Ha dan lahan tandus/kritis 3,050 Ha. Kecamatan Paciran Kecamatan Paciran adalah kecamatan yang terletak dipesisir pantai utara kabupaten Lamongan. Merupakan satu-satunya kecamatan yang memiliki lembaga pendidikan formal dan non formal terbesar di kabupaten Lamongan. Potensi tersebut menjadi keunggulan comparative (sumber daya manusia) bagi masyarakatnya. Masyarakat kecamatan Paciran jauh lebih memiliki gaya hidup (life style) sederhana dan berorientasi lebih pada bidang pendidikan, walaupun letak geografis dan sumberdaya alam yang relatif sama dengan kecamatan tetangga (Brondong), namun gaya hidup jauh lebih sederhana dan tidak konsumtif jauh lebih disukai oleh masyarakatnya. Tingkat pertumbuhan penduduk kecamatan Paciran tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 rata-rata sebesar 1,11 %. Angka ini relatif lebih rendah dibanding tingkat pertumbuhan di kecamatan Brondong (1,37 %). Namun untuk jumlah penduduk dan tingkat kepadatan penduduk pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 di kecamatan

81 Bab V. Diskripsi Daerah Asal dan Daerah Tujuan Migran 63 ini jauh lebih tinggi dibanding kecamatan Brondong, Gambar 7 menunjukkan jumlah penduduk dua kecamatan tujuan (kecamatan Brondong dan kecamatan Paciran). Data jumlah kepadatan penduduk dari sumber BPS daerah pada tahun 2002 sebesar 1549,6 (Orang/Km²) di kecamatan Paciran. Jarak ke kota kabupaten dari kota kecamatan ± 42,2 Km, sedangkan letak ketinggian daratan dari permukaan air laut 2 5 meter. Suhu maksimum 36 C dengan bentuk wilayah 66 persen Dataran, Lereng 19 persen dan 15 persen Perbukitan. Kecamatan Paciran mempunyai 16 desa 1 kelurahan, 34 dusun, 88 Rukun Warga dan 351 Rukun Tetangga (lihat Tabel 9). Adapun batas-batas wilayah kecamatan Paciran adalah sebagai berikut: - Sebelah Utara : Laut Jawa - Sebelah Timur : Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik - Sebelah Selatan : Kecamatan Solokuro - Sebelah Barat : Kecamatan Brondong Luas wilayah kecamatan Paciran 61,303 Km² yang terdiri dari; 4,310.3 Ha Tegalan, Ha. Hutan rakyat, 455,0 Ha. Pemukiman penduduk dan 34,0 Ha. digunakan sebagai bangunan Industri serta lahan yang tidak diusahakan sebesar 248 ha. Tabel 9 Luas Wilayah, Jarak ke-kota Kabupaten Serta Kepadatan Penduduk Kecamatan Tujuan Tahun 2003 Kecamatan Luas Wilayah (Km2) Jarak ke-kota Kabupaten (Km) Penduduk/km2 (2003) Paciran 47,89 42,2 1549,6 Brondong 74,59 46,5 713,9 Sumber: BPS Kabupaten Lamongan Tahun Selain sebagai Nelayan, masyarakat di sebagian besar Kecamatan Paciran masih mengusahakan usaha pertanian (berkebun) sebagai pekerjaan penunjang. Walaupun semakin ramai dengan dibangunnya dua objek wisata (Goa Maharani dan Wisata Bahari Lamongan) di Kecamatan Paciran. a. Desa Paciran Desa Paciran adalah desa yang masuk dalam tipologi desa Pesisir/ Pantai yang sekaligus ditempati kota kecamatan. Luas wilayah desa 488,100 Ha yang terdiri dari Dataran 300 Ha, Perbukitan 113,100 Ha dan Pegunungan 75

82 Bab V. Diskripsi Daerah Asal dan Daerah Tujuan Migran 64 Ha. Tingkat kesuburan tanah 12 Ha kategori subur dan 476,100 dikelompokkan dalam tanah tidak subur. Jumlah dan kepadatan penduduk dalam dua tahun terakhir sebesar orang untuk tahun 2003, pada tahun 2004 sebesar orang dengan tingkat kepadatan sebesar orang/km2 pada tahun 2003 dan tahun 2004 sebesar orang/km2. Aktifitas utama ekonomi masyarakat selain sektor perikanan adalah sektor pertanian sebanyak orang, pertukangan 1086 orang pada tahun Tabel 10 menunjukkan tentang aktifitas ekonomi penduduk desa Paciran tahun Tabel 10 Distribusi Pekerjaan Penduduk Desa Paciran tahun 2004 No. Jenis Pekerjaan Jumlah (2004) Persentase 1. Pertanian ,7 2. Nelayan ,7 3. Buruh/Swasta 621 7,3 4. Pegawai Negeri 207 2,43 5. TNI/Polri 11 0,13 6. Pengusaha 13 0,15 7. Penjahit 19 0,22 8. Pertukangan ,8 9. Pengrajin 172 2, Pedagang 276 3, Peternak 193 2,3 Sumber: Podes Tahun 2004, diolah Karakter sosial masyarakat Desa Paciran terkenal dengan nilai-nilai keagamaan yang memungkinkan tumbuhnya solidaritas yang tinggi. Normanorma sosial yang kuat dan tradisi kebersamaan yang tinggi di kalangan penduduk asli menjadi modal sosial untuk terciptanya kesejahteraan dan antisipasi menghadapi tekanan ekonomi masyarakat pendatang.

83 Bab V. Diskripsi Daerah Asal dan Daerah Tujuan Migran 65 Gambar 9 Peta wilayah Kecamatan Paciran b. Kelurahan Blimbing Kelurahan Blimbing adalah kelurahan yang berada dibagian paling Barat dari jumlah keseluruhan desa di kecamatan Paciran. Bagian Utara adalah laut Jawa, bagian Selatan desa Sumberagung, bagian Barat kelurahan Brondong dan pada bagian Timur adalah desa Kandangsemangkon. Data Podes 2004, jumlah penduduk kelurahan ini pada tahun 2003 sebesar orang dan pada tahun 2004 sebesar orang. Luas daerah Km dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar jiwa/km2 pada tahun 2002, pada tahun 2003 sebesar jiwa/km2 dan mengalami kenaikan sebesar 1,8 persen pada tahun 2004 (6.019 jiwa/km2). Secara Geografis kelurahan Blimbing mempunyai daratan yang berbeda, bagian selatan Perbukitan yang masih terdapat Hutan masyarakat. Bagian selatan adalah dataran rendah yang hampir rata dengan permukaan laut. Aktifitas perekonomian utama masyarakat adalah Nelayan (± 65 %) dan sisanya bekerja disektor Perdagangan. Karena aktifitas ekonomi yang ramai dan bayak dikunjungi migran maka daya beli masyarakat relatif tinggi bila dibandingkan dengan masyarakat kelurahan lainnya.

84 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Migrasi Sirkuler Memahami penyebab munculnya keputusan migrasi dibutuhkan analisa faktor-faktor pada tingkat objektif. Menurut Germani (dalam Rusli, 1982) tingkat objektif menganalisa semua faktor-faktor pendorong-penarik dan berbagai kondisi komunikasi, aksessibilitas serta hubungan antara daerah asal dan daerah tujuan. Pada umumnya analisa sepasial memang relatif agak rumit, hal tersebut tergantung pemahaman daerah atau wilyah penelitian. Tiga faktor penting yang akan dibahas dalam analisa tingkat obyektif untuk melihat faktor-faktor yang menyebabkan keputusan migrasi sirkuler rumahtangga migran sektor informal adalah; faktor pendorong dari desa asal, titik berat faktor pendorong meliputi: Potensi sumberdaya manusia memuat rangkaian penjelasan tentang banyaknya tanggungan anggota rumah tangga di desa asal, jenis pekerjan sebelumnya di desa asal dan pendapatan harian di desa. Kedua adalah potensi sumberdaya alam desa asal, menjelaskan tentang kepemilikan lahan pertanian di desa asal dan jenis pekerjaan di desa sebelum memutuskan menjadi migran sirkuler. Faktor penarik dari daerah tujuan membahas tentang: jenis dan lama pekerjaan yang masih dijalani, asal informasi pekerjaan, pendapatan harian yang diperoleh, dan alasan utama bekerja pada sektor yang di jalani sekarang. Faktor penghambat dan pelancar meliputi: jarak yang ditempuh oleh migran dari daerah asal ke pemondokan, alat dan kondisi transportasi, ketersediaan transportasi dan ongkos yang dikeluarkan sampai ke daerah tujuan serta faktor pribadi yang membahas tentang alasan dalam memilih bentuk sirkulasi, karakteristik dan motivasi pribadi/persepsi terhadap daerah tujuan Faktor Pendorong Rumahtangga Migran Sektor Informal Sebagai suatu ekosistem, desa memiliki asset pendukung yang penting antara lain berupa sumberdaya manusia dan sumberdaya alam. Dua sumberdaya ini saling berinteraksi dan saling berinterdependensi. Masyarakat perdesaan akan mampu bertahan hidup secara layak jika mampu melihat

85 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 68 peluang yang bisa dikembangkan dari daya dukung sumber daya alam yang dimiliki. Potensi sumber daya alam dalam suatu desa, merupakan faktor penting dan berpengaruh besar terhadap sikap setiap warga desa dalam memilih jenis pekerjaan serta bentuk pekerjaan yang sesuai dengan apa yang disediakan oleh alamnya. Masyarakat yang mendiami daerah pantai cenderung menjadi nelayan. Penduduk yang tinggal di daerah pegunungan cenderung menjadi petani sayursayuran dan tanaman perkebunan. Penduduk yang mendiami daerah rawa-rawa akan cenderung mengusahakan tanaman rawa dan perikanan air tawar. Sebagaimana lingkungan pedesaan pada umumnya, desa-desa tempat penelitian merupakan areal desa yang terdiri dari bentang sawah yang luas, ditanami dengan padi dan tanaman palawija. Kondisi geologis perdesaan daerah asal, tempat penelitian memiliki struktur tanah yang kurang subur dan dengan posisi ± 0,5 m lebih rendah dari posisi jalan raya. Kondisi tersebut mempegaruhi jenis pekerjaan yang dipilih oleh masyarakat. Jenis pekerjaan mempengaruhi tingkat pendapatan. Tingkat pendapatan seseorang dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga. Pada umumnya jenis lapangan pekerjaan yang tersedia di desa-desa tersebut hanya sekitar sektor pertanian padi dan sawah, lebih meningkat lagi peternakan Unggas. Bila dibandingkan di daerah perkotaan, daerah perdesaan di pulau Jawa jauh dari ketersediaan lapangan pekerjaan, masyarakat daerah perdesaan sering tidak memiliki alternatif lain selain bertani dan berternak di ladang/sawah. Survei di dua kecamatan asal migran Kabupaten Lamongan, menunjukkan bahwa rata-rata tanggungan anggota rumahtangga di perdesaan adalah 5 orang. Sebelum mendapatkan pekerjaan yang cocok pada umumnya migran enggan untuk mengajak anggota keluarganya. Namun kemudian, berangsur akan mengajak kalau telah menemukan pekerjaan yang cocok dan penghasilan yang cukup. Anggota keluarga migran yang biasanya ditinggalkan di desa asal adalah anak-anak dan orang tua mereka (ibu atau bapak kadung, mertua, nenek atau kakek). Tabel 11 menunjukkan jumlah tanggungan anggota rumahtangga migran di desa asal, sebesar 34,6 persen berjumlah 3 orang, sebesar 28,3 persen mempunyai tanggungan sebanyak 4 orang, sebesar 26,4 persen berjumlah 2 orang dan jumlah 5 6 orang berjumlah 10,7 persen. 68

86 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 69 Tabel 11 Jumlah tanggungan anggota rumahtangga didesa asal Jumlah Tanggungan Frekuensi Persentase (orang) Total Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005 Migran datang kedaerah tujuan pada umumnya secara bertahap. Anggota rumahtangga yang dibawa migran ke daerah tujuan tergantung pada jenis pekerjaan dan banyaknya penghasilan di daerah tujuan. Sama hal nya jumlah tanggungan anggota keluarga di daerah asal, jumlah tanggungan anggota keluarga didaerah tujuan sebagian besar (49 %) adalah satu orang berjumlah 78 responden. Sedangkan yang membawa anggota keluarga ke daerah tujuan dua orang (satu anak dan istri) berjumlah 28,9 persen (46 orang), sisanya sebesar 6,9 persen mempunyai tanggungan anggota rumahtangga berjumlah 4 6 orang. Tabel 12 menunjukkan banyaknya tanggungan anggota rumahtangga di daerah tujuan, yaitu berada di Kecamatan Brondong dan Kecamatan Paciran. Tabel 12 Banyaknya tanggungan anggota rumahtangga di desa tujuan Tanggungan Frekuensi Persentase (Orang) Lebih dari Tidak Jawab Total Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005 Mengenai jenis pekerjaan migran di desa asal, dari 159 responden yang diambil sampelnya, sejumlah 59,1 persen berlatar belakang sebagai keluarga petani yang tidak memiliki lahan cukup atau buruh tani, sebesar 10,1 persen berasal dari petani pemilik lahan dan sisanya (49 orang) sebesar 30,8 persen berlatar belakang pekerjaan wiraswasta. Tabel 13 menyebutkan jenis pekerjaan sebelumnya di desa asal migran. 69

87 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 70 Tabe 13 Jenis pekerjaan sebelumnya di desa asal Jenis Pekerjaan Frekuensi Persentase Petani Pemilik Petani Buruh Wiraswasta Total Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005 Sedangkan alasan utama para migran memilih menjadi migran sirkuler sebagian besar didasarkan pada alasan ekonomi sebesar 62,3 persen. Alasan ekonomi pada umumnya didasarkan pada rendahnya tingkat pendapatan. Hal itu terkait dengan kepemilikan lahan dan upah buruh (mencangkul, membajak, menanam, menyiangi) sektor pertanian yang didapat oleh rumahtangga migran di desa asal. Sedangkan alasan nonekonomi rumahtangga migran yang memutuskan untuk bersirkulasi banyak didasarkan pada tingginya tingkat pengaruh pihak lain (kaum kerabat dan tetangga) yang sudah terlebih dahulu memutuskan bersirkulasi. Dari 159 responden alasan non ekonomi diketahui sebesar 34,6 persen. Berikut Tabel 14 menunjukkan alasan utama keluar dari desa asal. Tabel 14 Alasan utama memutuskan menjadi migran sirkuler Keterangan Frekuensi Persentase Ekonomi Nonekonomi Tidak Jawab/Tau Total Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005 Alasan non-ekonomi lebih didasarkan pada keinginan seseorang atau individu untuk berbuat sesuatu terhadap masa depan dan keluar dari rasa bosan untuk mencoba hal yang baru. Umumnya responden yang menginginkannya adalah mereka yang berusia antara 16 sampai 22 tahun Faktor Penarik Rumahtangga Migran Sektor Informal Kabupaten Lamongan terdiri dari 27 kecamatan, hanya terdapat dua kecamatan yang berada di pesisir pantai utara Pulau Jawa. Kecamatan Paciran 70

88 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 71 dan kecamatan Brondong adalah dua kecamatan yang berada di deretan pesisir pantai utara pulau Jawa. Dahulu merupakan pusat-pusat perkembangan agama islam di pulau Jawa, dimana Islam tersebar melalui jalur Pantai utara dengan sistem perdagangan. Sehingga, dikalangan masyarakat di dua kecamatan tersebut perdagangan adalah merupakan pekerjaan yang sangat ditekuni dan merupakan pilar utama perekonomian rakyat setemat. Secara fisik pembangunan yang berlangsung di dua kecamatan tujuan migran berkembang sangat pesat. Pada tahun 2003 telah dibuka Sour Base serta pada tahun 2004 dibuka pusat Wisata Bahari Lamongan terbesar di Jawa Timur. Sebagai berkembangnya kota industri (Gerbangkertasusila), dua kecamatan tujuan tersebut merupakan daerah subur bagi berkembangnya perdagangan formal maupun informal. Masyarakat banyak berdatangan untuk megadu nasib melalui usaha perdagangan. Masyarakat yang datang selain berasal dari luar kabupaten juga datang dari penduduk tetangga desa. Masyarakat lokal yang datang umumnya bekerja pada sektor informal, dengan pengalaman kerja rata-rata lebih dari satu tahun. Hasil survei dari 159 responden diketahui sebesar 79,2 persen sudah bekerja menjadi migran sirkuler selama lebih dari satu tahun, sebesar 8,3 persen migran sirkuler sudah bekerja di daerah tujuan antara 1 sampai 6 bulan dan sisanya sebesar 6,9 serta 5,6 persen responden bekerja kurang dari satu bulan. Tabel 15 menunjukkan Lama pekerjaan yang sedang dijalani migran sirkuler di daerah tujuan, yitu di Kecamatan Brondong dan Kecamatan Paciran. Tabel 15 Lama pekerjaan yang sedang dijalani migran sirkuler Waktu Frekuensi Persentase Kurang dari 1 Bulan Antara 1-6 Bulan Setahun Lebih Lainnya/Tidak terhitung Total Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005 Sejalan dengan lama kerja yang sudah dijalani oleh migran sirkuler didesa tujuan, umumnya migran bekerja pada perdagangan di sektor informal. Hasil wawancara langsung ke responden diperoleh keterangan bahwa sektor ini yang dirasa cocok dan cepat menghasilkan pendapatan dengan modal yang 71

89 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 72 relatif terjangkau. Pada dasarnya migran mengetahui bahwa jenis pekerjaan, modal dan curahan kerja mempengaruhi tingkat pendapatan yang diperoleh. Namun, setidaknya usaha yang dilakukan masyarakat perdesaan untuk memenuhi kebutuhan hidup telah dilakukan. Terdapat 56 orang responden yang mengatakan bahwa keuntungannya bekerja disektor informal lebih dari Rp ,- perhari. Sedangkan yang mendapatkan penghasilan antara Rp sampai Rp ,- sebesar 29,5 persen. Sisanya 28,3 persen berpenghasilan kurang dari Rp ,- serta antara rupiah. Tabel 16 Distribusi pendapatan migran setiap hari di daerah tujuan Jumlah Frekuensi Persentase (Rp. 000) Kurang Dari Antara Antara Lebih Dari Tidak Menjawab Total Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005 Mengenai asal informasi pekerjan yang didapat migran sirkuler dari 159 responden, sebesar 48,4 persen yang mengatakan mendapatkan pekerjaan didesa asal pada awalnya diajak oleh teman atau keluarga yang terlebih dahulu memutuskan menjadi migran. Mendapatkan informasi pekerjaan melalui inisiatif sendiri sebesar 45,3 persen dan migran yang tidak mengetahui dari mana asal informasi pekerjaan di daerah tujuan sebesar 6,3 persen. Tabel 17 menunjukkan sumber informasi pekerjaan yang didapat migran di daerah tujuan. Tabel 17 Sumber informasi pekerjaan yang dapat migran sirkuler Sumber Informasi Pekerjaan Frekuensi Persentase Mencari Sendiri Ajakan teman/keluarga Tidak Jawab Total Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005 Tentang motivasi dan cita-cita menjadi migran sirkuler, penduduk pedesaan yang bersirkulasi ke daerah tujuan memiliki keinginan yang sama 72

90 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 73 antara yang berkeinginan untuk tetap menjadi migran dan yang berkeinginan tidak menjadi migran hampir sama. Sebesar 49,7 persen yang tidak berkeinginan untuk terus bersirkulasi dan 48,4 persen yang berkeinginan menjadi migran sirkuler di daerah tujuan, sisanya tidak menjawab/tidak mengetahui. Alasan utama migran memilih untuk terus menjadi migran sirkuler lebih didasarkan pada faktor ekonomi, yaitu mudah mencari uang dan hasil bekerja didaerah tujuan relatif dapat memenuhi kebutuhan rumahtangga. Migran yang tidak berkeinginan lebih lama menjadi migran sirkuler lebih didasarkan pada kondisi fisik yaitu capek ingin istirahat. Tabel 18 menunjukkan keinginan lebih lanjut mengenai kuputusan menjadi migran sirkuler. Sedangkan faktor penarik lain yang dominan menarik rumahtangga migran pergi kedaerah tujuan adalah karena fasilitan dan faktor keamanan yang terdapat didaerah tujuan sebesar 95 responden yang menjawab (59,7 %) dan sisanya tidak mengetahui. Tabel 18 Keinginan kedepan mengenai keputusan menjadi migran sirkuler Uraian Frekuensi Persentase Non-Respon Ya, setuju menjadi migran sirkuler Tidak Tau Total Sumber: Survei Lapangan, Juli Faktor Pelancar Migrasi Sirkuler Jika daerah tujuan dilihat sebagai suatu ekosistem akan terlihat bahwa dua kecamatan tujuan merupakan tempat usaha yang ideal, karena memilikai faritasi atau keaneka ragaman dalam sektor usaha. Desa atau kelurahan tujuan migran mememiliki aneka ragam kegiatan ekonomi yang tidak dimiliki oleh kecamatan yang lain. Membahas tentang keaneka ragaman kegiatan ekonomi didaerah tujuan tidak akan terlepas dari fasilitas yang menyebabkan kelancaran dan penghambat migran sirkuler. Faktor faktor penghambat dan pelancar migran sirkuler antara lain adalah: Jarak, alat Transportasi, kondisi Transportasi, kondisi Transportasi, waktu ketersediaan Transportasi dan biaya Transportasi dari daerah asal ke daerah tujuan. 73

91 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 74 Faktor jarak, jarak bagi migran sirkuler dari perdesaan bagian Selatan kabupten Lamongan ternyata tidak menjadi penghalang untuk bersirkulasi dan nginap atau mondok di daerah tujuan. Ternyata migran yang memutuskan sirkulasi ke daerah tujuan dengan cara mondok/nginap untuk beberapa bulan adalah berasal dari desa yang berjarak lebih dari 16 Km dari daerah asal menuju daerah tujuan (perdesaan dari kecamatan Sukodadi dan Kecamatan Pucuk) berjumlah 117 orang (73,6 %), migran yang berasal dari jarak antara 10 sampai 15 Km sebesar 25,8 persen (41 orang). Tabel 19 menunjukkan jarak migran dari daerah asal ke tempat pemondokan di daerah tujuan. Tabel 19 Jarak migran dari daerah asal ke daerah tujuan Jarak Frekuensi Persentase Antara Km Lebih Dari 16 Km Tidak Jawab Total Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005 Hasil pengamatan kondisi transportasi di daerah asal juga berperan besar dalam memperlancar migran sirkuler. Jalan raya menuju daerah asal relatif bagus dan beraspal, walaupun sedikit agak berbahaya pada musim penghujan. Alat transportasi yang banyak digunakan migran menuju daerah tujuan adalah mobil L300 sebanyak 60,4 persen ( 96 orang), sisanya sering menggunakan Ojek Motor dan Truk/Pickup yang biasa melintas dengan membawa hasil pertanian sebanyak 57 Orang (35,8 %). Tabel 20 mencatat tentang alat transportasi yang biasa digunakan migran menuju ke pemondokan. Tabel 20 Alat transportasi yang biasa digunakan migran menuju ke pemondokan Jenis Kendaraan Frekuensi Persentase Mobil L Truck/PickUp Ojek Sepeda Motor Tidak Jawab Total Sumber: Survei Lapangan, Juli

92 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 75 Mengenai kondisi Transpotasi yang memperlancar proses migrasi sirkuler penduduk perdesaan ke daerah tujuan, berdasarkan hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa kondisi tersebut pada umumnya lancar dan relatif tidak mempunyai masalah, misalnya keadaan fisik mobil dan kondisi jalan raya yang rawan. Faktor kelancaran yang dimaksud disini adalah dalam kondisi tertib dan relatif terjadi keseimbangan antara jumlah penumpang dan jumlah kendaraan yang tersedia. Kondisi tersebut dijawab oleh 124 orang responden (77,9%), dan responden yang mengatakan bahwa kondisi transportasi masih jarang dan antri sebanyak 16 orang. Tabel 21 menunjukkan pendapat migran mengenai kondisi transportasi dari daerah asal menuju daerah tujuan. Tabel 21 Kondisi transportasi dari daerah asal ke daerah tujuan Kondisi ransportasi Frekuensi Persentase Lancar dan Bagus Masih Jarang dan Antri Biasa Total Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005 Hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa Terminal yang tersedia di daerah asal pada umumnya hanya beroperasi selama 12 Jam, yaitu mulai jam sampai dengan jam WIB. Pengamatan tersebut ternyata berbeda dari jawaban responden melalui kuesioner. Responden yang mengatakan bahwa ketersediaan alat Transportasi di Terminal yang ada di desa asal adalah 24 jam dijawab oleh 78 orang dan sisanya kuarang dari 12 jam dan hanya 12 jam dijawab oleh 81 orang responden berikut Tabel 22 menunjukkan waktu ketersediaan transportasi di desa asal migran sirkuler. Tabel 22 Waktu ketersediaan transportasi di desa asal Waktu Ketersediaan Transportasi Frekuensi Persentase (jam) Kurang Total Sumber: Survei Lapangan, Juli

93 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 76 Ongkos transportasi menuju daerah tujuan sebelum terjadi kenaikan harga BBM per bulan September 2005 sebesar kurang dari Rp 5000, dijawab oleh 111 responden, lebih dari Rp dijawab oleh 47 responden. Perbedaan yang mencapai kelipatan 100 persen lebih tersebut pada kenyataanya karena alat transportasi yang digunakan. Migran yang membayar lebih mahal disebabkan naik ojek dan yang lebih murah biasanya mengendarai mobil L 300 serta menggunakan kendaraan Truck atau Pickup. Tabel 23 mengenai besarnya ongkos transportasi migran ke daerah tujuan. Tabel 23 Besarnya ongkos transportasi ke daerah tujuan Keterangan Frekuensi Persentase (Rp) Kurang dari Antara Lebih dari Tidak Jawab Total Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005 Faktor pelancar migran sirkuler lainnya adalah banyak didasarkan pada faktor ekonomi, yaitu keinginan kuat migran mendapatkan pekerjaan selain sektor pertanian. Hal tersebut terbukti dengan jumlah responden yang mengatakan bahwa bersirkulasi karena faktor pekerjaan sebanyak 148 orang (93,1 %), karena motivasi ingin maju dan ingin mendapatkan pengetahuan baru masing masing sebesar 5 orang (3,1 %) dan sebesar 6 orang (3,7 %). Tabel 24 menunjukkan uraian alasan faktor penarik lain terhadap terjadinya migrasi sirkuler. Tabel 24 Faktor pelancar migrasi sirkuler lain Faktor Penarik Lain Frekuensi Persentase Mendapat Pekerjaan Ingin Maju Pengetahuan Baru Total Sumber: Survei Lapangan, Juli

94 Bab VI. Hasil dan Pembahasan Faktor Pribadi Migran Sirkuler Pada dasarnya tidak ada aturan atau norma yang mendorong masyarakat perdesaan di Kabupaten Lamongan untuk bersirkulasi kedaerah pesisir pantai utara. Namun ada semacam tradisi yang sudah sekian lama mendasari cara hidup masyarakat perdesaan di kabupaten Lamongan. Tradisi tersebut masih berlanjut sampai sekarang. Walaupun hal tersebut hanya sebatas anjuran atau pendapat dari seorang pemuka agama (Alim Ulama). Peran birokrasi formal seperti kepala desa tidak mampu mengatasi dan mencegah penduduknya dari proses sirkulasi. Hingga tahun 2003 kepala desa adalah penduduk asli yang dipilih melalui pemilihan kepala desa. Terpilih menjadi kepala desa adalah mereka yang direstui/distujui oleh pimpinan ulama/kaum agama yang berpengaruh didesa. Tidak jarang pada kemudian hari dualisme kepemimpinan didesa terjadi, kepala desa sering kali menempati posisi yang kedua dalam pengambilan keputusan. Keputusan yang ditentukan oleh pemuka agama seringkali menjadi petuah bagi penduduk desa. Fanatisme sosok pemuka agama di perdesaan Kabupaten Lamongan masih sangat besar. Alim Ulama lebih memiliki karisma dalam menyerukan kebijakan atau pun perintah bila dibandingkan kepala desa, karena pada sebagian besar Alim Ulama di pedesaan mempunyai fasilitas dan dukungan massa yang besar, fasilitas tersebut berupa pesantren dengan akses yang berlebih bila dibandingkan dengan lembaga formal yang dimiliki oleh desa. Data departemen agama Kabupaten Lamongan menyebutkan bahwa lebih dari 300 Pondok Pesantren yang ada di kabupaten Lamongan, dan lebih dari 85 persen berlokasi di wilayah pedesaan. Kekuatan tersebut seringkali mengantarkan dengan mudah seorang menjadi kepala desa atau turun dari jabatan kepala desa menjadi warga biasa. Alim Ulama adalah kelompok elit desa dan kepala desa adalah kepanjangan tangan dari Alim Ulama. Dominasi politik yang kuat kalangan pemuka agama di perdesaan kabupaten Lamongan mampu melemahkan peran birokrasi formal, karena sering kali orientasi pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah diatas birokrasi formal desa terhalang oleh kepentingan pemuka agama yang berbeda. Artinya hanya kalangan elit yang selama ini berperan utama dalam mengendalikan birokrasi formal di desa, termasuk yang menikmati akses sumberdaya desa. 77

95 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 78 Tarik-ulur kekuatan politik agama, budaya dan birokrasi formal sering kali di menangkan kaum pemuka agama. Penduduk desa dalam kuantitas yang seharusnya merupakan pemilik kekayaan sumberdaya desa seringkali tidak dilibatkan. Sehingga, untuk bisa menikmati akses terhadap kekayaan sumberdaya desa terlebih dahulu seseorang/mereka harus masuk dalam lingkaran elite desa. Migrasi sirkuler penduduk desa diyakini dan disamakan dengan anjuran "lelana (mengembara) dalam kisah-kisah pengembara tempo dulu. Seseorang laki-laki dewasa dapat dikatakan kesatria apabila semasa hidupnya pernah menjalani anjuran lelana yang diperintahkan oleh seorang ulama di desa. Lelana dapat disama artikan dengan pengembaraan untuk mencari sesuatu yang baru, yang belum dimiliki oleh seseorang selama hidup didesa. Setelah dalam tahapan lelana, seseorang biasanya kembali ke desa dengan berbekal pengalaman yang didapat di daerah yang pernah di singgahi untuk memperoleh ilmu baru. Seseorang yang berbekal ilmu baru, kemudian diuji untuk menentukan pantas atau tidak masuk dalam kelompok elit desa dalam sebuah pesantren atau jamaah penajian agama. Namun, kondisi sekarang masyarakat perdesaan yang mengembara atau lelana tidak lagi karena keinginan masuk dalam lingkaran elit desa, dalam pengembaraan juga tidak lagi seorang pemuda dewasa yang masih berstatus sendiri. Tetapi, terdapat pergeseran nilai-nilai yang semula dianjurkan, yaitu faktor ekonomi yang membawa seseorang/mereka (kepala rumahtangga) untuk mengembara mencarai sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan hidup, yang selama ini hanya dirasakan oleh kelompok elit desa. Data survei menemukan bahwa anjuran lelana sekarang telah bergeser menjadi alasan ekonomi (33,3 %) yang mendasari pola sirkulasi penduduk perdesan. Sebesar 25,1 persen beralasan karena ingin melatih kemandirian berumahtangga dan sebesar 25,1 persen mengatakan untuk masa depan ingin mencari yang lebih baik dari yang sudah ada di desa serta 16,4 persen responden tidak mengetahui alasan secara pribadi mengapa memilih bersirkulasi ke daerah tujuan. Berikut Tabel 25 menunjukkan Alasan pribadi 159 responden mengapa memilih bentuk mobilitas sirkuler. 78

96 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 79 Tabel 25 Alasan pribadi bersirkulasi Alasan Pribadi Frekuensi Persentase Melatih Kemandirian Ekonomi Masa Depan Tidak Mengetahui Total Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005 Akses sumber daya yang dinikmati dan dikuasai oleh sekelompok elit desa terjadi akibat lemahnya birokrasi formal desa, kepala desa yang seharusnya menjadi decision maker pembangunan tidak mampu lagi membagikan sumber daya desa kepada yang berhak, yaitu penduduk desa yang merupakan aset bagi kemajuan pembangunan desa. Biasanya kebijakan yang dikeluarkan oleh lembaga formal desa (kepala desa) sering ditentang oleh elit desa melalui peran tokoh utama desa yang berada dalam lembaga musyawarah desa (LMD/BPD). Masyarakat desa yang sudah memilih bersirkulasi ke daerah tujuan masih memiliki bentuk mobilitas yang lebih cocok untuk memaksimalkan pendapatannya. Hal ini terlihat dengan pendapat meraka tentang pola yang dipilih sekarang (sirkulasi denga nginap/mondok). Sebanyak 68 responden yang mengatakan biasa terhadap sirkulasi. Ketika ditanyakan lebih lajut tentang jawaban biasa, menyatakan bahwa tidak terlalu cocok atau menyenangi, tetapi kalau ada pola yang lebih baik untuk menambah pendapatan mereka akan merubah keputusannya untuk bersirkulasi. Sebesar 24 responden mengatakan Sangat senang dan puas denga pendapatan yang diperoleh, serta 23 responden yang mengatakan tidak senang karena belum terpenuhi harapan, sisanya responden tidak mengetahui mengapa mereka harus memilih pola sirkulasi. Tabel 26 Tingkat kepuasan responden terhadap pola sirkulasi Tingkat Kepuasan Frekuensi Persentase Sangat senang/puas Biasa Tdak senang/tidak Puas Tidak Menjawab Total Sumber: Survei Lapangan, Juli

97 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 80 Alasan memilih pekerjaan sebagai pedagang di daerah tujuan, lebih banyak didasarkan pada bahan baku dan ramainya pembeli (daya beli masyarakat daerah tujuan) yang disertai dengan tingkat kebutuhan masyarakat tinggi sebesar 66 responden. Responden yang mengatakan bahwa barang dagangannya paling dibutuhkan sebesar 58 orang dan yang beralasan memilih berjualan karena modal yang dibutuhkan sedikit sebesar 33 orang responden, dan yang tidak mengetahui alasan 2 orang responden. Tabel 27 menujukkan alasan responden memilih jenis pekerjaan didaerah tujuan Tabel 27 Alasan memilih jenis pekerjaan didaerah tujuan Alasan Memilih Pekerjaan Frekuensi Persentase Bahan baku mudah didapat Paling dibutuhkan Modalnya sedikit Lainnya Total Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005 Umumnya migran sirkuler pulang kedesa asal dalam 4 sampai 6 bulan sekali (91 orang responden) pada saat pulang biasanya selama 7 hari di desa asal kemudian kembali ke desa tujuan untuk bekerja lagi. Responden yang kembali ke desa antara 1 sampai 3 bulan sekali sebesar 34 orang (21,3 %) dan tidak tentu sebesar 27 responden (16,9 %). Pada umumnya responden kembali kedesa selain untuk mengobati kerinduan teradap keluarga mereka juga kembali untuk merawat dan menanami tanah pertanian yang mereka miliki didesa, sebagai infestasi sektor pertanian yang pada awalnya menjadi tumpuan harapan ekonomi keluarga di desa. Namun rasa kecintaan masyarakat desa untuk mempertahankan apa yang mereka miliki masih dianggap rendah oleh kaum elit di desa. Peran elit desa menciptakan kelemahan dalam kinerja lembaga formal desa yang dibarengi dengan penguasaan aset dan akses sumberdaya desa. Disamping itu, anjuran lelana yang dulu sering disarankan oleh elit desa, bukan lagi perupa pengembaraan mencari ilmu untuk bisa kembali dan masuk dalam kelompok elit desa. Dasar pengembaraan/lelana merupakan warisan turun temurun pendududk desa di kabupaten Lamongan yang sekarang menjelma menjadi pengembaraan dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga di desa. 80

98 Bab VI. Hasil dan Pembahasan Karakteristik Rumahtangga Migran Sirkuler Karakteristik migran sirkuler yang terdapat di daerah asal mencakup, jenis kelamin, Umur, status pernikahan, pekerjaan, pendidikan dan desa asal (lihat Lampiran 1). Seperti halnya hasil studi tentang migrasi pada umumnya, penelitian tentang dampak migrasi sirkuler menunjukkan bahwa masih didominasi oleh kaum laki-laki (kepala rumahtangga) terdapat 122 (76,7 %) responden dan sisanya 23,2 persen adalah jenis kelamin perempuan. Hasil pengamatan di lapangan, hampir 100 persen kaum perempuan yang bersirkulasi adalah para janda yang masih mempunyai tanggungan keluarga di desa asal. Alasan memilih bermigrasi jenis sirkulasi karena pada jenis ini dianggap lebih efektif dalam memperoleh uang dan mampu meringankan beban yang dialami. Tabel 28 Responden menurut jenis kelamin Jenis Kelamin Responden Frekuensi Persentase Laki-laki Perempuan Total Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005 Umur memegang peranan yang sangat penting bagi aktivitas seseorang terutama untuk mendapatkan pendapatan, karena hal tersebut akan mempengaruhi produktivitas kerja seseorang. Seseorang migran yang berusia produktif (16 sampai 35 tahun) akan berbeda potensi dan curahan kerjanya bila dibandingkan dengan mereka yang berusia non produktif. Begitu pula sebaliknya seseorang yang berada pada usia non produktif (45 tahun keatas) biasa mempunyai tingkat curahan kerja dan produktivitas yang menurun. Karena secara alamiah semakin bertambah umur seseorang maka kondisi fisik juga akan menurun. Mengenai umur, migran sirkuler yang bekerja di sektor informal sebagian besar responden adalah tenaga kerja produktif (Usia tahun) berjumlah 59,8 persen, usia matang (36-45 tahun) 28,9 persen dan sisanya umur 46 hingga 51 tahun sebesar 11,3 persen. Tabel 29 menunjukkan responden menurut umur di daerah tujuan. 81

99 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 82 Tabel 29 Responden menurut umur di daerah tujuan Umur Kategori Frekuensi Persentase (Tahun) Usia Produktif 95 59,8 Usia Matang 46 28,9 Usia 46 lebih Tua 18 11,3 Total Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005 Faktor pendidikan, migran sirkuler yang mengikuti pendidikan setingkat Sekolah Dasar 39 persen, sebesar 32 persen berhasil menamatkan pendidikannya sisanya sebesar 6,9 persen putus sekolah, sebesar 48 persen menyelesaikan pendidikan setingkat SLTP serta migran yang berpendidikan SLTA sebesar 12,6 persen. Tabel 30 menunjukkan tingkat pendidikan migran sirkuler yang bermigrasi sebagai pedagang di daerah tujuan. Tabel 30 Tingkat pendidikan migran sirkuler Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase Tidak tamat SD SD/Setara SLTP/Setara SLTA/Diploma I/II Total Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005 Kondisi yang menarik untuk diketahui dari keadaan keluarga responden adalah berapa banyak anggota keluarga yang juga bermobilitas sirkuler. Ternyata hanya 32 persen responden mempunyai anggota keluarga yang bersirkulasi ditempat yang sama dan sisanya tidak memiliki anggota keluarga untuk menjadi migran yang sama. Dari data ini menunjukkan bahwa keputusan migrasi bisa diambil oleh migran meskipun tanpa pengetahuan dan informasi yang lengkap tentang daerah yang dituju, pada umumnya migran memutuskan ke daerah yang terdekat. Penelitian terdahulu yang menyebutkan bila salah seorang anggota keluarga di desa telah bekerja dikota akan terjadi kecendrungan bahwa anggota keluarga yang lainnya akan ikut bermigrasi, dalam kasus migran sirkuler Lamongan tidak terbuktikan. 82

100 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 83 Mengenai status perkawinan responden yang masih membujang 0,6 persen, sisanya adalah sudah berkeluarga. Dari yang sudah berkeluarga diperoleh keterangan sebanyak 25,8 persen mempunyai tanggungan sebanyak 3 orang, 34,6 persen memiliki tanggungan 3 orang, dan mempunyai tanggungan 4 orang sebesar 28,3 persen, serta sebesar 10,6 persen mempunyai tanggungan keluarga 5-6 orang. Tentang jenis pekerjaan yang dijalankan migran sirkuler didesa tujuan Jenis pekerjaan migran di daerah tujuan baling banyak didominasi oleh pedagang Bakso (27%) kemudian pedagang Ayam Goreng 11 persen dan Pedagang Nasi Goreng sebesar 10,6 persen. Tabel 31 menunjukkan jenis pekerjaan migran yang sudah dijlani di daerah tujuan. Hasil pengamatan jenis pekerjaan yang dipilih migran umumnya dipengaruhi oleh banyaknya modal yang disiapkan oleh migran dan ketrampilan usaha yang dimilikinya. Tabel 31 Jenis pekerjaan migran di daerah tujuan Jenis Pekerjaan Migran Frekuensi Persentase 1. Alat rumah Ayam Goreng Bakso Bubor Dagang Es Ikan Jajanan Gorengan Jamu Pakaian Krupuk Lampu Mainan MieAyam Mrtabak Daging Pecel Lele Rujak Kliling Sate Sayur dpr Soto Teh Botol Nasigoreng Total Sumber: Survei Lapangan, Juli

101 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 84 Desa asal responden, diketahui bahwa desa asal para migran sektor informal yang terdapat di daerah tujuan kebanyakan beasal dari 2 kecamatan asal terdekat, yaitu berasal dari: Desa Pucuk (49,7 %), desa Sumberagung (23,3 %) desa Siwalanrejo (13,8 %), desa Kesambi (11,9 %) dan desa Warukulon 2 responden (1,2 %). Nama-nama desa asal responden tersebut berada dibagian selatan daerah tujuan melintasi aliran Bengawan Solo, untuk menuju daerah tujuan responden memerlukan 1 sampai 2 jam bila dilalui dengan kendaraan bermotor. Jika responden dikelompokkan pada tingkat kecamatan asal maka terdapat 62,9 persen responden yang berasal dari kecamatan Pucuk, terdapat 59 responden (37,1 %) responden dari kecamatan Sukodadi (lihat Tabel 32). Tabel 32 Responden berdasarkan desa asal dan kecamatan asal Kecamatan dan Desa Frekuensi Presentase Persentase Asal Migran Sirkuler Kecamatan: Pucuk Sukodadi ,9 37,1 100 Desa: Pucuk Kesambi Warukulon Siwalanrejo Sumberagung ,7 11,9 1,2 13,8 23,3 100 Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005 Mengenai status perkawinan, responden yang masih membujang 0,6 persen dan sebesar 90,4 persen sudah berkeluarga. Dari yang sudah berkeluarga diperoleh keterangan sebanyak 25,8 persen mempunyai tanggungan sebanyak 2 orang, sebesar 67,3 persen mempunyai tanggungan 3 5 orang serta sisanya sebesar 6,3 persen bertanggungan 6 orang lebih. Hasil wawancara menemukan bahwa respoden pada awalnya memutuskan menjadi migran sirkuler dengan tidak berbekal sedikit pun informasi tentang daerah tujuan. Migran pada awalnya nekat menuju daerah tujuan karena jaraknya dekat dan sewaktu-waktu bisa pulang dengan tidak mengeluarkan biaya yang besar. Sehingga dapat dikatakan bahwa migran yang melakukan sirkulasi kedaerah tujuan terdekat adalah mereka yang masih pada tahap coba-coba (trial and error) dalam mencoba keberuntungan untuk mendapatkan tambahan pendapatan atau 84

102 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 85 upah yang lebih besar. Pada sebagian masyarakat pedesaan yang sama, ditemukan penduduk yang melakukan migrasi ke jarak yang lebih jauh (Surabaya, Jakarta, Bogor, Samarinda, Deli dan kota-kota besar lainnya bahkan luar negri seperti Malaysia), walaupun dalam jumlah yang sedikit. Proses sirkulasi ke daerah terdekat adalah semacam batu loncatan (steping stone) untuk bersirkulasi ke jarak yang lebih jauh. Kecamatan Pucuk Kecamatan Sukodadi Daerah Tujuan Keterangan: 1. Merupakan daerah tujuan Kecamatan Brondong. 2. Merupakan daerah tujuan Kecamatan Paciran. 3. Daerah kota-kota lain di Indonesia (Surabaya, Jakarta, Bogor, Samarinda, Deli dst). 4. Menuju ke Negara Malaysia 5. Menuju ke Negara Timur Tengah (Saudi Arabia, Kuwait, Abudabbi) 6. Meneuju ke negara-negara Asia lainya (Hongkong, Jepang dst). Gambar 10 Pola migrasi penduduk di dua kecamatan sampel Kabupaten Lamongan diolah dari sumber pengamatan tahun 2005 Terkait dengan jiwa wirausaha penduduk perdesaan di kabupaten Lamongan yang jumlahnya semakin banyak, tanpa tentunya mengabaikan peran pelatihan dunia wira usaha dan tekanan akan pemenuhan kebutuhan ekonomi, Clifford Geertz dalam Zainuddin (1980) mengatakan bahwa: Kota sepanjang pantai utara Pulau Jawa mulai dari Cirebon sampai Banyuwangi merupakan kota dagang. Selain kota dagang daerah pantai utara adalah merupakan daerah dimana agama Islam memperoleh akarnya dalam abad XVI. Dan sejak awalnya Islam telah diasosiasikan dengan kelas pedagang dan pengrajin yang anggotanya berjalan berkeliling dari pantai utara keseluruh daerah Pulau Jawa, untuk berdagang dan menyebarkan agama. Dengan demikian jiwa wirausaha 85

103 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 86 yang ada dalam diri para migran adalah merupakan warisan bakat budaya yang sudah turun-temurun. Masyarakat di dua kecamatan asal diatas secara geografis relatif sama, akan tetapi agak sedikit berbeda jika dilihat dalam segi prilaku ekonominya. Masyarakat di kecamatan Pucuk sebagian besar mengandalkan sektor pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Sedangkan masyarakat di kecamatan Sukodadi selain sektor pertanian masih terdapat sektor perdagangan (warung kelontong/toko pertanian) sebagai sektor penunjang kebutuhan keluarga di desanya Tingkat Pendapatan Dan Tingkat Kesejahteraan Tingkat pendapatan yang dijelaskan dalam penelitian ini meliputi pendapatan yang diperoleh rumahtangga perdesaan yang memutuskan untuk menjadi migran sirkuler, yaitu pendapatan yang didapat pada saat sebelum memutuskan menjadi migran sirkuler dan pendapatan pada saat menjadi migran sirkuler di daerah tujuan Tingkat Pendapatan Sebelum Menjadi Migran Sirkuler Pelaku migran sirkuler yang terdapat di daerah tujuan pada umumnya adalah masyarakat perdesaan di bagian selatan kabupaten Lamongan. Masyarakat perdesaan di kabupaten Lamongan sebagian besar bekerja di sektor pertanian. Data Podes propinsi Jawa Timur tahun 2003 mencatat bahwa dari total 423 desa di kabupaten Lamongan terdapat 82 persen (347 desa) yang penduduknya sebagian besar bekerja disektor pertanian (Statistik potensi desa BPS Propinsi Jawa Timur, 2003). Menurut Sajogyo (2002) penyerapan tenaga kerja sektor pertanian mengalami penurunan nilai tambah lebih dari 26 persen, pada kurun waktu sebesar 32 persen. Peneurunan tersebut terkait erat dengan rendahnya tingkat upah disektor pertanian. Teknologi unggul sektor pertanian bias pada pemilik tanah dan penggarap. Sedangkan tehnologi informasi masuk ke desa-desa dan menunjukkan tingginya peluang di luar sektor pertanian yang menjanjikan pendapatan yang tinggi, mendorong penduduk desa keluar dari sektor pertanian. Data PDRB kabupaten Lamongan dalam kurun waktu tanaman bahan makanan mengalami kenaikan sebesar 14,2 persen dari total 86

104 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 87 Rp ,45 (BAPPEDA kabupaten Lamongan, 2003). Sistem irigasi yang didukung oleh lintasan aliran Bengawan Solo, merupakan potensi sumber daya alam yang mendukung sektor pertanian di pedesaan kabupaten Lamongan. Tanaman pangan yang berupa padi-padian dan umbi-umbian merupakan produk unggulan pertanian sejak jaman dulu, kondisi tersebut karena didukung oleh ekologi Tanah perdesaan yang dimiliki. Kondisi ekologi perdesaan adalah merupakan aset, bentuk sumbangan sumber daya alam yang mendukung sektor pertanian terhadap keperluan hidup penduduk pedesaan pada umumnya. Hal tersebut tidak terlepas dari peran serta masyarakat di pedesaan. Hasil pengamatan dan survei Lapangan menggunakan kuesioner menemukan bahwa tingkat pendapatan masyarakat perdesaan dikabupaten Lamongan masih jauh dari pemenuhan standart kelayakan sebagaimana yang sudah ditetapkan oleh pemerintah melalui upah minimum Regional (UMR) perdesaan. Hal tersebut terlihat melalui semakin bertambahnya jumlah rumahtangga miskin dipedesaan dan rumahtangga yang diduga miskin di pedesaan, serta banyaknya temuan rumahtangga petani yang melakukan strategi nafkah (livelihood Strategies) ganda diluar sektor pertanian, untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rumahtangganya. Dari wawancara dan pengisian kuesioner di lapangan, juga terungkap bahwa upah yang diperoleh buruh tani berkisar antara Rp ,- sampai Rp ,- (4-6 jam per hari kerja) apabila pemilik lahan menyediakan makanan dan minuman, dan antara Rp ,- sampai Rp ,- per hari apabila pemilik lahan tidak bersedia menyediakan makanan. Dari data kuesioner yang disebar melaui 159 responden berlatar belakang petani, lebih dari 90 persen mengatakan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dengan mengandalkan pekerjaan sebagai buruh tani di desa. Hasil wawancara dengan beberapa pemilik lahan pertanian di desaasal tentang kepantasan pemberian upah buruh tani, diperoleh jawaban bahwa apabila upah bersih buruh tani lebih dari kisaran Rp ,- sampai Rp ,- maka pengusahaan pertanian akan rugi, karena ketidak seimbangan antara hasil yang didapat dengan biaya pengusahaan pertanian. Lebih lanjut, pertanyaan kepada responden buruh tani di desa mengapa tidak mengusahakan pekerjaan lain di desa, lebih dari 90 persen responden menjawab akan susah berkembang karena kemampuan membeli (daya beli) masyarakat rendah. Kendatipun pandangan ekonom membenarkan bahwa tingkat pendapatan akan mempengaruhi daya beli 87

105 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 88 masyarakat, nampak terlihat sebagian masyarakat perdesaan di kabupaten Lamongan masih tetap mempertahankan sektor pertanian, kondisi tersebut lebih didasarkan pada faktor kecintaan sebagian masyarakat perdesaan terhadap kampung halaman dan kaum kerabat di desa asal walaupun pada saat tertentu harus keluar desa untuk mendapatkan tambahan pendapatan. Tabel 33 Pendapatan migran per hari sebelum memutuskan migrasi sirkuler Klasifikasi Pendapatan Migran di Desa Asal Frekuensi Prosentase << Rp (Rp. 8000,- - Rp.12000,-) 94 59,1 Rp ,- - Rp , Rp ,- - Rp , Total Sumber: Survei Lapangan, 2005 Namun, kondisi yang berbeda juga terjadi pada sebagian masyarakat perdesaan (Pucuk, Kesambi, Siwalanrejo dan Sumberagung) pada dua kecamatan di kabupaten Lamongan. Penduduk perdesaan yang awalnya masih konsisten mempertahankan sektor pertanian dan menjadikan pertanian sebagai satu-satunya sumber pendapatan utama rumahtangganya, harus memutuskan untuk menjadikan sector pertanian sebagai pekerjaan sambilan. Profesi sebagai migran sirkuler sektor informal ke daerah-daerah tujuan yang dipilih dipandang sebagai pahlawan untuk permasalah rendahnya upah pekerjaan di sektor pertanian. Melalui keputusan tersebut, sebagian harapan untuk dapat mengatasi masalah kesulitan ekonomi akibat rendahnya pendapatan di desa dan memiliki simpanan di hari tua terwujud. Menjadi migran sirkuler dipilih sebagai solusi yang bijak dalam mengatasi masalah rendahnya upah sektor pertanian dan faktor kecintaan terhadap lahan pertanian yang dimiliki dalam menunjang penghidupan keluarga di desa asal. Berikut kutipan hasil wawancara dengan seorang pedagang Bakso (NJ) umur 39 tahun asal desa Pucuk yang memilih menjadi migran sirkuler, semula petani kecil dengan lahan sempit dan sudah dua tahun di desa tujuan Brondong bersama istrinya: kulo awalle puyeng mikir ke pasugatan kebutuhan saben dhinten, kerjaan ngeh mentok ngoten-ngoten mawon, saklintune tani ngeh repot ten dusun niku, nate njajal buka warong ten dusun ngeh malah rugi, malah torok tenogo. Yogo kulo tigo, kebutuhan tambah dhinten tambah katah. Ngandalke tani tok ten dusun, saget ngak karuan yogo kulo. Upah maton niku roto-roto wolong ewu setengah ari, niku diparingi nyamian, kaleh wedang. Nek sedinten tet ngeh saget kaleh 88

106 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 89 welas ewu nghantos tigo welas ewu dahar sepindah, niku ngeh mboten mesti wonten setinten-dhinten ne. Dah...yogo kalean estri kulo dhos pundhi... niku. Akhir e, kulo nemokne dalan ngeh niki (dagang Bakso)ten dhusun lintu, paleng mboten saget damel nyukupi kebutuhan sak dhinten-dhinten e kedik-kedik asal saget nyekolahke anak. Syukur-syukur nek wonten luwehan, saget kangge nabong, mbejeng sepah saget di unduh. Kulo mboten saget netep ten dhuson lintu sakteruse, tendusun woten yogo setunggal dherek mbah e ugi sanak family kolo kathah ten ngriko,sekedik -kedik ngeh kadang kangen kramot saben, meniko pangan mbahe yogo kulo. Ten duson niku nyekel duwek sekedik tapi sayok wargo ne. Tanggi-tanggi engkang kaddos kulo ten riki ngeh suaten kados kulo, kadhose remen ngeten niki, ngak ngoyo tapi sekedik-kedik ngasel!, nek kangen ngeh manthok. Kangge dhinten tuwo kulo tetep remen ten dusun asal. ( saya awalnya sakit kepala memikirkan kebutuhan sehari-hari, melihat pekerjaan hanya begitu saja, selain bertani semuanya repot di desa, pernah mencoba buka warung/berdagang tapi terus rugi, capek tenaga. Anak saya tiga, kebutuhan hidup semakin hari semakin bertambah. Mengandalkan bertani saja di desa, bisa tidak terwujud anak saya. Upah buruh tani/nyabut rumput delapan ribu/ serenga hari, itu diberi jajanan dan minum. Kalo kerja sehari upah bisa duabelas ribu sampai tiga belas ribu, makan sekali, itu pun belum tentu ada setiap harinya. Dah... anak dan istri saya gimana... itu. Akhirnya, saya menemukan jalan yaitu berdagang Bakso di desa lain, paling tidak bisa untuk mencukupi kebutuhansehari-harinya, sedikit-sedikit asal bisa menyekolahkan anak. Bersyukur kalau ada lebihnya, ya ditabung, besok hari tua bisa dinikmati. Saya tidak bisa menetap di desa lain untuk seterusnya/migrasi tetap, di desa masih ada satu anak saya ikut orang tua saya dan juga sanak famili saya banyak disana, sedikit-sedikit kadang juga kangen merawat sawah, itu sumber makan untuk nenek anak saya. Di desa asal itu megang uang sedikit tapi kompak masyarakatnya. Para tetangga yang sama sepeti saya disini ya sependapat dengan saya, sepertinya suka seperti ini, ngak terlalu kejar target tetapi sedikitsedikit dapat hasil!, kalau kangen (kampung halaman/keluarga) saya pulang. Untuk hari tua saya tetap suka di desa. Hasil perhitungan distribusi pendapatan menunjukkan bahwa besarnya koefisien Gini pendapatan sebelum migrasi sebesar 0,32 (lihat Lampiran 3) Kondisi tersebut menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan pendapatan dalam kategori ketimpangan relatif sedang. Sedangkan distribusi pendapatan migran setelah migrasi adalah sebesar 0,15 (lihat Lampiran 2). Hal ini menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan rumahtangga migran sirkuler setelah migrasi adalah rendah dan bisa dikatakan distribusi pendapatan migran sangat merata. Distribusi pendapatan migran yang sangat merata tersebut dapat dimengerti mengingat kegigihan dalam bekerja tanpa mengenal lelah mereka. Rumahtangga migran selalu memanfaatkan waktu luang untuk mendapatkan penghasilan, kreatifitas mereka untuk mendapatkan penghasilan tambahan sangat tinggi walaupun di daerah tujuan yang relatif dekat dengan desa asal. Hal lain yang mendudukung adalah daya beli masyarakat di daerah tujuan yang sangat tinggi 89

107 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 90 dengan fasilitas pembangunan yang semakin ramai, sementara pedagang kaki lima relatif belum begitu banyak. Bukan saja data primer yang mampu menjelaskan ke tidak seimbangan beban anggota keluarga dengan pendapatan di perdesaan, BPS 2004 mencatat bahwa rata-rata jumlah anggota keluarga di perdesaan yang berasal dari dua kecamatan Pucuk dan Sukodadi adalah 5 orang (BPS kabupaten Lamongan, 2004). Sementara, kebutuhan untuk hidup sehari-hari di perdesaan minimal Rp 7.500,- per hari, tiga kali makan dan minum. Kendatipun semangat kerja masyarakat perdesaan sangat tinggi, tetapi bila tidak diimbangi dengan upah yang layak dan yang sesuai dengan beban hidup keluarga, maka semangat untuk mempertahankan bekerja di sektor pertanian akan memudar dan penduduk perdesaan akan mencari alternatif pemecahan kebutuhan hidup. Dengan demikian disparitas upah sektor pertanian adalah merupakan faktor pendorong terjadinya migrasi sirkuler penduduk perdesaan ke daerah-daerah urban terdekat Tingkat Pendapatan Sesudah Menjadi Migran Sirkuler Pendapatan sesudah menjadi migran sirkuler dalam penelitian ini mengalami kenaikan rata-rata sebesar 18,4 persen. Dari Tabel 34 diketahui terjadi pergeseran yang sangat tajam. Pendapatan migran sirkuler sebelum memutuskan menjadi migran sirkuler berjumlah 119 orang berpenghasilan kurang dari 20 ribu rupiah (Rp ) bergeser hanya 1 orang yang berpendapatan Rp perhari. Pergeseran jumlah responden yang pendapatan tersebut menuju ke penghasilan antara 20 ribu sampai 30 ribu, sebesar 30 orang, menjadi berpenghasilan antara 31 ribu rupiah sampai dengan Rp ,- sebesar 97 orang responden serta bergeser ke penghasilan lebih dari Rp ,- sebesar 25 orang responden. Tabel 34 menunjukkan pergeseran pendapatan responden sebelum dan sesudah memutuskan menjadi migran sirkuler. 90

108 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 91 Sebelum (Rp.000) Tabel 34 Frekuensi responden berdasarkan distribusi pendapatan sesudah dan sebelum memutuskan migrasi sirkuler (Rp.000) < 20 Sesudah (Frekuensi) (Rp.000) (Rp.000) (Rp.000) > 50 Jumlah Sebelum < > Jumlah Sesudah Sumber: Survei Lapangan, 2005 Bagi rumahtangga migran sirkuler peningkatan pendapatan yang diperoleh akan berdampak pada jumlah remittances bagi rumahtangga di desa. Sehingga bagi rumahtangga migran di daerah tujuan akan memunculkan rasa kehati-hatian dalam penggunaannya. Pendapatan (uang/barang) yang dikirim oleh rumahtangga migran tidak keseluruhan habis untuk dikonsumsi. Pada umumnya anggota rumahtangga di desa asal menginvestasikan sebagian remittances yang dikirim migran selain untuk perbaikan rumah tinggal adalah untuk mewujudkan faktor produksi, baik berupa lahan pertanian, ternak, toko kelontong, maupun perkakas rumahtangga, semisal mesin jahit dan alat-alat pertanian yang dapat di sewakan. Hasil survei di daerah tujuan dari empat desa di Kabuapaten Lamongan menunjukkan bahwa rata-rata migran mengirim hasil kerjanya (remittances) tidak hanya dalam bentuk uang akan tetapi juga dalam bentuk lainnya yaitu; barangbarang elektronik rumahtangga, pakaian, ikan Laut dan makanan. Dalam kuesioner migran menjawab, antara tiga-enam bulan mereka mengirimkan uang hasil kerjanya ke-desa asal. Hasil survei lapangan menunjukkan terdapat 40 orang responden yang mengirim hasil pendapatannya ke desa sebesar Rp ,-. Sedangkan yang mengirim uang kedesa asal sebesar Rp ,- sebesar 29 orang dan sebesar Rp ,- sebanyak 27 orang responden. Responden yang mengirim uang kedesa asal sebesar ,- rupiah berjumlah 8 orang, sisanya responden mengirim Rp ,- sampai ,- rupiah. Dalam wawancara mendalam dapat diketahui bahwa besaran pendapatan yang kedesa asal tersebut adalah berkisar antara 75 persen ke atas dan sisa pendapatannya 91

109 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 92 (25 %) untuk dikonsumsi di daerah tujuan/pemondokan. Tabel 35 menunjukkan distribusi besaran remittances migran sirkuler kedesa asal dengan jumlah responden sebesar 159 rumahtangga. Tabel 35 Distribusi besaran remittances migran sirkuler kedesa asal Besar Pendapatan yang di Kirim Frekuensi Persentase (Rp) , , , , , , , , , , , , , Total Sumber: Survei Lapangan, 2005 Distribusi remittances migran tersebut pada umumnya dibawa/dikirim sendiri oleh migran ke desa asal, proses menggirim hasil bekerja keluar desa tersebut bagi para migran adalah merupakan usaha untuk tetap menjaga rasa kecintaannya terhadap keluarga dan desa asal. Walaupun rentang waktu saat berada di desa relatif singkat (satu minggu-an) Tingkat Kesejahteraan Migran Sirkuler Secara umum tingkat kesejahteraan di klasifikasikaan kedalam dua kelompok, yaitu tingkat kesejahteraan lahiriyah dan tingkat kesejahteraan bathiniyah. Perbedaan yang nyata dari dua kelompok kesejahteraan adalah pada tingkat kepuasan. Kesejahteraan lahiriyah relatif mudah diukur dari pada tingkat kesejahteraan bathiniyah. Dalam penelitian ini tingkat kesejahteraan rumahtangga dibatasi hanya pada kesejahteraan lahiriyah. Karena dalam mengukur tingkat kesejahteraan lahiriyah relatif mudah diamati. Namun demikian bukan berarti analisa tingkat kesejahteraan bathiniyah seratus persen tidak digunakan. Misalnya data hasil 92

110 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 93 wawan cara mengenai responden yang menyatakan bahwa dalam hal pengawasan pendidikan anak-anak di desa tidak bisa maksimal dilakukan sendiri. Seperti penuturan pedagang Bakso (NJ) umur 35 yang bersirkulasi di daerah kecamatan Brondong yang merasa sedidkit terganggu kesejahteraan bathiniyahnya adalah sebagai berikut: Yogo kulo kaleh ten dusun, kulo titipke mbah e. Kulo terkadang sekedik mesakke yogo kulo. Sinau lan tilem bhoten wonten tiang sepah e. padahal yogo kulu niku manja sanget kaleh kulo. Kadang-kadang nek kulo bangsol ten dusun stunggal minggu ten dusun ngoten niku, tros kulo pamet bangsol kerjo ten Brondong, yogo kulo nanges. Tapi ngeh ngertos kulo kerjo ngeteniki kangge kiambak e. ( anak saya dua ada di desa, saya titipkan neneknya. Saya kadang merasa kasihan sama anak saya. Belajar dan tidur tidak ada orang tuanya, pada hal sebenarnya anak saya itu sangat manja sama saya. Terkadang apabila saya pulang kedesa selama seminggu, trus saya balik lagi bekerja di Brondong anak saya menangis, tapi sebenarnya dia mengerti kalau apa yang saya lakukan untuk dia). Sebenarnya migran secara bathiniyah sedikit merasa terganggu dengan pola migrasi yang mereka pilih. Terutama migran yang mengajak istrinya di daerah tujuan. Kondisi tersebut sebenarnya di sadari oleh migran tetapi pada kenyataannya migran tidak memperdulikannya karena mereka lebih mengutamakan pemenuhan kesejahteraan lahiriyah. Tentang kesejahteraan lahiriyah, salah satu indikator dasar untuk melihat tingkat kesejahteraan lahiriyah masyarakat adalah dengan membandingkan besarnya porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk konsumsi pangan dengan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk keperluan non pangan. Masyarakat yang tingkat kesejahteraannya lahiriyah-nya relatif masih rendah akan cenderung membelanjakan sebagaian besar pendapatannya untuk keperluan konsumsi pangan. Sedangkan pada masyarakat yang sudah relatif tinggi tingkat kesejahteraanya cenderung membelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk konsumsi non-pangan. Perbandingan antara porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk konsumsi pangan dengan konsumsi non pangan lebih dikenal dengan Indeks Good Service Ratio. Sedangkan yang termasuk jenis konsumsi pangan antara lain terdiri dari: padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, kacang-kacangan, buahbuahan, sayur-sayuran, minyak dan lemak, bahan minuman, bumbu-bumbu, makan jadi, makanan dan minuman jadi, minuman beralkohol, tembakau dan sirih. Adapun jenis makanan non pangan terdiri dari: konsumsi untuk keperluan 93

111 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 94 fisik rumah, aneka barang dan jasa, biaya pendidikan, biaya kesehatan, pakaian, alas kaki dan tutup kepala, barang-barang keperluan pesta, pajak dan asuransi serta barang tahan lama. Hasil perhitungan besarnya Indeks Kesejahteraan Masyarakat responden yang ada di dua kecamatan tujuan (Paciran dan Brondong) yang berasal dari empat desa asal adalah sebesar 2,09. Ditinjau dari sudut pandang ekonomi angka Indeks tersebut relatif besar, hal itu menggambarkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat migran yang ada di daerah tujuan masih relatif rendah, karena sebagian besar pendapatan yang didapatkan dari hasil bekerja di daerah tujuan sebesar 64,28 persen dibelanjakan untuk keperluan konsumsi pangan dan sisanya sebesar 35,7 persen untuk konsumsi non pangan (lihat Lampiran 4). Walaupun dalam perhitungan GSR menunjukan tingkat kesejahteraan migran di daerah tujuan relatif rendah, karena di daerah tujuan umumnya migran menahan keinginannya untuk membelanjakan pendapatannya selain kebutuhan non makanan. Akan tetapi indikator kesejahteraan lahiriyah lainnya justru terpenuhi di daerah asal, seperti kepemilikan barang/perabot rumahtangga, kondisi bangunan rumah, kepemilikan TV dan VCD dan rata-rata makan telur sehari yang dialami rumahtangga migran di desa asal. Berikut Tabel 35 menunjukkan dengan jelas terjadinya peningkatan kesejahteraan lahiriyah di daerah asal sebelum dan sesudah memutuskan migrasi. No Tabel 36 Kesejahteraan lahiriyah rumahtangga migran di daerah asal sebelum dan sesudah memutuskan migrasi, responden 159 orang Indikator Sebelum Sesudah Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase 1. Berumah Tembok 47 29, ,5 2. Kepemilikan Barang ,9 Elektronik 3. Kepemilikan Mesin 15 9, Jahit/Perontok Padi 4. Kepemilikan Ternak 31 18, Frekuensi Makan Telur (lebih dari 30 kali/bulan) 32 20, ,7 Sumber: Survei Lapangan,

112 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 95 Dalam wawancara, menurut penuturan informan kunci bahwa sebagian besar masyarakat yang memutuskan menjadi migran sirkuler umumnya berhasil. Ketika ditanyakan lebih lanjut maksud dari kata berhasil, informan kunci menyatakan bahwa sebagian besar migran sirkuler mengalami perbaikan dalam hal kondisi fisik rumah dan kebutuhan sehari-hari dibanding sebelum menjadi migran sirkuler. Terjadi perbaikan kondisi fisik rumah dan terpenuhinya kebutuhan primer (sandang, pangan, papan) adalah indikator terjadinya keberhasilan dari segi ekonomi rumahtangga Dampak Terhadap Pembangunan Ekonomi Desa Asal Diskripsi dampak yang dijelaskan dalam penelitian ini adalah dampak yang timbul akibat gerak penduduk perdesaan yang memutuskan bersirkulasi di daerah tujuan. Konsentrasi dampak yang dijelaskan adalah pada penggunan remittances oleh rumahtangga migran di daerah asal migran Dampak Terhadap Penciptaan Faktor Produktif di Desa Asal Migrasi memang banyak menimbulkan dampak. Sifat dari dampak tersebut dapat positif maupun negatif. Bila ditinjau dari segi perwilyahan, migrasi bisa berdampak bagi daerah pengirim maupun bagi daerah yang dikirimi yaitu daerah tujuan migran. Bagi daerah pengirim atau daerah asal migran, dampak positif yang sering timbul adalah mengalirnya materi balik (remittances) yang dikirim oleh migran dari hasil bekerja di daerah tujuan. Dalam beberapa setudi remittances yang dikirim oleh migran sirkuler digunakan oleh keluarga migran didesa asalnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, pendidikan anak-anaknya dan sisanya untuk ditabung. Pembentukan faktor produksi didesa asal oleh sebagian keluarga migran merupakan bentuk tabungan yang diharapkan dapat diambil hasilnya dimasa yang akan datang, yaitu masa dimana dia sudah tidak menjadi migran. Definisi faktor produktif disini akan dibatasi dalam bentuk modal dan tanah. Modal yang dimaksud yaitu berupa uang, difungsikan sebagai penunjang bagi kehidupan rumahtangga di desa asal. Sebagaimana dalam definisi operasional faktor produktif adalah sesuatu baik berupa modal, tanah dan tenaga kerja yang dapat memberikan hasil atau kesejahteraan bagi rumahtangga di desa asal. Oleh 95

113 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 96 karena desa-desa tempat penelitian adalah merupakan desa yang berbasis pada sektor pertanian (padi dan sawah), sehingga pada umumnya faktor produksi yang sering menjadi prioritas untuk diadakan adalah yang dapat menunjang pendapatan di desa asal, seperti alat-alat pertanian: mesin pengering padi, bajak dan mesin penggiling padi. Pembentukan jenis faktor produktif tersebut lazim berlaku pada masyarakat perdesaan di kabupaten Lamongan. Terdapat investasi yang paling menonjol di dua desa tempat penelitian di kecamatan Pucuk ( desa Pucuk dan desa Kesambi) adalah dibidang pendidikan. Hampir 100 persen responden yang berasal dari dua desa ini mengatakan bahwa remitance digunakan untuk biaya pendidikan anak. Masyarakat di dua desa ini mempunyai perhatian yang relatif tinggi pada bidang pendidikan, bila dibanding desa-desa di kecamatan lain. Terutama di desa Pucuk data bulan Agustus, tahun 2005 menunjukkan bahwa sekitar 80 persen dari orang penduduk di desa ini sudah mengenyam pendidikan, angka tersebut sudah termasuk pendidikan pesantren sebesar 47 Orang. Di desa Kesambi, sekitar 15 rumahtangga dari 378 rumahtangga yang mempunyai anggota masih bersekolah, walaupun biaya pendidikan relatif sebagian besar mengandalkan remittances yang dikirim. Kecamatan Sukodadi, faktor produksi sebagai tabungan dari hasil migran (remittances) relatif lebih variatif di banding dua desa di kecamatan Pucuk. Dua desa di kecamatan Sukodadi lebih mengarahkan remittances nya pada penciptaan faktor produksi dibidang perdagangan seperti: Toko bahan makanan pokok, bibit pertaniaan sampai alat-alat elektronik. Data BPS kabupaten Lamongan mencatat bahwa pertumbuhan faktor produksi di dua kecamatan asal (Sukodadi dan Pucuk) khususnya industri non formal kerajinan rumahtangga pertumbuhannya terus meningkat, unit sektor usaha tersebut kebanyakan permodalannya dari remittances migran sirkuler. Kecamatan Sukodadi dan kecamatan Pucuk, jumlah unit usaha non formal/kerajinan rumahtangga pada tahun ke tahun mengalami pertambahan 25 persen, perkembangan terakhir tentang jumlah (faktor produksi) unit usaha industri non formal atau kerajinan rumahtangga yang tercatat tahun 2003 adalah sebesar unit, sedangkan di kecamatan pucuk sebesar 357 unit. Angka tersebut adalah 12,7 persen dari jumlah total sektor kerajinan rumahtangga non formal di kabupaten Lamongan pada tahun 2003 ( Unit). Tabel 39 menunjukkan banyaknya unit usaha 96

114 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 97 industri besar/sedang dan kategori perusahaan menurut sumber BPS daerah tahun Kategori industri non formal kerajinan rumahtangga meliputi: kerajinan tangan olahan hasil pertanian dan anyaman dengan bahan dasar limbah pertanian. Tabel 37 Banyaknya Unit Usaha nonformal/kerajinan tangan rumahtangga di kecamatan asal tahun 2003 dan 2004 Usaha Non-formal Kerajinan Rumahtangga Kecamatan Pucuk Sukodadi Total Sumber: BPS Kabupaten Lamongan, 2003 dan 2004 Perbedaan penciptaan faktor produksi sebagai investasi dari sebagian remittances yang dikirim oleh migran di desa-desa asal migran memang tergolong sangat ekstrim. Perbedaan tersebut tampak terkait dengan orientasi pribadi masyarakat yang sudah berkembang, penduduk perdesaan di kecamatan Pucuk lebih mengutamakan pada investasi sumberdaya manusia, sedangkan penduduk di desa-desa di kecamatan Sukodadi lebih berorientasi ke penciptaan lapangan kerja baru yang mandiri di desa sebagai aktifitas lanjutan pemenuhan kebutuhan keluarga dan penduduk lainnya. Orientasi tersebut juga secara tidak langsung dapat menciptakan lapangan kerja baru/tambahan di luar sektor pertanian. Lapangan kerja baru merupakan wujud investasi dari remittances yang berupa usaha non formal baik berupa kerajinan rumahtangga maupun usaha-usaha makanan olahan hasil pertanian terbukti mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak, sebesar orang. Bila dibandingkan usaha formal, usaha formal katagori sedang dan kecil hanya mampu menyerap tenaga kerja sebayak 22,6 persen (sedang 930 orang dan usaha formal kecil 294 orang, jumlah keseluruhan dari usaha formal orang) dari usaha non formal (BPS kabupaten Lamongan, 2003). 97

115 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 98 Tabel 38 Banyaknya tenaga kerja yang diserap oleh usaha non-formal dan formal tahun 2004 di dua kecamatan asal migran Kecamatan Usaha Nonformal/Kerajinan Rumatangga (Orang) Usaha Formal (Orang) Pucuk Sukodadi Total Sumber: BPS Kabupaten Lamongan, 2004 Akibat perbedaan orientasi pribadi anggota masyarakat di dua kecamatan tersebut mempengaruhi jumlah penciptaan faktor produksi. Desa-desa di kecamatan Pucuk lebih berorientasi pada investasi sumberdaya manusia, sedangkan desa-desa di kecamatan Sukodadi lebih menggandalkan investasi dibidang penciptaan lapangan kerja baru untuk mengembangkan remittances yang sudah didapat. Lebih lanjut, ramainya aktifitas perekonomian desa di dua kecamatan asal jelas menggambarkan keberhasilan sebagian besar keluarga migran mengelola sekaligus menginvestasikan remittances didesa. Walaupun terjadi perbedaan yang jelas secara kuantitatif antara masyarakat dikecamatan Pucuk dan Sukodadi. Perbedaan tersebut disebabkan adanya orientasi yang berbeda dikalangan masyarakat dua kecamatan asal tersebut Dampak Terhadap Keadaan Ekonomi dan Kemakmuran Desa Masuknya pendapatan yang berasal dari luar desa melalui remitances yang dikirim oleh migran sektor informal desa asal menambah jumlah uang yang beredar di desa. Bertambahnya uang yang beredar di masyarakat adalah salah satu keuntungan yang diperoleh masyarakat desa akibat migrasi sirkuler penduduk ke luar desa. Hasil survei lapangan menunjukkan bahwa pendapatan migran dari desa asal kecamatan Pucuk yang dikumpulkan dalam waktu sebulan oleh 100 migran sebesar Rp ,- dan pendapatan yang diperoleh migran dari desa asal kecamatan Sukodadi sebesar Rp ,- (lihat Tabel 41), jumlah total pendapatan tersebut setidaknya berdampak pada bertambahnya jumlah uang yang beredar dimasyarakat perdesaan dua kecamatan asal tersebut. 98

116 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 99 Tabel 39 Jumlah migran per kecamatan dan total pendapatan tahun 2005 Kecamatan Jumlah Migran (Orang) Total Pendapatan (Rp) Jumlah Faktor Produksi Nonformal (Unit) Pucuk ,- 357 Sukodadi , Total , Sumber: Survei Lapangan, 2005 Besar pendapatan migran berdasarkan jenis pekerjaan yang dijalani di daerah tujuan umumnya relatif bervariatif. Data pembanding Boxplot menunjukkan bahwa migran yang berjualan makanan siap saji keliling (Nasi Goreng, Bakso, Mie, Gorengan, Pecel Lele, Soto, Bubur dst) di daerah tujuan yaitu Kelurahan Blimbing umumnya memiliki pendapatan bersih lebih besar dari pada berjualan jenis yang lain, yaitu antara Rp ,- sampai Rp ,- per bulan. Sedangkan pendapatan terendah adalah migran yang bejualan sejenis minuman di daerah kelurahan Brondong ( berpenghasilan Rp Rp ,-), hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa disamping modal usaha yang dikeluarkan oleh migran sedikit, juga banyak persaingan antar sesama migran yang berjualan pada jenis pekerjaan pedagang/pejual minuman. Mengingat daerah lamongan beriklim panas dan daya beli masyarakat daerah tujuan terhadap minuman siap saji sangat tinggi maka kondisi tersebut mendorong banyaknya migran yang berjualan jenis minuman siap saji (Teh Botol, Es keliling, Es Kelapa, dst.). Berikut Gambar 9 menunjukkan Boxplot pendapatan migran berdasarkann pekerjaan yang dijalankan di empat daerah tujuan. 99

117 income Bab VI. Hasil dan Pembahasan 100 Boxplot Besar Pendapatan Migran Berdasarkan Pekerjaan di Daerah Tujuan t_tujuan Paciran Blimbing Brondong Sedayulawas ikan, bumbu dapur, sayur, etc pakaian, mainan, lampu, etc minuman es, tehbotol, minuman lain nasgor,mie pangsit, bakso, soto, pclele, krupuk,bubur,etc Migran Sirkuler Di Kabupaten Lamongan j_pkjaan Gambar 11 Boxplot pendapatan migran berdasarkan jenis pekerjaan di daerah tujuan Sedangkan bila dilihat dari gambar boxplot dapat diketahui bahwa ratarata migran mengirim hasil pendapatannya lebih dari 75 persen dari hasil pendapatannya di daerah tujuan. Hanya terdapat 1 orang responden yang mengirim pendapatannya terkecil adalah sebesar Rp ,-. Persentase terbesar adalah 40 responden yang mengirim pendapatannya sebesar Rp ,- jumlah uang yang dikirim ke desa asal tersebut adalah mencapai 60 persen dari jumlah total pendapatan yang di dapat dan sisanya untuk dikonsumsi didaerah tujuan. Kondisi yang paling menarik adalah responden yang mengirim remittances sebesar Rp , sejumlah 4 orang dengan pendapatan sebesar rata-rata Rp , artinya hanya sebesar Rp ,- uang yang dikonsumsi didaerah tujuan. Bila dilihat per jumlah individu jumlah pendapatan dengan besarnya remittances yang dikirim, berikut Gambar 10 menunjukkan besarnya materi balik berupa uang yang dikirim migran ke desa asal. 100

118 Bab VI. Hasil dan Pembahasan Kecamatan Asal Pucuk Sukodadi K I R I M A N Pendapatan Gambar 12 Kiriman dan pendapatan migran sirkuler di dua kecamatan, Kabupaten Lamongan Tahun 2005 Besar kiriman migran kedesa asal juga dipengaruhi oleh kondisi perekonomian di daerah tujuan. Karena daerah tujuan yang daya beli masyarakatnya tinggi akan menguntungkan bagi sektor perdagangan di daerah tersebut. Migran yang berjualan dengan pembeli yang banyak akan mendapatkan pendapaan yang tinggi. Dengan pendapatan yang tinggi uang yang dapat dikirim oleh migran kedesa asal juga akan besar. Sedangkan bila dilihat seberapa besar kiriman migran berdasarkan tempat bekerja di daerah tujuan adalah migran yang berasal dari kecamatan Sukodadi yang bekerja di daerah tujuan kelurahan Blimbing kecamatan Paciran, tedpat seorang responden berusia 38 tahun berpendapatan lebih dari Rp ,- perbulan. Tetapi apabila dilihat dari total keseluruhan pendapatan yang relatif merata adalah migran yang bekerja di daerah tujuan Brondong yang berasal dari kecamatan Sukodadi (mengirim pendapatannya sebesar Rp ,- sampai Rp ,- ke desa asal. Berikut Gambar 11 Boxplot kiriman migran berdasarkan daerah tujuan, yaitu migran yang bekerja di sektor informal 101

119 kiriman Bab VI. Hasil dan Pembahasan 102 (pedangan keliling dan kaki lima) di daerah tujuan Kecamatan Brondong dan Kecamatan Paciran. Boxplot KIRIMAN MIGRAN BERDASARKAN DAERAH TUJUAN as_kec 1=Pucuk 2= Sukodadi Paciran Blimbing Brondong Sedayulawas t_tujuan MIGRAN SIRKULER DI KABUPATEN LAMONGAN Gambar 13 Boxplot kiriman migran berdasarkan daerah tujuan Penelitian Abustam di desa Caba-Caba dan Tikala, Sulawesi Selatan (dalam Sutarno, 1987) menemukan bahwa remitances dalam bentuk uang yang dikirim para migran kedesa asalnya selain sangat diharapkan oleh keluarganya juga digunakan untuk membayar pajak dan untuk membantu pambangunan desa. Dalam pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner pada migran sektor informal tentang Jenis materi balik yang biasanya dibawa pulang ke desa asal, dari 159 responden yang sengaja dipilih terdapat 100 persen migran yang mengirimkan pendapatannya dalam bentuk uang, 25 persen migran mengirimkan remitancesnya disertai barang yang lain, seperti barang elektronik, ikan, makanan serta pakaian. Namun ada hal yang menarik dalam mengetahui berapa besar hasil pendapatan yang digunakan untuk membayar pajak dan atau iuran kas desa 102

120 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 103 semisal pembangunan jalan setapak dan pengurusan administrasi kependudukan. Untuk menjawab pertanyaan tersebut sebagian besar responden merasa kesulitan, kondisi tersebut juga diakui oleh Mantra (1994) dalam menemukan hubungan antara remittances dengan pembangunan ekonomi semisal retribusi untuk pembangunan desa asal sulit untuk dapat diukur dengan statistik, tetapi secara visual tampak dengan nyata. Sehubungan dengan kesulitan dalam mengukur penggunaan pendapatan hasil migrasi di desa asal, pertanyaan selama satu tahun terakhir, berapa pajak dan atau iuran yang sudah bapak/ibu/sdr bayar di kantor desa asal dengan menggunkan uang hasil migrasi sirkuler? terdapat 21,4 persen responden tidak menjawab dan 27 orang menggunakan sekitar Rp ,- untuk membayar Pajak dan iuran di desa asal. Tabel 40 menunjukkan gambaran secara langsung dampak yang dirasakan oleh desa asal dari menggalirnya remittances berupa uang ke desa asal migran. Tabel 40 Banyaknya rupiah untuk pajak dan atau iuran desa dari uang hasil migrasi sirkuler tahun 2005 No. Jumlah Rupiah Frekuensi Persentase 1. Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp /Tidak Menjawab 34 21,4 Rata-Rata Uang: N = Rp ,56 Sumber: Survei Lapangan, Juli

121 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 104 Walaupun jumlah rata-rata relatif sedikit (Rp ,56), setidaknya, namun besar migran merasakan bahwa pendapatan yang dibawa ke desa asal sangat berarti bagi sumbangan pembangunan baik fisik maupun non fisik di desa. Mereka juga menyimpulkan jika penduduk desa tidak bekerja keluar desa (migrasi sirkuler) maka selain tidak ada tambahan uang yang beredar di desa dan sumbangan/iuran/kelancaran membayar pajak, tidak akan ada sumbangan tambahan pendapatan dan tambahan pengetahuan atau ide-ide baru bagi rumahtangga serta desa asal mereka. Selanjutnya, jika peningkatan pendapatan dan mengalirnya remittances kedesa asal akibat keputusan migrasi sirkuler dapat dipandang sebagai peningkatan kemakmuran desa, maka secara langsung juga dapat disimpulkan bahwa migrasi sirkuler berdampak positif bagi peningkatan keadaan ekonomi dan kemakmuran desa. Walaupun sangat sulit untuk di kuantitatifkan, uang yang digunakan untuk membantu secara langsung ke desa asal, tetapi secara langsung dapat dikatakan sangat membantu bemasukan kas desa Dampak Terhadap Ketersediaan Tenaga Kerja Pertanian Sebagai suatu ekosistem, desa memiliki asset pendukung yang penting berupa sumberdaya alam (SDA) dan sumber daya alam (SDM). Dua sumber daya ini saling berinteraksi dan saling berinterdependensi. Penduduk perdesaan akan mampu bertahan hidup secara layak ketika masyarakatnya mampu melihat peluang yang bisa dikembangkan dari dua sumber daya tersebut. Peluang pekerjaan yang banyak terdapat diperdesaan adalah sektor pertanian (mencangkul, membajak, menanam, merambat, dst). Penelitian Hugo (1981) menemukan bahwa gerak penduduk keluar desa mempunyai pengaruh yang relatif kecil terhadap ketersediyaan tenaga kerja pertanian di desa, karena mereka bekerja keluar desa pada musim-musim senggang, yaitu selesai musim tanam yang tidak ada kesibukan pekerjaan pertanian (mencangkul, membajak, menanam, merambat, dst) di desa. Pada musim tersebut biasanya penduduk yang bekerja keluar desa akan kembali kedesa asal. Hasil wawancara responden menunjukkan bahwa sebagian besar 135 (85 %) responden mengatakan akan pulang ke desa asal pada musim-musim 104

122 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 105 tertentu, sisanya responden mengatakan tidak memastikan akan pulang karena tidak memiliki tanah pertanian yang cukup. Hasil wawancara dengan tokoh kunci desa asal menunjukkan bahwa pada saat mereka mempunyai garapan sawah dan membutuhkan tenaga kerja, pada umumnya mereka tidak mempunyai masalah. Selain penduduk yang bekerja di luar desa kembali kedesa asal, mereka juga banyak dibantu oleh masyarakat desa lain. Dampak masyarakat yang bekerja sebagai migran sirkuler terhadap ketersediaan tenaga kerja pertanian di desa asal tidak mempengaruhi banyak terutama pada masyarakat yang masih memiliki lahan pertanian yang relatif luas. Hal tersebut karena masyarakat yang bekerja keluar desa sebagian besar adalah pekerja musiman. Walaupun mereka pada umumnya mendapatkan pendapatan relatif lebih banyak dari pada bekerja disekor pertanian, sebagian besar mereka tidak terpengaruh Dampak Terhadap Sumber Daya Manusia dan Pengetahuan Baru Sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya pemegang peranan yang sangat penting. Dalam kaitan dengan kemajuan suatu desa, potensi sumber daya manusia merupakan penggerak utama dalam pertumbuhan (mecine of growth) untuk kesejahteraan suatu desa. Dalam upaya mengidentifikasi potensi sumberdaya manusia perdesaan, Guharja dkk (1992) mengkategorikan dalam dua ciri yaitu: ciri Personal dan ciri interpersonal. Ciri-ciri personal dalam sumber daya manusia meliputi; pengetahuan, perasaan, keterampilan tingkat intelegensitas, bakat, minat, status kesehatan dan kepekaan. Sedangkan ciri-ciri interpersonal terdiri atas sesuatu yang terkait dengan keterbukaan atau ketertutupan dalam membentuk kerjasama antar personal untuk pengembangan. Hasil survei lapangan menunjukkan bahwa 89 persen responden memiliki keahlian dan pengetahuan baru setelah memutuskan menjadi migran sirkuler. Pengetahuan baru tersebut diperoleh melaui interaksi atau komunikasi dengan masyarakat dan sesama migran di daerah tujuan. Dengan demikian migrasi sirkuler berdampak positif terhadap peningkatan sumber daya manusia dan bertambahnya pengetahuan baru ke desa asal. Walaupun mereka pergi ke daerah tujuan dengan niat tidak belajar secara formal. Informan kunci juga 105

123 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 106 menjelaskan bahwa migran ketika pulang sering membawa ide-ide baru dalam pemabangunan desa. Hal tersebut tentunya sangat menguntungkan bagi berlangsungnya pembangunan di perdesaan. Walaupun pada saat tertentu aparat desa juga sering mengalami kebingungan dalam mendiskusikan masalah pembangunan di desa, karena masyarakat banyak yang bekerja keluar desa dan pada saat tertentu kembali kedesa asal Peran Migran Sirkuler dalam Perekonomian Perdesaan dan Pembangunan Wilayah Migran sirkuler adalah suatu bentuk pilihan/strategi penduduk atau kelompok yang umumnya berasal dari daerah perdesaan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dan keluarganya. Fenomena migran sirkuler sebenarnya terkait erat dengan lapangan pekerjaan yang tersedia terutama disektor perdesaan (pertanian). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lapangan pekerjaan yang tersedia di perdesaan pada umumnya tidak mampu menopang kebutuhan hidup masyarakat perdesaan. Tidak dapat disangkal bahwa peran migran sirkuler dan pembangunan perekonomian perdesaan mempunyai hubungan yang sangat erat dalam peciptaan pembangunan wilayah yang lebih kondusif melalui pembentukan faktor produktif, pemecahan masalah kemiskinan relatif dan menumbuhkan jiwa kewirausahaan di sebagian masyarakat perdesaan. Melihat cakupan peran migran sirkuler memiliki cakrawala yang sangat luas, sehingga dalam hal ini pembahasan peran hanya dibatasi pada komponen penting ekonomi, yaitu: keterkaitan dalam pembangunan spasial dan ketenagakerjaan di perdesaan. Dari sudut pandang pembangunan, fenomena migran sirkuler jelas berperan terhadap pemecahan pengangguran dan ketenagakerjaan yang terjadi di daerah perdesaan yang menimbulkan adanya interaksi (interaction) dan keterkaitan dengan daerah lain, terutama daerah perkotaan terdekat. Inventarisasi dari keterkaitan migran sirkuler dalam pembangunan wilayah tercermin dalam Tabel 41 yang menunjukkan keterkaitan utama dalam pembangunan spasial, diacu dari sumber Rodinelli (1985) diolah dalam penelitian ini berdasarkan hasil survei lapangan. 106

124 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 107 Tabel 41 Keterkaitan utama migran sirkuler dalam pembangunan spasial Tipe Elemen-elemen Keterkaitan Fisik Jaringan jalan Jaringan transportasi Keterkaitan Ekonomi Pola-pola pasar yang terbentuk Arus bahan baku dan barang antara Arus modal, keterkaitan produksi-backward Pola konsumsi dan belanja Arus pendapatan Arus komoditi sektoral dan Interregional Cross Linkages Pergerakan Migrasi-temporer/sirkulasi dan permanen Penduduk Perjalanan kerja Pelayanan Umum Jaringan utilitas Jaringan pendidikan dan pelatihan Sistem diseminasi informasi dan hasil penelitian Sumber: Rodinelli 1985 diolah, 2006 Tabel 41 sekaligus menunjukkan bahwa ciri utama linkages dicerminkan oleh perpindahan orang dan migrasi, aliran barang, aliran jasa, aliran energi, financial transfer (dapat melalui trade, taxes dan state disbursements), transfer aset (property right dan state investment) dan informasi (Preston, 1975). Sedangkan Keterkaitan ekonomi memberi gambaran adanya hubungan ekonomi yang terjalin antara rumahtangga migran sirkuler di daerah tujuan ke rumahtangga di desa asal. Hubungan ekonomi yang kemudian diwujudkan dalam bentuk aliran regional dalam bentuk remittances (uang). Keterkaitan yang terwujud dalam bentuk uang dan spasial apabila dikelola secara baik akan menumbuhkan faktor produktif yang menunjang ekonomi secara harmoni. Gambar 14 menggambarkan aliran yang harmoni antara space yang dibangun oleh rumahtangga migran sirkuler di desa asal dan dearah tujuan dengan remittances yang dihasilkan jika dikelola secara baik. 107

125 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 108 Barang-barang dan ide-ide baru pembayaran Peluang ekonomi global komoditas perdesaan Interaksi ekonomi Lokal perdesaan Rumahtangga di Desa asal Tenaga kerja produktif Upah Rumahtangga di daerah tujuan Interaksi ekonomi moderen Penciptaan Faktor produktif dan tabungan Sektor Keuangan Lokal Keuangan Pemerintahan Daerah Gambar 14 Aliran harmoni antara spasial dan kegiatan ekonomi perdesaan yang dihasilan oleh migran sirkuler perdesaan Peran migrasi sirkuler yang di temukan dalam studi ini misalnya. Ditemukan sebesar 75 persen lebih pendapatan migran sirkuler untuk dikirim dan di investasikan di desa asal. Belum termasuk bentuk kiriman yang lainnya, jelas kondisi tersebut menunjukkan adanya keterkaitan dari segi ekonomi dan spasial masyarakat perdesaan contoh kasus perdesaan di Kabupaten Lamongan. Kondisi tersebut apabila di kelola dengan baik akan menhasilkan sebagaimana yang tercermin dalam Gambar 14. Fenomena migrasi sirkuler adalah bentuk respon yang rasional dari masyarakat karena adanya perbedaan ekspektasi meningkatkan kesejahteraan dirinya. Pembangunan bias perkotaan secara sistematis telah mengkondisikan mental para perencana sehingga tidak memungkinkan mereka memahami isu-isu dasar perdesaan akibat adanya: (1) insentif berkarir yang lebih baik di perkotaan, (2) rendahnya apresiasi atas peranan pertanian secara ekonomi, (3) kecenderungan berkunjung secara singkat ke perdesaan karena ketidaknyamanan, (4) menghindari kunjungan saat-saat situasi terburuk, dan (5) keengganan mempertanyakan masalah-masalah kemiskinan dan kesulitan pada elit-elit desa saat berdiplomasi, dan lain-lain. Akibatnya sebagian besar perencana pada umumnya tidak dapat memahami permasalahan perdesaan secara komprehensif dan mendalam, sehingga akhirnya cenderung memandang 108

126 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 109 strategi urbanisasi (migrasi sirkuler) sebagai strategi pembangunan wilayah yang utama. Wilayah yang memiliki perencanaan kawasan perdesaan yang sudah tertata (rural planning) dan berimbang dengan kawasan lainnya akan cenderung tidak mengalami kasus urbanisasi yang serius. Pertanyaan kunci berikutnya adalah bagaimana kebijakan yang seharusnya diberikan oleh penentu kebijakan dan para ahli pembangunan untuk mengatasi kesenjangan dan perbaikan pembangunan antar wilayah pedesaan dan perkotaan di Kabupaten Lamongan. Sementara para ahli pembangunan sudah sepakat bahwa hanya pertumbuhan kota-kota kecil di kawasan periphery (hinterland) atau di kawasan perdesaanlah yang dapat menandingi kecenderungan aglomerasi yang berlebihan ke kotakota. Dengan demikian jalan tengah dalam pemecahan permasalah urbanisasi (migrasi sirkuler) adalah bagaimana agar mampu mencegah ketiadaan atau tidak berkembangnya (stagnasi) kota-kota skala kecil dan sedang serta tidak berkembangnya unsur-unsur urbanism positif di perdesaan pada akhirnya menyebabkan penyebaran pertumbuhan (spread effect) dari kota-kota utama cenderung hanya terperangkap secara lokal (local capture), dan daerah perdesaan akan kosong (fenomena kue Donat). Douglass dalam Rustiadi (2006) mengilustrasikan hubungan keterkaitan perkotaan dan perdesaan yang berkualitas jika terjadi keseimbangan antara ekonomi Global, pemerintahan nasional dan masyarakat perdesaan sebagai objek pertama dalam keterkaitannya dengan perkotaan dan masalah ketenagakerjaan, Gambar 15 menunjukkan Siklus pembangunan wilayah dan keterkaitan desa-kota berkualitas (Virtous Cycle menurut Douglass,1998) 109

127 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 110 A. Ekonomi Internasional harga komoditas di pasar internasional yang stabil dan menguntungkan: lokalisasi dan Diversifikasi investasi asing B Pemerintahan Nasional Kondisi infrastruktur dan layanan dasar/pendukung yang cukup dan memadai; Dukungan organisasi dan sistem insentif dari pemerintah daerah C Masyarakat Perdesaan D Investasi Dasar/ Sektor Unggulan 1 Kesempatan kerja prime dan non primer 4 2 Peningkatan pendapatan Rumah Tangga Pemrosesan dan pengolahan 3 Permintaan input dan sarana produksi Pertumbuhan perdesaan 5 E Pertumbuhan pusapusat untuk belanja konsumen 7 Peningkatan jasa pelayanan kesehatan kesejahteraan dan rekreasi Kota 6 Pertumbuhan pasar input dan pelayanan produsen 8 Perluasan pasar ekspor regional Pertumbuhan perkotaan F Pemulihan sumberdaya dasar/lingkungan/ ekologi G Diversifikasi ekonomi/ peningkatan produktifitas H Perluasan basis peningkatan pendapatan dan kesejahteraan Gambar 15 Siklus pembangunan wilayah dan keterkaitan desa-kota berkualitas (Virtous Cycle menurut Douglass,1998) Perlu kebijakan nasional yang tepat untuk merumuskan masalah urbanisasi yang kemudian diikuti dengan pemahaman yang baik tentang struktur hubungan (keterkaitan dan sistem aliran sumberdaya) perdesaan ke perkotaan. Dengan demikian masalah migrasi internal yang membawa dampak negatif akan teratasi dan menimbulkan pertumbuhan yang seimbang antara perdesaan dan perkotaan. 110

128 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1. Faktor utama yang menyebabkan migrasi sirkuler penduduk pedesaan adalah faktor ekonomi antara lain: rendahnya upah yang mengarah ke rendahnya pendapatan rumahtangga sektor pertanian, tanggungan anggota keluarga, kecilnya kepemilikan lahan pertanian, mudahnya informasi tentang pekerjaan di daerah tujuan, berkembangnya sarana transpotasi dan orientasi pribadi memperoleh pengetahuan baru. 2. Karakteristik dan kondisi sosial ekonomi migran sirkuler di dua kecamatan daerah penelitian (Brondong dan Paciran) adalah migran sirkuler yang didominasi oleh laki-laki 76,7 persen, dengan struktur penduduk usia dewasa-muda/produktif (21 35 Tahun) sebesar 59 persen lebih dan tanggungan anggota rumahtangga rata-rata sebesar 3 4 orang sebesar 62,89 persen. Latar belakang responden 100 persen rumahtangga petani. 3. Distribusi pendapatan migran sirkuler sebelum bermigrasi menunjukkan ketimpangan yang relatif sedang (IG sebesar 0,33), sedangkan distribusi pendapatan setelah migrasi menjadi lebih baik dengan IG sebesar 0,15. Hal ini karena keuletan dan kerja keras migran di daerah tujuan. 4. Walaupun tingkat pendapatan selama menjadi migran sirkuler mengalami kenaikan, namun indikator kesejahteraan dipandang dari sisi ekonomi relatif rendah, yang ditunjukkan oleh besarnya koefesien IGSR sebesar 2,98. Sebagian besar pendapatan digunakan untuk konsumsi pangan. 5. Migran yang berjualan makanan siap saji (Nasi Goreng, Bakso, Soto, Mie Pangsit, Gorengan, Pecel Lele, Sate, dst) diketahui berpendapatan lebih tinggi (Rp ,- sampai Rp ,-) dari pada migran yang berjualan jenis yang lain.

129 Bab VII. Kes impulan dan Saran Daerah tujuan yang menghasilkan pendapatan tertinggi bagi migran sirkuler adalah daerah Kecamatan Paciran (kelurahan Blimbing) sebesar Rp ,- dan Rp ,-, sedangkan pendapatan rata-rata diperoleh migran di daerah tujuan keluarahan Brondong yaitu sebesar Rp ,- sampai Rp ,- per bulan di daerah tujuan. Pendapatan yang dikirim migran kedesa asal berkisar antara 75 persen sampai 85 persen dari pendapatan yang diperoleh di daerah tujuan. Mengalirnya remittances ke desa asal dalam bentuk uang dan dalam bentuk yang lainnya (32%) berupa: pakaian, makanan dan barang-barang kebutuhan rumahtangga. 7. Penggunaan remittances dalam bentuk uang selain digunakan untuk pembangunan fisik rumah juga digunakan untuk biaya pendidikan anak (banyak ditemukan di desa-desa kecamatan Pucuk) dan pembentukan faktor produktif semisal: toko kelontong, mesin jahit, bajak dan alat perontok padi. 8. Dampak terhadap ketersediaan tenaga kerja pertanian tidak berpengaruh kuat, karena pada umumnya migran yang bekerja keluar desa secara sepontan akan kembali ke desa asal pada saat musim tanam berlangsung. Walaupun untuk satu atau dua miggu kemudian bekerja kembali ke daerah tujuan. 9. Migrasi sirkuler berdampak pada peningkatan pengetahuan baru atau keahlian bagi mutu sumber daya manusia perdesaan di Kabupaten Lamongan. 10. Penggunaan remittances berpengaruh terhadap kelancaran pembayaran pajak atau iuran di desa asal Saran 1. Pemerintah daerah agar memberikan kontribusi sumber daya kepada daerah-daerah pengirim migran yang utama, hal itu bertujuan untuk mengembangkan perekonomian daerah dan kegiatan penciptaan lapangan kerja. Langkah penting lain adalah dengan memfokuskan

130 Bab VII. Kes impulan dan Saran 113 pembangunan perdesaan yang berbasis pada sektor pertanian dengan lebih memperluas cakupan ekonomi produktif petani yang bukan hanya terbatas pada usaha on-farm melainkan juga lebih mendorong pada usaha-usaha off-farm, (hulu dan hilir), sehingga dapat memberikan tambahan dan alternatif pendapatan bagi masyarakat perdesaan. Dengan demikian, migrasi keluar dapat lebih terkendali. 2. Perlu regulasi kebijakan sektor pembangunan, misalnya dengan penciptaan faktor produktif padat modal, melalui pemberian pendanaan dan fasilitasi perbankan sektor pertanian. Kebijakan tersebut tentunya dengan tidak memandang struktur penguasaan tanah bagi masyarakat perdesaan. Selain itu, pemerintah daerah juga perlu menguatkan Capacity building/pendidikan dan pelatihan tentang pemanfaatan sumberdaya perdesaan kepada masyarakat desa, sehingga dapat menumbuhkan pengetahuan (skill) baru yang akan memberikan tambahan pendapatan/peningkatan kesejahteraan masyarakat di desa asal. 3. Daerah tujuan perlu kerjasama aktif baik antar pemerintah daerah asal maupun dengan lembaga sosial dalam hal pemahaman/pengetahuan akan pentingnya kesehatan dan kebesihan lingkungan di daerah tujuan. Kondisi tersebut dapat menekan pada optimalisasi tingkat produktivitas migran di daerah tujuan, mengurangi jumlah kiriman ke daerah tujuan dan meluasnya pemukiman kumuh (slum area) di daerah tujuan, serta perlu penguatan elemen sosial bagi daerah tujuan, agar arus imigrasi dapat terseleksi dan tidak mengganggu struktur pembangunan daerah tujuan yang mengarah pada pengangguran perkotaan atau pengangguran terselubung, misalnya dengan memperkuat kelembagaan daerah tujuan. 4. Bagi dunia ilmiah, diyakini hasil penelitian ini telah menambah bukti-bukti tentang pentingnya migrasi sirkuler di Indonesia sebagaimana terjadi di Kabupaten Lamongan. Namun, berbagai aspek migrasi sirkuler serta dampaknya perlu upaya-upaya pemahaman lebih lanjut, diantaranya perlu penelitian lanjutan tentang dampak curahan kerja migran sirkuler di daerah tujuan.

131 118 No Lampiran 1: Karakteristik Responden Sektor Informal di Kecamatan Brondong dan Kecamatan Paciran Tahun 2005 Jk Umur (Thun) Pen didik an Jenis Usaha Status L_Usa ha Pendpt/bln /SbMigrasi (RP) Pendpt/bln /StMigrasi (RP) T_Pond okan D_ Asal Tg_ ArtDAsal (Orang) PecelLele+ Kawin B Jamu+ Kawin B Ikan Kawin B Baso Kawin B Dagang Kawin B AyamGorng Kawin B Tahu Kawin B Dagang Kawin B Soto+ Kawin B Ikan Kawin B Soto kawin B Es Kawin B Bubor+ Kawin B The&Kopi Kawin B Sate Kawin B Cireng Kawin B Ikan Kawin B Ikan+ Kawin B AyamGorg+ Kawin B Kain Kawin B Lampu Kawin B Bakso kawin B Bakso+ Kawin B Ikan Kawin B Nasgor+ Kawin B Bubur+ Kawin B Krupuk Kawin B Es Kawin B Nasi Kawin B Es Kawin B Nasibungkus+ Kawin B MieAyam Kawin B Baso kawin B Jajanan+ Kawin B AyamGoreng2 Kawin B AyamGoreng Kawin B Pecel lele Kawin B Bakso Kawin B AyamGoreng Kawin B Bakso Kawin B TehBotol Kawin B AyamGoreng+ Kawin B Bakso+ Kawin B EsKliling+ kawin B Bakso Kawin B Jarak Kec. Asal

132 AyamGoreng+ Kawin B AyamGoreng Kawin B Bakso Kawin B Bakso Kawin B AyamGoreng Kawin B AyamGoreng Kawin B Tehbotol Kawin B AyamGoreng Kawin B AyamGoreng Kawin B Bakso kawin B AyamGoreng+ Kawin B PecelLele Kawin B AyamGoreng+ Kawin B Bakso Kawin B AyamGoreng Kawin B TehBotl Kawin B AyamGoreng+ Kawin B GorengTahu Kawin B Dagang+ Kawin A Es-Bakso Kawin A Mie kawin A Sayurdpr Kawin A Bakso Kawin A Nasgor Kawin A MieBumbu Kawin A Ikan Klilling Kawin A Krupuk Kawin A Nasgor Kawin A Soto Kawin A Sate Kawin A Nasgor Kawin A Alatrmh kawin A RujkKliling Kawin A Bakso Kawin A Bakso Kawin A MiePangsit Kawin A Nasbung Kawin A Soto Kawin A Sate Kawin A Mainan Kawin A Mainan Kawin A Putu Kawin A Bakwan kawin A Bakso Kawin A Bakso Kawin A Mie Kawin A Molem Kawin A Bakso Kawin A Mie Kawin A Tahu Tek Kawin A

133 Nasgor Kawin A Nasikuning Kawin A Jajanan Kawin A Bakso kawin A Bakso Kawin A Bakso Kawin A Bakso Kawin A Bakso Kawin A Mie Kawin A Mie Kawin A Bakso Kawin A EsGrim Kawin A TheBotol Kawin A Soto Kawin A Soto kawin A Bakso Kawin A Bakso Kawin A Nasgor Kawin A Nasgor Kawin A Sate Kawin A Bakso Kawin A Bakso Kawin A Bakso Kawin B Bakso Kawin B Bakso Kawin B Mie kawin B Esgrim Kawin B Nasgor Kawin B Sate Kawin B Nasgor Kawin B Bakso Kawin B Bakso Kawin B Bakso Kawin B Sateayam Kawin B MrtbakDaging Kawin B Bakso Kawin B Sate kawin B Pecel Kawin B Es-The Kawin B Bakso Kawin B Nasgor Kawin B Nasgor Kawin B Sate+EsDgan Kawin B Jajanan Kawin B Bakso Kawin B Nasgor Kawin B Bakso Kawin B Mieayam kawin B AyanGor Kawin B Bakso Kawin B

134 PecelLele Kawin B Mieayam Kawin B Bakso Kawin B Bakso Kawin B Bakso Kawin B Molem Kawin B Pangsit+TBotl Kawin B Putu-Martabak Kawin B Bakso kawin B Pakaian Kawin B Jajanan Kawin B Jajanan Kawin B Nasgo+ES Kawin B Bakso Kawin B Keterangan Kode: 1. JK (Jenis Kelamin; 1 = Laki-laki, 2 = Perempuan). 2. Pendidikan ( 1=Tidak Tamat SD, 2=SD/Setara, 3=SLTP, 4=SLTA&Diploma I/II, 5=S1/DIV/Lebih). 3. Jenis Usaha Bertanda +, dilakukan 24 jam, Suami-Istri ikut berdagang. 4. L_Usaha (Lama Usaha; 1=kurang dari 1 bulan, 2=antara 1-6 bulan, 3=Setahun Lebih, 4=Lebih dari 2 tahun). 5. T_Pondokan (Tempat Pemondokan; 1A= Kecamatan Brondong, 1B=Kecamatan Paciran). 6. D_asa (Desa Asal: 1= desa siwalanrejo, 2= desa sumberagung, 3= Desa Pucuk, 4= Desa Kesambi, 5= Desa Waru Kulon). 7. Tg_ ArtDAsal(Tanggungan Anggota Rumahtangga di Desa Asal). 8. Jarak(Jarang dari Daerah Asal ke Pemondokan; 1 < dari 10 Km, 2= Km, 3= > dari 16 Km ). 9. Kec.Asal(Kecamatan Asal; 1=Pucuk, 2 = Sukodadi).

135 122 Lampiran 2 : Presentase Kumulatif Pendapatan Migran Sektor Informal Sesudah Migrasi Tahun 2005 No. Pendapatan Sesudah Migrasi (Rp) f Kumul Kumulatif atif Pendapatan Freku (Rp) ensi %Kumulatif Pendapatan Peluang F j+f (j-1) Pj { F j +F (j-1)} (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (7*8) E E IG = 1-0,8497= 0,

136 123 Lampiran 3: Presentase Kumulatif Pendapatan Migran Sektor Informal Sebelum Migrasi Tahun 2005 No. Pendapatan Sebelum Migrasi (Rp) f Kumulatif Kum.Penda % Frekuensi patan Kum.Pendapa tan Peluang Øj+Ø(j-1) Pj(Øj+Ø(j-1)) a b c d e f g h g*h E IG = 1-0,6723 = 0,

137 124 Lampiran 4 : Perhitungan Good Service Ratio 159 Responden Migran Sirkuler yang ada di Dua Kecamatan Tujuan (Paciran, Brondong) Kabupaten Lamongan NO. Pengeluaran Pangan/Bln (Rp) Pengeluaran Non Pangan/Bln (Rp) Jumlah Pengeluaran Pangan&Nonpa ngan/bulan(rp) Belanja Konsumsi Pangan/bln (%) Belanja Konsumsi Nonpangan/ Bulan(%) GSR

138 125 Lampiran 4 Lanjutan

139 126 Lampiran 4 Lanjutan , , , , , ,

140 127 Lampiran 4 Lanjutan Jumlah: Rata-rata GSR: 2.098

141 128 Lampiran 5: Rekapitulasi Jumlah Penduduk Tahun dan Pendapatan Asli Desa Tahun di Kecamatan Sukodadi No Nama Desa DiKecamatan Jumlah Penduduk Jumlah Pendapatan Asli Desa Sukodadi Sukodadi Sukolilo Surabayan Pajangan Sidodembul Madulegi Menongo Kebonsari Balungtawun Bandungsari Plumpang Tlogorejo Sugihrejo kadungrembug Sumberaji Baturono Siwalanrejo Banjarejo Gedangan Sumberagung TOTAL Sumber: Data Primer Desa-desa Kecamatan Sukodadi, 2005

142 129 Lampiran 6: Rekapitulasi Jumlah Penduduk Tahun dan Pendapatan Asli Desa Tahun Di Kecamatan Pucuk No Jumlah Penduduk Jumlah Pendapatan Asli Desa Nama Desa Di Kecamatan Pucuk Pucuk Kesambi Warukulon Waruwetan Plososetro Cungkup Bugoharjo Ngambeng Padanganploso Babatkumpul Paji Tanggungan Karangtinggil Sumberjo Kedali Wanar Gempolpading TOTAL Sumber: Data Primer Desa-desa Kecamatan Pucuk, 2005

143 130 Case Processing Summary KIRIMAN Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent INCOME % 0.0% % % 0.0% % % 0.0% % % 0.0% % % 0.0% % % 0.0% % % 0.0% % % 0.0% % % 0.0% % % 0.0% % % 0.0% % % 0.0% % % 0.0% % Case Processing Summary Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent INCOME % 0.0% % KIRIMAN % 0.0% %

144 131 Lampiran 9 Daftar Quesioner Lampiran 8: Daftar Quesioner QUESIONER ANALISIS DAMPAK MIGRASI SIRKULER TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI PERDESAAN TESIS: MAHFUDHOH/A SPs- IPB PWD JUNI 2005 BLOK I. IDENTITAS RESPONDEN Nama Responden: 8. Faktor pendorong lainnya (Jika ada) sebutkan: BLOK III. FAKTOR PENARIK Jenis Kelamin : 1. Lk 2. Perempuan Umur : Tahun. 9. Lama pekerjaan yang sedang dijalani sekarang: Pendidikan tertinggi yang anda tamatkan: 1. Kurang dari 1 bulan 1. Tidak tamat SD 4. SLTA dan Diploma I/II 2. Antara 1 6 bulan 2. SD/Setara 5. Akademi/D III 3. Setahun lebih 3. SLTP/Setara 6. DIV,S1/Lebih 4. Lainnya: Alamat Desa Asal:. 10. Pendapatan yang diperoleh per hari RT: RW: 1. < Rp ,- Alamat Tempat Mondok/Bekerja: 2. Rp ,- s/d Rp ,- 3. Rp ,- s/d Rp ,- RT: RW:. 4. > Rp ,- BLOK II. FAKTOR PENDORONG 5. Lainnya: Rp. 1. Banyaknya tanggungan Anggota rumahtangga(art) di desa 11. Asal informasi pekerjaan yang dijalani sekarang: asal: 1. Istri/Suami 1. Keluarga yang sudah lebih dulu bermigrasi 2. Anak 2. Tetangga/Orang lain yang tidak ada hubungan darah 3. Orang Tua 3. Mencari sendiri 4. Lainnya 12. Adakah anggota keluarga yang bekerja pada sektor/pekerjaaan yang sama: 2. Banyaknya tanggungan Art di pemondokan/daerah tujuan: 1. Ada, Siapa (Masih ada hub dg kelwg) : 1. Istri/Suami 2. Tidak. 2. Anak 3. Orang Tua 4. Lainnya 13. Apakah selamanya berkeinginan untuk bekerja dengan cara seperti ini pada sektor yang sama: 3. Jenis pekerjan sebelumnya di desa asal: 1. Tidak, Mengapa : 1. Petani (Sawah, ladang, tambak) pemilik 2. Petani (Sawah, Ladang, tambak) buruh 3. Wiraswasta (pemilik, buruh) 4. Lainnya: Pendapatan per hari di desa asal: < Rp ,- 2. Rp ,- s/d Rp ,- 3. Rp ,- s/d Rp ,- 4. > Rp ,- 5. Lainnya: Rp Ya, Sampai kapan:.. Mengapa Faktor penarik lain (jika ada) sebutkan: Kepemilikan lahan pertanian BLOK IV. FAKTOR PENGHAMBAT & PELANCAR 1. < 250 M2 2. > 500 M2 15. Jarak dari daerah asal ke pemondokan sekarang: 3. 1 Ha 1. < dari 10 km 4. Lainnya : Km 6. Fasilitas lembaga keuangan dan perdagangan di desa asal: 3. Lebih dari16 Km 4. Lainnya :

ANALISIS DAMPAK MIGRASI SIRKULER TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI PERDESAAN

ANALISIS DAMPAK MIGRASI SIRKULER TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI PERDESAAN ANALISIS DAMPAK MIGRASI SIRKULER TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI PERDESAAN ( Studi Kasus Pada Rumahtangga Sektor Informal Perdagangan di Dua Kecamatan di Kabupaten Lamongan Jawa Timur ) MAHFUDHOH SEKOLAH

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelurahan Blimbing, desa Paciran, kelurahan Brondong dan desa Sedayulawas. Empat desa penilitian tersebut berada di

Lebih terperinci

KEADAAN SAMPAI DENGAN BULAN 02 NOPEMBER 2012. Januari - April Mei - Agustus September - Desember Januari - Desember Produksi (ton)

KEADAAN SAMPAI DENGAN BULAN 02 NOPEMBER 2012. Januari - April Mei - Agustus September - Desember Januari - Desember Produksi (ton) Komoditi : Padi REALISASI PANEN, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TAHUN 2012 KABUPATEN LAMONGAN 1 Sukorame 1.896 6,03 11.431 1.342 6,03 8.091 - - - 3.238 6,03 19.522 2 Bluluk 2.975 6,61 19.671 1.842 6,61 12.179

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemakmuran antar daerah. Namun kenyataan yang ada adalah masih besarnya distribusi

BAB 1 PENDAHULUAN. kemakmuran antar daerah. Namun kenyataan yang ada adalah masih besarnya distribusi BAB 1 PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Tujuan pembangunan daerah yaitu mencari kenaikan pendapatan perkapita yang relatif cepat, ketersediaan kesempatan kerja yang luas, distribusi pendapatan yang merata,

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH ASAL DAN DAERAH TUJUAN MIGRAN SEKTOR INFORMAL

V. DESKRIPSI DAERAH ASAL DAN DAERAH TUJUAN MIGRAN SEKTOR INFORMAL V. DESKRIPSI DAERAH ASAL DAN DAERAH TUJUAN MIGRAN SEKTOR INFORMAL Bab ini dibahas tentang kondisi umum daerah penelitian, meliputi daerah asal (perdesaan) dan daerah tujuan. Aspek-aspek yang dibahas adalah:

Lebih terperinci

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK Ketidakmerataan pembangunan yang ada di Indonesia merupakan masalah pembangunan regional dan perlu mendapat perhatian lebih. Dalam

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR ANALISIS PERAN GENDER DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN LAUT (STUDI KASUS DI KECAMATAN PANAI HILIR KABUPATEN LABUHANBATU PROPINSI SUMATERA UTARA) MAILINA HARAHAP SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI SEKTOR INFORMAL DI KOTA TANGERANG :STRATEGI BERTAHAN HIDUP DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN MIGRAN

ANALISIS EKONOMI SEKTOR INFORMAL DI KOTA TANGERANG :STRATEGI BERTAHAN HIDUP DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN MIGRAN ANALISIS EKONOMI SEKTOR INFORMAL DI KOTA TANGERANG :STRATEGI BERTAHAN HIDUP DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN MIGRAN NURJANNAH YUSUF SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Migrasi dan Migrasi Sirkuler

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Migrasi dan Migrasi Sirkuler II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Migrasi dan Migrasi Sirkuler Terdapat tiga komponen yang dapat mengubah kuantitas penduduk, yaitu fertilitas, mortalitas dan migrasi. Dari ketiga komponen tersebut,

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara selektif mempengaruhi setiap individu dengan ciri-ciri ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. secara selektif mempengaruhi setiap individu dengan ciri-ciri ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya dinamika kelahiran, kematian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Migrasi 1. Pengertian Migrasi Migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu wilayah ke wilayah tujuan dengan maksud menetap. Sedangkan migrasi sirkuler ialah gerak penduduk

Lebih terperinci

PREDIKSI PERKEMBANGAN LAHAN PERTANIAN BERDASARKAN KECENDERUNGAN ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI KABUPATEN LAMONGAN

PREDIKSI PERKEMBANGAN LAHAN PERTANIAN BERDASARKAN KECENDERUNGAN ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI KABUPATEN LAMONGAN PREVIEW III TUGAS AKHIR PREDIKSI PERKEMBANGAN LAHAN PERTANIAN BERDASARKAN KECENDERUNGAN ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI KABUPATEN LAMONGAN Dosen Pembimbing Putu Gde Ariastita, ST., MT. Merisa Kurniasari 3610100038

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai. dari tahun ke tahun, hal tersebut menimbulkan berbagai masalah bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai. dari tahun ke tahun, hal tersebut menimbulkan berbagai masalah bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai masalah, seperti pengangguran, kemiskinan, tingkat pendapatan yang rendah dan lain sebagainya. Dimana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi penduduk atau population geography merupakan cabang ilmu geografi.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi penduduk atau population geography merupakan cabang ilmu geografi. 10 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Geografi Penduduk Geografi penduduk atau population geography merupakan cabang ilmu geografi. Menurut Bintarto (1977: 10) geografi dapat

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PEMBAHASAN

BAB II TEORI DAN PEMBAHASAN BAB II TEORI DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu sangat penting guna untuk merancang penelitian yang akan dilakukan peneliti. Beberapa penelitian terdahulu yang mendasari penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja (juta) (2009 est) 3 Angka pengangguran (%) Produk Domestik Bruto 1,918 7,033 35,163 42,421

BAB I PENDAHULUAN. kerja (juta) (2009 est) 3 Angka pengangguran (%) Produk Domestik Bruto 1,918 7,033 35,163 42,421 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Salah satu dampak dari adanya krisis ekonomi adalah melonjaknya angka pengangguran. Belum pulihnya perekonomian dan timpangnya perkembangan suatu wilayah

Lebih terperinci

Penentuan Tipologi Kesenjangan Wilayah di Kabupaten Lamongan Berdasarkan Aspek Ekonomi dan Sosial

Penentuan Tipologi Kesenjangan Wilayah di Kabupaten Lamongan Berdasarkan Aspek Ekonomi dan Sosial JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No.2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-125 Penentuan Tipologi Kesenjangan Wilayah di Kabupaten Lamongan Berdasarkan Aspek Ekonomi dan Sosial Yeni Ratnasari, Eko Budi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Teori teori yang akan diuraikan berkaitan dengan variabel variabel yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Teori teori yang akan diuraikan berkaitan dengan variabel variabel yang BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori Teori teori yang akan diuraikan berkaitan dengan variabel variabel yang dibahas dalam penelitian antara lain mencakup (1) pengertian migrasi;

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 6 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1.Konsep dan Teori Mobilitas Penduduk Istilah umum bagi gerak penduduk dalam demografi adalah population mobility atau secara lebih khusus territorial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mobilitas penduduk tentunya mempunyai kaitan yang sangat erat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Mobilitas penduduk tentunya mempunyai kaitan yang sangat erat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobilitas penduduk tentunya mempunyai kaitan yang sangat erat dengan pembangunan sebab mobilitas penduduk merupakan bagian integral dari proses pembangunan secara keseluruhan.

Lebih terperinci

PENGARUH PERGERAKAN PENDUDUK TERHADAP KETERKAITAN DESA-KOTA DI KECAMATAN KARANGAWEN DAN KECAMATAN GROBOGAN TUGAS AKHIR

PENGARUH PERGERAKAN PENDUDUK TERHADAP KETERKAITAN DESA-KOTA DI KECAMATAN KARANGAWEN DAN KECAMATAN GROBOGAN TUGAS AKHIR PENGARUH PERGERAKAN PENDUDUK TERHADAP KETERKAITAN DESA-KOTA DI KECAMATAN KARANGAWEN DAN KECAMATAN GROBOGAN TUGAS AKHIR Oleh : KURNIAWAN DJ L2D 004 330 NOVAR ANANG PANDRIA L2D 004 340 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TAHUN 2016 KABUPATEN LAMONGAN

PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TAHUN 2016 KABUPATEN LAMONGAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TAHUN 2016 KABUPATEN LAMONGAN Komoditi : Padi Januari - April Mei - Agustus September - Desember Januari - Desember No Panen Rerata 1 Sukorame 1.928 67,30 12.975 1.512 63,14

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Oleh : Nanda Gayuk Candy DosenPembimbing : Bapak Adjie Pamungkas, ST. M. Dev. Plg. Phd.

Oleh : Nanda Gayuk Candy DosenPembimbing : Bapak Adjie Pamungkas, ST. M. Dev. Plg. Phd. PENENTUAN ALTERNATIF LOKASI INDUSTRI PENGOLAHAN SORGUM DI KABUPATEN LAMONGAN Oleh : Nanda Gayuk Candy 3609 100 011 DosenPembimbing : Bapak Adjie Pamungkas, ST. M. Dev. Plg. Phd. Prodi Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan kependudukan mendasar yang terjadi di Indonesia selain pertumbuhan penduduk yang masih tinggi adalah persebaran penduduk yang tidak merata. Hasil sensus

Lebih terperinci

Penentuan Alternatif Lokasi Pengembangan Kawasan Agroindustri Berbasis Komoditas Pertanian Unggulan di Kabupaten Lamongan

Penentuan Alternatif Lokasi Pengembangan Kawasan Agroindustri Berbasis Komoditas Pertanian Unggulan di Kabupaten Lamongan JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: 2301-9271 C-33 Penentuan Alternatif Lokasi Pengembangan Kawasan Agroindustri Berbasis Komoditas Pertanian Unggulan di Kabupaten Ajeng Nugrahaning Dewanti dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas penduduk, terutama mobilitas dari pedesaan ke perkotaan. Banyak hal yang

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas penduduk, terutama mobilitas dari pedesaan ke perkotaan. Banyak hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Indonesia berpengaruh terhadap perubahan sosial demografi. Salah satu perubahan itu tercermin dari meningkatnya mobilitas penduduk,

Lebih terperinci

Universitas Gadjah Mada

Universitas Gadjah Mada 7. MOBILITAS PENDUDUK 7.1. Definisi dan Konsep Mobilitas Perilaku mobilitas penduduk berbeda dengan perilaku kelahiran dan kematian. Mobilitas penduduk tidak ada sifat keajegan seperti angka kelahiran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Migrasi merupakan perpindahan orang dari daerah asal ke daerah tujuan. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan dengan kedua daerah

Lebih terperinci

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

KETIMPANGAN PEMBANGUNAN DAN SEKTOR UNGGULAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN LAMONGAN SKRIPSI

KETIMPANGAN PEMBANGUNAN DAN SEKTOR UNGGULAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN LAMONGAN SKRIPSI vi KETIMPANGAN PEMBANGUNAN DAN SEKTOR UNGGULAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN LAMONGAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajad Sarjana Ekonomi Oleh : EKA PRIYANTO 201110180311076 JURUSAN

Lebih terperinci

STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA DESA SEKITAR HUTAN

STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA DESA SEKITAR HUTAN STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA DESA SEKITAR HUTAN Studi Kasus Desa Peserta PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) di Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat AGUSTINA MULTI PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo. Herwin Mopangga SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo. Herwin Mopangga SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 i Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo Herwin Mopangga SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN ORISINALITAS... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Lamongan Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Lamongan Tahun 2013 sebanyak rumah tangga Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Lamongan Tahun 2013 sebanyak 189.223 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Kabupaten Lamongan Tahun 2013 sebanyak 17 Perusahaan Jumlah

Lebih terperinci

BAB IV PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB IV PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Paparan Data 4.1.1 Latar Belakang Instansi/Perusahaan Kabupaten Lamongan adalah salah satu wilayah yang mempunyai peranan cukup penting dalam pembangunan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Wonokromo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) Nurul Hidayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antar masing-masing daerah, antar golongan pendapatan dan di seluruh aspek. kehidupan sehingga membuat stuktur ekonomi tidak kokoh.

BAB I PENDAHULUAN. antar masing-masing daerah, antar golongan pendapatan dan di seluruh aspek. kehidupan sehingga membuat stuktur ekonomi tidak kokoh. 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan meliputi kenaikan pendapatan perkapita yang relatif cepat, ketersediaan kesempatan kerja yang luas, distribusi pendapatan yang merata serta kemakmuran

Lebih terperinci

KEPUTUSAN JENIS MIGRASI DAN PRODUKTIVITAS PEKERJA INDUSTRI KECIL SEPATU DI PERKAMPUNGAN INDUSTRI KECIL PULO GADUNG JAKARTA TIMUR.

KEPUTUSAN JENIS MIGRASI DAN PRODUKTIVITAS PEKERJA INDUSTRI KECIL SEPATU DI PERKAMPUNGAN INDUSTRI KECIL PULO GADUNG JAKARTA TIMUR. KEPUTUSAN JENIS MIGRASI DAN PRODUKTIVITAS PEKERJA INDUSTRI KECIL SEPATU DI PERKAMPUNGAN INDUSTRI KECIL PULO GADUNG JAKARTA TIMUR Oleh: NUR AZMI AFIANTI A14301087 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 YANG SELALU DI HATI Yang mulia:

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOBILITAS ULANG ALIK PENDUDUK KECAMATAN TAMBAN MENUJU KOTA BANJARMASIN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOBILITAS ULANG ALIK PENDUDUK KECAMATAN TAMBAN MENUJU KOTA BANJARMASIN JPG (Jurnal Pendidikan Geografi) Volume 2, No 1, Januari 2015 Halaman 1-12 e-issn : 2356-5225 http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/jpg FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOBILITAS ULANG ALIK PENDUDUK KECAMATAN

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dianggap dapat memberikan harapan. Faktor-faktor yang mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. dianggap dapat memberikan harapan. Faktor-faktor yang mempengaruhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya dinamika kelahiran, kematian dan perpindahan

Lebih terperinci

PENGARUH MIGRASI SIRKULER TERHADAP KONDISI SOSIAL RUMAH TANGGA PETANI MUHAMMAD INDRA

PENGARUH MIGRASI SIRKULER TERHADAP KONDISI SOSIAL RUMAH TANGGA PETANI MUHAMMAD INDRA PENGARUH MIGRASI SIRKULER TERHADAP KONDISI SOSIAL RUMAH TANGGA PETANI MUHAMMAD INDRA DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Lebih terperinci

BAB I ABSTRAK. Wali Aya Rumbia, Hubungan antara Pendidikan dan Pendapatan Migran. Kembali di Kecamatan Wolio Kota Bau-Bau.

BAB I ABSTRAK. Wali Aya Rumbia, Hubungan antara Pendidikan dan Pendapatan Migran. Kembali di Kecamatan Wolio Kota Bau-Bau. BAB I ABSTRAK Wali Aya Rumbia, Hubungan antara Pendidikan dan Pendapatan Migran Kembali di Kecamatan Wolio Kota Bau-Bau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan antara Pendidikan dan Pendapatan

Lebih terperinci

KAJIAN KONFIGURASI DAN POLA SPASIAL INDIKATOR KERAWANAN PANGAN MELALUI PENERAPAN ANALISIS PROCRUSTES DAN SPATIAL AUTOCORRELATION DESSI RAHMANIAR

KAJIAN KONFIGURASI DAN POLA SPASIAL INDIKATOR KERAWANAN PANGAN MELALUI PENERAPAN ANALISIS PROCRUSTES DAN SPATIAL AUTOCORRELATION DESSI RAHMANIAR KAJIAN KONFIGURASI DAN POLA SPASIAL INDIKATOR KERAWANAN PANGAN MELALUI PENERAPAN ANALISIS PROCRUSTES DAN SPATIAL AUTOCORRELATION DESSI RAHMANIAR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. timpang dan ketidakseimbangan struktural (Mudrajad Kuncoro, 1997). tidak hanya mampu mendorong, tetapi juga dapat menganggu proses

BAB I PENDAHULUAN. timpang dan ketidakseimbangan struktural (Mudrajad Kuncoro, 1997). tidak hanya mampu mendorong, tetapi juga dapat menganggu proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Teori Kuznet pembangunan di Negara sedang berkembang identik dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada tahap awal pembangunan namun disertai dengan timbulnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kependudukan adalah studi yang membahas struktur dan proses kependudukan yang terjadi di suatu wilayah yang kemudian dikaitkan dengan aspek-aspek non demografi. Struktur

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

MOBILITAS PENDUDUK Pertemuan ke 1,2,3,4 MIGRASI. Drs. CHOTIB, M.Si

MOBILITAS PENDUDUK Pertemuan ke 1,2,3,4 MIGRASI. Drs. CHOTIB, M.Si MOBILITAS PENDUDUK Pertemuan ke 1,2,3,4 MIGRASI Drs. CHOTIB, M.Si chotib@ldfeui.org Kajian Kependudukan dan Ketenagakerjaan Program Pascasarjana Universitas Indonesia . Konsep dan Definisi Migrasi (1)

Lebih terperinci

ANALISIS PASAR TENAGA KERJA DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROVINSI SULAWESI SELATAN MAHYUDDIN

ANALISIS PASAR TENAGA KERJA DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROVINSI SULAWESI SELATAN MAHYUDDIN ANALISIS PASAR TENAGA KERJA DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROVINSI SULAWESI SELATAN MAHYUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan

Lebih terperinci

Mobilitas Penduduk I. Kependudukan (Demografi) Dian Kurnia Anggreta, S.Sos, M.Si 1

Mobilitas Penduduk I. Kependudukan (Demografi) Dian Kurnia Anggreta, S.Sos, M.Si 1 Mobilitas Penduduk I Kependudukan (Demografi) Dian Kurnia Anggreta, S.Sos, M.Si 1 Mobilitas Ditinjau Secara Sosiologis Mobilitas o Mobilitas Geografis Perpindahan penduduk dari batas geografis yang satu

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING Oleh: BEDY SUDJARMOKO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK BEDY SUDJARMOKO. Analisis Efisiensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri.

I. PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri. Tidak terkecuali di Provinsi Lampung khususnya Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAB III KEHIDUPAN SOSIAL DAN KEAGAMAAN MASYARAKAT KOTA LAMONGAN TAHUN

BAB III KEHIDUPAN SOSIAL DAN KEAGAMAAN MASYARAKAT KOTA LAMONGAN TAHUN BAB III KEHIDUPAN SOSIAL DAN KEAGAMAAN MASYARAKAT KOTA LAMONGAN TAHUN 1975-1982 Untuk mengawali kajian mengenai kehidupan sosial dan keagamaan masyarakat kota Lamongan, digambarkan terlebih dahulu gambaran

Lebih terperinci

MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL KERAWANAN PANGAN SABARELLA

MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL KERAWANAN PANGAN SABARELLA MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL KERAWANAN PANGAN SABARELLA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul : MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 KATA PENGANTAR Buku Distribusi Pendapatan Penduduk Kota Palangka Raya Tahun 2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untukditeliti dan pengetahuan mengenai fenomena ini sangat berguna dalam

BAB I PENDAHULUAN. untukditeliti dan pengetahuan mengenai fenomena ini sangat berguna dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada 20 tahun terakhir ini fenomena perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain atau bisa disebut juga urbanisasi menjadi salah satu fenomena sosial yang

Lebih terperinci

Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian Sebagai Upaya Prediksi Perkembangan Lahan Pertanian di Kabupaten Lamongan

Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian Sebagai Upaya Prediksi Perkembangan Lahan Pertanian di Kabupaten Lamongan JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No. 1, (013) ISSN: 337-3539 (301-971 Print) 1 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian Sebagai Upaya Prediksi Perkembangan Lahan Pertanian di Kabupaten Lamongan

Lebih terperinci

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ii ABSTRACT MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN. Analysis of Northern

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA LIRA MAI LENA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2 0 0 7 ABSTRAK Lira Mai Lena. Dampak Kebijakan Moneter terhadap Kinerja Sektor

Lebih terperinci

Fenomena Migrasi dan Pergerakan Penduduk. kependudukan semester

Fenomena Migrasi dan Pergerakan Penduduk. kependudukan semester Fenomena Migrasi dan Pergerakan Penduduk kependudukan semester 2 2012 pokok bahasan Konsep dasar Migrasi dan pergerakan: jenis mobilitas penduduk Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas penduduk determinan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA DUKUNG DAN KEBUTUHAN LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2035

ANALISIS DAYA DUKUNG DAN KEBUTUHAN LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2035 ANALISIS DAYA DUKUNG DAN KEBUTUHAN LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2035 Imam Arifa illah Syaiful Huda, Melly Heidy Suwargany, Diyah Sari Anjarika Fakultas Geografi UGM Email: faillah.arif@gmail.com

Lebih terperinci

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN MIGRASI PENDUDUK DI PROVINSI JAWA TENGAH PADA PRA DAN ERA OTONOMI DAERAH OLEH LINA SULISTIAWATI H

ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN MIGRASI PENDUDUK DI PROVINSI JAWA TENGAH PADA PRA DAN ERA OTONOMI DAERAH OLEH LINA SULISTIAWATI H ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN MIGRASI PENDUDUK DI PROVINSI JAWA TENGAH PADA PRA DAN ERA OTONOMI DAERAH OLEH LINA SULISTIAWATI H14053044 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Provinsi

Lebih terperinci

BAB IV DISKUSI TEORITIK

BAB IV DISKUSI TEORITIK BAB IV DISKUSI TEORITIK Teori yang digunakan dalam analisa ini bermaksud untuk memahami apakah yang menjadi alasan para buruh petani garam luar Kecamatan Pakalmelakukan migrasi ke Kecamatan Pakal, Kota

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 ISSN : No. Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : iii + 20 halaman Naskah: Penanggung Jawab Umum : Sindai M.O Sea, SE Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggita Khusnur Rizqi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggita Khusnur Rizqi, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hal yang menjadi ciri dari negara berkembang adalah angka pertumbuhan penduduknya yang tinggi. Hal tersebut sudah sejak lama menjadi masalah kependudukan

Lebih terperinci

ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH PEMBANGUNAN DI KABUPATEN ALOR YUNUS ADIFA

ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH PEMBANGUNAN DI KABUPATEN ALOR YUNUS ADIFA ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH PEMBANGUNAN DI KABUPATEN ALOR YUNUS ADIFA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK YUNUS ADIFA. Analisis Kesenjangan Pembangunan antar

Lebih terperinci

ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU

ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR

DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR HERNY KARTIKA WATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS Studi Kasus Kawasan Kedungsapur di Provinsi Jawa Tengah DYAH KUSUMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KONSUMSI DAERAH PERKOTAAN DAN PEDESAAN SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI DI PROPINSI BANTEN MUHARDI KAHAR

ANALISIS POLA KONSUMSI DAERAH PERKOTAAN DAN PEDESAAN SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI DI PROPINSI BANTEN MUHARDI KAHAR ANALISIS POLA KONSUMSI DAERAH PERKOTAAN DAN PEDESAAN SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI DI PROPINSI BANTEN MUHARDI KAHAR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GEOGRAFI

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GEOGRAFI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GEOGRAFI BAB VII KEPENDUDUKAN Drs. Daryono, M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN)

HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN) HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN) (Penelitian di SDIT Ummul Quro dan SDN Sukadamai 3 Bogor) NADIA JA FAR ABDAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa distribusi kesempatan (kemakmuran) yang tidak merata merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. bahwa distribusi kesempatan (kemakmuran) yang tidak merata merupakan faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan laporan UNDP (United Nations Development Programme) bahwa distribusi kesempatan (kemakmuran) yang tidak merata merupakan faktor utama dari mobilitas

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA LIRA MAI LENA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2 0 0 7 ABSTRAK Lira Mai Lena. Dampak Kebijakan Moneter terhadap Kinerja Sektor

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA

PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA ( Kasus Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah ) RAHMAT IMAM SANTOSA SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan perekonomian. Banyaknya tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian

Lebih terperinci

PEMANFAATAN INTERNET DAN CD ROM OLEH PENELITI DAN PEREKAYASA BADAN LITBANG PERTANIAN OLEH: INTAN YUDIA NIRMALA

PEMANFAATAN INTERNET DAN CD ROM OLEH PENELITI DAN PEREKAYASA BADAN LITBANG PERTANIAN OLEH: INTAN YUDIA NIRMALA PEMANFAATAN INTERNET DAN CD ROM OLEH PENELITI DAN PEREKAYASA BADAN LITBANG PERTANIAN OLEH: INTAN YUDIA NIRMALA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini Saya menyatakan

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA)

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) DITA FIDIANI H14104050 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri perekonomian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar penduduk yang berpenghasilan

Lebih terperinci

MIGRAN DI KOTA NEGARA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (KAJIAN GEOGRAFI PENDUDUK) Oleh

MIGRAN DI KOTA NEGARA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (KAJIAN GEOGRAFI PENDUDUK) Oleh MIGRAN DI KOTA NEGARA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (KAJIAN GEOGRAFI PENDUDUK) Oleh K. Yunitha Aprillia Ida Bagus Made Astawa, I Gede Astra Wesnawa *) Jurusan Pendidikan Geografi,Undiksha Singaraja

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian sudah seharusnya mendapat prioritas dalam kebijaksanaan strategis pembangunan di Indonesia. Selama lebih dari 30 tahun terakhir, sektor pertanian di Indonesia,

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK SUMBER MODAL TERHADAP PRODUKSI DAN KEUNTUNGAN USAHA TAMBAK UDANG DI KECAMATAN MUARA BADAK KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA HANDAYANI BOA

ANALISIS DAMPAK SUMBER MODAL TERHADAP PRODUKSI DAN KEUNTUNGAN USAHA TAMBAK UDANG DI KECAMATAN MUARA BADAK KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA HANDAYANI BOA ANALISIS DAMPAK SUMBER MODAL TERHADAP PRODUKSI DAN KEUNTUNGAN USAHA TAMBAK UDANG DI KECAMATAN MUARA BADAK KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA HANDAYANI BOA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 ABSTRAK DADAN SUHENDAR. Dampak Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki

Lebih terperinci