TINJAUAN PUSTAKA Kebun Campur Struktur dan Komposisi vegetasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Kebun Campur Struktur dan Komposisi vegetasi"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Kebun Campur Kebun Campur di Pulau Jawa disebut kebun perkarangan. Foresta et.al (2000) menyebutkan kebun perkarangan di Pulau Jawa memadukan tanaman bermanfaat asal hutan dengan tanaman khas pertanian. Kehadiran dan campur tangan manusia secara terus menerus membuat kebun itu menjadi sistem yang benar-benar buatan (artifisial) meskipun tetap bisa ditemukan sifat khas vegetasi hutan. Lebih lanjut Taufik (2002) menyatakan bahwa kebun campur yang ditanam dengan pola agroforestry pada umumnya terdiri dari berbagai macam tanaman setahun (sayuran dan pangan) yang di sekelilingnya oleh bambu atau pohonpohon. Lokasi kebun campur biasanya agak jauh dari rumah. Singkong, jagung, kacang tanah dan jenis kacang-kacangan lainnya merupakan jenis yang banyak ditanam. Selain tanaman kehutanan yang dapat dimanfaatkan kayunya seperti sengon, jenis pepohonan yang banyak ditanam adalah buah-buahan. Sistem kebun campur yang kompleks (Complex Agroforestry System) merupakan persekutuan dari banyak komponen diantaranya; pohon, liana, semak, trelet (pisang, coklat, kopi) yang semuanya memiliki nilai ekonomi tinggi. Sistem kebun campur merupakan perpaduan dari berbagai jenis tanaman dalam satu areal. Sistem ini hanya ditemui didalam tropik. Di Brazil misalnya, berupa hutan yang dikelola, berkembang dan mengalami transformasi terpadu dari ekosistem yang asli. Sistem kebun di Indonesia terbentuk setelah vegetasi asli punah atau dipunahkan, kemudian ditanami kembali jenis pohon yang lebih beragam (Michon 1991). Potensi kebun campur berguna untuk memecahkan permasalahan yang ada dalam penggunaan lahan yang semakin terbatas dengan mempertahankan lingkungan. Namun pada kenyataannya sistem kebun campur belum diakui oleh banyak instansi khususnya yang bergerak di bidang penelitian dan penyuluhan (Garrity 1994). Struktur dan Komposisi vegetasi Muller dan Ellenberg (1974) membagi struktur vegetasi menjadi lima berdasarkan tingkatannya, yaitu: fisiognomi vegetasi, struktur biomassa, struktur bentuk hidup, struktur floristik, dan struktur tegakan. Struktur suatu

2 vegetasi terdiri dari individu yang membentuk tegakan di dalam suatu ruang. Komunitas tumbuhan terdiri dari sekelompok tumbuhan yang masing-masing individu mempertahankan sifatnya. Struktur vegetasi terdiri dari 3 komponen, yaitu: 1. Struktur vegetasi berupa gambaran vegetasi vertikal, merupakan diagram profil yang melukiskan lapisan pohon, tiang, sapihan, semai dan herba penyusun vegetasi. 2. Sebaran horisotal jenis-jenis penyusun yang menggambarkan letak dari suatu individu terhadap individu lain. 3. Kelimpahan (abundance) setiap jenis dalam suatu komunitas. Kelimpahan jenis ditentukan, frekuensi, kerapatan dan dominasi setiap jenis. Penguasaan suatu jenis terhadap jenis-jenis lain ditentukan berdasarkan Indeks Nilai Penting (INP), voloume, biomassa, persentase penutupan tajuk, luas bidang dasar individu, dan kerapatan. Frekuensi suatu jenis menunjukan penyebaran suatu jenis dalam suatu areal. Jenis yang menyebar secara merata mempunyai nilai frekuensi besar, sebaliknya jenis yang mempunyai nilai frekuensi yang kecil mempunyai daerah sebaran kurang luas. Kerapatan dari suatu jenis merupakan nilai yang menunjukkan jumlah suatu jenis per satuan luas. Makin besar kerapatan suatu jenis, makin banyak individu jenis tersebut per satuan luas. Dominansi suatu nilai menunjukkan penguasaan suatu jenis terhadap komunitas. Model Arsitektur Pohon Arsitektur pohon merupakan gambaran morfologi pada suatu waktu yang merupakan suatu fase pada saat tertentu dari suatu rangkaian seri pertumbuhan pohon, nyata dan dapat diamati setiap waktu. Bentuk pertumbuhan yang menentukan rangkaian fase arsitektur pohon disebut model arsitektur. Elemenelemen dari suatu arsitektur pohon terdiri dari pola pertumbuhan batang, percabangan dan pembentukan pucuk terminal. Pola pertumbuhan pohon dapat berupa ritmik dan kontinu. Pertumbuhan ritmik memiliki suatu periodisitas dalam proses pemanjangannya yang secara morfologi di tandai dengan adanya segmentasi pada batang atau cabang. Pertumbuhan kontinu berbeda dengan

3 pertumbuhan ritmik karena tidak meliki periodisitas dan tidak ada segmentasi pada batang atau cabangnya (Halle et al. 1978). Halle & Oldeman (1975) model arsitektur pohon dibedakan 4 karakterestik utama, yaitu : 1. Pohon tidak bercabang (monoaxial) yaitu bagian vegetatif pohon terdiri satu aksis dan dibangun oleh meristem soliter, contohnya model Holttum dan model Corner. 2. Pohon bercabang dengan axis vegetatif ekuivalen dan orthotropik, contohnya model Tomlinson, dan model Chamberlain. 3. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif non ekuivalen, contohnya model Prevost, model Rauh, model Cook. 4. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif campuran ada yang ekuivalen dan non ekuivalen, contohnya model Troll, model Champagnat, dan model Mangenot. Vegetasi berperan dalam mengintersepsi curah hujan. Curah hujan yang turun akan dicegat oleh tajuk vegetasi, sebagian diuapkan ke atmosfer dan sebagian lagi jatuh ke lantai hutan sebagai curahan tajuk (throughfall) (Manokaran 1979). Sedangkan bagian yang dicegat oleh permukaan daun akan mengalir melalui batang menuju tanah sebagai aliran batang (stemflow). Selanjutnya curahan tajuk dan aliran batang mengalir di permukaan tanah membentuk aliran permukaan (surface run off) dan mengangkut partikel-partikel tanah (Tajang 1980). Gambar 1 Model arsitektur Rauh Keterangan : aliran batang aliran curahan tajuk

4 Model Rauh merupakan model arsitektur pohon dengan ciri-ciri batang bercabang, poliaksial atau pohon dengan beberapa aksis yang berbeda. Aksis vegetatif yang tidak ekuivalen dengan bentuk homogen, semuanya orthotropik, percabangan monopodial dengan perbungaan lateral dan mempunyai batang pokok yang mengalami pertumbuhan secara ritmik (Gambar 1). Jenis yang memiliki model arsitektur dari famili Lauraceae, Elaeocarpaceae, Theaceae, dan Hamamelidaceae. Gambar 2 Model arsitektur Roux Keterangan : aliran batang aliran curahan tajuk Model Roux merupakan salah satu model arsitektur pohon dengan ciri-ciri batang bercabang, poliaksial atau pohon dengan beberapa aksis berbeda yaitu (1) aksis vegetatif tidak ekuivalen dengan homogen, heterogen atau campuran tetapi selalu mempunyai perbedaan yang jelas antara batang dan cabang, (2) aksis vegetatif homogen (terdiferensiasi dalam bentuk aksis orthotropic dan plagiotropik atau aksis majemuk). Percabangan akrotonik dalam membentuk batang bukan konstruksi modular, seringkali pembungaan lateral, batang monopodium dengan pertumbuhan batang percabangan secara kontinyu. Percabangan flagiotropik bukan karena aposisi, monopodial atau simpodial karena subsitusi, cabang dapat bertahan lama dan tidak menyerupai daun majemuk (Gambar 2). Jenis pohon yang memiliki model arsitektur dari famili Ulmaceae dan Melastomataceae.

5 Model Massart merupakan model arsitektur pohon dengan ciri-ciri batang bercabang, poliaksial, aksis vegetatif tidak ekuivalen, homogen (terdiferensiasi dalam bentuk aksis orthotropik). Percabangan seluruhnya akrotonik dalam membentuk batang, bukan konstruksi modular, perbungaan lateral, pola percabangan monopodium, pertumbuhan batang dan cabang ritmik. Percabangan flagiotropik bukan karena aposisi, monopodial atau simpodial karena substitusi (Gambar 3). Jenis yang memiliki model arsitektur pohon ini dari famili Loganiaceae dan Staphyliaceae. Gambar 3 Model arsitektur Massart Keterangan : aliran batang aliran curahan tajuk Model Attims merupakan model arsitektur pohon dengan ciri-ciri batang bercabang, poliaksial atau pohon dengan beberapa aksis yang berbeda. Aksis vegetatif tidak ekuivalen dengan homogen, semuanya orthotropik. Percabangan monopodial dengan perbungaan lateral dan mempunyai batang pokok yang mengalami pertumbuhan secara kontinyu (Gambar 4). Jenis pohon yang memiliki model arsitektur ini dari famili Moraceae, Rutaceae, dan Sapindaceae.

6 Gambar 4 Model arsitektur Attims Keterangan : aliran batang aliran curahan tajuk Model Scarrone merupakan model arsitektur pohon dengan ciri-ciri batang bercabang, poliaksial atau pohon dengan beberapa aksis yang berbeda, dengan aksis vegetatif yang tidak ekuivalen dengan bentuk homogen, semuanya orthotropik, percabangan monopodial dengan perbungaan terminal, terletak pada bagian peri-peri tajuk, cabang simpodial nampak seperti konstruksi modular, batang dengan pertumbuhan tinggi ritmik. Jenis yang memiliki model arsitektur pohon seperti ini adalah dari famili Lauraceae dan Saurauiaceae. Setiadi (1998) mengemukakan bahwa model arsitektur pohon yang tidak bercabang terdiri dari model Holtum dan model Corner. Model Holtum merupakan jenis pohon dengan ciri-ciri batng lurus, tidak bercabang, monoaksial (pohon yang mempunyai aksis tunggal yang berasal dari satu meristem apikal), dan dengan perbungaan terminal. Contoh tumbuhan yang memiliki model arsitektur Holtum adalah Corypha umbracelifolia (Arecaceae, monokotil) dan Sohuregia exelsa (Rutaceae, dikotil). Model Corner merupakan jenis pohon dengan ciri-ciri batang lurus, tidak bercabang, monoaksial (pohon yang mempunyai aksis tunggal yang berasal dari satu meristem apikal dan perbungaan lateral/axiler). Model Corner ini dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kelompok tumbuhan dengan pertumbuhan kontinu yaitu pertumbuhan tidak memperlihatkan pertambahan tunas baru secara bertahap pada selang waktu tertentu (tanpa perbedaan episode pertumbuhan tunas

7 baru),contohnya Cocos nucifera (Aceraceae, monokotil) dan Carica papaya (Caricaceae, dikotil). Kelompok kedua dari model Corner adalah kelompok tumbuhan dengan pertumbuhan ritmik yaitu pertumbuhan pohon yang ditentukan oleh ritme timbulnya tunas baru yang diselingi oleh periode dormansi. Karena adanya ritme pertumbuhan tersebut, maka pada batang pohon nampak adanya ruas-ruas yang nyata sebagai tanda adanya pertumbuhan ritmik. Contoh tumbuhan yang tergolong model Corner untuk untuk pertumbuhan ritmik adalah Cycas circinales (Cycadaceae) dan Trichoscypha ferreginea (Anacardiaceae). Model arsitektur pohon yang bercabang dengan aksis vegetatif yang ekivalen, homogen (tidak ada pembagian batang dan cabang) dan orthotropik (seringkali berupa aksis vertikal serta akrotoni yaitu percabangan terjadi pada bagian distal dari permukaan tanah dengan bentuk percabangan tidak menggarpu). Setiap module terdapat dua atau lebih cabang, simpodium berdimensi tiga, tidak linier, percabangan jelas, perbungaan terminal disebut model Leewenberg. Contohnya Dracaena draco (Agavaceae, monokotil), Ricinus communis dan Manihot esculenta (Euphorbiaceae, dikotil). Pada jenis tumbuhan tertentu, pola percabangannya menunjukkan adanya aksis yang kelihatan seperti campuran antara ortthotropik dan plagiotropik yang disebabkan karena adanya pertumbuhan sekunder. Sebagai contoh pada pertumbuhan pohon yang memiliki pola dasar semua aksisnya orthotropik, tetapi karena dalam pertumbuhan selanjutnya terjadi proses pembekokan pada cabangcabang lateralnya maka membentuk model arsitektur tertentu yang berbeda. Model pertumbuhan pohon yang seperti ini selanjutnya disebut sebagai model Champagant. Contoh tumbuhan yang mengalami pertumbuhan seperti itu adalah Bougianvllae glabra (Nyctaginaceae). Bentuk lain ditemukan pada jenis tumbuhan dengan pola percabangannya menunjukkan adanya aksis seperti campuran antara orthotropik dan plagiotropik yang disebabkan karena adanya pertumbuhan sekunder. Sebagai contoh pada pertumbuhan pohon tertentu memiliki pola dasar dimana semua aksisnya sesungguhnya plagiotropik, tetapi setelah daun luruh sering kali menjadi tegak karena adanya pertumbuhan sekunder atau karena dalam pertumbuhan selanjutnya terjadi proses pembekokan pada cabang-cabang lateralnya maka membentuk

8 model arsitektur tertentu yang berbeda dengan model sebelumnya. Model pertumbuhan pohon yang seperti ini selanjutnya disebut sebagai model Troll. Model arsitektur pertumbuhan dengan model dasar Troll terbagi lagi menjadi dua bagian berdasarkan pola percabangan pokoknya yaitu : (1) model Troll yang mengalami pertumbuhan sekunder dengan pola percabangan pokoknya monopodium. Sebagai contoh Annona muricata (Annonaceae), Allbizia falcataria, dan Leucaena glauca (Mimmosaceae). (2) model Troll yang mengalami pertumbuhan sekunder seperti itu tetapi pola percabangan pokoknya simpodium. Sebagai contoh adalah Parinaria excelsa (Rosaceae) dan Elaeocarpus sphaericus. Pada penelitian lain yang dilakukan di Sumatera, Torquebiau (1985) dalam membuat peta mosaik hutan hujan tropika membagi pohon berdasarkan unit ekologi sebagai berikut : a. Tidak ada pohon atau pohon dengan tinggi kurang dari 2 meter atau pohon yang telah mati dan telah mulai membusuk, disebut Reorganizing eco-unit. b. Pohon masa depan yaitu pohon yang telah mulai menunjukkan model arsitektur yang mengalami pengaturan pola pertumbuhan, di sebut Aggrading eco-unit. c. Pohon masa kini yaitu pohon yang mengalami pertumbuhan stabil dan pola percabangannya telah dapat di kenal dengan baik, disebut Steadystate eco-unit. Jenis ini akan dibagi lagi menjadi c1, c2, c3, dan c4 dalam pembuatan peta mozaiknya sesuai dengan ketinggian masing-masing pohon. d. Pohon masa lampau, yaitu pohon yang telah mati atau mulai mengering atau pohon sudah tua, di sebut Degrading eco-unit. Profil Vegetasi Profil vegetasi merupakan gambaran vertikal dan horisontal serta struktur dan komposisi jenis dari suatu vegetasi meliputi dominasi penutupan tajuk, keanekaragaman jenis, frekuensi jenis, kerapatan jenis dan tumbuhan bawahnya. Profil vertikal dan horizontal ini di bentuk oleh model arsitektur dari jenis-jenis yang ada di dalamnya (Setiadi 1998).

9 Curah hujan, aliran batang, dan curahan tajuk Curah hujan merupakan butir-butir air di atmosfer yang jatuh ke permukaan bumi setelah massa uap air mengalami pengembunan dan dalam jumlah besar membentuk awan yang mengandung air atau butir-butir es (Chow 1964). Jika ukuran butir-butir air atau es cukup besar maka butir-butir air atau es tersebut akan jatuh sebagai hujan. Satu hari hujan adalah periode 24 jam di mana terkumpul curah hujan setinggi 0,5 mm atau lebih dan curah hujan dengan tinggi kurang dari ketentuan ini, hari hujannya dianggap nol. Usaha dalam konservasi tanah dan air, karakteristik hujan perlu diketahui adalah tebal hujan, intensitas hujan dan distribusinya. Tebal hujan adalah jumlah curah hujan yang dinyatakan dalam milimeter biasanya di ukur setiap hari dan disebut hujan harian, sedang tebal hujan dalam sebulan disebut hujan bulanan dan dalam setahun disebut hujan tahunan. Intensitas hujan adalah tebal hujan persatuan waktu (ml/15mnt/30mnt), dan seterusnya 0 yang diukur dengan menggunakan pencatat hujan otomatis. Aliran batang (stemflow) adalah bagian dari curah hujan yang di cegat oleh tajuk vegetasi, lalu mengalir melalui batang, dan sampai ke permukaan tanah (Fellizar 1976). Menurut Manokaran (1979) aliran batang merupakan bagian hujan yang terintersepsi, berkumpul dan mengalir ke permukaan tanah melalui batang. Air hujan yang mengalir ke batang mempunyai koefisien input batang (Pt). Sebelum mencapai permukaan tanah, aliran batang tersebut akan mengisi celah-celah batang yang di sebut sebagai kapasitas batang untuk menyimpan air (St) (Gash 1979). Penguapan dari batang hanya merupakan bagiann kecil bila di bandingkan dengan penguapan dari tajuk, sehingga sering diabaikan ( Rutter & Morton 1977). Hover (1953) dalam Fellizar (1976) menyatakan bahwa tanpa menyertakan faktor aliran batang dalam studi hidroekologi terutama mengenai ketersediaan air dan keadaan kebasahan tanah bagian atas (sub soil moisture condition) akan terjadi tidak sesuai dengan perkiraan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Voigt (1969) bahwa tanah di sekitar pangkal pohon akan menerima air lebih besar dari pada tanah yang berada di bawah tajuk hutan lainnya maupun tanah terbuka. Kondisi ini disebabkan terjadinya akumulasi air pada pangkal

10 pohon yang akan memperbesar jumlah air perlokasi ke dalam tanah (Ovington 1954). Air tembus kanopi secara umum merupakan curah hujan yang mengenai pohon tertentu dan diteruskan ke tanah melalui kanopi bukan melalui batang. Besarnya air tembus kanopi dipengaruhi oleh tebalnya lapisan tajuk, jenis-jenis pohon yang membentuk tegakan, bentuk daun dan tata letak daun pada cabang, suhu sekitarnya dan kecepatan angin pada saat itu (Zinke 1967). Selain itu kondisi daun pada saat turun hujan juga mempengaruhi besarnya air tembus, artinya jika pada saat hujan daun yang sudah dalam keadaan basah, maka air tembusnya akan lebih besar jika dibandingkan dengan daun yang dalam keadaan kering. Air curahan tajuk ( throughfall ) adalah bagian dari air hujan yang jatuh ke atas permukaan tanah melalui celah-celah tajuk dan atau berupa limpasan dari daun, ranting atau cabang pohon (Kittredge 1948 dan Lull 1964). Air infiltrasi, kandungan air tanah, dan sifat-sifat fisik tanah Air hujan yang jatuh di permukaan tanah akan diserap masuk ke dalam tanah atau mengalir di atas permukaan tanah Schwab dkk (1982 ) dan Arsyad (1989) menyatakan bahwa infiltrasi adalah proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah dan bergerak secara vertikal. Banyaknya air per satuan waktu yang masuk ke dalam tanah disebut laju infiltrasi. Sedangkan jumlah air yang dapat terinfiltrasi dalam suatu selang waktu tertentu disebut infiltrasi kumulatif, yaitu merupakan integral dari laju infiltrasi pada suatu selang waktu tertentu (Skoggs Khaleel, 1982). Faktor-faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi adalah penutupan tajuk tumbuhan, kondisi permukaan tanah, suhu tanah, intensitas hujan, sifat fisik tanah, dan kualitas air tanah (Viessman Jr.dkk., 1977). Hal ini sejalan dengan pendapat Skaggs dan Khaleel (1982) bahwa faktor yang mempengaruhui infiltrasi adalah kandungan air tanah awal, sifat fisik tanah, intensitas hujan, kondisi permukaan, pelapisan tanah, dan pergerakan udara dalam tanah. Rendahnya laju infiltrasi pada tanah basah berkaitan erat dengan besarnya potensial matriks tanah untuk menahan air (Hillel 1980). Selanjutnya dikatakan

11 bahwa laju infiltrasi akan terus menurun mendekati nilai konduktivitas hidrolik tanah. Kandungan air tanah setelah terjadinya hujan akan menurun akibat adanya potensial gravitasi air dan evapotranspirasi. Air akan bergerak ke dalam tanah akan menurun dengan menurunnya selisih antara potensial gravitasi dan potensial matriks tanah (Sinukaban 1985). Air dari dalam tanah akan terevapotranspirasi ke atmosfer. Dengan demikian evapotranspirasi akan menyebabkan meningkatnya potensial matriks tanah untuk menahan air. Selanjutnya dengan meningkatnya jumlahnya air yang terevaporasi pada suatu selang waktu tertentu akan meningkatkan laju infiltrasi awal. Hillel (1977), menggambarkan bahwa kandungan air tanah tergantung pada kemampuan tanah untuk mempertahankan air selama tidak terjadi hujan. Adanya kemampuan tanah untuk menyerap air secara maksimum pada selang waktu tanpa hujan, maka akan dapat diketahui perubahan kandungan air tanah selama selang waktu tersebut. Penurunan kandungan air tanah dari kapasitas maksimum tanah memegang air pada selang waktu tertentu akan dapat digunakan untuk menentukan besarnya perubahan simpanan air tanah, yaitu melalui perubahan kandungan air tanah pada kedalaman tanah tertentu. Laju infiltrasi pada tanah pasir, lempung, dan liat akan berbeda akibat adanya kecenderungan tekstur tanah dalam membentuk struktur dan pori tanah. Dengan semakin kecil partikel tanah akan meningkatkan luas bidang sentuh antar partikel tanah, sehingga kemungkinan untuk terbentuknya pori mikro dengan struktur yang teguh. Selama infiltrasi, distribusi kandungan air tanah pada tanah pasir akan lebih luas daripada tanah lempung. Demikian juga distribusi kandungan air tanah lempung lebih besar daripada tanah liat (Hillel 1977). Hubungan antara sifat fisik tanah, vegetasi, dan infiltrasi terletak pada sumbangan bahan organik dan penetrasi perakaran di dalam tanah. Tingginya kandungan bahan organik tanah akan meningkatkan kekuatan agregat.

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi 5.2 Model Arsitektur Pohon

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi 5.2 Model Arsitektur Pohon 31 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi Analisis vegetasi dilakukan dengan tahapan : menghitung nilai kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR), dan dominasi relatif (DR) yang penjumlahannya berupa

Lebih terperinci

KAJIAN PROFIL VEGETASI TERHADAP KONSERVASI AIR (ALIRAN BATANG, CURAHAN TAJUK, DAN INFILTRASI) DI KEBUN CAMPUR SUMBER TIRTA SENJOYO SEMARANG

KAJIAN PROFIL VEGETASI TERHADAP KONSERVASI AIR (ALIRAN BATANG, CURAHAN TAJUK, DAN INFILTRASI) DI KEBUN CAMPUR SUMBER TIRTA SENJOYO SEMARANG KAJIAN PROFIL VEGETASI TERHADAP KONSERVASI AIR (ALIRAN BATANG, CURAHAN TAJUK, DAN INFILTRASI) DI KEBUN CAMPUR SUMBER TIRTA SENJOYO SEMARANG IRFIAH FIROROH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Model Arsitektur Pohon

TINJAUAN PUSTAKA Model Arsitektur Pohon TINJAUAN PUSTAKA Model Arsitektur Pohon Arsitektur pohon merupakan gambaran morfologi pada suatu waktu yang merupakan suatu fase pada saat tertentu dari suatu rangkaian seri pertumbuhan pohon, nyata dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rasamala (Altingia excelsa Noronha.) Rasamala (A. excelsa) tumbuh optimal hingga ketinggian 1.700 m dpl. Tinggi pohon rasamala (A. excelsa) dapat mencapai lebih dari 45 m.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Vegetasi HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis vegetasi pada ekosistem PHBM, ekosistem hutan dan ekosistem tanpa tegakan seperti dijelaskan pada Lampiran 1, 2 dan 3, didapatkan secara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Model Arsitektur Pohon

TINJAUAN PUSTAKA Model Arsitektur Pohon 7 TINJAUAN PUSTAKA Model Arsitektur Pohon Gambaran morfologi pohon memunculkan sifat pada waktu dan fase tertentu dari suatu rangkaian seri pertumbuhan, nyata dan dapat diamati setiap waktu disebut arsitektur

Lebih terperinci

NERACA AIR. Adalah perincian dari masukan (input) dan keluaran (output) air pada suatu permukaan bumi

NERACA AIR. Adalah perincian dari masukan (input) dan keluaran (output) air pada suatu permukaan bumi NERACA AIR Adalah perincian dari masukan (input) dan keluaran (output) air pada suatu permukaan bumi 1. Neraca Air Umum Tanpa memperhatikan pengaruh faktor tanah serta perilaku air di dalam dan di atas

Lebih terperinci

HASIL Keadaan Umum Lokasi Penelitian Status Kawasan Luas dan Batas Wilayah

HASIL Keadaan Umum Lokasi Penelitian Status Kawasan Luas dan Batas Wilayah 27 HASIL Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kawasan arboretum Anggori di buka sejak tahun 1959 pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Saat itu pihak pemerintah Kolonial Belanda mempunyai tujuan membuka kawasan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu Dan Tempat penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu Dan Tempat penelitian METODE PENELITIAN Waktu Dan Tempat penelitian Tempat penelitian adalah kebun campur Sumber Tirta Senjoyo Desa Tegalwaton Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Penelitian dilakukan pada Oktober

Lebih terperinci

atas kotiledon Tumbuh pada titik tumbuh, yakni pada meristem apeks (pucuk) permukaan tanah Dapat termodifikasi dan tumbuh di bawah permukaan tanah

atas kotiledon Tumbuh pada titik tumbuh, yakni pada meristem apeks (pucuk) permukaan tanah Dapat termodifikasi dan tumbuh di bawah permukaan tanah BATANG SIFAT UMUM BATANG Batang atas kotiledon bagian tumbuhan di Tumbuh pada titik tumbuh, yakni pada meristem apeks (pucuk) Pada umumnya berada di atas permukaan tanah Dapat termodifikasi dan tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai komunitas tumbuhan juga memiliki fungsi hidrologis dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai peran yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI SIKLUS HIDROLOGI Siklus Hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan merupakan salah satu pusat keanekaragaman jenis tumbuhan yang belum banyak diketahui dan perlu terus untuk dikaji. Di kawasan hutan terdapat komunitas tumbuhan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan

PENDAHULUAN. Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan PENDAHULUAN Latar Belakang Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan gletser (2,15%), air artesis (0,62%) dan air lainnya (0,03%). Air lainnya ini meliputi danau air tawar

Lebih terperinci

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan komponen penting bagi proses kehidupan di bumi karena semua organisme hidup membutuhkan air dan merupakan senyawa yang paling berlimpah di dalam sistem

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

KADAR AIR TANAH ( Laporan Praktikum Ilmu Tanah Hutan ) Oleh. Ferdy Ardiansyah

KADAR AIR TANAH ( Laporan Praktikum Ilmu Tanah Hutan ) Oleh. Ferdy Ardiansyah KADAR AIR TANAH ( Laporan Praktikum Ilmu Tanah Hutan ) Oleh Ferdy Ardiansyah 1314151022 JURUSAN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2014 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Dokuchnev

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan bejana berjungkit sebagai alat pengukuran memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan pengggunaan alat pengkuran konvensional. Kelebihan alat ini memberikan kemudahan

Lebih terperinci

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air.

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air. BAB I SIKLUS HIDROLOGI A. Pendahuluan Ceritakan proses terjadinya hujan! Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air. Tujuan yang ingin dicapai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

HUBUNGAN MODEL ARSITEKTUR POHON ROUX JENIS

HUBUNGAN MODEL ARSITEKTUR POHON ROUX JENIS HUBUNGAN MODEL ARSITEKTUR POHON ROUX JENIS Koordersiodendron pinnatum Merr DAN KORIBA JENIS Pometia pinnata Forster TERHADAP PARAMETER PERIMBANGAN AIR DI HUTAN TANAMAN ANGGORI MANOKWARI HERU JOKO BUDIRIANTO

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Struktur Vegetasi Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Struktur vegetasi disusun oleh tumbuh-tumbuhan baik berupa pohon, pancang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Siklus hidrologi dimulai dari proses penguapan pada permukaan tanah dan

I. PENDAHULUAN. Siklus hidrologi dimulai dari proses penguapan pada permukaan tanah dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siklus hidrologi dimulai dari proses penguapan pada permukaan tanah dan permukaan air (evaporasi) serta vegetasi (transpirasi) hingga menghasilkan uap air. Uap air kemudian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di perkebunan kopi Sumber Rejo Way Heni

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di perkebunan kopi Sumber Rejo Way Heni III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di perkebunan kopi Sumber Rejo Way Heni Lampung Barat pada bulan Juni sampai bulan Oktober 2012. Penelitian ini berada

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik Latar Belakang: Penghutan kembali atau reboisasi telah banyak dilakukan oleh multipihak untuk menyukseskan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936

Lebih terperinci

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7)

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7) 7 Persamaan-persamaan tersebut kemudian dikonversi menjadi persamaan volumetrik (Persamaan 5) yang digunakan untuk mendapatkan nilai kadar air tanah dalam % volume. 3.3.5 Pengukuran Curah Hujan dan Tinggi

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. C-organik Tanah Andosol Dusun Arca 4.1.1. Lahan Hutan Hasil pengukuran kadar C-organik tanah total, bebas, terikat liat, dan terikat seskuioksida pada tanah Andosol dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keanekaragaman Jenis Burung di Permukiman Keanekaragaman hayati dapat dikategorikan menjadi tiga tingkatan, yaitu keanekaragaman jenis, keanekaragaman genetik, dan keanekaragaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi 2 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi didefinisikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Umumnya, infiltrasi yang dimaksud adalah infiltrasi vertikal, yaitu gerakan ke

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan tanggal 22 April sampai 9 Mei 2007 di hutan rawa habitat tembesu Danau Sumbu dan Danau Bekuan kawasan Taman Nasional Danau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR..... ii DAFTAR ISI...... iv DAFTAR TABEL..... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN.... 1 A. Latar Belakang Masalah 1 B. Rumusan Masalah. 7 C. Tujuan Penelitian......

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Metode Penelitian Analisis Vegetasi

METODE Waktu dan Tempat Metode Penelitian Analisis Vegetasi METODE Waktu dan Tempat Pengumpulan data dilakukan di ekosistem program PHBM di RPH Gambung petak 27, KPH Bandung Selatan (S 07 0 07 25.1 E 107 0 30 35.2, ketinggian 1246 mdpl), kemiringan lereng 36% pada

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

KAJIAN ARSITEKTUR POHON MODEL RAUH DALAM UPAYA KONSERVASI AIR DAN TANAH: STUDI KASUS

KAJIAN ARSITEKTUR POHON MODEL RAUH DALAM UPAYA KONSERVASI AIR DAN TANAH: STUDI KASUS KAJIAN ARSITEKTUR POHON MODEL RAUH DALAM UPAYA KONSERVASI AIR DAN TANAH: STUDI KASUS Altingia excelsa Noronha DAN Schima wallichii (DC.) Korth DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO ENI NURAENI SEKOLAH

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis di Sub Daerah Aliran Ci Karo, maka penulis dapat menarik

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

HUBUNGAN MODEL ARSITEKTUR MASSART DARI POHON

HUBUNGAN MODEL ARSITEKTUR MASSART DARI POHON HUBUNGAN MODEL ARSITEKTUR MASSART DARI POHON Agathis dammara L.C.Richard DENGAN KONSERVASI TANAH DAN AIR DI RPH GAMBUNG PETAK 27 AREA PHBM, KPH BANDUNG SELATAN NOVI RIZAL UMAM SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia, yaitu dalam penyediaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah 3 TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah Hillel (1998) menyatakan bahwa tanah yang padat memiliki ruang pori yang rendah sehingga menghambat aerasi, penetrasi akar, dan drainase. Menurut Maryamah (2010) pemadatan

Lebih terperinci

KORELASI ARSITEKTUR POHON MODEL RAUH DARI RASAMALA

KORELASI ARSITEKTUR POHON MODEL RAUH DARI RASAMALA KORELASI ARSITEKTUR POHON MODEL RAUH DARI RASAMALA (Altingia excelsa Noronha.) DAN MODEL ARSITEKTUR ROUX DARI JENIS KOPI (Coffea arabica L.) TERHADAP KONSERVASI TANAH DAN AIR DI AREA PHBM RPH GAMBUNG KPH

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siklus hidrologi. Siklus air adalah rangkaian peristiwa yang terjadi pada air

BAB I PENDAHULUAN. siklus hidrologi. Siklus air adalah rangkaian peristiwa yang terjadi pada air BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air mengalami siklus yang sering kita kenal sebagai siklus air atau siklus hidrologi. Siklus air adalah rangkaian peristiwa yang terjadi pada air dari saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi serta memiliki prospek yang baik bagi petani maupun

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan 23 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih (Gambar 3), bekerjasama dan di bawah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan dalam 5 kali periode hujan pada lahan pertanian jagung dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan dalam 5 kali periode hujan pada lahan pertanian jagung dengan 55 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Erosi Permukaan dan Unsur Hara Tanah Hasil pengukuran erosi permukaan dan kandungan unsur hara N, P, K tanah yang ikut terbawa oleh aliran permukaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi

TINJAUAN PUSTAKA. dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan) masuk ke dalam tanah. Perkolasi merupakan kelanjutan aliran air tersebut ke tanah yang lebih dalam. Dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi dan Morfologi Kacang Tunggak Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari genus Vignadan termasuk ke dalam kelompok yang disebut catjangdan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang dimiliki oleh manusia. Tanah merupakan media utama dimana manusia bisa mendapatkan bahan pangan, sandang, papan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. profil tanah. Gerakan air ke bawah di dalam profil tanah disebut perkolasi

TINJAUAN PUSTAKA. profil tanah. Gerakan air ke bawah di dalam profil tanah disebut perkolasi 12 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi didefinisikan sebagai peristiwa masuknya air ke dalam tanah. Jika cukup air, maka air infiltrasi akan bergerak terus ke bawah yaitu ke dalam profil tanah. Gerakan

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geomorfologi Geomorfologi adalah studi yang mendiskripsikan bentuklahan, proses-proses yang bekerja padanya dan menyelidiki kaitan antara bentuklahan dan prosesproses tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim lainnya menyebabkan terjadinya proses evaporasi pada permukaan vegetasi tanah, di laut atau badan-

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar dan tersebar di Kalimantan, Sumatera, Maluku, Papua, Sulawesi, Jawa dan Nusa Tenggara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Suripin 2004). Erosi merupakan tiga proses

Lebih terperinci

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi Daur Siklus Hidrologi Siklus hidrologi adalah perputaran air dengan perubahan berbagai bentuk dan kembali pada bentuk awal. Hal ini menunjukkan bahwa volume

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di perkebunan rakyat Desa Huta II Tumorang, kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut TINJAUAN PUSTAKA Erosi Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagianbagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengambilan Data Metode Pengumpulan Data Vegetasi :

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengambilan Data Metode Pengumpulan Data Vegetasi : METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Februari 2009. Penelitian dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur Fakultas Kehutaan Institut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Infiltrasi adalah gerakan air permukaan tanah masuk ke dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Infiltrasi adalah gerakan air permukaan tanah masuk ke dalam 6 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi adalah gerakan air permukaan tanah masuk ke dalam tanah.infiltrasi (vertikal) ke dalam tanah yang pada mulanya tidak jenuh, terjadi di bawah pengaruh hisapan matriks

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rekreasi alam, yang mempunyai fungsi sebagai: Kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan.

TINJAUAN PUSTAKA. rekreasi alam, yang mempunyai fungsi sebagai: Kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan. TINJAUAN PUSTAKA Taman Nasional Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

KONDISI BEBERAPA KOMPONEN HIDROLOGI PADA TEGAKAN SENGON WURI HANDAYANI DAN EDY JUNAIDI

KONDISI BEBERAPA KOMPONEN HIDROLOGI PADA TEGAKAN SENGON WURI HANDAYANI DAN EDY JUNAIDI KONDISI BEBERAPA KOMPONEN HIDROLOGI PADA TEGAKAN SENGON WURI HANDAYANI DAN EDY JUNAIDI Pendahuluan Sengon merupakan jenis tanaman kayu yang banyak dijumpai di Jawa Barat. Sebagai jenis tanaman kayu fast

Lebih terperinci

EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN

EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN Quis 1. Jelaskan pengertian erosi. 2. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi erosi. 3. Apakah erosi perlu dicegah/dikendalikan?

Lebih terperinci

INFILTRASI DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA POLA TANAM AGROFORESTRI DAN MONOKULTUR : STUDI DI DESA JERU KABUPATEN MALANG

INFILTRASI DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA POLA TANAM AGROFORESTRI DAN MONOKULTUR : STUDI DI DESA JERU KABUPATEN MALANG 18-190 INFILTRASI DAN LIMPASAN PERMUKAAN PADA POLA TANAM AGROFORESTRI DAN MONOKULTUR : STUDI DI DESA JERU KABUPATEN MALANG Agung Sri Darmayanti 1), Solikin 2) Purwodadi Botanic Garden Indonesian Institute

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng 124 Bab VI Kesimpulan Lokasi penelitian, berupa lahan pertanian dengan kondisi baru diolah, tanah memiliki struktur tanah yang remah lepas dan jenis tanah lempung berlanau dengan persentase partikel tanah

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN PADA HUTAN PINUS DI TAMAN HUTAN RAYA BUKIT BARISAN TONGKOH KABUPATEN KARO BERDASARKAN MODEL KESEIMBANGAN AIR

ANALISIS HUJAN PADA HUTAN PINUS DI TAMAN HUTAN RAYA BUKIT BARISAN TONGKOH KABUPATEN KARO BERDASARKAN MODEL KESEIMBANGAN AIR ANALISIS HUJAN PADA HUTAN PINUS DI TAMAN HUTAN RAYA BUKIT BARISAN TONGKOH KABUPATEN KARO BERDASARKAN MODEL KESEIMBANGAN AIR (Analysis of Rainfall in Pine Forest in Taman Hutan Raya Bukit Barisan Tongkoh

Lebih terperinci

oleh : Widianto, 2011

oleh : Widianto, 2011 MANAJEMEN TANAH BERLANJUT (Sustainable Soil Management) MINGGU 3 KEMAMPUAN TANAH MENYEDIAKAN : AIR, UDARA DAN TUNJANGAN MEKANIK oleh : Widianto, 2011 TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Memahami sifat-sifat tanah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi 4 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi Siklus hidrologi merupakan perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang terjadi secara terus menerus, air

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai m. Batang

TINJAUAN PUSTAKA. dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai m. Batang TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Karet (Hevea brasiliensis) Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15 25 m. Batang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air TINJAUAN PUSTAKA Neraca Air Neraca air adalah model hubungan kuantitatif antara jumlah air yang tersedia di atas dan di dalam tanah dengan jumlah curah hujan yang jatuh pada luasan dan kurun waktu tertentu.

Lebih terperinci

TESIS OLEH T. ALIEF ATHTHOIUCK PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

TESIS OLEH T. ALIEF ATHTHOIUCK PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR PENGARUH ARSITEKTUR POHON MODEL MASSART DAN RAUll TERHADAP ALIRAN BATANG, CURAHAN TAJUK,ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI D1IlUTAN I'ENDlI>lKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI TESIS OLEH T. ALIEF ATHTHOIUCK PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan penyediaan kayu jati mendorong Perum Perhutani untuk menerapkan silvikultur intensif guna memenuhi

Lebih terperinci

Model Arsitektur Percabangan Beberapa Pohon di Taman Nasional Alas Purwo

Model Arsitektur Percabangan Beberapa Pohon di Taman Nasional Alas Purwo Model Arsitektur Percabangan Beberapa Pohon di Taman Nasional Alas Purwo 1) Gustini Ekowati, 2) Serafinah Indriyani dan 3) Rodiyati Azrianingsih 1, 2, 3) Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kadar Air Tanah Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman baik pohon maupun tanaman semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN MINGGU 2 HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN Irigasi dan Drainasi Widianto (2012) TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Memahami sifat dan karakteristik tanah untuk menyediakan air bagi tanaman 2. Memahami proses-proses aliran

Lebih terperinci

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Disampaikan pada PELATIHAN PENGELOLAAN DAS (25 November 2013) KERJASAMA : FORUM

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nanas merupakan tanaman buah semak yang memiliki nama ilmiah Ananas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nanas merupakan tanaman buah semak yang memiliki nama ilmiah Ananas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus) Nanas merupakan tanaman buah semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus. Dalam bahasa Inggris disebut pineapple dan orang-orang Spanyol menyebutnya pina.

Lebih terperinci

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon 1 Presentasi ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama, memberikan pengantar tentang besarnya karbon yang tersimpan di lahan gambut. Bagian kedua membahas

Lebih terperinci